SKRIPSI
Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
1
PENGARUH KEMATANGAN EMOSI TERHADAP
PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN USIA DINI
SKRIPSI
Oleh :
201210230311006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
2
LEMBAR PENGESAHAN
3. NIM : 201210230311006
4. Fakultas : Psikologi
Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 2 februari 2016
Dewan Penguji
Pembimbing I Pembimbing II
Mengesahkan
i
SURAT PERNYATAAN
Nim : 201210230311006
Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Perkawinan Pada Pasangan Usia Dini
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk
kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas
Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan
hidayatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kematangan
Emosi Terhadap Penyesuaian Perkawinan Pada Pasangan Usia Dini.”, skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memiliki kelemahan dan keterbatasan, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan karena ada bimbingan, dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak
baik moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih sebesar- besarnya atas segala bantuan yang telah diberikan terutama kepada:
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
2. Yuni Nurhamida, M.Psi selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
3. Dr. Iswinarti, M.Si selaku pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, kesabaran
dan ketelatenan untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berharga, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Siti Maimunah, S.Psi., MM, MA selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan
waktu, kesabaran dan ketelatenan untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat
berharga, serta selalu member semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
5. Diana Savitri Hidayati,S.Psi selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi, arahan dan
dukungan sejak awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.
6. Kepada seluruh subjek yang sudah berkontribusi dan menyempatkan waktunya untuk
mengisi skala.
7. Kepada seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan ilmu pengetahuan selama perkuliahan ini.
8. Laboratorium Fakultas Psikologi beserta rekan-rekan asisten, untuk setiap dukungan dan
bantuan selama ini.
9. Kepada keluargaku, Ayah H.Willy Cumentas dan Ibu Hj. Trinaliza, serta kakak tercintaku
Fenina Cumentas, Witriana Geesye Cumentas dan Ismail Syahabudin Cumentas terima kasih
atas kasih sayang dan do’a serta kebahagiaan yang diberikan dalam hidupku.
iii
10. Ibnu Munfaridz, seseorang yang selalu ada dan memberi motivasi dalam perkuliahan. Dan
Anakku Maryam Qonita Salsabila yang memberikan motivasi dalam perkuliahan dan bisa
menyelesaikan skripsi.
11. Teman-teman dan sahabat tercinta: Desi, Nurul, Rena, Elle, Riri, Diena, Icha, Septian, Reza,
Mukhlis, Tyo, Didik, Ical, Mito
12. Teman – teman seperjuangan Psikologi kelas A angkatan 2012 yang selalu memberikan
dukungan dan semangat dan mengalami suka duka bersama selama kuliah.
13. Teman – teman satu dosen Pembimbing : Kiki, Ayu, Dewi, Astri, Andin, Mirza, Lovi, Muti,
Syfa, Manda, Alfi yang selalu menemaniku dikala suka maupun duka, dan selalu
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis yang selalu memberikan semangat,
tempat sharing dan memberi dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
14. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan
saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada
umumnya.
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Perkawinan Pada
shellacumentas@gmail.com
Perceraian semakin tahun semakin meningkat di Indonesia. Perceraian yang paling tinggi terjadi
pada pasangan yang menikah usia dini. Penyesuaian perkawinan merupakan suatu proses yang
penting dalam suatu bahtera rumah tangga dan menentukan apakah rumah tangga tersebut dapat
utuh selamanya atau berakhir dengan jalan perceraian. Dalam proses penyesuaian perkawinan
dibutuhkan matangnya emosi agar tidak salah dalam mengambil keputusan. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan subjek sebanyak 34 pasangan yang menikahusia dini
dengan pengambilan populasi menggunakan teknik sampling kluster. Instrumen dalam penelitian
ini menggunakan dua skala yaitu skala penyesuaian perkawinan dan skala kematangan emosi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan kematangan emosi terhadap
penyesuaian perkawinan dilihat dari nilai(F = 28,714 P = 0,000<0,01). AdapunR Square sebesar
0,303.
Keyword: Kematangan emosi, penyesuaian perkawinan, pasangan usia dini
Divorce is getting in on the rise in Indonesia. The highest divorce occurred in couples who marry
early age. Marital adjustment is a process that is important in an ark household and determine
whether a household can intact forever or end with the divorce. In the process of adjustment
needed marriage matures emotions that are not wrong in taking decisions. The purpose of this
study was to determine the effect of emotional maturity for marital adjustment. This research is a
quantitative research with the subject of as many as 34 couples who married early age by making
the population using cluster sampling technique. Instruments in this study using two scales that
marital adjustment scale and the scale of emotional maturity. The results showed that there was a
significant effect of emotional maturity to marital adjustment seen from the value (F = 28,714, P
= 0.000 <0.01). The R Square of 0,303.
1
Fenomena pernikahan di usia muda masih sangat tinggi. Hal tersebut terlihat dari maraknya
pernikahan usia muda pada kalangan remaja, yang kini tidak hanya terjadi di kalangan adat tetapi
telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan
bakat. Selain itu, fenomena menikah di usia muda ini akan beruntut pada masalah sosial lainnya
seperti tindak kriminal aborsi, risiko penyakit menular seks (PMS), serta perilaku a-sosial lainnya
dan juga tidak menutup kemungkinan pekerja seksual juga muncul dari “budaya kebablasan”ini
(Berita RRI,2014).
Pernikahan usia anak atau lebih dikenal dengan istilah pernikahan di bawah umur merupakan
salah satu fenomena sosial yang banyak terjadi diberbagai tempat di tanah air, baik di perkotaan
maupun di perdesaan. Menurut berita RRI (2014), baik kalangan menengah keatas maupun
menengah kebawah.Di daerah perkotaan sebanyak 21,75% anak-anak dibawah usia 16 tahun
sudah dinikahkan. Di pedesaan, angkanya jauh lebih besar yaitu 47,79%, yang menampakkan
kesederhanaan pola pikir masyarakatnya sehingga mengabaikan banyak aspek yang seharusnya
menjadi syarat dari suatu perkawinan. Setelah menikah seorang gadis di desa sudah harus
meninggalkan semua aktivitasnya dan hanya mengurusi rumah tangganya, begitu pula suaminya
di tuntut lebih memiliki tanggung jawab karena harus mencari nafkah.
Pernikahan usia dini masih menjadi masalah serius di negeri ini, dan semakin hari makin banyak
remaja perempuan yang menikah di bawah umur. Perkawinan merupakan tempat bersatunya
pribadi yang berbeda yaitu, antara pria dan wanita sebagai suami istri yang mempunyai tujuan
untuk membentuk sebuah mahligai keluarga yang kekal, bahagia dan sejahtera baik lahir maupun
batin. Menurut UU. No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito 2004).Menurut Pasal 7 ayat 1
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia menikah bagi perempuan
ialah 16 tahun dan pria 19 tahun.
Indonesia menempati urutan ke 37 diantara negara-negara yang memiliki jumlah pernikahan usia
muda tertinggi di dunia. Bahkan Indonesia menempati urutan ke dua tertinggi di ASEAN, setelah
Kamboja. (Berita RRI, 2014). Lebih dari 22.000 orang anak perempuan usia 10-14 tahun atau
setara dengan 0,2% perempuan muda telah menikah. Selanjutnya, jumlah perempuan muda
berusia 15-19 tahun yang menikah juga sangat tinggi, yaitu mencapai 11,7%, sementara laki-laki
di usia yang sama yaitu 15-19 tahun yang telah menikah hanya 1,6%. (BKKBN dalam Riset
kesehatan Dasar 2010). Sebanyak 50% perempuan muda di Indonesia menikah di bawah usia 19
tahun. Secara nasional, median usia pernikahan adalah 19 tahun. Padahal diharapkan usia
minimal untuk menikah bagi perempuan adalah 20 tahun dan laki-laki 25 tahun.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia yang dilakukan oleh BKKBN tahun 2012 jumlah
kelahiran dari pasangan remaja di perkotaan meningkat. Sementara di pedesaan memang
menurun, tapi jumlahnya justru meningkat 2 kali lipat dibanding kasus di perkotaan, alasannya
karena tingginya jumlah pernikahan usia dini, serta tingginya hubungan seks pranikah yang
semuanya bermuara pada Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD).
Beberapa alasan terjadinya pernikahan dini misalnya orang tua menginginkan anak perempuan
segera menikah karena ingin anaknya menikah dengan keluarga yang telah dikenal baik dan
2
motivasi untuk meningkatkan derajat dengan mencarikan pasangan dari keluarga yang lebih kaya
atau lebih tinggi kedudukan sosialnya.
Sering kali juga dengan alasan karena orang tua ingin segera lepas dari tanggung jawabnya,
karena dengan menikahkan anak mereka menganggap bahwa tanggung jawab dialihkan kepada
suami anaknya. Selain itu ada juga orang tua yang beralasan bahwa menikah dini dilakukan untuk
menghindari fitnah atau gunjingan tetangga. Sering kali juga pernikahan dini terjadi pihak
perempuan telah telanjur dihamili sebelum terjadi pernikahan yang sah. Tingginya jumlah remaja
laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seks di usia sekolah atau sebelum menikah
pasti membuat tingginya jumlah remaja yang melakukan pernikahan usia muda.
Akibat dari perkawinan usia muda mempunyai dua dampak, yaitu dampak positif dan negatif.
Dampak positif nikah usia muda adalah meringankan beban salah satu pihak dari keluarga
walaupun tidak sepenuhnya, karena dengan perkawinan tersebut beban keluarganya akan sedikit
terkurangi. Sedangkan dampak negatifnya adalah banyak keluarga yang menikah muda yang
berahir dengan penceraian (Rohmat,2009).
Menurut berita RRI (2014) terjadinya pernikahan dini juga mempengaruhi tingginya angka
perceraian dan mayoritas kaum perempuan yang mengajukan permohonan untuk
bercerai.Perceraian merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-
istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.
Perceraian bisa terjadi dikarenakan masalah dalam penyesuaian perkawinan yang biasanya
dialami oleh keluarga baru atau pada pasangan yang menikah dini.Hal ini dibuktikan dengan
penelitian Tilson dan Larren (2000) bahwa hasil analisis ini menunjukkan bahwa kedua variabel
antara pernikahanusia dinidan pasangan yang mempunyai anak memilikidampak yang signifikan
terhadap risiko perceraian. Tetapi dengan memiliki anak dalam pernikahan pertama secara
signifikan mengurangi risiko perceraian.
Berbeda dengan penelitian diatas, penelitian yang dilakukan oleh Glenn dan Kramer (1987) hasil
dari penelitiannya mengemukakan bahwa ada efek dari perceraian orang tua kepada keturunanya.
Analisis dilakukan untukpenjelasan umum dan masuk akal untuk transmisi antargenerasi
perceraian di wilayah rawan menghasilkan dukungan langsung untuk “komitmen yang lebih
rendah untuk pernikahan” dan penjelasanmengungkapkan bahwa sebagian kecil dari efek
transmisi cenderung diperkirakan dapat membuat perceraian pada anak-anak yang menikah pada
usia dini.
Setiap pasangan yang sudah menikah menginginkan keutuhan rumah tangga, tidak ada pasangan
manapun yang menginginkan sebuah perceraian. Fincham, Stanley & Beach (2007) menyatakan
bahwa dalam hubungan suatu rumah tangga didalamnya tidak selalu membuahkan hubungan
yang selaras dan serasi. Namun dengan adanya konflik yang berlarut-larut dan tidak terselesaikan
3
bisa menyebabkan berakhir dengan keputusan yang buruk yaitu perceraian. Dagum (2012)
menyatakan semestinya perceraian merupakan alternatif terakhir yang diambil oleh pasangan
suami-istri, ketika permasalahan tidak lagi dapat diselesaikan dengan alternatif yang lain.
Antar pasangan tidak sama persis dalam penyesuaian perkawinannya. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Anjani dan Suryanto (2006) ada lima pola penyesuaian perkawinanan pasangan
suami istri pada periode awal yaitu : 1). Fase bulan madu, merupakan fase paling indah karena
masing-masing pihak berupaya membahagiakan pasangannya. Pada fase ini pasangan tidak
berupaya untuk saling menonjolkan kekurangan melainkan saling menutupi kelemahan masing-
masing pasangan. 2). Fase pengenalan kenyataan, merupakan fase yang memerlukan adaptasi
seperti kebiasaan pasangan. Kebiasaan pasangan yang paling sering muncul dalam penelitian ini
adalah perubahan sikap yang terjadi pada pasangan istri maupun suami. 3). Fase kritis
perkawinan, merupakan fase paling rawan yang mungkin akan mengancam kehidupan rumah
tangga setelah mengenal kenyataan yang sebenarnya. Tingginya suatu pendidikan tidak
menjamin bahwa pasangan dapat beradaptasi dengan baik dan dapat menyelesaikan masalah. 4).
Fase menerima kenyataan, dimana suami istri menjalankan perkawinan dengan cara-caranya
sendiri atau kembali pada diri masing-masing dan tahu perannya dalam rumah tangga. Sehingga
kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan baik walaupun prbedaan ditengah-tengah mereka.
5). Fase kebahagian sejati, kebahagiaan merupakan salah satu tujuan perkawinan. Perbedaan
bukanlah penghalang bagi pasangan untuk meniti tujuan jangka panjang dan mendapatkan
kebahagiaan dalam perkawinan.
Dari kelima fase tersebut, perceraian paling banyak terjadi pada fase ke dua dan ketiga yaitu,
pada fase pengenalan kenyataan dan fase kritis perkawinan karena pada fase pengenalan
kenyataan dimana pasangan mulai mengetahui kebiasaan dan perubahan sikap seperti pasangan
suami istri belum terbiasa dengan kekurangan pasangannya di awal pernikahan, salah satu
pasangan ingin merubah kebiasaan pasangannya, salah satu pasangan menginginkan pasangannya
masuk dalam kehidupannya (kebiasaannya), salah satu pasangan ingin agar pasangannya
menerima kebiasaannya serta menerima keadaan dirinya apa adanya, namun kenyataannya
banyak yang sulit dalam menyesuaikan perkawinannya sehingga yang awalnya menunjukan hal-
hal yang baik kenyataannya tidak sesuai dengan yang diinginkan sehingga yang diimpikan tidak
berjalan secara mulus. Dan pada fase kritis perkawinan ini banyak yang menyerah dengan
penyesuaian perkawinannya, dimana setiap orang ingin memiliki rumah tangga yang ideal atau
sesuai yang diimpikan faktanya malah tidak sesuai dengan yang dibayangkan. Pada fase kritis
akan semakin meruncing ketika ada keterlibatan keluarga dari salah satu pasangan. Hal itu
berdampak karena salah satu pasangan dihadapkan pada kebimbangan secara emosi antara
keluarga suami/istri.
Pasangan usia dini merupakan masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kelenjar. Remaja terkadang terlihat sedih dan pada saat bersamaan bisa
terlihat begitu gembira. Kesedihan dan kegembiraan terkesan meledak-meledak bahkan sulit
untuk dikendalikan jika itu terjadi sehingga ketika dihadapkan pada suatu permasalahn cenderung
menghadapi dengan emosi yang meluap-luap dan terjadilah pengambilan keputusan dengan jalan
perceraian. Jika itu terjadi, perwujudan keluarga yang penuh dengan cinta yang
mawaddah,warahmah mungkin akan jauh dari impian. Sebab dimana usia dini (labil) biasanya
punya sikap suka menang sendiri sehingga kemungkinan terjadinya konflik keluarga sangat
4
besar. Itulah mengapa banyaknya perceraian terjadi pada kalangan pasangan yang menikah dini
karena dengan memiliki emosi yang cenderung meledak-ledak sulit untuk menyesuiakan
perkawinannya.
Menurut De Genova dan Rice (2005) penyesuaian perkawinan adalah proses modifikasi, adaptasi
dan mengubah pola tingkah laku individu maupun pasangan serta interaksi untuk mencapai
kepuasan maksimum dalam suatu hubungan. Sebagian besar pasangan suami istri harus membuat
penyesuaian diri dalam 12 area. Area tersebut yakni: pemenuhan kebutuhan emosional dan
dukungan, penyesuaian seksual, kebiasaan-kebiasaan individu, peran gender, pertimbangan-
pertimbangan materi dan keuangan, pekerjaan, kehidupan sosial; teman dan rekreasi, komunikasi,
kekuasaan dan pengambilan keputusan, konflik dan pemecahan masalah, serta moral, nilai-nilai
dan ideologi.
Permasalahan dapat terjadi karena pasangan suami-istri tidak dapat melakukan penyesuaian
secara efektif.Menurut Wilson & Filsinger (1986)pasangan dianggap memiliki kualitas
penyesuaian pernikahan yang baik bila minimnya derajat perbedaan yang menimbulkan
ketegangan antarpribadi,memiliki rasa kedekatan yang kuat dan berbagi kebersamaan, dapat
mengungkapkan afeksi yang saling disetujui pasangan, serta merasa puas dan berkomitmen
terhadap hubungan pernikahan.
Penyesuian perkawinan dapat didukung dengan kematangan emosi sehingga ketika dihadapkan
masalah dapat mengambil keputusan yang tepat.Kematangan emosi ini banyak berpengaruh
terhadap kehidupan sosial, misalnya saja seperti yang di kemukakan oleh Adhim (2002)
menyebutkan bahwa kematangan emosi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
menjaga kelangsungan perkawinan di usia muda.De Genova dan Rice (2005) disinilah
dibutuhkan kematangan emosional dari pasangan suami-istri. Hal ini akan sangat sulit didapati
pada pernikahan remaja terutama masa permulaan yakni tahun pertama. Kesulitan ini disebabkan
karena remaja masih memiliki emosi labil.
Chaplin (1999) mengungkapakan bahwa kematangan emosi adalah satu keadaan atau kondisi
mencapai tingkat kedawasaan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang
bersangkutan tidak lagi menampilan pola emosional yang pantas bagi anak-anak.Menurut
Hurlock (2002) emosi pada masa remaja cenderung tinggi. Remaja adalah masa yang sangat
indah apabila untuk dilewatkan, dengan hal-hal yang positif. Masa muda adalah waktu untuk
membangun emosi, kecerdasan dan fisik. Ketiganya merupakan syarat dalam menjalani
kehidupan yang lebih layak pada masa depan.
Pendapat tersebut diperkuat oleh De Genova dan Rice (2005), yang menyatakan bahwa remaja
memiliki emosional yang kurang matang dan sulit untuk dapat mencapai kesepakatan dengan
masalah serta rentan terhadap stres. Kekurangmatangan secara emosional membuat pasangan
suami istri remaja sulit untuk menampilkan performa terbaik dalam memenuhi tugas sebagai
seorang istri. Bahkan dalam tekanan yang berat, mereka cenderung memperburuk keadaan
dengan emosi yang meluap-luap.
Hal ini menuntut penyesuaian peran gender dan tanggung jawab. Istri harus berada di rumah dan
melayani suami serta keluarganya. Sedangkan suami harus bekerja dan belajar tanggung jawab
5
terhadap masa depan keluarga. Kewajiban peran gender tersebut menyebabkan suami-istri remaja
harus berkonsentrasi dengan peran masing-masing dan saling menyesuaikan diri. Padahal sesuai
dengan tugas perkembangan remaja, pasangan suami istri remaja masih harus melakukan
pencarian identitas dengan melakukan eksplorasi dan bereksperimen dengan berbagai peran
(Santrock, 2007). Hal ini disebabkan karena menurut Erikson (dalam Santrock, 2007) remaja
berada pada tahap identity versus identity confusion. Dimana pada tahap tersebut, remaja sedang
berusaha untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja yang ada dalam diri mereka
dan mencari arah dalam menjalani hidup.
Menurut Rice & Dolgin (2008) suami istri yang masih berusia remaja, belum bisa bertanggung
jawab terhadap diri mereka sendiri. Dengan adanya perkawinan, mereka dituntut untuk
bertanggung jawab tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga terhadap perkawinan, pasangan dan
anak-anaknya. Akibat minimnya tanggung jawab dari pasangan suami istri remajatersebut adalah
campur tangan pihak keluarga dalam pengambilan keputusan yang menyangkut perkawinan
mereka.
Masalah besar yang juga dihadapi oleh pasangan suami istri remaja adalah terlalu cepatnya
mereka harus mengemban tugas sebagai orang tua menjadikan hilangnya kebebasan mereka
untukkeluarg bergaul dengan teman sebaya. Dari sisi perkembangan dimana tugas-tugas remaja
harus berlangsung saat itu pula tidak akan terpenuhi. Banyak dari pasangan suami-istri muda
yang memiliki anak setelah setahun melalui usia perkawinan, kendati mereka belum siap dalam
menghadapi tugas untuk merawat anak-anak.
Berdasarkan uraianyang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa 50% perceraian terjadi pada
pasangan yang menikah usia dini. Dengan semakin tingginya angka pernikahan dini baik yang
berada dikota maupun pedesaaan, akan membuat angka perceraian yang tinggi. Alasan mengapa
pasangan dini melakukan perceraian adalah karena kurangnya penyesuaian perkawinan. Remaja
sulit untuk menyesuaikan diri dalam pernikahan karena kurang matangnya emosi sehingga
membuat pasangan dini sulit untuk menyesuaiakan perkawinan mereka. Peneliti ingin melakukan
penelitian apakah ada Pengaruh Kematangan Emosi terhadap penyesuaian perkawinan pada
pasangan yang menikah muda. Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengetahui apakah ada
pengaruh Kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah
muda. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: Mencegah banyaknya
perceraian yang dilakukan pasangan dini.
Penyesuaian Perkawinan
Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan diri sendiri,
dengan orang lain, dan dengan dunia anda (Calhoun &Acocella, 1995). Penyesuaian merupakan
suatu proses psikologis dimana seseorang mengatur atau memenuhikeinginan dan tantangan dan
kehidupan sehari-hari, salah satu bentuk penyesuaian diri adalah penyesuaian terhadap
pernikahan (Weiten & Lloyd, 2006).
Salah satu bentuk penyesuaian diri adalah penyesuaian terhadap pernikahan. Penyesuaian
pernikahan adalah suatu ”state” dimana seluruh perasaan bahagia dan kepuasan suami dan istri
terhadap pernikahan mereka dan antara mereka berdua.Penyesuaian pernikahan menuntut adanya
6
kematangan dan tumbuh serta berkembangnya pengertian diantara pasangan (Hashmi, Khurshid,
Hassan, 2006).
Penyesuaian perkawinan merupakan proses modifikasi, adaptasi, mengubah individu dan pola
pasangan dalam berperilaku dan berinteraksi untuk mencapai kepuasan maksimal dalam
hubungan perkawinan (De Genova dan Rice, 2005). Tahun pertama dan kedua perkawinan
merupakan masa penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1990). Clinebell (dalam Anjani & Suryanto,
2006) mengatakan bahwa krisis muncul saat pertama kali memasuki pernikahan karena tahun-
tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan.
Laswell dan Laswell (1987) mengatakan konsep dari penyesuaian pernikahan adalah dua individu
belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan. Penyesuaian
pernikahan juga sebuah proses yang panjang karena setiap orang dapat berubah sehingga setiap
waktu masing-masing pasangan harus melakukan penyesuaian pernikahan.
Berdasarkan beberapa pengertian penyesuaian pernikahan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian pernikahan merupakan poses interaksi dan sejumlah perasaan suami dan istri
terhadap pernikahan mereka, menyesuaikan diri, dan mengembangkan serta menumbuhkan
interaksi dan pencapaian kepuasan yang maksimum terhadap hubungan yang mereka bentuk.
Menurut Anjani & Suryanto (2006), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian
perkawinan yaitu adafaktor pendukung dan faktor Penghambat. Faktor pendukungyaitu keinginan
untuk membahagiakan pasangan, memberikan perhatian perhatian kecil, meluangkan waktu
untuk keluarga, memiliki panggilan khusus atau membantu mengerjakan tugas rumah tangga,
toleransi, keterbukaan, kepercayaan. Faktor penghambat, yaitu tidak bisa menerima perubahan
sifat dan kebiasaan pasangan, tidak berinisiatif, tidak saling menerima tugas-tugas yang telah
disepakati, campur tangan keluarga yang sangat kuat, serta bersikukuh pada pendapat dan
pemikiran masing-masing.
Kematangan Emosi
Walgito (2004) menyebutkan bahwa agar penyesuaian diri dalam kehidupan perkawinan dapat
berjalan secara baik, maka pasangan suami istri harus telah matang secara psikologis. Istri
diharapkan memiliki kematangan emosi yang tinggi yaitu memiliki emosi yang stabil, mandiri,
menyadari tanggung jawab, terintegrasi segenap komponen kejiwaan, mempunyai tujuan dan
arah hidup yang jelas, produktif-kreatif dan etis-religius. Hurlock (2002) berpendapat bahwa
individu yang matang emosinya memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan
emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu
beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat
sesuai dengan tuntutan yang dihadapi.
Yusuf (2000) mengungkapkan kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat
bersikap toleran, merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima
dirinya dan orang lain, selain itu mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif.
Chaplin (1999) mendefinisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan atau kondisi mencapai
tingkat kedewasaan perkembangan emosional. Ditambahkan Chaplin (1999) kematangan emosi
7
adalah suatu keadaan atau kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan
emosional seperti anak - anak, kematangan emosi seringkali berhubungan dengan kontrol
emosi.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), definisi kematangan emosi sebagai berikut
: 1) luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2) keadaan dan reaksi
psikologis dan fisiologis.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi sebagai keadaan dimana
suatu individu dapat menerima suatu keadaan atau kondisi dengan memunculkan emosi yang
sesuai dengan apa yang terjadi padanya tanpa berlebihan atau meledak-ledak. Semakin
bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu
membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta daripada perasaan.
Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:
1. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya
matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau
membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat
diterima secara sosial
2. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
3. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi
secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi
terhadap situasi tersebut.
Menurut Katkovsky dan Gorlow (1976), ada tujuh aspek kematangan emosi, yaitu :
1. Kemandirian
Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan
yang diambilnya.
2. Kemampuan menerima kenyataan
Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang lain,
mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang berbeda dengan
orang lain.
3. Kemampuan beradaptasi
Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima beragam
karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi apapun.
4. Kemampuan merespon dengan tepat Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan
untuk merespon terhadap kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun
yang tidak diekspresikan.
5. Merasa aman
Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi menyadari bahwa sebagai
mahluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain.
6. Kemampuan berempati
Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan
memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan
8
7. Kemampuan amarah
Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat
membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya
Beberapa ahli juga berpendapat faktor yang mempengaruhi kematangan emosi yaitu:
1. Pola asuh orang tua
Dari pengalamannya berinteraksi dengan keluarga menentukan pula polaa perilaku anak
terhadap orang lain dalam lingkungannya.
2. Lingkungan
Kebebasan dan control yang mutlak dapat menjadikan penghalang dalam pencapaian
kematangan emosi remaja.
3. Jenis Kelamin
Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan, mereka memiliki
pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga cenderung kurang mampu
mengeksperesikan emosi seperti perempuan.
Pada saat peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, tidak hanya secara fisik dan kognitif
tetapi emosi juga semakin berkembang. Adapun tahap perkembangan emosi pada remaja ada dua
baik yang positif maupun negatif. Perasaan positif yaitu: Cinta, rindu, keinginan untuk
berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.Perasaan negatif yaitu: memiliki sensitif dan reaktif
yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial. Cenderung berarah negatif dan
temperamental (mudah tersinggung/marah, mudah sedih/murung)
Yusuf (2011) mengungkapkan kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat
bersikap toleran, merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima
dirinya dan orang lain, selain itu mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan
kreatif.Dalam penyesuaianperkawinan yang baik adalah kesanggupandan kemampuan suami istri
untukberhubungan mesra, saling memberi danmenerima cinta (Hurlock, 2002).
Perkawinan adalah ikatan suci untuk menyatukan dua sosok manusia yang amat sangat berbeda
dari segi fisik, psikologis maupun latar belakang jati dirinya. Perkawinan tidak hanya menikahi
orang yang kita cintai saja, tetapi kita menikahi keluarga dan lingkungannya. Kondisi tersebut
menambah fungsi dan peran kita semakin bertambah banyak. Ketika dikondisikan oleh
9
bertambahnya peran karena perkawinan maka akan bertambah besar pula suatu kewajiban. Hal
itu merupakan konsekuensi logis dari munculnya status dan peran baru sebagai seorang
suami/istri.
Dari teori-teori yang telah dipaparkan dapat dibuktikan bahwa seseorang yang belum matang
emosinya tentu sulit untuk menyesuaikan diri bila mana dihadapkan dengan situasi yang
mempengaruhi bahtera rumah tangga mereka sehingga berdampaklah kepada keutuhan rumah
tangga.
Oleh karena itu dalam perkawinan masing-masing individu yang terikat perkawinan tersebut
perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian. Kematangan emosi disini sangatlah penting karena
untuk menggabungkan dua karakter kepribadian yang berbeda dan kekurangan-kekurangan dari
pasangan satu sama lain sangatlah susah apabila pada pasangan baru menikah, dapat dikatakan
pada tahun-tahun pertama mengalami kriris dalam rumah tangga karena pada masa ini mereka
pasangan suami istri bisa jadi mengalami kekecewaan yang mendalam karena rumah tangga
mereka jauh dari apa yang mereka harapkan atau mereka impikan selama ini sehingga
menimbulkan perbedaan pendapat yang tidak pernah tampak sebelumnya. Disinilah bentuk peran
penyesuaian diri pada perkawinan, apabila seseorang belum mencapai kematangan emosi,
dimana ketika mereka dihapkan dengan suatu permasalahn yang sulit maka kemampuan
penyesuaian diri inilah yang nantinya akan membawa mereka mencari solusi yang baik atau
bahkan solusi yang berdampak buruk.
Salah satu hal yang mempengaruhi kemampuan pasangan dalam menyesuaikan diri dalam
perkawinan adalah kematangan emosi. Kematangan emosi akan menentukan apakah orang
tersebut mampu melakukan penyesuaian terhadap permasalahan - permasalahan yang terjadi di
dalam perkawinan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kematangan
emosi dengan penyesuaian perkawinan pada pasangan dini.
Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh antara kematangan emosi terhadap
penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah usia dini. Semakin tinggi kematangan
emosi, maka semakin baik penyesuaian perkawinannya.
10
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, metode kuantitatif dinamakan metode
traditional karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai
metode untuk penelitian (dalam Sugiyono, 2011). Metode ini disebut metode kuantitatif karena
data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik, dimana peneliti akan
melihat pengaruh kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan pada rumah tangga usia
dini.
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada di daerah kota Banjarbaru provinsi
Kalimantan Selatan. Pemilihan populasi tersebut menggunakan teknik sampling secara kluster,
karena peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin dijadikan subjek penelitian
karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat menentukan
sampel wilayah, berupa kelompok kluster yang ditentukan secara bersyarat. Teknik pengambilan
sampel semacam ini sering disebut kluster sampling atau multi-stage sampling.
Oleh karena itu, subjek penelitian yang dipilih sebagai partisipan adalah 1). Pasangan suami-istri
berjumlah 34 pasangan yang menikah usia dini. 2). Berusia minimal 14 tahun sampai 20 tahun
pada saat menikah.
Skala penyesuaian perkawinan diadaptasi dengan nilai reabilitas dalam skala ini adalah 0,837
.Konsep penelitian menggunakan aspek dari Hurlock (1980) yaitu kebagahagiaan suami istri,
hubungan yang baik antara orang tua dan anak, mampu menghadapi perbedaan pendapat dengan
baik, dan kebersamaan.
11
Hasil try out uji validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS for windows versi 21.
Adapun untuk masing – masing indeks validitas dan reliabilitas pada kedua variabel di atas
terdapat pada tabel 1.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas skala penyesuaian perkawinan dengan
menggunakan standar validitas r = 0,3 dari 40 item diperoleh item valid sebanyak 32 item dan
item yang gugur sebanyak 8 item. Setelah diuji kembali dengan membuang item yang gugur
sehingga diperoleh tingat reliabilitas sebesar 0.931 maka skala ini termasuk dalam reliabel.
Dari 32 item yang valid dapat mewakili aspek – aspek yang ada. Sehingga skala ini dapat
digunakan dalam penelitiankarena telah memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang baik.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas skala kematangan emosi dengan menggunakan
standar validitas r = 0,3 dari 31 item diperoleh item valid sebanyak 21 item dan item yang gugur
sebanyak 10 item. Setelah diuji kembali dengan membuang item yang gugur sehingga diperoleh
tingat reliabilitas sebesar 0.94 maka skala ini termasuk dalam reliabel.
Dari 21 item yang valid dapat mewakili aspek – aspek yang ada. Sehingga skala ini dapat
digunakan dalam penelitiankarena telah memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang baik.
Prosedur
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan
analisis.Tahap persiapan terdiri dari mempersiapkan instrumen berupa skala kematangan emosi
dan penyesuaian perkawinan. Kemudian peneliti melakukan uji coba atau try outpada tanggal 9
november 2015 sampai 23 november 2015 . Untuk sampel try out peneliti mengambil di daerah
sekitar malang dengan mencari 15 pasangan usia dini untuk mengetahui validitas dan reabilitas
alat ukur yang digunakan, setelah alat ukur disetujui dan dapat dipakai selanjutnya peneliti
menentukan sampel untuk diteliti.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 34 pasangan usia dini yang berada di daerah
banjarbaruprovinsi Kalimantan selatan. Peneliti mengambil sampel ini dengan
mempertimbangkan beberapa pertimbangan yaitu peneliti berasal dari daerah banjarbaru provinsi
Kalimantan selatan dan pada daerah banjarbaru tersebut memiliki tingkat pernikahan dini yang
tinggi dibanding daerah lain (BKKBN, 2013).
Tahap kedua yaitu pelaksanaan penelitian dengan menyebar skala kepada masyarakat Banjarbaru,
Kalimantan Selatan pada tanggal 04 desember sampai 20 desember. Penyebaran skala dilakukan
dengan cara peneliti mendatangi rumah subjek penelitian dengan sebelumnya membuat janji
terlebih dahulu, setiap subjek diberikan 2 skala sekaligus untuk diisi, sebelum subjek mengisi
12
skala, peneliti terlebih dahulu memberikan pengantar yang bertujuan untuk memastikan bahwa
subjek tidak salah dalam proses pengerjaan.
Analisis data
Setelah mengambil data maka selanjutnya adalah entry data, validasi alat ukur, mengukur
reabilitas alat ukur, dan proses analisa data dalam proses ini peneliti menggunakan software
perhitungan statistik SPSS for windows versi 2.1 dengan analisis statistic parametrik. Teknik
statistik yang digunakan dalam uji hipotesis pada penelitian adalah analisis regresi liner
sederhana, karena peneliti ini menguji pengaruh antara satu variabel independen dengan satu
variabel dependen.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Subjek
Responden dalam penelitian ini berjumlah 34 pasang yang berarti 68 subjek yang berada pada
daerah banjarbaru dan cempaka provinsi Kalimantan selatan. Hasil penelitian mengenai pengaruh
kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan. Dengan jumlah subjek penelitian 34
pasangan usia dini secara keseluruhan dapat dideskripsikan bahwa dari 68 subjek diketahui
bahwa jenis kelamin perempuan sebanyak 34 (50%) dan laki-laki sebanyak 34 (50%).
Tabel 1. Deskripsi Usia saat Menikah
Usia Menikah Frekuesi Persentase
14 – 17 21 30%
18 – 20 47 70%
Total 68 100%
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui dari 68 responden yang diteliti, responden yang berada pada
rentang usia saat menikah 14-17 tahun berjumlah 21 orang (30%). Responden yang berada pada
rentang usia saat menikah 18-20 tahun berjumlah 47 orang (70%).
Berdasarkan pada tabel 2 dapat diketahui bahwa lamanya pernikahan pada jangka waktu 0-5
tahun sebanyak 42 orang (62%), dan pada jangka waktu 6-10 tahun sebanyak 17 orang (25%)
dan pada jangka waktu >10 tahun keatas sebanyak 9 orang (13%).
13
Tabel 3. Mean Variabel Kematangan Emosi & Penyesuaian Perkawinan Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Penyesuaian Perkawinan Kematangan Emosi
(Mean) (Mean)
14-17 21 orang 106,88 65,47
18-20 47 orang 109,06 69,32
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata (Mean) penyesuaian perkawinanyang
paling tinggi berada pada umur antara 18-20 sebanyak 47 orang dengan nilai rata-rata 109,06 dan
nilai rata-rata (Mean) kematangan Emosi yang paling tinggi juga berada pada umur antara 18-20
dengan rata-rata (Mean) 69,32. Dan yang paling rendah berada pada usia 14-17 sebanyak 21
orang diketahui bahwa nilai rata-rata (Mean) untuk penyesuaian perkawinan 106,88 dan
kematangan emosi dengan nilai rata-rata (Mean) 65,47.
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa 17 orang berada pada kategori tinggi dengan lama
pernikahan antara 6-10 tahun dengan nilai rata-rata (Mean) penyesuaian perkawinan 112,9 dan
nilai rata-rata (Mean) kematangan Emosi 73,5. Dan 42 orang berada pada kategori sedang
dengan lama pernikahan antara 0-5 tahun dengan nilai rata-rata (Mean) penyesuaian perkawinan
110,2 dan nilai rata-rata (Mean) kematangan Emosi 67,67. Lalu 9 orang berada pada kategori
rendah dengan lama pernikahan 10 tahun ke atas dengan nilai rata-rata (Mean) penyesuaian
perkawinan 107,6 dan nilai rata-rata (Mean) kematangan Emosi 66,8.
DeskripsiData
Berikut akan diuraikan norma Penyesuaian Perkawinan dan norma Kematangan Emosi yang
dibantu dengan penyajian dalam bentuk tabel berikut ini :
Total 68 100%
14
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui subjek yang memiliki penyesuaian perkawinan berdasarka
n norma dari 68 subjek tidak terdapat subjek yang masuk dalam kategori rendah dan sangat
rendah. Berdasarkan tabel tersebut, 68 subjek masuk kedalam kategori sangat tinggi dan tinggi.
Pada tabel 3 penyesuaian perkawinan dengan kategori sangat tinggi sebanyak 57 responden
(83%), dan kategori tinggi kematangan emosi sebanyak 11 responden (17%).
total 68 100%
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui subjek yang memiliki kematangan emosi berdasarkan norma
dari 68 subjek tidak terdapat subjek yang masuk dalam kategori sangat rendah .Berdasarkan hal
tersebut dari 68 subjek masuk kedalam kategori sangat tinggi, tinggi dan rendah. Pada tabel 6
kematangan emosi dengan kategori sangat tinggi sebanyak 20 responden (29%), dan kategori
tinggi kematangan emosi sebanyak 47responden (70%) dan kategori rendah kematangan emosi
sebanyak 1 responden (1%).
Deskripsi Statistik
Berikut akan diuraikan hasil perhitungan statistic skor subjek penelitian yang dibantu dengan
penyajian dalam bentuk tabel berikut ini :
Tabel 7. Deskripsi statistic
Skala N Mean Standar Deviation
Penyesuaian 68 107.485 6.7082
Perkawinan
Kematangan Emosi 68 66.99 5.324
Valid N (listwise) 68
Dari tabel 7 diketahui bahwa jumlah subjek penelitian 34 pasangan atau 68 orang. Adapun nilai
rata-rata (mean) untuk penyesuaian perkawinan adalah 107.485 dan penyesuaian perkawinan
memiliki nilai standar deviasi sebesar 6.7082.Tabel diatas juga menjelaskan bahwa nilai rata-rata
(mean) untuk kematangan emosi adalah 66.99 dan kematangan emosi memiliki nilai standar
deviasi sebesar 5.324.
15
Uji Hipotesis
Hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa adanya pengaruh kematangan emosi
dalam penyesuaian perkawinan, seperti pada tabel berikut ini :
DISKUSI
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai F sebesar 28.714 dengan signifikan 0,000. Hasil
dari penelitian ini membuktikan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan. Kematangan emosi merupakan aspek yang
sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan. Keberhasilan rumah tangga sangat
banyak di tentukan oleh kematangan emosi, baik suami maupun istri. Artinya, pasangan yang
sudah matang emosinya, maka semakin mudah dalam penyesuaian perkawinan namun apabila
kematangan emosi yang kurang matang/tidak baik maka akan sulit dalam menyesuaiakan
perkawinan mereka.
Menurut Hurlock (2000) Kematangan emosi dan kematangan cara berfikir haruslah dimiliki oleh
setiap pasangan, karena dengan hal tersebut diharapkan seseorang akan mempunyai sikap
toleransi antara suami dan istrinya. Dengan adanya bertoleransi ini berarti antara suami dan istri
mempunyai sikap saling menerima dan memberi, saling tolong menolong, tidak hanya suami saja
16
yang memberi dan istri yang menerima atau sebaliknya. Toleransi dengan cara tolong menolong,
saling mengerti dan menerima kekurangan satu sama lain dapat mendukung penyesuaian
perkawinan menjadi lebih mudah.
Ketika menikah diharapkan suami-istri memiliki emosi yang matang dan pola pikir yang matang
sehingga mudah dalam penyesuaian perkawinan. Menurut penelitian Cole &Dean (1980)
menyatakan adanya korelasi antara pasangan suami-istri dan diri sendiri dinilai dari kematangan
emosi dan penyesuaian perkawinan dari kedua pasangan. Hasil penelitian Ulbana (2008)
menyatakan adanya hubungan positif dan sangat signifikan antara kematangan emosi dengan
penyesuaian perkawinan, hal ini berarti semakin tinggi kematangan emosi suami istri maka
semakin baik pula penyesuaian perkawinannya, dan sebaliknya semakin rendah kematangan
emosi suami istri, maka semakin buruk pula penyesuaian perkawinannya.
Kematangan emosi memiliki pengaruh terhadap kepuasan perkawinan. Hasil penelitian
Rismawati (1992) mengenai kematangan emosi dan kepuasan perkawinan studi pada istri bekerja
dan istri tidak bekerja. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepuasan
perkawinan dengan kematangan emosi. Hal ini berarti bawa semakin matang secara emosional
maka kepuasan perkawinan akan semakin meningkat. Penelitian kematangan emosi oleh Khairani
dan Putri (2009) mengenai perbedaan kematangan emosi pada pria dan wanita yang menikah
muda. Hasilnya penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kematangan emosi yang sangat
signifikan pada pria dan wanita yang menikah muda, dimana ditemukan bahwa pria memiliki
kematangan emosi lebih tinggi dibandingkan wanita.
Dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima. Dalam penelitian ini, pengaruh
kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan pada pasangan usia dini yang tinggal di
wilayah banjarbaru dan cempaka provinsi Kalimantan selatan menunjukkan pengaruh yang
positif. Menurut Blood (dalam Nurpratiwi, 2010) salah satu karakteristik orang yang memiliki
kematangan emosi yang positi/baik ialah seseorang yang memiliki nilai-nilai yang stabil dalam
emosinya, sehingga mereka lebih mampu untuk berpikir secara dewasa dalam mengatasi
masalah-masalah yang timbul dalam pernikahannya.
Setiap pasangan yang sudah menikah pasti menginginkan keharmonisan secara terus-menerus
dengan begitu kebahagian dan kepuasan pada pernikahan dapat tercapai. Adhim (2002)
mengungkapkan bahwa salah satu aspek yang cukup peting dalam menjaga keharmonisan
pernikahan adalah kematangan emosi yang baik. Seseorang yang memiliki kematangan emosi
yang baik/positif akan lebih mampu menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang baik/buruk yang
terjadi pada mereka. Selain itu, dengan adanya kematangan emosi yang baik maka dapat
menumbuhkan keharmonisan dalam pernikahan sehingga akan mudah dalam penyesuaian
perkawinan yang nantinya akan mendapatkan kepuasan dalam menikah. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian Karney & Bradbury (2000) mengenai kepribadian dan kepuasan pernikahan
yang menunjukkan kematangan emosi berpengaruh terhadap kepuasan dalam menikah.
Batas usia dalam melangsungkan perkawinan merupakan hal yang sangat penting. Dimana usia
seseorang akan mempengaruhi kematangan emosinya yang nantinya akan berpengaruh terhadap
penyesuaian perkawinan yang dijalaninya. Khui (2014) mengatakan hal ini disebabkan karena
didalam perkawinan haruslah memperhatikan kematangan psikologis. Usia perkawinan yang
terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran
17
untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri dan sifat egois dari
pasangan suami-istri. Perkawinan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul
tanggung-jawab, dan dapat beradaptasi di dalam masyarakat. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Nurpratiwi (2010) yang juga menyatakan adanya pengaruh yang signifikan kearah
positif antara kematangan emosi dan usia saat menikah terhadap kepuasan pernikahan.
Usia dini pada pasangan yang menikah juga memiliki pengaruh terhadap penyesuaian
perkawinan. Anjani & Suryanto (2006) mengatakan bahwaresistorfaktor yang memproses
penyesuaian pernikahan yang merupakan salah satu pasangan tidak dapatmenerimadenaturasi dan
kebiasaan dalam pernikahan dini, suami dan juga istri inisiatif tidak menyelesaikanmasalah,
perbedaan budaya dan agama di antara suami dan istri. Udry & Schoen (dalam Rismawati,1992)
mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah apabila pasangan menikah pada usia yang
sangat muda, yaitu laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka
dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan, dimana bisa menyebabkan rasa kecewa,
berkecil hati, dan tidak bahagia, juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan, cenderung
untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan untuk menerima
tanggung jawab dari perkawinan tersebut. Grover (dalam Donna, 2009) menyatakan ada
pengaruh yang sangat tinggi antara lamanya waktu pacaran dengan kepuasan perkawinan yang
merupakan indicator dari penyesuaian perkawinan yang baik.
Usia yang matang pada saat menikah dapat menjadikan individu tersebut memiliki pola pikir
yang positif, memilki rasa tanggung jawab yang tinggi, serta mampu mengambil keputusan-
keputusan yang baik dan tepat dalam setiap masalah baik dalam hidup maupun dalam keluarga.
Hal senada juga diungkapkan oleh Davidoff (dalam Nurpratiwi 2010) bahwa orang yang telah
dewasa biasanya tidak terlalu gegabah dalam megambil keputusan pasa suatu permasalahan.
Sumbangan efektif yang diberikan kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan dalam
penelitian ini adalah sebesar 30.3% yang artinya masih ada 69.7% yang dipengaruhi oleh variabel
faktor lain yang tidak diteliti. Terkait dengan sumber-sumber lain yang mempengaruhi
penyesuaian pernikahan yaitu taraf agama, ekonomi, budaya, pendidikan, keintiman dan
komitmen.
Nurpratiwi (2010) mengatakan bahwausia saat menikah memberikan kontribusi yang kecil
dibandingkan dengan kematangan emosi. Menurutnya, faktor yang cukup penting dalam
memberikan andil yang cukup besar dalam kepuasan pernikahan adalah kematangan emosi.
Namun dalam penelitian ini kematangan emosi hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap
penyesuaian perkawinan. Individu yang sudah cukup matang dalam segi emosi meskipun usianya
pada saat mereka menikah masih terbilang terlalu muda maka akan mudah dalam proses
penyesuaian perkawinannya. Selain dari menyesuaikan perkawinan yang mudah, akan tercipta
juga keharmonisan keluarga yang nantinya akan berdampak terhadap kepuasan pernikahan
mereka. Oleh karena itu, untuk menciptakan keharmonisan keluarga yang utuh dan kepuasan
terhadap pernikahan maka dibutuhkan adanya kematangan emosi yang baik sebagai tujuan agar
penyesuaian perkawinan lebih mudah untuk dilakukan.
Penelitian ini bersifat kuantitaif, variabel data yang diperoleh lebih ditekankan pada jawaban
subjek di lembar skala, baik skala penyesuaian perkawinan maupun skala kematangan emosi.
Sehingga hasil data yang ada hanya dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh
18
antar variabel dan sumbangan yang diberikan tetapi tidak dapat mengetahui dinamika dan
mengapa terdapat pengaruh dan sumbangan antar variabel kematangan emosi terhadap
penyesuaian perkawinan pada pasangan usia dini.
Penelitian ini penting dilakukan karena penyesuaian perkawinan merupakan suatu proses yang
harus dilewati bagi setiap pasangan yang telah menikah baik dalam usia dini maupun dalam usia
dewasa. Dengan terciptanya penyesuaian perkawinan yang baik dalam setiap pasangan maka
akan menciptakan keharmonisan dalam keluarga dan menciptakan keluarga yang sakinah,
mawadah, warahmah dan berkurangnya angka. Selain itu, dengan penyesuaian perkawinan yang
baik yang menciptakan keharmonisan keluarga dan rasa kepuasan dalam pernikahan maka akan
mengurangi angka perceraian pada usia dini ataupun dewasa yang ada di Indonesia.
19
DAFTAR PUSTAKA
Amas, A.( 2006). Hubungan antara penerimaan diri dan kematangan emosi. Skripsi (Tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Anjani, C., & Suryanto. (2006). Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal. Insan Media
Psikologi, 8 (3),198-210.
Anjani, C.,& Suryanto. (2006). Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal. . Diakses pada
30 desember 2015 dari http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-05%20-
%20Pola%20Penyesuaian%20Perkawinan%20pada%20Periode%20Awal.pdf
Al qar’ali., Abdullah., & Mahfudz, Waznin (Eds). (2015). Nasihat dan pelajaran calon
pengantin. (hal.20). Surabaya : Sukses Publishing
Berita RRI. (2014). Tingginya pernikahan dini. Diakses pada Oktober 27, 2015 dari
http://www.rri.co.id/surabaya/post/berita/172215/sosial/pemerintah_perlu_segera_tuntaskan
_persoalan_pernikahan_dini.htmlS
BKKBN Info. (2012). Survey demografi dan kesehatan indonesia. Diakses pada oktober 26,2015
dari Bkkbn.go.id
BKKBN Info. (2013). BKKBN menetapkan provinsi kalimantan selatan sebagai daerah tertinggi
angka pernikahan usia dini.Diakses pada Februari 10, 2016 dari
http://bpad.kalselprov.go.id/2013/06/27/bkkbn-menetapkan-provinsi-kalimantan-selatan-
sebagai-daerah-tertinggi-angka-pernikahan-usia-dini.html
Calhoun, J.,& Acocella, J. (1995). Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan
(Edisi ketiga). Semarang: PT IKIP Semarang Press.
Chaplin, J. P. (1999). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Cole, C., Dean, C.,& Dwight.(1980). Emotional maturity and marital adjusment: A Decade
replication. Journal of Marriage and Family. Diakses pada 30 Desember 2015 dari
http://www.jstor.org/stable/351897?seq=1#page_scan_tab_contents
Degenova, M. K., & Rice, F. P. (2005). Intimate, relationship, marriages and family (6th Ed).
USA: McGraw Hill.
Fincham, F. D., Stanley, S. M., & Beach, S. R. H. (2007). Transformative processes in marriage:
An analysis of emerging trends. Journal of Marriage and Family, 69, 275-292.
20 20
Fitriyah, I. (2010). Perceraian pasangan keluarga muda (Studi terhadap putusan pengadilan
agama Bantul tahun 2010). Di akses tanggal 24 juni 2015 dari
http://digilib.uin-suka.ac.id/6641/1/BAB%20I,V%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
Glenn, N. D,.& Kramer, K. B.(1987). The marriages and divorces of the children of divorce.
Journal of Marriage & the Family, 49:811–825.
Hashmi, H. A., Khurshid, M., & Hassan, I.(2007). Marital adjustment, stress and depression
among working and non-working married women. Journal of medical. Diakses tanggal 28
April 2015 dari :http://www.geocities.com/agnihotrimed/peper02jan-jun2007.html
Hermawan, H.(2008-2010). Pengaruh pernikahan dini terhadap perceraian dini (Studi kasus di
pengadilan agama Klaten). Diakses tanggal 28 April 2015 dari http://digilib.uin-
suka.ac.id/5643/1/BAB%20I%2C%20V%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
Hurlock. E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. (2000). Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan
(5th Ed). Jakarta: Erlangga
Khairani, R., & Putri, D. E. (2009). Perbedaan kematangan emosi pria dan wanita yang menikah
muda. Jurnal ISSN : 1858-2556 vol.3 edisi oktober
Khui,C. (2014). Kematangan emosi dalam hubungan suami istri. Di akses tanggal 17 Januari
2016 dari http://www.perhimpunankharis.com/front/artikel/107-kematangan-emosi-dalam-
hubungan-suami-isteri.
Laswell, E., & Laswell, F. (1987). Marriage and the family. 2nd ed. California: Wadsworth
Publishing.
Maskur, F. (2014). Angka perceraian lewati angka 10%. Di akses tanggal 28 April 2015 dari
http://kabar24.bisnis.com/read/20140814/79/249942/angka-perceraian-lewati-angka-10
Nurpratiwi, A. (2010). Pengaruh kematangan emosi dan usia saat menikah terhadap kepuasan
pernikahan pada dewasa awal.Diakses pada 30 desember 2015 dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2557/1/AULIA%20NURPRATI
WI-FPS.PDF
Rice, F. P.,& Dolgin, G. (2008). Adolescent, The: development, relationships, and culture, 12/E
.USA:Allyn dan Bacon Company
21
Rismawati, D. (1992). Kematangan emosi dan kepuasan perkawinan (Suatu studi deskriptif pada
kelompok istri bekerja dan kelompok istri tidak bekerja). Diakses pada 30 desember 2015
dari http://lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=20286613&lokasi=lokal
Rohmat. (2009). Pernikahan dini dan dampaknya terhadap keutuhan rumah tangga (Studi kasus
di desa Cikadu kecamatan cijambe kabupaten Subang). Diakses pada Oktober 27,2015 dari
http://digilib.uin-suka.ac.id/4035/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
Santrock, W.J. (2007). Adolescence, eleventh edition. Jakarta: Erlangga.
Sarkar, P. (2009). Determinants and effect of early marriage in Bangladesh, 2007. Diakses pada
Oktober 2 dari http://www.medwelljournals.com/fulltext/?doi=rjasci .2009.178.184
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Tadjuddin, A. K. (2010). Hubungan penyesuaian kematangan emosi dengan penyesuaian diri
pada masa pernikahan awal. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Psikologi.
Tilson, D.,& Larsen, U. (2000). Divorce in ethiopia: The impact of early marriage and
childlessness. Diakses pada oktober 27, 2015 dari
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=53067&fileId=
S0021932000003552
Ulbana, W. (2008). Hubungan antara kematangan emosi dengan penyesuaian
perkawinan.Diakses pada desember 30 dari
http://eprints.umm.ac.id/2585/1/HUBUNGAN_ANTARA
KEMATANGANEMOSI_DENGAN_PENYESUAIAN_PERKAWINAN.pdf
Walgito, B. (2004). Bimbingan dan konseling perkawinan. Yogyakarta: ANDI
Weiten, W., Lloyd, M.A., & Dunn, D.S. (2006). Psychology applied to modern life: Adjustment
in the 21st Century. Belmont: Guilford Press
Wilson, M.R. & Filsinger, E.E. (1986). Religiosity and marital adjustment: Multi dimensional
interrelationships. Journal of Marriage and Family, Vol. 48, No. 1, 147-151. Diakses pada
10 februari 2016 dari http://www.jstor.org/stable/352238.
Yuniarti, Y. (2009). Hubungan persepsi efektivitas komunikasi interpersonal orang tua dan
kematangan emosi dengan penyeseuaian diri pada remaja siswa SMAN 1 Polanharjo.
Diakses pada Oktober 25, 2015 dari 110050802201009551.PDF
Yunita, S. (2008). Hubungan religius dengan penyesuaian perkawinan pada dewasa dini muslim.
Diakses pada Oktober 25, 2015 dari LAMPIRANA_1._SKALARELIGIUSITAS_
2._SKALAP
Yusuf, S. (2000). Psikologi perkembangan anak dan remaja.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
22
23
Lampiran Validitas dan Reabilitas
24
Skala Penyesuaian Perkawinan
Reliability
N %
Valid 30 100.0
Cases Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
.931 32
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Item Corrected Item-Total Cronbach's Alpha if
Deleted Deleted Correlation Item Deleted
25
item 19 108.27 92.064 .805 .925
item 20 108.10 94.921 .808 .926
item 21 108.00 95.655 .628 .927
item 22 108.07 95.651 .721 .927
item 23 107.97 96.930 .583 .928
item 25 108.00 96.552 .621 .928
item 26 107.93 96.478 .635 .928
item 27 107.90 97.128 .502 .929
item 28 107.93 97.030 .577 .928
item 29 108.20 98.924 .358 .931
item 31 108.13 97.292 .494 .929
item 32 108.17 96.420 .676 .927
item 33 108.03 96.378 .461 .930
item 34 107.93 97.099 .570 .928
item 35 107.93 97.789 .499 .929
item 36 107.77 97.495 .599 .928
26
Skala Kematangan Emosi
N %
Valid 30 100.0
Cases Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.904 21
Item-Total Statistics
27
item18 68.50 39.017 .409 .903
item20 68.50 37.845 .619 .898
item21 68.33 37.264 .661 .897
item22 68.37 37.137 .687 .896
item25 68.43 38.875 .409 .903
item27 68.33 38.644 .430 .902
item31 68.67 37.609 .525 .900
28
Lampiran Hasil Uji Regresi Sederhana
29
29
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
1 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 2 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 116
2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 115
3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 109
4 3 3 3 3 4 2 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 103
5 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 107
6 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 109
7 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 114
8 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 117
9 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 108
10 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 111
11 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 95
12 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 107
13 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 108
14 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 96
15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 104
16 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 96
17 4 3 2 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 109
18 4 3 3 3 3 2 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 109
19 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 116
20 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 116
21 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 110
22 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 111
30
30
23 3 4 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 113
24 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 4 115
25 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 103
26 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 104
27 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 112
28 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 110
29 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 106
30 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 105
31 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 104
32 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 114
33 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 97
34 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 98
35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 97
36 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 105
37 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 109
38 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 113
39 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 110
40 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 114
41 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 110
42 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 107
43 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 104
44 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 105
45 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 96
46 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 103
47 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 111
48 3 3 3 3 2 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 107
49 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 107
50 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 91
51 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 112
52 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 108
31
31
53 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 100
54 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 113
55 3 4 3 4 3 2 3 4 4 2 2 3 2 3 3 3 3 2 4 3 4 2 2 4 2 2 3 2 3 3 3 3 93
56 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 126
57 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 4 109
58 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 113
59 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 2 1 1 4 1 1 3 4 4 4 1 4 4 3 3 4 4 3 4 4 3 4 102
60 4 4 4 1 3 2 3 3 4 4 4 3 2 2 4 1 1 1 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 1 1 4 3 96
61 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 109
62 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 1 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 104
63 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 114
64 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 115
65 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 105
66 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 107
67 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 113
68 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 114
32
Skala Kematangan emosi
33
34 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 63
35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 63
36 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 67
37 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 75
38 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 67
39 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 65
40 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 73
41 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 71
42 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 73
43 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 2 4 3 4 66
44 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 71
45 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 62
46 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 71
47 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 74
48 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 69
49 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 61
50 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 58
51 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 73
52 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 63
53 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 63
54 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 2 2 67
55 2 2 3 4 3 3 3 2 3 3 4 3 3 2 2 4 4 3 2 3 2 60
56 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 75
57 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 71
58 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 64
59 3 1 1 1 4 2 4 1 3 3 1 3 1 1 4 2 4 1 3 3 3 49
60 3 2 3 2 4 2 4 1 4 3 3 1 1 4 4 3 4 3 3 4 4 62
61 3 4 2 3 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 66
62 3 4 2 2 3 3 3 2 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 3 66
63 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 67
64 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 67
65 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 65
66 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 66
67 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 3 67
68 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 67
34
Descriptives
Descriptive Statistics
Regression
Descriptive Statistics
Correlations
T_Skala1 T_Skala2
Variables Entered/Removeda
1 T_Skala2b . Enter
Model Summaryb
35
1 .551a .303 .293 8.41064
Total 6700.000 67
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 68
Mean .0000000
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 8.34764055
Absolute .080
Most Extreme Differences Positive .073
Negative -.080
Kolmogorov-Smirnov Z .659
36
Asymp. Sig. (2-tailed) .778
37
Lampiran Blue Print Skala
38
Dalam penelitian Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaia Perkawinan, peneliti
menggunakan dua skala untuk mengambil data. Skala yang digunakan yaitu; 1). Skala
kematangan emosi, 2). Skala penyesuaian perkawinan.
Skala kematangan emosi diadaptasi dari skripsi Yuyuk Neni Yuniarti (2009) Hubungan Persepsi
Efektivitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Kematangan Emosi dengan Penyesuaia
Diri pada Remaja Siswa SMAN 1 POLANHARJO. Reabilitas dalam skala ini adalah 0.938.
Dalam skala ini ada 5 aspek yang digunakan yaitu;
-Tidak terus 8 -
menjadi korban
atau
merasakan rasa
takut cemas,
marah,
berontak,
39
cemburu, dan
benci
4 Sosial -Dapat menjalin - - 2
keakraban.
-Bersikap - -
realistik terhadap
diri sendiri
maupun orang
lain.
-Dapat - -
melestarikan
hubungan dalam
Pergaulan.
-Tidak 7 4
mengalami
kesulitan bila
memulai suatu
penyesuaian diri
dengan
lingkungan atau
teman yang baru
5 Interes -Sikap realistik - 9,16 4
terhadap harapan,
segala
aspirasi, dan
stabilitas interes.
-Dapat 12,13
mengembangkan
minat yang
dimiliki untuk
menambah
pengetahuan
dan pengalaman
lebih luas
JUMLAH 11 10 21
Skala penyesuaian perkawinan diadaptasi dari skripsi Fitri Yunita Sari (2008) Hubungan
Religiusitas dengan Penyesuaian Perkawinan pada Dewasa DiniMuslim. Reabilitas dalam skala
ini adalah 0.837. Dalam skala ini ada 5 aspek yang digunakan yaitu;
40
matang & stabil
-kebutuhan
biologis.
41
Lampiran Skala Penelitian
42
SKALA 1 Penyesuaian Perkawinan
43
yang tepat bagi saya
25 Kami sering berdebat karena pasangan saya suka
mengungkit masa lalu
26 Kami selalu menghadiri acara-acara
pesta bersama‐sama
27 Kami memanfaatkan penghasilan kami untuk
hal‐hal yang penting
28 Saya dan mertua saya sering berselisih faham
29 Kami selalumenyelesaikan masalah dengan
membicarakannya bersama
30 Pada saat saya berulang tahun, biasanya kami
merayakannnya bersama
31 Pasangan saya kurang suka menghadiri acara‐acara
keluarga
32 Tidak ada permasalahan yang terlalu sulit untuk
diselesaikan ketika kami mau membicarakannya
dengan tenang
44
SKALA 2 Kematangan Emosi
45