SKRIPSI
Oleh:
Mirza Rizki Itsnani
201210230311358
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Skripsi : Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok Untuk
Meningkatkan Kontrol Diri pada Anak Usia Sekolah
2. Nama Peneliti : Mirza Rizki Itsnani
3. NIM : 201210230311358
4. Fakultas : Psikologi
5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
6. Waktu Penelitian :12 November 2015 - 20 Desember 2015
Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 28 Januari 2016
Dewan Penguji
Ketua Penguji : Dr. Iswinarti, M.Si ( )
Anggota Penguji : 1. Siti Maimunah, S.Psi., M.M, M.A ( )
2. Hudaniyah, M.Si ( )
3. Istiqomah, S.Psi., M.Si ( )
Pembimbing I Pembimbing II
Malang,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
i
SURAT PERNYATAAN
Mengetahui
Ketua Program Studi, Yang menyatakan
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Puji
Syukur yang telah melimpahkan Rahmat Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok Untuk
Meningkatkan Kontrol Diri Pada Anak Usia Sekolah” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
iii
8. Er Amrizal Tabrony yang memberikan semangat, dukungan, serta waktunya untuk
menyempatkan sebagai teman curhat, sharring, jalan-jalan, dan lain sebagainya.
Terimakasih untuk waktunya selama ini.
9. Keluarga besar TU Psikologi Pak To, Pak Waluyo, Pak Rochamid, Bu. Rima, Bu.
Sumirah, dan Bu. Romlah, yang telah memberikan semangat.
10. Rekan Kerja Partime Diana Febi Nurmala, Noratika Ardillasari, Rahimia Nurjannah,
Noor Andina, Mbak Juwita Novitasari, Mbak Linda, terimakasih atas canda tawa dan
persaudaraanya.
11. Sahabat sekaligus keluarga besar “Rata Air”, Riris Trisetya Kusumaningrum, Dhea
Eka Nur Octaviani, Diana Febi Nurmala, dan Noratika Ardillasari, yang selalu menghibur,
memberikan motivasi, dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih
untuk 4 tahun yang telah terjalin, semoga bisa terus terjalin selamanya.
12. Teman-teman Laboratorium Psikologi Atur Nanda Pambudi, dan Yunairisya Ayu,
terimakasih untuk waktu yang sudah diluangkan sebagai teman sharing.
13. Teman-teman Fakultas Psikologi Khususnya angkatan 2012 kelas G untuk setiap
kenangan dan kekeluargaanya selama 4 tahun ini.
14. Teman-teman KKN, Mar’ie Sanny, Nikma, Atik, Ridha, Ivone, Dayat, dan Aik
terimakasih untuk hiburanya.
15. Teman-teman seperjuangan skripsi satu dosen pembimbing, Loviana, Alfi, Manda,
Syifa, Astrie, Mutie, Shella, Rizky, Dewi Pitriani, Defi, dan Ilham yang selalu saling
mensupport dan menyemangati selama proses bimbingan dan penyelesaian skripsi ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran
demi perbaikan karya ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga
ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.
iv
Mirza Rizki Itsnani
v
DAFTAR ISI
DASAR TEORI........................................................................................................................ 5
HIPOTESA............................................................................................................................... 11
DISKUSI .................................................................................................................................16
vi
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok
Kontrol diri merupakan bentuk kondisi mental yang mempengaruhi pembentukan perilaku
lain. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif, keharmonisan hubungan dengan
orang lain dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri. Rendahnya kontrol diri pada anak-anak
banyak menyebabkan timbulnya berbagai kasus seperti: siswa SD membacok temannya di
Depok, anak umur 9, 10, dan 11 tahun mencabuli anak umur 6 dan 4 tahun di Padang, dan
kasus yang terjadi baru-baru ini beberapa anak nekat merampok karena butuh uang untuk
bermain games online. Permainan tradisional engklek pa’a dan sorok berdasarkan unsur
terapiutiknya secara langsung berkaitan erat dengan aspek yang membangun kontrol diri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional engklek Pa’a
dan sorok dalam peningkatan kontrol diri. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuasi
dengan desain penelitian Mixed Design (between subjek desidn and within subjek design) dan
menggunakan model control group pre-test post-test desain. Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan kontrol diri dengan diberikan perlakuan engklek Pa’a ( p = 0.040, p<0,05).
Dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan permainan engklek sorok hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya perbedaan pada kedua kelompok tersebut (p = 0.138, p>0,05) dan
(p = 0.128, p>0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Permainan tradisional
engklek pa’a dapat digunakan untuk meningkatkan kontrol diri.
Kata Kunci: Kontol diri, Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok
Self-control is a form of mental condition that affects the formation of other behaviors. The
formation of good behavior, positive and productive, harmonious relationship with others is
influenced by the ability of self-control. Traditional game of hopscotch pa'a and sorok based
terapiutiknya element is directly related to the aspects that build self control. The purpose of
this study was to determine the influence of the traditional game of hopscotch Pa'a and sorok
in improving self-control. This research is a quasi experimental research design Between
Subject Design and model control group pre-test post-test design. The results showed
differences in self control with the treatment given engklek Pa'a (p = 0.040, p <0.05).
Compared with children who get a hopscotch game sorok the results showed no difference in
the two groups (p = 0.138, p> 0.05) and (p = 0128, p> 0.05). Thus, it can be concluded that
the traditional hopscotch game pa’acan be used to improve self-control.
1
Kontrol diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengendalikan perilaku mereka guna
mencapai tujuan tertentu. Seorang individu dengan kontrol diri yang baik, memahami benar
konsekuensi akibat tindakan yang akan mereka lakukan. Dengan kata lain individu dengan
kontrol diri yang baik tidak akan bersikap gegabah sehingga dapat merugikan diri mereka
sendiri. Lazarus (Hermanto, 2009) menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan
keputusan individu melalui pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan perilaku yang telah
disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang dikehendaki.
Kontrol diri merupakan bentuk kondisi mental yang mempengaruhi pembentukan perilaku
lain. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif, keharmonisan hubungan dengan
orang lain juga dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri. Kebiasaan belajar yang benar,
kedisiplinan, perilaku tertib di sekolah dan di masyarakat, perilaku seksual sehat, serta
pembentukan kebiasaan hidup lain dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri kontrol diri.
Hurlock (1993) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan
emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Dengan kata lain semakin baik individu dalam
mengelola gejolak emosionalnya semakin baik kemampuan mereka dalam mengendalikan
dirinya. Fenomena kenakalan anak di sekolah, tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung,
pengeroyokan oleh geng tertentu, pencurian dan perampokan yang disertai kekerasan,
demonstrasi atau unjuk rasa disertai perusakan sarana umum serta perilaku destruktif lain
yang akhir-akhir ini selalu menghiasi pemberitaan di media masa, merupakan salah satu
contoh rendahnya kontrol diri seseorang.
Anak sejak usia dini dituntut untuk mempunyai kemampuan kontrol diri yang baik agar dapat
berdampingan dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Anak dengan social life skill dapat
belajar untuk menghargai perbedaan antar individu sehingga tidak memicu situasi yang tidak
diinginkan. Kontrol diri tidak terbentuk secara tiba-tiba, namun merupakan imitasi dan
pembiasaan dari lingkungan terdekat anak, sehingga anak tidak memahami kontrol diri secara
ekstrim yang dihadapinya dan tidak terbiasa menggunakan cara-cara yang diterima secara
sosial.
Pada anak usia 6 sampai 11 tahun, kemampuan anak untuk menahan godaan mulai
meningkat. Anak mulai menggunakan berbagai variasi strategi untuk menahan godaan (Berk,
2009). Pengaturan strategi anak dalam menolak godaan menjadi semakin baik selama masa
sekolah. Pada masa ini, kontrol diri menjadi sebuah kemampuan fleksibel untuk pembentukan
moral self regulation, kemampuan anak untuk memantau perilakunya sendiri yang terus-
menerus disesuaikan dengan standart yang ada di dalam dirinya karena banyaknya peluang
yang membuatnya untuk melanggar standart tersebut (Berk, 2009).
Salah satu aspek kontrol diri kontrol diri adalah kemampuan mengontrol stimulus.
Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan
kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Kemampuan ini mengandung
pengertian bahwa individu memiliki prediksi dari perbuatan yang mereka kerjakan. Salah satu
pembelajaran yang dapat mengaplikasikan hal tersebut adalah dengan bermain. Dengan
mengikuti sebuah permainan, anak akan belajar untuk merespon stimulus-stimulus berupa
peraturan permainan, lawan bermainan dan alat permaianan.
Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2013) mengungkapkan bahwa bermain bagi anak
bukan hanya sekedar bermain, tetapi bermain juga merupakan salah satu bagian dari proses
2
pembelajaran. Permainan memegang peranan penting bagi manusia terutama bagi
perkembangan anak. Selain itu, permainan merupakan salah satu cara bagi anak agar dapat
belajar mengendalikan diri terhadap lingkungannya. Menurut Tedjasaputra (2001) melalui
kegiatan bermain bersama teman-temannya, egosentrisme anak semakin berkurang, dan
secara bertahap berkembang menjadi makhluk sosial yang bergaul dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya.
Menurut Tedjasaputra (2001) bermain mempunyai fungsi dalam aspek fisik, motorik kasar
dan halus, perkembangan sosial, emosi dan kepribadian, kognisi, ketajaman pengindraan, dan
mengasah ketrampilan. Selanjutnya dikatakan bahwa guru dan orang tua dapat menggunakan
media bermain dalam memberikan pendidikan kepada anak. Kegiatan bermain bersama ini
ditandai dengan adanya interaksi dengan orang lain, sehingga anak mampu bekerja sama
dalam bermain serta dapat belajar mengendalikan diri. Kemajuan teknologi yang semakin
pesat ternyata juga mempengaruhi aktivitas bermain anak (Haerani, 2013). Di sisi lain, pola
permainan anak mulai bergeser pada pola permainan modern. Beberapa bentuk permainan
yang banyak dilakukan adalah menonton tayangan televisi dan permainan lewat games station
dan komputer.
Di zaman yang serba modern ini, anak-anak lebih sering bermain bermain permainan digital
seperti video games, Playstation (PS), dan games online. Permainan ini memiliki kesan
sebagai permainan modern karena dimainkan menggunakan peralatan yang cangih dengan
teknologi yang mutakhir, yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan permainan anak
tradisional. Selain itu, permainan digital biasanya banyak tersedia di mall, pada berbagai
tempat bermain, yang pada umumnya berada di pusat kota. Sementara permainan tradisional
saat ini hanya sering dimainkan oleh anak-anak yang berada di pinggiran kota atau di desa-
desa sehingga terkadang kesan yang melekat pada permainan tradisional adalah permainan
kampungan yang sudah ketinggalan zaman (Haerani, 2013).
Kesan yang melekat pada permainan ini terkadang membuat anak-anak saat ini lebih memilih
untuk bermain permainan digital. Pilihan anak ini juga karena dukungan dari orang tua, yang
menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Orang tua tidak lagi
memperkenalkan permainan yang dimainkan semasa kecilnya dulu kepada anak-anaknya. Hal
ini terjadi juga karena kesan melekat pada permainan tersebut.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Haerani (2013), kesan modern ternyata tidak
selamanya berdampak positif. Sifat permainan modern adalah personal, yaitu anak bermain
sendiri, tidak berinteraksi sosial dan tidak terlibat emosional dengan teman-temannya,
sehingga menyebabkan perkembangan jiwa si anak tidak bisa mengerti perasaan orang lain
dan tidak mampu melakukan musyawarah dengan teman lainnya, Suyami (2007). Fenomena
yang terjadi akhir-akhir ini, permainan modern berdampak buruk pada anak-anak. Di berbagai
media baik cetak maupun elektronik saat ini, marak diberitakan tentang berbagai dampak
permainan digital pada anak, khususnya games online.
Kecanduan games pada anak juga sudah disoroti oleh ketua Satgas Perlindungan Anak (PA),
M. Ihsan seperti yang diberitakan oleh Tribunnews.com (6/9/2012) mengatakan bahwa
persoalan kecanduan anak-anak pada games yang sudah melampaui ambang batas, anak-anak
menghabiskan waktunya berjam-jam bermain games tanpa peduli dengan lingkungannya. Di
samping itu, materi games bermuatan kekerasan yang berpadu dengan pornografi lebih
banyak diminati oleh anak-anak. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai kasus
3
seperti: siswa SD membacok temannya di Depok, anak umur 9, 10, dan 11 tahun mencabuli
anak umur 6 dan 4 tahun di Padang, dan kasus yang terjadi baru-baru ini beberapa anak nekat
merampok karena butuh uang untuk bermain games online.
Di balik banyaknya dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh permainan digital yang
memiliki kesan modern ini, sebenarnya bangsa Indonesia memiliki permainan anak yang kaya
akan nilai-nilai moral. Berdasarkan hasil penelitian Kurniati (2011), permainan tradisional
dapat menstimulus tumbuh kembang anak, bahkan dapat digunakan sebagai sarana edukasi
pada anak. Dalam permainan tradisional anak terlibat secara emosional dengan teman lain,
merasa saling membutuhkan, sehingga akan berkembang menjadi generasi yang penuh tepa
selira, bisa mengerti dan memahami perasaan orang lain, Suyami (2007).
Permainan tradisional sering disebut juga sebagai permainan rakyat, merupakan permainan
yang tumbuh dan berkembang di masa lalu terutama tumbuh di masyarakat pedesaan.
Permainan tradisional menurut Sujarno, dkk (2013) adalah permainan yang diwariskan secara
turun-menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Lebih lanjut Sujarno, dkk (2013)
juga mengungkapkan bahwa permainan tradisional mengandung nilai-nilai positif bagi
pembentukan karakter anak, misalnya nilai sportivitas, kejujuran, keuletan, kesabaran,
ketangkasan-keseimbangan-kegesitan (ketrampilan motorik), kreativitas dan mampu menjalin
kerjasama dengan orang lain.
Menurut Aisyah (2013) permainan tradisional juga mampu mengasah aspek kontrol diri, yaitu
kemampuan anak untuk menunda kepuasan, bisa bersabar, tidak mudah tersinggung, rasa
percaya diri, sikap pantang menyerah, dan sebagainya. Ditinjau dari tahapan perkembangan
bermain maka permainan tradisional yang berupa games ini sesuai untuk diberikan kepada
anak usia sekolah karena menurut Hurlock dan Hughes (1993) karakteristik anak usia sekolah
adalah sudah bisa berpikir logis. Permainan tradisional yang hampir punah ini perlu
disosialisasikan kembali kepada anak-anak. Sekolah bisa menjadi tempat yang sesuai untuk
mensosialisasikan permainan ini.
Hasil penelitian Kurniati (2013) menunjukkan bahwa permainan anak tradisional dapat
menstimulus anak dalam mengembangkan kerjasama, membantu anak menyesuaikan diri,
saling berinteraksi secara positif, dapat mengkondisikan anak dalam mengontrol diri,
mengembangkan sikap empati terhadap teman, mentaati aturan, serta menghargai orang lain.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa permainan tradisional dapat memberikan dampak
yang sangat baik dalam membantu mengembangkan ketrampilan emosi dan sosial anak.
Berdasarkan uraian di atas, pelestarian permainan tradisional penting untuk dilakukan dengan
cara memperkenalkan dan memainkan permainan tradisional.
Satu di antara permainan tradisional adalah Engklek. Lichman menulis bahwa di beberapa
negara di timur tengah dan permainan tradisional diajarkan di sekolah bahkan di Kanada
permainan Hopscocth (engklek) masuk dalam kurikulum Nasional untuk Sekolah Dasar.
Engklek adalah jenis permainan tradisional yang dilakukan di halaman dengan menggambar
kotak-kotak kemudian melompat-lompat dari kotak satu ke kotak selanjutnya (Martini a,
2008). Engklek ini adalah permainan yang mengajarkan untuk berbagi kepada sesama teman,
memupuk rasa sportifitas dalam kelompok dan mengajarkan pentingnya kerjasama hidup,
memuat nilai simbolisasi kehidupan, anak akan berfikir kreatif terhadap hal-hal yang ada
disekelilingnya sehingga diharapkan anak-anak tersebut menjadi manusia dewasa yang kreatif
(Martini a, 2008).
4
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Iswinarti (2010) pada 30 anak Sekolah Dasar kelas
III dan IV di Kabupaten Malang menunjukkan bahwa permainan tradisional Engklek memiliki
unsur terapiutik terhadap perkembangan anak sekolah. Selain meningkatkan kedisiplinan pada
anak dan meningkatkan nilai kertampilan sosial pada anak, permainan tradisional engklek
dapat memberikan pelajaran bagi anak-anak untuk mengembangkan keahliannya. Pada zaman
modern sekarang, banyak sekali fenomena yang dihadapi oleh masyarakat bahwa anak usia
dini memiliki hambatan dalam perkembangannya. Namun, pada usia perkembangan hal ini
tidak dapat diberikan kepada kalayak umum. Orang pada umumya akan memberikan manfaat
yang telah diberikan kepada orang lain. Selain untuk meningkatkan kontrol diri pada anak,
permainan tradisional engklek dapat memberikan wawasan yang bermanfaat terhadap
kelangsungan hidupnya.
Dari hasil penelitian Iswinarti (2010), engklek memiliki nilai-nilai terapiutik yang terkandung
di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai terapiutik yang terkandung
dalam permainan tradisional Engklek meliputi : (1) Nilai deteksi dini untuk mengetahui anak
mempunyai masalah, (2) Nilai untuk perkembangan fisik yang baik. Aktivitas fisik meliputi
kegiatan untuk berolahraga, meningkatkan koordinasi dan keseimbangan tubuh, dan
mengembangkan ketrampilan dalam pertumbuhan anak, (3) nilai untuk kesehatan mental
yang baik, yaitu: membantu anak untuk mengkomunikasikan perasaanya secara efektif
dengan cara yang alami, mengurangi kecemasan, kontrol diri, dan pelatihan konsentrasi, (4)
Nilai problem solving, anak belajar memecahkan masalah sehingga kemampuan tersebut bisa
ditransfer dalam kehidupan nyata, (5) Nilai sosial, anak belajar ketrampilan sosial yang akan
berguna untuk bekal dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti kemudian tertarik melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Permainan Tradisional Engklek Terhadap Peningkatan kontrol diri Anak Usia
Sekolah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keefektifan pemberian permainan Engklek
untuk meningkatkan kontrol diri pada anak usia sekolah. Manfaat penelitian yaitu
mendapatkan usulan model terapi bermain dengan menggunakan permainan Engklek yang
bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri.
Kontrol Diri
Dalam segala aspek kehidupan, individu sangat memerlukan kontrol diri yang baik. Dengan
memiliki kontrol diri yang baik individu dapat mengarahkan, memperkirakan dan
memprediksi dampak dari perilaku yang mereka perbuat. Kontrol diri didefinisikan sebagai
“pengaturan proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian
proses yang membentuk dirinya sendiri” (Calhoun dan Acocella, 1990).
Kontrol diri merupakan keseluruhan dari proses yang membentuk diri individu yang
mencakup proses pengaturan fisik, psikologis dan perilaku. Kontrol diri dapat pula diartikan
sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung
makna, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan
sesuatu untuk bertindak (Ghufron, 2011).
Kontrol diri diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk
mengendalikan perilaku mereka. Dengan menggunakan berbagai pertimbangan sebelum
bertindak, individu tersebut mencoba untuk mengarahkan diri mereka sesuai dengan yang
5
mereka kehendaki. Dengan kata lain, semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki seseorang
semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku.
Selain sebagai upaya pencegahan diri, kontrol diri dapat pula sebagai tujuan penundaan.
Dengan kata lain kontrol diri berarti kesengajaan yang dilakukan oleh individu untuk
menghindari suatu perilaku dengan tujuan jangka panjang agar memperoleh kepuasaan.
Dengan menunda suatu perilaku tertentu, meskipun individu tersebut membutuhkannya, pada
dasarnya individu tersebut memiliki tujuan yang lebih memuaskan mereka, jika dibandingkan
dengan menyegerakan perilaku tersebut untuk dikerjakan. ”Kegagalan menunda pemenuhan
suatu kebutuhan berhubungan dengan tingkah laku mencontek/ curang atau ketiadaan
tanggung jawab sosial” (Santrock 2003).
Kazdin (Elliot, 1999) berpendapat bahwa ’kontrol diri usually refers to those behavior that a
person deliberately undertakes to achive self selected outcome‟. kontrol diri sering digunakan
individu untuk melakukan suatu tindakan secara sengaja atas keinginan pribadinya untuk
memperoleh kesuksesan yang mereka kehendaki.
Kontrol diri atau kontrol diri dapat pula diartikan sebagai ”perbuatan membina tekad untuk
mendisiplinkan kemauan, memacu semangat, mengikis kesenangan dan mengarahkan energi
untuk benar-benar melaksanakan apa yang harus dikerjakan dalam studi” (The Liang Gie,
1995). Kontrol diri yang dimiliki oleh individu dapat pula membantu mereka dalam mencapai
suatu tujuan. Dengan memiliki kontrol diri yang baik, individu dapat mengoptimalkan
tindakan mereka dan menahan diri untuk berbuat yang tidak seharusnya mereka perbuat.
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan, kontrol diri diartikan sebagai tindakan
mengendalikan atau mengarahkan tingkah laku seseorang, sebagai upaya pencegahan
(preventif), sebagai suatu tindakan penundaan pemuasan kebutuhan, sebagai suatu
keterampilan, keahlian, potensi, perbuatan untuk pembinaan tekad. Berdasarkan pengertian
yang telah diuraikan, maka kontrol diri dalam penelitian ini memiliki maksud sebagai
kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mengarahkan dirinya mendekati tujuan yang
diharapkan dengan jalan mendisiplinkan diri dan melakukan penundaan terhadap perilaku
yang dapat menghambat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kontrol diri tidak hanya dalam pengelolaan kondisi emosional saja, melainkan terdapat
beberapa aspek yang mendukung proses terjadinya kontrol diri diantaranya melibatkan
unsur emosi, kognitif dan fisik. Terdapat lima aspek kontrol diri Tangney, Baumeister, dan
Boone A.L (2004), yakni :
1. Self Disipline, yaitu , kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri. Hal
tersebut mengharuskan seorang individu untuk mampu memfokuskan diri saat
6
melakukan tugas. Individu yang memiliki self disipline mampu menahan diri dari hal
hal yang dapat mengganggu konsentrasinya.
2. Deliberate/non impulsive, yaitu kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu
dengan pertimbangan tertentu, bersifat hati – hati, dan tidak tergesa-gesa. Ketika
individu mengerjakan sesuatu, mereka cenderung tidak mudah teralihkan. Individu
yang tergolong nonimpulsive mampu bersifat lebih tenang dalam menghadapi sebuah
keputusan dan bertindak.
3. Healty habits, yaitu kemampuan seorang individu untuk mengatur pola perilaku
menjadi kebiasaan yang menyehatkan bagi individu tersebut. seorang ya dengan
healty habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi
dirinya.
4. Work ethnic, yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi diri. Individu
ini cenderung tidak tertarik dengan hal-hal diluar dari apa yang ia kerjakan pada saat
itu meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan. Mereka akan lebih fokus dan
memperhatikan penuh kepada pekerjaan yang mereka kerjakan saat itu.
5. Reliability, yakni penilaian individu terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan
jangka panjang untuk pencapaian tertentu.
Penelitian lain yang menunjukan bahwa seorang anak yang memiliki kontrol diri yang baik
dapat diindikasikan memiliki sifat, dapat menahan dirinya untuk memukul anak lain ketika
ada konflik, dapat memperhatikan penjelasan dari guru dalam kelas, dan dapat menunggu
gilirannya ketika bermain bersama teman sebayanya. Kontrol diri pada anak sekolah dapat
memprediksi kesiapan, prestasi akademik, kompetensi sosial, serta perilaku yang sesuai
(Turtollo A.R dkk, 2009).
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal
(dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu).
1) Faktor internal. Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia.
Semakin bertambah usia usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol
diri seseorang itu
2) Faktor eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah lingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga terutama orang tua menentukan bagaimana kemampuan
mengontrol diri seseorang (Ghufron, 2011).
Faktor lingkungan juga memberikan peranan penting terhadap kontrol diri yang dimiliki oleh
individu. Orangtua berperan penting dalam proses perkembangan si anak. orang tua akan
menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh anaknya salah satu diantara kebutuhan
anak adalah bermain. Dengan bermain, anak dapat belajar untuk menigkatkan kemampuan
problem solving karena dalam bermain, terdapat aktivitas yang diikat dengan aturan-aturan
7
untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa salah satu faktor
lingkungan yang ikut andil dalam kontrol diri anak adalah dengan bermain.
Permainan Engklek
Permainan engklek atau ingkling adalah permainan yang dilakukan dengan cara berjalan
melompat dengan satu kaki. Permainan engklek dapat dilakukan pada pagi, siang, dan sore
hari dan dapat dimainkan dimana saja seperti halaman rumah, lapangan, sekolah, dan
sebagainya (Dharmamulya, 2005). Perlengkapan yang diperlukan dalam permainan ini adalah
gacuk, yang terbuat dari kreweng atau wingku (pecahan genting), batu, atau bahan apa saja
yang berbentuk pipih dan tidak mudah pecah sewaktu dilempar (Dharmamulya, 2005).
Peneliti (Iswinarti, 2007) telah menemukan 43 variasi nama untuk permainan Engklek atau
dalam bahasa Inggris ”Hopscotch”. Nama-nama tersebut berbeda menurut daerah masing-
masing, anatara lain: Engklek (Jawa ).: Asinan, Gala Asin (Kalimantan), Intingan (Sampit),
Tengge-tengge (Gorontalo), Cak Lingking (Bangka), Dengkleng, Teprok (Bali), Gili-gili
(Merauke), Deprok (Betawi), Gedrik (Banyuwangi), Bak-baan, engkle (Lamongan), Bendang
(Lumajang), Engkleng (Pacitan), Sonda (Mojokerto), Tepok Gunung (Jawa Barat), dan masih
banyak lagi nama yang lain.
Dalam prosedur permainan engklek ini secara umum pemain harus mengangkat satu kaki dan
melompat dengan kaki satu melewati kotak-kotak dalam engklek. Permainan ini
membutuhkan gacu (bisa dari pecahan genting, batum beling, ataupun uang receh) untuk
dilempar. Dalam tingkatan yang lebih tinggi pemain harus membawa gacuk di atas telapak
tangan dan menaruh di atas kepala sambil melompat dengan satu kaki. Ada berbagai variasi
dalam hal aturan permainan dan prosedur permainan dalam engklek ini. Variasi ini juga
terjadi pada bentuk engklek berbeda. Dalam hal ini, kontrol dirilah yang banyak berperan
dalam permainan engklek ini. Mulai dari prosedur permainan, aturan permainan, maupun
variasi bentuk permainan yang memiliki tingkatan kesulitan yang berbeda-beda.
Dari penelitian yang dilakukan Iswinarti (2008) didapatkan beberapa manfaat yang
terkandung didalam permainan engklek ini yakni : a) Melatih perkembangan motorik
diantaranya: Keseimbangan tubuh, ketahanan fisik, mengatur energi dan stamina tubuh
dengan baik, melatih koordinasi anggota tubuh yang bergerak aktif. Aplikasi dalam
permainannya ketika pemain melakukan loncatan dengan satu kaki terkecuali oleh tongkat
tertentu. Serta ketika pemain melempar gaju (pecahan genting) tidak boleh terkena atau keluar
dari garis yang telah ditentukan. b) Meningkatkan kemampuan kognitif diantaranya : Melatih
konsentrasi, meningkatkan kemampuan berhitung dan mengenal angka- angka, meningkatkan
kreativitas anak dalam menyusun strategi permainan dan problem solving dalam diri anak.
Aplikasi dalam permainnannya adalah ketika pihak musuh memiliki rumah yang banyak
maka pemain akan menghadapi banyak masalah dan rintangan. c) Meningkatkan
perkembangan sosial : melatih anak agar mampu bersosialisasi dengan baik, memupuk anak
untuk lebih bisa berkompetisi dengan suportif. Aplikasi dalam permainan ketika pemain
berusaha atau berlomba untuk mengumpulkan rumah sebanyak-banayknya. d) Meningkatkan
8
perkembangan kepribadian : meningkatkan harga diri serta rasa percaya diri, menumbuhkan
rasa suportifitas, melatih berempati, serta belajar untuk mengambil keputusan dan lebih
bertanggung jawab. Aplikasi dalam permainannya ketika pemain harus berusaha untuk
mendapatkan rumah yang banyak dan ketika pemain membiarkan rumah miliknya dilewati
musuh dengan garis tertentu.
Pada permainan engklek pa’a permainan diawali dengan melompati kotak no 1 kemudian
dilajutkan pada kotak no 2 dengan cara mengangkat salah satu kaki (kanan atau kiri) setelah
itu melompat ke kotak no 3 dan 4. Pada kotak no 5 pemain menginjak kotak tersebut dengan
kedua kakinya yang disebut “brek”. Dalam permainan engklek pa’a ini, anak-anak dituntut
untuk menjaga keseimbangan saat melompat dengan satu kaki dan membanwa gacuk di atas
telap tangan tanpa terjatuh. Kontrol diri yang baik akan sangat membantu anak dalam bermain
dengan baik dalam permainan ini. Anak-anak akan melakukan pertimbangan-pertimbangan
terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Dalam permainan ini yang
dimaksudkan adalah saat anak-anak melempar gacuk, membawa gacuk dengan melompat satu
kaki, menjaga keseimbangan, dan mempertimbangkan jarak saat melempar gacuk untuk
mendapatkan “rumah”.
Berbeda dengan permainan engklek pa’a, dalam permainan engklek sorok, anak-anak tidak
hanya diminta untuk melompat dengan satu kaki, melainkan diminta untuk menyorok gacuk
dari kotak 1 ke kotak berikutnya. Peraturan dan prosedur pemainan lebih sulit dibandingkan
dengan engklek pa’a. Engklek sorok terdiri dari 8 kotak, dimana gacu bukan di bawa di atas
telapak tangan melainkan di sorok dengan mengunakan satu kaki, dan satu kaki ang lain di
angkat. Anak dengan kontrol diri yang rendah akan berusaha untuk mengendalikan dirinya
agar tidak terjatuh dan terlalu jauh menyorok gacuk. Selain itu, anak akan berusaha untuk
membuat rencana atau mengendalikan dorongan-dorongan serta emosinya agar tidak
melanggar permainan.
Dari beberapa uraian tentang permainan engklek pa’a da engklek sorok, diharapkan dengan
variasi permainan, peraturan, dan prosedur permainan dapat meningkatkan kontrol diri pada
anak.
Megacu pada kajian secara teoritis sebelumnya, dapat diketahui keterkaitan antara kedua
variabel penelitian. Kontrol diri sendiri perlu dimiliki oleh setiap individu karena dengan
adanya kontrol diri individu akan memiliki kendali diri yang baik. Lazarus dalam Hermanto
(2009) menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui
pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan
hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang dikehendaki.
Kontrol diri atau kontrol diri merupakan bentuk kondisi mental yang mempengaruhi
pembentukan perilaku lain. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif,
keharmonisan hubungan dengan orang lain juga dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri.
Kebiasaan belajar yang benar, kedisiplinan, perilaku tertib di sekolah dan di masyarakat,
perilaku seksual sehat, serta pembentukan kebiasaan hidup lain dipengaruhi oleh kemampuan
kontrol diri.
9
Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-
dorongan dalam dirinya, Hurlock (1993). Dengan kata lain semakin baik individu dalam
mengelola gejolak emosionalnya semakin baik kemampuan mereka dalam mengendalikan
dirinya. Chaplin (2004) mengemukakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk
membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-
impuls atau tingkah laku impulsive. Kontrol diri adalah kepercayaan individu tentang
seberapa banyak pengendalian yang dimiliki.
Karakteristik orang yang mempunyai kontrol diri yang baik adalah lebih aktif mencari
informasi dan menggunakannya untuk mengendalikan lingkungan, lebih perspektif,
mempunyai daya tahan yang lebih besar terhadap pengaruh orang lain, mampu menunda
kepuasan, lebih ulet, bersifat mandiri, mampu mengatur dirinya sendiri dan tidak mudah
emosional. Sedangkan orang yang mempunyai kontrol diri rendah sifatnya pasif, menarik diri
dari lingkungan, tingginya konformitas, tidak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, hidup
semaunya, mudah kompulsi, emosional dan refleks responnya relatif kasar (Calhoun dan
Acocella, 2005).
Pada dasarnya dari berbagai teori perkembangan dapat disimpulkan bahwa masa anak adalah
masa yang identik dengan bermain. Misbach (Haerani, 2013) mengemukakan bahwa
permainan adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu,
yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan. Rogers’s & Sawyer’s
(Iswinarti, 2010) mengemukakan bahwa hingga pada anak usia sekolah bermain bagi anak
memiliki arti yang sangat penting. Salah satu bentuk permaian yang memiliki nilai-nilai moral
dan sosial yang baik adalah permainan tradisional.
Sujarno, dkk (2013) juga mengungkapkan bahwa permaiann tradisional mengandung nilai-
nilai positif bagi pembentukan karakter anak, misalnya nilai sportivitas, kejujuran, keuletan,
kesabaran, ketangkasan-keseimbangan-kegesitan (ketrampilan motorik), kreativitas dan
mampu menjalin kerjasama dengan orang lain. Satu di antara permainan tradisional adalah
Engklek. Engklek ini adalah permainan yang mengajarkan untuk berbagi kepada sesama
teman, memupuk rasa sportifitas dalam kelompok dan mengajarkan pentingnya kerjasama
hidup, memuat nilai simbolisasi kehidupan, anak akan berfikir kreatif terhadap hal-hal yang
ada disekelilingnya sehingga diharapkan anak-anak tersebut menjadi manusia dewasa yang
kreatif (Martini a, 2008).
Self Disipline (kemampuan individu dalam Aturan dan prosedur permainan engklek :
mentaati aturan dalam lingkungannya)
Pemain melempar gacuk (pecahan
genting) tidak boleh terkena atau keluar
dari garis yang telah dibuat sesuai
dengan bentuknya.
Pemain melakukan engkle yakni dengan
menggunakan 1 kaki saja yaitu kaki kiri
diangkat, kecuali pada kotak tertentu.
Saat ontang-anting, saat gacuk ditaruh
10
diatas pundak, dikepala, dan kaki gacuk
tidak boleh jatuh.
Kerangka Penelitian
Permainan
Tradisional
Engklek Pa’a Kontrol diri
dan Sorok
Hipotesa
Permainan Tradisional Engklek dapat berpengaruh dalam meningkatkan Kontrol diri pada
anak Usia Sekolah
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian experiment kuasi dengan desain penelitian Between
Subject Design. Pada rancangan penelitian ini pengukuran dilakukan pada subjek yang
berbeda dalam dua situasi yang berbeda pula. Dalam hal penelitian ini dua situasi tersebut
adalah situasi sebelum diberikan intervensi dan setelah dilakukan intervensi baik pada
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Sehingga
11
penelitian ini menggunakan model control group pre-test post-test desain. Skor tes akhir
digunakan untuk mengukur hasi perlakuan. Rancangan ini dapat digambarkan Tabel 2.
Keterangan :
A : kelompok eksperimen 1
B : kelompok eksperien 2
C : kelompok kontrol
T : perlakuan yang diberikan
: pengukuran/ observasi sebelum perlakuan/intervensi
: pengukuran/ observasi setelah perlakuan/intervensi pertama
: pengukuran/ observasi setelah perlakuan/intervensi kedua
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Permainan Tradisional Engklek Pa’a dan Sorok
sebagai metode intervensi atau perlakuan yang akan diberikan pada kelompok.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar Miftahul Ulum (kelompok ekperimen A),
Sekolah Dasar Negeri Tunggulwulung 2 (kelompok ekperimen B), dan Sekolah Dasar Negeri
Merjosari 2 (kelompok kontrol), yang berusia 7-11 tahun. Pengambilan subjek ini
menggunakan teknik purposive sampling. Penentuan subjek didasarkan pada skor kontrol diri
yang rendah menurut skala tersebut.
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel penelitian. Variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable).
1) Variabel Bebas atau independent variabel adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2011). Dalam
penelitian ini variabel bebas adalah Permainan Tradisional Engklek (X)
2) Variabel Terikat atau dependent variabel merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kontrol diri
(Y). Aspek-aspek kontrol diri yang dijadikan indikator dalam penelitian ini mengambil
pendapat dari Tangney, Baumeister, Boone A. L (2004) yaitu; self disipline, deliberate/non
impulsive, healty habbits, work ethnic, dan reliability.
Data penelitian diperoleh dari instrument penelitian menggunakan model pengukuran dengan
skala. Pengukuran ini di lakukan dengan menggunan skor hasil skala kontrol diri pada anak
sekolah dasar sebeum perlakuan (pretest), sesudah perlakuan pertama (post-test 1), dan
12
setelah pemberian perlakuan kedua (post-test 2). Skala ini bernama SCI (Self Control,
Instrument, yang disusun sendiri oleh peneliti. SCI memiliki jumlah item sebanyak 11 item
pada masing-masing skala pretest, post-test 1, dan post-test 2.
Validitas item pada penelitian tahap pertama ini dapat dilihat berdasarkan nilai korelasi skor
item dengan skor total yang menunjukkan skala kepercayaan interpersonal gugur 3 item.
Adapun detail nilai validitas dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 3. Diperoleh hasil dari 23 item skala kontrol diri ada 20 item valid. Hasil
pengujian koefisien validitas item berkisar antara 0,220 sampai 0,770.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan proposal penelitian, dan mencari lokasi yang sesuai
dengan karakteristik subjek yag akan diteliti. Kemudian melakukan pembuatan skala kontrol
diri untuk disesuaikan dengan subjek penelitian yaitu anak-anak usia sekolah dengan
rentangan usia 8 - 11 tahun. Selanjutnya penyebaran skala kepada 32 subjek anak-anak
sekolah dasar untuk mengambil data try out sebelum melakukan penelitian. Setelah dilakukan
sebaran skala, kemudian dilakukan analisis uji validitas dan reliabilitas untuk mencari item-
item yang valid pada skala tersebut. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas, didapatkan 20 item
valid dan 3 item gugur.
Setelah mengetahui hasil uji validitas dan reliabiliitas dari hasil try out, skala tersebut siap
untuk digunakan dalam penelitian. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti membagi
subjek penelitian dalam 3 kelompok. Kelompok ekperimen A, kelompok ekperimen B, dan
kelompok kontrol yang masing-masingnya adalah sekolah yang berbeda. Subjek yang dipakai
dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 5 SD. Mula-mula, peneliti memberikan pre-test
kepada siswa-siswi kelas 5 pada masing-masing kelompok di tiap sekolah. setelah di dapatkan
hasil pre-test, peneliti melakukan skoring dan mengurutkanmulai dari skor tertinggi hingga
terendah. Kemudian, peneliti mengambil beberapa siswa yang memiliki skor kontrol diri
tinggi, sedang, dan rendah dan total jumlah sisa sebanyak 9 orang. Kelompok A yaitu
kelompok eksperimen A sebanyak 9 subjek yang merupakan siswa-siswi SD Miftahul Ulum,
13
kelompok B yaitu kelompok eksperimen B sebanyak 9 subjek yang merupkan siswa-siswi SD
Negeri Tunggulwulung 2, dan yang terakhir yaitu kelompok C yaitu kelompok kontrol yang
merupakan siswa-siswi SD Negeri Merjosari 2 Malang.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) Miftahul Ulum sebagai
kelompok ekperimen A, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tunggulwulung 2 sebagai kelompok
ekperimen B, dan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Merjosari 2 sebagai kelompok kontrol,
dengan subjek penelitian yang diambil masing-masing sejumlah 9 siswa pada kelas 5.
Ekperimen A 4 5 9
Ekperimen B 6 3 9
Kontrol 4 5 9
Anova F P Keterangan
Pretest 0,850 0.440 Signifikan
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa taraf signifikan uji anova pretes keseluruhan
kelompok adalah p = 0.440 lebih besar dari 0.05, maka angka tersebut menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara hasil pretes kelompok ekperimen A, B, maupun kelompok
kontrol. Maka dapat dikatakan bahwa hasil pretes menunjukkan hasil yang sama atau tidak
berhubungan satu sama lain sebelum diberi perlakuan.
14
Tabel 7. Uji Paired sample T_Test Kelompok Ekperimen A
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa hasil pretes - postes 1 menunjukkan ada
hubungan yang signifikan dibuktikan dengan nilai p = 0.040 lebih kecil dari 0.05. Data diatas
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara hasil pretest dengan hasil post-tes 1 yang
mengasumsikan bahwa ada peningkatan self control setelah perlakuan pertama. Uji pretes
dengan postes 2 taraf signifikan adalah p = 0.138 lebih besar dari 0.05, maka angka tersebut
menunjukkan tidak adanya hubungan antara pretes dengan postes 2 dengan asumsu Ho
ditolak. Analisa post 1 dengan post tes 2 juga menunjukkan tidak adanya hubungan, dengan
nilai p = 0.772 yang mengasumsikan bahwa Ho ditolak atau tidak ada hubungan / pengaruh.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa hanya hasil pretes - post tes 1 yang memiliki
pengaruh dapat menigkatkan self control dibuktikan dengan nilai signifikan 0.040.
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa hasil uji paired sample t-tes untuk analisa pre-tes
- postes 1 pada kelompok ekperimen B menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
anatara hasil pretest ke postes 1 dengan taraf signifikan adalah p = 0.128 lebih besar dari 0.05.
Uji pretes dengan postes 2 taraf signifikan adalah p = 0.559 lebih besar dari 0.05, maka angka
tersebut juga menunjukkan tidak adanya hubungan antara pretes dengan postes 2 dengan
asumsu Ho ditolak. Analisa post 1 dengan post tes 2 juga menunjukkan tidak adanya
hubungan dengan nilai p = 0.071 yang mengasumsikan bahwa Ho ditolak atau tidak ada
hubungan / pengaruh. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang
signifikan yang terjadi pada kelompok ekperimen B setelah pemberian perlakuan ditunjukkan
dengan nilai p pada setiap tes lebih besar dari 0.05 dengan asumsi Ho ditolak.
15
Postes 1 - Postes 2 -1,111 0,084 Tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa hasil uji paired sample T-tes untuk analisa pre-tes
─ post-tes 1 pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
hasil pr-test ke postes 1 dengan taraf signifikan adalah p = 0.128 lebih besar dari 0.05. Uji
pretes dengan pos-tes 2 juga menunjukkan tidak adanya hubungan antara pretes dengan postes
2 dengan taraf signifikan adalah p = 0.559 lebih besar dari 0.05. Analisa post-tes 1 dengan
post-tes 2 juga menunjukkan tidak adanya hubungan dengan nilai p = 0.071 yang
mengasumsikan bahwa Ho ditolak atau tidak ada hubungan / pengaruh. Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan yang terjadi pada kelompok
kontrol ditunjukkan dengan nilai p pada setiap tes lebih besar dari 0.05 dengan asumsi Ho
ditolak.
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa ada perbedaan pada hasil rata-rata dari pre-tes,
post-tes 1, post-tes 2, pada kelompok ekperimen A, B, dan kelompok kontrol. Pada kelompok
ekperimen A hasil rata-rata dari pretes hingga post-tets 2 menunjukkan ada peningkatan di
tunjukkan dengan diagram batang yang semakin naik. Pada kelompok B, dari hasil pre-tes ke
post-tes 1 mengalami penurunun, selanjutnya mengalami peningkatan pada hasil post-tes 2.
Pada kelompok kontrol hampir sama dengan kelompok ekperimen B, bahwa dari hasil pre-tes
ke post-tes 1 mengalami penurunan, selanjutnya mengalami peningkatan pada hasil posttes 2.
DISKUSI
Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kontrol diri pada anak usia sekolah dasar
yang memperoleh permainan engklek pa’a. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan
tingkat kontrol diri pada kelompok ekperimen A, dengan kelompok ekperimen B dan
kelompok kontrol setelah diberi perlakuan (post-tes). Namun, pada keseluruhan hasil analisis,
rata-rata dari hasil semua kelompok tidak menunjukkan adanya peningkatan kontrol diri pada
kelompok ekperimen B melalui permainan engklek pa’a dan sorok. Hal ini dibuktikan dengan
16
tidak adanya perbedaan yang signifikan tingkat kontrol diri pada anak-anak kelompok
eksperimen B.
Kontrol diri merupakan keseluruhan dari proses yang membentuk diri individu yang
mencakup proses pengaturan fisik, psikologis dan perilaku. Kontrol diri dapat pula diartikan
sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung
makna, yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan
sesuatu untuk bertindak (Ghufron, 2011). Hermanto (2009) menjelaskan bahwa kontrol diri
menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitifnya untuk menyatakan
perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti apa yang
dikehendaki.
Pada penelitian ini, salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kontrol diri pada
anak adalah dengan menggunakan sebuah permainan (game). Game secara umum memiliki
unsur terapiutik yang dianggap mampu meningkatkan kontrol diri yang dalam penelitian kali
ini mengacu pada peningkatan kontrol diri pada anak usia sekolah. Bermain game (Garvey,
dalam Schaefer dan Reid, 1986) merupakan sebuah aktifitas yang memberikan setidaknya dua
elemen dasar pada permainan, yaitu bermaksud untuk mendapatkan kesenangan dan
menyediakan keadaan untuk pengamanan ilustratif.
Pada dasarnya dari berbagai teori perkembangan dapat disimpulkan bahwa masa anak adalah
masa yang identik dengan bermain. Misbach (Haerani, 2013) mengemukakan bahwa
permainan adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu,
yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan. Dapat disimpulkan bahwa
game jauh dari sekedar sebagai bentuk dari hiburan. Akan tetapi muncul sebagai alat untuk
menyediakan wadah dalam menghadapi situasi dan keadaan dalam kehidupan nyata.
Pada penelitian ini, permainan yang diberikan adalah permainan tradisional engklek Pa’a dan
Sorok. Permainan yang diberikan mampu menyediakan pengalaman-pengalaman yang
dimaksudkan pada subjek yang dapat mereka peroleh dan diaplikasikan pada kehidupan
nyata. Mereka mampu mengambil pelajaran pada setiap permainan yang berhubungan
langsung pada aspek kontrol diri. Hal ini diperoleh langsung oleh anak yang mendapatkan
perlakuan melalui proses kognitif masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka dan juga
pembelajaran bersama dengan peneliti melalui proses review atau feedback di setiap akhir
permainan. Misalnya peneliti memberikan pertanyaan “Pelajaran apa yang adik-adik dapatkan
melalui permainan ini?” atau “Apa yang adik-adik rasakan atau dapatkan setelah melakukan
permainan engklek Pa’a dan Sorok?”, dan lain sebagainya.
Subjek yang digunakan adalah subjek dengan kategori usia anak sekolah sebagaimana pada
tahapan perkembangan, bermain sesuai untuk diberikan kepada anak usia sekolah karena
menurut Hughes (1999) karakteristik anak usia sekolah adalah sudah bisa berpikir logis.
Menurut Piaget (Santrock, 2010) pada usia 7 hingga 11 tahun, anak-anak masuk dalam
tahapan operasional konkret. Pada tahap ini, anak-anak dapat bernalar secara logis sejauh
penalaran itu dapat diaplikasikan pada contoh-contoh yang spesifik dan konkret. Dengan
kemampuan demikian, maka peneliti mengajak untuk berdiskusi di setiap akhir permainan
untuk memperoleh pembelajaran sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Pada proses feedback, anak dilatih untuk memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat
diaplikasikan pada kehidupa nyata sebagaimana yang diharapkan dari setiap permainan
tradisional engklek pa’a dan sorok yang diakitkan dengan aspek kontrol diri. Sebelum peneliti
17
menyampaikan maksud dari setiap permainan engklek, anak terlebih dulu dilatih untuk
menemukan sendiri pelajaran apa saja yang dapat mereka dapatkan dari beberapa permainan
engklek tersebut. Aktifitas ini juga sangat erat hubungannya dengan metode pembelajaran
yang disebut dengan experiental learning. Experiental learning menurut Kolb (Kolb,
Boyatzis, dan Mainmenelis, 2000) merupakan proses dimana pengetahuan merupakan hasil
dari kombinasi penyerapan dan transformasi pengalaman. Dalam penelitian ini, yang
dikategorikan sebagai pengalaman adalah aktifitas permainan tradisional engklek pa’a. Dari
permainan tersebut anak mampu mentransformasikan aspek-aspek yang meningkatkan
kontrol diri itu sendiri di kehidupan sehari-hari.
Engklek pa’a adalah salah satu jenis permainan tradisional engklek yang cukup mudah untuk
dilakukan. Anak-anak akan belajar untuk mengendalikan dirinya dengan cara harus melompat
dengan satu kaki sambil membawa gacuk di atas tangan mereka tanpa terjatuh, ataupun
menyentuh garis pola engklek pa’a. Kegiatan yang menarik berupa permainan ini,
memungkinkan mereka untuk meningkatan kontrol diri dengan peraturan-peraturan
permainan yang mengharuskan mereka belajar untuk mengontrol diri. Penelitian ekperimen
ini menunjukkan adanya perubahan tingkat kontrol diri pada anak yang diberikan perlakuan
berupa permainan engklek pa’a. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pada kelompok ekperimen A setelah diberikan perlakuan engklek Pa’a ( p = 0.040,
p<0,05). Dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan permainan engklek sorok hasil
penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan pada kedua kelompok tersebut (p = 0.138,
p>0,05) dan (p = 0.128, p>0,05).
Engklek sorok adalah salah satu jenis permaina engklek yang membutuhkan konsentrasi yang
lebih tinggi dalam bermain. Peraturan permainan cenderung lebih disiplin atau lebih sulit
dibandingkan dengan engklek pa’a. Dalam permainan engklek sorok, anak-anak akan dituntut
untuk belajar mengendalikan dirinya saat berdiri dengan satu kaki dan menyorok gacuk dari
kotak satu ke kotak berikutnya tanpa terjatuh atau melewati garis. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang di lakukan Iswinarti (2010) bahwa permainan tradisional engklek memiliki
nilai problem solving. Anak akan belajar memecahkan masalah sehingga kemampuan tersebut
bisa ditransfer dalam kehidupan nyata. Namun, pada penelitian ini, anak-anak tidak dapat
memecahkan masalah dengan baik. Salah satu aspek kontrok diri yang tidak muncul dalam
penelitian ini salah satunya adalah self disiplin. Self disiplin adalah kemampuan individu
dalam melakukan disiplin diri. Hal tersebut mengharuskan seorang individu untuk mampu
memfokuskan diri saat melakukan tugas. Individu yang memiliki self disipline mampu
menahan diri dari hal hal yang dapat mengganggu konsentrasinya. Pada kenyataannya, saat
anak-anak mengalami kesulitan bermain engklek sorok, anak-anak cenderung lebih emosional
dan tidak konsetrasi dalam bermainan. Kondisi lapangan yang kurang kondusif juga turut
menggangu konsentrasi anak-anak dalam bermain.
Berbagai keterbatasan juga muncul pada penelitian ini terlebih pada luas lapangan atau
halaman yang dipakai untuk bermain engklek. Luas lapangan yang dimiliki sekolah tidak
cukup luas untuk dipakai bermain engklek. Disamping itu, aktifitas permainan engklek
membutuhkan area yang luas. Pada saat penelitian, permainan engklek dilaksanakan di
halaman depan sekolah yang terbatas oleh jalan raya. Selain itu, sekolah juga memiliki
kegiatan diluar kelas yang membuat suasana pada saat penelitian kurang kondusif dan banyak
ganguan dari siswa-siswi yang lain, sehingga waktu pnelitian seringkali terlambat untuk
dimulai. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti juga menjadi keterbatasan peneliti.
Waktu permainan yang hanya berdurasi ± 60 menit dalam setiap pertemuan yang hanya
berlangsung 1 minggu, dirasa kurang untuk melatih anak-anak bermaian engklek sorok secara
18
luwes. Faktor cuaca juga turut menjadi keterbatan dalam penelitian ini. Cuaca yang sedang
memasuki musim penghujan, membuat penelitian tertunda beberapa jam dikarenakan hujan
turun deras saat permainan berlangsung. Kelemahan penelitian ini yang terutama menurut
peneliti adalah kurangnya sarana dan prasarana saat melakukan permainan engklek. Lahan
yang luas akan cukup membantu untuk melakukan permainan engklek lebih kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
Calhoun, J.F., and Acocella, J.R. (2005). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan (Terjemahan oleh Satmoko, R.S.) edisi ketiga. Semarang : Penerbit IKIP
Semarang
Chaplin. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Edisi I Cetakan Ke-
2 . Jakarta : Grafindo Persada
19
Ghufron, M. Nur dan Rini Risnawita S. (2011). Teori-teori psikologi.Yogyakarta: Arr-Ruzz
Media
Grasindo.
Hermanto. (2009). Pengertian Kontrol Diri.
(http://kasturi82.blogspot.com/2009/05/pengertian-kontrol-diri_2836.html, diakses 27
April 2015)
Hughes, F.P. (1999). Children, play, and development. Boston: Allyn and Bacon.
Nur, Haerani. (2013). Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional.
Makassar. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, No. 1.
Santrock, J.W. (2011). Life Span Development, edisi ketigabelas. Jakarta: Erlangga
Santrock, Jhon W. Alih bahasa oleh Dra. Shinto B. Adelar, M.Sc dan Sherly Saragih, S.Psi.
(2003). Adolesence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga.
Schaefer, C.A & Reid, S.E. (1986). Game play: Therapiutic use of childhold games. New
York: John Wiley and Sons
Sujarno, Galba, S., Larasati, T.A. & Isyanti. (2013). Pemanfaatan Permainan Tradisional
dalam Pmbentukan Karakter anak. Yogyakarta: Balai Peles(BPNB) Yogyakarta.
Tangney, J.P., Baumeister, R.F., Boone, A.L., (2004). High self-control predicts good
adjusment,less pathology, better grades, and internasional success Journal of
personality 271-324. The University of Chicago.
20
Tarullo A.R, Obradovic J, Gunnar M.R., (2009). Kontrol diri and the Developing Brain,
Naskah Publikasi www.gogle.com , diakses tanggal 20 oktober 2015.
Wahyuni, Ika Sri. (2009). Efektivitas Pemberian Permainan Tradisional Gobag Sodor
Terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar Negeri Cakraningratan Surakarta.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta
21
LAMPIRAN 1
Skala Kontrol Diri
22
SKALA Kontrol Diri
Nama : Usia :
1. Setiap hari senin kelas disekolah sangat kotor karena setiap minggu ada pelajaran
ekstrakulikuler sekolah yang dimana tidak pernah dibersihkan pada saat
memakainya, dan hari itulah saya piket sekolah, yang saya lakukan adalah....
a. Saya akan datang lebih awal untuk piket walaupun keadaan kelas sangat
kotor.
b. Saya akan datang sebelum bel masuk supaya teman yang lain datang duluan
dan membantu saya piket
c. Saya akan masuk setelah bel berbunyi supaya kelas sudah bersih
2. Saya dan teman saya sedang asik mengobrol film kartun favorit kami, di tengah
tengah pembicaraan guru masuk kelas untuk memulai pelajaran, maka saya
akan.....
a. Melanjutkan mengobrol karena sangat mengasikkan
b. Mendengarkan pelajran sambil sesekali melanjutkan mengobrol dengan
teman sebangku.
c. Menyepakati untuk melanjutkannya setelah pelajaran.
3. Sepulang sekolah teman saya mengajak untuk bermain terlebih dahulu,
sedangkan saya sudah merencanakan untuk mengerjakan PR sepulang sekolah,
maka saya akan.....
a. Bermain dengan teman saja karna itu menyeangkan
b. Pulang kerumah dahulu dan bermain
c. saya akan memberi tahu kepadanya bahwa saya ingin mengerjakan PR
terlebih dahulu
4. Tidak saya ketahui ternyata adik saya merobek kertas jawaban PR yang saya
letakan dilantai kamar, maka yang saya lakukan adalah....
a. Memarahinya dan memukulnya karena telah merobek buku saya
b. Melaporkannya keibu untuk meminta pertanggung jawabannya
c. Saya akan menasehati adik bahwa perilakunya itu tidak baik
23
5. Saya sangat marah dengan teman saya, karena ia mengejek saya, maka saya
akan.......
a. Memukulnya
b. Melaporkannya keguru
c. Menanyakannya mengapa ia mengejek saya
6. Saya akan mengerjakan PR sepulang sekolah, namun teman saya mengajak
untuk bermain terlebih dahulu, saya akan melakukan............
a. Bermain dengan teman dan menyuruh kakak untuk mengerjakan PR.
b. Bermain terlebih dahulu lalu mengerjakan PR
c. Mengerjakan PR terlebih dahulu setelahnya bermain bersama teman.
7. Ketika guru menyuruh saya mengantri untuk mengambil makanan yang
dibagikan dari sekolah, sedangkan saya dengan keadaan sangat capai sehabis
berolahraga, maka saya akan.....
a. Mengikuti perkataan guru sekolah
b. Menitip dengan teman untuk diantrikan karna capek mengantri
c. Menyerobot teman yang sudah antri duluan, karna saya kecapekan
8. Dimalam hari sebelum tidur, biasanya saya melakukan....
a. Mengecek dan merapikan matapelajaran untuk besok.
b. Mengerjakan PR yg belum dikerjakan
c. Menonton TV dan tidur
9. Saya akan mengikuti Camping sekolah pada saat libur sekolah, yang saya
lakukan adalah.....
a. Saya hanya mengikuti apa yang disarankan ibu.
b. Meminta bantuan ibu apa saja yang harus saya persiapkan
c. Merencanakan dan menyiapkan lebih dulu apa yang harus saya butuhkan
pada saat camping sekolah
10. Teman saya menawarkan makanan kesukaan saya, namun makanan tersebut
tidak disarankan oleh ibu karena bisa menyebabkan saya sakit, yang akan saya
lakukan adalah.....
a. Tetap mengambilnya dan memakannya
b. Tidak mengambilnya karna ibu melarang saya
c. Tidak mengambil karena saya tahu akibat ketika saya memakannya
24
11. Dalam sebuah pertandingan saya dikalahkan oleh teman saya, Maka saya
akan........
a. Saya akan mengucapkan selamat atas prestasinya
b. Diam saja
c. Mengatakan bahwa ia curang dalam permainan
12. Ditengah – tengah saya membantu ibu membersihkan pekarangan rumah,
teman saya mengajak saya untuk bermain, apa yang harus saya lakukan............
a. Saya akan meninggalkan pekerjaan yang baru saya lakukan.
b. Saya akan meminta ijin dengan ibu untuk bermain dengan teman.
c. Saya akan mengatakan pada teman bahwa saya sedang membantu ibu
membersihkan pekarangan rumah.
13. Bulan depan saya akan menghadapi ujian nasional, maka saya akan....
a. Mulai mencicil pelajaran yang kurang dimengerti/pahami
b. Belajar saja dengan rajin
c. Ujian masih bulan depan masih ada kesempatan untuk bermain
14. Saya diminta ibu untuk membelikannya garam kesebuah toko dekat rumah
teman saya, ketika perjalanan pulang teman saya mengajak untuk bermain
kerumahnya, apa yang harus saya lakukan.....
a. Menjelaskan ke teman, saya akan mengantar garam kerumah terlebih dahulu
b. Saya bermain sebentar, lalu mengantarkan garam
c. Saya langsung bermain kerumah teman, tanpa menghiraukan garam
15. Setiap sore saya ke sekolah untuk les mata pelajaran yang sulit, guru mewajibkan
siswa yang datang untuk berpakaian bebas rapi dan bersepetu, maka saya akan....
a. Saya nyaman dengan memakai sendal kareana bukan jam sekolah
b. Kadang saya memakai sendal ketika tidak ketahuan oleh guru
c. Saya akan memakai sepatu walaupun itu tidak mengenakkan
16. Pada saat bermain sepak bola, salah satu teman saya terluka karna terjatuh,
apa yang harus saya lakukan....
a. Menenangkannya dan membawa ke UKS sekolah
b. Langsung memberi tahu kepada guru
c. Bingung apa yang harus dilakukan
17. Seorang teman menyruh teman yang lain untuk tidak berteman dengan saya,
saya akan...........
25
a. Memukul teman yang menjauhi saya
b. Melaporkan kepada guru
c. Menanyakan kepada teman yang menjauhi saya
18. Selagi saya mengerjakan PR, ibu meminta saya untuk mengantarakan barang
ketetangga sebelah rumah, apa yang harus saya lakukan....
a. Meninggalkan PR yang sedang saya kerjakan
b. Mengantar apa yang dimanta ibu dahulu lalu mengerjakan PR kembali
c. Saya akan menyelasaikan PR terlebih dahulu, lalu mengerjakan yang lain
19. Ketika bermain, teman saya ada yang curang, maka saya....
a. Ikut curang agar menang
b. Tidak ikut curang dan membiarkan teman saya curang
c. Tidak ikut curang dan menegur teman saya
20. Ketika saya mendapatkan nilai ulangan yang bagus, maka saya...
a. Tidak belajar lagi, karena nilai saya sudah bagus
b. Tidak merasa puas, karena harus saya tingkatkan lagi
c. Merasa senang, tetapi tetap belajar untuk mempertahankannya
21. Orang tua saya meminta saya untuk membersihkan meja belajar, saat itu ada film
kartun kesukaan saya, yang saya lakukan adalah...
a. Meninggalkan meja belajar dan pergi menonton kartun
b. Tetap membersihkan meja belajar sambil menonton
c. Segera membersihkan meja belajar agar selesai, kemudian menonton kartun
22. Setelah pulang sekolah, yang saya lakukan adalah....
a. Memikirkan apa saja yang akan saya lakukan nanti
b. Melakukan kegiatan seperti hari-hari sebelumnya
c. Menunggu perintah orang tua
23. Orang tua saya memberikan dua pilihan les yang saya sukai semuanya, tetapi
saya bingung memilih, yang saya lakukan...
a. Tidak mau memilih, karena orang tua saya yang memilihkan
b. Meminta bantuan orang tua saya dengan merengek
c. Memilih sendiri tanpa meminta bantuan orang tua
26
LAMPIRAN 2
Blueprint
27
No Aspek Indikator perilaku Item Presentase
1 2 3
(kecenderungan
untuk melakukan Bertindak tenang 5 16 5 5%
sesuatu dengan dalam menghadapi
pertimbangan) suatu keputusan.
TOTAL 11 11 11 100%
28
LAMPIRAN 3
Tabulasi Data Skor
Try Out
29
ITEM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 2 3 3 3 2 3 1 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3
3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 1 2 3 3 2 3 3 3 3 1 1 2 2 2 3 1 2 3 3
3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 2 2 2 3 1 1 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 1 1 2
3 3 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3
3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3
1 3 3 2 3 2 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 2 1 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 1 3 3 3
2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 1 2 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 3
3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 1
30
3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 3 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 3 1 2 2 2 3 3 3 3 1
3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 1 3 3
2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3
3 3 3 3 1 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3
3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3
3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3
31
LAMPIRAN 4
Tabulasi Data Skoring
32
SKORING SKALA KELOMPOK EKPERIMEN A
PRETES
NO. NAMA USIA item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9 item 10 item 11 TOTAL
1 Akmal 11 Tahun 3 3 1 1 1 3 1 1 3 1 2 20
2 Dzakyawan 11 Tahun 3 3 2 2 2 3 2 2 3 1 3 26
3 Mutiara 11 Tahun 3 2 3 2 2 3 1 3 3 2 3 27
4 Tri Prasetyo 11 Tahun 3 3 3 1 1 3 2 2 3 3 3 27
5 Alfinda 11 Tahun 3 3 3 3 2 3 1 3 3 1 3 28
6 Niya 11 Tahun 3 3 3 2 1 3 2 3 3 2 3 28
7 Wilda 11 Tahun 3 3 3 3 1 3 1 3 3 3 3 29
8 Irvan 11 Tahun 3 3 3 3 2 2 3 3 1 3 3 29
9 Isnaini 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 30
POSTEST_1
1 Akmal 11 Tahun 2 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 23
2 Dzakyawan 11 Tahun 2 2 2 3 3 2 2 1 3 3 1 26
3 Mutiara 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 30
4 Tri Prasetyo 11 Tahun 3 3 3 3 1 3 2 1 3 2 3 27
5 Alfinda 11 Tahun 3 3 3 2 3 3 3 1 3 2 3 29
6 Niya 11 Tahun 3 2 3 2 3 3 1 1 3 3 3 29
7 Wilda 11 Tahun 3 3 3 2 3 3 3 1 2 2 2 29
8 Irvan 11 Tahun 3 3 3 3 3 2 2 1 3 3 3 29
9 Isnaini 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 31
POSTEST_2
1 Akmal 11 Tahun 1 2 1 2 2 1 1 3 3 2 2 20
2 Dzakyawan 11 Tahun 3 2 2 3 2 3 3 2 2 3 1 26
33
3 Mutiara 11 Tahun 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 31
4 Tri Prasetyo 11 Tahun 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 31
5 Alfinda 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 31
6 Niya 11 Tahun 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 29
7 Wilda 11 Tahun 3 3 3 3 2 3 3 2 1 3 3 26
8 Irvan 11 Tahun 3 3 2 3 3 2 3 3 1 3 3 30
9 Isnaini 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 31
PRETES
NO. NAMA USIA item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9 item 10 item 11 TOTAL
1 Rizki 11 Tahun 3 2 3 1 3 2 1 2 3 2 2 24
2 Satria 11 Tahun 3 3 3 3 3 1 1 3 2 1 3 26
3 Fakul 11 Tahun 3 2 3 3 2 3 1 3 3 1 2 26
4 Dino 11 Tahun 3 3 3 3 3 1 1 3 3 1 3 27
5 Ahmad Aril 11 Tahun 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 28
6 Raka Bagus 11 Tahun 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 1 29
7 Haikal 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 30
8 Ayu Candra 11 Tahun 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 31
9 Yuli 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 32
POSTEST_1
1 Rizki 11 Tahun 2 2 2 3 1 2 1 2 2 1 1 19
2 Satria 11 Tahun 3 3 3 2 2 3 1 2 3 1 3 26
3 Fakul 11 Tahun 3 3 2 3 1 1 3 2 3 2 1 27
4 Dino 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 2 3 3 1 2 28
34
5 Ahmad Aril 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 1 2 3 2 28
6 Raka Bagus 11 Tahun 3 2 3 3 1 1 3 2 3 2 1 27
7 Haikal 11 Tahun 3 2 3 2 3 3 1 3 1 2 3 29
8 Ayu Candra 11 Tahun 3 2 3 3 2 3 2 1 3 3 3 28
9 Yuli 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 32
POSTEST_2
1 Rizki 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 24
2 Satria 11 Tahun 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 29
3 Fakul 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 2 2 2 1 3 30
4 Dino 11 Tahun 3 3 3 3 2 3 1 1 3 3 1 26
5 Ahmad Aril 11 Tahun 3 3 2 3 3 2 3 3 1 2 2 27
6 Raka Bagus 11 Tahun 3 3 2 3 3 3 3 3 2 1 3 29
7 Haikal 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 32
8 Ayu Candra 11 Tahun 3 3 2 3 3 3 1 3 1 3 3 28
9 Yuli 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 1 32
PRETES
NO. NAMA USIA item 1 item 2 item 3 item 4 item 5 item 6 item 7 item 8 item 9 item 10 item 11 TOTAL
1 Sultan Maulana 11 Tahun 2 2 2 3 1 2 1 2 2 1 1 19
2 Deva 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 2 3 2 1 2 27
3 Sania 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 1 2 3 2 28
4 Anis 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 2 3 3 1 2 28
5 Revannya 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 31
6 Denok Eka 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 32
35
7 Atsilla 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 32
8 Intan 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 33
9 Adelia 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 33
POSTEST_1
1 Sultan Maulana 11 Tahun 3 3 3 3 2 2 1 2 2 1 1 23
2 Deva 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 2 3 2 1 2 27
3 Sania 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 2 29
4 Anis 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 29
5 Revannya 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 2 29
6 Denok Eka 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 31
7 Atsilla 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 30
8 Intan 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 3 1 3 31
9 Adelia 11 Tahun 3 3 3 3 2 3 3 3 3 1 3 31
POSTEST_2
1 Sultan Maulana 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 3 3 1 1 2 28
2 Deva 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 2 29
3 Sania 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 29
4 Anis 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 2 29
5 Revannya 11 Tahun 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 31
6 Denok Eka 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 31
7 Atsilla 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 31
8 Intan 11 Tahun 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 31
9 Adelia 11 Tahun 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 31
36
LAMPIRAN 5
Uji Validitas
&
Uji Reliabilitas item
37
ANALISA DATA HASIL TRY OUT
N %
Valid 32 100,0
a
Cases Excluded 0 ,0
Total 32 100,0
Reliability Statistics
,811 ,838 23
Item Statistics
38
item21 2,78 ,553 32
item22 2,91 ,390 32
item23 2,84 ,515 32
Item-Total Statistics
Dari hasil uji validitas dan reliabilitas yang pertama, dapat dilihat pada tabel
diatas bahwa item dengan nilai correlated dibawah atau < 0.20, yaitu item nomer
8,9, dan item no. 19. Lalu diuji validitas dan reliabiltasnya kembali membuang
item no 8,9 dan 19. Dan diperoleh hasil sebagai berikut :
39
Reliability Statistics
,858 ,874 20
Item Statistics
Item-Total Statistics
40
item7 52,69 25,835 ,770 . ,839
item10 52,91 27,249 ,295 . ,862
item11 52,81 26,222 ,679 . ,843
item12 52,69 27,190 ,586 . ,847
item13 52,63 27,468 ,613 . ,848
item14 52,75 28,129 ,338 . ,856
item15 52,72 26,144 ,676 . ,842
item16 52,69 27,706 ,589 . ,849
item17 52,75 27,613 ,441 . ,852
item18 52,81 27,254 ,418 . ,853
item20 52,78 28,434 ,226 . ,861
item21 52,75 27,548 ,392 . ,854
item22 52,63 28,758 ,291 . ,857
item23 52,69 27,190 ,498 . ,850
Setelah membuang 3 item dengan nilai correlated < 0.20 di dapatkan 20 item yang
vlid dengan nilai indeks validitas 0.220 ─ 0.770, dan nilai R alpha 0.858
41
ANALISA DATA KELOMPOK EKPERIMEN A
N Correlation Sig.
N Correlation Sig.
Lower Upper
42
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Lower Upper
43
ANALISA DATA KELOMPOK EKPERIMEN B
T-Test
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Lower Upper
T-Test
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
44
Paired Samples Test
Lower Upper
T-Test
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Lower Upper
Pair POST_TES_1 - - 2,242 ,747 -3,279 ,168 - 8 ,071
1 POST_TES_2 1,556 2,081
45
ANALISA DATA KELOMPOK EKPERIMEN C
T-Test
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Lower Upper
T-Tes
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
46
Pair PRETEST - -,778 3,383 1,128 -3,378 1,823 -,690 8 ,510
1 POST_TES_2
T-Test
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Lower Upper
47
LAMPIRAN 6
Modul
Permainan Engklek
48
MODUL
Permainan Tradisional Engklek
Pa’a & Sorok Untuk
Meningkatkan Self Control pada
Anak Usia Sekolah
49
MODUL
50
yang mengajarkan untuk berbagi kepada sesama teman, memupuk rasa sportifitas
dalam kelompok dan mengajarkan pentingnya kerjasama hidup, memuat nilai
simbolisasi kehidupan, anak akan berfikir kreatif terhadap hal-hal yang ada
disekelilingnya dan belajar untuk mentaati peraturan-peraturan yang ada dalam
permainan engklek.
B. Sasaran
Dalam proses pelaksanaan treatment permainan engklek Pa’a dan Sorok pada
anak Sekolah Dasar sasaran yang dituju adalah siswa-siswi Sekolah Dasar dengan
rentang usia 9-11 tahun.
C. Tujuan
Tujuan dari pemberian treatment permainan engklek ini adalah untuk
meningkatkan self control pada anak usia sekolah agar mereka dapat mengendalikan
dirinya , mampu menunda kepuasan, dan tidak mudah emosional.
51
itu melompat ke kotak no 3 dan 4. Pada kotak no 5 pemain menginjak kotak
tersebut dengan kedua kakinya yang disebut “brek”
• Kemudian pemain kembali kebawah dengan cara yang sama seperti yang
diatas.
• Ketika sampai kotak no 2 pemain berhenti sebentar untuk mengambil beling
dengan posisi kaki yang tetap.
• Setelah selesai mengambil belng tersebut pemain menginjak kotak no 1 sama
carannya seperti tadi. Kemudian pemain keluar dari area permainan.
• Permaian dilanjutkan dengan melempar beling pada kotak no 2,3dan ke 4
caranya sama seperti yang diatas.
• Ketika sampai kotak no 5 pemain harus menginjak beling tersebut sebelum
mengambilnya.
• Setelah selesai mengambil beling pemain kembali kebawah dengan cara
beling diatas di punggung tangan dan berjalan seperti wal tadi.
• Kemudian pemain menaruh beling dipundak, dan berjalan biasa pada setiap
kotak tidak mengangkat satu kaki, jadi saat kaki kanan berada pada kotak no
1 maka kaki kiri berada pada kotak no 2 begitu seterusnya.pada saat kotak no
5 pemain tetap melakukan “brek”.
• Setelah berhasil dipundak beling ditaruh dikepala dengan cara seperti yang
diatas.
• Setelah berhasil di kepala pemain menaruh beling dikaki sebelah kanan
sambil diayun pelan-pelan. Dan tetap melakukan “brek” pada kotak no 5,
lalu kembali kebawah dengan cara yang sama.
• Setelah itu pemain melakukan pa’a, yaitu berjalan pada desain permainan
dengan wajah yang diangkat keatas dan berjalan biasanya dengan
mengangkat satu kaki jadi saat kanan berada di kotak no 1, kaki kiri berada
di kotak no 2 begitu seterusnya.
• Setelah berhasil pemain melakukan “uncal’ atau membuat rumah dengan
cara berdiri di luar desain permainan dengan posisi membelakangi desain
permainan tersebut dan beling ditaruh diatas tangan kanan dan di lempar ke
belakang tempat jatuhnya beling tersebut merupakan rumah pemain jika
jatuhnya tepat pada desain kotak atau tidak keluar garis.
52
2. Engklek Sorong
• Permaian dimulai dengan melemparkan gaju pada kotak paling bawah atau
pada kotak no 1 (pada gambar)
• Setelah itu gaju disorok pada kotak no 3, 4 dan 5 setelah pada kotak no 5
kedua kaki menginjak kotak tersebut dengan dua kaki secara bersamaan dan
pemain mengambil gaju kemudian dilemparkan ke kotak no 6.
• Setelah itu pemain melemparkan gaju pada kotak 2 dan prosedur sama seperti
diatas sampai kotak no 6.
• Setelah selesai melewati kotak no 6 dan pemain keluar dari kotak permainan
maka setelah berada pada luar kotak permainan pemain melemparkan gaju
keatas dan ditangkap dipunggung tangan kemudian melangkah dan menginjak
kotak no 1, 2, 3, 4 dengan mengangkat salah satu kaki dan berakhir pada kotak
5 dengan meletakkan kedua kaki secara bersamaan.
• Pada kotak 5 gaju dilemparkan diatas dan ditangkap dengan punggung tangan
dan itu kemudian dilakukan sampai 3 kali. Kemudian baru melangkah lagi
menginjak kotak no 6 dan no 8 dengan membawa gaju pada posisi gaju berada
dipunggung tangan.
• Ketika sampai pada kotak 8 maka langsung menginjak kotak terakhir (dalam
gambar ada tulisan angka 1000 atau 500) dengan kedua kaki secara bersamaan
tepat di tengah kotak atau tepat pada tulisan 1000.
53
• Setelah itu posisi tetap seperti itu (membelakangi kotak permainan) kemudian
pemain melemparkan gaju kebelakang.
• Jika gaju jatuh pada kotak manapun maka kotak tersebut menjadi miliknya
melewatinya atau menginjaknya dan kotak tersebut diberi tanda.
b. Aturan Permainan
1. Kaki tidak boleh menyentuh atau keluar dari garis yang sudah ditentukan.
2. Pemain hanya boleh melompat dengan menggunakan 1 kaki saja yaitu kaki kiri
diangkat, kecuali pada kotak tertentu.
3. Saat melempar gaju (pecahan genting) tidak boleh terkena atau keluar dari
garis yang telah dibuat sesuai dengan bentuknya.
4. Pemain tidak boleh melakukan engkle ditempat yang terdapat “gacu.
5. Pada saat membuat rumah gaju tidak boleh sampai keluar dari tempat
dengkling atau batasan – batasan garis yang sudah dibuat sesuai dengan jenis
yang dibuat.
6. Pemain yang sudah mempunyai rumah, maka ketika bermain pemain harus
menginjak rumah miliknya.
7. Pemain tidak boleh melakukan engkle pada omah(rumah) lawan.
8. Saat ontang-anting, saat beling ditaruh diatas pundak, dikepala, dan kaki beling
tidak boleh jatuh.
54
permaian yang harus dipatuhi dan disepakati bersama oleh subjek dan bagaimana
cara atau teknis melakukan permainan beberapa macam engklek. Waktu yang
diberikan sekitar 15 untuk persiapan. Setelah peneliti memberikan simulasi dan
aturan permainan, subjek diberikan waktu bermain sekitar ± 40 menit.
3. Feedback
Pada kegiatan feedback, peneliti akan memberikan feedback, ulasan-ulasan, atau
umpan balik dari kegiatan yang sudah dilakukan. Peneliti akan memberikan
kesempatan kepada subjek penelitian untuk memberikan pendapatnya tentang apa
yang sudah di dapat setelah melakukan permainan engklek.
4. Penutup
Pada kegiatan ini peneliti akan memberikan kesimpulan pada setiap sesi
pertemuan, memberikan penguatan (reinforcement) kepada para subjek serta
merencanakan kegiatan sesi berikutnya.
55
F. Rancangan / Langkah-langkah Kegiatan Kelompok
56
Fase : SESI 2 (Tahap Pemberian perlakuan)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Mendorong partisipasi subjek dalam melakukan bermain engklek
Langkah Kegiatan :
a. Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah
menyempatkan waktu untuk hadir
2. Berdoa
3. Perkenalan antara peneliti, observer, dan para subjek penelitian
b. Kegiatan kelompok
1. Menjelaskan cara dan prosedur pelaksanaan permainan engklek Pa’a
2. Peneliti menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan treatment
permainan engklek
3. Subjek bermain engklek Pa’a
c. Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
57
HARI KEDUA (2)
Treatment 1a (permainan engklek Pa’a, pada kelompok A)
58
Fase : SESI 2 (Feedback)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Menjelaskan bahwa kegiatan permainan engklek akan diakhiri
Meringkas dan membahas kegiatan yang sudah dilakukan
Kesan-kesan subjek dalam efektifitas mengikuti permainan engklek
Tanya jawab dengan subjek terkait dengan manfaat atau tanggapan setelah
mengikuti permainan engklek
Langkah Kegiatan :
a. Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah
menyempatkan waktu untuk hadir
b. Kegiatan kelompok
1. Mereview dan mencari hal-hal penting dari pokok permainan engklek
Pa’a
2. Tanya jawab tentang kesan atau anggapan setelah mengikuti permainan
engklek Pa’a
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
59
c. Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
3. Memberikan skala post-test 1
60
HARI KETIGA (3)
Treatment 2a (permainan engklek Sorok, pada kelompok A)
61
Fase : SESI 2 (Tahap Pemberian Perlakuan)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Mendorong partisipasi subjek dalam melakukan bermain engklek
Langkah Kegiatan :
a. Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah
menyempatkan waktu untuk hadir
2. Berdoa
3. Perkenalan antara peneliti, observer, dan para subjek penelitian
b. Kegiatan kelompok
1. Menjelaskan cara dan prosedur pelaksanaan permainan engklek sorok
2. Peneliti menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan treatment
permainan engklek
3. Subjek bermain engklek sorok
c. Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
62
HARI KEEMPAT (4)
Treatment 2a (permainan engklek Sorok, pada kelompok A)
63
Fase : SESI 2 (Feedback)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Menjelaskan bahwa kegiatan permainan engklek akan diakhiri
Meringkas dan membahas kegiatan yang sudah dilakukan
Kesan-kesan subjek dalam efektifitas mengikuti permainan engklek
Tanya jawab dengan subjek terkait dengan manfaat atau tanggapan setelah
mengikuti permainan engklek
Langkah Kegiatan :
a. Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah
menyempatkan waktu untuk hadir
b. Kegiatan kelompok
1. Mereview dan mencari hal-hal penting dari pokok permainan engklek
sorok
2. Tanya jawab tentang kesan atau anggapan setelah mengikuti permainan
engklek sorok
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
64
c. Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
3. Memberikan skala post-test 2
65
HARI KELIMA (5)
Treatment 1b (permainan engklek Sorok, pada kelompok B)
66
Fase : SESI 2 (Tahap Pemberian Perlakuan)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Mendorong partisipasi subjek dalam melakukan bermain engklek
Langkah Kegiatan :
a, Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terimakasih telah
menyempatkan waktu hadir
2. Berdoa
3. Perkenalan antara peneliti, observer, dan para subjek penelitian
b Kegiatan kelompok
1. Menjelaskan cara dan prosedur pelaksanaan permainan engklek sorok
2. Peneliti menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan treatment
permainan engklek
3. Subjek bermain engklek sorok
d. Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
67
HARI KEENAM (6)
Treatment 1b (permainan engklek Sorok, pada kelompok B)
68
Fase : SESI 2 (Feedback)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Menjelaskan bahwa kegiatan permainan engklek akan diakhiri
Meringkas dan membahas kegiatan yang sudah dilakukan
Kesan-kesan subjek dalam efektifitas mengikuti permainan engklek
Tanya jawab dengan subjek terkait dengan manfaat atau tanggapan setelah
mengikuti permainan engklek
Langkah Kegiatan :
a. Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah
menyempatkan waktu untuk hadir
b. Kegiatan Kelompok
1. Mereview dan mencari hal-hal penting dari pokok permainan engklek
sorok
2. Tanya jawab tentang kesan atau anggapan setelah mengikuti permainan
engklek sorok
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
69
d. Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
3. Memberikan skala post-test 1
70
HARI KETUJUH (7)
Treatment 2b (permainan engklek Pa’a, pada kelompok B)
71
Fase : SESI 2 (Tahap Pemberian perlakuan)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Mendorong partisipasi subjek dalam melakukan bermain engklek
Langkah Kegiatan :
a. Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah
menyempatkan waktu untuk hadir
2. Berdoa
3. Perkenalan antara peneliti, observer, dan para subjek penelitian
a. Kegiatan kelompok
1. Menjelaskan cara dan prosedur pelaksanaan permainan engklek Pa’a
2. Peneliti menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan treatment
permainan engklek
3. Subjek bermain engklek Pa’a
b. Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
72
HARI KEDELAPAN (8)
Treatment 2b (permainan engklek Pa’a, pada kelompok B)
73
Fase : SESI 2 (Feedback)
Waktu : 40 menit
Tujuan :
Menjelaskan bahwa kegiatan permainan engklek akan diakhiri
Meringkas dan membahas kegiatan yang sudah dilakukan
Kesan-kesan subjek dalam efektifitas mengikuti permainan engklek
Tanya jawab dengan subjek terkait dengan manfaat atau tanggapan setelah
mengikuti permainan engklek
Langkah Kegiatan :
a. Pembukaan
1. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih telah
menyempatkan waktu untuk hadir
b . Kegiatan kelompok
1. Mereview dan mencari hal-hal penting dari pokok permainan engklek
Pa’a
2. Tanya jawab tentang kesan atau anggapan setelah mengikuti permainan
engklek Pa’a
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
.............................................................................................................
74
c . Penutup
1. Menyampaikan ucapan terimakasih kepada para peserta
2. Berdoa
3. Memberikan skala post-test 2
75