Anda di halaman 1dari 146

KONSEP SEHAT DAN SAKIT PADA LANSIA DI DESA MUNTE KEC

MUNTE KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh :

MIA AUDINA BR KABAN

150905038

ANTROPOLOGI SOSIAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS

KONSEP SEHAT DAN SAKIT PADA LANSIA DI DESA


MUNTE, KECAMATAN MUNTE, KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian terbukti lain dan tidak seperti yang saya nyatakan di sini,
saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan
saya.

Medan, Januari 2019


Penulis

Mia Audina Br Kaban


Nim.150905038

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Mia Audina Br Kaban 150905038 (2019). Judul skripsi KONSEP SEHAT


DAN SAKIT PADA LANSIA DI DESA MUNTE, KECAMATAN MUNTE,
KABUPATEN KARO. Skripsi ini terdiri dari enam bab, 110 halaman
(PERBAIKI DAN LENGKAPI)
Penelitian ini membahas tentang KONSEP SEHAT DAN SAKIT PADA
LANSIA DI DESA MUNTE, KECAMATAN MUNTE, KABUPATEN KARO.
Kesehatan merupakan hal paling penting bagi manusia di samping banyak hal
yang penting untuk mendukung kesehatan tersebut. Masalah sakit dan sehat
merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan
manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun
sosial budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana respon
lansia dalam menghadapi penyakit serta melihat hal-hal apa saja yang dilakukan
untuk peroses pencegahan serta penyembuhan suatu penyakit.
Penelitian ini di lakukan dengan menggunakan metode etnografi dengan
pendekatan kualitatif dengan tipe deskripif serta menggunakan teknik observasi
dan wawancara. Observasi yang dilakukan dalam wawancara ini adalah observasi
partisipasi untuk lebih memahami apa yang terjadi tempat penelitian. Wawancara
yang dilakukan adalah wawancara tak berstruktur.
Hasil akhir penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana lansia
memaknai kesehatan di hari tua. Pengobatan tradisional yang begitu melekat
dengan keseharian mereka merupakan suatu pengetahuan yang diwariskan secara
turun temurun. Peran keluarga sangat penting untuk menunjang kesehatan lansia
baik dari segi sosial, ekonomi dan psikologi.

Kata-kata kunci : lansia, sehat, sakit

II

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena

kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi

dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Adapun judul skripsinya adalah: KONSEP

SEHAT DAN SAKIT PADA LANSIA DI DESA MUNTE, KECAMATAN

MUNTE, KABUPATEN KARO.

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai gelar sarjana S1 Antropologi

Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Selama

penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima masukan, bantuan, serta

motivasi dari dosen pembimbing dan berbagai pihak, oleh sebab itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc.Sc selaku dosen pembingbing yang

memberikan saran dan arahan sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.

2. Bapak Fikarwin Zuska dan bapak Drs. Agustrisno selaku Ketua Dan

Sekretaris Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumater Utara.

3. Kepada bapak Drs. Yance M.Si , selaku dosen penasehat akedemik yang

selalu menasehati dan memberikan motivasi selama penulis melakukan

perkuliahan.

4. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf pegawai dan staf

pengajar Departemen Antropologi: Ibu Sry Alem, Ibu Sabariah, Ibu Tjut, Ibu

Rytha, Ibu Nita, Pak Lister, Pak Wan, Pak Hamdani, Pak Zulkfli, Ibu Aida,

Pak Erman, Kak Ida, Kak Nur, Kak Sry dll.

III

Universitas Sumatera Utara


5. Bapak Solona Kaban dan Mamak Sumiati Br Ginting, terimakasih untuk

segalanya dalam hidup kakak, sujud syukur dan bahagia memiliki orang tua

seperti kalian. Terimakasih buat perjuangannya Pak, Mak semoga kakak bisa

selalu membahagiakan kalian, buat abang Juan Alfredo Kaban dan adek Pegy

Clara Br Kaban terimakasih atas doa, semangat dan dukungannya sehingga

kita bisa menguatkan satu sama lain dalam kasih Tuhan Yesus.

6. Pak Uda Freddy Kaban dan Mak Uda Misalina Ginting terimakasih atas

dukungannya sehingga kakak bisa kuliah sampai selesai sekarang ini, tanpa

campur tangan kalian mungkin kakak tidak bisa sampai sekarang ini, buat

Biring dan Karo terimakasih untuk dukungan dan doanya untukku.

7. Teman-temanku di Antropologi Sosial 2015, terkhusus dalam ETNIS APA

HAYOO ada Niki Setryani, Intan Anggraini , Rupitha Sari Sihombing,

Alifatul Jannah Sinulingga, Ayu Wulan Sari, MANUSIA-MANUSIA BAIK

HATI ada Adytia Salmon Tarigan, Tri Setiaawan, Atzkia Lutfi Berutu,

Alferdo Damanik, dan untuk Jordan Hutabarat, Rinal Zahrial Nasution,

Sudirman, Petrus Silalhi, Kiki Fahlevi Depari, Friska Sinaga, Elfredo, Kevin

dan semua teman-teman distambuk 2015, dan untuk kakak di stambuk 2014,

2013 dan adik-adik stambuk 2016, 2017,dan 2018 semoga Tuhan membalas

kebaikan kalian semua.

8. Selviani Sembiring terimakasih sudah menjadi teman dari kecil dan berbagi

dalam suka duka semoga kita suskes untuk membahagiakan orang tua kita,

buat teman-teman di IMKA EGUANINTA FISIP USU dan KMK ST

YOHANES DON BOSCO terimakasih untuk dukungan dan semangatnya.

IV

Universitas Sumatera Utara


9. Seluruh informan dan orang yang terlibat di lapangan untuk penyusunan

skripsi ini terkhusus buat kak Valemita dan bang Dedy yang sudah

mendukung berupa moral dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian.

Medan.........Januari 2019

Penulis

Mia Audina Br Kaban

Nim : 150905038

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Namaku Mia Audina Br Kaban, Mia Kaban adalah nama panggilanku, aku

terlahir dari keluarga sederhana, semua dicukupkan Tuhan walaupun terasa selalu

kekurangan namun indah kalau disyukuri. Aku terlahir tepat tanggal 2 Agustus

1996, dimana pemain bulu tangkis Mia Audina memenangkan juara dunia

bulutangkis dengan perigkat ke-2. Dari situlah asal usul namaku dan aku adalah

anak kedua dari tiga bersaudara. Dahulu, sebelum aku kuliah saat memasuki

jenjang SD di SD N 1 Tigajumpa, SMP N 1 Barusjahe yang ku tempuh setiap hari

kurang lebih 1 Km dengan berjalan kaki, semasa kecilku aku masih mengingat

bagaimana masa kecilku yang harus mencari kayu bakar ke hutan, mencuci

pakaian ke sungai dan tidak bisa bermain seperti teman-temanku karena harus

menjaga adikku dan ikut ke ladang, pernahkah kalian menginginkan permen tapi

tidak bisa? Ya aku mengalaminya bahkan hanya melihat bagaiamana permen

tersebut dimakan oleh temanku namun aku tidak mampu membelinya karena tidak

mempunyai uang bahkan untuk masakpun menunggu mamakku pulang dari

ladang orang bekerja. Menggingat hal tersebut yang membuatku giat belajar dan

aku percaya bahwa pendidikan dapat menyelamatkan keluargaku dari kekurangan.

Aku menempuh SMA N 1 Barusjahe yang tidak jauh dari rumahku hanya berjarak

200 meter. Semasa kuliah di antropologi FISIP USU, aku tergabung dalam

organisasi IMKA EGUANINTA FISIP USU, ST YOH DON BOSCO dan

berbagai kegiatan dari Jurusan. Untuk melaksanakan sebuah kegiatan aku adalah

orang yang loyalitas dan memegang prinsip kejujuran. Semua ku lakukan dengan

VI

Universitas Sumatera Utara


iklas dan sabar sehingga hasilnya baik. Banyak hal yang terjadi dalam hidupku

yang membuat sebuah pelajaran untuk pendewasaan diri. Terkadang banyak hal

yang salah tapi seakan hal tersebut sudah lumrah dan benar dilakukan, seperti

meyontek, hal tersebut lumrah dilakukan dan cenderung salah dan dianggap

bodoh bagi orang yang tidak menyontek, disitu kadang saya sedih, hal wajar bagi

seorang manusia tapi dengan pikiran yang jernih bukan saya yang bodoh tapi saya

mempunyai prinsip untuk tidak berbohong bahkan menipu karena hal tersebut

merugikan saya. Jangan takut ketika kamu berbuat salah langsung kena sangsi dan

teguran sedangkan orang lain baik-baik saja, ingat Tuhan tidak mengkehendakimu

jadi orang berdosa.

VII

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kerena berkat dan kasihnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan suatu syarat dalam

menyelesikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara. Dalam rangka memenuhi persyaratan

tersebut penulis menulis skripsi yang berjudul KONSEP SEHAT DAN SAKIT

PADA LANSIA DI DESA MUNTE KECAMATAN MUNTE KABUPATEN

KARO.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan observasi dan wawancara

dengan Lansia di desa Munte mengenai sehat dan sakit serta pengobatan da

pencegahan untuk menjaga kesehatan mereka serta melihat bagaimana peran

keluarga dalam menunjang kesehatan Lansia dan hal ini dipengaruhi oleh peran

adat.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada sudara-saudara yang telah

berkenan membantu penulis dalam penulisan skripsi ini mulai dari penelitian

sampai pada saat ini. Kepada dosen pembingbing yang memberikan waktu dan

tenaganya untuk membingbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga tulisan ini bermanfaaat bagi pembaca, dan penulis juga menyadari

bahwa banyak kekurangan dari skripsi ini, oleh karena itu penulis menghadapkan

kritik ataupun nasehat yang bersifat membangun guna meperbaiki skripsi ini

kedepannya. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Januari 2019

Penulis

Mia Audina Br Kaban


Nim: 150905038

VII
I
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORIGINALITAS...............................................................................i
ABSTRAK......................................................................................................................ii
UCAPAN TERIMAKASIH..........................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR....................................................................................................viii
DAFTAR ISI...................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL..........................................................................................................xi
DAFTAR FOTO.............................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................xv
DAFTAR BAGAN.........................................................................................................xvi
GLOSARRY...................................................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tinjauan Pustaka............................................................................................21
1.3 Rumusan Masalah..........................................................................................25
1.4 Lokasi Penelitain............................................................................................25
1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian.....................................................................26
1.6 Metode Penelitian..........................................................................................27
1.7 Informan.........................................................................................................29

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN...........................................42


2.1 Letak Desa Munte........................................................................................42
2.2 Keadaan Penduduk.......................................................................................44
2.3 Keadaan Ekonomi........................................................................................46
2.4 Sarana Dan Prasarana...................................................................................48

BAB III SOSIAL BUDAYA..........................................................................................52

IX

Universitas Sumatera Utara


3.1 Keadaan Sosial Budaya Desa Munte.........................................................51
3.2 Gambaran Umum Keadaan Lansia.............................................................67

BAB IV KONSEP SEHAT DAN SAKIT PADA LANSIA........................................76


4.1 Pengertian Sehat Dan Sakit.........................................................................76
4.2 Pandangan Apa Itu sehat Dan Sakit Menurut Lansia Di Desa Munte........81
4.3 Teori Penyakit Dan Mengelolanya.............................................................85
4.4 Model Penggelolaan Rasa Sakit..................................................................87
4.6 Naturalistik Dan Personalistik....................................................................96

BAB V PENGOBATAN TRADISIOANAL PADA LANSIA....................................98

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................106

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................106

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1.Jumlah Penduduk Desa Munte Menurut Data Dari Laporan

Kependudukan Desa Munte Berdasarkan Umur..................................................44

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pendidikan..................................................45

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Agama yang dianut..............................................45

Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin.......................................................46

XI

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR FOTO

Foto 1. Persentasi Lansia Perempuan Lebih Banyak daripada Lansia Laki-laki................4

Foto 2. Kelompok Umur Lansia.........................................................................................5

Foto 3.Persentasi Lansia menurut Kelompok Umur di daerah Perkotaan di

Indonesia tahun 2017...............................................................................................6

Foto 4. Persentasi Lansia menurut umur di daerah Pedesaan di Indonesia tahun

2017.........................................................................................................................7

Foto 5. Distribusi Penduduk Sumatera Utara menurut kelompok Umur antara

2016-2017 ............................................................................................................... 8

Foto 6. Persentase Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Menurut

Kabupaten/Kota, 2017.............................................................................................9

Foto 7. data penduduk Sumatera Utara................................................................................10

Foto 8. Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin tahun

2017.........................................................................................................................11

Foto 9. Untuk banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

tahun 2017...............................................................................................................12

Foto 10. Ribu pulang dari Ladang.......................................................................................34

Foto 11. Karo sedang bercerita tentang hidupnya di hari tua..............................................35

Foto 12. Foto Bulang...........................................................................................................37

Foto 13. Biring selesai senam..............................................................................................38

Foto 14. Foto bulang Rela Tarigan......................................................................................40

Foto 15. Foto Karo...............................................................................................................41

Foto 16. Foto Iting...............................................................................................................42

XII

Universitas Sumatera Utara


Foto 17. Lansia sedang berbincang dengan temannya Ribu dan Karo................................74

Foto 18. Ribu Sedang Menjemur Cokelat...........................................................................74

Foto 19. Lansia Sedang Mengikuti Kebaktian....................................................................77

XII
I
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tribal Collibium................................................................................................55

Gambar 2. Peta konsep perilaku sakit Lehndroff dan Tracy..............................................89

XI
V
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Garis Keturunan Setiap Individu Suku Karo........................................................56

Bagan 2. Garis Keturunan Mia Kaban.................................................................................57

XV

Universitas Sumatera Utara


GLOSARRY

1. Kesain : Dusun

2. Sanggep nggeluh : Kekerabatan

3. Tiga Keraben : Pajak Sore

4. Aron : Buruh/Pekerja

5. Gancih gegeh : Bertukar Tenaga

6. Percian : Iri

7. Juma : Ladang

8. Jambur : Balai Desa

9. Rebu : Tabu

10. Tambar : Obat

11. Belo : Sirih

12. Amak : Tikar

13. Sepelinsan : Sakit Kepala

14. Awakken : Sakit Pinggang

15. Tua-tua : Lansia

16. Inemen : Minuman

17. Ciken : Tongkat

18. Tudung/Bulang : Kain adat untuk laki-laki dan perempuan yang

digunakan di kepala dan pundak.

19. Tok-tok : Alat menumbuk sirih

20. Nakan :Nasi

XV
I
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ahli antropologi sosial budaya maupun antropologi biologi semakin

meningkatkan perhatian pada lintas budaya mengenai sistem kesehatan, juga pada

faktor bioekologi dan sosial budaya yang berpengaruh terhadap kesehatan serta

timbulnya penyakit, baik pada masa kini maupun di sepanjang sejarah kehidupan

manusia. Para ahli antropologi yang meneliti tentang kesehatan jiwa, penyalahan

obat, defenisi mengenai sehat dan penyakit, latihan petugas kesehatan, birokrasi

medis, pengaturan dan pelaksanaan rumah sakit, hubungan antara dokter pasien, dan

proses memperkenalkan sistem kesehatan ilmiah kepada masyarakat-masyarakat yang

semula hanya mengenal sistem kesehatan tradisional. Para ahli antropologi

menamakan subdisiplinnya dengan antropologi kesehatan1.

Secara konseptual antropologi kesehatan akan mengajarkan dalam satu

kontium dengan bagian yang satu disebut kutub biologi dan bagian dua disebut kutub

sosial budaya. Kutub biologi terdapat ahli antropologi yang pokok perhatiannya

adalah tentang pertumbuhan dan perkembangan manusia, peranan penyakit dalam

evolusi manusia dan paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba). Kearah

kutub sosial budaya memberi perhatian kepada sistem medis tradisonal

(etnomedisin), masalah-masalah petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka.

Tingkahlaku sakit, hubungan antara dokter pasien serta dinamika dari usaha
1
Foster/Anderson, “Antropologi Kesehatan”, (Jakarta : UI PRESS, 1986),Cet 1, hal 1.

Universitas Sumatera
memperkenalkan pelayanan kesehatan Barat kepada masyarakat tradisional.

Secara singkat antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai

disiplin biobudaya dari tingkahlaku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi

keduanya di sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan

dan penyakit2. Antropologi kesehatan adalah istilah yang digunakan oleh ahli-ahli

antropologi untuk mendeskripsikan penelitian yang tujuannya (1) adalah defenisi

komperhensif dan interprestasi tentang hubungan timbal balik biobudaya antara

ringkahlaku manusia di masa lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan praktis dari

pengetahuan dan (2) partisipasi professional dalam program-program yang bertujuan

memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang

hubungan antara gejala bio-sosial budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan

tingkahlaku sehat kea rah yang diyakini akan meningkatkan yang lebih baik.

Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada tahun 2050 memperkirakan

bahwa negara Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah penduduk lansia

terbesar ke sepuluh di dunia,3 dalam waktu tiga dekade mendatang, proporsi lansia

akan lebih besar dibandingkan proporsi di bawah usia 14 tahun. Sebagai negara

berkembang Indonesia menghadapi banyak tantangan dalam meningkatkan kesehatan

dan kesejahteraan lansia, di satu sisi peningkatan angka harapan hidup membawa

kebaikan bagi salah satu indikator kesehatan bangsa, namun di sisi lain hal ini juga

berdampak pada transisi penyakit yang berdampak pada penuaan.

2
Foster/Anderson, “Antropologi Kesehatan”, (Jakarta : UI PRESS, 1986),Cet 1, hal 3.
3
http: m.cnnindonrsia.com (diakses pada 10 oktober 2018, pukul 20.00 WIB)

Universitas Sumatera
Dibutuhkan perhatian serius dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan peneliti

untuk mendorong berbagai program peningkatan kesehatan dan kesejahteraan lansia

di Indonesia. Kesehatan lansia juga dipengaruhi oleh (1) tingkat pendidikan yang

rendah, (2) lapangan pekerjaan yang terbatas, (3) sarana/prasarana publik yang buruk,

(4) perhatian pemerintah yang kurang, (5) pergeseran nilai-nilai sosial budaya, serta

(6) kualitas sumber daya manusia yang rendah menjadi penyebab masalah kesehatan

lansia di Indonesia.

Berbagai program kesehatan dilakukan untuk menunjang kesehatan lansia

seperti penyediaan Posyandu lansia, dan perawatan dirumah, namun hal ini kurang

dipahami dan berjalan baik di Indonesia. Masalah lansia yang hidup sendiri, untuk

masalah sosial budaya mengenai migrasi golongan usia muda ke kota ataupun ke luar

pulau sehingga lansia hidup dalam kesendirian, temarginalisasi, dan mengalami

disfungsi sosial ekonomi. Perawatan dan peran keluarga sangat dibutuhkan oleh

lansia untuk mempertahankan kualiatas hidup lansia untuk mempertahankan kualitas

hidup janda atau pun duda agar senantiasa baik. Selain itu lansia mengalami

perubahan peran dalam keluarga, sosial ekonomi maupun sosial masyarakat yang

mengakibatkan kemunduran dalam beradaptasi dengan lingkungan baru dan

beriteraksi dengan orang yang baru.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (Lansia) adalah

seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Keberhasilan pembangunan di

berbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan terjadinya peningkatan

Usia Harapan Hidup penduduk dunia termasuk Indonesia.

Universitas Sumatera
Dibalik keberhasilan peningkatan UHH (Usia Harapan Hidup) terselip

tantangan yang harus diwaspadai, yaitu kedepannya Indonesia akan menghadapi

beban tiga yaitu disamping meningkatnya angka kelahiran dan beban penyakit

(menular dan tidak menular), juga akan terjadi peningkatan Angka Beban

Tanggungan penduduk kelompok usia tidak produktif. Ditinjau dari aspek kesehatan,

kelompok lansia akan mengalami penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah

maupun akibat penyakit.

Berdasarkan data di website Badan Pusat Statistika bahwa :

Foto 1. Persentasi Lansia Perempuan Lebih Banyak dari Lansia Laki-

Laki

Sumber : http://www.bps.go.id

Universitas Sumatera
Dalam waktu lima dekade, persentase lansia di Indonesia meningkat sekitar

dua kali lipat (1971-2017), yakni menjadi 8,97 persen (23 juta-an) di mana lansia

perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (9,47

presen dibandingkan 8,48 persen). Selain itu lansia didominasi oleh kelompok umur

60-69 tahun (lansia muda) yang persentasinya mencapai 5,65 persen dari penduduk

Indonesia, sisanya diisi oleh kelompok umur 70-79 tahun (lania madya) dan 80 tahun

ke atas, sebagaimana terlihat dalam foto dibawah ini:

Foto 2. Kelompok Umur Lansia

Sumber: https://www.bps.go.id

Data dari website Badan Statistika Pusat bahwa ada lima provinsi yang

memiliki struktur penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10

persen yaitu : Di Yogyakarta (11,90 %), Jawa Tengah (12,46 %), Jawa Timur (12,16

%), Bali (10,97 %) dan Sulawesi Barat (10,37 %).

Universitas Sumatera
Foto 3. Persentasi Lansia menurut Kelompok Umur di daerah

Perkotaan

Sumber: https://www.bps.go.id

Universitas Sumatera
Foto 4. Persentasi Lansia menurut umur di daerah Pedesaan di

Indonesia

Sumber : https://www.bps.go.id

Universitas Sumatera
Meningkatnya jumlah lansia pada setiap tahunnya secara otomatis

memberikan pengaruh terhadap semakin banyaknya jumlah rumah tangga yang

dihuni oleh lansia. Selama empat tahun terakhir, rumah tangga lansia bertambah

hampir dua persen dari 24,5 persen ,menjadi 26,35 persen, dimana 60 persen

diantaranya menjadikan lansia sebagai kepala keluarga yang menarik dari keberadaan

lansia Indonesia adalah ketersediaan dukungan potensial baik ekonomi maupun sosial

yang idealnya disediakan oleh keluarga.

Indonesia belum mempunyai sistem yang baik dan lengkap seperti negera-

nagara maju sehingga peran keluarga merawat Lansia sangat besar. Kenyataan ini

diperbesar oleh ketiadaan jaminan sosial atau dana pensiun serta keharusan bekerja

yang menuntut aktivitas fisik seperti bertani.

Foto 5. Distribusi Penduduk Sumatera Utara menurut kelompok Umur

Sumber: https://www.bps.go.id

Universitas Sumatera
Foto 6. Persentase Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Menurut

Kabupaten/Kota, 2017

https://www.bps.go.id

Universitas Sumatera
Di Wilayah Sumatera Utara proporsi lansia sangat beragam, dengan rentang

antara 4,06 persen yaitu Kabupaten Labuhan Batu Selatan sampai dengan 11,50

persen di Kabupaten Samosir. Daerah lainnya yang memiliki proporsi penduduk

Lansia terbesar adalah Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli

Utara. Tingginya proporsi penduduk lansia di daerah tersebut sangat erat kaitannya

dengan fenomena urbanisasi keluar untuk penduduk muda dengan alasan

mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Urbanisasi merupakan salah satu penyebab masalah sosial budaya lansia di

pedesaan di Indonesia. Akibat tekanan ekonomi membuat para Lansia tetap bekerja

meskipun sudah berusia pensiun, dan perawatan diri yang kurang optimal akibat

keluarga yang jauh. Meskipun Indonesia mempunya nilai-nilai tradisi sosial budaya

yang kuat terutama di daerah pedesaan, tetapi telah terjadi pergeseran nilai yang

membuat hubungan kekeluargaan generasi tua dan generasi muda menjadi renggang
4
. Hal itu semakin kompleks karena pengetahuan dan perhatian terhadap kesehatan

lansia sangat terbatas.

Kabupaten Karo yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumatera

Utara yang dominan di tempati oleh etnis Karo. Jumlah penduduk lansia sendiri di

Kabupaten ini merupakan ke 6 terbesar di wilayah Sumatera utara dengan peringkat

pertama yaitu Kabupaten Samosir. Jumlah Penduduk di Kabupaten Karo sendiri yaitu

403.207 ribu jiwa. Hal itu dapat dilihat di dalam halaman berikutnya dibawah ini :

4
Pramono dan Fanumbi, “Permasalahan Lanjut Usia di Dearah Pedesaan Terpencil”, Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol.6, No 5, April 2012, hal. 207.

Universitas Sumatera
Foto 7. Data penduduk Sumatera Utara

Universitas Sumatera
Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan salah satunya adalah kecamatan

Munte. Kecamatan Munte terdiri dari 23 desa yang akan menjadi tempat penelitian

yaitu desa Munte dengan rincian jumlah penduduk setiap desa dapat dilihat dari tabel

dibawah ini :

Foto 8. Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis

Kelamin

Sumber : https://karokab.bps.go.id

Universitas Sumatera
Foto 9. Untuk banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan

Kelompok Umur tahun 2017

Universitas Sumatera
Sebuah komunitas ataupun suku bangsa mempunyai pengetahuan lokal

mengenai konsep sehat dan sakit, hal ini juga akan mengenal dalam mengembangkan

perangkat kepercayaan, kognisi, kepercayaan dan persepsi yang konsisten dengan

lingkungan atau konteks budaya mereka5. Disini akan dilihat apa itu sebenarnya

konsep sehat dan sakit menurut Lansia di desa Munthe.

Subjek penelitian ini sendiri membahas konsep sehat dan sakit pada lansia

bagi etnis Karo yang hidup di desa Munte, perlu kita ketahui bahwa etnis Karo bukan

hanya tinggal di daerah Kabupaten Karo tapi etnis Karo juga mendiami daerah

pegunungan bukit Barisan yang sudah menyebar luas di daerah kabupaten Deli

Serdang, Karo, Langkat, Dairi, dan Simalungun.

Etnosains suku bangsa Karo dalam hal konsep sehat dan sakit tidak terlepas

dari etnomedisin mereka sendiri, hal itu merupakan hal yang unik walaupun setiap

suku bangsa punya cara tersendiri yang unik dalam kebudayaanya untuk menjaga

kesehatan mereka. Etnomedisin ini tumbuh dan berkembang dalam suatu suku bangsa

dalam memahami penyakit dan makna kesehatan sesuai dengan pengalaman

kebudayaan mereka. Penelitian yang menggunakan etnosains lebih memfokuskan diri

pada makna-makna yang diberikan oleh individu-individu terhadap tindakannya dan

juga pada sistem klarifikasi suatu masyarakat.

Pendekatan etnosains tidak mempersoalkan benar atau salah pengetahuan

yang dimiliki suatu masyarakat, disini coba memahami pengetahuan masyarakat

5
Safrudin Abd Rahman, Tesis : Kajian Etnomedisin Pada Orang Tugutil di Halmahera : Sistem
Personalistik dan Naturalistik (Yogyakarta, 2013) hal 5.

Universitas Sumatera
melalui pemandangan mereka sendiri 6. Disini peneliti ingin melihat bagaimana lansia

itu memahami sehat dan sakit menurut pandangan mereka sendiri.

Penelitian kesehatan dalam bidang antropologi adalah penelitian yang

menyoroti aspek kesehatan dari perspektif sosial budaya. Etnomedisin sendiri adalah

pengobatan rakyat, klarifikasi penyakit yang berbeda serta terapi dan pencegahana

secara tradisional. Untuk etnomedisin menekankan dua hal yaitu pengetahuan serta

perilaku masyarakat dalam startegi pencegahan dan penyembuhan penyakit.

Sistem medis sangat penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup

suatu masyarakat. Masalah sehat dan sakit merupakan proses kemampuan dan

ketidakmampuan manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,

psikologis dan sosial budaya. Pandangan orang tentang tubuh sehat dan sakit,

sifatnya tidaklah selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektif dalam

menentukan kondisi tubuh seseorang.

Persepsi masyarakat tentang sehat atau sakit sangat dipengaruhi oleh unsur

pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Secara ilmiah penyakit itu

diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari

infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit itu lebih bersifat objektif,

sebaliknya sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu

penyakit. Konsep sakit dan sehat untuk setiap individu atau kelompok masyarakat

yang berbeda akan menghasilkan pandangan yang berbeda pula. Hal ini berdampak

pada upaya penyembuhan serta pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat.

6
Safrudin Abd Rahman, Tesis : Kajian Etnomedisin Pada Orang Tugutil di Halmahera : Sistem
Personalistik dan Naturalistik (Yogyakarta, 2013) hal 19.

Universitas Sumatera
Kajian etnosains dengan pendekatan antropologi kesehatan tentang kosep

sehat dan sakit menjelaskan bahwa pengetahuan suatu masyarakat atau golongan

umur seperti lansia tentang sehat dan sakit dari suatu kondisi tubuh serta dampak

lingkungan tidak lepas dari sistem kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan.

Persepsi masyarakat tentang sehat atau sakit sangat dipengaruhi oleh unsur

pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Untuk menopang kesehatan

mereka maka muncullah obat-obatan tradisional Karo yang diolah secara tradisional

dan berasal dari alam (bahan-bahan alami) memiliki dampak yang baik bagi

kesehatan Lansia dan diyakini juga memiliki efek samping yang relatif kecil bagi

kesehatan lansia, walaupun hal itu sering dikritik oleh pakar kesehatan modern.

Etnomedisin merupakan salah satu bagian dari antropologi kesehatan, yang

khusus melakukan studi-studi tradisional mengenai pengobatan non-barat, atau

mengenai praktik medis tradisional yang tidak berasal dari konsep medis. Setiap suku

bangsa memiliki sistem pengobatan tradisional yang berkembang dari kebudayaan

sendiri.

Dalam pemanfaatan Etnomedisin ini juga berkaitan dengan Antropologi

Kesehatan. Dimana perilaku sehat sebagai respon rasional atau dengan pandangan

hidup atau orientasi kognitif tertentu dari warga setiap masyarakat atas penyebab

penyakit yang dipersepsikan. Dalam antropologi kesehatan menekankan suatu

perspektif lintas budaya, menekankan unsur-unsur umum yang mendasari semua

aspek sistem kesehatan, tanpa memandang konteks budaya.

Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya

yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial-budaya dari tingkah

Universitas Sumatera
laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi manusia yang mempengaruhi

kesehatan dan penyakit. Jadi Penulis ingin melihat bagaimana para lanjut usia Karo

dalam bertingkah laku yang mempengaruhi kesehatan mereka serta interaksi mereka.

Dalam masyarakat non barat dikenal pengobatan preventif (kesehatan

masyarakat) berbeda dengan kesehatan barat yaitu pengobatan kuratif (klinik,

sebagian sektor swasta). Disini saya menjelaskan tentang pengobatan prenvetif lebih

pada tindakan individu daripada tindakan badan-badan hukum merupakan tingkah

laku individu yang secara logis mengikuti konsep tentang penyebab penyakit, yang

sambil menjelaskan mengapa orang jatuh sakit, juga sekaligus mengajarkan tentang

apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit itu.

Pengobatan preventif masyarakat karo khusus lansia juga merupakan bagian

dari tingkah laku individu sehingga mereka seakan-akan mengetahui penyebab

penyakit dan membuat obat untuk mencegah bahkan mengobati penyakit tersebut

dengan pemanfaatan tumbuh-tumbuhan bahkan hewan untuk obat Lansia.

1.2 Tinjauan Pustaka

Kesehatan merupakan hal paling penting bagi manusia di samping banyak hal

untuk mendukung kesehatan tersebut. Konsep sehat dan sakit bersifat universal, hal

ini sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dimana seseorang itu hidup dan

bergaul dengan yang ada disekitarnya. Masalah sakit dan sehat merupakan proses

yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi

dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosial budaya.

Universitas Sumatera
Kebutuhan akan penyembuhan penyakit, menyebabkan timbulnya usaha-

usaha orang untuk mencoba mengatasinya dengan mencari cara pengobatan. Cara

pengobatan yang dianut akan didasarkan dengan mencari cara pengobatan sehingga

timbullah konsep sehat dan sakit untuk mengatasi penyakit tersebut. Pemahaman

tentang sehat dan sakit setiap suku bangsa tidaklah sama, bagi suku bangsa yang

hidupnya masih hidup dengan kebudayaan yang kental akan mendefenisikan konsep

sehat dan sakit secara lokal yang disesuaikan dengan pengalaman dan pemahaman

mereka terhadap penyakit.7

Menurut W.H.Goodenough (1964) dalam Ahimsa (1985) tentang defenisi

konsep Etnosains, yakni :

“Konsep etnosains mengacu pada paradigma kebudayaan yang


menyatakan bahwa kebudayaan tidak berwujud fisik tapi berupa
pengetahuan yang ada pada ranah manusia. Etnosains banyak
mengakaji klasifikasi untuk mengetahui struktur yang digunakan
untuk mengatur lingkungan dan apa yang dianggap penting
oleh suatu etnik penduduk suatu kebudayaan. Setiap suku
bangsa membuat klasifikasi yang beda atas lingkungannya dan
hal ini tercermin pula pada kata-kata atau leksikon yang
mengacu benda, hal, kegiatan bahkan juga struktur sintaksis
yang diperlukan untuk mempersentasikan yang berbeda atau
unik”

Aliran etnosains adalah sebuah pendekatan dalam antropologi yang berusaha

untuk mengetahui sistem pengetahuan yang mendasari tingkah laku individu dalam

masyarakat. Selanjutnya menurut Ahimsa (1985) dalam Rahman-Safrudin (2013)

juga mengatakan bahwa penelitian yang menggunakan pendekatan etnosains lebih

memfokuskan diri pada makna-makna yang diberikan oleh individu-individu

7
Safrudin Abd Rahman, Tesis : Kajian Etnomedisin Pada Orang Tugutil di Halmahera : Sistem
Personalistik dan Naturalistik (Yogyakarta, 2013) hal vii.

Universitas Sumatera
terhadap tindakannya dan juga pada sistem klasifikasi suatu masyarakat. Pendekatan

tidak mempersoalkan salah dan benar pengetahuan suatu masyarakat, menurut

pandangan luar tapi mencoba memahami dan menjelaskan pandangan-pendangan

mereka.

Menurut Dunn (1976) dalam (Foster dan Anderson 1986 :41) sistem medis

adalah pola-pola dari pranata-pranata sosial dan tradisi-tardisi budaya yang

menyangkut perilaku yang sengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil

dari tingkahlaku khusus tersebut belum tentu kesehatan yang baik.

Suatu sistem teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-

ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain

yang digunakan dokter. Sebaliknya suatu sistem perawatan kesehatan memperhatikan

cara-cara yang dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk perwatan kesehatan untuk

menolong si pasien. Sistem-sistem teori penyakit berkenaan dengan kausalitas

penjelasan mengenai pelanggaran tabu, mengenai pencurian jiwa orang, mengenai

gangguan keseimbangan antara unsur-unsur panas-dingin dalam tubuh atau kegagalan

pertahanan immunologi organ manusia terdapat agen-agen patogen seperti kuman dan

virus. Suatu sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang melibatkan

interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh. Fungsi yang

terwujudkan dari suatu sistem perawatan kesehatan adalah untuk memobilisasi

sumber-sumber daya si pasien, yakni keluarganya dan masyarakatnya, untuk

menyertakan mereka dalam mengatasi masalah tersebut ( dalam Foster dan Anderson

1986: 46).

Universitas Sumatera
Etiologi penyakit menurut Foster dan Anderson (1986 : 63-65) terbagi atas

dua yaitu sistem medis personalistik dan sistem medis naturalistik. Suatu sistem

personalistik adalah suatu sistem di mana penyakit (illness) disebabkan oleh

intervensi dari suatu agen aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural mahluk gaib

atau dewa), mahluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat)

maupun mahluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Orang yang sakit adalah

korbannya, objek dari agresi atau hukuman yang ditujukan khusus kepadanya untuk

alasan-alasan yang khusus menyangkut dirinya saja. Sedangkan sistem naturalistik

adalah penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah sistemik yang bukan pribadi.

Sistem-sistem naturalistik, di atas segalanya mengakui adanya suatu model

keseimbangan, sehta terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti

panas, dingin, cairan tubuh, yin dan yang, berada dalam keadaan seimbang menurut

usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya.

Apabila keseimbangan ini terganggu, maka hasilnya adalah timbul penyakit.

Sistem-sistem etiologi personalistik dan naturalistik sudah tentu tidaklah

eksklusif satu sama lainnya. Orang-orang yang menggunakan sebab personalistik

untuk menjelaskan tentang terjadinya penyakit (illness) biasanya mengakui adanya

faktor alam atau unsur kebetulan sebagai penyebab. Masyarakat yang merasakan

lebih banyak terjadinya sebab-sebab naturalistik, kadang-kadang menyatakan bahwa

beberapa penyakit merupakan akibat dari sihir atau mata jahat. Walaupun terjadi

banyak tumpang tindih, masyarakat pada umumnya sudah terikat pada salah satu dari

prinsip-prinsip penjelasan tersebut untuk menerangkan tentang sebagian besar

penyakit.

Universitas Sumatera
Menurut Huges (1968), etnomedisin adalah kepercayaan dan praktek-praktek

yang berkenaan dengan penyakit yang merupakan hasil dari perkembangan

kebudayaan asli dan yang eksplisit yang tidak berasal dari kerangka konseptual

kedokteran modern (dalam Foster dan Anderson, 1986 :6). Penyakit merupakan

bagian dari lingkungan manusia, penyakit mencakup patologi, dan pada satu

tingkatan penyakit jelas bersifat biologis. Namun pada kenyataanya, faktor-faktor

sosial-psikologi dan faktor budaya sering memainkan peran dalam mencetuskan

penyakit, sedangkan cara-cara di mana lingkungan si pasien berubah, sementara ia

mengalami perawatan, adalah benar-benar kebudayaan (dalam Foster dan Anderson,

1986 : 15).

Menurut Mechanic dan Volkhart (1961) bahwa tingkahlaku sakit

didefenisikan sebagai cara-cara di mana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi, dan

diperankan oleh seorang individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-

tanda lain dari fungsi tubuh yang kurang baik (dalam Foster dan Aderson, 1985 :

172).

Dari pandangan budaya, penyakit adalah pengakuan sosial bahwa seseorang

itu tidak bisa menjalankan peran normalnya secara wajar, dan bahwa harus dilakukan

sesuatu terhadap situasi tersebut. Dengan kata lain harus dibedakan antara penyakit

(disease) sebagai suatu konsep patologi, dan penyakit (illness) sebagai suatu konsep

kebudayaan. Masyarakat mendefinisikan penyakit dalam carayang berbeda-beda, dan

gejala-gejala yang diterima sebagai adanya penyakit dalam suatu masyarakat yang

samapun berubah dalam kurun waktu (dalam Foster dan Aderson 1985 : 50).

Universitas Sumatera
Pemanfaatan obat-obatan tradisional Karo yang digunakan oleh lansia Karo

juga dipengaruhi oleh psikologi yang berkembang dalam suatu masyarakat. Dalam

antropologi psikologi sendiri memandang suatu kebudayaan sebagai suatu kesatuan

yang holistik memfokuskan pada watak khas atau ethos yang dipancarkan oleh

kebudayaan itu sendiri.

Suatu kebudayaan sering memancarkan keluar suatu watak khas tertentu yang

tampak. Watak khas itu dalam ilmu Antropologi disebut ethos, sering tampak pada

gaya tingkah laku warga masyarakatnya, kegemaran-kegemaran mereka, dan

berbagai benda budaya hasil karya mereka8.

Dalam penelitian mengenai etos (etos kebudayaan) yang berarti watak khas

yang dipancarkan oleh suatu kebudayaan atau komuniti. Seorang ahli dapat

mendeskripsikan etos dari suatu kebudayaan terutama mengamati tingkah laku dan

gaya hidup dari warga suatu kebudayaan dan juga menganalisis sifat-sifat dari

berbagai unsur dalam kebudayaan tersebut baik unsur-unsur fisiknya seperti

pengetahuan terhadap obat-obatan tradisional.

Menyebut konsep-konsep yang menggambarkan abstraksi dari watak

kebudayaan dalam masyarakat atau sub kebudayaan dari gagasan atau bagian dari

masyarakat itu, adalah konfigurasi. Istilah konfigurasi ini diungkapkan oleh E.Sapir

seorang ahli linguistic dan antropologi Amerika yang menyatakan bahwa:

“kebudayaan… hanyalah konfigurasi abstrak dari gagasan-


gagasan dan pola-pola tindakan yang bagi berbagai individu
warga masyarakat mempunyai arti yang berbeda-beda tanpa
batas”9.
8
Koentjaranigrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta, PT RINEKA CIPTA, Edisi Revisi 2009) hal 178.
9
Koentjaranigrat, Sejarah Antropologi II ( Jakarta: Universitas Indonesia ,1990) hal 45.

Universitas Sumatera
Sapir mengajukan konsep tentang etos kebudayaan, yang pada dasarnya

sama dengan Ruth Benedict, tetapi berbeda mengenai suatu asas penting yaitu

individu warga masyarakat tidak secara pasif mensosialisasikan diri dengan, dan

membudayakan pola-pola tindakan serta etos kebudayaannya seperti konsepsi

Benedict. Sapir berpendirian bahwa para inidvidu warga masyarakat, dengan cara

mereka masing-masing lebih aktif menginterprestasikan berbagai etos

(konfigurasi) dalam kebudayaan. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan

oleh Clyde Kluckhohn dan Florence Kluckhohn dimana mereka beranggapan

bahwa dalam rangka sistem budaya dari tiap kebudayaan ada serangkaian konsep-

konsep abstrak dan luas ruang lingkupnya yang hidup dalam pikiran dan sebagian

besar warganya, mengenai apa yang dianggap penting dan bernilai dalam hidup.

Maka sistem nilai budaya merupakan salah satu pedoman dan orientasi bagi

segala tindakan manusia dalam tindakannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (Lansia) adalah

seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

Sakit menurut Siti Mardianingsih adalah dimana fisik, emosional, intelektual,

sosial, perkembangan atau seseorang berkurang atau terganggu. Bukan hanya

keadaan dimana terjadinya proses penyakit. Sakit tidak sama dengan penyakit .10

Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental,

dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan

10
https://diansitisite.files.wordpress.com

Universitas Sumatera
Sistem nilai budaya merupakan salah satu pedoman dan orientasi bagi segala

tindakan manusia dalam tindakannya. Dalam orientasi nilai budaya ini Penulis

mencoba melihat orientasi nilai budaya masyarakat suku Karo dalam hal kesehatan

yang dimana sistem nilai ini terlihat dalam tindakan masyarakat itu sendiri dan secara

psikologi juga terlihat dari cara mereka bersikap mengenai apa yang mereka pikirkan.

Dimana sejak kecil pada umumnya (yang tinggal di daerah Kab Karo bahkan diluar

Kab Karo) ditanamkan suatu kebudayaan dalam hal pengobatan sampai pada usia

senja yang telah diresapi nilai-nilai budaya obat-obat tradisional yang sudah berakar

secara mentalitas dan sukar diganti dalam waktu yang dekat.

Konsep dasar yang penting menurut Rivers : sistem pengobatan asli adalah

pranata-pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti

mempelajari pranata-pranata sosial umumnya, dan bahwa praktek-praktek

pengobatan asli adalah rasional bila dilihat dari sudut pandang kepercayaan yang

berlaku sebab akibat. Menurut Hochstrasser dan Tap dalam buku Antropologi

Kesehatan oleh Foster dan Anderson bahwa antropologi kesehatan berkenaan dengan

pemahaman biobudaya manusia dan karya-karyanya yang berhubungan dengan

kesehatan dan pengobatan. Dalam pengobatan Karo juga berlaku pranata sosial saat

proses pembuatan obat-obatan dan munculnya suatu kepercayaan bahwa adanya

sebab akibat jika proses pengobatan tersebut dilaksanakan melibatkan sistem

kekerabatan. Contoh ketika memasak minyak urut anak beru akan dipanggil untuk

menggolah serta memasaknya sehingga menjadi minyak yang ampuh karena diproses

anak beru dan mendapat berkat dari kalimbubu. Disini ada terlihat sebuah

kepercayaan bahwa filosofi orang Karo “mehamat erkalimbubu metami man anak

Universitas Sumatera
beru” ditanamkan dalam proses pembuatan minyak selain mereka percaya kelancaran

proses pembuatan minyak tersebut juga berdampak pada hubungan sosial mereka.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti mencoba

mendeskripsikan Konsep sehat dan sakit pada Lansia di desa Munte dengan rumusan

masalah yaitu :

1. Bagaimana Pandangan Lansia terhadap kondisi sehat dan sakit?

2. Bagaimana Pengobatan pada Lansia?

3. Bagimana peran keluarga terhadap kehidupan Lansia?

1.4 Lokasi Penelitian

Disini Penulis membahas tentang konsep sehat dan sakit menurut lansia karo

yang hidup di desa Munte kabupaten Karo, dalam pembahasan ini Penulis juga coba

memaparkan bagaimana pemanfaatan etnomedisin dalam menunjang kesehatan

mereka di hari tua yang terlepas dari kecanggihan pengobatan modern. Mereka hidup

dengan kesuburan tanah yang melimpahi dengan tumbuh-tumbuhan serta hewan-

hewan. Daerah tanah Karo memang terkenal dengan kekayaan hasil rempah-rempah

sehingga masyarakatnya identik dengan pengobatan tradisional yang berasal dari

alam.

Munte merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Munte,

Kabupaten Karo, provinsi Sumatera Utara. Desa Munte adalah desa Kecamatan

Munte, Munte berjarak sekitar 24 Km dari Kabanjahe, Ibu Kota Kabupaten Karo,

Universitas Sumatera
atau sekitar 4 Km dari jalan raya Medan-Kotacane dan jumlah penduduk paling

banyak diantara desa yang lain. Menurut sejarah desa Munte bahwa yang mendirikan

desa ini adalah bermarga Ginting Munte.

Desa Munte dibagi 5 area yaitu

1. Kesain Munte, merupakan area bagi bernarga Ginting Munte, terletak

dibarat daya.

2. Kesain Babo, merupakan area bagi yang bermarga Ginting Babo, terletak di

bagian selatan.

3. Kesain Tarigan, merupakan area bagi bermarga Tarigan Sibero, terletak di

bagian tenggara.

4. Kesain Depari, merupakan area bagi bermarga Sembiring Depari, terletak di

antarakesain Tarigan dan kesain Babo.

5. Kesain Rumah Darat, merupakan area bagi pendatang, terletak di bagian

utara.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep sehat dan sakit serta

Pemanfaatan Etnomedisin Pada Lansia Karo Di Desa Munte Kec Munte Kabupaten

Karo. Penerapan pelayanan kesehatan modern dan professional dapat juga

memperhatikan nilai-nilai budaya setempat dan menggadopsi nilai-nilai budaya

tersebut dalam upaya beradaptasi dengan budaya masyarakat dalam mencapai tujuan

pelayanan kesehatan modern. Secara akademis penelitian ini akan menambah dan

memberikan wawasan keilmuan. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai

Universitas Sumatera
bahan/informasi bagi pembaca. Sehingga pihak-pihak yang merasa berkepentingan

mampu memahami dan penelitian ini juga salah satu upaya melestarikan pengetahuan

suku bangsa Karo mengenai obat-obatan mulai dari proses pembuatan dan bahan-

bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat suatu obat tradisional.

Pengobatan tradisional sering memainkan peranan penting dalam

pengembangan kebangsaan nasional, karena ia dapat melambangkan masa silam

negara yang bersangkutan dan tingkatan kebudayaan yang tinggal di masa lalu.

Bahkan tak jarang adanya keinginan untuk meningkatkan sistem medis asli itu pada

setatus “terpisah namun sederajat” dengan kedokteran barat sehingga munculnya

inisiatif membuat pengobatan tradisional karo menjadi sebuah alternatif penggobatan

yang layak untuk dikembangkan dan direkomendasikan sebagai sebuah alternatif

pengobatan bagi masyarakat umum.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian kualitatif Spradley atau lebih dikenal dengan penelitian kualitatif

etnografi adalah studi kualitatif terhadap diri individu atau sekelompok dengan tujuan

mendeksripsikan karakteristik kultural lebih mendalam secara sistematis dalam ruang

dan waktu mereka sendiri. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode

penelitian kualitatif (etnografi) untuk mengumpulkan data-data penelitian. Kata

Etnografi (ethnography) berasal dari dua kata yakni ethnos yang berarti bangsa atau

suku bangsa dan graphy atau graphein yang berarti tulisan atau gambaran. Secara

harafiah, etnografi (etnography) berarti tulisan atau gambaran tentang kebudayaan

suatu suku bangsa. Etnografi merupakan bagian pokok penelitian antropologi yang

Universitas Sumatera
bertujuan untuk memberikan gambaran yang detail tentang berbagai aktivitas budaya

suatu kelompok masyarakat tertentu11.

Menurut Spradley (1980) dalam Endraswara (2017 : 33) etnografi merupakan

pekerjaan mendeksripsikan suatu kebudayaan. Deskripsi kebudayaan tersebut

diperoleh melalui aktivitas pengamatan langsung atau melalui penelitian lapangan

(fieldwork) sebagai ciri khas antaropologi budaya. Tulisan etnografi dapat

menginformasikan perilaku dan penilaian manusia dalam berbagai cara dengan

menunjukkan pilihan dan pembatasan yang berada di jantung dari kehidupan sosial.

Sebagai peneliti lapangan, etnografer berpartisipasi dalam kehidupan orang lain,

mengamati dan mendokumentasikan masyarakat dengan berbagai peristiwa,

mengambil catatan lapangan secara rinci, melakukan wawancara, dan sejenisnya.

Sebagai penulis, etnografer mengatur, menafsirkan, dan menuliskan data yang

dikumpulkan, serta menyajikan pendapat dan informasi sebagai teks.

Dalam penelitian kualitatif masih bersifaf sementara, tentatif, dan akan

berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan penelitian. Dalam

penelitian kualitatif ada tiga kemungkinan terhadap masalah yang dibawa oleh

peneliti dalam penelitian yaitu 1) masalah yang sejak awal hingga akhir dibawa oleh

peneliti tetap sama, 2) masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian

berkembang yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang telah disiapkan, dan

yang ke 3) masalah yang dibawa oleh peneliti setelah memasuki lapangan berubah

11
Suwardi Endraswara, SASTRA ETNOGRAFI; Hakikat dan Praktik Pemaknaan (Yogyakarta :
morfalingua,2017) cet.Ke-1, hal 33.

Universitas Sumatera
total, sehingga harus ganti judul (Sugiyono,2014 dalam Analisis Data Kualitatif

Model Spradley (Etnografi) oleh Hengki Wijaya, 2018).

Asal etnografi dalam penelitian kesehatan berasal dari pengembangan cabang

antropologi yang dikenal sebagai antropologi medis. Antropologi medis menyangkut

dirinya dengan berbagai isu terkait kesehatan, termasuk etiologi penyakit, tindakan

preventif terhadap sistem sosiokultural keanggotaan manusia yang telah dibangun

atau dirancang untuk mencegah suatu penyakit, dan tindakan kuratif yang mereka

miliki diciptakan dalam upaya mereka untuk memberantas penyakit atau setidaknya

mengurangi konsekuensinya.

Dalam penelitian ini ada dua macam data yang akan dikumpulkan yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari field research sehingga data

yang diharapkan bisa tercapai secara objektif dan faktual. Adapun cara mendapatkan

data primer ialah :

a. Observasi partisipasi

Teknik pengumpulan data dalam etnografi menggunakan observasi partisipasi

di dalam kehidupan sehari-hari informan dalam kondisi yang sebenarnya dalam

rangka mendapatkan interpretasi mereka dan makna sosial dari tindakan dari kegiatan

tersebut. Observasi adalah salahsatu tindakan untuk mengamati gejala peristiwa yang

secara cermat dan langsung di lapangan ataupun lokasi penelitian, kemudian mencatat

perilaku dan kejadian pada keadaan sebenarnya.

Observsi partisipasi tidak hanya menempatkan peneliti sebagai bagian dari

subjek penelitian tersebut tetapi juga bagaimana caranya seseorang peneliti dapat

menghadirkan pandangan dunia subjek penelitian tersebut sebagai bagian dari

Universitas Sumatera
karakteristik penelitiannya. Instrument terpenting dalam teknik ini adalah peneliti itu

sendiri, dimana seorang peneliti harus mampu membangun atau menempatkan diri

sebagai orang “dalam” sekaligus sebagai orang “luar” dari masyarakat tersebut.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang peneliti etnografi dituntut untuk

menguasai bahasa informannya.

Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk melihat kondisi sosial,

ekonomi, pengobatan tradisional yang berkaitan dengan Lansia. Disini juga melihat

bagaimana hubungan lansia dengan anaknya sebagai penopang ekonomi bahkan

hanya untuk sekedar memberi dukungan di hari tua. Melalui observasi ini dapat

melihat bagiamana keadaan kesehatan lansia.

b. Wawancara

Data etnografi juga diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam (dept

interview) dalam bentuk wawancara tidak terstruktur. Wawancara ini menghasilkan

respon verbal dari informan. Selain itu data personal dari informan dan riwayat

hidupnya menjadi data pendukung dalam melakukan analisas etnografi. Peneliti akan

menyusun dan menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Pedoman

wawancara disusun oleh peneliti sebelum melakukan wawancara terhadap informan.

Selain menggunakan pedoman wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam

(recorder) untuk mengantisipasi kelupaan akan informasi yang telah diperoleh, dan

menggunakan kamera sebagai bukti dan penganut data-data lapangan pada saat

penelitian.

Data sekunder diperlukan untuk mendukung data primer. Pada penelitian ini

data sekunder diperoleh melalui analisa data berupa :

Universitas Sumatera
a. Studi kepustakaan melalui buku-buku ilmiah atau jurnal yang berkaitan

dengan topik penelitian.

b. Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada di

lokasi penelitian yaitu desa Munte.

c. Sumber online/internet dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topic

dan masalah penelitian.

1.7 Informan

Informan adalah orang yang dianggap memahami permasalahan, baik sebagai

pelaku, maupun orang yang memahami permasalahan peneliti (Bungin, 2008 dalam

Sinambela, Sarah 2018). Yang menjadi informan peneliti adalah:

 Informan kunci adalah lansia yang terkategori menurut Badan Pusat Statistika

Indonesia dalam 3 bagian yaitu:

a. Lansia muda antara umur 60-69 tahun.

b. Lansia madya antara umur 70-79 tahun.

c. Lansia tua antara umur 80-seterusnya.

Informan biasa, yang ada dalam penelitian ini adalah masyarakat Munte

seperti kepala desa, staf kepala desa, anak dan sanak saudara Lansia.

Profil Informan kunci

1. Nama : Ngakar br Perangin-angin

Usia : 80 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Janda

Universitas Sumatera
Agama : Kristen Protestan

Pendidikan :-

Pekerjaan : Bertani

Ia biasa dipanggil ribu, seorang perempuan yang sudah memasuki umur 81

tahun, berciri khas rambut putih, badan tinggi kurus, dan tubuh dipenuhi bentol hitam

yang ia yakini adalah faktor dari usianya yang sudah tua, masih kuat berjalan bahkan

enggan menggunakan becak sebagai transportasi untuk mengantarkan dirinya ke

rumah anaknya yang berjarak 500 m atau entah pergi kemana. Hidup sendiri di

rumahnya sepeninggalan suami tercintanya. Bahkan beberapa kali Ribu berpergian ke

Bali untuk mengunjungi sang cucu yang ia rawat dari kecil hingga suskes sekarang,

mempunyai 3 orang anak yang sudah berumah tangga dan memiliki beberapa cicit.

Semua anaknya tinggal di desa yang sama dengan jarak rumah yang tidak berjauhan.

Ribu masih aktif bersosialisasi baik dengan keluarga ataupu hanya menghadiri

pesta, dengan lingkungan rumah sekedar berkunjung bahkan beraktivitas ke ladang,

walaupun pekerjaanya tidak seberat dahulu semasa ia tua ini dikategorikan sehat

menurut dirinya dan menurut tetangga dan sanak saudaranya, hal itu mengingat

bahwa diumurnya yang 82 tahun tetap saja melakukan pekerjaan dengan sendiri dan

masih aktif berjalan kesana ke mari. Untuk memenuhi kebutuhannya Ribu

mengandalkan hasil dari ladang berupa cokelat yang dipanen sekitar 3 minggu sekali

atau uang yang diberikan oleh anaknya. Menurutnya lansia itu adalah seorang yang

sudah berumur tua, yang tidak sebugar dahulu kala dan biasanya tidak sanggup

mengerjakan pekerjaan berat.

Universitas Sumatera
Ribu sendiri mempunyai keluhan seperti sering kali merasakan sakit di dada,

hal ini menurutnya terjadi ketika ia sakit saat berada di Bali, menurut hasil

pemeriksaan ke dokter karena tensinya naik sehingga menyebabkan ia jatuh pingsan.

Untuk seorang lansia sendiri mempunyai ciri-ciri dengan kaki sudah bengkok,

mengalami masalah penglihatan, pendengaran, dan masalah fisik lainnya.

Menurutnya ia merupakan lansia yang sehat dibandingkan dengan lansia yang ada

ataupun lansia temannya sepergaulan. Dan menurut orang disekitar lingkungan Ribu

adalah lansia yang sehat mengingat umurnya yang sudah tua. Saat merasakan sakit

maka pola makan dan tidur akan terganggu sehingga membuatnya lemas.

Saat ini untuk masalah berpergian sendiri ada rasa cemas karena Ribu takut

jatuh atau pingsan tapi menginggat anaknya sibuk untuk mencari uang ia berusaha

mandiri. Untuk acara adat sendiri seperti mbere man terhadap Ribu di usia ini belum

ada dilakukan, hal ini karena Ribu tidak mempunyai turang atau kalimbubu, namun

hal ini ia percayai dari neneknya terlebih dahulu bisa membuat seorang lansia sehat.

Hanya saja ketika ia sakit, teman satu keyakinan akan datang menjengguk dan

mendoakan, dan hal ini dianggap paling manjur. Obat tradisional yang diguanakan

yaitu daun durian arab yang dimasak dan diminum sebanyak 3 kali sehari, kuning las

yang dipakai sesudah mandi atau sebelum tidur. Sembur beltek yang dilumuri ke

tubuh supaya tidak masuk angin. Untuk obat yang berasal dari dokter, Ribu tidak

mengkonsumsinya karena takut sakit ginjal. Untuk aktivitasnya sendiri lebih banyak

dilakukan di rumah, bangun jam 04.00 WIB dan tidur pada jam 20.00 WIB. Untuk

doa permintaan Ribu sendiri yaitu supaya anaknya bahagia dan sehat serta meminta

Universitas Sumatera
Tuhan agar cepat memanggilnya karena umurnya sudah cocok untuk dipanggil

Tuhan.

Peran keluarga sendiri yaitu membantu dalam hal ekonomi dengan memberi

uang, merawat saat sakit, namun Ribu tidak ingin tinggal bersama anaknya karena

hanya berkisar 2 hari ia akan betah untuk tinggal setelah itu ia akan meminta untuk

pulang ke rumahnya, menurut Ribu jika ia dititip di panti jompo maka anaknya tidak

akan sayang kepada dirinya dan tidak ada kasih sayang dari anak ke orang tua.

Foto 10. Ribu pulang dari Ladang

Sumber : Dokumentasi Penulis

2. Nama : Ingan Br

Karo Umur : 86 Tahun

Jenis kelamin : perempuan

Setatus : Kawin

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Bertani

Universitas Sumatera
Terbiasa dipanggil dengan sebutan Karo, seorang lansia yang beraktivitas

ditempat tidurnya baik makan ataupun buang air besar. Menurutnya lansia adalah

seseorang yang mengalami perubahan fisik di umur yang sudah tua, tingkat sensitif

lansia begitu tinggi sehingga mudah tersinggung, untuk fisik sendiri sudah

mengalami perubahan.

Karo sendiri sakit karena jatuh saat mencuci piring yang mengakibatkan

dirinya susah berjalan. Untuk sakit yang ia alami adalah lumpuh bagian kaki dan tensi

yang tinggi, walaupun demikian ia tetap mecari nafkah dengan memijat orang seperti

orang yang sulit mendapatkan keturunan. Selain itu dirinya juga mengandalkan uang

dari hasil ladang yang dikelola oleh sang anak walaupun menuruntnya uang tersebut

jarang sekali diberikan kepadanya. Dirinya mengurus dirinya dengan bantuan

suaminya yang sudah sakit-sakitan, bahkan untuk masak saja mereka harus menyuruh

orang lain memasak nasi di rice cooker dan membelikan ikan yang sudah matang dari

warung.

Peran anaknya berupa perhatian sangat minim, bahkan ia berkata anaknya

mengharapkan ia mati, walaupun ia hidup anaknya hanya mengharapkan uangnya,

dan tak jarang anaknya menitipkan cucunya dirumahnya padahal ia sendiri tidak bisa

mengurus dirinya sendiri dan terkadang ia tertekan perasaan dan banyak pikiran

sehingga membuat dirinya bertambah sakit. Bahkan beberapa rumah sakit telah ia

singgahi untuk merawat dirinya dan pada sekarang ini ia hanya mengandalkan

minyak urut untuk mengobati kakinya. Untuk menghidupi dirinya bersama sang

suami dia mengandalkan uang dari hasil memijat serta dari hasil ladang berupa

Universitas Sumatera
cokelat dan kopi, walaupun terkadang uang tersebut tidak berikan atau diberikan

dalam jumlah yang sedikit.

Foto 11. Karo sedang bercerita tentang hidupnya di hari tua

Sumber : Dokumen Peneliti

3. Nama : Samaita Sembiring

Umur : 62 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Setatus : Kawin

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Bertani/Pensiunan Pegawai POS

Bulang adalah sebutan untuk dirinya saat ini, kata bapak ini dia merasa sudah

lansia ketika sudah mempunyai cucu dan ketika dipanggil Bulang, seorang petani

yang masih aktif ke ladang dengan tanaman jagung, sirsak dan pisang.

Universitas Sumatera
Hidup bersama isterinya dan lingkungan rumahnya tidak jauh dari tempat

tinggal anak-anaknya. Untuk prinsip hidupnya sendiri yaitu hidup damai dan tidak

punya utang karena ia percaya semua dicukupkan Tuhan. Bagi dirinya seorang lansia

layaknya anak harus pandai berbahasa untuk menjaga perasaan orang tua. Untuk fisik

sendiri sudah mengalami perubahan sehingga sudah bisa melakukan tindakan

pencegahan seperti dirinya yang tidak lagi merokok dan minum tuak, hal ini

dilakukan untuk menjaga fisiknya agar tetap sehat. Lansia sendiri menurutnya sudah

diatas umur 60 tahun, disamping itu lansia ini sudah mempunyai penyakit hanya

tergantung seberapa parah dari yang mereka derita.

Kategori umur yang ia klsifikasikan yaitu antara umur 45 sampai 50 tahun

rawan akan penyakit sehingga banyak yang meninggal, jika sudah memasuki umur 51

sampai 60 tahun maka keadaan rawan akan kesehatan sudah lewat dan masuk pada

fase bonus ketika umur 70 tahun. Untuk kategori lansia sehat harus didukung dengan

keadaan ekonomi, fisiologi, dan kehidupan anak serta cucu yang bahagia dan

berkecukupan dengan slogan “enak makan, enak tidur”.

Di usianya ini, Bulang telah mengalami gangguan pada penglihatan yang

melihat sesuatu harus dalam jarak dekat, walaupun demikian ia tetap merasa sehat di

usianya yang sudah dalam kategori lansia muda walaupun penglihatannya mengalami

gangguan. Untuk obat yang digunakan biasanya minyak urut yang dibalurkan ke

tubuh sebelum tidur, hal itu dilakukan untuk mengurangi rasa pegal karena bekerja di

ladang. Namun jika bekerja diladang tubuh akan tetap sehat karena mengalami

pergerakan, demikianlah bulang sekilas bercerita tentang kehidupannya secara umum.

Penghasilannya berupa gaji pensiunan sebagai pegawai kantor POS dan berasal dari

Universitas Sumatera
ladang berupa sirsak dan tanaman pisang yang dijual setiap hari, dan ternak ayam

yang ia kelola sendiri.

Foto 12. Foto Bulang

Sumber : Dokumentasi Penulis

4. Nama : Jurita Br Sembiring

Umur : 64 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Setatus : Janda

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Bertani

Perempuan yang aktif mengikuti senam lansia tapi belum merasa lansia,

Biring adalah panggilan akrabnya, biasanya panggilan ini dibuat untuk seseorang

yang sudah bersetatus nenek dan mempunyai cucu. Ia sendiri aktif mengikuti senam

Universitas Sumatera
karena merasakan manfaat senam dimana tubuhnya semakin bugar dan sehat. Jika

ditanya lansia dari segi umur Biring ini sudah termasuk kategori Lansia muda, namun

belum merasa lansia karena dari segi pergaulan belum terlalu nyaman dengan lansia

madya ataupun tua. Ia sendiri mengalami perubahan fisik serta dalam hal aron ia

sudah jarang dipanggil karena ia tak sekuat dulu. Menurut Biring ia tidak memiliki

penyakit namun mempunyai keluhan seperti sakit kaki. Obat yang dia gunakan yaitu

minyak urut dan kuning las yang ia balurkan sebelum tidur setiap malam untuk

mengurangi sakit yang ia rasakan.

Foto 13. Biring selesai senam

Sumber : Dokumentasi Penulis

5. Nama : Rela Tarigan Silangit

Umur : 73 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Setatus : Kawin

Agama : Kristen Protestan

Universitas Sumatera
Pendidikan : SD

Pekerjaan : Bertani

Bulang yang sangat aktif senam diantara 5 laki-laki yang aktif dalam senam

lansia, dengan kategori lansia madya. Menurutnya sendiri ia sudah layak sekali

dikatakan lansia, dengan prinsip hidup ketika menyayangi diri sendiri maka ia bisa

menyayangi diri orang lain, mengutamakan diri terlebih dahulu bukan egois tapi lebih

kepada menghargai hidup. Ia menjadi sekretaris lansia di gereja, untuk penyakit yang

ia derita cukup banyak seperti pada tahun 2012 ia menderita sinusitis, prostat dan

asam lambung. Namun pada saat ini ia sudah sehat dan hanya perlu menjaga

kesehatan agar tetap sehat dengan menaati ajuran dokter dan tepat waktu ketika

makan serta minum obat. Untuk mencapai ladangnya yang berjarak 1 Km ia hanya

berjalan kaki. Bulang mengakuinya untuk keadaan ekonomi lebih dari cukup untuk

ukuran di masa tuanya.

Pemenuhan ekonomi rumah tangganya berasal dari tamanan cengkeh, kemiri,

jagung, daun sirih ataupun uang yang dikirimkan oleh anak-anaknya. Di umurnya

yang sudah tua, anaknya telah membuat acara adat berupa pesta emas, hal ini untuk

membahagiakan dirinya dan berasal dari keinginan sang anak. Ketika ia berpergian

ke Jakarta untuk mengunjungi anaknya ia melakukannya sendiri tanpa ditemani sang

istri ataupun didampingi oleh sang anak. Menurutnya perubahan fisik yang terjadi

dalam tubuh lansia merupakan faktor ketuaan. Untuk perawatan ketika ia sakit maka

sang istrilah yang berperan penuh hanya saja karena anaknya jauh di Jakarta hanya

mengunjungi sesekali atau mengirimkan uang. Biaya pengobatan dibiayai sendiri dan

dengan kartu BPJS yang dibayar perbulan. Untuk peran adat sendiri, anak-anaknya

Universitas Sumatera
telah melakukan berupa pesta emas untuk memperingati ulang tahun pernikahan ke

50 tahun serta ganti uis dengan harapan bahagia dihati tua dan semakin sehat.

Foto 14. Foto bulang Rela Tarigan

Sumber : Dokumentasi Penulis

6. Nama : Sry Hati br Karo

Umur : 70 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Setatus : Kawin

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan :-

Pekerjaan : Bertani

Karo, bertubuh gemuk dan topi yang selalu melekat di kepalanya. Ia masih

beraktivitas ke ladang dengan sang suami. Untuk berjalan jarak jauh ia harus diantar

dengan becak karena mengalami gangguan kesehatan pada kaki semenjak 5 tahun

Universitas Sumatera
terakhir, jadi menurut Karo untuk menjaga agar kakinya tidak sakit ia tidak memakan

pantangan berupa kacang-kacangan.

Karo menggangap penyakit yang ia derita merupakan faktor tubuh yang sudah

tua dan tidak ada unsur magic. Obat yang karo gunakan adalah obat tradisional yang

disebut dengan tempu-tempui.

Foto 15. Foto Karo

Sumber : Dokumentasi Peneliti

7. Nama : Pertua Nd Freda br Ginting

Umur : 66 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Setatus : Kawin

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan :-

Pekerjaan : Bertani

Iting, merasa hidupnya berubah ketika ia memasuki usia lanjut mulai dari cara

berpakaian dan berperilaku. Ia adalah seseorang yang aktif dalam kegiatan lansia di

Universitas Sumatera
gereja. Dalam kumpulan doa, ia beranggapan bahwa banyak yang merasa belum

lansia hal ini karena kurang tertariknya mereka mengikuti kegiatan lansia di gereja.

Menurut pengakuan Iting sendiri bahwa ia belum pernah sakit jadi untuk mencegah

penyakit ia menggunakan kuning serta minyak urut ke tubuhnya.

Dia sendiri tidak mau melakukan chek up ke dokter karena menurut

pengalamannya di keluarga hal itu akan membuat tambah sakit karena kepikiran.

Semuanya aktivitasnya dilakukan secara teratur mulai dari pagi hari sampai malam

hari. Penghasilannya sendiri berasal dari ladang dan gaji pensiunan. Untuk peran

keluarga terhadap dirinya ketika sakit belum ada tapi dari sekarang ia berusaha

melakukan terbaik untuk anak, menantu serta cucu supaya ketika Iting sakit dapat

dirawat oleh anaknya.

Foto 16. Foto Iting

Sumber : Dokumentasi Penulis

Universitas Sumatera
BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Letak Desa Munte

Desa Munte merupakan salah satu desa dari 22 desa yang terletak di

kecamatan Munte, Kab Karo, Provinsi Sumatera Utara, secara adminitratif desa

Munte sebelah utara berbatasan dengan desa Singgamanik, sebelah timur

berbatasan dengan desa Buluhnaman, sebelah selatan berbatasan dengan desa

Parimbalang dan sebelah barat berbatasan dengan desa Selakar. Jarak desa

Munte sendiri dari ibu kota Kabupaten Kabanjahe yaitu 25 Km, sedangkan

jarak dari Ibu kota Provinsi Medan yaitu 103 Km. Luas wilayah desa Munte

yaitu 10,34 Km2. Untuk luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah dan desa

yaitu untuk luas lahan persawahan mencapai 313 Km2, lahan bukan sawah

mencapai 696 Km2, lahan bukan pertanian mencapai 25 Km2.

Desa Munte sendiri memiliki 6 dusun, yang dimulai dari:

1. Dusun I meliputi Kesain Tarigan,

2. Dusun II meliputi Jalan Kesehatan,

3. Dusun III meliputi Jalan Pembangunan sampai Komplek Pekan,

4. Dusun IV meliputi Kesain Depari sampai kantor kepala desa,

5. Dusun V meliputi Kesain Ginting sampai jalan Perjuangan dan

6. Dusun VI meliputi simpang Selakar.

Secara kesain, desa Munte memiliki 5 kesain yaitu :

Desa Munte dibagi 5 area yaitu:

Universitas Sumatera
1. Kesain Munte, merupakan area bagi bernarga Ginting Munte, terletak

dibarat daya.

2. Kesain Babo, merupakan area bagi yang bermarga Ginting Babo, terletak di

bagian selatan.

3. Kesain Tarigan, merupakan area bagi bermarga Tarigan Sibero, terletak di

bagian tenggara.

4. Kesain Depari, merupakan area bagi bermarga Sembiring Depari, terletak di

antarakesain Tarigan dan kesain Babo.

5. Kesain Rumah Darat, merupakan area bagi pendatang, terletak di bagian

utara.

Topografi desa Munte sendiri sebagian besar berbukit-bukit kecuali

pemukiman penduduk dan sekitarnya, serta dikelilingi oleh hamparan sawah

dan bukit yang ditanami cokelat, kemiri dan jagung. Untuk desa Munte sendiri

dikenal dengan sawah yang luas namun hal ini sudah mengalami pergeseran

karena sistem gotong royong sudah tidak semaksimal dulu yang mengakibatkan

lahan persawahan kekurangan air sehingga beralih ke tanaman jagung. Desa

Munte merupakan desa yang terbilang maju dibandingkan dengan desa yang

lain yang ada di kecamatan Munte dikarenakan Munte sendiri adalah desa

kecamatan, disamping itu hal ini juga terlihat dari aktivitas masyarakat yang

menurut penulis untuk ukuran sebuah desa sudah sangat lengkap, seperti

adanya pekan pada sore hari “Tiga Karaben”, dan pekan pada hari jumat,

disamping itu desa ini merupakan desa perlintasan menuju beberapa desa

seperti Sukababo, Gunung Manumpak, Nageri, Batu Mamak dan beberapa desa

Universitas Sumatera
lainnya. Transportasi dari Kabanjahe ke desa ini terbilang lancar karena

merupakan perlintasan menuju beberapa desa, tersedianya fasilitas umum juga

menunjang kenyamanan masyarakat yang tinggal disini.

2.2 Keadaan Penduduk

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Munte Menurut Data Dari

Laporan Kependudukan Desa Munte Berdasarkan Umur

No Dusun Klasifikasi Penduduk menurut Umur Jumlah

0 6 13 17 20 26 40 56 60

s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d ke ke

5 12 16 19 25 39 55 atas atas

1 DUSUN 1 37 84 71 77 58 75 65 52 48 617

2 DUSUN 2 119 122 130 109 78 102 97 86 76 919

3 DUSUN 3 96 103 112 86 82 98 92 97 69 835

4 DUSUN 4 76 82 91 66 71 84 90 86 79 725

5 DUSUN 5 33 78 80 72 68 90 84 79 66 700

6 DUSUN 6 54 49 58 44 37 52 48 35 28 405

Jumlah 515 518 542 454 394 501 476 435 366 4201

Sumber Data : Sekretaris desa Munte

Universitas Sumatera
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pendidikan

Keterangan Jumlah Keterangan Jumlah

Tidak/Belum 500 Diploma I/II 58

Sekolah

Belum Tamat 494 Diploma III 95

SMA

Tamat SD 747 Strata I 123

SLTP Sederajat 807 Strata II 6

SLTA Sederajat 1371 Strata III -

JUMLAH KESELURUHAN 4201

Sumber Data : Sekretaris desa Munte

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Agama yang dianut

AGAMA JUMLAH

Islam 1105

Kristen 2358

Katholik 731

Hindu 1

Budha 2

Konghucu -

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 4

JUMLAH 4201

Sumber Data : Sekretaris desa Munte

Universitas Sumatera
Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

Laki-laki 2025

Perempuan 2176

Total 4201

Sumber data: Data dari sekretaris desa Munte

2.3 Keadaan Ekonomi

Secara umum masyarakat desa Munte hidup sebagai Petani, disamping

beberapa masyarat bekerja sebagai pegawai negeri sipil namun mereka tetap

memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah pemasukan. Penduduk Munte

sendiri yang bekerja di bidang pertanian sebanyak 1651 orang, industri rumah

tangga sebanyak 77 orang, PNS/ABRI sebanyak 162 orang, dan lainnya 85

orang.

Selain memiliki lahan untuk pertanian tak jarang masyarat Munte juga

bekerja dengan istilah yang dikenal sebagai “aron”. Aron adalah sebutan untuk

kelompok kerja yang biasanya terdiri dari 5 orang atau lebih. Pada dahulu kala

kelompok ini lahir karena tidak ada sistem upah dalam masyarakt Karo namun

sistem “gancih gegeh” atau bertukar tenaga dengan bergiliran bekerja di ladang

saudara atau sistem pembayaran mereka juga bisa berbentuk barang, namun

seiring dengan kemajuan zaman hal ini sudah mengalami pergeseran dalam

sistem upah yang sekarang dibayar dengan uang tunai. Aron dapat kita jumpai

Universitas Sumatera
setiap hari namun hal ini akan kurang semarak dibandingkan musim panen

jagung, disini akan terlihat aron secara berkelompok-kelompok memanen

jagung, Aron sendiri saat ini yang ada di desa Munte bukan hanya penduduk

setempat namun berasal dari luar desa Munte.

Menurut hasil wawancara Penulis dengan beberapa petani bahwa

musim panen jagung dilakukan secara serentak dan hal itu mengakibatkan

kurangnya tenaga kerja, dan sekedar informasi bahwa di desa ini menanam

jagung juga secara serentak bahkan lahan jagung sudah mengalami perluasan

dengan bergesernya fungsi lahan sawah untuk menanam padi menjadi tanaman

jagung. Hal ini diakibatkan irigasi air yang sudah rusak, air sendiri tidak bisa

memenuhi kebutuhan air di sawah sehingga beralih ke tanaman jagung, ini

merupakan sebuah masalah sosial yang sedang muncul dimana hilangnya

budaya gotong royong dan ada muncul rasa (percian) atau iri dengki sehingga

keegoisan muncul. Selain itu menurut mereka menanam padi jauh lebih susah

dari pada menanam jagung, hal itu terlihat dari proses penanaman sampai

proses panen, dan jika perhitungan keuntungan, maka tanaman jagung akan

lebih menguntungkan.

Luas lahan sawah menurut jenis pengairan dari desa Munte yaitu

sebanyak 340 Ha, dengan rincian 14 Ha ditanami padi sekali, 222 Ha ditanami

padi sebanyak dua kali, dan 104 Ha ditamani lainnya seperti bakau, cabe,

tomat. Sedangkan luas lahan bukan sawah 684 Ha yang disebut kebun, kebun

ini biasanya ditanami kemiri, cokelat, jagung dan tanaman tua lainnya. Dari

luas lahan sawah 500 Ha, maka produksi panen padi sebanyak 3010 Ton padi,

Universitas Sumatera
sedangkan luas lahan untuk jagung yaitu 1182 Ha dengan produksi sebanyak

6859 Ton. Luas tanaman perkebunan kelapa seluas 19,18 Ha dengan produksi

sebanyak 19,97 Ton, kopi seluas 11,18 Ha dengan produksi sebanyak 6,52 Ton,

cokelat seluas 123,70 Ha dengan produksi sebanyak 152 Ton, kemiri seluas

1,62 Ha dengan produksi sebanyak 1,45 Ton, Tembakau seluas 21,09 Ha

dengan produksi sebanyak 16,32 Ton.

2.4 Sarana dan Prasarana

Desa Munte memiliki sarana dan Prasarana yaitu :

 Lembaga Pendidikan terdiri dari :

1. Taman kanak-kanak Satu Atap

2. Taman kanak-kanak GBKP

3. SDN I Munte

4. SDN 2 Munte

5. SD Inpres 1 Munte

6. SD Inpres 2 Munte

7. SMPN 1 Munte

8. SMAN 1 Munte

 Fasilitas Umum

1. UPTD Puskesmas Munte

2. Klinik yang terdiri dari 3 klinik, yaitu:

a. Klinik Nd Irma

Universitas Sumatera
b. Klinik Nd Dira

c. Klinik Nd Erna

3. Apotik sebanyak 2 Toko

4. Kantor Pos

5. Kantor Koramil

6. Kantor Polisi

7. Kantor camat

8. Kantor Koperasi Unit Desa

9. Kantor Kepala Desa

10. Kantor Pertanian

11. Kantor Bkkbn

12. Jambur Merga Silima

13. Kilang Padi yang terdiri dari 3 buah :

a. Kilang Padi Nd Rima komplek kesain Tarigan

b. Kilang padi KUD Munte

c. Kilang padi Maju komplek pekan desa Munte

 Lembaga Keagamaan

Gereja terdiri dari 8 dan 2 buah Masjid, dengan klasifikasi :

1. Gereja GBKP Buah Man Teman

2. Gereja GBKP Pasar Bar

3. Gereja GBKP Saitun Buah man Teman

4. Gereja GBKP Saitun Pasar Baru

5. Gereja Katolik

Universitas Sumatera
6. Gereja GSRI

7. Gereja Jemaat Allah

8. Gereja GPdI

9. Masjid Nurul Muqtakin

10. Masjid Al Muklisin

Universitas Sumatera
BAB III

SOSIAL BUDAYA

3.1 Keadaan Sosial Budaya Desa Munte

Goodenough (1957,1961) telah mengemukakan bahwa budaya digunakan (1)

untuk mengacu pada pola kehidupan suatu masyarakat, kegiatan dan pengaturan

material dan sosial yang berulang secara teratur yang merupakan kekhususan suatu

kelompok manusia tertentu. Dalam hal ini istilah budaya telah mengacu pada

kedalam fenomena benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang bisa diamati di dunia.

Ke (2) istilah budaya dipakai untuk mengacu pada system pengetahuan dan

kepercayaan yang disusun sebagai pedoman manusia dalam mengatur pengalaman

dan persepsi mereka, menentukan tindakan, dan memilih di antara alternatif yang

ada11.

Hidup di masyarakat adalah hidup bersama dengan orang lain. Praktik hidup

di masyarakat diwarnai terjalinnya interaksi antara manusia dalam masyarakat, baik

individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi

yang tampak dalam pranata dan lembaga-lembaga sosial. Lembaga-lembaga sosial

yang terdapat dalam kehidupan masyarakat akan memfasilitasi bagaimana hubungan

itu terjadi dan bagaimana kepentingan masyarakat bisa tersalurkan dan terakomodasi

dengan baik pula.

11Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer (Jakarta, 1981, Erlangga) hal

Universitas Sumatera
Menurut (Keesing 1981 : 74) Interaksi yang terjadi dalam suatu masyarakat

diadakan dalam suatu system kapasitas ataupun idetitas sosial serta memainkan

peran. Perilaku yang tepat dalam berbagai kapasitas adalah hubungan peran.

Indentitas berfokus pada kapasitas, peran menjelaskan perilaku yang tepat bagi

seorang pelaku dalam kapasitas tertentu. Kelompok sosial adalah sekumpulan

individu yang mengadakan hubungan secara berulang-ulang dalam perangkat

hubungan identitas yang bertalian.

Keragaman yang terdapat dalam suatu masyarakat seperti perilaku,

kepentingan, kedudukan juga mampu mewarnai interaksi dengan orang lain. Setiap

manusia diharapkan mampu berperilaku sesuai dengan struktur dan susunan

masyarakat di mana mereka bertempat tinggal.

Suatu sistem sosial terdiri dari berbagai kelompok, memandang hubungan

sosial berdasarkan posisi dan peranan yang saling berkaitan. Kelompok dan

hubungan peran terutama didasarkan pada kekerabatan dan perkawinan, maka kajian

antropologi mengenai struktur sosial hampir dipadankatakan dengan kajian mengenai

hubungan kekerabatan12. Kekerabatan bagi kita secara intuisi menunjuk pada

hubungan darah. Yang kita maksud dengan kerabat adalah mereka yang bertalian

berdasarkan ikatan darah dengan kita. Kerabat perkawinan, untuk jelasnya menjadi

kerabat perkawinan dan bukan karena hubungan darah dan begitu juga dengan

12
Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer (Jakarta, 1981, Erlangga) hal

Universitas Sumatera
beberapa dari paman dan bibi kita. Tetapi hubungan keturunan antara orang tua dan

anaklah yang merupakan ikatan pokok kekerabatan13.

Kita megangap bahwa hubungan kekerabatan, yang didasarkan pada darah

sebagai suatu hal yang alamiah dan abadi, hal ini menyebabkan timbulnya kewajiban

solidaritas. Hubungan ini berbeda dengan hubungan karena ikatan perkawinan, yaitu

ketergantungan dan hubungan atas dasar hukum yang timbul karena adanya ikatan

perkawinan.

Perkawinan adalah peralihan yang terpenting pada kehidupan dari semua

manusia di seluruh dunia, dimana saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat

berkeluarga. Dipandang dari sudut kebudayaan manusia, maka perkawinan

merupakan pengatur kelakuan hidup manusia yang bersangkut paut dengan

kehidupan sexnya, ialah kelakuan-kelakuan sex, terutama persetubuhan.

Sebagai akibat dari perkawinan, akan juga terjadi suatu kelompokn

kekerabatan yang disebut keluarga inti dan keuarga luas. Menurut sarjana

antropologi, masalah istilah kekerabatan dapat dipandang dari tiga sudu, ialah: 1) dari

sudut cara pemakaian daripada istilah-istilah kekerabatan pada umumnya, 2) dari

sudut susunan unsur-unsur bahasa istilah-istilahnya; 3) dari sudut jumlah orang

kerabat yang diklasifikasikan ke dalam suatu istilah14.

Adat sopan santun pergaulan memang menentukan bagaimana orang

seharusnya bersikap terhadap kerabatnya yang satu, dan bagaimana terhadap

kerabatnya yang lain, dan kerabatnya pada umumnya dalam masyarakat yang

13
Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer (Jakarta, 1981, Erlangga) hal 212.
14
Koentjaranigrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Jakarta, 1992, DIAN RAKYAT) hal 143.

55

Universitas Sumatera
bersangkutan. Setatus dan peran bersumber dari penggolongan yang ada dalam

kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, dan yang berlaku menurut masing-

masing pranata dan situasi-situasi sosial di mana interaksi sosial itu terwujud.

Klen kecil merupakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari

segabungan keluarga luas yang merasakan diri berasal dari nenek moyang, dan yang

satu dengan yang lain terikat melalui garis-garis keturunan laki-laki saja, ialah garis

keturunan patrinlineal atau melalui garis-garis keturunan wanitanya saja, ialah

matrilineal.

Fungsi dari suatu kelompok kekerabatan yang disebut klen kecil yaitu :

1. Memelihara sekumpulan harta pusaka atau memagan hak ulayat atau hak

milik komunal atas harta produktif, biasanya tanah dengan segala yang

ada pada tanah itu.

2. Melakukan usaha produktif dalam lapangan mata pencaharian hidup

sebagai kesatuan.

3. Melakukan segala macam aktivitas gotong royong sebagai kesatuan.

4. Mengatur perkawinan dengan memelihara ada exogami.

Dalam penelitian ini bentuk sistem kekerabatan yang dibuat berdasarkan

difrensiasi suku bangsa Karo dan difrensiasi klen yang mengikuti garis keturunan

ayah (patrilineal).

Sistem Kekerabatan suku bangsa Karo dapat terlihat didalam “Sangkep

Nggeluh”.“Sangkep Nggeluh” sendiri adalah sistem kekeluargaan pada masyarakat

Karo. Dalam kehidupan orang Karo sendiri, hubungan kekerabatan merupakan hal

yang penting, hubungan kekerabatan dapat dilihat dari marga yang dipakai oleh

56

Universitas Sumatera
seseorang hal ini juga yang terjadi di desa Munte yang bermayoritas suku Karo..

“Sangkep Ngggeluh” sendiri terdiri dari berapa bagian yaitu:

1. Tutur

Tutur yang berdasarkan marga atau Merga yang dibawa seseorang, Marga

adalah tanda pengenal seseorang sebagai tanda garis keturunan bahkan dari marga

akan diketahui asal usul seseorang. Tutur sendiri akan menentukan posisi dalam

suatu acara adat, baik dalam acara pernikahan, kematian, memasuki rumah baru dan

lain sebagainya Pusat dari “Sangkep Nggeluh” adalah sukut yang dikelilingi oleh

senina, anak beru dan kalimbubu.

Perkawinan merupakan suatu saat peralihan yang terpenting pada life cycle

dari semua manusia di seluruh dunia adalah saat peralihan dari tingkat hidup remaja

ke tingkat berkeluarga, ialah perkawinan. Dipandang dari sudut kebudayaan, maka

perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan

kehidupan sexnya, ialah kelakuan-kelakuan sex, terutama persetubuhan.15

Berkaitan dengan marga, marga suku Karo sendiri terbagi atas 5 marga yaitu

Ginting, Sembiring, Tarigan, Karo-Karo, dan Perangin-angin. Marga ini merupakan

induk marga yang memiliki sub-sub marga, salah satu larangan yang dianut oleh suku

Karo yang berkaitan dengan marga yaitu dilarang menikah dengan sesama marga

yang termasuk dalam induk marga yang sama. Setiap marga ini, secara langsung akan

terlibat dalam “sangkep nggeluh” yang terdiri dari senina, anak beru dan kalimbubu.

Sangkep nggeluh adalah orang yang berperan dalam pelaksanan adat istiadat.

15
Koentjaranigrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial ( Jakarta: Universitas Indonesia ,1992) hal 93.

57

Universitas Sumatera
Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu pribadi/keluarga/marga

tertentu, yang dikelilingi oleh senina, anak beru dan kalimbubu. Sukut dalam pesta

perkawinan akan menerima uang jujuren berupa bena emas (erdemu bayu) atau

batang unjuken (pertuturken).

Gambar 1. Tribal Collibium

Kalimbubu Senina

Sukut

Anak Beru

Sumber : Darwin Prints,S.H Adat Karo (Adat Karo, 2004, hlm 43)

Adapun cara menarik garis keturunan atau tutur meliputi :

1. Merga/Beru

Merga adalah nama keluarga yang dibawa dari ayah yang dinaut oleh seorang

anak laki-laki, untuk anak perempuan disebut beru. Secara garis besar merga/beru

ada lima bagian yaitu Ginting, Karo-Karo, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin.

2. Bere-Bere

Bere-bere seseorang adalah beru yang turunkan ibu kepada anak baik laki-laki

maupun perempuan.

3. Binuang

Binuang seseorang adalah bere-bere ayah atau beru dari ibu ayah.

4. Kempu (perkempun)

58

Universitas Sumatera
Kempu atau perkempun seseorang adalah bere-bere dari ibu ataupun beru dari

ibu dari ibu (nenek orang tua ibu).

5. Kampah

Kampah seseorang berasal dari bere-bere kakek dari ayah atau beru dari orang

tua perempuan ayah yang sering di sebut kalimbubu simada dareh.

6. Soler

Soler seseorang berasal dari beru dari orang tua perempuan ibu (nenek).

Kampah Soler

w P w
P

Binuang
Kempu

w P
P
w

Merga w Bere-bere
P

Ego

Bagan 1.

Garis Keturunan Setiap Individu Suku Karo

(Sumber : Darwin Prints,S.HAdat Karo (Adat Karo, 2004, hlm 45)

59

Universitas Sumatera
Contoh

Nama : Mia Kampah : Ginting

Merga/Beru : Kaban Soler : Perangin-angin

Bere-bere : Ginting Binuang : Sembiring

Kempu : Karo-karo

SOLER

Kampah

(W)
PERANGIN- ANGIN
(P) KABAN (W)GINTING (P) KARO-
Binuang KARO Kempu

P (KABAN) (W) (P)


SEMBIRING GINTING (P) KARO-
KARO

Bere-bere
Merga/Beru \ (P) (W)
KABAN GINTING

Keterangan : P (Pria) Mia

W (Wanita)

Bagan 1.

Garis Keturunan Setiap Individu Suku Karo (Mia Kaban)

(Sumber : Darwin Prints,S.HAdat Karo (Adat Karo, 2004, hlm 45)

60

Universitas Sumatera
2. Rakut Sitelu

Rakut si telu pada masyarakat Karo terdiri dari:

a. Senina

Senina adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat, Se

artinya satu, nina artinya kata atau pendapat. Senina sendiri terbagi dalam beberapa

bagian yaitu :

1. Senina Si seh langsung ku sukut

a. Sembuyak yaitu orang-orang yang bersaudara karena saudara kandung,

satu kakek atau memiliki satu sub marga.

b. Gamet/senina sikaku man adalah orang-orang yang bersaudara karena

memiliki induk marga yang sama tapi mereka adalah sub marga yang

berbeda.

c. Senina Si Kaku Ranan adalah orang yang menjadi juru bicara dalam pesta

perkawinan.

2. Si Erkelang Ku Sukut

1. Sipemeren adalah orang-orang yang bersaudara karena ibu mereka

bersaudara maupun ibu mereka memiliki beru yang sama.

2. Siparibanan adalah orang-orang yang bersaudara karena beru dari istri

mereka sama.

3. Sipengalon adalah orang-orang yang bersaudara karena anak perempuan

mereka menikah dengan marga tertentu, jadi kalimbubu dari suami anak

perempuan tersebut menjadi sipengalon dengan kita.

61

Universitas Sumatera
4. Sendalanen adalah orang-orang yang bersaudara karena seorang laki-laki

yang memiliki impal tapi impal tersebut dinikahi oleh laki-laki lain, jadi

mereka disebut senina sipengalon.

b. Anak Beru

Anak beru berarti anak perempuan ataupun kelompok yang mengambil anak

gadis dari satu keluarga. Anak beru sendiri terbagi atas 2 yaitu:

1. Anak beru langsung

Terdiri dari lima bagian:

a. Anak beru angkip adalah menantu atau kela suami dari anak perempuan

yang baru pertama kali menikah dengan sebuah keluarga.

b. Anak beru dareh/anak beru i pupus adalah anak beru yang lahir dari anak

bibi (anak turang kita) atau beru ibunya sama dengan marga kita.

c. Anak beru cekuh baka adalah anak beru yang sudah menikah dua kali

kepada satu keluarga semisal seorang anak laki-laki mengambil impalnya

atau anak dari mamanya. Dia terhitung dua kali menikah pada satu kelurga

karena sebelum anak laki-laki tersebut sang ayah telah menikahi sang ibu.

d. Anak beru cekuh baka tutup adalah anak beru cekuh baka yang menikahi

impalnya dari kelurga kalimbubu.

e. Anak beru tua terbagai atas 3 yaitu :

1) Anak beru tua jabu adalah orang atau keluarga yang terhitung usdah

empat kali menikah dengan perempuan dari kelurga tertentu atuapun naak

beru cekuh baka tutup mengawani impalnya.

62

Universitas Sumatera
2) Anak beru tua kesain adalah anak beru yang ikut mendirikan suatu kesain

tertentu.

3) Anak beru tua kuta adalah anak beru yang ikut mendirikan kuta.

2. Anak beru erkelang

Anak beru erkelang adalah anak beru yang tidak berhubungan langsung

dengan keluarga sukut, tetapi berperantaraan keluarga, anak beru erkelang terbagi

atas beberapa bagian yaitu:

a. Anak beru sipemeren adalah anak beru dari sipemerenta.

b. Anak beru menteri adalah anak beru dari anak beru.

c. Anak beru ngukuri adalah anak beru dari anak beru menteri.

d. Anak beru si ngikuti adalah anak beru dari anak beru singukuri.

e. Anak beru pengapit adalah anak beru dari anak beru si ngikuti.

Dalam upacara perkawinan anak beru menerima utang adat dari yang menikah

berupa perkembaren (erdemu bayu), perseninaan (pertuturken) dalam hal

perkawinan yang dimana diawali dengan membawa perempuan ke rumah pihak laki-

laki, yang dalam bahasa Karo disebut nangkih. Dalam upacara kematian, anak beru

menerima utang adat berupa pisau dengan batu asah dan ikur-ikur apabila yang

meninggal laki-laki atau benang telu rupa jika yang meninggal adalah perempuan.

c. Kalimbubu

Kalimbubu adalah kelompk pemberi darah bagi keluarga suatu marga. Dalam

adat Karo Kalimbubu disebut dengan Dibata Ni Idah atau Tuhan yang terlihat,

kalimbubu juga terbagi dari dua bagian yaitu:

63

Universitas Sumatera
1. Kalimbubu si langsung ku sukut

Kalimbubu ini terdiri dari lima jenis:

a) Kalimbubu iperdemui adalah orang tua dari isteri, saudara dari orag tua

isteri atau bahkan marga tertentu. Kalimbubu ini juga sering disebut dengan

kalimbubu si erkimbang atau kalimbubu si maba ose, ini berkiatan dengan

tugasnya yang membawa ose pada acara pesta berlangsung.

b) Kalimbubu si mada dareh (bere-bere) adalah bapak ataupun turang dari

ibu kita, kalimbubu si mada dareh akan berganti sebanyak lima kali sesuai

dengan keadaann:

c) Kalimbubu si ngalo ulu emas ketika yang menikah adalah keponakan

laki-laki.

d) Kalimbubu si ngalo bere-bere apabila yang menikah adalah keponakan

perempuan.

e) Kalimbubu si ngalo maneh-maneh apabila meninggal anak beru dareh

secara cawir metua (berumur lanjut dan anaknya sudah berumah tangga

semua).

f) Kalimbubu si nglao morah-morah apabila meniggal anak beru dareh

ketika masih muda ataupun anaknya belum menikah semua.

g) Kalimbubu si ngalo sapo iluh apabila meninggal anak beru dareh

meninggal dalam usia muda dan belum menikah.

h) Kalimbubu bapa (binuang) adalah kalimbubu dari bapa, yang dalam tutur

menjadi binuang. Kalimbubu bapa akan berganti nama sesuai dengan

keadaan:

64

Universitas Sumatera
i) Kalimbubu si majek dalikan apabila anak berunya memasuki rumah baru.

j) Kalimbubu si ngalo perninin apabila anak beru menteri (anak perempuan

bere-bere si dilaki) menikah maka kalimbubu ini menerima perninin.

k) Kalimbubu singalo ciken-ciken apabila anak beru menteri (laki-laki)

yakni anak dari bere-berenya yang perempuan meninggal dunia, maka ia

menerima utang adat berupa ciken-ciken.

l) Kalimbubu nini (kampah) apabila kalimbubu dari kakek menurut tutur

kampah, kalimbubu ini juga sering disebut kalimbubu bena-bena.

m) Kalimbubu tua dapat dibagi menjadi tiga bagian:

a. Kalimbubu tua jabu apabila secara terus menerus memberi darah mulai

dari empung nu empung kepada empung, kepada nini, kepada ayah.

b. Kalimbubu tua kesain apabila kelompok orang marga tertentu yang

diangkat menjadi kalimbubu ketika mendirikan suatu kesain.

c. Kalimbubu tua kuta apabila kelompok umur atau orang atau marga

tertentu yang diangkat sebagai kalimbubu dan dia disebut juga sebagai

kalimbubu si majek bulang.

n) Kalimbubu erkelang ku sukut,Kalimbubu erkelang ku sukut terdiri dari:

a. Puang kalimbubu (perkempun) adalah kalimbubu dari kalimbubu (mama

nandenta), ada beberapa kali berganti nama sesuai dengan keadaan :

b. Kalimbubu si ngalo morah-morah apabila anak beru menteri (turang dari

anak beru dareh) meninggal dunia dunia ia akan menerima morah-morah.

65

Universitas Sumatera
c. Kalimbubu si ngalo maneh-maneh perkempun apabila yang meninggal

adalah anak beru menteri yang laki-laki (anak dari bere-bere), maka ia akan

menerima utang adat berupa maneh-maneh.

d. Kalimbubu si ngalo perkempun apabila anak perempuan dari anak beru

menterinya menikah, maka ia menerima utang adat berupa perkempun.

e. Puang nu puang apabila kalimbubu dari puang kalimbubu yang dalam

tutur di sebut soler.

f. Kalimbubu sepemeren apabila sepemeren dari paman atau turang

sepemeren dari ibu yang melahirkan kita.

Sangkep nggeluh yang dijelaskan diatas merupakan hal yang di pegang kuat

oleh para lansia dalam kehidupan mereka, begitu pula mereka terapkan bagi anak-

anak mereka supaya tidak lupa dengan adat istiadat, walaupun beberapa hal sudah

mengalami pergeseran. Para lansia biasanya menjadi tempat untuk bertanya bagi

kaum muda saat mengadakan pesta agar tidak menyalahi aturan walaupun kadang

kala masukan mereka tidak dijalankan hanya saja kata mereka hal itu untuk

mengahargai mereka sebagai orang tua. Disinilah peran lansia sudah sedikit bergeser.

Peran keluarga sangat diperlukan dalam menunjang kesehatan lansia,

perawatan yang dilakukan lansia antara lain perawatan fisik, perawatan psikologis,

perawatan sosial dan perawatan spiritual. Perawatan yang dilakukan guna menunjang

kesehatan lansia tanpa mengurangi kemandirian lansia, kenyamanan pun timbul jika

anak sendiri yang merawat jikalau lansia sedang sakit, tapi tidak jarang karena dalam

adat budaya karo menggenal Rebu, keseganan dan kecangungan akan muncul jikalau

yang merawat adalah menantunya.

66

Universitas Sumatera
Rebu sendiri adalah istilah pantang antara mertua dan menantu yang tidak bisa

saling berbicara, dapat berbicara tapi dengan perantara. Namun tak jarang saat

merawat lansia terjadi konflik antara keluarga yang dekat atau tinggal bersama

dengan keluarga yang jauh yang tidak bisa berkunjung sesering mungkin.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa lansia bahwa ia

merasa senang jika ia sakit seluruh keluarga memperhatikannya tapi jika hanya

penyakit yang biasa tidak perlu opname maka lansia tidakan memberitahukan

anaknya bahwa ia sakit, menurutnya penyakit yang ia derita masih bisa diatasi sendiri

dengan obat tradisional.

Urbanisasi merupakan salah satu penyebab masalah sosial budaya lansia di

daerah terpencil, tidak hanya faktor urbanisasi tapi dengan adanya kehidupan rumah

tangga sang anak maka anak tersebut membangun suatu kelurga yang baru dan tak

jarang mereka tinggal di rumah berbeda walaupun dalam satu wilayah. Sebagian

besar lansia di Munte lebih memilih untuk hidup bersama suami ataupun mandiri

dirumah mereka sendiri.

Lansia yang memiliki anak yang jauh tentunya mereka mengaku kesepian dan

harus betul-betul menjaga kesehatannya supaya tidak merepotkan anak-anaknya,

mereka hanya melakukan kunjungan saat tahun baru ataupun saat pesta tahunan.

Karena tekanan ekonomi para lansia harus bekerja guna memenuhi kebutuhan mereka

sehari-hari,sesekali mereka akan menerima bantuan dari anak berupa uang maupun

makanan, namun hal itu tidak terlalu diharapkan menggingat bahwa anak mereka

juga memiliki kebutuhan yang lebih penting. Berbeda dengan lansia yang hidup

dengan anak, tentunya kebutuhan akan sehari-hari ditanggung berupa makanan tapi

67

Universitas Sumatera
untuk kebutuhan membeli sesuatu lansia mengusahakan untuk tidak merepotkan

sehingga berusaha menyimpan penghasilan dari ladang. Walaupun tidak jarang

konflik terjadi karena mungkin pandgan lansia berbeda dengan anaknya, tapi sebisa

mungkin hal tersebut diminimalisir supaya tercipta kehidupan yang harmonis. Selain

itu mereka mengaku hubungan dengan keluarga dekat cukup erat sehingga jika terjadi

hal-hal yang tidak terduga bisa minta tolong kepada tetangga ataupun saudara.

Biasanya para lansia berkumpul dengan anak mereka dalam pesta tahunan bulan 7

setiap tahunnya.

Semua anak akan pulang bagi yang jauh dan berkumpul dirumah lansia untuk

merayakan pesta tahunan, dalam acara tersebut dilakukan pula acara melepas rindu

bersama anak dan cucu. Bahkan jika diajak tinggal bersama anaknya Lansia tersebut

sebagaian besar tidak mau karena kenyamanan dan aktivitasnya akan berbeda jika

tinggal di rumah anaknya dna tentu saja hal itu juga dianggap merepotkan sang anak.

Dalam hubungan peran keluarga maka terlihatlah sebuah tindakan adat berupa

penghargaan bagi lansia suami isteri yang berumur panjang, seperti informan yang

penulis wawncarai bahwa ia dihadiahkan sebuah pesta emas dari anaknya terhadap 50

tahun pernikahan mereka, sang anak mengadakan pesta tersebut sebagai sebuah

penghargaan terhadap bapak ibunya masih sehat dan berbahagia di akhir hidupnya.

Didalam adat budaya Karo sendiri ada 3 prosesi adat untuk Lansia yaitu Ngembahken

Nakan, Mereken Toktok, Ciken, Bulang, Tudung.

1. Ngembahken Nakan

68

Universitas Sumatera
Sanggkep Ngegeluh datang memberi makan orang tua yang sudah berusia

lanjut biasanya dilakukan kepada lansia yang sudah lama sakit dan penyakitnya

dianggap sukar utuk disembuhkan. Hal-hal yang harus dibawa yaitu :

a. Cincang yang merupakan daging yang dimasak di dalam bamboo.

b. Telur Ayam

c. Cimpa Gulame (masakan karo yang terbuat dari peung, gula merah dan

santan kelapa)

Setelah berkumpulnya sanggkep nggeluh maka diutarakanlah maksud

kedatangannya dan memberi makan si sakit (Lansia).Yang memberi makan pertama

yaitu sukut, sembuyak, sepemeren, siparibanen, setelah itu baru kalimbubu, dan

terakhir anak beru. Selesai makan, kalimbubu akan bertanya apa keinginan si sakit

serta apa yang mau dipenuhi jika ia meninggal.

2. Mereken Tok tok, Ciken, Bulang ras Tudung

Sanggkep nggeluh orang tua yang sudah lanjut usia mengadakan pesta untuk

menghormati orang tua, hal ini merupakan bentuk ujud syukur keluarga karena umur

panjang orang tua dan harapan dari acara ini supaya semua anak cucu dalam keadaan

sehat dan sejahtera. Sanggep nggeluh menyerahkan tok-tok sebagai alat menyirih

karena di kondisikan gigi yang tidak sekuat dulu dalam mengunyah sirih, ciken yang

berupa tongkat sebagai penompang saat berjalan, Bulang dan Tudung yang berupa

kain adat untuk mengistilahkan memperbaharui pakaiannya. Kesemua barang ini

diserahkan pertama oleh sembuyak, kalimbubu dan anak beru dan dalam acara in

juga ditanyakan hal apa yang ia kehendaki jika ia meninggal dunia.

69

Universitas Sumatera
3.2 Gambaran Umum Keadaan Lansia

Besarnya jumlah penduduk lansia di masa yang akan datang menunjukkan

angka harapan hidup yang tinggi, namun akan berdampak lebih baik jika keadaan

lansia sehat, aktif dan produktif. Besarnya jumlah penduduk Lansia akan berdampak

kurang baik jika lansia memiliki masalah kesehatan, pendapatan,tidak adanya

dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap Lansia.

Komposisi lansia berkembang pesat di Negara maju dan Negara berkembang

salah satu faktornya yaitu penurunan angka kelahiran dan kematian serta peningkatan

angka harapan hidup yang mengubah struktur penduduk. Seperti program pemerintah

yaitu dua anak lebih baik, hal ini tentunya membuat angka kelahiran menurun

dibandingkan pada zaman dahulu yang memiliki anak lebih dari 5 orang. Proses

penuaan penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pelayanan kesehatan,

peningkatan gizi, sanitasi, hingga kemajuan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi

yang semakin baik.

Salah satu kelompok manusia yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan

dalah penduduk lanjut usia. Penduduk lanjut usia secara biologis akan mengalami

proses penuaan secara terus menerus dengan menurunnya daya tahan fisik sehingga

rentan terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Jenis dari

keluhan kesehatan dapat mencerminkan kondisi fisik lingkungan tempat tinggal

penduduk secara umum.

Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan

kesehatan dan kejiwaan, baik karena gangguan/penyakit yang sering dialami

penduduk seperti panas, pilek, diare, sakit kepala, maupun karena penyakit akut,

70

Universitas Sumatera
penyakit kronis, kecelakaan, kriminalitas atau keluhan lainnya. Keluhan tidak selalu

mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Keluhan kesehatan yang

menganggu aktivitas sehari-hari, akan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan,

keluhan kesehatan yang menggangu kegiatan sehrai-hari inilah yang disebut sebagai

kondisi sakit akibat daya tahan tubuh yang menurun menyebabkan kondisi tubuh

lebih rentan terhadap penyakit. Waktu yang diperlukan seseorang dalam rangka

proses penyembuhan dari sakitnya bervariasi.

Tingkat keparahan penyakit dan daya tahan tubuh seseorang mempengaruhi

lamanya menderita sakit. Semakin lama seseorang menderita sakit menunjukkan

bahwa sakit yang dideritanya cukup parah. Berobat jalan dapat dilakukan dengan

mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan modern atau tradisional tanpa

menginap, termasuk mendatangkan petugas kesehatan.

Penurunan kondisi fisik, pada umumnya seseorang yang memasuki usia

lansia, maka ia mengalami penurunan kondisi fisik yang sehat. Lansia perlu

menyelaraskan kebutuhan kebutuhan fisik dengan kebutuhan psikologis maupun

kebutuhan sosial. Untuk itu harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat

memforsir fisik. Selain itu, harus mampu pula mengatur cara hidupya dengan baik.

Penurunan fungsi kongnitif akan meliputi penurunan proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, dan peerhatian. Hal ini mengakitbatkan perilaku lansia

semakin lambat. Sementara penurunan fungsi psikomotor meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang

berakibat lansia menjadi kurang cekatan.

71

Universitas Sumatera
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan

dengan berbagai gangguan fisik misalnya penyakit jantung, gangguan metabolisme

seperti diabetes militus, kekurangan gizi, penggunaan obat-obat tertentu ataupun

penyakit lainnya selain itu ada pula faktor psikologis. Diantaranya rasa tabu atau

malu apabila mempertahankan kehidupan seksual, sikap keluarga yang tertutup juga

salah satu faktornya seperti di dalam suku Karo mengenal tabu dengan sebutan Rebu .

Perubahan dalam peran sosial dalam masyarakat akibat faktor adanya

gangguan fungsional didalam tubuh mengakibatkan adanya keterasingan. Hal ini juga

terjadi dalam budaya suku Karo. Saat diadakannya pesta pihak lansia akan ditanya

bagaimana berjalannya suatu pesta dengan baik, namun hal itu saat ini sudah jarang

terjadi karena menurut mereka kaum muda lebih memperhatikan keperaktisan dari

suatu acara dan tidak jarang beberapa bagaian dari komponen suatu adat ditinggalkan

demi proses yang lebih cepat dan walaupun ditanya itu hanya sekedar untuk

menghormati lansia namun belum tentu dijalankan. Dalam menghadapi masalah ini

perlunya peran keluarga sebagai pendamping, kehadiran anak, cucu, kerabat sangat

besar manfaanya bagi lansia.

Di desa Munte sendiri untuk umur lansia di atas 60 tahun sebanyak 366. Nini

dan Bulang adalah sebutan umum untuk mereka, disamping pemakaian tutur yang

berlaku sesuai dengan marga dan kekerabatan mereka, untuk pemanggilan nini

sendiri biasanya berdasarkan beru seperti nini Tigan, nini Biring, nini Karo, nini

Iting, Nini Ribu (Bayang, Pinem), dan pemanggilan sehari-hari tanpa digunakan nini

tapi cukup Tigan dan seterusnya. Lansia yang pada umur 60-65 tahun yang tidak

mempunyai keluhan yang berarti (masih sehat dan kuat) akan melakukan kegiatan

72

Universitas Sumatera
seperti biasanya seperti ke ladang, pergi pagi pulang sore dan menghadiri upacara

adat, bahkan beberapa dari mereka masih malu jika disebut sebagai lansia hal ini

karena merasa belum tua dan belum mempunyai cucu.

Lansia yang berumuran sekitar 66 tahun ke atas dan memiliki keluhan

penyakit mereka sudah mengalami perubahan aktivitas yang dimana pada biasanya

kegiatan mereka hanya dirumah untuk menjemur cokelat, makan sirih atau

berkumpul di kede kopi dan menjaga cucu bagi lansia perempuan, namun mereka

akan sesekali ke ladang jika ada yang menemani pergi menjelang siang dan pulang

menjelang sore, lokasi ladang mereka tidak jauh dari rumah bisa dengan berjalan kaki

atau naik becak ini dilakukan dengan alasan melihat ladang (hasil ladang untuk di

jual) atau sekedar jalan-jalan untuk mencari suasana baru karena bosan di rumah.

Bahkan untuk acara adat mereka tetap dilibatkan sebagai tempat bertanya tentang

kelayakan suatu acara adat, itu dilakukan untuk menghormati mereka sebagai orang

tua dan dianggap mengerti adat walaupun kadang kala pendapat mereka tidak

dijalankan karena adanya pergeseran budaya akibat dari kesibukan setiap individu.

Keluhan pada umumnya yaitu berkaitan dengan kaki, penglihatan,

pendengaran dan kesensitifan dalam berperasaan.Menurut wawancara saya dengan

pihak pemerintahan Desa Munte bahwa belum ada pengaduan dari masyarakat terkait

penelataran lansia.

Pada umumnya Lansia tidak bekerja seperti masyarakat pada umumnya di

desa Munte hal ini dikarenakan faktor usia yang sudah tua dan faktor fisik yang tidak

sekuat dulu, di cuaca yang terik setelah makan siang beberapa lansia berkumpul

73

Universitas Sumatera
untuk sekedar bercerita tentang apa mereka rasakan misalnya bertukar informasi

tentang obat-obatan yang mereka konsumsi.

Semisal ketika pada hari itu Ribu sedang berbincang dengan Karo seputar

obat yang dikonsumsi Ribu ketika kemaren mengalami sakit kepala karena saat

wawancara berlangsung keadaan Karo sedang tidak enak badan dan menurutnya ini

factor cuaca yang sering berubah-ubah seperti cuaca panas bisa berubah menjadi

hujan ataupun sebaliknya. Tidak jarang juga mereka bertukar obat untuk dikonsumsi

hal ini diyakini bahwa obat tersebut bisa menyembuhkan penyakit Karo tanpa

melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter ataupun bidan, penilaiannya

hanya berdasarkan pada apa yang dirasakan yang mengkonsumsi obat terlebih dahulu

dengan slogan “Adi terakap bas ia tambar e banci kang si cuba ntah basta pe kari

sekula serasi” yang artinya jika obat tersebut sembuh pada orang yang terlebih

dahulu mengkonsumsinya maka bisa saja obat tersebut menyembuhkan penyakit

yang ia derita. Disamping itu tidak lupa mereka membawa sirih sebagai pendamping

mereka berbicara, sambil berbicara sambil mengunyah sirih.

Tidak lupa bercerita tentang seputar keadaan anak cucu dan tetangga biasanya

tak jarang juga ada pembicaraan tentang suatu keluarga atau biasanya dikenal dengan

gossip tapi untuk urusan benar tidaknya penulis juga tidak tau tapi membiarkan

mereka mengalir dalam cerita mereka sehingga penulis hanya menjadi pihak

pendengar. Walaupun mereka sedang berbincang tetap saja ada pekerjaan yang

mereka kerjakan seperti menjemur coklelat, jadi ngerumpi sembari bekerja. Karena

terbiasa aktif sejak dulu jadi untuk aktivitas diam tanpa melakukan sesuatu membuat

mereka jenuh dan cenderung membuat mereka merasa tidak enak badan jadi

74

Universitas Sumatera
walaupun dirumah sebisa mungkin melakukan hal-hal yang tidak berat tapi tetap

menggerakkan fisik supaya tetap sehat, walaupun mereka merasa sehat tetap saja jika

ditanya keluhan mereka tentang kesehatan maka banyak hal yang akan diutarakan.

Foto 17. Lansia sedang berbincang dengan temannya Ribu dan Karo

Foto 18. Ribu Sedang Menjemur Cokelat

75

Universitas Sumatera
Pada hari selasa dan jumat para lansia mengikuti senam Lansia yang diadakan

di Balai desa Munte yang disebut dengan jambur. Untuk peserta senam sendiri diikuti

sekitar 124 lansia dengan klasifikasi perempuan sebanyak 120 dan laki-laki sebanyak

4 orang.Pada tanggal 9 November dimana saya mengikuti senam lansia yang hadir

hanya berjumlah 50 orang hal ini dikarenakan hujan jadi karena lansia mudah sakit

yang hadir hanya lansia yang rumahnya dekat dengan jambur mereka memiliki

sergama baju warna merah serta celana warna hitam. Seragam tersebut merupakan

sumbangan dari seseorang yang berasal dari Munte dan tinggal di Jakarta, hal ini

merupakan bentuk dukungan untuk meningkatkan kesehatan lansia, disamping

seragam para Lansia yang aktif mengikuti senam juga mendapatkan sarung.

Dalam kegiatan senam ini mempunyai dua orang yang melatih senam yang

bukan lansia yang telah dipilih oleh kepala desa serta sudah dilatih untuk melatih para

lansia.Lansia yang hadir tidak sepenuhnya mengikuti gerakan lansia tapi sesekali

berhenti beristirahatt dibarisan mereka masing-masing serta setelah beberapa saat

kemudian mereka mengikuti gerakan senam itu lagi. Pada senam kali ini hanya

diikuti oleh seorang bapak Lansia, beliau menggunakan baju merah jambu, celana

hitam serta tidak lupa memakai sepatu olahraga. Menurut wawancara saya dengan

pelatih senam lansia bahwa senam ini salah satu upaya untuk membuat lansia untuk

lebih sehat dan aktif bergerak karena aktivitas pergerakan fisik lansia sudah sangat

kurang.

Pada saat senam selesai, pada lansia mengambil tas atau perlengkapan mereka

masing-masing serta duduk mendekati pelatih senam mereka,hal ini untuk diabsen

serta membayar uang kas sebesar Rp5.000. Mereka duduk sambil meluruskan kaki,

76

Universitas Sumatera
minum bahkan makan sirih dan tidak lupa sambil bercerita sehingga pelatih senam

mereka menegur agar nama yang dipanggil bisa didengar. Jadi alasan untuk diabsen

yaitu pembagian bantuan merata hanya bagi mereka yang aktif hadir saja hal ini

dibuat untuk membuat keadilan serta mendorong lansia agar aktif mengikuti senam.

Untuk uang kas digunakan untuk jalan-jalan serta makan-makan, dalam rangka jalan-

jalan mereka juga membawa tim kesehatan dari puskemas untuk berjaga-jaga agar

bila terjadi hal yang tidak diinginkan ada pihak yang menolong. Untuk desa dan

puskesma menjalin kerjasama yaitu pemeriksaan kesehatan bagi lansia yang

dimintakan oleh pihak desa. Dan disamping itu lansia akan mendpaat susu serta

makanan drai pihak desa sebagai bentuk bantuan.

Gambar 19. Para Lansia Mengikuti Senam Lansia

Di desa Munte sendiri memiliki 2 gereja khusus Lansia yaitu Gereja Saitun

Buah Man Teman Dan Gereja Saitu Pasar Baru. Pada hari minggu mereka masuk

77

Universitas Sumatera
pada jam 09.00 WIB, dan tema pembahasan meereka pada umumnya bagaimana

menjadi seorang lansia serta bagiamana respon lansia terhadap keluarga. Sembari

menunggu lansia hadir mereka melakuka latihan beryanyi ataupun membahas seputar

hal apa yang ingin dilakukan kedepannya. Setelah kebaktian lansia melakukan

kegiatan PA (pedalaman alkitab). Dalam PA ini lansia saling bertukar pikiran tentang

hal apa yang dirasakan dan hal apa yang menganjal di hatinya, saling memberi

masukan serta saling bertukar informasi. Menurut wawancara saya dengan para

Lansia bahwa kehadiran kebaktian lansia yang minim dikarenakan banyak lansia

yang tidak nyaman mengikuti kebaktian lansia misalnya ketika menyanyikan lagu

kurang semarak, dan belum merasa lansia.

Gambar 19.Lansia Sedang Mengikuti Kebaktian

78

Universitas Sumatera
BAB IV

Konsep Sehat dan Sakit pada Lansia

4.1 Pengertian Sehat dan Sakit

Menurut KBBI, konsep adalah rancangan atau buram surat dan sebagainya,

ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret gambaran mental dari

objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi

untuk memahami hal-hal lain. Secara etimologi kata konsep berasal dari bahasa Latin

yaitu “conceptum” yang artinya sesuatu yang bisa dipahami. Konsep itu abstrak,

entitas mental yang universal yang menunjukkan kategori atau kelas dari suatu

entitas, kejadian atau hubungan. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau

gambaran mental yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dianggap

sebagai sebuah perwakilan sebuah objek yang mempunyai ciri yang sama. Konsep

juga akan mempermudah suatu ciri yang akan memudahkan manusia untuk

berkomunikasi dan berpikir11.

Konsep menurut para ahli seperti Bahri (2008:30), konsep adalah satuan arti

yang mewakili sejumlah yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki

konsep mampu mengadakan abstaksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga

objek-objek ditempatkan di golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam

kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep juga dapat

dilambangkan dalam satu bentuk kata dan menurut Sigarimbun dan Effendi (2009),

11
“http://www.zonarefrensi.com /Pengertian konsep menurut Para Ahli beserta Fungsi, Unsur dan
Ciri-cirinya (diakses 7 Januari 2019)

79

Universitas Sumatera
konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat

dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang ada12.

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat

bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan dejarat kesehatan yang optimal.

Kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya.

Tetapi datangnya penyakit merupakan yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-

kadang bisa dicegah atau dihindari.

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal

karena ada faktor-faktor diluar kenyataan klinis yang mempengaruhi terutama faktor

sosial budaya13.

Pengertian konsep inilah yang membawa bagaimana konsep sehat dan sakit

pada lansia, sebelum itu pengertian sehat menurut WHO adalah suatu keadaan

sejahtera baik secara kondisi fisik, mental dan sosial yang merupakan satu kesatuan

dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Menurut WHO kondisi normal

seseorang yang merupakan hak hidupnya. Sehat berhubungan dengan hukum alam

yang mengatur tubuh, jiwa dan lingkungan berupa udara segar, sinar matahari, diet

seimbang, bekerja, istirahat, santai, kebersihan serta pikiran, kebiasaan dan gaya

hidup

12
“http://www.zonarefrensi.com /Pengertian konsep menurut Para Ahli beserta Fungsi, Unsur dan
Ciri-cirinya (diakses 7 Januari 2019)
13
Sunanti Z.Soejoeti, Konsep Sehat,Konsep Sakit Dan Penyakit, pusat penelitian ekologi kesehatan,
badan penelitian dan pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta ,(diakses
Desember 2018)
80

Universitas Sumatera
yang baik. Ada 3 komponen penting yang merupakan satu kesatuan dalam defenisi

sehat yaitu:

1. Kesehatan Tubuh

Kesehatan tubuh adalah salah satu yang penting dalam arti kesehatan secara

menyeluruh, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar,

rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera

makan baik, tidur nyenyak, dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.

2. Kesehatan Mental

Kesehatan mental dan kesehatan jasmani selalu dihubungkan satu sama lain,

secara tidak langsung. Faktor ini mendukung kesehatan spiritual dalam psikologis

individu.

3. Kesehatan Spiritual

Kesehatan spiritual/rohani merupakan salah satu faktor tambahan krusial pada

pengertian sehat secara umum dan oleh WHO. Kesehatan rohani mempunyai arti

penting dalam kehidupan sehari-hari setiap individu. Setiap individu perlu

mendapatkan pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur,

mendengarkan alunan musik, berkomunikasi atau bersosialisasi dengan orang lain.

Sehat menurut Kementerian Kesehatan RI UU No 32 Tahun 1992 adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup, produktif

secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat

sebagai satu kesatuan yang utuh berdiri dari unsur fisik, mental dan sosial dan di

dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

81

Universitas Sumatera
Seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis)

atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya

terganggu, walaupun seseorang sakit, istilah masuk angin, pilek tetapi bila ia tidak

terganggu untuk melaksanakan kegiatannya ia tidak dianggap sakit. Pengertian sakit

menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik,

yaitu bahwa sakit merupakan suatu keadaan atau suat hal yang disebabkan oleh

gangguan terhadap system tubuh manusia14.

Sakit dalam bahasa karo disebut “Bangger” ataupun Magin yang berarti ada

dalam keadaan tidak sehat. Bangger atau keadaan yang kurang sehat yaitu seseorang

yang merasakan terganggunya fungsi bagian tubuh tertentu, hanya saja orang tersebut

masih bisa beraktivitas sehari-hari, sedangkan sakit adalah suatu keadaan yang

terganggunya fungsi tubuh dan tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari15.

Pola-pola dari pranata sosial dan tradisi-tradisi budaya yang menyangkut

perilaku yang sengaja meningkatkan kesehatan, meskupun hasil dari tingkahlaku

khusus tersebut belum tentu kesehatan yang baik. Penyakit dengan rasa sakit dan

pederitaanya, merupakan kondisi manusia yang dapat diramalkan dan merupakan

gejala biologis maupun kebudayaan yang bersifat universal. Dalam ketiadaan

keterampilan untuk menyembuhkan, maka menghindar atau meninggalkan adalah

perilaku adaptif yang merupakan sejenis obat preventif di mana karantina primitiv

14
Sunanti Z.Soejoeti, Konsep Sehat,Konsep Sakit Dan Penyakit, pusat penelitian ekologi kesehatan,
badan penelitian dan pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta ,(diakses
Desember 2018)
15
Salmen Sembiring, Drs Sismudjito, M.Si, Pengetahuan dan Pemanfaatan Metode Pengobatan
Tradisional Pada Masyarakat Desa Suka Nalu Kecamatan Barusjahe (Perspektif Sosiologi, Vol 3, No 1,
Oktober 2015)

82

Universitas Sumatera
mengurangi bahaya terkenanya individu-individu yang sehat oleh kuman-kuman dan

virus yang menular.

Karena keharusan, manusia mau tidak mau senantiasa menaruh perhatian

terhadap masalah-masalah kesehatan serta usaha mempertahankan kelangsungan

hidup dan sejauh batas-batas pengetahuannya, mencari penyelesaian terhadap

masalah- masalah penyakit.

Bahwa munculnya berbagai masyarakat, manusia menciptakan satu strategi

adaptasi baru dalam menghadapi penyakit, suatu strategi yang memaksa manusia

untuk menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam

usianya untuk menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan suatu

kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, nilai-

nilai, ideologi, sikap, adat istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang

saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang saling menguatkan dan saling

membantu (Saunders 1954 : 7). Istilah dari pengetahuan kesehatan, kepercayaan,

keterampilan, dan praktek- praktek dari para anggota dari tiap kelompok harus

digunakan dalam artian komperhensif yang mencakup semua aktivitas klinik dan non

klinik, pranata-pranata formal dan informal serta segala aktivitas lain, yang betapapun

menyimpangnya, berpengaruh terhadap derajat kesehatan kelompok tersebut dan

meningkatkan berfungsinya masyarakat secara optimal.

Secara singkat kita memandang setiap medis mencakup semua kepercayaan tentang

usaha meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun

keterampilan anggota-anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut. Semua

sistem medis memiliki segi pencegahan dan pengobatan.

83

Universitas Sumatera
Suatu sistem teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-

ciri sakit, sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang

digunakan oleh para dokter. Sebaliknya suatu sistem perawatan kesehatan

memperhatikan cara-cara yag dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk merawat

orang sakit dan memanfaatkan “pengetahuan” tentang penyakit untuk menolong si

pasien. Sistem-sistem teori penyakit berkenaan dengan kausalitas, penjelasan yang

diberikan oleh penduduk mengenai hilangnya kesehatan, dan penjelasan mengenai

pelanggaran tabu, mengenai pencurian jiwa orang, mengenai gangguan kesimbangan

antara unsur-unsur panas dingin dalam tubuh atau kegagalan pertahanan immunologi

organ manusia terhadap agen-agen patogen seperti kuman-kuman dan virus. Suatu

sistem penyakit merupakan sistem ide konseptual, suatu konstuksi intelektual bagian

dari orientasi kognitif anggota-anggota kelompok.

4.2 Pandangan apa itu Sehat dan Sakit menurut Lansia di Munte

Tingkahlaku sakit yakni istilah yang paling umum, didefenisikan sebagai

cara- cara di mana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang

individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi

tubuh kurang baik (Mechanic dan Volkart (1961) dalam Foster Aderson (1986 :172).

Ketika tingkahlaku yang berhubungan dengan penyakit disusun dalam suatu

peranan sosial, maka peranan sakit menjadi suatu cara yang berarti untuk bereaksi

dan untuk mengatasi eksistensi dan bahaya-bahaya potensial penyakit oleh suatu

masyarakat. Tingkahlaku sakit dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas sosial,

84

Universitas Sumatera
perbedaan suku bangsa dan budaya. Perbedaan budaya dalam tingkahlaku sakit

berangkali lebih menonjol dari perbedaan ekonomi.

Salah satu segmen dari jangka hidup yang kini dialami secara luas oleh

seseorang adalah usia tua. Namun hanya sedikit sekali pria atau wanita yang dapat

menghargai bagian hidup ini, sebaliknya mereka memandang usia lanjut ini dengan

perasaan iri dibandingkan dengan masa muda. Orang-orang tua yang terus

memperlihatkan perhatian dan partisipasi dalam masalah-masalah kemasyarakatan,

orang-orang terus mendemostrasikan keterlibatannya, dihargai karena perhatian

mereka dan bukan karena aktivitas masa lalu mereka. Begitu mereka bersikap santai,

maka penghargaan itu pun berlalu dari diri mereka.

Konsep usia lanjut dan usia tua itu sendiri telah menjadi kabur dan

menghukum, karena menimbulkan perbedaan-perbedaan (yang dibuat dalam sebagian

besar kebudayaan) antara sehat dan umur panjang dengan tahap tak berdaya

mendekati kematian, yang sering mendahului saat tersebut. Konsekuensinya adalah

anakronisme yang aneh : umur panjang disertai sikap-sikap sosial yang hanya tepat

ditujukan pada orang yang sekarat. Sikap budaya kita memiliki implikasi yang dalam

bagi kesejahteraan psikologis dan fisik para orang tua dan bagi perawatan kesehatan

mereka.

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal

karena ada faktor lain seperti faktor individu seperti keadaan tubuh dan faktor sosial

seperti interaksi sosial. Dalam konteks konsep sehat dan sakit hal ini akan saling

mempengaruhi. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan

kemampuan beradaptasi baik secara psikologis, biologis dan sosial. Masalah

85

Universitas Sumatera
kesehatan

86

Universitas Sumatera
merupakan masalah yang penting untuk menunjang kehidupan seorang manusia,

dengan bermasalahnya kesehatan maka muncullah penyakit baik yang bersifat

alamiah maupun buatan manusia. Kesehatan sendiri dipengaruhi oleh lingkungan

perilaku, keturunan yang dipengaruhi populasi distribusi penduduk, dari berbagai

program kesehatan. Namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan dan

perilaku untuk menunjang kesehatan seorang manusia.

Menurut Hardywinoto dan Tony Setiabudhi (2005) dalam Momon Sudarma

(2008) tidak semua lanjut usia mengeluh macam-macam dan bila ada keluhan yang

dikemukakan individu lanjut usia, perlu diinterpretasikan secara berbeda. Karena

setiap keluhan tersebut, kendatipun memiliki masalah penyakit yang sama, namun

akan muncul secara berbeda bergantung pada kematangan pribadi dan situasi sosial

ekonomi lanjut usia masing-masing. Untuk merinci ulang, peran individu usia lanjut

ini dapat ditemukan dalam beberapa hal sosial berikut :

1. Menjadi orang lanjut usia memiliki hak untuk menarik diri dari peran-

peran sosial. Kewajiban sosial seperti bekerja, bergaul di masyarakat,

partisipasi pembangunan merupakan beberapa contoh nyata yang

kemudian dilepaskan dari peran dirinya.

2. Memunculkan peran orang lain untuk menunjukkan peran dan

kepeduliannya terhadap individu lanjut usia. Kendatipun masiih

kontroversi, namun sikap dan peran orang lain terhadap lanjut usia ini

berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Bagi negara

Barat, mereka lebih banyak mengambik sikap untuk memindahkan peran

perhatian kepada lanjut usia kepada pihak ketiga (pemerintah atau

87

Universitas Sumatera
lembaga

88

Universitas Sumatera
sosial), sedangkan di lingkungan masyarakat Timur (misalnya di

Indonesia) pemeliharaan orang lanjut usia itu menjadi kewajiban anak

cucunya.

3. Setelah menginjakkan diri pada lanjut usia, seorang individu akan

memulai untuk melepaskan hak dan kepemilikannya terhadap berbagai

sumber produksi. Hukum waris merupakan hukum pemindah hak secara

menyeluruh dari orang lanjut usia (menjelang kematian) kepada generasi

berikutnya. Implikasi dari transisi penyerahan hak dan kepemilikan ini,

menyebabkan lahirnya hak dan kewajiban “calon penerima” kepemilikan

sumber produksi (harta) individu lanjut usia untuk memberikan kewajiabn

pemeliharaan kepada dirinya. Artinya selama masih hidup, seorang anak

cucu yang akan mendapatkan hak waris sesungguhnya memiliki

kewajiban untuk memelihara kesehatan individu lanjut usia, baik dari sisi

kesehatan jasmaniah, maupun emosi dan spiritualnya.

Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pengembangan

kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah

kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak factor secara dinamis dan

lintas sektoral16.

Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi

biomedik dan sosio kultural. Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness

sedangkan dalam bahasa Indonesia kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat

dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut.

89

Universitas Sumatera
16
Sunanti Z. Soejoti, Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya, Pusat Penelitian
Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

90

Universitas Sumatera
Dengan diasease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses

biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, dalam illness dimaksud reaksi

personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman.

Dalam konteks kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan

belum tentu disebut sehat dalam kebudayaan lain, sama halnya persepsi sehat

menurut orang akan berbeda. Jika dari sudut pandang konsep sehat menurut

kedokteran berkaitan dengan sakit dan penyakit.

Antropologi kesehatan dipandang sebagai ilmu disiplin biobudaya yang

memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku

manusia, terutama interaksi antara aspek biologi dan aspek sosial, terutama tentang

tata cara interaksi dari aspek biologis dan sosial sepanjang kehidupan manusia yang

mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya, itu

karena penyakit merupakan pengakuan sosial. Cara hidup dan gaya hidup manusia

dapat dikaitkan dengan munculnya suatu penyakit.

Sehat menurut Ribu (Ngakar Br Perangin-Angin) yang berumur 82


tahun, seorang Janda dan hidup mandiri dirumahnya sendiri. “Adi
jelma si ikataken sehat e me jelma si lalit penakitna, tapi
menurutku lit pe si mesuiku e mekap baraku tapi aku si sehatna I
bandingken teman-temanku, janah adi sangana kami senam cerita
aku man temanku lit semesuiku nina kalak kah aku si sehatna adi
ngo bagenda umurku.
Seseorang dikatakan sehat adalah orang yang tidak memiliki
penyakit, menurut saya kalaupun ada keluhan saya di bagian bahu
tapi saya mengangap saya yang paling sehat diantara teman-teman
lainnya dan saat senam saya mengeluh mereka bilang aku paling
sehat sesuai dengan umurku.

Dalam faktor umur yang sudah berusia lanjut, jika mengalami suatu keadaan

yang dimana tidak sebugar dimasa sebelum lansia, merupakan hal biasa karena faktor

91

Universitas Sumatera
ketuaan. Menurut informan, bahwa ia juga mengalami perubahan fisik seperti kaki

yang bengkok. Dan seiring berjalannya waktu bahwa seorang lansia akan mengalami

penurunan kesehatan baik dalam pendengaran, penglihatan dan kekebalan tubuh.

Sedangkan sehat menurut Samaita Sembiring yang berumur 62


tahun, merupakan seorang lansia pensiunan kantor pos, ia hidup
bersama sang istri adalah :
“Sekalak lansia engom lit keluhenna, hanya saja ibabana,
tergantung uga kelekna. Banci nge i kataken ia sehat menurutna
tapi adi engo i periksa ku dokter ngom me kari mbue pinakitna,
kita banci sehat adi la kita mbiar mate, la kuatir kerna wari si
pagi, la nokoh, mehamat man orang tua, ula erbual, terus terang
saja adi salah lit nge kari jalan keluarna. E me si ku terapkan ibas
kegeluhenku, emaka labo lit si mesuiku kecuali sesekali kena udan,
e pe mis nge ku ban tambarna, aku sendiri si nambarisa aku
seumpamana adi mesui takalku mbue aku minem ras lampas aku
medem bergi e gelah medak erpagi-pagi e ngo segar”.
Seorang lansia sudah pasti memiliki keluhan, hanya saja bagaiman
ia membawanya dan tergantung seberapa berbahayanya penyakit
tersebut. Seorang lansia bisa saja sehat menurut dirinya sendiri tapi
jika diperiksakan ke dokter maka akan terlihat banyak
penyakitnya, kita bisa sehat jika kita tidak takut mati, tidak takut
akan hari esok, tidak menipu, menghormati orang tua, jangan
berbohong, terus terang jika salah pasti ada jalan keluarnya. Itulah
yang kuterapkan didalam hidupku, untuk itulah tidak ada
penyakitku kecuali sesekali terkena hujan, itu pun langsung ku
buat obatnya, aku sendiri yang mengobati diriku sendiri seperti
kepalaku sakit aku bayak minum air hangat dan cepat istirahat
supaya bangun di pagi hari kembali bugar.

Sehat menurut Nd Freda Br Ginting 66 tahun,seorang pensiunan


guru
Erlayas jabu anak janah erlayas ka perukuren orang tua, ula
togan kata orang tua gelah panjang umurna, adi kerna keluhen
enggo pasti lit hanya saja emekap perban faktor usia, adi aku
sehat giak gundari gia lit perubahen ibas dagingku tapi lit ku
baban lalap aktivitasku gelah ola sinek erbansa daging mesui, tiap
pagi-pagi minem susu, bergi cudu-cudu janah erkuning ras minak,
perubahen ibas jam medem tah pe kegiatan eme hal biasa ibas
kalak lansia.
Bahagai keluarga anak, jangan bantah perkataan orang tua supaya
panjang umurnya, untuk sebuah keluahan pada lansia sudah pasti
ada karena faktor usia, tapi saya sehat sampai saat ini walaupun
ada perubahan dalam tubuh hanya saja saya selalu membuat

92

Universitas Sumatera
aktivitas agar tubuh saya tidak sakit, setiap pagi mimun susu,
malam hari

93

Universitas Sumatera
mengahangatkan badan di depan perapian sambil pakai parem dan
minyak urut, perubahan jam tidur ataupun kegiaatan adalah hal
biasa bagi lansia.

Definisi sehat tentu saja berbeda setiap orang, tergantung bagaimana

pengalaman hidup serta memaknai setiap proses yang terjadi dalam hidup seorang

lansia, tidak jarang juga bahwa lansia tersebut mengobati diri mereka secara

tradisional. Perubahan sosial dan budaya terjadi seiring dengan tekanan besar yang

dilakukan oleh manusia terhadap alam sehingga sudah banyak perubahan terhadap

derajat kesehatan yang salah satu indikatornya untuk umur lanjut usia yang rentan

akan penyakit.

Sehat merupakan hal yang paling didambakan manusia untuk mencapai suatu

kebahagiaan. Namun kadang kala penyakit muncul sehingga terganggunya berbagai

sistem kehidupan seseorang. Menurut cara pandang budaya bahwa kejadian suatu

penyakit berkaitan dengan perubahan hubungan dengan masyarakat, dengan alam dan

dengan lingkungan sehingga menimbulkan dampak terhadap tubuh manusia. Penyakit

sendiri sering dikaitkan dengan pengalaman hidup seseorang.

Sakit menurut Samaita Sembiring untuk seorang Lansia “E me kap


kalak si engo terganggu I bas pengidah, pembegi janah dagingna
pe enggo lanai semegegeh mbarenda paksa nguda, adi sakit ningen
e me kalak si lanai terbabana ibas kegeluhenna si tep-tep wari,
entah pe e enggo jadi keluhenna setiap wari janah aktivitasna
terganggu e me secara fisik, tapi adi secara pemikiren lansia
mudah kel tersinggung ibas perkataan kalak, janah nada bahasa e
menentuken kel uga ketersinggungen kalak terkhusus lansia si man
jagan gelah ula ia sakit hati entah pe kitik ukurna”
Sakit untuk seorang lansia yang sudah terganggu penglihatannya,
pendengaran dan tubuhnya tidak sekuat dulu, sakit adalah orang
yang tidak bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari, setiap hari
mempunyai keluhan akan penyakit yang ia rasakan sehingga
aktivitas sehari- harinya terganggu tapi secara pemikiran lansia
sangat mudah tersinggung menyangkut perkaataan orang lain dan
nada bahasa yang

94

Universitas Sumatera
menentukan ketersinggungan sehingga harus dijaga sehingga dia
tidak sakit hati ataupun berkecil hati.

Sakit menurut Rela Tarigan Silangit umur “e eme keadaan


kesehatan si lanai normal bagi si gel-gel, adi pangan entabeh
enggo banci i kurangi ras meser lanai derek i pan”
Suatu keadaan yang tidak normal seperti dahulu, jika ada makanan
enak sudah bisa dikurangi dan makanan pedas pun tidak bisa
dimakan.

Sakit menurut Ingan Br Karo berumur 86 tahun “ sakit ibas sekalak


lansia e me kalak si mudah latih, janah mon-mon merawa perbahan
dahin la dung tah pe la bagi ukurna kerna kai sidahiken, lit
perubahan fisik entah pe gangguan i bas dagingna, janah mudah
kel tersinggun, kai pe banci jadi pikirenna.
Sakit untuk seorang Lansia mudah kecapekan, mudah marah karena
pekerjaanya yang tidak selesai ataupun tidak seperti yang dia
inginka, adanya perubahan fisik, ada gangguan di dalam tubuhnya,
dan mudah sekali tersinggung, dan apapun bisa jadi pikirannya.

4.3 Teori Penyakit dan Sistem Perawatan Kesehatan

Sistem medis dari semua kelompok, betapapun sederhananya, dapat dipecah

ke dua kategori 1) suatu sistem teori penyakit dan 2) sistem perawatan kesehatan.

Suatu sistem teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri

sehat, sebab akibat sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang

digunakan oleh para dokter. Sebaliknya suatu sistem perawatan kesehatan

memperhatikan cara- cara yang dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk merawat

orang sakit dan memanfaatkan pengetahuan tentang penyakit untuk menolong si

pasien. Sistem-sistem teori penyakit berkenaan dengan kausalitas penjelasan yang

diberikan oleh penduduk mengenai hilangnya kesehatan, dan penjelasan mengenai

pelanggaran tabu, mengenai pencurian jiwa orang, mengenai gangguan

keseimbangan antara unsur-unsur panas-

95

Universitas Sumatera
dingin dalam tubuh atau kegagalan pertahanan immunologi organ manusia terhadap

agen-agen pathogen seperti kuman-kuman dan virus.

Suatu sistem teori penyakit merupakan suatu sistem ide konseptual, suatu

konstruk intelektual, bagian dari orientasi kognitif anggota-anggota suatu kelompok.

Hal ini berkenaan dengan klasifikasi, penjelasan serta sebab dan akibat. Semua sistem

penyebab penyakit sebagian terbesar bersifar rasional dan logis, dalam arti bahwa

teknik-teknik penyembuhan merupakan fungsi dari atau berasal dari , suatu susunan

ide konseptual yang khusus tentang sebab-sebab penyakit.

Suatu sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang melibatkan

interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh. Fungsi yang

terwujudkan dari suatu sistem perawatan kesehatan adalah untuk memobilisasi

sumber- sumber daya si pasien, yakni keluarganya dan masyarakatnya untuk

menyertakan mereka dalam mengatasi masalah. Suatu sistem perawatan kesehatan

jelas merefleksikan sifat logis dan dilsafat dari sistem medis penyebab penyakit yang

terkait dengannya, sistem penyebab penyakit banyak menentukan keputusan-

keputusan yang diambil dan tindakan yang diambil oleh para pelaku dalam adegan

yang terjadi di kamar sakit. Namun kedua sistem ini meskipun dekat, tidaklah sama.

Bagi keperluan analisis, keduanya dapat dipisahkan dna ciri-ciri maupun fungsinya

masing-masing dari kedua sistem itu mengisi fungsi-fungsi khusus di luar jangkauan

peran gabungan mereka dalam perawatan yang sakit.

Perilaku kesehataan yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman,serta lingkungan. Dari defenisi tersebut, kemudian

96

Universitas Sumatera
dirumuskan bahwa perilaku kesehatan yaitu terkait dengan 1. Perilaku pencegahan,

penyembuhan penyakit, serta pemulihan dari penyakit, 2. Perilaku peningkatan

kesehatan dan 3. Perilaku gizi (makanan dan minuman).

Sistem teori penyakit terlihat bagaimana para Lansia mengklasifikasika ciri-

ciri suatu penyakit, sebab akibat yang akan menimbulkan suatu teknik penyembuhan

penyakit. Jika seseorang mengalami sakit maka akan dibuat klasifikasi tentang

penyakit yang ia derita berdasarkan ide konseptual mereka ataupun berdasarkan

klasifikasi medis modern. Ciri-ciri yang mereka gunakan untuk suatu penyakit seperti

seorang lansia mengalami sakit kepala, perut kembung, badan yang lemas

dikategorikan pada umumya sebagai akibat dari masuk angin karena penyebabnya

seperti kehujanan, mandi terlalu malam, ataupun berada di ruangan terbuka saat

malam hari dan sebagainya. Dari ciri-ciri serta sebab akibat tersebut muncullah suatu

teknik pencegahan agar suatu penyakit tidak terjadi bahkan dilakukan suatu teknik

penyembuhan agar penyakit tersebut tidak terulang kembali.

Pada umumnya teknik pencegahan dan teknik penyembuhan memiliki

kesamaan hanya saja akan berbeda dari tingkat kerutinitasan menggunakan obat-

obatan untuk penyembuhan serta pelibatan sistem medis modern. Bagi lansia yang

melakukan teknik pencegahan, akan dimulai ketika usianya memasuki pra Lansia

atau bahkan saat Lansia. Obat-obatan untuk pencegahan digunakan seperti parem atau

minyak urut yang dipakai sebelum tidur secara rutin ataupun kadang kala para Lansia

lupa untuk menggunakannya dan disini belum dilibatkan pihak medis hanya saja

menggobati diri sendiri dengan pengetahuan lokal. Namun sedikit berbeda dengan

teknik penyembuhan, para medis sudah dilibatkan untuk mengkasifikasikan

97

Universitas Sumatera
penyakit yang

98

Universitas Sumatera
lansia alami serta pada teknik penyembuhan ini rutinitas seperti memakai parem atau

minyak urut akan ditingkatkan bahkan cenderung lansia tidak akan bisa beraktivitas

ataupun tidur, ataupun merasakan sesuatu hal yang tidak enak jika tidak meminum

obat dari medis modern atau tidak memakai obat tradisional yang mereka percaya

dapat menyembuhkan penyakit mereka.

Perilaku kesehatan Lansia terlihat dari perilaku pencegahan untuk sebuah

penyakit dengan dalih sudah berumur lanjut jadi dari segi aktivitas dan pola makan

mereka mengatur sedemikian rupa, hal ini dilaksanakan guna mencegah rasa sakit

yang bisa merepotkan keluarganya, jika sudah mempunyai keluhan maka lansia juga

membuat sebuah tindakan penyembuhan seperti wawancara Penulis dengan Samaita

Sembiring, beliau membuat sebuah tipe pencegahan serta penyembuhan sebuah

penyakit, dirinya berkeyakinan bahwa dia sendiri dapat mengobati rasa sakit yang ia

alami karena ia yang merasakan bagaimana sakit yang ia alami, hanya saja jika

penyakit tersebut tidak berangsur hilang maka tindakan yang dilakukan akan dibawa

ke rumah sakit. Untuk peningkatan kesehatannya sendiri dilakukan dengan mengatur

pola tidur dan makan dengan baik.

Sistem perawatan kesehatan lansia akan melibatkan peran keluarga, untuk

lansia yang hidup sendiri tentunya akan mengalami sistem perawatan kesehatan yang

dilakukan secara mandiri hanya saja sesekali waktu anak dan sanak saudara akan

berkunjung untuk melihat kesehatan lansia, namun menurut wawancara Penulis

dengan lansia mandiri bahwa jika ia sudah mengalami sakit yang parah atau dalam

kategori tidak bisa mengambil makanan sendiri serta ke kamar mandi sendiri maka

anak yang juah ataupun yang tidak tinggal dalam satu rumah tapi dalam satu desa

99

Universitas Sumatera
akan dipangil

10

Universitas Sumatera
untuk datang merawat serta menemaninya sampai sembuh. Hal ini juga karena Lansia

takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan seperti jatuh dikamar mandi. Oleh

karena itu banyak lansia sangat menjaga kesehatannya untuk tidak merepotkan anak

serta saudara karena ia tidak akan betah jika berada dirumah anaknya ataupun

anaknya berada dirumahnya, karena ada kenyaman tersendiri terkhususnya untuk

kesehatan mental agar tidak tertekan karena perilaku anak.

Menurut Kasi dan Cobb (1996) dalam Neil Niven (2002:184) membuat

perbedaan di antara tiga tipe yang berbeda. Pertama, perilaku kesehatan yaitu suatu

aktivitas dilakukan oleh individu yang menyakini dirinya sehat untuk tujuan

mencegah. Kedua, perilaku sakit yaitu aktivitas apapun yang dilakukan oleh individu

yang merasa sakit, untuk mendefenisikan keadaan kesehatannya dan untuk

menemukan pengobatan mandiri yang tepat. Sedangkan Ketiga, perilaku peran sakit

yaitu aktivitas yang dilakukan untuk tujuan mendapatkan kesejahteraan, oleh individu

yang mempertimbangkan diri mereka sendiri sakit.

Tiga tipe perilaku kesehatan tersebut telah diaplikasikan dalam kehidupan

lansia di desa Munte, perilaku pencegahan dengan keyakinan bahwa dirinya sakit

dimulai dengan menjaga pola hidup yang sehat serta ditunjang dengan obat-obatan

tradisional, bahkan lansia tersebut dapat mendefenisikan penyakit yang ia derita

sesuai dengan pengetahuan lokal. Seluruh aktivitas yang dilakukan oleh lansia

semata-mata untuk menunjang hidup mereka di hari tua karena tidak memiliki dana

pesiun dan harus mandiri untuk tidak merepotkan anak serta sanak saudara.

Jenis penyakit yang pada umumnya Lansia sering alami karena faktor ketuaan

yaitu seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengar, daya tahan tubuh yang

10

Universitas Sumatera
sudah

10

Universitas Sumatera
lemah, hipertensi, nyeri sendi, dan hal ini sering sekali mengakibatkan napsu makan

yang kurang serta sulit untuk beritirahat pada malam hari.

4.4 Model Pengelolaan Rasa Sakit

Istilah penyakit (disease) dibedakan dengan keadaan sakit (illness). Penyakit

dimaksudkan sebagai suatu konsepsi medis menyangkut suatu keadaan tubuh yang

tidak normal karena sebab-sebab tertentu yang dapat diketahui dari tanda-tanda dan

gejala-gejalanya oleh para ahli. Keadaan sakit dimaksudkan sebagai perasaan pribadi

seseorang yang merasa kesehatannya terganggu, yang tampak dari keluhan sakit yang

dirasakannya, seperti tidak enak badan dan sebagainya. Dengan demikian ada

kemungkinan seseorang dinyatakan dalam keadaan sakit tanpa menggidap sesuatu

penyakit atau sebaliknya, ia mengidap sesuatu penyakit tanpa merasa dirinya sedang

dalam keadaa sakit.

Setiap orang selalu ingin sehat dan tidak mau sakit, kendatipun tak ada

seorang yang tidak pernah merasakan sakit. Sakit memang menjadi bagian hidup kita.

Seiring hal ini, seorang pasien atau pesakit sesungguhnya yang paling banyak

dikeluhkan itu adalah rasa sakit yang ada dalam dirinya.

Menurut Daldiyono (2007) tidak semua orang sakit memiliki penyakit. Ini

adalah pemahaman yang perlu diketahui oleh setiap orang. Pemahaman ini akan

memberikan bekal pada saat nanti bila sewaktu-waktu anda mengunjungi dokter.

Suatu rasa sakit bukan merupakan penyakit bila tidak menganggu aktivitas dan fungsi

pokok, misalnya makan, minum, buang air besar, buang air kecil lancer, tidak perlu

takut ada

10

Universitas Sumatera
penyakit di dalam usus. Pada sisi lain, suatu rasa sakit pun tidak dikatakan penyakit

bila tidak menganggu fungsi vital hidup, yaitu pernapasan dan kesadaran17.

Oleh karena itu, bila seseorang merasakan sakit tidak perlu panik. Tetapi tidak

boleh pula lalai, terhadap rasa sakit yang terasa. Karena bila seseorang telat

mengenali tanda, dikhawatirkan akan sulit untuk memberikan pertolongan yang

semestinya dan pertolongan yang diharapkan. Oleh karena itu,bila merasakan sakit

tidak perlu khawatir melainkan tetap harus waspada.

Sehubungan dengan rasa sakit, Lehndorff memberikan pengalamannya selama

memberikan layanan penanganan rasa sakit. Bagi dirinya, rasa sakit bisa dikelola.

Baik untuk sekedar pengendalian rasa sakit maupun untuk mencapai penyembuhan

diri dari penyakit yang sedang dideritanya. Dalam pengalamannya tersebut, dapat

disimpulkan bahwa faktor utama yang menunjang kemajuan derajat kesehatan pasien

adalah keinginan dan kehendak yang besar untuk mengalami kemajuan.

Potensi pikiran pun perlu diperhatikan guna meraih efek manajemen sakit

yang lebih baik. Pikiran memiliki kekuatan yang besar. Setiap orang memiliki potensi

kemampuan untuk mengelola pikiran secara baik, sehingga dapat mengelola rasa

sakit. Oleh karena itu, seorang pasien perlu diprovokasi sehingga memiliki sikap

optimis. Dalam pandangan Lehndorff dan Tracy sikap optimis itu dapat diwujudkan

dengan: a) yaitu memiliki rasa ingin menjadi lebih baik, b) memiliki harapan untuk

menjadi lebih baik, c) mau berusaha untuk menjadi lebih baik dan, d) mereka belajar

metode-metode cepat untuk memotivasinya.

17
Momon Sudarma, Sosiologi untuk Kesehatan, (Jakarta: Salemba Medika, 2008)

10

Universitas Sumatera
Dari teori yang dikembangkan Lehndroff dan Tracy, sesungguhnya dapat

dipetakan ulang mengenai model perilaku sakit dilihat dari sudut kemampuan dan

kemauan mengelola rasa sakit. Dan hasil wawancara Penulis lansia membuat sebuah

penyebutan kondisi sakit yang Penulis petakan dalam Peta konsep perilaku sakit

Lehndroff dan Tracy.

Tabel 5. Peta konsep perilaku sakit Lehndroff dan Tracy

Kuadran II kemauan (+) Kuadran I


Magin Maring-maring ngalah

kemampuan (-) Kuadran IV


kemampaun (+)

Kuadran III

Mekelek
Kemauan Bangger

Kemauan (-)

Sumber: Modifikasi dari Lendorff dan Tracy18

Kuadran I merupakan kuadran yang ideal. Karena seorang pasien memiliki

kemauan dan sekaligus kemampuan untuk mengelola rasa sakit. Tenaga medis

mungkin tidak memiliki peran yang besar, bahkan dalam potensi perilaku sakit yang

akan muncul, yaitu adanya keinginan pasien untuk mengembangkan model self-

healing (penyembuhan diri oleh diri sendiri). Dalam tahap ini para Lansia

menyebutkan dengan maring-maring ngalah dimana seseorang merasakan pada

tahapan sakit berupa kelelahan karena bekerja dan masih bisa mengerjakan pekerjaan

sehari-hari. Maring-maring ngalah biasanya dirasakan karena kelelahan saat bekerja,

18 Momon Sudarma,(Sosiologi untuk Kesehatan, 2008, hlm 55)

10

Universitas Sumatera
hal ini pada umumnya dirasakan saat bangun tidur ataupun bisa disebut pegal-pegal.

Dalam hal self healing diatasi dengan pemakaian parem atau sejenis kuning ataupun

minyak urut. Mereka memiliki kemauan dan kemampuan untuk sembuh sehingga

dalam kategori ini mereka masih beraktivitas seperti biasanya dan teknik pengobatan

masih dilakukan sendiri. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengolah obat-

obatan untuk tingkat pencegahan serta penyembuhan.

Sedikit berbeda dengan kuadran sebelumnya, Lansia yang ada pada kuadran II

sudah memiliki keinginan untuk mengelola rasa sakitnya, namun dia tidak memiliki

pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pengelolaan rasa sakit. Pada konsep

ini dinamakan dengan Magin, pada kuadran II, bagaimana seseorang menyikapi

perilaku sakit terhadap suatu penyakit, bukan tentang seberapa berbahayanya suatu

penyakit tapi lebih kepada kondisi apa yang sedang dialami oleh seseorang. Memiliki

kemauan untuk sembuh tapi tidak memiliki kemampuan untuk sembuh biasanya

kemampuan ini tidak hanya berupa uang tapi bisa berupa kemampuan untuk

mengolah obat-obatan tradisional ataupun hanya sekedar membeli obat-obatan.

Pada kuadran III, seorang tenaga medis dituntut untuk mampu memprovokasi

pasien yang kehilangan semangat hidup, sehingga pasrah terhadap kondisi yang ada,

padahal dirinya memiliki kemampuan untuk meraih kesembuhan atau minimalnya

mendapatkan kondisi rasa sakit yang kecil. Untuk tahap ini disebut bangger, biasanya

ini berhubungan dengan keadaan psikis manusia dan kondisi fisik. Sebenarnya disini

yang mengalami bangger bisa menyembuhkan dirinya hal ini berkaitan dengan cara

berpikir. Lansia memiliki kemampuan baik berupa uang untuk mendukung

10

Universitas Sumatera
kesembuhannya tapi tidak ada kemauan karena faktor psikologis yang berpasrah saja

jadi tenaga medis hanya dilibatkan untuk mengurangi rasa sakit dengan obat-obatan.

Tenaga medis harus bekerja keras bila Lansia sudah berada pada kuadran IV,

yaitu menjadi pasien yang pesimis. Dari dalam dirinya, sudah tidak ada rasa ingin

untuk mendapatkan kualitas kesehatan yang lebih baik dan kemudian dipengaruhi

pula oleh adanya ketidakmampuan dirinya untuk mengelola rasa sakit. Oleh karena

itu seorang tenaga medis harus bekerja keras, baik dari sisi preventif maupun kuratif

terhadap pasien yang ada pada kuadran IV.

Istilah mekelek pada taraf kuadran IV ini biasanya sudah melibatkan pihak

Rumah Sakit, jika keadaan mekelek maka pasien sudah menjalani rawat inap ataupun

taraf penyakit yang berbahaya seperti sakit jantung, ginjal bahkan komplikasi.

Kondisi yang dialami oleh lansia dalam taraf ini tidak memiliki kemampuan dan

kemauan untuk sembuh, dalam kategori kuadran IV ini, lasia sudah berpasrah dengan

kondisi tubuh yang sudah tua dan beranggapan jika diobatipun hanya akan

mengeluarkan uang yang banyak dan tidak bisa menunjang kesehatannya dalam

jangka waktu yang lama dan hanya akan merepotkan anak serta sanak saudara.

Lansia mengungkapkan dalam wawancara dengan Penulis saat memasuki

kuadran ke IV ia berpasrah untuk mati dan biasanya isi dari doa mereka supaya cepat

dipanggil Tuhan karena rasa sakit yang mereka derita begitu menyakitkan serta

kemampuan dalam hal ekonomi untuk menunjang mereka selama sakit tidak ada.

Walaupun sudah ada BPJS Kesehatan tapi tidak bisa hanya menunjang dirinya untuk

berobat karena anak ataupun saudara yang mendampingi membutuhkan biaya serta

10

Universitas Sumatera
mereka hanya mengandalkan bekerja diladang orang, jika dilibatkan dalam perawatan

lansia maka keadaan ekonomi mereka akan semakin buruk.

Charles Abraham dan Eamon Shanley Mechanic (1978) telah

mengembangkan suatu model perilaku pencarian bantuan yang mempertimbangkan

konteks budaya dari penyakit dan model ini memiliki keuntungan dari penggabungan

sejumlah komponen HBM (health believe model)19. Landasan pemikiran model

Mechanic ini yaitu mengembangkan suatu model mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi perbedaan cara orang melihat, menilai serta bertindak terhadap suatu

gejala penyakit. Teori ini menekankan pada dua factor :

1. Persepsi dan defenisi oleh individu pada suatu situasi.

2. Kemampuan individu melawan keadaan yang berat.

Faktor-faktor di atas, digunakan untuk menjelaskan mengapa seseorang

dengan kondisi tertentu dapat mengatasi sebuah penyakit, sedangkan pada orang

lain yang memiliki derajat sakit lebih ringan mengalami kesulitan dalam mengatasi

penyakitnya.

Kemudian Mechanic menggunakan 9 variable yang menentukan perilaku

kesehatan yaitu :

1. Adanya tanda-tanda penyimpangan dan gejala penyakit yang dirasakan dan

dikenal.

2. Seberapa jauh gejala-gejala penyakit yang dipandang serius oleh seseorang.

3. Seberapa jauh gejala-gejala penyakit dapat menimbulkan gangguan dalam

kehidupan keluarga, pekerjaan dan kegiatan-kegiatan sosial.

19
Momon Sudarma,(Sosiologi untuk Kesehatan, 2008, hlm 58)

10

Universitas Sumatera
4. Frekuensi terjadinya tanda-tanda penyimpangan atau gejala penyakit.

5. Batas toleransi dari orang yang menilai tanda menyimpang atau gejala penyakit

tersebut.

6. Informasi yang tersedia, pengetahuan, kebudayaan, serta pandangan orang yang

menilai.

7. Adanya kebutuhan pokok lain yang menimbulkan pengabaian atau penolakan

terhadap gejala tersebut.

8. Adanya kompetisi terhadap berbagai kemungkinan interaksi yang timbul setelah

gejala penyakit diketahui.

9. Sumber pengobatan yang tersedia serta biaya yang harus dikeluarkan.

Dari pencernaan ini, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud perilaku sakit

adalah pola reaksi sosio-kultral yang dipelajari pada suatu ketika saat ketika individu

dihadapkan kepada gejala penyakit sehingga gejala-gejala itu akan dikenal, dinilai,

ditimbang, dan kemudian dapat beraksi atau tidak bergantung pada defenisi atas

situasi itu.

Model kayakinan sehat dikembangkan oleh Rosenstock, model ini

berdasarkan pada penyelidikan pada sejumlah alasan mengapa masyarakat menerima

perilaku yang disarankan, yang lain tidak, pada awalnya model ini diterapkan

permasalahan respons masyarakat terhadap program preventif kesehatan. Model ini

dikenalkan dengan Health believe model.

Model HBM memiliki 4 keyakinan utama yaitu :

1. Keyakinan tentang kerentanan kita terhadap kedaaan sakit.

2. Keyakinan tentang keseriusan atau keganasan penyakit.

10

Universitas Sumatera
3. Keyakinan tentang kemungkinan biaya.

4. Keyakinan tentang efektivitas tindakan ini sehubungan dengan adanya

kemungkinan tindakan alternatif.

Menurut Marshall H.Becker Lois A.Maiman (1995:50-52), model ini terdiri dari

beberapa unsur yaitu :

1. Kesiapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan ditentukan oleh pandangan

orang itu terhadap bahaya penyakit tertentu dan persepsi mereka terhadap

kemungkinan akibat (fisik dan sosial) bila terserang peyakit tersebut.

2. Penilaian seseorang terhadap perilaku kesehtan tertentu, dipandang dari sudut

kebaikan dan kemanfaatna (misalnya perkiraan subjektif mengenai kemungkinan

manfaat dari suatu tindakan dalam mengarungi tingkat bahayaa dan keparahan).

Kemudian dibandingkan dengan persepsi terhadap pengorbanan (fisik, uang dan

lain-lain) yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan tindakan tersebut.

3. Suatu “kunci” untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat harus ada, baik

dari sumber internal )misalnya gejala penyakit) maupun ekstenal (misalnya

interaksi interpersonal, komunikasi massa).

Ketika seseorang memasuki lingkungan masyarakat, baik dalam skala kecil

(keluarga) maupun skala besar (masyarakat luas), setap orang dituntut untuk belajar

mengisi peran tertentu. Peran sosial yang perlu dipelajari tersebut sekurang-

kurangnya meliputi dua aspek yaitu 1. Belajar untuk melaksanakan kewajiban dan

menuntuk hak dari suatu peran dan 2. Memiliki sikap, perasaan, dan harapan-harapan

yang sesuai dengan peran tersebut. Peran dimaknai sebagai satu pola tingkah laku,

kepercayaan,

11

Universitas Sumatera
nilai, sikap yang diharapkan masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si

pemengan setatus atau kedudukan sosial.

Pada umumnya anggota masyarkat ingin menjadi orang yang sehat, namun

musibah sakit sering kali datang tanpa diketahui asal-usulnya, dengan hadirnya

penyakit dalam diri tersebut, kemudian menyebabkan dirinya berada ada posisi yang

tidak mampu melaksanakan berbagai kegiatan sosial, oleh karena itu wajar jika

dikatakan peran sakit merupakan salah satu bentuk penyimpangan terhadap

ketegangan dalam system sosial secara umum. Dipihak lain peran sakit sebagai

penyimpangan merupakan bentuk perilaku adaptif yang dapat diterima masyarakat.

Sebagian anggota msayarakat memanfaatkan peran sakit untuk mengurangi konflik

antara kebutuhan pribadi dengan tuntutan peran, misalnya orang yang sakit pada

umumnya akan diberi makanan yang enak tanpa harus bekerja keras untuk

mendapatkannya.

Sudibyo Supardi merinci 6 peran sakit di masyarakat :

1. Sakit sebagai upaya untuk menghindari tekanan.

2. Sakit sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian.

3. Sakit sebagai kesempatan untuk istirahat.

4. Sakit sebagai alasan kegagalan pribadi.

5. Sakit sebagai penghapus dosa.

6. Sakit untuk mendapatkan alat tukar.

7. Sakit untuk mengindari diri dari beban atau jeratan hukum.

Sebagai mahluk yang multidimensional, berpotensi muncul dimensi-dimensi

kesehatan yang berbeda. Untuk sekedar contoh, persepsi sakit bagi orang desa

11

Universitas Sumatera
berbeda dengan persepsi sakit orang kota. Oleh karena itu, perbedaan persepsi ini

dapat

11

Universitas Sumatera
mengembangkan perbedaan dalam perilaku sehat individu tersebut. Bagi mereka

yang sudah modern atau rasional telah memandang bahwa layanan pengobatan yang

paling tepat untuk digunakan dalam mendapatkan layanan kesehatan. Sedangkan bagi

mereka yang masih memandang bahwa sakit itu bukan hanya disebabkan oleh factor-

faktor jasmaniah maka pengobatan alternatif merupakan pilihan lain dalam

mendapatkan layanan kesehatan di luar layanan kesehatan jasmaniah atau medis.

Gaya hidup antara orang yang tinggal dan di desa juga menunjukkan perilaku sehat

yang berbeda, misalnya dari segi kepercayaan akan tindakan untuk penyembuhan,

orang kota akan lebih memilih tindakan medis modern dengan ajuran dari dokter.

4.5 Naturalistik dan Personalistik

Pengobatan tradisional sering memainkan peranan penting dalam

pengembangan kebangsaan nasional, karena ia dapat melambangkan masa silam

Negara yang bersangkutan dan tingkat kebudayaanya yang tertinggi di masa lalu

(Foster dan Aderason 1986).

Sistem pengobatan tradisional bersifat personalistik dan naturalistik. Sistem

personalistik adalah suatu sistem di mana penyakit disebabkan oleh intervensi dari

suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural (mahluk gaib atau

dewa), mahluk bukan manusia (seperti hantu, roh, leluhur, atau roh jahat) maupun

mahluk manusia (tukang sihir atau dukun). Orang yang sakit adalah korbannya, objek

dari agresi atau hukuman yang ditujukan khusus kepadanya untuk alasan-alasan

khusus yang menyangkut dirinya saja.

Sistem naturalistik terjadi dimana penyakit dijelaskan dengan istilah

sistematik yang bukan pribadi. Sistem-sistem naturalistic, di atas segalanya

11

Universitas Sumatera
mengakui adanya

11

Universitas Sumatera
suatu model keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh,

seperti panas, dingin, cairan tubuh seperti Yin dan Yang, berada dalam keadaan

seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan

lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu, maka hasilnya adalah

timbulnya penyakit.

Sistem-sistem etiologi personalistik dan naturalistic sudah tentu tidaklah

eksklusif satu sama lainnya. Orang-orang yang menggunakan sebab personalistik

untuk menjelaskan tentang terjadinya penyakit (illness) biasanya mengakui adanya

faktor alam atau unsur kebetulan sebagai penyebab. Masyarakat yang merasakan

lebih banyak terjadinya sebab-sebab naturalistic, kadang-kadang menyatakan bahwa

beberapa penyakit merupakan akibat dari sihir atau mata jahat. Walaupun banyak

terjadi tumpang tindih, masyarakat pada umumnya sudah terikat pada salah satu dari

psinsip-prinsip penjelasan tersebut untuk menerangkan tentang sebagian besar

penyakit.

Kebutuhan akan penyembuhan penyakit, menyebabkan timbulnya usaha-

usaha orang untuk mencoba mengatasinya dengan mencari cara pengobatan. Cara

pengobatan yang dianut akan didasarkan dengan mencari cara pengobatan sehingga

timbullah konsep sehat dan sakit untuk mengatasi penyakit tersebut. Pemahaman

tentang sehat dan sakit setiap suku bangsa tidaklah sama, bagi suku bangsa yang

hidupnya masih hidup dengan kebudayaan yang kental akan mendefenisikan konsep

sehat dan sakit secara lokal yang disesuaikan dengan pengalaman dan pemahaman

mereka terhadap penyakit, hal ini juga akan mengenal dalam mengembangkan

perangkat kepercayaan, kognisi, kepercayaan dan persepsi yang konsisten dengan

11

Universitas Sumatera
lingkungan atau konteks budaya mereka. Ada beberapa anggapan bahwa suatu

penyakit yang diidap oleh seseorang tidak terlepas dari peran mahluk halus yang

berada di sekitar tempat tinggal mereka, dan dipercaya memiliki kekuatan untuk

melindungi dan juga mencelakai.

Kualitas kesehatan lansia eratan kaitannya dengan lingkungan tempat tinggal

dan pola hidup. Perubahan kondisi lingkungan salah satunya disebutkan oleh

pemukiman yang bertambah serta menyempitnya lahan tempat tinggal mereka dan

tentunya dipengaruhi oleh pola aktivitas mereka yang berubah.

Di desa Munte sendiri terkhusus pada Lansia kurang percaya akan sebuah

penyakit yang disebabkan oleh agen Personalistik yang bersifat magic. Hal tersebut

dikemukankan bahwa dengan adanya agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa sehingga mereka mempercayai bahwa timbulnya sebuah penyakit

merupakan akibat dari pola hidup yang tidak sehat dan faktor usia bukan karena

faktor sesuatu yang diluar nalar, tapi jika ditelisik lebih lanjut Lansia percaya bahwa

kekuatan gaib itu ada, hanya saja untuk hal penyakit Lansia rasa tidak ada karena

penyakit timbul karena faktor usia yang sudah tua,seperti contoh jika Lansia sakit

maka berobat ke puskesmas sembari mengobati diri dengan obat tradisional.

Mengobati diri sendiri dengan obat tradisional merupakan salah satu upaya

untuk menyembuhkan diri dari penyakit. Para Lansia akan membuat sebuah obat

yang menurut takaran dan terkaan mereka tanpa ada dosis yang jelas dan pasti,

semisal segengam orang dewasa akan berbeda setiap orangnya, dan disini muncul

obat-obat tradisional yang dikenal dengan sebutan etnomedisin.

11

Universitas Sumatera
BAB V

PENGOBATAN TRADISIONAL PADA LANSIA

Perkembangan jenis pengobatan alternatif/tradisional dibarengi dengan

adanya kesadaran etnik masyarakat tertentu terhadap potensi nilai budaya lokal.

Aderson dan Foster (1998), menyebutkan bhawa salah satu ciri dari jenis pengobatan

tradisional menunjukkan identitas budaya bangsa. Berdasarkan sudut pandang ini,

pengelompokan jenis pengobatan alternatif dapat dilakukan dengan menggunakan

pengelompokan etnik atau nilai budaya. Misalnya pengobatan Cina, pengobatan

Arab, pengobatan India dan pengobatan Karo. Selain itu pengobatan juga berdasarkan

kepercayaan (agama) yang dianut ataupun yang berlandaskan nilai-nilai kepercayaan

yang bersifat mistis.

Banyak kalangan mengangap bahwa pengobatan alternatif merupakan

pengobatan yang tidak ilmiah, padahal bila memang mau dipaksakan harus diukur

oleh standar keilmiahan maka sesungguhnya jenis pengobatan alternatif tersebut

antara satu dengan yang lain berbeda. Setiap praktiknya tidak bisa disamaratakan

dengan praktek yang lain.

Etnomedisin merupakan salah satu bagian dari antropologi kesehatan, yang

khusus melakukan studi-studi tradisional mengenai pengobatan non-barat, atau

mengenai praktik medis tradisional yang tidak berasal dari konsep medis. Setiap suku

bangsa memiliki sistem pengobatan tradisional yang berkembang dari kebudayaan

sendiri. Pemahaman konsep sakit berhubungan dengann pemahaman lokal tentang

sesuatu aturan yang telah dilanggar dalam aktivitas sehari-hari. Munculnya penyakit

Universitas Sumatera
selalu dikaitkan dengan salah makan, salah tempat, salah ucap, salah jalan dan salah

waktu. Kalau seseorang sakit berarti ada yang tidak seimbang, hal ini diperlukan

suatu ramuan untuk menyeimbangkan unsur-unsur yang tidak seimbang tersebut.

Konsep etnomedisin merujuk pada model pengobatan yang banyak digunakan

oleh sebuah komunitas atau masyarakat tertentu. Penyakit merupakan suatu bentuk

persepsi budaya individu sesuai dengan anutan budaya komunitasnya. Secara

sederhana penyakit bisa dimaknai dengan sebagai ganggun hidup. Bagi kalangan

ilmuan sosial, etnomedis diposisikan sebagai subsisten dari antropologi kesehatan

menurut Huges (Nikles, 2008: 105) dalam buku sosiologi kesehatan oleh Momon

Sudarman.

Obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan, binatang dan mineral masih

sangat sederhana demikian juga dalam mekanisme peramuanya dan dalam proses

peramuan atau pencampuran bahan seperti mineral atau air sebagai pelarut secara

keseluruhan dapat dikatakan yang berfungsi sebagai obat ialah sari bahan-bahan obat

tradisional tersebut (Rusdi, 1988 : 3). Proses pengobatan tradisional sering

menggunakan bahan-bahan yang menjadi obat untuk mengurangi rasa sakit,

menghilangkan rasa sakit atau menyembuhkan seseorang dari penyakit menurut

tradisi yang berlaku. Proses pengobatan tidak lepas dari adanya konsepsi mengenai

sakit, pengetahuan tentang obat, identifikasi ciri-ciri penyakit, penyebab dan cara-

cara pengobatan yang dibiasakan oleh anggota masyarakat. Aspek-aspek kajian ini

merupakan bagian yang selalu dijumpai pada setiap sistem medis suatu kebudayaan.

Sebutan untuk tokoh masayarakat seperti dukun, tabib, sanro, sense, guru

mbelin atau istilah lain yang semakna merupakan bagian dari sistem nilai budaya

Universitas Sumatera
yang dimilikinya. Mereka menggangap bahwa dokter tradisional itu diposisikan

seperti dewa yang mampu menyembuhkan orang sakit. Penilaian yang tinggi ini

menyebabkan posisi penyembuh tradisional menempati status sosial yang tinggi di

masyarakat. Kehadiran sakit atau penyakit selain disebabkan oleh kesalahan perilaku,

juga dianggap sebagai hukuman atau teguran dari Tuhan. Dengan kata lain sakit atau

penyakit merupakan satu bentuk kontrol sosial dari sistem nilai budaya yang

diyakininya kepada masayarakat penganutnya.

Dalam hal memelihara kesehatan, masyarakat etnik tradisional mempunyai

suatu pengetahuan tentang pengobatan yang diwariskan oleh leluhurnya. Kehidupan

yang menyatu dengan alam membuat masyarakat etnik mampu membuat obat

tradisional dari alam.

Etnis Karo mendiami daerah pegunungan bukit barisan yang sudah menyebar

luas di daerah kabupaten Deli Serdang, Karo, Langkat, Dairi, dan Simalungun. Disini

Penulis membahas tentang lansia karo yang hidup di kabupaten Karo dalam

pemanfaatan etnomedisin dalam menunjang kesehatan mereka di hari tua yang

terlepas dari kecanggihan obatan modern. Mereka hidup dengan kesuburan tanah

yang melimpahi dengan tumbuh-tumbuhan serta hewan-hewan. Daerah tanah Karo

memang terkenal dengan kekayaan hasil rempah-rempah sehingga masyarakatnya

identik dengan pengobatan tradisional yang berasal dari alam. Banyak dari tumbuh-

tumbuhan tersebut diolah untuk obat-obatan tradisional seperti minyak urut, parem

“kuning”, “dilat-dilat”,”tawar” bahkan hewan pun digunakan untuk membuat obat

tradisional Karo seperti minyak urut “Lipan” yang kesemuanya itu masih terbagi

11

Universitas Sumatera
dalam berbagai jenis. Seperti kuning las, kuning mbergeh, minyak urut untuk masuk

angin, pegal-pegal, keseleo dan sebagainya.

Pada saat ini dunia mengalami kecanggihan yang luar biasa dalam hal

informasi dan teknologi telah membuat teknik pengobatan dan obat-obatan menjamur

dimana-mana dengan berbagai metode yang canggih menurut manusia modern

sekarang. Namun hal itu tampaknya berbeda dengan etnis Karo khususnya lansia

Karo yang kurang berpengaruh terhadap kecanggihan pengobatan dan obat-obatan

dimana mereka tetap memanfaatkan etnosains mereka dalam meraih umur yang

panjang. Lansia Karo memiliki umur yang relatif lama sekitar 70 tahunan

berdasarkan pengamatan Penulis dan pengalaman Penulis dikehidupan keluarga dan

lingkungan sekitar tempat tinggal Penulis.

Penulis meyakini bahwa masih banyak Lansia Karo yang masih menggunakan

obat-obatan tradisional dalam kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan mereka

menurunkan etnosains tersebut kepada anak serta cucu mereka walaupun terkadang

diabaikan karena dianggap kuno. Namun obat-obatan tersebut masih eksis sampai

sekarang sebagai sebuah kearifan lokal yang Penulis rasa wajib untuk dilestarikan.

Obat-obatan tradisional Karo yang diolah secara tradisional dan berasal dari alam

(bahan-bahan alami) memiliki dampak yang baik bagi kesehatan Lansia dan diyakini

juga memiliki efek samping yang relatif kecil bagi kesehatan lansia, walaupun hal itu

sering dikritik oleh pakar kesehatan modern. Menurut Lansia salah satu faktor

pendorong mereka berumur panjang yaitu memanfaatkan obat-obatan tradisional

tersebut disamping faktor lainnya seperti religi, psikologi, ekonomi dan lainnya.

11

Universitas Sumatera
Beberapa contoh obat tradisional yang dipakai lansia:

1. Kuning Las

Komposisi :

a. Bahing (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

b. Lada (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

c. Kembiri (Indonesia : Kemiri, Latin : Aleurites Moluccanus)

d. Lasuna (Indonesia : Bawang Batak)

Kegunaan :

Obat masuk angin dan untuk menghangatkan tubuh. Proses pembuatannya

sendiri dengan cara menumbuk semua bahan dan melumiri ke seluruh

tubuh.

2. Sembur simbergeh

Komposisi :

a. Bulung Mbertik (Indonesia : Daun Pepaya , Latin : Carica

Papaya )

b. Pinang (Indonesia : Pinang, Latin : Areca Catechu)

c. Gamber (Indonesia : Gambir, Latin : Uncaria gambir)

d. Lada (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

e. Bahing (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

Kegunaan:

Mengobati sakit perut, diproses dengan cara mengunyah dan

meyemburkan ke bagian perut.

3. Kuning singgar

11

Universitas Sumatera
Komposisi:

a. Lada (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

b. Bawang merah (Indonesia : Bawang Merah, Latin : Allium cepa

var aggregatum)

c. Kaciwer (Indonesia : Kencur, Latin : Kaemferia galanga)

d. Bereng -

e. Beras (Indonesia : Beras, Latin : Oryza sativa

f. Sapah -

g. Berah -

h. Tingeren kuruk benga-

i. Kicik-kicik -

Kegunaan:

Mengobati sakit kepala, dipakai dengan melumuri ke bagian kepala dan

leher.

4. Minyak urut

Komposisi:

a. Buah pala (Indonesia : Pala, Latin : Myristica fragrans)

b. Cengkeh (Indonesia : Cengkeh, Latin : Syzygium

aromaticum)

c. Bahing (Indonesia : Jahe, Latin : Zingiber Officinale)

d. Bawang putih (Indonesia : Bawang Putih, Latin : Allium

Sativum)

e. Rimo mukur (Indonesia : Jeruk Purut, Latin : Citrus Hystrix)

11

Universitas Sumatera
f. Rimo ngawang -

g. Rimo Kejaren -

h. Rimo kelele -

i. Rimo hantu -

j. Lada (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

k. Kaciwer (Indonesia : Kencur, Latin : Kaemferia galanga)

l. Mburle -

m. Lempuyang (Indonesia : Lempuyang, Latin : Zingiber

Zerumbet)

n. Pandan (Indonesia : Pandan, Latin : Pandanus

amaryllifolius)

o. Minak tualah (Indonesia : Minyak Kelapa, Latin : Cocoes

oleum)

p. Kuning gajah (temu hitam) -

q. Waren gegeh -

Kegunaan:

Menghilangkan lelah, mengobati luka bakar, penyembuh bekas luka.

5. Tawar

Komposisi:

a. Bahing (Indonesia : Jahe, Latin : Zingiber Officinale)

b. Bawang merah (Indonesia : Bawang Merah, Latin : Allium cepa

var aggregatum)

c. Kaciwer (Indonesia : Kencur, Latin : Kaemferia galanga)

11

Universitas Sumatera
d. Bawang putih (Indonesia : Bawang Putih, Latin : Allium

Sativum)

e. Lada (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

f. Kembiri (Indonesia : Kemiri, Latin : Aleurites

Moluccanus)

e. Acem (Indonesia : Jeruk Nipis, Latin : Citrus x

aurantiifolia)

Kegunaan :

Mengobati perut kembung, diare, biasaya kesemua bahan ditumbuk halus

dan dimakan, karena rasanya agak pedas maka biasa ditambahkan gula

merah untuk mengkonsumsinya.

6. Kesaya Silima-lima

Komposisi:

a. Bawang merah (Indonesia : Bawang Merah, Latin : Allium cepa

var aggregatum)

b. Bawang putih (Indonesia : Bawang Putih, Latin : Allium

Sativum)

c. Kaciwer (Indonesia : Kencur, Latin : Kaemferia galanga)

d. Lada (Indonesia : Merica, Latin : Piper Nigrum)

e. Bahing (Indonesia : Jahe, Latin : Zingiber Officinale)

Kegunaan :

Untuk menghangatkan tubuh dan mengatasi masuk agin, menambah nafsu

makan, dan menambah stamina untuk beraktivitas.

11

Universitas Sumatera
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Sebagai negara berkembang Indonesia menghadapi banyak tantangan dalam

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan angka

harapan hidup membawa kebaikan bagi salah satu indikator kesehatan bangsa, namun

di sisi lain membawa hal ini juga berdampak pada transisi penyakit yang berdampak

pada penuaan. Kesehatan lansia juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang

rendah, lapangan pekerjaan yang terbatas, sarana/prasarana publik yang buruk,

perhatian pemerintah yang kurang, pergeseran nilai-nilai sosial budaya, serta kualitas

sumber daya manusia yang rendah menjadi penyebab masalah kesehatan lansia.

Perawatan dan peran keluarga sangat dibutuhkan oleh lansia untuk mempertahankan

kualiatas hidup lansia untuk mempertahankan kualitas hidup janda atau pun duda agar

senantiasa baik. Selain itu lansia mengalami perubahan peran dalam keluarga, sosial

ekonomi maupun sosial masyarakat yang mengakibatkan kemunduran dalam

beradaptasi dengan lingkungan baru dan beriteraksi dengan orang yang baru.

Konsep sehat dan sakit bersifat universal, hal ini sangat dipengaruhi oleh

faktor sosial budaya dimana seseorang itu hidup dan bergaul dengan yang ada

disekitarnya. Masalah sakit dan sehat merupakan proses yang berkaitan dengan

kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik

secara biologis, psikologis maupun sosial budaya.

11

Universitas Sumatera
Mengobati diri sendiri dengan obat tradisional merupakan salah satu upaya

untuk menyembuhkan diri dari penyakit. Dalam hal memelihara kesehatan,

masyarakat etnik tradisional mempunyai suatu pengetahuan tentang pengobatan yang

diwariskan oleh leluhurnya. Kehidupan yang menyatu dengan alam membuat

masyarakat etnik membuat obat tradisional dari alam.

6.2 Saran

Saran-saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada pihak keluarga supaya lebih memberi perhatian kepada Lansia baik

mendukung Lansia secara moril dan materil.

2. Kepada pihak pemerintah dalam hal perawatan kesehatan lansia supaya lebih

memperhatikan pelayanan kesehatan untuk menunjang kesehatan lansia.

3. Kepada pembaca dan mahasiswa Antropologi, penelitian ini masih mengalami

banyak kekurangan baik penulisan, teori tentang kesehatan Lansia supaya dapat

melengkapinya selanjutnya.

11

Universitas Sumatera
Daftar Pustaka

Buku Literatur

Koentjaranigrat, 2009, Pengantar Ilmu Antropologi edisi revisi 2009, Jakarta : PT

RINEKA CIPTA.

Koentjaranigrat, 1992, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, cetakan ke 8, Jakarta :

DIAN RAKYAT.

Keesing, M Roger. 1981. Antropologi Budaya. Jakarta : ERLANGGA

Foster, Anderson. 1986, .Antropologi Kesehatan. Cetakan Pertama. Jakarta : UI

Press .

Koentjaranigrat. 1990. Sejarah Antropologi II. Jakarta : UI Press

Lapau, Buchari dan Achmad Fedyani Saifuddin, 2015. Epidemiologi dan

Antropologi suatu Pendekatan Integratif Mengenai Kesehatan. Jakarta :

PRENADAMEDIA GROUP.

Endraswara, Suwardi. 2017. Sastra Etnografi. Yogyakarta : morfalingua.

Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:

PUSTAKA BELAJAR.

Muzaham, Fauzi. 1995. Meperkenalkan sosiologi kesehatan. Jakata : UI Press

White Kevin, 2012. Pengantar Sosiologi Kesehatan dan Penyakit. Cetakan

Kedua, Depok : PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Prints, Darwin. 2004. Adat Karo. Medan : Bina Media Perintis.

Sudarma, Momon. 2008, Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba

Medika.

Sumber data dari Sekretaris Desa Munte

11

Universitas Sumatera
Internet

https://www.bps.go.id

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia.

Konsep sakit dan sehat “https;//diansitisite.files.wordpress.com/2017/09/konsep-

sehat-sakit.pdf” diakses pada tanggal 21 Mei 2018.

Etnosains dan Etnomedisin diunduh di digilib.unila.ac pada tanggal 15 Mei 2018

Kajian Etnomedisin Pada Orang Tugutil Di Malmahera System Personalistik Dan

Naturalistic (Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Derajat S2) Oleh Safrudin Abd.Rahman, Program Pasca Sarjana Program

Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada Tahun

2013).

Permasalahan Lanjut Usia di Daerah Perdesaan Terpencil oleh Laurentius Aswin

Pramono dan Corelles Fanumbi kesma, Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional VII.6,No 5, April 2012

Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian oleh

Ananda Ruth Naftali, Yulius Yusak Ranimpi, M.Aziz Anwar, Buletin

Psikologi2017.Vol.25,No.2,124135,DOI:10.22146/buletinpsikologi.28992

Kualitas Hidup Lansia oleh Anis Ika Nur Rohman, Purwaningsih, Khoridatul

Bariyah, Jurnal Keperawatan, ISSN 2086-3071, Volume 3, Nomor 2.

Kajian Pemanfaatan Tanaman Sebagai Obat Tradisional Di Desa Tolai Kecamatan

Torue Kabupaten Parigi Moutong oleh Ni Ketut Lestaridewi, Muhammad

Jamhari dan Isnainar , E-JIP BIOL Vol.5(2):92-108, Desember 2017 ISSN

2338-1795.

Universitas Sumatera
Pendidikan kesehatan terhadap perilaku kesehatan lansia tentang personal hygiene

oleh Iswatiah, Sri Nabawayati Nurul Mukiyah, Laili Nur Hidayah, Jurnal

Keperwatan, ISSN 2086-3071.

Pengetahuan dan Pemanfaatan Metode Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat

Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe oleh Salmen Sembiring dan

Drs.Sismudjito,M.Si, Prespektif Sosiologi, Vol.3.No.1.Oktober 2015.

Kesehatan modern dengan nuansa Budaya oleh Isniati, Jurnal Kesehatan

Masyarakat, September 2012-Maret 2013,Vol.7, No.1

Eksistensi pemanfataan obat tradisional (TOT) Suku Serawai Diera Medikalisasi

Kehidupan oleh suli Angria murni, priyono prawito dan sumarto widiono,

Naturalis-Jurnal Penelitian Penggelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan, Volume 1 Nomor 3, Desember 2012, ISSN:2302-6715.

Studi Etnomedisin di Indonesia dan Pendekatan Penelitiannya oleh Marina

Silalahi, J D P Volume 9, Nomor 3, November 2016:177-124.

http://m.cnnindonrsia.com (diakses pada 10 oktober 2018, pukul 20.00 WIB).

https://diansitisite.files.wordpress.com (diakses pada 10 oktober 2018, pukul

20.00 WIB).

http://www.zonarefrensi.com /Pengertian konsep menurut Para Ahli beserta

Fungsi, Unsur dan Ciri-cirinya (diakses 7 Januari 2019).

Sunanti Z.Soejoeti, Konsep Sehat,Konsep Sakit Dan Penyakit, pusat penelitian

ekologi kesehatan, badan penelitian dan pengembangan kesehatan,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta ,(diakses Desember 2018).

Universitas Sumatera

Anda mungkin juga menyukai