yang terjadi dengan masyarakat dan kebudayaan kita dewasa ini? Sebagai pengantar masuk, maka perlu ditunjukkan bahwa dasar filosofis dari tema ini, yakni dengan tema-tema 1) manusia sebagai makhluk budaya, 2) pendasaran dari filsafat Hegel. Hegel cukup lengkap dalam membahas roh, objektifikasi, materi, masyarakat. Itu semua hendak dipakai untuk membangun filsafat kebudayaan 3) pendasaran dari fisafat Marx. Marx dipakai sejauh itu dipengaruhi oleh Hegel. Hegel dan Marx berpandangan sama bahwa manusia merealisasikan diri dalam peradaban. Ada kesan bahwa sekarang ini dunia kita dipengaruhi oleh modernitas dan juga dikritik oleh postmodernitas. Fenomena yang berkembang ialah : GLOBALISASI. Globalisasi dimulai sejak abad XVI dengan ditandai oleh imperialisme, gerak misionaris, dll. Globalisasi ternyata membawa ciri-ciri khusus dan ini dilihat dalam 4) globalisasi kebudayaan I dan 5) kedua (II). Globalisasi berdampak luas dan dapat mengaburkan identitas budaya manusia. Oleh karena itu, penting dibahas mengenai 6) Identitas budaya. Sementara itu, globalisasi yang berkembang di dunia ini memberikan dampak bagi permasalahan lingkungan hidup. Di sini, kita akan dikenalkan dengan 7) Eco-budaya. Sehubungan dengan aneka ragam ideologi bangsa manusia, muncul pertanyaan manakah ideologi yang dominan terjadi 8) kita melihat clash of civilizations. Dan secara khusus dihantar kepada ideologi-ideologi 9) liberalisme, marxisme, demokrasi, 10) post industrialisme dan post fordisme, 11) pluralisme sosial dan post modernitas, 12) ketika agama dipandang sebagai konsumsi dan kebudayaan dan juga melihat tren 13) industri rock, ideologi rock, dan budaya rock. Manusia secara teoretis maupun historis pada dasarnya makhluk yang tidak lengkap dan tidak ditentukan. Ia tidak bisa hidup tanpa dunia buatan. Dunia buatan adalah habitat manusia, suatu dunia yang bisa dibagi dengan yang lain. Manusia tidak bisa individualistik di sana. Dunia buatan hadir karena manusia belum ditentukan (not yet determined). Manusia adalah suatu posibilitas. Ia harus menciptakan dunianya sendiri. Maka, hal ini membutuhkan peran imajinasi dan rasio. Dalam kebudayaan klasik, imajinasi dimaknai sebagai a. b. Elkasia (Platon) Phantasma (Aristoteles)
Dipakai sebagai kerangka memahami keseluruhan materi perkuliahan filsafat budaya. STF Driyarkara, semester genap 2011
Imajinasi penting untuk membawa POSIBILITAS kepada REALITAS. Tanpa imajinasi tidak akan ada kreativitas. Diri manusia ditransformasikan (diubah) sebab ia adalah POSIBILITAS. Ia terbuka kepada segala kemungkinan.
Contoh soal:2
1. Bagaimana pandangan Giddens tentang modernitas & mengapa mengatasi klaim
Fukuyama & Callinicos ?(SAS) Menurut Fukuyama, modernitas dapat disebut sebagai kemenangan konsep politik liberal. Modernitas membentuk dunia menurut prinsip-prinsip liberal. Kehidupan sosial, politis dan ekonomis adalah perkara kebebasan dan inisiatif pribadi. Individu dipandang sebagai yang sakral dan bebas, maka ia boleh menentukan dirinya sejauh ia dapat mengembangkan pilihan dan keinginan pribadinya. Bagi Callinicos, modernitas adalah berarti modernitas kaum kapitalis. Secara natural, kapitalis dan masyarakat modern biasa menyebutnya demikian. Ia membela kepentingan dan tujuan kolektif/ sosial. Baginya, kebebasan justru menjadi tantangan serius untuk mewujudkan tujuan ini. Great universal ideal atau ideal kebaikan umum tidak dapat diperoleh dalam dunia yang didominasi oleh kepemilikan pribadi dan ekonomi kapitalis. (VS) Giddens menentang anggapan seperti itu dan menganggap bahwa modernitas itu sama dengan liberalisme atau kapitalisme. Giddens beranggapan bahwa modernitas memiliki 4 aspek kunci, yakni kapitalisme, industrialisme, penataan kekuatan yang terkoordinasi, dan kekuatan militer di tangan negara. Keempat dimensi ini saling kait mengait dan menyediakan kerangka untuk memahami bentuk, perkembangan dan tantangan masyarakat modern. Giddens menolak jika modernitas disamakan dengan kapitalisme. Ia membela analisis Marx mengenai mekanisme produksi dan pertukaran kapitalis dan kritik Marx atas dominasi dan eksplitasi kelas. Namun, ada dua hal yang dinilainya kurang, yakni 1) ada bentuk-bentuk politis yang tidak bisa dimengerti dari sudut pandang kelas saja. 2) modernitas harus merangkul lebih luas kepentingan pekerja jika mau mengklaim diri sebagai tatanan sosial yang adil dan berperikemanusiaan. Dengan demikian Giddens melampaui klaim Fukuyama & Callinicos.3
merupakan antisipasi kisi soal UAS yang mencakup pemahaman komprehensif atas tematema Filsafat Kebudayaan. 3 Liberalism, Marxism, and Democracy, hlm. 32 dst
2. Apa itu masyarakat post-industrial dan apa dampaknya bagi perkembangan masyarakat
Masyarakat post-industrial adalah kondisi dimana dominasi industri manufaktur dan material telah beralih menjadi jasa dan simbol budaya. Masyarakat ini ditandai dengan semakin besarnya peran pengetahuan dan teknologi informasi. Daniel Bell menyebutnya sebagai masyarakat informasi (information society). Ada perubahan jenis kerja dari industri manufaktur kepada jasa yang menuntut hubungan komunikasi orang >orang, bukan lagi orang -> barang. (misal: Bankir, pedagang saham, elite pemerintahan dan elite akademisi). Pada fase pra-industri, yang berkembang ialah pertanian. Pada fase industri, muncul industri massal. Pada masa post-industrial, yang berkembang ialah ekonomi industri jasa. Modal bersifat cair, sehingga dapat dilarikan kemana keuntungan dapat lebih terjamin. Dalam kehidupan ekonomi, pengaruh sistem kapitalisme global amat kuat. Ia mempengaruhi besarnya kesenjangan antara kelas profesional dengan kelas buruh kontrak. Post-fordisme ialah bentuk pergeseran manajemen perusahaan dalam masyarakat pasca industrial dimana manajemen perusahaan lebih mementingkan otomatisasi, efisiensi, dan komputerisasi. Perusahaan lebih mementingkan fleksibilitas di tempat kerja dan anti birokratisasi. Ia membidik adanya pasar konsumen yang makin beragam dan mengakui pentingnya pengetahuan dan informasi dalam ekonomi. Implikasinya ialah bahwa ada pengurangan tenaga kerja tak terampil dan desentralisasi produksi. Bagi mereka yang memiliki akses besar kepada pengetahuan akan memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar dalam masyarakat. (lebih lanjut: lih. diktat)
3. Bagaimanakah konsep individu dibentuk dan dimaknai dalam dalam kebudayaan zaman
ini? (JHK) Identitas menyangkut jawaban atas pertanyaan siapakah aku ini. Dalam sejarah kebudayaan, Stuart Hall misalnya memberikan 3 perkembangan konsep identitas individu: a. Subjek pencerahan: manusia dianggap sebagai individu yang terpusat penuh, terpadu, bernalar, kesadaran dan tindakan. Inner corenya ada pada identitas pribadinya.
b. Subjek sosiologis: subjek di sini tidak otonom tetapi menyertakan relasi dengan yang
lain (significant others). Yang lain memiliki makna, simbol, menjadi perantara kebudayaan. Identitas dibentuk dalam interaksi antara diri dan masyarakat. subjek memiliki inner core tetapi dimodifikasi dengan budaya luar
c. Subjek post modern: subjek memiliki identitas yang terkeping-keping. Ia tidak hanya memiliki satu tetapi beberapa identitas yang kadang tidak cocok satu sama lain. Subjek postmodern identitasnya berubah ubah, dibentuk dan ditransformasikan menurut cara bagaimana disapa dalam budaya di sekelilingnya. Menurut Stuart Hall, ketidaksinambungan itu didasari oleh perubahan struktural besar dalam masyarakat paruh kedua abad 20, misalnya globalisasi. Globalisasi membawa implikasi kepada identitas budaya. Ada 3 kemungkinan konsekuensi :
a. Kembali ke akar: ada kebangkitan nasionalisme dan etnis yang menjunjung
kemurnian agama dan ras (misal: fundamentalisme Islam dan revivalisme Konfusianisme Cina)
b. Asimilasi dan homogenisasi: adanya jejaring pemasaran gaya dan imaji-imaji global
dimana identitas semakin terlepas dari ruang, waktu, sejarah, dan tradisi.
c. Kebudayaan hibrida: orang yang beridentitas kebudayaan asli sudah tidak bisa
dilacak. Mereka tidak berambisi menemukan bentuk budayanya. Mereka mengalami translation atau perubahan bentuk yang tidak bisa ditarik kembali.
Meski Giddens dan Harvey menggunakan pendekatan yang berbeda, terdapat makna globalisasi yang general. Dari keduanya, dapat kita rangkum, bahwa globalisasi memiliki dua dimensi yang saling terkait, yaitu keluasan (stretching) dan intensitas (deepening).
a) Scope, stretching Dalam globalisasi, terjadi peregangan, atau perluasan aktivitas sosial, politik, dan ekonomi yang melintasi dunia. Peristiwa, keputusan, dan kegiatan di suatu bagian dunia memberi signifikansi bagi individu dan masyarakat di belahan bumi lainnya. (Seperti yang dicontohkan oleh Giddens sendiri, yaitu nasib hidup dan pekerjaan para pekerja tambang lokal di Skotlandia ditentukan oleh keputusan pasar global oleh perusahaan di Australia dan Afrika Selatan) b) Intensity, deepening Globalisasi menyiratkan intensifikasi di level interaksi, keterhubungan, atau ketergantungan antara negara dan masyarakat sebagai komunitas dunia modern.