SKRIPSI
Diajukan oleh:
2018
Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan, Sang Juru Selamat, sebab kita
hidup hanya oleh karena besar kasih setia-Nya bagi hidup kita. Bagi Dialah pujian
dan hormat kini kekal sampai selamanya. Skripsi ini berjudul “Negara Menurut
Perspektif Santo Augustinus”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar sarjana dari Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap skripsi ini dapat
barat dan dapat menambah cakrawala berpikir bagi penulis dalam memulai
kehidupan ini, Tuhan begitu setia menyertai dan memberi pertolongan, secara
Tuhan tempatkan disisi penulis untuk boleh memberikan dukungan dan semangat
bagi penulis dalam pengerjaan dan penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
sangat mengapresiasi atas setiap hal boleh diberikan kepada penulis hingga sampai
saat ini.
Pangaribuan. terimakasih yang tak terbatas penulis ucapkan atas setiap hal yang
boleh diberikan selama ini, baik untuk setiap motivasi, dukungan dan juga setiap
ii
semua kakak/adik tercinta (Kak Elisa Duma Yanti Tambunan, Romauli Tambunan,
perkembangan studi dan skripsi penulis, juga telah setia memberikan motivasi dan
doa bagi penulis. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih buat semua
keluarga besar dari penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, kiranya
dukungan, bimbingan dan bantuan kepada penulis selama proses pengerjaan sampai
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
2. Bapak Warjio, MA,. Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Politik sekaligus
3. Bapak Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Bapak
Prof. Subhilhar, MA, Ph.D selaku dosen penguji II, yang telah banyak
iii
dan Ilmu Politik, yang sudah memberikan ilmu dan pengajaran selama
Bapak Burhanuddin Harahap dan juga Kak Ema yang sudah membantu
terkhusus stambuk 2012 yang sudah menjadi teman dalam menjalani masa
studi selama ini, terimakasih atas kebersaman dan setiap hal yang boleh
skripsi penulis.
kepada penulis.
9. Teman dan abang/kakak rohani dari penulis (Bang Donal Siagian, Kak
iv
10. Segenap keluarga besar PD Maranatha yang menjadi tempat dalam berbagi
dan saling mendukung di setiap suka duka yang boleh penulis alami selama
teman berbagi dan saling memberi semangat dan dukungan sampai saat ini.
12. Dan ucapan terima kasih yang terbatas kepada semua pihak-pihak lain yang
13. Teman-teman satu kosan Kak Andriani Ambarita, Elsabet Siregar, Purnama
15. Semua pihak-pihak lain yang tidak tersebutkan oleh penulis, yang penulis
sempurna, untuk itu penulis juga mengharapkan saran dan kritik terhadap kebaikan
skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
Penulis
vi
ABSTRAK
Augustinus adalah tokoh besar pemikir Kristen pertama yang berhasil
menuangkan teori teokratik ke dalam filsafat yang tercatat dalam sejarah filsafat
politik. Sumbangan pikiran yang cukup menakjubkan yang dipersembahkan
Augustinus bagi filsafat politik ialah analisanya tentang dua negara, negara sekuler
dan negara Allah yang dipaparkannya di dalam karya tulisnya yang berjudul De
Civiate Dei (Negara Allah). Lewat karyanya itu, pemikiran-pemikirannya yang
dikembangkannya yang mencakup hampir seluruh ajaran-ajaran kuno
mempengaruhi filsafat Eropa abad pertengahan. Penelitian ini mengulas isi dari
pemikiran Augustinus tentang Negara dan yang melatarbelakanginya.
Augustinus mendapat pengaruh dari Manicheisme, filsafat Platonisme dan
doktrin Kristen yang mempengaruhi pandangan dan ajarannya. Gagasan-gagasan
politik Augustinus berpusat pada konsepnya tentang dua kota, negara Tuhan dan
negara Duniawi, yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Penelitian ini
mencoba menguraikan pemikiran Augustinus tentang negara dan menganalisa
tentang dua negara itu sembari mencoba menjelajahi aspek-aspek lainnya yang
turut memperkaya filsafat politik Augustinus yang memang memiliki cakupan yang
begitu komprehensif dan menyeruak hampir ke segala arah dalam upayanya
menghampiri permasalahan-permasalahan politik yang begitu genting, yang
acapkali meragukan dan tak menentu serta serba sulit.
Sumbangsih pemikiran politik Agustinus merupakan landasan rasional
terhadap pemerintahan Allah atau bentuk pemerintahan teokrasi. Negara yang
paling baik dan oleh sebab itu harus diupayakan perwujudannya adalah negara
Allah dan negara duniawi adalah negara yang buruk. Antara negara Tuhan dan
negara sekuler merupakan sebuah cara hidup pemerintahan yang seharusnya ada,
pemerintah harus melakukan prinsip negara Tuhan dan menghindari kondisi negara
sekuler meskipun pada kenyataannya akan ada suatu kondisi negara sekuler pada
suatu pemerintahan. Pengertian dari kondisi dari negara Tuhan dan negara sekuler
merupakan pandangan subjektif terhadap suatu agama yaitu Agama Kristen.
Namun dapat menjadi acuan yang baik pada keberlangsungan pemerintahan jika
diimplementasikan.
vii
ABSTRACT
Augustinus was the first great Christian thinker to succeed in pouring
theocratic theory into philosophy recorded in the history of political philosophy.
The astonishing contribution of thought offered by Augustine to political
philosophy is his analysis of the two countries, the secular state and the state of God
which he describes in his paper entitled De Civiate Dei (God's State). Through his
work, his developed ideas which covered almost all ancient teachings influenced
medieval European philosophy. This study examines the contents of Augustine's
thinking about the State and its background.
Augustinus was influenced by Manicheism, Platonism philosophy and
Christian doctrine which influenced his views and teachings. Augustine's political
ideas centered on his concept of two cities, the state of God and the earthly state,
which contradict each other. This research attempts to elaborate on Augustine's
thoughts on the state and analyze the two countries while trying to explore other
aspects that have contributed to enriching Augustine's political philosophy which
indeed has such a comprehensive scope and almost everywhere in its efforts to
approach such critical political issues, which is often dubious and erratic and
difficult.
The contribution of Augustine's political thought was a rational basis for
God's rule or theocratic form of government. The country that is the best and
therefore must be pursued is the state of God and the earthly state is a bad country.
Between the state of God and the secular state is a way of life that should exist, the
government must do the principle of the state of God and avoid the condition of a
secular state even though in reality there will be a condition of a secular state in a
government. Understanding of the conditions of the state of God and the secular
state is a subjective view of a religion, namely Christianity. But it can be a good
reference for the sustainability of the government if implemented.
viii
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
ix
3.1 Pengertian dan Hakekat Negara Allah dan Negara Duniawi ........................ 44
3.2 Asal Mula dan Tujuan Negara Allah dan Negara Duniawi .......................... 46
BAB IV : PENUTUP
PENDAHULUAN
yang khas. Arnold Tonybeed berpendapat bahwa peradaban Barat dewasa ini lahir
budi kepada Yunani-Romawi hampir dalam semua aspek peradaban, berupa seni,
sains, filsafat, etika, politik, dan ilmu lainnya. Dari segi paham atau pandangan
hidup (way of life) yang berkembang di Barat sejak Renaisans hingga sekarang,
dapat dikatakan sama dan kelanjutan dari pandangan hidup orang-orang Yunani,
(bukan Tuhan).1 Sejarah seluruh filsafat Barat merupakan rangkaian dari catatan
kaki dari tiga tokoh pemikir Yunani, yaitu Plato, Socrates dan Aristoteles.2
pemikiran Barat antara lain di bidang hukum dan lembaga politik. Dari segi hukum,
1
Lihat Burns, Edward Marshal and Philip Ralp, World Civilization from Ancient. Lihat juga Ahmad
Suhelmi dalam Pemikiran Politik Barat.
2
Dr. Firdaus Syam, M.A., Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya
Terhadap Dunia Ke-3, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, hal 3-4.
Sebuah teori tentang kekuasaan dan otoritas negara dimana kedaulatan dan
penguasa Negara. Menurut teori ini, pada hakikatnya kedaulatan sepenuhnya milik
Menurut teori ini, rakyat memilih hak-hak politik yang sama dan merupakan esensi
pemikir politik Barat seperti John Locke, Rousseau, Hobbes dan lainnya. Domain
peradaban pemikiran, kekuasaan, dan sistem politik Barat sepanjang 600 tahun
lebih. Ini berupa “Kerajaan Tuhan” yang berkuasa atas bangsa Eropa, sebuah
konsep politik “Theocracy”; telah menjelma dalam bentuk kekuasaan “Pendeta dan
Gereja” demikian mutlak tampilnya tokoh Saul (Paulus), St. Augustinus dan
3
Sharma, Western Political Thoought, (Plato to Hugo Grotius), New Delhi: Sterling Private Limited,
1982, hal 97.
4
Ibid.
5
Ibid.
dalam perkabaran Alkitab dan menulis tentang berbagai persoalan teologis, social,
politik etika Kristiani dan bahkan menulis biografinya. Dari kegiatan itulah
kemudian lahir karya-karyanya antara lain City of God dan The Convessions.6 St.
Augustinus adalah tohoh besar pemikir Kristen yang pertama yang berhasil
menuangkan teori teokratik ke dalam pemkiran filsafati yang tercatat dalam sejarah
untuk penulisan karyanya terutama De Civitate Dei. Ini berisi asal muasal
alam dan keadilan; persyaratan kualitas seorang penguasa negara dan kaum oposisi,
tangan Barbar Visigoth dan Alarik tahun 410 M; kedua, diterimanya agama
Kristiani, melalui dekrit politik Kaisar Theodosius menjadi agama resmi imperium
Romawi, 393 M. Karya The City of God, yang mengandung pandangan St.
yang mengitarinya. Karya yang diselesaikan dalam kurun waktu tiga belas tahun,
6
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politi Barat, Jakarta: Gramedia, 2001, hal 73.
7
Sharma, Op. Cit, hal 167.
dan jawaban terhadap pertanyaan sekitar kehancuran Roma, dan sisanya dua belas
imperium dan masyarakat ibarat manusia, dapat lahir, berkembang, matang, 9 dan
Itulah sebabnya menurut Augustinus adalah suatu hal yang tidak terelakkan bahwa
suatu saat kelak peradaban Romawi akan mengalami kemerosotan, yang pada
ibarat tubuh (body) dan jiwa (soul). Tubuh tidaklah kekal, fana, semasa akan hancur
secara alamiah. Bagian ini yang mendorong hawa nafsu untuk memiliki keinginan
segala yang berhubungan dengan haa nafsu biologis. Akan tetapi, ini juga yang
menjadi sumber persoalan yang dapat meneyebabkan manusia lupa atau jauh dari
Tuhan, dan bergelimang dosa. Doktrin ini yang kebenarannya selama berabd-abad
diberlakukan di Barat. Sebaliknya, jiwa itu bersifat kekal abadi dan tidak akan
pernah mati atau hancur, ia tetap hidup. Berdasarkan dengan hal itu, Augustinus
membuat kategori dua bentuk negara, yaitu Negara Tuhan (City of God atau
Heavenly City) atau bahasa Yunaninya Civitate Dei dan Negara Iblis atau Negara
Duniawi (City of Man atau Eartly City) bahasa Yunaninya Civitate Terrena atau
Civitate Diaboli).10
8
Ahmad Suhelmi, Op. Cit, hal 74.
9
Robert Nisbet, The Social Philosopher Community and Conflict in Western Thought, New York:
Washington Square Press, 1983, hal 91.
10
Ahmad Suhelmi, Op. Cit, hal 83-84.
kebaikan bersama, dan kebaikan bersama ini menjadi pehatian utama dalam Negara
bangsa, suku, bahasa maupun waktu. Ia dapat berlangsung sepanjang waktu. Oleh
sebab itu, Augustinus percaya bahwa masyarakat atau Negara yang ideal
perdamaian dilihat sebagai the most orderly and concordant partnership in the
Adapun Negara Duniawi didasarkan pada cinta diri (self love), merupakan
suatu komunitas yang dibangun diatas jaringan kepentingan social, ekonomi dan
kebajikan itu amat rapuh karena semata-mata disasarkan pada cinta diri yang juga
bersifat rapuh, temporal dan profane.13 Cinta diri mendorong lahirnya ambisi untuk
meraih segala nilai-nilai kebesaran hidup yang bersifat hedonistic dan materialistic,
dan mendorong motivasi untuk berkuasa dan mendominasi orang lain. Kekerasan
dan paksaan merupakan esensi utama Negara Duniawi yang digunakan para
11
Ahmad Suhelmi, Op. Cit, hal 80-81.
12
Sharma, Op, Cit, hal 120.
13
Nisbet, Op. Cit, hal 95.
membahas dan mengkaji lebih jauh tentang bagaimana gambaran negara yang
menurut St. Augustinus. Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk mengangkat
persoalan ini menjadi judul skripsi, yaitu mengenai : “Negara Menurut Perspektif
St. Augustinus.”
mendalam yang didapat dari pendapat dan pernyataan yang dikemukakannya dalam
karya tulisnya maupun tulisan-tulisan lain seperti para tokoh yang membahas
tulisannya atau juga yang memberikan kritikan terhadap tulisan dan pemikirannya.
paparan dan gambaran yang jelas. Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi
Negara Duniawi?
masalah terhadap masalah yang akan dibahas, supaya hasil penelitian yang
karya tulis yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan masalah dalam
penelitian ini adalah : Negara menurut perspektif St. Augustinus, seperti yang
ditulisnya dalam karyanya yaitu “City of God”, tentang konsep Negara Tuhan dan
Negara Duniawi. Penelitian ini juga berisi tentang keingintahuan apa yang
Negara.
Negara Allah.
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
umumnya dan ilmu politik pada khususnya dalam kajian tentang negara.
cakrawala pengetahuan.
akademisi.
1.6.1 Negara
Apa yang sekarang disebut Negara dahulu biasa disebut kerajaan, atau ada
kalanya juga disebut imperium. Misalnya imperium Romanun, yang berarti daerah
pengertiannya, bukanlah begitu saja terjadi dan tetap tinggal sama selama-lamanya.
Itu terjadi dengan melalui evolusi pertumbuhan yang berabad-abad lamanya. Pada
beberapa abad sebelum masehi, Socrates, Plato dan Aristoteles telah mengajarkan
beberapa teori tentang negara, tetapi bisa dimengerti bahwa pengertian Negara pada
waktu itu barulah meliputi lingkungan kota, atau Negara kota yang disebut polis.
Menurut Aristoteles, pengertian Negara itu adalah keluarga rumah tangga, adalah
dasar pembinaan Negara, dari beberapa keluarga berdirilah suatu kampung. Dari
beberapa kampung berdiri suatu kota, dari beberapa kota berdiri satu provinsi, dan
Istilah Negara berasal dari terjemahan bahasa asing yaitu kata (a) Staat
bahasa Belanda dan Jerman yang artinya negara; (b) State bahasa Inggris yang
14
Victor Situmorang, S.H, Intisari Ilmu Negara, Jakarta: Bina aksara, 1987, hal 14.
15
Ibid, hal 15.
e’tat) yang diambil dari bahasa Latin status atau statum, yang berarti menaruh
dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, menempatkan dalam keadaan yang tegak
dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.16 Kata statum
lazim diartikan sebagai standing atau station (kedudukan). Istilah ini dihubungkan
dengan kedudukan persekutuan hidup manusia, yang juga sama dengan istilah
status civitatis atau status republicae. Kata status yang berasal dari bahasa Latin
itu dialihbahasakan kedalam istilah “estate” dalam arti “real estate” atau “personal
estate” dan juga “estate” dalam arti Dewan atau Perwakilan golongan social.Dari
pengertian yang terakhir inilah, kata status pada abad ke -16 dikaitkan dengan kata
Negara.17
Kata “ lo stato” bahasa Italia juga merupakan kata Latin “status” yang
digunakan pada abad ke XVI, Niccolo Machiavelli (bangsa Italia) dalam memulai
“Semua Negara (stati) dan bentuk-bentuk pemerintah yang pernah ada dan
yang sekarang menguasai manusia adalah Repblik atau Kerajaan.”18
Maka Machiavelli lah yang pertama kali memperkenalkan istilah “lo stato”
itu dalam kepustakaan politik. Maka demikianlah dia dianggap sebagai Bapak Ilmu
Politik Modern setelah Aristoteles. Sejak kata Negara diterima sebagia pengertian
dan mencapai tujuan bersama; sejak itu pula kata Negara ditafsirkan dalam berbagai
16
M. Iwan Satriawan & Siti Khoiriah, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hal 1.
17
Samidjo, S.H, Ilmu Negara, Bandung: CV Armico, 2002,Hal 31-32.
18
Ibid, Hal 32.
orang atau orang-orang yang melakuka kekuasaan yang tertinggi atau persekutuan
rakyat yang bertempat tinggal dalam suatu daerah. Kedua, perkataan Negara
dipakai dalam arti persekutuan rakyat, jadi untuk menyatakan sesuatu bangsa yang
Satu pertanyaan yang sering mengusik para pemikir politik dan kenegaraan
adalah apa sebenarnya negara itu? Secara defenisi, Negara adalah suatu organisasi
dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
20
rakyatnya. Setiap Negara merupakan kumpulan masyarakat dan setiap
bertindak untuk mencapai suatu yang mereka anggap baik. Namun jika seluruh
“Negara itu adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau teritorir
Negara dalam pengertian sosiologis, merupakan sebuah lembaga yang tidak netral,
mengabdi pada kepentingan umum. Sedangkan disisi lain, ideologi Negara netral
19
Ibid.
20
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 17.
21
Aristoteles, Politik (La Politica), Jakarta: Visi Media, 2007, hal 3.
22
Mr. Soenarko, Susunan Negara Kita I, Jakarta: Djambatan, 1951, hal 10.
10
ampuh bagi keabsahan berkuasanya sebuah negara. Negara bukan saja berhak
juga berhak menggunakan kekerasan kalau para warga tidak mau mematuhi
Teori dan pengertian dari Negara ini sebenarnya sudah menjadi sebuah
harapan besar bagi sebuah masyarakat, bahwa sebuah Negara harus bisa menjadi
wadah yang dimana terdapat sebuah kehidupan yang nyaman bagi rakyatnya.
Dalam Negara tentu ada yang namanya pemimpin Negara dan beberapa perwakilan
rakyat yang diamanahi oleh rakyat secara keseluruhan untuk menjalankan tugas-
tugas sebuah Negara. Namun untuk menyaring siapa yang layak menjadi pemimpin
Negara, dan siapa yang berhak mewakili rakyat dia Negara, harus ada yang
sesuai pengertian dan pemahaman masing-masing yang tentu saja tidak terlepas
dari situasi dan kondisi serta kenyataan yang hidup disekitarnya yang berada dalam
para ahli :
23
Secara etimologis, ideologi berasal dari 2 suku kata, yaitu “ideos” yang berarti ide atau konsep
dan “logos” yang berarti ilmu, sehingga ideology diartikan sebagai ilmu yang mempelajari ide-ide
manusia atau ilmu tentang ide. Tentang ideology dapat dilihat dalam Karl Manheim, Ideology dan
Utopia: Menyingkap kaitan Pikiran dan Politik, Yogyakarta: Kanisius, 1991, hal 59-60, lihat juga Arif
Rohman, Politik, Ideology, Pendidikan, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009, Baksara T.
Wardaya. Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto, Jakarta: Galang Press, 2007, hal 67.
24
Anom Surya Putra, Agamaku Terbang Tinggi, Surabaya: Inspirasi, 2001, hal 22.
11
Negara adalah ibarat suatu perkakas yang dibuat manusia untuk melahirkan
bagi mereka.27
berkuasa secara absolut seperti pendapat Hobbes, tetapi ada bagian yang
lainnya.28
25
Samidjo, Loc, Cit hal 28.
26
Ibid, Hal 28-29.
27
Ibid, Hal 29.
28
Ibid, Hal 29.
12
9. Roger H. Soltau
community).31
mempunyai sfat tabiat sendiri, mempunyai baddan jasmani dan rohani dan
lahir dan tumbuh (groei), ada pula masanya muda dan dewasa (bloei), dan
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Miriam Budiardjo, Op. Cit, hal 49.
32
Samidjo, S.H, Loc.Cit, Hal 29.
13
adalah suatu persekutuan manusia yang megikuti jika perlu dengan tindakan
paksaan-satu cara hidup yan tertentu. Dalam alinea lain, Laski berkata: “
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (The state is a
human society that (successfully) claims the monopoly of the legitimate use
conditions of order).35
Tidak dapat disangkal lagi bahwa negara itu merupakan alat untuk mencapai
suatu tujuan. Alat itu berupa organisasi yang berwibawa. Organisasi disini diartikan
33
Harold J.Laski, Pengantar Ilmu Politik, terjemahan Toto Sudarto Bachtiar, Djakarta, PT
Pembangunan, 1966, Hal 21.
34
Ibid.
35
Miriam Budiardjo, Op. Cit, hal 40.
14
manusia menurut kemauan sendiri. Negara sebagai gejala social dimana terdapat
Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh
sejumlah pejabat yang berhak menuntut dari warga negaranya untuk taat pada
kekuasaan yang sah. 37 Suatu wilayah atau kekuasaan dapat dikatakan sebagai
Adapun unsur-unsur yang harus dimiliki oleh suatu masyarakat politik agar
berikut :38
1. Wilayah
wilayah yang berdaulat. Wilayah ini harus dikuasai oleh pemerintahan yang
36
Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hal 57.
37
http://google.com/pengertian negara, diakses pada tanggal 19 Juli 2018.
38
M.Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung: Alumni, 1981, hal 10.
39
M. Iwan Satriawan & Siti Khoiriah, Op. Cit, hal 17.
15
Internasional, lahir satu prinsip atau asas “suatu negara dapat diakui sebagai
kepentingan ekonomi maka luas wilayah negara yang dihitung dari pantai
terluar pada mulanya sejauh 3 mil (kira-kira 5,5 km) dianggap sebagai perairan
territorial yang dikuasai sepenuhnya oleh negara sudah berubah menjadi 12 mil,
2. Penduduk/ Rakyat
dari kedua jenis kelamin yang hidup bersama, meskipun mereka berasal dari
warna kulit yang berlainan. 43 Dalam mempelajari soal penduduk ini, perlu
Penduduk dalam suatu negara dapat dibagi dua yaitu: warga negara dan
40
Miriam Budiardjo, Op. Cit, hal 51.
41
M. Iwan Satriawan & Siti Khoiriah, Op. Cit, hal 19.
42
Ibid.
43
M.Solly Lubis, Op.Cit, hal 10.
16
yang akan menjadi warga negaranya. Untuk itu ada asas yang bisa dipakai
dalam penentuan kewarganegaraan yaitu asas Ius Soli dan Asas Ius Sanguinis.
kelahirannya. Selain tempat kelahiran, Asas Ius Soli adalah siapapun yang
bertempat tinggal dalam waktu tertentu disuatu tempat maka yang bersangkutan
siapapun yang merupakan anak kandung dilahirkan oleh seorang warga tertentu
3. Pemerintah
44
Inu Kencana, Ilmu Politik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010, hal 14.
45
Ibid.
46
Miriam Budiardjo, Op. Cit, hal 54.
47
Ibid.
17
bukanlah negara.49
tidak sama:
berkuasa memerintah, dalam arti kata yang luas, yakni semua badan-
4. Kedaulatan
berada dibawah kekuasaan lain/ merdeka dari pada pengaruh kekuasaan lainnya
48
Inu Kencana, Op. Cit, hal 13.
49
M.Solly Lubis, Op. Cit, hal 13.
50
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan VI, Jakarta: PT Ichtiar Baru, 1959, hal
377
18
ini tidak selalu sama dengan kompetisi dan letak dari kekuasaan politik.51
bersama.
Dalam wilayah negara, maka negara itulah yang berdaulat. Kekuasaan yang
negara itu.
a. Sifat Memaksa,
b. Sifat Monopoli,
51
Miriam Budiardjo, Loc. Cit, hal 54.
52
Miriam Budiardjo, Op. Cit, hal 40-41.
19
conditions under which the members of the state may attain the maximum
3. Pertahanan
4. Menegakkan keadilan.
mendapatkan data yang berkenaan dengan masalah yang sedang dibahas, sehingga
penelitian berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Metode dalam suatu penelitian
merupakan hal yang sangat esensial, sebab dengan adanya metode, akan dapat
a. Jenis Penelitian
20
mempelajarinya”.53
b. Sifat Penelitian
melukiskan keadaan suatu objek atau subjek penelitian, pada saat sekarang
sesudahnya..
Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian adalah
ini, penulis hanya menggunakan data sekunder, sebab data sekunder dianggap
sudah mewakili dari segala pemikiran tentang studi tokoh tersebut. Data sekunder
itu didapat dari pengumpulan data Library Research Method (Metode Penelitian
Pustaka), yaitu sumber yang diambil langsung berasal dari data buku, majalah, surat
kabar, kamus, bahkan didapat dari akses internet dan literature lain yang
53
Muhammad Munawar Ahmadi, Prinsip-Prinsip Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Sumbangsih,
1975, hal 2.
54
Suprapto, Metode Riset dan Aplikasinya dalam Pemasaran. Jakarta: Bhineka Cipta, 1981, hal
11.
21
memeriksa data-data yang telah dikumpulkan secara konsepsional atas makna yang
adalah kualitatif. Menurut Arief Furcan dan Agus Maimun dalam bukunya “Studi
dapat mengenal tokoh secara pribadi dan melihat dia, mengembangkan defenisinya
sendiri tentang dunia dengan berbagai pemikiran, karya dan perilaku yang
menyelidiki lebih mendalam mengenai konsep atau ide-ide. Konsep dan ide yang
pernah ditulis dalam karya-karya tokoh akan dapat dikaji dengan melihat kualitas
tetapi juga dalam hal praktek sehingga akan dapat dikatakan apakah pemikiran
tokoh tersebut dapat dikatakan ilmiah dan memenuhi kriteria ilmu pengetahuan.
pengaruh dari karya yang dihasilkan. Data kualitatif terdiri dari kutipan-kutipan
22
komponen keterangan yang analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri.
23
protestan” begitulah filsuf politisi barat ini disebut.55 Saint/Santo Agustinus lahir
Aljazair) di Afrika Utara yang pada saat itu menjadi wilayah kekaisaran romawi.
Ibunya bernama Monika dan bergelar Santa yang beragama Katolik Roma, dan
terkenal sebagai seorang Kristen yang saleh dan taat. Oleh ibunya inilah,
yang berlaku pada masa itu ia tidak dibaptiskan ketika masih bayi. Ayahnya
bernama Patricius, seorang kaum Paganisme, seorang tuan tanah kecil dan anggota
mulai dari pendidikan dasar di Tagaste, dimana dia secara khusus mempelajari
bahasa Latin dan Ilmu Hitung, dan dalam bebarapa waktu juga mulai mempelajari
bahasa Yunani. Ketika ia berusia sekitar sebelas atau dua belas tahun, ia dikirim
oleh ayahnya ke sebuah kota kecil yang bernama Madaura, yang hanya sekitar
55
Dr. Firdaus Syam, M.A, Op.Cit., 40.
56
J.H. Rapar, “Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli”. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002, hal 279.
24
bahasa dan sastra latin. Keberhasilan Augustinus ini membangkitkan semangat dan
dambakan ingin Augustinus menjadi seorang ahli hukum. Berkat kemurahan hati
mempelajari ilmu pidato oleh karena pada amsa itu kefasihan lidah akan
mempermudah seseorang untuk meraih jabatan yang tinggi. Pada saat yang sama,
pertahanan moralitas Kristen yang dimiliki oleh Agustinus dan yang telah dibangun
sejak kecil oleh ibunya. Tidak lama setelah Augustinus tiba di Chartago, ia
dengan seorang wanita. Ia hidup bersama dengan wanita itu selama lebih dari empat
sebagai seorang yang serius, cerdas dan rajin dan tekun. . Pada usia 19 tahun, ia
mulai menekuni pelajaran filsafat setelah membaca buku Hortensius karya Cicero
yang berisi pujian dan pujaan terhadap filsafat. Sesudah membaca Hortensius,
Augustinus lalu benar-benar jatuh cinta kepada filsafat. Karena filsafat berarti cinta
57
J.H. Rapar, Op.Cit. hal 280.
58
Ibid.
25
karyanya.
lama60, Manikheisme sendiri berasal dari Persia yang disebar melalui Mani, seorang
Rasul di zaman Babilonia Kuno. Ajaran ini membahas bahwa sejak awal segala
sesuatu memiliki dua objek atau sifat yang berlawanan, yaitu kuasa terang dan
kuasa gelap, atau kuasa kebaikan dan kuasa kejahatan. Alasan mengapa Agustinus
mengikuti ajaran ini karena dia sendiri sejak mulai memelajari filsafat selalu
meragukan isi dari kitab perjanjian lama yang menurutnya tidak konsisten,
misalnya di satu sisi ada ayat yang memperbolehkan pembunuhan sedangkan ayat
lain tidak memperbolehkan atau pada tokoh-tokoh terkenal dalam Perjanjian Lama
ketidakkonsitensi tersebut dengan teori Kuasa Terang dan Kuasa Gelap yang selalu
bertarung didunia ini, apabila Kuasa Terang menang maka tokoh di Perjanjian
Lama akan melakukan kebaikan, namun apabila Kuasa Gelap yang menang maka
jawab atas dosanya, menurut Manikheisme dosa yang dilakukan oleh manusia
adalah karena pengaruh Kuasa Gelap, oleh karena itu manusia tidak bertanggung
59
J.H. Rapar, Op.Cit. hal 281.
60
Ibid
61
Ibid.
26
sekolah retorika pada tahun 374. Pada saat inilah Agustinus mulai meragukan ilmu
hanya bersifat destruktif dan hanya dapat mengkritik segala ilmu yang ada didunia,
membangun atau memberikan suatu ilmu filsafat baru sebagai solusi dari apa yang
para penganut Manicheisme yang ternyata lebih buruk daripada dugaannya semula.
Dalam keadaan yang demikian, pada tahun 383 dia meninggalkan Afrika pindah ke
Kristen disana yang mengajarkan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menjelma menjadi
62
J.H. Rapar, Op.Cit. hal 283-284.
27
Roma, Agustinus pergi ke Milano, sebuah kota kecil di Italia Utara. Disini,
Agustinus diangkat menjadi guru besar dalam ilmu retorika. Ia berupaya mengejar
terdalam tetap tak terpuaskan. Tak berapa lama kemudian, ia mulai mempelajari
menawarkan konsep teologi dan kosmologi bahwa Tuhan tidak berbentuk dan tidak
menjelma kedalam bentuk apapun. Ajaran ini dikembangkan oleh Plotinus sejak
abad ke-3 SM. Dari sini, Agustinus menjadi semakin dekat dengan agama Kristen
dalam retorika menjelang akhir musim panas tahun 386. Sesudah itu, bersama
dengan ibunya, Monica dan anaknya Adeodatus serta beberapa sahabat karibnya,
kepadanya oleh seorang sahabatnya yang bernama Verecundus. Pada tahun 387,
setahun setelah itu mereka menetap di Roma. Menjelang akhir tahun 388, mereka
pun berangkat menuju ke Afrika dan menetap di Tagaste. Dia Tagaste, Augustinus
63
Bertrand Russel, History of Western Philosopy, London: George Allend & Unwin Ltd, 1945, Hal
478.
64
J.H. Rapar, Op.Cit. hal 284.
28
orang-orang miskin, lalu mereka mulai menjadi seorang biara di gereja di kota
Hippo dan mengahasilkan karya-karya filsafat dan teologi Kristen yang terkenal di
habisnya sesuai panggilan tugas jabatannya, baik ketika ia masih menjabat jabatan
professor dalam ilmu retorika, apalagi sesudah ia menajadi imam dan kemudian
menjadi uskup di Hippo. Seluruh waktunya seolah-olah telah tersita habis oleh
kadang terburu-buru, tapi tetap saja hasil karya tulisnya menunjukkan bahwa ia
De beata vita (On The Happy Life) dan De ordine (On Order). Sesudah pertobatan
dan menjelang pembaptisannya pada Paskah 387, ada dua karya tulis yang
(Concerning The Teacher). Pada tahun yang sama ia mulai menulis De vera
65
J.H. Rapar, Op. Cit, hal 293-294.
29
tulisannya yang berjudul De libero arbitrio (On Free Will) yang sudah mulai
dikerjakan sejak 388. Sejak 397, Augustinus mulai menulis karyanya yang amat
terkenal “Convessiones (Convessions) yang baru dapat diselesaikan pada 401. Pada
yang terdiri dari tiga puluh tiga buku. Pada tahun yang sama, ia mulai menulis salah
satu karyanya yang besar, yang terdiri dari lima belas buku, berjudul De
Trinitate(On The Trinity) yang diselesaikannya pada tahun 417. Pada tahun yang
sama pula (400), terbit beberapa karya tulis lainnya yang berjudul De catechizandis
yang sangat termasyhur yang berjudul De Civitate Dei (The City of God). Sejak
and Grace). Pada 417, De gestis dan Pelagil. Pada tahun yang sama, ia
menyelesaikan dua karya tulis yang telah mulai dikerjakannya sejak 416, yaitu In
merasa bahwa hidupnya tak lama lagi. Pada tahun itu ia menyelesaikan
tulisnya yang begitu banyak, belum terhitung surat-surat dan khotbah-khotbah yang
telah dihasilkannya. Dari sekian karya-karya nya yang paling dikenal adalah tulisan
30
Afrika Utara, termasuk kota Hippo. Namun kendatipun kota Hippo telah hancur
oleh bangsa Vandal, gereja Hippo Agustinus tidak disentuh sehingga karya-karya
nya yang tersimpan di perpustakaan gereja masih tersimpan dan disebar luaskan di
penjuru Dunia.
Kristen sepanjang era Patristik.66 Ia bahkan merupakan salah satu tokoh terbesar
Pemikiran Santo Agustinus melalui salah satu tulisannya yaitu The City of
God dilatar belakangi oleh kondisi yang pada saat itu di Roma terjadi sentimen yang
dilakukan oleh kaum Paganisme yang menyalahkan kaum Kristiani atas kekalahan
tentara Romawi terhadap bangsa Visigoth. Pada dasarnya sentimen tersebut sudah
ada pada Kekaisaran Romawi yang dipimpin oleh Nero Claudius Germanicus pada
rakyat yang terletak di sekitar bukit Esquiline untuk membangun satu istana pribadi
di tempat itu, namun api secara tidak sengaja meluas tidak terkendali hingga
merambah ke sebagian besar kota Roma.68 Untuk menghindari amukan rakyat dan
66
Patristik merupakan sebuah zaman yang berlangsung setelah zaman Perjanjian Baru sampai
abad ke-VIII/ sampai pada masa Thomas Aquinas. Lihat juga https://m.wikipedia.org>wiki>Patristik
67
roman-empire.net, 2018
68
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 15.
31
awal Masehi dan terjadilan penganiayaan dan intimidasi terhadap kaum Kristiani.
Namun intimidasi terhadap kaum kristiani sempat mereda pada masa Kaisar
saat itu terjadi perebutan kekuasaan sejak Kaisar Galerius meninggal. 69 Kaisar
Constantinus bahkan mengeluarkan perintah Edik Milano yang pokok isinya adalah
bahwa Gereja memperoleh kebebasan penuh dan semua harta milik Gereja yang
telah dirampas oleh negara harus dikembalikan atau dibayar. Gereja bahkan
mendapatkan kekuasaan dan kedudukan yang sama sebagai salah satu pejabat
pemerintah yang pada saat itu pemerintah sendiri terlalu sibuk dalam meredakan
Pada tahun 410, kaum Goth akhirnya menduduki Roma dan membunuh
Paganisme sebagai salah satu akibat dari perkembangan dan pengaruh Gereja yang
pada saat itu tumbuh dengan pesat. Selama Jupiter masih dipuja Roma tetap
berkuasa; sekarang karena para Kaisar telah memalingkan diri, Jupiter pun tak sudi
70
lagi melindungi orang-orang Roma. Berawal dari inilah yang kemudian
memancing Agustinus yang hidup pada saat itu untuk menyanggah pernyataan
mereka melalui tulisannya yaitu The City of God atau Kota Allah. Salah satu
sanggahannya yang menarik dalam buku ini adalah bahwa menurutnya justru Dewa
69
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 16.
70
Bertrand Russel, Op. Cit, Hal 477.
32
sementara Gereja menyediakan perlindungan, karena banyak yang pada saat kaum
yang ada di Roma sehingga orang-orang yang berlindung Gereja pun selamat dari
peristiwa tersebut, hal ini menurut Agustinus berbanding terbalik pada kuil-kuil
Juno sesembahan kaum Pagan yang dihancurkan oleh kaum Visigoth. Selain itu
dalam buku The City of God yang ditulis pada tahun 412 hingga 427, Agustinus
menyatakan bahwa di Dunia ini terdapat dua kota, yaitu Kota Allah dan Kota
Duniawi.71
surgawi adalah negara yang penuh dengan kedamaian, diciptakan atas landasan
kasih Allah dan penuh dengan ketertiban, kebaikan, kebenaran, keadilan, ketaatan,
diciptakannya. Bagi Agustinus, Allah adalah Raja. Allah benar-benar layak menjadi
kemulianNya yang abadi. Membangun dan mendirikan negara yang surgawi adalah
Allah yang Mahabijak. Kebijaksanaan Allah adalah hal yang paling penting . Hanya
Allah yang menurut Agustinus pantas dan layak memerintah dinegara surgawi yang
Kekuasaan merupakan suatu hal yang paling penting dan paling utama bagi
suatu pemerintahan. Maka tidaklah heran jika ada yang mengatakan bahwa
71
Bertrand Russel, Op. Cit, Hal 479.
33
yang ada yang begitu mencengangkan. Hanya Allah yang mahakuasa yang
mengetahui segala sesuatu karena ialah yang menciptakan segala sesuatu itu.
untuk menjunjung dan mengabdi kebenaran. Pemerintah yang arif akan mengabdi
kebenaran dan kebenaran itu akan melahirkan keadilan. Menurut Agustinus, Allah
Allah yang benar menurut Agustinus. Kebenaran Allah senantiasa sejalan dengan
pemerintahannya. Allah adalah satu-satunya yang paling berhak dan yang paling
berdaulat atas negara surgawi, yang kelak akan meliputi segala sesuatu yang telah
diciptakanNya.
(Teokrasi). Karena segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan berasal dari Tuhan,
maka rasio pun berasal dari Tuhan. Bahkan Tuhan sendiri adalah rasio yang paling
sempurna yang tertinggi, yang utuh dan yang teratur yang oleh bangsa Yunani
34
untuk memimpin mereka, namun para raja dan para penguasa itu dengan sadar
hamba dan abdi Allah. Oleh sebab itu, bagi Agustinus bentuk pemerintahan yang
negara hanya akan terwujud nyata apabila semua orang dalam semua kelas
memiliki hubungan yang harmonis, yang memungkinkan setiap orang dan setiap
kelas dalam negara dapat berfungsi sebagaimana mestinya, Agustinus yakin bahwa
hakikat keadilan ialah adanya relasi yang tepat dan benar antara manusia dengan
Allah yang mengakibatkan terciptanya hubungan yang tepat dan benar antar
manusia. Jelas terlihat betapa pentingnya keadilan itu bagi negara dan bagi individu.
Menurut Agustinus, keadilan adalah kebajikan yang paling pokok. Negara atau
kerajaan yang tak didasarkan pada keadilan tidak lebih dari gerombolan-
gerombolan penyamun belaka. Dengan kata lain, bagi Agustinus, suatu negara
dilandasi keadilan, negara itu hanya akan menjadi suatu gerombolan perampok.
Agustinus menandaskan bahwa suatu persekutuan politik yang sejati yang disebut
negara itu, haruslah dapat mewujudkan keadilan. Tetapi keadilan itu takkan
mungkin terwujud dalam suatu negara yang tak menyembah dan mengabdi kepada
35
kurang lebih lima belas tahun untuk menyelesaikannya, karena baru pada 427,
karya tulis itu dapat dirampungkan seluruhnya. Tak ada karya tulis Augustinus yang
lain yang digelutinya dalam waktu yang begitu lama untuk menyelesaikannya, dan
ternyata jerih payahnya tidak sia-sia. Hasil karyanya itu sangat menakjubkan.
filsafat dan teologinya. Tidak heran apabila ada berbagai pandangan dan penilaian
suatu karya gemilang dalm bidang filsafat agama dan teologia. Adapula yang
menilai bahwa karya itu merupakan hasil pemikiran yangs angat mengagumkan
dalam bidang etika. Banyak juga para ahli yang sependapat bahwa De Civitate Dei
adalah karya pertama dan yang agung dalam filsafat sejarah. Memang harus diakui
bahwa De Civitate Dei merupakan buku pertama yang memaparkan tentang teori
waktu dan proses sejarah yang bertentangan dengan teori dan gagasan yang
digenggam erat-erat oleh para filsuf Yunani dan filsuf-filsuf sebelum masa
Augustinus. Ada lagi para ahli yang berpendapat bahwa De Civitate Dei bukan
72
Rapar, Op, Cit, hal 296.
36
Sesungguhnya pandangan dan penilaian para ahli tersebut diatas, tak satu
pun yang keliru. De Civitate Dei memang merupakan suatu karya tulis yang
meliputi bidang-bidang filsafat politik, filsafat sejarah, filsafat agama, etika dan
secara paripurna. Oleh sebab itu, tak berlebihan jika dikatakan bahwa De Civitate
mengatakan bahwa karyanya itu ditulis atas permintaan sahabatnya yang bernama
menyelenggarakan suatu konferensi gerejawi pada tahun 411 untuk menilai ajaran
Donatisme yang hasilnya ialah sejak saat itu ajaran donatisme dinyatakan sebagai
ajaran sesat dan oleh sebab itu, menjadi ajaran yang terlarang.
mengangumkan itu, oleh karena situasi di kota Roma yang begitu merugikan orang-
orang Kristen pada waktu itu. Pada tahun 410, terjadilah peristiwa yang amat
mengejutkan , Alarik, raja bangsa Goth Barat yang telah mengerahkan pasukan
Alarik menjarah rayah di kota Roma dan hanya Gereja serta orang-orang Kristen
yang terlindung dari penjarahan tersebut karena Alarik adalah seorang Kristen.
73
Rapar, Op, Cit, hal 296-297.
74
Rapar, Op, Cit, hal 297.
37
Romawo Barat. Menyaksikan dan mengalami peristiwa yang begitu getir, orang-
orang kafir Romawi mulai angkat bicara. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya
kewibawaannya. Penyerbuan raja Alarik pun adalah karena kekristenan itu. Dewa-
dewa Romawi telah mengutuk kaisar dan orang-ornag Romawi yang telah murtad
mengenyahkan kutukan itu, maka tidak ada jalan lain selain mengenyahkan
Situasi dan kondisi yang demikian itulah yang telah mendorong Marcellius
untuk mendesak Augustinus agar menulis sesuatu yang dapat menjawab tuduhan
orang-orang kafir itu. Oleh sebab itu, De Civitate Dei sebenarnya merupakan suatu
De Civitate Dei yang dituli sekitar lima belas tahun terdiri dari dua puluh
dua buku. Pada buku pertama, Augustinus menjawab serangan orang-orang kafir
75
Rapar, Op, Cit, hal 298.
76
Ibid.
38
semua orang tanpa pandang bulu. Bukan hanya orang jahat, tetapi orang baik pun
sering mengalami sukaduka kehidupan itu. Jadi bencana yang menimpa kekaisaran
Romawi itu bukan baru dialami saat itu, melainka telah sering dan biasa dialami
oleh engara Romawi sejak masa sebelum Kristen. Bahkan, mereka yang
kemerosotan moral, perilaku yang tak senonoh dan kecemaran jiwa, karena tuntutan
membuktikan bahwa bencana spiritual dan bencana fisik yang disebutkannya itu
senantiasa dialami oleh orang-orang Romawi sejak kota Roma didirikan. Dan
dewa-dewa yang mereka sembah tak pernah melepaskan mereka dari bencana-
bencana itu.79
yang disembah oleh orang-orang kafir. Kejayaan Romawi itu adalah karena
pelindunagan dan pemeliharaan Allah Yang Maha Esa dan yang Maha Benar, yang
77
Ibid.
78
Rapar, Op, Cit, hal 298-299.
79
Rapar, Op, Cit, hal 299.
39
menjelaskan tentang kebahagiaan sejati yang dialami oleh kaisar-kaisar yang telah
beragama Kristen.81
Augustinus secara khusu terarah pada mereka yang begitu yakin bahwa dewa-dewa
kembali harus disembah agar dapat terlepas dari situasi yang sedang dihadapi oleh
kekaisaran Romawi. Ini secara khusus hendak menyanggah keyakinan mereka yang
mengira bahwa demi kehidupan yang kekal maka dewa-dewa harus disembah dan
dikembangkan oleh Varro, penulis kafir yang sangat dihargai dan dipuja oleh
orang-orang kafir. Varro membagi teologia ke dalam tiga jenis, yaitu: teologia
mistik, teologia natural, dam teologia sipil (civil theology). Augustinus mengatakan
bahwa baik teologi misti atau sipil tak sanggup memberi sesuatu apa pun bagi
80
Ibid.
81
Ibid.
82
Rapar, Op, Cit, hal 299-300
40
yang kekal tak mungkin diperoleh dengan menyembah dewa Yanus, dewa Yupiter,
dapat menjamin kebahagiaan dalam hidup yang akan datang. Diskusi yang
sistem platonic yang dianggapnya sebagai sistem filsafat yang paling baik dan dekat
manusia.84
ribuan cara menampakkan diri sebagai roh-roh jahat. Dia mengatakan bahwa
83
Rapar, Op, Cit, hal 300.
84
Ibid.
85
Ibid,
86
Rapar, Op, Cit, hal 300-301.
41
dari dua negara, yaitu negara sekuler dan negara Allah. Augustinus juga
menunjukkan bahwa manusia tidak berasal dari kekekalan tapi diciptakan Allah,
yang artinya manusia memiliki awal, jadi tak mungkin ada pra-eksistensi bagi
manusia.88
pertama, yaitu Adam dan mengatakan bahwa dosa manusia pertama itulah yang
menjadi asal mula dari kehidupan duaniwi dan nafsu-nafsu keji manusia.90
87
Rapar, Op, Cit, hal 301.
88
Ibid.
89
Ibid.
90
Ibid.
91
Ibid
92
Ibid
42
negara sekunder dan negara sorgawi sejak masa Abraham sampe akhir.94
Buku keduapuluh satu menunjukkan apa yang akan terjadi pada negara
93
Rapar, Op, Cit, hal 302.
94
Ibid.
95
Ibid.
96
Ibid.
97
Ibid.
98
Ibid.
43
pertama ialah Negara Allah (Civitas Dei) yang sering juga disebutnya sebagai
negara surgawi. Yang kedua ialah negara sekuler (civitas terrena/ negara duniawi)
yang sering juga disebutnya sebagai negara diaboli.99 Negara yang paling baik dan
oleh sebab itu harus senantiasa diupayakan perwujudannya ialah negara Allah.
Negara sekuler adalah negara yang buruk dan oleh sebab itu tak layak menjadi
dambaan manusia.100
Kehidupan di dalam negara Allah diwarnai oleh iman, ketaatan dan kasih
Allah. Negara Allah menghargai segala sesuatu yang baik seperti: kejujuran,
keadilan, keluhuran budi, kesetiaan, moralitas yang terpuji, keindahan dan lain-lain
sebagainya. Negara sekuler diwarnai oleh dosa, keangkuhan dan cinta yang egois.
penjelmaan gagasan negara ideal Plato. Sama seperti negara indeal Plato, demikian
pula negara Allah Augustinus dipenuhi dengan segala kebajikan, kedamaian dan
99
Diaboli berasal dari kata Yunani “diabolos” yang berarti penghianat, iblis, setan dan sebagainya.
Jadi negara diabolic berarti negara yang menghianati hakikatnya atau negara setan.
100
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 303.
101
Ibid.
44
diri yang sebesar-besarnya, gila hormat, gila kuasa, yang menyebabkan pertikaian,
amat berbeda, bahkan saling bertentangan satu sama lainnya, namun di dalam
berada dan hadir bersama. Tetapi, bagaimana mungkin dua macam negara yang
saling bertentangan dapat berada dan hadir bersama? Hal itu tidak mungkin apabila
kedua macam negara itu diinterpretasikan sebagai dua bentuk lembaga atau
organisasi yang ada di dunia ini. Oleh sebab itu, tidak benar apabila dikatakan
bahwa yang dimaksud oleh Augustinus dengan negara Allah adalah gereja dan
negara sekuler adalah organisasi negara seperti kekaisaran Romawi dan lain –
lain.103
lebih tertarik mempercakapkan soal cara hidup (ways of life) dan prinsip-prinsip
hidup (principle of life). Oleh sebab itu, gagasan Augustinus tentang negara Allah
dan negara sekuler. Tidak teracu kepada bentuk organisasi tertentu, melainkan yang
terdapat di negara Allah dan agar orang-orang mengenal lalu menolak prinsip-
102
Ibid.
103
Ibid
45
...saya tidak memikirkan ia (negara ideal) berada dimana pun juga di muka
bumi…di kayangan, barangkali, sebuah pola dari negara itu disimpan bagi
dia yang memiliki mata untuk melihat…Persoalnnya sama sekali bukan
apakah negara itu berada dimana saja atau akan berada; melainkan agar
prinsip-prinsipnya dipraktekkan, itu saja.104
3.2 Asal Mula dan Tujuan Negara Allah dan Negara Duniawi
Allah yang telah menciptakan alam semesta ini, menciptakan segala sesuatu
yang ada, dalam kondisi yang amat baik. Segala sesuatu yang diciptakanNya itu
Negara surgawi itu telah diciptakan Allah sebelum manusia diciptakan. Negara
Allah adalah terang, yang diciptakan Allah tatkala Ia menciptakan para malaikat
dalam terang, agar mereka hidup secara bijaksana did alam kelimpahan berkat
Allah dan di dalam terang itu sendiri. Tetapai beberapa malaikat itu meninggalkan
terang dan oleh kebodohan mereka sendiri, mereka memilih kegelapan dan itu
kasih Allah. Kasih Allah itulah pula yang menghadirkan ketertiban dan keadilan
sendiri. Sesungguhnya, Negara Allah adalah negara yang amat terpuji oleh karena
104
Plato, The Complete Texts of Great Dialogues of Plato, terjemahan W.H.D. Rouse, New York:
New American Library, 1970, hal 459
105
Augustinus, The City of God, XI.I, terjemahan Marcus Dods, D.D, USA: Hendrickson Publishers.
Inc, 2009, hal 16.
46
diwarnai sepenuhnya oleh kasih Allah yang menjadi wujud yang paling hakiki dari
penyelewengan para malaikat, yaitu ketika beberapa diantara para malaikat itu
107
meninggalkan terang dan memilih kegelapan. Negara duniawi itu
Kejatuhan manusia pertama itu menghadirkan kefanaan.108 Akar yang terdalam dari
kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah cinta diri (self love) dan itulah yang
menjadi alas dan dasar yang kokoh bagi bangunan Negara sekuler. Batu pertama
terang lalu merangkul kegelapan dan dari batu pertama itu tersusunlah batu-batu
yang lain menjadi dasar yang diperlukan oleh bangunan Negara Sekuler.109
Jadi, Negara Sekuler dibangun atas dasar cinta diri. Inilah yag mewarnai
menjadi wujud yang hakiki dari Negara sekuler. Kendatipun negara sekuler yang
106
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 306.
107
Augustinus, Op. Cit XI, hal 11.
108
Augustinus, Op. Cit XIII, hal 11.
109
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 306-307.
47
Kendatipun baru merupakan benih, tapi kedua negara itu telah ada sebelum
dunia dan manusia diciptakan. Dan sesudah manusia pertama jatuh kedalam dosa,
barulah kedua negara itu mulai menampakkan diri secara jelas. Augustinus
mengatakan bahwa kedua negara itu dibangun atas dua dasar cinta, negara Allah
atas dasar kasih Allah dan Negara Duniawi atas dasar cinta-diri. Negara yang
dibangun atas dasar kasih Allah akan senantiasa mengupayakan segala sesuatu yang
baik demi kemuliaan Allah. Negara itu akan selalu terarah kepada Allah, karena
baginya, Allah adalah segala-galanya. Sementara negara yang dibangun atas cinta-
diri akan mengejar kemuliaan bagi diri sendiri, bukan Allah tetapi manusia. Negara
itu akan senantiasa terarah kepada diri sendiri dan kepentingan, keuntungan dan
Dengan demikian, terlihat pula dengan jelas bahwa oleh karena dasar yang
melandasi kedua negara itu berbeda, maka tujuan utama kedua negara itupun
berbeda. Tujuan Negara Allah adalah kemuliaan bagi Allah, sedangkan tujuan
utama Negara Duniawi adalah kemuliaan manusia atau diri sendiri. Untuk
berbeda, negara Allah menempuh jalan yang penuh dengan damai sejahtera, akan
duniawi tidak akan segan-segan menggunakan cara apa pun demi mencapai
110
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 307.
111
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 307-308.
48
Adam adalah bapa dari dua garis keturunan yang kemudian membentuk dua
Allah. 113 Masyarakat Negara Surgawi, oleh Augustius disebut juga masyarakat
impious).
Masyarakat Negara Allah terdiri dari orang-orang yang terpilih atau orang-
orang beriman, yang memiliki harapan untuk hidup dalam keselamatan dan
orang yang mendewakan diri sendiri, yang megejar kesenangan jasmani. Orang-
orang ini desebut terkutuk dan penuh dengan tipu muslihat dan kejahatan. Kedua
mereka akan dipisahkan. Selama kedua masyarakat ini ada dibumi, maka terjadilah
pergumulan dan pertentangan yang tak kunjung usai antara dua prinsip dasar yang
112
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 308.
113
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 308.
114
Augustinus, Op. Cit, XIV, hal 28.
49
prinsip-prinsip hidup masyarakat sekuler yang pasti akan sirna suatu saat nanti.115
malaikat dalam terang. Negara surgawi itu didirikan di atas dasar Kasih Allah.
Namun ternyata, ada diantara para malaikat itu yang meninggalkan terang, yang
itu berarti penolakan terhadap kasih Allah yang menjadi dasar negara surgawi.
Penyelewengan itu lalu menjadi benih bagi terbentuknya negara sekuler yang pada
dosa membuat negara sekuler memperoleh tempat berpijak yang kokoh dan yang
membuatnya tidak asing di dunia ini, bahkan yang menjadikan negara sekuler itu
tak terpisahkan lagi dari dunia ini. Sebaliknya, negara Allah menjadi pengembara
yang sadar bahwa ia tidak berasal dari dunia ini dan ia tidak akan berakhir
kendatipun dunia ini akan berakhir kelak. Augustinus mengatakan bahwa negara
Allah itu abadi. (That city is eternal).117 Karena dunia ini akan berakhir, sedangkan
115
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 311.
116
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 317.
117
Augustinus, V, hal 16.
50
Bagi Augustinus, negara Allah yang mengembara di dunia ini, tidak pernah
mengikatkan diri dengan suatu lembaga negara manapun juga dan tidak pernah
mengikatkan diri dengan organisasu gereja. Negara surgawi itu benar-benar haya
mengembara di dunia ini dan ia akan tetap mengembara hingga kelak tiba di
penghujung sejarah dunia yang pada suatu saat pasti akan berakhir. Oleh sebab itu,
negara Allah tidak pernah dapat diidentikan dngan suatu lembaga negara ataupun
dengan organisasi gereja di dunia ini. Bahkan Augustinus berpendapat, baik negara
surgawi maupun duniawi, keduaya tidak dapat diidentikkan dengan institusi dan
organisasi manusia manapun yang ada di dunia ini. Hal itu berarti, bahwa gereja
atau suatu institusi negara yang baik yang diperintah oleh penguasa yang ebragama
Kristen sekalipun, tidaklah sama dengan negara Allah, demikian pula negara yang
buruk yang diperintah oleh penguasa yang jahat tidaklah sama dengan negara
sekuler.119
3.4.2.1 Teokrasi
Negara surgawi yang diciptakan atas landasan kasih Allah dan yang penuh
Negara ini diperintah oleh Allah yang telah menciptakan, membangun dan
118
Ibid.
119
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 321.
51
memerintah segala sesuatu yang diciptakanNya. Allah adalah Raja. 120 Bagi
itulah yang hendak diungkapkan oleh Augustinus di dalam De Civitate Dei, sejak
kebijakan para raja atau filsuf, sebab kebodohan Allah jauh lebih bijak dari
kebijakan manusia yang paling bijaksana dan kelemahan Allah jauh lebih kuat
daripada kekuatan manusia yang paling kuat.121 Bahkan adapula yang mengatakan
bahwa kebijaksanaan (filsafat) itu sendiri adalah Allah, sehingga barangsiapa yang
Kebijaksanaan adalah hal yang sangat penting bagi para penguasa. Bahkan,
menurut gagasan Plato, hanya para filsuf, yaitu mereka yang bijaksana yang layak
benar-benar baik.
Kekuasaan merupakan suatu hal yang paling penting dan utama bagi suatu
120
Augustinus, Op Cit, 1. Pre.
121
Augustinus, Op Cit, X. hal 28.
122
Augustinus, Op Cit, VII. Hal 1.
52
segala kekuasaan sebab Dia adalah Allah yang memiliki kekuasaan tertinggi.
Augustinus menyebutnya dengan “Ia patut disebut mahakuasa” sebab Dia mampu
dan bebas berbuat apa saja yang ia kehendaki. Keabadiaan kekuasaan Allah
pemerintahanNya.
Augustinus, hanya Allah lah yang memiliki pengetahuan yang sebenarnya karena
kebenaran dan kebenaran itu akan melahirkan keadilan. Menurut Augustinus, Allah
menyembah dan mengabdi Allah yang benar, ia telah menyembah dan mengabdi
kebenaran Allah. Kebenaran Allah akan senantiasa sejalan dengan keadilan, dan
itulah yang akan mewarnai pemerintahanNya. Oleh sebab itu, menurut Augustinus
(Teokrasi), karena segala sesuatu diciptakan oleh Tuhandan berasal dari Tuhan,
maka rasio pun berasal dari Tuhan. Bahkan Tuhan adalah rasio yang paling
sempurna, yang tertinggi, yang utuh dan yang teratur yang oleh bangsa Yunani
53
Plato, Negara adalah manusia (individu) dalam ukuran besar, maka itu berarti
bahwa ada keadilan dalam negara dan ada pula keadilan individual. Keadilan dalam
negara tercapai apabila ketiga kelas dalam negara dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, yaitu jika pembagian kerja diatur sesuai dengan bakat, bidang keahlian
dan keterampilan setiap warga negara. Ini akan membuat negara makmur, kesatuan
dan keutuhan terpelihara dengan baik. Keadilan individual akan terwujud nyata
penguasaan diri, yaitu jika bagian rasional dapat mengendalikan kedua bagian jiwa
lainnya, yaitu semangat atau keberanian dan keinginan atau nafsu. Jadi bagi Plato,
keadilan dalam negara hanya akan terwujud nyata apabila semua orang dalam
semua kelas memiliki hubungan yang harmonis, yang memungkinkan setiap orang
dan setiap kelas dalam negara dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Demikian
pula dengan keadilan indivual tercapai apabila bagian-bagian jiwa manusia itu
konsep religious. Bagi Augustinus, hakikat keadilan ialah adanya relasi yang tepat
dan benar antara manusia dengan Allah, yang mengakibatkan terciptanya hubungan
54
hakiki bagi Negara. Dia mengatakan bahwa kebenaran mengalir dari mata air
keadilan.123 Jadi, jika keadilan tidak ada, maka kebenaran pun tidak ada. 124 Jelas
terlihat betapa pentingnya keadilan itu bagi negara dan bagi individu. Menurut
Augustinus, keadilan adalah kebajikan yang paling pokok. Manusia tanpa keadilan
adalah manusia tanpa kebajikan. Negara atau kerajaan yang tidak didasarkan pada
kata lian, negara hanya akan disebut negara apabila berlandaskan keadilan.
yang selanjutnya menjadi warna khusus yang paling dominan dalam kehidupan
sorgawi adalah kepatuhan. 126 Kepatuhan ini bukan hanya karena rasa takut,
melainkan kepatuhan yang timbul oleh karena kasih. Karena negara Allah dibangun
atas dasar kasih Allah.127 Kepatuhan ini adalah kepatuhan yang murni dan sejati
yang bertumbuh secara wajar dan tanpa paksaan. Kepatuhan ini akan
123
Augustinus, Op. Cit, XIX, hal 21..
124
Ibid.
125
Augustinus, Op. Cit, IV, hal 4.
126
Augustinus, Op. Cit, XIII, hal 28.
127
Ibid.
55
penghargaan Allah atau untuk memperoleh pujian dari manusia, bukan kepatuhan
yang dibuat-buat demi meraih kemuliaan sendiri, tetapi sebagai wujud pengabdian
diri bagi Tuhan. Warga negara Allah juga menyadari bahwa kepatuhan mereka
bukanlah kepatuhan yang didasarkan atas kearifan manusia, sebab tidak ada tempat
bagi kearifan manusia (human wisdom). Bagi Augustinus, kepatuhan yang tidak
didasarkan pada kearifan manusia semata-mata adalah suatu kehidupan yang penuh
3.4.2.4 Kebebasan
hak hanya menjadi milik dari orang-orang yang berada di lapisan atas, sebab tidak
mungkin orang miskin dan yang tak terdidik yang harus bekerja keras untuk
bahwa yang rasional menguasai yang tidak rasional, akal budi menguasai tubuh,
pria menguasai wanita, yang baik menguasai yang buruk, manusia menguasai
128
Augustinus, Op. Cit, XIII, hal 28.
56
yang rasional dan yang tidak rasional. Makhluk rasional adalah manusia, sedangkan
makhluk yang tidak rasional. Jika demi kepentingan bersama, ada orang-orang yang
dianggap menjadi pemimpin atau penguasa, dan mereka inilah yang harus
Penguasa tidak boleh memperkosa kebebasan yang dimiliki oleh orang-orang yang
yang tak terbatas dan diperoleh bukan berdasarkan diri sendiri, jadi harus
paling mulia, karena ia yakin bahwa hanya filsafat/pengetahuan itu saja yang
sanggup menuntun manusia ke pengenalan yang benar akan segala sesuatu yang
tidak pantas menjadi sumber kekuasaan, demikian juga dengan dewa-dewi, harta
milik atau kekayaan, kedudukan, pangkat dan jabatan, semuanya tidak pantas
129
Rapar, Op.Cit, hal 367-368.
130
Plato, Op. Cit, hal 335.
57
kekuasaan.
Bagi Augustinus, kendatipun hukum dan pengetahuan itu amat berguna bagi
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, tapi itu tidak dapat
menjadi sumber kekuasaan. Dalam negara sorgawi, segala sesuatu harus terhubung
dengan sang Pencipta dan sang Raja. Penyelenggaraa kekuasaan tidak boleh
harus ia perbuat atas kekuasaan yang diterimanya dari Tuhan. Dia tahu bahwa
sejahtera abadi (eternal peace)131 bagi manusia dan seluruh ciptaanNya. Di negara
beriman, yaitu kesediaan untuk melayani dan memelihara seluruh isi keluarga.
bukanlah karena pemberian yang mereka peroleh, seperti memerintah dalam waktu
yang lama, mati dalam damai sejahtera, memiliki putra-putra yang cakap untuk
mereka. , tetapi kebahagiaan itu adalah apabila mereka dapat berbuat baik dan
dalam pemerintahan mereka, mereka senantiasa tahu memulikan Allah yang benar.
131
Augustinus, Op. Cit, XIX, hal 14.
58
kemuliaan Allah.
bagaimana sebenarnya karakter, sifat-sifat dan identitas negara duniawi itu dan
sejak itu negara duniawi bertumbuh dan berkembang dengan cepat. Kota yg
bahwa itu berarti dedikasi, oleh Karen itu nama kota pertama dari negara duniawi
itu amat tepat, karena negara sekuler secara khusu dipersembahkan dan
didedikasikan bagi dunia ini, dunia tempat ia dibangun dan mengembangkan diri
dalam garis keturunan Kain. Apakah dengan berhentinya garis keturunan Kain
Menurut Augustinus, negara duniawi yang hidup demi memuaskan hawa nafsu dan
keinginan jasmani takkan pernah terhenti hingga dunia ini berakhir. 133 Karena
132
Augustinus, Op. Cit, XV, hal 17.
133
Ibid.
59
Asia135, kemudian ada Sycon dan Mesir. Tatlaka para penguasa kekaisaran Romawi
kebenaran, keadilan dan kasih Allah. Dan memang, sejak semula Roma dibangun,
ia telah didirikan di atas dasar cinta manusia atau cinta diri, yang merupakan dasar
Hingga kini, kesan yang diperoleh dari uraian terdahulu mengenai negara
sekuler ialah bahwa negara duniawi itu semata-mata jahat tanpa kebaikan sama
sekali. Tak mungkin dapat ditemukan kedamaian dan kebahagiaan di dalam negara
kebahagiaan. Oleh sebab itu, tak dapat dikatakan bahwa negara duniawi itu
134
Ibid.
135
Augustinus, Op. Cit, XVIII, hal 2.
60
cukup objektif. Ia mengaku bahwa apa yang didambakan oleh engara duniawi itu,
sesungguhnya baik bagi manusia menurut ukuran yang dipakai oleh manusia itu
sendiri. Salah satu bukti kebaikan negara sekuler itu ialah hasratnya untuk
memperoleh damai. Dan bukankah damai itu sendiri merupakan sesuatu yang baik?
Namun Augustinus segera menandaskan pula bahwa damai yang didambakan oleh
negara sekuler adalah damai yang bersifat dunaiwi (eartly peace). Augustinus
berkata:
…it desires earthly peace for the sake of enjoying earthly goods…137
… ia mendambakan damai duniawi demi mereguk kenikmatan benda-benda
duniawi…
duniawi itu pun tidak abadi. Kenikmatan barang-barang duniawi yang tersaji lewat
damai duniawi di dalam negara sekuler hanya dapat direguk di dalam dunia yang
fana ini dan kegembiraan yang diperoleh pun hanya sejauh keriangan yangd apat
diberikan oleh barang-barang duniawi itu dalam keadaannya yang amat terbatas.
…the earthly city, which shall not be everlasting (for it will no longer be a
city when it has been committed to extreme penalty), has its good in this
world and rejoices in it with such joy as such things can afford.138
…negara duniawi, yang takkan abadi itu (karena ia tak lagi menjadi sebuah
negara apabila ia telah menjalankan hukumannya yang dahsyat), meraih
kebaikannya di dunia ini dan bersukacita di dalamnya dengan keriangan
yang mampu dihasilkannya.
136
Augustinus, Op. Cit, XV, hal 4.
137
Ibid.
138
Ibid.
61
memberi kebaikan dan damai bagi para warganya, namun kenikmatan yang dapat
direguk lewat kebaikan dan dami itu, tidak abadi. Ketidakabadiaan kenikmatan
yang dapat direguk lewat kebaikan dan damai duniawi, bukan hanya sebatas usia
yangd apat dicapai oleh engara sekuler, tetapi juga ditentukan oleh berbagai
peristiwa yang terjadi di dalam negara duniawi itu sendiri. Dan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di dalam negara duniawi itu disebabkan oleh banyak hal. Misalnya saja,
karena negara sekuler itu dibangun diatas dasar cinta-diri, maka demi kepentingan
diri sendiri, terpecah-belahlah negra duniawi itu dalam dirinya sendiri. Karena
keangkuhan yang dimiliki oleh semua pihak, mak akan terjadilah peperangan demi
negara dunaiwi itu ialah terpecah-pecah di dalam dirinya sendiri. Karena itu,
kenikmatan yang dapat direguk lewat kebaikan dan damai duniawi. Keadaan saling
139
Ibid.
62
yang sanggup dicapai pun senantiasa terancam oleh konflik. Karena pada saat dami
itu hendak dinikmati maka pada saat itu akan tampil suatu pihak yang beroposisi
yang jga merasa turut berkepentingan untuk menikmati damai duniawi itu. Padahal,
oleh konflik. Bahkan dapatlah dikatakan bahwa negara sekuler itu bereksistensi di
dalam konflik. Di dalam konflik ia lahir dan berkembang. Did alam konflik ia
bergulat untuk mencapai apa yang didambakannya. Di dalam konflik pula ia hendak
mereguk kenikmatan dari apa yang telah dicapainya, yaitu: damai duniawi. oleh
sebab itu, damai duniawi sesungguhnya hanyalah bayangan yang menggoda demi
melanggengkan konflik.143
penampakan dirinya di dunia ini dengan suatu peristiwa pembunuhan. Kain, bapa
140
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 327.
141
Augustinus, Loc.Cit. XV, hal 4.
142
Augustinus, Loc. Cit. XV, hal 4.
143
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 328.
63
…the founder of the earthly city was a fratricide. Overcome with envy, he
slew his own brother, a citizen of the eternal city, and a sojourner on
earth…144
…pendiri negara duniawi adalah seorang pembunuh saudara. Dikuasai oleh
rasa cemburu, ia membunuh adiknya sendiri, yang adalah seorang warga
negara abadi dan seorang musafir di dunia.
yang kemudia menjadi pola anutan bahkan yang begitu mewarnai kehidupan arga
negara duniawi. augustinus mengemukakan bahwa hal yang serupa terjadi pula di
Perbedaannya adalah Kain adalah warga negara duniawi dan Habel yang dibunuh
oleh Kain adalah warga negara surgawi. Sedangkan Remus dan Romulus kedua-
duanya adalah warga negara duniawi. baik Remus maupun Romulus, keduanya
negara Romawi. Nafsu untuk berkuasa yang begitu besar itulah yang mneyebabkan
yangs eorang terpaksa harus menyingkirkan yang lainnya, demi meraih kemuliaan
kemuliaaan dan kehormatan bagi dirinya sendiri. Lewat peristiwa pembunuhan itu,
perbuatan itu, Kian hendak mengatakan bahwa dialah yang berkuasa terhadap
144
Augustinus, Loc. Cit, XV, hal 4.
64
tidak begitu dengan adiknya Habel. Oleh sebab itu, kisah pembunuhan Habel
Augustinus mengatakan:
The quarrel,…between Romulus and Remus shows how the earthly city is
devided against itself…146
Perselisihan…antara Romulus dan Remus menunjukkan bagaimana negara
duniawi itu terbagi-bagi dalam dirinya sendiri…
duniawi itu tak dapat dihentikan. Pihak-pihak yang bertikai mungkin dapat
diperdamaikan satu sama lainnya. Menurut Augustinus, hal itu akan berlangsung
terus demikian, karena tak satu pihak pun yang sudi membagi kemuliaan kekuasaan
pada pihak yang lain. Masing-masing ingin meraih kekuasaan yang sebesar-
besarnya bagi diri sendiri. Semua pihak rakus akan kekuasaan. Sekali mereka
diri sendiri dan tak sudi melepaskan atau berbagi dengan orang lain. Itulah
yang sedang digenggam. Tentulah hal itu sangat merugikan diri sendiri. Dan tak
145
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 328.
146
Augustinus, Op. Cit, XV, hal 5.
147
Augustinus, Op. Cit, XV,hal 5.
65
mengatakan:
…he who wished to have the glory of ruling would certainly rule less if his
power were shared by a living consort.148
…ia yang berhasrat untuk meraih kemuliaan memerintah tentu saja hanya
kan berkuasa sedikit jika kekuasaan yang dimilikinya dibagi dengan
seorang rekan hidupnya.
Oleh sebab itu, agar seluruh kemuliaan kekuasaan itu dapat dinikmati
sendiri, maka semua saingan yang ada haruslah disingkirkan dan dilenyapkan.149
Cara yang demikian kadang-kadang berhasil juga dengan baik dan akibatnya adalah
negara duniawi itu berkembang sedemikian rupa dan negara Allah seolah-olah
terdesak dan semakin kecil. Namun bagi Augustinus, kendatipun negara duniawi
itu berada di puncak kejayaannya, tetapi tetap saja ia bermutu rendah (inferior),
kecil, tetapi tetap saja ia bermutu lebih tinggi dan lebih baik.150
c. Peperangan
Peperangan merupakan suatu hal yang tak asing bagi engara duniawi. tanpa
peperangan, negara duniawi seakan tidak memilki kebanggan. Oleh sebab itu,
peperangan bukan sesuatu hal yang harus diatasi, tapi harus ada demi kelanggengan
eksistensi negara sekuler itu sendiri. Mereka yang menginginkan kedamaian, harus
mendapatkan melalui pererangan, sebab damai hanya hadir saat perang telah usai.
mengatakan:
148
Ibid.
149
Ibid.
150
Ibid
66
Sebagai alat, peperanagn bukan hanya untuk meraih damai, tetapi juga
untuk meraih hal-hal yang dikendaki, salah satunya persatuan dan kesatuan (unity).
Kendatipun manusia sudah tercerai berai, namun keinginan untuk bersatu tetap
terukir di hati manusia. Hambatan untuk bersatu bukan hanya karena perbedaan
bahasa, tapi juga motivasi yang melandasi keinginan itu telah berubah, bukan lagi
dalam bentuk persekutuan yang merasa sederajat tapi atas dasar keunggulan satu
dengan yang lainnya.persatuan dicapai dengan menaklukkan yang lain, dan kalau
…how many great wars, How much slaughter and bloodshed, have
provided this unity! And though these are past, the end of these miseries has
not yet come.153
…betapa banyaknya peperangan besar, betapa banyaknya pembantaian dan
pertumpahan darah, yang etlah menciptakan kesatuan ini! Dan kendatipun
semua ini telah berlalu, namun akhir dari segala kesengsaraan ini belum
juga tiba.
151
Augustinus, Op. Cit, XIX, hal 12.
152
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 332-333.
153
Augustinus, Op. Cit, XIX, hal 7.
67
kebenaran yang sebenarnya telah tersembunyi oleh karena ulah para warga negara
yang secara sadar hendak mematikan kebenaran itu. Karena kebenaran telah
tersembunyinya kebenaranm maka amat sukar bagi para hakim untuk menetapkan
keputusan pengadilan yang benar-benar adil. Karen apara hakim adalah manusia
biasa, yang tak mungkin sanggup menjenguk isi hati dari setiap orang yang tertuduh
Melancholy and lamentable judgments they are, since the judges are men
who cannot discern the consciences of those all their bar, and are therefore
frequently compelled to put innocent witnesses to the torture to ascertain
the truth regarding the crimes of other men.154
Kesemuanya adalah pengadilan-pengadilan yang menyedihkan dan yang
patut disesalkan, Karena para hakim adalah manusia-manusia yang tak
dapat melihat sampai ke dalam hati nurani manusia yang ada di hadapan
pengadilan mereka dan oleh sebab itu seringkai terpaksa mneyiksa saksi-
saksi yang tak bermasalah dmei memastikan kebenaran kesaksian mereka
mengenai kejahatan-kejatan orang lain.
mereka agar hakim dapat mengetahui benar tidaknya tuduhan yang ditimpakan
Augustinus berkata:
154
Augustinus, Op. Cit, XIX, hal 6.
68
e. Ketidakpatuhan
harus mendapatkan ganjaran hukuman yang adil demi menjaga ketertiban hidup
masyarakat.157
yang muncul dari mereka yang memaksa menyuarakan suara dan keinginan
mereka. Adapula pemberontakan yang ingin merebut kekuasaan agar mereka bebas
membuat masyarakat bingung dan tidak jarang membawa malapetaka besar bagi
155
Ibid.
156
J.H. Rapar, Op. Cit, hal 338.
157
Ibid.
69
juga hubungan manusia dengan sesamanya, lebih jauh akan mengarah kepada diri
For what else is man’s misery but his own disobedience to himself…159
Oleh sebab itu apa lagikah kesengsaraan manusia selain ketidakpatuhannya
sendiri terhadap dirinya sendiri…
f. Keangkuhan
adalah keinginan dan usaha untuk membenarkan diri lewat menimpakan kesalahan
kepada orang lain dan menurut Augustinus, keangkuhan ini adalah dosa yang
buruk, karena manusia yang kejahatan dan dosanya telah terungkap secara nyata,
masih tetap berupaya mencari dalih untuk menutupi kejahatan dan dosanya itu
158
Augustinus, Op. Cit, XIV, hal 15.
159
Ibid.
160
Augustinus, Op.Cit, hal 14.
70
g. Perbudakan
(mikro kosmos) takluk di bawah hukum kodrat. Hukum kodrat yang bersangkut-
paut dengan kehidupan manusia, antara lain, yang rasional menguasai yang
irrasional, akal budi menguasai tubuh, pria menguasai wanita, yang baik menguasai
yang buruk, manusia menguasai hewan, pemerintah menguasai rakyat dan lain-lain.
Bertolak dari kenyataam bahwa ada manusia yang sanggup berpikir secara rasional
dan ada pula manusia yang hanya dapat mengandalkan kekuatan fisik tetapi tak
berakal budi, maka menurut Aristotele, selayaknyalah yang berakal budi itu
menguasai yang tak berakal budi, yakni mereka yang hanya dapat mengandalkan
kekuatan fisik belaka. Dan karean manusia telah dikodratkan untuk memerintah
atau diperintah,162 maka yang berakal budi itu pantas menjadi penguasa dan yang
tak berakal budi pantas menjadi yang dikuasai. Dengan kata lain ada yang
dikodratkan menjadi tuan dan ada yang menjadi budak. Jadi, menurut Aristoteles,
perbudakan adalah sesuai dengan kodrat manusia dan tetap harus dipertahankan.
perbudakan yang lain yang disebutnya perbudakan legal. 163 Ini terjadi akibat
peperangan, dimana pihak yang menang perang memaksa pihak yang kalah
161
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 343-345.
162
Aristoteles,The Politics, terjemahan T.A Sinclair, edisi revisi oleh Trevor J. Saunder,
Harmondsworth: Penguin, 1984, 1254a 17 f.
163
Ibid. Hal 1255a3 f.
71
manusia tidak terjerumus ke dalam dosa, perbudakan pun takkan pernah terjadi.
Augustinus mengatakan bahwa memang benar, sesuai tertib alam (order of nature),
yang berakal budi patut menguasai yang berakal budi, namun hal itu berlaku dalam
hubungan manusia dengan makhluk hidup lainnya dan tidak berlaku dalam
tentang asal-usul ialah budak dalam bahasa Latin. Istilah budak itu dikenakan
berada di pihak yang kalah perang. Setiap peperangan menun jukkan adanya dosa.
Augustinus mengenal dua jenis perbudakan yang melanda negara duniawi. Yang
pertama adalah perbudakan akibat dosa yang nyata lewat hubungan antar manusia,
yang membuat manusia yang satu memperbudak manusia yang lain. Yang
memperbudak mengangkat diri sebagai tuan, dan yang siperbudak menjadi hamba.
Yang kedua, akibat dosa yang nyata dalam hubungan manusia dnegan dirinya
164
Augustinus, Op. Cit, XIX, hal 15
72
mengangkat allah-allah yang mati untuk dipuja dan disembah, yaitu dewa-dewi
dengan berbagai nama, serta berbagai rupa dan bentuk yang diukir oleh para
dari berbagai mara bahaya dan melepaskan mereka dari tangan musuh bahkan
sesungguhnya dewa-dewi itu tak dapat berbuat sesuatu apapun juga. Hal itu terlihat
kota Troya yang merupakan asal nenek moyang orang Romawi. Aeneas sendiri
pernah berkata: “… para dewa taklukannya dengan tangan yang gemetar... 165 hal
itu menunjukkan jangankan melindungi manusia, melindungi diri sendiri pun sulit
dilakukan oleh para dewa. Augustinus mengatakan betapa tidak warasnya orang
mereka sadar bahwa dewa-dewi yang mereka sembah tak sanggup melakukan apa-
apa.
Tatkala Alarik, Raja Goth Barat menyerbu masuk dan menduduki kota
Alarik dan pasukannya, padahal Alarik adalah seorang raja yang Bergama Kristen.
Menurut Augustinus, apa yang diperbuat oleh Alarik dan pasukannya adalah sesuai
165
Augustinus, Op. Cit, hal 13.
73
bahkan yang berlindung pun ada yang buka orang Kristen tapi juga orang kafir.
peperangan, negara sekuler senantiasa diwarnai oleh kejahatan dan kekejaman yang
sedikitpun tak mengenal belas kasihan. Sebagai contoh beberapa tkh besar di
pun. Fabius, penakluk kota Tarentum, bahkan mengolok-olok para dewa penduduk
kekejaman dan kejahatan yang luasr biasa ketika membunuh Remus, saudaranya
sendiri, tanpa belas kasihan. Benarlah, bahwa dalam negara duniawi kekerasan dan
Sejarah dunia ini akan mencapai satu titik yang akan mengakhiri periode
perkembangan negara dan yang juga akan mengakhiri masa pengembaraan negara
surgawi di dunia ini. Dengan kata lain, negara duniawi dan negara surgawi itu,tidak
akan abadi dalam cara beradanya seperti yang sekarang ini. Akhir dari cara yang
berada, tidak berarti akhir dari eksistensi atau keberadaan kedua negara itu sendiri.
166
Ibid, 1.7.
167
J.H. Rapar, Op. Cit, Hal 352-353.
74
surgawi di dunia ini akan memiliki dampak tertentu bagi keberadaan hidup para
warga kedua negara itu. Hal itu rupanya begitu menarik perhatian Augustinus
sehingga dalam The Citu of God, ia membutuhkan empat buku (buku XIX-XXII)
sejarahnya:
…they who do not belong to this city of God shall inherit eternal misery,
which is also called the second death, because the soul shall then be
separated from God its life, and therefor cannot be said to live, and the body
shall be subjected to eternal pains.168
...mereka yang bukan warga negara Allah akan mewarisi kesengsaraan
abadi, yang juga disebut sebagai kematian yang kedua, sebab jiwa akan
dipisahkan dari Allah kehidupannya dank arena itu tak dapat dikatakan
hidup dan tubuh akan menjalani penderitaan abadi.
Selanjutnya, Augustinus mengatakan bahwa kematian yang kedua itu,
keadaannya akan lebih hebat dan mengerikan, karena tidak ada lagi suatu kematian
yang lain yang akan mengakhiri keadaan itu. 169 Keadaan yang demikian itu
jahat. Menurut Augustinus. Keabadian hukuman itu telah diramalkan oleh nabi-
nabi seperti yang tercantum dalam Kitab Suci. Augustinus mengatakan bahwa
itulah hukuman yang dijatuhkan kepada mereka yang hidup menurut keinginan
tubuh demi pemuasaan hawa nafsu. Sungguh suatu penderitaan abadi yang sangat
dahsyat dan mengerikan. Dan justru itulah pula akhir dari negara duniawi, negara
yang dibangun di atas dasar cinta-diri dan yang mengejar kemuliaan manusia.
168
Augustinus, Op. Cit, XIX, hal 28.
169
Ibid.
75
amat dahsyat dan sangat mengerikan bagi para warganya, maka sebaliknya, akhir
yang mereka alami selama pengembaraan di dunia ini. Pada akhir pengembaraan
negara Allah di dunia ini, ia akan memasuki masa yang gemilang, puncak kejayaan,
dan kemuliaan kekal. Pada masa itu, Allah, Raja dari negara Sorgawi itu akan
tinggal bersama dengan umatnya, menghapus setiap tetesan air mata umatnya dan
sejak saat itu tidak aka nada lagi kesusahan, tangisan ataupun penderitaan, karena
semuanya telah berlalu.170 Kerajaan Allah adalah kerajaan yang abadi. Betapa besar
dan sempurnya kebahagiaan yang dimiliki oleh warga negara surgawi. Augustinus
mengatakan bahwa mereka takkan dicemari lagi oleh noda kejahatan dan dosa.
Mereka takkan kekurangan kebaikan dan kebajikan. Semua itu dapat terjadi karena
Allah menjadi semua di dalam semua.171 “Segala pengalaman yang pahit dan getir
di masa silam telah terlupakan. Augustinus mengatakan itulah akhir yang tanpa
akhir”.172
170
Augustinus, Op. Cit, XX, hal 17.
171
Augustinus, Op. Cit, XXII, 30.
172
Ibid.
76
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
sepanjang era Patristik. Ia bahkan merupakan salah satu tokoh terbesar dari seluruh
filsafat maupun teologi di Eropa pada masa itu. Bahkan, pemikirannya menguasai
“Confessions” dan “City of God”, yang menjadi karya klasik dalam filsafat agama
Karya The City of God yang berisi pemikiran Augustinus mengenai Negara
Augustinus selama hampir lima belas tahun, terdiri dari dua puluh dua buku.
kehancuran Roma, sisanya dua belas buku mengenai manusia dan masyarakat.
hukum alam dan keadilan; persyaratan kualitas seorang penguasa negara dan kaum
77
kemiskinan.
menghormati Tuhan itu sendiri dengan cara menghormati representatif Tuhan yakni
Raja. Pernyataan ini berasal dari gagasan utama hasil pemikiran Santo Agustinus
menjadi 2 jenis, negara Allah atau negara Surga dan negara duniawi. Menurut Santo
Agustinus, negara Surga merupakan negara ideal dimana terdapat segalanya yang
baik dan tidak ada dosa dan kejahatan. Sebaliknya, negara duniawi adalah tempat
keegoisan dan keculasan merajalela. Negara Surga yang disebut oleh Santo
Agustinus ini kemudian sesungguhnya menunjukkan wujud ideal surga itu sendiri,
yakni tempat segala kebaikan tanpa sedikitpun kejahatan. Santo Agustinus yang
juga pengagum Plato mengatakan bahwa negara Surga inilah yang oleh Plato
dijelaskan sebagai suatu tempat bersekutu atau berkumpul atau bermasyarakat yang
keadaan dunia saat itu, yang penuh kejahatan dan cenderung nampak kelam.
Menurut Santo Agustinus juga, kedua negara ini ia percaya ada dan eksis,
Agustinus pemikiran sangat dipengaruhi oleh Filsafat Kristen, bukan berarti yang
Kristen atau Keuskupan, namun lebih tepat jika pengertian dari negara surgawi
merupakan bentuk normatif abstrak atau ways of life dimana dalam menjalankan
78
terpuji, keindahan dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan negara sekuler
merupakan suatu kondisi dimana setiap manusia yang terefleksi pada pemerintahan
diwarnai dengan dosa, keangkuhan, dan cinta yang egois. Hal tersebut berarti
nilai-nilai keTuhanan pada masing-masing agama, dapat dilihat dari kutipan buku
The City of God dalam Filsafat Politik Agustinus yang ditulis Rapar yaitu : “Negara
Allah, penuh dengan kebaikan karena ia diciptakan diatas landasan kasih Allah.
Kasih Allah itulah pula yang menghadirkan ketertiban dan keadilan abadi oleh si
Penciptanya sendiri. Allah adalah Raja dalam kerajaanNya yang meliputi segala
sesuatu itu”
4.2 Saran
1. Keadilan yang menjadi landasan dasar dalam negara Allah menurut St.
2. Kehidupan dalam berbangsa dan bernegara baik oleh pemerintah dan juga
rakyatnya.
79
yang berkaitan dengan negara sangat perlu untuk terlibat dalam bidang
6. Dalam menentukan siapa yang akan memimpin Negara maka sangat perlu
diperhatikan setiap bidang kehidupan dari calon pemimpin, baik dari segi
80
Sumber Buku
Aristoteles, 1984, The Politics, terjemahan T.A Sinclair, edisi revisi oleh Trevor J.
Saunder, Harmondsworth: Penguin.
Augustinus, 2009, The City of God, V, terjemahan Marcus Dods, D.D, USA:
Hendrickson Publishers. Inc.
Harold J.Laski, 1964, Pengantar Ilmu Politik, terjemahan Toto Sudarto Bachtiar,
Djakarta: PT Pembangunan.
Kusnardi dan Bintan R. Saragih, 2000, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Manheim, Karl, 1991, Ideology dan Utopia: Menyingkap kaitan Pikiran dan
Politik, Yogyakarta: Kanisius.
Nisbet, Robert, 1983, The Social Philosopher Community and Conflict in Western
Thought, New York: Washington Square Press.
Plato, 1970, The Complete Texts of Great Dialogues of Plato, terjemahan W.H.D.
Rouse, New York: New American Library.
81
Satriawan , M. Iwan dan Siti Khoiriah, 2016, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Pers.
Situmorang , Victor, S.H, 1987, Intisari Ilmu Negara, Jakarta: Bina aksara.
Suprapto, 1981, Metode Riset dan Aplikasinya dalam Pemasaran. Jakarta: Bhineka
Cipta.
Syam, Firdaus, 2007, Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan
Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3, Jakarta: Bumi Aksara.
Sumber Internet
82
Ginting, Mburak Perianta, 2009, Negara Dan Agama Menurut Pemikiran Santo
Augustinus, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Naufal, Muhammad Fauzan, 2017, Hubungan Agama Dan Negara Dalam
Pemikiran Politik Islam Di Indonesia, Skripsi, Universitas Negeri Islam
Raden Intan Lampung.
83