SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Strata I (S-1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM : 140904032
Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D
NIP. 1958 1205 198903 1002 NIP. 1965 0524 198903 2001
i
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di
kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia
diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
NIM : 140904032
Tanda Tangan :
Tanggal :
ii
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 140904032
Majelis Penguji
Penguji : (....................................)
Ditetapkan di :………………………………………
Tanggal :………………………………………
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala, karena
berkat izin dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun
penelitian skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari tanpa bimbingan dari
berbagai pihak dari awal masa perkuliahan hingga sampai pada penyusunan
skripsi, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada kedua
orang tua yang sangat saya sayangi, Papa (Dedy Irwandy Siregar) dan Mama
(Tetty Matondang) yang selama ini selalu berusaha, mendukung serta mendoakan
yang terbaik untuk saya hingga sampai sekarang ini. Terima kasih juga saya
ucapkan kepada kedua adik tersayang, Adek (Annisa Dilla Siregar) dan Yayang
(Rizka Putri Siregar), yang telah banyak memberikan dukungan moril sehingga
saya terus termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Merekalah yang menjadi
sumber alasan kekuatan saya dalam mengerjakan sayaan ini.
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Dewi Kuniawati, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
3. Kakak Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A, selaku Sekretaris Departemen
Ilmu Komunikasi FISIP USU.
4. Bapak Drs. Mukti Sitompul, Msi, selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing saya dari awal hingga akhir bangku perkuliahan.
5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D, selaku dosen pembimbing
yang selalu sabar dalam mengajarkan saya untuk membuat skripsi yang
baik, selalu menyediakan waktu untuk membantu saya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih pak atas bimbingannya selama ini.
iv
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak/ibu dosen dan staf pengajar Ilmu Komunikasi FISIP USU yang
telah berperan besar dalam terlaksananya perkuliahan selama ini.
7. Sahabat terbaik saya pada awal hingga akhir perkuliahan, yaitu Ekalita,
Nurul Fajriati, Rizka Armelia S dan Talitha Nur Zhafirah yang merupakan
tempat berbagi cerita dan pengalaman suka maupun duka, yang selalu
memberikan semangat serta motivasi dari awal perkuliahan hingga saya
menyelesaikan skripsi.
8. Partner terbaik saya, Achmed Kahfi Lubis yang selalu menjadi partner
bertukar pikiran dalam hal apapun, selalu memberi semangat serta
dukungan kepada saya.
9. Adik-adik dan rekan-rekan saya dari Divisi Minat dan Bakat Imajinasi
2017, Muhammad Fadhil, Alfi Syahri Lubis, Imanuel Bukit, Natalia
Christie dan Anggi Risnawin yang telah memberikan banyak masukan
untuk kebaikan saya serta berbagai pengalaman yang luar biasa.
10. Teman-teman Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2014 dan 2015
khususnya Mutia, Rere, Gita, Fildza, Alya, Razzaaq, Jovie, Putra, Hafiz,
Sastra, TM, Jerry, Bg Ian, Bg Cardo, Ari, Icha, Engel, Dyah, Rizka
Sitanggang, Rifqi.
Pihak-pihak tersebut hanyalah satu dari jutaan bintang yang senantiasa
menyinari saya. Semoga skripsi ini dapat menjadi kontribusi yang signifikan bagi
dunia keilmuan, khususnya Ilmu Komunikasi.
Saya,
v
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Dibuat di : Medan
Pada tanggal : Agustus 2018
Yang Menyatakan
vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Analisis Framing Pemberitaaan Setya Novanto
Dalam Kasus Korupsi E-KTP Pada Majalah Tempo”. Ada beberapa tujuan
dilakukannya penelitian ini. Pertama, untuk mengetahui bagaimana Majalah
Tempo membingkai berita tentang Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.
Kedua, untuk mengetahui konstruksi Majalah Tempo atas pemberitaan Setya
Novanto dalam kasus korupsi E-KTP. Penelitian ini menggunakan paradigma
konstruktivis. Penelitian ini akan memusatkan pada penelitian kualitatif dan
menggunakan analisis framing sebagai pisau analisis. Model analisis framing
yang digunakan pada penelitian ini adalah framing model Zhongdang Pan dan
M.Kosicki. Adapun teori yang dipakai untuk menyelesaikan penelitian ini adalah
teori konstruksi sosial dan media massa. Sesuai dengan fokus masalah yaitu
“bagaimanakah pembingkaian (framing) pemberitaan Setya Novanto dalam kasus
korupsi E-KTP di Majalah Tempo?” terungkap bahwa : 1) Majalah Tempo
membingkai berita Setya Novanto dalam Kasus Korupsi E-KTP dengan
membentuk konstruksi bahwa Setya Novanto adalah pihak yang mencoba untuk
lari dan ingin lepas dari status tersangka kasus korupsi E-KTP 2) Isi artikel
Majalah Tempo merupakan bentuk konstruksi sosial. Media tersebut
mengkonstruksi pesan-pesan yang disampaikan kepada khalayak dengan tulisan
yang berfokus pada upaya Setya Novanto untuk melepaskan diri dari status
tersangka kasus korupsi E-KTP.
vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The title of this study is “Framing Analysis of Setya Novanto’s news in E-KTP
Corruption case in Tempo Magazine". There are several aims for this study. First,
to find out how Tempo Magazine framed the news about Setya Novanto in E-KTP
corruption case. Second, to find out the construction of Tempo Magazine at
reporting Setya Novanto in E-KTP corruption case. This study uses a
constructivist paradigm. This research will focus on qualitative research and use
framing analysis as a knife of analysis. The framing analysis model used in this
study is the framing model of Zhongdang Pan and M.Kosicki. The theories used to
complete this research are social construction theory and mass media. According
to the focus of the problem, "how does framing of Setya Novanto's news in E-KTP
corruption case in Tempo Magazine?" Revealed that: 1) Tempo Magazine framed
Setya Novanto's news in the E-KTP Corruption Case by forming a construction
that Setya Novanto was a party who tried to run away and wanted to escape from
the E-KTP corruption case suspect status 2) The contents of the Tempo Magazine
article were a form of social construction. The media constructs the messages
conveyed to the public with writing focusing on Novanto's efforts to free himself
from the suspect status of an E-KTP corruption case.
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
BIODATA PENELITI
ix
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus korupsi terkait Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP yang
dilakukan oleh Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto beserta rekan-rekannya
merupakan salah satu kasus korupsi terbesar yang mewarnai pemberitaan di
sejumlah media Indonesia pada tahun 2017. Menurut situs detik.com, berdasarkan
konfirmasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerugian yang ditanggung
oleh negara akibat kasus korupsi tersebut mencapai angka 2,3 triliun. Secara
sederhana, KTP Elektronik berasal dari kata electronic KTP, atau Kartu Tanda
Penduduk Elektronik. Lebih rincinya, menurut situs resmi e-KTP, “ KTP
Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem
keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi
dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional.” (http://www.e-
ktp.com/2011/06/hello-world/)
Kasus e-KTP telah bergulir selama hampir 6 tahun, dimulai dari kecurigaan
Government Watch (GOWA) dan dilaporkan kepada KPK pada tanggal 23
1
Universitas Sumatera Utara
2
Agustus 2011 hingga akhirnya disidangkan oleh Pengadilan Negeri Tipikor. KPK
menetapkan tersangka pertama untuk kasus e-KTP pada 22 April 2014. Tersangka
pertama adalah eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan
di Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sekaligus Pejabat
Pembuat Komitmen, Sugiharto. Tersangka selanjutnya adalah Sugiharto, mantan
penjabat dari Kemendagri, diikuti oleh tersangka ketiga dan keempat yaitu
pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan politikus Partai Golkar,
Markus Nari. Sedangkan, Setya Novanto (Setnov) merupakan tersangka kelima
dalam dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP. (Majalah Tempo, Edisi 18-24
September 2017)
Tidak hanya pada proyek e-KTP, sebelumnya nama Setnov sudah banyak
muncul di berbagai kasus korupsi, tetapi statusnya rata-rata hanya sebagai saksi.
Beberapa kasus diantaranya adalah kasus Cessie Bank Bali pada tahun 1999,
kasus korupsi beras impor Vietnam pada tahun 2003, korupsi PON Riau pada
tahun 2012, pemufakatan PT. Freeport pada tahun 2015 dan yang terakhir adalah
kasus e-KTP dimana akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 10
November 2017. (https://www.liputan6.com/news/read/3158585/jejak-kasus-
setya-novanto) Begitu banyak drama yang dilakukan oleh Setnov untuk
menghindari diri dari status tersangka kasus e-KTP. Hal inilah yang menarik
banyak perhatian dari masyarakat Indonesia.
Setya Novanto sudah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 17 Juli 2017
karena ia diduga menerima komisi sebesar Rp 574,2 miliar dalam mega proyek
ini. Namun, Setnov menggugat status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi
e-KTP tersebut dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan pada tanggal 4 September 2017. Pasca ditetapkan menjadi tersangka,
Setnov berulang kali tidak menghadiri pemeriksaan KPK dengan alasan sakit.
Setnov dirawat di RS.Siloam dan RS. Premier Jatinegara dan dikatakan
mengalami katerisasi pada jantungnya sehingga harus dilakukan pemasangan ring.
Serangkaian sidang praperadilan terhadap Setnov digelar di PN Jakarta Selatan
dan hasilnya hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan status tersangka Setnov
dalam kasus e-KTP tidak sah karena bukti dianggap tidak valid. Putusan ini
Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan.
Hal ini terjadi disebabkan oleh dua faktor yang berkaitan. Seperti yang
didefinisikan oleh Hamad (2004:1) yang menyebutkan :
a. Pertama, dewasa ini politik berada di era mediasi yaitu media massa,
sehingga hampir mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa.
Para aktor politik justru berusaha menarik perhatian wartawan agar
aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media.
b. Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para
aktor politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa
politik itu bersifat rutin belaka, seumpamanya rapat partai atau pertemuan
seorang tokoh politik dengan para pendukungnya.
Media massa merupakan saluran atau sarana yang digunakan dalam proses
komunikasi massa. Menurut Charlotte Ryan ( dalam Muhtadi, 2008: 47 ) : “media
massa adalah suatu kompetisi dimana pihak-pihak yang saling berkepentingan
mengajukan pemaknaan terhadap suatu permasalahan agar lebih menarik
perhatian khalayak. Masing-masing pihak berusaha menonjolkan penafsiran,
klaim, dan argumentasi berkenaan dengan persoalan yang diberitakan.”
Secara garis besar, media massa terbagi menjadi tiga, yaitu media cetak,
media elektonik dan media daring (online). Penelitian ini menggunakan media
cetak sebagai bahan penelitian, yaitu Majalah Tempo. Adapun alasan peneliti
memilih media cetak dikarenakan media cetak dapat menyajikan berita lebih
lengkap dan lebih mendalam mengenai suatu peristiwa dibandingkan dengan
media lainnya, seperti media daring. Selain itu, dalam menyajikan sebuah berita,
media cetak secara berulang melakukan penyuntingan sebelum berita tersebut
dikonsumsi oleh publik sehingga memiliki tingkat akurasi dan verifikasi yang
tinggi.
Peneliti memilih Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017 dengan judul
“Siasat Lepas Setya Novanto”. Isi pemberitaan di majalah tersebut membahas
tentang bagaimana serta hal-hal apa saja yang diupayakan oleh Setya Novanto
untuk melepaskan diri dari status tersangka dan praperadilan. Alasan peneliti
memilih edisi tersebut dikarenakan Majalah Tempo memberitakan secara rinci
bagaimana kronologi upaya Setnov dan pengacara agar Setnov batal menjadi
tersangka dalam kasus e-KTP. Tidak ketinggalan, terdapat pula kilas balik dari
permasalahan e-KTP sebelumnya seperti menyebutkan para tersangka terdahulu
pada kasus proyek e-KTP. Hal ini menunjukkan bahwa Majalah Tempo
mengkonstruksi berita agar khalayak terus mengingat dan mengikuti proses kasus
e-KTP khususnya pada penetapan status tersangka Setya Novanto.
Framing adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak. Framing
pada dasarnya merupakan proses membuat suatu pesan lebih menonjol,
menempatkan informasi lebih daripada yang lain, sehingga khalayak lebih
tertuju pada pesan tersebut. Framing melihat bagaimana peristiwa disajikan
oleh media massa. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian
tertentu, menonjolkan aspek tertentu dan membesarkan cara bercerita tertentu
dari suatu realitas atau peristiwa.
Analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah model framing
yang dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki. Framing pada
dasarnya melibatkan kedua konsepsi psikologis dan sosiologis. Framing lalu
dimaknai sebagai suatu strategi atau bagaimana wartawan mengkontruksi serta
memproses suatu peristiwa yang akan disajikan untuk khalayak. Pada model ini,
banyak diadaptasi pendekatan linguistic dengan memasukkan elemen, seperti
pemakaian kata, pemilihan struktur, dan bentuk kalimat yang mengarahkan
bagaimana peristiwa dibingkai oleh media (Eriyanto, 2002).
KAJIAN PUSTAKA
8
Universitas Sumatera Utara
9
Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada
diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial. Dalam teori fakta sosial struktur
sosial yang eksislah yang penting. Manusia adalah produk dari masyarakat.
Tindakan dan persepsi manusia ditentukan oleh struktur yang ada dalam
masyarakat. Institusional, norma, struktur, dan lembaga sosial menentukan
individu manusia. Sebaliknya adalah teori defenisi sosial, manusialah yang
membentuk masyarakat. Manusia digambarkan sebagai identitas yang otonom.
Melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat, menyusun institusi dan
norma yang ada. Teori kontruksi sosial berada diantara keduanya (Eriyanto
2004:13).
Pandangan konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang
memisahkan subjek dari objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme,
bahasa tidak lagi hanya dilhat sebagai alat untuk memahami realitas objektif
belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai pengumpan pesan. Positivime meyakini
bahwa pengetahuan harus merupakan representasi ( gambaran atau ungkapan )
dari kenyataan dunia yang terlepas pengamat ( objektivisme ). Pengetahuan
dianggap sebagai kumpulan fakta. Konstruktivisme menegaskan bahwa
pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah konstruksi kita sendiri. ( Ardianto, 2007 : 154 )
4. Berita bersifat subjektif atau konstruksi atas realitas opini tidak dapat
dihilangkan. Ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan
pertimbangan subjektif.
meliputnya. Jadi, ada realitas yang bersifat objektif, yang harus diambil
dan diliput oleh wartawan. Pandangan semacam ini sangat bertolak
belakang dengan pandangan konstruksionis. Fakta atau realitas bukanlah
sesuatu yang tinggal ambil, ada, dan menjadi bahan dari berita. Fakta atau
realitas pada dasarnya dikonstruksi. Manusia membentuk dunia mereka
sendiri. Fakta merupakan kostruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta
bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu (dalam Eriyanto, 2002: 19).
tentu saja ada pihak yang didefinisikan sebagai pahlawan (hero), tetapi ada
juga pihak yang didefinisikan sebagai musuh dan pecundang. Semua itu
dibentuk layaknya sebuah darama yang dipertontonkan kepada publik.
Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena
berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas. Menurut kaum
konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial di mana selalu
melibatkan pandangan, ideology, dan nilai-nilai dari wartawan atau media.
Bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana
fakta itu dipahami dan dimaknai (Edward Arnold, 1991: 141-142).
liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain; tidak berimbang
dan secara nyata memihak satu kelompok, kesemuanya tidaklah dianggap
praktik yang dijalankan oleh wartawan. Konstruksi wartawan dalam
memaknai realitas yang secara strategis menghasilkan laporan semacam
itu. Praktik membuat liputan berita memihak satu pandangan,
menempatkan satu pandangan lebih penting dibandingkan pandangan
kelompok lain yang oleh pendekatan positivistik dianggap sebagai tidak
benar, dalam pendekatan konstruksionis dipandangan sebagai praktik
jurnalistik. Karena itu, untuk mengerti kenapa praktik jurnalistik bisa
semacam itu bukan dengan meneliti sumber bias, tetapi mengarahkan pada
bagaimana peristiwa dikonstruksi.
hal ini, wartawan bukan hanya palapor, karena disadari atau tidak,
wartawan menjadi partisipan dari keragaman penafsiran dan subjektivitas
dalam publik. Karena fungsinya, wartawan menulis peristiwa dari dirinya
sendiri dengan realitas yang diamati.
Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapay dipisahkan dari
proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa. Pada dasarnya semua kerja
jurnalistik adalah proses yang sangat subjektif, bukan hanya melibatkan
fakta, tetapi juga keinginan dan motivasi, yang semuanya itu menyiratkan
hal-hal yang berbau subjektif. Menurut Walter Lippman (dalam Eriyanto,
2002: 32), secara radikal bahkan menyatakan bahwa dalam proses
kerjanya, wartawan bukan melihat terus menyimpulkan dan menulis,
tetapi lebih sering terjadi adalah menyimpulkan dan kemudian melihat
fakta apa yang ingin dipilih dan membuang apa yang ingin dia buang
seseorang atau sekelompok orang tertentu (Eriyanto, 2001: 113). Hal ini terkait
dengan visi dan misi, serta ideologi yang dipakai oleh masing-masing media,
sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa
media lebih berpihak pada siapa (jika yang diberitakan adalah seseorang,
kelompok, atau golongan dalam masyarakat yang tergantung pada etika,moral,
dan nilai-nilai tertentu), tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan. Hal ini
merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan
mengkontruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Realitas Sosial adalah hasil
kostruksi sosial dalam proses komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi
sosial (social construction), tentu tidak terlepas dari bangunan teoritik yang telah
dikemukakan oleh Peter L Beger dan Thomas Luckman. Berawal dari istilah
konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter
Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak
diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang
berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of
Knowledge tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui
proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat
dengan kepentingan-kepentingan (Bungin, 2008: 192). Bagi kaum
konstruktivisme, realitas (berita) itu hadir dalam keadaan subjektif. Realitas
tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dan ideologi wartawan. Secara singkat,
manusialah yang membentuk imaji dunia. Sebuah teks dalam sebuah berita tidak
dapat disamakan sebagai cerminan dari realitas, tetapi ia harus dipandang sebagai
konstruksi atas realitas.
Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung
dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi
itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa
cenderung sinis (Bungin, 2008: 203).
manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan id (Bertens, 1999: 89-106).
Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan
istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia
mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus
dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta (Bertens, 1999:
137-139). Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya „cogito ergo
sum‟yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada.” Kata-kata Aristoteles yang
terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan
konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam „De Antiquissima
Italorum Sapientia‟(dalam Suparno, 1997:24), mengungkapkan filsafatnya dengan
berkata „Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari
ciptaan‟. Dia menjelaskan bahwa „mengetahui‟ berarti „mengetahui bagaimana
membuat sesuatu‟ini berarti seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia
menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa
hanya Tuhan sajalah yang dapatmengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu
bagaimana membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya
dapat mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya. Sejauh ini ada tiga
macam konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realism hipotesis; dan
konstruktivisme biasa(Suparno, 1997: 25).
1.Konstruktivismeradikal
Konstruktivismeradikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh
pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata.Kaum
konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan
dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran.Pengetahuan bagi mereka
tidak merefleksi suatu realitas ontologisme obyektif, namun sebuah
realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu
merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tdak dapat
ditransfer kepada individu lain yang pasif, karena itu konstruksi harus
dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan
lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.
2.Realismehipotesis
Bagi realismehipotesis,pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur
realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang
hakiki.
3.Konstruktivismebiasa
Konstruktivismebiasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan
memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu.Kemudian
pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas
GAMBAR 1
2.1.3 Framing
lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan
menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau
peristiwa yang lain.
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta
yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata,
kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan
sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan
pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di
headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk
mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika
menggambarkan orang/ peristiwa yang diberitakan, asosiasi dengan simbol
budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar,
dan sebagainya.
Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.
Pemakaian kata, kalimat, atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek
tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi
menonjol, lebih mendapat alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek
yang lain. Semua aspek itu, dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari
konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak (Eriyanto, 2004:
69-70).
Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh
media. Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Realitas yang begitu
kompleks dan penuh dimensi, ketika dimuat dalam berita bisa jadi akan menjadi
realitas satu dimensi. Perbedaan muncul karena realitas pada dasarnya bukan
ditangkap dan ditulis, realitas sebaliknya dikonstruksi. Dalam proses konstruksi
tersebut ada banyak penafsiran dan pemaknaan yang berbeda-beda dalam
memahami realitas.
Analisis framing membantu kita untuk mengetahui bagaimana
realitas/peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga
menghasilkan berita yang secara radikal berbeda. Salah satu efek framing yang
paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak
beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana beraturan dan
Berita misalnya, ditandai dengan gerutuan sopir angkutan yang tidak suka
dengan demonstrasi karena menyebabkan kemacetan, dan sebagainya. Di sini,
menampilkan aspek terterntu menyebabkan aspek lain yang penting dalam
memahami relaitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita.
Menampilkan aktor tertentu-menyembunyikan aktor lainnya. Berita sering kali
juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak salah.
Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor
tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam
pemberitaan menjadi tersembunyi (Eriyanto, 2004: 141-142).
Sasaran dari analisis framing, sebagai salah satu metode analisis wacana,
adalah menemukan “aturan dan norma” yang tersembunyi di balik sebuah teks.
Teknik ini dipergunakan untuk mengetahui perspektif atau pendekatan yang
dipergunakan oleh sebuah media dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa.
Analisis ini membantu kita melihat secara lebih mendalam bagaimana pesan
diorganisir, digunakan, dan dipahami (Hamad, 2004: 2003) .
Ide tentang framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955.
Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan
yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep
ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang
membimbing individu dalam membaca realitas.
Framing di sini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang
unik/ khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan
lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu
isu/ peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan
dalam membuat keputusan tentang suatu realitas. Kedua, konsepsi sosiologis.
Kalau pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang,
bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara
pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana
konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami sebagai proses bagaimana
seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman
sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame di sini
berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat
dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu (Eriyanto, 2004: 252-253).
Proses framing bagi Pan dan Kosicki berkaitan dengan strategi
pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan
konvensi profesional jurnalistik (Sudibyo, 2001: 187). Dengan cara apa wartawan
atau media menonjolkan pemaknaan atau penafsiran mereka atas suatu peristiwa?
Wartawan memakai secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat,
foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan
pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca (Eriyanto, 2004: 254).
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melalui tulisan mereka “Framing
Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalkan empat dimensi
struktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan
retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang
mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi
global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi
sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan
dengan elemen yang berbeda dalam teks berita −kutipan sumber, latar informasi,
pemakaian kata atau kalimat tertentu− ke dalam teks secara keseluruhan. Frame
berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa,
dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks (Sobur, 2004:
175).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak
menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali
penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut Majalah Tempo juga pernah di bredel
pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat Tempo terus tenggelam.
Tempo berawal sebagai majalah yang revolusioner, ingin mengikuti surat kabar
Pravda di Uni Soviet, yang berhasil meruntuhkan kekaisaran Tsar Rusia dan
menggantinya menjadi negara republik yang bebas. Majalah Tempo pun berusaha
menjadi media terdepan untuk bisa mengkritisi dan akhirnya menggulingkan rezim
Orde Baru. Pada awalnya sebagai majalah yang kritis terhadap pemerintah,
Majalah Tempo sering diancam, dibredel dan diboikot oleh pemerintah Rezim
Orde Baru. Hal ini membuat image Tempo berubah menjadi revolusioner dan
dibaca oleh mahasiswa, aktivis politik, maupun masyarakat yang sudah muak
dengan rezim Orde Baru.
Setelah reformasi Tempo tetap kepada jalurnya untuk tetap sebagai fourth
estate dan tetap mengkritisi pemerintahan. Hal ini termasuk hal yang aneh karena
berbagai majalah dan media lainnya cenderung berubah menjadi mengelu-elukan
pemerintahan reformasi dan menjelek-jelekkan Orde Baru. Tempo tidak lantas
menjadi kendaraan bagi pemerintah reformasi, meskipun mereka secara gencar
mendukung reformasi. Kenetralan ini hampir membuat Tempo bangkrut dan kalah
oleh euforia reformasi pada akhir tahun 90-an dan 2000 awal. Secara perlahan
Tempo beralih dari isu-isu politis menjadi isu korupsi dan pidana pada pertengahan
2000an. Hal ini dilakukan karena khalayak beranggapan isu politis merupakan isu
yang terlalu sensitif dan dapat memicu pertengkaran maupun keributan sosial di
Indonesia yang cenderung lebih bersatu dan damai sejak reformasi.
oleh majalah, koran ataupun bentuk media lainnya, tetapi Tempo adalah
berbagai pionir dan berbagai ciri khasnya lebih dahulu dikenal oleh masyarakat
luasini adalah berbagai unique selling proposition dari Majalah Tempo :
Tabel 3.1. Bagan Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki
a. Studi Dokumentasi
b. Studi Kepustakaan
4. Retoris, adalah cara wartawan menekankan fakta. Struktur retoris dari wacana
berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk
menekankan arti yang ingin ditonjolkan. Perangkat retoris ini dipergunakan untuk
membuat citra, meningkatkan kemenjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan
gambaran yang diinginkan dari suatu berita.
- Leksikon. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada
fakta. Pemilihan kata tertentu mengandung latar belakang ideologis.
- Unsur grafis. Dapat berupa pemakaian garis bawah, cetak tebal, keterangan
gambar, grafik, gambar, tabel, yang dipergunakan untuk mendukung arti penting
pesan.
43
Universitas Sumatera Utara
44
Halaman : 32-36
Ringkasan Berita
Setya Novanto mengerahkan segala daya agar lolos dari jerat korupsi KTP
Elektronik dari jalur politik memakai DPR hingga mengerahkan pengacara tak
terkenal untuk menggugat status tersangkanya ke sidang praperadilan. Mirip
yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan untuk lolos dari tuduhan
korupsi dan pencucian uang.
Idris, Anggota Dewan Pembina Golkar jawaban Setya Novanto pun tetap sama
dengan apa yang disampaikannya kepada Habibie.
Setya Novanto juga mencoba untuk menempuh jalan lain selain peradilan.
Contohnya adalah menggunakan jalur politik di Senayan, dimana Setya sempat
meminta Ketua Komisi Hukum DPR, yang juga politikus Golkar, Bambang
Soesatyo berbicara kepada pimpinan KPK tetapi Bambang tidak berserdia. Gagal
memakai Bambang, Setya menggunakan jalur pimpinan dewan untuk melobi
KPK. Kepala Biro Pimpinan DPR Hani Tapahari yang mengantarkan surat Dewan
ke KPK. Tetapi Bendahara Umum Golkar Robert Joppy Kardinal hanya angkat
bahu saat munculnya surat DPR ke KPK.
Analisis :
1. Struktur Sintaksis
Lead dari berita ini dapat kita lihat penulis menuliskan fakta awal
dimana sang pengacara yang awalnya disebut dengan seseorang tak
dikenal yang mencoba menghubungi Chairul Huda tetapi tak diangkat
karena ia sedang mengajar. Menurut peneliti, penulis ingin pembaca
Didalam berita ini tak terdapat pernyataan atau opini dari penulis
sendiri. Penulis hanya memberikan pernyataan di bagian penutupan
dimana penulis menyatakan bahwasanya Setya Novanto tidak bisa
dikontak saat ia masih dirawat di rumah sakit dan Tempo yang diusir saat
hendak menemuinya di rumah sakit. Tidak ada pernyataan penulis
mengenai kasus korupsi E-KTP yang menjerat Setya Novanto. Dapat
disimpulkan penulis memberikan gambaran kepada pembaca melalui
pandangan-pandangan serta pernyataan yang berasal dari sumber-sumber
yang sebelumnya telah dibahas di kutipan sumber. Tapi sebenarnya tanpa
memberikan opini pun, penulis sudah membangun dan membentuk berita
sesuai dengan pernyataan yang telah ada.
2. Struktur Skrip
3. Struktus Tematik
Secara tematik, artikel disampaikan secara berkesinambungan
untuk menjelaskan kronologi dari awal upaya Setya Novanto dalam
melepaskan diri dari status tersangka kasus korupsi E-KTP. Terdapat
empat tema yang dapat peneliti ambil dari artikel berita yang dibuat oleh
penulis. Tema pertama adalah mengenai apa saja upaya yang dilakukan
Setya Novanto beserta rekannya dalam upaya untuk melepaskan diri dari
jeratan status tersangka kasus korupsi E-KTP. Dalam teks, tema ini
didukung oleh pernyataan yang didukung dengan kutipan-kutipan sumber.
Pada paragraf pertama hingga ketujuh, dijelaskan bagaimana dari awal
penulis memperkenalkan Chairul Huda serta Romli Atmasasmita yang
dihubungi pengacara Setya Novanto untuk memberikan mereka saran agar
Setnov bisa terlepas dari kasus korupsi E-KTP ini. Pengacara Setnov
melakukan hal ini dikarenakan Chairul serta Romli pernah menjadi saksi
ahli yang membebaskan Mantan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam
kasus korupsi serta pencucian uang pada tahun 2015 yang lalu. Peneliti
beranggapan bahwa penulis sengaja memunculkan kembali kasus Budi
Gunawan agar publik dapat mengingat kembali kasus tersebut. Lalu upaya
selanjutnya yang dilakukan Setya Novanto adalah mengajukan gugatan
praperadilan. Lika-liku dalam mengajukan gugatan praperadilan pun
sangat panjang, semua dibuat jelas oleh penulis dimulai dari paragraf ke
delapan hingga paragraf ke 24. Semua dijelaskan secara rinci disertai
dengan kutipan-kutipan dari para sumber-sumber yang telah
diwawancarai. Pada paragraf ke 8, penulis menjelaskan ada delapan poin
materi gugatan praperadilan Setya Novanto. Selain soal keabsahan
penyidik yang bukan polisi, ada soal kerugian negara. Upaya selanjutnya
yang tertulis di artikel berita adalah mengenai upaya Setnov yang juga
menempuh upaya di luar peradilan. Misalnya menggunakan jalur politik di
Senayan. Setnov meminta bantuan kepada Ketua Komisi Hukum DPR,
Bambang Soesatyo untuk berbicara kepada pimpinan KPK tetapi akhirnya
tidak berhasil. Dan upaya terakhir yang dilakukan adalah mengirimkan
surat kepada KPK dari DPR. Penulis selalu tidak lupa untuk menyertakan
kutipan-kutipan sumber yang mendukung terbentuknya berita yang dibuat
oleh sang penulis sendiri.
Tema kedua, pihak-pihak yang berusaha dilibatkan dalam upaya
pelepasan Setya Novanto dari status tersangka. Tema ini didalam teks
didukung oleh penulis yang merincikan dengan jelas nama-nama para
sumber serta apa saja peran mereka dalam upaya pelepasan Setya
Novanto. Yang pertama adalah Chairul serta Romli yang diceritakan pada
paragraph pertama hingga ketujuh, dimana mereka dihubungi oleh pihak
pengacara untuk meminta saran agar Setnov dapat lepas dari status
tersangka korupsi E-KTP, karena sebelumnya mereka telah menjadi saksi
ahli dalam kasus Budi Gunawan yang lolos dari kasus pencucian dan
korupsi yang menjerat dirinya. Lalu, pihak-pihak dari kader golkar yang
juga dihubungi oleh Setya Novanto untuk dimintai saran mengenai
gugatan praperadilan. Hal ini didukung dari teks pada paragraph ke 20
yang mengatakan bahwasanya Setya Novanto awalnya menugaskan Rudy
Alfonso yang merupakan Ketua Bidang Hukum Golkar sebagai kuasa
hukumnya. Tetapi Rudy menganggap saran-saran yang diberikan Rudy
yang memberi saran kepada dirinya untuk tidak mengamil jalan gugatan
praperadilan malah akan menjerumuskan dirinya. Begitu pula dengan
Firman Wijaya yang awalnya sempat diajak oleh Setnov berdiskusi, tetapi
alasan yang disampaikan Firman hampir sama dengan yang disampaikan
oleh Rudy Alfonso. Pihak lain yang terlibat adalah Bambang Soesatyo
selaku Ketua Komisi Hukum DPR, dimana Setnov meminta bantuan
kepada Bambang untuk berbicara kepada pihak KPK untuk menunda
pemeriksaannya hingga ada putusan gugatan praperadilan tetapi Bambang
tak bersedia dalam melakukannya. Hal ini dapat dilihat pada paragraph ke
31-32. Pihak lain yang terlibat adalah Fadli Zon selakuk Wakil Ketua
DPR. Setya Novanto berdiskusi dengan Fadli Zon. Pihak lain yang terlibat
adalah para kuasa hukum Setya Novanto.
Tema ketiga adalah kader Partai Golkar dan Setya Novanto.
Peneliti merasa bahwa banyak keterlibatan kader Partai Golkar yang
dibuat oleh penulis pada artikel berita ini. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan-kutipan sumber yang kebanyakan berasal dari Partai Golkar.
Diantaranya adalah dimulai dari BJ Habibie selaku Dewan Kehormatan
Partai Golkar, walaupun tidak ada sumber pernyataan langsung dari BJ
Habibie. Lalu Fahmi Idris selaku anggota Dewan Pembina Partai Golkar,
Idrus Marham selaku Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Rudy Alfonso
selaku Ketua Bidang Hukum Partai Golkar, Christina Ariyani selaku
Anggota Bidang Hukum Partai Golkar, Nurul Arifin selaku Ketua Bidang
Media Partai Golkar, Bambang Soesatyo yang merupakan Ketua Komisi
Hukum DPR tetapi juga merupakan Politikus Partai Golkar dan yang
terakhir adalah Robert Joppy Kardinal selaku Bendahara Umum Golkar.
Dan tema yang keempat mengenai para kuasa hukum Setya
Novanto. Teks ini dapat dilihat pada paragraph ke 20 hingga 30 yang
menjelaskan mengenai para kuasa hukum Setya Novanto. Kuasa hukum
Setya Novanto yakni Agus Trianto, I Ketut Mulya Arsana, Amrul Khair
Rusin dan Jaka Mulyana. Pada sub-judul, penulis membuat kata-kata
“pengacara tak terkenal” pada kalimatnya. Hal ini dibuktikan dalam teks
yang di dalam artikel berbunyi : “Rekam jejak para kuasa hukum Setya
juga tak terlalu mentereng di bidang hukum pidana.” Lalu pada paragraph
selanjutnya yakni paragraph ke 27, penulis menjelaskan mengenai kuasa
hukum Setnov yang bernama Agus Trianto yang sebelumnya lebih banyak
menangani sengketa perdata dan kepailitan. Tetapi penulis tidak
menjelaskan mengenai latar belakang pengacara Setnov yang lainnya.
4. Struktur Retoris
Pada bagian cover dari laporan utama, terlihat sebuah ilustrasi
berbentuk animasi pakaian jas dan terdapat borgol merah di bagian
lengannya. Tetapi jas ini tidak ada yang mengenakannya. Malah yang
terlihat adalah sosok Setya Novanto yang timbul setengah badan di bawah
jas. Peneliti memaknai ilustrasi ini sebagai gambaran mengenai Setnov
yang berusaha untuk lepas dari jeratan kasus tersangka korupsi. Maka pada
ilustrasi itu karikatur Setnov bersembunyi di bawah jas yang mengenakan
borgol berwarna merah. Borgol berwarna merah dimaknai penulis sebagai
simbol dari KPK yang dimana huruf P pada singkatan KPK dituliskan
dengan berwarna merah.
Foto pertama yang ada pada artikel berita adalah foto Kuasa
Hukum Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada bulan
September 2017. Tetapi pada artikel, tidak dijelaskan siapa saja yang ada
pada foto tersebut. Dalam foto tersebut terdapat tiga orang. Dari yang
paling kanan terdapat seseorang berkacamata serta berkumis mengenakan
pakaian batik. Lalu disebelahnya ada seorang pria yang memakai kemeja
putih, serta jas hitam sebagai luaran tetapi pandangan sedang mengarah ke
sebelah kirinya. Disamping pria tersebut terdapat seorang pria lagi yang
juga mengenakan pakaian batik dan terlihat sedikit botak. Peneliti merasa
penulis memasukkan foto ini dikarenakan pada sub-judul terdapat kata-
kata “tidak terkenal”. Sehingga apakah para pembaca memang merasa
tidak mengenal mereka atau tidak. Karena jika Setnov memakai pengacara
yang terkenal, pembaca pasti akan langsung mengetahui siapa saja yang
didalam foto tanpa menyebutkan siapa saja yang ada pada foto tersebut.
Penulis sendiri tidak mengetahui siapa saja kuasa hukum yang terdapat
pada foto tersebut. Foto ini berada pada halaman 34,berukuran ¼ halaman
dan posisinya berada di kanan atas.
Foto kedua berukuran ½ halaman dan keterangan foto tersebut
menyatakan bahwa Setya Novanto bersama Rudy Alfonso (kanan) setelah
menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Januari 2017. Di dalam
foto tersebut terlihat jelas dari sebelah kanan Rudy Alfonso sebelah kanan
mengenakan kemeja berwarna abu-abu, lalu Setya Novanto yang
mengenakan pakaian batik serta seorang polisi yang menggiring mereka
keluar dari gedung KPK. Foto ini diambil jauh sebelum dikabarkan
hubungan Setnov dan Rudy Alfonso agar sedikit renggang dikarenakan
perbedaan pendapat dalam gugatan praperadilan yang penjelasannya
terdapat pada paragraph ke 20 dan 21.
Lalu terdapat kata “Papa Setya” pada headline. Penulis
menggunakan kata-kata Papa Setya seolah-olah penulis ingin
mengingatkan kita kembali kepada permasalahan Setya Novanto dengan
PT Freeport Indonesia dimana pada kasus tersebutlah Setya Novanto
dijuluki dengan julukan “Papa Minta Saham”. Selanjutnya terdapat kata
rungsing pada paragraph kedua yang memiliki makna “sebentar-sebentar”.
Lalu ada pula kata “pengacara tak terkenal” yang terdapat pada sub-judul.
Peneliti memaknai tak terkenal yang dimaksud oleh penulis adalah
pengacara yang namanya tidak sering terdengar namanya pada kasus-
kasus besar di Indonesia. Jika menggunakan pengacara terkenal pasti
nama-nama yang akan langsung terpikir adalah nama-nama seperti
Hotman Paris, Otto Hasibuan dan lainnya.
5. Analisis Kompilasi
Pada analisis ini peneliti merangkum dari empat struktur, yakni:
struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik dan struktur retoris. Hal
ini, untuk mempermudah pembaca dalam memahami hasil penelitian dari
analisis framing Pan dan Kosicki, artikel berita Setya Novanto pada
Majalah Tempo Edisi 18-24 September yang berjudul “Siasat Lepas Setya
Novanto”.
4.1.2 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki (Berita II)
Halaman : 38-39
Ringkasan Berita
Pada saat putusan proyek e-KTP dengan terdakwa dua bekas pejabat
Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, Majelis Hakim yang diketuai
oleh John Halasan Butarbutar tak menyebut nama Setya Novanto sebagai salah
satu pelaku korupsi e-KTP. Yang disebut hanyalah Irman, Sugiharto, Diah
Anggraeni, Andi Narogong, serta calon peserta lelang proyek itu. Entah atas
alasan apa Hakim tidak menyebutkan nama Setya Novanto padahal namanya
berulang kali disebut oleh para saksi. Tetapi nama Setya Novanto kembali disebut
dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Narogong. KPK
meyakini jatah Setya Novanto dari e-KTP mengalir lewat Andi Narogong.
Hakim menunda
persidangan selama
sepekan.
Cepi Iskandar (Hakim)
- Ia menjawab bahwa ia
telah memberikan waktu
kepada KPK ”Dalam
praktiknya kalau sudah
dipanggil, selalu hadir”
ujarnya.
Setiadi (Kepala Biro Hukum
KPK)
- Mengatakan penundaan
itu salah satu strategi
untuk memenangi
persidangan.
- “Namanya kuasa hukum
itu harus punya strategi,
trik, dan kiat tertentu
untuk memenangi suatu
pertempuran” ujarnya.
- “Salah satu tekniknya
adalah penundaan”. Pihak
Setiadi yang merupakan
pihak KPK meminta
sidang ditunda dengan
alasan “sedang
melengkapi syarat-syarat
administrasi”
Analisis :
1. Struktur Sintaksis
Pada artikel berita kedua ini, headline yang dibuat seolah-olah seperti satu
pihak yang beradu dengan pihak lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kata “vs” yang
merupakan singkatan dari versus yang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti
(me)lawan. Headline dari artikel berita ini adalah Adu Siasat vs Bukti Kuat.
Dimana yang dimaksud oleh penulis sebagai “adu siasat” adalah Setya Novanto
beserta kuasa hukumnya dan “bukti kuat” adalah KPK yang memiliki bukti-bukti
yang cukup untuk mengalahkan segala siasat yang dimiliki oleh Setya Novanto.
Lead pada artikel berita ini pun bukan merupakan inti dari berita,
melainkan peneliti menceritakan fakta mengenai sidang praperadilan yang pada
saat itu pengacara Setya memprotes karena pada saat sidang pihak KPK meminta
sidang praperadilan ditunda. Pemilihan kutipan-kutipan dari pernyataan sumber,
mulai dari pengacara Setya Novanto, pihak KPK, saksi-saksi dalam kasus
persidangan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat mengerti dan
mengikuti alur serta proses persidangan. Sama seperti pada bagian lead yang
menceritakan dahulu fakta mengenai sidang. Lalu pada paragraph selanjutnya
akan diketahui bagaimana kelanjutan ceritanya.
2. Struktur Skrip
serta unsure how pada berita ini adalah Setya Novanto dalam gugatannya
menyertakan delapan alasan memohon praperadilan dan KPK meminta banding
perkara Irman dan Sugiharto, dimana putusan banding yang ditunggu-tunggi
diharapkan mengoreksi kekeliruan hakim yang menghapus nama Setya Novanto
dalam putusannya.
3. Struktur Tematik
4. Struktur Retoris
Foto pertama yang terdapat pada artikel berita adalah tampak sebuah foto
orang-orang yang berunjuk rasa. Hal ini diketahui dari keterangan foto yang
memberi keterangan pada bawah foto yakni “Koalisi Masyarakat Sipil
Antikorupsi berunjuk rasa mendesak KPK segera menahan Setya Novanto di
Gedung KPK, Jakarta 14 September 2017. Tidak hanya dari keterangan, suasana
pada foto pun menunjukkan orang-orang yang sedang unjuk rasa. Di dalam foto
terdapat seorang pria yang sedang memegang poster yang bertuliskan KPK
Jangan Takut #TahanSN. Lalu di sebelah pria tersebut tampak seseorang
Foto kedua yang terdapat dalam artikel berita ini adalah foto yang pada
keterangannya memberi penjelasan “Sidang terdakwa kasus korupsi e-KTP Andi
Narogong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 September 2017 (kanan).”
Penjelasan penulis dengan mencantumkan “kanan” peneliti anggap kurang jelas,
dikarenakan pada foto tersebut terdapat lima orang, tiga orang didepan dengan
foto yang sengaja di blur kan, dan dua lagi sedang serius menyimak dan foto
tersebut jelas memperlihatkan wajah mereka. Foto ini peneliti anggap sebagai
pendukung dari paragraph ke 15 yang menjelaskan mengenai saat salah seorang
tersangka korupsi bersaksi untuk Andi Narogong yang ada pada foto tersebut.
Terdapat kata “Adu Siasat” pada headline yang dibuat oleh penulis. Pada
kamus KBBI, adu berarti berlaga atau bertanding, sedangkan siasat berarti taktik
atau tindakan. Adu siasat disini berarti taktik yang digunakan oleh pihak Setya
Novanto untuk melawan bukti kuat yang dimiliki oleh KPK. Selanjutnya terdapat
kata VS pada headline. VS merupakan singkatan dari versus yang berarti
melawan.
5. Analisis Kompilasi
5.1. Simpulan
Sebagai penutup, berdasarkan hasil penelitian mengenai konstruksi berita
Setya Novanto dan jerat kasus korupsi E-KTP di Majalah Tempo (Analisis
framing pemberitaan Setya Novanto dalam kasus Korupsi E-KTP pada Majalah
Tempo edisi 18-24 September 2017), dapat dikemukakan bagian-bagian
penting yang merupakan kesimpulan dari penelitian sebagai berikut:
1. Majalah Tempo membingkai berita Setya Novanto dalam Kasus
Korupsi E-KTP dengan membentuk konstruksi bahwa Setya Novanto
adalah pihak yang mencoba untuk lari dan ingin lepas dari status
tersangka kasus korupsi E-KTP. Hal tersebut diinternalisasikan oleh
Majalah Tempo dengan berulang kali menjelaskan upaya-upayanya
yang sebenarnya tidak cukup kuat untuk membela dirinya dalam kasus
korupsi E-KTP. Serta hasil dari eksternalisasi oleh Majalah Tempo
disampaikan lewat bahasa yang digunakan di artikel-artikel yang
dimuat.
2. Isi artikel Majalah Tempo merupakan bentuk konstruksi sosial. Media
tersebut mengkonstruksi pesan-pesan yang disampaikan kepada
khalayak dengan tulisan yang berfokus pada upaya Setya Novanto
untuk melepaskan diri dari status tersangka kasus korupsi E-KTP,
penyeleksian tulisan yang dimuat pada artikel Majalah Tempo edisi 18
September 2017 dengan menceritakan fakta dan peristiwa yang
sumbernya berasal dari orang-orang terdekat Setya Novanto
contohnya adalah dari kader-kader partai Golkar dan juga dari pihak
KPK. Fakta atau realitas diproduksi dan dikonstruksi dengan
menggunakan perspektif tertentu yang akan dijadikan bahan berita
oleh penulis Majalah Tempo. Maka tidak diragukan lagi, jika Majalah
Tempo membuat berita berbeda dengan sebuah peristiwa yang sama.
77
Universitas Sumatera Utara
78
5.2. Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai “Analisis framing pemberitaan
Setya Novanto dalam Kasus Korupsi E-KTP pada Majalah Tempo) edisi 18
September 2017, peneliti memiliki saran yang seperlunya dapat menjadi bahan
masukan berbagai pihak untuk menjadi lebih baik ke depannya, adapun saran
tersebut ialah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan
bagi mahasiswa maupun peneliti berikutnya dalam memahami
konstruksi berita khususnya mengenai kasus Setya Novanto dan korupsi
E-KTP .
2. Diharapkan bagi media untuk menjunjung tinggi nilai jurnalistik dan
elektabilitas pers dalam menyajikan informasi-informasi terhadap
realitas sosial di dalam masyarakat.
3. Diharapkan bagi masyarakat untuk dapat menyaring informasi-
informasi yang disajikan oleh media.
Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta:
Granit
Hoed, Benny H. (2011). Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, cetakan pertama,
Depok: Beji Timur
79
Universitas Sumatera Utara
80
Sobur, Alex. (2004). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotikadan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sumber Lain:
http://dennyirawandress.blogspot.com/2016/10/sejarah-perkembangan-media-
cetak-dan.html(diakses pada 26-7-2018 pukul 11:25)
https://news.detik.com/berita/d-3442042/kasus-e-ktp-rp-23-t-kerugian-negara-2-
tersangka-dan-280-saksi (29-7-2018 pukul 22.13)
https://www.liputan6.com/news/read/3158585/jejak-kasus-setya-novanto (29-7-
2018 pukul 22.30)
https://news.detik.com/foto-news/d-3787241/lika-liku-drama-setya-novanto-di-
kasus-e-ktp/12#share_top (29-7-2018 pukul 22.57)
https://news.okezone.com/read/2014/01/08/337/923496/jalan-panjang-e-ktp
(diakses pada 4 agustus 2018, 13.37)
http://www.e-ktp.com/2011/06/hello-world/ (diakses pada 8 agustus 2018, 14.33)
Organisasi
- IMAJINASI USU (Ketua Divisi Minat dan Bakat)
Catatan :
Minimal pertemuan 6 (enam) kali untuk setiap pembimbing