Anda di halaman 1dari 17

Nama : Fahma Mutia Wardah

NIM : 200401110289

MARGINALISASI

1. Pengertian Marginalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Maginalisasi adalah
usaha membatasi; pembatasan. Marginalisasi adalah proses pemutusan
hubungan kelompokkelompok dengan lembaga sosial utama, seperti struktur
ekonomi, pendidikan, dan lembaga sosial ekonomi lainnya. Perbedaan antara
populasi kelompok seperti; etnis, ras, agama, budaya, adat istiadat dan bahasa.
Marginalisasi orang selalu melibatkan kemampuan penduduk dominan untuk
melaksanakan kekuasaan atas kelompok-kelompok yang terpinggirkan.
(Alamona et al., 2017).
Dalam kamus lain yaitu The American Heritage
Dictionary, marginalisasi diartikan sebagai mengasingkan atau membatasi
yang lemah dan terbatas atau yang berada di pinggir kedudukan sosial.
Marginalisasi juga dapat dipandanng sebagai suatu proses dinamis yang
berkaitan dengan penghambatan pencapaian atas nafkah (pendapatan),
kemajuan manusia, dan persamaan hak warga negara (Alakhunova, 2015: 8).
Menurut Griffin (2017), marginalisasi adalah membuat atau mempertahankan
seseorang dalam ketidakberdayaan, dalam keterbatasan aktivitas, dan dalam
pembuatan keputusan yang penting. Marginalisasi juga didefinisikan sebagai
suatu posisi dan kondisi yang tidak disengaja dari individu atau kelompok
yang berada di pinggir suatu sistem sosial, politik, ekonomi, ekologi dan bio-
fisik sistem, mencegah mereka dari akses pada sumber daya, aset, layanan,
membatasi kebebasan memilih, serta mencegah perkembangan kemampuan
(Gatzweiler, 2011: 3).
Ada empat pedekatan yag digunakan dalam mengidentifikasi kelompok
yang terkena maginalisasi yaiu letak geografs, ekologi atau kondisi alam,
sosial dan situasi ekonomi. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh
Leimgruber via Chand, dkk (2017) Pertama, dari segi geometrical, yaitu
orang-orang termarginalisasi berdasarkan wilayah atau letak geografis
mereka, baik dari area kecil seperti desa maupun dari area besar seperti dari
negara atau benua. Kedua, dari segi ecological, yaitu orang-orang dapat
termarginalisasi karena lingkungannya, baik itu lingkungan alam
(termarginalisasi dari SDA yang ada) maupun lingkungan sosial tempat
hidupnya. Ketiga, dari segi economic,
marginalisasi yang terjadi ditinjau dari segi ekonomi ini berkaitan dengan
potensi produktif, aksesibilitas, infrastruktur, dan interaksi tanpa kesenjangan
ekonomi. Keempat, dari segi social, pada pendekatan sosial, marginalisasi
berfokus pada kaum minoritas atau kelompok sosial yang termarginalisasi
(kaum marginal) berdasarkan berbagai kriteria (etnik, bahasa, agama, dan
sebagainya). Pada kajian selanjutnya Leimgruber (2004: 61—62)
menambahkan bahwa masyarakat bisa termarginalisasi karena adanya
kekuatan hegemoni yang memaksa dan menekan kehidupan mereka dari segi
politik dan sistem ekonomi. Kekuatan hegemoni itu kemudian menimbulkan
banyak ketidakadilan pada distribusi keuntungan kehidupan sosial, politik,
dan ekonomi.
Marjinalisasi artinya adalah suatu proses peminggiran akibat perbedaan
jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya
adalah dengan menggunakan asumsi gender. Proses Marginalisasi, yang
merupakan proses pemiskinan terhadap perempuan, terjadi sejak di dalam
rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga lakilaki
dengan anggota keluarga perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat
istiadat maupun tafsir keagamaan.
Masyarakat marginal adalah mereka yang tidak dapat menyesuaikan
dan melibatkan diri dalam proses pembangunan, masyarakat yang
terpinggirkan, mereka berada pada posisi yang relatif tidak berdaya dan secara
politis mereka dianggap tidak penting dibandingkan dengan masyarakat
lainnya. (Argo Trikomo, 1999). Dari penjelasan ini bisa dikatakan bahwa
masyarakat marginal adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan dan melibatkan diri dalam proses pembangunan. Marginalisasi
menghasilkan orang-orang atau individu (atau pun kelompok baru yang)
marginal; yaitu mereka yang terpasung dalam ketidakpastian psikologis di
antara dua (atau lebih) komunitas masyarakat/sosial; sehingga mereka penuh
dengan ketidakmampuan mengekspresikan diri serta terbatas (karena dibatasi)
daya jangkaunya. (Agustang et al., 2021).
2. Fenomena-Fenomena Marginalisasi

Fenomena marginalisasi dengan asumsi gender misalnya dengan


anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan,
maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai
dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah
berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Contoh : 1. Guru TK,
perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai
sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang
diterima. 2. Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan
terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan
tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah
tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. 3. Perubahan dari sistem
pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan
mesinmesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.

Fenomena lainnya mengenai proses pemiskinan terhadap perempuan


misalnya, banyak diantara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak
kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali atau hanya
mendapatkan separuh dari jumlah yang diperoleh kaum laki-laki. Demikian
juga dengan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan, berbeda antara laki-
laki dan perempuan, yang akibatnya juga melahirkan perbedaan jumlah
pendapatan antara laki-laki dan perempuan. (Ridwan, 2016)

Fenomena marginalisasi orang Papua atas nama pembangunan akhir-


akhir ini mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan baik akademisi,
Lembaga Swadaya Masyarakat maupun pemerintah sendiri. Keprihatinan
terhadap nasib orang Papua ini telah membawa sejumlah pemerhati sosial
berusaha mengkaji fenomena tersebut. Sayangnya, kajian terhadap
marginalisasi orang Papua sering terjebak pada tataran sebab akibat sehingga
jawaban yang diberikan atas persoalan ini hanyalah sepotongsepotong dan
cenderung menyederhanakan persoalan. Karya ini mengungkap marginalisasi
orang Papua khususnya dalam sektor ekonomi di kota Jayapura provinsi
Papua. Kajian terhadap marginalisasi yang kini melingkupi kehidupan orang
Papua di atas tanahnya sengaja menghindar dari studi sebab akibat dan
menggunakan konteks sebagai perspektif. Konteks di sini adalah faktor yang
memarginalkan orang Papua. Adapun konteks yang memarmarginalkan orang
Papua, adalah mulai dari sejarah kontak dengan pihak luar yang mendominasi
dan cenderung menanamkan hegemoninya bahkan mengabaikan kaum
pribumi; kehadiran negara yang cenderung melemahkan orang Papua;
pendidikan yang menghilangkan identitas orang Papua dan terkesan asal-
asalan; hingga pada kekerabatan yang menghambat pertumbuhan wirausaha,
serta gengsi dan mental serba cepat dari dalam diri orang Papua yang turut
melemahkan dan memarginalisasinya.

Diskriminasi marjinal adalah fenomena yang terkait dengan struktur


antisosial juga dikaitkan dengan kelambanan yang berasal dari pola historis
dan perkembangan wilayah tertentu. Yang berdampak pada budaya, sosial,
pendidikan, tenaga kerja, dan ekonomi. Kemiskinan juga dapat menimbulkan
kondisi marginalisasi, beberapa fenomena marginalisasi antara lain :

1. Marginalisasi Bidang Kesehatan, masyarakat yang memiliki ekonomi


rendah walaupun sudah mendapatkan jaminan kesehatan, namun
pelayanan yang diberikan masih mengecewakan dibandingkan mereka
yang memiliki ekonomi tinggi. Masyarakat dengan ekonomi tinggi sering
cek Kesehatan secara rutin, sedangkan masyarakat ekonomi rendah hanya
pergi kedokter saat sakit saja.
2. Marginalisasi agama, umat islam sering dianggap sebagai teroris Ketika
mengenakan pakaian tertutup rapat seperti memakai cadar, kerudung
Panjang dan memanjangkan jenggot.
3. Marginalisasi Profesi, profesi petani semakin berkurang akibat lahan
pertanian yang ada dipergunakan sebagai pembangunan pabrik industri.
Ketika mereka melakukan aksi protes malah dianggap menghambat
jalannya usaha. Bahkan zaman sekarang banyak yang menganggap
pekerjaan petani merupakan pekerjaan rendah dan akhirnya merasa malu
untuk menjadi petani.

Fenomena : marginalisasi buruh tani akibat alih fungsi lahan,


marginalisasi buruh tani akibat semakin sempit lahan untuk diolah sebagai
sumber nafkah menjadikan petani harus melakukan berbagai strategi agar
tetap mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Buruh tani yang
sebelumnya menggantungkan penghasilan utama dengan mengolah lahan
pertanian harus bergeser keluar dari lahan tersebut, yang telah dimiliki oleh
pemilik modal.

3. Macam-Macam Marginalisasi
Adapun untuk macam-macam marginalisasi, antara lain sebagai berikut;
1. Sosial
Marginalitas dianggap berasal dan diperoleh dalam lingkungan sosial.
Pengalaman marjinalitas muncul dalam berbagai cara. Bagi sebagian orang,
mereka yang sangat cacat sejak lahir, atau mereka yang lahir dalam kelompok
marjinal (misalnya, kasta rendah atau Dalit dalam sistem kasta India, anggota
kelompok etnis yang menderita diskriminasi seperti orang Romawi di Eropa,
penduduk asli di Australia, dan seterusnya).
Bagi yang lain, marjinalitas diperoleh dengan kecacatan di kemudian
hari atau oleh perubahan dalam sistem sosial dan ekonomi. Ketika kapitalisme
global memperluas jangkauannya, membawa lebih banyak orang ke dalam
sistemnya, semakin banyak komunitas yang dirampas tanah, mata
pencahariannya, atau sistem dukungan sosialnya.
Orang-orang yang terpinggirkan secara sosial sebagian besar
kehilangan kesempatan sosial. Mereka mungkin menjadi terstigmatisasi dan
sering menerima sikap negatif publik. Kesempatan mereka untuk memberikan
kontribusi sosial mungkin terbatas, dan mereka dapat mengembangkan rasa
percaya diri dan harga diri yang rendah.
Kebijakan dan praktik sosial dapat berarti bahwa mereka memiliki akses
yang relatif terbatas ke sumber daya sosial yang berharga seperti layanan
pendidikan dan kesehatan, perumahan, pendapatan, kegiatan rekreasi, dan
pekerjaan.
2. Ekonomi
Marginalisasi ekonomi sebagai suatu proses berkaitan dengan struktur
ekonomi, khususnya, dengan struktur pasar dan integrasinya. Sejauh pasar di
mana beberapa individu atau kelompok tersegmentasi dari yang lain pada
umumnya, individu-individu ini dapat dikatakan terpinggirkan dari ekonomi
lainnya.
Segmentasi dan eksklusi mungkin, bagaimanapun, memiliki asal-usul
nonekonomi dan non-keuangan, misalnya dalam diskriminasi berdasarkan
jenis kelamin, kasta, atau etnis. Di sini, integrasi memiliki arti yang lebih luas.
Orang-orang yang mengalami marginalisasi cenderung memiliki
keterlibatan yang lemah dalam perekonomian. Kemiskinan dan marginalisasi
ekonomi memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat.
3. Politik
Penduduk yang termarginalisasi adalah sekelompok orang yang tersisih
dari partisipasi penuh dalam masyarakat. Marginalisasi politik termasuk
pemotongan hak politik, peluang ekonomi dan integrasi sosial. Penduduk
dapat menderita marginalisasi baik di tingkat politik maupun di tingkat sosial
yang lebih informal.
Modus marginalisasi yang diizinkan secara politik termasuk melarang
kelompok tertentu untuk memilih atau memegang jabatan publik. Orang kulit
hitam di Amerika Serikat dan Yahudi di Jerman adalah dua contoh paling
terkenal dari populasi yang terpinggirkan.
Marginalisasi politik tidak memungkinkan kelompok tersebut untuk
berpartisipasi secara demokratis dalam pengambilan keputusan, dan
karenanya, mereka kehilangan hak mereka atas setiap keuntungan sosial,
ekonomi, dan politik.

4. Pendidikan
Hak atas pendidikan bersifat universal dan tidak memperbolehkan
segala bentuk pengecualian atau diskriminasi. Namun, baik negara
berkembang maupun maju menghadapi tantangan dalam menjamin
kesempatan yang sama bagi semua dalam mengakses pendidikan dan dalam
sistem pendidikan. Kelompok marjinal seringkali tertinggal oleh kebijakan
pendidikan nasional yang menyangkal hak banyak orang untuk mendapatkan
pendidikan.
Orang-orang yang terpinggirkan sangat mungkin mengalami
diskriminasi berlapislapis karena mereka termasuk dalam lebih dari satu
kelompok yang terpinggirkan. Nondiskriminasi dan kesetaraan adalah prinsip
hak asasi manusia utama yang berlaku untuk hak atas pendidikan.
Diakui secara luas bahwa pendidikan memiliki peran penting untuk mencapai
derajat keadilan sosial yang lebih tinggi. Lembaga pendidikan diharapkan
dapat membekali anakanak dengan pertaruhan kemampuan mereka untuk
mendapatkan tempat yang utuh dalam masyarakat dan dengan demikian
mendorong proses perkembangan masyarakat yang egaliter.
5. Psikologis
Marginalisasi juga membawa risiko lebih banyak ancaman ideologis
psikologis. Yang pertama adalah definisi identitas seseorang oleh orang lain,
yaitu definisi ideologis dari identitas seseorang yang terpinggirkan untuk
kepentingan kelompok dominan dalam masyarakat.
Semua gerakan sosial yang mewakili kelompok tertindas dan terpinggirkan
telah menunjuk dan memberikan kritik terhadap fenomena tersebut.
Marginalisasi memiliki kemampuan untuk menyebabkan perampasan
material (Fox, 2016)yang parah, serta dalam bentuknya yang paling ekstrim
dapat memusnahkan kelompok. Kelompok minoritas seperti individu
penyandang disabilitas (fisik atau mental), perempuan, ras minoritas,
komunitas aborigin, ibu tunggal lansia dan homoseksual semuanya
menghadapi marginalisasi karena wacana dominan dalam struktur
masyarakat.

Berikut beberapa contoh dari marginalisasi diantaranya yaitu:

1. Mengasumsikan seseorang akan bertindak dengan cara tertentu


berdasarkan stereotip tentang identitasnya (aspek seperti ras, jenis kelamin,
seksualitas, dan lain-lain)
2. Menolak peluang profesional karena aspek identitas seseorang (rasisme,
seksisme, kemampuan)
3. Tidak memberikan akses yang sama ke sumber daya karena identitas
seseorang
4. Bahasa menghina atau penindasan
5. Mengasingkan seseorang karena kepercayaan agama, yang bisanya terjadi
karena dianggap minoritas
6. Mengasingkan praktik budaya atas kepercayaan yang orang lain lakukan.
7. Menolak untuk mengakui pekerjaan yang baik atau secara konsisten
menghargai pekerjaan orang lain
8. Menemukan cara untuk mengisolasi seseorang, seperti sengaja
meninggalkan mereka di luar rapat
9. Rasa tidak hormat yang mencolok

4. Bentuk- Bentuk Marginalisasi


Marginalisasi merupakan suatu proses peminggiran akibat perbedaan
jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya
adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan
bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika
mereka bekerja diluar rumah (sector public),seringkali dinilai dengan
anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah
berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Bentuk marjinalisasi,
misalnya :
a. Perempuan tidak dapat berkontribusi dalam suatu aspek atau bidang
pekerjaan tertentu karena stereotype tertentu yang melekat cukup lama
pada perempuan. contoh : perempuan adalah individu lemah, terlalu
perasa, sensitif, cengeng.
b. Karena fungsi reproduksi yang dimiliki perempuan, perempuan dianggap
akan menghambat pekerjaan. Contoh : Pekerjaan yang berkaitan dengan
pembangunan (gedung, jalan, dsb) minim kontribusi perempuan karena
perempuan dianggap lemah secara fisik dan psikologi, fungsi reproduksi
perempuan dinilai akan menghambat pekerjaan (ketika perempuan haid,
hamil dan menyusui).
c. Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah
tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat
gaji/upah yang diterima.
d. Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK
dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat
bekerja karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah
tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
e. Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian
modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan
pekerja perempuan.

Bentuk -Bentuk Marginalisasi lainnya diantaranya :


1. Marginalisasi Perempuan
Menurut Bhasin (1996:5), ada beberapa bidang kehidupan perempuan
yang dikontrol oleh laki-laki dalam masyarakat patriarki. Bidang
kehidupan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.
• Membatasi Daya Produktif atau Tenaga Kerja Perempuan
Menurut Walby (via Bhasin, 1996: 5), ibu rumah tangga merupakan
6posisi di mana perempuan dijadikan budak untuk suami dan orang-orang
yang tinggal di dalam keluarga tersebut. Tenaga perempuan di sini diperas
untuk melayani semua kebutuhan hidup anggota keluarga. Tidak berbeda
jauh dengan perempuan yang bekerja. Perempuan yang memiliki
pekerjaan di luar domestik juga tidak memiliki kemerdekaan. Jenis
pekerjaan yang dapat meraka jalani sudah ditentukan oleh lakilaki, mana
pekerjaan yang cocok untuk perempuan dan mana yang tidak cocok
(Bhasin, 1996:6). Perempuan di sini disisihkan dari pekerjaan yang
memiliki upah tinggi.
• Kontrol Atas Reproduksi Perempuan
Perempuan terkadang tidak memiliki kebebasan dalam hal reproduksi,
semuanya dikontrol oleh laki-laki (Bhasin, 1996: 6). Bahkan, pada zaman
modern ini reproduksi ditentukan oleh negara (yang banyak dikuasai oleh
laki-laki). Hal tersebut dapat dilihat bagaimana sistem keluarga berencana
yang ditentukan negara untuk hanya memiliki dua anak saja dengan alasan
menekan pertumbuhan penduduk, demikian halnya dengan di negara
India. Berbeda dengan Indonesia dan India, Malaysia dan Eropa malah
mendorong perempuan untuk melahirkan anak banyak. Hal tersebut karena
di Malaysia ingin meningkatkan perekonomian dalam negeri, sedangkan
di Eropa karena rendahnya pertumbuhan penduduk. Hal tersebut
menunjukkan adanya kontrol atau aturan yang dibebankan pada
perempuan dalam hal reproduksi. Perempuan dipinggirkan dalam
menentukan keputusan tersebut, hak mereka diabaikan oleh negara
maupun penguasa.
• Kontrol Atas Seksualitas Perempuan
Perempuan diwajibkan untuk memberikan pelayanan seksual kepada
lakilaki sesuai kebutuhan laki-laki bukan perempuan (Bhasin, 1996:8).
Laki-laki memiliki kuasa terhadap keinginan seksualnya. Hal tersebut
berarti perempuan tidak boleh menolak keinginan laki-laki untuk
melakukan hubungan seksual dan perempuan tidak diperbolehkan
memaksakan keinginannya untuk melakukan hubungan seksual pada laki-
laki. Hukum yang berlaku pun lebih membatasi perempuan daripada laki-
laki. Hal tersebut akan terlihat pada masyarakat patriarki yang bagaimana
perempuan dipaksa untuk memakai pakaian yang tertutup daripada
memaksa anak laki-laki untuk menundukkan kepala saat bertemu dengan
perempuan (Bhasin, 1996:8). Hal tersebut berarti perempuan dinilai
menjadi penyebab adanya tindak kejahatan (seksualitas) dan menafikan
tidak adanya kontrol diri pada laki-laki.
• Gerak Perempuan yang Dibatasi
Gerak-gerik perempuan memiliki batasan yang jelas dalam masyarakat
patriarki (Bhasin, 1996: 9-10). Hal tersebut akan terlihat ketika banyaknya
aturan yang membatasi anak perempuan. Pembatasan ini dapat
dicontohkan ketika anak perempuan akan keluar rumah, terdapat aturan
untuk pergaulannya dengan lawan jenis maupun sesame. Terkadang
bahkan ada tradisi pingitan untuk anak perempuan yang memasuki usia
remaja, hal ini terjadi pada jaman sebelum Indonesia merdeka.
• Harta Milik dan Sumber Daya Ekonomi Lainnya Dikuasai oleh Laki-
Laki
Menurut Bhasin (1996:10), sebagian besar harta dan sumber daya
produktif dikendalikan oleh laki-laki kemudian diwariskan dari laki-laki
ke lakilaki yang lainnya. Hal tersebut terlihat pada hukum agama maupun
sosial yang memberikan bagian lebih banyak kepada pewaris laki-laki
daripada pewaris perempuan. Perempuan yang mewarisi harta ayahnya
pun jika dia memiliki suami maka harta tersebut akan langsung dikuasai
oleh suami (bertindak sebagai kepala keluarga yang mengolah harta).
Bhasin (1996:5-10) menegaskan bahwa hal-hal yang disebut di atas
merupakan ba9tasan-batasan yang diberikan masyarakat patriarki untuk
perempuan. Perempuan tidak memiliki kemerdekaan bahkan pada dirinya
sendiri. Hal tersebut terlihat ketika reproduksi, gerak, dan seksualitas mereka
masih dikontrol oleh laki-laki. Ketidakmerdekaan perempuan juga terlihat
pada adanya pembagian kerja yang jelas yang dibuat oleh laki-laki untuk
perempuan. Perempuan hanya dijadikan objek atas berbagai hal untuk
memenuhi kebutuhan laki-laki. Mereka tidak diberi kesempatan untuk bisa
mengembangkan dirinya sesuai dengan keinginannya.
2. Marginalisasi Sosial

Marjinalisasi sosial merupakan ciri khas model produksi kapitalis, yang


mengakibatkan distribusi kekayaan yang benar-benar tidak merata. Untuk ini
ditambahkan tatanan ideologis masyarakat sekularisme, individualisme,
karena ini mencegah konsolidasi wacana aglutinasi.

Dengan demikian, tumbuhnya individualisme sebagai suatu bentuk budaya


mencegah pemberian tempat kepada setiap subjek dalam masyarakat, yang
menonjolkan marginalisasi. Sektor yang terpinggirkan adalah mereka yang,
karena celah dalam sistem, tidak memiliki akses ke barang dan jasa yang
diterima oleh sektor terintegrasi dari masyarakat dominan (listrik, air,
komunikasi, makanan).
Demikian pula, marginalisasi juga menyiratkan ketidakmungkinan subjek
atau kelompok sosial yang terpinggirkan untuk mengakses pelatihan dan
kesempatan kerja (pendidikan dan pekerjaan yang layak). Seperti yang bisa
kita lihat, marginalisasi ter5kait dengan masalah kelas sosial, meskipun tidak
secara eksklusif. Ini adalah bentuk marginalisasi yang paling luas, tetapi juga
yang paling “dinaturalisasi”, yaitu yang paling tidak terlihat.
5. Intervensi Psikologi Komunitas Sesuai dengan Fenomena
Sekilas mengenai intervensi :
Intervensi ditujukan bukan hanya fokus pada wellbeing, namun juga untuk
merubah hubungan kekuasaan dan berupaya untuk mengakhiri ketidak
setaraan atau penindasan. Intervensi penting dikarenakan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Tanpa intervensi sosial kita tidak bisa mempromosikan wellbeing,
pembebasan dan kesetaraan.
b. Intervensi dengan pendekatan individual dan organisasional tidak bisa
mengatasi masalah-masalah yang rentangnya bersifat kolektif dan
struktural.
c. Kendaraan utama untuk menggerakkan perubahan sosial. Intervensi
komunitas adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh sekelompok orang
untuk meningkatkan kesejahteraan anggota komunitas yng termarjinalkan
oleh praktik-praktik sosial, seperti: ekslusivitas, diskriminasi,
ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi serta ketidaksetaraan. Intervensi
ditujukan bukan hanya fokus pada wellbeing, namun juga untuk merubah
hubungan kekuasaan dan berupaya untuk mengakhir ketidak setaraan atau
penindasan.
Untuk lebih jelasnya mengenai intervensi yaitu sebagai berikut :
Isu-Isu Dalam Psikologi Komunitas Kemiskinan, marginalisasi,
ketidakadilan/penindasan Rasisme, kolonialisasi Disadvanage children &
family Environmental degradation Imigran/Refugee Ableism Conflict
Gender, LGBT Urban issues, dll.
1. Intervensi Sosial
Ada dua macamintervensi:
• Ameliorative InterventionIntervensi yang ditujukan untuk
mempromosikan, mental health &wellbeing (kesejahteraan)
• Transformative InterventionIntervensi ditujukan bukan hanya fokus pada
wellbeing, namun juga untuk merubah hubungan kekuasaaan (power
relation) dan berupaya untuk mengakhiri ketidaksetaraan /penindasan.
Tanpa intervesi sosial kita tidak bisa mempromosikan well - being,
pembebasan dan kesetaraan. Intervensi dengan pendekatan individual dan
organisasional tidak bisa mengatasi masalah-masalah yang rentangnya
bersifat kolektif dan struktural. Kendaraan utama untuk menggerakkan
perubahan sosial.
2. Intervensi Organisasi dan Komunitas
• Pengertian Intervensi Organisasi: Metode sistematis untuk
meningkatkan kapasitas organisasi/institusi dalam mempromosikan
kesejahteraan personal, relational dan kolektif.
• Pengertian Intervensi Komunitas: Upaya-upaya yang dilakukan oleh
kelompok agensi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
komunitas yang termajinalkan oleh praktik-praktiksosial, seperti:
eksklusivitas, diskriminasi, ketidakadilansosial, politik dan ekonomi
serta ketidaksetaraan.
• Organisasi dan komunitas mempunyai dampak besar terhadap diri kita,
keluarga kita dan sosial kita.
3. Intervensi Individu & Kelompok Kecil
Pengertian: Merupakan intervensi yang ditujukan untuk membantu dan
mendukung individu atau kelompok dalam melakukan coping terhadap
masalah sehari-hari dan memperkuat resiliensi mereka. Intervensi dapat
dilakukan dalam setting pusat kesehatan, pusat komunitas, institusi
pendidikan, sekolah, dll

Referensi :

https://dosensosiologi.com/pengertian-marginalisasi/

Agustang, A., Ahriani, A., & Asrifan, A. (2021). Marginalisasi Budaya (Studi Pada
Pranata
Sosial Masyarakat Muslim Suku Kokoda Kota Sorong).
https://osf.io/preprints/942y8/

Alamona, J., Zakarias, J. D., & Kawung, E. J. R. (2017). MARGINALISASI


GENDER DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN (Studi Kualitatif Kaum
Perempuan Di Lembaga Legislatif Kota Manado). Holistik, X(20), 1–20.

Fox, J. (2016). Connecting the Dots for Accountability. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Ridwan, M. (2016). ( Studi Analisis Kesetaraan Gender ) Dalam Aspek Hukum


Islam. 1–87.

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/view/23#:~:text=Marjinalisasi%20a
rtinya%20%3A%20sua
tu%20proses%20peminggiran,untuk%20memarjinalkan%20seseorang%20atau%2
0kelompok.

Fox, J. (2016). Connecting the Dots for Accountability. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. 99

Anda mungkin juga menyukai