Anda di halaman 1dari 103

POLA INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT MULTI ETNIS DALAM

MEMBANGUN HARMONISASI DI DUSUN TOLONGGERU DESA MBAWA


KECAMATAN DONGGO KABUPATEN BIMA

OLEH:
RISKI RAMADHAN
NIM 160304028

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2020

POLA INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT MULTI ETNIS DALAM


MEMBANGUN HARMONISASI DI DUSUN TOLONGGERU DESA MBAWA
KECAMATAN DONGGO KABUPATEN BIMA

i
Diajukan kepada Universitas Islam Mataram untuk melengkapi
persyaratan mencapai gelar sarjana (S. Sos)

OLEH:
RISKI RAMADHAN
NIM 160304028

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2020

ii
iii
iv
vi
MOTTO

‫اِنَّ َمع ْالعُسْر يُس ًْرا‬


”Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

(QS. Al-Insyirah 94: Ayat 6)

PERSEMBAHAN

vii
Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ibu saya yang tercinta yang selalu senantiasa sabar mendidik

serta mendo,akan Anak-anaknya sehingga tetes keringatnya tak

menjadi penyesalan untuk memperjuangkan Anak-anaknya

dalam menuntut ilmu.

2. Bapak saya yang selalu senantiasa sabar mendidik serta

mendoakan Anak-anaknya sehingga tetes keringatnya tak menjadi

penyesalan untuk memperjuangkan Anak-anaknya dalam

menuntut ilmu.

3. Teman seperjuangan saya Nurbiatun serta teman-teman saya

yang senantiasa memberikan motivasi disetiap saya Lelah.

4. Almamaterku dan Kampus UIN Mataram

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala piji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam

dan sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi

viii
Muhammad, juga kepada keluarga sahabat dan semua pengikutnya.

Aamiin.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian Skripsi ini tidak akan

sukses tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan

terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu mereka

antara lain adalah:

1. Dr. Abdul Wahid,M. Ag, M.Pd selaku bimbingan I dan Zakariah

Ansori, S. Ag, M. Hum, selaku bimbingan II yang telah memberikan

saran, bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini

sehingga terselesaikan dengan baik.

2. Selanjutnya, selaku penguji I dan penguji II yang telah memberikan

saran kontruktif bagi penyempurnaan skripsi ini.

3. Dr. nuruddin, S. Ag, M. Si. selaku ketua jurusan sosiologi agama.

4. Dr. H. Lukman Hakim, M. Pd. selaku Dekan Fakultas auashuluddin

dan Studi Agama (FUSA)

5. Prof. Dr. H. Masnun, M. Ag. selaku Rektor Uin Mataram yang telah

banyak membina dan membimbing selama peneliti melaksanakan

studi di Uin Mataram.

6. Pihak lembaga tempat lokasi penelitian.

Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut dapat pahala yang

berlipat gandah dari Allah Swt, dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat

bagi semua pihak. Aamiin.

ix
Mataram
Peneliti

Riski Ramadhan
Nim, 160304028

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN SAMPUL ............................................................. .............. ............. i

HALAMAN JUDUL ............................................................... .............. ............ ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ..........................iii

NOTA DINAS PEMBIMBING ................................................. ......................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................... ........................... v

x
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .................................................................... vi

HALAMAN MOTTO .............................................................. ........................ vii

HALAMAN PEMBAHASAN .................................................... ........................ viii

KATA PENGANTAR ............................................................. .......................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................ ......................... xii

ABSTRAK ........................................................................... ......................... xv

BAB I PENDAHULUAN ......................................................... ........................... 1

A. Latar belakang ............................................................... .............................. 1

B. Rumusan masalah......................................................... .............................. 6

C. Tujuan dan manfaat penelitian ...................................... .............................. 7

D. Ruan lingkup dan setting penelitian............................... .............................. 8

E. Telaah pustaka .............................................................. .............................. 9

F. Kerangka teori .............................................................. ............................ 12

G. Metode penelitian .......................................................... ............................ 23

H. Sistematika pembahasan ............................................... ............................ 36

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ................................. ......................... 38

A. Gambaran Umum wilayah Desa Mbawa......................... ............................ 38

B. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis dalam

membangun Harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa ..................... 46

C. Faktor-faktor Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis dalam

membangun Harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa ..................... 52

BAB III PEMBAHASAN................................................................................... 58

A. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis dalam

membangun Harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa ..................... 58

B. Faktor-faktor Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis dalam

membangun Harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa ..................... 69

xi
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 78

A. Kesimpulan ................................................................................................ 78

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 81

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 84

POLA INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT MULTI ETNIS DALAM


MEMBANGUN HARMONISASI DI DUSUN TOLONGGERU DESA MBAWA
KEC. DONGGO KAB. BIMA.
OLEH
RISKI RAMADHAN
160304028
ABSTRAK
Menjalin interaksi sosial yang baik di tengah kehidupan yang
multi etnis senantiasa menjadi salah satu pijakan dasar suatu
masyarakat yang majemuk, dengan adanya agama pada hakikatnya
merupakan sebagai pedoman hidup atau suatu kebenaran atau
kekuatan moral yang inheren dengan nilai-nilai ketuhanan, maka
selama itu pula manusia selalu merujuk dan membutuhkan agama
dalam kehidupan. Kemajemukan agama harus dikelola dengan baik,
supaya kedamaian terus terjaga tampa harus mencurugai antara satu
dengan yang lainnya. Di Dusun Tolonggeru merupakan wilayah yang
plural dalam konteks masalah agama. Hal ini ditandai dengan adanya
beberapa agama yang hidup berdampingan namun tampa adanya
konflik di tengah-tengah keberagaman tersebut, yang tercermin dengan
banyaknya bentuk-bentuk interaksi sosial masyarakat multi etnis
dalam membangun harmonisasi. Rumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian ada dua yaitu: 1). Bagaimana bentuk-bentuk Interaksi

xii
Sosial Masyarakat Multi Etnis dalam membangun Harmonisasi di Dusun
Tolonggeru Desa Mbawa Kec. Donggo? 2). Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis dalam
membangun Harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa Kec.
Donggo?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial Masyarakat multi etnis dalam
membangun harmonisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
interaksi sosial masyarakat multi etnis dalam membangun harmonisasi .
Penelitian ini dianalisi dengan menggunakan penelitian di
lapangan (field research) yang bersifat kualitatif dengan menggunakan
pendekatan fenomenoligi. Sumber data primer dan sumber data skunder
prosedur pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi. Teknik analisis data melewati tiga prosedur, yaitu reduksi
data, penyajian data, menarik kesimpulan, serta pengecekan keabsahan
data menggunakan perpanjangan keikut-sertaan, trigulasi dan
pemeriksaan sejawat melalui diskusi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bentuk-bentuk interaksi
sosial masyarakat multi etnis dalam membangun harmonisasi di Dusun
Tolonggeru Desa Mbawa yaitu: Upacara Raju di Uma Leme, saling
menghormati dan menjaga ketika hari besar agama, gotong royong dan
musyawarah. Kemudian, faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat
multi etnis dalam membangun harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa
Mbwa yaitu : komunikasi yang baik, hubungan darah atau keturunan
dan solidaritas sosial masyarakat.
Kata kunci: Interaksi Sosial, Masyarakat Multi Etnis, Harmonisasi.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa

berinteraksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari manusia lain.

Maka dari itu, perlu adanya interaksi yang harmonis antar sesama

manusia, dengan demikian terbentuknya sekelompok dari sekian

banyak jumlah manusia yang disebut masyarakat. Masuknya sebuah

komunitas baru di pedesaan memberikan dampak dalam kehidupan

masyarakat desa baik secara sosial maupun kultural.

Menurut Emile Durkheim masyarakat di Desa digambarkan

sebagai masyarakat dengan solidaritas mekanis, hal ini disebabkan

oleh kehidupan masyarakat Desa yang belum terpengaruh oleh hal-

hal yang bersifat modern. Saat ini perubahan sosial terjadi tidak

hanya di kota sebagai dampak dari globalisasi dan perkembangan

zaman. Warga perumahan adalah bangsa yang majemuk.

Kebanyakan dari warga perumahan merupakan pindahan yang

merupakan bukan warga asli daerah setempat sehingga warga

perumahan mempunyai banyak keragaman baik kelas sosial, cara

interaksi sosial bahkan stratifikasi sosial.1

Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan

memunculkan stratifikasi sosial (pengkelas-kelasan). Hal ini karena

sejak dilahirkan manusia sudah mempunyai dua hasrat atau

1
Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo, 1982), hlm. 99

1
keinginan pokok, yaitu: keinginan untuk menjadi satu dengan

manusia lain di sekelilingnya yaitu masyarakat, dan juga keinginan

untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Manusia

secara individu merupakan anggota dari suatu masyarakat, di mana

ia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan dan kondisi sosial

budaya sekitarnya karena saling membutuhkan antar kerja sama

sosial dan kepentingan bersama pada setiap individu yang hidup

dalam suatu masyarakat.

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan

sosial, karena tanpa adanya interaksi sosial tidak akan mungkin ada

kehidupan bersama pergaulan dalam hidup akan terjadi apabila

orang perorangan, kelompok dengan kelompok manusia kerja sama,

saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan

bersama, mengadakan persaingan pertikaian dan lain sebagainya.

Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar

proses sosial yang merunjuk pada hubungan-hubungan yang

dinamis.2

Menurut Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk sosial

yang hanya menyukai hidup bersama dari pada hidup sendiri. Jadi

manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi

dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena

dengan interaksi sosial manusia mewujudkan sifat sosialnya.3

2
Soejono Soekamto dan Budi sulistyowati: Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:
Rajawali pers, 2017), hlm. 54
3
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung:
Eresco, 1995), hlm. 64

2
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu

atau lebih di mana kelakun individu yang satu mempengaruhi,

mengubah atau memperbaiki kekuatan individu yang lain atau

sebaliknya sehingga terjadinya proses sosial, interaksi sosial ini

dijadikan sebagai syarat utama faktor terjadinya aktifitas sosial dan

hadirnya kenyataan sosial. Interaksi sosial juga akan berlangsung

apabila seorang individu melakukan tindakan. Dari tindakan

tersebut menimbulkan reaksi individu yang lain. Interakasi sosial

merupakan hubungan yang tersusun dalam bentuk tindakan

berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Dan di sinilah dapat kita amati atau rasakan bahwa apabila sesuai

dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi tersebut akan

belangsung secara baik, begitu pula sebaliknya, manakala interaksi

sosial yang dilakukan tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam

masyarakat, interaksi yang terjadi kurang berlangsung dengan baik.

Saat ini perubahan sosial terjadi tidak hanya di kota sebagai

dampak dari globalisasi dan perkembangan zaman. Di wilayah yang

dulu notabenya adalah tempat pemukiman para petani sekarang

menjadi kota yang metropolitan. Sehingga terjadinya perubahan

sosial, pemahaman keagamaan yang sudah melembaga di masing-

masing tempat asalnya. Dengan sendirinya akan dibawa masuk

untuk dilembagakan lagi di tempat yang baru. Hal ini disebabkan

oleh adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan dari

masing-masing pihak. Sehingga salah satu penyebab konflik di mana

terdapat pertikaian atau pertentangan karena adanya perbedaan

3
pandangan dan suasana tingkahlaku sosial seseorang sebagai salah

satu hubungan interaksi sosial pada masyarakat yang plural. 4

Sejalan dengan perkembanganya masyarakat multi etnis yang

ada di perumahan berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam

kehidupan yang beragama yakni berkembangnya sikap yang

mengakui kebebasan bertindak, berkembangnya pahan rasionalisme

dan urbanisme. Dengan begitu tumbuhnya pengetahuan tentang

agama-agama lain, maka diharapkan dapat menimbulkan sikap

saling pengertian dan toleran kepada pemeluk agama lain sehingga

tumbuh pula kerukunan beragama sebab setiap agama memiliki

dasar ajaran hidup rukun. Semua agama menganjurkan untuk

senantiasa hidup damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.5

Kehidupan yang multi etnis ini dapat berdamai dan saling

menolong, manusia adalah insan sosial dengan demikian ia tidak

dapat berdiri sendiri, satu sama lainnya saling membutuhkan.

Manusia yang satu dengan yang lainnya mempunyai corak yang

berbeda, demikian keduanya mempunyai kepentingan yang sama

dalam menjalani kehidupanya. Demikian pula kondisi di Desa

Mbawa ini merupakan masyarakat yang etnis, suku dan agama yang

berbeda-beda, juga memiliki variasi sosial budaya yang beragam.

Berdasarkan observasi awal Peneliti, di Dusun Tolonggeru

Desa Mbawa merupakan suatu wilayah yang masyarakatnya

4
MH Said Abdullah, Membangun Masyarakat Multikultural (Jakarta: Pustaka,
2006),hlm.107
5
Zakiyah darajat, Perbandingan Agama-Agama, (Jakarta: Bumi Aksara 1996), hlm. 139

4
beranekaragam, mulai etnis bugis, Makassar dan Ambon yang tinggal

dan menetap cukup lama. wilayah ini bukanlah daerah yang

homogen, namun sangat heterogen dari segi etnis maupun agama.

Peneliti memilih membahas masalah interaksi sosial masyarakat

dalam membangun harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo Kabupaten Bima, karena masyarakat disana

tetap memelihara hidup rukun dan harmonis meskipun berada

dalam golongan yang bersifat heterogen. Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa adalah yang berada di wilayah Kecamatan Donggo yang di

tempati oleh beberapa Agama yaitu Agama Islam, Kristen Khatolik

dan Protestan, di Dusun Tolonggeru.

Meskipun Dusun Tolonggeru menganut beberapa

kepercayaan, namun dalam kehidupan sehari-hari mampu menjaga

kerukunan, hal ini dapat terlihat ketika ada tetangga mereka yang

beragama lain yang meninggal mereka ikut pergi kerumah duka

untuk memberikan semangat. Ada dua hal yang membuat

hubungan sosial antara pemeluk terjalin dengan baik yaitu, Upacara

Raju dan Uma Leme. Upacara Raju ini merupakan upacara

pembasmian hama dan penentu musim tanam, upacara ini

dilakukan setiap tahun sebelum musim tanam. Untuk menentukan

waktu ditentukan oleh bulan, sedangkan Rumah Adat (Uma Leme)

adalah sebagai wadah pemersatu antara pemeluk Agama dan

dijadikan Cagar Budaya di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa. Di

Dusun Tolonggeru masyarakatnya tidak mempersoalkan perbedaan

keyakina, karna mereka meyakini bahwa perbedaan keyakinan

hanya sebuah jalan untuk pendekatan dengan sang pencipta bukan

5
sebagai tolak ukur untuk bersosial, karena pada dasarnya

masyarakat adalah suatu kesatuan yang utuh dan Saling

membutuhkan satu sama lain.6

Dengan latar belakang yang beragam ini masyarakat Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa mampu hidup rukun di tengah-tengah

kemajemukan yang ada. Maka dari itu, penulis ingin mengadakan

penelitian tentang Pola Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis

Dalam Membangun Harmonisasi (Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo Kabupaten Bima).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut

diatas, untuk memperjelas dan membatasi agar pembahasan

tidak keluar dari judul penelitian ini, maka peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk interaksi sosial masyarakat multi etnis

dalam membangun harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi interaksi sosial

masyarakat multi etnis dalam membangun harmonisasi di

Dusun Tolonggeru Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten

Bima?

6 Observasi Penelitian, pada tanggal 12 oktober 2020

6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang peneliti gunakan,

maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bentuk interaksi sosial masyarakat multi

etnis di Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima.

b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi intraksi sosial

masyarakat multi etnis di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo Kabupaten Bima.

2. Manfaat

Setelah mengetahui tujuan penelitian, maka peneliti ini

diharapkan mampu memberi manfaat sebagimana yang

diharapkan peneliti sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritas

1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan pendidikan, terutama yang berkaitan

khususnya tentang masyarakat multi etnis dengan

disiplin ilmu Sosiologi dan Antropologi.

2) Memberikan sumbangsih maupun rujukan referensi

untuk para peneliti selanjutnya dan pengembangan

keilmuan dalam bidang Sosiologi dan Antropologi.

b. Manfaat Praktis

1) Dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk

dijadikan pedoman penelitian dalam meneliti pola

7
interaksi sosial di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo Kabupaten Bima.

2) Memberikan wawasan pengetahuan bagi masyarakat

tentang pola interaksi sosial di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian

Pada bagian ini peneliti lebih difokuskan pada

pembahasan tentng Pola Interaksi di Desa Mbawa Kecamatan

Donggo Kabupaten Bima. Atas dasar konteks penelitian di atas,

maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sekaligus

sebagai cakupan pembahasan dalam penelitian ini.

2. Setting Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah di Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima.

Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian yang di mana

peneliti ingin menjelaskan bagaimana pola interaksi sosial ketika

mereka tinggal dalam satu atap rumah tapi tetap menganut

kepercayaan masing-masing. Oleh sebab itu, peneliti tertarik

meneliti fenomena yang terjadi di Desa Mbawa Kecamatan

Donggo Kabupaten Bima.

E. Telaah Pustaka

Dalam pokok pembahasan proposal ini, penulis membahas

tentang Pola Interaksi Sosial Multi Etnis di Dusun Tolonggeru Desa

8
Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Donggo. Judul tersebut

terfokus dari sudut pandang Sosiologi Agama. Karena dalam

pembahasan ini membahas tentang pola Interaksi Sosial masyarakat

antar penghuni di Desa Mbawa.

Adapun penelitian yang dianggap berkaitan dengan penelitian

ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh:

1. Disertasi penelitian yang dilakukan oleh Abdul Wahid dengan

judul “Imajinasi Multikultural Dou Mbawa dalam praktek Budaya

Raju di Mbawa Indonesia Timur”.7 Dalam penelitian tersebut ada

beberapa point yang dikemukakakan didalamnya, seperti

kristenisasi dan islamisasi yang dilakukan oleh para missionaris

Kristen dan para da,i yang masih berlangsung sampai sekarang.

Kemudian ada budaya Raju yang masih dilestarikan oleh

masyarakat Mbawa, yaitu sebuah ritual adat yang dilakukan

untuk menyambut musim hujan, sekaligus sebagai tanda

bercocok tanam akan segera dilakukan, bahkan ritual Raju

inipun menjadi tolak ukur prediksi awal terhadap hasil panen

nantinya, karna memang kepercayaan ini masih berkaitan erat

dengan kepercayaan keagamaan “parafu” sehingga ritual Raju ini

menjadi identitas masyarakat Mbawa khususnya dalam menjaga

ritual sosial.

Dengan demikian, adapun perbedaan hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan peneliti yang

Abdul Wahid Dkk, “Islam Indonesia Pasca Reformasi; Dinamika Keagamaan pada
7

Ranah Sosial, Politik,Budaya, Hukum dan Pendidikan,” (Surabaya: IMTYAZ, 2015), hlm 1-64

9
sekarang, bahwa peneliti lebih berfokus pada berbagai macam

pola interaksi yang dilakukan oleh masyarakat mbawa dalam

menjaga harmonisasi beragama dan bersosial dalam berbagai

Multietnis yang ada. Serta peneliti lebih fokus melakukan

penelitian bertempat di dusun Tolonggeru Desa Mbawa.

Sedangkan lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti

terdahulu mencakup Desa Mbawa.

2. Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Zuriatin dan Masni

“Dinamika kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Islam di Desa

Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima” 8. Adapun hasil

dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa dinamika

kehidupan sosial budaya masyarakat islam di Desa Mbawa

secara umum sangat toleran, saling memahami, saling

membantu antara sesama. Baik dalam ranah teologis terlebih

ranah sosiologis seperti kematian orang Kristen maka orang

islam sekitar itu ikut membantu. Akan tetapi beda dengan apa

yang akan diteliti oleh peneliti saat ini, peneliti lebih spesifik

melihat gejala-gejala interaksi sosial-teologis yang terdapat di

Dusun Tolonggeru Desa Mbawa dengan latar belakang etnis

masyarakatnya yang lebih beragam dengan kekentalan agama

islam, katholik dan protestan

3. Skripsi penelitian yang dilakukan oleh Hartati yang berjudul

“Relasi Sosial Minoritas dikalangan Mayoritas Muslim” (Di Dusun

Sangari Desa Mbawa Kecematan Donggo)”. Yang menjadi fokus

Zuriati dan Masnin “Jurnal Pendidikan Ips : Dinamika Kehidupan Sosial Budaya
8

Masyarakat Islam”, vol. 4 no,2 juli-desember 2014, hlm 846

10
penelitian tersebut dimana peneliti ingin menjelaskan bagaimana

hubungan sosial antara masyarakat Minoritas Kristen yang

tinggal dan menetap dalam suatu wilayah yang Bermayoritas

muslim.9

Persamaan peneliti yang terdahulu dengan peneliti yang

sekarang dimana sama-sama membahas tentang masyarakat

yang memiliki perbedaan keyakinan yang tinggal dalam satu

tempat yang sama tetapi tetap harmonis dan jenis penelitian

yang digunakan sama-sama menggunakan jenis penelitian

kualitatif.

Perbedaan yang paling mendasar antara penelitian yang

terdahulu dengan penelitian yang sekarang dimana peneliti yang

terdahulu menjelaskan bagaimana sikap toleransi mayoritas

islam terhadap minoritas Kristen yang mendiami tempat yang

sama, sedangkan peneliti yang sekarang di mana menjelaskan

bagaimana pola interaksi sosial masyarakat multi etnis dalam

membangun harmonisasi, peneliti terdahulu bertempat di Dusun

Sangari Desa Mbawa, sedangkan peneliti yang sekarang

bertempat di Dusun Tolonggeru Desa mbawa.

F. Kerangka Teori

1. Teori struktural Fungsional Talcon Parson

9
Hartati dengan judul “Relasi Sosial Minoritas Kristen di Kalangan Mayoritas Islam,
(Didusun Sangari Desa Mbawa kecamatan Donggo), Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN
Mataram, 2020

11
Adapun teori struktural yang digunakan untuk melakukan

analisis terhadap temuan dan hasil penelitian yaitu: teori

structural fungsional oleh talcon parson.

Struktural fungsional ini menekankan keteraturan (order)

dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam

masyarakat. Konsep-konsep utamanya antara lain: fungsi,

difungsi, fungsi laten, fungsi manifes, dan kesinambungan

(equilibrium)10

Menurut teori struktural fungsional menekankan kepada

keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan

dalam masyarakat. Asumsi dasarnya bahwa setiap struktur dalm

sistem sosial, fungsional terhadap orang lain sebaliknya kalau

tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang

dengan sendirinya. Sistem memiliki properti keteraturan dan

bagian-bagian yang tergantung. Sistem cenderung bergerak

kearah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.

Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bagian-

bagian lain, sistem memelihara batas-batas dengan

lingkungannya.11

Alokasi dan itegritas merupakan dua proses fundamental

yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem sosial.

Sistem cenderung menjaga keseimbangan meliputi: pemeliharaan

batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian dengan

keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda dan

10
I. B Wirawan, Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma : Fakta sosial, Definisi Sosial dan
Perilaku Sosial, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm42
11
Paul S. Baut, Teori-Teori Modern: Dari Parsons Sampai Hebermas, (Jakarta: CV
Rajawali, 1992), hlm. 76.

12
mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari

dalam.

Asumsi dasar dari teori struktural fungsional yaitu bahwa

masyarkat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari anggotanya

akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai

kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga

masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang

fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan

demikian masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial

yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.

Talcott parsons menyusun beberapa konsep yang melatar

belakangi keteraturan masyarakat, yaitu:

a. Adanya nialai-nilai budaya

b. Norma-norma sosial

c. Diterapkan individu menjadi suatu motivasi.

Talcott Parsons memandang bahwa masyarakat sebagai

bagian dari lembaga sosial yang berarda dalam keseimbangan,

yang mengatur kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang

disepakati bersma oleh masyarakat.12

Talcott Parsons juga berpendapat, bahwa tingkahlaku

manusia dipengaruhi dari batin oleh tujuan-tujuan tertentu yang

diterapkan atas nilai dan norma-norma yang dibagi bersama

dengan orang lain dalam masyarakat. Talcott parson juga

12
Ibid, ….hlm. 54.

13
memperkenalkan teori AGIL, yaitu Adaptation, Goal attaittment,

Integration dan Laten pattern maintenance antara lain:

a. Adaptasi, berarti keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk

menghadapi lingkungan dengan baik, dalam artian

meningkatkan kemampuan yang dapat menyesuaikan diri

dengan keadaan masyarakat dengan cara mengedepankan

kepentingan kelompok.

b. Goal Attaittment, berarti persyaratan fungsional yang muncul

dari pandangan bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuan-

tujuannya, menjamin penggunaan sumberdaya secara efektif

dalam meraih tujuan-tujuan serta penerapan prioritas di

antara tujuan-tujuan tersebut.

c. Intrgritation, berarti masyarakat yang berhubungan dengan

interelasi antara para anggota dalam sistem sosial, dengan

membangun dasar yang kondusif bagi terciptanya keteraturan

antara elemen sistem, dimana tingkat integrasi dapat diukur

dengan melihat tingkat komitmennya, semakin tinggi

komitmennya terhadap suatu sitem maka semakin tinggi pula

tingkat integritas yang akan tercapai.

d. Laten Patern maintenance, adalah cara menjamin

kesinambungan tindakan dalam sistem sesuai norma-norma,

sehingga hal ini dapat dipenuhi melalui sistem budaya, dengan

14
adanya konsisten dalam memelihara pola dasar hubungan

anatara yang satu dengan yang lainnya.13

Masyarakat dalam kalangan fungsional memandang

masyarakat manusia sebagai berikut:

1. Masyarakat dipandang sebagai suatu jaringan kelompok yang

bekerjasama secara terorganisasi yang bekerja dengan cara

yang teratur menurut seperangkat aturan dan nilai yang

dianut oleh sebagian besar masyarakat tersebut.

2. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil

dengan kecenderungan kearah keseimbangan, yaitu suatu

kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang

selaras dan seimbang.

3. Setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu

dan terus menerus, karena hal ini fungsional.

4. Corak perilaku akan timbul karena secara fungsional

bermanfaat.14

Menurut Parsons dalam pelaksanaanya ada dua

mekanisme dalam proses ini yaitu:

a. Mekanisme sosialisasi merupakan alat untuk menanamkan

pola cultural (nilai-nilai, bahasa, kepercayaan dan simbol-

simbol). Seluruh nilai, kepercayaan, bahasa dan symbol

ditanamkan pada sistem personal. Lewat proses ini individu

13
Pater Hamilton, Talcot Parson dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Tiara Wacana,1990), hlm 191
14
I. B Wirawan, Teori Sosial Dalam Tiga paradigma : Fakta sosial, Definisi sosial dan
Perilaku Sosial, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm52-53

15
akan menerima dan memiliki komitmen terhadap norma-

norma yang ada.

b. Mekanisme kontrol mencakup proses status dan peran yang

ada dalam masyarakat yang di organisasikan kedalam sistem

sosial. Tujuan mekanisme ini adalah mereduksi ketegangan

yang muncul. Mekanisme kontrol ini meliputi kelembagaan,

sanksi, aktivitas ritual, penyelamatan keadaan kritis,

pengintegrasian menuju keseimbangan dan kekuasaan.

2. Interaksi Sosial

Secara etimologi, interaksi terdiri dari dua kata yaitu action

(aksi) dan Inter (antara). Jadi interaksi adalah tindakan yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih atau berbalas-balasan.

Interaksi sosial merupakan interaksi sosial yang dinamis

yang menyangkut hubungan antara orang peroragan, dan

antara kelompok-kelompok manusia. dalam Interaksi sosial

merupakan interaksi sosial yang dinamis yang menyangkut

hubungan antara orang peroragan, dan antara kelompok-

kelompok manusia. Dalam sebuah masyarakat, dalam

kaitannya manusia sebagai makhluk sosial merupakan syarat

utama untuk terjadinya aktivitas sosial. Dengan demikian

interaksi sosial merupakan kunci kehidupan sosial dimana

dalam proses tersebut terjadi hubungan sosial yang dinamis

baik antara individu, antara kelompok, aupun antara individu

dan kelompok.15

3. Syarat-Syarat terjadinya interaksi sosial

15
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo, 1990), hlm. 60-
61.

16
Dalam interaksi sosial tentu ada ciri-ciri dan syarat

terjadinya interaksi sosial. Menurut Charles P. Lommis

mengungkapkan bahwa cirri-ciri interaksi sosial adalah sebagai

berikut:16

a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang

b. Terjadinya komunikasi diantara pelaku melalui kontak siswa

c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas

d. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu

Proses interaksi sosial dalam masyarakat tidak dapat

terjadi apabila tidak memenuhi dua sarat yaitu:

1. Kontak sosial

Kata kontak sosial dari bahasa latin con atau cum yang

artinya bersama-sama dan Tango yang artinya menyentuh

jadi kontak sosial adalah sama-sama menyentuh. Secara

fisik kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan

badaniyah, oleh karna itu orang dapat mengadakan

hubungan oleh pihak lain.

Dalam interaksi sosial, kontak sosial juga dapat

bersifat positif atau negatif yang mana sikap positif

mengarah pada kerjasama, sedangkan kontak sosial negatif

mengarah pada pertentangan atau bahkan sama sekali tidak

menghasilkan suatu interksi sosial. Suatu kontak dapat pula

16
Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial, (Jakarta: Rajawali, 1984), hlm. 113-
114.

17
besifat primer atau sekunder dimana primer terjadi apabila

yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan

berhadapan muka, seperti apabila orang-orang tersebut

berjabatangan, saling senyum dan seterusnya. Sebaliknya

kontak yang sekunder terjadi dengan memerlukan suatu

perantara.17

2. Komunikasi

Komunikasi merupakan penyampaian pesan dari

seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara langsung

maupun dengan alat bantu agar orang lain memberikan

tanggapan atau tindakan tertentu. Komunikasi memberikan

tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud

pembicaraan, gerak-gerak tubuh, maupun sikap. perasaan-

perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut,

sehingga individu yang bersangkutan memberikan reaksi

terhadap perasaan yangin disampaikan oleh individu lain

tersebut. Jadi komunikasi merupakan proses di mana satu

sama lainnya mengerti maksud atau perasaan masing-

masing, hal itu kemudian merupakan bahan untuk

menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.18

Jadi terjadinya interaksi sosial dapat disimpulkan

bahwa harus ada kontak sosial dan komunikasi, jika salah

satu syarat tidak dipenuhi maka tidak dapat dikatakan

interaksi sosial karena interaksi sosial merupakan kontak

17
Emory S. Bogardus, Sosiologi (New York: The Mucmilan Company, 1961), hlm.25.
18
Phil Astrid, Komunikasi Dalam teori Dan Praktek (Bandung: Bina Ilmu, 1974), hlm.
1-2.

18
sosial yang terjadi di mana antara individu saling mengerti

maksud atau perasaan masing-masing.19

4. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan bentuk utama dari proses

sosial yang memberi pengaruh timbal balik antara berbagai

bidang kehidupan bersama. Bentuk interaksi sosial dapat

berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition)

bahkan pertentangan atau pertikaian (conflict) dan suatu

pertikaian mungkin mendapat suatu penyelesaian.

Penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk

sementara waktu, proses ini dinamakan akomodasi

(accommodation). Adapun lebih jelasnya masing-masing hal

tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:

a. Kerjasama (cooperation), yang di maksudkan sebagai

suatu usaha bersama antara individu dengan kelompok

untuk mencapai tujuan tertentu secara bersama-sama.

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan

terhdap kelompoknya yaitu in-group-nya. Terdapat pada

saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan

pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi

kepentingan bersama. Kesadaran akan adanya

kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya

organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerja

sama yang berguna.

19
Elly M, Setiadi, Ridwan, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Bandung: Kencana Prenada
Media Grup, 2007), hlm. 95

19
b. Persaingan (competition) diartikan sebagai suatu proses

sosial, dimana orang perorangan atau suatu kelompok

manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui

bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi

pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian

publik tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

c. Pertentangan atau pertikaian (conflict) merupakan suatu

proses sosial di mana individu atau kelompok yang

berusaha memenuhi tujuanya dengan jalan

menyingkirkan atau menentang pihak lawan yanag

disertai dengan ancaman dan kekerasan.

d. Akomodasi (accommodation), akomodasi dipergunakan

dalam dua arti yaitu untuk menunjukan pada suatu

keadaan atau pada suatu proses. Akomodasi yang

menunjukan pada suatu keadaan berarti adanya suatu

keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan,

kelompok-kelompok manusia dalam kaitanya dengan

norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku

dalam masyarakat. Sedangkan sebagai suatu proses,

akomodasi menunjuk pada usaha-usaha untuk mencapai

kestabilan.20 Soerjono Soekanto mengatakan bahwa pada

dasarnya ada dua kelompok umum dari interaksi sosial,

yaitu asosiatif dan disosiatif. Asosiatif merupakan suatu

interaksi sosial yang merupakan proses menuju sesuatu

suatu kerjasama, sedangkan disosiatif diartikan sebagai

20
Slamet Santoso, Dinamika Kelompok, (Jakarata: Bumi Aksara, 2006), hlm. 25

20
tujuan perjuangan melawan seseorang atau kelompok

untuk mencapai tujuan tertentu.21

5. Masyarakat Multi Etnis

Multi Etnis berasal dari dua kata, yaitu multi yang

berarti banyak, dan kultur artinya kebudayaan. Masyarakat

multi etnis berarti masyarakat memiliki berbagai kebudayaan,

misalnya ilmu pengetahuan, system kekerabatan, bahasa,

religi, kesenian, teknologi, dan sistem mata pencaharian

hidup. Multi etnis juag dapat diartikan sebagai kergaman atau

perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan

yang lain. Sehingga masyarakat multi etnis dapat diartikan

sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap

di suatu tempat yang meiliki kebudayaan dan ciri khas

tersendiri yang mampu membedakan antara suatu

masyarakat dengan masyarakat lain. Setiap masyarakat akan

menghasilkan kebudayaan masing-masing yang akan menjadi

ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Terbentuknya masyarakat multi etnis karena adanya

proses sosial dan perubahan sosial. Proses dan perubahan

sosial terjadi karena adanya mobilitas sosial. Masyarakat

multi etnis secara sederhana adalah masyarakat yang

memiliki beragam kebudayaan yang berbeda-beda. Istilah ini

umumnya dipakai untuk menggambarkan sebuah masyarakat

yang terdiri dari kelompok-kelompok atau suku-suku bangsa

ini umumnya terikat oleh sebuah kepentingan bersama (the

21
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Perasada,
2004), hlm. 82

21
desire to be together) yang bersifat formal, yakni dalam bentuk

dalam sebuah Negara. Daalam kosa kata sehari-hari,

masyarakat multicultural ini lebih dikenal sebagai masyarakat

majemuk.22

Furnival mendefinisikan masyarakat multukultural

atau majemuk sebagai masyarakat yang terdiri atas dua atau

lebih, komunitas atau kelompok yang secra cultural dan

ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan

yang berbeda-beda satu sama lainnya. Beberapa karakteristik

masyarakat majemuk diantaranya sebagai berikut:

a. Terjadinya segementasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok

yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda

satu dengan yang lain.

b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam

lembaga-lembaga yang bersifat nonkoplementer.

c. Kurang pengembangan consensus diantara para anggota-

anggotanya secara relative sering kali mengalami konflik

diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang

lainnya.

d. Secra relative integrasi sosial tumbuh di atas paksaan

(coercion) dan saling ketegantungan di dalam bidang

ekonomi.

e. Adanya dinaminasi politik oleh suatu kelompok atas

kelompok lainnya.

22
Abdullah Taufik, Etnisitas dan Konflik Sosial, (Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kemasyarakatan Kebudayaan-LPI, 1999), hlm 41.

22
G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.23

Penelitian ini dilakukan di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo Kabupaten Bima.

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendektan

fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami tentang apa yang dialamin oleh

objek penelitian misalnya, perilaku, resepsi, motivasi, tindakan

dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam

bentuk kata-kata dan bahasa apada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan metode alamiah. Menurut

Denzin dan Lincolm yang dikutip oleh Noor Juliyansyah

menjelaskan bahwa penelitian kualitatif menyiratkan penekanan

pada proses makna yang dikaji secara ketat atau yang belum

diukur dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas atau frekuensinya.24

Pendekatan fenomenologi adalah suatu metode yang mehami

arti atau pengertian, struktur dan hakikat dari pengalaman hidup

seseorang atau kelompok atas sesuatu gejala yang dialami.

23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010)
hlm 2.
24
Noor Juliyansyah, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana 2011) hlm 32.

23
Beberapa hal dasar yang perlu dipahami tentang pendekatan ini

yaitu:

a. Apoche (epoche atau brocketing) artinya melepaskan praduga,

asumsi atau meletakkan semua konsep bila hendak

mempelajari dan mengerti sesuatu.

b. Intisi (intuition) yang mendorong peneliti untuk menangkap

hakikat dari gejala tersebut.

c. Keterarah (intentionality) hal ini berarti bahwa kesadaran

harus terarah pada suatu gejala, fakta dan realitas akan

diketahui dan mengerti.

d. Dunia yang dihidupi (lebenswelt), setiap peristiwa atau gejala

selalu terjadi atau dialami dalam konteksnya atau dalam

dunianya.25

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti sebagai orang yang melakukan

observasi dalam pengamatan dengan cermat terhadap objek

penelitian. Tujuan untuk memperoleh data tentang penelitian ini,

maka peneliti turun di lapangan dalam mengikuti kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Tolonggeru

Desa Mbawa. Kehadiran peneliti berperan sebagai instrument

utamanya sekaligus pengumpul data sehingga keberadaanya di

lokasi mutlak diperlukan.26

Demikian pula perlu dijelaskan apakah subjek atau

informal mengetahui kehadiran peneliti dalam statusnya sebagai

25
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2010), hlm 41-43.
26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (bandung: CV. Alfabeta
2010) hlm 110.

24
peneliti. Setelah peneliti memposisikan diri sebagai subjek yang

dijadikan objeknya dalam penelitian ini adalah masyarakat yang

berada di Dusun Tolnggeru Desa Mbawa. Adapun hasil dari

peneliti temukan di lapangan membuktikan bahwasanya interksi

antara etnis berjalan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan

adanya kegiatan-kegiatan yang melibatkan antara masyarakat

yang berbeda keyakinan seperti Upcara Raju dan Uma Leme.

Sedangkan pandangan masyarakat yang ada di Desa Mbawa

semuanya baik dan menghargai antara satu dengan yang lainnya.

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Alasan peneliti memilih di

tempat tersebut yang di mana peneliti ingin menjelaskan

bagaimana pola interaksi sosial masyarakat multi etnis ketika

mereka tinggal dalam satu atap rumah tetapi menganut

kepercayaan masing-masing, meskipun di Desa Mbawa terdapat

beberapa etnis akan tetapi di Desa tersebut dulu pernah terjadi

suatu konflik dan sekarang tidak pernah lagi terjadinya suatu

konflik terbuka antar etnis, sehingga dalam hal ini memudahkan

dalam mencari data penelitian.

4. Sumber Data

Sumber data yang dapat diambil oleh seorang penulis

dalam suatu penelitian kualitatif berupa kata-kata, tindakan dan

data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data penelitian ini

dapat diperoleh melalui berbagai sumber sebagai berikut:

a. Sumber Data primer

25
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh

dari hasil observasi dan wawancara dengan objek penelitian

dan pihak-pihak yang ahli dalam masalah ini. Data primer

harus diperoleh secara langsung dengan cara mengambil data

dari sumbernya dan peneliti harus langsung terjun kelapangan

dan tidak boleh diwakilkan.27

Jadi yang menjadi sumber data primer dalam penelitian

ini adalah Kepala Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, serta

masyarakat biasa.

b. Sumber Data Skunder

Sumber data skunder adalah sumber data yang bersifat

secara tidak langsung yang mampu memberikan tambahan

pelengkap terhadap data penelitian. Sumber data skunder

dalam penelitian ini dapat diperoleh melalui majalah, jurnal,

surat kabar, buku-buku dan internet.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada bagian ini dijelaskan tentang tekhnik

pengumpulan data. Teknik pengumpulan data adalah suatu cara

yang digunakan dalam upaya memperoleh dan mengumpulkan

data yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Teknik

pengumpulan data yang tepat memungkinkan memperoleh data

yang objektif. Untuk mendapatkan data yang objektif, maka

peneliti menggunakan beberapa metode dalam proses

27
Sumardin Suryabarata, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010),
hlm 39

26
pengumpulan data yaitu metode observasi, wawancara dan

dokumentasi.28

a. Metode Observasoi

Observasi merupakan metode aktivitas pengamatan

dan pencatatan terhadap gejala yang terlihat pada objek

penelitian. Alasan kenapa perlu dilakukan obsevasi adalah

untuk menyajikan potret realitas perilaku atau kejadian, untuk

menjawab pertanyaan dan membantu memakai perilaku

manusia. Pengamatan dilakukan secara langsung di lokasi

penelitian29

Menurut sugiyono, dari segi pelaksanaan, maka

observasi dibagi dalam dua bagian yaitu:

1) Observasi berperan (participant observation) yaitu observasi

yang terlibat langsung dengan objek penelitian.

2) Observasi nonparticipant yaitu observasi tidak terlibat

secara langsung.30

Jadi, observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi partisipan di mana penelitian terlibat

langsung dalam bentuk aktivitas masyarakat. Hal demikian

dilakukan agar observasi yang dilakukan dapat menjadi bahan

masukan dalam penjelasan penelitian yang digunakan.

28
Sugiyono, metode penelitian kualitatif, kuantitatif dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta,
2010), hlm 111
29
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, (Jakarta:Erlangga, 2009), hlm 101-103
30Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta,

2010), hlm234

27
Penelitian mengobservasi tentang bagaimana pola interaksi

sosial masyarakat multi etnis dalam membangun harmonisasi.

b. Metode Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab yang dilakukan

oleh pewawancara untuk mempermudah informasi dari orang

yang diwawancara.31 Dalam suatu wawancara dari segi

pelaksanaannya dikenal ada tiga macam wawancara yaitu:

1) Wawancara tekstur (structured interview)

Wawancara struktur digunakan sebagai tehnik

pengumpulan data, takala penelitian atau pengumpulan

data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang

akan diperoleh.

2) Wawancara semistruktur (unstructured interview)

Jenis wawancara ini adalah termasuk dalam

kategori indepth interview, karena dalam pelaksanaanya

lebih bebas tak kala dibandingkan dengan wawancara

terstruktur

3) Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara

yang bebas dengan cara penelitian tidak menggunakan

31
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:PT. Bumi Aksara, 1996), hlm
73

28
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis

dan lengkap untuk pengumpulan datanya.32

Dalam hal ini penelitian menggunakan wawancara seni

struktur, dimana dalam pelaksanaan lebih bebas dibandingkan

dengan wawancara terstruktur. Adapun tujuan dari wawancara

ini adalah untuk menemukan permasalahn secara lebih

terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta

pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara,

penelitian perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa

yang dikemukakan oleh responden.

Wawancara ini dilakukan dengan melakukan tanya

jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan

menyediakan informasi dalam penelitian yaitu dari Masyarakat

Dusun Tologgeru Desa Mbawa Kecematan Konggo Kabupaten

Bima tentang Pola Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis

dalam membangun Hormanisasi.

c. Metode Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah

pengambilan data yang diperoleh melaui dokumen-dokumen.33

Materi ini berupa video, audio, foto, dan sebagainya.

Kegunaan dokumentasi adalah sebagai pelengkap dari metode

wawancara dan menjadikan penelitian menjadi kredibel (dapat

32
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009),hlm 49

33
Moehar Daniel, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, (Jakarta: PT Bumi Askara, 2008),
hlm 143

29
dipercaya) dan dokumen sebagai sumber penelitian. Adapun

dokumen-dokumen yang didapatkan penelitian pada saat

melakukan penelitian di Dusun Tologgeru Desa Mbawa ialah

dengan foto, audio, dan alat dokumentasi lainnya.

Dengan demikian yang di maksud dengan metode

dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dalam

menyelidiki atau penelitian yang berbentuk dokumen-dokumen

untuk memperoleh berbagai keterangan dan informasi yang

dibutuhkan.

6. Teknik Analisis Data

Bogdan dan Biklen mengemukakan bahwa analisis data

kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, memilah-milahnya menjadi sesuatu yang dapat

dikelola, mensintesiskannya,mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajarai dan

memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Analisis

yang dilakukan agar proses penyusunan data yang diperoleh

dalam penelitian ini dapat ditafsirkan. Metode analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik deskripsi analisis kualitatif, dimana

penelitian akan menggambarkankeadaan atau fenomena yang

diperoleh kesimpulan. Metode deskriptif analitis digunakan

dalam menganalisis data yang sudah ada. Metode ini

digunakan untuk menggambar data-data yang sudah

diperoleh melalui proses analisis yang mendalam dan

30
selanjutnya dikomunikasikan seacara runtut atau dalam

bentuk naratif

Analisis data kualitatif brsifat induktif, yaitu suatu

analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya

dikembangkan menjadi hipotetis.

Berdasarakan dari data yang ada penelitian bisa

menganalisis dan menemukan hal yang penting dan memilah-

milah mana yang akan digunakan dan tidak digunakan

sebagai hasil penelitian. Menurut Miles dan Hubrman

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data dan

kualitatif dilakukan secara interkatif dan berlangsung secara

terus menerus sampai tuntas.34 Tahap analisis data adalah

sebai berikut.

a. Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan

penelitian dalam penelitian ini ialah observasi, wawancara,

dan juga dokumentasi yang ada di lapangan. Penulis

memperoleh data-data dari hasil pola interaksi sosial

masyrakat yang ada di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecematan Donggo Kabupaten Bima.

b. Reduksi Data

Penulis melakukan reduksi data dengan tujauan

untuk menyaring data penelitian. Penulis mengambil data

sesuai dengan fokus penelitian. Penelitian memulai

34
Miles, Mathew dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI
PRESS, 1999), hlm 34

31
penelitian di Desa Mbawa. Kemudian dari data yang ada

penelitian menganalisis dan menelaah mengenai data yang

penting untuk dijadikan sebagai data yang akurat.

c. Penyajian Data

Penulis telah menganalisis data yang sebelunya

telah direduksi. Data yang disajikan bukan bukan lagi data

kotor atau mentah melainkan data yang mudah untuk di

baca. Penulis melakukan verifikasi/kesimpulan setelah

menyajikan data. Penulis menyajikan data dengan

menunjukan dokumen foto sebagai pelengkapan dari data-

data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan

sumber tertulis lainnya.

d. Pengambilan Kesimpulan atau Verivikasi

Penulis mencoba mengambil kesimpulan,

berdasarkan data yang diperoleh. Penarikan kesimpulan

atau verifikasi masih bersifat sementara dan akan berubah

bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang dapat

mendukung pada tahap pengumpulan data. Apabila

kesimpulan yang ditemukan pada tahap awal didukung

oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian

kembali ke lapangan pengumpulan data, maka kesimpulan

yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. 35

Dalam penelitian ini, kesimpulan dan verivikasi

dilakukan setelah semua rangkaian pengumpulan data

35
Dzam’ah Satori, Metodologi Kualitatif, (Bandung: Alfabet 2004), hlm 215

32
selesai dilakukan. Setelah data direduksi kemudian

menggunakan deskripsi naratif, kemudian ditarik dalam

suatu tema dalam bentuk kesimpulan yang berupa

deskripsi atau temuan yang bersifat umum untuk

keperluan pengembangan lebih lanjut terkait pola interaksi

sosial masyarakat multi etnis dalam membangun

hormanisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa Kecematan

Donggo Kabupaten Bima.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Sebelum masing-masing tekhnik pemeriksaan

diuraikan, terlebih dahulu ikhtisarnya tersebut dikemukakan.

Ikhtisar ini terdiri dari kriteria yang diperiksa dengan satu

atau beberapa tekhnik pemeriksaan tertentu. Ikhtisarnya

tersebut dikemukakan dalam table 4 berikut ini.

KRITERIA TEKNIK PEMERIKSAAN

Kredibilitas (1) Perpanjangan keikut-sertaan

(derajat (2) Ketekunan Pengamatan

kepercayaan) (3) Triangulasi

(4) Pengecekan sejawat

(5) Kecukupan referensial

(6) Kajian kasus negatif

(7) Pengecekan anggota

Kepastian (8) Uraian rinci

Kebergantungan (9) Audit kebergantungan

Kepastian (10) Audit kepastian

33
a. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan yaitu mencari data secara

konsisten dengan berbagai cara serta analisis yang

konstan.36 Yaitu peneliti melakukan dengan cara

mengadakan pengamatan secara teliti, rinci dan terus

menerus selama proses penelitian.

b. Triangulasi

“Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data tersebut”. Dengan triangulasi ini, penulis mampu

menarik kesimpulan yang mantap tidak hanya dari satu cara

pandang, sehingga keberadaan data lebih bisa diterima.

c. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi

Teknik ini dilakukan dengan cara melengkapi hasil

sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk

diskusi dengan rekan-rekan sejawat berarti pemeriksaan

yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan

yang sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama

tentang apa yang sedang diteliti, sehingga bersama mereka

36Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,


2014), hlm. 330.

34
peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis

yang sedang dilakukan.37

d. Kecukupan Referensial

Teknik kecukupan referensial ialah, mengumpulkan

berbagai bahan-bahan, catatan-catatan, atau rekaman-

rekaman yang dapat digunakan sebagai referensi dan

patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisis dan

penafsiran data. Kecukupan referensial dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data yang

berhubungan dengan penelitian ini untuk menguji kembali

data yang ada.38

H. Sistematika Pembahasan

Penulisan laporan hasil penelitian ini mengacuh kepada

pedemoman penulisan Skripsi UIN Mataram. Adapun sistematika

penulisan skripsi sebagai berikut:

1. BAB I berisi tentang pendahuluan, latarbelakang, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat, telaah pustaka, kerangka teori,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

2. BAB II berisi tentang paparan data dan temuan. Di bagian ini

diungkapkan seluruh data dan temuan penelitian dalam hal ini,

penelitian sebisa mungkin menjaga jarak dan menahan diri

37
Ibid, hlm. 330-332.
38
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 327-344.

35
untuk tidak mencampuri fakta terlebih dahulu. Gambaran

umum Pola Interaksi Sosial Masyarakat Mukti Etnis Dalam

Membangun Harmonisasi Di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecematan Donggo Kabupaten Bima.

3. BAB III berisi tentang pembahasan. Di bagian pembahasan ini

diungkapkan proses analisis terhadap temuan penelitian sebagai

dipaparkan di Bab II berdasarkan sebagai perspektif penelitian

atau kerangka teoritik sebagai diungkapkan di bagian

pendahuluan. Jadi peneliti tidak menulis ulang data-data atau

yang telah diungkapakan di Bab II.

4. BAB IV berisi tentang penutup, kesimpulan dan saran-saran.

BAB II

GAMBARAN UMUM DAN TEMUAN DATA

A. Gambaran Umum Wilayah Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

1. Keadaan Penduduk dan Sejarah Singkat Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa

Masyarakat Desa Mbawa nama etnis yang mendiami Desa

mbawa yaitu etnis donggo. Dilihat dari persebaran etnis Donggo

meliputi sebagian wilayah Kabupaten Dompu dan Kabupaten

Bima. Wilayah asal etnis Donggo adalah Kecamatan Donggo,

Kabupaten Bima dan empat kecamatan yang berada di Kabupaten

Dompu yaitu Kecamatan Hu’u, Dompu, Kempo dan Kelo. Etnis

36
Donggo adalah kelompok etnik, namun tidak memiliki bahasa

sebagai identitas otonom. Etnik Donggo menggunakan Bahasa

Mbojo, sebagai salah satu etnis yang menempati Kabupaten

Bima.39

Etnis Donggo menganggap dirinya berasal dari daerah

swangga, suatu tempat yang terletak disuatu pegunungan yang

tinggi dan terpencil. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok

kecil dan setiap kelompok dipimpin pimpinan yang disebut Naka-

Niki. Kelompok-kelompok kecil tersebut sering terjadi perang atau

konflik. Etnis donggo mengembangkan hidup yang bersifat

nomaden dan hidup dari berburuh. Jaman itu mereka sebut

jaman Naka-Niki. Etnis Donggo menyebut jaman itu sebagai

jaman terbang (ngemo), karna waktu itu orang yang meninggal

tidak dikubur, tetapi terbang dan menghilang begitu saja.

Masyarakat Desa Mbawa sangat membanggakan hidup

harmonis antara pemeluk agama islam, protestan dan khatolik.

Sementara itu, tidak ada hal-hal yang mengusik ataupun

mengganggu kerukunan tersebut, masing-masing menjaga dan

saling menghormati. Etnik donggo yang berada di Desa Mbawa

tidak memandang mayoritas maupun minoritas. Walaupun dari

penduduk Desa Mbawa pada saat ini 4.595 jiwa yang terdiri dari

pemeluk agama islam 3.570 jiwa, protestan 885 jiwa, khatolik

jiwa (data statistik Desa Mbawa 2020)

Etnis Donggo sebagian dari mereka tidak lagi hidup di

pegunungan dengan kehidupan yang keras. Etnis Donggo mulai

39 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, 18 November 2019

37
turun kedataran rendah. Di dataran rendah etnis donggo secara

berangsur-angsur berkomunikasi dengan kelompok lain,

diantaranya dengan yang datang dari luar. Perubahan yang

terjadi antara lain semakin berkurangnya konflik antara

kelompok. Selain berburu mereka mulai menetap dan bercocok

tanam, mulai saat itu terbentuk kelompok-kelompok semacam

Rafu, masuknya unsur-unsur agama Kristen dengan

menghormati alam semesta, karena alam semesta secara kasat

mata simbol tuhan, manusia harus selaras dengan alam.

Kelompok-kelompok sosial menjadi semakin besar dan adat

istiadat semakin berkembnag, pimpinan kelompok yang sudah

menjadi lebih besar itu disebut Ncuhi. Sekitar abad ke-14 peran

Ncuhi itu sudah amat kuat, sehingga kekuatan itupun telah

diwujudkan dalam bentuk rumah adat (Uma Leme) sebagai simbol

penyatuan etnis Donggo yang berada di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa.

Pengaruh Agama Katholik, Protestan, dan Islam baru

masuk pada abad ke-20. Dengan masuknya ketiga agama

tersebut masyarakat donggo mulai terbuka untuk beradaptasi

dengan masyarakat luar. Etnis donggo bertemu dan bercampur

dengan yang datang dari luar, misalnya dari Bugis, Ambon dan

Flores. Dengan adanya pengetahuan dari masyarakat luar,

masyarakat Donggo baru menetap dan membuat rumah.40

2. Gambaran sosial keagamaan

40 Abdul Ghani M. Saleh, Kepala Desa Mbawa, Wawancara, 8 Agustus 2021

38
Interaksi atau kebersamaan serta saling menghargai antara

masyarakat islam, Kristen protestan dan khatolik di dusun

tolonggeru sangat tinggi, baik dari segi sosial maupun segi

keagamaan, dari segi sosial yang terjalin antara agama tersebut

tidak dibatasi tetapi saling menyikapi dengan sikap toleransi

antara agama tersebut. Dalam hal ini masyarakat Tolonggeru

sangat menghargai perbedaan keyakinan sehingga di dusun

tersebut kehidupan bermasyarakatnya sangat harmonis.

3. Data keluarga

No Data KK Jumlah

1 Dengan Anggota Keluarga 250

2 Tanpa Kepala Kelurga 28

3 Anggota Pemuda 462

Jumlah 740

4. Data Suku Bangsa

No Suku Jumlah

1 Mbawa 688

2 Ambon 23

3 Bugis 14

4 Flores 15

Jumlah 740

5. Data Pendidikan

39
No Pendidikan Jumlah

1 Usia 3-6 tahun 150

2 SD/Tamat SD 1.146

3 SLTP/Tamat 1.483

4 SLTA/Tamat 1.652

5 D1, D2, D3 37

6 S1, S2, S3 127

7 Buta Aksara 139

8 Belum Sekolah 321

Jumlah 5.055

6. Data Pekerjaan atau Mata Pencaharian

No Pekerjaan Jumlah

1 Petani 1.121

2 Pedagang 23

3 PNS 35

4 ABRI 20

5 Polisi 1

6 Bidan 2

7 Toko 5

8 Kios 20

Jumlah KK 1.201

7. Data Penduduk Berdasarkan Agama

No Dusun Islam Protestan Khatolik Jumlah

40
L P L P L P

1 Jango 156 136 - - - - 299

2 Sangari 340 300 26 33 21 20 740

Timur

3 Sangari 468 440 11 12 - - 931

Barat

4 Mangge 285 282 - - - - 567

5 Sorifo’o 171 208 3 9 96 90 577

6 Kambentu 8 7 4 9 105 103 236

7 Mbawa 40 44 3 5 53 69 214

Selatan

8 Mbawa 62 65 0 0 52 55 234

Utara

9 Salere 166 180 - - - - 346

10 Tolonggeru 98 114 12 13 103 118 458

Jumlah 1.794 1.776 59 81 430 455 4.595

8. Luas Wilayah Desa Mbawa

No Tanah Luas

1 Tanah Sawah 5.36 Ha

2 Irigasi Teknis 261 Ha

3 Irigasi Setengah teknis -Ha

4 Irigasi Sederhana 271 Ha

5 Tadah Hujan -Ha

6 Tahan Kering 69 Ha

41
7 Pekarangan 102 Ha

Pembangunan

8 Tegalan 4.416 Ha

9 Tanah Basah 11 Ha

10 Hutan Negara 1.913 Ha

11 Hutan Daerah 1.306 Ha

12 Jembatan Desa 1 Buah

13 Jembatan Daerah 2 Buah

14 Jalan Desa 21 Km

15 Jalan Daerah 25 Km

9. Struktur Organisasi Pemerintah Desa

Kepala Desa
Abdul Gani M. Saleh

Sekdes

42
Abdul Akhir S.Pd

Kepala Urusan

KAUR KAUR KAUR KAUR KAUR UMUM


PEMERINTAHAN PEMBANGUNAN KEUANGAN KESEJAHTERAAN
H . Syamsudin
Arban Ismail Abdullah M. Tahir Abdullah Rais H . Ibrahim Mahasin

Kepala Dusun

Kadus Jango Kadus Sangari Kadus Sangari Kadus Mangge Kadus Sorifo’o
Timur Barat
Kadus Kambentu Abdurahman Juraid M. Saleh Mustamdn H. Nasarudin
H, Ahmad Arsyan Usman
H . Ibrahim Kadus Mbawa Kadus Mbawa Kadus Salere Kadus Tolonggeru
Selatan Utara

Lukas Abakar H. Nurdin H. Saleh Ahmad Syamsudin Abd Rais

10. Visi dan Misi Desa Mbawa

1) Visi Desa Mbawa

Terwujudnya masyarakat Desa Mbawa yang maju, visi

tersebut mengandung makna bahwa maju yaitu keadaan

masyarakat Desa Mbawa yang memiliki kesejahteraan atau

kualitas hidup baik secara ekonomi, pendidikan, kesehatan

maupun secara infrastruktur. Mandiri adalah keadaan

masyarakat Desa Mbawa yang memiliki sikap terbuka untuk

bertindak benar, menaati peraturan serta bermanfaat dan jujur

tampa bergantung pada pihak lain. Bermartabat adalah

43
keadaan masyarakat Desa Mbawa yang berkualitas, bermutu

dan berkepribadian yang nilai tinggi dan baik.

2) Misi Desa Mbawa

Selain mempunyai Visi Desa Mbawa juga menetapkan Misi-

misi yang memuat suatu pernyataan yang harus dilaksanakan

oleh Desa agar tercapai Visi dari Desa tersebut. Adapun Misi

Desa Mbawa yaitu:

1. Menciptakan kondisi masyarakat yang aman, tertib dan

rukun dalam kehidupan bermasyarakat dengan berpegang

teguh pada prinsip-prinsip Agama dan Budaya yang ada.

2. Meningkatkan dan memberdayakan sumberdaya manusia

terutama peran wanita serta memberdayakan orang-orang

miskin.

3. Mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintah Desa Mbawa

meliputi pemerintah yang transparan, adil dan benar.

4. Menciptakan penataan Desa yang berkualitas melalui

program tataruang Desa berbasis produktivitas ekonomi.

B. Bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis Dalam

Membangun Harmonisasi

Berdasarkan hasil observasi data bahwa bentuk interaksi

sosial yang terjalin di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa Kecamatan

Donggo Kabupaten Bima. Adapun bentuk interaksi asosiatif yang

terjalin dalam masyarakat, hal ini ditunjukan dengan adanya

hubungan atau kerja sama seperti Upacara Raju di Uma Leme, saling

menghormati dan menjaga ketika hari besar agama, gotong royong

dan bermusyawarah.

44
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa antara lain, mendirikan tempat ibadah,

kerja bakti, membangun rumah warga sekitar dan kegiatan lainnya

yang berada di Dusun lain, dilakukan secara bersama karna

merupakan kegiatan bersama. Kegiatan yang berhubungan dengan

masyarakat lebih didasarkan atas kepentingan bersama, seperti pada

saat melakukan kerja bakti pembangunan masjid, maka semua

warga yang ada di Dusun Tolonggeru ikut membantu dan

masyarakat Protestan dan Khatolik pun ikut melakukan kerja bakti

bersama orang Islam, begitupun sebaliknya. Solidaritas semacam

inilah yang masih terpelihara di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

sehingga saat sekarang41

1. Upacara Raju di Uma Leme

Upacara Raju merupakan upacara pembasmian hama dan

penentuan musim tanam yang dilaksanakan setiap tahun

sebelum musim tanam, yang di mana seluruh masyarakat yang

ada di Dusun Tolonggeru ikut berkumpul dan melaksanakan

seluruh rangkaian upacara adat tersebut di Uma Leme. untuk

penentuan waktu di tentukan oleh bulan (wura).

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru sebagai berikut:

“Upacara Raju di Uma Leme ini merupakan tradisi


kami masyarakat tolonggeru lebih khususnya, tradisi Raju
merupakan tradisi tahunan yang dimana untuk menentukan
musim tanam dan pembasmian segala macam penyakit yang
memungkinkan akan menyerang tanaman masyarakat.
Dalam hal ini kami baik dari ketiga kepercayaan (Agama) ini

41
Abdullah M Tohir, Tokoh Masyarakat di Wawancara , 14 agustus 2021

45
datang dan berkumpul untuk melaksanakan upacara raju
tampa mengelompokan antara agama akan tetapi sebagai
suatu masyarakat yang utuh yang memiliki tujuan
bersama.”42

Dalam Upacara Raju masyarakat Dusun Tolonggeru desa

mbawa di kenal tiga jenis Upacara Raju.

Seperti yang dijelaskan Oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“Dalam Upacara Raju kami masyarakat Dusun


Tolonggeru Desa Mbawa terdapat tiga jenis yaitu: pertama,
Raju Na,e dilaksanakan selama tujuh hari. Kedua, Raju To,i
dilaksanakan selama lima hari. Dan ketiga. Raju To,i Poda
dilaksanakan selama tiga hari. Maksud dan tujuan Upacara
Raju yaitu mengusir hama dan penyakit tanaman. Jika hama
dan penyakit diusir, maka harapan petani untuk
mendapatkan hasil panen lebih meyakinkan. Semakin
banyak tangkapan hama seperti ular, babi dan ikus pada
saat penyelenggaraan Raju, maka semakin meyakinkan
masyarakat akan mendapatkan hasil panen yang lebih
banyak”.43

Sikap toleransi yang diterapkan dalam proses

penyelenggaraan Upacara Raju di Uma Leme masyarakat Dusun

Tolonggeru

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu masyarakat yang

ada di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa, beliau mengatakan

bahwa:

“Berdasarkan aturan adat Rafu Winta dan Rafu Guli, ketua


adat harus dari agama nonmuslim karena setiap
penyelenggaraan upacara adat makanan diutamakan sebagai
pelengkap sesaji yaitu daging babi. Sementara itu,
masyarakat muslim menerima daging babi sebagai daging
persembahan dan bisa pula bila menggantinya denga daging
yang lebih netral, misalnya daging kerbau, ayam maupun
sapi. Kekhawatiran ini muncul jika generasi yang akan
datang memiliki interpretasi berbeda denga pelengkap sesaji
dengan generasi sekarang.44

42
Abdul Gani M. Saleh Tokoh Masyarakat, Wawancara, 14 Agustus 2021.
43
Abdullah M. Tohir, wawancara, 14 agustus 2021.
44 Hendrikus Halik, wawancara, 10 september 2021

46
Upacara Raju merupakan salah satu budaya lokal sebagai

wahana pendidikan untuk belajar kebudayaan etnik donggo.

Dalam Upacara Raju di Uma Leme anggota etnik donggo akan

mengenal dirinya sendiri maupun karakter lokal, bukan agama

sebagai rujukan utamanya melainkan toleransi hidup yang

melahirkan harmonisasi sosial. Sikap nyata dan toleransi yang

diterapkan sebagai simbol toleransi dan penyatuan, telah

diwujudkan dalam bentuk rumah tradisional Uma Leme dengan

penyelenggaraan Upacara Raju.

2. Saling menghormati dan menjaga ketika hari besar Agama

Saling menghormati dan menjaga ketika hari-hari besar

sudah menjadi lumrah dilakukan oleh masyarakat Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa. Ketika ketiga agama ini melaksanakan

hari perayaan besar dalam agamanya mereka tetap saling

menjaga antara satu dengan yang lainnya.

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu masyarakat dusun

tolonggeru:

Dalam hal ini kami masyarakat Dusun Tolonggeru


ketika dari ketiga Agana ini melaksanakan acara hari besar
kamipu ikut serta, misalnya ketika umat islam merayakan
hari Idul Fitri dan Idul Adhar, masyarakat dari kalangan
yang beragama Kristen khatolik dan protestan ini selalu
membantu dan turun tangan misalnya, membersihkat
tempat perayaan Agama tersebut, menjaga keamanan
ketika perayaan tersebut dan begitupun sebaliknya umat
islam pun ikut membantu ketika umat Kristen
melaksanakan perayaan Natal seperti mempersiapkan kursi
dan lain-lain.45

45 Abdul Gani M. Saleh. Wawancara, 14 Agustus 2021

47
Sikap saling menghormati dan saling menghargai di Dusun

Tolonggeru sangat jelas adanya karena memang masyarakat

menganggap bahwasanya mereka adalah suatu kesatuan yang

utuh yang harus saling toleransi demi terciptanya kehidupan yang

harmonis.

Seperti yang dijelaskat oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“Kami masyarakat Dusun Tolonggeru yang beragama


Kristen ketika umat islam di bulan Ramadhan melakukan
puasa, sebagian besar kamipun dari kalangan Kristen ikut
melakukan puasa dan jikalaupu ada dari kami yang tidak
ikut berpuasa mereka tidak akan makan dan minum
sembarang ataupun melakukan sesuatu yang akan
mengakibatkan puasa orang-orang islam ini batal dan ketika
umat islam melaksanan sunatan kamipun ikut
melaksanakan sunatan, ini adalah salah satu bentuk kami
yang dari agama Kristen untuk menghargai umat islam”.46

Yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa ini merupakan sebuah upaya yang sangat mencerminkan

hidup yang sangat rukun dan toleransi. Berbeda agama dan

kepercayaan bagi masyarakat Dusun Tolonggeru sudah hal biasa,

namun salah satu untuk menyikapi dan menyesuaikan diri

dengan keadaan lingkungan adalah sebuah upaya yang harus

diterapkan dalam ranah sosial, salah satunya adalah saling

menghargai, saling menjaga dan saling menjaga seperti yang

tercermin oleh masyarakat yang ada di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa.

3. Gotong Royong sosial

46 Anwar Hebo, Wawancara, 2 September 2021.

48
Gotong royong ini adalah salah satu jembatan yang baik

yang dibangun oleh masyarakat Dusun Tolonggeru dalam

menjalin hubungan sosial yang baik. Gotong royong ini tidak

hanya dalam kegiatan sosial yang berdampak kecil saja,

melainkan dalam membangun rumah ibadahpun masyarakat

tetap menanam prinsip gotong royong ini sebagai bentuk

persatuan.

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“Kami dalam membangun tali persaudaraan


sekalipun berbeda kepercayaan, namun masyarakat di
Dusun Tolonggeru ini tetap selalu menanamkan nilai-nilai
gotong royong ini dalam keseharian, baik dalam segi
membangun rumah sebagai tempat tinggal maupun dalam
membangun tempat-tempat ibadah, contohnya ketika umat
islam membangun masjid dari kalangan umat kristenpun
ikut membantu begitupun sebaliknya”.47

Dengan adanya hal seperti ini dalam kehidupan yang

majemuk maka akan nampak nilai-nilai sosial yang teratur, hal

positif yang bisa didapatkan khususnya masyarakat Dusun

Tolonggeru dalam hal gotong royong ini bisa dijadikan acuan yang

baik untuk mempererat tali persaudaraan antara sesame

masyarakat Dusun Tolonggeru.

4. Musyawarah

Musyawarah ini adalah salah satu tradisi yang dilakukan

oleh masyarakat Dusun Tolonggeru, sebagaimana ketika

masyarakat Dusun Tolonggeru ketika ingin menyelesaikan suatu

permasalahan atau pengambilan keputusan dalam kesepakatan

secarah bersama ketika ingin melakukan sebuah acara.

47 Abdullah M. Tohir, Tokoh Masyarakat wawancara, 10 agustus 2021

49
Seperti yang dijelaskan oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“Musyawarah atau mufakat ini merupakan suatu


tradisi ketika kami warga Dusun Tolonggeru ingin
menyelesaikan suatu permasalahan atau bisa juga
pengambilan keputusan ketika kami ingin melaksanakan
suatu kegiatan baik kegiatan yang melibatkan seluruh
masyarakat Dusun Tolonggeru maupun kegiatan yang
bersifat keterlibatan antara keluarga”48

Hal serupa seperti yang dijelaskan oleh salah satu

masyarakat Dusun Tolonggeru:

“Musyawarah ini merupakan suatu tradisi yang


sudah sering kali kami lakukan di Dusun Tolonggeru ketika
ada suatu permasalahan sebagai jalan penyelesaian
masalah serta bisa juga musyarawar ini dilaksanakan
sebagai penentuan suatu kegiatan. Dalam hal musyawarah
pemecahan masalah atau pengambilan keputusan suatu
kegiatan kami tidak mengelompokan perbedaan
kepercayaan akan tetapi kami bermusyawara sebagai suatu
kesatuan masyarakat yang utuh atau suatu keluarga”49

Dalam hal ini pengambilan keputusan semua masyarakat

akan melakuka suatu musyawarah atau mufakat ini untuk

penyelesaian masalah atau bisa juga sebelum mengadakan suatu

kegiata masyarakat akan berkumpul sebagai suatu masyarakat

yang utuh demi terciptanya hidup yang harmonis.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial Masyarakat

Multi Etnis dalam Membangun Harmonisasi.

Dusun Tolonggeru Desa Mbawa adalah salah satu wilayah

yang masyarakatnya cukup heterogen di Kecamatan Donggo

Babupaten Bima. Dalam hal keagamaan. Dibalik perbedaan

kepercayaan tersebut, mereka mampu menjalin interaksi sosial yang

48 Edy muliadin, Wawancara 30 Agustus 2021


49 Abd Rais, Tokoh Masyarakat, Wawancara 14 Agustus 2021

50
baik serta mampu hidup rukun dan harmonis di tengah-tengah

perbedaan yang ada. Dari interaksi sosial tersebut masyarakat

mampu menciptakan kehidupan yang harmonis.

1. Komunikasi

Dalam menjalin hubungan sosial yang baik di tengah

masyarakat yang majemuk, pentingnya masyarakat menerapkan

komunikasi yang terbuka, karena dalam hal ini dapat menjadi

solusi untuk menghindari permasalahan sosial antara umat

beragama. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa di Dususn

Tolonggeru Desa Mawa sikap toleransi sangat diterapkan sebagai

bentuk jembatan dalam menjalin hubungan antara pemeluk

agama yang harmonis.

Dalam hal ini seperti yang dijelaskan oleh salah satu

masyarakat Dusun Tolonggeru Desa Mbawa sebagai berikut:

“Budaya Upacara Raju di Uma Leme dapat menjadi


salah satu bentuk jembatan untuk hubungan yang harmonis
di tengah-tengah kemajemukan masyarakat, hal itu dapat
kita lihat disaat masyarakat Dusun Tolonggeru dari berbagai
agama mereka mengikuti kegiatan Upacara Raju yang
diselenggaraka di Uma Leme tampa mempermasalahkan
kepercayaan.”50

Nilai sosial yang telah diterapkan oleh masyarakat yang

ada di Dusun Tolonggeru sangat positif, karena mereka mampu

menghilangkan rasa egois masyarakat terhadap sesama, sehingga

masyarakat mampu membangun kesadaran masing-masing

individu ataupun kelompok. Hal ini dapat kita jumpai dalam

tradisi Upacara Raju yang dijadikan tradisi oleh masyarakat

setempat. Meskipun memiliki perbedaan keyakinan, namun tidak

50
Edy muliadin, Wawancara 30 Agustus 2021

51
menjadi penghalang bagi masyarakat dalam menjalin

persaudaraan yang harmonis

Seperti yang dijelaskan oleh Tokoh masyarakat Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa:

“Kehidupan masyarakat Islam, Protestan dan


Khatolik yang ada di Dusun Tolonggeru ini, tidak ada
perbedaan yang menonjol selain kepercayaan yang di anut.
Namun keseharian masyarakat tetap mengedepankan
persaudaraan dan kekeluargaan seperti yang di tunjukan
dalam tradisi Upacara Raju, dari ketika agama ini mereka
ikut dalam tradisi tersebut tampa mengelompokan diri atas
dasar kepercayaan masing-masing akan tetati sebagai suatu
kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan bersama” 51

Di Dusun Tolonggeru masyarakat setempat sangat

menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, karena mereka

meyakini bahwa perbedaan keyakinan bukan menjadi penghalang

untuk menjalin hubungan sosial yang harmonis. Hal ini

dibuktikan dengan adanya dalam satu atap rumah tetapi

menganut lebih dari satu agama.

Seperti yang dijelaskan oleh bapak Hendrikus Halik

Sebagai Berikut:

“kami masyarakat yang ada di Dusun Tolonggeru


sangat menjunjung tinggi nilai persaudaraan antara sesama
manusia, perbedaan keyakinan bukan menjadi penghalang
bagi kami untuk menjalin persaudaraan, Karena di dusun
Tolonggeru ini juga terdapat dalam satu atap rumah tetapi
memiliki perbedaan keyakinan tetapi mereka tetap
harmonis”.52

Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa

toleransi yang diterapkan oleh masyarakat Dusun Tolonggeru ini

sangat tinggi, karna dapat dilihat bahwasanya perbedaan bukan

sebagai penghalang untuk menjalin persaudaraan.

51
Abd Rais, Tokoh Masyarakat, Wawancara 14 Agustus 2021
52
Hendrikus Halik, Wawancara 29 Juli 2020

52
2. Hubungan Darah atau Keturunan.

Di Dusun Tolonggeru sangat menjunjung tinggi nilai

persaudaraan, karna pada dasarnya rasa persaudaraan adalah

sebuah kunci utama dalam menciptakan hubungan sosial yang

baik sehingga dalam hal persaudaraan antara umat beragamapu

bisa terlahir harmonis.

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“kami masyarakat yang ada Di Dusun Tolonggeru


menjalin hubungan sosial tidak terlepas dari kesadaran
bersama akan pentingnya arti persaudaraan antara sesama,
jadi kami meyakini bahwa walaupun berbeda-beda tetapi
tetap satu yaitu bersaudarah, karna masyarakat yang
memiliki perbedaan keyakinan ini rata-rata memiliki
hubungan darah. Karna itu di buktikan bahwa banyak
masyarakat yang ada di Dusun Tolonggeru ini menikah
dengan agama yang berbeda dan merekapun tinggal dalam
satu atap rumah tampa permasalahan keyakinan”53

Dalam hal tersebut dapat disimpulkan bahwa membangun

tali persaudaraan itu sangat diprlukan karna bisa membuat

kehidupan bermasyarakat terhindar dari persoalan-persoalan

keagamaan dan bisa hidup harmonis karna pada dasarnya

masyarakat beranggapan bahwa mereka lahir dari nenek moyang

yang sama.

Seperti yang di jelaskan oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“kami warga Dusun Tolonggeru meyakini bahwa


pada dasarnya kami berasal dari nenek moyang yang sama
dan saya mempunyai ibu yang beragamakan islam dan
saya mengumroh dan menghajikan ibu saya, jadi disini kami
menganggap bahwa kami hanya memiliki perbedaan

53 Abd Rais, Tokoh Masyarakat, Wawancara 14 Agustus 2021

53
keyakinan tetapi bukan penghalang untuk kami tetap
harmonis dengan keluarga” 54

Di Dusun Tolonggeru sewalaupun masyarakatnya

heterogen, tetapi mereka mampu membangun hubungan sosial

yang harmonis. Bagi masyarakat Dusun Tolonggeru berbedaan

keyakinan hanya semata-mata perbedaan pandangan tentang

pendekatan diri kepada sang pencipta akan tetapi untuk

hubungan sosialnya mereka tidak mempersoalkan perbedaan

akan tetapi yang menjadi tujuan utamanya yaitu kehidupan yang

harmonis.

3. Solidaritas Sosial Masyarakat.

Dalam hal ini tingkat solidaritas masyarakat yang ada di

Dusun Tolonggeru di tengah-tengah kemajemukan yang ada

sangat tinggi, hal ini ditunjukan dalam tradisi Upacara Raju, yang

dimana tradisi tersebut masyarakat dari agama kristen protestan,

khatolik dan islam mereka datang tampa mempersoalkan

keyakinan. Dan upacara tersebut atas dasar kepentingan bersama

yaitu untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak.

Seperti yang dijelaskan oleh masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“hubungan sosial yang terjalin di antara kami yang


memiliki perbedaan keyakinan sehingga harmonis, tidak
terlepas dari kesadaran kami sebagai warga Dusun
Tolonggeru akan pentingnya arti tali persaudaraan, karna
kami di sini di tuntut untuk saling menghargai satu sama
lain, karena kami hidup untuk tujuan bersama yaitu hidup
damai, seandainya ada kegiatan pembangunan, tetangga
kita yang terkena musibah dan lain-lain kita ikut membantu
tampa memandang latar belakang agama.”55

54 Syafrudin Tama, Wawancara, 29 Juli 2021

55 H. Nasarudin, Tokoh Agama Islam di wawancara, 30 Agustus 2021

54
Solidaritas yang dibangun di Dusun Tolonggeru dapat kita

lihat dengan saling membantu antara sesama warga, jika ada

warga yang terkena musibah maka masyarakat yang lainpun

turut ikut membantu tampa memandang perbedaan keyakinan.

Salah satu bentuk solidaritas masyarakat Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa dapat kita lihat dalam tradisi Upacara Raju di Uma Leme.

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu masyarakat Dusun

Tolonggeru:

“Kami sebagai warga Dusun Tolonggeru saat


dilaksanakannya upacara Raju di Uma Leme, yang di mana
kami bersama-sama melakukan pembasmian hama dengan
tujuan bersama yaitu mendapatkan hasil panen yang lebih
banyak dan dalam proses pelaksanaan upacara raju kami
datang dang berkumpul tampa memandang perbedaan
keyakinan”56

Jadi masyarakat Dusun Tolonggeru sangat menerapkan

sikap solidaritas antara sesama masyarakat tampa memandang

agama yang dianut demi tercapainya tujuan bersama yaitu hidup

damai dan terhindar dari persoalan-persoalan, hal tersebut salah

satunya dapat kita jumpai dalam tradisi Upacara Raju di Leme.

BAB III

56. Abd Rais, Tokoh Masyarakat, Wawancara 14 Agustus 2021

55
PEMBAHASAN

Interaksi sosial masyarakat multi etnis dalam bingkai masyarakat

yang majemuk, disatu sisi harus adanya interaksi yang baik dari

berbagai etnis tersebut. Dengan interaksi sosial yang baik dapat

dipastikan kehidupan tersebut damai, rukun dan aman. Kehidupan

seperti inilah yang diharapkan oleh semua masyarakat.

Hal ini dapat kita lihat dalam nilai-nilai interaksi sosial

masyarakat multi etnis di Dususn Tolonggeru Desa Mbawa seperti,

Upacara Raju di Uma Leme, saling menghormati dan menghargai

keamanan ketika perayaan hari-hari besar dalam agama, gotong royong

dan musyawarah. Sedangkan faktor pendorong terbentuknya interaksi

sosial masyarakat multi etnis yang harmonis di Dususn Tolonggeru

Desa Mbawa dapat kita lihat dari Komunikasi yang baik, Adanya

hubungan darah dan Solidaritas sosial masyarakat. Dari paparan di

atas menjadi bahan yang kita kupas untuk BAB III di bawah ini.

A. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis Dalam

Membangun Harmonisasi

Interaksi sosial ditengah kemajemukan ditandai dengan

adanya nilai yang ditekankan yaitu (equilibrium) atau kesetaraan.

Manusia sebagai mahluk sosial, yang hidupnya ada nilai

depedensinya terhadap manusia lain. Untuk mencapai dan meraih

hal ini dibangun kesadaran masyarakan akan pentingnya kehidupan

yang terbuka denga demikian kita akan dapat menghindari

timbulnya prasangka sosial (social prejudice) yang dapat

56
menyebabkan kegidupan masyarakat tidak rukun. Kehidupan

masyarakat di Dusun Tolonggeru memiliki prinsip yang kuat yaitu

mereka adalah keluarga dari darah yang sama, dan kehidupannya

pun didasari dengan nilai-nilai kekeluargaan.57

Dalam menyikapi perbedaan yang kuat, maka harus

ditanamkan pula jaringan sosial yang kuat dalam menciptakan

stabilitas yang mengarah kenilai equilibrium atau kesetaraan dalam

masyarakat. Dapat juga dilihat bahwa interaksi sosial yang

menguatkan kearah sistem sosial equilibrium atau kesetaraan

misalnya dalam tradisi Upacara Raju di Uma Leme. Nilai sosial dan

kearifan lokal dan budaya bisa dijadikan tali yang kuat dalam

mengikat tali persaudaraan dalam menjalin hubungan sosial yang

harmonis ditengah masyarakat. Interaksi yang telah diciptakan oleh

masyarakat di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa dapat dianalisa

dengan menggunakan teori struktural fungsional oleh Talcott

parsons yang dikenal dengan skema “AGIL”. Adaptation (adaptasi),

goal attainment (pencapaian tujuan), integration (integrasi), latency

(latensi atau pemeliharaan pola).

1. Adaptasi sosial masyarakat multi etnis dalam membangun

harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa.

57
Herimanto, Ilmu Sosial dan Budaya, (Jakarta: Bumi Askara, 2012), hlm 189

57
Masyarakat Dusun Tolonggeru menurut Talcott parsons,

Adaptasi adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.58

Di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa, adaptasi sosial yang

diterapkan di atas sangat jelas, seperti Upacara Raju, yaitu

pengusir hama dan penyakit tanaman. Jika penyakit atau

tanaman sudah diusir maka harapan petani untuk mendapatkan

hasil panen lebih memuaskan. Semakin banyak tangkapan hama

seperti ular, tikus dan lain-lain pada saat penyelenggaraan Raju,

maka, semakin meyakinkan masyarakat untuk mendapatkan

hasil panen lebih banyak. Dalam Upacara Raju di Uma Leme,

untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar yang

memiliki kepercayaan dan keyakinan yang berbeda, namun

mampu bertahan dan membentuk interaksi sosial yang harmonis

di tengah kemajemukan.

Ketika suatu masyarakat masuk dalam suatu sistem yang

mengikat seluruh masyarakat, maka harus mampu beradaptasi

dengan pola hidup di kalangan masyarakat, termaksud adaptasi

dengan penganut agama yang lain. Dengan adaptasi yang terjadi

di Dusun Tolonggeru yang tercerminkan dalam upacara raju,

maka ketegangan-ketegangan yang berpotensi konflik dapat

diatasi dengan baik.

Upacara Raju di Uma Leme ini adalah salah satu bagian

dari adaptasi sosial masyarakat Dusun Tolonggeru yang memiliki

58 Paul S. Baut, Teori-Teori Modern: Dari Parsons Sampai Hebermas, (Jakarta: CV


Rajawali, 1992), hlm. 76

58
keberagaman etnis dan kepercayaan. Adaptasi kemudian menjadi

akar lahirnya interaksi sosial di tengah kemajemukan, sehingga

melahirkan budaya Upacara Raju dan menjadi perekat sosial di

Dusun Tolonggeru Desa Mbawa sampai saat ini. Tentu dengan

kemajemukan yang ada, adaptasi sosial menjadi pondasi dalam

membangun interaksi sosial yang harmonis, tentu menyesuaikan

diri dengan masyarakat yang ada di Dusun Tolonggeru, dengan

mengedepankan bersama , di atas kepentingan kelompok agama

atau segolongan masyarakat.

Dari proses sosial yang berakar dari adaptasi sosial di

Dusun Tolonggeru, yaitu di mana dari ketiga agama saling

menjaga solidaritas baik dalam acara besar Agama Islam,

Protestan maupun Khatolik, bila umat muslim melansungkan hari

Raya Idul Fitri maupun Idul Adhar kedua umat Protestan dan

Khatolik ini, mereka yang akan menjaga keamanan sampai

kegiatan umat muslim selesai begitupun sebaliknya, dari sinilah

dapat dilihat keharmonisan yang terjadi dalam masyarakat yang

ada di Dusun Tolonggeru Desa Debawa. Dari ketiga kepercayaan

yang ada di Dusun Tolonggeru mampu beradaptasi dalam

memahami masing-masing, sehingga menciptakan keseimbangan

(equilibrium) dalam masyarakat dan mampu saling mengisi di

tengah kemajumukan. Dalam solidaritas masyarakat yang ada di

Dusun Tolonggeru adalah akar dari adaptasi sosial masyarakat.

Jadi melalui proses adaptasi yang digambarkan oleh Talcott

Parson, pola interaksi sosial masyarakat multi etnis dalam

membangun harmonisasi bukan hanya ada dalam khayalan saja,

59
namun merupakan sebuah fakta, karena mengedepankan

kepentingan umum artinya mereka sadar akan norma-norma dan

nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Oleh karena itu melalui Upacara Raju di Uma Leme

menunjukan bahwa masyarakat mampu beradaptasi dengan baik

di tengah-tengah kemajemukan yang ada.

2. Goal Attainment: mencapai tujuan prioritas dalam bermasyarakat.

Menurut Tallcott Parsons Goal Attaiment adalah menjamin

penggunaan sumber daya yang dilakukan secara efektif dalam

meraih tujuan tertentu serta penerapan prioritas diantara tujuan-

tujuan tersebut.59

Upacara Raju di Uma Leme adalah tradisi yang dijadikan

tempat untuk mencapai tujuan membingkai perbedaan dalam

keharmonisan, dan hubungan persaudaraan antara masyarakat,

bukan hanya dengan sesama agama melain orang diluar

agamanya. Dengan Upacara Raju di Uma Leme masyarakat

meredam sifat fanatisme yang berlebihan dalam dirinya. Upacara

Raju menjadikan bukti yang sangat kongkrit dengan tujuan yang

diidamkan oleh masyarakat, dengan adanya hubungan timbal

balik yang positif. Tradisi Upacara Raju di Uma Leme bukan hanya

semata-mata untuk sebagai tempat melakukan ritual dalam

mengusir hama untuk mendapatkan hasil panen yang cukup

bagus melainkan untuk tujuan terwujudnya hubungan sosial

masyarakat yang heterogen, keakraban dalam bertetangga

59Pater Hamilton, Talcot Parson dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:


Tiara Wacana,1990), hlm 191

60
menjadi prioritas dalam Upacara Raju di Uma Leme ini agar saling

memahami perbedaan sebagai jalan membangun interaksi yang

baik. Setiap tindakan manusia diarahkan pada tujuan priorotas

yang ingin dicapainya, salah satunya melalui Upacara Raju di

Uma Leme.

Kemudian para pemuda dan tokoh agama saling

mengamankan disetiap acara besar yang dilakukan oleh setiap

agama tersebut. Hal ini berasal dari interaksi sosial yang

diciptakan dari hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat

yang harmonis di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa. Sikap saling

mengayomi tercermin dalam bentuk interaksi sosial tersebut

adalah menjadi tujuan seluruh masyarakat agar terciptanya

keseimbangan dan keteraturan. Masyarkat paham esensi dalam

beragama, yakni perdamaian di mana tidak ada satupun agama

yang menganjurkan kekerasan terhadap sesama manusia

melainkan harus menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pemuda

dan tokoh agama dari masing-masing agama memiliki

pemahaman yang inklusif dalam memahami kemajemukan yang

ada di Dusun Tolonggeru, sehingga tidak sulit bagi mereka dalam

berinteraksi dengan masing-masing agama penganut tersebut.

Jadi saling mengayomi dan menjaga adalah tujuan prioritas

diantara sekian prioritas yang ada dalam masyarakat yang

tercermin dalam bentuk pemuda maupun tokoh agama yang

saling menjaga keharmonisan antar pemeluk agama.

Interaksi sosial yang terjalin dalam budaya maupun tradisi

ini sangat itensif sehingga rasa kedekatan emosional semakin

61
kuat. Nilai persaudaraan yang timbul akan menciptakan interaksi

sosial yang harmonis di Dusun Tonggeru Desa Mbawa.

Berdasarkan nilai-nilai yang terbangun dianatara

kemajemukan bermasyarakat bahwa masyarakat yang ada di

Dusun Tolonngeru Desa Mbawa sangat membingkai perbedaan

dalam keharmonisan dan membangun tali persaudaraan antara

agama.

3. Integrasi Sosial dalam Mewujudkan Keteraturan.

Intergrasi menurut parson, yaitu dengan membangun

dasar yang kondusif bagi terciptanya keteraturan antara elemen

sistem, dimana tingakat itegrasi seseorang dapat diukur dengan

melihat tingkat komitmenya, semakin tinggi komitmenya terhadap

sistem tertentu maka semakin tinggi tingkat integrasi yang akan

tercapai.60

Upacara Raju di Uma Leme dan Gotong Royong lahir dari

komitmen masyarakat yang muncul bukan karena dipaksakan

orang lain, melainkan atas kemauan dan komitem masyarakat di

Dusun Tolonggeru Desa Mbawa. Komitemen yang terbangun

dalam masyarakat merupaka konsukuensi dari interaksi sosila

yang intensif. Integrasi sosial tidak akan tercipta apabila hanya

dengan membangun hubungan dengan sesama anggota

kelompoknya, melainkan harus membangun hubungan dengan di

luar kelompoknya, semakin intensif hubungan yang dibangun

60 I. B Wirawan, Teori Sosial Dalam Tiga paradigma : Fakta sosial, Definisi sosial dan
Perilaku Sosial, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm52-53

62
masyarakat, maka semakin tinggi integrasi sosial pada

masyarakat akan berkembang.

Dalam Upacara Raju di Uma Leme, Gotong Royong dan

Musyawarah terdapat nilai-nilai integrasin sosial, yakni

persaudaraan dan kekerabatan. Tentu nilai persaudaraan dan

kekerabatan ini adalah nilai-nilai umum yang mengikat seluruh

masyarakat yang ada di Dusun Tonggeru Desa Mbawa. Nilai-nilai

umum ini menjadi komitmen bersama masyarakat tanpa

dipaksakan untuk tunduk kepada nilai tersebut, melainkan dari

kemauan itu sendiri. Pada dasarnya, dalam integrasi memang

masyarakat terikat oleh nilai-nilai yang mereka kontruksi sendiri,

karena hal tersebut merupakan kebutuhan masyarakat, yaitu

akan keseimbangan dan keteraturan. Sehingga nilai kekerabatan

dan persaudaraan dalam Upacara Raju di Uma Leme, Gotong

Royong dan Musyawarah Ini dijunjung tinggi oleh setiap individu

maupun kelompok yang ada di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo.

Masyarakat melakukan budaya Upacara Raju di Uma Leme

ini bukan hanya ingin mendapatkan makanan dari ritual itu,

namun karena adanya nilai-nilai yang melekat dalam budaya

Upacara Raju tersebut. Begitupun adanya tradisi Gotong Royong

dan Musyawarah yang masih melekat dalam masyarakat Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa, karena nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya yang menjadi komitmen bersama. Dalam Gotong

Royong dan Musyawarah ini juga terdapat nilai-nilai kekerabatan

dan persaudaraan tentu menjadi idaman setiap orang, karena

63
melalui persaudaraan masyarakat akan saling memahami satu

sama lain.

Dalam hal ini menyikapi perbedaan merupakan salah satu

bentuk-bentuk dari interaksi sosial masyarakat yang harmonis di

kalangan masyarakat Dusun Tolonggeru. Komitmen yang

dijunjung tinggi dalam bentuk ini adalah memberikan rasa aman

kepada setiap individu yang ada di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa.

Integrasi sosial adalah kesukarelaan sosial untuk

menerima kehadiran orang lain, bahkan menjaga orang lain agar

tidak terdiskriminasi dalam kehidupan sosial, menyikapi

perbedaan dalam kacamata integrasi sosial, membangun rasa

toleransi merupakan sikap yang empati terhadap sesama

masyarakat yang ada di Dusun Tolonggeru. Empati seperti yang

diketahui merupakan saling memahami perasaan orang lain yang

terkena musibah, seperti yang dilakukan saat mengadakan ritual

Upacara Raju di Uma Leme sudah dapat dikatakan itu sudah

membuktikan nilai toleransinya. Nilai empati terhadap sesama

sangat melekat pada setiap individu yang ada di Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa. Hal tersebut terlihat ketika ada orang

muslim yang meninggal, maka dari umat khatolik dan protestan

yang berada di sekitar akan merasa empati dan mereka

berkunjung kerumah warga yang meninggal, meskipun berbeda

kepercayaan, begitupun sebaliknya.

Berdasarkan integrasi sosial yang terbangun bahwa

masyarakat yang berada di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa dalam

64
mewujudkan keteraturan, masyarakat menjalin persaudaraan

secara terbuka dalam berinteraksi sosial, tidak ada prasangka

terhadap antara umat beragama maka lahirlah harmonisasi antar

pemeluk agama yang ada di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa.

4. Sistem budaya sebagai pemelihara interaksi sosial di Dusun

Tolonggeru.

Menurut Talcott parsons, lattent pattern maintenance

adalah cara bagaimana menjamin kesinambungan tindakan

dalam sistem sesuai norma-norma, sehingga hal ini dapat

dipenuhi melalui sistem budaya, dengan adanya konsistens dalam

memelihara pola dasar interaksi antara yang satu dengan yang

lainya.61

Budaya memang adalah hasil dari buatan manusia, yang

kemudian menjadi kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang.

Dalam hal ini Upacara Raju di Uma Leme, Gotong Royong dan

Musyawarah ini merupakan budaya yang dikontruksikan oleh

masyarakat sebagai alat pelekat dan spirit sosial dalam

menciptakan interaksi sosial masyarakat yang harmonis.

Budaya Upacara Raju di Uma Leme, Gotong Royong dan

Musyawarah tersebut tentu melahirkan keharmonisan, sehingga

menciptakan ketertiban sosial dalam elemen masyarakat, karena

budaya mampu mempengaruhi tindakan sosial individu untuk

patuh terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial.

61 Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial, (Jakarta: Rajawali, 1984), hlm. 113-
114.

65
Budaya Upacara Raju di Uma Leme, Gotong royong dan

Musyawarah ini bukan terjadi hanya sesama agama, melainkan

dengan agama yang lain, meskipun budaya ini dipertahankan

oleh masyarakat, bukan berarti merusak kepercayaan agama

masing-masing. Jadi interaksi sosial bisa kita lihat juga melalui

ketaatan masyarakat terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial

yang ada. Kalau masyarakatnya taat akan norma-norma dan

nilai-nilai sosial, maka masyarakat sadar akan pentingnya

terhadap interaksi sosial yang harmonis, karena dalam norma

terdapat nilai persaudaraan yang kuat.

Terakhir, menyikapi perbedaan adalah bagaimana cara

masyarakat yang berada di Dusun Tolonggeru mampu

memelihara interaksi sosial dalam menghadapi perbedaan dalam

masyarakat. Masyarakat sangat terpengaruh dengan adanya nilai-

nilai yang ada dalam budaya wujud nyata toleransi yang dibuat

oleh sesama masyarakat dalam menjalin persaudaraan. Nilai-nilai

inilah yang mempengaruhi tindakan sosial mereka. Masyarakat

merasakan adanya kekuatan persaudaraan yang kuat dalam

menyikapi perbedaan, sehingga masyarakat masih

mempertahankan sampai sekarang, mulai dari tokoh agama,

tokoh masyarakat dan masyarakat biasa berbaur menjadi satu

dalam melakukan wujud nyata toleransi, sehingga interaksi sosial

yang terbangun sangat intensif dan harmonis.

B. Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial masyarakat multi

etnis dalam membangun harmonisasi

66
Dusun Tolonggeru Desa Mbawa adalah salah satu wilayah yang

masyarakatnya sangat heterogen dalam hal perbedaan keyakinan,

namun dibalik keberagaman yang ada masyarakat Dusun Tolonggeru

Desa Mbawa mampu menciptan kehidupan yang harmonis. Pola

interaksi sosial diantara masyarakat yang berbeda dalam keyakinan

sangat ampuh dalam menciptakan tatanan masyarakat yang

harmonis dan toleransi. Di mana masyarakat Dusun Tolonggeru tidak

pernah memandang antara mayoritas dan minoritas, melaikan

mereka mengangap bahwa perbedaan adalah suatu kesatuan yang

utuh untuk menciptan kemajemukan yang harmonis. Faktor-faktor

yang mempengaruhi pola interaksi sosial yang harmonis di pandang

dari kacamata teori struktural fungsional Parsons, yaitu: Goal

attainment, integrasi dan lattern pattern maintenance.62

1. Adaptasi sosial masyarakat multi etnis dalam membangun

harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa.

Dalam masyarakat Dusun Tolonggeru menurut Talcott

parsons, Adaptasi adalah meningkatkan kemampuan seseorang

atau kelompok untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.63

Dalam kehidupan yang majemuk diperlukan komunikasi

yang terbuka dalam melakukan sebuah adaptasi, karena dengan

hal tersebut dapat menghilangkan rasa saling mencurigai antara

sesama. Komunikasi yang terbuka dapat mendorong masyarakat

dengan cepat melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitarnya,

62
Paul S. Baut, Teori-Teori Modern: Dari Parsons sampai Hebermas, (Jakarta:CV
Rajawali, 1992), hlm 76
63 I. B Wirawan, Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma : Fakta sosial, Definisi Sosial dan

Perilaku Sosial, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm 42

67
dengan komunikasi yang terbuka juga masyarakat mampu

melahirkan kehidupan yang harmonis.

Disisi lain, yang perlu diperhatikan dalam tatanan

kehidupan yang amat majemuk adalah komunikasi yang terbuka,

karena dengan hal ini dapat menghilangkan prasangka serta

sikap saling mencurigai antara sesama. Jika hal ini tidak

diterapkan maka kita dapat memastikan sosial masyarakat akan

rusak dan berkonflik yang diakibatkan oleh sikap-sikap yang

tertutup yang sulit dipahami secara bersama.

Komunikasi yang terbuka dapat mendorong seseorang

dengan cara melakukan adaptasi dengan suasana disekitarnya.

Sikap seperti ini tentu sangat diharapkan oleh masyarakat dalam

kehidupan bersama. Karena untuk mencapai kehidupan yang

rukun ditengah-tengah kemajemukan sangatlah mudah jika tidak

menerapkan sikap tertutup, karena sikap ini dapat dipastikan

tidak menerima kebudayaan yang ada diluar atau sesuatu yang

berbeda sehingga akan berdampak kearah culture shock.

Untuk menjalin hubungan yang baik dalam kehidupan

yang majemuk ini tentu masyarakat sangat mengharapkan

bagaimana cara untuk menciptakan hidup yang damai, rukum

dan harmonis. Harapan ini akan tercapai jika masyarakat tidak

menerapkan sikap tertutup atau kehidupan yang tertutup. Karena

dengan sikap tersebut bisa menjadi awal dari sikap disharmonis

dan anti hubungan sosial. Dalam hal ini masyarakat

mengupayakan secara pribadi maupun kelompok untuk mampu

bersikap dan beradaptasi sesuai dengan lingkungannya.

68
Selanjutnya yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu yang

dapat kita lihat di sini yaitu adanya kesadaran bahwa mereka

memiliki hubungan darah atau keturunan, karena masyarakat

Dusun Tolonggeru menganggap bahwasanya mereka berasal dari

nenek moyang yang sama. Hal serupa ditunjukan oleh

masyarakat Tolonggeru yang di mana yang tinggal dalam satu

atap rumah akan tetapi memiliki perbedaan keyakinan akan

tetapi mereka mampu menciptakan kehidupan yang harmonis.

Dapat juga dilihat dari solidaritas masyarakat yang tinggi

serta kemampuan beradaptasi masing-masing individu masih

terjaga dengan baik, hal itu ditunjukan ketika ada kegiatan

Upacara Raju, Gotong Royo dan lain-lain, masyarakat berkumpul

dan saling bekerja sama tampa pengelompokan agama akan tetapi

berlandaskan persaudaraan.

2. Goal Attainment: mencapai tujuan prioritas dalam bermasyarakat.

Menurut Tallcott Parsons Goal Attaiment adalah menjamin

penggunaan sumber daya yang dilakukan secara efektif dalam

meraih tujuan tertentu serta penerapan prioritas diantara tujuan-

tujuan tersebut.64

Masyarakat yang ada Di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

mereka selalu mengedepankan komunikasi dan tindakan yang

terbuka, karena masyarakat menganggap bahwa komunikasi dan

tindakan yang secara terbuka mampu membangun kehidupan

yang harmonis di tengah-tengah kemajemukan yang ada. Karena

64
Paul S. Baut, Teori-Teori Modern: Dari Parsons sampai Hebermas, (Jakarta:CV
Rajawali, 1992), hlm 76

69
pada dasarnya sebagai mahluk sosial adalah manusia tidak bisa

hidup sendiri.

Untuk mencapai hubungan sosial dalam masyarakat yang

majemuk, masyarakat harus mengedepankan perbuatan yang

dapat menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat luar yaitu

menciptakan perbuatan yang bersifat terbuka. Karena dengan hal

ini masyarakat di sekitar akan mudah memahami dan mengerti

tentang masyarakat tersebut. Manusia sebagai mahluk sosial

tentu tidak akan bisa hidup dengan dirinya sendiri, dalam hal ini

masyarakat yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan

dalam bingkai kehidupan, baik berupa tindakan, ucapan. Untuk

merujuk hubungan sosial di tengah kehidupan yang majemuk

sangat diperlukan komunikasi yang terbuka karena dengan ini

akan memudahkan masyarakat untuk bersosial dan mudah

dipahami oleh masyarakat luas.

Masyarakat Dusun Tolonggeru sadar bahwa betapa

pentingnya menjalin persaudaraan. Sehingga hal ini dapat

menjadi salah satu faktor pendorong masyarakat Tolonggeru

untuk hidup damai dan harmonis. Kesadaran ini dapat

disimpulkan bahwa masyarakat mampu menciptakan pola pikir

untuk hidup damai di tengah-tengah kemajemukan tersebut.

Tercapainya harapan dalam hunbungan sosial tersebut berakar

pada kesadaran masyarakat yang tinggi, salah satunya dapat

dilihat yaitu adanya nilai dan sistem yang diterapkan oleh

masyarakat setempat untuk mempererat tali persaudaraan dalam

kehidupan di tengah-tengah kemajemukan.

70
Tercapainya harapan (goal) dalam hubungan sosial ini

berakar dari adanya kesadaran masyarakat yang kuat, salah satu

kesadaran yang dapat dilihat yaitu bahwa adanya nilai dalam

system yang dikontruksikan oleh masyarakat setempat guna

mempererat tali persaudaraan dalam kehidupan. Faktor lain yang

menjadi interaksi sosial yang harmonis adalah adanya tingkat

solidaritas yang tinggi diantara masing-masing individu dan

masyarakat sekitar.

3. Integrasi Sosial dalam Mewujudkan Keteraturan Di Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa.

Intergrasi menurut parson, yaitu dengan membangun

dasar yang kondusif bagi terciptanya keteraturan antara elemen

sistem, di mana tingakat itegrasi seseorang dapat diukur dengan

melihat tingkat komitmenya, semakin tinggi komitmenya terhadap

sistem tertentu maka semakin tinggi tingkat integrasi yang akan

tercapai.65

Adapun komunikasi yang terbuka yang menjadi faktor

pertama yang membangun hubungan sosial yang harmonis

antara pemeluk agama yang ada di Dusun Tolonggeru.

Komunikasi yang terbuka tentu akan menciptakan integritas

sosial dalam masyarakat, karna komunikasi yang terbuka artinya

kesediaan membangun hubungan dengan individu lain atau

65Pater Hamilton, Talcot Parson dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:


Tiara Wacana,1990), hlm 191

71
kelompok yang berada disekitarnya. Komunikasi yang terbuka di

Dusun Tolonggeru akan mengarah ke equilibrium yang bersifat

dinamisdan fleksibel dalam menanggapi perubahan-perubahan

yang dating dari luar karena telah membangun keterbukaan dan

bukan tertutup, di mana ketertutupan akan melahirkan kaget

budaya yang datang dari luar.

Komunikasi yang terbuka dilakukan oleh masyarakat

Dusun Tolonggeru bukan sebuah rekayasa, akan tetapi menjadi

sebuah fakta yang menjadi komitmen masyarakat dalam menjaga

hubungan sosial antara penganut agama. Komunikasi yang

terbuka akan melahirkan nilai-nilai persaudaraan dan

kekerabatan di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang

majemuk.

Ketika ada ketegangan atau gesekan akan segera di redam

dengan cara persaudaraan, karena melekatnya pendekatan

emosional antara masyarakat yang ada di Dusun Tolonggeru,

perbedaan sudah menjadi hal biasa yang diterima secara terbuka.

Melalui kesadaran sosial yang tinggi akan melahirkan tindakan

sosial yang beretika dalam masyarakat yaitu tindakan yang patut

yang layak dalam masyarakat, seperti komitmen saling

menghormati dan menghargai perbedaan yang ada dalam

masyarakat. Hal ini terbukti bahwa mereka mimiliki hubungan

darah atau keturunan.

Kesadaran masyarakat juga melahirkan kekerabatan yang

kuat.kekerabatan yang kuat ini terbangun melalui komunikasi

yang intensif dalam masyarakat sehingga hubungan antar agama

72
dapat terpelihara dalam rasa persaudaraan. Jadi kesadaran

masyarakat akan pentingnya integrasi sosial merupakan bentuk

komitmen mereka dalam menjaga hubungan sosial antara

pemeluk agama yang ada di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa.

4. Sistem budaya sebagai pemelihara interaksi sosial di Dusun

Tolonggeru.

Menurut Talcott parsons, lattent pattern maintenance

adalah cara bagaimana menjamin kesinambungan tindakan

dalam sistem sesuai norma-norma, sehingga hal ini dapat

dipenuhi melalui sistem budaya, dengan adanya konsisten dalam

memelihara pola dasar interaksi antara yang satu dengan yang

lainya.66

Budaya ditengah kehidupan masyarakat nampaknya sudah

menjadi darah daging bagi setiap masyarakat. Karena budaya

merupakan hasil ciptaan manusia yang dijadikan kebiasaan

(habits) dengan melakukan secara berulang-ulang dalam

kehidupan bermasyarakat. Sehingga dapat dilihat bahwa

komunikasi yang intensif dan inklusif dapat menguatkan

hubungan sosial melalui nilai-nilai budaya dan tradisi yang

diyakuni oleh masyarakat setempat. Contohnya dalam budaya

Upacara Raju yang di mana masyarakat berkumpul di Uma Leme

untuk mengikuti ritual tersebut tampa mempermasalahkan

perbedaan keyakinan. Dari sini peneliti dapat menyimpulkan ini

66 Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial, (Jakarta: Rajawali, 1984), hlm. 113-
114.

73
merepakan bentuk-bentuk dari sikap dan komunikasi yang

terbuka.

Selanjutnya yang mendorong masyarakat yang ada di

Dusun Tolonggeru Desa Mbawa dalam menjalin interaksi sosial

yang baik adalah adanya hubungan kekeluargaan dan hubungan

darah. Masyarakat yang ada di Dusun Tolonggeru ada yang hidup

dalam satu atap rumah memiliki perbedaan keyakinan agama,

dengan hal ini mereka menguatkan diri untuk saling mengerti dan

memahami terkait perbedaan yang melatarbelakangi mereka.

Sehingga salah satu hal yang penting yang diprioritaskan adalah

bagaimana saling menghormati dan menghargai atas perbedaan

ini dengan melalui membangun interaksi yang baik. Dengan

demikian interaksi sosial yang baik dapat mengantarkan

kehidupan masyarakat kearah yang harmonis.

Selanjutnya adanya sifat atau perasaan solidaritas sosial

masyarakat yang tinggi dengan perasaan tersebut masyarakat

yang ada di Dusun Tolonggeru dapat mempertahankan nilai

persatuan karena dengan rasa solidaritas yang baik dapat

mempererat rasa persaudaraan atara sesama. Apalagi perbedaan

yang ada di Dusun Tolonggeru merupakan keluarga itu sendiri,

maka dari itu masyarakat Dusun tolonggeru harus menjalin

persaudaraan karena suatu keharusan dalam kehidupan

bermasyarakat.

74
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi

sosial masyarakat multi etnis di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa sangat

harmonis karna sikap toleransi serta solidaritas masyarakatnya sangat

tinggi.

1. Bentuk-bentuk interaksi sosial masyarakat multi etnis dalam

membangun harmonisasi, yakni Upacara Raju di Uma Leme yaitu

mengusir hama dan penyakit tanaman, jika hama dan penyakit

tanaman sudah diusir maka harapan petani untuk mendapatkan

hasil panen lebih yakin. Kemudian saling menghormati dan saling

menjaga keamanan ketika hari-hari besar ini maksudnya ketika

salah satu dari ketiga agama ini merayakan hari besar agamanya

maka agama yang lain ikut membantu dan mengamankan kegiatan

tersebut contohnya ketika perayaan hari raya Idul Adha dan Idul

Fitri bagi orang Islam, maka yang dari Protestan dan Khatolik ikut

75
membantu menjaga keamanan sampai kegiatan selesai, beritupun

sebaliknya. Kemudian gotong royong yaitu maksudnya bagaimana

sikap kerja sama masyarakat dari ketiga agama ini dalam suatu

kegiatan, contohnya ketika orang Islam membangun Masjid, maka

masyarakat yang dari agama Protestan ikut membantu

pembangunan tersebut begitupun sebaliknya. Kemudian

musyawarah yang dimana setiap penyelesaian suatu masalah dan

penentuan suatu kegiatan yang bersifat khusus Dusun Tolonggeru

maupun suatu keluarga harus melalui musyawarah.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial masyarakat multi

etnis dalam membangun harmonisasi yakni: Pertama, komunikasi

yang baik, yaitu komunikasi yang menekankan bagaimana

masyarakat Dusun Tolonggeru Desa Mbawa saling memahami dan

mengerti dengan sikap dan tindakan yang terbuka. Kedua, adanya

hubungan darah yaitu di mana masyarakat Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa menganggap bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang

sama, jadi mereka sewalaupun memiliki perbedaan keyakinan tetapi

tetap menjalin silaturahmi antara pemeluk agama. Ketiga, tingkat

solidaritas yang tinggi yaitu di mana masyarakat yang hidup di

tengah-tengah perbedaan akan tetapi mereka bahu-membahu dalam

saling tolong-menolong tampa mengenal perbedaan.

B. Saran

Berdasarkan kajian pola interaksi sosial masyarakat multi etnis

dalam membangun harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai

berikut:

76
1. Seluruh masyarakat Dusun Tolonggeru harus terus menjaga dan

mempertahankan interaksi sosial masyarakat yang multi etnis

dalam membangun masyarakat yang harmonis, agar menjadi

contoh wilayah yang heterogen, namun hidup dalam bingkai

kehidupan yang harmonis.

2. Kepada pemerintah Desa Mbawa harus menjadi garda terdepan

dalam memelihara dan menjaga hubungan antara pemeluk agama

agar tetap harmonis.

77
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. Taufik. 1999. Etnisitas dan Konflik Sosial. Jakarta: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan Kebudayaan – LPI.

Lexy J. Moleong. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT

Remaja Rosda Karya.

Djam’ah Satori. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Elly M. Setiadi. Ridlwan Effendi. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.

(Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Emory S. Bogardus. 1961. Sociology. New York: The macmilan Company.

Husaini Usman. 1996. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Kingsle Davis. 1960. Human Society. New york: The Macmilan Company.

Soejono Soekamto dan budi sulistyowati. 2017. Sosiologi Suatu

Pengantar, (Jakarta: Rajawali pers.

Zuriati dan Masnin. 2014. Jurnal pendidikan ips : Dinamika kehidupan

sosial Budaya masyarakat Islam”, vol. 4 no.

Prof. Dr. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Abdul Wahid Dkk. 2015. Islam Indonesia Pasca Reformasi: Dinamika

Keagamaan pada Ranah Sosial, politik,budaya, hukum dan

pendidikan. Surabaya: IMTYAZ.

M. Munandar Soelaeman. 1995. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu

Sosial. Bandung: Eresco.

78
M Said Abdullah. 2006. Membangun Masyarakat Multikultural. Jakarta:

Pustaka.

Pater Hamilton, 1990. Talcot Parson dan Pemikirannya: sebuah

pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Miles. Mathew B. dan A. Michael Huberman. 1998. Analisis Data

Kualitatif. Jakarta: UI PRESS.

Moehar Daniel. 2008. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan

Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Phil Astrid. 1974. Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek. Bandung: Bina

Ilmu.

Hartati. 2020. Relasi Sosial Minoritas Kristen di Kalangan Mayoritas

Islam, Didusun Sangari Desa Mbawa kecamatan Donggo, Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram.

Slamet Santoso. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Soerjono Seokanto. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Soejono Soekanto. 1982. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo.

Soleman. B.Taneko. 1984. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: Rajawali.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sumadi Suryabrata. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

79
Zakiyah, Darajat. 1996. Perbandingan Agama 2. Jakarta: Bumi Aksara.

I.B Wirawan. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma Jakarta:

Kencana.

Paul S. Baut. 1992 Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons Sampai

Hebermas, Jakarta: CV Rajawali.

Lexy J. Moleong. 2008 Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DOKUMENTASI

80
Gambar 1. Dokumentasi di Uma Leme, pada tanggal 8 Agustus 2021

Gambar 2. Dokumentasi uma leme sebagai Cagar Budaya, pada tanggal 8 Agustus 2021

81
Gambar 3. Wawancara dengan bapak Hendrikus Halik, pada tanggal 10 september 2021

Gambar 4. Dokumentasi gotong royong pemindahan rumah salah satu masyarakat Dusun
Tolonggeru Desa Mbawa, pada tanggal 25 agustus 2021

82
Gambar 5. Dokumentasi dengan bapak H. Nasaruddin, pada tanggal 30 Agustus 2021

Gambar 6. Gereja Khatolik St. West Yohanes Maria Vianney Dusun tolonggeru Desa Mbawa,
dokumentasi pada tanggal 02 September 2021

83
Gambar 7. Masjid Jabal Nur Desa Mbawa, Dokumentasi pada tanggal 14 Agustus 2021

Gambar 8. Dokumentasi Gereja Protestan GKII (Kemah Injil), pada tanggal 14 Agustus 2021

84
Minggu ke-

No. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1
0 1 2 3

1. Penyusunan ✓
Proposal

2. Seminar Proposal ✓

3. Memasuki ✓
Lapangan

4. Tahap Seleksi dan ✓


Analisis

85
5. Membuat Draf ✓
Laporan

6. Diskusi Draf ✓
Laporan

7. Penyempurnaan ✓
Laporan

8. Ujian Skripsi ✓

9. Perbaikan Hasil ✓

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri
Nama : Riski Ramadhan
Tempat/Tanggal Lahir : Rato, 13 Januari 1998
Alamat Rumah : Rato Na’e, Desa Rato
Nama Ayah : M. Yusuf
Nama Ibu : Fatmah
Nama Istri : -
Nama Anak : -

B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Format
a. MIN 2 Bima, 2010
b. SMP N 1 Lambu, 2013
c. MAN 2 Bima, 2016
C. Riwayat Pekerjaan :-
D. Prestasi/Penghargaan :-
E. Pengalaman Organisasi
1. KAMIL MATARAM

86
2. IMBD UIN MATARAM
F. Karya Ilmiah :-

Mataram, 13 Desember 2021

Riski Ramadhan

NIM 160.304.028

DAFTAR INFORMAN

Pak Abdul Ghani : Kepala Desa Mbawa

Abd Rais : Kepala Dusun Tolonggeru

Abdullah M. Tohir : Tokoh Masyarakat

Hendrikus Halik : Tokoh Agama Kristen Protestan

Anwar Hebo : Tokoh Agama Kristen Katholik

Edi Mulyadin : Masyarakat

Syafrudin Tama : Masyarakat

H. Nasrudin : Tokoh Agama Islam

87
Rangkuman Pertanyaan

1. Bagaimana Bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Multi Etnis Dalam

Membangun Harmonisasi di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa

Kecamatan Donggo Kabupaten Bima?

➢ Bagaimana pola hubungan yang terjadi antara masyarakat

yang memiliki perbedaan keyakinan yang ada di Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa?

➢ Kegiatan apa saja yang diadakan di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa ini untuk menyatukan persaudaraan antara

masyarakat yang multi agama?

88
➢ Seperti apakah bentuk kerja sama dari masyarakat yang multi

agama di Dusun Tolonggeru ?

➢ Seperti apakah bentuk interaksi yang terjalin antara

masyarakat yang memiliki perbedaan keyakinan di Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa?

➢ Seperti apakah budaya yang ada di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Interaksi Sosial Masyarakat

Multi Etnis Dalam Membangun Hahmonisasi di Dusun

Tolonggeru Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima?

➢ Bagaimana pandangan masyarakat terkait kehidupan yang

multi agama akan tetapi hidup rukun dan harmonis yang ada

di Dusun Tolonggeru Desa Mbawa?

➢ Seperti apa sikap yang ditunjukan oleh masyarakat yang

berbeda keyakinan untuk menghindari konflik?

➢ Hal-hal apa saja yang menjadi perekat hubungan antara

masyarakat multi Agama yang ada di Dusun Tolonggeru Desa

Mbawa?

➢ Hal-hal apa saja yang menjadi penghambat dalam melakukan

interaksi antara masyarakat yang multi Agama di Dusun

Tolonggeru Desa mbawa?

89
90
93

Anda mungkin juga menyukai