Anda di halaman 1dari 129

PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PETERNAK SAPI

MENURUT KONSEP EKONOMI ISLAM


(Studi Kasus Di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Oleh:
ISMAWATI
NIM. 140103110

Pembimbing:
1. Dr. Amir Hamzah, M.Ag
2. Dr. Muh. Anis, M.Hum

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (EKOS)


FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
MUHAMMADIYAH SINJAI
2018
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
‫بســم هللا الر حمن الر حيم‬
‫سـالم علي اسرف األنبيـاء والمرسلـين‬
ّ ‫رب العـالمين والصّالة وال‬
ّ ‫الحمد هلل‬
‫ ا ّما بعـد‬،‫سيّـدنا مح ّم ٍد وعلى آلي واصحـابه اجمعـين‬

Segala Puji hanyalah milik Allah. Karena tiada yang


patut dan pantas kita puji selain Allah. Dengan mengucap
syukur, semoga kita selalu dalam lindungan Allah Dzat yang
Maha Kuasa, Tuhan Pencipta alam semesta dan segala
isinya. Rasa syukur ini semakin terasa nikmat dan mendalam
dengan selesainya proposal skripsi ini. Shalawat serta salam
juga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad yang telah menjadi panutan bagi kita semua.
Didalam penyusunan Proposal Skripsi ini, penulis
tidak luput dari berbagai rintangan dan hambatan, namun
berkat bantuan, arahan berbagai pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan Proposal Skripsi ini. Oleh karena itu,
kiranya jika penulis menyampaikan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu, yaitu kepada yang terhormat :
1. Dr. Firdaus, M. Ag, selaku Rektor IAIM Sinjai yang
telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.
2. Dr. Amir Hamzah, M.Ag, selakuWakil Rektor I, Dr.
Ismail, M.Pd. Selaku Wakil Rektor II, serta seluruh

iv
Dosen dan Staf Institut Agama Islam Muhammadiyah
(IAIM) Sinjai yang telah membantu kelancaran
Akademik.
3. Dr. Muh. Anis, M.Hum, selaku Dekan Kaprodi
Ekonomi Syariah.
4. Muhammad Ikbal, S.Pd. M.Pd selaku Kaprodi Ekonomi
Syariah.
5. Dr. Amir Hamzah, M.Ag, selaku pembimbing I yang
telah banyak membantu mengarahkan, membimbing,
dan memberikan dorongan sampai skripsi ini terwujud.
6. Dr. Muh. Anis, M.Hum, selaku pembimbing II yang
telah banyak membantu mengarahkan, membimbing,
dan memberikan dorongan sampai skripsi ini terwujud.
7. Kepada pengurus perpustakaan IAIM Sinjai dan
perpustakaan daerah Kabupaten Sinjai beserta dengan
stafnya yang memberikan izin dalam pencarian buku-
buku sebagai bahan referensi.
8. Teristimewa kedua orang tua tercinta dan keluarga
selaku pembimbing utama dan mendidik serta turut
mendukung dan mendoakan selama ini sampai sekarang,
sehingga penyusunan skripsi ini dapat kami selesaikan
dengan baik.

v
9. Kepala Desa, beserta masyarakat Desa Duampanuae
Kec. Bulupoddo yang telah membantu kelancaran
selama penelitian.
10. Teman-teman satu organisasi (KSR-PMI Unit 101 IAIM
Sinjai) dan teman-teman mahasiswa IAIM Sinjai yang
selama kuliah sampai pada penyusunan proposal skripsi
ini tiada hentinya memberikan semangat. Dan kepada
semua pihak yang tidak sempat disebut satu persatu
yang telah memberikan bantuan baik moril maupun
materil selama proses penyusunan skripsi ini.
Teriring doa semoga amal kebaikan dari berbagai
pihak tersebut mendapat pahala yang berlipat ganda dari
Allah Swt., dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
siapa saja yang membacannya.
Amin

Sinjai, 21 Juli 2018

ISMAWATI
Nim: 140103110

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................ ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................... iii

KATA PENGANTAR ................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................ vii

DAFTAR TABEL ......................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................. xiv

ABSTRAK.................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................... 1

B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ............ 7

1. Rumusan Masalah ......................................... 7

2. Batasan Masalah ........................................... 7

C. Defenisi Operasional ......................................... 8

vii
D. Hasil Penelitian Relevan .................................... 10

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................ 16

1. Tujuan Penelitian .......................................... 16

2. Kegunaan Penelitian ...................................... 16

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Tentang Sistem Bagi Hasil Secara

Umum ............................................................... 17

1. Pengertian Sistem Bagi Hasil ........................ 17

2. Landasan Syariah Sistem Bagi Hasil ............. 18

3. Perbedaan Sistem Bagi Hasil dengan Bunga .. 20

4. Jenis-Jenis Akad Kerja Sama Bagi Hasil ....... 22

B. Konsep Tentang Ekonomi Islam ........................ 23

1. Pengertian Ekonomi Islam ............................. 23

2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam ...................... 25

3. Manfaat Ekonomi Islam ............................... 32

C. Konsep Ekonomi Islam Tentang Bagi

Hasil/Mudharabah ............................................. 36
viii
1. Pengertian Bagi Hasil/Mudharabah ............... 36

2. Mekanisme Perhitungan Bagi

Hasil/Mudharabah ........................................ 39

3. Dasar Hukum Bagi Hasil/Mudharabah .......... 40

4. Rukun dan Syarat Bagi Hasil/Mudharabah .... 44

5. Jenis-Jenis Bagi Hasil/Mudharabah .............. 49

6. Hak-Hak Mudharib dan Pemilik Modal ......... 51

7. Perkara yang Membatalkan Bagi

Hasil/Mudharabah ........................................ 53

D. Konsep Tentang Peternakan Sapi ....................... 56

1. Pengertian Peternak Sapi ............................... 56

2. Jenis-Jenis Peternakan Sapi ........................... 57

3. Faktor Pendorong dan Penghambat Usaha Ternak

Sapi ............................................................... 57

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ......................... 59

1. Jenis Penelitian .............................................. 59


ix
2. Pendekatan Penelitian.................................... 60

B. Subjek dan Objek Penelitin ................................ 62

1. Subjek Penelitian ........................................... 62

2. Objek Penelitian ............................................ 62

C. Tehnik Pengumpulan Data ................................. 62

1. Interview (Wawancara) ................................. 63

2. Dokumentasi ................................................. 63

D. Instrumen Penelitian .......................................... 64

E. Tekhnik Analisis Data........................................ 65

1. Data Reduction (Reduksi Data) ..................... 65

2. Data Display (Penyajian Data)....................... 65

3. Conclusion Drawing/Verification .................. 66

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Profil Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo ........ 68

B. Penerapan Sistem Bagi Hasil Peternak Sapi Di Desa

Duampanuae Kec. Bulupoddo ......................... 82

x
C. Analisis Konsep Ekonomi Islam Terhadap

Penerapan Sistem Bagi Hasil Peternak Sapi Di Desa

Duampanuae Kec. Bulupoddo ......................... 95

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................... 107

B. Saran ............................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tingkat pendidikan masyarakat Desa


Duampanuae ........................................... 71
Tabel 4.2 Sumber daya alam Desa Duampanuae ...... 74
Tabel 4.3 Potensi sumber daya alam peternakan Desa
Duampanuae .............................................. 75
Tabel 4.4 Potensi sumber daya alam perkebunan dan
pertanian .................................................... 76
Tabel 4.5 Sumber daya manusia Desa Duampanuae 77

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur organisasi pemerintah Desa


Duampanuae .............................................. 81

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen


Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Hasil Penelitian
Lampiran 4 Daftar Nama Responden
Lampiran 5 Surat Persetujuan Perubahan Judul
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 Surat Rekomendasi Penelitian
Lampiran 8 Surat Keterangan Kelayakan Instrumen
Penelitian
Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Meneliti
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 11 Biodata Penuli

xiv
ABSTRAK
ISMAWATI 140103110: Penerapan Sistem Bagi Hasil
Peternak Sapi Menurut Konsep Ekonomi Islam (Studi Kasus
di Desa Duampanuae Kec. Bulopoddo) Skripsi, Sinjai:
Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan
Hukum Islam Institut Agama Islam Muhammadiyah
Sinjai 2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
penerapan sistem bagi hasil peternak sapi di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo, serta mendeskripsikan
penerapan sistem bagi hasil peternak sapi menurut konsep
ekonomi Islam di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif
menggunakan jenis pendekatan naturalistik yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
persepsi dan pemikiran orang secara individual, yang
melibatkan pemilik sapi dan peternak sapi sebagai subjek
penelitian. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan
dokumentasi kemudian data yang terkumpul berupa kata-
kata dianalisa dengan tekhnik reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1)
Penerapan sistem bagi hasil yang dilakukan peternak sapi di
Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo, mekanisme sistem bagi
hasil yang digunakan adalah revenue sharing yakni
pembagian hasil dilakukan tanpa ada pengurangan biaya
operasional, akad yang dilakukan secara tidak tertulis dan
pembagian hasilnya terbagi dua antara sapi jantan dan betina
dimana jika sapi jantan menggunakan uang dengan
presentase pembagian 50%:50%, jika sapi betina
menggunakan anak sapi namun jika tidak melahirka sapi
tersebut dijual lalu hasilnya dibagi dua pola bagi hasil yang
digunakan berdasarkan pada adat istiadat yang terjadi di desa
xv
ini. (2) Penerapan sistem bagi hasil peternak sapi menurut
konsep ekonomi Islam di Desa Duampanuae Kec.
Bulupoddo sudah sesuai dengan sistem bagi hasil dalam
ekonomi Islam hanya saja masih ada ketentuan-ketentuan
yang ada didalamnya yang belum sesuai dengan konsep
ekonomi Islam, diantaranya syarat yang berupa modal usaha
yang belum berupa uang tunai serta akad yang dilakukan
masih akad lisan, tetapi mekanisme bagi hasil yang
menggunakan sistem revenue sharing dimana pembagian
hasil dilakukan tanpa pengurangan biaya-biaya yang mana
pembagian ini sesuai dengan kesepakatan diawal akad dan
apabila terjadi kerugian antara peternak dan pemilik sapi
sama-sama menanggung kerugian tersebut maka dapat
dikatakan bahwa mekanisme bagi hasil dengan rupiah ini
sudah sesuai dengan konsep ekonomi Islam sama halnya
dengan mekanisme sistem bagi hasil anak sapi sudah sesuai
dengan sistem bagi hasil dalam ekonomi Islam karena
pembagiannya dilakukan ketika sapi sudah memiliki anak
sapi dan jika tidak melahirkan maka sapi akan di jual dan
hasilnya di bagi dua.

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Proses bisnis adalah salah satu wujud interaksi sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara
para pihak yang bersifat aktif, dimana masing-masing pihak
memainkan perannya dan bahkan saling memengaruhi satu
dengan yang lainnya. 1 Dalam ajaran Islam, kita tidak boleh
tidak menyenangi dunia, dengan melarikan diri kealam
akhirat dan hanya berdoa di masjid. Kita diperintahkan untuk
berusaha menggunakan semua kapasitas atau potensi yang
ada pada diri masing-masing, sesuai dengan kemampuan.
Seorang mukmin yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup dalam pandangan Islam dinilai sebagai ibadah yang
disamping memberikan perolehan material juga akan
mendatangkan pahala. Firman Allah dalam QS. Al-
Jumu’ah/62: 10, sebagai barikut:

1
Danang Sunyoto dan Wika Harisa Putri, Etika Bisnis, (Cet.1;
Yogyakarta: CAPS, 2016), h. 20.
1 1
‫ض َو ا ْبتَغُوا ِم ْن‬ِ ‫صالةُ فَا ْنتَش ُِروا ِفي ْاألَ ْر‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ‫فَ ِإذا قُ ِض َي‬
ْ ‫ض ِل هللاِ َو‬
َ ‫اذك ُُروا هللاَ كَثيراً لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح‬
‫ون‬ ْ َ‫ف‬
Terjemahnya:
Apabila salat telah ditunaikan, maka bertebaranlah
kamu dimuka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. 2

Untuk mendirikan suatu usaha diperlukan keahlian


dan modal sebagai syarat utama memperoleh keberhasilan
dalam suatu usaha. Tidak sedikit orang-orang mempunyai
keahlian yang memadai dan keinginan yang kuat untuk
berusaha tetapi mereka tidak mempunyai keuangan yang
mendukung. Pada kasus ini para pengusaha memanfaatkan
masyarakat atau orang-orang yang mempunyai keahlian
dalam beternak sapi, yang diberikan modal berupa sapi
untuk dikelolahnya. Sudah kodratnya bahwa manusia tidak
bisa hidup sendiri, harus hidup bersama dalam suatu
masyarakat yang terorganisir untuk mencapai tujuan
bersama.
Perekonomian yang marak sekarang ini adalah sistem
bagi hasil, sistem bagi hasil ini merupakan bagian dari
bentuk kerjasama antara pihak penyedia dana dan pengelola

2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Cet. I;
Jakarta: Balai Penterjemah dan Pentasi Al-Qur’an Depag RI, 2005), h.
553.
2
dana dimana pemilik modal menyerahkan modalnya kepada
pihak lain yang menjadi pengelolah dana, sebagai pengelola
yang memiliki keahlian (skill) dan manajemen sehingga
tercapai tujuan perekonomian, dan apabila terdapat
keuntungan maka akan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
Sesungguhnya agama Islam telah mengajarkan bagaimana
kerjasama (berserikat) secara benar tidak membenarkan
salah satu pihak serta saling menguntungkan dan terhindar
dari riba. Salah satu syarikat yang diperbolehkan adalah
mudarabah.
Secara tehnis, bagi hasil (mudharabah) adalah salah
satu akad yang dilaksanakan dua pihak, pemilik modal
(sahibul mall) dan pelaku usaha yang menjalankan modal
(mudharib).3 Keuntungan yang dibagikan dari hasil usaha
harus dibagi secara proporsional antara shahibul mall dengan
mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang
berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk
kepentingan mudharib, dapat dimasukkan kedalam biaya
operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul
mall dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati

3
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalat Kontenporer, (Cet.1; Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), h. 149.
3
sebelumnya dan disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak
ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutupi.
Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa
perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan
dimuka.4
Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Anfal/8:
27 sebagai berikut:

‫سو َل َو‬ َّ ‫ذين آ َمنُوا ال تَ ُخونُوا هللاَ َو‬


ُ ‫الر‬ َ َّ‫يا أَيُّ َها ال‬
َ ‫تَ ُخونُوا أَماناتِ ُك ْم َو أَ ْنت ُ ْم تَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan
(juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui. 5
Dari QS. Al-Anfal/8: 27 diatas dapat diketahui bahwa
apabila dalam melakukan kerja sama jangan menghianati
amanat yang telah dipercayakan. Dalam melakukan suatu
usaha kerja sama seperti halnya dalam usaha produktif
peternakan sapi amanat yang diberikan oleh pemilik modal

4
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil, (Cet.-; Yogyakarta:
UII Press, 2012), h. 26.
5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, h. 181.
4
harus dijaga karena apabila diingkari maka itu merupakan
dosa besar.
Usaha ternak sapi di Desa Dumpanuae Kec.
Bulupoddo adalah usaha yang menggunakan sistem
perjanjian bagi hasil dengan akad lisan, yakni pihak pertama
pemilik modal memberikan sapi sebagai modal usaha kepada
pihak kedua untuk di ternakkan. Dalam praktiknya pemilik
modal menyerahkan modalnya berupa sapi kepada orang
yang bersedia merawat ternak tersebut dan semua kebutuhan
ternak menjadi tanggung jawab peternak. Usaha ternak sapi
di Desa Duampaanuae Kec. Bulupoddo pada umumnya
dikelolah oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani.
Sistem bagi hasil antara hewan ternak jantan dan
betina berbeda. Untuk sapi jantan yang dirawat bagi hasilnya
menggunakan uang hasil penjualan sapi tersebut, sedangkan
untuk sapi betina bagi hasilnya menggunakan anak sapi yang
lahir setelah dirawat. Sebagaimana yang dijelaskan diatas
dalam buku Muhammad tentang tehnik pembagian hasil
usaha kerja sama antara pemilik modal dan pengelolah
pembagiannya harus jelas proporsinya dan sebelum

5
keuntungan dibagi harus dikurangi dengan pengeluaran yang
telah dikeluarkan oleh pengelolah. 6
Namun Kenyataan yang didapatkan oleh penulis
dilapangan setelah penulis melakukan survey awal,
masyarakat yang melakukan kerja sama peternakan sapi,
melakukan bagi hasil tanpa memperhitungkan biaya-biaya
yang telah dikeluarkan oleh peternak. Dan pembagian
mengenai hewan peliharaan betina yang setelah melahirkan
anak pertama dari hewan tersebut menjadi milik pemilik
modal sedangkan untuk pengelolah menunggu sampai sapi
tersebut melahirkan anak kedua.7 Dari survey awal inilah
penulis melihat adanya kesenjangan antara teori yang ada
dengan kenyataan yang terjadi dilapangan.
Dengan demikian penulis tertarik untuk mengamati
lebih dalam mengenai sistem bagi hasil peternak sapi dengan
berpedoman dengan syariat Islam yang kemudian dituangkan
dalam bentuk skripsi yang berjudul. “Penerapan Sistem Bagi
Hasil Peternak Sapi Menurut Konsep Ekonomi Islam (Studi
Kasus di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo)”.

6
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil…, h. 26.
7
Kadir, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec.
Bulupoddo,“Wawancara”, Tanggal 16 April 2018.
6
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka dalam
penulisan ini, penulis memfokuskan dan membatasi
permasalahan seputar penerapan sistem bagi hasil peternak
sapi menurut konsep ekonomi Islam (Studi Kasus di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo). Untuk mempermudah
penulisan ini, maka penulis merumuskan terlebih dahulu
pada permasalahan ke dalam bentuk pertanyaan, sebagai
berikut:
a. Bagaimana penerapan sistem bagi hasil peternak
sapi di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo?
b. Bagaimana Penerapan sistem bagi hasil peternak
sapi menurut konsep ekonomi Islam di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo?
2. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
yang penulis angkat dalam penelitian ini, maka penulis
membatasi luasnya ruang lingkup penelitian dan perlu
memberikan batasan pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Penerapan sistem bagi hasil peternak sapi di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo.

7
b. Penerapan sistem bagi hasil peternak sapi menurut
konsep ekonomi Islam di Desa Duampanuae Kec.
Bulupoddo.

C. Defenisi Oprasional
Judul proposal skripsi ini adalah “Penerapan Sistem
Bagi Hasil Peternak Sapi Menurut Konsep Ekonomi Islam
(Studi Kasus di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo)”.
Dalam upaya lebih mendekati arti dan makna yang
terkandung dalam judul tersebut, maka penulis lebih dahulu
memberikan defenisi oprasional atau arti dari istilah-istilah
yang terdapat pada judul tersebut.
1. Penerapan adalah proses, cara, perbuatan dan
pemasangan serta pemanfaatan.8
2. Sistem yaitu metode; cara yang teratur (untuk
melakukan sesuatu); susunan cara.9
3. Bagi hasil adalah sesuatu yang diadakan oleh usaha.10
Bagi hasil yang dimaksud disini adalah bagi hasil

8
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1180.
9
Ridwan dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Cet. -; Jakarta: Pustaka
Indonesai,t.th.), h. 598.
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia…, h. 391.
8
mudharabah bukan bagi hasil musyarakah. Adapun
pengertian bagi hasil mudharabah adalah akad
kerjasama antara pemilik dana (shahibul mal), yang
menyediakan modal, dengan pihak pengelolah usaha
(mudharib) untuk melakukan suatu kegiatan usaha
bersama. keuntungan yang diperoleh dibagi menurut
perbandingan (nisbah) yang disepakati. 11
4. Peternak adalah orang yang kerjaannya beternak. 12
5. Sapi yaitu binatang pemamah biak yang bertanduk,
berkuku genap berkaki empat bertubuh besar,
dipeliharah untuk di ambil daging dan susunya
lembut.,13
6. Konsep yaitu rancangan atau buram surat dan
sebagainya, ide atau pengertian yang di abstrakkan
dari peristiwa kongkret.14
7. Ekonomi Islam adalah suatu usaha sistematik untuk
memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia

11
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalat Kontenporer…,h. 151.
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia…, h. 1184.
13
Ibid., h. 672.
14
Ibid., h. 588.
9
dan hubungannya kepada persoalan tersebut menurut
perspektif Islam.15
Berdasarkan dari beberapa pengertian istilah-istilah
penting diatas, maka penulis memberikan pengertian yang
merupakan defenisi oprasional dari judul “Penerapan Sistem
Bagi Hasil Peternak Sapi Menurut Konsep Ekonomi Islam
(Studi Kasus di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo)” yaitu
pelaksanaan pembagian hasil usaha peternakan sapi antara
pemilik sapi dengan peternak sapi di Desa Duampanuae
berdasarkan dengan perjanjian yang telah disepekati
sebelumnya oleh kedua belah pihak yang ditinjau dari sudut
pandang konsep ekonomi Islam.

D. Hasil Penelitian Relevan


Pada penelitian ini, penulis menegaskan bahwa judul
skripsi yang penulis angkat “Penerapan Sistem Bagi Hasil
Peternak Sapi Menurut Konsep Ekonomi Islam (Studi Kasus
di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo)” belum ditemukan
pembahasan yang sama didalam skripsi atau karya tulis
orang lain. Akan tetapi penulis menemukan beberapa skripsi

15
Idris, Hadis Ekonomi Ekonomi dalam Perspektid Hadis Nabi,
(Cet. III; Jakarta: Kencana, 2017), h. 2.
10
yang masih ada kaitannya dengan judul yang penulis angkat
di antaranya adalah:
Nur Wahid (Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri
Purwokerto Agkatan. 2016) dengan judul skripsi “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil Pemeliharaan
Hewan kambing (Studi Kasus di Desa Argosari Kecamatan
Ayah kabupaten Kebumen)”. Hasil penelitiannya
menujukkan bahwa praktek akad (ijab Kabul) pemeliharaan
hewan kambing di desa Argosari Kecamatan Ayah
Kabupaten Kebumen. Berdasarkan praktek yang di lapangan
akad yang di lakukan pemilik kambing dan dengan
pemelihara telah memenuhi rukun dan syarat dalam bagi
hasil mudarabah. Tinjauang Hukum Islam terhadap akad
bagi hasil pemeliharaan hewan kambing yang jika terjadi
wanprestasi yaitu pemeliharan pemilik hewan kambing tiba-
tiba mengakhiri atau membatalkan perjanjian karena
terdesak kebutuhan ekonomi atau lainnya, yang kemudian
menjual hewan kambing miliknya yang sebenarnya sedang
di pelihara oleh orang lain, biasanya pemilik hewan
memberikan kambing memberikan upah berupa uang yang
sebenarnya tidak sesuai dengan nisbah bagi hasil yang di
sepakati bersama. Pembagian hasil atau pembagian
keuntungan atas wanprestasi yang dilakukan oleh pemilik
11
kambing tidak sah karena tidak sesuai dengan nisbah bagi
hasil yang di sepakati bersama.16
Yeni Rahmawati (Mahasiswi Institut Agama Islam
Negeri Ponorogo Angkatan 2017) dengan judul “Tinjauan
Fiqh Muamalah Terhadap Praktik Gaduh Sapi pada
Masyarakat Desa Pucangombo Tengalombo Pacitan”. Hasil
penelitiannya menunjukkan mengenai akad kerjasama gaduh
sapi tersebut rukunnya telah terpenuhi sesuai dengan Fiqh
Muamalah karena hanya satu pihak yang melakukan
pekerjaan dan adanya perbedaan jenis modal kerjasama. Pola
pembagian hasilnya pun belum sesuai dengan Fiqh
Muamalah karena tidak dibagi sesuai penyertaan modal.
Pembagian penanggungan resiko kerugian selama
pengelolaan sapi juga belum sesuai dengan Fiqh Muamalah
karena kerugian ditanggung bersama tanpa pertimbangan
modal masing-masing.17

16
Nur Wahid, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi Hasil
Pemeliharaan Hewan kambing Studi Kasus di Desa Argosari Kecamatan
Ayah kabupaten Kebumen”, Skripsi. Strata, (Purwokerto: Institut Agama
Islam Negeri Purwokerto, 2016), h.106-107.
17
Yeni Rahmawati, “Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Praktik
Gaduh Sapi pada Masyarakat Desa Pucangombo Tegalombo Pacitan”,
Skripsi. Strata, (Ponorogo: Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,
2017), h.2.
12
Widarto (Mahasiswa Universitas Bengkulu Fakultas
Hukum Angkatan 2014) dengan judul “Perjanjian Kawukan
(Bagi Hasil) Ternak menurut Hukum Adat Bersemah di
Kecamatan Tanjung Kemuning Kabupaten Kaur”. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa bentuk dan sistem
perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak menurut hukum adat
Besemah di Kecamatan Tanjung Kemuning Kabupaten
dibuat secara lisan atau tidak tertulis, perjanjian Kawukan
tidak bersifat tetap karena perjanjian ini bisa diperbaharui,
hanya berdasarkan tolong menolong antara si pemilik
dengan si pengawuk. Pembagian hasil antara si pemilik dan
pengawuk dalam perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak
menurut hukum adat Bersemah di Kecamatan Tanjung
Kemuning Kabupaten Kaur yaitu: Pembagian hasil ternak
yang disesuaikan dengan modal pengawuk terhadap pemilik
ternak, dimana sistemnya melalui pelantara kaki dan kuku
ternak.18
Ita Puspitasari (Mahasiswi Universitas Hasanuddin
Makassar Angkatan 2014) degan judul “Motivasi Peternak
Melakukan Bagi Hasil (Teseng) Usaha Ternak Sapi Potong

18
Widarto, “Perjanjian Kawukan (Bagi Hasil) Ternak menurut
Hukum Adat Bersemah di Kecamaatan Tanjung Kemuning Kabupaten
Kaur”, Skripsi. Strata, (Bengkulu: Universitas Bengkulu, 2014), h. xiii.
13
di Desa Lempang Kec. Tanete Riaja Kab. Barru”. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa harga diri dan prestasi,
kebutuhan dan imbalan yang diterima secara bersama-sama
(simultan) berpengaruh positif terhadap peternak yang
melakukan sistem bagi hasil (teseng) usaha ternak sapi
potong di Desa Lempang Kec. Tanete Riaja Kab. Barru.
Baik Simultan dan Parsial factor harga diri dan prestasi,
kebutuhan, dan imbalan yang di terima berpengaruh nyata
yerhadap peternak yang melakukan sistem bagi hasil (teseng)
usaha ternak sapi potong.19
Ahmad Faris Yunianto (Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang Angkatan 2015) dengan judul
“Urgensi Tradisi Gaduh Bagi Hasil Hewan Ternak dalam
Kaitannya dengan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di
Dusun Jeruk Wangi Desa Bendono Kecamatan Jambu
Kabupaten Semarang”. Hasil penelitiannya menunjukkan
baahwa Alasan masyarakat Dusun Jeruk Wangi Desa
Bedono Kec. Jambu Kab. Semarang masih menggunakaan

19
Ita Puspitasari, “Motivasi Peternak Melakukan Bagi Hasil
(Teseng) Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Lempang Kec. Tanete Riaja
Kab. Barru”, Skripsi. Strata, (Makassar: Universitas Hasanuddin
Makassar, 2014), h. 65.

14
tradisi gaduh bagi hasil hewan ternak karena faktor ekonomi
dan tradisi ini adalah warisan adat istiadat nenek moyang
mereka yang harus dilestarikan. Pendapatan para penggaduh
dan pemilik hewan ternak di Dusun Jeruk Wangi Desa
Bedono Kec. Jambu Kab. Semarang meningkat dengan
adanya tradisi tersebut.20
Berdasarkan dari penelitian-penelitian di atas, belum
ada yang secara khusus membahas tentang penerapan sistem
bagi hasil peternak sapi menurut konsep ekonomi Islam
(studi kasus di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo).
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis adalah pada subjek penelitian. Namun
perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis adalah penulis lebih fokus pada
penerapan sistem bagi hasil yang dilakukan oleh peternak
sapi di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo menurut konsep
ekonomi Islam. Sedangkan peneliti-peneliti diatas
menfokuskan pada akad dan proses bagi hasil serta
pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan masyarat.

20
Ahmad Faris Yunianto, “Urgensi Tradisi Gaduh Bagi Hasil
Hewan Ternak dalam Kaitannya dengan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat di Dusun Jeruk Wangi Desa Bendono Kecamatan Jambu
Kabupaten Semarang”, Skripsi. Strata, (Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 2015), h. ix.
15
Maka dengan demikian penulis dapat simpulkan bahwa
terdapat sisi perbedaan penelitian yang akan di lakukan
penulis dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya,
termasuk dalam hal ini tempat penelitian yang berbeda.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mendeskripsikan penerapan sistem bagi
hasil peternak sapi di Desa Duampanuae Kec.
Bulupoddo.
b. Untuk mendeskripsikan penerapan sistem bagi
hasil peternak sapi menurut konsep ekonomi Islam
di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan mengenai sistem bagi hasil
peternak sapi menurut konsep ekonomi Islam di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo.
b. Kegunaan Praktis
Upaya untuk memasyarakatkan kepada
masyarakat untuk mendorong para peternak dan
pemilik ternak untuk melakukan sistem bagi hasil
berdasarkan konsep ekonomi Islam di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo.

16
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Sistem Bagi Hasil Secara Umum

1. Pengertian Sistem Bagi Hasil


Bagi hasil ialah bentuk perolehan dari investasi dari
waktu ke waktu yang bersifat tidak pasti dan tidak tetap.
Besar kecilnya perolehan tergantung pada hasil usaha. 21 Bagi
hasil merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara
pemodal dan pengelola modal dengan menjalankan kegiatan
usaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat
kontrak bahwa didalam usaha tersebut jika mendapat
keuntungan akan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan
nisbah kesepakatan diawal perjanjian dan begitu pula bila
usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai
porsi masing-masing.
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana
dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama didalam
melakukan kegiatan usaha. Didalam usaha tersebut

21
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah Prinsip dan Implementasi
Pada Sektor Keuangan Syariah, (Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 2017),
h. 216.
17
18

diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang


akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil
dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang
ditawarkan kepada masyarakat, dan didalam aturan syariah
yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus
ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak
(akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua
belah pihak ditentukan sesuai dengan kesepakatan bersama,
dan harus terjadi dengan adanya unsur kerelaan di masing-
masing pihak, tanpa ada unsur pemaksaan. 22 Penulis dapat
simpulkan bahwa sistem bagi hasil yaitu dimana dalam
melakukan suatu kerja sama dilakukan dengan perjanjian
atau kesepakatan diawal untuk bagi hasil kedua belah pihak.
2. Landasan Syariah Sistem Bagi Hasil
a. QS. Al-Imran/3: 130

ِّ ‫يا أَيُّ َها الَّذينَ آ َمنُوا ال ت َأ ْ ُكلُوا‬


ً ‫الربَوا أَضْعافا‬
َ‫عفَةً َو اتَّقُوا للاَ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِّل ُحون‬
َ ‫ُمضا‬
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah

22
Bakhrul Muchtasib. 2009. Konsep Bagi hasil dalam perbankan
syariah. http//:www.ulohtengpay.blogspot.in/2009/08/konsep-bagi-hasil-
dalam-perbankan.html?m=1, Diakses pada tanggal 14 April 2018.
19

kamu kepada Allah supaya kamu mendapat


keberuntungan. 23
Dari ayat diatas penulis dapat simpulkan bahwa kita
dilarang untuk mengambil keuntungan yang terlalu besar
atau memakan riba dan kita di anjurkan oleh Allah SWT
untuk bertakwa kepadanya supaya kita mendapatkan
keberuntungan.
b. QS. Al-Baqarah/2: 275
‫الربَا الَ يَقُ ْو ُم ْونَ إِّالَّ َك َما يَقُ ْو ُم‬ ِّ َ‫اَلَّ ِّذيْنَ يَأ ْ ُكلُ ْون‬
‫ان ِّمنَ ْال َم ِّس ذَ ِّل َك ِّبأَنَّ ُه ْم‬ َ ‫طهُ ال َّش ْي‬
ُ ‫ط‬ ُ ‫ِّي َيت َ َخ َّب‬ْ ‫الَّذ‬
‫الر َبا َو أ َ َح َّل للاُ ْال َب ْي َع َو‬ ِّ ‫قَالُ ْوا ِّإنَّ َما ْال َب ْي ُع ِّمثْ ُل‬
‫ظةٌ ِّم ْن َّر ِّب ِّه‬ َ ‫الربَا فَ َم ْن َجا َءهُ َم ْو ِّع‬ ِّ ‫َح َّر َم‬
‫ف َو أ َ ْم ُرهُ إِّلَى للاِّ َو َم ْن‬ َ ‫س َل‬َ ‫ى فَلَهُ َما‬ َ ‫فَا ْنت َ َه‬
ِّ َّ‫اب الن‬
َ‫ار ُه ْم ِّف ْي َها خَا ِّلد ُْون‬ ُ ‫ص َح‬ ْ َ‫عادَ فَأُولَ ِّئ َك أ‬ َ
Terjemahnya:
Orang-orang yang Makqan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-
orang yang telah sampai kepadanya larangan dari

23
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Cet. I;
Jakarta: Balai Penterjemah dan Pentasi Al-Qur’an Depag RI, 2005), h.
66.
20

Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),


Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. 24
Dari ayat diatas penulis dapat simpulkan bahwa
orang-orang yang memakan riba seperti orang kemasukan
syaitan, dan mereka beranggapan bahwa jual beli adalah
riba. Namun Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepedanya
larangan riba dan berhenti maka apa yang telah diambilnya
terserah kepada Allah, kemudian ia kembali mengambil riba
maka mereka adalah penghuni neraka yang kekal
didalamnya.
3. Perbedaan Bagi Hasil dengan Bunga
Sistem bunga lebih mengoptimalkan pemenuhan
kepentingan pribadi namun kurang mempertimbangkan
dampak sosial yang ditimbulkan. Berbeda dengan sistem
bagi hasil yang berorientasi pada pemenuhan kemaslahatan
hidup umat manusia. Adapun perbedaan bunga dan bagi
hasil dijelaskan sebagai berikut:

24
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, h. 47.
21

a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan


asumsi harus selalu untung, sedangkan bagi hasil
penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
b. Pada sistem bunga besarnya presentase
berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan, sedangkan besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan
pihak nasabah untung atau rugi, sedangkan bagi
hasil bergantung pada keuntungan proyek yang
dijalankan. Bila usaha merugi kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
d. Pada sistem bunga, jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat atau keadaan ekonomi booming.
Sedangkan pada sistem bagi hasil jumlah
22

pembagian laba meningkat sesuai dengan


peningkatan jumlah pendapatan.25
4. Jenis-Jenis Akad Kerja Sama Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kerja sama bagi hasil dalam ekonomi
Islam secara umum dapat dilakukan dalam empat akad yaitu
Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah.
Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada
sistem bagi hasil, pada umumnya menggunakan kontrak
kerja sama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
a. Mudharabah
Mudharabah adalah kontrak (perjanjian)
antara pemilik modal (shahibul mal) dan
pengguna dana (mudharib) untuk digunakan untuk
aktivitas yang produktif dimana keuntungan dibagi
dua antara pemodal dan pengelola modal.
Kerugian jika ada ditanggung oleh pemilik modal,
jika kerugian itu terjadi dalam keadaan normal,
pemodal (shahibul mal) tidak boleh intervensi

25
Muchlising Riadi, Pengertian, Karakteristik, Jenis dan Syarat
Bagi Hasil, artikel, https://www.kajianpustaka.com/2018/02/pengertian-
karakteristik-jenis-syarat-bagi-hasil.html?m=1, diakses pada tanggal 1
mei 2018.
23

kepada pengguna dana (mudharib) dalam


menjalankan usahanya.26
b. Musyarakah (Syirkah)
Syirkah secara etimologi mempunyai arti
pencampuran (ikhlitath), yaitu bercampurnya salah
satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa
dibedakan keduanya. Dengan demikian secara
terminologis, menurut Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah sebagaimana dikutip oleh
Mardani dalam bukunya bahwa syirkah
(musyarakah) ialah kerja sama antara dua orang
atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan,
atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. 27
B. Konsep Tentang Ekonomi Islam
1. Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi berasal dari kata Yunani, yaitu oikos
dan nomos. Kata oikos berarti rumah tangga (house-hold),
sedangkan kata nomos memiliki arti mengatur. Maka secara
garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga,

26
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah, (Cet. IV;
Jakarta: Kencana, 2016), h. 193.
27
Ibid., h. 218.
24

atau manajemen rumah tangga. Kenyataannya, bahwa


ekonomi bukan hanya berarti rumah tangga suatu keluarga,
melainkan bisa diartikan ekonomi suatu desa, kota, dan
bahkan suatu negara. Defenisi yang lebih popular yang
sering dipergunakan untuk menerangkan ilmu ekonomi
tersebut adalah salah satu cabang ilmu sosial yang khusus
mempelajari tingkah laku manusia atau segolongan
masyarakat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan
yang relative tidak terbatas, dengan alat pemenuhan
kebutuhan yang sangat terbatas.28
Ekonomi Islam adalah mempelajari perilaku ekonomi
manusia yang diatur oleh Islam dengan landasan Al-Quran
dan Sunnah. Kata “Islam” dalam konsep ekonomi Islam
merupakan ciri khusus atau identitas ekonomi yang berbasis
pada nilai-nilai Islam. Adapun konsep ekonomi diartikan
sebagai bentuk perputaran harta diantara manusia sehingga
semua kebutuhan manusia terpenuhi sebaik mungkin. 29

28
Ika Yunia Fauziah dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar
Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah, (Cet.I; Jakarta:
Kencana, 2014), h. 2.
29
Beoedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitin
Ekonomi Islam Muamalah, (Cet. I ; Bandung: CV Pustaka Setia, 2014),
h. 24-26.
25

2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam


Prinsip-prinsip ekonomi Islam membentuk
keseluruhan kerangka, yang jika diibaratkan sebagai sebuah
bangunan sebagaimana divisualisasikan oleh Adi Warman
sebagaiman dikutip oleh Akhmad Mujahidin dalam bukunya
sebagai berikut:
Bangunan ekonomi Islam di dasarkan atas lima nilai
universal, yakni: Tauhid (keimanan),Nubuwwah
(Kenabian), Khilafah (Pemerintah), Ma’ad
(Kembali). 30
Namun, teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan
menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya
sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada
kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai
universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derifatif yang
menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islam.
Ketiga prinsip derivative itu adalah Multitype ownership
(Kepemilikan multi jenis), freedom to act (kebebasan
bertindak dan berusaha), dan social justice (keadilan sosial).
Nilai-nilai Tauhid (keimanan), Nubuwwah (Kenabian),

30
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam sejarah, konsep, instrument,
negara dan pasar (Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 24.
26

Khilafah (Pemerintah), Ma’ad (Hasil) menjadi inspirasi


untuk membangun Teori-teori ekonomi Islam.
a. Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam dengan
Tauhid, manusia menyaksikan bahwa “tiada
satupun yang layak disembah selain Allah”, dan
“tiada pemilik langit, bumi dan isinya, selain dari
pada Allah”. Allah adalah pencipta alam semesta
dan isinya sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik
manusia dan seluruh sumber daya yang ada.
Segala aktivitas manusia tak terkecualiaktivitas
ekonomi dibingkai dengan kerangka hubungan
dengan Allah.31
b. Adl dalam Islam didefenisikan sebagai “tidak
menzalimi dan tidak dizalimi”. Implementasi
ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku
ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar
keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang
lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia
akan terkotak-kotak daalam berbagai golongan.
Golongan yang satu akan menzalimi golongan
yang lain, sehingga terjadi eksploitasi antara

31
Ibid., h. 24-25.
27

manusia atas manusia. Masing-masing berusaha


mendapatkan hasil yang lebih besar daripada
usaha yang di keluarkannya karena
kerakusannya.32
c. Nubuwwah merupakan perwujudan dari Rahman
dan Rahim daan kebijaksanaan Allah manusia
tidak dibiarkan begitu saja didunia tanpa
bimbingan. Maka dari itu diutus Nabi dan Rasul
untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada
manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan
benar didunia, dan mengajarkan jalan untuk
kembali (taubat) kesal-muasal segala, Allah. Sifat-
sifat utama Rasul yang harus di teladani oleh
manusia pada umumnya pada pelaku ekonomi dan
bisnis pada khususnya, adalah sebagai berikut:33
1) Siddiq (benar, jujur) yang harus menjadi visi
hidup setiap muslim karena hidup kita berasal
dari yang Maha Benar, maka kehidupan didunia
pun harus dijalani dengan benar, supaya kita

32
Ibid., h. 26.
33
Ibid.,
28

dapat kembali pada pencipta kita, yang maha


benar.
2) Amanah (tanggung jawab, dapat dipercaya,
kredibilitas) menjadi misi hidup setiap muslim.
Karena seorang muslim hanya dapat
menjumpai Saang Maha Benar dalam keadaan
ridha dan diridhai., yaitu manakalah menepati
amanah yang telah dipikulkan kepadanya.
3) Fathonah (Kecerdikan, kebijaksanaan,
intelektualita) dapat dipandang sebagai strategi
hidup setiap muslim. Karena untuk mencapai
Sang Maha Benar, seorang muslim harus
mengoptimalkan segala potensi yang diberikan
oleh-Nya. Potensi yang paling berharga dan
termahal yang hanya diberikan kepada manusia
adalah akan (intelektualita). Imlementasi
ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah bahwa
segala aktivitas harus dilakukan dengan ilmu,
kecerdasan dan pengoptimalan semua potensi
akal yang ada untuk mencapai tujuan.
4) Tablig (komunikasi, keterbukaan, pemasaran)
merupakan teknil hidup muslim karena setiap
29

Muslim mengemban tanggung jawab dakwah,


yakni menyeru, mengajak, memberitahu. 34
d. Khilafah Status khilafah atau pengembang
amanat Allah itu berlaku umum bagi semua
manusia tidak ada hak istimewah bagi individu
atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan
tugas kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti
bahwa ummat Islam selalu atau harus memiliki
hak yang sama untuk mendaapatkan
keuntungan dari alam semesta itu. Mereka
memiliki kesamaan hanya dalam
kesempatannya, daan setiap individu bisa
mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan
kemampuannya. Individu diciptakan oleh
Allah dengan kemampuan yang berbeda-beda
sehingga mereka secara instinktif di perintah
untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan
saling memanfaatkan keterampilan mereka
masing-masing.
e. Ma’ad walaupun sering kali diterjemahkan
sebagai “kebangkitan”, tetapi secara harfiah

34
Ibid., h. 27-29.
30

ma’ad berarti “kembali”. Hidup manusia bukan


hanya didunia, tetapi teruss berlanjut hingga
alam akhirat. Pandangan yang khas dari
seorang Muslim tentang dunia dan akhirat
dapat dirumuskan sebagai: “Dunia adalah
ladang akhirat”. Artinya, dunia adalah wahana
bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas
(beramal saleh). Namun demikian, akhirat lebih
baik daripada dunia. Karena Allah melarang
untuk terikat pada dunia, sebab jika
dibandingkan dengan kesenangan akhirat,
kesenangan dunia tidaklah seberapa. 35
Kelima nilai yang telah diuraikan diatas menjadi
dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam.
Dari kelima nilai yang di kelaskan diatas kita dapat
menurunkan tiga prinsip derivative yang menjadi ciri-ciri
sistem ekonomi Islam. Adapun prinsip derivative tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
a. Multitype ownership (Kepemilikan multi jenis).
Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep
multitype ownership. Prinsip umum kepemilika

35
Ibid., h. 30-31.
31

yang berlaku adalah kepemilikan swasta; dalam


sistem sosial, kepemilikan negara, sedangkan
dalam Islam, berlaku prinsip kepemilikan
multijenis, yakni mengakui bermacam-macam
bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, negara atau
campuran. Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai
tauhid; pemilik primer langit, bumi dan seisinya
adalah Allah, sedangkan manusia diberikan untuk
mengelolahnya. 36
b. Freedom to Act (Kebebasan untuk Bergerak atau
Usaha). Keempat nilai Nubuwwah yakni siddiq,
amanah, fathana dan tablig, apabila digabung
dengan nilai khilafah (good goverrence) akan
melahirkan konsep kebebasan untuk bergarak atau
berusaha pada setiap muslim, khususnya pelaku
bisnis dan ekonomi. Prinsip kebebasan untuk
bergerak atau berusaha akan menciptakan pasar
dalam perekonomian.37

36
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam sejarah, konsep,
instrument, negara dan pasar, (Cet. III; PT Rajagrafindo Persada:
Jakarta, 2014), h. 33.
37
Ibid., h. 34.
32

c. Social Justice (Keadilan Sosial). Gabungan nilai


khilafah dan nilai ma’ad menghasilkan prinsip
keadilan sosial. Dalam agama Islam, pemerintah
bertanggung jawab menjamin pemenuhan
kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan
keseimbangan sosial antara yang kaya dan
miskin38
Maka dengan demikian penulis dapat simpulkan dari
uraian diatas prinsip ekonomi Islam adalah turunan dari nila-
nilai universal yang di gabung kemudian membentuk
prinsip-prinsip yang menjadi ciri-ciri ekonomi Islam, yang
menjadi pembeda antara ekonomi Islam dan lainnya.
3. Manfaat Ekonomi Islam
Perspektif keyakinan seorang muslim setiap aktivitas
apapun yang didasarkan pada tuntunan syariah akan
bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan mengamalkan
ekonomi Islam jelas mendatangkan banyak manfaat yang
besar bagi umat Islam itu sendiri, diantaranya:

38
Ibid.,
33

a. Keberkahan, menerapkan dan mengamalkan


ekonomi Islam akan mendapatkan keuntungan
duniawi dan akhrawi. 39
b. Tanpa ada pihak yang dirugikan, dengan
melakukan praktek ekonomi berdasarkan syariat
Islam selain mendatangkan nilai ibadah akan ada
keadilan didalamnya. Sistem pembagian
keuntungan ekonomi Islam ditetapkan dengan
sistem bagi hasil yang telah di sepakati semua
pihak. Dalam hukum Islam apabila terdapat satu
atau lebih pihak yang merugi karena pengambilan
keuntungan yang terlalu besar diluar kesepakatan
maka hal ini termasuk penganiayaan dan di
haramkah. 40
c. Distribusi merata
Bahkan untuk tuntunan yang mungkin terlihat
sebagai sesuatu yang berat dan menyakitkan, akan

39
Wicaksono, Pengertian, Tujuan, Manfaat, Karakteristik, dan
Prinsip Ekonomi Islam.
Artikel,http://www.academia.edu/28202172/Pengertian_Tujuan_Manfaat
_Karakteristik_dan_Prinsip_Ekonomi_Islam, diakses pada tanggal 16
April 2018.
40
Ibid.,
34

ada hikmah yang membawa kemaslahatan (QS.


Al-Baqarah/2 : 216).

‫سى أ َ ْن‬ َ ‫ع‬َ ‫علَ ْي ُك ُم ْال ِّقتَا ُل َو ُه َو ُك ْرهٌ لَّ ُك ْم َو‬


َ ‫ب‬ َ ِّ‫ُكت‬
‫سى أ َ ْن‬ َ ‫ع‬ َ ‫ش ْيئًا َو ُه َو َخي ٌْر لَّ ُك ْم َو‬ َ ‫ت َ ْك َر ُه ْوا‬
‫ش ْيئًا َو ُه َو ش ٌَّر لَّ ُك ْم َو للاُ يَ ْعلَ ُم َو أ َ ْنت ُ ْم‬ َ ‫ت ُ ِّحب ُّْوا‬
َ‫الَ ت َ ْعلَ ُم ْون‬
Terjemahnya:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang
itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan
kamu tidak mengetahui. 41
Pada ayat diatas dijelaskan bahwa segala yang
di lakuka diketahui oleh Allah SWT dan apa yang
sebenarnya kita anggap baik belum tentu menurut
Allah SWT baik, karena sesungguhnya Allah SWT
maha mengetahui segala sesuatu yang terjadi dimuka
buami ini.

d. Tahan Krisis, banyak ahli yang telak mengakui


salah satu keuntungan ekonomi Islam. Ekonomi
Islam dapat mengurangi kerentangan

41
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemahnya…, h. 35.
35

perekonomian akibat fenomena yang disebut


decompling economy. Melalui sistem bagi hasil,
ekonomi Islam membuat tidak adanya jarak
antara sector keuangan dan sector rill. 42
e. Pertumbuhan Entrepreneur tanpa riba, sistem
penerapan ekonomi Islam memiliki prinsip bagi
hasil (los and profit sharing) yang merupakan
inplementasi keadilan dalam roda perekonomian.
Salah satu cerminannya adalah dalam produk-
produk mudharabah dan musyarakah yang telah
di terapkan di singapura dan inggris. 43
Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa manfaat ekonomi Islam sangat besar
bagi ummat muslim tidak hanya kuntungan diduniawi yang
di peroleh tapi keuntungan diakhiratpun. Dalam ekonomi
Islam tidah ada pihak yang akan di rugikan karna sistem
yang di gunakan adalah bagi hasil dan penerapan ekonomi
Islam dalam kehidupan akan membantu mengurangi
kerentangan ekonomi Islam.

42
Wicaksono, Pengertian, Tujuan, Manfaat, Karakteristik, dan
Prinsip Ekonomi Islam…,
43
Ibid.,
36

C. Konsep Ekonomi Islam Tentang Bagi


Hasil/Mudharabah
1. Pengertian Bagi Hasil/Mudharabah
Bagi Hasil/Mudharabah berasal dari kata al-dharb,
yang secara harfiah berarti bepergian atau berjalan. 44
Sebagaimana firman Allah QS.Al-Muzamil/73: 20, sebagai
berikut:

ِّ ‫… َو آخ َُرونَ َيض ِّْربُونَ فِّي ْاْل َ ْر‬


‫ض َي ْبتَغُونَ ِّم ْن‬
ْ َ‫ف‬
...ِّ‫ض ِّل للا‬
Terjemahnya:
Dan yang lainnya, bepergian dimuka bumi mencari
karunia Allah… 45
Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal
dari al-qardhu, yang berarti al-qath’u (potongan) karena
pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan
dan memperoleh sebagian keuntungannya. Jadi, menurut
bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qath’u
(potongan), berjalan, dan atau bepergian. 46

44
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Cet.10; Jakarta: Rajawali
Pers,2016), h. 135
45
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, h. 576
46
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah.., h. 135-136.
37

Menurut para fuqaha dalam buku Hendi Suhedi


mendefinisikan bagi hasil/mudharabah sebagai akad antara
dua pihak yang saling menanggung, salah satu pihak
menyerakan hartanya kepada pihak lain untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari
keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dan syarat-syarat
yang telah ditentukan.47 Sedangkan menurut Sayyid Sabiq
sebagaimana dikutip oleh Hendi Suhedi dalam bukunya
bahwa mudharabah adalah akad antara dua belah pihak
untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk
diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai
dengan perjanjian.48
Defenisi umum mudharabah secara fiqh, menurut
Sadr sebagaimana dikutip oleh Muhammad dalam bukunya
sebagai berikut:
Kontrak khusus antara pemilik modal dan pengusaha
dalam rangka mengembangkan usaha yang modalnya
berasal dari pihak pertama dan kerja dari pihak kedua,
mereka bersatu dalam keuntungan dengan pembagian
berdasarkan presentase. Jika proyek (usaha)
mendatangkan keuntungan, maka laba di bagi berdua
berdasarkan kesepakatan yang terjalin antara

47
Ibid., h. 136.
48
Ibid., h. 137.
38

keduanya, jika modal tidak mempunyai kelebihan atau


kekurangan, maka tidak ada bagi pemilik modal selain
modal pokok tersebut, begitu pula dengan pengusha
tidak mendapatkan apa-apa. Jika proyek rugi yang
mengakibatkan hilangnya modal pokok maka kerugian
itu sedikit ataupun banyak di tanggung oleh pemilik
modal. Tidak di perkenankan kerugian itu ditanggung
oleh pengusaha dan menjadikannya sebagai jaminan
bagi modalnya kecuali proyek itu di dasarkan pada
bentuk pinjaman dari pemilik modal kepada
pengusaha. Jika demikian maka pemilik modal tidak
berhak mendapatkan apapun dari keuntungan tersebut.
49

Berdasarkan defenisi tersebut penulis dapat


menyimpulkan bahwa terdapat dua pihak dalam kontrak
mudharabah, yaitu pihak shahibul mal dan mudarib.
Shahibul mal adalah orang yang mempunyai suplus dana
yang menyediakan dana tersebut untuk kepentingan usaha.
Sementara mudharib adalah pengelola usaha yang
membutuhkan dana dari shahibul mal. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mudharabah atau qirad adalah akad
kerja sama antara pemilik modal (harta) dengan pengelola
modal, dengan syarat bahwa keuantungan yang diperoleh
bibagi berdasarkan dengan jumlah kesepakatan. Kerja sama

49
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudarabah di bank
syariah, (Ed.I; Jakarta: Rajawali, 2008), h. 27-28.
39

model mudharabah muncul ketika terdapat dalam sebuah


masyarakat keinginan untuk bekerja sama antara anggotanya
dalam rangkah meningkatkan taraf hidup ekonomi.
2. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil/Mudharabah
Prinsip perhitungan bagi hasil menentukan jumlah
pendapatan yang di gunakan sebagai dasar perhitungan
untuk bagi hasil, apakah menggunakan penerimaan bersih,
laba kotor ataukah laba bersih. 50 Adapun perhitungan bagi
hasil pembiayaan mudharabah dibagi menjadi dua yaitu
sebagai berikut:
a. Revenue Sharing, perhitungan bagi hasil dengan
menggunakan revenue sharing adalah berasal dari
nisbah dikalikan dengan pendapatan sebelum
dikurangi biaya. 51
b. Provit/Loss Sharing, perhitungan bagi hasil
dengan menggunakan provit/loss sharing adalah
perhitungan bagi hasil yang berasal dari nisbah
dikalikan dengan laba usaha sebelum dikurangi
pajak penghasilan. Pendapatan kotor dikurangi

50
Rizal Yaya dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan
Praktik Kontenporer, (Cet. -: Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 370.
51
Ismail, Perbankan syariah, (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2011), h.
174.
40

dengan harga pokok penjualan, biaya-biaya (biaya


administrasi dan umum, biaya pemasaran, biaya
penyusutan, dan biaya-biaya lain-lain) sama
dengan laba usaha sebelum pajak. 52
Inti mekanisme investasi bagi hasil pada dasarnya
adalah terletak pada kerjasama yang baik antara shahibul
maal dengan mudharib. Kerjasama atau partnership
merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam.
Kerjasama harus dilakukan dalam semua lini kegiatan
ekonomi, yaitu: produksi, distribusi barang maupun jasa.
Salah satu bentuk kerjasama dalam bisnis atau ekonomi
Islam adalah qirad atau mudharabah. Melalui qirad atau
mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan
mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau
profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati
bersama.

3. Dasar Hukum Bagi Hasil/Mudharabah


a. QS. Al-Jumuah/62:10

52
Ibid.,
41

ِّ ‫صالة ُ فَا ْنتَش ُِّروا فِّي ْاْل َ ْر‬


‫ض َو‬ َّ ‫ت ال‬ِّ َ‫ضي‬ ِّ ُ‫فَإِّذا ق‬
ً ‫ض ِّل للاِّ َو ا ْذ ُك ُروا للاَ َكثيرا‬ْ َ‫ا ْبتَغُوا ِّم ْن ف‬
َ‫لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِّل ُحون‬
Terjemaahnya:
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Yang menjadi argument dari ayat diatas adalah kita
dianjurkan apabila sholat telah di tunaikan maka kita
dianjurkan untuk bertebaran di muka bumi ini untu mencari
karunia Allah, kita di anjurkan untuk selalu mengingan Allah
agar qt dapat beruntung.

b. QS. Al-Muzammil/73: 20

ِّ ‫َو آخ َُرونَ َيض ِّْربُونَ ِّفي ْاْل َ ْر‬


‫ض َي ْبتَغُونَ ِّم ْن‬
...ِّ‫ل للا‬ ْ َ‫ف‬...
ِّ ‫ض‬
Terjemahnya:
Dan yang lain berjalan dimuka bumi mencari sebagian
karunia Allah…53

Yang menjadi argumen ayat diatas adalah kata


yadhribun yang sama akarnya mudharabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan usaha. Ayat ini menjelaskan

53
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., h. 575.
42

bahwa orang-orang berjalan dimuka bumi dalam rangka


mencari rezeki-Nya melalui berniaga dan lain-lainnya.

c. QS. An-Nisa/4: 29

‫يا أَيُّ َها الَّذينَ آ َمنُوا ال ت َأ ْ ُكلُوا أ َ ْموالَ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم‬


‫َراض ِّم ْن ُك ْم َوال‬ ٍ ‫ع ْن ت‬ َ ِّ‫باط ِّل ِّإالَّ أ َ ْن ت َ ُكونَ ت‬
َ ً ‫جارة‬ ِّ ‫ِّب ْال‬
‫س ُك ْم إِّ َّن للاَ كانَ بِّ ُك ْم َرحيما‬ َ ُ‫ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah
Maha Penyayang kepadamu.54
Ayat ini menjelaskan larangan bagi orang-orang yang
beriman mengambil harta orang lain dengan jalan yang tidak
benar seperti riba dan gasab/merampas, yang diperbolehkan
adalah melakukan perniagaan yang berlaku secara suka sama
suka. Jangan menjerumuskan diri dengan melanggar
perintah-perintah Allah. Jangan pula membunuh orang lain,
sebab semua berasal dari satu nafs. Allah selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita.

54
Ibid. h. 83.
43

d. QS. Al-Maidah/5: 1
‫ت لَ ُك ْم‬ ْ َّ‫يا أَيُّ َها الَّذينَ آ َمنُوا أ َ ْوفُوا ِّب ْالعُقُو ِّد أ ُ ِّحل‬
‫غي َْر ُم ِّح ِّلي‬ َ ‫عام ِّإالَّ ما يُتْلى‬
َ ‫ع َل ْي ُك ْم‬ ِّ ‫بَهي َمةُ ْاْل َ ْن‬
ُ‫ص ْي ِّد َو أَ ْنت ُ ْم ُح ُر ٌم ِّإ َّن للاَ َيحْ ُك ُم ما يُريد‬َّ ‫ال‬
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-
janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang
akan disebutkan kepadamu, dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram
(haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki. 55
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa Allah menyeruh
kepada seluruh kaum mukmin dengan memerintahkan untuk
memenuhi perikatan maupun perjanjian yang telah terjalin
diantara mereka maupun dengan Allah, kemudian Allah juga
menyebutkan kebolehan untuk mengkonsumsi binatang
ternak setelah disembelih. Dan juga membolehkan untuk
berburu kecuali dalam keadaan berihram.
e. As-sunnah

55
Ibid., h. 106.
44

Diantara hadis yang berkaitan dengan mudharabah


adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dan Shuaib
bahwa Nabi SAW, bersabda:
Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-
beliyang di tangguhkan, melakukan qqiradh (memberi
modal kepada orang lain), dan mencampur gandum
dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk di perjual
belikan. (HR.Ibn Majah dari Shuhaib).56
Adapun dari hadis diatas dapat di simpulkan bahwa
muqaradhah atau qirad atau mudharabah merupakan salah
satu akad yang didalamnya terdapat keberkahan, karena
membuka lapangan kerja.

4. Rukun dan Syarat Bagi Hasil/Mudharabah


a. Rukun Mudharabah
Menurut ulama Syafi’iyah sebagaimana dikutip
Hendi Suhedi dalam bukunya, rukun-rukun qiradh ada
enam, yaitu:
1) Pemilik barang yang menyerahkan barang-
barangnya;
2) Orang yang bekerja, yaitu mengelolah barang
yang diterima dari pemilik barang;

56
Rachmad Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Cet, VII; Bandung:
Pustaka Setia, 2011), h.225.
45

3) Aqad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dan


pengelolah barang;
4) Mal, adalah harta pokok atau modal;
5) Amal, adalah pekerjaan pengelolaan harta
sehingga menghasilkan laba;
6) Keuntungan. 57
Menurut Sayyid Sabiq sebagaimana dikutip oleh
Hendi Suhedi dalam bukunya bahwa, rukun mudharabah
adalah ijab dan kabul yang keluar dari orang yang memiliki
keahlian. 58
b. Syarat-syarat Mudharabah
Untuk keabsahaan mudharabah harus dipenuhi
beberapa syarat yang melekat pada rukun mudharabah yang
berkaitan dengan aqid, modal, dan keuntungan yang
dijelaskan sebagai berikut:
1) Syarat yang Berkaitan dengan Aqid
Adapun syarat yang berkaitan dengan aqid
adalah bahwa aqid baik pemilik modal maupun
pengelola (mudharib) harus orang yang memiliki
kecakapan untuk memberikan kuasa dan

57
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat…, h. 139.
58
Ibid.,
46

melaksanakan wakalah. hal itu dikarenakan


mudharib melakukan tasarruf atas perintah pemilik
modal, dan ini mengandung arti pemberian kuasa.
Akan tetapi tidak diisyaratkan aqidain harus
muslim. Disamping itu juga di syaratkan aqidain
harus cakap melakukan tassaauf. Oleh karena itu,
mudarabah tidak sah dilakukan oleh anak di bawah
umur, orang gila, ataau orang yang dipaksa. 59
2) Syarat yang berkaitan dengan Modal
Syarat-syaraat yang berkaitan dengan modal
adalah sebagai berikut:
a) Modal harus berupa uang tunai, seperti dinar,
dirham, rupiah, atau dollar dan sebagainya,
sebagaimana halnya yang berlaku dalam
syirkah inan. Apabila modal berbentuk
barang, baik tetap maupun bergerak, menurut
jumhur ulama mudharabah tidak sah. Akan
tetapi, Imam Ibnu Abi Layir dan Auza’I
membolehkan akad mudharabah dengan
modal barang alasan jumhur ulama ialah

59
Ahmad Wardi Muschlis, Fiqh Muamalat, (Cet. I; Jakarta:
Amzah, 2010), …,h. 373-374.
47

apabila modal mudharabah berupa barang


maka akan ada unsur penipuan (gharar),
karena dengan demikian keuntungan menjadi
tidak jelas ketika akan dibagi, dan hal ini akan
menimbulkan perselisihan diantara pemilik
modal dan pengelolah. Akan tetapi, apabila
barang tersebut dijual dan uang hasil
penjualannya digunakan untuk modal
mudharabah, menurut imam abdul hanifah
malik dan hmad hukumnya di bolehkan,
karena modal sudah bukan barang lagi
melainkan uang harga barang. Sedangkan
menurut Mashab Syafi’I, hal itu tetap tidak
dibolehkan karena dianggap tetap ada ketidak
jelasan dalam modal.
b) Modal harus jelas dan diketahui ukurannya.
Apabila modal tidak jelas maka mudharabah
tidak sah.
c) Modal harus ada dan tidak boleh berupa
utang, tetapi bukan berarti harus ada di
majelis akad.
48

d) Modal harus di serahkan kepada pengelola,


agar dapat digunakan untuk kegiatan usaha. 60

3) Syarat yang Berkaitan dengan Keuntungan


a) Jumlah keuntungan harus jelas. Selain itu,
proporsi pembagian hasil antara pemilik
modal dan pengelola modal harus jelas,
karena dalam mudharabah yang menjadi
ma’qud alaih atau objek akad adalah laba atau
keuntungan, bila keuntungannya atau
pembagiannya tidak jelas maka akad dianggap
rusak. Proporsi pembagian hasil misalnya
50:50, 60:40, 70:30, dan seterusnya.
b) Sebagai tambahan untuk syarat poin satu
diatas, disyaratkan juga bahwa proporsi atau
persentase pembagian hasil dihitung hanya
dari keuntungan, tidak termasuk modal.
c) Keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan
persentase dari jumlah modal yang diberikan
shahibul maal. Penghitungan bagi hasil harus
berdasarkan keuntungan yang didapat.

60
Ibid., h. 374-375.
49

d) Tidak boleh menentukan jumlah tertentu


untuk pembagian hasil, misalnya
Rp1.000.000, Rp3.000.000, dan seterusnya.
Karena keuntungan atau hasil yang akan
diperoleh belum diketahui jumlahnya. Oleh
karena itu, maka pembagian hasil berdasarkan
persentase, bukan berdasarkan jumlah
tertentu.61
5. Jenis-Jenis Bagi Hasil/Mudharabah
Bagi Hasil/Mudharabah diklasifikasikan kedalam 3
(tiga) jenis yaitu mudharabah muthlaqqah, mudharabah
muqayyadah dan mudharabah musytarakah. Berikut adalah
pengertian jenis-jenis bagi hasil/mudharabah:
a. Mudharabah Muthlaqah adalah mudharabah
dimana pemilik dana memberikan kebebasan
kepada pengelolah dana dalam pengelolaan
investasinya. Namun kebebasan ini bukan
kebebasan yang tak terbatas, modal yang
ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk
membiayai proyek atau investasi yang di larang

61
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalat Kontenporer, (Cet.1; Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), h. 156-157.
50

dalam Islam. Namun apabila ternyata pengelola


dana melakukan kelalaian atau kecurangan maka
pengelola dana harus bertanggung jawab atas
konsekuensi yan ditimbulkan. Apabila terjadi
kerugian atas usaha yang bukan karena kelalaian
pengelola dana maka kerugian akan ditanggung
oleh pemilik dana.
b. Mudharabaah Muqayyadah adalah mudharabah
dimana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara,
dan sektor usaha. Mudharabah jenis ini disebut
juga investasi terikat. Apabila pengelola dana
bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang
diberikan oleh pemilik dana, maka pemilik dana
harus bertanggung jawab atas atas konsekuensi
yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi
keuangan.
c. Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah
dimana pengelolah dana menyertakan dana atau
modal dalam kerja sama investasi. Diawal kerja
sama, akad yang di sepakati adalah mudharabah
dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah
berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan
51

tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana.


Pemilik dana ikut menanamkan modalnya dalam
usaha tersebut.62
6. Hak-Hak Mudharib dan Pemilik Modal
a. Hak-Hak Mudharib
Hak-hak mudharib yang di terimanya sebagai
imbalan atas pekerjaannya ada dua macam:
1) Biaya kegiatan, para fuqaha berbeda pendapat
dalam masalah biaya kegiatan selama
mengelolah harta mudharabah. Menurut imam
Syafi’I dalam salah satu pendapatannya
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Wardi Muschlis
dalam bukunya, mudharib tidak berhak atas
nafkah (biaya) yang diambil dari harta
mudharabah, baik dalam keadaan ditempat
sendiri atau dalam perjalanan, kecuali apabila
ada izin dari pemilik modal. Hal tersebut di
karenakan ia (Mudharib) berhak atas bagian
keuntungan, sehingga tidak perlu ada hak yang
lain lagi. Disamping itu, biaya pengelolaan

62
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah Prinsip dan Implementasi
Pada Sektor Keuangan Syariah…, h. 211-212.
52

kadang-kadang menghabiskan keungtungan


menghabiskan keuntungan, sehingga hanya
mudharib sendiri yang menikmati keuntungan,
sedangkan pemilik modal sama sekali tidak
memperoleh bagian. Bahkan kadang-kadang
biaya pengelolaan melebihi keuntungan,
sehingga dengan demikian biaya tersebut
diambil dari modal. Dengan demikian, hal
tersebut bertentangan dengan akad.63
2) Keuntungan yang disebutkan dalam akad,
mudharib berhak atas keuntungan yang
disebutkan dalam akad, sebagai imbalan dari
usahanya dalam mudharabah, apabila usahanya
memperoleh keuntungan. Apabila usahanya
tidak menghasilkan keuntungan, maka
mudharib tidak memperoleh apa-apa, karena ia
bekerja untuk dirinya sendiri sehingga ia tidak
berhak atas upah.
b. Hak pemilik modal
Apabila usaha yang dilakukan oleh mudharib
menghasilkan keuntungan, maka pemilik modal

63
Ahmad Wardi Muschlis, Fiqh Muamalat…, h. 382-384.
53

berhak atas bagian keuntungan yang disepakati dan


ditetapkan dalam akad. Dan apabila usaha yang
dilakukan oleh mudharib tidak menghasilkan
keuntungan maka baik mudharib maupun pemilik
modal tidak mendapatkan apa-apa karna yang akan
dibagi tidak ada. 64
7. Perkara yang Membatalkan Bagi Hasil/Mudharabah
Akad bagi hasil mudharabah dapat berakhir karena
adanya hal-hal berikut:
a. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi
waktunya, maka mudharabah berakhir pada waktu
yang telah ditentukan.
b. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
c. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
Apabila pengelola atau pemilik modal meninggal
dunia, menurut jumhur ulama mudharabah
menjadi batal. Hal ini di sebabkan karena dalam
akad mudharabah ada unsur wakalah, bila orang
yang mewakilkan atau menerima wakil meninggal
dunia maka akad wakalah menjadi batal.
Sementara itu, Menurut Malikiyah sebagaiman di

64
Ibid., h. 385.
54

kutip oleh Rozalinda dalam bukunya, akad


mudharabah tidak batal dengan meninggalnya
salah seorang yang berakad. Apabila yang
meninggal itu mudharib maka ahli warisnya dapat
menggantikan dan melanjutkan usaha tersebut jika
ia dapat dipercaya.
d. Usaha yang dilakukan mengalami kerugian yang
mengakibatkan modal habis atau berkurang di
tangan mudharib. Akad mudharabah menjadi
batal karena modal berkurang atau habis.
Begitupun kalau modal diserahkan kepada orang
lain, mudharabah menjadi batal.
e. Akad mudharabah batal karena shahibul maal
atau mudharib murtad.
f. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat
mudharabah. Jika salah satu syarat mudharabah
tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah ditangan
dipegang oleh pengelolah dan sudah
diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan
sebagian keuntungannya sebagai upah, karena
tindakannya atas izin memilik modal dan ia
melakukan tugas dan berhak menerimah upah.
Jika terdapat keuntungan maka keuntungan
55

tersebut milik pemilik modal. Jika ada kerugian,


kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik
modal karena pengelola ibaratnya sebagai pekerja
yang hanya berhak menerima imbalan dan tidak
bertanggung jawab atas apapun kecuali atas
kelalaiannya.
g. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya
sebagai apabila pengelolah usaha bila pengelola
melakukan kesia-siaan, melakukan sesuatu yang
tidak termasuk dalam ketentuan mudharabah. 65
`Adapun indikator-indikator sistem bagi hasil dalam
ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian, yang termasuk didalamnya kesepakatan
yang jelas antara kedua belah pihak
b. Kerja sama, yang termasuk didalamnya adalah
hubungan diantara kedua belah pihak, timbal balik
yang didapat kedua belah pihak.
c. Keuntungan, yang termasuk didalamnya adalah
prosentase pembagian keuntungan antara kedua belah
pihak.

65
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah Implementasi Pada Sektor
Keuangan Syariah…, h. 217-218.
56

d. Pengelolah modal (mudharib) dan pemilik modal


(shahibul mall), yang termasuk didalamnya adalah
Kepercayaan rasa percaya pengelola modal kepada
pihak pemilik dana, Kepercayaan rasa percaya
pengelola modal kepada pihak pemilik dana.
D. Konsep Tentang Peternakan Sapi

1. Pengertian Peternak Sapi


Peternak adalah seseorang yang melakukan kegiatan
pemeliharaan dan pengembangbiakan hewan ternak dengan
tujuan mendapatkan hasilnya. 66 Dengan demikian peternakan
adalah usaha untuk mengembang biakkan hewan dengan
cara dipelihara dan dirawat sebaik mungkin, seorang yang
mengelolah peternakan sapi maka ia adalah seorang
pemelihara sapi dengan demikian ia memiliki sapi untuk
dirawat. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
peternak adalah orang yang melakukan usaha peternakan
untuk mendapatkan hasil atau keuntungan dari usaha yang
dilakukannya tersebut.

66
Afrian Adi Pratama. 2015. Pengertian profesi sebagai peternak,
artikel,
http://afriansatu.blogspot.in/2015/11/pengertianprofesisebagaipeternah.ht
ml?m=1, Diakses pada tanggal 15 April 2018.
57

2. Jenis-Jenis Peternakan Sapi


a. Peranakan sapi adalah salah satu cara untuk
mengembang biakkan sapi, dengan cara
memelihara induk sapi betina yang dikawinkan
dengan sapi jantan atau disuntik kedalam Rahim
sapi betina.
b. Pembesaran , pada proses pembesaran anak sapi
sampai mencapai umur dewasa adalah saat yang
sangat perlu diperhatikan untuk menghasilkan
ternak yang baik dan menghasilkan keuangan yang
baik.
c. Penggemukan, pada proses ini yang diperhatikan
adalah pemilihan ternak yang baik untu di jadikan
sebagai calon ternak.
d. Sapi perah yaitu pemeliharaan sapi yang diambil
air susunya.
e. Sapi pejantang (aduan) yaitu peternakan yang
banyak di gemari orang.67
3. Faktor Pendorong dan Penghambat Usaha Ternak
a. Faktor pendorong usaha ternak
1) Penyediaan Pakan

67
Ibid.,
58

2) Pemasaran yang memadai


3) Iklim yang sesuai
4) Bermanfaat luas dan bernilai ekonomi
5) Fasilitas dan motifasi
b. Faktor Penghambat Usaha Ternak
1) Sistem pemeliharaan masih tradisional dan
terbatasnya modal
2) pemasaran hasil yang kurang menarik
3) Iklim
4) Terbatasnya fasilitas68
Dari uraian diatas diketahui bahwa dalam melakukan
usaha ternak terdapat faktor pendorong usaha peternakan
adapun salah satu faktor pendoron usaha ternak karena
bernilai ekonomi, inilah salah satu alasan peternak
melakukan usaha ternak. Adapun salah satu penghambat
usaha ternak yang sering dijumpai adalah sistem pemelihaan
yang masih tradisional dan termasuk modal yang terbatas.

68
Sudarmono dan Bambang Sugeng, Panduang Beternak Sapi
Potong, (Cet. I; Jakarta: Penebar Sawadaya, 2016), h. 10-13.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan dalam proses
penelitian ini adalah penelitian kulitatif. Penelitian kualitatif
ialah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya. 69 Menurut Denzin dan Lincoln sebagaimana dikutip
oleh Rulam Ahmadi dalam bukunya, bahwa penelitian
kualitatif ialah multimetode dalam fokus, termasuk
pendekatan interpresif dan naturalistic terhadap pokok
persoalannya. Ini berarti para peneliti kualitatif menstudi
segala sesuatu dalam latar alamiahnya, berusaha untuk
memahami atau menginterpretasi fenomena dalam hal
makna-makna yang orang-orang berikan pada fenomena
tersebut. Penelitian kualitatif mencakup penggunaan dan
pengumpulan peraga material empiris yang di gunakan- studi

69
Beoedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitin
Ekonomi Islam Muamala, (Cet. I ; Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h.
49.
59
60

kasus, pengalaman personal, introspektif, kisah hidup, dan


teks wawancara, observasi, sejarah, interaksional, dan teks
visual-yang mendeskripsikan momen-momen rutin dan
problematic serta makna dalam kehidupan individual. 70
2. Pendekatan Penelitian
Adapun jenis pendekatan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistic.
Pendekatan penelitian kualitatif naturalistik memiliki
karakteristik yaitu sebagai berikut :
a. Mempunyai sifat induktif, yaitu pengembangan
konsep didasarkan atas data yang ada, mengikuti
desain penelitian yang fleksibel sesuai dengan
konteksnya. Desain yang dimaksud tidak kaku
sifatnya, sehingga memberi peluang kepada
peneliti untuk menyesuaikan diri dengan konteks
yang ada dilapangan.
b. Melihat setting dan respons secara keseluruhan
atau holistik. Didalam hal ini penelitian berintraksi
dengan responden dalam konteks yang alami

70
Rulam Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Cet. III;
Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2016), h. 14-15.
61

sehingga tidak memunculkan kondisi yang seolah-


olah dikendalikan oleh peneliti.
c. Menekankan vadilitas ditekankan pada
kemampuan peneliti. Didalam penelitian kualitatif
peneliti dihadapkan langsung pada responden
ataupun lingkungannya sedemikian intensif
sehingga peneliti dapat menangkap dan merefleksi
dengan cermat apa yang diucapkan dan dilakukan
oleh responden.
d. Menekankan pada setting alami. Penelitian
kualitatif sangat menekankan pada perolehan data
asli atau natural conditions dan untuk maksud
inilah, peneliti harus menjaga keaslian kondisi
jangan sampai merusak atau mengubahnya. Itulah
sebabnya, pada awal-awal perkenalan dengan
responden, peneliti sebaiknya tidak mengatakan
langsung apa maksud dan tujuan penelitiannya,
tetapi baru menciptakan kondisi normal-rapport.71

71
Beoedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitin
Ekonomi Islam Muamalah..., h. 54-55.
62

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian
Didalam melakukan penelitian terdapat subjek
penelitian yang merupakan orang-orang yang terlibat atau
pelaku dalam sebuah realita dan memberikan data atau
informasi kepada peneliti tentang realita yang di teliti. 72
Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
pemilik sapi dan peternak sapi di Desa Duampanuae, Kec.
Bulupoddo.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian hal yang akan diteliti dan dikaji
peneliti dalam melakukan penelitian. Objek yang akan
diteliti adalah pelaksanaan bagi hasil usaha ternak sapi
menurut konsep ekonomi Islam.

C. Tehnik Pengumpulan Data


Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalan mendapatkan data. tampa mengetahui
tehnik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

72
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi
Kualitatif,(Cet.II; Malang: Kelompok Intrans Publishing,2016), h. 36.
63

ditetapkan. Dalam penelitian kulaitatif ini teknik


pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu :
1. Interview (Wawancara)
Interview (Wawancara) yaitu proses tanya-jawab
dalam penelitian yang berlngsung secara lisan dimana dua
orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.73
Jadi pengumpulan data dengan melakukan Tanya jawab
langsung kepada informan penelitian, dimana peneliti
sebagai pencari informasi berusaha menggali keterangan
pembanding dengan mengajukan pertanyaan kepada
informan. Tujuan dilakukannya interview (wawancara)
adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat dari
narasumber yang terpercaya. Adapun yang menjadi objek
wawancara adalah pemilik sapi dan peternak sapi.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang. Dokumentasi yang
berbentuk tulisan mislanya catatan harian, sejarah

73
Cholid Narbuko dan Abu Achmad, Metodologi Penelitian, (Cet.
XIII; Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 8.
64

kehidupan(live histories), ceriteria, biografi, peraturan,


kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto,
gambar hidup, seketsa dan lain-lain. Dokumentasi yang
berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, filem, dan lainlain. 74 Studi dokumentasi
adalah pelengkap dari pengunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif, hasil penelitian
kualitatif akan semakin sempurna apabila didukung oleh
dokumentasi.

D. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati. Instrumen penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Pedoman Wawancara yaitu berisi tentang pedoman
atau acuan sekumpulan pertanyaan yang akan
diajukan kepada sejumlah responden untuk
memperoleh jawaban yang diinginkan.
2. Alat rekam dan kamera yang di gunakaan pada saat
pengambilan data.

74
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Cet. XX11; Bandung: Alfabeta, 2015), h. 240.
65

E. Tehnik Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri
sendiri maupun orang lain. 75 Tehnik analisis data meliputi:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya dengan demikian data yang telah di
reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpukan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data
dapat di bantu dengan peralatan elektronik seperti komputer
mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
2. Data Display (Penyajian Data)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

75
Ibid., h. 244.
66

antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering


digunakan untuk menyajikan dalam pelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendispleykan
data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah di pahami tersebut.
3. Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut
miles and Huberman sebagaimana dikutip oleh Sugiono
dalam bukunya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
kesimpulan awal yang dikemukakan masihh bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ialah temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada. temuan dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya remang-remang atau gelap sehingga setelah
67

diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau


interaktif, hipotesis atau teori.76

76
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
(Cet. XX; Bandung: Alfabeta, 2014), h. 247-253.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Profil Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo


1. Sejarah Singkat Desa Duampanuae
Tertulis/terdengar cerita dari orang tua (yang
sekarang masih hidup) yang mengetahui tentang sejarah
berdirinya Desa Duampanuae dan kenapa Desa ini disebut
Desa Duampanuae, disebut Desa Duampanuae Karena dulu
desa ini terbentuk dari dua dusun yakni dusun manimpahoi
dengan sereng yang mulai memisahkan diri dari Desa Induk
(Desa Tompobulu) pada tahun 1976 dari hasil musyawarah
pemangku adat disepakai nama Duampanuae, menurut cerita
para orang tua sebagaimana yang disebutkan diatas nama
Duampanuae diambil menjadi sebuah nama desa karena desa
ini terbentuk dari dua dusun yang sekarang sudah terpisah
kembali. Pada akhirnya pada tahun 1976 Desa Duampanuae
menjadi Desa Definitif yang dipimpin oleh Manggampara
yang memang sebagai Tokoh penggagas dan pendiri Desa
Duampanuae. Kemudian setelah berakhir kepemimpinan
Mangampara beliau digantikan oleh Musa, kemudian Andi
Alwing, lalu Andi Sawi, kemudian Kerra, kemudian
68
69

digantikan oleh Alwing dan kemudian digantikan oleh Andi


Ambo Antong SE dua periode-sekarang.
Desa Duampanuae adalah Desa yang berada
diwilayah Kecamatan Bulupoddo yang membawahi 7 (
tujuh ) Dusun :
a. Dusun Bola 1
b. Dusun Bola 2
c. Dusun Sereng
d. Dusun Palimpoe
e. Dusun Bonto Mario
f. Dusun Mallenrreng
g. Dusun Mattiro Deceng
Adapun Kepala Desa yang pernah memimpin /
memerintah di Desa Lembang Lohe adalah :
a. Manggampara
b. Musa
c. Andi Alwing
d. Andi Sawi
e. Kerra
f. Alwing
g. Andi Ambo Antong SE dua periode-sekarang
70

2. Visi Misi Desa Duampanuae


a. Visi
Terwujudnya Duampanuae maju dan sejahtera
melalui pelayanan pemerintah yang baik,
pemberdayaan potensi Desa dan pengembangan
partisipasi masyarakat.
b. Misi
1) Menerapkan prinsip-prinsip pemerintah yang
baik dalaam penyelenggaraan pemerintah Desa
2) Mengupayakan kualitas sumber daya manusia
desa yang berkreatif dan berdaya saing yang
mencakup panja abdi (agama, pendidikan,
kesehatan, infra struktur dan ekonomi
masyarakat).
3) Menguatkan kelembagaan pemerintah desa dan
kelembagaan masyarakat yang dapat menopang
pelaksanaan pembangunan desa.77

77
Pusat Data Pemerintahan Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo
Kab. Sinjai. Seluruh Data Mengenai Keadaan Pemerintahan Dan
Masyarakat Desa Lapasa Dalam Pembahasan Ini Bersumber Dari Pusat
Data Desa Duampanuae. Didapatkan Pada Tanggal 22 Juni 2018.
71

3. Sosial Budaya Desa Duampanuae


Masyarakat Desa Duampanuae mayoritas suku bugis
yang mata pencahariannya adalah petani.
a. Keadaan Sosial Sarana Pendidikan Umum Desa
Duampanuae terdiri dari, Pendidikan Anak Usia
Dini 5 unit, Taman Kanak-kanak 5 unit, Sekolah
Dasar 3 unit, Sekolah Menengah Pertama 1 unit.
b. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa
Duampanuae

Tabel 4.1
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Duampanuae
No Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan
1 Usia 3-6 tahun yang 63 orang 64 orang
belum masuk TK
2 Usia 3-6 tahun yang 78 orang 89 orang
sedang TK atau
play group
3 Usia 7-18 tahun 40 orang 45 orang
yang tidak pernah
sekolah
4 Usia 7-18 tahun 223 orang 286 orang
yang sedang
sekolah
5 Usia 18-56 tahun 0 orang 0 orang
yang tidak pernah
sekolah
6 Usia 18-56 tahun 124 orang 126 orang
pernah SD tetapi
72

tidak tamat
7 Tamat SD/sederajat 705 orang 706 orang
8 Usia 12-56 tahun 25 orang 21 orang
tidak tamat SLTP
9 Usia 18-56 tahub 250 orang 178 orang
tidak tamat SLTA
10 Tamat 350 orang 352 orang
SMP/Sederajat
11 Tamat 100 orang 102 orang
SMA/sederajat
12 Tamat D- 1 orang 1 orang
1/Sederajat
13 Tamat D- 15 orang 18 orang
2/Sederajat
14 Tamat D- 1 orang 2 orang
3/Sederajat
15 Tamat S- 12 orang 13 orang
1/Sederajat
Sumber : Data Desa Duampanuae Kecamatan
Bulupoddo 2017
c. Sarana Kesehatan yang ada di Desa Duampanuae,
Puskesmas 0 unit, Poskesdes 1 unit, Posyandu 4
unit, Dokter Umum 0 orang, Bidan 6 orang
d. Sarana peribadatan yang ada di Desa Duampanuae
sebanyak 7 buah masjid. untuk tempat ibadah selain
masjid tidak ada karena masyarakat di desa
duampanuae semuanya beragama Islam.
73

e. Sarana Olah Raga yang ada di desa duampanuae


terdiri dari, Lapangan Sepak Bola 1, Lapangan
Volly 2, lapangan takrow 3, tenis meja 0.

4. Kondisi Demogratif
Secara Geografis Desa Duampanuae terletak di
Kecamatan Bulupoddo Kabupaten Sinjai, mempunyai luas
wilayah 1.662,05 Ha dengan jumlah penduduk 3.500 orang
yang terdiri dari laki-laki 1.760 orang dan perempuan 1.740
orang. Adapun batas wilayah Desa Duampanuae sebagai
berikut:
a. Sebelah utara : berbatasan dengan Desa
Lappa Cinrana
b. Sebelah selatan : berbatasan dengan Desa
Tompo Bulu
c. Sebelah timur : berbatasan dengan Desa Bulu
Tellue
d. Sebelah barat : berbatasan dengan Kabupaten
Bone
Secara administratif, wilayah Desa Duampanuae
terdiri dari tujuh dusun yaitu:
a. Dusun Bola 1
b. Dusun Bola 2
c. Dusun Sereng
74

d. Dusun Palimpoe
e. Dusun Bonto Mario
f. Dusun Mallenrreng
g. Dusun Mattiro Deceng 78
5. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Sumber Daya Alam Desa Duampanuae
No URAIAN LUAS
1 TANAH SAWAH
Sawah Irigasi Teknis 0.00 Ha
Sawah Irigasi ½ Teknis 40,00 Ha
Sawah Tada Hujan 315.75 Ha
Sawah Pasang Surut 0,00 Ha
Total Luas 355,75 Ha
2 TANAH KERING
Tegal/Ladang 127,00 Ha
Pemukiman 105 Ha
Pekarangan 22,30 Ha
Total Luas 254,30 Ha
3 TANAH BASAH
Tanah Rawa 0,00 Ha
Pasang Surut 0,00 Ha
Lahan Gambut 0,00 Ha
Total Luas 0,00 Ha
4 TANAH PERKEBUNAN
Tanah Perkebunan Rakyat 793,2 Ha
Tanah Perkebunan Negara 0,00 Ha
Tanah Perkebunan Swasta 0,00 Ha
Tanah Perkebunan Perorangan 0,00 Ha
Total Luas 793,2 Ha
5 TANAH FASILITAS UMUM

78
Ibid.,
75

Kas Desa 0,00 Ha


a. Bengkok 0,00 Ha
b. Tanah Titi Sara 0,00 Ha
c. Kebun Desa 0,00 Ha
d. Sawah Desa 0,00 Ha
Lapangan olah raga 1,00 Ha
Perkantoran Pemerintah 0,17 Ha
Ruang public/ taman kota 0,00 Ha
Tempat pemakaman desa/umum 6,00 Ha
Tempat pembuangan sampah 0,00 Ha
Bangunan sekolah/ perguruan 5,00 Ha
tinggi
Pertokoan 0,00 Ha
Fasilitas Pasar 0,30 Ha
Terminal 0,00 Ha
Jalan 55,61 Ha
Daerah tangkapan air 0,00 Ha
Total Luas 68,08 Ha
6 TANAH HUTAN
Hutang rakyat 190,00 Ha
Total luas 190,00 Ha
Sumber : Data Desa Duampanuae Kecamatan
Bulupoddo 2017
Tabel 4.3
Potensi Sumber Daya alam Peternakan Desa Duampanuae
No Jenis Ternak Jumlah Perkiraan
pemilik Jumlah
Popolasi
1 Sapi 835 orang 2.300 ekor
2 Kerbau 20 orang 35 ekor
3 Ayam 250 orang 3.800 ekor
Kampung
76

4 Bebek 20 orang 300 ekor


5 Kuda 13 orang 13 ekor
6 Kambing 60 orang 95 ekor
Sumber : Data Desa Duampanuae Kecamatan
Bulupoddo 2017
Tabel 4.4
Potensi Sumber Daya alam Perkebunan dan pertanian Desa
Duampanuae
No Komoditi Keterangan

1 PERKEBUNAN
Kopi 40,00 Ha
Lada 387,00 Ha
Coklat 48,00 Ha
Jambu mente 280,00 Ha
Vanili 30,00 Ha
2 PERTANIAN
Padi Ha
Jagung Ha
Sumber : Data Desa Duampanuae Kecamatan
Bulupoddo 2017
77

6. Sumber Daya Manusia


Jumlah penduduk Desa Duampanuae berdasarkan
Profil Desa Duampanuae tahun 2017 sebanyak 3500 Jiwa
yang terdiri dari 1760 laki-laki dan 1740 perempuan. Sumber
penghasilan utama penduduk adalah petani. Data sumber
daya manusia dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.5
Sumber Daya Manusia Desa Duampanuae
No Uraian Jumlah
1 Kependudukan
a. Jumlah pendduk (Jiwa) 3.500
b. Jumlah KK 986
c. Jumlah laki-laki 1760
d. Jumlah Perempuan 1740
2 Tingkat Pendidikan
a. Taman Kanak-Kanak 61
b. SD 1262
c. SLTP 381
d. SLTA 222
e. Akademik/D1-D3 16
f. Sarjana 1 67
g. Sarjana 2 1
h. Sarjana 3 0
i. Tidak Lulus 161
j. Tidak Bersekolah 18
3 Mata Pencaharian
Petani 1066
Buruh Migran 4
Pegawai Negeri Sipil 30
Pedagang barang kelontong 2
POLRI 1
Pengusaha kecil, Menengah dan 3
78

Besar
Guru Swasta 5
Dosen swasta 1
Pedagang keliling 2
Tukan Batu 11
Pembantu rumah tangga 2
Karyawan perusahaan swasta 2
Karyawan perusahaan 1
pemerintah
Wiraswasta 21
Tidak mempunyai pekerjaan 205
tetap
Belum bekerja 336
Pelajar 866
Ibu rumah tangga 894
Purnawirawan/pensiunan 5
Perangkat Desa 1
Pengusaha/Pedagang hasil bumi 1
Sopir 5
Karyawan Honorer 11
Pelaut 1
Sumber : Data Desa Duampanuae Kecamatan
Bulupoddo 2017

7. Gambaran Umum Kemiskinan


Kemiskinan sering kali digambarkan sebagai kondisi
ketidak mampuan keluarga atau komunitas dalam memenuhi
kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan dan tempat tinggal.
Tidak mampu menjangkau pelayanan pendidikan sehingga
tingkat pendidikannya sangat rendah. Tidak mampu
79

menjangkau pelayanan kesehatan modern sehingga angka


kesakitan dan kematian cukup tinggi serta tidak dapat
memperoleh modal usaha karena tidak memiliki jaminan
atau agunan.
8. Keadaan Ekonomi Masyarakat Desa Duampanuae
Kondisi perekonomian masyarakat Desa
Duampanuae hanya mengandalkandari sector pertanian yang
didukung dengan luas lahan pertanian dan mata pencaharian
penduduk sebagian besar bergerak disektor pertanian yang
mengandalkan komoditas tanaman padi, jagung, kacang
tanah, coklat, tanaman holtikultura/sayuran.
Dari komoditi yang dihasilkan /dibudidayakan
masyarakat yang menjadi uanggulan Desa Duampanuae
adalah tanaaman padi dan jagung yang merupakan
penyumbang tertinggi akan kebutuhan beras dan jagung
dipasar tradisional Duampanuae. Sedangkan dari sektror
peternakan (sapi, kambing, ungags) baru dijadikan sebagai
penopang kebutuhan hidup masyarakat belum dapat
dikelola/diupayakan secara profesional. Sedangkan dari
sector-sektor lain masih sebagai pelengkap daja kerena
80

hanya digeluti oleh sebagian kecil dari penduduk di Desa


Duampanuae dikarenakan keterbatasan
pengetahuan/keterampilan dan kurang didukungnya
permodalan yang cukup.
81

81
82

B. Penerapan Sistem Bagi Hasil Peternak Sapi Di Desa


Duampanuae Kec. Bulupoddo

Kehidupan bermasyarakat sangat erat kaitannya


dengan kerukunan dalam menjalanka kegiatan sehari-hari,
gotong-royong dan saling membantu yaitu ciri khas
masyarakat desa. Di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo ini
penduduknya mayoritas petani dengan pendapatan
sebahagian besar dari hasil bumi. Adapun pendapatan
tambahan masyarakat desa Duampanuae salah satunya
adalah peternakan sapi dengan sistem bagi hasil dimana
praktek inilah yang menjadi fokus penelitian penulis.
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana
dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama didalam
melakukan kegiatan usaha. Didalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang
akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Sistem
bagi hasil didalam aturan syariah yang berkaitan dengan
pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada
awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi
bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
dengan kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan
adanya unsur kerelaan dimasing-masing pihak, tanpa ada
83

unsur pemaksaan. Didalam kerja sama ini salah satu pihak


menyediakan modal untuk dikelolah oleh pengelolah dan
hasil keuntungannya dibagi berdasarkan kesepakatan.
Pemilik sapi adalah orang yang memiliki sapi untuk
diternakkan, namun jika pemilik tidak dapat merawat
ternaknya, ternak itu bisa diberikan kepada peternak untuk
diternakkan dengan hubungan kerja sama. Peternak adalah
seseorang yang melakukan kegiatan pemeliharaan dan
pengembangbiakan hewan ternak dengan tujuan
mendapatkan hasilnya. Dengan demikian peternakan adalah
usaha untuk mengembang biakkan hewan dengan cara
dipelihara dan dirawat sebaik mungkin, seorang yang
mengelolah peternakan sapi maka ia adalah seorang
pemelihara sapi.
Berikut ini hasil penelitian yang peneliti dapatkan
setelah melakukan wawancara dengan beberapa narasumber
di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo mengenai penerapan
sistem bagi hasil peternak sapi di Desa Duampanuae Kec.
Bulupoddo:
Sistem bagi hasil peternak sapi di Desa Duampanuae
Kec. Bulupoddo, penulis menuliskan bahwa sistem bagi
hasil peternak sapi ini berdasarkan pada konsep mudharabah
84

karena dalam prakteknya sesuai dengan teori mudharabah,


yaitu pemilik modal memberikan dana 100% kepada
pengelola dana yaitu berupa sapi. Adapun sebelum menjalin
hubungan kerjasama bagi hasil peternak sapi di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo para peternak dan pemilik
sapi menjalin perjanjian hubungan kerja sama bagi hasil
sebelum melakukan kerjasama tersebut sebagaimana yang
dikatakan oleh bapak Muh Tamir selaku pemilik sapi sebagai
berikut:
Ada hubungan kerjasama yang dilakukan sebelum sapi
diserahkan kepada peternak berupa perjanjian bagi
hasil bentuk perjanjiannya dilakukan secara lisan atau
tidak tertulis dikarenakan dalam kerjasama ini kami
berlandaskan pada rasa saling percaya karna peternak
yang merawat sapi saya adalah keluarga sendiri. 79
Hal serupa juga dibenarkan oleh bapak Soi yang juga
selaku pemilki sapi yang menyatakan bahwa:
Kami membuat perjanjian hubungan kerja sama berupa
perjanjian bagi hasil namun perjanjian itu hanya
perjanjian secara lisan, kami hanya berdasar pada asas
saling percaya saja, perjanjiannya dilakukan di kebun
yang mana saya yang menawarka ke peternak untuk

79
Muh Tamir, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 29 Mei 2018.
85

merawat ternak saya, perjanjian yang dilakukan bahwa


semua kebutuhan ternak ditanggung oleh peternak.80
Begitu pula yang dikatakan dari hasil wawancara
penulis dengan ibu Hade, selaku pemilik sapi yang
mengatakan bahwa:
Iya kami menjalin hubungan kerja sama berupa
perjanjian bagi hasil, perjanjian dilakukan di rumah
saya yang mana saya yang meninta untuk peterenak
supaya merawat ternak saya, perjanjiannya secara lisan
yang dilakukan diawal sebelum sapi saya serahkan
kepada peternak yang akan merawat ternak saya, yang
mana ia merupakan keluarga saya sendiri akan teteapi
semua kebutuhan ternak ditanggung oleh peternak
yang tidak di perhitungkan nantinya ddi pembagian
hasil.81
Dari ketiga pernyataan para pemilik sapi diatas
penulis dapat menyimpulkan bahwa peternakan sapi yang
dilakukan di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo dilakukan
oleh masyarakat yang mayoritas memiliki hubungan
keluarga dekat dengan peternak sapi perjanjian dilakukan
dirumah pemilik sapi dan ada juga di kebun yang mana
pemilik sapi yang meminta untuk sapinya dirawat oleh

80
Soi, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 28 Mei 2018.
81
Hade, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 29 Mei 2018.
86

peretnak, perjanjian yang mereka buat tidak secara tertulis


melainkan hanya saling percaya antara kedua pihak,
perjanjian yang mereka sepakati bahwa semua kebutuhan
ternak ditanggung oleh peternak.
Jangka waktu perjanjian kerja sama bagi hasil dan
penetapan pembagian hasil harus jelas sebelum modal
diserahkan kepada pengelolah. Peternak sapi di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo menentukan jangka waktu
perjanjian dan penetapan pembagian hasil dimana jangka
waktu antara sapi jantan dan betina berbeda sebagaimana
hal tersebut diungkapkan oleh bapak Baco selaku peternak
sapi yang mengatakan bahwa:
Biasanya perjajian kerja sama bagi hasil berakhir
sekitar 3 bulan jika sapi jantan dan jika betina tidak
ditentukan, jika pemilik sapi sudah ingin
mengambilnya atau menjualnya maka perjanjian itu
sudah berakhir, dan yang menentukan jangka waktu
yaitu pemilik sapi dan pembagiannya pun demikian
jika menggunakan uang tapi jika anak sapi ditentukan
oleh peternak jika sapi telah melahirkan. 82
Hal serupa juga diungkapkan oleh bapak Suhardi
selaku peternak sapi yang menyatakan bahwa:

82
Baco, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 28 Mei 2018.
87

Peternakan sapi jantan jangka waktunya sekitar 3 bulan


dan jika betina tidak tergantung oleh pemilik sapi,
yang menentukan pembagian hasil jika sapi jantan
adalah pemilik sapi dan jika betina ditentukan oleh
peternak sapi. 83
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
jangka waktu perjanjian kerja sama bagi hasil peternakan
sapi jantan lebih jelas sedangkan jika betina tidak jangka
waktunya tergantung dari pemilik sapi jika sudah ingin
mengambil ternaknya itu kembali dan mengenai penetapan
pembagiannya jika jantan ditetapkan oleh pemilik sapi dan
jika betina penetapan pembagiannya ditentukan oleh
peternak.
Mengenai modal dalam kerja sama bagi hasil
peternakan sapi di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo
jumlah dan harga sapi/ modal yang diberikan pemilik sapi
rata-rata harga 7-10 juta dan jumlahnya satu atau dua ekor
perpeternak, pendapatannyapun beragam dalam sistem bagi
hasil antara betina dan jantan menurut bapak Ajirdin selaku
peternak sapi sebagaimana yang ia ungkapkan sebagai
berikut:

83
Suhardi, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 29 Mei 2018.
88

Jumlah sapi yang saya pelihara 2 ekor ada yang jantan


dan betina dan harganya kira-kira Rp. 7.000.000 dan
Rp. 10.000.000. Pendapatannya tidak menentu, jika
sapi yang dipelihara terjual mahal maka hasilnya juga
banyak kadang-kadang Rp. 1.050.000 kadang bisa
melebihi. Jika sapi betina yang dipelihara
pendapatannya akan lebih tinggi karena sapi 1 ekor
yang didapatkan jika sapi itu tidak melahirkan
keturunan maka sapi itu dijual sesuai dengan
kesepakatan kami berdua .84
Serupa dengan pernyataan diatas ibu Hamming
selaku pemilik sapi juga mengungkapkan bahwa:
Jumlah sapi yang saya berikan kepada peternak 1 ekor
jantan harganya kira-kira Rp.7000.000. Pendapatan
saya tidak menentu, jika sapi yang dipelihara peternak
terjual mahal/gemuk maka hasilnya juga banyak
kadang-kadang 1.050.000 bahkan bisa melebihi.
Biasanya jika sapi betina yang saya berikan kepada
peternak untuk diternakkan menurut saya
pendapatannya akan lebih tinggi karena langsung sapi
yang didapatkan. Namun jika sapi itu tidak melahirkan
maka akan dijual berdasarkan kesapakatan berdua dan
hasilnya dibagi dua.85
Bahkan hampir semua pernyataan mengatakan hal
yang sama, maka penulis dapat menarik kesimpulan dari

84
Ajirdin, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 30 Mei 2018.
85
Hamming, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 30 Mei 2018.
89

pernyataan tersebut bahwa rata-rata sapi yang diternakkan


seharga Rp. 7.000.000 bahkan ada yang sampai Rp.
10.000.000 dan jumlah sapi yang dipelihara peternak ada
yang sampai dua ekor serta pendapatan yang didapatkan
lebih banyak jika sapi betina yang dirawat karena mereka
langsung mendapatkan sapi, akan tetapi jika sapi yang
dirawat oleh peternak tidak melahirkan maka sapi tersebut
dijual lalu hasil keuntungannya dibagi dua berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak.
Jumlah bagian bagi hasil harus dinyatakan dalam
presentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan
dalam nilai nominal rupiah tertentu. Dasar perhitungan
pembagian hasil berdasar pada adat sebagaimana yang
diungkapkan oleh bapak Arifuddin dari hasil wawancara
penulis sebagai berikut:
Jumlah bagian dibagi dua jumlah bagi hasil tergantung
dari hasil penjualan sapi dan jumlah anak sapi dan terkadang
tidak ada hasil yang dibagikan, yang menjadi dasar
perhitungan bagi hasil yaitu keuntungan dari hasil penjualan
sapi dan jumlah anak sapi jika betina pola perhitungan bagi
hasil ini sudah terjadi secara turun temurun yakni berdasar
pada adat bagi hasil peternakan sapi di Desa ini yang
90

menurut kami sudah adil dan tidak ada pihak yang dirugikan
karena pembagian hasil dibagi 2 antara pemilik sapi dan
Peternak sapi sebesar 50:50%, yang sudah disepakati diawal
dimana 50% untuk pemilik sapi dan 50% untuk peternak
sapi. 86
Dari pernyataan diatas penulis menarik kesimpulan
bahwa sistem bagi hasil yang dilakukan peternak sapi di
Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo berdasar pada adat turun
temurun yang ada di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo ini
dimana jumlah bagian bagi hasilnya dibagi dua antara
pemilik sapi dan peternak sapi yakni pembagian 50%;50%
yang sudah disepakati diawal yang menurut mereka sudah
tidak ada pihak yang dirugikan.
Sistem bagi hasil peternak sapi di Desa Duampanuae
Kec. Bulupoddo terbagi atas dua yakni berdasarkan pada
sistem bagi hasil secara rupiah yaitu berdasarkan pada hasil
penjualan ternak jika sapi yang dipelihara merupakan sapi
jantan dan juga menggunakan anak sapi dimana pembagian
hasilnya ini setelah sapi betina yang dipelihara melahirkan
akan tetapi jika sapi betina yang dipelihara tidak melahirkan

86
Arifuddin, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 1 Juni 2018.
91

maka sapi tersebut dijual lalu keuntungannya dibagi dua,


sebagaimana yang dikatakan oleh bapak Rustang selaku
peternak sapi mengenai pembagian hasil peternakan yaitu
sebagai berikut:
Jika sapi jantan maka bagi hasilnya menggunakan uang
hasil keuntungan penjuala sapi tersebut tetapi jika
betina bagi hasilnya menggunakan anak sapi dari sapi
tersebut jika melahirkan 2 ekor maka pemilik sapi dan
peternak sama-sama mendapat bagian jika hanya satu
maka peternak menunggu anak sapi berikutnya namun
jika sapi tersebut tidak melahirkan maka sapi tersebut
dijual dan keuntngannya dibagi dua, dan yang menjual
sapi tersebut adalah saya sendiri namun berdasarkan
dengan persetujuan dari pemilik sapi. 87
Bapak Soi selaku pemilik sapi juga mengungkapkan
hal yang sama mengenai sistem bagi hasil yang digunakan
bahwa:
Bagi hasil sapi jantan menggunakan uang hasil
keuntungan penjuala sapi tersebut tetapi jika betina
bagi hasilnya menggunakan anak sapi dari sapi
tersebut jika melahirkan 2 ekor maka pemilik sapi dan
peternak sama-sama mendapat bagian jika hanya satu
maka peternak menunggu anak sapi berikutnya namun
jika sapi tidak melahirkan keturunan maka sapi
tersebut dijual lalu keuntungan dari sapi tersebut dibagi

87
Rustang, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 30 Mei 2018.
92

dua, dan yang menjual sapi tersebut adalah peternak


sapi atas persetujuan dari saya. 88
Dari penjelasan pemilik dan peternak sapi diatas
penulis dapat simpulkan bahwa sistem bagi hasil peternak
sapi terbagi dua yakni jika sapi jantan menggunakan rupiah
yakni uang hasil penjualan sapi dan sapi betina
menggunakan anak sapi dimana jika sapi tersebut hanya
melahirkan satu anak sapi saja maka peternak belum
mendapatkan apa-apa, peternak harus menunggu sampai sapi
tersebut melahirkan lagi, jika sapi yang dipelihara oleh
peternak tidak melahirkan maka sapi tersebut dijual lalu
keuntungannya dibagi dua.
Bapak Antong mengungkapkan bahwa proses bagi
hasil antara peternak sapi dan pemilik sapi dilakukan apabila
sapi jantan pembagiannya setelah sapi dijual dan jika sapi
betina setelah sapi tersebut melahirkan dan anak sapi
tersebut sudah tidak menyusu. Adapun biaya yang
dikeluarkan untuk obat-obatan, garam dan kebutuhan ternak
sapi lainnya ditanggung sendiri tidak ada perhitungan biaya
sebelum pembagian hasil dilakukan, mekanisme
pembagiannya langsung dibagi dua, serta pemilik sapi tidak

88
Soi, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 28 Mei 2018.
93

pernah memberikan upah sebelum pembagiah hasil


dilakukan. pembagian hasil yang dilakukan sudah sesuai
dengan porsi masing-masing, tidak ada pihak yang merasa
dirugikan.89
Sama halnya yang diungkapkan dari wawancara
penulis dengan bapak Rustang yang juga sebagai peternak
sapi bahwa:
Pembagian hasil peternakan sapi jantan dilakukan
setelah sapi dijual dan jika sapi betina pembagiannya
setelah sapi tersebut melahirkan dan anak sapi itu tidak
menyusu lagi. Ada biaya yang dikeluarkan berupa
obat-obatan, garam dan kebutuhan ternak sapi lainnya
ditanggung sendiri tidak ada perhitungan biaya
sebelum pembagian hasil dilakukan, mekanisme
pembagiannya langsung dibagi dua, pemilik sapi tidak
pernah memberikan upah sebelum pembagian hasil
dilakukan. Pembagian hasil yang dilakukan menurut
saya sudah sesuai dengan porsi masing-masing dan
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 90
Kedua pernyataan diatas menunjukkan bahwa
mekanisme sistem bagi hasil yang digunakan peternak sapi
langsung dibagi tanpa ada perhitungan biaya-biaya serta
pemilik sapi tidak pernah memberikan upah kepada peternak

89
Antong, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 30 Mei 2018.
90
Rustang, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 30 Mei 2018.
94

sapi sebelum dilakukan pembagian hasil peternakan dan


menurut peternak sebagaimana yang dijelaskan diatas bahwa
pembagian hasil yang dilakukan sudah sesuai dengan porsi
masing-masing dan tidak ada pihak yang dirugikan menurut
kedua belah pihak.
Apabila terjadi kerugian yang diakibatkan karena sapi
yang dipelihara oleh peternak meninggal ataukah kecurian
maka kerugian tersebut menjadi tanggungan bersama seperti
yang diungkapkan oleh bapak Arifuddin selaku pemilik sapi
behwa:
Jika terjadi kecurian atau sapi tersebut meninggal maka
kedua pihak tidak mendapatkan apa-apa karna tidak
ada hasil yang bisa dibagikan, dan jika terjadi kerugian
itu menjadi tanggungan bersama. 91
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
apabila sapi yang dipelihara oleh peternak meninggal
ataukan kecurian maka baik pemilk sapi dan peternak sapi
tidak mendapatkan apa-apa karena tidak ada hasil bisa
mereka bagikan mereka sama-sama rugi, kerugian yang
dialami di tanggung bersama.

91
Kadir, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 29 Mei 2018.
95

C. Analisisi Konsep Ekonomi Islam Terhadap


Penerapan Sistem Bagi Hasil Peternak Sapi Di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo.

Pada bagian ini, tujuan dari penelitian penulis


tersebut yaitu untuk mendeskripsikan penerapan sistem bagi
hasil peternak sapi menurut konsep ekonomi Islam di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo sebagaimana yang terdapat
pada bab I.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, pelaksanaan
sistem bagi hasil peternak sapi di Desa Duampanuae Kec.
Bulupooddo sudah sesuai dengan sistem bagi hasil dalam
konsep ekonomi Islam hanya saja masi ada ketentuan dalam
kerjasama ini masih ada yang belum sesuai dengan konsep
ekonomi Islam. Akad perjanjian kerjasama bagi hasil
peternakan sapi di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo yang
dilakukan oleh kedua belah pihak tidak secara tertulis
melainkan secara lisan atau hanya berlandaskan saling
percaya saja, meskipun akad yang dilakukan secara lisan
dalam ekonomi Islam dapat dipandang sah meskipun lemah
dari segi hukum. Perjanjian secara lisan dibolehkan asalkan
berdasar pada asas nilai ilahi yakni mengandung asas
96

kejujuran antara kedua belah pihak dan usaha yang


dilakukan atas dasar kerelaan tidak ada paksaan dari pihak
manapun. Oleh karena itu perjanjian lisan dibenarkan oleh
syara’ sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
surah Al-Hadid/57: 4 sebagai berikut:

‫ض في ِّست َّ ِّة‬ َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ ِّ ‫سماوا‬ َّ ‫ُه َو الَّذي َخ َلقَ ال‬


‫علَى ْال َع ْر ِّش َي ْعلَ ُم ما َي ِّل ُج ِّفي‬ َ ‫أَي ٍَّام ث ُ َّم ا ْست َوى‬
َ‫ض َوما يَ ْخ ُر ُج ِّم ْنها َوما يَ ْن ِّز ُل ِّمن‬ِّ ‫ْاْل َ ْر‬
‫ماء َوما يَ ْع ُر ُج فيها َو ُه َو َمعَ ُك ْم أَيْنَ ما‬ ِّ ‫س‬ َّ ‫ال‬
ٌ ‫ُك ْنت ُ ْم َو للاُ ِّبما ت َ ْع َملُونَ َب‬
‫صير‬
Terjemahnya:
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy, Dia
mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit
dan apa yang naik kepada-Nya, dan Dia bersama kamu
di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan. 92
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa akad
perjanjian bagi hasil yang dilakukan secara lisan dibolehkan
selama terdapat kerelaan antara semua pihak dan tidak ada

92
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Cet. I;
Jakarta: Balai Penterjemah dan Pentasi Al-Qur’an Depag RI, 2005), h.
539.
97

paksaan serta saling jujur karena Allah SWT maha melihat


dan mengetahui apa yang dikerjakan dimanapun kita berada
. Modal yang digunakan dalam kerja sama ini berupa sapi
yang langsung di berikan kepada peternak yang harganya
diperkirakan sekitar Rp. 7.000.000 bahkan ada yang sampai
Rp. 10.000.000.93
Hal yang berkaitan dengan modal ini belum sesuai
dengan syarat yang berkaitan dengan modal dalam sistem
bagi hasil ekonomi Islam karena modal yang digunakan pada
kerja sama peternakan sapi di Desa Duampanuae Kec.
Bulupoddo ini berupa sapi, bukan berupa uang dan mereka
menggunakan sistem kira-kira disini terdapat ketidak jelasan
modal, sebagaimana yang disyaratkan dalam sistem bagi
hasil (mudharabah) menurut pendapat mayoritas ulama yang
mensyaratkan adanya modal harus berupa uang. Syarat yang
melekat pada rukun mudharabah salah satunya berkaitan
dengan modal dalam adalah sebagai berikut:
1. Modal harus berupa uang tunai, seperti dinar,
dirham, rupiah, atau dollar dan sebagainya,
sebagaimana halnya yang berlaku dalam syirkah

93
Ajirdin, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 30 Mei 2018.
98

inan. Apabila modal berbentuk barang, baik tetap


maupun bergerak, menurut jumhur ulama
mudharabah tidak sah. Akan tetapi, Imam Ibnu
Abi Layir dan Auza’I membolehkan akad
mudharabah dengan modal barang alasan jumhur
ulama ialah apabila modal mudharabah berupa
barang maka akan ada unsur penipuan (gharar),
karena dengan demikian keuntungan menjadi tidak
jelas ketika akan dibagi, dan hal ini akan
menimbulkan perselisihan diantara pemilik modal
dan pengelolah. Akan tetapi, apabila barang
tersebut dijual dan uang hasil penjualannya
digunakan untuk modal mudharabah, menurut
imam abdul hanifah malik dan hmad hukumnya
di bolehkan, karena modal sudah bukan barang
lagi melainkan uang harga barang. Sedangkan
menurut Mashab Syafi’I, hal itu tetap tidak
dibolehkan karena dianggap tetap ada ketidak
jelasan dalam modal.
2. Modal harus jelas dan diketahui ukurannya.
Apabila modal tidak jelas maka mudharabah tidak
sah.
99

3. Modal harus ada dan tidak boleh berupa utang,


tetapi bukan berarti harus ada di majelis akad.
4. Modal harus di serahkan kepada pengelola, agar
dapat digunakan untuk kegiatan usaha.94
Dari uraian diatas penulis mengambil kesimpulan
bahwa meskipun modal yang berupa sapi ini, nilai dan
satuan harganya sudah jelas diketahui taksirannya tetap tidak
Sah menurut sistem bagi hasil dalam ekonomi Islam karena
tidak sesuai dengan syarat-syarat yang berkaitan dengan
modal dalam bagi hasil karena bisa mengandung unsur
ketidak jelasan atau samar-samar nantinya dalam pembagian
hasil.
Pembagian hasil usaha yang sudah ditentukan diawal
akad dimana hal ini sudah sesuai dengan sistem bagi hasil
dalam konsep ekoniomi Islam pembagiannya akan
dilaksanakan setelah sapi terjual jika jantan dan jika betina
setelah sapi tersebut melahirkan jika tidak melahirkan maka
sapi tersebut dijual dan hasilnya keuntungannya dibagi dua
pola bagi hasil yang digunakan berdasarkan pada tradisi adat
istiadat yang terjadi secara turun temurun di Desa

94
Ahmad Wardi Muschlis, Fiqh Muamalat, (Cet. I; Jakarta:
Amzah, 2010), h. 374-375.
100

Duampanuae Kec. Bulupoddo. Pembagian hasilnya


berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya
yaitu 50%:50% dimana 50% untuk pemilik sapi dan 50%
untuk peternak sapi.
Mekanisme sistem bagi hasil yang digunakan
langsung dibagi dua tidak ada pengurangan biaya
operasional selama perawatan ternak yang sepenuhnya
ditanggung oleh peternak sebagaimana yang sudah
disepakati diawal bahwa semua kebutuhan ternak menjadi
tanggung jawab peternak, mayoritas peternak di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo yang telah diwawancarai
penulis tidak merasa dirugikan dan menurut mereka sistem
bagi hasil yang sudah diterapkan sudah sesuai denga porsi
masing-masing dimana tidak ada pihak yang dirugikan
karena sudah disepakati diawal akad sebagaimana hasil
wawancara dengan bapak Kadir sebagai berikut:
Ada biaya yang di keluarkan untuk kebutuhan ternak
seperti obat-obatan, garam dan lainnya, biaya yang
dikeluarkan ditanggung sendiri dan tidak ada perhitungan
biaya sebelum pembagian hasil dilakukan sebagaimana
sudah disepakati diawal bahwa kebutuhan ternak sepenuhnya
ditanggung oleh peternak, mekanisme pembagiannya
langsung dibagi dua menurut kami mekanisme sistem bagi
101

hasil sudah sesuai dengan porsi masing-masing, karena tidak


ada pihak yang merasa dirugikan karena sistem yang kami
pakai berdasarkan perjanjian yang telah kami sepakati diawal
akad.95
Dari uraian diatas penulis menarik kesimpulan bahwa
mekanisme bagi hasil yang dilakukan dalam usaha
peternakan sapi ini adalah mekanisme perhitungan bagi hasil
revenue sharing yang mana pendapatan yang didapatkan
adalah pendapatan kotor yang didistribusikan tanpa harus
dikurangi dengan biaya-biaya operasional usaha. Didalam
hal ini sistem revenue sharing ini dilakukan berdasarkan
pada kesepakatan diawal dimana pembagian hasil dilakukan
tanpa perhitungan biaya-biaya yang sepenuhnya ditanggung
oleh peternak sapi sistem bagi hasil seperti ini tidak sesuai
dengan bagi hasil dalam ekonimi Islam yang mana hal ini
merugikan salah satu pihak yakni peternak yang telah
mengeluarkan biaya untuk perawatan ternakakan akan tetapi
pembagian hasil ini berdasarkan pada kesepakatan kedua
belah pihak diawal akad yang telah mereka sepakati yang

95
Kadir, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 29 Mei 2018
102

mana jika bagi hasil yang dilakukan berdasarkan pada


kesepakatan diawal maka di bolehkan dalam ekonomi Islam.
Adapun sistem bagi hasil yang digunakan dalam bagi
hasil ini terbagi atas dua yakni menggunakan rupiah jika sapi
jantan yang dipelihara namun jika sapi betina menggunakan
bagi hasil anak sapi jika sapi melahirkan anak pertama dan
hanya satu ekor itu bagian untuk pemilik sapi untuk
perternak menunggu anak sapi berikutnya, jika melahirkan
dua anak sapi maka kedua belah pihak mendapatkaan bagian,
Jika bagi hasilnya menggunakaan uang maka yang menjual
adalah peternak.96
Mekanisme bagi hasil dengan menggunakan uang
sudah sesuai dengan sistem bagi hasil (mudharabah) yang
menggunakan perhitungan bagi hasil revenue sharing sudah
sesuia dengan ekonomi Islam karena berdasarkan pada
kesepakatan mereka diawal akad bahwa semua kebutuhan
ternak ditanggung oleh peternak sama halnya dengan sistem
bagi hasil anak sapi yang dilakukan pada kerja sama bagi
hasil ini sudah sesuai dengan ekonomi islam karena

96
Kadir, Peternak Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 29 Mei 2018.
103

pembagiannya akan dilakukan ketika sudah ada hasil atau


anak sapi.
Pada umumnya sistem bagi hasil peternakan sapi
yang dilakukan di Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo
dilaksanakan dengan tujuan saling tolong menolong
sebagaimana yang dikatakan oleh bapak Soi bahwa alasan
melakukan kerjasama bagi hasil, dikarenakan saya tidak
mampu untuk merawat ternak saya sendirian dan untuk
saling tolong-menolong untuk membantu meningkatkan
perekonomian keluarga setidaknya untuk menambah
pendapatan penduduk sedikit demi sedikit. 97
Dari pernyataan tersebut sistem bagi hasil peternakan
sapi yang diterapkan oleh peternak sapi di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo dengan tujuan untuk saling
tolong menolong guna untuk meningkatkan perekonomian
para pemilik dan peternak sapi sedikit demi sedikit di Desa
Duampanuae Kec. Bulupoddo, usaha ini berprinsip
saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan, hanya saja
ketentuan-ketentuan yang ada didalamnya masih ada yang

97
Soi, Pemilik Sapi, Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo,
“Wawancara”, tanggal 28 Mei 2018.
104

belum sesuai dengan ketentuan yang ada dalam sistem bagi


hasi ekonomi Islam (Mudharabah).
Sebagai salah satu bentuk kerja sama bisa berlaku
pada seluruh jenis tingkatan masyarakat. Sebagai dasar
hukum ‘ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup
tolong menolong serta saling bantu membantu dalam
lapangan kebajikan. Sesuai dengan firman Allah dalam surat
al-Maidah/5: 2

َ ‫علَى ْال ِّب ِّر َو الت َّ ْقوى َوال ت‬


‫َعاونُوا‬ َ ‫َعاونُوا‬ َ ‫ َو ت‬...
ِّ ‫اْلثْ ِّم َو ْالعُ ْد‬
َ‫وان َو اتَّقُوا للاَ ِّإ َّن للا‬ ِّ ْ ‫علَى‬
َ
ِّ ‫شَديدُ ْال ِّعقا‬
‫ب‬
Terjemahnya:
…dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.98
Berdasarkan keterangan-keterangan dan ayat di atas
dapat penulis ketahui bahwa kerja sama berupa peternakan
itu dibolehkan bahkan dianjurkan tanpa ada unsur komersial
di dalamnya, dan jika unsur-unsur lain yang sifatnya

98
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya., h. 107.
105

merugikan salah satu pihak maka hal itu dilarang dalam


Islam. Di dalam Islam setiap muamalah itu harus
menguntungkan kedua belah pihak baru bisa dikategorikan
boleh atau dianjurkan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari analisis dan pembahasan hasil
penelitian dari wawancara yang dilakukan secara langsung
dengan beberapa pihak yang terlibat pada penerapan sistem
bagi hasil peternak sapi di Desa Duampanuae Kec.
Bulupoddo, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem bagi hasil yang diterapkan peternak sapi di
Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo, yaitu pembagian
keuntungan tanpa ada pengurangan biaya operasional
yang ditanggung peternak, akad yang dilakukan
secara tidak tertulis dan pembagian hasilnya terbagi
dua antara sapi jantan dan betina dimana jika sapi
jantan menggunakan pembagian 50%:50% dengan
menggunakan uang, jika sapi betina menggunakan
anak sapi namun jika tidak melahirka sapi tersebut
dijual lalu hasilnya dibagi dua, yang menjadi dasar
bagi hasil adalah hasil keuntungan penjualan sapi dan
anak sapi, pola bagi hasil yang digunakan
berdasarkan pada adat tradisi adat istiadat yang
106
107

terjadi secara turun temurun di desa ini. Modal yang


digunakan langsung berupa sapi yang diserahkan
kepada peternak, kerja sama bagi hasil yang
dilakukan berdasarkan pada kesepakatan bagi hasil
yang sudah disepakati sebelumnya.
2. Sistem bagi hasil yang diterapkan peternak sapi di
Desa Duampanuae Kec. Bulupoddo menurut konsep
ekonomi Islam sudah sesuai dengan sistem bagi hasil
dalam ekonomi Islam hanya saja masih ada
ketentuan-ketentuan di dalamnya yang tidak sesuai
dengan konsep ekonomi Islam diantaranya syarat
yang berupa modal usaha yang belum berupa uang
tunai serta akad yang dilakukan masih akad lisan
yang masih lemah dimata hukum. Namun mekanisme
bagi hasil yang menggunakan sistem revenue sharing
sudah sesuai dengan sistem bagi hasil dalam ekonomi
Islam dimana pembagian hasil dilakukan tanpa
pengurangan biaya-biaya yang mana pembagian ini
sesuai dengan kesepakatan diawal akad dan apabila
terjadi kerugian antara peternak dan pemilik sapi
sama-sama menanggung kerugian tersebut dan
pembagiannya sudah sesuai dengan akad yang sudah
disepakati sebelumnya dimana pembagiannya sudah
108

sesuai dengan porsi masing-masing sama halnya


dengan mekanisme sistem bagi hasil anak sapi sudah
sesuai dengan sistem bagi hasil dalam ekonomi Islam
karena pembagiannya akan dilakukan ketika sudah
ada anak sapi.

B. Saran
Dari pemaparan diatas, ada beberapa saran yang
menurut penulis perlu dipertimbang oleh berbagai pihak,
yaitu:
1. Kepada peternak dan pemilik sapi apabila melakukan
kerjasama, hendaklah modal yang digunakan
langsung berupa uang lalu dibelikan sapi supaya
modal tersebut lebih jelas dan tidak ada kesamar-
samaran lagi didalamnya. kerjasama bagi hasil.
Meskipun ada ayat yang membolehkan akad secara
lisan, namun hendaknya akad yang dijalin hendaknya
akad secara tertulis sehingga jika terjadi
perseselisihan ada dasar yang lebih kuat.
2. Kepada praktisi dan Akademis khususnya Jurusan
Ekonomi Syariah hendaknya berperan dalam
memberikan penjelasan tentang sistem bagi hasil dan
kerjasama yang sesuai dengan syari’at Islam, agar
109

pelaksanaannya tidak keluar dari aturan syari’ah yang


mengatur didalamnya, sehingga bisa diambil
manfaatnya untuk kesejahteraan umat Islam secara
umum.
cx

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Beoedi dan Beni Ahmad Saebani. Metode


Penelitin Ekonomi Islam Muamalah, Cet. I ; Bandung:
CV Pustaka Setia, 2014.
Adi, Afrian Pratama. 2015. Pengertian profesi sebagai
peternak, artikel,
http://afriansatu.blogspot.in/2015/11/pengertianprofesi
sebagaipeternah.html?m=1, Diakses pada tanggal 15
April 2018.
Ahmad Faris Yunianto, “Urgensi Tradisi Gaduh Bagi Hasil
Hewan Ternak dalam Kaitannya dengan Peningkatan
Pendapatan Masyarakat di Dusun Jeruk Wangi Desa
Bendono Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang”,
Skripsi. Strata, Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 2015.
Ahmadi, Rulam. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. III;
Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2016.
Danang Sunyoto dan Wika Harisa Putri, Etika Bisnis, Cet.1;
Yogyakarta: CAPS, 2016.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Cet. I;
Jakarta: Balai Penterjemah dan Pentasi Al-Qur’an
Depag RI, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Cet.II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Fauziah, Ika Yunia dan Abdul Kadir Riyadi. Prinsip Dasar
Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah, Cet.I;
Jakarta: Kencana, 2014.
cxi

Idris, Hadis Ekonomi Ekonomi dalam Perspektid Hadis


Nabi, Cet. III; Jakarta: Kencana, 2017.
Ismail, Perbankan syariah, Cet. I; Jakarta: Kencana, 2011.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah, Cet. IV;
Jakarta: Kencana, 2016.
Muchtasib, Bakhrul. 2009. Konsep Bagi hasil dalam
perbankan syariah.
http//:www.ulohtengpay.blogspot.in/2009/08/konsep-
bagi-hasil-dalam-perbankan.html?m=1, Diakses pada
tanggal 14 April 2018.
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudarabah di bank
syariah, Ed.I; Jakarta: Rajawali, 2008.
-------. Teknik Perhitungan Bagi Hasil, Cet.-; Yogyakarta:
UII Press, 2012.
Mujahidin, Akhmad. Ekonomi Islam sejarah, konsep,
instrument, negara dan pasar, Cet. III; PT
Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2014.
------. Ekonomi Islam sejarah, konsep, instrument, negara
dan pasar, Cet. II; PT Rajagrafindo Persada: Jakarta,
2013.
Mustofa, Imam. Fiqih Mu’amalat Kontenporer, Cet.1;
Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmad. Metodologi Penelitian,
Cet. XIII; Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Pujileksono, Sugeng. Metode Penelitian Komunikasi
Kualitatif, Cet.II; Malang: Kelompok Intrans
Publishing, 2016.
Puspitasari, Ita. “Motivasi Peternak Melakukan Bagi Hasil
(Teseng) Usaha Ternak Sapi Potong di Desa Lempang
cxii

Kec. Tanete Riaja Kab. Barru”, Skripsi. Strata,


Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar, 2014.
Rahmawati, Yeni. “Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap
Praktik Gaduh Sapi pada Masyarakat Desa
Pucangombo Tegalombo Pacitan”, Skripsi. Strata,
Ponorogo: Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,
2017.
Riadi, Muchlising. Pengertian, Karakteristik, Jenis dan
Syarat Bagi Hasil, artikel,
https://www.kajianpustaka.com/2018/02/pengertian-
karakteristik-jenis-syarat-bagi-hasil.html?m=1, diakses
pada tanggal 1 mei 2018.
Ridwan dkk, Kamus Ilmiah Populer, Cet. -; Jakarta: Pustaka
Indonesai,t.th.
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah Prinsip dan
Implementasi Pada Sektor Keuangan Syariah, Cet. II;
Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
Sugeng, Bambang dan Sudarmono. Panduang Beternak Sapi
Potong, Cet. I; Jakarta: Penebar Sawadaya, 2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D, Cet. XX; Bandung: Alfabeta, 2014.
-------. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Cet. XX11; Bandung: Alfabeta, 2015.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalat, Cet.10; Jakarta: Rajawali
Pers,2016.
Syafe’I Rachmad. Fiqih Muamalah, Cet, VII; Bandung:
Pustaka Setia, 2011.
Wahid, Nur. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Bagi
Hasil Pemeliharaan Hewan kambing Studi Kasus di
cxiii

Desa Argosari Kecamatan Ayah kabupaten Kebumen”,


Skripsi. Strata, Purwokerto: Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto, 2016.
Wardi, Ahmad Muschlis. Fiqh Muamalat, Cet. I; Jakarta:
Amzah, 2010.
Wicaksono. Pengertian, Tujuan, Manfaat, Karakteristik, dan
Prinsip Ekonomi Islam.
Artikel,http://www.academia.edu/28202172/Pengertian
_Tujuan_Manfaat_Karakteristik_dan_Prinsip_Ekonom
i_Islam, diakses pada tanggal 16 April 2018.
Widarto, “Perjanjian Kawukan (Bagi Hasil) Ternak menurut
Hukum Adat Bersemah di Kecamaatan Tanjung
Kemuning Kabupaten Kaur”, Skripsi. Strata,
Bengkulu: Universitas Bengkulu, 2014.
Yaya, Rizal dkk. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan
Praktik Kontenporer, Cet. -: Jakarta: Salemba Empat,
2013.

Anda mungkin juga menyukai