Anda di halaman 1dari 122

SKRIPSI

PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP


DENGAN TEMAN SEBAYA
(Studi pada Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar)

RIVENI WAJDI
Nomor Stambuk : 105650003415

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
SKRIPSI

PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP


DENGAN TEMAN SEBAYA
(Studi pada Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Dan Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Disusun dan Diajukan Oleh:

RIVENI WAJDI
Nomor Stambuk: 105650003415

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman

Sebaya (Studi Pada mahasiswa Fisipol angkatan2015-

2016 Universitas Muhammadiyah Makassar)

Nama Mahasiswa : Riveni Wajdi

Nomor Stambuk : 105650003415

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

M. Amin, S. Ag, M.Pd. Arni, S.Kom, M. Ikom


NBM.804953 NBM: 1190516

Mengetahui :
Dekan Ketua Prodi
Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Komunikasi

Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.si Dr.H. Muh. Tahir, M.Si
NBM. 730727 NBM. 811413

ii
PENERIMAAN TIM

Telah diterima oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan Surat Keputusan/undangan

menguji ujian skripsi Dekan Fisip Universitas Muhammadiyah Makassar, dengan

Nomor : 0167/FSP/A.3-VIIII/IV/42/2021 sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana (S.I.Kom) dalam Program Studi Ilmu Komunikasi di

Makassar pada hari Senin tanggal 28 April Tahun 2021.

TIM PENILAI

Ketua Sekretaris

Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si Dr. Burhanuddin, S.Sos., M.Si
NBM: 730727 NBM: 1084366

Penguji :

1. Dr.Muhammad Yahya, M.Si (Ketua) ( )

2. Wardah, S.Sos, M A ( )

3. M. Amin, S.Ag, M.Pd ( )

4. Indah Pratiwi Manggaga, S.Sos, M.A ( )

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Riveni Wajdi

Nomor Stambuk : 105650003415

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri

tanpa bantuan dari pihak lain atau ditulis/dipublikasikan orang lain atau

melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan

apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun ini

pencabutan gelar akademik.

Makassar, 07April 2021

yang Menyatakan,

Riveni Wajdi

iv
ABSTRAK

RIVENI WAJDI. Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman


Sebaya (Studi Pada Mahasiswa Fisipol Angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar) (dibimbing oleh M. Amin dan Arni)

Toxic friends kerap muncul pada beberapa kelompok persahabatan.


Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman sebaya memiliki pola
komunikasi dengan berbahasa dan tindakan buruk, tentunya dapat memengaruhi
perilaku komunikasi mereka, baik komunikasi secara verbal maupun nonverbal.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perilaku komunikasi Toxic
Friendship dengan teman sebaya melalui pesan verbal dan nonverbal dan Untuk
mengetahui dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya
pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah
Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yaitu
peneliti berusaha mengungkapkan suatu realita atau fakta fenomena sosial.
sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer dan sekunder dengan
jumlah Informan sebanyak 10 orang mahasiswa. Teknik untuk memperoleh data
yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Proses analisis data dengan reduksi
data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi yang dialami
masing-masing mahasiswa dalam menanggapi stimulus yang diberikan toxic
friends. Perilaku komunikasi toxic friendship yang dialami oleh mahasiswa
Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar dominan
mendapatkan bentuk komunikasi verbal dibandingkan dengan nonverbal, serta
bentuk perilaku Toxic friendship yang dominan dialami beberapa mahasiswa yaitu
pengkritik dan tidak ada empati. Kemudian dampak yang dialami dominan
merasakan kemarahan. Respon yang timbul yaitu beberapa mahasiswa memilih
diam dan meninggalkan circle pertemanan tersebut adapula memilih bertahan dan
membicarakannya.
Kata Kunci : Perilaku Komunikasi, Toxic Friendship, Teman Sebaya

v
KATA PENGANTAR

AssalamuAlaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini setelah melalui beberapa proses yang sangat panjang mulai dari proses

belajar, bimbingan, penelitian, sampai kepada pengujian skripsi penulis yang

berjudul ”Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman Sebaya

(Studi Pada Mahasiswa Fisipol Angkatan 2015-2016 Universitas

Muhammadiyah Makassar)”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat

akademisi untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu (S1) dan untuk

memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penyusunan skripsi ini penulis banyak menjumpai hambatan dan tantangan

namun dengan kekuatan doa dan dukungan dari orang-orang yang terkasihlah

yang penulis jadikan acuan untuk terus maju hingga akhirnya mampu

menyelesaikan skripsi ini. Demikian pula penulis menyadari sepenuhnya bahwa

skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sebagai suatu karya ilmiah, hal ini di

sebabkan oleh faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada

dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penulis mengharapkan motivasi,

dukungan, semangat, kritik, dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak

vi
demi penyempurnaan skripsi ini, tetapi Alhamdulillah dapat penulis atasi dan

selesaikan dengan baik.

Secara istimewa, penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada

ayahanda Rivai Anwar dan Ibunda Andi Aini Ali serta saudara(i) ku yang telah

memberikan kasih sayang, semangat, kepercayaan materi dan segala doanya

sehingga penulis dapat sukses dalam segala aktivitas terutama dalam menuntut

ilmu. Serta tak lupa penulis hanturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makasssar.

2. Ibu Dr.Hj.Ihyani Malik, S.Sos., M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik.

3. Bapak Dr. H. Muh. Tahir, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi dan

Ibu Dian Muhtadiah Hamna, S.Ip, M.Ikom Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

4. Bapak Amin Umar, S.Ag, M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Arni, S.Kom,

M.Ikom selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya

membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat diselesaikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi dan seluruh karyawan Fakultas Ilmu

Sosial Ilmu Politik yang telah memberikan pelayanan dalam proses

penyelesaian studi ini.

6. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Bapak Abdul Kadir serta keluarga

besar Abu Bakar Ali dan Keluarga Besar Aries Dg. Manannrang yang telah

memberikan kasih sayang, bantuan dan doa selama ini.

vii
7. Ucapan terima kasih untuk Sahabat dan teman-teman seperjuangan Ilmu

Komunikasi (IK A/B) dan khususnya, Nurfahmi, Yuyun dan teman teman

“Cabs & kolabs” lainnya yang telah memberikan semangat dan dukungan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir

yang penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun

sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan

sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

WassalamuAlaikumWarahmatullahiWabarakatu

Penulis

Riveni Wajdi

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ........................................................................ i


HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 11
D. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Penelitian Terdahulu ........................................................................................... 13
B. Landasan Konseptual .......................................................................................... 15
1.Komunikasi ....................................................................................................... 15
2. Pola Komunikasi.............................................................................................. 23
3. Perilaku Komunikasi ....................................................................................... 27
4. Teori S O R ...................................................................................................... 30
5.Toxic Friendship ............................................................................................... 33
6.Kualitas Persahabatan/ Pertemanan .................................................................. 41
7.Konsep Dasar dan Definisi Oprasional ............................................................ 45
C. Kerangka Pikir .................................................................................................... 46
D. Fokus Penelitian ................................................................................................. 47
E. Deskripsi Fokus................................................................................................... 47

BAB III METODE PENELITIAN


A. Waktu Dan Lokasi .............................................................................................. 49
B. Jenis Dan Tipe Penelitian ................................................................................... 49
C. Informan/ Sumber Data ...................................................................................... 50
D. Informan Penelitian ............................................................................................ 50
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 52
F. Teknik Analisa Data ............................................................................................ 53
G. Teknik Pengabsahan Data .................................................................................. 53

ix
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian .............................................................................. 55
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan....................................................................... 60

BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................................... 94
B. Saran................................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 96
LAMPIRAN ............................................................................................................. 101

x
DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Tipe Komunikasi ................................................................................... 20


2. Tabel 2.2 Konsep Dasar Dan Definisi Oprasional ................................................ 45
3. Tabel 3.1 Daftar Informan..................................................................................... 51

xi
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Bagan Model Komunikasi Lasswell ................................................ 16


2. Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir ....................................................................... 46
3. Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Unismuh Makassar ................................ 59

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial dan juga makhluk individu, seperti yang

dikemukakan oleh Soekanto (1994: 124) sejak lahir manusia sudah mempunyai

dua hasrat atau keinginan pokok yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan

manusia lain yang berbeda di sekelilingnya (yaitu masyarakat), dan keinginan

untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

Terlahir sebagai makhluk sosial, menjadikan mahasiswa sebagai makhluk

yang bergantung satu sama lain. Membangun persahabatan merupakan sesuatu

yang harus dihayati sebagai wujud nyata bahwa manusia memang makhluk sosial.

Terkadang teman yang dekat dan datang kepada Anda silih berganti. Meskipun

begitu, tak jarang juga ada yang berhasil membangun pertemanan bertahun-tahun.

Menghabiskan waktu dengan teman dekat memang menghasilkan banyak cerita.

Menurut Dariyo bahwa Remaja memiliki kebutuhan intrinsik dalam

interaksi sosial, yaitu memiliki teman dan persahabatan yang berkualitas. Mereka

menjalani banyak hal penting dalam perkembangan dan fungsi sosial, termasuk

prestasi belajar. Remaja cenderung memilih teman karena kecocokan dalam

beberapa aspek seperti variabel demografi (usia, jenis kelamin, ras, dan status

sosial ekonomi), dan variabel reputasi (populasi dan prestasi akademik),

kepribadian, aktivitas, kepercayaan, dan sikap (Dariyo, 2004: 22)

Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu hubungan yang erat antara

seseorang dengan yang lainnya. Teman memiliki pengaruh besar pada perilaku

1
2

dan gaya hidup seseorang. Persahabatan akan membawa kebaikan dan keburukan

pada saat bersamaan. Artinya, jika kita berteman dengan orang baik maka kita

akan terpengaruh untuk menjadi orang baik juga, sebaliknya jika berteman dengan

orang jahat kita akan terpengaruh menjadi orang jahat juga (Dariyo, 2004: 47).

Dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih terjalin melalui

proses komunikasi menuju persahabatan dan menjaga hubungan persahabatan.

Membangun hubungan persahabatan dengan orang-orang dari latar belakang

berbeda membutuhkan usaha dan kesiapan diri. Pertemuan pertama merupakan

momen yang menentukan apakah seseorang akan diterima sebagai sahabat atau

tidak.

Komunikasi adalah suatu proses interaksi antara sesama makhluk tuhan baik

dengan menggunakan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku dan

tindakan. Pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih

dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh

seseorang seperti melalui lisan, tulisan maupun sinyal-sinyal non verbal.

Komunikasi verbal dan nonverbal yang tulus, atau terdapat sesuatu yang

tersembunyi dalam tujuan utama dalam membangun suatu hubungan.

Komunikasi interpersonal berusaha mengembangkan hubungan antar

manusia, bertujuan untuk mengurangi kesepian, memperoleh pengetahuan/

informasi, dan menjalin hubungan pertemanan yang erat. Seseorang menjalin

hubungan untuk mengurangi kesepian yang muncul ketika kebutuhan akan

interaksi yang dekat tidak terpenuhi, memperkuat keinginan karena semua

manusia membutuhkan dorongan semangat dan salah satu cara terbaik untuk
3

memperolehnya adalah dengan interaksi manusia, mendapatkan pengetahuan

tentang diri sendiri karena melalui interaksi seseorang akan melihat dirinya seperti

yang dilihat orang, bersenang-senang dan mengurangi rasa sakit dengan berbagi

perasaan dengan orang lain (Devito, 2007: 245-246).

Dalam hubungan persahabatan komunikasi sangat diperlukan. Tujuan

tujuan berkomunikasi dalam persahabatan itu untuk mengenal watak satu sama

lain, menjaga hubungan persahabatan, mengubah sikap dan perilaku dan saling

membantu saat menghadapi masalah. Saat menjalani suatu hubungan

persahabatan tanpa berkomunikasi pasti akan terjadi di miscommunication yang

berdampak terjadinya konflik (Novita, 2012).

Salah satu tugas perkembangan remaja dalam mencapai hubungan sosial

yang lebih matang dengan teman sebayanya yaitu dengan relasi pertemanan

(Hurlock, 2004: 209). Dorongan ke arah teman sebaya ini kemudian menciptakan

relasi pertemanan. Sama halnya dengan fase anak-anak, relasi pertemanan

bertujuan memberikan pembelajaran untuk mengontrol perilaku sosial,

mengembangkan keterampilan dan minat, dan dan berbagi masalah dan perasaan

bersama (Hurlock, 2002: 179).

Gottman & Parker (Santrock, 2003: 227) menyatakan bahwa relasi

pertemanan remaja mempunyai 6 fungsi yaitu companionship, seseorang yang

bersedia menghabiskan waktu dengan mereka dan ikut bergabung dalam aktivitas

yang sama. Stimulation, yaitu memberikan informasi yang menarik, kegembiraan,

dan hiburan bagi remaja itu sendiri. Physical support, yaitu karena teman

menyediakan waktu, sumber daya, dan pertolongan, Ego support karena teman
4

menyediakan pengharapan akan dukungan, dorongan, dan umpan balik yang

membantu remaja untuk mempertahankan kesan bahwa diri mereka itu kompeten,

atraktif, serta membuat seorang individu berharga. Social comparison bahwa

teman menyediakan informasi tentang di mana diri mereka berada jika

dibandingkan dengan orang lain, atau mereka berada dalam posisi yang tepat.

Intimacy/ affection yaitu karena teman menyatakan suatu hubungan yang hangat,

dekat, dapat dipercaya, dan melibatkan self disclosure.

Menurut Brandt & Murphy (2002: 276) relasi pertemanan pada remaja

mempunyai kualitas positif dan negatif. Kualitas relasi pertemanan positif disebut

sebagai support, yaitu sifatnya saling mendukung satu sama lain. Di antaranya;

intimacy, prosocial behavior, dan self Esteem enhancement. Sedangkan kualitas

relasi pertemanan negatif disebut dengan Conflict, yaitu sesuatu yang merupakan

sumber konflik di antara mereka. Kualitas negatif itu antara lain: perselisihan dan

kompetensi dalam hal negatif.

Dari segi sosiologis manusia sebagai makhluk sosial akan merasa puas dan

bahagia jika saat berada dalam kehidupan bersama sedangkan manusia sebagai

makhluk individu ia merasa bahagia saat bisa memuaskan dirinya. Maka dari itu

itu muncullah kelompok teman sebaya sebagai sarana para remaja dalam

melangsungkan kehidupan bersama. Dari segi psikologis komunikasi, dengan

memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa

dengan kawan sebaya merupakan salah satu tugas perkembangan remaja.

Teori Bandura dalam (Anni, 2004: 64) Bahwa perilaku yang dilakukan

seseorang tumbuh dari lingkungan yang ia jalani. Karena dari lingkungan,


5

manusia lihat dapatkan pada banyak hal yang akan memengaruhi dasar perilaku di

masa mendatang. Dengan demikian relasi pertemanan dapat berdampak positif

dan negatif. Serta teori social interaction, interaksi sosial lah yang yang membuat

terjalinnya relasi pertemanan yang yang yang membentuk perilaku seseorang.

Dalam interaksi dan komunikasi yang terjadi di antara anggota komunitas

melibatkan proses komunikasi verbal dan nonverbal yang hanya dipahami oleh

anggota-anggota yang berada dalam komunitas tersebut. Simbol atau lambang

yang merepresentasikan konsep atau gagasan-gagasan tertentu yang bersifat

abstrak yang hanya dipahami oleh sesama anggota komunitas. Lambang atau

simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya,

berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan

verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama

(Mulyana, 2005:84).

Perilaku komunikasi merupakan aktivitas atau tindakan yang mendorong

manusia untuk melakukan interaksi yang saling memengaruhi satu sama lain,

sengaja atau tidak sengaja dan tidak berbatas pada bentuk komunikasi verbal,

tetapi juga dalam hal komunikasi nonverbal seperti ekspresi muka, sentuhan,

symbol dan lainnya.

Perilaku komunikasi merupakan suatu tindakan atau respon seseorang

dalam lingkungan dan situasi komunikasinya. Perilaku komunikasi dapat diamati

melalui kebiasaan komunikasi seseorang, sehingga perilaku komunikasi seseorang

akan pula menjadi kebiasaan pelakunya. Definisi perilaku komunikasi tidak akan

lepas dari pengertian perilaku dan komunikasi. Perilaku pada dasarnya


6

berorientasi pada tujuan yaitu perilaku atau kebiasaan seseorang umumnya

dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu dan untuk memperoleh

tujuan tertentu.

Perilaku komunikasi sendiri yaitu suatu tindakan atau perilaku komunikasi

baik itu berupa verbal ataupun non verbal yang ada pada tingkah laku seseorang.

Menurut Kwick dalam Notoatmodjo (2003), perilaku adalah tindakan atau

perbuatan organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.

Perilaku komunikasi seseorang dapat dilihat dari kebiasaan berkomunikasi.

Berdasarkan definisi perilaku komunikasi, maka hal-hal yang sebaiknya perlu

dipertimbangkan adalah bahwa seseorang akan melakukan komunikasi sesuai

dengan kebutuhannya. Dalam berkomunikasi, setiap orang memiliki karateristik

masing-masing yang menjadi cara mereka dalam menanggapi persoalan atau

mengutarakan pendapat. Perilaku komunikasi yang berlangsung, hampir selalu

melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal dan nonverbal secara bersama-

sama (Cangara, 2005: 95).

Dampak perilaku komunikasi pada suatu kelompok akan dipengaruhi

beberapa faktor sebagai berikut, (1) Konformitas, yaitu perubahan

perilaku/kepercayaan kepada ada aturan kelompok sebagai dampak dari tekanan

kelompok tersebut. (2) Fasilitas sosial, menunjukkan kelancaran atau peningkatan

kualitas kerja sama karena ditonton kelompok. Menurut Robert Zajonz (1965)

berpendapat bahwa kehadiran orang lain dapat menjadi efek pembangkit energi

terhadap perilaku seseorang. (3) Polarisasi, yaitu kecondongan pada posisi yang
7

lebih sulit atau berlebihan. Jika sebelum ikut berdiskusi para anggota kelompok

mendukung sesuatu, dia akan tetap mendukung hal tersebut lebih kuat.

Jika hubungan berjalan baik dan lebih akrab maka penyesuaian tersebut

berhasil. Sebaliknya jika terjadi suatu masalah dalam hubungan itu maka

penyesuaian tersebut gagal. Dengan demikian hubungan akan berkembang

menjadi lebih kuat akan tetapi mungkin juga akan mengalami kemunduran

menjadi lemah. Kemunduran hubungan diakibatkan karena munculnya

ketidakpuasan yang menyebabkan konflik antar anggota kelompok persahabatan.

Menurut DeVito (1997: 259) beberapa penyebab kemunduran suatu hubungan

yaitu adanya landasan untuk membina hubungan dengan melunturnya perubahan

sifat, pihak ketiga, Harapan semu, sex, pekerjaan dan masalah ekonomi.

Di dalam Al-Qur'an selalu menegaskan kan bahwa manusia sesungguhnya

tidak bisa menjalani hidup sendiri dan membutuhkan seseorang untuk

mendampinginya. Oleh sebab itu manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-

pasangan dan bersuku-suku supaya ya mereka saling mengenal satu dengan yang

lainnya. Seperti dalam QS Al-Hujurat/49: 13:

ُ َّ‫ٰٰۤياَيُّ َها الن‬


ُ ‫اس اِنَّا َخلَ ۡق ٰن ُك ۡم ِ ّم ۡن ذَ َك ٍر َّوا ُ ۡن ٰثى َو َج َع ۡل ٰن ُك ۡم‬
ؕ
‫ارفُ ۡىا‬ َ ‫شعُ ۡىبًا َّو َق َبا ٓ ِٕٮ َل ِلت َ َع‬
‫ع ِل ۡي ٌم َخ ِب ۡي ٌر‬ ‫ّٰللاِ ا َ ۡت ٰقٮ ُك ۡم ا َِّن ه‬
َ َ‫ّٰللا‬ ‫ا َِّن ا َ ۡك َر َم ُك ۡم ِع ۡندَ ه‬
Terjemahnya:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.

Mahasiswa sudah jelas merupakan makhluk sosial yang membutuhkan

orang lain untuk bertahan hidup. Tidak bisa dipungkiri Mahasiswa tidak bisa
8

terlepas dari interaksi sosial. Mahasiswa selalu melakukan interaksi sosial dengan

teman sebayanya, dosen ataupun orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi

sosial adalah cara untuk bersosial dan pertemanan adalah salah satu buah dari

bersosialisasi. Pada umumnya interaksi sosial sebagian besar digunakan untuk

berkomunikasi, dengan demikian disimpulkan komunikasi adalah salah satu aspek

paling penting bagi mahasiswa.

Sebagian besar mahasiswa membuat Circle Friendship atau kelompok

pertemanan. Yaitu berteman dengan orang-orang terdekat pilihan mereka sendiri.

Mengutip dari psikolog Ayoe Sutomo pada tabloid Nova.com, Inner circle

sebenarnya sebuah circle pertemanan yang berisi orang-orang yang terdekat yang

dianggap nyaman untuk berbagi kisah dan pengalaman. Pertemanan yang berisi

orang-orang yang dianggap tulus menerima baik dan buruknya seseorang

sehingga tidak membuat situasi menjadi buruk. Akan tetapi gaya pertemanan ini

ini dianggap membuat kita membatasi diri bersosialisasi dengan lingkungan

sekitar di luar circle tersebut.

Berdasarkan observasi awal terhadap beberapa circle telah saya amati sejak

lama terutama pada circle yang terdapat saya di dalamnya. Pada beberapa circle,

kerap muncul Toxic friends. Terkadang mereka menebar kebencian, tidak suka

jika orang lain bahagia, cemburu dengan orang lain, pesimis dan lain-lain.

Aura negatif yang mereka sebarkan tak jarang membuat teman lain pada

circle tersebut “teracuni” dan membenarkan apapun yang tidak selalu benar

asalkan keluar dari mulut salah satu teman pada circle tersebut. Pertemanan

seperti ini membuat kita menjadi lelah. Lelah membenci orang, lelah selalu
9

berprasangka buruk. Padahal tidak semua hal tersebut benar. Dan kebanyakan

tidak (sama sekali tidak) berhubungan dengan hidup kita. Sebuah riset yang

dilakukan University of notre Dame menemukan fakta bahwa kekuatan struktur

ikatan pertemanan dapat membuktikan seperti apa kesehatan yang dimiliki

seseorang.

Sabrina Michelle Maxwell menyebutkan dalam disertasinya (2015: 42)

bahwa Toxic behavior ditandai oleh perilaku “menyebalkan” yang cenderung

memancing konflik antar pihak. Maxwell menjajarkan Toxic behavior dengan tiga

ciri kepribadian patologis yang biasa disebut “karakter gelap” atau Dark Triad,

yakni narsisisme (narsis), psikopatik (tindakan beresiko tinggi), dan

machiavellianisme (penjilat).

Perilaku komunikasi toxic yang memiliki pola komunikasi dengan

berbahasa dan tindakan buruk tersebut turut tentunya memengaruhi perilaku

komunikasi mereka, baik komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Perilaku

komunikasi yang berlangsung, hampir selalu melibatkan penggunaan lambang-

lambang verbal dan nonverbal secara bersama-sama (Cangara, 2005: 95)

Toxic friendship dapat disadari saat persahabatan yang kita jalankan selalu

membuat kita merasa buruk atau negatif. Bukannya bersifat mendukung,

sebaliknya toxic friendship membuat kita tidak berdaya. Parahnya lagi terkadang

kita malah membiarkan saja terjadi padahal lama-kelamaan toxic friendship

membuat kita merasa tersiksa, stres bahkan bisa memengaruhi fisik kita. Kita

tidak boleh membiarkan kan hal ini terjadi dan terjebak dalam circle toxic

friendship.
10

Pada penelitian ini, peneliti tertarik meneliti pada mahasiswa Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar (Fisipol Unismuh

Makassar) angkatan 2015-2016 karena berdasarkan hasil observasi awal yang

saya lakukan, ada beberapa mahasiswa yang menjalin pertemanan secara

berkelompok dengan teman sebayanya, bersantai bersama di kantin dan berjalan-

jalan bersama. Mereka biasanya memanfaatkan waktu istirahat untuk berkumpul

bersama. Apalagi pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Makassar sudah memfasilitasi jaringan internet untuk mahasiswa

sehingga Mahasiswa dapat mengakses internet lebih luas sembari berkumpul

bersama.

Pada lingkungan kampus, disinilah tempat terjadinya proses interaksi antar

individu, proses belajar mengajar, Tempat bertemunya kelompok teman sebaya

yang dianggap layak untuk seseorang. Pada lingkungan inilah ilmu pengetahuan

serta pengalaman yang diperoleh para mahasiswa yang yang dapat membentuk

karakteristik kepribadian seseorang menjadi baik atau buruk

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Terhadap Teman

Sebaya”.
11

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya

melalui pesan verbal dan nonverbal pada mahasiswa Fisipol angkatan

2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar?

2. Apa dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman

sebaya pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas

Muhammadiyah Makassar?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman

sebaya melalui pesan verbal dan nonverbal pada mahasiswa Fisipol

angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Untuk mengetahui dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship

dengan teman sebaya pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016

Universitas Muhammadiyah Makassar.


12

D. MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat Akademis

1. Peneliti berharap dalam penelitian ini dapat memberikan informasi yang

ilmiah bagi dunia pendidikan khususnya di bidang ilmu Komunikasi

yang berguna untuk mengembangkan lebih luas dan lebih mendalam

tentang Perilaku Komunkasi Toxic Friendship dengan Teman Sebaya.

2. Penerapan teori yang didapatkan selama proses pembelajaran dan dapat

menambah wawasan mahasiswa pada bidang psikologi komunikasi

sosial.

3. Dapat menjadi acuan pada penelitian selanjutnya, terutama dalam

bidang tersebut

b. Manfaat Praktis.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi,

masukan atau acuan dan gambaran yang lebih luas terhadap

pengetahuan Toxic friendship di lingkungan remaja.

.
13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN TERDAHULU

No Penulis & judul Hasil Perbedaan

Meneliti tentang kualitas persahabatan, remaja,


etnis, gender pada 200 siswa mayoritas etnis dan
200 minoritas etnis dari 2 sekolah menengah umum
di Daklak, Vietnam. Desain penelitiannya adalah Pada penelitian Quyen
dengan menggunakan kuesioner mcgill dan Mohd-Zaharim
persahabatan kasih sayang(MFQ-RA). Hasil meneliti tentang
Quyen dan Mohd-
1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang kualitas persahabatan,
Zaharim (2015)
signifikan dalam kualitas persahabatan remaja remaja sedangkan
antara mayoritas dan minoritas etnis. Namun, dalam peneliti meneliti toxic
hal kualitas persahabatan lintas etnis remaja dari friendship
kelompok minoritas etnis memiliki perasaan positif
yang lebih tinggi untuk teman-teman daripada
orang-orang dari kelompok mayoritas etnis

Meneliti tentang kualitas persahabatan dan tipe


kepribadian dengan kepercayaan pada remaja akhir
pada mahasiswa Psikologi Universitas
Mulawarman yang berusia 18-21 tahun. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui secara empiris
variabel tipe kepribadian dan kualitas persahabatan Pada penelitian Rahmat
dengan kepercayaan di akhir remaja. Alat ukur (2014) meneliti tentang
yang digunakan adalah alat tes eyesenck dunia kualitas persahabatan
personality inventory, dan skala kualitas dan tipe kepribadian
persahabatan. Data dianalisis dengan Analysis of dengan kepercayaan
variance. Hasil analisis pertama tidak menunjukkan pada remaja akhir pada
2. Rahmat (2014)
pengaruh tipe kepribadian dengan kepercayaan, mahasiswa Psikologi
nilai-nilai yang diperoleh nilai F<Ftabel (F value = Universitas
0,213) dengan p> 0,05 (p = 0,646). Analisis kedua Mulawarman
menunjukkan tidak ada pengaruh kualitas sedangkan peneliti
persahabatan dengan kepercayaan nilai yang meneliti toxic
diperoleh F<Ftable (F value = 1,045) dengan p friendship
>0,05(p= 0,0434). Hasil analisis ketika
menunjukkan tidak ada pengaruh tipe kepribadian
dan kualitas persahabatan dengan kepercayaan,
nilai yang diperoleh adalah nilai F <F table (F value
= 1,565) dengan P> 0,05(p= 0,15).
14

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa


perilaku teman sebaya memengaruhi kepatuhan
santri terhadap aturan di pondok pesantren.
Anita Dwi
Sebanyak 25,38 % santri melanggar aturan di
Rahmawati dengan
pondok pesantren akibat pengaruh teman sebaya. Pada penelitian Anita
judul skripsi
Lingkungan teman sebaya yang positif dan patuh meneliti tentang
“Pengaruh Teman
membuat santri menunjukkan pola perilaku positif Pengaruh Teman
Sebaya terhadap
3. pula, dan sebaliknya lingkungan teman sebaya yang Sebaya terhadap
Kepatuhan Santri di
negatif dan sering melanggar aturan mendorong Kepatuhan sedangkan
Pondok Pesantren
santri lain untuk bersikap tidak patuh. Sebanyak peneliti meneliti toxic
Modern Madrasah
16,92 % santri mengikuti ajakan teman untuk friendship
Tsanawiyah
melanggar aturan, 26,92 % santri mengikuti teman
Surakarta”.
tidak menggunakan bahasa resmi di ponpes, dan
13,85 % mengikuti teman untuk keluar kompleks
tanpa izin.
15

B. LANDASAN KONSEPTUAL

1. Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi menurut istilah mempunyai beragam makna, seperti yang di

kemukakan Turner bahwa Istilah komunikasi telah menjadi semacam portmanteau

atau istilah yang terbentuk dari dua kata. Dapat dilihat kata komunikasi dalam

bahasa Inggris yaitu communication, dalam bahasa Prancis: communication;

bahasa Latin communication, communicare, communnic yaitu kata com-

(bersama) + munis (diikat). Beberapa kata komunikasi menunjukkan bahwa terdiri

dari dua kata (portmanteau) yang digabungkan menjadi satu. (Rustan & hakki,

2017: 27). Jenis & Kelly menyebutkan Komunikasi adalah suatu proses melalui

mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk

kata-kata), dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya

(khalayak). (Hariyanto & Juniarti, 2019: 18)

Komunikasi berjalan efektif apa bila terdapat persamaan arti antara

komunikator dan komunikan. Menurut Beamer dan Varner (2008: 177) dalam

bukunya intercultural communication menyatakan bahwa komunikasi adalah

suatu proses penyampaian pendapat, pikiran, perasaan kepada orang lain yang di

pengaruhi oleh lingkungan sosial dan budayanya.

Hovland dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, bahwa ilmu

komunikasi adalah: Suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan dengan cara

yang setepat- tepatnya asas-asas pentransmisian informasi serta bentukan opini

dan sikap Effendy (2003: 13). Hovland menjelaskan bahwa tidak hanya cara
16

penyampaian informasi yang menjadi objek studi ilmu komunikasi, Selain itu

terdapat juga pendapat umum (public opinion) dan juga sikap (attitude).

Miller dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar mengatakan

bahwa komunikasi sebagai: Situasi-situasi yang menmungkinkan suatu sumber

mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan didasari untuk

memengaruhi perilaku penerima, Mulayana (2002: 54). Dapat dikatakan bahwa di

dalam komunikasi terjadi proses pertukaran pesan dengan disadari dapat

memengaruhi perilaku komunikan tersebut titik dengan kata lain komunikasi

adalah proses penyampaian pesan yang dapat memengaruhi perilaku seseorang

yang menerima pesan tersebut.

b. Unsur-unsur Komunikasi

Menurut. Wilbur Schramm dan Harold D. Laswell (Romli, 2017: 8)

berpendapat bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan

oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan. Komunikasi pada dasarnya

merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan

saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in

which channel? to whom? with what effect?). berikut model komunikasi Lasswell

who Say what Trough what To whom Effect

pembicaraan (Pesan) (Medium) (Audiens) (Dampak)

Bagan 2.1
Model komunikasi Lasswell
(Sumber : Romli, 2017: 8)
17

Maka dapat disimpulkan pengertian komunikasi adalah suatu aktivitas

manusia memberikan pengaruh atau stimulus terhadap organisme kemudian

organisme tersebut merespon yang dipengaruhi dari lima unsur komunikasi

tersebut. Menurut Harold Lasswell yaitu siapa (who), apa (says what), media

(trough what), untuk siapa (to whom), dampak (effect). Dengan begitu komunikasi

akan berlangsung dengan baik apabila ada kesamaan arti atau makna antara

komunikator yang ditunjukkan kepada komunikan dengan pesan verbal ataupun

non verbal.

Adapun komunikasi memiliki beberapa unsur. Menurut Mulyana yang

dikutip Dwihartanti (2004) sebagai berikut:

1) Komunikator (Pengirim/ Penerima)

Kegiatan komunikator adalah mengirimkan sekalipun menerima

pesan. Jadi fungsi utama komunikator adalah sebagai pengirim pesan.

Pada tahap selanjurnya ketika pesan telah sampai dan mendapat feedback,

maka fungsi komunikator menjadi penerima pesan. Dalam kegiatan

komunikasi, indera berfungsi sebagai alat untuk menangkap rangsangan

dari dalam dan luar (menerima pengetahuan dan pengalaman).

Rangsangan tersebut disebut masukan data mentah input)

2) Pesan

Pesan dari komunikator dapat berupa pesan verbal maupun non

verbal. Pesan tersebut dapat disengaja maupun tidak disengaja. Dengan

demikian ada empat jenis pesan, yaitu: pesan verbal disengaja, pesan

verbal tidal disengaja, pesan nonverbal disengaja, dan pesan nonverbal


18

tidak disengaja. Pesan verbal adalah semua jenis komunikasi lisan yang

menggunakan satu kata atau lebih. Pesan verbal disengaja adalah usaha

yang dilakukan secara sadar untuk menghubungkan dengan orang lain

secara lisan. Pesan verbal tidak disengaja adalah sesuatu yang dikatakan

tanpa bermaksud mengatakan hal tersebut. Pesan nonverbal adalah pesan

yang disampaikan tanpa kata-kata atau selain dari kata yang kita gunakan.

Misal: gerakan tangan, sikap tubuh, cara busana, ekspresi wajah, dan lain-

lain. Pesan non verbal disengaja adalah pesan nonverbal yang ingin kita

sampaikan. Pesan nonverbal tidak disengaja adalah seua aspek nonverbal

dalam perilaku kita yang disampaikan tanpa kita kontrol.

3) Saluran

Saluran dapat berupa alat indera, media massa/elektronik, papan

pengumuman, dan lain-lain.

4) Komunikan (Penerima/ Pengirim)

Komunikan dari komunikator 1, melakukan kegiatan menerima

pesan dari komunikator 1. Selanjurnya komunikan memberikan feedback

atau umpan balik dengan mengirimkan pesan kepada komunikator 1.

Aspek penting dalam penerimaan pesan adalah mendengarkan. Bila

komunikan sedang mendengarkan, ada 4 proses yang dilakukan yaitu

memperhatikan, mendengar, memahami, mengingat.

5) Umpan Balik/ Feedback Umpan balik merupakan balasan atas perilaku

yang diperbuat. Umpan balik menjadi informasi penting mengenai diri

sendiri
19

c. Proses Komunikasi

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahapan, yakni dengan secara

primer dan dengan secara sekunder.

3. Proses Komunikasi Primer

Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pesan yang

dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan simbol

sebagai media atau saluran. Di dalam pola ini terdapat dua lambang yakni

verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kerap kali

digunakan, karena bahasa yang digunakan mampu menyampaikan isi pikiran

komunikator. Sedangkan lambang nonverbal yakni lambang yang digunakan

melalui isyarat dengan menggunakan bahasa tubuh antara lain: mata, kepala,

tangan, bibir dan lain sebagainya.

4. Proses Komunikasi Sekunder

Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh

komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana

sebagai media kedua setelah menggunakan lambang dan simbol.

Penyampaian pesan ini terjadi karena yang menjadi sasaran komunikasi

berada pada jarak yang jauh, sehingga memudahkan akses informasi menjadi

semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi informasi yang

semakin canggih.

Proses komunikasi selalu mempunyai efek dan pengaruh kepada khalayak,

sehingga mengabaikan faktor tanggapan balik. Dalam formula yang dibuat oleh

Lasswell terdapat lima unsur yang dijelaskan, yaitu siapa mengatakan apa, kepada
20

siapa dan apa akibatnya. Tipe yang menggunakan komunikasi ini adalah

komunikasi massa karena lebih mengutamakan saluran sebagai alat penyampaian

pesan.

d. Tipe-Tipe Komunikasi

TABEL TIPE-TIPE KOMUNIKASI

KOMUNIKASI

VOKAL NONVOKAL

KOMUNIKASI VERBAL Bahasa Lisan Bahasa Tertulis


(spoken words) (writte words)

KOMUNIKASI NONVERBAL Nada suara (tone of voice) Isyarat (gesture),


Desah (sighs) Gerakan (movement),
jeritan (screams) penampilan(appearance),
kualitas vokal, ekspresi wajah
(vocal quality) (facial expression)

Tabel 2.1
Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human
Communication, Second Edition, hal.96

Tabel tipe-tipe komunikasi di atas dapat dibaca sebagai berikut:

komunikasi verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah Bahasa lisan,

sedang yang tergolong dalam komunikasi nonvokal adalah bahasa tertulis.

Sementara, komunikasi nonverbal yang termasuk dalam komunikasi.Vokal adalah

nada suara, desah, jeritan dan kualitas vokal; dan yang termasuk dalam klasifikasi

komunikasi nonvokal adalah isyarat, gerakan (tubuh), penampilan (fisik), ekspresi

wajah dan sebagainya.

a. Komunikasi Verbal

Agus M. Hardjana (2003: 23) berpendapat pada bukunya yang berjudul

Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Intrapersonal, bahwa: Komunikasi


21

verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata- kata, entah lisan maupun

tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia.

Melalui kata- kata mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan,

atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta

menjelaskannya, saling bertukar pikiran dan pemikiran, saling berdebat dan

bertengkar.

Agus M. Hardjana (2003: 23) menyebutkan unsur- unsur terpenting pada

komunikasi verbal yaitu:

1. Bahasa

2. kata.

b. Komunikasi Non verbal

Julia T. Wood (2009: 131) dalam bukunya Communication in Our Lives,

menjelaskan komunikasi non verbal adalah:

“Nonverbal communication is all aspects of communication other than


words themselves. It includes how we utter words (inflection, volume),
features, of environments that affect interaction (temperature, lighting), and
objects that influences personal images and interaction patterns (dress,
jewelry, furniture”.
Artinya komunikasi non verbal adalah semua aspek komunikasi selain kata-

kata sendiri. Ini mencakup bagaimana kita mengucapkan kata- kata (infleksi,

volume), fitur, lingkungan yang memengaruhi interaksi (suhu, pencahayaan), dan

benda- benda yang memengaruhi citra pribadi dan pola interaksi (pakaian,

perhiasan, mebel) (Julia, 2009: 131).


22

Unsur unsur komunikasi nonverbal yaitu:

1. Bahasa Tubuh

Bahasa tubuh adalah kegiatan menyampaikan pesan melalui raut wajah, gerak-

gerik tubuh untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran dari individu..

2. Tanda

Tanda dalam komunikasi nonverbal adalah gambar yang menunjukkan makna

dari kata-kata.

3. Tindakan/ Perbuatan

Yang dimaksud tindakan atau perbuatan dalam komunikasi nonverbal adalah

perilaku yang menghantarkan makna.

4. Objek

Objek di dalam komunikasi nonverbal adalah sesuatu barang yang dapat

menggantikan kata-kata.
23

2. Pola Komunikasi

Kata pola komunikasi berasal dari dua suku kata yakni pola dan

komunikasi. Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 885) dapat

diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan dalam kamus Ilmiah

Popular pola dapat diartikan sebagai model, contoh, pedoman (rancangan).

Diantara orang-orang yang berada dalam suatu organisasi akan terjadinya saling

pertukaran pesan, pertukaran pesan ini melalui jalan tertentu yang dinamakan pola

aliran informasi atau jaringan komunikasi. Peranan individu dalam sistem

komunikasi ditentukan oleh hubungan struktur antara satu individu lainnya dalam

organisasi. Hubungan ini ditentukan oleh pola hubungan interaksi individu dengan

aliran informasi dalam jaringan komunikasi. (Masmuh, 2008 : 56-57).

Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhana dari proses

komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi

dengan komponen lainnya (Soejanto, 2005 : 27). Menurut Syaiful Bahri (2004 : 1)

pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau

lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat

sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Pola komunikasi adalah sistem

penyampaian pesan komunikasi dari komunikator kepada komunikan dengan

maksud untuk mengubah pendapat, sikap maupun perilaku komunikan. Sistem

penyampaian pesan didasarkan pada penggunaan sejumlah teori-teori komunikasi

dalam menyampaikan pesan langsung ataupun melalui perantara media tertentu,

pesan komunikasi disampaikan melalui lambang (symbol) komunikasi dalam


24

bahasa verbal maupun nonverbal serta media komunikasi lainnya seperti media

teknologi informasi, media radio visual, surat kabar, majalah dan lain-lain.

Menurut Griffin (2012), terdapat berbagai pola komunikasi dalam kelompok

kerja yang dapat diidentifikasi, diantaranya adalah :

1) Pola Komunikasi Roda (wheel)

Pola roda (wheel), yaitu pola komunikasi yang

menggambarkan dari satu sumber untuk kemudian

pesan disebarkan kepada yang lain dari sumber

tersebut. Pola komunikasi seperti ini biasanya

dilakukan oleh sebuah kelompok di mana pemimpin

memiliki kontrol penuh terhadap seluruh anggota.

Sumber informasi yang didapatkan hanya melalui pemimpin yang menjadi satu-

satunya sumber informasi. Dalam pola roda semua komunikasi mengalir melalui

satu individu sentral yang biasanya diungkapkan pemimpin kelompok (Griffin,

2012).

Jaringan komunikasi berbentuk roda menggambarkan bagaimana aliran

informasi itu bersumber dari sentral A (sentralisasi). Dari A informasi itu

dialihkan kepada B atau C, D, dan E lalu masing-masing merespons kembali

informasi itu kepada A, inilah jaringan komunikasi yang formal. Jika terjadi

hubungan di antara A, C, D, dan E maka hubungan itu bersifat informal. (Liliweri,

2014 : 387)
25

2) Pola Komunikasi Y

Pola komunikasi Y, sekalipun sumber informasi berasal dari


A B
satu sumber, tetapi dalam proses penyebarannya kepada seluruh
C
anggota tidak selalu harus melalui dirinya. Informasi tersebut dapat
D
disebarkan melalui dirinya maupun melalui anggota yang lain. Pola

komunikasi yang dilakukan dalam sebuah kelompok di mana


E
pemimpin melakukan delegasi atau pelimpahan wewenang atau kepercayaan

kepada sebagian dari anggota kelompoknya. Memiliki tingkat sentralisasi lebih

rendah yakni dua orang dekat dengan pusat.

3) Pola Komunikasi Rantai (chain)


A
Pola rantai (chain), yaitu pola yang menawarkan aliran informasi

B yang lebih seimbang antar anggota meski dua individu hanya

C berinteraksi dengan satu orang lain. Kelemahan ini teratasi dengan pola

lingkaran (Griffin, 2012). Pola komunikasi ini menunjukkan bahwa


D

tingkat kepercayaan pemimpin kepada bawahan sangat tinggi atau


E
bahkan pemimpin benar-benar memberikan kewenangan kepada anggotanya

untuk menyampaikan informasi, namun setiap anggota hanya dapat menerima dan

memberi informasi maksimum dengan dua orang saja. Biasanya berlaku ketika

sebuah pekerjaan dalam kelompok lebih bersifat berkesinambungan atau

berkelanjutan. Pola komunikasi bersambung ini biasanya berlaku ketika sebuah

pekerjaan dalam kelompok lebih bersifat berkelanjutan.


26

4) Pola Komunikasi Lingkaran (circle)

Pola lingkaran (circle), yaitu pola komunikasi yang


A
dibangun seperti pola berkelanjutan namun lebih bersifat

E B tertutup. Artinya pada akhirnya pemberi pesan akan

mengevaluasi hasil-hasil dan implikasi dari pesan pertama

D C yang ia kirimkan dari orang terakhir yang menerima pesan.

Jaringan komunikasi berbentuk lingkaran menggambarkan bagaimana aliran

informasi itu bersumber dari seseorang-siapa saja yang mengambil inisiatif

memulainya (komunikator)-misalnya A kepada B, dilanjutkan kepada C dan D,

dikembalikan lagi kepada A, dan seterusnya. (Liliweri, 2014 : 387).

5) Pola Komunikasi Menyeluruh (all Channel)

Pola Menyeluruh (all Channel), yaitu seluruh

anggota dan pemimpin memiliki kesempatan yang sama


A
untuk menyampaikan pesan atau informasi sebagai bentuk

D B komunikasi yang dilakukan. Pola komunikasi seperti ini

biasanya terjadi dalam momen-momen seperti rapat,

E
diskusi, atau juga dalam sebuah kelompok yang bersifat
C
partisipatif.

Kelebihan dari pola ini adalah bahwa bias informasi akan terminimalkan

karena setiap orang mendapatkan klarifikasi informasi dari seluruh anggota

organisasi. Pola ini yang paling terdesentralisasi memungkinkan terjadinya aliran

informasi secara bebas di antara semua anggota kelompok. Semua orang dapat

berpartisipasi secara adil.


27

Jaringan komunikasi ini menggambarkan bagaimana aliran informasi itu

bersumber dari salah satu sumber, misalnya A ke semua arah dan direspon

kembali kepada A. Di sini terlihat, setiap orang dapat menjadi sumber dan sasaran

dari informasi. (Liliweri, 2014 : 388).

3. Perilaku Komunikasi

Perilaku komunikasi di dalam suatu kelompok adalah aktivitas

berkomunikasi baik tindakan komunikasi verbal maupun non verbal kata biasa

disebut dengan perilaku komunikasi verbal dan perilaku komunikasi nonverbal

yaitu semua jenis pesan melalui kata-kata atau simbol-simbol yang berarti sama.

LaPierre (dalam Azwar, 2015: 5) mendefinisikan sikap suatu pola perilaku,

tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam

situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli social

yang telah terkondisikan. Oleh sebab itu, komunikasi verbal adalah komunikasi

yang menggunakan kata-kata, lisan ataupun tulisan dengan menggunakan bahasa.

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol

yang dipahami seluruh anggota kelompok tersebut. Dalam proses komunikasi

kelompok, bentuk diskusi atau percakapan tidak hanya menggunakan bahasa

verbal akan tetapi mereka juga menggunakan simbol-simbol atau isyarat untuk

mengganti kata kata.

Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-

ahli ilmu sosial berulangkali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan

menghambat perkembangan kepribadian (Davis, 1940; Wasserman, 1924).

Antropolog terkenal, Ashley Montagu (1967: 450). dengan tegas menulis: "The
28

most important agency through which the child learns to be human is

communication, verbal also noverbal.”. Komunikasi amat erat kaitannya dengan

perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.

Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya psikolog, mendefinisi kan komunikasi

sebagai "the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli

(usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience)”

(1953:12). Dance (1967) mengartikan “komunikasi dalam kerangka psikologi

behaviorisme sebagai usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang

verbal”

Kelompok pemikiran yang diwakili oleh para ahli seperti LaPierre (1934),

Bogardus (1931), Chave (1928), Gordon Allport (1935) dan Mead (1934), tokoh

terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian (dalam Azwar,

2015: 5) yang pendapat mereka tentang sikap jauh lebih rumit, menurut kelompok

pemikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu

objek dengan cara-cara tertentu. Proses mental yang terjadi dalam diri manusia

tidak dapat kita amati secara langsung. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan tentang

apa apa yang bisa menyebabkan seseorang yang berperilaku tertentu yaitu

berdasarkan apa yang ditampilkan orang tersebut. Perilaku seseorang dapat pula

disebut tingkah laku, segala bentuk kegiatan individu yang bereaksi terhadap

stimulus atau rangsangan. Rangsangan dapat berasal dari luar lingkungan taupun

dari dalam dirinya sendiri. Tindakan dan stimulus merupakan hubungan sebab

akibat.
29

Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam (Rosyiana, 2019: 25),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon,

maka teori skiner disebut teori S-O-R atau stimulus-organisme-respon.

Mengenai perilaku, maka perilaku individu dapat ditentukan oleh beberapa

aspek kebutuhan untuk memenuhi suatu tujuan atau tindakan akhir yang sangat

disukai suatu objek. Moefad (2007: 17) berpendapat tentang perilaku, perilaku itu

terjadi karena adanya dorongan-dorongan yang kuat dari diri dalam diri seseorang

itu sendiri yang difikirkan, dipercayai dan apa yang di rasakan, dorongan-

dorongan itu yang disebut motivasi. Motivasi adalah faktor yang menyebabkan

suatu aktifitas tertentu menjadi dominan jika di bandingkan dengan aktifitas-

aktifitas lainnya. Jika diamati perilaku manusia pada kehidupan pribadi atau

Kehidupan antarpersonal sebenarnya bertanya tentang Mengapa individu memilih

dan menolak suatu tindakan, lalu mengapa mereka mempertahankan tindakan

tersebut walaupun banyak rintangannya. Tingkah laku individu dapat dipengaruhi

oleh motivasi positif dan negatif, hal ini yang mendorong individu untuk

bertindak mendekati kondisi atau objek yang diinginkan dengan kata lain hasrat

dan kebutuhannya.

George A. Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya

“Psychology is the science that attempts to describe, apa /a predict, and control

mental and behavioral events” (Miller, 1974:4). Dengan demikian, psikologi


30

komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan

mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi.

a. Faktor yang memengaruhi perilaku komunikasi

Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) :

1. Faktor biologis

Perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram

secara genetis dalam jiwa manusia

2. Faktor sosiopsikologis,

Karena manusia mahluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh

beberapa karakteristik yang memengaruhi perilakunya.

4. Teori S-O-R

Penelitian ini model yang digunakan adalah model S-O-R (Stimulus,

Organism, Respon). Teori S-O-R yaitu Stimulus-Organisme-Response. Prinsip

dari teori ini adalah respon yang merupakan reaksi balik dari individu ketika

menerima stimuli dari media. Seseorang dapat mengharapkan atau

memperkirakan suatu kaitan efek antara pesan-pesan media massa dan reaksi

audiens, dapat juga dikatakan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus

terhadap stimulus respon, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan

memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Teori ini semula

berasal dari psikologi, yang kemudian menjadi teori dalam komunikasi. Hal ini

merupakan hal yang wajar karena objek material dari psikologi dan ilmu

komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi


31

komponenkomponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, afektif, dan konasi (Effendy,

2003: 225).

Teori ini merupakan perkembangan dasar dari model Stimulus – Response

(SR) dengan asumsi dasar bahwa media massa menimbulkan efek yang terarah,

segera dan langsung terhadap komunikan. Model ini menunjukkan bahwa

komunikasi merupakan proses aksi dan reaksi. Teori ini mengasumsikan bahwa

suatu stimulus (kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol) tertentu akan

merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu juga.

Teori ini meliputi 3 unsur yang penting, yaitu:

1) Pesan atau stimulus ( S )

2) Komunikan atau organisme ( O )

3) Efek atau respons ( R )

Teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus

(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus

yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus

dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor

reinforcement memegang peranan penting. Stimulus atau pesan yang disampaikan

kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan

berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan

mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.

Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan

untuk mengubah sikap. Jadi bisa dilihat bahwa perilaku dapat berubah hanya jika
32

stimulus yang menerpa benar-benar melebihi dari apa yang didalamnya. (Effendy,

2003: 225).

Penerapan dalam penelitan ini yaitu mengenai Perilaku komunikasi toxic

friendship dengan teman sebaya maka dapat ditentukan sebagai berikut:

Adapun keterkaitan model SOR (Stimulus, Organism, Respon) dalam

penelitian ini adalah :

1) Stimulus yang di maksud adalah Perilaku Komunikasi Toxic Friendship

2) Organisme yang dimaksudkan adalah Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-

2016 Universitas Muhammadiyah Makassar.

3) Respon yang dimaksud adalah efek/respon dari Mahasiswa Fisipol

angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar.

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan

perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi

dengan organism. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (soerces) misalnya

kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan

perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Teori SOR (Stimulus,

Organism, Response) merupakan proses komunikasi yang menimbulkan reaksi

khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian

antara pesan dan reaksi komunikan. Unsur-unsur pada model ini adalah pesan

(Stimulus), komunikan (Organism), dan efek (Response) (Effendy, 2003:254).


33

5. Toxic Friendship

a. Pengertian Toxic Friendship

Suzzane seorang penulis buku dan konselor psikologi menjelaskan dalam

Toxic Friendship: “Knowing the Rules and Dealing with the Friends Who Breaks

Them” (2015), ia menuliskan dalam Psychologytoday.com bahwa seorang teman

yang beracun sering kali mendatangi seseorang bila sedang membutuhkan sesuatu

saja, juga berusaha mengisolasi sesesorang dari kawan-kawannya yang lain, selalu

merasa iri, memfitnah orang lain demi menjaga eksklusivitas pertemanan, dan

hobby berkompetisi.

Sejalan dengan pendapat Suzzane, (Gilliard, 2016: 2) lebih fokus

mendefinisikan Toxic friend pada dampak yang diberikan yaitu “If anything that

is done to you by your friend causes stress, hair loss, weight loss, weight gain,

anxiety, depression, anger and other health issues, it is Toxic. If your friend

makes you feel like hurting somebody, then you are in a Toxic relationship”

Jika diterjemahkan secara bebas maka Toxic friends adalah sesuatu yang

dilakukan oleh teman anda dan menyebabkan anda stress, rambut rontok, berat

badan berkurang, berat badan bertambah, kecemasan yang berlebihan, depresi,

kemarahan dan masalah kesehatan lainnya maka itu disebut beracun. Jika teman

anda membuat anda harus merasa menyakiti orang lain maka anda terjebak dalam

hubungan yang beracun.

Tidak berbeda jauh dengan pendapat Suzzane dan Gilliard, Yager (2006:

29-31) menyebutkan bahwa Toxic friendship disebut juga persahabatan semu.

Toxic friendship adalah jenis persahabatan yang merusak dan berbahaya, serta
34

bersifat satu arah. Persahabatan semu tidak ada saling berbagi, tidak ada

kebersamaan, tidak ada kasih sayang hanya memikirkan diri sendiri,

menguntungkan satu pihak dan selalu berusaha membuat segala hal berakhir

dengan buruk.

Beberapa definisi di atas terlihat bahwa terdapat kesamaan dalam setiap

definisi maka, Toxic friendship adalah hubungan persahabatan yang beracun dan

tidak sehat serta hanya menguntungkan di satu sisi dan merugikan di satu sisi

lainnya. Tak hanyaitu, persahabatan beracun hanya datang ketika membutuhkan

saja dan berusaha mengisolasi dari hubungan sosial lainnya. Persahabatan beracun

dapat menyebabkan trauma, stress, kecemasan yang berlebihan, depresi,

kemarahan, rasa tidak aman dan gangguan kesehatan lainnya.

b. Ciri-Ciri Perilaku Toxic Friendship

Yager (2006: 88-89) menyebutkan terdapat beberapa ciri-ciri Peilaku

Toxic friendship, di antaranya:

a) Pengkritik, tidak dapat menghargai hasil karya atau prestasi yang dicapai
oleh orang lain, merasa cemburu karena orang lain lebih sukses dan lebih
baik dibandingkan dirinya, serta mencoba merendahkan dengan
mengatakan hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai orang lain.
b) Tidak Ada Empati, Artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami
dari sudut pandang seseorang untuk merasakan, menyayangi dan
menunjukkan simpati kepada orang lain.
c) Keras Kepala, Artinya tidak mau mendengar kata orang lain, menganggap
pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui bahwa dirinya salah, tidak
mau mengalah, enggan untuk meminta bantuan orang lain.
d) Selalu Bergantung, Artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak bisa
hidup mandiri, selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu
membutuhkan bantuan dari orang lain, serta takut akan kehilangan orang
lain.
35

Memperkuat pendapat Yager, White (2015) yang dilansir

Psychologytoday.com menambahkan beberapa ciri-ciri Toxic friendship, di

antaranya:

a) “Your friend only seems to “like you” or want to spend time with you when
he or she needs something from you” jika diterjemahkan secara bebas
artinya teman anda terlihat menyukai anda atau ingin menghabiskan waktu
bersama anda saat teman anda membutuhkan sesuatu dari anda.
b) “Your friend tries to isolate you from other relationships in you life,
perhaps by badmouthing romantic partners or other friends” jika
diterjemahkan secara bebas artinya teman anda berusaha untuk
memisahkan anda dari hubungan sosial dalam hidup anda, mungkin
mengatakan hal buruk tentang pasangan atau teman yang lainnya.
c) “You find yourself trying to make excuses for your friend’s behavior or to
defend him or her from other friends who more clearly see their
shortcomings or poor treatment of you” jika diterjemahkan secara bebas
artinya anda sadar mencoba membuat alasan atas perilaku teman anda atau
membela teman anda dari teman-teman lain yang lebih jelas melihat
kekurangan atau perlakuan yang buruk dari teman anda.
d) “Friends who monopolize conversations or only want to discuss their own
lives and experiences, without giving you time to share your perspectives
or feeling” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang
memonopoli pembicaraan atau hanya ingin membicarakan kehidupan dan
pengalaman mereka, tanpa memberi anda waktu untuk berbagi pemikiran
ataupun perasaan anda.
e) “Friends who view you as “competition” in any activity may be future
Toxic friends, depending on how far they push their competitive spirit”
jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang memandang anda
sebagai “saingan” dalam segala aktivitas, tergantung dimasa mendatang
seberapa jauh teman bercun akan mendorong semangat kompetitif mereka.
f) “Friends who are not shy about asking to borrow money but are slow to
return it should be reminded that friendship and banking are two separate
functions” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang tidak malu
untuk meminjam uang tetapi terlambat dalam mengembalikannya, ingat
pertemanan dan perbankan adalah dua fungsi yang berbeda/terpisah.

Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat dipahami bahwa terdapat seseorang yang

mengambil keuntungan mengatasnamakan persahabatan bagi dirinya sendiri

namun merugikan bagi orang lain. Pasalnya persahabatan yang dilakukan sudah

dari awal tidak didasari dengan niat yang baik maka akibatnya pun buruk. Hanya
36

menguntungkan disatu pihak dan merugikan disatu pihak serta dapat

menyebabkan gangguan kesehatan yang serius.

c. Penyebab Toxic Friendship

Yager (2006: 137-144) menyebutkan ada beberapa penyebab terjadinya

Toxic friendship, di antaranya:

a.) Rasa Percaya Diri Rendah

Menurut Yager (2006: 137) rasa percaya diri rendah adalah sebuah masalah

di mana dirinya merasa tidak pantas menjadi sahabat untuk orang lain, dirinya

merasa sadar diri akan kekurangannya yang terlalu berlebih dan membuat

sahabatnya mendorong untuk menjauhkan diri darinya. Seseorang dengan rasa

percaya diri rendah akan berusaha merendahkan dirinya sendiri, juga akan

merendahkan orang lain yang menjadi sahabatnya. Rasa percaya diri rendah dapat

mengakibatkan seseorang menyabotase persahabatannya maupun menghindari

persahabatan sama sekali.

b.) Tantangan Keakraban

Menurut Yager (2006: 138) keakraban merupakan memperat suatu

hubungan yang berawal dari kenalan menjadi biasa menjadi dekat hingga menjadi

sahabat. Dalam hubungan terdapat tantangan keakraban di mana seseorang ingin

menghasilkan sebuah persahabatan dari sebuah ikatan. Berbagi perasaan, bertukar

ide maupun pikiran satu sama lain, namun disatu sisi keakraban membuka potensi

timbulnya rasa kehilangan, kecewa dan sakit, sehingga pada akhirnya terasa berat

untuk mengakhiri sebuah persahabatan tersebut.


37

c.) Memahami Isyarat

Menurut Yager (2006: 140) dalam komunikasi terdapat pesan nonverbal

yaitu semua isyarat yang bukan kata-kata. Dalam konteks ini hubungan

persahabatan dalam masa-masa harus diakhiri. Maka perlunya memahami sebuah

isyarat agar mulai memudarkan rasa persahabatan sebelum berakhir pada

pengkhianatan.

d.) Depresi

Menurut Yager (2006: 141-142) depresi merupakan kondisi medis yang

berupa suasana hati yang buruk secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap

segala hal dan merasa kekurangan energi. Seseorang yang mengalami depresi

dapat memberikan pengaruh buruk bagi lingkungan sekitar, tidak terkecuali pada

hubungan persahabatan. Penderita depresi dapat bertingkah laku yang berbahaya

meski pada sahabatnya sendiri, contohnya berkhianat, tidak dapat berkata jujur,

pemarah dan lain sebagainya.

e.) Kepribadian

Menurut Yager (2006: 143-144) kepribadian atau tempramen dapat

menyebabkan seseorang dengan mudah berkhianat atau dikhianati. Penyebabnya

bisa dalam diri sendiri maupun orang lain, bagaimana dia bersikap seolah semua

baik-baik saja, dan beranggapan bahwa tidak selamanya sahabat harus

menghabiskan waktu bersama-sama, perlunya waktu untuk pribadi masing-

masing.
38

d. Dampak Toxic Friendship

Yager (2006: 93-116) menyebutkan dampak dari Toxic friendship, di

antaranya:

1) Kompetisi berlebih

2) Kecemburuan

3) Balas dendam

4) Kemarahan

5) Penghianatan

6) Depresi

7) Insecure (rasa tidak aman)

maka secara sederhana dampak Toxic friendship terdapat delapan, di

antaranya:

a.) Kompetisi berlebih

Yager (2006: 111-112) menyebutkan bahwa dalam setiap hubungan sedikit

sifat kompetitif merupakan hal normal, selagi tidak meremehkan prestasi dari

masing-masing maka tidak akan berbahaya. Namun berbeda halnya ketika

kompetisi berada di luar kendali maka membuka jalan untuk saling menjatuhkan

satu sama lain, tidak menghargai, tidak peduli, bersikap acuh serta mengecilkan

arti kesuksesan sahabat merupakan bentuk dari bertindak buruk.

b.) Kecemburuan

Yager (2006: 103-107) menyebutkan bahwa kecemburuan adalah faktor

utama di belakang persahabatan yang dilihat sebagai hal negatif. Cemburu adalah

mengenai kesuksesan atau contoh yang diberikan untuk mengusik hati seseorang
39

yang memunculkan kebutuhan untuk membuat orang lain merasa buruk.

Kecemburuan dapat menyebabkan konfrotasi dan menginspirasi untuk balas

dendam.

c.) Balas Dendam

Yager (2006: 95-97) menyebutkan bahwa balas dendam merupakan

tindakan terakhir yang disebabkan oleh kompetisi berlebih, kecemburuan, iri

maupun kemarahan yang sudah melewati batas. Balas dendam merupakan reaksi

dari perasaan yang tidak berdaya untuk memengaruhi orang lain supaya

menyukai, menginginkan, menghargai maupun mengakui diri kita.

d.) Kemarahan

Yager (2006: 95-97) menyebutkan bahwa balas dendam merupakan

tindakan terakhir yang disebabkan oleh kompetisi berlebih, kecemburuan, iri

maupun kemarahan yang sudah melewati batas. Balas dendam merupakan reaksi

dari perasaan yang tidak berdaya untuk memengaruhi orang lain supaya

menyukai, menginginkan, menghargai maupun mengakui diri kita.

e.) Pengkhianatan

Yager (2006: 93-94) menyebutkan bahwa pengkhianatan merupakan

tindakan paling akhir dari balas dendam, dalam konteks ini kecemburuan,

kompetisi berlebihan, serta kemarahan sudah terlalu meluap dan mengakibatkan

perasaan kecewa pada teman sendiri dan menganggap semua ini karena kesalahan

teman. Pengkhianatan terjadi karena ada rasa ketidakmampuan dalam diri untuk

mengakui prestasi teman sendiri serta perasaan kecewa karena prestasi yang

dimiliki tidak sebanding dengan teman sendiri.


40

f.) Insecurity (Rasa Tidak Aman)

Menurut Greenberg (2015) dalam Psychologytoday.com mendefinisikan

insecurity :

“The kind of childhood you had, past traumas, recent experiences of failure
or rejection, loneliness, social anxiety, negative beliefs about yourself,
perfectionism, or having a critical parent or partner can all contribute to
insecurity” jika diterjemahkan secara bebas maka insecurity merupakan
perasaan di mana dipengaruhi oleh masa kecil yang dimiliki, trauma masa
lalu, pengalaman akan kegagalan dan penolakan, kesendirian, kecemasan
sosial, pandangan negatif akan diri sendiri, perfeksionis, atau mempunyai
orang tua atau pasangan yang pengkritik.
41

6. Kualitas Persahabatan/ Pertemanan

a. Pengertian Kualitas Persahabatan/ Pertemanan

Menurut Rachel Morrison (2007), Mempunyai sahabat hampir secara umum

dianggap sebagai hal yang baik, karena persahabatan dapat memperbanyak

wawasan, saling mendukung dan memperkaya hubungan sosial. Persahabatan

dapat memengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Persahabatan

yang positif akan membawa individu menjadi pribadi yang yang lebih positif

dalam kehidupannya. Namun sebaliknya, persahabatan yang negatif akan

membawa seseorang menjadi tampak lebih buruk. Rachel Morrison (2007)

persahabatan dalam organisasi yang positif dapat memberikan dukungan dan

sosialisasi yang baik pada umumnya, sebaliknya persahabatan juga bisa

mendatangkan kecemasan dan gangguan yang dapat memperburuk sikap kita.

Maka bisa dikatakan pergaulan yang buruk dapat memengaruhi kebiasaan yang

baik.

Rachel Morrison (2007) berpendapat bahwa persahabatan di kampus

dianggap lebih mendominasi ke arah yang positif, namun tidak bisa dipungkiri

akan menimbulkan konflik maupun stres. Kualitas persahabatan bisa dilihat dari

bagaimana mereka saling membantu, bertukar informasi, bersenang-senang

bersama, serta cara menangani konflik.

Menurut Rachel Morrison & Terry Nolan (2007: 34), Dimensi dari

Friendship Quality memiliki unsur keakraban (intimacy), rasa percaya (mutual

trust) dan rasa simpati (sympathy).


42

Menurut Berndt (2002: 7-10) bahwa kualitas pertemanan adalah

meningkatnya perilaku saling membantu, perilaku positif, keakraban dan lainnya,

serta menurutnnya tingkat persaingan, konflik dan bentuk perilaku negatif lainnya

sehingga kualitas pertemanan memengaruhi keberhasilan remaja dalam

berinteraksi dengan teman sebaya.

Berdasarkan uraian diatas tentang kualitas persahabatan dapat ditarik

simpulkan bahwa persahabatan yang berkualitas adalah keadaan baik atau

buruknya suatu hubungan emosional antara sahabat yang dilandasi oleh rasa

saling percaya, saling berbagi, saling memberikan dukungan, keintiman dan

keterbukaan.

b. Aspek-Aspek Yang Memengaruhi Kualitas Pertemanan

Aspek-aspek kualitas pertemanan menurut Asher dan Parker (1993: 611-

621) adalah :

a) Pengakuan dan saling menjaga

b) Terjadinya konflik

c) Pertemanan dan rekreasi

d) Membantu dan memberi petunjuk

e) Berbagi pengalaman dan perasaan

f) Pemecahan konflik
43

c. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kualitas Pertemanan

Faktor-faktor pembentukan kualitas pertemanan menurut Baron & Byrne

(2011: 9-10), yaitu:

a) Ketertarikan secara fisik dan kepribadian yaitu aspek yang penting untuk

mengawali sebuah hubungan karena sebelum perkenalan akan ada rasa

ketertarikan fisik dan kepribadian dari masing-masing remaja

b) Kesamaan adalah salah satu alasan untuk mempersatukan antar individu

untuk mengawali suatu hubungan.

c) Timbal balik adalah salah satu aspek persahabatan yang memiliki rasa

saling menguntungkan di dalamnya.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

pembentuk kualitas pertemanan adalah ketertarikan secara fisik, kerapian, mampu

berpikir inisiatif, bersikap sopan, selalu jujur, penolong, adanya kesamaan dan

adanya hubungan timbal balik antara pertemanan.

d. Ciri-Ciri Yang Memengaruhi Kualitas Pertemanan

Menurut Berndt (2002: 7-10) ciri-ciri kualitas pertemanan sebagai berikut :

a.) Self disclosure(pembukaan diri)


Dalam hubungan pertemanan harus ada keterbukaan dalam berbagai hal baik
itu tentang pikiran dan perasaan yang paling pribadi serta saling
menceritakan segalanya.
b.) Intimacy (keakraban)
Dalam hubungan pertemanan remaja sering memberitahu kepada temanya
tentang dirinya sendiri.
c.) Self esteem support (dukungan harga diri)
Dalam hubungan pertemanan harus bisa memuji satu sama yang lain serta
mendorong teman untuk keberhasilan setelah mengalami kegagalan.
d.) Loyality (kesetiaan)
Dalam sebuah kualitas pertemanan remaja akan membela satu sama lain
serta melawan jika terdapat masalah dengan orang lain.
44

e.) Prosocial behavior (perilaku sosial)


Dalam sebuah pertemanan remaja belajar dari teman untuk penyesuaian
sosial pada remaja tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri yang dikemukan oleh Berndt dapat disimpulkan

kualitas perteman itu kesetiaan, pembukaan diri, dukungan harga diri, keakraban,

dan perilaku sosial.

e. Fungsi Persahabatan

Menurut Gottman dan Parker dalam Dariyo (2004: 130-131) dan Davis

dalam Fauziah (2014: 85) menjelaskkan bahwa tedapat 6 fungsi persahabatan

yaitu:

a) Companionship: berarti individu harus bersedia mengorbankan diri dari


segi tenaga, waktu, dan memungkinkan biaya dengan sukarela demi
bersama.
b) Stimulation: berarti persahabatan dapat memberikan informasi agar
dapat memacu bakat atau pun potensi untuk lebih berkembang melalui
persahabatan seseorang memperoleh informasi yang menarik,
c) Physical Support: artinya dukungan fisik untuk seseorang dalam
menangani masalah dalam kehidupannya.
d) Ego Support: dukungan antara individu yang menjalin hubungan
persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu. Dengan dukungan dan
perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan moral, motivasi dan
semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya
e) Sosial Comparison: Ketika sahabat membandingkan diri dengan
kekurangan orang lain maka persahabatan dapat memberi stimulasi yang
positif bagi sahabat agar lebih berkembang menjadi pribadi yang lebih
baik.
f) Intimacy/ affection: tanda persahabatan sejati adalah adanya ketulusan,
kehangkatan dan keakraban antara satu dan yang lain. walaupun ada
perbedaan pemikiran, sikap ataupun perilaku. Perbedaan itulah yang
menjadi dasar untuk merasa saling membutuhkan dukungan emosional
dan dukungan sosial supaya tetap terjalin keakraban, kehangkatan, dan
keintiman.
45

7. Konsep Dasar dan Definisi Oprasional

No. Konsep Devini Operasional

1. Persahabatan Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu


Hubungan akrab antara seseorang dengan orang lainnya.
Teman merupakan salah satu yang berpengaruh besar
terhadap perilaku dan corak kehidupan seseorang. Suatu
pertemanan akan menimbulkan kebaikan dan keburukan
sekaligus. Maksudnya, jika berteman dengan orang baik
maka kita akan terpengaruh menjadi orang baik pula,
sebaliknya jika kita berteman dengan orang-orang yang
buruk maka kita terpengaruh menjadi buruk pula (Dariyo,
2004: 47).
2. Teman Sebaya Teman sebaya atau rekan adalah anak-anak dengan
tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama.
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya
adalah untuk memberikan sumber informasi dan
komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui
kelompok teman sebaya anak-anak yang menerima
umpan balik dari teman-teman mereka tentang
kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang
harus mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada
teman-peserta, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang
anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit
dilakukan dalam keluarga karena Saudara-Saudara
kandung lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya)
(Santrock, 2004: 287).

Tabel 2.2
Konsep Dasar dan Definisi Operasional
C. KERANGKA PIKIR

RESPOND
STIMULUS
ORGANISME
Dampak Toxic Friendship
Perilaku Komunikasi toxic
MAHASISWA FISIPOL
friendship  kompetisi berlebih,
ANGKATAN 2015-2016  kecemburuan
 Pengkritik UNIVERSITAS  balas dendam
MUHAMMADIYAH  kemarahan
 Tidak ada empati MAKASSAR  penghianatan
 depresi
 Keras kepala
 insecure (rasa tidak aman)
 Selalu bergantung

46
47

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian ini terfokus pada studi Perilaku

Komunikasi Toxic Friendship dengan teman Sebaya di Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Alasan penulis memilih

tempat ini karena seringnya terjadi konflik yang tidak disadari oleh pelaku Toxic

atau pun korban, dan pengaruh atau dampak dari perilaku tersebut.

E. Deskripsi Fokus

Agar penelitian ini lebih terarah dan mudah dalam pencarian data,maka

terlebih dahulu ditetapkann fokus dalam penelitian yaitu:

1. Perilaku komunikasi

Perilaku komunikasi pada dasarnya merupakan perilaku manusia dalam

kegiatan- kegiatan komunikasi.

2. Toxic Friendship

Toxic friendship adalah hubungan pertemanan yang merugikan salah satu sisi.

Sementara itu, sisi satunya lebih banyak diuntungkan karena adanya satu sisi

yang telah ia rugikan.

3. Teman sebaya

Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-

kira sama.

4. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata kata bahasa

lisan maupun tulisan.


48

5. Komunikasi non verbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol

atau isyarat yang dipahami seluruh anggota kelompok.

6. Pengkritik,

Pengkritik adalah perilaku tidak dapat menghargai hasil karya atau prestasi

yang dicapai oleh orang lain, merasa cemburu karena orang lain lebih sukses

dan lebih baik dibandingkan dirinya, serta mencoba merendahkan dengan

mengatakan hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai orang lain.

7. Tidak Ada Empati,

Tidak ada empati artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami dari

sudut pandang seseorang untuk merasakan, menyayangi dan menunjukkan

simpati kepada orang lain.

8. Keras Kepala,

Keras kepla artinya tidak mau mendengar kata orang lain, menganggap

pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui bahwa dirinya salah, tidak

mau mengalah, enggan untuk meminta bantuan orang lain.

9. Selalu Bergantung,

Selalu bergantung artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak bisa hidup

mandiri, selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu membutuhkan

bantuan dari orang lain, serta takut akan kehilangan orang lain.

10. Dampak perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman sebaya.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Lokasi

Berdasarkan judul penelitian ini, maka penelitian ini berlokasi di

Universitas Muhammadiyah Makassar. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut

karena melihat seringnya terjadi konflik sosial dan konflik menjadi suatu yang

sangat penting untuk mendapatkan perhatian lebih dan membangun kesadaran

mahasiswa akan pentingnya gaya pertemanan. Oleh karena itu, peneliti merasa

tertarik melakukan penelitian mengenai Perilaku Komunikasi Toxic Friendship

dengan teman sebaya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Makassar (Fisipol Unismuh Makassar). Waktu yang akan

digunakan dalam proses penelitian ini berkisar selama kurang lebih dua bulan

B. Jenis Dan Tipe Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penulis menggunakan metode kualitatif, Menurut Sugiyono (2012: 15),

metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai

instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

(gabungan).

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini yaitu bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif

yaitu peneliti berusaha mengungkapkan suatu realita atau fakta fenomena sosial

tertentu sebagai mana adanya dengan memberikan refleksi dengan objektif

49
50

tentang Perilaku Komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya di Fisipol

Unismuh Makassar

C. Informan/ Sumber Data

Pada penelitian ini sumber data yang digunakan ada dua yaitu:

1. Data Primer

Merupakan data yang diambil melalui teknik wawancara yang dilakukan

dengan tatap muka langsung, yaitu dengan beberapa mahasiswa yang berkaitan

dengan penelitian ini.

2. Data Skunder

Merupakan data yang diambil melalui kajian-kajian buku-buku jurnal,dan

literature yang berhubungan sama objek yang diteliti. yang berkaitan dengan

obyek penelitian tentang Perilaku Komunikasi Toxic Friendship dengan teman

sebaya di Fisipol Unismuh Makassar

D. Informan Penelitian

Menurut Sugiono tentang informan penelitian adalah Sampel dalam

penelitian kualitatif dinamakan sebagai narasumber atau partisipan, informan,

teman, guru dalam penelitian (Sugiyono, 2012: 54). Peneliti mengunakan teknik

puposive sampling yaitu memilih informan yang paling tahu tentang apa yang

diharapkan dan dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi objek/ situasi sosial yang diteliti. Guba dan Lincoln mengusulkan cara

penentuan subjek penelitian sampai ke titik jenuh (point of redudancy) yaitu

jumlah informan ditentukan oleh pertimbangan-pertibangan informasional. Jika

tujuannya adalah untuk memaksimalkan informasi, maka pemilihan subjek


51

penelitian diakhiri mana kala tidak ada lagi informasi baru yang diperoleh dari

penambahan informan. Dengan kata lain kejenuhan merupakan kriteria utama

dalam penentuan jumlah subjek penelitian (Ivona S. Lincoln dan Egon G.Cuba,

1985). Peneliti pun mengambil sampel sebagai informan yaitu mahasiswa yang

memenuhi kriteria yang akan diteliti yaitu, mahasiswa yang berteman secara

berkelompok yang terdapat seseorang atau lebih yang termasuk dalam salah satu

ciri perilaku komunikasi toxic friendship di antaranya yaitu:

1. Pengritik

2. Tidak ada empati

3. Keras kepala

4. Selalu bergantung

Daftar informan

No Nama Jurusan Angkatan

1 Agus M Ilmu Administrasi Negara 2016

2 Dini Iryani Hakim Ilmu Komunikasi 2015

3 Meydi Bugies Sapoetra Ilmu Pemerintahan 2016

4 Nurhikma Ilmu Komunikasi 2015

5 Reskiani Ilmu Komunikasi 2015

6 Muliati Ilmu Administrasi Negara 2016

7 St Fatima Hamdani Ilmu Administrasi Negara 2015


Salman
8 Isma Wahyuni Ilmu Pemerintahan 2015
52

9 Jufri Ilmu Komunikasi 2015

10 Hasan Ilmu Pemerintahan 2016

Tabel 3.1
Daftar Informan

E. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dikemukakan dalam penyusunan proposal,

menggunakan teknik:

1. Observasi

Observasi, adalah teknik mengumpulkan data yang dilakukan oleh peneliti

untuk melakukan pengamatan langsung terhadap Perilaku Komunikasi Toxic

Friendship dengan teman sebaya.

2. Wawancara

Nasution berpendapat, Wawancara atau interview adalah suatu bentuk

komunikasi verbal, yang merupakan semacam percakapan yang bertujuan untuk

memperoleh informasi (Nasution 1991: 154).

3. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis.

Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan harian dan sebagainya


53

F. Teknik Analisa Data

Miles and Huberman (dalam Sugiyono,2012: 91-99) Menjabarkan bahwa

langkah-langkah analisis data dilakukan dengan sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memfokuskan pada hal yang penting,

menentukan pola dan temanya. Oleh sebab itu data yang disajikan lebih jelas

setelah melalui proses reduksi dalam hal ini gambaran tentang Perilaku

Komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya di Fisipol Unismuh

Makassar.

2. Penyajian data

Dalam penlitian ini saya menyaikan data bersifat naratif yang di bentuk

berdasarkan beberapa keterangan yang di dapatkan di lapangan tentang Perilaku

Komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya di Fisipol Unismuh Makassar

3. Penarikan simpulan (Conclusion Drawing And Verification)

Merincikan poin poin terpenting infrormasi yang peneliti sajikan sebagai

jawaban dari permsalahan yang penulis teliti.

G. Teknik Pengabsahan Data

Cara mudah dan terpenting dalam uji pengabsahan hasil peneliti dengan

menggunakan trianggulasi, yaitu:

1. Triangulasi sumber

Menurut Meleong trianggulasi sumber adalah membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

sumber satu dengan sumber yang lainnya yang berbeda (Moleong, 2003 : 130)
54

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik menurut Moleong adalah dengan selalu memanfaatkan

peneliti atau pengamatan lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat

kepercayaan data. (Moleong, 2003 : 130)

3. Tianggulasi Waktu

Waktu dapat memengaruhi kredibilitas data. Data yang diambil pada waktu

yang berbeda biasanya mendapatan hasil yang berbeda, maka dari itu akan

dilakukan pengecekan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian

1. Universitas Muhammadiyah Makassar

Universitas Muhammadiyah Makassar adalah salah satu perguruan

tinggi Muhammadiyah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah dalam

mengembangkan pendidikan khususnya pada jenjang pendidikan tinggi. Motto

Universitas Muhammadiyah Makassar ialah integritas, professional,

entrepreneurship. Universitas Muhammadiyah Makassar didirikan pada tahun

1963 yang beralamat di JL. Sultan Alauddin No. 259, Gunung Sari, Kec.

Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Nomor telepon : +62 (411) 866 972

Alamat Email : info@unismuh.ac.id

a. Sejarah Universitas Muhammadiyah Makassar

Universitas Muhammadiyah Makassar didirikan pada tanggal 19 juni

1963 sebagai cabang dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pendirian

perguruan tinggi ini adalah realisasi dari hasil Musyawarah Wilayah

Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Tenggara ke-21 di Kabupaten

Bantaeng.

Pendirian tersebut didukung oleh Persyarikatan Muhammadiyah

sebagai organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran

dakwah amar ma’ruf nahi munkar, lewat surat nomor: E-6/098/1963

tertanggal 22 Jumadil akhir 1394 H/12 juli1963 M. kemudian akte

55
56

pendiriannya dibuat oleh notaris R. Sinojo Wongsowidjojo berdasarkan akta

notaris nomor: 71 tanggal 19 juni 1963. Universitas Muhammadiyah Makassar

dinytakan sebagai perguruan tinggi swasta terdaftar sejak 1 oktober 1965.

Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar) sebagai

Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) mengemban tugas dan peran yang

sangat besar bagi agama, bangsa dan Negara, baik di masa sekarang maupun

di masa depan. Selain posisinya sebagai salah satu PTM/PTS di Kawasan

Timur Indonesia yang tergolong besar, juga padanya tertanam kultur

pendidikan yang diwariskan sebagai amal usaha Muhammadiyah. Nama

Muhammadiyah yang terintegrasi dengan nama Makassar memberikan

harapan terpadunya budaya, keilmuan dan nafas keagamaan.

Pada awal berdirinya, Universitas Muhammadiyah Makassar membina

dua fakultas yakni fakultas keguruan dan seni jurusan bahasa Indonesia, dan

fakultas keguruan dan ilmu pendidikan jurusan pendidikan umum (PU), dan

pendidikan sosial (PS) yang dipimpin oleh rector Dr. H. Sudan. Pada tahun

yang sama (1963) Universitas Muhammadiyah Makassar telah berdiri sendiri

dan dipimpin oleh rector Drs. H. Abdul Watif Masri.

Perkembangan berikutnya Universitas Muhammadiyah Makassar pada

tahun 1965 membuka fakultas baru yaitu: fakultas ilmu agama dan dakwah

(FIAD), fakultas ekonomi (Fekon), fakultas sosial dan politik, fakultas

kesejahteraan sosial, dan akademi pertanian. Selanjutnya tahun 1987

membuka fakultas teknik, tahun 1994 fakultas pertanian, tahun 2002

membuka program pascasarjana, dan tahun 2008 membuka fakultas


57

kedokteran, dan sampai saat ini, Universitas Muhammadiyah Makassar telah

memiliki 7 fakultas 34 program studi dan program pascasarjana yang telah

terakreditasi BAN-PT.

Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun 2003 mengalami

tahapan transisi sejarah perkembangan, berupa perubahan formasi

kepemimpinan dengan bergabungnya generasi muda dan generasi tua.

Pimpinan dan seluruh civitas akademika Universitas Muhammadiyah

Makassar bertekad untuk memelihara hasil capaian para pendahulu dan

mengembangkannya kepada capaian yang lebih baik, serta berkomitmen: (1)

memelihara kepercayaan masyarakat, (2) mencapai keunggulan dalam

kompetisi yang semakin ketat, dan (3) mewujudkan kemandirian dalam

pengelolaan dan pengembangan diri. Dari ke tiga komitmen tersebut

diharapkan dapat mengantar Universitas Muhammadiyah Makassar untuk

menjadi Perguruan Tinggi Islam Terkemuka.

2. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik adalah salah satu fakultas di

Universitas Muhammadiyah Makassar. Berdiri sejak tahun 2011, fakultas ini

telah menghasilkan ribuan alumni yang telah tersebar diberbagai instansi, baik

swasta maupun pemerintahan.

Terdapat tiga program studi di dalam Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu

Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yaitu:

1. Ilmu Administrasi Negara

2. Ilmu Pemerintahan
58

3. Ilmu komunikasi

a. Lokasi dan kontak Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Lokasi : Menara Iqra Lt.5 | Jl. Sultan Alauddin No.259 Makassar –

90221

Email : fisip@unismuh.ac.id

Telp : 0411 866 972 | Fax. 0411 865 588

b. Visi dan Misi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Visi
Fakultas yang unggul, terpercaya dan mandiri dalam bidang

pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat serta pengembangan

pemikiran dan pengkajian ilmu-ilmu sosial dan ilmu politik yang bernuansa

keislaman tshun 2024.

Misi
1) Menyelenggarakan proses pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dan

akuntabel.

2) Membangun kemitraan dengan institusi di luar kampus demi tercapainya

sinergitas antara kajian ilmu sosial dan politik dengan dunia kerja.

3) Mengupayakan atmosfir akademik yang kondusif dengan dunia keilmuan

melalui perwujudan Tridharma Perguruan Tinggi.

4) Mengupayakan proses pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai

religius.
59

3. Struktur Organisasi

Bagan 4.1
Struktur organisasi Unismuh Makassar
60

B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP DENGAN TEMAN

SEBAYA (Studi pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Unismuh

Makassar)

Terlahir sebagai makhluk sosial, menjadikan mahasiswa sebagai

makhluk yang bergantung satu sama lain. Membangun persahabatan

merupakan sesuatu yang harus dihayati sebagai wujud nyata bahwa manusia

memang makhluk sosial. Terkadang teman yang dekat dan datang silih

berganti. Sebagian besar mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar

membuat Circle Friendship atau kelompok pertemanan. Yaitu berteman

dengan orang-orang terdekat pilihan mereka sendiri

Perilaku komunikasi di dalam suatu kelompok adalah aktivitas

berkomunikasi baik tindakan komunikasi verbal maupun non verbal kata biasa

disebut dengan perilaku komunikasi verbal dan perilaku komunikasi

nonverbal yaitu semua jenis pesan melalui kata-kata atau simbol-simbol yang

berarti sama.

Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu hubungan yang erat

antara seseorang dengan yang lainnya. Teman memiliki pengaruh besar pada

perilaku dan gaya hidup seseorang. Persahabatan akan membawa kebaikan

dan keburukan pada saat bersamaan. Artinya, jika berteman dengan orang

buruk maka akan berdampak buruk juga terhadap diri kita yang biasa disebut

Toxic friendship.
61

Toxic friendship adalah hubungan persahabatan yang beracun dan

tidak sehat serta hanya menguntungkan di satu sisi dan merugikan di satu sisi

lainnya. Ciri dari Persahabatan beracun yaitu pengkritik, tidak ada empati,

keras kepala, dan selalu bergantung.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dengan mewawancarai

beberapa informan yang memiliki kriteria yang dibutuhkan, maka hasil

penelitian ini akan menjelaskan tentang Perilaku Komunikasi Toxic friendship

dengan Teman Sebaya (Studi pada Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016

Universitas Muhammadiyah Makassar) yang mengacu pada beberapa

indikator yaitu, pengkritik, tidak ada empati, keras kepala, dan selalu

bergantung.

1. Pengkritik

Pengkritik adalah perilaku yang tidak dapat menghargai hasil karya

atau prestasi yang dicapai oleh orang lain, merasa cemburu karena orang lain

lebih sukses dan lebih baik dibandingkan dirinya, serta mencoba merendahkan

dengan mengatakan hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai orang

lain (Yager, 2006: 88)

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan, disebutkan

bahwa mereka kerap mendapatkan kritikan dari beberapa temannya. Namun

kritikan teresebut bersifat tidak membangun, namun terkesan merendahkan.

Salah satunya Mahasiswa Ilmu komunikasi 2015, Dini yang memiliki

kelompok pertemanan. Dini menjelaskan bagaimana ia membentuk suatu

kelompok pertemanan:
62

“Saya membentuk suatu kelompok pertemanan karena awalnya kita


satu jurusan tapi beda kelas. Terus saya lihat dia ramah dan baik ke
semua orang lama- lama akrab waktu semester 2 an sampai sekarang
kayaknya”

Dini membenarkan ia memiliki satu kelompok pertemanan di kampus.

Ia membentuk suatu kelompok pertemanan karena memiliki kesamaan yaitu

jurusan yang sama di kampus dan ketertarikan pada pada kepribadian yang

baik dan ramah (Baron & Byrne, 2011: 9-10). Lalu Dini menceritakan tentang

adanya toxic friend di dalam kelompok pertemananya:

“Terdapat satu toxic friend di dalam kelompok pertemanan saya. Dia


datang disaat butuh saja keras kepala dan suka mengkritik tanpa
introspeksi diri”

Dini mengatakan terdapat satu toxic friend di dalam kelompok

pertemanannya. Ia memiliki perilaku bergantung, keras kepala dan pengritik.

Dalam hal ini penulis memfokuskan pada poin Pengkritik. Dini menjelaskan

bentuk komunikasi toxic friendship yang dia alami :

“Iya betul menurutku bentuk komunikasinya, keduanya verbal dan


nonverbal. Keras kepala ketika kita memberikan saran tapi dia tidak
mau mendengar padahal kita menyampaikan saran tersebut demi
kebaikannya. Dan suka mengkritik bahwa ini itu tidak baik sedangkan
yang dia lakukan belum tentu benar.”

Berdasarkan pernyataan Dini, bentuk perilaku komunikasi toxic

friendship yaitu verbal dan nonverbal. Dini merasa temannya yang suka

mengkritik dirinya yang terlihat buruk belum tentu baik dan harus diikuti. Ada

baiknya kita memfilter apa yang dapat menjadi masukan membangun dan apa

yang bersifat merendahakan.


63

Nurhikma, salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 mengatakan

tentang alasan ia membentuk suatu kelompok pertemanannya:

“Iya saya berteman berkelompok. karena mereka cantik dan baik.


Awal kuliah suka bantu kerja tugas, ajar saya di kampus, mereka suka
minta traktir makan KFC, McD dan Warkop”

Menurut hikma, menjelaskan salah satu faktor dari pembentukan

kualitas pertemanan yaitu hubungan timbal balik adalah salah satu aspek

persahabatan yang memiliki rasa saling menguntungkan di dalamnya (Baron

& Byrne 2011: 9-10), ia membentuk suatu kelompok pertemanan karena

adanya ketertarikan dan hubungan timbal balik. Selanjutnya hikma

menjelaskan tentang adanya toxic friend di dalam kelompok pertemananya:

“Iya banyak yang jahat sekarang ikut-ikutan bully saya, tidak ada
empati, keras kepala, bergantung dengan orang lain, dan pengkritik.
Ada pi maunya baru bisa temani”

Hikma menjelaskan teman temannya memiliki perilaku toxic

friendship yaitu tidak ada empati, keras kepala, bergantung dengan orang lain

dan pengkritik. Dalam hal ini penulis memfokuskan pada poin Pengkritik.

Lebih lanjut Hikma menjelaskan tentang bentuk perilaku komunikasi toxic

friendship yaitu:

“Kata-katai dan suka bully, mengkritik penampilanku dan tidak mau


bantu kalau tidak ada sogokan makan”

Hikma mengatakan perilaku yang biasa ia dapatkan berupa hinaan dan

bully-an terhadap penampilanya dan temannya tidak akan membantu sebelum

menerima sogokan makanan. Maka dapat disimpulkan bentuk perilaku

komunikasi toxic friendship yaitu verbal dan non verbal. Lebih dalam Hikma

menceritakan tentang contoh kasus yang pernah atau selalu ia alami:


64

“Saya sering direndahkan dan dibully, biasa karena pakaianku,


hijabku, baju atau rok yang kusut. Selalu ditegur di tempat ramai
bikin saya malu. Dan susah nyambung kalau bicara sama teman, dia
bilang a bilang d. biasa juga ada pi maunya baru dia temanika. Kalau
minta bantuan sama teman harus pi ada suapan atau sogokan makan
kalau mau bantu”

Bedasarkan penuturan Hikma perilaku pengkritik yang dimiliki

temannya terkesan suka membully dirinya.

“Dimanfaatkan selalu buat teraktir mereka supaya mau berteman dan


selalu dijadikan lelucon”

Hikma menambahkan bahwa ia selalu dimanfaatkan oleh teman-

temannya dan selalu jadi bahan candaan. Hikma berpendapat fungsi sahabat

yang seharusnya itu seperti :

“Saling membantu dan rela berkorban tidak membully teman,


menerima apa adanya dan saling mengerti”

Dari pendapat hikma dapat disimpulkan sahabat yang baik harusnya

berfungsi sebagai Physical Support artinya dukungan fisik untuk seseorang

dalam menangani masalah dalam kehidupannya, Companionship, berarti

individu harus bersedia mengorbankan diri dari segi tenaga, waktu, dan

memungkinkan biaya dengan sukarela demi bersama (Dariyo, 2004: 130-131)

dan memiliki prosocial behavior (perilaku sosial) yang baik dalam sebuah

pertemanan remaja belajar dari teman untuk penyesuaian sosial pada remaja

tersebut (Berndt, 2002: 10).

Sama halnya dengan Muliati mahasiswa Ilmu Administrasi Negara

2016 menjelaskan tentang terbentuknya kelompok pertemanannya:


65

“Iye kak berteman kelompok, Pertamanya karena kerja kelompok


untuk tugas kampus kak. Suka ngumpul diskusi bareng, ngobrol-
ngobrol eh jadi nyambung. Jadi baku bawa terus mi kak”

Muliati menjelaskan bahwa kelompok pertemanannya terbentuk

karena tugas kelompok yang membuat mereka sering berkumpul dan

nyambung saat berbincang. Muliati memberikan pendapat tentang

pertengkaran didalam kelompok pertemanannya:

“Bertengkar pernah lah kak, di dalam pertemanan pasti ada fase up


and down nya kak. Menurutku pertengkaran di dalam pertemanan
wajar terjadi. Pasti semua orang pernah bertengkar sama sahabatnya”

Menurut Muliati pertengkaran dalam suatu kelompok pertemanan

wajar terjadi dal pernah dialami semua orang. Selanjutnya Muliati menjelasan

tentang adanya toxic friend di dalam kelompok pertemananya:

“Oh ada kak salah satu dari mereka suka bicara orang lain di
belakangnya suka calla-calla orang. Biar kita-kita sahabatnya biasa
jadi korban.”

Muliati menambahkan tentang perilaku toxic friend tersebut :

“Suka dia komentari penampilannya orang kak, dia calla-calla


pakaiannya orang. Padahal menurutku gayanya biasa aja jadi kayak
tidak layakki untuk bilang bilangi orang”

Muliati memiliki toxic friend yang memiliki perilaku pengkritik. Ia

menjelaskan teman tersebut suka menghina orang lain dari belakang bahkan

sahabatnya menjadi korbannya. Selanjutnya ia menjelaskan tentang bentuk

perilaku komunikasi dari teman tersebut:

“Dengan kata-kata biasa kak, sama lihat-lihat sinis orang baru bisik-
bisik. Kentara sekali mi itu kak kalau ada lagi dia hina orang. Bahkan
sampai di depanku dia bilang bilangika kakak”
66

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku toxic

friendship teman Muliati yaitu Verbal dan Nonverbal. Ia menghina orang lain

dengan tatapan sinis dan dengan kata-kata secara langsung dihadapannya.

Lebih dalam Muliati menceritakan tentang contoh kasus yang ia pernah alami:

“Contohnya kak, pernah dulu kalau misalnya ke kampus ka biasa dia


ceritai bilang tebalnya itu sana bedaknya, caranya lagi berpakaian
astaga norak sekali”

Muliati menceritakan bahwa temannya suka mengkritik

penampilannya saat berada di kampus. Selanjutnya Muliati berpendapat

tentang penyebab temannya menjadi toxic yaitu:

“Menurutku, penyebabnya mungkin kepribadiannya sudah begitu kak,


atau dia terlalu atau kurang percaya diri dengan penampilannya jadi
dia berusaha membuat image buruk untuk orang lain”

Berdasarkan pendapat tersebut, menurut (Yager, 2006: 137-144)

bahwa kepribadian dan kurangnya percaya diri dapat menjadi faktor penyebab

terjadinya toxic friendship. Muliati menambahkan perilaku dari seorang toxic

friend terbentuk karena faktor biologis dan faktor lingkungan

(sosiopsikologis) sebagai faktor pendukung.

“Menurutku kak faktor biologis karena dari dulumi begitu dan


siapapun dan kapanpun bisa dia bilangi orang, mungkin faktor
lingkungan bisa menjadi faktor pendukung dalam hal ini ”

Selaras dengan pendapat Muliati, menurut Wilson dalam Rakhmat

(2007: 34) Perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram

secara genetis dalam jiwa manusia (faktor biologis) atau faktor lingkungan

karena manusia mahluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa

karakteristik yang memengaruhi perilakunya (faktor sosiopsikologis).


67

Muliati menambahkan fungsi persahabatan seharusnya seperti:

“Harusnya sahabat itu memiliki perilaku sosial yang baik terutama


pada sahabatnya sendiri agar dapat memberikan stimulasi yang positif
agar menjadi orang yang lebih baik”

Dari pendapat Muliati dapat disimpulkan sahabat yang baik harusnya

memiliki prosocial behavior (perilaku sosial) yang baik dalam sebuah

pertemanan remaja belajar dari teman untuk penyesuaian sosial pada remaja

tersebut (Berndt, 2002: 10) serta berfungsi sebagai Stimulation berarti

persahabatan dapat memberikan informasi agar dapat memacu bakat atau pun

potensi untuk lebih berkembang melalui persahabatan seseorang memperoleh

informasi yang menarik (Dariyo, 2004: 130) dan Social Comparison yaitu

ketika sahabat membandingkan diri dengan kekurangan orang lain maka

persahabatan dapat memberi stimulasi yang positif bagi sahabat agar lebih

berkembang menjadi pribadi yang lebih baik (Fauziah, 2014: 85)

Agus, mahasiswa ilmu pemerintahan angkatan 2016 juga merasakan

hal yang sama. Pertama-tama ia menjelaskan awal terbentuknya kelompok

pertemanannya:

“ Yaa, saya membentuk kelompok pertemanan setelah merasa nyaman


dan memiliki ketertarikan yang sama”
Berdasarkan penjelasan di atas Agus membentuk kelompok

pertemanannya berdasarkan faktor kesamaan yaitu memiliki ketertarikan yang

sama. Selanjutnya ia mengatakan tentang adanya salah satu temannya yang

toxic :

“iya ada yang pernah yang berperilaku toxic¸tapi tidak selalu tapi
pernah membuat suasana jadi negatif beberapa kali”
68

Selanjutnya ia berpendapat perilaku toxic friendship itu seperti:


“menurut saya perilaku komuniikasi toxic yaitu mereke membuat kita
merasa down dan merubah menjadi orang yang lebih negatif.
melontarkan kata-kata yang membuat kita pesimis atau berpikiran
negatif. Kebanyakan dengan kata-kata daripada tindakaan non verbal.
misalnya ketika kita menceritakan visi ataau target lalu ia melontarkan
kata-kata itu mustahil kamu raih tanpa adanya alasan yang logis”
Berdasarkan pendapat di atas, menurut Agus perilaku komunikasi toxic

yang dia alami yaitu pengkritik. Toxic friend tersebut suka mengatakan hal

negative yang membuatnya merasa pesimis. Dapat diketahui bahwa bentuk

komunikasi yang ia dapatkan kebanyakan perilaku komunikasi Verbal

dibandingkan perilaku komunikasi nonverbal.

Sama halnya dengan Hasan salah satu mahasiswa Ilmu Pemerintahan

angkatan 2016, ia menjelaskan awal terbentuknya kelompok pertemanannya:

“iya saya berteman secara berkelompok karena pada dasarnya saya


adalah makhluk sosial secara langsung saya tidak hidup secara
individual. Saya membentuk kelompok pertemanan karena saya
memiliki hobi yang sama”
Hasan menjelaskan ia membentuk kelompok pertemanan karena faktor

social dan faktor kesamaan. Menurut Dariyo bahwa Remaja memiliki

kebutuhan intrinsik dalam interaksi sosial, yaitu memiliki teman dan

persahabatan yang berkualitas. Selanjutnya ia menceritakan tentang salah satu

temannya yang kerap berperilaku toxic:

“ berperilaku toxic? Iya kayak itu sering. Sering membuat hal negatif.
Contohnya ketika seorang teman memberikan kritik, mengkritik tanpa
memberikan saran dan kritikannya.”
Hasan mengatakan salah satu temannya berperilaku komunikasi toxic

yaitu pengritik. Lebih dalam ia menceritakan tentang contoh kasus yang selalu

ia alami:
69

“Dia selalu mengkritik masalah side job di luar perkuliahan tanpa


memberikan solusi dan saran tentang apa yang dikritik tersebut yang
terkesan selalu menjatuhkan di depan orang lain”
Hasan mengatakan toxic friend tersebut sering mengkritik pekerjaan

sampingan yang ia miliki. Hasan merasa toxic friend tersebut selalu

menjatuhkannya dihadapan orang lain dengan kritikannya yang tidak

memberikan solusi dan saran.

Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa sifat pengkritik yang

dimiliki Toxic friendship bisa dikatakan lebih condong ke arah merendahkan,

membully ataupun men-judge seseorang yang dapat berdampak pada perilaku

korbannya.

Faktor pertama dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan

teman sebaya yaitu perilaku pengkritik, yaitu salah satu bentuk perilaku

komunikasi verbal dan nonverbal berupa kecaman atau celaan terhadap diri

atau pencapaian seseorang. Perilaku pengkritik dapat terbagi 2 yaitu kritikan

membangun dan kritikan menajatuhkan. Perilaku pengkritik yang dimiliki

Toxic Frendship bisa dikatakan lebih condong ke arah merendahkan,

membully atau pun men-judge seseorang yang dapat berdampak pada perilaku

korbannya.

2. Tidak ada empati

Menurut (Yager, 2006: 88) Tidak Ada Empati, Artinya dalam

hubungan tidak adanya sifat memahami dari sudut pandang seseorang untuk

merasakan, menyayangi dan menunjukkan simpati kepada orang lain. Seperti


70

halnya Hikma mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 menuturkan tentang seorang

temannya yang berperilaku tidak berempati, bahwa:

“Biasa ada pi maunya baru dia temanika, biasa kalau minta bantuan
sama temanku ada pi suapan atau sogokan makan kalau mau dibantu”

Menurut perkataan Hikma teman yang tidak ada empati datang di saat

ada yang ia inginkan dan membantu jika diberi keuntungan. Dengan kata lain

tidak tulus membantu sesama teman.

Selanjutnya Meydi Boegis Sapoetra salah satu mahasiswa Ilmu

Pemerintahan angkatan 2016 menceritakan tentang salah satu perilaku

komunikasi toxic yang dimiliki temannya :

“mereka menciptakan suasana negatif kalo ada bahan untuk membully


orang. Pernah, sesekali teman saya memberikan omongan yang tidak
menyenangkan dan membuat mental saya down“

Menurut Meydi, toxic friend tersebut menciptakan suasana negatif

dengan membully orang lain, bahkan dirinya sesekali mendapatkan perkataan

buruk hingga memengaruhi kondisi mentalnya. Lebih dalam ia menceritakan

contoh kasusnya:

“ketika teman saya mencaci seseorang yang telah kelaparan dan


meminta uang kepada teman saya, dengan kata kata, "dia lebih miskin
dari pada saya"”

Berdasarkan kalimat diatas, peneliti mengidentifikasi perilaku toxic

friend yang dimiliki Meydi adalah tidak ada empati. Karena ia tega menghina

temannya yang meminta bantuan padanya.

Sedangkan menurut Reskiani mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan

2015 menjelaskan tentang terbentuknya kelompok pertemanannya:


71

“Saya punya teman yang bisa dikatakan berkelompoklah karena


terdiri dari beberapa orang. Pertamanya ketemu waktu pendaftaran di
kampus dia ajak saya cerita karena dia datang sendiri terus tukaran
nomor untuk Sharing informasi. Terus berteman maka sama dia
dengan yang lain juga”

Reskiani menjelaskan terbentunya suatu kelompok pertemanan yang ia

miliki karena faktor kesamaan yaitu mendaftar di kampus yang sama dan

faktor timbal balik yaitu memiliki keuntungan dengan saling berbagi

informasi (Baron & Byrne, 2011: 9-10). Selanjutnya Reskiani menjelaskan

tentang toxic friendship yang pernah berada dalam circle pertemanannya:

“Pernah ada diantara mereka yang toxic tapi sekarang tidak akrabmi
karena mungkin dia sudah paham kalau kami yang lain sudah tidak
nyaman ada dia circle pertemanan kami”

Alasan memudarnya keakraban dari perndapat Reskiani yaitu

memahami isyarat. Dalam komunikasi terdapat pesan nonverbal yaitu semua

isyarat yang bukan kata-kata. Dalam konteks ini hubungan persahabatan

dalam masa-masa harus diakhiri. Maka perlunya memahami sebuah isyarat

agar mulai memudarkan rasa persahabatan sebelum berakhir pada

pengkhianatan (Yager 2006: 140). Reskiani menjelaskan tentang perilaku

kominukasi toxic friend tersebut:

“Diantara Kami berempat, Dia memiliki sikap Bossy. Dia terus mau
dengar baru tidak mau sekali menerima masukan dari anak anak yang
lain. Egois, Tidak ada empatinya sama sekali”

Menurut pendapat Reskiani teman yang tidak berempati bertingkah

seperti “bos” yang hanya bisa memerintah namun tidak mau mendengarkan

masukan atau pendapat orang lain. Lalu ia menambahkan:


72

“Contohnya kalau dia minta tolong kayak harus ki bantu ki kalau


tidak dibantu marah-marahki suka ngomong kasar. Terus saat yang
lain minta tolong sama dia, dia acuh ji bodoh amat”

Sambung Reskiani yang menceritakan contoh kasus yang sering ia

alami dalam circle pertemanannya. Dijelaskan bahwa toxicfriend tersebut

memiliki perilaku toxic yaitu tidak ada empati. Seperti contoh kasus yang

Reskiani ceritakan, toxic friend tersebut bertingkah seperti bos. Ia selalu

meminta bantuan tapi tidak mau membantu orang lain dan terkesan memaksa.

Reskiani menjelaskan penyebab perilaku toxic yang dimiliki

temannya:

“Entahlah, mungkin banyak masalah luarnya yang buat ki depresi


begitu karena tidak bisa dia kontrol dirinya jadi moodyan ki”

Salah satu penyebab terjadinya toxic friendship yaitu depresi. Menurut

(Yager, 2006: 141-142) depresi merupakan kondisi medis yang berupa

suasana hati yang buruk secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap

segala hal dan merasa kekurangan energi. Seseorang yang mengalami depresi

dapat memberikan pengaruh buruk bagi lingkungan sekitar, tidak terkecuali

pada hubungan persahabatan. Penderita depresi dapat bertingkah laku yang

berbahaya meski pada sahabatnya sendiri, contohnya berkhianat, tidak dapat

berkata jujur, pemarah dan lain sebagainya. Reskiani menambahkan tentang

faktor yang memengaruhi perilaku toxic friend tersebut:

“Faktor biologis karena dia anak pertama terus suka dia perintah-
perintah adiknya juga. makanya terbawa sampai di luar lingkungan
keluarganya”

Menurut Reskiani perilaku Toxic friendship terbentuk karena faktor

biologis. Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) Faktor biologis yaitu
73

perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram secara

genetis dalam jiwa manusia. Reskiani mengatakan sahabat yang baik itu

seperti:

“Sahabat yang baik itu saling mendengarkan dan didengarkan. Kalau


ada masalah yah ceritakan supaya bisa dibantu untuk selesaikan
jangan suka di pendam sendiri”

Selaras dengan pedapat tersebut salah satu faktor pembentukan

kualitas pertemanan yaitu Timbal balik yang memiliki rasa saling

menguntungkan di dalamnya dalam hal ini didengarkan dan mendengarkan

(Baron & Byrne, 2011: 9-10). Dan Parker dalam Dariyo (2004: 130-131) salah

satu fungsi persahabatan adalah Ego Support yaitu dukungan antara individu

yang menjalin hubungan persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu.

Dengan dukungan dan perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan

moral, motivasi dan semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang

sedang dihadapinya.

Sama halnya dengan Reskiani, Jufri mahasiswa ilmu komunikasi

Unismuh Makassar angkatan 2015 juga mendapatkan perilaku yang hampir

sama. Ia menceritakan bahwa:

“Ya saya berteman berkelompok. Saya mencari teman yang


sefrekuensi dan sevisi."

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Jufri

membentuk suatu kelompok pertemanan bersasarkan faktor kesamaan. Lebih

dalam ia berpendapat tentang perilaku komunikasi toxic friendship yaitu:

“Hmm... menurut saya Perilaku komunikasi toxic friendship


merupakan pola komunikasi yang membawa aura negatif di dalam
74

lingkungan pertemanan. Dia selalu ingin mendominasi disetiap


percakapan dan membuat mental block”

Berdasarkan pendapat diatas, Jufri mengatakan toxic friendship

merupakan pola komunikasi yang negatif dalam lingkungan pertemanan.

Salah satu contohnya yaitu kerap mendominasi komunikasi dan membuat

kurang berkonsentrasi.

St Fatima mahasiswa Ilmu Admnistrasi Negara angkatan 2015 ini yang

menceritakan tentang terbentuknya kelompok pertemanannya bersama toxic

friend.

“iya saya memiliki kelompok pertemanan, Dulu saya kenal dia dari
Instagram. Dia itu berteman sama teman-teman SMA ku, Ternyata
satu kampus ka di sini sama jurusan juga. Terus pas ketemu sama-
sama ka baku tau, singkat cerita berteman mka”

Menurut Fatima, ia membentuk suatu kelompok pertemanan karena

adanya kesamaan yaitu circle petemanan yang sama dan kampus serta jurusan

yang sama. Seperti yang telah dijelaskan faktor kesamaan menurut Baron &

Byrne (2011: 9-10) Kesamaan adalah salah satu alasan untuk mempersatukan

antar individu untuk mengawali suatu hubungan. Selanjutnya Fatima

menceritakan tentang toxic friend tersebut

“Ohh teman beracun? Ada tapi sudah tidak sama mi karena musuh
dalam selimut haha. Karena dia bisa dibilang teman yang suka
mengambil keuntungan terus suka menjelek-jelekkan saya di mata
orang lain. Bisa dibilang kacang lupa sama kulitnya, tidak peduli
dengan orang lain”

Dari pendapat Fatima di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

komunikasi toxic friendship teman tersebut yaitu tidak ada empati. Selaras

dengan hal tersebut, Menurut (Yager, 2006: 88-89) Tidak Ada Empati,
75

Artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami dari sudut pandang

seseorang untuk merasakan, menyayangi dan menunjukkan simpati kepada

orang lain. Selanjutnya Fatima menjelaskan bentuk perilaku komunikasinya.

“Bentuk komunikasinya itu verbal dan nonverbal. Karena dia kata-


katai ka di depan orang lain dan berusaha dijatuhkan bisnisku”

Fatima menjelaskan bentuk perilaku komunikasinya adalah verbal

yaitu memaki dirinya di depan orang lain dan nonverbal yaitu bertindak

menjatuhkan bisnisnya. Lebih dalam Fatima menceritakan contoh kasus yang

pernah dialaminya

“Kan jualanka toh baru suka ki bertanya di mana ka ambil barang,


berapa harganya ku beli baru berapa ku jualkan, bagaimana caranya
jualan. Saya jawab ji selalu, saya jelaskan kah ku pikir temanku ji.
Ternyata bikin ki juga online shop. Baru barangnya sama persis
dengan jualanku. Yah awalnya ku pikir tidak masalah ji malahan saya
dukung. Tapi ternyata dia belakangku dia jelek-jelekkan barangku,
dia bilang ini lah itulah baru masalahnya sama ji barang jualannya
sama barang ku. Mengertiko? Hahaha”

Fatima menjelaskan bahwa toxic friend tersebut awalnya belajar

tentang cara berjualan padanya. Ia membuat online shop seperti Fatima.

Namun toxic friend tersebut berusaha menjatuhkan bisnis yang Fatima rintis

demi keuntugan pribadi.

Menurut White (2015) “Friends who view you as “competition” in any

activity may be future Toxic friends, depending on how far they push their

competitive spirit” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang

memandang anda sebagai “saingan” dalam segala aktivitas, tergantung dimasa

mendatang seberapa jauh teman bercun akan mendorong semangat kompetitif

mereka.
76

Lebih dalam Fatima menjelaskan faktor penyebab toxic friend tersebut

berperilaku toxic yaitu

“Penyebabnya yaitu kepribadiannya yang buruk karena tidak


memiliki empati terhadap orang sekitarnya dan tega menghianati
sahabatnya sendiri”

Menurut (Yager, 2006: 143-144) kepribadian atau tempramen dapat

menyebabkan seseorang dengan mudah berkhianat atau dikhianati.

Penyebabnya bisa dalam diri sendiri maupun orang lain. Fatima

menambahkan faktor yang membentuk kepribadian toxic friend tersebut yaitu:

“Menurutku terbentuk dari faktor biologis karena dia memang


anaknya kurang peka dan kurang peduli terhadap dunia sekitar
bahkan keluarganya Setahuku juga begitu. Faktor lingkungan juga
karena dia bisa memanfaatkan keadaan yang menurutnya bisa
menguntungkan dengan cara apapun”

Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) Faktor biologis, Perilaku

sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram secara genetis dalam

jiwa manusia dan Faktor sosiopsikologis, Karena manusia mahluk sosial, dari

proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang memengaruhi

perilakunya. Fatima mengatakan sahabat yang baik itu seperti:

“Sahabat yang baik harusnya mendukung bukannya menjatuhkan dan


berperilaku baik dan lebih peduli terhadap sekitarnya, tidak egois”

Menurut Gottman dan Parker dalam Dariyo (2004: 130-131) dan Davis

dalam Fauziah (2014: 85) menjelaskkan fungsi persahabatan diantaranya yaitu

physical support, ego support, stimulation dan lain-lain.

Faktor kedua dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman

sebaya yaitu perilaku tidak ada empati. Salah satu perilaku dari seorang toxic
77

yaitu tidak adanya empati terhadap teman temannya. Dalam hubungan

pertemanan tidak adanya sifat saling menyayangi, mengasihi, dan simpati

terhadap orang lain. Mereka cenderung mendekat disaat memiliki tujuan, tidak

perduli terhadap masalah orang lain jika tidak mendapatkan keuntungan, dan

suka memerintah.

3. Keras Kepala

(Yager, 2006:89) Keras kepala, artinya tidak mau mendengar kata

orang lain, menganggap pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui

bahwa dirinya salah, tidak mau mengalah, tidak mau untuk meminta bantuan

orang lain.

Dini mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 yang sebelumnya telah

dijelaskan pada poin pengkritik, melanjut kan pada poin keras kepala. Ia

menceritakan tentang temannya yang ia larang berpacaran dengan seseorang

yang dia anggap buruk terhadap temannya.

“Keras kepala ketika kita memberikan saran tapi dia tidak mau
mendengar padahal kita menyampaikan saran tersebut demi
kebaikannya. Dan suka mengkritik bahwa ini itu tidak baik sedangkan
yang dia lakukan belum tentu benar.”

Pada poin ini penulis memfokuskan pada perilaku keras kepala. Dini

menjelaskan bahwa toxic friend tersebut keras kepala karena tidak mau

mendengarkan saran yang diberikan Dini padahal saran tersebut dinilai baik

untuk dirinya. Lebih lanjut ia menceritakan contoh kasusnya, yaitu:

“contohnya pada saat temanku dekat dengan seseorang. ku larang


supaya tidak terlalu dekat sama itu orang karena dia sudah tahu
bagaimana perlakuannya ke dia itu tidak , masa mau dikasih begitu
terus . tapi ini temanku Bilang "Tidak usah ikut campur sama
78

urusanku karena saya sendiri yang jalani". Sudah baik itu karena ku
tanya ki untuk kebaikannya karena saya tidak mau lihat ki disakiti”

Dari cerita yang disampaikan Dini, seorang temannya yang keras

kepala tidak pernah mendengarkan saran dari dia.padahal maksud Dini sangat

baik, tapi dia tetap pada pediriannya. Selanjutnya Dini berpendapat tentang

penyebab temannya berperilaku toxic yaitu:

“Menurutku keras kepalanya dan suka mengkritiknya mungkin sudah


kepribadiannya dan datang disaat butuh atau saat punya masalah
karena dia tidak percaya diri untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri”

Selaras dengan pendapat tersebut, menurut pendapat White (2015)

“Your friend only seems to “like you” or want to spend time with you when he

or she needs something from you” jika diterjemahkan secara bebas artinya

teman anda terlihat menyukai anda atau ingin menghabiskan waktu bersama

anda saat teman anda membutuhkan sesuatu dari anda

Dini menjelaskan tentang proses terbentuknya perilaku toxic dari

temannya tersebut:

“Menurut saya dari faktor lingkungannya karena sebelum-sebelumnya


dia itu baik sekali dan awalnya Saya tertarik berteman karena dia baik
dan ramah ke semua orang. Tapi sejak dia kenal sama orang yang
saya ceritakan tadi dia perlahan-lahan berubah menjadi lebih buruk.”

Menurut pendapat Dini perilaku toxic tersebut terbentuk karena faktor

lingkungan. Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) Faktor

sosiopsikologis, Karena manusia mahluk sosial, dari proses sosial ia

memperoleh beberapa karakteristik yang memengaruhi perilakunya. Terakhir

Dini menjelaskan fungsi sahabat yaitu:


79

“Sahabat yang baik harus memiliki loyalitas kepada sahabatnya


memberikan dukungan dan stimulasi untuk menjadi pribadi yang
lebih baik dan tidak membiarkan sahabatnya terlihat buruk”

Membenarkan pendapat Dini, Menurut Gottman dan Parker dalam

Dariyo (2004: 130-131) dan Davis dalam Fauziah (2014: 85) menjelaskkan

bahwa tedapat 6 fungsi persahabatan, salah satunya yaitu: Stimulation berarti

persahabatan dapat memberikan informasi agar dapat memacu bakat atau pun

potensi untuk lebih berkembang melalui persahabatan seseorang memperoleh

informasi yang menarik, Ego Support dukungan antara individu yang menjalin

hubungan persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu. Dengan dukungan

dan perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan moral, motivasi dan

semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dan

Menurut Berndt (2002: 7-10) Loyality (kesetiaan) dalam sebuah kualitas

pertemanan remaja akan membela satu sama lain serta melawan jika terdapat

masalah dengan orang lain.

Faktor ketiga, dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman

sebaya adalah perilaku keras kepala yaitu salah satu perilaku toxic friend yang

tidak mau mendengar pendapat atau saran temannya dan mengagap dirinya

selalu benar. Mereka susah untuk mengakui kesalahan dan susah untuk

bekerja sama. Perilaku keras kepala dapat merugikan salah satu pihak pada

keadaan tertentu.

4. Selalu Bergantung

selalu bergantung, artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak

bisa hidup mandiri, selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu


80

membutuhkan bantuan dari orang lain, serta takut akan kehilangan orang lain

(Yager 2006: 89).

Isma Wahyuni mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2015 menceritakan

proses terbentunya kelompok pertemanannya:

“Saya membentuk kelompok pertemanan Karena satu jurusan Kak,


Terus kayak menarikki di jadikan teman”

Selaras dengan pernyataan tersebut, Isma menjelasan kesamaan daan

ketertarikan secara fisik dan kepribadian itu termasuk aspek yang penting

untuk mengawali sebuah hubungan dari masing-masing remaja (Baron &

Byrne, 2011: 9-10). selanjutnya Isma menceritakan adanya toxic friend pada

kelompok pertemanannya.

“Pernah sesekali, tapi ada satu orang yang kayak apa di', kaya apa-apa
minta tolong apa-apa minta ke saya terus ki. Iya kayak bergantung.
Tidak bisa dia selesaikan urusannya sendiri atau karena kebiasaan
ditolong terus jadi ndak malu mi untuk minta apa-apa . tapi dia datang
di saat ada kepentingan tertentu misalnya minta tugas, pinjam uang
atau lain-lain.”

Berdasarkan pernyataan Isma yaitu toxic friend tersebut selalu

bergantung kepada dirinya. Tidak segan untuk meminta tugas dan bahkan

meminjam uang darinya. Isma melanjutkan contoh kasus yang kerap ia alami

“Kayak kalau minta tugas "Isma liatka dule tugas mu, ku lupa kerja
tadi malam" atau kalo pinjam uang "Isma pinjam dule uang mu
belumpa narik bela" atau alasan belum dikirimkan dan lain lain,
sambil pasang muka melasnya biasa dengan nada paksaan. Jadi kayak
tidak enak ka kali tidak bantu ki walaupun saya juga lagi susah”

Menurut Suzanne White (2015) “Friends who are not shy about asking

to borrow money but are slow to return it should be reminded that friendship

and banking are two separate functions” jika diterjemahkan secara bebas
81

artinya teman yang tidak malu untuk meminjam uang tetapi terlambat dalam

mengembalikannya, ingat pertemanan dan perbankan adalah dua fungsi yang

berbeda/terpisah. Isma menambahkan bentuk komunikasi toxic friendshipnya

yaitu:

“Verbal dan nonverbal meminta dengan kata-kata dan dibarengi


dengan ekspresi muka memelas dan memaksa”

Bentuk komunikasi toxic friend tersebut verbal yaitu dengan kata kata

dan nonverbal yaitu ekspresi wajah yang memelas. Isma menjelaskan

penyebab temannya menjadi toxic friends yaitu:

“Menurut saya dia berperilaku Toxic seperti itu karena kurangnya rasa
percaya diri untuk menyelesaikan masalah pribadi sendiri agar tidak
perlu selalu memaksakan keadaan dan mungkin dia berpikir kita
sudah sangat akrab jadi tidak segan untuk meminta minta dengan
saya”

(Yager, 2006: 137-144) menyebutkan ada beberapa penyebab

terjadinya Toxic friendship, di antaranya rasa percaya diri rendah yaitu tidak

dapat menyelesaikan masalah pribadi serta selalu mengharapkan orang lain

dan tantangan keakraban yaitu karena terlalu akrab makanya ia tidak segan

meminta-minta. Isma menambahkan proses terbentuknya perilaku toxic

tersebut yaitu:

“Dia begitu karena faktor lingkungan di mana dia memiliki circle


pertemanan lainnya yang menuntut dirinya seperti teman lainnya yang
sangat modis dan boros menurutku”

Menurut Isma faktor lingkunganlah yang membentuk perilaku toxic

temannya karena ia memiliki teman lain yang menuntut dirinya menjadi


82

seperti mereka. Terakhir Isma menjelaskan tentang sahabat yang baik itu

seperti:

“Sahabat itu harus kompak, saling membantu tapi harus saling


pengertian, sahabat harusnya memberikan dukungan fisik maupun
mental untuk ke arah yang lebih baik”

Isma menjelaskkan bahwa fungsi persahabatan diantaranya yaitu:

Physical Support artinya dukungan fisik untuk seseorang dalam menangani

masalah dalam kehidupannya, Ego Support yaitu dukungan antara individu

yang menjalin hubungan persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu.

Dengan dukungan dan perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan

moral, motivasi dan semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang

sedang dihadapinya dan Sosial Comparison yaitu ketika sahabat

membandingkan diri dengan kekurangan orang lain maka persahabatan dapat

memberi stimulasi yang positif bagi sahabat agar lebih berkembang menjadi

pribadi yang lebih baik (Gottman dan Parker dalam Dariyo, 2004: 130-131)

(Davis dalam Fauziah, 2014: 85)

Faktor terakhir yaitu perilaku selalu bergantung, artinya tidak dapat

mengerjakan sesuatu tanpa bantuaan orang lain, selalu membutuhkan

kehadiran orang lain. Salah satu perilaku toxic friend ini bisa dikatakan sangat

menyusahkan, karena selalu meminta bantuan meskipun pada hal yang sepele

sampai pada masalah finansial

Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan, bentuk komunikasi

dari perilaku komunikasi toxic friendship yaitu verbal berupa kata-kata secara

langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan Bahasa. Kedua bentuk


83

komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang disampaikan selain dengan

kata-kata Bahasa, contohnya infleksi, volume suara, Bahasa tubuh, ekspresi

wajah, tanda, tindakan atau perbuatan, objek, dan lainnya.

faktor penyebab seseorang dapat menjadi toxic friend yaitu: rasa

percaya diri, tantangan keakraban, memahami isyarat, depresi, dan

kepribadian. Faktor-faktor tersebut dapat terbentuk karena faktor biologis

yaitu perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram secara

genetis dalam jiwa manusia dalam lingkup keluarga. Kedua, faktor

sosiopsiologis yaitu faktor lingkungan luar keluarga karena manusia mahluk

sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang

memengaruhi perilakunya.
84

II. DAMPAK PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP

Perilaku komunikasi Toxic friendship dapat berdampak negatif yang

diakibatkan oleh pertemanan yang tidak sehat. Menurut (Yager, 2006: 93-116)

menyebutkan dampak dari Toxic friendship, di antaranya Kompetisi berlebih,

Penghianatan, Kecemburuan, Balas dendam, Kemarahan, Depresi. Dan

insecure.

Dari hasil wawancara dari beberapa informan yang telah di teliti maka

dapat dijabarkan dampak perilaku komunikasi Toxic friendship sebagai

berikut:

1. Kompetisi berlebih dan Penghianatan

(Yager, 2006: 111-112) menyebutkan bahwa dalam setiap hubungan

sedikit sifat kompetitif merupakan hal normal, selagi tidak meremehkan

prestasi dari masing-masing maka tidak akan berbahaya. Namun berbeda

halnya ketika kompetisi berada di luar kendali maka membuka jalan untuk

saling menjatuhkan satu sama lain, tidak menghargai, tidak peduli, bersikap

acuh serta mengecilkan arti kesuksesan sahabat merupakan bentuk dari

tindakan buruk.

Dampak yang dirasakan Fatima, mahasiswa Ilmu Admnistrasi Negara

angkatan 2015 ini yang telah menceritakan tentang masalah yang pernah dia

hadapi bersama salah satu toxic friend yang berperilaku komunikasi toxic

friendship yaitu tidak memiliki empati.

“Deh merasa terkhianatika, maksudku weh harusnya sadarko haha


kau belajar dan tau ini itu bisa dibilang karena saya. Tidak masalah ja
kalau mau jualan juga cuman tidak mestiji harus menjatuhkan
jualannya orang lain demi keuntungan pribadi. Terus masalahnya
85

target jualanku bisa dibilang sama dengan dia karena temanku itu
berteman juga sama dia, tidak di kampus dan diluar kampus hampir
semuanya sama. Kalau mau saingan, yah bersaing secara baik tidak
perlu menjatuhkan orang lain. Tapi tetap ja percaya kalau rezeki
sudah diatur oleh Allah swt”

Fatima merasa terkhianati, karena temannya yang dia ajar tentang cara

merintis usaha seperti yang ia rintis sejak lama, berusaha menjatuhkan

bisnisnya demi mendapatkan keuntungan pribadi. Pengkhianatan terjadi

karena ada rasa ketidakmampuan dalam diri untuk mengakui prestasi teman

sendiri serta perasaan kecewa karena prestasi yang dimiliki tidak sebanding

dengan teman sendiri. (Yager, 2006: 93-94)

Fatima menambahkan, di mana yang dulu adalah temannya sekarang

menjadi saingan bisnisnya. Namun ia selalu percaya kalau rezeki sudah di atur

oleh Allah swt.

2. Kecemburuan

(Yager, 2006: 103-107) menyebutkan bahwa kecemburuan adalah

faktor utama di belakang persahabatan yang dilihat sebagai hal negatif.

Cemburu adalah mengenai kesuksesan atau contoh yang diberikan untuk

mengusik hati seseorang yang memunculkan kebutuhan untuk membuat orang

lain merasa buruk.

Menurut Dini Mahasiswa ilmu Komunikasi 2015 yang merasakan

dampak kecemburuan atas perlakuan salah satu teman toxicnya menjelaskan:

“Saya merasakan kecemburuan sesuai dengan studi kasus yang saya


jelaskan tadi kalau dia sedang dekat dengan seseorang dengan kasus
tersebut perlahan-lahan teman saya itu pergi menjauh dan hanya
datang ketika dia butuh saja saya merasa cemburu karena dia hanya
86

datang kepada saya ketika dia sedang sedih atau ada masalah dengan
pasangannya itu”

Berdasarkan pernyataan Dini, ia merasa cemburu saat temannya lebih

memilih orang lain di saat senang, dan seperti melupakannya. Sedangkan pada

saat sedih atau berada dalam masalah dia mencarinya untuk meminta bantuan

saja.

Selaras dengan pendapat White (2015) “Your friend only seems to

“like you” or want to spend time with you when he or she needs something

from you” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman anda terlihat

menyukai anda atau ingin menghabiskan waktu bersama anda saat teman anda

membutuhkan sesuatu dari anda.

Selanjutnya Dini menjelasan cara mengatasi masalah toxic friend

tersebut yaitu:

“Menjauhi teman yang berada dalam lingkungan toxic tersebut”

Berdasarkan pendapat di atas, Dini merespon perilaku tersebut secara

nonverbal, yaitu bertindak menjauh dari teman yang berada di lingkungan

toxic tersebut.

3. Balas dendam

Balas dendam merupakan reaksi dari perasaan yang tidak berdaya

untuk memengaruhi orang lain supaya menyukai, menginginkan, menghargai

maupun mengakui diri kita (Yager, 2006: 95-97).

Reskiani mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2015 ini yang telah

menceritakan tentang masalah yang pernah dia hadapi bersama salah satu

toxic friend yang berperilaku komunikasi toxic friendship yaitu tidak ada
87

empati. Ia menjelaskan tentang perilaku toxic friend yang bertingkah seperti

bos. Dia mengatakan:

“Dampaknya tidak nyaman kalau ada dia. Jadi sekarang saya sama
yang lain tidak peduli juga kalau dia banyak maunya, dia saja selalu
acuh. Balas dendam lah masa dia terus mau diikuti hehehe”

Reskiani yang memilih balas dendam atas perbuatan teman toxicnya.

Menurut Suzanne White (2015) salah satu ciri toxic friendship yaitu, Friends

who monopolize conversations or only want to discuss their own lives and

experiences, without giving you time to share your perspectives or feeling”

jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang memonopoli pembicaraan

atau hanya ingin membicarakan kehidupan dan pengalaman mereka, tanpa

memberi anda waktu untuk berbagi pemikiran ataupun perasaan anda. Dapat

disimpulkan toxic friend hanya ingin didengarkan namun tidak ingin

mendengarkan. Selanjutnya Reskiani menyatakan bahwa:

“Yang saya lakukan itu yah menjauh dari mereka, karna semakin
sering bersama di lingkungan tersebut maka kemungkinan besar juga
saya akan terseret ke pertemanan yang tidak sehat”

Berdasarkan pendapat Reskiani ia merespon toxic friendship, secara

non verbal yaitu lebih baik menjauh dari toxic friendship sebelum terseret ke

arah negatif yang tidak sehat

4. Kemarahan

Marah merupakan potensi perilaku, yakni emosi yang dirasakan dalam

diri seseorang. Seperti yang dirasakan Isma mahasiswa Ilmu Pemerintahan

2015 yang telah menceritakan tentang toxic friend yang berperilaku

bergantung. mengatakan:
88

“Menjengkelkan kayak kebiasaan begitu terus bikin emosi Hahaha.


Baru saya orangnya tidak enakkan kalo kayak memaksami”

Isma menyatakan kejengkelannya terhadap sahabat toxicnya yang

selalu datang jika memiliki kepentingan tertentu. Tidak segan meminta

bantuan materi hingga tugas kuliah darinya karena berada di circle

pertemanan yang salah menurut Isma.

Lain halnya dengan Meydi salah satu mahasiswa Ilmu Pemerintahan

angkatan 2016 yang merasa marah karena perilaku toxic friendnya yang selalu

menghina orang lain di saat mengalami kesusahan. Ia mengatakan:

“dampaknya saya merasa marah saat itu terjadi karena itu tidak baik
dan tidak patut untuk di contoh”

Menurut Meydi perilaku tersebut tidak patut di contoh karena

merupakan perilaku yang buruk. Selanjutnya ia membagikan cara dia

mengatasi masalah toxic friend yang berada pada circle pertemanannya yaitu:

“saya mengatasinya dengan tidak menghubunginya lagi. Lebih baik


saya memutuskan hubungan dengan teman seperti itu. Tidak ada
gunanya”

Berdasarkan pendapat diatas Meydi memilih merespon secara non

verbal dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan

yaitu dengan cara memutuskan komunikasi dengan orang tersebut, karena

toxic friend tidak berguna.

Hasan mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2016, juga meraskan kemarahan

akibat dari perilaku komunikasi toxic friendship yang dialaminya. Ia

mengatakan bahwa:

“merasa tidak nyaman yang membuat saya kadang merasa marah dan
sedikit merasakan depresi”
89

Selanjutnya Hasan menyebutka cara mengatasi permasalahan yang

pernah ia alami :

“mencari pergaulan lain dengan lebih menghindari agar tidak terkena


dampak negatif.”

Berdasarkan pendapat Hasan, memilih merespon secara non verbal

dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan yaitu

dengan mencari lingkungan baru yang lebih baik agar terhindar dari dampak

negatif.

5. Depresi

Depresi merupakan kondisi medis yang berupa suasana hati yang

buruk secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap segala hal dan

merasa kekurangan energy (Yager, 2006: 141-142). Depresi merupakan

kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang teramat

sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain; tidak

dapat tidur, kehilangan selera makan, kehilangan minat serta kesenangan

dalam aktivitas yang sering dilakukan (Davison, Neale dan Kring, 2012: 11)

Sama yang dirasakan Nurhikma, dampak dari perilaku toxic teman

temannya yang selalu mengkritik tetapi terkesan mengolok-olok atau

menghina dirinya.

“Depresi sering direndahkan kalau lagi bicara tidak nyambung atau


karena pakaian ku hijabku bajuku atau rok yang kusut. Suka dikasih
malu-malu depan orang lain, selalu dibully sama diketawain.”

Hikma merasa depresi tehadap perilaku komunikasi toxic temannya. Ia

juga merasa direndahkan karena cara berbicaranya yang kurang nyambung.


90

Begitu juga dengan penampilannya yang mereka rasa kurang rapi. Hikma juga

biasanya menjadi bahan bully-an dan candaan teman-temannya.

Jufri mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 yang menceritakan tentang

dampak dari perilaku temannya yang selalu mendominasi percakapan, yaitu :

“dampak yang saya rasakan itu lebih sulit mengekspresikan diri dan
sulit berkembang karena komunikasinya searah.”

Jufri berpendapat dampak yang ia rasakan adalah depresi yaitu sulit

untuk mengekspresikan diri dan sulit berkembang. Berdasarkan pendapat Jufri

diatas peneliti menemukan bahwa pola komunikasi dari toxic friendship yaitu

satu arah. Selanjutnya Jufri memberitahukan caranya mengatasi masalah

tersebut yaitu:

“Menurut saya persahabatan itu seharusnya saling membantu,


membangun satu satu sama lain dan ada baik dalam keadaan senang
maupun susah. Jadi saya berusaha mengingatkan teman yang
dianggap toxic itu sendiri bahwa tindakannya itu termasuk perilaku
toxic, tapi ketika kita sudah mengingatkannya namun dia tetap masih
melakukan hal sama maka kita harus keluar/meninggalkan circle toxic
friendship tersebut”

Berdasarkan pendapat Jufri, salah satu fungsi sahabat adalah saling

membantu dan membangun. Disini Jufri memilih merespon secara verbal

dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan yaitu

berusaha mengatasi masalahnya tersebut dengan cara mengkomunikasikan

masalahnya dengan toxic friend tersebut dengan tujuan untuk meperingatinya

tentang perilaku buruknya. Tetapi jika toxic friend tersebut masih belum bisa

berubah maka kita harus meninggalkan kelompok pertemanan tersebut.


91

6. Insecure (rasa tidak aman)

Menurut Greenberg (2015) insecurity merupakan perasaan di mana

dipengaruhi oleh masa kecil yang dimiliki, trauma masa lalu, pengalaman

akan kegagalan dan penolakan, kesendirian, kecemasan sosial, pandangan

negatif akan diri sendiri, perfeksionis, atau mempunyai orang tua atau

pasangan yang pengkritik.

Menurut Muliati mahasiswa Ilmu Administrasi Negara 2016 yang

memilii toxic friend pengkriti. Muliati sering mendapatkan perlakuan negative

dari salah satu temannya yang toxic, contohnya mengritik penampilannya saat

di kampus. Ia mengatakan dampak yang dirasakan yaitu:

“Jujur insecure sekali ka kak, karena sejak ku tahu dia ceritai ka kalau
ke kampuska, merasa ka setiap dia liatika atau dekatika kayak merasa
minder ka kak, kayak takutka apa lagi dia mau bilangika ini”

Berdasarkan pernyataan di atas, Muliati merasa insecure, ia merasa

minder dan takut saat berada di sekitar temannya karena perilaku sahabat

toxicnya yang terkesan mehina penampilannya. Muliati melanjutkan

pendapatnya mengenai cara agar terhidar dari toxic friendship yaitu:

“Biasanya pura-pura sibuk atau menyibukkan diri dgn hal-hal lain


jadi kalau diajak gabung punya alasan untuk menolak secara halus”

Berdasarkan pendapat di atas, Muliati memilih merespon secara non

verbal dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan

yaitu menyibukkan diri agar dapat menghindari toxic friend tersebut

Sama halnya dengan Agus mahasiswa Ilmu Administrasi Negara

angkatan 2016 mengatakan dampak yang ia rasakan saat mendapat perilaku

komunikasi toxic friendship yaitu:


92

“saya merasa diri saya negatif dan tidak nyaman jika didekatnya.
Sampai sampai saya merasa diri saya stagnan begini begini saja tidak
berkembang”

Berdasarkan pendapat Agus, dampak yang ia rasakan yaitu merasa

negatif saat berada di sekitar toxic friend hingga sulit berkembang. Maka

peneliti mengidentifikasi Agus mengalami insecure terhadap toxic friend

tersebut.

Dari beberapa faktor perilaku Toxic friendship yang dijelaskan, Toxic

friendship dapat berdampak buruk bagi circle pertemanan itu sendiri. Salah

satu pihak pasti menjadi korbannya. Dampak dari Toxic friendship yaitu

kompetisi berlebih, penghianatan, kecemburuan, balas dendam, kemarahan,

depresi, dan insecure (rasa tidak aman) (Yager, 2006: 93-116).

Pada penelitian ini, peneliti menemukan beberapa respon yang di

berikan beberapa Mahasiswa fisipol angkatan 2015-2016 Universitas

Muhammadiyah Makassar terhadap stimulus dari toxic friend yaitu perilaku

komunikasi toxic friendship dengan teman sebaya diantaranya adalah:

a. Secara verbal

1. Membicarakannya

2. Mencoba menasehatinya dengan baik agar menjadi teman yang baik

b. Secara nonverbal

1. Mencari kesibukan lain atau pergaulan lain

2. Memutuskan Komunikasi

3. Mendiamkan

4. Dan meninggalkan toxic friend tersebut.


93

Selain itu peneliti juga menemukan pola komunikasi toxic friendship

yaitu satu arah.

Secara keseluruhan berdasarkan pada indikator Perilaku Komunikasi

toxic friendship, (Yager, 2006: 88-89) yaitu indikator Pengkritik, keras kepala,

tidak ada empati, dan selalu bergantung. Bentuk Komunikasinya yaitu verbal

dan nonverbal. serta dampak yang dirasakan dari Perilaku Komunikasi toxic

friendship dengan teman sebaya, (Yager, 2006: 93-116) yaitu kompetisi

berlebih, kecemburuan, balas dendam, kemarahan, penghianatan, depresi, dan

insecure (rasa tidak aman). Sehingga dapat diketahui beberapa kelompok

pertemanan yang terjalin pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016

Universitas Muhammadiyah Makassar mengalami Perilaku Komunikasi toxic

friendship dengan teman sebaya.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi yang

dialami masing-masing mahasiswa dalam menanggapi stimulus yang

diberikan toxic friendship. Perilaku komunikasi toxic friendship yang dialami

oleh mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah

Makassar dominan mendapatkan bentuk komunikasi verbal dibandingkan

dengan nonverbal, serta bentuk perilaku Toxic friendship yang dominan

dialami beberapa mahasiswa yaitu pengkritik dan tidak ada empati. Kemudian

dampak yang dialami dominan merasakan kemarahan. Adapun respon yang

timbul yaitu beberapa mahasiswa memilih diam dan meninggalkan circle

pertemanan tersebut adapula memilih bertahan dan membicarakannya.


BAB V
PENUTUP

B. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian Perilaku komunkasi Toxic friendship

dengan teman sebaya pada mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah

dikemukakan dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Perilaku komunikasi Toxic friendship dengan teman sebaya dapat terjadi

disebabkan beberapa faktor yaitu rasa percaya diri, tantangan keakraban,

memahami isyarat, depresi, dan kepribadian. Toxic friendship adalah jenis

hubungan persahabatan yang beracun. Hubungan persahabatan terjalin

yang hanya menguntungkan di salah satu pihak. Perilaku komunikasi

Toxic friendship yang terjadi di Universitas Muhammadiya Makassar

fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu pengkritik, tidak ada empati,

keras kepala, dan selalu bergantung yang disampaikan secara verbal dan

non verbal. Perilaku komunikasi toxic friendship dapat dipengaruhi oleh

faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.

2. Dampak dari Perilaku komunikasi Toxic friendship dengan teman sebaya

di Universitas Muhammadiya Makassar fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yang dirasakan beberapa mahasiswa yaitu kompetisi berlebih,

kecemburuan, balas dendam, kemarahan, penghianatan, depresi, dan

insecure (rasa tidak aman)serta terdapat 2 macam respon yang didapatan

oleh peneliti yaitu secara verbal dan nonverbal.

94
95

C. Saran

1. Persahabatan yang baik berfungsi sebagai a. Companionship, b.

Stimulation, c. Physical Support, d. ego support, e. Sosial Comparison, d.

Intimacy/ affection.

2. Saat kelompok pertemanan (circle friendship) terdapat seseorang yang

berperilaku toxic, segera bicarakan dan perbaiki. Jika persahabatan sudah

berdampak buruk pada diri anda segera tinggalkan toxic friends tersebut.
Daftar Pustaka
Adler, Ronald B., George Rodman. (1985). Understanding Human
Communication Second Edition. New York: Holt,

Anni, Catharina Tri, dkk. (2004). Psikologi Belajar. Semarang : UPT UNNES

Anoraga, Pandji. (2009). Psikologi Kerja, Cetakan kelima, Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, Z. (2015). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bahri, Syaiful. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga.
Bandung : Remaja Rosdakarya

Baron, R, A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Beamer, L., & Varner, I. (2008) Intercultural communication. New York:


McGraw-Hill.

Berndt, T.J. & Murphy, L.M. (2002). Influence of friends and friendships: :
Myths, truths, and research recommendations. In R. V. Kail
(Ed.), Advances in child development and behavior, Vol. 30 (p. 275–
310). Academic Press.

Berndt. T, J. (2002). Frienship Quality And Social Development. Departement Of


Psychological Sciences. Vol. 11, No. 1.

Cangara, Hafield. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Cavanaugh, J. C., & Blanchard-Fields, F. (2018). Adult development and aging.


Cengage Learning.

-------------------------------------------------. (2006). Adult Development and Aging


Fifth Edition, United State : Thomson Wadsworth

Damsar. (2010). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Padang: Kencana Tempat

Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta:


Grasindo.

Davison, Gerald C, John M. Neale, Ann M. Kring. (2012). Psikologi Abnormal.


Edisi Kesembilan. (Noermala Fajar, Penerjemah). Jakarta: Rajawali
Pers. Desmita

Dayakisni, Tri, & Hudaniah. (2012). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press

96
97

Degges-White, S., & Van Tieghem, J. P. (2015). Toxic Friendships: Knowing the
Rules and Dealing with the Friends who Break Them. Rowman &
Littlefield.

Degges-White, Suzanne. “13 Red Flags of Potentially Toxic Friendships”.


psychologytoday.com. website:
https://www.psychologytoday.com/intl/blog/lifetimeconnections/2015
05/13-red-flags-potentially-toxic-friendships.

Devito, J.A.( 1997). Komunikasi Antar Manusia. Eds. 5. Jakarta: Professional


Book.

-------------. (2013). The Interpersonal Communication Book 13 th. Edition.


United

Dwihartanti, Muslikhah. (2004). Komunikasi Yang Efektif. Yogyakarta: Staff


UNY

Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, teori dan filsafat komunikasi. Bandung :
Citra Aditya Bakti. Elvinaro, Ardianto.

Fauziah. (2014).Jurnal Psikologi Undip Vol.13 . Semarang.

Griffin. 2012. First Look At Communication Theory. New York: Mc Grawhall.

Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. BPK Gunung


Mulia.

Hariyanto, E., & Juniarti, D. K (2017). Komunikasi Publik Di Era Indrustri 4.0 :
memetik pelajaran dari strategi komunikasi utang pemerintah.
Jakarta : @jualinbukumu.

Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan. Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

------------------. (2002). Psikologi Perkembangan. 5th edition. Erlanga: Jakarta

------------------.(2004). Perkembangan Anak (Penerjemah: Tjandrasa, M). Jakarta:


Erlangga.

------------------.(1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang. Kehidupan. Edisi kelima (Terjemahan oleh Istiwidayanti).
Jakarta: Erlangga.

Janah, S. A. (2020). Pesan Tocix Friendship Dalam Film Animasi 3d (Analisis Isi
pada Film Ralph Breaks The Internet: Wreck-It Ralph 2) (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang)
98

Julia, T. Wood. (2009). Communication In Our Lives, Sixth Edition. Wadswoth


Publishing: Boston

Jumadi, E., Wahab, B. A., & Okianna, O. (2013). Pengaruh Teman Sebaya
Terhadap Gaya Hidup Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP
UNTAN (Doctoral dissertation, Tanjungpura University).

Kotler. (2009: 224). Manajemen Pemasaran Edisi Bahasa Indonesia; (Benyamin


Molan); Bandung: PT Indeks

Liliweri, Alo. 2014. Sosiologi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT Bumi


Aksara.

Lucas, Martin dan Wilson, Kim. (1989). Memelihara Gairah Kerja: Psikologi
untuk “orang kantoran”, Terjemahan Ansis Kleden, Jakarta: Arcan

M. Gilliard, Joyce.( 2016). The Little Book About Toxic Friends, How to
Recognize a Toxic Relationship. Xlibris

Masmuh, Abdullah. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan


Praktek. Malang : UMM Press.

Maxwell, S. M. (2015).”An Exploration Of Human Resource Personnel And Toxic


Leadership”. Walden University

Moefad, ( 2017). Perilaku Individu dalam Masyarakat Kajian Komunikasi Social,


Jombang: el-. DeHA Press Fakultas Dakwah IKAHA,

Moleong (2003). Metode Penelitian Kualitatif . Bandung : PT Remaja Rosda


Karya

Mushthofiyah, S. (2019). Etika Pergaulan Remaja Dalam Perspektif Al-Qur’an


(Kajian Tafsir Al-Misbah) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan
Lampung).

Nasution (1991). Metodologi riset (metodologi ilmiah). Bandung: jemmars

Notoatmodjo, S.(2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka


Cipta.

Parker, J., & Asher, R. (1993). Friendship and Friendship Quality in Middle
Child-hood: Links with Peer Group Accep-tance and Feelings of
Loneliness and Social Dissatisfaction. Journal of Developmental
Psychology. 4, 611-621

Pratiwi, S. K. P. K., & Kusuma, R. S. (2019). Perilaku Cyberbullying Mahasiswa


dengan Teman Sebaya. Mediator: Jurnal Komunikasi, 12(2), 165-
177.
99

Rachel Morrison & Terry Nolan. (2017). Too much of a good thing? Difficulties
with workplace friendships. Journal Business Review. Volume 9
No.2.

Rachmansyah, M. H. (2017). Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan


emosional siswa-siswi MAN 1 Sidoarjo (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Ristiyanti Prasetijo & Jhon J.O.I Ilhalauw (2004). Prilaku Konsumen.


Yogyakarta: Andi.

Romli, K (2017). Komunikasi Massa. Jakarta

Rosyiana, I. (2019). Innovative Behavior At Wok: Tinjauan Psikologi &


implementasi Di Organisasi. Yogyakarta

Rozak, A., & Rahiem, M. D. H. (2020). Hubungan Status Sosial Ekonomi dalam
Pemilihan Pertemanan Sebaya (Mahasiswa FITK UIN
Jakarta) (Bachelor's thesis, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta).

Rustan, A. S. & Hakki, N. (2017). Pengantar Ilmu Komunikasi . Yogyakarta: Cv


Budi Utama

Santosa, Slamet. (2006). Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Santrock, J. W. (2003). Adolescene: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga

------------------.(2004). Live-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.


Jakarta: Erlangga.

------------------.(2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup, Jilid


2, Penerjemah: Chusairi dan Damanik). Jakarta: Erlangga

------------------. (2007).Adolescence. Boston: McGraw-Hill.

------------------. (2007). Perkembangan anak jilid 2. Jakarta: Erlangga

Septiyuni, D. A., Budimansyah, D., & Wilodati, W. (2015). Pengaruh kelompok


teman sebaya (peer group) terhadap perilaku bullying siswa di
sekolah. SOSIETAS, 5(1).

Shaffer, David R.( 2005). Social and Personality Development. USA: Thomson .

Soedarsono, D. K., & Wulan, R. R. (2017). Model Komunikasi Teman Sebaya


Dalam Pembentukan Identitas Diri Remaja Global Melalui Media
Internet. Jurnal Aspikom, 3(3), 447-456.
100

Soejanto, A. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta

Soekanto. (1994: 124). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta..

Usman, I. (2013). Kepribadian, komunikasi, kelompok teman sebaya, iklim


sekolah dan perilaku bullying. Humanitas: Jurnal Psikologi
Indonesia, 10(1), 49-60.

Yager, Ph. D, Jan. (2006). When Friendship Hurts Mengatasi Teman Berbahaya
& Mengembangkan Persahabatan yang Menguntungkan.
diterjemahkan oleh Arfan Achyar. Tangerang: AgroMedia Pustaka
L
A
M
P
I
R
A
N

101
102

Pertanyaan wawancara

1. Apakah kamu berteman secara berkelompok?

2. Bagaimana awalnya kamu memutuskan untuk membentuk kelompok

pertemanan?

3. Apakah mereka pernah/selalu membuat anda tidak nyaman seperti berperilaku

Toxic?

4. Apakah mereka selalu menciptakan suasana negatif?

5. Menurut kamu seperti apa perilaku komunikasi Toxic friendship?

6. Bagaimana bentuk komunikasinya? Apakah dengan kata-kata atau tindakan

non verbal?

7. Bisakah kamu menceritakan salah satu contoh kasus yang pernah terjadi?

8. Apa dampak yang kamu rasakan saat berada dalam kondisi/circle pertemanan

toxic seperti itu?

9. Menurut kamu, mengapa dia menjadi Toxic friend? Apa penyebabnya?

10. Menurut kamu sifat Toxic friendship terbentuk karena faktor biologis ataukah

faktor lingkungan?

11. Menurut kamu bagaimana fungsi persahabatan seharusnya?

12. Pertanyaan terakhir ya, Bagaimana cara kamu merespon Toxic Friendship?
103

DOKUMENTASI
104
105
106
107
108
109

RIWAYAT HIDUP

RIVENI WAJDI. Lahir di Kota Ujung Pandang, Sulawesi


Selatan pada tanggal 3 Mei 1997. Anak ke-5 (terakhir) dari
5 bersaudara dari pasangan Rivai Anwar dan Andi Aini Ali.

Penulis mulai mengecap pendidikan formal Sekolah Dasar


Pertiwi Disamakan Makassar pada tahun 2009. Pada tahun
tersebut penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 33 Makassar, tamat pada tahun
2012. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMK Telkom
Sandhy Putra 1 Makassar jurusan Perhotelan , lalu Pindah ke
SMK Tunas Bangsa dan tamat pada tahun 2015. Selanjutnya pada tahun 2015
penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi tepatnya di Universitas
Muhammadiyah Makassar sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Keinginan untuk melanjutkan pendidikan hanya bermodalkan kemauan, dorongan


keluarga dan tekad yang kuat, dan pada tahun 2021 penulis menyusun karya
ilmiah yang berjudul “Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman
Sebaya” dapat terselesaikan dengan lancar. Demikian riwayat hidup penulis
semoga ada manfaatnya.

Anda mungkin juga menyukai