Anda di halaman 1dari 129

FENOMENA FRIENDS WITH BENEFIT DI KALANGAN MAHASISWA

DI KOTA MAKASSAR

(FRIENDS WITH BENEFITS PHENOMENON AMONG STUDENTS IN MAKASSAR CITY)

SKRIPSI

RATNASARI RAMADHANI SJAM

E411 16 313

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
FENOMENA FRIENDS WITH BENEFIT

DI KALANGAN MAHASISWA DI KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

RATNASARI RAMADHANI SJAM

E411 16 313

SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT GUNA

MEMPEROLEH DERAJAT KESARJANAAN PADA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021

ii
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL :FENOMENA FRIENDS WITH BENEFIT DIKALANGAN

MAHASISWA DI KOTA MAKASSAR.

NAMA :RATNASARI RAMADHANI SJAM


NIM :E411 16 313

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II untuk


diajukan pada panitia ujian skripsi Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Rahmat Muhammad, M.Si Dr. M. Iqbal Latief, M.Si


NIP. 197005131997021002 NIP. 196510161990021002

Mengetahui,
Ketua Departemen Sosiologi
FISIP UNHAS

Drs. Hasbi, M.Si,Ph.D


NIP. 195807291984031003

iii
HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Evaluasi Skripsi Pada
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Oleh:

Judul Skripsi : Fenomena Friends With Benefit Di Kalangan Mahasiswa Di


Kota Makassar
Nama Mahasiswi : Ratnasari Ramadhani Sjam
Nim : E411 16 313

Pada:

Hari/Tanggal: Selasa, 18 Januari 2022


Tempat: Ruang Ujian Skripsi Departemen Sosiologi

TIM EVALUASI UJIAN SKRIPSI

Ketua : Dr. Rahmad Muhammad, M.Si (………………………)

Sekretaris : Dr. Muh. Iqbal Latief, M.Si (………………………)

Anggota : 1) Drs. Arsyad Genda, M.Si (………………………)

3) Hariashari Rahim, S.Sos, M.Si (………………………)

iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Judul Skripsi : Fenomena Friends With Benefit Di Kalangan Mahasiswa Di


Kota Makassar
Nama Mahasiswi : Ratnasari Ramadhani Sjam
Nim : E411 16 313

Saya menyatakan dengan sejujurnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil
karya sendiri dan bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau pemikiran dari
orang lain. Apabila dikemudian hari, ini terbukti atau dapat dibuktikan bahwasanya
sebagian atau keseluruhan isi dari skripsi adalah hasil karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 12 Januari 2022
Yang Menyatakan,

(Ratnasari Ramadhani Sjam)

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku hanya ingin berterima kasih pada diriku sendiri, terima kasih sudah mau diajak
bekerja sama melewati roller coaster hidup ini, walaupun kdang-kadang lebih banyak
ngeluh dan cengengnya tapi tetep aja gamau milih kata nyerah, sekali lagi terima
kasih ya, kamu benar-benar hebat, aku salut sekaligus bangga banget sama kamu.

Salam Hormat Penulis,

Ratnasari Ramadhani Sjam

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan

Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat merampungkan draft skripsi ini dengan baik.

Adapun judul penelitian skripsi adalah; “Friends With Benefit Dikalangan Mahasiswa

di Kota Makassar. Penelitian ini dimaksudkan guna memenuhi salah-satu syarat

menyelesaikan studi strata satu (S1) sarjana reguler pada Departemen Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin di tahun 2022.

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT,

yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia-Nya kepada

penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rabb

yang senantiasa menyertai dalam setiap desah nafas. Rabb yang selalu mencurahkan

segenap kasih dan sayangnya serta mengukir rencana terindah untuk tiap insan yang

meniti jalan-Nya. Terima kasih yang teramat dalam penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Dr. H. Rahmad Muhammad

S.Sos.,M.Si., selaku pembimbing I maupun dari Dr. Muh. Iqbal Latief M.Si, selaku

pembimbing II yang telah mendorong, membantu dan mengarahkan Penulis hingga

menyelesaikan skripsi ini. Kepada pihak yang telah mendukung, baik moral, material

maupun spiritual, hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik

dan selesai sesuai yang Penulis harapkan, yaitu kepada:

vii
1) Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas

Hasanuddin,

2) Drs. Hasbi, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin,

3) Segenap dosen pengajar di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik yang telah memberikan berbagai bekal ilmu pengetahuan,

4) Seluruh staff akademik di Departemen Sosiologi, Perpustakaan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin.

Terkhusus buat Ibu Rosnaini, SE dan Pak Pasmudir, S.Hum yang selalu

memberikan sikap yang bersahabat dihadapan masalah administratif

pendidikan,

5) Kedua orang tuaku Syamsuddin dan Risma Yanti yang sangat saya hormati,

terima kasih atas doa baiknya sehingga aku bisa ada di titik ini. Keselamatan

dunia dan akhirat semoga selalu diberikan oleh Allah SWT,

6) Untuk tanteku Prof. Dr. Ir. Jumriah Langkong, MS yang sudah saya anggap

orang tua keduaku, terima kasih atas perhatiannya memperhatikan nilaiku

selama kuliah dan menegurku secara langsung ketika rasa malas

menghampiri. Semoga beliau sehat selalu.

7) Saudara-saudaraku yang saya sayangi Muhammad Firman Kurniawan, Nurul

Atisa Saputri Syam, Muh. Angga Risyam, Muh. Ikram Setiawan Syam,

Amanda Putri Ramadhanti Syam, Dhea Riska Febrianti Syam serta

viii
keponakanku yang sangat menggemaskan Nurul Rafilah Almaidah, Nurul

Rafikah Taffana, Muh Rafaat Putra, dan Muhammad Rava Kurniawan.

8) Untuk gengsku di Kampus Fruit Squad Astri, Uni, Nisa, Nabila dan Caca

terima kasih sudah menemani hari-hariku selama di kampus yang suka bikin

ketawa tidak jelas, bikin jengkel juga kadang-kadang.

9) Untuk pacarku yang saya cintai Deva Kusuma Prakarsa, terima kasih sudah

menjadi kekasih, teman, serta support sistemku selama ini.

10) Kak Muh. Ilham Dhani Asriawan S.Sos terima kasih sudah menjadi

pembimbing ke 3 ku secara informal, terima kasih sudah memahami

kebodohanku selama membantuku mengerjakan skripsi ini.

11) Terakhir untuk My bos terima kasih untuk sponsor dan menjadi guru di

hidupku.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, semoga dapat berguna dan juga

bermanfaat terutama bagi Penulis maupun kepada para pembaca. Semoga Allah SWT

memberikan karunia-Nya kepada kita seluruh Bapak, Ibu serta saudara(i) atas segala

waktu, energi dan bantuannya selama ini. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Makassar, 12 Januari 2022

Penulis

ix
ABSTRAK

Ratnasari Ramadhani Sjam, E41116313, Fenomena Friends With Benefit ( FWB)


Dikalangan Mahasiswa Di Kota Makassar. Dibimbing oleh Dr. Rahmat
Muhammad, M.Si dan Dr. M. Iqbal Latief, M.Si. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan pemaknaan friends


with benefit (fwb) dan bentuk pertukaran sosial di kalangan mahasiswa di Kota
Makassar. Friends with benefit merupakan fenomena sosial pada masyarakat urban,
suatu bentuk fenomena seksualitas yang baru didalam masyarakat perkotaan.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan Informan penelitian
menggunakan teknik purposive sampling. Selanjutnya teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah dengan data primer dan data sekunder. Dan analisis data secara
kualitatif.
Hasil penelitian menggambarkan pemaknaan mengenai friends with benefit di
kalangan mahasiswa di Kota Makassar adalah sebuah bentuk hubungan biasa dalam
interaksi sosial dan bukan suatu hal yang buruk. ini tidak terlepas dari pengalaman
personal mereka yang membentuk nilai-nilai baru yang membuat mereka tidak
serta-merta menilai sesuatu yang berbeda sebagai hal yang buruk. Pertukaran sosial
dalam friends with benefit di Kota Makassar terletak pada bentuk pertukaran afeksi
dan memenuhi kebutuhan yang bersifat hasrat seksual semata. Walaupun diakui
sebagai sesuatu yang salah dalam perspektif agama, pelaku friends with benefit
cenderung denial (menyangkal) dan mengesampingkan aturan-aturan yang telah
ditetapkan dalam ruang lingkup agama yang mereka anut.
Kata Kunci: Friends With Benefit, Makna Sosial, Pertukaran Sosial

x
ABSTRACT

Ratnasari Ramadhani Sjam, E41116313,, The Phenomenon of Friends With


Benefits ( FWB) Among Students in Makassar City. Advice by Dr. Rahmat
Muhammad, M.Si and Dr. M. Iqbal Latief, M.Si. Faculty of Social and Political
Sciences, Hasanuddin University.

The purpose of this study is to describe the meaning of friends with benefits
(fwb) and forms of social exchange among students in Makassar City. Friends with
benefits is a social phenomenon in urban society, a new form of sexuality
phenomenon in urban society.
The research uses a qualitative approach. Determination of research
informants using purposive sampling technique. Furthermore, the data collection
technique used is primary data and secondary data. And qualitative data analysis.
The results of the study illustrate that the meaning of friends with benefits
among students in Makassar City is a form of normal relationship in social
interaction and not a bad thing. this is inseparable from their personal experiences
that form new values ​that make them not necessarily judge something different as a
bad thing. Social exchange in friends with benefits in Makassar City lies in the form
of exchange of affection and fulfilling needs that are purely sexual desires. Even
though it is recognized as something wrong from a religious perspective, the
perpetrators of friends with benefits tend to deny and override the rules that have
been set within the scope of their religion.
Key Word: Friends With Benefit, Social Meaning, Social Exchange

xi
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
KATA PENGANTAR vii
ABSTRAK x
ABSTRACT xi
DAFTAR ISI xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 10
1.3 Tujuan Penelitian 10
1.4 Manfaat Penelitian 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL 11
2.1 Penelitian Terdahulu 11
2.2 Kajian Tentang Friends With Benefit. 13
2.2.1 Kajian Tentang Friend With Benefit
di Indonesia dan di Makassar. 13
2.2.2 Friends With Benefit Dalam Perspektif Sosiologi 18
2.3 Teori yang Relevan. 20
2.3.1 Teori Interaksionisme Simbolik. 20
2.3.2 Teori Pertukaran Sosial 26
2.4 Kerangka Pikir 39

xii
BAB 3 METODE PENELITIAN 41
3.1 Tipe dan dasar Penelitian 41
3.1.1 Tipe Penelitian 41
3.1.2 Dasar Penelitian 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 42
3.3 Teknik Penentuan Informan 43
3.4 Teknik Pengumpulan Data 44
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer 44
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder 46
3.5 Teknik Analisis Data 46
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 50
4.1 Gambaran Umum Kota Makassar 50
4.1.1 Letak Geografis dan Topografis 50
4.2 Keadaan Demografi Kota Makassar 52
4.3 Keadaan Ekonomi Kota Makassar 57
4.4 Potensi Nilai Budaya 64
4.5 Potensi Bahari 65
4.6 Keadaan Pendidikan dalam lingkup
Perguruan Tinggi di Kota Makassar 70
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 71
5.1 Latar Belakang Informan 71
5.2 Hasil Penelitian 74
5.2.1 Makna Fenomena Friends With Benefit
Di Kalangan Mahasiswa Di Kota Makassar 74
5.2.2 Bentuk Pertukaran Dalam Menciptakan
Hubungan Friends With Benefit Oleh Mahasiswa Di Kota Makassar 79
5.3 Pembahasan 87
5.3.1 Makna Sosial Friends With Benefit Dalam
Perspektif Interaksionisme Simbolik Herbert George Blumer. 87

xiii
5.3.2 Pertukaran Sosial Friends With Benefit Dalam 91

Teori Pertukaran Sosial George Caspar Homans.

BAB VI PENUTUP 94
6.1 Kesimpulan 94
6.2 Saran 94
DAFTAR PUSTAKA 96
CURRICULUM VITAE

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Prasyarat dalam menjalin hubungan friends with benefit adalah

adanya asas kebermanfaatan yang diterima oleh masing-masing pihak.

Sehingga sangat penting kiranya melihat apa saja yang dipertukarkan

dalam menjalin hubungan friends with benefit. Walaupun begitu,

hubungan friends with benefit juga memiliki kerugiannya tersendiri.

Menurut Bisson & Timothy R. Levine (2007 dalam Azizah 2020:4)

kerugian yang didapatkan dari hubungan FWB adalah berkembangnya

perasaan 65,3% merusak hubungan 28,2%, tidak adanya komitmen 12,9%.

kemungkinan terjadi kehamilan 9,7%. Mencermati adanya kerugian yang

ditimbulkan dari hubungan friends with benefit, maka dapat dikatakan

bahwa ada potensi untuk memunculkan dominasi pada subjek yang

mengalami dampak kerugian lebih besar.

Ketika itu terjadi maka hubungan yang pada awalnya terjalin

karena asas saling-bermanfaat maka berubah menjadi asas

dominasi-ketergantungan. Friends with benefit merupakan fenomena

seksualitas pada masyarakat urban. Menurut Hughes et al (2005) friends

with benefit merupakan bentuk hubungan yang mengkombinasikan

intimasi psikologis pada hubungan pertemanan dengan intimasi seksual

pada hubungan romantis tanpa melibatkan komitmen. Friends with benefit

1
pada dasarnya bukanlah suatu bentuk fenomena seksualitas yang baru

didalam masyarakat urban perkotaan.

Jamak didengar nama-nama peristilahan yang berkaitan dengan

fenomena seksualitas masyarakat perkotaan seperti Kumpul Kebo, One

Night Stand, Sex Pra Nikah, dan masih banyak lagi istilah-istilah lain yang

bermunculan.

Sebuah kota lahir, bertumbuh, membesar, dewasa, menua, dan

bahkan mengalami kematian, layaknya manusia. Potret dari sebuah kota

merupakan potret dari masyarakatnya. Artinya perubahan kota menandai

perubahan manusia didalamnya. Piliang (2011:227) menyebutkan kota

cenderung bertumbuh kearah yang kompleks. Artinya kota berevolusi ke

arah kompleksitas yang lebih tinggi.

Dalam konteks tersebut, tempat, ruang, dan relasi manusia

didalamnya juga mengalami kompleksitas. Ketika pertumbuhan kota tidak

terkendali lagi, maka kota akan menimbulkan berbagai masalah

(kriminalitas, kemacetan, pengangguran, polusi udara, sampah, banjir,

perzinahan). Kota lalu berubah dari order menjadi disorder: dari

keteraturan menjadi ketidakberaturan.

Kota bukanlah ruang kosong, tanpa relasi dan tanpa makna. Tetapi

tempat yang didalamnya berlangsung berbagai aktivitas ekonomi, sosial,

politik dan kultural yang didalamnya dibangun berbagai relasi antar

manusia. Tidak dapat dipungkiri globalisasi dan revolusi teknologi

informasi turut mengantar kota ke bentuk terbarunya. Transformasi potret

2
kota dari kota konvensional, ke arah kota kapitalistik, dan kini ke arah

digital, telah mengubah pula bersamanya manusia yang hidup didalamnya.

Perkotaan yang kemudian bersentuhan dengan globalisasi

ekonomi, informasi, dan budaya dengan segala kompleksitasnya ini

kemudian melahirkan suatu gaya hidup urban. Menurut Pilliang

(2011:235) globalisasi telah menciptakan paradoksal pada gaya hidup

urban. Di satu sisi, lingkungan urban dibentuk oleh kelompok-kelompok

gaya hidup yang sangat dipengaruhi oleh budaya global dan kosmopolitan.

Di sisi yang lain, globalisasi membangun tembok perbedaan yang tinggi

yang kemudian menutup ruang akses bagi manusia yang tidak memiliki

modal.

Paradoksal tersebut tercipta tidak lain dikarenakan globalisasi

dibangun atas landasan kapitalisme global. Menurut Chaney (2011:55)

mesin kapitalisme global disebut juga dengan mesin hasrat. Kapitalisme

global adalah sistem self-production hasrat tanpa henti dan juga prinsip

persaingan. Tingginya tingkat persaingan yang terjadi di perkotaan tidak

pelak telah menciptakan anomali-anomali di dalam masyarakat perkotaan

itu sendiri. Anomali-anomali yang muncul ini pada dasarnya sebagai

upaya untuk bertahan hidup dari kerasnya tekanan persaingan di

perkotaan. Bahkan anomali itu kemudian menyasar hingga ranah

seksualitas. Salah satu bentuk anomali di ranah seksualitas dalam

masyarakat perkotaan adalah kemunculan fenomena friends with benefit.

3
Secara sosiologis, kajian mengenai seksualitas menjadi

pembahasan yang menarik. Foucault dalam bukunya mengenai Sex dan

Kekuasaan: Sejarah Seksualitas (2000) memaparkan mengenai seksualitas

yang memiliki korelasi dengan kekuasaan dan kebenaran. Foucault

kemudian membagi sejarah relasi antara seksualitas dengan kekuasaan

menjadi lima bagian besar : Pertama, Ratu Victoria. Kedua, hipotesis

represi. Ketiga, scientia sexualis. Keempat, sistem seksualitas. dan

Kelima, hak menentukan ajal dan menguasai hidup. Foucault menyoroti

kemunafikan pada masa Victoria karena adanya represi seksualitas. Segala

sesuatunya harus serba teratur, sopan, dan semua yang terkait dengan seks

tabu untuk dibicarakan di publik. Padahal sebelum abad ke-17, kata-kata

dan kegiatan terkait seks tidak ditutup-tutupi. Mereka yang menyimpang,

gila, dan tidak menaati aturan-aturan sosial saat itu akan dianggap tidak

normal, bahkan mendapat sanksi sosial. Seks menjadi terasosiasi dengan

dosa. Seksualitas hanya dibicarakan di kamar, rumah bordil, rumah sakit

jiwa. Seksualitas direpresi sedemikian rupa untuk mengatur masyarakat

pada saat itu. Ternyata pengekangan seksualitas itu terjalin erat dengan

kekuasaan dan kapitalisme. Tubuh diatur, dibuat patuh, seks dikekang,

dibungkam untuk mengatur orang per orang sehingga alat-alat produksi

dapat bekerja maksimal. Di sinilah tujuan Foucault menulis buku ini untuk

membongkar wacana, kekuasaan yang paling subtil, terselubung

mengendalikan kenikmatan seksual.

4
Selain Foucault, tokoh sosiologi kontemporer Anthony Giddens

juga turut membahas mengenai seksualitas dalam bukunya yang berjudul

The Transformation of Intimacy. Menurut Giddens ( dalam Azzizah,

2020:9) bahwa intimasi pada masyarakat secara bertahap berubah

mengarah ke tipe hubungan yang didasarkan pada kesetaraan emosional

dan seksual, di mana hanya berlangsung sesuai dengan kebutuhan.

Seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa

friends with benefit merupakan bentuk transformasi aktivitas seksual

masyarakat urban perkotaan. Transformasi yang dimaksud adalah friends

with benefit bukanlah produk aktivitas yang baru dalam masyarakat urban

perkotaan tetapi hanya bentuk pembaharuan dari aktivitas seksualitas

sebelumnya. Friends with benefit dapat dikatakan merupakan bentuk

transformasi dari “kumpul kebo”. Titik perubahannya terletak pada

penamaan yang lebih western dan motifnya. Menurut Sidik Hasan dan

Abu Nasma (2008: 44-46 dalam Nurchakiki 2016:55) ada tiga motif yang

melatarbelakangi aktivitas “kumpul kebo” yaitu: Pertama, adanya

pergeseran di dalam memaknai hakikat perkawinan. Kedua, adanya

anggapan bahwa cinta, seks, dan pernikahan adalah urusan pribadi. Ketiga,

tidak ada sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku “kumpul kebo”.

Sedangkan menurut Giorgi (2013 dalam Azizah, 51:2020) bahwa individu

yang mengaku melakukan hubungan friends with benefit memiliki lima

motif yaitu: Pertama, pelampiasan seks. Kedua, keinginan menjalin friends

with benefit. Ketiga, menghindari hubungan serius. Keempat, menjalin

5
pertemanan. Kelima, Menginginkan hubungan yang simpel. Dari dua hasil

riset diatas dapat terlihat perubahan yang kemudian membedakan

hubungan “kumpul kebo” dengan hubungan friends with benefit.

Menelisik dari sisi sejarahnya, istilah ini muncul berawal dari

sebuah film yang disutradarai oleh Will Gluck pada tahun 2011 dengan

judul Friends With Benefits. Istilah ini kemudian kembali booming

dikarenakan hadirnya sosial media. Interaksi di dunia maya menjadi sangat

bebas, bahkan tidak sungkan untuk mengajak lawan jenisnya untuk

menjalin hubungan friends with benefit. Hal ini dapat diamati dari

munculnya beragam akun sosial media yang menggunakan nama friends

with benefit. Di akun sosial media twitter, ditemukan akun base (sebutan

untuk kelompok, komunitas, atau basis yang ada di twitter) bernama

@FWBESS yang memiliki pengikut hingga 89 ribu akun twitter.

Kota Makassar merupakan suatu tempat yang terkenal dengan

wisata budaya, wisata kuliner, pariwisata, bahkan telah menjelma menjadi

kota pendidikan dikarenakan banyaknya lembaga pendidikan mulai dari

tingkat paling kecil seperti playgroup hingga tingga paling tinggi seperti

universitas. Kota Makassar memberikan seluruh keistimewaan yang

dimiliki bukan hanya kepada masyarakat daerah atau pribumi, tetapi juga

ke kancah internasional. Keunikan budaya bugis-makassar yang terdapat

di Kota Makassar selalu dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat setempat,

menjadikan daya tarik tersendiri bukan hanya bagi masyarakat lokal tetapi

6
juga bagi masyarakat Internasional untuk mempelajari budaya-budaya

yang ada di Kota Makassar.

Mahasiswa merupakan para penuntut ilmu yang datang dari

berbagai tempat asal, untuk berlomba-lomba mendapatkan ilmu di

berbagai perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta.

Mahasiswa juga merupakan orang yang sedang menimba ilmu untuk

menggapai gelar sarjana di sebuah perguruan tinggi. Menurut Daldiyono

(2009:139) mahasiswa biasanya berumur 18 tahun, umur yang sudah

dikategorikan sebagai orang dewasa. Sejalan dengan apa yang dikatakan

Daldiyono, melihat dari usia mahasiswa, mahasiswa sudah bisa dikatakan

sebagai individu yang dewasa, mahasiswa sudah memasuki tahap

perkembangannya yaitu masa dewasa awal.

Pada tahap masa dewasa awal ini, mahasiswa mulai mengenal dan

tertarik dengan lawan jenisnya, dapat berpikir dengan berbagai sudut

pandang, dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah

dilakukan. Berbagai bentuk masalah yang terjadi dalam perjalanan hidup

mahasiswa, sedapat mungkin diselesaikan sendiri secara mandiri dan tanpa

meminta bantuan dari orang lain termasuk kedua orang tuanya.

Mahasiswa merupakan pemuda-pemudi harapan bangsa yang

secara nyata harus menunjukkan prestasinya baik dibidang akademik

maupun sosial masyarakatnya, serta memberikan contoh pribadi yang baik

yang dapat diteladani oleh masyarakat segala usia. Mahasiswa seharusnya

memiliki perilaku positif yang cenderung memiliki rutinitas yang

7
berkaitan dengan kuliah atau kegiatan akademik seperti, belajar, mengikuti

kegiatan kampus, ikut dalam organisasi yang berdampak positif,

mengunjungi perpustakaan, menjadi agent of change yang positif, dan

banyak hal lainnya yang bermanfaat yang bisa dilakukan untuk kemajuan

diri mahasiswa sendiri. Mahasiswa yang tujuan awalnya adalah belajar

untuk meraih ilmu sebagai salah satu jalan dalam meniti karir untuk masa

depan, kini telah banyak menyimpang dari tujuan awalnya sehingga

banyak perilaku menyimpang yang terjadi di kehidupan mahasiswa.

Kehidupan sehari-sehari yang dijalankan mahasiswa yakni menuntut ilmu

di perguruan tinggi, kemudian mereka memiliki waktu kosong di luar jam

kuliah yang bisa diisi dengan apa saja yang mereka kehendaki.

Dalam keseharian kehidupan mahasiswa, akan diisi dengan

berbagai interaksi sosial yang terjadi di sekitarnya. Interaksi sosial

menurut Vincentius Satu (2009:20) merupakan hubungan sosial yang

dinamis, menyangkut hubungan antarindividu, antara individu dengan

kelompok dan antarkelompok. Mila Saraswati dan Ida Widaningsih

(2008:17) menambahkan syarat terjadinya interaksi terdiri atas kontak

sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial mahasiswa yang dapat diamati

dalam syarat terjadinya interaksi sosial adalah tidak hanya kontak fisik

saja yaitu bersentuhan, namun kontak sosial bisa juga dilakukan melalui

teknologi yang ada, seperti internet dan telepon. Sedangkan komunikasi

menurut Mila Saraswati dan Ida Widaningsih (2008:17) dapat diartikan

jika seseorang dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau

8
perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Kontak

sosial dan komunikasi sosial dalam interaksi sosial mahasiswa diawali

dengan berjabat tangan, saling bertegur-sapa, memberikan informasi

tentang akademik perkuliahan, hingga interaksi sosial yang berkaitan

dengan kehidupan pribadi mahasiswa itu sendiri.

Kontak sosial dan komunikasi sosial yang terjadi di kehidupan

mahasiswa, yaitu mencakup hubungan antar mahasiswa perempuan

dengan sesama jenis, mahasiswa laki-laki dengan sesama jenis, dan antara

mahasiswa perempuan dengan mahasiswa laki-laki. Hubungan ini akan

semakin intens manakala mereka melakukan kontak sosial dan komunikasi

sosial setiap hari. Hal ini menyebabkan adanya ketertarikan bagi

mahasiswa, khususnya pada lawan jenis mereka masing-masing.

Ketertarikan yang disebabkan kontak sosial dan komunikasi sosial yang

intens terhadap lawan jenis bisa membuat suatu hubungan baru. Terkadang

hubungan baru tersebut akan berujung dengan hubungan tinggal satu

rumah atau kos, tanpa ikatan pernikahan yang sah atau hanya sekedar

hubungan friends with benefit.

Berangkat dari fenomena diatas, peneliti berusaha menelisik lebih

jauh sebuah fenomena friends with benefit yang sedang marak dipraktikan

oleh mahasiswa di Kota Makassar. Maka dari itu peneliti kemudian

mengangkat judul Fenomena Friends With Benefit Dikalangan Mahasiswa

di Kota Makassar.

9
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pemaknaan friends with benefit di kalangan

mahasiswa di Kota Makassar?

2. Bagaimana bentuk pertukaran dalam menciptakan hubungan

friends with benefit oleh mahasiswa di Kota Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menggambarkan pemaknaan friends with benefit di

kalangan mahasiswa di Kota Makassar.

2. Untuk menggambarkan bentuk pertukaran dalam menciptakan

hubungan friends with benefit oleh mahasiswa di Kota Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini

adalah :

1. Manfaat Akademis.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan

studi kajian sosiologi, khususnya terkait seksualitas dan gaya hidup

di masyarakat perkotaan.

2. Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi acuan

untuk memahami fenomena friends with benefit di kalangan

mahasiswa di Kota Makassar.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Penelitian Terdahulu.

Berikut adalah riset-riset ilmiah mengenai literasi yang sudah pernah

dilakukan sebelumnya. Riset terdahulu ini penting untuk melihat

perubahan-perubahan masyarakat berkaitan dengan fenomena friends with benefit

di Indonesia.

No Nama Judul Penelitian Metode Hasil Temuan Diterbitkan


Peneliti Penelitian Penelitian

1 Annisa Friends With Kualitatif Berbagai studi Fakultas


Nur Benefit: Agensi Ilmu
menunjukkan
Azzizah Seksual Kaum Sosial dan
Muda Dalam bahwa pada Ilmu
Kontestasi Nilai umumnya Politik.
Dan Norma Program
hubungan ini Studi
dijalani oleh Sosiologi.
Universitas
kaum muda. Indonesia.
Sebagai salah Depok
satu bentuk
hubungan baru
akibat dari
adanya perubahan
dalam sistem
hubungan
personal dan
intimasi, friends
with benefit juga
memfasilitasi

11
kaum muda
dalam
mengekspresikan
seksualitasnya.
Kaum muda yang
terlibat dalam
hubungan ini
dilihat sebagai
pihak yang
memiliki agensi
untuk
menentukan
pilihan dan
bertindak sesuai
dengan
pilihannya
sebagai respon
terhadap
pengaruh dari
faktor-faktor
sosio-kultural.

2 Friscka Studi Kualitatif Friends RESPON


Amelia Fenomenologi with Jurnal
Hamsir, Benefit tidak Ilmiah
Perilaku
Ahda, hanya diketahui Mahasiswa
Andi Komunikasi melalui media Ilmu
Muttaqin Intrapersonal sosial, namun Komunika
Mustari Pada Mahasiswa juga dari si
lingkungan
Pelaku Friends
tempat seseorang
With Benefit bergaul, bertukar
(Fwb) Di Kota pesan dan
Makassar berkomunikasi
setiap harinya.
Penelitian ini juga

12
memperlihatkan
bahwa ​hubungan
fwb tersebut
dirahasiakan dari
khalayak umum
demi menjaga
citra diri di
lingkungan.

3 Nuril Interaksi Kualitatif interaksi yang Universitas


Azizah Pertemanan muncul dalam Airlangga
interaksi
Friends With
pertemanan
Benefits (Fwb) friends with
Pada Pengguna benefits pada
Aplikasi Tinder pengguna aplikasi
Tinder di Kota
Di Kota
Surabaya karena
Surabaya. adanya
keuntungan
seksualitas,
pelampiasan
hubungan, rasa
sayang, dan
material.

2.2 Kajian Tentang Friends With Benefit.

2.2.1 Kajian Tentang Friend With Benefit di Indonesia dan di Makassar.

Pembahasan atau kajian mengenai friends with benefit bukan lagi menjadi

kajian yang tabu untuk dibahas. Bahkan telah ada banyak karya ilmiah yang

membahas mengenai friends with benefit. Friends with benefit merupakan

fenomena seksualitas pada masyarakat urban. Menurut Hughes et al (2005)

friends with benefit merupakan bentuk hubungan yang mengkombinasikan

intimasi psikologis pada hubungan pertemanan dengan intimasi seksual pada

hubungan romantis tanpa melibatkan komitmen.

13
Friends with benefit pada dasarnya bukanlah suatu bentuk fenomena

seksualitas yang baru didalam masyarakat urban perkotaan. Apabila dahulunya

dikenal nama-nama peristilahan yang berkaitan dengan fenomena seksualitas

masyarakat perkotaan seperti Kumpul Kebo, One Night Stand, Sex Pra Nikah.

perbendaharaan kata yang berkaitan dengan fenomena seksualitas masyarakat

bertambah dengan munculnya fenomena friends with benefit.

Menelisik dari sisi sejarahnya, istilah ini muncul berawal dari sebuah film

yang disutradarai oleh Will Gluck pada tahun 2011 dengan judul Friends With

Benefits. Istilah ini kemudian kembali terkenal dikarenakan hadirnya sosial media.

Interaksi di dunia maya menjadi sangat bebas, bahkan tidak sungkan untuk

mengajak lawan jenisnya untuk menjalin hubungan friends with benefit. Hal ini

dapat diamati dari munculnya berbagai akun sosial media yang menggunakan

nama friends with benefit. Tetapi menariknya tidak ditemukan literatur yang

mencatat mengenai pertama kalinya fenomena friends with benefits muncul di

Indonesia. Berbeda halnya dengan fenomena seksualitas lain seperti Kumpul

Kebo dan sex bebas yang dapat ditelusuri sejarah terjadinya di Indonesia

dikarenakan telah banyak literasi yang membahas. Fenomena ini kemudian saja

muncul dan terkenal kemudian menenggelamkan istilah fenomena seksualitas

yang lain.

Pertemanan friends with benefits ini dapat dilakukan melalui perkenalan

melalui dunia maya. Perkenalan melalui dunia maya dilakukan melalui berbagai

macam aplikasi seperti Tinder, Badoo, Beetalk, dan okCupid. Aplikasi perkenalan

14
secara online tersebut membantu dalam memperkenalkan orang-orang baru

melalui dunia maya yang nantinya akan berlanjut pada dunia nyata.

Friends With Benefits merupakan jenis interaksi tanpa status yang

dilakukan antara pria dan wanita yang berteman dengan mengarah pada hal-hal

seksualitas. Dalam menjalin pertemanan friends with benefits tidak diperlukan

perasaan saling cinta karena tidak adanya komitmen yang mengikat dalam

interaksi pertemanan tersebut (Putri, 2015:13–14). Interaksi friends with benefits

ini tanpa adanya status karena kedua pasangan tidak memiliki keberanian untuk

melangkah lebih jauh ke tahap hubungan serius atau belum adanya rasa keinginan

untuk menjalin hubungan yang serius. Karena tidak adanya komitmen dan status,

maka dari itu friends with benefits identik dengan hubungan yang hanya terlibat

pada keuntungan masing-masing. Dalam interaksi yang terjalin di friends with

benefits pasangan bukanlah merupakan suami istri ataupun berpacaran. Sehingga

tidak ada jaminan kelanggengan dalam pertemanan tersebut. Pertemanan ini bisa

saja putus ditengah jalan tanpa adanya status yang jelas.

Kajian mengenai fenomena friends with benefits di Indonesia telah dikaji

dalam berbagai sudut pandang, walaupun demikian pembahasan mengenai friends

with benefits tetap berada pada koridor seksualitas. Mita Gumai Putri dalam

Skripsi yang berjudul “friends with benefits (FWB): Studi Tentang Pergaulan

Bebas Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)”. Penelitian tersebut

dilakukan pada tahun 2015 kemudian menghasilkan data penelitian bahwa

hubungan FWB yang dilakukan oleh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga memiliki

beberapa makna yakni, (1) rasa kecewa atas hubungan (2) sebagai pelampiasan

15
hubungan seksual, (3) pencarian mengenai rasa cinta, (4) sebagai bentuk hiburan

semata. Nisrina Nurika Agustin (2019) dalam riset berjudul “Dinamika

Religiusitas Pelaku Fwb (Friend With Benefit): Studi Kasus Di Kampus Islam”.

Penelitian ini bertujuan memahami bagaimana dinamika religiusitas pelaku FWB

yang berkuliah di kampus islam. Hasil Penelitian ini mengungkap 4 tema yang

mempengaruhi partisipan untuk menjalani hubungan FWB yaitu lingkungan

pergaulan, konflik moral terkait perilaku seks bebas, pengalaman keagamaan, dan

kebutuhan akan cinta kasih. Sedangkan M. Arief Sumantri dan Yunita Trisna

Dewi (2020) dalam riset berjudul “Komparasi Antara Tingkat Kepuasan Seksual

dan Kepuasan Hubungan (Hubungan Friends with Benefit vs. Hubungan

Konvensional)”, berupaya untuk membandingkan tingkat kepuasan hubungan dan

kepuasan seksual. Hasil dari penelitian tersebut adalah kepuasan hubungan untuk

hubungan konvensional (menikah atau pacaran) lebih tinggi dari hubungan FWB,

tetapi kepuasan seksual pada kelompok FWB lebih tinggi dari hubungan

konvensional.

Masifnya riset mengenai friends with benefits di Indonesia tetapi tidak

diikuti dengan riset serupa di Kota Makassar. Belum adanya riset yang spesifik

membahas mengenai fenomena friends with benefits di Kota Makassar justru

menjadi perhatian tersendiri padahal Makassar merupakan salah satu kota

metropolitan di Indonesia. Belum adanya riset yang membahas mengenai

fenomena friends with benefits di Kota Makassar bukan berarti praktik friends

with benefits tidak terjadi di Kota Makassar. Di Kota Makassar sendiri praktik

yang serupa dengan praktik friends with benefits seperti seks bebas dan one night

16
stand telah dikaji secara ilmiah. Irnawati Dewi (2019) dengan skripsi berjudul

“Pergaulan Bebas Di Kalangan Mahasiswa Kost (Studi Kasus Di Jalan Toddopuli

VII Kecamatan Manggala Kota Makassar)” berupaya mendeskripsikan tentang

bagaimana dan faktor-faktor penyebab dari pergaulan bebas mahasiswa kost.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pergaulan bebas dikalangan

mahasiswa kost di Toddopuli disebabkan oleh faktor-faktor antara lain keluar kos

larut malam, menerima tamu larut malam, dan asrama kos campuran. Sedangkan

Vivin Helvira (2018) dengan riset berjudul “Perilaku Seks Bebas Anak Jalanan Di

Kota Makassar”. Helvira berupaya menunjukkan potret perilaku seks bebas anak

jalanan di Kota Makassar, dan hasil dari riset tersebut adalah menunjukkan bahwa

sebagian besar anak jalanan di kota makassar pernah melakukan seks bebas di

berbagai tempat yaitu halte, taman, ruko, baruga, pantai losari, wc umum,

pelabuhan dengan alasan karena paksaan dari pacar, suka sama suka dan karena

melihat video porno. Adapun alasan mereka turun ke jalan yaitu karena faktor

keluarga, kekerasan dalam keluarga, orang tua yang bercerai, diusir dari rumah,

serta faktor ekonomi. Situasi dan kondisi anak jalanan mengatakan 24 jam di

jalanan dan berpindah-pindah tempat. Terkait peran orang tua, para anak jalanan

mengatakan jarang bahkan tidak berkomunikasi dengan orang tua dan sebagian

mengaku dihubungi beberapa kali dalam seminggu. Peran teman sebaya

mengungkapkan rata-rata semuanya memiliki teman dekat atau sahabat yang

sesama anak jalanan. Dampak dari perilaku seks bebas didapatkan bahwa

diantaranya pernah melakukan aborsi dan pernah terkena penyakit menular

seksual.

17
2.2.2 Friends With Benefit Dalam Perspektif Sosiologi

Soekanto dan Sulistyowati (2017:21) dalam buku Sosiologi Suatu

Pengantar menjelaskan suatu konsep yang disebut objek sosiologi. Objek

sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan

proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Dalam ruang

lingkup kajian sosiologi, fenomena friends with benefits kemudian mengalami

perkembangannya. Friends with benefits tidak lagi hanya sekedar membahas

mengenai seksualitas, tetapi kemudian memasuki pembahasan mengenai interaksi,

nilai dan norma, pranata sosial, praktik, hingga perubahan sosial masyarakat.

Nuril Azizah dalam skripsi berjudul “Interaksi Pertemanan Friends With

Benefits (Fwb) Pada Pengguna Aplikasi Tinder Di Kota Surabaya”. Penelitian

yang dilakukan pada 2020 kemudian memberikan kesimpulan bahwa terdapat

pola interaksi yang berubah setelah kemunculan sosial media Tinder, yang mana

kemudian pengenalan yang berujung pada hubungan FWB melalui aplikasi Tinder

terjadi karena kedua pasangan tidak mau jika menjalin hubungan yang

berkomitmen, karena dirasa sangat mengekang kebebasan yang dimiliki. Skripsi

Azizah menggambarkan tiga tema yang ada dalam sosiologi yaitu interaksi,

perubahan sosial, dan praktik sosial.

Annisa Nur Azzizah (2020) dalam skripsi berjudul “Friends With Benefit:

Agensi Seksual Kaum Muda Dalam Kontestasi Nilai Dan Norma”. Penelitian ini

berusaha untuk menjelaskan agensi seksual kaum muda yang ditunjukkan mereka

melalui keterlibatannya dalam hubungan friends with benefit. Hasil penelitian ini,

pengalaman historis kaum muda memegang peranan penting yang mempengaruhi

18
pengalaman mereka dalam keterlibatannya pada hubungan friends with benefit.

Selanjutnya, agensi seksual ditunjukkan dalam bagaimana mereka

menegosiasikan nilai-nilai konservatif yang ditanamkan sejak dini dengan

mengadopsi nilai-nilai baru yang dianggap lebih sesuai dengan mereka. Lebih

lanjut lagi, agensi kaum muda juga dapat dilihat dalam kerangka subtle sexual

agency, di mana mereka mampu memilih dan berkehendak sesuai dengan

keinginan mereka tanpa merasa ‘tidak nyaman’ dalam konteks hidup di

masyarakat yang menganggap seksualitas sebagai hal yang tabu. Dalam penelitian

ini dapat dilihat tema sosiologi yang dibahas adalah nilai dan norma,

fenomenologi, dan praktik baru seksualitas.

Merujuk dari berbagai definisi mengenai friends with benefit, diketahui

bahwa hubungan friends with benefit berawal dari hubungan pertemanan yang

kemudian mengalami intimasi seksual dikarenakan adanya

manfaat/benefit/keuntungan yang dipertukarkan. Ketika membahas mengenai

benefit yang dipertukarkan, dalam sosiologi sendiri itu telah dibahas dalam

berbagai teori-teori. Misalnya teori hadiah (gift theory) yang dicetuskan oleh

Marcel Mauss, atau teori pertukaran sosial yang dikembangkan oleh para

penganut sosiologi perilaku.

Yang perlu ditekankan adalah sebagai disiplin ilmu pengetahuan non-etis,

sosiologi kemudian tidak dalam rangka melakukan penghakiman baik-buruk atau

benar-salah suatu fenomena masyarakat dalam hal ini fenomena friends with

benefit. Sosiologi kemudian mengamati pola interaksi yang tercipta, proses

perubahannya, hingga dampak-dampak yang akan timbul ke masyarakat.

19
2.3 Teori yang Relevan.

2.3.1 Teori Interaksionisme Simbolik-George Herbert Blumer

Bagi Blumer, interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis;

● Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka.

● Makna tersebut berasal dan “interaksi sosial seseorang dengan orang

lain.

● Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial

berlangsung.

Tidak ada yang inheren dalam suatu objek sehingga ia menyediakan

makna bagi manusia. Makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain,

terutama dengan orang yang dianggap “cukup berarti”. Sebagaimana dinyatakan

Blumer, bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain

bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan

yang mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain. “Bila

orang tua memberi tanggapan positif terhadap anak yang tidak ngeri melihat ular

kebun, maka anak tersebut akan meneruskan perilaku yang demikian. Tetapi jika

dia disalahkan oleh orang tua dan teman bermainnya, maka yang berubah tidak

hanya perilaku tetapi juga makna yang dikaitkan pada objek itu.

Blumer menyatakan: Aktor memilih, memeriksa, berpikir,

mengelompokkan, dan mentransformir makna dalam hubungannya dengan situasi

di mana dia ditempatkan dan arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi

seharusnya tidak dianggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang telah

20
ditetapkan, tetapi sebagai suatu proses pembentukan di mana makna yang dipakai

dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan

tindakan. Menurut Blumer tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa

“kekuatan luar” (seperti yang dimaksudkan oleh kaum fungsionalis struktural)

tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam” (seperti yang dinyatakan oleh kaum

reduksionis-psikologis). Blumer menyanggah individu bukan dikelilingi oleh

lingkungan obyek-objek potensial yang mempermainkannya dan membentuk

perilakunya. Gambaran yang benar adalah dia membentuk obyek-objek itu-

misalnya berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karir profesional- individu

sebenarnya sedang merancang objek-obyek yang berbeda, memberinya arti,

menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan

penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak

berdasarkan simbol-simbol.

Dengan demikian manusia merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang

menyatukan obyek-objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer

sebagai proses self-indication. Self-indication adalah “proses komunikasi yang

sedang berjalan di mana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya

makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu”. Proses self-

indication ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mencoba

“mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya

sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu”. Pertimbangan yang diberikan wanita

muda terhadap undangan dari teman sekerja itu dihubungkannya dengan konteks

di mana hal itu disampaikan dan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang

21
membuat dia bisa menilai masalah dan memberinya makna, kemudian memberi

tanggapan berdasarkan makna itu.

Tindakan manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian. Tindakan-

tindakan mana saling diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum

fungsionalis sebagai struktur-sosial. Blumer lebih senang menyebut fenomena ini

sebagai tindakan bersama, atau “pengorganisasian secara sosial tindakan-tindakan

yang berbeda dari partisipan yang berbeda pula”. Setiap tindakan berjalan dalam

bentuk prosesual, dan masing-masing saling berkaitan dengan tindakan-tindakan

prosesual dari orang lain. Bagi Blumer tindakan lebih dari hanya sekedar

performance tunggal yang diuraikan dalam penjelasan “impression management”

Goffman. Orang terlibat dalam tindakan bersama yang merupakan struktur sosial.

Lembaga seperti gereja, korporasi bisnis, atau keluarga hanya merupakan

“kolektivitas yang terlibat dalam tindakan bersama”. Tetapi lembaga-lembaga

tersebut bukan merupakan struktur-struktur yang statis, sebab pertalian perilaku

tidak pernah identik (walau mereka mungkin serupa) sekalipun pola-pola sudah

ditetapkan sedemikian rupa.

Blumer menegaskan prioritas interaksi kepada struktur dengan

menyatakan bahwa “proses sosial dalam kehidupan kelompok lah yang

menciptakan dan menghancurkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang

menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok”. Dengan kata lain norma-

norma, seperti yang dibahas oleh kaum fungsional struktural, tidak menentukan

perilaku individu; individu bertindak selaras demi menyangga norma-norma atau

aturan perilaku. Kaum fungsional struktural menekankan bahwa manusia

22
merupakan produk dari masing-masing masyarakatnya; kaum interaksi-simbolis

menekankan sisi yang lain yaitu bahwa struktur sosial merupakan hasil interaksi

manusia.

Dengan demikian, bagi Blumer studi masyarakat harus merupakan studi

dari tindakan bersama, ketimbang prasangka terhadap apa yang dirasanya sebagai

sistem yang kabur dan berbagai prasyarat fungsional yang sukar dipahami.

Masyarakat merupakan hasil interaksi-simbolis dan aspek inilah yang harus

merupakan masalah bagi para sosiolog. Bagi Blumer keistimewaan pendekatan

kaum interaksionis simbolis ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau

membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling beraksi

kepada setiap tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak

langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian

yang diberikan kepada tindakan itu. Blumer menyatakan,“dengan demikian

interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran,

oleh kepastian makna dari tindakan-tindakan orang lain. Dalam kasus perilaku

manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses penafsiran di antara

stimulus dan respon”. Walau semua sosiologi berhubungan dengan perilaku

manusia ia sering mengabaikan analisis penafsiran atau makna yang dikaitkan

pada perilaku itu. Penafsiran menyediakan repson, berupa respon untuk

“bertindak yang berdasarkan simbol-simbol”.

Blumer tidak mendesakkan prioritas dominasi kelompok atau struktur,

tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan

individu:”Masyarakat harus dilihat sebagai terdiri dari tindakan orang-orang, dan

23
kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan-tindakan orang itu”. Blumer

melanjutkan ide ini dengan menunjukkan bahwa kehidupan kelompok yang

demikian merupakan respon pada situasi-situasi di mana orang menemukan

dirinya. Situasi tersebut dapat terstruktur, tetapi Blumer berhati-hati menentang

pengabaian arti penting penafsiran sekalipun dalam lembaga- lembaga yang relatif

tetap. Dalam melihat masyarakat Blumer menegaskan dua perbedaan kaum

fungsional struktural dan interaksionis-simbolis.

Pertama, dari sudut interaksi simbolis. Organisasi masyarakat manusia

merupakan suatu kerangka di mana tindakan sosial berlangsung dan bukan

merupakan penentu tindakan itu. Kedua, organisasi yang demikian dan perubahan

yang terjadi di dalamnya adalah produk dari kegiatan unit-unit yang bertindak dan

tidak oleh “kekuatan-kekuatan” yang membuat unit-unit itu berada di luar

penjelasan. Prasangka sosiologi terhadap struktur telah menyebabkan

diabaikannya tindakan interpretatif yang prosesual. Interaksionisme-simbolis yang

diketengahkan Blumer mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar,

yang dapat diringkas sebagai berikut:

a. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut

saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang

dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.

b. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan

kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi non simbolik mencakup

stimulus-respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan

tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup “penafsiran

24
tindakan”. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak

setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh si pembicara, batuk

tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk

menyampaikan penolakan. Bahasa tentu saja merupakan simbol berarti

yang paling umum.

c. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsik; makna lebih

merupakan produk interaksi-simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifikasikan

ke dalam tiga kategori yang luas:

■ objek fisik, seperti meja, tanaman, atau mobil;

■ objek sosial seperti ibu, guru, menteri atau teman; dan

■ objek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan peraturan.

Blumer membatasi objek sebagai “segala sesuatu yang berkaitan

dengannya”. Dunia obyek “diciptakan, disetujui, ditransformasi dan

dikesampingkan“ lewat interaksi-simbolis. Ilustrasi peranan makna yang

diterapkan kepada objek fisik dapat dilihat dalam perlakuan yang beda

terhadap sapi di Amerika Serikat dan di India. Obyek (sapi) sama, tetapi di

Amerika sapi dapat berarti makanan, sedang di India sapi dianggap sakral.

Bila dilihat dari perspektif lintas kultural, objek-obyek fisik yang

maknanya kita ambil begitu saja bisa dianggap terbentuk secara sosial.

d. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat

dirinya sebagai objek. Jadi seorang pemuda dapat melihat dirinya sebagai

mahasiswa, suami, dan seorang yang baru saja menjadi ayah. Pandangan

25
terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua objek, lahir di saat

proses interaksi simbolis.

e. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia

itu sendiri. Blumer menulis Pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari

pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan

serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal

tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah

seperti keinginan dan kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk

mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran

tentang diri sendiri, dan mungkin hasil dari: cara bertindak tertentu.

f. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota

kelompok; hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai;

“organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia”.

Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil,

melahirkan apa yang disebut para sosiolog sebagai “kebudayaan” dan

“aturan sosial”.

2.3.2 Teori Pertukaran Sosial-George Casper Homans

Dalam teori pertukaran ini yang menjadi pusat perhatian utama Homans

adalah tingkah laku sosial dasar, yaitu tingkah laku yang muncul dan muncul

kembali baik direncanakan untuk melakukan hal itu atau tidak. Homans yakin

bahwa tingkah laku sosial dasar dapat dijelaskan dengan masalah-masalah dasar

pertukaran. Masalah-masalah tersebut menyangkut psikologi dan motivasi

individu, dan Homans menyatakan bahwa penjelasan fenomena sosial yang

26
memuaskan haruslah merupakan penjelasan yang berdasarkan pada kondisi

psikologi yang diturunkan dari kenyataan-kenyataan tentang keberadaan manusia

sebagai makhluk yang bersifat individual (Zamroni, 1992 dalam Machmud,

2015:258).

Homans membangun teori pertukarannya pada landasan konsep-konsep

dan prinsip-prinsip yang diambil dari psikologi perilaku (behavioral psychology)

dan ekonomi dasar. Dari psikologi perilaku diambil gambaran mengenai perilaku

manusia yang dibentuk oleh hal-hal yang memperkuat atau yang memberikannya

dukungan yang berbeda-beda. Menurut Ritzer (2018:334) walau Homans

membahas prinsip psikologis, namun ia tidak membayangkan individu dalam

keadaan terisolasi. Homans tetap mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial

dan menggunakan sebagian besar waktu mereka berinteraksi dengan manusia lain.

Selain itu, Homans memberikan perbedaan yang tegas mengenai perbedaan

perilaku individual yang menjadi lingkup kajian psikolog dan dan perilaku sosial

yang menjadi lingkup kajian sosiolog. Menurut Homans (Ritzer, 2018:338)

perilaku individual adalah perilaku yang didalamnya tidak ada praktik hubungan

timbal balik. Sedangkan perilaku sosial adalah aktivitas saling menguatkan

aktivitas pihak lain dan dengan demikian saling mempengaruhi.

Dari ekonomi dasar, Homans mengambil konsep-konsep seperti biaya

(cost) dan imbalan (rewards). Gambaran tentang perilaku manusia ini sudah

dikembangkan dengan menjelaskan pertukaran ekonomi di pasar, tujuannya untuk

memperluas sehingga mencakup pertukaran sosial juga. Dukungan sosial seperti

halnya uang, dapat dilihat sebagai suatu reward, dan berada dalam suatu posisi

27
bawahan dalam suatu hubungan sosial dapat dilihat sebagai cost. Konsep

tambahan juga ditambahkan, antara lain kuantitas dan nilai yang dilihat sebagai

variabel, di mana keduanya akan merupakan pusat proposisi yang dikembangkan

yang bersifat menjelaskan. Kuantitas menunjuk pada frekuensi di mana suatu

perilaku tertentu dinyatakan dalam suatu jangka waktu tertentu, atau sejumlah

perilaku yang sedang terjadi. Nilai adalah tingkat dimana suatu perilaku tertentu

didukung atau dihukum. Pengukuran yang tepat mengenai nilai yang terlepas dari

kuantitas, sering mengalami kesulitan, gampang untuk menarik kesimpulan yang

berhubungan dengan nilai-nilai seseorang dengan mencatat frekuensi di mana dia

terlibat dalam suatu bentuk perilaku tertentu ( Johnson, 1990 dalam Machmud,

2015:259).

Satu ciri khas teori pertukaran yang menonjol adalah cost and reward.

Dalam berinteraksi manusia selalu mempertimbangkan cost (biaya atau

pengorbanan) dengan reward (penghargaan atau manfaat) yang diperoleh dari

interaksi tersebut. Jika cost tidak sesuai dengan reward-nya, maka salah satu pihak

yang mengalami disertasi seperti ini akan merasa kesal dan menghentikan

interaksinya, sehingga hubungan sosialnya akan mengalami kegagalan. Inti teori

pertukaran Homans terletak pada kumpulan proposisi-proposisi dasar yang

menerangkan tentang setidaknya dua individu yang berinteraksi. Ia mencoba

menjelaskan perilaku sosial mendasar dilihat dari sudut hadiah dan biaya. Dalam

hal ini ia termotivasi oleh teori struktural-fungsional Parsons. Menurut Homans,

teori struktural-fungsional memiliki kebaikan apa saja kecuali dalam menjelaskan

segala sesuatu. Homans beranggapan bahwa dalam melihat perilaku sosial

28
manusia, maka yang harus diamati adalah individu atau paling tidak ada dua

individu yang saling berinteraksi. Dan pengamatan ini harus dilakukan dengan

sangat hati-hati (Ritzer, 2018:343).

Menurut Homans, teori tak hanya cukup mengandung beberapa proposisi

saja. Teori tentang fenomena adalah sebuah penjelasan tentang fenomena itu

sendiri. Homans berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip

psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar

menggambarkannya. Homans mengemukakan bahwa penjelasan ilmiah harus

dipusatkan pada perilaku nyata yang dapat diamati dan diukur secara empirik.

Keadaan-keadaan internal (perasaan dan sikap subyektif, dan sebagainya) harus

didefinisikan dalam istilah istilah perilaku (Behavioral term) untuk keperluan

pengukuran empiris (Johnson, 1990 dalam Machmud, 2015:259).

Homans berusaha mengembangkan suatu teori yang fokusnya terletak

pada psikologi seseorang dalam kehidupan sosial. Menurutnya, teori itu

membayangkan perilaku sosial sebagai suatu pertukaran kegiatan baik yang nyata

ataupun tidak, yang menghargai maupun merugikan di antara dua orang atau lebih

(Ritzer, 2018:343). Homans menolak tipe penjelasan fungsional. Homans

memperlihatkan bahwa suatu pola tertentu pada kehidupan masyarakat yang

bersifat menguntungkan masyarakat bukan untuk menjelaskan penyebab orang itu

menyesuaikan tindakannya terhadap pola tersebut. Penjelasan mengenai perilaku

menuntut suatu pemahaman mengenai motif-motif dan perasaan-perasaan

manusia dan tidak menjelaskan kebutuhan hipotesis dan tuntutan-tuntutan

masyarakatnya. Menurut Homans, tampaknya tidak ada cara untuk menentukan

29
secara definitif apa kebutuhan fungsional itu, terlebih jika kita mengakui bahwa

kekurangan yang diciptakan oleh runtuhnya setiap pola institusional biasanya

diikuti oleh munculnya institusi-institusi alternatif untuk menggantikan kerusakan

itu, sehingga Homans tidak menggunakan penjelasan tipe-fungsional, karena

menurutnya pola-pola pertukaran harus dianalisa menurut motif-motif dan

perasaan-perasaan manusia yang terlibat dalam interaksi tersebut (Johnson, 1990

dalam Machmud, 2015:258).

Banyak ide dasar dalam karya Homans yang juga menyerang interpretasi

Levi-Strauss mengenai kebiasaan-kebiasaan perkawinan dalam masyarakat

primitif. Hal ini merupakan tema pokok dalam analisis lintas-budaya yang

dikemukakan oleh Homans. Levi Strauss mengemukakan bahwa pola perkawinan,

dimana seorang anak mengawini putri saudara Ibunya memberikan sumbangan

yang amat besar pada tingkat solidaritas yang tinggi pada masyarakat primitif,

dibandingkan dengan seseorang yang mengawini anak dari saudara bapaknya.

Alasan Levi-Strauss menjelaskan solidaritas sosial yang lebih tinggi ini adalah

bahwa pola yang lebih disukai ini mencakupi pertukaran tidak langsung dari pada

pertukaran langsung. Sedangkan Homans memberikan penjelasan yang bersifat

Psikologis mengenai pola-pola perkawinan ini. Arahnya adalah ke

perasaan-perasaan manusia itu sendiri yang bersifat alamiah (berlawanan dengan

determinasi budaya), tidak terhadap integrasi atau solidaritas masyarakat. Tekanan

Homans pada penjelasan institusi-institusi sosial di tingkat psikologi individu

merupakan pendekatan dasarnya. Homans mengemukakan bahwa alasan sering

terjadinya perkawinan dengan anak saudara Ibu hanya karena individu itu secara

30
emosional lebih dekat dengan Ibunya daripada Bapaknya ( Johnson, 1990 dalam

Machmud, 2015:259).

Homans mengemukakan bahwa banyak tulisan sosiologis yang sangat

abstrak dan sulit untuk melihat hubungan yang jelas dengan data empiris yang

didapat dari lapangan. Konsep-konsep sosiologi seperti institusi sosial, peran,

kebudayaan, struktur otoritas, dan status adalah konsep abstrak, bukan konsep

yang benar-benar diamati. Akibatnya, sering sulit untuk menghubungkan

konsep-konsep teoritis dengan gejala tertentu yang dapat diamati dengan jelas dan

tidak ambigu. Oleh karena itu Homans memilih kelompok kecil untuk analisis

deskriptifnya, sebagian karena kelompok itu merupakan satuan dasar yang

terdapat dalam semua tipe struktur sosial lainnya dan semua satuan budaya. Ada

tiga konsep utama yang digunakan Homans untuk menggambarkan kelompok

kecil. Definisi-definisinya dekat dengan definisi dalam kehidupan sehari-hari. 3

(tiga) konsep tersebut adalah sebagai berikut ( Johnson, 1990 dalam Machmud,

2015:260):

● Kegiatan, yaitu perilaku aktual yang digambarkan pada tingkat yang

sangat konkret. Sebagian dari gambaran mengenai kelompok apa saja

harus meliputi catatan mengenai kegiatan-kegiatan para anggotanya saja.

Individu dan kelompok dapat dibandingkan menurut persamaan dan

perbedaan dalam kegiatan mereka, tingkat penampilan dari berbagai

kegiatan itu.

● Interaksi, yaitu kegiatan apa saja yang merangsang atau dirangsang oleh

kegiatan orang lain. Individu atau kelompok dapat dibandingkan menurut

31
frekuensi interaksi, menurut siapa yang mulai, interaksi dengan siapa,

menurut saluran-saluran di mana interaksi itu terjadi.

● Perasaan, perasaan ini tidak didefinisikan hanya sebagai suatu keadaan

subjektif, tetapi sebagai suatu tanda yang bersifat eksternal atau yang

bersifat perilaku yang menunjukkan suatu keadaan internal.

Ketiga elemen ini membentuk suatu keseluruhan yang terorganisasi dan

berhubungan secara timbal balik. Artinya, kegiatan akan mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh pola-pola interaksi dan perasaan-perasaan. Interaksi akan

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kegiatan dan perasaan, dan perasaan akan

berhubungan timbal balik dengan kegiatan dan interaksi. Beberapa dari kegiatan,

interaksi, dan perasaan yang terjadi dalam kelompok merupakan hasil dari

tuntunan-tuntunan yang diberikan kepada kelompok itu dari lingkungan atau

strategi-strategi untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Kegiatan,

interaksi, dan perasaan tertentu ini dilihat sebagai sistem eksternal. Tetapi anggota

kelompok yang jarang membatasi kegiatan, interaksi, dan perasaannya pada apa

yang diberikan oleh lingkungan atau yang hanya bisa bertahan hidup saja.

Sebaliknya, mereka mengembangkan atau memperluas kegiatan, interaksi, dan

perasaannya di atas persyaratan minimal untuk hidup. Kegiatan, interaksi, dan

perasaan tambahan ini dilihat sebagai sistem internal.

Untuk membahas lebih dalam lagi mengenai Teori Pertukaran yang

dicetuskan oleh Homans, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa teori Pertukaran

ini sendiri merupakan salah satu dari 3 teori yang hampir memiliki kemiripan dan

hubungan yaitu teori pilihan rasional;teori jaringan; dan teori ini sendiri.

32
Perbedaan mendasar terletak dimana teori pilihan rasional memusatkan perhatian

pada proses pembuatan keputusan individual,dan teori pertukaran lebih kepada

menganalisis hubungan sosial. Sedangkan teori jaringan sendiri hampir mirip

dengan teori pilihan rasional namun perbedaan mendasarnya adalah teori jaringan

menolak adanya rasionalitas dalam perilaku manusia. Teori pertukaran ini sendiri

lebih bersifat ekologis dimana adanya pengaruh lingkungan terhadap perilaku

aktor serta pengaruh aktor terhadap lingkungannya. Teori ini merupakan akar dari

teori pertukaran yang dinamakan behaviorisme, dimana hubungan tadi merupakan

dasar dari operant condition (Ritzer, 2018:345). Hal ini kemudian digunakan oleh

sosiolog untuk memprediksi perilaku seorang individu di masa depannya, dengan

melihat apa yang terjadi di masa lalunya /masa kecilnya. Apabila tindakan

individu ini menguntungkan di masa kecilnya, maka kemungkinan besar akan

terulang di masa depannya. Dan sebaliknya bila merugikan, maka akan kecil

kemungkinan untuk terulang. Maka sosiolog menyebutnya dengan adanya hadiah

(stimulus) yang mendukung individu agar melakukan tindakan yang dilakukan di

masa kecilnya di kemudian hari dan hukuman untuk mengurangi kemungkinan

perilaku terulang. Asumsi dasar teori behaviorisme Homans dalam melihat

masyarakat, adalah melihatnya melalui sifat alamiah dari spesies manusia, atau

sifat objektif psikologis manusia. Menurut Homans, sifat dasar dari manusia itu

sendiri adalah menginginkan kesenangan yang sebesar-besarnya dan

meminimalkan kesusahannya. Begitu juga dalam masyarakat, dimana sifat

manusia tersebut mengkonstruksikan dunia sosial dengan manusia sebagai

pusatnya. Sifat dasar yang dimaksudkan disini bersifat pertukaran, karena berapa

33
besarnya keuntungan sudah menjadi sifat dasar dari spesies manusia untuk

mencari keuntungan yang sebagian manusia mencarinya melalui altruisme dan

yang lainnya melalui keegoisan (Purdue, 1986). Awalnya George C. Homans

tidak menaruh perhatian masalah pertukaran sosial dalam mengadakan

pendekatan terhadap masyarakat karena pada awalnya ia mengarahkan perhatian

pada pendekatan fungsionalisme struktural. Pendekatan fungsionalisme struktural

ternyata mempunyai arti yang sangat penting karena mampu memberi masukan

terhadap teori sosiologi, terutama dalam hubungannya dengan struktur, proses dan

fungsi kelompok sebagaimana tercantum dalam bukunya yang berjudul E Human

Group. Menurut pendapatnya analisis fungsionalisme struktural mempunyai

manfaat untuk menemukan dan memberikan uraian, akan tetapi pendekatan

tersebut tidak mampu menjelaskan. Selanjutnya, berhubung pendekatan

fungsionalisme struktural itu tidak dapat menjelaskan berbagai macam hal maka

menurut pendapatnya dianggap sebagai suatu kegagalan (Ritzer, 2018:347).

Berhubung pendekatan fungsionalisme struktural dianggap gagal dalam

memberikan fenomena-fenomena baru yang muncul dalam interaksi sosial di

masyarakat maka ia berusaha menyempurnakannya dengan prinsip-prinsip

pertukaran sosial. Berkenaan dengan hal tersebut maka ia tinggalkan pendekatan

fungsionalisme struktural dan selanjutnya menyatakan tentang pentingnya

pendekatan psikologi dalam menjelaskan gejala-gejala sosial. Menurut

pendapatnya dengan psikologi dapat dijelaskan mengenai faktor yang

menghubungkan sebab dan akibat. Dalam hal yang menghubungkan antara sebab

dan akibat hanya dapat dijelaskan oleh proposisi psikologi melalui pendekatan

34
perilaku. Namun, pada mulanya ia juga menggunakan pendekatan ilmu ekonomi

karena diasumsikan bahwa orang yang berperilaku itu memperoleh ganjaran dan

menghindari hukuman. Akan tetapi, ia juga berpendapat bahwa perilaku orang itu

tidak semata-mata alasan ekonomi, melainkan juga karena adanya rasa kepuasan

harga diri dan persahabatan. George C. Homans menyatakan bahwa psikologi

perilaku sebagaimana diajarkan oleh B.F. Skinner dapat menjelaskan pertukaran

sosial. Adapun proposisi yang mampu memberikan penjelasan pertukaran sosial,

yaitu (Ritzer, 2018:348):

● Success Proposition (Proposisi Sukses) Proposisi sukses ini menjelaskan

bahwa bila setiap perilaku manusia yang mendapatkan imbalan maka ia

akan mengulangi kembali perilakunya tersebut. Proposisi ini berarti bahwa

semakin besar kemungkinan seseorang untuk melakukan sesuatu jika di

masa lalu orang tersebut telah mendapatkan hadiah (manfaat) yang berarti

bagi dirinya. Selanjutnya semakin sering orang menerima hadiah yang

berguna di masa lalu, maka semakin sering seseorang itu melakukan hal

yang sama. Begitu pula, jika ia sering menerima hadiah berupa persetujuan

atas tindakannya dari orang lain, maka ia juga akan sering memberikan

perlakuan yang sama bagi orang tersebut. Adapun perilaku yang sesuai

dengan proposisi keberhasilan ini meliputi tiga tahap: pertama adalah

tindakan orang; kedua adalah hadiah (manfaat) yang diperoleh; ketiga

adalah perulangan tindakan asli atau sekurangnya tindakan yang serupa

dalam hal tertentu. Ketetapan proposisi sukses menurut Homans: pertama,

meski umumnya benar bahwa makin sering hadiah diterima, maka makin

35
sering tindakan dilakukan, namun hal ini tidak dapat berlangsung secara

terbatas. Di saat tertentu individu benar-benar tidak dapat bertindak seperti

itu sesering mungkin. Kedua, makin pendek jarak waktu antara perilaku

dan hadiah, makin besar kemungkinan orang mengulangi perilaku.

Sebaliknya, semakin lama jarak waktu antara perilaku dan hadiah, maka

semakin kecil kemungkinan orang mengulangi perilaku. Ketiga, menurut

Homans, pemberian hadiah secara intern item lebih besar

kemungkinannya menimbulkan perulangan perilaku daripada

mendapatkan hadiah yang teratur. Hadiah yang teratur akan menimbulkan

kebosanan dan kejenuhan, sedangkan hadiah yang diperoleh dalam jarak

waktu yang tak teratur sangat mungkin menimbulkan perulangan perilaku

(Ritzer, 2018:350).

● Stimulus Proposition (Proposisi Stimulus) Proposisi Stimulus ini

menjelaskan bahwa setiap perilaku yang mendapatkan imbalan maka

individu akan melakukan perilaku lain yang serupa dengan perilaku yang

mendapatkan imbalan tersebut. Homans menyimpulkan dari proses

generalisasi dalam kecenderungan memperluas perilaku dalam keadaan

serupa. Keberhasilan seseorang mendapatkan hadiah dari tindakan yang

dilakukan, mungkin akan mendorong orang tersebut untuk merubah

perilakunya pada arah yang sama. Tetapi proses diskriminasinya juga

penting, artinya manusia sebagai aktor mungkin hanya akan melakukan

tindakan dalam keadaan khusus yang terbukti sukses mendapatkan hadiah

di masa lalu. Bila kondisi yang menghasilkan kesuksesan itu terjadi terlalu

36
rumit, maka kondisi serupa mungkin tidak akan menstimulasi perilaku.

Bila stimulasi krusial muncul terlalu lama sebelum perilaku diperlukan,

maka stimuli itu benar-benar merangsang perilaku. Aktor dapat menjadi

terlalu sensitif terhadap stimuli terutama jika stimuli itu sangat bernilai

bagi aktor. Kenyataannya aktor dapat menanggapi stimulus yang tak

berkaitan, setidaknya hingga situasi diperbaiki melalui kegagalan berulang

kali. Semuanya ini dipengaruhi oleh kewaspadaan atau derajat perhatian

individu terhadap stimulus (Ritzer, 2018:350).

● Value Proposition (Proposisi Nilai) Proposisi nilai ini menjelaskan bahwa

semakin bernilai imbalan yang diberikan pada manusia tertentu, maka

semakin sering ia melakukan perbuatan tersebut. Bila hadiah yang

diberikan masing-masing kepada orang lain amat bernilai, maka makin

besar kemungkinan aktor tersebut melakukan tindakan yang diinginkan

ketimbang jika hadiahnya tidak bernilai. Di sinilah Homans

memperkenalkan konsep hadiah dan hukuman. Hadiah adalah tindakan

nilai positif; makin tinggi nilai hadiah, makin besar kemungkinan

mendatangkan perilaku yang diinginkan. Menurut Homans, hukuman

merupakan alat yang tidak efisien untuk membujuk orang mengubah

perilaku mereka karena orang dapat bereaksi terhadap hukuman menurut

cara yang tidak diinginkan, sehingga perilaku ini akan cepat dihentikan.

Sedangkan hadiah lebih disukai, tetapi persediaannya mungkin terbatas.

Homans menekankan bahwa teorinya sebenarnya bukanlah teori

37
hedonistis; menurutnya hadiah dapat berupa materi (uang) tapi juga bisa

berupa altruitis (penghargaan dari orang lain) (Ritzer, 2018:351).

● Deprivation-Satiation Proposition (Proposisi Kejenuhan-Kerugian)

Proposisi ini menjelaskan bahwa semakin sering imbalan yang diberikan

pada perilaku tertentu, maka akan semakin berkurang pula nilai dari

imbalan tersebut untuk individu tertentu. Semakin sering seseorang

menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, makin kurang bernilai

baginya setiap unit hadiah berikutnya. Dalam hal ini, Homans

mendefinisikan dua konsep penting lainnya, yaitu biaya dan keuntungan.

Biaya tiap perilaku didefinisikan sebagai hadiah yang hilang karena tidak

jadi melakukan sederetan tindakan yang direncanakan. Keuntungan dalam

pertukaran sosial dilihat sebagai sejumlah hadiah yang lebih besar yang

diperoleh atas biaya yang dikeluarkan. Yang terkait hal inilah yang

menyebabkan Homans menyusun kembali proposisi kerugian-kejemuan

sebagai berikut: semakin besar keuntungan yang diterima seseorang

sebagai hasil tindakannya, makin besar kemungkinan ia melaksanakan

tindakan itu (Ritzer, 2018:352).

● Aggression-Approval Proposition (Proposisi Persetujuan-Agresi) Proposisi

ini terbagi dalam dua bagian. Pertama, bila satu individu tidak menerima

imbalan yang diharapkan ataupun menerima hukuman yang tidak

diinginkan, maka individu tersebut akan marah dan memperlihatkan

perilaku agresif. Kedua, bila individu menerima imbalan lebih besar dari

yang diharapkan ataupun tidak mendapatkan hukuman yang

38
diperkirakannya, maka individu tersebut akan merasa senang, dan akan

berusaha untuk melakukan perilaku tertentu dengan lebih baik lagi, dan

hasilnya tentu akan lebih berharga baginya. Konsep frustasi dan marah

menurut Homans lebih mengacu pada keadaan mental.

● Rationality Proposition (Proposisi Rasionalitas) Proposisi rasionalitas ini

berkaitan dengan pilihan terhadap berbagai tindakan alternatif, seseorang

akan memilih satu di antaranya yang dianggap saat itu memiliki value (v),

sebagai hasil, dikalikan dengan probabilitas (p), untuk mendapatkan hasil

yang lebih besar. Proposisi terdahulu sangat dipengaruhi oleh

behaviorisme, sedangkan proposisi rasionalitas sangat dipengaruhi oleh

teori pilihan rasionalitas.

2.4 Kerangka Pikir

Setiap penelitian memerlukan adanya kerangka berpikir sebagai pijakan

atau pedoman dalam menentukan arah dari penelitian. Alur kerangka berpikir

yang dibuat oleh peneliti dalam penelitian ini akan dideskripsikan sebagai berikut.

39
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

40
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tipe dan dasar Penelitian

3.1.1 Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif

deskriptif yang dimaksudkan untuk menggambarkan suatu gejala sosial yang

diteliti. Melalui penelitian ini akan dikumpulkan data untuk menarik kesimpulan

tentang pendapat, keinginan, kebutuhan, kondisi dari suatu fungsi yaitu berupa

fenomena friends with benefit di kalangan mahasiswa.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.

Penelitian kualitatif dimanfaatkan sebagai pemandu penelitian agar sesuai fakta

lapangan. Dalam penelitian ini dianggap jauh lebih subjektif dengan

mengumpulkan informasi menggunakan wawancara secara fokus dan mendalam

dalam jumlah relatif kecil. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bungin (2007)

bahwa pendekatan deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan

berbagai kondisi sosial, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial

yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian. Alasan menggunakan

metode penelitian kualitatif, karena permasalahan belum jelas, holistik, kompleks,

dinamis dan penuh makna (Sugiyono, 2007). Sehingga peneliti bermaksud ingin

memahami situasi sosial khususnya terkait makna Ballo secara mendalam melalui

penelitian ini.

Arikunto (2006) menyatakan bahwa “penelitian deskriptif merupakan

41
penelitian non hipotesis dalam langkah penelitian ini tidak perlu merumuskan

hipotesis”. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, artinya hasil penelitian

dirumuskan setelah semua data dianalisis. Pendekatan deskriptif digunakan dalam

penelitian ini karena semata-mata hanya memberi gambaran yang tepat dari pokok

perhatian penelitian.

3.1.2 Dasar Penelitian


Adapun dasar penelitian yang akan digunakan yaitu studi kasus. Menurut

Creswell (2010) studi kasus merupakan strategi penelitian dimana didalamnya

peneliti menyelidiki secara cermat suatu peristiwa, aktivitas, proses, atau

sekelompok individu. Stake (dalam Bryman, 2012) menyimpulkan bahwa studi

kasus merupakan upaya merumuskan kompleksitas suatu kasus tertentu yang

tidak bersifat universal.

Studi kasus adalah sebuah penyelidikan empiris yang menginvestigasi

fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata, terkhususnya ketika batas

antara fenomena dan konteks tidak begitu jelas. Berdasarkan penjelasan tersebut,

studi kasus pada penelitian ini berusaha mendeskripsikan fenomena friends with

benefit yang terjadi di kalangan mahasiswa di Kota Makassar.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi dan waktu pada penelitian ini sebagai berikut lokasi pada

penelitian ini adalah beberapa kampus besar yang terdapat di Kecamatan

Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dan estimasi waktu penelitian

selama 1 (satu) bulan terhitung dari tanggal 3 Desember 2021 hingga 31

Desember 2021.

42
3.3 Teknik Penentuan Informan.

Informan penelitian adalah orang-orang yang memberikan berbagai

informasi baik tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu

hal kepada peneliti atau pewawancara mendalam (Afrizal, 2015:139). Informan

penelitian ini meliputi orang-orang yang mengetahui dan berhubungan dengan

permasalahan penelitian serta berada pada lokasi penelitian. Informan penelitian

digunakan untuk penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Didalam informan penelitian, terdapat dua kategori informan, yaitu

informan kunci dan informan pelaku. Para informan kunci adalah informan yang

memberikan informasi tentang orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal

kepada peneliti. Dalam berbagai literatur mereka ini disebut pula informan kunci.

Para informan pelaku adalah informan pelaku adalah informan yang memberikan

keterangan tentang dirinya, tentang perbuatannya, tentang pikirannya, tentang

interpretasinya atau tentang pengetahuannya. Mereka adalah subjek penelitian itu

sendiri.

Adapun informan kunci di dalam penelitian ini merujuk pada

individu-individu yang dapat memberikan akses peneliti kepada subjek-subjek

yang mempraktekkan hubungan friends with benefit. Mengingat isu yang cukup

sensitif, peneliti kemungkinan besar tidak dapat secara langsung menghubungi

informan pelaku untuk diwawancara. Maka dari itu, peran informan kunci

menjadi sangat penting di dalam penelitian ini. informan kunci yang dipilih

merupakan orang-orang yang sudah dipercayai oleh subjek yang terlibat dalam

hubungan friends with benefit sehingga dapat mengenalkan peneliti terhadap

43
subjek penelitian. Selain itu, pembangunan rapport yang baik dengan informan

juga diharapkan dapat terjadi dengan menjalin hubungan yang baik pula dengan

informan kunci penelitian.

Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

purposive sampling. Purposive sampling adalah mekanisme penentuan informan

secara sengaja. Sengaja yang dimaksud adalah sebelum melakukan penelitian,

peneliti menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh orang yang

dijadikan sumber informasi. Penggunaan teknik ini senantiasa berdasarkan pada

pengetahuan tentang ciri-ciri tertentu yang telah didapat dari populasi

sebelumnya.

Dalam hal ini peneliti mengambil sampel berdasarkan pengamatan di

lapangan terhadap mahasiswa di Kota Makassar yang menjalin hubungan friends

with benefit. Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa di

Kota Makassar yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

A. Berusia 18-25 tahun.

B. Pernah atau sedang menjalani hubungan friends with benefit, dan

C. Berstatus mahasiswa di salah satu Universitas atau Pendidikan Tinggi di

Kota Makassar.

3.4 Teknik Pengumpulan Data.

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

3.4.1.1 Wawancara

Penelitian ini menggunakan instrumen pedoman wawancara semi

terstruktur dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas, tujuannya untuk

44
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara,

peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan

oleh informan. Sugiyono (2007) menjelaskan bahwa wawancara mendalam

(in-depth interview) merupakan wawancara yang dilakukan secara lebih dekat

dengan Informan agar peneliti dapat bekerja sama dengan baik.

Wawancara digunakan untuk menggali informasi mendalam mengenai

fenomena friends with benefit di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.4.1.2 Observasi

Observasi adalah pengamatan terhadap objek penelitian secara langsung di

lokasi penelitian. Peneliti akan melakukan observasi terhadap aktivitas sosial

kelompok alkoholisme sehingga diharapkan mendapatkan data yang valid.

Menurut Marshall dalam (Sugiyono, 2007) menyatakan bahwa “through

observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to

those behavior.” Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna

dari perilaku tersebut. Dengan melihat pengertian observasi yang telah

dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini peneliti ingin melihat deskripsi

kegiatan, mengobservasi fenomena friends with benefit di Kota Makassar. Dalam

melakukan kegiatan observasi, penulis melakukan beberapa kali observasi, hal ini

bertujuan agar mengetahui perilaku dan interaksi yang terjadi antara beberapa

warga.

45
3.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder.
a. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi

melalui literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti

buku-buku, artikel dan makalah yang memiliki relevansi dengan

masalah yang diteliti serta analisis peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

b. Studi dokumentasi yaitu dengan cara memperoleh data melalui

pengkajian dan penelaahan terhadap catatan penulis maupun

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah-masalah yang

diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah cara yang digunakan untuk mengkategorikan

data untuk mendapatkan pola hubungan, tema dan menafsirkan apa yang

bermakna dan dimuat dalam laporan penelitian. Menurut Afrizal (2015:19) ada

dua tahap analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu: pertama, pada tahap

pengumpulan data dan oleh sebab itu analisis data dilakukan di lapangan. Kedua,

dilakukan ketika penulisan laporan dilakukan.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman. Secara

garis besar, Miles dan Huberman membagi analisis data dalam penelitian

kualitatif ke dalam tiga tahap, yaitu reduksi atau kodifikasi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan (Afrizal, 2015:178).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengolah

dan mempersiapkan data untuk dianalisis, langkah ini melibatkan transkrip

wawancara, mengetik data lapangan serta menyusun data. Selanjutnya membaca

46
keseluruhan data untuk membangun informasi yang diperoleh dan merefleksikan

maknanya secara keseluruhan. Menganalisis lebih detail dengan mengolah data.

Dan yang terakhir Mendeskripsikan data sesuai dengan tema yang akan disajikan

ke dalam bentuk narasi atau laporan kualitatif (Creswell, 2012).

Menurut Miles dan Huberman, ketiga langkah tersebut dilakukan atau diulangi

terus setiap setelah melakukan pengumpulan data dengan teknik apapun (Afrizal,

2015: 180). Dengan demikian, ketiga tahap itu, harus dilakukan terus sampai

penelitian tersebut. kaitan antara analisis data dengan pengumpulan data disajikan

oleh Miles dan Huberman dalam diagram berikut.

Gambar 3.1 Teknik Analisis Data Miles dan Huberman

Sumber: Afrizal (2015:180).

Adapun alur analisis data yang digunakan, adalah sebagai berikut :

3.5.1 Reduksi data.

Pada tahap ini dilakukan proses penyeleksian, pemfokusan,

penyederhanaan serta pengabstrakan data dari catatan lapangan. Proses ini

berlangsung sepanjang penelitian dilakukan dengan membuat singkatan,

kategorisasi, memusatkan tema, menentukan batas-batas permasalahan dan

menulis memo. Proses reduksi ini berlangsung terus sampai laporan akhir

47
penelitian selesai. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang mempertegas,

memperpendek, memfokuskan, dan membuang hal yang tidak penting serta

mengatur sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir yang akurat.

3.5.2 Penyajian data.

Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan kesimpulan

penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data, penulis dapat lebih

memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan

sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut.

Sajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan banyak membantu. Sajian

data dapat berupa deskripsi, matriks, gambar/skema, dan tabel. Kesemuanya itu

dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan

dimengerti dalam bentuk yang kompak.

3.5.3 Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan ditentukan berdasarkan data yang didapatkan dari

wawancara mendalam, observasi serta melakukan interpretasi atau pemaknaan

terhadap tingkah laku dan perkataan informan atau subjek penelitian. Langkah

ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (Bungin, 2007)

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan

masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

48
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono,

2012).

49
BAB IV

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Makassar

4.1.1 Letak Geografis dan Topografi.

Kota Makassar merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan dan mempunyai

posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan

utara dalam provinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan barat ke wilayah kawasan

timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Kota Makassar

merupakan daerah pantai datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat, diapit

dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai

Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya

berjumlah kurang lebih 175,77 KM² dataran dan termasuk 11 pulau di selat Makassar

ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 KM². Secara geografis Kota

Metropolitan Makassar terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada

koordinat 119° 24’17’38” Bujur Timur dan koordinat 5°8’6’19 Lintang Selatan,

dimana Kota Makassar terdiri atas 14 wilayah kecamatan, dengan 143 kelurahan.

Sedangkan batas - batas wilayah administratif dari letak Kota Makassar, antara lain:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros.

50
Tabel 4.1

Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kota Makassar

No Kecamatan Luas (km2) Persentase

1 Mariso 1,82 1,04

2 Mamajang. 2,25 1,28

3 Tamalate 20,21 11,50

4 Rappocini 9,23 5,25

5 Makassar 2,52 1,43

6 Ujung Pandang 2,63 1,50

7 Wajo 1,99 1,13

8 Bontoala 2,10 1,19

9 Ujung Tanah 5,94 3,38

10 Tallo 5,83 3,32

11 Panakkukang 17,05 9,70

12 Manggala 24,14 13,73

13 Biringkanaya 48,22 27,43

14 Tamalanrea 31,84 18,11

Kota Makassar 175,77 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2020 (Kota Makassar Dalam
Angka 2020).
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Kota Makassar,

memberi penjelasan bahwa secara geografis, Kota Makassar memang sangat strategis

51
dilihat dari sisi kepentingan ekonomi dan memiliki warna budaya tersendiri. Dari sisi

ekonomi, Kota Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih

efisien dibandingkan daerah lain. Perkembangan ekonomi di Kota Makassar sedikit

banyak telah merubah wajah kebudayaan dan interaksi sosial masyarakat Kota

Makassar. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan kondisi geografis-Makassar

memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di kawasan timur Indonesia.

4.2 Keadaan Demografi Kota Makassar.

Penduduk Kota Makassar berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2019

sebanyak 1.526.6771 jiwa yang terdiri atas 717.047 jiwa penduduk laki-laki dan

732.354 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah

penduduk tahun 2014, penduduk Kota Makassar mengalami pertumbuhan sebesar

1,41 persen dengan masing-masing persentase pertumbuhan penduduk laki-laki

sebesar 1,45 persen dan penduduk perempuan sebesar 1,37 persen. Sementara itu

besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2015 penduduk laki-laki terhadap penduduk

perempuan sebesar 97,91.

Kepadatan penduduk di Kota Makassar tahun 2015 mencapai 8.246 jiwa/km2

dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga empat orang. Kepadatan

penduduk di 14 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi

terletak di Kecamatan Makassar dengan kepadatan sebesar 33.490 jiwa/km2 dan

terendah di Kecamatan Tamalanrea sebesar 3.481 jiwa/km2. Sementara itu jumlah

rumah tangga mengalami pertumbuhan sebesar 2,96 persen dari tahun 2014. Adapun

52
catatan jumlah penduduk di Kota Makassar untuk tahun 2013,2014, dan 2015 yang

tersebar di 14 kecamatan sebagaimana dijabarkan pada tabel sebagai tersebut:

Jumlah penduduk di Kota Makassar yang dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan seperti pada tahun 2013 sebesar 1.408.072. jiwa pada tahun 2014 sebesar

1.429.242 jiwa sedangkan tahun 2015 bertambah menjadi 1.449.401 jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk ini diakibatkan oleh tinggi urbanisasi, dimana

penduduk pendatang didominasi oleh pelajar dan mahasiswa dari daerah lain yang

menimbah ilmu di Kota Makassar, dapat diperkirakan mencapai 100 ribu orang per

tahun. Proyeksi Urbanisasi perhitungan kedepan jumlah penduduk yang melakukan

perpindahan ke perkotaan yang bertujuan untuk tinggal dan menetap di kota baik

untuk mempertahankan hidup dengan tujuan mata pencaharian dll.

Tabel.4.2

Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan Di

Kota Makassar 2013,2014, Dan 2015.

No. Kecamatan Jumlah Penduduk Laju pertumbuhan

penduduk per

tahun.

2013 2014 2015 2013-20 2014-201

15 5

1 Mariso 57.790 58.327 58.815 0,88 0,84

2 Mamajang. 60.236 60.537 60.779 0,45 0,40

53
3 Tamalate 183.039 186.921 190.694 2,07 2,02

4 Rappocini 158.325 160.499 162.539 1,32 1,27

5 Makassar 83.550 84.014 84.396 0,51 0,45

6 Ujung Pandang 27.802 28.053 28.278 0,85 0,80

7 Wajo 30.258 30.505 30.722 0,76 0,71

8 Bontoala 55.578 55.937 56.243 0,60 0,55

9 Ujung Tanah 48.133 48.531 48.882 0,78 0,72

10 Tallo 137.260 137.997 138.598 0,49 0,44

11 Panakkukang 145.132 146.121 146.986 0,63 0,58

12 Manggala 127.915 131.500 135.049 2,75 2,70

13 Biringkanaya 185.030 190.829 196.612 3,08 3,03

14 Tamalanrea 108.024 109.471 110.826 1,29 1,24

Kota Makassar 1.408.072 1.429.242 1.449.401 1,46 1,41

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2016 (Kota Makassar Dalam
Angka 2016).
Jumlah penduduk Kota Makassar tahun 2015 berdasarkan kelompok umur

dan jenis kelaminnya menempatkan kelompok umur 20-24 tahun sebagai kelompok

umur yang dominan dengan 95.687 jiwa penduduk laki-laki dan 93.787 jiwa

penduduk perempuan. Kemudian kelompok umur 15-19 tahun dengan populasi

78.593 jiwa laki-laki dan 80.923 jiwa perempuan. Adapun kelompok umur 25-29

tahun dengan populasi jiwa 68.045 jiwa penduduk laki-laki dan 66.916 jiwa

penduduk perempuan.

54
Gambar 4.1

Piramida penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota

Makassar, 2015.

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2016 (Kota Makassar Dalam
Angka 2016).
Jumlah angkatan kerja di Kota Makassar menempatkan kelompok umur 25-29

tahun sebagai kelompok umur tertinggi kedua (75.851) yang bekerja di Kota

Makassar setelah kelompok umur 30-34 tahun (78.790). Kelompok umur 20-24 tahun

berjumlah 60.933. dan kelompok umur 15-19 tahun berjumlah 16.545.

55
Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu

Yang Lalu Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kota Makassar,

2015

Kelompok Jenis Kelamin/Sex


Umur
Laki-laki Perempuan Total
15-19 9 024 7 521 16 545
20-24 32 469 28 464 60 933

25−29 47 130 28 721 75 851


30−34 49 057 29 733 78 790
35−39 43 370 28 577 71 947
40−44 44 821 24 684 69 505
45−49 38 755 20 940 59 695
50−54 26 721 10 959 37 680
55−59 17 396 10 037 27 433
60+ 14 546 8 929 23 475
Jumlah/Total 323 289 198 565 521 854
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2016 (Kota Makassar Dalam

Angka 2016).

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di Kota Makassar dan

peningkatan jumlah angkatan kerja yang kemudian tidak diikuti oleh ketersediaan

lapangan kerja, maka tidak pelak menghasilkan kemiskinan di Kota Makassar.

Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita

56
perbulan dibawah garis kemiskinan. Menurut data BPS tahun 2018 garis kemiskinan

dan penduduk miskin di Kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kota Makassar Tahun 20012 –

2017.

No Tahun Garis Kemiskinan Penduduk Miskin

Jumlah Persentase

1 2012 256.777 69,9 5,02

2 2013 273.231 66,4 4,70

3 2014 281.917 64,2 4,48

4 2015 321.094 63,24 4,38

5 2016 347.723 66,78 4,56

6 2017 366.430 68,19 4,59


Sumber: Data diolah

4.3 Keadaan Ekonomi Kota Makassar.

Penduduk Kota Makassar memiliki tingkat pengeluaran dalam sebulan pada

tahun 2015 yang sebesar 500.000-749.999 pada kisaran 23,90% dan 1.500.000 pada

kisaran 20,13%. Dilain sisi, penduduk Kota Makassar pada tahun 2015 tingkat

pekerjaan terbesar berada pada buruh/karyawan/pegawai dengan 208.520 laki-laki

dan 135.055 perempuan. Gaji atau Upah Minimun Kota/Kabupaten (UMK) Kota

Makassar pada tahun 2015 berada pada angka Rp.2.075.000 yang pada tahun 2017

57
berubah menjadi Rp.2.504.500. sehingga dapat dikatakan sekitar 30-60% pendapatan

penduduk Kota Makassar digunakan untuk pengeluaran bulanan.

Tabel. 4.5.

Persentase Penduduk menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan di

Kota Makassar.

Golongan Pengeluaran Persentase Penduduk

-
< 150 -
000

0,16
150 000 - 199
999

3,02
200 000 - 299
999

17,13
300 000 - 499
999

23,90
500 000 - 749
999

16,98
750 000 - 999
999

58
18,70
1 000 000 - 1 499
999

20,13
1 500 000
+

100,00
Jumlah/Tota
l

Golongan Pengeluaran Persentase Penduduk

-
< 150 -
000

0,16
150 000 - 199
999

3,02
200 000 - 299
999

17,13
300 000 - 499
999

23,90

59
500 000 - 749
999

16,98
750 000 - 999
999

18,70
1 000 000 - 1 499
999

20,13
1 500 000
+

100,00
Jumlah/Tota
l

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2016 (Kota Makassar
Dalam Angka 2016).
Produk Domestik Bruto pada tingkat nasional serta produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) pada tingkat provinsi menggambarkan kemampuan suatu

wilayah untuk menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu. Untuk menyusun

PDB maupun PDRB digunakan 2 pendekatan, yaitu lapangan usaha dan pengeluaran.

Keduannya menyajikan komposisi data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan

ekonomi (lapangan usaha) dan menurut komponen penggunaannya.

60
Tabel. 4.6

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha di Kota Makassar (juta rupiah), 2012-2015.

No Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015


.
1. 457.350,4 516.568,8 591.916,7 663.715,9
Pertanian,
Kehutanan, dan
Perikanan
Agriculture,
Forestry And
Fishery

2. Pertambangan 1 824,5 1 702,0 1 679,2 1 592,0


dan Penggalian
Mining And
Excavation
3 Industri 15.591.398, 17.656.461, 20.381.261, 23.108.003,
Pengolahan 8 3 7 0
Processing Industry
4 30 401,8 28 051,3 30 975,3 24 979,2
Pengadaan
Listrik dan Gas
Procurement Of
Electricity And
Gas

5 204.620,0 243.216,5 240.798,8 252 232,6


Pengadaan Air,
Pengelolaan
Sampah,
Limbah dan
Daur Ulang
Procurement of
Water, Garbage
Processing,
Waste and
Recycle

61
6 Konstruksi 12.319 14.566 16.929 19 585
Construction 139,2 890,4 629,4 347,6

7 15 160 16 364 18 350 20 909


Perdagangan 136,8 365,0 554,5 471,5
Besar dan
Eceran;
Reparasi Mobil
dan Sepeda
Motor
Wholesale and
Retail Trade; Car
and Motorcycle
Repair,

8 1 974 872,9 2 236 462,1 2 577 267,7 2 848 144,9


Transportasi
dan
Pergudangan
Transportation
And Warehousing

9 1.866.414,2 2.092.316,9 2.384.264,8 2.671.179,9


Penyediaan
Akomodasi dan
Makan Minum
Provision Of
Accommodation
And FoodDrink

10 Informasi dan 7.996.764,2 8.888.045,8 9.470.994,9 10.199.799.


Komunikasi 7
Information And
Communication
11 4.639.288,1 5 371 784,1 6 044 109,8 6 834 525,6
Jasa Keuangan
dan Asuransi
Financial Service
And Insurance

12 2 940 453,8 3 532 853,2 4 244 600,5 4 944 278,2


Real Estat

62
Real
Estate

13 879 299,3 1 028 865,3 1 179 152,5 1 359 868,1


Jasa
Perusahaan
Corporate
Service

14 2 879 540,8 3 022 066,8 3 369 154,2 4 238 683,6


Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan dan
Jaminan Sosial
Wajib
Goverment
Administration,
Defence And
Compulsive
Social Security

15 7 137 818,7 8 286 793,2 9 284 585,1 10 446


Jasa Pendidikan 235,4
Education
Service

16 2 042 872,4 2 333 209,0 2 737 060,3 3 092 320,4


Jasa Kesehatan
dan Kegiatan
Sosial
Health Service
and Social
Activity

17 1 890 841,5 2 193 806,4 2 580 527,6 2 991 353,5


Jasa Lainnya
Others
Service

18 78 013 88 363 100 398 114 171


Produk Domestik 037,5 458,1 532,8 731,0
Regional Bruto

63
Gross Regional
Domestic Bruto

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar Tahun 2016 (Kota Makassar Dalam

Angka 2016).

4.4 Potensi Nilai Budaya.

Nilai budaya adalah ukuran yang dijadikan penuntun yang sah dalam berbuat,

menerima atau tidak menerima perbuatan orang lain. Nilai budaya tersebut antara

lain:

● A’bulo sibatabang a’bannang kebo A’cera sitongka-tongka (musyawarah

mufakat untuk menyatukan pendapat yang terbaik dan tidak bisa diingkari) .

● Passamaturuka (sejalan antara perkataan dan perkaatan).

● Siri’ Na Pacce (kemauan keras, rasa tanggung jawab, percaya diri dan

menghormati).

● Sipakatau, Sipakalebbi (saling menghargai dan saling menghormati).

● Resopatemmangingi Namalomo naletei pammase ridewata sewai (dengan

kerja keras memudahkan untuk mendapatkan ridho Tuhan Yang Maha Esa) .

● Unnallimelo (kerukunan, kedamaian, rela berkorban demi kebaikan bersama).

● Mesa’ kada dipotuo pantang kada dipomate (tekad kebersamaan kerja

keras/gotong royong).

● Dipammeang pai dalle diteteanni pai andiang dalle na pole mettuala (kita

harus kerja keras untuk mendapatkan rezeki, tanpa kera keras tidak akan ada

rezeki).

64
● Takkalai disombalang dota leleruppu dadi nalele tuali dilolongan “sekali

layar terkembang pantang biduk surut kepantai (nilai kejuangan).

Makassar harus memiliki karakter yang tumbuh dari nilai budaya atau

kearifan lokal, nilai atau etika masyarakat Makassar yg mengagumkan sebaiknya

menjadi spirit dalam pengelolaan birokrasi Pemerintahan.

4.5 Potensi Bahari

Kota Makassar memiliki pantai yang cukup luas sehingga pengalokasian

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Pulau-pulau kecil yang memiliki hamparan

terumbu karang dan lamun, panorama pantai dan laut yang indah, serta kaya akan

keragaman potensi sumberdaya dan didukung oleh kegiatan pemanfaatan jasa-jasa

Pariwisata seperti Pulau Kayangan, Pulau Samalona, Pulau Kodingareng Keke, dan

Pulau Lanyukang, dengan luas keseluruhan 178,5 hektare atau 1,1 persen dari luas

kawasan daratan. Selain itu, Kota Makassar telah mengembangkan kawasan pesisir

dan laut Kota Makassar secara langsung dan tidak langsung seperti wisata Pantai

Losari, Pantai Akkarena, Pantai Tanjung Bunga, dengan kegiatan wisata seperti

berperahu, berenang, sky air, wisata memancing, wisata “theme park dan outbound”

yang dikembangkan adalah di Trans Studio dan Pantai Akkarena, Wisata sejarah dan

budaya yaitu Benteng Rotterdam, Benteng Somba Opu, Taman Miniatur Sulawesi

Selatan, dan Pelabuhan Rakyat Paotere.

4.6. Keadaan Pendidikan dalam lingkup Perguruan Tinggi di Kota Makassar.

Kota Makassar telah dapat dikatakan sebagai pintu sekaligus pusat perekonomian

kawasan Indonesia Timur. Pertumbuhan ekonomi yang baik ternyata juga diikuti

65
dengan peningkatan kualitas di sektor pendidikan. Jika dibandingkan dengan

daerah-daerah lain di kawasan timur Indonesia, Makassar masih menjadi kiblat bagi

daerah-daerah lain di kawasan timur Indonesia. Banyaknya perguruan tinggi

berkualitas, baik swasta maupun negeri menjadikan Makassar sebagai daerah dengan

kualitas pendidikan paling baik. Hal ini dapat diamati dalam tabel 4.7 yang

memperlihatkan daftar nama-nama perguruan tinggi di Kota Makassar.

Tabel 4.7

Daftar Perguruan Tinggi di Kota Makassar

No Nama Perguruan Tinggi

1 Politeknik Nusantara Makassar

2 Politeknik Penerbangan Makassar

3 Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar

4 Politeknik Kesehatan Muhammadiyah Makassar

5 Stia Lembaga Administrasi Negara Makassar

6 Sekolah Tinggi Theologia Intim Makassar

7 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Publik Makassar

8 Akademi Pariwisata Makassar

9 Stai Ddi Kota Makassar Sulawesi Selatan

10 Amik Rizky Makassar

11 Sekolah Tinggi Teologi Blessing Indonesia Makassar

12 Sekolah Tinggi Ilmu Islam Dan Bahasa Arab Stiba Makassar

13 Akademi Teknik Dan Keselamatan Penerbangan Makassar

66
14 Sekolah Tinggi Teknologi Dirgantara Makassar

15 Universitas Sawerigading Makassar

16 Universitas Satria Makassar

17 Universitas Muhammadiyah Makassar

18 Universitas Atma Jaya Makassar

19 Politeknik Stia Lan Makassar

20 Stikes Amanah Makassar

21 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi LPI Makassar

22 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar

23 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

24 Akademi Kebidanan Gunung Sari Makassar

25 Akademi Maritim Indonesia Veteran Makassar

26 Akademi Kebidanan Inau

27 Universitas Dipa Makassar

28 Poltekkes Kemenkes Makassar

29 Akademi Sekretari Manajemen Atmajaya Makassar

30 Akademi Sekretari Manajemen Indonesia Publik

31 Universitas Bosowa

32 Stmik Handayani

33 Universitas Cokroaminoto

34 Politeknik Negeri Media Kreatif Psdd

35 Stmik Kharisma

36 Universitas Fajar

67
37 Universitas Indonesia Timur

38 Universitas Karya Dharma Makassar

39 Universitas Kristen Indonesia Paulus

40 Universitas Mega Rezky

41 Universitas Muslim Indonesia

42 Universitas Pancasakti

43 Universitas Pepabri Makassar

44 Universitas Patria Artha

45 Universitas Teknologi Sulawesi

46 Universitas Veteran Ri

47 Universitas Hasanuddin

48 Universitas Negeri Makassar

49 Universitas Islam Negeri Alauddin

50 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMKOP

51 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bajiminasa

52 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Makassar

53 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar Bongayya

54 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar Maju

55 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nobel Indonesia

56 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Buana

57 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Indonesia

58 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Rizky

59 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tri Dharma Nusantara

68
60 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Wira Bhakti

61 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPUP

62 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

63 Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

64 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Amanah

65 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

66 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik

67 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar

68 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin

69 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nusantara Jaya

70 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang

71 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pelamonia

72 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan RSU Daya

73 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris

74 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tamalatea

75 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan YAPIKA

76 Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial Tamalanrea

77 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia YAPMI

78 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Lasharan Jaya

79 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen LPI

80 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen NITRO

81 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Publik Makassar

82 Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

69
83 Sekolah Tinggi Informatika dan Multimedia Nusa Palapa

84 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AKBA

85 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer


PROFESIONAL

86 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer KHARISMA

87 Sekolah Tinggi Pariwisata Tamalatea

88 Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa

89 Sekolah Tinggi Teknologi Nusantara Indonesia


Sumber: Data diolah

70
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menjelaskan dan menggambarkan

fenomena friends with benefit di kalangan mahasiswa Kota Makassar. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif deskriptif (Descriptive Research), yakni sebuah

penelitian yang memberikan gambaran lebih mendalam tentang gejala-gejala sosial

tertentu atau aspek kehidupan tertentu pada masyarakat yang diteliti dalam konteks

ini friends with benefit di kalangan mahasiswa Kota Makassar.

Dalam Bab ini, peneliti akan menguraikan hasil penelitian peneliti sebagai

upaya menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

Selain itu, peneliti juga akan membahas mengenai karakteristik informan yang dipilih

secara Purposive Sampling.

5.1 Latar Belakang Informan.

Di dalam penelitian ini, terdapat empat orang informan utama yang

merupakan kaum muda yang menjalani hubungan friends with benefit. Keempat

informan ini terdiri dari dua orang informan perempuan, dan dua orang informan

laki-laki. Pemilihan informan ini telah disesuaikan dengan karakteristik-karakteristik

yang telah ditentukan, yaitu; (1) kaum muda berusia 18-25 tahun, (2) pernah atau

sedang menjalani hubungan friends with benefit, dan (3) Berstatus mahasiswa di

salah satu Universitas atau Pendidikan Tinggi di Kota Makassar. Berikut adalah latar

belakang umum informan lebih lanjut:

71
No. Aspek Jessy Fira Appi Dirga

1 Usia 20 tahun 20 tahun 35 tahun 26 tahun

2 Asal Universitas STIEM Universitas Universitas


Kampus Fajar Bongayya Hasanuddin Muslim
Indonesia

3 Kegiatan Selain sebagai Selain Selain Selain


mahasiswi, sebagai sebagai sebagai
Jessy banyak mahasiswi mahasiswa, mahasiswa,
juga bekerja juga sering juga aktif juga aktif
sebagai Sales menerima dalam dunia dalam dunia
Promotion kerjasama riset dan fotografi
Girl setiap mengiklank kegiatan dengan sering
akhir pekan an produk pemberdayaa mengikuti
atau endorse n pemuda event-event
produk di dan olahraga nasional di
sosial bidang
medianya. fotografi

4 Kriteria Tinggi dan Mapan Cantik, Tinggi dan


pasangan Tampan. secara Pirang, dan Cantik.
fwb finansial Cerdas
dan
Berpendidik
an.

1. Jessy

Jessy adalah informan berjenis kelamin perempuan yang berusia 20 tahun.

Jessy merupakan mahasiswi Universitas Fajar. Jessy merupakan anak bungsu dari

empat bersaudara. Adapun keseharian dari Jessy selain sebagai mahasiswi, Jessy

banyak juga bekerja sebagai Sales Promotion Girl setiap akhir pekan. Jessy lahir dan

besar di Kota Makassar. Aktivitasnya sebagai mahasiswi dan juga SPG menjadikan

72
Jessy memiliki jaringan pertemanan yang luas. Jessy sendiri telah menjalani

hubungan friends with benefit selama 6 bulan.

2. Fira

Fira adalah informan berjenis kelamin perempuan yang berusia 20 tahun. Fira

merupakan mahasiswa STIEM Bongayya. Fira merupakan anak ketiga dari enam

bersaudara. Adapun keseharian dari Fira selain sebagai mahasiswa, juga sering

menerima kerjasama mengiklankan produk atau endorse produk di sosial medianya.

Fira merupakan pendatang di Kota Makassar. Fira lahir dan besar di Kota Pare-pare.

Melanjutkan studi jenjang S1 menjadi alasan Fira ada di Makassar. Fira telah

menjalani hubungan friends with benefit sebanyak dua kali dan yang terakhir telah

memasuki usia hubungan 4 bulan.

3. Appi

Appi adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 35 tahun. Appi

merupakan mahasiswa doktoral FKM Universitas Hasanuddin. Appi merupakan anak

pertama dari dua bersaudara. Adapun keseharian dari Appi selain sebagai mahasiswa,

juga aktif dalam dunia riset dan kegiatan pemberdayaan pemuda dan olahraga di

daerah kelahirannya yaitu Kabupaten Sidrap. Appi telah menjalani hubungan friends

with benefit sebanyak tiga kali dan yang terakhir telah memasuki usia hubungan 7

bulan.

4. Dirga

Dirga adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 26 tahun. Dirga

merupakan mahasiswa pascasarjana di Universitas Muslim Indonesia. Dirga

73
merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Adapun keseharian dari Dirga selain

sebagai mahasiswa, juga aktif dalam dunia fotografi dengan sering mengikuti

event-event nasional di bidang fotografi. Dirga lahir dan besar di Kota Makassar.

Walaupun memiliki rumah di Kota Makassar, Dirga lebih memilih untuk sewa kos

dan hidup mandiri. Dirga telah menjalani hubungan friends with benefit selama 5

bulan.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Makna Fenomena Friends With Benefit Di Kalangan Mahasiswa Di Kota

Makassar.

Secara sosiologis, pemaknaan memiliki posisi yang sentral. Hal ini tercermin

dari pandangan-pandangan Blumer yang termaktub dalam tiga asumsinya mengenai

makna yaitu: Pertama, manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang

lain kepada mereka. Kedua, makna diciptakan dalam interaksi antar manusia. Ketiga,

makna dimodifikasi melalui interpretasi. Fenomena friends with benefit sebagai salah

satu fenomena sosial pun tidak luput dari munculnya berbagai pemaknaan sosial akan

friends with benefit itu sendiri.

Di kalangan mahasiswa Kota Makassar yang pernah dan masih menjalani

hubungan friends with benefit, fenomena friends with benefit ini kemudian

berkembang dan melahirkan banyak pengertian. Dari keempat informan yang pernah

dan masih menjalani hubungan friends with benefit, terdapat satu pandangan yang

sama mengenai hubungan tersebut, yaitu sebuah bentuk hubungan biasa dan bukan

suatu hal yang buruk. Pandangan keempat informan ini tidak terlepas dari

74
pengalaman personal mereka yang membentuk nilai-nilai baru yang membuat mereka

tidak serta-merta menilai sesuatu yang berbeda sebagai hal yang buruk. Jessy

misalnya, menyampaikan ketidaksetujuannya dengan anggapan buruk dari

orang-orang mengenai hubungan friends with benefit. Justru, baginya, hubungan

friends with benefit layaknya pertemanan pada umumnya di mana seseorang dapat

tetap berbuat baik dan menjadi sahabat bagi satu sama lain. Menurutnya, pemahaman

orang-orang yang menganggap friends with benefit sebagai hal yang buruk, atau

dalam bahasanya ‘murahan’, karena mereka hanya berfokus pada bagian aktivitas

seksualnya saja, padahal menurutnya friends with benefit lebih dari sekedar

berhubungan seksual.

Informan Jessy memandang friends with benefit sebagai berikut.

“Orang-orang sepertinya melihat term [friends with benefit] itu kayak


murahan sekali, sedangkan bukan itu maksudnya, kan kita sahabatan, kamu
paham dengan dia, kamu tau maunya apa, dan kamu bisa berbuat baik dan
kamu bisa jadi sahabatnya dia”.
(Wawancara 23 September 2021)

Lebih lanjut lagi, Jessy sendiri memaknai hubungan friends with benefit tidak

lebih dari sebuah istilah yang menggambarkan kondisi ketika seseorang ingin berada

dalam sebuah hubungan namun tidak ingin terikat dalam komitmen yang mungkin

memberatkan.

Informan Jessy mendefinisikan friends with benefit sebagai berikut.

“Menurut saya sih yah just a term aja when you wanna get involved in
something but you don’t want to get too attached. Ada saat dimana kayak saya

75
or seperti kamu kayak pengen aja gak sih dekat sama orang or do shits tapi
kayak ya udah, tidak lebih dari itu. Kayak kamu emang udah enak aja
sahabatan sama orang ini dan gak ada masalah, kayak saling ngerti gitu, “oh
kita temenan kan”. Dan ya buat saya itu udah cukup, kayak kita sama-sama
nerima keadaan that we’re just friends and we do shits for fun tapi kayak tetep
temenan”.
(Wawancara 23 September 2021)

Appi dan Dirga memberikan pandangan yang hampir sama mengenai

hubungan friends with benefit. Bagi mereka, hubungan ini tidak lebih dari bentuk lain

hubungan antara individu-individu layaknya hubungan pada umumnya. Keduanya

sama sekali tidak menganggap hubungan friends with benefit sebagai hal yang buruk

selama dilakukan atas persetujuan pihak-pihak yang terlibat dan tidak ada pihak yang

dirugikan. Dirga, lebih lanjut lagi menceritakan bahwa meskipun hubungan friends

with benefit bertentangan dengan idealismenya yang menginginkan hubungan

romantis dalam sebuah komitmen yang berlanjut pada membangun keluarga, ia sama

sekali tidak menutup diri pada kemungkinan-kemungkinan yang berbeda dari apa

yang ia rencanakan.

Informan Dirga memandang friends with benefit sebagai berikut.

“It's just another form of relationship aja. Terus sampai akhirnya saya FWB
juga ya karena saya mulai sadar kamu there’s nothing wrong with it”
(Wawancara 24 September 2021)

Bagi Dirga, hubungan friends with benefit adalah bentuk hubungan yang

sesuai dengan kebutuhan orang-orang berjiwa bebas. Hubungan ini memfasilitasi

kebebasan orang-orang dalam menentukan pilihannya.

Informan Dirga mendefinisikan friends with benefit sebagai berikut.

76
“Kamu menurut saya sih ya itu kayak pilihan yang kamu tentukan sendiri,
tergantung kondisi mental kamu juga sih, kamu siap gak buat komitmen? Buat
saya basically ini kayak pilihan buat orang-orang yang pengen bebas aja sih,
banyak untungnya juga, jadi why not. Iya intinya sih buat saya dia kayak
sesuai sama kebutuhan orang-orang yang belum siap komitmen aja.”
(Wawancara 24 September 2021)

Sementara itu, Appi lebih memandang hubungan friends with benefit dari sisi

efisiensinya yang memfasilitasi individu-individu untuk saling melengkapi kebutuhan

biokamugisnya tanpa melibatkan emosi (perasaan) mendalam. Baginya, selama

hubungan tersebut konsensual dan saling menguntungkan, ia tidak melihatnya

sebagai hal yang perlu dipermasalahkan.

Informan Appi memandang friends with benefit sebagai berikut.

“Ya kamu saya, selama konsensual, ya namanya FWB pasti ada consent sih.
Pokoknya selama ada konsen, selama saling menguntungkan, tidak ada yang
dirugikan, ya gak masalah. Kalau kita ngomongin norma gak ada habisnya.
Yang penting gak ada yang merasa dirugikan sih ya fine-fine aja...saya gak
peduli sih orang mau FWB-an kek, mau pacaran, asal tidak saling menyakiti
ya terserah mereka.”
(Wawancara 24 September 2021)

Selanjutnya, setelah terlibat dalam hubungan friends with benefit sebanyak

dua kali, Appi memaknai hubungan ini sebagai sarana untuk mengekspresikan

seksualitasnya. Selain itu, hubungan ini juga menjadi tempatnya mempelajari

pentingnya ‘consent’ di dalam interaksi yang melibatkan orang lain. Dengan terlibat

dalam hubungan friends with benefit, Appi merasa bahwa consent menjadi hal yang

krusial, segala sesuatu yang dilakukan dalam hubungan FWB didasarkan pada

persetujuan sehingga baginya hubungan tersebut merupakan hubungan yang tidak

77
perlu dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif karena orang-orang yang

terlibat di dalamnya sudah bernegosiasi dan memberikan persetujuan sebelum

hubungan tersebut dijalani.

“...saya sekalian belajar tentang consent juga. saya juga baru tau kakamu
consent itu sepenting itu, selama saling ada persetujuan ya baik-baik aja
sebenernya”, singkatnya. Bagi Appi, hubungan friends with benefit menjadi
alternatif lain yang mampu memenuhi kebutuhannya pada saat tertentu.”
(Wawancara 24 September 2021)
Informan Appi mendefinisikan friends with benefit sebagai berikut.

“FWB tuh ya selain sebuah bentuk hubungan, dia tuh kayak jadi tempat
praktik membuat saya dalam hal-hal seksual dan ya dia sebagai opsi yang saya
rasa memenuhi kebutuhan saya pada saat itu.”
(Wawancara 24 September 2021)

“Sebenernya itu efisien banget sih buat saya yang gak mau ambil drama-drama lagi,
saya gak mau capek gitu segala macem, kan dateng seneng-seneng, saya nyaman, dia
nyaman, enak gitu kan, gak banyak bullshit gitu.”
(Wawancara 24 September 2021)

Perbedaan pandangan dikemukakan oleh Fira. Fira memaknai hubungan

friends with benefit sebagai suatu solusi dari kegagalan hubungan percintaan

dikarenakan tidak mendapatkan restu orang tua yang menentang perbedaan agama

antara dirinya dengan pasangannya. Hubungan friends with benefit menjadi “tameng”

dalam menjalin suatu relasi yang tidak direstui dimana dapat bersembunyi dalam

topeng “hanya sekedar teman”.

Informan Fira mendefinisikan friends with benefit sebagai berikut.

“namanya juga pertemanan, kita bisa ngelakuin banyak hal sama-sama tanpa
takut harus berpisah. Daripada harus nekat untuk menjalin komitmen

78
sedangkan komitmen itu kemudian ditentang oleh orang tua. Kalo pertemanan
kan pasti orang tua gak akan nentang. Jadi bisa sama-sama terus.”
(Wawancara 25 September 2021)
Berdasarkan pemaparan pandangan dan pemaknaan dari keempat informan di

atas, dapat dilihat bagaimana mereka sebagai subjek dalam fenomena friends with

benefit memiliki kapasitas untuk mengarahkan pandangan dan bertindak sesuai

dengan pandangan mereka. Ketika mereka memandang bahwa hubungan friends with

benefit layaknya hubungan pada umumnya yang tidak perlu dipermasalahkan, mereka

akan terbuka pada kemungkinan-kemungkinan di mana suatu saat mereka mungkin

menjalani hubungan tersebut. Terlepas dari berbagai pandangan negatif yang

diberikan orang lain terhadap hubungan friends with benefit, baik Dirga, Appi, Jessy,

maupun Fira mampu memilih pandangan mereka sendiri untuk kemudian menjadi

acuan dalam menjalani kehidupan.

5.2.2 Bentuk Pertukaran Dalam Menciptakan Hubungan Friends With Benefit Oleh

Mahasiswa Di Kota Makassar.

Dalam menjalani sebuah bentuk hubungan pertemanan yang melibatkan berbagai

aktivitas di dalamnya termasuk salah satunya adalah aktivitas seksual, tentu terdapat

pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mendasarinya. Pertimbangan tersebut tidak

selalu berasal dari keinginan atau intensi tertentu, melainkan bisa juga merupakan

bentuk pertukaran benefit-benefit yang disepakati maupun tidak disepakati.

Benefit-benefit yang dipertukarkan inilah yang kemudian menjadi motif

sekaligus menjadi faktor penguat dalam menjalani hubungan friends with benefit.

Aktivitas friends with benefit di kalangan mahasiswa terjalin dalam ikatan pertukaran

79
benefit-benefit yang memiliki tiga nilai: nilai kebebasan, nilai keintiman, dan nilai

ekonomis.

Mengutip perkataan para informan, mereka mengkategorikan hubungan yang

mereka jalani ini sebagai hubungan yang unintended / tidak direncanakan. Baik Jessy,

Fira, Appi, maupun Dirga pada awalnya tidak pernah berencana untuk terlibat dalam

jenis hubungan ini, namun demikian pada akhirnya mereka terlibat dalam hubungan

friends with benefit berdasarkan beberapa pertimbangan. Selain itu benefit-benefit

yang dipertukarkan pun terjadi bukan pada saat sebelum hubungan terjadi tetapi

setelah beberapa pertemuan baru kemudian terjalin kesepakatan-kesepakatan yang

akan dibahas pada bagian ini..

Mengaku sebagai orang yang memiliki rasa penasaran cukup tinggi, Appi

bercerita bahwa dirinya merasa penasaran ketika diberikan pilihan untuk menjalani

hubungan friends with benefit oleh seorang perempuan yang dikenalnya melalui

aplikasi Tinder. Dalam kasus Appi, ia mengaku bahwa pada awalnya tidak tertarik

untuk menjalin hubungan friends with benefit ketika pertama kali mengetahui definisi

istilah tersebut. Oleh karena itu, hubungan friends with benefit yang pernah ia jalani

terjadi secara tidak sengaja dan mengalir begitu saja. Appi bercerita bahwa hubungan

itu bermula ketika ia dekat dengan seorang perempuan yang ia temui melalui aplikasi

Tinder, setelah berjalan beberapa lama, kedekatan mereka semakin mengarah ke arah

yang lebih intim. Mereka yang telah melakukan aktivitas seksual beberapa kali

akhirnya bernegosiasi mengenai hubungan antara mereka berdua dan sepakat untuk

menjalin hubungan friends with benefit.

80
“Awalnya tuh kita gak mikir kesana kan, kita ketemu, ngobrol, makan, kayak
biasa aja gitu, seru, dan saya gak tau kalau dia juga sexually active gitu kan.
Terus dia ngajak saya ke kosannya, dan ya it happened lah, have sex segala
macem, sampai akhirnya dia nanya, “ini kita maunya gimana” , itu dia yang
bener-bener nanya gitu kamuh, mungkin dia udah yang experienced segala
macam sih, terus dia kayak ngasih beberapa option, dan salah satu optionnya
FWB itu, yaudah saya pilih itu karena saya gak mau ada drama-drama”.
(Wawancara 25 September 2021)
Meskipun hubungan yang ia jalani terjadi tanpa direncanakan sebelumnya,

tetapi kesepakatan-kesepakatan kemudian tercipta disaat hubungan menjadi semakin

intim. Kesepakatan ini yang kemudian dibicarakan dan disepakati antara Appi dan

temannya.

“setelah beberapa kali bertemu dan berhubungan, saya dan dia kemudian
membahas berbagai hal mengenai ekspektasi akan hubungan ini. Tetapi
karena dia belum siap untuk menjalin komitmen yang serius maka kami
sepakati untuk tetap berteman saja.”
(Wawancara 25 September 2021)
Appi menerangkan selain proyeksi akan hubungan mereka, Appi juga

menyebutkan kesepakatan yang terjalin pada saat mereka berbicara. Menurut Appi

kesepakatan ini yang kemudian menjadi pegangan atau semacam pedoman mereka

dalam menjalin hubungan ini.

“Ada beberapa point yang disepakati pada saat itu seperti komunikasi yang
jujur, tidak boleh melakukan batasan-batasan atau melarang untuk melakukan
aktivitas, dan harus ada janjian sebelumnya jika ingin ketemu”
(Wawancara 25 September 2021)
Selama menjalani hubungan ini, Appi juga menyebutkan bahwa untuk

menyenangkan dan membuat nyaman temannya terkadang dia mengajak temannya

nonton film di bioskop bardua, makan berdua, atau staycation di hotel. Dan semua

budget untuk melakukan hal tersebut dikeluarkan oleh Appi pribadi.

81
“Saya biasanya janjian untuk keluar nonton, makan, atau staycation di hotel
berdua. Dan untuk itu semua, saya yang tanggung semua. Saya tidak mau
menyusahkan dia untuk bagian itu.”
(Wawancara 25 September 2021)
Bagi Appi sendiri, hubungan ini juga memberikan keuntungan bagi dia.

Keuntungan yang diperoleh oleh Appi adalah dari hal kenyamanan, seks, dan

kebebasan. Tiga benefit inilah yang membuat Appi tetap bertahan dengan hubungan

friends with benefit walaupun Appi juga menyadari bahwa hubungan ini masih

abu-abu dalam hal komitmen jangka panjang ke jenjang yang serius.

“Selama menjalani hubungan ini, saya mendapatkan kenyamanan, kebutuhan


biologis saya juga terpenuhi, dan kami tetap bebas dalam menjalin hubungan
dengan siapapun selama tetap jujur dikatakan”
(Wawancara 25 September 2021)

Appi juga bercerita bahwa dirinya pernah merasa lelah dengan hubungan

romantis pada umumnya karena terlalu banyak drama. Appi ingin menghindari

drama-drama tersebut namun pada saat yang bersamaan ingin memiliki kesempatan

untuk dekat dengan seseorang. Menurut Appi, hubungan friends with benefit

memfasilitasinya untuk bisa dekat dengan seseorang sekaligus terhindar dari drama

yang tidak diinginkan. Mengacu pada ceritanya tersebut, keinginannya untuk

menghindari permasalahan pada hubungan romantis menjadi salah satu pertimbangan

mengapa akhirnya Ibe memutuskan untuk terlibat dalam hubungan friends with

benefit.

Lagi-lagi, pengalaman personal berperan dalam pembentukan pertimbangan

untuk mengambil keputusan. Fira, yang terlibat dalam hubungan friends with benefit

dengan dua orang sekaligus juga menceritakan bagaimana ia tidak pernah

82
merencanakan untuk terlibat dalam hubungan tersebut. Saat itu, Fira yang baru putus

dari kekasihnya dekat dengan dua orang yang ia temui di aplikasi Tinder. Fira

mengaku bahwa hubungannya dengan dua orang tersebut hanya sebatas teman dekat /

sahabat. Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, hubungannya dengan

dua orang tersebut disertai dengan aktivitas seksual yang dilakukan sewaktu-waktu

ketika bertemu. Meskipun tidak menegosiasikan secara langsung untuk

mendefinisikan hubungannya sebagai hubungan friends with benefit, Fira bercerita

bahwa ia dan kedua pasangannya ini seringkali mengingatkan satu sama lain bahwa

mereka hanya berteman biasa, tidak lebih. Fira sendiri mendefinisikan hubungan

yang terjadi antara mereka ini sebagai friends with benefit setelah hubungan tersebut

berakhir.

“Sebenarnya term FWB itu sendiri saya pake misalkan saya udah selesai gitu
sama orang, dan saya gak berhubungan apa-apa, jatuhnya yaudah lah FWB,
orang saya kayak i kissed him and shits gitu lah, jadi yaudah”
(Wawancara 26 September 2021)
Lebih lanjut lagi, Fira juga menyinggung soal dirinya yang aktif secara

seksual sebagai salah satu dorongan utama mengapa ia akhirnya terlibat dalam

hubungan tersebut. Sebagai seseorang yang aktif secara seksual, istilah friends with

benefit ini ia gunakan untuk mendefinisikan keterlibatannya secara seksual dengan

seseorang yang ia anggap sebagai teman.

“Tapi kalau ditanya kenapa, i dont know, its just a term gitu. Kayak a kind of
unrequited kamu yang saya terapkan aja gitu, dan term itu ya udah, it's just a
term. Terus kayak apa ya, i mean it's obvious juga that i'm sexually active jadi
kayak yaudah, we’ll do shits eventually...cuman ya karna ada hubungan aja
makanya saya pake term itu, to simplify gak sih..iya anjir lebih simple”.
(Wawancara 26 September 2021)

83
Bagi Fira, hubungan friends with benefit merupakan hubungan yang

merepresentasikan kemampuan seseorang untuk bertindak sesuai dengan apa yang

diinginkan. Aktivitas seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam

hubungan friends with benefit dilakukan didasarkan semata-mata pada keinginan

mereka untuk melakukan hal itu, sementara itu, aktivitas seksual yang dilakukan

orang-orang yang terlibat dalam hubungan konvensional seperti pacaran belum tentu

didasarkan murni pada keinginan masing-masing melainkan bisa didorong oleh faktor

kebutuhan yang dikaitkan dengan status hubungan.

Fira sendiri merasa bahwa hubungan jenis ini membuatnya merasa leluasa

untuk menentukan apakah ia ingin melakukan aktivitas seksual atau tidak karena

dalam hubungan ini ia tidak merasa terikat sehingga tidak memiliki keharusan untuk

menyetujui semua hal yang pasangannya inginkan. Fira mengakui bahwa hal yang

membedakan hubungan konvensional pacaran dengan hubungan friends with benefit

adalah keleluasaannya untuk memutuskan sesuatu. Berdasarkan pengalamannya

selama berpacaran, ia merasa situasinya sangat rentan karena hubungan pacaran yang

ia jalani selama ini ia definisikan sebagai “toxic”. Dalam hubungan tersebut Fira

merasa seperti memiliki keharusan untuk memenuhi permintaan pacarnya sehingga

hal itu dianggap mengganggu.

Kasus Fira ini juga menunjukkan bahwa meskipun dirinya tidak pernah

merencanakan untuk menjalani hubungan friends with benefit, keterlibatannya dalam

hubungan ini juga dipengaruhi oleh pengalaman historisnya selama menjalani

84
hubungan pacaran yang seolah-olah mengikatnya sehingga memiliki ‘kewajiban’

untuk melakukan hal-hal tertentu. Selain itu, pengalamannya menjadi seseorang yang

aktif secara seksual menjadi salah satu pendorong keterlibatannya dalam hubungan

tersebut. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, keterlibatan kaum muda dalam

hubungan friends with benefit yang tidak direncanakan sebelumnya juga dipengaruhi

oleh pengalaman historis mereka yang membentuk pandangan mereka akan suatu hal.

Dalam hal ini, pengalaman mereka dalam hubungan konvensional yang pernah

dijalani sebelumnya turut berperan dalam membentuk pandangan mereka terhadap

hubungan tersebut. Oleh karena itu, ketika dihadapkan dengan sebuah opsi berupa

bentuk hubungan baru, mereka tidak segan untuk memilih opsi tersebut.

Meskipun beberapa informan menganggap Friends with Benefit sebagai suatu

hal yang tabu, dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti, diketahui

bahwa salah satu motif yang mendasari para informan untuk melakukan FWB adalah

needs atau kebutuhan. Adapun motif lain yang mendasari perilaku tersebut

diungkapkan salah satu informan yang pernah menjalani hubungan FWB mengatakan

bahwa ia sepakat untuk menjalin hubungan Friends with Benefit dengan seseorang

yang bukan pasangan (pacar)nya dikarenakan ia dan pasangan sedang menjalani

hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship (LDR). Selain itu, informan

juga menyatakan bahwa motif utama dari perilaku Friends with Benefit di kalangan

mahasiswa adalah untuk pemenuhan hasrat seksual semata. Ketidaktertarikan untuk

menjalani hubungan yang dibumbui komitmen serta kebutuhan untuk mendapatkan

rasa cinta / sayang yang diberikan oleh lawan jenis berjalan seiringan.

85
Berdasarkan jawaban para informan penelitian dapat mengambil kesimpulan

mengenai faktor-faktor apa saja yang kemudian menimbulkan motif tertentu bagi

seseorang untuk melakukan hubungan Friends with Benefit. Bahwasanya, bagi

sebagian orang, merasakan dicintai, disayangi dan merasa bahagia sebegitu

krusialnya sehingga ia bersedia untuk melakukan sesuatu yang pada dasarnya tabu /

asing. Perasaan tersebut kemudian dapat timbul dari physical touch (sentuhan fisik)

yang didapatkan dari lawan jenis. Seseorang dengan rasa takut akan komitmen serta

hasrat untuk selalu intim dengan seseorang yang ia sukai mempunyai kemungkinan

besar untuk ikut menganut perilaku tersebut. Jawaban yang diberikan informan

sekilas terdengar sedikit berbeda namun jika ditelaah lebih dalam melalui pesan dan

apa yang ingin disampaikan, sejatinya motif mereka berasal dari problem yang

hampir sama. Meskipun tanpa pertimbangan yang cukup lama dan berdasarkan alasan

yang terkesan cukup sederhana, para informan mengaku bahwa mereka berhasil

memenuhi kebutuhannya melalui hubungan Friends with Benefit.

Dari jawaban para informan bahwa perilaku Friends with Benefit dapat dianut

seseorang dari mana saja. Baik dari lingkungan tempat ia bergaul maupun informasi

dari media sosial yang sehari- harinya ia terima. Meskipun berawal baik dari

lingkungan pergaulan atau sosial media, dan tidak terjadi secara instan, serta

hubungan Friends with Benefit yang sedang/pernah dijalani oleh para informan

cenderung bersifat rahasia, seperti penuturan para informan pada wawancara

mendalam yang dilakukan, adanya rasa takut dan cemas akan sanksi sosial serta

menjaga citra diri di lingkungan pertemanan, membuat informan harus mampu

86
menutupi hubungan tersebut serapat mungkin. Hal ini berhubungan dengan tingkat

komunikasi yang dilakukan pelaku Friends with Benefit juga cenderung tidak intens.

Informan mengatakan bahwa ia tidak berniat untuk melanjutkan hubungan tersebut ke

jenjang yang lebih serius seperti pernikahan.

Meskipun sadar betul bahwa perilaku yang dianutnya melanggar baik dari

segi norma sosial dan agama, para pelaku FWB mengaku bahwa mereka cenderung

tidak terpikirkan mengenai usaha yang sekiranya dapat menarik mereka dari

lingkaran hubungan menyimpang tersebut. Para informan pun mengaku bahwa tidak

ada rasa menyesal sama sekali yang ia rasakan baik setelah atau ketika menjalani

hubungan FWB.

5.3 Pembahasan.

5.3.1 Makna Sosial Friends With Benefit Dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik

Herbert George Blumer.

Kemunculan fenomena friends with benefit di Kota Makassar dapat dikatakan

masih relatif baru. Fenomena ini erat kaitannya dengan kehadiran gaya hidup

masyarakat perkotaan yang berupaya memanfaatkan waktu luang yang ada dengan

menjalin hubungan atau relasi tetapi tidak ingin terikat dan bebas dari

tekanan-tekanan yang ada pada luar dirinya.

Pembahasan mengenai pemaknaan friends with benefit dalam perspektif teori

interaksionisme simbolik Herbert George Blumer memusatkan perhatiannya pada

pemaknaan yang lahir dari adanya proses interaksi sosial. Lebih lanjut, Blumer

menyatakan, “dengan demikian interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan

87
simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan-tindakan orang

lain.

Bagi Blumer, tidak ada yang inheren dalam suatu objek sehingga ia menyediakan

makna bagi manusia. Makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain,

terutama dengan orang yang dianggap “cukup berarti”. Sebagaimana dinyatakan

Blumer, bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain

bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan yang

mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain. Pada titik ini pula

manusia merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan obyek-objek

yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagai proses self-indication.

Upaya untuk menemukan makna sosial fenomena friends with benefit di

kalangan mahasiswa di Kota Makassar dapat dilihat dari self-indication para

mahasiswa itu sendiri sebagai pelaku atau subjek dalam fenomena friends with

benefit. Perlu ditekankan bahwa bagi Blumer, friends with benefit merupakan sesuatu

yang kosong, interaksi sosial yang ada di dalam friends with benefit yang membuat

fenomena ini memiliki makna sosial yang akan dikaji kemudian.

Seperti yang telah disebutkan bahwa untuk menemukan makna sosial

fenomena friends with benefit di kalangan mahasiswa di Kota Makassar maka

dibutuhkan pengkajian lebih dalam di bagian self-indication mahasiswa di Kota

Makassar. Proses self-indication terjadi dalam konteks sosial di mana individu

mencoba “mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan

tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu”. Bagi Blumer, interpretasi

88
seharusnya tidak dianggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang telah

ditetapkan, tetapi sebagai suatu proses pembentukan dimana makna yang dipakai dan

disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan.

Adapun yang dimaksud dengan pembentukan tindakan adalah individu membentuk

objek-objek, merancang objek-objek yang berbeda, memberinya arti, menilai

kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian

tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak berdasarkan

simbol-simbol.

Proses self-indication dari informan-informan dalam penelitian ini tercermin

dalam antisipasi informan terhadap tindakan orang lain mengenai hubungan friends

with benefit sekaligus menyesuaikan aktivitas friends with benefit sebagaimana

informan tafsirkan friend with benefit dengan membentuk objek-objek yang berbeda,

yang sesuai dengan penilaian informan-informan tersebut. Bentuk antisipasi informan

terhadap tindakan orang lain mengenai hubungan friends with benefit adalah

memberikan edukasi kepada orang lain mengenai model hubungan yang dia lakukan

agar orang lain mengerti. Hal ini dilakukan karena dalam pemahaman informan,

masih terdapat stigma negatif yang kuat terhadap hubungan friends with benefit.

Stigma negatif yang muncul antara lain hubungan free sex dan zina. Stigma negatif

ini terbentuk karena masih kuatnya nilai dan norma yang berdasarkan agama dan

budaya Indonesia. Sebagaimana pernyataan dari informan Jessy dan Fira.

“Saya selalu ditanya sama teman-teman kenapa lebih memilih hubungan


begini. Yah saya jawab “karena saya belum mau terikat dan tetap ada
kebebasan bertanggungjawab dalam ini hubungan… Penting juga untuk saya

89
jelaskan alasannya biar orang lain tidak salah sangka kalau yang dilakukan ini
toxic-relationshiop”
(Wawancara 26 September 2021)

“Tidak bisa disanggah kalau masih kuat prasangka negatif sama model
hubunganku. Sering ka dianggap penganut free-relationship, makanya saya
jelaskan selalu sama teman-temanku mengenai apa alasanku biar mereka juga
mengerti dan tidak menghakimi”
(Wawancara 26 September 2021)
Setelah pengantisipasian dilakukan, informan kemudian menyesuaikan

aktivitas dalam hubungan friends with benefit dengan cara penyesuaian aktivitas

hubungan dan nilai-norma yang berlaku di masyarakat Kota Makassar. Bentuk

penyesuaiannya ini adalah dengan membentuk objek-objek yang akan menjadi

instrumen dalam melakukan interaksi informan dengan pasangannya. Adapun

objek-objek yang terbentuk ada dalam bentuk penggunaan benda-benda, aktivitas,

dan bahasa sebagai kode dalam menjalin interaksi dengan partner fwbnya.

Objek-objek tersebut apabila dimasukkan atau dikontekskan dengan klasifikasi objek

yang disebutkan oleh Blumer maka objek tersebut terklasifikasi pada objek fisik. Hal

ini sebagaimana yang dipaparkan oleh informan Jessy, Fira, dan Appi.

“Saya sama teman fwb saya ketika ingin ketemu atau melakukan aktivitas
untuk sex pakai kode seperti saya kasi tau mau nonton netflix di hotel.”
(Wawancara 26 September 2021)
“saya biasanya untuk ajak ketemuan teman fwb itu saya chat pergi makan
sama-sama”
(Wawancara 26 September 2021)
“ ku kode pake saya kirimkan makanan pake gofood. Dia pasti mengerti mi itu
artinya mau ka ketemu dengan dia.”
(Wawancara 26 September 2021)
Kode-kode tersebut yang kemudian menjelma menjadi simbol-simbol yang

memiliki makna yang kemudian digunakan untuk berinteraksi pada sesama pelaku

90
friends with benefit. Tetapi simbol tersebut tidak bersifat umum dan universal, atau

hanya bersifat kontekstual dan eksklusif. Dikarenakan bersifat kontekstual dan

eksklusif, simbol yang berbeda dapat saja muncul untuk menyampaikan makna yang

sama.

5.3.2 Pertukaran Sosial Friends With Benefit Dalam Teori Pertukaran Sosial George

Caspar Homans.

Homans membangun teori pertukarannya pada landasan konsep-konsep dan

prinsip-prinsip yang diambil dari psikologi perilaku (behavioral psychology) dan

ekonomi dasar. Fokus sentral teori ini adalah motivasi (hal yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan) yang berasal dari diri sendiri.

Teori ini didasari dengan cara memahami individu dalam menentukan pilihan

secara rasional, menimbang antara imbalan yang diperoleh dan biaya yang

harus dikeluarkan. Maka dari itu, dalam fenomena friends with benefit di

kalangan mahasiswa di Kota Makassar perlu adanya sebuah pertukaran keuntungan

yang diberikan agar hubungan ini eksis dan langgeng.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pertukaran sosial fenomena friends

with benefit di kalangan mahasiswa Kota Makassar merujuk pada tiga dimensi yaitu

dimensi kebebasan, dimensi keintiman, dan dimensi ekonomi. Dimensi kebebasan

adalah hubungan yang dalam praktiknya menjalankan asas kebebasan berupa tidak

adanya ikatan resmi tetapi saling menghargai hak dan kewajiban dalam ber-relasi.

Dimensi keintiman adalah dimensi dalam hubungan yang bentuk praktiknya

memusatkan pada hal-hal intim seperti pelukan dan ciuman. Sedangkan dimensi

91
ekonomi adalah dimensi dalam berhubungan atau berelasi yang orientasi utamanya

adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Ketiga dimensi ini yang menjadi motif dibalik masih langgengnya

keberadaan hubungan friends with benefit di kalangan mahasiswa Kota Makassar.

Dalam teori pertukaran sosial yang dicetuskan oleh Homans, proposisi yang mampu

menjelaskan pertukaran sosial dalam fenomena friends with benefit di kalangan

mahasiswa di Kota Makassar apabila dikaitkan dengan tiga dimensi yang

dipertukarkan adalah proposisi nilai.

Homans menjelaskan proposisi nilai bahwa semakin bernilai imbalan yang

diberikan pada manusia tertentu, maka semakin sering ia melakukan perbuatan

tersebut. Bila hadiah yang diberikan masing-masing kepada orang lain amat bernilai,

maka makin besar kemungkinan aktor tersebut melakukan tindakan yang diinginkan

ketimbang jika hadiahnya tidak bernilai. Di proposisi ini pula, Homans

memperkenalkan konsep hadiah dan hukuman.

Pertukaran sosial pada fenomena friends with benefit di kalangan mahasiswa

di Kota Makassar yang merujuk pada model proposisi nilai dikarenakan informan

selaku pelaku hubungan friends with benefit menjelaskan bahwa hubungan ini dapat

tercipta selain karena adanya interaksi sosial didalamnya juga dikarenakan adanya

kejelasan benefit-benefit atau keuntungan apa saja yang didapatkan dalam

menjalankan hubungan ini.

92
Hubungan friends with benefit juga memperkenalkan konsep hukuman yang

apabila dilanggarkan maka pelaku akan memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini.

Bentuk hukuman yang berupa pemutusan hubungan terjadi apabila pelaku friends

with benefit berada pada titik ada salah satu pihak yang ingin melangkah ke jenjang

serius sedangkan pihak yang lain masih ingin tetap berada pada koridor pertemanan

saja. Selain alasan jenjang serius, hubungan friends with benefit juga terjadi

pemutusan apabila pelaku hubungan friends with benefit mulai merasa tidak

memberikan rasa nyaman dan hilangnya dimensi ekonomi yang diberikan dalam

hubungan ini.

93
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Pemaknaan sosial yang terjadi berdasarkan proses pengalaman personal

mereka yang membentuk nilai-nilai baru yang membuat mereka tidak

serta-merta menilai sesuatu yang berbeda sebagai hal yang buruk.

2. Benefit-benefit yang dipertukarkan inilah yang kemudian menjadi motif

sekaligus menjadi faktor penguat dalam menjalani hubungan friends with

benefit. Aktivitas friends with benefit di kalangan mahasiswa terjalin dalam

ikatan pertukaran benefit-benefit yang memiliki tiga nilai: nilai kebebasan,

nilai keintiman, dan nilai ekonomis.

3. Seperti yang telah disebutkan bahwa untuk menemukan makna sosial

fenomena friends with benefit di kalangan mahasiswa di Kota Makassar maka

dibutuhkan pengkajian lebih dalam di bagian self-indication mahasiswa di

Kota Makassar.

4. Dalam teori pertukaran sosial yang dicetuskan oleh Homans, proposisi yang

mampu menjelaskan pertukaran sosial dalam fenomena friends with benefit di

kalangan mahasiswa di Kota Makassar apabila dikaitkan dengan tiga dimensi

yang dipertukarkan adalah proposisi nilai.

6.2 Saran

1. Perlu ada penelitian lebih lanjut yang membahas secara mendalam mengenai

hubungan friends with benefit dalam kajian sosiologi kesehatan.

94
2. Perlu adanya sosialisasi mengenai dampak negatif dari praktik sex bebas yang

menjadi salah satu praktik dalam hubungan friends with benefit.

3. Perlu adanya edukasi yang bersifat persuasif bagi pelaku hubungan friends

with benefit akan nilai dan norma yang berlaku dalam bermasyarakat di

Indonesia.

95
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal (2015). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung
Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu.
RajaGrafindo Persada.Jakarta.
Amir, Taufik (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning:
Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan.
Kencana: Jakarta.
Ahmadi (2008). Psikologi Belajar Edisi Revisi. Rineka Cipta:Jakarta:
Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bumi Aksara:Jakarta:
Azzizah, Annisa Nur (2020). Friends With Benefit: Agensi Seksual Kaum Muda
Dalam Kontestasi Nilai Dan Norma. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Program Studi Sosiologi. Universitas Indonesia. Depok
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Kencana: Jakarta.

Creswell, John W. (2010). Sistem Research Design Pendekatan Kualitatif,


Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Chaney, David (2011). Lifestyles Sebuah Pengantar Komprehensif.
Jalasutra:Yogyakarta.
Daldiyono. (2009). How to be a Real and Successful Student. Kompas Gramedia:
Jakarta:
Elbadiansyah, Umiarso. 2014. Interaksionisme Simbolik Dari Era klasik Hingga
Modern. PT Rajagrafindo Persada.: Jakarta.
Foucault, Michel (2000). Sex dan Kekuasaan: Sejarah Seksualitas. Gramedia:
Jakarta
Machmud, Muhammad Eka. 2015. Transaksi Dalam Teori Exchange Behaviorism
George Caspar Homans. Jurnal Iqtishadia, Vol 8, No. 2.
Mulyana, Deddy. 2002. “Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar”. PT Remaja
Rosdakarya : Bandung.
Nurchakiki (2016). Studi Kasus Perilaku Pelaku Kumpul Kebo Mahasiswa
Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Yogyakarta
Piliang, Yasraf Amir (2017). Dunia Yang Berlari Dromologi, Implosi,
Fantasmagoria. Cantrik Pustaka: Yogyakarta.

96
Piliang, Yasraf Amir (2011). Dunia Yang Dilipat Tamasya Melampaui
Batas-Batas Kebudayaan. Bandung: Matahari.
Ritzer,George (2018). Teori Sosial Postmodern. Kreasi Wacana: Bantul.
Sugiyono (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta:
Bandung.
Spica, B. 2008. Perilaku Prososial Mahasiswa ditinjau dari Empati dan
Dukungan Sosial Budaya. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang.
Siregar, Ade Rahmawati. (2006). Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau Dari
Pola Asuh. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Saraswati, Mila & Ida WIdaningsih (2008). Be Smart Ilmu Pengetahuan Sosial.
Grafindo Media Pertama: Jakarta.
Satu, Vincentius (2009). Seri Panduan Belajar dan Evaluasi Sosiologi. Grasindo:
Jakarta.
Wirawan. (2012a). Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Pertama). Kencana
Prenada Media Group.

97
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :

Universitas :

Fakultas :

Jurusan :

Angkatan :

1. Apa saja aktivitas anda sehari-hari?


2. Apa pengertian fwb menurut anda?
3. Berapa kali anda menjalani hubungan fwb?
4. Kenapa anda menjalani hubungan fwb?
5. Apakah ada keuntungan dan kerugian dari hubungan fwb? Sebutkan.
Curriculum Vitae

A. DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Ratnasari Ramadhani Sjam
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 31 Desember
1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Warga Negara :Indonesia
Tinggi/Berat Badan : 150 cm / 50 kg
Alamat Sekarang : Komp. Makkio Baji blok D8 no.7, Antang.
No. Telepon : Hp. 081243582864
E-mail : ratnasariramadhani71@gmail.com
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Jurusan/Semester :Sosiologi
Jumlah SKS :149 SKS
IPK Terakhir : 3.3

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

2004-2010 : SD Asshiratal Mustakim


2010-2013 : SMP Negeri 19 Makassar
2013-2016 : SMA Makassar Mulya
2016-2022 : Universitas Hasanuddin

C. RIWAYAT ORGANISASI
2012-2013 - Anggota Palang Merah Remaja (PMR) SMPN 19 Makassar
2015-2016 - Organisasi Kelas
2017-2019 - Anggota Divisi Hubungan Masyarakat Pencak Silat Panca
Suci Fisip Unhas
Demikian demikian daftar riwayat hidup Curriculum Vitae dibuat sebenar-benarnya
tanpa adanya unsur paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Yang bertanda tangan dibawah
ini merupakan penulis skripsi. Untuk hal-hal yang lain, dapat menghubungi langsung pihak
penulis. Sekian

Makassar, 11 Januari 2022


Hormat saya,

Ratnasari Ramadhani Sjam


Profil Informan
Informan 1
Nama: Jessy
Jessy adalah informan berjenis kelamin perempuan yang berusia 20 tahun.

Jessy merupakan mahasiswi Universitas Fajar Program Studi S1 Ilmu Komunikasi

semester 7. Jessy merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Adapun keseharian

dari Jessy selain sebagai mahasiswi, Jessy banyak juga bekerja sebagai Sales

Promotion Girl setiap akhir pekan. Jessy lahir dan besar di Kota Makassar.

Sebagai mahasiswi, Jessy aktif dalam kegiatan dalam dunia lembaga

mahasiswa. Jessy tercatat aktif sebagai anggota dalam organisasi Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Pecinta Alam dan organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu

Internasional UNIFA. Jessy tercatat pernah menjadi ketua bidang pengembangan

anggota di Himpunan Mahasiswa Ilmu Internasional UNIFA. Dalam dunia akademik

sendiri, Jessy secara indeks penilaian berada pada tahap yang memuaskan yaitu 3,1

hingga semester 7.

Sedangkan aktivitasnya sebagai SPG dilakoni Jessy mulai dari tahun 2015

atau saat masih menginjak bangku sekolah kelas 3 SMA. Jessy pertama kali menjadi

SPG karena adanya ajakan dari teman untuk menjadi SPG pada event otomotif.

Pilihan Jessy untuk berkerja sebagai SPG dikarenakan keinginan untuk tidak

membebani orang tua dan memberikan kontribusi terhadap keluarganya.

Jessy merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Keluarga Jessy tidak lagi

tinggal di Makassar tetapi telah berpindah ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Jessy

memilih untuk menyewa kosan sebagai hunian tempat tinggalnya.


Aktivitas Jessy baik di dunia mahasiswa dan pekerjaannya sebagai SPG

menjadikan Jessy memiliki jaringan pertemanan yang luas. Luasnya jaringan

pertemanan Jessy sendiri telah membuat Jessy memilih menjalani hubungan friends

with benefit dengan salah satu temannya selama 6 bulan. Hubungan friends with

benefit ini adalah kali pertama Jessy menjalani hubungan pertemanan ala friends with

benefit. Jessy mengenal rekan friends with benefit nya ini dari jaringan pertemanan di

dunia kemahasiswaan.

Perkenalan Jessy dengan rekan friends with benefitnya tersebut kemudian

berlanjut dengan semakin intensnya mereka saling bertanya kabar di aplikasi

whatsapp. Walaupun mereka sudah sangat intens dan intim, Jessy tetap menganggap

rekan friends with benefit nya ini sebagai teman.

Jessy memilih hubungan friends with benefit dikarenakan ketidakmauan Jessy

untuk terikat pada status hubungan yang serius. Hal ini dilatarbelakangi karena

adanya pengalaman masa lalu Jessy yang pernah terjebak pada toxic relationship

dengan mantan pacarnya dulu.


Informan 2
Nama: Fira
Fira adalah informan berjenis kelamin perempuan yang berusia 20 tahun. Fira

merupakan mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Makassar (STIEM) Bongaya S1

Jurusan Ilmu Manajemen semester 7. Adapun keseharian dari Fira selain sebagai

mahasiswa, juga sering menerima kerjasama mengiklankan produk atau endorse

produk di sosial medianya.

Sebagai mahasiswi, Fira aktif dalam kegiatan dalam dunia lembaga

mahasiswa. Jessy tercatat aktif sebagai anggota dalam organisasi intra kampus dan

ekstra kampus. Di Intra Kampus, Fira merupakan salah satu Badan Pengurus

Himpunan Mahasiswa Ilmu Manajemen STIEM Bongaya. Sedangkan di ekstra

kampus, Fira menjadi salah satu anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

(PMII). Fira tercatat pernah menjadi koordinator bidang kesekretariatan di Himpunan

Mahasiswa Ilmu Manajemen STIEM Bongaya. Dalam dunia akademik sendiri, Jessy

secara indeks penilaian berada pada tahap yang memuaskan yaitu 3,3 hingga semester

7.

Sedangkan aktivitasnya sebagai selebgram dilakoni Fira mulai dari tahun

2021. Ketertarikan Fira untuk menjadi selebgram dikarenakan keisengan belaka.

Awal-Awal menjadi selebgram untuk mengisi waktu luang Fira dengan produktif di

sosial media. Seiring dengan berjalannya waktu, ada beberapa usaha makanan yang

mengirimkan makanannya untuk dibuatkan review sekaligus dibantu promosikan

makanan jualannya. Karena adanya fee yang diterima oleh Fira hasil dari endorse
produk tersebut menjadikan Fira serius menekuni dunia selebgram. Adapun

pendapatan yang diterima dari hasil endorse produk kemudian digunakan untuk

kebutuhan sehari-hari Fira dan untuk traktir adik dan teman-temannya.

Fira merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Fira merupakan pendatang

di Kota Makassar. Fira lahir dan besar di Kota Pare-pare. Fira tinggal sendiri di Kota

Makassar. Fira memilih untuk kontrak rumah sendiri dikarenakan untuk space lebih

aktivitas endorse produknya.

Aktivitas Fira di dunia mahasiswa dan pekerjaannya sebagai selebgram

menjadikan Fira memiliki jaringan pertemanan yang luas. Luasnya jaringan

pertemanan Fira sendiri telah membuat Fira memilih menjalani hubungan friends

with benefit dengan salah satu sahabat di kampusnya yang sudah berjalan selama 4

bulan. Hubungan friends with benefit ini adalah kali kedua Fira menjalani hubungan

pertemanan ala friends with benefit. Fira mengenal rekan friends with benefit nya ini

dari jaringan pertemanan di dunia kemahasiswaan.

Perkenalan Jessy dengan rekan friends with benefitnya tersebut kemudian

berlanjut dengan semakin intensnya mereka saling bertanya kabar di aplikasi

whatsapp. Bahkan Fira sekarang tinggal serumah dengan rekan friends with benefit

nya. Walaupun didalam rumah tersebut bukan cuman mereka berdua karena ada 2

orang perempuan yang juga adalah teman Fira. Walaupun mereka sudah sangat intens

dan intim, Jessy Fira menganggap rekan friends with benefit nya ini sebagai teman.

Fira memilih hubungan friends with benefit dikarenakan ketidakmauan Fira

untuk terikat pada status hubungan yang serius. Hal ini dilatarbelakangi karena
keinginan Fira yang tetap ingin bebas menjalani hubungan dengan orang lain tetapi

tetap ingin mendapatkan perlakuan layaknya pasangan pacar.


Informan 3
Nama: Appi
Appi adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 35 tahun. Appi

merupakan mahasiswa doktoral Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin. Appi merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adapun keseharian

dari Appi selain sebagai mahasiswa, juga aktif dalam dunia riset dan kegiatan

pemberdayaan pemuda dan olahraga di daerah kelahirannya yaitu Kabupaten Sidrap.

Pada saat studi S1, Appi tercatat aktif sebagai anggota dalam Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. Untuk sekarang, Appi

terdaftar sebagai anggota bidang Lembaga Kesehatan KNPI Provinsi Sulawesi

Selatan. Appi baru menjalani satu semester di Pascasarjana Program Doktoral FKM

UNHAS.

Aktivitas di dalam dunia riset telah dilakoni Appi sejak tahun 2015. Appi

pertama kali terlibat di dunia riset karena adanya ajakan dari teman untuk menjadi

enumerator pada survei kesehatan. Sedangkan kegiatan pemberdayaan pemuda dan

olahraga di Sidrap dibentuk dalam format komunitas yang dikolaborasikan dengan

kegiatan lembaga-lembaga pemuda dan mahasiswa yang ada di Sidrap. Pilihan Appi

untuk terlibat pada kegiatan riset dan pemberdayaan dikarenakan ketertarikan yang

besar di dunia riset dan pembangunan pemuda.

Keluarga Appi tidak menetap di Makassar tetapi di Sidrap. Appi selama di

Makassar memilih untuk tinggal dirumah saudara dari orang tuanya. Selain untuk

menghemat uang juga untuk menjaga saudara orang tuanya.


Aktivitas Appi baik di dunia kepemudaan dan dunia riset menjadikan Appi

memiliki jaringan pertemanan yang luas. Luasnya jaringan pertemanan Appi sendiri

telah membuat Appi memilih menjalani hubungan friends with benefit dengan salah

satu temannya selama 7 bulan. Hubungan friends with benefit ini adalah kali pertama

Appi menjalani hubungan pertemanan ala friends with benefit. Appi mengenal rekan

friends with benefit nya ini dari aplikasi Tinder.

Perkenalan Appi dengan rekan friends with benefitnya tersebut kemudian

berlanjut dengan semakin intensnya mereka saling bertanya kabar di aplikasi

whatsapp. Walaupun mereka sudah sangat intens dan intim, Jessy tetap menganggap

rekan friends with benefit nya ini sebagai teman.

Appi memilih hubungan friends with benefit dikarenakan keinginan Appi

untuk tidak terlalu terburu-buru dalam menjalin hubungan yang serius. Appi

beranggapan untuk naik ke level yang serius maka dibutuhkan rasa saling mengenal

yang dalam sehingga kedepannya tidak lagi ada hal yang dipertentangkan secara

besar dalam berhubungan serius.


Informan 4
Nama: Dirga
Dirga adalah informan berjenis kelamin laki-laki yang berusia 26 tahun. Dirga

merupakan mahasiswa pascasarjana di Program Studi Magister Teknik Sipil

Universitas Muslim Indonesia. Dirga merupakan anak kelima dari enam bersaudara.

Adapun keseharian dari Dirga selain sebagai mahasiswa, juga aktif dalam dunia

fotografi dengan sering mengikuti event-event nasional di bidang fotografi.

Sebagai mahasiswa pascasarjana, Dirga aktif dalam organisasi kepemudaan

seperti KNPI Prov. Sulawesi Selatan dan HIPMI Kota Makassar. di KNPI Prov.

Sulawesi Selatan, Dirga menjabat posisi sebagai anggota Departemen Sosial Politik.

Sedangkan di HIPMI Kota Makassar menjabat posisi anggota kompartemen Ekonomi

Digital.

Sedangkan aktivitasnya sebagai fotografer dilakoni Dirga mulai dari tahun

2010. Ketertarikan Dirga pada fotografi dikarenakan bagi Dirga suatu momen sulit

untuk bisa diulang kembali, makanya momen tersebut harus diabadikan dalam bentuk

gambar-gambar.

Dirga lahir dan besar di Kota Makassar. Dirga tinggal bersama kedua orang

tua dan kakak-adiknya. Walaupun tinggal bersama keluarganya, Dirga lebih sering

menginap dirumah temannya.

Aktivitas Dirga baik di dunia kepemudaan dan fotografi menjadikan Dirga

memiliki jaringan pertemanan yang luas. Luasnya jaringan pertemanan Dirga sendiri

telah membuat Dirga memilih menjalani hubungan friends with benefit dengan salah
satu temannya selama 5 bulan. Hubungan friends with benefit ini adalah kali pertama

Dirga menjalani hubungan pertemanan ala friends with benefit. Dirga mengenal rekan

friends with benefit nya ini dari sosial media twitter. Adanya akun base friends with

benefit di twitter memudahkan Dirga untuk menemukan rekan friends with benefit

yang sesuai dengan kriterianya.

Perkenalan Dirga dengan rekan friends with benefitnya tersebut kemudian

berlanjut dengan semakin intensnya mereka saling bertanya kabar di aplikasi

whatsapp. Walaupun mereka sudah sangat intens dan intim, Dirga tetap menganggap

rekan friends with benefit nya ini sebagai teman. Dirga memilih hubungan friends

with benefit dikarenakan ketidakmauan Dirga untuk terikat pada status hubungan

yang serius dan ingin mendapatkan kebebasan selayaknya hubungan pertemanan.

Anda mungkin juga menyukai