Anda di halaman 1dari 154

EFEKTIVITAS KAMPANYE REMOTIVI TERHADAP PENGGUNA LINE

(Studi Kuantitatif-Survei pada Khalayak Muda)

Oleh:
THORIQ MAULANA
NIM 125120207111085

PEMINATAN MANAJEMEN KOMUNIKASI


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI


ii

LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 27 Desember 2018 dengan

daftar penguji sebagai berikut:

NO. NAMA JABATAN

1. Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM Ketua Majelis Sidang

2. Sinta Swastikawara, S.I.Kom., M.I.Kom Sekretaris Majelis Sidang

3. Reza Safitri, Ph.D Anggota Majelis Sidang Penguji 1

4. Abdul Wahid, S.I.Kom., M.A Anggota Majelis Sidang Penguji 2


iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Thoriq Maulana


NIM : 125120207111085
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Peminatan : Manajemen Komunikasi
Judul Skripsi : Efektivitas Kampanye Remotivi Terhadap Pengguna
LINE (Studi Kuantitatif-Survei pada Khalayak Muda)

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa ini adalah karya asli saya dan tidak ada bagian dari karya ini yang
meng-copy atau mengambil karya orang lain tanpa mencantumkan sumber
maupun citasi yang ditunjukkan dalam daftar pustaka.

2. Tidak ada bagian dari karya ini yang telah dikumpulkan pada institusi lain
untuk keperluan apapun.

3. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya tidak benar dan
ditemukan pelanggaran atas skripsi, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 14 Desember 2018

Thoriq Maulana
NIM. 125120207111085
iv

Kata Pengantar

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam,
karena berkat limpahan rahmat dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan
proses penyusunan skripsi berjudul “Efektivitas Kampanye Remotivi
Terhadap Pengguna LINE (Studi Kuantitatif-Survei pada Khalayak
Muda)” sebagai syarat akhir untuk menyelesaikan studi strata 1 di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang. Penulis berharap
semoga gelar yang pcnulis dapat dari terselesaikannya skripsi ini merupakan
gelar yang berkah, selalu membawa kebaikan bagi penulis, masyarakat di
sekitar penulis dan negara Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam proses
penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai doa, dukungan, dan
kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat berkah dan
lindungan-Nya.

2. Bapak, Ibu, Kakak, dan keluarga besar Soegondo, terima kasih atas segala
dukungan dan doa yang diberikan.

3. Bapak Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., dan Ibu Sinta Swastikawara,


S.I.Kom., M.I.Kom., selaku dosen pembimbing skripsi penulis atas segala
kesabaran, ketekunan, dan kerja keras dalam memberikan bimbingan,
dukungan, dan kepercayaan pada penulis hingga terselesaikannya skripsi
ini.

4. Ibu Reza Safitri, Ph.D, dan Bapak Abdul Wahid, S.I.Kom., M.A, selaku
penguji skipsi penulis yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan
pemikirannya atas kritik dan saran saat ujian serta masa revisi skripsi
sehingga penelitian ini menjadi lebih baik.
v

5. Prof. Unti Ludigdo, S.E., M.Si. A.K, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, Bapak Dr. Antoni, S. Sos.,
M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya,
serta seluruh dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya atas
ilmu dan didikan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

6. Remotivi, selaku pembuat konten kampanye dalam penelitian ini dan


memberikan izin untuk menggunakan video “Masih Percaya Media?”
sebagai subyek penelitian. Tetap idealis walau tergerus atas kuasa media
arus utama dan tetap semangat walau sempat akan ditutup karena masalah
finansial, semoga dengan adanya skripsi ini bisa membantu secara moril.

7. Draftmin selaku pemilik sekaligus pengelola OA LINE Draft SMS yang


membantu penulis dalam menyebarkan kampanye dan angket penelitian,
serta para pengikutnya yang bersedia meluangkan waktu dan kuota
internetnya untuk menjadi responden di penelitian ini. Semoga bisa selalu
menyebarkan kebaikan dan hal-hal positif lainnya, seperti ketubiran di
masa lampau dan perjodohan antar drafter wkwk!

8. Teman-teman penulis dan para pengguna LINE yang membantu


menyebarkan kampanye dan mengisi angket penelitian karena telah
bersedia menjadi responden penelitian ini. Semoga selalu diberikan
kebaikan dan pertolongan dari-Nya.

9. Teman-teman BEM FISIP 2013, HIMANIKA 2013 dan 2014 yang telah
memberikan pengalaman organisasi sangat berharga kepada penulis karena
sangat berguna di saat memegang acara Indonesia Matcha Festival 2015
dan menjadi volunteer Start Surabaya sekaligus magang di sana, Gerakan
Nasional 1000 Startup Digital Malang, The World of Ghibli Jakarta
Exhibition, hingga 18 th Asian Games 2018. Tanpa pengalaman yang
didapat, mungkin tidak dapat berkesempatan di beberapa tempat untuk
bekal selepas lulus kuliah.
vi

10. Teman-teman bermain penulis SMA dan kuliah, kelas B.IK, Ilmu
Komunikasi 2012 serta semua teman-teman FISIP lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu per satu agar tidak ada pilih kasih, terima kasih telah
menerima segala kekurangan dan kelebihan dalam berteman karena
kesempurnaan hanya milik Allah semata. Semoga bisa bertemu di lain
waktu dan kesempatan, dan semoga diberi keberkahan dari-Nya di setiap
langkah kalian.

11. Soe Hok Gie, Steve Jobs, Hayao Miyazaki, pegiat Remotivi, dan orang-
orang idealis lainnya yang tetap teguh atas prinsip idealisnya. Tanpa
semangat dari cerita dan karya kalian, tidak akan pernah skripsi ini
terwujud karena skripsi ini dibuat berawal dari idealis seorang mahasiswa
yang tidak ingin idealisnya hilang setelah lulus hingga akhir hayat, karena
idealis adalah manifestasi hidup seseorang setelah orang tersebut tiada.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan hingga


terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak terlepas dari segala kesalahan dan
kekurangan. Atas hal terscbut, penulis memohon maaf dan pengertian yang
sebesar-besarnya.

Malang, Desember 2018

Thoriq Maulana
vii

Abstrak

Thoriq Maulana, 2018. Peminatan Manajemen Komunikasi, Jurusan Ilmu


Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya,
Malang. Skripsi “Efektivitas Kampanye Remotivi Terhadap Pengguna LINE
(Studi Kuantitatif-Survei pada Khalayak Muda)”. Dibimbing oleh Anang
Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM, dan Sinta Swastikawara, S.I.Kom.,
M.I.Kom.

Kampanye pada media sosial telah berkembang menjadi sebuah inovasi


untuk mendapatkan perhatian khalayak muda. Terdapat beberapa macam media
sosial, salah satunya adalah LINE yang merupakan aplikasi messenger yang
digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, baik ranah pribadi maupun publik.
Penelitian ini mencoba membuat sebuah kampanye yang memuat konten dari
Remotivi melalui LINE dalam mengkampanyekan kritik media, khususnya
tayangan televisi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa jauh
efektivitas kampanye terhadap pengguna LINE khalayak muda. Metode penelitian
ini menggunakan metode survei yang masuk dalam penelitian eksplanatori,
dengan model komunikasi S-M-C-R-E yang disederhanakan dari teori difusi
inovasi sebagai landasan penelitian. Hasil yang didapat adalah terdapat efek
setelah menerima paparan kampanye dan LINE sebagai media kampanyenya
terbukti efektif. Efek yang dirasakan setelah menerima pesan kampanye adalah
dorongan aktif dari responden dalam mengkritisi media karena kesadaran akan
pengawasan media dan isu yang diangkat penting untuk dibahas. Meskipun tidak
sampai pada tataran membuat aksi dalam perubahan kebijakan tentang tayangan
televisi, namun hal ini menjadi pertimbangan bahwa kesadaran mengkritisi media
pada masyarakat ternyata masih belum terlalu luas yang dapat diartikan bahwa
butuh penelitian lanjutan atau tindakan lanjutan agar masyarakat dapat menerima
paparan media secara objektif.

Kata kunci : kampanye, media sosial, LINE, Remotivi, survei, difusi inovasi
viii

Abstract

Thoriq Maulana, 2018. Concentration at Marketing Communication,


Majoring in Communication Science, Faculty of Social and Political Sciences,
Brawijaya University, Malang. Undergraduate Thesis “The Effectiveness of
the Remotivi Campaign on LINE Users (Study of Quantitative-Survey Towards
Young Adult)”. Supervised by Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM, and
Sinta Swastikawara, S.I.Kom., M.I.Kom.

Campaign on social media has grown up became an innovation for young


adult’s attraction. There are a few kinds of social media, one of them is LINE, a
messenger apps used for communicating every day, in a private or public sphere.
This research tried to make a campaign with content by Remotivi via LINE. The
campaign is about criticizing the media, especially television. The purpose is to
figure out the campaign effectiveness toward LINE’s young adult user. Using
survey method, this research belongs explanatory research with S-M-C-R-E
model, simplified from diffusion of innovation theory which is the ground of this
research. The result is there was the effect after received the campaign and LINE
as media campaign proven effective. The effect is the encouragement from
respondent to criticize the media because the awareness of media control and the
issue urgent to discussed furthermore. Although did not reach to action stage in
changing policy about television, but these will be considered that aware to
criticize the media on people evidently still not comprehensive yet, which means it
need continuous research or action so people can accept the media exposure
objectively.

Keywords : campaign, social media, LINE, Remotivi, survey, diffusion of


innovation
ix

Daftar Isi

Lembar Pengesahan Skripsi ..................................................................................... i

Lembar Daftar Penguji Skripsi............................................................................... ii

Pernyataan Orisinalitas ........................................................................................... iii

Kata Pengantar ......................................................................................................... iv

Abstrak...................................................................................................................... vii

Daftar Isi .................................................................................................................... ix

Daftar Tabel ............................................................................................................. xii

Daftar Gambar ....................................................................................................... xiii

Daftar Bagan ........................................................................................................... xiv

Daftar Lampiran ..................................................................................................... xv

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 10

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 11

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 11

1.4.1 Bagi Mahasiswa ..................................................................................... 11

1.4.2 Bagi Organisasi/Perusahaan .................................................................. 12

1.4.3 Bagi Fakultas .......................................................................................... 12

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Perkembangan Kampanye pada Media Sosial ............................................. 13

2.2 Peranan Anak Muda dalam Audience 2.0 .................................................... 17

2.3 Efektivitas Kampanye pada Media Sosial .................................................... 22

2.3.1 Karakteristik Efektivitas Kampanye ..................................................... 25


x

2.4 Evaluasi Kampanye ....................................................................................... 26

2.4.1 Evaluasi Outcome ................................................................................... 31

2.5 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 36

2.6 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 39

BAB III Metode Penelitian

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................... 41

3.2 Definisi Konseptual ....................................................................................... 43

3.2.1. Efektivitas Kampanye ............................................................................ 44

3.2.2. Evaluasi Kampanye ................................................................................ 47

3.3 Definisi Operasional ...................................................................................... 48

3.4 Skala Pengukuran .......................................................................................... 51

3.5 Populasi dan Sampel ...................................................................................... 53

3.5.1 Populasi ................................................................................................... 53

3.5.2 Sampel..................................................................................................... 54

3.6 Lokasi dan Waktu .......................................................................................... 56

3.7 Sumber Data ................................................................................................... 57

3.7.1 Data Primer ............................................................................................. 58

3.7.2 Data Sekunder ........................................................................................ 59

3.8 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 60

3.9 Uji Instrumen ................................................................................................. 62

3.9.1 Uji Validitas ............................................................................................ 63

3.9.2 Uji Reliabilitas ........................................................................................ 66

3.10 Teknik Analisis Data ..................................................................................... 69

BAB IV Hasil dan Pembahasan

4.1 Gambaran Umum Kampanye Remotivi pada LINE .................................... 72


xi

4.2 Gambaran Umum Responden ....................................................................... 80

4.3 Hasil Penelitian dan Analisis Data................................................................ 82

4.3.1 Dimensi Karakteristik Efektivitas Kampanye ...................................... 82

4.3.2 Dimensi Evaluasi Outcomes .................................................................. 91

4.4 Pembahasan Analisis ..................................................................................... 99

BAB V Kesimpulan

5.1 Kesimpulan................................................................................................... 111

5.2 Limitasi Penelitian ....................................................................................... 113

5.3 Saran ............................................................................................................. 114

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 115

Lampiran ................................................................................................................ 119


xii

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Karakteristik Efektivitas Kampanye ....................................................... 26

Tabel 2.2 Four Evaluation Types ............................................................................. 30

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu................................................................................. 37

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................. 50

Tabel 3.2 Skala Likert ............................................................................................... 53

Tabel 3.3 Hasil penghitungan dengan Microsoft Excel ............................... 65

Tabel 3.4 Hasil Penghitungan Korelasi Product Moment ...................................... 66

Tabel 3.5 Hasil Penghitungan Alpha Cronbach ...................................................... 68

Tabel 3.6 Rentang Skala ........................................................................................... 70

Tabel 4.1 Hasil Indikator Perhatian Audiens........................................................... 83

Tabel 4.2 Hasil Indikator Pemahaman Pesan .......................................................... 85

Tabel 4.3 Hasil Indikator Pengaruh Pesan ............................................................... 87

Tabel 4.4 Hasil Indikator Perubahan Konteks Sosial.............................................. 89

Tabel 4.5 Mean Dimensi Karakteristik Efektivitas Kampanye .............................. 90

Tabel 4.6 Hasil Indikator Pengertian dan Kesadaran .............................................. 92

Tabel 4.7 Hasil Indikator Saliency ........................................................................... 93

Tabel 4.8 Hasil Indikator Sikap ................................................................................ 94

Tabel 4.9 Hasil Indikator Norma .............................................................................. 96

Tabel 4.10 Hasil Indikator Perilaku ......................................................................... 97

Tabel 4.11 Mean Dimensi Evaluasi Outcomes........................................................ 98

Tabel 4.12 Hasil Penghitungan Regresi Linier Sederhana ................................... 101


xiii

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Logo Remotivi ...................................................................................... 72

Gambar 4.2 Pegiat Remotivi..................................................................................... 73

Gambar 4.3 Video “Masih Percaya Media?” pada remotivi.or.id.......................... 74

Gambar 4.4 Video “Masih Percaya Media?” pada kanal YouTube Remotivi ...... 75

Gambar 4.5 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 0:48 .............. 76

Gambar 4.6 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 1:41 .............. 77

Gambar 4.7 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 02:15 ............ 78

Gambar 4.8 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 02:57 ............ 79

Gambar 4.9 Diagram Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 80

Gambar 4.10 Diagram Responden Berdasarkan Kategori Usia ............................. 81

Gambar 4.11 Diagram Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ....... 82


xiv

Daftar Bagan

Bagan 2.1 Model Proses Komunikasi S-M-C-R-E ................................................. 23

Bagan 2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 39

Bagan 4.1 Persamaan Model S-M-C-R-E dan Teori Difusi Inovasi .................... 109
xv

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Angket Penelitian ................................................................................ 119

Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas.................................................... 123

Lampiran 3 Hasil Penelitian ................................................................................... 130


1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kampanye merupakan suatu cara berkomunikasi dari komunikator

ke banyak orang tertentu dengan tujuan yang sudah ditentukan

sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari definisi kampanye menurut Cangara

(2011, h. 223), bahwa kampanye adalah aktivitas komunikasi yang

ditujukan untuk memengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap

dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan penyebar atau

pemberi informasi. Sedangkan menurut Kotler dan Roberto (dalam

Cangara, 2011, h. 229) menjabarkan definisi kampanye, “an organized

effort conducted by one group (the change agent) which intends to

persuade other (the target adopters), to accept, modify, or abandon

certain ideas, attitudes, practices and behavior”. Dari pernyataan-

pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kampanye mempunyai

unsur mempengaruhi orang lain dengan menyampaikan pengetahuan dan

menentukan sikap serta membentuk perilaku sesuai dengan tujuan atau ide

dibuatnya kampanye tersebut.

Tujuan dari kampanye sendiri mempunyai aspek inti yang

dijadikan indikator dalam melihat keberhasilannya. Pfau dan Parrot (dalam

Efriza, 2012, h. 470) menuturkan, terdapat 3 aspek dalam melihat


2

perubahan perilaku untuk tujuan berkampanye, yaitu knowledge, attitude,

dan behavioral. Lebih sederhana, Ostergaard (dalam Efriza, 2012, h. 470)

mengklasifikasikannya ke dalam “3A”, yaitu awareness, attitude, action.

Secara spesifik, tujuan kampanye adalah menyampaikan informasi

mengenai masalah yang ingin diutarakan kepada sasaran kampanye agar

mereka menyadari dan diharapkan dapat merubah sikap sekaligus perilaku

ke arah sesuai rencana dari dilakukannya kampanye tersebut.

Dalam menjalankan sebuah kampanye, terdapat model komunikasi

S-M-C-R-E yang digunakan sebagai landasan dalam proses kampanye

karena menurut Ruslan (2008, h. 68), model tersebut termasuk dalam

model proses komunikasi umum (kampanye). Secara teori, Rogers dan

Shoemaker (dalam Karnowski, von Pape, & Wirth, 2011) menyebutnya

sebagai penyederhanaan dari teori difusi inovasi. Merujuk pada

Karnowski, von Pape, & Wirth (2011), teori difusi inovasi diperkenalkan

oleh Everett Rogers yang mengadopsi dari hasil wawancara Ryan dan

Gross tahun 1941 tentang pengadopsian bibit jagung hibrida oleh petani

jagung selama tahun 1930-an dan mengidentifikasikan faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan adopsi. Atkin & Rice (2013, h. 4) mengatakan

bahwa teori ini memperkenalkan gagasan tentang keuntungan relatif dan

kemampuan uji coba perilaku yang direkomendasikan. Dapat dikatakan

bahwa teori difusi inovasi dijadikan sebagai landasan dasar dalam

melakukan penelitian karena di dalam kampanye terdapat tujuan untuk


3

mempersuasi sasaran sebagai efek dari kampanye, dengan penyederhanaan

model komunikasi S-M-C-R-E.

Contoh penelitian yang mengambil teori difusi inovasi melalui

kampanye adalah dari Gulati & Williams (2011) tentang kandidat yang

mengadopsi Facebook, Twitter, dan YouTube dalam meraih suara pada

pemilihan umum kongres Amerika Serikat tahun 2010. Pada penelitian

tersebut, peneliti membandingkan dan menganalisis tiga media sosial yang

atribut teknologinya berbeda dalam cara yang terbukti relevan dengan

keputusan adopsi dan memproyeksikan sejauh mana tingkat dan sifat

penggunaannya untuk meningkatkan citra dan kredibilitas kandidat.

Kemudian, peneliti menggunakan teori difusi inovasi untuk memprediksi

efek serupa di ketiga media sosial tersebut dan memprediksi perbedaannya

sebagai hipotesis dengan variabel penularan kedekatan geografis dan

kecenderungan untuk mengadopsi teknologi inovasi kampanye. Hasil dari

penelitian tersebut menyatakan bahwa mayoritas kandidat partai besar

memiliki halaman Facebook, akun Twitter, dan saluran YouTube dengan

keakraban terhadap generasi muda media online berpotensi sebagai

pengadopsi awal. Namun, hasil lainnya menemukan beberapa perbedaan

dalam adopsi di media sosial dengan incumbents secara signifikan lebih

cenderung mengadopsi Facebook dan YouTube, tetapi untuk aplikasi

media sosial terbaru, Twitter, incumbents yang paling tidak mungkin

menjadi pengadopsi awal.


4

Contoh penelitian tentang kampanye dengan media sosial adalah

dari Baskerville, Azagba, Norman, McKeown, Brown (2016) mengenai

kampanye berhenti merokok pada dewasa muda (usia 19-29 tahun) di

media sosial melalui program Break-it-Off (BIO) dengan hasil

menunjukkan kesuksesan pada tingkat berhenti merokok karena media

sosial dapat melengkapi layanan penghentian secara tradisional untuk

perokok muda yang mencari bantuan berhenti merokok. Hal ini

menujukkan bahwa kampanye masa kini lebih efektif dilakukan melalui

media sosial karena penyampaiannya yang cepat dan tidak terlalu

membutuhkan biaya besar. Secara tidak langsung, hasil yang ditunjukkan

terlihat bagaimana anak muda memiliki minat lebih pada media sosial

dalam menjalankan kehidupan mereka.

Dari hasil penelitian Baskerville, Azagba, Norman, McKeown,

Brown (2016), dapat dilihat pula bahwa tujuan dari kampanye tersebut

telah tercapai dengan adanya perubahan perilaku dalam merokok. Menurut

Weiss & Tschirhart (dalam Liliweri, 2011, h. 672), tujuan kampanye tidak

dapat tidak jika ingin mencapai suatu perubahan tertentu, perubahan sikap

dan perilaku dari sejumlah besar individu yang telah dijadikan sasaran

kampanye. Hal tersebut menjadi indikasi penting dalam efektifnya sebuah

kampanye karena faktor dari tujuan kampanye dilihat dari seberapa

efektifnya pesan kampanye tersampaikan kepada sasaran yang dituju dan

dapat merubah sikap dan perilaku tertentu. Jika kampanye tersebut tidak
5

memiliki nilai efektivitas kampanye, maka dapat dikatakan tingkat

keberhasilan kampanye berkurang.

Penelitian lain yang menunjukkan terkait efektivitas media sosial

dalam mengajak banyak orang adalah dari Valenzuela, Arriagada &

Scherman (2014) yang meneliti tentang demonstrasi mahasiswa tahun

2011 di Cile mengenai perubahan hubungan antara penggunaan media

sosial dan perilaku protes dalam konteks meningkatnya keresahan sosial di

kalangan populasi muda (usia 18-29 tahun) menghasilkan baik Facebook

maupun Twitter memiliki efek signifikan terhadap kemungkinan

melakukan demonstrasi, walaupun efek ini bervariasi antar waktu dan

platform. Secara tidak langsung, ini menunjukkan bahwa banyak anak

muda yang menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi karena

lebih praktis berkomunikasi melalui jaringan internet secara efektif dan

efisien. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa

penggunaan media sosial pada anak muda memberikan dampak cukup

kuat terhadap paparan yang diterimanya.

Peningkatan penggunaan media sosial pun juga dibutuhkan oleh

masyarakat Indonesia sebagai sarana jaringan sosial modern saat ini.

Menilik infografik dari We Are Social (2018), sebanyak 130 juta orang

memiliki media sosial. Tingkat penggunaan media sosial dibagi menurut

jumlah pengguna dalam memainkan media sosial tersebut, mulai dari yang

tertinggi adalah YouTube dengan angka 43% dan Facebook di peringkat

kedua sebesar 41%, diikuti dengan Whatsapp 40%, Instagram 38%, LINE
6

33%, BBM 28%, Twitter 27%, Google+ 25%, Facebook Messenger 24%,

LinkedIn 16%, Skype 15%, dan WeChat 14%. Perlu digarisbawahi pada

penggolongan media sosial di laporan tersebut bahwa dibedakan menjadi 2

kategori, yaitu social network dan messenger/chat app. Pada

penggolongannya, YouTube dan Facebook masuk ke dalam kategori

social network, dan Whatsapp dan LINE masuk ke dalam kategori

messenger. Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan LINE karena

selain memiliki jumlah pengguna yang banyak, terdapat fitur-fitur yang

diperlukan untuk penelitian ini.

Awal sejarah LINE yang diungkapkan oleh Saito (2012) dimulai

sebagai respon bencana pada bulan Maret 2011, gempa Tōhoku merusak

infrastruktur telekomunikasi Jepang secara nasional, mewajibkan

karyawan NHN Jepang, unit NHN Corporation Korea Selatan, untuk

mengandalkan sumber daya berbasis internet untuk berkomunikasi, dan

insinyur perusahaan mengembangkan LINE untuk memfasilitasi hal ini

hingga akhirnya merilis aplikasi mereka untuk keperluan umum pada

bulan Juni. Pada 3 Juli 2012, NHN Jepang mengumumkan fitur LINE

Home dan Timeline baru yang memungkinkan pengguna untuk berbagi

perkembangan pribadi terbaru ke komunitas kontak secara real-time, mirip

dengan status pembaruan (status updates) layanan jejaring sosial seperti

Facebook (Toto, 2012). Dapat dikatakan, LINE membuat penggunanya

tidak hanya sekedar berinteraksi secara privat dengan temannya, namun

juga dapat mempublikasikan berupa ide atau perasaan maupun informasi


7

melalui tulisan, foto, video, link, dan stiker yang ingin dibagi ke sesama

pengguna di Timeline.

Penggunaan fitur yang disediakan oleh LINE membuat pengguna

tertarik untuk berbagi ide maupun perasaan yang ingin dipublikasikan. Hal

ini terungkap pada hasil penelitian dari Luthfi (2016) bahwa para

responden setuju tentang fitur-fitur yang terdapat dalam LINE (berbagi

link, foto, stiker, free call, voice note, video call) sangat menarik. Selain

berkomunikasi secara interpersonal, LINE juga digunakan lebih intens

dalam berkomunikasi kelompok. Menurut hasil penelitian Luthfi (2016)

mengungkapkan bahwa untuk diskusi grup dirasa responden sangat

bermanfaat dan praktis.

Penggunaan LINE juga tidak terlepas dari kecenderungan anak

muda dalam menggunakan instant messenging dibandingkan dengan

social network. Fakta yang diungkapkan Sakawee (2014) bahwa Facebook

kehilangan khalayak remaja karena keterlibatan orang dewasa atau orang

tua mereka menggunakan Facebook sebagai sarana berjejaring sosial. CEO

platform pemasaran media sosial Sendible, Gavin Hammar (dalam

Holliday, 2014), mengatakan bahwa seiring anak muda mencari lebih

banyak jejaring sosial pribadi untuk bisa menghubungi temannya tanpa

diawasi orang tua mereka, dia beserta tim akan terus melihat eksodus

remaja dari Facebook. Lanjut Hammar (dalam Holliday, 2014), para

remaja merasa bahwa Facebook telah menjadi seperti pesta dengan kakek

nenek mereka, sehingga mereka akan terus menjauh dari jejaring sosial ke
8

aplikasi instant messaging di ponsel. Sama halnya yang dikatakan oleh

Sakawee (2014), bahwa generasi muda bermigrasi dari media sosial nomor

satu di dunia saat orang tua mereka bergabung dengan Facebook.

Dengan beberapa penjelasan sebelumnya, peneliti memilih LINE

sebagai media dalam penelitian karena dianggap efektif dalam

penyampaian konten. Seperti yang diungkapkan oleh So (2016) bahwa

komunikasi yang dimediasi komputer maupun mobile memberikan

pengguna kesempatan untuk memfasilitasi kedekatan sosial dan kehadiran

sosial, sehingga pengguna memiliki kendali atas kapan dan dengan siapa

mereka berinteraksi. Penelitian dari Farokatarina (2014) menunjukkan

keefektivitasan kampanye Wide Fund for Nature (WWF) melalui stiker

“Tiggy Tiger” di LINE dalam rangka penggalangan dana dan

meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gaya hidup hijau. Hasil dari

penelitian tersebut menimbulkan kesan bahwa peneliti ingin melakukan

kampanye dengan berisikan konten bermanfaat.

Konten yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah konten

berformat video. Menurut hasil penelitian dari Viviantini (2015),

menunjukkan bahwa penyampaian pesan pelajaran melalui video lebih

menarik minat dan meningkatkan hasil belajar para siswa secara

signifikan. Disebutkan pula dengan metode pembelajaran dengan video

yang bisa diputar ulang, dapat dijadikan sebagai referensi guru untuk

menyampaikan pelajaran secara kreatif dan dimanfaatkan sebagai media


9

pembelajaran yang bermakna. Hal ini menjadi acuan dalam berkampanye

dengan menyebarkan konten berformat video.

Untuk menguji penelitian ini, peneliti akan memakai konten video

berjudul “Masih Percaya Media?” yang dibuat oleh Remotivi sebagai

bahan kampanye. Dalam video tersebut, Remotivi mengulas tentang hasil

pantauannya terkait hubungan pemberitaan media dengan pertaruhan

pemilihan umum 2014 dan diakhiri dengan ajakan menjadi penonton yang

kritis dalam memilih media. Meskipun tayangan video tersebut dirilis pada

tanggal 10 Maret 2015, peneliti ingin mencontohkan bahwa media

beberapa tahun lalu bersikap condong ke salah satu kandidat calon

presiden yang secara tidak langsung tidak mentaati P3SPS pasal 11 ayat

(2), dengan kata lain media masih belum bisa dikatakan netral dan

independen sepenuhnya dalam hal pemberitaan. Untuk itu, peneliti ingin

memfokuskan bagaimana respon pengguna LINE dalam menerima

paparan televisi untuk bisa mengkritisinya dan tidak diterima secara

langsung setelah menerima pesan kampanye. Remotivi sendiri merupakan

sebuah lembaga studi dan pemantauan media, khususnya televisi di

Indonesia yang dibentuk di Jakarta pada tahun 2010, sebagai bentuk

inisiatif warga untuk merespon praktik industri televisi pasca Orde Baru

yang semakin komersial dan mengabaikan tanggung jawab publiknya.

Penelitian ini menggunakan metode survei karena survei lebih baik

dalam mengumpulkan data yang relatif sederhana (seperti karakter

pekerjaan responden) atau untuk mengetahui pendapat, sikap, atau


10

pengetahuan responden mengenai suatu hal (Gorard, dalam Martono,

2015, h. 227) dan umumnya pengertian survei dibatasi pada penelitian

dengan data yang dikumpulkan dari sampel untuk mewakili seluruh

populasi (Singarimbun, dalam Effendi & Tukiran, 2012, h. 3). Menurut

Martono (2015, h. 227), survei digunakan ketika data yang dibutuhkan

sudah ada dan pertanyaan penelitian tidak memerlukan percobaan

menggunakan eksperimen. Pemilihan survei didasarkan pada tujuan

penelitian ini, yaitu untuk menguji hipotesis karena hubungan sebab-akibat

yang telah disusun dan berkaitan dengan rumusan masalah. Hal ini sesuai

dengan perkataan dari Singarimbun (2012, h. 5) bahwa apabila untuk data

yang sama peneliti menjelaskan hubungan kausal antarvariabel melalui

pengujian hipotesis, maka penelitian tersebut tidak lagi dinamakan

penelitian deskriptif, tetapi penelitian pengujian hipotesis atau penelitian

penjelasan (explanatory research).

Dengan demikian, peneliti akan mengangkat penelitian skripsi

dengan judul EFEKTIVITAS KAMPANYE REMOTIVI TERHADAP

PENGGUNA LINE (Studi Kuantitatif-Survei pada Khalayak Muda).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara efektivitas kampanye terhadap pengguna

media sosial LINE khalayak muda?

2. Bagaimana hubungan efektivitas kampanye Remotivi terhadap pengguna

media sosial LINE khalayak muda?


11

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara efektivitas kampanye

Remotivi terhadap pengguna media sosial LINE khalayak muda.

2. Mengetahui bagaimana hubungan efektivitas kampanye Remotivi terhadap

pengguna media sosial LINE khalayak muda.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan tentunya terdapat manfaat

yang didapatkan. Tidak terkecuali dengan kegiatan penelitian yang peneliti

lakukan. Berikut peneliti jelaskan mengenai manfaat yang diterima oleh

masing-masing instansi terkait:

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Penelitian ini tentunya memberikan manfaat bagi

mahasiswa sebagai pelaku dari penelitian ini. Manfaat yang

didapatkan adalah peneliti dapat memahami bagaimana pengaruh

dari kampanye Remotivi, tingkat awareness tentang Remotivi, dan

respon dari konten yang menampilkan karya Remotivi selama ini.

Manfaat lainnya adalah untuk mahasiswa tingkat bawah yang ingin

menggunakan referensi penelitian tentang survei di media sosial

untuk penelitiannya.
12

1.4.2 Bagi Organisasi/Perusahaan

Tidak hanya bagi peneliti, penelitian ini juga memberikan

manfaat bagi organisasi yang bersangkutan dengan penelitian ini.

Manfaat yang didapatkan oleh subyek organisasi peneliti antara

lain adalah memperoleh bantuan tenaga dan pemikiran dari peneliti

karena membantu dalam upaya mengkampanyekan tentang salah

satu produk organisasi untuk mewujudkan visi dari organisasi

tersebut. Selain itu juga dapat digunakan untuk referensi kinerja

organisasi ke depannya dalam mengembangkan produk dan segala

hal dalam penelitian ini.

1.4.3 Bagi Fakultas

Dengan adanya penelitian skripsi ini, manfaat yang dapat

diperoleh fakultas tempat peneliti bernaung, antara lain adalah

memperluas jaringan kerjasama dengan organisasi dan lembaga

terkait serta memberi peluang mahasiswa lain untuk melakukan

penelitian di tempat yang sama. Manfaat lainnya adalah diharapkan

dengan kesimpulan yang dibuat oleh peneliti, dapat digunakan

sebagai acuan dalam evaluasi terhadap beberapa komponen

organsisasi yang dijadikan subyek oleh peneliti.


13

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Perkembangan Kampanye pada Media Sosial

Perkembangan kampanye telah merubah cara pandang dalam

berkomunikasi kepada khalayak, seperti yang diungkapkan oleh Wooley,

Limperos & Oliver (2010, h. 632) bahwa penggunaan Facebook

bermanfaat dalam proses kampanye. Dari hasil rangkuman penelitian dari

Quily; Smith; Vitak dkk (dalam Wooley, Limperos & Oliver, 2010, h.

632) pada pemilihan presiden Amerika Serikat 2008 menunjukkan bahwa

media sosial (misalnya, Facebook, Twitter, dan blogging) telah menjadi

forum yang semakin populer untuk partisipasi politik. Wooley, Limperos

& Oliver (2010, h. 632) menambahkan, Facebook pada dasarnya adalah

situs jejaring sosial yang memungkinkan pengguna menyajikan berbagai

informasi interpersonal tentang diri mereka melalui berbagai modalitas

dan teknologi Web 2.0, penggunaan Facebook selama pemilihan presiden

2008 menunjukkan bahwa ia memiliki vitalitas sebagai alat komunikasi

politik, hingga organisasi berita CNN (Rawlinson dalam Wooley,

Limperos & Oliver, 2010, h. 632) mengajukan pertanyaan, ''Akankah

pemilihan presiden 2008 dimenangkan di Facebook?''. Keberhasilan para

kandidat dalam berkampanye di media sosial untuk mempengaruhi calon


14

pemilih, menjadikan indikator bahwa peran media sosial mempunyai

pengaruh dalam kampanye.

Peran media sosial secara tidak langsung merubah cara kerja

kampanye berbasis pesan tradisional menjadi lebih atraktif. Namkoong

dkk (2017) mengungkapkan bahwa media sosial dapat membuat peserta

kampanye menjadi lebih terlibat dalam proses perencanaan dan

pengiriman kampanye, yang memungkinkan mereka untuk

mengekspresikan dan berbagi gagasan kampanye mereka melalui media

sosial. Schein, Wilson & Keelan (2010) menyatakan, media sosial ditandai

oleh interaktivitas di beberapa koneksi horisontal, yang menghasilkan

secara keseluruhan pengalaman pengguna yang bisa berubah dan saling

terkait. Hal ini mengindikasikan bahwa peran media sosial dalam

kampanye terjadi interaksi lebih dari satu arah dan hal tersebut merupakan

perbedaan dari kampanye offline pada umunya.

Peran media sosial juga disudutkan pada strateginya dalam

berkampanye. Menurut Schein, Wilson & Keelan (2010), sebagian besar

strategi media sosial menekankan jangkauan, penguatan pesan,

menyesuaikan pesan, keterlibatan dan memfasilitasi pertukaran informasi

terbuka dengan publik. US CDC (dalam Schein, Wilson & Keelan, 2010)

mengatakan bahwa berbagai alat media sosial digunakan untuk

memperkuat dan mempersonalisasikan pesan, menjangkau khalayak baru,

dan membangun infrastruktur komunikasi berdasarkan pertukaran

informasi terbuka. Ini menjadikan peran media sosial sebagai alat


15

penyebaran pesan pada kampanye meluas cepat dan dapat secara intensif

kepada sasaran kampanye.

Penyebaran pesan kampanye yang masif membutuhkan konstruksi

pesan yang dapat dikomunikasikan dan diterima oleh publik. Menurut

Atkin & Rice yang menambahkan definisi dari Rogers & Storey (2013, h.

3), kampanye komunikasi publik dapat didefinisikan sebagai upaya

purposif untuk menginformasikan atau mempengaruhi perilaku pada

khalayak besar dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan

seperangkat aktivitas komunikasi yang terorganisir dan menampilkan

serangkaian pesan yang dimediasi di beberapa saluran pada umumnya

untuk menghasilkan keuntungan non-komersil bagi individu dan

masyarakat. Secara sederhana, Rogers & Storey (dalam Catalán-

Matamoros, 2011, h. 400) membuat 4 elemen penting dalam kampanye

komunikasi, yaitu: bersifat purposif, ditujukan untuk khalayak luas,

mempunyai batas waktu yang ditentukan, dan terdiri dari rangkaian

kegiatan terorganisir yang sudah dirancang, baik desain bentuk dan isi

pesan maupun distribusi pemilihan saluran dan media yang tepat. Rice &

Atkin (dalam Atkin & Rice, 2013) menambahkan dalam rangkaian

kegiatan tersebut, seringkali dilengkapi dengan dukungan interpersonal.

Dapat dikatakan bahwa dalam proses berkampanye, membutuhkan

pendekatan secara interpersonal agar pesan kampanye dapat lebih

mengenai sasaran yang dituju.


16

Dalam hal pendekatan secara interpersonal, media sosial

mempunyai kelebihan dibanding dengan media konvensional dalam

konteks saluran berkampanye karena meluasnya jaringan sosial. Baruah

(2012) mengatakan bahwa jaringan sosial adalah media komunikasi baru

di mana orang-orang menyiarkan dan menerima berbagai informasi.

Menurut Kwon & Wen (dalam Alcosta-Alzuru, 2013), jaringan media

sosial dapat didefinisikan sebagai halaman web individu yang dapat

terhubung dan membangun hubungan manusia dengan mengumpulkan

informasi bermanfaat serta membagikannya dengan orang-orang spesifik

atau tidak spesifik. Secara singkat, Alcosta-Alzuru (2013) menyebut media

sosial adalah tempat online di mana orang saling berbagi, berjaringan, dan

berkomunikasi, serta menambahkan bahwa situs ini mendorong umpan

balik seperti memberikan suara, komentar, dan favorit. Henderson &

Bowley (2010, h. 239-240) menambahkan, media sosial memungkinkan

pengguna untuk berbagi konten, kreasi, pemikiran, pandangan, informasi

dan data pribadi, berbeda dengan konten situs web tradisional yang dibuat,

dipilih dan disaring oleh gatekeeper organisasi atau media. Ini

menunjukkan bahwa setiap pengguna media sosial memiliki keluwesan

dalam berkomunikasi tanpa perlu bertatap muka langsung sekaligus

melebarkan lingkar penyebaran pesan ke lebih dari jumlah pertemanan

pengguna tersebut.

Berdasarkan beberapa penjelasan terkait perkembangan kampanye

pada media sosial, peneliti mengambil hipotesis berupa:


17

Ho1 : Kampanye pada media sosial tidak mempunyai efek


setelah sasaran yang dituju menerima pesan kampanye
Ha1 : Kampanye pada media sosial mempunyai efek setelah
sasaran yang dituju menerima pesan kampanye

2.2 Peranan Anak Muda dalam Audience 2.0

Perkembangan media sosial membuat penghalang ruang dan waktu

dalam berkomunikasi menjadi hilang, sehingga Hermes (dalam Thiel-

Stern, 2013) menyebutnya istilah “audience 2.0” untuk para pengguna

media sosial saat ini. Thiel-Stern (2013) berpendapat bahwa aplikasi

internet dan perangkat mobile yang baru membuatnya sangat mudah bagi

audiens untuk bertindak sebagai produser budaya dengan cepat (dengan

menulis dan menerbitkan apapun yang diinginkan anggota audiens, kepada

khalayak "teman" yang sangat besar; dengan mem-posting foto;

mengomentari tulisan dan posting-an orang lain). Thiel-Stern (2013)

menambahkan bahwa kini audiens itu sendiri langsung memiliki built-in

audiens yang membaca dan melihat semuanya, mengharapkan untuk

berbagi. Dye (dalam Henderson & Bowley, 2010, h. 240) menuturkan

bahwa pengguna media sosial biasanya disebut sebagai Generasi C, di

mana C adalah singkatan dari content, creation, consumption dan

connectivity. Hal ini menjadikan pengguna media sosial mempunyai peran

penting dalam berbagi pesan maupun konten secara publik karena jika

orang sependapat dan memberikan tanda “like” dan/atau “share”, maka

secara otomatis akan membagikannya ke lingkaran pertemanan orang

tersebut.
18

Penjelasan Hall yang dikutip dari Thiel-Stern (2013) mengenai

decoding dan encoding dalam proses komunikasi, mengalami

perkembangan di era web 2.0 ini. Thiel-Stern (2013) menjelaskan bahwa

melalui media interaktif dan sosial, encoding dan decoding berlangsung

secara bersamaan, bukan dalam dua tahap yang terpisah, baik produser

maupun anggota audiens secara teratur menjalankan tugas pembuatan

makna semacam itu. Menurut Bermejo (2013) yang mengacu pada

penyebutan “bentuk perilaku kolektif” oleh Blumer, bahwa konsep

"audiens" seperti yang umum digunakan saat ini dimiliki oleh seperangkat

gagasan yang mengacu pada kolektivitas manusia. Ini mengindikasikan

bahwa peran audiens tidak lagi pasif menerima pesan apa adanya, tetapi

sudah memiliki peran aktif dalam memproduksi pesan dan mempunyai

daya pengaruh, layaknya pengaruh media massa kepada khalayak.

Baruah (2012) mengatakan, salah satu keuntungan yang paling

penting dari media sosial adalah berbagi informasi dan pengetahuan secara

online di antara berbagai kelompok orang. Baruah (2012) menambahkan,

pembagian informasi secara online ini juga mendorong peningkatan

keterampilan komunikasi di kalangan masyarakat khususnya di kalangan

pelajar/mahasiswa dari lembaga pendidikan. Menurut Liang, Commins &

Duffy, serta Lusk (dalam Lee & Horsley, 2017), di era teknologi yang

cepat berubah ini, pemuda secara alami mengembangkan kemampuan

untuk belajar dan menyerap teknologi baru dan menjadi konsumen utama

media sosial. Selain itu, Basat, Kushin (dalam Lee & Horsley, 2017)
19

mengungkapkan bahwa karena disesuaikan dengan berbagai teknologi

cerdas, kaum muda dimungkinkan terus-menerus memasuki media sosial

melalui berbagai aplikasi, menjadikannya bagian penting dari kehidupan

sehari-hari mereka. Ini menjadi titik poin bahwa keterlibatan anak muda

dalam media sosial cukup berpengaruh, seperti yang dikatakan oleh Lee &

Horsley (2017), dengan kapasitas teknis dan semangat eksplorasi anak

muda, media sosial adalah alat yang sangat penting bagi kaum muda.

Pemuda juga berperan penting sebagai penentu masyarakat ke

depan. Merangkum definisi pemuda dari Fraley, Roisman & Haltigan; Lee

& Cole (dalam Lee & Horsley, 2017), adalah periode kritis dalam hal

perkembangan fisik dan mental dan suatu waktu untuk mempelajari

pentingnya kualitas dan nilai yang diperlukan untuk menjadi warga negara

yang bertanggung jawab atau pemimpin masa depan. Schmidt, Shumow,

& Kackar (dalam Lee & Horsley, 2017) menambahkan, orang-orang yang

menetapkan kebajikan yang baik selama periode ini sering menunjukkan

keterlibatan sipil yang aktif, mempertahankan sikap positif, dan

melakukan tanggung jawab yang menunjukkan kemungkinan mereka

sebagai pemimpin masa depan di masyarakat. Ini menunjukkan bahwa

anak muda mempunyai peran penting dalam merubah dinamika dan

fenomena kehidupan untuk membantu masyarakat ke arah yang lebih baik.

Peranan anak muda diperhitungkan dapat saling mempengaruhi

pada dunia maya. Bittman, Rutherford, Brown & Unsworth (dalam Lee &

Horsley, 2017) memandang pemuda hari ini secara alami “active,


20

experiential learners, natural multitaskers, using a range of digital devices

and platforms simultaneously to drive their own informal learning

agendas”. Lee & Horsley (2017) melanjutkan, atribut khusus pemuda ini

telah memberi identitas unik, memperluas pengaruh mereka sebagai

pengadopsi awal dan influencer di dunia digital yang cepat berubah.

Lieberman (dalam Atkin & Rice, 2013, h. 12) merekomendasikan bahwa

kampanye computer-mediated menampilkan genre muda, mendukung

pencarian informasi, menggabungkan tantangan dan sasaran,

menggunakan learning by doing, menciptakan lingkungan belajar

fungsional, dan memfasilitasi interaksi sosial. Untuk itu, penggunaan

media sosial pada kalangan anak muda perlu diarahkan ke hal yang positif.

Keterkaitan pengaruh antara pemuda di media sosial dapat

menimbulkan efek besar dan bisa menjadikan suatu tren tersendiri. Lee &

Horsley (2017) mengatakan bahwa media sosial juga telah menunjukkan

potensi signifikan sebagai alat yang efektif untuk memfasilitasi

pengembangan pemuda yang positif dan mendorong keterlibatan

masyarakat. Lee & Horsley (2017) merangkum beberapa penelitian

sebelumnya yang mengungkapkan media sosial sebagai alat bantu untuk

membangun hubungan yang lebih dekat dengan publik, mendidik tentang

masalah lingkungan atau filantropi, dan mendorong keterlibatan dan dialog

mengenai kampanye dan isu-isu. Hal ini menjelaskan bahwa anak muda

mempunyai peranan penting dalam melakukan kampanye pada audience

2.0 melalui media sosial.


21

Dalam penelitian ini, peneliti menggolongkan usia anak muda

dalam pengguna media sosial merujuk pada penelitian terdahulu yang

konteksnya mirip dengan penelitian ini karena penggolongan usia manusia

dibedakan berdasarkan konteks yang akan dikaji dan disesuaikan dengan

kebutuhan. Contohnya seperti pada penggolongan usia menurut WHO

(2013) yang menyatakan usia 10-19 tahun masuk golongan remaja

(adolescent) sedangkan usia 19 tahun ke atas sudah dikatakan dewasa

(adult) dalam konteks kesehatan. Mengutip penelitian dari Baskerville,

Azagba, Norman, McKeown, Brown (2016) yang respondennya adalah

anak muda usia 19-29 tahun menunjukkan bahwa pengguna media sosial

dengan jangka umur tersebut dapat efektif dalam menghentikan kebiasaan

merokok melalui media sosial. Penelitian lainnya adalah dari Valenzuela,

Arriagada & Scherman (2014) yang respondennya adalah anak muda usia

18-29 tahun pengguna media sosial terhadap sikap protes mereka dalam

konteks sosial. Merujuk pada artikel Kumparan (Fikrie, 2018), aplikasi

LINE menjadi yang paling dekat dengan anak-anak muda dengan

berbagai fitur yang ada di dalamnya. Dengan demikian, peneliti memilih

untuk merujuk pada penelitian terdahulu dengan menggunakan jangka

umur usia muda 18-29 tahun sebagai sasaran pada kampanye dengan

LINE sebagai media saluran yang digunakan dalam penelitian ini.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang peranan anak muda

dalam media sosial, peneliti mengambil hipotesis berupa:


22

Ho2 : Kampanye yang dilakukan pada media sosial (LINE) tidak


efektif terhadap pengguna anak muda
Ha2 : Kampanye yang dilakukan pada media sosial (LINE)
efektif terhadap pengguna anak muda

2.3 Efektivitas Kampanye pada Media Sosial

Tujuan utama dalam melakukan kampanye adalah efek yang

diharapkan dan dapat mempengaruhi audiens. Gregory (2015, h. 45)

mengatakan bahwa tujuan kampanye adalah untuk mempengaruhi sikap,

pendapat atau perilaku dengan cara tertentu. Menurut Weiss & Tschirhart

(dalam Liliweri, 2011, h. 672), tujuan kampanye tidak dapat tidak jika

ingin mencapai suatu perubahan tertentu, perubahan sikap dan perilaku

dari sejumlah besar individu yang telah dijadikan sasaran kampanye.

Liliweri (2011, h. 672-673) menambahkan, perubahan sikap dan perilaku

individu itu merupakan outcomes dari kampanye yang sekaligus dapat

menginisiasi perubahan sikap dan perilaku keluarga, kelompok-kelompok

dalam masyarakat dan bahkan masyarakat luas.

Hal yang terpenting dalam kampanye adalah efek pesan yang

disampaikan kepada sasaran kampanye. Rogers & Shoemaker (dalam

Ruslan, 2008, h. 68) menampilkan “a common model of communications

process is that of source – message – channel – receiver – effects atau

yang dikenal dengan formula S-M-C-R-E, yaitu merupakan suatu model

komunikasi yang sama atau mirip pada unsur-unsur pembaruan

komunikasi yang tersebar. Model proses komunikasi S-M-C-R-E menurut

Ruslan (2008, h. 68), termasuk dalam model proses komunikasi umum


23

(kampanye). Model ini juga sesuai dengan kampanye yang akan dilakukan

karena berpusat pada efek dari kampanye tersebut.

SOURCE MESSAGE CHANNEL RECEIVER EFFECTS


(Sumber) (Pesan) (Media) (Penerima) (Efek)

 Penemu  Penemuan  Saluran ko-  Sistem ang-  Konsekuen-


 Ilmuwan baru yang munikasi gota kema- sinya:
 Pemimpin diumum- massa: syarakatan 1. Pengeta-
kan, dll 1. Media yang ada huan
 Ide, gaga- massa 2. Peruba-
san, dll 2. Antar- han sikap
personal 3. Persuasif
4. Meneri-
ma atau
menolak

Bagan 2.1 Model Proses Komunikasi S-M-C-R-E


Sumber: Ruslan (2008, h. 69)

Model S-M-C-R-E merupakan penyederhanaan dari teori difusi

inovasi. Rogers dan Shoemaker (dalam Karnowski, von Pape, & Wirth,

2011) mengusulkan proses difusi sejajar dengan model SMCRE (Source-

Message-Channel-Receiver-Effect): penemu menggantikan “source”,

inovasi “message”, saluran difusi “channel”, pengadopsi “receiver”, dan

adopsi “effects”. Rogers (dalam Murray, 2009, h. 110) berpendapat bahwa

difusi inovasi adalah proses umum, tidak terikat oleh jenis inovasi yang

dipelajari, oleh siapa pengadopsi, atau berdasarkan tempat atau budaya.

Secara terpisah, Rogers (dalam Murray, 2009, h. 110) mendefinisikan

difusi sebagai proses di mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui

saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara anggota sistem sosial,


24

sedangkan inovasi didefinisikan sebagai gagasan, praktik, atau objek yang

dianggap baru oleh individu atau unit adopsi lainnya.

Secara singkat, Rogers (dalam Atkin & Rice, 2013, h. 4)

menjelaskan bahwa teori difusi inovasi memperkenalkan gagasan tentang

keuntungan relatif dan kemampuan uji coba perilaku yang

direkomendasikan, dan proses pengambilan keputusan individual, serta

kepemimpinan opini yang membentuk difusi melalui saluran interpersonal

dan jaringan sosial melalui multistep flows. Lien & Jiang (2017)

menyebutkan bahwa inovasi tidak hanya mencakup adopsi hal baru, tapi

juga melibatkan modifikasi sikap dan perilaku individu atau kelompok.

Menurut Lien & Jiang (2017), ketika kelompok atau individu secara

subjektif menerima atau mengenali sesuatu sebagai “baru”, itu merupakan

inovasi. Lien & Jiang (2017) menambahkan, dengan berbagi informasi

melalui saluran tertentu, individu dapat menyebarkan inovasi ke jaringan

sosial mereka untuk mencapai tingkat konsensus tertentu. Selain

digunakan sebagai landasan penelitian, teori difusi inovasi juga dipakai

sebagai acuan dalam mengetahui cara kerja efektivitas kampanye.

Peneliti menggunakan karakteristik efektivitas kampanye untuk

mempermudah dalam menilai keefektivitasan pesan kampanye yang

disampaikan kepada sasaran.


25

2.3.1 Karakteristik Efektivitas Kampanye

Coffman (dalam Liliweri, 2011, h. 728) mengungkapkan

bahwa efektivitas suatu kampanye dapat dilihat dari segi tingkat

ketercapaian tujuan kampanye yang telah direncanakan, yaitu:

1. Merebut perhatian khalayak yang berkaitan dengan tepatnya

target audiens, saluran untuk mencapai audiens, dan menarik

perhatian yang cukup dari para audiens.

2. Menyampaikan pesan yang dapat dimengerti dan pesan dapat

dipercaya. Karena itu memerlukan komunikan yang dapat

dipercaya, kejelasan pesan, pesan yang dapat menguatkan

pesan, dan durasi dari kampanye.

3. Pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi keyakinan dan

pemahaman audiens menyediakan informasi, memberikan

perhatian langsung, dan memicu norma-norma perubahan

yang ada.

4. Menciptakan konteks sosial kearah hasil yang menarik,

memberi dorongan untuk mengarahkan bentuk perilaku

tertentu.
26

Tabel 2.1 Karakteristik Efektivitas Kampanye

TASKS ISSUES TO CONSIDER


1. To capture the attention of the right Defining the target audience, selecting
audience channels to reach the audience
2. To deliver an understandable and Source credibility, message clarity, fit with
credible message prior knowledge, duration of exposure
3. To deliver a message that influences the Provide information, direct attention,
beliefs or understanding of the audience trigger norms, change underlying values
and preferences
4. To create social contexts that lead Understand the pressures that govern the
toward desired outcomes behavior of interest

Sumber : Liliweri (2011, h. 729)

2.4 Evaluasi Kampanye

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas

kampanye yang telah dilakukan. Menurut Liliweri (2011, h. 729), evaluasi

kampanye merupakan kegiatan untuk memeriksa kembali apakah “segala

sesuatu” yang telah dilaksanakan atau yang diimplementasikan itu sesuai

dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Kotler & Lee (2008, h.

327) menambahkan, evaluasi adalah sebuah pengukuran dan laporan akhir

dari apa yang telah terjadi, menjawab pertanyaan bottom-up: “Did you

reach your goals for changes in behaviors, knowledge, and attitudes?”. Ini

menjadikan evaluasi sebagai pembelajaran apakah kampanye dapat

dikatakan berhasil mencapai tujuan dilakukannya kampanye atau tidak.

Atkin & Rice (2013, h. 13-14) menjabarkan empat metode evaluasi

kampanye sebagai berikut.


27

a) Formative Evaluation

Penerapan prinsip-prinsip perancangan kampanye umum

bergantung pada konteks spesifik (terutama jenis khalayak

yang akan dipengaruhi dan jenis produk yang dipromosikan),

sehingga perancangan yang efektif biasanya memerlukan input

evaluasi formatif yang ekstensif (Atkin & Freimuth). Pada

tahap awal pengembangan kampanye, perancang

mengumpulkan informasi latar belakang tentang fokus segmen

dan influencer interpersonal dengan menggunakan database

statistik dan survei khusus untuk mengetahui kecenderungan

audiens, pola penggunaan saluran, dan evaluasi sumber dan

daya tarik prospektif. Saat konsep pesan disempurnakan dan

versi kasar dibuat, reaksi kualitatif diperoleh dalam sesi focus

group discussion, dan tambahan penilaian kuantitatif dapat

diukur dalam laboratorium pengujian pesan.

b) Process Evaluation

Sementara kampanye sedang berlangsung, evaluasi proses

menilai sejauh mana elemen yang dirancang benar-benar

diterapkan dan cara-cara di mana program kampanye dapat

ditingkatkan untuk para perancang dan pelaksana berikutnya

(Steckler & Linnan). Evaluasi proses berguna untuk

menentukan efektivitas pengelolaan kampanye dan


28

mengidentifikasi pelajaran untuk mengatasi hambatan sosial

dan struktural.

c) Summative or Outcome Evaluation

Setelah kampanye dilaksanakan (tapi direncanakan dan

diintegrasikan dari awal), penelitian evaluasi sumatif dilakukan

untuk menilai hasil. Valente dan Kwan merangkum metodologi

dasar, termasuk rancangan eksperimen lapangan, cross-

sectional, cohort, panel, time series, atau event-history,

walaupun komponen kualitatif dan evaluasi metode campuran

memberikan wawasan unik, tambahan, dan triangulasi.

Penelitian sumatif dapat dilakukan baik selama dan setelah fase

kampanye besar.

d) Campaign Effectiveness

Temuan penelitian menunjukkan bahwa kampanye mampu

menghasilkan cukup ke kuatnya pengaruh terhadap pengaruh

kognitif, kurang berpengaruh pada hasil sikap, dan masih

kurang berpengaruh terhadap hasil perilaku (Atkin; Snyder &

LaCroix). Selanjutnya, hasil perilaku cenderung bervariasi

sesuai dengan faktor-faktor seperti dosis informasi, potensi

pesan secara kualitatif, integrasi sistem komunikasi massa dan

interpersonal, dan integrasi strategi perubahan sosial.

Sebuah kampanye mungkin tidak mencapai dampak yang

kuat karena berbagai alasan. Hambatan penghambat pemirsa


29

muncul pada setiap tahap respon dari paparan terhadap

implementasi perilaku. Masalah utama adalah menjangkau

audiens dan memperhatikan pesan. Anggota audiens yang

terpapar hilang pada setiap tahap respons berikutnya karena

tanggapan defensif seperti kesalahpahaman tentang kerentanan

terhadap konsekuensi yang mengancam, penolakan penerapan

insentif pesan kepada diri sendiri, penolakan balasan terhadap

daya tarik persuasif, penolakan terhadap rekomendasi perilaku

yang tidak menarik, dan kelesuan inersia yang tipis. Hasil

kampanye komunikasi publik cenderung berkurang bagi

penerima yang menganggap pesan sebagai ofensif,

mengganggu, membosankan, basi, berkhotbah,

membingungkan, menjengkelkan, menyesatkan, tidak relevan,

tidak informatif, tidak berguna, tidak dapat dipercaya, atau

tidak menarik.

Salmon dan Murray-Johnson membuat perbedaan di antara

berbagai jenis efektivitas kampanye, termasuk keefektifan

definisi (misalnya, mendapatkan fenomena sosial yang

didefinisikan sebagai masalah sosial atau peningkatannya

dalam agenda publik), efektivitas kontekstual (misalnya,

berdampak pada khususnya konteks seperti pendidikan vs

penegakan vs rekayasa), perbandingan biaya-efektivitas

(misalnya, pencegahan vs pengobatan, menangani masalah


30

tertentu terhadap orang lain), dan keefektifan program

(misalnya, menguji hasil kampanye relatif terhadap tujuan dan

sasaran yang dinyatakan).

Secara sederhana, Liliweri (2011, h. 729) menunjukkan empat jenis

evaluasi kampanye sebagai berikut.

Tabel 2.2 Four Evaluation Types

EVALUATION
DEFINITION/PURPOSE EXAMPLE QUESTION
TASK
1. Formative Assesses the streghths and  How does the campaign’s
weaknesses of campaign. target audience think
about the issue?
 What messages work with
what audience?
 Who are the best
messengers?
2. Process Measures effort and the direct  How many materials have
outputs of campaign, what and how been out put?
much was acomplished.  What has been the
Examines the campaign’s campaign’s reach?
implementation and how the  How many people have
activities involved are working. been reached?
3. Outcome Measures effect and changes that  Has there been any
result from the campaign. affective change (beliefs,
Assesses outcomes in the target attitudes, social norms)?
populations or communities that  Has there been any
come about as a result of grantee behavior change?
strategies and activities. Also  Have any policies changed
measures policy changes.
4. Impact Measures community-level change  Has the behavior resulted
or longer trem result that are in its intended outcomes
achieved as a result of the (e.g. lower cancer rates,
campaign’s aggregate effects on less violence in schools)
individuals’ behavior and the  Has there been any
behavior’s sustainability. system-level change?
Attempt to determine whether the
campaign caused the effects.

Sumber: Liliweri (2011, h. 729)


31

Menurut Kotler & Lee (2008, h. 329), apa yang akan diukur untuk

mencapai tujuan evaluasi kemungkinan akan masuk dalam satu atau lebih

dari tiga kategori: outputs, outcomes, dan impacts. Pada penelitian ini,

tahapan evaluasi yang dibutuhkan adalah pada tahap outcome karena hal

itu memberikan hasil dari efektivitas kampanye sekaligus mengukur

tingkat dampak yang ditumbulkan pada kampanye ini.

2.4.1 Evaluasi Outcome

Menurut Liliweri (2011, h. 732-733), mengukur evaluasi

hasil sama dengan mengukur efek dari kampanye yang terjadi pada

audiens yang dijadikan sasaran. Liliweri (2011, h. 732)

menjelaskan, sekurang-kurangnya ada dua cara untuk

mengevaluasi hasil yaitu mencatat situasi dan kondisi sebelum

kampanye dilakukan dan setelah kampanye dilakukan, dengan cara

mengukur sikap, pikiran, pandangan, pendapat, persepsi, perasaan,

dan perilaku. Liliweri (2011, h. 733) mengatakan, evaluasi

outcomes dapat dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan

berikut:

1. Apakah kampanye telah mengubah afeksi individu atau

komunitas, atau mengubah keyakinan, sikap, dan

mengubah norma sosial tertentu?

2. Apakah kampanye telah mengubah perilaku individu

atau komunitas?
32

3. Apakah kampanye telah mengubah kebijakan tertentu?

Liliweri (2011, h. 733-735) merangkumnya ke dalam

beberapa aspek yang meliputi:

a. Pengertian dan kesadaran

Setiap kampanye komunikasi publik selalu

bertujuan untuk mengubah pengetahuan atau kesadaran

audiens. Para perancang kampanye selalu meneliti

pengetahuan dan kesadaran publik sebelum kampanye,

informasi hasil riset itu dijadikan sebagai dasar untuk

merancang kampanye yang bertujuan untuk mengubah

pengetahuan dan kesadaran. Metode yang digunakan

untuk mengukur situasi awal dan situasi perubahan

biasanya dilakukan melalui pengumpulan pendapat

umum. Dari hasil pengukuran itu akan terlihat

kesenjangan antara pengetahuan dan kesadaran audiens

terhadap isu tertentu, jika kesenjangan itu semakin kecil

maka kampanye telah mengubah pengetahuan dan

kesadaran audiens. Satu kritik terhadap evaluasi

kampanye terhadap perubahan pengetahuan dan

kesadaran adalah kita tidak mempunyai gambaran

lengkap tentang dampak kampanye.


33

b. Saliency

Dalam ilmu komunikasi yang dimaksudkan dengan

saliency adalah tingkat kepentingan suatu masalah.

Menurut Gary Henry dari Universitas Georgia, “hampir

setiap kelompok yakin bahwa jika kita hanya bisa

menghasilkan sejumlah orang yang mempunyai

pengetahuan setelah mendengarkan kampanye maka dia

hanya mengetahui tentang masalah tersebut namun

lantaran kita tidak meneliti tentang jenis pengetahuan

yang menonjol maka informasi tentang pengetahuan

yang sangat umum tidak menggambarkan tingkat

perubahan tersebut”. Sebuah kampanye yang baik

sebenarnya didahului oleh penelitian yang dapat

menunjukkan saliency dari suatu isu, karena dari situlah

kita akan tahu manakah isu yang paling berat untuk

dijadikan tema kampanye. Betapa sering audiens

mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi terhadap

suatu masalah, namun masalah itu tidak dilihat sebagai

masalah penting, hal ini karena kita tidak mempunyai

informasi tentang manakah isu yang menonjol.

c. Sikap

Sikap seseorang terhadap suatu obyek

mempengaruhi pikiran, pandangan, persepsi, perasaan,


34

dan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap

suatu obyek tertentu. Karena itu, sikap seseorang

terhadap pemberantasan penyakit menular seksual

sangat menentukan pandangan, perasaan, dan

tindakannya terhadap aksi pemberantasan itu. Kesalahan

umum dan telaah terhadap sikap adalah bukan dengan

mengukur sikap terhadap hasil dari suatu perilaku.

d. Norma

Norma-norma sosial adalah standar tentang sikap

dan perilaku yang dapat diterima seseorang atau

sekelompok orang. Kadang-kadang apa yang disebut

norma merupakan faktor yang paling penting untuk

mencapai perubahan perilaku, hal ini karena perilaku

yang berubah itu selalu dikaitkan dengan norma-norma

yang berlaku dalam suatu masyarakat. Ada begitu

banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat dari

kampanye namun perubahan itu tiada manfaatnya

karena tidak sesuai dengan norma yang menjadi dasar

bagi perilaku umum.

e. Perilaku

Salah satu tujuan kampanye adalah untuk mengubah

perilaku, dan ini sekaligus merupakan hasil yang

diharapkan setelah kampanye. Adalah sulit untuk


35

mengevaluasi apakah kampanye dapat mengubah

perilaku tertentu terhadap suatu itu. Pada umumnya para

peneliti melakukan analisis terhadap self-report yang

diperoleh dari para responden. Untuk sebagian besar

laporan yang bersumber dari self-report itu mengandung

akurasi, tetapi untuk beberapa jenis perilaku tertentu

seperti penggunaan narkoba ilegal menimbulkan

pertanyaan. Jadi masalah potensial lain adalah evaluasi

terhadap akibat dari suatu perilaku bukan perilaku itu

sendiri.

f. Keterampilan

Keterampilan mungkin diperlukan untuk

mengimplementasikan perilaku tertentu meskipun

mungkin tidak dirumuskan secara eksplisit apalagi

sebagai salah satu akibat dari kampanye.

g. Perubahan kebijakan

Salah satu tipe kampanye adalah kampanye yang

bertujuan untuk melakukan perubahan terhadap

kebijakan publik, namun perubahan ini pun dipengaruhi

oleh berbagai faktor lingkungan. Mengetahui bagaimana

menilai perubahan kebijakan adalah tantangan dikutip

universal antara evaluator. Jika mengejar perubahan

kebijakan publik, maka sewajarnya harus ada beberapa


36

peristiwa perubahan yang dapat secara spesifik yang

dapat diukur dan sejauh mana lingkungan menerima

perubahan tersebut, dan inilah proses evaluasi. Misalnya

apakah perubahan kebijakan publik itu terjadi

sebagaimana terlihat dalam peningkatan jumlah

keputusan otoritas pemerintah tentang pengaturan

kepentingan publik, berapa kali lembaga legislatif

mengadakan rapat untuk membahas berbagai isu yang

dikampanyekan, berapa kali anggota legislatif

berkunjung ke wilayah konstituen, dan seterusnya.

2.5 Penelitian Terdahulu

Sebelum dilakukannya sebuah penelitian, diperlukan beberapa

penelitian terdahulu sebagai acuan sekaligus referensi dalam penelitian.

Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang memiliki tema mirip

dengan tema peneliti.


37

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

F. Anastasia Neill Bruce Sebastián Valenzuela


Farokatarina Baskerville
Arturo Arriagada
(2014) Sunday Azagba
Andrés Scherman
Nama

Cameron Norman
(2014)
Kyle McKeown

K. Stephen Brown
(2016)
Line sebagai Media Pe- Effect of a Digital So- Facebook, Twitter, and
nyampaian Pesan (Stu- cial Media Campaign Youth Engagement: A
di Deskriptif Mengenai on Young Adult Smo- Quasi-experimental
Efektivitas Jejaring So- king Cessation Study of Social Media
sial Line sebagai Media Use and Protest Beha-
Judul

Penyampaian Pesan vior Using Propensity


Kampanye WWF “Tig- Score Matching
gy Tiger” Berdasarkan
Perhitungan Customer
Response Index pada
Pengguna LINE)
Mengetahui efektivitas Menilai efek pendeka- Meneliti perubahan hu-
jejaring sosial LINE se- tan multikomponen dan bungan antara penggu-
bagai media penyam- pendekatan media sosi-naan media sosial dan
Tujuan

paian pesan kampanye al yang inovatif melalui


perilaku protes dalam
WWF “Tiggy Tiger” program Break-it-Off konteks meningkatnya
(BIO) pada penghentiankeresahan sosial di ka-
merokok anak muda langan populasi yang
lebih muda
Kuantitatif, Kuantitatif, Kuantitatif,
Metode

Metode Costumer Metode kuasi eksperi- Metode propensity


Response Index (CRI) men score matching

100 orang pengguna Perokok usia 19-29 ta- Individu berusia 18-29
LINE dan tahu tentang hun yang terpapar BIO tahun yang tinggal di 3
Obyek

stiker “Tiggy Tiger” (102 orang) dan kelom- wilayah perkotaan ter-
pok Smokers’ Helpline besar di Chili
atau SHL (136 orang)
38

- Dari penghitungan - Pada follow up 3 - Kemungkinan mela-


CRI yang dimodifikasi bulan, peserta BIO kukan demonstrasi bagi
dengan konsep AISAS (32,4%) lebih mungkin pengguna rutin Face-
(Attention, Interest, dibandingkan peserta book 10.8% lebih tinggi
Search, Action dan SHL (14%) yang ber- daripada mereka yang
Share), didapat bahwa henti merokok selama tidak, sedangkan Twit-
dari 4 model yang ada 30 hari dan peserta BIO ter 8,2%, tetapi perbe-
pada konsep AISAS: (91%) lebih mungkin daan efek Facebook
CRI AISAS 38,62%, dibandingkan peserta dan Twitter tidak signi-
CRI AISA 48,72% , SHL (79%) untuk mela- fikan secara statistik, t
CRI AISS 50,15%, kukan usaha berhenti (2,509) = 1,55, p = 0,12
Hasil

CRI AIS 60,42%


- Jangkauan kampanye - Facebook dan Twitter
- Kampanye mengguna- dan temuan tentang ber- memiliki efek signifi-
kan stiker “Tiggy Ti- henti sukses menunjuk- kan terhadap kemung-
ger” dalam jejaring so- kan bahwa platform kinan melakukan de-
sial LINE adalah efek- digital/media sosial da- monstrasi, walaupun
tif, karena persentase pat melengkapi layanan efek ini bervariasi antar
tiap responden dalam penghentian SHL tradi- waktu dan platform,
tiap model lebih tinggi sional untuk perokok dijelaskan dalam kai-
daripada yang tidak muda yang mencari tannya dengan siklus
attention, tidak interest, bantuan untuk berhenti protes dan struktur jari-
tidak search, tidak merokok ngan ikatan kuat versus
action dan tidak share lemah
- Penelitian ini lebih ke- - Penelitian ini membu- - Penelitian ini lebih fo-
pada mencari tahu da- tuhkan waktu sekitar 3 kus pada pengaruh me-
lam “mengkonsumsi” bulan dalam kampanye dia sosial dalam kecen-
produk stiker dari karena memang mema- derungan melakukan
WWF sebagai wujud kan waktu lama untuk demonstrasi (propagan-
menggalakkan kampa- mengubah kebiasaan da), sedangkan penulis
Perbedaan

nye, sedangkan penulis yang adiktif, sedangkan berfokus pada dampak


berfokus pada efektivi- penulis tidak membu- kampanye
tas kampanye hingga tuhkan waktu selama
melihat dampaknya itu dalam kampanye - Penelitian ini meng-
gunakan propensity
- Penelitian ini menggu- - Penelitian ini menggu- score matching, se-
nakan metode CRI, se- nakan program tersen- dangkan penulis hanya
dangkan penulis meng- diri, sedangkan penulis sebatas sampai efektivi-
gunakan metode survei hanya menggunakan tas kampanye
pada riset eksplanatori LINE
Penulis menggunakan Penulis menyasar pada Penulis bertujuan untuk
Relevansi

media sosial LINE da- anak muda usia 19-29 melihat efek setelah
lam melakukan kampa- tahun pengguna media kampanye pada anak
nye sosial muda usia 18-29 tahun

Sumber: diolah oleh Penulis


39

2.6 Kerangka Pemikiran

Stimuli:
Kampanye dengan konten video Remotivi “Masih Percaya Media” di LINE

Komponen: Komponen:
Efektivitas Kampanye Evaluasi Kampanye
(Liliweri, 2011, h. 728) (Liliweri, 2011, h. 729)

Variabel X: Variabel Y:
Karakterisitik Efektivitas Evaluasi Outcomes
Kampanye (Liliweri, 2011, h. 732-733)
(Liliweri, 2011, h. 728-729)

Menyebarkan kampanye melalui fitur update status pada Timeline LINE


dengan menyisipkan angket online untuk mendapati jawaban dari
responden berupa indikator-indikator yang mengarahkan ke hasil dari
efektivitas kampanye Remotivi terhadap pengguna LINE khalayak muda

Bagan 2.2 Kerangka Pemikiran


Sumber: diolah oleh Penulis

Pada kerangka pemikiran tersebut, digambarkan bahwa penelitian

ini menggunakan video “Masih Percaya Media””dari Remotivi sebagai

konten kampanye melalui platform LINE sebagai stimuli untuk merespon

tanggapan dari sasaran. Untuk menjelaskan dampak dari kampanye

tersebut, dibutuhkan 2 komponen sebagai indikator dalam penelitian ini,

yaitu efektivitas kampanye berupa karakteristik efektivitas kampanye dan


40

evaluasi kampanye berupa evaluasi outcomes. Pemilihan komponen

efektivitas kampanye pada kerangka pemikiran merujuk pada Liliweri

(2011, h. 692) yang menyatakan bahwa suatu pesan adalah pernyataan

persuasif yang ringkas tentang tujuan kampanye yang mencakup apa yang

ingin dicapai, apa sebab dan bagaimana cara mencapainya. Komponen lain

yang mempunyai keterkaitan adalah evaluasi kampanye karena evaluasi

digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan kampanye berupa

dampak yang ditimbulkan. Menurut Liliweri (2011, h. 729), evaluasi

kampanye merupakan kegiatan untuk memeriksa kembali apakah “segala

sesuatu” yang telah dilaksanakan atau yang diimplementasikan itu sesuai

dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Dari hasil kegiatan

kampanye tersebut, akan terlihat dampak yang ditimbulkan setelah

menerima paparan pesan kampanye, apakah pesan hanya sampai pada

tahap sekedar tahu (aware) atau ikut serta dalam berkampanye untuk

menyebarkan pesan tersebut dan ikut mengkritisi media sesuai konten

video yang disampaikan (action). Dengan adanya pernyataan tersebut,

dapat dilihat bagaimana efektivitas kampanye pada LINE kepada anak

muda di dunia maya.


41

BAB III

Metode Penelitian

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan positivistik

karena penelitian positivistik bersifat kuantitatif (Neuman, 2014, h.97).

Martono (2015, h. 215) mengungkapkan bahwa metode kuantitatif

bertujuan menggambarkan fenomena atau gejala sosial secara kuantitatif

atau menjelaskan bagaimana fenomena atau gejala sosial yang terjadi di

masyarakat saling berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan metode survei karena menurut Martono (2015, h.

228) peneliti survei dapat memanfaatkan media internet untuk

menyampaikan angket secara online. Hal ini sesuai dengan penelitian ini

yang menggunakan internet melalui media sosial sebagai media untuk

menyebarkan kampanye sekaligus survei dalam satu waktu.

Peneliti menggunakan penelitian survei dan tidak menggunakan

penelitian evaluasi untuk melihat efektivitas kampanye, sesuai pada

pernyataan Singarimbun (dalam Effendi & Tukiran, 2012, h. 5) bahwa

kegunaan lainnya dari penelitian survei adalah untuk mengadakan

evaluasi. Secara spesifik, evaluasi yang dimaksud pada penelitian ini

adalah evaluasi summatif karena menurut Singarimbun (Effendi &

Tukiran, 2012, h. 5) evaluasi summatif biasanya dilaksanakan pada akhir


42

program untuk mengukur ketercapaian tujuan program. Namun, perlu

digarisbawahi terkait tujuan penelitian ini adalah untuk pengujian hipotesis

yang telah disusun, maka penelitian survei ini difokuskan pada penelitian

eksplanatori. Hal ini didukung dengan pernyataan Singarimbun (dalam

Effendi & Tukiran, 2012, h. 5) yang menjelaskan hubungan kausal

antarvariabel melalui pengujian hipotesis, maka penelitian tersebut

dinamakan penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan

(explanatory research).

Berdasarkan dari tujuan penelitian, peneliti menggunakan jenis

penelitian eksplanatori karena Neuman (2014, h. 38) menyebutkan bahwa

penelitian eksplanatori digunakan untuk menguji prediksi teori atau prinsip

yang ada. Martono (2015, h. 201) menyebutkan dalam pandangan

tradisional, penelitian eksplanatif identik dengan penelitian kuantitatif

yang dilakukan dengan menguji hipotesis sebelum dengan menjelaskan

hubungan antarvariabel, kemudian data dianalisis menggunakan teknik

statistik. Teori yang akan dirujuk adalah teori difusi inovasi dengan

penyederhanaan berupa model SMCRE (Rogers dan Shoemaker, dalam

Karnowski, von Pape, & Wirth, 2011) karena penelitian ini berpusat pada

komunikasi dalam kampanye dan model S-M-C-R-E termasuk dalam

model komunikasi kampanye (Ruslan, 2008, h. 68).


43

3.2 Definisi Konseptual

Martono (2015, h. 244) mengartikan definisi konseptual sebagai

langkah yang melibatkan penentuan dimensi dan penyusunan definisi

konsep yang menyatakan serta menetapkan aturan untuk mengubah

konsep dalam bentuk yang lebih operasi dan empiris. Dimensi dapat

dimaknai sebagai pengelompokan indikator menurut kriteria tertentu

(Martono, 2015, h. 244) dapat berupa: perilaku, aspek, atau

sifat/karakteristik (Sekaran, dalam Noor, 2011, h. 97). Peneliti

menggunakan kampanye sebagai konsep pada penelitian yang merujuk

pada Ruslan (2008, h. 23) tentang istilah kampanye yang dikenal sejak

1940-an campaign is generally exemply persuasion in action (kampanye

secara umum menampilkan suatu kegiatan yang bertitik tolak untuk

membujuk). Ruslan (2008, h. 24) menyimpulkan bahwa dalam kampanye

terdapat kegiatan-kegiatan; 1) adanya aktivitas proses komunikasi

kampanye untuk mempengaruhi khalayak tertentu, 2) untuk membujuk

dan memotivasi khalayak untuk berpartisipatif, 3) ingin menciptakan efek

atau dampak tertentu seperti yang direncanakan, 4) dilaksanakan dengan

tema spesifik dan nara sumber yang jelas, 5) dalam waktu tertentu atau

telah ditetapkan, dilaksanakan secara terorganisasi dan terencana baik

untuk kepentingan kedua belah pihak atau sepihak.

Di dalam konseptual, terdapat variabel yang merujuk pada

karakteristik atau atribut seorang individu atau suatu organisasi yang dapat

diukur atau diobservasi (Creswell, 2012, h. 76). Menurut Martono (2015,


44

h. 355), variabel merupakan suatu konsep yang dapat diasumsikan oleh

seseorang atas suatu fenomena atau objek tertentu yang mengandung nilai-

nilai; konsep yang memiliki variasi nilai. Dalam hal ini, peneliti

mengelompokkan dua variabel sebagai pengukuran dalam penelitian, yaitu

efektivitas kampanye yang disebut variabel x sebagai variabel bebas atau

variabel yang mempengaruhi dan evaluasi kampanye yang disebut variabel

y sebagai variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi. Peneliti

menentukan hal tersebut karena efektivitas merupakan unsur dari tujuan

kampanye dalam bentuk pesan persuasi untuk mencapai perubahan

tertentu, perubahan sikap dan perilaku dari sejumlah besar individu (Weiss

& Tschirhart, dalam Liliweri, 2011, h. 672), dan evaluasi kampanye

merupakan bentuk dari pengukuran tingkat keberhasilan suatu kampanye

berupa pemeriksaan kembali apa yang sudah dilaksanakan sesuai rencana

(Liliweri, 2011, h. 729) sehingga dapat menjawab pertanyaan mengenai

pencapaian dalam perubahan perilaku, pengetahuan, dan sikap (Kotler &

Lee, 2008, h. 327).

3.2.1. Efektivitas Kampanye

Faktor pada efektivitas dalam kampanye dapat dilihat dari

karakteristiknya yang merujuk pada Liliweri (2011, h. 728-729)

untuk mengukur keefektivitasannya, seperti merebut perhatian

khalayak, menyampaikan pesan yang dapat dimengerti dan pesan

dapat dipercaya, pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi

keyakinan dan pemahaman audiens, serta menciptakan konteks


45

sosial kearah hasil yang menarik. Untuk melihat bagaimana

efektivitas kampanye dapat dirasakan dampaknya, peneliti

menggunakan prosedur AIDDA (Ruslan, 2008, h. 38-39) karena

dari prosedur tersebut terlihat tahap demi tahap proses pesan

kampanye diterima ke sasaran yang dituju, mulai dari attention,

interest, desire, decision, hingga action. Maka dari itu, peneliti

memasukkan variabel x dengan dimensi karakterisitik efektivitas

kampanye berupa indikator perhatian audiens, pemahaman pesan,

pengaruh pesan dan perubahan konteks sosial.

Pada dimensi karakteristik efektivitas kampanye, peneliti

menggunakan indikator berupa merebut perhatian khalayak dengan

sub-indikator kesesuaian pesan terhadap audiens, ketepatan saluran

yang digunakan untuk kampanye, dan ketertarikan minat perhatian

audiens. Kesesuaian pesan terhadap audiens membahas tentang

bagaimana pesan yang dibentuk dapat sesuai dengan pemahaman

audiens. Untuk ketepatan saluran, membahas terkait media yang

digunakan sesuai dengan pesan yang dibuat dan khalayak yang

disasar. Sedangkan pada ketertarikan minat, melihat seberapa besar

pesan kampanye dapat menarik perhatian kepada sasaran yang

dituju.

Pada indikator penyampaikan pesan yang dapat dimengerti

dan dipercaya, peneliti memasukkan sub-indikator berupa

kredibilitas sumber, kejelasan pesan, dan kekuatkan pesan.


46

Kredibilitas sumber membahas tentang kepercayaan audiens

terhadap pembuat pesan kampanye agar jelas bersumber dari mana.

Untuk kejelasan pesan membahas terkait isi pesan kampanye yang

dapat mudah dipahami oleh audiens tanpa perlu mengulangi pesan

yang sama. Sedangkan pada kekuatan pesan membahas terkait

seberapa kuat pesan yang dibentuk untuk dipahami oleh audiens.

Pada indikator penyampaian pesan untuk mempengaruhi

kepercayaan atau pemahaman audiens, peneliti memasukkan sub-

indikator berupa ketersediaan informasi, perhatian langsung,

pemicu dalam perubahan norma dan nilai. Ketersediaan informasi

yang dimaksud adalah bagaimana pesan yang disampaikan dapat

terpenuhi sesuai dengan tujuan dari kampanye tersebut sehingga

audiens memahaminya dan dapat merubah pandangan terhadap isu

kampanye yang diangkat. Untuk perhatian langsung, bagaimana

pesan kampanye dapat menimbulkan pengaruh setelah audiens

menerima paparan kampanye. Sedangkan pada pemicu perubahan

norma dan nilai adalah bentuk dari perubahan sikap akibat

pengaruh setelah menerima paparan kampanye.

Pada indikator perubahan pada konteks sosial, peneliti

memasukkan sub-indikator berupa pemahaman tekanan dari

perubahan sikap. Hal ini mengindikasikan bahwa tujuan kampanye

dapat merubah sikap audiens karena mengetahui informasi baru

atau memperbaruinya akibat menerima pesan kampanye. Hal ini


47

juga dapat dilihat seberapa besar pengaruh kampanye dalam

mencapai tujuannya.

3.2.2. Evaluasi Kampanye

Keberhasilan kampanye dapat dilihat dari evaluasi yang

dilakukan setelah melakukan kampanye. Terdapat 4 jenis evaluasi

kampanye yang terdiri dari formative, process, outcome, dan

impact (Liliweri, 2011, h. 729). Untuk penelitian ini, yang

dibutuhkan adalah evaluasi outcome karena menurut Kotler & Lee

(2008, h. 329), apa yang akan diukur untuk mencapai tujuan

evaluasi kemungkinan akan masuk dalam satu atau lebih dari tiga

kategori: outputs, outcomes, dan impacts. Oleh karena itu, peneliti

memasukkan variabel evaluasi kampanye dengan evaluasi outcome

sebagai dimensinya.

Pada dimensi outcome, indikator yang digunakan adalah

pengertian dan kesadaran, saliency, sikap, norma, perilaku,

keterampilan, dan perubahan kebijakan (Liliweri, 2011, h. 733-

735). Pengertian dan kesadaran merupakan bentuk dari awareness

audiens terhadap pesan yang telah disampaikan, apakah dapat

diterima baik atau terdapat beberapa hambatan yang membuat

mereka tidak yakin akan pesan tersebut. Untuk saliency yang

berarti tingkat kepentingan suatu masalah, menunjukkan bahwa

audiens merasa ikut andil dalam permasalah yang disampaikan


48

karena isu yang diangkat menjadi informasi penting. Sikap

digunakan untuk mengetahui bagaimana pandangan terhadap suatu

obyek mempengaruhi pikiran, pandangan, persepsi, perasaan, dan

kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap suatu obyek

tertentu, sedangkan norma lebih merujuk pada standar tentang

sikap dan perilaku yang dapat diterima seseorang atau sekelompok

orang. Kemudian untuk perilaku, menjadi kunci dari tingkat

keberhasilan pada kampanye karena tujuan dari kampanye sendiri

adalah untuk merubah perilaku audiens ke arah yang disarankan

oleh pesan kampanye tersebut.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Noor (2011, h.97), merupakan bagian

yang mendefinisikan sebuah konsep/variabel agar dapat diukur, dengan

cara melihat pada dimensi (indikator) dari suatu konsep/variabel. Secara

sederhana, Martono (2015, h. 67) memaknai definisi operasional sebagai

sebuah petunjuk yang menjelaskan kepada peneliti mengenai bagaimana

mengukur sebuah variabel secara konkret. Martono (2015, h. 67)

menambahkan bahwa melalui definisi operasional, peneliti akan lebih

mudah menentukan metode untuk mengukur sebuah variabel serta

menentukan indikator yang lebih konkret sehingga lebih mudah untuk

diukur dan diuji secara empiris. Ruane (dalam Martono, 2015, h. 68)

menuturkan bahwa definisi operasional membantu menentukan langkah-

langkah atau prosedur yang tepat yang digunakan saat melakukan


49

pengukuran. Hal-hal yang perlu dikemukakan dalam definisi operasional

menurut Noor (2011, h. 100) adalah definisi yang jelas dari variabel, yang

di dalam definisi tersebut telah ada indikator/kriteria/ukuran yang bisa

menjadi pedoman untuk mengukur atau menilai variabel. Noor (2011, h.

100) menambahkan jika tanpa indikator, maka sesuatu yang didefinisikan

bukanlah definisi operasional, tetapi hanya sekedar definisi umum dari

variabel. Untuk itu, peneliti menggambarkan definisi operasional berupa

tabel sebagai berikut:


50

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Dimensi Indikator Sub-indikator Item pernyataan


Efektivitas Karakteris Perhatian Kesesuaian 1. Pesan kampanye sesuai de-
Kampanye tik audiens pesan terhadap ngan responden yang berusia
sebagai efektivitas audiens 18-29 tahun.
variabel X kampanye Ketepatan 2. Kampanye Remotivi cocok
(Liliweri, saluran yang disebarkan di platform media
2011, h. digunakan sosial seperti LINE.
728-729) Ketertarikan 3. Kampanye Remotivi menarik
minat perhati- minat perhatian responden.
an audiens
Pemahama Kredibilitas 4. Sumber pesan pada kampa-
n pesan sumber nye memiliki kredibilitas
tinggi.
Kejelasan 5. Pesan pada kampanye Remo-
pesan tivi diinformasikan secara
jelas.
Kekuatan 6. Pesan yang disampaikan me-
pesan miliki pemahaman yang kuat.
Pengaruh Ketersediaan 7. Informasi yang disediakan
pesan informasi pada pesan kampanye dapat
berpengaruh.
Memberikan 8. Besarnya pengaruh pada
perhatian lang- pesan kampanye memberikan
sung perhatian langsung dari res-
ponden.
Memicu peru- 9. Pengaruh pesan kampanye
bahan norma memicu perubahan norma
dan nilai dan nilai yang ada.
Perubahan Memberi do- 10. Kampanye Remotivi membe-
konteks rongan untuk rikan dorongan aktif untuk
sosial mengarahkan menjadi pribadi yang kritis
bentuk perila- atas media.
ku tertentu
Evaluasi Evaluasi Pengertian Mengubah ke- 11. Pesan pada kampanye
Kampanye outcomes dan sadaran audi- Remotivi menimbulkan kesa-
(Pengguna (Liliweri, kesadaran ens daran untuk ikut andil dalam
LINE 2011, h. mengawasi siaran televisi.
Khalayak 733-735) Saliency Tingkat kepen- 12. Pesan yang ditonjolkan me-
Muda) tingan suatu nimbulkan kesadaran akan
sebagai masalah isu tersebut menjadi penting
variabel Y untuk dibahas dan didalami.
Sikap Mempengaruhi 13. Pesan pada kampanye Remo-
pandangan dari tivi dapat mempengaruhi
51

audiens pandangan pada tayangan


televisi.
Mempengaruhi 14. Pesan pada kampanye Remo-
perasaan dari tivi dapat mempengaruhi pe-
audiens rasaan pada tayangan televisi.
Mempengaruhi 15. Pesan pada kampanye Remo-
kecenderungan tivi dapat mempengaruhi ke-
audiens untuk cenderungan untuk bertindak
bertindak mengkritisi media.
Norma Kesesuaian 16. Pesan pada kampanye Remo-
norma yang tivi mendukung dan sesuai
berlaku dengan norma yang belaku.
Perilaku Perubahan 17. Pesan pada kampanye
perilaku dalam Remotivi menimbulkan peru-
mengkritisi bahan perilaku dalam isu
media mengkritisi media.
Perubahan pe- 18. Pesan pada kampanye Remo-
rilaku dalam tivi menimbulkan perubahan
pemilihan ta- perilaku dalam memilih ta-
yangan televisi yangan televisi yang tidak se-
suai dengan peraturan yang
berlaku.

Sumber: diolah oleh Penulis

3.4 Skala Pengukuran

Neuman (2014, h. 203) mengatakan, pengukuran kuantitatif

memiliki terminologi dan teknik khusus karena tujuannya adalah untuk

menangkap rincian dunia sosial empiris secara tepat dan mengungkapkan

apa yang peneliti temukan dalam bentuk angka. Menurut Sugiyono (dalam

Sinambela, 2014, h. 139), skala pengukuran merupakan seperangkat aturan

yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu

variabel. Sinambela (2014, h. 136) menambahkan, pengukuran yang

dilakukan seyogyanya mampu menerangkan realitas yang terjadi,

mengingat pengukuran adalah suatu upaya untuk menghubungkan konsep


52

dan realitas. Oleh karenanya, skala pengukuran ditentukan oleh peneliti

sebagai bentuk dari proses penelitian yang akan dilakukan secara ilmiah

berdasarkan fenomena sosial atau contoh kasus yang ada.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert untuk

mengukur sikap masyarakat (Nazir, 2014, h. 297) atau mengetahui

pendapat responden (Martono, 2015, h. 281) terhadap efektivitas

kampanye. Dalam skala Likert, Neolaka (2014, h. 117) menuturkan,

variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator/subindikator

variabel. Menurut Neuman (2014, h. 230), skala Likert adalah skala yang

sering digunakan dalam penelitian survei di mana orang mengekspresikan

sikap atau tanggapan lainnya dalam hal kategori tingkat ordinal (misalnya

setuju, tidak setuju) yang diberi peringkat sepanjang rangkaian. Neuman

(2014, h. 234) mencontohkan item Likert dengan skor –2, –1, +1, +2, dan

skor tersebut memiliki keuntungan karena nol menyiratkan netralitas atau

ambiguitas lengkap.

Noor (2011, h. 126) menyatakan bahwa tingkat pengukuran skala

ordinal mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana

peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek

memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak

kekurangan dan kelebihannya. Noor (2011, h. 128) menambahkan, dalam

pembuatan skala Likert, periset membuat beberapa pernyataan yang

berhubungan dengan suatu isu atau obyek, lalu subyek atau responden

diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan


53

mereka terhadap masing-masing pernyataan. Namun, Sinambela (2014, h.

144-145) menjelaskan, karena pada instrumen terdapat kalimat positif

yang berisikan nilai tertinggi ke terendah, maka untuk kalimat negatif

nilainya dibalik menjadi dari yang terendah ke tertinggi. Hal ini dilakukan

untuk mengantisipasi responden dalam menjawab dan ambiguitas dalam

memberikan jawaban.

Tabel 3.2 Skala Likert

Penilaian
Keterangan
Kalimat Positif Kalimat Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Sumber: diolah oleh Penulis

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Menurut Neuman (2014, h. 247), populasi adalah gagasan

abstrak dari kelompok besar banyak kasus di mana peneliti

mengambil sampel dan hasil dari sampel yang umum. Saumure &

Given (dalam Martono, 2015, h. 250) menambahkan, populasi

sebagai konsep dalam metode penelitian mengacu pada setiap

individu yang memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan peneliti yang kemudian mereka dilibatkan dalam


54

proses penelitian sebagai sumber data. Lebih lanjut, Neuman

(2014, h. 246-247) mengatakan bahwa penggunaan sampel utama

dalam penelitian kuantitatif adalah membuat sampel yang

representatif (contoh, kumpulan kasus atau unit kecil yang dipilih)

yang secara erat mereproduksi atau mewakili fitur yang diminati

dalam kumpulan kasus yang lebih besar, yang disebut populasi.

Untuk penelitian ini, peneliti menentukan populasinya dari

pengguna LINE di Indonesia dengan merujuk pada We Are Social

(2018) bahwa total pengguna media sosial sebanyak 130 juta orang

di awal tahun 2018, maka perhitungan pengguna LINE yang

sebesar 33% adalah sekitar 42.900.000 orang.

3.5.2 Sampel

Menurut Siregar (2013, h. 30), sampel adalah suatu

prosedur pengambilan data di mana hanya sebagian populasi saja

yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri

yang dikehendaki dari suatu populasi. Noor (2011, h 148)

menyatakan, pengambilan sampel (sampling) adalah proses

memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga

penelitian terhadap sampel dan pemahaman tentang sifat atau

karakteristiknya akan dapat menggeneralisasikan sifat atau

karakteristik tersebut pada elemen populasi. Perlu digarisbawahi

bahwa menurut Sinambela (2014, h. 96), sampel yang diambil dari

populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Oleh karena


55

itu, Noor (2011, h. 149) menjabarkan langkah-langkah dalam

penentuan sampel, yaitu: a. Mendefinisikan populasi yang akan

dijadikan objek penelitian; b. Menentukan prosedur sampling; c.

Menentukan besarnya sampel.

Dalam penentuan besarnya sampel, peneliti mengacu pada

rumus Slovin yang banyak dipakai dalam penelitian untuk

menentukan ukuran sampel minimal (Sinambela, 2014, h. 98;

Noor, 2011, h. 158), yakni:

Di mana:
= jumlah sampel
= jumlah populasi
= error level (catatan: umumnya digunakan 1% atau
0,01, 5% atau 0,05, dan 10% atau 0,1 (catatan dapat
dipilih oleh peneliti))

Jika dihitung pada jumlah populasi pengguna LINE sekitar

di Indonesia awal tahun 2018 dengan perkiraan tingkat kesalahan

masing-masing sebesar 5%, mendapati hasil penghitungan

menunjukkan angka 399,996270431 yang dibulatkan menjadi 400

responden. Untuk penghitungannya didapat dari:


56

Peneliti menggunakan teknik nonprobability sampling

karena sampel yang diambil mempunyai kriteria tertentu, yaitu

pengguna LINE dengan usia antara 18 hingga 29 tahun. Menurut

Sinambela (2014, h. 102), nonprobability sampling adalah teknik

sampling yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi

setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Siregar (2013, h. 33) menambahkan, pemilihan unit sampling

didasarkan pada pertimbangan atau penilaian subyektif dan tidak

pada penggunaan teori probabilitas. Untuk metodenya sendiri,

peneliti menggunakan metode convenience sampling karena

menurut Dattalo (dalam Martono, 2015, h. 318) merupakan teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang

secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai

sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok

sebagai sumber data, atau peneliti memilih orang-orang yang

terdekat saja (Siregar, 2013, h. 33). Maksud dari kecocokan adalah

disesuaikan dengan karakteristik sampel yang ditentukan (Noor,

2011, h. 155) dan bersedia menjadi responden untuk dijadikan

sampel (Siregar, 2013, h. 33).

3.6 Lokasi dan Waktu

Dalam penelitian ini, peneliti menentukan lokasi yang berada pada

lingkup negara Indonesia karena konten kampanye yang disampaikan

bertujuan untuk masyarakat Indonesia. Untuk waktu penelitian dilakukan


57

pada Desember 2018 hingga kuota sample mencukupi. Pada saat itu juga,

peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini.

3.7 Sumber Data

Menurut Bungin (dalam Sinambela, 2014, h. 111), data adalah

bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian yang diperoleh di lokasi

penelitian. Noor (2011, h. 137) menambahkan, data diartikan sebagai

informasi yang diterimanya tentang suatu kenyataan atau fenomena

empiris, wujudnya dapat merupakan seperangkat ukuran (kuantitatif,

berupa angka-angka) atau berupa ungkapan kata-kata (verbalize) atau

kualitatif. Lebih lengkap, Siregar (2013, h. 16) mendefinisikan data

merupakan kumpulan fakta atau angka atau segala sesuatu yang dapat

dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk

menarik suatu kesimpulan. Siregar (2013, h. 16) menyebutkan syarat-

syarat data yang baik, yaitu data harus akurat, relevan, dan up to date.

Berdasarkan dari sumbernya, Istijanto (dalam Sinambela, 2014, h.

112) membagi data menjadi dua kelompok besar yang disebut data

sekunder dan data primer. Noor (2011, h. 137) menyebutkan jika langsung

dari sumbernya (tentang diri sumber data) disebut primer, sedangkan jika

adanya telah disusun, dikembangkan, dan diolah kemudian tercatat disebut

data sekunder. Menurut Martono (2015, h. 67), data primer merupakan

data utama yang digunakan peneliti untuk memperoleh jawaban atas

masalah penelitian yang sedang dikaji, sedangkan data sekunder


58

merupakan data penunjang yang keberadaannya hanya digunakan untuk

memperkuat, melengkapi, atau mendukung data primer.

3.7.1 Data Primer

Secara singkat, Siregar (2013, h. 16) mengatakan bahwa

data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti

langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian

dilakukan. Data primer dalam proses penelitian didefinisikan

sebagai sekumpulan informasi yang diperoleh peneliti langsung

dari lokasi penelitian melalui sumber pertama (responden atau

informan, melalui wawancara) atau melalui hasil pengamatan yang

dilakukan sendiri oleh peneliti (Martono, 2015, h. 65) dengan

instrumen yang dipersiapkannya dan hasilnya diolah sendiri untuk

dapat menjawab masalah penelitian yang diajukan (Sinambela,

2014, h. 113). Karena penelitian ini termasuk dalam penelitian

kuantitatif, menurut Sinambela (2014, h. 114) datanya akan

bersifat terstruktur, sebab ragam data yang diperoleh dari

sumbernya cenderung berpola lebih terstruktur, sehingga mudah

diolah, dibaca dan dianalisis oleh peneliti. Menurut Sugiyono

(dalam Siregar, 2013, h. 18), metode pengumpulan data yang

umum digunakan dalam suatu penelitian adalah: wawancara,

kuisioner dan observasi.


59

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode survei

berupa kuisioner atau angket dalam mendapatkan data primer yang

dibutuhkan dalam penelitian melalui instrumen-instrumen yang

telah ditentukan. Peneliti dalam menyebarkan kuisioner akan

menggunakan fitur update status yang ada pada Timeline di LINE

dan Home di Facebook karena pada saat itu juga, peneliti juga

menyebarkan pesan kampanye, sehingga setelah menerima pesan

maka responden langsung mengisi kuisioner agar memori dan

informsai yang tersimpan masih baru dan segar. Hal ini menjadi

sebuah keuntungan dalam mendapatkan banyak responden karena

menurut Sinambela (2014, h. 127), survei melalui internet sangat

berdaya guna jika para responden memiliki lokasi yang terpencar

atau saling berjauhan, sehingga peneliti tidak perlu mendatangi

responden satu per satu. Sinambela (2014, h. 127) menambahkan,

cara ini menghilangkan batas geografis dan kendala waktu dalam

pelaksanaan survei.

3.7.2 Data Sekunder

Menurut Sinambela (2014, h. 112), data sekunder dapat

didefinisikan sebagai data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain

diolah dan dipublikasikan untuk kepentingan tertentu. Sinambela

(2014, h. 112) melanjutkan, peneliti hanya meminjam data tersebut

sesuai dengan kebutuhan peneliti, dalam hal ini, peneliti adalah

“tangan kedua” yang sekedar mencatat, mengakses, atau meminta


60

data tersebut ke pihak lain yang bertanggungjawab atas data

tersebut. Martono (2015, h. 66) menyebutkan data sekunder dapat

diperoleh dari jurnal atau majalah (media massa), lembaga tertentu,

buku-buku yang beredar, televisi dan radio, maupun informasi dari

internet. Namun, Martono (2015, h. 67) menambahkan, aspek

utama yang perlu diperhatikan saat menggunakan data sekunder

adalah melakukan penilaian terhadap kualitas informasi atau opini

yang disajikan, seperti meninjau kualitas bukti penunjang yang

telah disajikan, validitas argumen sendiri, serta reputasi dan

kualifikasi penulis atau presenter agar membantu untuk

mengidentifikasi bias, ketidakakuratan, dan kebohongan data. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan jurnal ilmiah, buku, e-book, dan

data maupun artikel di internet sebagai data sekunder.

3.8 Instrumen Penelitian

Definisi instrumen penelitian menurut Martono (2015, h. 122),

merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi

yang bermanfaat untuk menjawab masalah penelitian. Menurut Noor

(2011, h. 101), instrumen jika dipahami dari sisi variabel adalah proses

menghubungkan konsep/konstruk dengan fakta empiris (realita). Noor

(2011, h. 101) melanjutkan, pengukuran variabel lebih berguna untuk

variabel yang bersifat abstrak seperti sikap, motivasi, kinerja, dan

information asymetry, namun untuk variabel seperti ini pengukuran tidak

dilakukan secara langsung terhadap variabelnya, melainkan secara tidak


61

langsung melalui indikator yang dapat diamati, sehingga indikator tersebut

dianggap sebagai “fakta atau realitas”. Colton & Covert (dalam Martono,

2015, h. 123) menambahkan, sebuah instrumen penelitian, seperti angket,

biasanya digunakan untuk mendapatkan informasi faktual, mendukung

pengamatan, atau menilai sikap dan pendapat.

Kuisioner atau angket merupakan suatu teknik pengumpulan data

dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada

responden dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan

tersebut (Noor, 2011, h. 139) yang memungkinkan analis mempelajari

sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang

(Siregar, 2013, h. 21). Terdapat empat komponen inti dari sebuah

kuisioner menurut Noor (2011, h. 139), yaitu: (1) adanya subyek, yaitu

individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian; (2) adanya ajakan,

yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk turut serta mengisi

atau menjawab pertanyaan secara aktif dan objektif; (3) adanya petunjuk

pengisian kuisioner, yaitu petunjuk yang tersedia harus mudah dimengerti

dan tidak bias (mempunyai persepsi yang macam-macam); dan (4) adanya

pertanyaan atau pernyataan beserta tempat untuk mengisi jawaban, baik

secara tertutup maupun terbuka. Peneliti memilih untuk menggunakan

kuisioner tertutup karena menurut Martono (2015, h. 46), bila peneliti

terpaksa memberikan pertanyaan yang banyak (karena indikator banyak),

diusahakan menggunakan bentuk pertanyaan tertutup agar mengehemat

waktu dan tenaga responden. Siregar (2013, h. 21) menjelaskan bahwa


62

kuisioner tertutup berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada

responden sudah dalam bentuk pilihan ganda, sehingga responden tidak

diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat.

Peneliti menggunakan item-item pernyataan yang menyangkut

pada variabel penelitian, yaitu efektivitas kampanye dengan dimensi

karakteristik efektivitas kampanye yang berisikan perhatian audiens,

pemahaman pesan, pengaruh pesan, dan perubahan konteks sosial.

Variabel berikutnya adalah evaluasi kampanye dengan dimensi evaluasi

outcomes yang berisikan indikator pengertian dan kesadaran, saliency,

sikap, norma, dan perilaku. Dalam kuisioner ini, peneliti menentukan skala

yang diberikan agar memudahkan responden untuk menjawab item-item

tersebut sesuai dengan skala Likert, yaitu Sangat Setuju (SS) bernilai 4,

Setuju (S) bernilai 3, Tidak Setuju (TS) bernilai 2, dan Sangat Tidak

Setuju (STS) bernilai 1.

3.9 Uji Instrumen

Sinambela (2014, h. 156) menjelaskan bahwa suatu instrumen yang

didesain peneliti belum dapat digunakan secara langsung akan tetapi harus

diujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui apakah instrumen tersebut

sudah cukup baik atau belum. Noor (2011, h. 164) menambahkan, dalam

penyusunan sebuah kuisioner harus benar-benar dapat menggambarkan

tujuan dari penelitian tersebut (valid) dan juga dapat konsisten bila

pertanyaan tersebut dijawab dalam waktu yang berbeda (reliabel). Menurut


63

Nazir (2014, h. 117), jika reliabilitas dan validitas tidak diketahui, maka

akibatnya menjadi fatal dalam memberikan kesimpulan ataupun dalam

meberi alasan terhadap hubungan-hubungan antarvariabel. Bahkan secara

luas, Nazir (2014, h. 117) menegaskan bahwa reliabilitas dan validitas

mencakup mutu seluruh proses pengumpulan data sejak konsep disiapkan

sampai kepada data siap untuk dianalisis.

Namun, Sinambela (2014, h. 156) menuturkan bahwa perlu

dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrumen

penelitian yang valid dan reliabel. Sinambela (2014, h. 156) menjelaskan,

hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang

terkumpul dengan obyek yang sesungguhnya terjadi pada objek yang

diteliti, sedangkan instrumen penelitian yang valid dan reliabel berarti

suatu instrumen yang dapat menangkap apa yang harus diukurnya dan

hasil pengukuran tersebut diberikan secara konsisten dalam berbagai

pengukuran yang dilakukan. Brock-Utne (dalam Sinambela, 2014, h. 157)

berpendapat bahwa validitas dan reliabilitas adalah persyaratan yang harus

dipertahankan dalam penelitian kuantitatif. Menurut Noor (2011, h. 164),

secara mudah kuisioner diujicobakan dahulu kepada responden sampel

(misal, 30 responden).

3.9.1 Uji Validitas

Menurut Siregar (2013, h. 46), a valid measure if it

succesfully measure the phenomenon atau dapat diartikan sesuai


64

pernyataan Martono (2015, h. 354), bahwa validitas merupakan

ketepatan atau kecermatan sebuah instrumen penelitian dalam

mengukur apa yang ingin diukur. Dalam data kuantitatif,

Sinambela (2014, h. 158) mengatakan, validitas bisa dibuktikan

melalui sampling yang cermat, pemilihan instrumen yang tepat, dan

penafsiran data statistik yang tepat. Peneliti menggunakan jenis

validitas konstruk dalam pengujiannya karena Nazir (2014, h. 129)

mencontohkan seperti inteligensia, status ekonomi, fertilitas,

persepsi, pendidikan tradisional, dan sebagainya dalam membahas

validitas konstrak dan dalam instrumen pada penelitian ini

cenderung meneliti persepsi responden. Secara sederhana, Martono

(2015, h. 349) menerangkan bahwa validitas konstruk dicapai

dengan menguji konsistensi antara konsep (dan variabel) yang

dioperasionalkan dengan hipotesis atau teori.

Untuk menguji validitas konstruk, peneliti menggunakan

rumus teknik korelasi product moment (Siregar, 2013, h. 48), yaitu:

Di mana:
= koefisien korelasi product moment
= jumlah responden
= skor variabel (jawaban responden)
= skor total dari variabel (jawaban responden)
65

Dengan ketentuan:

Dalam menentukan , peneliti menggunakan software

Microsoft Excel berupa rumus yang telah tersedia dengan taraf

signifikansi 5% dan memilih nomor 28 sebagai acuan karena dalam

pemilihannya menggunakan rumus DF (degree of freedom) = N-2,

sehingga didapati bahwa . Berikut adalah tabel hasil

penghitungan .

Tabel 3.3 Hasil penghitungan dengan Microsoft Excel

DF 0,05 DF 0,05
(N-2) t 0,05 r 0,05 (N-2) t 0,05 r 0,05
1 #NUM! #NUM! 16 2,145 0,497
2 #NUM! #NUM! 17 2,131 0,482
3 12,706 0,997 18 2,120 0,468
4 4,303 0,950 19 2,110 0,456
5 3,182 0,878 20 2,101 0,444
6 2,776 0,811 21 2,093 0,433
7 2,571 0,754 22 2,086 0,423
8 2,447 0,707 23 2,080 0,413
9 2,365 0,666 24 2,074 0,404
10 2,306 0,632 25 2,069 0,396
11 2,262 0,602 26 2,064 0,388
12 2,228 0,576 27 2,060 0,381
13 2,201 0,553 28 2,056 0,374
14 2,179 0,532 29 2,052 0,367
15 2,160 0,514 30 2,048 0,361

Sumber: diolah oleh Penulis

Peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan

software SPSS versi 25. Setelah melakukan uji validitas, ditemukan


66

bahwa semua item pada masing-masing variabel adalah valid

karena dikatakan valid jika dan tidak ada item yang

nilai -nya di bawah 0,374. Cara membacanya adalah dengan

melihat besaran Pearson Correlation sebagai , kemudian

membandingkannya dengan yang telah ditentukan. Berikut

adalah penghitungan korelasi product moment pada masing-masing

variabel.

Tabel 3.4 Hasil Penghitungan Korelasi Product Moment

No. Pearson No. Pearson


Item Correlation Item Correlation

1 ,503 10 ,637
2 ,675 11 ,690
3 ,524 12 ,773
4 ,687 13 ,729
5 ,591 14 ,751
6 ,711 15 ,764
7 ,446 16 ,563
8 ,431 17 ,641
9 ,464 18 ,619

Sumber: diolah oleh Penulis

3.9.2 Uji Reliabilitas

Siregar (2013, h. 55) mengartikan reliabilitas untuk

mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula. Untuk

melakukan uji reliabilitas, peneliti menggunakan Alpha Cronbach


67

karena menurut Siregar (2013, h. 56), metode Alpha Cronbach

yang digunakan untuk menghitung reliabilitas suatu tes yang tidak

mempunyai pilihan ‘benar’ atau ‘salah’ maupun ‘ya’ atau ‘tidak’,

melainkan digunakan untuk menghitung reliabilitas suatu tes yang

mengukur sikap atau perilaku. Selain itu, Sinambela (2014, h. 169)

menyebutkan bahwa Alpha Cronbach menyediakan koefisien dari

inter-item korelasi, yang mana korelasi dari setiap benda dengan

hasil dari semua benda yang relevan dan berguna untuk skala

multi-item. Noor (2011, h. 165) menuturkan, keandalan

pengukuran dengan menggunakan Alpha Cronbach adalah

koefisien keandalan yang menunjukkan seberapa baiknya item/butir

dalam suatu kumpulan secara positif berkorelasi satu sama lain.

Berikut adalah tahapan menggunakan teknik Alpha

Cronbach menurut Siregar (2013, h. 57-58), yaitu:

a. Menentukan nilai varians setiap butir pertanyaan.

b. Menentukan nilai varians total.

c. Menentukan reliabilitas instrumen.


68

Di mana:
= jumlah sampel
= jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan
= total jawaban responden untuk setiap butir perta-
nyaan
= varians total
= jumlah varians butir
= jumlah butir pertanyaan
= koefisien reliabilitas instrumen

Dengan ketentuan:

Setelah melakukan uji reliabilitas, didapatkan hasil bahwa

pada kedua variabel telah melewati batas Alpha Cronbach yang

telah ditentukan. Hal ini menandakan bahwa kedua variabel

dikatakan reliabel karena merujuk pada ketentuan dan

tidak ada di kedua hasil Alpha Cronbach yang kurang dari 0,60,

maka variabel yang telah diuji menjadi reliabel. Peneliti juga

menggunakan software SPSS versi 25 dalam melakukan

penghitungan untuk uji reliabilitas. Berikut adalah tabel hasil dari

penghitungan Alpha Cronbach pada kedua variabel.

Tabel 3.5 Hasil Penghitungan Alpha Cronbach

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
,906 ,907 18

Sumber: diolah oleh Penulis


69

3.10 Teknik Analisis Data

Pengertian analisis data bagi Martono (2015, h. 10) merupakan

proses pengolahan, penyajian, interpretasi, dan analisis data yang

diperoleh dari lapangan dengan tujuan agar data yang disajikan

mempunyai makna, sehingga pembaca dapat mengetahui hasil penelitian

kita. Siregar (2013, h. 89) menuturkan bahwa saat melakukan proses

analisis data yang perlu diingat mengetahui dengan tepat alat analisis (uji

statistik) yang akan digunakan, sebab jika alat analisis (uji statistik) yang

digunakan tidak sesuai dengan permasalahan penelitian, walaupun telah

menggunakan alat analisis yang paling baik, maka hasil penelitian dapat

salah diinterpretasikan dan tidak bermanfaat. Sugiyono (dalam Matono,

2015, h. 293) menyebutkan fungsi statistik di dalam proses penelitian

sebagai berikut: sebagai alat untuk menghitung besarnya anggota sampel

yang diambil dari suatu populasi; sebagai alat untuk menguji validitas dan

reliabilitas instrumen penelitian; teknik-teknik menyajikan data, sehingga

data lebih komunikatif; sebagai alat untuk menganalisis data, seperti untuk

menguji hipotesis.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan statistik deskriptif

karena menurut Sinambela (2014, h. 189), statistik deskriptif adalah

statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku

untuk umum atau generalisasi. Secara singkat, Martono (2015, h. 294)


70

mendefinisikan statistik deskriptif sebagai bagian statistik yang digunakan

untuk menggambarkan karakter suatu kelompok, sampel atau data.

Sinambela (2014, h. 189) menyebutkan, statistik deskriptif akan

menyajikan data melalui tabel, grafik yang umumnya menggunakan

histogram, kemudian dilanjutkan dengan penghitungan nilai sentral untuk

melihat sebaran data dengan menghitung modus, median, mean

(pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, presentil, perhitungan

penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi,

perhitungan persentase. Untuk mempermudah dalam membaca analisis

data, digunakan rentang skala dengan ketentuan:

Tabel 3.6 Rentang Skala

Rentang Skala Keterangan


1,00 – 1,75 Sangat Tidak Setuju
1,76 – 2,50 Tidak Setuju
2,51 – 3,25 Setuju
3,26 – 4,00 Sangat Setuju

Sumber: diolah oleh Penulis


71

Dalam penelitian ini, peniliti menggunakan analisis data berupa

regresi linier sederhana (Martono, 2015, h. 261) dengan rumus:

Di mana:
= variabel terikat
= variabel bebas
= konstanta
= koefisien regresi; besaran yang ditimbulkan oleh

Dengan ketentuan:
72

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Gambaran Umum Kampanye Remotivi pada LINE

Remotivi adalah sebuah lembaga studi dan pemantauan media.

Cakupan kerjanya meliputi penelitian, advokasi, dan penerbitan. Dibentuk

di Jakarta pada 2010, Remotivi merupakan bentuk inisiatif warga yang

merespon praktik industri media pasca-Orde Baru yang semakin komersial

dan mengabaikan tanggung jawab publiknya. Sejak pendiriannya, biaya

operasional Remotivi didanai oleh donasi publik, hasil usaha, proyek

penelitian, dan hibah lembaga donor. Sejauh ini Remotivi telah menerima

dana hibah dari Yayasan Tifa, Hivos, dan Cipta Media Seluler. Pada

Agustus 2014, Remotivi menerima penghargaan Tasfrif Award 2014 dari

Aliansi Jurnalis Independen.

Gambar 4.1 Logo Remotivi


Sumber: remotivi.co.id
73

Merujuk Meja Redaksi Remotivi (2018), pada April 2018

Remotivi mengalami pergantian direktur dengan Roy Thaniago sebagai

direktur baru yang sebelumnya dijabat oleh Muhammad Heychael selama

3 tahun. Mengutip pada laman tersebut, seiring dengan bergantinya

direktur baru, Remotivi tidak hanya berkutat pada pada sektor advokasi

dan pengelolaan laman daring, sektor penelitian kini menjadi pekerjaan

yang pertama dan utama dengan fokus menyediakan data dan analisis

mengenai situasi media di Indonesia, yang diharapkan membantu aktivis

penyiaran dalam melakukan advokasi dan kampanye, membantu regulator

dalam merumuskan kebijakan, dan membantu perusahaan media dan

wartawan dalam mengevaluasi kinerjanya.

Gambar 4.2 Pegiat Remotivi


Sumber: remotivi.co.id
74

Remotivi berbasis pada media digital dengan mengandalkan

remotivi.or.id sebagai wujud kinerjanya. Di dalamnya terdapat berbagai

pembahasan tentang kritikan media yang didominasi pada kritikan

tayangan televisi. Tidak hanya pada karya tulisan, Remotivi juga

menghasilkan karya audio visual yang tersambung pada kanal YouTube

Remotivi. Di bagian video pada website, terdapat 2 kategori yang muncul,

yaitu Literasi dan Yang Tidak Media Katakan. Literasi membahas tentang

literasi media yang diulas dan dikaji oleh Remotivi, sedangkan Yang

Tidak Media Katakan membahas tentang penelusuran Remotivi terkait

pembahasan fenomena praktek media yang tidak dimunculkan pada media

arus utama. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil video berjudul

“Masih Percaya Media?” pada bagian Literasi.

Gambar 4.3 Video “Masih Percaya Media?” pada remotivi.or.id


Sumber: remotivi.co.id
75

Gambar 4.4 Video “Masih Percaya Media?” pada kanal YouTube Remotivi
Sumber: https://youtu.be/IM1Sx_VJWqY

Pada video tersebut, Remotivi mengulas tentang hasil kajiannya

terhadap netralitas media pada pemilu legislatif dan eksekutif 2014. Dalam

ulasannya, Remotivi menyinggung MetroTV terkait pemberitaannya yang

cenderung memihak pada pemilik media yang dimiliki oleh Surya Paloh

yang sekaligus ketua umum dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem)

dengan pemberitaan paling banyak dan diberitakan positif. Sebelum

Nasdem berkoalisi dengan PDIP, pemberitaan terhadap kedua kandidat

presiden tidak ada. Namun setelah berkoalisi dengan PDIP, pemberitaan

terhadap Joko Widodo sebagai kandidat yang diusung oleh PDIP,

mendominasi pemberitaan sebesar 74,4% dengan pemberitaan positif 90%

dibanding Prabowo Subianto yang diberitakan negatif sebesar 22%.


76

Gambar 4.5 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 0:48
Sumber: https://youtu.be/IM1Sx_VJWqY

Selanjutnya, pada TvOne yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie

sekaligus pemilik ANTV dan menjabat sebagai ketua umum Partai

Golongan Karya (Golkar), pemberitaan didominasi Joko Widodo dengan

nada pemberitaan negatif sebelum berkoalisi dengan Partai Gerakan

Indonesia Raya (Gerindra), berbanding terbalik dengan Aburizal Bakrie

yang diberitakan positif. Namun setelah Golkar berkoalisi dengan

Gerindra sebagai partai pengusung Prabowo Subianto, pemberitaannya

mendominasi sekaligus meningkat sebanding dengan nada pemberitaan

positif, berbanding terbalik dengan pemberitaan Joko Widodo yang

mendominasi dengan nada pemberitaan negatif.


77

Gambar 4.6 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 1:41
Sumber: https://youtu.be/IM1Sx_VJWqY

Beralih pada RCTI yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo

sekaligus pemilik GlobalTV, tingkat pemberitaan tentang Joko Widodo

paling banyak sedangkan pemberitaan Prabowo Subianto tidak ada.

Namun setelah sikap politiknya berkoalisi mendukung Prabowo Subianto,

pemberitaannya dikatrol dengan dominasi sebesar 41% dan pemberitaan

Jokowi 21%. Dalam video tersebut, dikatakan bahwa pemberitaan televisi

searah dengan pergerakan politik pemilik media, bisa jadi di kemudian

hari arah pergerakan politik berubah sebaliknya, Prabowo Subianto

didukung oleh MetroTV dan Joko Widodo didukung oleh TvOne dan

RCTI.
78

Gambar 4.7 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 02:15
Sumber: https://youtu.be/IM1Sx_VJWqY

Tidak hanya di pemberitaan politik saja, pada peristiwa atau kasus

lain bisa jadi itu tergantung pada arah pemilik media, bukan apa yang

sebenarnya terjadi. Diakhir video, Remotivi mengajak untuk jadi penonton

yang kritis agar tidak diperdaya oleh media. Data-data yang ada di dalam

video, diambil dari penelitian Remotivi berjudul “Independensi Televisi

Menjelang Pemilu 2014: Ketika Media Menjadi Corong Kepentingan

Politik Pemiliknya”. Tujuan video ini dibuat adalah untuk

menyederhanakan laporan penelitian yang telah dilakukan agar mudah

dipahami dan menarik banyak orang, serta menambah konten dalam kanal

YouTube Remotivi. Selain itu, ajakan untuk mengkritisi tayangan televisi

juga menjadi tujuan dari dibuatnya video tersebut agar masyarakat tidak

mudah diperdaya oleh tayangan televisi.


79

Gambar 4.8 Cuplikan Video “Masih Percaya Media?” pada menit 02:57
Sumber: https://youtu.be/IM1Sx_VJWqY

Sebelum melakukan penelitian, peneliti berusaha mengajak pihak

Remotivi untuk bekerjasama untuk membuat kampanye tentang

mengkritik media. Namun karena kesibukan mereka dan sedang

mempersiapkan proyek lain, maka peneliti memutuskan untuk melakukan

kampanye sendiri secara inisiatif. Peneliti juga sudah mendapat

persetujuan melalui e-mail dengan meminjam video “Masih Percaya

Media?” sebagai bahan kampanye. Peneliti menggunakan akun LINE

pribadi dan bantuan dari Official Account LINE Draft SMS sebagai media

partner dalam melakukan kampanye dengan mencantumkan sumber

berupa link YouTube dan Official Account LINE Remotivi sebagai tanda

menghargai sumber dan hak cipta.


80

4.2 Gambaran Umum Responden

Dari hasil yang didapat peneliti sebanyak 400 responden,

menunjukkan bahwa sebesar 22% (88 responden) berjenis kelamin laki-

laki, sedangkan sisanya 79% (312 responden) berjenis kelamin

perempuan.

Perempuan
Laki-laki

Gambar 4.9 Diagram Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Sumber: diolah oleh Penulis

Untuk penggolongan usia, peneliti sudah menetapkan jangka usia

18-29 tahun yang merujuk pada penelitian Baskerville, Azagba, Norman,

McKeown, Brown (2016) dan Valenzuela, Arriagada & Scherman (2014)

sebagai responden anak muda. Hasil yang didapat adalah sebesar 15,8%

(63 responden) berusia 18 tahun, 12,8% (51 responden) berusia 19 tahun,

19,5% (78 responden) berusia 20 tahun, 19,5% (78 responden) berusia 21

tahun, 16,8% (67 responden) berusia 22 tahun, 8,5% (34 responden)

berusia 23 tahun, 3% (12 responden) berusia 24 tahun, 2,8% (11

responden) berusia 25 tahun, 1% (4 responden) berusia 26 tahun, 0,5% (2


81

responden) berusia 27 tahun, dan sisanya tidak ada data responden yang

masuk dengan usia 28 dan 29 tahun. Dapat dilihat bahwa responden

dengan usia 20 dan 21 tahun mendominasi jumlah responden dalam

penelitian ini sebesar masing-masing 78 responden.

90
80
70
60
50
Usia
40
30
20
10
0
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Gambar 4.10 Diagram Responden Berdasarkan Kategori Usia


Sumber: diolah oleh Penulis

Untuk penggolongan latar belakang pendidikan, peneliti

mendapatkan hasil berupa 38,3% (153 responden) berlatarbelakang

pendidikan perguruan tinggi eksakta, 48,8% (195 responden)

berlatarbelakang pendidikan perguruan tinggi non-eksakta, dan 13% (52

responden) berlatarbelakang pendidikan non-perguruan tinggi.


82

200

150

100
Jumlah
50

0
PT Eksakta PT Non- Non-PT
Eksakta

Gambar 4.11 Diagram Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan


Sumber: diolah oleh Penulis

4.3 Hasil Penelitian dan Analisis Data

Setelah melaksanakan kampanye dan mendapatkan respon dari 400

responden, berikut adalah hasil yang diperoleh dan akan dijelaskan melalui

dimensi karakteristik efektivitas kampanye dan evaluasi outcomes.

4.3.1 Dimensi Karakteristik Efektivitas Kampanye

Peneliti dalam mengukur dimensi karakteristik efektivitas

dari efektivitas kampanye terhadap kampanye Remotivi

menggunakan 10 indikator yang mengadopsi dari Liliweri (2011,

h. 728-729). Indikator tersebut adalah perhatian audiens,

pemahaman pesan, pengaruh pesan, dan perubahan konteks sosial.

Dalam masing-masing indikator, dipecah menjadi beberapa sub-

indikator untuk membuat item pernyataan menjadi lebih spesifik,

namun tetap pembagiannya oleh indikator yang telah ditentukan.


83

Peneliti menggunakan singkatan sebagai simbol untuk

mempermudah dalam membaca hasil data, yaitu STS untuk

menyatakan “Sangat Tidak Setuju”, TS untuk menyatakan “Tidak

Setuju”, S untuk menyatakan “Setuju”, dan SS untuk menyatakan

“Sangat Setuju”.

Tabel 4.1 Hasil Indikator Perhatian Audiens

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 1 STS 0 0,0 0 3,31
TS 13 3,3 13
S 249 62,3 262
SS 138 34,5 400
Item 2 STS 0 0,0 0 3,36
TS 29 7,2 29
S 198 49,5 227
SS 173 43,4 400
Item 3 STS 1 0,3 1 3,31
TS 33 8,3 34
S 208 52,0 242
SS 158 39,5 400
Indikator Perhatian Audiens 3,29

Sumber: data primer

Berdasarkan data yang didapat dari hasil indikator perhatian

audiens, pada item 1 dengan pernyataan “Pesan kampanye sesuai

dengan responden yang berusia 18-29 tahun” sebesar 34,5%

(138 responden) menyatakan sangat setuju, 62,3% (249 responden)

menyatakan setuju, dan 3,3% (13 responden) menyatakan tidak

setuju. Pada item 2, sebesar 43,3% (173 responden) menyatakan

sangat setuju, 49,5% (198 responden) menyatakan setuju, dan 7,2%


84

(29 responden) menyatakan tidak setuju, dengan item pernyataan

“Kampanye Remotivi cocok disebarkan di platform media

sosial seperti LINE”. Pada item 3 dengan item pernyataan

“Kampanye Remotivi menarik minat perhatian responden”,

sebesar 39,5% (158 responden) menyatakan sangat setuju, 52%

(208 responden) menyatakan setuju, 8,3% (33 responden)

menyatakan tidak setuju, dan 0,3% (1 responden) menyatakan

sangat tidak setuju. Pada masing-masing item menghasilkan nilai

mean dengan item 1 sebesar 3,31, item 2 sebesar 3,36, item 3

sebesar 3,31, maka dapat memunculkan nilai mean untuk indikator

perhatian audiens sebesar 3,29.

Dalam tabel tersebut, terlihat bahwa mayoritas jawaban

masing-masing item memilih setuju dengan item-item yang

diberikan pada item 1 sebanyak 249 responden, item 2 sebanyak

198 responden, dan item 3 banyak 208 responden. Dengan sasaran

kampanye yang ditujukan kepada anak muda, khususnya untuk

usia 18-29 tahun, dapat diartikan bahwa kampanye yang telah

dilakukan sesuai dengan sasaran yang dituju. Selain itu, hal ini

menyiratkan bahwa kampanye yang telah dibuat cocok dilakukan

melalui saluran media sosial LINE dan menggambarkan bahwa

responden tertarik minatnya dalam menerima kampanye tersebut.

Nilai mean juga memperkuat penilaian responden terhadap

indikator perhatian audiens dengan nilai mean 3,29 yang rentang


85

skalanya berada di antara angka 3,26 dan 4,00, dapat ditafsirkan

bahwa rata-rata responden sangat menyetujui kampanye Remotivi

telah menyita perhatian khalayak muda pengguna LINE dari sisi

kesuaian sasaran kampanye, saluran yang digunakan, hingga

menariknya minat sasaran.

Tabel 4.2 Hasil Indikator Pemahaman Pesan

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 4 STS 1 0,3 1 3,03
TS 66 16,5 67
S 253 63,2 320
SS 80 20,0 400
Item 5 STS 1 0,3 1 3,22
TS 31 7,8 32
S 249 62,3 281
SS 119 29,8 400
Item 6 STS 1 0,3 1 3,18
TS 35 8,8 36
S 256 64,0 292
SS 108 27,0 400
Indikator Pemahaman Pesan 3,14

Sumber: data primer

Pada hasil data dari indikator pemahaman pesan dengan

item 4 berupa pernyataan “Sumber pesan pada kampanye

memiliki kredibilitas tinggi”, didapati sebesar 20% (80

responden) menyatakan sangat setuju, 63,2% (253 responden)

menyatakan setuju, 16,5% (66 responden) menyatakan tidak setuju,

dan 0,3% (1 responden) menyatakan sangat tidak setuju dengan

item pernyataan. Sedangkan untuk item 5 dengan pernyataan


86

“Pesan pada kampanye Remotivi diinformasikan secara jelas”,

mendapatkan hasil sebesar 29,8% (119 responden) menyatakan

sangat setuju, 62,3% (249 responden) menyatakan setuju, 7,8% (31

responden) menyatakan tidak setuju, dan 0,3% (1 responden)

menyatakan sangat tidak setuju. Untuk item 6, sebesar 27% (108

responden) menyatakan sangat setuju, 64% (256 responden)

menyatakan setuju, 8,8% (35 responden) menyatakan tidak setuju,

dan 0,3% (1 responden) menyatakan sangat tidak setuju terhadap

item pernyataan “Pesan yang disampaikan memiliki

pemahaman yang kuat”. Pada masing-masing item menghasilkan

nilai mean dengan item 4 sebesar 3,03, item 5 sebesar 3,22, item 6

sebesar 3,18, maka dapat memunculkan nilai mean untuk indikator

pemahaman pesan sebesar 3,14.

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pemilihan jawaban

setuju mendominasi item-item dari indikator pemahaman pesan

yang diberikan dengan masing-masing item 4 sebanyak 253

responden, item 5 sebanyak 249 responden, dan item 6 sebanyak

256 responden. Hal ini menggambarkan bahwa sumber pesan dari

kampanye yang telah dilakukan memiliki kredibitas tinggi,

sehingga dapat diindikasikan dengan kejelasan pesan yang

disampaikan dan berdampak pada kuatnya pemahaman yang

diterima oleh sasaran kampanye. Nilai mean yang muncul pada

indikator pemahaman pesan mendapat penilaian setuju dari


87

responden karena angka 3,14 berada di antara rentang skala 2,51

dan 3,25, menimbulkan penafsiran bahwa kampanye yang telah

dilakukan rata-rata dapat dipahami pesannya oleh khalayak muda

dengan jelas.

Tabel 4.3 Hasil Indikator Pengaruh Pesan

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 7 STS 3 0,8 3 2,90
TS 99 24,8 102
S 233 58,3 335
SS 65 16,3 400
Item 8 STS 2 0,5 2 2,91
TS 90 22,5 92
S 251 62,7 343
SS 57 14,2 400
Item 9 STS 7 1,8 7 2,79
TS 118 29,5 125
S 228 57,0 353
SS 47 11,8 400
Indikator Pengaruh Pesan 2,87

Sumber: data primer

Dalam indikator pengaruh pesan, didapati data dari item 7

pada item pernyataan “Informasi yang disediakan pada pesan

kampanye dapat berpengaruh” dengan persentase jawaban

sebesar 16,3% (65 responden) menyatakan sangat setuju, 58,3%

(233 responden) menyatakan setuju, dan 24,8% (99 responden)

menyatakan tidak setuju. Hasil berikutnya pada item 8 berupa

pernyataan “Besarnya pengaruh pada pesan kampanye

memberikan perhatian langsung dari responden”, sebesar


88

14,2% (57 responden) menyatakan sangat setuju, 62,7% (251

responden) menyatakan setuju, 22,5% (90 responden) menyatakan

tidak setuju, dan 0,5% (2 responden) menyatakan sangat tidak

setuju. Hasil lainnya pada item 9 berupa pernyataan “Pengaruh

pesan kampanye memicu perubahan norma dan nilai yang

ada”, sebesar 11,8% (47 responden) menyatakan sangat setuju,

57% (228 responden) menyatakan setuju, 29,5% (118 responden)

menyatakan tidak setuju, dan 1,8% (7 responden) menyatakan

sangat tidak setuju. Nilai mean yang ada pada masing-masing item

berupa item 7 sebesar 2,90, item 8 sebesar 2,91, dan item 9 sebesar

2,79, memunculkan nilai mean untuk indikator pengaruh pesan

sebesar 2,87.

Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas

responden menjawab setuju pada indikator pengaruh pesan dengan

masing-masing item sebanyak 233 responden pada item 7, 251

responden pada item 8, dan 228 responden pada item 9. Dari hasil

yang didapat memberikan kesan bahwa dengan ketersediaan

informasi yang ada pada pesan kampanye, dapat berpengaruh

kepada sasaran kampanye tersebut. Karena dapat berpengaruh,

maka menimbulkan perhatian langsung dari responden sehingga

memicu perubahan norma dan nilai yang ada. Nilai mean yang

tertera pada indikator pengaruh pesan sebesar 2,87 juga

memberikan nilai dari responden dengan jawaban setuju karena


89

rentang skalanya berada di antara angka 2,51 dan 3,25, sehingga

dapat diartikan bahwa rata-rata pengaruh pesan pada kampanye

Remotivi memberikan dampak pada khalayak muda.

Tabel 4.4 Hasil Indikator Perubahan Konteks Sosial

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 10 STS 0 0,0 0 3,45
TS 13 3,3 13
S 193 48,3 196
SS 194 48,5 400

Sumber: data primer

Hasil terakhir pada dimensi karakteristik efektivitas

kampanye yang didapat berupa item 10 dalam indikator perubahan

konteks sosial, menunjukkan bahwa sebesar 48,5% (194

responden) menyatakan sangat setuju, 48,3% (193 responden)

menyatakan setuju, dan 3,3% (13 responden) menyatakan tidak

setuju terhadap item pernyataan “Kampanye Remotivi

memberikan dorongan aktif untuk menjadi pribadi yang kritis

atas media”. Dengan pilihan jawaban sangat setuju yang

didominasi oleh 194 responden, dapat dikatakan bahwa terdapat

pengaruh yang tinggi dari kampanye sehingga mendorong

responden menjadi lebih kritis terhadap media. Hal ini diperkuat

dengan nilai mean sebesar 3,45 yang berada pada rentang skala

antara 3,26 hingga 4,00, memunculkan tafsiran bahwa rata-rata

responden sangat menyepakati akan adanya perubahan konteks


90

sosial akibat dari terpaparnya pesan kampanye. Meskipun hanya

berupa dorongan, namun bisa dikatakan bahwa ini dapat

menimbulkan perubahan pada khalayak muda sesuai dengan

arahan yang diberikan dari pesan kampanye Remotivi.

Tabel 4.5 Mean Dimensi Karakteristik Efektivitas Kampanye

Perhatian Pemahaman Pengaruh Perubahan


Indikator Audiens Pesan Pesan Konteks Sosial
Mean 3,29 3,14 2,87 3,45

Sumber: data primer

Secara keseluruhan dari 4 indikator pada dimensi

karakteristik efektivitas kampanye, diperoleh nilai mean yang

menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menilai

setuju terhadap efektivitas kampanye karena masing-masing

indikator memiliki nilai mean yang berada di antara 2,51 dan 3,25

berupa indikator pemahaman pesan sebesar 3,14 dan indikator

pengaruh pesan sebesar 2,87. Namun untuk indikator yang

memiliki nilai mean di antara 3,26 dan 4,00, yaitu indikator

pemahaman audiens bernilai 3,29 dan indikator perubahan konteks

sosial bernilai 3,45 yang sekaligus menduduki nilai mean tertinggi,

maka indikator-indikator tersebut mendapati nilai sangat setuju

oleh responden dengan penafsiran bahwa kampanye Remotivi

sangat cocok dilakukan melalui LINE dengan sasaran khalayak

muda karena menarik minat perhatian mereka, sehingga pengguna


91

LINE khalayak muda yang menerima pesan kampanye

menimbulkan kecenderungan berupa dorongan sangat kuat untuk

menjadi pribadi yang kritis terhadap media. Dapat diartikan pula

dari tabel tersebut, nilai mean terendah yang berada pada indikator

pengaruh pesan dengan nilai mean 2,87 mengindikasikan bahwa

meskipun masih dalam kategori setuju namun responden

cenderung kecil berpengaruhnya, khususnya pada hal memicu

perubahan norma dan nilai yang ada.

4.3.2 Dimensi Evaluasi Outcomes

Peneliti dalam mengukur dimensi evaluasi outcomes dari

evaluasi kampanye terhadap kampanye Remotivi menggunakan 8

indikator yang mengadopsi dari Liliweri (2011, h. 733-735).

Indikator tersebut adalah pengertian dan kesadaran, saliency, sikap,

norma, dan perilaku. Pada masing-masing indikator, terdapat

beberapa sub-indikator untuk menspesifikkan item-item

pernyataan, namun tetap pembagiannya oleh indikator yang telah

ditentukan. Peneliti menggunakan singkatan sebagai simbol untuk

mempermudah dalam membaca hasil data, yaitu STS untuk

menyatakan “Sangat Tidak Setuju”, TS untuk menyatakan “Tidak

Setuju”, S untuk menyatakan “Setuju”, dan SS untuk menyatakan

“Sangat Setuju”.
92

Tabel 4.6 Hasil Indikator Pengertian dan Kesadaran

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 11 STS 0 0 0 3,29
TS 31 7,8 31
S 222 55,5 253
SS 147 36,8 400

Sumber: data primer

Berdasarkan data yang didapat dari hasil indikator

pengertian dan kesadaran pada item 11 dengan pernyataan “Pesan

pada kampanye Remotivi menimbulkan kesadaran untuk ikut

andil dalam mengawasi siaran televisi”, sebesar 36,8% (147

responden) menyatakan sangat setuju, 55,5% (222 responden)

menyatakan setuju, dan 7,8% (31 responden) menyatakan tidak

setuju. Karena mayoritas jawaban sebanyak 222 responden

memilih jawaban setuju, dapat diartikan bahwa responden

mengakui dengan adanya kampanye tersebut dapat menimbulkan

kesadaran akan pesan di dalamnya. Meskipun pilihan jawaban

setuju mendominasi, karena nilai mean yang dihasilkan sebesar

3,29 berada di antara rentang skala 3,26 hingga 4,00 dan masuk ke

dalam penilaian sangat setuju, maka dapat diartikan bahwa akibat

terpaparnya kampanye, menimbulkan kecenderungan yang besar

pada kesadaran khalayak muda untuk ikut mengawasi siaran

televisi.
93

Tabel 4.7 Hasil Indikator Saliency

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 12 STS 1 0,3 1 3,29
TS 17 4,3 18
S 249 62,3 267
SS 133 33,3 400

Sumber: data primer

Pada hasil data dari indikator saliency dengan item 12,

sebesar 33,3% (133 responden) menyatakan sangat setuju, 62,3%

(249 responden) menyatakan setuju, 4,3% (17 responden)

menyatakan tidak setuju, dan 0,3% (1 responden) menyatakan

sangat tidak setuju terhadap item pernyataan “Pesan yang

ditonjolkan menimbulkan kesadaran akan isu tersebut

menjadi penting untuk dibahas dan didalami”. Dapat dilihat,

mayoritas jawaban sebanyak 249 responden menyetujui pernyataan

tersebut dengan mengindikasikan bahwa kesadaran akan isu yang

diangkat pada pesan kampanye penting untuk dibahas. Namun

karena nilai mean yang sebesar 3,29 berada di antara rentang skala

3,26 dan 4,00 masuk penilaian sangat setuju, maka menimbulkan

penguatan dari hasil yang ada. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa

khalayak muda yang terpapar kampanye memiliki kecenderungan

besar akan kesadaran dalam menanggapi isu yang dibawa pada

kampanye Remotivi.
94

Tabel 4.8 Hasil Indikator Sikap

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 13 STS 1 0,3 1 3,24
TS 40 10,0 41
S 222 55,5 263
SS 137 34,3 400
Item 14 STS 3 0,8 3 3,02
TS 85 21,3 88
S 213 53,3 301
SS 99 24,8 400
Item 15 STS 1 0,3 1 3,19
TS 39 9,8 40
S 243 60,8 283
SS 117 29,3 400
Indikator Sikap 3,15

Sumber: data primer

Dalam indikator sikap, didapati data dari item 13 pada item

pernyataan “Pesan pada kampanye Remotivi dapat

mempengaruhi pandangan pada tayangan televisi” dengan

persentase jawaban sebesar 34,3% (137 responden) menyatakan

sangat setuju, 55,5% (222 responden) menyatakan setuju, 10% (40

responden) menyatakan tidak setuju, dan 0,3% (1 responden)

menyatakan sangat tidak setuju. Hasil berikutnya pada item 14

berupa pernyataan “Pesan pada kampanye Remotivi dapat

mempengaruhi perasaan pada tayangan televisi”, sebesar

24,8% (99 responden) menyatakan sangat setuju, 53,3% (213

responden) menyatakan setuju, 21,3% (85 responden) menyatakan

tidak setuju, dan 0,8% (3 responden) menyatakan sangat tidak


95

setuju. Hasil lainnya pada item 15 berupa pernyataan “Pesan pada

kampanye Remotivi dapat mempengaruhi kecenderungan

untuk bertindak mengkritisi media”, sebesar 29,3% (117

responden) menyatakan sangat setuju, 60,8% (243 responden)

menyatakan setuju, 9,8% (39 responden) menyatakan tidak setuju,

dan 0,3% (1 responden) menyatakan sangat tidak setuju. Nilai

mean yang ada pada masing-masing item berupa item 13 sebesar

3,24, item 14 sebesar 3,02, dan item 15 sebesar 3,19, memunculkan

nilai mean indikator sebesar 3,15.

Dari tabel tersebut, terlihat sebagian besar responden

cenderung menjawab setuju pada item-item dari indikator sikap

dengan masing-masing item 13 sebanyak 222 responden, item 14

sebanyak 213 responden, dan item 15 sebanyak 243 responden.

Hal ini diperkuat pula dengan nilai mean indikator sebesar 3,15,

dapat dikatakan bahwa responden rata-rata menjawab setuju pada

indikator sikap sesuai dengan ketentuan yang berada dalam rentang

skala antara 2,51 dan 3,25. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah

menerima pesan kampanye, khalayak muda memberikan respon

berupa terpengaruhnya mereka dari sisi pandangan dan perasaan

terhadap tayangan televisi, serta kecenderungan dalam bertindak

mengkritisi media. Dapat diartikan bahwa efek dari kampanye

telah menimbulkan pengaruh dari aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik responden.
96

Tabel 4.9 Hasil Indikator Norma

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 16 STS 1 0,3 1 3,26
TS 27 6,8 28
S 238 59,5 266
SS 134 33,5 400

Sumber: data primer

Pada hasil yang didapat dari indikator norma melalui item

16, sebesar 33,5% (134 responden) menyatakan sangat setuju,

59,5% (238 responden) menyatakan setuju, 6,8% (27 responden)

menyatakan tidak setuju, dan 0,3% (1 responden) menyatakan

sangat tidak setuju dengan item pernyataan “Pesan pada

kampanye Remotivi mendukung dan sesuai dengan norma

yang belaku”. Dapat dilihat bahwa sebanyak 238 responden

mendominasi jawaban setuju dengan kesesuaian norma yang

berlaku terhadap kampanye tersebut. Karena nilai mean yang

dihasilkan menunjukkan angka 3,26 dan masuk ke dalam rentang

skala antara 3,26 hingga 4,00, maka dapat diartikan bahwa rata-rata

responden dianggap menjawab sangat setuju. Dengan kata lain,

khalayak yang menerima pesan kampanye merespon dengan

mendukung penuh kampanye Remotivi karena sesuai dengan

norma yang berlaku.


97

Tabel 4.10 Hasil Indikator Perilaku

Frequency Percent Cumulative Mean


Item 17 STS 3 0,8 3 2,95
TS 80 20,0 83
S 252 63,0 335
SS 65 16,3 400
Item 18 STS 6 1,5 6 2,98
TS 86 21,5 92
S 217 54,3 309
SS 91 22,8 400
Indikator Perilaku 2,97

Sumber: data primer

Berdasarkan hasil yang didapat dari indikator perilaku

melalui item 17 dengan item pernyataan “Pesan pada kampanye

Remotivi menimbulkan perubahan perilaku dalam isu

mengkritisi media”, sebesar 16,3% (65 responden) menyatakan

sangat setuju, 63% (252 responden) menyatakan setuju, 20% (80

responden) menyatakan tidak setuju, dan 0,8% (3 responden)

menyatakan sangat tidak setuju terhadap. Hasil lainnya pada item

18, sebesar 22,8% (91 responden) menyatakan sangat setuju,

54,3% (217 responden) menyatakan setuju, 21,5% (86 responden)

menyatakan tidak setuju, dan 1,5% (6 responden) menyatakan

sangat tidak setuju terhadap item pernyataan “Pesan pada

kampanye Remotivi menimbulkan perubahan perilaku dalam

memilih tayangan televisi yang tidak sesuai dengan peraturan

yang berlaku”. Nilai mean yang muncul pada item 17 sebesar 2,95
98

dan item 18 sebesar 2,98, menghasilkan mean indikator perilaku

sebesar 2,97.

Dalam tabel tersebut, terlihat bahwa masing-masing item

mendapati jawaban mayoritas setuju dengan item 17 sebanyak 252

responden dan item 18 sebanyak 217 responden. Hal ini

mengindikasikan bahwa responden setuju dengan merespon

kampenye berupa perubahan perilaku dalam pemilihan tayangan

dan mengkritisi media karena pengaruh dari kampanye tersebut.

Selain itu, nilai mean indikator juga menjustifikasi kesetujuan

responden terhadap perubahan perilaku akibat pengaruh dari

kampanye karena nilai 2,97 berada pada rentang skala di antara

2,51 hingga 3,25. Dapat ditafsirkan bahwa khalayak muda

mengalami kecenderungan perubahan dalam perilakunya setelah

terpapar kampanye, sehingga tujuan dari kampanye dapat

dikatakan berhasil karena kampanye tersebut berpengaruh terhadap

sasaran kampanye sesuai dengan arahan dari pesan kampanye.

Tabel 4.11 Mean Dimensi Evaluasi Outcomes

Pengertian dan
Indikator Kesadaran Saliency Sikap Norma Perilaku
Mean 3,29 3,29 3,15 3,26 2,97

Sumber: data primer

Secara keseluruhan dari 5 indikator pada dimensi evaluasi

outcomes, diperoleh nilai mean yang menunjukkan bahwa sebagian


99

besar responden cenderung menilai dan dianggap sangat setuju

terhadap evaluasi kampanye karena masing-masing indikator

memiliki nilai mean yang berada di antara 3,26 dan 4,00 berupa

indikator pengertian dan kesadaran serta indikator saliency masing-

masing sebesar 3,29 yang sekaligus menduduki nilai tertinggi, dan

indikator norma sebesar 3,26. Namun untuk indikator yang

memiliki nilai mean di antara 2,51 dan 3,25, yaitu pada indikator

sikap sebesar 3,15 dan indikator perilaku sebesar 2,97, maka

dianggap bernilai setuju oleh responden. Dapat ditafsirkan bahwa

khalayak muda sangat menyadari akan hal yang ditimbulkan dari

peran serta pengawasan tayangan media dan isu yang diangkat,

khususnya urgensi isu tersebut sehingga penting untuk dibahas dan

perlu didalami lebih lanjut. Dari tabel tersebut terlihat nilai mean

terendah berada pada indikator perilaku sebesar 2,97,

mengindikasikan bahwa meskipun masih dalam kategori setuju

namun khalayak muda cenderung kecil menimbulkan perubahan

perilaku akibat menerima pesan kampanye, seperti mengkritik

media dan memilih tayangan yang sesuai peraturan.

4.4 Pembahasan Analisis

Kampanye Remotivi yang diangkat oleh peneliti adalah tayangan

televisi yang tidak mentaati beberapa peraturan yang telah dibuat.

Pelanggaran mendasar yang pertama adalah pada UU no. 32 tahun 2002

tentang Penyiaran pasal 36 ayat (4) yang berbunyi, “Isi siaran wajib dijaga
100

netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan

tertentu”, mengindikasikan bahwa hal tersebut berkontradiksi dengan fakta

yang ada dengan menampilkan porsi pemberitaan sebelum dan sesudah

perubahan sikap politik dari pemilik media. Pelanggaran kedua adalah

pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)

pasal 11 ayat (2) yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

dengan bunyi, “Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan

netralitas isi siaran dalam setiap program siaran”, juga menggambarkan

hal yang sama dengan fakta yang ada. Hal ini dapat mengakibatkan hak

publik dalam mendapatkan informasi terhalang karena agenda yang dibuat

oleh media.

Dengan adanya kampanye tersebut, diharapakan penoton dapat

mengetahui adanya kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh pemilik

media melalui medianya. Hal itu juga menjadi tujuan kampanye, seperti

yang diungkapkan oleh Gregory (2015, h. 45) bahwa tujuan kampanye

adalah untuk mempengaruhi sikap, pendapat atau perilaku dengan cara

tertentu. Menurut Weiss & Tschirhart (dalam Liliweri, 2011, h. 672),

tujuan kampanye tidak dapat tidak jika ingin mencapai suatu perubahan

tertentu, perubahan sikap dan perilaku dari sejumlah besar individu yang

telah dijadikan sasaran kampanye. Oleh karena itu, ajakan untuk menjadi

penonton yang kritis menjadi tujuan dari dibuatnya video tersebut

sekaligus sebagai tujuan diangkatnya kampanye tersebut.


101

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan item-item pernyataan

untuk mendapatkan penilaian dari efektivitas kampanye sekaligus melihat

dampak berupa evaluasi dari kampanye tersebut dengan mengambil

dimensi karakteristik efektivitas kampanye (Liliweri, 2011, h. 728-229)

dan evaluasi outcomes (Liliweri, 2011, h. 733-735).

Terdapat 10 sub-indikator dari 4 indikator yang digunakan untuk

mengukur dimensi karakteristik efektivitas kampanye terhadap pengguna

LINE khalayak muda. Dalam penghitungan menggunakan regresi linier

sederhana, hasil yang didapat adalah sebagai berikut.

Tabel 4.12 Hasil Penghitungan Regresi Linier Sederhana

Model Summary
Std. Error Change Statistics
R Adjusted of the R Square Sig. F
Model R Square R Square Estimate Change F Change df1 df2 Change
a
1 ,601 ,361 ,359 2,722 ,361 224,796 1 398 ,000

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 1665,228 1 1665,228 224,796 ,000
Residual 2948,282 398 7,408
Total 4613,510 399

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 7,800 1,169 6,670 ,002
JumlahX ,554 ,037 ,601 14,993 ,000

Sumber: diolah oleh Penulis


102

Pada tabel bagian Model Summary menunjukkan bahwa nilai

korelasi yang merujuk pada kolom R Square sebesar 0,361. Melalui tabel

ini menunjukkan bahwa model regresi yang dibentuk oleh interaksi

variabel bebas dan variabel terikat sebesar 36,1%. Dapat ditafsirkan bahwa

efektivitas kampanye (X) memiliki pengaruh kontribusi sebesar 36,1%

terhadap khalayak muda (Y) dan 63,9% lainnya dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain yang tidak diteliti. Ini mengindikasikan bahwa terdapat

pengaruh pada kampanye yang dilakukan terhadap khalayak muda

Pada tabel bagian ANOVA digunakan untuk menentukan taraf

signifikansi atau linieritas dari regresi. Berdasarkan tabel tersebut,

diperoleh nilai Sig. sebesar 0,00 yang berarti lebih kecil daripada

ketentuan pada umumnya pada Sig. 0,05. Dengan demikian model

persamaan regresi berdasarkan data penelitian adalah signifikan, artinya

model regresi linier memenuhi kriteria linieritas.

Pada tabel bagian Coefficients menginformasikan model

persamaan regresi yang diperoleh dengan koefisien konstanta dan

koefisien variabel yang ada di kolom Unstandardized Coefficients.

Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh angka konstanta 7,800 yang

mempunyai arti bahwa jika tidak ada efektivitas kampanye (X), maka nilai

konsisten khalayak muda (Y) adalah sebesar 7,800. Sedangkan pada

angka koefisien rergresi, nilainya sebesar 0,554 yang dapat diartikan

bahwa setiap penambahan 1% tingkat efektivitas kampanye (X) maka

khalayak muda (Y) akan meningkat sebesar 0,554. Dapat dikatakan bahwa
103

efektivitas kampanye (X) mempunyai pengaruh positif terhadap khalayak

muda (Y) dengan model persamaan regresi Y = 7,800 + 0,554X. Dengan

persamaan tersebut, dapat diprediksi bagaimana variabel terikat (Y)

mempunyai nilai pengaruh terhadap variabel bebas (X).

Dalam uji hipotesis, peneliti mengajukan 2 hipotesis dalam analisis

regresi linier sederhana dengan pernyataan:

Ho1 : Kampanye pada media sosial tidak mempunyai efek


setelah sasaran yang dituju menerima pesan kampanye
Ha1 : Kampanye pada media sosial mempunyai efek setelah
sasaran yang dituju menerima pesan kampanye

Ho2 : Kampanye yang dilakukan pada media sosial (LINE) tidak


efektif terhadap pengguna anak muda
Ha2 : Kampanye yang dilakukan pada media sosial (LINE)
efektif terhadap pengguna anak muda

Untuk memastikan apakah koefisien regresi tersebut signifikan

atau tidak (variabel X berpengaruh terhadap variabel Y), dapat dipastikan

dengan cara membandingkan nilai signifikansi (Sig.) dengan probabilitas

0,05 pada tabel Coefficients. Dalam tabel tersebut, karena nilai Sig. lebih

kecil daripada probabilitas 0,05, maka dapat diartikan bahwa terdapat efek

kampanye pada media sosial, sehingga kampanye yang dilakukan

khususnya pada LINE efektif terhadap pengguna anak muda. Dengan

demikian, secara tidak langsung Ho ditolak dan Ha diterima pada kedua

hipotesis, maka disimpulkan bahwa “kampanye pada media sosial

mempunyai efek setelah sasaran yang dituju menerima pesan kampanye”


104

dan “kampanye yang dilakukan pada media sosial (LINE) efektif terhadap

pengguna anak muda”.

Beberapa faktor yang mendukung dalam keberhasilan efektivitas

kampanye adalah sasaran yang dituju dengan isi pesan yang disampaikan.

Remotivi sendiri membuat video dengan gaya animasi tersebut untuk

mempermudah laporan yang mereka buat agar lebih mudah diterima dan

dicerna oleh masyarakat, khususnya khalayak muda. Merujuk pada

beberapa penelitian yang dirangkum oleh Black (2014), melihat gambar

bergerak adalah proses budaya dan sosial yang memungkinkan untuk

berkomunikasi, berbagi ide, memahami, dan mendapatkan makna. Hal ini

didukung pula pada variabel X dengan pernyataan Schramm (dalam

Ruslan, 2008, h. 38), kondisi yang mendukung sukses tidaknya

penyampaian pesan (message) tersebut dalam berkampanye, yaitu sebagai

berikut.

a. Pesan dibuat sedemikian rupa dan selalu menarik perhatian.

Hal ini dapat dilihat pada indikator perhatian audiens dengan

sub-indikator berupa kesesuaian pesan terhadap audiens,

ketepatan saluran yang digunakan, dan ketertarikan minat

perhatian audiens.

b. Pesan dirumuskan melalui lambang-lambang yang mudah

dipahami atau dimengerti oleh komunikan. Hal ini dapat dilihat

pada indikator pemahaman pesan dengan sub-indikator berupa

kredibilitas sumber, kejelasan pesan, dan kekuatan pesan.


105

c. Pesan menimbulkan kebutuhan pribadi dari komunikannya.

Secara tidak langsung, hal ini dapat digambarkan melalui

indikator pengaruh pesan karena akibat dari keterpengaruhan

audiens akan menimbulkan hasrat untuk kebutuhan.

d. Pesan merupakan kebutuhan yang dapat dipenuhi, sesuai

dengan situasi dan keadaan kondisi dari komunikan. Karena

berhubungan dengan situasi dan kondisi, secara tersirat dapat

digambarkan melalui indikator perubahan konteks sosial sebab

mendorong audiens untuk ikut merubah situasi dan kondisi

agar sesuai arahan dari kampanye tersebut.

Dari hasil mean yang didapat pada variabel X, nilai tertinggi

berada pada indikator perubahan konteks sosial. Dapat dikatakan bahwa

faktor terbesar dari efektivitas kampanye ini adalah dampak yang

ditimbulkan akibat menerima pesan kampanye, yaitu menjadi pribadi yang

kritis akan media. Hal ini merupakan hasil akumulasi dari beberapa faktor

efektivitas kampanye, seperti menariknya pesan, pemahaman pesan yang

disampaikan, dan pesan yang berpengaruh, sehingga berdampak akan

perubahan yang diharapkan.

Untuk mengetahui seberapa jauh efektifnya kampanye, merujuk

pada pernyataan Liliweri (2011, h. 735-736) mengenai tipe evaluasi selain

evaluasi outcomes, yaitu evaluasi impact dengan menyatakan bahwa

evaluasi dampak dikategorikan sebagai “standar emas” evaluasi karena

evaluasi inilah yang memberikan jawaban yang paling definitif atas


106

pertanyaan apakah kampanye yang dimaksudkan telah menghasilkan atau

memproduksi sebuah perubahan pada individual, kelompok, atau

perubahan kebijakan. Untuk melengkapi variabel y, Liliweri (2011, h. 738)

menjelaskan tentang lima tahap perubahan audiens yang diakibatkan oleh

kampanye, yaitu:

1. Precontemplation, target audiens tidak melihat perubahan

perilaku sebagai sesuatu yang relevan dengan kebutuhan dan

keinginan mereka, karena itu mereka tidak yakin dapat

memanfaatkan peluang perubahan tersebut, apalagi

menerapkan rekomendasi dari perubahan dimaksud.

2. Contemplation, target audiens mengakui dan merenungkan

bahwa perubahan dapat mempengaruhi perilaku mereka.

3. Preparation, target audiens bersedia mengembangkan apa yang

menjadi temuan perubahan lalu bersedia mengubah perilaku

mereka dalam waktu dekat, misalnya mencoba mengadopsi

perilaku yang direkomendasikan oleh perubahan.

4. Action, target audiens mulai bertindak karena mereka melihat

perubahan yang mereka terima mempunyai manfaat yang lebih

besar dengan pengeluaran yang murah. Mereka juga mengakui

kalau perubahan akibat kampanye telah meningkatkan

“semacam tekanan sosial”, untuk mengontrol perilaku pada

saat sekarang.
107

5. Maintenance, target audiens memelihara perilaku mereka

karena mereka merasa dihargai dan diingatkan tentang manfaat

dari tindakan yang mereka lakukan.

Dari hasil penghitungan yang didapat, nilai mean tertinggi pada

variabel Y berada di indikator pengertian dan kesadaran, dan indikator

saliency karena memiliki nilai yang sama. Dapat dikatakan bahwa tahapan

evaluasi impact berada pada tahap contemplation karena mayoritas

audiens merasa tersadarkan untuk ikut andil dalam mengawasi siaran

televisi dan merasa isu yang diangkat penting untuk dibahas akibat

menerima paparan kampanye tersebut. Merujuk pada Pfau dan Parrot

(dalam Efriza, 2012, h. 470), aspek yang masuk ke dalam perubahan

perilaku untuk tujuan berkampanye, mayoritas audiens pada penelitian ini

berada pada aspek awareness. Hal ini didukung pula dengan pertanyaan

tertutup tambahan yang tidak masuk dalam hitungan penelitian namun

dijadikan data pendukung di akhir angket jika diperlukan dengan memilih

3 opsi pertanyaan sebagai bentuk representasi tindakan responden setelah

menerima kampanye, yaitu:

- “Apakah anda akan ikut menyebarkan kampanye karena orang

lain perlu mengetahuinya melalui akun pribadi LINE?”

- “Apakah anda merasa tersadarkan akan pentingnya mengkritisi

media?”
108

- “Apakah anda hanya menjadikan pesan kampanye sebagai

konsumsi pribadi yang muncul di timeline LINE dan tidak ikut

menyebarkan kampanye?”

Dari 400 jawaban, sebanyak 212 responden memilih opsi merasa

tersadarkan akan pentingnya mengkritisi media, sisanya sebanyak 83

responden ikut menyebarkan kampanye dan 105 responden sekedar

menerima pesan kampanye tanpa memberi reaksi. Dengan kata lain,

evaluasi kampanye pada penelitian ini berdampak besar pada kesadaran

audiens dan isu yang diangkat akibat kampanye yang diterima.

Dalam teori difusi inovasi, menurut Rogers dan Shoemaker (dalam

Karnowski, von Pape, & Wirth, 2011), unsur-unsur yang didalamnya

dapat disederhanakan menjadi model komunikasi S-M-C-R-E, yaitu

penemu menggantikan “source”, inovasi “message”, saluran difusi

“channel”, pengadopsi “receiver”, dan adopsi “effects”. Hal ini telah

diselaraskan dalam penelitian ini karena unsur-unsur yang ada memenuhi

dasar teori tersebut dengan penemunya dari Remotivi, inovasinya berupa

konten video “Masih Percaya Media?”, salurannya melalui media sosial

LINE, pengadopsinya adalah responden pengguna LINE khalayak muda,

dan adopsinya berupa efek dari kampanye tersebut dalam bentuk dominasi

respon setuju yang mengakibatkan perubahan sikap dan pandangan

responden dalam menyikapi tayangan televisi. Dapat dikatakan bahwa

teori difusi inovasi sesuai dengan landasan acuan dalam penelitian ini

melalui pengadopsian pandangan mengkritik tayangan media sebagai efek


109

dari paparan kampanye yang diterima. Dengan kata lain, penyederhanaan

teori difusi inovasi dalam bentuk model komunikasi S-M-C-R-E terbukti

dalam penelitian ini, khususnya penelitian tentang kampanye.

Bagan 4.1 Persamaan Model S-M-C-R-E dan Teori Difusi Inovasi


Sumber: diolah oleh Penulis

Secara keseluruhan, didapati nilai efektivitas kampanye berbanding

lurus dengan nilai evaluasi kampanye berupa pernyataan setuju oleh

mayoritas responden yang menimbulkan keberhasilan kampanye. Selain

itu, pada pemilihan saluran juga menjadi faktor pendukung lainnya dalam

keberhasilan kampanye dengan sasaran yang tepat, yaitu khalayak muda

karena sesuai dengan item pernyataan, “Pesan kampanye sesuai dengan

responden yang berusia 18-29 tahun” dan, “Kampanye Remotivi cocok

disebarkan di platform media sosial seperti LINE” yang masing-masing

mendapatkan jawaban dominan pada pilihan setuju. Hal ini didukung pula

dengan pernyataan Sylviana (dalam Fikrie, 2018) bahwa 80 persen di

antara pengguna LINE adalah anak muda dan secara empiris diperkuat

dengan data dari We Are Social (2018) mengenai jumlah pengguna LINE

yang menduduki urutan kedua di Indonesia dalam kategori messenger/chat

app. Fikrie (2018) menambahkan bahwa aplikasi LINE menjadi yang

paling dekat dengan anak-anak muda karena berbagai fitur di dalamnya,


110

seperti stiker, tema aplikasi, video call dalam grup, live streaming, hingga

game, layanan baca berita seperti LINE Today, lowongan kerja LINE

Jobs, forum bernama LINE Square, dan sebagainya.

Sebagai tambahan, peneliti memberi pertanyaan tertutup di akhir

angket untuk melihat tingkat awareness dan minat responden terhadap

Remotivi. Hasil yang didapat adalah sebanyak 115 responden menjawab

“Pernah” dan 285 responden menjawab “Tidak pernah” dari pertanyaan,

“Pernah dengar atau tahu informasi tentang Remotivi sebelum menerima

kampanye ini?”. Sedangkan sebanyak 245 responden menjawab “Ya” dan

155 responden menjawab “Tidak” dari pertanyaan, “Apakah Anda

bersedia mengikuti OA LINE (@remotivi) dan media sosial Remotivi

lainnya?”. Dapat diartikan bahwa banyak pengguna LINE khalayak muda

belum pernah mengetahui atau mendengar tentang Remotivi namun

setelah menerima kampanye, banyak yang tertarik untuk mengikuti media

sosial Remotivi. Hal ini mengindikasikan bahwa Remotivi memiliki

konten yang berkualitas terutama tentang kritikan media, hanya saja

kurang dari sisi pemasaran sehingga masih banyak orang yang belum

mengetahui tentang apa dan bagaimana Remotivi itu.


111

BAB V

Penutup

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan dan pembahasan mengenai efektivitas

kampanye Remotivi terhadap pengguna LINE khalayak muda yang

dijabarkan melalui dimensi efektivitas kampanye dan evaluasi kampanye,

maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dilihat dari efektivitas kampanye, rata-rata responden

menyatakan setuju terhadap pesan kampanye yang diterima

pada indikator pemahaman pesan dan pengaruh pesan, serta

menyatakan sangat setuju pada indikator perhatian audiens dan

perubahan konteks sosial. Nilai tertinggi berada pada indikasi

dorongan aktif dalam mengkritisi media dari indikator

perubahan konteks sosial dan nilai terendah berada pada

kandungan informasi yang dapat mempengaruhi dari indikator

pengaruh pesan.

2. Dilihat dari evaluasi kampanye, rata-rata responden

menyatakan setuju dari pesan kampanye yang diterima pada

indikator sikap dan perilaku, serta menyatakan sangat setuju

pada indikator pengertian dan kesadaran, saliency, dan norma.

Nilai tertinggi berada pada indikasi kesadaran akan


112

pengawasan media karena isu yang diangkat penting untuk

dibahas dari indikator pengertian dan kesadaran, dan saliency,

serta nilai terendah berada pada munculnya perubahan perilaku

dalam isu mengkritk media dari indikator perilaku.

3. Kampanye yang dilaksanakan melalui media sosial mayoritas

mendapatkan nilai positif berupa dominasi pernyataan setuju

secara keseluruhan terhadap kampanye yang diterima oleh

responden khalayak muda, sehingga dapat dikatakan bahwa

kampanye Remotivi efektif dilakukan pada platform LINE

pengguna khalayak muda.

4. Uji hipotesis pada kedua hipotesis mendapatkan jawaban

dengan ketentuan Ho ditolak dan Ha diterima, dengan

pernyataan “kampanye pada media sosial mempunyai efek

setelah sasaran yang dituju menerima pesan kampanye” dan

“kampanye yang dilakukan pada media sosial (LINE) efektif

terhadap pengguna anak muda”.

5. Penelitian ini menegaskan bahwa teori difusi inovasi dapat

diterapkan sebagai landasan dalam penelitian tentang

kampanye dan disederhanakan melalui model komunikasi S-M-

C-R-E berupa unsur penemu sebagai source, inovasi sebagai

message, saluran difusi sebagai channel, pengadopsi sebagai

receiver, dan adopsi sebagai effects.


113

6. Jawaban dari rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ada

hubungan antara efektivitas kampanye (variabel X) terhadap

khalayak muda pengguna LINE (variabel Y) dan hubungannya

bersifat saling berkaitan satu sama lain dengan pernyataan

efektivitas kampanye memiliki pengaruh kontribusi sebesar

36,1% terhadap khalayak muda.

5.2 Limitasi Penelitian

Penelitian efektivitas kampanye terhadap pengguna LINE khalayak

muda terdapat beberapa keterbatasan, di antaranya:

1. Penelitian ini pada dasarnya hanya menilai efektivitas

kampanye dengan tidak memperhatikan detail responden dalam

menerima pesan kampanye karena saluran yang digunakan

tidak bertatap muka. Hal ini juga merupakan faktor dari

penggunaan metode survei, data yang dihasilkan kurang

mendalam dan kurang lengkap, tidak seperti penelitian

kualitatif yang bisa digali secara mendalam datanya.

2. Peneliti tidak bisa mengetahui secara langsung efek dari

kampanye tersebut bertahan dalam jangka waktu panjang atau

hanya beberapa saat setelah menerima kampanye karena

penilaian yang peneliti ambil tidak sampai pada tataran kognitif

mendalam seperti seberapa pengaruhnya hingga ikut mengawal

kebijakan peraturan.
114

3. Penelitian ini terbatas hanya pada responden yang menerima

pesan kampanye, jadi hasil penelitian ini tidak bisa

digeneralisasikan seutuhnya terhadap pengguna LINE khalayak

muda lainnya yang tidak menerima pesan kampanye.

4. Kajian dalam penelitian ini masih jarang dibahas dan diteliti

dalam lingkup ilmu komunikasi karena faktor perkembangan

teknologi yang berubah dengan cepat dan faktor dinamis dari

sisi manusia yang selalui menyesuaikan, sehingga

kemungkinan penelitian ini akan berbeda hasilnya di beberapa

tahun ke depan dengan fitur LINE atau media sosial lainnya.

5.3 Saran

Setelah melakukan penelitian, terdapat beberapa saran untuk

bidang komunikasi kampanye sebagai berikut.

1. Sarana dan sasaran yang digunakan dalam berkampanye harus

disesuaikan dengan isi kampanye agar dalam penerimaan pesan

kampanye dapat efektif.

2. Perlu dukungan dan keterlibatan beberapa pihak agar

tersebarnya kampanye dapat menjangkau lebih luas.

3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam

memenuhi peneliti lain yang ingin meneliti kampanye pada

media sosial lain dengan produk atau program lainnya atau

menggunakan indikator lain untuk mengukur efektivitas

kampanye.
115

Daftar Pustaka

Atkin, C. K. & Rice, R., E. (2013). Advances in Public Communication


Campaigns. Dalam A. N. Valdivia & E. Scharrer (Ed.). The International
Encyclopedia of Media Studies (1st ed.), 5(24). Malden, MA: Blackwell
Publishing Ltd.

Atkin, C. K. & Rice, R., E. (2013). Theory and Principles of Public


Communication Campaigns. Dalam R., E. Rice & C. K. Atkin (Ed.).
Public Communication Campaign (4th ed.). New York: SAGE
Publications.

Baruah, T. D. (2012). Effectiveness of Social Media as a tool communication and


its potential for technology enabled connections: A micro-level study.
International Journal of Scientific and Research Publications, 2(5).

Baskerville, N. B., Azagba, S., Norman, C., McKeown, K., Brown, K. S. (2016).
Effect of a Digital Social Media Campaign on Young Adult Smoking
Cessation. Nicotine & Tobacco Research, 18(3), 351-360: Oxford
University Press.

Bermejo, F. (2013). Counting, and Accounting for, Online Audiences. Dalam A.


N. Valdivia & R. Parameswaran (Ed.). The International Encyclopedia of
Media Studies (1st ed.), 4(18). Malden, MA: Blackwell Publishing Ltd.

Black, J. (2014). Model New Media/Video Programs in Arts Education: Case


Study Research. International Journal of Education & the Arts, 15(6).
Cahill, B. (2016). Instant messaging: An introduction to the future of
communication. Diakses pada 19 Juli 2017, dari
https://www.econsultancy.com/blog/68301-instant-messaging-an-
introduction-to-the-future-of-communication
Cangara, H. (2011). Komunikasi Politk: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Catalán-Matamoros, D. (2011). The Role of Mass Media Communication in
Public Health. Dalam K. Śmigórski (Ed.). Health Management - Different
Approaches and Solutions, 399-414. Rijeka, Croatia: InTech.
Creswell, J. W. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed (edisi ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Effendi, S. & Tukiran. (2012). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Efriza. (2012). Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.
116

Farokatarina, F. A. (2014). Line sebagai Media Penyampaian Pesan (Studi


Deskriptif Mengenai Efektivitas Jejaring Sosial Line sebagai Media
Penyampaian Pesan Kampanye WWF “Tiggy Tiger” Berdasarkan
Perhitungan Customer Response Index pada Pengguna Line). Universitas
Atma Jaya Yogyakarta: Jurnal Ilmu Komunikasi, 1-11.

Fikrie, M. (2018). Pengguna LINE di Indonesia Capai 90 Juta, Didominasi Anak


Muda. Diakses pada 14 Desember 2018, dari
https://kumparan.com/@kumparantech/pengguna-line-di-indonesia-capai-
90-juta-didominasi-anak-muda

Gregory, A. (2015). Planning and Managing Public Relations Campaigns: A


Strategic Approach (4th ed.). London, UK: Kogan Page Ltd.

Gulati, G. J. & Williams, C. B. (2011). Diffusion of Innovations and Online


Campaigns: Social Media Adoption in the 2010 U.S. Congressional
Elections. Bentley University, MA.

Henderson, A. & Bowley, R. (2010). Authentic dialogue? The role of


“friendship” in a social media recruitment campaign. Journal of
Communication Management, 14(3), 237-257.
Harris dkk. (2006). The Use and Interpretation of Quasi-Experimental Studies in
Medical Informatics. Journal of the American Medical Informatics
Association, 13(1), 16-23.
Holliday, K. (2014). Why chat apps are the next 'breed' of social networks.
Diakses pada 20 Juli 2017, dari http://www.cnbc.com/2014/03/28/why-
chat-apps-are-the-next-breed-of-social-networks.html
Karnowski, V., von Pape, T., & Wirth, W. (2011). Overcoming the Binary Logic
of Adoption: On the Integration of Diffusion of Innovations Theory and
the Concept of Appropriation. Dalam A. Vishwanath & G. Barnett (ed.).
The Diffusion of Innovations. A Communication Science Perspective, 57-
76. New York: Peter Lang.

Kotler, P. & Lee, N. (2008). Social Marketing: Influencing Behaviors for Good.
California: SAGE Publications.
Lien, A. S. & Jiang, Y. (2017). Integration of diffusion of innovation theory into
diabetes care. Journal of Diabetes Investigation, 8(3), 259–260.
Liliweri, A. (2011). Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Luthfi, M. (2016). Pengaruh Media Sosial Line Terhadap Kebutuhan Afiliasi


(Studi Korelasional tentang Pengaruh Media Sosial Line terhadap
Kebutuhan Afiliasi di Kalangan Mahasiswa Komunikasi FISIP USU
117

Angkatan 2010-2012). Universitas Sumatera Utara: Jurnal Ilmu


Komunikasi FLOW, 2(19).

Martono, N. (2015). Metode Penelitian Sosial: Konsep-konsep Kunci. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.

Murray, C. E. (2009). Diffusion of Innovation Theory: A Bridge for the Research–


Practice Gap in Counseling. Journal of Counseling and Development, 87,
108-116. The American Counseling Association.

Namkoong, K., Nah, S., Van Stee, S. K., & Record, R. A. (2017). Social Media
Campaign Effects: Moderating Role of Social Capital in an AntiSmoking
Campaign. Health Communication.
Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Neolaka, A. (2014). Metode Penelitian dan Statistik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya
Neuman, W. L. (2014). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches (7th ed). Pearson Education Limited.
Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Quan-Haase, A. & Young, A. L. (2010). Uses and Gratifications of Social Media:


A Comparison of Facebook and Instant Messaging. Bulletin of Science
Technology & Society, 30, 350-361.

Remotivi. (2018). Remotivi Memilih Direktur Baru. Diakses pada 10 Desember


2018, dari http://www.remotivi.or.id/meja-redaksi/453/Remotivi-Memilih-
Direktur-Baru

Ruslan, R. (2008). Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Saito, M. (2012). Born from Japan disasters, Line app sets sights on U.S., China.
Diakses pada 19 Juli 2017, dari https://www.reuters.com/article/japan-app-
line-idUSL2E8JD0PZ20120816

Sakawee, S. (2014). 5 indicators why Line could soon topple Facebook in


Thailand. Diakses pada 8 Mei 2017, dari https://www.techinasia.com/5-
indicators-line-topple-facebook-thailand
Schein, R., Wilson, K., & Keelan, J. E. (2010). Literature review on effectiveness
of the use of social media: a report for Peel Public Health. [Region of
Peel], Peel Public Health.
118

Shadish, W. R., Cook, T. D., & Campbell, D. T. (2002). Experimental and Quasi-
Experimental Designs for Generalized Causal Inference. Boston, New
York: Houghton Mifflin Company.
Sinambela, L. P. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif;Untuk Bidang Ilmu
Administrasi, Kebijakan Publik, Ekonomi, Sosiologi, Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi dengan


Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana.

So, S. (2016). Mobile instant messaging support for teaching and learning in
higher education. The Internet and Higher Education, 31, 32-42, Elsevier
Inc.

Thiel-Stern, S. (2013). Beyond the Active Audience: Exploring New Media


Audiences and the Limits of Cultural Production. Dalam A. N. Valdivia &
R. Parameswaran (Ed.). The International Encyclopedia of Media Studies
(1st ed.), 4(17). Malden, MA: Blackwell Publishing Ltd.

Toto, S. (2012). LINE App Gets More Social With “Home” And “Timeline”
Features [Social Networks]. Diakses pada 19 Juli 2017, dari
http://www.serkantoto.com/2012/07/04/line-app-home-timeline/

Valenzuela, S., Arriagada, A., & Scherman, A. (2014). Facebook, Twitter, and
Youth Engagement: A Quasi-experimental Study of Social Media Use and
Protest Behavior Using Propensity Score Matching. International Journal
of Communication, 8, 2046–2070.

Viviantini, A. R. (2015). Pengaruh Media Video Pembelajaran terhadap Minat


dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI SDN 6 Kayumalue Ngapa. Jurnal
Sains dan Teknologi Tadulako, 4(1), 66-71.

We Are Social. (2018). Digital in 2018: World’s Internet Users Pass The 4
Billion Mark. Diakses pada 3 Desember 2018, dari
https://wearesocial.com/blog/2018/01/global-digital-report-2018

We Are Social. (2018). Digital in 2018 in Southeast Asia Part 2 - South-East.


Diakses pada 3 Desember 2018.
https://www.slideshare.net/wearesocial/digital-in-2018-in-southeast-asia-
part-2-southeast-86866464

World Health Organization. (2013). Definition of key terms: Consolidated ARV


guidelines. Diakses pada 9 Desember 2018, dari
https://www.who.int/hiv/pub/guidelines/arv2013/intro/keyterms/en/

Woolley, J. K., Limperos, A. M., & Oliver, M. B. (2010). The 2008 Presidential
Election, 2.0: A Content Analysis of User-Generated Political Facebook
Groups. Mass Communication and Society, 13(5), 631-652.
119

Lampiran

Lampiran 1

Angket Penelitian

ANGKET PENELITIAN KAMPANYE REMOTIVI

Halo! Saya Thoriq Maulana, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya,


sedang melakukan kampanye sekaligus penelitian terhadap konten Remotivi
dengan menampilkan video "Masih Percaya Media?". Setelah menonton video
tersebut, diharuskan mengisi angket ini untuk mengetahui respon dan feedback
dari pesan kampanye. Semua jawaban tidak ada yang salah dan dianggap semua
benar. Data yang diperoleh dari angket ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian saja.

Nama : ........................................

Usia : .......... tahun

Jenis Kelamin : □ Laki-laki □ Perempuan

ID LINE : ....................

Pendidikan : □ Perguruan Tinggi Eksakta (Kedokteran, Teknik, MIPA, dll)

□ Perguruan Tinggi Non-Eksakta (Sosial, Hukum, Sastra, dll)

□ Non-Perguruan Tinggi (SD, SMP, SMA, SMK dan sederajat)


120

Pilihlah salah satu opsi yang tersedia untuk masing-masing pernyataan berikut.
Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban dianggap benar.

Skala Penilaian
No. Item Pernyataan Sangat Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak
Setuju (SS) (S) (TS) Setuju (TST)
1. Pesan kampanye sesuai
dengan responden (Anda)
yang berusia 18-29 tahun.
2. Kampanye Remotivi cocok
disebarkan di platform
media sosial seperti LINE.
3. Kampanye Remotivi
menarik minat perhatian
Anda.
4. Sumber pesan pada
kampanye memiliki
kredibilitas tinggi.
5. Pesan pada kampanye
Remotivi diinformasikan
secara jelas.
6. Pesan yang disampaikan
memiliki pemahaman yang
kuat.
7. Informasi yang disediakan
pada pesan kampanye dapat
mempengaruhi Anda.
8. Kuatnya pengaruh pada
pesan kampanye
memberikan perhatian
langsung dari Anda.
9. Pengaruh pesan kampanye
memicu perubahan norma
dan nilai yang ada.
10. Kampanye Remotivi
memberi-kan Anda
dorongan untuk menjadi
pribadi yang kritis terhadap
tayangan televisi.
11. Pesan pada kampanye
Remotivi menimbulkan
kesadaran Anda untuk ikut
andil dalam mengawasi
siaran televisi.
121

12. Pesan yang ditonjolkan


menimbulkan kesadaran
bagi Anda akan isu tersebut
menjadi penting untuk
dibahas dan didalami.
13. Pesan pada kampanye
Remotivi dapat
mempengaruhi pandangan
Anda pada tayangan
televisi.
14. Pesan pada kampanye
Remotivi dapat
mempengaruhi perasaan
Anda terhadap tayangan
televisi.
15. Pesan pada kampanye
Remotivi dapat
mempengaruhi kecende-
rungan Anda untuk
bertindak mengkritisi
tayangan televisi.
16. Anda mendukung pesan
pada kampanye Remotivi
karena se-suai dengan
norma yang belaku.
17. Pesan pada kampanye
Remotivi menimbulkan
perubahan peri-laku Anda
dalam isu mengkritisi
tayangan televisi.
18. Pesan pada kampanye
Remotivi menimbulkan
perubahan peri-laku Anda
dalam memilih tayangan
televisi karena harus sesuai
dengan peraturan yang
berlaku.
122

- Dengan demikian, apakah anda...

□ ...akan ikut menyebarkan kampanye karena orang lain perlu

mengetahuinya melalui akun pribadi LINE?

□ ...merasa tersadarkan akan pentingnya mengkritisi media?

□ ...hanya menjadikan pesan kampanye sebagai konsumsi pribadi yang

muncul di timeline LINE dan tidak ikut menyebarkan kampanye?

- Pernah dengar atau tahu informasi tentang Remotivi sebelum menerima

kampanye ini?

□ Pernah

□ Tidak pernah

- Apakah Anda bersedia mengikuti OA LINE (@remotivi) dan media sosial

Remotivi lainnya?

□ Ya

□ Tidak
123

Lampiran 2

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas
Correlations
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7
* *
Item 1 Pearson Correlation 1 ,398 ,398 ,317 ,087 ,230 ,133
Sig. (2-tailed) ,029 ,029 ,087 ,646 ,221 ,482
N 30 30 30 30 30 30 30
* * ** *
Item 2 Pearson Correlation ,398 1 ,426 ,469 ,358 ,416 ,126
Sig. (2-tailed) ,029 ,019 ,009 ,052 ,022 ,507
N 30 30 30 30 30 30 30
* * ** * *
Item 3 Pearson Correlation ,398 ,426 1 ,469 ,358 ,416 ,396
Sig. (2-tailed) ,029 ,019 ,009 ,052 ,022 ,030
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** *
Item 4 Pearson Correlation ,317 ,469 ,469 1 ,646 ,608 ,366
Sig. (2-tailed) ,087 ,009 ,009 ,000 ,000 ,047
N 30 30 30 30 30 30 30
** **
Item 5 Pearson Correlation ,087 ,358 ,358 ,646 1 ,692 ,192
Sig. (2-tailed) ,646 ,052 ,052 ,000 ,000 ,309
N 30 30 30 30 30 30 30
* * ** ** *
Item 6 Pearson Correlation ,230 ,416 ,416 ,608 ,692 1 ,459
Sig. (2-tailed) ,221 ,022 ,022 ,000 ,000 ,011
N 30 30 30 30 30 30 30
* * *
Item 7 Pearson Correlation ,133 ,126 ,396 ,366 ,192 ,459 1
Sig. (2-tailed) ,482 ,507 ,030 ,047 ,309 ,011
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** **
Item 8 Pearson Correlation ,053 ,138 ,369 ,300 ,328 ,478 ,694
Sig. (2-tailed) ,783 ,466 ,045 ,107 ,077 ,008 ,000
N 30 30 30 30 30 30 30
*
Item 9 Pearson Correlation ,011 ,130 -,070 ,353 ,250 ,343 ,434
Sig. (2-tailed) ,952 ,493 ,713 ,056 ,183 ,063 ,017
N 30 30 30 30 30 30 30
* **
Item 10 Pearson Correlation ,252 ,363 ,026 ,270 ,340 ,499 ,261
Sig. (2-tailed) ,179 ,048 ,891 ,149 ,066 ,005 ,164
N 30 30 30 30 30 30 30
124

Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14


* * *
Item 1 Pearson Correlation ,053 ,011 ,252 ,323 ,398 ,431 ,440
Sig. (2-tailed) ,783 ,952 ,179 ,081 ,029 ,018 ,015
N 30 30 30 30 30 30 30
* * ** **
Item 2 Pearson Correlation ,138 ,130 ,363 ,355 ,426 ,611 ,520
Sig. (2-tailed) ,466 ,493 ,048 ,054 ,019 ,000 ,003
N 30 30 30 30 30 30 30
* * *
Item 3 Pearson Correlation ,369 -,070 ,026 ,142 ,426 ,370 ,319
Sig. (2-tailed) ,045 ,713 ,891 ,454 ,019 ,044 ,086
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** *
Item 4 Pearson Correlation ,300 ,353 ,270 ,435 ,579 ,413 ,283
Sig. (2-tailed) ,107 ,056 ,149 ,016 ,001 ,023 ,130
N 30 30 30 30 30 30 30
* **
Item 5 Pearson Correlation ,328 ,250 ,340 ,379 ,485 ,258 ,179
Sig. (2-tailed) ,077 ,183 ,066 ,039 ,007 ,169 ,344
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** * *
Item 6 Pearson Correlation ,478 ,343 ,499 ,396 ,416 ,263 ,308
Sig. (2-tailed) ,008 ,063 ,005 ,030 ,022 ,161 ,098
N 30 30 30 30 30 30 30
** *
Item 7 Pearson Correlation ,694 ,434 ,261 ,067 ,261 ,129 ,221
Sig. (2-tailed) ,000 ,017 ,164 ,726 ,163 ,498 ,240
N 30 30 30 30 30 30 30
*
Item 8 Pearson Correlation 1 ,418 ,235 ,000 ,254 ,155 ,162
Sig. (2-tailed) ,021 ,212 1,000 ,176 ,413 ,393
N 30 30 30 30 30 30 30
*
Item 9 Pearson Correlation ,418 1 ,306 ,223 ,331 ,118 ,176
Sig. (2-tailed) ,021 ,100 ,236 ,074 ,535 ,353
N 30 30 30 30 30 30 30
** * *
Item 10 Pearson Correlation ,235 ,306 1 ,639 ,363 ,334 ,460
Sig. (2-tailed) ,212 ,100 ,000 ,048 ,072 ,011
N 30 30 30 30 30 30 30
125

Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Total


** * **
Item 1 Pearson Correlation ,263 ,244 ,546 ,390 ,503
Sig. (2-tailed) ,160 ,193 ,002 ,033 ,005
N 30 30 30 30 30
** * ** * **
Item 2 Pearson Correlation ,619 ,429 ,479 ,441 ,675
Sig. (2-tailed) ,000 ,018 ,007 ,015 ,000
N 30 30 30 30 30
* **
Item 3 Pearson Correlation ,283 ,172 ,240 ,441 ,524
Sig. (2-tailed) ,129 ,365 ,202 ,015 ,003
N 30 30 30 30 30
** **
Item 4 Pearson Correlation ,492 ,230 ,184 ,297 ,687
Sig. (2-tailed) ,006 ,221 ,331 ,111 ,000
N 30 30 30 30 30
* **
Item 5 Pearson Correlation ,319 ,458 ,107 ,192 ,591
Sig. (2-tailed) ,086 ,011 ,575 ,309 ,001
N 30 30 30 30 30
* * **
Item 6 Pearson Correlation ,345 ,376 ,382 ,316 ,711
Sig. (2-tailed) ,062 ,041 ,037 ,089 ,000
N 30 30 30 30 30
*
Item 7 Pearson Correlation ,112 -,161 ,225 ,068 ,446
Sig. (2-tailed) ,555 ,394 ,231 ,722 ,013
N 30 30 30 30 30
*
Item 8 Pearson Correlation ,072 ,000 ,096 ,043 ,431
Sig. (2-tailed) ,706 1,000 ,613 ,820 ,017
N 30 30 30 30 30
**
Item 9 Pearson Correlation ,328 ,090 ,251 ,245 ,464
Sig. (2-tailed) ,077 ,637 ,181 ,192 ,010
N 30 30 30 30 30
** ** **
Item 10 Pearson Correlation ,637 ,470 ,281 ,226 ,637
Sig. (2-tailed) ,000 ,009 ,132 ,231 ,000
N 30 30 30 30 30
126

Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7


* * *
Item 11 Pearson Correlation ,323 ,355 ,142 ,435 ,379 ,396 ,067
Sig. (2-tailed) ,081 ,054 ,454 ,016 ,039 ,030 ,726
N 30 30 30 30 30 30 30
* * * ** ** *
Item 12 Pearson Correlation ,398 ,426 ,426 ,579 ,485 ,416 ,261
Sig. (2-tailed) ,029 ,019 ,019 ,001 ,007 ,022 ,163
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** * *
Item 13 Pearson Correlation ,431 ,611 ,370 ,413 ,258 ,263 ,129
Sig. (2-tailed) ,018 ,000 ,044 ,023 ,169 ,161 ,498
N 30 30 30 30 30 30 30
* **
Item 14 Pearson Correlation ,440 ,520 ,319 ,283 ,179 ,308 ,221
Sig. (2-tailed) ,015 ,003 ,086 ,130 ,344 ,098 ,240
N 30 30 30 30 30 30 30
** **
Item 15 Pearson Correlation ,263 ,619 ,283 ,492 ,319 ,345 ,112
Sig. (2-tailed) ,160 ,000 ,129 ,006 ,086 ,062 ,555
N 30 30 30 30 30 30 30
* * *
Item 16 Pearson Correlation ,244 ,429 ,172 ,230 ,458 ,376 -,161
Sig. (2-tailed) ,193 ,018 ,365 ,221 ,011 ,041 ,394
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** *
Item 17 Pearson Correlation ,546 ,479 ,240 ,184 ,107 ,382 ,225
Sig. (2-tailed) ,002 ,007 ,202 ,331 ,575 ,037 ,231
N 30 30 30 30 30 30 30
* * *
Item 18 Pearson Correlation ,390 ,441 ,441 ,297 ,192 ,316 ,068
Sig. (2-tailed) ,033 ,015 ,015 ,111 ,309 ,089 ,722
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** *
Total Pearson Correlation ,503 ,675 ,524 ,687 ,591 ,711 ,446
Sig. (2-tailed) ,005 ,000 ,003 ,000 ,001 ,000 ,013
N 30 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
127

Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14


** ** ** **
Item 11 Pearson Correlation ,000 ,223 ,639 1 ,674 ,567 ,547
Sig. (2-tailed) 1,000 ,236 ,000 ,000 ,001 ,002
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** ** **
Item 12 Pearson Correlation ,254 ,331 ,363 ,674 1 ,611 ,520
Sig. (2-tailed) ,176 ,074 ,048 ,000 ,000 ,003
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** **
Item 13 Pearson Correlation ,155 ,118 ,334 ,567 ,611 1 ,902
Sig. (2-tailed) ,413 ,535 ,072 ,001 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** ** **
Item 14 Pearson Correlation ,162 ,176 ,460 ,547 ,520 ,902 1
Sig. (2-tailed) ,393 ,353 ,011 ,002 ,003 ,000
N 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** **
Item 15 Pearson Correlation ,072 ,328 ,637 ,636 ,507 ,652 ,732
Sig. (2-tailed) ,706 ,077 ,000 ,000 ,004 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30 30
** * ** *
Item 16 Pearson Correlation ,000 ,090 ,470 ,445 ,558 ,360 ,391
Sig. (2-tailed) 1,000 ,637 ,009 ,014 ,001 ,050 ,033
N 30 30 30 30 30 30 30
** **
Item 17 Pearson Correlation ,096 ,251 ,281 ,355 ,359 ,604 ,756
Sig. (2-tailed) ,613 ,181 ,132 ,054 ,051 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** * *
Item 18 Pearson Correlation ,043 ,245 ,226 ,434 ,576 ,393 ,442
Sig. (2-tailed) ,820 ,192 ,231 ,017 ,001 ,031 ,014
N 30 30 30 30 30 30 30
* ** ** ** ** ** **
Total Pearson Correlation ,431 ,464 ,637 ,690 ,773 ,729 ,751
Sig. (2-tailed) ,017 ,010 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30 30 30
128

Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Total


** * * **
Item 11 Pearson Correlation ,636 ,445 ,355 ,434 ,690
Sig. (2-tailed) ,000 ,014 ,054 ,017 ,000
N 30 30 30 30 30
** ** ** **
Item 12 Pearson Correlation ,507 ,558 ,359 ,576 ,773
Sig. (2-tailed) ,004 ,001 ,051 ,001 ,000
N 30 30 30 30 30
** ** * **
Item 13 Pearson Correlation ,652 ,360 ,604 ,393 ,729
Sig. (2-tailed) ,000 ,050 ,000 ,031 ,000
N 30 30 30 30 30
** * ** * **
Item 14 Pearson Correlation ,732 ,391 ,756 ,442 ,751
Sig. (2-tailed) ,000 ,033 ,000 ,014 ,000
N 30 30 30 30 30
** ** ** **
Item 15 Pearson Correlation 1 ,468 ,467 ,498 ,764
Sig. (2-tailed) ,009 ,009 ,005 ,000
N 30 30 30 30 30
** ** **
Item 16 Pearson Correlation ,468 1 ,322 ,525 ,563
Sig. (2-tailed) ,009 ,082 ,003 ,001
N 30 30 30 30 30
** ** **
Item 17 Pearson Correlation ,467 ,322 1 ,564 ,641
Sig. (2-tailed) ,009 ,082 ,001 ,000
N 30 30 30 30 30
** ** ** **
Item 18 Pearson Correlation ,498 ,525 ,564 1 ,619
Sig. (2-tailed) ,005 ,003 ,001 ,000
N 30 30 30 30 30
** ** ** **
Total Pearson Correlation ,764 ,563 ,641 ,619 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,000 ,000
N 30 30 30 30 30
129

Uji Reliabilitas

Case Processing Summary Reliability Statistics


N % Cronbach's
Cases Valid 30 100,0 Alpha N of Items
a
Excluded 0 ,0 ,906 18
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Total Correlation Deleted
Item 1 53,37 39,620 ,451 ,904
Item 2 53,23 38,185 ,631 ,899
Item 3 53,23 39,151 ,466 ,903
Item 4 53,53 36,947 ,629 ,899
Item 5 53,40 38,317 ,532 ,902
Item 6 53,57 36,944 ,659 ,898
Item 7 53,87 39,499 ,379 ,906
Item 8 53,80 39,200 ,350 ,907
Item 9 53,90 38,507 ,373 ,908
Item 10 53,17 37,454 ,574 ,901
Item 11 53,27 36,754 ,631 ,899
Item 12 53,23 37,564 ,740 ,897
Item 13 53,33 37,057 ,683 ,897
Item 14 53,43 35,909 ,698 ,896
Item 15 53,47 36,395 ,719 ,896
Item 16 53,27 38,547 ,501 ,903
Item 17 53,60 37,697 ,583 ,900
Item 18 53,53 38,326 ,566 ,901
130

Lampiran 3

Hasil Penelitian

Statistics
Usia Jenis Kelamin Latar Belakang Pendidikan
N Valid 400 400 400
Missing 0 0 0

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18 tahun 63 15,8 15,8 15,8
19 tahun 51 12,8 12,8 28,5
20 tahun 78 19,5 19,5 48,0
21 tahun 78 19,5 19,5 67,5
22 tahun 67 16,8 16,8 84,3
23 tahun 34 8,5 8,5 92,8
24 tahun 12 3,0 3,0 95,8
25 tahun 11 2,8 2,8 98,5
26 tahun 4 1,0 1,0 99,5
27 tahun 2 ,5 ,5 100,0
Total 400 100,0 100,0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 88 22,0 22,0 22,0
Perempuan 312 78,0 78,0 100,0
Total 400 100,0 100,0
131

Latar Belakang Pendidikan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Non-Perguruan Tinggi (SD, 52 13,0 13,0 13,0
SMP, SMA, SMK dan
sederajat)
Perguruan Tinggi Eksakta 153 38,3 38,3 51,2
(Kedokteran, Teknik, MIPA,
dll)
Perguruan Tinggi Non- 195 48,8 48,8 100,0
eksakta (Sosial, Hukum,
Sastra, dll)
Total 400 100,0 100,0

Statistics
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9
N Valid 400 400 400 400 400 400 400 400 400
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3,31 3,36 3,31 3,03 3,22 3,18 2,90 2,91 2,79
Item10 Item11 Item12 Item13 Item14 Item15 Item16 Item17 Item18
N Valid 400 400 400 400 400 400 400 400 400
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3,45 3,29 3,29 3,24 3,02 3,19 3,26 2,95 2,98

Item 1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 13 3,3 3,3 3,3
S 249 62,3 62,3 65,5
SS 138 34,5 34,5 100,0
Total 400 100,0 100,0
132

Item 2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 29 7,2 7,2 7,2
S 198 49,5 49,5 56,8
SS 173 43,3 43,3 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STS 1 ,3 ,3 ,3
TS 33 8,3 8,3 8,5
S 208 52,0 52,0 60,5
SS 158 39,5 39,5 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 4
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STS 1 ,3 ,3 ,3
TS 66 16,5 16,5 16,8
S 253 63,2 63,2 80,0
SS 80 20,0 20,0 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STS 1 ,3 ,3 ,3
TS 31 7,8 7,8 8,0
S 249 62,3 62,3 70,3
SS 119 29,8 29,8 100,0
Total 400 100,0 100,0
133

Item 6
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STS 1 ,3 ,3 ,3
TS 35 8,8 8,8 9,0
S 256 64,0 64,0 73,0
SS 108 27,0 27,0 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 7
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STS 3 ,8 ,8 ,8
TS 99 24,8 24,8 25,5
S 233 58,3 58,3 83,8
SS 65 16,3 16,3 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 8
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STS 2 ,5 ,5 ,5
TS 90 22,5 22,5 23,0
S 251 62,7 62,7 85,8
SS 57 14,2 14,2 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STS 7 1,8 1,8 1,8
TS 118 29,5 29,5 31,3
S 228 57,0 57,0 88,3
SS 47 11,8 11,8 100,0
Total 400 100,0 100,0
134

Item 10
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 13 3,3 3,3 3,3
S 193 48,3 48,3 51,5
SS 194 48,5 48,5 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 11
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 31 7,8 7,8 7,8
S 222 55,5 55,5 63,2
SS 147 36,8 36,8 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 12
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 1 ,3 ,3 ,3
S 17 4,3 4,3 4,5
SS 249 62,3 62,3 66,8
TS 133 33,3 33,3 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 13
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 1 ,3 ,3 ,3
S 40 10,0 10,0 10,3
SS 222 55,5 55,5 65,8
TS 137 34,3 34,3 100,0
Total 400 100,0 100,0
135

Item 14
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 3 ,8 ,8 ,8
S 85 21,3 21,3 22,0
SS 213 53,3 53,3 75,3
TS 99 24,8 24,8 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 15
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 1 ,3 ,3 ,3
S 39 9,8 9,8 10,0
SS 243 60,8 60,8 70,8
TS 117 29,3 29,3 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 16
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 1 ,3 ,3 ,3
S 27 6,8 6,8 7,0
SS 238 59,5 59,5 66,5
TS 134 33,5 33,5 100,0
Total 400 100,0 100,0

Item 17
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 3 ,8 ,8 ,8
S 80 20,0 20,0 20,8
SS 252 63,0 63,0 83,8
TS 65 16,3 16,3 100,0
Total 400 100,0 100,0
136

Item 18
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TS 6 1,5 1,5 1,5
S 86 21,5 21,5 23,0
SS 217 54,3 54,3 77,3
TS 91 22,8 22,8 100,0
Total 400 100,0 100,0

Dengan ini, apakah anda...


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid akan ikut menyebarkan 83 20,8 20,8 20,8
kampanye karena orang lain
perlu mengetahuinya melalui
akun pribadi LINE?
hanya menjadikan pesan 105 26,3 26,3 47,0
kampanye sebagai konsumsi
pribadi yang muncul di
timeline LINE dan tidak ikut
menyebarkan kampanye?
merasa tersadarkan akan 212 53,0 53,0 100,0
pentingnya mengkritisi
media?
Total 400 100,0 100,0

Pernah dengar atau tahu informasi tentang Remotivi sebelum


menerima kampanye ini?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pernah 115 28,7 28,7 28,7
Tidak pernah 285 71,3 71,3 100,0
Total 400 100,0 100,0
137

Apakah Anda bersedia mengikuti OA LINE (@remotivi) dan


media sosial Remotivi lainnya?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 155 38,8 38,8 38,8
Ya 245 61,3 61,3 100,0
Total 400 100,0 100,0

Hasil Penghitungan Regersi Linier Sederhana

Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Entered Removed Method
b
1 X . Enter
a. Dependent Variable: Y
b. All requested variables entered.

Model Summary
Change Statistics
Adjusted Std. Error of R Square F Sig. F
Model R R Square R Square the Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 ,601 ,361 ,359 2,722 ,361 224,796 1 398 ,000
a. Predictors: (Constant), X
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 1665,228 1 1665,228 224,796 ,000
Residual 2948,282 398 7,408
Total 4613,510 399
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 7,800 1,169 6,670 ,000
X ,554 ,037 ,601 14,993 ,000
a. Dependent Variable: Y
138

Anda mungkin juga menyukai