Anda di halaman 1dari 113

DALI NI HORBO

(STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU

KERBAU PADA ETNIS BATAK TOBA)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh:

ROLAN SUHERI PURBA

140905072

ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

DALI NI HORBO

(STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KEBAU

DARI ETNIS BATAK TOBA)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini,
saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Januari 2017


Penulis,

Rolan Suheri Purba


140905072

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Rolan Suheri Purba 2017, judul skripsi: DALI NI HORBO (STUDI


PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KEBAU DARI
ETNIS BATAK TOBA). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 90 halaman, 25 daftar
gambar, 1 tabel dan 2 lampiran.

Skripsi ini mendeskripsikan: “Pengolahan Dali ni Horbo yang berasal dari


etnis Batak Toba sebagai Pengetahuan Tradisonal dalam mengolah susu kerbau yang
ada di Tapanuli Utara”. Kajian ini menjelaskan tentang pengetahuan yang digunakan
oleh pembuat Dali ni Horbo serta teknologi yang digunakan. Strategi dan cara yang
digunakan untuk menjual dan mengembangkan Dali ni Horbo ini.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan


pengetahuan dan pengalaman pembuat Dali ni Horbo. Selain itu, juga untuk
mengetahui peran pemerintah dalam pengembangan kerbau sebagai penghasil susu
yang akan menjadi bahan utama pembuatan Dali ni Horbo ini.

Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan pendekatan holistik


dengan teknik wawancara mendalam serta observasi terhadap aktivitas-aktivitas
peternak kerbau yang membuat Dali ni Horbo. Penelitian ini juga membuat
dokumentasi gambar pendukung dari hasil penelitian serta perekaman saat
wawancara. Usaha yang bisa bertahan hingga puluhan tahun tentu membutuhkan
berbagai strategi dan rahasia dalam mempertahankan jumlah konsumen.

Oleh karena itu, pengetahuan tentang industri tradisional sangat penting bagi
wirausahawan dalam memperoleh ide-ide untuk mengembangkan kreatifitasnya
secara maksimal. Hasil yang ingin dicapai adalah pemahaman Pengetahuan
Tradisional dalam mengolah susu kerbau dari etnis Batak Toba, tradisi dan peran
pemerintah dalam pengembangan kerbau yangada di Tapanuli Utara.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul : “Dali ni Horbo (Studi Pengetahuan Tradisional Pengolahan Susu
Kebau Dari Etnis Batak Toba)”.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh
gelar sarjana bagi mahasiswa Departemen Antropologi Sosial. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis
miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat


mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan
dan penyempurnaan skripsi ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam
penulisan skripsi ini, tetapi dapat penulis atasi dan selesaikan dengan baik.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan
dari Tuhan Yang Maha Esa

Medan, Mei 2018


Penulis,

Rolan Suheri Purba


140905072

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkat, kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahan tulisan akibat terbatasnya kemampuan penulis, oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca untuk
menyempurnakan tugas akhir ini.

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan
ucapan syukur,” Filipi 4:6 menjadi firman yang selalu mengingatkan penulis untuk
selalu percaya kepada Tuhan.

Selesainya tugas akhir ini adalah bantuan, bimbingan dan pengalaman serta
dukungan dari semua pihak berupa material, spiritual maupun informasi. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
sebesar-besarnya kepada :

Terima kasih kepada orang tua penulis yaitu Dermawan Nainggolan yang
telah menjadi bapak dan ibu bagi penulis, dengan penuh kesabaran, telah mengasuh
dan mendidik penulis seorang diri, berkat doa, cinta kasih dan semangatnya yang
selalu memenuhi segala kebutuhan penulis sehingga mampu menyelesaikan
pendidikan ini. Juga untuk saudara-saudari penulis yakni Raymon, Retno, Rido, dan
Rojer yang dengan kalian penulis dapat menumbuhkan semangat serta semua
keluarga besar yang sangat penulis kasihi.

Dengan kerendahan hati dan rasa terima kasih penulis kepada Bapak
Drs.Agustrisno, M.SP, yang telah membimbing dan membantu penulis dan telah
meluangkan banyak waktu untuk membimbing, mengkritisi dan mengarahkan
pembuatan penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


Terima kasih kepada Bapak Dr. Firkawin Zuska M. Ant selaku Ketua
Departemen Antropologi Sosial. Terima kasih kepada bapak Dra. Tjut Syahriani,
M.Soc, Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang mengarahkan penulis dalam
memilih dan mengerjakan tugas akhir kuliah. Terimakasih ke pada Dra. Rytha
Tambunan. Msi yang juga memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini dan semua
Dosen yang telah membimbing penulis dari semester I hingga saat ini dalam
menyelesaikan Tugas Akhir kuliah.

Terima kasih kepada Bapak Parlin Purba beserta keluarga yang menjadi key
informan, terima kasih telah sepenuh hati dan setulus hati membantu penulis
melakukan penelitian sebagai tugas akhir di perkuliahan saya. Dan terima kasih
kepada Opung Subur Suagian sebagai pembuat Dali ni Horbo di Kota yang
meluangkan waktunya dalam membantu pemenuhan informasi penelitian penulis.

Terima kasih kepada teman-teman penulis di Departemen Antropologi


Sosial Angkatan “2014”, terkhusus penulis sangat berterimakasih ke pada sahabat
karib penulis yang dengan mereka hari-hari di perkuliahan terasa cerah. Terimakasih
Lodewijk Pandapotan Girsang dan Christ Barasa sahabat berdebat dan membangun,
juga kepada Ririn Purba dan Dita Maudy Harsa yang memberikan dukungan, dan
juga teman-teman dalam Group “Ada Lawan” yaitu Andri, Herma, Lastio, Ira, dan
Yuki yang selalu memberikan hiburan. Teman - teman yang senantiasa ceria dan tak
henti menyemangati penulis dan teman-teman untuk selalu berbagi keluh kesah yakni
Santi, Monika, dan Jesika. Juga ke pada teman-teman yang selalu membuat penulis
merasakan kebahagiaan selama perkuliahan Efa Nurhaliza, Sartika, Gresniar, Angel,
Sarah, Rovha, Rafita, Lamria, Bayu, Jeli, Amos, Glora, Adi, Reza Aulia, David Faith,
Widi, Andrian Nugraha, Ratna, Tamara, Mira, Sinta dan masih banyak lagi yang tak
dapat penulis sebut satu persatu. Terimakasih kepada sahabat saya sejak SMP Maria
Leonora Tambun yang menjadi teman bercanda dan berantam saat bertemu.

Terima kasih kepada teman-teman yang terasa sudah seperti saudara-saudari


penulis sendiri yang ada di Unit Pelayana PD/PA FILIPI terkhususnya kepada abang

Universitas Sumatera Utara


dan kakak rohani bang Josua Napitupulu, Elfrida Sinambela dan Ernala Malau yang
selalu membimbing penulis dalam pertumbuhan rohani, dan adik-adik rohani Ribka
Ulina dan Irawanita yang selalu memberi semangat, nasihat dan doa yang sangat
berarti bagi penulis.

Yang terakhir, terimakasih ke pada teman satu kost Herman Panggabean,


Rido Purba dan Ucong Boston yang selalu menjadi saudara dan penyemangat pada
saat penulisan skripsi ini.

Segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga skripsi ini selesai.
Penulis berterima kasih karena telah menjadi bagian dan kenal dengan kalian semua,
semoga jasa dan amal baik kalian mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juli 2018


Penulis,

Rolan Suheri Purba


140905072

Universitas Sumatera Utara


Riwayat Singkat Penulis

Penulis bernama lengkap


Rolan Suheri Purba, lahir tanggal 4
Juli 1996 di desa Batu 12 Km 10
kecamatanDolok Masihul
Kabupaten Serdang Bedagai. Lahir
dan dibesarkan oleh pasangan suami
istri yakni Rayun Purba dan
Dermawan Br. Nainggolan. Saat ini,
penulis sebagai mahasiswa aktif
Antropologi Sosial FISIP USU dan
menetap sementara di Jl. Bunga
Wijaya kusuma Gg. Wijaya XV
no.9A, Padang Bulan, Medan.

Lahir di Dolok Masihul, penulis memiliki riwayat sebagai berikut:

1. Tahun 2002, masuk SD di SDN No. 106225 Sukarame, Dolok Masihul.


2. Tahun 2008, masuk SMP di SMPN 2 Dolok Masihul.
3. Tahun 2011, masuk SMA di Katolik Cinta Kasih, Tebing Tinggi.
4. Tahun 2014-sekarang, kuliah di USU dengan jurusan Antropologi-Sosial.

Sebagai mahasiswa aktif di Universitas Sumatera Utara jurusan Antropologi


Sosial USU, penulis pernah mengikuti berbagai komunitas, diantaranya yang saat ini
masih aktif yakni PD/PA FILIPI (Persekutuan Doa & Penelaahan Alkitab Filipi), dan
pernah menjabat sebagai ketua di GGArt (Go Green and Art), serta group belajar
“Ada Lawan”.

Universitas Sumatera Utara


Penulis pernah mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat berupa KKN
(Kuliah Kerja Nyata) di desa Bale Fadoro Tuho Nias Utara pada tahun 2017 selama
1,5 bulan yakni dari Juli-Agustus. Sebagai mahasiswa yang mengikuti kegiatan
pengabdian masyarakat, penulis mendapat banyak pengalaman untuk membuat
beberapa program yang kemudian dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat.

Dalam kepanitiaan, penulis pernah menjadi salah satu bagian dari panitia
dalam acara Dies Natalis Antropologi tahun 2015, panitia natal Antropologi tahun
2015, panitia inisiasi Antropologi 2016 dan panitia Warkop Antro 2016.

Penulis juga pernah menjadi bagian dari MRC (Media Research Center) di
tahun 2016 untuk mensurvey preferensi politik masyarakat menjelang pilkada
serentak 2017 di Nanggroe Aceh Darussalam sebanyak 2 kali, pernah mengikuti
survey dari kementerian kemaritiman tentang GBBS (Gerakan Budaya Bersih
Senyum di Samosir pada tahun 2017 dan menjadi surveyor dari lembaga CSIS
(Central Strategic and International Study) di Pantai Cermin, Serdang Bedagai pada
tahun 2018. Mengikuti seminar dan workshop yang diadakan GGArt (Go Green and
Art) di FISIP USU pada tahun 2016.

Penulis juga telah mengikuti ToF (Training of Facilitator) di Medan pada


tahun 2016 dan mengikuti Peace Camp di Medan pada tahun 2017. Peace Camp ini
diadakan oleh YIPC (Young Interfaith Peace Community) selama 3 hari untuk
menjaga perdamaian antar sesama.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Pernyataan Originalitas
Abstraksi
Kata Pengantar
Ucapan Terimakasih
Riwayat Singkat Penulis
Daftar Isi ................................................................................................................... i
Daftar Gambar .........................................................................................................iii
Daftar Tabel ..............................................................................................................v
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 8
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................................... 17
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 18
1.5 Kerangka Penulisan ......................................................................................... 18
1.6 Metode Penelitian ......................................................................................... 20
1.7 Pengalaman Penelitian .................................................................................... 22

Bab II Lokasi Penelitian


2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 28
2.1.1 Secara Geografis ................................................................................... 30
2.1.2 Secara Sosial ......................................................................................... 32
2.1.3 Secara Ekonomi .................................................................................... 36
2.1 Lokasi Penelitian ........................................................................................... 39

Bab III Kerbau Tapanuli


3.1 Pengertian Kerbau ......................................................................................... 42
3.2 Kerbau Tapanuli ........................................................................................... 43

Universitas Sumatera Utara


3.2.1 Jenis Kerbau Tapanuli .................................................................................. 43
3.2.2 Manfaat Kerbau Bagi Masyarakat Tapanuli .......................................... 44
3.2.3 Pemeliharaan Kerbau ............................................................................ 47
3.3 Pasar Kerbau .................................................................................................. 58
3.4 Peran Pemerintah Terhadap Pengembangan Kerbau ...................................... 60

Bab IV Dali ni Horbo


4.1 Sejarah Dali ni Horbo ...................................................................................... 63
4.2 Pengetahuan Masyarakat Lokal Mengenai Susu................................................ 66
4.3 Pengolahan Dali ni Horbo ............................................................................... 67
4.4 Sistem Penjualan Dali ni Horbo ...................................................................... 74
4.5 Dali Sebagai hidangan ..................................................................................... 76
4.6 Dali Sebagai Kebudayaan dan Aset Pengetahuan Tradisional ....................... 77
4.7 Hal-hal Yang Dialami Pembuat Dali .............................................................. 79
4.7.1 Pengalaman Menyenangkan Pembuat Dali ........................................... 79
4.7.2 Pengalaman Pahit Pembuat Dali ............................................................ 81
4.8 Daerah Yang Masih Terdapat Dali ................................................................. 83
4.9 Perbandingan Pembuat Dali Dengan Yang Ada di Kota ................................ 84

Bab V Kesimpulan dan Saran


5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 89
5.2 Saran .............................................................................................................. 93

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA DALI NI HORBO (STUDI


PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KEBAU DARI
ETNIS BATAK TOBA)
Daftar Informan
Daftar Pustaka

Universitas Sumatera Utara


Daftar Gambar

Gambar. 01. Peta Kecamatan Pagaran .................................................................... 30

Gambar.02. Bagan Persentasi peternak kerbau dan pembuat Dali ......................... 38


Gambar.03. Lingkungan Sitanduk .......................................................................... 41
Gambar.04. Kerbau Tapanuli .................................................................................. 43
Gambar.05.Pembagian Jambar Daging Kerbau ...................................................... 46
Gambar.06. Kerbau milik Bapak Parlin Purba........................................................ 48
Gambar. 07. Pembuatan cincin pada hidung kerbau ............................................... 49
Gambar.08. Jenis rumput yang biasa diberikan. .................................................... 50
Gambar.09. Bapak Parlin Purba sedang mengambil rumput .................................. 51
Gambar. 10. Kubangan lumpur yang dibuat oleh bapak Parlin Purba .................... 54
Gambar. 11. Anak kerbau Bapak Parlin Purba yang menyusui .............................. 56
Gambar.12. Bapak Parlin Purba dan isterinya sedang memerah susu ................... 57
Gambar.13. Kerbau yang dimasukkan kedalam kandang pemerahan ................... 58
Gambar.14. Pasar Kerbau di Siborong-borong ...................................................... 59
Gambar.15. Kerabau yang diberi tanda pada telinganya bahwa kerbau
tersebut dalam pengawasan ................................................................. 61
Gambar. 16. Susu kerbau setelah diperah ............................................................... 68
Gambar. 17. Susu kerbau yang sedang dimasak ..................................................... 69
Gambar .18. Dali yang sudah siap dan sedang didinginkan dalam ember .............. 71
Gambar.19. Air Dali atau whey ............................................................................... 71
Gambar.20. Dali Arsik ............................................................................................ 73
Gambar.21. Dali Gulai dengan Andaliman ............................................................. 73
Gambar.22. Kerbau dan Peternakan milik bapak Poman ....................................... 85
Gambar.23. Perbandingan kerbau milik Bapak Poman dan kerbau
miliki bapak Parlin Purba ................................................................. 86

Universitas Sumatera Utara


Gambar.24. Pakan yang diberikan bapak Poman................................................... 86
Gambar. 25. Pembuatan Dali oleh Opung Subur Siagian ....................................... 87
Gambar. 26. Opung Subur Siagian yang membuat Dali setelah susu
kerbau datang dari peternak .............................................................. 88

Universitas Sumatera Utara


Daftar Tabel

Tabel 1. Tabel rumah ibadah di Kecamatan Pagaran .............................................. 33


Tabel.2. Komposisi Susu Sapi, Kambing dan Kerbau ........................................... 87

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini kita ketahui bahwa banyaknya jenis susu yang beredar dipasaran

mulai dari susu berbentuk bubuk, cream, dan bahkan cair. Hal ini menunjukkan

bahwa pentingnya manusia untuk selalu mengkonsumsi susu untuk memenuhi

kebutuhan tubuh agar pertumbuhan tubuh bisa sempurna. Susu saat ini telah banyak

diolah dan bahkan sudah adanya susu yang dibuat untuk satu tujuan khusus misalnya

susu khusu bagi ibu hamil hingga susu untuk membentuk otot laki-laki agar terlihat

bagus. Selain sebagai minuman, susu juga akan diolah menjadi bentuk makanan

misalnya seperti mentega, cream, cokelat, dan keju.

Susu dan Keju biasanya dikonsumsi dalam bentuk cair atau pun diolah menjadi

bahan olahan makanan lainnya. Saat ini kita telah mudah mendapatkan produk

makanan dan minuman di pasaran yang dibuat dengan bahan dasar susu. Susu yang

dipakai biasanya berasal dari sapi perah seperti sapi Sahiwal Cross, Friesian Holstein,

Jersey, Guernsey, Brown Swiss, Ayrshire, dan malking Shorton. Untuk produk

makanan atau minuman yang dipasarkan dari hasil olahan susu adalah Keju, Yoghurt,

Mentega, Es krim, Permen, Cream, Susu bubuk, dan lain sebagainya.

Di Indonesia terdapat beberapa makanan olahan susu yang bukan berasal dari

sapi melainkan dari kerbau. Hal ini dikarenakan Indonesia dahulu lebih banyak terdapat

kebau dibandingkan dengan sapi. Selain itu kerbau adalah salah satu ternak yang

Universitas Sumatera Utara


sangat berpotensi untuk dikembangkan, karena kerbau memiliki keunggulan tersendiri

dibandingkan dengan sapi yaitu mampu hidup pada kawasan yang relatif sulit terutama

bila pakan yang tersedia berkualitas rendah1. Kerbau juga memiliki kemampuan yang

cukup tinggi untuk mengatasi tekanan dan perubahan lingkungan yang ekstrem.

Makanan tradisional susu kerbau olahan yang ada di Indonesia antara lain yaitu, Dadih

(Sumatera Barat), Dangke (Sulawesi Selatan), dan Dali (Sumatera Utara).

Sebagai ternak penghasil susu, kerbau di Sumatera Utara bukan hanya

memberikan sumbangan dalam menambah pendapatan petani peternak tetapi dapat

pula memperbaiki gizi keluarga. Kerbau yang biasanya dipakai untuk menghasilkan

susu adalah jenis kerbau rawa.Penjualan susu yang biasanya dilakukan peternak kerbau

ini biasanya dalam keadaan segar dan pembeli mengolah susu tersebut menjadi Dali ni

Horbo.

Orang yang belum familiar dengan panganan tersebut, sering menyebutnya

sebagai keju, karena tekstur dan proses pembuatanya yang hampir sama. Terutama para

pengunjung yang berasal dari luar Indonesia, mereka kadang bingung dengan panganan

asal Tapanuli tersebut. Mereka sering menyamakannya dengan keju dari Belanda

dengan menyebutnya si Keju Batak2.

Dali ni Horbo ini memang tergolong sebagai keju lokal. Keju yang biasanya

berasal dari Eropa dengan pengolahan yang sudah sangat kompleks sehingga

1
Evy Damayanthi, dkk., “Karakteristik Susu Kerbau Sungai dan Rawa di Sumatera Utara”. Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia Vol.19. 2014, hlm 67.
2
Yulia Ylee, “ Uniknya Dali Ni Horbo Si Keju Asal Batak”, Citizen 6, Jakarta, 29 November 2014.

Universitas Sumatera Utara


menghasilkan keju yang bertekstut padat. Terdapat beragam jenis keju di dunia, namun

seluruhnya memiliki prinsip dasar yang sama dalam proses pembuatannya yaitu :

1. Pateurisasi susu yang dilakukan pada suhu 70 ºC untuk membunuh seluruh

bakteri pathogen.

2. Pengasaman susu agar enzim rennet dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat

dilakukan dengan penambahan lemon, asam tartrat, cuka, atau bakteri asam laktat.

Proses fermentasi oleh bakteri asam laktat akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi

asam laktat sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet dapat

bekerja secara optimal.

3. Penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat dan dapat

digunakan dalam konsentrasi yang kecil perbandingan rennet dan susu adalah 1:5000.

Kurang lebih 30 menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam maka

terbentuklah curd (gumpalan susu). Bila temperatur sistem dipertahankan pada suhu 40

ºC akan terbentuk curd yang padat. Kemudian dilakukan pemisahan curd dari whey

(kandungan air yang ada dalam susu).

4. Pematangan keju. 3

Untuk membuat Dali ni Horbo ini secara teknik hampir sama dengan membuat

keju seperti diatas bedanya yaitu dalam pembuatan Dali ni Horbo sangat sederhana

tanpa membutuhkan zat kimia sintetis tetapi menggunakan asam yang berasal dari

nenas mentah, karena semua bahan yang dibutuhkan sangat sederhana dan cara

3
Debby Fadhilah. “Ilmu Veteriner “, http://ilmuveteriner.com/proses-pembuatan-keju/.

Universitas Sumatera Utara


pembuatannya juga praktis sehingga bagi setiap orang yang baru pertama kali

mencobanya tidak perlu khawatir. Untuk pembuatan dali dengan susu sebanyak 1 liter,

tahap pertama adalah memasukkan susu kedalam panci yang steril dan kemudian keruk

nenas sebesar seperempat bagian dan peras untuk mengambil air nenas saja dengan

tujuan untuk membantu pengentalan susu4. Agar dali memiliki rasa maka kita dapat

menambahkan garam secukupnya saja sesuai dengan selera kita aduk susu kerbau

tersebut hingga semua campuran merata dan panaskan susu kerbau dengan api kecil

guna menjaga bentuk dali saat menggumpal tidak pecah. Pada saat proses pemanasan,

susu akan mulai menggumpal dan air yang terkandung dalam susu (whey) akan mulai

muncul di permukaan dali yang sudah jadi. Untuk melihat dali yang berhasil dibuat

dapat dilihat dari tekstur dali yang sama dengan tekstur hati hewan tetapi bisa juga

dibuat lebih padat yaitu dengan menambahkan buah rimbang (terong pipit) saat

memasaknya.

Penggunaan air perasan nenas dalam proses pembuatan dali ini bertujuan untuk

membantu penggumpalan susu yang merupakan pengganti dari asam laktat dan enzim

rennet yang dipakai pada keju dari eropa . nenas juga memiliki kandungan asam laktat

yang tinggi sehingga membuat protein dalam susu (kasein) menggumpal.

Penggumpalan susu ini akan terjadi jika bakteri dalam susu berkurang. Pembuatan dali

dengan dimasak menggunakan api akan membantu asam laktat dan enzim rennet yang

berasal dari nenas tersebut dalam proses penggumpalan susu karena kandungan bakteri

dalam susu akan berkurang dan suhu yang meningkat dapat mempercepat proses

4
Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba 13 Februari 2018.

Universitas Sumatera Utara


penggumpalan susu. Pengetahuan yang dimiliki oleh orang eropa dalam membuat keju

telah dimiliki juga oleh orang batak toba dan ini menjadi hal yang paling menarik

sebagai suatu studi Pengetahuan Tradisional dari suku Batak Toba.

Dali ni horbo atau Bagot ni horbo ini sekilas memang mirip dengan tahu tetapi

jika kita melihat teksturnya dan rasanya sangat berbeda. Dalam bahasa Batak sendiri,

“Dali” Atau “Bagot” berarti Susu, sementara “Horbo” berarti Kerbau, sehingga

keduanya berarti Susu Kerbau. Makanan khas Batak ini, merupakan air susu kerbau

yang diolah secara tradisional5. Dali ni horbo ini merupakan makanan yang mudah

diolah serta memiliki rasa yang nikmat dan khas pada indra pengecap kita. Pengolahan

susu kerbau dengan membuat dali ini menjadikan suatu gaya baru dalam

mengkonsumsi susu bagi manusia. Selain itu juga, pemberian dali ini kepada anak-anak

menjadi sumber asupan gizi tambahan yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan anak.

Pengolahan susu yang dilakukan seperti ini dapat membuat susu lebih awet dan

memperpanjang usia penggunaan susu kerbau. Dali yang sudah jadi juga dapat dibuat

lebih awet dengan meletakkan daun ubi mentah, di susun secara berlapis-lapis6.

Penggunaan daun ubi ini dapat membuat dali bertambah 3 hari lebih lama dari dali

yang tidak menggunakan daun ubi.

Dahulu makanan khas Batak ini menjadi menu utama yang selalu ada disetiap

rumah orang batak. Bukan hanya itu saja, dali atau Bagot ni horbo asli yang berada di

5
Ranty D Siahaan, “ Dali (Pengolahan Susu Kerbau Khas Btak Toba)”,
http://www.tripelaketoba.com/kuliner-dali-ni-horbo/ hlm.2
6
Pengetahuan yang dimiliki masyarakat setempat di daerah dolok saribu yang secara spontan
diungkapkan saat wawancara.

Universitas Sumatera Utara


tanah Batak, biasanya dimakan tanpa nasi (dimakan langsung setelah proses pembuatan

selesai), atau bisa juga dihidangkan sebagai arsik dali ni horbo, atau dihidangkan

dengan makanan khas lainnya yang dapat membuat membuat dali ni Horbo lebih

memiliki rasa yang variatif seperti adanya rasa asam, manis, pedas, dan asin.

Dali ni horbo ini tentu banyak tersedia dibeberapa kawasan pasar tradisional

Sumatera Utara, khususnya daerah yang berada disekitaran Danau Toba, mulai dari

Parapat, Tarutung, Siborong-borong, Tapanuli, hingga ke Pulau Samosir. Hampir

semua rumah makan di daerah tersebut menyajikan makanan ini. Harganya juga

bervariasi, mulai dari Rp.5.000 sampai Rp.20.000, tergantung dari tebal dan besar

dalinya.

Secara umum, kandungan gizi yang terdapat pada Dali ni Horbo ini tidak jauh

berbeda dengan kandungan gizi yang terdapat pada susu lainnya seperti, lemak,

karbohidrat dan protein, perbedaannya hanya terletak pada proses pengolahannya saja 7.

Jika diolah dengan menggunakan rempah-rempah tradisional orang Batak, seperti

kunyit, jahe, andaliman, cabai, bawang merah, bawang putih, tentu dapat memberikan

khasiat tambahan pada tubuh anda. Satu hal yang pasti, dali ini, diolah dengan

sederhana menggunakan peralatan tradisional dan tidak menggunakan unsur kimia

yang berbahaya sama sekali.

Desa Dolok saribu lingkungan Sitanduk Kecamatan Pagaran kabupaten

Tapanuli utara adalah salah satu wilayah di Sumatera utara yang masih menjaga dan

7
Ranty D Siahaan, “ Dali (Pengolahan Susu Kerbau Khas Btak Toba)”,
http://www.tripelaketoba.com/kuliner-dali-ni-horbo/ hlm.3

Universitas Sumatera Utara


melestarikan makanan tradisional ini. Proses pembuatan dali dilakukan dengan sangat

tradisional dan masih menggunakan peralatan yang sederhana bahkan untuk proses

pemanasan susu kerbau masih menggunakan kayu bakar. Penggunaan kayu bakar dapat

memberikan aroma dan rasa dari dali ini semakin bertambah enak. Pembuatan dali di

wilayah ini ditentukan oleh ketersediaan susu kerbau. Biasanya susu yang dihasilkan

seekor kerbau bisa mencapai 2-3 liter susu dalam satu harinya. Sampai saat ini setiap

harinya peternak kerbau masih membuatnya dan biasanya dali akan dijual di pasar

tradisional hingga di kota Siborong-borong. Tidak semua pemilik kerbau membuat dali

ini namun semua keluarga pembuat dali ini merupakan peternak kerbau sendiri dan

kemampuan dalam membuat dali ini diwarisakan secara turun temurun. Saat ini juga

sudah terdapat pengolahan dali dengan teknologi yang lebih maju dan menggunakan

pengetahuan modern tetapi tidak mengubah rasa aslinya. Pengolahan Dali ini berada di

lubuk pakam. Susu yang di gunakan di Lubuk Pakam juga menggunakan susu kerbau.

Pengolahan dali di lokasi ini mampu menyediakan makanan tradisional ini hingga

sampai ke medan dan kota sekitarnya.

Pengetahuan dari pembuatan keju dari eropa rupanya telah dimiliki oleh orang

Tatak Toba dalam pebuatan Dali yang merupakan keju lokal dari sumatera utara dan ini

menjadi salah satu kekayaan pengetahuan lokal yang dimiliki indonesia, oleh karena

hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian terhadap pembuatan Dali ni horbo

secara tradisional dan juga pengolahannya di era modern saat ini.

1.2 Tinjauan Pustaka

Universitas Sumatera Utara


Pada era modernisasi, dimana kondisi pengetahuan dan teknologi yang sudah

semakin maju yang bisa mempermudah segala urusan manusia dan bahkan bisa juga

berdampak buruk terhadap manusia itu sendiri seperti penggunaan bahan-bahan kimia

berbahaya pada makanan . Kehidupan manusia saat ini telah bergantung terhadap

teknologi yang membuat segala pekerjaan semakin mudah dan bahkan tidak

membutuhkan tenaga manusia lagi. Segala pengetahuan dan informasi telah dapat

diperoleh dengan mudah.

Semakin majunya peradaban dunia maka dapat dipastikan bahwa pengetahuan

manusia juga akan semakin berubah. Beberapa ahli Antropologi memastikan bahwa

perubahan zaman akan mengikis hingga menghilangkan tradisi-tradisi lokal yang telah

di turunkan secara turun-temurun. Setiap generasi yang mengalami pola hidup yang

berbeda akan saling menyesuaikan dirinya terhadap perkembangan jaman. Tak dapat

dihindari bahwa Pengetahuan Tradisional atau kearifan lokal atau kearifan tradisional

juga akan semakin hilang.

Pengetahuan Tradisional sebagai suatu kajian ilmiah yang diartikan secara

beragam baik oleh para sarjana maupun lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan

berkompeten untuk mengaturnya sesuai dengan paradigmanya masing-masing.

Pengetahuan Tradisional berarti suatu ilmu yang dimiliki suatu masyarakat atau

lembaga masyarakat atau suatu etnis tertentu yang digunakan untuk membantu

pengelolahan sumberdaya agar lebih mempermudah kehidupan sehari-hari. Namun

Universitas Sumatera Utara


tidak hanya sampai disitu saja8, Pengetahuan Tadisional masyarakat asli juga

bermanfaat bagi negara dan masyarakat internasional baik untuk mempertahankan

lingkungan hidup yang berkelanjutan, pengembangan sain dan teknologi maupun untuk

memperoleh keuntungan ekonomis9.

Awal pembentukan Pengetahuan Tradisional dalam masyarakat umumnya tidak

diketahui secara pasti kapan pengetahuan tradisional tersebut muncul. Pengetahuan

tradisional merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus

dijadikan sebagai pegangan hidup. Walaupun sifatnya lokal namun nilai yang

terkandung didalamnya sangat universal.

Sistem Pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan

suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami 10:

1. Alam sekitar,

2. Alam flora di daerah tempat tinggal,

3. Alam fauna di daerah tempat tinggal

4. Zat-zat bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya,

5. Tubuh manusia,

6. Sifat dan tingkah laku sesama manusia,

7. Ruang dan waktu.

8
Paradigma yang dimaksud adalah kerangka berpikir yang dibangun oleh seseorang atau lembaga
tentang sesuatu .
9
Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H, “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan
Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 11.
10
Dr. Elly M. Setiadi, M.Si, dkk., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana, 2009) hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara


Pengetahuan Tradisional merupakan bagian dari kebudayaan tradisional dari

suatu daerah atau suatu etnis tertentu yang dikembangkan dan wariskan secara turun-

temurun. Kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddhaya, yaitu bentuk jamak

dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat

diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Kebudayaan menurut Prof. Dr.

Koentjaraningrat adalah:

“keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam


kehidupan masyarakat yang dijadiakan milik diri manusia dengan belajar11.”

Hampir di setiap penjuru dunia, komunitas dan orang perorangan (individual)

mempunyai pengetahuan yang diturunkan dari generasi ke generasi, dikembangkan dan

dilestarikan dengan cara-cara tradisional (Traditional manner). Pengetahuan tersebut

sering merupakan pengetahuan yang sangat dasar, berasal dari pengalaman kehidupan

sehari-hari dan pada umumnya ditandai dengan suatu ciri yaitu “Tradisional” dengan

menggunakan cara coba-coba (try and error), komunitas sosial tersebut memanfaatkan

sumber daya biologis yang ada di sekitar mereka dan mengembangkan pengetahuannya

untuk menunjang dan mempertahankan kelangsungan hidup mereka 12. Pengetahuan

Tradisional dapat ditemukan dalam semua lapangan kehidupan yang relevan dengan

masyarakat tradisional itu, terutama menyangkut dengan pemenuhan kebutuhan dasar

untuk kelangsungan hidup, seperti obat dan pengobatan, makanan dan pertanian.

Dalam kenyataan, cabang-cabang industri tertentu seperti industri yang

bergerak dibidang makanan dan minuman, farmasi, pertanian, kosmetik dan

11
Prof. Dr. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka cipta, 2013), hlm. 144.
12
Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H., “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan
Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


kecantikan, telah memanfaatkan pengetahuan tradisional untuk tujuan komersial.

Misalnya orang-orang “San” dari gurun Kalahari di Afrika yang mengetahui bahwa

memakan hoodia, sejenis kaktus, dapat menahan lapar dan haus untuk waktu yang

cukup lama. Pengetahuan ini telah diamati para tentara-tentara afrika selatan. Mereka

telah mengambil pengetahuan tersebut dan mempraktek kannya selam berperang

melawan pemberontak. Akhirnya pengetahuan ini sampai kepada Dewan Riset

Pengetahuan dan industri Afrika Selatan dan melakukan penelitian dan menemukan

senyawa tertentu yang mampu menahan lapar dan haus dan hasil penemuan ini di

kembangkan secara komersil sebagai obat antiobesitas13.

Di Indonesia, sebagian masyarakat asli masih tergantung pada pengetahuan

tradisional sebagai bagian integral dalam kehidupan mereka sehari hari. Mereka

melestarikan pengetahuan dengan mengalihkannya dari generasi ke generasi. Mereka

mengatur cara-cara pemilikan, penggunaan, dan pengalihan pengetahuan itu sesuai

kaidah-kaidah adat yang mereka taati14.

Kasus diatas telah menunjukkan betapa Pengetahuan Tradisional mempunyai

nilai dan manfaat yang tinggi, tidak hanya bagi masayarakat tradisional, tetapi juga

untuk masyarakat modern. Konsep kepemilikan pengetahuan tradisional dapat

dikembangkan tidak hanya dimiliki masyarakat baik kelompok maupun individual,

tetapi juga dimiliki oleh negara menjadi Pengetahuan Tradisional Nasional yaitu

13
Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H., “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan
Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 3.
14
Ibid., hlm 172.

Universitas Sumatera Utara


Pengatehuan Tradisional yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan dikuasai oleh

negara15.

Konvensi tentang Keaneka Ragaman Hayati (the Convention on Biological

Diversity-CBD) adalah konvensi internasional yang pertama kali mengakui

pengetahuan tradisional secara eksplisit16. Perlindungan Pengetahuan Tradisional

telah mendapat perhatian masyarakat internasional yang semakin luas sejak

diterimanya CBD pada tahun 199217. Dasar perlindungan Pengetahuan Tradisional

tersebut diatur di dalam pasal 8 (j) CBD yang berisi mengatur kewajiban negara

dalam kaitannya dengan Pengetahuan Tradisional dan keaneka ragaman hayati

termasuk menentukan sifat dari kewajiban negara, yaitu :

1. Sekurang-kurangnya, ada 3 kewajiban negara yang menjadi peserta

(Contracting Party) dalam konvensi ini yaitu:

(a). Menghormati, melestarikan, dan mempertahankan Pengetahuan, Inovasi

dan Praktik-praktik masyarakat asli dan tradisional yang relevan untuk

konservasi dan penggunaan sumber daya hayati yang berkelanjutan.

(b). Memajukan penerapan yang lebih luas terhadap pengetahuan, inovasi dan

prakti-praktik masyarakat asli dengan persetujuan dan melibatkan pemiliknya.

(c). Mendorong bagi hasil yang adil yang timbul dari penggunaan

pengetahuan, inovasi dan prakti-praktik masyarakat asli.

15
Ibid., hlm 176.
16
Dr. Zainul Daulay, S.H., M.H, “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar Hukum, dan
Praktiknya (Jakarta: Rajawali pers, 2011) hlm. 8
17
Ibid., hlm 90

Universitas Sumatera Utara


2. Kewajiban para peserta perjanjian (Contracting Party) tersebut bersifat

subjektif, tergantung pada keadaan dan kepatutan suatu negara yang

dinyatakan “as for as possible and as appropriate”, dan

3. Kewajiban dan segala sesuatu yang terkait tersebut harus diatur melalui

undang-undang nasional negara Peserta Perjanjian (subject to its national

legistation) 18

Dali ni Horbo adalah suatu bentuk pengolahan susu yang berasal dari etnik

Batak Toba. Dalam pengolahan dali ini dapat tergolong sebagai salah satu Pengetahuan

Tradisional yang berasal dari sumatera utara yang tergolong juga ke dalam etnofood

(makanan tradisional). Menurut pandangan antropologi bahwa makanan tidak hanya

penting untuk memenuhi kebutuhan manusia akan makan saja, namun makanan juga

terkait erat dengan kebudayaan, termasuk teknologi, organisasi sosial, dan juga

kepercayaan masyarakat. Makanan tidak akan memiliki makna apa-apa kecuali

makanan itu dilihat dalam kebudayaannyaatau jaringan interaksi sosialnya 19. Kajian

mengenai makanan, kebiasaan makan dan gizi, terutama aspek sosial, budaya dan

ekonomi makanan pada berbagai kelompok manusia bukanlah hal yang baru dalam

sejarah antropologi.

Jika kita meninjau dari segi pengetahuan dalam pembuatan Dali ni Horbo ini,

dengan memanfaatkan proses kimiawi dari buah dan bahan alami lainnya yang

dicampurkan kedalam susu maka pengetahuan ini telah tergolong dalam pengetahuan

18
Ibid., hlm. 91
19
Yevita Nurti, “Kajian Makanan Dalam Perspektif Antropologi “, JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-
isu sosial budaya, Juni 2017. Vol. 19. hlm. 1

Universitas Sumatera Utara


yang luar biasa yang berasal dari masyarakat tradisional. Proses pemanasan ketika

membuat dali ini berguna untuk membunuh kuman dan bakteri dari susu. Selain itu

pembuatan dali ini juga dapat memperpanjang masa penggunaan susu atau dengan kata

lain yaitu mengawetkan susu dalam bentuk yang berbeda. Hal-hal ini dapat menjadi

bukti bahwa masyarakat tradisional mampu belajar dan berinovasi dalam membuat

sesuatu. Ketersediaan bahan utama akan menjadi salah satu faktor yang menunjang

masyarakat tradisional untuk berinovasi. Susu kerbau seperti yang di jelaskan dalam

latar belakang dengan banyaknya kerbau di asia terutama di sumatera utara sendiri

menjadi alasan masyarakat tradisional untuk mengelolah susu kerbaunya agar lebih

bermanfaat.

Di sumatera utara, jenis kerbau yang banyak terdapat adalah jenis kerbau rawa

dan kerbau sungai. Untuk membedakan jenis kerbau ini dapat kita lihat dari segi

fisiknya, kerbau rawa memiliki ciri-ciri warna kulit abu-abu kehitaman, tubuhnya

pendek dan kekar, bentuk bulat, ukuran lingkar dada luas, kaki pendek dan lurus, serta

tanduk yang lebar dan melengkung. Lain halnya dengan kerbau sungai yang memiliki

ciri-ciri kulit yang berwarna hitam pekat, tubuhnya padat dan pendek, leher dan kepala

yang relative kecil, punggungnya lebar, serta tanduk yang melingkar rapat seperti

spiral. Jumlah produksi susu yang dihasilkan juga berbeda, kerbau rawa dapat

menghasilkan susu sebanyak 1 - 1,5 L /hari sementara kerbau sungai dapat

menghasilkan susu 6 - 8 L /hari20. Peternak kerbau yang ada di desa Dolok Saribu ini

memelihara jenis kerbau rawa namun juga beberapa kerbau telah dikawin silangkan

20
Triyana S, “AGROBISNISINFO.COM – Jenis-jenis Kerbau “,
http:/www.agrobisnisinfo.com/2015/03/jenis-jenis-kerbau.html?m=1.

Universitas Sumatera Utara


dengan berbagai jenis kerbau tipe badan besar yang dibantu oleh dinas peternakan 21.

Kedudukan kerbau bagi masyarakat Batak Toba sangat penting karena sangat

dibutuhkan untuk keperluan acara adat kematian Saur Matua dimana posisi orang yang

meninggal telah memiliki cicit atau anak dari cucunya.

Ilmu Antropologi sendiri memandang kebiasaan makan sebagai aktivitas

kuliner dan keyakinan terhadap fungsi makan dan makanan yang kompleks, mencakup

selera suka tidak suka, kearifan, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan

anggapan-anggapan yang dihubungkan dengan pengadaan, pengolahan,

pendistribusian, dan pengkonsumsian makanan22. Singkatnya makanan merupakan

suatu unsur budaya pokok yang terkait dan melekat kepada berbagai unsur-unsur lain.

Sungguhpun sudah menyadari makanan sangat esensial bagi hidup, karena merupakan

suatu fenomena fisiologis, akan tetapi selama ini ahli-ahli antropologi budaya lebih

tertarik kepada peranan makanan dalam budaya sebagai suatu aktivitas menonjol yang

menentukan interaksi sosial, berkaitan dengan kepercayaan dan agama, menentukan

bentuk atau pola ekonomi, dan mengarahkan sebagian besar aktivitas kehidupan

sehari-hari manusia.

Sejak tiga dekade yang lalu sudah disadari bahwa sumbangan antropologi

sebagai bidang ilmu yang memberikan perhatian besar terhadap kekhasan dan keaneka

ragaman perilaku dan cara berpikir (budaya) dapat membantu pemahaman ahli-ahli

21
Hasil observasi dan mencocokkan dengan ciri-ciri kerbau yang dapat dijumpai sebab masyarakat
setempat hanya mengatakan kerbau tersebut adalah kerbau lumpur.
22
Dr. Zulyani Hidayah, “Rasa dan Keaneka Ragaman Cita Rasa Nusantara”, Dalam hasil Seminar
Antropologi Terapan- Sarasehan Nasional Antropologi 2010, Cisarua Bogor 2010. Hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara


bidang ilmu lain tentang perlunya strategi-strategi penerapan program gizi, kesehatan

dan keseimbangan lingkungan yang berbasis pada perilaku dan kebudayaan komunitas.

Masyarakat pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai tradisi dan

budaya yang turun dari generasi satu ke generasi sterusnya. Menurut Geertz (dalam

Ernawi, 2010) dikatakan bahwa:

“Pengetahuan Tradisional merupakan entitas yang sangat menentukan


harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Oleh karena itu mana
kala nilai-nilai tradisi yang ada pada masyarakat terserabut dari akar
budaya tradisional, maka masyarakat tersebut akan kehilangan identitas
dan jati dirinya, sekaligus kehilangan pula rasa bangganya dan rasa
memilikinya”.

Spencer dalam teori evolusi kebudayaan yang diutarakannya mengatakan

bahwa seluruh alam itu, baik yang berwujud nonorganic, organis, maupun

superorganis, berevolusi kerena didorong oleh kekuasaan mutlak yang disebut evolusi

universal. Spencer melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bangsa

di dunia itu telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama. Dalam hal ini

membuktikan apa yang terjadi dengan kearifan tradisionall etnofood yang akan dikaji

mengalami perubahan berdasarkan keadaan teknologi saat ini dimana pengolahan dali

yang berada di kota akan mengalami perubahan namun tidak meninggalkan ciri khas

dari dali tersebut. Dalam kajian ini juga akan melihat bagaimana dali sebagai studi

Pengetahuan Tradisional etnis Batak Toba akan mengalami perubahan dari segi fungsi

sebagai makanan.

Universitas Sumatera Utara


1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah, timbul dua hal yang menjadi acuan penulis untuk

melakukan penelitian yakni : (1) informasi yang didapat kurang lengkap atau kurang

jelas mengingat bahwa penulis lebih banyak melakukan pengamatan dan wawancara

kepada satu keluarga saja. (2) Terdapatnya pengolahan dali ini di kota yang sudah

menggunakan peralatan yang lebih modern.

Sehubungan dengan hal itu, maka muncullah pertanyan-pertanyaan yang

disebut sebagai masalah, menilik dari proses pembuatan dali tersebut, pertanyaan

rincinya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pembuatan (secara tradisional) Dali ni Horbo mulai dari pemerahan

susu kerbau hingga dali terbentuk?

2. Bagaimana perawatan terhadap kerbau agar dapat menghasilkan susu yang yang lebih

banyak dan berkualitas?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan dali

ni Horbo ini secara tradisional mulai dari perawatan kerbaunya hingga pemasaran dali

yang sudah jadi sebagai Pengetahuan Tradisional. Selain itu juga penelitian ini akan

melihat eksistensi dari Dali ni Horbo ini pada masa sekarang dan pengolahannya di

Universitas Sumatera Utara


daerah perkotaan sebagai wujud mempertahankan kebudayaan dan pengetahuan ini.

Pengetahuan dalam pengolahan susu ini dapat menjadi kekayaan budaya yang ada di

Indonesia sehingga setiap orang yang masih baru memakan dali ini mengetahui bahwa

Pengetahuan ini milik etnis Batak Toba. Penelitian ini dititik beratkan pada proses yang

dijalani baik dahulu hingga sekarang yang mungkin akan berkelanjutan hingga masa

yang akan datang pada etnis Batak Toba.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk menambah

pengetahuan peneliti dalam menyusun karya ilmiah dan penelitian ini adalah untuk

dapat menambah kepustakaan tentang studi Pengetahuan Tradisional dan Etnofood

terkhususnya dalam pembuatan Dali ni Horbo secara tradisional. Selain itu penelitian

ini juga bermanfaat sebagai catatan kekayaan Pengetahuan Tradisional yang ada di

Indonesia.

1.5 Kerangka Penulisan

Skripsi ini berisi tentang analisis dan hasil wawancara yang dilakukan secara

mendalam dengan pembuat dali yang berasal dari desa Dolok Saribu kecamatan

Pagaran kabupaten Tapanuli Utara sebagai referensi pembuat dali secara Tradisional

dan juga pembuat dali dari desa Kelapa Tinggi kecamatan Lubuk Pakam kabupaten

Deli serdang yang sudah mampu membuat dali ini dalam porsi besar dan dipasarkan ke

banyak wilayang yang cukup jauh.

Berikut diuraikan apa saja yang dibahas dalam skripsi ini, yakni:

Universitas Sumatera Utara


Bab I Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang, tinjauan pustaka,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka penulisan, metode dan

pengalaman penelitian.

Bab II Tentang Lokasi Penelitian yaitu gambaran umum desa Dolok Saribu,

baik secara geografis, demografis, ekonomi dan sosial. Serta hubungan antara data

geografis, demografis, dan ekonomi masyarakat desa Dolok Saribu dengan status

kepemilikan kerbau, dampak lingkungan terhadap kerbau, dan tingkat ekonomi

pemilik kerbau serta alasan melakukan penelitian di dua lokasi yang berbeda.

Bab III Kerbau Tapanuli, yang berisi mengenai jenis kerbau yang ada di

Tapanuli Utara, fungsi kerbau bagi etnis Batak Toba dari segi sosial budaya dan

ekonomi, serta peran pemerintah dalam upaya peningkatan ternak kerbau di desa

Dolok Saribu.

Bab IV Dali Ni Horbo, yang berisi tentang sejarah Dali ni Horbo,

pembuatan Dali Ni Horbo mulai dari pemerahan susu kerbau hingga pembuatan Dali

ni Horbo selesai, Fungsi Dali ni horbo ditinjau dari segi ekonomi dan sosial, sebagai

asset kekayaan Pengetahuan Tradisional yang ada di Indonesia, pengalaman para

pembuat Dali ni Horbo dan perbandingan pembuatan dali dengan yang ada di kota.

Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan dari hasil-hasil

penelitian yang telah dilakukan dan juga saran yang ditujukan kepada para pembuat

Dali baik di desa dan di kota, pihak pemerintah serta masyarakat.

1.6 Metode Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Pendekatan atau desain penelitian ini adalah kualitatif, sehingga tidaklah

bersifat tetap (fixed) melainkan dinamis (Creswell 2002). Ciri „dinamis‟ini sangat

diperlukan untuk membuka peluang yang seluas-luasnya bagi „kenyataan di

lapangan‟ untuk “bicara”. Dan ini hanya dapat dilakukan karena „instrument

penelitian„ yang paling utama dalam pendekatan kualitatif ini adalah peneliti itu

sendiri (Spreadley 1979).

Metode Pengumpulan data dilakukan setelah mengumpulkan data-data (jika

ada) sebelumnya, sumber data ini bisa berupa sumber data sekunder dan sumber data

primer. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang berupa berkas-berkas dan

literatur yang ada kaitannya dengan masalah penelitian. Kemudian, sumber data

primer yakni tokoh-tokoh masyarakat, instansi terkait yang memberi informasi

tentang masalah terkait. Dengan hal itu makan akan dilakukan pengumpulan data

dengan menggunakan cara pengamatan (observasi) dan dokumentasi serta

wawancara, yakni:

1. Mendatangi lokasi yang menjadi tempat pembuatan Dali Ni Horbo secara

tradisional di desa, hal ini sudah meliputi pengamatan terhadap: fisik, lingkungan

atau suasana, serta tindakan atau perilaku sang aktor. Objek amatan sangat

penting dalam penelitian kualitatif karena dibalik objek terdapat ide, cerita, yang

menunjukkan informasi yang sebenarnya. Pengamatan akan dibantu dengan

pengabadian setiap momen yang terjadi pada saat pemerahan susu kerbau di

mulai hingga pembuatan dali selesai, baik berupa gambar dan video.

Universitas Sumatera Utara


2. Selain metode pengamatan, data-data kajian ini juga peneliti kumpulkan melalui

metode wawancara yaitu wawancara mendalam. Wawancara mendalam

dilakukan bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi dengan cara

bertatap muka atau berkomunikasi langsung dengan informan. Teknik

wawancara digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan yang lebih

mendalam secara lisan dari informan. Wawancara dilakukan pada saat

pembuatan dali di lakuakn dan bahkan saat mencari pakan kerbau oleh peternak,

dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara agar lebih fokus dan topik

pembicaraan lebih terarah sesuai dengan kajian penelitian. Selain pada pembuat

dali, wawancara juga dilakukan pada masyarakat biasa agar lebih mendapatkan

informasi yang mendalam dan bahkan dari berbagai kalangan usia. Hasil

wawancara umumnya akan langsung ditulis di tempat atau terlebih dahulu

direkam.

3. Pengembangan hubungan antar peneliti dan informan sangat diperhatikan. Dalam

melakukan observasi maupun wawancara sangat diperlukan adanya rapport

(hubungan baik) dengan para informan. Peneliti berusaha menyesuaikan diri

dengan kebiasaan-kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat penelitian dan

bersosialisasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian. Hubungan

baik ini juga terjadi dengan baik karena adanya dukungan persaudaraan dari

marga (family name) dengan para narasumber sehingga sangat memudahkan

dalam melakukan pendekatan terhadap narasumber, dan narasumber jadi lebih

terbuka.

Universitas Sumatera Utara


4. Dalam melakukan penelitian, peneliti juga hendak melakukan catatan-catatan

(field note) yang berisikan tentang kondisi dan situasi yang dialami dan

diketemukan saat hendak melakukan penelitian. Selain itu juga catatan ini berisi

tentang aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan studi yang diangkat oleh

peneliti.

1.7 Pengalaman Penelitian

Penulis melakukan penelitian tentang Dali Ni Horbo ini awalnya karna

melihat sebuah acara TV Nasional yang menayangkan tentang kebudayaan Batak dan

alam Danau Toba. Melihat acara TV tersebut, penulis teringat saat kecil yang selalu

memakan makanan yang satu ini karena dahulunya setiap sore penjual dali ini

berjalan berkeliling di sekitar desa penulis. Awalnya terasa kurang menarik untuk

mengkaji ini, tetapi setelah membuka Dali Ni Horbo di internet dan melihat proses

pembuatannya maka terlihatlah bahwa Dali Ni Horbo ini tergolong ke dalam salah

satu Pengetahuan Tradisional.

Penulis awalnya ingin mengangkat tentang Pengaruh Perilaku Masyarakat

Terhadap Daya Tarik Objek Wisata Danau Toba dalam bidang kebersihan dan

lingkungan. Namun judul ini setelah dipikirkan sangatlah luas cakupannya dan

bahkan biya penelitiannya juga cukup besar. Setelah judul berikut penulis juga

sempat berfikir untuk mencari Kearifan Tradisional Batak Toba Dalam Menjaga

Lingkungan namun beberapa hasil penelitian yang dibaca mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara


hasilnya hampir tidak ada dan juga telah banyak yang mencoba melakukan penelitian

tersebut maka pada tahap berikutnya penulis menyimpulkan untuk mengangkat Dali

Ni Horbo ini setelah melihat di TV.

Pada tahap pengajuan judul kepada Dosen Pembimbing Akademik yaitu Ibu

Dra. Tjut Syahriani. Msoc. Sc. Penulis mengajukan 2 judul yaitu Dali Ni Horbo dan

Hilangnya Alat Musik Tulila Pada Masyarakat Batak Toba Samosir Akibat

Modernisasi, namun penulis lebih mengutamakan judul yang pertama yaitu Dali Ni

Horbo sebagai Studi Pengetahuan Tradisional Etnis Batak Toba.

Beranjak dari pengetahuan yang masih sangat minim mengenai tema tersebut

peneliti mencoba mencarai beberapa refensi dan informasi-informasi mengenai

makanan yang satu ini ditambah lagi Dali Ni Horbo ini tidak banyak dikenal oleh

orang-orang muda tetapi orang-orang yang sudah tua yang sangat familiar dengan

makanan ini. Selain itu, belum adanya tulisan-tulisan yang cukup mengenai makanan

ini sebagai Pengetahuan Tradisional yang bisa menjadi informasi dasar penulis

sehingga membuat penulis semakin \merasa tepat dalam mengangkat tema ini.

Setelah mengajukan judul ke dosen Ketua Jurusan yakni Bapak Dr. Fikarwin

Zuska, judul yang di acc adalah “Dali Ni Horbo (Studi Pengetahuan Tradisional

Pengolahan Susu Kerbau Bagi Etnis Batak Toba” dengan Dosen Pembimbing yakni

Bapak Drs. Agustrisno, Msp . Peneliti mulai mencari referensi lebih banyak tentang

penulisan Etnografi, Pengetahuan Tradisional, Etnofood juga buku-buku yang

berhubungan dengan judul penelitian untuk membuat proposal penelitian skripsi.

Universitas Sumatera Utara


Setelah proposal skripsi diterima oleh Bapak Drs. Agustrisno, Msp peneliti langsung

mengurus surat lapangan agar mempermudah dalam mencari informasi.

Saat itu adalah awal libur semester pada bulan februari minggu kedua dan

peneliti langsung berangkat menuju lokasi penelitian di daerah Tapanuli Utara

tepatnya di Desa Dolok Saribu Kecamatan Pagaran. Lokasi ini juga merupakan

wilayah adat milik marga Simamora dan yang sama dengan itu seperti marga Purba,

dan Manalu dalam marga Batak Toba sehingga wilayah ini juga sering dikenal oleh

orang lokal dengan nama Simamora Nabolak yang artinya Simamora yang luas.

Karena wilayah ini didominasi oleh marga yang sama atau masih tergolong saudara,

rasa kebersamaan dan tingkat keperdulian antar sesame di wilayah ini masih sangat

terjaga dan bahkan sistem kekerabatan yang dimiliki masih sangat dijaga.

Penulis berangkat dari Dolok masihul yang merupakan desa tempat tinggal

dan menempuh lama perjalanan sekitar 6 jam hingga ke Siborong-borong. Penulis

berhenti di Siborong-borong dan singgah di rumah saudara untuk meminta tolong

agar dibantu mengantar ke lokasi tempat penelitian dan menunjukkan tempat untuk

dapat menginap dan tinggal sementara di rumah yang juga masih saudara penulis.

Dari Siborong-borong ke lokasi penelitian masih membutuhkan waktu sekitar

setengah jam menggunakan sepeda motor.

Sesampainya dilokasi, penulis langsung diajak berjalan-jalan oleh saudara

yang bernama Ardi Purba untuk melihat-lihat kondisi desa da memperkenalkan

dengan pemuda yang ada di lokasi penelitian tersebut. Masyarakat disana terutapa

Universitas Sumatera Utara


para pemudanya masih sangat ramah. Yang paling uniknya sistem kekerabatan disana

masih melihat dari Partuturan (Keturunan) agar satu sama lain dapat menemukan

sebutan panggilan yang tepat antar sesama mereka. Ketika mereka melakukan

partuturan dengan saya maka sebagian orang memanggil saya sebagai adik tetapi ada

juga yang memanggil saya sebagai abang walau secara usia saya jauh lebih muda

darinya dan ada juga yang memanggil saya Pak tua yang setara dengan orangtua nya

dan bahkan ada yang memanggil saya sebagai Opung yang dianggap pantas untuk

dituakan karena secara keturunan saya berada setara dengan kakek mereka. Jika

dijelaskan secara terperinci akan sangat rumit dan panjang tetapi itu dapat bermula

bahwa dahulunya ompung ( kakek ) terdahulu ada yang menikah dan memiliki anak

dalam usia muda tetapi ada juga yang memiliki keturunan pada usia yang sudah

cukup tua sehingga mengakibatkan ketidak seimbangan keturunan.

Selama melakukan penelitian, penulis selalu melakukan wawancara ringan

terhadap setiap orang yang mengajak ngobrol untuk mendapatkan informasi dasar

dan juga informasi mengenai popularitas atau eksistensi dari Dali Ni Horbo ini.

Setelah 2 hari berada di lokasi penelitian dan informasi dasar telah dirasa cukup,

maka penulis langsung menemui para pembuat Dali Ni Horbo ini. Secara spontan,

setiap orang yang ditanya tempat pembuatan Dali ini semua menunjukkan lokasi

yang sama yaitu wilayah Sitanduk.

Setelah mendatangi salah satu warga yang membuat dali ini yaitu keluarga

bapak Parlin Purba yang juga merupakan keluarga penulis sendiri. Selain bapak

Parlin Purba ini ada juga keluarga Opung Lastio Simamora, Opung Lastiar

Universitas Sumatera Utara


Simamora, Bapak Putra Simamora, Ama Lastiar Simamora yang merupakan anak

dari Opung Lastiar yang tetap membuat dali walau sudah pisah rumah dari orang

tuanya dan Terakhir bapak Parlin Purba. Penulis juga melakukan survei pada setiap

keluarga pembuat Dali ini tetapi penulis mengambil bapak Parlin Purba sebagai

narasumber Utama karena bapak ini telah lama membuat dali dan orang tua bapak ini

juga dulunya membuat dali jadi telah diwariskan secara turun-temurun. Selain itu

bapak Parlin Purba ini juga merupakan ketua Serikat Tani dan Ternak di desa Dolok

Saribu.

Hal yang paling menyenangkan dalam penelitian ini yaitu pada saat memerah

susu kerbau untuk yang pertama kalinya dan rasanya sangat lucu dan menggelikkan.

Selain itu selama melakukan penelitian penulis setiap paginya mengkonsumsi susu

kerbau asli yang baru di perah, terkadang di campur dengan kopi atau teh dan gula

kemudian dipanaskan. Selain itu, penulis juga memiliki pengalaman ketika diajak

mencari rumput ke dalam hutan yang masih jarang dijamah oleh manusia.

Banyaknya pengalaman dan pengetahuan yang didapat selama melakukan

penelitian membuat penulis semangat mengumpulkan data ditambah lagi masyarakat

yang masih menjaga budaya sopansantun dan keramah tamahan membuat merasa

betah untuk tinggal lama di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 2

minggu secasra penuh di Desa Dolok Saribu. Dalam setiap momen dan kegiatan yang

di ikuti selalu disertai dengan dokumentasi foto dan video. Selain melakukan

penelitian di Kecamatan Pagaran, Peneliti juga melakukan penelitian di Kecamatan

Lubuk Pakam Desa Pagar Jati Kabupaten Deli serdang untuk melakukan Survei dan

Universitas Sumatera Utara


wawancara dengan Opung Subur yang menjadi satu-satunya produsen Dali dalam

porsi besar di Lubuk Pakam sehingga mampu mendirtribusikan Dali ini hingga

Siantar dan Kaban Jahe.

Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan penelitian yakni observasi,

wawancara mendalam dan dokumentasi. Penulis juga menggunakan teknik emic view,

yaitu melihat dan memahami kejadian yang terjadi di lapangan dari sudut pandang

informan itu sendiri. Di sini informan adalah sebagai guru yang memberikan

informasi, pemahaman, dan pembelajaran bagi penulis dan penulis sendiri

memposisikan dirinya sebagai orang yang datang untuk belajar dan mencari ilmu

pengetahuan dan pemahan dari informan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian Pengetahuan Tradisional Dali ni Horbo ini dilakukan di desa Dolok

Saribu yang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagaran kabupaten

Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Lokasi penelitian ini berada di rumah Keluarga

bapak Parlin Purba tepatnya di Dusun I desa Dolok Saribu. Di desa ini juga cukup

unik dalam penamaan sebuah lokasi. Walaupun secara administrasi pemerintahan

telah dibagi wilayah dalam setiap dusunnya, namun nama-nama wilayah di desa ini

juga telah ada sejak dahulu dengan nama yang sesuai dengan kriteria lingkungan

sekitarnya. Misalnya pada dusun I ini terdiri atas beberapa lingkungan yaitu, Pea

Linta, Huta Godang, Simardimpulan, Huta Pancur, dan Sitanduk. Lokasi penelitian

ini dilakukan di wilayah sitanduk. Nama Sitanduk diberikan karena kodisi tanah

sekitar sangatlah keras dan meruncing-runcing sama seperti tanduk. Lingkungan

sitanduk ini sangat luas namun jumlah penduduknya yang sedikit.

Untuk keseluruhan Kecamatan Pagaran dan Sekitarnya bahkan hingga ke

Siborong-borong dan sebagian besar Kabupaten Tapanuli Utara yang membuat Dali

ni Horbo hanyalah di lingkungan Sitanduk ini. Saat datang ke Kecamatan Pagaran

maka ketika mencari Dali ni Horbo masyarakat akan langsung mengarahkan ke

lingkungan ini.

Universitas Sumatera Utara


Desa Dolok Saribu ini masih termasuk ke dalam wilayah tanah adat milik

Marga Toga Simamora (keturunan dari Raja Simamora) karena dipercaya bahwa

nenek moyang Marga Toga Simamora bertempat tinggal di Kecamatan Pagaran ini

sehingga kita akan menemukan marga-marga yang homogen dalam jumlah yang

banyak seperti marga Simamora, Purba, Debata raja, Manalu, dan Manorsa. Di desa

ini terdapat Sebuah Tugu kebesaran Marga Purba yaitu Tugu Tungkot Marpaung.

Tanah adat ini sering dikenal orang dengan sebutan Simamora na Bolak yang artinya

Simamora yang luas.

Lokasi pembuat Dali ni Horbo ini berada dalam 1 tempat saja. Ada terdapat 5

keluarga yang masih tetap membuat Dali ni Horbo yaitu, keluarga Opung Lastio

Simamora, Opung Lastiar Simamora, Bapak Putra Simamora, Ama Lastiar

Simamora, dan yang terakhir Bapak Parlin Purba yang merupakan key informan dari

penelitian ini. kelima keluarga pembuat dali ini merupakan tetangga satu sama lain

yang terletak agak masuk ke dalam lewat sebuah gang kecil sebelum lingkungan

Pealinta. Rumah bapak Parlin Purba berada padaposisi yang paling ujung. Lokasi ini

sangat strategis karena berada di tengah-tengah antara onan (Pasar) Sipultak, onan

Rura Julu, dan onan Siborong-borong.

Universitas Sumatera Utara


2.1.1 Secara Geografis

Gambar. 01. Peta Kecamatan Pagaran

Desa Dolok Saribu merupakan salah satu dari 14 Desa yang ada di Kecamatan

Pagaran. Letak Desa ini sendiri berada 1.275m di atas permukaan laut dengan luas

wilayah 19,00 km2 dengan kepadatan penduduk 137 jiwa/Km². Desa Dolok Saribu ini

meruakan desa terluas yang ada di kecamatan Pagaran. letak geografis desa ini yang

Universitas Sumatera Utara


cukup tinggi sehingga memposisikannya pada iklim dingin dengan suhu antara 17-22
º
C . Curah hujan di desa Dolok Saribu mencapai 1190 mm/tahunnya 23.

Dengan letak geografis yang berada pada posisi iklim dingin, hal ini sangat

mendukung dan baik bagi kesehatan kerbau lokal milik masyarakat desa Dolok

Saribu ini. Daya tahan panas kerbau lebih rendah daripada sapi 24. Desa Dolok saribu

merupakan desa yang juga masih sangat asri alamnya sehingga mampu menyediakan

pakan alami bagi kerbau-kerbau yang dipelihara. Banyaknya hutan dan lahan kosong

yang ditumbuhi rumput membuat para peternak kerbau tidak terlalu sulit dalam

mencari makanan bagi kerbaunya. Selain itu kualitas rumput di wilayah ini juga

dianggap warga sangat memiliki kandungan gizi yang banyak sehingga kerbau milik

warga tidak akan mengalami kekurangan gizi dan pastinya akan gemuk 25.

Dengan suhu yang mendukung kesehatan kerbau dan alamnya yang masih

banyak menyediakan makanan bagi kerbau sangat menguntungkan bagi para peternak

kerbau dan hal ini juga dapat dipastikan kerbau akan mampu menghasilkan susu

dengan kualitas yang baik. Jika susu kerbau yang dihasilkan dengankualitas yang

baik, maka Dali ni Horbo yang akan dibuat juga akan memiliki kandungan gizi yang

banyak dan juga baik bagi tubuh manusia26.

Desa Dolok Saribu merupakan desa yang memiliki jarak yang cukup luas

antara satu rumah dengan rumah yang lain. Wilayah pekarangan yang dimiliki oleh

23
Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017.
24
Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 69
25
Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba
26
Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba

Universitas Sumatera Utara


setiap keluarga cukup luas. Luas pekarangan ini sangat mendukung bagi para

peternak kerbau untuk memelihara kerbaunya dengan baik. Pekarangan rumah akan

dimanfaatkan oleh peternak kerbau untuk tempat penambatan kerbau atau bahkan

juga menjadi tempat kerbau untuk makan.

Beberapa warga yang tidak memiliki luas lahan pekarangan rumah tetapi

memiliki peliharaan kerbau, maka mereka akan menambatkan kerbau milik mereka di

ladang atau sawah milik mereka sejak pagi dan saat sore hari kerbau milik mereka

akan dibawa kembali ke kandang yang berada di belakang rumah milik mereka.

2.1.2 Secara Sosial

Berhubungan dengan multikultural, desa Dolok Saribu masih didominasi

dengan suku Batak Toba dan agama Kristen dan sebagian kecil suku dan agama

lainnya. Masyarakat di desa Dolok Saribu masih sangat menjaga kebudayaan dan

melestarikan adat istiadat serta sopan santun antar sesama. Masyarakat desa Dolok

saribu masih tergolong homogen karena seluruh warga merupakan etnis Batak Toba

yang beragama Nasrani. Jumlah penduduk desa Dolok Saribu ini sebanyak 2.605 jiwa

dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 790 KK yang terdiri atas 5 dusun27.

Tabel.128

27
Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017.
28
Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017.

Universitas Sumatera Utara


Tabel rumah ibadah di Kecamatan Pagaran

Di desa ini masih menjaga adat istiadat dan kepercayaan terhadap leluhur

walaupun telah menganut agama nasrani. Banyaknya terdapat tugu-tugu dan

bangunan kuburan yang dibuat besar dipercaya bahwa itu merupakan cara yang dapat

membahagiakan arwah orangtua mereka yang sudah meninggal. Selain itu kita juga

masih dapat menemukan adanya kuburan yang diatasnya terdapat tumbuh pohon

besar yang sengaja ditanam dengan tujuan agar mampu memeberikan kesuburan dan

semua keturunannya menyebar luas dan semakin tinggi kedudukannya sama seperti

pohon tersebut. Setiap tahun kita data menemukan adanya beberapa keluarga besar

yang yang meruakan Pomparan (semua keturunan hinggu ke cucunya) dari satu

Universitas Sumatera Utara


opung tertentu akan mengadakan pesta tugu atau Partangiangan (mendoakan leluhur)

dan meminta berkat dan perlindungan dari arwah opung tersebut.

Kebudayaan yang masih sangat dijaga membuat keramahtamahan dan

ketertiban di desa ini ikut terjaga juga. Dalam setiap permasalahan yang ada akan di

selesaikan dengan cara musyawarah dan akan mengumpulkan para tetuah-tetuah

untuk meminta nasihat dan persetujuan. Fungsi kepala desa hanya mengurus masalah

kebutuhan dan administrasi sedangkan untuk ketertiban dan solidaritas akan

diserahkan kepada tetuah adat yang terdekat. Masyarakat di desa ini sangat

menghargaidan menghormati satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena

masyarakat desa masih menghormati Dalihan na Tolu yang merupakan wawasan

sosial-kultural yang menyangkut masyarakat dan semua budaya Batak Toba. Dalihan

na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan

hubungan perkawinan yang memepertalikan satu kelompok.

Hal lain yang sangat sering dijumpai dari masyarakat desa Dolok Saribu ini

adalah kebiasaan saat menyambut tamu. Setiap tamu yang datang kerumah akan

wajib disuguhi kopi sebagai bentuk penghormatan dan penyambutan walau tamu

tersebut hanya sebentar saja berkunjung. Tamu yang disuguhi kopi tidak pernah

melihat orang itu dari mana dan siapa walaupun yang datang merupakan tetangganya.

Tamu yang datang akan ditanya terlebih dahulu minum apa dan kemudian ditanya

tujuannya. Dahulunya tamu disambut bukan dengan kopi melainkan dengan Dali ni

Horbo tetapi sekarang kebiasaan itu telah tiada mengingat bahwa tidak semua orang

dapat menyediakannya.

Universitas Sumatera Utara


Aktivitas lainnya yang dilakukan oleh warga adalah kegiatan gotong royong.

Kegiatan gotong royong ini bukan gotong royong dalam rangka bersih-bersih tetapi

bersama-sama membantu setiap warga yang sedang melakukan adat atau hal lainnya

yang membutuhkan bantuan orang banyak. Biasanya dalam kegiatan gotong royong

ini akan diberikan dali kepada setiap orang dengan tujuan untuk menambah tenaga

bagi yang bergotong royong.

Desa Dolok Saribu merupakan desa dengan penduduk yang masih banyak

memiliki hubungan keluarga baik keluarga kandung maupun keluarga dari leluhur.

Dari segi sosial juga biasanya akan mempengaruhi konsumen untuk membeli dali

dari produsen yang mana. Biasanya konsumen akan mengutamakan membeli dali dari

pembuat dali yang masih memiliki hubungan keluarga yang lebih dekat dengan

konsumen tersebut.

Untuk sarana pendidikan yang ada di desa Dolok Saribu ini cukup lengkap.

Fasilitas sekolah yang ada mulai dari sekolah dasar (SD) ada 3 sekolah yaitu SDN

173388, SDN 173389, dan SDN 176347. Untuk sekolah menengah pertama (SMP)

terdapat 1 SMP yaitu SMP Negeri 1 Pealinta. Untuk sekolah mengengah atas (SMA)

terdapat 2 sekolah yaitu SMU Negeri Pagaran dan SMK Negeri Pagaran Pealinta.

Semua sekolah ini berada di pusat desa yaitu dusun I wilayah Pealinta.

2.1.3. Secara Ekonomi

Universitas Sumatera Utara


Masyarakat desa Dolok Saribu mayoritas berprofesi sebagai petani, hal ini

didukung oleh lahan pertanian yang lebih luas dibanding dengan luas pemukiman

warga. Komoditi tanaman yang di tanam oleh petani ini sangat beragam yaitu,

tanaman kopi yang paling banyak di tanam di kecamatan ini, kemudian tanaman

tembakau yang juga cukup banyak ditanam oleh petani, juga sayuran seperti tomat,

wortel, kol, sawi, cabai, bawang, tanaman padi dan bahkan palawija seperti ubi kayu,

ubu jalar, jagung, kacang, kentang,. Kopi adalah penghasilan terbanyak dari sektor

pertanian karena masyarakat mengaku untuk biaya perawatan tanaman ini lebih

sedikit dan tidak terlalu rumit sehingga tumbuhan ini lebih banyak ditanam oleh

masyarakat. Untuk tembakau juga jenis tanaman yang sangat mudah dirawat bahkan

lebih mudah dibandingkan kopi, harga tembakau dari petani kepada pengepul juga

cukup mahal tetapi proses pembuatan tembakau dari daun hingga siap pakai cukup

merepotkan ditambah lagi berat tembakau yang ringan membuat harga yang mahal

tidak terlalu dapat dirasakan oleh petani sehingga beberapa petani enggan untuk

menanam tembakau.

Berternak juga menjadi pilihan masyarakat untuk menjadi pekerjaan

sampingan. Jenis hewan ternak yang biasanya dipelihara seperti ayam, babi, kerbau.

Hapir setiap keluarga memiliki ayam dan babi untuk diternakkan namun untuk yang

memelihara kerbau tidak sebanyak yang memelihara ayam dan babi dikarenakan

sempat adanya pemikiran masayarakat menjual kerbaunya untuk membeli lahan

pertanian karena beranggapan bahwa dengan bertani akan lebih mudah. Peternak

kerbau yang ada di desa ini hanya sekitar 30% dari jumlah kepala keluarga. Kerbau

Universitas Sumatera Utara


juga sering dimanfaatkan pemiliknya untuk mendapatkan tambahan pendapatan

setiap harinya dari hasil susu kerbau tersebut dan hal ini juga akan menjadi

pembahasan Dali yang berfungsi dalam sektor perekonomian. Selain dari susu kerbau

juga sangat berpotensi menghasilkan pendapatan karena posisi kerbau dalam adat

Batak Toba akan membuat harga kerbau cukup tinggi. Kerbau juga masih digunakan

untuk membantu dalam membajak sawah dan mengangkat kayu dari hutan yang akan

dipakai untuk bahan bakar di rumah.

Dari 30% masyarakat yang memelihara kerbau, hanya ada 5 keluarga yang

membuat Dali ni Horbo yaitu, keluarga Opung Lastio Simamora, Opung Lastiar

Simamora, Bapak Putra Simamora, Ama Lastiar Simamora, dan yang terakhir bapak

Parlin Purba yang merupakan informan kunci dari penelitian ini29. Dari semua

pemilik kerbau yang ada di desa ini, Opung Lastio Simamora adalah pemilik kerbau

terbanyak di desa ini hingga mencapai 28 ekor kerbau.

Persentasi peternak kerbau


dan pembuat Dali
Yang memelihara
30% kerbau

0% yang membuat dali


70%
yang tidak
memelihara kerbau

29
“Opung” merupakan sebutan etnis Batyak Toba untuk orang yang telah memiliki cucu dan “Ama”
sebutan bagi seorang ayah yang memiliki anak dan nama anak atau cucunya yang paling besar yang
menjadi Panggoaran atau nama panggilan buat orang tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Gambar.02. Bagan Persentasi peternak kerbau dan pembuat Dali

Awalnya bapak Parlin Purba melihat suatu cara ini dari daerah Tarutung yang

sangat menguntungkan menurutnya untuk diterapkan di lokasinya yaitu dimulai

dengan membeli induk kerbau betina yang sudah beranak beserta anak kerbaunya.

Kemudian kerbau yang dibeli ini akan diperah selama satu tahun untuk membuat dali.

Selama satu tahun itu dali yang dibuat akan dijual dan uangnya akan dipakai dalam

kebutuhan sehari-hari. Setelah satu tahun, anak kerbau tersebut telah bertambah besar

dan pastinya harga jualnya akan semakin banyak. Kerbau dan anaknya selanjutnya

akan dijual dengan harga yang sudah berbeda saat membelinya dan kemudian bapak

Parlin Purba akan mencari kerbau yang beranak kembali dari mandor dan kemudian

memerah susu kerbau itu lagi dan begitulah seterusnya.

Tidak semua warga yang memiliki kerbau membuat Dali karena sebagian

peternak hanya memelihara kerbau jantan saja karena harga jantan lebih mahal

disbanding betina. Selain itu peternak kerbau yang memiliki kerbau betina yang

beranak akan memerah susu kerbau dan membuat Dali tetapi bukan untuk dijual .

Terkadang susu yang diperah juga hanya dijadikan minuman yang dicampur dengan

gula dan dipanaskan atau dicampur dengan kopi. Pekerjaan lain yang dimiliki para

peternak kerbau adalah bertani. Disisa waktu memeperhatikan para kerbaunya, maka

mereka akan menyempatkan waktunya untuk merawat dan memanen tanaman yang

ditanam di sawah atau kebun milik mereka.

Universitas Sumatera Utara


Selain profesi bertani dan berternak, juga ada yang membuka usaha seperti

berjualan mulai dari jual makanan mie gomak, warung kopi, lapo tuak (warung tuak),

warung sembako, bahkan panglong. Selain usaha jualan ada juga terdapat sebuah

usaha pabrik penggiling kopi dan kopi dari hasil penggilingannya ini akan dikemas

dalam karung dan dikirim ke berbagai tempat termasuk kopi sidikalang yang terkenal

juga berasal dari desa ini.

Beberapa orang juga memiliki jabatan kepegawaian negara (PNS) seperti

guru, dan juga kedinasan seperti dinas pertanian dan peternakan, dan pemerintahan

setempat. Selain pegawai negeri ada juga yang berprofesi sebagai pegawai swasta dan

buruh.

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di rumah Keluarga bapak Parlin Purba tepatnya di

Dusun I desa Dolok Saribu. Di desa ini juga cukup unik dalam penamaan sebuah

lokasi. Walaupun secara administrasi resmi telah dibagi wilayah dalam setiap

dusunnya, namun nama-nama wilayah di desa ini juga telah ada sejak dahulu dengan

nama yang sesuai dengan kriteria lingkungan sekitarnya. Misalnya pada dusun I ini

terdiri atas beberapa lingkungan yaitu, Pea Linta, Huta Godang, Simardimpulan, Huta

Pancur, dan Sitanduk. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah sitanduk. Nama

Sitanduk diberikan karena kodisi tanah sekitar sangatlah keras dan meruncing-

runcing sama seperti tanduk. Lingkungan sitanduk ini sangat luas namun jumlah

Universitas Sumatera Utara


penduduknya yang sedikit. Lokasi spesifik dari penelitian ini berada sekitar 200

meter dari pealinta yan merupakan pusat dari desa ini. Lokasi ini berada di balik

pepohonan dan sedikit masuk kedalam dari pinggir jalan utama desa ini. Lokasi ini

memang sedikit tersembunyi tetapi semua warga yang ada disana mengetahui lokasi

ini.

Rumah bapak Parlin Purba berada di again paling ujung dari lokasi ini namun

untuk di lokasi ini tidaklah terlalu luas dan jarak dari antar rumah juga tidak terlalu

jauh. Semua masyarakat Desa Dolok Saribu mengenal bapak Parlin Purba karena

peranannya yang sangat penting dalam adat yaitu sebagai Parhata atau juru bicara

saat adat dilakukan. Selain itu bapak ini juga merupakan aktivis dibidang pertanian

dan pemimpn kelompok tani dan peternakan untuk wilayah dusun I. ini lah yang

membuat saya menjadikan bapak ini sebagai informan kunci untuk diwawancarai.

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 03. Lingkungan Sitanduk

Untuk keseluruhan Kecamatan Pagaran dan Sekitarnya bahkan hingga ke

Siborong-borong dan sebagian besar Kabupaten Tapanuli Utara yang membuat dali

hanyalah di lingkungan Sitanduk ini. Saat datang ke Kecamatan Pagaran maka ketika

mencari dali masayarakat akan langsung mengarahkan ke lingkungan ini. Lingkungan

sitanduk ini hanya terdiri atas 5 kepala keluarga dan semuanya merupakan pembuat

dali.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

KERBAU TAPANULI

3.1 Pengertian Kerbau

Kerbau adalah binatang memamah biak (mamalia) yang bisa diternakkan

untuk diambil dagingnya atau susu atau untuk dipekerjakan (membajak, menarik

pedati), rupanya seperti lembu dan agak besar, tanduknya panjang, suka berkubang,

umumnya berbulu kelabu kehitam-hitaman30. Ternak kerbau sangat menyukai air.

Sisa-sisa fosil kerbau yang sekarangmasih tersimpan di India (lembah Hindus)

menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lokal di Asia

dikenal dengan beberapa istilah sesuai dengan daerahnya, antara lain Bhanis di India,

Aljamos di negara-negara Arab, Karbu di Malaysia, Kerbau di Indonesia 31.

Kerbau Asia memiliki banyak jenis dan diantaranya ada Bubalus arnee yang

merupakan kerbau liar india, Kerbau Tamarao merupakan salah satu kerbau liar di

Asia dan ditemukan di Mindanao Filipina, Anoa Depressicornis merupakan hewan

terkecil dari kelompok kerbau, Kerbau Murrah adalah salah satu bangsa kerbau perah

yang banyak diternakkan di Indonesia dan jenis kerbau yang sama dengan Murrah ini

adalah kerbau Nili , Ravi, dan Kundi32. Dari beberapa jenis kerbau yang ada, kerbau

pada umumnya akan dibagi atas 2 jenis yaitu, Kerbau lumpur dan Kerbau Sungai.

Pembagian ini didasarkan pada daerah yang disukai oleh kerbau. Adanya kerbau yang

30
Kbbi.web.id/kerbau
31
Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 19
32
Ibid., hlm.29

Universitas Sumatera Utara


suka berkubang di Lumpur tetapi ada juga yang lebih suka berendam langsung di

sungai atau rawa.

3.2. Kerbau Tapanuli

3.2.1. Jenis Kerbau Tapanuli

Kerbau yang dipelihara oleh masyarakat lokal di Tapanuli memiliki ciri-ciri

kaki pendek, badan besar bulat, lingkar dada besar, tanduk semi melingkar

(menyabit) agak mendatar, terdapat warna putih pada beberapa bagian tubuh seperti

kaki dan ujung ekor, warna tubuh abu-abu gelap hingga ke hitam. Masyarakat

setempat menyebut jenis kerbau tersebut adalah Kerbau Lumpur.

Gambar.04. Kerbau Tapanuli

Universitas Sumatera Utara


Kerbau jenis ini memang tergolong keadalam jenis kerbau lumpur Asia

tenggara. Kerbau ini banyak ditemui di Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand, Malaysia,

dan Indonesia. Kerbau ini disebut kerbau lumpur untuk membedakan dengan kerbau

bangsa Murrah dan Surati yang disebut kerbau sungai 33. Kerbau ini tidak hanya di

Tapanuli saja tetapi seluruh wilayah Tanah Batak Toba seperti Porsea, Balige,

Samosir, dan di beberapa wilayah sekitarnya juga memelihara jenis kerbau ini.

Kerbau ini mampu menghasilkan susu sebanyak 2-3 liter dalam sehari tergantung

pada makanan dan porsi minum dari kerbau tersebut. Kerbau ini sebenarnya bukanlah

jenis kerbau perah namun peternak kerbau tetap memerah kerbau milik mereka untuk

membuat Dali ni Horbo. Para peternak juga mengetahui bahwa jika kerbau tidak di

perah maka anak kerbau akan meminum susu dari induknya dalam jumlah yang

banyak sehingga anak kerbau akan mengalami mencret.

3.2.2. Manfaat Kerbau Bagi Masyarakat Tapanuli

Kerbau adalah hewan peliharaan yang sudah sangat familiar bagi masyarakat

Tapanuli terkhususnya bagi etnis Batak Toba. Kerbau memiliki peran yang sangat

besar dalam etnis Batak Toba diantaranya sebagai hewan kurban yang akan dimakan,

sebagai pembantu dalam pengolahan lahan sawah, dan juga untuk diambil susunya.

Sosok kerbau dalam pemahaman budaya masyarakat Batak Toba memiliki sejumlah

symbol antara lain kejayaan, kekuatan, kebenaran, kesabaran, dan penangkal roh

jahat. Tidak heran bila symbol-simbol kerbau ada dalam seni ukir dan arsitektur
33
Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm.24

Universitas Sumatera Utara


Batak Toba, dimana pada ujung puncak atap rumah dihiasi dengan motif Ulu Paung

(Kepala Raksasa) yang menggunakan tanduk kerbau. Jika kita lihat ada tanduk

kerbau di satu rumah orang Batak Toba, itu menunjukkan bahwa mereka pernah

melakukan kegiatan adat adalah skala besar34.

Peran kerbau sebagai hewan kurban yang dimakan biasanya akan digunakan

dalam pesta adat dan upacara kematian. Selain hewan Babi, kerbau juga memiliki

nilai lain saat digunakan dalam upacara kematian. Penggunaan kerbau dalam upacara

kematian memberikan kesan dan makna yang khusus bahwasanya orang yang

meninggal tersebut telah pada posisi Saurmatua (seseorang meninggal setelah

memiliki cucu hingga cicit). Pesta Saurmatua idealnya yang dipotong adalah kerbau

namun sekarang tergantung pada kondisi ekonomi pihak yang menyelenggarakan.

Kerbau yang diotong akan dibagi atas beberapa bagian dan ini biasanya disebut

dengan Jambar yang artinya Hak/Bagian. Jambar ini akan dibagi kepada pihak-

pihak yang dianggap berhak untuk mendapatkannya.

34
Penjelasan oleh Robinson Simanjuntak yang merupakan praktisi adat Batak Toba di Naga Hall,
Medan, Sabtu (17/2/2018) dikutip dari medanbisnis.com

Universitas Sumatera Utara


Gambar.05. Pembagian Jambar Daging Kerbau

Kerbau sebagai pembantu dalam kegiatan pertanian berfungsi sebagai penarik

pembajak sawah. Bukan hanya bagi etnis Batak Toba atau di Tapanuli, di wilayah

lain dan etnis lain juga sudah menggunakan kerbau sebagai pembajak sawah. Kerbau

juga akan digunakan untuk mengangkat hasil panen daeri sawah ke rumah dengan

menggunakan gerobak yang ditari oleh kerbau. Selain hasil panen dan membajak

sawah, kerbau juga akan dipakai untuk mengangkat kayu bakar yang diambil dari

hutan karena dahulunya alat untuk memasak yang digunakan adalah kayu bakar.

Selain sebagai pedaging dan juga sebagai pembantu kegiatan pertanian bagi

etnis Batak Toba, kerbau juga memiliki fungsi dari susu kerbau tersebut. Susu itu

akan diperah dan kemudian diolah menjadi makanan olahan Dali ni Horbo. Dali ini

banya diminati oleh kalangan siapa saja yang telah mengenal dan memakannya.

Universitas Sumatera Utara


Kerbau yang menjadi penghasil susu sebagai bahan dasar pembuatan dali ini sangat

dibutuhkan baik para peternak dan juga para konsumen35.

Bagi sebagian masyarakat di Tapanuli utara masih tergantung pada

pemanfaatan kerbau ini baik dari segi tenaga yang dibutuhkan maupun juga

dagingnya karena memiliki keuntungan secara ekonomis bagi para peternaknya. Pada

zaman dahulu kerbau ini dapat menjadi status sosial. Apabila sebuah keluarga

memiliki kerbau beberapa ekor untuk diternakkan maka keluarga tersebut dapat

diposisikan sebagai keluarga yang sejahtera dan memiliki kedudukan yang cukup

tinggi.

3.2.3. Pemeliharaan Kerbau

Kerbau adalah salah satu jenis hewan yang sangat bermanfaat bagi Etnis

Batak Toba karena adat istiadat Batak Toba yang menggunakan kerbau dalam

upacara adat kematian Saurmatua (yang meninggal sudah punya cucu bahkan cicit)

sebagai makanan wajib dalam upacara adat ini. Sejak dahulu kerbau dengan etnis

Batak sudah tidak dapat dipisah lagi. Selai digunakan untuk adat kerbau juga dipakai

untuk membajak sawah dan menarik kreta untuk mengangkat hasil panen dari sawah

dan kayu dari hutan36.

Kerbau yang dipelihara oleh masyarakat lokal memiliki ciri-ciri kaki pendek,

badan besar bulat, lingkar dada besar, tanduk semi melingkar (menyabit) agak

mendatar, terdapat warna putih pada beberapa bagian tubuh seperti kaki dan ujung

35
Hasil wawancara dengan bapak Parlin Purba
36
Pemaparan Oleh Bapak Parlin Purba.

Universitas Sumatera Utara


ekor, warna tubuh abu-abu gelap hingga ke hitam. Masyarakat setempat menyebut

jenis kerbau tersebut adalah Kerbau Lumpur.

Gambar.06. Kerbau milik Bapak Parlin Purba.

Kerbau jenis ini memang tergolong keadalam jenis kerbau lumpur Asia

tenggara. Kerbau jenis ini banyak ditemui di Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand,

Malaysia, dan Indonesia. Kerbau ini disebut kerbau lumpur untuk membedakan

dengan kerbau bangsa Murrah dan Surati yang disebut kerbau sungai 37. Dalam

perawatan kerbau ini, bapak Parlin Purba tidak terlalu kesulitan dan begitu juga

dengan para peternak yang lain.

a. Pemberian Cincin Hidung

Kerbau milik Bapak Parlin Purba ini tidak pernah di kandangkan kecuali saat

kerbaunya baru beranak. Kerbau akan dibuat cincin pada hidungnya dari sebatang

besi bulat dan kemudian cincin ini akan diikatkan tali, ujung talinya yang satu akan di

ikatkan pada sebuah pohon atau ditancapkan dengan besi.


37
Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 07. Pembuatan cincin pada hidung kerbau

Pembuatan cincin pada kerbau ini bertujuan agar kerbau dapat patuh pada

pemiliknya dan kerbau tidak memiliki sifat liar lagi (Jinak). Pemberian cincin ini

dilakukan kepada kerbau yang telah berusia minimal 1 Tahun. Pembuatan cincin ini

dilakukan oleh orang yang sudah paham dan berpengalaman karena jika dilakukan

dengan kesalahan sedikit saja maka hidung kerbau akan terluka parah bahkan hingga

terkoyak dan akhirnya infeksi. Saat membuat cincin ini, kerbau akan diberikan

menjilat tangan yang dilumuri garam dengan tujuan agar saat ditusuk kerbau tidak

akan berontak. Setelah cincin dipasan maka kerbau tidak akan langsung diikat tetapi

dibiarkan mengikuti induknyan minimal 3 hari atau paling tidak hingga hidungnya

sembuh dan setelah itu kerbau akan dipisah dengan indukan dan akan ditambatkan.

Universitas Sumatera Utara


b. Pemberian Pakan dan minum Kerbau

Pakan kerbau di desa Dolok Saribu ini masih sangat tersedia karena lokasi

yang masih alami dan lahan kosong yang masih belum diolah oleh manusia

menyediakan jenis rumput yang disukai oleh kerbau ini. Untuk jenis rumput yang

biasanya diberikan para peternak adalah Humbil (sebutan lokal) atau rumput Bede,

rumput ilalang, Odot, dan rumput gajah.

Gambar.08. Jenis rumput yang biasa diberikan.

Bapak Parlin Purba biasanya mencari rumput setiap hari dan memberikan

rumput ini kepada kerbaunya dengan perbandingan 5 % dari berat badan kerbaunya

untuk satu harinya. Kerbau akan memakan rumput kecil yang ada di lapangan tempat

kerbau diikat sebagai makanan tambahannya. Peternak kerbau di desa Dolok saribu

ini juga sengaja membuat sebidang lahan yang mereka miliki untuk ditanami rumput

sebagai pakan cadangan kepada kerbaunya disaat musim kemarau tiba.

Universitas Sumatera Utara


Gambar.09. Bapak Parlin Purba sedang mengambil rumput

Peternak kerbau di desa ini tidak pernah memberikan pakan buatan atau pellet

kepada kerbaunya “Pakan tersebut tidak berguna dan makanan kerbau di desa ini juga

sangat berlimpah dan alami jadi tidak perlu memberikan pakan buatan selain itu juga

akan lebih sehat bagi orang yang memakan dagingnya maupun susu kerbau itu” kata

Opung Lastio Simamora.

Pakan tambahan juga akan diberikan pada masa kerbau hamil dan selama

menyusui. Pakan tambahan ini diberikan dua kali dalam seminggu berupa dedak padi

dan juga ubi kayu. Namun ubu kayu yang diberikan harus benar-benar bersih dari

kulit ubi tersebut karena bisa membuat kerbau sakit bahkan mati. Bapak Parlin Purba

mengatakan bahwa perut kerbau tidak dapat mencernah kulit Ubi tersebut.

Pengalaman peternak kerbau di desa ini bahwa pernah seekor kerbau mati mendadak,

melihat hal itu mereka membelah perut kerbau dan melihat bahwa terdapat kulit ubi

kayu yang masih utuh. Selain itu peternak juga sering melihat kotoran kerbau yang

Universitas Sumatera Utara


tidak sengaja memakan ubi kayu terdapat kulit ubi yang masih utuh dan kerbau

tersebut mengalami seleramakan yang kurang dan sakit. Pemberian pakan tambahan

ini secara lokal disebut dengan “Marbosur” yang artinya memberi makan lebih.

Tujuan lain dari pemberian makanan tambahan ini adalah untuk menghasilkan susu

agar lebih banyak dan mencukupi untuk diperah. Selain dedak dan ubi kayu, peternak

juga akan memberikan jagung muda jika tersedia dan jerami padi pada saat musim

panen padi tiba. Pada sore hari kerbau akan diberikan makan sedikit lebih banyak

agar saat pagi harinya kerbau dapat menghasilkan susu yang banyak.

Untuk pemberian minum kerbau, peternak akan menyediakan air dalam ember

yang telah dicampur dengan garam. Pemberian garam pada minum kerbau tidak bisa

terlalu banyak hanya secukupnya saja. Bapak Parlin Purba mengaku bahwa kerbau

tidak baik jika kehausan, kerbau lebih baik kurang makan dibanding kurang minum.

Pemberian minum pada kerbau sebanyak 3 kali yaitu saat pagi hari sebelum

pemerahan dilakukan, siang hari sekitar pukul 10 atau sebelum kerbau berkubang ke

lumpur, dan malam hari saat sore hari saat kerbau ditambat kembali stelah berkubang.

Dalam minum kerbau ini terkadang akan dicampurkan larutan obat herbal jika kerbau

dalam kondisi sakit. Obat herbalnya juga dibuat sendiri oleh para peternak seperti

perasan daun papaya untuk sakit kerbau sakit perut yang ditandai tidak selera makan

dan kotorannya cair, rebusan daun tomat untuk kerbau cacingan yang ditandai

kurangnya selera makan dan lemas, dan masih banyak lagi obat herbal yang dibuat

sendiri.

Universitas Sumatera Utara


c. Kubangan Kerbau

Kerbau adalah hewan yang sangat menyukai air, oleh sebab itu habitat kerbau

pada dasarnya berada di wilayah yang ada sumber mata airnya. Diperoleh kenyataan

bahwa Suhu udara berkolerasi nyata dengan percepatan pernafasan, kehilangan

kelembapan, kecepatan berkeringat. Pada kenaikan suhu udara lingkungan tersebut,

jumlah sel darah kerbau turun dari 4 juta/mm 3 menjadi 3 juta/mm3. Nilai Haematokrit

relative stabil 25%, haemoglobin turun dari 11 g/dl menjadi 8 g/dl, pH darah naik dari

7,4 menjadi 7,48 dan tekanan CO2 turun dari sekitar 39 mmHg menjadi 29 mmHg38.

Selain itu kelenjar keringat pada kulit kerbau diperkirakan hanya 1/6 dari jumlah

kelenjar keringat pada sapi. Kepadatan kelenjar yang mengantarkan panas dari dalam

tubuh kerbau ke udara luar yang sedikit itu membuat kerbau memerlukan pengeluaran

panas melalui cara berkonduksi hal ini membuat kerbau akan selalu mendinginkan

badannya dengan cara berkubang atau berendam di air atau di lumpur 39. Peternak

kerbau di desa ini juga menyediakan lokasi khusus untuk tempat kerbau dibawa

berkubang. Mereka mengetahui bahwa kerbau merupakan hewan yang tidak tahan

dengan panas.

38
Dr. Tridjoko Wisnu Murti, DEA, “ Ilmu Ternak Kerbau”, (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 38-39.
39
Ibid., hlm 67.

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 10. Kubangan lumpur yang dibuat oleh bapak Parlin Purba

Kualitas susu dan kesehatan kerbau juga dipengaruhi oleh kerbau yang

berkubang atau tidak. Hal ini dibenarkan oleh beberapa peternak kerbau di desa ini.

Berdasarkan pengalama dari peternak kerbau di desa ini bahwa kerbau yang terlalu

sering berkubang juga tidak baik bagi kerbau itu sendiri bahkan dapat membuat

kerbau diserang oleh penyakit. Untuk menangani permasalahan dari suhu tubuh

kerbau, maka peternak akan membawa kerbaunya ketempat kubangan lumpur yang

telah dibuat pada saat suhu udara mulai panas dan kerbau itu akan ditambatkan di

kubangan tersebut. Setelah kerbau merasa cukup untuk mendinginkan badannya

(biasanya sore hari), kerbau akan keluar dari lumpur dan saat itu juga peternak akan

membawa kerbau ke lokasi tempat kerbau tidur.

Setiap peternak wajib memiliki kubangan lumpur untuk kerbaunya. Kubangan

lumpur akan disesuaikan dengan jumlah kerbau yang dimilikinya. Semakin banyak

kerbau milikinya maka akan semakin besar kubangan yang akan dibuat. Tetapi jika

Universitas Sumatera Utara


lokasi dari pemiliki kerbau dekat dengan sungai atau sumber air lainnya maka para

peternak tidak akan membuat kubangan melainkan membawa kerbau milik mereka ke

sungai tersebut dan akan menambatkan kerbaunya di pinggiran sungai dengan tali

yang cukup panjang sehingga kerbau dapat keluar masuk dari sungai tersebut.

d. Pemberian susu kepada anak kerbau.

Anak kerbau akan menyusui selama 1 Tahun, namun anak kerbau sudah bisa

memakan rumput setelah berusia 3 bulan. Walaupun telah dapat memakan rumput,

anak kerbau akan tetap menyusu dalam 1 tahun itu tetapi dengan porsi konsumsi susu

yang lebih sedikit. Bapak Parlin purba membenarkan bahwa jika anak kerbau

mengkonsumsi susu terlalu banyak setelah usia 3 bulan, anak kerbau tersebut akan

mencret. Walaupun demikian, induk kerbau akan tetap memproduksi susu dalam

jumlah yang banyak atau tidak mengalami perubahan dalam porsi produksi susu. Hal

ini yang membuat peternak memerah susu kerbaunya untuk dijadikan dali. Anak

kerbau setelah usia 3 bulan hanya diberikan minum susu 2 kali dalam sehari yaitu

pagi dan siang setelah itu induk kerbau akan dipisahkan dari anaknya agar

ketersediaan susu untuk membuat dali mencukupi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 11. Anak kerbau Bapak Parlin Purba yang menyusui

e. Pemerahan Susu

Anak kerbau yang telah berusia 3 bulan akan dibatasi dalam mengkonsumsi

susu dan kemudian susu dari induknya akan diperah untuk diambil sebagai makanan

atau minuman. Di desa Dolok Saribu ini telah lama menganal sistem pemerahan susu

namun tidak banyak yang mengetahui tentang usia anak kerbau yang membutuhkan

susu lebih banyak. Hal ini dibuktikan bahwa beberapa peternak seperti Opung Lastiar

dan Ama Lastiar Simamora telah memerah susu kerbaunya semenjak bulan pertama

kerbau melahirkan. Menurut sebagian peternak, kebiasaan ini berdampak kepada

anak kerbau yang terlihat kurang sehat dengan badan anaknya yang kurus tetapi

karena belum adanya kasus anak kerbau yang mati karena hal ini maka keluarga ini

tetap melakukan pemerahan pada usia bulan pertama.

Universitas Sumatera Utara


Gambar.12. Bapak Parlin Purba dan isterinya sedang memerah susu

Berbeda dengan bapak Parlin Purba, bapak ini akan membiarkan anak kerbau

miliknya meminum susu induknya dengan penuh selama 3 bulan tanpa memerah susu

kerbau miliknya dan kemudian akan dikurangi setelah itu. Pemerahan susu dari

induknya juga hanya dilakukan sekali dalam sehari yaitu pada pagi hari sekitar pukul

05.00 WIB. Susu induknya tidak akan diambil seluruhnya, susu akan disisakan

kepada anaknya sekitar ¼ dari ketersediaan susu induknya. Ini dapat dilihat dengan

cara meraba susu kerbau. Sebelum melakukan pemerahan, kerbau akan dimasukkan

dalam sebuah kandang khusus memerah dengan bentuk kandang seperti segitiga yang

ujungnya meruncing.

Universitas Sumatera Utara


Gambar.13. Kerbau yang dimasukkan kedalam kandang pemerahan

Selama proses pemerahan dilakukan, biasanya isteri bapak Parlin Purba ini

akan membatu menggaruk perut kerbau dengan tujuan agar kerbau dapat tenang dan

tidak merasa terganggu saat diperah selain itu juga kerbau tidak akan menendang

orang yang memerahnya. Selama menggaruk perut kerbau, kerbau akan merasa

nyaman dan jinak terhadap pemiliknya sehingga saat diperah kerbau tidak akan

berontak ujar bapak Parlin Purba.

3.3. Pasar Kerbau

Untuk wilayah kabupaten Tapanuli Utara ada yang dikenal dengan istilah

pasar kerbau. Seperti namanya, pasar ini memang tempat untuk melakukan jual beli

kerbau dari beberapa desa yang ada di kabupaten Tapanuli Utara ini. Pasar ini

dilakukan dua kali dalam sebualan. Pasar ini cukup unik karena selain dari terjadinya

proses jual beli kerbau, di pasar ini juga akan terjadi tukar pikiran atau saling berbagi

tentang teknik dan cara memelihara kerbau yang baik agar dapat menghasilkan

Universitas Sumatera Utara


kerbau yang sehat dan besar. Para pengunjung di pasar ini memang kebanyakan

adalah para peternak kerbau tetapi sebagian lagi merupakan agen kerbau yang

mencari kerbau murah dengan kualitas tinggi yang kemudian akan dijualnya kembali

kepada orang lain untuk keperluan adat. Pasar ini berada di Siborong-borong di

sebuah lapangan sepak bola.

Gambar.14. Pasar Kerbau di Siborong-borong

Bapak Parlin Purba sangat senang dan selalu hadir di pasar kerbau ini karena

bapak ini sangat senang jika dapat berbagi pengetahuan dari orang lain dalam

memelihara kerbau. Walaupun bapak ini tidak pernah memebeli kerbau di pasar ini

namun ia mengaku sangat senang ketika datang ke pasar ini. Dari pasar ini juga setiap

pengunjung akan mengetahui perkembangan harga dari kerbau agar mengetahui jika

harga kerbau naik maka beberapa peternak akan menjual kerbau milik mereka di

pasar ini namun tidak semua peternak yang membawa kerbaunya akan terjual dan

kerbau yang tidak lau akan dibawa kembali oleh pemilikinya. Secara tidak langsung,

Universitas Sumatera Utara


pasar ini cukup berperan dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekitar terutama

bagi penghobi kerbau.

3.4. Peran Pemerintah Terhadap Pengembangan Kerbau

Pemerintah yang memiliki tanggung jawab bagi kesejahteraan masyarakatnya

wajib memberikan bantuan ataupun hal-hal yang dapat mendukung dan menunjang

kesejahteraan masyarakatnya. Dalam hal ini, pemerintah juga mengambil bagian

dalam pengenmbangan kerbau lokal di Tapanuli Utara terkhususnya di Kecamatan

Pagaran ini. Bantuan yang diberikan pemerintah adalah berupa bibit sel sperma

kerbau jenis berbadan besar. Namun program ini masih baru beberapa bulan terakhir

ini dilaukan sehingga belum adanya hasil nyata yang dapat dirasakan oleh

masyarakat.

Melalui Dinas Peternakan kabupaten Tapanuli Utara pemerintah juga

menurunkan beberapa orang yang dapat memantau dan mengkontrol bibit yang

disuntiikkan kepada kerbau. Disamping itu para petugas dari dinas peternakan ini

juga akan memantau kesehatan dari ternak kerbau milik warga. Selain dalam

pemeliharaan kerbau, mereka juga kerap melakukan penyuluhan kepada para

peternak kerbau untuk memberikan pengetahuan dalam merawat kerbau yang baik.

Tetapi dalam hal ini dirasa kurang efektif karena dalam penyuluhan tersebut kerbau

akan dirawat menggunakan makanan buatan dan pemberian obat vitamin tambahan

yang membuat pengeluaran peternak akan semakin banyak. Jika dibandingkan

Universitas Sumatera Utara


kembali melalui pengalaman masyarakat dalam memelihara kerbau, pengetahuan

masyarakat tidaklah buruk karena telah terbukti bahwa selama ini angka kematian

ternak kerbau dari para peternak sangat sedikit.

Gambar.15 . Kerabau yang diberi tanda pada telinganya bahwa kerbau tersebut dalam pengawasan

Kerbau yang dalam pengawasan dan pemeliharaan dari dinas Peternakan akan

diberikan tanda di telinganya dengan memberikan nomor sebagai kode dan nama

terhadap kerbau tersebut. Setiap sekali dalam seminggu kerbau akan dicek kesehatan

dan perkembangan yang terjadi kepada kerbau yang disuntik sperma tersebut. Dalam

hal ini pemerintah berharap bahwa para peternak kerbau mampu menghasilkan

kerbau dengan jenis yang baru dengan badan yang lebih besar sehingga pendapatan

masyrakat khususnya dibidang peternakan kerbau akan meningkat.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan utama pemerintah adalah untuk meningkatkan produktivitas daging

yang dihasilkan kerbau tetapi tidak melihat apakah jenis kerbau yang baru tersebut

mampu meningkatkan produktivitas susu yang dihasilkan kerbau itu juga padahal

selain dari daging, kerbau juga dimanfaatkan oleh warga sebagai penghasil susu 40.

40
Pendapat dari bapak Parlin Purba

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

DALI NI HORBO

4.1. Sejarah Dali ni Horbo

Pengolahan susu menjadi bentuk padat memang banyak terdapat di berbagai

belahan dunia. Bentuk wujud olahan susu padat pada dasarnya terjadi tanpa disengaja

oleh pedagang Arab. Pedagang Arab tersebut menuangkan cairan susu ke kantung

yang terbuat dari perut domba dan ia kemudian berkelanan melewati gurun pasir.

Pada malam hari saat pedagang tersebut memeriksa keadaan susunya, ia menemukan

susu tersebut tidak lagi sama. Wujud susu tersebut telah berubah menjadi padat dan

terpisah dari cairan yang disebabkan oleh rennit, enzim yang ditemukan di perut

hewan mamalia. Pembuatan keju ini terjadi karena suhu panas di siang hari 41. Dan

akhirnya pembuatan keju ini menyebar luas sampai ke Eropa oleh kerajaan Romawi.

Di Zaman abad pertengahan, biarawan mulai bereksperimen membuat jenis-jenis keju

olahan yang berbeda. Dan hingga saat ini diketahui bahwa masyarakat benua Eropa

adalah konsumen keju terbanyak di dunia. Berbagai eksperimen dilakukan hingga

menghasilkan varian keju yang sangat banyak.

Di Indonesia panganan olahan susu ini yang dibuat menjadi padat juga sudah

lama di kenal.olahan susu yang ada di Indonesia ada di berbagai provinsi seperti di

Sumatera Utara yaitu Dali Ni Horbo. Sumatera Barat yang diolah menjadi Dadih. Di

41
Dikutip dari internet yaitu KOMPAS.COM yang disampaikan lewat siaran pers yang Kompas Travel
terima dari Centre National Interprofessionnel de IÉconomie Laitiere (CNIEL) dan Eropean Unio dalam
acara Promosi Open Your Taste With European Cheese.

Universitas Sumatera Utara


Sumatera Selatan susu diolah menjadi Gula puan, Tape Susu, Sagon Puan, Minyak

Samin yang telah di ekspor ke luar negeri seperti Brunei dan Malaysia. Di kawan

timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) membuat makanan tradisional

hasil olahan susu yang dikenal sebagai Cologanti yaitu susu yang di padatkan

dengan menggunakan getah Rembega. Di Sulawesi Selatan juga terdapat panganan

olahan susu yang biasa disebut dengan Dangke yang dibuat dengan memanaskan susu

kerbau sampai mendidih dan ditambahkan bahan penggumpal berupa perasan daun

papaya atau getah dari pepaya muda42.

Dali Ni Horbo makanan Tradisional olahan susu yang berasal dari Sumatera

Utara ini Tepatnya dari Samosir hingga Tapanuli yang dimiliki oleh Etnis Batak

Toba. Masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa Dali Ni Horbo Ini telah ada sejak

400 Tahun lalu. Dahulu salah satu Raja batak yaitu Ompu Gottam Saribu memiliki

ribuan kerbau dan tanah yang dimilikinya juga sangat luas. Kerbau yang dimiliki

Ompung Gottam Saribu berkisar ribuan ekor43. Awalnya semua Pinompar

(Keturunan) Ompu Gottam ini memerah susu kerbau hanya untuk diminum langsung

saja dan dicampur dengan air nira sebagai bahan pemanis namun karena kebiasaan

etnis Batak Toba yang tidak terlalu suka dengan meminum susu dan hasil susu yang

sangat banyak maka susu itu dolah sedemikian rupa sehingga tercipta dali dan

diwariskan hingga sekarang.

42
Bamualim Wirdahayati R, “Strategi Pelestarian Produksi Susu Kerbau Lokal (Swam Buffalo) Bagi
Peningkatan Gizi Masyarakat”, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,
Bogor.
43
Hasil wawancara dengan Bapak Parlin Purba.

Universitas Sumatera Utara


Mengenai asal usul dali ini juga banyak orang yang tidak mengetahuinya

bahkan ada juga yang mengatakan bahwa dali ini ada karena sejak penjajahan

Belanda yang datang ke Indonesia dan kemudian membawakan pengetahuan

pembuatan keju. Tetapi banyak juga yang mengatakan bahwa dali ini sudah ada

sebelum penjajahan terjadi di Indonesia. Beberapa narasumber mengatakan bahwa

justru Dali ini dimakan oleh para pejuang Indonesia di tanah Batak untuk menambah

tenaga dan menjaga kesehatannya 44.

Makanan khas asal Tapanuli ini menjadi menu utama yang selalu ada disetiap

rumah orang Batak. Bukan hanya itu saja, biasanya dali ini dimakan tanpa

menggunakan nasi atau langsung dimakan, atau juga dihidangkan sebagai arsik dali

Ni Horbo dan di hidangkan dengan makanan khas lainnya. Pada jaman dahulu jika

dalam sebuah keluarga selalu tersedia dali, maka keluarga tersebut tergolong dengan

kalangan mengah keatas sebab hanya pemiliki kerbau lah yang selalu mempunyai dali

ini di rumah. Namun saat ini dali sudah dapat dirasakan oleh kalangan apapun dan

dimanapun setelah peredarannya yang bahkan telah sampai ke kota Medan.

4.2.Pengetahuan Masyarakat Lokal Mengenai Susu

Susu memang sudah sangat familiar dalam setiap kehidupan manusia.

Mengkonsumsi susu sangatlah membantu pertubuhan setiap anak. Masyarakat etnis

44
Hasil wawancara dengan Opung Aldi Hutabalian yang juga merupakan Opung kandung penulis.
Almarhum menceritakan bahwa dahulu opung ini juga ikut berjuang dan orangtua opung ini juga
pembuat Dali di Samosir.

Universitas Sumatera Utara


Batak Toba memahami bahwa susu sangat penting dan memiliki peranan penting

bagi tubuh. Pada dasarnya dalam kebudayaan batak toba memang mengkonsumsi

susu telah ada sejak mulai beternak kerbau. Susu yang dikonsumsi adalah susu

kerbau bukanlah susu sapi perah modern saat ini. Susu kerbau diberikan kepada bayi

yang sudah berusia 1 tahun lebih setelah si anak sudah mulai tidak mengkonsumsi

ASI (Air Susu Ibu) lagi. Susu kerbau yang sudah diperah akan dipanaskan untuk

membunuh bakteri atau kuman dari dalam susu setelah itu susu kerbau tersebut akan

diberikan kepada bayi. Pemberian susu kerbau ini memang tidaklah sebanyak saat

memberikan ASI kepada anaknya. Pemberian susu kerbau ini hanya sebagai selingan

saja agar anaknya sehat dan memeiliki bobot tubuh yang besar dan sehat. Terkadang

pemberian susu kerbau ini tidak selalu dalam wujud cair tetapi juga mencampurkan

susu yang sudah menjadi dali kedalam bubur bayi.

Pengetahuan masyarakat lokal bahwa susu kerbau ini pastinya memiliki

kandungan yang hampir sama dengan ASI sehingga dapat diberikan kepada anak

sebagai asupan gizi tambahan yang baik bagi anak. Sejak dahulu etnis Batak Toba

sudah memanfaatkan susu kerbau ini menjadi makanan dan minuman karena mereka

tahu susu itu penting bagi perkembangan pertumbuhan manusia secara keseluruhan

baik mulai dari bayi hingga tua.

Universitas Sumatera Utara


Tabel.2. Komposisi Susu Sapi, Kambing dan Kerbau (Williamson dan Payne, 1993)

Spesies Air Lemak Protein Laktosa Abu


Sapi 86,10 3,40 3,20 4,60 0,74
Kambing 88,20 4,00 3,40 3,60 0,78
Kerbau 83,10 7,40 3,80 4,90 0,78

Pemberian susu kerbau kepada anak kecil ini hanya dilakukan oleh orang-

orang yang memiliki kerbau saja. Dan bagi orng-orang yang tidak memiliki kerbau,

anak mereka akan diberikan Purik indahan yaitu air saat menanak nasi. Saat nasi

sudah mulai mendidih dan airnya masih cukup banyak, maka airnya itu yang

diberikan kepada anaknya. Kebiasaan memberikan Purik indahan sampai sekarang

masih ada yang melakuknnya. Pemberian Purik indahan ini diyakini masyarakat lokal

memiliki peran yang sama dengan susu kerbau karena dapat membuat bobot bayi

bertambah serta menjadi aktiv dan sehat.

Selain kepada bayi, susu kerbau juga akan diolah menjadi dali dan menjadi

konsumsi massal bagi semua usia. Dali ini dahulunya sangat digemari dan menjadi

panganan yang ditunggu-tunggu bagi setiap anggota keluarga.

4.3. Pengolahan Dali ni Horbo

a. Pembuatan Dali Secara Tradisional.

Dalam pembuatan dali ni Horbo ini, tidaklah membutuhkan peralatan atau

bahan yang terlalu rumit. Sangat sederhana dan bahkan bisa dibuat oleh siapa pun.

Universitas Sumatera Utara


Yang pertama yang harus disediakan pastinya susu kerbau sebagai bahan dasarnya.

Jelas harus menggunakan susu kerbau karena menurut Opung Subur Siagian

(pembuat dali di Lubuk Pakam) dia sudah pernah mencoba membuat dali dengan

menggunakan susu sapi dan susu kambing namun susu memang tetap membeku

tetapi teksturnya sangat berbeda dengan dali dari susu kerbau dimana dali dengan

susu sapi akan lebih mudah hancur atau lebih mirip dengan agar-agar.

Gambar. 16. Susu kerbau setelah diperah

Setelah kita sudah menyediakan susu kerbaunya, kita juga harus menyediakan

air perasan nenas mentah. Nenas mentah ini juga mempengaruhi hasil jadi dali

nantinya. Nenas tidassk boleh yang terlalu muda tetapi juga tidak boleh yang sudah

matang. Untuk susu kerbau sebanyak 1 liter, kita membutuhkan 2,5 sendok makan air

perasan nenas. Jadi air perasan nenas ini hanya dibutuhkan sedikit saja dan jika

terlalu banyak hasilnya akan sama seperti tahu. Kebanyakan dalam pembuatan dali

ini hanya menggunakan air perasan nenas mentah saja, namun kita juga bisa

Universitas Sumatera Utara


menambahkan air perasan daun papaya sebagai bahan penghilang bau amis dari dali

hanya saja rasanya akan sedikit lebih pahit.

Setelah air perasan nenas dimasukkan kedalam susu, kita dapat menambahkan

garam secukupnya atau sesuai dengan selera. Pada saat semua bahan telah dicampur

dan diaduk hingga rata, maka dali dapat kita masak. Dahulunya susu kerbau yang

sudah dicampur dengan semua bahan akan dituangkan kedalam mangkok yang

terbuat dari tanah liat namun saat ini para pembuat dali sudah menggunakan mangkok

yang terbuat dari Stailess Steel. Untuk memasak dali ini, kita tidak dapat menaruh

dali yang sudah dituang kedalam mangkok Stailess Steel langsung menyentuh api,

tetapi kita terlebih dahulu harus meletakkan selembar seng atau besi datar sebagai

perantara api dengan susu dalam mangkok. Bapak Parlin Purba memasak dali masih

menggunakan kayu bakar, bapak ini beranggapan bahwa penggunaan kayu bakar

dalam memasak dali akan memberikan cita rasa yang lebih sedap dengan aroma kayu

bakar yang tercampur dengan dali.

Gambar. 17. Susu kerbau yang sedang dimasak

Universitas Sumatera Utara


Dalam proses memasak ini, kita harus menunggu sekitar 10 hingga 15 menit

atau sampai susu menggumpal. Setelah kita melihat dali sudah dirasa cukup matang,

maka amgkat dali secara perlahan kemudian dinginkan dan dali sudah siap untuk

disajikan. Untuk memastikan bahwa dali yang dibuat berhasil atau tidak, lihat tekstur

dali tersebut bahwa tekstur dali yang berhasil harus sama dengan tekstur hati hewan

tidak keras dan tidak terlalu lunak bahkan tidak mudah hacur. Namun ada juga

beberapa orang yang suka dengan tekstur dali yang sedikit lebih padat. Misalnya,

seperti Opung Aldi Hutabalian. Opung ini lebih suka memakan dali dengan tekstur

yang lebih padat dan untuk membuat dali lebih padat, Opung ini biasanya akan

mencampurkan Rimbang pada saat memasak dali.

Setelah dali sudah diangkat dan didinginkan, biasanya selain dari dali akan

ada cairan berwarna agak kekuningan dan kita perlu mengingatnya bahwa air itu

tidak untuk dibuang. Air tersebut dalam ilmiahnya disebut Whey yang merupakan

cairan protein susu yang cukup baik untuk tubuh dan otak anak-anak45. Cairan ini

biasanya akan diminum langsung oleh para konsumen karena rasanya juga sedikit

mirip dengan sop kerbau hanya saja agak terasa manis.

45
Debby Fadhilah. “Ilmu Veteriner “, http://ilmuveteriner.com/proses-pembuatan-keju/.

Universitas Sumatera Utara


Gambar .18. Dali yang sudah siap dan sedang didinginkan dalam ember

Gambar.19. Air Dali atau whey

Dali dengan keju pada umumnya memang masih memiliki perbedaan yang

mencolok. Jika dilihat dari tekstur keju yang padat dan bahkan tidak mudah hancur

dan memiliki daya tahan yang cukup lama, sementara dali ini memiliki tekstur yang

lebih lunak dari keju dengan permukaan yang sangat halus dan daya tahan dali ini

juga hanya bisa bertahan 3 hari tanpa pembekuan. Perbedan lain dari keju dengan dali

ini adalah ketika keduanya dipanaskan. Keju jika dipanaskan maka akan meleleh

Universitas Sumatera Utara


seperti mentega tetapi dali ini justru akan semakin mengeras jika dipanaskan karena

kandungan air pada dali akan semakin berkurang.

b. Ragam Pengolahan Dali

Dali ni Horbo ini selain dapat dikonsumsi langsung setelah pembuatan selesai

dapat juga dimasak kembali dalam bentuk masakan lainnya. Pada umumnya dali ini

akan dimasak dengan cara diarsik. Arsik merupakan salah satu masakan terdisional

dari etnis Batak Toba yang biasanya menggunakan ikan mas dengan menggunakan

bahan-bahan rempah-rempah yang cukup banyak dan diantaranya seperti kunyit,

cabai, bawang putih, bawang merah, bawang batak, andaliman, serai, asam potong,

jeruk nipis, jahe, dan rias. Semua rempah-rempah ini digiling dan direbus langsung

pada dali tanpa ada digoreng terlebih dahulu hingga air perebusan habis. Makanan ini

tergolong sehat karena tanpa menggunakan minyak makan sehingga cocok bagi orang

mengidap penyakit obesitas dan kolesterol. Rasa dari dali arsik ini tidak jauh berbeda

dengan arsik ikan yaitu rasa asam, asin, pedas, dan beberapa aroma dari rempah-

rempah tersebut tetapi dali arsik ini agak sedikit manis dan berbau susu yang berasal

dari dali tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Gambar.20. Dali Arsik

Gambar.21. Dali Gulai dengan Andaliman

Dali ini juga dapat dimasak kembali dengan cara di tumis biasa sama seperti

masakan tumis sayur pada umumnya. dali yang di tumis akan memiliki rasa yang

lebih enak disbanding dengan memakan dali langsung. Biasanya dali yang ditumis

Universitas Sumatera Utara


akan dicampur dengan sayuran lain seperti wortel, kol, bahkan daun ubi sehingga

dapat digunakan sebagai lauk dan sekaligus sayur untuk dihidangkan sebagai menu

makanan keluarga. Banyak jenis masakan yang dapat dipadukan dengan dali ini.

Selain diarsik dan ditumis, dali juga dapat dicampur dengan olahan makanan lain.

4.4. Sistem Penjualan Dali Ni Horbo

Dali ini sangat berperan penting bagi pendapatan para pembuatnya. Bapa

parlin purba mengaku bahwa setiap harinya dali ini dapat memenuhi kebutuhan hidup

mereka. Dali yang sudah jadi dapat dijual kepada masyarakat yang sudah biasa

memesan. Bapak Parlin Purba mengaku bahwa stiap harinya para pembuat dali tidak

dapat memenuhi permintaan konsumen. Namun agar dali dapat terbagi rata dan setiap

konsumen bisa mendapatkan dali, maka bapak Parlin Purba mengurangi jumlah dali

dari setiap pemesan dan akan dibagi rata berdasarkan jumlah dali yang tersedia

dengan jumlah konsumennya. Biasanya setiap pembuat dali sudah memiliki

konsumen tersendiri. Bapak Parlin Purba ini memiliki 12 orang konsumen tetapi ke-

12 orang ini tidak setiap harinya memesan dali sehingga Bapak Parlin Purba dapat

memenuhi semua konsumennya.

Berbeda dengan Opung Latio Simamora, Opung ini telah memiliki langganan

khusus yang setiap harinya menjemput dali. Langganannya ini adalah seorang

pedagang di pasar Sipultak yang setiap harinya menjual dali di pasar tersebut. Opung

ini dapat menghasilkan dali hingga lebih dari 30 mangkuk karena kerbau miliknya

Universitas Sumatera Utara


cukup banyak. Selain kepada pedagang yang ada di pasar tersebut, Opung Lastio ini

juga terkadang akan menjual dali milikinya kepada masyarakat sekitar jika dipesan

langsung kepada opung ini maka opung ini akan menyisihkan sebagian dali miliknya.

Pembuat dali yang lainnya seperti Opung Lastiar Simamora, Ama Lastiar

Simamora, dan Bapak Putra Simamora sistem penjualannya tidak jauh berbeda

dengan Bapak Parlin Purba. Masing-masing pembuat dali telah memiliki langganan

sendiri yang akan setiapharinya secara bergantian akan diantar kerumahnya. Tetapi

apabila pada saat hari besar atau hari libur dan para perantau akan pulang kampung,

maka permintaan dali ini akan semakin meningkat. Biasanya dalam kondisi seperti ini

para pembuat dali tidak akan dapat memenuhi permintaan para pembeli. Selama ini

hal tersebut selalu terjadi dan dalam pemecahan masalahnya belum ada yang dapat

dilakukan oleh para pembuat dali dan mereka hanya akan memberikan apa yang

dapat disediakan saja walau dali yang dapat disediakan hanya sekitar 50% dari

permintaan konsumen. Dali ini akan dibawa oleh para perantau ke tempat

perantauannya sebagai oleh-oleh yang khas dari Tapanuli.

Harga dari semangkuk dali ini memang tergolong cukup mahal. Dali dalam

satu cetakan mangkuk saja dapat berkisar Rp.15.000 – Rp. 20.000. hal ini berdampak

kepada masyarakat yang kurang mampu sehingga mereka harus berfikir untuk

membeli dali tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4.5. Dali Sebagai Hidangan

Selain sebagai makanan, Dali ini juga memiliki makna lain bagi kehidupan

sosial masyarakat Batak Toba. Dahulunya dali ini adalah makanan para raja-raja dan

petinggi-petinggi adat dan juga hanya bisa dimakan oleh orang-orang tertentu saja.

Para raja-raja batak sangat suka dengan makanan satu ini sehingga dalam setiap

upacara kebesaran dali ini selalu ada untuk raja. dali ini juga biasanya akan dipakai

untuk menyambut tamu dan setiap tamu yang diberikan dali akan merasa sangat di

hargai. Selain sebagai makanan raja dan tamu, dahulunya dali ini juga berfungsi

untuk menunjukkan status kekayaan keluarga yang memilikinya di rumah sendiri

karena hanya para pemilik kerbau yang membuat dali ini dan setiap pemilik kerbau

telah dianggap sebagai orang yang sangat kaya.

Saat ini fungsi dali yang dijelaskan diatas telah hilang dan dali saat ini telah

dapat dimakan oleh siapa saja karena telah diperjualkan. dali sebagai penyambut

tamu tetap dipergunakan tetapi tidak semua rumah lagi yang memberikan dali kepada

tamunya dan biasanya dalam desa Dolok Saribu ini jika kedatangan pejabat tinggi

seperti Bupati, Gubernur, akan disuguhkan dali. Dali ini juga berfungsi sebagai oleh-

oleh dari Tapanuli Utara yang akan dibawa para perantau yang datang. Dalam acara

adat Batak Toba, dali ini juga terkadang disajikan bagi para tamu namun ada juga

yang tidak menyajikannya bahkan sekarang ini mungkin tidak ada lagi yang

menyediakan dali pada acar adat Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara


4.6. Dali Sebagai Kebudayaan dan Aset Pengetahuan Tradisional

Bagi seorang Antropolog istilah “Kebudayaan” umumnya mencakup cara

berpikir dan cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau

masyarakat tertentu. Sehubungan dengan itu maka kebudayan terdiri dari hal-hal

seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama, kegemaran

makanan tertentu, musik, kebiasaan pekerjaan, larangan-larangan dan sebagainya 46.

Dalam hal ini, dali akan masuh kedalam kebudayaan sebagai Pengetahuan

Tradisional dan kegemaran makanan tertentu (etnofood). Kebudayaan masyarakat

etnis Batak Toba yang sudah mengenal dali menjadikannya sebgai makanan

Tradisional bagi mereka. Mengkonsumsi dali sejak ada dari zaman raja-raja Batak

dahulu.

Suatu Pengetahuan Tradisional merupakan warisan budaya yang sangat

berharga dan sangat bermanfaat dalam kehidupan pemilik pengetahuan tersebut

bahkan dapat digunakan oleh siapa saja. Menurut bapak Parlin Purba bahwa dali ini

adalah harta kekayaan Pengetahuan Tradisional yang diwariskan dari para leluhur

orang Batak Toba yang harus dilestarikan karena dali ini sangat bermanfaat bagi

semua orang oleh sebeb itu setiap pemuda harus dapat melestarikannya sehingga para

generasi kedepannya dapat merasakan dali ini.

Pengetahuan Tradisional ini juga merupakan kekayaan kebudayaan sebagai

wujud multi etnis dan keberagaman pengetahuan masyarakatnya yang dapat

digunakan sebagai aset negara. Dali ini merupakan Pengetahuan Tradisional dalam
46
T.O. Ihroni, “Pokok-pokok Antropologi Budaya” (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006) hlm. 7

Universitas Sumatera Utara


wujud Makanan Tradisional sehingga makanan ini dapat dimanfaatkan negara

sebagai daya tarik wisata Danau Toba dalam hal wisata kuliner sehingga

memperbanyak hal-hal yang menarik saat melakukan wisata di atanah Batak.

Makanan tradisional ini juga dapat dimanfaatkan sebagai suatu media dalam

mempertahankan ketahanan pangan negara dan sebagai sumber pemenuhan gizi

masyarakatanya.

Menurut Coombe (2001) tujuan akhir yang ingin dicapai dalam perlindungan

Pengetahuan Tradisional adalah penciptaan kesejahteraan manusia itu sendiri yaitu

masyarakat asli melalui perlindungan kebutuhan yang paling dasar 47. Selanjutnya ada

beberapa alasan yang dikemukakan para sarjana untuk melindungi Pengetahuan

Tradisional, yaitu :

1. Alasan kepatutan

Masyarakat asli yang telah memberikan daya dan upaya dalam

pengembangan Pengetahuan Tradisional yang dimilikinya adalah patut,

wajib, mendapatkan pengakuan.

2. Menghindari “Bio-piracy”

Bio-piracy adalah tindakan eksploitasi terhadap Pengetahuan Tradisional

atau sumber daya genetik.

3. Melindungi dan Meningkatkan Sumber Pendapatan Komunitas

4. Keuntungan bagi Ekonomi Nasional

47
Ibid., hlm 97-101

Universitas Sumatera Utara


Sebagai sebuah Pengetahuan Tradisional dali ini telah memberikan

sumbangan kekayaan terhadap kebudayaan Indonesia. Maka perlu diketahui bahwa

setiap negara dan warga negaranya memiliki kewajiban untuk menjaga dan

melestarikannya agar tetap menjadi inventaris dan juga berguna bagi semua

masyarakat.

4.7. Hal-Hal yang Dialami Pembuat Dali

4.7.1. Pengalaman menyenangkan Pembuat Dali

Dalam setiap pembuat dali pasti memiliki pengalaman yang menyenangkan

bagi mereka. Bapak Parlin Purba mengaku bahwa dia telah mengenal dali ini sejak

kecil dikarenakan orang tua bapak ini dahulunya merupakan pembuat dali dan

kemudian pengetahuannya diwarisi oleh bapak ini dan bapak ini kembali menjadi

pembuat dali sejak usia 25 tahun dan saat ini bapak Parlin Purba Telah berusia 67

tahun. Pengalaman yang sangat menyenangkan bagi Bapak ini adalah ketika dali

tersebut dapat menjadi penghasilan yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan

keluarga mereka.

Melalui Dali ini, bapak Parlin Purba dapat menyekolahkan 2 orang anaknya

hingga ke perguruan tinggi. Bapak Parlin Purba juga mengaku bahwa memang

tidaklah secara langsung dali ini dapat menjadi sumber penghasilan untuk

menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi. Tetapi selama membuat dali, kebutuhan

keluarga dan makan keluarga serta kebutuhan lainnya dapat dipenuhi melalui

Universitas Sumatera Utara


penjualan dali. Karena kebutuahn keluarga telah dipenuhi dengan menjual dali

sehingga hasil panen kebun dan juga uang dalam menjual kerbau mereka dapat

dipakai sepenuhnya untuk keperluan pendidikan atau memenuhi kebutuhan lainnya.

Selain dapat menyekolahkan anaknya bapak Parlin Purba juga bisa menambah

jumlah kerbaunya dan memperluas lahan sawah dan kebun kopi milik mereka secara

perlahan. Dan sebagai pemimpin serikat tani dan peternak di desa Dolok Saribu,

bapak Parlin Purba juga sering melakukan diskusi dan menjelaskan bagaimana

memanfaatkan dali sebagai sumber pendapatan yang dapat mendukung pendapatan

lainnya kepada para pembuat dali lainnya.

Selain Bapak Parlin Purba ini pembuat dali yang lainnya juga telah merasakan

dampak secara ekonomis dari dali tersebut. Namun walau demikian hanya bapak

Parlin Purba yang menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi negeri. Hal ini

tidak dikarenakan oleh masalah perekonomian namun memang adanya beberapa

keluarga di desa ini yang masih belum menganggap bahwa perguruan tinggi itu tidak

penting. Selain secara ekonomis hal yang paling dapat menyenangkan semua

pembuat dali adalah ketika mereka masih dapat melestarikan kebudayaan milik Batak

Toba sehingga mereka juga berharap bahwa Pengetahuan ini dapat selalu diwariskan

dan dilestarikan.

Suka yang lainnya yang didapat pembuat dali ini adalah ketika adanya

beberapa perantau yang sudah berniat mengenalkan dali ini ke tanah perantauan

Universitas Sumatera Utara


mereka sehingga makanan tradisional Batak ini dapat dikenal dan diketahui oleh

orang lain.

4.7.2. Pengalaman Pahit Pembuat Dali

Dalam segala kegiatan yang dilakukan pastinya ada juga hal-hal yang tidak

menyenangkan yang didapat setiap orang. Begitu juga dengan pembuat dali bapak

Parlin Purba mengaku bahwa ada beberapa hal yang tidak menyenangkan yang

didapatnya selama membuat dali.

Kondisi dali yang saat ini sebenarnya telah menurun peminatnya dan bahkan

para pembuat dali juga sudah mulai berkurang. Hal ini dikarenakan bahwa adanya

pengaruh susu modern yang lebih mudah dan juga lebih enak rasanya untuk di

konsumsi. Hal ini membuat konsumsi dali sebagai makanan susu yang mendukung

pertumbuhan manusia telah digantikan oleh produk-produk susu modern. Menurut

bapak Parlin Purba bahwa dali ini dahulunya memiliki fungsi sebagai asupan susu

tambahan bagi anak-anak bahkan ke segala usia sama halnya juga dengan susu saat

ini yang dalam bentuk bubuk maupun kental manis.

Saat ini juga telah banyaknya terdapat anak-anak yang tidak terlalu menyukai

Dali ni Horbo ini karena beralasan rasa dali yang tidak cukup manis dan tidak disukai

oleh kalangan anak-anak. Selain dari rasa, dali ini juga memiliki bau yang sedikit

amis seperti bau kerbau sehingga kalangan anak-anak lebih sering menolaknya

hingga memuntahkannya. Misalnya pengakuan dari seorang anak yang bernama Roni

Sihombing yang saat ini sedang bersekolah di tingkat SD kelas 5 mengatakan secara

Universitas Sumatera Utara


spontan bahwa dali ini tidak ada rasanya seperti susu tapi tidak dibuat gula jadi tidak

enak. Perbandingan anak yang menyukai dali ini yaitu dari 10 orang anak ada 6 orang

anak mengatakan mereka tidak menyukainya dan 4 orang anak lainnya mengatakan

suka walapun dimakan langsung tanpa dimasak menjadi masakan baru. Tetapi

biasanya kalangan orangtua dapat mengakali dali ini dengan memasak dali dalam

bentuk arsik dan masakan lainnya seperti yang sudah dijelaskan di pengolahan dali

agar anak-anak mereka yang tidak suka mau memakannya dan hasilnya memang dali

akan dimakan anak tersebut karena sudah memiliki rasa dan bau amis kerbau dari dali

sudah berkurang.

Selain dari rasa dan bau Dali, kurangnya peminat dali ini dikarenakan bahwa

adanya orang yang beranggapan bahwa dalam pembuatan dali ini masih kurang

mengutamakan sterilisasi. Menurut bapak Parlin Purba pada saat susu kerbau telah

dipanaskan berarti bakteri dan kuman yang ada dalam susu telah mati dan ditambah

lagi air perasan nenas yang mengandung asam tersebut sudah membunuh kuman dari

dalam susu dan sama halnya juga dengan masakan Naniura yaitu masakan orang

Batak Toba yang hanya menggunakan asam sebagai pemasak dan pembunuh kuman

dan bahteri dari ikan. Walau begitu dijelaskan oleh bapak Parlin Purba namun tetap

ada juga yang melihat pembuatan dali ini masih tidak cukup steril.

Beberapa persoalan diatas yang menjadi duka yang dirasakan oleh pembuat

dali yang dilihat dari sisi keberadaan dali tersebut. Namun ada juga Duka lainnya

yang sempat dirasakan oleh pembuat dali yaitu sejak 5 tahun yang lalu ketika

sebagian masyarakat memilih tidak memelihara kerbau lagi dikarenakan sempat

Universitas Sumatera Utara


adanya anggapan masyarakat bahwa bertani akan lebih menjanjikan. Anggapan ini

membuat para peternak menjual kerbau-kerbau milik mereka untuk membeli lahan

pertanian. Hal ini juga sempat dilakukan oleh bapak Parlin Purba sehingga bapak ini

juga pernah menjual kerbau miliknya untuk membeli lahan pertanian. Tidak seperti

yang di pikirkan oleh banyak orang, justru hal yang dirasakan oleh bapak ini malah

semakin mrosot. Hasil pertanian dan perkebunan tidak dapat memenuhi kebutuhan

mereka. Terkadang para petani juga sering merasakan kerugian karena gagal panen

yang diakibatkan oleh hama dan cuacah yang membuat tanaman busuk dan mati.

Dengan kejadian ini beberapa peternak sempat menyesali tindakan mereka tetapi

bapak Parlin Purba ini menjual kembali tanahnya dan memebeli kerbau lagi untuk

membuat dali. Peristiwa penjualan kerbau ini membuat para pembuat dali menjadi

berkurang dan penyediaan dali bagi para konsumen menjadi sering tidak tercapai

sehingga adanya beberapa konsumen yang merasa kecewa dan sangat disayangkan

ketika masih adanya beberapa orang yang masih menyukai dali ini tetapi keinginan

mereka tidak tercapai.

4.8. Daerah Yang Masih Terdapat Dali

Saat ini kondisi dali yang telah semakin sedikit untuk wilayah produksinya

membuat keadaan dali hanya dapat ditemui di beberapa wilayah tertentu saja.

Dahulunya banyak tempat yang masih mengolah dali ini karena kebudayaan dalam

mengolah dali yang sudah mulai memudar. Untuk saat ini dali dapat ditemui untuk

Universitas Sumatera Utara


wilayah Medan, Siantar, Porsea, Balige, Samosir, Siborong-borong, Pagaran, Samosir

untuk wilayah sipira dan Onan runggu, kemudian di Dolok Sanggul.

Dahulunya Dali ini terdapat hampir di semua wilayah tersebut seperti

keseluruhan Samosir, Keseluruhan Tapanuli Utara, bahkan hingga ke daerah Dairi.

Hal ini terjadi karena telah berkurangnya minap masyarakat untuk mengkonsumsi

dali. Beberapa wilayah seperti Tarutung, dan Sidikalang telah sulit menemukan dali

ini terkecuali di pasar Tradisional yang diadakan sekali dalam seminggu saja. Selain

itu keberadaan dali ini juga telah banyak dilupakan oleh orang dan banyak anak muda

yang bahkan belum pernah melihat dali ini.

4.9. Perbandingan Pembuat Dali Dengan Yang Ada di Kota

Perbedan pembuatan dali dengan yang ada di kota sebenanrnya tidaklah jauh

berbeda. Pada konsepnya pembuatan dali yang ada di Desa dengan yang ada di kota

adalah sama. Kenyataannya banyak komsumen mengatakan bahwa dali yang ada di

kota telah dicampur oleh tepung. Pernyataan inilah yang membuat penulis melakukan

penelitian pembanding dengan yang ada di kota. Untuk wilayah yang menjadi

pembandingnya ada di kecamatan Lubuk Pakam Desa Pagar Jati Kabupaten Deli

Serdang.

Pembuatan dali yang ada di Lubuk Pakam ini pada kenyataannya tidak ada

mencampur bahan apapun dalam dali yang mereka buat. Opung Subur Siagian

mengatakan bahwa mendengar omongan konsumen tersebut dia pernah membuat dali

Universitas Sumatera Utara


dengan dicampukan tepung dan hasilnya dali tidak dapat menggumpal dengan

sempurna dan bahkan dali tersebut hancur terpecah-pecah. Namun apa yang menjadi

penyebab perbedaan ini?

1. Susu kerbau yang digunakan

Susu kerbau yang dipakai oleh Opung Subur bukanlah susu kerbau miliknya.

Para peternak kerbau yang berasal dari desa Tanjung Beringin sekitar Bandara

Kualanamu memasok susu kerbau miliknya kepada Opung Subur Siagian ini. Salah

satu peternak kerbau yang biasa memasok susu kepada Opung Subur Siagian adalah

bernama Bapak Poman. Kerbau milik bapak Poman ini adalah jenis Kerbau Sapi

(sebutan para peternak). Dalam pemeliharaan kerbau oleh Bapak Poman dengan

pemeberian pakan Pellet dan hanya sedikit pakan hijauan diyakini para peternak

menjadikan kualitas susu antara yang di Tapanuli dengan yang di Lubuk Pakam

ditambah lagi jenis kerbau yang sudah merupakan hasil persilangan genetik

menghasilkan susu yang berbeda dari segi kualitas dan juga segi jumlah.

Gambar.22. Kerbau dan Peternakan milik bapak Poman.

Universitas Sumatera Utara


Gambar.23. Perbandingan kerbau milik Bapak Poman (Kiri) dan kerbau miliki bapak Parlin Purba
(kanan)

Selain jenis kerbau yang berbeda, pemberian pakan kerbau juga diakui oleh

peternak menjadi penyebab perbedaan kualitas hasil susu.

Gambar.24. Pakan yang diberikan bapak Poman.

Gambar diatas merupakan pakan yang biasanya diberikan oleh bapak Poman

kepada kerbaunya yang terdiri atas Ampas ubi kayu, Pelet, dan yang ada dalam

Universitas Sumatera Utara


pelastik putih kecil adalah Vitamin kerbau untuk meningkatkan produktivitas susu.

Namun memang selain pemberian pakan tersebut bapak Poman juga memberikan

pakan hijauan seperti rumput untuk sekali dalam 1 hari.

2. Peralatan yang digunakan

Jika kita telah melihat bagaimana bapak Parlin Purba membuat dali

menggunakan kayu bakar, namun pada Opung Subur Siagian ini sedikit berbeda.

Opung ini tidak lagi menggunakan kayu bakar tetapi telah menggunakan kompur gas

yang besar dan lapisan seng yang menjadi perantara api dengan dali telah dibuat

sedemikian rupa agar lebih efisien. Selain itu cetakan yang digunakan oleh Opung

Subur Siagian ini menggunakan kaleng bekas susu kental manis.

Gambar. 25. Pembuatan Dali oleh Opung Subur Siagian

Dari gambar diatas dapat kita lihat peralatan yang digunakan oleh Opung

Subur Siagian. Dibawah terdapat kompor gas besar yang biasa digunakan memasak

di rumah makan. Dan diatasnya dibuat dudukan sebagai wadah meletakkan kaleng-

kaleng tempat susu kerbau.

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 26. Opung Subur Siagian yang membuat Dali setelah susu kerbau datang dari peternak

3. Pemasaran Dali ni Horbo

Produsen Dali yang ada di Lubuk Pakam mampu memproduksi Dali dalam

satu harinya sebanyak 1000-2000 keping Dali (1 keping sebesar bulatan kaleng susu

dengan ketebalan 2 Cm). Dali ini akan dijual ke banyak wilayah seperti, Kota medan,

Lubuk Pakam, Serdang Bedagai, hingga paling jauh sampai ke Karo. Dali yang

dibuat Opung Subur Siagian ini setiap harinya akan diambil oleh ibu-ibu dengan

membeli Rp. 2.000,-/1 keping dari Opung Subur Siagian dan biasanya ibu-ibu ini

membawa hingga 200 keping untuk mereka jual kembali ke wilayahnya masing-

masing. Selain Opung Subur Siagian yang mendapatkan penghasilan, dali ini juga

memberikan pekerjaan dan penghasilan bagi ibu-ibu penjualnya.

Selain melalui ibu-ibu yang biasa datang mengambil dali, Opung Subur

Siagian ini juga akan memasok Dalinya ke rumah makan khas Batak yang ada di

medan dan juga ke pesta adat yang memesannya langsung kepada Opung Subur ini.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kebiasaan dalam mengkonsumsi susu bagi manusia sudah tidak asing lagi.

Banyaknya produk olahan susu yang sekarang ini sangat beragam dan berbeda fungsi

maupun cara mengkonsumsinya. Susu memang sangat bermanfaat bagi tubuh

manusia karena kaya akan protein, mineral, kalsium, dan lemak hewani yang sangat

dibutuhkan untuk memenuhi gizi dalam kehidupan serai-hari. Di Indonesia terdapat

beberapa etnis yang sudah mengelolah susu menjadi bahan makanan Tradisional dan

dapat bermanfaat bagi etnis tersebut juga setiap orang. Makanan tradisional susu

olahan yang ada di Indonesia antara lain yaitu, Dadih (Sumatera Barat), Dangke

(Sulawesi Selatan), dan Dali (Sumatera Utara) dan semua itu terbuat dari susu kerbau.

Dali ni Horbo adalah makanan olahan dari susu kerbau yang berasal dari

Sumatera Utara oleh suku Batak Toba. Dali ni horbo ini telah ada sejak dahulu kala

dan sudah menjadi salah satu makanan khas dari Tapanuli. Pengolahan susu menjadi

dali ini tergolong dalam Pengetahuan Tradisional. Pembuatan dali ini pada konsepnya

sama dengan pembuatan keju pada umumnya hanya saja hanya lebih sederhana dan

bersifat Tradisional. Dalam pembuatan dali ini tidaklah rumit sehingga semua orang

dapat membuatnya sendiri.

Berdasarkan hasil penyusunan skripsi ini dari mulai bab pendahuluan sampai

dengan pembahasan serta penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan melakukan

Universitas Sumatera Utara


studi Pengetahuan Tradisional yang dilandasi oleh teori-teori, metode dan alat-alat

yang digunakan berkaitan dengan penelitian maka dapat disimpulkan dari rumusan

masalah dan tujuan penelitian tentang bagaimana cara pembuatan Dali ni Horbo

mulai dari pemeliharaan kerbau, membuat dali, serta manfaatnya dan perbedaan

pembuat dali di desa dan kota. Juga untuk memahami bahwa dali ini tergolong dalam

Pengetahuan Tradisional yang memiliki banyak manfaat bagi manusia. Maka

berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dari hasil

penulisan dari bab 1 sampai dengan bab 4 terkait rumusan masalah dan tujuan

penelitian yaitu:

a. Pembuatan dali yang ada di desa Dolok Saribu Kecamatan Pagaran,

Kabupaten Tapanuli Utara ini masih sangat sederhana dan keasliannya sangat

terjamin karena masih menggunakan metode dan peralatan Tradisional.

Pembuat dali di desa ini tepatnya berada di lokasi Sitanduk terdiri atas 5

kepala keluarga dan berada dalam 1 lokasi saja. Pembuatan dali di desa Dolok

Saribu ini masih bertahan karena para pembuatnya yang tetap mengutamakan

kualitas dali agar konsumen tidak pernah merasa dirugikan. Pembuatan dali

dengan memakai kayu bakar diyakini menambah aroma dan rasa Dali lebih

menarik serta susu yang digunakan merupakan susu jenis kerbau lumpur asli

tanpa adanya perkawinan silang atau mutasi genetik membuat dali ini terasa

lebih asli.

b. Kerbau adalah hewang yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Tradisional

di Tapanuli Utara. Kerbau berfungsi sebagai symbol yang melambangkan

Universitas Sumatera Utara


bahwa ketika diatas bagian depan rumah keluarga tersebut terdapat tanduk

kerbau maka keluarga itu telah melakukan adat yang besar dan jumlah tanduk

kerbau menunjukkan berapakalinya keluarga tersebut telah melakukan adat.

Kerbau juga berfungsi sebagai hewan sembelih yang sangat berarti dalam

upacara adat kematian. Pada dasarnya ketika seseorang yang meninggal telah

memiliki cucu atau cicit atau sebutan lokal bagi orang tersebut adalah

Saurmatua, hewan yang wajib untuk dipotong adalah kerbau. Namun saat ini

semua telah dikondisikan sesuai dengan kemampuan ekonomis keluarga yang

meninggal dan menggantikannya dengan hewan Babi. Bagi etnis Batak Toba

kerbau juga memiliki arti sebagai pelindung yang melindungi dari segala

penyakit dan roh jahat terhadap keluarga. Ini ditunjukkan melalui ukiran

patung monster bertanduk kerbau yang ada di sisi kiri dan kanan rumah adat

Batak Toba. Makna lainnya dari kerbau dahulunya adalah bahwa kerbau ini

dapat menjadi penunjuk status sosial, dikatakan bahwa jika dalam keluarga

telah memiliki ternak kerbau maka keluarga tersebut adalah keluarga yang

kaya dan makmur hidupnya. Selain sebagai simbol dan fungsi adat kerbau

juga digunakan untuk keperluan pertanian seperti membajak sawah dan

mengangkat hasil panen maupun mengangkat kayu yang diambil dari hutan.

c. Pembuatan Dali yang berada Di desa Dolok Saribu ini masih menggunakan

metode Pengetahuan Tradisional mulai dari merawat kerbau hingga

pembuatan dali. Dalam memasak dali, kayu bakar menjadi pilihan utama

sebagai bahan bakar karena diyakini dapat memberikan rasa dan aroma yang

lebih sedap. Konsep dalam pembuatan dali ini hampir sama dengan

Universitas Sumatera Utara


pembuatan keju yaitu memanfaatkan asam sebagai bahan pembeku susu dan

memanaskan susu dengan suhu yang tidak terlalu panas. Proses ini sering

disebut Renneting . Sumber asam yang digunakan yaitu nenas mentah yang

tidak terlalu muda namun juga belum matang. Kualitas nenas juga

menentukan kualitas jadinya dali. Dalam kesehariannya pembuat dali

mengalami permasalahan dan juga hal-hal yang menyenangkan. Permasalahan

yang dialami yaitu, kurangnya ketersediaan susu sebagai bahan baku sehingga

para pembuat dali tidak dapat memenuhi permintaan konsumen, kemudian

anak-anak yang saat ini tidak terlalu suka dengan dali ini karena rasanya yang

kurang manis dan sedikit rasa asin dan asam dan bau amis kerbau. Kehadiran

susu kemasan instan yang saat ini juga secara perlahan telah menyingkirkan

posisi dali sebagai makanan tambahan sumber gizi. Dan permasalahan lainnya

adalah bahwa adanya anggapan konsumen yang mengatakan kurang sterilnya

pembuatan dali ini sehingga tidak menunjukkan minat untuk

mengkonsumsinya. Namun dibalik itu ada juga terdapat hal-hal yang

menyenangkan para pembuat dali yaitu bertambahnya pendapatan keluarga,

adanya anak-anak perantau yang sudah mengenalkan dali ini ke tanah

perantauannya sebagai oleh-oleh khas Tapanuli. Perbedaan antara pembuatan

dali yang ada di Kota dengan yang ada di desa memang tidak terlalu jauh dan

masih menggunakan konsep yang sama. Hal yang membedakan adalah

peralatan yang digunakan seperti kompor gas sebagai ganti kayu bakar dan

susu yang digunakan dengan mengumpulkan susu dari beberapa peternak.

Universitas Sumatera Utara


Selain itu sistem penjualan sudah menggunakan agen yang datang menjemput

dali setiap Harinya.

5.2. Saran

Adapun saran-saran yang disampaikan berdasarkan hasil pengamatan dan

analisa selama melakukan penelitian terhadap dali ni Horbo ini adalah sebagai

berikut:

a. Bagi pembuat Dali ni Horbo

Melihat bahwa dali ini adalah suatu kekayaan Pengetahuan Tradisional etnis

Batak Toba dan juga sangat bermanfaat baik dari segi kesehatan maupun

ekonomi, maka harapannya agar pengetahuan ini tetap diwariskan dan tetap

dijaga. Selain sebagai sumber pendapatan, hal ini juga nantinya pasti akan

menambah daya tarik terhadap wisata kuliner Indonesia bagi wisatawan yang

berkunjung ke tanah Batak.

b. Bagi Pemerintah

Saran bagi pemerintah yang diwakili oleh pemerintah daerah, agar

memperhatikan dan mengikutsertakan dali ini dalam berbagai kegiatan yang

berhubungan dengan kuliner dan pariwisata. Juga, melihat bahwa dali ini

sudah ada sejak dahulu dan menjadi salah satu ikon Tapanuli Utara, baiknya

perhatian ini juga dengan cara membantu pemasaran lebih luas lagi sehingga

ini bisa lebih berkembang dan menjadi salah satu alasan wisatawan

Universitas Sumatera Utara


berkunjung ke Tapanuli Utara. Selain itu agar memberikan pelatihan terhadap

pembuat dali untuk meningkatkan produksi susu kerbau. Program pemerintah

yang sudah memberikan bibit sperma kerbau kepada masyarakat harusnya

lebih dipertimbangkan lagi. Apakah jenis kerbau yang ditanamkan akan

menghasilkan susu lebih banyak atau hanya sekedar menambah besar kerbau

saja. Kemudian dalam pemantauan kerbau tersebut haruslah menggunakan

tenaga SDM yang lebih hebat dibidang hewan agar hasil yang didapat

memuaskan masyarakat.

c. Bagi Masyarakat

Dali ni Horbo adalah salah satu makanan khas dari Tapanuli yang memiliki

banyak fungsi bagi tubuh manusia dari segala usia, diharapkan tetap

mengkonsumsi dan menjaga agar dali dapat dilestarikan dan diwariskan dari

generasi ke generasi yang selanjutnya. Masyarakat juga harusnya lebih

mengenalakan kembali kepada generasi penerus agar menjaga dan

melestarikan atau mengembangkan dali ini dengan segala kreativitas yang

ada.

Universitas Sumatera Utara


PEDOMAN PENGUMPULAN DATA

DALI NI HORBO

(STUDI PENGETAHUAN TRADISIONAL PENGOLAHAN SUSU KERBAU

DARI ETNIS BATAK TOBA)

Sumber
No. Isu Utama Variabel Aspek Metode Data/informan
Parameter
Masyarakat
1 Gambaran Sejarah dan Sejarah Dali Wawancara sekitar di desa
umum dan Dolok Saribu
Objek Keberadaan Dali Melihat observasi
Penelitian ni Horbo saat ini seberapa
terbukanya
masyarakat
tentang Dali ni
Horbo

Para Pembuat
2 Proses Tahapan Apa saja alat Wawancara Dali
Pembuatan pembuatan dan bahan yang dan
Dali ni digunakan observasi,
Horbo dokumentasi
Bagaimana
tahapan
pembuatan

Bagaimana
hasil Dali yang
telah jadi
Pemilik usaha
3 Strategi Strategi dan misi Bagaimana Wawancara pembuat Dali
ekonomi yang dibawa strategi dan ni Horbo dan
dan dalam ekonomi dalam observasi Instansi
Pemasaran mempertahankan yang Pemerintahan
perekonomian menguntungkan yang terkait
serta cara dan bermanfaat
pemasaran Dali bagi pembuat
ni Horbo ini Dali

Universitas Sumatera Utara


Apa misi yang
dibawa

Seperti apa
strategi
pelayanan
terhadap
pelanggan

Peran
Pemerintah
yang telah
dirasakan oleh
pembuat D

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR INFORMAN

1) Nama : Parlin Purba (key informan)


Umur : 67 Tahun
Pekerjaan : Petani dan Peternak
Alamat : Dusun I desa Dolok Saribu Kec. Pagaran Kabupaten TAPUT

2) Nama : Opung Lastio Simamora


Umur : 78 tahun
Pekerjaan : Petani dan Peternak
Alamat : Dusun I desa Dolok Saribu Kec. Pagaran Kabupaten TAPUT

3) Nama : Opung Lastiar Simamora


Umur : 86 Tahun
Pekerjaan : Petani dan Peternak
Alamat : Dusun I desa Dolok Saribu Kec. Pagaran Kabupaten TAPUT

4) Nama : Opung Aldi Hutabalian


Umur : 86 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl.Pasar Melintang Kp. Gultom Kec. Lubuk Pakam Kabupaten Deli
Serdang

5) Nama : Opung Subur Siagian


Umur : 57 Tahun
Pekerjaan : Pengusaha Dali di Lubuk Pakam
Alamat : Jl. Lintas Medan Tebing-tinggi kp.Pagar Jati kec. Lubuk Pakam
Kabupaten Deli Serdang

6) Nama : Poman
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Peternak
Alamat : desa Tanjung Beringin Kec. Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Evi Damayanthi, Karakteristik Susu Kerbau Sungai Dan Rawa di Sumatera Utara.
JIPI Vol.19, 2014.

Elly M. Setiadi, M.Si, dkk2009., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ,Jakarta: Kencana.

Koentjaraningrat, 2013, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.

Koentjaraningrat, 1998, Sejarah Teori Aantropologi I, Jakarta: UI-Press.

Lim Sanny, Analisis Pengolahan Susu di Indonesia, Binus Bisnis Review Vol. 2,
2011.

Marwanti, 2000, Pengatahuan Masakan Indonesia, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Nurhayati, Perubahan Kandungan Protein dan Serat Kasar Kulit Nenas Yang
Difermentasi Dengan Plaint Yoghurt, Ilmu Peternakan Vol. 17, 2014.

Rihastuti, 2015, Kntrol Kualitas Pangan Hasil Ternak, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press

Saifuddin, Achmad Feddiyanti, 2011, Antropologi Sosisl Budaya, Jakarta: Institut


Antropologi Indonesia.

Spreadley. James P, 2006, Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana.

T.O. Ihroni, 2006 “Pokok-pokok Antropologi Budaya”, Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

Tridjoko Wisnu Murti, DEA, 2002, “ Ilmu Ternak Kerbau”, Yogyakarta: Kanisius.

Yevita Nurti, Kajian Makanan Dalam Perspektif Antropologi. Isu-isu Sosial Budaya
Vol. 19, 2017

Universitas Sumatera Utara


Zainul Daulay, S.H., M.H, 2011 “PENGETAHUAN TRADISIONAL:Konsep, Dasar
Hukum, dan Praktiknya, Jakarta: Rajawali pers.

Zulyani Hidayah, “Rasa dan Keaneka Ragaman Cita Rasa Nusantara”, Dalam hasil
Seminar Antropologi Terapan- Sarasehan Nasional Antropologi 2010, Cisarua
Bogor 2010.

Sumber Lain

Debby Fadhilah. “Ilmu Veteriner “, http://ilmuveteriner.com/proses-pembuatan-keju/.

Data BPS Tapanuli Utara, Kecamatan Pagaran Dalam Angka 2017.

KOMPAS.COM/ Centre-National-Interprofessionnel-de-IÉconomie-Laitiere-
(CNIEL)-dan-Eropean-Unio-dalam-acara-Promosi-Open-Your-Taste-With-
European-Cheese/.

Medanbisnis.com/Jambar-dalam-adat-batak-toba/

Ranty D Siahaan, “ Dali (Pengolahan Susu Kerbau Khas Btak Toba)”,


http://www.tripelaketoba.com/kuliner-dali-ni-horbo/ hlm.3

Triyana S, “AGROBISNISINFO.COM – Jenis-jenis Kerbau “,


http:/www.agrobisnisinfo.com/2015/03/jenis-jenis-kerbau.html?m=1.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai