Anda di halaman 1dari 118

PRESENTASI DIRI KAUM GAY DI KOTA MAKASSAR

OLEH :

MUTMAINNAH SAID

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
PRESENTASI DIRI KAUM GAY DI KOTA MAKASSAR

OLEH :

MUTMAINNAH SAID
E311 12 277

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pada Jurusan Ilmu Komunikasi

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah, puji

syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Allah SWT, penguasa

segala alam semesta, atas segala nikmat hidup, kesehatan, rejeki, serta wawasan

yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai

mahasiswa. Tak lupa penulis ucapkan salam dan shalawat kepada Baginda

Rasulullah SAW, sosok yang menjadi suri tauladan bagi penulis, semoga

kebahagiaan selalu tercurah kepada beliau beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.

Selesainya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Keluarga besar penulis, Ayahanda H. Muhammad Said Mangara dan

Ibunda Hj. Ramin yang telah mendukung dan tidak henti-hentinya

mendoakan penulis. Dan kepada geng saudara kesebelasan penulis, Kak

Awal, Kak Uty, Kak Ira, Kak Amma, Kak Doko, Kak Puttung, Kak

Samad, Kak Acis, Kak Iqbal dan Kak Amar. You’re rock guys, walau

kadang menjengkelkan tapi kalian terbaik.

2. Ibu Dr. Jeanny Maria Fatimah, M.Si, pembimbing I, dan Bapak Drs.

Kahar, M.Hum, pembimbing II, atas segala waktu, masukan dan

bimbingan kepada penulis selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

Terima kasih atas segala koreksi dan dukungan kepada penulis.

3. Kepada Muhammad Jasman yang setia menemani disaat tersulit,

mendukung dan membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Jangan

v
menyerah, jalan masih panjang. Dan semua pasti punya waktunya masing-

masing.

4. Sahabat-sahabat penulis semasa kuliah, Fatty Faiqah, Nurul Hijriyani, dan

Eva Holling Lauw.. Terima kasih sudah menemani, berjuang bersama di

dunia perkuliahan. They are truly sisters from another mother.

5. Broadcaster 12, you’re guys awesome. Meski hanya 14 orang ditambah 2

penyusup dari prodi lain (fanya, endy, inna, michan, iin, disti, ayuni, ijul,

yusman, ical, salman, ida, Diana, ditambah cua dan echa). Teman makan

siang andalan, yang memegang teguh motto kuliah tidak kuliah harus tetap

makan siang. See you on top.

6. Buat Musdalifah Asnur, sahabat penulis dari zaman SMA, hingga

sekarang. Yang selalu mau direpotkan penulis ketika sedang dalam

masalah hati. Ada yang bilang kalau persahabatan sudah melewati tahun

ketujuh maka akan bertahan selamanya. Well, lets hope for the best. Thank

you so much.

7. Teman-teman KKN Angkatan 90 Desa Taraweang, Pam, Ila, Risna, Willy,

Kak Hafid dan Kak Baba yang telah menemani penulis selama hampir dua

bulan di lokasi.

8. Kepada Ida dan Aya yang setia bersama mulai dari mengurus berkas,

konsultasi hingga melewati hal-hal terburuk selama mengerjakan tugas

akhir. Semoga kalian tetap ingat perjuangan walaupun nanti jauh.

9. Informan yang telah meluangkan waktunya, guna melancarkan skripsi

peneliti.

vi
10. Rumah kedua penulis, KOSMIK UNHAS. Terimakasih sudah menjadi

naungan yang unik dan radikal selama berkuliah di unhas. Terimakasih

kakak-kakak, teman-teman, dan adik-adik semuanya.

11. Buat semua pihak-pihak yang mendukung yang tak bisa penulis sebutkan

satu per satu, segala semesta yang mendukung. Terima kasih banyak

penulis ucapkan yang sedalam-dalamnya

Semoga tuhan menjaga dan memberkati kita semua. Akhir kata

semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Makassar, 28 Februari 2018

Mutmainnah Said

vii
ABSTRAK

MUTMAINNAH SAID. Presentasi Diri kaum Gay di Kota Makassar,


(dibimbing oleh Jeanny Maria Fatimah dan Kahar)
Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui presentasi diri kaum gay di
keluarga dan lingkungan sosialnya (2) untuk mengetahui presentase diri kaum gay
di dalam kelompok gaynya.
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan, yaitu juli-september 2017
yang dilaksanakan di Kota Makassar. Adapun populasi penelitian ini adalah kaum
gay yang ada di kota Makassar. Responden penelitian ini ditentukan secara
purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Tipe penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teori Dramaturgi sebagai
landasan penelitian Teknik wawancara mendalam terhadap narasumber untuk
mengumpulkan data primer. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka baik itu
dari buku-buku, dan situs internet yang relevan dengan fokus permasalahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan yang merupakan kaum gay di kota
Makassar, mempresentasikan dirinya sendiri di keluarga adalah sebagai anak laki-
laki yang normal dengan bergaya layaknya laki-laki pada umumnya. Menjaga
agar rahasia mereka sebagai gay tidak diketahui pihak keluarga khususnya orang
tua. Para informan berusaha menutupi jati diri mereka agar untuk menjaga nama
baik keluarga. Di lingkungan sosial, para informan berusaha mengelola kesan
yang ingin disampaikan dimasyarakat dengan berperilaku layaknya laki-laki yang
normal, mulai dari gaya berpakaian hingga bahasa tubuh yang biasa dilakukan.
Apalagi dengan keadaan masyarakat yang masih menganggap bahwa perilaku gay
sangat bertentangan dengan norma-norma yang telah ada. Tapi informan juga
memberitahukan rahasianya kepada lingkungan sosial heteroseksual yang
dipercayainya dan dalam hubungan dengan kelompok sesama gay, informan
menjadi dirinya sendiri dengan tidak menutup-nutupi identitas aslinya karena
merasa memiliki nasib dan perasaan yang sama. Para informan leluasa untuk
bersosialisasi, tujuannya adalah mencapai suatu kebutuhan psikologis seperti
diterima, dihargai, memperoleh rasa aman dan nyaman serta afeksi (kasih sayang)
dan sebagainya.

viii
ABSTRACT

MUTMAINNAH SAID. Self Presentation of Gay in Makassar City, (guided by


Jeanny Maria Fatimah and Kahar)
The aims of this study were: (1) to know the gay self-presentation in the family
and social environment (2) to know the gay self-presentation within the gay
group.
This research was conducted for approximately three months, namely july-
september 2017 which was held in Makassar. The population of this study is the
gay people in the city of Makassar. Respondents of this study were determined by
purposive sampling based on certain criteria. This type of research using
qualitative methods by using the theory of Dramaturgy as the basis of research In-
depth interview techniques to resource persons to collect primary data. Secondary
data are obtained from good literature studies from books, and relevant internet
sites with a focus on the problem.
The results showed that the informant who is a gay in the city of Makassar,
presenting himself in the family is a normal boy with a style like a man in general.
Keeping their secret as gay is not known to the family, especially the parents. The
informants tried to cover up their identity in order to keep the family's good name.
In the social environment, the informants try to manage the impression to be
conveyed in the community by behaving like normal men, ranging from dress
styles to common body language. Especially with the state of society who still
think that gay behavior is very contrary to the norms that already exist. But the
informant also tells his secrets to the heterosexual social environment he believes
in and in relation to gay groups, the informant becomes himself by not concealing
his true identity because he feels the same fate and feelings. The informants are
free to socialize, the goal is to achieve a psychological need such as acceptable,
appreciated, gain a sense of security and comfort and affection (affection) and so
forth.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . .......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL DALAM ...........................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI ............................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................viii

ABTRACT ........................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 6
D. Kerangka Konseptual .......................................................................... 7
E. Defenisi Operasional ......................................................................... 13
F. Metode Penelitian .............................................................................. 14

BAB II TINJUAN PUSTAKA ........................................................................ 21

A. Komunikasi ....................................................................................... 21
B. Komunikasi Sosial . ........................................................................... 23
C. Komunikasi Interpersonal .................................................................. 24
D. Teori Dramaturgi ................................................................................ 25
E. Presentasi Diri ................................................................................... 29

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN................................................... 37

A. Orientasi Seksual ............................................................................... 37


1. Pengertian Homoseks dan Homoseksualitas ................................ 40
2. Tipe-tipe Homoseksual ............................................................... 41
3. Pengertian Gay atau Pria Homoseksual ....................................... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 48

A. Hasil Penelitian ................................................................................. 48

x
B. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................. 67
1. Panggung Pertunjukan Gay .......................................................... 70
a. Panggung Depan .................................................................... 71
b. Panggung Belakang................................................................ 77
C. Realitas Dramaturgi Kaum Gay ......................................................... 82

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 88

A. Kesimpulan ....................................................................................... 88
B. Saran .................................................................................................. 89

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 91

LAMPIRAN ...................................................................................................... 94

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada kodratnya Tuhan telah menciptakan manusia untuk hidup berpasang-

pasangan, dalam hal ini perempuan berpasangan dengan laki-laki. Idealnya seorang

lelaki akan berpasangan dan jatuh cinta pada seorang wanita begitu pula sebaliknya

wanita idealnya berpasangan dan jatuh cinta pada seorang lelaki. Seperti sebuah

keluarga terdiri dari seorang ayah yang berjenis kelamin lelaki, seorang ibu yang

berjenis kelamin wanita dan memainkan perannya sesuai dengan jenis kelaminnya

(Budiarty, 2011). Tapi pada kenyataannya tak dapat dipungkiri jika masih ada juga

yang memilih berpasangan dengan sesama jenis (Homoseksual), yang artinya mereka

telah melenceng dari konteks hidup yang telah lama tertanam dimasyarakat. Hal ini

pulalah yang menjadikan homoseksual sebagai momok tersendiri di masyarakat.

Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual yang berjenis kelamin sama secara

situasional dan berkelanjutan. Menurut Ensiklopedia Indonesia, Homoseksual adalah

istilah untuk menunjukkan gejala-gejala adanya dorongan seksual dan tingkah laku

terhadap orang lain berjenis kelamin sama.

Sejarah homoseksualitas berawal dari mamalia. Kegagalan pejantan dalam

menarik perhatian betina dimana pejantan harus memiliki daerah kekuasaan atau

wilayah yang sebelumnya diperebutkan melalui pertarungan dengan pejantan lain.

Pejantan yang menang tentunya akan senang karena ia bisa mendapatkan banyak

1
2

perhatian betina dan melampiaskan nafsunya, sementara pejantan yang kalah harus

mencari daerah lain untuk dikuasai tetapi melalui sebuah pertarungan lagi dengan

pejantan lain. Di sisi lain, nafsu yang sudah memuncak tidak bisa ditahan lagi oleh

sang jantan, maka ketika itu sang jantan yang kalah akan mencari pejantan yang juga

sama-sama kalah dalam pertarungan dan melampiaskannya. Di sinilah terjadi praktek

homoseksual yang terjadi pada mamalia.

Sekarang ini banyak mencuat nama LGBT atau dengan kata lain Lesbian,

Gay, Biseksual dan Trans Gender, mengingat banyak artis internasional maupun artis

nasional yang mendukung gerakan yang mempunyai bendera khas pelangi. Di

Indonesia komunitas LGBT pun merajalela, sampai akhir 2013 terdapat dua jaringan

nasional organisasi LGBT yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi. Pertama,

yakni Jaringan Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL-INA) didirikan pada Februari

2007. Jaringan ini didukung organisasi internasional. Jaringan kedua, yaitu Forum

LGBTIQ Indonesia, didirikan pada 2008. Jaringan ini bertujuan memajukan program

hak-hak seksual yang lebih luas dan memperluas jaringan agar mencakup organisasi-

organisasi lesbian, wanita biseksual, dan pria transgender (Syalaby, 2016).

Fenomena homoseksual saat ini makin menjadi buah bibir diberbagai negara.

Di Indonesia sendiri yang menjunjung tinggi adat ketimurannya menganggap

homoseksual sebagai penyakit dan dianggap tabu di masyarakat. Sebagian

masyarakat Indonesia masih menganggap kaum homoseksual sebagai penyimpangan

seksual yang belum secara umum dan belum diterima dimasyarakat (Puspitosari &

Pujileksono, 2005: 44). Ketidaktahuan masyarakat terhadap perbedaan orientasi


3

seksual menjadikan homoseksual dinilai negatif. Sampai saat ini masyarakat masih

menolak kaum homoseksual yang orientasi seksualnya berbeda dengan yang ada pada

masyarakat umumnya. Hal ini membuat kaum homoseksual cenderung menutup diri.

Homoseksual terdiri dari gay yaitu laki-laki yang secara seksual tertarik

terhadap laki-laki dan lesbi adalah perempuan yang secara seksual tertarik terhadap

perempuan. Perdebatan terhadap kaum homoseksual baik gay maupun lesbi

membuahkan sikap negatif dari lingkungan sosial. Akan tetapi sikap negatif oleh

masyarakat lebih kuat terhadap kaum gay daripada kaum lesbian (Knox, 1984). Hal

ini disebabkan karena keberadaan kaum gay lebih teramati dan terlihat dalam

kehidupan sehari-hari sehingga masyarakat semakin bersikap negatif dengan harapan

mereka hilang dari kehidupan sosial (Bonan, 2003 & Pace, 2002).

Perkembangan jumlah homoseksual di Indonesia tiap tahunnya bertambah.

Data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria di Indonesia pada suatu waktu

terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian masih aktif

melakukannya (Pranata, 2015). Hasil survey YPKN (Yayasan Pendidikan Kartini

Nusantara) menunjukkan, ada 4000 hingga 5000 penyuka sesama jenis di Jakarta.

Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa

Timur adalah homo. Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar

lainnya. Dr. Dede Oetomo, aktivis gay dan telah hidup selama 18 tahun dengan

pasangan homonya, memperkirakan secara nasional jumlahnya mencapai 1% dari

total penduduk Indonesia. (Gatra, 2003).


4

Di berbagai media di Indonesia juga telah mengenalkan sifat homoseksual,

seperti yang ada dibeberapa film produksi anak bangsa. “Arisan” yang tayang pada

tahun 2003, aktor papan atas Tora Sudiro yang berperan sebagai Sakti seorang pria

yang berusaha menutupi identitasnya sebagai gay dan dia sendiri jatuh cinta dengan

tokoh yang juga gay bernama Nino diperankan Surya Saputra. Film berikutnya

tayang tahun 2007, film yang menceritakan kisah kehidupan remaja berjudul “Coklat

Strowberi”. Di film ini diceritakan mengenai kehidupan sepasang pria gay yang

tinggal satu rumah dan diperankan oleh aktor Nino Fernandez yang

mempresentasikan seorang laki-laki biseksual yang cenderung mempunyai sifat gay

walaupun terlihat jantan, sixpack dan berotot. Sedangkan pasangannya, Mario

Merditia memerankan tokoh gay yang ngondek, feminim dan kemayu, khas dan

memang sangat gay.

Fenomena kaum gay di Kota Makassar sudah lama ada. Jumlah gay yang

tercatat sebanyak 500 orang, sementara itu waria terdata 15.000 orang (Mutmainnah

MB, 2012). Jumlah yang tidak sedikit, bahkan diperkirakan jumlah gay di kota

Makassar lebih dari yang terdata karena beberapa dari mereka masih malu untuk

menyatakan diri gay dan beberapa lagi mengalami kebingungan terhadap sexual

orientation-nya (mereka menginginkan menjadi normal tetapi jiwa mereka tidak

demikian).

Semakin berkembangnya keberadaan kaum gay dan penolakan dari

masyarakat dengan keberadaan pelaku homoseksual dan pada realitasnya masyarakat

selalu menyisihkan mereka dengan tidak sebagaimana semestinya, karena masyarakat


5

menganggap para pelaku homoseksual berlaku tidak sesuai dengan norma-norma

yang berlaku. Sehingga para pelaku homoseksual sering melakukan tindakan-

tindakan yang mereka rasa menyelamatkan diri mereka sendiri. Seperti contoh

melakukan sandiwara atau mengelola kesan dengan sebaik mungkin, untuk

mendapatkan pengakuan yang baik dan tetap diterima menjadi bagian dari anggota di

lingkungan tempat dia berada. Apalagi saat ini pemeritah Kota Makassar mengadakan

Program Jagai Anak’ta yang salah satunya adalah menerima pengaduan Masyarakat

mengenai perilaku LGBT yang terjadi disekitar lingkungannya (Hidayatullah, 2017)

Program pemerintah Kota Makassar tersebut menghimbau agar masyarakat

yang terganggu dengan perilaku Lesbian, Gay, Transgender dan Biseksual melapokan

hal tersebut ke pihak berwajib. Sehingga para kaum gay khususnya mencoba untuk

membentuk gambaran idealis mengenai diri mereka sendiri misalnya, di lingkungan

keluarga dan di depan umum. Karena mereka merasa bahwa mereka harus

menyembunyikan sesuatu dalam perbuatan mereka. Tetapi dalam kehidupan sosial

masyarakat Bugis Makassar mengenal adanya lima identifikasi gender menurut Alwi

Rahman yang merupakan dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin,

yakni jempol adalah bura’ne (laki-laki), kelingking adalah makunrai (perempuan),

telunjuk adalah calabai (waria), jari manis adalah calalai (tomboi), dan jari tengah

untuk bissu. (Rusdianto, 2016)

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan di Kota

Makassar, selain masih tidak dilegalkannya perilaku homoseksual di Indonesia

khususnya di Kota Makassar. Masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma yang
6

ada menganggap perilaku homoseksual khususnya gay sebagai hal yang salah dan

masih dianggap aneh, sehingga hal ini masih menjadi permasalahan yang sedikit

sensitif untuk diangkat. Perkembangan kaum gay di kota Makassar semakin

berkembang tetapi dari semuanya, banyak yang masih enggan menunjukkan jati diri

mereka yang sebenarnya dikarenakan norma-norma yang ada. Sehingga tanpa kita

sadari dalam realita kehidupan sehari-hari terdapat individu gay yang berinteraksi

dengan lingkungan sekitar kita. Karena keberadaan mereka yang tak tampak itulah,

sehingga orang normal susah untuk membedakannya.

Berangkat dari kecenderungan perilaku kaum gay dan latar belakang masalah

yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul :

“PRESENTASI DIRI KAUM GAY DI KOTA MAKASSAR”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka dapat di identifikasikan

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana presentasi diri kaum gay di dalam lingkungan keluarga dan di

lingkungan sosialnya?

2. Bagaimana presentasi diri kaum gay dalam kelompok sesama gay-nya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui presentasi diri kaum gay di keluarga dan lingkungan

sosialnya.
7

b. Untuk mengetahui presentasi diri kaum gay didalam kelompok gaynya.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan karya

ilmiah dan pengetahuan ilmu komunikasi khususnya dalam bentuk penelitian

kaum gay

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para peneliti

berikutnya sebagai media pembelajaran dan juga sebagai syarat meraih gelar

sarjana pada jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNHAS.

D. Kerangka Konseptual

Sesuatu yang terjadi berulang kali akan membentuk sebuah pola yang

sistematis. Dari pola tersebut, masyarakat dapat menilai sesuatu hal. Salah satunya

komunikasi, komunikasi sendiri terjadi saat ada dua orang atau lebih berinteraksi atau

bertukar pesan dan informasi.

Pada dasarnya pola komunikasi merupakan interaksi dua arah, dimana

seseorang yang terlibat di dalamnya berusaha menciptakan dan menyampaikan

informasi kepada penerima. Dalam hal ini sumber dan penerima harus

mengformulasikan, menyampaikan serta menanggapi pesan tersebut secara jelas,

lengkap dan benar. Pola komunikasi dapat menentukan jenis hubungan yang dimiliki

seseorang dan sejauh mana hasil dari interaksi yang terjadi.


8

Menurut Joseph A. Devito, pola komunikasi terbagi atas empat, yakni

komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan

komunikasi massa.

Komunikasi interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu

hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan dan keretakan suatu

hubungan. Komunikasi Interpersonal dalam konteks diadik atau dua orang,

merupakan komunikasi yang mewakili suatuan terkecil intraksi manusia dan dalam

banyak hal yang berlaku sebagai suatu micrikosmos bagi semua kelompok yang

lebih besar. Komunikasi diadik mencakup semua jenis hubungan manusia mulai dari

hubungan yang paling singkat dan biasa, yang sering kali diwarnai oleh kesan

pertama, hingga hubungan yang paling mendalam dan langgeng (L. Tubbs, 2000)

Pemahaman serupa juga dikemukakan oleh (Beebe, S.A., Beebe, S.J., 2008)

bahwa komunikasi interpersonal bersifat transaksional, dari sebuah hubungan

manusia yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Hubungan interpersonal

yang berkelanjutan dan terus menerus akan memberikan semangat, saling merespon

tanpa adanya manipulasi, tidak hanya tentang menang atau kalah dalam

berargumentasi melainkan tentang pengartian dan penerimaan.

Komunikasi interpersonal mengacu pada salah satu karakteristik komunikasi,

bahwa komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Para pelaku komunikasi tidak

harus hadir pada waktu dan tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk

teknologi komunikasi seperti telpon, internet dan lain sebagainya. Faktor ruang dan

waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi .


9

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang pesannya dikemas

dalam bentuk verbal maupun nonverbal seperti komunikasi pada umumnya

komunikasi interpersonal selalu mencakup dua unsur pokok yaitu isi pesan dan

bagaimana pesan tersebut disampaikan secara verbal maupun nonverbal. Dan ada tiga

prediksi analisis bertahap yang dilakukan dalam Komunikasi Antar Pribadi, yaitu

sosiologi, antropologi, dan psikologi. Analisis sosiologi dan antropologi cenderung

menghasilkan stereotype karena orang-orang yang terlibat dalam komunikasi bersifat

homophily (adanya kesamaan norma, nilai-nilai kemasyarakatan, budaya, dan

sebagainya), makan dengan tangan kanan, jangan melawan orang tua, duduklah

dengan sopan, perempuan mengenakan rok, laki-laki mengenakan celana, laki-laki

berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya perempuan berpasangan dengan laki-

laki. Sedangkan pada analisis psikologis, sudah melibatkan aspek empati atau sama

rasa senasib sepenanggungan atau orang-orang yang terlibat di kegiatan komunikasi

ini bersifat heterophily (perbedaan dalam sifat dan tingkah laku tetapi mampu

menyesuaikan satu sama lain), sehingga seringkali menghasilkan saling

menyesuaikan satu sama lain.

Seperti halnya penelitian ini yang menunjukkan bagaimana komunikasi

interpersonal yang dilakukan oleh kaum gay dengan lingkungan keluarga, sosial dan

sesamanya dalam mempresentasikan jati dirinya. Pesan yang disampaikan pun dapat

berupa pesan verbal dan nonverbal, menyesuaikan situasi, kondisi, dan tujuan

penyampaian pesan tersebut.


10

Kerangka konsep menggambarkan alur pikiran peneliti untuk memberikan

penjelasan kepada pembaca guna memperjelas maksud penelitian. Dalam hal ini,

fokus permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Presentasi

Diri Kaum Gay di kota Makassar?”

Realitanya dalam kehidupan di masyarakat terdapat orientasi seksual selain

heteroseksual yaitu homoseksual (gay dan lesbian). Karena orientasi seksual ini

bertentangan dengan nilai norma sosial serta agama yang ada di masyarakat

Indonesia. Sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dan pernikahan

yang dianggap sah dan diakui di Indonesia hanyalah pernikahan antar lawan jenis.

Sehingga pilihan orientasi seksual yaitu homoseksual sampai saat ini masih tidak

diakui oleh masyarakat Indonesia. Pria berpakaian perempuan saja tidak dibolehkan

apalagi hubungan sejenis.

Adanya pro dan kontra di masyarakat mengenai keberadaan gay, pada akhirnya

individu gay melakukan tindakan-tindakan berupa pengelolaan kesan dengan sebaik

mungkin dengan cara menyampaikan informasi berupa pesan verbal maupun simbol

nonverbal kepada penerima sesuai dengan yang mereka harapkan agar tetap dapat

diterima oleh orang lain meskipun mereka adalah seorang gay.

Untuk meneliti fenomena tersebut, maka dalam kajian penelitian ini penulis

menggunakan teori dramaturgis dari Erving Goffman. Dalam teori tersebut Goffman

mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan

suatu gambaran diri yang akan diterima oleh orang lain (Ritzer & Goodman, 2007:

298). Melalui proses dramaturgis, individu mempresentasikan diri untuk


11

menumbuhkan kesan tertentu di hadapan orang lain dengan cara menata perilaku agar

orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Dalam proses produksi identitas tersebut, dalam perspektif dramaturgis,

kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukkan di atas

panggung, yang menampilkan peran-peran yang dimainkan para aktor. Ketika

individu gay melakukan kegiatan untuk menumbuhkan kesan tertentu di hadapan

orang lain, terdapat wilayah yang menjadi sasaran dari individu gay dalam melakukan

pengelolaan kesan yang sesuai dengan situasi-situasi tertentu.

Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan”

(front region) dan wilayah belakang (back region). (Mulyana, 2010: 114). Wilayah

depan merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan individu gay bergaya

atau seperti sedang memainkan suatu peran diatas panggung sandiwara di hadapan

khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang (back stage) tempat pemain

sandiwara bersantai dan bisa menjadi diri sendiri sesuai dengan identitas seksualnya

tanpa harus bersandiwara.

Dalam dialektika proses tersebut terjadilah realitas sosial individu gay dalam

mempertunjukkan gambaran idealis mengenai diri mereka, sehingga hasil akhirnya

menghasilkan Presentasi Diri Kaum Gay di kota Makassar.


12

Gambar 1.1

Kerangka konseptual :

Kaum Gay

1. Presentasi diri kaum Gay dilingkungan


keluarga dan lingkungan sosial
(heteroseksual)
2. Presentasi diri kaum Gay di kelompok
pertemanan para Gay

Penerapan Teori

Teori Dramaturgis Erving Goffman

Presentasi Diri

Panggung Depan Panggung Belakang

Presentasi Diri Kaum Gay

di kota Makassar
13

E. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah batasan pengertian yang dijadikan pedoman

untuk melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan, misalnya penelitian. Oleh

karena itu, defenisi ini juga disebut defenisi kerja karena dijadikan pedoman

untuk melaksanakan suatu penelitian atau pekerjaan tertentu (Widjono,

2007:120)

Untuk menghindari penafsiran yang salah terhadap konsep-konsep yang

digunakan dalam skripsi ini, dipandang perlu untuk memberikan batasan

pengertian terhadap konsep-konsep tersebut :

1. Komunikasi adalah proses interaksi yang terjadi saat ada dua orang

atau lebih yang saling bertukar pesan maupun informasi.

2. Komunikasi Antar Pribadi adalah komunikasi yang terjalin antara

komunikan dengan komunikator secara mendalam.

3. Kaum Homoseksual yang dimaksud adalah gay yaitu laki-laki

yang secara seksual tertarik terhadap sesama jenisnya.

4. TOP adalah gay yang bertindak sebagai laki-laki.

5. BOT adalah gay yang bertindak sebagai perempuan.

6. Presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan

kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku

agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang

ia inginkan.
14

7. Wilayah depan (front stage), merupakan suatu panggung yang

terdiri dari bagian pertunjukkan (appearance) atas penampilan dan

gaya (manner). Di panggung inilah aktor akan membangun dan

menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan

dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan

merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang

sekiranya bisa diterima penonton.

8. Wilayah belakang (back stage), Merupakan panggung penampilan

individu di mana ia dapat menjadi dirinya sendiri.

9. Aktor disini adalah seorang gay

F. Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk

mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi adalah

suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian ( Mulayana, 2010: 115).

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian akan berlangsung sekitar empat bulan, yaitu mulai

pada bulan Juli hingga September 2017. Lokasi penelitian akan dilakukan di

Kota Makassar dan dibeberapa tempat yang telah disetujui oleh informan.
15

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini menggunakan penelitian Deskriptif Kualitatif yaitu

suatu prosedur penelitian dengan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan

atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari subyek itu sendiri.

3. Tehnik Pengumpulan Data

a. Primer

1. Wawancara Mendalam (Depth Interview)

Wawancara adalah pengumpulan data yang dalam pelaksanaanya

adalah mengadakan tanya jawab terhadap orang-orang yang erat

kaitannya terhadap permasalahan, baik tertulis maupun lisan guna

memperoleh masalah yang diteliti. Wawancara menurut Moeleong

(2003:186) adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang

dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer)

sebagai orang yang mengajukan pertanyaan dan yang di wawancarai

(interviewee) sebagai orang yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu.

Metode wawancara yang peneliti gunakan yaitu wawancara mendalam

karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Wawancara akan

dilakukan dengan informan yang telah dipilih dengan mengajukan

pertanyaan mulai dari yang umum hingga yang lebih mendalam.


16

2. Observasi

Selain wawancara mendalam, peneliti juga akan melakukan observasi

lapangan. Ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung proses

interaksi kaum gay tersebut dengan lingkungan sosialnya. Observasi

yang dilakukan adalah observasi tidak langsung dimana dalam

observasi ini peneliti hanya mengamati perilaku yang nampak saja.

b. Sekunder

Studi pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji beberapa

literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang dibahas baik

dalam bentuk searching internet maupun kepustakaan.

4. Teknik Penentuan Informan

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti

mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. S. Nasution

(1988) menjelaskan bahwa penentuan unit sampel (responden) dianggap telah

memadai apabila telah sampai kepada taraf “redundancy” (datanya telah

jenuh, ditambah sampel lagi tidak memberikan informasi yang baru), artinya

bahwa dengan menggunakan informan selanjutnya tidak lagi diperoleh

tambahan informasi baru yang berarti. Sampel pada penelitian kualitatif bukan

dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, partisipan, informan, teman

dan guru dalam penelitian (Moleang, 2003).

Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan


17

tertentu. Menurut Lincoln dan Guba (1985), dalam penelitian naturalistic

spesifikasi sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Ciri-ciri khusus sampel

purposive, yaitu 1) Emergent sampling design/ sementara, 2) Serial selection

of sample units/ menggelinding seperti bola salju (snowball), 3) Continuous

adjustment or “focusing” of the sample/ disesuaikan dengan kebutuhan, 4)

Selection to the point of redundancy/ dipilih sampai jenuh.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini peneliti menetapkan akan

menggunakan dua jenis informan yaitu informan utama dan informan

pendukung. Informan utama yaitu berasal dari individu gay yang ada di kota

Makassar dengan jumlah 3 (tiga) orang, sedangkan informan pendukung yaitu

seorang sahabat dari salah satu informan utama. Informan ini masih bersifat

sementara, tidak menutup kemungkinan bahwa informan yang akan peneliti

ambil akan bertambah atau berkurang pada saat peneliti mulai memasuki

lapangan dan selama penelitian berlangsung.

Adapun yang akan menjadi informan atau sumber informasi primer

dalam penelitian ini adalah dengan kriteria sebagai berikut:

1. Informan utama yaitu pelaku gay, dengan kriteria:

a. Secara tegas menyatakan bahwa dirinya seorang gay dan bukan

biseksual maupun heteroseksual.

b. Pelaku gay yang berada di wilayah kota Makassar.

c. Telah menjadi gay selama lima tahun.

d. Berumur minimal 20 tahun.


18

e. Bersedia untuk dijadikan informan.

f. Memberikan izin kepada peneliti untuk menulis dan meneliti informasi

yang diambil.

2. Informan pendukung, informan pendukung yang peneliti pakai dalam

penelitian ini yaitu seorang sahabat dari salah satu informan utama dalam

penelitian ini, dengan kriteria:

a. Informan merupakan teman atau sahabat dari informan utama.

b. Informan mengetahui identitas asli dari informan utama.

c. Informan menjaga rahasia tentang identitas asli informan utama

sebagai homoseksual dari orang lain.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke

komponen-komponenya dan kemudian menelaah hubungan masing-masing

komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut pandang. Data

yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Menurut Patton

(Moleong, 2001:103), analisis data adalah “proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”.

Tahapan ini dimaksud untuk menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil

wawancara, observasi tidak langsung dilapangan. Data yang telah diperoleh

dan terkumpul selanjutnya dianalisis sesuai dengan kelompok data baik data

primer maupun sekunder.


19

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan yang bersifat

kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang

menghasilkan data yang bersifat deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Moleong, 2003: 3). Dan

melakukan penafsiran data menggunakan tataran ilmiah atau logika. Adapun

jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang menggambarkan suatu objek yang berkenaan dengan masalah

yang diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antara variable penelitian.

Secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk

membuat panca indra (deskripsi) menggambarkan mengenai situasi-situasi

atau kejadian-kejadian sebagaimana adanya pada saat penelitian dilakukan

yang diakumulasikan data kasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak

untuk mencari atau mendapatkan makna dan implikasi dan data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Oleh karena itu,

pendekatan kualitatif lebih cocok dengan fokus penelitian, dimana penelitian

ini bukan dalam rangka pengujian hipotesis untuk memperoleh signifikansi

atau hubungan antar variabel, melainkan hanya untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya. Prosesnya diawali dengan

pengumpulan data dari berbagai sumber seperti yang tercantum dalam tehnik

pengumpulan data.

Data diperoleh dari Kaum Gay di Kota Makassar baik melalui

wawancara maupun dari proses pengamatan (observasi). Data yang diperoleh


20

kemudian dituangkan (display data) dalam uraian atau laporan lengkap dan

rinci. Penyajian data juga diperlukan agar peneliti mudah untuk melihat

gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

Setelah dilakukan display data, selanjutnya ditarik kesimpulan (conclusion)

dari data yang telah disajikan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi

Kata Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata

Latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare

yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah

istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan

akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu

pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Basrowi, 2002: 62). Carl

L. Hovland mendefinisikan komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang

(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk

mengubah perilaku orang lain (komunikate). Everett M. Rogers mendefinisikan

komunikasi adalah proses dimana suatu ide dilahirkan dari sumber kepada suatu

penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Mulyana,

2000: 62)

Dari pengertian komunikasi diatas, untuk memperjelasnya dapat dianalogikan

sesuai dengan objek kajian dalam penelitian ini yaitu kaum gay, yang menjadi

komunikator yang memungkinkan seorang gay (komunikator) untuk memberikan

rangsangan berupa lambanglambang verbal dan non verbal, di mana ketika kaum gay

memberikan rangsangan tersebut, individu itu berusaha untuk menumbuhkan kesan-

kesan tertentu yang sesuai dengan harapannya agar dapat mengubah perilaku

21
22

komunikannya, yang mungkin akan berubah menjadi menerimanya meskipun dia

gay.

Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan

orang lain niscahaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini

akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan

keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West

Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia

seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi.

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat

fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Wilbur Schramm

menyebutnya (dalam Cangara, 2006: 2) bahwa komunikasi dan masyarakat adalah

dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa

komunikasi tidak mungkinmasyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka

manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.

Apa yang mendorong manusia sehingga ingin berkomunikasi dengan manusia

lainnya. Teori dasar biologi menyebut adanya dua kebutuhan, yakni kebetuhan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Oleh karena itu, manusia melakukan berbagai cara agar dapat

mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya sesuai dengan apa yang menurut mereka benar.


23

B. Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial adalah kegiatan komunikasi yang diarahkan pada pencapaian

suatu situasi integrasi sosial. Komunikasi sosial sebagai salah satu fungsi komunikasi

adalah suatu proses sosialisasi untuk pencapaian stabilitas sosial, tertib sosial, dan

penerusan nilai-nilai lama dan baru yang diagungkan oleh suatu masyarakat. Melalui

komunikasi sosial inilah kesadaran masyarakat dipupuk, dibina dan diperluas, melalui

komunikasi sosial juga masalah-masalah sosial dipecahkan secara konsensus

(Bungin, 2008: 32). Komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi

itu penting untuk menbangun konsep diri kita, aktualisasi diri, kelangsungan hidup,

memperoleh kebahagian, terhindar dari tekanan dan ketegangan dan mempunyai

hubungan dengan orang lain.

Komunikasi sosial pada dasarnya adalah komunikasi kultur, karena dua istilah

sosial dan kultur bagaimana dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Budaya

menjadi perilaku komunikasi, dan komunikasipun turut menentukan, memelihara,

mengembangkan, dan mewariskan budaya (Bungin, 2008: 14) Menurut Hall

“komunikasi adalah budaya, sebaliknya budaya adalah mekanisme sosialisasi budaya

masyarakat baik secara horizontal (dari anggota masyarakat ke anggota masyarakat

lainnya), ataupun secara vertical (dari generasi ke generasi berikutnya). Laki-laki

tidak gampang menangis, dan tidak bermain boneka. Anak perempuan tidak bermain

pistol-pistolan, pedang-pedangan atau mobil-mobilan. Laki-laki berpasangan dengan

perempuan dan sebaliknya perempuan berpasangan dengan laki-laki.


24

C. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi

tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada

kerumunan orang (Wiryanto, 2004). Manusia membutuhkan komunikasi dengan

orang lain karena manusia merupakan makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan

orang lain. Oleh karena itu peneliti memilih untuk mengkaji komunikasi interpersonal

terhadap presentasi diri gay di kota Makassar adalah untuk mengetahui tujuan tertentu

terhadap pesan yang disampaikan oleh gay tersebut kepada orang lain. Sehingga

seorang gay akan memperlihatkan sosok-sosok tertentu yang akan dipahami oleh

orang yang melihatnya dari proses komunikasi interpersonal tersebut.

Komunikasi Interpersonal atau Komunikasi antar pribadi adalah sebuah

komunikasi yang dilakukan orang-orang secara tatap muka (face to face) yang

memungkinkan untuk mendapatkan respon secara langsung baik verbal maupun non-

verbal (Mulyana, 2008: 81). Ada 3 (tiga) prediksi analisis bertahap yang dilakukan

dalam Komunikasi Antar Pribadi, yaitu sosiologi, antropologi, dan psikologi

(Sihabuddin & Winangsih, 2012: 72) . Analisis sosiologi dan antropologi cenderung

menghasilkan stereotype karena orang-orang yang terlibat dalam komunikasi bersifat

homophily (adanya kesamaan norma, nilai-nilai kemasyarakatan, budaya, dan

sebagainya), makan dengan tangan kanan, jangan melawan orang tua, duduklah

dengan sopan, perempuan mengenakan rok, lakilaki mengenakan celana, laki-laki

berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya perempuan berpasangan dengan laki-

laki. Sedangkan pada analisis psikologis, sudah melibatkan aspek empati atau sama
25

rasa senasib sepenanggungan atau orang-orang yang terlibat di kegiatan komunikasi

ini bersifat heterophily (perbedaan dalam sifat dan tingkah laku tetapi mampu

menyesuaikan satu sama lain), sehingga seringkali menghasilkan saling

menyesuaikan satu sama lain.

D. Teori Dramaturgi

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dramaturgi dari Erving

Goffman, salah satu pakar sosiologi yang terkenal pada abad ke-20 menggunakan

sebuah metafora dramatis untuk menjelaskan bagaimana para pelaku komunikasi

menghadirkan dirinya. Teori dramaturgi menurut Goffman yaitu, bahwa ketika orang-

orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima

orang lain sesuai dengan apa yang diharapkan (Ritzerdmgood, 2007: 298). Ia

menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan kesan” yaitu teknik-teknik yang digunakan

aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai

tujuan tertentu. Upaya pengelolaan kesan untuk membangun identitas dirinya dalam

upaya menjaga kerahasiaan yang ada di dalam dirinya tersebut. sehingga mereka

mengelola kesan sebaik mungkin agar orang lain menganggap mereka dengan

sebagaimana mestinya.

Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan

untuk presentasi diri ini, termasuk busana yang aktor pakai, tempat aktor tinggal, cara

aktor berjalan dan berbicara, dan juga pekerjaan yang aktor lakukan. Memang segala
26

sesuatu yang terbuka mengenai diri aktor atau pelaku komunikasi sendiri dapat

digunakan untuk memberi tahu orang lain siapa dia.

Aktor melakukan hal itu dari situasi ke situasi. Seperti halnya subjek dalam

penelitian ini yaitu kaum gay, mereka juga berusaha untuk menyesuaikan diri mereka

dengan menampilkan citra diri mereka kepada orang lain yang sesuai dengan

lingkungan sosialnya. Upaya penyesuaian diri itu disebut juga pengelolaan kesan.

Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai

pertunjukkan (performance). Pertunjukkan itu dilakukan untuk meyakinkan orang

lain agar menganggap aktor sesuai dengan apa yang aktor harapkan. Menurut

Goffman, kehidupan sosial bagaikan teater yang memungkinkan sang aktor

memainkan berbagai peran diatas suatu atau beberapa panggung. Dalam perspektif

dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang mirip dengan

pertunjukkan diatas panggung, yang menampilkan peran-peran yang dimainkan para

aktor. Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan”

(front region) dan “wilayah belakang” (back region).

Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan individu

bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka seperti sedang memainkan

perannya diatas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya,

wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau

tempat pemain sandiwara bersantai dengan kehidupan di panggung belakangnya,

contohnya mereka akan merasa lebih santai dan menjadi diri mereka yang apa adanya
27

dengan gaya bicara, dan perilaku yang tidak ada yang disembunyikan, seperti halnya

pada saat mereka berada di lingkungan pada panggung depan mereka.

Dalam usaha untuk mempresentasikan dirinya, terkadang sang aktor

menghadapi kesenjangan antara citra diri yang ia inginkan dilihat orang lain, dan

identitas yang sebenarnya, karena ia memiliki stigma (cacat), baik stigma fisik (orang

buta, orang lumpuh, orang pincang, bertangan atau berkaki satu) ataupun stigma

sosial (mantan pembunuh, mantan perampok, gay, lesbian, dan sebagainya). Buku

Goffman, stigma, menelaah interaksi dramaturgis antara orang-orang yang memiliki

stigma dan orang-orang normal. Sifat interkasi itu bergantung pada jenis stigma.

Dalam kasus stigma fisik, aktor mengasumsikan bahwa khalayak mengetahui bahwa

aktor memang secara fisik berbeda dengan mereka, sedangkan dalam kasus stigma

sosial khalayak tidak mengetahui dan melihatnya, misalnya homoseksual. Bagi aktor

yang memiliki stigma fisik, problem dramaturginya adalah menegelola ketegangan

yang berasal dari fakta bahwa orang lain mengetahui cacat fisik sang aktor,

sedangkan bagi aktor dengan stigma sosial, problem dramaturgisnya adalah

mengelola informasi agar stigma sosial tersebut tetap tersembunyi bagi khalayak,

misalnya gay (Mulyan, 2010 : 122).

Pemahaman Mengenai Dramaturgi

Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori

Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk

mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan arti
28

kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada demi memelihara keutuhan

diri.

Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog

yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul The

Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman

memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Yakni

memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama

yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Pikiran Goffman apa yang

disebutnya sebagai “ketidaksesuaiaan antara diri manusiawi kita dan diri kita

sebagai proses sosialisasi”. Misalnya menurut Goffman bahwa diri bukan milik sang

aktor tetapi lebih sebagai hasil interaksi dramatis antara aktor dengan penonton.

Berarti diri (self) merupakan pengaruh dramatis dari pementasan teatrikal yang

ditampilkan. (Bahfiarti, 2011: 160)

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Goffman melihat banyak kesamaan

antara pementasan teater dan berbagai jenis peran yang kita mainkan dalam interaksi

dan tindakan sehari-hari. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan

dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan

bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi.

Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih

luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya

melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol.

Perhatian utama Goffman terletak di bidang interaksi. Ia menyatakan, karena orang


29

umumnya mencoba mempertunjukkan gambaran idealis mengenai diri mereka sendiri

di depan umum, maka tanpa terelakkan mereka merasa bahwa mereka harus

menyembunyikan sesuatu dalam perbuatan mereka. (Ritzer dan Goodman, 2007

:299).

Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan penafsiran “konsep-

diri”, di mana Goffman menggambarkan pengertian diri yang lebih luas daripada

Mead (menurut Mead, konsep-diri seorang individu bersifat stabil dan sinambung

selagi membentuk dan dibentuk masyarakat berdasarkan basis jangka panjang).

Sedangkan menurut Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer, dalam arti bahwa

diri bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peran-peran

sosial yang berlainan, contohnya pada saat individu homoseksual berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya, mereka tidak hanya berinterkasi dengan lingkungan

keluarganya saja, akan tetapi dengan lingkungan sosial lainnya dengan situasi dan

identitas sosial yang mungkin berbeda sehingga memungkinkan untuk memainkan

peran-peran sosial yang berlainan. Berkaitan dengan interaksi, definisi situasi bagi

konsep-diri individu tertentu dinamakan Goffman sebagai presentasi diri.

E. Presentasi Diri

Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi

para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan

tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada ( Mulyana, 2010 : 110-111).
30

Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan

kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain

memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses

produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan

mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung

identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.

Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik personal dan

tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai

tujuannya tersebut, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang

mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor dalam

drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kemudian

ketika perangkat simbol dan pemaknaaan identitas yang hendak disampaikan itu telah

siap, maka individu tersebut akan melakukan suatu gambaran-diri yang akan diterima

oleh orang lain. Upaya itu disebut Goffman sebagai “pengelolaan kesan” (impression

management), yaitu teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan

tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyana, 2010:

112).

Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan

untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita kenakan, tempat kita tinggal, rumah

yang kita huni berikut cara kita melengkapinya (furnitur dan perabotan rumah), cara

kita berjalan dan berbicara, pekerjaaan yang kita lakukan dan cara kita menghabiskan

waktu luang kita Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan
31

kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap diri

kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang lain mengenai siapa kitam

( Mulyana, 2010: 112).

Dalam konsep dramaturgi, Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang

lain itu sebagai pertunjukkan (performance), yakni presentasi diri yang dilakukan

individu pada ungkapan-ungkapan yang tersirat, suatu ungkapan yang lebih bersifat

teateris, kontekstual, non-verbal dan tidak bersifat intensional. Dalam arti, orang akan

berusaha memahami makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang

lain, baik yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan (Ibid:

114)

Menurut Goffman, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu melakukan

permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non-

verbal inilah yang menurut Goffman harus dicek keasliannya. Ketika individu akan

mempengaruhi khalayak penontonnya mengenai konsep ideal mengenai dirinya

terdapat sebuah panggung pertunjukkan, di mana ia akan memainkan sebuah peran

dalam panggung pertunjukan itu.

Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya sebagai aktor dan

masyarakat adalah penontonnya. Jadi kehidupan dapat juga diartikan sebagai

panggung pertunjukkan, misalnya untuk subjek dalam penelitian ini yaitu kaum gay.

Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia akan menggunakan simbol-simbol

yang relevan untuk memperkuat identitas karakternya, namun ketika individu tersebut
32

telah habis masa pementasannya, maka di belakang panggung akan terlihat tampilan

seutuhnya dari individu tersebut.

1. Panggung Pertunjukan

Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang

mirip dengan pertunjukkan diatas panggung yang menampilkan peran-peran yang

dimainkan para actor ( Mulyana, 2010 : 114). Menurut Goffman, kehidupan sosial itu

dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back

region).

Goffman melihat ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas

panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) drama kehidupan.

Kondisi akting di panggung depan adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan

kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha memainkan

peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita.

Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan membuat drama

yang berhasil. Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan di mana kita berada

di belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita dapat

berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita

bawakan.

Lebih jauh untuk memahami konsep dramaturgi, analogi kaum gay adalah

sebagai contoh. Seorang gay senantiasa mempunyai dua sisi kehidupan yang berbeda

ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Dia berupaya melakukan teknik-

teknik pengelolaan kesan yang baik, sehingga dapat diterima dilingkungan sosial
33

tempat dia berada pada saat itu, meskipun dia seorang gay. Karena akan sangat

beresiko jika kuam gay tersebut tertangkap basah dengan identitas aslinya ketika

berada di lingkungan yang mayoritas heteroseksusal, karena akan menimbulkan

kesan negatif.

Terdapat suatu resiko yang besar ketika panggung belakang atau “privat” dari

seorang individu bisa diketahui orang lain. Mengingat dalam hal ini, panggung

tersebut bersifat rahasia, maka hal yang wajar bagi individu untuk menutupi

panggung privat tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”.

Lebih jelas akan dibahas dua panggung pertunjukan dalam kajian dramaturgi:

a. Front Stage (Panggung Depan)

Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan

(appearance) atas penampilan dan gaya (manner). Di panggung inilah aktor

akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan

ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan

merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya

bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam

pertunjukkan mereka ( Basrowi, 2002: 51).

Menurut Goffman, aktor menyembunyikan hal-hal tertentu tersebut

dengan alasan:

1) Aktor mungkin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi,

seperti meminum minuman keras, yang dilakukan sebelum pertunjukan, atau


34

kehidupan masa lalu, seperti pecandu alkohol, pecandu obat bius atau perilaku

kriminal yang tidak sesuai dengan panggung pertunjukan.

2) Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang terjadi saat persiapan

pertunjukan, juga langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki

kesalahan tersebut. Misalnya, supir taksi mulai menyembunyikan fakta ketika

ia salah mengambil arah jalan.

3) Aktor mungkin merasa perlu menunjukkan hanya produk akhir dan

menyembunyikan proses memproduksinya. Misalnya dosen memerlukan

waktu beberapa jam untuk memberikan kuliah, namun mereka bertindak

seolah-olah mereka telah lama memahami materi kuliah itu.

4) Aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan untuk

membuat produk akhir itu dari khalayak. Kerja kotor itu mungkin meliputi

tugas-tugas yang “secara fisik” kotor, semi-legal, kejam dan menghinakan.

5) Dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan

standar lain. Akhirnya aktor mungkin perlu menyembunyikan hinaan,

pelecehan atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukan dapat

berlangsung.

Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian yaitu front

pribadi, dan setting yakni situasi fisik yang harus ada ketika aktor harus

melakukan pertunjukkan. Tanpa setting, aktor biasanya tidak dapat melakukan

pertunjukkan. Misalnya: seorang mahasiswa yang memerlukan ruangan kelas,

seorang satpam memerlukan pos jaga, dan seorang pemain sepak bola
35

memerlukan lapangan bola. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang dapat

dianggap khalayak sebagai perlengkapan aktor yang dibawa ke dalam setting.

Misalnya seorang satpam memerlukan seragam satpam dan pentungan yang

harus dibawa (Mulyana, 2010 : 114).

b. Back Stage (Panggung Belakang)

Merupakan panggung penampilan individu di mana ia dapat

menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya. Di panggung inilah segala

persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di lapangan,

untuk menutupi identitas aslinya. panggung ini disebut juga panggung pribadi,

yang tidak boleh diketahui oleh orang lain.

Dalam arena ini individu memiliki peran yang berbeda dari front stage,

ada alasan-alasan tertentu di mana individu menutupi atau tidak menonjolkan

peran yang sama dengan panggung depan. Di panggung inilah individu akan

tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya.

Di panggung inilah, aktor boleh bertindak dengan cara yang berbeda

dibandingkan ketika berada di hadapan penonton, jauh dari peran publik. Di

sini bisa terlihat perbandingan antara penampilan “palsu” dengan keseluruhan

kenyataan diri seorang aktor. Panggung belakang biasanya berbatasan dengan

panggung depan, tetapi tersembunyi dari pandangan khalayak. Ini

dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukkan, dan oleh karena itu,

khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang, kecuali


36

dalam keadaan darurat.Suatu pertunjukkan akan sulit dilakukan bila aktor

membiarkan khalayak berada di panggung belakang. Baik panggung depan

ataupun panggung belakang tidaklah merujuk kepada suatu tempat fisik yang

tetap. Misalnya kaum gay yang berinteraksi tidak hanya dengan lingkungan

pertemanannya saja, tetapi dapat juga berinteraksi dengan lingkungan

keluarga, lingkungan tempat tinggal, bahkan lingkungan gaynya. Di mana

dalam setiap tempat, mereka akan mengelola kesan sesuai dengan situasi-

situasi tertentu yang ada.

Maka, melalui kajian mengenai presentasi diri yang dikemukakan oleh Goffman

dengan memperhatikan aspek front stage dan back stage, upaya untuk menganalisa

pengelolaan kesan yang dilakukan oleh homoseksual dapat semakin mudah untuk

dikaji dalam perspektif dramaturgi. Karena walau bagaimanapun, manusia tidak

pernah lepas dalam penggunaan simbol-simbol tertentu dalam hidupnya.


BAB III

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Orientasi Seksual

Orientasi seksual menunjuk kepada situasi di mana seseorang mengalami

ketertarikan dan memperoleh kenikmatan seksual dengan lawan jenis atau sesama

jenis.23 (Raho, 2014: 211) Pada umumnya orientasi seksual pada manusia bersifat

heteroseksual (hetero adalah kata Yunani yang berarti “yang lain”). Artinya orang

merasa tertarik dengan lawan jenis. Namun demikian ada orientasi seksual yang

bersifat homo-seksual di mana orang merasa tertarik dengan lawan jenis seks yang

sama (homo adalah kata Yunani yang berarti “sama”). Orientasi seksual secara garis

besar dapat dibedakan menjadi :

a. Heteroseksual, yaitu orang yang tertarik secara emosi dan seksual terhadap

lawan jenisnya. Perempuan dengan Laki-laki maupun sebaliknya.

b. Homoseksual, yaitu orang yang tertarik secara emosi dan seksual terhadap

sesama jenisnya. Gay adalah istilah untuk homoseksual laki-laki, dan lesbian

adalah istilah untuk homoseksual perempuan.

c. Biseksual, yaitu orang yang tertarik secara emosi dan seksual terhadap lawan

dan sesama jenisnya.

Meskipun kebanyakan kebudayaan mendukung orientasi seksual yang bersifat

heteroseksual, namun ada juga orang-orang yang mentolerir atau bahkan mendukung

orientasi seksual yang homoseks atau dalam bahasa lainnya LGBT. Namun karena

homoseksualitas tidak mungkin menjalankan fungsi reproduksi maka tidak banyak

37
38

kebudayaan yang mendukung adanya homoseksualitas ini. Bahkan ada banyak

kebudayaan yang menganggap kaum homo sebagai deviant. Dewasa ini secara

teoritis masyarakat umumnya sudah menerima adanya kaum waria. Tetapi dalam

kenyataannya, perlakuan terhadap mereka masih bersifat diskriminatif. Prejudice dan

tindakan diskriminatif ini menyebabkan banyak dari kaum mereka tidak

menampilkan diri secara terbuka.

Realitanya dalam kehidupan masyarakat Indonesia hanya ada dua jenis kelamin

yang diakui yaitu laki-laki dan perempuan. Dimana konsep jenis kelamin atau seks

mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, pada perbedaan

antara tubuh laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dikemukakan moored dan

Sinclair (1995:117). “sex refers to the biological differences between men and

women, the result of differences in the choromosomes of the embryo”.

Definisi konsep seks tersebut menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh

perbedaan kromosom pada janin.

Dengan demikian, mana kala kita berbicara mengenai perbedaan Jenis kelamin

maka kita akan membahas perbedaan biologis yang umumnya dijumpai antara kaum

laki-laki dan perempuan, seperti perbedaan pada bentuk, tinggi, serta berat badan,

pada struktur organ reproduksi dan fungsinya, pada suara, pada bulu badan, dan lain

sebagainya. Sebagaimana dikemukakan oleh kerstan (1999), jenis kelamin bersifat

biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tidak dapat diubah.

Contoh yang diberikannya, hanya perempuanlah yang dapat melahirkan; hanya

laki-lakilah yang dapat menjadikan seorang perempuan hamil.


39

Orientasi seksual dalam kelompok sosial manusia mempunyai cara-cara untuk

menentukkan berbagai aturan termasuk aktivitas biologis yang menyangkut hubungan

kekerabatan dan norma-norma sosial dan budaya yang berlaku dalam kelompok

tersebut meliputi hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang. Aturan-aturan dalam

seksualitas sebagai bentuk ekspresi dalam konstruksi sosial berarti masyarakatlah

yang mengorganisisir dan mengatur seksualitas dalam berbagai hal dan menjadikan

seseorang seksualis.

Seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang mengalami, menghayati, dan

mengekspresikan diri sebagai makhluk seksual, bagaimana seseorang berpikir,

merasa dan bertindak berdasarkan posisinya sebagai makhluk seksual, yaitu

bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui

tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku yang halus

seperti isyarat gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata termasuk

pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi. Jadi seksualitas manusia (human sexuality)

merupakan topik yang kompleks dan sensitif. Ruang lingkupnya meliputi perilaku,

sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan norma, orientasi dan sebagainya.

Seksualitas adalah realitas yang dibangun secara sosial dan tidak sama pada

setiap orang. Seksualitas diciptakan oleh budaya dengan mendefinisikan beberapa

perilaku yang berhubungan dengan seksual serta dipelajari dari skrip yang ada di

masyarakat. Seksualitas adalah sebagai identitas seseorang.


40

Menurut Foucault, seksualitas adalah efek akhir, produk, pengawasan akhir

masyarakat, diskusi, klarifikasi dan regulasi jenis kelamin. Seksualitas seseorang

pada dasarnya terdiri dari (Demartoto, 2010: 4).

a. Identitas seksual (seks biologi) berupa gradasi kejantanan dan kebetinaan.

b. Perilaku (peran) gender baik sebagaimana ditentukan oleh budaya atau berupa

pilihan sendiri atau berupa pilihan sendiri yang bertentangan dengan budaya

itu.

c. Khusus pada masyarakat modern, ada orientasi (preferensi) seksualitas yang

menyimpang ataukah mematuhi budaya. (Sprecher dan Mc Kinney,1993).

Seksualitas menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam

bentuk perilaku yang beraneka ragam.

1. Pengertian Homoseks dan Homoseksualitas

Homoseksual adalah salah satu bentuk femonema penyimpangan orientasi

seksual yang dialami oleh seorang individu dengan menyukai sesama jenisnya.

Secara definitif pengertian dari homoseksual dapat dilihat dalam pengertian sebagai

berikut:

a. Homoseks dan Homophili adalah orang yang orientasi atau pilihan seks pokok

atau dasarnya, entah diwujudkan atau tidak, diarahkan kepada sesama jenis

kelaminnya (Utomo, 2001:6). Kees Mass mengatakan bahwa istilah homoseks

kurang tepat karena pengertiannya terlalu menekankan aspek seksual dalam

arti yang sempit. Ia menganjurkan menggunakan istilah homophili. Ia

memberi pengertian homophili adalah seseorang yang tertarik atau jatuh cinta
41

kepada orang yang berjenis kelamin sama, dengan tujuan mengadakan

persatuan hidup, baik untuk sementara maupun untuk selamanya. Dalam

persatuan ini, mereka menghayati cinta dan menikmati kebahagiaan seksual

yang sama seperti dialami oleh orang heteroseksual.

b. Pengertian yang lain tentang homoseks dapat dilihat dari Dede Oetomo, 2001

mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan homoseks adalah orang-orang

yang orientasi atau pilihan seks pokok atau dasarnya, entah diwujudkan atau

dilakukan maupun tidak, diarahkan sesama jenis kelaminnya. Atau dengan

kata lain secara emosional dan secara seksual tertarik pada laki-laki.

2. Tipe-Tipe Homoseksual

Tanpa disadari homoseksual juga memiliki tipe-tipe tersendiri. Itu semua

disadari dengan orientasi seksual yang berbeda-beda dari masing-masing individu

tersebut. Dalam penelitian ini terdapat 6 (enam) tipe homoseksual yang ada.

Semua itu mencerminkan masing-masing kepribadian dari homoseksual itu

sendiri. Baik itu dari tipe homoseksual yang telah berani mengungkapkan diri

mereka, sebaliknya juga terdapat tipe homoseksual yang masih tertutup dalam

masalah pengungkapan diri mereka. Berikut tipe-tipe homoseksual yang ada (Akbar,

2011 : 32)

a. The Blatant Homoseksual

Mereka dikenali dengan dengan penampilan mereka yang kewanita-wanitaan.

Digambarkan sebagai pria yang lemah atau yang dianggap sebagai tipe sissy,

kata itu dimaksudkan untuk menunjukkan perilaku mereka yang secara aneh
42

sebagai kewanita-wanitaan. Termasuk juga dalam kategori ini tipe yang

disebut sebagai leather boy, yaitu mereka yang dengan sengaja

memperlihatkan sadomakistik dari homoseksualitasnya, seperti memakai jaket

kulit, rantai sepatu bot, dan lain-lain. Sedangkan kaum homoseks yang tidak

Nampak secara nyata atau tidak cenderung menunjukkan homoseksualitasnya,

dikategorikan sebagai tipe boyish.

b. The Desperate Homosexual

Kaum homoseksual yang mencari partner seksualnya di toilet umum atau

tempat-tempat mandi uap (sauna). Mereka biasanya kurang mampu atau

kurang suka untuk menjalin hubungan homoseksual yang serius untuk jangka

panjang. Setengah dari mereka diketaui telah menikah dan istrinya tidak

mengetahui perilaku homoseksual suaminya tersebut.

c. The Secret Homosexual

Tipe ini ditunjukkan kepada homoseksual yang biasanya menikah dan

berusaha menyembunyikan perilaku homoseksualnya dari lingkungannya.

Mereka pandai menyembunyikan perilaku sehingga tidak tampak berbeda dari

orang lain di lingkungannya. Hidupnya dalam ketakutan dan kegelisahan yang

terus menerus sehingga seringkali berakibat fatal baginya. Para ahli

menyebutnya sebagai egodystonic homosexuality, yaitu homoseksual yang

mengalami konflik batin dan tidak dapat menerima serta merasa tertekan

terhadap pilihan orientasi seksual yang dimilikinya.


43

d. The Situational Homosexual

Individu yang karena situasi tertentu terlibat dalam perlikau homoseksual

tanpa sepenuh hati. Mereka mungkin terlibat dalam kegiatan homoseksual

selama dipenjara, lembaga-lembaga atau pada situasi dimana kesempatan

untuk melakukan kegiatan heteroseksual tidak memungkinkan.

e. The Adjusted Homosexual

Ditunjukkan kepada homoseksual yang sudah dapat menerima orientasi

homoseksualnya. Dia aktif dalam berbagai organisasi homoseksual dan sering

berada di dalam komunitas homoseksual. Banyak dari mereka yang berusaha

untuk membentuk hubungan homoseksual yang stabil tetapi tidak berlangsung

lama, sekitar satu tahun. Para ahli menyebut mereka dengan istilah ego-

syntonic homosexuality.

f. The Homosexual Prostitute

Biasanya mereka yang tidak menganggap dirinya homoseksual. Tetapi

menjual jasa seksualnya kepada pasangan homoseks atau menjadi pelacur itu

telah berhasil secara finansial, biasanya mereka tidak akan berperilaku lagi

demikian. Jadi, perilaku homoseksualnya merupakan suatu usaha ekonomis,

dan mereka sendiri umumnya sanggup memelihara identitasnya sebagai pria

biasa di masyarakat.
44

3. Pengertian Gay atau Pria Homoseksual

Gay, istilah ini menunjuk pada homophili laki-laki. Gay berarti orang yang

memiliki rasa ketertarikan terhadap sesama jenis laki-laki. Istilah ini muncul ketika

lahir gerakan emansipasi kaum homoseks (laki-laki maupun perempuan) yang dipicu

oleh Peristiwa Stonewall di New York pada tahun 60-an. Istilah gay ini mengacu

pada gaya hidup, suatu sikap bangga, terbuka, dan kadang-kadang militan terhadap

masyarakat. Orang yang menyebut diri gay, ke-gay-annya itu dianggap mencakupi

keseluruhan pribadinya (Oetomo, 2001: 6).

Dalam mendifinisikan homoseksualitas, ada tiga macam kategori, yaitu

homoseksualitas sebagai perilaku, orientasi erotic, dan sebagai identitas. Pada level

perilaku, homoseksualitas adalah kontak seksual antara dua orang berjenis kelamin

sama. Menurut Alfred C. Kinsley, homoseksualitas adalah hubungan fisik maupun

psikis antara dua individu yang berjenis kelamin sama (Iwan, 2001: 63).

Sementara pada level orientasi erotis, homoseksualitas adalah orientasi erotis

atau ketertarikan fisik terhadapa seseorang berjenis kelamin sama. Orientasi erotis

dan perilaku merupakan dua hal yang berbeda. Seseorang bisa saja tertarik secara

erotis dengan sesama jenis tanpa melakukan kontak seksual untuk mewujudkan

ketertarikannya itu. Jika dilihat dalam orientasi erotis, seseorang yang tertarik dengan

sesama jenis berarti ia homoseksual, walaupun ketertarikannya tersebut tidak

diwujudkan dalam kontak seksual apa pun (Rosvita, 2004).

Homoseksualitas juga bisa didefinisikan sebagai sebuah identitas, penerimaan

dan penginternalisasian status homoseksual dalam diri seseorang. Walaupun identitas


45

homoseksual umumnya berkembang akibat adanya kontak seksual maupun sensasi

erotis terhadap sesama jenis kelamin, namun identitas tak selalu membutuhkan kedua

faktor tersebut. Seseorang bisa saja melakukan kontak seksual ataupun tertarik

dengan sesama jenis, tanpa menganggap dirinya seseorang homoseksual. Di sisi lain,

dengan pemberian label tertentu oleh masyarakat, seseorang bisa saja menganggap

dirinya homoseksual walau ia tak melakukan kontak seksual atau tertarik dengan

sesama jenis.

Kata “homoseksual” pertama kali digunakan oleh ilmuwan zaman Victoria yang

menganggap bahwa ketertarikan dan perilaku seksual terhadap sesama jenis

merupakan gejala dari gangguan mental dan kemunduran moral. Kaum homoseksual

kemudian memutuskan untuk menggunakan kata “gay” untuk menghindarkan diri

dari pelabelan “sakit” atau “abnormal”.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dilihat makna antara gay dan

homoseks adalah sama, karena di masyarakat saat ini pengertian tentang homoseksual

sendiri berganti dengan gay. Biasanya gay digunakan untuk membedakan antara

homoseks laki-laki dengan homoseks perempuan.

Di dalam hubungan gay, terdapat dua peran yang pada dasarnya dipilih, yakni

Top adalah seorang laki-laki yang didalam hubungan berperan sebagai lelaki, bersifat

dan bergaya layaknya laki-laki pada umumnya. Dan Bot adalah seorang laki-laki

yang didalam hubungannya berperan sebagai perempuan (feminim), biasanya sifat

maupun gaya berpakaiannya lebih feminim.


46

Di Kota Makassar sendiri telah banyak kaum gay yang berani menujukkan

dirinya, meskipun hanya ditempat-tempat tertentu. Dan dalam penelitian ini peneliti

sangat sulit untuk menemukan informan yang bersedia untuk diteliti.

Peneliti telah mencari tiga orang gay yang berdomisili di Makassar dan sesuai

dengan kriteria yang telah ditentukan. Tapi dikarenakan data diri informan bersifat

rahasia, peneliti tidak akan menyebutkan nama asli juga tidak akan memakai

dokumentasi informan dan hanya memakai inisial nama. Dan satu informan tambahan

dari orang biasa yang mempunyai hubungan dengan salah satu informan utama

sebagai pembanding. Berikut adalah profil singkat dari para informan :

1. Informan Utama

a. Informan Pertama

Nama : AR

Umur : 24 tahun

Status : BOT (Feminim)

b. Informan Kedua

Nama : PM

Umur : 21 tahun

Status : TOP (Maskulin)

c. Informan Ketiga

Nama : AD

Umur : 33 Tahun

Status : BOT (Feminim)


47

2. Informan Tambahan

Nama : KA

Umur : 25 Tahun
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian dalam penelitian ini berfokus pada presentasi diri kaum gay di

kota Makassar, yaitu tentang upaya seorang gay untuk menumbuhkan kesan tertentu

di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas

dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Homoseksual dipandang sebagai salah

satu orientasi seksual diluar nilai heteronormativitas yang masih menuai pro dan

kontra dalam budaya Indonesia, tidak terkecuali kota Makassar. Kota Makassar

merupakan salah satu kota di Indonesia yang masih menjaga budaya ketimurannya,

khususnya mengenai orientasi seksual. Di mana orientasi seksual yang diakui, dan

diterima oleh masyarakatnya yaitu heteroseksual.

Heteroseksual merupakan nilai dan norma sosial masyarakat mengenai

hubungan yang dianggap sah dan diterima yaitu hubungan antar lawan jenis, yaitu

hubungan antar laki-laki dengan perempuan dan sebaliknya perempuan dengan laki-

laki. Orientasi seksual dipandang memiliki kekhususan dalam budaya Indonesia.

Adanya nilai dan norma sosial yaitu mengenai heteroseksual yang diterima oleh

mayoritas masyarakat ini mengakibatkan keberadaan kaum gay sendiri khususnya di

kota Makassar, membatasi ruang lingkupnya dalam upaya bersosialisasi dan

menunjukkan jati diri mereka yang sesungguhnya sebagai gay. Untuk itulah peneliti

48
49

melakukan penelitian mengenai presentasi diri yang dilakukan kaum gay agar tetap

dapat diterima oleh orang lain sesuai dengan apa yang ia harapkan meskipun mereka

adalah homoseksual. Kajian penelitian ini menggunakan teori dari Erving Goffman

yaitu teori Dramaturgi.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar terhadap informan yang merupakan

kaum gay dalam mempresentasikan dirinya dilingkungan. Peneliti melakukan

ekplorasi mendalam agar dapat menjawab pertanyaan penelitian. Informasi yang

diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari hasil wawancara langsung.

Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan permasalahan yang

diteliti dan telah disusun untuk diajukan kepada informan penelitian. Informasi yang

diperoleh dibuat dalam bentuk transkrip, pertanyaan-pertanyaan yang penting, dan

kemudian di analisis.

1. Deskripsi Identitas Informan

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan cara mendatangi

dan menanyai langsung kepada para informan mengenai hal-hal yang menjadi

kepentingan dalam penelitian. Dari pengumpulan data yang diperoleh peneliti,

informan pada penelitian ini berjumlah 4 (empat) orang yang terdiri dari 3 (tiga)

orang informan utama yaitu laki-laki yang pilihan orientasi seksualnya homoseksual

(gay), 1 (satu) orang informan tambahan yaitu sahabat dari salah satu informan

utama.
50

Alasan peneliti mengambil 3 (tiga) orang laki-laki homoseksual sebagai

informan utama yaitu berkaitan dengan fenomena yang diteliti yaitu mengenai

presentasi diri yang ditampilkan oleh homoseksual gay kepada orang lain ketika

berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Hal tersebut dilakukan untuk dapat

memperoleh sebuah realitas yang objektif dari pelaku secara langsung. Adapun ketiga

orang laki-laki yang menjadi key informan peneliti sudah mewakili kriteria informan

yang telah dibahas di BAB PENDAHULUAN.

Sebenarnya dalam pencarian informan, peneliti cukup mendapatkan kesulitan

dalam mendapatkan informan yang bersedia untuk diteliti. Meskipun saat ini banyak

kaum gay di kota Makassar, namun tidak semua gay yang sesuai dengan kriteria

dalam penelitian bersedia untuk di wawancarai dan juga bersedia menjadi informan.

Hal tersebut karena homoseksual khususnya gay masih diaggap hal tabu oleh

sebagian masyarakat sehingga laki-laki homoseksual tersebut masih merasa hal

tersebut sebagai aib, dan malu apabila orang lain mengetahui.

Dalam penelitian ini, dikarenakan data diri informan utama bersifat rahasia,

untuk itulah peneliti tidak menyebutkan nama asli informan utama juga tidak

memakai dokumentasi informan utama dan hanya memakai inisial nama. Begitu pula

dengan informan tambahan. Berikut merupakan informan dalam penelitian ini:


51

a. Informan Utama

1) Informan Pertama

AR adalah seorang laki-laki yang berumur 24 tahun, merupakan anak ketiga

dari empat bersaudara. AR baru saja menyelesaikan studinya di salah satu universitas

ternama di Makassar. Berikut petikan wawancaranya:

Saya kebetulan dekat sama saudara, tapi tidak ada orang dirumah yang tau
kalau seperti inika. Paling dirumah suka ji bercanda hal-hal yang biasa karena
dari kecil kebiasaanmi baku kumpul-kumpul sama saudara, kalau mau dibilang
dikeluarga itu beda sekali ka pembawaannya. Baru cerewet ka memang kalau
dikeluarga, diluar juga cerewetja tapi kalau dikeluarga, kaya langsung keluar
sifat cowokku mungkin karena sayaji anak cowo. Seperti kalau merasa mauka
lindungi keluargaku begitue.
Dari pernyataan di atas, dapat dilihat AR sangat dekat dengan keluarganya

terutama tiga saudara perempuannya dan sering bercanda dengan mereka. Meski

pembawaannya di keluarga yang cerewet tapi dia masih menyembunyikan identitas

aslinya sebagai seorang gay. Ia merasa sebagai satu-satunya anak laki-laki, ia ingin

melindungi keluarganya.

Kalau bapak kebetulan jarang ada dirumah, dia biasanya pulang setelah
magribpi makanya jarangka juga ketemu. Kalau orang lain pasti nasalahkan
orang tuanya kalau begini, tapi menurutku mereka tidak salahji. Saya
mentongji yang mau seperti ini
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa ayah AR yang merupakan pekerja

kantoran sangat jarang berada dirumah. Meskipun ayahnya mempunyai sedikit waktu

dengan AR, tapi dia tidak serta merta menyalahkan ayahnya dengan kondisinya yang

saat ini memutuskan untuk menjadi seorang homoseksual. Banyak orang yang

menyalahkan orang tuanya dengan kondisi mereka menjadi seorang laki-laki


52

homoseksual atau gay karena kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari

ayahnya. Tetapi AR tidak sama sekali menyalahkan orang tuanya dengan kondisinya

yang seperti ini. Menurutnya, dia bisa menjadi seorang gay karena itu pure dari

pilihannya sendiri.

Keluargaku itu termasuk keluarga yang religius, bahkan dari TK sampai


SMAka itu sekolah disekolah yang bisa dibilang islami. Baru bapak sama
mamaku itu kebetulan sudah hajimi jadi otomatis mereka masih perhatikan
shalatku apalagi mamaku tiap hari biasanya teriak-teriak mi suruh ka shalat.
Tapi menurutku haruski balance antara agama dengan ilmu pengetahuan iya,
karena orang-orang biasanya na hormatiki saat natau kalau tinggi ilmu
pengetahuan’ta
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan pada saat kecil AR sudah ditanamkan

nilai-nilai agama oleh orang tuanya, karena latar belakang keluarga yang memang

religius, orang tua menekankan pada pendidikan agama, sehingga AR mulai dari TK

(Taman Kanak-kanak) hingga SMA (Sekolah Menengah Atas) bersekolah disekolah

yang Islami. Tetapi, prinsip AR dalam hidupnya lebih mendekatkan pada pendidikan

ilmu pengetahuan, karena dengan semakin tinggi ilmu pengetahuan yang di dapatkan

oleh seseorang, maka orang lain akan menghormati dan menghargainya. Pernyatan

mengenai kereligiusannya tersebut diperkuat dari hasil observasi peneliti yang

melihat langsung AR meminta izin untuk melaksanakan shalat saat mendengar adzan

dikumandangkan.

Terkait dengan sejarah AR mulai menyadari ke-gay-annya, AR memberikan

jawaban sebagai berikut:


53

Waktu SMPka kelas 1, lebih sukaka bergaul sama teman-teman yang cewe
ketimbang cowo. Tapi tidak kaya bencongja iya. Baru sukaka perhatikan
kakak-kakak kelas kalau main basketki. Kukiraji itu waktu masa-masa purber
toh. Sampe waktu kelas 3ka, mulaimi main-main fb baru ketemuka cowo yang
agak tua, baru sering-seringka baku chat di fb sama dia, sampe janjianka
ketemu di KFC di KDS.

Pernyataan AR tersebut menunjukkan ia mulai menyadari perilakunya yang

tertarik dengan sesama jenisnya saat menginjak bangku SMP (Sekolah Menengah

Pertama) tepatnya saat duduk dikelas satu. Ia lebih tertarik bersosialisasi dengan

perempuan, tapi sikap yang ditampilkan AR pada saat itu tidak seperti perempuan

atau bahasa gaulnya “ngondek”. Dan suka memandangi laki-laki dewasa. Tapi AR

hanya menganggap hal tersebut sebagai masa puberitas, hingga ia berada dikelas tiga

SMP ia berkenalan dengan seorang laki-laki yang lebih dewasa disalah satu media

sosial, kemudian melalui media sosial tersebutlah mereka menjalin komunikasi yang

intens sehingga memutuskan untuk bertemu disalah satu tempat makan cepat saji

yang ada di Makassar.

Ada beberapa temanku yang tauji sebenarnya saya begini, yang satu itu teman
kecilku cewe, kebetulan tetanggaja. Dia memang tempatku curhat apa, dia
seringji tegurka untuk berubah. Tapi kujawab mauja iya, cuma masih nda
yakinka. Sama ada teman SMAku cewe juga, kebetulan satu kampusja lagi
kemarin. Kalau dikampus, sukaki jalan sama-sama sampe sekarang juga iya.
Dia tidak permasalahkanji saya yang begini, mungkin nakira kedepannya akan
berubahka. Kalau sama mereka-mereka jadi begituka, kalau orang lain kapang
bilangnya kaya banci, mungkin karena melambaiki caraku bicara
Ppernyataan di atas menunjukan bahwa AR sebenarnya memiliki beberapa

temannya yang mengetahui jika sebenarnya dia adalah gay. Teman yang pertama

merupakan teman dari masa kecilnya yang juga adalah tetangganya, adalah tempat

AR mencurahkan isi hatinya. Terkadang teman masa kecilnya yang seorang wanita
54

tersebut menegurnya agar berubah, tapi AR masih belum yakin dengan hal itu. Dan

satu lagi teman perempuan dari SMA (Sekolah Menengah Akhir) yang juga

merupakan teman sekampus AR yang mengetahui identitas pribadinya yang asli,

temannya ini tak mempermasalahkan AR yang seorang gay karena yakin suatu saat

AR akan berubah. Jika bersama sahabatnya tersebut AR merasa menjadi diri sendiri,

mungkin akan disebut seperti banci karena cara bicaranya yang kewanita-wanitaan.

Kalau didalam hubungan itu, saya yang jadi BOT karena sukaka diperhatikan.
Cuma gayaku kaya cowo yang biasanya ji. Lumayan lamama iya pacaran,
karena kalau nyamanka sama orang susahka lepaski. Kebetulan adama 8 tahun
ini sama yang ini, diami juga iya pacar pertamaku

Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa didalam hubungannya AR

memilih menjadi seorang BOT yang merupakan seorang yang feminim karena ia suka

mendapatkan perhatian. AR sendiri sudah delapan tahun berhubungan dengan laki-

laki yang merupakan pacar pertamanya.

Di lingkungan sosialnya, AR bergaul serti kebanyakan orang normal lainnya.

Berikut petikan wawancaranya:

Kalau diluar, saya tidak terlalu terbuka iya apalagi sudah jelasmi budayanya
saja beda, jadi harus ki pintar-pintar jaga image supaya tidak terlalu na
kentaraiki orang lain. Kayakji kalau ada 2 (dua) kepribadianta, apa lagi
didepannyaki teman-teman yang tidak na tau kalau beginiki. Jadi mau tidak
mau terpaksa haruski ikuti budaya yang ada dimasyarakat, disitu mi biasa
susahnya.

AR menyatakan bahwa ia merupakan seorang gay dengan karakter pribadinya

yang masih cenderung tertutup dengan orang disekitar lingkungan sosialnya


55

mengenai identitasnya sebagai seorang gay. Hal ini disebabkan karena lingkungan

tempat tinggalnya yang masih memandang bahwa individu homoseksual khususnya

gay masih tabu dan belum bisa diterima keberadaannya. Sehingga AR harus tetap

menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya tersebut, sehingga ia menyadari

bahwa dia seperti mempunyai 2 (dua) kepribadian, dengan situasi sosial dan identitas

sosial yang berbeda.

Adapun untuk lingkungan komunitas sesama gay, AR memberikan pendapat

sebagai berikut:

Di komunitas lebih bebaska jadi diri sendiri iya, kaya bebaska mau bergaya
seperti apa. Bahkan kalau bicara juga tidak terlalu dipikirji mauki bilang apa,
karena tidak adaji yang baper kalau sembarang dibilang. Pokoknya jadi diri
sendirima kalau ketemu sama mereka. Saya ketemu mereka itu waktu SMA
kelas 2, tau dari temanji juga. Suka ikut-ikut kalau kumpul, jadi akrabmi baru
saling nyamanmi juga.

AR mengatakan jika dalam komunitas gay yang dia masuki, dia merasa bebas

berekspresi, mulai dari bebas bergaya feminim “ngondek” dan teman-teman

sesamanya tidak ada yang mempermasalahkan jika ia berbicara yang mungkin bagi

orang akan menyinggung perasaannya. Dia merasa menjadi diri sendiri jika berada

dilingkungan komunitas sesamanya. AR mengaku berkenalan dengan komunitasnya

saat dia duduk dibangku SMA (Sekolah Menengah Atas) kelas dua. AR mengetahui

komunitas tersebut dari temannya. Awalnya AR hanya ikut-ikutan, tapi karena

merasa nyaman akhirnya berlanjut hingga sekarang.


56

2) Informan Kedua

PM merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, pada saat ini ia berumur 21

tahun. PM saat ini masih menjadi mahasiswa di Universitas swasta di kota Makassar.

Keluargaku termasuk keluarga yang biasaji, dan orang tuaku na bebaskan ji


pergaulan anak laki-lakinya. Karena menurutnya bisaji na jaga dirinya. Tapi
biar begitu, tidak mungkin maka mau jujur sama mereka kalau beginika.
Karena tidak ada orang tua yang mau kalau begini anaknya.
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga PM merupakan

keluarga yang biasa, yang membebaskan pergaulan anaknya. Dan orang tuannya

menganggap PM telah dewasa dan dapat mempertanggungjawabkan perilakunya.

Tapi ia mengatakan tidak mungkin mengatakan dirinya yang sebenarnya kepada

orang tuanya.

Berkaitan dengan kehidupan keluarganya, AR memberikan penjelasan sebagai

berikut:

Di rumah lebih dekatka sama kakakku yang cewe karena kakakku yang cowo
tidak dirumahmi tinggal karena sudahmi berkeluarga, tidak dekat sekaliji jg.
Tapi sama diaja biasa bertanya soal kuliah atau kalau ada perluku. Dirumah
juga paling kalau kumpul-kumpul depan TV sanging sibuk semuaji sama hpnya,
biar bapak sama mamaku ta’bangka sosmedki
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa PM dirumah lebih dekat

dengan saudara perempuannya karena kakak laki-lakinya telah berkeluarga dan sudah

tidak tinggal dirumah yang sama dengannya. Dengan saudara perempuannya, PM

biasa bertanya mengenai permasalahan diperkuliahan begitupun dirumahnya. Dari

hasil wawancara diatas, peneliti juga mendapatkan informasi jika kedua orang tua PM
57

saat berkumpul dirumahpun lebih sibuk dengan gadget ketimbang saling

berkomunikasi dengan anak-anaknya.

Kalau soal agama, tidak terlalu bagaimana sekaliji iya dikeluarga, cuma
bapakku sama mamaku pasti nakasi ingatji anak-anaknya untuk sholat.
Walaupun tetapji suka bolong-bolong shalatku. hehe
Menurut PM, pendidikan agama dikeluarganya tidak terlalu religius tapi bapak

dan mamanya tetap mengingatkan anak-anaknya untuk melaksankan ibadah shalat.

Meskipun dia kerap meninggalkan shalatnya.

Adapun asala muasal perilaku gay yang dilakukannya, AR memberikan

penjelasan sebagai berikut:

Pernah waktu SDka kelas 6, nontonka film porno tapi lebih tertarikka lihat
cowonya. Waktu SMP bahkan pernah ada pacarku cewe, cuma cinta monyetji.
Mungkin karena saat itu masih mencari jati dirika. Tapi baruka betul-betul jadi
gay itu waktu SMA kelas sepuluh, temannya kakakku yang cowo sering datang
dirumah, setiap datang selaluka nalihat-lihati, baru dia minta nomorku sama
kakakku. Dari situmi sukaka nahubungi, na chatka apa soal masalah
keluarganya kadang juga napanggil sayangka, sukaka juga cerita sama dia
tentang masalahku, kaya nyamanka begitue sama dia. Baru itu hari naajakka
keluar makan di mekdi, dari sana naantarka pulang tapi singgahki
dirumahnya, katanya ada mau naambil. Itu hari, sunyi rumahnya iya baru dia
panggilka ke kamarnya, disitumi dia pegang-pegangka sampe naajakka
berhubungan baru tidak tau kenapa tidak bisaka melawan. Jadi sampe
sekarang mungkin bisa dibilang lebih nyamanka berhubungan sama cowo
Proses PM mulai merasa tertarik pada laki-laki saat ia duduk di bangku SD

kelas enam. Bahkan pada saat menonton film dewasa, ia hanya tertarik dengan

pemeran prianya. Dia pernah memiliki hubungan dengan perempuan sewaktu SMP

(Sekolah Menekah Pertama), tetapi itu hanyalah hubungan tanpa perasaan (cinta

monyet). Dan menurutnya saat itu ia sedang mencari jati diri. Akan tetapi ia baru
58

menyadari dan yakin bahwa dirinya adalah gay saat dia duduk dibangku SMA

(Sekolah Menengah Atas) kelas X. Ia diperkenalkan dengan dunia gay melalui teman

kakaknya yang sering berkunjung ke rumahnya. Teman kakaknya tersebut sering

memandangi PM hingga suatu hari dia menghubungi PM setelah meminta nomornya

melalui kakaknya. PM merasa nyaman ketika berkomunikasi dengan teman

kakaknya. Suatu hari, laki-laki terserbut menghubungi PM dan mengajaknya makan

di salah satu restoran cepat saji yang ada di Makassar, perbincanganpun berlanjut

antara mereka berdua sebelum mereka memutuskan untuk mengakhiri pertemuan

tersebut dan mengantar PM pulang. Di tengah perjalanan teman laki-laki kakak PM

mengatakan, akan mampir sebentar dirumahnya untuk mengambil suatu barang yang

ketinggalan. Sesampainya disana dengan keadaan rumah yang sunyi tanpa ragu laki-

laki tersebut mengajak PM masuk kekamarnya, di kamarnya PM mulai di raba-raba,

Tapi PM tak bisa menolak saat hal itu berlanjut hingga hubungan intim. Karena

sebetulnya PM lebih nyaman berhubungan dengan laki-laki.

Jika membahas mengenai kehidupan gay, PM memberikan pernyataan

posisinya dalam hubungan yang dijalin dengan pacarnya. Berikut petikan

wawancaranya:

Kalau di gay itu seperti ji kayak pasangan lain, kayak cewe sama cowo kalau
berhubungan. Di gay juga ada yang jadi cewenya, ada juga cowonya. Kalau
saya kebetulan jadi cowokka, biasa dibilang TOPnya. Tapi mungkin karena
kita cowo sama cowo jadi aneh kelihatannya. Apalagi di Makassar, nalihat
anehki orang, biar itu jalanki para-para cowoji. Padahal kalau nyamanki
mauki bagaimana.
59

Dari wawancara di atas, PM menyatakan bahwa gaya pacaran pasangan gay

sendiri mirip dengan pasangan heteroseksual pada umumnya. Dalam orientasi gay

PM berperan sebagai Laki-laki atau dalam kalau bahasa mereka disebut TOP. Karena

mereka merupakan kaum gay yang notabenenya merupakan sesama lelaki jadi tentu

aneh kelihatannya bagi masyarakat, khususnya di kota Makassar ketika melihat dua

orang laki-laki yang sedang berjalan berdua dengan tingkah laku yang berbeda

dengan laki-laki normal pada umumnya. Walaupun bagi mereka itu adalah hal yang

membuat mereka bisa merasa nyaman satu sama lain.

Terkait dengan lingkungan sosialnya, PM menjelaskan situasinya ketika berada

di lingkungan pergaulannya. Berikut petikan wawancaranya:

Kalau diluar kaya dikampus, lebih banyak ku sembunyikan identitas asliku.


Apalagi sama teman-teman yang cowo. Karena rata-rata kalau dikampus
orang pandangannya itu aneh lihat gay, bisa-bisa dia jauhi ki klo ditau. jadi
mau tidak mau haruski bisa sembunyikan. Tapi pastilah komunikasi sama
teman-teman yang lain. Cuma tidak terlalu bagaimana sekaliji juga. Tapi saya
lebih dekat sama tiga orang teman kalau dikampus, yang satu orang itu cowo
yang agak kemayu baru yang duanya itu cewe. ketiga-tiganya tauji kalau
gayka. Bahkan kalau sama mereka tidak munafikka begitue, apalagi temanku
yg cowo bahkan lebih hebohji dari saya kalau kumpulki. Orang mungkin
kiranya diaji yang gay. hahaha

Ketika berada dilingkungan kampus tentu PM akan lebih berhati hati-hati dalam

bergaul untuk membunyikan identitas aslinya. Karena ketika berada pada tatanan

kampus tentunya orang-orang yang berada disekitar PM akan menjauh ketika

mengetahui kalau dia adalah seorang somo seksual (gay). Layaknya mahasiswa pada

umumnya ketika berada dikampus PM menjalin komunikasi yang baik, Namun

khusus untuk identitas aslinya PM hanya dekat dengan tiga orang temannya
60

dikampus seorang laki-laki dan dua orang lainnya adalah perempuan tentu mereka

sudah mengetahui PM itu adalah seorang homo seksual (gay). Menurut PM, jika

bersama dengan tiga temannya tersebut ia merasa tidak menjadi orang yang munafik

untuk menyembuyikan identitas aslinya. Bahkan salah satu sahabat laki-lakinya lebih

kemayu atau kewanita-wanitaan dan lebih terlihat gay dibandingkan PM.

Berbanding terbalik dengan lingkungan pergaulan, di komunitas gay, PM

merasa lebih bebas mengeskpresikan diri. Berikut petikan wawancaranya:

Beda kalau sama di komunitas yang kumasuki dari SMA, kalau sama mereka-
mereka bisaka manja-manja, bisaka bicara tentang masalahku dengan pacarku.
Kadang sukaki jalan-jalan sama-sama, kadang pergiki clubbing apa. Tapi
kalau kumpul biasanya dirumahnya ki teman yang berduaji sama adeknya yang
cewe tinggal dirumahnya. Pacarku yang sekarang baruka setahun sama,
seringji ketemu apa, jalan sama-sama teman. Dia orangnya baikji, kadang suka
tanya butuh apa, tapi bukanja juga cowo matre.

Dari hasil wawancara peneliti dengan PM diatas, PM sudah sejak lama

tergabung dalam sebuah komunitas gay. melalui komunitas ini PM kemudian

diperkenalkan dengan lingkungan yang mugkin bagi PM menjadikan dia dapat

menjadi dirinya sendiri. Dia dapat bercerita mengenai hubungannya dengan pacar

gaynya diteman-teman kamunitas tersebut, bahkan kadang mereka jalan dan

berkumpul disalah satu rumah teman komunitasnya. PM memiliki seorang kekasih

yang telah setahun lebih berhubungan, menurutnya pasangannya sangat baik dan

sering menanyakan apakah PM membutuhkan sesuatu. Tapi PM kadang menolak

karena tidak suka dianggap laki-laki matre.


61

3) Informan Ketiga

AD merupakan laki-laki yang berumur 33 tahun, anak ke empat dari tujuh

bersaudara.

Saya tidak terlalu dekat dengan keluarga, dari dulu memang saya tertutup
sekali dengan saudara-saudara. Mungkin karena bapak sama ibuku itu
orangnya keras, jadi haruski bisa jaga nama baiknya keluarga. Dirumahpun
saya orangnya biasaji, kaya cowo pada umumnya
Dari pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa hubungan AD dengan keluarga

tidak terlalu dekat. Dan dari dulu dia sangat tertutup dengan saudara-saudaranya. AD

merasa mungkin itu hasil didikan orang tuanya yang keras sehinga dia harus bisa jaga

nama baik keluarganya. Penampilan AD di rumah pun selayaknya laki-laki pada

umumnya.

Terkait dengan keluarga, AD memberikan penjelasan mengenai kondisi suasana

keluarganya. Berikut petikan wawancaranya:

Keluargaku itu sangat keras namanya aib, yang berhubungan dengan aib.
Tidak boleh memalukan nama keluarga. Pernah itu sekali bocor ke bapakku,
sampe na ancam maka. Itu parang sudah dileher, terus bapak tanya kalau kau
begitu? Terus saya jawab nda, seandainya saya jawab iya. Hilang kepalaku
pada saat itu.
Menurut AD, dalam keluarga yang beretnis seperti keluarganya itu sangat

menjaga agar tidak ada yang namanya aib dalam keluarga. Harus menjaga nama baik

keluarga. Hingga suatu hari, bapak AD mengetahui masalah yang dimilikinya.

Sehingga dia diancam, dan nyaris kehilangan nyawanya jika AD mengiyakan

pertanyaan bapaknya.
62

Keluargaku itu termasuk keluarga yang religius. Ada suatu masa saya nda
maulah tau urusannya orang lain. Saya dapat kertas dilantai isinya
percakapannya kakakku dengan salah satu temanku di tempat ibadah. Saya
itukan ada diaryku, itu mau nabongkar. Itu hari subuh-subuh sekitar jam 3,
saya pergi ke halaman untuk bakar itu buku. Makanya saya lebih mendalami
saya punya agama supaya saya lebih rileks. Misalkan suatu saat ada orang
tau, atau orang baru yang tau. Saya sudah tidak terlalu no problem. Cuma
kenapa saya masih menjaga image karena nama keluarga
Dari hasil wawancara diatas, AD mengatakan jika keluarganya termasuk

keluarga yang religius. Pada suatu saat dia menjadi orang yang tidak peduli dengan

apa yang terjadi disekitarnya. Suatu hari dia mendapat percakapan kakaknya dengan

salah satu teman yang sering beribadah bersamanya. Dalam percakapan tersebut,

kakaknya ingin membongkar catatan pribadi yang dimiliki AD. Tapi AD yang

mengetahui hal tersebut, buru-buru membakar catatan tersebut pada jam tiga subuh

dihalaman rumahnya. Hingga setelah kejadian tersebut, AD lebih mendalami

agamanya agar dia dapat tenang jika suatu saat masalahnya terbongkar. Tapi sampai

sekarang ia masih menjaga masalahnya menjadi rahasia, karena AD masih

memikirkan nama baik keluarganya.

Mengenai permulaan AD tertarik dengan laki-laki, AD menuturkan

kronologisnya sebagai berikut:

Kalau saya itu dari lingkungan, jadi saya itu waktu kecil dari kelas 5 SD
dikerjain sama karyawannya bapak. Itu ada sampe 3 orang kayaknya, yang
satu kerjai saya, yang satunya lihat dan satunya cuma kulihat pegang dia
punya anu. Pada saat itu belum mengerti, untungnya saya tidak sampe
diperkosa. Pada saat itu mereka lebih minta diraba-raba. Jadi ini itu kaya
kebiasaan begitue.
63

Dari penjelasan di atas, AD mengatakan jika prosesnya menjadi gay itu

dipengaruhi oleh lingkungan. Dimulai saat ia duduk dibangku kelas lima SD (Sekolah

Dasar), AD dilecehkan oleh tiga orang yang bekerja sebagai karyawan bapaknya.

Pada saat itu AD belum mengerti dan berpikir hal tersebutlah yang menjadi awal

mula dia terbiasa berhubungan dengan sesama laki-laki (gay).

Lanjut ke jenis gay yang dilakonkan oleh AD, ia memberikan jawaban sebagai

berikut:

Di gay itu ada dua jenis, ada laki-lakinya (TOP) ada perempuannya (BOT)
kalau saya lebih ke perempuannya. Tapi caraku bersikap tidak bilang kayak
perempuan. Cuma kalau cara berpakain orangku beda dari pada yang lain,
maksudku dalam artian saya orangnya memang agak stylish. Saya kalau cari
baju saya selalu mau berbeda begitue. Bukan norak kaya pergi ke mall pake
baju bling-bling begitu. Tapi saya lebih formal lah, kaya harus pake ikat
pinggang. Lebih rapi begitue. Pakaianku seperti biasa, pake baju kaos, celana
panjang
Dari wawancara tersebut, AD menyebutkan jika ada dua jenis orang didalam

hubungan gay., yaitu yang menjadi laki-laki (TOP) dan yang menjadi perempuan

(BOT). AD termasuk gay yang menjadi perempuan. Tapi gaya berpakaian AD tidak

seperti layaknya perempuan. AD sangat suka tampil berbeda dari orang lain, dan

termasuk orang yang stylish . Dia menyukai tampil formal dan rapih. Dan AD juga

biasa mengenakan baju kaos dan celana panjang. Dan dari pengamatan peneliti saat

wawancara, AD memakai baju kaos abu-abu dan celana panjang hitam. Tapi yang

mecolok hanya gaya bicaranya yang sedikit kemayu.

Saya sudah jalani hidup begini, dari masyarakat sudah pasti menganggap itu
jelek. Walaupun belum tentu. Tapi kalau saya yang pernah mendapat wawasan
64

dari agamaku menjadi manusia yang setia walaupun dalam kondisi apapun.
Kita mikirin orang, bantuin orang kaya begitu
Dan saya punya satu teman geng semuanya itu cewe tujuh orang dulu dari
SMA. Saya buka semuanya dan mereka tau dan mereka tetap nyaman sama
saya. Saya tidak kurang ajar, saya nda apa. Disatu sisi saya juga punya teman
yang lain dalam komunitas seperti itu. Mereka tidak menjudge saya
bagaimana-bagaimana
AD mengatakan dia mengetahui jika hidup yang dia jalani sudah dianggap jelek

di masyarakat, walaupun menurutnya belum tentu. Dalam agama yang dianut AD dia

mendapat pemahaman, jika dia harus menjadi pribadi yang setia dalam kondisi

apapun. Membantu orang yang bisa dibantu. AD memiliki sahabat semasa SMA

(Sekolah Menengah Akhir), yang merupakan tujuh orang perempuan. AD jujur

kepada sahabat perempuannya, dan mereka menerima pilihan AD yang menjadi gay.

Ditempat lain, AD juga memiliki teman yang merupakan kumpulan orang-orang gay.

Dan dia merasa tidak pernah dihakimi didalam perkumpulan tersebut.

Saya tidak pilih-pilihji terus terang, saya temaniji semua. Tapi kalau saya
menurutku dia mulai kelewatan saya jauhi. Kalau dikelompokku ini, kita
bertujuh. Saya berteman sama mereka sudah ada enam tahun. Kita ketemu
bukan membicarakan aktifitas seks atau apa, kita kadang suka tukar cerita,
liburan bareng, lucu-lucuan begitue. Teman main tapi komunitas begitu. Kita
orientasinya kumpul-kumpul bukan kaya seks lah apalah. Saya juga tidak mau
masuk kedalam lingkungan begitu maksudku. Tapi teman-temanku ini rata-
rata maksudnya yang didalam orang memang profesional kerja seperti saya
yang sangat menjaga privasinya begitu.
Saya punya pacar itu bule, ketemu di Bali itu waktu. Saya sudah 3 tahunanmi
sama, dia itu orangnya minta saya untuk serius. Tapi kendalaku itu dikeluarga,
saya tidak mungkinmi toh tinggalkan bapak mamaku. Dia sekarang tinggal di
Australi jadi kalau ketemu biasanya di Bali. Dia mau sekali kesini, tapi saya
larang, saya takut anaknya orang kenapa-kenapa kalau disini.
65

Dalam wawancara diatas, AD menyatakan bahwa dalam berteman ia tidak pilih-

pilih namun dia akan menjauh jika menurutnya temannya tersebut sudah diluar batas.

Didalam AD telah enam tahun bergaul dengan kelompok atau komunitas gay yang

beranggotakan tujuh orang. Mereka kadang bertukar cerita dan liburan bersama.

Menurutnya, mereka kumpul bukan untuk melakukan hal-hal intim. Orang-orang

didalam komunitas tersebut memiliki pekerjaan sehingga mereka masih menjaga

privasinya seperti AD.

AD juga mengakui memiliki pasangan seorang warga negara asing yang telah

tiga tahun menjalani hubungan, pasangannya tersebut pernah mengajak AD untuk

serius tapi AD masih memikirkan kedua orang tuanya yang tidak bisa ia tinggalkan.

AD dan pasangannya sering bertemu di Bali dan pasangannya sendiri sekarang

bekerja di Australia. Pasangan AD pernah berencana berkunjung ke Makassar, tapi

AD melarang dengan alasan ia khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

b. Informan Pendukung

Informan pendukung ini bersedia untuk di wawancarai sebagai informan

tambahan dengan syarat, biodata asli berupa nama dan dokumentasi gambarnya tidak

diikutsertakan untuk dimasukkan dalam penelitian ini. Untuk menghargai dan

menjaga rahasia akan jati diri teman dekatnya yang menjadi informan utama.
66

Informan pendukungnya adalah KA perempuan yang berumur 25 tahun ini

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Perempuan ini merupakan teman dekat

dari informan ketiga yang menjadi objek dalam penelitian ini, yakni AD.

Saya kebetulan kenal sama AD itu pada saat diacara-acara ibadah. Cuma
betul-betul tau itu pas saya stay di Makassar enam tahun yang lalu. Awalnya
saya tidak tau kalau dia begitu sampe saya lihat gayanya kalau lagi sama
teman-teman kelompok ibadah itu kaya jabe-jabe begitue apalagi sama teman-
teman cowo, tapi nda sembarang cowoji dia kasi begitu, diantara kita-kitaji.
Agak curigama, sampe teman-teman yang bilang kalau dia seperti itu. Tapi
dikasi tauji kalau harus jaga rahasia
Dari wawancara diatas, dapat diketahui bahwa KA mengenal AD saat acara-

acara keagamaannya. Tapi baru dekat setelah KA menetap di Makassar. Awalnya KA

mengakui jika dia tidak mengetahui pasti kepribadian asli dari AD, hingga KA mulai

curiga saat melihat kelakuan sehari-hari AD yang terlihat manja pada teman-

temannya, khususnya pada teman lelakinya tapi hanya pada teman terdekatnya AD

seperti itu. Dan KA diberitahu kepribadian AD yang sebenarnya dengan teman yang

lainnya. KA juga diperingati agar merahasiakan hal tersebut kepada orang lain.

Kalau dalam lingkungan komunitas agama kebetulan AD itu salah satu


pengurus inti, jadi dia kalau didepan orang-orang tua beda sekali kalau sama
kita-kita. Apalagi di agama juga tidak dibenarkan apa yang dia perbuat, saya
rasa dia tau sekaliji juga. Cuma kalau diagama dipandang tiap-tiap orang ada
karmanya masing-masing dan akan na pertanggungjawabkan nanti
Menurut penuturan KA diatas, AD merupakan salah satu pengurus inti di

komunitas agamanya dan saat berada didepan para orang tua di komunitasnya pun

perlakuannya berbeda jika dibandingkan saat berada diantara teman-teman komunitas

agamanya yang masih muda. KA mengatakan bahwa di agamanya juga tidak


67

dibenarkan perilaku AD yang seorang gay. Dan AD mengetahui jika didalam

agamanya, dia akan menebus kesalahannya dihari kemudian.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Pada pembahasan ini, peneliti akan memaparkan mengenai berbagai hal yang

terjadi dilapangan berdasarkan dengan hasil sebenarnya yang ditemui dan dirasakan

oleh peneliti dilapangan berkaitan dengan judul penelitian yaitu presentasi diri kaum

gay di kota Makassar. Berbagai data yang peneliti peroleh dilapangan berkaitan

dengan presentasi diri kaum gay, disusun dan dialokasikan sebagai suatu hasil dari

penelitian dengan mengkombinasikan berbagai temuan tersebut dengan data-data

tambahan lainnya. Pemaparan proses penelitian ini dirasa penting sebagai jawaban

yang ingin disampaikan peneliti dalam upaya menentukan arah penelitian dengan

memberikan berbagai temuan dilapangan.

Setelah melakukan pencarian informan, akhirnya peneliti mendapatkan dan

memutuskan untuk melakukan penelitian pada laki-laki homoseksual yang menjaga

sikap dan tingkah laku ketika bersosialisasi dengan orang lain yang belum

mengetahui akan pilihan orientasi seksualnya sebagai homoseksual, sesuai dengan

kriteria penelitian. Untuk itu perlu waktu yang cukup lama untuk dapat menemukan

laki-laki yang bersedia menjadi informan, karena pembahasan yang dibahas sangatlah

sensitif. Penelitian dilakukan melalui kegiatan wawancara yaitu dimulai dari bulan

Juli-September 2017. Peneliti melakukan pendekatan terlebih dahulu pada informan


68

utama. Selain itu, peneliti melakukan wawancara secara langsung pada informan

utama dan juga pada informan tambahan untuk melengkapi data penelitian.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat bantu penelitian yaitu perekam

suara handphone untuk mempermudah peneliti dalam pengelolaan data.

Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan

kepada para informan utama melalui aplikasi WA (What’s App). Untuk informan

tambahan peneliti mewawancarai seorang sahabat dari salah satu informan utama

sebagai saksi atau bukti untuk memperkuat data dalam kajian penelitian ini.

Pertama, peneliti mencari informan utama kebeberapa teman. Hingga ketiga

orang yang kenal dengan teman mengaku adalah seorang gay. Setelah meminta izin

terlebih dahulu, barulah peneliti memutuskan untuk menjadikannya sebagai informan

utama. Atas dasar kesepakatan bersama, informan utama bersedia menjadi subjek

dalam penelitian ini dari akhir bulan Juli peneliti mulai dan melakukan pendekatan

terlebih dahulu pada informan utama, setelah itu barulah peneliti melakukan

wawancara. Wawancara secara langsung dilakukan di beberapa tempat yang berbeda

dan di waktu yang berbeda. Wawancara dengan informan pertama yaitu dilakukan

pada tanggal 28 Juli 2017 bertempat disalah satu taman didalam kompleks

Universitas Hasanuddin, dimulai pukul 14.00 s.d 16.30 WITA. Wawancara dengan

informan kedua dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2017 di restoran cepat saji yang

terletak di Jalan A.P. Pettarani, dimulai pukul 18.30 s.d 20.00 WITA. Dan wawancara

ketiga dilakukan pada tanggal 5 September 2017 di salah satu tempat nongkrong
69

didalam Mall Panakukang pada pukul 19.00 s.d 20.30 WITA. Untuk informan

tambahan wawancara dilakukan setelah peneliti selesai melakukan wawancara pada

informan utama. Wawancara dengan salah satu teman dekat dari informan utama

dilakukan pada tanggal 23 September 2017 bertempat di Mall Ratu Indah Makassar.

Penelitian yang membahas tentang presentasi diri kaum gay dikota Makassar

ini menggunakan analisis teori Dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman.

Teori ini menggambarkan proses pengelolaan kesan yang dilakukan kaum gay.

Bahwa pada saat individu gay berinteraksi dengan orang lain, mereka ingin

menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain sesuai dengan apa

yang dia harapkan. Sehingga mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak

layak bagi kaum gay dalam situasi yang ada dan berupaya untuk menumbuhkan

kesan tertentu di depan orang lain. Dengan cara menata perilaku agar orang lain

memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia harapkan. Menurut Goffman,

kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukkan diatas

panggung yang menampilkan peran-peran yang dimainkan para aktor.

Dalam proses pengelolaan kesan tersebut dibutuhkan wilayah panggung sebagai

tempat aktor untuk memainkan fungsi dan perannya agar dapat dilihat oleh penonton,

yaitu ada panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage). Dimana

panggung depan dan panggung belakang tersebut sebagai tempat kaum gay dalam

melakukan sosialisasi dengan lingkungan sosialnya. Peneliti akan membahas

bagaimanakah presentasi diri kaum gay di kota Makassar menggunakan tahap-


70

tahapan dalam Teori Dramaturgi dari Erving Goffman yaitu kegiatan presentasi diri

kaum gay di wilayah panggung depan dan panggung belakangnya, sehingga akan

dilihat bentuk realitas interaksi kaum gay dengan lingkungan sosialnya. Dimana

dalam kajian penelitian ini yang akan dibahas adalah lingkungan keluarga,

lingkungan sosial luar dan dalam, dan lingkungan kelompok gay.

1. Panggung Pertunjukan Kaum Gay.

Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang

mirip dengan pertunjukkan diatas panggung yang menampilkan peran-peran yang

dimainkan para aktor (Mulyana, 2010: 114). Panggung dalam kajian penelitian ini

adalah tempat atau setting di mana para kaum gay berinteraksi dengan lingkungan

sosialnya. Di mana lingkungan sosial yang dihadapi oleh kaum gay ini tidak hanya di

dalam satu panggung atau wilayah interaksi, tetapi terdapat lingkungan sosial yang

lain yang di dalamnya terdapat situasi dan identitas sosial yang berbeda, sehingga

kaum gay disini dituntut untuk bermain peran dengan peran-peran sosial yang

berlainan.

Untuk memainkan peran sosial tersebut, biasanya kaum gay itu akan

menggunakan bahasa verbal dan dan menampilkan perilaku non verbal tertentu serta

mengenakan atribut-atribut tertentu. Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat

dibagi menjadi wilayah depan (front region) dan wilayah belakang (back region).

Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan kaum gay
71

bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka seperti sedang memainkan

sandiwara di hadapan orang umum yang heteroseksual. Sebaliknya, wilayah belakang

merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya untuk bersikap lebih

santai, dan memikirkan konsep ideal dirinya ketika dipanggung depan. Lebih jelas

akan dibahas dua panggung yaitu panggung depan dan panggung belakang kaum gay

di kota Makassar.

a. Panggung Depan

Panggung Depan adalah bagian dari pertunjukan yang secara umum berfungsi

secara agak tetap dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yang

memerhatikan pertunjukan tersebut (Ritzer & Goodman, 2012: 400). Panggung depan

merupakan peristiwa dimana kaum gay atau “performer” tampil dengan konsep diri

yang sebelumnya telah dipikirkan dan dirancang pada panggung belakang

(backstage).

Di panggung inilah kaum gay membangun dan menunjukkan sosok ideal dari

identitas yang akan ditampilkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang

ditampilkan merupakan gambaran kaum gay mengenai konsep ideal dirinya yang

sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu

dalam pertunjukkan mereka (Ritzer & Goodman, 2007: 299). Seperti halnya informan

utama pada penelitian ini yaitu kaum gay di kota Makassar, mereka memiliki

panggung depan yang berbeda-beda.


72

Upaya kaum gay itu ketika bermain peran dengan peran-peran sosial yang

berlainan yang disesuaikan dengan lingkungan sosial yang dihadapi bertujuan untuk

memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

Seperti yang dikatakan oleh ketiga informan utama dalam penelitian ini, di mana di

kota Makassar sendiri mayoritas masyarakatnya merupakan masyarakat yang

beragama, di mana dalam ajaran agama mengharamkan dan tidak memperbolehkan

sikap atau perilaku layaknya seperti kaum gay. Sehingga memungkinkan ketiga

informan utama ini yaitu AR, PM dan AD untuk mengelola sikap dan perilaku

mereka agar tidak terlihat atau nampak seperti pria homoseksual atau gay. dan

menungkinkan mereka untuk memiliki 2 (dua) kepribadian yang disesuaikan dengan

situasi dan identitas yang berbeda dalam masing-masing lingkungan sosialnya. AR,

PM dan AD memilih menyembunyikan indentitasnya sebagai gay dihadapan

keluarganya yang merupakan panggung depan.

AR yang dibesarkan keluarga yang religius, menjadikan dia harus pandai

menyembukan identitas aslinya. Meski AR sangat rajin beribadah, ia juga berpikir

bahwa hal keagamaan harus seimbang dengan ilmu pengetahuan. Di keluarga AR

sangat dekat dengan tiga saudara perempuannya. Meski pembawaannya dikeluarga

yang cerewet tapi dia masih menyembunyikan identitas aslinya sebagai seorang gay.

Ia merupakan satu-satunya anak laki-laki dikeluarganya. Saat berada di rumah, AR

memilih untuk berpakaian selayaknya laki-laki normal. AR menyukai pakaian dengan

warna yang tidak terlalu mencolok, karena menurutnya perilakunya sedikit mirip
73

dengan perempuan (ngondek) dan ia takut identitasnya akan terbongkar jika AR salah

memilih warna dan jenis pakaian. AR juga sangat menjaga wajah dan badannya,

terbukti saat ia menuturkan jika dia rajin ke tempat perawatan kulit wajah di kota

Makassar. AR mengunjungi tempat perawatan kulit wajah tersebut sebulan sekali.

PM sendiri yang di keluarganya tidak sereligius keluarga AR, tetap

menyembunyikan pilihannya menjadi gay. PM berpikir, tidak ada orang tua yang

mau jika anaknya menjadi gay. Meski dekat dengan saudara perempuannya, ia tidak

akan mengatakan yang sebenarnya kepada saudaranya. Dan menurutnya orang tuanya

membebaskannya bergaul karena dia telah dewasa dan dapat

mempertanggungjawabkan sikapnya. PM sendiri memiliki tampilan seperti laki-laki

normal jika hanya dilihat sekilas. Memakai celana jeans hitam ketat, kemeja biru dan

sepatu sport hitam. PM mengakui jika dirinya termasuk orang yang menjaga

penampilan, dia mengatakan bahwa ia melakukan perawatan terhadap wajah dan

badannya. PM memilih merawat wajahnya di rumahnya sendiri, ia juga kadang

mengunjungi tempat kebugaran (gym) atau berolahraga sendiri disekitar kampus.

Berbeda sedikit dengan AD, yang mempunyai orangtua yang keras membuatnya

harus menyembunyikan kepribadiannya sebagai seorang gay. Salah satu panggung

depan terbesar AD adalah orangtuanya, meskipun kakaknya telah mengetahui jati

dirinya, tapi ia masih bersihkeras menjaga rahasianya kepada bapak ibunya. Karena

AD masih ingin menjaga nama baik keluarganya dan tidak ingin mengecewakan

orangtuanya. AD sangat rapi saat berpakaian. Ia bahkan kerap terlihat memakai


74

celana pendek dengan baju kaus biasa. Menurut teman dekat AD, KA mengatakan

AD sering menggunakan pakaian dengan warna hitam dan merah. AD juga termasuk

orang yang merawat diri, mulai dari wajah AD memilih perawatan yang tergolong

mahal. Dia juga sering mendatangi tempat kebugaran yang ada disalah satu hotel di

Makassar.

Atribut yang ditampilkan oleh ketiga informan tersebut yaitu AR, PM dan AD

merupakan bentuk dari front stage agar orang lain dapat memandang dari sisi yang

dapat diterima oleh masyarakat. Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau

aktivitas manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita

kenakan, tempat kita tinggal, rumah yang kita huni berikut cara kita melengkapinya

(furnitur dan perabotan rumah), cara kita berjalan dan berbicara, pekerjaaan yang kita

lakukan dan cara kita menghabiskan waktu luang kita Lebih jauh lagi, dengan

mengelola informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka kita akan

mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk

memberi tahu kepada orang lain mengenai siapa kita

Informan di atas mengatakan hal yang hampir sama pada intinya. Mereka

memperhatikan sikap atau perilaku baik itu verbal maupun non verbal pada saat

berinteraksi dengan lingkungan keluarga maupun dengan lingkungan sosial luarnya,

yang merupakan panggung depan, hal tersebut guna menjaga agar rahasia mengenai

idenitas dirinya sebagai kaum gay tetap terjaga kerahasiaannya. Walaupun mereka

terkadang seperti melakukan upaya sandiwara agar identitasnya sebagai gay tidak
75

diketahui. Pendeknya, masing-masing kaum gay tersebut yang menjadi informan

utama dalam penelitian ini ketika berada di lingkungan keluarga maupun lingkungan

sosial luarnya, mereka mengelola informasi yang mereka tampilkan kepada orang

lain. Karena penampilan yang mereka tampilkan tersebut ketika berada di lingkungan

sosialnya, dapat memandang kaum gay itu sebagai orang yang ingin kaum gay itu

tunjukkan.

Ketiga informan sepakat, bahwa mereka merupakan individu yang memiliki

peran sebagai makhluk sosial. Mereka melakukan kontak sosial dan berkomunikasi

dengan semua orang. Tidak terkecuali dengan masyarakat di sekeliling mereka yang

mayoritas merupakan masyarakat heteroseksual, khususnya di kota Makassar.

Mereka sadar terhadap nilai dan norma sosial agama yang ada di masyarakat.

Terutama mengenai pilihan orientasi seksual. Masyarakat kota Makassar yang

mayoritas masyarakat yang beragama, merupakan masyarakat heteroseksual yang

masih menganggap pilihan orientasi seksual seperti homoseksual khususnya gay

masih tabu dan masih tidak dapat diterima.

Peneliti membagi dua lingkungan sosial (heteroseksual) tempat informan utama

berinterkasi, yakni lingkungan sosial luar dan dalam. Lingkungan sosial luar yang

termasuk dalam panggung depan yakni lingkungan yang para informan utama tidak

memberitahukan identitas asli mereka. Seperti pada AR yang mengatakan memiliki

dua kepribadian jika sedang bersosialisasi diluar, ia juga mengatakan terpaksa

mengikuti budaya yang dari awal telah ada dimasyarakat kota Makassar. Layaknya
76

AR, PM juga berusaha menyembunyikan jati dirinya kepada teman-teman

kampusnya, ia takut jika teman kampus khususnya teman laki-lakinya akan merasa

risih dan tidak ingin berteman lagi dengannya. AD yang merupakan informan ketiga,

juga merahasiakan orientasi seksualnya yang menyukai laki-laki. apalagi ia

merupakan salah satu pengurus inti dikomunitas keagamaan, jadi AD harus dapat

menyembunyikan jati dirinya kepada para orang tua yang berada dalam

komunitasnya. Tapi dia juga fokus kepada perilakunya terhadap orang lain yang

menurut pemahaman agamanya baik. Dilingkungan sosial luar, AD lebih menjaga

agar aib yang ada dikeluarganya tidak diketahui orang banyak.

Dari penjabaran di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa informan

utama yakni AR, PM dan AD sama-sama memilih keluarga terutama orangtua

sebagai panggung depan (front stage) untuk menyembunyikan identitas dirinya yang

asli. Dan mempresentasikan dirinya sebagai anak laki-laki yang normal dimata

orangtuanya untuk menjaga agar keduanya tidak kecewa terhadap pilihan hidupnya.

Informan utama juga memilih untuk menjadikan lingkungan sosial luar sebagai

panggung depan (front stage) dimana mereka sebagai aktor juga menyembunyikan

identitasnya sebagai penyuka sesama jenis. Presentasi diri yang ditampilkan pun

sesuai dengan yang mereka inginkan. Mereka ingin kesan yang tampil di lingkungan

sosial luar yaitu mereka (informan utama) sebagai laki-laki normal yang bertujuan

untuk menjaga nama baik keluarga. Cara AR, PM dan AD berpakaian pun hampir

mirip dengan laki-laki pada umumnya, hanya mereka terlihat seperti laki-laki
77

metroseksual yang menjaga penampilannya mulai dari gaya berpakaian dan

perawatan yang mereka lakukan terhadap wajah dan badannya.

b. Panggung Belakang

Goffman juga membahas panggung belakang (back stage) di mana fakta

disembunyikan di depan atau berbagai jenis tindakan informal mungkin timbul

(Ritzer & Goodman, 2007: 301). Di panggung inilah segala persiapan mahasiwa gay

disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di lapangan, untuk menutupi identitas

aslinya sebagai seorang gay. Panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak

boleh diketahui oleh orang lain. Dalam area ini kaum gay mempunyai sebuah peran

yang berbeda dari panggung depan (front stage), karena terdapat alasan-alasan

tertentu di mana kaum gay tersebut menutupi atau tidak menampilkan peran yang

sama dengan panggung depan (front stage).

Di panggung belakang (back stage) inilah kaum gay akan tampil seutuhnya

dalam arti menjadi identitas aslinya sebagai seorang gay. Dan mungkin akan terdapat

beberapa perbedaan yang ditampilkan oleh kaum gay ini ketika bersosialisasi dengan

teman-teman yang telah mengetahui kepribadian asli mereka dengan sosialisasi

sesama gay-nya. Misalnya seperti dari peran, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik

wajah dan cara bertutur kata. Di area panggung belakang inilah, kaum gay bertindak

dengan cara yang berbeda dibandingkan ketika berada dihadapan masyarakat yang

mayoritas heteroseksual.
78

Panggung belakang ini bersifat lebih santai, di mana kaum gay bisa menjadi

dirinya sendiri tanpa harus ada yang ditutup-tutupi. Karena dalam panggung belakang

ini, kaum gay berada di lingkungan yang menerimanya memiliki persamaan rasa dan

nasib.

Peneliti memasukkan hubungan informan utama dengan lingkungan sosial

dalam atau dengan kata lain teman heteroseksual yang telah mengetahui kepribadian

asli informan, karena dalam bersosialisasi dengan temannya tersebut, informan utama

juga menjadi dirinya sendiri dan terbuka mengenai orientasi seksualnya yang

berbeda.

Pada hubungan dengan lingkungan sosial dalam yang termasuk panggung

belakang, informan pertama AR hanya mempercayai teman masa kecilnya dan teman

semasa ia masih di SMA yang mengetahui hal tersebut. Tapi tidak hanya itu, AR juga

memiliki teman komunitas sesamanya yang juga mengetahui jika AR adalah seorang

gay. Dalam hubungannya dengan teman atau sahabat sedari kecilnya, AR

menampilkan panggung belakang, yang tidak hanya dari ceritanya yang sahabatnya

tau jika dia adalah seorang gay, tapi juga sikap dan perilakunya yang terlihat seperti

perempuan ketika bersama sahabatnya. Begitu juga ketika AR bersama teman yang

dia kenal dari SMA (Sekolah Menengah Akhir), pembawaannya mirip dengan jika

dia bersama sahabat kecilnya. AR yang juga memiliki komunitas yang ia masuki saat

masih di SMA, mulanya dia hanya ikut-ikutan tapi akhirnya merasa nyaman hingga

sekarang karena AR merasa bebas menjadi dirinya sendiri dan tidak akan ada yang
79

tersinggung jika ia berkata kasar. Di lingkungan ini, cara bepakaian AR hampir mirip

dengan cara ia berpakaian biasanya. Perbedaannya hanya pada gaya bicaranya yang

tidak sekaku pada saat ia berada di panggung depan. Menurut AR, ia tidak memiliki

bahasa khusus saat berada di panggung belakang. AR menyatakan jika pada

panggung ini, ia menjadi lebih berani bergaya seperti perempuan (ngondek) dalam

hal gaya berbicara. AR juga mengatakan untuk mengetahui laki-laki adalah seorang

gay saat pertama kali bertemu, apalagi gay yang gaya berpakaiannya sama dengan

laki-laki normal adalah dengan menggunakan radar yang dimulai dengan saling

bertatapan satu sama lain secara berulang-ulang.

Informan kedua, PM juga demikian. Memiliki teman kuliah yang mengetahui

identitas aslinya membuat PM tidak bersusah payah untuk menutupi perilakunya

yang lain. Meski PM sendiri jika diperhatikan secara langsung amat sulit

mengenalinya jika dia adalah seorang gay. Panggung belakang (back stage) salah

satunya adalah sahabatnya yang dia kenal dari awal mula dia masuk kuliah, tapi PM

baru mengungkapkan identitasnya saat dia yakin ketiga teman tersebut adalah orang

yang dapat ia percaya. Pada posisi panggung belakang selanjutnya adalah komunitas

gay yang dikenal PM sejak SMA (Sekolah Menengah Atas). Dikomunitas tersebut

PM dapat leluasa bercerita mengenai hubungannya dengan pasangannya, dia bahkan

dapat menjadi dirinya sendiri. PM mengatakan karena dalam hubungan ia bertindak

sebagai TOP, gaya berpakaiannya pun tidak ada bedanya dengan laki-laki pada

umumnya. Ia mengatakan jika gaya berpakaiannya lebih rapi jika berada dikampus
80

yang merupakan panggung depan dan lebih kasual jika dalam lingkungan sesamanya.

PM mengakui, ia lebih sering memakai baju kaus saat sedang bersama dengan teman

sesama gaynya. Dalam panggung belakang, PM tidak memiliki bahasa khusus untuk

berhubungan dengan sesamanya.

Terjadi hal yang sama dengan informan ketiga, pada panggung belakang (back

stage) AD juga memiliki orang-orang yang mengetahui identitas aslinya. Yakni

teman saat dia SMA (Sekolah Menengah Atas), AD memiliki tujuh orang sahabat

yang semuanya adalah perempuan. AD merasa yakin dengan para sahabatnya saat ia

membongkar identitasnya yang adalah seorang gay dan sahabat perempuannya

tersebut menerimanya. Tak hanya itu, AD juga diketahui adalah seorang gay

dikomunitas agamanya. Tapi hanya orang-orang terdekatnya yang mengetahui hal

tersebut. Tingkah laku AD saat bersama dengan teman komunitas agamanya juga

tidak membuat risih mereka. Dan pada panggung belakang terakhir AD adalah

komunitas gay yang sudah selama enam tahun AD bergabung. Dalam komunitas gay

yang dimasuki AD memiliki tujuh orang anggota yang dimana semuanya memiliki

pekerjaan yang menjadikannya mereka satu nasib, yakni menyembunyikan identitas

demi kehidupan yang normal. Dari penuturan AD mereka rutin bertemu yang kadang

hanya ingin bertukar cerita atau pergi liburan bersama. Pada panggung belakang ini

gaya berpakaian AD masih tetap seperti saat berada di panggung belakang. Menurut

KA yang merupakan teman dekat AD, AD kadang terlihat menggunakan pakaian

yang bersambung antara baju dan celana yang biasa disebut baju monyet saat berada
81

di kelompok agamanya. Sama seperti dua informan sebelumnya, AD mengatakan

tidak memiliki bahasa khusus saat berhubungan dengan teman sesama gay-nya. Dia

beranggapan hal tersebut hanya dilakukan oleh para laki-laki yang menyerupai

perempuan (banci).

Ketiga informan utama dalam penelitian ini yaitu AR, PM dan AD, supaya

rahasia mereka sebagai gay tetap aman, keluarga, teman dan masyarakat lain tidak

mengetahuinya. Maka tidak hanya dari segi teknik pengelolaan informasi berupa

bahasa tubuh, ekspresi wajah, gaya berbicara, atribut yang dipakai saja, akan tetapi

mereka juga mengelola informasi dari hal-hal yang kecil seperti membatasi ruang

lingkup pergaulan mereka dengan individu-individu gay, khususnya yang dari segi

penampilan seperti bahasa tubuh, ekspresi wajah, gaya berbicara, atribut yang dipakai

dapat mencirikan mereka sebagai seorang gay. Di sini bisa terlihat perbandingan

antara penampilan “palsu” dengan keseluruhan kenyataan diri seorang gay. Panggung

belakang biasanya berbatasan dengan panggung depan, tetapi tersembunyi dari

pandangan khalayak. Ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukkan, dan

oleh karena itu, khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang,

kecuali dalam keadaan darurat.

Selain itu dengan mencari teman secara selektif, mereka dapat memiliki seorang

teman atau sahabat yang dapat mereka percayai. Dan teman dengan pilihan orientasi

seksual yang sama, yang dapat diajak untuk saling bertukar pendapat tanpa harus

khawatir memikirkan tanggapan aneh yang timbul akibat pilihan orientasi seksualnya.
82

Karena terdapat kesamaan dan kepentingan sehingga terjalin hubungan persahabatan

tersebut. Dimana dalam hubungan pertemanan atau persahabatan itu terdapat kriteria

khusus yaitu adanya tingkat kepercayaan yang dimiliki satu sama lain. Tujuannya

adalah supaya jati diri mereka sebagai seorang gay, tetap terjaga kerahasiaanya dari

mayarakat luas.

Di area panggung belakang inilah, kaum gay bertindak dengan cara yang

berbeda dibandingkan ketika berada dihadapan masyarakat yang mayoritas

heteroseksual. Panggung belakang ini bersifat lebih santai, di mana kaum gay bisa

menjadi dirinya sendiri tanpa harus ada yang ditutup-tutupi. Karena dalam panggung

belakang ini, kaum gay berada di lingkungan yang memiliki persamaan rasa dan

nasib khususnya bagi teman yang orientasi seksualnya sama dengan mereka.

C. Realitas Dramaturgi Kaum Gay

Hasil penelitian yang telah diuraikan diatas maka peneliti akan membahas

mengenai Presentasi Diri Kaum Gay di Kota Makassar. Tipe-tipe homoseksual yang

menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu “the secret homosexual” yaitu

tipe ini ditunjukkan kepada homoseksual yang berusaha untuk menyembunyikan

perilaku homoseksualnya dari lingkungannya. Mereka pandai menyembunyikan

perilaku sehingga tidak nampak berbeda dari orang lain di lingkungannya, dengan

sifat yang ditampilkan masing-masing informan utama dalam penelitian ini. Karena

para informan utama ini berusaha untuk menyembunyikan perilaku homoseksualnya


83

dari lingkungannya, sehingga memungkinkan mereka untuk memainkan peran yang

berbeda dan sesuai dengan situasi dan identitas sosial lingkungan sosialnya.

Hal ini terbukti dengan adanya peran yang mereka mainkan yaitu di wilayah

panggung depan (front stage), dan di wilayah panggung belakang (back stage).

Dalam front stage, Goffman membedakan antara setting dan front personal. Setting

mengacu pada pemandangan fisik yang biasanya harus ada disitu ketika kaum gay ini

memainkan perannya. Setting dalam panggung depan kaum gay ini terbagi menjadi

dua yaitu dilingkungan rumahnya dan di lingkungan sosial luarnya, tempat ia menjadi

seorang laki-laki normal. Sedangkan menurut Goffman front personal disini terbagi

menjadi penampilan dan gaya (Ritzer & Goodman, 2007). Penampilan meliputi

berbagai jenis barang yang mengenalkan kepada kita status sosial dari kaum gay

tersebut. Gaya mengenalkan kepada masyarakat, peran macam apa yang diharapkan

kaum gay ini untuk dimainkan dalam situasi tertentu.

Setelah melakukan wawancara dari ke-3 (ketiga) key informan, 1 (satu)

informan pendukung dan 1 (satu) orang narasumber dapat ditarik sebuah kesimpulan

bahwa kaum gay hampir semuanya memerankan peran sosial ketika berinteraksi

dengan lingkungan sosialnya yang berlainan dengan penuh kehati-hatian dan

melakukan pengendalian diri dengan baik.

Ketiga key informan sepakat, bahwa mereka merupakan individu yang memiliki

peran sebagai makhluk sosial. Mereka melakukan kontak sosial dan berkomunikasi
84

dengan semua orang. Tidak terkecuali dengan masyarakat disekeliling mereka yang

mayoritas merupakan masyarakat heteroseksual, khususnya di kota Makassar.

Mereka sadar terhadap situasi sosial dalam lingkungan mereka, terutama mengenai

nilai dan norma sosial agama yang ada di masyarakat sekitar mengenai pilihan

orientasi seksual yang dapat diterima. Masyarakat kota Makassar yang mayoritas

masyarakat yang beragama, merupakan masyarakat heteroseksual yang masih

menganggap pilihan orientasi seksual seperti homoseksual masih tabu dan masih

tidak dapat diterima.

Sama seperti ketiga key informan dalam penelitian ini, di mana ketika mereka

berada di lingkungan keluarganya, yang meskipun keluarga merupakan lingkungan

terdekat bagi AR, PM dan AD akan tetapi, mereka tidak berani dan masih tidak bisa

untuk terbuka mengenai jati diri mereka yang sebenarnya sebagai seorang gay.

Padahal sejak kecil mereka dibesarkan dan kumpul bersama anggota keluarganya, hal

itu tidak bisa menjadi tolak ukur bagi mereka untuk terbuka mengenai rahasia akan

jati diri mereka yang sebenarnya kepada keluarga. Karena menjadi seorang gay

merupakan keputusan yang mereka anggap sebagai sesuatu yang sulit untuk

diberitahukan kepada orang lain, tidak terkecuali keluarga. Karena hal tersebut

merupakan aib yang tidak hanya menghancurkan nama baik dirinya sendiri, akan

tetapi juga dapat menjadi aib bagi keluarganya. Sehingga orang tua hanya perlu

mengetahui mereka dari segi mereka sebagai laki-laki normal dan sebagai anak baik-

baik dan kebanggaan dari keluarganya.


85

Kaum gay akan menutup jati diri aslinya tersebut, meskipun terhadap keluarga

yang merupakan lingkungan terdekat dengan seseorang. Dikarenakan perilaku

seksual yang dipilih merupakan perilaku yang dianggap menyimpang, dan tidak dapat

diterima baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya,

yang mayoritas adalah heteroseksual.

Atribut yang ditampilkan para kaum gay yang menjadi informan utama dalam

penelitian ini saat berada dipanggung depan juga tidak terlalu berbeda saat berada

dipanggung belakang. Perbedaan terlihat pada cara mereka berinteraksi saat berada

diantara panggung tersebut. Pada panggung depan, para informan utama memilih

untuk berpakaian rapi layaknya laki-laki normal dan ketiganya dapat dikategorikan

sebagai laki-laki metroseksual yang menjaga penampilannya mulai dari wajah, badan

hingga cara berpakaiannya yang modis. Pada panggung depan juga informan utama

memilih untuk menampilkan kesan bahwa mereka adalah laki-laki normal dengan

cara menjaga perilaku saat berinteraksi. Berbeda saat berada dipanggung belakang,

ketiga informan bebas untuk berperilaku layaknya seorang gay. Mereka merasa saat

berada dipanggung belakang, ketiganya tidak kaku dalam berhadapan dengan

sesamanya. Mereka bahkan dapat bermanja-manja dengan sesama atau teman

dekatnya ketimbang saat berada dihadapan keluarga atau lingkungan sosial luarnya.

Dan ketiga informan mengatakan, mereka tidak memiliki bahasa khusus saat

bersosialisasi dengan sesama kelompok gay-nya.


86

Nilai dan norma yang ada di masyarakat berkaitan dengan peraturan dan

pengendalian masyarakatnya dalam menjalani fungsi seksualnya itu lah, yang

menjadi permasalahan individu gay secara umum, yaitu perasaan terkungkung atas

jati diri sebenarnya yang dimiliki. Karena apabila mereka secara terangterangan atau

terbongkar jati diri yang sebenarnya sebagai seorang gay, mereka akan merasa tidak

aman, dan mendapatkan tekanan psikis berupa rasa penolakan atau rasa kekecewaan

baik itu di lingkungan keluarganya sendiri selaku lingungan yang paling dekat

dengan setiap orang.

Menurut Goffman masalah dramaturgis itu terjadi pada orang-orang yang

mendapatkan stigma discreditable adalah stigma yang perbedaannya tidak diketahui

oleh anggota penonton, yaitu dalam penelitian ini kaum gay. Masalah dramaturgis

mendasar bagi seseorang yang mempunyai stigma discreditable adalah pengelolaan

informasi sedemikian rupa sehingga masalahnya tetap tak diketahui oleh orang lain.

Stigma inilah yang membuat ketiga informan tersebut lebih cenderung untuk

menutupi identitas dan jati dirinya dari lingkungan khalayak. Pengungkapan identitas

diri hanya dilakukan pada tempat dimana ketiga informan ini merasa di terima seperti

komunitas khusus yang mereka ikuti dan orang-orang yang telah memahami kondisi

seksual mereka.

AR, PM dan AD sebagai seorang gay telah memainkan peran yang sangat baik

dalam pengungkapan diri mereka di front stage. Mereka mampu menutupi identitas

diri yang sebenarnya dengan begitu baik. Latar belakang budaya dan nilai keluarga
87

menjadi asumsi dan alasan bagi mereka untuk menamilkan jati diri palsu di hadapan

orang banyak. Sebaliknya, peran yang berbeda mereka lakonkan pada situasi dan

lingkungan yang dapat menerima perbedaan atau orientasi seksual yang mereka

alami. AR, PM dan AD lebih tampil terbuka dan apa adanya ketika berada pada

lingkungan komunitas “sejenis”. Selain itu, persamaan orientasi seksual dan rasa

aman dari ancaman berupa tekanan psikis menjadi alasan ketiga informan tersebut

menampilkan jati diri yang sebenarnya kepada orang di komunitas dan teman

terdekatnya.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Presentasi Diri Kaum Gay di kota

Makassar, peneliti dapat mengemukakan beberapa hal yang ditarik sebagai

kesimpulan-kesimpulan yang menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, yaitu

sebagai berikut :

1. Ketiga informan yang merupakan kaum gay di kota Makassar, memilih

keluarga sebagai panggung depannya (front stage). Ketiga informan tersebut

mempresentasikan dirinya sendiri di keluarga adalah sebagai anak laki-laki

yang normal. Menjaga agar rahasia mereka sebagai gay tidak diketahui pihak

keluarga khususnya orang tua. Ketiga informan berusaha menutupi jati diri

mereka agar untuk menjaga nama baik keluarga.

Di lingkungan sosial sendiri, informan juga memilih untuk menjadikannya

panggung depan. Para informan yang merupakan aktor berusaha mengelola

kesan yang ingin disampaikan dimasyarakat sebagai penonton. Apalagi

dengan keadaan masyarakat yang masih menganggap bahwa perilaku gay

sangat bertentangan dengan norma-norma yang telah ada. Tapi tidak menutup

kemungkinan informan juga memberitahukan rahasianya kepada lingkungan

sosial heteroseksual yang dapat mereka percayai dan menempatkannya

sebagai panggung belakang (back stage). Dari penuturan diatas, tipe

88
89

homoseksual dalam penelitian ini termasuk dalam tipe the secret homosexual

yang berusaha untuk menyembunyikan perilaku homoseksualnya dari

lingkungan.

2. Dalam hubungan dengan kelompok homoseksual khususnya gay, informan

menempatkannya di bagian panggung belakang. Panggung ini merupakan

tempat informan menjadi dirinya sendiri dengan tidak menutup-nutupi

identitas aslinya karena merasa memiliki nasib dan perasaan yang sama. Di

panggung ini para informan leluasa untuk bersosialisasi, di mana tujuannya

adalah mencapai suatu kebutuhan psikologis seperti diterima, dihargai,

memperoleh rasa aman dan nyaman serta afeksi (kasih sayang) dan

sebagainya.

B. Saran

Dari penelitian yang dilakukan, peneliti mengemukakan beberapa saran yaitu :

1. Untuk penelitian tentang fenomena yang sama yaitu fenomena di masyarakat

mengenai kaum gay, peneliti menyarankan, agar peneliti selanjutnya dapat

memperluas dan menambah jumlah informan yang diteliti. Dan juga

disarankan agar peneliti menggunakan paradigma kritis dan memakai teori

komunikasi lainnya.

2. Gay merupakan perilaku menyimpang, namun keberadaan komunitas yang

ada, baik individu maupun kelompok, untuk tidak mendiskriminasi

keberadaan mereka dan tidak mendapatkan pengucilan dalam kehidupan

sosial.
90

3. Sebaiknya kaum gay bersikap sewajar mungkin dalam bermasyarakat serta

mengetahui norma-norma yang berlaku agar tidak mendapatkan diskriminasi

dalam kehidupan sosial. Selain itu, peraturan di Indonesia belum melegalkan

LGBT sehingga aktivitas yang berkaitan dengan LGBT dianggap sebagai

sesuatu yang terlarang.


91

DAFTAR PUSTAKA

Bahfiarti, Tuti. 2011. Mistifikasi Bissu’ dalam Upacara Ritualadatetnik Bugis


Makassar (Kajian Studi Dramaturgi). Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol.I
No.2.

Basrowi, Sudikin. 2002. Metode Penelitian Kualititatif Perspektif Mikro. Surabaya:


Insan Cendikia.

Beebe, S.A., Beebe, S.J., & Redmond M.V. 2008. Interpersonal Communication :
Relating to Others. London: Pearson Education.

Bonan, J. A. 2003. Testimony Presented to The New York State Assembly Comitee on
Connection. New York: Aubry Press.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.


____________ . 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Predana
Grup.

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Kamanto, Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.

Knox, D. 1984. Human Sexuality. New York: West Publishing Co.

L. Tubbs, Stewart & Sylvia Moss. 2000. Human Communication. Bandung: Remaja
Rosda Karya.

Moleong, Lexy J. 2003. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya.

Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Karya.
____________ . 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
____________ . 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja
Rosdakarya.

Oetomo, Dede. 2001. Memberi Suara Pada yang Bisu.Yogyakarta: Galang Press
92

Pace, W. 2002. Promoting Lesbian and Gay Health and Well-Being. New York:
Funding Published.

Raho, Bernard. 2014. Sosiologi. Anggota IKAPI: Ledalero.

Ritzer, George & J. Goodman, Douglas. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana.
____________. 2012. Teori Sosiologi – Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi
Wacana Offset.

Sihabudin, Ahmad dan Winangsih, Rahmi. 2012. Komunikasi Antar Manusia.


Serang: Pustaka Getok Tular.

Widjono. 2007. Bahasa Indonesia : Mata kuliah Pengembangan Kepribadian di


Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Grasindo.

Skripsi

Akbar, Ilham. 2011. Pola Komunikasi Antar Pribadi Kaum Homoseksual Terhadap
Komunitasnya Di Kota Serang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Serang:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa

Budiarty, Asty. 2011. Gaya Hidup Lesbian (Studi Kasus Kota Makassar).Skripsi
Tidak Diterbitkan. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin

Demartoto, Argyo. 2010. Mengerti, Memahami dan Menerima Fenomena


Homoseksual. Skripsi Tidak Diterbitkan. Semarang: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro.

Mutmainnah MB, Ismi. 2012. Perilaku Komunikasi Antarpribadi Pasangan Gay Di


Kota Makassar. Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Pranata, Tommy Dwi. 2015. Perilaku dan Realitas Sosial Kehidupan Gay Di Kota
Samarinda. Skripsi Tidak Diterbitkan. Samarinda: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman.
93

Puspitosari, Hesti & Pujileksono, Sugeng. 2005. Waria dan Tekanan Sosial. Skripsi
Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang

Rizal Iwan. 2001. Representasi Kelompok Gay Pada Film Indonesia. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.

Rosvita, Margaeta. 2004. Representasi Pria Dalam Arisan. Skripsi Tidak Diterbikan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Internet

Gatra. 2003. Jalan Berliku Kaum Homo Menuju Pelaminan.


(http://arsip.gatra.com/2003-09-28/artikel.php?id=31335 Diakses 4 Juni
2017

Hidayatullah. 2017. Pemkot Makassar Imbau Warga Laporkan Pelaku LGBT.


(https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2017/12/20/131024/
pemkot-makassar-imbau-warga-laporkan-pelaku-lgbt.html Diakses 28
Desember 2017 pukul 19.06)

Rusdianto, Eko. 2016. Toleransi Gender di Masyarakat Sulawesi Selatan.


(http://historia.id/budaya/toleransi-gender-di-masyarakat-sulawesi-
selatan Diakses 3 Maret 2018)

Syalaby, Ahmad. 2016. Berapa Sebenarnya Jumlah Gay Di Seluruh Indonersia ?.


(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/23/o1e9ut39
4-berapa-sebenarnya-jumlah-gay-di-seluruh-indonesia. Diakses 7 April
2017 pukul 22.34 WITA).
94

LAMPIRAN
95

Matriks Penelitian

RUMUSAN SUMBER METODE


JUDUL VARIABEL INDIKATOR HIPOTESIS
MASALAH DATA PENELITIAN
Presentasi 2. Bagaimana • Panggung 1. Di keluarga 1) Informan 1. Desain penelitian 1. Hipotesis Mayor :
Diri Kaum presentasi depan Utama : Tiga Derskriptif Terdapat perbedaan
Gay di diri kaum (front 2. Di orang Kualitatif cara Kaum Gay
Kota gay di stage) lingkungan informan mempresentasikan
Makassar dalam sosial Gay yang 2. Penentuan Informan dirinya di keluarga,
lingkungan berdomisili purposive sampling lingkungan sosial dan
keluarga di Makassar berdasarkan kriteria dalam kelompok
dan di • Panggung 3. Di 2) Informan yang ditentukan sesama gay-nya.
lingkungan belakang lingkungan Pendukung:
sosialnya? (back sesama gay Teman dekat 2. Hipotesis Minor :
stage) informan 3. Pengumpulan Data: a. Pada panggung
3. Bagaiman utama a. Primer: depan (front stage)
a 3) Kepustakaan 1) Wawancara Kaum Gay
presentasi mendalam menempatkan
diri kaum (Depth keluarga dan
gay dalam Interview) lingkungan sosial
kelompok 2) Obsevasi luar untuk
sesama b. Sekunder mempresentasikan
gay-nya? 1) Studi Pustaka dirinya sebagai
laki-laki normal.
b. Pada panggung
belakang (back
stage) Kaum Gay
memilih
lingkungan sosial
dalam atau teman
dekat dan kelomok
96

sesamanya untuk
dijadikan tempat
mereka menjadi
dirinya sendiri
sebagai seorang
gay.
97

PEDOMAN WAWANCARA

INFORMAN

1. PRESENTASI DIRI DI RUMAH

1. Bagaimana proses anda bisa memutuskan pilihan anda menjadi seorang gay

dan mengapa itu bisa terjadi? Bisa anda menceritakannya?

2. Pendidikan apa yang anda dapatkan di lingkungan keluarga anda?

3. Apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka?

4. Bagaimana untuk urusan ibadah ketika anda berada di rumah?

5. Dengan latar belakang keluarga seperti itu, bagaimana cara anda bersikap dan

menyesuaikan diri ketika di rumah dengan anggota keluarga yang lain?

6. Bagaimana gaya bicara anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang

tinggal di rumah?

7. Bagaimana berpakaian anda ketika anda berada di rumah?

8. Apakah dari keluarga anda ada yang pernah mencurigai perilaku anda?

Bagaimana mereka bisa curiga? Bisakah anda menceritakannya?

9. Lalu bagaimana sikap atau tindakan anda ketika mendapatkan sinyal

kecurigaan dari saudara anda?

10. Apakah anda merasa kesulitan menjaga sikap dan perilaku dalam lingkungan

keluarga dengan jati diri anda yang sebenarnya?

11. Suatu saat nanti apakah anda akan berusaha untuk jujur kepada keluarga

mengenai identitas diri anda sebagai seorang gay? Mengapa, bisa anda

menceritakan
98

2. PRESENTASI DIRI DI LINGKUNGAN SOSIAL

1. Menurut anda bagaimana tanggapan masyarakat di sekitar anda mengenai

keberadaan gay/homoseksual?

2. Dengan pandangan masyarakat di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda

menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka?

3. Bagaimana sikap anda ketika berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan

pertemanan?

4. Untuk gaya berpakain sendiri di lingkungan sosial anda bagaimana?

5. Ketika anda di lingkungan pertemanan, anda lebih tertarik untuk bersosialisasi

dengan siapa? Mengapa ?

6. Apakah ada rasa ketertarikan pada saat anda bersosialisasi dengan teman pria?

Mengapa?

7. Teman-teman anda ada yang pernah curiga tentang jati diri anda yg

sebenarnya?

3. PRESENTASI DIRI DI LINGKUNGAN KELOMPOK GAY.

1. Apakah ada komunitas gay (perkumpulan) di kota Makassar ?

2. Bagaimana cara kalian sesama gay bertemu untuk saling berkomunikasi?

3. Bagaimana cara anda memilih teman sesama gay?

4. Seperti apa topik pembicaraan yang menjadi bahan pembicaraan diantara

teman-teman sesama gay anda?


99

5. Di lingkungan mana anda bisa mendapatkan rasa kenyamanan dan bisa

menjadi lebih terbuka menjadi diri anda sendiri ketika bersosialisasi dengan

orang lain?

6. Apakah anda pernah mempunyai kekasih (gay)? Bisa anda menceritakannya?


100

Reduksi Data

variabel Indikator Pertanyaan Jawaban


Presentase Di rumah 1. Bagaimana proses anda AR : Waktu SMPka kelas 1, lebih sukaka bergaul sama
Diri bisa memutuskan pilihan teman-teman yang cewe ketimbang cowo. Tapi tidak kaya
anda menjadi seorang gay bencongja iya. Baru sukaka perhatikan kakak-kakak kelas
dan mengapa itu bisa kalau main basketki. Kukiraji itu waktu masa-masa purber toh.
terjadi? Bisa anda Sampe waktu kelas 3ka, mulaimi main-main fb baru ketemuka
menceritakannya? cowo yang agak tua, baru sering-seringka baku chat di fb
2. Pendidikan apa yang anda sama dia, sampe janjianka ketemu di KFC di KDS.
dapatkan di lingkungan Keluargaku itu termasuk keluarga yang religius, bahkan dari
keluarga anda? TK sampai SMAka itu sekolah disekolah yang bisa dibilang
3. Apakah anda menemukan islami. Baru bapak sama mamaku itu kebetulan sudah hajimi
kesulitan ketika jadi otomatis mereka masih perhatikan shalatku apalagi
berinteraksi dengan mamaku tiap hari biasanya teriak-teriak mi suruh ka shalat.
mereka? Tapi menurutku haruski balance antara agama dengan ilmu
4. Bagaimana untuk urusan pengetahuan iya, karena orang-orang biasanya na hormatiki
ibadah ketika anda berada saat natau kalau tinggi ilmu pengetahuan’ta. Saya kebetulan
di rumah? kalau dikeluarga dekat sama saudara, tapi tidak ada orang
5. Dengan latar belakang dirumah yang tau kalau seperti inika. Paling dirumah suka ji
keluarga seperti itu, bercanda hal-hal yang biasa karena dari kecil kebiasaanmi
bagaimana cara anda baku kumpul-kumpul sama saudara, kalau mau dibilang
bersikap dan dikeluarga itu beda sekali ka pembawaannya. Baru cerewet ka
menyesuaikan diri ketika memang kalau dikeluarga, diluar juga cerewetja tapi kalau
di rumah dengan anggota dikeluarga, kaya langsung keluar sifat cowokku mungkin
keluarga yang lain? karena sayaji anak cowo. Seperti kalau merasa mauka
6. Bagaimana gaya bicara lindungi keluargaku begitue, Kalau bapak kebetulan jarang
anda ketika berinteraksi ada dirumah, dia biasanya pulang setelah magribpi makanya
dengan orang-orang yang jarangka juga ketemu. Kalau orang lain pasti nasalahkan
101

tinggal di rumah? orang tuanya kalau begini, tapi menurutku mereka tidak
7. Bagaimana berpakaian salahji. Saya mentongji yang mau seperti ini. Kalau didalam
anda ketika anda berada di hubungan itu, saya yang jadi BOT karena sukaka
rumah? diperhatikan. Cuma gayaku kaya cowo yang biasanya ji.
8. Apakah dari keluarga anda Lumayan lamama iya pacaran, karena kalau nyamanka sama
ada yang pernah orang susahka lepaski. Kebetulan adama 8 tahun ini sama
mencurigai perilaku anda? yang ini, diami juga iya pacar pertamaku
Bagaimana mereka bisa
curiga? Bisakah anda PM : Keluargaku termasuk keluarga yang biasaji, dan
menceritakannya? orang tuaku na bebaskan ji pergaulan anak laki-lakinya.
9. Lalu bagaimana sikap atau Karena menurutnya bisaji na jaga dirinya. Tapi biar begitu,
tindakan anda ketika tidak mungkin maka mau jujur sama mereka kalau beginika.
mendapatkan sinyal Karena tidak ada orang tua yang mau kalau begini anaknya.
kecurigaan dari saudara Di rumah lebih dekatka sama kakakku yang cewe karena
anda? kakakku yang cowo tidak dirumahmi tinggal karena sudahmi
10. Apakah anda merasa berkeluarga, tidak dekat sekaliji jg. Tapi sama diaja biasa
kesulitan menjaga sikap bertanya soal kuliah atau kalau ada perluku. Dirumah juga
dan perilaku dalam paling kalau kumpul-kumpul depan TV sanging sibuk semuaji
lingkungan keluarga sama hpnya, biar bapak sama mamaku ta’bangka sosmedki.
dengan jati diri anda yang Kalau soal agama, tidak terlalu bagaimana sekaliji iya
sebenarnya? dikeluarga, cuma bapakku sama mamaku pasti nakasi ingatji
11. Suatu saat nanti apakah anak-anaknya untuk sholat. Walaupun tetapji suka bolong-
anda akan berusaha untuk bolong shalatku. Pernah waktu SDka kelas 6, nontonka film
jujur kepada keluarga porno tapi lebih tertarikka lihat cowonya. Waktu SMP bahkan
mengenai identitas diri pernah ada pacarku cewe, cuma cinta monyetji. Mungkin
anda sebagai seorang gay? karena saat itu masih mencari jati dirika. Tapi baruka betul-
Mengapa, bisa anda betul jadi gay itu waktu SMA kelas sepuluh, temannya kakakku
menceritakan? yang cowo sering datang dirumah, setiap datang selaluka
nalihat-lihati, baru dia minta nomorku sama kakakku. Dari
102

situmi sukaka nahubungi, na chatka apa soal masalah


keluarganya kadang juga napanggil sayangka, sukaka juga
cerita sama dia tentang masalahku, kaya nyamanka begitue
sama dia. Baru itu hari naajakka keluar makan di mekdi, dari
sana naantarka pulang tapi singgahki dirumahnya, katanya
ada mau naambil. Itu hari, sunyi rumahnya iya baru dia
panggilka ke kamarnya, disitumi dia pegang-pegangka sampe
naajakka berhubungan baru tidak tau kenapa tidak bisaka
melawan. Jadi sampe sekarang mungkin bisa dibilang lebih
nyamanka berhubungan sama cowo. Kalau diluar kaya
dikampus, lebih banyak ku sembunyikan identitas asliku.
Apalagi sama teman-teman yang cowo. Karena rata-rata
kalau dikampus orang pandangannya itu aneh lihat gay, bisa-
bisa dia jauhi ki klo ditau. jadi mau tidak mau haruski bisa
sembunyikan. Tapi pastilah komunikasi sama teman-teman
yang lain. Cuma tidak terlalu bagaimana sekaliji juga. Tapi
saya lebih dekat sama tiga orang teman kalau dikampus, yang
satu orang itu cowo yang agak kemayu baru yang duanya itu
cewe. ketiga-tiganya tauji kalau gayka. Bahkan kalau sama
mereka tidak munafikka begitue, apalagi temanku yg cowo
bahkan lebih hebohji dari saya kalau kumpulki. Orang
mungkin kiranya diaji yang gay.

AD : Saya tidak terlalu dekat dengan keluarga, dari dulu


memang saya tertutup sekali dengan saudara-saudara.
Mungkin karena bapak sama ibuku itu orangnya keras, jadi
haruski bisa jaga nama baiknya keluarga. Dirumahpun saya
orangnya biasaji, kaya cowo pada umumnya. Keluargaku itu
sangat keras namanya aib, yang berhubungan dengan aib.
103

Tidak boleh memalukan nama keluarga. Pernah itu sekali


bocor ke bapakku, sampe na ancam maka. Itu parang sudah
dileher, terus bapak tanya kalau kau begitu? Terus saya jawab
nda, seandainya saya jawab iya. Hilang kepalaku pada saat
itu. Keluargaku itu termasuk keluarga yang religius. Ada suatu
masa saya nda maulah tau urusannya orang lain. Saya dapat
kertas dilantai isinya percakapannya kakakku dengan salah
satu temanku di tempat ibadah. Saya itukan ada diaryku, itu
mau nabongkar. Itu hari subuh-subuh sekitar jam 3, saya
pergi ke halaman untuk bakar itu buku. Makanya saya lebih
mendalami saya punya agama supaya saya lebih rileks.
Misalkan suatu saat ada orang tau, atau orang baru yang tau.
Saya sudah tidak terlalu no problem. Cuma kenapa saya masih
menjaga image karena nama keluarga. Kalau saya itu dari
lingkungan, jadi saya itu waktu kecil dari kelas 5 SD dikerjain
sama karyawannya bapak. Itu ada sampe 3 orang kayaknya,
yang satu kerjai saya, yang satunya lihat dan satunya cuma
kulihat pegang dia punya anu. Pada saat itu belum mengerti,
untungnya saya tidak sampe diperkosa. Pada saat itu mereka
lebih minta diraba-raba. Jadi ini itu kaya kebiasaan begitue.
104

Di 12. Menurut anda bagaimana AR : Ada beberapa temanku yang tauji sebenarnya saya
lingkungan tanggapan masyarakat di begini, yang satu itu teman kecilku cewe, kebetulan
sosial sekitar anda mengenai tetanggaja. Dia memang tempatku curhat apa, dia seringji
keberadaan tegurka untuk berubah. Tapi kujawab mauja iya, cuma masih
gay/homoseksual? nda yakinka. Sama ada teman SMAku cewe juga, kebetulan
13. Dengan pandangan satu kampusja lagi kemarin. Kalau dikampus, sukaki jalan
masyarakat di sekitar anda sama-sama sampe sekarang juga iya. Dia tidak
yang seperti itu, apakah permasalahkanji saya yang begini, mungkin nakira
anda menemukan kedepannya akan berubahka. Kalau sama mereka-mereka jadi
kesulitan ketika begituka, kalau orang lain kapang bilangnya kaya banci,
berinteraksi dengan mungkin karena melambaiki caraku bicara. Kalau diluar, saya
mereka? tidak terlalu terbuka iya apalagi sudah jelasmi budayanya saja
14. Bagaimana sikap anda beda, jadi harus ki pintar-pintar jaga image supaya tidak
ketika berinteraksi dengan terlalu na kentaraiki orang lain. Kayakji kalau ada 2 (dua)
teman-teman di kepribadianta, apa lagi didepannyaki teman-teman yang tidak
lingkungan pertemanan? na tau kalau beginiki. Jadi mau tidak mau terpaksa haruski
15. Untuk gaya berpakain ikuti budaya yang ada dimasyarakat, disitu mi biasa susahnya.
sendiri di lingkungan
sosial anda bagaimana? PM : Kalau diluar kaya dikampus, lebih banyak ku
16. Ketika anda di lingkungan sembunyikan identitas asliku. Apalagi sama teman-teman yang
pertemanan, anda lebih cowo. Karena rata-rata kalau dikampus orang pandangannya
tertarik untuk itu aneh lihat gay, bisa-bisa dia jauhi ki klo ditau. jadi mau
bersosialisasi dengan tidak mau haruski bisa sembunyikan. Tapi pastilah komunikasi
siapa? Mengapa ? sama teman-teman yang lain. Cuma tidak terlalu bagaimana
17. Apakah ada rasa sekaliji juga. Tapi saya lebih dekat sama tiga orang teman
ketertarikan pada saat kalau dikampus, yang satu orang itu cowo yang agak kemayu
anda bersosialisasi dengan baru yang duanya itu cewe. ketiga-tiganya tauji kalau gayka.
teman pria? Mengapa? Bahkan kalau sama mereka tidak munafikka begitue, apalagi
18. Teman-teman anda ada temanku yg cowo bahkan lebih hebohji dari saya kalau
105

yang pernah curiga kumpulki. Orang mungkin kiranya diaji yang gay. Gaya
tentang jati diri anda yg pakaianku kayaji cowo biasa, karena saya yang jadi TOP toh.
sebenarnya?
AD : Kalau saya itu dari lingkungan, jadi saya itu waktu
kecil dari kelas 5 SD dikerjain sama karyawannya bapak. Itu
ada sampe 3 orang kayaknya, yang satu kerjai saya, yang
satunya lihat dan satunya cuma kulihat pegang dia punya anu.
Pada saat itu belum mengerti, untungnya saya tidak sampe
diperkosa. Pada saat itu mereka lebih minta diraba-raba. Jadi
ini itu kaya kebiasaan begitue. Saya sudah jalani hidup begini,
dari masyarakat sudah pasti menganggap itu jelek. Walaupun
belum tentu. Tapi kalau saya yang pernah mendapat wawasan
dari agamaku menjadi manusia yang setia walaupun dalam
kondisi apapun. Kita mikirin orang, bantuin orang kaya begitu
Dan saya punya satu teman geng semuanya itu cewe tujuh
orang dulu dari SMA. Saya buka semuanya dan mereka tau
dan mereka tetap nyaman sama saya. Saya tidak kurang ajar,
saya nda apa. Disatu sisi saya juga punya teman yang lain
dalam komunitas seperti itu. Mereka tidak menjudge saya
bagaimana-bagaimana.
Di 19. Apakah ada komunitas AR : Kalau didalam hubungan itu, saya yang jadi BOT
komunitas gay (perkumpulan) di kota karena sukaka diperhatikan. Cuma gayaku kaya cowo yang
sesama Makassar ? biasanya ji. Lumayan lamama iya pacaran, karena kalau
20. Bagaimana cara kalian nyamanka sama orang susahka lepaski. Kebetulan adama 8
sesama gay bertemu untuk tahun ini sama yang ini, diami juga iya pacar pertamaku. Di
saling berkomunikasi? komunitas lebih bebaska jadi diri sendiri iya, kaya bebaska
21. Bagaimana cara anda mau bergaya seperti apa. Bahkan kalau bicara juga tidak
memilih teman sesama terlalu dipikirji mauki bilang apa, karena tidak adaji yang
gay? baper kalau sembarang dibilang. Pokoknya jadi diri sendirima
106

22. Seperti apa topik kalau ketemu sama mereka. Saya ketemu mereka itu waktu
pembicaraan yang menjadi SMA kelas 2, tau dari temanji juga. Suka ikut-ikut kalau
bahan pembicaraan kumpul, jadi akrabmi baru saling nyamanmi juga.
diantara teman-teman
sesama gay anda? PM : Kalau di gay itu seperti ji kayak pasangan lain,
23. Di lingkungan mana anda kayak cewe sama cowo kalau berhubungan. Di gay juga ada
bisa mendapatkan rasa yang jadi cewenya, ada juga cowonya. Kalau saya kebetulan
kenyamanan dan bisa jadi cowokka, biasa dibilang TOPnya. Tapi mungkin karena
menjadi lebih terbuka kita cowo sama cowo jadi aneh kelihatannya. Apalagi di
menjadi diri anda sendiri Makassar, nalihat anehki orang, biar itu jalanki para-para
ketika bersosialisasi cowoji. Padahal kalau nyamanki mauki bagaimana. Beda
dengan orang lain? kalau sama di komunitas yang kumasuki dari SMA, kalau
24. Apakah anda pernah sama mereka-mereka bisaka manja-manja, bisaka bicara
mempunyai kekasih tentang masalahku dengan pacarku. Kadang sukaki jalan-
(gay)? Bisa anda jalan sama-sama, kadang pergiki clubbing apa. Tapi kalau
menceritakannya? kumpul biasanya dirumahnya ki teman yang berduaji sama
adeknya yang cewe tinggal dirumahnya. Pacarku yang
sekarang baruka setahun sama, seringji ketemu apa, jalan
sama-sama teman. Dia orangnya baikji, kadang suka tanya
butuh apa, tapi bukanja juga cowo matre.

AD : Di gay itu ada dua jenis, ada laki-lakinya (TOP)


ada perempuannya (BOT) kalau saya lebih ke perempuannya.
Tapi caraku bersikap tidak bilang kayak perempuan. Cuma
kalau cara berpakain orangku beda dari pada yang lain,
maksudku dalam artian saya orangnya memang agak stylish.
Saya kalau cari baju saya selalu mau berbeda begitue. Bukan
norak kaya pergi ke mall pake baju bling-bling begitu. Tapi
saya lebih formal lah, kaya harus pake ikat pinggang. Lebih
107

rapi begitue. Pakaianku seperti biasa, pake baju kaos, celana


panjang. Saya tidak pilih-pilihji terus terang, saya temaniji
semua. Tapi kalau saya menurutku dia mulai kelewatan saya
jauhi. Kalau dikelompokku ini, kita bertujuh. Saya berteman
sama mereka sudah ada enam tahun. Kita ketemu bukan
membicarakan aktifitas seks atau apa, kita kadang suka tukar
cerita, liburan bareng, lucu-lucuan begitue. Teman main tapi
komunitas begitu. Kita orientasinya kumpul-kumpul bukan
kaya seks lah apalah. Saya juga tidak mau masuk kedalam
lingkungan begitu maksudku. Tapi teman-temanku ini rata-
rata maksudnya yang didalam orang memang profesional
kerja seperti saya yang sangat menjaga privasinya begitu.
Saya punya pacar itu bule, ketemu di Bali itu waktu. Saya
sudah 3 tahunanmi sama, dia itu orangnya minta saya untuk
serius. Tapi kendalaku itu dikeluarga, saya tidak mungkinmi
toh tinggalkan bapak mamaku. Dia sekarang tinggal di
Australi jadi kalau ketemu biasanya di Bali. Dia mau sekali
kesini, tapi saya larang, saya takut anaknya orang kenapa-
kenapa kalau disini.

Anda mungkin juga menyukai