Anda di halaman 1dari 99

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN SETYA NOVANTO

DALAM KASUS KORUPSI E-KTP PADA MAJALAH TEMPO

SKRIPSI

TASYA NADHIFAH SIREGAR


140904032
Jurnalistik

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN SETYA NOVANTO
DALAM KASUS KORUPSI E-KTP PADA MAJALAH TEMPO

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Strata I (S-1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

TASYA NADHIFAH SIREGAR


140904032
Jurnalistik

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Tasya Nadhifah Siregar

NIM : 140904032

Judul Skripsi : Analisis Framing Pemberitaan Setya Novanto


Dalam Kasus Korupsi E-KTP Pada Majalah Tempo

Medan, 24 Agustus 2018

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D
NIP. 1958 1205 198903 1002 NIP. 1965 0524 198903 2001

Dekan FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si


NIP. 1974 0930 200501 1002

i
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di
kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia
diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Tasya Nadhifah Siregar

NIM : 140904032

Tanda Tangan :

Tanggal :

ii
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk diseminar hasilkan oleh :

Nama : Tasya Nadhifah Siregar

NIM : 140904032

Departemen : Ilmu Komunikasi (Jurnalistik)

Judul Skripsi : Analisis Framing Pemberitaan Setya Novanto Dalam Kasus


Korupsi E-KTP Pada Majalah Tempo

Telah berhasil diseminar hasilkan di hadapan Dewan penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : (....................................)

Penguji : (....................................)

Penguji Utama : (....................................)

Ditetapkan di :………………………………………

Tanggal :………………………………………

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala, karena
berkat izin dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun
penelitian skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari tanpa bimbingan dari
berbagai pihak dari awal masa perkuliahan hingga sampai pada penyusunan
skripsi, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada kedua
orang tua yang sangat saya sayangi, Papa (Dedy Irwandy Siregar) dan Mama
(Tetty Matondang) yang selama ini selalu berusaha, mendukung serta mendoakan
yang terbaik untuk saya hingga sampai sekarang ini. Terima kasih juga saya
ucapkan kepada kedua adik tersayang, Adek (Annisa Dilla Siregar) dan Yayang
(Rizka Putri Siregar), yang telah banyak memberikan dukungan moril sehingga
saya terus termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Merekalah yang menjadi
sumber alasan kekuatan saya dalam mengerjakan sayaan ini.

Saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Dewi Kuniawati, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
3. Kakak Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A, selaku Sekretaris Departemen
Ilmu Komunikasi FISIP USU.
4. Bapak Drs. Mukti Sitompul, Msi, selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing saya dari awal hingga akhir bangku perkuliahan.
5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D, selaku dosen pembimbing
yang selalu sabar dalam mengajarkan saya untuk membuat skripsi yang
baik, selalu menyediakan waktu untuk membantu saya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih pak atas bimbingannya selama ini.

iv
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak/ibu dosen dan staf pengajar Ilmu Komunikasi FISIP USU yang
telah berperan besar dalam terlaksananya perkuliahan selama ini.
7. Sahabat terbaik saya pada awal hingga akhir perkuliahan, yaitu Ekalita,
Nurul Fajriati, Rizka Armelia S dan Talitha Nur Zhafirah yang merupakan
tempat berbagi cerita dan pengalaman suka maupun duka, yang selalu
memberikan semangat serta motivasi dari awal perkuliahan hingga saya
menyelesaikan skripsi.
8. Partner terbaik saya, Achmed Kahfi Lubis yang selalu menjadi partner
bertukar pikiran dalam hal apapun, selalu memberi semangat serta
dukungan kepada saya.
9. Adik-adik dan rekan-rekan saya dari Divisi Minat dan Bakat Imajinasi
2017, Muhammad Fadhil, Alfi Syahri Lubis, Imanuel Bukit, Natalia
Christie dan Anggi Risnawin yang telah memberikan banyak masukan
untuk kebaikan saya serta berbagai pengalaman yang luar biasa.
10. Teman-teman Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2014 dan 2015
khususnya Mutia, Rere, Gita, Fildza, Alya, Razzaaq, Jovie, Putra, Hafiz,
Sastra, TM, Jerry, Bg Ian, Bg Cardo, Ari, Icha, Engel, Dyah, Rizka
Sitanggang, Rifqi.
Pihak-pihak tersebut hanyalah satu dari jutaan bintang yang senantiasa
menyinari saya. Semoga skripsi ini dapat menjadi kontribusi yang signifikan bagi
dunia keilmuan, khususnya Ilmu Komunikasi.

Medan, Agustus 2018

Saya,

Tasya Naadhifah Siregar

v
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:

Nama : Tasya Nadhifah Siregar


NIM : 140904032
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive
Royalty – Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN SETYA NOVANTO


DALAM KASUS KORUPSI E-KTP PADA MAJALAH TEMPO
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai peneliti/pencipta dan sebagai pemiliki hak
cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan yang sebenarnya.

Dibuat di : Medan
Pada tanggal : Agustus 2018
Yang Menyatakan

(Tasya Nadhifah Siregar)

vi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Analisis Framing Pemberitaaan Setya Novanto
Dalam Kasus Korupsi E-KTP Pada Majalah Tempo”. Ada beberapa tujuan
dilakukannya penelitian ini. Pertama, untuk mengetahui bagaimana Majalah
Tempo membingkai berita tentang Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.
Kedua, untuk mengetahui konstruksi Majalah Tempo atas pemberitaan Setya
Novanto dalam kasus korupsi E-KTP. Penelitian ini menggunakan paradigma
konstruktivis. Penelitian ini akan memusatkan pada penelitian kualitatif dan
menggunakan analisis framing sebagai pisau analisis. Model analisis framing
yang digunakan pada penelitian ini adalah framing model Zhongdang Pan dan
M.Kosicki. Adapun teori yang dipakai untuk menyelesaikan penelitian ini adalah
teori konstruksi sosial dan media massa. Sesuai dengan fokus masalah yaitu
“bagaimanakah pembingkaian (framing) pemberitaan Setya Novanto dalam kasus
korupsi E-KTP di Majalah Tempo?” terungkap bahwa : 1) Majalah Tempo
membingkai berita Setya Novanto dalam Kasus Korupsi E-KTP dengan
membentuk konstruksi bahwa Setya Novanto adalah pihak yang mencoba untuk
lari dan ingin lepas dari status tersangka kasus korupsi E-KTP 2) Isi artikel
Majalah Tempo merupakan bentuk konstruksi sosial. Media tersebut
mengkonstruksi pesan-pesan yang disampaikan kepada khalayak dengan tulisan
yang berfokus pada upaya Setya Novanto untuk melepaskan diri dari status
tersangka kasus korupsi E-KTP.

Kata kunci: konstruksi realitas, framing, Setya Novanto, E-KTP

vii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

The title of this study is “Framing Analysis of Setya Novanto’s news in E-KTP
Corruption case in Tempo Magazine". There are several aims for this study. First,
to find out how Tempo Magazine framed the news about Setya Novanto in E-KTP
corruption case. Second, to find out the construction of Tempo Magazine at
reporting Setya Novanto in E-KTP corruption case. This study uses a
constructivist paradigm. This research will focus on qualitative research and use
framing analysis as a knife of analysis. The framing analysis model used in this
study is the framing model of Zhongdang Pan and M.Kosicki. The theories used to
complete this research are social construction theory and mass media. According
to the focus of the problem, "how does framing of Setya Novanto's news in E-KTP
corruption case in Tempo Magazine?" Revealed that: 1) Tempo Magazine framed
Setya Novanto's news in the E-KTP Corruption Case by forming a construction
that Setya Novanto was a party who tried to run away and wanted to escape from
the E-KTP corruption case suspect status 2) The contents of the Tempo Magazine
article were a form of social construction. The media constructs the messages
conveyed to the public with writing focusing on Novanto's efforts to free himself
from the suspect status of an E-KTP corruption case.

Keywords: reality construction, framing, Setya Novanto, E-KTP

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS..................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vii
ABSTRAK……………………………………………………………………...viii
ABSTRACT ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1.Konteks Masalah .................................................................................. 1
1.2.Fokus Masalah ...................................................................................... 6
1.3.Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
1.4.Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 8


2.1. Perspektif / Paradigma Kajian .............................................................. 8
2.1.1. Paradigma Konstruktivisme ....................................................... 7
2.1.2. Konstruksi Realitas Sosial Media Massa.................................... 20
2.1.3. Framing ....................................................................................... 25
2.1.4. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki .......... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 34


3.1. Metode Penelitian ................................................................................. 34
3.2. Objek Penelitian ................................................................................... 35
3.3. Subjek Penelitian .................................................................................. 35
3.4. Kerangka Analisis................................................................................. 39
3.5. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 40
3.6. Teknik Analisis Data ............................................................................ 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 41


4.1. Hasil ...................................................................................................... 41
4.2. Pembahasan .......................................................................................... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 75


5.1.Simpulan ................................................................................................ 75
5.2.Saran Penelitian ..................................................................................... 76

DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 77

LAMPIRAN

BIODATA PENELITI

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Kasus korupsi terkait Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP yang
dilakukan oleh Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto beserta rekan-rekannya
merupakan salah satu kasus korupsi terbesar yang mewarnai pemberitaan di
sejumlah media Indonesia pada tahun 2017. Menurut situs detik.com, berdasarkan
konfirmasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerugian yang ditanggung
oleh negara akibat kasus korupsi tersebut mencapai angka 2,3 triliun. Secara
sederhana, KTP Elektronik berasal dari kata electronic KTP, atau Kartu Tanda
Penduduk Elektronik. Lebih rincinya, menurut situs resmi e-KTP, “ KTP
Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem
keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi
dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional.” (http://www.e-
ktp.com/2011/06/hello-world/)

Dilansir dari situs Okezone.com, program e-KTP diluncurkan oleh


Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia sejak tahun 2009
dan ditunjuknya empat kota sebagai proyek percontohan nasional, yaitu Padang,
Denpasar, Makassar dan Yogyakarta. Sedangkan, kota/kabupaten lainnya secara
resmi diluncurkan Kemendagri pada bulan Februari 2011 yang pelaksanaannya
dibagi kedalam dua tahap. Pelaksanaan tahap pertama dimulai pada tahun 2011
dan berakhir pada 30 April 2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2.348
kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Tahap kedua mencakup 105 juta penduduk
yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya. Oleh sebab itu, tidak heran proyek
ini dapat dikatakan sebagai “mega proyek” karena berdampak kepada seluruh
masyarakat Indonesia.

Kasus e-KTP telah bergulir selama hampir 6 tahun, dimulai dari kecurigaan
Government Watch (GOWA) dan dilaporkan kepada KPK pada tanggal 23

1
Universitas Sumatera Utara
2

Agustus 2011 hingga akhirnya disidangkan oleh Pengadilan Negeri Tipikor. KPK
menetapkan tersangka pertama untuk kasus e-KTP pada 22 April 2014. Tersangka
pertama adalah eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan
di Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sekaligus Pejabat
Pembuat Komitmen, Sugiharto. Tersangka selanjutnya adalah Sugiharto, mantan
penjabat dari Kemendagri, diikuti oleh tersangka ketiga dan keempat yaitu
pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan politikus Partai Golkar,
Markus Nari. Sedangkan, Setya Novanto (Setnov) merupakan tersangka kelima
dalam dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP. (Majalah Tempo, Edisi 18-24
September 2017)

Tidak hanya pada proyek e-KTP, sebelumnya nama Setnov sudah banyak
muncul di berbagai kasus korupsi, tetapi statusnya rata-rata hanya sebagai saksi.
Beberapa kasus diantaranya adalah kasus Cessie Bank Bali pada tahun 1999,
kasus korupsi beras impor Vietnam pada tahun 2003, korupsi PON Riau pada
tahun 2012, pemufakatan PT. Freeport pada tahun 2015 dan yang terakhir adalah
kasus e-KTP dimana akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 10
November 2017. (https://www.liputan6.com/news/read/3158585/jejak-kasus-
setya-novanto) Begitu banyak drama yang dilakukan oleh Setnov untuk
menghindari diri dari status tersangka kasus e-KTP. Hal inilah yang menarik
banyak perhatian dari masyarakat Indonesia.

Setya Novanto sudah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 17 Juli 2017
karena ia diduga menerima komisi sebesar Rp 574,2 miliar dalam mega proyek
ini. Namun, Setnov menggugat status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi
e-KTP tersebut dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan pada tanggal 4 September 2017. Pasca ditetapkan menjadi tersangka,
Setnov berulang kali tidak menghadiri pemeriksaan KPK dengan alasan sakit.
Setnov dirawat di RS.Siloam dan RS. Premier Jatinegara dan dikatakan
mengalami katerisasi pada jantungnya sehingga harus dilakukan pemasangan ring.
Serangkaian sidang praperadilan terhadap Setnov digelar di PN Jakarta Selatan
dan hasilnya hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan status tersangka Setnov
dalam kasus e-KTP tidak sah karena bukti dianggap tidak valid. Putusan ini

Universitas Sumatera Utara


3

diketok pada tanggal 29 September 2017. Namun, pada tanggal 10 November


2017, Setnov kembali ditetapkan sebagai tersangka. Peristiwa lain yang cukup
menghebohkan masyarakat Indonesia terkait proses penangkapan Setnov adalah
disaat Setnov akan muncul untuk menjalani pemeriksaan dengan KPK pada
tanggal 16 November 2017. Namun, di saat yang sama mobil yang ditumpanginya
mengalami kecelakaan dikarenakan menabrak tiang dan ia langsung dilarikan ke
RS. Medika Permata Hijau. Setelah itu, Setnov dipindahkan ke RS. Cipto
Mangunkusumo pada tanggal 19 November 2017. Selang beberapa hari, Setnov
dinyatakan dalam keadaan fit oleh KPK dan resmi ditahan pada tanggal 19
November 2017. Pasca serangkaian pemeriksaan, Setnov melakukan sidang
perdananya di Pengadilan Negeri Tipikor pada tanggal 13 Desember 2017 dan ia
mengaku sakit, padahal tim dokter mengatakan bahwa ia dalam keadaan fit.
Maka, di hari yang sama tersebut ditetapkan bahwa sidang praperadilan Setnov
dinyatakan gugur. Setnov kembali mendatangi Pengadilan Negeri Tipikor untuk
menjalani sidang eksepsi pada tanggal 21 Desember 2017 dan pada saat itu
penampilannya tampak lebih bugar dari sebelumnya. (https://news.detik.com/foto-
news/d-3787241/lika-liku-drama-setya-novanto-di-kasus-e-ktp/1#share_top)

Lika-liku perkembangan kasus e-KTP serta proses penangkapan dan


penetapan status tersangka kepada Setnov tersebut terus diberitakan oleh sejumlah
media massa di Indonesia. Fenomena korupsi di Indonesia seakan tidak asing lagi
di telinga publik. Lembaga pemerintahan yang telah berikrar dan dipercaya oleh
masyarakat kenyataannya juga melakukan tindakan busuk yang sama. Korupsi
yang merajalela di sektor pemerintahan menunjukkan bobroknya moralitas para
penyelenggara negara dan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia. Korupsi
tidak hanya merugikan negara dengan terhambatnya proses pembangunan
insfratruktur negara, namun juga menyengsarakan kehidupan seluruh rakyat
Indonesia dengan merampas hak-hak yang seharusnya diperoleh rakyat. Hal inilah
yang menjadikan kasus korupsi tidak surut dari perhatian publik dan pemberitaan
media massa.

Universitas Sumatera Utara


4

Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan.
Hal ini terjadi disebabkan oleh dua faktor yang berkaitan. Seperti yang
didefinisikan oleh Hamad (2004:1) yang menyebutkan :
a. Pertama, dewasa ini politik berada di era mediasi yaitu media massa,
sehingga hampir mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa.
Para aktor politik justru berusaha menarik perhatian wartawan agar
aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media.
b. Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para
aktor politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa
politik itu bersifat rutin belaka, seumpamanya rapat partai atau pertemuan
seorang tokoh politik dengan para pendukungnya.
Media massa merupakan saluran atau sarana yang digunakan dalam proses
komunikasi massa. Menurut Charlotte Ryan ( dalam Muhtadi, 2008: 47 ) : “media
massa adalah suatu kompetisi dimana pihak-pihak yang saling berkepentingan
mengajukan pemaknaan terhadap suatu permasalahan agar lebih menarik
perhatian khalayak. Masing-masing pihak berusaha menonjolkan penafsiran,
klaim, dan argumentasi berkenaan dengan persoalan yang diberitakan.”

Secara garis besar, media massa terbagi menjadi tiga, yaitu media cetak,
media elektonik dan media daring (online). Penelitian ini menggunakan media
cetak sebagai bahan penelitian, yaitu Majalah Tempo. Adapun alasan peneliti
memilih media cetak dikarenakan media cetak dapat menyajikan berita lebih
lengkap dan lebih mendalam mengenai suatu peristiwa dibandingkan dengan
media lainnya, seperti media daring. Selain itu, dalam menyajikan sebuah berita,
media cetak secara berulang melakukan penyuntingan sebelum berita tersebut
dikonsumsi oleh publik sehingga memiliki tingkat akurasi dan verifikasi yang
tinggi.

Majalah Tempo merupakan majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya


yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik
dalam setiap kali penerbitannya. Alasan peneliti memilih Majalah Tempo
didasarkan pada landasan bahwa Majalah Tempo merupakan majalah yang
konsisten mengusung jurnalisme investigasi (menyajikan kabar di balik berita
dengan mengintip dan membongkar apa yang selama ini disembunyikan dari mata
publik). Hal inilah yang membedakan Tempo dari media lain.

Universitas Sumatera Utara


5

Peneliti memilih Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017 dengan judul
“Siasat Lepas Setya Novanto”. Isi pemberitaan di majalah tersebut membahas
tentang bagaimana serta hal-hal apa saja yang diupayakan oleh Setya Novanto
untuk melepaskan diri dari status tersangka dan praperadilan. Alasan peneliti
memilih edisi tersebut dikarenakan Majalah Tempo memberitakan secara rinci
bagaimana kronologi upaya Setnov dan pengacara agar Setnov batal menjadi
tersangka dalam kasus e-KTP. Tidak ketinggalan, terdapat pula kilas balik dari
permasalahan e-KTP sebelumnya seperti menyebutkan para tersangka terdahulu
pada kasus proyek e-KTP. Hal ini menunjukkan bahwa Majalah Tempo
mengkonstruksi berita agar khalayak terus mengingat dan mengikuti proses kasus
e-KTP khususnya pada penetapan status tersangka Setya Novanto.

Saat beberapa peristiwa disusun, media selalu melakukan konstruksi realitas


dalam penglihatannya. Hasil akhir dari proses pembentukan realitas itu adalah
adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal.
Aspek-aspek tertentu pun lebih mudah diingat khalayak karena sebelumnya telah
ditonjolkan oleh media massa. Khalayak akan melupakan dan tidak
memperhatikan aspek-aspek yang tidak dibuat menonjol. (Eriyanto, 2011: 77).

Media massa berperan untuk mendefenisikan bagaimana realitas seharusnya


dipahami dan bagaimana seharusnya realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu
kepada khalayak. Pendefinisian tersebut bukan hanya pada suatu peristiwa
melainkan juga pada aktor-aktor sosial. Media massa disini berfungsi untuk
menjaga nilai-nilai kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu
dijalankan. Untuk mengetahui lebih mendalam konstruksi pemberitaan, perangkat
analisis yang digunakan peneliti adalah analisis framing.

Framing dalam perspektif ilmu komunikasi dipakai untuk membedah cara-


cara media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi,
penonjolan dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih
menarik, lebih berarti atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak
sesuai perspektifnya. Maka, dapat disimpulkan bahwa framing adalah pendekatan
untuk mengetahui bagaimana cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika
menyeleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2009: 162).

Universitas Sumatera Utara


6

Menurut Todd Gitlin (dalam Eriyanto, 2011) :

Framing adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak. Framing
pada dasarnya merupakan proses membuat suatu pesan lebih menonjol,
menempatkan informasi lebih daripada yang lain, sehingga khalayak lebih
tertuju pada pesan tersebut. Framing melihat bagaimana peristiwa disajikan
oleh media massa. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian
tertentu, menonjolkan aspek tertentu dan membesarkan cara bercerita tertentu
dari suatu realitas atau peristiwa.
Analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah model framing
yang dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki. Framing pada
dasarnya melibatkan kedua konsepsi psikologis dan sosiologis. Framing lalu
dimaknai sebagai suatu strategi atau bagaimana wartawan mengkontruksi serta
memproses suatu peristiwa yang akan disajikan untuk khalayak. Pada model ini,
banyak diadaptasi pendekatan linguistic dengan memasukkan elemen, seperti
pemakaian kata, pemilihan struktur, dan bentuk kalimat yang mengarahkan
bagaimana peristiwa dibingkai oleh media (Eriyanto, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Majalah


Tempo membingkai berita tentang kasus e-KTP yang dilakukan oleh Setya
Novanto.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, fokus masalah


penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan pokok berikut : “Bagaimanakah
pembingkaian (framing) pemberitaan Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP
di Majalah Tempo?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana Majalah Tempo membingkai berita tentang


Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.

Universitas Sumatera Utara


7

2. Untuk mengetahui konstruksi Majalah Tempo atas pemberitaan Setya


Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu


pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai konstruksi media massa
melalui analisis framing dan membuka wawasan tentang pembingkaian
berita kasus e-KTP Setya Novanto.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
pembaca Majalah Tempo, serta bagi mahasiswa mengenai analisis framing
media massa.
3. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih kepada
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU beserta praktisi Ilmu
Komunikasi lainnya, dalam bidang kajian konstruksi media massa lewat
analisis framing.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif / Paradigma Kajian

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme

Manusia memiliki paradigma tersendiri dalam memaknai sebuah realitas.


Pengertian paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahahami
kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para
penganut ddan praktisinya. Paradigma menunjukkan sesuatu yang penting, absah,
dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada
praktisinya apa yang harus dilakukantanpa perlu melakukan pertimbangan
eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2003:9).

Paradigma pada wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan


seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan
penelitian. Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata,
paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan
teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Paradigma
bisa juga berarti sebuah ideologi berpikir dan sekaligus praktek sekelompok
komunitas orang yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, mereka
memiliki seperangkat aturan dan kriteria yang sama untuk menilai aktivitas
penelitian dan sekaligus mengguanakan metode yang serupa (Narwaya, 2006:108).

Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa


yang harus dikerjakan, dipilih, dan di prioritaskan dalam sebuah penelitian. Pada
aspek lain, paradigma akan memberi rambu-rambu tentang apa yang harus
dihindari dan tidak digunakan dalam sebuah penelitian (Narwaya, 2006:109).

Penelitian ini merupakan upaya untuk menentukan kebenaran berdasarkan


model-model tertentu atau yang biasa disebut paradigma. Paradigma merupakan
kekuatan dasar yang mampu mempertahankan keberadaan sebuah ilmu
pengetahuan. Paradigma pada wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan
seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan

8
Universitas Sumatera Utara
9

penelitian serta memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat


dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Pada
hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus
dikerjakan, dipilih dan diprioritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain,
paradigma akan memberikan rambu-rambu tentang apa yang harus dihindari dan
tidak digunakan dalam penelitian. Menurut sebuah analisis yang dikutip dari
Bogdan dan Biklen (1982, dalam Moleong, 2006: 49), “paradigma merupakan
kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau
proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.”

Paradigma ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya,


menurut Dedy N. Hidayat (1999, dalam Bungin, 2008: 237) yang mengacu pada
pemikiran Guba dan Lincoln (1994) ada tiga paradigma : (1) paradigma klasik
yang mencakup positivisme dan postpositivisme (2) paradigme kritis dan (3)
paradigma konstruktivisme.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma


konstruktivis. Konstruktivisme mengatakan bahwa kita tidak akan pernah dapat
mengerti realitas sesungguhnya secra ontologis. Yang kita mengerti adalah
struktur konstruksi kita akan suatu objek. Konstruktivisme tidak bertujuan
mengerti realitas, tapi hendak melihat bagaimana kita menjadi tahu akan sesuatu.
Boleh juga dikatakan bahwa “realitas” bagi konstruktivisme tidak pernah ada
secara terpisah dari pengamat.
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, yaitu:
1. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses
bagaimana sesorang membuat gambaran tetang realitas. Makna bukanlah sesuatu
yang absolut, kosep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makan adalah
pesan aktif yang ditafsirkan sesorang dalam suatu pesan.
2. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesandari
sisi komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana kontruksi
makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of
reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan,
sesorang munyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tentu dalam memberikan
gambaran singkat realitas. Seseorang komunikator dengan realitas yang ada akan

Universitas Sumatera Utara


10

menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberikan pemaknaan


tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman, pengetahuannya
sendiri (Eriyanto, 2002: 40-41).
Robert E. Yager (1991) mengemukakan tahap pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme terdiri dari 4 tahap, yaitu tahap invitasi, eksplorasi,
pengajuan eksplanasi dan solusi, dan pelaksanaan tindakan.

1. Invitasi diperlukan untuk mengidentifikasi konsepsi awal peneliti sebelum


pelaksanaan pembelajaran dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan berikut: mengamati keingintahuan peneliti, peneliti
menjawab pertanyaan, mempertimbangkan kemungkinan jawaban
pertanyaan, mencatat hal-hal yang tidak diperkirakan, dan mengenali
situasi yang diharapkan peneliti.
2. Eksplorasi adalah tahap pelaksanaan pembelajaran dengan melibatkan
peneliti secara aktif menggali informasi-informasi baru. Kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan pada tahap eksplorasi adalah: mengajak peneliti
untuk fokus pada pembelajaran, mendiskusikan alternative alternatif
kemungkinan, mencari informasi, melakukan percobaan dengan alat dan
bahan yang ada, mengamati gejala-gejala khusus, merancang model,
mengumpulkan dan mengolah data, menggunakan strategi-strategi
penyelesaian masalah, memilih sumbersumber yang tepat, mendiskusikan
solusi dengan yang lain, merancang dan melaksanakan percobaan, ikut
serta dalam diskusi, mengenali resiko dan konsekwensi-konsekwensi yang
timbul, menentukan parameter suatu penyelidikan, menganalisis data dan
sebagainya.
3. Pengajuan eksplanasi dan solusi merupakan tahap diskusi yang dilakukan
di antara peneliti, baik secara individu maupun secara kelompok. Kegiatan
diskusi ini juga dapat berlangsung dengan guru yang bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada tahap pengajuan eksplanasi
(penjelasan) dan solusi (penyelesaian) adalah: mengkomunikasikan
informasi dan ide-ide, membangun dan menjelaskan model, membangun
penjelasan baru, mereview dan mengupas penyelesaian, menggunakan
evaluasi kolompok, memasang jawaban jawaban atau solusi-solusi,

Universitas Sumatera Utara


11

menentukan penutup yang sesuai, dan memadukan solusi dengan


pengetahuan dan pengalaman.
4. Taking action atau tahap pengambilan tindakan merupakan tahap akhir
pembelajaran, pada tahap ini peneliti merumuskan hasil eksplorasi dan
diskusinya. Pada tahap ini juga diberikan evaluasi dengan cara menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru, baik secara lisan maupun
sacara tulisan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap taking
action adalah: membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan, mentransfer pengetahuan dan keterampilan, berbagi
informasi dan ide-ide, menjawab pertanyaan baru, dan mengembangkan
hasil dan ide-ide. (http://www.nsta.org/pubs/tst/reprints/ 199109yager.html)

Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada
diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial. Dalam teori fakta sosial struktur
sosial yang eksislah yang penting. Manusia adalah produk dari masyarakat.
Tindakan dan persepsi manusia ditentukan oleh struktur yang ada dalam
masyarakat. Institusional, norma, struktur, dan lembaga sosial menentukan
individu manusia. Sebaliknya adalah teori defenisi sosial, manusialah yang
membentuk masyarakat. Manusia digambarkan sebagai identitas yang otonom.
Melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat, menyusun institusi dan
norma yang ada. Teori kontruksi sosial berada diantara keduanya (Eriyanto
2004:13).
Pandangan konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang
memisahkan subjek dari objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme,
bahasa tidak lagi hanya dilhat sebagai alat untuk memahami realitas objektif
belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai pengumpan pesan. Positivime meyakini
bahwa pengetahuan harus merupakan representasi ( gambaran atau ungkapan )
dari kenyataan dunia yang terlepas pengamat ( objektivisme ). Pengetahuan
dianggap sebagai kumpulan fakta. Konstruktivisme menegaskan bahwa
pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah konstruksi kita sendiri. ( Ardianto, 2007 : 154 )

Universitas Sumatera Utara


12

Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak diluar


batas kontrol struktur dan pranata sosialnya dimana individu berasal. Manusia
secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respons-respons terhadap
stimulus dalam dunia kognitifnya. Karena itu paradigma defenisi sosial tertarik
terhadap apa yang ada dalam pemikirn manusia tentang proses sosial, terutama
para pengikut interaksi simbolik. Dalam proses sosial, individu manusia
dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia
sosialnya ( Bungin, 2003 : 3 )
Ritzer menjelaskankan bahwa ide dasar semua teori dalam paradigma
defenisi sosial sebenarnya berpandangan manusia adalah aktor yang kreatif dari
realitas sosialnya. Dalam artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan
oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang
kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan
struktur dan pranata sosialnya ( Bungin, 2003 : 2 )
Menurut Hidayat dalam perspektif ontologi paradigma kontruktivitas,
realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun
demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai
konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial ( Bungin, 2003 : 3).
Konstruktivisme diihat sebagai sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk
menafsirkan dunia reaitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu
dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Individu kemudian membangun
sendiri pengetahuan yang sudah ada sebelumnya, yang oleh Piager disebut dengan
skema/skemata. Dan konstruksi semacam inilah yang oleh Peter L. Berger dan
Luckman, disebut dengan kontruksi sosial ( Bungin, 2008 : 14 ).
Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai
alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai
penyampai pesan. Subjek tersebutlah yang merupakan faktor sentral dalam
kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek melakukan
kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Setiap pernyataan
pada dasarnya adalah tindakan pembentukan diri, serta pengungkapan jati diri dari
sang pembicara. Oleh karena itu, analisis dapat dilakukan demi membongkar
maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardiyanto, 2007: 151).

Universitas Sumatera Utara


13

Para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri


seseorang yang sedang mengetahui. Melalui proses komunikasi, pesan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari otakseseorang kepada orang lain. Penerima
pesan sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan
menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Ardiyanto, 2007: 156-157).

Kaitan dengan kajian komunikasi, Robyn Pennman yang dikutip oleh


Ardiyanto (2007: 158) merangkum kaitan konstruktivisme sebagai berikut:
1. Tindakan komunikatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah
subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan sosial
membatasi apa yang dapat dan telah dilakukan. Jadi tindakan komunikatif
dianggap sebagai tindakan sukarela berdasarkan pilihan subjeknya.
2. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukan sesuatu
yang objektif sebagaimana diyakini positivisme, melainkan diturunkan
dari interaksi dalam kelompok sosial. Pengetahuan itu dapat ditemukan
dalam bahasa, melalui bahasa itulah konstruksi tercipta.
3. Pengetahuan bersifat kontekstual, maksudnya pengetahuan merupakan
produk yang dipengaruhi ruang dan waktu, serta dapat berubah sesuai
dengan pergeseran waktu.
4. Teori-teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu cara
pandang kita terhadap realitas atau dalam batas tertentu teori menciptakan
dunia. Dunia di sini bukanlah “segala sesuatu yang ada” melainkan
“segala sesuatu yang menjadi lingkungan hidup dan penghayatan hidup
manusia.”

Menurut Eriyanto (2001), pendekatan paradigma konstruksionis


mempunyai penilaian tersendiri seperti apa media, wartawan, dan berita dilihat,
yaitu:
1. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis,
realitas bersifat objektif. Realitas dihadirkan oleh konsep subjektif
wartawan. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana
konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai
pandangan berbeda.

Universitas Sumatera Utara


14

2. Media adalah agen konstruksi. Media bukanlah sekedar saluran yang


bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas lengkap dengan
pandangan dan pemihakannya.

3. Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanya konstruksi dari realitas.


Berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja
jurnalis, bukan kaidah buku jurnalistik.

4. Berita bersifat subjektif atau konstruksi atas realitas opini tidak dapat
dihilangkan. Ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan
pertimbangan subjektif.

5. Wartawan bukan pelapor, ia agen konstruksi realitas. Wartawan sebagai


partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial.

6. Etika, pilihan, moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang


integral dari produksi berita. Etika dan moral termasuk keberpihakan satu
kelompok adalah bagian yang tak terpisahkan dalam membentuk dan
mengkonstruksi realitas.

7. Khalayak mempunyai penilaian tersendiri atas berita. Khalayak bukan


dilihat sebagai subjek pasif, yang mempunyai penafsiran sendiri dan bisa
jadi berbeda dari pembuat berita (Zamroni, 2009: 95).

2.1.1.1 Media Dan Berita Dilihat Dari Paradigma Konstruksionis

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana


media, wartawan, dan berita dilihat. Penilaian tersebut akan diuraikan satu persatu
di bawah ini (Hamad, 2004: 60):

a. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi


Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu
hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta
lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Menurut Herbert J. Gans (dalam
Eriyanto, 2002: 19), realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada
bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang
mempunyai pandangan berbeda. Dalam kosepsi positivis diandaikan ada
realitas yang bersifat “eksternal” yang ada dan hadir sebelum wartawan

Universitas Sumatera Utara


15

meliputnya. Jadi, ada realitas yang bersifat objektif, yang harus diambil
dan diliput oleh wartawan. Pandangan semacam ini sangat bertolak
belakang dengan pandangan konstruksionis. Fakta atau realitas bukanlah
sesuatu yang tinggal ambil, ada, dan menjadi bahan dari berita. Fakta atau
realitas pada dasarnya dikonstruksi. Manusia membentuk dunia mereka
sendiri. Fakta merupakan kostruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta
bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu (dalam Eriyanto, 2002: 19).

Menurut Carey, pikiran dan kosntruksi ketika melihat realitas seperti


representasi dari peta atas realitas. Sebuah peta adalah simplifikasi dari
dunia yang riil. Dalam peta, sesuatu yang kompleks disederhanakan.
Ruang yang terbatas menjadi alasan informasi yang sedemikian banyak
direduksi. Kemampuan otak dan pikiran manusia juga terbatas. Tidak
semua realitas yang kompleks itu bisa digambarkan. Orang cenderung
melihat sisi tertentu dari realitas. Peta bisa berbeda-beda dengan teknik
yang berbeda-beda pula antara pembuat peta satu dengan lainnya. Peta
tersebut pada akhirnya bukan hanya menggambarkan dunia, ia bahkan
membentuk dunia. Lewat peta, pandangan kita akan dunia dibentuk
(Eriyanto, 2002: 21).

b. Media adalah agen konstruksi


Pandangan konstruksionis mempunyai posisi ynag berbeda
dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis,
media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaimana pesan
disebarkan dari komunikator ke penerima (khalayak). Media di sini dilihat
murni sebagai saluran, tempat bagaimana transaksi pesan dari semua pihak
yang terlibat dalam berita. Pandangan semacam ini, tentu saja melihat
media bukan sebagai agen, melainkan hanya salura. Media dilihat sebagai
sarana yang netral. Kalau ada berita yang menyebutkan kelompok tertentu
atau menggambarkan realitas dengan citra tertentu, gambaran semacam itu
merupakan hasil sumber berita (komunikator) yang menggunakan media
untuk mengemukakan pendapatnya (dalam Eriyanto, 2002: 22).

Universitas Sumatera Utara


16

Dalam pandangan konstruksionis media dilihat sebaliknya. Menurut


Tony Bennett (dalam Eriyanto, 2002: 23), media bukanlah sekadar saluran
yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap
dengan pandangan, bias , dan pemihakannya. Di sini media dipandang
sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Pandangan
semacam ini menolak argument yang menyatakan media seolah-olah
sebagai tempat saluran bebas. Berita yang kita baca bukan hanya
menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukan pendapat sumber
berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Apa yang tersaji dalam
berita, dan kita baca tiap hari, adalah produk dari pembentukan realitas
oleh media. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas
untuk disajikan kepada khalayak. Media sebagai agen konstruksi pesan,
media memilih dengan cara realitasi mana yang diambil dan mana yang
tidak diambil (dalam Eriyanto, 2002: 25). Media juga memilih (secara
sadar atau tidak) siapa yang akan dijadikan sumber berita sehingga hanya
sebagian saja dari sumber berita yang tampil dalam pemberitaan. Media
bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainka
juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa melalui bahasa
yang dipakai, media dapat menyebut aktor dalam berita baik atau buruk.
Lewat pemberitaan pula, media dapat membingkai peristiwaperistiwa
dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana
khalayak harus melihat dan memahami suatu peristiwa dalam kaca mata
tertentu.

c. Berita bukan refleksi dari realitas

Dalam pandangan konstruksionis, berita seperti sebuah drama. Ia


bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena pertarungan antara
berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa. Wartawan
secara aktif membentuk realitas ini seperti layaknya sebuah darama.
Mereka yang setuju dan mereka yang tidak setuju dengan pengerahan
massa dipertentangkan. Lalu diimbuhi dengan berbagai analisis dari
berbagai pakar politik. Tidak cukup dengan itu saja. Seperti sebuah drama,

Universitas Sumatera Utara


17

tentu saja ada pihak yang didefinisikan sebagai pahlawan (hero), tetapi ada
juga pihak yang didefinisikan sebagai musuh dan pecundang. Semua itu
dibentuk layaknya sebuah darama yang dipertontonkan kepada publik.
Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena
berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas. Menurut kaum
konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial di mana selalu
melibatkan pandangan, ideology, dan nilai-nilai dari wartawan atau media.
Bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana
fakta itu dipahami dan dimaknai (Edward Arnold, 1991: 141-142).

Hal yang berbeda dalam konsepsi konstruksionis. Berita bukanlah


representasi dari realitas. Berita yang kit abaca pada dasarnya adalah hasil
dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua
proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata,
gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut
hadir di hadapan khalayak.

d. Berita bersifat subjektif/konstruksi atas realitas


Konstruksionis mempunyai penilaian yang berbeda dalam menilai
objektivitas jurnalistik. Hasil keja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan
menggunakan sebuah standar yang rigid, seperti halnya positivis. Hal ini
karena berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas.
Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang
lain, yang tentunya menghasilkan “realitas” yang berbeda pula.
Karenanya, ukuran yang baku dan standar tidak bias dipakai. Kalau ada
perbedaan antara berita dengan realitas yang sebenarnya maka tidak
dianggap sebagai kesalahan, tetapi memang seperti itulah pemaknaan
mereka atas relitas. Berita bersifat subjektif, opini tidak dapat dihilangkan
karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perpektif dan
pertimbangan subjektif (dalam Hamad, 2004: 30).
Pendekatan konstruksionis, sumber berita yang menonjol
dibandingkan dengan sumber lain (dalam Hamad, 2004: 33);
menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain;

Universitas Sumatera Utara


18

liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain; tidak berimbang
dan secara nyata memihak satu kelompok, kesemuanya tidaklah dianggap
praktik yang dijalankan oleh wartawan. Konstruksi wartawan dalam
memaknai realitas yang secara strategis menghasilkan laporan semacam
itu. Praktik membuat liputan berita memihak satu pandangan,
menempatkan satu pandangan lebih penting dibandingkan pandangan
kelompok lain yang oleh pendekatan positivistik dianggap sebagai tidak
benar, dalam pendekatan konstruksionis dipandangan sebagai praktik
jurnalistik. Karena itu, untuk mengerti kenapa praktik jurnalistik bisa
semacam itu bukan dengan meneliti sumber bias, tetapi mengarahkan pada
bagaimana peristiwa dikonstruksi.

e. Wartawan bukan pelapor


Dalam pandangan konstruksionis terdapat penilaian yang bahwa
wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral dan
keberpihakannya, karena ia merupakan bagian yang intrinsik dalam
pembentukan berita. Lagipula, berita bukan hanya produk individual,
melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi antara
wartawannya. Wartawan dipandang sebagai aktor/agen konstruksi.
Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, melainkan juga turut
mendefinisikan apa yang terjadi, dan secara aktif membentuk peristiwa
dalam pemahaman mereka. Wartawan sebagai partisipan yang
menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial (dalam Eriyanto,
2002: 28-29).
f. Integral dalam produksi berita
Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang
integral dalam produksi berita. Pendekatan konstruksionis menilai aspek
etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari
pemberitaan media. Wartawan bukanla robot yang meliputi apa adanya
apa yang dia lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti
keberpihakan pada satu kelompok atau nilai tertentu, umumnya dilandasi
oleh keyakinan dalam membentuk dan mengkonstruksikan relitas. Pada

Universitas Sumatera Utara


19

hal ini, wartawan bukan hanya palapor, karena disadari atau tidak,
wartawan menjadi partisipan dari keragaman penafsiran dan subjektivitas
dalam publik. Karena fungsinya, wartawan menulis peristiwa dari dirinya
sendiri dengan realitas yang diamati.
Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapay dipisahkan dari
proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa. Pada dasarnya semua kerja
jurnalistik adalah proses yang sangat subjektif, bukan hanya melibatkan
fakta, tetapi juga keinginan dan motivasi, yang semuanya itu menyiratkan
hal-hal yang berbau subjektif. Menurut Walter Lippman (dalam Eriyanto,
2002: 32), secara radikal bahkan menyatakan bahwa dalam proses
kerjanya, wartawan bukan melihat terus menyimpulkan dan menulis,
tetapi lebih sering terjadi adalah menyimpulkan dan kemudian melihat
fakta apa yang ingin dipilih dan membuang apa yang ingin dia buang

g. Integral dalam penelitian


Nilai, etika, dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral
dalam penelitian. Sifat dasar dari penelitian konstruksionis adalah
pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai.
Pilihan etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari proses penelitian. Penelitian kosntruksionis, pilihan
moraldan keberpihakan justru sukar dihilangkan dalam penelitian.
Penelitian bukanlah robot yang seolah-olah makhluk netral dan akan
menilai realitas tersebut apa adanya. Sebaliknya, peneliti adalah entitas
dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang berbedabeda. Karenanya,
bisa jadi objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan yang
berbeda. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan
menghasilkan temuan yang berbeda pula. Nilai, etika, dan pilihan moral
bagian yang tidak terpisahkan dari suatu penelitian (dalam Eriyanto, 2002:
34).

Universitas Sumatera Utara


20

h. Penafsiran khalayak atas berita


Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita yang bisa jadi
berbeda dari pembuat berita. Khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang
pasif. Ia juga subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca.
Menurut Stuart Hall, makna dari suatu teks bukan terdapat dalam
pesan/berita yang dibaca oleh pembaca. Makna selalu potensial
mempunyai banyak arti (polisemi). Makna lebih tepat dipahami bukan
sebagai suatu transmisi (penyebaran) dari pembuat berita ke pembaca. Ia
lebih tepat dipahami sebagai suatu praktik penandaan. Karenanya, setiap
orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama.
Kalau saja ada makna yang dominan atau tunggal, itu bukan berarti makna
terdapat dalam teks, tetapi begitulah praktik penandaan yang terjadi
(dalam Hamad, 2004: 36).

2.1.2 Kontruksi Realitas Sosial Media Massa

Konstruksi artinya pembuat, rancang bangun-bangunan, penyusunan,


pembangunan (bangunan), melukiskan, merancang dan lain sebagainya (Sobur,
2004: 334). Sementara media adalah perantara (informasi), sarana yang
dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan
kepada komunikan apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya
atau kedua-duanya. Realitas sosial sesungguhnya tidak lebih dari sekedar hasil
konstruksi sosial dalam komunikasi tertentu. Isi media merupakan suatu bentuk
konstruksi sosial. Media melakukan konstruksi terhadap pesan-pesan yang
disampaikan berupa tulisan-tulisan, gambar-gambar, suara atau simbol-simbol
lain melalui proses penyeleksian dan manipulasi tertentu sesuai keinginan atau
pun ideologi media itu (Wibowo, 2011:125).

Istilah interaksi merujuk pada bagaimana gagasan dan pendapat tertentu


dari seseorang atau sekelompok orang ditampilkan dalam pemberitaan. Sehingga
realitas yang terjadi tidak digambarkan sebagaimana mestinya, tetapi digambarkan
secara lain. Bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk, cenderung memarjinkan

Universitas Sumatera Utara


21

seseorang atau sekelompok orang tertentu (Eriyanto, 2001: 113). Hal ini terkait
dengan visi dan misi, serta ideologi yang dipakai oleh masing-masing media,
sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa
media lebih berpihak pada siapa (jika yang diberitakan adalah seseorang,
kelompok, atau golongan dalam masyarakat yang tergantung pada etika,moral,
dan nilai-nilai tertentu), tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan. Hal ini
merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan
mengkontruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Realitas Sosial adalah hasil
kostruksi sosial dalam proses komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi
sosial (social construction), tentu tidak terlepas dari bangunan teoritik yang telah
dikemukakan oleh Peter L Beger dan Thomas Luckman. Berawal dari istilah
konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter
Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak
diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang
berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of
Knowledge tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui
proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat
dengan kepentingan-kepentingan (Bungin, 2008: 192). Bagi kaum
konstruktivisme, realitas (berita) itu hadir dalam keadaan subjektif. Realitas
tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dan ideologi wartawan. Secara singkat,
manusialah yang membentuk imaji dunia. Sebuah teks dalam sebuah berita tidak
dapat disamakan sebagai cerminan dari realitas, tetapi ia harus dipandang sebagai
konstruksi atas realitas.
Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung
dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi
itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa
cenderung sinis (Bungin, 2008: 203).

Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal


konstruktivisme (Suparno, 1997: 24). Dalam aliran filsafat, gagasan
konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh

Universitas Sumatera Utara


22

manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan id (Bertens, 1999: 89-106).
Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan
istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia
mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus
dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta (Bertens, 1999:
137-139). Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya „cogito ergo
sum‟yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada.” Kata-kata Aristoteles yang
terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan
konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam „De Antiquissima
Italorum Sapientia‟(dalam Suparno, 1997:24), mengungkapkan filsafatnya dengan
berkata „Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari
ciptaan‟. Dia menjelaskan bahwa „mengetahui‟ berarti „mengetahui bagaimana
membuat sesuatu‟ini berarti seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia
menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa
hanya Tuhan sajalah yang dapatmengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu
bagaimana membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya
dapat mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya. Sejauh ini ada tiga
macam konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realism hipotesis; dan
konstruktivisme biasa(Suparno, 1997: 25).
1.Konstruktivismeradikal
Konstruktivismeradikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh
pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata.Kaum
konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan
dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran.Pengetahuan bagi mereka
tidak merefleksi suatu realitas ontologisme obyektif, namun sebuah
realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu
merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tdak dapat
ditransfer kepada individu lain yang pasif, karena itu konstruksi harus
dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan
lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.

2.Realismehipotesis
Bagi realismehipotesis,pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur
realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang
hakiki.
3.Konstruktivismebiasa
Konstruktivismebiasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan
memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu.Kemudian
pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas

Universitas Sumatera Utara


23

objektif dalam dirinya sendiri.

Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana


konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan
dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan
lingkungan atau orang di sekitarnya.Individu kemudian membangun sendiri
pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan
yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut
dengan konstruksi sosial.

Realitas sosial adalah hasil konstruksi sosial dalam proses komunikasi


tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa
terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger
dan Thomas Luckmann.

Menurut Burhan Bungin, proses kelahiran konstruksi sosial media masssa


berlangsung dengan tahap-tahap sebagai berikut (Bungin 2008:204-212) :
a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
Isu-isu penting yang setiap hari menjadi fokus media massa, berhubungan
dengan tiga hal, yaitu kedudukan (tahta), harta dan perempuan. Selain tiga
hal itu ada juga fokus-fokus lain, seperti informasi yang sifatnya
menyentuh perasaa banyak orang, yaitu persoalan-persoalan sensitivitas,
sensualitas, maupun ketakutan atau kengerian.
b. Tahap Sebaran Konstruksi
Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua
infomasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan
setepatnya berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh
media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah
sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat
melalui tiga tahap yang berlangsung secara generic. Pertama, konstruksi

Universitas Sumatera Utara


24

realitas pembenaran,; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa;


ketiga, sebagai pilihan konsumtif.
Pembentukan Konstruksi Citra
Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh tahap
konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media
massa ini terbentuk dalam dua model: pertama, model good news. Model
good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi
suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik.
d. Tahap Konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca atau
pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terdahap pilihannya untuk
terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini
perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasan
konstruksi sosail. Sedangkan, bagi pemirsa dan pembaca, tahapan ini juga
sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan hadir dalam
proses konstruksi sosial.
- Konstruksi makna
Jika kita setuju bahwa esensi komunikasi adalah makna, maka representasi
menjadi penting dalam konteks media, sebab maknan bahkan realitas
media dibangun dalam tahap ini melalui narasi dan proposisi. Di sisi lain,
dalam cakupan yang lebih besar, media bisa mempengaruhi bahasa dan
makna dia antaranya dengan mengembangkan kata-kata baru beserta
maknan asosiatifnya, menggeser, memperluas, mempersempit, atau
menyederhanakan makna. Tentu ada pemahaman atas perilaku media ini,
yang beralasan bahwa media dikonsumsi oleh khalayak yang heterogen,
yang memiliki latar belakang yang variatif dalam status sosial ekonomi;
profesi, dan terutama tingkat pendidikan.

Universitas Sumatera Utara


25

GAMBAR 1

2.1.3 Framing

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun


1955. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, yang
menyediakan kategori-kategori standard untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini
kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang
membimbing individu dalam membaca realitas (Sudibyo, 2001: 219).
G. J. Aditjondro dalam Sudibyo (2001: 222) menyatakan bahwa framing
adalah metode penyajian realitas di mana kebenaran suatu realitas tidak diingkari
secara total melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan sorotan-
sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja dengan menggunakan istilah yang
mempunyai konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi
lainnya (Sudibyo, 2001: 186).

Universitas Sumatera Utara


26

Proses framing berkaitan dengan persoalan bagaimana sebuah realitas


dikemas dan disajikan dalam presentasi media. Oleh karena itu, frame sering
diidentifikasi sebagai cara bercerita (story line) yang menghadirkan konstruksi
makna spesifik tentang objek wacana. Framing secara umum dirumuskan sebagai
proses penyeleksian dan penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas yang
tergambar dalam teks komunikasi dengan tujuan agar aspek itu menjadi lebih
noticeable, meaningfull, dan memorable bagi khalayak.
Framing juga dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi
dalam konteks yang khas sehingga elemen isu tertentu mendapatkan alokasi lebih
besar dalam kognisi individu, sehingga lebih besar pula kemungkinannya untuk
mempengaruhi pertimbangan individu (individual judgment). Proses framing
lebih dari sekedar proses rekonstruksi dan interpretasi realitas. Dalam pandangan
Charlotte Ryan, framing pada dasarnya adalah proses perekayasaan peristiwa,
serta proses menandai apa yang signifikan dari peristiwa –sehari-hari (Sudibyo,
2001: 221).
Frame media dengan demikian adalah bentuk yang muncul dari pikiran
(kognisi), penafsiran, dan penyajian, dari seleksi, penekanan, dan pengucilan
dengan menggunakan simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana
yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal maupun visual. Dengan frame,
jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya
sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada
khalayak (Eriyanto, 2004: 68-69).
Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta/ realitas. Proses
memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin memilih
peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua
kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded).
Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang
diberitakan dan bagian mana dari realitas ang tidak diberitakan ? penekanan aspek
tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu, dan
melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek
lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan
konstruksi atas suatu peristiwa bias jadi berbeda antara satu media dengan media

Universitas Sumatera Utara


27

lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan
menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau
peristiwa yang lain.
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta
yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata,
kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan
sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan
pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di
headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk
mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika
menggambarkan orang/ peristiwa yang diberitakan, asosiasi dengan simbol
budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar,
dan sebagainya.
Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.
Pemakaian kata, kalimat, atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek
tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi
menonjol, lebih mendapat alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek
yang lain. Semua aspek itu, dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari
konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak (Eriyanto, 2004:
69-70).
Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh
media. Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Realitas yang begitu
kompleks dan penuh dimensi, ketika dimuat dalam berita bisa jadi akan menjadi
realitas satu dimensi. Perbedaan muncul karena realitas pada dasarnya bukan
ditangkap dan ditulis, realitas sebaliknya dikonstruksi. Dalam proses konstruksi
tersebut ada banyak penafsiran dan pemaknaan yang berbeda-beda dalam
memahami realitas.
Analisis framing membantu kita untuk mengetahui bagaimana
realitas/peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga
menghasilkan berita yang secara radikal berbeda. Salah satu efek framing yang
paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak
beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana beraturan dan

Universitas Sumatera Utara


28

memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa


dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing
menolong khalayak untuk memproses informasi ke dalam kategori yang dikenal,
kata-kata kunci dan citra tertentu. Khalayak bukan disediakan informasi yang
rumit, melainkan informasi yang tinggal ambil, kontekstual, berarti bagi dirinya
dan dikenal dalam benak mereka.
Teori framing menunjukkan bagaimana jurnalis membuat simplifikasi,
prioritas, dan struktur tertentu dari peristiwa. Karenanya framing menyediakan
kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam bentuk
berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas
setelah dilihat khalayak adalah realitas yang sudah terbentuk oleh bingkai media.
Di sini media cenderung melihat realitas sebagai sesuatu yang sederhana.
Misalnya, liputan terorisme yang kompleks disederhanakan sebagai tindakan tidak
bermoral. Konflik etnis, rasial, diberitakan semata sebagai konflik atau kerusuhan
(Eriyanto, 2004: 140).
Ada beberapa hal yang menjadi ciri suatu frame antara lain, menonjolkan
aspek tertentu-mengaburkan aspek lain. Framing umumnya ditandai dengan
menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai
fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya,
ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Pemberitaan
suatu peristiwa dari perspektif politik misalnya, mengabaikan aspek lain:
ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Menampilkan sisi tertentu-melupakan sisi lain. Sebut misalnya
pemberitaan media mengenai aksi mahasiswa. Berita misalnya, banyak
menampilkan bagaimana demonstrasi akhirnya diwarnai dengan bentrokan. Berita
secara panjang lebar menggambarkan proses bentrokan, mahasiswa yang nekad
menembus barikade, dan akhirnya diwarnai dengan puluhan mahasiswa yang
luka-luka. Dengan menampilkan sisi seperti ini dalam berita, ada sisi lain yang
dilupakan. Yakni, apa tuntutan dari mahasiswa tersebut? Seolah dengan
menggambarkan berita seperti itu, demonstrasi tersebut tidak ada gunanya.
Mahasiswa hanya bermaksud mencari sensasi dan berusaha membuat keributan
saja di tengah masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


29

Berita misalnya, ditandai dengan gerutuan sopir angkutan yang tidak suka
dengan demonstrasi karena menyebabkan kemacetan, dan sebagainya. Di sini,
menampilkan aspek terterntu menyebabkan aspek lain yang penting dalam
memahami relaitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita.
Menampilkan aktor tertentu-menyembunyikan aktor lainnya. Berita sering kali
juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak salah.
Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor
tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam
pemberitaan menjadi tersembunyi (Eriyanto, 2004: 141-142).
Sasaran dari analisis framing, sebagai salah satu metode analisis wacana,
adalah menemukan “aturan dan norma” yang tersembunyi di balik sebuah teks.
Teknik ini dipergunakan untuk mengetahui perspektif atau pendekatan yang
dipergunakan oleh sebuah media dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa.
Analisis ini membantu kita melihat secara lebih mendalam bagaimana pesan
diorganisir, digunakan, dan dipahami (Hamad, 2004: 2003) .
Ide tentang framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955.
Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan
yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep
ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang
membimbing individu dalam membaca realitas.

Ada beberapa tokoh yang memberikan definisi framing. Beberapa definisi


para ahli tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


30

Tabel 1 (Definisi Framing menurut beberapa tokoh) :

Universitas Sumatera Utara


31

2.1.4 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki


Model analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
adalah salah satu model analisis yang banyak dipakai dalam menganalisis teks,
media. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik
tentang semua isu atau kebijakan dikonstruksi dan dinegosiasikan. Framing
didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan
informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan itu
(Eriyanto, 2004: 252).
Pan dan Kosicki menilai, sebagai suatu metode analisis isi, analisis
framing agak berbeda dengan pendekatan yang dipakai dalam analisis isi
kuantitatif. Pertama, analisis isi tradisional melihat teks berita sebagai hasil
stimuli psikologis yang objektif, dan karenanya maknanya dapat diidentifikasi
dengan ukuranyang objektif pula. Sebaliknya dalam analisis framing, teks berita
dilihat terdiri dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang
dipakai yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain, tidak
ada pesan atau stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya teks berita dilihat sebagai
seperangkat kode yang membutuhkan interpretasi. Makna karenanya, tidak
dimaknai sebagai sesuatu yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan ukuran
yang objektif, sebaliknya, ia hasil dari proses konstruksi, dan penafsiran khalayak.
Kedua, analisis framing tidak melihat teks berita sebagai suatu pesan yang
hadir begitu saja seperti diandaikan dalam analisis isi tradisional. Sebaliknya, teks
berita dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu,
melibatkan proses produksi dan konsumsi atas suau teks. Ketiga, validitas dari
analisis framing tidaklah diukur dari objektivitas dari pembacaan peneliti atas teks
berita. Tetapi lebih dilihat dari bagaimana teks menyimpan kode-kode yang dapat
ditafsirkan dengan jalan tertentu oleh peneliti. Ini mengandaikan tidak ada ukuran
yang valid, karena tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkan pesan dari
teks berita tersebut (catatan kaki dalam Eriyanto, 2004: 251-252).
Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang
salingcberkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini
lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam
dirinya.

Universitas Sumatera Utara


32

Framing di sini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang
unik/ khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan
lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu
isu/ peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan
dalam membuat keputusan tentang suatu realitas. Kedua, konsepsi sosiologis.
Kalau pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang,
bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara
pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana
konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami sebagai proses bagaimana
seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman
sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame di sini
berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat
dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu (Eriyanto, 2004: 252-253).
Proses framing bagi Pan dan Kosicki berkaitan dengan strategi
pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan
konvensi profesional jurnalistik (Sudibyo, 2001: 187). Dengan cara apa wartawan
atau media menonjolkan pemaknaan atau penafsiran mereka atas suatu peristiwa?
Wartawan memakai secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat,
foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan
pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca (Eriyanto, 2004: 254).
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melalui tulisan mereka “Framing
Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalkan empat dimensi
struktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan
retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang
mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi
global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi
sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan
dengan elemen yang berbeda dalam teks berita −kutipan sumber, latar informasi,
pemakaian kata atau kalimat tertentu− ke dalam teks secara keseluruhan. Frame
berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa,
dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks (Sobur, 2004:
175).

Universitas Sumatera Utara


33

Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi menjadi empat struktur


besar. Pertama, struktur sintaksis; kedua, struktur skrip; ketiga, struktur tematik;
keempat, struktur retoris. Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian
yang dapat menunjukkan framing dari suatu media. Ia dapat diamati dari
bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara
wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau
idiom yang dipilih. Ketika menulis berita dan menekankan makna atas peristiwa,
wartawan akan memaknai semua strategi wacana itu untuk meyakinkan khalayak
pembaca bahwa berita yang dia tulis itu adalah benar (Eriyanto, 2004: 256).

Universitas Sumatera Utara


34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi penelitian ilmiah bertumpu pada teori, sedangkan teori


bertumpu pada pandangan dunia (world view). Ada dua pandangan dunia yang
mendominasi kehidupan ilmu pengetahuan, yakni pemahaman bahwa (1) objek
yang kita indra adalah satu-satunya kenyataan dan (2) bahwa di balik apa yang
tertangkap oleh panca indra ada sesuatu yang lain yang dapat diserap oleh kognisi
dari perasaan-perasaan kita dan dapat dikembangkan dalam suatu kajian. Kajian
semiotika menggunakan pandangan dunia yang kedua (Hoed, 2011:7)
Dalam penelitian ini, peneliti sendiri menggunakan metode penelitian
kualitatif. Dimana, penelitian kualitatif bekerja melalui tahapan berpikir kritis
ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu
menangkap berbagai fakat atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan
dilapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan
teorisasi berdasarkan apa yang diamati (Bungin, 2007:06). Terdapat beberapa
karakteristik penelitian kualitatif yaitu :
a. Pada penelitian kualitatif teori atau hipotesis tidak secara apriori
diwajibkan ada.
b. Penelitian kualitatif dilaksanakan pada latar alamiah (bukan dibuat-
buat/artifisial), yaitu tempat di mana kejadian dan perilaku manusia
berlangsung.
c. Asumsi-asumsi pada penelitian kualitatif amat berbeda dengan penelitian
kuantitatif.
d. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif, justru peneliti-lah yang
merupakan instrumen utama penelitian untuk mengumpulkan data.
e. Data yang dikumpulkan pada penelitian kualitatif lebih cenderung bersifat
deskriptif atau penggambaran dalam bentuk kata-kata, bukan dominan
angka-angka.

Universitas Sumatera Utara


35

f. Penelitian kualitatif berfokus pada menggali persepsi dan pengalaman


partisipan (pihak-pihak yang terlibat dalam) penelitian.
g. Pada penelitian kualitatif, proses pelaksanaan penelitian sama pentingnya
dengan hasil penelitian (produk). Peneliti, selama prosesnya berusaha
memahami bagaimana suatu kejadian berlangsung.
h. Data pada penelitian kualitatif ditafsirkan dalam pemahaman idiografis,
bukan untuk membuat atau merumuskan generalisasi.

Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan model analisis milik


Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita
memiliki frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi berita. Melalui tulisan “A
Framing Analysis : An approach to New Discours”, ada empat dimensi struktural
teks berita sebagai perangkat teks framing. Keempatnya adalah sintaksis, skrip,
tematik dan retoris yang membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-
elemen semantik berita dan koherensi global (Sobur, 2004: 175).

3.2 Objek Penelitian


Objek penelitian adalah sesuatu yang menunjuk pada masalah atau tema
yang sedang diteliti (Idrus, 2009: 91). Adapun objek dalam penelitian ini
adalah “ Bagaimana konstruksi pemberitaan Setya Novanto pada Majalah
Tempo edisi 18-24 September 2017?”

Berikut beberapa artikel tentang pemberitaan Setya Novanto yang menjadi


tajuk utama pada Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017, yakni:
Judul Berita : Upaya Tersisa Papa Setya (hal 32-36)
Judul Berita : Adu Siasat VS Bukti Kuat (hal 38-39)

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan


sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan dan penelitian. Istilah lain
yang digunakan untuk menyebut subjek penelitian adalah responden, yaitu orang
yang memberi respon atas suatu perlakuan yang diberikan kepadanya. Di

Universitas Sumatera Utara


36

kalangan peneliti kualitatif, istilah responden atau subjek penelitian disebut


dengan istilah informan, yaitu orang yang member informasi tentang data yang
diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakannya
(Idrus, 2009:91). Pada penelitian ini, subjek penelitian adalah Majalah Tempo.

Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak
menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali
penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut Majalah Tempo juga pernah di bredel
pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat Tempo terus tenggelam.
Tempo berawal sebagai majalah yang revolusioner, ingin mengikuti surat kabar
Pravda di Uni Soviet, yang berhasil meruntuhkan kekaisaran Tsar Rusia dan
menggantinya menjadi negara republik yang bebas. Majalah Tempo pun berusaha
menjadi media terdepan untuk bisa mengkritisi dan akhirnya menggulingkan rezim
Orde Baru. Pada awalnya sebagai majalah yang kritis terhadap pemerintah,
Majalah Tempo sering diancam, dibredel dan diboikot oleh pemerintah Rezim
Orde Baru. Hal ini membuat image Tempo berubah menjadi revolusioner dan
dibaca oleh mahasiswa, aktivis politik, maupun masyarakat yang sudah muak
dengan rezim Orde Baru.

Setelah reformasi Tempo tetap kepada jalurnya untuk tetap sebagai fourth
estate dan tetap mengkritisi pemerintahan. Hal ini termasuk hal yang aneh karena
berbagai majalah dan media lainnya cenderung berubah menjadi mengelu-elukan
pemerintahan reformasi dan menjelek-jelekkan Orde Baru. Tempo tidak lantas
menjadi kendaraan bagi pemerintah reformasi, meskipun mereka secara gencar
mendukung reformasi. Kenetralan ini hampir membuat Tempo bangkrut dan kalah
oleh euforia reformasi pada akhir tahun 90-an dan 2000 awal. Secara perlahan
Tempo beralih dari isu-isu politis menjadi isu korupsi dan pidana pada pertengahan
2000an. Hal ini dilakukan karena khalayak beranggapan isu politis merupakan isu
yang terlalu sensitif dan dapat memicu pertengkaran maupun keributan sosial di
Indonesia yang cenderung lebih bersatu dan damai sejak reformasi.

Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo


berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada tahun 1998 dan

Universitas Sumatera Utara


37

berhasil menjadi pemimpin untuk industri penerbitan majalah di Indonesia serta


diterbitkan dengan skala nasional atau beredar di seluruh wilayah Indonesia
(www.tempointeractive.com).

Majalah Tempo berubah menjadi media utama yang mengangkat isu


HAM, KKN, dan tindak pidana lainnya. Hal ini mendorong Tempo sehingga
seringkali dijadikan narsumber ataupun topik yang diangkat ketika stasiun
televisi khusus berita (Metro tv dan TV one) bermunculan. Tempo tidak
berhenti sampai di situ, tetapi secara perlahan menambah konten-konten
informatif dan intermezzo agar bisa dibaca oleh keluarga kelas menengah ke
atas. Kontennya pun lebih „ramah‟ dan tidak seprovokatif dulu. Tempo telah
berubah dari majalah sosialis kiri menjadi majalah yang sedikit kapitalis
meskipun masih sangat menjunjung tinggi idealisme jurnalistik.

Majalah Tempo konsisten mengusung jurnalisme investigasi


(menyajikan kabar di balik berita dengan mengintip dan membongkar apa yang
selama ini disembunyikan dari mata publik). Itu sebabnya jargon “lebih dalam,
lebih baru, lebih penting” akan terus dipertahankan karena memang itulah yang
selama ini dijadikan unggulan sekaligus membedakan Tempo dengan media
lain. Liputan semacam ini akan ditampilkan sedikitnya dua kali dalam sebulan.
Untuk itu, sejumlah isu sudah disiapkan oleh tim investigasi.

Semangat redaksi untuk “go investigative” pada dasarnya memang


ditujukan untuk menguatkan kembali apa yang sejak dulu sudah menjadi ciri
khas Majalah Tempo. Itu sebabnya prinsip liputan investigasi tidak hanya
diterapkan pada rubrik Investigasi, tapi juga di semua rubrik lain.

Di sisi lain, penampilan majalah ini terus ditingkatkan dengan


mempertahankan halaman full color sesuai dengan tuntutan pemasang iklan.
Sementara itu, infografis juga menjadi andalan karena pembaca jadi lebih
mudah memahami persoalan rumit melalui bantuan gambar, angka, serta teks
dengan cara sederhana. Ini semua demi kepuasan pembaca, tentunya.

Majalah Tempo sendiri memiliki berbagai keunikan yang menjadi ciri


khasnya. Ciri khas yang dimiliki Majalah Tempo bukan berarti tidak dimiliki

Universitas Sumatera Utara


38

oleh majalah, koran ataupun bentuk media lainnya, tetapi Tempo adalah
berbagai pionir dan berbagai ciri khasnya lebih dahulu dikenal oleh masyarakat
luasini adalah berbagai unique selling proposition dari Majalah Tempo :

a. Diterbitkan di hari Senin : Tempo selalu menerbitkan majalahnya di


hari Senin, fresh di pagi hari ketika orang-orang mau berangkat kerja
Majalah Tempo diedarkan ke publik. Terbit di hari Senin memang
bukanlah hal yang unik, tapi pada masa awal dimana majalah berbau
isu sosial dan politik yang biasanya terbit bulanan dan di hari lain
agar tidak terlalu terdeteksi oleh pemerintah Orde Baru, Tempo
merupakan gebrakan baru dimana dia secara terang-terangan
menerbitkannya di hari Senin dimana populasi masyarakat sedang
haus akan berita dan infomasi.

b. Kover berbentuk Ilustrasi karikatur: Pada zaman dahulu seringkali


cover sebuah majalah berisikan model, atau mengikuti Majalah Time
dengan menaruh cover tentang sosok yang sedang in. Majalah
Tempo malah membuat karikatur ataupun ilustrasi dari
permasalahan yang sedang in.

c. Pembuat opini: Berbeda dari majalah berita lainnya, Tempo


cenderung untuk berisikan opini, baik itu opini dari wartawan,
narasumber, maupun dari berbagai sumber tulisan lainnya. Setiap
berita selalu disangkutkan dengan opini yang dapat dibilang
cenderung provokatif dan sekptis.

d. Catatan Pinggir Goenawan Muhammad: Catatan pinggir yang ditulis


oleh Goenawan Muhammad adalah ciri khas Majalah Tempo yang
sampai saat
ini tidak bisa disaingi oleh media lainnya. Goenawan Muhammad
sebagai opinion leader dan penulis yang hebat selalu dapat
memunculkan tulisan yang menarik setiap minggunya.

Universitas Sumatera Utara


39

e. Isu sangat mendalam: Suatu isu dibahas sangat mendalam, sehingga


selain komprehensif memberikan pengetahuan baru bagi
pembacanya.

3.4 Kerangka Analisis


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kerangka analisis framing
model Pan dan Kosicki. Seperti yang akan digambarkan pada tabel di bawah ini :

Perangkat Analisis Framing Pan dan Kosicki


STRUKTUR PERANGKAT UNIT YANG DIAMATI
FRAMING
SINTAKSIS (cara 1.Skema berita Judul, lead, latar informasi,
wartawan menyusun fakta) kutipan, sumber, pernyataan,
penutup.
SKRIP (cara wartawan 2.Kelengkapan berita 5W+1H
mengisahkan fakta)
TEMATIK (cara wartawan 3.Detail Paragraf, proposisi
menulis fakta) 4.Maksud kalimat,
hubungan
5.Nominalisasi antar
kalimat
6.Koherensi
7.Bentuk kalimat
8.Kata ganti
RETORIS (cara wartawan 9.Leksikon Kata idiom, gambar/foto,
menekankan fakta) 10.Grafis grafik.
11.Metafor
12.Pengandaian

Tabel 3.1. Bagan Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki

Universitas Sumatera Utara


40

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Adapun data-data yang diperlukan terkait penelitian ini dikumpulkan
dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Dokumentasi

Yakni mengumpulkan data berupa berita-berita mengenai


pemberitaan Setya Novanto pada Majalah Tempo Edisi 18-24 September
2017.

b. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan cara mengumpulkan semua data yang berasal dari


literatur serta bahan bacaan yang relevan dengan penelitian ini. Studi
kepustakaan dalam penelitian ini menghasilkan berbagai data yang
didapatkan dari buku-buku mengenai komunikasi massa, metode
penelitian, dan kostruksi sosial media massa. Selain itu juga beberapa
artikel dan jurnal yang diambil dari internet.

3.6 Teknik Analisis Data


Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif yang bersifat analisis teks dan bahasa. Dari beberapa jenis
kelompok metode analisis teks dan bahasa, Peneliti memilih untuk menggunakan
analisis framing model Pan dan Kosicki. Teknik analisis bingkai ini adalah tehnik
analisis data dengan melihat dan menemukan frame atau media package yaitu
suatu perspektif untuk melihat sebuah perspektif yang digunakan untuk
melakukan pengamatan, analisis, dan interpretasi terhadap sebuah realitas sosial di
masyarakat (Bungin, 2008:159).
Setelah diuraikan secara singkat, baru selanjutnya peneliti memulai
menganalisis berita menggunakan analisis framing model Pan dan Kosicki. Objek
penelitian akan diteliti satu per satu. Setiap berita akan diuraikan frame per frame

Universitas Sumatera Utara


41

untuk melihat bagaimana kecenderungan konstruksi berita tersebut dengan acuan


model Pan dan Kosicki. Model analisis framing yang digunakan adalah model Pan
dan Kosicki. Dengan rincian sebagai berikut, (Sobur, 2004:175-176 ) :

1. Sintaksis adalah cara wartawan menyusun fakta. Dapat dilihat melalui


susunan bagian berita atau skema.Skema adalah aturan baku bagaimana
suatu teks disusun dari awal sampai akhir.
-Headline/ judul. Bagian ini memiliki tingkat kemenonjolan yang tinggi
karena menunjukkan kecenderungan berita
-Lead. Dari lead, dapat terbaca sudut pandang dari suatu berita
-Latar informasi. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan
khalayak hendak dibaca
-Kutipan sumber. Pengutipan narasumber dilakukan wartawan selain
untuk membangun objektivitas, tetapi juga mengangkat kutipan dari
narasumber tertentu untuk mendukung pemikirannya.

2. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta. Skrip merupakan salah


satu strategi wartawan dalam mengkrontuksikan berita, bagaimana suatu
peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian
dengan urutan tertentu. Skrip memberikan tekanan mana yang
didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategiuntuk
menyembunyikan informasi penting. Laporan berita sering disusun
sebagai suatu rangkaian cerita yang mengandung unsur-unsur yang
terdapat pada sebuah cerita, yaitu awal, adegan, klimaks, dan akhir.

-What, peristiwa apa yang terjadi?


-Who,siapa yangterlibat?
-When, kapan kejadian berlangsung?
-Where, di mana terjadinya?
-Why, mengapa bisa terjadi?
-How, bagaimana kejadiannya?

Universitas Sumatera Utara


42

3. Tematik, adalah cara wartawan menulis fakta. Seorang wartawan mempunyai


tema tertentu atas suatu peristiwa. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana
peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Elemen yang dapat diamati
koherensi
(pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat).

4. Retoris, adalah cara wartawan menekankan fakta. Struktur retoris dari wacana
berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk
menekankan arti yang ingin ditonjolkan. Perangkat retoris ini dipergunakan untuk
membuat citra, meningkatkan kemenjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan
gambaran yang diinginkan dari suatu berita.
- Leksikon. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada
fakta. Pemilihan kata tertentu mengandung latar belakang ideologis.
- Unsur grafis. Dapat berupa pemakaian garis bawah, cetak tebal, keterangan
gambar, grafik, gambar, tabel, yang dipergunakan untuk mendukung arti penting
pesan.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Penelitian

Menurut Kacung Marijan dalam buku yang ditulis oleh Wazis


(2012:123) : “Media massa selalu berada dalam dua posisi, yaitu sebagai
penyampai informasi maupun aktor yang menyatakan sikapnya. Sebagai
penyampai informasi, merefleksikan apa yang terjadi di masyarakat. Ketika
menjadi aktor, media dapat mengangkat isu-isu terntentu untuk mempengaruhi
khalayak.”
Padahal menurut Alex Sobur (2001: 165) dalam bukunya : “pekerjaan
utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. “.
Dengan demikian, mereka selalu terlibat dalam usaha-usaha mengkonstruksi
realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke dalam suatu bentuk
laporan jurnalistik berupa berita (news), karangan khas (feature), atau
gabungan keduanya (news feature). Karena menceritakan berbagai kejadian
atau peristiwa itulah, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa seluruh isi
media adalah realitas yang telah dikonstruksikan.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana majalah Tempo mengkonstruksi
berita pada majalahnya tentang Setya Novanto pada kasus korupsi E-KTP.
Pemberitaan korupsi Setya Novanto sangat menarik dikarenakan tak henti-
hentinya diberitakan oleh media-media di Indonesia. Padahal tersangka kasus
korupsi E-KTP bukan hanya Setya Novanto. Media Tempo adalah media yang
sangat mendalam menyajikan berita untuk memanjakan pembaca berita dan
juga mengetahui perkembangan kasus korupsi E-KTP. Majalah ini menerbitkan
Setya Novanto menjadi tajuk utama atau laporan utama dalam rubrik majalah
tersebut.
Pada proses penelitian ini, peneliti mengumpulkan Majalah Tempo edisi (Juli
2017 – Desember 2017) dan memilih satu edisi yang memiliki isi berita paling
menarik, untuk menjadi pedoman atau bahan dalam penelitian analisis framing
peneliti. Majalah Tempo pada edisi 18 September menghadirkan

43
Universitas Sumatera Utara
44

pemberitaan mengenai upaya Setya Novanto untuk lepas dari jerat


hukum dan penetapan dirinya sebagai tersangka pada kasus korupsi E-KTP.
Peneliti melanjutkan proses penelitian dengan menggunakan Majalah Tempo
edisi 18 September 2017 mengenai pemberitaan Setya Novanto pada Majalah
Tempo, dengan headline majalah “Siasat Lepas Setya Novanto”. Berita yang
ada pada Majalah Tempo tidak hanya memberitakan pemberitaan terhadap
Setya Novanto. Majalah Tempo memuat juga berita lain mengenai Hakim Cepi
yang menjadi pengadil tunggal gugatan praperadilan Setya Novanto. Namun,
pada Majalah Tempo ini, pemberitaan mengenai Setya Novanto tetap lebih
mendominasi.
Berdasarkan sekian banyak pemberitaan seputar Setya Novanto pada
Majalah Tempo, peneliti hanya memfokuskan penelitian pada pemberitaan
Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017. Berdasarkan proses pengumpulan
berita yang dilakukan, peneliti akhirnya memperoleh 8 halaman yang ada di
Majalah Tempo dan akan dianalisis dengan model analisis framing Pan dan
Kosicki. Berita-berita tersebut dimuat mulai dari Headline, Lead, Foto, Isi
berita dan lain-lain.

Tabel halaman berita pada Majalah Tempo edisi 18 September 2017

No Judul Berita Rubrik Halaman

1 Upaya Tersisa Papa Setya Laporan utama Halaman 32-36

2 Adu Siasat vs Bukti Kuat Laporan utama Halaman 38-39

Tabel 4.1. Daftar berita Setya Novanto 18 September 2017

(Sumber: Majalah Tempo Edisi 18 September 2017)

Universitas Sumatera Utara


45

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki (Berita I)

Judul : Upaya Tersisa Papa Setya

Rubrik : Laporan Utama

Sumber : Majalah Tempo Edisi 18-24 September 2017

Halaman : 32-36

Ringkasan Berita

UPAYA TERSISA PAPA SETYA

Setya Novanto mengerahkan segala daya agar lolos dari jerat korupsi KTP
Elektronik dari jalur politik memakai DPR hingga mengerahkan pengacara tak
terkenal untuk menggugat status tersangkanya ke sidang praperadilan. Mirip
yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan untuk lolos dari tuduhan
korupsi dan pencucian uang.

Kuasa hukum Setya Novanto menghubungi Chairul Huda untuk meminta


pendapatnya mengenai materi yang pas untuk mematahkan tuduhan KPK kepada
Setya Novanto, mengingat Dosen Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah
Jakarta ini pernah membebaskan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dari status
tersangka korupsi dan pencucian uang dua tahun lalu. Kuasa hukum Setya
Novanto juga meminta pertolongan kepada Romli Atmasasmita, Guru Besar
Hukum Pidana Universitas Padjajaran, mengingat Romli juga bekerja sama
bersama Chairul dalam kasus Budi Gunawan yang lalu.

Pada awalnya Setya Novanto tidak ingin melakukan gugatan praperadilan,


dikarenakan ia belum tahu dan ragu apakah praperadilan akan menguntungkan
atau malah merugikan dirinya. Pada saat Setya bertemu dengan Ketua Dewan
Kehormatan Golkar BJ.Habibie seminggu setelah ia ditetapkan tersangka, Habibie
menyarankan Setya untuk menempuh upaya praperadilan tetapi pada saat itu
jawaban Setya ia belum berniat melakukannya. Begitu juga saat ia memenuhi
undangan Dewan Pembina Golkar, Aburizal Bakrie dan bertemu dengan Fahmi

Universitas Sumatera Utara


46

Idris, Anggota Dewan Pembina Golkar jawaban Setya Novanto pun tetap sama
dengan apa yang disampaikannya kepada Habibie.

Pada akhirnya Setya Novanto melakukan gugatan praperadilan dengan


delapan poin materi gugatan, diantaranya adalah keabsahan penyidik KPK yang
bukan polisi serta mengenai kerugian negara. Beserta dua tuntutan dalam gugatan
ini. Pertama, tuntutan provisi agar KPK tak melimpahkan berkas penyidikan ke
tahap selanjutnya sampai ada putusan gugatan praperadilan. Tuntutan kedua
adalah hakim praperadilan menyatakan penetapan tersangka terhadap Setya tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat. Padahal informasi mengenai benar tidaknya
Setya Novanto akan menggugat praperadilan ini masih simpang siur.

Pihak Idrus Marham yang merupakan Sekretaris Jenderal Golkar


mengatakan gugatan praperadilan baru diajukan setelah 49 hari penetapan
tersangka oleh KPK baru diajukan karena hasil kajian tim hukum Golkar baru saja
selesai. Tetapi Rudy Alfonso yang merupakan Ketua Bidang Hukum Golkar
mengatakan yang sebaliknya. Ia merasa tak pernah dilibatkan dalam kajian hukum
termasuk mengenai gugatan praperadilan. Hal ini diduga karena saran dari Rudy
sebelumnya dianggap Setya Novanto malah akan merugikan baginya. Sehingga
terjadi kesenjangan dalam hubungan mereka. Firman Wijaya yang juga
merupakan pengacara yang diajak berdiskusi oleh Setya Novanto mengatakan
Setya Novanto memilih jalan lain. Maksud dari jalan lain adalah akhirnya Setya
Novanto mengajukan gugatan praperadilan. Firman dari awal tidak menyarankan
Setya Novanto dalam mengajukan gugatan praperadilan karena beberapa alasan

Setya Novanto juga mencoba untuk menempuh jalan lain selain peradilan.
Contohnya adalah menggunakan jalur politik di Senayan, dimana Setya sempat
meminta Ketua Komisi Hukum DPR, yang juga politikus Golkar, Bambang
Soesatyo berbicara kepada pimpinan KPK tetapi Bambang tidak berserdia. Gagal
memakai Bambang, Setya menggunakan jalur pimpinan dewan untuk melobi
KPK. Kepala Biro Pimpinan DPR Hani Tapahari yang mengantarkan surat Dewan
ke KPK. Tetapi Bendahara Umum Golkar Robert Joppy Kardinal hanya angkat
bahu saat munculnya surat DPR ke KPK.

Universitas Sumatera Utara


47

Perangkat Unit Hasil Pengamatan


Framing Pengamatan
Struktur Headline Upaya Tersisa Papa Setya
Sintaksis
Lead Panggilan dari nomor tak dikenal
masuk ke telepon seluler Chairul
Huda pada akhir Agustus lalu, Dosen
Hukum pidana Universitas
Muhammadiyah Jakarta ini
mengabaikannya karena waktu itu ia
sedang mengajar.
Latar Informasi Setya Novanto mengerahkan segala
daya agar lolos dari jerat korupsi
KTP Elektronik. Dari jalur politik
memakai DPR hingga mengerahkan
pengacara tak terkenal untuk
menggugat status tersangkanya ke
sidang praperadilan. Mirip yang
dilakukan Komisaris Jenderal Budi
Gunawan untuk lolos dari tuduhan
korupsi dan pencucian uang.
Kutipsn Sumber Chairul Huda (Dosen Hukum
Pidana Universitas
Muhammadiyah Jakarta, Anggota
Staf Ahli Kepolisian RI.
- Pengacara meminta
pendapatnya tentang
keabsahan penyidik KPK
yang menetapkan Setya
sebagai tersangka
- “Pembicaraan cukup intens”

Universitas Sumatera Utara


48

merupakan jawaban Chairul


saat ditanya mengenai
percakapannya dengan kuasa
hukum Setya Novanto.
- “Saran saya normatif saja”
merupakan jawaban Chairul
saat menolak untuk
merincikan saran-saran yang
telah ia berikan.
Romli Atmasasmita (Guru Besar
Hukum Pidana Universitas
Padjajaran)
- Menuturkan bahwa ia
dihubungi pengacara yang tak
terlalu terkenal dan mengaku
sebagai kuasa hukum Setya
- “Saya mengatakan siap hadir
di pengadilan” merupakan
jawaban Romli saat ditanyai
mengenai pengacara yang
menghubunginya. Pengacara
tersebut meminta
pandangannya tentang
rencana gugatan praperadilan
Setya.
Amrul Khair Rusin (Kuasa
Hukum Setya Novanto)
- Mengatakan “nanti saja” saat
ditanyai apakah Chairul Huda
dan Romli Atmasasmita akan
hadir di persidangan atau
tidak.

Universitas Sumatera Utara


49

Fahmi Idris (Anggota Dewan


Pembina Golkar )
- “Pak Setya mengatakan akan
menghadapinya langsung ke
pengadilan” merupakan
jawaban Fahmi saat ditanyai
apa jawaban Setya saat
ditanya mengenai gugatan
praperadilan.
Idrus Marham (Sekretaris
Jenderal Golkar)
- Idrus beralasan gugatan
praperadilan baru diajukan
karena hasil kajian tim
hukum Golkar baru rampung.
- “Itu urusan internal DPR”
merupakan jawaban Idrus
saat ditanya mengenai surat
Setya yang diteruskan dari
pimpinan DPR ke KPK.
Rudy Alfonso (Ketua Bidang
Hukum Golkar)
- Dia merasa tak pernah
dilibatkan dalam kajian
hukum termasuk persiapan
mengajukan praperadilan.
- “Tanya ke pengurus Golkar
lainnya saja” saat ditanyai
mengenai keputusan Setya
yang mengambil keputusan
praperadilan.
- Mengatakan “Tanya saja ke

Universitas Sumatera Utara


50

Pak Setya” saat ditanyai


mengenai para kuasa hukum
Setya Novanto.
- Saya memang menyarankan
tidak ke praperadilan
Christina Ariyani (Anggota
Bidang Hukum Golkar )
- "Kami juga sudah
menyiapkan surat kuasa”
merupakan pernyataan
Christina mengenai tim
hukum Golkar yang sudah
menyiapkan tim advokasi
saat status tersangka menjerat
Setya.
Firman Wijaya ( Pengacara )
- “Saya beberapa kali
memimpin rapat soal ini”
tutur Firman saat ditanyai
mengenai diskusi yang
dilakukan oleh Setya dan
dirinya mengenai langkah
hukum yang bisa ditempuh.
- “Tapi Pak Setya memilih
jalan lain.” merupakan
jawaban Firman saat
mengetahui bahwa Setya
Novanto tetap memilih jalur
gugatan praperadilan.

Universitas Sumatera Utara


51

Ketut Mulya (Pengacara


Perwakilan Setya di Gugatan
Praperadilan )
- “Kita ikuti saja prosesnya”
merupakan.” Merupakan
jawaban Ketut saat dikejar
oleh awak media setelah
persidangan pertama.
Nurul Arifin (Ketua Bidang Media
Partai Golkar)
- “Saya tidak tahu” tutur Nurul
saat ditanyai latar belakang
empat nama pengacara Setya
Novanto.
- “Bapak tidak pernah
menyebut nama itu” jawab
Nurul saat ditanya mengenai
Lucas.
Lucas (Pengacara Spesialis
Sengketa Usaha )
- “Saya lagi di London, nanti
saja di Jakarta.” Tuturnya
saat dihubungi oleh Tempo.
Bambang Soesatyo ( Ketua Komisi
Hukum DPR/ Politikus Golkar)
- Tak tahu ihwal permintaan
Setya terkait dengan
penundaan pemeriksaan
- “Tidak ada seperti itu” saat
ditanyai mengenai Setya
Novanto yang meminta
bantuan kepada dirinya.

Universitas Sumatera Utara


52

Hani Tahapari (Kepala Biro


Pimpinan DPR)
- Mendengar Setya dan Wakil
Ketua DPR Fadli Zon
membahasa surat tersebut di
sela acara World
Parliamentary Forum on
Sustainable Development di
Bali.
- “Saya di panggil Fadli untuk
mengantar surat itu.” Tutur
Hani.
Fadli Zon ( Wakil Ketua DPR )
- “Setya mengirim surat
sebagai anggota masyarakat.
Karena itu, pembuatan dan
pengiriman surat itu tak perlu
diputuskan melalui rapat
pimpinan DPR” ujar Fadli
Zon. Ia juga menyatakan
pembuatan dan pengiriman
surat itu tak perlu diputuskan
melalui rapat pimpinan DPR
- “Setya warga negara juga,
tidak boleh ada diskriminasi”
bermaksud menjelaskan
mengapa Setya Novanto
mengirimkan surat kepada
KPK.

Universitas Sumatera Utara


53

Robert Joppy Kardinal


(Bendahara Umum Golkar )
- “Tidak ada koordinasi, itu
urusan sekretariat DPR”
jawabnya saat ditanyai
mengenai surat Setya yang
diteruskan pimpinan DPR ke
KPK.
Pernyataan Tidak ada opini dan pernyataan dari
penulis dalam berita ini selain
pernyataan yang disampaikan oleh
sumber-sumber.
Penutup Setya tak bisa dikontak. Ia masih
dirawat di rumah sakit. Tempo, yang
hendak menemuinya pada Selasa
pekan lalu, diusir petugas yang
menjaganya di lantai 31.
Struktur Skrip What Segala upaya Setya Novanto agar
lolos dari jerat korupsi KTP
Elektronik.
Where - Pengadilan Negeri Jakarta
- Bakrie Tower
- Rumah dinas Setya Novanto,
di Kebayoran Jakarta Selatan
- Bali
- Rumah Sakit lantai 31
When - 17 Juli 2017 : Penetapan
Setya Novanto sebagai
tersangka korupsi E-KTP
- 25 Juli 2017 : Bertemu
dengan BJ Habibie selaku
Dewan Kehormatan Partai

Universitas Sumatera Utara


54

Golkar dan memenuhi


undangan Dewan Pembina
Golkar
Who Setya Novanto
Why Setya Novanto tidak ingin menjadi
tersangka dalam kasus korupsi KTP
Elektronik
How - Kuasa Hukum Setya Novanto
menghubungi Chairul Huda
serta Romli Atmasasmita
untuk meminta pendapat
mereka soal materi yang pas
untuk mematahkan tuduhan
KPK kepada Setya Novanto
dikarenakan Chairul dan
Huda pernah membebaskan
status tersangka Komisaris
Jenderal Budi Gunawan dari
kasus korupsi dan pencucian
uang dua tahun yang lalu.
- Berdiskusi dengan beberapa
orang mengenai rencana
praperadilan
- Menempuh jalur politik di
Senayang, dengan cara
meminta Ketua Komisi
Hukum DPR, yang juga
politikus Golkar, Bambang
Soesatyo untuk berbicara
kepada pimpinan KPK.
- Mengirimkan surat dari DPR
ke KPK.

Universitas Sumatera Utara


55

Struktur Paragraf, Proposisi, Terdapat beberapa tema yang bisa


Tematik Kalimat, Hubungan diambil dari artikel berita yang
Antar Kalimat berjudul Upaya Tersisa Papa Setya :
1. Upaya-upaya yang dilakukan
Setya Novanto untuk lepas
dari status tersangka korupsi
E-KTP
2. Pihak-pihak yang berusaha
dilibatkan dalam upaya
pelepasan Setya Novanto dari
status tersangka
3. Partai Golkar dan Setya
Novanto
4. Para kuasa hukum Setya
Novanto
Struktur Kata, Idiom, - Gambar Pertama : Terlihat
Retoris Gambar/Foto, Grafik sebuah ilustrasi berbentuk
animasi pakaian jas dan
terdapat borgol merah di
bagian lengannya. Tetapi jas
ini tidak ada yang
mengenakannya. Malah yang
terlihat adalah sosok Setya
Novanto yang timbul
setengah badan di bawah jas.
- Foto 1 : Terdapat keterangan
yang mengatakan Kuasa
Hukum Setya Novanto di PN
Jakarta Selatan, September
2017. Terdapat tiga orang
dalam foto tersebut

Universitas Sumatera Utara


56

- Foto 2 : Terdapat keterangan


yang mengatakan Ketua DPR
Setya Novanto bersama Rudy
Alfonso (kanan) setelah
menjalani pemeriksaan di
gedung KPK, Jakarta, Januari
2017
- Kata “Papa Setya” pada
headline
- Kata “rungsing” pada
paragraf kedua.
- Kata “pengacara tak terkenal”

Analisis :

1. Struktur Sintaksis

Headline yang dibuat oleh penulis sudah mewakilkan isi dari


berita, yang membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh Setya
Novanto. Tanpa ditulis secara lengkap pun, pembaca pasti sudah mengerti
upaya apa yang dimaksud oleh penulis, dikarenakan judul dari Majalah
Tempo edisi 18 September 2018 adalah “Siasat Lepas Setya Novanto”.
Hubungannya adalah berarti “upaya” yang dimaksud oleh sang penulis
dalam headline adalah upaya Setya Novanto untuk lepas dari status
tersangka korupsi E-KTP. Pembaca juga akan langsung mengetahui kasus
apa yang menjerat Setya Novanto dikarenakan kasus Setya Novanto ini
termasuk kasus korupsi yang paling hangat diperbincangkan pada tahun
2017 kemarin.

Lead dari berita ini dapat kita lihat penulis menuliskan fakta awal
dimana sang pengacara yang awalnya disebut dengan seseorang tak
dikenal yang mencoba menghubungi Chairul Huda tetapi tak diangkat
karena ia sedang mengajar. Menurut peneliti, penulis ingin pembaca

Universitas Sumatera Utara


57

mengetahui dahulu fakta seorang Chairul Huda, siapakah dan apa


hubungannya dengan kasus korupsi E-KTP Setya Novanto. Lead yang
dibuat ingin memberikan penjelasan secara rinci kepada pembaca agar
pembaca tidak merasa bingung dan mengerti bagaimana kaitannya dengan
kasus korupsi E-KTP serta Setya Novanto. Latar informasi yang dibuat
penulis adalah mengenai bagaimana serta apa saja upaya Setya Novanto
agar ia lolos dari jerat korupsi E-KTP. Mulai dari jalur politik memakai
DPR hingga mengerahkan pengacara untuk menggugat status
tersangkanya ke sidang praperadilan.

Kutipan-kutipan sumber yang terdapat pada artikel ini adalah rata-


rata berasal dari orang-orang yang berasal dari Partai Golkar, dimana
Setya Novanto adalah mantan Ketua Umum Partai Golkar. Peneliti
beranggapan penulis ingin mengetahui pendapat sekaligus mengetahui
apakah kader dari Partai Golkar berusaha untuk menutup-nutupi kasus
yang sedang menjerat mantan Ketua Umum mereka kala itu. Atau
mungkin penulis dapat mendapatkan fakta-fakta terbaru dari berbagai
pernyataan dari kader Partai Golkar.

Didalam berita ini tak terdapat pernyataan atau opini dari penulis
sendiri. Penulis hanya memberikan pernyataan di bagian penutupan
dimana penulis menyatakan bahwasanya Setya Novanto tidak bisa
dikontak saat ia masih dirawat di rumah sakit dan Tempo yang diusir saat
hendak menemuinya di rumah sakit. Tidak ada pernyataan penulis
mengenai kasus korupsi E-KTP yang menjerat Setya Novanto. Dapat
disimpulkan penulis memberikan gambaran kepada pembaca melalui
pandangan-pandangan serta pernyataan yang berasal dari sumber-sumber
yang sebelumnya telah dibahas di kutipan sumber. Tapi sebenarnya tanpa
memberikan opini pun, penulis sudah membangun dan membentuk berita
sesuai dengan pernyataan yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara


58

2. Struktur Skrip

Sebagai sebuah artikel berita, artikel ini sudah memenuhi kelengkapan


unsur 5W + 1H. Unsur what dalam berita ini adalah segala upaya Setya
Novanto agar lolos dari jerat korupsi KTP-Elektronik yang terlihat jelas pada
headline yang telah dibuat oleh penulis. Unsur what berkaitan dengan unsure
why dimana unsur why dalam berita ini adalah Setya Novanto tidak ingin
menjadi tersangka dalam kasus korupsi E-KTP. Lalu unsur where serta when
dari berita ini masing-masing terdapat lebih dari satu dikarenakan penulis
menceritakan perjalanan panjang Setya Novanto yang tidak hanya di satu
waktu dan tempat melainkan pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Unsur who dalam berita ini sudah jelas adalah Setya Novanto. Unsur How
juga berhubungan dengan unsure what yang menjelaskan secara bagaimana
secara rinci bagaimana saja upaya Setya Novanto dalam melepaskan diri dari
kasus korupsi E-KTP.

3. Struktus Tematik
Secara tematik, artikel disampaikan secara berkesinambungan
untuk menjelaskan kronologi dari awal upaya Setya Novanto dalam
melepaskan diri dari status tersangka kasus korupsi E-KTP. Terdapat
empat tema yang dapat peneliti ambil dari artikel berita yang dibuat oleh
penulis. Tema pertama adalah mengenai apa saja upaya yang dilakukan
Setya Novanto beserta rekannya dalam upaya untuk melepaskan diri dari
jeratan status tersangka kasus korupsi E-KTP. Dalam teks, tema ini
didukung oleh pernyataan yang didukung dengan kutipan-kutipan sumber.
Pada paragraf pertama hingga ketujuh, dijelaskan bagaimana dari awal
penulis memperkenalkan Chairul Huda serta Romli Atmasasmita yang
dihubungi pengacara Setya Novanto untuk memberikan mereka saran agar
Setnov bisa terlepas dari kasus korupsi E-KTP ini. Pengacara Setnov
melakukan hal ini dikarenakan Chairul serta Romli pernah menjadi saksi
ahli yang membebaskan Mantan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam
kasus korupsi serta pencucian uang pada tahun 2015 yang lalu. Peneliti
beranggapan bahwa penulis sengaja memunculkan kembali kasus Budi

Universitas Sumatera Utara


59

Gunawan agar publik dapat mengingat kembali kasus tersebut. Lalu upaya
selanjutnya yang dilakukan Setya Novanto adalah mengajukan gugatan
praperadilan. Lika-liku dalam mengajukan gugatan praperadilan pun
sangat panjang, semua dibuat jelas oleh penulis dimulai dari paragraf ke
delapan hingga paragraf ke 24. Semua dijelaskan secara rinci disertai
dengan kutipan-kutipan dari para sumber-sumber yang telah
diwawancarai. Pada paragraf ke 8, penulis menjelaskan ada delapan poin
materi gugatan praperadilan Setya Novanto. Selain soal keabsahan
penyidik yang bukan polisi, ada soal kerugian negara. Upaya selanjutnya
yang tertulis di artikel berita adalah mengenai upaya Setnov yang juga
menempuh upaya di luar peradilan. Misalnya menggunakan jalur politik di
Senayan. Setnov meminta bantuan kepada Ketua Komisi Hukum DPR,
Bambang Soesatyo untuk berbicara kepada pimpinan KPK tetapi akhirnya
tidak berhasil. Dan upaya terakhir yang dilakukan adalah mengirimkan
surat kepada KPK dari DPR. Penulis selalu tidak lupa untuk menyertakan
kutipan-kutipan sumber yang mendukung terbentuknya berita yang dibuat
oleh sang penulis sendiri.
Tema kedua, pihak-pihak yang berusaha dilibatkan dalam upaya
pelepasan Setya Novanto dari status tersangka. Tema ini didalam teks
didukung oleh penulis yang merincikan dengan jelas nama-nama para
sumber serta apa saja peran mereka dalam upaya pelepasan Setya
Novanto. Yang pertama adalah Chairul serta Romli yang diceritakan pada
paragraph pertama hingga ketujuh, dimana mereka dihubungi oleh pihak
pengacara untuk meminta saran agar Setnov dapat lepas dari status
tersangka korupsi E-KTP, karena sebelumnya mereka telah menjadi saksi
ahli dalam kasus Budi Gunawan yang lolos dari kasus pencucian dan
korupsi yang menjerat dirinya. Lalu, pihak-pihak dari kader golkar yang
juga dihubungi oleh Setya Novanto untuk dimintai saran mengenai
gugatan praperadilan. Hal ini didukung dari teks pada paragraph ke 20
yang mengatakan bahwasanya Setya Novanto awalnya menugaskan Rudy
Alfonso yang merupakan Ketua Bidang Hukum Golkar sebagai kuasa
hukumnya. Tetapi Rudy menganggap saran-saran yang diberikan Rudy

Universitas Sumatera Utara


60

yang memberi saran kepada dirinya untuk tidak mengamil jalan gugatan
praperadilan malah akan menjerumuskan dirinya. Begitu pula dengan
Firman Wijaya yang awalnya sempat diajak oleh Setnov berdiskusi, tetapi
alasan yang disampaikan Firman hampir sama dengan yang disampaikan
oleh Rudy Alfonso. Pihak lain yang terlibat adalah Bambang Soesatyo
selaku Ketua Komisi Hukum DPR, dimana Setnov meminta bantuan
kepada Bambang untuk berbicara kepada pihak KPK untuk menunda
pemeriksaannya hingga ada putusan gugatan praperadilan tetapi Bambang
tak bersedia dalam melakukannya. Hal ini dapat dilihat pada paragraph ke
31-32. Pihak lain yang terlibat adalah Fadli Zon selakuk Wakil Ketua
DPR. Setya Novanto berdiskusi dengan Fadli Zon. Pihak lain yang terlibat
adalah para kuasa hukum Setya Novanto.
Tema ketiga adalah kader Partai Golkar dan Setya Novanto.
Peneliti merasa bahwa banyak keterlibatan kader Partai Golkar yang
dibuat oleh penulis pada artikel berita ini. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan-kutipan sumber yang kebanyakan berasal dari Partai Golkar.
Diantaranya adalah dimulai dari BJ Habibie selaku Dewan Kehormatan
Partai Golkar, walaupun tidak ada sumber pernyataan langsung dari BJ
Habibie. Lalu Fahmi Idris selaku anggota Dewan Pembina Partai Golkar,
Idrus Marham selaku Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Rudy Alfonso
selaku Ketua Bidang Hukum Partai Golkar, Christina Ariyani selaku
Anggota Bidang Hukum Partai Golkar, Nurul Arifin selaku Ketua Bidang
Media Partai Golkar, Bambang Soesatyo yang merupakan Ketua Komisi
Hukum DPR tetapi juga merupakan Politikus Partai Golkar dan yang
terakhir adalah Robert Joppy Kardinal selaku Bendahara Umum Golkar.
Dan tema yang keempat mengenai para kuasa hukum Setya
Novanto. Teks ini dapat dilihat pada paragraph ke 20 hingga 30 yang
menjelaskan mengenai para kuasa hukum Setya Novanto. Kuasa hukum
Setya Novanto yakni Agus Trianto, I Ketut Mulya Arsana, Amrul Khair
Rusin dan Jaka Mulyana. Pada sub-judul, penulis membuat kata-kata
“pengacara tak terkenal” pada kalimatnya. Hal ini dibuktikan dalam teks
yang di dalam artikel berbunyi : “Rekam jejak para kuasa hukum Setya

Universitas Sumatera Utara


61

juga tak terlalu mentereng di bidang hukum pidana.” Lalu pada paragraph
selanjutnya yakni paragraph ke 27, penulis menjelaskan mengenai kuasa
hukum Setnov yang bernama Agus Trianto yang sebelumnya lebih banyak
menangani sengketa perdata dan kepailitan. Tetapi penulis tidak
menjelaskan mengenai latar belakang pengacara Setnov yang lainnya.

4. Struktur Retoris
Pada bagian cover dari laporan utama, terlihat sebuah ilustrasi
berbentuk animasi pakaian jas dan terdapat borgol merah di bagian
lengannya. Tetapi jas ini tidak ada yang mengenakannya. Malah yang
terlihat adalah sosok Setya Novanto yang timbul setengah badan di bawah
jas. Peneliti memaknai ilustrasi ini sebagai gambaran mengenai Setnov
yang berusaha untuk lepas dari jeratan kasus tersangka korupsi. Maka pada
ilustrasi itu karikatur Setnov bersembunyi di bawah jas yang mengenakan
borgol berwarna merah. Borgol berwarna merah dimaknai penulis sebagai
simbol dari KPK yang dimana huruf P pada singkatan KPK dituliskan
dengan berwarna merah.
Foto pertama yang ada pada artikel berita adalah foto Kuasa
Hukum Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada bulan
September 2017. Tetapi pada artikel, tidak dijelaskan siapa saja yang ada
pada foto tersebut. Dalam foto tersebut terdapat tiga orang. Dari yang
paling kanan terdapat seseorang berkacamata serta berkumis mengenakan
pakaian batik. Lalu disebelahnya ada seorang pria yang memakai kemeja
putih, serta jas hitam sebagai luaran tetapi pandangan sedang mengarah ke
sebelah kirinya. Disamping pria tersebut terdapat seorang pria lagi yang
juga mengenakan pakaian batik dan terlihat sedikit botak. Peneliti merasa
penulis memasukkan foto ini dikarenakan pada sub-judul terdapat kata-
kata “tidak terkenal”. Sehingga apakah para pembaca memang merasa
tidak mengenal mereka atau tidak. Karena jika Setnov memakai pengacara
yang terkenal, pembaca pasti akan langsung mengetahui siapa saja yang
didalam foto tanpa menyebutkan siapa saja yang ada pada foto tersebut.
Penulis sendiri tidak mengetahui siapa saja kuasa hukum yang terdapat

Universitas Sumatera Utara


62

pada foto tersebut. Foto ini berada pada halaman 34,berukuran ¼ halaman
dan posisinya berada di kanan atas.
Foto kedua berukuran ½ halaman dan keterangan foto tersebut
menyatakan bahwa Setya Novanto bersama Rudy Alfonso (kanan) setelah
menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Januari 2017. Di dalam
foto tersebut terlihat jelas dari sebelah kanan Rudy Alfonso sebelah kanan
mengenakan kemeja berwarna abu-abu, lalu Setya Novanto yang
mengenakan pakaian batik serta seorang polisi yang menggiring mereka
keluar dari gedung KPK. Foto ini diambil jauh sebelum dikabarkan
hubungan Setnov dan Rudy Alfonso agar sedikit renggang dikarenakan
perbedaan pendapat dalam gugatan praperadilan yang penjelasannya
terdapat pada paragraph ke 20 dan 21.
Lalu terdapat kata “Papa Setya” pada headline. Penulis
menggunakan kata-kata Papa Setya seolah-olah penulis ingin
mengingatkan kita kembali kepada permasalahan Setya Novanto dengan
PT Freeport Indonesia dimana pada kasus tersebutlah Setya Novanto
dijuluki dengan julukan “Papa Minta Saham”. Selanjutnya terdapat kata
rungsing pada paragraph kedua yang memiliki makna “sebentar-sebentar”.
Lalu ada pula kata “pengacara tak terkenal” yang terdapat pada sub-judul.
Peneliti memaknai tak terkenal yang dimaksud oleh penulis adalah
pengacara yang namanya tidak sering terdengar namanya pada kasus-
kasus besar di Indonesia. Jika menggunakan pengacara terkenal pasti
nama-nama yang akan langsung terpikir adalah nama-nama seperti
Hotman Paris, Otto Hasibuan dan lainnya.

5. Analisis Kompilasi
Pada analisis ini peneliti merangkum dari empat struktur, yakni:
struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik dan struktur retoris. Hal
ini, untuk mempermudah pembaca dalam memahami hasil penelitian dari
analisis framing Pan dan Kosicki, artikel berita Setya Novanto pada
Majalah Tempo Edisi 18-24 September yang berjudul “Siasat Lepas Setya
Novanto”.

Universitas Sumatera Utara


63

Pada struktur sintaksis, Headline sudah mewakilkan isi dari berita


yang akan dibahas, sub-judul juga sangat membantu menjelaskan isi
dari berita. Tetapi terdapat pemberitaan Budi Gunawan bahkan di sub-
judul, sehingga peneliti merasa penulis ingin pembaca mengingat
kembali kasus korupsi yang melibatkan Budi Gunawan, Lead yang
dipakai paa berita ini tidak menjelaskan keseluruhan isi berita, inti dari
berita ini berada di tengah-tengah hingga akhir berita. Berdasarkan hal
ini, pembaca harus memahami terlebih dahulu headline dan sub judul
yang menjadi latar informasi pada artikel. Artikel yang dibuat oleh
wartawan, memenuhi komponen suatu berita yaitu 5W + 1H yang
melengkapi unsur-unsur penelitian pada struktur skrip.

Hal yang membuat semakin menarik adalah cover dari berita


laporan utama ini adalah ilustrasi karikatur Setya Novanto yang dimuat
sebesar dua halaman penuh disertai dengan judul serta sub-judul dalam
strukstur retoris. Analisis struktur retoris pada artikel yang diceritakan
wartawan, lebih menggunakan kata pada artikel dibandingkan dengan
foto/gambar untuk mengkonstruksikan realitas sosial yang terjadi.

Pada artikel ini peneliti membaginya kedalam empat tema yaitu


Upaya-upaya yang dilakukan Setya Novanto untuk lepas dari status
tersangka korupsi E-KTP, pihak-pihak yang berusaha dilibatkan dalam
upaya pelepasan Setya Novanto dari status tersangka, Partai Golkar dan
Setya Novanto dan yang terakhir adalah para kuasa hukum Setya
Novanto.

Universitas Sumatera Utara


64

4.1.2 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki (Berita II)

Judul : Adu Siasat VS Bukti Kuat

Rubrik : Laporan Utama

Sumber : Majalah Tempo Edisi 18-24 September 2017

Halaman : 38-39

Ringkasan Berita

ADU SIASAT VS BUKTI KUAT

Mengulur pemeriksaannya sebagai tersangka di KPK, Setya Novanto berharap


praperadilan membatalkan statusnya. Komisi antikorupsi segera menahannya.

Menjadi tersangka proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sejak


17 Juli lalu, Setya mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan untuk membatalkan status tersebut pada Senin dua pekan lalu.
Setya mengajukan gugatan praperadilan dengan delapan alasan memohon
praperadilan, misalnya mempersoalkan penyidik KPK yang bukan merupakan
seorang polisi dan ia menganggap kasus ini belum terbukti merugikan negara.

Pada saat putusan proyek e-KTP dengan terdakwa dua bekas pejabat
Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, Majelis Hakim yang diketuai
oleh John Halasan Butarbutar tak menyebut nama Setya Novanto sebagai salah
satu pelaku korupsi e-KTP. Yang disebut hanyalah Irman, Sugiharto, Diah
Anggraeni, Andi Narogong, serta calon peserta lelang proyek itu. Entah atas
alasan apa Hakim tidak menyebutkan nama Setya Novanto padahal namanya
berulang kali disebut oleh para saksi. Tetapi nama Setya Novanto kembali disebut
dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Narogong. KPK
meyakini jatah Setya Novanto dari e-KTP mengalir lewat Andi Narogong.

Bekas Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni dua kali bersaksi


dan dua kali pula menyebut nama serta peran Setya Novanto. KPK pun meminta
banding perkara Irman dan Sugiharto untuk mengoreksi kekeliruan hakim yang
menghapus nama Setya Novanto dalam putusannya. KPK terus ngebut
merampungkan berkas penyidikan e-KTP agar bisa segera melimpahkannya ke
pengadilan.

Universitas Sumatera Utara


65

Perangkat Unit Hasil Pengamatan


Framing Pengamatan
Struktur Sintaksis Headline Adu Siasat VS Bukti Kuat

Lead Kuasa Hukum Setya Novanto


memprotes hakim begitu
mendengar Komisi
Pemberantasan Korupsi meminta
sidang praperadilan yang
diajukan kliennya ditunda selama
tiga pekan.
Latar Informasi Setya Novanto mencoba
mengulur pemeriksaannya
sebagai tersangka di KPK tetapi
Komisi antikorupsi segera
menahannya.
Kutipan Sumber Ketut Mulya Arsana (Kuasa
Hukum Setya Novanto)
- Menurutnya penundaan
selama tiga pekan terlalu
lama
- “Kami minta tiga hari”
kata Ketut kepada Hakim
di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
Agus Trianto (Kuasa Hukum
Setya Novanto)
- “Apa langkah yang
diambil Yang Mulia bila
KPK minta mundur lagi?”
tanya Agus dikarenakan

Universitas Sumatera Utara


66

Hakim menunda
persidangan selama
sepekan.
Cepi Iskandar (Hakim)
- Ia menjawab bahwa ia
telah memberikan waktu
kepada KPK ”Dalam
praktiknya kalau sudah
dipanggil, selalu hadir”
ujarnya.
Setiadi (Kepala Biro Hukum
KPK)
- Mengatakan penundaan
itu salah satu strategi
untuk memenangi
persidangan.
- “Namanya kuasa hukum
itu harus punya strategi,
trik, dan kiat tertentu
untuk memenangi suatu
pertempuran” ujarnya.
- “Salah satu tekniknya
adalah penundaan”. Pihak
Setiadi yang merupakan
pihak KPK meminta
sidang ditunda dengan
alasan “sedang
melengkapi syarat-syarat
administrasi”

Universitas Sumatera Utara


67

Diah Anggraeni (Bekas


Sekretaris Jenderal
Kemendagri)
- Berkukuh pernah bertemu
dengan Setya dan
membicarakan proyek e-
KTP
- “Beliau bilang „Bu, nanti
di Kemendagri ada
program e-KTP. Ayo kita
jaga bersama‟,” ujar Diah
dalam kesakasiannya.
Diah bersaksi untuk Irman
dan Sugiharto pada saat
itu.
- Mengatakan Setya
memintanya
menyampaikan pesan
kepada Irman
- “Pak Setya Novanto
menyampaikan, „Tolong
sampaikan kepada Irman,
kalau ketemu orang dan
ditanya, bilang saja tidak
kenal saya‟,” ujar Diah
dalam persidangan Maret
lalu.
Irman (Mantan pejabat
Kemendagri/Tersangka korupsi
proyek e-KTP)
- “Pertemuan di Gran Mella
bersama Diah dan Setya

Universitas Sumatera Utara


68

pada 2010 difalitasi


Andi.” Ujarnya saat
bersaksi untuk Andi
Narogong pada akhir
Agustus lalu.
- Menurut Irman inti dari
pertemuan itu adalah
Setya menyatakan akan
mengawal anggaran dana
proyek e-KTP di DPR.
Laode Muhammad Syarif
(Wakil Ketua KPK )
- Putusan banding yang
ditunggu-tunggi
diharapkan mengoreksi
kekeliruan hakim yang
menghapus nama Setya
dalam putusannya
- “Putusan banding ini bisa
menjadi bukti tambahan
untuk kasus selanjutnya”
Setya Novanto (Tersangka
Kasus Korupsi e-KTP)
- “Demi Allah, demi Tuhan,
saya tak korupsi,” ujarnya
saat berkunjung ke kantor
Tempo pada Maret lalu.
Pernyataan Tidak ada pernyataan atau opini
dari penulis pribadi melainkan
dari para sumber-sumber

Universitas Sumatera Utara


69

Penutup Meyakini penyidikan perkara


Setya Novanto hampir rampung,
menurut seorang pejabat KPK,
komisi antikorupsi berencana
menahan Setya seumpama ia
datang dalam pemeriksaan yang
dijadwalkan Senin pekan lalu.
Tapi Setya absen dengan dalih
sakit.
Struktur Skrip What Alasan-alasan dari pihak Setya
Novanto untuk bebas dari status
tersangka dan juga bukti-bukti
yang dimiliki oleh KPK.
Where - Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan
- Gedung DPR
- Hotel Gran Melia Jakarta
- Los Angeles
When - Selasa, Pekan Lalu (12
September 2017)
- Jumat, Pekan Lalu (15
September 2017)
- 2010 (Pertemuan di Hotel
Gran Melia, Jakarta)
- 2014 (Pelantikan Ketua
Badan BPK)
- Akhir Agustus 2017
- Maret 2017
Who Setya Novanto dan KPK

Why Dikarenakan Setya Novanto


berusaha mengulur
pemeriksaannya sebagai

Universitas Sumatera Utara


70

tersangka di KPK dan Setya


Novanto berharap praperadilan
membatalkan statusnya. Komisi
antikorupsi segera menahannya.

How - Setya Novanto dalam


gugatannya menyertakan
delapan alasan memohon
praperadilan
- KPK meminta banding
perkara Irman dan
Sugiharto, dimana putusan
banding yang ditunggu-
tunggi diharapkan
mengoreksi kekeliruan
hakim yang menghapus
nama Setya Novanto
dalam putusannya.

Struktur Tematik Paragraf, proposisi,


kalimat, hubungan antar Terdapat dua tema dalam artikel
kalimat berita ini :
1. Gugatan sidang
praperadilan Setya
Novanto ditunda karena
taktik KPK Bukti Kuat
KPK
2. Bukti kuat yang dimiliki
KPK belum benar-benar
kuat

Universitas Sumatera Utara


71

Struktur Retoris Kata, Idiom,


Gambar/Foto, Grafik - Foto pertama adalah
sebuah foto yang dimana
pada keterangannya
tertulis : “Koalisi
masyarakat Sipil
Antikorupsi berunjuk rasa
mendesak KPK segera
menahan Setya Novanto
di gedung KPK, Jakarta,
14 September 2017.
Tampak seorang pria
memegang sebuah kertas
bertuliskan “KPK
JANGAN TAKUT” lalu
ada hashtag bertuliskan
#TahanSN serta disebelah
kirinya terdapat seseorang
yang memakai topeng
berwajah Setya Novanto
sambil memegang poster
bertuliskan “Semoga
„PAPA‟ Cepet Sembuh
#TahanSN

- Foto kedua pada


keterangannya bertuliskan
: “Sidang terdakwa kasus
korupsi E-KTP Andi
Narogong di Pengadilan
Tipikor, Jakarta, 11
September 2017 (kanan).

Universitas Sumatera Utara


72

Didalam foto, terdapat


lima orang, tetapi hanya
dua orang yang tampak
jelas, tiga lainnya tampak
blur.
- Kata : Adu Siasat
- Kata : ngebut
- Kata : VS
- Kalimat : “Celah tersebut
sebenarnya sudah
tertutup”

Analisis :

1. Struktur Sintaksis

Pada artikel berita kedua ini, headline yang dibuat seolah-olah seperti satu
pihak yang beradu dengan pihak lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kata “vs” yang
merupakan singkatan dari versus yang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti
(me)lawan. Headline dari artikel berita ini adalah Adu Siasat vs Bukti Kuat.
Dimana yang dimaksud oleh penulis sebagai “adu siasat” adalah Setya Novanto
beserta kuasa hukumnya dan “bukti kuat” adalah KPK yang memiliki bukti-bukti
yang cukup untuk mengalahkan segala siasat yang dimiliki oleh Setya Novanto.

Lead pada artikel berita ini pun bukan merupakan inti dari berita,
melainkan peneliti menceritakan fakta mengenai sidang praperadilan yang pada
saat itu pengacara Setya memprotes karena pada saat sidang pihak KPK meminta
sidang praperadilan ditunda. Pemilihan kutipan-kutipan dari pernyataan sumber,
mulai dari pengacara Setya Novanto, pihak KPK, saksi-saksi dalam kasus
persidangan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat mengerti dan
mengikuti alur serta proses persidangan. Sama seperti pada bagian lead yang
menceritakan dahulu fakta mengenai sidang. Lalu pada paragraph selanjutnya
akan diketahui bagaimana kelanjutan ceritanya.

Universitas Sumatera Utara


73

Pada artikel berita ini, penulis awalnya menceritakan dahulu proses


persidangan yang akan ditunda dikarenakan permintaan KPK yang beralasan
meminta ditunda dikarenakan sedang melengkap syarat-syarat administrasi. Tak
lupa pula disertai kutipan-kutipan saat persidangan baik dari pihak KPK maupun
kuasa hukum Setya Novanto. Hal ini berarti penulis tidak hanya mendengar
melalui salah satu pihak, melainkan dari kedua belah pihak. Lalu selanjutnya,
penulis menjelaskan mengenai gugatan praperadilan yang diajukan Setya. Hanya
dua dari delapan gugatan yang disertakan penulis dalam artikel. Padahal
sebelumnya penulis telah menulis dua gugatan yang sama ini pada artikel
sebelumnya yang berjudul “Upaya Tersisa Papa Setya”. Tetapi perbedaannya
penulis menjelaskan bahwasanya Mahkamah Konstitusi sudah menguatkan
kewenangan KPK mengenai dua gugatan yang dilontarkan. Penulis seolah
mematahkan gugatan pihak Setya Novanto dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Lalu penulis menyertakan cerita mengenai beberapa persidangan yang


lalu, yaitu saat persidangan Irman dan Sugiharto dan juga pada saat persidangan
Andi Narogong. Penulis ingin pembaca mengingat mengenai sidang beberapa
tersangka yang lalu dikarenakan ada keterkaitan dengan status tersangka Setya
Novanto. Selanjutnya ada juga bukti-bukti hasil penyelidikan KPK sebagai “bukti
kuat” untuk melawan “adu siasat” dari Setya Novanto.

2. Struktur Skrip

Unsur 5W + 1H pada artikel ini lengkap dan juga saling


berkesinambungan. Unsur what dari berita ini adalah alasan-alasan dari pihak
Setya Novanto untuk bebas dari status tersangka dan juga bukti-bukti yang
dimiliki oleh KPK.. Unsur when dan why sama seperti artikel sebelumnya,
semuanya lebih dari satu dikarenakan berita tidak hanya menyangkut suatu
kejadian tetapi beberapa kejadian sehingga menjadi seperti alur cerita. Unsur who
sebenarnya juga tidak hanya KPK dan Setya Novanto, tetapi menurut saya dua
tokoh inilah yang paling menonjol dibandingkan dengan yang lain. Unsur why
dalam berita ini adalah dikarenakan Setya Novanto berusaha mengulur
pemeriksaannya sebagai tersangka di KPK dan Setya Novanto berharap
praperadilan membatalkan statusnya. Komisi antikorupsi segera menahannya.

Universitas Sumatera Utara


74

serta unsure how pada berita ini adalah Setya Novanto dalam gugatannya
menyertakan delapan alasan memohon praperadilan dan KPK meminta banding
perkara Irman dan Sugiharto, dimana putusan banding yang ditunggu-tunggi
diharapkan mengoreksi kekeliruan hakim yang menghapus nama Setya Novanto
dalam putusannya.

3. Struktur Tematik

Pada struktur tematik, kalimat atau hubungan antar-kalimat sangat sesuai


membuat pembaca tidak kebingungan dalam memahami berita yang disajikan
penulis dalam artikelnya. Pada sub judul penulis menjelaskan bahwa “Mengulur
pemeriksaaanya sebagai tersangka di KPK, Setya Novanto berharap
praperadilan membatalkan statusnya. Komisi antikorupsi segera menahannya.”,
kalimat ini membuat pembaca lebih mudah mengetahui isi beritanya dan seperti
apa secara garis besar. Terdapat dua tema besar yang dapat peneliti ambil dari
artikel berita. Tema pertama adalah gugatan sidang praperadilan Setya Novanto
ditunda karena taktik KPK. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan pada paragraph
lima, dimana Setiadi mengatakan bahwa penundaan merupakan salah satu strategi
mereka untuk memenangi persidangan. Tema kedua adalah bukti kuat yang
tertulis pada headline sebenarnya belum benar-benar kuat. Dikarenakan penulis
tidak menemukan dalam artikel bukti yang benar-benar kuat. KPK dikatakan
masih mengumpulkan dan masih dalam proses pemeriksaan.

4. Struktur Retoris

Foto pertama yang terdapat pada artikel berita adalah tampak sebuah foto
orang-orang yang berunjuk rasa. Hal ini diketahui dari keterangan foto yang
memberi keterangan pada bawah foto yakni “Koalisi Masyarakat Sipil
Antikorupsi berunjuk rasa mendesak KPK segera menahan Setya Novanto di
Gedung KPK, Jakarta 14 September 2017. Tidak hanya dari keterangan, suasana
pada foto pun menunjukkan orang-orang yang sedang unjuk rasa. Di dalam foto
terdapat seorang pria yang sedang memegang poster yang bertuliskan KPK
Jangan Takut #TahanSN. Lalu di sebelah pria tersebut tampak seseorang

Universitas Sumatera Utara


75

menggunakan topeng berwajah Setya Novanto dan memegang poster yang


bertuliskan “Semoga „Papa‟ Cepat Sembuh”. Tampak mereka sedang berunjuk
rasa di depan gedung KPK, karena pengambilan foto diambil dari tampak bawah
dan terlihat dari bawah tulisan KPK pada gedung di foto tersebut. Foto ini peneliti
anggap untuk mendukung sub-judul. Tetapi pada berita di dalamnya bahkan tak
terdapat penjelasan mengenai unjuk rasa. Penulis menyertakan foto agar pembaca
mengetahui bahwa sudah ada desakan dalam penangkapan Setya Novanto. Besar
dari foto ini adalah ¼ halaman, diletakkan pada dua halaman.

Foto kedua yang terdapat dalam artikel berita ini adalah foto yang pada
keterangannya memberi penjelasan “Sidang terdakwa kasus korupsi e-KTP Andi
Narogong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 September 2017 (kanan).”
Penjelasan penulis dengan mencantumkan “kanan” peneliti anggap kurang jelas,
dikarenakan pada foto tersebut terdapat lima orang, tiga orang didepan dengan
foto yang sengaja di blur kan, dan dua lagi sedang serius menyimak dan foto
tersebut jelas memperlihatkan wajah mereka. Foto ini peneliti anggap sebagai
pendukung dari paragraph ke 15 yang menjelaskan mengenai saat salah seorang
tersangka korupsi bersaksi untuk Andi Narogong yang ada pada foto tersebut.

Terdapat kata “Adu Siasat” pada headline yang dibuat oleh penulis. Pada
kamus KBBI, adu berarti berlaga atau bertanding, sedangkan siasat berarti taktik
atau tindakan. Adu siasat disini berarti taktik yang digunakan oleh pihak Setya
Novanto untuk melawan bukti kuat yang dimiliki oleh KPK. Selanjutnya terdapat
kata VS pada headline. VS merupakan singkatan dari versus yang berarti
melawan.

Kata selanjutnya adalah ngebut yang terdapat pada paragraph ke enam.


Peneliti mengartikan ngebut yang artinya akan secepat mungkin barang-barang
serta berkas penyidikan diselesaikan oleh KPK. Kalimat selanjutnya adalah “celah
tersebut sebenarnya sudah tertutup”. Kalimat ini dibuat penulis pada bagian
setelah Setya Novanto menjelaskan gugatannya. Sehingga maksud dari penulis
membuat kata-kata ini yang memiliki arti sebenarnya alibi yang dibuat oleh pihak
Setya Novanto sudah tidak berlaku lagi.

Universitas Sumatera Utara


76

5. Analisis Kompilasi

Pada struktus sintaksis, headline yang dibuat sebenarnya sudah bisa


mewakili isi berita. Tetapi menurut peneliti, isi berita tidak terlalu sesuai dengan
judul. Dikarenakan berita tidak dibahas terlalu mendalam, baik mengenai siasat
Setya Novanto dan juga bukti kuat KPK. Berita ini sudah lengkap dari unsure 5W
+ 1H. Pada struktur tematik terdapat dua tema besar yaitu gugatan sidang
peradilan Setya ditunda dikarenakan KPK dan juga bukti kuat yang dimaksud
peneliti belum benar-benar kuat. Struktur retoris tidak terlalu mendukung berita
yang ada. Sehingga peneliti menyimpulkan isi berita dengan judul sebenarnya
tidak sepenuhnya sesuai, dan berita dibahas tidak terlalu mendalam.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Sebagai penutup, berdasarkan hasil penelitian mengenai konstruksi berita
Setya Novanto dan jerat kasus korupsi E-KTP di Majalah Tempo (Analisis
framing pemberitaan Setya Novanto dalam kasus Korupsi E-KTP pada Majalah
Tempo edisi 18-24 September 2017), dapat dikemukakan bagian-bagian
penting yang merupakan kesimpulan dari penelitian sebagai berikut:
1. Majalah Tempo membingkai berita Setya Novanto dalam Kasus
Korupsi E-KTP dengan membentuk konstruksi bahwa Setya Novanto
adalah pihak yang mencoba untuk lari dan ingin lepas dari status
tersangka kasus korupsi E-KTP. Hal tersebut diinternalisasikan oleh
Majalah Tempo dengan berulang kali menjelaskan upaya-upayanya
yang sebenarnya tidak cukup kuat untuk membela dirinya dalam kasus
korupsi E-KTP. Serta hasil dari eksternalisasi oleh Majalah Tempo
disampaikan lewat bahasa yang digunakan di artikel-artikel yang
dimuat.
2. Isi artikel Majalah Tempo merupakan bentuk konstruksi sosial. Media
tersebut mengkonstruksi pesan-pesan yang disampaikan kepada
khalayak dengan tulisan yang berfokus pada upaya Setya Novanto
untuk melepaskan diri dari status tersangka kasus korupsi E-KTP,
penyeleksian tulisan yang dimuat pada artikel Majalah Tempo edisi 18
September 2017 dengan menceritakan fakta dan peristiwa yang
sumbernya berasal dari orang-orang terdekat Setya Novanto
contohnya adalah dari kader-kader partai Golkar dan juga dari pihak
KPK. Fakta atau realitas diproduksi dan dikonstruksi dengan
menggunakan perspektif tertentu yang akan dijadikan bahan berita
oleh penulis Majalah Tempo. Maka tidak diragukan lagi, jika Majalah
Tempo membuat berita berbeda dengan sebuah peristiwa yang sama.

77
Universitas Sumatera Utara
78

5.2. Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai “Analisis framing pemberitaan
Setya Novanto dalam Kasus Korupsi E-KTP pada Majalah Tempo) edisi 18
September 2017, peneliti memiliki saran yang seperlunya dapat menjadi bahan
masukan berbagai pihak untuk menjadi lebih baik ke depannya, adapun saran
tersebut ialah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan
bagi mahasiswa maupun peneliti berikutnya dalam memahami
konstruksi berita khususnya mengenai kasus Setya Novanto dan korupsi
E-KTP .
2. Diharapkan bagi media untuk menjunjung tinggi nilai jurnalistik dan
elektabilitas pers dalam menyajikan informasi-informasi terhadap
realitas sosial di dalam masyarakat.
3. Diharapkan bagi masyarakat untuk dapat menyaring informasi-
informasi yang disajikan oleh media.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR REFERENSI

Ardianto, Elvinaro & Q-Annes, Bambang. (2007). Filsafat Ilmu


Komunikasi.Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Bungin, Burhan. (2003) Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada

__________. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana.

__________. (2008). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus


Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.

________. (2008). Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Eriyanto.(2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:


LKiS.

_______. (2002). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media,


Yogyakarta: LkiS

______. (2011). Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu


Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group

Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta:
Granit

Hoed, Benny H. (2011). Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, cetakan pertama,
Depok: Beji Timur

Idrus, Muhammad. (2009), Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif


dan Kuantitatif). Yogyakarta : Penerbit Erlangga.

Moleong, j, Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif .Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2003).Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar.Bandung : PT.


Remaja Rosda Karya

Muhtadi, Asep Saiful.(2008).Komunikasi Politik Indonesia. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya
Narwaya, Tri Guntur. (2006). Matinya Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Resist Book.

79
Universitas Sumatera Utara
80

Sobur, Alex. (2004). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotikadan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Sudibyo, Agus. (2001). Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta:


LKiS.

Suparno, Paul (1997) Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, Yogyakarta:


Kanisius

Wibowo. (2011). Budaya organisasi : Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan


Kinerja

Zamroni, Muhammad. (2009). Filsafat Komunikasi; Pengantar Ontologis,


Epistemologis, Aksiologis.Yogyakarta: PT. Graha Ilmu

Sumber Lain:

https://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Media_Cetak (diakses pada 26-7-


2018 pukul 11:22)

http://dennyirawandress.blogspot.com/2016/10/sejarah-perkembangan-media-
cetak-dan.html(diakses pada 26-7-2018 pukul 11:25)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk_elektronik (diakses pada


29-7-2018 pukul 21.49)

https://news.detik.com/berita/d-3442042/kasus-e-ktp-rp-23-t-kerugian-negara-2-
tersangka-dan-280-saksi (29-7-2018 pukul 22.13)

https://www.liputan6.com/news/read/3158585/jejak-kasus-setya-novanto (29-7-
2018 pukul 22.30)

https://news.detik.com/foto-news/d-3787241/lika-liku-drama-setya-novanto-di-
kasus-e-ktp/12#share_top (29-7-2018 pukul 22.57)

https://news.okezone.com/read/2014/01/08/337/923496/jalan-panjang-e-ktp
(diakses pada 4 agustus 2018, 13.37)
http://www.e-ktp.com/2011/06/hello-world/ (diakses pada 8 agustus 2018, 14.33)

Universitas Sumatera Utara


MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 32

Universitas Sumatera Utara


MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 33

Universitas Sumatera Utara


MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 35

Universitas Sumatera Utara


MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 34

Universitas Sumatera Utara


MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 38

Universitas Sumatera Utara


MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 39

Universitas Sumatera Utara


BIODATA PENELITI

Nama : Tasya Nadhifah Siregar


NIM : 140904032
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 14 Mei 1996
Alamat : Jl. Sei Tuntung Baru Dalam No.10
Email : tasya.nadiva14@gmail.com
Orang Tua
Ayah : Dedy Irwandy Siregar
Ibu : Tetty Matondang
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Nama Saudara Kandung : Annisa Dilla Siregar (Adik)
Rizka Putri Siregar (Adik)
Pendidikan
2014 -2018 : Universitas Sumatera Utara – Ilmu Komunikasi
2014 – 2011 : SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah
2008 – 2011 : SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah
2002 – 2008 : SD Percobaan Negeri Medan

Organisasi
- IMAJINASI USU (Ketua Divisi Minat dan Bakat)

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR CATATAN BIMBINGAN

NAMA : Tasya Nadhifah Siregar


NIM : 140904032
PEMBIMBING : Drs. Syafrudin Pohan, M. Si, Ph.D

NO. TGL. PERTEMUAN PEMBAHASAN PARAF


PEMBIMBING
1. 15 Mei 2018 Diskusi Mengenai Judul
Skripsi
2. 24 Mei 2018 ACC Judul

3. 2 Juli 2018 Menyerahkan Bab I,


Bab II dan Bab III
4. 9 Juli 2018 Revisi Bab I , Bab II dan
Bab III
5. 11 Juli 2018 Menyerahkan Revisi
Bab I, Bab II dan Bab
III
6. 31 Juli 2018 Diskusi Mengenai Bab
IV dan Bab V
7. 3 Agustus 2018 Menyerahkan Bab IV
dan Bab V

8. 15 Agustus 2018 Revisi Bab IV dan Bab V

9. 20 Agutus 2018 ACC Seminar Hasil

Catatan :
Minimal pertemuan 6 (enam) kali untuk setiap pembimbing

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai