ANALISIS SOSIOSASTRA
SKRIPSI
OLEH
NOVA MANDASARI
060701028
-1-
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya
Nova Mandasari
060701028
- 2ii -
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudul “Cerita Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis
Sosiosastra”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana bidang ilmu Sastra Indonesia di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini dibuat berdasarkan data yang dikumpulkan dari novel Cerita Calon Arang
Karya Pramoedya Ananta Toer.
Dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini, penulis tentu mengalami kesulitan-
kesulitan seperti kurangnya bahan-bahan, kemampuan serta pengalaman. Untuk itu penulis
mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan
kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Peraturen Sukapiring, S.U. sebagai pembimbing
I dan Bapak Drs. Isma Tantawi, M.A. sebagai pembimbing II, yang telah menyediakan
waktu dan pikiran serta dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini juga penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum, dan ibu Dra. Mascahaya, M.Hum sebagai ketua
dan sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Unversitas Sumatera
Utara.
3. Ibu Dra. Ida Basaria sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.
4. Segenap dosen di lingkungan Jurusan Sastra Indonesia yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu, atas dorongan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di
Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
5. Keluarga penulis, yaitu ayah W.Sihaloho dan ibu A. Siallagan tercinta serta kakak
Manahan, Indra, Julfan, dan Vivi yang tidak pernah lupa memberi dorongan dan
memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keberhasilan penulis.
6. Sahabat-sahabat penulis: Eva, Ade, Ira, Novry, Marlina atas kebaikan dan kebersamaan
dengan penulis.
-3-
iii Universitas Sumatera Utara
7. Teman-teman Sasindo berbagai stambuk khususnya stambuk 2006 yang tidak dapat
disebutkan namanya satu per satu yang telah banyak membantu, memberikan semangat,
dan dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
8. Rekan-rekan di Sogo Departement atas bantuan dan dorongan kepada penulis.
Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
Skripsi sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penikmat sastra.
Nova Mandasari
060701028
iv
-4-
Universitas Sumatera Utara
CERITA CALON ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: ANALISIS
SOSIOSASTRA
ABSTRAK
Karya ilmiah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran intrinsik dan nilai sosial
yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Untuk
mencapai tujuan tersebut, telah dikumpulkan data dengan menggunakan metode membaca
heuristik dan hermeneutik yang menghasilkan sinopsis cerita. Setelah data terkumpul lalu
dianalisis dengan menggunakan teori struktural dan sosiosastra. Dari analisis tersebut,
diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Unsur intrinsik, yaitu; tema novel ini adalah kejahatan
yang dilakukan oleh Calon Arang dan para pengikutnya, tokoh yang dianalisis dalam karya
ilmiah ini terdiri atas tokoh utama (antagonis dan protagonis) dan tokoh tambahan
(bawahan), juga tokoh sederhana (datar) dan tokoh bulat (kompleks). Cerita ini disusun
dalam alur yang bergerak teratur (maju) dengan tahap-tahap: exposition, Inciting Force,
Rising Action, crisis, climax, Falling Action, dan Conclusion, sedangkan latar dalam cerita
ini berupa latar fisik yang mengacu pada latar tempat, yaitu lokasi berlangsungnya
peristiwa dalam cerita ini dan latar sosial, yaitu penggambaran keadaan masyarakat Daha
yang hidup makmur dan sejahtera namun berubah buruk karena kejahatan Calon Arang, 2)
Nilai-nilai sosial, yang berupa: cinta, kejahatan, dan kepahlawanan. Dari analisis tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur dalam cerita ini (intrinsik) merupakan struktur
yang terjalin dan berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat membentuk satu
kesatuan yang utuh dan tercipta makna karya sastra secara keseluruhan dan nilai-nilai sosial
dalam cerita ini dapat menggambarkan keadaaan masyarakat dalam novel ini.
- 5v -
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………..i
PERNYATAAN…………………………………………………………………………….ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..…...……….iii
ABSTRAK………………………………………………………………………………….v
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….vi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………....1
1.1 Latar Belakang ………………………………...………………………...……….1
1.2 Rumusan Masalah……...………………………………….……...........................6
1.3 Batasan Masalah………………………………………………………..………...7
1.4 Tujuan dan Manfaat………………………………………………........................7
1.4.1 Tujuan Penelitian………………..……………………………………..7
1.4.2 Manfaat Penelitian……………………………………….......................8
- 6vi-
Universitas Sumatera Utara
BAB V ANALISIS SOSIOSASTRA TERHADAP NOVEL CERITA CALON
ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER……………………...……62
5.1 Cinta…………………………………….…………………………………….....62
5.1.1 Storge: Cinta Ayah Kepada Putrinya dan Cinta Ibu Kepada Putrinya...63
5.1.2 Philia: Cinta Pemimpin Kepada Rakyatnya………......………...……..68
5.1.3 Agape: Cinta Empu Baradah Kepada Penduduk Daha………………...70
5.2 Kejahatan…………………………..……………………...…………………..…72
5.2.1 Pembunuhan……………………………………………………...…….74
5.2.2 Intimidasi……………………………………...……….……………….76
5.3 Kepahlawanan………………………….…………………………………..……79
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..….85
-7-
Universitas Sumatera Utara
CERITA CALON ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: ANALISIS
SOSIOSASTRA
ABSTRAK
Karya ilmiah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran intrinsik dan nilai sosial
yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Untuk
mencapai tujuan tersebut, telah dikumpulkan data dengan menggunakan metode membaca
heuristik dan hermeneutik yang menghasilkan sinopsis cerita. Setelah data terkumpul lalu
dianalisis dengan menggunakan teori struktural dan sosiosastra. Dari analisis tersebut,
diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Unsur intrinsik, yaitu; tema novel ini adalah kejahatan
yang dilakukan oleh Calon Arang dan para pengikutnya, tokoh yang dianalisis dalam karya
ilmiah ini terdiri atas tokoh utama (antagonis dan protagonis) dan tokoh tambahan
(bawahan), juga tokoh sederhana (datar) dan tokoh bulat (kompleks). Cerita ini disusun
dalam alur yang bergerak teratur (maju) dengan tahap-tahap: exposition, Inciting Force,
Rising Action, crisis, climax, Falling Action, dan Conclusion, sedangkan latar dalam cerita
ini berupa latar fisik yang mengacu pada latar tempat, yaitu lokasi berlangsungnya
peristiwa dalam cerita ini dan latar sosial, yaitu penggambaran keadaan masyarakat Daha
yang hidup makmur dan sejahtera namun berubah buruk karena kejahatan Calon Arang, 2)
Nilai-nilai sosial, yang berupa: cinta, kejahatan, dan kepahlawanan. Dari analisis tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur dalam cerita ini (intrinsik) merupakan struktur
yang terjalin dan berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat membentuk satu
kesatuan yang utuh dan tercipta makna karya sastra secara keseluruhan dan nilai-nilai sosial
dalam cerita ini dapat menggambarkan keadaaan masyarakat dalam novel ini.
- 5v -
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama yang
dengan alasan tertentu diberikan kepada sebuah hasil tertentu dalam sebuah
lingkungan kebudayaan. Sastra adalah teks-teks yang tidak melulu disusun atau
dipakai untuk suatu tujuan komunikatif dan hanya berlangsung untuk sementara
waktu saja.( Luxemburg dkk, 1984: 9 ).
Jadi, dapat dikatakan bahwa karya sastra adalah wujud dari perkembangan peradaban
manusia sesuai dengan lingkungannya karena pada dasarnya karya sastra itu merupakan
Karya sastra Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada sastra
lama, sastra dianggap masyarakat sebagai milik bersama, bersifat sakral, serta tidak boleh
bertentangan dengan adat yang berlaku. Oleh karena sastra dianggap milik siapa saja,
dengan sendirinya setiap individu dapat mengerti apa yang digambarkan oleh suatu karya
sastra, sedangkan karya sastra pada saat ini memperlihatkan perkembangan tema yang
menunjukkan perubahan tema yang kolektifisme ke arah individualisme. Novel pada masa
sekarang ini dapat dikatakan telah menembus batas dan sekat-sekat yang membatasi ruang
ide pengarang. Pengarang masa kini dapat lebih bebas menuangkan segala ekspresi dalam
menciptakan karyanya. Sehingga tema-tema yang muncul saat ini tidak lagi monoton.
-8-
Universitas Sumatera Utara
Tidak heran jika sekarang banyak ditemukan karya sastra yang kompleks atau bahkan
absurd.
peradaban manusia tidak lepas dari karya sastra karena memuat hal-hal yang berhubungan
erat dengan situasi kehidupan manusia yang berlaku dalam masyarakat kapan dan di mana
karya sastra itu diciptakan. Karya sastra diciptakan melalui proses kreatif yang dimiliki
oleh seorang pengarang yang melihat, mengamati dan menangkap segala peristiwa dan
gejolak yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya, lalu mengolahnya sedemikian rupa
kemudian mengembangkannya dengan imajinasi yang dalam sehingga karya sastra dapat
dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra yang diciptakan
pengarang itu dapat mencerminkan gambaran realitas kehidupan sosial yang dapat berupa
karya sastra, yang kemudian dinikmati oleh pembaca. Pengarang adalah anggota
masyarakat itu sendiri dan terikat pada status sosial tertentu pula dan secara tidak langsung
terlibat dalam karyanya. Sehingga dalam sastra tergambar cerminan langsung dari berbagai
Realitas atau kenyataan sosial yang diciptakan pengarang dalam karyanya tidak
harus sama dengan yang ada dalam masyarakat karena karya sastra merupakan dunia baru
yang diolah pengarang dengan imajinasi yang dalam dan dengan sudut pandang tertentu.
Ratna (2004: 60) mengatakan “dalam sastra, sebagai kualitas imajinatif, setiap manusia
-9-
Universitas Sumatera Utara
dapat membayangkan dirinya menjadi orang kaya, raja, bahkan dewa”. Hal ini
menunjukkan bahwa pembaca karya sastra akan menempatkan dirinya pada posisi tertentu
mengalami kenyataan pada saat menikmati suatu karya sastra. Selanjutnya Ratna (2004:
338) mengatakan “karya sastra diberikan kemungkinan yang sangat luas untuk mengakses
emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan
sehari-hari”. Pernyataan ini memperkuat bahwa selama membaca dan menikmati suatu
karya sastra, pembaca secara bebas menjadi dewa, raja, perampok, dan berbagai posisi lain.
Dari uraian di atas terlihat hubungan karya sastra dengan masyarakat. Hal ini
menyangkut masalah karya sastra, pengarang, dan masyarakat pembacanya. Maksudnya, isi
dari suatu karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam sastra itu sendiri
berkaitan dengan masalah sosial, kemudian yang menyangkut pengarang sebagai anggota
masyarakat yang dapat dipelajari sebagai makhluk sosial, dan dampak sosial suatu karya
sastra terhadap masyarakat tertentu. Hal ini juga berarti meletakkan sastra dalam konteks
Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya
sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan
oleh: a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah
anggota masyarakat, c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam
masyarakat, dan d) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.
- 10 -
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa sastra menggambarkan suatu kenyataan
sosial, dan penelitian ini akan menitikberatkan permasalahan pada klasifikasi bahwa karya
Objek kajian penelitian ini adalah novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya
Ananta Toer. Cerita ini sebenarnya berbentuk dongeng. Mungkin dongeng sudah
terlupakan di masa yang sarat dengan hiruk-pikuk informasi seperti saat ini. Beberapa
usaha yang dilakukan untuk mempertahankan dongeng dalam ingatan masyarakat adalah
dengan menerbitkan dongeng itu ke dalam media tulis seperti Cerita Calon Arang karya
Pramoedya Ananta Toer ini. Tulisan lama naskah ini ada dua versi, yaitu yang berasal dari
Jawa dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh R.Ng Purbatjaraka, kemudian
dilagukan oleh Raden Wiradat dan diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1931. Yang
lain Cerita Calon Arang ini berasal dari Bali (Toer, 2003: 6).
Buku ini adalah satu dari banyak karya yang pernah dihasilkan oleh Pramoedya
Ananta Toer. Pramoedya adalah pengarang Indonesia yang sangat fenomenal. Hampir
separuh hidupnya ia lewatkan dalam penjara, yaitu 3 tahun dalam penjara kolonial , 1 tahun
di orde lama, dan 14 tahun di Orde Baru tanpa proses pengadilan. Namun, penjara tidak
bahkan dibakar. Dalam penjara ia menghasilkan beberapa karya termasuk tetralogi. Ia juga
pernah dituduh terlibat dengan Gerakan 30 September (G30s / PKI). Kemudian pada 21
Desember 1979 Pramoedya Ananta Toer mendapat surat pembebasan secara hukum dan
tidak terlibat dalam G30s / PKI, tetapi masih dikenakan sebagai tahanan rumah, tahanan
- 11 -
Universitas Sumatera Utara
Dari tangan Pramoedya Ananta Toer telah lahir lebih dari 50 karya dan
diterjemahkan dalam lebih dari 42 bahasa asing. Karena kiprahnya dalam bidang sastra dan
PEN Freedom-to-write Award (1988), Ramon Magsaysay Award (1995), Fukuoka Culture
Grand Price, Jepang (2000), The Norwegian Authours Union (2003), Pablo Neruda (2004)
dari Presiden Republik Chile Senor Ricardo Lagos Escobar, dan ia satu-satunya wakil
Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar Kandidat Pemenang Nobel
Sastra.
Selain karena penulisnya yang kontroversial, novel ini sangat menarik untuk dikaji,
karena dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan tahun
2003 ini sangat kental dengan aspek-aspek sosialnya. Dalam novel ini Pramoedya
menceritakan tentang kehidupan masyarakat di suatu daerah, yaitu Dusun Girah. Seluruh
penduduk desa itu digeluti perasaan ketakutan yang mencekam. Sebab di dusun itu tinggal
seorang janda yang jahat bernama Calon Arang yang memiliki ilmu hitam. Pramoedya
menggambarkan sosok Calon Arang ini tidak lebih sebagai pemusnah manusia. Calon
Arang adalah pemilik mantra hitam dan penghisap darah manusia. Calon Arang sombong,
dan ia tidak pernah merasa puas terhadap apa yang dirasakan orang lain akibat
perbuatannya. Calon Arang senang melihat orang sekitarnya menderita. Yang melawannya
segera dihabisinya. Ia terus menyakiti, menganiaya, dan membunuh penduduk dusun itu.
terhadap seluruh penduduk Dusun Girah, novel ini juga menggambarkan sikap
kepahlawanan Empu Baradah dalam menumpaskan kejahatan Calon Arang yang kemudian
- 12 -
Universitas Sumatera Utara
berhasil membebaskan penduduk dari cengkraman perempuan jahat itu. Setelah kejahatan
Calon Arang berakhir, maka berakhir pulalah penderitaan seluruh penduduk Dusun Girah.
Kejahatan yang dilakukan oleh Calon Arang dan para pengikutnya ini sangat
menarik apabila dikaitkan dengan aspek sosiologi. Demikian pula penggambaran peristiwa
demi peristiwa oleh Pramoedya Ananta Toer yang menegangkan dalam cerita ini sangat
menarik perhatian pembaca. Dengan alasan ini maka penulis tertarik untuk menganalisis
dengan karya sastra, maka karya sastra tersebut berhadapan dengan kemungkinan
penafsiran. Setiap pembaca berhak memiliki penafsiran yang berbeda terhadap makna
karya sastra. Hal ini juga telah memungkinkan beragamnya teori dan pendekatan terhadap
karya sastra.
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian ini, masalah yang akan dibicarakan
1) Bagaimanakah unsur intrinsik yang mencakup tema, alur, penokohan, dan latar
kejahatan, dan kepahlawanan yang terdapat dalan novel Cerita Calon Arang karya
- 13 -
Universitas Sumatera Utara
1.3 Batasan Masalah
Mengingat masalah yang ditawarkan dunia sastra sangat luas, yaitu mencakup
aspek sosiologi, psikologi, antropologi, politik dan sebagainya maka dalam penelitian ini
mengambang dan tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Penelitian ini dibatasi
pada analisis terhadap unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang terdapat dalam karya sastra.
Unsur intrinsik itu meliputi alur (plot), tokoh (karakter), tema, suasana cerita, latar cerita
(setting), sudut pandang pencerita (point of view), dan gaya (style) tetapi dalam kesempatan
ini penulis hanya membahas unsur intrinsik yaitu tema, alur, penokohan dan latar
sedangkan unsur ekstrinsik karya sastra mencakup ilmu atau aspek lain yang berada di luar
sastra, yaitu aspek sosiologis, aspek historis, aspek psikologis, aspek filosofis, aspek religi,
dan sebagainya
kesempatan ini penulis hanya membahas unsur-unsur sosial seperti cinta, kejahatan, dan
kepahlawanan yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta
Toer.
latar dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer.
- 14 -
Universitas Sumatera Utara
2) Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai sosial seperti cinta,
kejahatan, dan kepahlawanan yang terdapat dalan novel Cerita Calon Arang
ingatan pembaca yang saat ini mulai terlupakan oleh masyarakat Indonesia.
2) Memberi informasi tentang unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik berupa nilai-
nilai sosial yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya
Ananta Toer.
sosiologi sastra.
- 15 -
Universitas Sumatera Utara
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan
penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2005: 588) dijelaskan:
konsep memiliki arti sebagai berikut: 1. rancangan atau buram surat, 2. ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, 3. gambaran mental dari objek,
proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang dipergunakan oleh akal budi
untuk memahami hal-hal lain.
pengertian yang tepat mengenai suatu istilah yang konkret, sering terdapat perbedaan ide,
pendapat dari para ahli atau peneliti mengenai makna dan pengertian istilah tersebut.
Seperti yang disebutkan Malo (1985: 47) “konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial
makna dan pengertiannya dapat berubah”. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti
akan menjabarkan atau mendefinisikan istilah yang dianggap berbeda maknanya di dalam
penelitian ini. Istilah-istilah tersebut merupakan konsep yang berfungsi sebagai pedoman
1. Sosiologi
Secara etimologi Ratna (2003: 1) menyatakan:
sosiologi berasal dari akar kata socious (Yunani) yang berarti ‘kawan’, ‘teman’,
‘bersatu’, dan logos yang berarti ‘berbicara’, ‘perkataan’, ‘sabda’. Jadi, sosiologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang teman yang berkenaan dengan masyarakat
atau dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia dan kehidupannya.
- 16 -
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius berarti
‘masyarakat’, dan logos berarti ‘ilmu’. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-
usul pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu yang mempelajari keseluruhan
jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat .
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang erat
tentang manusia dalam masyarakat, baik dalam hubungan antara individu, individu dengan
kelompok, serta antara kelompok dengan kelompok. Jadi dapat dikatakan bahwa sosiologi
adalah suatu ilmu yang mempelajari seluk-beluk masyarakat, baik secara ekonomi, politik,
budaya, yang merupakan sebuah proses perubahan sosial yang pada gilirannya akan
2. Sastra
mengungkapkan apa yang telah disaksikan, dialami dan direnungkan dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. Seperti yang dinyatakan Damono (2002: 1) “sastra adalah
lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya, bahasa itu merupakan
ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah
suatu kenyataan sosial”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam sastra ditampilkan
pengarang.
3. Sosiologi Sastra
Ratna (2004: 339) mengatakan “sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam
kaitannya dengan masyarakat”. Jadi, sosiologi merupakan kajian terhadap suatu karya
- 17 -
Universitas Sumatera Utara
sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya baik yang berhubungan
4. Karya Sastra
Karya sastra adalah karangan imajinatif yang berhubungan dengan pemberian arti
pengarang dengan imajinasinya yang berisi tentang nilai-nilai yang terdapat dalam
mendasarinya sebagai titik tolak yang merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Seperti
yang dikatakan Pradopo (2002: 17) “dalam penelitian sastra perlu dikemukakan apakah
sastra”.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori struktural. Suwondo (2001: 54)
mengatakan “satu konsep dasar yang menjadi ciri khas struktural adalah adanya anggapan
bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang
dapat dipahami sebagai satu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang
salin berjalinan”. Jadi, dapat dikatakan bahwa pendekatan ini berpijak pada karya sastra itu
sendiri dan lepas dari segala yang berada di luar karya sastra. Pendekatan struktural ini
dapat dijadikan titik tumpu proses penelitian. Seperti yang dikatakan Teeuw (dalam
- 18 -
Universitas Sumatera Utara
Suwondo, 2001: 55) “analisis struktur merupakan tugas prioritas bagi seorang peneliti
sastra sebelum ia melangkah pada hal-hal lain”. Selanjutnya Teeuw (2984: 112)
seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan semua anasir dan aspek karya
sastra yang menghasilkan makna menyeluruh”. Jadi, pendekatan struktural ini merupakan
tahap penting dalam penelitian karya sastra untuk mendapatkan makna karya sastra itu
secara keseluruhan.
Yang menjadi ciri dari pendekatan struktural ini adalah adanya anggapan karya
sastra itu merupakan struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai satu kesatuan
dengan unsur-unsur pembangunnya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Pradopo (2002:
21) “karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam unsur
pembentuk struktur”. Jadi, unsur-unsur dalam karya sastra itu merupakan struktur yang
Menurut Stanton (dalam Suwondo, 2001: 56) “unsur-unsur pembangun struktur itu
terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas alur,
tokoh, dan latar. Sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa
dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan cara-cara pemilihan judul”. Analisis unsur-
unsur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencakup tema, alur, penokohan, dan
latar yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, karena
unsur-unsur ini termasuk fakta cerita yang berperan penting dalam menghasilkan makna
yang utuh. Alasan lain adalah karena keterbatasan halaman dalam penelitian ini serta
- 19 -
Universitas Sumatera Utara
Menurut pendapat di atas, terlihat jelas bahwa analisis unsur-unsur karya sastra
melalui pendekatan struktural ini dapat membantu memahami makna karya sastra secara
dikatakan Teeuw (1984: 115) ada empat kelemahan pendekatan struktural yaitu:
a) analisis struktur karya sastra belum merupakan teori sastra, malahan tidak
berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap, bahkan merupakan bahaya untuk
mengembangkan teori sastra yang sangat perlu, b) karya sastra tidak dapat diteliti
secara terasing, tetapi harus dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar
belakang sejarah, c) adanya struktur yang objektif pada karya sastra makin
disangsikan, peranan pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya
sastra makin ditonjolkan dengan segala konsekuensinya untuk analisis struktural,
dan d) analisis yang menekankan otonomi karya sastra juga dapat menghilangkan
konteks dan fungsinya, sehingga karya sastra itu dimenaragadingkan dan kehilangan
relevansi sosialnya.
Dari keterangan di atas maka dalam penelitian ini digunakan teori lain (tambahan)
untuk mendukung makna karya sastra secara lebih terperinci dengan melihat relevansi
sosialnya. Teori itu adalah teori sosiologi sastra karena karya sastra tidak lepas dari
konteks sosialnya. Seperti yang dikatakan Wallek dan Warren (1984: 109) “sastra adalah
institusi sosial yang memakai medium bahasa. Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan
terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif
manusia”.
- 20 -
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya”. Jadi, melalui teori ini juga akan
Dalam penelitian ini akan dilihat nilai-nilai sosial seperti cinta, kejahatan, dan
kepahlawanan yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta
Toer. Nilai-nilai sosial itu dapat dikaji dengan sosiologi sastra karena nilai-nilai sosial ini
merupakan gambaran masyarakat yang terdapat dalam cerita itu. Cinta, kejahatan, dan
kepahlawanan ini adalah bagian kehidupan masyarakat itu. Sesuai yang dinyatakan
Damono (dalam Jabrohim, 2001: 157) “sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan
kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Dalam pengertian ini kehidupan mencakup
hubungan antar masyarakat, antara masyarakat dengan orang-seorang, antar manusia, dan
Dalam Wellek dan Warren (1984: 111) dikatakan “karya sastra menyampaikan
kebenaran yang sekaligus juga merupakan kebenaran sejarah dan kebenaran sosial. Karya
sastra merupakan dokumen sosial karena merupakan monumen”. Nilai-nilai sosial yang
mencakup cinta, kejahatan, dan kepahlawanan tersebut merupakan suatu kebenaran sosial
yang terjadi pada masyarakat yang dapat mewakili zaman kapan ia diciptakan dan dapat
Dari keterangan di atas dapatlah dimengerti bahwa sosiologi sastra merupakan teori
yang berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman
karya sastra itu ditulis. Teori ini dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra
kelompok sosial, institusi sosial, kesadaran sosial, dan bentuk-bentuk konkrit nilai-nilai
sosial.
- 21 -
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tinjauan Pustaka
Suatu penelitian haruslah memiliki objek karena objek adalah unsur yang paling
utama dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini objeknya adalah novel Cerita Calon
Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Sejauh yang peneliti ketahui, novel ini belum pernah
Namun, di lain tempat cerita ini pernah diteliti oleh I Made Suastika untuk meraih gelar
doktoral dalam ilmu sastra yang dipertahankannya dalam ujian promosi di hadapan senat
8&source=wax). Tetapi, yang menjadi objek penelitian I Made Suastika adalah teks prosa
Calon Arang dalam tradisi Bali, bukan karya Pramoedya Ananta Toer.
Dalam penelitian ini, I Made Suastika meneliti teks prosa Calon Arang dengan
penelitian ini merupakan teks lama yang dalam penanganannya menggunakan kerja fililogi.
Adapun cara kerja filologi yang dilakukan adalah pendataan naskah, pendeskripsian
dalam mengetahui proses tranformasi yang terjadi, hal ini untuk menjelaskan bahwa teks
Calon Arang yang muncul kemudian adalah wujud tranformasi dari bentuk hipogramnya
Lalu pada lain tempat, ada artikel karya Gadis Arivia yang berjudul “Calon Arang
Calon Feminis: Kisah Pramoedya dan Kisah Toeti Heraty”. Artikel ini mengulas tentang
Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer dan Calon Arang: Kisah Perempuan
Korban Patriarki karya Toeti Heraty. Menurut Gadis, Pramoedya masih terkungkung pada
misi manusia modern. Sebuah misi yang memperjuangkan ide-ide besar semangat
- 22 -
Universitas Sumatera Utara
unversalisme dan kebenaran tunggal, serta perjuangan kemanusiaan yang baik melawan
kekuasaan yang jahat. Ide-ide besar ini menurut Gadis, sudah tentu mementingkan rasio,
problematik seorang janda. Itu sebabnya Calon Arang bagi Pramoedya menjadi gender
netral, tidak ada masalah seksual, dan sangat serasi dengan pemikir-pemikir modern.
Sementara tulisan Toeti Heraty menurut Gadis terlihat bebas, liar dengan imajinasi, tanpa
kekangan, kata-kata yang terus mengalir, serta tidak bisa dibendung, ia melepaskan tali
segala norma yang melilit. Calon Arang memperlihatkan kepada kita bahwa perempuan
Selain itu karya Toeti Heraty mengajak pembaca untuk bergairah karena dengan gairah atau
keinginan, dan bukan rasio, perempuan dapat bebas dari struktur-struktur pemikiran yang
sudah ditetapkan oleh laki-laki. Karena pada akhirnya perempuan hanya dapat bebas dari
Dari artikel ini dapat diketahui bahwa tidak ada karya sastra yang netral. Baik
Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, maupun Calon Arang: Kisah
Perempuan Korban Patriarki karya Toeti Heraty memperlihatkan perspektif yang berbeda.
Pramoedya menuliskan cerita ini dengan sudut pandang laki-laki, sementara Toeti
mengakibatkan Pramoedya menempatkan Calon Arang seorang janda dari Desa Girah
sebagai tokoh yang jahat (antagonis), sementara Toeti menempatkan Calon Arang sebagai
Pada kesempatan ini, peneliti akan menganalisis novel Cerita Calon Arang karya
Pramoedya Ananta Toer ini dari segi sosiosastra, yaitu menganalisis unsur intrinsik dengan
- 23 -
Universitas Sumatera Utara
pendekatan struktural, yang mencakup tema, alur, penokohan, dan latar. Kemudian
menganalisis unsur-unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai sosial, seperti cinta, kejahatan, dan
- 24 -
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
dilakukan di ruang perpustakaan. Pada penelitian ini diperoleh data dan informasi tentang
objek penelitian melalui buku-buku. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari novel,
yaitu:
Jenis : Novel
Cetakan : Ketiga
Ukuran : 13 x 20 cm
Tebal : 94 halaman
Gambar Sampul : Gambar seorang wanita yang sedang berdiri yang raut wajahnya
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode membaca
- 25 -
Universitas Sumatera Utara
pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristik dengan memberi
konvensi sastranya.
adalah pembacaan tatabahasa ceritanya, yaitu pembacaan dari awal sampai akhir cerita
secara berurutan”. Dari pembacaan ini dihasilkan sinopsis cerita sebagai berikut:
Di sebuah negara, yaitu Daha yang kini bernama Kediri, penduduknya banyak dan
hidup makmur. Petani selalu mendapatkan hasil panen yang baik. Penduduknya hidup
dengan sukacita. Negara Daha termasyhur aman. Penduduknya cukup makanan dan
pakaian, sehinggan tidak ada penyakit. Negara itu diperintah oleh seorang raja yang
berbudi dan bijaksana yang bernama Baginda Erlangga. Baginda selalu memperhatikan
Suatu hari, keadaan negara yang makmur dan sentosa itu berubah. Keamanan dan
kesejahteraannya tidak lagi seperti dulu. Seluruh penduduk gelisah dan diikuti perasaan
takut karena terdengar bahwa akan ada musuh yang datang menyerang mereka. Sehingga
seakan-akan berkabung karena sunyinya. Ternyata musuh itu adalah penyakit mematikan
Penyakit berbahaya itu ternyata disebabkan oleh perbuatan seorang janda yang
tinggal di Dusun Girah, dusun yang menakutkan bagi penduduk Daha. Janda setengah tua
itu bernama Calon Arang. Calon Arang berkuasa. Ia senang menganiaya sesama manusia,
membunuh, merampas, dan menyakiti. Ia memiliki ilmu hitam yang dapat digunakannya
untuk membunuh orang. Calon Arang adalah pendeta perempuan pada Candi Dewi Durga.
- 26 -
Universitas Sumatera Utara
Calon Arang juga seorang dukun yang memiliki banyak mantra yang manjur. Tidak ada
Calon Arang memiliki seorang anak perempuan yang berumur lebih dari 25 tahun.
Nama putrinya itu adalah Ratna Manggali. Ia adalah gadis yang sangat cantik. Walaupun
Ratna Manggali sangat cantik, belum ada seorang pemuda pun yang mau meminangnya.
Para pemuda di dusun itu takut pada Calon Arang, karena kelakuannya yang buruk.
Bahkan, Ratna Manggali tidak memiliki teman biasa. Gadis-gadis lain menjauhinya, karena
takut dengan kejahatan dan kedengkian yang dimiliki oleh ibunya. Tidak ada yang mau
berbicara atau bertegur sapa dengan Ratna Manggali, karena jika salah bicara akan
menjadi sangat marah. Sifat jahatnya pun muncul. Ia hendak membunuh orang sebanyak-
banyaknya, demi memuaskan amarahnya. Maka, Calon Arang memanggil semua muridnya
dan menyampaikan rencana jahatnya. Dengan tidak banyak pertimbangan Calon Arang
berangkat ke Candi Durga untuk memanggil Dewi Durga, yaitu dewi yang menghendaki
kerusakan. Di dalam candi inilah Calon Arang dan murid-muridnya membaca mantra untuk
menyampaikan maksud untuk membunuh orang. Ada yang menyanyi, menandak dan
Mereka berhasil membaca mantra dan Dewi Durga memberi izin untuk
membangkitkan penyakit untuk menumpaskan nyawa orang banyak dengan syarat bahwa
mereka tidak boleh menyebarkan penyakit itu hingga ke dalam ibukota. Kemudian mereka
semua pulang dan merencanakan niat jahat yang akan mereka lakukan terhadap seluruh
penduduk.
- 27 -
Universitas Sumatera Utara
Calon Arang dan murid-muridnya mulai melaksanakan rencananya menyakiti dan
menewaskan orang banyak. Setiap hari ada saja yang menjadi korban kejahatan Calon
Arang dan murid-muridnya itu. Tidak ada seorang pun yang berani melawan. Seluruh
penduduk dan kepala desa serta barisannya pun tidak. Tidak ada yang berani keluar rumah.
Sawah-sawah di Dusun Girah tidak ada yang mengerjakan. Ladang-ladang menjadi padang
rumput dan belukar. Lama-kelamaan Dusun Girah yang semula ramai menjadi sunyi karena
Calon Arang dan murid-muridnya merasa bahagia dan puas karena berhasil
menyakiti dan menewaskan orang-orang yang dibencinya. Mereka tertawa dan merayakan
adalah darah manusia. Karena itu rambut murid-muridnya lengket-lengket dan tebal. Jika
sedang berpesta, mereka seperti binatang buas. Semua orang takut melihatnya. Jika ada
orang yang mengintip mereka, maka orang itu akan diseret ke tengah pesta dan dibunuh
empat mata angin. Tidak lama kemudian, penyakit itu merajalela ke seluruh negeri, ke
gunung, sawah, hutan , dusun kecuali ibukota. Setiap hari ratusan orang meninggal karena
penyakit yang tidak ada obatnya itu. Penduduk negara Daha semakin hari semakin sedikit.
Penyakit panas dingin yang disebarkan Calon Arang dan murid-muridnya tidak bisa
dicegah lagi. Bahkan pendeta-pendeta yang baik hati di Daha pun tidak ada yang bisa
melawan kekuatan Calon Arang. Nama Calon Arang disebut-sebut dan dikutuk oleh
- 28 -
Universitas Sumatera Utara
Suatu hari, berita tentang meluasnya penyakit yang disebarkan Calon Arang itu
sampai kepada Sri Baginda Erlangga. Sri Baginda Erlangga sangat sedih mendengarnya.
balatentara untuk pergi ke Dusun Girah untuk menangkap Calon Arang dan menghentikan
penyakit yang sedang merajalela itu. Seluruh penduduk menyambut gembira keputusan Sri
Baginda Erlangga itu. Mereka mengadakan selamatan agar pasukan balatentara berhasil
tiba di sana larut malam. Tidak ada yang menyadari kedatangan mereka, karena penduduk
sudah pada tidur dan tidak berani keluar rumah. Pasukan itu pun langsung menuju rumah
Calon Arang. Namun, pasukan itu tidak berhasil menangkap Calon Arang, malahan tiga
orang dari pasukan tewas di tangan Calon Arang. Pasukan yang lain pun segera pergi dan
kembali ke ibukota.
Begitu juga Sri Baginda Raja. Penyakit pun terus menyebar. Di sisi lain, Calon Arang dan
murid-muridnya marah karena pemerintah ibukota telah mengetahui dan ikut campu atas
kejahatan yang mereka lakukan. Maka Calon Arang dan murid-muridnya merencanakan
memperluas penyebaran penyakit ke ibukota. Mereka meminta izin pada Dewi Durga
mempersembahkan sesaji, kemudian Dewi Durga memberi izin kepada Calon Arang dan
Hari demi hari, penyakit semakin hebat. Mayat tergolek di sepanjang jalan, di dalam
rumah, di sawah, bahkan di dekat-dekat istana juga. Bukan main amarah Sri Baginda
- 29 -
Universitas Sumatera Utara
melihat peristiwa itu. Maka ia mengumpulkan pasukan dan pendeta-pendeta. Sri Baginda
Erkangga mengatakan bahwa mantra harus dilawan dengan mantra juga. Ia memerintahkan
para pendeta itu untuk memohon petunjuk dari Dewa Agung guna mendapatkan cara
memanggil Dewa Agung di dalam candi kerajaan dengan asap pedupaan. Tidak lama
kemudian, muncul Dewa Guru. Dewa itu mengatakan bahwa yang dapat melawan Calon
Arang hanya seorang saja, yaitu seorang pendeta yang sakti dan baik hati bernama Empu
Baradah yang tinggal Lemah Tulis. Ia pulalah kelak yang melindungi kerajaan dari
Setelah mendapatkan petunjuk dari Dewa Guru itu, segeralah Sri Baginda Erlangga
Baradah. Kenduruan pun segera menuju Lemah Tulis menemui Empu Baradah. Setelah
bahwa ia utusan Sri Baginda Erlangga. Empu Baradah bersedia menolong penduduk. Lalu
Empu Baradah menanyakan apakah yang menyebabkan Calon Arang berbuat demikian
jahat kepada penduduk Daha. Kanduruan menjelaskan alasannya, yaitu karena tidak
seorang lelaki pun yang mau menikahi putri Calon Arang yaitu Ratna Manggali karena
seorang muridnya yang bernama Empu Bahula dengan Ratna Manggali. Tidak lama
kemudian, Sri Baginda menghadiahkan emas kawin dan uang kepada Empu Bahula untuk
dipersembahkan pada saat upacara perkawinannya nanti. Lalu dengan kuda putih besar
Empu Bahula dan iring-iringan langsung berangkat ke Dusun Girah menemui Calon
- 30 -
Universitas Sumatera Utara
Arang. Sesampainya di sana, Calon Arang sangat senang dan langsung menerima lamaran
Empu Baradah terhadap putrinya Ratna Manggali. Upacara pernikahan pun dilaksanakan
sangat meriah. Suluruh penduduk pun ikut memeriahkan acara itu. Bukan main girangnya
Calon Arang karena putri tunggalnya sudah menikah. Kemudian Empu Bahula dan Ratna
Suatu hari, ketika duduk bersama Ratna Manggali, Empu Bahula menanyakan untuk
apa setiap sore Calon Arang pergi dengan membawa kitab. Ratna Manggali pun
menceritakan semua rahasia Calon Arang kepada Empu Bahula, bahwa Calon Arang setiap
sore pergi ke pekuburan dekat Candi Durga untuk membuat dan menyebarkan penyakit ke
seluruh pendudu. Dan kitab yang dibawa itu sangat bertuah dan di dalamnya berisi rahasia
semua ilmu yang dimiliki Calon Arang. Empu Bahula pun meminta Ratna Manggali
Pada suatu malam ketika Calon Arang sedang tidur pulas, Ratna Manggali
mengambil kitab ibunya itu, lalu menyerahkannya kepada Empu Bahula. Setelah menerima
kitab itu, Empu Bahula segera menuju Lemah Tulis menemui Empu Baradah dan memberi
tahu bahwa rahasia ilmu Calon Arang sudah ia pegang. Ia lalu menyerahkan kitab itu
kepada Empu Baradah, gurunya. Empu Baradah membaca seluruh isi dari kitab itu dan
Setelah mengetahui rahasia Calon Arang, maka Empu Baradah dan tiga muridnya
meninggal. Lalu Empu Baradah menemui Calon Arang. Awalnya Calon Arang meminta
ampun kepada Empu Baradah dan ingin bertobat, tetapi Empu Baradah menolak
- 31 -
Universitas Sumatera Utara
permintaan Calon Arang itu karena wanita itu memiliki banyak sekali dosa. Jiwanya tidak
bisa disucikan lagi. Calon Arang tidak bisa diampuni lagi. Mendengar penolakan itu, Calon
Arang sangat murka. Ia menyerang Empu Baradah dengan semburan api yang besar.
Namun, api itu sama sekali tidak dapat membakar tubuh Empu Baradah, walaupun sudah
ucapan. Maka Calon Arang pun mati. Kemudian Empu Baradah menghidupkan Calon
Calon Arang dibunuh kembali. Setelah itu Calon Arang benar-benar telah tiada.
Kabar kematian Calon Arang sampai ke seluruh negeri. Sri Baginda Erlangga
sangat bahagia. Kini negara Daha yang dipimpinnya bebas dari penyakit teluh Calon
Arang. Sri Baginda pun menemui Empu Baradah untuk mengucapkan rasa terimakasih
yang besar. Ketika mereka bertemu, Sri Baginda Erlangga meminta Empu Baradah
mengajarkan ilmu budi pekerti. Pengetahuan Sri Baginda Erlangga itu dipergunakan untuk
memperbaiki keadaan rakyat. Negara Daha kembali makmur. Orang-orang Tionghoa dan
India leluasa datang ke Jawa untuk berdagang. Anak-anak kecil kembali bermain dengan
riang. Tidak ada seorang pun yang ketakutan. Penyakit tidak lagi banyak seperti dulu.
Sawah dan ladang diolah lagi. Tidak ada lagi kelaparan. Demikianlah keadan Daha setelah
Dalam penelitian ini selanjutnya penafsiran data tentang unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik dicatat pada kartu data. Setiap kartu data berbeda warna, yaitu kartu kuning
untuk unsur intrinsik yang meliputi tema, penokohan, alur, dan latar serta kartu merah
untuk unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai sosial yaitu cinta, kejahatan, dan kepahlawanan.
- 32 -
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam membedakan setiap masalah yang
akan dibahas.
yaitu mendeskripsikan data dari kartu data secara sistematis kemudian dilanjutkan dengan
penganalisisan data berdasarkan masalah yang ditawarkan yaitu mulai dari masalah
intrinsik, kemudian dilanjutkan dengan masalah ekstrinsik dan diakhiri dengan kesimpulan.
- 33 -
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
ANALISIS STRUKTURAL TERHADAP NOVEL CERITA CALON ARANG KARYA
PRAMOEDYA ANANTA TOER
4.1 Tema
Tema merupakan gagasan dasar atau ide pokok yang mendasari seorang pengarang
dalam menciptakan karyanya. Suatu kreasi atau suatu karya sastra tidak akan tercipta tanpa
adanya gagasan yang mendahuluinya. Pengarang memiliki ide dan mengangkat
permasalahan kehidupan menjadi tema yang diungkapkan kembali dengan daya imajinasi
yang tinggi ke dalam bentuk cerita rekaan atau fiksi. Dengan demikian, tema merupakan
unsur penting bagi pengarang untuk menghasilkan karyanya. Begitu juga dengan pembaca,
tema merupakan unsur yang mengantar kepada suatu pesan dari cerita yang dibacanya. Hal
ini sesuai dengan yang dikatakan Sumardjo dan Saini K.M (1997: 56):
Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan mau
sekedar bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang
mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang
kehidupan ini atau komentar tentang kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh
cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut.
Nurgiyantoro (1995: 25) mengatakan “Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar
cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta,
kasih, rindu, takut, maut, religius, dan sebagainya. Dalam hal tertentu, sering tema dapat
disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita”. Selanjutnya, Stanton (dalam
Nurgiyantoro, 1995: 70) menyatakan “Tema adalah makna sebuah cerita yang khusus
menerangkan sebagian beasar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema menurutnya,
kurang lebih dapat bersinonim dengan ide utama”. Jadi, melalui tema tersebut dapat
diketahui apa yang menjadi gagasan dasar yang ingin disampaikan seorang pengarang
kepada pembacanya yang terdapat dalam sebuah karya fiksi sesuai pengalaman dan
pengamatan dengan lingkungan. Tema itu merupakan gagasan yang berkaitan dengan
- 34 -
Universitas Sumatera Utara
makna. Artinya, tema ini adalah tujuan utama dari cerita. Tujuan ini merupakan sesuatu
yang membuat karya sastra lebih penting dari sekedar bacaan hiburan saja.
Sudjiman (1987: 50) menyatakan “Tema cerita dapat dinyatakan secara eksplisit
(langsung), secara simbolik, dan juga dapat terungkap melalui dialog para tokoh”.
Selanjutnya Sudjiman (1987: 50) menyatakan “Tema yang banyak dijumpai dalam karya
sastra yang bersifat didaktis adalah pertententangan buruk dan baik. Secara lebih konkret
tema pertentangan baik dan buruk ini dinyatakan dalam bentuk kebohongan melawan
menambahkan (1987: 51) “Tema bahkan dapat menjadi faktor pengikat peristiwa-peristiwa
cerita dalam satu alur”. Jadi, dapat dikatakan bahwa tema merupakan persoalan yang
Dari keterangan di atas, penulis dapat menemukan tema yang terdapat dalam novel
Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer. Adapun tema dari novel ini adalah
kejahatan, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh Calon Arang dan murid-muridnya terhadap
seluruh penduduk Dusun Girah dan Ibukota. Kejahatan ini dilakukan karena tidak ada
penduduk yang suka padanya sebab Calon Arang adalah seorang pendeta jahat, terlebih lagi
karena belum ada seorang pun yang mau melamar putrinya Ratna Manggali yang sudah
berusia lebih dari 25 tahun. Padahal, Ratna Manggali adalah gadis yang cantik, namun
karena ibunya memiliki ilmu hitam, maka tidak ada laki-laki yang berani dekat dengannya.
Kejahatan ini sangat menonojol dan berkelanjutan dari awal hingga akhir cerita, sehingga
mendominasi cerita.
Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka padanya.
Dari murid-muridnya itu banyak mendengar bahwa anaknya jadi buah percakapan,
karena tak juga diperistri orang. Bukan main marahnya. Sifatnya yang jahat pun
- 35 -
Universitas Sumatera Utara
tumbuhlah. Ia hendak membunuh orang sebanyak-banyaknya, supaya puaslah
hatinya. Setelah niatnya pasti, dipanggil semua murid-muridnya yang terkemuka
ialah Weksirsa, Mahisa Wadana, Lendesi, Larung, Guyung, dan Gandi. Semua
muridnya menyetujui maksudnya” (Cerita Calon Arang, 2003: 12-13).
Kejahatan ini juga yang menjadi pangkal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita
ini, seperti ketakutan dan kecemasan seluruh penduduk dan Sri Baginda Erlangga yang
Kecemasan akibat kejahatan Calon Arang dan murid-muridnya ini bukan hanya
dialami oleh seluruh penduduk, tetapi juga dialami oleh pemimpin Negara Daha, yaitu Sri
Baginda Erlangga. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
Kejahatan Calon Arang ini semakin merajalela dan menyebabkan penyakit dan kematian
pada hampir seluruh penduduk.
Penyakit tambah menghebat. Ratusan orang mati tiap hari. Tak sempat lagi orang
menguburkan kerabat atau sahabat yang meninggal. Mayat tergolek-golek
- 36 -
Universitas Sumatera Utara
sepanjang jalan, di dalam rumah, di sawah, bahkan di dekat-dekat istana demikian
pula (Cerita Calon Arang, 2003: 53).
Seluruh penduduk sangat sedih, dan selalu berdoa pada dewa meminta keselamatan.
Hampir setiap hari terdengar menghiba-hiba. Saban hari ada orang-orang yang
masih sehat berduyun-duyun ke candi dan berdengunglah doa memohon
keselamatan dari para dewa. Saban hari terdengar rintih kesakitan dan tangis tangis
serta jerit kesedihan dan ketakutan. Banyak orang mengungsi meninggalkan daerah-
daerah yang sudah diserbu oleh penyakit. Tetapi di tengah-tengah perjalanan
mereka terserang penyakit juga dan roboh di pinggir jalan (Cerita Calon Arang,
2003: 54).
akhirnya menumbuhkan sikap kepahlwanan Empu Baradah atas permintaan Sri Baginda
Erlangga yang meminta pertolongan agar Empu Baradah mau menolong melawan penyakit
yang disebarkan oleh Calon Arang dan murid-muridnya itu. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut:
Permintaan Sri Baginda untuk melawan penyakit itu diterima oleh Empu Baradah.
Kesediaan Empu Baradah untuk membebaskan penduduk dari penyakit itu dapat dilihat
dari kutipan berikut:
Sangat pelan katanya. Kemudian suaranya dikeraskan. “Baiklah, priyayi. Tuan lebih
baik segera kembali menghadap Sri Baginda. Sembahkan pada Baginda bahwa aku,
Empu Baradah, sanggup membatalkan teluh janda dari Girah yang bernama Calon
Arang itu. Sembahkan juga bahwa penyakit pasti akan tumpas dan rakyat akan
hidup aman kembali” (Cerita Calon Arang, 2003: 57).
Kemudian pada akhirnya kejahatan Calon Arang dan murid-muridnya dapat dihentikan
dengan kekuatan dan kepintaran yang dimiliki oleh Empu Baradah ini.
- 37 -
Universitas Sumatera Utara
4.2 Tokoh
Tokoh adalah unsur intrinsik yang paling penting dalam sebuah karya fiksi. Tokoh
dapat menyampaikan ide pengarang pada pembaca karena tokohlah yang diceritakan,
melakukan sesuatu dan dikenai sesuatu, membuat konflik, dan lain-lain. Oleh karena itu,
pembicaraan mengenai tokoh ini sangat menarik dalam menganalisis sebuah karya sastra
(fiksi).
Abrams (dalam Nurgiyantoro 1995: 165) menyatakan “Tokoh cerita adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam cerita naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
Sudjiman (1987: 17-21) menyatakan bahwa berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita
dapatlah dibedakan dalam tokoh sentral dan bawahan. Tokoh yang memegang peran
pimpinan disebut tokoh utama atau protagonis. Adapun tokoh yang merupakan penentang
utama dari protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan. Antagonis termasuk tokoh
sentral. Dalam karya sastra tradisional, seperti cerita rakyat, biasanya pertentangan antara
protagonis dan antagonis jelas sekali. Tokoh utama yang menjadi pusat sorotan dalam
kisahan. Kriterium yang digunakan bukan frekuensi kemunculan tokoh, melainkan
intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita, sedangkan
tokoh tambahan, yakni tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, namun
kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.
Berdasarkan cara menampilkan tokoh dibedakan atas tokoh datar dan tokoh bulat. Tokoh
datar atau tokoh sederhana adalah tokoh yang disoroti satu segi wataknya saja, tokoh ini
bersifat statis, watak tokoh ini sedikit sekali berubah, bahkan tidak berubah sama sekali,
sedangkan tokoh bulat atau tokoh kompleks adalah tokoh yang dilihat dari segala seginya,
segi wataknya berangsur-angsur berganti dan mampu memberikan kejutan.
Jika kita membicarakan tokoh pasti berhubungan dengan watak atau karakter yang
dimilikinya. Setiap tokoh memiliki watak atau karakter sendiri. Penyajian watak tokoh ini
- 38 -
Universitas Sumatera Utara
oleh pengarang dapat melalui penggambaran sifat-sifat tokoh, hasrat, pikiran, perasaan,
atau dengan menyisipkan komentar mengenai sifat-sifat tokoh itu. Penyajian watak tokoh
dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut dengan penokohan (Sudjiman, 1987: 23).
Nurgiyantoro (1995: 166) menyatakan:
Istilah ‘penokohan’ lebih luas pengertiannya daripada ‘tokoh’ dan ‘perwatakan’,
sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan,
dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus
menyaran pada teknik perwujudan dan perkembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Jadi, dapat dikatakan bahwa melalui pemaparan dan penyajian watak tokoh (penokohan)
oleh pengarang dalam karyanya dapat memberi gambaran yang jelas mengenai karakter
yang dimiliki setiap tokoh cerita yang dapat membedakannya dari tokoh yang lain.
Karakter ini merujuk kepada sifat, pikiran, perasaan para tokoh, serta kualitas pribadinya.
Dari keterangan di atas, dapatlah dianalisis perwatakan para tokoh dalam novel
1. Calon Arang
Calon Arang adalah seorang janda yang tinggal di Dusun Girah. Ia memiliki
seorang anak perawan yang berumur lebih dari 25 tahun. Calon Arang adalah wanita yang
sangat jahat. Seluruh penduduk takut padanya. Ia selalu berbuat keji pada penduduk dusun
itu. Ia juga mempunyai murid (pengikutnya). Ia dan pengikutnya ini setiap hari
menyebarkan penyakit melalui ilmu yang mereka miliki bahkan membunuh penduduk.
Calon Arang tidak peduli akan penderitaan penduduk, yang ia inginkan adalah melihat
orang lain menderita dan mati di tangannya. Sebenarnya kejahatan Calon Arang ini
semakin kaji disebabkan karena tidak ada seorang lelaki yang mau memperistri putri
- 39 -
Universitas Sumatera Utara
tunggalnya. Penduduk dusun takut berteman dengan putrinya karena Calon Arang dikenal
sebagai wanita yang memiliki ilmu hitam dan seluruh penduduk membicarakannya.
“itulah Ratna Manggali, anak Calon Arang. Hati-hati dengan dia, engkau tak boleh
sembarangan.”
“O, itukah Ratna Manggali? Ngeri aku melihatnya.”
Bukan satu dua orang saja yang mempercakapkan seperti itu. Hampir semua orang.
Malah seluruh negeri mendengar belaka namanya dan juga nama ibunya, si Calon
Arang itu.
Bahkan pun anak-anak kecil, sampai-sampai kepada kakek-kakek dan nenek-nenek,
semua tahu betapa jahatnya pendeta perempuan itu. Betapa busuk namanya sebagai
tukang sihir yang menyebar penyakit dan merusak bagi sesama manusia. (Cerita
Calon Arang, 2003: 12).
Ketika mengetahui bahwa tidak ada yang mau berteman dengan putrinya bahkan
menjauhi putrinya, maka kemarahan Calon Arang pun muncul. Ia ingin membalasnya
dengan berbuat keji kepada seluruh penduduk dusun Girah bahkan sampai ke ibukota.
Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka padanya.
Dari murid-muridnya itu banyak mendengar bahwa anaknya jadi buah percakapan,
karena tak juga diperistri orang. Bukan main marahnya. Sifatnya yang jahat pun
tumbuhlah. Ia hendak membunuh orang sebanyak-banyaknya supaya puaslah
hatinya (Cerita Calon Arang, 2003: 12).
angsur penduduk Dusun Girah dan ibukota mati di tangan Calon Arang dan murid-murinya.
Calon Arang merasa bahagia bila telah menyakiti dan menewaskan orang-orang
yang dibencinya, dan kalau orang-orang yang dibencinya itu telah mati, maka
mereka bersenang-senang merayakan kemenangan.
Tiap-tiap waktu murid-muridnya harus berkeramas. Yang dipergunakan
mengeramasi rambut adalah darah. Darah itu adalah darah manusia juga. Karena itu
rambut murid-murid Calon Arang lengket-lengket dan tebal. Kalau mereka sedang
berpesta tak ubahnya dengan sekawanan binatang buas. Takut orang melihatnya.
Kalau ketahuan ada orang yang mengintip, orang itu diseret ke tengah pesta dan
dibunuh, dan darahnya dipergunakan keramas (Cerita Calon Arang, 2003: 23-24).
- 40 -
Universitas Sumatera Utara
Sifat dan perbuatan jahat Calon Arang ini jelas menunjukkan bahwa tokoh ini
memiliki watak yang antagonis. Tokoh ini adalah tokoh yang menciptakan seluruh konflik
dalam novel ini. Ini menunjukkan bahwa kedudukan tokoh Calon Arang dalam cerita ini
sangat sentral. Keteribatan dan intensitas tokoh ini dalam peristiwa yang tejadi dalam cerita
ini sangat besar. Jadi, dapat dikatakan bahwa tokoh ini tergolong tokoh sentral (antagonis).
Berdasarkan perwatakannya atau cara menampilkan watak tokoh, tokoh Calon Arang ini
tergolong tokoh bulat atau kompleks, yaitu tokoh yang memiliki segi watak yang
berangsur-angsur berubah dan dapat memberi kejutan bagi pembacanya. (Sudjiman, 1987:
21). Calon Arang yang pada awal hingga bagian teangah cerita digambarkan sebagai tokoh
yang memiliki sifat jahat, sombong juga tidak pernah takut dengan siapapun ini berubah
menjadi tokoh yang mau berubah meminta ampun atas dan mengakui kejahatannya di
depan pendeta Empu Baradah yang dapat mengalahkannya.
“Ampun sang maha pendeta, sungguh berbahagia hamba dapat bertemu dengan
Paduka, tuan. Tolonglah hamba yang durhaka ini. Lenyapkanlah segala dosa hamba
dan berilah hamba jalan pada budi yang luhur. Ya maha pendeta segeralah Paduka
tuan menyucikan jiwa raga hamba yang durhaka ini”. (Cerita Calon Arang, 2003:
80)
Kutipan ini menunjukkan bahwa Calon Arang yang pada awalnya mempunyai
watak yang jahat dan keras, mau berubah dan meminta ampun agar bisa disucikan hatinya
2. Empu Baradah
Empu Baradah merupakan seorang pendeta yang ahli bertapa. Ia juga seorang guru
bertapa. Empu Baradah adalah orang yang baik, saleh, dan taat beragama. Ia juga selalu
bertakwa kepada dewa yang ia puja. Ia tinggal di sebuah asrama di Lemah Tulis. Ia juga
memiliki banyak pengikut. Karena kharisma dan kebaikannya, semua penduduk Lemah
Tulis hormat padanya. Ia selalu ramah dan senang menolong orang yang sedang kesulitan.
Ia tidak pernah menolak jika ada yang membutuhkan pertolongannya. Empu Baradah
- 41 -
Universitas Sumatera Utara
sangat berbeda dengan Calon Arang. Menolong orang lain adalah pekerjaan yang sangat
dengan dewa. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai dewa yang menjelma sebagai
manusia. Selain penolong, pengasih, dan penyayang pada sesama, ia pun orang yang pandai
belajar. Ia menguasai kitab, seperti kitab Weda, yaitu kitab suci agama Hindu. Empu
Baradah memiliki istri dan seorang putri yang cantik. Ia adalah kepala keluarga yang baik.
Empu Baradah sangat menyayangi putrinya. Ia selalu memberikan perhatian yang cukup
pada putrinya itu. Ia sangat sedih ketika mengetahui putrinya Wedawati meninggalkan
rumah karena bertengkar dengan ibu tirinya. Ia pun langsung cepat-cepat mencari putrinya.
Segera Sang Empu bangun dari tempat duduknya. Kaget benar ia. Cepat-cepat ia
kenakan jubahnya kembali. Katanya kepada istrinya:
“baiklah biar kucari sendiri”
Kemudian jalanlah ia mencari Wedawati. Cepat sekali jalannya. Sebentar-bentar ia
bertanya pada orang di jalan:
“ada engkau melihat anakku? Ke mana perginya?”
Tiap orang yang mengetahui menjawab dengan segera dan hormat
Sampai di padang rumput Sang Empu sekarang. Anak-anak gembala masih banyak
di sana pada salah seorang di antara mereka, bertanyalah ia:
“Ada di antara engkau tahu ke mana anakku pergi?”
“Kak Wedawati yang cantik?” tanya seorang gembala.
“Yang menangis sepanjang jalan?” tanya yang lain.
“Ya, itulah anakku Wedawati. Ke mana dia?” tanya Sang Empu.
“pergi ke luar dusun, bapak Empu,” seorang menjawab. “Lurus ke selatan.
Barangkali ke kuburan ibunya” (Cerita Calon Arang, 2003: 48).
- 42 -
Universitas Sumatera Utara
Diajaknya Wedawati pulang. Dan gadis itu tidak menolak. Anak dan ayah pun
pelan-pelan pulang ke asrama Lemah Tulis. (Cerita Calon Arang, 2003: 49)
Empu Baradah memiliki sikap kepahlawanan yang tinggi. Ia tidak menolak ketika
permintaan Raja untuk menghadapi Calon Arang demi menyelamatkan seluruh penduduk
dari penyakit yang disebarkan oleh Calon Arang dan murid-muridnya itu. Empu Baradah
dianggap mampu mengalahkan Calon Arang. Empu Baradah setuju dan bersedia menolong
seluruh penduduk karena belum ada seorang pendeta pun yang mampu mengalahkan
kekuatan CalonArang.
“Hamba ini dari ibukota, membawa perintah anada Sri Baginda Raja”
Apakah yang dapat kupersembahkan kepada Sri Baginda?” tanya Sang Pendeta.
“Paduka tuanku diharapkan oleh Sri Baginda sudi datang ke Daha untuk
membatalkan teluh Calon Arang.”
“Siapa itu Calon Arang” tanya Sang Empu.
“Itulah janda dari Desa Girah. Dia tukang sihir yang manjur teluhnya. Telah banyak
penduduk yang meninggal karena tingkahnya,” ujar Kanduruan.
Apakah sebabnya janda Girah itu marah-marah priyayi?” tanya Sang Empu.
“Ia beranak seorang perempuan. Sampai sekarang tak ada yang mau memperistri
anaknya itu. Itulah sebabnya ia marah-marah,” dan setelah memperbaiki dudknya,
Kanduruan meneruskan: “Tidaklah buruk anaknya itu. Cantik bukan kepalang, kata
orang-orang Ratna Manggali namanya. Apakah jawabnya yang dapat hamba
sembahkan kepada Sang Baginda Raja, Maha Empu?”
“jadi itulah yang menyebabkan. Hmm,” kata Empu Baradah kepada dirinya sendiri.
Sangat pelan katanya itu. Kemudian suaranya dikeraskan. “Baiklah, priyayi. Tuan
lebih baik segera kembali menghadap Sri Baginda. Sembahkan pada Baginda,
bahwa aku, Empu Baradah, sanggup membatalkan telih janda dari Girah yang
bernama Calon Arang itu. Sembahkan juga bahwa penyakit pasti akan tumpas dan
rakyat akan hidup aman kembali.” (Cerita Calon Arang, 2003: 57)
Empu Baradah adalah tokoh penyelamat dalam cerita ini. Ia berhasil mengetahui
rahasia kelemahan Calon Arang dan mulai membebaskan penduduk desa dari penyakit dan
kematian, sehingga penduduk kembali senang seperti keadaan sebelum Calon Arang dan
murid-muridnya menyebarkan ilmu hitamnya.
Setelah mengetahui rahasia kitab itu, Empu Baradah pergi ke tempat-tempat yang
diamuk penyakit. Tiga orang di antara murid-muridnya engiringnya.
- 43 -
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang jalan mereka bertemu dengan orang mati. Dengan tuah mantranya, Sang
Empu mengobati orang-oang yang sakit. Segera saja mereka sembuh. Tentu saja
girang benar yang disembuhkan itu. Mereka mengucapkan beribu-ribu terimakasih.
Sang pendeta pun menolong orang-orang yang telah meninggal bila mayat itu
belum membusuk, Sang Pendeta memercikan dengan air. Dan hiduplah kembali
mayat-mayat yang telah meninggal kena teluh itu. Kadang-kadang hanya dengan
pandang, sentuhan, atau hembusan nafas, mayat-mayat itu dapat hidup kembali
(Cerita Calon Arang, 2003: 75).
Pada akhir cerita tokoh ini berhasil mengalahkan janda itu dengan kebijakan dan
kekuatan yang dimilikinya hingga membuat Calon Arang mati (meninggal) dan penduduk
Tokoh Empu Baradah ini tergolong tokoh sentral (protagonis) yang memiliki
kedudukan sentral. Ia adalah tokoh yang memiliki peran penting dan memiliki keterlibatan
yang besar dalam membangun cerita dalam novel ini. Tokoh sentral (protagonis) ini adalah
penentang tokoh sentral (antagonis). Dalam hal ini adalah kejahatan pasti dapat dikalahkan
dengan kebaikan dan kebijakan. Berdasarkan perwatakan atau menampilkannya, tokoh ini
tergolong tokoh datar atau sederhana, karena tokoh ini hanya disoroti satu segi wataknya
saja, yaitu memiliki watak yang baik. Watak baik yang dimiliki tokoh ini tidak mengalami
- 44 -
Universitas Sumatera Utara
3. Sri Baginda Raja Erlangga
Sri Baginda Raja Erlangga adalah pemimpin Negara Daha. Ia adalah raja yang
bijaksana, baik, ramah, dan berbudi terhadap rakyatnya. Oleh karena itu, seluruh penduduk
pimpinannya, negara Daha aman, tidak ada kejahatan yang terjadi, karena setiap orang
hidup makmur, cukup makan, dan cukup pakaian. Panen pun selalu baik hasilnya. Namun,
keadaan negara itu berubah semenjak Calon Arang dam murid-muridnya menyebarkan
penyakit dan membunuh penduduk. Penduduk banyak yang mati, keadaan sawah menjadi
gersang, dan jalanan sunyi seperti kota mati. Penduduknya hidup dalam ketakutan. Sri
Baginda Erlangga pun sangat sedih dan gelisah melihat kejahatan Calon Arang yang
berlarut-larut yang membuat rakyatnya hidup dalam penderitaan. Ia tidak sanggup melihat
penduduk terjangkit penyakit bahkan setiap hari banyak yang meninggal. Sri Baginda
Erlangga terus mencari bagaimana caranya menaklukkan Calon Arang sehingga rakyatnya
bebas dari penderitaan. Ia pun mengutus balatentara istananya ke Dusun Girah untuk
“Penyakit itu harus dilenyapkan. Kalau tidak bisa setidak-tidaknya harus dibatasi.
balatentara raja ke dusun Girah. Tangkap Calon Arang. Kalau melawan, bunuh dia
bersama murid-muridnya.”
Tenang sebentar ruangan di bangsal. Orang bergirang hati. Mendengar putusan Sri
Baginda. Tiba-tiba terdengarlah sorak-sorai yang gemuruh di alun-alun. Semua
orang yang hadir di sana menyetujui putusan Sri Baginda.
Hari itu juga ratusan prajurit berbaris di alun-alun. Mereka ini diperintahkan pergi
ke Dusun Girah untuk menangkap Calon Arang (Cerita Calon Arang, 2003: 30).
Namun, pasukan balatentara yang diutus Sri Baginda tidak berhasil menangkap Calon
Arang. Bahkan tiga dari anggota balatentara itu meninggal karena kekuatan Calon Arang.
Mengetahui hal itu, Sri Baginda semakin sedih. Ia terus mencari dan berpikir bagaimana
- 45 -
Universitas Sumatera Utara
cara mengalahkan Calon Arang. Ia tidak mau penyakit dan kematian terus-menerus
menimpa rakyatnya. Suatu hari ia dan pendeta-pendeta Daha bertapa untuk meminta
petunjuk Dewa Guru mengenai siapa yang dapat mengalahkan Calon Arang. Maka melalui
pertapaan itu, Sri Baginda dan para pendeta mendapat jawaban dari Dewa Guru bahwa
yang dapat mengalahkan Calon Arang hanya satu orang saja yaitu pendeta dari Lemah
Tulis yang bernama Empu Baradah. Maka segera ia mengutus Kanduruan kerajaan
menemui Empu Baradah. Dan pendeta ini bersedia. Hingga akhirnya dapat mengalahkan
“Penyakit ini disebabkan karena mantra. Karena itu, balatentara tidak bisa
menumpaskannya. Kalau balatentara dikerahkan juga, akan buruklah akibatnya,”
kata Sri Baginda. “Karena itu, mantra harus dilawan dengan mantra. Tak ada yang
lain.”
Hadirin membenarkan pendapat Sang Baginda. “Karena itu pula,” Baginda
meneruskan, “kami perintahkan pada semua pendeta di seluruh negara untuk turut
mencari jalan yang baik.”
Pendeta-pendeta yang dipanggil itu adalah pendeta yang pandai-pandai belaka,
mahir dalam segala mantra dan maklum akan segala teluh oarang-orang jahat.
“Kami perintahkan sekarang, semua pendeta yang mengahadap pergi memuja ke
candi, mohon petunjuk dari Dewa Agung guna mendapat obat mujarab untuk
memberantas penyakit ini.” (Cerita Calon Arang, 2003: 55).
Tokoh ini tergolong tokoh sentral yang protagonis karena ia memiliki intensitas
antara tokoh ini menyebabkan konflik atau pertentangan yaitu antara Calon Arang dan
Empu Baradah dalam cerita ini. Tokoh ini memiliki watak sederhana (datar) dan statis yang
menunjukkan satu segi watak saja, yaitu watak kepemimipinan yang baik. Dalam
- 46 -
Universitas Sumatera Utara
4. Wedawati
Wedawati adalah putri dari Empu Baradah. Ia adalah gadis yang cantik, ramah, rajin
dan cekatan bekerja, dan dia tidak mau merugikan orang lain. Oleh karena itu, ia menjadi
gadis yang dikagumi di Lemah Tulis. Ia juga dihormati di lingkungan asrama tempat
tinggalnya, di kampung, dan di sawah serta di ladang, di hutan, dan di lapangan tempat
Tidak lama setelah kematian ibunya, Wedawati memiliki ibu tiri. Ibunya ini sangat
membenci Wedawati. Ia juga telah memiliki adik laki-laki yang mulai besar. Ibu tirinya
Wedawati selalu berbuat baik dan rajin bekerja, tetapi ibu tirinya tetap ingin Wedawati
Di Lemah Tulis sibuklah Wedawati bekerja. Ia gadis yang suka bekerja. Ia tak
senang bermalas-malasan, apalagi bertopang dagu dan tak tentu apa yang
dipikirkan. Sudah lama ibu tirinya ingin agar ia pergi dari rumah.ia ingin agar
semua kasih sayang Sang Empu jatuh padanya dan anaknya lelaki. Karena itu
dicari-carinya alasan untuk memarahi Wedawati (Cerita Calon Arang, 2003: 18-
19).
- 47 -
Universitas Sumatera Utara
Akhirnya Wedawati tidak tahan tinggal bersama ibu tirinya, dan ia rela berpisah
dengan ayahnya karena ia tidak ingin selalu ada pertengkaran antara ia dan ibu tirnya. Ia
tetap tinggal di sana walaupun ayahnya membujuknya untuk kembali ke Lemah Tulis.
“Anakku, manis, buat apa engkau meninggalkan rumah? Engkau membuat aku
berseduh hati. Mari pulang anakku!”
Wedawati menggelengkan kepala. Ia tak mau pulang lagi. Karena tak mau
menyusahkan orang lain, ia pun tak sudi bila disuruh tinggal di tempat orang lain.
Lama Empu Baradah mangambil hati anaknya. Tapi Wedawati tak mau mengubah
pendiriannya. Lama ia juga ayahnya itu mengusap-usap rambut dan bahu .
Wedawati tetap tidak peduli ( Cerita Calon Arang, 2003: 64).
dengan kuburan ibunya. Di sana, ayahnya membangun tempat tinggal untuknya. Tidak
lama kemudian tanah kuburan itu berubah menjadi taman yang indah, karena Wedawati
rajin menanam bunga-bunga dan merawatnya setiap hari. Di sana, Wedawati setiap hari
beribadah pada arwah orang yang cinta kepadanya, dan juga kepada semua dewanya.
Tokoh ini tergolong tokoh tambahan (tambahan). Tokoh ini tidak sentral
kedudukannya di dalam cerita, kemunculannya pun hanya sedikit saja. Selain itu
keterlibatan tokoh ini dalam membangun cerita sangat kecil. Berdasarkan perwatakannya,
atau cara menampilkannya, tokoh ini tergolong tokoh bulat yang memiliki watak yang
permintaan ayahnya untuk kembali ke rumah. Namun, pada akhirnya, ia memilih untuk
berpisah dengan ayah yang sangat dicintainya. Ia memutuskan untuk menjadi seorang
pertapa dan tinggal di tanah kuburan ibunya. Itu dilakukannya untuk kebaikan. Perubahan
pendirian ini menunjukkan perkembangan perlakuan tokoh, yang dapat memberi efek
kejutan bagi pembaca, sehingga tokoh ini digolongkan menjadi tokoh bulat.
- 48 -
Universitas Sumatera Utara
5. Ratna Manggali
Ratna Manggali adalah putri Calon Arang yang berumur lebih dari 25 tahun.
Sebenarnya ia adalah gadis yang cantik rupanya dan baik. Namun, karena kejahatan ibunya
semua penduduk takut berteman dengannya. Penduduk takut apabila berhubungan dengan
Ratna Manggali maka akan berurusan juga dengan dengan ibunya, Calon Arang.
Akan tetapi karena Calon Arang jahat, pendengki, dan kejam maka tak adalah orang
yang berani mendekati anaknya, Ratna Manggali. Dan karena itu pulalah, gadis itu
dijauhi oleh gadis-gadis lainnya, sehingga kawan biasa pun ia tak punya. Bila ia
menyapa seseorang, orang yang ditegur itu hanya mengangguk atau menggeleng.
Tak ada yang mau bicara dengan dia. Karena kalau salah mulut, mugkin Calon
Arang marah dan celakalah orang yang menimbulkan marahnya (Cerita Calon
Arang, 2003: 12).
Karena ketakutan orang pada ibunya jugalah yang menyebabkan belum ada lelaki
yang mau melamar Ratna Manggali sebagai istri. Namun, pada akhirnya Ratna Manggali
menikah dengan Empu Bahula, salah satu murid terbaik Empu Baradah. Empu Baradahlah
yang menyuruh Empu Bahula agar memperistri Ratna Manggali. Ratna Manggali sangat
senag dengan pernikahannya dengan Empu Bahula. Ia menjadi istri yang baik dan menurut
pada suaminya. Bahkan ia rela memberitahu suaminya tentang rahasia kekuatan ibunya.
“Kemanakah ibu tiap sore pergi sendirian itu? Kelihatannya perlu sekali. Ia baru
kembali kalau beduk malam hari sudah berbunyi. Manggali, kalau engkau tahu,
bilangkan apa sebabnya. Tidakkah ibu takut pada binatang buas?” tanyan Bahula.
Ratna manggali tak buru-buru menyahut.
“Tidakkah engkau mengkhawatirkan ibu?”tanya Bahula lagi.
“Tidak’” jawab Manggali.
“Mengapa tidak?”
“Sudah biasa ibu pergi di waktu sore kemudian pelang tengah malam.”
“Ceritakanlah, apa sebabnya Manggali?” tanya Bahula.
“Biarlah hamba ceritakan yang sebenarnya. Tetapi, tuanku, ini tidak boleh didengar
oleh siapaun juga. Ini rahasia. Rahasia besar. Kalau ibu tahu rahasianya hamba
bongkar, pasti celaka hamba ini. Tidak tuan ceritakan bukan?” tanya Manggali.
- 49 -
Universitas Sumatera Utara
“Tentu saja tak akan ku ceritakan kepada orang lain, Manggali,” kata Bahula.
“Masa aku membongkar rahasia ibu? Aku kan menantunya. Aku pun harus turut
memelihara ketertiban rumahtangga buka?”
“Sebenarnya tuanku, kepergian bunda ialah ke pekuburan dekat Candi Durga. Di
sana ia meneluh. “ Ratna Manggali menceritakan rahasia ibunya (Cerita Calon
Arang, 2003: 72-73).
Tokoh ini tergolong tokoh tambahan (bawahan), yang kedudukannya tidak sentral
dalam cerita. Frekuensi kemunculan tokoh ini dalam cerita sangat sedikit. Begitu juga
keterlibatan tokoh ini sangat sedikit dalam peristiwa yang membangun cerita ini.
Perwatakannya juga tidak mengalami perkembangan. Tokoh ini tetap memiliki watak yang
baik dari awal hingga akhir cerita. Tokoh ini tidak menunjukkan perkembangan watak,
sehingga tokoh ini dapat digolongkan menjadi tokoh datar (sederhana) yang statis atau
tidak berubah.
6. Empu Bahula
Empu Bahula adalah salah seorang murid terbaik Empu Baradah. Ia murid yang
patuh dan taat kepada gurunya. Ia mau menuruti permintaan gurunya untuk segera
menikahi putri Calon Arang, Ratna Manggali dengan tujuan mengetahui rahasia kekuatan
calon Arang, sehingga Calon Arang dapat ditaklukkan dan penduduk Daha dapat bebas dari
penderitaan yang disebabkan oleh Calon Arang. Kesediaan Empu Bahula ini terlihat dari
keberaniannya mendatangi Calon Arang untuk mendapat restu menikahi Ratna Manggali.
Calon Arang pun sangat senang mengetahui ada lelaki yang mau meminang putrinya.
- 50 -
Universitas Sumatera Utara
Setelah menikah dengan Ratna Manggali, Empu Bahula dapat mengetahui rahasia
Calon Arang bahwa kekuatan mantranya terdapat dalam sebuah kitab. Empu Bahula pun
“Ratna Manggali, adikku! Ingin benar aku melihat kitab yang bertuah itu. Ingin aku
tahu apakah isinya. Maukah engkau menolong aku?”
“Menolong bagaimana tuanku?” tanya Manggali.
Kalau ibu sedang tidur, cobalah ambilkan kitab itu. Aku ingin tahu isinya, engkau
mau bukan?”
“Tentu saja hamba mau menolong, tuanku.”jawab Ratna Manggali dengan tidak
ragu-ragu sedikit pun juga. “Nanti kalau ibu kelupaan hamba ambilkan” (Cerita
Calon Arang, 2003: 73-74).
Setelah mendapat kitab itu, Empu Bahula langsung menemui gurunya Empu
Baradah dan menyerahkan kitab itu. Kemudian mereka membawa kitab itu ke tempat-
tempat Calon Arang menyebarkan penyakit. Lalu penyakit itu dapat dihilangkan dan rakyat
Tokoh ini tergolong tokoh tambahan (bawahan), karena tokoh ini tidak sentral
kedudukannya dalam cerita. Tokoh ini tidak banyak terlibat dalam peristiwa yang terjadi.
Watak yang dimiliki tokoh ini bersifat statis dan tidak berubah dari awal hingga akhir cerita
Wedawati meninggal akibat sakit keras. Ibu tirinya hanya sayang kepada anak kandungnya
saja. Ia sangat membenci Wedawati. Ia selalu mencari alasan untuk memarahi Wedawati.
Bahkan ia mengusir Wedawati dari asrama Lemah Tulis agar ia hidup bahagia.
Melihat Wedawati pergi, bukan main girang hati ibu tirinya. “Moga-moga ia takkan
pulang kembali,” doanya. “moga-moga ia mati di tengah jalan dimakan macan.”
- 51 -
Universitas Sumatera Utara
Setelah anak tirinya itu lenyap dari pemandangannya, dengan air muka berseri-seri,
pergilah ia mendapatkan anaknya. Ia pun bermain-main dengan anaknya itu.
Diberinya berbagai macam janji yang besar-besar (Cerita Calon Arang, 2003: 47).
Berdasarkan fungsi tokoh, tokoh ini tergolong tokoh bawahan (tambahan), yang
kemunculannya dalam cerita ini hanya pada beberapa bagian saja. Keterlibatannya dalam
peristiwa yang membangun cerita juga hanya sedikit, sedangkan berdasarkan cara
menampilkan tokoh, tokoh ini tergolong tokoh datar yang tidak menunjukkan perubahan
4.3 Alur
Alur merupakan unsur karya sastra fiksi yang sangat penting, karena melalui alur
akan didapat gambaran tentang hubungan peristiwa demi peristiwa yang terjadi dalam
sebuah cerita. Alur cerita yang jelas dan sederhana akan mempermudah pemahaman
pembaca atas cerita yang dibacanya. Namun, apabila alur yang ditampilkan kompleks,
maka hubungan antarperistiwa yang terjadi dalam cerita sulit dipahami oleh pembacanya.
Aminuddin (2000: 83) mengatakan “Alur dalam karya fiksi pada umumnya adalah
suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita”.
peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-
Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur
dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam
sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya
pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan
kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen lain, alur
- 52 -
Universitas Sumatera Utara
memiliki hukum-hukum tersendiri, alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah,
dan akhir, yang nyata, meyakinkan, logis, dapat menciptakan bermacam kejutan,
dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan.
Abram (dalam Nurgiyantoro, 1995: 113) mengemukakan “Plot sebuah karya fiksi
dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik
tertentu.”
Dari beberapa pengertian yang tersebut di atas, semakin jelas bahwa alur sebuah
cerita sangat penting dalam sebuah karya sastra atau fiksi, karena alur menjelaskan rentetan
peristiwa demi peristiwa yang saling bertautan dalam cerita sehingga pembaca dapat
Aminuddin (2000: 84) menyatakan urutan peristiwa dalam plot atau alur adalah
sebagai berikut:
Tahapan exposition, yaitu tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat
terjadinya peristiwa serta pengenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita, tahapan
inciting force, yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak, maupun perilaku yang
bertentangan dari pelaku , rising action, yakni situasi panas, karena pelaku-pelaku dalam
cerita mulai berkonflik, crisis, yaitu situasi mulai panas dan para pelaku sudah diberi
gambaran nasib oleh pengarangnya, tahapan climax, yakni situasi puncak ketika konflik
berada pada kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya
sendiri-sendiri, falling action, yaitu kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan
dlam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.Dari
keterangan di atas peneliti mendapat gambaran mengenai urutan peristiwa yang terjadi
dalam alur atau plot yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya
Ananta Toer, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
- 53 -
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap Exposition
bagaimana keadaan tempat serta pelaku cerita. Tempat itu adalah negera Daha yang
dipimpin oleh seorang Sri Baginda Raja Erlangga yang bijaksana. Daha merupakan tempat
Adalah sebuah negara. Daha namanya. Daha yang dahulu itu kini bernama Kediri.
Negara itu berpenduduk banyak. Dan rata-rata penduduk makmur.
Panen pak tani selalu baik, karena tanaman jarang benar diganggu oleh hama.
Tiap-tiap sore anak-anak muda berlatih keprajuritan di alun-alun. Dan adakalanya
diadakan pertandingan antara seorang bakal perwira dengan seekor banteng yang
digalakkan.
Negara Daha termasyhur aman. Tak ada kejahatan yang terjadi. Karena tiap orang
hidup makmur , cukup makan dan cukup pakaian. Karena makmurnya itu, makanan
penduduk teratur, dan karena itu pula tak ada penyakit terjangkit (Cerita Calon
Arang, 2003: 9).
Di negara Daha ini juga terdapat dusun yang bernama dusun Girah. Pengarang juga
menggambarkan mengenai dusun ini. Di dusun inilah tempat tinggal tokoh pelaku utama
dalam cerita ini. Di dusun inilah terjadi konflik antara dua kekuatan yang berbeda.
Menurut riwayat adalah sebuah dusun dalam negara Daha. Girah namanya.
Penduduk daha takut benar mendengar nama dusun itu. Sebab di sana tinggal
seorang janda. Calon Arang namanya (Cerita Calon Arang, 2003: 11).
Kemudian pada tahap ini pengarang menceritakan mengenai beberapa pelaku yang
mendukung peristiwa dalam cerita ini, yaitu Calon Arang yang merupakan pelaku atau
Calon Arang seorang perempuan setengah tua. Ia mempunyai anak perawan yang
berumur lebih dari 25 tahun. Ratna Manggali namanya.
Calon Arang ini memang buruk kelakuannya. Ia senang menganiaya sesama
manusia, membunuh, dan menyakiti. Calon Arang berkuasa. Is tukang teluh dan
punya ilmu ajaib untuk membunuh orang.
Sebagai pendeta perempuan pada Candi Dewi Durga banyak sekali murid dan
pengikutnya. Ia seorang dukun yang banyak mantranya. Dan matra-mantranya itu
- 54 -
Universitas Sumatera Utara
manjur belaka. Itulah sebabnya tak ada orang berani padanya (Cerita Calon Arang,
2003: 11).
Pada bagian awal cerita juga diceritakan mengenai pelaku lain yaitu Empu Baradah
yang juga merupakan pelaku utama dalam cerita ini yang akhirnya mampu menaklukkan
kekuatan Calon Arang dengan kekuatan dan kepandaiannya.
Pada waktu itu ada seorang pertapa. Ia bergelar Empu. Ia bernama Empu Baradah.
Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada agamanya. Ia selalu bertakwa
pada dewanya.
Sudah lama ia berasrama di Lemah Tulis, dan di sana pula ia tinggal.
Karena Sang Empu sangat taat pada agamanya, penduduk dusun sujud belaka
padanya. Lagipula ia selalu ramah, senang menolong orang sengsara, dan tidak
pernah menolak bila orang datang minta tolong (Cerita Calon Arang, 2003: 15).
Demikian tahap exposition yang tergambar dalam novel Cerita Calon Arang ini.
Pengarang membuat perkenalan pada awal cerita yang berupa informasi mengenai pelaku
cerita yang sangat mendukung jalannya peristiwa demi peristiwa dalam cerita ini sehingga
pertentangan yang terjadi akibat kekuatan dan perbuatan jahat yang dilakukan Calon Arang
dan pengikutnya.
Tahap inciting force berlangsung dalam cerita ini ketika Calon Arang menjadi
marah karena penduduk Girah tidak ada yang mau berteman dengan putrinya Ratna
Manggali. Walaupun usia putrinya itu sudah lebih dari 25 tahun, belum ada seorang lelaki
yang mau memperistrinya. Penyebabnya adalah seluruh penduduk takut dengan Calon
Arang yang dikenal sebagai janda yang jahat yang memiliki ilmu hitam untuk
- 55 -
Universitas Sumatera Utara
dusunnya, maka Calon Arang pun semakin marah dan memutuskan untuk membunuh
Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka padanya.
Dari murid-muridnya itu banyak mendengar bahwa anaknya jadi buah percakapan,
karena tak juga diperistri orang. Bukan main marahnya. Sifatnya yang jahat pun
tumbuhlah. Ia hendak membunuh orang sebanyak-banyaknya, supaya puaslah
hatinya. Setelah niatnya pasti, dipanggil semua muridnya (Cerita Calon Arang,
2003: 12).
Kejahatan yang mulai dilakukan oleh Calon Arang dan murid-muridnya ini
menyebabkan penduduk dusun Girah dan ibukota diserang penyakit yang disebarkan Calon
Tahap rising action dalam novel Cerita Calon Arang ini diceritakan bahwa Calon
meninggal akibat penyakit yang disebarkan Calon Arang itu. Calon Arang tidak peduli
dengan apa yang sudah dilakukannya. Penyakit ini menyebabkan konflik dalam kehidupan
penduduk. Konflik tersebut adalah perasaan ketakutan yang mencekam yang dialami
seluruh penduduk dusun Girah. Tidak ada penduduk yang berani dan dapat melawan
kekuatan Calon Arang. Jika mereka berani melawan, maka mereka pasti akan mati. Begitu
juga dengan kepala dusun tidak berani melawan Calon Arang. Anak dari kepala dusun juga
Calon arang dan beberapa muridnya datang ke rumah kepala dusun. Di sana mereka
tak mengobati anak yang celaka itu. Melihat hal itu menangislah kepala dusun itu
laki-bini. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa karena ia pun takut pada Calon Arang
dan murid-muridnya.
“enak ya? enak ya?” kata Calon Arang.
“Tentu saja enaklah ia sekarang, Nyai!” kata muridnya.
- 56 -
Universitas Sumatera Utara
Laki-bini itu berdiam diri saja mendengar sindiran itu. Keduanya takut mendapat
bencana lebih besar lagi.
“Lihat, lihat, lakinya menangis,” kata Calon Arang.
Tiba-tiba muncullah kemarahan kepala dusun itu. Ia pun masuk ke dalam kamar.
Dari sana diambilnya tombak yang bertuah. Kemudian ia keluar lagi dan berseru:
“Hinakanlah kami, Calon Arang! Hinakanlah kami!” teriaknya.
Calon arang tertawa melihat kepala dusun itu. Tiba-tiba perempuan itu berteriak:
“Bah!”
Kena hawa teriakan itu jadi kaku-kejanglah kepala dusun itu. Bininya terlompat dan
merangkul suaminya. Tapi kepala dusun itu telah mati. Menangislah istri yang
malang itu tersedan-sedan (Cerita Calon Arang, 2003: 25-26).
Peristiwa kejahatan ini terus terjadi menimpa penduduk dusun. Mereka hidup dalam
ketakutan. Tidak ada yang berani keluar rumah. Dusun Girah yang ramai menjadi sepi.
tidak ada yang berani keluar rumah. Mereka takut akan menjadi korban kejahatan Calon
Arang.
Dahulu tanah lapang Dusun Girah adalah tempat bermain-main anak kecil. Apalagi
kalu bulan bersinar-sinar. Bermacam-macam permainan mereka itu.
Tetapi sekarang sunyi saja lapangan dusun itu. Bila mereka bermain-main dan
lewatlah seorang murid Calon Arang, larilah mereka masing-masing karena
takutnya. Kalau Calon Arang atau salah seorang muridnya sedang tidur, tak ada
anak berani berseru atau tertawa-tawa. Kalau anak-anak itu berani membuat gaduh
waktu mereka tidur, matilah ia diteluh (Cerita Calon Arang, 2003: 24).
d. Tahapan crisis
Tahapan crisis dalam Cerita Calon Arang terlihat ketika kejahatan yang dilakukan
Calon Arang dan murid-muridnya mengakibatkan suasana dan keadaan penduduk dusun
Girah semakin tidak karuan. Calon arang dan murid-muridnya menyebarkan bibit penyakit
itu setiap hari. Sehingga penyakit makin menjalar di dusun itu. Jumlah penduduk dusun
Girah menjadi berkurang akibat banyak yang dibunuh Calon Arang dan murid-muridnya
dan meninggal akibat penyakit panas dingin yang disebarkan Calon Arang.
- 57 -
Universitas Sumatera Utara
Tak ada obat yang bisa melawan penyakit panas dingin yang merajalela di seluruh
negeri. Cuma di ibukota saja penyakit itu tak dapat membunuh orang. Ratusan,
bahkan ribuan orang menderita sakit yang tak dapat diobati itu. Bila mereka sakit,
pastilah tak punya harapan untuk sembuh lagi.
Tiap hari beratus-ratus orang mati dan dibawa ke kuburan. Dan kalau yang
menguburkan pulang, ia pun sakit pula, kemudian mati begitulah terus menerus
(Cerita Calon Arang, 2003: 27).
Kemudian tahapan ini terlihat ketika berita tentang meluasnya penyakit yang disebarkan
oleh Calon Arang dan murid-muridnya sampai kepada Sri Baginda Erlangga. Ia sangat
sedih mengetahui rakyatnya menderita. Pendeta-pendeta yang ada di negera Daha tidak
satupu yang bisa melawan kekuatan Calon Arang. Maka Sri Baginda Erlangga mengirim
beberapa pasukan balatentara dari istananya untuk menangkap atau membunuh Calon
Arang dan murid-muridnya agar penyakit panas dingin itu lenyap dari negeri yang
dipimpinnya. Seluruh rakyat pun sangat gembira mendengar keputusan Sri Baginda
Erlangga itu. Mereka semua berharap bahwa pasukan balatentara istana dapat mengalahkan
Calon Arang dan para muridnya sehingga mereka dapat hidup seperti dulu. Namun, yang
terjadi adalah pasukan balatentara istana ini tidak dapat menangkap Calon Arang, bahkan
tiga dari anggota balatentara itu mati karena kekuatan Calon Arang. Pasukan balatentara
pun kembali ke istana dengan hasil yang nihil. Penduduk yang mendengar kegagalan
balatentara sangat seidh dan putus asa, begitu juga dengan Sri Baginda Erlangga sangat
kecewa.
“Ampun Paduka Baginda, berita buruk yang hendak hamba sembahkan Paduka
Baginda.”
Seluruh menteri dan prawira dan pendeta yang hadir memandang prajurit itu belaka.
“Berita buruk apa yang hendak engkau kabarkan,” kata sang Baginda.
“Kepala pasukan gugur waktu menangkap Calon Arang.”
Sunyi senyaplah ruangan bangsal itu. Dan prajurit itu meneruskan ceritanya:
“Kepala pasukan menjambak rambut Calon Arang. dua orang prajurit
mengamangkan pedang terhunus di atas tubuh janda itu. Ampun Paduka
Baginda…Patik lihat tangan ketiga prajurit itu jadi kejang-kaku tak dapat bergerak.
- 58 -
Universitas Sumatera Utara
Patik lihat sendiri betapa ketakutan mereka itu. Patik bersama pasukan datang di
waktu tengah malam. Pasukan kami mendapati Calon Arang di rumahnya. Sedang
ia tidur waktu itu. Waktu bangun keluar api besar yang menjilat-jilat ke sana-
kemari. Kepala pasukan beserta dua orang prajurit yang hendak menangkapnya
terbakar hangus sama sekali. Karena itu, patik bersama sisa pasukan segera mundur
dan kembali ke kota. Hemat patik si janda Calon Arang tidak dapat dilawan dengan
senjata.” (Cerita Calon Arang, 2003: 34).
e. Tahapan climax
Tahap climax dalam novel Cerita Calon Arang ini tergambar ketika Calon Arang
semakin marah setelah pasukan balatentara kerajaan mulai menyerang dan mengganggu
rencana jahatnya. Maka Calon Arang memutuskan untuk menyebarkan penyakit mematikan
itu tidak hanya di Dusun Girah saja, melainkan melanjutkannya ke ibukota. Para muridnya
pun setuju dan membantu Calon Arang menyebarluaskan penyakit itu sampai ke ibukota.
Mereka meminta izin kepada Dewi Durga dan Dewi Durga mengizinkan rencana jahat
mereka. Mereka pun memulai aksi kejahatannya. Mereka juga tidak ragu untuk membunuh
siapa saja yang mereka jumpai. Kejahatan Calon Arang sudah sangat merajalela ke seluruh
pelosok negeri Daha. Penyakit yang mereka sebarkan semakin hebat. Ratusan penduduk
setiap hari meninggal akibat penyakit itu. Mereka yang masih hidup tidak sempat lagi
menguburkan mayat kerabat yang meninggal. Mayat-mayat itu terkapar di sepanjang jalan,
Hampir dari tiap rumah terdengar tangis menghiba-hiba. Saban hari ada orang-
orang yang masih sehat berduyun-duyun ke candi dan berdengunglah doa memohon
keselamatan dari para dewa. Saban hari terdengar rintih kesakitan serta jerit
kesedihan dan ketakutan. Banyak orang mengungsi meninggalkan daerah yang
sudah diserbu oleh penyakit. Tetapi ditengah perjalanan mereka terserang penyakit
itu dan roboh di pinggir jalan.
Sawah dan ladang tak diolah lagi. Semak dan rumput merayap merajalela. Seri
kerajaan Daha kini telah menjadi suram.
Lalat besar-kecil merajalela dan terbang berdansa-dansa kian kemari tambah
melebarkan serangan penyakit. Dan karena rumput dan semak merajalela,
- 59 -
Universitas Sumatera Utara
margasatwa pun beranak-biak dengan secepatnya. Di seluruh negeri itu hanya satu
dua orang saja yang tidak kurus.
Kata orang, pada waktu itu banyak setan bersuara dari angkasa, dari pohon-pohon,
dari padang, dan dari mana-mana saja (Cerita Calon Arang, 2003: 53-54).
Karena keadaan negara yang dipimpinnya semakin gawat, maka Sri Baginda
Erlangga pun sangat sedih dan marah. Oleh karena itu, ia selalu dan tidak berhenti mencari
cara bagaimana caranya mengalahkan Calon Arang dan murid-muridnya agar rakyat dan
Tahap falling action dalam cerita ini digambarkan ketika Sri Baginda Raja Erlangga
mengetahui bahwa kekuatan Calon Arang bukan dikalahkan dengan senjata, melainkan
mantra juga. Sri Baginda Erlangga dan pendeta-pendeta sakti mendapat petunjuk dari Dewa
Agung, yaitu Dewa Guru bahwa yang dapat melawan kekuatan Calon Arang hanyalah satu
Setelah mengetahui petunjuk tersebut Sri Baginda pun mengutus Kanduruan untuk
memohon pertolongan. Setelah mengetahui permintaan Sri Baginda, Empu Baradah pun
bersedia untuk mengalahkan Calon Arang sehingga seluruh penduduk dapat hidup aman
- 60 -
Universitas Sumatera Utara
Empu Baradah telah mengetahui penyebab mengapa Calon Arang berbuat demikian
kejam, yaitu karena tidak ada seorang pun yang mau memperistri putri tunggalnya Ratna
Manggali yang berusia lebih dari 25 tahun. Maka Empu Baradah pun menyusun rencana
menikahkan Empu Bahula, seorang murid terbaiknya dengan Ratna Manggali. Pernikahan
itu bertujuan agar Empu Bahula mengetahui rahasia kekuatan Calon Arang melalui
putrinya Ratna Manggali. Calon Arang sangat senang ketika Empu Bahula melamar
putrinya. Pernikahan yang meriah pun dilaksanakan. Setelah beberapa waktu menikah,
Empu Bahula mengetahui bahwa rahasia kekuatan Calon Arang berada dalam sebuah kitab.
Ia pun menyuruh istrinya Ratna Manggali untuk mengambil kitab itu. Setelah mendapat
kitab itu, Empu Bahula pun langsung pergi ke Lemah Tulis untuk menyerahkan kitab itu
Di Lemah Tulis ia pun bertemu dengan gurunya. Kitab segera diserahkan. Kagum
Empu Baradah membaca kitab itu. Katanya:
“Inilah kitab yang sangat luar biasa isinya. Hanya saja si Calon Sarang salah
mempergunakannya. Kalau dipergunakan untuk maksud yang baik, ia akan segera
mendapat terima kasih beribu-ribu manusia. Sayang ia salah pergunakan.”
Setelah kitab itu terbaca habis, bicara lagi sang Baradah:
“Nah, Bahula, inilah kitab itu, suruh istrimu menyimpan baik-baik. Kembalilah
engkau ke Dusun Girah.” (Cerita Calon Arang, 2003: 75).
g. Tahapan Conclusion
Tahap conclusion atau penyelesaian masalah dalam novel Cerita Calon Arang ini
tergambar setelah mengetahui rahasia kitab Calon Arang, Empu Baradah dan ketiga
muridnya yang terbaik pergi ke tempat-tempat yang banyak diserang penyakit. Empu
Baradah mengobati orang-orang yang sakit. Dengan mantranya yang ampuh, penyakit itu
hilang. Penduduk pun satu per satu telah sembuh. Di sepanjang jalan Empu Baradah juga
menemukan orang yang meninggal, lalu ia dapat menghidupkan kembali mayat yang belum
- 61 -
Universitas Sumatera Utara
membusuk dengan pandangan, sentuhan, atau hembusan napas. Penduduk yang menerima
pertolongan pun bergembira dan mengucapkan banyak terimakasih pada Empu Baradah.
Empu Baradah terus melanjutkan perjalanan dari dusun ke dusun dan menyembuhkan serta
Empu Baradah.
Barang ke mana Sang Empu datang, tentu beribu-ribu orang datang memohon
berkah. Orang-orang yang mati berhayat kembali. Orang-orang sakit segera sembuh
lagi. Karena itu, tiap langkah Empu Baradah bertindak, ia ditaburi dengan bunga-
bungaan aneka macam. Kalau meneruskan perjalanan, semua penduduk sujud
menghormatinya (Cerita Calon Arang, 2003: 75-76).
Melihat kekuatan dan kebaikan Empu Baradah, dua murid Calon Arang yaitu
Weksirsa dan Mahisa Wadana menemui Empu Baradah. Mereka mengakui kejahatan dan
dosa yang telah mereka lakukan dan meminta agar Empu Baradah mau menyucikan jiwa
mereka kembali. Empu Baradah pun memeperbaiki jiwa kedua murid Calon Arang itu.
Kemudian kedua murid Calon arang ini mengajak Empu Baradah ke Candi Durga. Di sana
Calon Arang sedang memohon dan berpikir tentang bahaya yang akan dialaminya. Ketika
bertemu Empu Baradah, karena dalam keadaan takut, Calon Arang langsung meminta
ampun kepada Empu Baradah, namun Empu Baradah menolaknya, karena jiwa Calon
Arang masih sangat kotor dan jahat akibat dosa yang terlalu banyak.
“Nyai, kata Weksirsa lagi, “semoga Nyai mengetahui, bahwa inilah Sang Maha
Pendeta Baradah dari Lemah Tulis. Beliau kuasa dalam mengembalikan manusia
pada yang benar dan mengampuni dosa.”
Karena Calon Arang sedang ketakutan dan membutuhkan pertolongan, segera ia
berlutut dan menyembah Sang Maha Pendeta, katanya”
“Ampun Sang Maha Pendeta. Sungguh berbahagia hamba dapat bertemu dengan
paduka tuan. Tolonglah hamba yang durhaka ini. Lenyapkanlah segala dosa hamba
dan berilah hamba jalan pada budi yang luhur. Ya, Maha Pendeta segeralah paduka
tuan menyucikan jiwa raga hamba yang durhaka ini.”
Empu Baradah menggeleng-gelengkan kepala. Calon Arang mendesak dan
mendesak.
- 62 -
Universitas Sumatera Utara
“Hai, janda Girah tukang sihir. Engkau Calon Arang yang banyak dosa. Jiwa
ragamu tak dapat disucikan lagi. Engkau tak bisa diampuni lagi. Dosamu terlampau
banyak. Puluhan ribu orang yang tak berdosa mati karena tingkahmu. Begitu
banyak orang yang kau buat sengsara. Dosamu terlampau besar. Tak ada seorang
pendeta pun yang bisa mengampuni (Cerita Calon Arang, 2003: 80-81).
Arang timbul. Ia mengancam Empu Baradah. Calon Arang menyerang Empu Baradah
dengan kekuatannya. Calon Arang mengeluarkan api yang sangat besar dari mulutnya
kemudian disemburkannya ke arah Empu Baradah. Lama api itu berkobar pada diri Empu
Baradah. Semakin lama api itu semakin besar. Namun api itu tidak dapat membakar tubuh
Empu Baradah. Ia tetap berdiri tenang. Kemudian sang Empu Baradah hanya mengatakan:
“Hei, kau Calon Arang, mesti mati!” (Cerita Calon Arang, 2003 83).
Maka Calon Arang pun terkapar dan tidak bergerak di atas tanah. Kemudian Empu
membunuhnya lagi.
“Ini tidak baik. Tidak ada gunanya kalau ia mati begitu saja sebelum jiwanya
dibersihkan. Ini namanya pembunuhan.”
Setelah Calon Arang dibangunkan kembali.
“Hai, pendeta Lemah Tulis!” teriak perempuan itu. Untuk apa kau hidupkan aku
lagi? Bukankan lebih baik aku mati?”
“Mati ialah gampang, Calon Arang. Tetapi mati itu tidak berguna kalau tidak
membawa kesucian. Baiklah kusucikan jiwamu dahulu,” kata Empu Baradah.
Empu Baradah memberi pelajaran tentang budi-pekerti yang baik kepada janda
Girah itu. Pelajaran itu membuat tukang sihir itu insaf. Kemudian ia menyembah
Empu Baradah dengan takzim. Setelah itu calon Arang dibunuh kembali oleh sang
Empu. Matilah dia (Cerita Calon Arang, 2003: 84).
bergembira. Begitu juga dengan Sri Baginda, ia sangat senang dan berterimaksaih kepada
Empu Baradah yang telah berhasil membebaskan rakyat dan negerinya dari penderitaan
- 63 -
Universitas Sumatera Utara
yang diakibatkan oleh kekuatan jahat Calon Arang. Sri Baginda Erlangga pergi ke Lemah
Tulis meminta Empu Baradah mengajarkan tentang ilmu budi pekerti yang baik untuk
memimpin Daha. Setelah mendapat ilmu budi pekerti itu, Sri Baginda Erlangga mampu
membuat rakyat Daha hidup makmur dan sejahtera. Rakyat semakin mencintai Sri Baginda.
Daha kembali seperti dahulu. Sawah dan ladang diolah lagi dan panen kembali berhasil.
Anak-anak juga kembali bermain dengan gembira di padang dan rumput sambil
4.4 Latar
Latar atau setting merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam karya
fiksi. Peristiwa dalam cerita terjadi dalam pengambaran latar yaitu tempat, waktu, dan
bagaimana keadaan atau situasi ketika peristiwa itu berlangsung. Suatu peristiwa tidak
mungkin terjadi bila tidak ada latar. Dengan kata lain, semua karya fiksi mempunyai latar
atau setting. Latar dapat mewarnai cerita karena merupakan pijakan yang jelas mengenai
cerita. Latar menggambarkan realitas berupa tempat kejadian sehingga tempat atau suasana
Aminuddin (2000: 67) mengatakan “Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi,
baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal.”
Kemudian Nurgiyantoro (1995: 216) mengatakan “Latar atau setting yang disebut juga
sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
- 64 -
Universitas Sumatera Utara
Stanton (2007: 35) mengatakan:
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta
yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat
berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris, pegunungan di California, sebuah jalan
buntu di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu
tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau periode sejarah. Biasanya latar di
ketengahkan lewat baris-baris kalimat deskriptif.
yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya
sastra.”
Selanjutnya Hudson (dalam Sudjiman 1987: 44) membedakan latar sosial dan latar
fisik/material. “Latar sosial mencakup keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial
dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa.
Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu
bangunan, daerah, dan sebagainya.”
Dengan mengetahui latar, pembaca lebih mudah memahami cerita dengan persepsi
yang dimilikinya mengenai cerita yang sedang dibacanya. Pembaca dapat merasakan
kebenaran yang diceritakan melalui penggambaran tempat, waktu, dan keadaan suatu
kelompok atau masyarakat tertentu yang diciptakan pengarang sehingga cerita dapat
Dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer terdapat latar fisik,
yang berupa tempat, dan latar sosial yaitu penggambaran mengenai masyarakat Daha dalam
cerita ini.
- 65 -
Universitas Sumatera Utara
Latar tempat dalam cerita ini adalah sebagai berikut:
1. Dusun Girah
Dusun ini adalah dusun di negara Daha. Di dusun inilah tokoh utama Calon Arang
tinggal. Di dusun inilah Calon Arang dan murid-muridnya menyebarkan penyakit kepada
2. Lemah Tulis
Lemah Tulis juga nama sebuah dusun. Di dusun inilah asrama tempat tinggal Empu
Baradah bersama istri dan anaknya. Di Lemah Tulis ini, Empu Baradah melakukan
Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada agamanya. Sudah lama ia
berasrama di Lemah Tulis, dan di sana pula ia tinggal (Cerita Calon Arang, 2003:
15).
3. Candi Durga
Candi ini merupakan tempat Calon Arang dan murid-muridnya memuja Dewi
Durga, dewi kejahatan. Calon Arang dan murid-muridnya bertapa untuk memohon izin
Di dalam candi inilah Calon Arang memuja dewinya. Diucapkan segala mantra dan
maksudnya hendak membunuh orang banyak-banyak. Api pedupaan pun mengepul-
ngepulkan asap. Bau ratus pandan wangi semerbak memenuhi ruangan candi
(Cerita Calon Arang, 2003: 13).
- 66 -
Universitas Sumatera Utara
4. Kuburan
Kuburan ini adalah tempat Calon Arang dan murid-muridnya berunding tentang
rencana mereka menyebarkan penyakit. Di sini melakukan ritual aneh. Hal ini mereka
lakukan sebagai kegiatan untuk meneruskan penyebaran penyakit lebih luas lagi yaitu
sampai ke ibukota. Di tempat ini murid-murid Calon Arang ada yang lompat, melipat kaki,
telanjang bulat, menumbuk ke sana dan ke mari, bergerak maju dan mundur dan
badan seperti cacing. Ini merupakan kegiatan mereka sebelum menanam bibit penyakit ke
Sampailah mereka ke kuburan yang dituju. Seorang demi seorang duduklah di tanah
berumput. Di sinilah tempat tempat perundingan mereka. Calon Arang duduk di
tengah-tengah bersandar pada pohon kayu yang besar lagi tua. Tumbuhan-tumbuhan
rambatan berjuluran dari cabang-cabang sampai tanah.
Jarang benar orang datang ke kuburan itu. Selain gelap, juga menakutkan
kelihatannya. Kuburan itu tak terpelihara. Banyak ditumbuhi semak-semak dan ular
berjalaran ke sana kemari (Cerita Calon Arang, 2003: 38).
oleh ibu tirinya. Di kuburan ibunya inilah Wedawati meluapkan semua isi hati dan perasaan
. Di sini ia sering menangis mengadu pada ibunya akan kesedihan yang ia alami selama
kepergian ibunya.
Kuburan itu masih sunyi-senyap seperti tadinya juga. Pohon-pohon besar dan
rindang menggeleng-gelengkan tajuknya bila angin datang meniup. Burung
bernyanyi bersahut-sahutan. Di pucuk pohon beringin beberapa ekor gagak
meraung-raung. Dan sinar matahari yang telah tipis membuat kuburan itu
bertambah gelap. Jengkerik sudah mulai mendering-dering (Cerita Calon Arang,
2003: 49).
Tempat ini juga akhirnya menjadi tempat tinggal Wedawati setelah ia memutuskan
berpisah tempat tinggal dengan ayahnya, Empu Baradah. Hingga pada akhirnya Wedawati
- 67 -
Universitas Sumatera Utara
menjadi gadis pertapa. Di kuburan ini, ayahnya membuat sebuah bangunan untuk tempat
tinggal Wedawati dan tidak lama kuburan ini menjadi taman yang indah karena ditanami
dengan bunga-bunga yang indah.
Sekarang banyak orang datang untuk melihat kuburan yang telah menjadi taman
yang indah. Orang-orang tercengang-cengan melihatnya. Kupu-kupu aneka macam
beterbangan dengan girangnya. Dan di tengah-tengah semua itu sebuah rumah kecil
yang indah sekali berdiri dengan damai (Cerita Calon Arang, 2003: 67).
Dalam cerita ini terdapat latar sosial, yaitu penggambaran keadaan masyarakat
penduduk Daha yang hidup dengan aman, sejahtera, dan makmur. Seluruh penduduk
Daha yang dahulu itu kini bernama Kediri. Negara itu berpenduduk banyak, dan
rara-rata penduduk hidup makmur.
Panen pak tani selalu baik, karena tanaman jarang benar diganggu oleh hama.
Tiap-tiap sore anak-anak muda berlatih keprajuritan di alun-alun. Dan ada kalanya
diadakan pertandingan antara seorang bakal perwira dengan seekor banteng yang
digalakkan. Ribuan rakyat menonton pertandingan itu.
Negara Daha termasyhur aman. Tak ada kejahatan yang terjadi, karena tiap orang
hidup maknur, cukup makan dan pakaian. Karena makmurnya itu makanan
penduduk teratur, dan karena itu pula tak ada penyakit yang terjangkit (Cerita
Calon Arang, 2003: 9).
Namun keadaan penduduk yang hidup sejahtera ini kemudian berubah akibat penyakit yang
disebarkan oleh Calon Arang dan murid-muridnya. Banyak penduduk yang meninggal.
Dahulu tiap hari beratus-ratus orang mati dan dibawa ke kuburan. Dan kalau yang
menguburkan itu pulang, ia pun sakit pula, kemudian mati. Begitulah terus-
menerus.
Penduduk Negara Daha kian lama kian sedikit. Banyak prajurit dari luar ibukota
meninggal. Bukan karena kena senjata di medan perang. Tetapi mati karena teluh
Calon Arang. dan kalau waktu itu datang musuh hendak merobohkan Daha,
robohlah negara yang agung itu (Cerita Calon Arang, 2003: 27).
- 68 -
Universitas Sumatera Utara
BAB V
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP NOVEL CERITA CALON
ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
5.1 Cinta
Cinta merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada
umumnya manusia tidak dapat terlepas dari cinta karena setiap manusia itu memiliki cinta.
Ini disebabkan karena manusia adalah makhluk atau individu sosial yang hidup dengan
individu lainnya. Manusia tidak dapat hidup tanpa ada pembauran, perhatian, pertolongan,
dan bantuan orang lain. Pembauran, pertolongan, perhatian, dan bantuan antara sesama
individu itu merupakan bentuk rasa cinta kepada orang lain. Oleh karena itu, cinta
dirasakan oleh setiap orang tanpa memandang usia, waktu, tempat, dan status sosial
seseorang. Cinta dapat dirasakan oleh setiap manusia dan memberi arti yang berbeda pada
setiap yang merasakannya, sehingga sulit memberi satu definisi yang pasti mengenai cinta..
- 69 -
Universitas Sumatera Utara
sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakuka
apapun yang diinginkan objek tersebut.
1) Eros, adalah cinta manusia semata, yang diinspirasi oleh sesuatu yang menarik
pada objeknya. Eros merupakan cinta yang tumbuh dari seseorang kepada yang
lain, 2) Storge, adalah ikatan alami antara ibu dan anak, bapak dan anak, dan
saudara, 3) Philia, setingkat lebih tinggi dari eros, berhubungan dengan jiwa
daripada tubuh. Menyentuh kepribadian manusia-intelektual, emosi, dan kehendak,
melibatkan saling berbagi, 4) Agape, adalah tingkat kasih yang paling tinggi. Ini
adalah kasih Tuhan, kasih yang tidak mencari kesenangan sendiri, tetapi senang
memberi tanpa menuntut balas.
Dari keempat bentuk cinta tersebut hanya dijumpai tiga bentuk cinta dalam novel
5.1.1 Storge; Cinta Ayah Kepada Putrinya dan Cinta Ibu Kepada Putrinya
Storge, adalah perasaan atau ikatan alami antara ibu dan anak, bapak dan anak, dan
saudara. Cinta ini tergambar pada Empu Baradah yang sangat mencintai putrinya Ratna
Manggali. Ia sangat sedih melihat putrinya yang belum dapat menerima kepergian ibu
kandungnya. Empu Baradah turut merasakan kepedihan yang dirasakan oleh putrinya itu.
Sekarang ibunya telah meninggal. Siapa tak akan bersedih hati. Siapa lagi yang
akan bercerita begitu indah kepada Wedawati? Siapa lagi yang akan mengasihinya?
Lalu dengan tersedu-sedu dirangkulnya mayat ibunya.
“Ya, siapa lagi yang mengasihi daku? Tangisnya.
Ayah ‘kan masih ada,” hibur ayahnya.
Tapi tapi gadis itu menangis juga.
“Siapakan yang mencintaiku sekarang?” ratapnya lagi.
Lalu Sang Empu tak tahan lagi melihat tingkah laku anaknya. Dirangkulnya
Wedawati, diusap-usapnya rambut dan pipi anaknya yang piatu itu, sambil
mengucurkan airmata (Cerita Calon Arang, 2003: 17).
- 70 -
Universitas Sumatera Utara
Cinta Empu Baradah kepada putrinya ini juga tercermin melalui kegelisahan yang
dirasakannya ketika ia pulang ke asrama dan mengetahui Wedawati tidak berada di rumah
karena bertengkar dengan ibu tirinya. Kemudian cepat-cepat Empu Baradah berangkat
mencari anaknya.
Segera Sang Empu bangun dari tidurnya. Kaget benar ia. Cepat-cepat dikenakan
kembali jubahnya. Katanya kepada istrinya:
“Baiklah, ku cari sendiri”.
Kemudian jalanlah ia mencari Wedawati. Cepat sekali jalannya. Sebentar-sebantar
ia bertanya kepada orang di jalan:
“Ada engkau melihat anakku? Kemana perginya?”
Tiap orang yang mengetahui menjawablah dengan segera dan hormat.
Sampai di padang rumput Sang Empu sekarang. Anak-anak gembala masih banyak
di sana. Pada salah seorang mereka bertanyalah ia:
“Ada di antara engkau tahu kemana anakku pergi?” (Cerita Calon Arang, 2003: 48).
Perasaan cinta Empu Baradah kepada putrinya Ratna Manggali juga terlihat ketika
Empu Baradah sangat bersedih karena Ratna Manggali tidak mau pulang ke rumah saat
pergi dari rumah untuk kedua kalinya. Empu Baradah menemui Ratna Manggali di
kuburan istrinya dan membujuk Ratna Manggali agar tidak meninggalkan dirinya dan mau
“Anakku, manis! Buat apa engkau meninggalkan rumah? Engkau membuat aku
bersedih hati. Mari pulang, anakku!”
Wedawati menggelengkan kepala. Ia tak mau pulang lagi. Ia tak ingin hidup
bersama ibu tirinya. Karena tak mau menyusahkan orang lain, ia pun tak sudih bila
disuruh tinggal di tempat orang lain.
Lama Empu Baradah mengambil hati anaknya. Tapi Wedawati tak mau mengubah
pendiriannya. Lama juga ayah itu mengusap-usap rambut dan bahu anaknya.
Wedawati tetap tidak peduli.
Sudah lama juga Sang Pendeta memberi nasehat. Banyak juga pelajaran
disuarakannya. Tidak, Wedawati tetap tak mau ikut pulang.
“Mengapa engkau hendak menyedihkan hati ayahmu, Wati?”
“Ayahanda.” Kata Wedawati sopan, “hamba sudah berniat tinggal di kuburan ini.
Hamba tak ingin pulang.”
“Kalau engkau tinggal di sini anakku, angin, hujan, panas, dan dingin udara itu akan
membuat engkau tidak sehat,” ayahnya menasehati lagi.
- 71 -
Universitas Sumatera Utara
“Biarlah hamba sakit, ayahanda. Biarlah hamba sakit,” jawab Wedawati.
“Mengapa engkau hendak menyedihkan hatiku, Wati?” tanya Sang Pendeta (Cerita
Calon Arang, 2003: 64).
Cinta ini juga jelas terlihat ketika Empu Baradah rela mengorbankan keinginannya
membawa Ratna Manggali kembali pulang. Empu Baradah rela menuruti permintaan
Wedawati untuk tinggal di kuburan ibunya, walaupun hatinya sangat sedih. Ia sudah
membujuk anaknya, namun tidak berhasil. Wedawati tetap pada pendiriannya. Empu
Baradah pun menyuruh murid-muridnya untuk membuat sebuah bangunan di kuburan itu
sebagai tempat tinggal Wedawati agar putrinya itu terlidung dari bahaya. Selama Wedawati
tinggal di tempat itu, Empu Baradah setiap hari mengunjungi putrinya itu. Ia juga
“Kalau sudah tetap niatmu, anakku,” katanya perlahan, “ untuk tinggal di kuburan,
sebaiknya engkau tinggal di rumah yang aku suruh buat itu.”
Wedawati tidak menjawab. Juga ia tidak menoleh ke arah orang-orang yang sibuk
mendirikan rumah.
“Dan ini ibumu berkirim makanan. Jangan kau biarkan kosong perutmu di bawah
hawa dingin seperti semalam. Ibumu bilang sejak kemarin pagi kau belum makan.”
Wedawati tak mau juga bicara.
Hari itu juga rumah telah berdiri di pekarangan pekuburan. Berloteng rumah itu.
Dengan kasih sayangnya Sang Pendeta memegang tangan anaknya. Wedawati
didirikan. Dan gadis itu tidak membantah. Lambat-lambat mereka berjalan ke arah
rumah yang sudah jadi itu.
Saban hari Sang Pendeta datang membawa weda-weda dan mengajarkan pada
anaknya berbagai ilmu yang patut diketahui oleh setiap orang. Dan bila berhadapan
dengan ayahnya, tak pernah gadis itu bertanya tentang ibu, tentang adik, tentang
asrama. Ia tak bertanya apa-apa selain tentang pelajarannya. Kalau ia bercerita
kepada ayahnya, ia hanya bercerita tentang kuburan dan suburnya bunga-bunga
yang tumbuh (Cerita Calon Arang, 2003: 66-67).
Cinta ayah kepada putrinya ini semakin jelas terlihat ketika Empu Baradah pada
akhirnya memutuskan hidup menjadi pertapa putrinya. Setelah Empu Baradah berhasil
menyelamatkan penduduk Daha dari kejahatan Calon Arang, ia pun meninggalkan seluruh
hartanya dan mengajak putrinya Wedawati pergi ke tempat yang jauh sekali untuk bertapa.
- 72 -
Universitas Sumatera Utara
Sesampainya di asramanya sendiri, segala kekayaan itu diserahkannya kepada anak
yang lelaki. Setelah menyerahkan seluruh harta-bendanya, pergilah ia ke tempat
Wedawati bertapa. Diajaknya anaknya yang dicintai itu pergi jauh, jauh sekali.
Maka nampaklah kedua orang itu berjalan bersama-sama, naik gunung. Tambah
lama tambah kecil kelihatannya. Akhirnya tak kelihatan sama sekali. Sejak itu tak
pernah orang mendengar berita di mana mereka berdua berada (Cerita Calon Arang,
2003: 92).
Bentuk cinta storge ini juga tergambar dari cinta yang dimiliki oleh Calon Arang
(ibu) kepada putrinya Ratna Manggali. Calon Arang sangat mencintai putri tunggalnya itu.
Karena begitu dalam cintanya itu, Calon Arang rela membunuh banyak orang sebagai
bentuk kemarahannya kepada para penduduk yang sering membicarakan tentang putrinya
yang belum juga ada yang melamar. Mendengar kabar itu, Calon Arang menjadi marah dan
Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka padanya.
Dari murid-muridnya banyak mendengar bahwa anaknya sering menjadi buah
percakapan, karena tidak juga diperistri orang. Bukan main marahnya. Sifatnya
yang jahat pun tumbuhlah. Ia hendak membunuh orang sebanyak-banyaknya,
supaya puaslah hatinya (Cerita Calon Arang, 2003: 12).
Calon Arang pun menyebarkan penyakit yang menyebabkan banyak penduduk di Daha
yang meninggal. Tindakan ini dilakukan terus-menerus sebagai bentuk dendamnya kepada
penduduk yang menjadikan putrinya sebagai bahan perbincangan. Suatu ketika ada lelaki
yang bernama Empu Bahula yang menemui Calon Arang untuk melamar putri Calon
Arang. Mendengar itu, Calon Arang sangat senang. Ia menyambut gembira lamaran itu dan
“Sangat girang hati hamba, Sang Pendeta, karena tuan sudi memperistri anak
hamba. Tetapi sudah hamba katakan tadi, Ratna Manggali anak kampung yang tak
tahu adat kota. Kerjanya kaku dan kikuk. Dialah anak hamba satu-satunya.”
“Bagaimanakah pendapat tuan tentang permintaan hamba? Tanya Bahula.
“Hamba bersyukur, Pendeta. Hamba serahkan anak hamba kepada tuan.”
“Dan emas kawin apakah yang harus hamba penuhi? tanya Bahula.
- 73 -
Universitas Sumatera Utara
“O, itu perkara gampang, tuan Pendeta! Sembarang hadiah tuan pendeta akan
hamba terima dengan perasaan syukur, beribu-ribu syukur,” jawab janda Girah itu
(Cerita Calon Arang, 2003: 70).
Rasa cinta Calon Arang kepada putrinya ini juga jelas tergambar ketika ia membuat
pesta yang meriah untuk merayakan pernikahan putri tunggalnya itu. Ia rela mengorbankan
sebagian hartanya untuk membuat pesta yang megah. Ia ingin pernikahan pestanya itu
Perhelatan perkawinan itu dibuat besar-besaran oleh Calon Arang. Tentu saja,
karena Ratna Manggali anak tunggal. Dan anak itu disayangi sekali. Harta benda
janda itu banyak, melimpah-limpah. Tentu saja ia tak sayang kehilangan dari
sebagian dari harta bendanya. Beribu-ribu orang datang. Bukan karena sayang
mereka datang menyaksikan pernikahan itu. Tetapi karena ketakutan. Tua-muda,
laki-perempuan semua keluar rumah masing-masing. Segala permainan ada di pesta
itu. Segala makanan dan minuman tersedia.
Hari itu Calon Arang adalah orang yang paling berbahagia di seluruh dunia.
Sebentar-sebentar ia tertawa-tawa. Ia merasa puas. Sekarang anaknya telah
bersuami (Cerita Calon Arang, 2003: 71).
Ratna Manggali. Ini merupakan bentuk cinta. Bentuk cinta ini merupakan ikatan yang
Bentuk cinta yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang ini, yaitu cinta ayah
kepada putrinya dan cinta ibu kepada putrinya (storge) memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah yaitu sama-sama rela melakukan apa saja demi membahagiakan
anaknya. Empu Baradah rela menuruti permintaan putrinya untuk berpisah tempat tinggal
dengan ayahnya dan memutuskan menjadi seorang pertapa. Empu baradah menerima
keputusan itu, meskipun itu sangat menyedihkan baginya. Empu Baradah membangun
sebuah rumah tinggal untuk putrinya di lokasi pertapaan itu agar putrinya terlindung.
- 74 -
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga dengan Calon Arang yang sangat marah ketika penduduk membicarakan
putrinya yang belum juga ada yang melamar. Calon Arang kemudian melampiaskan
putrinya dilamar oleh Empu Bahula. Calon Arang pun sangat senang dan mengadakan
pesta yang sangat meriah untuk pernikahan putri tunggalnya walaupun harus
Perbedaan dari kedua cinta ini, yaitu cinta ayah (Empu Baradah) kepada putrinya
Wedawati menghasilkan hal yang baik, artinya tidak merugikan orang lain di sekitarnya.
Sebaliknya, cinta ibu (Calon Arang) kepada putrinya Ratna Manggali, menyebabkan hal
buruk bagi orang lain, yaitu sanpai menghilangkan nyawa orang lain.
Philia adalah cinta yang setingkat lebih tinggi dari eros, berhubungan dengan jiwa
melibatkan saling berbagi. Bentuk cinta philia dalam novel Cerita Calon Arang ini terlihat
dari rasa cinta yang dimiliki oleh pemimpin negara Daha, Sri Baginda Erlangga kepada
seluruh rakyatnya (sesama). Ia adalah raja yang memimpin dengan bijaksana dan berbudi.
Sri Baginda selalu memperhatikan keadaan seluruh rakyatnya, dari daerah pelosok sampai
ibukota. Karena ia ramah dan sangat peduli akan rakyatnya, seluruh rakyatnya pun
mencintai Baginda.
Namun keadaan penduduk Daha yang makmur dan sejahtera menjadi berubah.
Seluruh penduduk hidup dalam ketakutan dan penderitaaan. Ini disebabkan oleh penyakit
yang disebarkan oleh Calon Arang dan murid-muridnya. Akibatnya, banyak rakyat yang
- 75 -
Universitas Sumatera Utara
menderita penyakit panas dingin, bahkan banyak yang meninggal setiap harinya.
Mengetahui keadaan ini, Sri Baginda Erlangga sangat sedih. Ia gelisah melihat rakyat dan
yang dicintainya hidup dalam penderitaan. Ia pun terus-menerus memikirkan cara untuk
melawan kejahatan Calon Arang agar rakyatnya bebas dari penderitaan. Kemudian ia
mengutus pasukan balatentara dari istananya untuk menangkap dan menaklukkan Calon
Arang.
Balatentara istana yang dikirim oleh Sri Baginda Raja Erlangga tidak berhasil menangkap
Calon Arang. Bahkan, tiga dari pasukan itu dibunuh oleh Calon Arang. Mendengar kabar
itu, Sri Baginda pun sangat sedih. Ia pun berdoa kepada dewa agar diberi petunjuk. Namun
tidak ada dewa yang datang. Ia pun bertambah sedih memikirkan rakyatnya belum bisa
Penyakit yang disebarkan Calon Arang pun semakin hebat. Sri Baginda terus
menerus memikirkan bagaimana cara menaklukkan Calon Arang. Hingga pada suatu hari
- 76 -
Universitas Sumatera Utara
Sri Baginda mengadakan rapat dengan pendeta-pendeta terbaik. Sri Baginda menyadari
bahwa kekuatan mantra Calon Arang memang tidak bisa dikalahkan dengan senjata,
melainkan harus dengan mantra juga. Lalu mereka pergi bersama-sama ke candi untuk
meminta petunjuk dari Dewa Agung, yaitu Dewa Guru yang akhirnya mmberi petunjuk
bahwa yang dapat mengalahkan kekuatan Calon Arang hanya ada satu orang yaitu Sang
Pendeta dari Lemah Tulis, yang bernama Empu Baradah. Setelah mendapat petunjuk itu,
maka kemudian Sri Baginda Erlangga mengutus Kanduruan untuk memohon pertolongan
Empu Baradah. Empu Baradah pun bersedia membantu Sri Baginda. Empu Baradah
akhirnya dapat menaklukkan Calon Arang dan seluruh penduduk terbebas dari penyakit.
Kepedulian yang dimiliki Sri Baginda Erlangga dalam cerita ini menunjukkan rasa
cintanya kepada seluruh penduduk Daha. Sri Baginda juga merasakan kesedihan yang
mendalam akibat penyakit dan penderitaan yang dirasakan rakyatnya. Ia selalu mencari
jalan keluar menaklukkan Calon Arang, sampai akhirnya ia menemukan Empu Baradah
sebagai orang yang memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan Calon Arang. Hal ini
menunjukkan rasa cinta yang dalam dari seorang pemimpin kepada anggota (rakyatnya).
Cinta ini menghasilkan sesuatu yang baik, yaitu kesejahteraan seluruh rakyat yang
dipimpinnya.
Agape adalah tingkat kasih yang paling tinggi. Ini adalah kasih yang senang
memberi tanpa menuntut balas. Cinta ini tergambar dari cinta yang dimiliki oleh Empu
Baradah yang rela bersedia menolong penduduk di sekitarnya. Empu Baradah memiliki
- 77 -
Universitas Sumatera Utara
kekuatan yang luar biasa. Ia menguasai banyak ilmu. Oleh karena itu, banyak penduduk
yang sering meminta tolong kepadanya. Empu Baradah tidak pernah menolak permintaan
itu. Ia dengan senang hati membantu siapa saja yang membutuhkan pertolongan.
Karena sangat taat kepada agamanya, penduduk dusun sujud belaka padanya.
Lagipula ia selalu ramah, senang menolong orang sengsara, dan tak pernah menolak
bila ada orang yang minta tolong.
Menolong orang adalah pekerjaan yang sangat diutamakan. Karena itu lama-lama
penduduk Dusun di Lemah Tulis menganggapnya sederajat dengan dewa. Malah
ada yang menganggapnya sang dewa yang menjelma sebagai manusia.
Selain penolong, pengasih, dan penyayang pada sesama manusia, ia pun orang yang
pandai dan banyak belajar (Cerita Calon Arang, 2003: 15-16).
Empu Baradah juga bersedia membantu raja untuk menolong penduduk Daha agar bebas
dari penyakit yang disebarkan Calon Arang. Ia dengan senang hati membantu mengalahkan
“Sembahkan pada baginda bahwa aku, Empu Baradah , sanggup membatalkan teluh
janda dari Girah yang bernama Calon Arang itu. Sembahkan juga bahwa penyakit
pasti akan tumpas dan rakyat akan hidup aman kembali.” (Cerita Calon Arang,
2003: 57).
Rasa cinta yang dimiliki oleh Empu Baradah ini juga terlihat ketika menyembuhkan
penduduk Daha yang sakit bahkan menghidupkan kembali mayat-mayat yang belum
Sepanjang jalan mereka bertemu dengan orang mati. Dengan tuah mantranya Sang
Empu mengobati orang-orang yang sakit. Segera saja mereka sembuh. Tentu saja
girang benar yang telah disembuhkan itu. Mereka mengucapkan beribu-ribu
terimakasih.
Sang Pendeta pun menolong orang-orang yang telah meninggal. Bila mayat itu
belum membusuk Sang Pendeta memercikinya dengan air. Dan hiduplah kembali
mayat-mayat itu (Cerita Calon Arang, 2003: 75)
Rasa cinta yang dimiliki oleh Empu Baradah ini membawa keberhasilannya melawan
kekuatan Calon Arang yang sebelumnya belum ada tandingannya, hingga pada akhirnya
- 78 -
Universitas Sumatera Utara
penduduk bebas dari rasa takut dan penderitaan. Penduduk akhirnya dapat hidup sejahtera
seperti sebelumnya.
Perbuatan baik itu dilakukan oleh Empu Baradah tanpa mengharap imbalan. Ia
melakukannya dengan rela hati. Ini tergambar ketika Empu Baradah berhasil membebaskan
penduduk dari kekuaatan jahat Calon Arang, ia mendapat hadiah dari Raja Erlangga,
namun ia memyerahkan seluruh hadiah itu kepada anak laki-lakinya dan memutuskan
Dan untuk jasanya ini Sang Maha Pendeta mendapat hadiah dari kedua raja serta Sri
Erlangga segala macam emas berlian dan perak.
Sesampai di asramanya sendiri, segala kekayaan itu diserahkannya kepada anaknya
yang lelaki. Setelah menyerahkan semua harta-bendanya itu, pergilah ia ke tempat
Wedawati bertapa. Diajaknya anaknya yang dicintai itu pergi jauh, jauh sekali
Cerita Calon Arang, 2003: 92).
5.2 Kejahatan
yang terjadi itu disebabkan oleh banyak faktor. Pelanggaran ini bertentangan dengan aturan
dan norma yang telah ditetapkan baik secara lisan atau tulisan. Pelanggaran ini merupakan
bentuk kejahatan. Kejahatan itu tentu saja merugikan orang lain. Oleh sebab itu, pelaku
- 79 -
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sudarto (dalam Anoraga dan Ninik Widiyanti 1987: 7): “kejahatan
merupakan suatu gejala yang menyangkut setiap orang. Kejahatan berkisar dari bentuk
yang ringan sampai yang berat, misalnya pembunuhan yang keji”. Selanjutnya Anoraga dan
Ninik Widiyanti (1987: 12) menyatakan: “sifat hakikat alamiah kejahatan sebagai suatu
pelanggaran terhadap perasaan-perasaan tentang rasa kasihan dan rasa kejujuran”. Soedjono
(1973: 192) mengatakan “Jenis-jenis kejahatan yang banyak jumlahnya dalam suatu
masyarakat sebagai wadah kehidupan bersama semua gejala yang mengganggu ketertiban
Dari bentuk-bentuk kejahatan di atas, dalam novel Cerita Calon Arang karya
- 80 -
Universitas Sumatera Utara
5.2.1 Pembunuhan
Masalah yang menimbulkan konflik dalam cerita ini adalah mengenai kejahatan
yang dilakukan oleh Calon Arang dan murid-muridnya. Mereka membunuh penduduk
Daha dengan cara menyebarkan penyakit kepada penduduk Daha. Calon Arang melakukan
kejahatan ini disebabkan belum ada laki-laki yang meminang putrinya Ratna Manggali.
Kejahatan ini menyebabkan penduduk Daha banyak yang sakit yang kemudian pasti
meninggal. Akibatnya, seluruh penduduk Daha hidup dalam ketakutan dan kecemasan.
Kejahatan Calon Arang dan murid-muridnya itu membawa akibat yang sangat
buruk pada negara Daha. Penduduknya semakin hari semakin banyak yang mati akibat
penyakit yang disebarkan Calon Arang. Penduduk Daha pun semakin hari semakin sedikit
Tiap hari beratus-ratus orang mati dan di bawa ke kuburan. Dan kalau yang
menguburkan itu pulang, ia pun sakit, kemudian mati. Begitulah terus menerus.
Penduduk negara Daha kian lama kian sedikit. Banyak prajurit dari luar ibukota
meninggal. Penyakit panas dingin yang diteluhkan Calon Arang tak bisa di cegah
- 81 -
Universitas Sumatera Utara
lagi. Kian lama kian melebar di gunung, dusun, dan sawah. Tambah banyak orang
mati dimakan penyakit itu.
Pendeta-pendeta yang baik hati mencoba menolak teluh itu, tetapi sia-sia. Calon
Arang lebih pandai dari mereka semua. Karena itu, orang hidup dalam ketakutan. Di
rumah-rumah orang menagisi kerabatnya yang meninggal. Seakan-akan tumpaslah
seluruh isi negara Daha waktu itu (Cerita Calon Arang, 2003: 27-28).
Calon Arang juga sangat marah dan akhirnya membunuh tiga balatentara yang
Tukang sihir itu pun bangunlah dari tidurnya. Melihat ketiga prajurit itu meluaplah
amarahnya. Matanya merah. Sebentar kemudian menyemburkan api dari matanya
itu. Juga hidung, kuping dan mulutnya merah padam mengeluarkan api yang
menjilat-jilat. Terbakarlah ketiga prajurit itu. Terbakar sampai hangus dan mati di
situ juga (Cerita Calon Arang, 2003: 32).
Calon Arang semakin mengganas. Ia dan murid-muridnya semakin nekat. Penyakit yang
disebarkan semakin hebat. Tidak ada yang bisa menghalangi tindakan Calon Arang dan
Kejahatan yang dilakukan Calon Arang ini akhirnya dapat dihentikan oleh seorang
pendeta, yaitu Empu Baradah yang menguasai banyak ilmu. Dengan kekuatan yang
dimiliki Empu Baradah ini, Calon Arang dapat ditaklukkan sehingga penduduk Daha
- 82 -
Universitas Sumatera Utara
terbebas dari penderitaan dan hidup makmur dan sejahtera kembali seperti dulu. Kejahatan
yang dilakukan oleh Calon Arang dalam cerita ini cukup dominan dalam perkembangan
seperti penderitaan, ketakutan, dan keadaan yang buruk penduduk Daha, hingga akhirnya
konflik antara Empu Baradah dan Calon Arang yang berujung pada kematian Calon Arang.
5.2.2 Intimidasi
Sukapiring 1987: 136). Intimidasi merupakan tekanan yang dilakukan seseorang kepada
orang lain. Kejahatan ini dilakukan oleh ibu tiri Wedawati. Ibu tirinya ini sangat membenci
Ibu Wedawati sangat sayang pada anaknya. Berbeda sungguh sikapnya terhadap
Wedawati. Ia tak suka padanya (Cerita Calon Arang, 2003: 18).
Ibu tirinya sering memarahi Wedawati tanpa alasan yang jelas. Walaupun,
Wedawati anak yang sangat baik, rajin, dan tidak pernah berbuat salah, namun ibu tirnya
Di Lemah Tulis, sibuklah Wedawati bekerja. Ia gadis yang suka bekerja. Ia tak
senang duduk bermalas-malas, apalagi bertopang dagu, dan tak tentu apa yang
dipikirkan. Sudah lama ibu tirinya ingin agar ia pergi dari rumah. Ia ingin agar kasih
Sang Empu jatuh padanya dan anaknya lelaki. Karena itu dicarinya alasan untuk
memarahi Wedawati.
Sebentar kemudian ributlah dalam asrama itu. Ibu tirinya memarahai semau-
maunya. Bukan main bingung Wedawati mendapat marah yang hebat itu. Ia tak
merasa bersalah. Tetapi dilabarak terus. Pada para tetangga ibunya bercerita yang
bukan-bukan tentang dirinya (Cerita Calon Arang, 2003: 18-19).
- 83 -
Universitas Sumatera Utara
Perilaku jahat ibu tirinya ini membuat Wedawati selalu menangis sedih dan akhirnya pergi
meninggalkan asrama tempat tinggal mereka karena ia tidak tahan dengan perlakuan ibu
tirinya itu.
Kepergian Wedawati dari asrama membuat ibu tirinya senang. Hal itulah yang
dinanti-nantikannya agar suaminya hanya menyayangi dirinya dan anak lelakinya saja.
Setelah itu, ketika suaminya pulang mengajar dari pertapaan, ibu tiri Wedawati berbohong
kepada suaminya bahwa yang menyebabkan Wedawati pergi dari rumah adalah karena
- 84 -
Universitas Sumatera Utara
Setelah Empu Baradah mengetahui Wedawati pergi dari rumah, maka Empu
membujuk dan membawa putrinya pulang kembali ke asrama. Mengetahui hal itu, ibu tiri
Wedawati kesal dan kecewa. Ia mencari cara untuk mengusir Wedawati. Suatu hari ketika
suaminya sedang pergi ke pertapaan, ibu tirinya itu langsung mengusir Wedawati agar
Setelah Sang Empu pergi, Wedawati mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa.
Walaupun banyak bujang di rumah, ia sendiri menyapu dan mencuci piring serta
pakaian adiknya.
Waktu matahari telah tampak, ia pun menjemur cuciannya. Tak disangka ibu tirinya
selalu saja berdiri di belakangnya.
Setelah selesai menjemur, ia hendak mandi. Tetapi tiba-tiba ditahan oleh ibu tirinya.
Ia dimaki-maki. Karena tak tahu kesalahannya, ia pun bertanya:
“Apa salah hamba, ibu?”
Tetapi ibu tirinya tak mau peduli. Terus saja memakinya. Akhirnya Wedawati diusir
dari asrama (Cerita Calon Arang, 2003: 60).
Kejahatan yang dilakukan oleh ibu tirinya ini menyebabkan Wedawati terpaksa
berpisah dengan ayah yang sangat dicintainya. Wedawati tidak mau ada yang tersakiti.
Dari bentuk kejahatan yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang karya terlihat
adanya persamaan, yaitu bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Calon Arang dan yang
dilakukan oleh ibu tiri Wedawati sama-sama merugikan dan menyakiti orang lain.
Kejahatan yang dilakukan itu membawa penderitaan bagi orang yang dikenai kejahatan
tersebut. Kejahatan ini juga memiliki perbedaan, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh
Calon Arang mengakibatkan nyawa orang melayang (kematian), sedangkan kejahatan yang
- 85 -
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh ibu tiri Wedawati tidak mengakibatkan kematian orang lain, hanya
5.3 Kepahlawanan
Kepahlawanan berasal dari kata pahlawan. Pahlawan adalah orang yang dianggap
berjasa dalam membela kepentingan orang banyak. Pahlawan pada masa lampau diartikan
sebagai orang yang rela mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan negara. Dalam dunia
pendidikan, guru dapat dianggap sebagai pahlawan karena jasanya dalam mencerdaskan
bangsanya. Dalam keluarga, orangtua juga dapat kita anggap sebagai pahlawan yang rela
membesarkan kita dengan kasih sayang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pahlawan sebagai sosok yang kuat, berani, pantang menyerah, dan rela mengorbankan
dirinya untuk membela kebenaran dan kepentingan orang banyak. Seperti pendapat yang
menyatakan “Pahlawan adalah orang yang sangat gagah berani, pejuang yang unggul atau
terkemuka”.
semangat patriotisme, dan tak terelakkan keduanya juga melekat kepada sejarah dan kisah
lampau”.
“Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa
dan negara. Patriotisme berasal dari kata ‘patriot’ dan ‘isme’ yang berarti sifat
- 86 -
Universitas Sumatera Utara
kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau ‘heroism’dan ‘patriotism’dalam bahasa Inggris.
Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.”
patriotisme yang rela berkorban demi bangsa dan negara. Dengan kata lain, mau
mengorbankan dirinya demi kepentingan orang banyak. Kepahlawanan dalam Cerita Calon
Arang ini tergambar dari sikap ketersediaan dan kemauan Empu Baradah membebaskan
penduduk Daha dari penderitaan yang disebabkan oleh Calon Arang. Empu Baradah
dengan sikap yang berani menerima permohonan Kanduruan yang di utus Sri Baginda
untuk menolong rakyat. Empu Baradah bertekad menaklukkan Calon Arang dan berjanji
“Baiklah, priyayi. Tuan lebih baik segera kembali mengahadap Sri Baginda.
Sembahkan pada baginda bahwa aku, Empu Baradah, sanggup membatalkan teluh
janda dari Girah yang bernama Calon Arang itu. Sembahkan juga bahwa penyakit
pasti akan tumpas dan rakyat akan hidup aman kembali.” (Cerita Calon Arang,
2003: 57).
Seorang pahlawan selain harus memiliki kekuatan juga harus memiliki kemampuan
lain, yaitu kepandaian dalam mengalahkan lawan. Artinya ia mempunyai cara bijak melalui
kecerdasan akal di samping kekuatan yang dimilikinya. Kepandaian dan kecerdasan ini
juga dimiliki oleh Empu Baradah. Setelah mengetahui bahwa penyebab Calon Arang
berbuat jahat adalah karena belum ada lelaki yang melamarnya putrinya Ratna Manggali,
maka Empu Baradah mengutus salah satu murid terbaiknya Empu Bahula untuk menikahi
Ratna Manggali guna mengetahui rahasia kekuatan Calon Arang. Empu Bahula pun
mengatakan kepada Kanduruan yang diutus Sri Baginda untuk menyediakan emas kawin
untuk melamar Ratna Manggali. Calon Arang pun dengan girang menerima lamaran itu.
- 87 -
Universitas Sumatera Utara
Setelah Sri Baginda menghadiahkan barang-barang berharga dan uang untuk emas
kawin serta upacara pernikahan, berangkatlah Empu Bahula ke Dusun Girah. Naik
kuda putih besar Empu Bahula diiringkan oleh pasukan berkuda kerajaan.
Pendeknya iring-iringan itu sampailah sudah di dusun Girah. Empu Bahula duduk
di ruang tamu menunggu Calon Arang keluar.
Keluarlah Calon Arang menemui tamunya. Katanya sopan:
“Berbahagialah yang baru sampai, siapakah tuan, dan dari manakah datang?”
“Semoga tuanku jangan gusar mendengar permohonan hamba,” kata Bahula.
“Cobalah terangkan yang terkandung dalam niat tuan.” sambut Calon Arang.
“Kedatangan hamba adalah hendak meminang putri tuan,” kata Bahula.
Bukan main girang Calon Arang. sekarang ia tak akan disindir-sindir dan
dipercakapkan orang lagi. Sebentar lagi anaknya akan menjadi pengantin. Dengan
girang pun ia menjawab:
“O, apakah yang akan dimarahkan? Cuma si Ratna Manggali anak dusun, tak tahu
adat kota.” (Cerita Calon Arang, 2003: 70).
Tidak lama setelah Ratna Manggali dan Empu Bahula menikah, rahasia kekuatan
Calon Arang telah diketahui oleh Empu Baradah melalui Ratna Manggali. Kekuatan mantra
Calon Arang ada di dalam kitab yang selalu dibawanya ketika menyebarkan penyakit
bersama murid-muridnya. Setelah kitab itu berada di tangan Empu Bardah dan ia selesai
membacanya, maka Empu Baradah pun segera menangkal penyakit yang di sebarkan oleh
Calon Arang. Ia segera membebaskan penduduk dari penyakit itu. Bahkan, menghidupkan
kembali mayat yang belum membusuk. Penduduk Daha pun sangat gembira dan takjub
melihat kekuatan Empu Baradah serta mengucapkan terimakasih pada Empu Baradah.
Setelah mengetahui rahasia kitab itu, Empu Baradah pergi ke tempat-tempat yang
diamuk penyakit. Tiga orang di antara murid-muridnya yang terkemuka
megiringkan. Sepanjang jalan mereka bertemu dengan orang mati. Dengan tuah
mantranya Sang Empu mengobati orang-orang yang sakit. Segera saja mereka
sembuh. Tentu saja girang benar yang telah disembuhkan itu. Mereka mengucapkan
beribu-ribu terimakasih.
Sang Pendeta pun menolong orang-orang yang telah meninggal. Bila mayat itu
belum membusuk Sang Pendeta memerciknya dengan iar. Dan hiduplah kembali
mayat-mayat yang telah meninggal kena teluh itu. Kadang-kadang hanya dengan
pandang, sentuhan, atau hembusan napas, mayat-mayat itu dapat hidup kembali.
Barang kemana Sang Empu datang, tentu beribu-ribu orang datang memohon
berkah. Orang-orang yang mati berhayat kembali. Orang-orang sakit segera sembuh
- 88 -
Universitas Sumatera Utara
lagi. Karena itu tiap langkah Empu Baradah bertindak, ia ditaburi bunga-bungaan
aneka macam. Kalau meneruskan perjalanan, semua penduduk sujud
menghormatinya (Cerita Calon Arang, 2003: 75-76).
maka Empu Baradah akhirnya bertarung dengan Calon Arang. Calon Arang mencoba
mengalahkan Empu Baradah dengan api, namun Empu Baradah tidak terkalahkan.
Akhirnya Empu Aradah yang berhasil mengalahkan Calon Arang. Ia berhasil membuat
Calon Arang meninggal, namun sebelum membunuh Calon Arang, Empu Baradah
menyucikan jiwa Calon Arang agar kembali bersih dari dosa-dosa yag selama ini dilakukan
Calon Arang.
“Hai, Baradah! Kenal engkau sekarang siapa aku? Teriak perempuan itu.
“Perlihatkan seluruh kepandaianmu.” Empu Baradah berkata tenang.
“Kurang ajar kau, pendeta kurus!”
“Ayo, perlihatkan segala kebisaanmu. Baradah ingin tahu,” ujar Empu itu dengan
sangat tenangnya.
Bertambah marah Calon Arang mendapat tentangan seperti itu. Dadanya kembang-
kempis. Setelah dilihatnya Maha pendeta tak gentar melihat kepandaiannya, segera
ia meniup. Api besar menyembur dari mulut dan menggulung Sang Empu.
Lama api itu membakar Sang Empu. Api tambah besar. Tetapi Empu Baradah tak
terbakar olehnya. Melihat Baradah tak apa-apa, bertambah murka tukang sihir itu.
“Keluarkan seluruh kepandaianmu,” kata Baradah.
Api dari tubuh janda itu kian jadi besar, keluar masuk bersama napasnya.
Akhirnya Sang Empu berkata dengan kepastian:
“He, Kau, Calon Arang mesti mati!”
Waktu itu juga matilah Calon Arang. Lenyap api yang keluar dari tubuhnya (Cerita
Calon Arang, 2003: 83).
Kematian Calon Arang berarti keselamatan seluruh penduduk Daha. Setelah Calon
Arang tiada maka kehidupan masyarakat Daha kembali makmur dan sejahtera. Keadaan
negeri ini kembali ramai. Anak kecil kembali bermain dengan riang sawah dan ladang pun
dapat diolah kembali. Sri Baginda Raja dan seluruh rakyatnya hidup bahagia. Dan
kebahagiaan ini dapat dicapai karena sikap kepahlawanan Empu Baradah yang berjuang
mengalahkan Calon Arang.
- 89 -
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap novel Cerita Calon Arang
karya Pramoedya Ananta Toer, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan pendekatan struktural, dapat diketahui unsur-unsur intrnsik yang terdapat dalam
novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer ini, yaitu yang mencakup
tema, tokoh, alur, dan latar.
2. Tema novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer ini adalah kejahatan
yang dilakukan oleh Calon Arang dan murid-muridnya yang mengakibatkan penduduk
Negara Daha menderita dan banyak yang meninggal setiap hari. Kejahatan inilah yang
menjadi sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi. Namun, di baliknya terdapat nilai
didaktis yang mengajarkan kepada pembaca bahwa kejahatan selalu dapat dikalahkan
oleh kebaikan dan kebajikan. Hal ini dapat dijadikan pedoman bagi pembacanya.
Dengan kata lain dapat membangun moral mayarakat pembacanya.
3. Cerita ini disusun dalam alur yang bergerak teratur (maju) dengan tahap-tahap:
exposition, Inciting Force, Rising Action, crisis, climax, falling action, dan Conclusion.
4. Tokoh yang dianalisis dalam penelitian ini ada tujuh orang yang terdiri dari tokoh
utama (antagonis dan protagonis) dan tokoh tambahan (bawahan) juga tokoh sederhana
(datar) dan tokoh bulat (kompleks).
5. Latar dalam cerita ini berupa latar fisik yang mengacu pada tempat peristiwa dalam
cerita ini berlangsung serta latar sosial yaitu penggambaran masyarakat (penduduk)
Negara Daha yang hidup makmur dan sejahtera, namun berubah menjadi buruk karena
kejahatan Calon Arang.
6. Secara keseluruhan, unsur intrinsik dalam novel ini sudah merupakan struktur yang
terjalin dan berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat membentuk satu
kesatuan yang utuh dan tercipta makna karya sastra secara keseluruhan.
7. Dengan batasan sosiosastra, dapat diketahui nila-nilai sosial yang terdapat dalam novel
Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer ini yaitu cinta, kejahatan, dan
kepahlawanan.
- 90 -
Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran
Setelah pembahasan dan penganalisisan novel ini dengan pendekatan struktural,
semakin jelas bahwa analisis struktural adalah langkah dasar yang harus dilakukan dalam
meneliti sebuah karya sastra sebelum melangkah pada wilayah penelitian lain.
Menganalisis novel ini dengan pendekatan sosiosastra juga memperjelas bahwa karya sastra
dan kehidupan masyarakat tidak terpisahkan, karena sosiosatra dapat membedah sisi
kehidupan manusia dalam masyrakat. Diharapkan agar ilmu sosiosastra dapat lebih
- 91 -
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Anoraga, Panji dan Ninik Widiyanti. 1987. Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidkan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
___________________.2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Saini, K.M dan Jakob Sumardjo. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Terjemahan oleh Sugihastuti dan Rssi Abi AL Irsyad).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- 92 -
Universitas Sumatera Utara
Suwondo, Titro. 2001. “Analisis Struktural Salah Satu Model Pendekatan Dalam Peneletian
Sastra”. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (Terjemahan oleh Melani
Budianta). Jakarta: Gramedia.
Zulfa, Eva Achjani dan Topo Santoso. 2001. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Website :
www.google.co.id/qwt/x?source=m&u=http%3A%fnetworkedblogs.com/3/Februari/2010)
www.google.id/qwt/cassle.kemudian.com/03/Februari/2010
www.asepsambodja.blogspot.com/03/Februari/2010
www.google.co.id/m?hl=id&oe=UTF-8&source=wax)/03/Februari/2010
www.google.com/Martoart.multiply.com/journal/02/Mei/2010
www.google.com.pesantren.or.id.masterweb.net/02/Mei/2010
www.google.com/turnady.com/11/Mei/2010
www.google.com/id.Wikipedia.org/wiki/cinta/12/Mei/2010
www.google.com/www.gky.or/buletin 20/h.idtm/12/Mei/2010
www.google.com/wahdisblog.blogspot.com/2007/definisi cinta/12/Mei/2010
- 93 -
Universitas Sumatera Utara