TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
Dalam Program Studi Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
PERTIWIH SIAHAAN
147050004
TELEPON :-
HANDPHONE : 085296084646
EMAIL : tiwih.siahaan@gmail.com
WEBSITE :-
HASIL KARYA :-
TESIS
Oleh:
PERTIWIH SIAHAAN
147050004
Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan teori kota dan pendekatan dalam
ilmu sosial. .Untuk metode penelitian, penelitian tesis ini menggunakan metode
sejarah. Tahapan awal dalam penelitian ini adalah mencari data pendukung ke
berbagai perpustakaan dan lembaga yang dianggap dapat menjadi sumber data
dalam penelitian, misalnya ke Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta,
Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara,
Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan Tarutung, Kantor Bupati Tarutung,
Kantor Pusat Pearaja Tarutung, Perpustakaan Sekolah Tinggi Teologia Siantar,
dan Perpustakaan USU. Setelah data terkumpul, tahapan selanjutnya adalah
menyaring data-data yang telah didapat kemudian untuk dianalisis dan tahapan
terakhir adalah tahapan penulisan tesis. Penelitian Tesis ini menjelaskan
bagaimana perkembangan kota Tarutung 1864-1942. Kehadiran kolonialisme
Barat dalam bentuk keagamaan, militer, administrasi dan ekonomi menjadi bagian
yang mendorong perkembangan Kota Tarutung.
For the Dutch colonial government, the expansion of Christianity with the arrival
of zending RMG in Tarutung made it easier for the Dutch to expand their control.
The mission of the zending RMG in Tarutung through increased services in
education and health. The Dutch colonial 1879 had set the city of Tarutung into a
Onder Afdeling Silindung as an administrative center for running the various
activities of the colonial government. The Netherlands is constructing directly
related facilities to support government, markets with various economic
activities, the construction of hospitals, the establishment of schools, the
construction of transportation pathways for trade, and the construction of churches
as places of worship.
This thesis research used the approach to urban theory and the approach to social
science. For research methods, this thesis research employed the historical
method. The first stage in this study is to search backenary data to libraries and
institutions that are believed to be the source of data in research, such as to the
National Archives of the Republic of Indonesia in Jakarta, Tengku Luckman Sinar
Library, North Sumatra University Library, Medan City Library, Tarutung
Library, Office Regent of Tarutung, Head Office of Pearaja Tarutung, The
Theological Library of Siantar , and USU Library. After data is collected, the
next stage is to sift through the data that has been acquired and then analyze and
the last stage is the writing of thesis. The thesis study explained how the city of
Tarutung develop 1864-1942. The presence of Western colonialism in its
religious, military, administrative and economic form forms a part that
encouraged the growth of the City of Tarutung.
Dengan ini saya, Pertiwih Siahaan, menyatakan bahwa tesis ini adalah asli
hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan
persyaratan untuk memperoleh gelar keserjanaan baik Strata Satu (S1), Strata Dua
(S2), maupun Strata Tiga (S3) pada Universitas Sumatera Utara maupun
perguruan tinggi lain.
Semua informasi yang dimuat dalam tesis ini yang berasal dari penulis lain
baik yang dipublikasikan maupun tidak telah diberikan pengharagaan dengan
mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari tesis ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya pribadi sebagai penulis.
Medan, 2020
Penulis
Pertiwi Siahaan
NIM.147050004
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai
dari bentuk rasa syukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan kepada
penulis.
Penulis menyadari tesis ini belum sempurna, oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi penulis sendiri.
Medan, 2020
Penulis
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
ucapan terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran, serta bimbingan yang telah
1. Bapak Dr. Budi Agustono, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
2. Bapak Dr. Suprayitno, M. Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu
4. Ibu Lila Pelita Hati, sebagai Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara sekaligus anggota Tim Penguji yang
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Sejarah
7. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Arsip Nasional
tesis ini.
10. Akhirnya, penulis ucapkan rasa terima kasih yang tiada kira dan rasa sayang
kepada kepada orang tua Ny.Siahaan /Rustina Gultom, dan adik-adik penulis,
Marta Gultom. Berkat dukungan materil dan moril yang mereka berikan
diberikan dari semua pihak baik yang sudah disebutkan maupun yang belum, tak
saudariku yang telah penulis terima sampai saat ini dapat terbalaskan oleh Tuhan
Medan,
Penulis
Pertiwih Siahaan
PENDAHULUAN
Bergel, bahwa kota pada awalnya adalah sebuah desa yang mengalami perubahan
terus-menerus sehingga menjadi sebuah kota, maka pada hakikatnya seluruh wilayah
kota kecil 1,kota kecil akan berubah menjadi kota sedang, kota sedang akan berubah
menjadi kota besar kota besar akan berubah menjadi metropolis ‘kota yang amat
besar’, dan metropolis akan berubah menjadi megapolis ‘kota yang super besar’.2
Pertumbuhan dan berkembangnya suatu kota dengan kota yang lain dapat
latar belakang munculnya suatu kota terbagi atas dua model pembentukan kota yaitu:
(1) kota yang terbentuk dari unit yang lebih kecil misalnya dari sebuah kampung,
desa, atau gabungan dari beberapa desa, dan (2) kota yang terbentuk dengan
1
S.Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan, Jakarta: Rajawali
Pers, 1992, hlm. 24. Kri
teriakota kecil adalah kota yang berpenduduk kurang dari 100.000 orang,
kota sedang adalah kota yang berpenduduk kurang dari 500.000 jiwa sedangkan
kota besar adalah kota yang yang berpenduduk di atas 500.000 sampai 2.000.000
orang sedangkan Kriteria tersebut digunakan untuk menggolongkan kota secara
administratif, antara kota besar dan kota kecil.
2
Purnawan Basundoro, Sejarah Kota, Yogyakarta:Ombak, 2012, hlm.1.
mendasari tumbuhnya suatu kota. Oleh karena itu dalam berbagai definisi tentang
kemajemukan sosial, pasar, dan sumber kehidupan, fungsi administratif, dan unsur-
dijajah, dikaitkan dengan era kolonial. Pembabakannya adalah sebagai berikut : era
kota tradisional (atau sering disebut kota prakolonial), era kota kolonial, dan era kota
pascakolonial.5
bangsa penjajah di kawasan tersebut. Kemunculan kota-kota baru juga terlihat pada
3
Claessen & Skalnik, The Early State, Den Haag: The Hague, 1984. Lihat
Rifki Firdaus, Perkembangan Kota Padang 1870-1945, Skripsi Sarjana, Depok:
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2010, hlm. 2.
4
Jones Emrys,Towns and Cities. London: OxfordUniversity,1966, hlm.1-
8.lihat juga Rifki Firdaus, Perkembangan Kota Padang 1870-1945,Skripsi Sarjana,
Depok : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2010, hlm. 3.
5
Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm.7.
Salah satu ciri utama kota kolonial adalah suatu kota yang dirancang dan
dengan kepentingan, kebutuhan, dan selera orang-orang Belanda yang berasal dari
penjajahan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal. Kota pascakolonial adalah
ada yang menjadi kota, dengan berbagai dorongan dari unsur-unsur eksternal, tetapi
ada juga yang tidak. Untuk mengetahui suatu masyarakat yang memiliki tradisi
permukiman desa atau kota, bisa ditelusuri dari konsep-konsep hunian pemukiman
berasal dari dataran tinggi yang turun ke daerah pesisir kemudian mendirikan desa-
desa baru (nagari). Sebagian besar Nagari Padang masih berbentuk daerah
gagasan kota adalah konsep asing. Pusat Nagari adalah mesjid atau balai adat,
6
Ibid.,hlm.8.
7
Ibid.,hlm.9.
8
Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm. 25-26.
sejak abad ke 14 (1347) sudah ada kesultanan yang dipimpin Sri Maharajo Dirajo
dengan pusat kekuasaan feodal tidak dibina dalam tradisi Minangkabau. Kota-kota
penjajahan.9
Konsep Negara yang dimulai dengan pendirian kompleks keraton atau kediaman
penguasa berada dalam titik lingkaran inti yang disebut negara. Kota Palembang
pada masa kesultanan tidak berbeda jauh dengan kota-kota di Jawa. Keraton
ditempatkan sebagai pusat kota, oleh karena itu, bagi Pemerintah Belanda ketika
menduduki Palembang, keraton sebagai pusat kota dijadikan model awal mereka
kecamatan atau ibu kota kabupaten. Setingkat lebih tinggi adalah kota otonom, yang
9
Feek Colombijn, Paco-Paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota di
Indonesia pada abad ke-20 dan Penggunaan uang Kota, Yogyakarta: Ombak,
2006, hlm. 56.
10
Dedi Irwanto M Santun, Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan
Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial,
Yogyakarta: Omabak, 2011, hlm. 4.
yang berkedudukan sebagai ibu kota provinsi, bahkan hampir semua ibu kota
Kota dapat dipandang sebagai suatu ruang yang digunakan untuk dan
dikenal adanya kota Tarutung. Latar belakang munculnya kota Tarutung apabila
dikaitkan dengan tentang konsep pembentukan kota menurut Claessen dan Skalnik
dapat dikaitkan dengan model pertama. Kota terbentuk dari unit yang lebih kecil
dari sebuah kampung, desa, atau gabungan dari beberapa desa. Kota Tarutung pun
pada mulanya adalah sebuah kampung kecil yang dihuni oleh masyarakat Batak-
Toba.
berkembang sesuai dengan pola pendirian huta pada masyarakat Batak-Toba. Rura
Silindung atau Lembah Silindung merupakan sebuah lembah subur yang memiliki
luas 400 kilometer persegi dan terletak di ketinggian 900 meter.12 Dikelilingi bukit
dan gunung diapit oleh Bukit Siatas Barita di sebelah Timur dan Gunung
Martimbang di sebelah Barat, dialiri dua sungai yaitu sungai Sigeaon dan Sungai
Situmandi yang menjadi satu di daerah Husor menjadi sungai Batang Toru.13
11
Purnawan Basundoro,op.,cit, hlm.28.
12
R.Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta:Kanisius, 2006, hlm.
16.
13
Patar M.Pasaribu, Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Apostel Di Tanah
Batak, Medan:Universitas HKBP Nommensen, 2005, hlm. 94.
yang dapat melindungi mereka dari serangan dari luar. Kampung (huta) dikelilingi
oleh oleh tembok yang tinggi dan tebal yang ditumbuhi oleh bambu berduri, dan
untuk jalan masuk dan keluar perkampungan melalui gang yang sempit.14
Disamping itu, tembok dan bambu juga berfungsi untuk menstabilkan suhu udara di
dalam desa agar tetap hangat dan melindungi huta dari serangan angin kencang dan
dingin serta serangan angin kiriman musuh berupa guna-guna, tenung, racun serta
penyakit yang aneh. Parit atau sungai kecil juga seringkali dibuat mengelilingi huta
tanah Batak-Toba. Huta Batak-Toba dikelilingi parik (tembok terbuat dari tanah
atau batu) yang tingginya sampai 2 meter dan lebar 1 meter. Kalau terbuat dari
tanah, maka diatasnya ditanami bambu duri. Kalau dari batu maka di bagian luar
parik di tanami juga bambu duri. Gunanya sebagai benteng, melindungi huta dari
serangan musuh. 16
14
Gomar Gultom, dkk., Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai
Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat
HKBP Pearaja Tarutung, 2004, hlm. 8.
15
Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Politik Huta Batak Toba,
Medan: Laporan Penelitian, IDKD Depdikbus, S.U. 1980.
16
Vergouwen, The Social Organisation and Customary Law of the
Toba-Batak of Northern Sumatra, Martinus Nilhoff, The Haque, 1964,
hlm. 105.
hukum, adat, ketertiban dan disiplin serta bertanggung jawab atas pemeliharaan
lurus.19 Batak-Toba memiliki sejumlah persyaratan agar suatu ruang wilayah dapat
magis nenek moyang mereka. Akan tetapi, jalan pikiran magistik itu selalu dikaitkan
dengan kesejahteraan, kesehatan, keturunan, dan keamanan. Tempat yang baik untuk
permukiman adalah di kaki gunung, baik di sisi kiri maupun kanan. 20 Munculnya
mitos-mitos dalam proses pendirian kota pada periode kota tradisional sebenarnya
17
Pada masa silam di lingkungan masyarakat Batak dikenal dua macam raja
yaitu pemimpin kerohanian dan raja duniawi.Meskipun mereka disebut raja, tetapi
kekuasaannya tidak seperti raja yang dikenal di Jawa atau Inggris maupun negeri
Belanda.Mereka lebih tepat dikatakan sebagai pemimpin atau ketua. Istilah raja
digunakan juga dalam acara adat, misalnya raja ni hula-hula yaitu sebutan untuk
mereka yang termasuk kelompok marga dari mana mempelai wanita berasal. Raja
Parhata adalah mereka yang biasanya menjadi juru bicara, raja ni boru yaitu
kelompok marga dari suami si wanita. Sebutan raja yang lazim digunakan pada
waktu acara adat atau dalam hubungan kekerabatan, sebenarnya adalah panggilan
untuk menghormati seseorang atau satu golongan. Lihat Bisuk Siahaan, Batak Toba
: Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005,
hlm. 225-226.
18
Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan Di Sumatra
Tapanuli1915-1940, Jakarta: KPG, 2001, hlm.6.
19
Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta : LkiS
Pelangi Aksara, 2004, hlm. 142.
20
Bungaran Antonius Simanjuntak ,Konflik Status Dan Kekuasaan Orang
Batak Toba, Jakarta :Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hlm. 93.
berawal dari sebuah pohon durian (Bona ni Tarutung) yang tumbuh di tengah kota
sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga dengan
pendatang dari daerah lain yang menjualkan hasil alamnya di pasar Tarutung , selain
itu pendatang dari wilayah lain seperti wilayah Barus mengunjungi kampung
strategis juga cukup mudah untuk diketahui dan di ingat, karena satu-satunya
pohon yang paling tinggi dan rindang pada masa itu, sehingga dapat dijadikan
di Onan. Onan atau pasar adalah pusat tukar-menukar barang sekaligus hari
21
Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm. 51.
22
J.P. Sarumpaet, Kamus batak, Jakarta: Erlangga, 1994, hlm, 30
23
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear
der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie
3E, hlm 48.
24
Jubil Raplan Hutauruk, op.,cit, 2011, hlm. 265.
pohon durian, yang merupakan tempat transaksi pasar tradisional dilakukan dengan
Humbang, Samosir, Toba, Dairi, termasuk dari arah selatan seperti Pahae, Sipirok
maupun sekitar Sibolga dan Barus berkunjung ke pasar tersebut untuk melakukan
transaksi dagang. Untuk bisa tiba di kampung Tarutung para pedagang garam dari
Sibolga membawa dagangan nya dengan menelusuri jalan selama dua hari
masyarakat perlu melewati jalan-jalan setapak ditengah hutan dan bukit serta sungai
berkumpulnya masyarakat dari berbagai wilayah di tanah Batak selain untuk tempat
mendagangkan hasil alam juga dijadikan menjadi pusat pertemuan oleh setiap raja-
Perdagangan pada masa itu masih dominan menggunakan sistem barter yaitu
seperti bahan pangan, ternak, ikan asin, garam, beras, tembakau, umbi-umbian,
25
Jubil Hutauruk,Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus.
Sejarah 150 tahun HKBP, Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung,
2011, op.cit.,hlm. 27.
26
Jubil Hutauruk, Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1857-
2011), Pematang Siantar: Unit usaha Percetakan HKBP, 2009, hlm 17.
27
Jubil Raplan Hutauruk,2011, loc.cit.
alun-alun, pasar dan tembok atau pagar keliling (benteng).28 Keberadaan tembok
dan terbukanya pasar di Tarutung yang dijadikan sebagai pusat pertemuan dari
tradisional.
dengan kota kolonial yang dibangun oleh para pendatang dari Eropa dan kemudian
28
Purnawan Basundoro,osp.,cit, hlm. 45.
29
Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, Jakarta: Masup
Jakarta, 2009, hlm. 59.
30
Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas. Batak dan Melayu di
Sumatra Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 178.
31
Jubil Raplan Hutauruk,op.,cit,2001,hlm. 4.
Tarutung.
pendidikan menjadi sarana stratifikasi sosial yang membuka peluang terutama pada
membuka kesempatan bagi anak-anak mereka untuk menjadi guru ataupun pegawai
pemerintah, kedudukan yang menurut mereka jauh lebih terhormat dari sekedar
pekerja kasar (petani). Selain itu, layanan kesehatan dengan mendirikan klinik
mempunyai berbagai fasilitas seperti sekolah dan klinik, yang dihasilkan dari
wilayah pedalaman, yang datang dari arah Sibolga menuju Tarutung untuk
32
Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam
Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 33.
33
Daniel Perret, op.,cit, hlm. 240.
semua tanah Batak dapat dikuasai. Sebagian besar masih merdeka atau masih
Penguasaan Belanda secara aktif ketika pada tahun 1879 kota Tarutung
Toba dalam bagian kekuasaan pemerintah kolonial. Atas perintah Residen Boyle
dari Sibolga dikirimlah Kontrelir Howel didampingi oleh Kapten Scheltens untuk
penguasa atas wilayah tanah Batak menjadi marah dan tidak menerima pendudukan
34
Bungaran Antonius Simanjuntak, 2011,op.,cit, hlm. 69.
35
Staatsblad van Nederlands Indie1879 Nomor. 353
36
O.L Napitupulu, Perang Batak Perang Sisingamangaraja, Jakarta:
Yayasan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja, 1972, hlm. 130.
37
Daniel Perret, op.,cit, hlm. 239.
di kota Tarutung. Kota Tarutung terletak di lembah rura Silindung dan merupakan
jalur persimpangan jalan menuju wilayah di tanah Batak seperti Sibolga, Sipaholon,
Siborong-borong, dan Pahae38 dan menjadi lokasi yang strategis untuk menjadi
dikuasai Sisingamangaraja XII. Markas militer ini juga menjadi tempat penyuplai
pada tahun 1890 kemudian meningkatkan status wilayah Silindung dan Toba
menjadi kota. Banyak perubahan fisik yang terjadi dalam geografi akibat usaha
membangun tata pemerintahan nya dan beragam sarana penunjang, antara lain
38
Gusti Asnan, Dunia Maritim pantai Barat Sumatera, Yogyakarta :
Ombak, 2007, hlm. 326.
39
O.L.Napitupulu, op.,cit, hlm.150.
40
Staatsblad van Nederlands Indie1890 Nomor. 91
41
Ibid.,hlm. 26-27.
yang sejak 1915 telah dihubungkan dengan Teluk Tapiannauli Sibolga. Mulailah
tahun 1920 daerah sekitar Danau Toba terbuka untuk lalulintas dengan
perdagangan. 43
meningkat.
42
Sitor Situmorang, 1993,op.cit., hlm. 22.
43
Pertemuan penduduk Tanah Batak dan orang luar hanya terbatas di
pelabuhan-pelabuhan di Baros, Sibolga, Natal dan Batangonang. Pertemuan-
pertemuan tersebut dalam rangka transaksi dagang. Dari penduduk Batak
menjual emas, kemenyan, benzoin, kulit manis dan lainnya. Dari luar
didagangkan batangan besi, kain, garam dan lainnya. Jalan-jalan setapak antar
huta ini semakin berkembang seiring dengan semakin intensnya system
pertukaran dan munculnya pedagang antar huta atau pedagang lintas huta. Para
pedagang lintas huta inilah yang menjadi penghubung dalam transaksi dagang di
pelabuhan-pelabuhan.
44
R. Kurris, op.cit., hlm. 16.
dengan unsur budaya tradisional yang masih tetap ada. Kegiatan pembangunan fisik
di Tarutung menjadi salah satu faktor berkembangnya kota Tarutung. Hal tersebut
perkembangan kota Tarutung terkhususnya setelah terbukanya Toba oleh jalan raya
yang pada akhirnya memperlancar perubahan orientasi dibidang geografi dan sosial-
permasalahan yang akan diungkap dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
kota ?
Tarutung ini mulai mengalami perkembangan baik dari segi sosial, ekonomi dan
budaya bahkan dalam hal pembangunan komponen fisik (pos zending, sekolah,
rumah sakit, jalur transportasi, pasar). Perkembangan yang terjadi pada masyarakat
Batak Toba adalah bagian dari sebuah proses difusi yang membawa perubahan-
Adapun scope temporal yang diambil dalam penelitian ini adalah dari
tahun 1864 sampai 1942. Penentuan tahun 1864 karena didasarkan pada
infrastuktur Tarutung. Tahun 1942 dipilih sebagai batas akhir penulisan dilandasi
dengan alasan bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya masa
pemerintahan yang dikeluarkan oleh bangsa penjajah tidak berlaku lagi dan
perkembangan Tarutung masa itu. Pusat perhatian penelitian ini bukan pada
kota.
Manfaat Penelitian
Belanda
Sebagai sebuah ilmu yang mempelajari masa lampau umat manusia, maka
studi sejarah Kota Tarutung menggunakan rekaman peristiwa masa lalu sebagai
sumber dokumen yang akan diteliti. Penelitian ini merujuk pada sejumlah buku
utama yang isi pembahasannya sangat berkaitan dengan topik yang tengah dikaji.
dan juga dijadikan sebagai kota dagang yang menjadi tujuan awal pendatang Eropa.
Adanya intervensi orang kolonial pada pembangunan kota ini, kemudian dibarengi
45
Purnawan Basundoro, Sejarah Kota,Yogyakarta:Ombak, 2012.
transportasi seperti pelabuhan, kereta api, dan trem untuk menjalankan kehidupan
sosial dan ekonomi mereka. Orang-orang Belanda melakukan pembangunan itu juga
mengharapkan kota tersebut dapat menghasilkan penataan kota yang teratur, arus
lalu lintas yang nyaman, lingkungan yang sehat. Terlihat dari ciri-ciri fisik kota
kolonial, yakni pemukiman yang sudah stabil, terdapat garnisun dan pemukiman
pribumi. Terjadi perubahan pada kota-kota di Indonesia pada masa kolonial yakni
sebagai ibu kota pemerintahan secara berjenjang pula. Terdapat kota otonom yang
bertanggung jawab pada pemerintah pusat. Kota-kota besar dijadikan gemeente dan
Buku Paco-Paco Kota Padang Sejarah sebuah kota di Indonesia abad ke-
20 dan Penggunaan Ruang Kota46, karya Freek Colombijn ditulis sekitar tahun
1990-an kemudian buku ini diterjemahkan oleh tim BWSB. Pengaturan pemerintah
kolonial terutama sejak status Gemeente diberikan kepada Kota Padang sekitar
tahun 1906 membentuk dan mengatur penataan pada ruas-ruas jalan utama kota,
46
Freek. Colombijin, Paco-Paco Kota Padang, Yogyakarta: Ombak,
2006.
perkembangannya, berguna untuk membuat sejarah masa depan kota agar lebih baik.
fisik atas Kota Palembang. Berakhirnya masa Kesultanan Palembang dan mulainya
kekuasaan kolonial Belanda menandai perubahan wajah Kota Palembang. Kota air
pada masa kesultanan, dirombak sedemikian rupa untuk menjadi kota daratan pada
masa kolonial. Mula-mula pergantian fisik ini masuk dalam wilayah politik, Banteng
Kuto Besak, sebuah keratin yang dianggap symbol penguasa Pribumi, dikelilingi
Batu, disulap kolonial menjadi rumah Residen Palembang, lalu diikuti dengan
pertunjukan di atas taman keratin serta pada bagian belakang dibangun gedung
menimbun anak-anak sungai yang mengitari pusat kota. Konstruksi fisik ini
kemudian makin menjadi jelas ketika Palembang berubah menjadi sebuah gemeente
47
Dedi Irwanto M Santun, Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan
Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial,
Yogyakarta: Omabak, 2011.
empat zona. Konstruksi fisik dan berbagai symbol ini sebenarnya mengarah kepada
suatu pengertian konsep pada apa yang disebut sebagi symbolik universe, semesta
fisik juga memiliki makna pada suatu konstruksi ideologis. Simbol-Simbol kolonial
tersebut diciptakan untuk suatu tujuan konstruksi ideologis mengubah “wajah kota”
dari kota dagang dengan wajah tradisional menuju modern, baik secara fisik maupun
dan kini menjadi buku yang mengungkapkan perubahan yang terjadi di Tapanuli,
yang menggunakan isu-isu sosial budaya, agama dan politik sebagai lensa
pengaruh luar.Isolasi pusat Tanah Batak, tempat tinggal Batak Toba jauh dan
terlindung oleh hutan yang luas dan bergunung-gunung, bermukimlah orang Batak
Toba yang tidak terganggu. Masuknya kaum misionaris Kristen yang didukung
48
Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Karasedinan Di Sumatra :
Tapanuli 1915-1940, Jakarta: KPG, 2001.
Belanda sebagai tindakan politik adu domba (Devide et Impera) untuk menguasai
Tanah Batak.
menggambarkan tentang wilayah Batak Toba yang pada masa penjajahan Belanda
disebut Bataklanden serta pokok-pokok sejarah Batak Toba sebelum dan pada masa
Tapian Na Uli yang dikenal dengan kota Sibolga. Dusun Tapiannauli berfungsi
sebagai pangkalan pengambilan garam untuk orang Toba, bahkan sebagai pangkalan
Kota dagang merupakan tujuan awal kedatangan Eropa hingga akhirnya berkembang
memiliki sebuah perdaban budaya yang unik dan kaya. Salah satu nya yaitu
49
Sitor Situmorang, Toba Na Sae, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.
sosial dan budaya seperti struktur silsilah marga, konsep religius, persekutuan
masyarakat, konsep hukum, hak kepemilikan tanah dan pemecahan masalah yang
terjadi antar masyarakat . Perkembangan dan perubahan dari segi sosial dan budaya
dilakukan oleh zending sebagai salah satu metode pendekatan mereka untuk dapat
ini menggunakan konsep kota. Konsep tersebut digunakan dalam studi ini
atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan
50
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-2, Cet. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 1994,
hlm. 528.
Dengan demikian, kota dapat diartikan pula sebagai pusat dari administrasi politik.
Sementara itu dalam pengertian yang luas, kota merupakan tempat pusat kehidupan
ruang temu manusia, transaksi barang, jasa, dan informasi. Pada masa kolonial
terdapat perkembangan baru pada lingkup ruang tersebut yang ditandai dengan
sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga dengan
onan atau pasar adalah pusat tukar-menukar barang sekaligus hari pertemuan para
kebudayaan. 52 Dari aspek kebudayaan berawal dari munculnya proses interaksi dan
51
Nurhadi, “Arkeologi Kota: Sebuah Pengantar”, Buletin Arkeologi
Amoghapasa 2(I), 1995, hlm. 4.
52
MagdaliaAlfian “Kota dan Permasalahannya”, Makalah disampaikan
pada acara Diskusi Sejarah, Yogyakarta 11-12 April, 2007, hlm. 1.
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba dengan pengenalan budaya
baru, seiring masuknya kolonialisme Barat dalam bentuk keagaaman, militer dan
ekonomi, menjadi salah satu bagian proses terjadinya perkembangan kota Tarutung.
Dilihat dari segi fisik, kota adalah suatu tempat bermukim berupa bangunan-
bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan mempunyai berbagai fasilitas.
jalan, saluran air, penerangan, sarana ibadah, pemerintahan, rekreasi dan olahraga,
para penduduknya. 54
jalan, irigasi, dan lain-lain. Kota yang muncul dari dampak perluasan kekuasaan
terhadap pribumi. Hal ini menimbulkan suatu karakteristik yang khas yaitu kota
53
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim
di Indonesia, Kudus: Menara Kudus, 2000, hlm. 11.
54
Menno dan Alwi, Antropologi Perkotaan, Jakarta: Rajawali, 1992,
hlm.24.
terhadap daerah tersebut. Diatur maupun tidak, sebuah daerah akan tumbuh dan
penggunaan lahan dan peraturan yang ada. Oleh sebab itu perkembangan dan
masing daerah. Unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi satu sama lain namun
pada setiap kota terdapat faktor pendorong perkembangan kota yang paling
dominan, hal ini membentuk karakteristik dari kota tersebut. Faktor dominan ini
seiring dengan berubahnya sebuah kebudayaan yang muncul dari sebuah proses
utama terhadap adanya pengetahuan, teknologi dan pengalaman baru berakibat pada
penyesuaian cara hidup dan kebiasaan dalam situasi yang baru pula. Seperti
55
Ari, Rini, Septiana Hariyani, dan Christia Meidiana, Sistem Visual
Kawasan Kota Lama di Malang: Tinjauan Kawasan Alun-Alun Tugu dan
Kawasan Jalan Ijen-Semeru, Jurnal Teknik 3(VIII), 2000, hlm. 1–10.
perubahan.56
Anwar 57 ialah permukiman yang cenderung lebih stabil, terdapat markas militer dan
permukiman perdagangan, terdapat tempat kontak dagang antara pihak kolonial dan
pribumi, lokasinya berada di dekat jalur transportasi seperti dekat laut, sungai, atau
persilangan jalan, dan penataan struktur kotanya menyerupai wajah fisik kota-kota
Eropa.
Tenggara dan Indonesia, selalu ditandai dengan usaha untuk membangun jaringan
kota yang ditujukan untuk menguasai perdagangan di daerah yang ada di bawah
bagi penduduk kota yang suasananya berbeda dengan sebelumnya. Bangunan kota
pelapisan sosial yang disusun oleh pemerintahan kolonial, segera tercipta sebagai ciri
56
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya IndonesiaSuatu Pengantar,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006, hlm. 16.
57
Anwar, Banda Aceh: dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial, Tesis,
Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM,2002, hlm. 23.
58
Djoko Soerjo, Kota-Kota di Jawa Pada Abad 17–19, Yogyakarta:
Proyek Javanologi, t.th, hlm. 10–11.
perkembangan kota yaitu faktor teknologi dan faktor struktur kekuasaan (kekuasaan
politis). Faktor teknologi ini berperan dalam proses pengkotaan suatu tempat. Faktor
struktur kekuasaan terlihat dari pola penempatan tempat tinggal anggota kelompok
kota.59 Struktur kekuasaan pada sebuah masyarakat seperti yang dinyatakan oleh
Gist dan Halbert menjelaskan lebih lanjut, bahwa struktur sosial suatu kota
adalah mosaik kelompok-kelompok etnis yang saling bersaing satu sama lain. Hal
ini dapat dilihat dari adanya perbedaan ras, agama, kebangsaan, dan standar prilaku
pengelolaan masyarakat dalam kota. Oleh karena itu, penguasa kota berkewajiban
59
Sjoberg, Gideon, The Preindustrial City: Past and Present,New York:
The Free Press, 1960, hlm. 65, 67.
60
Gist, dan Halbert, Urban Society Edisi ke-3, New York: Thomas Y.
Crowell Company, 1950, hlm. 361-362.
hal inilah yang memunculkan kebutuhan akan administrasi publik. Dalam kaitan
kota.62
yang berhubungan dengan kekuasaan yang memiliki maksud untuk mengubah atau
fisik yang terjadi dalam geografi akibat usaha pembangunan pra-sarana militer dan
61
Hudiyanto, Pemerintahan Kota Madiun 1918–1941, Tesis. Yogyakarta:
Program Pascasarjana UGM, 2002, hlm.8.
62
Ibid., hlm. 9.
63
Sartono Kartodirjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982, hlm.40
beragam sarana penunjang, antara lain bangunan perkantoran, jalan, irigasi, dan lain-
lain.
penulis melakukan penelitian melalui studi arsip dan kepustakaan. Studi arsip
penting dilakukan mengingat scope temporal yang diambil adalah periode awal
tahunj 1800-an, yang pasti banyak membutuhkan arsip-arsip. Studi arsip penelitian
(ANRI).
Tweede en Eerste Kamer der Staten- Generaal 1911-1912 30 december 1911, yang
merupakan notula dari Majelis Tinggi dan Rendah pada Dewan Perwakilan Rakyat
ini juga dibahas adanya keinginan untuk membangun sekolah dengan kualitas sama
64
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Edisi II), Yogyakarta: Tiara wacana,
2003, hlm. 173.
mempunyai kedudukan atau tempat pertahanan yang tetap dalam suatu wilayah
kekuasaan, pada saat itu Tarutung menjadi salah satu pusat adminstrasi militer.(2)
Sumber lainnya adalah Memorie van Overgave (MvO) yaitu Memorie van
Overgave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch. Rapp 1928-1931. Tulisan ini
Toba. Salah satunya menceritakan tentang pusat produksi terbesar kemenyan yang
kemenyan, ikan dan barang-barang yang lain, Tarutung juga digambarkan sebagai
pusat perdagangan yang didatangi oleh pendatang dari luar wilayah Toba seperti
dari Barus, mereka tidak hanya bertujuan untuk membeli kemenyan tetapi juga
penduduk pribumi. Pembangunan itu disaksikan oleh para misionaris. Para orang
proses perencanaan pembentukan jembatan Aek Sigeaon Tarutung yang tujuan nya
Insyinur F.Engel adalah arsitektur yang membangun proses perbaikan jalan dari
Berisikan tentang perjalanan misionaris Jerman yang menuliskan kondisi sosial dan
Tarutung, para pedagang tembikar, penjual benang, penjual babi, penjual bakul,
Hasil dari penelitian ini disusun ke dalam enam bab. Bab I merupakan
II.
dalam rangka menyampaikan injil. Pada awalnya Tarutung merupakan bagian dari
asisten resident di Tarutung. Selain membentuk asisten resident pada saai itu
Belanda juga menjadikan Tarutung sebagai basis militer. Hal ini akan dibahas
Pembangunan fisik di kota Tarutung semakin meningkat, hal ini dilihat dari
terbentuknya pasar, berdirinya sekolah, rumah sakit, dan terbukanya jalur lalu lintas
perdagangan yang menghubungkan kota Tarutung dengan daerah lain yang ada di
tesis ini, yaitu perkembangan kota Tarutung 1864-1942, dan akan menjawab
tepatnya sebelah barat bagian utara Danau Toba, dan bila ditinjau dari segi
Keresidenan Tapanuli, dan saat ini identik dengan Kabupaten Tapanuli Utara di
beribukota di Tarutung. 67
65
Sejarah Terbentuknya Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli
Utara dan Perkembangannya Dari tahun 2005-2015 , Darlis Samuel Gultom,
Prof. Dr. Isjoni M,Si dan Drs. Ridwan Melay, M.Hum . Program Studi
Pendidikan Sejarah Jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau . Hlm 6
66
Peta Terlampir. O.H.S Purba, Elvis F.Purba, Migrasi Spontan Batak
Toba Marserak, Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran
Tinggi Toba, 1997, Medan: Monora, hlm.28.
67
Staatblad Tahun 1906 No. 49 dan Staatblad tahun 1907 No. 398
dan 98°10’–99°35’ Bujur Timur dengan luas wilayah seluruhnya 1.060.530 Ha.
Berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Tarutung
utara, Adiankoting di sebelah selatan, dan Siatas Barita dan Sipahutar di sebelah
Timur. Topografi dan kontur tanah Tarutung beraneka ragam yaitu yang tergolong
datar (3,16 %), landai (26,86 %), miring (25,63 %) dan terjal (44,35 %).68
Tarutungberbatasandeng
an
ü Utara : Sipoholon
ü Selatan : Adian koting
ü Barat:Siatasbarita
ü Timur:Sipahutar
68
Badan Pusat Statisika Kabupaten Tapanuli Utara
seperti lembah atau lebih mirip dengan kuali bila di lihat dari tempat yang lebih
tinggi.69 Tarutung dikelilingi oleh bukit dan gunung hijau, dan diapit oleh Bukit
Siatas Barita dan Gunung Martimbang.70 Sebuah sungai bernama Aek Sigeaon
Mengenai asal usul nama Tarutung, ada beberapa versi yang dijadikan
sebagai rujukan. Dalam kamus bahasa Batak, Tarutung mempunyai arti sebagai
buah durian. 72 Masyarakat Tarutung meyakini latar belakang dari nama Tarutung
berawal dari sebuah pohon durian (Bona ni Tarutung) yang tumbuh di tengah
perdagangan sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau
juga dengan pendatang dari daerah kawasan tanah Batak seperti Humbang, Samosir,
Tobasa dan Dairi.73 Dilokasi pohon tersebut, lama kelamaan dijadikan sebagai
69
R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.16.
70
Patar M.Pasaribu, Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Apostel di Tanah Batak,
Medan: Percetakan Universitas HKBP Nommensen, 2006, hlm. 93.
71
Simon D. Harianja, dkk., Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari
Sabungan Lumbantobing, Medan: CVMitra Medan, 2016, hlm.5.
72
J.P. Sarumpaet, Kamus batak, Jakarta: Erlangga, 1994, hlm. 30.
73
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear
der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie
3E, hlm 48.
juga cukup mudah untuk diketahui dan di ingat, karena satu-satunya pohon yang
paling tinggi dan rindang pada masa itu, sehingga dapat dijadikan sebuah patokan
untuk pertemuan. 74 Hingga kini, pohon durian itu masih dapat dijumpai tidak
jauh dari kantor Bupati Tarutung dan berada di depan Sopo Partungkoan
merupakan Gedung kesenian Tarutung dan bentuknya hampir mirip dengan rumah
adalah Ibukota dari bagian Silindung dan salah satu bagian dari wilayah Tanah
Batak di Tapanuli dan menjadi lokasi tempat tinggal pimpinan asisten residen. Pada
Belanda. Tanah Batak ini mulai dikuasai oleh Tentara Belanda terutama setelah
markasnya persis di pusat kota Tarutung sekarang yang disebut Tangsi. Belanda
74
Jubil Raplan Hutauruk, op.cit, 2011, hlm. 265.
75
Bezemer, T.J. , Beknopte encyclopædie van Nederlandsch-Indië, Den
Haag: Nijhoff, 1921, hlm. 548.
jalan Toba yang strategis, Tarutung dilewati menuju Sibolga, selain itu bila
melalui jalur lain seperti melalui Siborong Borong maka harus melewati Balige.
Para pedagang yang melakukan kegiatan berdagang didekat Tangsi yang tentu saja
tersebut.
yang merupakan Ibukota dari bagian Silindung dan salah satu bagian dari wilayah
Tanah Batak di Tapanoeli dan menjadi lokasi pimpinan asisten residen. Di sebelah
selatan yaitu Danau Toba, di sisi barat dataran Silindung, pada ketinggian 1076 M
di atas permukaan laut. Tarutung merupakan pusat penting bagi seluruh dataran
Toba: zending memilih Tarutung sebagai titik awal untuk menyebarkan Kristen
sebelum missioner Jerman datang ke daerah suku bangsa Batak, terdapat beberapa
wilayah sudah mempunyai jumlah penduduk yang relatif besar. Tahun 1820-an
jiwa.77 Hal tersebut telah disaksikan dan dilaporkan dalam laporan perjalanan
76
Paulus, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, Den Haag: Nijhoff,
1917, hlm. 283.
77
O.H.S Purba, Elvis F.Purba, Migrasi Spontan Batak Toba Marserak,
Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba,
Medan: Monora, 1997, hlm.55.
pedalaman Tarutung di mata mereka. Pada saat mereka tiba di kampung Saitnihuta
dihadiri oleh para raja dan masyarakat lebih kurang 2000 orang 79 dan terdapat
sekitar 20 atau 30 desa di Tarutung, dengan penduduk di setiap desa berkisar 20-60
orang.80
78
Kedua misionaris tersebut dengan biaya pemerintah Inggris, melakukan
perjalanan misi ke pedalaman Sumatera, dataran tinggi tanah Batak, yaitu kedataran
tinggi lembah Silindung. Sebelum pergi menuju Rura Silindung, Tarutung mereka
tiba di Bengkulu tahun 1824 dan langsung menghadap Gubernur Sir Stamford
Raffles, untuk meminta petunjuk dan arahan.Gubernur sebagai Kepala Pemerintahan
menjelaskan beberapa hal mengenai keadaan Pulau Sumatera dan menjelaskan agar
tidak melayani dibagian Selatan karena masyarakat disana telah menganut agama
Islam, untuk itu mereka pergi kea rah sebelah utara tempat suku Batak yang masih
menganut paham Animisme. Tuan Burton dan Ward (1864)adalah pengunjung
pertama yang datang ke Tarutung. Mereka berangkat menuju Sumatera bagian Utara
dengan melewati pantai selatan yaitu melalui Padang-Natal Tapanuli Selatan sampai
ke Sibolga yang bertujuan untuk mengetahui rute perjalanan. Setelah mengamati
daerah tempat pelayanan tersebut mereka bersiap kembali menuju
Sibolga.Kehadiran misionaris Inggris ini diterima dan disambut baik oleh raja di
wilayah itu.Disana mereka belajar bahasa dan tulisan Batak, sehingga mengetahui ±
1500 suku kata. Lihat Simon Lumban Tobing, Parolopolopon Barita 90 Taon dung
ojak Gereja Dame, Tarutung :Saitnihuta,1864-1954, hlm.6.
79
Ibid.,hlm. 20.
80
Ibid.,hlm. 30.
andor, Hutapea Banuarea, Parbubu Pea, Parbubu II, Parbubu Dolok, Hutatoruan
Hutatoruan IV, Aek Sian Simun, Hutatoruan V, Hutatoruan VI, Hutatoruan XI,
Simamora, Hutagalung Siwalu ompu, Siraja Oloan, Hutauruk, Parbaju Julu, Partali
tinggal dari satu marga (clan) ialah keluarga dari satu galur keturunan yang sama.
Marga yang pertamakali mendirikan huta disebut marga sipungka huta ialah
keturunan langsung dari marga yang pertamakali mendirikan huta. Penghuni huta
81
Ibid.,hlm.54.
82
Bezemer, T J, op.,cit, hlm. 44.
83
Kata “m arga” bagi masyarakat Batak dapat memiliki makna tanpa
batas yang pasti, bisa menunjukkan baik satuan-satuan yang lebih kecil maupun
yang lebih besar, dan juga kelompokkelompok yang paling besar, yakni: bisa
menunjuk pada “kelompok suku”, “marga induk” atau “marga”. Tiap marga
induk kemudian berkembang menjadi apa yang disebut sebagai marga dan tiap
marga berkembang lagi menjadi cabang marga. lihat J.C. Vergouwen, op.,cit,
hlm. 36, 38.
sipungka huta melainkan sudah ada marga pendatang. Dengan demikian dalam suatu
huta atau desa berdiam juga anggota marga lain selain anggota marga penguasa atau
pendatang atau penumpang) jika tidak ada kaitan dengan perkawinan atau keturunan
dengan marga pemilik desa. Karena itu penghuni huta pada akhirnya dapat
dikelompokkan atas: sipungka huta, boru dan pendatang. Satu huta kemudian
penduduk di Tarutung dihuni oleh etnik Batak-Toba. Mereka pertama kali bermukim
di Sianjur Mulana atau Sianjur Mula-mula setelah mereka bermigrasi dari sekitar
kaki Pusuk Buhit di tepi Danau Toba arah barat kota Pangururan di Sumatera Utara
dan merupakan kampung induk atau bona ni pinasa dari etnik Batak Toba.
Kelompok yang bermukim di Sianjur Mulamula ini kemudian menjadi suku bangsa
84
Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera.
Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 116.
mendiami Sumatera. Dari daerah kampung induk inilah masyarakat Batak Toba
pinggiran danau dan kemudian membuka huta yang baru. Setelah mengetahui
Seiring berjalannya waktu ketika jumlah penduduk semakin banyak, sejumlah orang
lekat dengan pemikiran primitif dan tidak rasional yang mempercayai bahwa
86
Elvis. F. Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu
Deskripsi, Medan: Monora, 1997, hlm.22-25
87
Anthony Reid, Sumatera Tempo Doleloe, Jakarta: Komunitas Bambu,
2010, hlm. 217.
88
Daratan Silindung meliputi daerah Tarutung, Sipaholon, Sipahutar,
pangaribuan, Garoga, dan daerah Pahae. Jadi bila di sebut ‘parSilindung’ (orang
Silindung) berarti masyarakat salah satu dari beberapa daerah tersebut. Istilah
Silindung merupakan pembagian dari daerah tapanuli pada masa dulu sebelum
adanya struktur Pemerintahan dan daerah.
seseorang harus bermohon terlebih dahulu kepada raja huta atau raja doli di
kampungnya. Kemudian seseorang tersebut harus pergi ke lokasi yang dipilih untuk
diletakkan di tengah lokasi dan kemudian pada keempat titik sudutnya, dibuat tanda-
upacara magis memberi tanda-tanda kebaikan dan keserasian, maka pendiri desa
melaksanakan upacara pemberian makan adat kepada raja huta induk. Huta yang
pertama kali didirikan merupakan titik awal dari berdirinya huta-huta berikutnya
yang didirikan oleh keturunan pendiri huta atau kerabat yang sama. Dimanapun
mereka berada dan mendirikan huta akan tetap terikat dengan huta yang pertama
Huta tradisional dibangun serta dikelilingi oleh parik (pagar benteng) yang
berfungsi sebagai pelindung atau barikade terhadap serangan musuh dan hewanliar.
Selain itu, digunakan juga batu-batu besar sebagai pelindung, hal tersebut dapat
89
Bungaran Antonius Simanjuntak, 2011,op.ci.,hlm.169.
90
Bungaran Antonius Simanjuntak, 2015,op.cit.,hlm.24-25.
itu, di atas benteng juga ditanami oleh bambu berduri.91 Di dalam sebuah
huta berupa lapangan kecil, di tengahnya sebuah pekarangan yang terbuka. Di satu
kediaman itu berdiri sebarisan lumbung (sopo), juga terdapat sata atau dua tempat
ditanah. Seorang wanita duduk menghadapi alat tenun di depan salah satu rumah,
sementara seorang gadis menumbuk padi di lesung besar dan anak-anak bermaindi
91
WTP Simarmata, Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai
Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP
Pearaja Tarutung, 2004, hlm. 8.
92
Di lingkungan masyarakat Batak dikenal dua macam raja yaitu pemimpin
kerohanian dan raja duniawi.Meskipun mereka disebut raja, tetapi kekuasaannya
tidak seperti raja yang dikenal di Jawa atau Inggris maupun negeri Belanda.Mereka
lebih tepat dikatakan sebagai pemimpin atau ketua. Istilah raja digunakan juga dalam
acara adat, misalnya raja ni hula-hula yaitu sebutan untuk mereka yang termasuk
kelompok marga asal mempelai wanita. Raja Parhata adalah mereka yang biasanya
menjadi juru bicara, raja ni boru yaitu kelompok marga dari suami si wanita. Raja
Huta adalah keturunan pendiri huta menurut garis bapak yang bertanggung jawab
mengenai peraturan kampung. Sebutan raja yang lazim digunakan pada waktu acara
adat atau dalam hubungan kekerabatan, sebenarnya adalah panggilan untuk
menghormati seseorang atau satu golongan. LihatBisuk Siahaan, Batak Toba:
Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005,
hlm. 225-226.
sebidang tanah kosong. Huta adalah sebuah dunia mandiri yang tertutup, sebuah
kesatuan yang didiami oleh sekolompok kecil manusia yang terjalin oleh tali
kekerabatan.93
dan berhadapan dengan bentuk yang sama, tetapi lebih sederhana,rumah itu
digunakan untuk tempat beristirahat pada malam hari serta juga sebagai tempat
lumbung padi, dan pada siang hari digunakan sebagai tempat anggota keluarga
beraktivitas. Huta itu dari 24 rumah yang berjejer dalam satu garis lurus,sehingga
huta itu kelihatandua barisan yang sama bentuknya. Semua atap rumah menghadap
jalan dan setiap rumah dipisahkan jarak sekitar tiga atau empat yard (kurang lebih
2,7 meter – 3,6 meter). Rumah yang menghadap gunung atau sombaon dinamakan
ulu ni huta (kepala huta). Bagian ulu ni huta adalah tempat berdirinya rumah raja
Ruang antara langit-langit dan atap rumah digunakan sebagai lumbung padi
ke dalam rumah berada jdi bawah lantai atau kolong rumah. Bagian dalam terdiri
dari sebuah ruangan besar tanpa kamar-kamar terpisah, panjangnya kurang lebih 9-
93
Vergouwen, op.cit., hlm. 127-128
94
Bungaran Antonius Simanjuntak, 2015, op.cit.,hlm. 51.
berfungsi sebagai dapur. Tetapi tidak ada jendela atau pun lubang angin untuk
Setiap rumah dibangun lima atau enam kaki (kurang lebih 1,5 – 2 meter) di
atas tanah dengan ditopang oleh tiang kayu besar. Dinding papan yang dibangun
sekitar empat kaki (kurang lebih 1,2 meter) dari lantai menghadap ke luar dari bawah
sampai atas. Ujung-ujung nya juga dibangun dengan bentuk yang sama, terus ke
puncak atap, membentuk semacam nok atap yang tinggi. Atap rumah sangat besar
kerbau.96
Melihat bentuk atap rumah Batak yang lancip dan tinggi serta melengkung di
bagian tengah, Burton dan Ward menganggap bahwa atapnya lebih besar dari badan
pesisir.Burton dan Ward mengapresiasi struktur dan konstruksi rumah Batak yang
ornamen.97
95
Simon D. Harianja, dkk,op.cit.,hlm,21.
96
Anthony Reid, op.cit.,hlm. 217.
97
Simon D. Harianja, dkk,loc.cit
moyang, dan roh-roh jahat lainnnya masyakat batak punya konsep tentang satu
Wujud Tertinggi, Sang Pencipta Alam Semesta yang mereka namakan Debata
Hasiasi (Debata Asiasi). Setelah Debata Asiasi menciptakan alam semesta, dia
(Mangala Bulan). Penduduk desa berupaya menyenangkan hati para dewa tersebut
Dalam konteks kepercayaan terhadap roh yang baik dan jahat itu, ilmu
perdukunan sangat penting. Setiap huta memiliki seseorang datu (dukun, ahli
tenung dansekaligus dokter magis) yang kadang-kadang adalah kepala desa sendiri.
Sang Datu melengkapi dirinya dengan buku parhalaan yang berisikan table-tabel
atau tanda-tanda yang harus dibaca untuk ditafsirkan. Selain buku itu, sang datu juga
dibantu oleh dua tongkat magis, tondunghujur dan tondung ranggas. Lambang-
lambang yang terukir pada kedua tongkat itu dapat memberikan petunjuk bagi sang
Tampilan fisik orang Batak Tarutung mirip dengan orang Hindu, yang
umumnya berperawakan sedang, kuat dan tegap dan wajah mereka terutama hidung
sangat menonjol keluar. Kulit mereka halus dan berwarna lebih terang dari pada
98
Ibid., hlm. 26.
99
Bisuk Siahaan, Batak Toba: Kehidupan di Balik Tembok Bambu,
Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005,hlm.27.
menginjak usia 10 atau 12 tahun, gigi depan mereka dikikir rata hingga mendekati
gusi dan pangkal gigi dihitamkan, sehingga merusak penampilan mereka. Anak
gadis yang beranjak dewasa pada umumnya sudah kehilangan semua jejak
kecantikannya, hal tersebut berkaitan tugas-tugas mereka yang bekerja di sawah dan
panjang 2,5 yard (kurang lebih dua meter). Kain yang satu dililitkan di pinggang,
kain yang satu lagi disampingkan ke bahu seperti selendang. Kain yang dikenakan
para kepala desa dihiasi rumbai-rumbai yang disulam rapi pada bagian ujungnya.
Sementara bagi rakyat jelata, pada umumnya menggunakan ikat kepala berupa sabuk
dari jerami atau pepagan (kulit kayu) yang diikatkan di sekeliling kepala, tepatnya
sedikit di atas kuping, sehingga pucuk kepala dibiarkan terbuka. Ada pula yang
mengenakan ikat kepala berupa karangan daun. Selain itu, para kepala desa juga
100
Elvis. F. Purba, op,cit, hlm.22-25.
101
Ibid., hlm.120.
yang kuat dan dapat hidup di air dan di darat sama halnya dengan orang Batak Toba
yang memiliki pribadi yang kuat dan dapat hidup di mana saja. Masyarakat Batak
salah satu sumber mata pencaharian mereka. Rotan banyak dan mudah ditemukan di
daerah tanah Batak dan menjadi alat pengingkat barang yang paling sering
digunakan karena kekuatan dan ketahan dari rotan itu sendiri. Sehingga rotan
dijadikan corak pada kain ulos sebagai lambang dari ikatan yang kokoh dalam. Pada
jaman dulu pewarnaan untuk ulos sendiri juga berasal dari alam. Contohnya dari
Hal berbeda dilakukan oleh kaum perempuan yang tidak mengenakan ikat
kepala dalam kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, dalam hal berpakaian para
wanita Batak Toba di daerah tersebut juga memiliki perbedaan, yaitu setelah
sedangkan bagian tubuh dari pinggang ke atas dibiarkan telanjang. Sementara bagi
wanita yang belum menikah, menggunakan kain tambahan yang dipakai untuk
menutup dada.103
102
Yana Erlyana, Kajian Visual Keragaman Corak Pada Kain Ulos,
Fakultas Teknologi dan Desain Universitas Bunda Mulia : Program Studi Desain
Komunikasi Visual, April 2016, hlm. 39.
103
Ibid.,hlm. 220.
tanggungjawab yang lebih besar terutama dalam hal pendidikan keluarga.104 Hal
tersebut merupakan tradisi yang telah berkembang di dalam masyarakat Batak Toba
lama dan hal tersebut merupakan bagian dari kebudayaan tradisional yang menjadi
masyarakatnya sebagai bagian dari rasa patuh dan bangga terhadap kebudayaan yang
dimiliki.
(arak dari pohon enau). Akan tetapi, laki-laki dan perempuan, tua dan muda suka
merokok. Rokok dilinting dengan menggunakan tanaman tertentu yang memiliki zat
narkotik sebagai ganti tembakau yang sulit didapat. Banyak kaum laki-laki yang
makanan pokok yaitu nasi dan ubi liar (gadong) yang dibubuhi banyak sekali garam.
104
Jan SAritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang:
BPK. Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm. 57.
105
Simon D. Harianja, dkk.,op.cit.,hlm. 24.
tertentu, semua dapat dikonsumsi: kuda, kerbau, sapi, babi, unggas, kambing juga
daging anjing, kucing, ular, monyet, kelelawar, dan lain-lain. Mereka tidak
membedakan rasa daging hewan yang mati secara alamiah dan mati diburu, juga
tidak membedakan daging segar dan daging yang hampir busuk. Daging dimasak
dengan menggunakan darah hewan itu sebagai saus yang disiramkan di atas daging
yang sudah dimasak. Untuk menambah cita rasa daging, mereka hanya
Selisih paham antar individu maupun kelompok di satu desa selalu muncul,
tetapi jarang berlanjut menjadi kontak fisik. Perang antar desa pun jarang terjadi.
Kalau terjadi perang antar desa, dapat berlangsung selama 5-6 tahun, tetapi jarang
berakibat fatal, misalnya pembakaran sebuah desa atau pembunuhan massal. Korban
yang gugur dari masing-masing pihak paling banyak dua atau tiga orang. Pihak-
pihak yang bermusuhan tidak pernah merampok hasil panen atau ternak milik pihak
lawan.
106
Bungaran Simanjuntak,op.cit.,hlm. 25.
menjual hasil kebun seperti kemenyan, kopi, serta beternak babi, kerbau, dan sapi.107
Sejak penduduk mengenal beras dan ubi, tanaman tersebut menjadi makanan
pengalaman petani yang sudah sangat panjang, masyarakat sudah mahir mengelola
tanah persawahan. Letak Tarutung yang berada di tengah lembah yang strategis
karena dialiri oleh anak sungai sehingga pengairan dapat dibuat dengan baik.
Kegiatan ekonomi yang sudah sejak dahulu kala terkenal ialah berdagang.
107
Bungaran simanjuntak,2011, op.cit., hlm. 51.
108
Joustra M, De Bataks, Leiden: Sc van Doesburgh, 1912, hlm. 37-38.
109
Kemenyan merupakan getah dari berbagai jenis pohon dari Asia golongan
Styrax. Terdapat dua kelompok jenis, kemenyan dari Sumatera dan Siam.
Kemenyan Sumatera berasal dari pohon Styrax benzoin, Styrax paralleloneurum.
Kemenyan disebut haminjon dalam bahasa Batak Toba. Bagi orang Batak Toba,
jenis terbaik disebut haminjon toba, sedangkan jenis yang kurang baik disebut
haminjon dairi atau haminjon durame. Orang Batak merupakan daerah utama
penghasil kemenyan sejak beberapa abad. Lihat Daniel Parret, Lobu Tua: Sejarah
Awal Barus, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2002, hlm. 283-285
sudah lama terjadi sejak berabad-abad lalu. Perdagangan itu dalam hasil hutan dan
pertanian, yaitu kapur barus, kemenyan, dan kopi. Ekspor dilakukan melalui bandar
Barus.
Kemenyan diolah dengan cara disadap atau dipotong kulitnya secara tidak
rata tetapi kuat dari pohonnya, cara ini memungkinkan getahnya keluar dan
mengeras. Getahnya ini jika sudah mengeras akan berbentuk seperti air mata. Hasil
panen dari getah kemenyan akan dijual kepada seorang pengumpul yang bekerja
sebagai petani sekaligus pedagang. Petani lebih suka menjual kepada anggota
Usaha peternakan sebagain besar masih untuk keperluan sendiri. Ada juga yang
diperdagangkan misalnya babi dan ayam. Terutama karena kedua ternak tersebut
merupakan bagian utama adat mereka. Menurut Joustra ternak yang erat hubungan
nya dengan manusia serta adat-istiadat yaitu kerbau, lembu dan kuda juga
110
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch,
Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie
2E dan Serie 3E, hlm 48.
111
Ibid., hlm. 292.
Tidak ada spesialisasi atas usaha peternakan ini. Usaha beternak sangat erat
hubungan nya dengan kebutuhan penduduk yaitu dibidang adat istiadat (pesta adat),
juga digambarkan dalam MvO113 yang membutuhkan tenaga kuda karena kondisi
jalan yang berbukit dan bergunung maka dibuatlah kereta kuda untuk mengangkut
Ibu-ibu akan duduk bertenun dihalaman rumahnya. Sebagian besar hasil tenun nya
digunakan untuk keperluan sendiri, tetapi kadang ada juga yang dibawa ke onan
(barter) barang dagangan dengan para pendatang. Para pedagang dan penduduk
112
Joustra, M, op.cit.,hlm. 40-41
113
Memorie vanOvergave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch.
Rapp 1928-1931.
114
Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang
Batak Toba, Jakarta: Obor Indonesia, 2011, hlm. 51.
keperluan hidup mereka yang lain. Pertukaran ini biasa dilakukan dengan penduduk
Onan berlangsung pada hari tertentu, sekali atau dua kali dalam seminggu,
dinamakan onan godang onan metmet (hari pekan pasar atau pekan kecil). Salah
satu tempat yang punya catatan sejarah tersendiri dalam sejarah sosial
dankekristenan di Silindung yaitu Onan Sitahuru yang termasuk salah satu onan
(pekan, pasar, tempat berbelanja dan berdagang) yang dikenal oleh kaum Batak di
luar Tarutung karena di sana sering digelar rapat bius yang dihadiri oleh kaum tua-
tua dan raja-raja di Silindung. Selain raja-raja dari Silindung aktivitas tersebut
115
Bisuk. Siahaaan, Batak-Toba Kehidupan Di Balik Tembok Bambu,
Jakarta: Kempala Foundation, 2005, hlm. 133.
116
Simon D. Harianja, dkk.,op.cit., hlm. 20.
masyarakat yang besar dan bertempat tinggal disatu wilayah yang luas pasti sudah
mungkin sekelompok besar masyarakat dapat hidup tenteram jika tidak ada
Bentuk pemerintahan yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba tradisional yang
ada di Sumatera adalah kerajaan, bahasa setempat disebut harajaon (harajaon juga
pemerintahan berdasarkan religi dan adat. Religi dan adat menjadi landasan dan
Wujud yang paling nyata dari harajaon dalam masyarakat Batak Toba tradisional
ialah harajaon huta, harajaon horja dan harajaon bius. Kemudian tumbuh satu
harajaon yang memiliki cakupan tata kelola yang lebih luas yaitu Dinasti
Singamangaraja.118
117
Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera.
Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 56.
118
Ibid., hlm. 57.
huta.119 Beberapa huta bergabung membentuk satu pemerintahan baru maka wadah
wilayah huta yang menjadi bagian dari horja. Jumlah horja juga semakin
119
Raja Huta adalah pendiri huta atau raja-raja huta pertama dari garis
keturunan bapak berdasarkan prinsip “Progmogeture” (hak waris ditangan garis
tertua atau putera sulung). Jabatan ini akan diwariskan secara turun-temurun. Konsep
pengertian raja huta dalam masyarakat Batak bukan sebagai kepala pemerintahan
pada saat ini, tetapi adalah semua berkaitan dengan tanggung jawab. Administrasi
raja huta meliputi bermacam-macam bidang aspek kehidupan dalam huta. Ia
mengawasi pemeliharaan dan tembok benteng, mengatur lokasi bangunan-bangunan
dan melakukan kontrol atas sawah dan ladang termasuk tanah huta. Raja huta
membimbing perilaku hukum warganya dan mendampinginya apabila warga
mengajukan suatu tuntutan hukum pada pihak lain. Ia bertindak sebagai kuasa
mengurus kepentingan huta dan kelomponya seketurunan dalam persoalan dengan
dunia luar. Warga huta wajib mematuhi kepemimpinannya dan warga membuktikan
kepatuhannya dengan memberi penghormatan padanya dalam berbagai transaksi
misalanya perkawinan, penjualan hewan, pindah tangan sawah, berupa pemberian
upa raja. Lihat Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta:
LkiS Pelangi Aksara, 2004, hlm. 142.
120
Sangti B, Sejarah Batak, Balige: Karl Sianipar Company, 1977, hlm. 401.
121
Horja terjadi karena penggabungan dari beberapa huta. Wakil-wakil yang
duduk di dalam horja dipilih oleh raja-raja huta. Selain bertanggungjawab atas
penyelenggaraan upacara persembahan kurban di tingkat horja, raja horja berhak
menyatakan perang atau damai, mengatur pekerjaan-pekerjaan besar yang ada
kaitannya dengan kepentingan horja maupun kepentingan huta yang menjadi bagian
dari horja dan warganya. Tetapi jika berkenaan dengan urusan intern huta tertentu,
biasanya raja horja tidak ikut campur kecuali diminta pandangannya. Dia hanya
mengurusi urusan huta lain hanya sebagai penengah. Tetapi jika menyangkut atau
melibatkan antar huta, maka raja horja akan bertindak untuk memberikan solusi
terbaik. Dalam kegiatan kerohanian, raja horja mengatur persiapan upacara horja
santi rea sebagai upacara persembahan yang besar serta membawakan tonggo-
tonggo atau doa-doa ritual. Lihat Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu
Kerajaan Di Sumatera. Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 161.
Untuk itu sejumlah horja membentuk satu pemerintahan yang lebih besar yang
disebut Bius. Jadi dalam kaitan ini bius merupakan persekutuan masayarakat hukum
adat dalihan na tolu yang tertinggi. 122 Adapun batas wilayah dari setiap
pemerintahan bius123 adalah sama dengan batas wilayah dari setiap harajaon huta
Raja Bius Silindung didampingi oleh raja-raja huta dari kerajaan Bius
122
Sangti B, loc.cit.,
123
Jalannya pemerintahan di dalam harajaonbius langsung dari Raja Bius
kepada raja-raja huta.Raja Biusbertanggung jawab atas keamanan dantunduk pada
undang-undang yang sebagian besar bersumber pada adat dan keputusan-keputusan
yang diambil atau ditetapkan dalam rapat-rapat rakyat.Selain itu, Raja Bius
mempunyai tugas lain yaitu berupaya mendatangkan hujan pada saat kemarau
panjang, berupaya agar panen bagus, atau menyelesaikan perselisihan antarhuta atau
antar wilayah. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, raja dibantu oleh
pengetua-tua adat dari rakyat biusdan oleh raja-raja huta. Jadi, berjalan nya
pemerintahan kerajaan Bius tersebut telah menyerupai bentuk legislatif yang
sederhana, sesuai dengan kondisi dan situasi pada situasi pada zamannya. Raja bius
merangkap tugas selaku panglima tertinggi dalam kerajaan bius, oleh karena itu
seorang raja bius adalah seorang prajurit. Dalam rapat tertinggi fungsi legislatif,
maka raja hanya mengetahui adanya rapat dan ia hanya sekedar menjaga lancarnya
sidang, sedangkan usul-usul sebagian besar datang dari pemuka-pemuka rakyat atau
raja-raja adat dan dari raja-raja huta. Ada kalanya usul atau persoalan itu datang dari
raja bius itu sendiri.Seorang raja bius dipilih langsung atau tidak langsung oleh
rakyatnya.Dalam rapat-rapat telah diterapkan musyawarah untuk mufakat dengan
pengertian mengambil suatu keputusan dari hasil suara terbanyak.O.L.Napitupulu,
Perang Batak Perang Sisingamangaraja, Jakarta: 1972, hlm. 99.
keamanan dari bius maka harajaon bius bergabung dengan harajaon bius lain.
memiliki dua kerajaan yaitu Harajaon Bius Bakkara atau Bius Sionom Ompu dan
menjadi horja, harajaon horja menjadi bius dan harajaon bius masuk dalam Dinasti
Singamangaraja, tiap harajaon huta tetap menjadi daerah yang memiliki otonomi.125
masyarakat Batak Toba tradisional yang dinyatakan dalam ungkapan Batak Toba
124
O.L.Napitupulu, op.cit., hlm.98.
125
Ulber Silalahi, op.cit., hlm. 60.
dari Bius).126
Dari uraian diatas, terlihat adanya badan atau lembaga eksekutif yang
dipegang oleh raja bius dengan pembantunya, badan atau lembaga legislatif yang
beranggotakan raja-raja huta, raja-raja adat dan pemuka-pemuka rakyat, badan atau
lembaga yudikatif dipegang oleh raja adat yang erat hubungannya dengan raja bius
atau raja huta. Pelaksanaan keputusan peradilan menjadi tanggung jawab seorang
126
Ibid.,hlm.61.
dipengaruhi oleh peranan proses kedatangan orang-orang Eropa sebagai akibat dari
pasca Liberalisasi Tahun 1870. Kondisi ini berpengaruh kuat pada perubahan tata
sebagai golongan yang dominan secara politik di kota pada masa itu.
keamanan agar dapat terus berlangsung dengan aman, di samping itu Pemerintah
Belanda juga memiliki kepentingan untuk dapat menjaga keamanan dan ketertiban
Belanda mendapat kemudahan karena kegiatan para zending secara tidak langsung
telah membuat kehidupan mayarakat menjadi lebih teratur. Berikut ini akan
berkembang karena adanya intrik antara sesama negara Barat Inggris dan
127
Peter J.M. Nas 1986:7–9
ekonomi dan militer di Eropa setelah menggeser Portugis dan Spayol sesudah tahun
1588 dan mereka bersaing menguasai seluruh dunia, khususnya Asia Tenggara.
Kehadiran Inggris dan Belanda mempunya akibat yang besar dalam berbagai aspek
London tahun 1824 oleh Inggris dan Belanda. Dalam perjanjian itu, Belanda
wilayah miliknya di Sumatera dan berjanji tidak akan menetap di Sumatera atau
128
Sitor Situmorang, 1993, op.cit., hlm. 19.
129
Bonar Sidjabat, Ahu Sisingamangaradja,Jakarta : Sinar Harapan, 1982,
hlm. 413.
130
Daniel Perret, op.cit., hlm. 177.
Belanda secara resmi menguasai tanah Batak, bersamaan dengan kekalahan kaum
Paderi pimpinan Tuanku Tambusai dari tentara Hindia Belanda di seluruh daerah
disebelah selatan berbatasan dengan Rauo (bekas daerah kekuasaan Tuanku Rao,
pemimpin umum kaum Paderi). Di utara sampai ke daerah Singkil (Aceh) sampai
timur pantai Tapanuli yang menjadi wilayah kekuasaan Belanda.133 Belanda mulai
pesisir Barat Tapanuli mulai dari Natal, Sibolga, Barus hingga Singkel. Pada
Propinsi Pantai Barat Sumatera yang meliputi seluruh daerah pedalaman antara
131
Bonar Sidjabat, op.cit., hlm. 414.
132
Joustra, Batakspiegel, Leiden: Uitgaven van Het Bataksch Institut-
No.21, 1926, hlm. 31.
133
N. Siahaan, Sejarah Kebudayaan Batak, Medan: C.V Napitupul dan Sons,
1964, hlm. 30.
Pulau Nias. (tiga daerah yang terakhir masih belum dikuasai waktu itu).134
1833, namun secara de facto sebenarnya belum semua tanah Batak dapat dikuasai.
Sebagian besar wilayah Tanah Batak itu masih merdeka, masih dibawah pengaruh
mengadakan persiapan aneksasi seluruh daerah batak merdeka, yang masih setia
Pada tahun 1872, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Residen Tapanuli
(Tarutung). Mengikuti jalan yang sudah dibuka oleh para zending dari Rheinische
Missionsgesellschaft yang masa sebelumnya di kawasan ini telah ada upaya untuk
134
Sitor Situmorang, op,cit., hlm. 20.
135
Bungaran Simanjuntak, 2011,op.cit.,hlm. 52.
136
Mohd. Yusuf Harahap, Dkk,, Sumatera Utara Dalam Lintasan
Sejarah, Medan, 1994, hlm.148.
Untuk dapat melaksanakan taktik tersebut, maka daerah Silindung (Tarutung) dan
dengan resmi oleh pemerintah Belanda di Sibolga bahwa dalam Regerings Besluit
1876 daerah Silindung (Tarutung) termasuk daerah Gubernemen yang harus patuh
tangan penguasa militer dan administrasi Belanda mulai tahun 1878.139 Maka dalam
Staatsblad No. 353 bahwa kota Tarutung pada tahun 1879 ditetapkan sebagai
137
A. Sibarani, Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII,
Jakarta: Ever Ready Ltd, 1979, hlm. 40.
138
Regerings Besluit,1876
139
Ibid.,hlm. 240.
140
Staatsbladvan Nederlands Indie1879, No. 353.
Kondisi yang aman dan tentram yang biasanya meliputi alam kehidupan di
masyarakat. Politik devide et impera dari Residen Boyle berhasil memecah belah
raja-raja di Tarutung. Raja-raja dan para kepala huta yang beragama Kristen
141
Sitor Situmorang, 2009, op.cit.,hlm.311.
142
O.L.Napitupulu, op.cit.,hlm. 30.
Belanda. 143
dari raja-raja yang belum masuk agama Kristen serta pasukan Sisingamanagraja
XII. 144
yang merupakan penguasa atas wilayah tersebut menjadi marah dan tidak menerima
pemuda sehat dan besar untuk menjadi komandan. Penduduk dikerahkan untuk
dilatih memanggul senjata yang terdiri atas tombak, pedang, dan golok. Penyerangan
143
A. Sibarani, op.cit., hlm. 47.
144
loc.cit.
145
Daniel perret, op.cit., hlm. 239.
menguasai daerah-daerah Batak lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih
merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya melakukan perang. Perang Batak pada waktu
itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perang ini merupakan jawaban
terhadap rencana Belanda yang mau menguasai seluruh Tanah Batak. Pada Tahun
1906 tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung yang pada
umumnya adalah orang Batak Toba, dengan tujuan untuk membantu Belanda
maung, yang terhubung ke pebukitan tangsi arah ke kota. Lokasi tangsi ini dijadikan
sebagai tangsi militer. Dibangun asrama militer dan perkantoran, yang masih
Tangsi. 148 Seperti halnya pola penaklukan kompeni setelah menguasai suatu daerah,
146
Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli
Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997,hlm.50.
147
Handinoto dan Paulus H. Soehargo, Perkembangan Kota dan
Arsitektur Kolonial Belanda di Malang, Yogyakarta, 1996, hlm. 15.
148
Sebutan “Tangsi” dinamai sejak penjajahan Belanda dulu sebagai
kawasan pembenahan pembangunan langsung ke jalan Afdeeling yang
berhubungan langsung ke jalan Arteri-Primer jalan Sisingamangaraja Kota
Tarutung.
kedudukannya.
Lokasi tangsi ini sejak zaman Belanda dijadikan sebagai tangsi militer. Di
sana dibangun asrama militer dan sekarang asrama militer berganti menjadi kantor
Pada 1890 setelah kekuasaan kolonial Belanda sudah cukup kuat di Tarutung
Silindung dengan Staatsblad No. 91, yang dipimpin oleh seorang asisten
residen. 150 Pemerintah kolonial kemudian menunjuk Ypes yang merupakan seorang
salah satu ikon kota Tarutung. Dan masih sederetan dengan tangsi, di bagian paling
ujung arah Siwaluompu berdiri RSU Tarutung yang dibangun oleh kolonial Belanda
yang sekarang tepat berhadapan dengan jembatan Naheong pintu masuk ke kota
Tarutung sebagai lokasi bagi pasukan militernya. Lokasi yang dijadikan oleh
149
O.L.Napitupulu,op.cit.,hlm.190.
150
Staatsbladvan Nederlands Indie1890, No. 91.
151
Sitor Situmorang, 2009,op.cit., hlm.69-70.
terhadap Tarutung tidak hanya menjadikannya sebagai bagian dari negara kolonial
Hindia Belanda, tetapi juga mengubah kawasan yang sebelumnya memiliki berbagai
sistem dan tradisi politik menjadi satu kesatuan politis. Perubahan tersebut dapat
daya dan selatan Danau Toba juga ikut berubah. Berbeda halnya dengan residentie
menjalankan fungsi politik adalah Horja.154 Horja yang cukup besar menjadi
152
Ibid., hlm.150.
153
Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatra, Yogyakarta: Ombak,
2007, hlm.326.
154
Horja adalah bentuk kerja sama antara keturunan dan pendatang yang
terbentuk oleh kelompok marga raja yang mempunyai pengaruh besar. Dalam sistem
Pemerintahan Bius, tiap horja memilih dan mengutus para wakilnya menjadi
anggota dewan secular Bius, serta menjadi pendeta/perbaringan untuk duduk dalam
organisasi perbaringan, lihat Sitor Situmorang, op.cit., hlm. 48-49.
para raja huta mulai kehilangan pengaruh dan posisi mereka mulai mengalami
kemunduran.156
Berbagai kemunduran yang dialami oleh raja di Tarutung tidak lepas dari
yang dianggap lebih canggih dan cepat sehingga dapat diterima oleh penduduk
setempat.
kolonial ternyata ikut mengembangkan kawasan tersebut menjadi wilayah yang lebih
maju. Keberadaan pasukan militer Belanda ternyata memiliki daya tarik tersendiri
bagi masyarakat Tarutung, sehingga banyak rakyat datang ke kota tersebut dan
155
Hundulan yaitu penggabungan horja-horja yang terlalu kecil menjadi
horja yang besar yang di kepalai oleh seorang raja ihutan.Dalam pemerintah
kolonial, raja ihutan menjadi semacam Pegawai Pemerintah Pribumi yang harus
berhadapan dengan rakyat. Secara bersamaan, pemerintah kolonial ingin menghapus
jabatan pemimpin yang mereka pegang dan menggabungkannya dalam kelompok
yang di pimpin kepala kampung, lihat Daniel Perret, op.cit., hlm.240.
156
Gusti Asnan, Ibid., hlm.240.
masyarakat membuat kota Tarutung menjadi ramai dan berdampak pada upaya
indikator bagi kesuksesan di akhirat (Etika Protestan). Keyakinan ini menjadi dasar
bagi orang Kristen untuk melakukan kebaikan sebanyak mungkin. Keyakinan ini
Batak sekalipun informasi tentang keadaan daerah tersebut masih sangat kurang.
Pelabuhan di pantai Sumatera bagian Barat seperti Padang, Natal dan Sibolga
merupakan jalur untuk masuk nya zending dari Barat (Eropa dan Amerika).
Kegiatan zending berawal dari percobaan Kristenisasi di Sumatera bagian utara yang
berlangsung sebelum 1820 ketika Sir Stamford Raffles bertugas menjadi Gubernur
di Bengkulu. Usaha tersebut dilakukan oleh Baptis Inggris yang mengutus tiga orang
penginjil, yaitu Richrad Burton, Nathanael Ward dan Evans. Selanjutnya dari
pergi ke Tapanuli Selatan sedangkan Tuan Burton dan Nathanael Ward bersama-
Misi kedua para misionaris yaitu dari sebuah badan Zending yaitu American
pula terhadap usaha zending di Sumatera. Pada tanggal 13 Mei 1834 dikirimlah
Henry Lyman dan Samuel Munson dan mereka menuju Sibolga melalui Nias dengan
Sibolga. Mereka meniru hal yang dilakukan oleh Burton, tetapi mereka kemudian
menerima Injil, dan belum banyak memberikan perubahan dalam hal perkembangan
sosial dan budaya masyarakat Tarutung bahkan perkembangan kota yang masih
tetap dengan kota tradisional Batak Toba, namun usaha mereka tidaklah sama sekali
bagian Alkitab yang telah mereka upayakan kelak membawa manfaat besar bagi
masyarakatnya Batak Toba yang sudah memiliki sistem sosial, politik, budaya,
agama dan bentuk kota tradisionalnya yang terbentuk dan wujud yang asli termasuk
di Tarutung, Silindung.
157
Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas. Batak dan Melayu di Sumatra
Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 178
158
Hoveker en Zoon, loc.cit.
lingustiknya yaitu Herman Neubronner van der Tuuk juga pernah mengunjungi
Tanah Batak. Ia mengadakan penelitian di Tanah Batak dan pada tahun 1848
sejumlah literasi mengenai bahasa, aksara, dan sastera Batak.159 Walaupun Van der
namun karya-karyanya sangat banyak menolong para zending lain yang ingin
menginjili di Tanah Batak. Bahkan para zending dapat belajar berbahasa Batak
memusatkan perhatian ke benua Asia dan Afrika dan mendidik para penginjil di dan
berpusat di Barmen, di daerah Rheinland.161 Pada tahun itu memang gerakan misi
159
H.N van der Tuuk lahir di Malaka tahun 1824. Ayahnya ketua weeskamer
dan Raad van Justitie Surabaya. Ia dikirim ke Belanda tahun 1837 dan awalnya
belajar ilmu hukum sebelum belajar linguistik. Ditugaskan oleh Nederlandsche
Bijbelgenootschap untuk menterjemahkan Alkitab dalam bahasa “Batak”, ia
berangkat ke Sumatra tahun 1848, setelah mempelajari manuskrip “Batak” di British
Museum London. Karyanya dibaca luas di Eropa dan menarik badan penginjil
disana. Ia menjadi orang Eropa yang pertama diketahui melihat Danau Toba.
Peristiwa ini terjadi tahun 1853. Van der Tuuk tinggal di daerah itu selam 10 tahun
sebelum kembali ke Belanda dan menerbitkan sejumlah karangan tentang bahasa-
bahasa “Batak”, khususnya kamus Batak-Belanda pertama. Setelah itu, ia menaruh
perhatian pada bahsa-bahasa Nusantara lain. Lihat Ramlan Hutahaean, Tetap Di
Dalam Kristus Sejarah 150 Tahun HKBP Dalam Gambar, Tarutung: Pearaja, 2011,
hlm. 30.
160
Jan SAritonang, op.cit., hlm. 7.
161
Lembaga zending Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) didirikan pada
tahun 1828.Medan zending RMG di Afrika (mulai tahun 1829), Cina (mulai 1846),
pesisir atau yang sudah dikuasai Belanda kurang berhasil dijalankan karena
penduduk daerah itu sebagian besar sudah beragama Islam. Sebab itu mereka segera
mengambil keputusan untuk mulai bekerja di pedalaman Tanah Batak dan hingga
Sumatera, “Bataklanden” atau Tanah Batak. Daerah penginjilan baru ini di beri
Batak “.Batakmission dalam hal ini berarti himpunan dari seluruh para utusan
RMG di Tanah Batak beserta asetnya yang mencakup seluruh pargodungan dan
jemaat serta pelayan pribumi. Tanggal lahir Batak Mission di tentukan pada 7
Oktober 1861 bertepatan dengan tanggal dari rapat pertama para penginjill utusan
tidak jauh dari Sipirok; sedangkan Van Asselt dan penginjil muda Heine merintis
penginjilan di bagian Utara Tanah Batak yang masih bebas dari pendudukan kolonial
menargetkan daerah Toba dan Silindung yang padat penduduknya sebagai wilayah
jemaat Kristen pribumi. Permasalahan ini kemudian dapat diatasi setelah organisasi
pelayanan kesehatan ini dapat diterima oleh masyarakat, usaha zending pun dapat
163
Jubil Raplan Hutauruk, 2001,op.cit.,hlm. 4.
164
Ibid., hlm. 42.
secara keseluruhan. Kemajuan yang terjadi di Tanah Batak antara lain terutama
terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan dinilai sangat efektif sebagai
yang membuka peluang terutama pada golongan rendah seperti hatoban (budak),
karya yang memiliki arti besar bagi orang-orang Batak yang energik.
raja Pontas Lumbantobing. 166 Pada tanggal 29 Mei 1864, dibangunlah sebuah
huta (kampung), yang diberi nama Huta Dame di Saitnihuta Tarutung oleh
165
loc.cit.
166
Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam
Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 33.
dicirikan dengan adanya tembok yang mengelilingi kampung tersebut. Tujuan itu
adalah untuk melindungi huta tersebut dari serangan raja-raja yang menolak
167
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, Dagbladen: NV Me
to Exp, 7 Juni 1939, edisi 44 No. 119.
168
Sangti, Batara, Sejarah Batak, Adat dan Injil. Perjumpaan Adat dengan
Iman Kristen Di tanah Batak, Jakarta: Gunung Mulia,1977, hlm.344.
seperti merebus air, mencuci pakaian, membuat WC dengan tujuan agar penduduk
kampung menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit kolera. Pada bulan Maret
yang menimbulkan banyak korban, setiap satu hari terdapat 20-30 anak-anak yang
meninggal. Di Huta Dame, kampung yang didirikan oleh Nommensen tidak seorang
pun yang meninggal. 169 Pedersen juga menyinggung hal ini dalam bukunya bahwa
berpuluh-puluh anak dari kampung tetangga yang meninggal, tetapi tidak ada
seorang pun dari penghuni Huta Dame yang meninggal. Melihat hal tersebut banyak
dengan mandiri, dan banyaknya jumlah penduduk Batak yang menjadi jemaat di
gereja sebanyak 30.000 pada tahun 1930, dan bertambah lagi lebih dari 300.000.
Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh baptisan anak-anak anggota jemaat dalam
jumlah 14.500, signifikansi yang lebih besar adalah bahwa 10.500 orang kafir
169
Simon D Harianja, op.cit., hlm.83.
170
Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan, terj. Maria Sidjabat &
W.B Sidjabat, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1975, hlm. 58.
sehingga salah satu kebutuhan bagi penduduknya ialah pembangunan gereja. Rura
Silindung (Tarutung) yang berada pada ketinggian 900 meter sudah sejak lama
terletak di lereng utara Silindung dan kompleks pusat HKBP di Pearaja yang
panorama yang tampil bagaikan Tanah Perjanjian. Hampir di setiap huta, yang
yang diberikan oleh Raja Pontas. Lokasi ini juga dipilih karena letaknya yang diatas
bukit dan tidak akan banjir oleh luapan air sungai. Jumlah anggota jemaat di gereja
untuk mendirikan Gereja di Pearaja. Jemaat laki-laki dengan sukarela mencari kayu
bangunan dari Gereja masih dapat difungsikan dan diangkat kebukit Pearaja.
Beberapa tiang masih ada yang dapat dipergunakan . Nommensen sangat gembira
171
P. den Hengst and Son,Algemeen Handelsblad, Amsterdam, 22 September
1931, Edisi 104 No.33980
172
R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.87.
173
Loc.,cit
dengan rela memberikan waktunya dan tenaganya. Maka dari tahun 1872, gereja
yang ada digedung Huta Dame Saitnihuta resmi pindah ke Pearaja baik bangunan
Gereja serta Inventaris yang ada serta seluruh anggota jemaat. Dengan kata lain
Gereja HKBP Pearaja yang sekarang ini sebelumnya berada di gedung Huta Dame
Saitnihuta,maka sejak tahun 1872 yang menjadi pusat perkabaran injil di tanah Batak
adalah Pearaja.
sejak kehadiran Belanda. Bagi masyarakat Tarutung, adanya rumah sakit sangat
membantu mereka. Hal tersebut disebabkan oleh adanya wabah penyakit menular di
wialayah tersebut. Salah satu sumber penyakit yang kerap menyerang penduduk
setempat adalah wabah kolera. Wabah penyakit kolera ini menular di wilayah
174
SimonD. Harianjadkk, op.cit.,hlm.100.
dokter medis Dr.Julius Schreiber dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 2 Juni
klinik rawat jalan di Pearaja, pantai Barat Sumatra. Dalam surat kabar De Sumatera
Post 176 juga dilaporkan bahwa Dr.Schreiber pada hari pertama membuka klinik
rumah sakitnya hanya ada dua pasien. Di hari kedua bertambah menjadi enam belas
orang yang membutuhkan bantuan medis. Kemudian pada hari kelima belas
bertambah banyak menjadi seratus pasien yang dirawatnya. Dr. Schreiber hanya
membawa sedikit peralatan medisnya. Hanya alat-alat medis yang paling penting
lah yang ia bawa. Persediaan obat sangat terbatas. Gambaran kondisi rumah
sakitnya pun masih sederhana. Hanya ada meja praktek yang terdiri dari kursi dek.
Pada Januari 1902, Dr. Winkler, ditugaskan juga ke rumah sakit Pearadja Tarutung.
Kedua dokter medis inilah yang merintis pembangunan rumah sakit serta
175
Johannes Winkler, Im Dienst der Liebe.Das Missionshospital in
Pearaja 1900-1928, Barmen im Jubileumsjahr 1928, hlm.7 (seterusnya disingkat
J.Winkler 1928). Terjemahan bebasnya ke dalam bahasa Indonesia:”Dalam
Pelayanan Kasih. Rumah Sakit Zending di Pearaja 1900-1928.” Ditulis dalam
rangka Jubileum Rumah Sakit Pearaja 28 tahun.
176
De Sumatera Post van Maandag, 16 September 1935 edisi 37, No.
214, hlm .5.
kampung Hutabarat oleh Dr.med. Julius Schreiber tahun 1911, sebagai bagian dari
rumah sakit induk Pearaja. Alasan mendirikan poliklinik tersebut karena kondisi
jumlah pasien dari di setiap desa seperti kampung Hutabarat hanya 270 orang setiap
tahun, padahal jaraknya menuju Pearaja cukup jauh. Pada tahun 1912 dibuka lagi
poliklinik di Pansurnapitu, dilayani oleh dua orang suster Jerman. Poliklinik yang
177
I.R. Hutauruk, Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1857-2011),
Pematang Siantar: Unit usaha Percetakan HKBP, 2009, hlm.46.
178
Ibid.,hlm.47.
dapat berjalan lancar juga didukung oleh sikap simpati dan rasa tanggungjawab
Pada tahun 1919 Rumah Sakit Zending Pearaja menerima bantuan dari pemerintah
Belanda sejumlah 75% dari pengeluaran pembangunan fisik Rumah Sakit tersebut
dan disentri maka RMG melakukan tindakan dengan memindahkan Rumah Sakit
Zending Pearaja. Pemindahan ini dilakukan karena lokasi Rumah Sakit Zending
Pearaja yang jauh diatas bukit sehingga menyulitkan penduduk yang kampung nya
pendirian Rumah Sakit Tarutung yang baru pada tahun 1932 dan dipindahkan ke
daerah yang lebih luas dan strategis di Tarutung. Jumlah para pelayanRMG dan
murid,15-20 bidan, 60 bidan pribumi yang masih belajar. Untuk tenaga pelayan
179
J.Winkler, Im Dienst der Liebe: Das Missionshospital in Pearaja
1900-1928, Barmen: im Jubileumsjahr 28,1928, hlm. 48.
atau pribumi yang lebih rendah. Rata-rata per tahun pasien klinik rawat jalan selama
empat tahun terakhir berjumlah 77.412 dan rata-rata per tahun untuk pasien yang
hanya konsultasi yaitu 270.812, umumnya pasien ini pasti penyakitnya sembuh.180
penduduk dengan datang untuk berobat ke rumah sakit. Dalam Kolonial Verslag
1930 dilaporkan fasilitas yang telah disediakan di Rumah Sakit Tarutung. Rumah
sakit memiliki kapasitas rawat inap dengan 92 tempat tidur dan 10 tempat tidur
rumah perawat. Pada tahun 1931 awal akan dibuat dari total bangunan baru. Pada
tahun 1930 di rumah sakit bekerja 2 dokter Eropa, 2 perawat Eropa, 7 perawat
pribumi, 16 perawat pupul dan 20 pembantu perempuan tambahan, yang juga dilatih
dalam kebidanan. Sebuah buku pelajaran dalam bahasa Batak sedang dipersiapkan
untuk para bidan yang sedang dilatih. Laporan statisitik resmi pasient pria adalah
1.262 dan 1.060 pasien wanita, dan rata-rata 103.2 pasien rawat inap per hari. Di
rumah sakit terdapat 96 anak yang dilahirkan. Operasi bedah dilakukan 449 kali.
Kondisi pasien yang meninggal, yaitu 24 pasien pria dan 28 pasien wanita.
Konsultasi pasien rawat jalan adalah 18.147 dan 8.620 pasien baru (rata-rata pasien
180
De Sumatera Post van Maandag, 16 September 1935 edisi 37, No.
214, hlm .5.
para pemberita injil Barat kepada pribumi sejak lahirnya pelayanan zending di
pintar (dukun) untuk mengobati penyakit mereka. Setelah berdirinya rumah sakit
masyarakat mulai menggunakan jasa tenaga medis yang ada di rumah sakit. Dengan
tersebut menjadi telah mengalami perkembangan yang sangat baik. Rumah sakit di
Tarutung menjadi salah tempat perawatan yang diandalkan oleh penduduk untuk
mengobati mereka ketika sedang sakit. Dengan demikian, keberadaan rumah sakit
181
Kolonial Verslag 1930
182
Algemeene Secretarie Grote Bundel TZg Agenda tahun 1891-1942 No
6921
telah banyak mengalami berbagai hal. Di satu sisi mereka semakin menyadari atau
mengenal apa yang mereka miliki dan harus dipertahankan. Di satu sisi lain mereka
menyadari bahwa ada bagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem yang mereka
miliki itu yang tidak dapat lagi dipertahankan. Mereka melihat bahwa banyak hal
yang dibawa dan ditawarkan RMG lebih menguntungkan atau lebih menjawab
Para zending memahami bahwa penduduk Batak Toba telah memiliki sistem
sosial, budaya, agama dan pendidikan yang sudah terbentuk dilingkungan tempat
tinggal mereka. Tidak mudah untuk para zending memahami dengan tepat sistem
sosial masyarakat tersebut. Mereka yang pada mulanya hendak menerapkan konsep-
konsep yang mereka bawa dari negerinya tetapi terdapat ketidaksesuaian. Tetapi
melalui proses perjumpaan yang cukup panjang, didukung oleh upaya belajar dari
pihak-pihak lain baik kalangan zending ataupun kalangan non zending, mereka
semakin memahami dengan tepat sistem yang dimiliki masyarakat Batak Toba itu.
183
Jan SAritonang, op.cit., hlm. 8.
SEBAGAI KOTA
akibat dari pertambahan penduduk, perubahan budaya dan politik, serta interaksinya
dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Secara fisik perkembangan suatu kota
bangunannya yang semakin rapat, permukiman yang cenderung semakin luas, dan
pada itu, kota sebagai sebuah kawasan yang strategis selalu identik dengan titik pusat
atau titik sentral dari sebuah proses kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang
mendukung dan sesuai dengan penyelenggaraan suatu pemerintahan. Sering kali hal
ini terwujud dalam bentuk-bentuk karya arsitektur, tata ruang perkotaan, dan
sirkulasi jaringan jalan yang berfungsi sebagai media penyampaian pesan politis dari
pihak penguasa. Hal ini dapat dicirikan baik dengan pembangunan fasilitas fasilitas
184
Mulyadi Dedi, Tata Ruang Kota Berkarakter Pikiran Rakyat Online,
2003.
penguasa.
kota yang memiliki berbagai fasilitas penting di wilayahnya. Berikut ini akan
Salah satu kegiatan yang cukup menonjol sejak berubahnya status Tarutung
menjadi sebuah kota ialah dijadikannya pasar menjadi tempat untuk meningkatkan
185
Sitor Situmorang, Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad
XIII-XX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hlm.127.
pasar. Setidaknya begitulah yang disaksikan oleh Burton dan Ward , seorang
missionaris Inggris yang berkunjung ke Tarutung pada 1824 7yang dipandu samapi
di desa Sait ni Huta dan Onan Sitahuru. Di tengah pasar itu tumbuh sepohon hariara
sejenis semut yang membuat sarang di atas pohon , di tempat itu raja-raja kampung
bertemu (partungkoan) pada setiap hari pasar. Onan Sitahuru termasuk salah satu
onan (pecan, pasar, tempat belanja dan berdagang) . Kegiatan berdagang di pasar
Tarutung banyak dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari Desa Simanduma.
Selain masyarakat dari desa tersebut biasanya menggunakan kuda (marhoda boban)
dan kerbau (padati) sebagai alat transportasi untuk membawa hasil-hasil pertanian ke
pasar (onan)..186 Lokasinya Onan Sitahuru berdekatan dengan Gereja Huta Dame
HKBP sekarang.
"bersahabat" dengan Belanda, lebih suka berkumpul di bawah pohon tarutung yang
ditanam Belanda. Maka jadilah kota Tarutung berpusat di situ, dan sekarang Pasar di
186
Simion Harianja, Raja Amandari Sabungan Lumbantobing, Medan:
CV. Mitra Medan, 2016, hlm. 20.
dan ragam kebutuhan hidup masyarakat seiring masuk dan bermukimnya para
dari daerah lainnya seperti dari Pahae dan kampung Saitnihuta.187 Pedagang-
pedagang yang berada di sekitar Tanah Batak sering melakukan transaksi secara
bersama-sama dan saling tukar barang yang dibutuhkan. Pasar di Tarutung menjadi
salah satu tempat yang sangat ramai dengan berbagai aktivitas penduduk dengan
187
Memorie van Overgave van den Controleur J.C Ligtrvoet en
G.Ch.Rapp 1928-1931.
188
Antony Reid, op.cit., hlm. 213.
ialah kain bahkan benang untuk bahan dasar memproduksi kain. Sementara itu para
pedagang yang datang dari wilayah seperti dari Barus, menjual hasil produksi
dan gambir dari pasar-pasar di Tarutung. Pada tahun 1928, ketika melakukan
membawa barang dagangannya, tetapi ketika kondisi jalan buruk maka mereka akan
189
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch,
Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931 bundel serie
2E dan Serie 3E.
Salah satu jenis kegiatan yang berlangsung di pasar Tarutung dilakukan oleh
para pedagang eceran yang melakukan aktivitas untuk menjual barang dagangannya.
Para pedagang eceran tidak hanya menjual barang daganganya di toko maupun
dilakukan di sekitar Tanah Batak tetapi juga sampai ke Pulau Jawa (Batavia) . Pada
tahun 1928 dari kota Tarutung dilakukan penjualan barang yaitu kemenyan. Dalam
190
Freek Colombijin, op.cit., hlm. 315.
pertama; sementara untuk kualitas rendah hanya 25 hingga 80 gulden per pikol. Pada
tahun 1928, Tapoenoeli dan Palembang diekspor ke wilayah lain di Hindia Belanda
kota . Oleh karena itu, pemeliharaan dan penataan landmark ekonomi kota Tarutung
masuknya agama Kristen. Namun, setelah masuknya agama Kristen di Tanah Batak
yang dipelopori para Zending yaitu Zendelingen RMG dari Jerman maka mulai
pelajaran membaca, tulis dan berhitung layaknya pendidikan yang ada di Eropa.
dan menguasai Tanah Batak yang perlahan-lahan mulai mendapat pendidikan dari
191
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, Dagbladen, 25 April
1930.
sekolah yang dibangun Zending yang memenuhi standar. Pengurus dan pendidiknya
ditentukan oleh pihak Zending yang mengkelola secara penuh. Peranan para
yang tertinggal. Dalam hal ini terbukti jumlah sekolah-sekolah yang dibangun
dalam hal pendidikan mulai tampak dengan adanya usaha para orang tua yang
tumbuhnya rasa gengsi akan pendidikan yang lebih tinggi, sehingga masyarakat di
yang orang tuannya memiliki ekonomi yang cukup menyekolahkan anaknya hingga
Batak. Tingkat melek huruf yang tinggi menunjukkan bahwa majalah dan selebaran
yang disebarluaskan oleh organisasi . Penduduk Batak menjadi lebih pandai, bukan
hanya mengenai aktifitas gereja dan pelajaran agama Kristen, tetapi juga tentang
192
Kristina Meilina Sinaga, Tumpal Simarmata, Sejarah Pendidikan
Perempuan Di Tapanuli Utara (1868-1945), JUPIIS VOLUME 4 Nomor 2
Desember 2012, hlm. 59.
menekankan pada pelajaran agama Kristen, mutu pendidikan yang diberikan pada
dasarnya lebih tinggi dari pada sekolah yang dibuka oleh pemerintah kolonial
Belanda. Sekolah pemerintah kolonial Belanda hanya memberikan sejauh kelas tiga ,
sementara sekolah zending mendidik muridnya sampai kelas enam. Namun dalam
ekonomi rakyat. Bagi masyarakat Tarutung, zaman penjajahan tidak hanya bernilai
negatif, tetapi hal tersebut juga membawa dampak yang positif terutama dari segi
pendidikan.194
desa-desa marga, mulai terbuka ke arah sistem hidup bersama. Selain itu, sistem
193
ANRI, Sok Serie Ie No.reel film 21, MvO H.E.C. Quast, 1913,
hlm.34.
194
Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam
Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 78.
ditentukan oleh prakarsa zending tetapi juga oleh dukungan pemerintah Belanda,
penduduk dari golongan tertentu seperti anak Raja (seperti anak raja Pontas
sekolah.197
tak jarang mereka menuntut kesempatan dan fasilitas belajar lebih besar dari yang
disediakan zending.198
Tarutung (1910) lama pendidikan 5-7 tahun dan merupakan sekolah yang
kolonial yaitu di Lumbansoit hanya terdiri atas dua kelas, yaitu kelas satu dan
kelas dua. Sebagian dari anak-anak ada yang sudah tamat kemudian melanjutkan
Aek Sigeaon, rumputnya lembut bagi kaki yang tak beralas, dan dari atas mereka
198
Jan S, Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang:
PT. BPK, Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm.215-220
199
R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.91.
mempunyai dua kelas yang masing-masing terdiri dari 20 sampai 25 murid yang
diberi pelajaran bahasa Belanda, karena justru mata pelajaran inilah yang paling
diminati. Bila setelah tamat ada siswa yang ingin melanjutkan studi sampai kelas
6. Kursus Perawat merupakan sekolah yang didirikan sebagai tindak lanjut dan
guru atau Schwester khusus dari Jerman, pada tahun 1905 dibuka pula kursus
Tarutung dan Balige. Salah satu tujuan penyelenggaraan kursus dan sekolah
tersebut adalah memerangi praktek pengobatan dan persalinan oleh para datu
200
Ibid.,hlm 91.
bayi menurun tajam sejak bertambahnya jumlah perawat dan bidan yang
tempat kedudukan asisten residen Belanda (ibu kota wilayah Toba) dan pusat
HKBP.203 Dengan dibukanya sekolah tersebut, para orang tua berharap anaknya
nasib mereka menjadi lebih baik dan nantinya dapat diterima sebagai pegawai
pemerintahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola pikir masyarakat telah
mereka.
pemerintah kolonial, berhasil membuat masyarakat di tanah batak sebagai salah satu
suku bangsa yang paling mengetahui huruf-huruf di seluruh negeri jajahan hindia
201
Jan S, Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang:
PT. BPK, Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm.215-220.
202
Bezemer, T J,op.,cit, hlm.44.
203
Sitor Situmorang, Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad
XIII-XX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hlm.121.
204
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch,
Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie
2E dan Serie 3E.
menampatkan sekolah pada jenjang yang rendah mereka akan mudah memperoleh
Sementara itu bagi para lulusan sekolah menengah umum dan kejuruan,
status sosial mereka. Melihat peluang yang begitu besar dalam memperoleh
Batak dan bahkan merupakan basis kemajuan menyeluruh bagi Tanah Batak.
Setelah perkembangan agama Kristen semakin meningkat dan pada sisi tenaga
pendamping dalam usaha pengembangan dan pelayanan umat Kristen yang baru
orang Batak yaitu guru dan pendeta Batak yang selalu bekerjasama dengan orang
Barat, serta cara hidupnya sudah dianggap sama dengan orang Barat. Kedudukan
lapisan sosial baru tersebut dinilai sangat terhormat, bahkan digolongkan sebagi
205
Jan S. Aritonang, loc.cit.
206
Ibid., hlm. 398.
Tarutung. Jalan rintisan dan jalan setapak semakin penting untuk mempercepat arus
perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial bertindak sebagi
tersebut, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain.
Pembangunannya dimulai dari daerah yang telah dikuasai dan selanjutnya ke daerah-
jenis tanaman.208
207
Simon D. Harianja, dkk, Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari
Sabungan Lumbantobing, Medan: CV.Mitra Medan, 2016, hlm,82.
208
Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli
Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997,hlm.91.
banyak pekerja yang berasal dari penduduk pribumi dan masyarakat diperas dengan
masyarakat. 210
dibuka tahun 1915. 211 Dua tahun berikutnya pada tahun 1917, pemerintah kolonial
Belanda membangun, jalan raya dari Parapat (pinggir danau Toba) ke Tarutung juga
sudah dibuka. Sampai kini, jalan (aspal) yang menghubungkan Medan, Pematang
Siantar, Parapat, Tarutung dan Sibolga menjadi jalur lintas Sumatera yang berguna
memperlancar arus barang impor-ekspor dari pantai timur ke pantai barat Sumatera.
Dengan demikian, jantung Negeri Batak (yang disebut Bataklanden oleh Belanda),
yaitu daerah sekitar Danau Toba telah terbuka untuk lalu lintas modern dengan
angkutan bus. Setelah itu, lalu lintas perdagangan dan penggunaan mata uang juga
mulai mengalami peningkatan disebabkan oleh akses jalan yang semakin mudah.212
209
Jan S, Aritonang, op.cit., hlm. 397.
210
Elvis. F. Purba, op.cit., hlm. 91.
211
Budi Susanto, NASIONALITAS KAMP(ung) TEKNOLOGI, Medan:
Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2013, hlm.16.
212
Sitor Situmorang, op.cit.,hlm.9.
orientasi Toba di berbagai hal, seperti dalam bidang geografi dan dibidang sosial-
pengaruh Missi Zending lewat kegiatan gereja di bidang pendidikan dan sosial
(kesehatan), yang telah masuk sampai ke desa-desa terpencil pada tahun 1920-an.
Tahun 1920-an, kota Tarutung telah mulai menikmati aliran listrik. Tenaga listrik
Pada sepanjang jalan raya yang menghubungkan antara Parapat dan Tarutung,
sangat menguntungkan tidak hanya bagi bangsa asing tersebut, tetapi juga untuk
perubahan positif. Masyarakat Tarutung setelah itu tidak lagi mengalami kesulitan
213
Budi Susanto, op.,cit.hlm.16.
214
Sitor Situmorang, Toba Na Sa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1993,hlm,22-23.
melintas dengan setia membelah Tarutung menjadi dua. Sungai yang airnya
jembatan tersebut sangat menguntungkan bagi penduduk lokal karena hal tersebut
Insyinur F.Engel yang menjadi arsitektur yang membangun proses perbaikan jalan
Tarutung menjadi wilayah yang semakin berkembang dan menjadi salah satu daerah
yang penting di Tanah Batak. Jalan transportasi darat merupakan satu- satunya
semakin penting untuk mempercepat arus perhubungan dari satu daerah ke daerah
lain. Pemerintah kolonial Belanda merekrut orang Batak Toba untuk dipekerjakan
untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun
untuk tujuan lain. Jalan yang biasa ditempuh dalam beberapa hari perjalanan,
setelah kondisi jalan- jalan menjadi lebih baik maka hubungan antar daerah semakin
215
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch,
Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie
2E dan Serie 3E.
216
Burgerlijke Openbare Werken 1914-1942 no 1321.
akibat dibukanya jalan- jalan yang lebih baik antara lain dengan dibukanya jalan dari
217
Elvis. F. Purba,op.,cit,hlm. 91.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian tesis ini ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai
Tarutung terbentuk menjadi sebuah kota baru, pada masa tradisional pertumbuhan
kota Tarutung sebuah kampung kecil yang dihuni oleh masyarakat Batak-Toba.
barikade terhadap serangan musuh dan hewanliar. Sistem adat dan budaya yang
perdagangan yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga pendatang dari
melakukan kegiatan perdagangan karena sebagai jalur lintas jalan Toba yang harus
dilewati. Perdagangan hasil hutan dan pertanian menjadi sektor utama mata
pencarian penduduk Tarutung seperti kapur barus, kemenyan dan kopi. Kegiatan
tempat terjadinya transaksi jual beli barter barang-barang juga berfungsi sebagai
tempat di laksanakannya rapat bius yang dihadiri oleh kaum tua-tua dan raja-raja di
dan ekonomi menjadi bagian yang mendorong perkembangan Kota Tarutung. Misi
pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut dinilai sangat efektif
sakit. Para zending memahami bahwa penduduk Tarutung telah memiliki sistem
sosial, budaya, agama dan pendidikan yang sudah terbentuk. Melalui proses panjang
sistem sosial yang diterapkan oleh zending mulai diterapkan oleh masyarakat
Tarutung. Mereka melihat bahwa banyak hal yang ditawarkan oleh RMG lebih
keamanan agar dapat terus berlangsung dengan aman. Selain itu Pemerintah
dengan resmi oleh pemerintah Belanda pada tahun 1876 bahwa Tarutung
Belanda berakibat pada pemenuhan kebutuhan baru akan sarana yang mendukung.
Selain itu, penduduk Tarutung juga mulai merasakan perubahan ekonomi ke arah
yang lebih baik. Masyarakat Tarutung mulai mengalami perubahan ekonomi yang
lebih baik karena akses yang semakin memudahkan mereka dalam beraktifitas.
Sumber Arsip
Extrct Uit Het Register De Besluiten van den Resident van Tapanoeli 5 Desember
1927.
Handelingen Eerste Kamer 1911-1912 30 December 1911
Handelingen Eerste Kamer 1912-191329October 1912
Koloniaal Verslag over het jaar 1895
Koloniaal Verslag over het jaar1908
Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der
Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E.
Memorie van Overgave, Jaarverslag Der Handelsvereniging, Sibolga Over Het
Jaar 1937bundel Serie 2E dan Serie 3E.
Memorie van Overgave,Militaire Memorie van de Residentie Tapanoeli Tarutung
1930 bundel serie 1e no reel 26.
Staatsblad van Nederlandsh-Indie 1937 No 563
Staatsblad van Nederlands 1890.Nomor.353
Staatsblad van Nederlands 1890 dengn Nomor.91
Buku
Abdurahman,Dudung.2007.MetodologiPenelitianSejaraH.Yogyakarta:Ar-Ruz
MediaGroup.
Aritonang, S Jan. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak. Kwitang: PT.
BPK. Gunung Mulia Jakarta
Daniel, Perret.2010. Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatra Timur
Laut. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Girsang, Irene dan Besten Julia. 2011. Menabur Kasih Berbuah Berkat. Yayasan
Arsip dan Museum VEM/UEM.
Kozok, Uli. 2010. Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam Perang
Toba : Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Margana, Sri dan Barjiyah Umi. 2010. Pendahuluan Kota-kota di Jawa: Identitas,
Gaya Hidup, Dan Permasalahan Sosial. Yogyakarta: Ombak
Nas,Peter J.M dan Welmoet Boender. 2007. “Kota Indonesia dalam Teori
Perkotaan”dalam Kota-Kota Indonesia Bunga Rampai. Yogyakarta; Gajah
Mada University
Raplan, Jubil. 2004. Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai Penghargaan atas
Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja
Tarutung.
___________. 2011. Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus. Sejarah 150
Tahun Huria Kristen Batak Protestan 7 Oktober 1861- 7 Oktober
2011.Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung.
Sihombing, PTD. 2004. Benih Yang Disemai dan Buah Yang Menyebar. Jakarta:
Albert-Orem Ministry.
Simanjuntak, Bungaran. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga
1945, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Weber, Max. 2000. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, diterjemahkan oleh
Yusup Priyasudiarja, Surabaya: Pustaka Promethea.