Anda di halaman 1dari 22

PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN

MODEL KONSEPTUAL HILDEGARD E. PEPLAU DAN VIRGINIA


HENDERSON PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Riset Kualitatif

Dosen Pengampu: Dr. Yayat Suryati, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh:

Anggi Ulfah Mawaddah (215121227)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas Mata Kuliah
Filsafat Ilmu dengan judul “Penerapan Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Model
Konseptual Hildegard E. Peplau dan Virginia Henderson pada klien Isolasi Sosial”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.
Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada Ibu Dr. Yayat Suryati, S.Kp., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah yang
telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta arahan sehingga tugas ini
dapat terselesaikan.

Harapan penulis semoga tugas makalah ini dapat membantu menambah


pengetahuan dan wawasan serta pengalaman bagi para pembaca. Saya akui dalam
penugasan ini masih banyak kekurangan Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan
saran serta masukan-masukan yang bersifat membangun dari para pembaca untuk
kesempurnaan tugas ini, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari
penugasan ini agar menjadi lebih baik kedepannya.

Cimahi, Desember 2022

Anggi Ulfah Mawaddah


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Penulisan

C. Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Teori Keperawatan Hildegard E. Peplau

B. Konsep Teori Hildegard E. Peplau

C. KonsepTeori Virginia Henderson

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis

B. Pembahasan

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan
segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam.
Ancaman yang dirasakan dapat menimbulkan respons, Respon kognitif pasien isolasi
sosial dapat berupa merasa ditolak oleh orang lain, merasa tidak dimengerti oleh orang
lain, merasa tidak berguna, merasa putus asa tidak mampu membuat tujuan hidup serta
tidak mampu konsentrasi dan membuat keputusan. (Suerni1 & PH, 2019).Sedangkan
menarik diri adalah gangguan perawatan diri, gangguan penampilan diri dan potensial
terjadinya halusinasi bahkan keinginan untuk bunuh diri. Mengingat dampak yang
timbulseperti menarik diri maka diperlukan tindakan asuhan keperawatan yang
komprehensif dan intensif khususnya untuk menarik diri.(Suerni1 & PH, 2019).

Menurut (Latihan et al., 2021) Skizofrenia merupakan gangguan mental kronis


dan parah yang mempengaruhi 20 juta orang di seluruh dunia. Skizofrenia ditandai
dengan distorsi dalam berpikir, persepsi, emosi, bahasa, rasa diri dan
perilaku.Pengalaman umum termasuk halusinasi (mendengar suara atau melihat hal-hal
yang tidak ada) dan delusi keyakinan tetap.Salah satu negara yang memiliki angka
kejadian penyakit skizofrenia yang relative cukup tinggi adalah Indonesia.Di Indonesia
angka Prevalensi skizofrenia pada tahun 2018 yakni sebesar 282.654 penduduk yang
ada di Indonesia mengalami skizofrenia.

Salah satu masalah gangguan jiwa yaitu Sckizofrenia. Skizofrenia merupakan


suatu gangguan jiwa berat yang ditandai penurunan atau ketidakmampuan
berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau waham, afek yang tidak wajar atau
tumpul gangguan kognitif (tidak mampu berfikir abstrak) serta mengalami kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala negatif dari skizofrenia sendiri adalah dapat
menyebabkan pasien mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi sosial: mengisolasi
diri. Kasus pasien gangguan jiwa yang mengalami gejala isolasi sosial sendiri tergolong
tinggi yaitu 72% (Maramis, 2012). Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala terbanyak dari
pasien skizofrenia sebagai akibat kerusakan afektif kognitif pasien isolasi sosial.
Keadaan seseorang isolasi sosial mengalami penurunan bahkan samasekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Individu atau kelompok memiliki
kebutuhan atau hasrat untuk memiliki keterlibatan kontak dengan orang, tetapi tidak
mampu membuat kontak tersebut (Akmaliyah, 2013).

Melihat kondisi dan akibat lanjut yang ditimbulkan maka perawat sebagai
tenaga profesional berkewajiban menolong klien dan keluarga. Upaya yang dapat
dilakukan adalah memberikan asuhan keperawatan yang komprehesif pada individu,
keluarga dan lingkungan sekitar klien melalui penggunaan diri sendiri secara terapeutik
(therapeutic use of self) dengan tehnik-tehnik komunikasi yang sesuai dengan situasi
dan kondisi klien yang dilakukan di tatanan rumah sakit dan di lingkungan masyarakat
(community-based psychiatric nursing care) dalam bentuk kesehatan jiwa masyarakat.
Perawat memberikan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah isolasi sosial
melalui terapi generalis dan spesialis. Terapi generalis kepada individu berupa tindakan
membina hubungan saling percaya, membantu klien menyadari perilakunya, dan
melatih berinteraksi dengan orang lain secara bertahap (Keliat, 2006).

Terapi kelompoknya adalah terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Adapun


terapi spesialis yang dapat diberikan adalah terapi kognitif (Cognitive Therapy), terapi
perilaku (Behaviour Therapy), terapi kognitif dan perilaku (Cognitive Behaviour
Therapy), terapi keterampilan sosial (Social Skills Training), dan Cognitive Behaviour
Social Skills Therapy, Supportive dan psikoedukasi keluarga. Agar asuhan keperawatan
yang diberikan lebih terarah sehingga tujuan dapat dicapai dengan maksimal maka
dibutuhkan teori keperawatan yang menjadi landasan dalam melakukan tindakan.
Asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial yang dilakukan oleh penulis
menggunakan pendekatan Teori Hildegard E. Peplau’ s Interpersonal Process dan
Virginia Hendersons Comprehensive Definition

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Makalah ini menjelaskan teori model keperawatan Konseptual Hildegard


Peplau dan Virginia Henderson serta penerapan dalam asuhan keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan teori model konseptual yang dikembangkan oleh Hildegard Peplau
dan Virginia Henderson

b. Menganalisa kasus dari aplikasi teori Hildegard Peplau dan Virginia Henderson
dalam asuhan keperawatan

c. Menganalisa kekurangan dan kelebihan tori model konseptual Hildegard Peplau


dan Virginia Henderso dalam asuhan keperawatan

C. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman


perawat tentang teori model konseptual Hildegard Peplau dan Virginia Henderson,
sehingga dapat diterapkan dalam proses asuhan keperawatan saat ini.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Teori Keperawatan Hildegard E. Peplau

1. Konsep Teori Hildegard E. Peplau

Teori yang dikembangkan Hildegard E Peplau adalah keperawatan


spikodinamik (Psychodynamyc Nursing). Teori ini dipengaruhi oleh model hubungan
interpesonal yang bersifat terapeutik (significant therapeutic interpersonal process).
Hildegard E. Peplau mendefenisikan teori keperawatan psikodinamikanya sebagai
berikut: “Perawatan psikodinamik adalah kemampuan untuk memahami perilaku
seseorang untuk membantu mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang dirasakan
dan untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip kemanusiaan yang berhubungan dengan
masalah-masalah yang muncul dari semua hal atau kejadian yang telah
dialami."Berdasarkan teori ini klien adalah individu dengan kebutuhan perasaan, dan
keperawatan adalah proses interpersonal dan terapeutik.

Tujuan keperawatan adalah untuk mendidik klien dan keluarga dan untuk
membantu klien mencapai kematangan perkembangan kepribadian (Chinn dan Jacobs,
1995). Oleh sebab itu perawat berupaya mengembangkan hubungan antara perawat dan
klien, dimana perawat bertugas sebagai narasumber, konselor, dan wali. Pada saat klien
mencari bantuan, pertama perawat mendiskusikan masalah dan menjelaskan jenis
pelayanan yang tersedia. Dengan berkembangnya hubungan antara perawat dan klien,
perawat dan klien bersama-sama mendefinisikan masalah dan kemungkinan
penyelesaian masalahnya. Dari hubungan ini klien mendapatkan keuntungan dengan
memanfaatkan pelayanan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya dan perawat
membantu klien dalam hal menurunkan kecemasan yang berhubungan dengan masalah
kesehatannya.

Teori Peplau merupakan teori yang unik dimana hubungan kolaborasi perawat-
klien membentuk suatu “kekuatan mendewasakan” melalui hubungan interpersonal
yang efektif dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien (Beeber, Anderson dan
Sills, 1990). Ketika kebutuhan dasar telah diatasi, kebutuhan yang baru mungkin
muncul. Hubungan interpersonal perawat-klien digambarkan sebagai fase-fase yang
saling tumpang tindih seperti berikut ini : orientasi, identifikasi, penjelasan, dan resolusi
(Chinn dan Jacobs, 1995). Model konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh
Peplau menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain
yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen sentral
yaitu: Pasien, Perawat, Masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit, Proses
interpersonal. Penjabarannya sebagai berikut:

a. Pasien

Sistem dari yang berkembang terdiri dari karakteristik biokimia, fisiologis,


interpersonal dan kebutuhan serta selalu berupaya memenuhi kebutuhannya dan
mengintegrasikan belajar pengalaman. Pasien adalah subjek yang langsung
dipengaruhi. .Oleh adanya proses interpersonal.

b. Perawat

Perawat berperan mengatur tujuan dan proses interaksi interpersonal dengan


pasien yang bersifat partisipatif, sedangkan pasien mengendalikan isi yang menjadi
tujuan. Hal ini berarti dalam hubungannya dengan pasien, perawat berperan sebagai
mitra kerja, pendidik, narasumber, pengasuh pengganti, pemimpin dan konselor
sesuai dengan fase proses interpersonal.

c. Masalah Kecemasan yang terjadi akibat sakit / Sumber Kesulitan

Ansietas berat yang disebabkan oleh kesulitan mengintegrasikan pengalaman


interpersonal yang lalu dengan yang sekarang ansietas terjadi apabila komunikasi
dengan orang lain mengancam keamanan psikologi dan biologi individu. Dalam
model peplau ansietas merupakan konsep yang berperan penting karena berkaitan
langsung dengan kondisi sakit.

d. Proses Interpersonal

Proses interpersonal yang dimaksud antara perawat dan pasien ini


menggambarkan metode transpormasi energi atau ansietas pasien oleh perawat
yang terdiri dari 4 fase. Peplau mengidentifikasi empat tahapan hubungan
interpersonal yang saling berkaitan yaitu: (1) orientasi, (2) identifikasi, (3)
eksploitasi, (4) resolusi (pemecahan masalah). Setiap tahap saling melengkapi dan
berhubungan sebagai satu proses untuk penyelesaian masalah.

2. Tahapan Inter Personal Menurut Peplau dalam Keperawatan

Untuk mencapai tujuan dari hubungan interpersonal tersebut maka harus


melalui penggunaan step-step atau fase-fase sebagai berikut:

a. Fase Orientasi

Pada fase ini perawat dan klien masih sebagai orang yang asing. Pertemuan
diawali oleh pasien yang mengekspresikan perasaan butuh, perawat dan klien
malakukan kontrak awal untuk membangun kepercayaan dan terjadi proses
pengumpulan data. Pada fase ini yang paling penting adalah perawat bekerja
sama secara kolaborasi dengan pasien dan keluarganya dalam menganalisis
situasi yang kemudian bersama-sama mengenali, memperjelas dan menentukan
masalah untuk ada setelah masalah diketahui, diambil keputusan bersama untuk
menentukan tipe bantuan apa yang diperlukan. Perawat sebagai fasilitator dapat
merujuk klien ke ahli yang lain sesuai dengan kebutuhan.

b. Fase Identifikasi

Fase ini fokusnya memilih bantuan profesional yang tepat, pada fase ini pasien
merespons secara selektif ke orang-orang yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Setiap pasien mempunyai respons berbeda-beda pada fase ini. Respons pasien
terhadap perawat:

1) Berpartisipasi dan interpendent dengan perawat

2) Anatomy dan independent

3) Pasif dan dependent

c. Fase Eksploitasi

Fase ini fokusnya adalah menggunakan bantuan profesional untuk alternatif


pemecahan masalah. Pelayanan yang diberikan berdasarkan minat dan
kebutuhan dari pasien. Pasien mulai merasa sebagai bagian integral dari
lingkungan pelayanan. Pada fase ini pasien mulai menerima informasi-
informasi yang diberikan padanya tentang penyembuhannya, mungkin
berdiskusi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada perawat,
mendengarkan penjelasan-penjelasan dari perawat dan sebagainya.

d. Fase Resolusi

Terjadi setelah fase-fase sebelumnya telah berjalan dengan sukses. Fokus pada
fase ini mengakhiri hubungan profesional pasien dan perawat dalam fase ini
perlu untuk mengakhiri hubungan teraupetik meraka. Dimana pasien berusaha
untuk melepaskan rasa ketergantungan kepada tim medis dan menggunakan
kemampuan.

3. Hubungan Antara Fase-Fase Peplau dan Proses Keperawatan

Kontinum Peplau pada empat fase orientasi, identifikasi, eksploitasi, dan


resolusi dapat dibandingkan dengan proses keperawatan. Proses keperawatan
didefinisikan sebagai "aktivitas intelektual’’ yang disengaja dimana praktek
keperawatan didekati secara tertib, sistematis.

Ada banyak kesamaan antara proses keperawatan dan fase interpersonal Peplau.
Fase Peplau dan proses keperawatan berurutan dan fokus pada interaksi terapeutik.
Keduanya bila menemui “stress” harus menggunakan tehnik problem solving
secara kolaboratif, dengan tujuan akhir adalah menemukan kebutuhan pasien..
Keduanya menggunakan observasi, komunikasi, dan recording sebagai alat dasar
untuk praktek perawat.

Ada perbedaan juga antara fase Peplau dan proses keperawatan. Keperawatan
profesional saat ini memiliki pengertian tujuan yang lebih jelas dan memiliki area
praktek yang spesifik. Keperawatan beranjak dari peran physician’s helper ke arah
consumer advocay.

4. Kelebihan dan Kekurangan Teori Peplau

Kelebihan :

a. Dapat meningkatkan kejiwaan pasien untuk lebih baik.

b. Dapat menurunkan kecemasan klien dalam teori keperawatan.


c. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik.

d. Dapat medorong pasien untuk lebih mandiri

Kekurangan :

a. Kurangnya penekanan pada health promotion dan pemeliharaan kesehatan:


dinamika intra keluarga, pertimbangan ruang individu, serta layanan
sumberdaya sosial komunitas/masyarakat juga kurang diperhatikan.

b. Teori Peplau tidak dapat digunakan untuk pasien yang tidak bisa
mengekspresikan kebutuhannya.

B. Teori Keperawatan Virginia Henderson

1. Konsep Teori VIrginia Henderson

Model konsep keperawatan dijelaskan oleh Virginia Henderson adalah model


konsepaktivitas sehari-hari dengan memberikan gambaran tugas perawat
yaitu mengkajiindividu baik yang sakit ataupun sehat dengan memberikan
dukungan kepadakesehatan, penyembuhan serta agar meninggal dengan
damai.Henderson sangatdipengaruhi oleh Edward Thorndyke, yang banyak
melakukan penelitian dalambidang kebutuhan manusia. Berdasarkan teori-teori
Thorndyke dan definisinya sendiritentang keperawatan, Henderson memberi tugas
keperawatan menjadi empat belasjenis tugas yang berusaha untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Pembagian asuhankeperawatan menjadi empat belas
kebutuhan manusia ini menjadi pilar dari modelkeperawatannya. Ia menyatakan
bahwa :

a. Perawat harus selalu mengakui bahwa terdapat pola kebutuhan pasien yang
harusdipenuhi.

b. Perawat harus selalu mencoba menempatkan dirinya pada posisi pasien


sebanyak mungkin

2. Ruang Lingkup Teori Henderson


Ruang lingkup teori Henderson mencakup manusia, keperawatan,
kesehatan,dan lingkungan.

a. Manusia.

Henderson melihat manusia sebagai individu yang membutuhkan


bantuan untukmeraih kesehatan, kebebasan, atau kematian yang damai, serta
bantuan untuk meraihkemandirian. Menurut Henderson, kebutuhan dasar
manusia terdiri atas 14 komponenyang merupakan komponen penanganan
perawatan. kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut: Bernapas secara normal,
Makan dan minum dengan cukup, Menghilangkan racun-racun tubuh, Bergerak
dan menjaga posisi yang diinginkan, Tidur dan istirahat, Memilih pakaian yang
sesuai, Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan
pakaiandan mengubah lingkungan, Menjaga tubuh tetap bersih dan terawatt
serta melindungi integument, Menghindari bahaya lingkungan yang bisa
melukai,Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,
kebutuhan,rasa takut, atau pendapat, Beribadah sesuai dengan keyakinan,
Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi, Bermain atau terlibat
dalam berbagai kegiatan rekreasi, Belajar mengetahui atau memuaskan rasa
penasaran yang menuntun padaperkembangan normal dan kesehatan serta
menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia.

Kebutuhan dasar manusia di atas dapat di klarifikasikan


menjadiempat kategori, yaitu komponen kebutuhan biologis, psikologis,
sosiologis, danspiritual. Kebutuhan dasar poin 1-9 termasuk komponen
kebutuhan biologis, poin 10dan 14 termasuk komponen kebutuhan
psikologis, poin 11 termasuk kebutuhanspiritual, dan komponen 12 dan 13
termasuk komponen kebutuhan sosiologis.Henderson juga menyatakan bahwa
pikiran dan tubuh manusia tidak dapat dipisahkansatu sama lain
(inseparable). Sama halnya dengan klien dan keluarga,
merekamerupakan satu kesatuan (unit).

b. Keperawatan

Perawat mempunyai fungsi unik untuk membantu individu, baik dalam


keadaan sehat maupun sakit. Sebagai anggota tim kesehatan, perawat
mempunyai fungsiindependence di dalam penanganan perawatan berdasarkan
kebutuhan dasar manusia(14 komponen di atas). Untuk menjalankan
fungsinya, perawat harus memiliki pengetahuan biologis maupun sosial.

c. Kesehatan

Sehat adalah kualitas hidup yang menjadi dasar seseorang dapat


berfungsi bagi kemanusiaan. Memperoleh kesehatan lebih penting
daripada mengobati penyakit. Untuk mencapai kondisi sehat, diperlukan
kemandirian dan saling ketergantungan Individu akan meraih atau
mempertahankan kesehatan bila mereka memilikikekuatan, kehendak, serta
pengetahuan yang cukup.

d. Lingkungan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan aspek


lingkungan:

1) Individu yang sehat mampu mengontrol lingkungan mereka, namun


kondisisakit akan menghambat kemampuan tersebut.

2) Perawat harus mampu melindungi pasien dari cedera mekanis.

3) Perawat harus memiliki pengetahuan tentang keamanan lingkungan.

4) Dokter menggunakan hasil observasi dan penilaian perawat sebagai


dasardalam memberikan resep

5) Perawat harus meminimalkan peluang terjadinya luka melalui saran-


sarantentang konstruksi bangunan dan pemeliharaannya.

6) Perawat harus tahu tentang kebiasaan sosial dan praktik keagamaan


untukmemperkirakan adanya bahaya.

7) Dalam pemberian layanan kepada klien, terjalin hubungan antara perawat


dan klien.

Menurut Henderson, hubungan perawat-klien terbagi dalam tiga tingkatan,


mulai darihubungan sangat bergantung hingga hubungan sangat mandiri.
1) Perawat sebagai pengganti (subtitute) bagi pasien.

2) Perawat sebagai penolong (helper) bagi pasien.

3) Perawat sebagai mitra (partner) bagi pasien.

Pada situasi pasien yang gawat, perawat berperan sebagai


pengganti (subtitute) didalam memenuhi kekurangan pasien akibat
kekuatan fisik, kemampuan, ataukamauan pasien yang berkurang.
Di sini perawat berfungsi untuk “melengkapinya”. Setelah kondisi
gawat berlalu dan pasien berada pada fase pemulihan,
perawatberperan sebagai penolong (helper) untuk menolong atau
membantu pasienmendapatkan kembali kemandiriannya. Kemandirian
ini sifatnya relatif, sebab tidak ada satu pun manusia yang tidak
bergantung pada orang lain. Meskipun demikian,parawat berusaha
keras saling bergantung demi mewujudkan kesehatan
pasien.Sebagai mitra (partner), perawat dan pasien bersama-sama
merumuskan rencanaperawatan bagi pasien. Meski diagnosisnya
berbeda, setiap pasien memiliki kebituhandasar yang harus dipenuhi.
Hanya saja, kebutuhan dasar tersebut dimodifikasiberdasarkan
kondisi patologis dan faktor lainnya, seperti usia, tabiat, kondisi
emosional, status ocus atau budaya, serta kekuatan fisik dan intelektual.

Kaitannya dengan hubungan perawat-dokter, Henderson


berpendapat bahwa perawat tidak boleh selalu tunduk mengikuti
perintah dokter. Henderson sendiri mempertanyakan filosofi yang
membolehkan seorang dokter memberi perintah kepada pasien
atau tenaga kesehatan lainnya. Tugas perawat adalah membantu
pasiendalam melakukan manajemen kesehatan ketika tidak ada
tenaga dokter. Rencanaperawatan yang dirumuskan oleh perawat
dan pasien harus dijalankan sedemikianrupa sehingga dapat memenuhi
rencana pengobatan yang efektif.
3. Aplikasi Teori Virginia Henderson

Penerapan dari berbagai definisi keperawatan menurut Henderson perawat


berkaitan erat dengan aplikasipenanganan kesehatan yang berinteraksi langsung
dengan pasien dengan mengubahkondisi pasien dari yang semula tidak
mampu atau bergantung menjadi mandiridengan menerapkan 14 komponen
penanganan keperawatan seperti:

a. Pengkajian

Perawat melakukan penilaian dengan berdasarkan 14 komponen kebutuhan


dasaryang dapat dilakukan pendekatan yang meliputi psikologis, sosial, dan
spiritualdengan demikian maka perawat dapat mengenali kebutuhan
yang diperlukanpasien sehingga dapat diterapkan untuk pengkajian dan
persiapan

b. Observasi

Menganalisis dengan menggunakan indra berupa indra penglihatan,


pendengarandan peraba setelah itu membandingkan dengan pengetahuan
tentang sehat-sakit.

c. Perencanaan

Menurut Henderson, perencanaan adalah aktivitas penyusunan dan


perbaikansusunan perawatan terhadap proses penyembuhan yang telah
disusun bersamaantara perawat dengan pasien dan dokumentasi proses
bagaimana perawatmembantu pemulihan dari sakit hingga sembuh.

d. Implementasi

Proses melakukan penyusunan rencana perawatan yang telah disusun


yangbertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang telah disusun dalam
rencanaperawatan untuk pemulihan dari kondisi sakit atau meninggal dengan
damai.

e. Interverensi
Tahap dimana dalam pengaplikasiannya terlebih dahulu melihat prinsip
fisiologis,usia, latar belakang budaya, keseimbangan emosional, kemampuan
intelektual, dan fisik individu.

f. Evaluasi

Evaluasi yaitu catatan akhir yang berupa perkembangan dalam kriteria


yangdiharapkan dalam pencapaian kemandirian pasien dalam melakukan
aktivitasnyasehari-hari berdasarkan 14 kebutuhan dasar tersebut.
BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Penerapan Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Model Konseptual


Hildegard E. Peplau dan Virginia Henderson pada Klien Isolasi Sosial.

Adapun proses terapi menurut konsep ini adalah build feeling security
(berupaya membangun rasa aman pada klien), trusting relationship (menjalin hubungan
yang saling percaya) dan interpersonal satisfaction (membina kepuasan dalam bergaul
dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati). Peran perawat dalam
terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang
dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang
lain), therapist use empathy and relationship (perawat berupaya bersikap empati dan
turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberikan respon
verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang.

Teori Virginia Henderson dengan “ Comprehensive Definition” . Menurut


Henderson keperawatan memandang manusia sebagai individu yang kompleks, terdiri
dari biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual yang memiliki 14 kebutuhan dasar
yaitu: 1. bernafas dengan normal; 2. makan dan minum adekuat; 3. eliminasi; 4.
bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan; 5. tidur dan istirahat yang
cukup; 6. memilih pakaian yang sesuai; 7. mempertahankan suhu tubuh tetap normal;
8. jaga kebersihan tubuh dan kulit; 9. hindari bahaya dari lingkungan dan melukai orang
lain; 10. komunikasi dengan orang lain untuk mengemukakan emosi, kebutuhan, rasa
takut dan pendapat; 11. beribadah menurut keimanan; 12. bekerja; 13. berpartisipasi
dalam berbagai bentuk rekreasi; 14. belajar, menemukan dan kepuasan untuk
perkembangan ke arah keseatan dan menggunakan sarana kesehatan yang ada
(Henderson dalam Tomey, 2006).

Teori Virginia Henderson juga mengidentifikasi adanya 3 level hubungan


antara klien dengan perawat, dimana perawat bertindak sebagai ; 1. pengganti klien; 2.
penolong klien; 3. teman klien. Henderson mendorong sikap empati perawat dalam
memahami klien serta menyatakan bahwa perawat harus dapat masuk kebawah kulit
dari kliennya masing-masing agar dapat mengetahui apa yang dibutuhkannya
(Henderson, 1964 dalam Tomey, 2006). Hal ini berarti seorang perawat harus benar-
benar mampu mengenal dan mengkaji sedalam-dalamnya tetang klien sehingga dapat
mengetahui dengan jelas kebutuhannya.

Aplikasi Teori Keperawatan Hildegard E. Peplau Dan Virginia Henderson Pada


Klien Dengan Isolasi Sosial. Kelainan jiwa seseorang muncul akibat adanya ancaman.
Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (anxiety). Dimana perasaan takut
seseorang itu didasari adanya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang
sekitarnya. Energi yang dihasilkan dari kecemasan yang semakin meningkat tidak
ditransformasikan dengan baik sehingga menurunkan tenaga, semangat dan
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga klien menjadi sakit
dan mengalami isolasi sosial.

Berdasarkan konsep model Peplau dan Henderson maka dalam proses


interpersonal antara perawat dengan klien isolasi sosial terjadi 4 tahapan mulai dari
orientasi sampai resolusi. Agar berlangsungnya proses interpersonal pada fase orientasi
maka perlu adanya kesepakatan (kontrak). Kesepakatan tersebut merupakan penerapan
dari teori Henderson dimana perawat perlu menyepakati bersama klien tentang
keinginan klien untuk sembuh, kekuatan dari diri klien untuk mau bekerjasama dalam
menyelesaikan masalahnya beserta dukungan dari anggota keluarga dan pengetahuan
tentang masalah yang dihadapi serta cara mengatasinya. Ini akan membantu
mempermudah perawat untuk dapat menunjukkan konsistensinya dan mebuat klien
lebih terfokus pada tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian perawat dan klien
isolasi sosial dapat membina hubungan saling percaya sehingga fase-fase selanjutnya
dapat dilewati secara bertahap.

Model Virginia Henderson juga mengidentifikasi adanya 3 level hubungan


antara klien dengan perawat, dimana perawat bertindak sebagai ; 1. pengganti klien; 2.
penolong klien; 3. teman klien. Henderson mendorong sikap empati perawat dalam
memahami klien serta menyatakan bahwa perawat harus dapat masuk kebawah kulit
dari kliennya masing-masing agar dapat mengetahui apa yang dibutuhkannya
(Henderson, 1964 dalam Tomey, 2006).

Level hubungan perawat dan klien sebagai pengganti dan penolong yang
dikemukakan oleh Henderson juga dikemukakan oleh Peplau namun ada 1 (satu) peran
perawat sebagai teman klien belum ditemukan pada Peplau dan peran ini dirasa sangat
tepat diberikan kepada klien dengan isolasi sosial. Level atau peran ini akan sangat
membantu bagi klien Isolasi Sosial pada saat melakukan pengkajian, hal ini disebabkan
karena bila peran ini dijalankan maka klien akan lebih terbuka sehingga dapat
mengungkapkan perasaan dan masalahnya dengan lebih rinci kepada perawat. Ini akan
membantu perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan dan memberikan
tindakan keperawatan berupa terapi yang tepat. Sehingga pada akhirnya klien terbebas
dari sakit/masalah dan menjadi mandiri.

B. Pembahasan Penerapan Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Model


Konseptual Hildegard E. Peplau dan Virginia Henderson pada Klien Isolasi Sosial

Individu yang mengalami masalah isolasi sosial awalnya memiliki beberapa


kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sepanjang perkembangannya seperti secara
biologis ditemukan adanya gangguan pada konteks frontal sehingga menimbulkan
gejala negatif dari klien skizoprenia. Bila dilihat secara psikologis pengalaman masa
lalu klien yang tidak menyenangkan/ kegagalan dalam salah satu tugas perkembangan
yang seharusnya sudah terlewati. Sedangkan secara sosial ditemukan, tidak
terpenuhinya kebutuhan seperti pendidikan, pekerjaan, dan status sosial ekonomi yang
rendah.

Semua hal di atas merupakan kebutuhan klien yang sampai saat ini belum
terpenuhi sedangkan harapan klien untuk masa depannya sangat tinggi sehingga kondisi
ini membuat klien menjadi frustrasi dan tidak berkembang menjadi matur seperti yang
disampaikan Peplau. Pada akhirnya timbul perasaan malu, menghindar dari orang lain
dan lingkungan sosialnya yang berlanjut timbulnya perilaku isolasi sosial. Peplau
menyatakan bahwa individu yang mengalami masalah isolasi sosial adalah individu
yang tidak mampu mentransformasikan atau menyalurkan energi kecemasan yang
ditimbulkan oleh stresor-stresor dalam perkembangan dirinya menjadi hal yang
produktif. Oleh karena itu klien dengan isolasi sosial membutuhkan perawat untuk
dapat belajar merubah energi kecemasan akibat stresor menjadi bentuk yang produktif
sehingga menjadi sehat.

Perawat akan membantu klien isolasi sosial melalui tindakan keperawatan yang
diberi seperti pemberian terapi SST, berdasarkan penilaian individu terhadap stresor
(tanda dan gejala) dan sumber koping yang dimiliki. Bila sumber koping yang dimiliki
klien telah positif dan mendukung maka tindakan selanjutnya melatih atau
mempertahankan kemampuan klien untuk dapat menyelesaikan masalahnya. Dalam
asuhan keperawatan pada klien perawat menggunakan tahapan proses interpersonal
yang dikemukakan oleh Peplau, yang terdiri atas tahapan orientasi, identifikasi,
ekploitasi, resolusi (Peplau dalam Fitzpatrick, 1989).

Keberhasilan dalam melaksanakan proses interpersonal bersama klien


ditentukan pada tahap orientasi karena pada tahap ini perawat harus mampu mengubah
kepercayaan klien yang negatif terhadap orang lain. Bila tahap ini tidak dapat dilewati
maka tahapan lainnya tidak akan bisa di mulai. Peplau dalam teorinya kurang
memberikan gambaran cara melewati tahap orientasi khususnya pada klien yang
memiliki masalah dalam melakukan proses interpersonal tersebut seperti klien dengan
isolasi sosial. Untuk itu maka penulis menambahkan dengan teori Henderson yang
dapat memperjelas dengan teorinya bahwa perlu adanya kesepakatan atau kontrak yang
jelas antara perawat dan klien dalam melakukan hubungan interpersonal yaitu klien
akan dapat dibantu oleh perawat bila memiliki kekuatan, keinginan dan pengetahuan
untuk dapat mancapai kemandirian atau terbebas dari penyakit dengan segera
(Henderson dalam Fitzpatrick, 1989).
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan konsep model Peplau dan Henderson maka dalam proses interpersonal
antara perawat dengan klien isolasi sosial terjadi 4 tahapan mulai dari orientasi sampai
resolusi. Agar berlangsungnya proses interpersonal pada fase orientasi maka perlu adanya
kesepakatan (kontrak). Kesepakatan tersebut merupakan penerapan dari teori Henderson
dimana perawat perlu menyepakati bersama klien tentang keinginan klien untuk sembuh,
kekuatan dari diri klien untuk mau bekerjasama dalam menyelesaikan masalahnya beserta
dukungan dari anggota keluarga dan pengetahuan tentang masalah yang dihadapi serta cara
mengatasinya.

Keberhasilan dalam melaksanakan proses interpersonal bersama klien ditentukan pada


tahap orientasi karena pada tahap ini perawat harus mampu mengubah kepercayaan klien
yang negatif terhadap orang lain. Bila tahap ini tidak dapat dilewati maka tahapan lainnya
tidak akan bisa di mulai. Peplau dalam teorinya kurang memberikan gambaran cara
melewati tahap orientasi khususnya pada klien yang memiliki masalah dalam melakukan
proses interpersonal tersebut seperti klien dengan isolasi sosial.

B. SARAN

Terapi spesialis keperawatan jiwa social skills training (SST) efektif dilakukan untuk
klien isolasi sosial. Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial
dapat dilihat dari perubahan kemampuan klien dari klien yang tidak mau berinteraksi
dengan keluarga dan orang lain menjadi mau berinterkasi, dari yang tidak bisa memulai
pembicaraan menjadi mampu untuk memulai pembicaraan, sikap dalam bicara lebih baik
seperti ada kontak mata, kepala Pendekatan teori Peplau dan Henderson sangat efektif
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah isolasi
sosial. Hal ini disebabkan karena dapat memandu perawat untuk memulai interaksi secara
bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan klien dalam proses interpersonal.
Penulis menyarankan bahwa teori peplau dan henderson dapat diaplikasikan dalam proses
asuhan keperawatan jiwa terutama terhadap klien yang mempunyai masalah tentang
kejiawaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Ns. S.Kep. 2005. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG

Hotma, D. (2018). Teori Keperawatan Virginia Henderson. 1-13.Anisa, N. (2014).


Konsep Keperawatan Menurut Virginia Hennderson. 3-12.

Keliat, B. A., & Akemat. (2005). Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok. Jakarta:
EGC.

Keliat, B. A. (2006). Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa.
Jakarta: EGC.

Kurniadi, D. (2020). Teori Keperawatan Virginia Henderson. 1-4.Sahrudi, A. d. (2019).


Aplikasi Teori Virginia Henderson Pada Pasien Neglected Fracture of Left Shaft
Femur. 141-159.

NANDA. (2007). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2007-2008.


Philadelphia: NANDA International.

Renidayati. (2008). Pengaruh social skills training (SST) pada klien isolasi sosial di
RSJ H.B. Saanin Padang Sumatera Barat. Tesis. FIK-UI. Tidak dipublikasikan.

Stuart, G. W. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. (9th ed). St Louis:
Mosby.

Potter, Patricia Ann et al. 2011. Basic Nursing. Missouri. Mosby Elsevier

Anda mungkin juga menyukai