Anda di halaman 1dari 146

GAMBARAN ORIENTASI SEKSUAL PADA REMAJA YANG ORANG

TUANYA BERCERAI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

OLEH

MAHFIRA KHAIRUNISA

141301074

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambaran orientasi seksual pada remaja yang orang tuanya bercerai

Mahfira Khairunisa dan Rahma Yurliani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran orientasi


seksual pada remaja yang orang tuanya bercerai. Orientasi seksual adalah
karakteristik yangdimiliki setiap individu yang mencerminkan kepribadian pada
individu terkait dengan perilaku seksual, daya tarik, dan identitas diri seseorang.
Pada penelitian ini, metode penelitian yang akan digunakan adalah metode
penelitian pendekatan kualitatif studi kasus. Metode pengambilan data dalam
penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi dengan jumlah subjek
penelitian sebanyak 3 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketiga subjek
mengalami perubahan orientasi seksual dengan pengaruh yang berbeda-beda.
Subjek 1 mengalami perubahan orientasi seksual menjadi penyuka sesama jenis
akibat perceraian yang terjadi antara kedua orang tuanya. Hal tersebut terjadi
akibat perilaku negatif yang dilakukan oleh ayahnya terhadap ibu subjek.
Perubahan orientasi seksual yang dialami subjek 2 akibat dari genetik dan
hormon. Sejak kecil subjek 2 sudah merasa tertarik dengan sesama jenis. Maka
dari itu perceraian bukanlah faktor yang menyebabkan subjek 2 mengalami
perubahan orientasi seksual. Sementara subjek 3 mengalami perubahan orientasi
seksual menjadi seorang lesbi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Lingkungan yang memaksa subjek 3 untuk berhubungan dengan sesama jenis.
Hingga pada akhirnya subjek 3 terlanjur merasa nyaman dengan sesama jenis dan
kurangnya perhatian dari orang tua yang semakin menguatkan subjek 3 untuk
tetap berada dijalan yang tidak seharusnya.

Kata kunci: orientasi seksual, perceraian

Universitas Sumatera Utara


Sexual Orientation Description on Teenagers with Divorced Parents

Mahfira Khairunisa and Rahma Yurliani

ABSTRACT

This research is to be aware of sexual orientation description on teenager


with divorced parents. Sexual orientation is a characteristic possessed by each
individual reflecting individual character related to sexual behavior, attraction and
self identity. In this research, the research method used is case study qualitative
approach. The data retrieval method in this research is by interview and
observation of 3 persons. The result shows that all subjects experience sexual
orientation with different influences. Subject 1 experiences sexual orientation
alteration become same-sex enthusiasts because of the divorce of her parents
triggered by bad behavior by her father towards her mother. Sexual orientation
alteration experienced by subject 2 is by genetic and hormones. Subject 2 has
experienced same-sex attraction since he was a child. So the divorce is not the
factor causing subject 2 experiencing sexual orientation alteration. Subject 3
experiences sexual orientation alteration become a lesbian influenced by
environmental factor. Her environment forces subject 3 to be involved in same-
sex relationship. Because of this, subject 3 feels comfortable in this same-sex
environment and the lack of attention from her parents is strengthening this will of
subject 3 to be in a place where she should not be in.

Keyword : sexual orientation, divorce

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas

nikmatdan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul Orientasi Seksual Pada Remaja Yang Orang Tuanya Bercerai hingga

selesai dengan baik dan tepat waktu. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk

memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi.

Penulis menyadari bahwa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik

dalam masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangat membantu penulis.

Maka dari itu, kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Rahma Yurliani, M.Psi, Psikolog, selaku Dosen Pembimbing

Akademik penulis. Penulis mengucapkan terima kasih atas motivasi

yang diberikan kepada penulis serta selalu menasehati dan juga

membimbing penulis selama masa perkuliahan.

3. Ibu Rahma Yurliani, M.Psi, Psikolog, selaku Dosen Pembimbing Skripsi

penulis. Penulis mengucapkan terima kasih atas kesabaran Ibu

dalammembimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

penelitianini. Peneliti mengucapkan ribuan terima kasih atas segala

bimbingan,masukan, kritikan serta motivasi yang telah Ibu berikan.

iii

Universitas Sumatera Utara


4. Kepada Mama dan Ayah penulis yang merupakan sosok orang tua yang

paling berharga dalam hidup penulis. Penulis merasa tidak cukup untuk

mengucapkan terima kasih atas setiap doa, kasih sayang, cinta, dukungan

dan perhatian yang telah diberikan. Namun, penulis tetap mengucapkan

ribuan terima kasih kepada Ayah dan Mama sehingga penulis mampu

untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

5. Ketiga subjek yang telah berpatisipasi dalam penelitian ini, yaitu NF, FM

dan KA. Terima Kasih banyak telah bersedia meluangkan waktu untuk

berpatisipasi dan dalan penyelesaian skripsi ini.

6. Terima kasih penulis ucapkan kepada saudara-saudari penulis. Kepada om

dan tante penulis Hamilda Damaini, Tetty Syarif, Kiki Siregar, Surya

Alam, kakakanda penulis Dwita Apriyanti, serta adik-adikku Jeinan

Asmilda dan Ridho atas dukungan dan doa yang telah kalian berikan.

7. Terima kasih untuk teman dekat penulis Agnes Malindo Tamba yang telah

memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis.

8. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan penulis Arap Etnol; Rima

Permata Sari, Nurul Syafira Adilla, Sri Mayang Sari, Santa Claudya,

Gledy Inda, Gunung Dian, Dwi Tamara Anggita, Santo Mario, Maftuh

Ihsan, Palentino, Syalom, Andre, Leo, dan seluruh angkatan 2014.

Penulis sungguh menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kata yang sempurna ataupun mendekati sempurna, karena kesempurnaan hanya

milikNya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

iv

Universitas Sumatera Utara


yang membantu dan berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi

bagi berbagai pihak.

Medan, 20 Juli 2018

Penulis

(Mahfira Khairunisa)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.............................................................................................................. i
ABTRACK............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL................................................................................................ ix
DAFTAR BAGAN ................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 10
E. Sistematika Penulisan .............................................................................. 11
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 14
A. Orientasi Seksual ..................................................................................... 14
1. Definisi Orientasi Seksual ................................................................... 14
2. Jenis-Jenis Orientasi Seksual .............................................................. 15
3. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Orientasi Seksual ......... 15
4. Dimensi Orientasi Seksual .................................................................. 17
B. Remaja ..................................................................................................... 17
1. Definisi Remaja ................................................................................... 17
2. Tugas Perkembangan Remaja ............................................................. 18
3. Ciri-Ciri Masa Remaja ........................................................................ 22
C. Perceraian ................................................................................................ 23
1. Definisi Perceraian ............................................................................... 23
2. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian ..................................................... 24
3. Tahap-Tahap Proses Perceraian ........................................................... 25
4. Dampak Perceraian ............................................................................. 28
D. Gambaran Orientasi Seksual Pada Remaja Yang Orang Tuanya Bercerai
............................................................................................................................... 29

vi

Universitas Sumatera Utara


BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 36
A. Metode Penelitian Kualitatif ................................................................... 36
B. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 38
C. Subjek, Jumlah, Lokasi Penelitian........................................................... 39
1. Karakteristik Subjek ............................................................................ 39
2. Jumlah ................................................................................................. 39
3. Lokasi Penelitian ................................................................................. 40
D. Teknik Pengambilan Sampel.................................................................. 40
E. Alat Bantu Pengumpulan Data ............................................................... 40
F. Prosedur Penelitian ................................................................................. 41
1. Tahap persiapan penelitian .................................................................. 41
2. Tahap pelaksanaan penelitian ............................................................. 43
3. Tahap Pencatatan Data ........................................................................ 44
G. Kredibilitas Penelitian ............................................................................ 45
H. Prosedur Analisa Data ............................................................................ 46
1. Organisasi Data ................................................................................... 46
2. Koding ................................................................................................. 47
3. Analisis Tematik ................................................................................. 47
4. Pengujian Tehadap Dugaan................................................................. 48
5. Tahapan Interpretasi/analisis ............................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 49
A. Hasil...................................................................................................... 50
1. Subjek 1............................................................................................... 50
a. Hasil Observasi ........................................................................ 50
b. Rangkuman Hasil Wawancara.................................................. 56
2. Subjek 2 .............................................................................................. 70
a. Hasil Observasi ......................................................................... 70
b. Rangkuman Hasil Wawancara ................................................. 74
3. Subjek 3 .............................................................................................. 88
a. Hasil Observasi ......................................................................... 88
b. Rangkuman Hasil Wawancara ................................................. 92

vii

Universitas Sumatera Utara


B. Pembahasan ......................................................................................... 106
1. Subjek 1 ............................................................................................ 107
2. Subjek 2 ............................................................................................ 110
3. Subjek 3 ............................................................................................ 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 117


A. Kesimpulan ........................................................................................... 117
B. Saran ..................................................................................................... 120
1. Saran Praktis ..................................................................................... 120
2. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 123
LAMPIRAN ....................................................................................................... 126

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Gambaran Umun Subjek......................................................................... 49

Tabel 2. Rekapitulasi Data Orientasi Seksual Subjek 1........................................ 67

Tabel 3. Rekapitulasi Data Orientasi Seksual Subjek 2........................................ 84

Tabel 4. Rekapitulasi Data Orientasi Seksual Subjek 3...................................... 101

Tabel 5. Hasil Analisis-banding antar subjek untuk orientasi seksual pada remaja

yang orang tuanya bercerai................................................................................. 102

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1. Paradigma Berfikir................................................................................. 13

Bagan 2. Paradigma Teoritis................................................................................. 35

Bagan 3. Pohon Masalah Orientasi Seksual Subjek 1 .......................................... 69

Bagan 4. Pohon Masalah Orientasi Seksual Subjek 2 .......................................... 87

Bagan 5. Pohon Masalah Orientasi Seksual Subjek 3 ........................................ 104

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Pedoman Wawancara

Lampiran B Lembar Observasi

Lampiran C Informed Consent

xi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perceraian merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara

pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan

kewajiban sebagai suami-istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah

bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi. Menurut Dariyo (2003), perceraian

merupakan titik puncak dari pengumpulan berbagai permasalahan yang

menumpuk beberapa waktu sebelumnya dan jalan terakhir yang harus ditempuh

ketika hubungan perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Faktor

penyebab dari perceraian adalah ketidaksetiaan salah satu pasangan hidup,

tekanan kebutuhan ekonomi keluarga, tidak mempunyai keturunan juga dapat

memicu permasalahan kepada kedua pasangan suami dan istri, perbedaan prinsip

hidup dan agama.

Angka perceraian dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan

meningkat. Kementerian Agama Republik Indonesia melaporkan bahwa pada

tahun 2009 tercatat sebanyak 250.000 kasus perceraian terjadi di Indonesia.

Angka ini setara dengan 10% dari 2,5 juta jumlah pernikahan di tahun 2009.

Jumlah perceraian pada tahun 2009 naik 50 ribu kasus dibanding tahun 2008 yang

mencapai 200 ribu kasus perceraian. Fakta lain dari kasus perceraian yang tercatat

menunjukkan adanya pergeseran bentuk perceraian. Sekitar 70 persen perceraian

yang terjadi di Pengadilan Agama (PA) adalah cerai gugat atau perceraian yang

diajukan oleh istri (Esqmaqazine dalam Khumas, 2015).

Universitas Sumatera Utara


2

Pada pasangan yang sudah memiliki keturunan, maka peceraian tentu saja

menimbulkan dampak traumatis terhadap anak. Dampak traumatis yang akan

dirasakan oleh anak dari segi psikis seperti perasaan malu, sensitif, rendah diri,

sehingga perasaan tersebut dapat membuat remaja menarik diri dari lingkungan

(Asih dalam Ningrum, 2013). Bukan hanya itu saja, menurut Wildaniah (dalam

Harsanti, 2013) perceraian juga dapat menjadikan anak mempunyai resiko yang

tinggi untuk menjadi nakal dengan tindakan-tindakan anti sosial. Penyebab

kenakalan anak dan remaja yang berasal dari keluarga yang kurang mendapatkan

kasih sayang dan perhatian orang tuanya. Namun perceraian orang tua juga dapat

membawa dampak positif pada anak, dimana anak menjadi lebih optimis dalam

menghadapi masa depannya. Dalam hal ini anak memiliki prestasi yang bagus

dalam bidang akademiknya, anak memiliki kemampuan dalam berorganisasi

dimana semua itu merupakan bukti bahwa perceraian tidak selalu berakibat

negatif, namun dapat pula berakibat positif (Baskoro, dalam Tisnaini, 2014)

Penelitian yang dilakukan Wasil Sarbini dkk mengenai kondisi psikologis

anak dari keluarga yang bercerai, menujukan bahwa perceraian seringkali berakhir

menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-

anak (Sarbini, 2014). Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk

memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Hal itu di dapatkan oleh anak dari

pengalaman-pengalaman yang telah terjadi dalam kehidupannya. Pengalaman

yang menyakitkan seperti perceraian orang tua akan berpengaruh pada kehidupan

anak nantinya dan sangat berkaitan dengan proses perkembangan pada anak saat

memasuki usia remaja (Dagun, dalam Ningrum, 2013).

Universitas Sumatera Utara


3

Dalam beberapa kasus yang terjadi pada anak yang orangtuanya bercerai

juga dapat menimbulkan dampak perkembangan heteroseksualnya menjadi

terhambat. Secara psikologis anak akan mengembangkan perasaan takut, tegang,

gelisah, ketika ia terlibat atau berinteraksi dengan lawan jenis. Hal tersebut dapat

mengakibatkan dampak pada saat dewasa. Anak cenderung merasa takut

menghadapi kehidupan pernikahan. Munculnya kekhawatiran pernikahannya

nanti akan mengalami nasib yang sama seperti yang dialami orangtuanya

(Widyarini, dalam Riswandie, 2007). Kekhawatiran tersebut akan mempengaruhi

anak dalam menemukan identitas diri dan juga mempengaruhi dalam memilih

pasangan. Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari seorang remaja yang

orang tuanya bercerai.

“karena perceraian itu mungkin aku sekarang jadi gini. Aku takut yang
dibuat ayahku ke mamaku kejadian juga nanti di aku. Istilahnya ngapain
aku menikah toh kalau akhirnya aku dibohongi, atau aku diselingkuhi. Aku
gak mau kejadian itu kejadian di aku.”
(Komunikasi Personal, 08 Oktober, 2017).

Remaja yang mencapai tahap identitas vs kebingungan identitas

merupakan tahap ke lima dari teori perkembangan rentang hidup Erikson. Dalam

tahap ini remaja berusaha menemukan identitasnya. Setiap remaja diharapkan

mampu untuk menjalani dan mengalami seluruh proses pencarian identitas diri,

agar mereka dapat berkembang dengan baik (Santrock, 2006). Ketika para remaja

memiliki orang tua yang bercerai maka tidak ada orang yang membimbing dan

membantu mereka. Kemungkinan sesuatu akan terjadi pada mereka di tahap

perkembangan ini dan itu bukan saja tentang kendala dalam menemukan identitas

Universitas Sumatera Utara


4

diri mereka, tetapi juga mengenai identitas seksual dan orientasi seksual mereka.

Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari seorang remaja yang orang tuanya

bercerai.

“karena rasaku aku emang gak di perhatiin sama sekali dan aku ngerasa
juga kurang klop dan hambar kalau berhubungan sama cowok, jadi
kenapa enggak kalau aku suka sama cewek, lagian dia bisa ngertiin aku
juga.”

(Komunikasi Personal, 11 Oktober, 2017).

Kebingungan identitas dalam menemukan orientasi seksual akan

memberikan dampak yang negatif pada saat anak menginjak masa remaja.

Kebingungan dalam menemukan orientasi seksual yang dialami anak akibat dari

perceraian orang tua akan membuat anak mengalami stres dan trauma untuk

menjalin hubungan dengan lawan jenis sehingga akan terjadi penyimpangan

orientasi seksual (Thomae dalam Kusuma, 2012). Perceraian orang tua di duga

dapat menjadi pencetus pembentukan pribadi penyimpangan orientasi seksual

pada anak (Soetjiningsih dalam Sumadi, 2013). Penelitian yang dilakukan

Gonsiorek menyatakan hubungan antara orientasi seksual atau identitas gender

dan stres dapat dimediasi oleh beberapa variabel, yaitu dukungan sosial yang

rendah termasuk dukungan dari keluarga dapat membuat penyimpangan orientasi

seksual (Meyer dkk dalam Gonsiorek, 2014). Hal ini juga didukung dengan

pernyataan dari seorang remaja yang orang tuanya bercerai.

Universitas Sumatera Utara


5

“aku sempat ngerasaiin gimana kalau suka sama cowok gimana kalau
suka sama cewek. Rasanya beda waktu aku suka sama cewek ketimbang
sama cowok. Aku pun heran kenapa aku bisa gitu suka bingung sendiri
jadiya liat diriku sendiri. Mungkin karena perceraian ini lah makanya aku
pun takut-takut buat pacaran sama laki-laki.”
(Komunikasi Personal, 15 Oktober, 2017).

Menurut Eccles (dalam Alhamdu, 2016), menjelaskan identitas seksual

sebagai persepsi individu tentang peran seksual dirinya yang dipengaruhi oleh

kematangan individu. Menurut Badgett (2008), orientasi seksual adalah

karakteristik pribadi yang mencerminkan perilaku seksual, daya tarik, atau

identitas diri seseorang. Orientasi seksual merujuk pada suatu perasaan dan

konsep diri. Orientasi seksual akan dirasakan oleh individu itu sendiri. Hal

tersebut dapat ditunjukan atau tidak ditunjukan dalam perilaku seksualnya,

tergantung dengan konsep diri yang dimiliki seseorang. (Demartoto, 2013). Hal

ini juga didukung dengan pernyataan dari seorang remaja yang orang tuanya

bercerai.

“aku gak bisa nunjukin ke orang-orang kalau aku suka sesama jenis
karena aku gak tinggal di lingkungan yang bisa nerima keaadaan ku.
Karena menurut ku itu privacy dan gak semua orang harus tau aku
gimana.”

(Komunikasi Personal, 11 Oktober, 2017).

Menurut Badgett (2008), menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis dalam

orientasi seksual, yaitu heteroseksual, biseksual, dan homoseksual. Individu dapat

memiliki orientasi terhadap orang lain dari jenis kelamin yang sama yang disebut

homoseksual, terhadap orang-orang dari kedua jenis kelamin yang disebut

biseksual, dan terhadap orang-orang dari jenis kelamin yang berbeda yang disebut

heteroseksual. Banyak penelitian dari ilmu sosial, humaniora, dan kesehatan

Universitas Sumatera Utara


6

masyarakat, telah mendokumentasikan keberadaan laki-laki yang melaporkan

bahwa ketertarikan seksual mereka terhadap kedua jenis kelamin atau yang

disebut biseksual (Collins dkk dalam Petterson, 2016).

Beberapa peneliti menjelaskan faktor-faktor yang berkonstribusi pada

perkembangan orientasi seksual, yaitu proses perkembangan, keadaan sosial dan

budaya tempat individu tumbuh dan berkembang, genetik dan hormon (Eccles,

Tucker, Santtila dalam Alhamdu, 2016). Dalam penelitian yang menemukan bukti

bahwa pengalaman-pengalaman yang terjadi di masa kanak-kanak akan

mempengaruhi orientasi seksual mereka dimasa dewasa, bahkan juga akan

mempengaruhi perilaku penyimpangan seksual (Eccles dalam Alhamdu, 2016).

Remaja yang mempunyai permasalahan keluarga (perceraian) dan disfungsi

keluarga mempunyai kecenderungan yang lebih untuk menjadi homoseksual dari

pada remaja yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga mereka

(Eccles dalam Alhamdu, 2016). Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari

seorang remaja yang orang tuanya bercerai.

“aku ngerasa karna faktor orang tua ku bercerai jadi aku gak dapat kasih
sayang yang di dapatkan anak-anak lainnya. Hal itu yang buat aku nyari
kasih sayang dari orang yang bisa ngertiin aku. Seenggaknya aku tau
rasanya disayangi itu apa walaupun bukan dari orang tua ku.”
(Komunikasi Personal, 18 Oktober, 2017).

Seorang homoseksual yang pada dasarnya dari sejak remaja mempunyai

perasaan dan kecenderungan hanya kepada laki-laki saja dan tidak tertarik kepada

perempuan. Pertumbuhan fisiknya pun tidak normal seperti remaja laki-laki pada

umumnya. Ada bagian tertentu yang tidak tumbuh dengan optimal, misalnya alat

kelamin laki-lakinya tidak seperti laki-laki pada umumnya, sifatnya cenderung

Universitas Sumatera Utara


7

keperempuanan. Bahkan kelembutan pribadinya bisa melebihi kelembutan

perempuan pada umumnya. Kepribadian homoseksual ini terus melekat sampai

dewasa, sehingga akhirnya dia memilih seorang laki-laki sesama jenisnya sendiri

untuk menjadi pasangan dekatnya. Kelainan orientasi seksual seperti ini

diakibatkan adanya kelainan hormonal dan genetik yang memang dibawa sejak

lahir (Dermawan, 2016).

Le dan Kato (dalam Alhamdu pada tahun 2016) telah melakukan

penelitian pada remaja-remaja di Kamboja dan Laos mendapatkan sebab akibat

dari kelompok teman sebaya, keluarga dan budaya dalam membentuk orientasi

seksual dan perilaku seksual para remaja. Kelompok teman sebaya, keluarga dan

budaya mempunyai efek yang berbahaya dalam membentuk orientasi seksual dan

perilaku seksual. Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari seorang remaja

yang orang tuanya bercerai.

“kalau dibilang ikut-ikut sama lingkungan engga. Awalnya aku dikenali


aku ngira kalau itu cowok ternyata bukan. Cuma karena udah terlanjur
aku suka jadi yaudah jalani aja.”

(Komunikasi Personal, 19 Oktober, 2017).

Penelitian mengenai silsilah keluarga pada laki-laki telah mendapatkan

hasil bahwa faktor bawaan genetik dapat dilibatkan dalam faktor perkembangan

orientasi seksual (Hamer dalam Burri, 2011). Bailey (dalam Alhamdu pada tahun

2016)pada tahun 2009 telah melakukan penelitian yang berhubungan dengan

genetik dan lingkungan dengan menggunakan sampel orang kembar Australia.

Dalam penelitian tersebut Bailey membandingkan orientasi seksual antara kembar

identik dengan kembar bersaudara. Bailey menemukan bahwa 52% dari laki-laki

Universitas Sumatera Utara


8

kembar identik adalah homoseksual gay atau biseksual, dan 48% dari wanita

kembar identik adalah homoseksual lesbian atau biseksual. Sementara itu untuk

laki-laki kembar bersaudara hanya 22% homoseksual gay atau biseksual, dan

16% wanita kembar bersaudara merupakan homoseksual lesbian atau biseksual.

Temuan ini menggambarkan bahwa faktor genetika lebih mempunyai pengaruh

terhadap perkembangan orientasi seksual individu dari pada faktor lingkungan.

Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari seorang remaja yang orang tuanya

bercerai.

Menurut Badgett dkk (dalam Lindley, 2012), menyatakan bahwa orientasi

seksual memiliki beberapa dimensi yaitu ketertarikan seksual, perilaku seksual

dan identitas seksual. Ketertarikan seksual merupakan hasrat secara emosional

dan seksual terhadap pasangan seksualnya. Perilaku seksual mengacu pada

aktifitas seksual yang dilakukan bersama pasangannya yang didasari oleh

dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan organ seksual. Selanjutnya

identitas seksual adalah ketika seseorang mendefinisikan dan memperkenalkan

dirinya kepada masyarakat terkait seksualitasnya atau menyembunyikannya. Hal

tersebut dipengaruhi oleh kematangan individu itu sendiri.

Pengakuan individu atas orientasi seksual dan cara pengakuannya

membentuk kenyamanan dalam diri individu itu sendiri (Henderson dkk dalam

Muti’ah, 2011). Jika memiliki orientasi seksual sebagai biseksual atau

homoseksual, maka hal tersebut tidak sesuai dengan stigma sosial dan

agama.Individu yang memiliki identitas seksualsebagai biseksual atau

homoseksual berada pada resiko tinggi yang berdampak pada tubuh, psikologis

Universitas Sumatera Utara


9

dan sosialnya. Dampak yang terjadi diantaranya kesulitan emosional, menghadapi

masalah di sekolah, bullying dari teman sebaya, serangan fisik, pelecehan seksual,

bermasalah dengan hukum, penggunaan psikotropika, kelainan pola makan,

bunuh diri dan usaha-usaha untuk bunuh diri (Bell & Weinberg dkk dalam

Muti’ah, 2011).

Dari pembahasan diatas, dapat dilihat bahwa perceraianberdampak pada

anak. Dampak dari perceraian orang tua salah satunya mempengaruhi kehidupan

anak dalam membentuk orientasi seksual.Orientasi seksual merupakan salah satu

dampak dari perceraian orang tua dan akan dialami oleh anak ketika memasuki

masa remaja. Penelitian ini penting untuk diketahui agar mendapat gambaran pada

anak yang mengalami orang tua yang bercerai. Akan tetapi bukan hanya karena

perceraian saja yang dapat membentuk orientasi seksual pada anak. Bisa dari

faktor proses perkembangan, sosial dan budaya, genetik dan hormon, serta pola

asuh yang di terapkan oleh orang tua. Maka dari itu pada penelitian ini, peneliti

tertarik untuk meneliti mengenai gambaran orientasi seksual pada anak yang

orang tuanya bercerai.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran orientasi seksual pada remaja yang orang tuanya

bercerai?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran orientasi

seksual pada remaja yang orang tuanya bercerai.

Universitas Sumatera Utara


10

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang

bermanfaat mengenaifaktor-faktor yang dapat membentuk orientasi

seksual pada anak dan bagaimana dampak yang dirasakan oleh anak akibat

dari perceraian orang tuanya.

2. Manfaat Praktis

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara khusus

mengenai orientasi seksual pada remaja yang dihadapkan pada

permasalahan perceraian orang tuanya, sehingga dapat menjadi acuan

untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Penelitian ini juga

diharapkan agar anak dari orang tua yang bercerai lebih memahami

orientasi seksual yang dimilikinya. Serta mampu mengarahkan orientasi

seksualnya sesuai dengan kodrat yang dimilikinya meskipun mengalami

perceraian orang tua.

 Bagi para orang tua, penelitian ini diharapkan memberikan pengertian

tentang dampak dari perceraian di dalam suatu keluarga. Orang tua

diharapkan tetapmemberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih pada

anakmeskipun dalam keadaan sudah bercerai. Sehingga tidak terjadi

penyimpangan orientasi seksual yang di pengaruhi oleh perceraian orang

tuanya.

Universitas Sumatera Utara


11

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut :

1. BAB I: Pendahuluan

Berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian serta sistematika penulisan.

2. BAB II: Landasan Teori

Bab ini berisi mengenai teori-teori kepustakaan yang digunakan

sebagailandasan dalam penelitian. Dalam bab ini penulis menguraikan

mengenai orientasi seksual yang didalamnya terdapat defenisi orientasi

seksual, jenis-jenis orientasi seksual, faktor yang mempengaruhi

perkembangan orientasi seksual, dimensi-dimensi orientasi seksual, teori

mengenai perceraian dan dinamika orientasi seksual pada anak yang orang

tuanya bercerai.

3. BAB III: Metode Penelitian

Dalam Bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan oleh

peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian kualitatif, metode

pengumpulan data, responden dan lokasi penelitian, alat bantu

pengumpulan data, prosedur penelitian serta analisis data. Selain itu juga

memuat teknik pengambilan subjek/ responden yang akan digunakan

dalam penelitian.

4. BAB IV: Hasil dan Pembahasan

Bab ini dijabarkan hasil temuan lapangan dalam bentuk penjelasan yang

terperinci dan pembahasan yang menghubungkan data temuan lapangan

Universitas Sumatera Utara


12

dengan teori yang telah dijabarkan di bab II.

5. BAB V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini menguraikan kesimpulan yang menjabarkan jawaban dari

pertanyaan penelitian sebagaimana yang dituangkan dalam rumusan

masalah penelitian, dan memberikan saran berupa saran praktis dan saran

untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor yang
menyebabkan :
Perceraian
 Ketidaksetiaan
 Kebutuhan
Dampak
ekonomi
 Perbedaan
Keluarga pihak Anak prinsip
Suami/Istri
 Tidak ada
keturunan

Dampak Psikologis
Kenakalan Malu Heterosexual Rendah Diri Sensitif
Remaja Terhambat

Perkembangan

Kebingungan
Faktor-faktor :
Identitas
 Proses
Perkembangan
 Sosial dan
Kendala
Identitas Orientasi Budaya
Seksual Seksual Dimensi  Genetik dan
Hormon

Sexual Sexual Sexual


Behavior Attraction Identity

13

Universitas Sumatera Utara


14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Orientasi Seksual

1. Definisi Orientasi Seksual

Menurut Badgett (2008) orientasi seksual adalah karakteristik

yangdimiliki setiap individu yang mencerminkan kepribadian pada individu

terkait dengan perilaku seksual, daya tarik, dan identitas diri seseorang.

Menurut Swara Srikandi Indonesia (Asosiasi Lesbian dan Gay Indonesia),

orientasi seksual merupakan salah satu dari empat komponen seksualitas yang

terdiri dari daya tarik emosional, romantis, seksual dan kasih sayang dalam

diri seseorang dalam jenis kelamin tertentu. Tiga komponen seksualitas

adalah jenis kelamin biologis, identitas gender (arti psikologis pria dan

wanita) dan peranan jenis kelamin (norma-norma budaya untuk perilaku

feminin dan maskulin).Orientasi seksual berbeda dengan perilaku seksual

karena berkaitan denganperasaan dan konsep diri. Namun dapat pula

seseorang menunjukkan orientasiseksualnya dalam perilaku mereka.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa orientasi seksual

adalah karakteristik yang dimiliki setiap individu yang terdiri dari daya tarik

emosional, romantis, seksual dan kasih sayang dalam diri seseorang terhadap

jenis kelamin tertentu yang berkaitan dengan perasaan dan konsep diri yang

dimiliki individu.

Universitas Sumatera Utara


15

2. Jenis-Jenis Orientasi Seksual

Menurut Badgett (2008) terdapat tiga jenis orientasi seksual pada saat

ini, yaitu :

a. Heteroseksual

Aktivitas seksual dimana pasangan seksual yang dipilih berasal dari lawan

jenis.

b. Biseksual

Aktivitas seksual dimana pasangan seksual yang dipilih berasal dari lawan

jenis dan sesama jenis.

c. Homoseksual

Aktivitas seksual dimana pasangan seksual yang dipilih berasal dari

sesama jenis.Pria homoseksual disebut gay dan perempuan homoseksual

disebut dengan lesbian.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Orientasi Seksual

Menurut Eccles dkk, Tucker dkk, Putz dkk (dalam Alhamdu, 2016),

terdapat tiga faktor yang berkontribusi pada berkembangnya orientasi seksual,

yaitu :

a. Proses Perkembangan

Perkembangan merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan

mengapa individu mempunyai kecenderungan untuk mempunyai orientasi

seksual secara lebih spesifik. Menurut Saewyc (dalam Alhamdu, 2016),

salah satu tugas perkembangan dimasa remaja adalah menentukan

orientasi seksual. Masa remaja ini, dianggap sebagai proses puncak untuk

Universitas Sumatera Utara


16

menemukan identitas diri dan orientasi seksual seseorang secara lebih

spesifik, apakah sebagai heteroseksual, homoseksual, atau sebagai

biseksual. Proses tersebut secara relative berhubungan dengan bagaimana

individu mendapatkan kasih sayang dan perlakuan dari orang-orang yang

ada disekitar mereka.

b. Sosial dan Budaya

Sosial budaya merujuk pada tempat bagi individu untuk berinteraksi dan

belajar sesuatu secara langsung ataupun tidak langsung. Menurut Sigelman

dan Rider (dalam Alhamdu, 2016), anak mempunyai tendensi untuk

melakukan peniruan (imitation) terhadap orang lain yang berada disuatu

lingkungan. Begitupun dengan orientasi seksual yang tumbuh dan

berkembang pada seseorang dalam pandangan sosial budaya merupakan

akibat dari modeling atau pun hasil observasi terhadap orang-orang yang

menjadi model dalam masyarakatnya.

c. Genetik dan Hormon

Menurut Robinson dkk (dalam Alhamdu, 2016), yaitu keadaan hormon

testosteron dan estrogen yang ada pada individu akan berdampak pada

orientasi seksual individu tersebut. Oleh karena itulah, terkadang kita

temukan individu memiliki identitas seksual sebagai seorang laki-laki

tetapi mereka juga mempunyai ketertarikan seksual pada jenisnya sendiri,

atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


17

4. Dimensi Orientasi Seksual

Menurut Badgett dan Goldberg (2009), terdapat 3 dimensi orientasi

seksual, yaitu :

a. Ketertarikan seksual

Hasrat secara emosional dan seksual terhadap pasangan seksualnya.

b. Perilaku seksual

Mengacu pada aktifitas seksual yang dilakukan bersama pasangannya

yang didasari oleh dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan

organ seksual.

c. Identitas seksual

Mengacu pada bagaimana seseorang mendefinisikan dan memperkenalkan

dirinya kepada masyarakat terkait seksualitasnya.

B. Remaja

1. Definisi Remaja

Menurut monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 sampai 21

tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu

remaja awal (antara usia 12 tahun sampai 15 tahun), remaja tengah (antara

usia 15 tahun sampai 18 tahun) dan remaja akhir (antara usia 18 tahun sampai

21 tahun). Sementara batasan usia remaja menurut WHO antara usia 12 tahun

sampai 24 tahun.

Universitas Sumatera Utara


18

2. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Monks (2004) antara lain :

a. Perkembangan fisik/ Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan

menstruasi pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada

remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar.

Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk

bereproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam

memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic

hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-

Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada

anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan

estrogen dan progesterone. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang

juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang

pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormonhormon

tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan

akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya

sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai

berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam

suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya

hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak

awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

Universitas Sumatera Utara


19

b. Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif remaja merupakan periode terakhir dan tertinggi

dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).

Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri

dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.

Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga

mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan

masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir

secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu

berpikir multidimensi. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa

adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta

mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga

mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk

ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa

depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu

mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

c. Perkembangan moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya

mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya

sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai

membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer

yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik,

kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima

Universitas Sumatera Utara


20

hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada

mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan

keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak

alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan

pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama

ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja

mulai melihat adanya kenyataan lain di luar dari yang selama ini diketahui

dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat

hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi

lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik

dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja

mulai berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan

ketidakseimbangan antara yang mereka yakini dengan kenyataan yang ada

di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan

merekonstruksi pola pikir dengan kenyataan yang baru. Perubahan inilah

yang seringkali mendasari sikap pemberontakan remaja terhadap peraturan

atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Konflik nilai dalam diri

remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja

tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi

mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik

sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik

Universitas Sumatera Utara


21

tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan

disekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

d. Perkembangan psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood

(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian

menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk

berubah mood sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk

hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini

seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau

kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-

ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau

masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para

remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka

(self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain

karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau

selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri

mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri

mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Pada usia 16 tahun ke

atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering

dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu remaja akan mulai sadar

bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama

dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa

mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak

Universitas Sumatera Utara


22

berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan

tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan

kenyataan.

e. Perkembangan sosial Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang

tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja

harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang

sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang

dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan

dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian

baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan

meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku

sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi

persahabatan serta nilai-nilai yang baru dalam seleksi pemimpin.

3. Ciri-Ciri Masa Remaja


Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (2014) maka
terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses
menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :
a. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan
dorongandorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka
mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan
jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini
ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan
menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

Universitas Sumatera Utara


23

b. Remaja madya (15-18 tahun)


Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada
kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan
dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena
masih ragu harus memilih yang mana, ppeka atau peduli, ramai-ramai atau
sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.
c. Remaja akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan
pencapaian :
1. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan
mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
3. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

C. Perceraian

1. DefinisiPerceraian

Menurut Dariyo (2004), perceraian merupakan suatu peristiwa

perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan mereka berketetapan

untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Mereka

tidak lagi hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada ikatan yang

resmi. Mereka yang telah bercerai tetapi belum memiliki anak, maka

perpisahan tidak menimbulkan dampak traumatis psikologis bagi anak-anak.

Namun mereka yang telah memiliki keturunan, tentu saja perceraian

Universitas Sumatera Utara


24

menimbulkan masalah psiko-emosional bagi anak-anak. Di sisi lain, mungkin

saja anak-anak yang dilahirkan selama mereka hidup sebagai suami-istri, akan

diikutsertakan kepada salah satu orang tuanya apakah mengikuti ayah atau

ibunya.

2. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian

Menurut Dariyo (2003), perceraian merupakan titik puncak dari

pengumpulan berbagai permasalahan yang menumpuk beberapa waktu

sebelumnya dan jalan terakhir yang harus ditempuh ketika hubungan

perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Faktor Penyebab

Perceraian:

a. Ketidaksetiaan salah satu pasangan hidup.Keberadaan orang ketiga

memang akan menggangu kehidupan perkawinan. Bila diantara

keduannya tidak ditemukan kata sepakat untuk menyelesaikan dan tidak

saling memaafkan, akhirnya percerainlah jalan terbaik untuk

mengakhiri hububungan pernikahan itu.

b. Tekanan kebutuhan ekonomi keluarga, Harga barang dan jasa yang

semakin melonjak tinggi karena faktor krisis ekonomi negara yang

belum berakhir, sementara itu gaji atau penghasilan pas-pasan dari

suami sehingga hasilnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

keluarga. Agar dapat menyelesaikan masalah itu, kemungkinan seorang

istri menuntut cerai dari suaminya.

Universitas Sumatera Utara


25

c. Tidak mempunyai keturunan juga dapat memicu permasalahan diantara

kedua pasangan suami dan istri, guna menyelesaikan masalah keturunan

ini mereka sepakat untuk mengakhiri pernikahan itu dengan bercerai.

d. Perbedaan prinsip hidup dan agama.

3. Tahap-Tahap Proses Perceraian

Paul Bahanon (dalam Dariyo,2004) menyatakan bahwa ada beberapa

tahap dalam proses perceraian :

a. Financial Divorce

Perpisahan antara pasangan suami-istri signifikan dalam hal keuangan,

untuk memberi uang belanja keluarga kepada istrinya. Demikian pula, istri

tidak memiliki hak untuk meminta jatah uang belanja keluarga, kecuali

masalah keuangan yang dipergunakan untuk memelihara anak-anaknya.

Walaupun sudah bercerai, namun sebagai ayah, ia tetap berkewajiban

untuk merawat, membiayai dan mendidik anak-anak.

b. Coperental Divorce

Setelah bercerai, masing-masing bekas pasangan suami-istri tidak lagi

memiliki kebersamaan dalam mendidik anak-anak mereka, karena

mereka telah hidup terpisah dan sendiri lagi, seperti sebelum menikah.

Perceraian koparental tidak mempengaruhi fungsi mereka sebagai

orangtua yang tetap harus berkewajiban untuk mendidik, membina dan

memelihara anak-anak mereka. Mereka tetap berkewajiban untuk

mengajak komunikasi dan memberi kasih sayang kepada anak-anak,

walaupun tidak secara utuh. Untuk melaksanakan tugas pengasuhan

Universitas Sumatera Utara


26

pasangan yang sudah bercerai, maka mereka akan melakukan

perjanjian-perjanjian yang disepakati bersama, agar anak-anak benar-

benar merasakan kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya.

c. Law Divorce

Perceraian secara resmi ditandai dengan sebuah keputusan hukum

melalui pengadilan. Bagi mereka yang beragama muslim, pengadilan

agama akan mengeluarkan keputusan talak I, II dan III sebagai landasan

hukum perceraian antara pasangan suami-istri. Sedangkan pasangan

yang non-muslim; seperti Kristen Protestan, Katolik, Hindu maupun

Budha), pengadilan umum negara atau kantor catatan sipil berperan

untuk memutuskan dan mengesahkan perceraian mereka. Dengan

keluarnya keputusan resmi tersebut, maka masing-masing individu

bekas pasangan suami-istri, memiliki hak yang sama untuk menentukan

masa depan hidupnya sendiri tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. Kini

mereka memiliki status yang baru yaitu sebagai janda atau sebagai

duda.

d. Community Divorce

Menikah merupakan upaya untuk mengikatkan 2 (dua) komunitas

budaya, adat-kebiasaan, sistem sosial-kekerabatan maupun kepribadian

yang berbeda agar menjadi satu. Mereka bukan lagi sebagai dua orang

individu yang berbeda tetapi telah menganggap dirinya sebagai satu

kesatuan yang utuh dalam keluarga. Apa yang mereka miliki akan

menjadi milik bersama. Namun ketika mereka telah resmi bercerai,

Universitas Sumatera Utara


27

maka masing-masing individu akan kembali pada komunitas

sebelumnya. Jadi mereka mengalami perpisahan komunitas. Mereka

tidak lagi akan berkomunikasi, berhubungan atau mengadakan kerja-

sama dengan bekas pasangan hidupnya, mertua, atau komunitas

masyarakat sebelumnya

e. Psychoemotional Divorce

Sebelum bercerai secara resmi, ada kalanya masing-masing individu

merasa jauh secara emosional dengan pasangan hidupnya, walaupun

mungkin mereka masih tinggal dalam satu rumah. Pertemuan secara

fisik, tatap muka, berpapasan atau hidup serumah, bukan tolak ukur

sebagai tanda keutuhan hubungan suami-istri. Masing-masing mungkin

tidak bertegur-sapa, berkomunikasi, acuh tak acuh, “cuek”, tidak saling

memperhatikan dan tidak memberi kasih sayang. Kehidupan mereka

terasa hambar, kaku, tidak nyaman, dan tidak bahagia. Dengan

demikian, dapat dikatakan walaupun secara fisik berdekatan, akan tetapi

mereka merasa jauh dan tidak ada ikatan emosional sebagai pasangan

suami-istri.

f. Physical Divorce

Perpisahan secara fisik ialah suatu kondisi di mana masing-masing

individu tidak lagi tinggal dalam satu rumah dan telah menjauhkan diri

dari bekas pasangan hidupnya. Masing-masing tinggal di rumah atau

tempat yang berbeda. Mereka benar-benar tidak bertemu secara fisik

dan tidak lagi berkomunikasi secara intensif. Dengan demikian, mereka

Universitas Sumatera Utara


28

tidak memperoleh kesempatan untuk melakukan hubungan sexual lagi

dengan bekas pasangan hidupnya. Oleh karena itu, mereka harus

menahan diri untuk tidak menyalurkan libido sexual dengan siapa pun.

Perpisahan fisik terjadi setelah mereka berpisah secara hukum melalui

pengadilan.

4. Dampak Peceraian

Dalam kasus perceraian, anak pada umumnya merasakan dampak

psikologis, ekonomis dan koparental yang kurang menguntungkan dari

orangtuanya. Kepribadian anak menjadi terbelah karena harus memilih salah

satu orangtuanya. Memilih berpihak kepada ibunya berarti menolak ayahnya,

begitu juga sebaliknya.Menurut (Dariyo, 2008) dampak negatif perceraian

yang biasanya dirasakan adalah:

a. Pengalaman traumatis pada salah satu pasangan hidup (laki-laki

ataupun perempuan)

b. Ketidakstabilan dalam pekerjaan

Berdasarkan uraian tersebut maka dampak perceraian pada dasarnya

tidak hanya menimpa anak saja, tetapi juga terhadap mantan pasangan itu

sendiri. Dampak perceraian dimaksud secara garis besar dapat disimpulkan

sebagai berikut :

a. Secara psikologis mengakibatkan tekanan bagi mantan pasangan,

terutama sekali terisolasi dari lingkungan sosialnya, rusaknya hubungan

Universitas Sumatera Utara


29

individu dan sosial antar dua keluarga dan tekanan ekonomi rumah

tangga masing-masing.

b. Bagi anak, secara psikologis mengakibatkan tekanan mental yang berat

sehingga merasa terkucilkan dari kasih sayang orangtuanya, kehilangan

rasa aman, menurunnya jarak emosional dengan salah satu orangtuanya

dan hubungannyadengan orang lain menjadi terganggu karena rasa

harga diri yang cenderung inferior dan dependen

D. Gambaran Orientasi Seksual Pada Remaja Yang Orang Tuanya

Bercerai

Menurut Badgett (2008), orientasi seksual adalah karakteristik yang

dimiliki setiap individu yang mencerminkan kepribadian pada individu terkait

dengan perilaku seksual, daya tarik, dan identitas diri seseorang. Orientasi

seksual merujuk pada suatu perasaan dan konsep diri dari individu. Orientasi

seksual, khususnya pada masyarakat modern bersama dengan identitas seksual

dan perilaku seksual merupakan dasar dari seksualitas seseorang. Menurut

Badgett (2008), terdapat tiga jenis orientasi seksual yaitu, heteroseksual,

homoseksual, dan biseksual. Heteroseksual merupakan kecenderungan untuk

melakukan hubungan secara emosional dan romantis yang mempunyai jenis

kelamin berbeda dari dirinya. Homoseksual yaitu kecenderungan untuk

melakukan hubungan secara emosional dan romantis yang mempunyai jenis

kelamin yang sama dari dirinya. Selanjutnya biseksual merupakan

kecenderungan untuk melakukan daya pikat seksual secara romantis yang

terjadi antara keduanya.

Universitas Sumatera Utara


30

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan orientasi

seksual. Faktor yang mempengaruhi terdiri dari, keadaan sosial, budaya

tempat individu tumbuh dan berkembang, genetik dan hormon, proses

perkembangan (Eccles, Tucker, Santtila dalam Alhamdu, 2016). Proses

perkembangan yaitu pada masa remaja dianggap sebagai proses untuk

menentukan identitas diri dan orientasi seksual. Proses tersebut terjadi melalui

pengalaman individu seperti cara individu mendapatkan kasih sayang dan

perlakuan dari orang-orang disekitar mereka. Penelitian yang dilakukan

Kusuma pada tahun 2012 menyatakan bahwa, lesbian rata-rata berasal dari

keluarga yang broken home atau kurang mendapat perhatian dan kontrol

akibat orang tuanya yang disibukkan dengan pekerjaan. Kondisi keluarga yang

tidak utuh akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan

kepribadian, perkembangan sosial, dan perkembangan emosi.

Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan

antara masa kanak-kanak dengan masadewasa. Pada periode ini terjadi

perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi

rohaniah dan jasmaniah, terutamafungsi seksual (Kartono, 1995). Menurut

Monks (2014), batasan usia remaja adalah antara 12 sampai 21 tahun. Monks

membagi batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu remaja awal (antara

usia 12 tahun sampai 15 tahun), remaja tengah (antara usia 15 tahun sampai 18

tahun) dan remaja akhir (antara usia 18 tahun sampai 21 tahun).

Ciri-ciri masa remaja pada tahap remaja akhir menurut Monks (2014),

tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan

Universitas Sumatera Utara


31

pencapaian salah satunya yaitu, terbentuknya identitas seksual yang tidak

akan berubah lagi. Setiap remaja diharapkan mampu untuk menjalani dan

mengalami seluruh proses pencarian identitas diri, agar mereka dapat

berkembang dengan baik (Santrock, 2006).Ketika para remaja memiliki orang

tua yang bercerai maka tidak ada orang yang membimbing dan membantu

mereka dalam menemukan identitas diri. Kemungkinan sesuatu akan terjadi

pada mereka di tahap perkembangan ini dan itu bukan saja tentang kendala

dalam menemukan identitas diri mereka, tetapi juga mengenai identitas

seksual dan orientasi seksual mereka.

Faktor sosial budaya merujuk pada tempat bagi individu untuk berinteraksi

dan belajar sesuatu secara langsung ataupun tidak langsung. Sosial dan budaya

berkaitan dengan anak mempunyai tendensi untuk melakukan peniruan

(imitation) terhadap orang lain yang berada disuatu lingkungan. Hal itu juga

berkaitan dengan orientasi seksual yang tumbuh dan berkembang pada

individu dalam pandangan sosial budaya merupakan akibat dari modelling

atau pun hasil observasi terhadap orang-orang yang menjadi model dalam

masyarakat.Pada lingkungan kebudayaan yang relatif modern, keberadaan

kaum homoseksual masih ditolak oleh sebagian besar masyarakat sehingga

eksistensinya berkembang secara sembunyi-sembunyi (Eccles, Tucker,

Santtila dalam Alhamdu, 2016).

Keadaan hormon testosteron dan estrogen yang ada pada individu juga

merupakan faktor yang mempengaruhi orientasi seksual seseorang. Oleh

karena itulah, terkadang ditemukan individu memiliki identitas seksual

Universitas Sumatera Utara


32

sebagai seorang laki-laki tetapi mereka juga mempunyai ketertarikan seksual

pada jenisnya sendiri, atau pun justru sebaliknya. Penelitian yang dilakukan

Santtila pada tahun 2009 menyatakan bahwa androgenizationsebagai

kecenderungan genetik untuk menentukan orientasi seksual, khusunya pada

kasus homoseksual, karena endrogen dianggap sebagai hormon yang dominan

dimiliki oleh laki-laki dari pada wanita (Santtila dalam Alhamdu, 2016).

Berdasarkan penelitian tersebut, faktor genetik dan hormon mempunyai

pengaruh terhadap orientasi seksual seseorang.

Menurut Badgett (2009), menyatakan bahwa orientasi seksual memiliki

tiga dimensi. Dimensi pertama yaitu ketertarikan seksual yang terkait

dengan hasrat secara emosional dan seksual terhadap pasangan seksualnya.

Komunikasi keluarga yang tidak efektif seperti broken home atau terjadinya

perceraian akan mengganggu tahap perkembangan pada anak dan

membentuk perilaku penyimpang, khususnya penyimpangan seksual

menjadi lesbian (Soetjiningsih dalam Sumadi, 2013).

Selanjutnya dimensi kedua yaitu perilaku seksual berkaitan pada

aktivitas seksual yang dilakukan bersama pasangannya yang didasari oleh

dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan organ seksual.

Selanjutnya dimensi yang terakhir yaitu identitas seksual. Identitas seksual

berkaitan dengan seperti apa indvidu mendefinisikan dan memperkenalkan

dirinya kepada masyarakat terkait seksualitasnya atau justru

menyembunyikan identitas seksual yang sebenarnya. La Haye (dalam

Muti`ah 2011), menyatakan bahwa remaja yang cenderung memiliki

Universitas Sumatera Utara


33

identitas seksual sebagai homoseksual merupakan hasil dari hubungan yang

tidak harmonis dengan orang tua yang diakibatkan oleh perceraian orang

tuanya.

Perceraian orang tua dapat dikatakan dapat mempengaruhi pembentukan

orientasi seksual pada anak (Soetjiningsih dalam Sumadi, 2013). Perceraian

orang tua dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru

dengan lawan jenis. Hal tersebut di dapatkan anak akibat perceraian orang

tuanya. Apabila anak memiliki orang tua yang bercerai, kemungkinan

komunikasi yang terjalin antara anak dan orang tua akan semakin berkurang.

Hal tersebut dapat membuat anak memiliki orientasi seksual yang

menyimpang. Menurut Dariyo (2004), perceraian merupakan peristiwa yang

sebenarnya tidak direncanakan oleh kedua individu yang sama-sama terikat

dalam perkawinan. Perceraian merupakan peralihan besar dalam penyesuaian

dengan keadaan, anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena

kehilangan salah satu orang tuanya.Terdapat lima faktor penyebab dari

perceraian yaitu, ketidaksetiaan, masalah ekonomi, tidak memiliki keturunan,

perbedaan prinsip hidup, dan agama (Dariyo, 2003).

Pada pasangan yang sudah memiliki keturunan, maka perceraian tentu

saja menimbulkan dampak traumtai terhadap anak. Dampak traumatis yang

akan dirasakan oleh anak dari segi psikis seperti perasaan malu, sensitif,

rendah diri, sehingga perasaan tersebut dapat membuat remaja menarik diri

dari lingkungan (Asih, dalam Ningrum, 2013). Bukan hanya itu saja

menurut Wildaniah (dalam Harsanti, 2013), perceraian juga dapat

Universitas Sumatera Utara


34

menjadikan anak mempunyai resiko yang tinggi untuk menjadi nakal

dengan tindakan-tindakan anti sosial. Penyebab kenakalan remaja yang

berasal dari keluarga yang kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian

orang tuanya.

Universitas Sumatera Utara


35

Orientasi Seksual Pada Remaja


yang Orang Tuanya Bercerai

Dimensi Orientasi
Seksual
Jenis-Jenis Orientasi
Seksual : Orientasi Ketertarikan Perilaku Identitas
- Homosekual Seksual seksual seksual seksual
- Heteroseksual
- Biseksual Faktor Orientasi Seksual
al al al

Sosial dan Proses Genetik dan


Budaya Perkembangan Hormon

Masa remaja sebagai


proses menentukan
orientasi seksual

Memiliki kendala
dalam menemukan
orientasi seksual ketika
memiliki orang tua
Faktor-faktor yang bercerai
menyebabkan :

 Ketidaksetiaan
 Kebutuhan
ekonomi Perceraian Orang Tua
 Perbedaan
prinsip
Mempengaruhi
 Tidak ada
keturunan
Pembentukan
Orientasi Seksual

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian Kualitatif

Perceraian merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara

pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan

kewajiban sebagai suami-istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah

bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi. Menurut Dariyo (2003), perceraian

merupakan titik puncak dari pengumpulan berbagai permasalahan yang

menumpuk beberapa waktu sebelumnya dan jalan terakhir yang harus ditempuh

ketika hubungan perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Faktor

penyebab dari perceraian adalah ketidaksetiaan salah satu pasangan hidup,

tekanan kebutuhan ekonomi keluarga, tidak mempunyai keturunan juga dapat

memicu permasalahan kepada kedua pasangan suami dan istri, perbedaan prinsip

hidup dan agama.

Fokus pada penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu

”gambaran orientasi seksual pada anak yang orang tuanya bercerai”. Anak yang

memiliki orang tua yang bercerai akan membuat anak merasa kurang kasih sayang

dari kedua orang tuanya. Maka dari itu anak akan mencari perhatian yang tidak

mereka dapatkan dari kedua orang tua mereka. Hal tersebut dapat menjerumuskan

anak ke dalam hal-hal negatif. Terlebih lagi ketika anak merasakan trauma akibat

perceraian orang tuanya. Hal itu akan membuat anak takut untuk memulai

36

Universitas Sumatera Utara


37

hubungan dengan lawan jenisnya. Dampak tersebut akan mempengaruhi orientasi

seksual yang dimiliki anak yang mengalami perceraian orang tua.

Pada penelitian ini, metode penelitian yang akan digunakan adalah metode

penelitian pendekatan kualitatif. Penelitan menggunakan tipe penelitian kualitatif

studi kasus. Pendekatan studi kasus membuat peneliti memperoleh pemahaman

utuh mengenai interrelasi dari fakta dan dimensi kasus khusus. Kasus yang

dimaksud didefinisikan sebagai fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks

yang dibatasi, walaupun batas tersebut tidak jelas terlihat (Poerwandari,

2009).Hal ini sejalan dengan fokus penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran

orientasi seksual pada anak yang orang tuanya bercerai.

Tipe studi kasus yang digunakan dalam penelitian adalah studi kasus

intrinsik. Studi kasus intrinsik adalah penelitian yang dilakukan dikarenakan

adanya ketertarikan atau kepedulian terhadap suatu kasus. Penelitian tidak

dimaksudkan untuk menghasilkan teori dan tidak adanya upaya

menggeneralisasikan. Penelitian hanya bertujuan untuk memahami kasus secara

utuh (Poerwandari, 2009). Peneliti memilih untuk menggunakan tipe studi kasus

intrinsik dikarenakan peneliti hanya ingin memahami fenomena yang diangkat

dalam penelitian secara utuh. Orientasi seksual pada anak yang orang tuanya

bercerai merupakan fenomena yang mungkin sering terjadi. Akan tetapi akan

menjadi khusus karena menekan subjek penelitian sehingga penelitian menjadi

khusus dalam suatu konteks yang dibatasi. Penelitian juga dilakukan karena ada

rasa ketertarikan peneliti terhadap fenomena yang diangkat. Fenomena yang

Universitas Sumatera Utara


38

diangkat pada penelitian ini adalah “orientasi seksual pada anak yang orang

tuanya bercerai”.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada peneltian ini adalah dengan

cara melakukan wawancara. Wawancara kualitatif ini dilakukan karena peneliti

ingin memperoleh pengetahuan tentang makna subjektif yang dipahami oleh

individu mengenai fenomena yang diteliti (Banister dkk dalam Poerwandari,

2009). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara informal. Wawancara

informal yaitu pertanyaan yang diajukan oleh peneliti merupakan pertanyaan

spontan dalam interaksi ilmiah (Poerwandari, 2009). Dalam melakukan

wawancara peneliti memberikan pertanyaan dan mengembangkan pertanyaan

secara alamiah berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan subjek.Wawancara

dilakukan dengan menggunakanpedoman umum yang didasarkan dari teori yaitu

orientasi seksual dari Lee Badgett (2009).

Jenis pertanyaan yang digunakan dalam wawancara adalah open ended

question, yaitu pertanyaan yang memungkinkan subjek memberikan jawaban

yang luas dan berbicara lebih banyak mengenai topik tanpadiarahkan untuk

memberikan jawaban yang diinginkan. Selama proses wawancara, peneliti juga

melakukan observasi pada subjek. Tujuan dari observasi adalah mendeskripsikan

setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, individu-individu

yang terlibat dan makna kejadian dilihat dari perspektif individu yang terlibat

dalam suatu peristiwa yang diamati.

Universitas Sumatera Utara


39

C. Subjek, Jumlah, Lokasi Penelitian

1. Karakteristik Subjek

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga

orang. Karakteristik subjek dalam penelitian adalah :

a. Anak yang memiliki orang tua bercerai. Sesuai dengan fenomena

penelitian ini adalah anak yang orang tuanya bercerai, maka subjek

penelitian ini hanya dikhususkan pada anak yang mengalami

perceraian orang tua.

b. Anak adalah remaja berusia 18-21 tahun. Monks (1998) membagi

batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu remaja awal (antara

usia 12 tahun sampai 15 tahun), remaja tengah (antara usia 15 tahun

sampai 18 tahun) dan remaja akhir (antara usia 18 tahun sampai 21

tahun). Subjek penelitian ini juga dikhususkan pada individu yang

berusia pada rentang usia remaja akhir yaitu berusia sekitar 18-21

tahun.Menurut Monks remaja akhir merupakan tahap dimana remaja

mulai mencapai tahap kedewasaan dan salah satunya ditandai dengan

identitas seksual yang dimiliki remaja tidak akan berubah lagi.

2. Jumlah

Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang. Hal ini dikarenakan

peneliti menganggap 3 orang tersebut mewakili penelitian untuk

mendalami dan mehami fenomena yang akan diteliti.

Universitas Sumatera Utara


40

3. Lokasi Penelitian

Lokasi dilakukannya penelitian ini adalah di Kota Medan, Sumatera

Utara. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi dirumah subjek atau

pun tempat yang di inginkan oleh subjek penelitian.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan pengambilan

subjek berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional (theory-

based/operational construct sampling). Subjek pada penelitian ini dipilih

dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai

dengan tujuan penelitian. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui

gambaran orientasi seksual pada anak yang orang tuanya bercerai.

E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Untuk mempermudah dalam mebgumpul data, maka peneliti membutuhkan

lat bantu yang dapat membantu peneliti. Peneliti menggunakan alat bantu

perekam suara (tape recorder), pedoman wawancara, dan pedoman observasi.

peneliti dilengkapi dengan (tape recorder) digunakan untuk merekam seluruh

hasil wawancara (Poerwandari, 2009).

Penggunaan perekam suara harus meminta persetujuan dari subjek sesuai

dengan informend consent yang pedoman wawancara ketika proses wawancara

berlangsung. Pedoman wawancara digunakan untuk membantu peneliti mengingat

mengenai aspek-aspek yang akan dibahas. Pedoman wawancara juga menjadi

Universitas Sumatera Utara


41

daftar mengenai aspek-aspek yang relevan yang telah dibahas atau ditanyakan

(Poerwandari, 2009).

Peneliti juga menggunakan pedoman observasi, hal ini bertujuan untuk

memungkinkan peneliti memperoleh data mengenai hal-hal atau sebab yang tidak

diungkapkan oleh subjek peneliti secara terbuka dalam wawancara (Poerwandari,

2009). Pedoman observasi membantu peneliti untuk mendeskripsikan secara

akurat terhadap fenomena yang muncul pada subjek dan juga bermanfaat untuk

melihat kenyamanan subjek terhadap proses wawancara serta rapport yang

dibangun oleh peneliti.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan penelitian

a. Mengumpulkan data

Peneliti mengupulkan berbagai infromasi dan teori yang berhubungan

dengan orientasi seksual pada anak yang orang tuanya bercerai, baik

dari buku, jurnal, dan beberapa artikel-artikel yang terkait dengan

penelitian yang dilakukan peneliti.

b. Menyusun pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori yang telah diperoleh

dan digunakan untuk mengarahkan peneliti dalam wawancara

Universitas Sumatera Utara


42

kemudian membuat pertanyaan yang sesuai dengan topik yang ingin

diteliti. Pedoman wawancara dimulai dengan menyusun landasan teori

mengenai orientasi seksual, perceraian. Landasan teori tersebut

kemudian disusun menjadi sejumlah pertanyaan yang menjadi

pedoman wawancara untuk membantu peneliti mengumpulkan data.

c. Mempersiapkan alat-alat penelitian

Alat-alat yang dipersiapkan agar mendukung proses pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah kertas yang berisikan pedoman wawancara,

perekam suara (tape recorder/smartphone) dan berbagai alat tulis.

d. Persiapan untuk mengumpulkan data

Peneliti menghubungi subjek penelitian untuk menjelaskan tentang

penelitian yang dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk

berparisipasi dalam penelitian (informed consent). Peneliti mencari

subjek penelitian dengan cara mencari informasi yang terkait dengan

yang dibutuhkan oleh peneliti melalui teman-teman peneliti.

Selanjutnya peneliti dikenalkan oleh subjek yang dibutuhkan.

Kemudian peneliti menemui subjek dan mencoba untuk menjelaskan

maksud dan tujuan dari peneliti. Kemudian peneliti berusaha untuk

mendapatkan kesediaan subjek agar dapat berpartisipasi dalam

penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


43

e. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara

Setelah memperoleh kesediaan dari subjek penelitian (informed

consent), peneliti dan subjek menentukan dan menyepakati waktu dan

lokasi bertemu selanjutnya untuk melakukan wawancara penelitian.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti pertama kali membangun

rapport dengan subjek dan memastikan kesediaan subjek untuk ikut

berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti

berusaha mendekatkan diri dan mulai untuk berteman dengan subjek. Hal

ini dilakukan agar subjek merasa nyaman ketika dekat dengan peneliti.

setelah rapport antara peneliti dengan subjek telah terbangun dengan baik,

dilanjutkan dengan proses pengambilan data dengan melakukan

wawancara dan observasi. Percakapan pada proses wawancara

berlangsung akan direkam menggunakan tape recorder mulai dari awal

sampai akhir percakapan dan tambahan dari hasil pencatatan oleh peneliti.

Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti membuat jadwal

pertemuan yang telah disepakati bersama dengan subjek.

Wawancara subjek I

Wawancara pertama kali dilakukan di rumah subjek yang berada di daerah

Johor Karya Wisata Kota Medan pada hari Selasa, 06 Februari 2018 pukul

20.00 – 20.50 WIB. Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang

Universitas Sumatera Utara


44

berada di Jalan Ringroad Setiabudi Kota Medan pada hari Kamis, 08

Februari 2018 pukul 11.30 – 12.15 WIB. Selanjutnya wawancara ketiga

dilakukan dirumah subjek seperti wawancara pertama. Rumah subjek

terletak di daerah Johor Karya Wisata Kota Medan hari Kamis, 15

Februari 2018 pukul 16.00 – 17.25 WIB

Wawancara subjek II

Wawancara pertama kali dilakukan di salah satu cafe yang berada di Jalan

Dipenogoro Kota Medan pada hari Minggu, 04 Maret 2018 pukul 15.16-

16.22 WIB. Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang terletak di

Jalan Teuku Daud Kota Medan pada hari Selasa, 06 Maret 2018 pukul

16.30-18.14 WIB.

Wawancara subjek III

Wawancara pertama kali dilakukan di cafe daerah pasar 1 Setiabudi Kota

Medan pada hari Kamis, 12 April 2018 pukul 13.35-15.05 WIB.

Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang berada di Jalan Cut

Mutia Kota Medan pada hari Minggu, 15 April 2018 pukul 16.40 – 18.25

WIB.

3. Tahap Pencatatan Data

Pada tahap pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam suara dan

alat tulis untuk memudahkan peneliti mencatat dan menyimpan data yang

diperoleh secara lebih akurat dan dipertanggungjawabkan. Hasil rekaman

suara kemudian data akan ditrasnkipkan secara verbatim dan dianalisa.

Universitas Sumatera Utara


45

Transkip adalah salinan dari hasil wawancara dalam bentuk suara yang

kemudian dipindahkan ke dalam bentuk verbatim. Setelah melakukan

pencatatan data, selanjutnya peneliti membuat koding bersadarkan teori

yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil koding akan membantu peneliti

untuk menganalisa dan menginterpretasi data yang telah diperoleh. Berikut

contoh kode yang digunakan: S1.W2.08022018.EA4.L18.H18.M. Maksud

dari kode ini adalah; S1 adalah subjek pertama; W2 merupakan

wawancara yang dilakukan kedua; 08022018 yaitu tanggal

dilaksanakannya wawancara; EA4 adalah koding mengenai analisa

tematik berdasarkan teori; L18 adalah lembar dari kutipan verbatim; H18

adalah halaman dari kutipan verbatim; dan M adalah inisial nama dari

peneliti.

G. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif

untuk menggantikan kosenp validitas. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak

pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau

mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang

kompleks (Poewandari, 2009).Kualitas penelitian mengenai gambaran orientasi

seksual pada anak yang orang tuanya bercerai sangat dijaga oleh peneliti. Secara

praktis, peneliti mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang

didapatkan dari lapangan sesuai dengan prosedurproses pengumpulan data dan

menganalisis data tersebut dengansangat hati-hati.

Universitas Sumatera Utara


46

Untuk menguji kredibilitas data penelitian, peneliti menggunakan teknik

perpanjangan pengamatan dan meningatkan ketekunan.

 Peneliti kembali lagi ke lapangan untuk melakukan pengamatan untuk

mengetahui kebenaran data yang telah diperoleh maupun untuk

menemukan data-data yang baru.

 Melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.

Dengan meningkatkan ketekunan tersebut, maka peneliti akan melakukan

pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan salah atau tidak.

H. Prosedur Analisa Data

Menurut Poerwandari (2009), ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam

analisa data dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut :

1. Organisasi Data

Tahap awal yang dilakukan dalam analisa data adalah mengorganisasikan

data. Data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, peneliti perlu

mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis, dan lengkap. Sebelum

melakukan organisasi data, peneliti terlebih dahulu mengumpulkan semua

data mentah yang didapatkan oleh peneliti. Pada tahap ini, peneliti

menuliskan semua hasil wawancara yang diperoleh kedalam bentuk

verbatim sesuai dengan isi suara yang direkam dan diurutkan dengan rapi.

Setelah menulis verbatim, peneliti membuat refleksi-refleksi terhadap

jawaban yang kurang tepat atau tidak jelas yang berkaitan dengan orientasi

seksual atau pun mengenai perceraian orang tua subjek. Kemudian untuk

Universitas Sumatera Utara


47

dipertanyakan kembali kepada subjek. Hasil observasi yang diperoleh

peneliti akan dijabarkan dalam bentuk narasi untuk mendukung hasil

wawancara yang diperoleh.

2. Koding

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi

data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan

dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Pada tahap ini,

peneliti melakukan koding dengan memberikan kode-kode pada transkip

wawancara untuk menemukan aspek orientasi seksual dari data yang

diperoleh. Setelah melakukan koding, peneliti menganalisis data awal

yaitu melakukan pemadatan faktual dan menemukan tema-tema

sehinggadapat mendeskripsikan fenomena penelitian dengan cara

memahami (membaca berulang-ulang) hasiltranskip data.

3. Analisis Tematik

Peneliti menggunakan analisis tematik untuk memungkinkan peneliti

menemukan pola yang tidak dapat dilihat oleh pihak lain secara jelas. Pola

atau tema tersebut ditampilkan secara acak dalam kumpulan informasi.

Menurut Poerwandari (2007), analisa tematik merupakan suatu proses

mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftartema, model tema

atau indikator yang kompleks, kualisifikasi terkaitdengan tema tersebut

atau hal-hal di antara atau gabungan dari yangtelah disebutkan.

Analisa tematik dari penelitian ini yaitu gambaran orientasi seksual pada

anak yang orang tuanya bercerai. Tema-tema yang mendukung penelitian

Universitas Sumatera Utara


48

ini yaitu latar belakang perceraian orang tua, dampak dari perceraian orang

tua dan latar belakang orientasi seksual.

4. Pengujian Tehadap Dugaan

Mempelajari data peneliti mengembangkan dugaan-dugaan yang

jugamerupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang

dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya.

Setelah peneliti mendapatkan tema-tema dan pola-pola muncul dari data,

kemudian peneliti menuliskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang

fokus pada tujuan penelitian yaitu orientasi seksual.Tahap selanjutnya,

peneliti mempelajari kembali sumber data lalu peneliti membuat dinamika

atau skema untuk mendeskripsikan kesimpulan dari hasil data

5. Tahapan Interpretasi/analisis

Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2007), intrepertasi mengacu pada upaya

memahami data secara lebih ekstensif dan lebih mendalam. Peneliti memiliki

perspektif mengenai penelitian yang sedang diteliti dan menginterpretasi data

melalui perspektif tersebut. Pada tahap interpretasi, peneliti memaknai

penelitian ini berdasarkan hasil data yaitu pernyataan yang sebenarnya dari

subjek dengan landasan teori orientasi seksual oleh Lee Badgett. Interpretasi

dilakukan untuk memaknai setiap pernyataan yang disampaikan oleh subjek

dan kemudian menyusun pernyataan yang memiliki makna yang sama pada

konsep yang telah ditentukan, yaitu gambaran orientasi seksual.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi

untuk memberikan gambaran pada pembaca dalam memahami orientasi seksual

pada remaja yang orang tuanya bercerai. Hasil data yang diperoleh akan

dijabarkan, dianalisa dan diinterpretasikan per-subjek oleh peneliti, kemudian

disesuaikan dengan teori yang telah dijabarkan dalam Bab II Landasan Teoritis.

Setiap bagian analisa akan diberi kode-kode tertentu. Salah satu contoh

kode yang diguanakan misalnya: S1.W2.08022018.EA4.L18.H18.M. Maksud dari

kode ini adalah; S1 adalah subjek pertama; W2 merupakan wawancara yang

dilakukan kedua; 08022018 yaitu tanggal dilaksanakannya wawancara; EA4

adalah koding mengenai analisa tematik berdasarkan teori; L18 adalah lembar dari

kutipan verbatim; H18 adalah halaman dari kutipan verbatim; dan M adalah

inisial nama dari peneliti.

Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek I Subjek II Subjek III

Nama (inisial) NF FM EM

Usia 20 tahun 20 tahun 21 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki Perempuan

Pendidikan Mahasiswa Mahasiswa -

Sekarang

Tabel 1. Gambaran Umum Subjek

49

Universitas Sumatera Utara


50

A. Hasil

1. Subjek I

a. Hasil Observasi

1) Wawancara I

Selasa, 06 Februari 2018 pukul 20.00 – 20.50 WIB

Wawancara pertama kali dilakukan di rumah subjek yang berada di

daerah Johor Karya Wisata Kota Medan. Rumah subjek cukup luas.

Lokasi tempat duduk pertemuan subjek dan peneliti berada di ruang

tamu subjek. Terdapat empat buah kursi yang saling berhadapan dan

satu meja yang terletak di tengah-tengah antara empat kursi yang ada

di ruang tamu tersebut. Di meja tersebut terdapat satu pot bunga yang

berisikan bunga palsu/plastik bewarna merah dan putih.

Subjek memiliki kulit berwara sawo matang, dengan tinggi kurang

lebih 159 cm. Secara fisik subjek tergolong memiliki tubuh yang

kurus. Hal tersebut terlihat dari berat badan subjek sekitar 55 kg,

bentuk wajah yang tirus dan pinggul yang kecil. Subjek memiliki

hidung yang pesek dan rambut yang panjang berwarna hitam. Subjek

memakai kaos berwarna putih yang bergambar doraemon dan

menggunakan celana pendek untuk tidur. Selain itu terdapat bendo

berwarna putih yang dikenakan oleh subjek untuk rambutnya.

Sebelum wawancara dimulai, subjek dan peneliti terlebih dahulu

saling menyapa dan menanyakan kabar masing-masing. Peneliti juga

mulai membangun rapport kepada subjek dengan menanyakan

Universitas Sumatera Utara


51

beberapa kegiatan atau pun kesibukan yang sedang subjek lakukan saat

ini. Setelah penliti merasa subjek sudah mulai merasa nyaman dan juga

mulai berbicara dengan nada yang santai kepada peneliti. Penliti

mencoba memulai secara bertahap bertanya mengenai peristiwa

perceraian yang dilakukan orang tuanya.

Ketika pertanyaan mengenai perceraian yang dilakukan orang

tuanya dimulai subjek tampak tersenyum tipis kepada peneliti, tampak

subjek sedikit terbata-bata ketika menjelaskan perihal perceraian orang

tuanya. Awalnya subjek mampu menjawab pertanyaan peneliti dengan

cukup baik, terlihat dari cara berbicara subjek yang lancar dan tidak

terhenti karena kebingungan. Seiring dengan berjalannya proses

wawancara, subjek menunjukkan wajah yang tenang. Hal ini terlihat

dari cara berbicara subjek yang perlahan dan santai dan sesekali

tersenyum ketika berbicara. Selama proses wawancara berlangsung

tampak subjek sesekali memegang bibir bawahnya dan sesekali

menggarukan kepala subjek.

Kondisi dan suasana yang ada di rumah subjek sangat tenang dan

kondusif. Hal ini terlihat dari ruangan yang tidak terlalu berisik dan

tidak ada orang satu pun yang ada di rumah subjek. Hal tersebut

membuat subjek nyaman untuk berbicara dan menjawab beberapa

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti tanpa ada gangguan.

Universitas Sumatera Utara


52

2) Wawancara II

Kamis, 08 Februari 2018 pukul 11.30 – 12.15 WIB

Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang berada di

Jalan Ringroad Setiabudi Kota Medan. Terdapat dua lantai pada cafe

tersebut. Subjek dan peneliti memilih untuk duduk di lantai kedua dari

cafe tersebut. Terdapat empat meja dan enam belas kursi yang berada

di cafe. Penliti dan subjek duduk menghadap pemandangan pohon-

pohon yang terletak di samping ruko-ruko. Selain itu, terdapat hiasan-

hiasan yaitu seperti bebatuan berwarna putih dan terdapat dinding yang

tidak di plester di cat berwarna hitam.

Wawancara hari kedua subjek memakai kemeja kotak-kotak

berwarna merah dan hitam dan bawahan menggunakan celana jeans

berwarna hitam serta sepatu bertali berwarna putih. Selain itu subjek

menggunakan aksesoris seperti jam tangan berwarna hitam dan

menggunakan gelang karet berwarna hitam.

Saat wawancara berlangsung, subjek tampak ceria. Hal tersebut

dikarenakan ketika bertemu dengan peneliti, subjek langsung menyapa

dan memberikan senyum yang lebar kepada peneliti. Proses

wawancara dimulai, tampak subjek menunggu pertanyaan-pertanyaan

yang akan diberikan oleh peneliti. Peneliti juga mencoba mencairkan

suasana agar tidak terjadi ketegangan dan kegugupan yang akan

dirasakan oleh subjek dengan cara memberikan beberapa candaan

kepada subjek.

Universitas Sumatera Utara


53

Pertanyaan mengenai peristiwa perceraian yang dilakukan oleh

orang tuanya kembali peneliti tanya kepada subjek, tampak subjek

langsung reflek menjawab pertanyaan yang diberikan kepada subjek.

Subjek menjawab dengan tenang setiap pertanyaan yang diajukan. Hal

ini terlihat dari cara subjek menjawab pertanyaan dengan cara

berbicara subjek yang lebih tegas, volume suara yang jelas, sehingga

peneliti dengan jelas mendengar apa yang dikatakan oleh subjek.

Tampak gesture tubuh subjek yang lebih banyak bergerak, seperti

gerakan tangan yang bergerak ke segala arah dan mata yang fokus

pada peneliti ketika berbicara. Hal ini menunjukan bahwa subjek mulai

fokus dan serius menjalani proses wawancara. Pada saat wawancara

berlangsung tampak handphone yang terus bergetar. Subjek melihat ke

arah handphone yang dimiliki oleh subjek. Namun fokus subjek adalah

menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dan mengabaikan

handphone yang terus bergetar pada saat itu.

Selama wawancara, subjek sesekali menopangkan kaki sebelah

kanan ke atas kaki sebelah kiri. Duduk subjek yang tadinya senderan

dengan belakang kursi, berubah menjadi lebih mencondongkan

badannya ke hadapan peneliti. Subjek menjadi lebih fokus ketika

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang selanjutnya diberikan oleh

peneliti. Beberapa kali subjek menghembuskan napas ketika subjek

menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Selama proses

Universitas Sumatera Utara


54

wawancara kedua berlangsung berjalan dengan baik, tanpa ada

gangguan atau hambatan.

3) Wawancara II

Kamis, 15 Februari 2018 pukul 16.00 – 17.25 WIB

Wawancara ketiga dilakukan dirumah subjek seperti wawancara

pertama. Rumah subjek terletak di daerah Johor Karya Wisata Kota

Medan. Lokasi tempat wawancara dilakukan lebih tepatnya di kamar

subjek. Terdapat satu lemari yang cukup luas yang berisikan segala

pakaian yang dipakai oleh subjek dalam sehari-hari. Terdapat satu

lemari yang diatasnya terdapat satu buah tipi. Ada juga lemari yang

diatasnya terdapat beberapa aksesoris milik subjek seperti jam tangan,

dompet, beberapa buku, dan lain-lainnya. Terdapat tempat tidur empat

kaki untuk subjek beristirahat.

Wawancara hari ketiga, subjek menggunakan kaos polos berwarna

abu-abu dan menggunakan celana panjang untuk tidur. Seperti

wawancara pertama, subjek menggunakan banda di atas kepala subjek

berwarna putih sama seperti yang digunakan pada saat wawancara

pertama kali dilakukan.

Selama wawancara berlangsung, subjek menunjukan sikap yang

sama pada saat wawancara kedua. Subjek tampak bersemangat

menyambut kedatangan peneliti dan langsung dibuka dengan

memberikan beberapa candaan-candaan agar suasana pada saat

wawancara tidak terasa tegang. Subjek menanyakan beberapa

Universitas Sumatera Utara


55

kegiatan-kegiatan yang dilakukan peneliti pada hari itu dengan sedikit

diiringi tawaan dan candaan. Proses wawancara dimulai, peneliti mulai

menanyakan terkait dengan orientasi seksual pada subjek. Berbeda dari

hari sebelumnya, subjek menunjukan wajah yang terkejut dan sedikit

malu ketika ditanyakan pertanyaan terkait orientasi seksual pada

subjek. Terlihat dari cara menjawab pertanyaan yang diberikan, subjek

sesekali menggaruk-garuk kepala dan memberikan senyuman-

senyuman yang tipis kepada peneliti. Terkadang subjek terdiam

sejenak ketika diberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut

dengan orientasi seksual pada diri subjek.

Berjalannya wawancara, tampak lama kelamaan subjek mulai

membuka diri dengan menjawab lebih lancar dari sebelumnya terhadap

pertanyaan yang diajukan. Subjek menjawab dengan tegas dan dengan

volume suara yang cukup deras. Sesekali subjek terlihat menopangkan

tangan kanan ke paha kanan subjek. Terlihat subjek semakin fokus

ketika menjelaskan terkait dengan orientasi seksual yang ada pada

dirinya. Rasa malu yang sebelumnya muncul semakin lama semakin

hilang. Subjek menjelaskan dengan sangat jelas dan lancar.

Selama proses wawancara dengan subjek I yang terdiri dari tiga

sesi, berjalan dengan cukup baik. Subjek cukup menerima beberapa

pertanyaan dari peneliti dan menjawabnya dengan sangat jelas.

Awalnya subjek merasa cukup gugup dan merasa kurang nyaman

dengan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Oleh karena

Universitas Sumatera Utara


56

itu peneliti berusaha mencairkan suasana setiap sesi pertemuan agar

tidak terjadi ketegangan dan kegugupan yang akan dirasakan oleh

subjek. Selama proses wawancara berlangsung, sesekali subjek

menunjukan pergerakan tangan dengan cara menggaruk-garukan

kepala subjek. Ketika subjek menjawab pertanyaan yang diberikan

oleh peneliti, sesekali subjek menatap dan menopangkan tangan kanan

subjek ke atas paha subjek. Selain itu untuk masalah waktu, peneliti

tidak terlalu kesulitan dalam mengatur jadwal untuk bertemu dengan

subjek. Peneliti dan subjek selalu mengatur waktu yang sesuai dengan

yang di inginkan oleh subjek.

b. Hasil Wawancara

b.1 Latar Belakang

NF (nama inisial) adalah seorang anak perempuan berusia 20 tahun yang

juga seorang mahasiswa semester 8 di salah satu Universitas Swasta yang ada di

Kota Medan. NF adalah anak kedua dari dua bersaudara. NF memiliki kakak

perempuan yang berusia 28 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. NF

memiliki dua keponakan yaitu laki-laki dan perempuan. Saat ini NF tinggal

bersama kakak dan ibunya. Kakak NF sudah menikah namun, pernikahan tersebut

tidak berlangsung sampai saat ini. Kakak NF sudah bercerai dengan suaminya.

Maka dari itu kaka NF tinggal bersama NF dan ibunya dalam satu rumah.

NF berasal dari keluarga menengah keatas. Ibu NF adalah seorang dosen

yang mengajar di berbagai Universitas yang ada di Kota Medan. Ayah NF

Universitas Sumatera Utara


57

merupakan salah satu anggota DPR dan memiliki beberapa usaha yang dijalankan

oleh ayah NF sendiri dengan beberapa pegawai-pegawai yang bekerja di kantor

ayah NF. Namun setelah peristiwa perceraian, ayah NF sudah tidak menjadi

bagian dari anggota DPR. Ayah NF hanya menjalani usaha yang ia bangun sejak

menikah dengan ibu NF. Hal yang membuat ayah NF tidak menjadi anggota DPR

lagi di karenakan umur yang sudah tidak sepantasnya menduduki bangku anggota

DPR lagi. Maka dari itu ayah NF bekerja dan mendapatkan penghasilan dari

usaha yang ia bangun.

NF dulunya memiliki keluarga yang utuh terdiri dari ayah, ibu, kakak NF,

dan NF. Hal yang membuat orang tua NF bercerai adalah perilaku yang dilakukan

oleh ayah NF. Ayah NF yang dulunya setia dengan ibu NF memilih untuk

berselingkuh dengan wanita lain. Hal tersebut diketahui oleh ibu NF. Ibu NF tidak

terima dengan kelakukan yang dilakukan oleh ayah NF. Ibu NF sudah

memberikan kesempatan kepada ayah NF untuk tidak melakukan perselingkuhan

itu lagi namun, ayah NF lebih memilih wanita lain ketimbang ibu NF. Ayah NF

beralasan mengapa ia tidak ingin memperbaiki hubungannya dengan ibu NF

karena ia sudah terlanjur cinta dengan wanita yang menjadi selingkuhan ayah NF.

Ibu NF tidak terima akan hal tersebut, akhirnya ia memilih untuk bercerai dengan

ayah NF. Berikut penuturan NF;

“Yang benar-benar akhirnya memilih untuk bercerai itu mamaku.


Alasannya karena mamaku itu udah sakit hati kali. Dari cerita yang ku
dengar dari mamaku, papaku itu kayak gitu gak cuma sekali. Mamaku
udah bilang udah kita perbaiki tapi papaku tetap gamau karena dia udah
terlanjur cinta sama perempuan itu.”
(S1.W1.06022018.B2.L1.H1.M.2)

Universitas Sumatera Utara


58

Pada awalnya ayah NF merasa bahwa apa yang dituduhkan oleh ibu NF

tidaklah benar. Ayah NF sempat membela diri bahwa perselingkuhan itu hanya

seolah-olah tuduhan yang diberikan oleh ibu NF namun, lama kelamaan ibu NF

sudah mendapatkan banyak bukti bahwa memang benar ayah NF melakukan

perselingkuhan dengan wanita lain. Bukti yang ibu NF dapatkan adalah seperti

perkataan orang-orang yang melihat langsung ayah NF jalan berduaan dengan

wanita yang menjadi selingkuhan ayahnya. Pada saat itu perasaan ibu NF sangat

kacau. Ibu NF bingung harus percaya atau tidak dengan perkataan orang-orang

yang mengatakan bahwa ayah NF selingkuh. Lama kelamaan ibu NF sudah tidak

tahan lagi. Wanita mana yang dapat bertahan dengan kebohongan-kebohongan

yang sudah dilakukan suaminya sendiri. Sampai akhirnya ibu NF memutuskan

untuk menceraikan ayah NF. Ibu NF juga mengatakan kepada NF perselingkuhan

yang dilakukan oleh ayah NF tidak hanya sekali, tetapi sudah beberapa kali.

Berikut penuturan NF;

“Intinya orang tua aku memilih bercerai karena mamaku yang minta
karena papaku selingkuh. Awalnya mamaku masih berusaha
mempertahankan pernikahanya dengan bilang sama papaku tinggalkan dia.
Tapi papaku gak mau karena dia merasa tuduhan perselingkuhan itu
bohong. Tapi mamaku udah ada buktinya kalau dia selingkuh. Banyak kali
yang nengok papaku jalan sama perempuan itu. Gak tahan la mama ku
sama omongan orang. Akhirnya mamaku nanya sama papaku terus papaku
bilang iya. Yaudah akhirnya orang itu memilih untuk berpisah. Terus
akhirnya aku tau orang tua aku bercerai semenjak papaku gak pulang
beberapa hari.”
(S1.W1.06022018.B1.L1.H1.M.1)

Perceraian yang dilakukan oleh orang tua NF terjadi ketika NF duduk di

bangku kelas dua SMP. Pada saat itu NF berusia 13 tahun. Pertengkaran yang

terjadi antara ayah dan ibu NF terjadi pada malam hari namun, hal tersebut tidak

Universitas Sumatera Utara


59

langsung dilihat oleh NF karena pada saat itu NF sedang tidur di rumah saudara

NF. Pertengkaran itu sendiri dilihat oleh kakak NF tetapi, kakak NF tidak pernah

memberi tahu perihal pertengkaran yang terjadi antara ayah dan ibu NF dengan

alasan kakak NF tidak mau NF merasa kecewa dengan kedua orang tuanya.

Peristiwa perceraian itu sendiri dirasakan oleh NF ketika ia mencari ayahnya yang

sudah tidak pernah pulang ke rumah dalam beberapa hari. NF bertanya-tanya di

dalam hati apa yang menyebabkan ayahnya tega meninggalkan dirinya serta

kakak dan ibunya. NF semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang

terjadi. NF menanyakan perihal mengapa ayahnya sudah tidak pernah pulang

kerumah dalam beberapa hari kepada ibunya namun, ibu NF belum mau

menjawab pertanyaan NF pada saat itu. NF merasa ibunya telah menutupi apa

yang sedang terjadi dalam kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya. Perasaan

NF pada saat itu NF merasa kebingungan. Ia tidak tahu harus bertanya kepada

siapa. Ia merasa orang tuanya sungguh tega telah berbohong kepada anaknya

sendiri. NF bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam

keluarga mereka.

Akhirnya NF bertanya kepada keluarga dari ibu NF dan mereka

mengatakan bahwa sesungguhnya ibu dan ayah NF sudah tidak memiliki ikatan

secara resmi lagi atau sudah bercerai. Setelah mendengar hal tersebut NF

langsung mengkonfirmasi apakah hal tersebut benar atau tidak kepada ibunya. Ibu

NF mengatakan bahwa hal tersebut memang benar. Pada saat itu NF tidak tahu

harus berbuat apa. NF merasa kecewa terhadap apa yang sudah terjadi antara

kedua orang tuanya. Ia merasa bahwa dirinya telah hancur akibat perceraian yang

Universitas Sumatera Utara


60

dilakukan oleh kedua orang tuanya. NF mengatakan bahwa ibu NF sudah

memberikan kesempatan agar meninggalkan wanita yang menjadi selingkuhan

ayahnya. Tetapi ayah NF menolak tawaran dari ibu NF dan lebih memilih wanita

tersebut. Ibu NF tidak dapat melanjutkan pernikahannya akibat ulah yang

dilakukan ayah NF dan akhirnya memilih untuk bercerai. Berikut penuturan NF;

“Ya mama ku mau bilang apa lagi. Kan mama aku udah kasih kesempatan
buat perbaiki. Tapi karena papa ku udah bilang kek gitu ya dia terima.
Itulah akhirnya mamaku milih jalan buat cerai.”
(S1.W1.06022018.B2.L2.H2.M.2)

“Terus akhirnya aku tau orang tua aku bercerai semenjak papaku gak
pulang beberapa hari. Bingung kan aku kok papaku ini gak pulang-pulang
terus ku tanya sama mama ku dia gak mau jawab dia bilang papa ku
banyak kerjaan. Tapi aku gak percaya kok sampe gak pulang. Sedih juga
kan aku disitu. Terus terakir aku nanya sama saudara dari mama ku.
Disitulah dikasih tau kalau mama sama papa ku udah gak sama-sama
lagi.”
(S1.W1.06022018.B1.L1.H1.M.1)

b.2 Orientasi seksual

Melihat perceraian orang tua yang di lakukan oleh ayah dan ibu NF, hal

tersebut berdampak juga terhadap kehidupan NF. Salah satu dampak yang

mempengaruhi kehidupan NF adalah perbedaan pandangan terhadap setiap laki-

laki. NF merasa apa yang dilakukan oleh ayahnya kepada ibunya sama seperti

setiap semua laki-laki. NF merasa lebih pemilih ketika ia akan berhubungan

dengan lawan jenis karena ia takut akan merasakan hal yang sama seperti yang

dirasakan oleh ibunya. Berikut penuturan NF;

“Aku sendiri juga gak ngerti. Tapi kayak yang aku bilang tadi. Liat papa
ku kayak gitu jahatin mama ku aku jadinya takut juga. Lebih milih-milih

Universitas Sumatera Utara


61

kalau dekat sama cowok. Gak mau sembarangan takutnya kejadian


mamaku terjadi juga di aku. Terus pun aku ngerasa beda pas aku pacaran
sama cowok dibandingkan sama cewek.”
(S1.W2.08022018.D2. L11.H11.M.2)

Setelah orang tua NF bercerai, NF sempat menjalin hubungan dengan

lawan jenisnya. Namun ketika ia menjalani hubungan tersebut, NF merasa biasa

saja dengan lawan jenis. Tidak ada hal yang menarik ketika ia berhubungan

dengan lawan jenis. NF tidak merasakan kenyamanan yang seutuhnya layaknya

orang berpacaran pada umumnya. Pada akhirnya terjadi perubahan ketertarikan

seksual yang dialami oleh NF. NF menjalani hubungan dengan sesama jenis. Pada

saat NF menjalin hubungan dengan sesama jenis, NF merasa lebih tertarik dan

mendapatkan kenyamanan yang sesungguhnya. Ia merasa lebih mendapatkan

kasih sayang dan kenyamanan ketika ia berhubungan dengan sesama jenis.

Kenyamanan yang dimaksud oleh NF ialah ketika ia berpacaran dengan sesama

jenis, ia merasa lebih di perhatikan. Ketika NF sedang menghadapi suatu masalah,

ia langsung mencurahkan segala isi hatinya kepada pasangan sesama jenisnya. Ia

menganggap pasangan sesama jenisnya ini yang sangat mengerti bagaimana

keadaan yang sedang di hadapi oleh NF. Hal tersebut yang membuat NF merasa

sangat jatuh cinta terhadap pasangan sesama jenisnya. Berikut penuturan NF;

“Kalau ditanyak nyaman dari jawaban yang ku bilang tadi udah pasti lah
lebih nyaman ke sesama. Karena lebih kerasa aja gitu. Lebih terasa
sayangnya. Aku ngerasa aku nyaman kali sama pacarku ini. Dia lah yang
ngerti aku kayak mana. Kalau aku ada masalah pasti dia siap dengerin.
Terus ngasih perhatian lebih juga. Perhatian lah pokoknya.”
(S1.W2.08022018.D2.L12.H12.M.2)

Universitas Sumatera Utara


62

Perubahan ketertarikan seksual yang dirasaskan oleh NF tetapi tidak

sepenuhnya berubah begitu saja. NF merasa ketika ia melihat lawan jenis yang

sesuai dengan kriteria dirinya, ia pasti akan menoleh kepada laki-laki tersebut.

Hanya saja sebatas mengagumi lawan jenis yang sangat ia idam-idamkan sesuai

dengan kriteria yang ada pada dirinya. Kriteria lawan jenis yang di idam-idamkan

oleh NF adalah cowok yang pintar, bertubuh tegap, dan memiliki warna kulit yang

putih. Apabila lawan jenis yang sesuai dengan kriteria NF mencoba untuk

mendekatinya, ia akan tetap merespon laki-laki tersebut. Tetapi tetap saja NF

memiliki batas untuk dekat dengan lawan jenis. Karena ia takut, apa yang dialami

oleh ibunya akan dialami oleh dirinya juga. Berikut penuturan NF;

“Kalau misalnya ni ada cowok yang suka sama ku terus aku gak punya
pacar juga dan dia deketin aku yaudah aku terima. Gak ada masalahnya
sih. Kalau liat cowok tegap, terus pun putih lagi, udah gitu pintar, ya aku
mau kali. Kalau ditanyak masih suka cowok ya masih lah. Kalau tiba-tiba
lewat terus sesuai sama kriteria ku juga aku bakal ngeliatin. Tapi ya itu
tadi. Sukanya ada batasnya. Gak yang sampe mikir mau deket. Mau
kenalan. Gak gitu. Ada juga kok yang mau nge chat aku cowok. Tapi itu
pun aku milih-milih. Gak semua cowok yang ngechat terus aku balasin
semuanya.”
(S1.W2.08022018.EA1.L14.H14.M.2)

Hal yang semakin mendukung perubahan ketertarikan seksual yang

dialami oleh NF adalah ketika NF duduk di kelas 2 SMA. Awalnya NF dengan

pacar sesama jenisnya ini adalah seorang teman biasa. Lama kelamaan mereka

semakin dekat dan semakin memberikan perhatian yang lebih antara satu sama

lain. NF dan pacarnya sering melakukan kegiatan layaknya orang yang sedang

melakukan pendekatan seperti pergi nonton berduaan, saling memberikan kabar,

dan berkomunikasi hingga larut malam. Lama-kelamaan NF dan pacarnya

Universitas Sumatera Utara


63

memiliki perasaan saling menyukai. Mereka merasa nyaman dengan apa yang

sedang mereka jalani dan masing-masing dari mereka memberikan perhatian yang

lebih layaknya orang yang sedang menjalin hubungan. NF juga mengaku kalau

dia sangat menyayangi pacarnya sampai tidak ingin melepaskannya. Berikut

penuturan NF ;

“Gak mungkin ajalah. Orang aku sayang sama dia. Sayang kali pun. Dari
pada aku dekat atau pacaran sama cowok yang belum tentu aku sayang,
mending lah aku sama pacarku yang sekarang ini. Yang udah jelas kami
sama-sama sayang.”

(S1.W2.08022018.EA4. L19.H19.M.1)

Selain merasakan perubahan ketertarikan seksual, NF juga sudah

melakukan beberapa aktivitas seksual dengan pacar sesama jenisnya. Ketika NF

berhubungan lawan jenis, justru ia tidak pernah melakukan aktivitas seksual.

Sewaktu NF berhubungan dengan lawan jenis, ia masih duduk di kelas 2 SMP dan

belum mengerti dengan perilaku-perilaku seksual. Namun berbeda dengan ketika

NF berpacaran dengan sesama jenis. NF mulai mencari sesuatu hal yang membuat

dirinya bergairah seperti melakukan beberapa kegiatan aktivitas seksual dan

melakukannya secara bertahap. Pada awalnya ia melakukan ciuman dengan

pasangan sesama jenisnya. Lama kelamaan NF semakin penasaran dengan

aktivitas-aktivitas seksual yang akan ia lakukan untuk selanjutnya. Rasa penasaran

tersebut semakin kuat sehingga, NF mengajak pasangannya untuk melakukan

aktivitas seksual lebih dari sekedar ciuman saja. NF mengaku ia merasa senang

dan mendapatkan sensasi yang lebih ketika melakukan hal tersebut dengan sesama

jenis. Sensasi yang NF dapatkan ketika melakukan aktivitas seksual tidak dapat ia

Universitas Sumatera Utara


64

gambarkan dengan kata-kata. NF hanya bisa merasakan sensasi tersebut ketika

sedang melakukannya. Berikut penuturan NF;

“Indah lah. Seneng gitu waktu ciuman itu. Penuh hasrat la pokoknya. Aku
gak bisa jelaskan pakai kata-kata. Cuma bisa dirasa aja. Terus kan itu
ciuman pertama kali. Lama-lama udah mulai biasa kan ngelakuin kayak
gitu. Karena udah sering juga. Nah mulai lah cari suasana baru.”

(S1.W3.15022018.EB1.L22.H22.M.1)

“Ya awalnya penasaran kan. Terus pengen tau. Terus udah ngerasaiin
ciuman sama cewek itu gimana rasanya. Dah tau enaknya jadi makin
penasaran lagi. Kalau lebih dari ciuman gimana ya. Gitu. Jadi udah tau
rasanya terus pas enak pulak jadi makin mau tau lagi kayak mana
selanjuntya.”
(S1.W3.15022018.EB3.L23.H23.M.2)

Perceraian orang tua NF juga berdampak pada identitas seksual yang

dimiliki oleh NF. NF menganggap bawah dirinya adalah seorang lesbi. NF

menturkan hal tersebut lantaran ia merasa biasa ketika ia menjalin hubungan

dengan lawan jenis. Akan tetapi, ia merasa berbeda ketika menjalin hubungan

dengan sesama jenis. Ia merasakan kenyamanan yang sangat amat ia rasakan

sewaktu menjalin hubungan dengan sesama jenis. Begitu sayangnya NF dengan

pasangan sesama jenisnya sampai ia takut untuk kehilangan pasanganya tersebut.

Hal yang membuat NF menjadi seperti sekarang ini adalah akibat ulah yang

dilakukan oleh ayahnya yang selingkuh dengan wanita lain. NF menilai semua

laki-laki jahat dan juga melakukan apa yang dilakukan oleh ayahnya terhadap

wanita mana pun. Ia menjadi pemilih dan lebih berhati-hati untuk menjalin

hubungan dengan lawan jenis. Sampai hingga akhirnya NF menjadi tertarik

dengan sesama jenisnya karena ia tahu bagaimana seorang wanita tidak mungkin

akan melakukan hal yang jahat seperti yang dilakukan oleh ayahnya. Namun

Universitas Sumatera Utara


65

bukan berarti NF sama sekali tidak menyukai lawan jenis, hanya saja menjadi

lebih berhati-hati akibat ulah yang dilakukan oleh ayahnya. Berikut penuturan NF;

“Identitas aku sekarang bisa dibilang lesbi. Tapi kalau misalnya ada laki-
laki yang deketin aku mau. Ada lesbi yang di deketin cowok kan nolak.
Kalau aku ini aku sekarang pacaran sama cewek ni. Tapi kalau ada cowok
yang ngechat aku mau juga kadang jawab-jawabin. Aku anggap diri aku
ini bisa keduanya. Bisa sama cewek bisa juga sama cowok.”
(S1.W3.15022018.EC1.L23.H23.M.4)
Sedari kecil NF sangat dekat dengan ayahnya ketimbang dengan ibunya.

NF sering berpergian dengan ayahnya dan membeli beberapa kebutuhan NF

dengan ayahnya. Ayah NF sering membelikan pakaian yang seharusnya dipakai

untuk laki-laki kepada NF. NF merasa apa yang dibelikan oleh ayahnya cocok dan

sesuai dengan selera yang ia miliki. Dari kecil NF sudah terbiasa dengan pakaian

laki-laki, karena NF mengatakan bahwa ayahnya ingin sekali memiliki anak laki-

laki. Hal tersebut terbawa sampai NF beranjak masa remaja. Ia sudah terbiasa

dengan hal yang berbau laki-laki, maka dari itu penampilan yang dimiliki oleh NF

bagaiman layaknya laki-laki pada umumnya. NF mengaku kalau ia nyaman

dengan dirinya yang tomboy seperti itu karena sudah menjadi kebiasaanya. Untuk

merubah menjadi wanita pada umumnya menurut NF adalah hal yang sulit untuk

dilakukan. NF merasa saat ini ia sudah menjadi dirinya sendiri. Hal tersebut juga

yang mendukung NF untuk berpacaran dengan sesama jenis. Karena apa yang ia

pakai atau ia kenakan sudah hampir menyerupai bagaimana laki-laki pada

umumnya. Berikut penuturan NF;

“Ya bedalah. Lebih nyaman, lebih suka, lebih terbuka kalau sama cewek.
Aku jadi diri ku sendiri. Diriku yang tomboy. Yang gak suka kalau pake
pakean-pakean cewek. Kalau misalnya berhubungan sama cowok kan

Universitas Sumatera Utara


66

cewek ya kayak mana semestinya la yakan. Harus pake pakean cewek.


Nah aku kan gak nyaman kalau kayak gitu. Makanya aku ngerasa lebih
enak sama cewek. Aku bisa jadi diri ku sendiri. Gak perlu pura-pura jadi
orang lain. Orang yang nengok aku iya bagus ya cantik ya tapi di akunya
gak nyaman kan sama aja.”
(S1.W3.15022018.EC1. L24.H24.M.2)

Walaupun NF memilih untuk berpacaran dengan sesama jenis, akan tetapi

hal tersebut tidak ia sebar luaskan kepada masyarakat umum. NF merasa bahwa

hal tersebut cukup membuat dirinya malu apabila ada yang mengetahui bahwa NF

menjalani hubungan dengan sesama jenis. Ia merasa menjalin hubungan dengan

sesama jenis sudah tidak sepantasnya untuk dilakukan. Namun apa daya, NF

merasa nyaman dengan kekasihnya dan tidak dapat membohongi perasaannya

sendiri. Kalau pun ada orang yang tahu mengenai dirinya, orang tersebut hanyalah

sebatas sahabat saja tidak lebih dari itu. NF merasa apa yang sudah ia jalani

adalah hal yang sangat memalukan apabila sampai orang tua NF mengetahui hal

tersebut. NF juga mengakui bahwa hubungan yang sedang ia jalani saat ini akan

segera ia akhiri. Ia tidak mau membuat kedua orang tuanya kecewa dan

menanggung malu akibat apa yang terjadi pada dirinya. Akan tetapi, untuk

mengakhiri hubungan tersebut tidak akan ia lakukan untuk saat ini. NF merasa

bahwa dirinya sangat mencintai kekasihnya, sehingga tidak mungkin

meninggalkan pasangannya untuk saat ini. Berikut penuturan NF;

“Takutlah. Kalau iya cowoknya baik. Kalau kayak papaku gimana.


Tukang selingkuh. Jahat lah pokoknya. Kan jadinya males liat cowok yang
kayak gitu. Mending dihindari lah. Lagian pun aku masih nyaman sama
kehidupan aku yang kayak gini. Walaupun kadang ngerasa malu juga.
Tapi aku nyaman.”

(S1.W3.01522018.EC4.L29.H29.M.2)

Universitas Sumatera Utara


67

”Namanya aku nyaman. Aku juga sayang sama pacarku. Malu ya pasti.
Tapi niat buat berubah itu belum ada. Masih lama juga niat buat nikah.
Jadi ya enakin aja la sekarang. Kapan lagi menikmati hidup hahaha..”

(S1.W3.01522018.EC4.L30.H30.M.1)

REKAPITULASI DATA HASIL WAWANCARA SUBJEK 1

Tabel 2. Rekapitulasi Data Orientasi Seksual

No Orientasi Seksual Gambaran

1. Ketertarikan Seksual Melihat lawan jenis berdasarkan parasnya

Merasa biasa aja ketika berhubungan dengan


lawan jenis
Lebih memilih dalam menjalin hubungan
dengan sesama jenis
Awal kenal dengan pacar subjek

2. Perilaku Seksual Aktivitas yang dilakukan ketika menjalin


hubungan dengan lawan jenis
Melakukan ciuman dengan pasangan sesama
jenis
Awal mula melakukan aktivitas seksual dengan

lawan jenis

Aktivitas seksual yang dilakukan dengan


sesama jenis
Perasaan subjek ketika melakukan aktivitas

seksual

Lebih memiliki sensasi ketika melakukan


dengan sesama jenis

Universitas Sumatera Utara


68

3. Identitas Seksual Mengenali identitas seksual dalam diri subjek


Menjadi diri sendiri ketika menjalani hubungan
dengan sesama jenis
Menilai diri subjek sebagai penyuka sesama
jenis
Tidak mengakui identitas seksual subjek yang
sesungguhnya kepada masyarakat

Universitas Sumatera Utara


69

PROSES
Pohon Masalah Orientasi Seksual PERKEMBANGAN

Subjek 1

Ketakutan dalam menjalin Akibat dari perceraian orang tua, Perceraian orang tua membuat
hubungan dengan lawan jenis subjek menjadi tertarik dengan sesama subjek tertarik dengan sesama
membuat subjek tertarik dengan jenis dan melakukan aktivitas seksual jenis, sehingga ia merasa bahwa
sesama jenis. dengan sesama jenis. dirinya adalah seorang lesbi.

KETERTARIKAN PERILAKU IDENTITAS


SEKSUAL SEKSUAL SEKSUAL

 Subjek menyukai lawan  Subjek hanya berpegangan


jenis melihat parasnya dan tangan ketika menjalin  Subjek merasa bahwa
menjadi pemilih ketika hubungan dengan lawan dirinya adalah seorang
berhubungan dengan jenis. lesbi.
lawan jenis.  Subjek melakukan ciuman  Subjek merasa menjadi diri
 Subjek merasa biasa saja dengan sesama jenis. sendiri ketika berhubungan
ketika berhubungan  Pertama kali melakukan dengan sesama jenis.
dengan lawan jenis. ciuman dengan sesama  Subjek mengaku bahwa
 Subjek lebih memilih jenis merasa senang. dirinya adalah seorang
berpacaran dengan sesama  Mencari hal-hal baru lesbi, tetapi tidak mengakui
jenis karena takut dijahatin selain ciuman dengan hal tersebut ke orang-
oleh lawan jenis. sesama jenis. orang.
 Subjek berpacaran dengan  Subjek lebih mendapatkan  Subjek merasa malu kalau
sesama jenis diawali sensasi ketika melakukan harus mengakui dirinya
dengan berteman. aktivitas seksual dengan adalah
Universitas seorang
Sumatera lesbi.
Utara
sesama jenis.
70

2. Subjek II

a. Hasil Observasi

1) Wawancara I

Minggu, 04 Maret 2018 pukul 15.16-16.22

Wawancara pertama kali dilakukan di salah satu cafe yang berada di Jalan

Dipenogoro Kota Medan. Terdapat dua lantai di cafe tersebut. Di lantai bawah

terdapat banyak kursi dan meja. Peneliti dan subjek memilih untuk duduk di lantai

atas karena di lantai bawah sudah banyak orang yang menduduki kursi-kursi yang

sudah disediakan. Di lantai atas tempat subjek dan peneliti melakukan wawancara

terdapat tujuh buah meja dan dua puluh satu kursi. Subjek dan peneliti memilih

duduk di ujung di dekat jendela.

Subjek memiliki kulit sawo matang, dengan tinggi kurang lebih 169 cm.

Secara fisik subjek tergolong memiliki tubuh yang kurus. Hal tersebut terlihat dari

berat badan subjek sekitar 65 kg, bentuk wajah yang tirus dan memiliki bentuk

badan yang jenjang. Subjek memakai kaos berwarna hijau muda dan memakai

celana jeans berwarna hitam dengan dipadukan sepatu kets bertali.

Sebelum wawancara dimulai, subjek dan peneliti terlebih dahulu saling

menyapa dan menanyakan kabar masing-masing. Peneliti juga mulai membangun

rapport kepada subjek dengan menanyakan beberapa kegiatan atau pun kesibukan

yang sedang subjek lakukan saat ini. Setelah itu peneliti mulai merasakan bahwa

subjek sudah mulai nyaman dengan situasi pada saat itu. Hal tersebut ditunjukan

dengan cara subjek yang sudah dapat membawa topik ke arah yang lebih santai.

Universitas Sumatera Utara


71

Peneliti mencoba memulai secara bertahap bertanya mengenai peristiwa

perceraian yang dilakukan oleh orang tuanya.

Wawancara pun dimulai dan peneliti memberikan pertanyaan kepada

subjek. Ketika pertanyaan mengenai peristiwa perceraian yang dilakukan oleh

peneliti, tampak subjek sedikit terbata-bata ketika menjelaskan peristiwa

perceraian tersebut. Awalnya subjek terlihat gugup. Hal tersebut ditunjukan

dengan cara subjek yang sedikit terbata-bata ketika menjelaskan mengenai

perceraian orang tuanya. Namun lama kelamaan peneliti merasa subjek sudah

mulai tenang ketika diberikan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Hal ini terlihat

dari cara bicara subjek yang perlahan tetapi pasti dengan volume suara yang

cukup terdengar tegas. Selama proses wawancara berlangsung tampak subjek

sering menopangkan tangan ke dagu subjek.

Selama wawancara berlangsung, subjek sesekali menaikan kaki kiri dan

kanan secara bergantian ke atas kursi. Pada awalnya subjek duduk menyender ke

kursi namun, lama kelamaan duduk subjek mulai ke arah depan peneliti. Subjek

menjadi lebih fokus ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh

peneliti. Terlihat beberapa kali subjek menghembuskan nafas ketika menjawab

pertanyaan peneliti. Di tengah-tengah wawancara, subjek dan peneliti sempat

bercanda dan tertawa bersama. Saat sedang bercanda, subjek mengambil sesuatu

ke dalam kantong celana. Tidak lama kemudian subjek mengeluarkan benda

tersebut dan peneliti melihat benda itu merupakan sebuah liptint atau yang sering

disebut lipstik. Subjek menggunakan liptint tersebut ke area bibir subjek. Kondisi

dan suasana cafe tempat subjek dan peneliti melakukan wawancara juga cukup

Universitas Sumatera Utara


72

mendukung. Hal tersebut terlihat dari suasana yang sangat tenang dan sagat

kondusif. Hal tersebut membuat subjek merasa nyaman untuk berbicara dan

menjawab pertanyaan peneliti. Selama proses wawancara pertama berlangsung

dengan baik, tanpa ada gangguan dan hambatan.

2) Wawancara II

Selasa, 06 Maret 2018 pukul 16.30-18.14

Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang terletak di Jalan

Teuku Daud Kota Medan. Di cafe tersebut terdiri dari satu lantai saja. Terdapat

ruangan in door dan out door. Subjek dan peneliti memilih untuk duduk di area

out door karena subjek seorang perokok. Di area out door terdapat tiga meja dan

dua belas kursi. Subjek dan peneliti duduk yang di hadapkan dengan beberapa

mobil-mobil yang sedang parkir di halaman cafe tersebut.

Wawancara hari kedua, subjek menggunakan kaos polos berwarna merah

dan menggunakan celana jeans berwarna biru terang. Seperti wawancara pertama

subjek, subjek menggunakan sepatu kets bertali sama seperti yang digunakan pada

saat wawancara pertama kali dilakukan. Subjek menggunakan jam tangan dengan

tali kulit berwarna hitam.

Pada awalnya peneliti mencoba untuk mencairkan suasana dengan

menanyakan beberapa pertanyaan terkait dengan kegiatan apa saja yang sudah

dilakukan oleh subjek pada hari yang sama. Selama wawancara berlangsung,

subjek menunjukan sikap yang sama seperti wawancara pertama. Subjek tampak

bersemangat menunggu pertanyaan apa yang akan dilontarkan oleh peneliti. Hal

Universitas Sumatera Utara


73

tersebut terlihat dari subjek yang terus menerus menanyakan pertanyaan apa saja

yang akan ditanyakan pada hari itu. Proses wawancara dimulai, peneliti mulai

menanyakan terkait dengan orientasi seksual yang ada dalam diri subjek. Berbeda

dari wawancara sebelumnya, subjek sedikit terlihat terkejut dengan pertanyaan

yang diajukan oleh peneliti. Hal tersebut terlihat dari respon subjek yang

tercengang ketika diberikan pertanyaan oleh peneliti.

Berjalannya wawancara, tampak lama kelamaan subjek mulai merasa

nyaman dan mulai membuka diri kepada peneliti. Hal tersebut terlihat dari subjek

menjelaskan dengan detail setiap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh

peneliti. Subjek cukup menerima beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti

dan menjawabnya dengan cukup jelas. Awalnya subjek merasa cukup gugup dan

merasa kurang nyaman dengan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti karena

menyangkut ke hal yang lebih privacy. Oleh karena itu peneliti berusaha

mencairkan suasana setiap sesi pertemuan agar tidak terjadi ketegangan antara

subjek dan peneliti. Selama proses wawancara berlangsung, sesekali subjek

memegang bibir dan mengusap-ngusapkan jari ke bibir subjek. Pada saat

wawancara, subjek terlihat menjawab pertanyaan peneliti dengan cara lemah

gemulai.

Kondisi dan suasana yang ada di cafe cukup tenang dan tidak terlalu ramai

sehingga cukup kondusif ketika melakukan wawancara. Hal tersebut membuat

sujek nyaman untuk berbicara dan menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh

peneliti tanpa gangguan. Selain itu untuk masalah waktu, peneliti tidak terlalu

kesulitan dalam mengatur jadwal untuk bertemu dengan subjek sehingga

Universitas Sumatera Utara


74

wawancara antara subjek dan peneliti berjalan dengan lancar sesuai dengan yang

diharapkan.

b. Hasil Wawancara

b.1 Latar Belakang

FM (nama inisial) adalah seorang anak laki-laki berusia 20 tahun yang

juga seorang mahasiswa semester 4 di salah satu Universitas Swasta yang ada di

Kota Medan. FM adalah anak kelima dari lima bersaudara. FM memiliki empat

saudara laki-laki. Abang FM yang pertama berumur 34 tahun dan sudah memiliki

pekerjaan. Abang FM yang kedua berumur 30 tahun, kemudian yang kedua

berumur 28, dan yang terakhir berumur 24 tahun. Saat ini FM tinggal bersama ibu

dan seluruh abang FM. Seluruh abang-abang FM belum ada yang menikah

sehingga masih tinggal bersama dengan FM dan ibunya.

FM berasal dari keluarga menengah ke atas. Ibu NF merupakan seorang

perawat dan memiliki beberapa usaha lainnya. Ayah FM merupakan seorang

wiraswasta di bidang perkebunan. Namun FM mengatakan bahwa dulunya

ayahnya adalah seseorang yang tidak memiliki pekerjaan. Namun setelah bertemu

dengan ibu FM, dari situlah ayah FM mendapatkan pekerjaan dengan dibantu oleh

ibu FM. FM juga mengatakan bahwa ibu FM yang sebenarnya berperan lebih

besar untuk masalah keuangan dibandingan ayahnya. Berikut penuturan NF;

“Ada masalah keluarga dari pihak papa. Masalahnya sih karena gak suka
sama mamaku. Keluarga papaku itu udah gak suka sama mamaku karena
mamaku katanya sombong. Terlalu menampakan hartanya. Dan
menurutku itu engga. Orang itu mikirin hal yang salah. Yaudalah. Terus
papaku ini terlalu memihak sama keluarganya ketimbang sama kami.

Universitas Sumatera Utara


75

Terus papaku ini gak mau dengar cakap anaknya sendiri juga. Dia lebih
mentingin saudara-saudaranya di bandingkan kami. Terus ada perubahan
sama papaku. Dia jarang pulang. Kalau pun pulang itu nanti pulangnya
lama kali. Papaku ini awalnya gak ada kerjaan. Mamaku itu perawat. Jadi
papaku dibantu banyak sebenernya sama mamaku.”
(S2.W1.0503018.L1.H1.M.1)
Sebelum perceraian itu terjadi, dulunya FM memiliki keluarga yang utuh

dan bahagia. Hal yang membuat orang tua FM bercerai adalah akibat ulah yang

dilakukan oleh ayah FM. Awalnya saudara dari pihak ayah FM mengatakan hal

yang bukan sebenarnya menurut FM sifat asli dari ibunya. Namun saudara dari

pihak ayah FM tetap mengatakan bahwa ibu FM merupakan orang yang sombong

dan terlalu memamerkan harta kekayaan yang di miliki ibu FM. Namun hal itu di

sangkal oleh FM karena FM merasa bahwa ibunya bukan lah orang yang seperti

dikatakan oleh saudara dari pihak ayahnya. Tetap saja ayah FM percaya dengan

apa yang dikatakan oleh sudaranya dan lebih memihak kepada sudarah ayah FM.

Tentu saja hal tersebut membuat ibu FM sakit hati. Ibu FM merasa seharusnya

suami bisa melindungi istri. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh ayah FM.

Berikut penuturan NF;

“Ada masalah keluarga dari pihak papa. Masalahnya sih karena


gak suka sama mamaku. Keluarga papaku itu udah gak suka sama
mamaku karena mamaku katanya sombong. Terlalu menampakan
hartanya. Dan menurutku itu engga. Orang itu mikirin hal yang salah.
Yaudalah. Terus papaku ini terlalu memihak sama keluarganya ketimbang
sama kami. Terus papaku ini gak mau dengar cakap anaknya sendiri juga.
Dia lebih mentingin saudara-saudaranya di bandingkan kami. Terus ada
perubahan sama papaku. Dia jarang pulang. Kalau pun pulang itu nanti
pulangnya lama kali. Papaku ini awalnya gak ada kerjaan. Mamaku itu
perawat. Jadi papaku dibantu banyak sebenernya sama mamaku.”
(S2.W1.0503018.L1.H1.M.1)

Universitas Sumatera Utara


76

Pada awalnya hal yang membuat perceraian tersebut dapat terjadi adalah

ibu FM merasa suaminya lebih memihak kepada saudaranya ketimbang

melindungi dirinya. Namun ada lagi hal yang membuat ibu FM semakin ikhlas

dan yakin bahwa ia memang harus benar-benar menceraikan suaminya. Ayah FM

sudah tidak seperti dahulu lagi. Ia mulai sering pulang larut malam bahkan

sesekali tidak pernah pulang kerumah. Suatu ketika ibu FM mengikuti acara reuni

dengan teman-temannya. Teman-teman ibu FM menanyakan hubungan ibu FM

dan ayah FM. Kemudian teman-teman ibu FM mengatakan bahwa suaminya telah

berselingkuh dengan wanita lain. Sontak hal tersebut membuat ibu FM terkejut

dan mulai mencari tahu apakah hal yang dikatakan oleh temannya benar atau

tidak. Ternyata hal tersebut memang lah benar. Ayah FM sudah memiliki

hubungan dengan yang tak lain adalah guru FM sewaktu TK dulu.

Perselingkuhan yang dilakukan oleh ayah FM membuahkan hasil bahwa ia

sudah melakukan pernikahan dan sudah menghasilkan buah hati. Pada saat itu ibu

FM memastikan kepada ayah FM apakah pernikahan itu benar atau tidak. Namun

ayah FM tidak mengaku. Justru hal tersebut membuat ayah FM melakukan tindak

KDRT terhadap ibu FM karena telah menuduhnya berselingkuh. Begitu sakitnya

perasaan FM ketika mengetahui dan melihat kejadian tersebut. FM mengaku

bahwa ia merasa sedih melihat ibunya diperlakukan yang tidak sepantasnya

dilakukan oleh ayahnya. Namun ibu FM bertanya bukan tanpa memiliki bukti. Ibu

FM sudah memegang beberapa bukti seperti beberapa foto-foto kebersamaan

suaminya dengan selingkuhannya dan omongan-omongan teman-teman ibu FM

yang pernah melihat suaminya jalan dengan wanita lain. Berikut penuturan NF;

Universitas Sumatera Utara


77

“Awalnya mamaku ini reunian kan sama temen-temen lamanya. Terus


kawan-kawannya nanya masih sama papa ku atau engga. Masih gitu kan
kata mamaku. Terus dibilang kawannya papaku itu selingkuh. Disitulah
mamaku mulai cari-cari tau kan. Ada juga fotonya berdua sama
perempuan itu. Dan betol memang kalau dia selingkuh. Dengar-dengar dia
udah punya anak juga. Kakak pikirkan ajalah binik dia yang sekarang ini
guru TK abang aku dulu rupanya. Berarti udah lama kan orang itu
kenalnya. Udah ada juga anaknya perempuan. Udah SD la kalau ga salah.
terus yaudalah disitulah mulai berantem terus setiap hari. Papaku disitu
gak mau ngaku. Disitu lah mulai keluar kdrt. Disitulah mamaku makin ga
tahan. Yaudalah makin bulat tekatnya.”
(S2.W1.05082018.L2.H2.M.2)
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh ayah FM bukan hanya sekali saja

pada saat ibunya menanyakan mengenai perselingkuhan yang sudah dilakukan

oleh ayah FM. Namun sudah terlalu sering dilakukan oleh ayah FM. FM

mengakatan walaupun ia sudah besar namun ia masih tidur dengan kedua orang

tuanya. Suatu ketika pada saat pagi hari, tiba-tiba FM sudah mendengar keributan

yang terjadi antara ayah dan ibunya. Sontak FM terkejut dan terbangun dari

tidurnya. Pada saat itu FM masih mendengan suara teriakan-teriakan ibu dan

ayahnya saja. Lama –kelamaan FM melihat ayahnya sudah bermain tangan

terhadap ibunya. Ayah FM menjedutkan kepala ibunya ke dinding. Hal tersebut

membuat FM bangkit dari tempat tidur dan langsung mendatangi ayahnya

kemudian FM menolak ayahnya sekeras mungkin agar menjauh dari ibunya. FM

merasa hal tersebut adalah hal yang paling buruk yang pernah ia lihat. Berikut

penuturan NF;

“Iya gak pernah pun sama sekali sampe detik ini. Is sumpah ya mamaku
itu baik kali lo. Aku yang dari awal selalu liat kalau orang itu berantem.
Itu posisinya aku sama mamaku dikamar. Aku dari kecil udah tidur sama
orang tua. Pagi-pagi gak tau kenapa papaku itu udah nyusun baju gitu kan.
Terus mamaku nanyak mau kemana kau kok bawa baju. Yaudah terus
cekcok gitulah pokoknya. Udah banting-banting barang gitu kan. Terus ku

Universitas Sumatera Utara


78

tengok mamaku diantukan kepalanya ke dinding rumah. Itulah langsung


aku reflek ku tolak papaku. Terus dia mau mukul aku. Tapi dihadang sama
mamaku. Sumpah itu menurut aku hal yang sangat buruk kali sih. Itulah
besoknya langsung mamaku ke kantor polisi buat visum sama langsung
urus cerai.”
(S2.W1.05032018.L4.H4.M.1)
Setelah peristiwa perceraian antara ibu dan ayah FM, ayah FM sudah tidak

pernah membiayai dan memberikan uang saku untuk FM dan abang-abangnya.

Ayah FM sudah sibuk dengan istri dan anak-anaknya pada saat ini. FM juga

mengatakan bahwa ibunya tidak mendapatkan pembagian warisan yang

seharusnya di dapatkan oleh ibu FM. Ayah FM sudah sangat tidak perduli atas

FM dan ibunya. Ayahnya sangat tidak mau tahu lagi bagaimana keadaan FM

sekarang. Bahkan untuk komunikasi pun sudah jarang dilakukan. Suatu hari FM

pernah meminta uang jajan kepada ayahnya. Namun ayah FM mengatakan bahwa

saat itu ia sedang tidak memiliki uang. Padahal FM tahu ayahnya memang tidak

akan memberikan uang jajan lagi karena FM merasa ia lebih mementingkan

keluarga ayahnya sekarang. Berikut penuturan NF;

“Kalau yang berubah itu yang dulunya aku minta sesuatu selalu ada, kalau
udah cerai sekarang aku minta sama mamaku katanya gak ada. Minta sama
papa juga katanya gak ada uang. Padahal yang aku tahu sebenernya itu
ada. Tapi mungkin dia lebih sibuk urusin istri dia yang disana sama anak-
anaknya makanya buat ku aja susah. Mamaku juga buka usaha gitu kan.
Disitulah penghasilan kami. Makanya kalau minta apa-apa aku jarang
sama mamaku karena aku tahu gimana keuangannya. Jadi aku andalin
papaku tapi ya gitu dia payah. Emang bener-bener lupa sama kami.”
(S2.W1.05032018.L7.H7.M.1)

Atas perceraian yang sudah terjadi antara ibu dan ayah FM, FM merasa ia

malahan senang dengan keputusan yang sudah diambil oleh ibunya karena sudah

menceraikan ayahnya. Hal tersebut ia katakan atas dasar FM tidak mau terus

Universitas Sumatera Utara


79

menerus melihat ibunya disakiti oleh ayah FM dan saudara dari pihak ayahnya.

Bukan berarti FM tidak merasakan kesedihan akibat perceraian tersebut.

Terkadang FM juga merasa sunyi dan kesepian ketika sedang berada dirumah.

Namun FM memiliki cara tersendiri untuk mengatasi rasa kesepian tersebut

dengan cara mendengarkan lagu-lagu, menonton film, mengajak teman-teman FM

berpergian, dan hal-hal lainnya yang membuat FM dapat melupakan rasa

kesunyian yang sedang ia rasakan. Berikut penuturan NF;

“Ya kalau aku udah sedih gitu kadang aku diam aja gitu kak dirumah.
Atau aku dengar –dengar lagu. Atau nonton film. Pokoknya yang buat aku
teralihkan la pikiranku supaya gak mikiri orang tua ku. Kadang pun kalau
udah suntuk kali aku ajak lah temen-temen ku pergi gitu. Jalan-jalan
supaya ilangin suntuk. Aku pun payah juga orangnya kak. Kalau udah
suntuk atau sedih gitu mau kadang diam aja gak mau ngomong sama
sekali. Jadi ya dari pada kayak gitu mending ku ajak kawan-kawan ku
senang-senang supaya ilang suntuk atau sedihku tadi.”
(S2.W1.05032018.L5.H5.M.2)

b.2 Orientasi Seksual

Peristiwa perceraian yang dilakukan oleh kedua orang tua FM tentunya

akan memberikan dampak kepada FM. Saat ini FM mengatakan bahwa dirinya

adalah seorang biseksual. Dari kecil FM mengaku bahwa dirinya menyukai

sesama jenis. Ketika FM dihadapkan dengan lawan jenis, ia mengaku kalau dia

kurang tertarik dengan lawan jenisnya. Namun saat di tanya apakah perceraian

orang tuanya yang membuat FM menjadi seperti saat ini FM menyangkalnya. FM

mengatakan bahwa kemungkinan dari sejak lahir ia memang sudah ditakdirkan

untuk suka dengan sesama jenis. Berikut penuturan FM ;

Universitas Sumatera Utara


80

“Enggak ada kak. Aku ngerasa bukan karena perceraian ini yang buat aku
jadi suka sama laki-laki. Aku ngerasa emang dari kecil aku udah suka
sama laki-laki. Kurang suka sama cewek kak. Kurasa pun dari bawaan
lahir aku udah kayak gini kak. Aku orangnya lembut kak. Gak mau kasar
kayak laki-laki biasanya. Aku pegen aku yang di sayangin.”
(S2.W2.07032018.L13.H13.M.1)

“Aku ngerasa bukan karena perceraian itu yang buat aku jadi kayak gini
kak. Aku udah suka sama cowok itu sejak kecil. Kalau liat cowok itu lebih
deg-degan dibanding liat cewek. Sementara cerai orang tua aku itu waktu
aku SMP. Jadi sebelum cerai aku emang udah ngerasa aku sukanya ya
sama cowok. Aku ngerasa aku ini biseksual kak. tapi bukan karena
cerainya orang tua ku.”
(S2.W2.07032018.L26.H26.M.1)

FM merasa yang ia rasakan saat ini tidak perlu untuk di tutup-tutupi. Ia

ingin membuktikan pada masyarakat bukan hanya orang normal saja yang bisa

menunjukan identitas seksualnya. FM mengaku bahwa setiap orang memiliki hak

atas dirinya sendiri walaupun FM tahu hal tersebut adalah sesuatu yang

menyimpang. Namun ia ingin menunjukan bahwa dirinya memang memiliki

identitas seksual seperti yang ada dalam dirinya. Bahkan FM tidak segan-segan

untuk menunjukan bahwa dirinya suka dengan sesama jenis kepada masyarakat

dengan cara berpegangan tangan dengan pasangannya ketika sedang jalan berdua.

Berikut penuturan FM ;

“Enggaklah kak. Ngapain malu. Toh juga sama-sama manusia. Kan ada
kekurangan juga. Kalau aku suka sama cowok juga kan hak aku. Gak bisa
orang ngelarang aku mau kayak mana. Hidup juga hidup ku kan kak.
Cuma itu tadilah aku pengen orang-orang tau jangan terlalu ngejek jangan
terlalu menghakimi juga. Orang itu kan gak tau kayak mana rasanya kayak
gini. Coba aja orang-orang itu ngerasaiin pasti pun gak sanggup juga.
Makanya aku gak peduli kak. Aku cuek aja orang mau bilang apa kalau
aku suka sama cowok. Orang itu gak ngerti sama hidupku kak.”
(S2.W2.07032018.L14.H14.M.1)

Universitas Sumatera Utara


81

“Ya itulah kak. Jalan berdua. Terus diajalan kayak mesra-mesra gitu. Tapi
kalau cium-cium gitu ya enggak lah kak. Cuma kalau lagi jalan gitu ya
berdua. Mau kadang pegang tangan kalau lagi gak ada orang yang ngeliat
kak. Kayak orang normal pada umumnya gitu lah pokoknya kak.”
(S2.W2.07032018.L14.H14.M.2)

“Karena aku mau buka mata semua orang gitu kak. Biar orang itu tau
bukan orang normal aja yang bisa mesra-mesra gitu sama pasangannya.
Kalau orang ada bilang ih homo itu. Aku nanggepinnya biasa aja kak.
Lagian besok-besok pun belum tentunya jumpa lagi. Gak kenal aja kok
ngapain perduli kali. Aku gak malu kak. Karena aku percaya dunia emang
kayak gitu. Udah pasti ada yang kayak gitu. Cuma tergantung orang itu
nunjukin atau enggak. Kalau aku berani kak nunjukin siapa diri aku
sebenernya. Ngapain jadi orang lain. Gak enak kak”
(S2.W2.07032018.L15.H15.M.1)
Ketika FM masih duduk di bangku SMP, FM sempat menjalin hubungan

dengan lawan jenis. Namun FM merasa bahwa ia kurang mendapatkan feel ketika

ia berpacaran dengan lawan jenis. FM merasa ia tidak mendapatkan kecocokan

dengan pasangannya karena menurut FM wanita itu banyak maunya dan FM

harus menuruti semua kemauan pasangannya. Sampai akhirnya ketika SMA FM

bertemu dengan teman yang menurutnya memiliki ketertarikan seksual yang sama

dengan dirinya. Teman FM juga suka dengan sesama jenis. Mulai dari situ FM

semakin yakin bahwa bukan cuma dirinya saja yang suka dengan sesama jenis dan

FM semakin meyakinkan diri untuk menjalin hubungan dengan sesama jenis. FM

mengaku faktor lingkungan yang membuat dirinya semakin yakin untuk tidak

harus berpura-pura pada masyarakat umum bahwa dirinya memang menyukai

sesama jenis. Berikut penuturan FM ;

”Dulu waktu masih SMP aku masih tertarik juga kak sama cewek. Tapi
mungkin yang buat aku jadi kayak sekarang ini. Semakin seberani ini
nunjukin kalau aku suka sama cowok itu ya lingkungan. Jadi udalah aku
suka sama cowok. Terus ditambah lagi ada juga kawan ku yang kayak aku

Universitas Sumatera Utara


82

kak. Dia juga suka sama sesama jenis. Jadi makin berani aku nunjukinnya.
Kalau sama cewek aku biasa aja kak. Kurang dapet gitu feelnya. Sama
cewek biasa kali loh kak. Aku juga heran ini kenapa aku jadi seberani ini.
Ditanyak suka aku males kak. Jujur ya aku males pacaran sama cewek
karena banyak mintaknya kak. Aku mau di sayangin kak gak mau aku
cewek itu mengkek-mengkek sama ku.”
(S2.W2.07032018.L16.H16.M.1)
Perceraian orang tua FM bukan lah yang menjadi penyebab FM menjadi

menyukai sesama jenis. Setelah perceraian orang tuanya pun FM belum ada

terpikir untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. FM merasa memang sama

sekali tidak tertarik dengan lawan jenisnya. Namun bukan berarti FM terus

menerus seperti ini. Ada niat untuk berubah menjadi lebih baik. Tapi tidak untuk

saat ini karena FM merasa masih ingin menikmati hidupnya dan menjadi dirinya

apa adanya. Berikut penuturan FM ;

“Gak usah pun karena orang tua ku cerai aku emang gak mau kak pacaran
sama cewek. Gak mau serius sama cewek untuk saat ini. Bukan berarti lah
aku kayak gini terus kan kak. Gak jugalah selamanya kayak gini. Aku juga
maunya kalau berubah. Tapi jujur untuk saat ini masih enggak dulu. Aku
pengen nikmati hidup aku yang apa adanya kak. Gak dibuat-buat. Sok-sok
suka sama cewek padahal aslinya enggak. Aku gak mau kak kayak gitu.
Emang gak tertarik aku kak sama sekali sama cewek.”
(S2.W2.07032018.L18.H18.M.1)
“Karena aku pernah juga kan kak pacaran sama cewek. Kalau ditanya dulu
kenapa mau sama cewek ya pastilah karna ada sukanya walaupun dikit.
Tapi ya itu tadi aku juga suka kak sama cowok. Kalau ditanyak sekarang
mau gak pacaran sama cewek aku gak mau. Tapi kan pernah juga suka.
Jadi aku ngerasa aku bisa suka sama cewek, bisa juga suka sama cowok
kak.”
(S2.W2.07032018.L26.H26.M.2)
Memiliki hubungan yang special dengan sesama jenis memang belum

pernah dirasakan oleh FM karena masih ada perasaan takut untuk menjalin

hubungan dengan sesama jenis dan FM belum menemukan lelaki yang sesuai

Universitas Sumatera Utara


83

dengan kriteria yang ia inginkan. Kriteria laki-laki yang FM idam-idamkan seperti

memiliki postur tubuh yang atletis atau berotot dan tegap. Namun ketika FM

menemukan laki-laki yang ia idam-idamkan FM bahkan berani untuk mengajak

sesama jenisnya berkenalan terlebih dahulu. Hal tersebut berani ia lakukan karena

FM tahu laki-laki mana saja yang menurutnya sama seperti dirinya atau suka juga

dengan sesama jenis. FM tidak dapat menjelaskan dari mana ia bisa tahu bahwa

laki-laki tersebut juga penyuka sesama jenis karena hal tersebut hanya bisa

dirasakan oleh dirinya. Berikut penuturan FM ;

“Nampaklah itu kak. Pokoknya aku tahu laa dia bisa diajak kenalan atau
gak. Dia suka juga gak sama cowok. Itu aku tahu kak. Tapi kalau pacaran
aku emang belum pernah jalani hubungan sama cowok.”
(S2.W2.07032018.L19.H19.M.2)

“Ya karena belum ada yang pas aja kak. Ada sih yang deketin. Ada juga
yang pernah bilang suka. Tapi aku yang ngerasa orangnya belum pas.
Belum sesuai sama yang aku mau kak.”
(S2.W2.07032018.L20.H20.M.1)

Sewaktu FM masih kecil, tepatnya ketika FM duduk di bangku SD. FM

pernah mengalami pelecehan seksual oleh teman laki-laki abangnya sendiri dan

sampai saat ini abang FM tidak pernah tahu akan kejadian yang menimpa FM.

Awalnya teman abang FM sering mengajak FM bermain dan membelikan semua

apa yang FM inginkan. Tentu saja pada saat itu FM masih belum mengerti apa-

apa dan tentu saja akan senang ketika permintaannya di turuti. Berikut penuturan

FM ;

“Kalau gak salah itu waktu masih SD kak. Aku juga lupa kelas berapa tapi
aku ingat kali itu dulu waktu aku SD. Jadi dulu kan mama ku kerja di

Universitas Sumatera Utara


84

Aceh. Terus dia sering main-main kerumah kak. Seingat ku dulu kak dia
baik kali sama ku. Apa yang aku minta dia beliin. Kan masih kecil gitu
dulu kak, jadi banyak maunya. Kayak beli jajan atau beli apalah. Itu dia
selalu beliin. Nah dari situlah aku mau.”
(S2.W2.07032018.L20.H20.M.2)

Pelecehan seksual yang sudah di dapatkan oleh FM merupakan FM

disuruh untuk mencium kemaluan yang di miliki teman abangnya sendiri.

Kemudian semakin lama teman abang FM semakin sering kerumah FM dan

melakukan aktivitas seksual tersebut secara berulang-ulang. Awalnya FM hanya

mencium kemaluan teman abang FM. Selain mencium kemaluannya, FM juga

menjilat-jilat kemaluan teman abangnya. Aktivitas seksual itu dilakukan secara

berulang-ulang ketika teman abang FM bermain kerumah FM.

“Awalnya dia cium-cium aku kan kak. Aku biasa aja karena aku masih
kecil jadi belum ngerti kayak gitu. Terus lama-lama lebih dari cium. Dia
suruh aku jilat-jilatin barang punya dia kak. Pertama aku gak mau kan kak.
kalau dibayangin sekarang jijik juga dulu aku pernah kayak gitu. Terus
yaudah makin lama makin sering kami kayak gitu. Mandi nanti pun
berdua. Mamaku ngeliatnya ya biasa ajalah namanya kan cowok sama
cowok gak ada masalah. Tapi mamaku sama abang-abang aku gak tau
sampe sekarang kalau aku udah pernah di apa-apain sama abang itu.”
(S2.W2.07032018.L21.H21.M.1)

Lama-kelamaan FM semakin bertumbuh besar dan FM sadar bahwa hal

yang sudah ia lakukan dengan teman abangnya adalah hal yang salah. FM sadar

tidak seharusnya di umur yang masih sekecil itu ia sudah melakukan aktivitas

seksual seperti itu. FM juga sedikit jijik ketika ia mengingat kejadian yang pernah

ia rasakan. FM meminta kepada teman abangnya untuk tidak melakukan hal

tersebut lagi. FM takut apabila abangnya tahu mengenai hal ini, abangnya akan

marah besar terhadap temannya. Berikut penuturan FM ;

Universitas Sumatera Utara


85

“Itu dulu kalau gak salah SD juga gak lagi kak. Karena aku ingat aku
sendiri yang bilang sama abang itu udalah bang gak mau lagi. Udah capek
juga kak. gak Cuma sekali kami berbuat kayak gitu. Udah berulang kali.
Namanya makin lama makin besar kan kak, jadi udah mulai paham la.
Kok aku heran aku ngelakuiin kayak gitu sama cowok. Bertanya-tanya
juga lama-lama. Makanya aku berani bilang sama abang itu gak mau
ngelakuin hal itu lagi. Aku ngerasa udah capek. Terus pun aku ngerasa
ngelakuin hal kayak gitu itu sebenernya salah kak.”
(S2.W2.07032018.L22.H22.M.2)

REKAPITULASI DATA HASIL WAWANCARA SUBJEK 2

Tabel 3. Rekapitulasi Data Orientasi Seksual

No Orientasi Seksual Gambaran

1 Ketertarikan Seksual Subjek merasa bukan karena perceraian yang

membuat subjek tertarik dengan sesama jenis.

Subjek merasa cuek dengan pendapat orang

lain.

Subjek merasa tidak cocok ketika

berhubungan dengan lawan jenis.

2 Perilaku Seksual Subjek menjalani hubungan layaknya

hubungan normal pada umumnya.

Subjek pernah di lecehkan dengan teman

abang subjek.

Subjek melakukan beberapa aktivitas seksual

dengan sesama jenis

Universitas Sumatera Utara


86

3 Identitas Seksual Subjek ingin masyarakat tahu bahwa ada

hubungan sesama jenis.

Subjek merasa bahwa dirinya adalah

biseksual.

Subjek sempat pacaran dengan lawan jenis.

Universitas Sumatera Utara


87

GENETIK & HORMON

Pohon Masalah Orientasi Seksual

Subjek 2
Subjek merasa dari kecil sudah Sewaktu kecil subjek pernah dilecehkan Subjek pernah menjalin hubungan dengan
menyukai sesama jenis. Bukanlah oleh teman abangnya, sehingga saat ini lawan jenis. Namun ia sadar sejak kecil ia
perceraian yang menyebabkan subjek tertarik untuk melakukan sudah menyukai sesama jenis dan ia
subjek tertarik dengan sesama jenis. aktivitas seksual dengan sesama jenis. mengaku bahwa dirinya adalah biseksual.

PERILAKU IDENTITAS
KETERTARIKAN SEKSUAL
SEKSUAL
SEKSUAL

 Bukan karena  Subjek menjalani  Subjek ingin


perceraian yang hubungan dengan menunjukan ke
menyebabkan subjek sesama jenis sama masyarakat bahwa
menyukai sesama jenis. seperti orang normal dirinya menyukai sesama
 Subjek tidak perduli lainnya seperti jenis.
dengan pendapat orang berpegangan tangan.  Subjek mengaku bahwa
lain mengenai dirinya  Subjek pernah dirinya adalah seorang
yang menyukai sesama dilecehkan oleh teman biseksual.
jenis. abang subjek.  Subjek mengaku bahwa
 Subjek tidak merasakan  Subjek melakukan dirinya sempat menjalin
kecocokan ketika ciuman dan menjilat hubungan dengan lawan
menjalin hubungan kemaluan teman abang jenis.
dengan lawan jenis. subjek. Universitas Sumatera Utara
88

3. Subjek III

a. Hasil Observasi

1) Wawancara I

Kamis, 12 April 2018 pukul 13.35-15.05 WIB

Wawancara pertama kali dilakukan di cafe daerah pasar 1

Setiabudi Kota Medan. Cafe cukup terbilang luas. Lokasi tempat

duduk pertemuan antara subjek dan peneliti berada di depan dekat

pintu masuk cafe. Terdapat banyak meja dan kursi di cafe tersebut. Di

dekat subjek peneliti duduk, terdapat sebuah meja untuk pelanggan

membayar setiap makanan dan minuman yang di beli oleh konsumen.

Terdapat juga sebuah meja panjang yang diatasnya terletak beberapa

kaleng susu untuk membuat berbagai jenis minuman yang disediakan

oleh cafe tersebut.

Subjek memiliki kulit berwarna putih, dengan tinggi badan kurang

lebih 160 cm. Secara fisik subjek tergolong memeiliki tubuh yang

kurus. Hal tersebut terlihat dari berat badan subjek sekitar 53 kg.

Bentuk wajah yang tirus dan pinggul yang tidak terlalu lebar. Subjek

memiliki hidung yang mancung dan memiliki rambut yang panjang

berwarna hitam pekat. Pada saat pertemuan dengan peneliti, subjek

menggunakan kemeja kotak-kotak dengan celana jeans berwarna biru

dan di padukan sepatu bertali berwarna abu-abu. Selain itu pada saat

pertemuan dengan peneliti, subjek mengikat rambutnya dan

menggunakan aksesoris seperti jam tangan di tangan sebelah kanan.

Universitas Sumatera Utara


89

Sebelum wawancara dimulai, subjek dan peneliti terlebih dahulu

saling menyapa dan menanyakan kabar masing-masing antara peneliti

dan subjek. Kebetulan subjek dan peneliti sudah mengenal satu sama

lain sebelum proses wawancara dilakukan. Tidak terlalu sulit untuk

membangun rapport karena sebelumnya sudah saling mengenal.

Kemudian subjek mulai menanyakan beberapa kegiatan yang sedang

subjek lakukan saat ini. Setelah penliti merasa subjek sudah mulai

merasa nyaman dan juga mulai berbicara dengan nada yang santai

kepada peneliti. Penliti mencoba memulai secara bertahap bertanya

mengenai peristiwa perceraian yang dilakukan orang tuanya.

Ketika pertanyaan mengenai perceraian yang dilakukan oleh orang

tuanya dimulai, subjek tampak serius menyimak pertanyaan yang

sedang dilontarkan oleh peneliti. Hal tersebut terlihat dari cara subjek

memandang penelitin dengan mata yang tajam tanpa melihat ke kanan

dan ke kiri dan dengan kening yang sedikit mengekerut. Kemudian

subjek mulai menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti

dengan berbicara yang santai dan dengan nada yang sedikit keras.

Subjek mampu menjawab pertanyaan subjek dengan cukup baik. Hal

tersebut terlihat dari cara bicara subjek yang lancar dan tidak terbata-

bata ketika menjelaskan perihal peristiwa perceraian orang tuanya.

Selama proses wawancara berlangsung, terlihat subjek monopang

tangan kanan ke bawah dagu dan diletakan di atas meja tempat subjek

dan peneliti melakukan wawancara.

Universitas Sumatera Utara


90

Kondisi dan suasana yang ada di cafe tersebut sangat tenang dan

kondusif. Hal ini terlihat dari tidak banyaknya orang yang berada di

cafe tersebut pada saat subjek dan peneliti melakukan wawancara. Jadi

suasana cafe tidak terlalu berisik. Hal tersebut membuat subjek

nyaman untuk berbicara dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti tanpa ada gangguan.

2) Wawancara II

Minggu, 15 April 2018 pukul 16.40 – 18.25 WIB

Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang berada di

Jalan Cut Mutia Kota Medan. Cafe tersebut memiliki bentuk ruangan

yang memanjang. Terdapat dua area untuk duduk di cafe tersebut

yaitu, diluar dan di dalam ruangan. Peneliti dan subjek memilih area

diluar dikarenakan subjek merokok. Di area luar cafe terdapat empat

buah meja panjang dengan masing-masing meja berisikan dua kuris

yang panjang pula. Serta tiga buah meja bulat dan memiliki beberapa

kursi. Di setiap masing-masing meja yang tersedia, terdapat pot bunga

berbentuk bulat yang diletakan diatas meja.

Pada saat wawancara kedua, subjek menggunakan kaos yang

sedikit ketat berwarna putih dan menggunakan celana jeans berwarna

hitam dengan di padukan sepatu bertali sama seperti yang dipakai

subjek ketika wawancara pertama dilakukan. Subjek juga

menggunakan jam tangan berwarna hitam yang bertali kulit digunakan

Universitas Sumatera Utara


91

di tangan sebelah kanan. Subjek mengikat rambutnya sama seperti

wawancara pertama yang sudah dilakukan.

Saat wawancara berlangsung, subjek tampak ceria. Hal tersebut

dikarenakan ketika bertemu dengan peneliti, subjek langsung menyapa

dan memberikan senyum yang lebar kepada peneliti. Proses

wawancara dimulai, tampak subjek menunggu pertanyaan-pertanyaan

yang akan diberikan oleh peneliti. Peneliti juga mencoba mencairkan

suasana agar tidak terjadi ketegangan dan kegugupan yang akan

dirasakan oleh subjek dengan cara memberikan beberapa candaan

kepada subjek.

Pertanyaan mengenai peristiwa perceraian yang dilakukan oleh

orang tuanya kembali peneliti tanya kepada subjek. Pada saat itu

subjek langsung menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti

dengan intonasi nada yang tegas dan volume suara yang cukup jelas

untuk di dengar, sehingga peneliti mendengar semua jawaban yang

jelaskan oleh subjek. Pada saat menjawab pertanyaan yang diajukan

oleh peneliti, subjek tampak sangat fokus menjelaskan setiap kejadian-

kejadian yang sudah ia alami. Hal tersebut terlihat dari subjek terus

menatap mata peneliti tanpa perduli orang di sekitarnya. Pada saat

peneliti menyiapkan pertanyaan untuk menanyakan hal yang

selanjutnya, terlihat subjek sesekali melihat handphone yang ia miliki.

Selama proses wawancara berlangsung, terlihat subjek membuka

ikatan rambutnya dan mulai untuk merapikan rambutnya. Hal tersebut

Universitas Sumatera Utara


92

terjadi secara berulang kali ketika subjek merasa rambutnya sudah

mulai berantakan. Semakin lama subjek semakin fokus menjawab

pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Hal tersebut terlihat dari yang

awalnya subjek duduk bersandar semakin lama semakin maju ke depan

hampir mendekati wajah peneliti. Beberapa kali subjek menarik nafas

dan kemudian membuang nafasnya secara seluruhnya.

Pada saat pertanyaan mengenai orientasi seksual yang ada di dalam

diri subjek ditanyakan, terlihat subjek langsung mengambil rokok dan

mancis untuk menghidupkan rokok yang sudah subjek pegang. Proses

wawancara kedua berjalan dengan baik, pada saat itu suasana cafe juga

sangat mendukung dikarenakan tidak terlalu ramai orang yang

berdatangan. Sehingga tidak terlalu berisik dan membuat subjek

semakin fokus dengan pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh

peneliti.

b. Hasil Wawancara

b.1 Latar Belakang

EM ( nama inisial) adalah seorang anak perempuan berusia 21 tahun.

Dulunya EM merupakan seorang mahasiswa di Universitas Swasta yang berada di

Kota Medan. Namun pada saat EM menginjak semester tiga, EM merasa bahwa ia

tidak cocok atau pun tidak menyukai apa yang saat itu sedang ia jalani. Sampai

pada akhirnya EM berhenti melanjutkan pendidikannya dan sudah tidak berkuliah

lagi. Saat ini EM bekerja di salah satu perusahaan jual beli mobil yang ada di Kota

Medan.

Universitas Sumatera Utara


93

EM merupakan anak ke tiga dari dua bersaudara. EM memiliki dua abang

yang pertama berumur 35 tahun dan yang kedua berumur 28 tahun. Kedua abang

EM sudah memiliki pekerjaan masing-masing. Bahkan yang menanggung biaya

untuk EM terkadang kedua abang EM. Pada saat ini EM tinggal sendirian di

rumah kontrakan yang di sewa ayahnya. Ia ingin hidup di Kota Medan lantaran

ayahnya yang tinggal dan bekerja di Kabanjahe. Semua keluarga EM berada di

Kabanjahe. Hanya EM seorang diri yang menetap di Kota Medan. Ayah EM

memiliki beberapa usaha seperti rumah kos-kosan atau pun memiliki beberapa

ruko yang nantinya akan disewa-sewa. EM tidak dapat memberikan informasi

mengenai ibunya karena sampai saat ini EM sudah kehilangan kabar dengan

ibunya.

Perceraian yang terjadi antara ayah dan ibu EM terjadi ketika EM masih

berusia 1,5 tahun. Ia terbilang masih sangat kecil dan belum mengerti dengan hal

seperti itu. Namun bukan berarti EM tidak tumbuh ke masa remaja. Pada saat EM

sudah duduk di bangku SMP tepatnya ketika ia duduk di kelas 3, beberapa pihak

saudara dan bahkan ayahnya sendiri menjelaskan mengapa dulu ibu dan ayah EM

memilih untuk bercerai. Awalnya pada saat itu ibu EM meninggalkan ayahnya

begitu saja dengan laki-laki lain tanpa memberikan kejelasan apapun. EM pergi

dengan di jemput seorang laki-laki di depan mata kepala ayah EM. Sempat

beberapa lama ibu EM menghilang tanpa tau dimana dan bagaimana keadaanya.

Pada saat itu ayah EM memutuskan untuk memilih bercerai dengan ibunya

dengan diwakilkan oleh keluarga ibunya karena ibunya sudah menghilang dan

tidak dapat ditemukan. Berikut penuturan NF;

Universitas Sumatera Utara


94

“Pertama aku lagi pergi sama ayahku. Disitu umurku masih satu setengah
tahun. Baru disitu beli sarapan terus pas ayahku pulang rupanya disitu
diliat dia bos cewek aku udah gak ada. Disitu bos cewek aku belum betul-
betul pergi masih nampak la sama ayahku. Terus dia masuk ke mobil
isinya cowok. Udah lama mamaku gak balek-balek lagi disitulah cerai”
(S3.W1.12042018.L1.H1.M.1)
Perceraian yang terjadi antara ayah dan ibu EM ternyata bukan hanya

diakibatkan oleh kesalahan dari pihak ibu EM saja. Akan tetapi ayah EM juga

memiliki beberapa kesalahan yang mungkin menurut EM karena kesalahan

tersebutlah maka ibu EM bertekad untuk meninggalkan ayahnya begitu saja. Pada

saat ayah EM meminta cerai, bahkan ibu EM tidak perduli. Ia biasa saja dan

menerima keputusan yang sudah diputuskan oleh ayah EM yaitu perceraian.

Seperti tidak pernah ada kejadian, ibu EM menghilang begitu saja tanpa

memberikan kabar yang jelas kepada keluarganya sendiri. Berikut penuturan NF;

“Karena disitu mamaku main tinggalin ayahku aja. Gak ada bilang apa-apa
udah pergi aja dan sama laki-laki lain. Terus pun mamaku bilang kalau
ayahku itu suka main tangan. Terus bos cowok aku ini suka mabok dan
main judi. Kayak gak sepenuhnya ayahku yang salah.”
(S3.W1.12042018.L1.H1.M.2)

“Ya dia biasa aja. Karena kan disitu dia gak ada ngomong sama ayahku
kalau mau cerai. Ayahku ngomong sama nenekku dari mamaku. Karena
keluarganya yang ambil keputusan buat bercerai ini. Mamaku itu sama
sekali hilang tanpa kabar yang jelas. Setelah berapa tahun baru tau dia
kemana.”

(S3.W1.12042018.L2.H2.M.3)

Pada awalnya EM tidak diberitahu mengenai perceraian yang terjadi antara

kedua orang tuanya. Ayah EM dan saudara dari pihak ayahnya memberi tahu

bahwa ibu EM sudah meninggal. Sampai akhirnya EM menginjak masa remaja

dan mengetahui segala kejadian yang telah terjadi. Setelah sudah mengetahui

Universitas Sumatera Utara


95

cerita sebenarnya, EM seperti memiliki rasa dendam kepada ibunya. Hal tersebut

dilontarkan EM karena ia merasa ibunya yang sudah tega meninggalkan EM dan

abang-abangnya begitu saja. Menurut EM tidak masalah jika ibunya ingin

meninggalkan ayahnya. Akan tetapi ibu mana yang tega meninggalkan anaknya

pada saat umur masih 1,5 tahun. Di umur tersebut peran ibu sangat penting untuk

mengasuh anaknya. EM menangis ketika mengetahui hal tersebut karena ia tidak

dapat menahan kesedihan yang ia rasa cukup mengecewakan dirinya. Berikut

penuturan NF;

“Itu kan pas aku lagi di sekolah. Biasalah kawan-kawan nanyak kau lebih
sayang sama ayah atau mamamu. Terus aku jawab lah aku sayang sama
ayahku. Karena kan aku hidup sama ayahku. Baru orang tu bilang
panteslah kau bandel orang kau gak punya mama. Disitu aku taunya mama
aku ini udah meninggal. Karena keluarga ku bilang kalau ditanyak orang
mamamu itu udah meninggal. Terus pas sampe dirumah ngadu la aku
masa kawan-kawan aku bilang aku gak punya mama. Baru waktu SMA
ayahku yang ceritaiin semuanya. Mama ku kek mana disitu semua di
ceritakan. Apa aja yang udah dibuat mamaku pun diceritakan dia. Jadi aku
punya rasa dendam sama mamaku karena aku tau kekmana tingkahnya
sama ayahku dulu. Kalau pun dia hidup percuma aja toh yang dibuat dia
juga gak ada baiknya. Pas aku tau. Semuanya disitu aku nangis. Aku
nangis karena tau rupanya mamaku yang ninggalin kami semua. Dan pas
ayahku cerita aku ngerasa aku sedih kali. kok sanggup mamaku buat kayak
gitu. Dia gak mikir kalau dia punya anak. Masalahnya dia cewek kenapa
dia kegatalan kali sama laki-laki lain terus ninggalin kami.”

(S3.W1.12042018.L3.H3.M.2)

Waktu terus berjalan, EM sudah semakin dewasa dan memiliki keinginan

untuk bertemu dengan ibunya. Pada saat itu EM berumur 18 tahun. Selama ini

EM dan ibunya tidak pernah berhubungan sama sekali. Sampai akhirnya EM

nekat untuk menghubungi ibunya dan menanyakan dimana keberadaan ibunya

Universitas Sumatera Utara


96

pada saat itu. Kemudian EM mendatangi ibunya dengan ditemani oleh sepupu

EM. EM melupakan semua kekesalan dan kekecewaannya terhadap ibunya karena

sangat ingin melihat bagaimana rupa ibunya, bagaimana ketika ibunya memeluk

dirinya sebagai seorang anak. EM penuh tekad sampailah akhirnya ia bertemu

dengan ibunya. Disitu ibunya langsung memeluk EM dan memeluk EM sekeras

mungkin dan EM mengatakan bahwa dirinya sangat rindu pada ibunya sampai

EM menangis ketika memeluk tubuh ibu kandungnya. Padahal disitu EM sadar

bagaimana bisa dirinya rindu kepada ibunya, karena selama ini belum pernah

bertemu. EM bingung kenapa dirinya rindu. Pada saat itulah pertama kalinya

selama 16,5 tahun EM dan ibunya tidak pernah bertemu dan EM juga pertama kali

melihat wajah asli dari ibu kandungnya.

“Awalnya itu gini. Kan abang aku nelfon. Dia bilang Mama lagi disini.
Terus yaudah aku datangin lah dia kan. Itu bener-bener yang tiba-tiba kali.
Aku naik angkot disitu aku sama adik sepupu aku. Ku lupaiin la dendam
ku selama ini. Aku pengen kali jumpa sama dia. Aku pengen kali meluk
dia. Terus siap itu kan jumpa yaudah ku peluk lah dia kan. Terus tau aku
bilang apa kak. aku bilang aku rindu. Sementara aku mikir jumpa aja gak
pernah masa rindu. Sangking gataunya lagi mau bilang apa kan. Yang
tebilang aku Cuma ma aku rindu. Terus stengah jam itu pelukan dia bilang
maafin mama ya nak. Aku juga lupa bilang apa aja pokoknya dia asik
bilang maaf aja. Yaudah terus malamnya aku pulang ke Medan. Dah
Cuma sampe situ aja. Siap itu gak pernah lagi ada apa-apa.“

(S3.W1.12042018.L5.H5.M.2)

Setelah pertemuan pertama kali terjadi, sempat hilang kabar lagi antara

EM dan ibunya. Suatu hari abang EM menikah. Ternyata disitu ibunya datang dan

EM melihat ibunya dan sebaliknya ibu EM juga sudah menatap ke arah EM. Akan

tetapi EM dan ibunya hanya saling menatap tanpa memberikan sapaan yang

Universitas Sumatera Utara


97

seharusnya dilakukan oleh ibu dan anak. Disitu EM sedikit kecewa karena ia

menganggap bahwa EM sudah berjuang untuk bertemu dengan ibunya. Namun

mengapa hanya untuk sekedar menyapa saja ibunya tidak melakukan hal tersebut.

Apa daya, tetap saja EM merupakan seorang anak. EM disuruh oleh abangnya

untuk mendatangi ibunya dan menyapa ibunya terlebih dahulu. EM menuruti

perkataan yang dikatakan oleh abangnya dan segera menemui ibunya. Saat itu

adalah saat dimana EM dan ibunya terakhir kali bertemu sekitar 4 tahun yang lalu.

Untuk berkomunikasi pun EM dan ibunya saat ini tidak melakukan hal tersebut.

Maka EM tidak mengetahui hal-hal mengenai ibunya. Kalau pun ada beberapa

hal yang EM tahu, mungkin ia mendapatkan informasi dari orang lain yang juga

mengenal ibunya. EM sudah merasa terbiasa dengan ketidakhadiran ibunya di

dalam hidupnya. Hal tesebut yang menyebabkan EM merasa biasa saja ketika

tidak berkomunikasi atau pun berhubungan dengan ibunya. Berikut penuturan

NF;

“Gak lama dua tahun kemudian kami ada lagi jumpa. Itu pun karena abang
aku nikah. Pas dinikahan abang aku itu kami liat-liatan aja tapi kayak
orang gak kenal. Terus abang ku bilang salam itu mama. Sementara kami
udah liat-liatan tapi gak ada saling sapa. Yaudalah ku salam aja karena di
suruh sama abang aku itu kan. Terus yaudalah siap itu udah gak ada lagi.
Terakir itulah pas di nikahan abang aku kami jumpa. Siap itu yaudah
Cuma salam aja gak ada ngobrol yang lain-lain.“

(S3.W1.12042018.L6.H6.M.1)

“Sekarang ya gak ada hubungan. Sama sekali engga ada. Kalau ditanya
hubungannya gak ada ya emang sama sekali gak ada. Orang dia gak peduli
sama ku. Aku pun karena udah terbiasa gak ada dia jadi ya biasa aja gak
nyariin kali juga.”

(S3.W1.12042018.L7.H7.M.1)

Universitas Sumatera Utara


98

b.2 Orientasi seksual

Peristiwa perceraian yang dilakukan oleh kedua orang tua EM tentunya

akan memberikan dampak kepada EM ketika EM menginjak usia remaja. EM

mengaku saat ini dirinya adalah seorang biseksual. Saat ini EM sedang menjalani

hubungan dengan sesama jenis. Hal tersebut terjadi lantaran lingkungan yang

mempengaruhi EM sampai menjadi seperti ini. Pada awalnya EM dikenalkan oleh

salah seorang teman EM kepada wanita yang menyukai EM. Kemudian semakin

lama EM dan wanita tersebut semakin dekat sampai akhirnya wanita tersebut

mengajak EM untuk berpacaran. Sebenarnya EM ingin menolak ajakan tersebut.

Namun apa daya EM merasa tidak enak dengan temannya yang sudah

mengenalkannya dengan wanita tersebut. Akhirnya EM menerima ajakan tersebut

dan menjalani hubungan dengan sesama jenis. Berikut penuturan EM;

“Ya yang aku tau saat ini aku itu bisa pacaran sama cowok bisa juga
pacaran sama cewek. Jadi kayak biseks gitu.”
(S3.W2.15042018.L8.H8.M.1)
“Aku gak tau ya kenapa. Tapi kalau aku rasa karena lingkungasih sih
salah satunya. Awalnya aku dikenalin sama temen aku. Terus awalnya aku
gak mau karena aku tau dia itu cewek. Pas dia nembak aku bingung disitu
ku terima atau ku tolak. Karena kalau ku tolak dia baik kali orangnya
kasian juga kalau aku nolak dia gitu aja selama ini dia udah baik soalnya
samaku. Tapi kalau pun ku terima masa aku pacaran sama cewek. Terus
akhirnya ku terima ajalah dia kan karena segan juga kalau di tolak aku kan
dikenalin sama kawan aku gak enak aja aku sama kawan ku ini. Ku pikir
pun ah yaudalah paling Bentar ajanya ini pacarannya. Eh rupanya makin
lama makin sayang terakirnya dua tahun juga kami pacaran.”
(S3.W2.15042018.L8.H8.M.3)

Seiring berjalannya waktu, EM semakin nyaman dengan hubungan sesama

jenis yang sedang ia jalani saat ini. Pasalnya EM merasa bahwa ketika ia pacaran

Universitas Sumatera Utara


99

dengan sesama jenis, pasangannya mampu membuat EM merasa pasangannya

mampu memberikan segala sesuatu yang EM inginkan. EM merasa diistimewakan

ketika menjalani hubungan dengan kekasihnya tersebut karena kekasihnya

mengerti dengan segala sesuatu yang EM inginkan seperti, memberikan perhatian

yang lebih, selalu mengikuti apa yang dikatakan oleh EM, dan lain sebagainya

yang membuat EM merasa disayangi seutuhnya. Hal tersebut yang membuat EM

merasa seperti disayangi walaupun bukan kasih sayang yang diberikan oleh

ibunya.

“Ya karena aku nyaman sama dia. Aku sayang juga. Dia ngertiin aku kali.
Misalnya aku sukanya ini dia tau. Apa yang aku bilang dia selalu nurut.
Jadi aku gak punya alasan untuk gak sayang sama dia. Pas aku ada
masalah pun dia selalu ada. Selalu bantuiin aku lah pas aku susah. Aku
kayak ngerasa disayangi walaupun bukan dari mamaku gitu. Tapi
sayangnya kami sekarang udah gak sama-sama lagi.”
(S3.W2.15042018.L9.H9.M.1)

Peristiwa perceraian orang tua EM merupakan salah satu yang

menyebabkan EM menjalani hubungan dengan sesama jenis. Namun EM merasa

bukan perceraian orang tua yang paling berperan dalam ketertarikan seksual EM.

Lebih kepada lingkungan yang membuat EM menjadi seperti sekarang ini. Akan

tetapi, karena tidak ada lagi orang tua yang bisa mengawasi, EM merasa bahwa

dirinya dapat melakukan hal apa saja yang ingin ia lakukan. Ia merasa orang

tuanya mungkin tidak akan dapat sepenuhnya mengetahu hal-hal apa saja yang

EM lakukan selama ini.

“Sebenernya kalau karena perceraian itu yang buat aku jadi kek gini bisa
jadi ya. Tapi bukan point utama. Karena kan orang tua aku itu pisahnya
pas aku masih kecil. Jadi kalau di bilang trauma liat orang tua aku enggak

Universitas Sumatera Utara


100

juga. Tapi kalau salah satu faktor pendukung yang buat aku jadi kayak gini
itu bisa jadi. Kenapa aku bilang gitu karena kan aku udah gak dapat
perhatian lagi dari kedua orang tua aku. Di tambah lagi aku gak tinggal
sama orang tua aku. Jadi aku ngerasa aku makin bebas. Aku ngelakuiin
apa aja pun orang tua aku gak tau karena kami kan jauh. Jadi kalau bisa di
bilang karena kurangnya perhatian orang tua itu yang buat aku bebas
ngelakuiin apa aja. Toh aku mikir orang itu kan gak tau aku diluar kayak
mana.”

(S3.W2.15042018.L10.H10.M.2)
EM menyadari bahwa hubungan yang sedang ia jalani saat ini adalah

hubungan yang tidak sepantasnya. Namun perasaan berakata lain, EM merasa ia

sangat mencintai kekasih sejenisnya. EM tidak mau membohongi perasaannya

untuk berpacaran dengan lawan jenis. Ketertarikan EM terhadap lawan jenis

hanya sekedar mengagumi saja. Misalnya EM bertemu dengan lawan jenis yang

sesuai dengan kriteria dirinya ia hanya sekedar memuji lawan jenis tersebut. EM

juga tidak mengumbar tentang ketertarikan seksualnya terhadap sesama jenis

kepada masyarakat umum. Kecuali dengan teman dekat EM. Ia akan sangat

terbuka dengan teman dekatnya teerutama mengenai ketertarikan seksual EM.

Berikut penuturan EM;

“Karena perasaan. Aku dari awal udah ngerasa aku lebih nyaman kalau
pacaran sama cewek. Jadi mau aku pacaran sama cowok pun kayak aku
ngerasa bukan jadi diriku sendiri. Aku ngerasa beda waktu aku pacaran
sama cewek. Aku ngerasa memang itulah diri aku yang sebenarnya.”
(S3.W2.15042018.L11.H11.M.2)
“Ya kayak mana perempuan umumnya suka sama cowok lah. Kalau ada
liat yang ganteng ya ku bilang ganteng. Kalau dia jelek ya ku bilang dia
jelek.Gak lebih. Cuma mengagumi aja hahaha. Gak ada rasa yang pengen
lebih gitu.”
(S3.W2.15042018.L11.H11.M.3)

Universitas Sumatera Utara


101

Pada awalnya EM sempat menjalani hubungan dengan lawan jenis dan

sudah melalukan aktivitas seksual dengan lawan jenis. Aktivitas seksual yang

dilakukan EM pada kekasihnya seperti ciuman bibir. Namun bukan hanya

melakukan aktivitas seksual dengan lawan jenis, EM juga pernah melakukan

aktivitas seksual dengan sesama jenis seperti ciuman bibir dan kekasihnya sudah

memegang payudara EM. EM mengaku ia mau melakukan aktivitas seksual

tersebut dikarenakan rasa sayangnya terhadap kekasihnya tersebut. Kejadian itu

terjadi begitu saja tanpa ada rencana antara EM dan kekasihnya. Awalnya EM

sempat menolak untuk melakukan hal tersebut dengan alasan EM merasa bahwa

hal tersebut tidak sepantasnya untuk dilakukan dengan sesama jenis. Namun apa

daya, suasana yang membuat hal tersebut dapat terjadi. Berikut penuturan EM;

“Kalau sama lawan jenis dulu pernah ciuman bibir.”

(S3.W2.15042018.L14.H14.M.1)

“Kalau sama cewek ciuman bibir juga udah pernah. Terus pegang
payudara juga udah pernah.”
(S3.W2.15042018.L14.H14.M.2)
“Kayak yang aku bilang tadi. Awalnya waktu dia nanya bilang boleh cium
atau enggak kan aku diem aja. Karena aku juga takut masa ciumannya
sama cewek. Terus pas dia meluk aku ngerasa nyaman kali. karena
mungkin aku udah sayang itu tadi kan jadi ya nyaman aja gitu. Pas dia
cium juga aku gak ngerasa gelik. Justru aku ngerasa ya namanya juga
pacaran wajar la ngelakuin kayak gini. Yang membedakan harusnya
kanCiumannya sama cowok ini kok sama cewek. Tapi kan tetep aja
judulnya namanya pacaran, toh wajar dong kalau ngelakuin ciuman. Jadi
kalau di tanyak perasaan ya aku ngerasa aku nyaman. Aku gak ada ngerasa
janggal atau yang gimana-mana. Awalnya aja waktu dia tanyak aku ragu.
Pas udah ngerasaiin oh ini aku mikir gitu aja. Gak ada masalah sih.”
(S3.W2.15042018.L15.H15.M.1)

Universitas Sumatera Utara


102

EM semakin meyakinkan dirinya bahwa dirinya adalah seorang biseksual.

Ia mengatakan hal tersebut karena ketika ia menjalani hubungan dengan lawan

jenis, ia tidak merasakan kenyamanan seperti ketika ia menjalin hubungan dengan

sesama jenis. Ia merasakan hal yang berbeda. Perubahan tersebut terjadi karena

EM sempat mencoba untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis namun, semua

hanya sia-sia saja. Meskipun lawan jenis yang mencoba mendekati EM sudah

berusaha semaksimal mungkin untuk mengambil hatinya,ia tetap memilih untuk

menjalin hubungan dengan sesama jenis. Ia merasa kekasih sesama jenisnya lebih

mampu mengerti dirinya seperti contohnya, EM menginginkan sesuatu kemudian

kekasihnya langsung mengetahui apa yang diinginkan oleh EM. Kekasih EM

selalu ada disaat EM membutuhkan dirinya. Maka dari itu EM sangat merasakan

kenyamanan menjalin hubungan dengan sesama jenis. Berikut penuturan EM;

“Kayak awal yang aku bilang. Aku ngerasa kalau aku ini biseksual.
Kenapa aku bilang kayak gitu karena sebelum aku pacaran sama cewek
aku juga dulu pernah pacaran sama cowok. Dan aku ngaku waktu aku
pacaran sama cowok dulu ya aku sayang. Gimana sekarang aku pacaran
sama cewek ya gitu juga perasaan aku sama cowok. Tapi setelah aku
pacaran sama cewek, aku pernah nyoba sama cowok. Disitu rasanya udah
beda. Aku mikir kok gak kayak waktu aku pacaran sama cewek ya. Kok
udah beda kali rasanya.”
(S3.W2.15042018.L17.H17.M.2)
“Mungkin aku ngerasa karena aku udah kepincut gitu ya sama cewek.
Udah tau rasanya gimana pengertiannya kalau sama cewek. Udah tau
enaknya juga. Jadi aku mikir dari pada aku capek-capek pacaran sama
cowok yang susah ngerti, susah dibilangin juga, mending la aku sama
cewek aja. Jadi berpikiran gitu sih. Karena udah tau gimana enaknya kalau
pacaran sama cewek. Pengertiannya itu gini sih. Misalnya ni kan aku
bilang aku pengen ini eh dia langsung yaudah nanti ya kita beli gitu. Atau
kayak misalnya ni aku lagi gak mood nah disitu dia tau gimana caranya
ngadepin orang yang lagi gak mood ini. Misalnya kayak dia beliin aku
makanan atau ya dia gak ganggu aku dulu sama sekali supaya aku juga
bisa netralkan pikiran aku. Tapi kalau misalnya ni sama cowok waktu aku

Universitas Sumatera Utara


103

bilang aku lagi gak mood nah disitu dia sibuk nanyak-nanyak kenapa
padahal aku lagi gak pengen di ganggu. Atau waktu dia tanyak kenapa
udah capek-capek aku jelasin ceritanya eh gak ada solusi dari diaKan sama
aja kayak cerita sama setan. Dia pengen tau tapi waktu dikasih tau gak bisa
ngasih solusi. Yang ada makin gak mood. Itulah salah satu contoh kenapa
aku malesnya sama cowok ini. Kurang pengertian dia.”
(S3.W2.15042018.L18.H18.M.2)

REKAPITULASI DATA HASIL WAWANCARA SUBJEK 3

Tabel 4. Rekapitulasi Data Orientasi Seksual

No Orientasi Seksual Gambaran

1 Ketertarikan Seksual Subjek merasa lingkungan yang mempengaruhi

ketertarikan seksual subjek.

Subjek merasa bahwa saat ini ia menjadi dirinya

sendiri

2 Perilaku Seksual Subjek pernah melakukan ciuman dengan lawan

jenis.

Subjek sudah melakukan aktifitas seksual

dengan sesama.

3 Identitas Seksual Subjek mengaku bahwa dirinya adalah

biseksual.

Subjek mengaku bahwa dirinya adalah biseksual

karena awalnya ia sempat menjalin hubungan

dengan lawan jenis.

Universitas Sumatera Utara


104
SOSIAL & BUDAYA

Pohon Masalah Orientasi Seksual

Subjek 1

Lingkungan adalah salah satu Lingkungan mendukung subjek untuk Akibat dari lingkungan yang
faktor yang sangat melakukan hubungan sesama jenis mendukung, subjek merasa
mempengaruhi subjek menjadi Sampai pada akhirnya subjek merasa bahwa dirinya adalah seorang
tertarik dengan sesama jenis. sayang dan nyaman dengan biseksual.
kekasihnya sehingga, terjadi beberapa
aktivitas seksual antara subjek dengan
KETERTARIKAN kekasihnya.
IDENTITAS
SEKSUAL
SEKSUAL
PERILAKU
SEKSUAL

 Subjek merasa teman-


teman yang membuat  Subjek merasa dirinya
subjek menjalin adalah seorang biseksual.
hubungan dengan  Subjek pernah  Subjek merasa biseksual
sesama jenis. berciuman dengan lawan karena sempat menjalin
 Subjek lebih menjadi jenis. hubungan dengan lawan
dirinya sendiri ketika  Subjek juga pernah jenis.
berpacaran dengan melakukan ciuman
sesama jenis. dengan sesama jenis dan
kekasihnya sudah
memegang payudara
subjek.

Universitas Sumatera Utara


105

Tabel 5. Hasil Analisis-banding antar subjek untuk orientasi seksual pada

remaja yang orang tuanya bercerai

Subjek I (NF) Subjek II (FM) Subjek III (EM)

Ketertarikan Seksual Ketertarikan Seksual Ketertarikan Seksual

- Menjadi tertarik - Tertarik dengan - Lingkungan yang


dengan sesama sesama jenis mempengaruhi
jenis akibat sejak subjek subjek tertarik
perceraian. masih kecil. dengan sesama
Perilaku Seksual Perilaku Seksual jenis.
Perilaku Seksual
- Melakukan - Melakukan
petting. petting. - Melakukan petting.
Identitas Seksual Identitas Seksual
Identitas Seksual
- Menjadi seorang - Menjadi seorang
lesbi. biseksual. - Menjadi
seorang
biseksual.

Tabel analisis banding di atas menunjukan gambaran sebagai berikut :

a. Pada subjek I, II, dan III ditemukan mengalami perubahan orientasi

seksual dilihat berdasarkan ketiga aspek orientasi seksual yaitu,

ketertarikan seksual, perilaku seksual, dan identitas seksual.

Universitas Sumatera Utara


106

B. Pembahasan

Pembahasan data dijelaskan dengan menggunakan teori orientasi seksual

dari Lee Badgett (2008). Menurut Badgett (2008) orientasi seksual adalah

karakteristik yangdimiliki setiap individu yang mencerminkan kepribadian pada

individu terkait dengan perilaku seksual, daya tarik, dan identitas diri seseorang.

Badgett (2008) membagikan orientasi seksual ke dalam tiga jenis yaitu,

heteroseksual, biseksual, dan homoseksual. Selanjutnya menurut Badgett dan

Goldberg (2009) terdapat 3 dimensi orientasi seksual yaitu, ketertarikan seksual,

perilaku seksual, dan identitas seksual. Ketertarikan seksual merupakan hasrat

secara emosional dan seksual terhadap pasangan seksualnya. Perilaku seksual

merupakan aktifitas seksual yang sudah dilakukan dengan pasangannya.

Selanjutnya identitas seksual merupakan seperti apa seseorang mendefinisikan

dan memperkenalkan dirinya kepada masyarakat terkait seksualitasnya.

Menurut Eccles dkk, Tucker dkk, Putz dkk (dalam Alhamdu, 2016),

terdapat tiga faktor yang berkontribusi pada berkembangnya orientasi seksual,

yaitu, proses perkembangan. Salah satu tugas perkembangan dimasa remaja

adalah menentukan orientasi seksual. Masa remaja ini, dianggap sebagai proses

puncak untuk menemukan identitas diri dan orientasi seksual seseorang secara

lebih spesifik, apakah sebagai heteroseksual, homoseksual, atau sebagai

biseksual. Proses tersebut secara relative berhubungan dengan bagaimana individu

mendapatkan kasih sayang dan perlakuan dari orang-orang yang ada disekitar

mereka. Selanjutnya sosial atau lingkungan anak mempunyai tendensi untuk

melakukan peniruan (imitation) terhadap orang lain yang berada disuatu

Universitas Sumatera Utara


107

lingkungan. Dan yang terakhir keadaan hormon testosteron dan estrogen yang ada

pada individu akan berdampak pada orientasi seksual individu tersebut. Berikut

gambaran orientasi seksual pada anak yang orang tuanya bercerai.

1. Subjek I (NF)

Peristiwa perceraian orang tua yang dialami oleh NF merupakan suatu

peristiwa yang sangat di ingat oleh NF. Setelah perceraian itu terjadi, NF merasa

takut untuk menjalin asmara dengan lawan jenis. Sebab ia merasa semua laki-laki

yang mencoba mendekatinya memiliki sifat yang sama seperti yang dilakukan

ayah NF ke ibu NF. NF menilai ia harus lebih berhati-hati dalam memilih

pasangan. Perselingkuhan yang dilakukan ayah NF dengan wanita lain

menyebabkan hancurnya pernikahan ayah dan ibu NF. Usaha ibu NF untuk

memperbaiki hubungannya dengan ayah NF sia-sia begitu saja karena adanya

pihak ketiga dan sampai akhirnya ibu NF memilih untuk mengakhiri

pernikahannya dengan suaminya.

Menurut Eccles dkk, Tucker dkk, Putz dkk (dalam Alhamdu, 2016), salah

satu faktor yang mempengaruhi orientasi seksual adalah proses perkembangan

yang dialami oleh individu itu sendiri dimana masa remaja merupakan proses

puncak untuk menemukan orientasi seksualnya. Hal tersebut didapatkan dari

bagaimana remaja mendapatkan kasih sayang dan perlakuan orang-orang terhadap

individu tersebut. Pada kasus, NF melihat dan ikut merasakan segala peristiwa

perceraian yang dilakukan oleh ibu dan ayahnya. Pada saat yang sama juga NF

melihat segala kelakuan yang sudah dilakukan oleh ayahnya kepada ibunya. NF

Universitas Sumatera Utara


108

terus mengingat hal-hal apa saja yang sudah ayahnya lakukan terutama

perselingkuhan yang dilakukan oleh ayahnya sehingga, membuatnya merasa takut

untuk menjalani hubungan dengan lawan jenis dan pada akhirnya terjadi

perubahan orientasi seksual yang ada dalam diri NF.

Perubahan orientasi seksual yang dialami oleh NF terkait dengan

ketertarikan seksual, perilaku seksual, dan identitas seksual. Menurut Badgett dan

Goldberg (2009), ketertarikan seksual merupakan hasrat secara emosional dan

seksual terhadap pasangan seksualnya. Ketertarikan seksual yang dialami NF

berubah sejak ia mengetahui segala sesuatu yang sudah diperbuat oleh ayahnya

kepada ibunya. Perselingkuhan ayahnya membuat NF merasa semua lawan jenis

sama seperti ayahnya. NF menjadi lebih berhati-hati dalam memilih pasangannya.

Sampai akhirnya NF bertemu dengan perempuan yang membuatnya merasa

nyaman dan NF merasakan kasih sayang yang selama ini ia inginkan dari kedua

orang tuanya. Namun karena peristiwa perceraian tersebut, orang tua NF tidak

mampu memberikan kasih sayang tersebut. Ditambah lagi ayah NF yang sudah

memiliki istri lagi. Hal tersebut membuat NF sulit untuk mendapatkan perhatian

dari ayahnya. NF merasa bahwa ketika ia menjalin hubungan dengan sesama

jenis, hal serupa yang dialami oleh ibunya tidak akan ia alami juga.

Bukan hanya memiliki ketertarikan seksual dengan sesama jenis, NF juga

sudah melakukan beberapa perilaku seksual dengan sesama jenis. Menurut

Badgett dan Goldberg (2009), perilaku seksual mengacu pada aktifitas seksual

yang dilakukan bersama pasangannya yang didasari oleh dorongan seksual untuk

mendapatkan kesenangan organ seksual. Pada kasus, NF sudah melakukan

Universitas Sumatera Utara


109

aktiftas seksual dengan pasangan sesama jenisnya. Aktifitas seksual yang sudah

dilakukan NF yaitu, seperti berciuman bibir dan NF sudah memegang atau

memainkan payudara lawan jenisnya. Hal tersebut dilakukan oleh NF didasarkan

oleh rasa penasaran dan perasaan sayang. Pada awalnya memang NF merasa

penasaran dengan aktifitas seksual yang sudah dilakukannya. NF merasa ingin

tahu rasanya berciuman dengan sesama jenis. Setelah NF tahu bagaimana rasanya,

kemudian ia melakukan aktifitas seksual lainnya seperti memegang payudara

pasangannya. Ketika melakukan hal tersebut, NF merasa seperti sangat bergairah.

Lagi-lagi NF merasa hal tersebut ia lakukan atas dasar rasa sayang.

Selanjutnya terkait dengan orientasi seksual, terdapat identitas seksual.

Menurut Badgett dan Goldberg (2009), identitas seksual mengacu pada

bagaimana seseorang mendefinisikan dan memperkenalkan dirinya kepada

masyarakat terkait seksualitasnya. Ketertarikan seksual yang ada dalam diri NF

sudah berubah semenjak peristiwa perceraian orang tua NF. NF merasa bahwa

dirinya tertarik dengan sesama jenis. Tentu saja hal tersebut berhubungan dengan

identitas seksual dalam diri NF. Saat ini NF menganggap dirinya adalah seorang

lesbi. Hal tersebut berdasarkan ketertarikan seksual NF terhadap sesama jenis.

Untuk tertarik dengan lawan jenis mungkin sudah pernah dirasakan oleh NF,

namun tetap saja. Rasa nyaman dan rasa sayang sudah NF dapatkan dari seorang

perempuan. Maka dari itu NF mengaku pada masyarakat bahwa dirinya adalah

seorang lesbi. Menurut Goode (dalam Suhhery, 2016), LGBT (Lesbian, Gay,

Biseksual, Transgender) dapat terjadi akibat faktor keluarga, yaitu perceraian

Universitas Sumatera Utara


110

orang tua dapat mempengaruhi anak menjadi penyuka sesama jenis. Maka dari itu

perceraian orang tua yang mempengaruhi NF menjadi penyuka sesama jenis.

2. Subjek II (FM)

Permasalahan diantara ayah dan ibu FM bermula ketika ayah FM

melakukan perselingkuhan dengan wanita lain. Selain permasalahan tersebut,

ayah FM sudah melakukan beberapa tindak kekerasan kepada ibu FM. Sehingga

jalan terakhir yang dipilih oleh ibu FM adalah perceraian. Bukannya merasa

sedih, FM malahan merasa senang karena pada akhirnya ibu FM bebas dari

kelakuan ayahnya yang menurut FM sudah sangat kelewatan. Peristiwa perceraian

yang terjadi tentu saja akan memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan FM

nantinya. Pada saat ini, FM merasakan perubahan orientasi seksual yang ada

dalam dirinya. Namun perubahan tersebut bukan terjadi akibat perceraian orang

tuanya. Faktor yang mempengaruhi orientasi seksual bukan hanya akibat dari

faktor perkembangan saja. Menurut Eccles dkk, Tucker dkk, Putz dkk (dalam

Alhamdu, 2016), genetik dan hormon juga dapat mempengaruhi orientasi seksual.

Keadaan hormon testosteron dan estrogen yang ada pada individu akan

berdampak pada orientasi seksual individu tersebut. Oleh karena itu, terkadang

kita temukan individu memiliki identitas seksual sebagai seorang laki-laki tetapi

mereka juga mempunyai ketertarikan seksual pada jenisnya sendiri, atau bahkan

sebaliknya.

Pada kasus, FM merasa menyukai sesama jenis sejak ia masih kecil.

Namun hal tersebut ia sangkal karena ia merasa bahwa sebenarnya hal tersebut

Universitas Sumatera Utara


111

sangat tidak wajar dan tidak seharusnya terjadi. Pada saat FM menginjak masa

SMP, FM sempat menjalin hubungan dengan lawan jenis. Pada saat itu FM

menjalani hubungan sebagaimana mestinya orang lain menjalani hubungan

berpacaran. Namun lama kelamaan hati tidak dapat dibohongi. Ia merasa

ketertarikan seksualnya memang kepada sesama jenisnya. Menurut Badgett dan

Goldberg (2009), ketertarikan seksual merupakan rasa tertarik secara emosional

terhadap lawan jenis atau pun dengan sesama jenis. Ketertarikan seksual yang

dirasakan oleh FM adalah dengan sesama jenis. Rasa tertarik yang awalnya

kepada lawan jenis kini berubah menjadi tertarik dengan sesama jenis. Perubahan

tersebut sangat jelas dirasakan oleh FM. Saat ia menjalani hubungan dengan

lawan jenis, FM merasa tidak nyaman dengan apa yang saat itu sedang ia jalani.

FM mulai mencoba untuk menjadi dirinya sendiri dengan menjalin hubungan

dengan sesama jenis. FM semakin yakin bahwa dirinya memang sudah menyukai

sesama jenis sejak ia masih kecil. Tidak sampai disitu, FM juga sudah melakukan

beberapa perilaku seksual dengan pasangannya.

Menurut Badgett dan Goldberg (2009), perilaku seksual adalah segala

tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri,

dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Pada kasus, FM sudah

melakukan beberapa kegiatan seksual bersama pasangan sejenisnya. Pada awalnya

FM merasa bahwa dirinya adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh

teman abang FM. Kejadian tersebut terjadi ketika FM masih duduk di bangku

kelas enam SD. FM yang belum mengerti apa-apa jusru menuruti semua

permintaan teman abangnya. Disitu FM sudah melakukan kegiatan seksual seperti

Universitas Sumatera Utara


112

mencium penis, dan memasukan penis ke dalam mulut FM. Ketika dulu ia

mengingat kejadian tersebut, FM merasa geli dan tidak ingin mengingat kejadian

itu lagi. Namun untuk saat ini justru FM ingin kejadian itu kembali terjadi lagi.

Untuk saat ini, aktifitas seksual yang sudah dilakukan FM berupa berpelukan dan

melakukan ciuman dengan pasangannya.

Lain halnya dengan subjek I, FM memiliki identitas seksual sebagai

biseksual. Hal tersebut berdasarkan pengalaman FM pernah menjalani hubungan

dengan lawan jenis dan saat ini ia menjalani hubungan dengan sesama jenis.

Menurut Badgett dan Goldberg (2009), identitas seksual adalah bagaimana

seseorang mendefinisikan dan memperkenalkan dirinya kepada masyarakat terkait

seksualitasnya. FM mengaku bahwa identitas seksual yang ada pada dirinya

adalah biseksual. Bahkan FM tidak segan untuk menunjukan kepada masyarakat

bahwa dirinya penyuka sesama jenis. Hal tersebut ditunjukan oleh FM dengan

cara ketika FM sedang jalan berduaan, terkadang FM tidak segan untuk

memegang atau menggandeng tangan pasangannya. Hal tersebut ia lakukan

lantaran FM sudah sangat menerima bahwa dirinya memang seperti itu dan ia

tidak malu untuk menunjukan kepada masyarakat bahwa dirinya adalah penyuka

sesama jenis. FM merasa menjadi dirinya sendiri ketika ia melakukan segala hal

yang membuat dirinya merasa nyaman.

3. Subjek III (EM)

EM sangat sedih awalnya ketika mendengar kejujuran dari ayahnya

mengenai perceraian yang sudah terjadi. Hal tersebut berdasarkan dari awal

Universitas Sumatera Utara


113

ayahnya sudah berbohong kepada EM yang mengatakan bahwa ibu EM sudah

meninggal dunia. Padahal perceraian tersebut terjadi karena ibu EM yang pergi

begitu saja meninggalkan EM dan abang-abangnya. Perceraian terjadi sejak EM

berumur 1,5 tahun. EM tidak begitu paham mengenai perceraian yang dilakukan

kedua orang tuanya, karena perceraian itu terjadi ketika EM masih kecil. EM

hanya bisa mendengar kisah tersebut dari ayah dan saudara-saudara EM. Perhatian

yang tidak di dapatkan dari kedua orang tua membuat EM terjerumus ke hal yang

tidak sepantasnya terjadi. Kurangnya perhatian dari orang tua sehingga terjadi

perubahan orientasi seksual yang ada pada diri EM akibat dari besarnya pengaruh

lingkungan.

Menurut Eccles dkk, Tucker dkk, Putz dkk (dalam Alhamdu, 2016), sosial

dan budaya merupakan salah satu faktor terbentuknya orientasi seksual. Sosial

budaya merujuk pada tempat bagi individu untuk berinteraksi dan belajar sesuatu

secara langsung ataupun tidak langsung. Pada kasus, EM awalnya menjalani

hubungan yang normal, yaitu berpacaran dengan lawan jenis. Ketika EM

menjalani hubungan dengan lawan jenis, EM mengaku bahwa dirinya menyayangi

kekasihnya sebagaimana layaknya orang berpacaran. Sampai akhirnya terjadi

suatu permasalahan yang menyebabkan EM putus dengan kekasihnya. Teman EM

mengetahui putusnya hubungan EM dengan kekasihnya, lalu temannya berusaha

untuk membujuk EM agar berkenalan dengan seseorang yang dianggap mampu

membuat EM tidak larut dalam kesedihan akibat kandasnya hubungan yang

sebelumnya sudah EM jalani. Awalnya EM menolak karena seseorang yang

ditawarkan pada dirinya merupakan sesama jenisnya sendiri. Karena EM merasa

Universitas Sumatera Utara


114

tidak sepantasnya sesama jenis memiliki hubungan yang lebih dari teman biasa.

Namun EM menghargai usaha temannya dan menerima tawaran yang ditawarkan

oleh temannya. Awalnya EM merasa biasa saja, namun lama kelamaan karena

sering terbiasa dan seseorang tersebut mampu membuat EM merasa nyaman.

Akhirnya, ketika seseorang tersebut mengajak EM untuk menjalin hubungan yang

lebih serius atau berpacaran, EM menerima ajakan itu. Menurut Suherry (dalam

Goode, 2016), LGBT juga disebabkan adanya pengaruh dari lingkungan sekitar,

kebudayaan, tempat tinggal, dan cara bergaul pada kelompok yang mana terdapat

tanda - tanda LGBT didalamnya. Faktor lingkungan yang awalnya membuat

ketertarikan seksual EM berubah.

Menurut Badgett dan Goldberg (2009), ketertarikan seksual adalah

bagaimana seseorang memiliki rasa tertarik secara emosional dengan lawan jenis

atau pun sesama jenis. Pada kasus, EM sangat merasa nyaman ketika menjalin

hubungan dengan sesama jenis. Memang pada awalnya EM sempat menolak,

namun lama kelamaan setelah EM sudah mengetahui bagaimana rasanya, EM

bahkan tidak bisa lepas dari zona hubungan sesama jenis ini. Pasalnya EM tidak

sama sekali menolak untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Ada beberapa

laki-laki yang sempat mendekati EM dan EM mencoba untuk merespon laki-laki

tersebut. Namun ketika EM mulai menjalani hubungan itu, EM merasa seperti

tidak menjadi dirinya sendiri. EM sudah terlanjur nyaman dengan hubungan

sesama jenis yang sedang ia jalani. Bagi EM, pasangan sesama jenisnya mampu

membuat EM merasa yang paling di istimewakan. Hal tersebut berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


115

pasangannya mengerti segala sesuatu yang EM inginkan. Tidak sampai disitu, EM

juga sudah melakukan perilaku seksual dengan pasangan seama jenisnya.

Menurut Badgett dan Goldberg (2009), perilaku seksual berkaitan pada

aktivitas seksual yang dilakukan bersama pasangannya yang didasari oleh

dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan organ seksual. Aktifitas seksual

yang sudah dilakukan oleh EM sama dengan yang sudah pernah dilakukan subjek

I, yaitu berciuman dan pasangannya sudah memegang payudara EM. Hal tersebut

terjadi karena rasa nyaman dan rasa sayang EM pada kekasihnya. Ia membiarkan

kekasihnya melakukan hal tersebut karena ia yakin kekasihnya juga menyayangi

dirinya. Kejadian itu terjadi begitu saja tanpa ada rencana sedikit pun antara EM

dengan kekasihnya. Ketika kekasihnya ingin melakukan aktifitas seksual tersebut,

awalnya EM sempat menolak. Ia merasa tidak sepantasnya ia melakukannya

dengan sesama jenis. Namun apa daya, suasana yang begitu mendukung sampai

akhirnya hal tersebut dapat terjadi.

Sama seperti yang dialami subjek II, EM mengaku bahwa dirinya adalah

seorang biseksual. Pasalnya EM sempat menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Karena faktor lingkungan yang begitu besar dan kurangnya perhatian dari orang

tua yang membuat EM menjadi tertarik dengan sesama jenis. Menurut Badgett

(2008), salah satu jenis orientasi seksual yaitu biseksual. Biseksual merupakan

aktivitas seksual dimana pasangan seksual yang dipilih berasal dari lawan jenis

dan sesama jenis. Identitas seksual yang ada pada diri EM saat ini adalah

biseksual. Menurut Badgett dan Goldberg (2009), identitas seksual berkaitan

dengan seperti apa indvidu mendefinisikan dan memperkenalkan dirinya kepada

Universitas Sumatera Utara


116

masyarakat terkait seksualitasnya atau justru menyembunyikan identitas seksual

yang sebenarnya. Pada kasus, berbeda dengan subjek II, EM justru tidak ingin

semua orang tahu bahwa dirinya adalah seorang penyuka sesama jenis. Karena

menurut EM hal tersebut sangatlah tidak wajar. Ia menganggap keburukan yang

saat ini sedang ia jalani biarlah ia dan kekasihnya saja yang tahu. Kalau pun ada

yang mengetahui identitas seksual EM, orang tersebut hanyalah beberapa teman

dekat EM saja. Menurut Risman (dalam Ermayani, 2017), dua hal yang

menyebabkan remaja memiliki perilaku seks menyimpang atau LGBT adalah

kurangnya perhatian dari orang tua dan kurangnya pendidikan agama yang

diajarkan oleh orang tua. Remaja yang memiliki keluarga bermasalah tidak

memiliki komunikasi yang berkualitas dan jauh dari hubungan yang baik dengan

anak. Ditambah lagi ketika anak memiliki orang tua yang bermasalah, kurangnya

pendidikan agama yang akan diberikan kepada anak. Memahami tentang perilaku

LGBT sendiri berkaitan erat dengan memahami hukum syariat Islam. Sehingga

orang tua harus memiliki bekal untuk memberikan berbagai pengetahuan tentang

hukum syariat tersebut.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan memaparkan kesimpulan yang menjawab permasalahan

dalam penelitian. Selain itu, bab ini juga akan mengemukakan saran praktis dan

metodologis yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian dengan tema

orientasi seksual pada remaja terhadap peristiwa perceraian orang tua yang

dialaminya.

A. KESIMPULAN

1. Ketiga subjek penelitian mengalami perubahan orientasi seksual.

Namun, ketiga subjek mengalami perubahan orientasi seksual dengan

penyebab yang berbeda-beda. Adapun perubahan orientasi seksual

pada subjek 1,2, dan 3 sebagai berikut :

a. Subjek 1 mengalami perubahan orientasi seksual yang diakibatkan

oleh perceraian orang tuanya. Subjek merasa takut untuk menjalin

hubungan dengan lawan jenis karena melihat perlakuan ayahnya

terhadap ibunya. Ia menilai bahwa semua laki-laki akan sama saja

seperti ayahnya. Saat ini subjek 1 sedang menjalani hubungan

dengan sesama jenis. Ia menjadi tertarik dengan sesama jenis

karena ia merasa nyaman dan sangat mendapatkan kasih sayang

dari pasangan sesama jenisnya. Ia yakin pasangan sesama jenisnya

akan lebih mengerti dirinya ketimbang ia menjalin hubungan

dengan lawan jenis. Bukan hanya tertarik dengan sesama jenis, ia

117

Universitas Sumatera Utara


118

juga mengaku sudah melakukan beberapa aktivitas seksual seperti

ciuman dan ia juga sudah memegang payudara kekasihnya. Subjek

1 juga mengatakan bahwa dirinya memiliki identitas seksual

sebagai seorang lesbi. Hal itu ia yakini karena ia sudah terlalu

nyaman dengan pasangan sesama jenisnya dan ia merasa kurang

tertarik dengan lawan jenis. Meskipun subjek 1 memiliki pikiran

untuk kembali kejalan yang benar, namun hal tersebut tidak dapat

ia pastikan kapan akan terjadi.

b. Subjek 2 juga mengalami perubahan orientasi seksual. Namun

berbeda dengan subjek 1, perubahan yang terjadi diakibatkan oleh

genetik dan hormon. Peristiwa perceraian yang terjadi tidak

membuat dirinya menjadi tertarik dengan sesama jenis. Sejak kecil

subjek 2 sudah merasa bahwa dirinya tertarik dengan sesama jenis.

Bahkan ia tidak segan-segan menunjukan ketertarikan seksualnya

terhadap lawan jenis kepada masyarakat umum. Subjek 2 merasa ia

sudah menjadi dirinya sendiri dan ia sangat tidak memikirkan

perkataan orang di luar mengenai dirinya. Subjek 2 juga sudah

melakukan beberapa perilaku seksual dengan sesama jenis.

Sewaktu kecil ia dipaksa oleh teman abangnya untuk melakukan

petting. Ia diperintah untuk menyentuh dan menghisap kemaluan

teman abangnya sendiri. Subjek 2 merasa bahwa dirinya adalah

seorang biseksual. Hal tersebut ia yakini karena sewaktu SMP ia

sempat menjalani hubungan dengan lawan jenis. Namun ia merasa

Universitas Sumatera Utara


119

bahwa hubungan yang sedang ia jalani bukanlah dirinya yang

sebenarnya. Ketertarikan seksual yang ada dalam diri subjek 2

lebih kepada dengan sesama jenis.

c. Sama halnya dengan subjek 1, subjek 3 juga mengalami perubahan

orientasi seksual yang diakibatkan oleh perceraian. Namun faktor

yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut adalah faktor

lingkungan. Awalnya subjek 3 dikenalkan oleh temannya sampai

akhirnya ia mulai tertarik dengan sesama jenis karena kurangnya

perhatian dari orang tua subjek. Subjek 3 merasa dirinya

mendapatkan kenyamanan dan kasih sayang dari pasangan sesama

jenisnya yang tidak ia dapatkan dari orang tuanya. Ketertarikan

seksual dengan sesama jenis sudah sangat ditanamkan dalam diri

subjek. Hal tersebut ia yakini karena ia pernah mencoba

berhubungan dengan lawan jenis. Akan tetapi hal tersebut sia-sia.

Ia merasa tidak mendapatkan kecocokan dengan lawan jenis

walaupun pada awalnya subjek 3 sempat menjalin hubungan

dengan lawan jenis. Subjek 3 juga sudah melakukan aktivitas

seksual dengan pasangan sesama jenisnya seperti, ciuman dan

pasangannya sudah memegang payudara subjek 3. Hal tersebut

dapat terjadi karena ia sangat mencintai pasangangannya. Sama

halnya dengan subjek 2, subjek 3 juga mengaku bahwa dirinya

adalah seorang biseksual karena saat ini ia sedang menjalani

Universitas Sumatera Utara


120

hubungan dengan sesama jenis dan dulu ia juga sempat menjalin

hubungan dengan lawan jenis.

B. SARAN

1. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Data-data penelitian dapat diperluas dengan melakukan tringulasi

data. Peluasan data dapat dilakukan dengan pihak orang tua yang

melakukan perceraian. Hal ini diharapkan dapat memberikan

gambaran yang lebih jelas mengenai kronologi dan hubungan

antara orang tua dan anak.

b. Data-data penelitian dapat diperluas dengan melakukan tringulasi

data. Peluasan data dapat dilakukan dengan pihak orang tua yang

melakukan perceraian. Hal ini diharapkan dapat memberikan

gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan antara orang tua

dan anak serta menggali lebih dalam dampak perceraian terhadap

orientasi seksual pada anak.

c. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur aspek lain yang

dapat lebih mengungkapkan kondisi anak terutama usia remaja

yang menghadapi peristiwa perceraian orang tua dalam konteks

psikologi, seperti penerimaan diri, proses emosi dan regulasi emosi

pada anak, psychological well-being, dan aspek lainnya.

2. Saran Praktis

a. Berdasarkan hasil penelitian, remaja yang memiliki orang tua yang

bercerai kurang mendapatkan kasih sayang akibat dari perceraian

Universitas Sumatera Utara


121

yang terjadi. Oleh karena itu, bagi para orang tua diharapkan lebih

memperhatikan anaknya dan tetap menjaga komunikasi yang baik

antara orang tua dan anak. Komunikasi yang dimaksud seperti,

membuat jadwal pertemuan dengan anak untuk membahas segala

sesuatu yang terkait dengan anak agar anak tidak merasa sendirian.

b. Remaja yang memiliki orang tua bercerai akan terkena dampak

negatif, maka dari itu sebaiknya remaja diberikan penanganan

lebih lanjut. Penanganan tersebut berupa dampingan oleh psikolog

maupun profesional ahli dalam bidangnya. Hal ini guna untuk

mencegah dan menanggulangi dampak negatif pada remaja yang

mengalami trauma akibat perceraian orang tua.

c. Bagi orang tua dapat memantau perkembangan anak walaupun

dalam keadaan sudah bercerai sehingga menjadi lebih peka

terhadap proses perkembangan seksualitas pada anak.

d. Berdasarkan hasil penelitian, bagi orang tua yang sudah

mengetahui bahwa anaknya adalah Homoseksual, diharpkan tidak

menstigma, mendiskriminasi, ataupun melakukan kekerasan

kepada anaknya berdasrkan orientasi seksual yang dimiliki pada

anak.

e. Selain kepada anak, orang tua yang mengalami masalah di dalam

rumah tangga juga perlu mendapatkan perhatian dan dukungan dari

anggota keluarganya. Hal ini diharapkan agar orang tua tersebut

tidak berusaha untuk melakukan perceraian itu sendiri dan

Universitas Sumatera Utara


122

membantu para orang tua untuk menyelesaikan masalah yang ada

di dalam rumah tangga mereka. Apabila bantuan dan dukungan

dari keluarga terdekat belum dapat membantu, maka dapat dirujuk

ke professional ahli atau pun melakukan konseling keluarga

Universitas Sumatera Utara


123

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :

Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Gramedia


Widiasarana
Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo
Monks, F. J., Knoers, A., & Hadinoto, S. R. (2014). Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Poerwandari, E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok: LPSP3 UI.
Santrock. J. W. (2006). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Jakarta. Erlangga.
Sumber Ebook :
Badgett, L., & Goldberg, N. (2009). Best Pratices for Asking Questions about
Sexual Orientation on Surveys.Los Angeles: Williams Institute.
Sumber Jurnal :

Alhamdu. (2016). Orientasi Seksual: Faktor, Pandangan Kesehatan dan Agama.


Palembang: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah
Badgett, L. (2008). Sexual Orientation, Sosial, and Economic Consequences.
International Encyclopedia of the Social Sciences. Thomson Gale.
Burri, A., Cherkas, L., Spector, T., & Rahman, Q. (2011). Genetic and
Environmental Influences on Female Sexual Orientation, Childhood
Gender Typicality and Adult Gender Identity. Plosone Volume 6, Nomor
7, 1-8.

Currin, J. M., Hubach, R. D., & Gibson, L. (2015). Multidimensional Assessment


of Sexual Orientation and the Fraternal Birth Order Effect. American
Psychological Association Volume 2, Nomor 2, 113-122.

Dacholfany, I., & Khoirurrijal. (2016). Dampak Lgbt dan Antisipasinya di


MasyarakatVolume 5 Nomor 1, 106-118.

Demartoto, A. (2013, April 24). Seks, Gender, dan Seksualitas Lesbian.


Universitas Sebelas Maret.
Ermayanti, T. (2017). Lgbt Dalam Perspektif Islam. Jurnal Humanika Nomor 1,
81-100.

Universitas Sumatera Utara


124

Gonsiorek, J. C. (2014). Introduction to the First Issue ofPsychology of Sexual


Orientation and Gender Diversity. American Psyhology Association
Volume 1, Nomor 1, 1-2.

Harsanti, I., & Verasari, D. G. (2013). Kenakalan Pada Remaja Yang Mengalami
Perceraian Orang Tua. Volume 5.
Khumas, A., Prawitasari, J. E., & Retnowati, S. (2015). Model Penjelasan Intensi
Cerai Perempuan Muslim di Sulawesi Selatan. Jurnal Psikologi, Volume
42, Nomor 3.
Lindley, L. L., Walsemann, K. M., & Carter, J. W. (2012). The Association of
Sexual Orientation Measures With Young Adults’ Health-Related
Outcomes. American Journal of Public Health Volume 102, No 6, 1177–
1185.
Muti’ah, T. (2011). Studi Hubungan Antara Identitas Diri dan Kecenderungan
Homoseksual Remaja Di Yogyakarta. Jurnal SPIRITS, Volume 1, Nomor
2, 97-224.
Ningrum, P. R. (2013). Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja.
eJournal Psikologi, Volume 1, Nomor 1, 69-79.
Petterson, L. J., Little, A. C., Dixson, B. J., & Vasey, P. L. (2016). Reconsidering
Male Bisexuality: Sexual Activity Role and Sexual Attraction in Samoan
Men Who Engage in Sexual Interactions With Fa’afafine. American
Psychological Association Volume 03 Nomor 01, 11-26.

Pontoh, M. M., Opod, H., & Pali, C. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Tingkat Homoseksual Pada Komunitas Gay Di Manado. Jurnal e-
Biomedik Volume 3, Nomor 3, 900-903.

Sarbini, W., & Wulandari, K. (2014). Kondisi Psikologis Anak Dari Keluarga
Yang Bercerai. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014.
Suhhery, Mandala, E., Mustika, D., & Bast, R. (2016). LESBIAN, GAY,
BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER (LGBT) DALAMPERSPEKTIF
MASYARAKAT DAN AGAMA . Jurnal Aristo Vol 4. No 2 , 89-99.

Sumadi, N., Suriadi, & Kirana, W. (2013). Pengalaman Traumatik dan


Komunikasi Keluarga Tidak Efektif Dalam Pembentukan Pribadi
Penyimpangan Seksual Lesbian. Volume 1, Nomor 1.
Sylva, D., Rieger, G., & Bailey, J. M. (2010). Penyembunyian Orientasi Seksual.
Arch Sex Behav Volume 39, 141-152.

Universitas Sumatera Utara


125

Widiastuti, R. Y. (2015). Dampak Perceraian Pada Perkembangan Sosial dan


Emosional Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal PG-PAUD Volume 2 Nomor 2,
76-149.

Sumber Skripsi :

Fadhilah, T. S. (2015). Pasangan Sejenisku (Studi Kasus tentang Gay yang


Coming Out kepada Orang Tua). Yogyakarta. Universitas Negeri
Yogyakarta.

Kusuma, P. A. (2012). Konflik Diri dan Persepsi Homoseksual (Lesbian)


Terhadap Nilai-Nilai Spiritual. Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Patricia. (2016). Resiliensi Remaja Yang Orangtuanya Bercerai. Yogyakarta:


Universitas Sanata Dharma
Riswandie, G. A. (2007). Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan
Bidang Pernikahan Pada Individu Dewasa Awal yang Orang Tuanya
Bercerai (Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang
Pernikahan Pada Mahasiswa Universitas "X" Bandung yang Orang
Tuanya Bercerai). Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
Safitri, F. (2017). Keterbukaan Gay Teman Laki-Laki Heteroseksual Mengenai
Orientasi Seksual. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN A

PEDOMAN WAWANCARA

A. Latar Belakang Subjek

1. Nama Subjek :

2. Usia Subjek :

B. Latar Belakang Perceraian Orang Tua

1. Coba kamu ceritakan bagaimana awalnya orang tua kamu bercerai?

2. Siapakah yang memilih akhirnya untuk bercerai?

3. Coba ceritakan hal yang menyebabkan orang tua kamu bercerai?

C. Dampak Perceraian Orang Tua

1. Bagaimana perasaan kamu ketika orang tua kamu memutuskan untuk

bercerai?

2. Bagaimana reaksi kamu mengetahui/menghadapi hal tersebut?

3. Perubahan seperti apa yang kamu alami sesudah perceraian orang tua

kamu?

4. Bagaimana cara kamu menghadapi perubahan tersebut?

5. Bagaimana hubungan kamu dengan kedua orang tua kamu setelah

peristiwa perceraian tersebut?

D. Latar Belakang Orientasi Seksual

1. Bagaimana konsep ketertarikan seksual menurut kamu?

2. Coba kamu ceritakan perubahan yang terjadi sesudah perceraian orang tua

terkait ketertarikan seksual kamu?

3. Bagaimana kamu menampilkanketertarikan seksual kamu di masyarakat?

Universitas Sumatera Utara


E. Dimensi Orientasi Seksual

A. Ketertarikan Seksual

1. Coba kamu ceritakan ketertarikan kamu dengan lawan jenis?

2. Bagaimana perasaan kamu ketika kamu berhubungan dengan lawan

jenis?

3. Sesudah peristiwa perceraian, apakah kamu ingin menjalin hubungan

dengan lawan jenis?

4. Bagaimana kamu menyikapi hal tersebut?

B. Perilaku Seksual

1. Coba kamu ceritakan aktifitas seksual seperti apa yang pernah kamu

lakukan dengan lawan jenis?

2. Coba kamu ceritakan apakah pernah melakukan aktifitas-aktifitas

seksual dengan lawan jenis?

3. Bagaimana perasaan kamu ketika melakukan hal tersebut?

C. Identitas Seksual

1. Coba kamu ceritakan terkaitketertarikan seksual yang kamu miliki?

2. Sejauh mana kamu mengenali ketertarikan seksual yang ada dalam diri

kamu?

3. Coba kamu ceritakan perubahan yang terjadi terkait identitas seksual

pada diri kamu setelah peristiwa perceraian tersebut?

4. Coba kamu ceritakan perubahan seperti apa yang terjadi terkait

identitas seksual kamu?

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN B

PEDOMAN OBSERVASI

Nama Subjek :
Hari/Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
Wawancara ke- :

No. Observasi Keterangan

1. Tempat wawancara

2. Penampilan fisik

3. Perilaku selama
proses wawancara

4. Hal yang sering


dilakukan pada saat
wawancara

5. Ekspresi wajah,

gerak, mimik saat

berbicara

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai