OLEH:
FIRA ANGGRAENI
OLEH:
FIRA ANGGRAENI
E31114006
Maha Memiliki sifat keagamaan dan kemuliaan, atas segala sesuatu yang telah
engkau sempurnakan untukku dari agama Islam. Ucapan shalawat dan salam tak
lupa pula dihaturkan kepada Nabi pemberi petunjuk dan kehormatan, sebagai
penutup sekalian Nabi, dan pemimpin para petunjuk kebenaran, yaitu junjungan
kita Nabi Muhammad Saw. Serta semua keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan banyak pihak, yang
tanpa segala motivasi, kesabaran, kerja keras dan doa, tidak mungkin peneliti
mampu menjalani tahap demi tahap dalam kehidupan akademik di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu politik. Maka dari itu peneliti menghaturkan banyak terima kasih
kepada:
dukungan yang luar biasa kepada peneliti. Semoga kalian bangga dengan
karya ini.
2. Kakak peneliti, Vivi Sandra Sari yang selalu siap memberi masukan kepada
peneliti. Terima kasih atas dukungan yang luar biasa kepada peneliti, baik
secara materi maupun non materi. Terima kasih juga atas motivasinya
selama ini.
peneliti. Semoga kalian bisa mengambil hal yang baik dari pengalaman
Andi Subhan Amir S.Sos M.Si selaku selaku sekretaris Departemen Ilmu
Komunikasi.
S.Sos., M.Si., yang dengan sabar dan murah hati membimbing peneliti
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga peneliti ucapkan
dan Ilmu Politik. Peneliti menghaturkan banyak terima kasih aras ilmu yang
7. Staff Officer Departemen Ilmu Komunikasi, Ibu Ida, Bapak Amrullah dan
Bapak Herman.
8. Bapak Alem Febri Sonni S.Sos., M.Si selaku CEO Merahnews.com serta
Terima kasih atas ilmu jurnalistik yang diberikan, mulai dari masa magang
Nur Afni Rachman, dan Mujahida yang dengan setia menjadi tempat
berkeluh kesah terutama selama pengerjaan skripsi ini. Dan tidak lupa
‘Geng Portal’ peneliti, Ida, Afni, Fitri dan Azwan. Kapan – kapan kita harus
ngumpul lagi.
11. Keluarga besar FUTURE14. From Us to Unique and Radical Era. Tetap
12. Kakak – kakak KOSMIK yang dengan senang hati membantu penyelesaian
skrispsi ini, serta nasehat dan referensi yang sudah diberikan pada peneliti.
13. Teman – teman KKN gelombang 96, Posko Desa Makkawaru, Kecamatan
14. Teman – teman Admin PFA. Terima kasih untuk pengalaman yang sangat
menyenangkan. Thank you so much for being one of the best part during my
Akhir kata, peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang namanya tidak dapat peneliti tuliskan satu persatu. Terima kasih telah menjadi
bagian dari hidup peneliti. Peneliti sangat bersyukur dipertemukan dengan orang –
orang yang luar biasa. Semoga skripsi ini dapat berguna untuk semua. Peneliti
mengharapkan yang terbaik bagi semuruh pembaca. Serta, mohon maaf atas
kesalahan – kesalahan yang peneliti lakukan selama proses pengerjaan skripsi ini.
Fira Anggraeni
ABSTRAK
Data primer penelitian ini berupa teks film Trash yang berbentuk soft file
beserta data – data yang dianggap berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder
merupakan penelitian pustaka dengan mengumpulkan literatur – literatur yang
berkaitan dengan objek penelitian.
The purpose of this study was to identify and categorize symbolic forms of
violence in adolescents in the Trash film and to know the representation of symbolic
violence present in the Trash film. The study was conducted in Makassar for
approximately 2 months, from December 2017 to February 2018. The method used
for this research is qualitative research method with descriptive approach through
thorough observation of research object that is film of Trash. The data used in this
research is Trash film by observing the communication aspect of semiotics in which
there are elements of denotative and connotative meanings
Primary data of this research in the form of text of Trash film in the form of
soft file along with datas which is considered related to this research. Secondary
data is literature research by collecting literatures relating to the object of research.
SAMPUL ............................................................................................................ i
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
ABSTRACT ....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
F. Metode Penelitian.................................................................................. 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB IV PEMBAHASAN
E. Korupsi ................................................................................................... 83
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 87
B. Saran ...................................................................................................... 89
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Film merupakan salah satu alat komunikasi yang mampu dan mempunyai
kekuatan untuk menjangkau banyak segmen sosial, dan merupakan sebuah media
fotografi dan tata suara. Film pada umumnya dibangun dengan banyak tanda (sign).
Tanda – tanda yang yang dipakai oleh pembuat film digunakan sebagai alat untuk
mengartikulasi maksud dan tujuan film tersebut dibuat. Makna tanda dapat dilihat
Film, sebagai salah satu produk budaya yang tumbuh di suatu wilayah
tertentu tidak dapat terlepas dari nilai – nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai –
nilai yang ditawarkan seperti adegan kekerasan, kekayaan serta ilmu pengetahuan
tidak semata – mata keluar begitu saja, namun akibat dari adanya realitas dalam
terbuka (overt) atau tertutup (covert), baik yang bersifat menyerang (offensive) atau
bertahan (deffensive), yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh
karena itu, ada empat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi: (1) kekerasan
terbuka, kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian; (2) kekerasan tertutup,
(3) kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan, tetapi
untuk mendapatkan sesuatu dan (4) kekerasan defensif, kekerasan yang dilakukan
sebagai tindakan perlindungan diri. Baik kekerasan agresif maupun defensif bisa
memfokuskan untuk meneliti salah satu dimensi kekerasan. Jika pada penelitian –
penelitian sebelumnya lebih menitikberatkan pada kekerasan fisik, maka saat ini
merupakan sebuah jenis kekerasan yang tidak terlihat secara kasat mata atau laten.
Jika pada kekerasan fisik, korban akan mendapatkan luka setelah mengalami
simbolik tidak tampak adanya luka, tidak ada akibat traumatis, tidak ada ketakutan
atau kegelisahan bahkan korban tidak merasa telah didominasi atau dimanipulasi.
tentang kekerasan simbolik adalah film Trash. Trash merupakan film yang
diadaptasi dari novel berjudul sama, “Trash” (2014) oleh Andy Mulligan. Film
yang ditayangkan perdana pada tanggal 9 Oktober 2014 dibintangi oleh Roony
Mara sebagai Olivia, Martin Sheen sebagai Father Julliard, Wagner Moura sebagai
Film Trash ini mampu memukau banyak penonton dengan tinggi rating
7,2/10 dari 17.196 vote. Film Trash berhasil menjadi pemenang dalam ajang Rome
Film Festival – BNL people’s choice Award : Gala, Menjadi pemenang di ajang
yang sama dengan kategori Alice in City Award pada tahun 2014, Camerimage –
Golden Frog : Main competition (nominated, 2014), Tallin Black Nighte Film
Festival – Just Film Award : Best youth Film (Nominated, 2014) dan BAFTA
Awards for Best Film not in the English Language (nominated, 2015). Film ini
bahkan dibuat dalam 2 versi bahasa, yaitu Brazil (9 october 2014) dan United
2017). Di Indonesia sendiri, Film ini pernah diangkat sebagai bahan diskusi di
26 Desember 2017)
Brazil. Trash yang berarti sampah ini bukan hanya merujuk pada Behala yang
merupakan bagian dari cerita yang berlatar belakang sampah, tapi juga merujuk
pada perlakuan orang – orang besar kepada orang miskin, yaitu memperlakukan
orang miskin seperti sampah, tidak berarti bahkan diperlakukan semena – mena
Film yang disutradarai Stephen Daldry ini bercerita tentang 3 orang anak,
Raphael, Gardo dan Rato yang bermukim di daerah kumuh Behala dan berprofesi
tumpukan sampah ketika sedang melakukan pekerjaannya. Dompet itu berisi uang
sebanyak RՖ300 dan beberapa hal yang awalnya tidak dianggap penting oleh
Raphael seperti kartu identitas dengan nama Jose Angelo, kumpulan foto anak
perempuan, kartu animal lottery, sebuah kunci dan kode yang tertulis dibalik foto
Gardo. Mereka mulai berpikir bahwa hidup mereka akan berubah. Namun,
semuanya berubah ketika sehari setelahnya, polisi korup bernama Frederico
muncul dan dan menawarkan hadiah yang banyak kepada orang yang
dompet itu dan mengambil hadiah yang ditawarkan polisi, namun Raphael
menolaknya dengan alasan bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang penting.
Rato, yang diketahui tinggal di daerah yang paling buruk di Behala. Rat dikucilkan
oleh masyarakat karena memiliki penyakit kulit yang menular. Mencoba melihat –
lihat isi dompet, Rato mengungkapkan bahwa kunci yang ada di dalam dompet
tersebut adalah kunci dari loker yang ada di terminal kereta api kota.
Usut punya usut, ketiga anak ini mengetahui bahwa dompet yang mereka
temukan ternyata merupakan bukti kuat kasus korupsi yang dilakukan oleh
ketiganya tidak dapat dikatakan mudah. Banyak hal yang harus mereka korbankan,
mulai dari menerima kekerasan fisik, hingga kehilangan orang yang mereka sayangi
Peneliti berpendapat bahwa film ini penting untuk diteliti mengingat bahwa
film Trash merupakan salah satu film dengan jumlah penonton yang banyak
(buktinya, film ini memenangkan Festival Film Roma untuk kategori film pilihan
mengetahui bahwa ternyata dalam film ini, selain kekerasan fisik, ada kekerasan
Trash dinilai relevan dilihat dari pengertian kekerasan simbolik sendiri. Salah satu
pemaksaan ideologi, dan banyak adegan yang memuat hal tersebut di dalam film.
Penelitian ini bisa menjadi bahan edukasi kepada para para pembaca tentang
kekerasan simbolik dengan film Trash sebagai contohnya. Sampai saat ini, belum
ada penelitian resmi yang mengangkat film Trash sebagai objek penelitian.
2017)
3. “Kekerasan Simbolik Tayangan Drama Seri Korea Terhadap Perilaku
Roland Barthes, pakar semiotik asal Prancis adalah pelopor semiotika media
berkat analisisnya yang diterbitkan pada tahun 1957 yang diterbitkan mengenai
budaya pop, Mythologies. Film merupakan bidang kajian yang sangat relevan bagi
dibangun bukan sebagai tanda semata – mata. Tanda – tanda itu termasuk berbagai
sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.
Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji
dan sistem penandaan pada film terutama tanda – tanda ikonis, yakni tanda – tanda
yang menggambarkan sesuatu. Ciri – ciri gambar film adalah persamaannya dengan
realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi
B. Rumusan Masalah
Trash?
Trash?
1. Tujuan Penelitian
film Trash
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis.
b. Kegunaan Praktis
Selain itu, penelitian ini juga sebagai salah satu syarat untuk
D. Kerangka Konseptual
Film juga sering disebut sebagai gambar hidup yang digemari oleh seluruh
komunikasi yang paling efektif. Film sebagai salah satu kreasi budaya,
banyak memberikan gambaran – gambaran hidup dan pelajaran penting bagi
penontonnya. Film juga menjadi salah satu media komunikasi yang sangat
jitu. Dengan kualitas audio dan visual yang disuguhkan, film menjadi media
sebagai karya seni (film as art), tetapi lebih sebagai praktik sosial serta
membentuk opini dan kebiasaan masyarakat yang positif, karena salah satu
fungsi film sebagai salah satu produk media massa adalah mendidik.
kekerasan selalu mewarnai segala sendi kehidupan manusia, baik itu dalam
segi sosial, politik, budaya, bahkan sampai pada aspek pendidikan. Jika
kekerasan fisik maupun psikis, serta kekerasan model lainnya, adalah setua
dengan relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik dimana pihak yang
satu memandang diri lebih superior entah dari segi moral, etnis, agama,
ataupun jenis kelamin dan usia. Tiap tindakan pada dasarnya mengandaikan
pencitraan pihak lain yang bias, monopoli makna secara tekstual, visual,
terhadap diri sendiri, orang lain, atau terhadap kelompok atau komunitas,
lain yang juga berbahaya namun tidak terlihat dalam definisi WHO adalah
kekerasan simbolik.
disamarkan. Salah satu cara untuk menguasai orang lain adalah dengan
antara lain:
perkembangan selanjutnya.
dirinya.
akan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja
dalam masyarakat.
baik.
hal. Hal ini berarti bahwa objek – objek yang ada di sekitar kita tidak hanya
suatu proses yang total dengan susunan yang terstruktur. Signifikansi ini
tidak hanya pada bahasa, namun konteks diluar bahasa juga termasuk.
Gambar 1.1 Tatanan Signifikansi tingkat kedua Roland Barthes (Sumber : Fiske,
2014: 145)
Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa signifikansi tahap
kedua disebut konotasi yaitu makna yang subjektif dan berhubungan dengan
isi, tanda yang bekerja melalui mitos. Mitos merupakan lapisan pertanda
Model analisis semiotik Roland Barthes tidak hanya fokus pada cara
juga kalimat yang sama bisa saja memiliki arti yang sangat berbeda.
relasi kekuasaan yang timpang dan hegemonik dimana pihak yang satu
memandang diri lebih superior entah dari segi moral, etnis, agama, ataupun
jenis kelamin dan usia. Dalam hal kekerasan simbolik hubungan tersebut
berkaitan dengan pencitraan pihak lain yang biasa, monopoli makna, dan
2. Film adalah salah satu alat komunikasi yang mampu dan mempunyai
4. Denotasi adalah hal – hal yang ditunjuk oleh kata – kata (makna referensial
5. Konotasi adalah makna tidak terlihat atau disebut sebagai tataran semiologis
tingkat kedua. Pada tahapan inilah sebuah teks menunjukkan mitos sebagai
makna tersembunyi.
6. Film yang dimaksud peneliti adalah film Trash yang disutradarai Stephen
Daldry dan diproduksi oleh Working Title Films. Film ini bercerita tentang
yang ternyata merupakan bukti dari kasus korupsi yang dilakukan Santos,
konotasi dari orang, tenpat, objek, yang pertandanya adalah sebuah karakter
(kurang lebih 2 bulan) dengan objek penelitian yaitu film fiksi berjudul
Trash oleh Stephen Daldry berdurasi 120 menit. Film ini dirilis pada tahun
2014 di Brazil.
1. Tipe Penelitian
dan suara yang terdapat pada shot dan scene yang di dalamnya terdapat
analisis semiotika.
terdiri dari soft file serta sejumlah data yang berkaitan dengan produksi
film yang kemudian peneliti teliti lebih lanjut untuk memilah – milah
Barthes, yaitu analisis tentang hubungan tanda dan analisis mitos. Dalam
yaitu :
TINJAUAN PUSTAKA
PENELITIAN SEBELUMNYA
Onlie Khusus Perempuan (Studi Kasus pada Rubrik Fashion dan Beauty
Website Wolipop) oleh Nurhayati Hasnah (2015). Penelitian ini berfokus pada
Asrama Putri Kabupaten Kutai Timur” oleh Dewi Suryanti (2016). Penelitian
Komedi Situasi How I Met Your Mother” oleh Preciosa Alnashava J. (2012).
Thesis ini berfokus pada kekerasan simbolik yang dialami perempuan dalam
A. Tentang Film
1. Pengertian Film
bahwa Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media
cinema dan tho atau phytos yang berarti cahaya serta graphie atau graph yang
berarti gambar. Jadi pengertian dari film adalah melukis gerak dengan cahaya.
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual
Film memberi dampak pada setiap penontonnya, baik dampak positif maupun
dampak ngatif melalui pesan yang terkandung di dalamnya. Film mampu
penontonnya.
dan tidak lansung). Tidak sedikit film yang mengangkat cerita nyata atau
penontonnya.
2. Sejarah Film
Film yang ditemukan pada akhir abad ke-19 dan terus berkembang
hingga saat ini merupakan “perkembangan lebih jauh” dari teknologi fotografi.
Perkembangan penting sejarah fotografi telah terjadi sejak tahun 1826, ketika
Joseph Nicephore Niepce dari Perancis membuat campuran dengan perak untuk
hitam, Thomas Alfa Edison (1847 – 1931), pada tahun 1887 tertarik untuk
membuat alat untuk merekam dan memproduksi gambar. Edison tidak
film (seluloid) yang terbuat dari plastik tembus pandang. Tahun 1891, Eastman
dalam kamera pada siang hari. Alat yang dirancang dan dibuat oleh Thomas
(cinematographie)
(Intermittent Movement) yang menyebabkan setiap frame dri film yang diputar
pada 28 Desember 1895. Peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan
bioskop di dunia.
Meskipun usaha untuk membuat "citra bergerak" atau film ini sendiri
sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895, namun dunia internasional mengakui
bahwa peristiwa di Grand Cafe inilah yang menandai lahirnya film pertama di
dunia.
pendukungnya. Pada awalnya hanya dikenal film hitam putih dan tanpa suara
atau dikenal dengan sebutan “film bisu”. Masa film bisu berakhir pada tahun
tahun 1927 dengan judul “Jazz Singer”, dan diputar pertama kali untuk umum
digunakan. Jika pada awalnya film berupa gambar hitam putih, bisu dan sangat
kita, berwarna dan dengan segala macam efek-efek yang membuat film lebih
dramatis dan terlihat lebih nyata. Pada perkembangan selanjutnya, film tidak
hanya dapat dinikmati di bioskop dan berikutnya di televisi, namun juga dengan
kehadiran VCD dan DVD (Blue-Ray), film dapat dinikmati pula di rumah
dengan kualitas gambar yang baik, tata suara yang ditata rapi, yang diistilahkan
Bollywood dan Hongkong. Di sisi dunia yang lain, film dipakai sebagai media
penyampai dan produk kebudayaan. Hal ini bisa dilihat di negara Prancis
(sebelum 1995), Belanda, Jerman, dan Inggris. Dampaknya adalah film akan
terakhir ini menempatkan film sebagai aset politik guna media propaganda
belakang budaya sana, namun film-film tersebut merupakan ladang ekspor yang
1. Film cerita (Story film) merupakan jenis film yang menceritakan kepada
masyarakat luas, film ini harus mengandung unsur – unsur yang dapat
menyentuh rasa manusia, serta memiliki unsur dramatis yang bertolak dari
2. Film berita (newsreel), yaitu film mengenai fakta, peristiwa yang benar –
benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada
dibandingkan dengan media lain, seperti Surat kabar dan radio tidak
memiliki sifat “newsfact” berbeda dengan film. Sebab, suatu berita harus
yang memerlukan waktu cukup lama. Akan tetapi, dengan adanya TV yang
dengan aspek faktual dari manusia, hewan, dan mahluk hidup lainnya yang
tidak dicampuri dengan unsur fiksi. Dalam konsepnya, film jenis ini dapat
atau membina suatu standar perilaku yang berbudaya. Berbeda dengan film
matang.
4. Film kartun (cartoon film). Pembuatan film ini menitik beratkan pada seni
lukis. Film ini dibuat dengan menggambar setiap frame satu persatu
proyektor film, maka lukisan – lukisan tersebut akan terlihat hidup. Sebuah
film kartun (animasi) tidaklah dilukis oleh satu orang saja, tetapi dilukis
orang tua.
seperti saat ini, film sangat berbeda dengan seni sastra, teater, seni rupa, seni
suara, dan arsitektur yang telah muncul sebelumnya. Seni film sangat
ditonton jika penonton mengerti maksud dan pesan yang disampaikan oleh film
tersebut.
waktu yang cukup lama. Pengaruhnya bukan hanya saat seseorang menonotn
pada aktifits kesehariannya. Biasanya, anak – anak dan pemuda yang relatif
lebih mudah terpengaruh. Mereka sering menirukan gaya atau tingkah laku para
maupun kuliah. Nilai pendidikan sebuah film mempunyai makna sebagai pesan
– pesan moral. Pesan pendidikan dalam sebuah film dibuat sehalus mungkin
agar penontonnya tidak merasa digurui. Hampir semua film memberi tahu para
belajar tentang cara bergaul dengan orang lain, bertingkah laku, berpenampilan
dan sebagainya.
pesan moral yang terselip di dalamnya. Film action yang sarat akan adegan
kekerasan pun juga mengandung makna dan pesan moral tertentu. Film
diproduksi dengan tujuan untuk menyampaikan pesan yang tersirat dalam film
tersebut. Fungsi persuasif suatu film dapat dilihat dari kandungan pesan yang
dengan fungsi hiburan dalam suatu film, yang hanya untuk memuaskan
kepuasan batin.
Beberapa fungsi dari film yang sering ditemui adalah, fungsi
ditemukan dalam film dokumenter, dan fungsi hiburan dapat ditemukan pada
film cerita. Tapi, perlu diketahui bahwa setiap film selalu mengandung unsur
fungsi film tersebut, film juga memiliki nilai artistik. Nilai artistik sebuah film
(Sumarno, 1996:97)
penyimpan maupun sebagai genre seni. Film sebagai media penyimpan adalah
pias (lembaran kecil) selluloid yakni sejenis plastik tipis yang dilengkapi zat
peka cahaya. Benda inilah yang digunakan sebagai media penyimpan di awal
sinematografi.
disebut movie. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk
fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi. Kamera film
zaman). Butiran silver halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif
terhadap cahaya. Saat proses cuci film, silver halida yang telah terekspos cahaya
dengan ukuran yang tepat akan menghitam, sedangkan yang kurang atau sama
sekali tidak terekspos akan tanggal dan larut bersama cairan pengembang.
sinematografi, maka pengertian film pun telah bergeser. Sebuah film cerita
dapat diproduksi tanpa menggunakan selluloid (media film). Bahkan saat ini
sudah semakin sedikit film yang menggunakan media selluloid pada tahap
pengambilan gambar. Pada tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari
media analog maupun digital dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil
lahir karya sinematografi dapat disimpan pada media selluloid, analog maupun
digital.
Dalam sebuah ilmu sinematografi, seorang pembuat film tidak hanya
adegan yang diambil seperti jarak, ketinggian, sudut, lama pengambilan, dst.
Hal ini menjelaskan bahwa unsur sinematografi secara umum dapat dibagi
menjadi 3 aspek, yaitu kamera atau film, framing, dan durasi gambar. Framing
dapat diartikan sebagai pembatasan gambar oleh kamera, seperti batas wilayah
gambar atau frame, jarak ketinggian, pergerakan kamera, dst. Hal ini bertujuan
1. Tata Kamera
adalah camera angle atau sudut kamera. Menurut Gerzon, dalam pemilihan
karena makna bisa jadi tidak tertangkap dan sulit dipahami. Oleh karena itu,
penentuan sudut pandang kamera menjadi faktor yang sangat penting dalam
outsider, tidak mewakili siapapun, dan tidak dari sudut pemain tertentu.
Penonton tidak dilibatkan, pemain tidak merasa ada kamera, atau tidak
ada yang melihat. Angle kamera objektif ini terbagi mejadi beberapa
bagian, yaitu :
1) High Angle
2) Eye Angle
3) Low Angle
kekuatan, dst.
4) Frog Eye
atau ganjil.
bingkai pada gambar terlihat pada view finder atau LCD kamera,
Shot ini memiliki komposisi yang sangat jauh, panjang, luas dan
tempat.
g. Close Up (CU)
lain.
(Pengambilan
gambar)
tubuh
publik
a. Zooming
b. Tilting
c. Paning
Adalah suatu gerakan kamera ke kanan (to the right) dan ke kiri
d. Follow
kerugian.
dimaksud, yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Jenis kekerasan lain yang
juga berbahaya namun tidak terlihat dalam definisi WHO adalah kekerasan
simbolik.
tak kasat mata, seperti distorsi, pelencengan, pemalsuan, plesetan, dan pemaksaan
simbol. Bentuk kekerasan simbolik memang bukanlah sebuah kekerasan yang dapat
dilihat bentuknya, namun sangat mudah diteliti dan sering terjadi. Prinsip kerja
kekerasan simbolik ini berupa bahasa, cara berpikir, cara kerja dan cara bertindak.
(Haryatmoko, 2007:136)
mengandung bias tetapi secara halus dan disamarkan kepada pihak lain sebagai
dikemukakan oleh filsuf Prancis, Pierre Felix Bourdieu dalam beberapa karyanya,
kekerasan khusus dalam mekanisme bahasa dan kekuasaan, yaitu “kekerasan yang
halus dan tak tampak”. Sistemnya mendominasi media komunikasi, makna – makna
yang dipertukarkan di dalam komunikasi serta interpretasi terhadap makna – makna
tersebut.
membaca pertukaran hadiah sebagai salah satu bentuk atau dominasi yang
disamarkan. Salah satu cara untuk menguasai orang lain adalah dengan
Pertukaran hadiah bisa jadi merupakan cara yang lebih halus. Dengan
kuasa simbolik dan dominasi simbolik untuk merujuk hal yang sama. Bourdieu
instrumen pengetahuan dan ekspresi kenyataan sosial secara semena – mena yang
sebenarnya tidak di sadari”. Kekerasan ini adalah jenis kekerasan yang tidak dirasa
sebagai kekerasan. Kekerasan ini juga merupakan kekerasan yang dilakukan secara
secara dalam diantaranya adalah modal, kelas sosial, habitus, serta kekerasan dan
1. Modal.
yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu untuk mencapai tujuan mereka
dalam sebuah struktur sosial. Bourdieu menyebutkan 3 jenis modal, yaitu modal
sosial (social capital), modal budaya (cultural capital) dan modal simbolik
(symbolic capital). Modal sosial merujuk pada sumber daya potensial terkait
sikap, cara bertutur kata, berpenampilan, cara bergaul, dan sebagainya yang
menyatu dengan habitus seseorang dan kedudukan seseorang yang tidak dapat
diperoleh secara instan. Yang ketiga adalah modal simbolik yang berarti modal
yang sah dan natural dalam masyarakat, seperti pemilihan tempat tinggal, hobi,
2. Kelas sosial.
aktor, dimana posisi dan kondisi tersebut dibedakan secara vertikal. Konsep ini
erat kaitannya dengan konsep modal, yaitu masyarakat dibagi menjadi beberapa
kelas tergantung kondisi mereka. Kelas – kelas sosial yang muncul dalam
masyarakat ini memiliki kekuatan yang berbeda sehingga menimbulkan adanya
dominasi kelas.
3. Habitus
tindakan suatu kelompok sosial yang bisa dilihat dari simbol – simbol atau
unsur budaya seperti gaya hidup (lifestyle), nilai – nilai (values), watak
yang berbeda – beda yang disebut selera. Dominasi suatu kelompok sosial
menurut Bourdieu terjadi ketika pengetahuan, gaya hidup, selera serta penilaian
estetika dan tata cara kelas sosial dari kelas sosial yang mendominasi menajdi
absah dan dominan secara sosial (Fashi dalam Nurhayati, 2015: 23)
yang dilihat sebagai serangkaian jejaring antara aktor dan sturktur sosial yang
saling berkaitan. Kekerasan yang muncul akibat dari adanya kekuasaan masuk.
Ketika sebuah kelas mendominasi kelas lain, maka dalam dominasi tersebut
1. Eufemisme
bekerja sanga halus, tidak dapat dikenali, dan dapat dipilih secara tidak sadar.
sebagai sbuah pelestarian semua bentuk nilai yang dianggap moral kehormatan
3. Menciptakan dunia.
atau menyatukan, dan yang paling penting adalah kekerasan simbolik dapat
membuat definisi maskulin atau feminim, kuat atau lemah, baik atau buruk,
Contoh kasus tentang kekerasan simbolik yang paling sering kita temui,
seperti contoh kasus seperti ini. Seminggu sebelum menikah, seorang artis di
Artis itu pun menjawab dengan jawaban sederhana, “karena calon suaminya itu
Konflik yang terjadi dalam rumah tangga dianggap sebagai hal yang biasa, namun
Interaksi sosial masyarakat, laki – laki dan perempuan juga tidak luput dari
kekerasan simbolik. Interaksi sosial laki – laki dan perempuan terasa sangat biasa,
namun menawarkan kesempatan istimewa untuk memahami dominasi yang
berjalan atas nama prinsip simbolik. Prinsip ini dikenali dan diakui baik yang
bahasa, gaya hidup, cara berpikir, berbicara atau bertindak, dan stigma.
Prinsip yang paling efektif secara simbolik adalah ciri tubuh yang
sebetulnya sangat sewenang – wenang dan sangat terungkap seperti jenis kelamin
dan warna kulit. Penampilan biologis mempunyai dampak yang sangat riil terhadap
tubuh dan pikiran. Suatu rekayasa kerja kolektif sosialisasi biologis berlansung
untuk menampilkan konstruksi sosial seolah – olah nampak seperti alami sehingga
gender sebagai habitus seksual sebagai dasar pembagian yang sewenang – wenang
maskulin terutama dalam hal pembagian kerja, pembagian kegiatan – kegiatan yang
membenarkan ketidakadilan. Oleh karena itu, jika terus dibiarkan bentuk – bentuk
(haryatmoko, 2010: 3). Perhatian orang – orang sering dialihkan dari masalah
dan kekerasan simbolis adalah akar utama kekerasan fisik dan psikologis itu. Oleh
karenanya, cara untuk mengungkap bentuk – bentuk kekerasan simbolik dengan
menggunakan gagasan dari para pemikir kritis, mereka adalah Nietzsche, Foucault,
relevan karena membuka mata betapa tidak pastinya sesuatu bernama “kebenaran”.
kekuasaan. Atas nama objektivitas, nilai dan norma, keilmiahan ada pihak yang
menuntut suatu kepatuhan. Maka mejadi sangat penting analisa wacna karena
dibalik hal – hal tersebut, tersembunyi ideologi atau kepentingan. Ketiga, melalui
cara berpikir, dan cara bertindak. Kekerasan yang disetujui secara sadar atau tidak
oleh korbannya harus disingkap. Dalam konteks ini, bahasa bukan sekedar sebagai
alat komunikasi, tetapi merupakan sarana bertindak atau alat kekuasaan. Makna
bahasa ditentukan oleh yang di luar bahasa, bisa dari kepemilikan kapital.
rasionalitas instrumental yang menuntut efisiensi sarana. Orientasi pada hasil dan
metafisik atau pemikiran idealis, tetapi juga merupakan upaya selalu membuka
perspektif bary, memaknai yang terpinggir atau dilupakan sehingga terbuka bagi
yang berbeda.
masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda –
dewasa. Tahap transisi remaja ini akan memberikan masa yang lebih panjang untuk
1. Peningkatan emosi yang terjadi secara cepat pada remaja awal. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama pada hormon yang
terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosional ini
merupakan tanda awal remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari
masa sebelumnya. Pada masa ini, banyak tuntutan dan tekanan yang
ditunjukkan. Misalnya, mereka diharapkan tidak bertingkah seperti anak – anak,
2. Perubahan yang cepat serta fisik yang juga disertai dengan kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuannya.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang
lain. Selama masa remaja, banyak hal yang menarik bagi ketika masih kanak –
kanak kini mulai tergantikan. Hal ini karena adanya tanggung jawab yang lebih
ketertarikan mereka pada hal yan lebih bermanfaat. Perubahan juga terjadi
dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya
dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lwan jenis
4. Perubahan nilai, hal – hal yang mereka anggap penting pada masa kanak –
kanak menjadi kurang penting dan digantikan dengan hal yang baru.
terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, namun di sisi lain mereka
takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan
kebebasan, tidak lagi dibebankan oleh pikiran anak – anak sebelumnya. Namun,
masa remaja bukan berarti masa bahagia tanpa adanya kekerasan. Berdasarkan
cara baru bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang kemudian dijadikan
rujukan gaya hidup, kebiasaan serta menganut budaya – budaya yang mereka tiru.
Budaya dominan yang telah mereka anut membuat budaya asalnya luntur.
Film memiliki nilai seni tersendiri, karena film tercipta sebagai sebuah
karya dari tenaga – tenaga kreatif yang profesional di bidangnya. Film sebagai
benda seni sebaiknya dinilai secara artistik bukan rasional. Mengapa film tetap
ditonton banyak orang? Film bukan hal baru lagi dalam masyarakat. Alasan umum,
film berarti bagian dari kehidupan modern dan tersedia dalam berbagai wujud,
seperti di bioskop, tayangan dalam televisi, dalam bentuk kaset video, dan piringan
laser (laser disc) (Mudjiono, 2011: 2). Film bukan hanya menyajikan pengalaman
yang mengasyikkan, melainkan juga pengalaman hidup sehari – hari yang dikemas
secara menarik.
mengaturnya. Yang menjadi dasar semiotika adalah konsep tentang tanda; tak
hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda – tanda, melainkan
dunia itu sendiri seluruhnya terdiri dari tanda – tanda. Jika tidak begitu, manusia
Salah satu objek yang menggunakan semiotika sebagai pisau analisis adalah
film. Film merupakan terminologi gambar yang bergerak (Visual dinamis), yang
berbeda dengan fotografi yang berupa gambar statis. Film bisa menghadirkan unsur
dinamis dari objek yang ditampilkan. Sebagai media audio visual, film memiliki
karakteristik yang berbeda dengan format tanda yang terdapat dalam iklan cetak
(visual saja), bahasa (tekstual saja), atau siaran radio (audio saja). Film tersusun
atas teks – teks yang telah tertata dalam alur narasi yang jelas. Jika menggunakan
sehingga dalam pemaknaannya tidak boleh menampikkan teks – tek yang lain,
bahkan teks yang berada di luar teks tersebut (konteks). (Widiya, Semiotika Film.
percakapan, tulisan dan pesan teatrikal. Dalam teks film, ada banyak aspek yang
Hal – hal yang memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya. Dalam
kebanyakan film setting, memiliki arti simbolik yang penting karena tokoh – tokoh
sering dipergunakan secara simbolik. Dalam setiap bentuk cerita, sebuah simbol
adalah sesutu yang konkrit (sebuah objek khusus, citra, pribadi, bunyi, kejadian atau
tempat) yang mewakili atau melambangkan suatu ide, sikap – sikap, kompleks atau
rasa sehingga memperoleh arti yang lebih besar dari yang tersimpan dalam dirinya
sendiri. Oleh karena itu, sebuah simbol adalah suatu macam satuan komunikasi
Secara umum, film dibangun dengan banyak tanda. Di dalam tanda tersebut,
berbagai sistem tanda yang ada bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai
efek yang di harapkan. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah
digunakannya tanda – tanda ikonis, yakni tanda – tanda yang menggunakan sesuatu
(Sobur, 2009 : 128). Itulah alasan film cocok menjadi bidang kajian analisis
semiotika.
Dalam ilmu komunikasi, tanda – tanda atau signs adalah bagian dari suatu
dengan realitas hanya melalui konsep – konsep dari orang – orang yang
menggunakannya (Fiske, 2014:69). Jika tak ada konsep dalam pikiran manusia,
menjadi dua bagian yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Penanda
adalah aspek materiil sedangkan petanda merupakan gambaran mental, pikiran dan
konsep. Menurutnya, tanda merupakan kesatuan dari suatu bentuk penanda
Teori Roland Barthes secara garis besar diturunkan dari teori bahasa
bahwa hubungan penanda dan pertanda tidak terbentuk begitu saja, melainkan
bersifat arbiter. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan tanda,
tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah sebuah kebudayaan yang menjelaskan
atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
konotasi merupakan sistem signifikasi tahap kedua, yang identik dengan operasi
ideologi atau yang disebut mitos. Fungsi konotasi adalah mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai – nilai dominan yang berlaku dengan suatu
antara penanda (signifier) dan petanda (signified) di antara tanda dengan objek yang
mewakilinya (its referent) dalam realitas eksternalnya. Denotasi merujuk pada hal
– hal yang diyakini banyak orang (common-sense), makna yang teramati dari
dengan perasaan tau emosi dari pengguna dan nilai – nilai dalam budaya. Bagi
Barthes, faktor utama dalam konotasi adalah penanda dalam tataran denotasi.
Penanda dalam tataran denotasi adalah tanda konotasi. Konotasi bersifat arbiter,
Pada tatanan kedua, terdapat proses operasi ideologi disebut mitos. Jadi,
penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru.
Jadi, suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi
makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. Bunga desa
menimbulkan konotasi “gadis yang cantik”. Konotasi “gadis yang cantik” ini
kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol bunga
desa, sehingga bunga desa yang berarti gadis yang cantik bukan lagi sebuah
konotasi tetapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada
Film yang disutradarai oleh Stephen Daldry bercerita tentang tiga orang remaja,
Raphael, Gardo dan Gabriel yang tinggal di daerah kumuh Behala dan berprofesi
pekerjaannya. Dompet itu berisi uang sebanyak RՖ300 dan beberapa hal yang
awalnya tidak dianggap penting oleh Raphael seperti kartu identitas dengan nama
Jose Angelo, kumpulan foto anak perempuan, kartu Animal lottery, sebuah kunci
dan kode aneh yang tertulis dibalik foto milik Jose Angelo.
Gardo. Mereka mulai berpikir bahwa hidup mereka akan berubah. Namun,
Mello) seorang polisi korup muncul dan menawarkan hadiah yang besar kepada
Frederico, namun Raphael menolak dengan alasan bahwa mereka telah menemukan
sesuatu yang jauh lebih besar dibanding hadih yang ditawarkan oleh polisi.
Rato, yang diketahui tinggal di daerah yang paling buruk di Behala. Rato dikucilkan
masyarakat karena dia memiliki penyakit kulit yang menular. Mencoba melihat –
lihat isi dompet, Rato mengungkapkan bawa kunci yang ada di dalam dompet
kereta api—menuju loker tersebut. Namun, usaha ketiga remaja tersebut tidak
menangkap Raphael dan kedua temannya. Setelah Raphael mengetahui isi dari
loker tersebut (yang ternyata hanya dokumen dan kode yang sama yang dia temukan
di balik foto Jose Angelo di dompet) merek bertiga pun pulang ke Behala,
Sayangnya Raphael di culik oleh anggota Frederico dan disiksa hingga hampir
tewas.
tersebut merupakan bukti kuat atas upaya korupsi yang dilakukan oleh Antonio
Santos (diperankan oleh Stepan Nercessian), seorang politikus juga calon walikota.
Stephen David Daldry, atau akrab disapa Stephen Daldry lahir pada 2 mei
1961 di Dorset, Inggris (berusia 56 tahun). Merupakan sutradara film dan teater
dengan nuansa yang bertentangan. Daldry mulai tertarik pada teater sejak umurnya
yang ke-15. Di usia tersebut, Daldry bergabung dengan rombongan teater di
pendidikan di Shefield University in England dengan beasiswa Royal Air Force dan
memperoleh gelar sarjana (1982) dalam literatur Inggris dan melakukan debutnya
dengan bermain “II Circo di Nando Orfei”. Setelah magang di Italia, Daldry
kemudian kembali ke Inggris dan menetap di Sheffield, disana dia menjadi direktur
arsistik Metro Theatre Company (1984 – 1986) dan magang kembali di Crucible
Theatre (1986 – 1988). Selain memimpin di Metro Theatre Theatre, Daldry juga
memimpin London’s Gate Theatre (1989 – 1992). Sejak tahun 1989 sampai 1992,
dia menjadi penanggung jawab untuk teater Notting Hill, yang kemudian
Daldry telah menghasilkan lebih dari 100 drama teater, banyak diantaranya
telah masuk dalam kancah dunia, termasuk Via Dolorosa, Rat in the Skull, The
Kitchen, dan Search and Destroy. Pada tahun 1993, Daldry memenangkan
Daldry juga terjun dalam duni Radio dan Televisi. Film pendek pertama
yang dia produksi berjudul Eight (1998) dan masuk dalam nominasi untuk
Daldry membuat film panjang pertamanya dengan judul Billy Elliot (2000). Billy
Elliot merupakan sebuah film yang bercerita tentang seorang anak laki – laki dari
keluarga kelas pekerja di Inggris yang sangat berprestasi di balet, namun ayahnya
pertamanya. Film keduanya, The Hours (2002), memberinya nominasi Oscar kedua
sebagai sutradara terbaik. The hours merupakan sebuah film yang disutradarai oleh
Dadry yang diadaptasi dari pemenang hadiah Pulitzer, Michael Cunningham. Film
ini bercerita tentang renungan tiga orang nyonya Dalloway. Dibintangi oleh
Julianne Moore, Meryl Streep, dan Woolf (diperankan oleh Nicole Kidman).
Daldry menerima oscar kedua untuk sutradara terbaik dan Kidman meraih
penghargaan sebagai aktris terbaik. Pada tahun 2005, Daldry membuat panggung
musikal untuk film Billy Elliot di London dan memenangkan empat penghargaan
termasuk penghargaan sutradara musik dan sutradara terbaik untuk Daldry. Daldry
kemudian comeback ke layar lebar dengan The Reader (2008) yang diadaptasi dari
novel karya penulis Jerman, Bernhard Schlink. Film ini menambil latar belakang di
Jerman, pasca perang dunia II melalui kacamata perselingkuhan antara wanita yang
buta huruf (diperankan oleh Kate Winslet) dan seorang remaja laki – laki, yang
Award untuk gambar terbaik, sutradara terbaik untuk Daldry dan Oscar untuk Kate
Winslet.
Di film berikutnya, Extremely Loud & Incredible Close (2011), lagi – lagi
diadaptasi dari novel dengan judul yang sama. Kali ini berasal dari penulis Amerika,
Jonathan Safran Foer, yang bercerita tentang seorang anak laki – laki yang dewasa
sebelum waktunya. Anak ini berkeliaran di New York City untuk mencari dan
mengumpulkan tuts piano yang ditinggalkan oleh ayahnya yang meninggal dalam
serangan 11 September. Film ini diperankan oleh Tom Hanks, Sandra Bullock, Max
Pada tahun 2013, daldry kembali menjadi sutradara Helen Mirren dalam
percakapan mingguan Ratu Elizabeth II dan suksesi perdana menteri Inggris selama
6 dekade. Produksi yang diakui sangat kritis ini menggaet Carey Mulligan dan Bill
Nighy sebagai pemeran utamanya. Drama ini mendapat nominasi Tony Award dan
Daldry sebgai Sutradara terbaik. Daldry kemudian kembali ke bioskop dengan film
berjudul Trash (2014). Sebuah film yang bercerita tentang 3 orang remaja yang
menemukan skandal politik saat memilah – milah sampah di daerah kumuh Behala,
Brazil. Belum cukup sampai disitu, Dadry kemudian kembali dengan Morgan The
Crown (2016). Morgan the Crown merupakan serial TV Netflix yang bercerita
tentang kehidupan Ratu Elizabeth II; Daldry menjabat sebagai produser eksekutif
Daldry menikah pada tahun 2001 dengan Lucy Sexton, seorang artis
pertunjukan dan editor majalah. Pada tahun 2003, daldry dikaruniai seorang nak
Order of the British Empire – CBE) pada tahun 2004. CBE merupakan organisasi
yang didirikan oleh Raja George V untuk mengapresiasi para kontributor yang
bermanfaat bagi seni dan sains, yang bekerja dengan organisasi amal dan
a. Kru.
(Co-director)
(Screenplay)
Valerio
Robertia Maia
Costa
Gusmao
Tabel 3.1 Kru Film Trash (Sumber : www.imdb.com Diakses 12 Januari 2018)
Tabel 3.2 Pemain film Trash (Sumber : www.imdb.com Diakses 12 Januari 2018)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab sebelumnya, peneliti telah memaparkan teori – teori, serta uraian
tentang film Trash secara lebih luas. Maka, pada bab ini peneliti akan menguraikan
yaitu film trash menggunakan semiotika Roland Barthes sebagai pisau analisis.
konotatifnya. Disinilah inti dari penelitian yang dilakukan dalam bentuk skripsi
Untuk sampai pada titik mitos diproduksi, ada 2 tahapan signifikansi yang
dilalui menurut Barthes. Tahap pertama adalah denotasi, dan tahapan kedua adalah
konotasi. Denotasi adalah makna yang tampak, sedangkan konotasi identik dengan
‘mitos’ yang berfungsi sebagai pengungkap dan memberi pembenaran bagi nilai –
Dalam pembahasan film Trash, film beserta teksnya disebut sebagai makna
denotasi, dan penjelasan akan pemilihan gambar yang peneliti pilih disebut makna
konotasi. Tahap denotasi merupakan tahap pemaknaan tingkat pertama, tahap ini
dapat dilihat dengan jelas oleh mata. Tahap kedua adalah tahap konotasi, yaitu
pemaknaan tingkat kedua yang bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada
pergeseran makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai
tertentu.
A. Dominasi Kekuasaan
kemampuan berpikir yang dimilikinya. Salah satu dominasi yang dilakukan oleh
kaum terdidik adalah kejahatan kerah putih (Gunadi, 2009). Kejahatan Kerah putih
(White Collar Crime) adalah suatu tindak kecurangan yang dilakukan oleh
seseorang yang bekerja pada sektor pemerintahan atau sektor swasta. Sama halnya
4 04 00044.1 1
Gambar 4.1 Kaum penguasa mendominasi rakyat kecil dengan gaji yang kecil
Narasi yang terbangun dalam adegan menit ke-7 detik ke-32 mengenai
Raphael dan Gardo yang melaksanakan kerja hariannya sebagai pemulung. Saat
itu, Gardo menuju tempat Raphael duduk. Dia mengeluh tentang gajinya yang
tempat duduk Raphael dengan sedikit ‘ogah’, karena sikapnya, dia tersandung dan
tindakan bosnya yang menggajinya dengan murah hanya karena dia masih bocah.
Dari segi setting, terlihat bahwa adegan ini berlatar di penampungan. Hal
ini menjelaskan keseharian 2 remaja yang tiap hari berkutat dengan sampah.
Kameramen melakukan pengambilan gambar dari jarak jauh (Long shot) yang
bergerak ke jarak yang lebih dekat (Medium long shot) yang menunjukkan
Makna Konotasi :
Karakter ‘si bos’ telah melakukan dominasi terhadap kaum yang lebih
lemah dengan kemampuan berpikirnya. Dengan alasan masih anak – anak, si bos
ini memberikan upah yang rendah kepada Gardo. Karena kemampuan berpikir yang
jauh lebih hebat dibanding Gardo, maka ‘si bos’ ini dengan mudah mendominasi
Gardo. Ideologi yang muncul dari kekerasan simbolik yang terjadi antara Gardo
Narasi yang terbangun pada adegan ini adalah ketika Father Juilliard dan
Gardo mendatangi kantor polisi untuk melapor karena Raphael. Namun, petugas
polisi dengan santai menolak permintaannya karena sesuai budaya, mereka tidak
melayani kaum minoritas. Namun, Father Juilliard tetap bersikeras agar polisi bisa
mencari Rahael dengan mengatakan bahwa tempat yang dia datangi saat ini adalah
kantor polisi, tempat semua masyarakat bisa meminta tolong tanpa adanya
Makna Denotasi:
Pada gambar 4.2 memperlihatkan adegan father Juilliard dan Gardo yang
mendatangi kantor polisi untuk meminta bantuan agar segera menemukan Raphael
yang diculik. Adegan ini memperlihatkan bahwa orang – orang minoritas tidak
memiliki hak untuk melakukan pengajuan, ataupun meminta tolong pada petugas
polisi. Media menggambarkan bahwa orang – orang minoritas tidak memiliki hak
atas hal tersebut. Pada adegan ini terdapat beberapa tipe jarak pengambilan gambar
yaitu medium long shot, kemudian perlahan berubah menjadi medium shot dan
medium close up. Medium long shot yang dipadukan dengan tipe over shoulder shot
(OSS) memperlihatkan seorang petugas polisi yang lebih asik dengan gadgetnya
dibanding laporan Father Juilliard tentang diculiknya Raphael. Medium long shot
petugas polisi dan Father Juilliard. Over Shoulder Shot membantu para audiens
untuk menentukan posisi setiap orang dalam frame dan mendapatkan ‘feel’ saat
menatap seseorang dari sudut pandang orang lain. Kamera berganti menyorot
Gardo yang sedang duduk dengan muka bingung dengan Medium Shot. Jarak
tokoh. Jarak pengambilan gambar kemudian berubah lagi menjadi Medium close
up, memungkinkan audiens untuk dapat melihat ekspresi wajah Father Juilliard dan
Dari segi setting, adegan ini berlatarkan kantor polisi tempat Father Juilliard
dan Gardo melaporkan diculiknya Raphael. Kantor polisi yang digunakan dalam
masyarakat, tempat pengaduan dan tempat mengadili suatu perkara yang berkenaan
dengan keamanan dan ketertiban dalam tingkatan yang ringan. Dalam kaitannya
dengan adegan ini, kantor polisi bisa dijadikan sebagai sarana pelaporan orang
hilang.
Makna Konotasi:
dan berbagai macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat yang
menyangkut nilai – nilai, sistem, budaya, kebiasaan dan politik yang mereka anut.
Pada dasarnya, ketika dua kebudayaan bertemu, maka proses yang akan
2012: 186). Jika asimilasi bermakna bahwa kebudayaan yang lemah harus
menyerahkan diri pada kebudayaan yang lebih kuat, maka multikulturalisme pada
mayoritas, baik di bidang agama, ekonomi, moral, politik, dst, pihak minoritas lebih
mudah di tindas dan lebih sering mengalami penderitaan karena tekanan oleh pihak
mayoritas.
Dalam gambar 4.2 dijelaskan adanya pihak minoritas dan pihak mayoritas.
Dalam hal ini, pihak berkulit putih merupakan kaum mayoritas dan pihak berkulit
hitam adalah kaum minoritas. Dalam kasus ini, ada istilah yang disebut “dominasi
terkalahkan kepentingannya.
Dalam adegan ketika Father Juilliard meminta agar petugas polisi mencari
Raphael yang di culik namun ditolak oleh petugas dengan alasan bahwa mereka
dimana mayoritas sebagai tokoh dominan, akan membentuk suatu budaya yang
untuk memaksakan secra halus habitus (ideologi, budaya, kebiasaan, gaya hidup)
terhadap kelompok minoritas (Martono, 2012: 39). Dalam hal ini, budaya yang
melekat bahwa warga laporan warga minoritas tak akan di tanggapi, padahal yang
sama di depan hukum tanpa ada perbedaan. Selain itu, istilah minoritas sengaja
dipakai secara sistematis untuk memojokkan ke posisi martinal atau memberi label
‘tidak penting’ dalam hubungan dengan kekuatan politik yang dominan. Dengan
demikian, perasaan rendah diri dan tak berdaya semakin mendalam terbatinkan.
Kekerasan simbolik yang merepresentasikan bahwa masyarakat minoritas
selalu terbelakang serta jauh dari modernitas diperlihatkan dari penggunaan simbol
yang melekat dalam diri masyarakat minoritas. Dalam hal ini, masyarakat Behala
Adegan yang disajikan pada gambar 4.3 merupakan bagian dari opening
scene, adegan ketika tokoh utama (Raphael dan Gardo) diperkenalkan. Adegan di
Mereka sedang memilah – milah barang diantara tumpukan sampah ketika truk –
truk yang mengangkut sampah datang dari berbagai tempat. Para pemulung pun
dengan cepat berlari ke arah truk – truk tersebut dan berlomba mencari barang yang
masih layak mereka jual. Diantara para pemulung tersebut, ada dua orang remaja,
Raphael dan Gardo turut mencari barang – barang yang baru di tumpahkan dari
Makna Denotasi:
bawah yang berprofesi sebagai pemulung. Hal ini diperjelas dengan aktivitas –
mereka pakai. Baju yang sudah kusam, sepatu, topi, karung dan tong yang
Pada adegan ini, terdapat beberapa angle kamera yang digunakan. Adegan
(1) menggunakan tipe long Shot yang memperlihatkan tubuh fisik para pemulung
yang tampak jelas namun latar belakang masih dominan. Gambar kemudian
berpindah menyorot tumpukan sampah dan seorang pemulung (gambar (2) dan (3))
serta gambar (4) menggunakan medium shot yang memperlihatkan pemulung yang
Gambar (5) dan (6) menggunakan high angle, yaitu kamera ditempatkan lebih
tinggi dari objek. Gambar (5) dan (6) memperlihatkan kesan bahwa gambar yang
di ambil memiliki status sosial yang rendah, kecil, terabaikan, lemah dan berbeban
berat. Gambar kemudian berganti menyorot tokoh utama dalam film ini, yaitu
pekerja lain yang berlomba – lomba mencari barang yang masih layak mereka jual.
dompet (gambar 9). Adegan di gambar (9) menggunakan tipe close up yang
terbesar, Behala. Untuk setting waktu, adegan ini di ambil pada siang hari.
Makna Konotasi:
korbannya. Hubungan sosial seperti ini anehnya sangat biasa dan menawarkan
kesempatan istimewa untuk memahami logika dominasi yang berjalan atas nama
simbolik. Prinsip yang yang diakui dan dikenal baik oleh yng mendominasi dan
yang di dominasi. Prinsip ini berupa bahasa, gaya hidup, cara berpikir, bertindak,
ciri – ciri khas, stigma. Sedangkan yang paling efektif secara simbolis adalah ciri
tubuh, padahal sebetulnya sangat sewenang – wenang, yaitu warna kulit (Bourdieu,
Kekerasan simbolik terjadi dalam adegan ini adalah warna kulit hitam yang
dilekatkan dengan ciri – ciri negatif pada suku atau ras tertentu, serta pihak yang
lebih rendah dibanding warna kulit putih. Dalam adegan ini, warga minoritas yang
sebagian besar berkulit hitam dilabeli “terbelakang dan jauh dari modernitas”. Hal
ini memperlihatkan adanya bias tertentu dalam pencitraan terhadap ‘sang lain’.
Dalam adegan diatas, digambarkan masyarakat minoritas yang terbelakang dan
bekerja di tempat kotor, bermain dengan sampah, berebut sampah, pakaian kotor
dan compang – camping hingga pada gambar (9) yang memperlihatkan Raphael
yang menemukan dompet yang berisi uang. ‘harta karun’ yang ditemukan Raphael
kemudian dia sembunyikan agar orang lain tidak melihatnya, hal ini
memperlihatkan bahwa uang adalah harta karun paling berharga bagi masyarakat
minoritas.
Gambar 4.4 Perbedaan Strata dalam masyarakat berdasarkan warna kulit
Narasi yang terbangun pada gambar 4.4 adalah ketika Raphael, Gardo, dan
Rato meminta Olivia untuk menemui seseorang di penjara. Hal ini mereka lakukan
setelah Raphael menerima tidak kekerasan fisik dari Frederico dan anak buahnya
karena Raphael tidak memberikan dompet milik Jose Angelo. Gardo mengatakan
kakeknya adalah pengacara, sayangnya kakek Gardo saat ini ada di penjara. Olivia
bingung, lalu bertanya pada 3 remaja tersebut, “kenapa kau memerlukanku?” lalu
ketiga remaja ini menjawab, karena Olivia adalah orang Amerika berkulit putih,
Makna Denotasi:
meminta Olivia untuk bertemu dengan kakek Gardo yang sedang di penjara, untuk
menjadi pengacara Raphael. Hal itu mereka lakukan untuk berjaga – jaga dari
berkulit hitam dilarang mendekati penjara (sarana pemerintah). Karena aturan dari
pemerintah tersebut, Raphael, Gardo dan Rato takut untuk mendekati penjara dan
lebih memilih untuk meminta tolong pada Olivia yang berkulit putih.
Pada adegan ini, tipe pengambilan gambar yang digunakan adalah medium
close-up, hal ini memperlihatkan hubungan personal antara Olivia, Raphael, Gardo
dan Gabriel (Rat). Dari segi setting, terlihat bahwa adegan ini berlatarkan di rumah
Olivia. Latar rumah yang digunakan dalam adegan ini menunjukkan bahwa fungsi
rumah, selain tempat untuk tidur juga tempat berkumpul, membahas cerita
Hal yang menarik adalah ketiga remaja ini meminta Olivia untuk
berkunjung ke penjara karena hanya dia yang berkulit putih yang bisa dimintai
tolong.
Makna Konotasi:
dan diderita sebagai kepatuhan, efek dari kekerasan simbolik, kekerasan halus, tak
terasakan, tak dapat dilihat bahkan oleh korbannya sendiri (Bourdieu, dalam
berkulit hitam dan pemerintah yang membuat aturan berkulit putih. Hasil dari
kekerasan simbolik dalam adegan ini bahwa korban dari kekerasan simbolik
(Raphael, Gardo, dan Gabriel) mengakui bahwa mereka masyarakat berkulit hitam
juga sebagai minoritas tidak berhak atas apapun yang terkait dengan pemerintahan.
seperti penjara pun tidak dibiarkan. Mengapa hal tersebut terjadi? Pertama, adanya
penindasan atau penafikan atas dasar kepemilikan etnis, agama atau bentuk
– jabatan publik, dan hubungan sosial yang lain. Agar diskriminasi ini memperoleh
legitimasi, kelompok – kelompok minoritas secara berbudaya atau etnis ditekan dan
memberi label ‘tidak penting’ dalam hubungan dengan kekuatan politik yang
dominan. Dengan demikian, perasaan rendah diri dan tak berdaya semakin
mendalam terbatinkan.
Gambar
Gambar 4.5
4.5 Eksplorasi tubuh perempuan
eksplorasi tubuh perempuan secara
secara berlebihan
berlebihan
Narasi yang terbangun dari adegan ini adalah ketika Gardo bertemu dengan
Saat mencari sisa – sisa makanan, seorang perempuan dengan pakaian mini
perempuan tersebut.
Makna Denotasi:
yang ditunjukkan melalui kostum yang dipakainya. Terlihat, kostum yang dipakai
perempuan ini adalah pakaian khas penari yang tipis tanpa lengan, potongan lebar
perempuan sebagai sosok yang seksi, dengan kemolekan tubuh yang dimilikinya,
Perempuan ini mendekati Gardo tanpa ada jarak yang membatasinya, cara
perempuan ini menatap Gardo pun terkesan genit. Perempuan ini lalu menyapa
Gardo, “hey nak. Kau lapar? Mau makan yang enak?”. Perkataan ‘nak’
Pada adegan ini terdapat 2 tipe pengambilan gambar, yaitu medium shot dan
medium close up. Adegan ketika perempuan itu sedang mendekati Gardo
sekaligus ekspresi dan gestur tokoh, dalam hal ini meperlihatkan ekspresi
menyorot Gardo dengan tipe pengambilan gambar medium close up. Medium Close
up yang digunakan memperlihatkan dengan jelas raut wajah Gardo yang sedang
dengan orang yang sedang berpesta. Sedangkan untuk setting waktu, adegan ini
terjadi pada malam hari, waktu yang cocok untuk melakukan pesta.
Makna Konotasi:
bahwa konteks perempuan ideal seringkali digambarkan dari tampilan tubuh yng
sensual dari kepala hinga kaki. Mulai dari bentuk tubuh dengan lekuk indah dan
memiliki proporsi yang fantastis di beberapa bagian, hingga kaki yang bebas dari
bulu.
Perempuan yang ada dalam gambar 4.5 sadar atau tidak, telah mengalami
sensualisme dan erotisme sesungguhnya, sadar atau tidak rela menempatkan dirinya
sebagai objek tatapan pria (male gaze). Rela menjadikan dirinya korban kekerasan
Gambar 4.6 Pemalsuan dan plesetan merupakan salah satu bentuk kekerasan simbolik
Adegan yang disajikan pada gambar 4.6 adalah adegan ketika Raphael,
Gardo dan Gabriel (Rat) menuju terminal kereta api di kota untuk mencari loker
milik Jose Angelo. Ketiga remaja ini melewati lorong bawah tanah untuk
ternyata rekan kerja Gabriel dulu. Gabriel kemudian di tahan dan bertanya tentang
Raphael dan Gardo. Gabriel kemudian menjawab bahwa Raphael dan Gardo adalah
temannya. Namun, remaja berandalan ini malah berteriak dan mengatakan bahwa
Gabriel menipunya. Tak habis sampai disitu, Remaja ini memaki Gabriel, “dasar
Makna Denotasi:
Gabriel dihadang oleh 3 remaja berandalan yang merupakan rekan kerja Gabriel
dahulu. Bos mereka kemudian bertanya kepada Gabriel tentang Raphael dan Gardo,
kemudian dijawab oleh Gabriel bahwa mereka berdua adalah temannya, namun
remaja berandalan ini justru mengatai Gabriel ‘si kurap yang tidak memiliki teman’
gambar. Hal ini memperlihatkan hubungan personal antara Gabriel dan si ‘bos’.
Dari segi setting, Adegan ini di ambil di lorong bawah tanah kereta api, tempat
tinggal para pekerja kasar, orang – orang rendah dan buangan. Dari segi waktu,
adegan ini berlansung siang hari, namun warna gelap mendominasi tempat tersebut,
karena berada di lorong bawah tanah. warna gelap (hitam) sendiri merupakan
Karakter yang cukup dominan dalam adegan ini adalah si ‘bos’ berandalan
yang menghujat Gabriel. Si ‘bos’ ini diperlihatkan sebagai tipe remaja pemarah
Makna Konotasi:
tak kasat mata, seperti distorsi, pelencengan, pemalsuan, plesetan, dan pemaksaan
simbol. Salah satu bentuk kekerasan simbolik adalah pemalsuan dan plesetan..
Plesetan merupakan bentuk kata yang mirip dengan makna pragmatik yang baru
Gabriel dengan ucapan “dasar kurap!” saat itu pula, Gabriel menjadi korban
kekerasan simbolik. Kurap merupakan penyakit kulit karena infeksi jamur yang
antara Raphael dan Frederico di makam Pia, anak Jose. Frederico yang telah
menangkap Gardo dan Gabriel (Rat) memaksa Raphael untuk menunjukkan harta
yang disembunyikan Jose, yang ternyata disimpan di makam palsu milik Pia.
Raphael, “sebagian kecoak tidak akan menyerah. Meski terus kau injak, si bangsat
Makna Denotasi:
yang meski diinjak berkali – kali, tidak pernah bisa mati. Sebutan tersebut bukan
Adegan ini menggunakan tipe medium close up dan medium shot yang
dipadukan dengan tipe open shoulder shot. Tipe ini memperlihatkan hubungan
personal, serta tipe open shoulder shot open shoulder shot yang membantu para
audiens untuk menetukan posisi setiap orang dalam frame dan mendapatkan ‘feel’
Jose Angelo menyimpan harta yang diambil dari Santos dan menitipkan Pia pada
pengurus disana. Untuk setting waktu, adegan ini berlansung malam hari.
Makna Konotasi:
cara berpikir dan cara bertindak. Kekerasan simbolik melalui bahasa bisa berupa
distorsi, pemalsuan makna, pelencengan dan plesetan. Pada gambar di atas, bentuk
Narasi yang terbangun dalam adegan ini adalah ketika Senator Santos
memberikan uang untuk biaya pemilu dengan syarat pemberian wewenang setelah
Santos menjadi Walikota. Uang tersebut diambil oleh Jose Angelo, tangan kanan
Santos kala itu. Pebisnis – pebisnis yang telah memberikan uang kepada Santos
sebagai biaya pemilu kemudian Santos catat di buku miliknya. Santos juga berpikir
bentuk kekerasan simbolik yang terlihat dalam gambar 4.8 adalah kejahatan
tersebut, dijelaskan bahwa korupsi bisa terjadi dimana saja, oleh siapa saja serta
bisa dilakukan dalam berbagai cara salah satunya menerima dana dari pebisnis
sebagai uang kampanye, serta menyuap polisi untuk tidak melaporkan tidakannya.
Adegan ini menggunakan medium shot, medium close-up, dan close up.
memperlihatkan sesuatu yang sangat mendetail, dalam hal ini memperlihatkan uang
digambarkan sebagai lelaki paruh baya yang ambisius, serta memiliki sifat yang
Makna Konotasi:
merupakan hasil dari interaksi sosial yang berulang dan berpola yang menghambat
banyak orang untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar. Telah begitu mengakarnya
korupsi hingga membentuk struktur kejahatan, yaitu “faktor negatif yang terpateri
bersama” (B. Sesbüé dalam Haryatmoko, 2010: 60). Karena sistematis, korupsi
sudah seperti mafia, yang menunjukkan gejala krisis institusional negara dimana
ketidakadilan lebih dominan dibanding keadilan. Korupsi yang merajalela bahkan
mengaburkan batas antara yang boleh dan yang dilarang, yang legal dan ilegal,
pelanggaran dan norma. Korupsi telah menjadi kejahatan yang sangat mengakar
yang tidak selalu disadari. Tindakan praktis tersebut menjadi suatu kemampuan
yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial tertentu. Sama
seperti korupsi yang sudah menjadi tindakan praktis yang tidak menumbuhkan rasa
salah. Makanya, setiap orang yang masuk dalam struktur kekuasaan cenderung
korupsi.
aparat penegak hukum,dan DPR. Negara yang secara institusional sarat korupsi
ditanamkan melaui proses mimesis. Bila ada upaya untuk melawan atau bersikap
jujur, lingkungan akan meberikan sanksi. Akhirnya, kepatuhan tanpa tekanan akan
praktek yang dipakai nampak dalam cara pembuatan laporan, cara berinteraksi
dengan atasan atau dengan instansi lain, dalam kontrak, cara membuat anggaran,
cara mendapat jabatan, penempatan anak buah, penerimaan anggota barusyarat
Modalitas ini sulit ditolak karena cukup tersembunyi dan sengaja dibuat
untuk tidak meninggalkan jejak. Namun, masih bisa dirasakan bahwa ada yang
tidak beres. Dibalik praktik korupsi, tersembunyi kode rahasia. Kerahasiaan ini
hanya akan tersingkap bila terjadi krisis hubungan diantara yang terlibat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
film ini terjadi melalui penggambaran beberapa tokoh yang ada dalam film ini.
Tokoh – tokoh yang dimaksud adalah para remaja yang memiliki peran khusus
dalam film tersebut. Bentuk – bentuk kekerasan simbolik yang dialami remaja
dalam film ini adalah : (1) Dominasi kekuasaan (2) Kekerasan simbolik
sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari, dan salah satu korbannya adalah
remaja.
tataran konotasi adalah: Dominasi yang dilakukan bos Gardo adalah bentuk
kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan jenis ini adalah
bentuk kejahatan yang dilakukan orang – orang yang bekerja pada sektor
kekerasan strukturan berupa korupsi yang terjadi bukan hanya karena satu
B. Saran
menarik untuk dikaji lebih lanjut. Mengingat metode ini sangat terbuka terhadap
ilmu lain di luar ilmu komunikasi, sehingga memberi kemudahan bagi orang –
kajian analisis teks seperti analisis semiotika, analisis framing, dan analisis
Rujukan buku
Ardianto, Elvinaro. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Barthes, Roland. 1993. Mythologies. (Terj. Jonathan Cape). Paris: Cox & Wyman
Ltd.
Gunadi. 2009. Akuntansi Perpajakan Edisi Revisi 2009. Jakarta: PT. Grasindo
Mudjiono, Yoyon. 2011. Kajian Semiotika Dalam Film. Jurnal Ilmu Komunikasi,
Vol. 1, No.1, April, ISSN: 2088-98IX, hal. 125 – 138
Rujukan Jurnal
Alnashava J, Preciosa. 2012. Representasi Kekerasan Simbolik pada Hubungan
Romantis dalam Serial Komedi Situasi How I Met Your Mother. Universitas
Indonesia
Ayu Iswari, Diyah. 2011. Representasi Kekerasan Anak di Media (Studi semiotika
kekerasan pada anak yang direpresentasikan dalam Film Slumdog
Millionaire). Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, digilib.uns.ac.id,
diakses 15 Oktober 2017
Mubin, Imam. 2016. Konsumerisme dalam Film The Truman Show. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Makassar: Universitas Hasanuddin
Nuur Ilmi, Mutia. 2017. Makna Waktu dalam Film In Time (Sebuah Analisis
Semiotika). Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Universitas Hasanuddin
Suryanti, Dewi. 2016. Kekerasan Simbolik Tayangan Drama Seri Korea Terhadap
Perilaku Remaja Asrama Putri Kabupaten Kutai Timur. E-Journal
Universitas . Diakses 13 November 2017
Peneliti kemudian melanjutkan kuliah sarjana (S1) pada tahun 2014 dengan
mengambil program Jurnalistik pada Departemen Ilmu Komunikasi di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makasar. Peneliti telah
menyelesaikan studi pada tahun 2018.
Data Pribadi:
Email : leefhyy@gmail.com
No. Hp : 082292744652