SKRIPSI
OLEH
MARLINA BR TARIGAN
060701010
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat
Marlina Br Tarigan
060701010
ii
Oleh:
Marlina Br Tarigan
iii
memenuhi salah satu syarat untuk memeperoleh gelar sarjana bidang ilmu Sastra
berdasarkan data yang dikumpulkan dari novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning
Pranoto.
Dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mengalami
kesulitan dan hambatan, tetapi karena kuatnya dorongan dan bantuan dari berbagai
pihak, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis
mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan
kasih kepada Bapak Drs. D. Syahrial Isa, S.U. sebagai pembimbing I dan Ibu Dra.
Keristiana, M.Hum sebagai pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan
Dalam kesempatan ini juga penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum, dan ibu Dra. Mascahaya, M.Hum
3. Bapak Drs. Isma Tantawi, M.A sebagai dosen Pembimbing Akademik penulis
iv
untuk semangat, kasih sayang, serta bantuan materi yang diberikan pada
penulis. Terima kasih sudah mengajarkan penulis untuk mengerti arti dari
kehidupan. Terima kasih juga pada kakak terkasih, Quita Tarigan yang tak
tengah jenuh mengerjakan skripsi ini. Adik terkasih Dami A Tarigan, untuk
semangat yang diberikan kepada penulis. Terima kasih untuk setiap untain
do’a tulus yang tak pernah putus dari mulut manis kalian buat ananda.
mengerjakan skripsi ini dan terima kasih untuk nasehat serta do’a tulus kalian
bagi penulis.
7. Kakak, abang, serta adik sepupu penulis, kak Juwi Silalahi, kak Lena
Simbolon, bang Bima Simbolon, bang Mion Sembiring, bang Joni Tarigan,
bang Sam Butar-butar, Jojo Silalahi, Ray Simbolon, Jimmy F Sembiring, Ray
Simbolon, Maria Simbolon, Alfi Ginting terima kasih untuk do’a, semangat,
persatu namanya, terima kasih untuk untaian do’a dan semangat yang
10. Sahabat-sahabat penulis yang sudah begitu baik membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Vani, Vita, Imel, Hanna, Eva, Nova, Ade, Yessa,
Itana, Tumpal, Dewi, Lidia, Vera, Monic, Triana, Merry. Terima kasih sudah
penulis.
11. Teman-teman Sasindo, khususnya stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, serta stambuk 2005, khususnya kepada bang David,
bang Wira, dan kak Wika. Terima kasih untuk motivasi dan sumbangan
pikiran serta waktu yang diluangkan untuk berdiskusi dengan penulis selama
12. Teman-teman kost 106 kak Nienie, Yanna, Henni, Lidia, Dewi, Debora, Lensi,
Rohana, dan Adi. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini di 106
berbagi suka dan duka serta saling memberi semangat dan do’a.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Semoga skripsi sederhana ini
Marlina Br Tarigan
060701010
vi
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................68
viii
Oleh:
Marlina Br Tarigan
iii
PENDAHULUAN
mengatakan bahwa:
masyarakat, maupun interaksi yang terjalin diantara seluruh anggotanya. Secara lebih
masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Interaksi yang terjalin diantara
keduanya merupakan hal yang menarik untuk dikaji sebab menyangkut hubungan
antara dua jenis kelamin yang berbeda yang membentuk tatanan kehidupan
masyarakat, baik secara sosial maupun budaya. Hubungan antara laki-laki dan
tiap-tiap jenis kelamin. Proses ini dikuatkan oleh banyak kebudayaan bahwa posisi
laki-laki berada lebih tinggi secara struktural dibandingkan dengan perempuan. Hal
ini membuktikan bahwa interaksi yang terjalin menuntun adanya satu jenis kelamin
yang lebih unggul dibandingkan dengan yang lain. Pihak laki-laki merupakan
dalam berbagai proses sosial dibandingkan dengan perempuan, bahkan pada lingkup
pergaulan sosial yang lebih luas seperti kelompok masyarakat. Proses pengambilan
keputusan dalam sebuah keluarga dengan demikian juga tidak terlepas dari kontrol
kekuasan laki-laki yang dianggap lebih berwenang. Hal ini terjadi dan seolah-olah
kaum perempuan yang diantaranya meliputi fungsi, peran, dan kedudukan mereka
merupakan kaum yang lemah sedangkan laki-laki ialah kaum yang kuat. Berdasarkan
hal ini, perempuan memiliki kecenderungan yang kuat untuk bergantung kepada laki-
berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas, dan sistem pembagian kerja sehingga
yang terjadi kemudian adalah bahwa laki-laki lebih berkuasa atas perempuan. dampak
dari hal ini salah satunya ialah perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan.
Ketika membahas masalah perempuan, satu konsep penting yang tidak boleh
dilupakan ialah konsep gender. Hal ini menjadi masalah yang penting karena stereotip
menguntungkan jenis kelamin tertentu yaitu laki-laki. Keuntungan tersebut dilihat dari
berbagai bentuk tatanan sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat yang
menganut budaya patriarki, namun di lain pihak yaitu perempuan stereotip yang
Hal yang paling didasarkan atas bentuk perlakuan tidak adil tersebut misalnya
kekerasan.
“perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain”. Perbuatan
tersebut merupakan sebuah pola atau bentuk kejahatan tingkah laku yang diarahkan
semua kasus, seorang pelaku tindak kekerasan bertujuan untuk mengerahkan tenaga
dan mengontrol atas seorang korban yang biasanya atau sering kali adalah orang yang
kurang mendapat pertolongan atau orang yang lemah, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan fisik, mental, bahkan kematian bagi si korban, dalam hal ini adalah
perempuan.
Novel karya Naning Pranoto ini merupakan salah satu novel yang mengangkat
tema mengenai ketimpangan gender yang berakhir pada kekerasan pada objeknya
khususnya perempuan. Cerita ini diangkat dari pengakuan langsung dari seorang
tanpa vagina karena vagina hanya membuat hidupnya hancur. Berangkat dari
perempuan yang kerap mengalami kekerasan maupun penyiksaan yang dilakukan oleh
kaum pria. Seperti yang dialami tokoh utama Mira yang mendapat ketidakadilan yang
berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh teman hidupnya Mulder, sehingga Mira
Novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto adalah sebuah novel yang
mengangkat tema tentang ketimpangan gender akibat dominasi kaum lelaki. Novel ini
bukanlah sebuah novel picisan yang hanya ingin menjual cerita vulgar untuk menarik
perhatian para konsumen, seperti anggapan banyak orang yang hanya membaca
judulnya sudah mengkategorikan bahwa novel tersebut adalah novel vulgar. Oleh
karena itu, novel karya Naning ini pernah menuai kritikan keras karena dianggap
sebagai novel ‘lendir’ yang hanya mengumbar nafsu syahwat para pembaca atau
dengan kata lain novel Naning ini hanyalah novel vulgar yang tak layak edar. Gugatan
yang dialamatkan pada Naning ini terjadi saat salah seorang mahasiswa yang menjadi
peserta dalam acara bedah buku Naning yang mempertanyakan tujuan Naning
mengarang novelnya tersebut. Masih dalam kasus yang sama menurut laporan dari
Galang Press selaku penerbitnya, sebagian toko buku menolak untuk memasarkannya
sebab novel Naning tersebut dinilai terlalu vulgar untuk khalayak. Namun jika
ditelusuri lebih jauh sebenarnya novel ini jauh dari kesan vulgar. Teks-teks yang ada
dalam novel ini tidak menjual teks-teks yang mengundang libido pembacanya. Naning
menggunakan kata vagina pada judul novelnya hanya sebatas simbolis dari fenomena
tak berdayanya kaum perempuan terhadap kaum pria dimana perempuan selalu
dianggap sebagai kaum yang lemah, miskin, bodoh, tertindas, dan termarginalkan
kekerasan mereka, baik secara fisik, psikologis, maupun seksualitas. Dan perempuan
ini membahas ketimpangan gender pada pria dan wanita yang menyebabkan adanya
tindakan kekerasan dari pria yang menganggap bahwa mereka adalah kaum yang
lebih kuat dan berkuasa daripada wanita, seperti yang dialami tokoh Mira. Atas dasar
1.1.2 Masalah
b. Jenis-jenis kekerasan apakah yang dialami tokoh utama dalam novel Wajah
Sebuah Vagina?
manfaat.
2.1 Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
“konsep /konsep/ n 1 rancangan atau buram surat dsb; 2 ide atau pengertian yang
berbeda; 3 gambaran mental dari objek , proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa
Defenisi ke-3 adalah yang tepat untuk memberi gambaran wujud dan guna
konsep. Jadi, konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan
arah pemikiran si peneliti, karena menentukan penetapan variabel. Dengan kata lain,
pembahasan. Dalam hal ini, konsep yang dimaksud adalah gambaran dari objek
berupa novel berjudul Wajah Sebuah Vagina yang akan dibahas dalam tulisan ilmiah
yang berjudul Wajah Sebuah Vagina Karya Naning Pranoto : Ketidakadilan dan
Dari pengertian di atas maka tulisan ilmiah ini akan melibatkan beberapa konsep
a. Stereotipe
b. Marginalisasi
c. Kekerasan
terhadap perempuan.
A. Kekerasan yang terjadi pada arena domestik atau hubungan intim personal
a. Kekerasan seksual
b. Kekerasan fisik
c. Kekerasan emosional
B. Kekerasan dalam arena publik yaitu bentuk kekerasan yang terjadi di luar
a. Kekerasan seksual
b. Kekerasan fisik
Penelitian ini didasarkan pada dua teori sekaligus, yaitu struktural dan feminis.
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk
memahaminya maka sebuah karya sastra tersebut perlu dianalisis dan dalam
karya sastra”.
(1) Pendekatan mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam
adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan ekspresif yang
sebagai suatu yang otonom terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan
pengarang. Maka, yang penting dalam kritik ini adalah karya sastra itu sendiri,
tugas pokok dalam pengkajian sebuah karya sastra. Oleh karena itu, dalam penelitian
sastra sebagai suatu yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang
Salah satu hasil karya sastra yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang
saling memiliki hubungan dalam membentuk jalinan cerita secara koheren adalah
adalah segi struktural penceritaannya. Analisis struktural karya sastra, dapat dilakukan
tersebut sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu.
Dari uraian tersebut, maka analisis yang dilakukan pada novel Wajah Sebuah Vagina
gambaran mengenai cerita pada sebuah karya sastra dalam hal ini adalah novel,
namun model analisis yang hanya berdasarkan struktur mengandung kelemahan, yaitu
(1) melepaskan karya sastra dari latar belakang sejarahnya, dan (2) mengasingkan
karya sastra dari relevansi sosial budayanya. Bagaimanapun juga, sebuah karya sastra
tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang sosial budaya dan latar
belakang kesejarahannya. Melepaskan karya sastra dari latar belakang sosial budaya
dan kesejarahannya, akan menyebabkan karya itu menjadi kurang bermakna atau
paling tidak maknanya menjadi amat terbatas, atau bahkan makna menjadi sulit
ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra akan menjadi kurang bermanfaat bagi
kehidupan. Oleh karena itu, analisis struktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis
Konsep seks atau jenis kelamin merupakan pensyifatan atau pembagian dua
jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada
jenis kelamin tertentu, sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara
sosial maupun kultural.
Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, dan
keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, irasional, jantan, perkasa.
dipertukarkan dari waktu ke waktu dan dari temat ke tempat yang lain. Namun
melalui proses yang panjang perbedaan gender ini dianggap masyarakat sebagai
ketentuan Tuhan dan tidak dapat diubah lagi. Padahal gender dan seks berbeda, jika
seks merupakan ketentuan dari Tuhan yang tidak dapat diubah lagi maka gender
dibentuk dan dikonstruksikan secara sosial atau kultural, melalui ajaran agama
maupun negara. Oleh karena perbedaan gender tersebutlah maka ketidakadilan pada
perempuan pun muncul salah satunya adalah ketidakadilan dalam bentuk kekerasan.
perlawanan atas berbagai upaya kontrol laki-laki, seperti pemilihan jenis pekerjaan
yang oleh laki-laki dianggap cocok dengan perempuan, mengontrol daya produktif
harta milik dan sumber daya ekonomi lain dengan sistem pewarisan dari laki-laki ke
laki-laki.
Secara etimologis feminis berasal dari kata ‘femme’ (woman) yang berarti
Sugihastuti dan Itsna 2000 : 37) ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan
perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang
perempuan, maka semakin banyak pulalah aliran dari feminisme yang muncul, antara
lain feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme sosialis, dan feminisme marxis.
Dalam menganalisis karya sastra Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto ini,
menganggap bahwa perbedaan gender bisa dijelaskan melalui perbedaan biologis atau
psikologis antara laki-laki dan perempuan”. Menurut aliran ini, kekuasaan laki-laki
atas kaum perempuan, yang didasarkan pada pemilikan dan kontrol kaum laki-laki
psikologis kepada laki-laki. Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan
objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Dengan kata lain, bahwa
penindasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh laki-laki berakar pada jenis
kelmin dari laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Dengan demikian, kaum
laki-laki secara biologis maupun politis adalah bagian dari permasalahan kekerasan
terhadap perempuan. Dari hal tersebut, aliran ini menganggap bahwa penguasaan fisik
terhadap perempuan.
Novel Wajah Sebuah Vagina merupakan novel yang memiliki kelebihan dan
cukup kontroversi sehingga novel ini menarik untuk diresensi serta diulas dalam
forum diskusi. Sepanjang penelusuran penulis, novel Wajah Sebuah Vagina belum
Utara.
Sumatera Utara, dengan judul Novel Memburu Matahari Karya Nadjib Kartapat:
Analisis Feminisme. Skripsi tersebut disusun oleh Tety Warliani yang membahas
tentang emansipasi perempuan dengan menggunakan teori feminis –sosialis atau teori
feminis Marxis. Teori ini meneliti tentang tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang
politik, dan ekonomi. Aliran ini ingin menganjurkan pada perempuan untuk
Sedangkan di lain tempat novel ini sudah pernah dibahas oleh Esai Arie MP
Tamba dalam forum diskusi di internet. Dalam forum tersebut Esai membahas
teks-teks novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto yang secara tendensius
ingin memperjuangkan keadilan atau nilai kesejajaran gender bagi wanita. Perjuangan
ini menurut Esai, sangat unik dipresentasikan oleh Naning dan tidak sebagaimana
melainkan disoroti melalui tataran biologis filosofis dengan mengedarkan dan juga
(http://www.rayakultura.net).
Novel Wajah Sebuah Vagina juga pernah diteliti oleh Heri Aprilianto
mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang dengan
judul penelitian Tokoh Utama Wanita dalam Pandangan Gender pada Novel Wajah
perwatakan tokoh utama wanita yaitu Mira, dari perwatakan tokoh tersebut Heri
kemudian menganalisis jenis-jenis gender yang ada pada tokoh utama tersebut
(http://digilib.unnes.ac.id).
Sedangkan penulis sendiri meneliti novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning
Pranoto dengan judul Wajah Sebuah Vagina Karya Naning Pranoto : Ketidakadilan
menggunakan teori struktural dan teori feminisme radikal yakni teori yang membahas
METODE PENELITIAN
dalam penelitian ini dalah metode pembacaan heuristik dan hermeneutik. Menurut
pembacaan dari awal sampai akhir secara berurutan. Hasilnya adalah sinopsis
heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan metode pembacaan berdasarkan
tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai akhir dengan cara
berurutan”. Cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus. Hal
ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut.
berurutan.
pustaka, simak, dan catat. Teknik pustaka dilakukan dengan menggunakan sumber-
sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak dan catat yakni dilakukan
dengan menyimak secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer yang
data yang diinginkan, dan terhadap sumber data sekunder yang sasarannya berupa
sastra-perempuan.html.
Ukuran : 18 cm x 10,5 cm
Cetakan : Pertama
Tahun : 2004
Gambar Sampul : Terdapat gambar setengah wajah seorang wanita yang hanya
menjulur.
Novel Wajah Sebuah Vagina meliputi kisahan Oktober 1982 s/d Januari 1983,
tersebutlah seorang perempuan bernama Mira dari Desa Mijil, Pulau Jawa, yang
merupakan tokoh utama dalam novel ini. Dalam novel ini diceritakan bahwa ayah dan
ibu Mira telah dibunuh tahun 1965 oleh ‘petugas keamanan negara’ karena ayah Mira
adalah seorang anggota Barisan Tani Indonesia yang merupakan bagian dari Partai
Komunis Indonesia (PKI). Mira kemudian diasuh oleh neneknya. Sebagai seorang
anak keturunan PKI, Mira mendapat bermacam hinaan dalam masa sekolahnya dan
yang paling menyakitkan adalah ketika Mira lulus SD dan baru pertama kali
mendapat haid, dia malah diperkosa oleh lurah desanya yaitu Lurah Prakosa yang
meninggalkan desa mereka karena lurah tersebut takut aibnya akan tersebar dan jika
Mira tidak meninggalkan desa tersebut maka Mira diancam oleh Lurah Prakosa.
Lurah tersebut akan menyebarkan isu bahwa Mira sedang berusaha untuk
bukannya malah menolong, tetangga Mira yang bernama Dinah itu malah menjual
Mira dan menjadikannya sebagai pelacur, ternyata Dinah adalah seorang mucikari.
Mira terbebas dari dunia pelacuran ketika dia menikah dengan Suhar yang
seorang supir taksi namun hidup mereka serba kekurangan, terlebih lagi karena uang
tabungan Mira habis untuk biaya pengobatan dan operasi tumor yang bersarang di
perut nenek Mira. Ekonomi rumah tangga Mira menjadi lebih baik ketika ia ikut
Mulder mengaku kepada Mira bahwa dia merupakan orang yang kaya raya
dan memiliki bisnis berlian dan emas. Mira kemudian tergoda , bukan hanya pada
janji-janji manis Mulder yang akan menjadikannya istri dan memberi kekayaan dan
kesenangan tapi Mira awalnya tersanjung atas sikap Mulder yang romantis, baik, dan
selalu menyanjungnya.
Akhirnya Mira pun meninggalkan Suhar dan ikut bersama Mulder ke Afrika.
Melalui pelayaran berbulan-bulan, Mira mulai melihat kejahatan di balik wajah ramah
dan kemesraan Mulder. Dikapal yang mereka tumpangi, Mulder malah menjual Mira
kepada salah seorang temannya dan sesampainya di Durban, Afrika Selatan, Mira
dijadikan palacur dan Mulder mucikarinya. Selama menjadi pelacur, Mira kerap
mendapat perlakuan kasar dari para lelaki hidung belang. Vagina Mira seperti tidak
ada harganya lagi, tak jarang lelaki tersebut menyulut vagina Mira dengan rokok atau
menggunakan benda tajam serta menyiksa tubuh Mira. Kali ini vagina kembali
pun pupus sudah. Mira mulai sakit-sakitan dan sering mendapat penyiksaan dari
Mulder. Puncaknya adalah ketika suatu hari Mira tak sanggup memenuhi permintaan
seorang pelanggan karena dia sedang ‘datang bulan’, Mira malah dipukul dan
perutnya ditendang. Setelah itu Mulder memperkosanya dan Mira pun tak berdaya
dan akhirnya pingsan. Mulder mengira Mira sudah mati dan dengan dalih ingin
semak-semak wilayah Mpeseo dan aksinya ini dibantu oleh kekasih barunya yang
bernama Wendy.
Mbeko dan keluarganya yaitu Ibu Sofia atau Ibu Sepuh dan juga adik Mbeko yang
bernama Totti dibantu oleh penduduk desanya kemudian menolong Mira. Dalam masa
pemulihan yang dilakukan Ibu Sepuh terhadap Mira, Mira lebih banayak diam dalam
lamunannya terkadang dia menangis dan yang paling parah adalah ketika Julia yang
merupakan istri Ian Camarro seorang pengusaha terkenal di Afrika yang ingin
membela hak-hak Mira datang mengunjunginya, Mira malah pergi berlari dan
bersembunyi di atas pohon karena takut. Tidak sampai disitu saja ketika mereka
membujuk Mira untuk turun Mira malah menangis histeris dan berteriak dia tidak
ingin dikubur lagi hidup-hidup. Ternyata penyiksaan yang dilakukan Mulder padanya
membuat Mira mengalami trauma yang begitu dalam. Selain mengalami trauma,
vagina Mira juga mengalami luka akibat kekerasan yang dia terima selama hidup
bersama Mulder. Puncak dari derita Mira adalah maut, karena tekanan psikis serta
analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalh yang
akan dibahas.
4.1.1 Alur
dengan baik. Alur yang baik harus memiliki kejelasan dan kesederhanaan.
kejelasan cerita dan kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dipahami”.
Aminuddin (1987 : 83) mengatakan “Alur dalam karya fiksi pada umumnya
menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional
Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. Alur
merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. Alur mengatur
bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, sebagaimana
suatu insiden mempunyai hubungan dengan insiden lain, bagaimana tokoh-
tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan-tindakan itu dan
bagaimana situasi dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakan-
tindakan itu yang terikat dalam suatu kesatuan waktu.
Dari beberapa pengertian di atas, semakin jelas bahwa alur sebuah cerita
sangat penting dalam sebuah karya sastra dalam hal ini prosa, karena alur menjelaskan
dapat memahami cerita yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra tersebut dalam
peristiwa yang diceritakan secara kronologis (progresif) dan pada tahap selanjutnya
Pada tahap awal dikisahkan mengenai tokoh utama, Mira yang mengalami
luka disekujur tubuhnya dan tidak sadarkan diri di daerah Zulu, Afrika. Ketika sadar
Mira telah berada di rumah salah satu penduduk desa tersebut yang bernama Mbeko.
Mira dirawat serta diobati oleh Bu Sepuh, nenek Mbeko, yang merupakan tabib di
daerah tersebut. Setelah siuman Mira berkenalan dengan cucu perempuan Bu Sepuh
bernama Totti, adik dari Mbeko. Dari perkenalan tersebut terjadi percakapan antara
Mira dengan Totti, dari percakapan mereka tersebut diceritakan mengenai Mira yang
tidak sadarkan diri akibat penyiksan yang dialaminya yang dilakukan oleh kekasihnya
Mulder yang kemudian diselamatkan oleh seorang pemuda Afrika yang bernama
menolong nyawa tokoh utama yaitu Mira yang dikubur hidup-hidup di tengah hutan
yang kemudian dirawat dan diobati oleh Bu Sepuh. Hal tersebut terlihat pada kutipan
berikut:
“ Yebo, memang Bang Mbeko yang menolong kakak pertama kali. Yaitu
ketika Bang Mbeko pulang dari gereja, melihat kakak tergeletak di semak-
semak dengan kondisi mengenaskan. Lalu Bang Mbeko memanggil muda-
mudi sini untuk menolong kakak…,”
“Abangmu membawaku ke gubuk di tengah ladang itu…,” sela Mira dengan
pedih.
“Yebo…, untuk dibersihkan dari roh-roh jahat…” tegas Totti.
“Bu Sepuh bilang, Saya pingsan dua hari?” tanya Mira.
“Kakak pingsan selama dua hari, tiga malam…,” Totti meluruskan.
“Makanya, aku disangka sudah mati…, tukas Mira dengan suara parau.
mengenai kisah masa remaja Mira di kampung halamannya Desa Mijil, Jawa Tengah
dan sebab mengapa Mira sampai ke Benua Afrika dengan luka-luka disekujur
tubuhnya. Ternyata dari remaja Mira sudah mendapat kekerasan khususnya kekerasan
seksual dari lurah di desanya yang pada akhirnya memaksa Mira menjadi pelacur lalu
bertemu dengan Suhar yang menjadi suaminya yang juga mengenalkannya pada
Mulder yang membawa Mira ke Benua Afrika dan diceritakan juga mengenai
penyiksaan-penyiksaan yang dialami oleh Mira yang dilakukan oleh Mulder yang
merupakan pembawa malapetaka dalam hidupnya. Hal tersebut terlihat pada kutipan
berikut:
“Kakak jadi korban lurah gila itu? Oh…Tixo…! Tixo…!” Totti menjerit,
“Terlalu!”
“Ya, ya, memang terlalu,” tiba-tiba Mira menggegat. Ia merenggut
kegadisanku ketika saya berusia empat belas tahun, pas lulus Sekolah Dasar
(WSV: 47).
“Setelah lurah edan itu merenggut kehormatan saya, saya minggat dari desa,
karena kalau saya tidak pergi diancam akan dibunuh Pak Lurah…”(WSV : 49).
“Karena Pak Lurah terus mengancam-ancam saya, saya lalu pergi ke Surabaya
menemui seorang tetangga saya yang katanya kerja di sebuah restoran.
Namanya Mbak Dinah. Ternyata Mbak Dinah menjadi mucikari. Dia tega
menjual saya…”(WSV : 49).
“Saya menjual vagina sekitar lima tahun, sampai akhirnya saya berhenti
karena dilamar Kang Suhar” (WSV : 50).
“Ternyata menjadi istri Kang Suhar tidak bisa mengantongi uang sebanyak
yang saya dapatkan ketika saya bekerja di Wisma-Sumringah, bordil yang
dikelola Mbak Dinah. Apa lagi pada waktu itu nenek saya memerlukan uang
banyak untuk biaya pengobatan dan operasi tumor yang bersarang di
perutnya…”(WSV : 50).
Ternyata Mulder bukan hanya menjual Mira tetapi Mira juga kerap mendapat
kekerasan khususnya kekerasan fisik dan seksual dari Mulder. Hingga puncak dari
penyiksaan Mulder adalah ketika Mira dipaksa melayani laki-laki yang menjadi
langganan Mira dan Mira menolaknya karena sedang haid, lalu Mulder marah dan
menyiksa Mira dan menyetubuhi Mira hingga pingsan. Mulder mengira Mira telah
meninggal lalu mengubur Mira hidup-hidup dibantu kekasih barunya Wendy. Hal
“ Mira, apa malam ini you tidak kerja? Tuan Lulumban menantimu di Paradise
Motel!
“O, Mulder…Mister Mulder…saya, saya ternyata tadi sore haid. Jadi, jadi
saya tidak bisa bekerja melayani Tuan Lulumban!”
Perut Saya mules”. Tegasnya dengan suara gemetar, karena dilanda katakutan.
“Haid!Haid!Haid! You bohong. You sok suci. Heh!” Dicky menendang perut
Mira.
“You kasih tahu Tuan Lulumban tidak, kalau you sedang merah?”tanya Dicky
sambil memegangi leher Mira yang seolah-olah siap dicekiknya.
Mira menggeleng perlahan-lahan dan Dicky lalu menempelengnya sambil
berteriak, “Stupid! Tolol! Goblok! Bodoh! Dungu! Perempuan kampungan!”
diceritakan secara kronologis atau berurutan. Pada tahap ini diceritakan mengenai
usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang yang prihatin terhadap nasib Mira yang
masih terus dikejar oleh Mulder dan mereka berusaha untuk memperjuangkan
keadilan yang seharusnya didapat oleh Mira, yang pada akhirnya meninggal akibat
luka pada tubuhnya khususnya vaginanya yang semakin hari semakin parah. Hal
Saat menjerit ia merasakan yang nyeri bukan saja perasaannya, tetapi juga
raganya, khususnya di perutnya bagian bawah, yang tak lain adalah alat
reproduksinya luar dalam : rahim dan vaginanya. Nyeri sekali. Dan darah itu
pun mengalir semakin deras. Darah segar. Merah. Merah sekali. Mengerikan
(WSV : 181).
Dengan demikian urutan cerita yang diceritakan dalam novel Wajah Sebuah
4.1.2 Latar
Suatu peristiwa tidak mungkin terjadi bila tidak ada latar. Dengan kata lain,
Latar atau setting merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam
karya fiksi. Latar dapat mewarnai cerita, karena merupakan pijakan yang jelas
fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal.”
Selanjutnya Hudson (dalam Sudjiman 1987: 44) membedakan latar sosial dan
kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang
melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat dalam
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan latar adalah suatu pijakan pada cerita
secara konkret dan jelas sehingga memberikan kesan realistis kepada pembaca
melalui penggambaran tempat, waktu, dan keadaan suatu kelompok atau masyarakat
mendalam.
Dalam novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto terdapat latar fisik,
yang berupa tempat, latar waktu yang berhubungan dengan kapan terjadinya
peristiwa, dan latar sosial yaitu penggambaran mengenai masyarakat dalam cerita ini.
Hampir keseluruhan dari novel ini berlatarkan Benua Afrika tepatnya di Afrika
Selatan di Desa Mpeseo, Kwa-Zulu Natal, di Durban. Hal tersebut tampak pada awal
cerita hingga akhir cerita dan terlihat pada kutipan cerita berikut ini :
“Saya tidak bisa membandingkannya, karena saya tidak tahu keadaan desa ini,
selain di rumahmu. O iya, Mpeseo ini dimana letaknya?”
“Di Afrika Selatan—wilayah Kwa-Zulu Natal…” (WSV : 39).
Malam itu, bulan purnama juga menghiasi hamparan langit Durban yang biru.
Bahkan pancarannya lebih indah dibandingkan dengan bulan purnama yang
tampil di Mpeseo, yang baru saja dinikmati Mira dan Totti. Sebab bulan
purnama di Durban, bayangannya terpantul indah di permukaan air laut bak
wajah seorang perempuan anggun elok (WSV : 113).
“Dia tidur. Biarkan dia tidur, Nak. Kalau dia bisa tidur, berarti bebas dari
kesakitan, sahut Bu Sepuh, sambil menyembunyikan kegelisahannya dalam
mengahadapi kondisi Mira yang kritis. Bu Sepuh sedang memikirkan,
bagaimana seandainya Mira meninggal di Bumi Afrika? Siapa yang akan
membawa jenazahnya ke Java? (WSV : 225).
Selain di Afrika Selatan, latar tempat pada novel ini juga terjadi di Indonesia
tepatnya di Jakarta, Surabaya, dan Jawa Tengah. Hal tersebut tampak pada kutipan
“ Tidak. Begitu Mulder melamar saya, saya tidak langsung dinikahi. Kami
hidup bersama. Mulder menyewa rumah mewah Kebayoran-Baru—wilayah
elit di Jakarta Selatan. Saya tinggal di rumah mewah itu…”( WSV : 52).
“Tidak. Karena Pak Lurah terus mengancam-ancam saya, saya lalu pergi ke
Surabaya—menemui seorang tetangga saya yang katanya kerja di sebuah
Saya menjual vagina sekitar lima tahun, sampai akhirnya saya berhenti karena
dilamar Kang Suhar”. Mira berbisik, “Ternyata, menjadi istri Kang Suhar
tidak bisa mengantongi uang sebanyak yang saya dapatkan ketika kerja di
Wisma—Sumringah, bordil yang dikelola Mbak Dinah (WSV :50).
Selain latar tempat, novel ini juga diperkuat dengan latar waktu. Latar waktu
sebuah karya fiksi. Latar waktu dalam novel Wajah Sebuah Vagina terdapat pada
kutipan berikut “
Latar waktu pertama kali pada Oktober 1982, ketika Mira ditemukan
masyarakat Zulu, Afrika dalam keadaan tubuh yang penuh luka. Latar tersebut dapat
Kata WTS pada kutipan cerita tersebut menunjukkan bahwa kejadian pada
novel tersebut bukan terjadi pada masa kini, tetapi terjadi pada tahun 80-an, karena
penggunaan kata WTS pada saat itu digunakan untuk menyebut istilah pelacur
berbeda dengan zaman sekarang yang lebih menghaluskan pemakaian kata untuk
menyebut istilah pelacur dengan istilah tunasusila. Atau dengan kata lain pemakaian
Perayaan Natal masih kurang dua minggu lagi, tetapi suasananya telah
menggema dan menceriakan Durban dan kota-kota lainnya di Afrika Selatan,
sejak awal Desember (WSV : 191).
Latar waktu selanjutnya terjadi pada Januari 1983. Hal tersebut terlihat pada
Latar waktu yang telah dipaparkan dalam novel ini seolah-olah meyakinkan
pembaca bahwa kisah dalam novel ini benar-benar terjadi pada waktu tersebut. Latar
tempat dan waktu dalam novel tersebut akan diperkuat dengan latar sosial.
sosial masyarakat di suatu tempat. Latar sosial dalam novel ini ditunjukkan pada
penggunaan beberapa bahasa Zulu, Afrika dimana latar tempat yang paling dominan
Misalnya Tixo yang berarti roh besar, sawubona yang berarti selamat pagi,
granny untuk menyebut nenek, yebo yang artinya iya. Selain bahasa Zulu tersebut,
dalam novel ini juga ada penggunaan bahasa Belanda yang dipakai oleh tokoh Mulder
yang merupakan orang Belanda, seperti pemakaian kata ik yang berarti saya dan you
yang berarti kamu. Selain kedua bahasa tersebut, bahasa Jawa juga dipergunakan
dalam novel ini yang kerap dipakai oleh tokoh Mira yang memang merupakan gadis
keturunan Jawa. Misalnya simbok yang berarti ibu, edan yang berarti gila, matur
nuwun yang berarti terima kasih, Gusti yang berarti Tuhan, telo pendem yang berarti
ubi jalar.
“Ya, ada. Tapi namanya berbeda. Kami menyebutnya telo pendem—itu dalam
bahasa Jawa. Dalam bahasa Indonesia disebut ubi jalar atau ubi manis”.
“Yebo…, bahasa Jawa. Maksud kakak bahasa yang dipergunakan di Java
Island, tempat asal kakak seperti kemarin yang kakak ceritakan pada
Granny…”(WSV : 34).
“No, no… no… cukup. Cukup. Jangan paksa ik kalau you mau aman” (WSV :
139).
4.1.3 Penokohan
Karya satra yang baik dalam hal ini adalah fiksi, akan memperhatikan masalah
fiksi yang ada selalu berbicara mengenai manusia karena kejadian atau peristiwa
peristiwa. Oleh karena itu, tokoh merupakan unsur intrinsik yang penting dalam
sebuah karya fiksi. Dengan adanya tokoh, pengarang dapat menyampaikan idenya
kepada pembaca.
penggunaan istilah “karakter” (character) berarti pelaku cerita dan dapat pula berarti
perwatakan. Oleh karena itu, menurut Nurgiyantoro ( 1995 : 166) istilah “penokohan”
lebih luas pengertiannya dari pada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus
cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh.
Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan
penokohan”.
pengarang dalam karyanya dapat memberi gambaran yang lebih jelas mengenai
karakter yang dimiliki setiap tokoh cerita yang dapat membedakannya dari tokoh-
Para tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita memiliki peranan yang berbeda-
beda. Aminuddin (1987 : 79-80) memaparkan lebih lanjut bahwa, “Seorang tokoh
yang memiliki peranan penting dalam sebuah cerita disebut dengan tokoh inti atau
tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena
Dalam menentukan siapa tokoh utama dan siapa tokoh tambahan dalam
sebuah karya fiksi dalam hal ini adalah novel, dapat juga ditentukan dengan melihat
intensitas munculnya tokoh tersebut dalam cerita. Selain lewat memahami peranan
dan intensitas munculnya seorang tokoh, dalam menentukan tokoh utama serta tokoh
tambahan dapat juga ditentukan lewat petunjuk yang diberikan oleh pengarang.
Misalnya tokoh utama merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan
tersebut, maka dikenal adanya tokoh protagonis dan tokoh antagonis. “ Tokoh
protagonis adalah pelaku yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca
dan tokoh antagonis adalah pelaku yang tidak disenangi pembaca karena memiliki
watak yang tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca” (Aminuddin,
1987 : 80).
Dari uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa setiap tokoh yang
digambarkan oleh pengarang dalam suatu cerita mempunyai ciri-ciri lahir, sifat, serta
sikap batin sehingga wataknya dapat diketahui pembaca. Pengarang melalui cerita,
tokoh, hasrat, ciri-ciri fisik, perasaan, dan pikirannya. Tetapi ada juga sebagaian
pengarang yang lebih suka memaparkan watak tokoh secara implisit, baik dari
pikiran, cakapan, maupun lakuan tokoh. Dengan kata lain, pembacalah yang
dianalisis mengenai penokohan dalam novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning
1. Mira
Mira merupakan tokoh protagonis yang memiliki kedudukan sebagai tokoh utama.
Tokoh Mira diceritakan sebagai gadis desa dari Mijil, Jawa Tengah, suatu daerah
yang gersang, tandus, dan miskin. Hal tersebut terdapat pada kutipan cerita berikut :
Secara fisik, Mira digambarkan sebagai perempuan yang cantik. Hal tersebut
yang menjadi langganan suaminya menginap. Hal tersebut terlihat pada kutipan
berikut :
“Teman-teman Mulder juga begitu. Antara lain Mister Pieter, Mister Ben, dan
Mister Coen. Mulder kemana-mana selalu bersama mereka dan semuanya
doyan bir. Kang Suhar melihat ini peluang dagang yang bagus. Saya disuruh
melayani mereka bila dia sedang ke Jakarta, tiap malam mengantar bir untuk
mereka. Ya, saya mondar-mandir keluar-masuk hotel melalui pintu belakang.
Itu saya lakukan dengan mulus karena saya menyogok penjaga hotel” (WSV :
43).
Sifat tokoh Mira ini sendiri adalah mudah tergoda dan dirayu. Hal tersebut
“ Ya, Cuma begini. Jiwa dan raga hancur lebur…, Dik”. Mira menggeleng-
geleng sambil tersenyum pahit. “Saya benar-benar ditipu mentah-mentah sama
Londo edan itu. Padahal, waktu saya baru mengenalnya, Mulder itu orangnya
baik sekali. Baaaiikkkk…makanya saya kepencut ya… terpikat, sampai saya
meninggalkan Kang Suhar, suami saya…,” sambung Mira lirih. “Makanya
saya kualat…jadi sengsara begini (WSV : 42).
Mulder, sampai ia harus meninggalkan Kang Suhar. Mira menyesal mengapa ia dulu
Mira dalam novel ini juga memiliki sifat yang tidak lupa membalas budi serta
melupakan balas budi orang lain yang ditunjukkan ketika Mira ditolong serta dirawat
oleh seorang perempuan tua ketika Mira terluka dan pingsan Mira. Mira ingin sekali
Sifat Mira yang menghargai orang lain, telihat pada kutipan berikut :
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Mira sangat kagum atas sikap penduduk
kampung Zulu. Penduduk kampung mencarikan obat dari dalam hutan yang jauh,
sehingga membuat hati Mira sangat terharu, ia merasa tidak akan bisa membalas
kebaikan penduduk kampung Zulu, sampai mati sekalipun, hingga Mira bingung apa
“Nah. Ini masakan saya…!” seru Totti setelah meletakkan masakannya di atas
meja makan yang terbuat dari bonggol pohon yang berdiameter hampir dua
meter.
“O…ulat? Pepes ulat?” Mira terkejut, tetapi ia berusaha menyembunyikan
keterkejutannya itu agar Totti tidak merasa diremehkan
“O, luar biasa,” seru Mira untuk menyenangkan Totti, karena sebetulnya ia
merasa jijik melihat ulat-ulat yang dibakar itu. Tapi, dengan sekuat tenaga ia
berusaha untuk tidak merasa jijik. Apalagi setelah Totti menyendokkannya ke
dalam piring yang diperuntukkan Mira (WSV : 104).
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Mira terkejut kaget dan jijik dengan apa
Totti tidak merasa diremehkan setelah ia bersusah payah memasak untuk Mira.
Tokoh Mira juga memiliki sifat yang takut menyingging perasaan orang lain,
“Ke kota? Kota mana? Menjenguk inkosana Eddy? Siapa dia itu? Boleh saya
tahu?” tanya Mira dengan hati-hati. Ia khawatir pertanyaannya yang beruntun
itu tidak menyenangkan Totti (WSV : 32).
menyinggung perasaan orang lain, saat Mira bertanya kepada Totti dengan hati-hati.
Dia takut jika pertanyaannya membuat Totti tersinggung dan tidak senang.
2. Dicky Mulder
Mulder adalah seorang laki-laki keturunan Belanda yang berdomisili di Afrika karena
bisnisnya, yaitu bisnis emas dan berlian berpusat di benua tersebut. Mulder
merupakan sosok laki-laki bertubuh jangkung dan tambun. Hal tersebut terdapat
Dari benaknya itu kemudian muncul sosok Mulder begitu utuh. Ya, lelaki itu
bertubuh jangkung, tingginya sekitar 180 cm, berlemak, perutnya buncit
karena kegemarannya minum bir. Sedangkan dada, kaki, dan tangannya
berbulu lebat. Kulitnya merah jambu bercak-bercak hitam, rambutnya ikal
tipis, giginya kecoklatan karena tergarang asap cerutu, bola matanya kecil
tajam, warnanya abu-abu.
Ya, ya…Mulder memang lelaki yang bertubuh tinggi, besar, bak
raksasa…(WSV : 91-92).
Watak Mulder digambarkan pengarang memiliki sifat yang kasar serta tidak
“Mira, apa malam ini you tidak kerja? Tuan Lulumban menantimu di Paradise
Motel!” tanya Dicky dengan nada menghardik.
“O, Mulder… Mister Mulder… saya, saya ternyata tadi sore haid. Jadi, jadi,
saya tidak bisa bekerja melayani Tuan Lulumban!
“Haid! Haid! Haid! You bohong. You sok suci. Heh!” Dicky menendang perut
Mira, hingga perempuan itu jatuh terpelanting dari tempat tidur kayu yang
sempit itu.
Tentu saja sakit. Tetapi Mira tidak berani menangis. Sebab, kalau ia berani
menangis, Dicky akan menendangnya lebih keras lagi, bahkan ditambah
pukulan bertubi-tubi.
“You sekarang memang kurang ajar. Ngelunjak. Tidak tahu diuntung. Dari
kere sudah ik jadikan nyonya gedongan. Tapi, you membalas apa pada ik?”
Dicky melotot, lalu meludahi wajah Mira yang pucat (WSV : 161-162).
serta memanjakan perempuan. Seperti yang dialami Mira pada kutipan berikut :
“Ya, pada mulanya ia sangat romantis. Saya sering diberi bunga mawar merah
dan kado-kado yang membuat saya bahagia…(WSV : 55).
menunjukkan sikap romantisnya agar dapat menaklukkan hati Mira, namun ternyata
Mulder memiliki niat yang tidak baik, hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
3. Bu Sepuh
Shaka. Bu Sepuh digambarkan sebagai perempuan yang memiliki sifat yang penuh
“ Semoga lekas sembuh, Nak!” kata Bu Sepuh dengan kelembutan yang tulus,
menggunakan bahasa Zulu. Mira memahami kalimat itu dengan jiwanya,
diekspresikan melalui sorot matanya yang mulai membinar. Bu Sepuh
mengusap mata itu dengan air mawar yang diambilnya dari kendi sambil
berbisik, “Nak, sebentar lagi kekuatanmu akan kembali”. Bu Sepuh
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Bu Sepuh walaupun baru mengenal Mira
tetapi dia mau merawat Mira dari luka-luka akibat kekerasan yang dialami Mira,
bukan hanya sekedar mrawat luka Mira, Bu Sepuh juga ikut terlibat jauh dalam
mencari keadilan untuk Mira. Hal ini menunjukkan Bu Sepuh juga memiliki
kepedulian sosial yang tinggi. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut :
4. Mbeko
karena kemunculannya pun hanya sedikit. Tokoh Mbeko ini juga digolongkan pada
tokoh statis, karena tokoh Mbeko tidak menunjukkan adanya perubahan atau
perkembangan sejak muncul sampai cerita berakhir. Mbeko merupakan cucu laki-laki
Sifat Mbeko ternyata tidak jauh dari neneknya Bu Sepuh, Mbeko merupakan laki-
laki yang memiliki sifat perhatian hal ini ditunjukkannya ketika menolong Mira yang
“ Yebo, memang Bang Mbeko yang menolong kakak pertama kali. Yaitu,
ketika Bang Mbeko pulang dari gereja, melihat kakak tergeletak di semak-
semak dengan kondisi yang mengenaskan. Lalu, Bang Mbeko memanggil
muda-mudi sini untuk menolong kakak…,” (WSV : 37).
Selain itu, Mbeko merupakan pemuda yang giat bekerja serta jujur. Dia
bekerja di perusahaan minuman sari buah milik Ian Camarro. Hal tersebut terdapat
5. Totti
Totti merupakan adik Mbeko. Totti digambarkan sebagai gadis remaja yang masih
memiliki rasa ingin tahu yang besar, hal tersebut terdapat pada kutipan berikut :
“…Mulder suka ngasih B.H dan celana dalam warna merah jambu, berenda-
renda. Celananya, bagian bawahnya, pas vagina…ada jendelanya… ya ada
lubangnya, jadi… Mulder dapat dengan mudah menyentuh-nyrntuh vagina
maupun clitoris saya… kapan saja ia mau.
“ Woww… hem… hiii… God!” seru Totti melotot, lalu pipinya memerah dan
darahnya mendesir disertai getaran pada syaraf-syaraf vaginanya.
“Maaf, apa cerita saya tidak usah saya lanjutkan?” tanya Mira serius, karena
melihat reaksi Totti yang tampaknya shock mendengar apa yang ia ceritakan.”
Truskan saja. Lanjut! Aku perlu mendengar pengalaman kakak,” tegas Totti
(WSV : 54).
Selain ingin tahu, Totti juga masih bersifat kekanak-kanakan yang cenderung
neneknya. Adapun sifat yang dimiliki Totti adalah perhatian hal ini ditunjukkannya
dengan keramahannya kepada Mira, perempuan yang baru saja ditolong oleh nenek
“Kak Mira! Kak Mira!” seru gadis manis itu sambil menyentuh lagi bahu
Mira.
“O, Totti. Good morning! How are you, toh Dik? Good ya?” tanggap Mira,
berbahasa Inggris pasar dengan aksen Jawa kental.
“Kakak makin sehat bukan?” tanya Totti kemudian.
“Ya, terima kasih, Dik Totti. Itu atas kebaikan nenekmu dan kamu,”…(WSV :
30-31).
Selain perhatian, Totti juga suka menghibur. Hal ini terlihat pada kutipan
berikut:
Totti tersenyum, “O iya. Aku yakin itu,”—ia lalu memeluk Mira sambil
berbisik, “Makanya, kakak tidak usah mengingat-ingat lagi hal-hal yang
membuat kaka sedih, karena Bapa telah menyelamatkan kakak. Okey?
Sekarang kita ngobrol soal lain saja ( WSV : 38-39).
6. Julia
Julia adalah istri dari Ian Camarro, Julia digambarkan sebagai sosok perempuan yang
“ Contoh itu Nyonya Julia yang tampil alami, toh tampak jelita dan anggun, “
Bu Sepuh menyebut keanggunan Julia, istri Ian Camarro ( WSV : 171).
Selain memiliki fisik yang cantik, Julia juga memiliki hati yang mulia hal
tersebut terlihat dari kepedulian sosialnya yang tinggi terhadap orang lain khususnya
“ Kalau boleh, aku mau kok ikut menangani kasus ini. Perempuan Java itu
dipulangkan ke Java setelah lelaki yang menyiksa ditangkap dan dihukum
gantung!” (WSV : 131).
tambahan. Tokoh Ian Camarro juga digolongkan pada tokoh dinamis, karena Ian
Camarro pada dasarnya merupakan tokoh yang memiliki sifat yang baik yang
ini kemudian mengalami perubahan watak karena kehadiran Mira, gadis Jawa dari
Indonesia yang menyita perhatian istri dan anaknya. Hal ini membuat Ian Camarro
Ian Camarro adalah suami dari Julia. Ian merupakan sosok suami dan ayah
yang sangat memperhatikan keluarganya dan pekerja keras. Hal ini terlihat ketika Ian
melarang istrinya Julia dan anaknya Nichko yang ingin terlibat jauh pada kasus yang
dihadapi Mira. Sebenarnya larangan tersebut merupakan bentuk dari perhatian Ian
karena dia takut istri dan anaknya ikut terlibat dalam masalah hukum. Hal tersebut
“Hem, aku kan sudah berkali-kali bilang, keluarkan segera perempuan yang
bernama Mira dari rumah kita,” Ian Camarro tegas, suaranya menggelegar.
“Dengar? Paham?”
Julia terisak-isak. Ian Camarro menyambung kalimatnya dengan kasar, “ You
tidak usah menangis begitu. You tidak usah bercengeng-cengeng, serahkan
saja urusan Mira itu kepada Mama Sofia. Dan, bilang sama Nicho, dia tidak
usah lagi mengurusi kasus Mira. Kalau dia keras kepala, terus mau mengurusi
Mira, aku tidak akan mendanai lagi lembaganya. Biar dia mencari dana dari
pihak-pihak lain” (WSV : 217).
Dari kutipan tersebut juga telihat bahwa Ian yang tadinya sosok ayah dan
suami yang baik berubah menjadi ayah dan suami yang kasar sejak Mira hadir
seperti istri dan anaknya, namun dia enggan mengurus kasus Mira terlalu jauh karena
kasus Mira tersebut melibatkan dua negara yang berbeda dan Ian tidak memahami
hukum di negara Mira, yaitu Indonesia. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut :
8. Nicho
tambahan. Nicho juga digolongkan pada tokoh statis. Nicho adalah anak tunggal dari
pasangan Ian Camarro dan Julia. Nicho berprofesi sebagai pengacara dari profesinya
ini dia mengabdikan diri untuk membela kaum yang tertindas. Hal tersebut terdapat
… anak tunggalnya, Eddy Nicholas Camarro tidak tertarik bisnis ayahnya ini,
ia lebih tertarik sebagai lawyer, membela kaum lemah (WSV : 193).
dalam kasus Mira, walaupun mendapat tentangan dari ayahnya, Nicho tetap membela
Mira.
“… Tapi, tadi pagi aku mendengar, yang diurus Nicho itu justru lain. Ia
mencari lelaki yang menganiaya Mira itu. Padahal aku sudah bilang, itu tidak
penting. Bikin repot. Bikin susah…” (WSV : 200).
“ Ya, Mulder sudah mencium usaha kami untuk membekuknya. Jadi, dia ber-
action begitu. Dia cukup kreatif untuk menyelamatkan dirinya, karena
memang bandit”.
“Papa, kami telah menemukan klik Mulder. Ternyata, dia tidak hanya
melakukan kejahatan terhadap Mira, tetapi juga serangkaian penipuan dengan
modus operandi memalsukan emas batangan, permata, pembobolan bank, dan
penjualan perempuan…” (WSV : 212).
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Nicho berusaha mencari sosok Mulder
Tema merupakan gagasan dasar atau ide pokok yang mendasari seorang pengarang
dalam menciptakan karyanya. Suatu kreasi atau suatu karya sastra tidak akan tercipta
tapa adanya gagasan yang mendahuluinya. Pengarang memiliki ide dan mengangkat
Seperti yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (1995 : 25) ‘tema adalah sesuatu
yang menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai penglaman kehidupan,
seperti masalah cinta, kasih, rindu takut, maut, religius, dan sebagainya’.
Jadi, melalui tema tersebut dapat diketahui apa yang menjadi gagasan dasar yang
Pada dasarnya untuk mengetahui tema dari sebuah karya fiksi tidaklah mudah.
Ia haruslah dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan unsur-unsur pembangun cerita
(unsur-unsur intrinsik) yang lain karena tema terkadang juga didukung oleh pelukisan
latar, dapat tersirat dalam kelakuan tokoh atau penokohan atau bahkan tema dapat
pula menjadi faktor pengikat peristiwa-peristiwa dalam suatu latar dan adakalanya
fiksi.
Hal ini senada dengan pendapat Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 70)
‘Tema adalah makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar
Dari keterangan tersebut, penulis dapat menemukan tema yang terdapat dalam novel
Adapun tema dari novel tersebut adalah ketidakadilan gender yang berujung
pada tindak kekerasan. Seperti yang dialami tokoh utama Mira yang kerap mengalami
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa ketidakadilan gender yang
telah membudaya pada masyarakat dan telah merugikan salah satu pihak yaitu
perempuan. Konsep gender yang telah melekat pada masyarakat dimana konsep
gender dan konsep seks diartikan sama oleh patriarki yang ada pada masyarakat..
Konsep gender merupakan sifat khas yang dimiliki perempuan, seperti emosional,
lemah, irasional serta sifat khas yang dimiliki laki-laki yaitu kuat, maskulin. Pada
dasarnya sifat ini dapat dipertukarkan namun masyarakat menganggap bahwa ini
merupakan ketentuan dari Tuhan sama seperti konsep seks yaitu pembagian jenis
kelamin secara biologis pada jenis kelamin tertentu dan merupakan ketentuan Tuhan.
Akibat pengertian konsep gender yang salah ini laki-laki semakin merasa memiliki
“ Nyonya, turuti saja kemauan suami Nyonya. Dalam hidup ini, kita memang
tidak bisa memperoleh segala yang kita inginkan. Lagi pula ada satu hal yang
perlu kita ingat, lelaki masih tetap mendominasi dunia ini. Karena, begitu
banyak hal-hal yang menguatkan status mereka sebagai pelaku utama, hem
misalnya… hukum adat, hukum agama, etika, undang-undang perkawinan,
dan dikokohkan lagi dengan mitos-mitos mengenai keperkasaan kaum lelaki.
Bahkan, bentuk kelaminnya yang tegak seperti tombak pada saat ereksi.
Sedangkan kelamin kita? Hanya berupa lobang, lobang yang pasif… untuk
menerima apa yang masuk ke dalamnya” (WSV : 218) .
Ketidakadilan gender akhirnya berujung pada tindak kekerasan yang dialami
tokoh Mira.
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Mira mengalami kekerasan fisik dan
“Kalau you masih mau hidup, you harus menurut apa yang ik perintahkan. You
tahu, ik sekarang lagi perlu uang banyak, maka you harus rajin bekerja…”
tegas Dicky dengan gigi menggegat- nggegat.
“Saya, Tuan Mulder. Saya mengerti!” sahut Mira dengan tubuh gemetar dan
darah yang mengalir dari bibirnya makin deras (WSV : 163).
Mulder, Mira hanya mampu mengiyakan setiap permintaan ataupun perintah dari
Mulder. Selain itu ketidakberdayaan Mira yang berujung pada tindak kekerasan
seksual yang dilakukan Mulder padanya, seperti terdapat pada kutipan berikut :
Mira yang sedang berdarah-darah itu menjadi sasaran nafsu buasnya. Ketika
Mira menolak, Dicky memaksanya, memperkosanya, membuat Mira tidak
berdaya (WSV : 164).
unsur-unsur alur, latar, penokohan , dan tema memiliki keterkaitan yang saling terjalin
sehingga mampu membentuk suatu rangkaian cerita yang padu. Seperti yang terlihat
pada latar, dimana pada latar diceritakan mengenai tempat asal Mira yaitu Desa Mijil
di Jawa Tengah, dari latar tempat tersebut dapat kita lihat bahwa Mira merupakan
gadis yang berasal dari desa yang kumuh dan miskin dengan tingkat pendidikannya
yang masih sangat kurang, namun penduduknya masih sangat menjunjung tinggi adat-
karakter Mira pun terbentuk menjadi gadis yang lugu, penurut, dan terkesan bodoh
sehingga dengan mudah terperdaya oleh bujukan oleh orang lain, khususnya laki-laki
sehingga Mira pun kerap mendapat ketidakadilan serta kekerasan dari laki-laki.
Kemudian dilihat dari latar tempat di Afrika, Mira juga bertemu dengan perempuan-
perempuan seperti Bu Sepuh dan Julia yang hidup di dalam mayarakat yang menganut
paham patriarki, yaitu memposisikan laki-laki lebih tinggi dari perempuan, sehingga
perempuan harus tunduk pada perintah laki-laki. Hal ini semakin membentuk karakter
Mira menjadi perempuan yang pasrah dan lemah terhadap ketidakadilan dan
Hubungan antara latar, penokohan, dan tema, yaitu akibat adanya paham
patriarki dari masyarakat bahwa posisi laki-laki adalah lebih tinggi dari perempuan,
sehingga membentuk karakter dari tokoh utama yaitu Mira menjadi perempuan yang
lemah, penurut, dan gampang dirayu. Dari uraian tersebut, maka terbentuklah tema
dalam novel ini yaitu, ketidakadilan gender yang berujung pada tindak kekerasan.
Jadi, hubungan intrinsik seperti yang telah dikemukan tersebut dengan unsur
berangkat dari penokohan yang dimiliki oleh tokoh utama yaitu Mira yang dibentuk
4.2 Ketidakadilan dan Kekerasan pada Tokoh Utama dalam Novel Wajah
Sebuah Vagina
perempuan, perempuan kerap menjadi subordinasi laki-laki, seperti dalam karir. Karir
perempuan tergantung pada laki-laki, izin dari suami diperlukan untuk menduduki
jabatan atau mengemban tugas tertentu. Sebaliknya hampir tidak ditemukan ketentuan
yang dikenakan pada suami untuk minta izin dari istrinya ketika akan menduduki
jabatan tertentu.
mendapat pembenaran dari tradisi budaya dan pemahaman keagamaan yang ada
dalam masyarakat. Menurut Fakih (2004 : 16) : “Secara umum stereotip merupakan
pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu dan biasanya pelabelan
Misalnya, penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah
dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan
menyalahkan korbannya.
Tokoh Mira dalam novel ini adalah tokoh yang mengalami ketidakadilan
gender yang berupa stereotip. Dalam novel ini Mira diperlakukan secara semena-
mena, baik di dalam hukum maupun dalam keluarga. Hal tersebut terlihat pada
kutipan berikut :
pelaku yang menganiaya Sumirah. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut :
“Yang kudengar begitu. Tapi, tadi pagi aku mendengar yang diurus Nico itu
justru lain. Ia mencari lelaki yang menganiaya Mira itu. Padahal aku sudah
bilang, itu tidak penting. Bikin repot. Bikin susah. Cuma buang-buang energi
dan waktu. Lebih baik, pulangkan saja dia itu. Tentu you setuju…!” (WSV :
200).
merepotkan. Kasus Mira dianggap Ian Camarro tidak penting dan segera
“Mira apa siapa, apa dari Java, apa dari neraka…aku tidak peduli. Yang jelas,
kehadiran perempuan itu membuat rumah tanggaku kacau, Ian Camarro
memukul meja (WSV : 196).
Mira di rumahnya. Kehadiran Mira dianggap hanya membuat kacau rumah tangganya.
“Carla rupanya you termakan oleh cerita rekaan Mira,” sindir Ian Camarro,
“Mira bilang bahwa Mulder bukan suaminya, karena ia perempuan tidak
waras. Dari pengamatanku, selama di rumahku, ia memang tidak
menunjukkan sebagai perempuan yang waras. Kerjanya Cuma nangis,
termenung, matanya kosong, sakit-sakitan. Ya yang paling tepat ya disebut
gila. Anehnya, semua orang menganggapnya waras…!” (WSV : 208-209).
Ian Camarro menganggap Mira perempuan yang tidak waras, kerjanya hanya
menangis, termenung, dan sakit-sakitan yang akan menambah beban dan membuat
repot dirinya.
mengusir Mira dari rumahnya. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut :
“Apalah kata you, terserah. Itu mauku. Kalau you tidak setuju, bawa itu
perempuan yang namanya Mira keluar dari rumah kita. Aku tidak mau melihat
lagi perempuan itu dari rumah kita, apalagi menjelang Natal. Rumah kita
hanya boleh dihuni oleh orang-orang yang kita kenal, bukan untuk orang
asing, apalagi perempuan yang bernama Mira” (WSV :215).
terhadap kehadiran Mira karena Mira hanya merepotkan keluarganya saja, maka ia
Ian Camarro juga menganggap bahwa yang salah dalam kasus Mira tersebut
adalah Mira sendiri, karena Ian menganggap bahwa Mira tak ada bedanya dengan
pelacur yang suka pada uang dan kemewahan, seperti pada kutipan berikut:
seorang wanita yang dianggap mempunyai sifat lembut dan tidak bisa bekerja, Mira
dianggap tidak penting dan hanya membuat repot orang lain saja.
sebagai makhluk yang lemah lembut, tidak berdaya sehingga dianggap hanya bisa
ini sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa
kaum laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya
penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi. Namun, salah satu bentuk
pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini adalah perempuan
disebabkan oleh gender. Dari segi sumbernya marginalisasi ini bisa berasal dari
atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Marginalisasi kaum perempuan tidak saja
terjadi di tempat pekerjaan juga terjadi dalam rumah tangga bahkan negara.
Mira dalam novel Wajah Sebuah Vagina juga mengalami ketidakadilan gender
“Wilayah kumuh adalah tempat tinggal kami, orang pendatang dari desa untuk
mengais nasi di kota besar. Tapi bagaimanapun, meski tinggal di wilayah
kumuh, itu lebih baik daripada saya hidup di desa mati kelaparan,” tegas Mira
(WSV : 44).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Mira adalah orang desa yang miskin
dan pergi merantau ke kota. Sumirah merantau ke kota, tetapi di kota sulit mencari
“Hidup di kota besar memang tidak mudah, kalau tidak punya pekerjaan pasti.
Pekerjaan pasti hanya bisa diperoleh bila kita punya keahlian. Lebih baik lagi,
kalau punya pendidikan tinggi-ijazah sekolah tinggi, agar bisa mendapat
pekerjaan pasti, pekerjaan yang mapan. Kenyataannya? Karena kemiskinan
yang parah, jadi saya hanya mampu memiliki ijazah Sekolah Dasar yang tidak
laku untuk melamar pekerjaan (WSV : 50).
mempunyai pekerjaan yang pasti karena tidak memiliki ijazah dan keahlian,
sebenarnya Mira ingin memiliki ijazah sekolah yang tinggi tetapi karena miskin ia
Kemiskinan yang diderita Mira juga diakibatkan karena sejak kecil Mira sudah
Mira mengangguk, lalu bicara pelan, “Ayah-ibu saya dibunuh ketika saya
masih berusia lima tahun. Ya itu sekitar tahun enam lima akhir”.
“Dibunuh? Siapa yang membunuh?” Totti terkejut.
“Petugas keamanan negara!” sahut Mira lirih.
“Alasannya? Pasti politik!” sela Totti dengan nada tinggi (WSV : 450).
Kutipan tersebut menunjukkan bahawa ayah ibu Mira meninggal saat Mira
masih kecil. Mereka meninggal karena dibunuh oleh petugas keamanan negara karena
Orang tua Mira terlibat Parati Komunis juga terlihat pada kutipan berikut :
“Saya tidak tahu politik. Yang saya tahu, ayah ibu saya petani miskin. Setelah
saya masuk Sekolah Dasar, saya dengar bahwa ayah ibu saya dibunuh karena
terlibat partai komunis-BTI, Barisan Tani Indonesia adalah organisasi di
bawah payung Partai Komunis… Ketika saya mulai beranjak dewasa,
menjelang lulus Sekolah Dasar, banyak teman-teman dan tetangga saya
mencap Saya anak PKI. Kamu tahu Dik? Itu artinya, saya adalah warga
Indonesia paling dibenci dan paling dikucilkan dalam masyarakat” (WSV : 45-
46).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa orang tua Mira terlibat dalam Partai
Komunis, sehingga Mira ikut dibenci dan dikucilkan oleh masyarakat di desanya,
Mira menanggung akibat dari cap yang masyarakat berikan kepadanya, yaitu
sebagai anak PKI. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Ya, karena tidak ada jalan lain yang bisa saya lakuakan pada waktu itu selain
menjadi WTS,” tanggap Mira geram. “Setelah lurah edan itu merenggut
kehormatan saya, saya minggat dari desa, karena kalau saya tidak pergi
diancam akan dibunuh Pak Lurah. Aneh kan? Yang salah dia kok malah dia
yang mengancam saya. Dia mencari-cari kesalahn nenek saya dan saya.
mengaktifkan kembali Partai Komunis. Padahal Mira waktu itu masih kecil. Sumirah
atau pemiskinan terhadap perempuan dari sumbernya bisa berasal dari kebijakan
pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan atau bahkan
asumsi.
sebagai anak PKI dan dibenci oleh masyarakat karena Partai Komunis dilarang di
negara Indonesia. Meskipun orang tuanya terlibat tetapi Mira juga terkena akibatnya
padahal ia tidak tahu apa-apa. Masyarakat beranggapan, apabila orang tuanya terlibat
menjadi lebih rentan menjadi korban kekerasan , karena posisi perempuan pada
Mira dalam novel ini juga mengalami ketidakadilan gender yang berupa
Mira mengalami penganiayaan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Tidak usah tergesa-gesa bangun, Nak. Akan tiba waktnya kau bisa bangun
dengan leluasa dan nikmat, Nak”. Bu Sepuh membelai lembut kedua pipi Mira
yang penuh luka dan berwarna lebam. Mira merasakan, tangan Bu Sepuh
terasa sejuk-dingin, mampu menghilangkan rasa nyeri yang menoreh-noreh
kedua pipinya (WSV : 23).
mengalami luka dikedua pipinya karena penganiayaan yang dilakuakan oleh Mulder.
“Tapi, bagaimanapun, nasib kakak tidak buruk bukan? Bapa melindungi kakak
dari siksaan lelaki itu yang kata kakak bernama Mulder, melalui Granny dan
warga Mpeseo…,” Totti berusaha membesarkan hati Mira.
Mira juga ditipu oleh Mulder, seorang warga Belanda, kekasih Mira dan
“Apa yang dilakukan Mulder setelah kakak anggap edan?” Totti memandangi
Mira yang nampak marah.
“Mulder menjual vagina saya kepada teman-temannya!” mata Mira berair
bibirnya gemetar pucat (WSV : 55).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mira pertama kali dijual Mulder kepada
temannya di kapal yang membawanya ke Afrika. Setelah itu ia menjual Mira di hotel-
hotel bintang lima sebelum akhirnya Mira dianiaya dan dikubur hidup-hidup.
Mira selain disuruh bekerja sebagai pelacur, ia juga sering dianiaya oleh
“Mira malam ini you tidak kerja? Tuan Lulumba menantimu di Paradise
Motel!” tanya Dicky dengan nada menghardik.
“O, Mulder…Mister Mulder…Saya, Saya ternyata tadi sore haid. Jadi, jadi,
Saya tidak bisa bekerja melayani Tuan Lulumba!” sahut Mira geragapan,
terbangun dari tidurnya, “Perut Saya mules”. Tegasnya, dengan suara gemetar,
karena dilanda ketakutan (WSV : 161).
“Haid! Haid! Haid! You bohong. You sok suci. Heh!” Dicky menendang perut
Mira, hingga perempuan itu jatuh terpelanting dari tempat tidur kayu yang
sempit itu (WSV : 162).
saja. Mira juga ditendang, ditempeleng, serta dicaci maki. Hal ini terlihat pada kutipan
berikut :
“Kalau you masih mau hidup, you harus menurut apa yang ik perintah. You
tahu, ik sekarang lagi perlu uang banyak, maka you harus rajin bekerja…,”
tegas Dicky dengan gigi menggegat-gegat (WSV : 163).
Mira selain dianiaya dan dijual oleh Mulder, ia juga diperkosa oleh seorang
kepala desa di desanya. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut :
“Karena Pak Lurah terus mengancam-ancam saya, saya lalu pergi ke Surabaya
menemui seorang tetangga saya yang katanya kerja di sebuah restoran.
Namanya Mbak Dinah. Ternyata Mbak Dinah menjadi mucikari. Dia tega
menjual saya…”(WSV : 49).
desanya juga diancam akan dibunuh. Kemudian Mira pergi ke Surabaya menemui
rasa tidak puas, dan seringkali hanya untuk menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa
atas perempuan.
bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil
pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi
sebagai penjual bir kepada penghuni hotel, tempat dimana Suhar sering menunggu
“Sopir taksi. Taksinya mangkal di hotel. Ya, hotel langganan Mulder. Kalau
Mulder ke Jakarta, ia pasti menginap di hotel itu. Kang Suhar sering dicarter
Mulder. Maka Saya kenal Mulder, karena ia sering pesan bir pada Kang Suhar
dan Saya yang mengantarkan bir pesanannya ke hotel tempat ia menginap
(WSV 42-43).
dengan menjual bir kepada penghuni hotel termasuk Mulder. Mira mengalami
penalaran yang tidak masuk akal. Selain dianggap irasional, perempuan juga dianggap
dengan penuh emosi (perasaan). Karena kecenderungan perempuan yang irasional dan
emosional tersebutlah maka tokoh Mira dalam cerita tersebut dianggap sebagai
perempuan yang tidak bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik selain menjual bir.
Seorang penjual bir harus berpenampilan menarik agar pembelinya merasa puas dan
Mira melakukan pekerjaannya sebagai penjual bir dengan susah payah. Hal
“Teman-teman Mulder juga begitu. Antara lain Mister Pieter, Mister Ben, dan
Mister Coen. Mulder kemana-mana selalu bersama mereka dan semuanya
doyan bir. Kang Suhar melihat ini peluang dagang yang bagus. Saya disuruh
melayani mereka bila dia sedang ke Jakarta, tiap malam mengantar bir untuk
mereka. Ya, saya mondar-mandir keluar masuk hotel melalui pintu belakang.
Itu bisa Saya lakukan dengan mulus karena saya menyogok penjaga hotel
“(WSV : 43).
menjual bir kepada Mulder dan teman-temannya, karena mereka semua suka bir. Mira
yang merupakan perempuan yang cantik dan lemah lembut dianggap pantas oleh
suaminya untuk mengerjakan pekerjaan itu dan karena perawakannya tersebut Mira
dengan gampang mendekati petugas hotel agar bebas keluar masuk hotel untuk
“Ya, itu karena ada perempuan yang menjual vaginanya. Termasuk aku…,
pernah melakukannya. Menjual vagina,” kata Mira, berkata sejujurnya (WSV :
48).
dijadikan pelacur oleh Mbak Dinah karena dianggap tidak mempunyai keterampilan
bahwa perempuan itu irasional, emosinal sehingga perempuan tidak bisa tampil
memimpin dan berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi
Seperti Mira yang dianggap hanya pantas bekerja sebagai pelacur dan penjual bir
kepada laki-laki.
menjadi dua, yaitu kekerasan yang terjadi pada arena domestik atau kekerasan dalam
Sesuai dengan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa tokoh utama dalam
novel Wajah Sebuah Vagina, yaitu Mira mengalami kekerasan domestik, dimana Mira
mendapat kekerasan dari kekasihnya Mulder. Adapaun jenis kekersan domestik yang
(pasangan)”.
adalah pemaksaan dalam tindakan seksual serta selera seksual sendiri terhadap
pasangan.
Dalam novel ini tokoh utama yaitu Mira mengalami kekerasan seksual dari
Dari kutipan tersebut terlihat Mira mengalami kekerasan seksual dari Mulder
kelamin Mira ketika mereka bersenggama, hal ini dilakukan Mulder untuk
mendapatkan kepuasan dalam bentuk seks tanpa memeperhatikan kepuasan dari Mira
kekasihnya.
Kekerasan seksual yang dialami Mira dari Mulder juga terjadi ketika Mira
dalam keadaan luka akibat pukulan dari Mulder dan sedang haid, Mulder malah
memaksa Mira untuk berhubungan badan tanpa memeperhatikan kondisi Mira pada
“ Saya, Tuan Mulder. Saya mengerti!” sahut Mira dengan tubuh gemetar dan
darah yang mengalir dari bibirnya makin deras. Darah itu berbau anyir tapi di
penciuman Dicky Mulder darah itu menebarkan aroma cendana. Aroma wangi
segar, mengingatkan Mulder pada Wendy. Aroma itu langsung
membangkitkan gairah birahinya. Mira yang sedang berdarah-darah itu
menjadi sasaran nafsu buasnya. Ketika Mira menolak, Dicky memaksanya,
memerkosanya, membuat Mira tidak berdaya. Ia pingsan (WSV : 163-164).
2.Kekerasan Fisik
Selain itu, Meiyenti (dalam Sugihastuti 2007 : 179) mengatakan bahwa “kekerasan
fisik melibatkan penggunaan alat atau anggota tubuh seperti memukul, menampar,
membunuh”.
Dari beberapa defenisi tersebut, maka dalam hal ini tokoh Mira juga
mengalami kekerasan fisik yang dilakukan Mulder. Kekerasan yang dialami Mira,
ketika tidak bekerja melayani laki-laki hidung belang yang menjadi langganannya dan
Mulder yang merupakan mucikari Mira menjadi marah pada Mira lalu menyiksa
“Mira, apa malam ini you tidak kerja? Tuan Lulumban menantimu di Paradise
Motel!” tanya Dicky dengan nada menghardik.“O, Mulder… Mister Mulder…
saya, saya ternyata tadi sore haid. Jadi, jadi, saya tidak bisa bekerja melayani
Tuan Lulumban!
“Haid! Haid! Haid! You bohong. You sok suci. Heh!” Dicky menendang perut
Mira, hingga perempuan itu jatuh terpelanting dari tempat tidur kayu yang
sempit itu.
Tentu saja sakit. Tetapi Mira tidak berani menangis. Sebab, kalau ia berani
menangis, Dicky akan menendangnya lebih keras lagi, bahkan ditambah
pukulan bertubi-tubi.
“You sekarang memang kurang ajar. Ngelunjak. Tidak tahu diuntung. Dari
kere sudah ik jadikan nyonya gedongan. Tapi, you membalas apa pada ik?”
Dicky melotot, lalu meludahi wajah Mira yang pucat.
You kasih tahu Tuan Lulumban tidak, kalau you sedang merah?”tanya Dicky
sambil memegangi leher Mira yang seolah-olah siap dicekiknya.
Mira menggeleng perlahan-lahan dan Dicky lalu menempelengnya sambil
berteriak… (WSV : 161-162).
Dari kutipan tersebut terlihat Mira mendapat kekerasan fisik dari Mulder
berupa tendangan, cekikan, dan Mulder juga tak segan-segan menempeleng serta
meludahi wajah Mira dan terlihat pada kutipan tersebut bahwa Mulder ternyata kerap
langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya. Kekerasan jenis ini
Kekerasan emosional yang dialami Mira ketika Mira menolak melayani laki-
laki hidung belang langganan Mira karena sedang haid, Mulder langsung marah serta
mengancam Mira. Sehingga menimbulkan ketakutan bagi Mira. Hal tersebut terlihat
pada kutipan berikut :
“Haid! Haid! Haid! You bohong. You sok suci. Heh!”
“You sekarang memang kurang ajar. Ngelunjak. Tidak tahu diuntung. Dari
kere sudah ik jadikan nyonya gedongan. Tapi, you membalas apa pada ik?”
“Stupid! Tolol! Goblok! Bodoh! Dungu! Perempuan kampungan!”
“Kalau you masih mau hidup, you harus menurut apa yang ik perintahkan. You
tahu, ik sekarang lagi perlu uang banyak, maka you harus rajin bekerja…”
tegas Dicky dengan gigi menggegat-nggegat ( WSV : 163).
terhadap Mira dalam bentuk mengancam dan mencela dan menghina Mira.
Dalam hal ini Mira mendapat kekerasan dari Mulder, dimana Mulder menjual atau
dengan kata lain menjadikan Mira sebagai seorang pelacur untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi bagi Mulder sendiri. Mulder pertama kali menjual Mira diatas
kapal kepada teman-temannya ketika dia dan Mira pergi ke Afrika. Hal ini terlihat
Ternyata kekerasan yang dilakukan Mulder tidak hanya sampai disitu, setelah
sampai di Afrika, Mulder masih kerap menjual Mira kepada laki-laki hidung belang
“Mira, apa malam ini you tidak kerja? Tuan Lulumban menantimu di Paradise
Motel!” tanya Dicky dengan nada menghardik.
You tahu, ik sekarang lagi perlu uang banyak, maka you harus rajin bekerja…”
tegas Dicky dengan gigi menggegat-nggegat ( WSV : 163).
kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki
kekerasan tersebut”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kekerasan publik adalah bentuk kekersan yang
terjadi di luar hubungan keluarga atau hubungan personal lain. Sesuai dengan
Vagina, yaitu Mira mengalami kekerasan publik, dimana Mira mendapat kekerasan
dari orang-orang disekitarnya. Adapaun jenis kekersan domestik yang dialami Mira,
yaitu :
1.Kekerasan Seksual
Kasus pelecahan seksual terhadap Mira dalam lingkup publik pertama kali
terjadi ketika ia baru lulus dari Sekolah Dasar, Mira diperkosa oleh lurah di desanya
“Kakak jadi korban lurah gila itu? Oh…Tixo…! Tixo…!” Totti menjerit , “
Terlalu!”
Kekerasan seksual yang dialami Mira juga terlihat ketika Mira ditemukan oleh
Bu Sepuh di Desa Zulu dalam keadaan penuh luka, khususnya luka pada bagian
laki-laki yang kerap menjadi langganannya ketika bekerja menjadi pelacur di tempak
Mira menjadi pelacur di tempat Mbak Dinah terdapat pada kutipan berikut :
“Akhirnya ya saya ikuti Mbak Dinah . Saya menjual vagina sekitar lima
tahun…” (WSV : 50).
Selama menjadi pelacur bersama Mbak Dinah, Mira kerap melayani laki-laki
“Dik Totti nanti akan tahu, hubungan intim itu kadang melelahkan dan
memebosankan, karena biasanya laki-laki itu maunya main terus, lama dan
berkali-kali (WSV : 54).
Dari beberapa kutipan tersebut dapat dilihat bahwa Mira mengalami kekerasan
seksual dari orang-orang disekitarnya. Hal yang paling menyedihkan, ternyata Mira
sejak remaja sudah mendapat kekerasan seksual dari lurah di desanya tidak sampai
disitu ternyata beranjak dewasa pun Mira terus mengalami kekerasan seksual dari
orang-orang di sekitarnya.
2.Kekerasan Fisik
fisik adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada
korbannya”. Selain itu, Meiyenti (dalam Sugihastuti 22007 : 179) mengatakan bahwa
membunuh”.
Kekerasan fisik dalam ranah domestik dan publik cenderung sama yang
membedakan hanya pelakunya saja, jika dalam ranah domestik pelakunya memiliki
hubungan dengan korban, maka dalam ranah publik pelaku dan korbannya tidak
Kekerasan fisik yang dialami dalam ranah publik terlihat ketika Mira menjadi
pelacur, Mira kerap mendapat kekerasan fisik dari laki-laki yang dilayaninya.
“…Anu, saya juga pernah dapat laki-laki edan, waktu hubungan intim
memukuli saya dan vagina saya disulut rokok segala (WSV : 55).
dilayani Mira terhadap tubuh Mira, tidak heran jika vagina Mira mengalami luka yang
sangat serius.
5.1 Simpulan
Setelah menganalisis novel Wajah Sebuah Vagina dari berbagai aspek yang
mendominasinya, maka pada bab, ini dapat ditarik kesimpulan yang merupakan hasil
dari analisis secara keseluruhan. Meskipun analisis yang dilakukan hanya dari
beberapa aspek, namun analisis dari aspek lain masih dapat dilakukan mengingat
Wajah Sebuah Vagina adalah unsur-unsur intrinsik yang membangun novel Wajah
Sebuah Vagina karya Naning Pranto meliputi alur, latar, penokohan, dan tema.
Keempat unsur intrinsik ini merupakan satu struktur yang terjalin dan berhubungan
satu dengan yang lainnya, sehingga dapat membentuk satu kesatuan yang utuh dan
ini juga terdapat jenis-jenis kekerasan yang dibagi dalam dua ranah yaitu 1) arena
kekerasan dalam bentuk pelacuran dan 2) kekerasan publik yang meliputi : kekerasan
pendekatan struktural, maka semakin jelas bahwa analisis struktural adalah langkah
dasar yang harus dilakukan dalam meneliti sebuah karya sastra sebelum meneliti pada
Oleh karena itu, diharapkan agar ilmu mengenai feminisme baik feminisme radikal,
sosialis, marxis, liberal, dan lainnya dapat lebih didalami, dikembangkan, dan
Selain dari pendekatan feminisme, novel Wajah Sebuah Vagina ini juga dapat
dikaji melalui pendekatan psikologi, yaitu psikologi pada tokoh utama. Namun,
karena keterbatasan penulis maka novel tersebut hanya dkaji melalui pendekatan
feminisme. Oleh karena itu, disarankan kepada mahasiswa sastra yang mampu
mengkaji novel tersebut melalui pendekatan ilmu psikologi atau pendekatan ilmu-
ilmu sastra lainnya kiranya dapat membahas novel tersebut melalui bidang ilmu
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender.
Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
http://digilib.unnes.ac.id
http://id.wikipedia.org/wiki/feminisme
http://hayamwuruk-online.blogspot.com/2006/06 heboh-sastra-perempuan.html
http://www.rayakultura.net
Keraf, Gorys. 1991. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Bahasa, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Cetakan Ketiga.
Jakarta : Balai Pustaka.
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra, terjemahan Dick Hartoko.
Jakarta : Gramedia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesustraan. Jakarta : Gramedia.