Anda di halaman 1dari 103

PERANAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) PUSAT

TERHADAP TAYANGAN INFOTAINMEN DI TELEVISI

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Disusun oleh:

DEVI RAHAYU
NIM: 106051001798

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
PERANAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) PUSAT
TERHADAP TAYANGAN INFOTAINMEN DI TELEVISI

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi
Persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

DEVI RAHAYU
NIM: 106051001798

Pembimbing:

Drs. Sunandar, MA
NIP: 196206261994031002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh strata 1 di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli karya saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Agustus 2010

Devi Rahayu
Nim : 106051001798
ABSTRAK

Devi Rahayu
106051001798
Peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Terhadap Tayangan
Infotainmen di Televisi

Televisi telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat


Indonesia. Berbagai program ditayangkan oleh stasiun-satsiun televisi, salah satu
program yang ditayangkan adalah program infotainmen. Melihat
perkembangannya infotainmen saat ini cenderung berisi informasi yang tidak
penting untuk diketahui oleh masyarakat. Perdebatan tentang infotainmen menjadi
perhatian berbagai kalangan. Di samping itu, terdapat suatu lembaga independen
bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki peran dan wewenang
terhadap batasan program siaran di televisi Indonesia.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah peranan KPI terhadap
tayangan infotainmen di televisi dan yang menjadi subjek adalah Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apa
saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi?dan
Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran tayangan
infotainmen di televisi?.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori peran atau (Role
Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun
disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap
digunakan dalam sosiologi dan antropologi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif
analisis.Penelitian ini dipergunakan untuk menggambarkan peranan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap tayangan infotainmen di televisi
Dari penelitian yang telah dilakukan, hasilnya adalah KPI telah melakukan
penerimaan aduan dari masyarakat khususnya program infotainmen dan mengkaji
lebih dalam dengan menganalisis tayangan infotainmen di televisi. KPI juga telah
memberikan sanksi terhadap pelanggaran infotainmen berupa teguran dan
peringatan. KPI bersama Komisi I DPR dan Dewan Pers telah menyepakati
infotainmen sebagai program non-faktual. Terkait hal tersebut maka dilakukan
revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)
yang telah ditetapkan.

i
KATA PENGANTAR

Puja dan puji selalu penulis panjatkan atas kehadirat dan kuasa Tuhan

semesta alam Allah SWT, yang atas Rahman dan Rahiem-Nya serta pemberian

kecerdasan dan ilmu pengetahuan oleh-Nya, penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada

manusia sempurna dan manusia paling berpengaruh untuk kehidupan ummat

manusia, Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya, dan

untuk semua para pengikutnya. Amien.

Sebagai seorang manusia yang merupakan mahluk sosial, penulis tidak

mungkin mengerjakan suatu pekerjaan tanpa bantuan dari manusia lainnya. Dalam

menyusun tugas akhir perkuliahan ini, banyak pihak-pihak yang memberikan

bantuan, kontribusi, bimbingan, inspirasi, pengalaman, ilmu dan support kepada

penulis. Karena itu di sini penulis ingin mengucapkan terima kasih, kepada:

1. Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak DR. Arief Subhan, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra MA, sebagai Pembantu Dekan

Bid. Akademik, Bapak Drs. Mahmud Jalal, MA, sebagai Pembantu Dekan

Bid. Administrasi Umum dan Keuangan, dan Drs. Study Rizal, LK, MA,

sebagai Pembantu Dekan Bid. Kemahasiswaan.

ii
3. Bapak Drs. Jumroni, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Komunikasi dan

Penyiaran Islam (KPI).

4. Bapak Prof. Dr. Daud Efendy, AM sebagai Penasehat Akademik KPI B Aka

2006.

5. Ibu Umi Musyarafah, MA, sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam (KPI), yang telah membantu dalam memberikan informasi

akademik dan penyusunan transkrip nilai.

6. Bapak Drs. Sunandar, MA, sebagai Dosen Pembimbing dalam penyusunan

skripsi ini, yang telah memberikan waktu, inspirasi, pengalaman, ilmu dan

support kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu seluruh dosen, staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan kontribusi

selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

8. Bapak Dadang Rahmat Hidayat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia

dan Bapak Bimo Nugroho Sekundatmo, Msi sebagai Komisioner Bidang

Infotainmen KPI, yang telah bersedia diwawancara dalam rangka

mengumpulkan data-data untuk penyusunan skripsi ini.

9. Teristimewa kepada Ibunda Atun dan Ayahanda Abdul Wachid tercinta, yang

selalu tulus dan ikhlas untuk mendoakan, membimbing, mendidik, dan

membesarkan penulis hingga menjadi seperti sekarang. Dan keluarga besar,

kalian adalah cahaya, inspirasi, dan teladan bagi penulis. Semoga kalian selalu

dalam keridhoan Allah SWT.

10. Keluarga Ibu Ellysabeth di Bimbel Ora Et Labora yang memberikan support.

iii
11. Lukmanul Hakim yang selalu memberikan semangat dan support kepada

penulis.

12. Sahabatku Dini Utami, Erza Handayani, dan Nadya Ramayani yang memberi

support dan selalu berbagi senang dan sedih selama masa kuliah. Hayustiro,

Renal, dan Aga Raditya yang juga memberikan support dan saran-saran

kepada penulis.

13. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan KPI angkatan 2006, khususnya KPI B

yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi untuk penulis,

bersama kalianlah 4 tahun penulis menuntut ilmu dan mendapat pengalaman di

UIN,dan kawan-kawan KKN (Densus 61).

Jakarta, 19 Agustus 2010

Devi Rahayu
NIM: 106051001798

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6

D. Metode Penelitian ................................................................. 7

E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................ 11

A. Teori Peran ............................................................................ 11

B. Komunikasi Massa ................................................................ 17

C. Televisi sebagai Media Pers.................................................. 21

D. Infotainmen ........................................................................... 23

BAB III GAMBARAN UMUM .............................................................. 27

A. Dasar Pembentukan KPI ....................................................... 27

B. Sejarah KPI ........................................................................... 30

C. Visi dan Misi KPI ................................................................. 31

D. Kelembagaan Organisasi KPI .............................................. 32

E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia ................... 43

v
BAB IV TEMUAN DAN HASIL............................................................ 53

A. Peranan KPI Pusat Terhadap Tayangan Infotainmen ........... 53

B. Pelanggaran Infotainmen di Televisi ................................... 67

C. Aktivitas KPI Terhadap Tayangan Infotainmen .................. 69

D. Langkah KPI dalam Menindaklanjuti Pelanggaran

Infotainmen .......................................................................... 75

BAB V PENUTUP.................................................................................. 79

A. Kesimpulan ........................................................................... 79

B. Saran-saran............................................................................ 80

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 81

LAMPIRAN

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi yang telah berkembang membuat informasi menjadi

sesuatu yang vital. Kemampuan dan kecepatan seseorang mengakses dan

menganalisis informasi menjadi langkah awal untuk memenangkan persaingan

hidup yang makin kompetitif. Kemajuan teknologi satu sisi telah berhasil

mengatasi keterbatasan jarak, dan waktu yang cepat, tetapi di sisi lain

mempertajam ketidakseimbangan arus informasi. 1

Kemajuan teknologi dapat dinikmati melalui media massa. Media

massa sangat berperan penting dalam menginformasikan serta

mensosialisasikan suatu informasi juga produk yang baru kepada khalayak.

Kita dapat menerangkan berbagai informasi produk itu berdasarkan analisis

untuk merangsang khalayak itu berada pada tahap membutuhkan, berminat,

mengevaluasi, uji coba atau tinggal mengambil keputusan.2

Komunikasi massa merupakan proses penyampaian dari suatu sumber

kepada khalayak yang berjumlah besar, dengan menggunakan saluran media

massa. Seperti yang dikutip Blake dan Haroldsen (1975) membagi lima unsur

1
Bakri Abbas.Komunikasi Internasional Peran dan Permasalahnnya.(Jakarta:Yayasan
Kampus Tercinta IISIP.2003), cet Ke-1, h.23
2
Alo Lilweri. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam
Masyarakat.(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,1991), h.143

1
2

yang terdapat dalam komunikasi massa, yaitu komunikator, khalayak, saluran,

dan efek. 3

Pengaruh yang diserap manusia melalui media komunikasi baik

elektronik maupun cetak menghadirkan sisi positif dan negatif. Salah satu

sumber informasi saat ini adalah melalui televisi. Televisi merupakan salah

satu media komunikasi elektronik, selain radio dan yang lainnya. Televisi

merupakan salah satu penyampaian pesan dan informasi kepada masyarakat.

Televisi memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat

Indonesia. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at dari Unpad, acara televisi pada

umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, dan perasaan para penonton. 4

Televisi sebagai media sosialisasi informasi dan hiburan, bersifat terbuka dan

terarah.

Kehadiran televisi maupun pesan-pesan yang disampaikannya

mempengaruhi kognisi, afeksi dan psikomotor masyarakat. Televisi juga

mempunyai peran yang sangat efektif dalam memberikan informasi,

mendidik, menghibur dan mempengaruhi bagi pemirsanya. Keberadaan

stasiun-stasiun televisi swasta hadir dengan menyajikan berbagai siaran-siaran

baik berupa informasi, pendidikan dan hiburan yang beraneka ragam. Televisi

sudah menarik perhatian semua kalangan masyarakat baik dari golongan orang

dewasa, remaja dan anak-anak.

3
Zulkarimein Nasution. Sosiologi Komunikasi Massa.(Jakarta: Universitas
Terbuka,1993),cet. Ke-1, h.6
4
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung:Remaja
Rosdakarya,2006) ,h.41
3

Dalam abad saat ini, televisi telah mengubah cara hidup kita. Televisi

mempengaruhi sifat dasar pendidikan dan mengurangi seni percakapan

langsung. Walaupun demikian, yang dapat kita lakukan hanyalah duduk di

hadapan televisi dan menyaksikan sesuatu yang ditayangkannya. Belum

banyak masyarakat yang mampu menilai dan mengambil aksi untuk memilah

acara yang layak di tonton dan pendamping saat menonton bersama.

Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang,

yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar

secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan

berkesinambungan. 5

Salah satu program yang di tayangkan televisi adalah tayangan

infotainmen. Infotainmen sudah pasti tidak asing lagi bagi kita. Yang terlintas

dalam benak saat mendengar kata infotainmen pasti tentang selebritis.

Infotainmen adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian

menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi

hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris information-

entertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang

menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik. 6

Sayangnya tayangan saat ini dikuasai oleh orang-orang yang mencari

keuntungan dan kekuasaan. Infotainmen di Indonesia pada saat ini cenderung

negatif dan tidak mengindahkan norma-norma yang baik dalam jurnalisme.

Awak televisi serta Production House (PH) sudah tidak lagi memikirkan

5
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).UU Tentang Penyiaran no.32 Tahun 2002.h,5
6
http://id.wikipedia.org/wiki/infotainmen.
4

pengaruh apa yang akan diakibatkan oleh tayangan yang mereka sajikan, akan

tetapi hanya memikirkan rating serta keuntungan yang akan diperoleh.

Padahal suatu tayangan wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan,

dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan,

kekuatan bangsa, menjaga kesatuan dan persatuan, serta mengamalkan nilai-

nilai agama dan budaya Indonesia.

Dalam infotainmen, semua informasi tentang para selebritis tanah air

penting atau tidak pentingnya tetap merupakan informasi yang perlu diketahui

para penonton. Para pekerja infotainmenpun akhirnya melakukan pencarian

berita tanpa mengindahkan etika jurnalistik. Akibatnya beberapa selebritis

meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar melarang atau membatasi

tayangan infotainmen, sampai akhirnya Nahdatul Ulama memvonis haram

bagi yang menonton, menayangkan dan para pekerja infotainmen. 7

Fatwa ini lahir tidak terlepas dari muatan tayangan infotainmen yang

cukup meresahkan. Menjadikan gosip, gunjingan, serta membicarakan

keburukan seseorang menjadi sebuah komoditas tontonan. Kita bisa

menyaksikan tayangan-tayangan itu sepanjang hari di stasiun televisi swasta

kita. Akibatnya persoalan gosip menggosip dan membicarakan keburukan

orang lain menjadi hal-hal yang biasa.

Mencermati kondisi yang demikian kebijakan fatwa haram NU ini

tepat dan sesuai dengan ajaran Islam. Harapannya agar masyarakat tidak

menjadikan gosip, gunjingan, dan membicarakan keburukan orang lain

7
http://tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/07/22/727-80717.id.html
5

menjadi budaya keseharian. Memang, fatwa ini tidak mengikat dan belum

bisa dijadikan dasar untuk menghentikan tayangan-tayangan tersebut. Tapi,

setidaknya memberikan spirit bagi perbaikan tayangan yang ada. Sekaligus

menjadi otokritik bagi stasiun televisi untuk mengkaji kembali tayangan

infotainmen yang di produksinya.

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi

sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat

sosial. Dalam menjalankan fungsi penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi

dan kebudayaan untuk itu KPI sebagai lembaga penyiaran menginginkan agar

semua fungsi televisi tercapai secara utuh.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah lembaga Negara yang

bersifat independen yang ada di pusat maupun daerah yang tugas dan

wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta

masyarakat di bidang penyiaran.

KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta masyarakat

yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat

akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga mempunyai

beberapa wewenang yaitu:

1. Menetapkan standar program siaran

2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran.

3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta

standar program siaran.


6

4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku

penyiaran serta standar program siaran.

5. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga

penyiaran dan masyarakat. 8

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut peneliti perlu

membuat batasan masalah. Adapun Batasan Permasalahan yaitu hanya pada

peran KPI terhadap tayangan infotainmen di televisi tahun 2009-2010.

Adapun Rumusan Masalahnya sebagai berikut:

1. Apa saja kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan infotainmen di televisi?

2. Bagaimana langkah-langkah KPI dalam menindaklanjuti pelanggaran

tayangan infotainmen di televisi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sedangkan tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan secara umum

dan khusus yaitu:

1. Secara umum ingin memberikan kontribusi kepada khalayak berupa

tulisan dan teori mengenai KPI Pusat. Serta mengetahui peranan Komisi

Penyiaran Indonesia Pusat terhadap tayangan televisi.

2. Secara khusus, peneliti ingin memperoleh wawasan dan pengetahuan

mengenai Komisi Penyiaran Indonesia (Pusat) yang merupakan lembaga

8
http://kpi.go.id
7

independen dan mengetahui ketentuan yang ditentukan KPI dalam

memberikan batasan terhadap suatu tayangan.

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Secara akademis yaitu, untuk memberikan kontribusi penelitian mengenai

peranan KPI dan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan serta

memberikan gambaran tentang tayangan-tayangan yang layak dan kurang

layak ditayangkan di televisi.

2. Secara praktis yaitu, diharapkan dapat bermanfaat bagi peminat studi

penyiaran sebagai bahan bacaan ketika menjawab pemasalahan penyiaran

televisi.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

menggunakan analisis deskriptif , yaitu dengan menggambarkan peranan

KPI Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi. Menurut Bodgan dan

Taylor metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

prilaku yang dapat diamati. 9

2. Subjek dan Objek Penelitian

9
Lexy. J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif.(Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.2001),cet ke 15,h.3
8

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) Pusat, sedangkan yang menjadi objek adalah peranan KPI

terhadap tayangan Infotainmen di televisi.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara terstruktur peneliti mengadakan wawancara

dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia mengenai peranan KPI

terhadap tayangan infotainmen, yaitu kepada Bapak Bimo Nugroho

Sekundatmo (Komisioner Bidang Infotainmen). Guna mendapatkan

informasi yang lengkap dan aktual.

b. Observasi

Mengadakan penelitian langsung ke Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) Pusat untuk memperoleh data yang diperlukan,

beralamat di Jl. Gajah Mada No.8, Jakarta. Dilakukan sebanyak lima

kali (5x) ke KPI Pusat.

c. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang tidak

diperoleh dengan cara interview. Peneliti menelaah dan mengkaji

buku-buku pegangan dalam menentukan dasar-dasar teoritis yang erat

kaitannya dengan sasaran pembahasan atau masalah yang dikaji.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis

deskriptif. Yaitu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi


9

gambaran dan mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang

terkumpul secara apa adanya dan kemudian menyimpulkannya, kemudian

diterangkan secara luas.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti juga mengadakan tinjauan perpustakaan

utama UIN Syarif Hidayatullah dan perpustakaan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi.

Peneliti juga mencari skripsi yang ada di perpustakaan utama UIN

Syarif Hidayatullah guna memastikan apakah ada judul atau tema yang sama

dengan skripsi ini.

Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, ada satu skripsi serupa namun

berbeda yang membahas tentang peranan Komisi Penyiaran Indonesia

tayangan mistik di televisi, skripsi ini berjudul Peran Komisi Penyiaran

Indonesia dalam Mengawasi Tayangan Mistik di Televisi, yang disusun oleh

Minfitratillah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah, konsentrasi Jurnalistik

jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam pada tahun 2008.

Skripsi ini menyimpulkan, bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

memiliki beberapa kegiatan dalam mengawasi tayangan mistik di televisi. KPI

melakukan beberapa kegiatan yakni melakukan kajian, menerima aduan

masyarakat, serta mengadakan pengawasan langsung. Jika ditemukan tindak

pelanggaran, langkah pertama yang dilakukan KPI adalah memberikan sanksi

administratif berupa teguran tertulis, KPI memberikan hak jawab terhadap


10

pelaku. Namun bila tidak ada perbaikan maka akan dilanjutkan dengan sanksi

yang selanjutnya yang sudah ditentukan oleh Undang-undang.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun secara sistematis dan terdiri dari lima bab yakni

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Berisi tentang pengertian dan teori

peranan, teori komunikasi massa, televisi sebagai media pers, sejarah

infotainmen dan definisi infotainmen

BAB III GAMBARAN UMUM. Mengenai Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) Pusat, dasar pembentukan KPI, sejarah berdirinya KPI, visi

dan misi KPI dan kelembagaan organisasi KPI serta gambaran tayangan

infotaiment di televisi Indonesia.

BAB IV TEMUAN DAN HASIL. Berisi Analisis peranan Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terhadap tayangan infotaiment di televisi dan

hasil analisis sesuai dengan teori-teori yang terkait.

BAB V PENUTUP. Berisi kesimpulan dan saran-saran.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Teori Peran

Teori peran atau (Role Theory) adalah teori yang merupakan

perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari

psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi

dan antropologi. 1

Peran pertama kali diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang

aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya

sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.

Peran adalah konsep sentral dari teori peran. Meskipun begitu, definisi

peran adalah yang paling tidak jelas. Dalam literatur ditemukan lebih dari 100

definisi tentang peran.

Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran

“an”. Peran memiliki arti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh

orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peran adalah bagian dari

tugas utama yang dilaksanakan. 2

Menurut Grass Masson, sebagaimana yang pernah dikutip oleh David

Berry peranan ialah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada

individu yang menempati kedudukan sosial tertentu, dan harapan tersebut

1
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada 2005), Cet-10 h.224
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta:Balai Pustaka,1996) edisi ke-2, h.751

11
12

merupakan imbangan dari norma-norma yang dalam masyarakat norma

tersebut dapat diartikan sebagi kewajiban seseorang untuk melakukan hal-hal

yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-

pekerjaan lainnya.

Dalam perspektif ilmu psikologi sosial, peranan didefinisikan dengan

suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang

yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu. 3

Peran merupakan fungsi yang bisa terwujud jika seseorang berada di

dalam satu kelompok sosial tertentu. Peran merupakan sebuah perilaku yang

memiliki suatu status dan bisa terjadi dengan atau tanpa adanya batasan-

batasan job description bagi para pelakunya. 4

Pengertian peran menurut Jenping (1944), peran yaitu cara berinteraksi

yang melibatkan tingkah laku oleh dan untuk individu, yang pada akhirnya ada

proses penempatan seseorang dalam keluarga organisasi, masyarakat dan lain

sebagainya. 5

Menurut Biddle dan Thomas, kebanyakan definisi itu menyatakan

bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku

yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah

laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat

dan harus dilaksanakan. 6

3
W.A Gerungan, Psikologi Sosial(Bandung: PT.Eresso,1998),h.135
4
W.A Gerungan, Psikologi Sosial, h.135
5
Pengertian peran. www.google.com
6
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), h. 667.
13

Peran tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan), walaupun

keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan

yang lainnya. karena yang satu tergantung pada yang lainnya dan sebaliknya,

maka peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda akan tetapi

kelekatannya sangat terasa sekali, seseorang dikatakan memiliki peranan

karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun

kedudukan ini berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi

masing-masing dirinya berbeda sesuai dengan statusnya.

Gross, Mason dan A.W.MC. Eachern, sebagaimana dikutip oleh David

Barry mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang

dikenakan pada individu-individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. 7

Harapan-harapan tersebut masih menurut David Barry, merupakan

imbangan dari norma-norma dimasyarakat. Artinya, seseorang diwajibkan

untuk melakukan hal-hal yang diharapkan dalam pekerjaannya, dan dalam

pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa

harapan tentang prilaku-prilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukan oleh

seseorang yang mempunyai peranan tertentu. Peranan adalah keikutsertaan

seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan orang lain untuk

mencapai beberapa tujuan tertentu. 8

7
N, Gross W.S. Masson and AW. Mc. Eachern, Explorationin Role Analysis, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1995), cet-3, h. 99
8
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikoligi sosial, (Jakarta: CV Rajawali, 1984),
cet, ke-1 h.135
14

Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori

peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut: 9

1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial

2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku

4. Kaitan antara orang dan perilaku.

Sedangkan menurut Anton M Moeliono (1990 : 667) peranan adalah

bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Namun menurut Soerjono

peranan adalah merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status), apabila

seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan

kedudukannya. 10

Dengan demikian yang dimaksud dengan peran merupakan kewajiban-

kewajiban dan keharusan yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukannya

di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia

berada.

Tinjauan Sosiologis Tentang Peran

Proses sosialisasi sebagian besar tahapannya terjadi melalui belajar

berperan, suatu peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang untuk

menduduki suatu status tertentu, dan seseorang dapat menerima beberapa

perangkat peran pada waktu yang bersamaan, serta memangku berbagai

macam peran yang memungkinkan munculnya stress atau kepuasan dan

prestasi.

9
Sarlito Wirawan Sarwono. h.215
10
Onong Uchjana Efendy, Kamus Komunikasi,(Bandung: Mandar Maju,1989),h. 108
15

Karena perilaku peran itu adalah perilaku aktual seseorang yang

memerankan suatu peran, dan yang dipengaruhi oleh perjanjian peran yang

dramatis, dimana orang itu bertindak dengan suatu usaha yang disengaja

untuk menyajikan citra yang diinginkan bagi orang lain.

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada

umumnya) tentang prilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh

seseorang yang mempunyai peran tertentu. sebagai mana dikatakan oleh

David Bery terdapat dua macam harapan, yaitu harapan-harapan dari

masyarakat terhadap pemegang peranan dan harapan-harapan yang dimiliki

oleh pemegang peranan terhadap masyarakat.

Peran tidak hanya sebatas harapan-harapan, peran diwujudkan dalam

perilaku oleh aktor, seorang guru adalah aktor, dan perannya diwujudkan

dalam bentuk perilaku bahwa guru adalah sebagai pengajar dan pendidik,

begitu juga halnya dengan seorang kiai ia sebagai aktor, dan perannya

diwujudkan dalam bentuk perilaku bahwa kiai adalah seorang tokoh dan

panutan serta contoh bagi umat (masyarakat), maka hendaknya ia menjadi

pembimbing bagi umat. 11

Stean (1971) dan Davis (1986) menekankan pandangan sosiologi dan

sosial psikologis pada pekerjaan sosial, sementara Perlman (1986) menyatakan

peranan sosial adalah konsep yang berguna untuk memahami relasi dan

kepribadian yang menjadi kepentingan pekerjaan sosial.

11
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi social, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005), Cet-10, h.218
16

Munson dan Balgopal, menganggap bahwa orang menduduki posisi

dalam struktur sosial dan setiap posisi memiliki peranan. Peranan adalah

sekumpulan harapan atau prilaku yang berhubungan dengan posisi dalam

strukur sosial, dan gagasan ini menyatakan peranan selalu dipertimbangkan

dalam konteks relasi karena hanya dalam relasi peranan dapat dikenali.

Peranan berasal dari harapan terhadap orang lain. Peranan mugkin

ascribed (misal menjadi wanita atau kulit hitam, cacat) dicapai melalui sesuatu

yang dilakukan (misalnya menjadi penulis atau anggota parlemen). Kumpulan

peranan adalah kumpulan peranan yang bersamaan dalam posisi sosial

tertentu. Complementarity (saling mengisi) peranan ada jika peranan, perilaku

dan harapan sesuai dengan harapan dari orang-orang yang ada di sekeliling.

Konflik peranan ada jika satu peranan tidak sesuai dengan peranan lain.

Konflik inter-peranan terjadi jika peranan-peranan yang saling berbeda

yang dipegang seseorang tidak sesuai. Konflik inter-peranan terjadi jika

harapan dari orang yang berbeda yang peranannya sama tidak sesuai.

Goffman memperlihatkan cara lainnya untuk melihat adanya peranan.

Dalam interaksi sosial orang mengetahui tentang orang lain melalui cara

menangkap tanda-tanda dari prilaku orang lain. kita dapat mempengaruhi cara

pandang orang lain dengan cara mengatur informasi, kita melakukan

perbuatan yang dirancang agar kesannya tepat. Peranan dalam pandangan ini

adalah perbuatan yang dilakukan karena adanya harapan sosial yang terkait

dengan status sosial. Penampilan kita biasanya di idealkan dan didalamnya


17

tercukup harapan sosial. Beberapa aspek peranan sangat ditekankan sedangkan

aspek lain disembunyikan.

Orang seringkali diberi stigma memberikan kesan pada orang lain

tentang aspek-aspek diri mereka yang tidak disetujui secara sosial.

Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan

sebagi suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat

serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagi prilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat. 12

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana

pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa

dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melauli udara, kabel, dan atau

media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh

masyarakat dengan perangkat penerima siaran. 13

B. Komunikasi Massa

1. Difusi Inovasi

12
Soekanto, Soejono. Sosiologi suatu pengantar(Jakarta: Raja Grafindo
Persada.2003),cet ke-36 h.244
13
P3SPS KPI Bab I
18

Muncul pada artikel yang berjudul The People’s Choice tahun 1944

yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld, Benard Bereleson, dan H. Gaudet.

Mereka mengatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari

media massa sangat kuat untuk mempengaruhi orang-orang. Dengan kata

lain, ketika ada informasi baru dan inovatif, lalu disebarkan (difusi) melalui

media massa, maka akan sangat kuat mempengaruhi massa untuk

mengikutinya. 14

Everett M. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses dimana

suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka

waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah

suatu jenis komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan

sebagai ide baru. Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap

baru oleh seseorang. 15

Everett M. Rogers (1983:165) mengatakan, merumuskan kembali

teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dalam

suatu proses difusi inovasi, yaitu Pertama, Pengetahuan: kesadaran

individu tentang adanya inovasi dan pemahaman tertentu tentang

bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Kedua, Persuasi:individu

membentuk/memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi

tersebut. Ketiga, Keputusan:individu terlibat dalam aktivitas yang

membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Keempat,

Pelaksanaan: individu melaksanakan keputusannya itu sesuai dengan

14
Nurudin.Komunikasi Massa.(Malang: Cespur,2003),h.177
15
Elvinaro Ardianto,dkk.Komunikasi Massa.Suatu Pengantar Edisi Revisi.(Jakarta:
Simbiosa Rekatama Media,2007), cet-1,h.64
19

pilihannya. Kelima, Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang

menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah

dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai

inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya. 16

Pada teori difusi inovasi pengaruh media juga dipandang tak secara

langsung mengenai individu, tetapi terdapat sumber non-media yang turut

mempengaruhi efektivitas pesan media. Hanya saja dalam teori ini,

pengaruh non-media tidak merujuk pada opinion leader, tapi kepada siapa

saja yang bisa memengaruhi, seperti tetangga atau teman. Karenanya,

difusi melibatkan pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan dan

konfirmasi. 17 Bila dilihat dari cara pengelolaan penyiaran sebagai medium

komunikasi massa, maka terdapat tiga paradigma yaitu otoritarianisme,

liberal dan tanggung jawab sosial. Salah satunya dalam paradigma

tanggung jawab sosial, bahwa penyiaran harus dilepaskan dari intervensi

pemerintah, tetap dipertahankan. Namun, muncul sensibilitas besar

terhadap dampak buruk penyiaran liberal, yakni kepemilikan media yang

monopolistic dan dampak-dampaknya terhadap potensi manipulasi

informasi oleh kekuatan modal. 18

2. Agenda Setting

Teori ini diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam Public

Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of

16
Burhan Bungin.Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat,(Jakarta: Kencana, 2006), Ed.1,cet-1, h.277-278
17
Muhammad Mufid,. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran,(Jakarta: Kencana,2007) cet
ke-2,h.23
18
Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran,,h.24
20

Mass Media. Asumsi dasarnya adalah bahwa jika media memberi tekanan

pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk

menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media,

maka penting juga bagi masyarakat. 19

Peran media massa cukup besar untuk memengaruhi pikiran

khalayak melalui penekanan berita yang disampaikan. Media massa

digunakan sebagai alat untuk mengonstruksi area kognitif audiensnya

sehingga mereka mau mengubah pandangan-pandangan yang dianut

ataupun perspektif-perspektif baru.

3. Gatekeeper (Penjaga Gawang)

Dalam proses perjalanan sebuah pesan dari sumber media massa

kepada penerimanya, gatekeepers ikut terlibat didalamnya. Istilah

gatekeepers pertama kali digunakan oleh Kurt Lewin dalam bukunya

Human Relations (1974). Istilah ini mengacu pada proses : suatu pesan

berjalan melalui berbagai pintu, selain juga pada orang atau kelompok yang

memungkinkan pesan lewat (Joseph A Devito, 1996). Ada semacam

pengawas atau gatekeepers yang mengawasi siapa orang yang berhak

menggunakan alat komunikasi massa dan materi apa yang hendak

disampaikan. Gatekeepers ini bersifat professional seperti redaktur,


20
produser, editor, wartawan. Fungsi utama gatekeepers adalah menyaring

pesan yang diterima seseorang. Ketika menyampaikan pesan tersebut,

19
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi, h.27
20
Hari Hiryawan, .Dasar-dasar Hukum Media.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2007),cet
ke-1,h.47
21

gatekeepers mungkin memodifikasi dengan berbagai cara dan berbagai

alasan, gatekeepers membatasi pesan yang diterima komunikan. 21

C. Televisi sebagai Media Pers

Sebagaimana radio siaran, penemuan televisi telah melalui berbagai

eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar

penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta

penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan William Jenkins

melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar melalui

kabel. 22

Kata televisi terdiri dari kata ‘tele’ yang berarti jarak dalam bahasa

Yunani dan kata ‘visi’ yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi

kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suara dari suatu

tempat yang berjarak jauh. 23

Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada

tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan

Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan.

21
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar
,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2007), cet ke-3,h.42-43
22
Elvinaro Ardianto,dkk.Komunikasi Massa:Suatu Pengantar,Edisi Revisi. (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media,2007),Cet ke-1,h.135
23
Sutisno P.C.S .Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio,(Jakarta:
Grasindo,1993),h.1
22

Televisi yang pertama muncul adalah TVRI dengan jam siar antara

30-60 menit sehari. Tujuh tahun setelah TVRI diresmikan (1969), jumlah

pesawat televisi di Jakarta meningkat menjadi 65.000 buah. 24

Media televisi sebagai sarana tayang realitas sosial menjadi penting

artinya bagi manusia untuk memantau diri manusia dalam kehidupan

sosialnya. Tergantung dari bagaimana kesiapan manusianya untuk

menghadapi informasi televisi. 25

Media televisi menyediakan informasi dan kebutuhan manusia

keseluruhan, seperti berita, informasi financial, berbagai macam produksi

barang, dsb. Pemirsa akan selalu terdorong mencari sesuatu yang tidak

diketahui melalui media televisi. Kemampuan televisi dalam menarik

perhatian massa menunjukan bahwa media tersebut telah menguasai jarak

secara geografis dan sosiologis.

Posisi dan peran media massa televisi dalam operasionalisasinya di

masyarakat, tidak berbeda dengan cetak dan radio. Robert K.Avery dalam

bukunya “Communication and The Media” dan Sanford B. Weinberg dalam

“Messages-A Rreader in Human Communication”, Random House, New

York 1980, mengungkapkan 3 fungsi media yaitu:

1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan,

2. The correlation of the part of society in responding to the environment,

yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan

24
Wawan Kuswandi.Komunikasi Massa,Sebuah Analisis Media Televisi.(Jakarta:
PT.Rineka Cipta),cet-1,h.34
25
Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi ,h.32
23

kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada

seleksi evaluasi dan interpretasi,

3. The transmission of the sosial heritage from one generation to the next,

ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi

berikutnya.

Ketiga fungsi diatas pada dasarnya memberikan satu penilaian pada

media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara

untuk menyambung atau menyampaikan nilai-nilai tertentu pada

masyarakat. 26

D. Infotainmen

1. Sejarah Awal Infotainmen

Konsep infotainmen mulanya dipopulerkan oleh para penggiat di

Jhon Hopkins University (JHU), Baltimore, AS. Universitas yang terkenal

dengan berbagai riset kedokterannya tersebut memiliki jaringan organisasi

nirlaba Internasional yang bergerak dalam misi kemanusiaan meningkatkan

kesejahteraan manusia melalui berbagai aspek kesehatan. Misi mereka

didukung oleh Center of Communication Program (CCP) yang bertugas

mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan guna mengubah perilaku

kesehatan masyarakat. Para pakar komunikasi di CPP termasuk Evertt M.

Rogers, merumuskan berbagai metode penyampaian pesan-pesan kesehatan

26
Wawan Kuswandi. Komunikai Massa, Sebuah Analisis Media Televisi,h.25
24

yang secara efektif dapat mengubah prilaku positif. Salah satu konsep

pesan yang dihasilkan adalah infotainmen. 27

Formula neologisme yang menggabungkan information dan

entertainment. Basis utamanya adalah informasi, adapun hiburan disisipkan

sebagai pancingan untuk memalingkan perhatian khalayak.

Dengan demikian porsi terbesarnya tentu saja adalah informasi itu

sendiri bukan hiburannya. Saat infotainmen diadopsi dalam kerja media

massa, terjadi salah kaprah. Dimana infotainmen dimaknai sebagai

informasi tentang hiburan. Sehingga, hiburan menjadi focus dan kerapkali

makna subtantif dari sebuah informasi direduksi. Misalnya dengan

dramatisasi fakta, dugaan berlebihan, penggiringan opini, liputan yang

sepihak serta sejumlah standar etika lainnya yang telah diabaikan secara

sadar. Faktanya, hingga saat ini kecenderungan tayangan infotainmen

makin meningkat. Bahkan, bagi stasiun-stasiun televisi seolah menjadi

bagian utuh dari the logic of accumulaition and exclusion. Ini merupakan

tesis pemikiran Douglas Kellner dalam bukunya Television and the Crisis

of Democracy (1990) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan siaran

televisi lebih banyak diatur “konstitusi” rezim kediktatoran pasar yang

menonjolkan kompetisi dan hak akumulasi modal sebebas-bebasnya. 28

2. Definisi Infotainmen

Adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian

menjadi istilah populer untuk berita ringan yang menghibur atau informasi
27
Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri
Televisi,h.65
28
http://gunheryanto.blogspot.com/Juni,2006
25

hiburan. Merupakan kependekan dari istilah Inggris information-

entertainment. Infotainmen di Indonesia identik dengan acara televisi yang

menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang

unik. 29

Infotainmen adalah hiburan ringan dan aktual seputar dunia

selebritis dan orang-orang terkenal dalam bentuk hiburan, contohnya profil

selebritis. Dalam bukunya yang berjudul “Infotainmen” juga menuturkan :

Terlepas dari akar kelahirannya di barat, dimana infotainmen sebagai

‘informasi yang disajikan sebagai hiburan’. Di Indonesia istilah tersebut

menjadi informasi mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih menjadi

informasi mengenai kehidupan pribadi para artis di dunia hiburan. 30

Infotainmen pada dasarnya adalah jenis soft journalism atau soft

news yang berkembang di Amerika Serikat. Kategori ini bukan hanya

menampilkan informasi dunia hiburan semata tapi beraneka ragam berita

dari olahraga, politik, sosial budaya, dan kriminal, yang dikemas menjadi

lebih lunak dan menghibur. 31

Maraknya tayangan televisi dengan acara-acara sinetron, dan reality

show sangat membutuhkan infotainmen, begitu pula sebaliknya dimana


32
infotainmen menjadi bagian tidak terpisahkan dari tayangan televisi.

Carpini dan Williams (2001) menyebut beberapa alasan penyebab

29
http://wikipedia.org/wiki/infotainment/Januari,2003
30
Bima Nugroho, Teguh Imawan, dkk. Infotainment. (Jakarta: KPI,2005),cet-1,h.6
31
Iswandi Syahputra. Jurnalistik Infotainment: Kancah Baru Jurnalistik dalam Industri
Televisi.(Yogyakarta: Pilar Media,2006),h. 11
32
Bimo Nugroho, Teguh Imawan,dkk.Infotainment.(Jakarta:Komisi Penyiaran
Indonesia,2007)cet ke-1,h.10
26

maraknya infotainmen, antara lain: perubahan struktural industri

telekomunikasi, integral vertical dan horizontal industri mengenai

pencapaian ekonomi, munculnya pekerja media yang hanya memiliki

pengetahuan minim pada kode etik jurnalistik dan cara pandang bahwa

jurnalisme dan hiburan itu sama saja. 33

Sebagian kalangan beranggapan infotainmen telah menjadi pribadi

para artis yang menjadi objek berita. Di pihak lain, infotainmen beralasan

artis merupakan public figure yang perlu untuk memenuhi rasa ingin tahu

penonton. Tapi pertumbuhan infotainmen sangat sulit untuk ditahan.

Infotainmen merupakan acara yang menguntungkan. Biaya informasinya

murah, artis yang menjadi objek tidak dibayar, jumlah penonton banyak,

dan rumah produksi dapat dengan mudah membuat tayangan infotainmen

dengan kemasan yang bervariasi.

33
http://petrachristanunivercitylibrary.ak.id/ikom.pdf
BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Dasar Pembentukan KPI

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar

utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya

adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus

dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan

pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Berbeda dengan semangat dalam

Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No.24 Tahun

1997 yang berbunyi “ Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan

pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah”, menunjukkan bahwa penyiaran

pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan

untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik

dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik

dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi

kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah

media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang

sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita,

hiburan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Dasar dari fungsi pelayanan

informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang

Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip

27
28

keberagaman isi) dan Diversity of Ownwership (prinsip keberagaman

kepemilikan).

Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang

dirumuskan KPI. Pelayanan yang sehat berdasarkan Diversity of Content

adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis

program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership adalah

jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat

dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja, dan menjamin iklim

persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di

Indonesia.

Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang No. 32 Tahun 2002

tentang penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan

sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran

merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan

publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam

semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.

Maka sejak disahkannya UU No 32 Tahun 2002 terjadi perubahan

fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan

paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya limited transfer of

authority dari pengelolaan penyiaran yang selam ini merupakan hak ekslusif

pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (Independent regulatory

body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan

untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan


29

ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi

modal maupun kepentingan kekuasaan.

Belajar dari pengalaman masa lalu dimana pengelolaan sistem

penyiaran masih berada di tangan pemerintah (pada waktu rezim orde baru),

sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi Negara yang

dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem

penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni

rejim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan

untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa

dan pengusaha.

Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran

berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan

siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan

lembaga penyiaran lokal yang ada di daerah tersebut. Hal ini untuk menjamin

tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi

sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan

untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-

budaya masyarakat lokal.

Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada

diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal

masyarakat lokal juga berhak untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan

kebutuhan politik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga

penyiaran sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin


30

menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat

mengembangkan potensinya secara lebih maksimal. Undang-undang No.32

Tahun 2002 dalam semangatnya melindungi hak masyarakat secara lebih

merata.

B. Sejarah KPI

Lembaga penyiaran adalah penyelenggaraan penyiaran, baik lembaga

penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas

maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas,

fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga Negara yang bersifat

independen yang ada dipusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya

diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di

bidang penyiaran. 1

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat

provinsi). Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat

dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran

Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah). Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh

1
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) .UU tentang penyiaran No.32 Tahun 2002.(Jakarta:
2010), h.7
31

sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil

serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat

berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan

penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja

dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang

Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:

"Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh

integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan

bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum,

dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan

sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”

Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga

bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi

siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar

kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI.

Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis

penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan

isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.

C. Visi dan Misi KPI

1. Visi Komisi Penyiaran Indonesia

Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan

bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan

masyarakat.
32

2. Misi Komisi Penyiaran Indonesia

Membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil,

merata dan seimbang. Membantu mewujudkan infrastruktur bidang

penyiaran yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis

antara pusat dan daerah, antarwilayah Indonesia, juga antara Indonesia dan

dunia internasional. Membangun iklim persaingan usaha di bidang

penyiaran yang sehat dan bermartabat. Mewujudkan program siaran yang

sehat, cerdas, dan berkualitas untuk pembentukan intelektualitas, watak,

moral, kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan

nilai-nilai dan budaya Indonesia. Menetapkan perencanaan dan pengaturan

serta pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas penyiaran.

D. Kelembagaan Organisasi KPI

1. Wewenang, Tugas, dan Kewajiban KPI

KPI melakukan peran-perannya sebagai wujud peran serta

masyarakat yang berfungsi mewadahi inspirasi serta mewakili kepentingan

masyarakat akan penyiaran. Dalam menjalankan fungsinya, KPI juga

mempunyai beberapa wewenang yaitu:

a. Menetapkan standar program penyiaran

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran

c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran

serta standar program siaran


33

d. Memberi sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku

penyiaran serta standar program siaran

e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah, lembaga

penyiaran dan masyarakat.

KPI mempunyai tugas yaitu:

a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan

benar sesuai dengan hak asasi manusia,

b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran,

c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran

dan industri terkait,

d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan

seimbang,

e. Menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta

kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran,

f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang

menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran dan P3SPS

menjadi rujukan untuk melihat kualitas penyelenggaraan di Indonesia.

Dalam arti, kualitas tersebut apakah penyelenggaraan sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang ada dan tercantum di dalamnya.

KPI juga memiliki kewajiban sebagai berikut:

a. KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran,

b. KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang

mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran,


34

c. KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat

mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e,

d. KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang

bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab,

e. KPI wajib menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian

kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang

terkait.

Adapun Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Sekretariat Komisi

Penyiaran Indonesia, juga diatur dalam Pasal 17 Peraturan Komisi

Penyiaran Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Kelembagaan Komisi

Penyiaran Indonesia. Dalam pasal itu disebutkan bahwa:

(1) Sekretariat KPI merupakan bagian perangkat kelembagaan pemerintah

baik di pusat maupun di daerah.

(2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPI dibantu oleh sekretariat

yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang dibiayai oleh APBN untuk

KPI Pusat dan APBD untuk KPI Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(3) Struktur organisasi sekretariat KPI yang diatur dalam Peraturan KPI

ditetapkan melalui Keputusan Menteri untuk KPI Pusat dan Peraturan

Gubernur dan atau Peraturan Daerah untuk KPI Daerah.

Dalam pasal 18 disebutkan pula bahwa:

(1) Sekretaris KPI Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

pejabat yang diusulkan oleh KPI Pusat dan ditetapkan oleh Menteri.
35

(2) Sekretaris KPI Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

pejabat yang diusulkan oleh KPI Daerah dan ditetapkan oleh

Gubernur.

(3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Sekretaris bertanggung

jawab kepada Ketua KPI dan mematuhi setiap keputusan pleno.

Pejabat Sekretariat KPI Pusat/KPI Daerah adalah pejabat struktural

disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

2. Aturan-aturan dalam Tubuh KPI

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi

sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control dan

perekat social. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.

Maka dari itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga

penyiaran memiliki aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan contohnya

saja dalam hal perizinan penayangan suatu tayangan. KPI akan

memberikan izin siaran apabila:

a. Izin penyelenggaraan penyiaran diberikan sebagai berikut:

1) Izin penyelenggaraan penyiaran radio diberikan untuk jangka

waktu 5 (lima) tahun

2) Izin penyelenggaraan penyiaran televisi diberikan untuk jangka

waktu 10 (sepuluh) tahun.

b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b masing-

masing dapat diperpanjang.


36

c. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga

radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan

dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba

siaran paling lama 1 (satu) tahun.

d. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada

pihak lain,

e. Izin penyelenggaraan penyiaran dicabut karena :

1) Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan

2) Melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah

jangkauan siaran yang ditetapkan

3) Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa

pemberitahuan KPI

4) Dipindahtangankan kepada pihak lain

5) Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan

persyaratan teknis perangkat penyiaran,atau

6) Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah

adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum

tetap,

7) Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis

masa izin dan tidak diperpanjang kembali.

Selain itu Komisi Penyiaran Indonesia juga menetapkan pedoman

perilaku penyiaran yang harus ditaati oleh para stasiun televisi ataupun

rumah produksi, antara lain:


37

a. Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggara stasiun ditetapkan

oleh KPI

b. Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

disusun dan bersumber pada:

1) Nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku,

2) Norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat

umum dan lembaga penyiaran.

c. KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku

penyiaran kepada lembaga penyiaran dan masyarakat umum,

d. Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang

sekurang-kurangnya berkaitan dengan:

1) Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan

2) Rasa hormat terhadap hal pribadi

3) Kesopanan dan kesusilaan

4) Pembatasan adegan seks,kekerasan, dan sadisme

5) Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan

6) Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak

7) Penyiaran program dalam bahasa asing

8) Ketetapan dan kenetralan program berita

9) Siaran langsung dan,

10) Siaran iklan

e. KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran


38

Bagi televisi yang melanggar aturan yang telah ditentukan oleh

KPI akan mendapatkan sanksi administratif oleh KPI yaitu:

a. Teguran tertulis

b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui

tahap tertentu

c. Pembatasan durasi dan waktu siaran

d. Denda administratif

e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu

f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran

g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran

3. Struktur Organisasi Pengurus KPI

KPI Pusat periode kedua ini ditetapkan melalui Surat Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2007 tertanggal 31 Maret

2007, dan KPI Pusat efektif bekerja awal Juni 2007. Sedangkan penetapan

Ketua dan Wakil Ketua KPI Pusat dilaksanakan pada 16 April 2007

dengan menetapkan struktur keanggotaan sebagaimana tersebut.

Komisioner Periode 2007-2010:

Ketua : Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, PhD

Wakil Ketua : Fetty Fajriati Miftach, MA

Bidang Kelembagaan : Dr.S. Sinansari Ecip, Mochamad Riyanto,M.Si

Bidang Pengawasan : Yazirwan Uyun

Isi Siaran : Sasa Djuarsa Sendjaja, Fetty Fjriati Miftach


39

Bidang Perizinan : Izzul Muslimin,SIP, Dr. Amar Achmad,M.Si

dan Bimo Nugroho Sekundatmo,M.Si

Komisioner Periode 2010-2013:

Ketua : Dadang Rahmat Hidayat

Wakil Ketua : Nina Mutmainnah

Anggota : Ezki Tri Rezeki Widianti, Mochamad Riyanto,

Azimah, Idy Muzayyad, Iswandi Syahputra,

Judhariksawan dan Yazirwan Uyun.

Dalam menjalankan tugasnya-tugasnya, KPI Pusat dibantu oleh

tenaga ahli sebagaimana amanat UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran pasal 9 ayat 4: “KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang

dibiayai oleh APBN.” Dan ayat 5: “Dalam melaksanakan tugasnya, KPI

dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.”

Susunan Sekretariat KPI Pusat sebagai berikut:

Sekretaris KPI Pusat Ir. Oemar Edi Prabowo, MM

Kepala Bagian Perencanaan dan Hukum Deki Santosa, SE


Kepala Subbag Perencanaan Imam Waluyu, S.Sos
Kepala Subbag Perancangan Peraturan Surahmawati, SH
Kepala Subbag Pengaduan Dra. Sinar Ria Bellawati

Kepala Bagian Administrasi Perizinan Drs. Ismet Imawan, MM


Kepala Subbag Fasilitas Proses Perizinan Heryadi Purnama, S.Sos
Kepala Subbag Fasilitas Kajian Teknologi Alfrida Berlini

Kepala Bagian Komunikasi Budi Taruna


Kepala Subbag Humas Antar Lembaga Wijanarko, SE
Kepala Subbag Fasilitas Monitoring Drs. Bambang Siswanto, M.Si

Kepala Bagian Umum Drs. Henry A.R. Patandianan


Kepala Subbag Tata Usaha dan Kepegawaian Sudaryadi. B.Sc
Kepala Subbag Keuangan Imam Romersono, SE
Kepala Subbag Dokumentasi dan Kepustakaan H.Sardjono, SH
40

Kelompok jabatan Fungsional

Asisten Ahli: Agatha Lily, M.Si


Ria Aprianti
Tris Finalia
Intantri Kusmawarni, M.Si
Rizky Riyadu Taufik
Joaquim Rohi
Hariqo Wibawa Satria
Arie Andyka
Fera Ariefah

Pengelola Website

Redaktur Pelaksana Sofyan Herbowo, SIP

Redaktur Rianzi Gautama, S.Sos


Aditya Nur Fahmi, MM
Shuci Trisna Permata, S.Kom

4. Program Kerja KPI

a. Penyusunan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan berupa

peraturan kelembagaan KPI dan P3SPS.

KPI telah mengeluarkan Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2007

tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia yang mengatur

keanggotaan, struktur kelembagaan, kesekretariatan, rapat

kelembagaan, tata hubungan KPI Pusat dan KPID, Kerjasama,

Honorarium dan Tunjangan. Pada 2009, peraturan tersebut digantikan

oleh Peraturan KPI nomor 01 Tahun 2009 sebagai output dari hasil

Sidang Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Peraturan KPI Bidang

Kelembagaan yang pernah diadakan di Bogor, 2-4 JuIi 2009. Peraturan

tersebut direvisi untuk lebih memperjelas eksistensi lembaga negara

yang bersifat independen ini.


41

Penyusunan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) adalah produk

KPI yang mengandung ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh

dan tidak boleh dalam proses pembuatan program siaran. Penyusunan

Standar Program Siaran (SPS) adalah produk KPI yang mengandung

ketentuan-ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh ter-saji

dalam isi siaran. P3 dan SPS yang berlaku saat ini adalah Peraturan

Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 tentang Pedoman

Perilaku Penyiaran; Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03

Tahun 2009 tentang Standar Program Siaran. Dalam peraturan terbaru

ini, aturan-aturan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar

Program Siaran dijelaskan secara lebih rinci.

b. Rapat-rapat Koordinasi seperti Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional),

Rapim (Rapat Pimpinan), Raker (Rapat Kerja) dan Rapat Pleno.

Sementara itu untuk penguatan kelembagaan dan koordinasi

kegiatan program, seperti yang terdapat pada BAB V Peraturan KPI

Nomor 01 tahun 2009 tentang kelembagaan, bahwa yang termasuk

dalam rapat-rapat kelembagaan KPI adalah Rapat Koordinasi Nasional

(Rakornas), Rapat Pimpinan (Rapim), Rapat Kerja (Raker) dan Rapat

Pleno.

- Rapat pimpinan bertujuan untuk melakukan konsolidasi

kelembagaan secara menyeluruh dalam upaya meningkatkan

kinerja dalam melaksanakan pengaturan, pengawasan dan

pengembangan dalam bidang penyiaran sebagaimana diamanatkan

oleh UU Penyiaran.
42

- Rakornas ini sesuai dengan Peraturan KPI No. 01 Tahun 2009

tentang Kelembagaan KPI pasal 33 ayat (1) yang berbunyi: Rapat

Koordinasi Nasional merupakan forum tingkat nasional yang

berfungsi untuk menetapkan peraturan dan keputusan berkenaan

dengan wewenang, tugas, kewajiban dan fungsi KPI.

- Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan oleh KPI, baik di

tingkat Pusat (Rakernas) dan di tingkat Daerah (Rakerda), dan

diikuti oleh koordinator bidang dari seluruh KPI Daerah.

- Rapat Pleno adalah rapat yang diselenggarakan secara berkala dan

merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di

masing-masing KPI Pusat dan KPI Daerah.

c. Program pembinaan dan koordinasi dengan KPID

d. Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI

e. Kerjasama antarlembaga seperti dengan Pemda, KPID dan lembaga

lainnya.

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat melakukan kerjasama

dengan berbagai pihak dalam menjalankan amanat UU Nomor 32

tahun 2002 tentang Penyiaran. Kerjasama ini dilakukan untuk

meningkatkan komunikasi dan mendukung terlaksananya tugas-tugas

KPI. Seperti bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia,

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Persatuan Perusahaan

Periklanan Indonesia (PPPI), Dewan Pers, Yayasan 28, Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Anak, Universitas


43

Atmajaya Yogyakarta, Universitas Veteran Yogya-karta, Universitas

Muhammadiyah Malang, dll. Bentuk kerjasama yang dilakukan KPI

dengan lembaga-lembaga penyiaran atau lembaga lain-nya yang terkait

penyiaran pada umumnya berupa kerjasama yang menitikberatkan

pada literasi media dan pengawasan isi siaran. Selain menjalin

hubungan kerjasama dalam negeri, KPI mempunyai program untuk

melakukan kunjungan ke beberapa negara yang dipan-dang maju

dalam hal penyiaran, dalam rangka menjalin kerjasama internasional.

Beberapa Negara yang telah dikunjungi KPI adalah China, Hongkong,

Malaysia, Singapore, Inggris, Amerika Serikat.

f. Penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding)/Nota

Kesepahaman.

E. Gambaran Tayangan Infotainmen di Indonesia

1. Infotainmen dalam Jurnalisme

Infotainmen merupakan jenis tayangan televisi yang popular dewasa

ini. Tingginya popularitas jenis tayangan ini bisa dibuktikan dengan semakin

beragamnya nama tayangan infotainmen yang menemui pemirsa. Walaupun

semakin beragamnya nama tayangan infotainmen, namun keberagaman nama

ini tidak diikuti oleh keberagaman format acara infotainmen. Anehnya

ditengah kualitas infotainmen yang begitu-begitu saja, infotainmen tetap


44

digandrungi para pemirsa. Pada waktu prime-time 2 infotainmen juga tidak

terlewat ikut meramaikan kompetisi perebutan rating tinggi.

Arti sesungguhnya dari infotainmen, yaitu informasi yang dikemas

dalam balutan entertainment, maka seharusnya porsi informasi lebih banyak

daripada porsi hiburan. Faktanya, kini infotainmen lebih mengutamakan unsur

hiburan daripada unsur informasi. Ini terkait dengan kandungan informasi

misalnya bobot informasi atau penting tidaknya informasi tersebut

disampaikan kepada publik.

Mengacu pada theory agenda setting, maka sebenarnya medialah

yang telah mengonstruksi pikiran publik sehingga informasi yang sebenarnya

tidak penting menjadi penting. Dalam teori yang dikemukan oleh

M.E.Mc.Combs and D.L. Shaw tersebut dikatakan bahwa jika media

memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan

mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Mereka menjelaskan

bahwa ada korelasi positif yang cukup signifikan antara penekanan berita dan

penilaian berita oleh khalayak. 3

Dengan kata lain, media membuat sesuatu yang tidak penting menjadi

penting, misalnya penekanan dengan porsi penayangan berita yang besar.

Seperti wartawan infotainmen mencari berita mengenai perceraian artis , cara

berpacaran artis, gaya hedonisme mereka, pernikahan terselubung, pisah

ranjang hingga perselingkuhan mereka. Kenapa kehidupan “ranjang” artis

2
Prime-time adalah waktu terbaik untuk menyuguhkan program siaran yang top,
mengingat waktu tersebut ditonton oleh sebagian besar penonton.Lihat RM Soenarto. Programa
Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran. ( Jakarta:FFTV-IKJ Press,2007), h.66
3
Burhan Bungin,.Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. (Jakarta: Kencana, 2006) cet ke- 1,h. 280
45

mesti dipublikasikan? Yang membuatnya menjadi penting adalah penekanan

pada unsur artis/figure yang ditampilkan serta frekuensi penayangan informasi

tersebut. Terlepas dari unsur pentingnya informasi, hal yang demikian juga

telah melanggar ruang privasi artis.

Diffusion of Innovation theory semakin mempercepat persebaran

informasi. Teori ini menunjukan bahwa media massa semakin mempercepat

jalannya arus informasi hingga mencapai khalayak dalam jumlah yang besar.

Pada tayangan infotainmen, adopsi inovasi dari gaya hidup para selebritas

akan berpengaruh pada khalayak karena diperolehnya pengetahuan tersebut

akan dipengaruhi pula oleh karakteristik sosial.

Menurut Val E. Limburg dalam bukunya Electronic Media Ethics

(1994: 125), gambar (visual) lebih mampu berbicara banyak daripada bahasa

lisan maupun tertulis, karena itu persoalan etika menjadi semakin penting.

Dalam tayangan berita di televisi, termasuk juga infotainmen, menurutnya ada

dua gatekeepers yang berperan dalam persoalan etika yang berkaiatan dengan

visualisasi di layar televisi, yaitu kamerawan yang mengarahkan kameranya

pada sumber berita dan editor yang berkuasa untuk memilih visualisasi yang

layak disiarkan atau tidak. 4

Dilihat dari kaidah jurnalistik, infotainmen dapat dikategorikan sebuah

karya jurnalistik. Para wartawan infotainmen melakukan reportase di

lapangan, mewawancarai narasumber, mengedit, kemudian menyiarkannya

untuk khalayak ramai. Namun dilihat dari standar dan prosedur jurnalistik

4
http://.artikeljurnalinfotainmen.pdf
46

tersebut, infotainmen yang ada secara umum merupakan produk jurnalistik

yang buruk kualitasnya.

Selama ini yang menjadi keluhan para selebritis terhadap infotainmen

adalah dimasukinya wilayah privat mereka oleh para kru infotainmen.

Berbagai perseteruan selebritis dengan kru infotainmen seperti tersebut di atas

menjadi penanda dari pereseturuan ini. Walaupun demikian konsep wilayah

privat sendiri perlu dirumuskan kembali karena bukankan selebritis adalah

public figure yang kemanapun melangkah pasti selalu menarik minat khalayak

untuk mengetahuinya (public right to know). Yang lebih mendesak untuk

segera diperhatikan adalah kesadaran penerapan etika jurnalisme saat meliput

berita yang akan dijadikan konsumsi infotainmen.

Pada kenyataannya, kondisi yang terjadi berkebalikan dan semakin

ironis karena etika jurnalisme yang semakin tidak dipedulikan dalam

infotainmen, sehingga wajar saja jika kemudian berkembang wacana bahwa

infotainmen sekedar “berita sampah” yang hanya berorientasi kepada segi

entertainment untuk mereguk keuntungan dengan mengorbankan hak-hak dan

kepentingan sumber berita.

Yons Achmad, seorang pemerhati media dan aktivis Communicare

Institute (CoIn) Jakarta memiliki beberapa catatan tentang kelemahan dari

produksi sampai program terkait tayangan infotainmen yang ditayangkan ke

publik yaitu: Pertama, di dalam dunia jurnalistik pertama kali yang harus

dibangun adalah sumber berita berdasarkan fakta. Sementara di dalam acara

infotainmen kerap sekali berita hanya berdasarkan gosip dan informasi yang
47

simpang siur. Kedua, dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya, wartawan

infotainmen kerap memaksa nara sumber (artis) untuk angkat bicara. Bahkan,

sampai menginap di sekitar rumah para artis. Fenomena ini kerap menjadikan

trauma tersendiri di kalangan artis. Maka wajar jika ada penilaian bahwa

pekerja infotainmen itu bukan wartawan. Ketiga, wartawan infotainmen kerap

berdalih bahwa apa yang mereka lakukan itu sah-sah saja. Mencegat nara

sumber dan seenaknya memaksa nara sumber untuk menjawab pertanyaan

yang diajukan. Ketika tidak berhasil sering terjadi pemaksaan disertai ancaman

bahwa menghalang-halangi kerja peliputan bisa berurusan dengan hukum atas

nama UU Pers No 40 1999. Keempat, berkenaan dengan status kewartawanan

banyak yang masih mempertanyakan apakah awak infotainmen layak disebut

wartawan. Karena, mereka tidak semua bekerja pada stasiun televisi tetapi

karyawan sebuah production house. Kelima, terkait dengan muatan berita

yang buruk dan layak dikategorikan sebagai berita sampah (junk news),

misalnya terkesan asal tayang dan menyiarkan wawancara nara sumber yang

tidak kompeten untuk berbicara di ranah publik. 5

Program infotainmen di stasiun-stasiun televisi bukan merupakan karya

jurnalistik, demikian menurut disertasi Doktor Ilmu Komunikasi Universitas

Indonesia (UI), Mulharnetti Syas yang berjudul Relasi Kekuasaan dalam

Budaya Industrti Televisi di Indonesia (Studi Budaya Televisi pada Program

Infotainmen).

5
http://communicareinstitute.com. 3 Januari,2007
48

Beliau mengatakan, hasil disertasinya menyimpulkan bahwa tayangan

infotainmen banyak melanggar kode etik jurnalistik, karena menampilkan

gossip atau isu bukan fakta yang ada. Tayangan infotainmen hanya sebagai

hiburan semata bagi pemirsa televisi, sehingga kurang bermanfaat bagi

masyarakat. Ia juga menilai bahwa pekerja infotainmen bukan wartawan,

karena hasil kerjanya bukan produk jurnalistik. 6

Lain halnya dengan pandangan Pakar Komunikasi Universitas

Indonesia Dr. Effendy Ghozali, MA menilai, karakter infotainmen di

Indonesia adalah over explosive, over simplified dan over claim. Over

explosive karena tayangan infotainmen sudah terlalu banyak, semua stasiun

televisi di Indonesia memiliki program acara serupa. Akibatnya, infotainmen

justru menjadi sarana sinisme bukannya menjadi media informasi yang

mencerdaskan masyarakat. Sementara over simplified, ditunjukkan dengan

cara kerja para jurnalis infotainmen yang terlalu mudah menyederhanakan dan

menyimpulkan sebuah persoalan. Sedangkan over claim, media infotainmen

selalu mengklaim demi kepentingan publik. seolah-olah publik harus

mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada artis. 7

Antropolog Universitas Negeri Semarang, Nugroho Trisnu Brata

menilai tayangan infotainmen berakar pada budaya masyarakat yang bermula

dari kebiasaan “ngerumpi”. Kebiasaan tersebut ternyata mengikuti

perkembangan zaman yang mulai mengenal media komunikasi yang lebih

canggih, yakni televisi hingga akhirnya ada tayangan infotainmen. Ia

6
Depok (Antara News), Selasa 13 Juli 2010
7
http://detiknews.com/ibnughifari
49

mengatakan kebiasaan “ngerumpi” sudah menjadi budaya sebagian masyrakat

sehingga menjadi bebas nilai dan tidak dapat dinilai salah atau benar, sebab

kebudayaan adalah sesuatu yang bebas nilai. Tayangan infotainmen tak akan

pernah sepi dari iklan yang mengindikasikan hal itu merupakan peluang untuk

meraih pendapatan besar di dunia pertelevisian. 8

Pihak yang mengkritik tayangan infotainmen umumnya berkeberatan

terhadap isi yang melulu pada gossip ataupun fakta yang tidak berbobot dan

tidak sehat. Tayangan-tayangan di televisi seyogyanya berisi informasi yang

membawa masyarakat kepada proses pembelajaran yang mendidik dan

bertumpu pada nilai etika, kesopanan, maupun kecakapan dalam ilmu dan

teknologi.

2. Pandangan Ormas Islam Terhadap Infotainmen

Di selenggarakannya Musyawarah Nasional Alim Ulama dan

Konferensi Besar NU di Surabaya akhir Juli 2006 lalu akhirnya

merekomendasikan bahwa NU mengeluarkan fatwa haram tentang

infotainmen karena memasuki wilayah ghibah alias gunjingan bahkan fitnah

yang tak terbukti kebenarannya atas persoalan-persolan pribadi yang

diberitakannya.

Ketua PBNU Prof Dr. KH Said Aqil Siradj menyatakan, langkah NU

mengeluarkan fatwa haram bagi infotainmen yang cenderung membuka aib

seseorang semata untuk mengajak umat pada kebaikan dan meninggalkan

keburukan, namun NU tak akan memaksa masyarakat untuk mengikuti fatwa

8
Semarang (Antara News), Jumat 30 Juli 2010
50

tersebut. Beliau menjamin fatwa yang dihasilkan dari proses Musyawarah

Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Surabaya akhir Juli lalu itu

tidak akan diikuti dengan aksi sweeping terhadap orang-orang yang tidak

mengikuti fatwa tersebut. 9

Pada Juli 2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa

haram untuk tayangan infotainmen, baik bagi televisi yang menayangkannya

maupun masyarakat yang menontonnya. Fatwa tersebut disahkan dalam rapat

pleno Komisi C Bidang Fatwa Musyawarah Nasional (Munas) VIII MUI di

Jakarta. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi Fatwa MUI KH. Ma’ruf Amin.

Bagi pihak yang menayangkan dan menyiarkan atau mengambil

keuntungan dari berita yang berisi tentang aib, kejelekan, gossip dan hal-hal

lain sejenis terkait juga dinyatakan haram oleh MUI. Sementara status haram

itu bisa batal dengan beberapa alasan yang dibenarka secara syar’i, yakni

tayangan infotainmen tersebut untuk kepentingan penegak hokum,

memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan,

meminta pertolongan atau meminta fatwa hukum.

MUI merekomendasikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

untuk meregulasi tayangan infotainmen untuk menjamin hak masyarakat

memperoleh tayangan yang bermutu serta melindungi dari hak-hak negatif.

Lembaga Sensor Film (LSF) juga diminta mengambil langkah proaktif untuk

9
http://www.tempointeraktif.com/ Veven Wardhana, Januari 2007
51

menyensor tayangan infotainmen guna menjamin terpenuhinya hak-hak publik

dalam menikmati tayangan bermutu. 10

Dalam Firman Allah SWT:

ٌ‫ﻦ إِﺛْﻢ‬
‫ﻈﱢ‬
‫ﺾ اﻟ ﱠ‬ َ ْ‫ن َﺑﻌ‬ ‫ﻦ ِإ ﱠ‬‫ﻈﱢ‬
‫ﻦ اﻟ ﱠ‬ َ ‫ﻦ َﺁ َﻣﻨُﻮا اﺟْ َﺘ ِﻨﺒُﻮا َآﺜِﻴﺮًا ِﻣ‬ َ ‫“ﻳَﺎ أَ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ‬
‫ﻞ َﻟﺤْ َﻢ‬
َ ‫ﺣ ُﺪ ُآﻢْ َأنْ َﻳﺄْ ُآ‬
َ ‫ﺐ َأ‬
‫ﺤ ﱡ‬
ِ ‫ﻀ ُﻜﻢْ َﺑﻌْﻀًﺎ َأ ُﻳ‬ ُ ْ‫ﺴﺴُﻮا وَﻟَﺎ َﻳﻐْ َﺘﺐْ َﺑﻌ‬ ‫ﺠﱠ‬ َ ‫َوﻟَﺎ َﺗ‬
.”ٌ‫ن اﻟﱠﻠﻪَ ﺗَﻮﱠابٌ رَﺣِﻴﻢ‬ ‫َأﺧِﻴ ِﻪ ﻣَﻴْﺘًﺎ َﻓ َﻜ ِﺮ ْه ُﺘﻤُﻮ ُﻩ وَاﺗﱠﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ ِإ ﱠ‬
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjing-kan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging sau-daranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertak-walah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q.S. Al Hujuraat: 12)

Hadits Nabi s.a.w yang diriwayatkan Imam al-Bukhori: 11

‫ﺻﺐﱠ ﻓِﻲ ُأ ُذ َﻧﻴْ ِﻪ‬


ُ َ‫ﺚ َﻗﻮْ ٍم َو ُهﻢْ َﻟ ُﻪ آَﺎرِهُﻮن‬
ِ ‫ﺣﺪِﻳ‬
َ ‫َو َﻣﻦْ اﺳْ َﺘ َﻤ َﻊ إﻟَﻰ‬
.‫ﻚ‬
ُ ‫اﻟْﺂ ُﻧ‬
Artinya: “Barang siapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum, sedangkan
mereka membeci pembicaraan itu, maka akan dicurahkan timah
yang meleleh pada telinga orang tersebut (di akherat).”

Dalil-dalil diatas mengandung kesimpulan bahwa seseorang dilarang

untuk melakukan tujuh perkara:

1. Dzon (dugaan buruk atau buruk sangka pada orang lain).

2. Tajassus (mengintai atau mengejar berita).

3. Ghibah (ngerasani) yang diharamkan seperti mengungkap aib seseorang

dengan segala macam bentuknya (dengan li-san, tulisan, isyarah dan lain-

lain atau dengan hati).

10
http://www.detiknews.com/2010/07/27/04513/1396755/mui:gossip-haram
11
Himpunan hadist pilihan hadist shahih bukhari. (Surabaya: Al-ikhlas)
52

4. Buhtan (mendustakan orang lain)

5. Ifkun (membicarakan sesuatu yang didengar yang belum ada kejelasan).

6. Tasmi’ (memperdengarkan perbuatannya untuk mendapat popularitas) dan

Riya’ (pamer untuk dipuji).

7. Membuka aib sendiri atau orang lain tanpa ada tujuan yang dibenarkan. 12

Hukum penayangan dan proses infotainmen :

1. Jika ada unsur-unsur perkara di atas, maka hukum penayangannya adalah

haram.

2. Jika tidak ada unsur-unsur tersebut, seperti tahadduts binni’mah

(membicarakan kenikmatan yang diberikan Allah), sebagai panutan agar

diikuti amal kebaikannya dan agar dimanfaatkan karya Ilmiahnya, maka

hukum penayangnya diperbolehkan.

Hukum menontonnya:

1. Haram, jika panayangannya hukumnya haram (karena setuju dengan

kemungkaran), kecuali ada tujuan taghyirul mungkar (mengubah

kemungkaran) atau meninggalkan.

2. Tidak haram, jika penanyangannya hukumnya tidak haram.

12
Rachmat Syafe’I. Al-Hadist: Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum. 2003, (Bandung: CV.
Pustaka Setia,)cet ke2 h.188
BAB IV

TEMUAN DAN HASIL

A. Peranan KPI Pusat terhadap Tayangan Infotainmen

Komisi penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga independen yang

mengatur hal-hal mengenai penyiaran yang tugas, fungsi dan wewenangnya

diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.

Komisi Penyiaran Indonesia adalah suatu lembaga yang bergerak

dalam bidang penyiaran. Semua tugas serta fungsi KPI bertujuan untuk

memperbaiki semua siaran yang ada di Indonesia. Tugas lain dari KPI adalah

mengawasi kegiatan penyiaran dan memberikan sanksi kepada stasiun televisi

yang melakukan tindakan pelanggaran. Hal tersebut merupakan wujud peran

KPI dalam mengawasi tayangan-tayangan yang ada di televisi.

Kegiatan komisi penyiaran Indonesia dalam mengawasi isi siaran ini

masuk kepada yang ketiga yaitu pengawasan isi siaran karena pada dasarnya

KPI dibagi menjadi tiga bidang yaitu bidang kelembagaan, bidang struktur

penyiaran dan bidang pengawasan isi siaran.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memiki beberapa kegiatan

dalam mengawasi tayangan-tayangan di televisi yaitu menampung, meneliti

dan menindaklanjuti keluhan akan isi siaran, pemantauan langsung, dan

memberikan sanksi.

53
54

1. KPI melakukan kajian dalam bidang masing-masing

Pada dasarnya setiap komisioner memiliki tim kajian masing-masing.

Kajian dilakukan setiap satu bulan sekali oleh para tim pengkaji. Kajian ini

bertujuan memantau pelanggaran yang dilakukan stasiun-stasiun TV yang

bersiaran nasional terhadap UU no 32/2002 tentang Penyiaran serta P3SPS

yang ditetapkan KPI. Kegiatan pengkajian ini berguna untuk mengoreksi serta

meneliti suatu tayangan yang melakukan pelanggaran. Kegiatan pengkajian

sangat penting dilakukan sebab, secara tidak langsung kegiatan ini bisa

dijadikan tolok ukur seberapa jauh suatu tayangan melakukan tindakan

pelanggaran.

2. KPI menerima aduan dari masyarakat.

Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui adanya

pelanggaran terhadap standar program siaran dapat mengadukan

pelanggaran tersebut kepada Komisi Penyiaran Indonesia, KPI juga

menerima aduan melalui media internet yakni dengan membuka situs web

www.kpi.go.id. Dan jejaring sosial Facebook dengan akun komisi

penyiaran indonesia. Selain itu KPI menerima aduan dalam bentuk

lainnya seperti melalui call centre dan SMS, dari sanalah KPI mengetahui

aduan yang masuk dari masyarakat untuk KPI. KPI menampung, meneliti,

dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi

masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran. Pengaduan dari

masyarakat merupakan inti yang sangat penting mengingat masyrakat

merupakan orang yang paling sering mengonsumsi tayangan televisi


55

sehari-hari. Sehingga masyarakat paling banyak mengetahui serta

merasakan tayangan apa yang memberikan dampak negatif serta

melanggar aturan penyiaran. Pada tahun 2009 ada 163 aduan (khusus

untuk tayangan infotainmen saja) yang masuk ke KPI dan pada tahun 2010

jumlah aduan yang masuk tidak berbeda jauh sekitar 31.98% dari total

aduan yang masuk. Dengan demikian masyarakat merupakan sumber yang

cukup diperhitungkan

3. KPI melakukan pengawasan langsung.

Pengawasan secara langsung yaitu dengan mengawasi melalui fasilitas

monitoring selama 24 jam penuh, pengawasan ini berlaku untuk semua

stasiun televisi, dan fasilitas monitoring dapat merekam semua siaran yang

ada di seluruh stasiun televisi. Kegiatan monitoring sangatlah penting,

karena kegiatan tersebut ditujukan untuk mengawasi kegiatan penyiaran,

sekaligus dapat megoreksi tayangan yang melakukan pelanggaran.

Kegiatan monitoring dilakukan oleh 9 tim dan dibantu 11 tim ahli dan

ditambah dengan beberapa panel dari beberapa universitas terkemuka

yakni UI dan universitas lainnya.

Komisioner melakukan kajian serupa agar tayangan konsen

memberikan pemberdayaan khususnya memberikan edukasi untuk

masyarakat. Selain itu KPI juga mengadakan pengawasan yakni dengan:

1. KPI mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran


56

2. Pedoman perilaku penyiaran harus menjadi pedoman lembaga penyiaran

dalam memproduksi suatu program siaran,

3. Pedoman perilaku penyiaran wajib dipatuhi oleh semua lembaga

penyiaran.

Beberapa kegiatan KPI dalam mengawasi tayangan-tayangan televisi

di atas merupakan kegiatan yang rutin dilakukan oleh KPI. KPI memiliki

peran yang sangat penting dalam dunia penyiaran, KPI ibarat sebuah rem yang

dapat mengendalikan sebuah mobil, sebab semua kegiatan yang dilakukan

oleh KPI adalah kegiatan yang dapat mengontrol semua kegiatan yang

terdapat dalam bidang penyiaran. Bukan tidak mungkin jika KPI tidak ada

maka tayangan-tayangan menjadi tidak terkontrol, dan layar televisi dipenuhi

dengan tayangan yang kurang baik, serta mengkhawatirkan. Karena tidak

adanya kontrol serta pengawasan langsung terhadap dunia penyiaran.

Sesuai amanat Undang-undang No 32 Tahun 2002 KPI menyusun

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang berisi

apa yang boleh dan tidak disiarkan oleh lembaga penyiaran. P3SPS yang

berlaku adalah peraturan KPI no 2/2009 tentang P3 dan no.3/2009 tentang

SPS.

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dikenal

dengan P3SPS merupakan peraturan KPI yang senantiasa mengalami

penyempurnaan sesuai dengan dinamika yang ada. Di tengah persaingan antar

industri yang begitu ketat, ide-ide kreatif yang muncul tak jarang

mengesampingkan norma-norma dan aturan yang berlaku di dalam


57

masyarakat yang berujung pada penyuguhan tayangan yang merugikan

kepentingan masyarakat khususnya anak dan remaja.

KPI menetapkan standar program siaran, hal ini tentunya sangatlah

berguna, karena jika KPI tidak menetapkan standar program siaran maka

lembaga penyiaran akan menyiarkan tayangan secara semena-mena dan

memberikan tayangan yang tidak bertanggung jawab, sebab tidak ada standar

serta ketentuan yang harus dipatuhi oleh lembaga penyiaran, jadi dengan

adanya standar pedoman perilaku penyiaran, lembaga penyiaran tidak bisa

semena-mana dalam memberikan tayangan kepada pemirsanya.

Fungsi KPI sebagai lembaga penyiaran sangat bermanfaat bagi

kegiatan penyiaran di negeri kita ini. Sebagai warga Negara yang baik

hendaknya para pembuat acara ikut membantu KPI dalam menjalankan

fungsinya, yakni dengan menyajikan tayangan yang bermanfaat untuk

masyarakat.

Tugas dan kewajiban KPI adalah menjamin masyarakat untuk

memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia,

adalah tugas yang tidak mudah apalagi ditambah tugas-tugas yang lain. Dari

penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwasannya KPI memiliki peran yang

sangat penting dalam dunia penyiaran. Kendala yang dihadapi antara lain

beragamnya program televisi dengan kualitas dan kuantitas yang beragam

pula.

Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang

merupakan tugas yang cukup sulit. Disini KPI harus mensosialisasikan kepada
58

lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran dapat memberikan informasi yang

adil, merata dan seimbang. Sesuai pasal 36 ayat (4) isi siaran wajib dijaga

netralitasnya dan tidak boleh mementingkan kepentingan golongan tertentu. 1

Lembaga penyiaran wajib mensosialisasikan isi pedoman perilaku

penyiaran kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses produksi,

pembelian, penayangan, dan pendanaan program siaran, baik asing maupun

lokal dari lembaga penyiaran yang bersangkutan.

Bila terjadi pelanggaran atas pedoman perilaku penyiaran, maka yang

bertanggung jawab adalah lembaga penyiaran yang menyiarkan program yang

mengandung dugaan pelanggaran tersebut. Seperti halnya pada tayangan

infotainmen yang diduga melakukan pelanggaran terhadap standar program

siaran, tayangan ini juga dianggap memberikan dampak negatif serta dapat

meresahkan, maka pemberian sanksi dijatuhkan kepada lembaga

penyiarannya, bukan pada pihak PH-nya. Hal ini karena setiap lembaga

penyiaran berhak memilih tayangan mana saja yang akan tayang di lembaga

penyiaran tersebut.

Kemudian ketentuan dalam ayat (1) di atas berlaku untuk seluruh jenis

program, baik factual maupun non-faktual, program yang diproduksi sendiri

maupun yang dibeli dari pihak lain atau asing. Program yang dihasilkan dari

suatu kerjasama produksi maupun yang di sponsori oleh pihak asing. 2

Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran terhadap

Pedoman Perilaku Penyiaran akan dicatat dan direkam oleh KPI dan akan
1
Undang-undang Nomor 32/2002 Bab IV bagian Pertama mengenai Pelaksanaan
Penyiaran
2
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 47
59

menjadi bahan pertimbangan bagi KPI dalam memberikan keputusan-

keputusan yang menyangkut lembaga penyiaran, termasuk keputusan dalam

hal perpanjangan izin siaran. 3

Penetapan yang dilakukan oleh KPI sangatlah bermanfaat serta

memberikan implikasi yang baik terhadap dunia penyiaran, hal ini sangat

perlu dilakukan mengingat lembaga penyiaran di Indonesia masih banyak

melakukan pelanggaran dalam memberikan tayangan kepada masyarakat,

yakni dengan memberikan tayangan yang berdampak negatif.

KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku

penyiran kepada lembaga penyiaran dan masyrakat umum. Hal ini bertujuan

agar lembaga penyiaran dan masyrakat tahu mengenai batasan-batasan yang

diberlakukan KPI dalam dunia penyiaran. Dengan begitu masyarakat bisa

memberikan aduan kepada KPI apabila lembaga penyiaran tertentu melakukan

tindak pelanggaran. Sebagai warga Negara yang baik hendaknya kita harus

mengadukan tayangan- tayangan yang diduga melakukan tindakan

pelanggaran kepada KPI. Dengan begitu kita memiliki dua keuntungan, selain

membantu tugas KPI juga ikut mengurangi tayangan yang kurang bermutu.

Selain itu, KPI juga melakukan kegiatan sosialisasi hasil pemantauan.

Kegiatan sosialisasi hasil pemantauan berupaya membuat masyarakat paham

akan fungsi dan tugas KPI, utamanya dalam mengawasi isi siaran. Sementara

pemantauan yang dilakukan KPI terhadap isi siaran mencakup materi yang

mengandung: kekerasan, pornografi, mistik, etika jurnalistik dan infotainmen.

3
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 54
60

Harapannya, jika masyarakat paham/melek media, maka masyarakat

dapat lebih aktif dan kritis untuk dapat memilah atau mengindikasikan

tayangan mana saja yang sehat untuk dikonsumsi dan mana yang tidak sehat.

Sehingga masyarakat juga dapat menjadi kontrol sosial terhadap media.

Program sebulan sekali yang dilakukan di beberapa daerah ini biasanya

melibatkan masyarakat, industri penyiaran televisi nasional/ lokal, instansi

pemerintah provinsi dan lain-lain.

Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang

sekurang-kurangnya berkaitan dengan rasa hormat terhadap pandangan

keagamaan hal ini sangat perlu mengingat agama merupakan landasan bagi

kehidupan masyarakat. Selain itu agama merupakan sesuatu yang dianggap

sacral sehingga segala sesuatu apapun yang ada dan ditetapkan oleh Negara

harus mempertimbangkan norma-norma agama yang berlaku. 4 Rasa hormat

terhadap hal pribadi kesopanan dan kesusilaan merupakan hal yang tidak

kalah penting mengingat bangsa Indonesia sangat memegang teguh budaya

ketimuran, kesopanan dan kesusilaan. 5

Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan. 6

Merupakan salah satu tujuan KPI. Semuanya ditujukan agar hak-hak anak,

remaja, dan perempuan dapat dipenuhi dengan baik. Semua peraturan yang

diberlakukan memang memilki tujuan untuk melindungi kalangan di atas dari

tayangan-tayangan yang dapat merugikan.

4
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 6
5
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 Pasal 8
6
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 pasal 10
61

Terdapat pula pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme.

Merupakan hal yang sangat penting karena adegan-adegan tersebut

dikhawatirkan dapat mempengaruhi pemirsa penikmat tayangan televisi.

Adegan seks dan kekerasan dikhawatirkan dapat memepengaruhi pemirsa.

Karena sudah banyak contohnya, konon beberapa pelaku kriminal mengaku

bahwasannya kejahatan yang mereka lakukan setelah pengambilan contoh dari

tayangan yang mengandung unsur kekerasan serta adegan seks. 7

Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak 8 agar para

orang tua dapat mengidentifikasi tayangan khusus anak mereka. Semua itu

diberlakukan agar tidak menonton tayangan khusus dewasa. Selain itu masih

banyak yang lainnya seperti penyiaran program dalam bahasa asing ketepatan

dan kenetralan program berita siaran langsung dan iklan.

Pedoman perilaku penyiaran dan standar program ditetapkan untuk:

1. Memperoleh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang

beriman dan bertakwa, mencerdaskan kkehidupan bangsa, memajukan

kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,

demokratis, adil dan sejahtera.

2. Mengatur program-program isi siaran dari lembaga penyiaran, sehingga

pemanfaatannya harus senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan

masyarakat sebesar-besarnya.

7
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 Pasal 13 dan 14
8
Pedoman Perilaku Penyiaran 2009 Pasal 17
62

3. Mengatur program dan isi siaran yang dibuat oleh lembaga penyiaran agar

tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam

masyarakat.

Pedoman perilaku penyiaran ditetapkan untuk memperkokoh integrasi

nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa serta mengatur program-

program isi siaran dari lembaga penyiaran, sehingga lembaga penyiaran dapat

memebrikan siaran yang positif terhadap masyarakat. Selain itu penetapan ini

memiliki tujuan yang baik bagi masyarakatnya.

Adapun Standar Program Siaran (SPS) yang berdampingan dengan

Pedoman Perilaku Penyiaran (P3). Standar Program Siaran adalah ketentuan

yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia bagi Lembaga Penyiaran

untuk menghasilkan program siaran yang berkualitas sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Standar Program Siaran merupakan

panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam

penayangan program siaran.

Ketentuan atau pasal-pasal dalam SPS tidak berbeda dengan P3 hanya

saja lebih detail mengarah kepada acara atau program siaran, seperti adanya

bagian-bagian berisi penghormatan pada suku, agama, ras dan antar

golongan. 9

Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau

kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan

martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina

9
Standar Program Siaran 2009 Pasal 7,8 dan 9
63

agama dan Tuhan. Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan

mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah,

baik diungkapkan secara verbal maupun nonverbal. 10

Dalam SPS juga terdapat bagian yang memuat perlindungan terhadap

anak-anak, remaja, dan perempuan. 11 Ditetapkan pula mengenai pelarangan

dan pembatasan program siaran seks. 12 SPS juga memuat bagian mengenai

pelarangan kekerasan dan sadisme. 13

Pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS)

ditetapkan agar lembaga penyiaran dapat menjalankan fungsinya sebagai

media informasi, pendidikan, hiburan serta control dan perekat sosial dan

pemersatu bangsa.

Pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran diarahkan

agar:

1. Lembaga penyiaran taat dan patuh hokum terhadap segenap peraturan

perundangan yang berlaku di Indonesia;

2. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

3. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi norma dan nilai agama budaya

bangsa multicultural;

4. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi HAM;

5. Lembaga penyiaran menjunjung tinggi prinsip jurnalistik;

10
Standar Program Siaran 2009 Pasal 27
11
Standar Program Siaran 2009 Pasal 13 dan 14
12
Standar Program Siaran 2009 Pasal 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24
13
Standar Program Siaran 2009 pasal 25 dan 26
64

6. Lembaga penyiaran melindungi kehidupan anak-anak, remaja dan kaum

perempuan;

7. Lembaga penyiaran melindungi kaum marginal;

8. Lembaga penyiaran melindungi dari pembodohan dan kejahatan; dan

9. Lembaga penyiaran menumbuhkan demokratisasi.

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)

diarahkan agar lembaga penyiaran tidak semena-mena dalam memberikan

tayangan kepada masyarakat. Lembaga penyiaran diharapkan dapat

melindungi kehidupan anak-anak, remaja dan kaum perempuan. Serta

melindungi dari pembodohan dan kejahatan dan lain-lain. Sebab sudah

menjadi rahasia umum jika lembaga penyiaran ingin mendapatkan rating yang

tinggi serta mengambil keuntungan dari suatu tayangan, salah satunya dengan

menyajikan tayangan yang disukai oleh masyarakat walaupun tayangan

tersebut memberikan pengaruh yang buruk terhadap masyarakat itu sendiri.

Hal ini merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Contohnya seperti

tayangan yang tidak memiliki unsur informasi, edukasi dan lain-lain. Karena

yang terpenting bagi lembaga penyiaran adalah rating yang tinggi serta

keuntungan yang melimpah.

Agar P3 dan SPS berlaku secara efektif, rangkaian upaya yang

dilakukan oleh KPI adalah mendorong lembaga penyiaran agar secara

bertanggungjawab melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam P3 dan SPS,

antara lain dengan melakukan diskusi terbuka dan diskusi terbatas dengan

komunitas media penyiaran, dan mendorong masyarakat penonton dan


65

lembaga-lembaga masyarakat yang peduli dengan media massa untuk

berinisiatif turut mengamati isi siaran dan menyampaikan hasil pengamatan,

keluhan, kritik mereka kepada KPI dan melakukan pemantauan secara

sistematis dan berkelanjutan terhadap isi siaran.

KPI telah melakukan berbagai cara agar lembaga penyiaran tidak

melanggar ketentuan. Bila masih ada lembaga penyiaran yang melakukan

tindakan pelangggaran terhadap P3SPS adalah menjadi tanggung jawab

lembaga penyiaran tersebut. KPI hanya bisa melakukan perannya semaksimal

mungkin. Namun bagi siapa saja yang melanggar tentunya akan mendapat

sanksi.

KPI memberikan kesempatan kepada lembaga penyiaran yang diduga

melakukan pelanggaran atas pedoman perilaku penyiaran untuk melakukan

klarifikasi berupa hak jawab, baik dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk

didengar langsung keterangannya sebelum keputusan ditetapkan. 14

Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran terhadap

pedoman perilaku penyiaran akan dicatat dan direkam oleh KPI dan akan

menjadi bahan pertimbangan bagi KPI dalam hal memberikan keputusan-

keputusan yang menyangkut lembaga penyiaran, termasuk keputusan dalam

hal perpanjangan izin siaran. 15

Penetapan sanksi bagi lembaga penyiaran yang terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

14
P3 pasal 51 dan SPS pasal 72 tahun 2009
15
P3 pasal 54 dan SPS pasal 68 tahun 2009
66

Siaran dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 16

Sesuai Undang-undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran Bab VIII

tentang sanksi administratif dan bab X tentang ketentuan Pidana yakni:

1. Pasal 55 ayat (2) sanksi administratif dapat berupa:

a. Teguran tertulis,

b. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui

tahap tertentu,

c. Pembatasan durasi dan waktu siaran ,

d. Denda administratif,

e. Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu,

f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran,

g. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.

2. Pasal 57 yang berisi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang :

a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (3)

b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2)

c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1)

d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (5)

16
SPS Pasal 67 tahun 2009
67

e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (6)

3. Pasal 58: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/denda

paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyiaran

radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/denda

paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran

televisi, setiap orang yang :

a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1)

b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (1)

c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4)

d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (3) 17

B. Pelanggaran Infotainmen di Televisi :

Tahun 2009

1. 27 Juni 2009, Go Spot (RCTI) ditegur karena menayangkan seseorang

yang mengenakan baju dengan symbol palu arit (simbol dari komunitas

yang terlarang di Indonesia).

2. 04 September 2009, seluruh infotainmen (semua stasiun televisi) dihimbau

karena melakukan wawancara terhadap anak dibawah umur mengenai

persoalan rumah tangga atau perceraian orang tuanya.

3. 03 Desember 2009, Insert Investigasi (Trans TV) karena menimbulkan

keresahan dan ketakutan sebagian masyarakat.

17
UU No 32 tahun 2002
68

Tahun 2010

1. 08 Juni 2010, seluruh infotainmen (semua stasiun televisi) mendapat

peringatan karena menayangkan berita dan infotainmen mengenai

beredarnya video cabul yang diduga melibatkan artis terkenal.

2. 11 Juni 2010, Go Spot (RCTI) ditegur karena menampilkan gambar anak-

anak ketika orangtuanya diwawancarai soal video mirip artis Ariel

Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari.

3. 11 Juni 2010, I Gosip Pagi (Trans 7), Obsesi (Global TV), Kiss Plus

(Indosiar) ditegur karena menayangkan adegan cuplikan video porno artis

yang sudah dilarang disebarluasakan.

4. 11 Juni 2010, Kiss Plus (Indosiar) ditegur karena menayangkan berulang-

ulang seorang anak saat meminta komentar orangtua anak mengenai

keterlibatan Cut Tari.

5. 18 Juni 2010, Expresso (ANTV) ditegur karena menyangkan vox pop

masyarakat tentang keterlibatan beberapa artis lain (yang juga digosipkan

ada rekaman video pornonya), tanpa ada konfirmasi dari artis yang

digosipkan.

6. 18 Juni 2010, Kabar Kabari (RCTI) ditegur karena menayangkan gambar

close-up dan menyebutkan identitas seorang anak ketika orangtua anak

diminta komentar tentang keterlibatan Cut Tari.

7. 18 Juni 2010, Cek & Ricek (RCTI) ditegur karena menyangkan adegan

cuplikan video porno mirip artis.


69

8. 18 Juni 2010, Was-was (SCTV) ditegur karena memuat adegan seorang

anak secara berulang-ulang ketika meminta komentar orangtua anak

mengenai keterlibatan Cut Tari.

9. 22 Juli 2010, I Gosip Siang dan I Gosip Sore (Trans TV), Kiss (Indosiar),

Insert Siang dan Insert Pagi (Trans TV), Was-was (SCTV) ditegur karena

menyangkan adegan ciuman bibir antara artis Krisdayanti dan Raul Lemos

serta konflik keluarga.

C. Aktivitas KPI terhadap Tayangan Infotainmen

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) khususnya bidang kelembagaan

tayangan infotainmen melakukan beberapa kegiatan yakni telah menerima

aduan dari masyarakat (163 aduan) untuk tayangan infotainmen di tahun 2009

dan 31,98% dari total aduan yang masuk di tahun 2010, mengadakan kajian,

dan memberikan sanksi berupa sanksi administratif yaitu teguran.

1. Kajian Tayangan Infotainmen Sepanjang Tahun 2009

Seperti tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2009, kembali dilakukan

kajian terhadap program infotainmen. Kegiatan ini bertujuan memantau

pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan stasiun-stasiun televisi yang

bersiaran nasional terhadap Undang-undang No. 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

(P3-SPS) yang ditetapkan KPI pada tahun 2009. Kajian terhadap tayangan

ini dilakukan secara rutin setiap bulan sejak Maret 2009 hingga Desember

2009 dengan total 195 sampel tayangan infotainmen.


70

Pengamatan dilakukan terhadap sembilan stasiun televisi swasta

bersiaran nasional yang menayangkan program tersebut, yakni SCTV, RCTI,

Trans TV, Global TV, Trans 7, Indosiar, TPI, ANTV, dan TV One.

2. Metode Kajian Infotainmen 2009

Metode analisis tayangan infotainmen ini adalah metode analisis isi,

dimana bentuk-bentuk pelanggaran dalam program tersebut diidentifikasi

berdasarkan pasal-pasal dalam UU Penyiaran dan SPS 2009 yang telah

ditetapkan oleh KPI.

Dari pasal-pasal dalam SPS 2009 tersebut, jenis pelanggaran dapat

dibagi menjadi tiga kelompok besar.

Kelompok pertama adalah pelanggaran yang terkait dengan

penayangan muatan seksualitas dan sensualitas. Termasuk dalam kelompok ini

antara lain adalah penyajian tayangan close-up bagian-bagian tubuh yang

berpotensi membangkitkan birahi (Pasal 27 ayat 3), adegan yang

menggambarkan atau diasosiasikan dengan aktivitas seks (Pasal 19 ayat 1),

serta adegan yang secara jelas didasarkan atas hasrat seksual, seperti

berciuman (Pasal 18).

Kelompok kedua adalah pelanggaran yang disebabkan oleh aktivitas

peliputan yang mengabaikan hak-hak narasumber. Pengabaian hak-hak ini

antara lain dapat berupa pelanggaran privasi (Pasal 50), tidak mengindahkan

hak narasumber untuk tidak menjawab pertanyaan (Pasal 44 ayat 2),

menyiarkan materi siaran tanpa persetujuan dan konfirmasi narasumber (Pasal

45), menyorot luka korban kekerasan secara close-up (Pasal 30 ayat b), serta
71

mewawancarai anak dan remaja di bawah 18 tahun tentang hal-hal yang

berada di luar kapasitas mereka (Pasal 46). Sedangkan kelompok ketiga adalah

pelanggaran yang disebabkan oleh muatan perilaku yang tak patut ditiru,

misalnya melecehkan golongan tertentu (Pasal 12), melontarkan kata-kata

kasar dan makian (Pasal 13), serta menggunakan alkohol, rokok (Pasal 16),

dan NAPZA (Pasal 15).

Beberapa catatan penting mengenai kategori pelanggaran serta contoh-

contoh pelanggarannya yang ditemukan selama melakukan kajian terhadap

program infotainmen sepanjang tahun 2009 :

a. Eksploitasi Bagian Tubuh Perempuan

Salah satu bentuk pelanggaran kategori Seksualitas dan Sensualitas

yang selalu ada dalam setiap periode pengamatan adalah tayangan yang

mengeksploitasi bagian tubuh perempuan. Penayangan adegan ini

melanggar Pasal 27 ayat 2 SPS yang secara jelas melarang lembaga

penyiaran menyajikan tayangan yang mengeksploitasi, antara lain dengan

menyorot secara close up bagian-bagian tubuh perempuan yang lazim

dianggap membangkitkan birahi, seperti bagian payudara, paha, dan

pantat.

Kerap kali adegan close up bagian tubuh perempuan ini sengaja

ditampilkan dalam durasi cukup lama, maupun dimainkan zoom-in dan

zoom-out gambarnya agar pandangan tertuju pada bagian tubuh tersebut.

Pada contoh kali ini ditampilkan satu adegan dari tayangan Kasak-Kusuk

di SCTV pada tanggal 11 Mei 2009.


72

b. Mendorong Hasrat Seksual

Selain bagian tubuh perempuan, adegan-adegan yang secara jelas

didasarkan atas hasrat seksual juga dikategorikan sebagai pelanggaran.

Adegan ini dapat berupa foto maupun cuplikan video orang berciuman,

berpelukan, bermesraan, dan sejenisnya. Foto maupun cuplikan video jenis

ini kerap ditampilkan berulang-ulang dalam pemberitaan infotainmen,

sehingga jika diakumulasi, total durasinya akan menjadi cukup panjang.

Adegan-adegan ini biasanya muncul berkaitan dengan percintaan

pasangan selebriti, film terbaru yang dibintangi yang juga mengandung

adegan berhasrat seksual, maupun foto-foto sejenis yang kerap ditemukan

di dunia maya maupun beredar lewat media komunikasi lainnya. Beberapa

ada yang disensor, namun ada pula yang tidak disensor sama sekali

sehingga terlihat dengan jelas. Dalam P3 dan SPS, adegan semacam ini

dikenai Pasal 18 ayat 1.

c. Berita seksualitas

Tayangan infotainmen kerap menyisipkan berita tentang selebriti

dari beberapa surat kabar untuk memperkuat kesan heboh pada liputannya.

Berita yang diambil sebagian besar dari judul berita, dan cuplikan dari

sebagian isinya yang dianggap dapat memperbesar kehebohan terse-but.

Sebagian besar berkisar soal seksualitas, seperti selebriti yang dicekal

karena sensualitasnya, maupun kasus lain seperti detil-detil perselingkuhan

seperti ditunjukkan tayangan I Gosip News” di Trans7 tanggal 24 Agustus

2009.
73

d. Wawancara Anak di bawah 18 tahun

Terutama dalam kasus konflik keluarga, peliput infotainmen be-

berapa kali ditemukan mewawancarai anggota keluarganya, termasuk

anak. Padahal, mewawancarai anak di bawah 18 tahun tentang konflik

keluarga yang dialaminya adalah hal yang tidak sesuai dengan

perkembangan kejiwaan anak. Tim peliput infotainmen seharusnya

memperhatikan dampak yang diakibatkan terhadap anak tersebut.

Contohnya wawancara anak pasangan selebriti tentang perselingkuhan

yang dilakukan salah satu orangtuanya pada tayangan Obsesi” di Global

TV tanggal 1 September 2009.

e. Menampilkan Adegan Merokok

Banyak selebriti maupun narasumber lain yang tertangkap kamera

tengah merokok, namun adegan itu justru tidak dihilang-kan.

Menampilkan adegan penggunaan rokok dilarang dalam Pasal 16 P3 dan

SPS. Contohnya adegan merokok dari tayangan Silet” di RCTI tanggal 11

April 2009.

f. Pemberitaan Seks di luar nikah

Ditemukan beberapa potongan judul berita dan artikel di surat

kabar yang juga ikut diliput infotainmen demi mengumbar kehebohan

berita. Biasanya potongan judul dan artikel yang diambil berupa kata-kata

yang mengumbar sensasi, sebagaimana ditunjukkan tayangan I Gosip Pagi

di Trans7 tanggal 24 April 2009 . Potongan berita tersebut mengemukakan

perilaku tak terpuji dari suami seorang selebriti yang diklaim kerap

membeli jasa penjaja seks.


74

g. Stereotipe Negatif

Dalam satu episode tayangan Kasak-Kusuk” di SCTV tanggal

13 April 2009 topik yang dibahas adalah para selebriti yang menjanda.

Banyak ade-gan di dalamnya yang menggunakan kata-kata berhuruf

dan berukuran besar di atas foto seorang selebriti yang berstatus janda.

Tulisannya terasa provokatif dan ingin memperkuat stereotipe negatif

yang telah ada di masyarakat tentang para janda, seperti Kisah Lain

Para Janda, Kontroversi Para Janda, Asmara Janda-Janda, Para Janda

Doyan Brondong, Citra Penggoda Para Janda, Gosip Miring Janda

Kembang, Menguak Tabir Sisi Lain Kehidupan Para Janda, Sisi Lain

Seorang Janda, dan Stigma Para Janda. Terkadang para pem-bawa

acara juga kerap melontarkan narasi yang bernada stereotipe. Semua

kata-kata bernada stereotipe negatif seperti ini melanggar Pasal 12 ayat

2 P3 dan SPS.

3. Hasil kajian infotainmen pada tahun 2009:

Pertama, stasiun televisi belum menampilkan klasifikasi program sesuai

dengan jam tayang, terutama untuk melindungi anak dan remaja dari tontonan

yang bukan diperuntukkan bagi usia mereka.

Kedua, kategori pelanggaran yang layak mendapat perhatian adalah

kategori perilaku tak patut ditiru, kategori sensualitas dan seksualitas. Tampilan

perilaku tersebut secara berulang-ulang dapat menimbulkan kesan biasa dan

lazim dilakukan sehingga memicu orang untuk melakukannya.


75

Ketiga, Pelanggaran yang kerap terjadi adalah pengabaian atas hak-hak

narasumber. Tayangan infotainmen harus lebih menghormati hak-hak

narasumber, serta bersikap adil. Dalam meliput konflik keluarga, infotainmen

juga perlu dihimbau untuk melindungi kepentingan anak-anak yang berusia di

bawah 17 tahun agar tidak terimbas pemberitaan yang kurang baik terhadap

keluarga mereka.

D. Langkah KPI dalam Menindaklanjuti Pelanggaran Infotainmen

Tayangan Infotainmen yang semakin marak dan tidak terkontrol

membuat KPI bertindak untuk memberikan himbauan, teguran dan bahkan

peringatan kepada stasiun-stasiun TV tersebut. Pada tahun 2010, KPI telah

mengeluarkan 14 surat teguran kepada stasiun-stasiun TV seperti RCTI, Trans

7, Global TV, Indosiar, ANTV, SCTV, dan Trans TV khusus untuk program

infotainmen. 18

Saat KPI melakukan Rakornas di Bandung tanggal 5-8 Juli 2010 dalam

kepengurusan baru periode 2010-2013, terdapat tiga rekomendasi yang salah

satunya adalah meninjau ulang status infotainmen apakah akan masuk ke

dalam tayangan faktual atau non-faktual. Infotainmen banyak melanggar


19
privasi, mencampuradukan fakta dan opini. Pertimbangan lainnya

Infotainmen banyak melanggar norma agama, sosial, etika moral, kode etik

jurnalistik, maupun peraturan KPI tentang P3SPS. Apabila memasukkan

Infotainmen ke dalam tayangan non-faktual maka konsekuensinya adalah

18
Data Rekap Teguran & Himbauan 2010 KPI Pusat
19
Menurut Wakil Ketua KPI Nina Muthmainnah, Jumat 9 Juli 2010,di TV One
76

tayangan tersebut akan melewati gunting lembaga sensor sebelum

ditayangkan.

Dewan Pers sependapat dengan usulan yang berkembang di Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI) yang akan memasukkan tayangan Infotainmen


20
kedalam golongan non-faktual. Infotainmen mungkin saja masuk pada

golongan faktual dengan ketentuan mematuhi kode etik.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 14 Juli 2010 di Gedung

DPR RI , Komisi I DPR, bersama Dewan Pers dan Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) menyepakati perubahan status Infotainmen menjadi tayangan

non-faktual.

Komisi I DPR mendukung sepenuhnya langkah-langkah yang

dilakukan KPI untuk merevisi P3SPS terutama kategorisasi program siaran

Infotainmen dari faktual menjadi non-faktual. DPR mendesak Infotainmen

harus mulai jaga etika dalam setiap penayangan senelum sensor diterapkan.

Jika Infotainmen tidak memperhatikan etika, sanksi yang paling berat yaitu

dilarang tayang. 21 Keputusan diambil karena ketiga lembaga menilai kerap

kali siaran Infotainmen melakukan pelanggaran terhadap norma agama, etika

moral, norma social, Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS KPI. Pada saat

bersamaan Dewan Pers meyakinkan status kategori program menjadi

kewenangan KPI. 22

20
http://bataviase.co.id/node/30558
21
Penjelasan Pimpinan Rapat, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hassanudin saat RDP
bersama KPI dan Dewan Pers, di TV One
22
Penjelasan anggota Dewan Pers Uni Lubis, Rabu 14 Juli 2010, di situs bataviase
77

Sementara Ketua KPI Dadang Hidayat menegaskan bahwa KPI akan

segera mengubah pedoman penyiaran. Dengan demikian maka akan ada

sejumlah aturan tambahan untuk memperketat Infotainmen dan kemudian

akan disosialisasikan kepada Infotainmen. KPI berwenang memberhentikan

tayangan Infotainmen yang tidak lolos sensor dan dibicarakan kembali dengan

Lembaga Sensor Film (LSF). 23

Adapun 4 (empat) poin kesepakatan antara DPR, Dewan Pers dan KPI

terkait status dan konsekuensi Infotainmen setelah ditetapkan sebagai

tayangan non-faktual, yaitu:

1. Komisi I DPR bersama KPI dan Dewan Pers bersepakat bahwa program

siaran infotainmen dan reality show dan sejenisnya banyak melakukan

pelanggaran terhadap norma agama, etika moral, norma social, kode etik

jurnalistik, dan P3SPS KPI;

2. Komisi I DPR mendukung sepenuhnya upaya langkah-langkah yang

dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia untuk merevisi P3SPS terutama

pengkategorisasian program siaran infotainmen, reality show dan program

sejenisnya dari program tayangan faktual menjadi non-faktual;

3. Komisi I DPR menghargai dan menyambut baik sikap Dewan Pers yang

menyatakan bahwa kewenangan KPI untuk memutuskan status program

infotainmen, reality show, dan sejenisnya sesuai dengan UU No 32 tahun

2002 tentang penyiaran;

23
http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/14764/DPR-sepakati-sensor-
infotainment.jp
78

4. Komisi I DPR menegaskan bahwa KPI mempunyai kewenangan untuk

menjatuhkan sanksi administratif terhadap lembaga penyiaran yang

melanggar UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan peraturan

pemerintah terkait serta P3SPS.

Langkah yang akan dijalankan oleh KPI terkait perubahan status

infotainmen menjadi program non-faktual adalah merevisi Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2009 terutama kategorisasi

program siaran infotainmen.

Program infotainmen diharapakan tetap dapat menyampaikan inti

berita dengan tetap mengindahkan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Jika

memang infotainmen merasa perlu menyertakan adegan atau gambar yang

mengandung sensualitas dan seksualitas untuk mendukung pemberitaan, akan

lebih baik jika dilakukan teknik blur dan memindahkan jam tayangnya

menjadi di atas pukul 22:00 hingga 03:00 seperti tertera dalam SPS 2009.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan

berdasarkan hasil penelitian yaitu:

1. Kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam

mengawasi tayangan infotainmen di televisi adalah menampung aduan

dari masyarakat. Kemudian KPI khususnya komisioner bidang

infotainmen melakukan kajian. Kajian tersebut bertujuan memantau

pelanggaran yang dilakukan stasiun TV yang bersiaran nasional terhadap

Undang-undang No 32 Tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan oleh KPI. Selain

melakukan kajian, KPI juga memiliki wewenang untuk memberikan

sanksi terhadap pelanggaran peraturan P3SPS. Sanksi yang diberikan

adalah sanksi administratif berupa teguran dan penghentian tayangan.

2. Apabila terjadi pelanggaran tayangan khususnya infotainmen, KPI telah

memberikan sanksi berupa teguran. Teguran diberikan kepada stasiun TV

yang melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti perilaku tak patut ditiru,

kategori sensualitas dan seksualitas, serta pengabaian atas hak-hak

narasumber. Pergantian pengurus dalam KPI periode 2010-2013 saat

melakukan Rakornas di Bandung, menghasilkan tiga rekomendasi salah

satunya adalah memasukkan tayangan infotainmen ke dalam program non-

79
80

faktual dengan konsekuensi tayangan akan melewati guntingan lembaga

sensor sebelum tayang. Rekomendasi tersebut telah sepakati oleh Komisi I

DPR RI, dan menjadikan infotainmen ke dalam kategori program non-

faktual. KPI juga akan melakukan revisi terhadap P3SPS 2009 terutama

kategorisasi program siaran infotainmen.

B. Saran-saran

1. KPI perlu meningkatkan kapasitas pemantauan agar lebih maksimal dalam

memantau siaran-siaran di televisi.

2. KPI diharapkan lebih konsisten dan tegas dalam menegakkan rambu-

rambu dalam P3SPS yang telah direvisi.

3. Media televisi mesti lebih mengetatkan penegakan etika penyiaran agar

lebih profesional dalam menyajikan tayangan di stasiun-stasiun televisi.

4. Tayangan infotainmen diharapkan menjadi semacam jurnalisme alternatif

yang tidak semata berisi kehidupan seorang selebriti, tetapi juga

berdampak positif dan menyajikan berita untuk kepentingan penegak

hukum, menyampaikan pengaduan serta tidak mengabaikan norma-norma

yang berlaku di masyarakat dan peraturan yang ditetapkan oleh KPI.

5. Masyarakat diharapkan lebih bersikap selektif dalam memilih tayangan di

televisi karena berkaitan dengan jumlah rating suatu tayangan.


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Bakri. Komunikasi Internasional: Peran dan Permasalahannya. 2003.


Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta IISIP

Ardianto, Elvinaro, dkk. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi Revisi. 2007.
Jakarta: Simbiosa Rekatama Media

------------------------------. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi Revisi.


2007. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus


Teknologi Komunikasi di Masyarakat. 2006. Jakarta: Kencana

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


1996. Jakarta: Balai Pustaka

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. 2006. Bandung:
Remaja Rosdakarya

--------------------------------. Kamus Komunikasi. 1989. Bandung: Mandar Maju

Gerungan, WA. Psikologi Sosial. 1998. Bandung: PT. Eresso

Hiryawan, Hari. Dasar-dasar Hukum Media. 2007. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Televisi. 2005.


Jakarta: PT. Rineka Cipta

Komisi Penyiaran Indonesia. Undang-Undang tentang Penyiaran No 32/20002

Lilweri, Alo. Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyrakat. 1991.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Masson, N. Gross WS and AW Mc. Eachem. Exploration in Role Analysis. 1995.


Jakarta: Raja Grafindo Persada

Moleong, Lexy. J. Metodologi Penelitian Kualitatif. 2001. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Mufid, Muhammad. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. 2007. Jakarta: Kencana

Nasuhi, Hamid, dkk,. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2007. Jakarta: CeQDA

Nasution, Zulkarnaen. Sosiologi Komunikasi Massa. 1993. Jakarta: Universitas


Terbuka

81
82

Nugroho, Bimo dan Teguh Imawan, dkk. 2005. Infotainmen. Jakarta: Komisi
Penyiaran Indonesia

Nurudin. Komunikasi Massa. 2003. Malang: Cespur

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran 2009

Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori- teori Psikologi Sosial. 2005. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

Soenarto, RM. Programa Televisi dari Penyusunan sampai Pengaruh Siaran.


2007. Jakarta: FFTV-IKJ Press

Soejono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. 2003. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Sutisno, PCS. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio. 1993.
Jakarta: Grafindo

Syafe’I, Rachmat. Al-Hadist: Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum. 2003.


Bandung: CV.Pustaka Setia

Syahputra, Iswandi. Jurnalistik Infotainmen: Kancah Baru Jurnalistik dalam


Industri Televisi. 2006. Yogyakarta: Pilar Media

Website:

http://artikeljurnalinfotainmen.pdf

http://bataviase.co.id

http://communicareinstitute.com

http://www.detiknews.com

http://www.google.com/pengertianperan

http://gunheryanto.blogspot.com

http://jktpress.com

http://kpi.go.id

http://petrachristianuniversitylibrary.ak.id/ikom.pdf

http://tempointeraktif.com
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1.1 Tabel Teguran/Himbauan tahun 2009:

No Program Acara Jumlah


Teguran/
Himbauan
1. Talk Show 5
2. Sinetron/Film 40
3. Variety Show 8
4. Iklan 20
5. Program Anak 2
6. Reality Show 11
7. Komedi 8
8. Infotainment 4
9. Features 1
10 Musik / Klip Musik 7
11 Blocking Time Pemilu 8
12 Quick Count 1
13 Berita 5
14 Lain-Lain 8
JUMLAH 128
Pertanyaan

1. Apa yang melatar belakangi berdirinya KPI?

2. Kapan KPI berdiri?

3. Apa visi dan misi KPI?

4. Apa tugas dan kewajiban KPI?

5. Apa saja aturan-aturan yang terdapat dalam tubuh KPI?

6. Berapa lama masa jabatan di KPI?

7. Apa upaya yang dilakukan KPI dalam menjalankan programnya?

8. Bagaimana tanggapan anda tentang infotainment di televisi?

9. Masalah infotainment yang diputar setiap pagi, siang dan sore secara terus-
menerus akan berdampak terhadap masyarakat, sehingga perlu ada
regulasi KPI, seperti apa?

10. Apa yang sudah dilakukan KPI terhadap tayangan infotainment di televisi?

11. Apakah seluruh infotainment saat ini banyak melakukan pelanggaran kode
etik?

12. Apa saja stasiun televisi yang melakukan pelanggaran khususnya saat
program tayangan infotainment?

13. Bagaimana dengan infotainment yang mengklaim mereka sebagai


jurnalisme dan diakui oleh salah satu organisasi profesi wartawan?

14. Bagaimana KPI mengetahui ada atau tidaknya tayangan yang layak atau
tidak layak di televisi?

15. Siapa yang mendapat teguran bila ada penyimpangan dengan peraturan
KPI dalam suatu tayangan, PH atau stasiun tv?
16. Jika ditemukan hal-hal yang menyimpang dengan peraturan KPI dalam
suatu tayangan, apa sanksi yang diberikan terhadap PH atau stasiun
televisi tersebut?

17. Sudah ada standar baku yang ditetapkan, yaitu P3SPS, Bagaimana
menurut Anda dengan hal ini? Dan bagaimana KPI seharusnya berperan?

18. Bagaimana harapan Anda terhadap apa yang telah dilakukan oleh KPI
sendiri?

19. Bagaimana harapan KPI terhadap tayangan-tayangan infotainment di


televisi?

20. Apakah peran KPI sudah sesuai dengan kapasitasnya, bagaimana


tanggapan Anda?
Hasil Wawancara dengan Komisioner Bidang Infotainment

(Bapak Bimo Nugroho Sekundatmo, SE, MSi)

Selasa, 3 Mei 2010

1. Apa yang melatar belakangi berdirinya KPI?

Jawab : Undang-undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 merupakan


dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah
publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari
campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

2. Kapan KPI berdiri?

Jawab: KPI berdiri pada tanggal 26 Desember 2003, KPI berdiri 1 tahun
setelah undang-undang disepakati. Sesuai dengan UU no 32 pasal 61 yang
bebrbunyi, KPI harus segera berdiri selambat-lambatnya 1 tahun setelah
diundang-undangkannya hal tersebut. KPI telah berjalan dua periode,
periode pertama yakni 2003-2006 dan periode kedua tahun 2007-2010.

3. Apa Visi dan Misi KPI?

Jawab : Visi dari KPI yaitu terwujudnya sistem penyiaran nasional yang
berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahtaraan masyarakat. Sedangkan Misi KPI yaitu antara lain
membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata
dan seimbang. Bisa dilihat di website KPI.

4. Apa wewenang ,tugas dan kewajiban KPI?

Jawab: Sesuai dengan Undang-undang no 32/2002 pasal 8 ayat (2) dan


(3) yakni wewenang KPI adalah menetapkan standar program penyiaran,
menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran,
mengawasi pelaksanaan peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran (P3SPS), memberi sanksi terhadap pelanggaran
peraturan dan P3SPS, dan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan
pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat.

Tugas dan kewajiban KPI adalah diantaranya menjamin masyarakat untuk


memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi
manusia, menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan,
serta kritik masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran, dan
selengkapnya lihat dalam UU no 32/2002 pasal 8 ayat (3).

5. Apa saja aturan-aturan yang terdapat dalam tubuh KPI?

Jawab : Dapat dilihat dalam Undang-Undang No 32 tahun 2002 Bab III


bagian kesebelas tentang perizinan.

6. Berapa lama masa jabatan di KPI?

Jawab :Masa jabatan dalam kelembagaan di KPI adalah 3 tahun.

7. Apa upaya yang dilakukan KPI dalam menjalankan programnya?

Jawab :KPI melakukan beberapa upaya dalam mengawasi tayangan layar


Indonesia di televisi. Upaya yang dilakukan KPI diantaranya dengan
melakukan kajian, menerima aduan masyarakat, menindaklanjuti keluhan
akan isi siaran, memberikan sanksi, dan melakukan kegiatan monitoring.
Selain itu juga KPI mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran.
Secara berkala juga menyempurnakan atau merevisi Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Pedoman perilaku
penyiaran harus menjadi pedoman lembaga penyiran dalam memproduksi
suatu program siaran. Pedoman perilaku penyiaran wajib dipatuhi oleh
semua lembaga penyiaran.
8. Bagaimana tanggapan Anda tentang infotainment di televisi?

Jawab :Hingga saat ini, tayangan infotainment di layar televisi Indonesia


masih terhitung kontroversi. Keberadaan infotainment yang mungkin pada
awalnya bertujuan untuk menyajikan berita-berita seputar perkembangan
dunia entertainment Indonesia, saat ini lebih cenderung untuk
menampilkan gosip-gosip yang sensasional. Bahkan, berita yang belum
jelas kebenarannya pun sudah dipublikasikan secara besar-besaran.
Sementara kita sendiri bisa menilai berita yang disajikan infotainment
sebagian besar lebih bersifat sensasional ketimbang fakta. Apalagi
belakangan muncul kasus perseteruan antara seorang artis dengan para
pekerja infotainment di jejaring sosial.

9. Masalah infotainment yang diputar pagi, siang, dan sore secara terus-
menerus berdampak terhadap masyarakat. Menurut saya perlu ada regulasi
KPI, seperti apa?

Jawab :Sesuai amanat UU no 32/2002 KPI menyusun P3SPS yang berisi


apa yang boleh dan tidak boleh disiarkan oleh lembaga penyiaran. KPI
melakukan penyaringan pada semua program termasuk infotainment.

10. Apa yang sudah dilakukan KPI terhadap tayangan infotainment di televisi?

Jawab :Tahun 2009 KPI telah menerima 163 aduan mengenai


infotainment. Setelah itu dilakukan kajian tayangan infotainment dengan
metode analisis isi. Kajian terhadap tayangan infotainment dilakukan sejak
bulan Maret hingga Desember 2009 dengan total 195 sampel tayangan
infotainment. Pengamatan dilakukan kepada Sembilan stasiun televisi
yaitu: SCTV, RCTI, Trans TV, Global TV, Trans 7, Indosiar, TPI, ANTV,
dan TV One. KPI memberikan sanksi berupa teguran dan himbauan
kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran.
11. Apakah seluruh infotainment saat ini banyak melakukan pelanggaran kode
etik?

Jawab :Selama tahun 2009, terdapat pelanggaran dengan kategori


perilaku tak patut ditiru, kategori seksualitas dan sensualitas serta yang
paling banyak dilakukan adalah pelanggaran dengan kategori pengabaian
hak-hak nara sumber.

12. Apa saja stasiun TV yang melakukan pelanggaran khususnya saat program
tayangan infotainment?

Jawab :Tahun 2009, yang melakukan pelanggaran adalah SCTV, Trans 7,


RCTI, dan Global TV. Tahun 2010, yaitu SCTV, Trans TV, Indosiar,
Trans 7, RCTI, ANTV, dan Global TV.

13. Bagaimana dengan infotainment yang mengkliam sebagai jurnalisme dan


diakui oleh salah satu organisasi profesi wartawan?

Jawab :Dalam P3SPS memang saat ini infotainment masih tergolong


dalam kategori tayangan faktual. Apabila termasuk dalam bagian dari
tayangan faktual maka harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik yang
disepakati oleh Dewan Pers. Ada kemungkinan untuk nantinya mengganti
status infotainment dilihat dari isi siaran tayangan infotainment sekarang
yang malanggar norma-norma, etika moral, Kode Etik Jurnalistik, maupun
P3SPS.

14. Bagaimana KPI mengetahui ada atau tidaknya tayangan yang layak atau
tidak layak di televisi?

Jawab :Kontent tentang layak dan tidak layak tidak hanya terkait dengan
masalah kekerasan, seks, pornografi namun konten siaran itu harus
memuat isi yang cerdas, sehat, dan berkualitas. Cerdas disini maksudnya
sesuai proporsi waktu penayangannya. KPI mengetahui adanya tindak
pelanggaran melalui kegiatan pengkajian yang dilakukan terhadap
tayangan. Selain itu KPI juga menerima aduan dari masyarakat. Dari
aduan tersebutlah KPI mengetahui adanya tindakan pelanggaran. Yang
terakhir melalui kegiatan montoring yang dilakukan 24 jam. KPI Pusat
memperkerjakan 4 orang analis yang memantau rata-rata 3-4 jam per hari.

15. Siapa yang mendapat teguran bila ada penyimpangan dengan peraturan
KPI dari suatu tayangan, PH atau stasiun TV?

Jawab :Yang mendapatkan teguran atas adanya dugaan pelanggaran


adalah lembaga penyiaran atau stasiun televisinya. Karena mereka adalah
yang menentukan tayangan apa saja yang akan disiarkan pada stasiunnya,
sedangkan PH hanya menawarkan saja.

16. Jika ditemukan hal-hal yang menyimpang dengan peraturan KPI dalam
suatu tayangan, apa sanksi yang diberikan kepada PH atau stasiun TV
tersebut?

Jawab :Langkah pertama yang dilakukan KPI adalah memberikan sanksi


administrative berupa teguran tertulis. KPI memberikan hak jawab
terhadap pelaku. Namun apabila tidak ada perbaikan maka akan
dilanjutkan dengan sanksi yang selanjutnya, yang sudah ditentukan oleh
undang-undang no 32/2002.

17. Sudah ada standar baku yang ditetapkan, yaitu P3SPS, Bagaimana
menurut Anda dengan hal itu dan Bagaimana KPI harusnya berperan?

Jawab: Sesuai Undang-undang No 32 tahun 2002, KPI menyusun P3SPS.


P3SPS yang berlaku adalah peraturan KPI no.2/2009 tentang pedoman
perilaku penyiaran dan no.3/2009 tentang Standar Program Siaran.
Menurut pasal 48 dan 53 UU no 32/2002 jelas P3SPS melibatkan peran
serta masyarakat melalui Permendagri juga menguatkan peran KPI.

18. Bagaimana harapan Anda terhadap apa yang telah dilakukan KPI sendiri?

Jawab :Saya hanya berharap masyrakat puas dengan apa yang telah
dilakukan oleh KPI, KPI juga berharap agar lembaga penyiaran
memberikan tayangan yang baik kepada pemirsanya. Dengan begitu KPI
tidak perlu memberi sanksi-sanksi. Masyarakatlah yang kembali menilai.

19. Bagaimana harapan Anda terhadap tayangan-tayangan infotainment di


televisi?

Jawab :Program infotainment diharapakan tetap dapat menyampaikan inti


berita dengan tetap mengindahkan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Jika memang infotainment merasa perlu menyertakan adegan atau gambar
yang mengandung sensualitas dan seksualitas untuk mendukung
pemberitaan, akan lebih baik jika dilakukan teknik blur dan memindahkan
jam tayangnya menjadi di atas pukul 22:00 hingga 03:00 seperti tertera
dalam SPS.

20. Apakan peran KPI sudah sesuai dengan kapasitasnya, bagaimana menurut
Anda?

Jawab :KPI Pusat memegang peran penting untuk meminimalisasi


dampak yang tidak pas dari media penyiaran yang melenakan khususnya
terhadap anak, remaja dan masyarakat. Disinilah tugas utama KPI untuk
mendorong pengelola media menciptakan media sebagai ruang publik.
Sesuai UU no 32/2002 pasal 53 KPI bertanggung jawab kepada Presiden
dan menyampaikan laporan kepada DPR. Hanya saja kapasitas
pemantauan KPI sebenarnya tergolong rendah, karena hanya mampu
memantau 20% dari total siaran-siaran stasiun televisi.

Jakarta, 3 Mei 2010

(Devi Rahayu) (Bpk. Bimo Nugroho S, MSi)


Komisioner KPI Periode 2010-2013:

Dadang Rahmat Hidayat (Ketua)

Dipercaya menjabat ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Jawa


Barat sejak 2004, Dadang memotori gerakan Gerakan Media Sehat dna
Pemirsa Cerdas (GEMAS PEDAS) sebagai gerakan unggulan KPI Daerah
Jawa Barat. Popularitas dan kapasitasnya yang tidak diragukan lagi oleh
kalangan rekan-rekan KPI Daerah membawa ayah dua anak ini dipilih oleh
DPR sebagai Anggota KPI Pusat periode 2010-2013. Pengalamannya yang
mumpuni sebagai pengajar di Universitas Padjajaran membuatnya dipilih
sejawatnya sebagai Ketua KPI Pusat periode 2010-2013.

Nina Mutmainnah (Wakil Ketua)

Pengajar tetap Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI ini memang sudah


tidak asing lagi di dunia media dan penyiaran. Akademisi yang aktif menulis
di berbagai kolom ini sejak lama memiliki perhatian terhadap isu-isu media
dan anak, dampak media., dan literasi media. Untuk itu, DPR tidak ragu
memilih pendiri dan aktivis Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA)
ini sebagai Anggota KPI Pusat periode 2010-2013. Ibu dua anak yang juga
kandidat doktor dari Universitas Indonesia ini juga dikenal sebagai salah
satu penggagas pendidikan media di sekolah. Karena rekam jejaknya yang
sangat baik tersebut, Nina dipercaya rekan-rekannya menjadi Wakil Ketua
KPI Pusat periode 2010-2013.

Mochamad Riyanto

Dosen tetap fakultas hukum Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag)


Semarang ini, terbilang sangat aktif di beberapa lembaga swadaya
masyarakat untuk pengawasan beberapa program sektor pertanian dan
perkebunan di lingkup wilayah Jawa Tengah. Khusus dibidang penyiaran,
suami dari Retno Winarni ini pernah menjabat sebagai ketua KPID Jawa
Tengah dan pembina student media watch (SMW). Ayah dua anak ini juga
aktif menerbitkan beberapa karya ilmiah tentang penyiaran seperti peran
media dalam politik lokal, urgensi radio komunitas, spektrum hukum
lembaga penyiaran dan karya-karya ilmiah lainnya. Selain itu, Riyanto juga
merupakan salahsatu anggota KPI Pusat dari periode sebelumnya yang
terpilih kembali menjabat di periode 2010-2013.
Ezki Tri Rezeki Widianti

Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini dipilih DPR RI sebagai


anggota KPI Pusat periode 2010-2013 mewakili organisasi wartawan karena
dianggap sebagai aktivis media yang mumpuni. Peraih Master International
Develepmont Studies dari Ohio State University, AS ini telah menekuni
dunia jurnalistik sejak 1990 dan bekerja di berbagai media cetak maupun
elektronik. Selain itu, pengalamannya juga dipenuhi aktivitas penelitian dan
pelatihan baik di yang diselenggarakan berbagai organisasi lokal dan
internasional baik di dalam maupun luar negeri.

Azimah

Aktif di berbagai lembaga swadaya masyarakat, ibu tiga anak ini kritis
menyuarakan agar tayangan TV di Indonesia menjadi sehat. Ketua
Masyarakat Tolak Pornografi ini juga aktif melakukan penyuluhan literasi
media kapada masyarakat. Karena aktivitasnya ini, Azima yang juga pernah
menjadi Analis di The Habibie Center dan KPI Pusat ini dipercaya DPR
menjadi salahsatu dari tiga perempuan yang menjadi anggota KPI Pusat
periode 2010-2013.

Idy Muzayyad

Mengawali karir di dunia pers dan mulai bersentuhan dengan dunia


komunikasi dengan menjadi wartawan Surat Kabar Harian Bernas
Yogyakarta (2000-2003). Sebelumnya aktif di pers kampus di IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Mendalami ilmu komunikasi di Pasca Sarjana Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia (2004-2007), dan menjadi pengajar pada
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta (2009-
sekarang). Aktif berorganisasi semenjak mahasiswa baik intra maupun
ekstra kampus. Menapaki karir organisasi di lingkungan NU dari bawah
sebelum akhirnya menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama/IPNU (2006-2009). Bersama aktifis muda lintas agama
mendirikan dan mengetuai Dewan Muda Lintas Agama/DMLA (2009-
sekarang)

Iswandi Syahputra

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Yogyakarta yang juga


staf pengajar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak
2004 ini sudah malang melintang di dunia media sejak lama. Sederet
pengalaman di berbagai lembaga media sudah dienyamnya. Iswandi yang
merupakan Kandidat Doktor kajian budaya dan media Universitas Gajah
Mada pernah bekerja di Pan Asia Research & Communication Service,
Radio Elshinta News & Talk, dan Indonesia Syndicate serta masih aktif
sampai sekarang di Media Literacy Circle Yogyakarta sebagai Public Affair
Director. Meninggalkan Yogya, ayah dua anak ini sekarang kerap di Jakarta
karena menjabat Anggota KPI Pusat periode 2010-2013.
Judhariksawan

Pakar hukum telekomunikasi dan informatika ini sudah sejak lama


berkecimpung di dunia radio lokal di Makassar. Berbagai posisi di radio
pernah diembannya hingga terakhir menjadi Direktur Radio Prambors pada
1999. Setelah itu, Doktor Ilmu Hukum ini secara penuh waktu mengajar di
Universitas Hasanuddin sambil mengikuti beberapa kursus dan pelatihan
yang salahsatunya di Utrecht University dan Bosewell Institute Utrecht,
Belanda dan . Akhirnya, hingga 2013 ini dipercaya DPR menjadi Anggota
KPI Pusat sejak 2010.

Yazirwan Uyun

Lama berkarir di TVRI, Pria kelahiran Bukittinggi ini sempat menduduki


jabatan Direktur Utama TVRI (Persero) pada 2004-2006. Semasa di TVRI,
Uyun yang juga lulusan Publistik Universitas Padjajaran tahun 1981 aktif
mengikuti berbagai pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. Uyun
juga sempat mendapatkan berbagai penghargaan, diantaranya dari CNN dan
Sekretaris Presiden. Pengalamannya di TVRI dan KPI Pusat periode 2007-
2010 ini membuatnya kembali dipercaya DPR untuk menjadi anggota KPI
Pusat periode 2010-2013.

Anda mungkin juga menyukai