Anda di halaman 1dari 126

PENGANUT AGAMA BAHA’I DAN INTERAKSINYA DENGAN

PENGANUT AGAMA LAIN

(Studi Deskriptif di Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar


Sarjana Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi Sosial

OLEH :
TUMIAR NOVITA WULANDARI
1409015103

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


2

Universitas Sumatera Utara


3

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORGINALITAS

Penganut Agama Baha’i dan Interaksinya dengan Penganut Agama lain


(Studi Deskriptif di Kota Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di
sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjana
saya.

Medan, April 2019

Penulis

Tumiar Novita Wulandari

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tumiar Novita Wulandari, 2019, Judul skripsi: Penganut Agama Baha’i dan
Interaksinya dengan Agama Lain (Studi Deskriptif di Kota Medan). Skripsi
ini terdiri dari 5 Bab, 112 halaman, 21gambar dan 4 tabel.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sejarah masuknya agama


Baha‟i di Kota Medan; (2) eksistensi Agama Baha‟I; (3) Interaksi nya dengan
penganut agama lain. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang
dilakukan dengan menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu kerja
lapangan (fieldwork) dan penelitian perpustakaan. Kedua jenis metode ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan agama Baha‟i dari berbagai aspek terutama
bentuk interaksi masayarakat Baha‟i dengan lingkunganya. Penulis mengkaji
menggunakan teknik-teknik dasar yang lazim digunakan dalam penelitian
kualitatif, yaitu observasi partisipasif dan wawancara mendalam dengan penganut
Baha‟i dan masyarakat di lingkungannya, guna memperkuat literatur maka
dilakukan studi pustaka dengan mengumpulkan referensi dan literatur yang
berkaitan.
Hasil penelitian menemukan bahwa tanggal 24 Juli 2014, agama Baha‟i di
Indonesia telah ditetapkan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia dalam
surat Keputusan Mentri Nomor: MA/276/2014 sebagai salah satu agama yang
berdiri sendiri dan bukan sekte dari agama mana pun. Baha‟i telah masuk ke Kota
Medan pada tahun 1957 oleh seorang dokter bernama Samandari. Eksistensi
Agama Baha‟i di Kota Medan dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan seperti
doa bersama, program permberdayaan rohani remaja dan pendidikan rohani untuk
muda mudi dan dewasa. Kegiatan yang dilakukan umat Baha‟i terbuka untuk
siapa saja. Interaksi dengan lingkungan sekitar terjalin cukup baik, hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya umat agama lain yang ikut terlibat dalam beberapa
kegiatan seperti dalam doa bersama dan pemberdayaan rohani remaja. Persebaran
umat Baha‟i di Kota Medan ada di Medan Selayang, Medan Marelan, Medan
Sunggal, Medan Kota, Medan Belawan, dan Medan Baru. Umat Baha‟i masih
kesulitan dalam mendapatkan hak-hak nya sebagai warga negara Indonesia
sebagaimana pemeluk agama lain, hal ini dibuktikan dengan pengisian agama lain
pada kolom agama KTP umat Baha‟i. Namun, umat Baha‟i tetap optimis dan
percaya kepada pemerintah terus berupaya menyelesaikan masalah ini.

Kata-kata Kunci : Agama Baha’i, Eksistensi, Interaksi

ii

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dukungan dari berbagai pihak

yang telah membantu dalam memberi bimbingan, petunjuk dan bantuan serta

dorongan baik yang bersifat moral maupun material. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Allah SWT dengan segala rahmat serta kurnia-Nya yang memberikan

kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih yang tak terkira dan penghargaan yang setinggi tingginya

kepada orang tua tersayang Ibu Azhariah, karena sampai detik ini terus berjuang

tidak kenal lelah dan berkerja keras serta tidak henti memberi semangat,

bimbingan, kasih sayang, doa dan dukungannya, terima kasih juga penulis

ucapkan kepada saudara/i tersayang Tio Yunita Veronica S.Sos, Shella Rafiqah

Ully S.Hum, Dora Oktaviana K, dan adik laki-laki satunya Muhammad Putra Al-

Khatami yang selalu memberikan motivasi, semangat, bantuan dan doa. tanpa

dukungan dan semangat dari mereka mungkin penulis tidak bisa sejauh ini.

Terkhusus penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dra.Rytha

Tambunan, M.Si selaku dosen pembimbing proposal sampai dengan skripsi serta

menjadi pembimbing akademik penulis yang telah banyak mencurahkan waktu,

ilmu, pegalaman untuk membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Sungguh

sebuah pengalaman yang berharga bagi penulis. Semoga Ibu dan Keluarga selalu

diberikan kesehatan dan kebahagian.

Penulis juga mengucapakn terima kasih kepada Alm Bapak Drs. Ermasnyah,

M.Hum selaku dosen penguji yang selama hidup dan menjadi dosen penguji telah

iii

Universitas Sumatera Utara


banyak memberikan kritikan dan masukan untuk skripsi penulis sehingga skripsi

selesai dengan baik.

Terimkasih juga untuk ketua Penguji sekaligus Sekretaris jurusan Bapak Drs.

Agustrisno, M.Si atas masukan yang telah diberikan. Semoga Bapak selalu dalam

lindungan Allah SWT.

Ucapan Terimakasih kepada umat Baha‟i terkhusus untuk Bapak dr.

Manoochehr Tahmasebian, Kak Yora Sagita dan keluarga, Titin, Ibu Sumarni, Ibu

Neti, Mba Hartini, Mas Irham, Bang Ariesto dan keluarga, YBTI Universal dan

seluruh umat Baha‟i dan juga informan penulis non Baha‟i yang tidak bisa penulis

sebut satu persatu yang telah sangat ramah dan memberikan rasa kekeluargaan

kepada penulis.

Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos,

M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara, Bapak Dr. Fikarwin M.Ant selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial

Universitas Sumatera Utara dan kepada Bapak Agustrisno, M.Sp selaku Sekretaris

Departemen Antropologi Sosial Fisip Universitas Sumatera Utara.

Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Antropologi Sosial yang telah berbagi

ilmu melalui proses mengajar selama beberapa tahun ini. Semoga ilmu yang

diberikan menjadi ladang pahala untuk para dosen.

Staf Administrasi di Jurusan Antropologi Sosial kak Nur dan kak Sri, penulis

ucapakan banyak terimakasih karena telah membantu dan mempermudah segala

informasi serta urusan perkuliahan penulis.

iv

Universitas Sumatera Utara


Terima kasih untuk teman dekat BLUPBLUP : Vero Kurniawan, Afdhal

Halim, Yosri Naldi Putra dan Isma Purnama Ratih kerabat berbagi suka dan duka

selama masa perkuliahan dan teman berbagi di perantauan. Terimakasih untuk

bantuan kalian. Semoga kita tetap solid dan utuh walaupun nanti jarak menjadi

pengahalang. Semoga kita semua sukses Dunia dan Akhirat. Amiin.

Teman-teman penulis sesama dosen pembimbing : Grace Yustia, Balqis, Kak

Juni, Bayu untuk motivasi yang diberikan, semoga kita semua sukses. Kerabat

Antopologi 2014 lainnya Maya, Fadiah, nurul, Amos, Omes, Lutfi, Widi, Adi,

David, Glora, Noval, angel, grace, Rovha fadhila, Eunike, Elda, safrida, Yufa,

Siska dan lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu, semoga kita tetap mejadi

kerabat selamanya. Teman-teman Genk SPg : Jani, Celina, Ayu, Feliks, Yosua,

Dita, Terimakasih karna selalu menghibur dan memberi semangat. Serta untuk

Sahabat di kampung halaman yang selalu memberi semangat, terimakasih !

Serta masih banyak pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses

penyelesaian skripsi yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

sempurna. Namun harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat kepada seluruh

pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin

Medan, April 2019


Penulis

Tumiar Novita Wulnadari

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT PENULIS

Tumiar Novita Wulandari

Sitohang, Lahir pada tanggal 23

November 1996 di Tambon Baroh,

Aceh Utara. Penulis merupakan anak

ke tiga dari lima bersaudara. Anak dari

pasangan Ilham Sitohang (alm) dan

Azhariah. Penulis memulai

pendidikannya di Taman Kanak-Kanak

Pupuk Iskandar Muda pada tahun 2001

Kemudian masuk ke Sekolah dasar Negeri 1 Dewantara dan selesai pada tahun

2008. Melanjutkan sekolah di SMP Swasta Iskandar Muda dan selesai pada tahun

2011. Pada tahun 2014 menyelesaikan Sekolah Menengah Kejuruan di SMK

Negri 1 Lhokseumawe dengan bidang keahlian Adm.Perkantoran.

Penulis melanjutkan ke Peguruan Tinggi Negeri di Departemen Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Pada tahun

2014. Selama menempuh pendidikan di Antropologi FISIP USU, penulis juga

mengikuti beberapa kegiatan seperti kepanitiaan inisiasi, seminar di kampus, dan

aktif dalam organisasi mahasiswa dalam bidang seni, yakni Anggota PSM pada

tahun 2014-2015 dan Anggota Paduan Suara USU ULOS pada tahun 2016- awal

2018. Mengisi berbagai acara baik dalam kampus maupun diluar kampus.

vi

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini merupakan syarat untuk penulis memperoleh gelar Sarjana di

Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

Adapun judul dalam penulisan skripsi ini adalah “Penganut Agama Bahai

dan Interaksinya dengan Agama Lain” (Studi Deskriptif di Kota Medan).

Skripsi ini disusun oleh penulis berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di

lapangan bersama informan yang menjadi sumber informasi dalam skripsi ini.

Lokasi yang menjadi tempat penelitian pada skripsi ini adalah kota Medan

khususnya Kecamatan Medan Selayang dan Asam Kumbang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh darikata sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan kritik ataupun saran yang bersifat membangun guna

memperbaiki skripsi ini kedepannya.

Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2019

Penulis

Tumiar Novita Wulandari

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESEHANAN
LEMBAR PERSETUJUAN
PERNYATAAN ORGINALITAS ................................................................ i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... iii
RIWAYAT PENULIS .................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 . Rumusan Masalah.......................................................................... 5
1.3 . Tujuan dan Manfaat ........................................................................ 6
1.4 . Lokasi Penelitian ............................................................................ 7
1.5 . Tinjauan Pustaka............................................................................. 7
1.6 . Metode Penelitian ........................................................................... 11
1.7 . Defini Konseptual ........................................................................... 13
1.7.1. Eksistensi .............................................................................. 13
1.7.2. Agama ................................................................................... 14
1.7.3. Interaksi ................................................................................ 16
1.8. Pengalaman Penelitian ..................................................................... 17

BAB II SEJARAH KEMUNCULAN AGAMA BAHA’I


2.1. Sejarah Agama Baha‟i ..................................................................... 23
2.2. Perkembangan Agama Baha‟i dalam Abad pertama .................... 25
2.3. Pembawa Ajaran Agama Baha‟i ...................................................... 26
2.3.1. Sang Bab (Bentara Agama Baha‟i) ....................................... 26
2.3.2. Bahaullah (Pendidik Ilahi) ..................................................... 28
2.3.3. Abdu‟l Baha (Teladan yang sempurna) ................................ 30
2.3.4. Shoggi Effendi (Wali Agama Baha‟i) ................................... 31
2.3.5. Balai Keadilan Sedunia ......................................................... 32
2.4. Sejarah Agama Baha‟i di Indonesia ................................................ 34
2.5. Sejarah Masuknya Baha‟i di Kota Medan ...................................... 35
2.5.1. Perkembangan Umat Baha‟i di Kota Medan ......................... 37
2.6. Yayasan Bhineka Tunggal Ika ......................................................... 41
2.6.1. Sejarah YBTI Baha‟i Center Medan .................................... 41

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB III EKSISTENSI AGAMA BAHA’I
3.1. Eksistensi Agama Baha‟i di mata Hukum ....................................... 43
3.2. Eksistensi Agama Baha‟i di lingkunganya ...................................... 47
3.3. Ajaran-Ajaran Agama Baha‟i .......................................................... 50
3.3.1. Keesaan Tuhan .................................................................... 50
3.3.2. Kesatuan Umat Manusia ..................................................... 51
3.3.3. Penghapusan Prasangka ...................................................... 52
3.3.4. Mencari Kebenaran ............................................................. 52
3.3.5. Bahasa Sedunia ................................................................... 53
3.3.6. Persamaan Laki-Laki dan Perempuan ................................. 54
3.3.7. Pendidikan Universal .......................................................... 55
3.3.8. Kesetiaan Pada Pemerintah ................................................. 55
3.4. Kitab Suci Agama Baha‟i .............................................................. 56
3.5. Perayaan Hari Besar Baha‟i .......................................................... 59
3.6. Kalender Agama Baha‟i ................................................................ 59
3.7. Rumah Ibadah dan Tempat Suci Baha‟i ...................................... 61
3.8. Ritual Keagamaan Baha‟i.............................................................. 65
3.8.1. Sembahyang dan Doa .......................................................... 65
3.8.2. Berpuasa .............................................................................. 70
3.9. Simbol Baha‟i ................................................................................ 71
3.9.1. The Grates Name ................................................................. 71
3.9.2. Simbol Agama Baha‟i ......................................................... 72
3.9.3. Dua Bintang......................................................................... 74

BAB IV INTERAKSI DAN KEGIATAN UMAT BAHAI


4.1. Kegiatan Umat Baha‟i di Kota Medan ............................................ 75
4.1.1. Doa Bersama.......................................................................... 77
4.1.2. Pendidikan Anak-Anak.......................................................... 79
4.1.3. Program Pemberdayaan Rohani Remaja ............................... 79
4.1.4. Pendidikan Rohani Muda Mudi dan Dewasa ........................ 80
4.2. Administrasi Agama Baha‟i ............................................................ 82
4.2.1. Majelis Rohani Setempat Medan ........................................... 84
4.2.2. Musyawarah........................................................................... 85
4.3. Perkawinan dalam Agama Baha‟i ................................................... 86
4.4. Pelayanan Hak-Hak Sipil Umat Baha‟i di Medan ........................... 88
4.4.1. Perlindungan Negara dalam Kebebasan beragama .............. 95

ix

Universitas Sumatera Utara


BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 100
5.2 Saran ................................................................................................. 101

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Abdul-Baha ................................................................................. 31


Gambar 2.2. Shoggi Effendi............................................................................. 32
Gambar 2.3. Balai Keadilan Sedunia ............................................................... 33
Gambar 2.4. Yayasan Bhineka Tunggal Ika .................................................... 41
Gambar 3.1. Surat Keputusan Menteri Nomor MA:276/2014 ......................... 44
Gambar 3.2. Undangan Perayaan Kelahiran Kembar ...................................... 49
Gambar 3.3. Perayaan Kelahiran Kembar, mengundang orang terdekat ......... 49
Gambar 3.4. Kitab Suci Aqdas ......................................................................... 57
Gambar 3.5. Isi Bacaan Kitab Aqdas ............................................................... 57
Gambar 3.6. Rumah Ibadah di New Delhi ...................................................... 62
Gambar 3.7. Makam Sang Bab di Haifa Israel ................................................ 63
Gambar 3.8. Makam Bahaullah di Akka .......................................................... 64
Gambar 3.9. Buku doa umat Baha‟i ................................................................ 69
Gambar 3.10. Simbol “THE GRATES NAME” .............................................. 71
Gambar 3.11. Simbol Agama Baha‟i ............................................................... 72
Gambar 3.12. Simbol Dua Bintang .................................................................. 74
Gambar 4.1. Doa bersama dengan salah satu tetangga beragama Hindu......... 78
Gambar 4.2. Doa bersama dalam rapat SSH .................................................... 78
Gambar 4.3. Kegiatan Rapat SSH .................................................................... 86
Gambar 4.4. KTP Ibu Sumarni (56 tahun) kolom agaman masih Islam .......... 92
Gambar 4.5. KTP Hartini (38 tahun) kolom agamanya masih Islam ............... 92

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Hasil Survey pada april 2014 Oleh Kementrian Agama ................. 46
Tabel 3.2. Perayaan Hari Besar ........................................................................ 58
Tabel 3.3. Nama Bulan dalam agama Baha‟i ................................................... 59
Tabel 3.4. Hari dalam Seminggu agama Baha‟i .............................................. 61

xii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara majemuk dilihat dari suku, budaya dan agama.

Semua agama hidup berdampingan dan berkembang di negara ini mulai dari Islam

sebagai agama mayoritas, Kristen, Hindu, Budha, Konguchu dan beberapa agama

lokal. Pancasila merupakan landasan kehidupan sosial, budaya, dan kenegaraan,

di mana tiap-tiap anggota masyarakat dapat memeluk agamanya sendiri. Indonesia

negara yang menjunjung tinggi HAM, kebebasan beragama dan memberikan

perlindungan kepada tiap pemeluk agamanya (UUD 1945)

Secara etimologis menurut Kamus Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem

yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang

Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan

manusia serta lingkungannya. Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta yang

berarti tradisi, kata lain untuk mengatakan konsep ini adalah religi yang berasal

dari bahasa latin religio yang berarti mengikat kembali, artinya dengan religi

seseorang mengikat dirinya dengan Tuhan.1

Pemeluk agama-agama di dunia termasuk di dalamnya masyarakat pemeluk

agama lokal sekalipun meyakini bahwa fungsi utama dari sebuah agama atau

kepercayaan adalah memandu kehidupan manusia agar memperoleh keselamatan

1
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Agama (akses 15 Desember 2018)

Universitas Sumatera Utara


di dunia dan keselamatan sesudah kematian. Setiap agama mengajarkan kasih

sayang kepada sesama manusia, tumbuhan, hingga benda mati.

Berkaitan dengan kebebasan beragama, UUDNegara Republik Indonesia

tahun 1945 Pasal 29 ayat (2) mengatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaanya itu”. artinya bahwa setiap warga negara

berhak dan bebas untuk memeluk agama dan kepercayaan yang ia yakinidan

negara menjamin akan kemerdekaannya. 2

Pasal 28E ayat (2) juga menyebutkan: “Setiap orang berhak atas kebebasan

meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati

nuraninya”. Mengenai HAM, pada pasal 28 ayat 1 Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 juga mengatakan: “Setiap orang bebas memeluk

agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,

memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah

negara dan meninggalkannya serta berhak kembal”3

Seiring dengan perkembangan zaman, kepercayaan baru pun bermunculan

dan masuk ke Indonesia. Salah satu yang tengah menjadi perhatian pemerintah

adalah Baha‟i.Baha‟i sudah mulai mengalami perkembangan yang cukup

signifikan dibeberapa daerah di Indonesia, hal ini dilihat dari terbentuk nya

struktur organisasi keagamaan.

2
Abu Abdillah, “Bunyi UUD 1945 Pasal 29 Ayat 1, 2 dam penjelasannya”
http://www.google.com/amp/s/petikanhidup.com/bunyi-uud-1945-pasal-29-ayat-1-2-penjelasan-
html/amp (akses pada 15 Desember2018)
3
ibid
2

Universitas Sumatera Utara


Agama Baha‟i datang ke Indonesia sekitar tahun 1878 yang dibawa oleh dua

pedagang dari Persia dan Turki yang bernama Jamal Efendy dan Mustafa Rumi,

pada saat itu mereka berdua tengah melakukan perjalanan keliling India, Burma,

Myanmar, Singapura dan Indonesia. Kedatangan mereka selalu disambut dengan

baik oleh pembesar di setiap daerah yang mereka kunjungi.Awalnya tidak

mendapat banyak respon dari masyarakat Indonesia, namun lama kelamaan

beberapa orang tertarik untuk mengikutinya. 4

Agama merupakan sistem keyakinan yang dianut dan diwujudkan dalam

tindakan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasikannya dan

memberi respon terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai suatu yang suci

dan ghaib (Masud:2009). Umat Baha‟i percaya semua agama berasal dari Tuhan.

Ketika menjadi penganut agama Baha‟i bukanlah semata-mata menukar agama,

sebab Tuhan menurunkan agama kepada manusia dari waktu ke waktu walupun

dengan nama yang berbeda beda. Orang Baha‟i percaya bahwa semua Utusan

Tuhan dari zaman lampau memiliki derajat yang sama dan tujuan yang sama pula

(Fathea‟zam:7)

Pengakuan secara resmi diakuinya suatu sistem kepercayaan menjadi

sebuah agama, dihubungkan dengan persayaratan-persayaratan yang ditetapkan

oleh negara dan pemerintah yaitu, memiliki kitab suci, memiliki Nabi sebagai

pembawa risalah agama, percaya akan satu Tuhan dan memiliki tata agama dan

4
Nuhrison, “Makalah Seminar Penelitian Eksistensi Agama Baha‟i di Beberapa daerah di
Indonesia,” (Seminar disampaikan oleh Pustlitbang Kehidupan Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, Jakarta, 22 September 2014)

Universitas Sumatera Utara


ibadat bagi pemeluk-pemeluknya. Selaras dengan syarat-syarat tersebut Baha‟i

memenuhi semua kriteria yang di jelaskan. Agama Baha‟i percaya pada satu

Tuhan dan manusia diciptakan oleh satu Tuhan, umat Baha‟i juga melakukan

sembahyang dan tata ibadah lainnya.

Berdasarkan fakta dari masuknya Baha‟i sebagai salah satu entry dalam

ensiklopedi Internasioanl Baha‟i merupakan salah satu agama yang tumbuh dan

berkembang di dunia internasional, selain agama Islam, Kristen, Hindhu, Budha,

Khonguchu, Yahudi, Sintho dan Zoroaster,namun bagi sebagian orang di

Indonesia agama Baha‟i mungkin masih belum familiar, dan hal ini dapat

dimaklumi sebab statusnya sebagai agama baru belum diakui secara resmi oleh

pemerintah.

Baha‟ullah menurut situs resmi Agama Baha‟i di Indonesia adalah pembawa

wahyu dari agama Baha‟i. Pada tahun 1863, dia mengumumkan misinya untuk

menciptakan kesatuan umat manusia serta mewujudkan keselarasan diantara

agama-agama dan mewujudkan transformasi rohani dalam kehidupan manusia

serta memperbarui lembaga-lembaga masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip

keesaan Tuhan, kesatuan agama, dan persatuan seluruh umat manusia. Umat

Baha‟i berkeyakinan bahwa agama harus menjadi sumber perdamaian dan

keselarasan baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa, maupun dunia. Umat

Baha‟i dikenal sebagai sahabat dari semua penganut semua agama dalam

melaksanakan keyakinan ini secara aktif.5

5
www.bahaiindonesia.org (diakses pada 7 Juli 2018)
4

Universitas Sumatera Utara


Perkembangan dari suatu agama tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung

baik faktor internal (dalam) yakni ajaran agama itu sendiri maupun eksternal yaitu

dari lingkungan sosial. Perkembangan agama lebih didukung oleh intern agama

Baha‟i sendiri, inti ajaran tentang keesaan Tuhan, kesatuan umat manusia,

keselarasan dan toleransi umat beragama, kesetian terhadap pemerintah, kebaikan

dan sebagainya menjadi alasan bagaimana agama Baha‟i bisa hidup berdampingan

dengan agama-agama lain di Medan.

Di Kota Medan, eksistensi agama Baha‟i belum banyak terungkap, ini

dibuktikan dari belum banyak ditemukan publikasi ilmiah. Sehubungan dengan

hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam

tentang bagaimana interaksi dan kegiatan yang dilakukan umat Baha‟i kota

Medan khususnya umat Baha‟i yang berada di Kecamatan Medan Selayang dan

Asam Kumbang.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan diatas maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sejarah kemunculan agama Baha‟i di Indonesia dan kota

Medan?

2. Bagaimana Eksistensi agama Baha‟i di Kota Medan?

3. Bagaimana interak dan kegiatan umat Baha‟i dengan penganut agama

lain ?

Universitas Sumatera Utara


1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1) Tujuan peneliatian

 Untuk menjelaskan bagaimana asal mula sejarah kemunculan Bahai di

Indonesia dan kota Medan.

 Untuk menjelaskan bagaimana eksistensi agama Baha‟i di Kota Medan.

 Untuk menjelaskan bagaimana interaksi umat Baha‟i dengan penganut

agama lain ?

2) Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan pemahaman dan

sejarah tentang agama Baha‟i dan diharapkan masyarakat bisa menerima

keberadaan agama Baha‟i. Membangun relasi sosial antar agama minoritas dan

agama mayoritas dengan baik, sehingga dapat meminimalisir adanya konflik antar

agama serta meningkatkan rasa toleransi.

Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi kontribusi ilmu pengetahuan

dalam bidang ilmu Antropologi sosial mengenai agama. Selain itu sebagai

masukan dan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya dan perbendaharaan

perpustakaan untuk kepentingan ilmiah selanjutnya guna menambah wawasan

pengetahuan tentang agama minoritas, menjadi bahan masukan bagi peneliti atau

penulis lain yang akan melakukan penelitian atau penulisan karya ilmiah pada

permasalahan yang relevan.

Universitas Sumatera Utara


1.4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan. Pemilihan lokasi karena

perkembangan agama Baha‟i di Sumatera Utara masih ada di daerah Medan

sekitarnya dan masyarakat yang ada di lokasi penelitian dapat memberikan

informasi-informasi yang dibutuhkan, serta data yang bersifat seobyektif

mungkin.

1.5. Tinjauan Pustaka

Kepustakaan merupakan salah satu sumber data untuk membantu sebuah

penelitian. Walaupun penelitian ini bersifat penelitian lapangan, namun

kepustakaan dalam beberapa hal dapat mendukug penelitian ini. Penelitian

tentang Baha‟i dibeberapa daerah lain sudah banyak dilakukan, diantara nya

penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Abduh Lubis tahun 2015 dalam

skripsi nya menjelaskan tentang “Kesatuan Umat Manusia dalam Agama Bahai”.

Kemudian penelitian lain tentang Baha‟i yang diteliti oleh mahasiswa UGM

tentang “belajar toleransi daripemeluk agama Bahai di Pati”, berfokus pada Sosial

Pluralitymasyrakat Baha‟i di Desa Cebolek, Margoyoso, Patiyang bisa menjadi

jawaban permasalahan terkait tindakan-tindakan intoleran.

Penelitian tentang eksistensi Agama Baha‟i pernah dilakukan oleh Talenta

Sidabutar dengan judul “Eksistensi Agama Baha‟i di Kota Medan Sumatera Utara

Tahun 1957-2015”. Talenta membahas bagaimana eksistensi dan kegiatan umat

Baha‟i di Kota Medan dari awal kemunculan nya sampai dengan tahun 2015, jika

dalam penelitian sebelumnya membahas eksistensi, penulis dalam penelitian ini


7

Universitas Sumatera Utara


berfokus pada bagaimana interaksi yang terjadi antar umat Baha‟i dengan

penganut agama lain.

Mengutip Van Baal, (Koentjaraningrat :175) merumuskan “Religi adalah

keseluruhan anggapan yang benar yang mempunyai hubungan kepada kebenaran

yang tidak empiris dan segala perbuatan yang berhubungan dengan anggapan

tersebut”.

Dalam buku kamus Antropologi, Koentjaraningrat juga mendefinisikan

religi sebagai sistem yang terdiri dari konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi

keyakinan secara mutlak suatu umat beragama dan upacara-upacara beserta

pemuka-pemuka agama yang melaksanakan nya. Sistem religi mengatur

hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dunia gaib, antara sesama manusia

dengan lingkungan nya yang dijiwai oleh suasana yang dirasakan sebagai suasana

kekerabatan oleh yang menganutnya.

Menurut Saefuddin (1987) agama merupakan kebutuhan manusia yang

paling esensial yang bersifat universal, karena itu agama merupakan kesadaran

spritual yang di dalamnya ada satu kenyataan diluar kenyataan yang nampak ini,

yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-Nya, bimbingan-Nya serta

belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun oleh manusia

yang mengingkari agama sekalipun.

Konsep agama lebih didasarkan pada wahyu Tuhan, wahyu adalah suatu

ilham, petunjuk, pesan, atau perintah dari Tuhan secara gaib kepada manusia

dengan sengaja atau tidak sehingga menimbulkan suatu perbuatan atau kegiatan

Universitas Sumatera Utara


yang bersifar religius atau sosial sesuai dengan keadaan masyrakat yang

bersangkutan.

Pada tahun 2010 Puslitbang Kehidupan Keagamaan telah mengadakan

penelitian tentang agama Baha‟i di Desa Ringipitu Kecamatan Kedung Waru

Kabupaten Tulung Agung Jawa Timur, oleh Wahid Sugiyarto. Berdasarkan

penelitian tersebut diperoleh informasi bahwa agama Baha‟i eksis di desa itu sejak

tahun 1985 dan memilki anggota sebanyak 197 Jiwa. Kasus yang muncul adalah

siswa SMA yang tidak mau mengikuti ujian agama islam, dan penolakan

pencatatan perkawinan pengikut agama Baha‟i oleh Kantor Catatan Sipil

Kabupaten Tulung Agung. Mereka menuntut agar dilayani hak-hak sipilnya

karena pelarangan terhadap agama Baha‟i telah dicabut oleh Presiden

Abdurrahman Wahid melalui Keppres No.69 tahun 2000.6

Ajaran agama-agama yang ada di Indonesia bertujuam agar masyarakat

memiliki kehidupan yang baik. Menurut Baumester (1991) agama menjanjikan

ketenangan hidup yang bisa diraih ketika menusia mengikuti ajaran-ajaran yang

telah ditntukan oleh masinng-masing agama dengan caranya sendiri. Baumester

juga menerangkan bahwa agama menawarkan kebermaknaan kehidupan manusia

yang tinggi.

Park (2005) menjelaskan bahwa ketika individu mengalami peristiwa yang

traumatis atau mengalami stres yang berat, individi bisa secara tiba-tiba

6
Nuhrison, “Makalah Seminar Penelitian Eksistensi Agama Baha‟i di Beberapa daerah di
Indonesia,” (Seminar disampaikan oleh Pustlitbang Kehidupan Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, Jakarta, 22 September 2014)

Universitas Sumatera Utara


mengubah keyakinan mereka tentang Tuhan, dirinya sendiri, dan dunia. Bisa jadi

individu tersebut menjadi tidak percaya akan adanya Tuhan, atau menjadi lebih

taat pada agamanya, atau pada kasus tertentu bisa membuat individu mengubah

keyakinannya.

Wiliamsmengatakan bahwa setidaknya-tidaknya ada 4 tipe tingkat

keagamaan, yaitu :

1. Tingkat Rahasia, yakni seseorang memegang ajaran agama yang dianut

dan diyakini itu untuk memegang ajaran agama yang dianut dan

diyakininya itu untuk dirinya sediri dan tidak untuk didiskusikan dengan

atau dinyatakan kepada orang lain.

2. Tingkat Privat atau Pribadi, yaknio dia mendiskusikan dengan,a tau

menambah dan menyebarkan pengetahuan dan keyakinan keagamaan dari

dan kepada sejumlah oraang tertentu yang digolongkan sebagai orang

yang secara pribadi amat dekat hubungannya dengan dirinya.

3. Tingkat Denominasi, yakni individu memiliki keyakinan keagamaan

yang sama dengan yang dipunyai oleh individu-individu lainnya dalam

suatu kelompok besar, dan karena itu bukan merupakan sesuatu yang

rahasia atau yang privat.

4. Tingkat Masyarakat, yakni individu memiliki keyakinan keagamaan

yang sama dengan keyakinan keagaaman dari warga masyarkat tersebut.

10

Universitas Sumatera Utara


1.6. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif

yang dilakukan dengan menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu kerja

lapangan (fieldwork) dan penelitian perpustakaan. Kedua jenis metode ini

dimaksudkan untuk mendeskripsikan agama Baha‟i dari berbagai aspek terutama

bentuk interaksi masyarakat Baha‟i dengan lingkunganya. Memahami fenomena

agama Baha‟i dan fenomena sosial penganutnya, penulis mengkaji menggunakan

teknik-teknik dasar yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu

dengan observasi dan wawancara mendalam kepada penganut Baha‟i dan

penganut lain di lingkungannya.

Dalam teknik pertama, penulis mencoba mengamati seluruh aktivitas baik

yang berhubungan dengan keagamaan ataupun kegiatan sosial, dengan kata lain

mengamati perilaku kelompok atau masing-masing anggota Baha‟i ditengah-

tengah masyarakat, dengan menggunakan teknik tersebut penulis dapat

mengetahui secara mendalam tingkat pemahaman serta pengamalan ajaran

Baha‟i dalam kehidupan sehari-hari, cara ini juga membantu penulis melihat

bagaimana interaksi yang dilakukan penganut Baha‟i dengan masyarakat di

sekitarnya. Penulis mengamati tata cara penganut Baha‟i berdo‟a, saling

berinteraksi sesama, mengamati gambar atau lambang serta atribut keagamaan

seperti kitab agama Baha‟i. Penulis juga mengamati interaksi beberapa

masyarakat agama lain dengan umat Baha‟i.

Teknik kedua, penulis mencoba mengadakan wawancara mendalam, dengan

cara berinteraksi satu sama lain dalam waktu yang relatif lama sehingg penulis

11

Universitas Sumatera Utara


dapat membangun rapport (hubungan baik) dengan informan, dalam hal ini

penulis membagi informan kedalam tiga jenis yaitu, informan kunci, informan

biasa dan informan pangkal.

Informan kunci adalah orang yang betul-betul memahami seluk-beluk

agama Baha‟i dan yang utama adalah sejarah kemunculan Baha‟i di kota Medan.

Akhirnya penulis mewawancarai Sekretaris Lembaga Kerohanian Baha‟i setempat

yaituYora Sagita. Informan biasa, yaitu anggota atau orang-orang yang menganut

agama Baha‟i dan tidak lupa juga masyarakat non Baha‟i (agama lain),kemudian

Informan pangkal, yaitu orang yang pertama kali memberi petunjuk terhadap

objek penelitian dan memberikan arahan menuju informan kunci, dalam penelitian

ini penulis mewawancarai Sita, seorang peganut agama Baha‟i dan merupakan

orang yang pertama kali diwawancarai.

Selain dari kedua teknik itu, penulis juga meneliti sejumlah dokumen

terutama buku-buku literatul Baha‟i, foto-foto dan Blog. Dokumen-dokumen

tersebut dimaksudkan memperluas pemahaman dalam penelitian ini. Informan

dalam hal ini adalah anggota Majelis Rohani Setempat yang tidak lain adalah

masyarakat umat Baha‟i di Kota Medan serta masyarakat non Baha‟i di

sekitarnya.

Selain dari penelitian lapangan, penulis juga melakukan penelitian

kepustakaan yang berguna untuk mendapatkan data-data tentang sejarah,

penanggalan dan sejumlah cerita mitologi Baha‟i. Bahan-bahan itu diperoleh dari

berbagai sumber misalnya buku, tulisan-tulisan, dan makalah yang banyak

penulis dapatkan dari umat Baha‟i itu sendiri dan website resmi Baha‟i

12

Universitas Sumatera Utara


(www.bahaiindonesia.org) karena Bahan kepustakaan ini telah mempermudah

penulis menelaah sejarah agama Baha‟i.

1.7. Definisi Konseptual

Definisi konseptual ini dimaksudkan untuk menjelaskan dari setiap kata

dalam judul penelitian supaya berguna untuk menghindari kesalahpahaman dan

kekeliruan dalam mengartikan maksud judul penelitian. Maka yang menjadi

kerangka konsepnya adalah eksistensi, interkasi dan Agama Baha‟i.

1.7.1 Eksistensi

Eksistensi berasal dari kata eksis yang awal mulanyanya adalah dari kata

bahasa inggris eksist, di dalam kamus inggris indonesia eksist berarti ada, hidup.

Dari penjelasan tersebut berarti bahwa eksis merupakan suatu keadaan dimana

orang lain mengakui dan menghargai diri seseorang, bukan merupakam wujud

abstrak atau materi, namun selalu dicari dan dikejar manusia.

Feist dan feist (2010:47) mengatakan bahwa istilah eksistensi juga berarti

untuk muncul atau menjadi. Eksistensi menggambarkan suatu proses yang

diasosiasikan dengan pertumbuhan dan perubahan. Para eksistensialis berpendapat

bahwa akhirnya setiap manusia bertanggung jawab atas siapa dirinya dan akan

menjadi apa. Hal tersebut merupakan prinsip utama dari eksistensialisme.

Walaupun kita dapat mengasosiasikan diri dengan orang lain dalam hubungan

yang produktif dan sehat, tetapi pada akhirnya masing-masing dari kita tetap

sendiri. Kita dapat memilih untuk menjadi apa yang kita dapat atau menghindari

13

Universitas Sumatera Utara


komitmen dan pilihan-pilihan, tetapi pada akhirmya hal tersebut adalah pilihan

kita.

Kierkegaard seorang filsuf dan eksistensianalis Denmark menyatakan

bahwa eksistensialis menyatakan bahwa eksistensi berarti keseimbangan pada

kebebasan dan tanggung jawab manusia. Pada dasarnya manusia hidup ingin

diakui eksistensinya atau keberadaannya karena setiap manusia bertanggung

jawab atas dirinya sendiri. Jadi eksistensi itu adalah suatu hal yang berarti, berada

yang bersifat natural, sehingga keberadaan itu merupakan suatau keadaan dimana

orang lain mengakui dan menghargai diri seseorang.7

Maka dalam penelitian ini konsep eksistensi adalah keberadaan, proses,

pertumbuhan, perubahan, pengakuan dan penghargaan orang lain, keseimbangan

hak dan tanggung jawab manusia. Seperti di dalam Agama Baha‟i telah tampak

keberadaannya di tengah masyarakat yang ada di Medan.

1.7.2 Agama

Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta yang terdiri dari a yang artinya

tidak dan gamma berarti kacau, agama berarti tidak kacau. Agama semakna

dengan kata religion dari bahasa inggris religie dari bahasa Belanda religio dari

bahasa latin yang memiliki arti mengamai, berkumpul atau bersama. Menurut

salah satu ilmuan sosiologi yaitu Durkheim agama merupakan sebuah sistem

7
Misni Parijati,”Sekilas Tentang Eksistensialisme Kierkegaard, Sartre, dan Camus,”
https://medium.com/@misni_parjiati/sekilas-tentang-eksistensialisme-kierkegaard-sartre-
dan-camus-21-edcdaa11c (akses pada 12 Juli 2018)

14

Universitas Sumatera Utara


kepercayaan yang disatukan oleh praktik-praktik yang berkaitan dengan hal-hal

yang bersifat suci, yaitu hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang.

Nottingham (1994:9) mengatakan bahwa inti agama adalah bagaimana

pikiran, perasaan, dan perbuatan manusia terhadap hal-hal yang menurut

perasaannya berada diluar jangkauan pengalaman sehari-harinya. Kesakralan

(misteri yang sangat mengagumkan atau yang sangat menakutkan) menyebabkan

kita percaya.

Dari pendapat para ahli tersebut tentang definisi agama, dapat disimpulkan

bahwa agama adalah sistem keyakinan oleh individu atau masyarakat terhadap

sebuah kekuatan yang bersifat gaib (diluar jangkauan kemampuan berpikir

manusia) yang dianggap dapat mengatur alam kehidupan manusia. Keyakinan

tersebut terwujud dalam tindakan keagamaan sesuai dengan nilai-nilai

kebudayaan dan ajaran-ajara agamanya yang diantaranya adalah konsep yang

sakral (suci) baik gaib atau nyata oleh para pemeluknya untuk dimuliakan,

dihormati, dan dilindungi serta sebagai sesuatu yang dianggap biasa saha atau

diluar yang sakral.

Agama Baha‟i dimulai dengan munculnya seorang bernama Bab. Pada

tanggal 23 Mei 1844, Bab mengumumkan bahwa dialah Utusan Tuhan dan

bertugas sebagai Bentara untuk mempersiapkan kedatangan Utusan Tuhan yang

lain, Bahaullah yang mempunyai nama aslinya Husein Ali. Bab mati syahid di

tahun 1850. Bahaullah sendiri mengumumkan dirinya sebagai Utusan Tuhan

secara terbuka di Baghdad pada tanggal 21 April 1863 dan meninggal pada tahun

1892.Pembawa ajaran agama Baha‟i adalah Bahaullah. Kemudian perjuangan Nya

15

Universitas Sumatera Utara


dilanjutkan kembali oleh putranya bernama Abdul Baha dan diangkat sebagai wali

agama. Prinsip dan ajaran oleh Shogi Effendi yang merupakan cucu dari Abdul

Baha dan diangkat sebagai wali agama.

1.7.3 Interaksi

Pada hakikatnya manusia tidak hanya sebagai makhluk individu tetapi juga

sebagai makhluk sosial. Untuk menjalani kehidupannya manusia pasti

membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia melakukan

interaksi sosial. Interaksi sosial adalah kunci dari kehidupan sosial, karena tanpa

adanya interaksi maka tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Interaksi merupakan bentuk utama dari proses sosial, aktivitas sosial terjadi

karena adanya aktivitas dari manusia dalam hubungannya dengan manusia lain.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang

menyangkut hubungan antar perorangan, antar kelompok-kelompok manusia,

maupun antar orang perorangan dengan kelompok.

Penulis juga melakukan obeservasi partisipasi dengan ikut dalam kegiatan

Perayaan 200 tahun kelahiran sang BAB dan Bahaullah pada tanggal 10

November 2018, yang diadakan di salah satu rumah Umat Baha‟i Medan. Acara

ini dirayakan dengan orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, tetangga dan

rekan kerja. Penulis di undang langsung untuk ikut terlibat dalam perayaan ini,

dan juga ada tetangga yang beragama kristen serta rekan kerja yang beragama

islam. Penulis juga beberapa kali di ajak berkunjung ke rumah tetangga untuk

melakukan doa bersama, salah satu nya doa bersama yang dilakukan dengan

kelurga yang beragama Islam dan Hindu.


16

Universitas Sumatera Utara


1.8. Pengalaman Penelitian

Penelitian ini penulis awali Juli 2018 di sebuah keluarga penganut agama

Baha‟i. Tapi Sebenarnya jauh sebelum penelitian ini dimulai penulis sudah lebih

dulu berkenalan dengan Sita, beliau adalah salah satu penganut agama Bahai juga,

yang merupakan alumni USU. Sebelumnya penulis sudah dulu bercerita tentang

maksud dan tujuan untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang agama

Baha‟i. Sayangnya ketika ingin dijumpai, yang bersangkutan sedang diluar kota

dan mungkin dalam jangka waktu yang lama tidak berada di Medan, dari situ

penulis disarankan untuk menghubungi Informan yang lain.

Setelah proposal untuk penelitian skripsi penulis di ACC oleh dosen

Pembimbing Akademik, Penulis langsung menghubungi Informan yang baru,

yaitu Yora Sagita. Sama seperti perkenalan dengan Sita, penulis juga memulai

perkenalkan diri lewat media sosial chatting Whatsapp. Sambutan yang hangat

dan ramah juga penulis terima dari Yora. Yora sendiri adalah Sekretaris di

Lembaga Majelis Kerohanian Baha‟i setempat yang ada di Medan. Tujuan dan

niat penulis untuk melakukan penelitian di agama Baha‟i disambut baik.

Satu minggu setelah mengirim Surat via Email, akhirnya penulis menerima

balasan surat dari MRS Medan untuk melakukan penelitian. Tanggal 2 Juli,

penulis dan Informan sepakat bertemu di Rumah informan yang kebetulan dekat

dengan tempat tinggal penulis. Kesepakatan memilih bertemu dirumah juga agar

suasanangobrol yang dibangun akan lebih santai.Penulismembangun rapport

dengan informan dengan mengawali dengan memperkenalkan diri dan sebaliknya

dan langsung ke inti pembahasan tentang Baha‟i, Yora mejelaskan dengan ringkas

17

Universitas Sumatera Utara


dan penulis menyimak dengan baik serta me-record nya dengan alat bantu HP.

Sebelum pulang, penulis sempat juga mewawancari salah satu penganut Bahai,

kebetulan usia nya sama dengan penulis, merasa sudah saling mengenal dan akrab

penulis bertanya tentang agama yang dipilihh nya, yaitu Baha‟i, seperti yang

dijelaskan Titin Zainun Haris :

“Orang tua ku Bahai, tapi dua abang ku muslim. Dalam keluarga


kita gak pernah dipaksa yaa mau jadi agama apaa. Malah
Beberapa keluarga yang lain juga ada yang muslim. yaa karna
sesuai dengan ajaran dalam agama Bahai yaa, setiap anak yang
sudah berusia 15 tahun boleh memilih apa agama yang menurut
dia baik, gak ada paksaan sama sekali untuk menganut agama
Baha‟i. Jujur aja awalnya aku gak tertarik dengan Baha‟i tapi
lama lama aku belajar cari tauu, nah aku makin yakin kalo
Baha‟i itu agama yang baik buat aku, tapi untuk KTP masih
kosong sih, gak dibuat apa-apa”

Kemudian penulis juga sempat membahas mengenai hak mereka sebagai

warga negara Indonesia, yaitu identitas agama yang dicantumkan dalam KTP.

Pada kedua KTP informan, untuk kolom agama masih kosong, katanya masih

dalam proses agar kolom agama pada KTP dapat diisi sesuai dengan agama

mereka. Penganut agama Baha‟i sendiri tidak memaksa tapi tapi terus berusaha

agara hak-haknya sebagai WNI dapat terpenuhi sebagaimana mestinya.

Untuk petemuan selanjutnya penulis dan informan bertemu pada acara rapat

bulanan yang mereka sebut SSH (Selamatan Sembilanbelasan Harian) yang

diadakan setiap 19 hari, berdasarkan jumlah bulan yang ada dalam Baha‟i, tanggal

15 Oktober pukul 20.00 WIB. Penulis diajak untuk ikut bergabung dengan

mereka, disana penulis mengamati ruangan yang didesain seperti ruang keluarga.

Di dalam ruang depan banyak pajangan foto rumah ibadah Baha‟i diseluruh dunia,

penjara tempat Bahaullah diasingkan, dan beberapa gambar lainnya.


18

Universitas Sumatera Utara


Diruang tengah tempat diadakan nya rapat SSH tengah berlangsung nya rapat

(musyawarah) penulis diajak mendengarkan apa saja yg dibahas dalam rapat

tersebut. Malam itu umat Bahai yang datang hanya 12 Orang belum termasuk

anak-anak.

Ada beberapa hal yang dilakukan dalam rapat SSH, diantaranya diskusi

dengan setiap anggota tentang kegiatan yang telah dilakukan, lebih kurang seperti

rangkuman kegiatan umat baha‟i dengan orang lain, apa saja yang dilakukan dll.

Kemudian ada musyawarah yang membahas tentang perayaan Hari besar,

dekorasi ruangan untuk perbaikan, sumbangan, tempat diadakan rapat selanjutnya

dan ditutup dengan doa bersama. Rapat berlangsung sekitar kurang lebih 3 jam.

Setelah rapat usai, ada hidanga kue dan minuman untuk para anggota rapat.

Penulis mencari peluang untuk melakukan wawancara dengan salah satu umat

Baha‟i yang tinggal di daerah asam kumbang, ternyata informan ini adalah umat

bahai yang pindah dari Sulawesi. Ada juga yang dari jawa.

Senin, 29 Oktober 2018 penulis menghadiri acara Seminar Parental Study

yang diadakan di Baha‟i Center tepatnya di TK Bhineka Tunggal Ika penulis di

undang dan kesempatan itu langsung penulis sambut dengan baik serta antusias

karena pembawa seminar adalah salah satu umat Baha‟i asal Iran yang telah

menjadi warga negara Indonesia dan tinggal di Medan selama 7 tahun.

Seblelum mengikuti kegiatan seminar Parental Study penulis mewawancarai

Ibu Sumarni, beliau adalah penganut Baha‟i yang pindah dari sulawesi dan sudah

tinggal di Medan selama 15 Tahun. Ibu sumarni tinggal di belakang sekolah TK

YBTI dan memiliki 6 Orang anak, tapi dari ke 6 anaknya 2 diantaranya adalah

19

Universitas Sumatera Utara


beragama muslim. Ketika berbincang bincang, Ibu Sumarni menjelaskan tentang

TK YBTI seperti kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum Baha‟i, murid-

murid nya dari berbagai agama, dan menjelaskan perbedaan Tk Yayasan Bhineka

Tunggal Ika dengan Tk yang lain. Di dalam ruang tempat diadakan nya seminar

study parenting, penulis bertemu dengan Bapak dr.Manoochehr Tahmasebian,

belliau bercerita awal datang ke Indonesia sebagai dokter dan beliau juga punya

teman di Aceh. Kegiatan seminar dibuka dengan meditasi dan berdoa dengan 3

agama yaitu Baha‟i, Kristen, dan Islam (terjemahan Al-Qur‟an)

Selasa, 6 November 2018. Penulis berkunjung ke rumah salah satu umat

Baha‟i yang tinggal di Perumahan Griya Asam Kumbang yaitu keluarga Mba

Hartini (sapaan) yang juga merupakan anggota Majelis Rohani Setempat. Penulis

datang untuk melihat bagaimana interaksi yang terjadi di lingkungan

masyarakatnya. Sebelum itu, penulis bertanya beberapa hal tentang kegiatan yang

dilakukan seperti doa bersama, dan diskusi. Dari hasil wawancara ternyata

beberapa masyarakat sekitar sangat terbuka mengikuti kegiatan yang dilakukan

keluarga ini, mulai dari yang beragama Hindu, Kristen dan Islam. Hartini juga

menunjukan beberapa buku tentang pembentukan Rohani yang biasa digunakan

oleh muda-mudi kepada penulis. Sama dengan umat Baha‟i lainnya bahwa kolom

agama pada KTP masih diisi dengan agama Islma, Hatini juga menyampaikan

bahwa umat Baha‟i akan terus berusaha membuat sosialisasi kepada aparatur

setempat agar identitas mereka terpenuhi sebagaimana penganut agama lain.

Penulis diajak berkunjug ke salah satu keluaraga yang beragama muslim,

tidak jauh dari rumah Informan. Tiba disana, pemilik rumah tengah bersantai,

20

Universitas Sumatera Utara


Melihat kedatangan penulis dan Informan, pemilik rumah keluar dan menyapa

kami, tapi sepertinya waktu belum tepat, sebab pemilik rumah tengah ada masalah

yang tidak bisa penulis jelaskan di dalam penelitian ini, sehingga untuk

membagun suasana yang nyaman agak payah. Melihat kondisi si pemilik rumah

yang tak bersemangat, informan mengajak melakukan doa bersama, berdoa

dengan kepercayaan masing-masing. Selesai berdoa, penulis pamit untuk pulang.

Rabu 7 November 2018, penulis oleh informan diajak untuk melakukan

kegiatan doa bersama sekaligus kunjungan ke sebuah keluarga yang beragama

Hindu (orang India). Keluarga ini penulis sebut dengan keluarga Devia, karena

sebenarnya yang membuat informan dan penulis berkunjung karna ingin

menjumpai Devia. Llingkungan Devia bisa dibilang tidak baik, sebab sering

terjadi transaksi narkoba, banyak anak-anak dibawah umur yang sudah menikah,

dan keadaan buruk lainnya. Ayah Devia dulunya sempat menjadi seorang

pemakai. Devia adalah anak yang berbeda dengan anak disekitarnya, sangat

semangat untuk belajar, karena putus sekolah keluarga informan berusaha agar

devia bisa lanjut lagi. Informan sering membuat kegiatan di rumah devia, seperti

doa bersama. Ketika sampai dirumah Devia penulis disambut oleh keluarganya

mereka yang juga sedang merayakan hari Depawali.

Sabtu, 10 November penulis di undang untuk menghadiri perayaan 200

Tahun kelahiran Sang Bab dan Bahaullah. Perayaan di Mulai pukul 19.00 Wib,

megundang orang-orang terdekat, tetangga dan rekan kerja. Rangkaian acara

terdiri dari doa bersama, bercerita tentang kisah Bahaullah dan makan malam.

Suasana yang terjalin sangat harmonis, layaknya keluarga sendiri.penulis sangat

21

Universitas Sumatera Utara


bahagia bisa hadir ditengah tengah perayaan tersebut. Disana penulis juga

bertemu dengan rekan kerja dan tetangga Mba Har. Pukul 22.00 Wib penulis

pamit pulang.

22

Universitas Sumatera Utara


BAB II

SEJARAH KEMUNCULAN AGAMA BAHA’I

2.1. Sejarah Agama Baha’i

Baha‟i (dalam bahasa arab Baha‟iyyah) adalah agama monoteistik yang

menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Agama Baha‟i

lahir di Persia (sekaran Iran) pada abd ke 19. Pendirinya agama Baha‟i bernama

Bahaullah. Awal abad ke 21, jumlah penganut Baha‟i mencapai sekitar enam juta

orang yang berdiam di lebih dari 200 negara di seluruh dunia.Didalam ajaran

Baha‟i, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi umat

manusia melalui para utusan Tuhan yang disebut para “perwujudan Tuhan”.

Bahaullah dianggap sebagai perwujudan Tuhan yang terbaru. Dia mengaku

sebagai pendidik ilahi yang telah dijanjikan bagi semua umat. Dia menyatakan

misi nya adalah untuk meletakkan fondasi bagi persatuan seluruh dunia serta

memulai zaman perdamaian dan keadilan, yang dipercayai umat Baha‟i pasti akan

datang.

Bahaullah (yang artinya Kemulian Tuhan) adalah pembawa wahyu Agama

Baha‟i. Pada tahun 1863, ia mengumumkan misi-Nya untuk menciptakan

kesatuan umat manusia serta mewujudkan keselarasan diantara agama-agama.

Dalam perjalanan Nya di sebagian besar kerajaan Turki, Bahaullah banyak

menulis wahyu yang diterima nya dan menjelaskan secara luas tentang keesaan

Tuhan, kesatuan agama serta kesatuan umat manusia.

23

Universitas Sumatera Utara


Walaupun Bahaullah dijatuhi hukuman karena ajaran agama Nya,

sebagaimana juga dialami oleh para Utusan Tuhan yang lainnya, namun

Bahaullah terus mengumumkan bahwa umat manusia kini berada pada ambang

pintu zaman baru, zaman kedewasaan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah,

sekarang terbuka kemungkinan bagi setiap orang untuk melihat seluruh bumi

dengan semua bangsa nya yang beranekaragam, dalam satu perspektif. Bahaullah

mengajarkan bahwa semua agama berasal dari Tuhan dan mereka saling mengisi

serta melengkapi. Semua utusan Tuhan mengajarkan keesan Tuhan dan

mewujudkan cinta Tuhan dalam kalbu-kalbu para hamba-Nya. Mereka telah

menddik umat manusia secara berkesinambungan ke tingkat-tingkat yang lebih

tinggi dalam perkembangan jasmani dan rohani.

Dalam surat wasiat Nya, Bahaullah menujuk putra sulung Nya, Abdul Baha

sebagai suri tauladan agama Baha‟i, penafsir yang sah atas Tulisan suci Nya, serta

pemimpin agama Baha‟i setelah Bahaullah wafat. Bahaullah wafat pada tahun

1892 di Bahji yang berada di Tanah Suci. Pada Tahun 1911-1913, Abdul Baha

melakukan perjalanan ke Mesir, Eropa, dan Amerika, Dia mengumumkan misi

Bahaullah mengenai perdamaian dan keadilan sosial kepada umat semua agama,

berbagai organisasi pendukung perdamaian, para pengajar diuniversitas-

universitas, para wartawan, pejabat pemerintah, serta khalayak umum lainnya.

Abdu-Baha yang wafat pada tahun 1921, dalam surat wasiatnya menunjuk

cucu tertuanya, Shoghi Effendi Rabbani, sebagai wali agama Baha‟i dan penafsir

ajaran agama. Hingga wafat pada tahun 1957, Shoghi Effendi menerjemahkan

banyak tulisan suci Bahaullah dan Abdul Baha ke dalam bahasa Inggris dan

24

Universitas Sumatera Utara


menjelaskan makna-makna dari tulisan suci tersebut. Ia juga membantu

mendirikan lembaga-lembaga masyarakat Baha‟i yang berdasarkan pada ajaran

Baha‟i diseluruh dunia. Abdul Baha dan Shoghi Effendi dengan setia telah

menuntun agama Baha‟i sesuai dengan ajaran-ajaran Bahaullah dan memelihara

kesatuan umat Baha‟i sehingga tidak ada sekte ataupun aliran di dalam agama

Baha‟i. Setelah Shoghi Effendi , sesuai dengan amanat Bahaullah, umat Baha‟i

dibimbing oleh lembaga internasional yang bernama Balai Keadilan Sedunia.

2.2. Perkembangan Agama Baha’i dalam Abad Pertama

Pada masa abad pertama perkembangan agama Baha‟i dibagi dalam empat

periofde:

a. Periode I

Mas sang Bab (Sembilab tahun pertama), Persia dan Irak.

b. Periode II

Masa Bahaullah (37 tahun), India, Mesir, Turki, Caucasus, Turkistan,

Sudan, Palestina, Syiria, Lebanon, Burma, dan Hindia Belanda

(Sulawesi/Indonesia)

c. Periode III

Masa Abdul-Baha (29 tahun), Amerika, Kanada, Perancis, Inggris,

Jerman, Austria, Rusia, Itali, Belanda, Hungaria, Swiss, Arab, Tunisia,

Tiongkok, Jepang, Hawai, Afrika Selatan, Brazil dan Australia.

25

Universitas Sumatera Utara


d. Periode IV

Agama Baha‟i selama periode ini (23 tahun) tersebar ke 34 negara

merdeka dan banyak lagi pulau dan negara yang belum merdeka di dunia.

Ini menunjukan perkembangan agama Baha‟i semakin meningkat dan

agama Baha‟i mendiami hampir seluruh negara di dunia.

2.3. Pembawa Ajaran Baha’i

Agama Baha‟i bermula pada tahun 1844 dengan sebuah misi yang

diumumkan oleh sang Bab selaku pembawa pesan akan kedatangan Bahaullah.

Sifat kesatuan yang menjadi ciri khas agama Baha‟i saat ini berasal dari perintah

langsung Bahaullah, Bahaullah menjamin keberlangsungan agama Baha‟i setelah

beliau wafat. Garis penerus Nya, yang dikenal sebagai perjanjian Bahaullah terdiri

dari Putra Nya Abdul-Baha, lalu diteruskan kepada cucu Abdul-Baha yaitu Shogi

Effendi dan terakhir adalah Balai Keadilam Sedunia, sesuai dengan perintah dari

Bahaullah. Seorang Baha‟i menerima dan mengakui otoritas ilahi dari sang Bab

dan Bahaullah dan para penerus Nya.

2.3.1 Sang Bab (bentara agama Baha’i)

Sayyid Ali Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Bab dilahirkan pada

tanggal 20 Oktober tahun 1819 di Shiraz, Iran. Ia berasal dari keluarga yang

terkemuka dan terpandang. Ayah Nya meninggal dunia ketika Bab masih kecil,

kemudia Ia diasuh dan dibesarkan oleh paman nya. Setelah Bab dewasa Ia bekerja

dengan paman nya sebagai pedangang Bushie, sebuah kota di barat daya kota

Shiraz. Ketika Bab berada di kota tersebut, Ia menikah dan dikarunia seorang
26

Universitas Sumatera Utara


anak bernama yang bernama Ahmad, namun sayang meninggal ketika usia masih

bayi, itu terjadi pada tahun sebelum Bab mengumumkan dirinya sebagai qaim

yang di janjikan.

Sekitar tahun 1840, sang Bab tinggal selama satu tahun di kota suci Syiah

dan Irak. Di tempat inilah Ia menjali hubungan langsung dengan Sayyid Kazim

Rasyti, pemimpin mazhab Syaikiyah semi ortodoks yang menekan gagasan

esoteris.Selanjutnya dikisahkan bahwa setelah Sayyid Khazim wafat pada awal

tahun 1844, seorang muridnya yang bernama Mulla Husein pergi ke sebuah

mesjid dan bermeditasi selama 40 hari. Konon Mulla Husei mencari cari qaim

yang telah dijanjikan itu hingga akhirnya ia bertemu dengan Bab. Setelah kedua

nya berbincang cukup lama, Bab menunjukkan beberapa bukti bahwa dirinya nya

lah qaim yang dijanjikan itu, hingga akhirnya ia bertemu kepada Mulla Husein

“wahai kamu yang pertama beriman kepadaku, sesungguhnya akulah bab pintu

Tuha dan kamulah babul bab, pintu dari segala pintu itu”

Sejak saat itu Bab mengumumkan bahwa dirinya adalah pembawa amanat

baru dari Tuhan, ia juga mengatakan bahwa datang untuk membuka jalan bagi

wahyu yang lebih besar lagi, yang disebutnya “dia yang akan tuhan wujudkan”.

Kemudian Bab mengajarkan bahwa banyak tanda dan peristiwa-peristiwa yang

ada dikitab suci harus dimengerti dalam arti kias bukan harfiah. Ia melarang

perbudakan dan perkawinan sementara yang pada saat itu menjadi praktik yang

banyak dilakukan oleh penganut Syiah dan Iran.

Sejak saat itu ajaran Bab tumbuh dan berkembang, tapi mendapat penolakan

keras oleh pemerintah maupun pemimpin agama, akibatnya sang Bab ditangkap

27

Universitas Sumatera Utara


dan dipenjarakan di benteng Mahku di pegunungan Azerbaijan, disini ajaran Bab

diterima baik oleh masyarakt, padahal mayoritas penduduk nya bersifat Kurdi

yang dikira membenci orang Syiah.

Pada tanggal 9 Juli tahun 1850 Sang Bab dihukum mati dan dieksekusi di

kota Tabriz. Jenazahnya diambil oleh para pengikutnya secara diam-diam, dan

akhirnya dibawa dari Iran ke Bukit Karmel di tanah suci yang pada waktu itu

berada dibawah Kerajaan Ottoman, Turki (Sekarang Israel) dan dikuburkan di

suatu tempat yang ditentukan oleh Bahaullah. Makam sang Bab kini menjadi

tempat berziarah yang penting bagi umat Bahai. Sebelum sang Bab meninggal, Ia

memilih dua muridnya sebagai pengganti, yaitu Subuh Azal dan Bahaullah untuk

menjadi pendakwah. Namun kedua nya juga diusir dari Iran. Subuh Azal di usir

ke Siprus dan Bahaullah ke Turki (Agama Baha‟i:2008)

2.3.2 Bahaullah (Pendidik Ilahi)

Memiliki nama asli Mirza Husein Ali yang kemudian populer dengan

sebuatan Bahaullah, lahir dio desa Nur Provinsi Mazandra, Iran pada tangagal 12

November pada tahun 1817. Ayah nya bernama Al Mizrah Abbas an-Nuri,

seorang pegawai di departemen keuangan dikerajaan Iran (sebelum berdiri

republik islam iran). Sang ayah memiliki hubungan dekat dengan duta besar Iran

untuk Rusia dikarenakan saudaranya seorang juru tulis kepercayaan di kedutaan.

Adapun Ibu nya adalah Hanim Jani, yang merupakan istri pertama dari Abbas.

Husain merupakan anak ke 3 dari 15 bersaudara. Pada masa kecilnya, ia

tidak bersekolah di sekolah resmi atau madrasah keagamaan tertentu. Ia hanya

mendapatkan pendidikan dari sang ayah dirumahnya, kemudia ia belajar sendiri


28

Universitas Sumatera Utara


mengkaji setiap buku untuk menambah pengeahuannya. Bahaullah sering

membaca buku-buku sufi dan syi‟ah, terutama buku syi‟ah islamiyah dan filsafah

yunanni klasik. Selain itu, ia juga banyak terpengaruh oleh pemikiran Budha dan

Zoroaster.

Ketika masih muda Husein bergabung dengan aliran Babiyah yang

didirikan oleh sang Bab. Ketika sang Bab dipenjara, Husein juga termasuk salah

seorang murid sang Bab yang ikut dipenjara. Akan tetapi ia tidak hukum mati

bersama sang Bab, setelab Bab tewas dieksekusi mati, Husain mengklaim bahwa

dirinya sebagai seorang yang diwarisi kepemimpinan oleh pendiri ajaran Babiyah

ini. Mulailah orang-orang menjadi pengikut kemudian memberi gelar Bahaullah

(kemulian Tuhan)

Meskipun tidak dieksekusi mati, Bahaullah kemudian ditahan dipenjara

bawah tanah Syiah-cal (lubang hitam) di kota Taheran. disinilah Ia menerima

permulaan dari misi ilahinya sebagai “Dia yang akan Tuhan wujudkan”

sebagaimana telah diramalkan oleh sang Bab. Setelah cukup lama mendekam,

Bahaullah diasingkan ke Baghdad, ia kembali ke Konstatinopel (Turki). Pada

tahun 1863, saat malam keberangkatanya, ia menyatakan kepada para pengikutnya

sebagai orang yang dijanjikan oleh sang Bab, pernyataan ini terjadi di Taman

Ridwana, di dekat Baghdad.

Sejak itulah, agama Baha‟i dikenal. Setelah dipenjara dan kemudian

dibebaskan di barak pemerintahan Turki Ustmani kota Akka selama 2 tahun, ia

masih bisa menyebarkan ajaran-ajaran nya tentang persatuan dunia, pada saat itu

Bahaullah rajin menulis buku dan beberapa tulisan, salah satu nya berisi tentang

29

Universitas Sumatera Utara


tujuan dan misinya dikirim kepada Paus di Roma dan beberapa kepala negara di

Dunia.

Selama masa pengasingan di Akka, Bahaullah telah berhasil menuliskan

sebuah kitab yang kemudian menjadi kitab suci agama Baha‟i, yaitu kitab suci I-

Aqdas (kitab tersuci). Pada tanggal 29 Mei 1892, ia meninggal dunia di Bahji

dekat Akka dalam usia 75 tahun. Sebelum meninggal, ia berwasiat bahwa Putra

Sulung nya harus menjadi penerusnya, ia adala Abdul-Baha, sebagai suri teladan

agama Baha‟i, penafsir yang sah atau tulisan sucinya, serta pemimpin agama

Baha‟i.

2.3.3 Abdu’l-Baha (Teladan yang sempurna)

Sebagaimana diwasiatkan oleh Bahaullah, kepemimpinan agama Baha‟i

dilanjutkan oleh putra nya, Abbas Effendi yang kemudian dikenal dengan Abdul

Baha. Setelah itu, Abdul Baha melanjutkan ajaran-ajaran yang dirintis oleh

ayahnya. Hidupnya digunakan untuk melakukan perjalanan ke beberapa negara di

dunia (1911-1913). Abdul Baha melakukan perjalanan ke Eropa, Mesir dan

Amerika, Ia mengumumkan misi ayahnya mengenai perdamaian dan keadilan

sosial kepada para umat semua agama.

Di Amerika, Abdul Baha meletakkan batu pondasi bagi gedung rumah

ibadah Baha‟i yang pertama di Barat. Perjalanan Abdul Baha ke Eropa dan

Amerika membuahkan hasil yang mengagumkan. Agama Baha‟i didirikan

dibanyak negara, dan ketika Abdul Baha wafat, agama Baha‟i telah tersebar di 35

negara.

30

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Abdu’lBaha
(Sumber ://www.google.co.id/ diakses 24 oktober 2018 pukul 11.13 Wib)

Atas berbagai upayanya, pada tahun 1920 Kerajaan Inggris

menganugerahkan gelar kebangsawanan pada Abdul Baha. Satu tahun kemudian

pada tanggal 23 November tahun 1921 dalam usia 77 tahun, Ia meninggal dunia.

Dalam surat wasiatnya, ia menunjuk cucu tertuanya, Shogi Effendi Rabbani

sebagai wali agama Bahai sekaligus penafsir ajaran agama ini.

2.3.4 Shogghi Efendi (Wali agama Baha’i)

Setelah meninggalnya Abdul Baha, kepemimpinan agama Baha‟i di lanjutkan

oleh cucu laki-lakinya, yaitu Shogi Effendi. Hingga wafat pada tahun 1957, ia

berhasil menerjemahkan banyak tulisan suci Bahaullah dan Abdul Baha ke dalam

bahasa Inggris sekaligus menjelaskan makna dari tulisan-tulisan suci tersebut.

31

Universitas Sumatera Utara


Shogi Effendi juga membantu mendirikan lembaga-lembaga pada masyarakat

Baha‟i yang berdasarkan pada ajaran pendahulunya di seluruh penjuru dunia.

Gambar 2.2Shoghi Effendi


(Sumber ://www.google.co.id/ diakses 24 oktober 2018 pukul 11.13 Wib)

Setelah Shogi Effendi meninggak dunia, kepemimpinan agama Baha‟i tidak

lagi berdasarkan pada keturunan Bahaullah, melainkan oleh seorang yang dipilih

dari berbagai perkumpulan Baha‟i di seluruh dunia.

2.3.5 Balai Keadilan Sedunia

Berdiri tahun 1963, Balai Keadilan Sedunia adalah sebuah lembaga

kepemimpinan internasional bagi agama Baha‟i dan saat ini merupakan pusat

perjan jian Bahaullah. Bahaullah memerintahkan pembentukan lembaga ini dalam

kitab hukum-hukum nya, yaitu kitab Aqdas.

32

Universitas Sumatera Utara


Balai Keadilan Sedunia adalah sebuah lembaga berisi sembilan anggota,

dipilih setiap lima tahun oleh anggota daari semua Majelis Rohani Nasional.

Bahaullah memberikan otoritas ilahi kepada Balai Keadilan Sedunia untuk

memerikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan umat manusia, memajukan

pendidikan, perdamaian dunia, kesejahteraan dan melindungi kehormatan umat

manusia serta kedudukan agama

Gambar 2.3 Balai Keadilan Sedunia


(Sumber : website Baha‟i diakses tanggal 7 sepetember 2018)

Balai Keadilan Sedunia tidak dapat mengubah apa pun yang telah

disabdakan oleh Bahaullah atau mengubah tafsir yang dibuat oleh Abdul-Baha

dan Shoggi Effendi. Namun dapat mengubah keputusan nya sendiri seiring

perkembangan zaman jika keadaan dan situasi membutuhkannya. Misalnya, pada

suatu waktu Balai Keadilan Sedunia membuat tentang keputusan besaran pajak.

Keputusan tersebut pada saat itu dipandang tepat dan sempurna. Namun seiring

33

Universitas Sumatera Utara


dengan perkembangan zaman lima puluh tahun kemudian, keputusan tersebut

sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan, maka Balai Keadilan Sedunia bebas

mengubah keputusan tersebut dengan situasi dan kondisi yang dibutuhkan.

2.4. Sejarah Agama Baha’i di Indonesia

Ajaran Baha‟i di Indonesia dibawa oleh Jamal Effendi dan Mustafa Rumi,

dua orang pedagang yang mengadakan perjalanan keliling ke India, Burma

(Mynmar), Singapura, dan Indonesia. Mereka tiba di Batavia pada tahun 1878.

Dari Batavia mereka berangkat ke Surabaya dan Bali. Di Bali, kedatangan mereka

terdengar oleh Raja Bali dan permaisyurinya yang dilahirkan dalam keluarga

muslim dan menikah dengan raja yang beragama Budha. Permaisyuri

mengundang Jamal Effendi dan Mustafa Rumi ke istana dan dalam beberapa

pertemuan permaisuri sangat tertarik kepada ajaran Baha‟i.

Setelah dari Bali mereka berangkat ke Makassar dan kedatangan mereka

disambut baik oleh masyarakat setempat. Di Makassar, Jamal Effendi dan

Mustafa Rumi mengobati banyak orang yang terkena wabah penyakit. Dari

Makassar mereka berangkat ke Bone,di Bone mereka di sambut hangat oleh raja

dan permaisyuri. Setelah beberapa waktu, raja dan permaisyuri menerima ajaran

agama Baha‟i. Kemudian, selanjutnya agama Baha‟i tersebar ke pulau-pulau lain

seperti kalimantan, Jawa, Bali.8

8
Pustlitbang Kehidupan Kegamaan Balitbang dan Diklat Kementrian Agama, 2014:9

34

Universitas Sumatera Utara


2.5. Sejarah Masuknya Agama Baha’i di Kota Medan

Masuknya Agama Baha‟i ke Kota Medan berawal dari pelopor Agama

Baha‟i yang datang ke Kota Medan pada tahun 1957 yaitu dr.Samandari (1928-

1997) dan istrinya, Nyonya Ezzieh Samandari (1939) yang berasal dari negara

Iran dan datang pertama kali ke Indonesia untuk misi kemanusian sebagai tenaga

dokter yang membantu di rumah sakit- rumah sakit dinaungan Departemen

Kesehatan. Mereka singgah sementara di Medan pada Juli 1957 dan menginap di

hotel De Jong (hotel Belanda) selama satu minggu sebelum berangkat ke Aceh

sebagai tujuan pelayanan kemanusiaan mereka.

Nyonya Ezzieh Samandari menjelaskan bahwa dr. Samandari (1928-1997)

bersama-sama dengan beliau datang pertama sekali ke Indonesia untuk misi

kemanusian sebagai tenaga dokter yang membantu di rumah sakit-rumah sakit

naungan Departemen Kesehatan. Mereka tiba di Jakarta pada Januari 1957 dan

menetap sementara selama 6 bulan. Oleh dr.Bagestra, seorang yang membantu

Menteri Kesehatan Indonesia tahun 1957, maka dr.Samandari ditugaskan ke

daerah Aceh (Kota Cane) karena pelayanan kesehatan di sana masih sangat

minim. Sebelum berangkat ke Aceh, mereka singgah sementara di Medan pada

Juli 1957 dan menginap di hotel De Jong (Hotel Belanda) selama satu minggu.

Di hotel, ada orang-orang yang bertanya tentang apa itu agama Baha‟i dan

bagaimana ajarannya. dr.Samandari dan Nyonya Ezzieh Samandari dengan

senang hati menjelaskan tentang agama Baha‟i yang mereka anut beserta

ajarannya kepada orang-orang yang bertanya kepada mereka. Namun masih

sebatas itu saja. Menurut pengakuan Nyonya Ezzieh Samndari,belum ada satupun

35

Universitas Sumatera Utara


orang Baha‟i di Medan pada saat itu. setelah dari Medan, mereka berangkat ke

Aceh (Kota Cane) sebagai tujuan mereka. Di Kota Cane, mereka menghabiskan

waktu selama 19 bulan sampai tahun 1959.

Selama tugas pelayanan di Aceh, dr Samandari dikenal masyarakat

sebagai dokter yang suka bergaul dan berbaur dengan masyarakat setempat.

Tetapi belu m ada orang Baha‟i selain mereka. Bapak Gubernur Aceh pada waktu

itu, Ali Hazmi pernah menayakan tentang keberadaan agama mereka apakah sama

degan aliran Syiah Islam dan dr. Samandari menjelaskan kepada beliau bahwa

Agama Baha‟i adalah agama tersendiri yang memiliki wahyu sendiri, kitab

sendiri, dan bukan satu aliran dari agama manapun di dunia ini. Untuk lebih

menguatkan, dr. Samandari memberikan buku Baha‟i kepada Bapak Ali Hazmi

yaitu Buku Taman Baru (New Garden), zaman baru (New era), dan kitab Iqon

dalam bahasa arab. Setelah membaca buku Baha‟i tersebut, Bapak gubernur pun

akhirnya mengerti dan memberikan simpati kepada dr. Samandari dan istri.

Selanjutnya, Gubernur meminta dr.Samandari untuk pindah tugas ke Sigli

(Aceh Pidi). Mereka berangkat ke Sigli pada bulan agustus 1959 dan melayani

disana sampai april 1963. Ketika tiba di Aceh (Pidie) itu, umat Baha‟i sudah ada

sekitar sembilan orang dan dibentuk Majelis Rohani Setempat daerah Aceh Sigli

dengan anggota sembilan orang dr. Samandari dan Nyonya Ezzieh Samandari

juga menjadi anggota.

Umat Baha‟i di Aceh Sigli seterusnya berkembang hingga lebih dari 20

orang. Setelah melayani di Aceh selama kurang lebih enam tahun, dr.Samandari

dan keluarga pindah tugas ke Jawa Timur dan menetap selama beberapa tahun

36

Universitas Sumatera Utara


hingga akhirnya pindah ke Bandung (Jawa Barat) pada november 1969 dan

menetap hingga sekarang. dr.Samandari wafat di Bandung pada 12 September

1997 (69 tahun).9

2.5.1 Perkembangan Umat Baha’i di Kota Medan

Yang disebut dengan umat Baha‟i adalah orang-orang yang percaya kepada

sang Bab, Bahaullah, Abdul Baha, Shoghi Effendi, dan Balai keadilan Sedunia

serta menjalankan semua hukum-hukumnya. Setelah tahun 1957 tidak ada

imformasi mengenai keberadaan orang-orang Baha‟i di Kota Medan hingga pada

selanjutnya, tepatnya pada tahun 1999, sebanyak 4 orang muda-mudi Baha‟i dari

berbagai daerah pindah ke Kota Medan untuk tujuan pendidikan dan pekerjaan.

Pada tahun 2001 terjadi pemindahan massal orang-orang Baha‟i ke Medan

disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya untuk tujuan mencari pekerjaan yang

lebih baik, dan untuk menuntut ilmu ke kota Medan. Dari data yang diperoleh

pada tahun itu sudah ada 18 orang umat Baha‟i di Kota Medan. Dari hasil

wawancara pada senin 29 Oktober 2018 terhadap dr.Manoocher Tahmasebian

(72) salah satu pendiri Yayasan Bhineka Tunggal Ika, ayah dari lima orang ini

menuturkan bahwa pada tahun 2001 pindah ke Medan beserta keluarganya setelah

31 tahun tinggal di Sumatera Barat. Sebelum pindah ke Medan, dr.Manoochehr

pernah menjadi pengajar bagi calon guru-guru yang akan mengajar di Yayasan

Bhineka Tunggal Ika dalam program “Empowering Youth” sebagai modal

9
Talenta Sidabutar “Eksistensi Agama Baha‟i di Kota Medan Sumatera Utara Tahun 1957-2015”

37

Universitas Sumatera Utara


persiapan mengabdi sebagai guru bagi anak-anak dan remaja. Beliau juga pernah

menjadi tenaga dokter dirumah sakit Yos Sudarso Padang selama tiga tahun.

Selanjutnya, dr.Manoo memutuskan membuka praktek sendiri (dokter umum) di

rumah dengan menerima pasien-pasien dari berbagai suku, agama, dan bangsa.

Diantara pasien-pasien nya, sifat-sifat orang Batak yang suka terbuka dan

langsung terus terang membuat dr.Manoo menjadi tertarik dan ingin melihat

kondisi masyarakat Sumatera Utara yang dikenal dengan kemajemukan. Di

samping anak beliau yang bernama Mary Ileana yang sedang kuliah di Medan

membuat dr.Manoo dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke Kota Medan.

Pada tahun 2003, dr.Manoo menjadi pengajar bagi muda mudi calon guru-

guru Yayasan Bhineka Tunggal Ika di bidang “Developing My True Self‟ yang

bertujuan untuk membangun jati diri calon guru. Sedangkan Istri nya Ibu Navinta

(69) ikut mengajar bagi calon-calon guru-guru Yayasan Bhineka Tunggal Ika

dibidang Bahasa Inggris. Saat ini, dr.Manoo dan istrinya pindah ke Karo disebuah

desa terpencil, tujuan nya adalah ingin begabdi untuk masyarakat dengan

membuka kursus bahasa Inggris dengan menerapkan prinsip-prinsip Baha‟i.

Untuk tempat tinggal yang ada di Medan yaitu di Kompleks Tasbi Blok 1 No.28,

Setia Budi, Medan Selayang, dihuni oleh pembatu dan beberapa kamar di koskan.

Pada tahun 2003 juga telah terjadi perpindahan lokasi Yayasan Bhineka

Tunggal Ika yang sebelumnya berlokasi di Kota Padang Sumatera Barat pindah ke

Kota Medan. Para pengurus dan staf pengajar di Yayasan Bhineka Tunggal Ika

penganut Agama Baha‟i yang saat itu berjumlah empat orang pindah juga ke

Medan dan berdomisili di Medan. Kemudian pada tahun 2008 jumlah umat Baha‟i

38

Universitas Sumatera Utara


yang terdaftar adalah sebanyak 59 orang. Hingga saat ini jumlah umat Baha‟i

terus berkembang karena faktor kelahiran, perkawinan, pendidikan dan orang-

orang yang Non Baha‟i dulunya menjadi umat Baha‟i.

Orang non Baha‟i yang mejadi penganut Baha‟i yang berhasil diwawancarai

penulis adalah Ibu Sumarni (56), alasan beliau menerima dan memeluk Agama

Baha‟i adalah semata-mata dari kesadaran diri sendiri bukan paksaan dari orang

lain dan yang terpenting adalah ajaran-ajaran Agama Baha‟i yang mengajarkan

kebaikan seperti kesatuan umat manusia menuju dunia yang lebih baik dan

Keesaan Tuhan. Berikut kutipan wawancara dengan Ibu Sumarni 3 November

2018:

“pertama saya mengenal Baha‟i, saya sebenaranya dari Islam.


Saya bukan pindah agama. Saya malah lebih tinggi lagi lah
seperti itu. saya mengenal Bapak itu, Pak Haris (suami)
memang sudah Baha‟i. Tapi setelah dua tahun menikah baru
saya menjadi umat Baha‟i, saya masuk Baha‟i pun bukan
karena di ajak, tidak ada pun yang mengajak saya, cuma
Bahaullah lah yang mengajak saya mungkin, dan Tuhan telah
menunjuk, saya harus masuk seperti ini. karena setiap ada
kegiatan Baha‟i saya hadir, kan keyakinan kita masing-
masing. Dulu saya berjilbab, aktif di kegiatan agama, ada
kegiatan SSH kegini, doa bersama saya aktif datang. Saya
datang membawa Titin (anak). Dia (Bahaullah) memanggil
saya dalam mimpi, saya dikasih mimpi waktu itu naik kapal
besar, mau ke Pulau lain, kapal nya seperti kapal pesiar. Di
dalam kapal ada 300 an orang, ternyata datang ombak besar,
akan hancurlah kapal itu. ternyata dalam mimpi saya itu
adalah seorang kakek-kakek yang berjenggot dan bersorban
dan kita kan gatau itu siapa, dan dia mengatakan sebut saja
nama Tuhan “Allauha.. Allauha.. tiga kali terus baca “yaa
Bahaulalha.. yaa Bahaulalha .. tiga kali, selamatlah kamu
diperjalnanmu Nak”. Tiba-tiba kakek itu hilang, kucari Dia
tidak ada, tiba-tiba hancurlah kapal itu tadi, yaa namanya kita
sudah hancur dalam situ ada yang matilah, berenanglah, dan
Cuma saya yang selamat, dan saya selamat itu karna ada
papan dibawah saya, dan papan itulah yang membawa saya
kepinggir pantai. Jadi saya pas terbangun masih menyebut
39

Universitas Sumatera Utara


kalimat tadi, lalu mama saya bilang apa itu yang kamu
ucapkan, kenapa kau? Padahal ditelinga saya masih terdengar
jelas suara yang di dalam mimpi tadi. Terakhir saya berpikir,
bahwa inilah panggilan Tuhan, karena ketika saya sholat pun
dikatakan Ihdinashshiratal mustaqim (tunjukilah kami jalan
yang benar) memang Tuhan selalu mengatakan demikian, tapi
dengan cara apa. Di Islam juga dikatakan ke jalan yang lurus,
dan semua agama mengajarkan demikian, menurut ku
mungkin ada yang lebih bagus lagi .. “

Orang-orang Baha‟i di Medan rata-rata adalah bukan penduduk asli

melainkan pendantang seperti dari Jawa dan Sulawesi, keterangan ini berhasil

dihimpun dari Ibu Sumarni (57) dan Mba Hartini (43). Ibu Sumarni adalah orang

Sulawesi yang sudah 15 tahun tinggal di Medan, ibu sumarni mempunyai 6 orang

anak dan 5 orang cucu, beliau tinggal dibelakang Tk Yayasan Bhineka Tunggal

Ika dan juga merupakan Anggota Rohani setempat sedangkan Mba Har lahir di

Jawat tetapi besar dan lama menetap di Sulawesi, pernah sempat pindah lagi ke

Jawa dan akhirnya sekarang tinggal di Kota Medan, di Perumahan Griya Asam

Kumbang, Tanjung Slamat, Medan Tuntungan. Mba Har juga menikah dengan

suami nya yang beragama Baha‟i berasal dari Jawa, sekarang Mba Har dan

suaminya dikaruniai dua orang anak perempuan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan umat Baha‟i

memang terus bertambah karena faktor perpindahan, juga karena faktor kelahiran.

40

Universitas Sumatera Utara


2.6. Yayasan Bhineka Tunggal Ika

2.6.1 Sejarah YBTI Baha’i Center Medan

Yayasan Bhineka Tunggal Ika berdiri pada tahun 1996 atas inisiatif

beberapa mahasiswa Mentawai seagai bentuk kepedulian terhadap kehidupan

masyarakat Mentawai. Tepatnya pada tanggal 1 April 1996, Yayasan Bhineka

Tunggal Ika dengan anggota dewan pendiri yakni dr.Manoochehr Tahmasebian,

Asmadi Bobolat, dan Katarina Salaise. Sejak berdirinya pada tahun 1996, kantor

YBTI berlokasi di Padang-Sumatera Barat dan pada tahun 2001 kantor YBTI

universal berpindah lokasi ke Medan Sumatera Utara. Beralamat di Jalan

perjuangan, no 22. Medan Selayang.

Gambar 2.4 Yayasan Bhineka Tunggal Ika Universal


(dokumentasi Penulis 23 oktober 2018)

Yayasan Bhineka Tunggal Ika Universal adalah sebuah yayasan yang

bekerja untuk menyiapkan kehidupan yang lebih baik lagi bagi seluruh

41

Universitas Sumatera Utara


masyarakat yang kurang mendapat kesempatan dalam pendidikan. Yayasan

Bhineka Tunggal Ika Universal mewujudkan pendidikan sebagai kunci bagi

perbaikan dunia dan berlandaskan pada sebuah filosofi pendidikan yang

dikenalkan oleh Bahaullah :

“anggaplah manusia sebagai suatu lambang yang kaya dengan


permata-permata yang tak ternilai harganya. Hanya pendidikanlah
yang dapat mengeluarkan harta kekayaannya, dan mungkinkan
umat manusia mendapat keuntungan darinya”10

Dengan kata lain, Yayasan Bhineka Tunggal Ika mendapat Ispirasi dari

Bahaullah (Baha‟i Inspiring). Yayasan Bhineka Tunggal Ika di Medan juga di

jadikan sebagai Baha‟i Center, namun bukan berari tempat ini difokuskan untuk

melakukan kegiatan yang di laksanakan Baha‟i. Baha‟i center biasanya diguakan

untuk tempat Rapat SSH, dan berkumpul.11

10
Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia, 1976:2
11
Talenta Sidabutar “Eksistensi Agama Baha‟i di Kota Medan Sumatera Utara Tahun
1957-2015”
42

Universitas Sumatera Utara


BAB III

EKSISTENSI UMAT BAHAI

3.1. Eksistensi Agama Baha’i dimata Hukum

Di akhir abad 19 agama Baha‟i telah di kenal di hampir seluruh penjuru

dunia, termasuk Baha‟i berhasil masuk ke Indonesia. Kini pemeluk Baha‟i

tersebar di 190 negara dan 45 wilayah otonom. Selain menggunakan bahasa Arab,

kitab suci juga diterjemahkan ke dalam 802 bahasa. Indonesia yang merupakan

negara multikulturalisme menjadi tempat untuk setiap agama bisa tumbuh dan

berkembang, salah satunya adalah agama Baha‟i. Di Indonesia urusan agama

adalah urusan negara dan menjadi bagian dari ideologi politik. Mengutip Nurish

(Turner:2006) mengatakan pandangannya, kontrol agama secara tradisional

terhadap tubuh sekarang dipindahkan menjadi disiplin-disiplin publik yang

diajarkan dan diterapkan di sekolah, pabrik, penjara, dan institusi-institusi total

lainnya.

Persoalan agama di Indonesia hanya mengakuui 6 agama resmi (Islam,

Kristen, Hidhu, Budha, Konguchu, Katolik) sedangkan agama-agama baru dan

lokal di Indonesia cukup banyak. Di kota Medan, umat Baha‟i kebanyakan berasal

dari luar daerah seperti Sulawesi dan Jawa, mereka bermigrasi dengan beberapa

alasan seperti untuk mencari pendidikan, ekkonomi, bahkan sekedar mendalami

agama Baha‟i (sumber:wawancara dengan umat Baha‟i).

43

Universitas Sumatera Utara


Gambar.3.1 Surat Keputusan Menteri Nomor MA:276/2014
(Sumber: Dokumentasi Penulis pada 10 Juli 2018)

44

Universitas Sumatera Utara


Pada 15 agustus 1962, Presiden Sukarno mengeluarkan Keppres

No.264/1962 yang melarang organisasi Baha‟i bersama organisasi-organisasi

lainnya seperti Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Life Society, Vrijmet,

beberapa lainya. Akan tetapi, setelah reformasi, paham Baha‟i dapat bernafas lagi.

Pada tanggal 23 Mei 2000, Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) mencabut

Keppres No.264/1962 dengan Keppres No.69/2000 tentang pencabutan

Keputusab Presiden Nomor 264 Tahun 1962 tentang larangan adanya organisasi

seperti Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Life Society, Vrijmet, beberapa

lainya dan juga Baha‟i.

Selanjutnya pada tanggal 24 Juli 2014, agama Baha‟i di Indonesia telah

diumumkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai satu agama di

Indonesia dan bukan aliran kepercayaan dari agama mana pun melalui Surat

Keputusan Menteri Nomor: MA/276/2014 tentang Penjelasan mengenai

keberadaan Baha‟i di Indonesia. Surat tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan dari Mendagri tentang apakah benar Baha‟i meruapakn salah satu

agama yang dipeluk penduduk Indonesia. Pertanyaan tersebut muncul terkait

keperluan Kemendagri untuk memiliki dasar dalam memberikan pelayanan

administrasi kependudukan.

Jika digambarkan ke dalam tabel, maka hasil survey pada april 2014 oleh

kementrian agama di 11 kota Indonesia tentang data jumlah umat Baha‟i di

Indonesia adalah sebagai berikut :

45

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1
Hasil Survey pada April 2014 oleh Kementrian Agama

No Nama Kota Jumlah Umat Baha’i


1 Jakarta 100 Orang
2 Bandung 50 Orang
3 Palopo 80 Orang
4 Medan 100 Orang
5 Pati 23 Oramg
6 Bekasi 11 Orang
7 Surabaya 98 Orang
8 Malang 30 Oang
9 Bayuwangi 220 Orang
(sumber : http/nasional.kompas.com/)

Dari tabel tersebut, data survey pada april 2014 yang diperoleh oleh

Kementrian Agama Republik Indonesia terhadap jumlah umat Baha‟i di Kota

Medan yang terdata adalah sebanyak 100 orang. Dari hasil penelitian yang di

dapatkan oleh peneliti dari lapangan pada tahun 2018, secara administratif jumlah

umat Baha‟i di Kota Medan yang terdaftar di lembaga Baha‟i adalah sebanyak 60

jiwa, tapi yang aktif atau terlihat hanya setengahnya yaitu 30 jiwa. Seperti yang

disamapikan oleh salah satu anggota Majelis Rohani Setempat pada wawancara

tanggal 10 November 2018:

“Jadi sebenarnya KTP itu Cuma administrasi untuk mengurus


sesuatu ya seperti KK dan lain-lain. kita mau menganut agama
apa itu di dalam hati. Nah kalo yang terdaftar di Baha‟i saat ini
ada sekitar 60 orang untuk wilayah medan, tapi gatau ada yang
datang atau pergi, yaa itu sperti saya sampaikan tadi, agama itu
gak keliatan, hanya kita dan Tuhan saja yang tau. Kadang dia
agama ini, tapi pas ditanya sedang tertarik dengan agama ini”

Jika dilihat terjadi perbedaan dengan hasil survey yang dilakukan Kementrian

Agama karena pada saat itu Kota Medan dan Deli serdang dibawah Lembaga

46

Universitas Sumatera Utara


Rohani yang sama, mulai tahun 2001 sampai sekarang untuk daerah Medan sudah

punya Lembaga Rohani sendiri. Seperti yang disampaikan oleh informan pada

wawamcara tanggal 4 Desember 2018 :

“Majelis Rohani Nasional untuk mempermudah wilayah kerja,


Indonesia dibagi ke dalam wilayah-wilayah gitu dibilang
bahasanya klaster. Nah klaster disini definisinya itu wilayah
perkabupaten. Dulu sebelum dibagi-bagi, Medan dan Deli
Serdang dianggap satu wilayah, nah setelah tau faktanya dua
tempat ini ternyata berbeda kabupaten, tahun 2001 kalau tidak
salah wilayah nya dibagi klaster Deli Serdang sendiri dan
Medan klaster sendiri. Masing-masing klaster ini punya
Lembaga Majelis Rohani Setempat. Kalau untuk kegiatan yaa
masing-masing banyakan, tapi ada juga kegiatan yang biasanya
dijalankan bareng misalnya pertemuan lembaga antar klaster di
regional Sumatera itu yang diundang para anggota MRS nya,
atau ada pelatihan-pelatihan tingkat regional gitu yang diadakan
sama lembaga regional biasanya mengundang seluruh klaster-
klaster di Sumatera Utara, termasuk 2 klaster yang tadi.

Dari penjelasan informan di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi yang

terjadi masih terjalin baik meskipun sudah tidak dalam satu Majelis Rohani yang

sama.

3.2. Eksistensi Agama Baha’i di lingkungannya

Dalam masyarakat sering terjadi interkasi diantara mereka baik secara

individu maupun secara kelompok. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara

dengan anggota masyarakat setempat, selama ini tidak mempermasalahkan

keberadaan Agama Baha‟i di tempat mereka, pada umumnya terjalin hubungan

yang harmonis diantara penganut agama lain seperti Islam dan Hindu, penulis

juga beberapa kali melihat interaksi yang terjadi, bahkan beberapa pengakuan

47

Universitas Sumatera Utara


informan non Baha‟i mengatakan bahwa simpatik dengan sikap dan perilaku umat

Baha‟i yang ramah dan sopan.

Komunitas Baha‟i tidak hidup secara berkelompok tetapi menyebar dan

bertetangga dengan non Baha‟i. Menurut Mba Hartini dan suami salah satu

keluarga umat Baha‟i, mereka dapat menjalin hubungan yang baik dengan

masyarakat sekitar melalui kegiatan arisan, atau seperti ikut perayaan tertentu,

seperti ada perayaan kelahiran kembar sang Bab dan Bahaullah tetangga non

Baha‟i datang membawa pemberian begitu juga dengan keluarga Mba Hartini

yang ikut dalam kegiatan yang dilakukan di daerah tersebut.

Menurut Ibu sumarni salah satu umat Baha‟i juga mengatakan kalau hari

raya Idul fitri berkunjung kerumah tetangga untuk bersilaturhami dan

mengucapkan selamat. Pada hari Raya Idul Fitri Ibu Sumarni juga menyediakan

makanan karena ada keluarga beliau yang beragama Islam. Jika ada udangan

untuk menghadiri pesta, umat Baha‟i dengan senang hati datang. Sedangkan

penganut agama Baha‟i jarang mengadakan pesta perkawinan sehingga tidak

mengundang para tetangga. Walaupun demikian, bukan berarti tidak pernah

terjadi konflik diantara mereka. Pernah satu hari ketika Mba Hartini, membuat

dan mengajak diskuai remaja yang ada di sekitar lingkungannya, ketika itu ada

orang tua dari salah satu remaja menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah

salah satu tindakan menyebarkan agama sesat, sampai orang tua remaja tersebut

mengluarkan larangan “kamu tidak boleh lagi ikut-ikut kegiatan disana!”,

walaupun demikian menurut pengkuan Mba Har, orang tua anak tersebut masih

mau tersenyum jika sedang berpaspasan, sesuai dengan ajaran Bahaullah tentang

48

Universitas Sumatera Utara


prasangka bahwa tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang lain, maka Mba

Har pun tetap menjalin hubungan baik dengan tetangga nya tersebut.

Gambar. 3.2 Undangan Perayaan Hari Besar Baha’i


(sumber: dokumentasi penulis pada 8 November 2018)

Gambar. 3.3 Perayan Kelahiran Bahullah, mengudangang tetangga dan


orang dekat
.(sumber: Dokumentasi penulis pada 10 November 2018)
49

Universitas Sumatera Utara


3.3. Ajaran-ajaran Baha’i12

3.3.1 Keesaan Tuhan

Bahaullah mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang Maha Agung,

yakni Tuhan yang Maha Esa yang telah mengirim para utusan Tuhan untuk

membimbing manusia. Oleh karena itu semua agama yang bersumber dari satu

Tuhan ini haruslah menunjukkan rasa saling menghormati, mencintai dan niat

baik antara satu dengan yang lain. Umat Baha‟i percaya bahwa Tuhan adalah sang

pencipta alam semesta dan Dia bersifat tidak terbatas, tak terhingga dan maha

kuasa. Hakekat Tuhan tidak dapat dipahami, dan manusia tidak bisa sepenuhnya

memahami realita keilahian Nya. oleh karena itu Tuhan telah memilih untuk

membuat Diri Nya dikenal manusia melalui para utusan Tuhan, diantaranya

Ibrahim, Musa, Khrisna, Zoroaster, Budha, Isa, Muhammad SAW, dan Bahaullah.

Para utusan Tuhan yang suci itu bagaikan cermin yang memantulkan sifat-

sifat kesempurnaan Tuhan. Mereka merupakan saluran suci untuk menyalurkan

kehendak Tuhan bagi umat manusia melalui wahyu Ilahi, yang terdapat dalam

kitab-kitab suci berbagai agama di dunia (Majelis Rohani Nasional Baha‟i

Indonesia). Bahaullah mengatakan:

“Tujuan dasar yang menjiwai keyakinan dan agama Tuhan ialah


untuk melindungi kepentingan-kepentingan umat manusia dan
untuk memajukan kesatuan umat manusia, serta untuk memupuk
semangar cinta kasih dan persahabatan di antara manusia”

Umat Baha‟i percaya bahwa Tuhan, yang transeden dan tak dapat diketahui

oleh pikiran manusia, telah mengutus banyak nabi untuk memberikan pencerahan

12
Fathea‟zam.”TAMAN BARU”. Majelis Rohani Nasional.2009 hlm.58
50

Universitas Sumatera Utara


kepada manusia. Masing-masing nabi termasuk Khrisna, Budha, Kristus, dan

Muhammad telah mendirikan suatu agama dunia. Namun ajaran mereka telah

digantikan oleh wahyu tertulis dari Bahaullah serta penggantinya

3.3.2 Kesatuan Umat Manusia

Ada banyak sebab yang mengakibatkan manusia berpikir bahwa mereka

berbeda satu sama lain. Ada orang yang berpikir bahwa karen warna kulit mereka

lebih putih, jadi mereka lebih baik daripada orang yang memiliki kulit gelap.

Agama Baha‟i percaya bahwa semua manusia adalah satu dan setara dihadapan

Tuhan dan mereka harus diperlakukan dengan baik, harus saling menghargai dan

menghormati.segala bentuk prasangka baik ras,suku,bangsa, agama, warna kulit,

jenis kelamin dan lain-lain harus dihilangakan dan prasangka merupakan

penghalang terbesar bagi terwujudnya suatu kehidupan yang damai dan harmonis

di dalam satu masyarakat yang beraneka ragam. Bahaullah mengatakan:

“Orang-orang yang dianugerahi dengan keiklhasan dan iman,


seharusnya bergaul dengan semua kaum dan bangsa di dunia
dengan perasaan gembira dan hati yang cemerlang, oleh
karena beragaul dengan semua orang telah memajukan dan
akan terus memajukan persatuan dan kerukunan, yang pada
gilirannya akan membantu memelihara ketentraman di dunia
serta memperbahrui bangsa-bangsa”

3.3.3 Penghapusan Prasangka

Bahaullah mengajarkan bahwa segala bentuk prasangka harus dihapuskan,

baik prasangka kebangsaan, ras, politik maupun keagamaan. Selama orang-orang

masih berpegang pada prasangka, kita tidak akan mendapatkan perdamaian di

bumi ini. Semua peperangan yang telah terjadi di masa lalu, segala pertumbuhan

darah, disebabkan karena prasangka-prasangka itu. masyarakat Baha‟i percaya

51

Universitas Sumatera Utara


bahwa semua jenis prasangka dapat dihilangkan melalui proses pendidikan yang

memberikan keleluasan pencarian kebenaran secara bebas tanpa paksaan dan

tekanan. Bahaullah berkata:

“\Wahai anak-anak manusia ! tidak tahukah engkau mengapa


Kami menjadikan engkau semua dari tanah yang sama? Supaya
yang satu janganlah meninggikan dirinya di atas yang lainnya.
Renungkanlah selalu dalam kalbumu bagaimana engkau
dijadikan. Karena kami telah menjadikan engkau semua dari zat
yang sama, maka adalah kewajibanmu untuk menjadi laksana
satu jiwa, berjalan dengan kaki yang sama, makan dengan mulut
yang sama, dan berdiam dalam negri yang sama ..”

3.3.4 Mencari Kebenaran

Setiap manusia telah dibekali oleh sang pencipta dengan instrumen-

instrumen yang diperlukan untuk dapat menentukan jalan kebenarannya secara

bebas dan mandiri. Kebenaran adalah tunggal bila diselidiki secara bebas, dan

kebenaran tidak menerima perpecahan. Oleh karena itu penyelidikan kebenaran

secara independen akan mengarah pada kesatuan umat manusia.

Jika seseorang dilahirkan dalam keluarga islam, ia akan beragama islam, jika

orang tuanya kristen, anak-anaknya juga akan menjadi kristen. Hal ini terjadi

karena banyak orang di dunia meniru kepercayaan nenek moyangnya. Bahaullah

mengajarkan bahwa kebenaran itu adalah tunggal. Jika orang-orang di dunia mau

berhenti meniru nenek moyang mereka dan mencari kebenaran untuk diri mereka

sendiri, maka semua akan mencapai kesimpulan yang sama dan menjadi bersatu.

Bahaullah mengatakan:

“Di dalam pandangan Ku, keadilanlah yang teramat Kucintai:


janganlah berpaling darinya jika engkau mengiginkan Daku,
dan janganlah mengabaikan agar aku percaya padamu. mata
mu sendiri, Dengan pertolonganya engkau akan melihat dengan
bukan dengan mata orang lain, dan engkau akan mengetahui
52

Universitas Sumatera Utara


melalui pengetahuan sendiri, bukan melalui pengetahuan orang
lain. Pertimbangkanlah hal ini dalam hatimu, bagaimana
engkau seharusnya, keadilan adalah pemberian-Ku dan tanda
kasih sayangKu kepadamu. Maka letakanlah keadilan di depan
matamu”

3.3.5 Bahasa Sedunia

Bahaullah telah datang untuk mempersatukan semua orang di dunia dan

menjadikan mereka seperti anggota-anggota dari satu keluarga. Oleh karena itu

salh satu dari hukum Nya ialah bahwa satu bahasa umum harus diajarkan di setiap

negara di dunia, sehingga setiap orang akan belajar bahasa itu disamping

bahasanya sendiri. Dengan demikian orang akan merasa bahwa dia berada di

rumahnya dimana pun mereka berada, karena mereka dapat saling mengerti.

Perbedaan bahasa kadang-kadang menyebabkan salah paham dan bahkan

dapat mengakibatkan persengketaan yang berbahaya. Misalnya saja nama sang

pencipta, dalam bahasa Hindi Ia disebut Ishwara, dalam bahasa arab disebut Allah

dan dalam bahasa Indonesia disebut dengan Tuhan. Orang-orang awam berpikir

bahwa Tuhan berbeda dengan Ishwara atau Allah, dan mereka saling berkelahi

bahkan sampai menaruhkan nyawa. Jika semua orang dapat berbicara dalam satu

bahasa umum atau bahasa sedunia, mereka akan menyadari bahwa mereka sedang

membicarakan pencipta yang samaUmat Baha‟i telah menerjemahkan amanat

Bahaullah ke dalam lebih dari 800 bahasa di dunia, karena orang-orang belum

mengerti satu bahasa sedunia. (Hasil wawnacara peneliti dengan salah satu umat

Baha‟i tanggal 15 Oktober 2018 pukul 20.00 WIB)

53

Universitas Sumatera Utara


3.3.6 Persamaan Laki-Laki dan Perempuan

Harus tersedia kesempatan yang sama bagi perkembangan wanita dan pria,

terutama kesempatan yang sama untuk memperoleh pendikan. Abdu‟l- Baha

mengatakan:

“Umat manusia bagaikan seekor burung dengan kedua


sayapnya: laki-laki dan perempuan. Burung itu tak dapat
terbang ke langit kecuali kedua sayapnya kuat dan digerakkan
oleh kekuatan yang sama”

Kesataraan penuh dan kesadaran yang kuat akan kemitraan antara

perempuan dan laki-laki sangatlah penting bagi kemajuan manusia dan

transformasi masyarakat. Setiap tahun ketika pemilihan majelis, angota-

anggotanya adalah mereka yang paling taat dan cakap. Laki-laki atau perempuan

bukanlah masalah, bahwa Tuhan selalu melihat hati umat nya dan bukan pada

jenis kelaminya.

3.3.7 Pendidikan Universal

Bahaullah telah mengajarkan bahwa setiap anak baik laki-laki maupun

perempuan harus mendaptkan pendidikan. Apabila orang tua mengabaikan

pendidikan anak nya, mereka akan bertanggung jawab di hadapan Tuhan, seperti

perintah Bahaullah :

“Kami menetapkan bagi semua manusia, apa yang akan


memuliakan Firman Tuhan di tengah hamba-hamba Nya, dan
juga akan memajukan dunia wujud dan meluhurkan jiwa-jiwa.
Sarana terbaik untuk mencapai tujuan itu adalah pendidikan
anak-anak. Semua orang harus berpegang teguh pada hal itu”

Pendidikan bagi anak-anak merupakan keharusan yang harus dikerjakan dan

mengikat semua umat Baha‟i. Pendidikan bukan hanya belajar mengenal huruf

54

Universitas Sumatera Utara


dan menulis, anak-anak harus di didik sedemikian rupa sehingga mereka mampu

mengabdi kepada umat manusia. Menurut agama Baha‟i tujuan pendidikan

haruslah mendidik laki-laki dan perempuan agar percaya bahwa “bumi hanyalah

satu tanah air dan umat manusia warganya”. Sehingga dapat memberikan cinta

dan pengabdian mereka demi perbaikan seluruh dunia

3.3.8 Kesetian pada Pemerintah

Bahaullah mengajarkan bahwa di negara manapun umat Baha‟i menetap,

mereka harus bersikap setia, lurus dan jujur kepada pemerintah negara itu. umat

Baha‟i percaya, bahwa patriotisme yang sehat dan benar, yang berbasis pada

prinsip kesatuan umat manusia yang menghormati dan mencerminkan

keanekaragaman nilai-nilai budaya, akan mengakibatkan persatuan dalam

masyarakat dan bangsa. Bahaullah mengatakan:

“Dalam setiap negara dimana mayarakat ini tinggal, mereka


haris bersikap setia, jujur dan dapat dipercaya terhadap
pemerintah”

3.4. Kitab Suci Agama Baha’i

Yang disebut kitab suci dalam agama Baha‟i adalah kumpulan tulisan dan

amanat sang Bab dan ajaran Bahaullah yang dikumpulkan dalah sebuah kitab

disebut kitab Aqdas. Dalam ayat suci Nya yang diwahyukan antara tahun 1853-

1982 Bahaullah megulas berbagai hal seperti keesaan Tuhan dan fungsi wahyu

ilahi: tujuan hidup, ciri dan sifat roh manusia, kehidupan sesudah mati, hukum

dan prinsip-prinsip agama, ajaran-ajaran akhlak, perkembangan kondisi dunia

serta masa depan umat manusia.

55

Universitas Sumatera Utara


Sebagian besar hukum yang ada dalam ajaran agama Baha‟i terdapat dalam

kitab Aqdas akan tetapi hukum-hukum itu akan diterapkan secara bertahap sesuai

dengan keadaan masyarakat. Beberapa hukum Baha‟i yang sudah berlaku secara

umum adalah sembahyang wajib, membaca tulisan suci setiap hari, dilarang

bergunjing dan menfitnah, menjalankan puasa setiap tahun, dilarang meminum

minuman berakohol dan oat bius dan seksual, berjudi dan perbuatan buruk

lainnya. Dari sekian banyak kitab-kitab suci tersebut, kitab Al-aqdas dan Al-Iqan

adalah yang terutama, sedangkan tulisan suci lainya seperti kalimat tersembunyi,

Buku doa, Himpunan Petikan tulisan Suci Bahaullah dsb.

Gambar 3.4Kitab Suci Umat Baha’i


(Sumber : Dokumentasi Penulis 7 November 2018)

56

Universitas Sumatera Utara


Gsmbar 3.5 Isi Bacaan Kitab Aqdas
(sumber : Dokumentasi Penulis 7 November 2018)

Banyak sekali tulisan-tulisan atau wahyu dari Bahaullah dan Sang Bab

untuk umatnya, namun karna terkendala penerjemah maka hanya beberapa saja

yang bisa dijadikan pedoman. Seperti yang disampaikan oleh salah satu Informan

pada wawancara tanggal 15 Oktober 2018 :

“Baha‟i punya ratusan buku doa, banyak buku yang belum


diterjemahkan. Karna kan bahasa asli nya ada dua versi yaa, yang
satu berbahasa arab dan yang satu berbahasa persia. Nah waktu
wahyu turun itu ditulis yaa dalam lembar-lembar dan itu masih
tersimpan sampai sekarang, kekurangan yang di Idonesia adalah
literasi penerjemah ke bahasa Indonesia jadi hanya beberapa saja
yang bisa diterjemahkan, buku doa yang dikenal di Indonesia ada
kalimat tersembunyi, kemudian buku doa, kemudian kitab Aqdas
kitab Niqan, tanya jawab, dan beberapa kutipan yang
diterjemahkan”

Berikut nama-nama kitab suci Baha‟i :

a. Kitab tersuci Al-Aqdas yang berisi tentang hukum-hukum Bahaullah

b. Kitab Al-Iqan berisi penjelasan tentang kedatangan Bahaullah

57

Universitas Sumatera Utara


c. Kalimat Tersembunnyi berisi bimbingan hidup yang ditulis oleh

Bahaullah ketika dipengasingan.

d. Buku Doa berisi berbagai macam doa kepada Tuhan Yang Maha Esa

seperti doa sembahyang wajib, doa untuk pertumbuhan rohani,

menghadapi cobaan-cobaan, doa untuk keluarga, doa pagi dan petang,

doa untuk orang yang meninggal dan doa pengampunan.

e. Himpunan Petikan Tulisan Suci Bahaulah yang berisi kumpulan petikan

dari tulisan suci Bahaullah yang diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia.

3.5. Perayaan Hari Besar Baha’i

Agama Baha‟i memiliki hari Besar seperti agama lainnya. Namun setiap

agama memiliki hari raya yang berbeda. Dibawah ini daftar hari raya besar yang

ada di dalam agama Bahai :

Tabel 3.2
Perayaan Hari Besar Agama Baha’i

Tanggal Hari Besar


21 maret Hari Raya Naw Ruz ( Tahun baru)
Hari Raya Ridwan pertama, mengumumkan
21 April
Bahaullah
29 April Hari Raya Ridwan
02 Mei Pengumuman Sang Bab
29 Mei Hari wafatnya Bahaullah
09 Juli Kesyahidan Bab
20 Oktober Hari Lahir sang Bab
12 November Hari Lahir Bahullah
26 November Hari Perjanjian
28 November Hari wafatnya Abdul Baha
26 Feb- 1 Maret Ayamih ha (hari-hari sisipan)
2-20 Maret Puasa
(Sumber: buku doa Baha‟i)
58

Universitas Sumatera Utara


3.6. Kalender Baha’i

Kalender Baha‟i disebut juga dengan kalender Badi‟ (artinya menakjubkan

atau unik), digunakan oleh penganut Baha‟i. Kalender dalam Agama Baha‟i

adalah sistem kalender surya dengan tahun terdiri dari 365 hari, dan tahun kabisat

terdiri dari 366 hari. Satu tahun terdiri dari 19 bulan, masing-masing terdiri dari

19 hari, (361 hari) ditambah suatu periode tambahan “hari-hari sisipan sebelum

bulan terakhir” (empat pada tahun biasa dab lima pada tahun kabisat. Tahun baru

Nawruz dimulai dan jatuh pada tanggal 21 Maret pada saat vernal equinox yaitu

ketika matahari tepat menyinari bumi di garis ekuator, dan dihitung dengan notasi

penanggalan BE (Baha‟i Era) dimana 21 Maret 1844 Masehi sebagai hari pertama

tahun pertama, tahun dimana sang Bab memproklamirkan agamanya.

Pada tahun 2014, Balai Keadilan Sedunia memilih taheran, tempat kelahiran

Bahaullah sebagai lokasi tanggal vernal equinox ditetapkan, sehingga melepaskan

ikatan(unlocking) kalender Badi‟dari kelender Gregorian.

Tabel 3.3
Nama Bulan dalam agama Baha’i

Bulan Indonesia Bulan Baha’i Arti


21 Maret 1 Baha‟ Kemulyaan
9 April 1 Jalal Kejayaan
28 April 1 Jamal Keindahan
17 Mei 1 Azmat Kebesaran
5 Juni 1 Nur Nur
24 Juni 1 Rahmat Rahmat
13 Juli 1 Kalimat Kalimat
1 Agustus 1 Kamal Kesempurnaan
20 Agustus 1 Asma Nama-nama
8 September 1 Izzat Kekuatan
27 September 1 Masiyyat Kemauan
16 Oktober 1 Ilm Ilmu

59

Universitas Sumatera Utara


4 November 1 Qudrat Kodrat
23 November 1 Qawl Ucapan
12 Desember 1 Masail Pernyataan
31 Desember 1 syaraf Kehormatan
19 Januari 1 sultan Kedaulatan
7 Februari 1 Mulk Kekuasaan
2 Maret 1 Ala Keluhuran
(sumber: http//id.m.wikipedia.org/wiki/kalender_Baha%27i

Tabel 3.4
Hari-hari dalam seminggu agama Baha’i

Nama Arab Terjemahan Inggris Nama Hari

Jalal Glory Sabtu


Jamal Beauty Minggu
Kamal Perfection Senin
Fidal Grace Selasa
„Idal Justice Rabu
Istijlal Majesty Kamis
Istiqlal Independence Jumat
(sumber : wikipedia.org/wiki/kalender_bahai)

3.7. Rumah Ibadah dan tempat suci Baha’i

UU Nomor 12/2005 menjelaskan makna ibadah terdiri dari ritual dan

upacara keagamaan yang merupakan ekspresi langsung dari ajaran agama atau

kepercayaan, juga berbagai jenis kegiatan keagamaan yang terintegral dengan

kegiatan ritual keagamaan dan lain-lain seperti bangunan rumah ibadah,

penggunaan dan pemasangan objek/ simbol keagamaan, menjalankan libur/ hari

keagamaan. Dengan demikian hak untuk membangun rumah ibadah termasuk

bagian atau ranah dari manifestasi keagamaan.

60

Universitas Sumatera Utara


Rumah ibadah agama Baha‟i dinamakan Mashrihiul Adhkar (Tempat terbit

Ujian Kepada Tuhan). Tempat ibadah ini digunakan untuk berdoa, meditasi, dan

melantunkan ayat-ayat suci Baha‟i maupun agama-agama lain. Rumah agama

Baha‟i terbuka bagi semua orang dari semua agama. Sampai sekarang diseluruh

dunia, terdapat 7 rumah ibadah Baha‟i yakni di New Delhi, Kampala, Uganda,

Frankfurt, Jerman, Wilmette, Illionis, Amerikan Serikat, Panama City, Panama

Apia, Samoa Barat dan Sidney Australia.

Gambar 3.6 Rumah ibadah Baha’i di New Delhi.


Sumber : website Baha‟i

Rumah ibadah Baha‟i dibangun atas dana yang berasal dari sumbangan

penganut mereka yang ada diseluruh dunia. Rumah ibadah dipersembahkan

kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap rumah yang dibangun bebas untuk

memiliki rancangan sendiri, yakni harus mempunyai 9 sisi dari sebuah kubah

61

Universitas Sumatera Utara


ditengah nya 13.Menurut Bahaullah, rumah ibadah agama Baha‟i kelak akan

berfungsi sebagai titik pusat kehidupan rohani masyarakat. Dengan demikian,

rumah ibadah Baha‟i berusaha mewujudkan konsep perpaduan antara ibadah dan

pengabdian sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh nabi mereka. Selain

tempat ibadah, agama Baha‟i juga memiliki dua tempat suci yaitu makam sang

Bab di kota Haifa, Israel, dan makam Bahaullah di kota Akka, juga di Israel,

sekitar 16 kilometer ke arah utara. Taman Baha‟i yang terletak di Kota Haifa

berada di jantung kota, yang terdiri atas 19 teras yang luasnya sampai lereng utara

Gunung karmel.14

Gambar 3.7Makam sang Bab di Haifa Israel


Sumber : website Bahaiindonesiaa.org

13
Jumlah sembilan memiliki signifikasi dalam wahyu Baha‟i. Sembilan tahun setelah
pengumuman Bab di Shiraz, Bahaullah diterima dengan isyarat dari misi-Nya dalam penjara
Taheran. sembilan, karena jumlah satu digit tertinggi, melambangkan kelengkapan.
14
Gunung Karmel merupakan kiblat pada agama Bahai. Karmel merupakan pegunungan
di Barat Laut Israel di dekat Pantai Mediterania
62

Universitas Sumatera Utara


Rumah ibadah Baha‟i merupakan tempat berdoa dan bermeditasi bagi

individu dan masyarakat, tidak dibatasi hanya untuk umat Baha‟i saja. Sebab

menurut ajaran Baha‟i dao dan sembahyang merupakan percakapan antara

manusia dan penciptanya yang bersifat rohani dan tidak harus dilaksanakan

dirumah ibadah khusus.

Gambar 3.8Makam Bahaullah di Akka


Sumber : website Bahaiindonesiaa.org

Di Indonesia sendiri belum ada pendirian rumah ibadah karena syarat dari

pendirian rumah ibadah Baha‟i adalah terciptanya kondisi persatuan dari suatu

masyarakat di wilayah tertentu tanpa membeda bedakan golongan, agama, dan ras

manapun. Semua menyatu dalam satu pengabdian untuk mewujudkan dunia yang

lebih baik. Maka disitulah baru dibangun Rumah ibadah sebagai tempat pemujaan

63

Universitas Sumatera Utara


Tuhan bersama-sama. Umat Baha‟i tidak boleh menentukan sendiri pembangunan

rumah ibadah tetapi harus dibawah bimbingan Balai Keadilan Sedunia. Artinya

Balai Keadilan Sedunia lah yang dapat memutuskan apakah tempat tersebut sudah

layak untuk dibangun rumah ibadah nya atau belum. Seperti yang disampaikan

Mas Irham (40) pada wawancara tanggal 10 November 2018 :

“Rumah ibadah? Saya cerita yang di India saja yaa, di India itu
mereka sudah biasa dan sering melakukan kegiatan seperti ini
kan (berkumpul), tidak pernah memandang latar belakang agama
nya apa. Sampai rumah-rumah yang di jadikan tempat
berkumpul itu banyak sekali, kemudian muda mudi nya datang
untuk diskusi sampai lupa agamanya apa. Maksudnya bukan dia
lupa dengan agamanya, tapi sangking sudah berbaurnya semua,
semua orang sudah melakukan doa bersama setiap hari, ketika
sudah mencapai ribuan barulah Balai Keadilan Sedunia
menyumbang rumah ibadah itu, Ini sumbangan rumah ibadah
untuk umat manusia, sehingga siapa pun boleh masuk dan
berdoa. Dalam rumah ibadah itu ada sembilan pintu, tidak ada
ceramah dan tidak ada musik, jadi orang masuk hanya berdoa
saja, semua bait-bait dan Puji Tuhan ada disitu, mulai dari Injil,
Al-Quran, kitab Suci Hindu Budha, jadi itulah konsep rumah
Ibadah Baha‟i, tentang kesatuan”

3.8. Ritual Keagamaan Baha’i

3.8.1 Sembahyang dan Doa

Dalam praktik keagaamaan agama Baha‟i doa dan sembahyang merupakan

unsur yang sangat penting dan harus dilakukan setiap hari, biasanyanya

dilaksanakan di rumah. Kumpulan doa telah diwariskan oleh Bahaullah dan Abdul

Baha‟i. Seorang Baha‟i sembahyang dan berdoa dengan tujuan mendekatkan diri

kepada Tuhan dan memuliakan Nya, dan tujuan yang paling mendasar dari ritual-

64

Universitas Sumatera Utara


ritual keagamaan ini adalah untuk menumbuhkan kerendahan hati dan

pengabdian.

Berikut ini adalah cara umat Baha‟i berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

yaitu :

 Meditasi, sebagaimana disebutkan dalam dalam kitab sucinya,

Bahaullah mengajarkan pengikutnya agar senantiasa bermeditasi setiap

hari, berfikir tentang apa yang mereka lakukan pada siang hari, dan

pada tindakan mereka yang layak. Dalam pandangan agama Baha‟i,

pengetahuan dan inspirasi dapat terbuka apabila melakukan meditasi.

 Sembahyang wajib, diajarkan oleh agama Baha‟i ialah berdoa minimal

satu kali dalam satu hari. Doa dalam sembahyang wajib telah diajarkan

oleh Bahaullah sebagai sebuah kewajiban bagi semua penganut nya

dari usia 15 tahun ke atas.

Ada 3 macam sembahyang wajib dalam agama Baha‟i yang salah

satu nya harus dikerjakan setiap hari :

a. Sembahyang panjang dilakukan satu kali sehari kapan saja, dalam dua

puluh empat jam.

b. sembahyang menengah dilaksanakan tiga kali sehari pada waktu pagi,

tengah hari, dan petang.

c. sembahyang pendek dilakukan sekali sehari antara tengah hari hingga

matahari terbenam.

Dalam sembahyang ada gerakan khusus seperti berdiri, ruku‟,duduk,

mengangkat kedua tangan, bersujud, serta qunut dan bacaan tertentu pada tiap

65

Universitas Sumatera Utara


gerakan.Umat Baha‟i dapat memilih salah satu dari tiga sembahyang dan wajib

dilakukan, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu umat Baha‟i ada juga

yang mau melaksanakan ketiga tiga nya. dan hal ini sendiri diperbolehkan dan

dianggap sebagai bentuk menjaga kesatuan. Berikut penjelasan Ariesto Gazalba

(42 thn) dengan penulis tentang pelaksanaan sembahyang pada waawancara

tanggal 12 oktober 2018:

“Sembahyang tidak dilakukan berjamaah, jadi dilakukan masing-


masing orang lah yaaa, kecuali sembahyang jenazah. Nah
disembahyang jenazah ini ada yang memimpin ada yang jemaah
nya, tapi ini untuk di Medan sendiri kita belum punya pengalam
seperti itu. Di Baha‟i sendiri tidak ada satu orang yang bisa
menafsirkan tulisan Nya Bahaullah ataupun sang Bab dan
kemudian dijadikan patokan untuk yang lain, jadi apa yang saya
sampaikan ini adalah pemahaman saya sendiri, termasuk ada
yang dalam kutipan itu kita disuruh memilih doa pendek, doa
panjang atau doa menengah nah itu dia bisalah pilih mau panjang
saja, pendek saja, atau menengah saja, atau ada yang mau milih
ketiga-tiganya dan itu menurut saya interpretasi masing-masing
orang. Memang itu salah satu ajaran Bahaullah yang sangat besar
adalah kesatuan. Jadi ada yang menafsirkan tulisan itu sendiri
menjadi bagian dari kesatuan. Artinya seperti ini yaaa, apa yang
terjadi di masyarakatkan, saat saya merasa cukup mengetahui
tulisan tertentu dan saya bisa bagikan ke orang lain, dan orang
lain menganggap saya benar lama kelamaan mereka akan
mengutus saya, akhirnya ada aliran tertentu di agama misalnya
kalo dalam islam ada muhammadiyah, dll dan itu adalah cara
orang menginterpretasikan dan kemudian menjadi terbelah, nah
kalo di Baha‟i tidak ada oang yang menafsirkan jadi makanya
kalo dari zaman Bahaullah sampai sekarang Baha‟i tetap satu”

Penjelasan tentang sembahyang Jenazah juga berhasil dihimpun penulis

dengan mewawancarai Ibu Neti (57) pada tanggal 3 November 2018, berikut

kutipan wawancara nya:

“kalau dalam agama Baha‟i, jika ada yang meninggal yaa


kalau dia meninggal nya disini, terus kita mau dia ke
kampung nya misalnya dan itu lebih dari dua jam itu gak
boleh, dimana kita meninggal disitu kita dikubur,
66

Universitas Sumatera Utara


dimakamkan juga harus segera tidak boleh berlarut-larut
dirumah. Dimakamkan juga bisa dimana saja, seperti di
pemakaman Umum. Sebelum itu di mandikan dulu, sudah itu
di kafani (dipakaikan telekung dan kain putih, di mahelai) tapi
itu digulung-gulung aja dia ditutupi, masukan ke dalam peti
karna kita harus menghormati. Sebelum dikuburkan kita
sembahayangkan. Caranya berdiri menghadap kiblat, posisi
mayat di depan, nah itulah yang di dalam Baha‟i sembahyang
ada jemaah nya, kalo hari-hari hanya sendiri yaa. Sesudah itu
nanti ada takbiran Allahuabha 9 kali, nanti baru jemaah nya
sama-sama baca Allahuabha(Tuhan Yang Maha Mulia)
sudah selesai itu baru dipaku kan peti nya, terakhir sudah
dibawa doa dulu baru dimasukan ke tanah, sebelum ditimbun
baca doa Sembahyang Jenazah kemudian baca juga doa untuk
si Mayat dan selesai lalu pulang.

Bu Neti juga menjelaskan tata cara pelaksanaan sembahyang yang

dilakukan sehari-hari. Berikut penjelasan nya :

“Pertama-tama usap tangan kemudiaan cuci muka dengan air


yang mancurkan sambil mengcapkan „yaa Tuhan ku,
perkenankanlah akuagar dapat..., setelah itu cuci muka lagi baca
lagi sampai selesai, itu hanya tangan dan muka saja. Karna yang
terpentingkan kita sudah mandi dan bersih, karna kita
menghadap Tuhan kan, pakaian harus bersih, kita sembahyang di
tempat yang suasana nya nyaman, setelah itu dalam posisi berdiri
kita lihat kiri dan kanan menghadap kiblat (artinya mencari
rahmat Tuhan, sudah selesai itu Takbir baca Allahuabha (3x)
terus sujud, ruku‟, duduk, ada gerakan angkat tangan dan diulang
beberapa kali, terakhir pas udah selesai baca Allahuabha(95x)
terus kita berdoa seperti apa yang sudah di suruh Tuhan sesuai
dengan di Kitab”

Adapun sebelum melakukan sembahyang umat baha‟i harus berwudhu

menggunakan air dengan cara membasuh muka dan tangan. Tetapi jika air tidak

ada atau penggunanya dapat menimbulkan bahaya, maka sebagai gantinnya dapat

diucapkan lima kali ayat berikut yang diwahyukan khusus, doa nya sebagai

berikut:

“Atas Nama Allah, Yang Maha Suci, Yang Maha Suci”

67

Universitas Sumatera Utara


Sembahyang harus dilakukan ditempat yang bersih, dan menghadap ke kiblat

yang telah ditentukan.

Gambar 3.9 Buku Doa umat Baha’i


(Sumber : Dokumentasi Penulis 15 Oktober 2018)

Kewajiban membaca doa membantu umat Baha‟i untuk memenuhi tujuan

hidup mereka, yaitu mengenal dan menyembah Tuhan dan berkembang secara

rohani. Roh manusia membutuhkan makanan yang berasal dari doa-doa. Ada

banyak doa yang ditulis oleh sang Bab dan Bahaullah yang dapat diucapkan saat

sendirian atau dalam pertemuan (Agama-Agama Minor:289)

Doa Wajib :

“Aku naik saksi, Ya Tuhanku, Bahwa Engkau telah menjadikan


daku untuk mengenal dan menyembah Dikau. Aku naik saksi
pada saat ini akan kelemahanku dan kekuatan ku dan kekuatan-
Mu, kemiskinanku dan kekayaan Mu. Tiada Tuhan selain
Engkau, Penolong Dalam Bencana, dan Yang Berdiri Sendiri”
(Agama Baha‟i, 2008:34)

68

Universitas Sumatera Utara


3.8.2 Berpuasa

Selain melaksanakan ibadah sembahyang, umat Baha‟i juga melaksanakan

puasa, berbeda dengan agama Islam yang berpuas selama 1 bulan, umat Baha‟i

hanya berpuasa 19 hari. Pelaksanaan nya adalah setiap tahun sebelum datangnya

tahun baru Baha‟i. Dalam kalender Barat, periode ini terjadi antara tanggal 2

sampai 21 Maret. Puasa dipandang sebagai persiapan spiritual dan regenerasi

untuk tahun baru kedepan. Puasa juga dipandang sebagai sebuah latihan disiplin

untuk jiwa.

Dalam penanggalan Baha‟i ada empat sampai lima hari antara bulan ke 18

dan ke 19 dalam setiap tahun yang disebuut dengan Hari-hari Ha (sisipan).

Selama masa ini umat Baha‟i menjamu para sahabat dan sanak famili mereka dan

memberi makan orang-orang miskin diantara mereka. Dengan dimulainya bulan

ke 19, yakni bulan keluhuran

Ketika berpuasa, umat Baha‟i tidak boleh makan, karena makanan dianggap

sebagai simbol luar yang berpengaruh cepat dengan spiritual. Dengan berpuasa

artinya umat Baha‟i melakukan praktik menahan diri dari semua selera tubuh dan

lain sebagainya, diharapkan mampu berkonsentrasi pada diri sendiri sebagai

makhluk spiritual dan untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

Sama seperti dalam agama Islam, ada keringan bagi umat Baha‟i untuk

tidak melaksanakan puasa seperti orang sakit, Lansia, anak kecil, ibu hamil dan

menyusui, wisatawan, dan mereka yang melakukan pekerjaan fisik yang berat.

69

Universitas Sumatera Utara


3.9. Simbol Baha’i

3.9.1 The Greatest Name

Gambar 3.10 Simbol “The Grates Name”15

Simbol dalam ajaran agama Baha‟i dirancang oleh sang Abdu‟l-Baha.

Umat Baha‟i tidak diwajibkan oleh Bahaullah untuk memakai cincim dan simbol

ini karena tidak ada peraturan khusus dari Bahaullah sendiri dan di dalam kitab

suci Aqdas atau loh-lohnya.

Penjelasan :

Ya Baha‟u‟l-Abha adalah doa. Artinya adalah “Ya Kemulian dari segala

Kemuliaan”. Pesan yang menggugah jiwa dang sang Wali pada tahun 1953 di

Konferensi antar Benua di mana beliau menyinggung kalimat “Ya Baha‟u‟l-

Abha” dan “Ya „Aliyu‟l-Ala‟”sebagai seruan perjuangan bagi para pelopor dan

15
http//www.the-symbol.net/Baha‟i/ diakses 24 oktober 2018 pukul 16.30)

70

Universitas Sumatera Utara


pengajar dibeberapa Medan pengabdian dalam rencana rohani yang meliputi

seluruh dunia ini. Kalimat pertama artinya “Ya kemulian dari segala Kemulian”

dan yang kedua berarti “Ya Yang Tertinggi dari segala yang tertinggi”. Tidak ada

dalam tulisan yang mengatakan bahwa umat Baha‟i harus mengulang ayat

permohonan ini seperti sejumlah bilangan tertentu dalam satu hari. Namun, ini

dipergunakan untuk mencari bimbingan Tuhan, dukungan, dan kekuatan Nya

dengan memohon Bahaullah dang sang Bab secara langsung dengan doa ini.

3.9.2 Simbol agama Baha’i

Gambar 3.11 Simbol Agama Baha’i16

Penjelasan :

Bagian simbol adalah motif dasar dari simbol yang terdiri dari tiga tingkat.

Semua tingkatan melambangkan keyakinan mendasar yang merupakan dasar dari

semua agama Tuhan, yaitu :

16
Sumber: http//www.the-symbol.net/Baha‟i/ diakses 24 oktober 2018 pukul 16.30

71

Universitas Sumatera Utara


a. Tingkat pertama, Alam Tuhan artinya Sang Pencipta

b. Tingkat Kedua, Alam para Rasul atau perwujudan artinya Agama atau

firman.

c. Ketiga, Alam Manusia artinya Ciptaan.

Para penganut semua agama percaya bahwa manusia tidak pernah dapat

mengenal Tuhan dan mencapai kehadiran Nya, serta tidak mampu memahami

maksud rahasia dan maksud dari penciptaan dirinya sendiri. Tuhan, dengan

rahmat Nya yang tak terbatas telah menunjuk orang-orang pilihan Nya dan akan

terus melakukan itu, mengirim mereka kepada manusia pada waktu dan zaman

yang berbeda untuk menganugerahi manusia dengan pengetahuan yang dalam dan

mungkin dia memiliki pandangan sekilas dari kemulian-kemulian yang tak

memudar dari alam-alam baka yang tak terhitung.

Para rasul turun ke bumi dari kerajaan nan tinggi dan menderita penghinaan

untuk hidup dalam wujud manusia di bumi dan berbicara dengan bahasa mereka.

Para perwujudtan Tuhan selalu di tolak, dicemooh, dihinakan, dan bahkan

dibunuh. Jika bukan karena kepemimpinan rohani mereka yang mengangkat

manusia ke tingkat kerohanian yang lebih tinggi, manusia sudah pasti hidup

sebagai binatang buas dan akan sesat. Fungsi dari para Rasul tersebut dengan jelas

ditunjukkan di dalam desain nama terbesar dengan adanya gambar alam kerasulan

(ditunjukan dalam garis mendatar) yang diulang pada garis tegak lurus, yaitu

menghubungkan alam pencipta dengan alam penciptaannya, (faizi, tanpa tahun

:11)

72

Universitas Sumatera Utara


simbol tersebut dapat dilihat di bagian atas. Umat Baha‟i percaya bahwa

walaupun betapa tinggi keberhasilan yang dicapai manusia di dalam kerohanian,

ilmu pengetahuan, dan materi, dia selalu dan akan tetap membutuhkan bimbingan

Ilahi yang dicurahkan melalui para Rasul Nya.

3.9.3 Dua Bintang

Gambar 3.12 Simbol Dua Bintang

Penjelasan :

Simbol dua bintang (hakikat pengorbanan dan pengabdian) bersudut lima

pada kedua sisi dari simbol tersebut melambangkan tubuh manusia: satu kepala,

dua tangan, dan dua kaki. Dua bintang tersebut melambangkan perwujudtan

Tuhan kembar pada hari ini. Kedatangan mereka merupakan terpenuhinya semua

tulisan para rasul Tuhan dimasa lampau, yang dengan tegas secara berulan-ulang

dengan bahasa yang lebih terang daripada sinar matahari, meyakinkan umat

manusia akan munculnya bintang kembar itu, yang akan menyelamatkan dunia

dari belenggu-belenggu prasangka dan keakuan, (Faizi, tanpa tahun:17)

73

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

INTERAKSI DAN KEGIATAN UMAT BAHA’I DENGAN PENGANUT

AGAMA LAIN DI KOTA MEDAN

4.1. Kegiatan Umat Baha’i di kota Medan

Sesuai dengan apa yang dituliskan Bahaullah untuk tercapainya kesatuan

umat manusia, semua kegiatan masyarakat Baha‟i terbuka untuk semua kelompok

masyarakat dari semua latar belakang agama, ras, dan suku. Umat Baha‟i seluruh

dunia, dalam suasana yang sangat sederhana berusaha untuk membangun suatu

bentuk kegiatan yang bisa mewujudkan kesatuan umat manusia serta keyakinan

yang mendasarinya.

Balai Keadilan Sedunia memberitahukan bahwa alat yang teapt untuk

menjawab kondisi dunia yang sangat buruk pada saat ini seperti lingkungan yang

rusak, pegedaran narkoba, penindasan terhadap perempuan dan anak, konflik

agama, krisi ekonomi, korupsi dll adalah melalui empat kegiatan inti yang harus

dilakukan bersama-sama yaitu Doa bersama, Pendidikan rohani bagi anak-anak,

Program pemberdayaan Rohani Remaja, Pendidikan Rohani Bagi Muda Mudi dan

dewasa.

Kegiatan tersebut sebenarnya merupakan implementasi dari semua agama

untuk memajukan peradaban dunia karena dalam sejarahnya, para wakil tuhan

yang datang ke dunia memiliki tujuan yang sama yaitu memajukan peradaban

hanya saja zaman berbeda-beda namun tetap pada kebutuhan dan porsi nya

74

Universitas Sumatera Utara


masing-masing. Maka dari itu semua umat manusia dirasa bertanggung jawab dan

berhak untuk bersama-sama memajukannya.

Umat Baha‟i kemudian membentuk sosialisasi dengan masyarakat sekitar

di suatu lingkungan melalui hubungan persahabatan yang dibangun secara

harmonis, komunikasi dengan percakapan yang bermanfaat sehingga bisa dicapai

suatu kesepakatan akan diadakannya sebuah kegiatan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat pada saat itu. misalnya saja di suatu lingkungan masyarkat perlu

diadakannya doa bersama untuk menjaga kerukunan antar umat beragama maka

akan diadakan doa bersama di lingkungan tersebut. Hal ini dilakukan karena

menjadi cita-cita umat Baha‟i dalam mewujudkan satu kesatuan sesama manusia.

Dalam pembentukan kelas rohani bagi anak-anak, muda-mudi, atapun

dewasa, peserta kelompoknya bersifat terbuka kepada umum tidak terbatas pada

umat Baha‟i dan pelajaran-pelajaran moral yang disampaikan dalam kelompok

berasal dari ajaran Sang Bahaullah yaitu konsep kesatuan umat manusia melalui

kutipan-kutipan suci Bahaullah dan mungkin hal ini akan membuat prasangka

diantara peserta bahwa umat Baha‟i mencoba untuk mengajak mereka untuk

memeluk agama Baha‟i, maka dari itu untuk membuang rasa prasangka tersebut,

umat Baha‟i terlebih dulu dibangun hubungan persahabatan yang harmonis

melalui komunikasi yang penuh makna sehingga akan memunculkan pehaman

yang sama untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat dan demi kesatuan umat

manusia.

Meskipun dalam kegiatan inti ini menggunakan kurikulum Baha‟i dan

kutipan-kutipan ayat-ayat suci Bahaullah, hal ini ditujukan untuk kemajuan dan

75

Universitas Sumatera Utara


kesatuan umat manusia. Kutipan-kutipan tersebut dibutuhkan oleh segala umat

manusia. Masih ada kekhawatiran sendiri akan prasangka orang lain bahwa umat

Baha‟i mempengaruhi agar mereka masuk ke Agama Baha‟i padahal urusan

agama adalah hak pribadi tiap manusia yang orang lain tidak berhak mencampuri

bahkan menentukannya, begitu juga dengan penolakan oleh orang-orang terhadap

umat Baha‟i untuk berbagi ajaran Bahaullah. Maka oleh karena itu, umat Baha‟i

sering membbuat diskusi bersama dan intropeksi diri apakah misi umat Baha‟i

telah sama dengan misi Bahaullah di dunia. Melalui wawancara dengan Yora

(Sekretaris pada Lembaga Rohani Baha‟i) menjelaskan empat kegiatan inti

sebagai fokus pada perbaikan dunia dengan berbasis kerohanian dalam institut

Ruhi yang membantu mentransformasikan karakter, rohani, pengetahuan,

keterampilan kepada individu-individu di setiap kelompok.

4.1.1 Doa Bersama

Setiap pertemuan umat Baha‟i selalu dibuka dan ditutup dengan doa. Doa

bersama merupakan salah satu kegiatan/ budaya yang ingin dibangun dalam

masyarakat dari berbagai latar belakang dan keyakinan. Kegiatan ini bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan rohani untuk membangun hubungan dengan pencipta

Nya, dan bergabung dengan orang-orang lain dalam doa dan menghadapkan hati

mereka pada sang pencipta. Pada saat-saat tertentu umat Baha‟i di kota Medan

bersama-sama dengan sahabat, saudara, dan tetangga terdekat, melakukan doa

bersama kepada Tuhan Yang Maha Esa tanpa memadanga latar belakang masing-

masing.

76

Universitas Sumatera Utara


Biasanya para umat yang ikut berdoa bersama akan bergiliran berdoa

menurut cara dan ajaran agama masing-masing. Ini bertujuan untuk menyehatkan

rohani dengan berbagai aneka doa yang dipanjatkan kepada sang Tuhan Yang

Maha Esa. Umat Baha‟i meyakini dari keadaan dan latar belakang apapun, semua

adalah penerima Ilahi.

Gambar. 4.1 Doa bersama dengan salah satu tetangga yang beragama
Hindu.(Sumber : Dokumentasi Penulis pada 7 November 2018)

Gambar. 4.2 Doa Bersama dalam rapat SSH


(sumber: Dokumentasi penulis pada 15 Oktober 2018)

77

Universitas Sumatera Utara


4.1.2 Pendidikan Anak-Anak

Untuk mendukung pertumbuhan karakter yang bermoral pada anak-anak

dan mempertahankan kelembutab hati mereka, umat Baha‟i mendukung

diadakannya kelompok-kelompok belajar bagi anak-anak di lingkungan mereka.

Tujuan pendidikan bagi anak-anak adalah untuk mengembalikan kemurnian hati

anak-anak dan menggali potensi anak-anak. Seorang yang disebut guru kelas

anak-anak akan menjadi fasilitator dalam kelas anak-anak tersebut dan

menggunakan buku pedoman dari institut Ruhi. Salah satu contoh nyata dari

pendidikan anak-anak ini yang terinspirasi ajaran Bahaullaha (Baha‟i Inspiring)

adalah dengan berdirinya Yayasan Bhineka Tunggal Ika.

4.1.3 Program Pemberdayaan Rohani Remaja

Kelompok-kelompok pemberdayaan moral remaja diadakan untuk

membantu para remaja melewati masa yang paling kritsis dalam kehidupan

mereka dan mengarahkan energi serta semangat mereka ke arah memajukan

peradaban. Program pemberdayaan Rohani Remaja juga bertujuan untuk

meningkatkan kerohanian bagi remaja dan menggali serta mengasah potensi yang

dimiliki. Dalam kelompok remaja, seorang animator berperan sebagai fasilitator

dalam kelompok rohani rohani remaja. Peserta dalam Program Pemberdayaan

Rohani Remaja bukan hanya remaja Baha‟i saja tetapi juga remaja-remaja daei

berbagai golongan.

78

Universitas Sumatera Utara


4.1.4 Pendidiakan Rohani Muda Mudi dan Dewasa

Untuk usia dewasa, pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok

belajar dari berbagai latar belakang dalam suasana yang serius sekaligus

menyenangkan hati dan perasaan. Program pendidikan bagi muda-mudi dan

dewasa bertujuan untuk mengembalikan diri manusia kepada hakikat manusia

yang roh. Dimana roh manusia adalah sama yaitu memiliki sifat-sifat mulia Tuhan

dan roh manusia juga tidak memiliki derajat. Intinya adalah mengembalikan

kemurnian hati umat manusia. Buku yang digunakan dalam kelompok belajar

adalah buku Institut Pelatihan (Ruhi). Adapun buku Ruhi berjumlah tujuh buku

yang berarti kelompok belajar akan belajar secara bertahap mulai dari buku Ruhi

pertama hingga ke tujuh. Adapun masing-masing isi dari ke tujuh Buku Ruhi

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Renungan tentang Kehidupan Roh

2. Bangkit untuk Mengabdi

3. Mendidik Anak-Anak

4. Perwujudan Kembar

5. Mengeluarkan Kekuatan Remaja

6. Anugerah Terbesar

7. Berjalan Bersama di Jalan Pengabdian.

Pada tiap buku di jelaskan lagi apa apa saja yang akan dibahas, misalnya

pada buku (1) berisi tentang memahani Tulisan Suci Baha‟i, Doa dan Kehidupan

dan Kematian. Pada buku (2) berisi tentang Nikmat menyampaikan, beberapa

tema pendalaman dan memperkenalkan ajaran-ajaran Baha‟i. Pada buku (3) berisi

79

Universitas Sumatera Utara


tentang prinsip pendidikan Baha‟i, pelajaran kelas anak-anak tingkat 1, dan

mengadakan kelas untuk anak-anak. Pada buku (4) berisi tentang kebesaran hari

ini, kehidupan sang Bab, dan kehidupan Bahaullah. Pada buku (6) lebih

mengajarkan kepada penyampaian seperti penyampaian yang bersifat rohani, sifat

dan sikap seorang penyampai dan tindakan penyampaian. Dan terakhir pada buku

(7) berisi jalan spiritual, menjadi tutor Buku Renungan tentang kehidupan roh

sampai buku anugerah terbesar dan memajukan seni pada tingkat akar rumput.

Jika peserta kelompok telah selesai membaca hingga buku ke tujuh, maka

para peserta kelompok diharapkan mampu menjadi seorang tutor dari Buku

Renungan tentang Kehidupan Roh sampai buku Anugerah terbesar bagi kelompok

belajar yang baru.

Setiap pelaksanaan setiap kegiatan penulis tidak mendapatkan kendala

apapun, bahkan umat baha‟i sangat terbuka dan memang setiap kegiatan

menunjukan bahwa umat Baha‟i bertumpu pada ajaran Bahaullah yaitu Kesatuan

umat manusia, agama harus menjadi sebab kesatuan, musyawarah, penghapusan

prasangka dan menciptakan perdamaian tanpa memandang latar belakang.

Walaupun penulis tidak banyak terlibat dalam kegiatan yang dilaksanakan tapi

terbukti dari dokumen-dokumen seperti foto yang ditunjukan bahwa antusiasme

dan sifat keterbukaan masyarakat kota Medan secara khusus dalam memandang

keberagaman suku, agama dan ras, serta penerimaan hal-hal baru menjadi

pendukungh agama Baha‟i dapat hidup berdampingan secara damai dengan

agama-agama lain serta memiliki hubungan yang harmonis dengan masyarkat

80

Universitas Sumatera Utara


kota Medan untuk bersatu dalam mewujudkan Kesatuan dan Keadilan Sosial bagi

semua umat manusia.

Dapat disimpulkan bahwa interkasi dan eksistensi agama Baha‟i di Kota

Medan telah terlihat dari perkembangan umat Baha‟i di Kota Medan, persebaran

umat Baha‟i di Kota Medan, dan aktivitas umat Baha‟i yang terbuka bagi

masyarakat luas tanpa memandang latar belakang suku, agama, dan ras manapun

yang didukung oleh sifat keterbukaan masyarakat kota Medan dalam memandang

keberagaman suku, agama dan ras serta penerimaan hal-hal baru menjadikan

agama Baha‟i dapat hidup berdampingan secara damai dengan agama-agama lain.

4.2. Administrasi Agama Baha’i

Administrasi Baha‟i terdiri dari beberapa bagian yang berhubungan satu

sama lain. Administrasi ini terdiri dari Majelis-Majelis Rohani setempat yang

dipilih oleh umat Baha‟i dari suatu desa atau kota, Majelis-Majelis Rohani

Nasional dipilih oleh umat Baha‟i dari satu suatu negara, dan Balai Keadilan

Sedunia dipilih oleh semua orang Baha‟i di dunia melalui Majelis-Majelis

Nasional

Dalam administrasi Baha‟i, tidak memiliki kepemimpinan individual

hirarkis yang menjadi otoritas keagamaan seperti pendeta pada umat kristen,

Pastur pada umat Katolik, Ulama pada umat Islam, Pandita pada Hindu, Biksu

pada Budha. Untuk mengalirkan bimbingan Tuhan, terdapat aliran besar berupa

Balai Keadilan Sedunia (BKS) pada level global yang mengalirkan bimbingan

Tuhan kepada Majelis Rohani Nasional (MRN) yang mengalirkan bimbingan


81

Universitas Sumatera Utara


Tuhan kepada Majelis Rohani Setempat (MRS) di daerah-daerah. Sifat dasar para

anggota Majelis adalah Lembaga kolektif dan bukan pemimpin perorangan.

Administrasi Baha‟i tidak dapat dipisahkan dari ajaran-ajaran Bahaullah.

Dalam kitab tersuci Aqdas, Bahaullah memerintahkan bahwa jika orang dewasa

Baha‟i berjumlah sembilan orang atau lebih di suatu tempat, maka Majelis Rohani

Setempat harus dibentuk. Majelis Rohani ini akan mengabdi kepada masyarakat

di tempat itu. ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam pemilihan

Majelis Rohani :

1. umat Baha‟i hanya dapat memilih Majelis mereka pada tanggal 21 April,

yakni hari peringatan pengumuman Bahaullah.

2. Hanya orang-orang Baha‟i yang berumur 21 Tahun ke atas yang dapat

memilih dan dipilih untuk menjadi anggota Majelis Rohani.

3. Setiap orang yang memilih, harus menulis nama-nama kesembilan orang

yang dianggap patut menjadi anggota Majelis Rohani.

4. Orang-orang tidak boleh dipilih menjadi anggota karena kekayaan atau

kemasyuran dalam masyarakat, atau sistem balas budi. Orang-orang harus

dipilih karena kesungguhan hati, kesetiaannya pada Tuhan.

5. Orang Baha‟i tidak diijinkan untuk memberi komentar atau

mempromosikan bahwa seseorang patut menjadi anggota Majelis Rohani,

betapun baik orang tersebut.

Maka setelah semua hal dipahami, mereka dapat memilih anggota-aggota

Majelis Baha‟i untuk Tahun itu.Tugas pentingdari MRS haruslah menjaga

kepentingan orang-orang Baha‟i di daerahnya. Menolong teman-temannya untuk

82

Universitas Sumatera Utara


menyampaikan firman Tuhan, berusaha menciptakan persahabatan dan cinta

diantara mukmin, pendidikan anak-anak dan pemuda-pemudi Baha‟i adalah salah

satu tanggung jawabnya. Melakukan persiapan untuk pertemuan-pertemuan tetap

bagi umat Baha‟i, pertemuan SSH, hari-hari peringatan dan juga pertemuan

khusus yang bertujuan melayani dan memajukan kepentingan sosial, pendidikan,

kerohanian, dari sesama manusia. Intinya MRS harus membimbing orang-orang

Baha‟i yang ada dilingkungan nya.

4.2.1 Majelis Rohani Setempat Medan

Pembentukan Majelis Rohani Setempat pertama di Medan adalah pada

tanggal 21 April 2001 yang beranggotakan sembilan orang dewasa. Untuk tahun

2018sampai April 2019 ,berikut nama-nama kesembilan anggota Majelis Rohani

Medan :

1. Aristo Gazalba

2. Yora Sagita

3. Sumarni

4. Abdul Haris

5. Nurmiaty Limbong

6. Rachmad

7. Irham Hadi Purnama

8. Hartini

9. Hartina Zainun Haris

83

Universitas Sumatera Utara


Data tersebut dihimpun penulis dari hasil wawancara pada tanggal 26 Oktober

2018 dengan Yora Sagita (27) sebagai salah satu anggota Majelis Rohani

Setempat.

4.2.2 Musyawarah

Administrasi Baha‟i bekerja melalui musyawarah. Musyawarah digunakan

dalam Sembilan Belas Harian, Pertemuan Majelis Rohani Setempat, Konvensi,

Pertemuan Majelis Rohani Nasional, dan dalam pertemuan-pertemuan panitia dan

konfrensi-konfrensi. Dalam agama Baha‟i, kegiatan musyawarah harus mengingat

dua kebajikan, yaitu kejujuran dan keterbukaan. Dalam musyawarah Baha‟i,

setiap orang harus mengemukakan pendapatnya dengan kebebasan mutlak. Ia

harus memkirkan kepentingan agama saja, dan harus melupakan hubungan

pribadinya dengan individu-individu lain. Setiap orang Baha‟i bebas untuk

mengeluarkan pendapat dalam musyawarah, akan tetapi keputusan yang dicapai

tetap tergantung pada kearifan dari mayoritas para anggotanya.

Dalam setiap pertemuan, tiap-tiap anggota harus merasakan hadirnya

Bahaullah, dengan begitu akan menciptakan suasana rohani yang menakjubkan

sebab akan selalu merasa menjadi penganut yang layak dalam agama Nya. Setiap

kegiatan musyawarah selalu di buka dengan doa dan ditutup dengan bacaan doa

yang dibacakan dari buku-buku doa.

SSH salah satu bentuk musyawarah yang dilaksanakan setiap 19 hari oleh

Majelis Rohani Setempat, lokasi selanjutnya nya dibicarakan dengan musyawarah

dan tidak ada lokasi tetap yang dijadikan tempat Rapat SSH tersebut. Penulis

sendiri sudah dua kali ikut serta dalam kegiatan tersebut di Baha‟i Center.
84

Universitas Sumatera Utara


Kegiatan SSH dimulai dengan pembacaan Doa dari tiap peserta yang tertulis

dalam buku doa, kemudian pembahasan Adminstrasi, sosial, dilanjutka

musyawarah dan terakhir ditutup pula dengan pembacaan doa.

Gambar 4.3 Kegiatan Rapat SSH


(Sumber : Dokumentasi Penulis 15 oktober 2018)

4.3. Perkawinan dalam Agama Baha’i

Perkawinan dalam ajaran Baha‟i adalah bersatunya seorang laki-laki dan

perempuan. Dengan tujuan utama adalah demi keselarasan, persahabatan, dan

persatuan pasangan. Ajaran Baha‟i mengajarkan perkawinan sebagai benteng

kesejahteraan, keselamatan, dan menempatkan lembaga keluarga sebagai pondasi

struktur masyarakat manusia. Dalam kitab Aqdas, Bahaullah bersabda :

“kawinlah, wahai orang-orang, agar muncul darimu daia yang

akan mengingat Daku diantara hamba-hamba Ku”

Syarat-syarat yang diperlukan dalam perkawinan Baha‟i adalah :


85

Universitas Sumatera Utara


1. Pria dan wanita harus setuju untuk menikah satu sama lain. Artinya mereka

tak dapat dipaksa.

2. Pengantin perempuan dan laki-laki, harus mendapat restu dari orang tuanya

jika mereka masih hidup

Jika syarat tersebut sudah lengkap, maka pasangan itu harus

memberitahukan kepada Majelis Rohani Setempat mengenai maksud untuk

menikah dan menentukan tanggalnya sehingga mereka dapat mengirim wakil

Majelis untuk menyaksikan perkawinan itu. dengan disaksikan oleh beberapa

orang, masing-masing dari pengantin laki-laki dan pengantin perempuan harus

mengulangi ayat berikut yang diperintahkan oleh Bahaullah :

“kita semua sesungguhnya tunduk akan kehendak Tuhan”

Setelah itu, pria dan wanita itu sah menjadi suami istri dan tanggal perkawinan itu

dicatat oleh Majelis Rohani Setempat.

Majelis Rohani Setempat (MRS) merupakan lembaga agama Baha‟i paling

bawah, yang memiliki umat diakar rumput. MRS yang berhak mengawinkan

berdasarkan prosedur dalam Baha‟i dan MRS menerbitkan akta kawin versi

Baha‟i. Tetapi bila calon pengantin tidak memiliki MRS karena belum ada, maka

akan ditangani oleh Majelis Rohani Nasional (MRN) yang berada ditingkat

Nasional yang berada di ibu kota negara.

Rangakaian sebelum upacara perkawinan Baha‟i adalah sebagai berikut :

 MRS bertemu dengan salah satu atau kedua calon pengantin

 Bila salah satu atau kedua calon beragama Baha‟i, MRS harus memastikan

bahwa calon adalah orang Baha‟i dan mempunyai hak administrasi penuh

86

Universitas Sumatera Utara


 Jika salah satu atau keduanya pernah bersuami/istri dan pada waktu cerai

beragama Baha‟i dan sipil telah dilaksanakan

 Adanya persetujuan dari kedua calon pengantin, kedua orang tua

pengantin, mengucapkan janji

 Pembayaran mas kawin dibatasi maksimal 19 misqol (65 Gram emas). Bila

tidak mampu boleh dengan 19 misqol perak. Dalam ajaran Baha‟i mas

kawin lebih baik kecil. Atau MRS bisa menentukan mas kawin selain emas

atau perak yakni barang yang senilai dengan emas.

 Adanya dua orang saksi

 Tak mencampurkan tradisi agama dalam perkawinan

 Dan menginformasikan prosesi perkawinan pada MRN.

Selaras dengan penjelasan diatas, Ibu Sumarni (56) menjelaskan bahwa

ketika beliau menikah menggunakan dua sistim perkawinan karena waktu itu

hanya suami beliau yaitu Pak Harris yang beragama Baha‟i. Berikut kutipan

wawancara penulis dengan ibu Sumarni pada 3 November 2018:

“Cuma kalau kita mau menikah yakan, di Baha‟i ini,musti ada


persetujuan dari pihak orang tua jika kita islam, ada persetujuan
dari orang tua bahwa setuju anak saya dinikahkan dengan agama
Baha‟i, terus saya mintalah rekomendasi dan beritau orang tua,
setuju, ditandatangani, dan kita laksanakanlah pernikahan Baha‟i
dan besok nya lagi saya nikah Islam, sesuai dengan ketentuan
yang adalah”

4.4. Pelayanan Hak-Hak Sipil umat Baha’i

Pada masa orde lama dan orde bari perkembangan agama Baha‟i

mengalami hambatan serius karena adanya larangan organisasi Baha‟i dari


87

Universitas Sumatera Utara


pemerintah melalui surat Keppres R.I No.264 tahun 1962. Pada masa reformasi

larangan dicabut melalui surat Keppres no. 69 Tahun 2000. Selanjutnya pada juli

2014, agama Baha‟i telah diumumkan sebagai satu agama yang independen diluar

6 agama yang dilindungi oleh negara. Menyangkut pelayanan hak-hak sipil umat

Baha‟i oleh pemerintah, umat Baha‟i berhak mendapat pelayanan hak-hal dari

pemerintah dibidang kependudukan, pencatatan sipil, pendidikan, hukum, dan

lain-lain sebagaimana warga negara Indonesia laiinya. Hal ini sesuai dengan isi

surat Keputusan Menteri Agama Nomor : MA/276/2014 tentang Penjelasan

Mengenai Keberadaan Baha‟i di Indonesia.

Namun di dalam undang-undang Administrasi Kependudukan masih

terdapat istilah “agama yang di akui dan belum diakui secara UU”.

Hal ini tercantum pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 pasal 8 ayat 4 :

“mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan peristiwa


penting bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama
berdasarkan ketentuan Peraturan perudang-undangan atau bagi
penghayat kepercayaan berpedoman pada peratruan perundang-
undangan”.
Peraturan perundang-undangan dimaksud di dalam pasal tersebut yaitu

Undang-Undang tentang administrasi kependudukan yang selanjutnya dinyatakan

di dalam Pasal 64 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2013

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan bahwa :

(1) “KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan

peta wilayah Negara Kesatuan Republi Indonesia, memuat

88

Universitas Sumatera Utara


elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir,

jenis kelamin, agama, status perkawinan, golongan darah,

alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku,

tempat dan tanggal dikeluarkannya KTP-el, dan tandatangan

pemilik KTP-el”

Di dalam pasal 64 ayat 1 tersebut tetap dinyatakan bahwa agama

meruapakan salah satu elemen yang harus dicantumkan di dalam identitas diri

setiap Warga Negara dan untuk warga Negara yang agamanya tidak tercantm di

dalam 6 agama yang diakui oleh negara maka berdasarkan pasal 64 ayat 5 yang

menyatakan :

(5) Elemen data penduduka tentang agaa sebagaimana dimaksud

pada ayat 1 bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai

agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan

atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi di layani dan

dicatat dalam database kependudukan”

Maka dengan adanya istilah “agama yang diakui dan tidak diakui oleh

negara” ini tentu saja membawa pengaruh bagi pelayanan hak-hak sipil penganut

Agama Baha‟i dimana walaupu pemerintah telah menetapkan Baha‟i sebagai

salah satu agama yang independen diluar enam agama (Islam, Kristen, Hindu,

Budha, dan Konguchu) di Indonesia, tetapi pada kenyataan nya di lapangan yang

penulis dapatkan adalah bahwa umat Baha‟i sebagaimana penganut agama-agama

dan penghayat kepercayaan lainnya di luar enam agama “yang diakui” negara

belum mendapatkan hak-hak sipil mereka sebagai warga negara Indonesia.

89

Universitas Sumatera Utara


Hal ini disebabkan oleh masih kuatnya pemahaman aparat pemerintah

daerah dan masyarakat umum tetang adanya “agama-agama yang diakui negara”

yaitu enam agama saja sehingga Agama Baha‟i dan agama lain diluar enam

agama yang diakui atau bukan agama resmi Negara Indonesia, ini menyebabkan

umat Baha‟i sebagaimana umat agama minoritas dan penghayat kepercayaan

lainnya mendapat kesulitan dala pelayanan Administrasi kependudukan seperti

KTP, Kartu Keluarga, Akte Kelahiran, Akte Nikah, dll.

Dalam Pelayanan Administrasi kependudukan, umat Baha‟i tidak dapat

mencantumkan agama yang dianutnya karena status agama yang dianutnya

sebagai “agama diluar dari enam agama yang diakui oleh pemerintah”. Sementara

dalam pelayanan pendidikan, penganut agama Baha‟i juga tidak mendapatkan

layanan pengajar agama sesuai dengan yang dianutnya sebagaimana dalam UU

Sisdiknas. Kemendagri tidak bisa melayani hak-hak sipil pemeluk agama Baha‟i,

karena terbentur dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 tahun 2013 tentang

Administrasi Kependudukan . dalam UU tersebut masih ada istilah agama yang

diakui dan tidak diakui secara UU.

Hal ini senada dengan pengakuan dari beberapa umat Baha‟i yang

bermasalah di KTP dan Kartu Keluarga dan berhasil dihimpun penulis. Dari

beberapa contoh kasus, ditemukan bahwa KTP dan KK umat Baha‟i di Kolo

agamanya ada yang mengikuti salah satu dari enam “agama yang diakui

pemerintah” dan ada juga yang bertandan kosong (-). Seperti penuturan Ibu Nety

(58) kepada penulis :

“karna waktu di Padang Ktp nya Baha‟i, tiba disini orang


dikantor itu yang tukar, jadi ditukar lagi dikasih Islam, terus
90

Universitas Sumatera Utara


tante bilang kenapa dikasih islam kan enggak boleh yaa
membohongi, nah itu ditukar lagi dikasih Kristen, jadi ini
gimana yaa caranyaa. Sampek waktu itu mereka bilang disini
tidak ada kolom agama yang itu (Baha‟i). Terus kan tante bilang
lain-lain kan ada, sama mereka katanya yaudah, eh tau tau pas
keluar udah agama Katolik. Padahal kan menteri Agama aja
udah bilang tentang agama Baha‟i ini. Kalo ditempat kami itu di
Padang sudah bisa dan beberapa daerah lain juga sudah mulai
bisa”

Gambar 4.4 KTP ibu Sumarni (56 thn) yang kolom agama masih
dituliskan agama Islam
(Sumber : Dokumentasi Penulis pada 3 November 2018)

Gambar.4.5 KTP Mba Hartini (38 thn) yang juga kolomagamanya


masih dituliskan agama Islam
(Sumber : Dokumentasi Penulis pada 16 Agustus 2018)

91

Universitas Sumatera Utara


Peraturan tentang pengosongan kolom agama ini adalah sesuai Undang-

Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Menurut pasal 64 ayat 5 UU Nomor 24 tahun 2013 :

“Elemen data penduduk tetang agama sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama

berdasarkan kententuan peraturan perundang-undangan atau bagi

penghayat kepercayaan tidak disi, tetapi dilayani dan dicatat dalam

database kependudukan.”

Namun jika kolom agama dalam KTP tidak diisi (kosong) ataupun diberi

tanda (-) orang lain dengan mudah menafsirkan bahwa pemilik KTP “tidak

beragama”. Padahal Surat Menteri Agama Kepada Menteri Dalam Negri

No:B.VI/5996/1980 tanggal 7 Juli 1980 perihal perkawinan, Kartu Penduduk dan

Kematian para Pengahayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa juga

mengatakan hal yang sama, bahwa pengisian kolom agama dalam KTP dengan

tanda (-) berarti yang bersangkutan “tidak beragama”. Dalam hal ini maka lebih

baik kolom agama di KTP dihapuskan saja, agar adil bagi seluruh warga negara

Indonesia.

Dalam pelayanan pendidikan, juga belum ada sekolah pemerintah maupun

swasta yang menerapkan mata pelajaran Agama Baha‟i. Salah satu informan yang

mempunyai anak yang telah sekolah SD menjelaskan kepada penulis bahwa

anaknya selalu mengikuti pelajaran agama Kristen karena pelajaran agama Baha‟i

memang belum ada di sekolah itu. dan memang jika pelajaran Baha‟i diterapkan

92

Universitas Sumatera Utara


di sekolah maka kurikulum Baha‟i harus dipersiapkan beserta guru pelajaran

Baha‟i dan inilah yang menjadi tugas umat Baha‟i agar nantinya kurikulum

Baha‟i dapat dipenuhi oleh pemerintah, maka umat Baha‟i sendiri sudah siap

untuk itu.

Namun untuk menjawab hak-hak sipil tersebut, sesuai dengan ajaran dari

Bahaullah yang mengajarkan kesatuan umat manusia melalui keadilan sosial bagi

seluruh umat manusia dan penghapusan prasangka baik prasangka kebangsaan,

ras, maupun keagamaan karena ketidaktahuan untuk terciptanya kedamaian di

bumi ini. Umat Baha‟i tetap optimis dan percaya kepada pemerintah. Agama

Baha‟i memang masih mengalami kesulitan mendaptkan hak-hak sipil mereka

sebagai warga negara Indonesia meskipun status agama Agama Baha‟i telah

ditetapkan sebagai agama yang independen di luar enam agama (Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, Budha, dan Konguchu).

Namun untuk mendapatkan yang sesuai dengan harapan, semua pasti

membuthkan proses yang tidak mudah. Ada aturan-aturan administrasi yang

menyangkut hal tersebut yang harus dilengkapi. Pemerintah pastinya sudah

berusaha keras dengan bantuan semua pihak untuk mengatasi masalah agama dan

keyakinan di Indonesia dan segera akan menemukan solusi bijak dan tepat tanpa

diksriminasi.

Umat Baha‟i juga terus berusaha untuk bermusyawarah dengan pemerintah

pusat tentang status Agama Baha‟i di Indonesia melalui kantor Departemen

Hubungan Luar Agama Baha‟i dan umat dan umat Baha‟i juga harus melapor ke

lurah namun ini tidak menjadi fokus umat Baha‟i walaupun tetap dilakukan

93

Universitas Sumatera Utara


karena tujuan utama Baha‟i bukan sekedar sebagai agama yang dilayani tetapi

untuk melaksanakan ajaran Bahaullah di dunia. Umat Baha‟i juga tidak akan

merasa adil jika hanya hak-hak sipil mereka terpenuhi oleh pemeritah sedangkan

penganut agama minoritas dan pengahayat kepercayaan lainnya masih belum

mendapatkan hak pelayanan hak-hak sipil yang sama sama juga, artinya keadilan

untuk seluruh manusia harus benar-benar terwujud tanpa terkecuali.

4.4.1 Perlindungan Negara terhadap Kebebasan Beragama

Setiap Warga Negara Indonesia memiliki jaminan atas hak kebebasan

beragama dan berkeyakinan dalam konstitusi dan berbagai regulasi lainnya.

Penegasab UUD 1945 terhadap hak ini terutama ditemukan pada khususnya

dalam pasal 28E, pasal 28I, pasal 28J, dan pasal 29 dan diperkuat dengan

sejumlah produk perundang-undangan lainnya.

Pada pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan sebagai berikut :

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal

di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak

kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.

Pada pasal 28I ayat (2) menyatakan :

94

Universitas Sumatera Utara


“setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan

perlindungan terhadap perilaku yang bersifat diskriminatif”

Pada pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) menyatakan :

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang

lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasan, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-

undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin

pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang

lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan

pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan

ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Selanjutnya pada pasal 29 ayat (2) menyatakan sebagai berikut :

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaan itu”

Jaminan ini kemudian ditegaskan kembali oleh undang-undang No.39

tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) melalui pasal melalui Pasal 22 yang

menyatakan :

95

Universitas Sumatera Utara


1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat menurut agamanya dan keperayaan itu.

2. Negara menjamin kemerdekaan seiap orang memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Indonesia bukan negara agama, bukan pula negara yang mengakui adanya

salah satu agama resmi, dan tentu saja bukan negara sekuler. Indonesia adalah

negara Pancasila dimana semua agama dan masing-masing pemeluknya

diperlakukan sama dengan warga Negara Indonesia. Tidak ada istilah agama

resmi dan agama yang diakui, melainkan agama yang dipeluk dan agama yang

dilayani di dalam konstitusi. Tidak ada agama eksklusif yang harus lebih dominan

di antara agama-agama lainnya, sekalipun diantaranya ada agama mayorita mutlak

dianut oleh warganya.

Negara republik Indonesia menempatkan substansi dan nilai-nilai agama di

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara amat penting. Sebagaimana tercantum

di dalam sila pertama pancasila “Ketuhanan yang Maha Esa” dan didalam alinea-

alinea Pembukaan UUD 1945.17

Adakah dasar hukum yang menegaskan bahwa agama di Indonesia hanya

ada enam? Dalam penjelasan pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan atau Penodaan agama dinyatakan bahwa agama-agama yang

dipeluk oleh hampir seluruh penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik,

Hindhu, Budha, dan Konguchu. Tapi, hal demikian tidak berarti bahwa agama-

agama lain dilarang di Indonesia. Penganut agam diluar-agama diluar enam agama

17
Kemenag.go.id pdf diakses pada 1 November 2018 pukul 22.20 WIB
96

Universitas Sumatera Utara


di atas mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan pasal 29 ayat (2) UUD

1945 dan mereka dibiarkan keberadaannya, selama tidak melanggar peraturan

perundang-undangan di Indonesia.18

Pemerintah wajib memberikan pelayanan Administrasi Kependudukan

terhadap semua agama tanpa terkecuali di luar enam agama (Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, Budha, dan Konguchu. Pengakuan negara adalah terhadap semua

agama tanpa terkecuali terhadap semua agama tanpa terkecuali. Negara tidak

dalam kepasitas menentukan sebuah ajaran keyakinan itu adalah agama atau tidak.

Mahkamah Konstituti Republik Indonesia telah mengeluarkan putusan Nomor

140/PUU-VII/2009 terhadap pengujian UU No. 1 PNPS thaun 1965 tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang diskriminatif

dimana pada poin (3.54) menyatakan bahwa :

“ Menimbang bahwa terhadap dalil para pemohon , yang menyatakan


bahwa UU pencegahan Penodaan Agama diskriminatif karena hanya
membatasi pengakuan terhadap enam agama yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, dan Konguchu, menurut mahkamah adalah tidak
benar, karena UU Pencegahan Penodaan Agama tidak membatasi
pengakuan atau perlindungan hanya terhadap enam agama sebagaimana
didalilkan oleh para pemohon akan tetapi mengakui semua agama yang
dianutnya oleh rakyat Indonesia, sebagaimana secara tegas dijelaskan
dalam pejelasan umum UU Pencegahan Penodaan agama menyatakan,
“ini tidak berarti bahwa agama-agama lain, misalnya Yahudi,
Zarasustian, Shinto, Taoism dilarang di Indonesia. Mereka mendapat
jaminan penh seperti diberikan oleh pasal 29 ayat 2 dan mereka dibiarkan

18
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl65556/ham-dan-kebebasanberagama-di-
indonesia diakses pada 1 November 2018 pukul 23.15 WIB
97

Universitas Sumatera Utara


adanya asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini
atau peraturan perundang-undangan lainnya”.

Menurut Mahkamah, maka kata “dibiarkan” yang terdapat di dalam

penjelasan pasal 1 Paragrag 3 UU Pencegahan Penodaan Agama harus diartikan

sebagai tidak dihalangi dan bahkan diberi hak untuk tumbuh dan penjelasannya

kepada masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, dan aparat

pemerintah sebagai kunci hilangnya diskriminasi atas agama-agama diluar agama

yang enam (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konguchu) termasuk

agama Baha‟i dan agama serta penghayat kepercayaan minoritas lainnya di

Indonesia.

98

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Agama Baha‟i adalah agama Universal yang menekankan kesatuan untuk

seluruh umat manusia. Agama Baha‟i sendiri adalah agama independen dan bukan

sekte dari agama lain, karena memiliki utusan ilahi, kitab suci, dan rumah ibadah

tersendiri. Pada bulan Juli Tahun 1957 agama Baha‟i masuk ke Kota Medan, yang

dibawa oleh dr.Samandari. sebelumnya dr. Samandari adalah seorang dokter yang

berasal dari Iran dan datang ke Indoesia untuk menjadi tenaga medis di rumah

sakit-rumah sakit Indonesia.

Semua kegiatan masyarakat Baha‟i terbuka untuk semua kelompok

masyarakat dari semua latar belakang agama, ras, dan suku. Empat kegiatan inti

yaitu doa bersama, pendidikan rohani bagi anak-anak, pemberdayaan untuk

Remaja, dan untuk dewasa.

Perkembangan umat Baha‟i di Medan bertambah karna faktor perpindahan

umatnya dari suatu tempat dengan tujuan mencari ekonomi dan pendidikan serta

dari tingkat kelahiran. Umat Baha‟i di Kota medan rata-rata adalah pendatang,

seperti dari Sulawesi dan Jawa. Umat Baha‟i terus melakukan kegiatan

pengabdian di masyarakat agar kesatuan dunia dapat tercapai.

Hubungan sosial umat Baha‟i dengan masyarakat di sekitarnya, terjalin

dengan baik karena umat Baha‟i bertingkah baik, sopan, dan ramah dalam setiap

tutur kata dan tindakan, dan aktif dalam membuat kegiatan. Umat Baha‟i selalu

99

Universitas Sumatera Utara


terbuka dengan umat lain, dan ini berdasarkan prinsip kesatuan agama dan

kesatuana manusia dalam ajaran Baha‟i.

Pelayanan dan hak-hak sipil umat Baha‟i masih sulit untuk didapatkan,

mengingat UU nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan masih

ada istilah “agama yang diakui” dan “tidak diakui”, dan masih adanya

pemahaman dari aparat pemerintah daerah dan masyarakat umum tentang adanya

agama-agama yang diakui dan tidak diakui.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan nya sosialisasi tentang UU No.1/PNPS/1965 kepada

masyarakat, dan lembaga masyarakat lainnya serta aparat pemerintah untuk

menghilangkan diskriminasi atas agama-agama diluar enam agama yang diakui

pemerintah.

2. Perlu dilakukannya sosialisasi tentang agama Baha‟i baik kepada aparat

pemerintah maupun masyarakat, tujuannya untuk mengenalkan bahwa agama

Baha‟i adalah agama yang indepan, bukan sekte dari agama lain.

3. Perlu disusun rumusan tentang regulasi pelayanan Hak-Hak sipil terhadap

agama diluar 6 enak agama yang telah disahkan pemerintah terutama yang

berkaitan dengan pencantuman agama dalam KTP, dan KK, pencatatan atas

pernikahan dan pada kelahiran.

4. Perlunya dirumuskan tentang pendidikan agama Baha‟i doi sekolah dan

perguruan tinggi. Pendidikan ini meliputi mata pelajaran agama Baha‟i, guru

agama Baha‟i dan materi pelajaran Baha‟i

100

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Agama Baha‟i (Jakarta: Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia, 2013)

Bazilah Daud, Kepercayaan dan Amalan Agama Baha‟i dalam kalangan Orang

Asli RPS Jernag, Sungkai, Perak

Beatty Andrew.”Variasi Agama di Jawa (suatu pendekatan Antropologi)”.PT Raja

Grafindo Persada.Kelapa Gading:2001

Casram “Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam masyarakat Pluralisme”.

Agustus 2016

Fathea‟zam Husmand “Taman Baru” terjemahan dari The New Garden (Majelis

Rohani Nasional Baha‟i Indonesia: September 2009)

Febri Handayani, “Toleransi beragama dalam Perspektif HAM di Indonesia”.

Gultom Ibrahim.”Agama Malim di Tanah Batak”. PT Bumi Aksara:Jakarta

Hendropuspito.Sosiologi Agama.(Jakarta:Penerbit Yayasan Kanisius.1984)

Haneh Amisani, Konsep Kepemimpinan dalam Agama Bahai dan Persepsinya

Terhadap pola Kepemimpinan Negara di Indonesia,(Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah,2014)

Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia “Beberapa Penjelasan Abdu‟l-Baha”

2011

Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia, buku “AGAMA BAHA‟I” 2013.

Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia “Bahaullah dan Ajaran-ajaran Nya

mengenai Persatuan”.Jakarta:2017

101

Universitas Sumatera Utara


Mulkhan,A Munir, Machasin, Daniel Dhakidae.2002.Agama dan Negara

(perspektif Islam, Katolik, Hindhu, Budha, Konguchu, Protestan).

Yogyakarta: Institut DIAN/Interfidei

Muhammad Abdul Lubis, Kesatuan Umat Manusia dalam Agama Baha‟i

(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga 2015)

Nuhrison M Nuh “Makalah seminar Penelitian Eksistensi Agama Baha‟i di

beberapa daerah di Indonesia” 2014

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Makalah Seminar Penelitian. Hlm.9

Siti Aminah dan Uli Parullian Sihombing “Memahami kebijakan rumah ibadah”

(The Indonesian Legal Resource Center, 2010), hlm 5

Soejono Soekanto.”Sosiologi Suatu Pengantar”(Jakarta:Raja Grafindo

Persada.2005).

Talenta Sidabutar “Eksistensi Agama Baha‟i di Kota Medan Sumatera Utara

Tahun 1957-2015” (Medan:Universitas Negeri Medan,2015)

Tony Firman.2017.Agama Baha‟i dari Persia yang juga Tumbuh di

Indonesia.tirto.id.

Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta:Balai Pustaka.2005)

Bahaiindonesia.org/sejarah-agama-bahai/balai-keadilan-sedunia-berdiri-tahun-

1963/diakses pada tanggal 10 Oktober 2018.

http://sejarah-medan-guru-patimpus.html

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Baha%27i

102

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1. Rumah Ibadah Umat Baha’i

Rumah ibadah Baha’i pertama di Amerika Latin


Sumber : website Baha‟i

Rumah ibadah Baha’i di Jerman


Sumber : website baha‟i

103

Universitas Sumatera Utara


Rumah ibadah Baha’i di Uganda
Sumber : website baha‟i

Rumah Ibadah Baha’i di Panama


Sumber: website Baha‟i

104

Universitas Sumatera Utara


Rumah Ibadah Baha’i di Ameriaka Serikat
Sumber: website baha‟i

LAMPIRAN 2. Foto Dokumentasi

Gambar. dr.Manoocherh Tahmasebian


(dokumentasi Penulis pada 29 Oktober 2018)
105

Universitas Sumatera Utara


Gambar. Makan bersama Perayan Kelahiran Bahullah.

(sumber: Dokumentasi penulis pada 10 November 2018)

Gambar. Pembukaan seminar di awali dengan pembacaan doa, dari Baha’i,

Kristen, dan Islam. (Dokumentasi penulis, 29 Oktober 2018)

106

Universitas Sumatera Utara


Gambar. Krgiatan Seminar di sampaikan oleh dr.Manoo dan dihadiri oleh

orang tua siswa (Dokumentasi penulis, 29 Oktober 2018)

Gambar. Doa yang dibawakan oleh salah satu peserta seminar sebagai

penutupan kegiatan seminar. (Dokumentasi Penulis, 29 Oktober 2018)

107

Universitas Sumatera Utara


Gambar. Penulis dan Informan selesai doa bersama(sumber : Dokumentasi

Penulis pada 7 November 2018

Gambar. Penulis dan salah satu keluarga Baha’i yang ada di Asam

Kumbang.(Dokumentasi Penulis pada 7 November 2018)

108

Universitas Sumatera Utara


Gambar. Buku-buku yang digunakan ketika berkumpul dengan Muda Mudi.

(sumber: dokumentasi penulis pada 7 November 2018)

Gambar. Perayaan yang dihadiri orang terdekat

(sumber: dokumentasi MRS 1 Desember 2018)

109

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 3. Data Informan

1. Nama : dr.Manoochehr Tahmasebian


Umur : 72 tahun
Alamat : Karo, Sumatera Utara

2. Nama : Yora Sagita


Umur : 27 tahun
Alamat : Perumahan Sunrice City No.C8 Medan Selayang

3. Nama : Hartina Zainun Haris


Umur : 22 Tahun
Alamat : Jalan Perjuangan, Tanjung Rejo Medan Sunggal

4. Nama : Sumarni
Umur : 56 Tahun
Alamat :Jalan Perjuangan, Tanjung Rejo Medan Sunggal

5. Nama : Neti
Umur : 57 tahun
Alamat : Medan Marelan

6. Nama : Hartini
Umur : 38 Tahun
Alamat : Jl. Bunga Raya, Perumahan Griya Asam Kumbang Blok
A.38

7. Nama : Irham Hadi Putra


Umur : 40 Tahun

110

Universitas Sumatera Utara


Alamat : Jl. Bunga Raya, Perumahan Griya Asam Kumbang Blok
A.38

8. Nama : Ariesto Gazalba


Umur : 48 Tahun
Alamat : Asam Kumbang

9. Nama : Hasyrima
Umur : 62 Tahun
Alamat : Jln.Perjuangan Tanjung Rejo

10. Nama : Dini


Umur : 43 Tahun
Alamat : Jalan Masuk Perumahan Asam Kumbang

111

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai