TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Oleh
WINIDA MARPAUNG
117029015
2014
DEWAN PENGUJI
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis saya yang saya kutip dari
hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam tesis ini, saya
bersedia menerima sanksi lainnya dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Winida Marpaung
NIM 117029015
Puji dan syukur kepada Tuhan atas kuasa dan penyertaanNya kepada
penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan tesis ini. Peyusunan tesis dengan
judul “Social Skill Training (SST) Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Pada
Ucapan terimakasih yang tidak ternilai kepada kedua orangtua Ir. Selwin
Marpaung dan Parida Panggabean atas doa, dukungan moril dan materil, serta
bimbingan yang diberikan kepada saya dalam proses pengerjaan tesis ini. Juga
kepada kedua adik yang sangat saya sayangi Virdoan Marpaung, SP dan Lia
Pontina Marpaung, Amd yang terbagi waktunya untuk menemani saya dalam
mengerjakan tesis ini. Dukungan dan doa yang diberikan memberi kekuatan dan
baik dari masa awal perkuliahan hingga pada penyusunan tesis ini, sehingga
Magister Psikologi Profesi dan selaku dosen Departemen Klinis Anak atas
saran, bantuan, nasehat, dan dukungan dalam mengerjakan tesis ini, serta
mengaplikasikan ilmu.
4. Ibu Eka Ervika, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing akademik dan
penguji tesis, terimakasih atas saran, ilmu dan dorongan yang diberikan
kepada saya.
5. Ibu Etty Rahmawaty, M.Si selaku dosen psikometri dan statistika yang
6. Keluarga besar saya kedua Oppung yang masih memberikan doa dan
tesis ini, serta Bou Helmina yang sudah disibukkan untuk membantu
mencari informasi mengenai subjek penelitian. Serta kepada Pak tua, Mak
tua, Pak uda dan inanguda, Bou Nur, Dame, dan Bou Man, Tante, Tulang
7. Rahmat Putra Warman Girsang yang menjadi kekasih dan teman berbagi
banyak hal dan berjuang bersama. Terimakasih buat semangat, doa, ilmu,
menyertaimu.
9. Alm. Citra Mustika yang telah menjadi kakak yang baik dan pengertian,
10. Teman-teman KLAbers angkatan 2011 ada Kak Nila Anggreiny yang
perkuliahan dan pengerjaan tesis, serta teladan baik yang dapat dijadikan
dan semangat yang besar memberi pengaruh yang baik kepada kami, serta
Bang Nasri Zulhaidi sebagai abang yang memberi arahan dan semangat
11. Teman-teman MP2 angkatan 2011 Kak Ema, Ulfa, Kiki, Bang Irvan,
mimpinya.
Susanti dan Susi Bancin dengan semangat, doa, dan sarannya. Terimakasih
14. Adik-adik UKM KMK USU Fakultas Psikologi, Erni, Tetty, Vivin, Rani
Monika, Hitler, Rini, Ita dan adik-adik lainnya. Terimakasih buat doa dan
dukungan yang diberikan. Terimakasih juga buat teman KTB Bang Frans
Judea, Sam Oliver, Yoland, dan Floreni terimakasih buat waktu berbagi
15. Semua klien dan orang tua klien mulai dari penyelesaian kasus hingga
16. Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang tidak bisa
diselesaikan.
Akhir kata, penulis berharap agar Tuhan dapat membalas segala kebaikan
saudara-saudara semuanya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum cukup
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
Penulis
Winida Marpaung
PENDAHULUAN
secara bersama, memiliki sahabat dekat yang dapat memberi dukungan ketika ia
menyenangkan bagi semua anak, namun apa yang dipikirkan atau dirasakan anak
ketika ia tidak dapat melakukan aktivitas sosial tersebut seperti anak normal
lainnya. Mereka tidak ingin menghindar atau menolak orang lain untuk bermain,
temannya membully, dan ciri lainnya yang muncul begitu saja dalam aktivitas
Mental (DSM) Disorder IV TR (APA 2004). Beberapa ciri terlihat pada anak
perkembangan anak. PDD dapat terlihat jelas di tahun pertama usia anak dan
sering dihubungkan dengan mental retardation. Hal ini disebabkan karena anak
PDD sama dengan anak normal lainnya yaitu memiliki perbedaan kapasitas
& Dirett, 2012). Semua yang termasuk ke dalam golongan PDD, yaitu Autistic
keparahan ASD yang terdiri dari level 1 hingga level 3, yaitu bergerak dari tingkat
perilaku anak. Tingkatan ini menunjukkan bahwa ada anak dengan tingkat ASD
ringan dan ada pula dengan tingkat gangguan lebih berat (APA, 2013).
masyarakat umum dan profesional. Hingga saat ini belum ada data yang pasti
terlahirnya anak laki-laki dengan ASD lebih besar daripada anak perempuan
dengan perbandingan 4:1, anak perempuan terlahir dengan ASD memiliki tingkat
keparahan lebih tinggi daripada anak laki-laki. Data dari UNESCO pada tahun
1000 orang atau dari 100 kelahiran didiagnosa ASD, seorang diantaranya
national alarming. Sementara itu anak dengan ciri-ciri ASD di Indonesia terdiri
dari 8 dari 1000 orang anak yang lahir didiagnosa ASD (DetikHealth, 2012).
peranan yang besar bagi penyandang ASD, salah satunya kembar identik atau
itu berdasarkan teori medis dan penelitian yang dilakukan pada otak orang dengan
disebut korteks serebral, amigdala dan sistem limbik yang menyebabkan anak
ASD mengalami respon emosional yang ekstrim ketika rencana atau kegiatan
berkembang hanya jika orang yang terkena pemicu lingkungan tertentu. Beberapa
prematur) dan paparan alkohol atau obat-obatan seperti sodium valproate (obat
mental orang lain, mengakui bahwa setiap orang memiliki keinginan personal,
keyakinan, perasaan suka dan tidak suka (dalam Choise, NHS 2014).
Edition (DSM V, dalam APA 2013), ASD memiliki ciri mendasar yaitu
sekolah, dan lingkungan sosial lainnya (APA, 2013). Ciri-ciri ini akan dilihat
secara nyata dari pengalaman remaja penyandang ASD, seperti yang dialami J
foto miliknya di ipad. Ia mengambil posisi tubuh yang nyaman sebelum mulai
bercerita;
pembersih wajah. Selain itu J akan sulit mengartikan kata “buatin” (dalam bahasa
“membuat” pada kata “buatin” akan diartikan oleh J sebagai panggilan kepada “bu
Atin”. Mengulang kata (echollali) akan muncul pada J jika ia sedang melanggar
diet, pada saat pemulihan dari sakit demam, atau sedang cemas (Observasi,
Oktober 2013).
kata yang cukup baik dan pola bahasa yang mudah dimengerti orang lain.
Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia yaitu menggunakan kata baku. J lebih
jika takut, dan menggunakan gesture ketika sakit dan mengalami kesulitan untuk
adalah pergi kepada Tuhan dan tidak akan bertemu dengan manusia di dunia. J
Selain masalah kemampuan komunikasi, ciri lain yang terlihat pada anak ASD
melakukan interaksi dengan orang lain seperti anak normal lainnya. Hal ini dapat
ketika melihat orang bersedih reaksi yang ia tunjukan adalah tidak menertawainya
perilakunya ketika ia menertawai orang yang sedang menangis, seperti marah atau
kecewa. Situasi tersebut bisa saja muncul pada situasi lainnya yang tidak
disekitarnya.
informasi emosi sosial, seperti ekspresi emosi, suara, dan ekspresi wajah.
Perbedaan antara tuntutan sosial dan informasi yang mereka miliki akan memberi
arti yang berbeda, seperti mengatakan “beruang” pada orang yang memiliki
bentuk tubuh yang gemuk. Ia tidak menyadari jika mengatakan “beruang” akan
membuat orang lain marah atau berkecil hati. Mereka mengalami kesulitan untuk
membuat mereka merasa bersalah ketika melakukan kesalahan kepada orang lain.
dengan kata lain keterhambatan sosial lebih besar daripada kognitif, artinya bahwa
berfungsi lebih baik”. Perbedaan antara keterampilan kognitif dan sosial dapat
(McConnel, dalam Feng 2008). Menurut DSM V (APA, 2013) anak ASD
Jelas bahwa anak ASD level 1 akan menerima manfaat untuk meningkatkan
fungsi sosial kognitif dengan melatih dan membangun hubungan sosial secara
positif
mengidentifikasi emosi, maka akan muncul kembali ingatan tersebut baik dalam
bentuk perilaku maupun ekspresi wajah. Sebagai contoh, seorang anak ASD
pernah melihat film animasi, dimana salah satu pemeran film melempar pizza dan
menyentuh wajah temannya. Anak ASD yang melihatnya akan tertawa tidak
menonton film tersebut. Di hari yang berbeda anak akan melempar pizza kepada
temannya tanpa merasa bersalah dan rasa takut. Ia menonton dan mempraktekkan
walaupun tidak berfungsi baik dalam penerapannya secara sosial (Feng, H 2008).
malu dan mental yang relatif lebih kaku pada anak ASD yang menyebabkan
munculnya perilaku dan emosi yang tidak dapat terkendali, dan perilaku repetitif
tidak tepat (Sparks & B.F & Friedman, 2007). Perilaku yang muncul ketika
berada di situasi sosial, seorang anak ASD sulit mengontrol emosi dan perilaku
ketika melihat wanita memiliki berat badan gemuk. Di bawah ini akan
berlaku. Hal ini juga menyebabkan anak ASD sulit untuk mendemonstrasikan
keinginannya, sulit untuk mengontrol emosi, dan perilakunya pada situasi yang
hingga berhasil. Salah satu faktor utamanya adalah adanya perilaku repetitif dan
bahwa adanya hubungan antara perilaku impulsif dengan kontrol diri yang
berpengaruh terhadap fungsi sosial anak. Beberapa aktivitas sosial yang dilakukan
masyarakat pada umumnya tidak memiliki pedoman yang jelas, sering dilakukan
dengan permasalahan ASD memiliki cara yang berbeda. Mereka akan mengalami
perilaku negatif seperti menyakiti diri sendiri dan orang lain (Phimley, 2007).
Pemahaman situasi sosial dan reaksi emosi anak ASD dengan kemampuan
objek dan kejadian yang mereka amati dengan baik, sehingga setiap perilaku
negatif pada interaksi sosial anak ASD. Walaupun kenyataannya anak ASD dapat
diberikan kepada mereka dengan baik (Brereton, 2005). Intervensi yang tepat
diberikan kepada anak ASD terdiri dari beberapa terapi, seperti memberikan terapi
okupasi, biomedical, terapi komunikasi, terapi perilaku seperti social skill training
Oleh karena itu, social skill training merupakan aspek penting dari perencanaan
keterampilan sosial yang lebih kompleks (dalam Turkington & Anan 2007)
dan bekerja di masyarakat. SST salah satu pendekatan yang efektif untuk melatih
Dimana SST memiliki komponen instruksi yang penting, terdiri dari pembukaan
situasi kehidupan nyata yang sesuai dengan kondisi anak ASD (Bauminger, 2002;
Secara umum SST terdiri dari berbagai keterampilan sosial yang kompleks
manajemen diri (Kolb & Hanley-Maxwell, 2003, dalam Gooding 2011). Beberapa
ke dalam bentuk yang berbeda, namun memiliki arti yang sama yaitu social
(Ang&Hughes, 2001, Beelman et al, 1994, dalam Gooding 2011). Pada literatur
berfungsi dengan baik di lingkungan sosial, dan salah satunya penanganan kepada
anak dengan masalah perkembangan pervasif. Selain itu SST memiliki ruang
lingkup yang luas, selain berguna untuk bidang klinis, SST juga bermanfaat di
memiliki manfaat yang besar bagi banyak orang dan telah diuji efektivitasnya.
interventions, scripts and script fading, social skills group, video modeling (Gray,
dalam Matson 2011). SST merupakan salah satu jenis intervensi yang digunakan
Matson (2011), Community skill terdiri dari conversational skill, play skill,
penelitian yang telah dilakukannya menjelaskan bahwa social skill training dapat
Reichow 2010). Hasil meta analisis dalam kajian ini menunjukkan bahwa subjek
sosial, memiliki hubungan persahabatan yang lebih baik, dan mengalami interaksi
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
adalah:
dimensi keterampilan sosial anak ASD, yaitu conversational skill, play skill,
D. Manfaat Penelitian
psikologi klinis anak terkait penerapan program Social Skill Training dalam upaya
Hasil penelitian social Skill Training (SST) ini kiranya dapat menjadi
acuan atau program terapi untuk membantu dalam penanganan anak Autistic
anak.
3. Dunia Pendidikan
pendidikan atau kurikulum sekolah. Selain itu menggunakan acuan penelitian ini
training pada anak dengan masalah pada keterampilan sosial. pengembangan riset
psikolog dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada para orangtua atau
keterampilan sosial anak. Selain itu dapat digunakan sebagai terapi dalam
Bab I Pendahuluan
Kajian yang diperoleh dari penelaaan pustaka meliputi kajian literatur dan
hal-hal yang terkait Social Skill Training Autistic Spectrum Disorder (ASD), dan
keterampilan sosial.
Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan akan dibahas pula
LANDASAN TEORI
A. Keterampilan Sosial
Sementara itu menurut Weiss & Harris (dalam Matson 2011) keterampilan sosial
merupakan cara untuk membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain
dan memberikan kesuksesan kepada setiap orang dalam bidang sosial, emosional,
(cakap atau terampil). Keterampilan sosial secara umum dapat dipahami sebagai
perilaku-perilaku yang diperkuat sesuai dengan usia individu dan situasi sosial
yang mengakibatkan penerimaan dan penilaian positif dari orang lain serta tidak
dengan kata lain keterampilan sosial bukan kemampuan yang dibawa lahir
sosial juga merupakan kompetensi sosial dengan keterampilan sosial yang terukur
adalah keterampilan penting yang harus dimiliki oleh seseorang untuk membantu
tugas sosial yang ditentukan dari proses belajar, kapasitas intelektual, dan
membentuk perilaku spesifik, inisiatif, agar mampu berinteraksi dengan orang lain
terjadi.
mereka lebih suka melakukan aktivitas individu, sikap acuh tak acuh,
penerimaan pasif terhadap kontak sosial, kurang empati, gagal untuk menghargai
anak ASD berbeda dengan anak normal lainnya. Selain itu Keterampilan sosial
aspek keterampilan sosial yang dibutuhkan anak ASD antara lain domestic skill,
anak ASD seperti mengajarkan community skill agar anak dilatih untuk dapat
menjelaskan bahwa anak ASD perlu mendapatkan latihan community skill seperti
mengajarkan anak menolong orang lain ketika melihat orang lain mengalami
sekolah, dan selain itu anak dilatih safety skill. Ketika dalam masyarakat individu
berbicara kepada anggota keluarga dan orang lain yang belum dikenal.
ketika berada di angkutan umum, di sekolah, di rumah sakit. Ada tahapan yang
harus diperhatikan ketika akan melatih keterampilan community skill antara lain
mendeteksi usia anak untuk menyesuaikan kebutuhan yang paling mendasar untuk
dilatih, tetapkan tujuan atau target dari yang termudah sampai tersulit,
Menurut Matson (2011) community skill pada anak ASD memiliki variasi
tuntutan lingkungan sosial juga merupakan salah satu keterampilan sosial yang
senang.
anak bisa saja mampu pada salah satu dimensi keterampilan sosial tanpa
menguasai dimensi lainnya. Hal ini sesuai dengan proses belajar anak dan
seperti melakukan kontak mata daripada anak lainnya. Meskipun dalam kasusnya
karakteristik ASD dapat dideteksi antara 12 dan 36 bulan dari usia perkembangan
dengan alasan, anak dengan ASD progresnya lebih lambat pada beberapa area
terajadi ketika anak normal memiliki kemampuan bahasa dan kemampuan sosial
(Atcinson, J & Dirett, 2012). Selain itu kerusakan pada otak merupakan salah satu
adalah sindrom yang terdiri dari satu set perkembangan dan perilaku yang akan
bermain dan perilaku (terbatas repetitif dan stereotip pola perilaku, minat, dan
aktivitas. Biasanya mereka berperilaku dengan hati-hati dan fokus pada aturan
komunikasi dan bahasa, interaksi sosial misalnya berhubungan dan perilaku minat
level 3.
DSM V
Statistical Manual of Mental Disorder Fifth Edition Text Revision (APA, 2013)
sangat parah, hilangnya kontak mata, bahasa tubuh dan ekspresi wajah.
ekstrim pada suatu perubahan yang kecil, kesulitan pada saat adanya
perseverative interest.
tidak biasa pada aspek sensori pada lingkungan. Contoh, sikap tidak
peduli pada rasa sakit atau temperature udara, respon yang berlawanan
dalam hidup, saat dimensi dasar dari keterkaitan antar manusia dibangun periode
perkembangan yang dibahas akan dibagi menjadi masa infant dan toddler. Di bawah
ini akan dijelaskan bagaimana perkembangan anak ASD dibandingkan dengan anak
normal.
kompensasi sepanjang hidup. Gejala yang paling sering terlihat pada anak usia
dini dan sekolah awal tahun. Perkembangan khas anak di beberapa daerah
secara sosial.
Menurut Newsom (dalam Wolfe 2005) dan Turkington, Carol & Anan,
Hampir semua anak dengan ASD mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu
orang lain. dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa sangat menolong.
b. Family Intervention
c. Early Intervention
Intervensi ini diberikan pada usia awal anak yang akan masuk ke sekolah
Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan
interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini
d. Educational Intervention
Intervensi ini diberikan kepada anak ASD melalui pendidikan formal maupun
e. Psychopharmacological/somatic intervention
DAN (Defeat ASD Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak
ASD. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-
gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan
berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak ASD diperiksa
secara intensif seperti pemeriksaan darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal
abnormal yang ditemukan agar segera diatasi. Ternyata lebih banyak anak
sibling mediated procedure dan social skill training salah satunya adalah
social skill group. Kekurangan yang paling mendasar bagi individu ASD
A. Pengertian SST
dan perilaku orang lain. Hal ini penting dimiliki oleh anak ASD sehingga dapat
menyapa orang lain, apa yang dikatakan ketika bertemu dengan orang lain, apa
yang tidak boleh dilakukan, dan cara terbaik untuk berinteraksi dengan orang lain.
dan memenuhi aturan sosial yang berlaku. Merubah perilaku dapat dipengaruhi
mengendalikan emosi dan pola berpikir yang salah, sehingga anak mampu
anak secara tepat dan akurat dalam pengelolaan informasi termasuk ke dalam
lainnya, dan anak normal yang memiliki tingkat intelektual rata-rata sampai di
atas rata-rata. Hal ini terkait dengan kemampuan anak untuk menggunakan
regulasi emosi, keterampilan dasar yang sudah ada, dan kemampuan rekognitif
terhadap objek lebih baik, sehingga program yang diberikan mudah dipahami dan
ASD yang high functioning sesuai dengan dimensi keterampilan sosial yang
terdiri dari conversational skill, play skill, friendship skill, understanding emotion,
SST telah digunakan sebagai pengobatan primer atau tambahan untuk disfungsi
sosial dalam berbagai macam gangguan anak-anak, remaja, dan orang dewasa.
Selain itu SST juga digunakan sebagai modalitas rehabilitasi yang bisa
teknik yang telah dicoba dan diuji efektif untuk berbagai macam pembelajaran
manusia dan terapi perilaku. Secara khusus, prinsip-prinsip yang mendasari SST
sosial. SST juga termasuk mengajar persepsi sosial secara akurat, termasuk
berinteraksi. Mampu mengenali ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh orang lain
selama interaksi sosial adalah salah satu contoh dari tujuan persepsi sosial yang
merupakan salah satu intervensi dengan teknik modifikasi perilaku yang dapat
diberikan kepada klien depresi, skizoprenia, dan anak yang mengalami gangguan
perilaku.
perilaku yang tidak baik. Selain itu SST dapat diberikan kepada anak yang
Teori behavior dan cognitive merupakan dasar dari social skill training.
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku dapat dipelajari. Menurut Skinner (dalam
Cornish&Ross, 2004) tingkah laku hanya dapat diubah dan dikontrol dengan
mengubah lingkungan. Oleh karena itu, Skinner lebih tertarik dengan aspek yang
kepribadian yang dipandangnya relatif tetap adalah tingkah laku itu sendiri. Ada
dengan respon tersebut. Respon refleks termasuk dalam kelompok ini, seperti
mengeluarkan air liur saat melihat makanan, mengelak dari pukulan, merasa
menerima reinforcement positif atau negatif dari tingkah lakunya. Respon sosial
dan penguatnya terkadang sukar diidentifikasi tetapi prinsip hukum dasar tingkah
laku berlaku sama untuk kedua kasus tersebut. Bagi Skinner (dalam
kepada riwayat reinforcement yang pernah diterima oleh seseorang. Dalam ranah
Skinner tetapi juga dikembangkan atau disempurnakan dari ide pakar lain
a. Modeling
Perubahan perilaku merupakan hasil dari observasi pada orang lain yang
ditunjuk secara khas disebut modeling (Bandura 1969; Bandura & Walters 1963,
dalam Morris 1985). Prosedur modeling berisi seorang individu yang disebut
therapist) dan seorang yang disebut observer (misalnya anak yang berkebutuhan
b. Shaping
c. Behavioral Chaining
urutan stimulus dan adanya keterkaitan antara satu urutan ke urutan lainnya.
seperti rantai disebut dengan chaining. Chaining merupakan cara yang digunakan
untuk membentuk suatu perilaku yang sudah pernah dilatih sebelumnya sehingga
terdiri atas tiga metode antara lain, total task presentation, backward chainig, dan
forward chaining.
reward/punishment)
Terapis meneliti klien dalam seting aktual, bekerjasama dengan orang tua dan
guru untuk memberi hadiah ketika anak melakukan tingkah laku yang
dikehendaki dan menghukum kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki muncul.
Tingkah laku dan bentuk hadiah atau hukuman direncanakan secara teliti, dipilih
training merupakan teori dasar dari behavior oleh Skinner, namun semakin
berkesinambungan dari awal sampai akhir cerita. Cerita dapat ditulis, atau
direkam dalam bentuk video atau kaset agar mereka dapat membacanya.
sederhana.
kejadian untuk melihat reaksi dan respon anak ketika memperoleh stimulus
5. Script picture adalah gambar yang mewakili situasi sosial dan membantu
2010).
pelaksanaan SST kepada anak ASD dengan menggunakan metode visual, antara
lain social story, script picture, comic strip conversation, social review, dan
ditangani. Perilaku yang dipilih adalah perilaku yang sangat menganggu situasi
b. Melakukan Observasi
pada saat kapan munculnya perilaku, apa yang membuat munculnya perilaku,
siapa yang berada di sekitar anak ketika munculnya perilaku. Pada tahapan ini
c. Wawancara
Mencari data dari orang terdekat anak yaitu guru dan terapis, jika
yang mudah dimengerti anak. Tujuan wawancara untuk menentukan alasan apa
situasi sosial anak. Setelah dilakukan screening dan observasi peneliti akan
(script picture, social stoies, comic strip conversation, social review, dan social
social skill training pada anak ASD harus dilakukan dengan tahapan pelaksanaan,
yang akan dilakukan sesuai dengan komponen social story, script picture, comic
Keterampilan Sosial
Conversational skill
Play skill
Understanding emotions
Dealing with conflict
Friendship skill
Intervensi
Social skill training (SST)
Script picture
Comic strip conversation
Social stories
Social review
Social group
perkembangan kognitif yang sama dengan anak normal lainnya, yaitu dimulai dari
miliki, anak ASD level 1 memiliki ciri kesulitan untuk melakukan komunikasi
memberi tingkat pencapaian bagi masing-masing anak ASD antara lain, self care
dan komunikasi dasar bagi anak ASD. Kemampuan komunikasi yang kompleks,
perilaku mereka. Jika tidak ada yang memahami kebutuhan dan melatih
ASD ke tahapan selanjutnya ketika ia berada di lingkungan sosial. Hal inilah yang
menjadi dasar pentingnya pendidikan keterampilan sosial bagi anak ASD yang
keinginan untuk bermain dengan teman sebaya. Salah satu kebutuhan anak ASD
level 1, yaitu memiliki kontak sosial dengan teman sebaya. Keinginan tersebut
menjadi masalah karena sulitnya anak ASD memulai hubungan sesuai aturan
reseptif yang lebih baik walaupun secara ekspresif masih terhambat sehingga
anak untuk menentukan solusi yang tepat, kemampuan mengontrol emosi dan
Salah satu ciri dari anak ASD adalah kelainan dalam hubungan
dengan orang lain, cenderung tidak terlibat dealam imitasi sosial, jarang
dengan usia mereka dengan perasaan. Semua anak ASD menunjukkan gangguan
sosial, namun sifat gangguan ini dapat bervariasi dan dapat termodifikasi beriring
beberapa kontak sosial dan persahabatan. Anak ASD memiliki kecemasan tinggi
dan gangguan suasana hati dan perilaku yang mengganggu, egois, serta gangguan
komunikasi dan masalah yang berkaitan dengan masalah sosial, seperti membakar
api walaupun secara sosial perilakunya bertentangan dengan aturan sosial yang
berlaku. Selain itu mereka juga rentan dengan perilaku disruptive misalnya ketika
di sekolah mereka menganggu teman lainnya atau suasana belajar di dalam kelas.
Anak ASD memilik tingkat kemampuan kognitif, usia, sifat menganggu, atau
melakukan kerusakan. Walaupun secara sadar mereka tidak dapat mengontrol atau
mengetahui dengan pasti apa yang menyebabkan perilaku tersebut. Mereka hanya
melakukan trial error terhadap perilaku yang mereka lakukan (DeMatteo, 2012).
Keterampilan sosial ASD merupakan hal dasar yang harus dilatih, mereka
harus memahami tidak boleh berteriak, mengganggu orang lain ketika di temapt
umum, atau larangan untuk tidak menyentuh anggota tubuh orang lain.
anak. Kemampuan domestic skill, self help skill, dan community Skill akan
tidak terlepas dari perkembangan fisiologis anak dan pengalaman yang ia peroleh
ketika bertambahnya usia yang sering membuat anak sulit mengontrol perilaku
dan emosinya (Matson, 2011). Pada anak ASD yang tergolong level 1 memiliki
antara lain cornversational skill, play skill, understanding emotions, dealing with
dalam konteks sosial yang dapat diterima dan dihargai secara sosial merupakan
salah satu tujuan dari pelaksanaan social skill training (SST). Adapun metode
yang digunakan antara lain script picture, social stories, comic script
conversation, social review, dan social group yang mencakup pemberian role play
F. Hipotesa
sosial anak ASD Spectrum Disorder (ASD), dengan kata lain semakin tinggi hasil
intervensi social skill training yang diberikan maka semakin tinggi keterampilan
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
dilakukan dilihat berdasarkan perbedaan waktu atau pada perlakuan yang berbeda.
Social Skill Training (SST) dalam meningkatkan keterampilan sosial pada anak
tahap keseluruhan setelah semua sesi diberikan. Skor atau nilai yang diperoleh
dan pada setiap dimensi efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial anak
ASD.
1. Keterampilan sosial
lingkungan sosial dengan baik yang berguna untuk memulai hubungan dan
keterampilan sosial pada anak ASD, yaitu conversational skill, play skill,
friendship skill, understanding emotion, dan dealing with conflict pada anak ASD.
Behavior chart behavior modification terdiri dari score system, yaitu pemberian
Social skill training (SST) adalah suatu terapi yang digunakan untuk
membentuk keterampilan sosial sesuai dengan aturan sosial yang berlaku dengan
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjek yang
homogen, yaitu:
c. Sudah mengalami kemajuan dalam hal bantu diri (daily living skill),
komunikasi cukup baik secara ekspresif dan reseptif pada kapasitas golongan
usia dan perkembangan anak. Selain itu tidak mengalami masalah dalam hal
sederhana.
dengan subjek penelitian. Penelitian dilakukan di dua tempat yaitu tempat terapi
intervensi dengan memberikan skor harian anak. Jika skor yang diperoleh
semakin tinggi maka keterampilan sosial anak semakin rendah atau kurang
mampu melakukannya. Sebaliknya jika skor yang diperoleh semakin rendah maka
akan terlibat perilaku yang benar pada waktu yang tepat. Cara menggunakannya,
perilaku yang ingin dicapai dimasukkan ke dalam tabel SDS dan hasil observasi
ditandai pada kolom dua dengan memberikan skor sesuai dengan jenis prompt
SDS Prompt
b. Wawancara
antara dua pihak, dimana paling tidak salah satu pihak memiliki tujuan tertentu
Social Scale Profile). ASSP yang disusun oleh Scott Bellini (2006) dan sudah
sosial anak. Melalui skala ini orangtua akan terbantu untuk menjelaskan
kemampuan keterampilan sosial anak dengan lebih jelas. Selain kepada orangtua,
terapi anak untuk melihat keterampilan sosial anak di berbagai aktivitas kegiatan.
c. Observasi Perilaku
dilihat dari perspektif mereka dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi
harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak
dalam penelitian ini adalah check list behavior dan catatan berkala selama lima
Pada tahap ini juga akan dilakukannya screening, yaitu tahap pengambilan
data yang bertujuan memperjelas permasalahan yang ada dan menentukan siapa
Selain itu pada tahap ini juga akan diketahui perilaku anak dalam berinteraksi
sosial dan kemampuan yang lain guna untuk mempersiapkan metode dan alat
minimal rata-rata anak seusianya untuk bisa mengikuti proses terapi yang
kapasitas intelektual rata-rata atas memiliki tugas yang harus terpenuhi, salah
yang digunakan adalah dengan menggunakan tes WISC dan CPM (Children
Progressive Matrics).
E. Tahap Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan dalam
yang akan melaksanakan program terapi bermain bersama klien, meminta izin dan
mengenai ciri austistic spectrum disorder (ASD) yang akan diamati sebagai data
baseline.
b. Informed Concent
terapi dan jadwal pelaksanaan terapi. selain permohonan ijin dengan orangtua
subjek penelitian, peneliti juga meminta ijin pada pihak sekolah, dan terapis. Hal
ini dilakukan agar peneliti dapat melakukan observasi secara langsung saat proses
dan teori mengenai keterampilan sosial dan social skill training (SST). Peneliti
keterampilan sosial dan social skill training yang membahas kaitan keterampilan
dikemukakan oleh Belini (2006). Lembar observasi awal digunakan pada saat
program terapi seperti social story, script picture, script comic, dan bahan lainnya
Terapi SST berkaitan dengan interaksi anak dengan teman sebaya dalam hal
tugas dan perannya ketika bertemu dengan subjek. Peneliti mencari anak dengan
usia yang sesuai dengan subjek dan memiliki kemampuan sosialisasi yang baik.
pengambilan data baseline menurut Martin & Pear (2007) adalah bervariasi,
meskipun lebih baik jika dilakukan sebanyak lima sesi karena pola perilaku
biasanya sudah stabil dan dapat diperbaiki. Oleh karena itu, pengambilan data
adalah sebanyak lima sesi. Data baseline diperoleh dari hasil observasi dan
pada saat pelaksanaan terapi. Modul berisi jenis kegiatan yang akan dilakukan,
penjelasan kegiatan dan tujuan atau target perilaku yang diterapkan pada
Observer dalam penelitian ini adalah saudari Dini Lestari, S.Psi, Lia
Susanti, dan Susi Bancin yang merupakan alumni dan mahasiswi Fakultas
tentang kondisi subjek, teknis selama pelaksanaan terapi dan berkaitan dengan
tugas observer. Hal ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang data-data
apa saja yang diobservasi. Tugas sebagai sisten meliputi menyiapkan ruang dan
atau role play ketika berlangsungnya terapi. Tugas sebagai observer adalah
aturan yang diterapkan dalam program terapi kepada orangtua, terapis, dan
subjek menjalani waktu terapi yang berbeda yaitu 3 kali seminggu. Jadwal terapi
NS yaitu Senin, Rabu, dan Sabtu. Sedangkan JE pada hari Selasa, Kamis, dan
e. Pelaksanaan Follow Up
Pelaksanaan evaluasi yang dilakukan setelah setiap sesi terapi social skill
diberikan setelah pemberian latihan kepada orangtua dan guru. Hal ini agar
kegiatan intervensi tetap berjalan walaupun penelitian telah selesai. Lembar follow
komponen Social skill training antara lain conversational skill, Friendship skill,
dari 12 sesi untuk keterampilan sosial yang perlu dilatih kepada anak ASD.
mengenai tugas yang akan diberikan. Penilaian dan evaluasi dilakukan oleh
orangtua dan guru. Selain itu akan dilakukan observasi sebagai tahapan baseline
keterampilan sosial pada saat pretest dan postest, seperti conversational skill,
friendship skill, play skill, dealing with conflict, dan understanding emotion.
Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin rendah keterampilan sosial
A. Pemaparan Subjek I
Nama JE
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat Lahir Medan
Tanggal Lahir 23 Oktober 2004
Usia 9 Tahun 9 bulan
Suku Tionghoa
Kelas III SD
Sekolah National plus
2. Deskripsi Subjek 1
Subjek pertama dalam penelitian ini adalah seorang anak laki-laki berusia
9 tahun 9 bulan. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dan ia memiliki
abang dan adik perempuan. Saat ini JE duduk di bangku sekolah dasar kelas 3 di
rata (Averange, full scale IQ=104 Menurut Skala Weschler). Dimana IQ verbal 81
kemampuan verbal. Hal ini sesuai dengan kondisi JE yang mengalami masalah
lebih baik secara visual daripada metode yang berhubungan dengan auditori
sehingga tidak sulit baginya memahami materi pelajaran di sekolah. Hanya saja
harus menyesuaikan metode belajar yang tepat yaitu penerapan dalam bentuk
visualisasi.
orang lain. Sudah cukup mampu mempertahankan kontak mata dalam waktu
ketika guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas atau ketika teman sedang
baik. Sedangkan pergaulan dengan teman sebaya masih terkesan kaku dan
terdapat perilaku agresif (memukul) yang sudah melekat pada dirinya, sehingga
hal itu akan menghambat proses interaksi dengan lingkungan pergaulan yang
lebih luas. Selain itu untuk bekerjasama dengan kelompok masih kurang baik.
Mudah bosan hanya bisa bertahan selama 20 menit setiap kegiatan, suka
menggambar, suka bercerita, membuat komik, dan bermain ipad atau menonton
hasil download.
daun. Jika bertemu atau melihat daun JE akan menjerit, menangis, dan
melalui hobi terhadap komik, video, dan gambar. Jika melihat suatu gambar ia
terhadap teman perempuan, seperti memeluk mereka pada saat sedang istrirahat
sekolah.
3. Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada ibu dan guru subjek,
mengetahui ketertarikan terhadap orang lain, mengenal ekspresi wajah orang lain,
mengenal bahasa tubuh, dan mengerti lelucon atau humor dari orang lain, namun
ter
kadang sulit memahami perhatian orang lain. Hal ini terlihat ketika ada yang
perasaan secara verbal, memperkenalkan diri sendiri terhadap orang lain seperti
misalnya ketika berkenalan dengan peneliti “ia mengatakan “Wini the pooh ya?”
sambil tersenyum tipis, mengetahui pujian yang disampaikan orang lain, cukup
mampu merespon pertanyaan dari orang lain. Namun untuk melakukan kontak
mata saat berbicara, mengambil jarak yang pantas saat berinteraksi dengan teman
sebaya, dan ketika berinteraksi jarang sekali menggunakan suara sesuai dengan
terlibat dalam kegiatan dengan teman sebaya, mengajak teman untuk melakukan
kegiatan bersama baik kegiatan yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur,
dan jara
rasa ingin tahu melakukan interaksi sosial dan merespon teman sebaya
Sama halnya mengenai kemampuan play skill dan dealing with conflict,
seperti mengambil bagian dalam permainan dan kegiatan, meminta bantuan dari
orang lain, dan sangat suka melakukan yang menjadi kebiasaan dan hobi. JE juga
bisa?”, atau “aku capai?”. Berbeda ketika ada permasalahan JE masih mengalami
ide atau imaginasinya kepada orang lain, seperti misalnya ketika di sekolah ia
diberi tugas mengenai pelajaran sains. JE tidak merasa takut atau cemas
melakukan interaksi sosial, dan terkadang bertingkahlaku sosial yang tidak pantas
olahraga, dan ruang agama). Baseline dilakukan pada saat jam sekolah. Pemilihan
masuk ke kelas membawa gerobak berisi makanan siswa dan guru. Semua anak
berbaris di depan pintu kelas menuju ke kamar mandi untuk menyuci tangan.
Guru membagi anak-anak ke dalam dua kelompok barisan, baris pertama anak
perempuan dan baris kedua untuk anak laki-laki. JE berbaris paling belakang,
berjalan menuju kamar mandi. Setelah selesai ia mengambil kotak roti dari dalam
tas dan mengambil tempat duduk terpisah dari temannya. Teman-teman JE yang
menikmati roti sambil sesekali melihat dan mendengar cerita temannya. Ia tidak
berani bergabung karena JE takut kepada salah satu dari mereka yang memiliki
badan lebih besar. Menurut guru, temannya tersebut sering bermain kasar kepada
siswa lain. Beberapa menit kemudian seorang dari mereka membuka snack yang
mengambil biskuit dari bungkusnya tanpa minta izin terlebih dahulu. JE hanya
Ketika belajar JE mengatakan “bosan” dan mengatakan “aku tidak tau bagaimana
Hari kedua peneliti tiba di sekolah setelah mereka selesai snacktime dan
sebelah kelas JE. Ia mengikuti salah satu temannya yaitu SH. JE menganggap
bahwa SH teman terbaik dari teman yang lain. SH berjalan tanpa suara sambil
mengambil buku di dalam rak dan duduk di sofa. JE juga melakukan hal yang
sama yaitu mengambil buku dan duduk di sebelah SH. Mereka membaca dengan
masuk atau bahkan kepada peneliti yang berada di depan mereka. JE kurang
Mereka sibuk dengan buku yang ada. Sesekali JE melirik temannya dan
buku yang sedang ia baca, mendekati tempat duduk SH, dan JE memilih duduk di
yang cukup baik. Ia mengatakan kepada guru agar ia melepaskan tangan JE,
reproduksi kepada peneliti sesuai dengan materi yang ia peroleh dari guru. JE
menjelaskan dengan teratur, intonasi cukup baik, dan kalimat yang digunakan
tidak bicara, SH hanya melihat sampul buku milik JE untuk melihat judulnya. Bel
berbunyi, JE dan SH masuk ke dalam kelas. Mereka masuk ke dalam kelas dan
matras. Terlihat ia sudah mulai ngantuk sehingga kurang konsentrasi. Ketika guru
pendamping.
melakukan percakapan dua arah kepada guru dan peneliti mengenai topik yang
berbeda. Selain itu jika ditanya guru, ia juga tidak mau mengangkat tangannya. Di
matras, jalan di kelas, atau membaca buku yang ada di kelas. Jika guru memanggil
ia akan segera datang dan duduk kembali bersama temannya. Ketika ditanya
melihat teman yang memberi pendapatnya ketika guru bertanya mengenai topik
pelajaran.
temannya. JE kurang mampu melihat apakah temannya bersalah atau tidak. Ketika
emosi orang lain, misalnya ekspresi senang, sedih, marah, namun untuk
maaf ketika ia memukul temannya atau ketika berbicara dengan suara melengking
akan meniru suara melengking JE sehingga JE paham bahwa suaranya tidak enak
didengar. JE tersenyum malu atau melempar bola kecil kepada guru karena
saat itu, ia belajar dan menyelesaikan tugas dengan baik. Ia selalu membubuhi
peneliti yang sedang duduk di kursi. Ia menyandarkan kepala di meja dan melihat
“acne” ketika melihat jerawat peneliti. Ia memberi saran tentang cara-cara yang
kemampuan bermain secara timbal balik ia lakukan dengan baik, sedangkan untuk
memilih bermain dengan teman lain. Hal ini membuat JE tidak memiliki
cukup berani mempertahankan diri ketika ada yang mengganggu. Hal tersebutlah
untuk mengontrol emosi dan berbicara dengan volume suara yang lazim.
Selebihnya ia sudah memahami ekspresi dan bahasa tubuh orang lain seperti
senang, sedih. Berbeda untuk memahami ekspresi rasa sakit dan takut orang lain
yang dipukul olehnya. Ia tidak paham jika temannya merasakan kesakitan dan
Pada saat ia sakit perut, JE permisi kepada guru untuk ke toilet. Setelah
selesai ia memanggil peneliti yang pada saat itu mengawasi JE “Bu Wini” sambil
kebanyakan makan. Setelah selesai dari toilet, JE memanggil peneliti agar masuk
ke ruang kelas. Di dalam kelas JE terlihat kurang aktif karena kondisi fisiknya
melakukan percakapan dua arah ketika berbicara di dalam kelas, dan tidak
dan mampu mengikuti olahraga. Pada saat temannya memilih untuk bermain
berharap ada teman lain yang akan mengajaknya bermain (play skill). Kesibukan
dengan mereka. JE memilih untuk duduk dan melihat temannya yang sedang
Komponen Prompt
Sesi Sesi 2 Sesi 3 Sesi 4 Sesi 5
1
Conversational Skill 4 4 4 4 4
Kemampuan anak mengucapkan salam,
menyapa, dan memperkenalkan diri.
Ikut serta dalam percakapan (ada 4 2 2 2 2
diskusi atau sedang belajar subjek
berada di dalam kelompok)
Memperhatikan dan menjawab 4 4 2 0 2
pertanyaan.
Mampu menentukan topik pembicaraan 4 2 4 4 2
Memberikan kontak mata ketika sedang 2 2 2 4 4
berbicara
TOTAL 18 14 14 14 14
Play Skill 4 4 3 4 4
Kemampuan mengatakan kepada teman
untuk ikut permainan atau aktiftas bersama
(“aku ikut”)
4 4 3 4 4
Kemampuan berbagi permainan
Kemampuan mengajukan pendapat 4 4 4 4 4
dengan mengangkat tangan “saya bu”.
Memiliki kemampuan bermain timbal 4 4 4 2 2
balik
Mengajak teman melakukan aktivitas 4 4 4 4 2
bersama (“Ayo”)
Mengambil bagian dalam permainan 4 4 3 3 2
dan kegiatan.
TOTAL 24 24 18 18 18
Friendship Skill 4 4 2 4 4
Mengetahui kondisi teman
Mampu bermain permaiann terstruktur 4 4 4 4 4
Mampu bermain permainan tidak 4 4 4 4 4
terstruktur
4 4 4 4 4
Kemampuan berbagi mainan dan
makanan kepada orang lain
4 4 4 4 4
Mampu menghadapi tekanan dalam
hubungan berteman.
4 2 4 4 4
Menawarkan bantuan kepada orang lain
4 2 4 4 4
Mengatakan maaf ketika berbuat salah.
Mampu mengekspresikan perasaan 2 2 0 2 2
senang dan sedih
Mampu mengungkapkan perasaan sakit 4 3 2 2 2
4 3 4 4 4
Mampu memahami perasaan orang lain
(sakit dan marah)
14 10 10 12 12
TOTAL
kurang baik
JE banyak berbicara dan memiliki ide
mengenai permainan ketika di tempat terapi.
Sedangkan di sekolah ia tidak dapat
mengeksplorasi kemampuannya.
a. Conversational Skill
1) Mampu menyapa dan memberikan salam
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
3) Menjawab pertanyaan
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt 2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
semakin sedikit, seperti menyapa dan mengucapkan salam, ikut serta dalam
lawan bicara. Pada saat posttest JE tetap melakukannya di tempat terapi dan di
b. Play Skill
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
prompt 3
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
dan permainan, mengatakan kepada teman untuk ikut bermain, berani mengajukan
dalam permainan dan kegiatan. Penurunan terjadi ketika JE sedang sakit dan tetap
sekolah dimana guru memilih lima orang anak menjadi teman dekat JE selama di
sekolah.
c. Friendship Skill
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
6) Membantu teman
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
yang ingin disampaikan kepada teman di barisan depan. Setelah itu pada sesi 12
kurang ceria. JE paham bahwa hari itu adalah hari perpisahan JE dengan teman-
menyadari kesalahannya telah melukai teman JE. Menurut guru, sikap JE tersebut
sekolah JE sedang persiapan ujian bulanan, hal ini membuat semua siswa sibuk
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
Pada saat posttest, berdasarkan laporan dari guru JE, ia telah mendorong
temannya hingga terjatuh. Berbeda perlakuan JE antara teman dekat dan yang
masih sulit mengontrol perilakunya ketika bersama teman. Selain itu untuk
kegiatan membaca tugas terlebih dahulu sebelum mengerjakan tugas, baik pretest
dan posttest JE masih mau mengungkapkan “tidak bisa” sebelum membaca tugas
yang diberikan.
e. Understanding emotion
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
prompt 3
2
1
0
sakit, bosan, dan marah. Ketika melakukan role play JE juga cukup ekspresif. JE
Play Skill: JE sudah mulai mau mengajak temannya bermain dan mengeksplorasi
imajinasinya dalam permainan.
Conversational Skill: JE sudah mau memberikan kritikan dan masukan jika sedang
presentasi, JE mau menyapa dan mengucapkan salam kepada terapis yang ia jumpai,
dan JE sudah berani mengangkat tangan jika ingin berlomba dan mengungkapkan
pendapat
Dealing with conflict: JE tidak takut daun setelah daun dijadikan sebagai objek
permainan dan masih mau mengganggu temannya.
Understanding emotion: JE merasa kehilangan dan merindukan teman-teman
terapinya, ia ingin sekali bertemu dan bermain dengan mereka, Ketika ia melakukan
kesalahan kepada temannya, rasa menyesal dan keinginan untuk minta maaf. Ia
berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Nama NS
Jenis Kelamin Laki-laki
Tempat Lahir Medan
Tanggal Lahir 11 Februari 2004
Usia 9 tahun 11 bulan
Suku Batak Toba
Kelas IV
Sekolah SD Swasta
2. Deskripsi Subjek II
Subjek kedua dalam penelitian ini adalah seorang anak laki-laki berusia 9
tahun 11 bulan. Ia merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan ia memiliki
adik perempuan. NS memiliki ciri fisik berkulit putih dan memiliki berat badan
tergolong ideal dengan tinggi badan ± 100 cm. Rambut terlihat rapi dengan
potongan pendek dan ia memiliki fisik dan mata yang normal. NS selalu
rumah.
sekolah, pulang sekolah bermain PSP, makan siang, mengerjakan tugas sekolah,
ayat Alkitab yang ia baca dan kemudian menuliskannya di buku dengan kalimat
NS akan marah jika perubahan jadwal yang berhubungan dengan game. Ia akan
marah dan memukul kepala, menangis sambil menggigit tangan karena tidak
boleh bermain game. Ia tidak akan berhenti sampai ibunya menarik tangannya
atau setiap orang yang ada di rumah mengikuti perilaku NS. Biasanya NS akan
berhenti jika orangtuanya ikut menggigit tangan mereka dan NS akan menarik
tangan ibunya.
tangannya di depan mulut untuk merasakan sensasi sentuhan dan bau pada tangan.
terhadap suara yang sangat tinggi membuat ia tidak suka mendengar suara teriak
atau riuh. Ia akan menggigit tangan dan kepalanya jika hal tersebut terjadi.
Demikian halnya jika berada di dekat orang lain. NS secara sengaja akan
mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya dengan baik dan waktu yang cepat.
masih belum terstruktur misalnya ketika ia mengatakan “mama ibu guru Siantar 3
hari” artinya bahwa ibu gurunya bertanya, libur 3 hari NS pergi kemana?, NS
dalam hal pengucapan kata atau kalimat yang mengandung huruf s, r yang berada
di awal, tengah, atau akhir kata. Misalnya kata “sapi” diucapkan “tapi”, “selimut”
diucapkan “telimut”, dan “sayur” diucapkan “tayul”. Pengucapan huruf yang tidak
mengerti perkataan atau pertanyaan orang lain yang diucapkan secara jelas dan
singkat, memahami instruksi tunggal, seperti NS main “game di kamar mama mau
bicara dengan tante” atau “NS kecilkan suara game nya, mama sedang bicara
dengan tante”. Sama halnya dengan instruksi yang lebih kompleks namun dengan
pengucapan kalimat yang jelas, NS juga mengerti, seperti “NS setelah BAB siram
adiknya sangat baik, ia sangat sayang kepada adiknya. Terlihat ketika ia bermain
mengambil air minum atau membantu menyusun kepingan puzzle milik adiknya.
berbicara dengan kata-kata yang kurang jelas, seperti “abang ini belum jelas
bicaranya bilang sayur tayul” ungkap adik kepada pemeriksa. Walaupun demikian
dapat mengambil makanan dan mandi seorang diri tanpa dibantu oleh ibunya. Ia
juga sudah dapat menghidangkan teh kepada tamu, membuat teh, dan menggoreng
menuangkan teh ke gelas adiknya, ibu, dan pemeriksa. Hasilnya, hanya sedikit teh
yang tumpah dan secara keseluruhan terlihat bahwa gerakan tangan NS sudah
NS memiliki daya ingat jangka pendek yang cukup baik jika berhubungan
sesuai pola yang dilihatnya dari pola castle. Ia juga berusaha mengingatnya
buku.
namun jika ada pemberian reward dan stimulus berupa objek visual, NS akan
berusaha bertahan untuk mengerjakan tugas dengan jadwal yang telah ditentukan
dari awal pengerjaan. NS akan menyelesaikan tugas sekolah atau tugas yang
mendapat reward dari hasil pekerjaannya. Reward yang ia suka adalah berupa
dari HP.
interaksi sosial dengan orang lain. Hanya saja ia kurang paham bagaimana
3 . Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada ibu dan guru subjek,
simpati terhadap orang lain, mudah mengetahui ketertarikan terhadap orang lain
atau tidak. NS cendrung bersikap malu dan menhindar ketika bertemu dengan
orang yang ia sangat suka atau yang tidak ia suka. NS mengenal ekspresi wajah
orang lain sehingga dengan mudah memahami ekspresi sedih dan bahagia
orangtua atau adiknya. JE memahami lelucon atau humor orang lain dalam
cukup baik, cukup mampu melakukan percakapan dua arah, merespon dengan
memperkenalkan diri sendiri kepada orang lain walaupun dengan menutup mata.
Sementara itu untuk melakukan kontak mata saat berbicara, mengambil jarak
yang pantas saat berinteraksi dengan teman sebaya, dan ketika berinteraksi jarang
sekali menggunakan suara yang pantas saat berbicara, NS masih sulit mengontrol
terlibat dalam kegiatan dengan teman sebaya, mengajak teman untuk melakukan
dan jarang melakukan kegiatan dengan teman sebaya secara sukarela, tidak pernah
menunjukkan rasa ingin tahu melakukan interaksi sosial dan merespon teman
mendapat perlakuan kurang baik dari teman-teman dan guru. Ia masih sering
diejek dan diganggu. Terkadang uang NS atau snack dari dalam tas dicuri teman-
temannya. Sikap guru yang keras dan memberikan hukuman fisik membuat NS
merasa takut.
sendiri dan bermain permainan game di ipad dan komputer. NS masih kurang
negatif, sensitifitas terhadap suara sangat tinggi sehingga NS suka menyakiti diri
sendiri atau orang lain, dan sulit mengontrol emosinya untuk menggigit tangan
atau memukul kepala jika ada keinginannya tidak terpenuhi sesuai rencana
Baseline dilakukan pada saat terapi dan jam sekolah. Pemilihan waktu disesuaikan
kelas sangat kacau, berisik, kotor. NS sedang keluar ketika peneliti tiba di kelas.
Kondisi kelas sangat kacau. Guru berbicara dengan kasar dan siswa bermain-
main tanpa ada rasa takut kepada guru. Pada saat itu sedang mengikuti pelajaran
olahraga. Guru meminta siswa untuk memeriksa hasil ujian mereka. NS yang saat
itu tidak tahu apa yang harus dikerjakan, guru olahraga mengijinkan NS pergi ke
menyapa “halo Bu Wini, selasa kamis NS main dengan Bu Wini?” peneliti segera
duduk. Lalu ia mengatakan “Selasa dan Kamis kita main lagi?” (understanding
gurunya bertanya “saya bu..saya bu”. Ia cukup mampu bertanya dan menjawab
dengan kalimat yang cukup baik walaupun pengucapannya kurang jelas, namun
kurang mampu untuk melakukan percakapan dua hari dan menentukan topik
pembicaraan (conversational skill). Kondisi kelas yang sangat berisik dan tidak
teratur membuat NS stres sehingga beberapa kali menggigit tangan dan memukul
keroyokan (friendship skill). Selain itu mereka merasa takut dan sensitif dengan
menghindar dan merasa takut ketika abang seniornya melewati kelas mereka.
merasa kurang nyaman berada di sekolah dan di dalam kelas. Selain lingkungan
sekolah, konsep dan metode belajar yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi
NS.
Saat itu mereka sedang belajar mata pelajaran IPS dan NS asyik dengan
tidak membuka buku ataupun menulis. Ia sangat sulit memahami pelajaran IPS
buku dan mengerjakan tugas yang ada di buku. Sesekali keluar ia karena tidak
mampu menahan berisiknya kelas dan menggigit tangan. Setelah jam istirahat,
terlihat semua siswa bermain permainan dan mereka mencoba untuk mengajak
berbagi, dan menolong teman yang sudah dekat dengannya. Ia melihat dan
memahami teman yang mengalami kesusahan. Pada saat itu kondisi kelas sangat
kacau hal tersebut membuat ia tidak nyaman bermain dengan teman. Ketika ia
mendekati mereka sambil menjaga diri untuk agar tidak diganggu mereka.
badan, dan berkejaran. Sesekali bahasa kotor mereka ucapkan kepada temannya.
Sedangkan anak perempuan saling bercerita, berkejaran, pergi ke kantin, dan ada
luar kelas dan melihat temannya yang sedang membaca buku. NS melihat buku
temannya Beberapa menit kemudian adiknya masuk ke dalam kelas dan mencoba
untuk mengikuti kegiatan. Ia mau berbagi dan menolong adiknya ketika adiknya
bermain tepuk aladin. Berbeda dengan anak laki-laki yang sibuk dengan
ketika dipeluk atau dirangkul teman laki-laki. Ia akan merasa lebih tenang dan
nyaman ketika tidak ada yang mengganggu dan tidak bertanya kepadanya
(dealing with conflict). Ia paham ketika dikatakan “tidak gigit tangan” ia akan
melepaskan tangannya sambil mengatakan “tidak boleh gigit tangan ya”. Secara
keseluruhan ia masih terlihat baik dengan teman, hanya saja ia kurang suka
mengambil snack dari adiknya dan kemudian duduk di kursi. Beberapa menit
kemudian salah satu dari temannya mengadu kalau uang NS dicuri. Peneliti
bertanya kepada NS, namun ia tidak menjawab nama teman yang mengambil
Di lantai satu ada anak yang berdiri tepat dibawah penggaris akan dijatuhkan. NS
kembali menanyakan hal yang sama, namun rasa takut NS telah membatalkan
dari kelas lima. Mereka menanyakan kabar NS dan ada anak yang
4 4 4 4 4
Mengatakan maaf ketika berbuat salah.
a. Conversational Skill
1) Mampu menyapa dan memberikan salam
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
3) Menjawab pertanyaan
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt 2
1
0
ramah, mau menyapa orang lain walaupun untuk bertemu dengan orang dekat ia
masih malu. Setiap pulang sekolah ia tidak lupa menceritakan kegiatannya dan
dimarah guru. Di sekolah minggu, sebelum terapi jika ada temannya yang
lebih aktif, ia mengajar dan memberi contoh kepada temannya untuk menemukan
ia masih sulit untuk memperhatikan, namun jika topik yang diceritakan menarik
untuk didengar dan menggunakan bantuan visual, NS lebih mudah fokus dan
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
prompt 3
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
bahkan cenderung menolak. Kondisi kelas dan teman-teman yang kasar, nakal,
dan berisik membuat NS stres dan memilih untuk sendiri. Selama terapi, telah
kondisi NS, mereka agar mau menjadi teman dan mau bermain dengan NS. Cara
ini cukup efektif, setiap istirahat NS menjadi lebih suka bermain dengan mereka.
Hasil posttest menurut teman-teman NS, ia sudah mau bermain dan perilaku
juga akan mengatakan berhenti atau selesai jika ia sudah lelah bermain.
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
menyebabkan NS takut dan menyakiti diri sendiri atau memukul temannya. Hasil
akan berusaha mendekatkan diri kepada temannya, bahkan kepada anak lain yang
mudah berbagi, biasanya NS tidak mau membagikan snack yang ia sukai. Berbeda
teman yang hadir pada saat terapi. Ia melihat sambil tersenyum bahagia. Kesulitan
mendengar suara berisik, biasanya ia akan menyakiti diri sendiri atau memukul
temannya. Ia paham bahwa itu perilaku yang tidak baik, biasanya NS segera minta
maaf. Berbeda ketika temannya yang menganggu ia akan memukul dan tidak
dekat. Teman NS sudah cukup memahami kondisi NS. Mereka selalu duduk
tidak melakukannya.
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4) Bertanya kepada guru atau teman jika tidak mengerti mengenai tugas yang
dikerjakan
4
3
prompt
2
1
0
untuk mengerjakan tugas dan ketika mereka terjatuh. Ketika di sekolah minggu, ia
kepada gurunya bahwa temannya ingin menjawab. Selain itu di sekolah minggu
NS lebih tenang dan tidak agresif. Hal ini terkait dengan kondisi lingkungan di
sekolah minggu lebih tenang dan teratur. Berbeda ketika di sekolah, NS masih
cendrung menyakiti diri dan orang lain. Kondisi yang tidak teratur memberikan
pengaruh negatif bagi NS. Selain itu, ia juga sering dibully, NS masih sulit
mengatakan kepada guru atau kakak kelas jika ia sudah dibully dan masih harus
e. Understanding emotion
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
3
prompt
2
1
0
4
prompt 3
2
1
0
dengan kondisi orang lain. Hasil pretest menunjukkan bahwa NS mengerti dan
paham bahwa ketika ia berbuat salah ia harus minta maaf, namun dalam
penerapannya NS bingung karena ketika orang lain atau temannya berbuat salah
mereka tidak pernah minta maaf kepada NS. Hasil posttest, NS sudah mampu
menunjukkan rasa maafnya kepada orangtua dan adik. Ketika peneliti ke rumah
NS, terlihat ia sangat sedih dan takut ketika adiknya menangis. Wajah bersalah
mengatakan maaf. NS juga sudah memahami perasaan orang lain, ia paham jika
orangtua atau adiknya sedang sedih atau marah. Ia akan datang menghampiri
Keterampilan sosial
Tidak menjawab ketika ada orang
kurang baik yang bertanya dan cendrung
menghindar.
C. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh ada beberapa hal yang dapat dijadikan
bawah ini. Dari gambaran grafik perkembangan dua subjek menunjukkan, bahwa
Terlihat dari skor yang diperoleh bahwa adanya perubahan skor pada saat pretest
dengan posttest dan melalui perubahan perilaku yang tampak pada kedua subjek.
subjek. Hal ini menyebabkan sulit menentukan apakah efektivitas intervensi yang
diberikan memiliki hasil yang sesuai atau tidak. Menurut Goodwin (2005)
tidak di bawah kontrol eksperimen, sehingga data yang diperoleh lebih kuat untuk
melihat efek utama intervensi. Selain itu menurut Bordens, et all, (2001) repeated
measured digunuakan untuk melihat kondisi partisipan yang memiliki ciri sama
pada semua kondisi percobaan yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku kedua subjek pada percobaan awal hingga akhir dapat teramati sesuai
lain adalah; pertama, jadwal pelaksanaan terapi dilakukan secara berkala setiap
minggunya, artinya jarak antara hari pertama dengan hari berikutnya cukup
terjangkau yaitu sebanyak 3 kali dalam seminggu. Selain itu jarak antara jadwal
pelaksanaan subjek I dengan subjek II cukup seimbang, yaitu pada minggu yang
sama dengan hari yang berbeda. Kedua, untuk memantau atau mempertahankan
guru untuk melakukan tugas yang sesuai dengan kondisi anak selama terapi.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa SST efektif untuk
satu dimensi dengan dimensi lainnya. Subjek I (JE) memiliki skor kuantitatif dan
kualitatif yang lebih optimal berada pada area friendship skill diikuti oleh play
pada area play skill diikuti oleh friendship skill. Masalah yang dialamai anak ASD
adalah kesulitan untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya. Kesulitan anak
mereka memahami perasaan orang lain, yaitu perbedaan dalam berpikir, perasaan,
Bauminger at all 2008). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua subjek yaitu
anak ASD level 1, bahwa kebutuhan mereka sama dengan kebutuhan seusia anak
dan melakukan aktivitas bermain bersama dengan teman sebaya. Bahkan melalui
kemampuan friendship skill dan play skill kedua subjek dapat belajar banyak hal,
lain seperti, perilaku stereotype, perilaku rigid, dan agresif masih melekat pada
kedua subjek. Adapun alasan mereka melakukannya adalah sebagai cara untuk
mempertahankan diri, selain itu sebagai cara untuk memulai aktivitas bersama
walaupun dengan cara yang kurang tepat. Kondisi lingkungan sekolah yang
kurang kondusif, kurang disiplin, dan termanajemen dengan baik juga menjadi
alasan subjek II menunjukkan perilaku agresif dan merasa tidak nyaman karena
menjadi korban bullying oleh teman-temannya. Selain itu kesulitan anak ASD
menemukan bahwa adanya hubungan antara perilaku impulsif dengan kontrol diri.
Dalam penelitiannya mereka melakukan percobaan kepada dua anak ASD yang
kapasitas level keberfungsian anak, yaitu berada pada level 1. Kondisi tersebut
dengan high functioning memiliki target yang harus dicapai, antara lain
untuk anak ASD, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, melakukan tahapan
data baseline mempermudah penelitian ini dalam menentukan tahapan terapi yang
akan dilakukan. Membina rapoort dengan subjek menjadi faktor pendukung untuk
kenyamanan bagi peneliti dan subjek. Selain itu banyak informasi yang dapat
normal di sesi terapi memberi pengaruh yang besar terhadap keberhasilan terapi.
Melibatkan anak-anak normal berkaitan dengan hasil yang diperoleh dari data
teman sebaya. Hasilnya subjek tidak hanya dilatih mengenai friendship skill
pengaruh kepada subjek, SST juga memberi dampak kepada anak normal seperti
mengenai anak-anak ASD, dan mengerti akan kondisi mereka. Dapat disimpulkan
komunitas baru dan nyata bagi subjek, hal ini sesuai dengan pernyataan Gray
dalam (Matson, 2011) mengenai metode pelaksanaan program SST yaitu social
menarik dan mudah dipahami anak. Metode pelatihan menggunakan social story,
script picture, comic script conversation, social review, dan social group. Masing-
masing metode memiliki fungsi yang sama dalam membentuk keterampilan sosial
SST berupa gambar, bentuk cerita, kegiatan drama, role play, dan permainan.
Konsep visual yang diberikan mempermudah anak ASD untuk memahami sesi
berdasarkan hasil pengamatan reaksi anak terhadap cerita atau gambar, misalnya
perasaan ketika disakiti oleh subjek dan merasakan perasaan subjek sebagai
pelaku. Setelah kegiatan selesai subjek akan memperoleh kesimpulan sikap yang
tepat ketika bersama teman. Kelima, SST menjadi program intervensi yang paling
digunakan tanpa melihat batasan usia. Khususnya bagi anak ASD penting dan
friendship skill. Melalui kemampuan ini anak dilatih bagaimana cara berinteraksi
di lingkungan sosial. Keenam, SST untuk anak ASD berkaitan dengan penerapan
memberikan pengaruh positif dalam membentuk perilaku baru atau perilaku yang
tidak sesuai menjadi sesuai, atau mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.
akan ditukarkan sesuai dengan jumlah stiker yang mereka kumpulkan. Adanya
memberikan dampak positif dalam program intervensi SST. Selain itu pemilihan
stiker mobil-mobilan sesuai dengan yang meaningful bagi kedua subjek. Selain itu
kedua subjek. Mereka merasa sangat senang ketika mereka mendapat pujian di
pula beberapa keterbatasan dalam program intervensi ini. Pertama, modul yang
digunakan dalam intervensi ini disusun berdasarkan gambaran konsep SST secara
dialami oleh subjek penelitian. Hal ini menyebabkan modul harus dimodifikasi
sesuai dengan kebutuhan penggunaan dan tidak dapat digunakan secara langsung.
jalannya terapi pada subjek II yaitu rumah subjek. Kehadiran tamu ke rumah
subjek yang tidak dapat dikontrol. Subjek biasanya tidak terlalu merespon
kehadiran orang yang hadir, namun suara mereka ketika berbicara akan
kondisi subjek dan anak-anak normal. Kondisi kesehatan dan mood subjek
untuk menenangkan dan meredahkan emosi mereka sebelum terapi dimulai. Hal
A. Kesimpulan
keterampilan sosial pada anak ASD. Hal tersebut dapat dilihat melalui data
subjek I dan subjek II yang diperoleh dari komulasi antara beberapa item
penurunan skor yang diperoleh pada saat pretest dan postest, hal ini terlihat
dari pemberian prompt kepada subjek. Skor yang diperoleh semakin rendah
melakukannya.
dan subjek II sudah tidak mendapat prompt pada dimensi play skill. Dimensi
antara skor pretest dan postest, walaupun masih terdapat beberapa item yang
masih harus mendapat prompt verbal. Sementara itu pada dimensi dealing
with conflict subjek I dan subjek II masih kurang optimal selain masih harus
mendapat prompt, kondisi lingkungan sekolah yang berisik dan tidak teratur
seta tekanan dari guru dan beberapa temannya menjadi alasan sulitnya
terapis yang ia jumpai, tidak takut daun setelah daun dijadikan sebagai objek
minta maaf. Ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Subjek II, sudah mau
perhatian, dan mendapat apresiasi dari mereka, sudah mulai mau berbagi
makanan kepada teman “silahkan makan teman-teman”, saat ini menjadi lebih
ramah dengan mengatakan “silahkan masuk atau selamat datang” ketika tamu
datang ke rumah, sering melihat foto perpisahan dengan teman terapi yang ada
sosial lainnya, seperti memahami perasaan orang lain, menghargai orang lain,
B. Saran
1. Saran Metodologis
b. Penelitian selanjutnya akan lebih baik jika SST dilakukan dalam bentuk
group SST yang terdiri dari anak normal dan anormal. Hal ini untuk
2. Saran Praktis
yang diberikan. Hal ini untuk melatih konsistensi subjek setelah selesai
b. Program terapi bagi kedua subjek, perlu adanya kelas sosialisasi atau
terapi kelompok bagi anak yang terdiri dari anak-anak normal dan
anak lainnya. Mereka akan dengan mudah memahami peran sosial dan
APA, (2004). Diagnostic and statistical manual Of Mental Disorder (4th ed text
Revision). Washington, DC. American Psychiatric Association
APA, (2013). Diagnostic and statistical manual Of Mental Disorder (5th ed text)
Washington, Dc. American Psychiatric Association.
Catugno, Albert, J. (2009). Social Competence And Social Skill Training And
Interaction For Children With Autism Spectrum Disorders. Boston: American
Psychological Association.
Catugno, Albert. J. (2009). Group Interventions For Children With Autism Spectrum
Disorder: A focus on social competency and social skills.
London&Philadelphia: Jessica Kingsley Publishing.
Cornish&Ross. (2004). Social skill training For Adolescent With General Moderate
Learning Difficulties. New York: Kingsly Publisher.
DeMatteo, Francis J. (2012). Social Skill Training For Young Adults With ASD
Spectrum Disorder: Overview and implications for practice. National Teacher
Education Journal. Volume 5, 57-65.
.
Feng, Hua. (2008). The Effects of Theorry Of Mind And Social skill training On
The Social Competence Of A Sixth-Grade Student With ASDm. Journal Of
Possitive Behavior Interventions.
http://search.proquest.com/docview/218786400/fulltextPDF/140C886AA1
3630166E/1?accountid=50257. Pg 228. Akses 10 September 2013
Gimpel, G.A. & Merrell, K.W. (1998). Social Skill of Children and
Adolescents:Conceptualization, Assessment, Treatment. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates Publisher.
http://www.questia.com/PM.qst?a=o&d=27773641.
Gooding, L.F. (2011). The Effect Of A Music Therapy Social Training Program
On Improving Social Competence In Children And Adolescence With Social
Skills Deficits, The Journal Of Music Therapy Vol 48 No.4 Winter.
Martin dan Pear. (2005). Behavior Modification: What It Is and How To Do It.
United States America : Pearson Practice Hall.
Newson. (1998). Long-term Autcome For Children With ASD Who Received
Early.Intensive Behabioral Treatment. Los Anggeles:University Of
California.
Reichow, B, Steiner Amanda (2011). Social Skills Groups For People Aged 6 to
21 with autism spectrum disorder (ASD). Editor: Mark W. Lipsey,
Vanderbilt University, USA .
Stewart, C,J., & Cash, W.B. (2003). Interviewing : Principle and practices. 10th
ed. New York : Mc. Graw-Hill.
Stone, Wendy, et all (2010). TRIAD Social Skill Assestement Assessing Children
With Autism Spectrum Disorder. USA: Vanderbilt Kennedy Center.
Wiseman, N (2009). A Parent Expert Walks You Through Everything You Need
To Leal And Do. The First Year. Autism Spectrum Disorder. United States
Of America: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.
SKALA PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
MEDAN
2013/2014
Hormat Saya,
Penulis
Usia :
Sekolah/kelas :
PETUNJUK PENGISIAN
1. Isilah identitas diri Saudara dengan benar pada kolom yang telah
disediakan di atas (identitas ini akan dijaga kerahasiaannya).
2. Skala terdiri dari 42 aitem. Saudara diminta untuk memilih salah
satu jawaban yang ada di samping pernyataan dengan cara
melingkari jawaban yang saudara pilih. Pilihan jawabannya adalah:
TP : Jika pernyataan Tidak pernah dengan diri anak
Contoh Pengisian:
NO PERNYATAAN TP KK S SS
- Selamat Mengerjakan –
NO Pernyataan TP KK S SS
Di Rumah
Di sekolah
Buat surat yang seolah-olah dari teman yang Subjek pukul. Contohnya :
Dear .............
Meminta subjek dan anak typical lainnya untuk memcahkan masalah atau mencari
solusi ketika ada masalah. Agar fun setiap kelompok berlomba untuk
menggunting dan mewarnai potongan kata ini dan menempel di karton.
PROBLEM AND
SOLUTION
MASALAH DAN
SOLUSI
Role Play dibuat sesuai dengan perilaku anak, baik yang positif dan tidak.
Peneliti dan subjek saling bertukar peran sebagai anak yang baik dan anak
yang suka melukai temannya. Contoh role play di bawah ini dibuat ketika
Subjek : Diam..menunduk..sedih...(eskpresi
wajah sedih) Maaf Peneliti saya tidak sengaja
Role Play
Peneliti dan subjek saling bertukar peran sebagai anak yang baik dan anak yang
Pelaksaaan Social
Skill Training