SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Sosial dalam Bidang Antropologi Sosial
Oleh:
160905033
MEDAN
2021
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti lain dan
tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan
siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.
i
ABSTRAK
Trisha Agnes Naibaho, 160905033, “Bangunan Gereja Kristen Indonesia
(GKI) Sumut Medan Peninggalan Kolonial Belanda (Studi Arsitektur
Tradisional & Etno Desain)”. Skripsi Program Sarjana Departemen
Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini membahas tentang arsitektur dan etno desain Gereja Kristen
Indonesia (GKI) tersebut. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan
melihat apa saja yang terbentuk dari arsitektur gereja yang merupakan
peninggalan kolonial Belanda tersebut sebagai bangunan yang sakral dengan etno
desainnya yang tetap selalu berusaha dipertahankan hingga saat ini.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan arsitektur tradisional dan etno
disain, menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan
data yang dilakukan yaitu dengan melakukan observasi di dalam gereja,
wawancara dan studi dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan
menggunakan catatan-catatan atau dokumentasi yang ada di lokasi penelitian yaitu
gereja.
Hasil penelitian terhadap bangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut
Medan dapat diperoleh suatu gambaran bahwa secara struktur dan etno desainnya
pada gereja ini sangat unik karena menunjukkan bangunan tersebut ada unsur
arsitektur kolonial Belanda, berfungsi sebagai tempat ibadah, bertemu dan
berinteraksi pada umat kristiani. Gereja tersebut juga memiliki jemaat yang terdiri
dari berbagai suku/ multietnis.
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur Peneliti sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih dan anugerah-Nya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi dengan judul : Bangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut
Medan Peninggalan Kolonial Belanda (Studi Arsitektur Tradisional & Etno
Desain). Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana dalam bidang Antropologi Sosial pada Departemen Antropologi
Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penulisan skripsi, peneliti banyak menerima bimbingan dan
masukan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penghargaan terbesar saya persembahkan kepada kedua orangtua tercinta yaitu
Alm Bapak P. Naibaho dan Ibu R. Sirait yang memenuhi kebutuhan saya,
mendudukung pendidikan saya dari awal hingga sampai saat ini. Biarlah kiranya
Tuhan yang membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan untuk
pendidikan penulis. Tidak lupa kepada saudara-saudari penulis serta semua
keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu terimakasih
telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Ucapan terimakasih juga Peneliti sampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu politik beserta jajarannya, kepada ketua Departemen Antropologi
Bapak Dr. Fikarwin Zuska, MA lalu Bapak Drs. Agustrisno, M.SP selaku
sekretaris Departemen Antropologi Sosial. Peneliti menyampaikan rasa
terimakasih kepada Ibu Dra. Rytha Tambunan M.Si selaku dosen pembimbing
dan dosen penasehat akademik atas waktunya dalam membimbing peneliti mulai
dari pengajuan judul, penyusunan proposal hingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Semoga Tuhan memberikan umur yang panjang, kesehatan, dan
rezeki kepada Ibu agar tetap mampu memberikan pendidikan dan pengajaran bagi
mahasiswa/i. Kepada Bapak Drs. Yance, M.Si selaku dosen penguji 1, kemudian
kepada Bapak Drs. Lister Berutu, MA selaku ketua penguji. Penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya atas saran dan ilmu yang di berikan kepada
penulis.
iii
. Kepada seluruh dosen pengajar Program Studi Antropologi Sosial yaitu
Bapak Dr. Zulkifli Lubis, MA, Bapak Drs. Zulkifli Rani, MA, Bapak Prof. Dr. R.
Hamdani Harahap, M.Si, Bapak Dr. Farid Aulia, M.Si, Alm Bapak Drs.
Ermansyah, M.Hum, Ibu Dra. Sabariah Bangun, M.Soc, Sc, Ibu Dr. Asmyta
Surbakti M.Si, terimakasih kepada seluruh dosen pengajar karena telah
mengajarkan ilmu antropologi dan dengan berbagai pengalaman yang berbeda-
beda. Terimakasih juga kepada seluruh staff pegawai Kak Nur dan Kak Sri yang
selalu membantu saya.
Peneliti juga berterimakasih kepada Bapak Anung Gunawan, Bapak
Jurnalis Buloeloe, Bapak Pendeta Nuran Ady Suyatno, Bapak Elia Masa Ginting,
Ibu Marsiria Sebayang dan pihak gereja yang tidak bisa disebutkan satu per satu
yang menemani dan membantu saya dalam melakukan penelitian selama di
lapangan sampai selesainya skripsi peneliti. Pada kesempatan ini, Peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa/i Antropologi FISIP
USU dari berbagai angkatan, atas pengalaman, cerita yang tak pernah terlupakan
selama masa perkuliahan. Terkhusus Mondang Sigiro, Senangi Masa Lase, Hetty
Lumbantoruan, Yola Siagian, Antriyani Saragih, Ribka Malau, Kak Defri
Mendrofa, Agus Salim Hasibuan, Asdani Daulay, dan lainnya yang tidak bisa
saya ucapkan satu per satu.
Peneliti juga berterima kasih terkhusus buat teman-teman terbaik peneliti:
Yohanna Sinaga, Ricardo Chen Purba, Kak Ria Sinabutar, Ance Hutapea yang
siap membantu, memberikan arahan, tenaga, motivasi serta mau meluangkan
waktu untuk peneliti selama mengerjakan skripsi. Akhir kata Peneliti menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik, saran
dan masukan peneliti akan menerimanya agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi
kedepannya dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu Antropologi sekian dan
terimakasih.
Medan, Juli 2021
Penulis
iv
RIWAYAT HIDUP
v
2. Workshop Bank Indonesia Goes To Campus Bersama NET, Medan
2016
3. Workshop The Best Way To Be Smart, Active, and Creative In
University, Medan 2016
4. Panitia Natal jurusan Antropologi pada tahun 2017
5. Anggota dalam UKM Fotografi USU pada tahun 2018
6. Panitia dalam kegiatan penyambutan mahasiswa baru Departemen
Antropologi Sosial, FISIP USU pada tahun 2018
7. Anggota dalam organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Sibolga- Tapteng
(KAMISTA) pada tahun 2018
8. Workshop Pemilihan Sampah Menuju Kampus Bersih Oleh Go Green
And Art (GGArt) FISIP USU, Medan 2018
9. Workshop Visual Antropologi/Film Etnografi, Medan 2018
10. Seminar Nasional Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia, Medan
2018
11. TOEFL Preparation Class, by the Language Center USU (September-
Oktober 2018)
12. Peserta Pada Pelatihan Jurnalistik “Splash Your Dream With A
Writing” Medan, 2018
13. Seminar Pengenalan Arkeologi, Medan 2019
14. Tahun 2020, sebagai peserta Praktek Kerja Lapangan-Tinggal Bersama
Masyarakat (PKL-TBM) di Desa Sarimarrihit, Samosir
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur peneliti sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
skripsi ini yang berjudul Bangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut
Desain). Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana sosial (S.1) dalam bidang Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan
bab pendahuluan yang berisi kerangka teoristis dan permasalahan itu terdiri dari,
Bab II berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian, struktur kerja dan
Bab III menjelaskan tentang sejarah, bagan pelayanan dan jemaat gereja.
dan penyelesaian masalah tentang semua persoalan yang diajukan serta saran.
vii
Sebagai penutup dari penulisan skripsi ini, dilampirkan pula daftar kepustakaan
Peneliti telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran, serta juga waktu
yang dapat membangun dari para pembaca. Harapan dari peneliti, agar skripsi ini
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN ORIGINALITAS .................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... ..1
1.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. . 7
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................... 20
1.4 Tujuan Penelitian................................................................................. 20
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................... 20
1.6 Metode Penelitian ................................................................................ 21
1.7 Pengalaman Penelitian ........................................................................ 25
ix
BAB IV ARSITEKTUR DAN ETNO DESAIN GEREJA KRISTEN
INDONESIA (GKI) SUMUT MEDAN
4.1 Komponen Dasar Bangunan Gereja .............................................. 49
4.1.1 Denah dan Fondasi ............................................................... 49
4.1.2 Tiang ..................................................................................... 51
4.1.3 Dinding ................................................................................. 53
4.1.4 Atap ...................................................................................... 54
4.1.5 Pintu ...................................................................................... 57
4.1.6 Jendela .................................................................................. 58
4.1.7 Lubang Angin ....................................................................... 60
4.2 Ruang Bangunan Ibadah ................................................................. 61
4.2.1 Narthex ................................................................................ 61
4.2.2 Ruang Jemaat ....................................................................... 65
4.2.3 Ruang Mimbar ..................................................................... 66
4.2.4 Menara ................................................................................ 67
4.3 Perlengkapan Ruang Ibadah ........................................................... 70
4.3.1 Mimbar ................................................................................. 70
4.3.2 Bangku Majelis ..................................................................... 74
4.3.3 Bangku Jemaat...................................................................... 75
4.3.4 Bangku Pendeta .................................................................... 77
4.3.5 Alas Untuk Berlutut .............................................................. 77
4.3.6 Papan Pujian dan Bacaan...................................................... 78
4.3.7 Lampu Gantung .................................................................... 79
4.4 Ornamental atau Simbol Dalam Ruang Ibadah .............................. 80
4.4.1 Logo Gereja ......................................................................... 80
4.4.2 Pilaster ................................................................................. 81
4.4.3 Relung Semu ........................................................................ 82
4.4.4 Motif Geometris ................................................................... 83
4.4.5 Motif Floral .......................................................................... 89
4.5 Analisa Ornamental ........................................................................ 93
BAB V PENUTUP
5.1Kesimpulan .............................................................................................. 99
5.2 Saran ................................................................................................ 100
x
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
xi
Gambar 43. Motif Spiral Pada Balustrade Altar................................................... 87
Gambar 44. Motif Spiral Pada Tangan Tangga Mimbar....................................... 87
Gambar 45. Tangga Mimbar ................................................................................. 88
Gambar 46. Hiasan Deretan Kotak-Kotak Pada Atap Ruang Mimbar ................. 88
Gambar 47. Hiasan pada atap ruang mimbar ........................................................ 88
Gambar 48. Hiasan Deretan Kotak-kotak persegi jendela berderat di tingkat II .. 89
Gambar 49. Bagian atas jendela berderet .............................................................. 89
Gambar 50. Hiasan Bunga ................................................................................... 89
Gambar 51. Hiasan Daun ...................................................................................... 90
Gambar 52. Hiasan pada Pelengkung ................................................................... 94
Gambar 53. Hiasan Pada Pemisah tingkat ............................................................ 95
Gambar 54. Motif Ipon-Ipon ................................................................................. 95
Gambar 55. Hiasan menyerupai Bunga ................................................................ 96
Gambar 56. Column Pilaster Tuscan ..................................................................... 96
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Gereja adalah suatu tempat untuk melakukan ibadah bagi umat Kristen dan
yang membentuk keseluruhan bangunan gereja ini tidak hanya saja susunan
bangunannya, melainkan juga hiasan yang dipilih, simbol dan juga terdapat
dua hal pokok yang saling berkaitan yaitu arti dan fungsi dari arsitektur yang
dihasilkan. Arsitektur harus bermakna positif. Arti atau makna dari arsitektur
sebagai benda budaya, konsep, pola dan wujudnya, adalah interpretasi dan
tradisional misalnya, belum tentu dinilai dengan persepsi yang sama, karena bisa
saja disebut sebagai ketinggalan zaman, dianggap anti modernisme, atau berarti
lainnya.
Fungsi dari suatu arsitektur sebagai benda budaya ditentukan pula oleh
persepsi pengamat, bukan oleh pembawa budaya, yang akan semakin positif bila
fungsi yang ditampung juga semakin kaya. Suatu bangunan yang dekat dengan
1
kegiatan publik misalnya, dituntut memiliki ruang dan akses publik yang
memadai agar fungsi interaksi sosial dapat terwadahi secara optimal. Sebagai
contoh, ruang antar bangunan akan tetap tak berfungsi positif bila hanya sekedar
sebagai jarak antar bangunan, tetapi akan lebih kaya fungsi apabila dimanfaatkan
Dalam dunia arsitektur hubungan masa lampau, masa kini dan masa yang
akan mendatang itu saling berkesinambungan satu sama lain karena dapat
terdahulunya.
Salah satu objek arsitektur yang sarat akan makna adalah arsitektur rumah
ibadah, yaitu: arsitektur mesjid, gereja, klenteng, dan sebagainya. Objek arsitektur
rumah ibadah seperti bangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan ini
yang dihasilkan suatu peradaban manusia selama ratusan bahkan ribuan tahun.
Demikian juga pada arsitektur bangunan gereja yang tidak pernah lepas dari
fungsi yang diwadahinya. Bangunan gereja ini sebagai tempat beribadah bagi
2
lain, konteks sosio-kultural, kondisi politik, ekonomi dan tuntutan zaman pada
saat suatu produk arsitektur dibuat juga membawa pengaruh pada perwujudan
suatu catatan sejarah yang unik, karena wilayah Sumatera Utara dulunya
dari Jerman, tetapi Gereja Gereformeerd yang dilakukan oleh misi Belanda yang
Utara, walau diakui bahwa perjuangan berat harus dilalui oleh gereja ini agar
bisa masuk, tumbuh dan berkembang di Sumatera Utara hingga saat ini.
tetapi juga kepada suku-suku lain, misalnya orang-orang Batak, Aceh dan
Minang. Maka hingga saat ini dapat dilihat bahwa gereja ini merupakan gereja
yang universal dengan multietnis nya tidak dibatasi oleh suku tertentu, bahkan
anggota gereja ini terdiri dari bermacam suku seperti Batak Toba, Karo,
Simalungun, Jawa, Nias, Aceh, Ambon, Timor, Toraja, Minang, Tionghoa, dan
India/Tamil.
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan tersebut sudah terdaftar pada
kemudian verifikasi pada tanggal 11 Juli 2018 oleh Balai Pelestarian Cagar
Budaya Aceh Jadi benda Cagar Budaya juga merupakan warisan budaya dan
3
sejarah, serta bukti sejarah kehidupan budaya bangsa yang mempunyai nilai
sangat penting bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan bangsa Indonesia. Selain
itu, pentingnya keberadaan bangunan tua bersejarah tersebut juga sebagai saksi
bisu sejarah suatu masa yang mencerminkan identitas daerah atau masyarakatnya
pada periode tertentu. Salah satu periode dalam studi arkeologi Indonesia adalah
periode kolonial. Bentang waktu yang panjang dalam periode kolonial ini telah
Bangunan menjadi saksi bisu dari berbagai kejadian pada masa digunakan
Seperti Gereja ini merupakan salah satu gereja tertua di Kota Medan yang
dua jenis, yaitu bangunan bersifat profan dan bangunan bersifat sakral. Bangunan
bersifat profan, seperti rumah tempat tinggal, tempat musyawarah dan tempat
bangunan adat dan tempat-tempat ibadah (Faisal, 2008:2) seperti Gereja Kristen
Indonesia (GKI) Sumut Medan tersebut yang termasuk kategori bangunan sakral.
Bangunan-bangunan seperti itu umumnya tahan lama karena dibuat dari material
yang lebih kuat dan tahan lama, serta sedikit mengalami perubahan karena adanya
4
keyakinan akan kesucian. Seperti halnya dengan bangunan yang bersifat sakral
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan ini merupakan salah satu objek
yang sangat menarik dan patut untuk diteliti keunikannya dari bangunannya
bersifat sakral ini yang merupakan peninggalan kolonial Belanda dengan memiliki
peneliti dalam melakukan penelitian ini. Hal ini guna untuk memperkaya bahan
peneliti untuk mengetahui hasil karya ilmiah yang sudah dibuat sebelum peneliti
Schoemaker membangun kedua bangunan ini untuk jemaat yang berbeda, ada
muncul sebagai adaptasi dari pengaruh zaman yang berkembang saat itu.
Kesamaan elemen pada tatanan massa dan ruang serta elemen pelingkup ruang
yang dijumpai pada objek studi memiliki makna kerohanian sebagai perwujudan
5
Penelitian selanjutnya dari Ardian (2019) menyebutkan secara estetika,
bangunan Gereja Ganjuran memiliki ciri khas tersendiri dari gereja lainnya, yaitu
inkulturasi yang nampak dalam gereja Ganjuran dapat dilihat dengan adanya
patung-patung seperti arca Yesus, arca Maria dan patung malaikat di dalam
pun bernuansakan Jawa. Ornamen yang digunakan pada Gereja Katolik Ganjuran
Merupakan tempat penyimpanan memori yang sangat baik. Hal ini tidak
membosankan dan menyendiri dapat hidup dengan waktu karena diisi dengan
memori, hidup dengan pikiran kita. Bentuk ini baik untuk menghindari bagian
penerimaan panas yang berlebihan pada bangunan. Dari segi estetika, tampilan
6
bangunan sangat indah, dengan mengambil bentuk bangunan dengan beranalogi
gedung ini tidak membosankan, bentuk dasar kurva yang artinya menuju ke
tertarik untuk melihat bagaimana etno disain dari Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Sumut Medan Peninggalan Kolonial Belanda tersebut beserta elemen, struktur dan
1.2.1 Arsitektur
Arsitektur adalah sebuah hasil ciptaan manusia yang merupakan suatu produk
Oleh sebab itu, arsitektur adalah produk budaya yang sarat akan makna
(Kusbiantoro, 2007:3).
berikutnya dengan sedikit atau tanpa perubahan, yang dilatar belakangi oleh
7
norma-norma agama dan dilandasi oleh adat kebiasaan setempat dijiwai kondisi
Rumah lebih dari sekedar struktur fisik. Rumah adalah rumah, tempat kerja,
istirahat dan peribadahan. Rumah sangat erat kaitannya dengan mereka yang
mendiami atau bekerja di dalamnya. Rumah adalah bangunan yang dihuni dan
digunakan oleh berbagai jenis individual atau kelompok seperti rumah tangga,
orang yang memiliki hubungan kekerabatan, dewa atau roh, atau benda tertentu
seperti biksu dan biksuni, anak sekolah, orang sakit, birokrat dan pebisnis.
arsitektural, dekorasi dan tata letak, tujuan dan karakteristik penghuninya. Rumah
yang dipegang oleh komunitas pada umumnya dan tentang yang lebih lokal yang
relevan dengan rumah tangga itu sendiri. Rumah berbicara kepada orang luar
tentang tujuan dan status penghuninya, studi tentang rumah sebagai bangunan dan
sebagai kategori sosial, dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi fokus yang
Rumah adalah tempat berteduh, mereka adalah rumah, mereka adalah simbol
dan penanda status. Namun apapun bentuknya, rumah adalah bangunan gedung
yang merupakan ekspresi dari nilai-nilai sosial dan budaya; domain yang berbeda
pengguna dalam kasus bangunan umum) di dalam ruang, dan mereka adalah
perluasan yang dibatasi ke dalam ruang. Bagi para analis, bangunan itu adalah
8
tambang emas bagi simbol dan makna karena bangunan mengungkapkan gagasan
dan nilai asli tentang kehidupan dan aktivitas sosial serta, dalam banyak kasus,
dan gender. Karena itu mereka tidak pernah bisa netral, faktor menjadi pembawa
struktur, desain, penggunaan, dan lainnya. Banyak disiplin ilmu yang berbeda
memiliki sesuatu untuk diperoleh dari dan berkontribusi pada studi bangunan
rumah. Khususnya sudut atau tatapan disipliner dari arsitek, sejarawan seni,
dapat menyumbangkan sesuatu untuk pemahaman kita tentang apa yang harus
jarang merupakan replika rumah rumah tangga. Sebaliknya, mereka sering kali
memotong ekspektasi bangunan seperti itu. Gereja, masjid, dan kuil Hindu dan
Buddha dibangun menurut kriteria yang berbeda dari yang digunakan dalam
arsitektur rumah tangga. Tujuannya sangat berbeda dan ini ditunjukkan di gedung
itu sendiri. Tentunya, rumah ibadah bukanlah tentang kekeluargaan atau tentang
organisasi sosial seperti yang dihayati oleh masyarakat. Lebih dari itu, mereka
adalah representasi dari kosmologi dan merupakan fokus material untuk ontologi
9
Bentuk arsitektur dapat diartikan sebagai sebuah ruang yang berpelingkup
bawah, samping, dan atas, yang dapat mewadahi kegiatan manusia dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pelingkup bawah berupa lantai atau alas beserta
elemen pelengkapnya, dan pelingkup atas berupa atap dan atau plafon beserta
bertapak manusia di bumi ini memiliki sifat visible (dapat dilihat) dan touchable
(dapat diraba). Sementara dinding dan atap dapat bersifat baik visible dan
touchable maupun invisible (tidak dapat dilihat) dan untouchable (tidak dapat
samping, dan atas) mewujudkan bentuk arsitektur sebagai bentuk fisik tiga
yang dilihat dan dialami oleh manusia itu sebenarnya diolah menjadi serangkaian
simbol yang dimengerti oleh manusia. Simbol-simbol yang ada itu cenderung
untuk dibuat dan dimengerti oleh para warga pemiliknya berdasarkan konsep-
konsep yang mempunyai arti yang tetap dalam suatu jangka waktu tertentu.
Desain arsitektur sebagai suatu terminologi pada dasarnya dapat dilihat dalam
dua konteks pengertian. Yang pertama adalah sebagai proses dan yang kedua
10
adalah sebagai produk. Jika dipandang dalam konteksnya sebagai proses atau
aktivitas, maka pemahaman tentang desain dapat kita lakukan dalam perspektif
historis, terutama untuk melihat karakteristik proses desain dari masa ke masa.
Pemahaman ini menjadi penting dalam konteks penulisan ini, terutama dengan
asumsi bahwa dengan mengenali karakteristik proses desain dari masa ke masa.
Sudut pandang yang kedua adalah pandangan yang berorientasi pada pemahaman
bahwa desain identik dengan produk (design as product). Sudut pandang ini
memposisikan arsitektur sebagai salah satu cabang seni setara dengan bidang-
bidang seni yang lain. Pandangan ini berimplikasi pada anggapan bahwa proses
desain arsitektur merupakan hal yang tidak relevan dan tidak perlu dipersoalkan
karena yang menjadi pokok perhatian adalah aspek produk (Rogi, 2014:2).
Tujuan arsitektur adalah lebih dari sekedar fungsi tempat bernaung. Arsitektur
arsitektur satu-satunya, maka hanya sedikit ragam dalam bentuk yang akan
dengan tujuan yang berbeda-beda, mulai dari tempat tinggal dan kerja yang
digabung sampai kepada pemisahan tempat tinggal dan kerja, mulai dari rumah
dan bengkel yang digabung sampai pemisahan keduanya dan kemudian sampai
kepada pelataran kerja dan bengkel yang dikhususkan, dan sebagainya. Demikian
pula, kita bisa mengharapkan adanya suatu kecenderungan penggunaan bahan dari
11
kemudahan untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut, yang rupanya bahan-bahan
49).
Sehingga ketiga aspek tersebut saling berelasi satu sama lain. Ide atau gagasan
12
merupakan bagian dari sistem gagasan. Makna arsitektur merupakan nilai-nilai,
gagasan.
relasi antara bentuk, fungsi, dan makna, maka makna arsitektur adalah hasil
interpretasi relasi antara bentuk dan fungsi dalam kerangka kebudayaan. Fungsi
arsitektur meliputi fungsi insider dan fungsi outsider. Fungsi insider adalah
kegiatan manusia sebagai respon adanya atau hadirnya suatu bentuk arsitektur.
Bentuk arsitektur adalah wadah atau ruang berpelingkup bawah, samping, dan
sebuah objek benda, maka memaknainya berarti ada seseorang (subjek) yang
dasarnya bentuk arsitektur itu netral, tidak bermakna, sebab bentuk arsitektur itu
tempatnya memang ada di situ. Hanya seseorang lah (subjek) yang kemudian
memberikan makna pada bentuk arsitektur itu. Sebuah bentuk arsitektur (objek)
perhatian atas bentuk arsitektur itu. Arti atau makna diberikan oleh seseorang
13
sebagai subjek kepada bentuk arsitektur sebagai objek, sesuai dengan cara
aliran pertama adalah bentuk mengikuti fungsi sedangkan arsitek Hasan Purbo
kualitas ruang arsitektur yang dihasilkan para arsitek harus memenuhi beberapa
14
2. Ruang yang diciptakan dapat memberi bentuk yang bermakna kepada
kepada lingkungannya.
3. Jati diri arsitektur yang berkaitan dengan identitas ruang yang tercipta,
alternatif.
dengan tradisi yang kuat dan beragam serta pengalaman dijajah negara lain, tak
pelak lagi kita memiliki warisan arsitektur tradisional dan peninggalan kolonial
yang tersebar di berbagai pelosok kota dan daerah. Selayaknya pengetahuan yang
berharga itu dilestarikan dan dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi yang tak
masa lampau disambung dengan benang emas arsitektur masa kini dan masa
kunci dalam penumbuhan rasa harga diri, percaya diri dan jati diri atau identitas.
15
archeology for the future, begitu kata salah seorang pakar. Arsitektur kuno dan
Agama kristen dibawa ke Indonesia oleh bangsa Eropa, yaitu Portugis dan
manusia dengan Allah, sehingga di buat ruang-ruang yang besar dengan langit-
hubungan dengan Tuhan, tetapi juga tempat untuk mengadakan hubungan antara
manusia dengan manusia, di samping itu dasar ajaran agama Kristen adalah
tertekan, bantuan bagi yang sakit, tua, yatim piatu, dan sebagainya. Kegiatan
seperti itu membutuhkan lebih dari hanya sebagai tempat untuk berdoa.
pertemuan ruang-ruang kelas, ruang rekreasi, ruang club, dan ruang-ruang lain di
samping ruang ibadah utama, sehingga bentuk gereja yang sekarang bukan hanya
memiliki tanda-tanda khas. Selain fungsi praktis dan estetika, tanda-tanda khas
masyarakat yang memiliki pemahaman dan aturan akan nilai budaya pada
16
keseluruhan bangunan gedung gereja meliputi tidak saja susunan bangunannya,
melainkan juga hiasan yang dipilih, dan simbol/tanda lain yang digunakan.
yang tinggi, juga fungsional, dan jaminan terhadap kekokohan bangunan. Karya
arsitektur yang demikian, terutama dari segi estetika, dapat dihasilkan dengan cara
diantaranya mengadopsi bentuk-bentuk dari benda atau dari alam yang pada
dapat dibatasi sebagai isu formal estetika belaka, namun juga harus dipahami
sebagai isu budaya, politik, sosial, ekonomi dan teknologi yang dilematis, bahkan
paparan atau perjumpaan dengan budaya baru, memberikan dampak yang sangat
masuknya pengaruh sistem kepercayaan dan kebudayaan yang berasal dari India,
Cina, Arab, dan Eropa telah memungkinkan bertumbuh kembangnya ragam jenis
bangunan dan berbagai ekspresi arsitektural yang memiliki nilai historis serta
bangunan yang tertutup tanpa banyak pintu, ventilasi atau jendela. Padahal sangat
17
disadari bahwa berbeda dengan di Eropa yang mengenal empat musim, di
Indonesia jelas tidak akan ada salju yang tebal menumpuk di atap, atau angin yang
(Koestoro, 2015:96).
Eropa itu berupa karya-karya bangunan yang kuat dan indah. Karya arsitektural
estetika. Itu juga merupakan wahana pertautan antara budaya modern dan tradisi.
Nilai-nilai yang berkembang sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, di
samping memiliki peran dalam membangun citra modernitas pada budaya benda,
Indonesia.
Susunan umum bangunan gereja menganut prinsip yang sama, yang berasal
dari Abad Pertengahan Eropa, seperti halnya dengan para pembawa kepercayaan
baru itu adalah orang-orang Eropa. Itu berkenaan dengan tata ruang horizontalnya.
Altar, yang merupakan ruang sakral terletak di sisi belakang dan biasanya
18
meliputi juga menara. Demikianlah bagian sakral itu menghadap ke arah matahari
terbit yang berasosiasi dengan terang, sedangkan bagian depan yang bersesuaian
dalamnya adalah: dengan memasuki gereja maka umat yang berada dalam
itu, dapat pula dirasakan bahwa desain bangunan gereja cenderung memiliki satu
pintu utama yang merupakan indeks untuk menunjukkan bahwa orang harus
memasuki gedung tersebut dari arah tertentu. Porch (kuncungan) juga menandai
keberadaan pintu utama untuk masuk ke ruangan dalam gedung gereja. Ide yang
manusia.
satu bentuk karya budaya masa lalu, dan kita menyebutnya dengan bangunan
kolonial atau bangunan indis, hal itu sama dengan bangunan-bangunan lain yang
hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan gaya hidup indis adalah
suatu fenomena sejarah, sebagai bukti hasil kreativitas kelompok atau golongan
19
1.3 Rumusan Masalah
adalah:
penelitian ini yaitu untuk menjelaskan dan melihat Etno disain beserta struktur
dan fungsi yang terbentuk dari arsitektur gereja peninggalan kolonial Belanda
tersebut. Dan juga melihat tentang arsitektur yang dapat diartikan sebagai suatu
struktur, fungsi dan etno disain yang dipertahankan sejak lama melalui proses
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : manfaat teoritis dan praktis dari
pada umumnya dan disiplin ilmu antropologi pada khususnya, terutama dalam
bidang kajian Studi Arsitektur Tradisional & Etno Disain, serta dapat dijadikan
sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut yang berkenaan dengan
20
sebagai bahan untuk melestarikan Arsitektur gereja tersebut dan bagi penulis
Penelitian ini dilakukan di Jl. KH. Zainul Arifin No.124, Petisah Tengah,
Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan yakni
setiap detail ruangnya bersama dengan informan maka peneliti membangun raport
(hubungan baik) supaya dengan begitu proses mencari data akan berjalan dengan
berlangsung, sebab kurangnya hubungan baik dengan informan maka data tidak
etnografi. Etnografi ditinjau secara harfiah berarti tulisan atau laporan tentang
bangunan gereja yang ditulis oleh peneliti atas hasil penelitian lapangan (field
work) selama di lapangan. Dengan tercapainya tujuan dalam penelitian ini, maka
yang diteliti saat itu karena sudah terjalinnya raport yang baik lebih awal.
21
1. Observasi
bentuk, struktur, fungsi, etno disain, dan cara membuatnya dipertahankan sejak
lama melalui proses pewarisan dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga
saat ini. Ketika melakukan observasi, peneliti juga turut ikut serta dalam ibadah
pada hari minggu karena penting juga untuk melihat bagaimana suasana dalam
pendekatan kepada informan dari gereja tersebut seperti pendeta, penatua, koster
tapi juga mendengar dan merasakan. Pengamatan yang baik adalah pengamatan
yang mampu melibatkan semua indera yang dimiiki manusia. Dengan melakukan
metode observasi ini digunakan dalam rangka menerapkan pendekatan yang lebih
peneliti mengamati segala hal yang dapat ditangkap oleh mata selama penelitian.
22
2. Wawancara
peneliti menyiapkan interview guide untuk menanyakan apa-apa saja yang perlu
yang baik, maka timbul pertanyaan-pertanyaan lain dari peneliti untuk menggali
dapat melakukan tanya jawab mengenai persoalan yang diteliti, yaitu mengenai
etno disain beserta fungsi dalam bangunan Gereja tersebut. Dengan demikian dari
informan tentang suatu fenomena yang ada. Dalam melakukan tahap wawancara,
Dalam hal ini setidaknya mencari informan yang sudah terlibat langsung dalam
23
waktu senggang para informan. Hal tersebut peneliti lakukan untuk mendapatkan
informasi yang jelas dan lengkap dari para informan tanpa diburu waktu dan
ataupun sedang beristirahat dari segala aktivitasnya. Biasanya para informan yang
informasi. Snow ball merupakan suatu Teknik sampling dimana sampel diperoleh
dari satu informan ke informan lainnya. Dalam penelitian ini, Teknik snow ball
nomor telepon bernama Bapak Anung, yang sudah diberikan sebelumnya ketika
saya berjumpa di gereja setelah ibadah. Kemudian ketika berada di gereja beliau
Bapak Jurnalis Buloeloe yang bertugas sebagai koster di gereja tersebut, lalu
setelah itu ada Bapak Em Nuran Ady Suyatno yang merupakan pendeta di gereja
itu juga. Setelah itu diarahkan menjumpai beberapa umat yang bernama Bapak
Elia Masa Ginting, setelah itu beliau tersebut memperkenalkan istrinya juga untuk
bersedia diwawancarai, ibu tersebut bernama Marsiria Sebayang. Lalu ada juga
jemaat yang sedang beribadah kemarin bernama Lusi Sigiro dan Ance Hutapea.
3. Studi dokumentasi
Metode ini merupakan salah satu jenis metode yang sering digunakan dalam
24
metodologi penelitian sosial yang berkaitan dengan teknik pengumpulan datanya.
Karena sebagian besar fakta dan data sosial banyak tersimpan dalam bahan-bahan
yang berbentuk dokumenter termasuk gereja ini. Oleh karenanya ilmu-ilmu sosial
saat ini serius menjadikan studi dokumen dalam teknik pengumpulan datanya.
Diantaranya juga dokumen dan foto, peneliti akan menggunakan kamera sebagai
alat bantu untuk pengambilan foto setiap bentuk dan bagian-bagian Gereja baik
dari luar, dalam, bagian sisi kanan kiri depan belakang dan juga bagian bawa serta
atas gereja.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di Jl. K.H. Zainul Arifin
No. 124, Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan. Sebelum
Medan ini sebagai topik dalam penyusunan skripsi saya, maka sebelumnya
peneliti mulai mengikuti ibadah di gereja tersebut. Awalnya peneliti mencari dan
mengakses informasi yang berkenaan tentang gereja ini, baik dari lokasinya,
sejarah singkat gereja ini, gambar-gambar gerejanya dan Ketika itu pertama kali
mengikuti ibadah di gereja ini, peneliti sebelumnya terlebih dahulu melihat gereja
tampak dari luar nya. Jadi gereja ini lokasinya sangat strategis karena
berseberangan dengan Mall Sun Plaza Medan. Selain itu juga sangat dekat juga
dengan Kuil Hindu tertua yang bernama Kuil Shri Mariamman, kemudian dekat
dengan Rumah Sakit Umum Materna, Adimulia Hotel Medan, Masjid Agung, dan
25
Peneliti memandang gereja ini tampak dari luar sangat unik dengan bangunan
ibadahnya yang berwarna putih dengan berciri khas bangunan kolonial Belanda,
tidak seperti tampak gereja pada umumnya di Indonesia. peneliti pun semakin
dan dindingnya, lalu furniture gereja tersebut seperti mimbar, bangku majelis,
bangku jemaat, lampu gantung dan lainnya yang sangat menarik untuk di pandang
oleh mata dan terkagum sekali dan merasa senang bisa melihat langsung keunikan
dari gereja tersebut. Dan penelitipun mengikuti ibadahnya sampai selesai. Ketika
melihat bangunan apa saja selain bangunan ibadah tersebut, ada juga terdapat
memperkenalkan diri dan bercerita mengenai gereja tersebut, lalu pada akhirnya
skripsi. Kemudian Pak Anung tentu saja memberi dukungannya dan langsung
Pada bulan Juni 2020, peneliti mulai mencoba menghubungi bapak itu melalui
via telepon, dengan maksud untuk melakukan observasi lebih lanjut, dan bapak
26
dahulu ke gereja tersebut. Pada tanggal 24 Juni 2020, peneliti melakukan survei
dengan ditemani oleh beliau, ketika mengambil foto dalam setiap bagian - bagian
gereja nya, Bapak Anung pun turut menjelaskan setiap sisi bangunan gereja
tersebut. Kemudian sembari tanya jawab juga mengenai gereja tersebut. Awalnya
peneliti merasa canggung karena takut mengganggu aktivitas dan takut tidak
diterima untuk melakukan sedikit tanya jawab, tetapi peneliti harus memulai
butuhkan.
beliau sebagai koster dan tinggal di lokasi gereja tersebut. Koster merupakan yang
untuk segala bentuk pertemuan dan membantu kegiatan di gereja yang sedang
Pada 24 Januari 2021, setelah selesai jam ibadah peneliti di arahkan oleh Pak
Anung untuk berjumpa dengan Bapak Pendeta Em. Nuran Ady Suyatno. Peneliti
tujuan. Kemudian Bapak Nuran dengan senang hati bersedia membantu peneliti
baik dari sejarah, bentuk gereja dan simbol dari gereja tersebut.
27
Setelah selesai berbincang-bincang dengan Bapak Nuran, saya berjumpa
dengan beberapa umat di gereja tersebut. Yang bernama Bapak Elia Masa Ginting
dan juga Ibu Marsiria Sebayang. Pada waktu yang bersamaan peneliti berkenalan
dengan para beliau dan juga beberapa umat lainnya yang sedang duduk di teras
gereja. Peneliti turut ikut serta dalam perbincangan mereka dan sembari tertawa
bercanda ria dengan bapak dan ibu yang ada di teras tersebut. Peneliti sangat
senang karena mereka ramah dan terbuka sehingga memudahkan saya untuk
Di dalam proses mentranskip hasil wawancara juga bukanlah hal yang sangat
mudah bagi peneliti, selalu mengulangi hasil wawancara yang direkam terdahulu.
Hal tersebut dikarenakan ada saja suara yang lebih keras dari suara informan.
juga tidaknya tetapi apapun itu peneliti mencoba berusaha dan menikmati setiap
proses yang ada sebagai pengalaman hidup yang harus dijalani untuk
penelitian sangat banyak dan menambah pengetahuan tentang etno desain gereja
tersebut, dan juga apa saja elemen, struktur dan fungsi yang terbentuk dari
28
BAB II
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Medan Sumatera Utara, yang dulu bernama
Gereformeerd Medan Sumatera Utara terletak di Jl. Zainul Arifin 124, Medan.
Gereja ini berada satu kompleks dengan rumah pendeta yang berada pada halaman
sebelah timur, gedung serbaguna gereja di sebelah timur laut, dan bangunan
oleh pohon palem, cemara dan pinang merah. Di sebelah utara dan barat kompleks
Gereja ini terdapat perumahan penduduk. Di sebelah timur berbatasan dengan Jl.
Candi Biara dan sebelah selatan berbatasan dengan Jl. Zainul Arifin.
Letak Gereja ini berada di pusat kota Medan dan berdiri persis di depan Mall
Sun Plaza menjadi faktor pendukung bagi perkembangan gereja. Hal ini tentunya
dapat menarik perhatian bagi orang-orang yang ingin beribadah, misalnya para
pengunjung mall Sun Plaza, semula hanya menyempatkan diri beribadah atau
Gereja ini membuat mereka tertarik menjadi anggota gereja yang tetap. Kompleks
Gereja dikelilingi oleh pagar keliling yang terbuat dari besi. Halaman selatan
gereja berjarak 4,8 meter diukur dari pintu masuk utama sampai gerbang gereja.
Secara keseluruhan Gereja terdiri atas dua bangunan, yaitu bangunan depan
(utama) yang terletak di selatan dan bangunan yang terletak di sebelah utara.
29
Bangunan utama merupakan bangunan gereja yang digunakan untuk ibadah.
Bangunan ini berdenah persegi panjang dengan ukuran panjang 17 meter dan
lebar 8 meter, serta tinggi 12 meter dengan orientasi selatan-utara. Bagian utara
mimbar.
tiga ruang yang digunakan sebagai ruang kantor gereja, ruang pertemuan Majelis
gereja, dan gudang. Bangunan utama gereja dan bangunan belakang ini
dihubungkan oleh dua buah koridor. Dari empat buah bangunan di dalam
kompleks gereja, yang dijadikan data penelitian adalah bangunan gereja karena
30
Gambar 2 Peta Lokasi Gereja Kristen Indonesia Di Kota Medan
Sumber : Dokumentasi Gereja
Keterangan :
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan merupakan gereja yang telah
berusia tua (16 Agustus 2021 berusia 106 tahun) dan anggota tercatat + 2.000
jemaat dengan kebutuhan pelayanan yang kompleks dan kegiatan yang sangat
31
2.2 Struktur Kerja dan Hubungan Kerja
Dari terkait penjelasan peran pelayanan yang dibutuhkan dan garis besar
tugasnya di gereja tersebut yang seperti yang terdapat pada gambar 3 diatas, disini
struktur dan hubungan kerja di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan
tersebut berjalan dengan sangat baik. Harus disadari bahwa lancarnya pelayanan,
komunikasi dan kegiatan gereja perlu ditunjang oleh adanya kinerja kantor,
dapat diperoleh dari kantor gereja. Karena segala bentuk pelayanan, informasi dan
pertama-tama dapat dijumpai dan pusat informasi awal kehidupan bergereja. Oleh
32
sebab itu, kantor harus ditunjang oleh pelayan yang memahami bidang kerjanya,
suasana kerja yang disiplin, dan suasana kantor yang tidak membuat orang enggan
untuk datang baik untuk bertanya, mendapat informasi dan bantuan pelayanan.
Karena itu dari sekian banyak anggota dipilih beberapa orang untuk diberi
hidup sekarang membuat orang harus berpacu dengan kesempatan dan waktu,
membuat orang sulit (bukan berarti tidak bisa) berpikir dan bertindak diluar
pekerjaannya. Situasi seperti ini pun berimbas dan harus dihadapi oleh beberapa
orang yang dipilih dan dipercaya tersebut. Karena situasi seperti inilah maka
masyarakat perlu ditunjang oleh pelayan yang memahami dan menguasai bidang
2.3 Visi dan Misi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan
Visi merupakan tujuan atau arah utama, maka bisa dikatakan misi adalah
suatu proses atau tahapan yang seharusnya dilalui oleh suatu lembaga atau
instansi atau organisasi dengan tujuan bisa mencapai visi tersebut. Di samping itu,
misi juga dapat diartikan sebagai suatu deskripsi atau tujuan mengapa sebuah
33
2.3.1 Visi Gereja
Visi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan 2017 - 2021 : "Menjadi
Gereja yang Missioner bagi Kemuliaan Allah”, Secara makna dan tujuan visi ini
sudah bagus dan merupakan visi utama dan untuk pencapaiannya perlu tahapan-
bahkan komunikasi misi dan strategi lebih sering dari pada komunikasi visi,
sehingga visi kurang dikenal oleh warga, akibatnya misi dan strategi kurang
masyarakat dimana gereja berada. Gereja yang misioner harus dipahami sebagai
suatu usaha jemaat yang berbeda-beda untuk mengadakan perubahan dalam segala
aspek kehidupan dan terutama misi membawa berita keselamatan melalui Yesus
Kristus.
gereja yang hidup serta mampu memberi jawaban terhadap segala persoalan yang
dihadapi oleh masyarakat tempat dia bertumbuh. Gereja tidak boleh tutup mata
dan tutup telinga terhadap segala persoalan kehidupan yang dihadapi oleh warga
jemaat.
34
b. Bagi Kemuliaan Allah
Kata mulia di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai tiga arti : (1)
Tinggi yang dikaitkan dengan kedudukan, pangkat, martabat; (2) Luhur yang
dikaitkan dengan budi dan (3) Bermutu tinggi, berharga yang dihubungkan
Misi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan 2017 – 2021 tidak
terlepas dari Tri Tugas Gereja, yaitu : Bersekutu (Koinonia), Bersaksi (Marturia)
dan Melayani (Diakonia) yang merupakan misi Allah bagi Gereja di tengah
dunia yaitu: Dalam perkembangannya ketiga tugas tersebut Tri Tugas Gereja
Tiga Utama", yang melambangkan: (a) Keseimbangan misi gereja sebagai "Gereja
yang Misioner", dan (b) Tujuan akhir misi gereja, yakni "Kemuliaan Nama
Allah".
(Worship)
35
BAB III
Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara atau dikenal sebagai GKI Sumut
Medan ialah suatu organisasi Gereja Kristen Protestan di Indonesia yang didirikan
untuk melayani wilayah Sumatera Utara. Gereja ini berhaluan Calvinis atau gereja
Utara, lahir dan berkembang sebagai hasil misi Gereja Gereformeerd Kwitang –
Jakarta tahun 1877. Beberapa pendeta yang aktif melayani pada waktu itu adalah
hingga pada tahun 1913 meluas daerah pelayanannya di wilayah Sumatera Utara
Bagian Utara dan Sumatera Barat. Saat itu di Medan terdapat 9 kepala keluarga
Sumatera Barat 7 kepala keluarga. Pelayanan yang semakin berkembang ini, pada
Tanggal 16 Agustus inilah yang sekarang diperingati oleh GKI Sumut Medan
36
Gereja ini pernah dipimpin oleh Pendeta. C. Mak yang melayani sejak
tahun 1928 hingga tahun 1946. Ia menggantikan Pdt. W.S. Wiersings yang pindah
pada 1928. Pada masa pendudukan Jepang (1942 - 1945), Pdt. C. Mak masuk
eropa di bawah kekuasaan Jepang. Di kamp ini banyak di antara mereka yang
sakit atau meninggal karena kelaparan. Di antara mereka yang berhasil lolos dari
tanggal 12 Mei 1917 didewasakan dengan anggota berjumlah 130 orang dan 80
Harrensteins sangat luas dan berat, maka pada tahun 1919 Majelis Gereja
memanggil Bp. Bavink menjadi tenaga pembantu Pendeta. Namun Pdt. Bavink
hanya bertugas hingga 1921, karena dipanggil untuk melayani Jemaat di Bandung.
Akibatnya Pdt Harrensteins kembali melayani sendiri hingga tahun 1923 dan
37
kembali ke Belanda karena kesehatan Ibu Harrensteins tidak memungkinkan
Juli 1923 dan dia melayani hingga 1928. Karena dia pindah, dirinya digantikan
dengan C Mak yang melayani sejak 1928 hinggal 1946. Namun pada tahun 1942-
berbahasa Indonesia / Jawa berkat kerjasama dengan Kristen Jawa Jakarta yang
mengatas namakan Gereja Kristen Jawa Tengah. Untuk pelayanan tahun 1932
dibangun rumah ibadah yang terletak di Jalan HOS Cokrominoto Medan, dulunya
Desember 1938, diteguhkan 2 orang pendeta Indonesia, yakni Cokro Susilo dan
Siantar 81 orang dewasa, 51 orang anak-anak dan di Medan 91 orang dewasa dan
40 orang anak-anak.
di Jalan K.H.Zainul Arifin, dulunya disebut Jalan Palang Merah. Sejumlah gereja
38
Kecamatan Galang Deli Serdang, Tanjung Rejo Medan, Medan Timur dan
dilembagakan menjadi satu sinode yang berdiri sendiri dengan nama Gereja
pada tahun 1974 diputuskan untuk berubah nama menjadi "Gereja Kristen
Seperti yang dikatakan oleh informan bapak Pdt. Em. Nuran Ady Suyatno :
“Gereja ini dibangun tahun 1917. Jemaat yang sewaktu itu belum
memakai gedung ibadah ini sudah ada secara resmi katakan sudah
berkumpul menjadi satu kesatuan persekuan kesaksian dan
pelayanannya tanggal 16 agustus 1915, jadi jangka waktu kurang
lebih 2 tahun kemudian baru punya rumah ibadah. Kalau baca
sejarah gereja, khususnya indonesia khususnya juga di Sumatera
Timur ini atau lebih tepatnya di kesultanan Deli ini tahun 1917 inilah
berdiri sebagai gereja yang namanya dulu gereformeerde, ini gereja
yang masih ada di Belanda. Melalui gereja yang masih ada di
Belanda inilah pada masa Belanda”
39
3.2 Bagan Pelayanan Dan Jemaat Gereja
Bagan ini dibuat untuk menunjukkan di mana posisi kita sebagai gereja di
tengah masyarakat dan fungsi serta peran sebagai gereja. Bagan ini dibuat tidak
mengikuti struktur organisasi garis vertikal dan atau horizontal, tetapi model
konsentrik dengan bagian inti tengahnya dan semakin keluar jumlahnya semakin
40
Seperti yang dikatakan oleh informan bapak Jurnalis Buloeloe:
“Gereja ini bersifat unik, kalau kita lihat dari fisik bangunannya tidak
terlalu besar dan jemaatnya yang multi suku. Jadi kebersaman dan
saling mengerti itu yang paling saya akui kalau saya alami di gereja
ini. Jadi tidak menonjolkan pribadi lepas pribadi. Jadi gereja GKI ini
bersifat sederhana baik dalam segi pakaian tidak mencolok sekali,
yang artinya misalnya orang kaya dengan gaya yang mewah dan
tidak memandang latar belakang yang berbeda. Jadi disini siapapun
dia dan suku apapun dia kita bersama-sama karena pelayanan itu
yang penting. Jemaat yang bergereja disini sekitar 250 KK, dan
simpatisan juga banyak di gereja ini karena letaknya yang sangat
strategis. Ibadah biasanya ada 4 sesi, tetapi karena covid, Cuma
sekali pada jam 09.00 pagi. Kapasitas nya di ruang ibadah ini sekitar
menampung 130 orang, ketika tidak muat lagi selebihnya masuk ke
ruang Graha namanya, makanya kita pake infocus, jadi tetap sama
ibadahnya berjalan.
jemaat gereja ini mempunyai latar belakang suku, antara lain : Batak Toba,
Simalungun, Karo, Minang, Jawa, Ambon, Toraja, juga Tionghoa. Dan anggota
tercatat + 2.000 jemaat dengan kebutuhan pelayanan yang kompleks dan kegiatan
untuk dapat memberikan bantuan dan informasi yang cepat dan akurat. Berikut
41
Gereja ini bersifat independency dan keterbukaan. independency ini diatur
langsung oleh para penatua, diaken, dan pendeta. Sedangkan keterbukaan yang
pelayanan gereja ini mencakup seluruh wilayah Kota Medan, karena tersebarnya
tempat tinggal jemaat, dari Belawan hingga Tanjung Mowara, dari Kampung
Sebagai gereja yang terpanggil untuk melayani dan menjadi berkat, perlu
pengaturan kerja yang teratur untuk pelayanan itu sendiri. Karena itu, di bagan ini
diatur demikian: Majelis Jemaat berada di lingkaran paling kecil, karena dia
dipilih dan dipercaya di antara sekian banyak anggota untuk membina dan
memperlengkapi anggota untuk makin mengenal, dekat dengan Tuhan dan tahu
roda kehidupan bergereja. Karena tanggung jawabnya pada gereja dan kesibukan
bidang kebutuhan pelayanan, dengan tanggung jawab imbal jasa/gaji dari jemaat.
42
3.3 Tahapan Pembangunan Gereja GKI Sumut Medan
Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara Medan (GKI Sumut Medan), yang
terletak jalan K.H. Zainul Arifin No. 124 Medan pada mulanya tumbuh dari
kelompok yang terdiri atas beberapa orang anggota Gereja Gereformeerd Kwitang
Jak arta. Kelompok ini dimulai tanggal 1 Januari 1904 dan terus berkembang,
hingga pada tahun 1913 meluas daerah pelayanannya di wilayah Sumatera Utara
Bagian Utara dan Sumatera Barat. Di Medan terdapat 9 kepala keluarga (KK), di
diperingati oleh GKI Sumut Medan sebagai Hari Ulang Tahun). . Rapat Jemaat
Utusan.
WS. de Haas datang di Medan pada Juni 1916, atas permintaan Majelis
WS. de Haas mempunyai pendapat, ia berpendapat lebih baik kalau pendeta yang
43
Tahun 1914 diadakan Sidang Sinode di Belanda. Pada sidang itu, Gereja
pindah. Dan Sinode 1914 memutuskan panitia untuk meneliti hal itu dan dua
dan dapat meyakinkan panitia, bahwa pendeta itu harus ditempatkan di Medan.
memanggil seorang pendeta. Sinode 1917 bisa memutuskan tentang subsidi. P.A.
gedung gereja. Satu saudara berjanji bahwa kalau pembangungan ini memang
1. Gedung Gereja
dari dokumen gereja anggaran yang direncanakan berjumlah f 30.000, dari mana
f 16.700 untuk gereja. P.A. Colijn dan J.Hogervorst membawa f 8.100 dari
hutang. Untuk Pastori gereja akan meminjam uang atas bunga 6%. Langsung di
rapat ada f 10.250 yang dipinjamkan. Sultan Deli menyumbangkan tanah yang
luas, yang harganya f 12.000, hal ini dapat terwujud dengan perantaraan gubernur.
Banyak pemasok memasokkan barangnya dengan harga yang murah. P.A. Colijn
menghitung bahwa harga sebenarnya sampai f 50.000. Arsitek Tjeerd Kuipers dari
Belanda memberi gambar rencana dan pada tanggal 26 Mei 1918 dilakukan
44
Pada tanggal 26 Mei 1918 gedung gereja dipakai untuk pertama kalinya. Hari
berikut, hari Minggu, diadakan 3 (tiga) kali kebaktian. Pertama, pada pukul 09.00
diadakan upacara peresmian yang khidmat, pada saat itu hadir Gubernur,
dengan senang hati bantuan yang diminta diberikan. Majelis gereja Batavia setuju
45
sangat luas, yaitu : wilayah Medan, Aceh, Tapanuli, Simalungun, Kisaran/Asahan,
diteguhkan pada 1 Juli 1923 dan beliau melayani hingga tahun 1928. Wiersinga
melayani sebagai kandidat pendeta terlebih dahulu. Pada 13 Juni 1923 ia diuji
oleh beberapa pendeta, dan mereka sangat memberikan penilaian yang positif,
mempunyai peran yang sangat penting dalam melayani jemaat diaspora yang
tersebar. Karena jemaat yang semakin banyak, sangat sulit mengunjungi mereka
dua kali setahun seperti yang direncanakan. Laporan visitasi 1927 tentang
kehidupan gerejawi di Medan sangat positif, dalam kurun waktu 6 bulan jumlah
orang yang kebaktian naik 30% Dan di Pematang Siantar juga sudah mulai
Jawa/Indonesia
yang mengatas namakan Gereja Kristen Jawa Tengah, untuk sarana Pelayanan,
pada tahun 1934 dibangun rumah Ibadah yang terletak di Jl. H.O.S. Cokroaminoto
Medan, yang dahulu dikenal dengan nama Jalan Percut. Sejak saat itu Gereja
46
dan bahasa Jawa/Indonesia. Pada tahun 1935 pelayanan meluas ke Pematang
jemaat dewasa dan 40 jemaat anak-anak. Pada masa pendudukan Jepang, 1942 –
pelayanan berbahasa Jawa masih tetap berjalan, dan tahun 1946 pelayanan dibuka
kembali.
Pelayanan dan kerjasama dengan tenaga Pendeta terjalin kembali pada tahun
1962, yaitu dengan diutusnya Pdt. K.L.F. Le Grand sebagai tenaga pengkaderan.
Sejak tahun 1962, pelayanan kebaktian dipusatkan di Jl. K.H. Zainul Arifin,
dahulu Jl. Palang Merah, sedangkan kegiatan Jl. HOS Cokroaminoto ditiadakan
dan baru dibuka kembali pada tanggal 4 Juni 1989 untuk kebaktian sore.
kemudian pindah ke Jl. K.H.Z. Arifin No. 124). Saat itu, kondisi jemaat di Medan
47
Kristen Jawa (GKJ). Namun, dalam pelayanan tetap juga diselingi dengan bahasa
4. Perubahan Nama
Salah satu keputusan penting Sidang Sinode II (Kedua) tahun 1974 yang
Utara, menjadi Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara atau sering disingkat
GKI Sumut. Sesuai dengan keputusan tersebut maka sebutan untuk gereja lokal
48
BAB IV
Medan
dan bergaya modern Eropa ini bangunannya berangka beton bertulang, dinding
bata, beratap genteng, dan lantai ubin. Bangunan utama gereja memiliki denah
berbentuk persegi panjang dan simetris. Bagian tengah adalah nave yang diapit
oleh aisle tunggal (satu lajur) di kiri dan kanan. Bangunan Basilika yang berdenah
persegi panjang menjadi pilihan model bangunan ibadah karena tata ibadah agama
Kristen menekankan pada prosesi yang berlangsung melalui ruang jemaat menuju
(segi banyak) yaitu segi enam. Bentuk poligonal ini tidak banyak ditemukan pada
49
Gambar 6 Denah Rumah Ibadah
Sumber : Dokumentasi gereja
Keterangan :
keadaan tropis di Indonesia. Apabila fasade ( sisi luar bangunan) bangunan berada
di bagian selatan atau utara maka akan menerima lebih sedikit panas dan cahaya
matahari. Tetapi apabila fasade bangunan berada di bagian barat atau timur maka
akan sebaliknya. Oleh karena itu faktor orientasi bangunan ini ikut mempengaruhi
50
Pengertian fondasi adalah bagian bangunan yang menghubungkan
beban bangunan ke tanah. Teknik pembuatan fondasi bangunan ini adalah teknik
tidak langsung, yaitu teknik pembuatan fondasi yang sebagian tubuh fondasi
dipendam di dalam tanah. Secara teknis fungsi fondasi ini adalah agar beban
bangunan tidak langsung diterima atau disangga oleh permukaan tanah, melainkan
penerimaan atau penyanggaan beban akan dibantu oleh bagian fondasi yang
diperkeras didalam tanah. Selain peran teknis tersebut, fondasi ini juga
mempunyai peran non-teknis, yaitu struktur fondasi massif yang tebal, tinggi dan
mempunyai fondasi masif (kokoh). Kesan kokoh dapat dilihat dari bentuknya
kokoh ini terlihat pada gereja dan bangunan-bangunan lain yang dibuat pada
zaman kolonial.
4.1.2 Tiang
seni bangunan yang diterapkan. Struktur tiang-tiang bergaya seni bangunan Eropa
disebut order, yaitu komponen bangunan yang terdiri dari dasar (base), batang
berbentuk balok yaitu berbentuk empat persegi pada dasarnya. Tiang-tiang ini
secara teknis berfungsi sebagai struktur yang menopang konstruksi atap pada
51
tuang nave. Fungsi non-teknis t iang-tiang ini adalah sebagai pembatas, nave dan
aisle.
Di dalam sejarah gaya seni bangunan Eropa, bentuk lengkung pertama kali
digunakan sebagai unsur bentuk bangunan pintu gerbang kerajaan, yaitu tempat
berlalu lalangnya para pasukan lengkap dengan kuda-kuda dan kereta perang
mereka. Pelengkung pada arsitektur Romawi menjadi salah satu bagian yang
penting karena dapat berfungsi untuk menggantikan kolom dan balok dalam
merupakan bentuk lengkung yang juga terdapat pada pintu atau jendela.
pintu dan jendela baik itu di tingkat I maupun di tingkat II. Sedangkan pelengkung
yang berfungsi menggantikan kolom dan balok berada di tingkat I dengan bentuk
yang sama. Pelengkung – pelengkung ini juga berfungsi sebagai pembatas ruang –
ruang. Misalnya saja tiga buah pelengkung yang memisahkan narthex dengan
ruang di kiri – kanannya dan memisahkan dengan nave. Selain itu masih terdapat
10 (sepuluh) pelengkung lain yang terletak di sisi kiri dan kanan ruang ibadah
sebagai pemisah antara nave dan aisle. Kesepuluh pelengkung ini dibentuk oleh
52
Gambar 7. Tiang
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
pada bangunan Eropa. Hal ini disebabkan ukuran bangunan gereja ini juga tidak
samping kanan dan kiri bangunan gereja. Pemakaian gaya seni bangunan yang
ditunjukkan melalui tiang-tiang itu lebih ditekankan kepada unsur bentuk, tetapi
tidak ditampilkan pada segi (faktor) ukurannya. Jumlah tiang disesuaikan dengan
berat beban yang ditopang agar tidak terlalu berat, sehingga setiap tiang
53
4.1.3 Dinding
penopang bagian atas dan ada juga dinding yang hanya berfungsi sebagai
pembentuk dan penutup ruangan. Pada bangunan gereja hanya terdapat dinding
yang secara struktural berfungsi sebagai penyangga bagian atas, yaitu penyangga
melengkung.
bangunan gereja tetap nampak kokoh dan mampu bertahan dalan waktu cukup
lama. Dinding yang tebal dan padat ini juga dimaksudkan untuk mengurangi
tingkat kebisingan yang berasal dari luar bangunan. Dengan tingkat kebisingan
Struktur dinding bangunan gereja yang tebal dan tinggi memungkinkan untuk
masing berukuran besar. Kadang-kadang terdapat pula bentuk jendela dan pintu
semu, yaitu berupa suatu pahatan atau bagian dari hiasan dan bukan merupakan
lubang dari dinding. Balkon yang terdapat dibagian depan (selatan) bangunan
54
Seperti yang dikatakan oleh informan bapak Jurnalis Buloeloe:
“Kalau dinding nya tetap cuma yang berubah cat dindingnya. Kalau
dulu cat dindingnya warna putih polos sekarang menjadi warna
kuning. Jadi karena ini masih asli dari zaman kolonial, kualitasnya itu
luar biasa dari 105 tahun yang lalu. Jadi perubahan di gereja ini
tidak signifikan, kita hanya melakukan perawatan. Gereja kita untuk
fisiknya tetap seperti dulu,tidak berubah”
Ketika pada awalnya gereja GKI ini dibangun, dindingnya tetap saja tidak
ada perubahan kecuali di warna cat dinding dalam ruang ibadah. Jadi dulu cat
dindingnya berwarna putih polos, dan sekarang terjadi perubahan menjadi warna
4.1.4 Atap
konstruksi atap tradisional (miring) adalah bentuk atap yang dilapisi rumbia atau
sirap. Kemudian bahan rumbia atau sirap ini digantikan oleh orang-orang
bahan genteng. Atap miring juga dimaksudkan agar ketika hujan maka air hujan
akan turun ke bawah. Pembuatan atap pada bangunan gereja ini juga mengikuti
prinsip atap dingin yang digunakan pada daerah- daerah tropis. Prinsip ini adalah
pembuatan atap dua lapis (lapisan struktur penutup atap dan lapisan langit-langit)
yang membantuk ruangan sehingga terdapat rongga atau bantalan udara di antara
kedua lapisan tersebut. Prinsip ini yang akan mendinginkan ruangan dibawahnya.
55
Gambar 8 Atap kombinasi
(Sumber : Dokumentasi gereja)
Atap pelana
Atap limas
56
Atap bentuk limas, berorientasi utara-selatan dan merupakan atap yang
menaungi ruangan ibadah/bangunan utama. Atap bentuk pelana terdapat pada atap
(segi enam) merupakan atap yang menaungi ruang mimbar (utara) Atap ini
mengikuti bentuk ruang mimbar yang berdenah segi enam. Penutup seluruh
sinar matahari setiap waktu. Selain itu, bidang-bidang segi tiga juga dihubungkan
dengan sebuah kerangka lurus yang dibentangkan dari depan ke belakang atau
sebaliknya, sehingga keseluruhan konstruksi atap dapat berdiri tegak dan kuat.
utama. Konstruktur atap pelana terbentuk dari susunan kerangka segi tiga yang
juga disusun berjajar. Secara teknis pembuatan kontruksi atap pelana (atap
keduanya hanya pada konstruksi bidang penutup atap, dimana konstruksi atap
pelana hanya ada dua yang berbentuk persegi empat. Langit-langit pada bangunan
kubah (dome). Bentuk kubah pada langit-langit ruang mimbar bangunan gereja
dan dipadukan dengan denah ruang ibadah yang berbentuk empat persegi panjang,
57
yang intinya adalah bentuk kubah dianggap lebih suci dibandingkan empat
persegi. Oleh karena itu ruang mimbar diberi langit-langit berbentuk kubah.
4.1.5 Pintu
bagian yang terbuka pada suatu bangunan. Fungsi utama pintu adalah sebagai
jalan masuk dan keluar bangunan, sedangkan fungsi lainnya adalah sebagai
pelindung, terutama ruang dalam bangunan dari cuaca buruk dan sebagainya.
Semua pintu terbuat dari kayu, yang terdiri dari dua macam, yaitu :
berdaun pintu ganda dan berdaun pintu tunggal. Pintu-pintu ini memiliki tingkat
kerapatan yang cukup memadai untuk menahan dan mengurangi kebisingan dari
luar ruangan, karena daun-daun pintunya terbuat dari papan kayu yang tebal.
Secara non-teknis, pintu besar dan tebal yang dipadukan dengan bentuk kusen
yang tebal dan juga untuk mengimbangi formasi dinding-dinding bangunan gereja
4.1.6 Jendela
Keseluruhan bentuk jendela dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu: Jendela
berdaun kaca gelap, dan jendela yang berdaun jendela kaca-kaca bening. Jendela
berdaun jendela kaca gelap diletakkan di setiap sisi banguan utama, sedangkan
58
mengurangi intensitas panas sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan.
Tetapi cahaya matahari masih dapat masuk ke dalam bangunan melalui jendela
indah di sisi dalam. Tiga jendela berderet seperti ini dapat juga ditemui pada
Gereja Kwitang Jakarta,yaitu jendela yang berada di atas pintu masuknya. Seperti
yang dikatakan dari informan yang bernama Pak Anung Gunawan, begini:
“Ada menurut tokoh Heuken, tiga buah jendela seperti ini itu ada
artinya mempunyai pengertian menunjuk kepada Allah Tri Tunggal.
Selain itu juga memberi makna bahwa Kristus sebagai Sang Matahari
rohani yang menerangi umat Kristiani. Jadi ini merupakan pokok
penting dari gereja GKI Sumut Medan ini.”.
59
4.1.7 Lubang Angin/Ventilasi
bagian atas pintu dan jendela. Ada dua jenis lubang angin yang terdapat pada
1. Berbentuk deretan persegi panjang, ada lima buah dan hanya dijumpai di
atas jendela.
60
4.2 Ruang Di Bangunan Ibadah
Bangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan ini dilakukan secara
sistematika sebagai berikut bangunan gereja ini dibagi menjadi dua bagian secara
vertikal, yaitu bangunan ibadah dan menara. Bangunan ibadah dibagi menjadi tiga
bagian secara horizontal, yaitu ruang jemaat, narthex, dan ruang mimbar. Menara
dibagi menjadi dua bagian secara vertikal, yaitu bagian bawah menara dan bagian
atas menara.
Bangunan ibadah gereja ini digunakan sebagai ruang jemaat dan ruang
mimbar. Ada lima buah pintu dan 14 (empat belas) buah jendela pada bangunan,
dua buah berada di samping (timur dan barat) bangunan, dan dua buah lagi berada
61
Gambar 14 Tampak Samping
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
4.2.1 Narthex
Narthex atau pintu masuk atau lobi berbentuk persegi empat dengan
ukuran panjang 3,38 m dan lebar 2,74 m. sebuah lemari untuk menyimpan buku
kidung pujian diletakan pada ruangan ini. Lantai pada ruangan ini terbuat dari
bahan ubin dengan motif abstrak berukuran 32 x 32 cm. pintu masuk utama
terletak di dinding selatan narthex dan dua buah pintu masing – masing di
dinding samping narthex. Pintu utama bangunan ini berukuran tinggi 2,25 m lebar
1,92 m merupakan pintu berdaun ganda terbuat dari bilah kayu-kayu kecil
berwarna coklat dan disusun sejajar. Di atas pintu utama diapit oleh dua pasang
pilaster setinggi 178 cm. Di sisi kiri dan kanannya terdapat sebuah jendela
62
Gambar 15. Tampak Dalam Pintu masuk utama (kiri) dan tampak luar
(kanan)
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Pada ruangan ini terdapat sebuah tangga menuju balkon (ruangan pemain
musik dan paduan suara) yang berada di lantai 2 dan dibuat dari kayu. Tangga
membelok sehingga membentuk huruf „S‟ dan memiliki 15 anak tangga yang
63
Gambar 16. Tangga Menuju Balkon
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
utama, yaitu tinggi 2,15 m dan lebar 1,25 m. Pintu dinding samping ini terdiri dari
satu daun pintu yang terbuat dari kayu-kayu dan disusun sejajar. Ambang atas
pintu juga terdapat sebuah ventilasi berbentuk lingkaran yang berisi tiga
Motif Lingkaran
64
4.2.2 Ruang Jemaat
Denah ruang jemaat berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 17,00
m dan lebar 8,00 m. Ruang jemaat terdiri dari nave (badan gereja) dan aisle yang
digunakan untuk tempat duduk jemaat. Antara nave dan aisle dipisahkan oleh
deretan tiang berbentuk balok. Jarak antara deretan tiang ini membentuk
terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu dua menaungi aisle dan satu menaungi nave. Lantai
yang terdapat pada ruang ibadah terdapat dari marmer berbintik-bintik hitam
buah jendela. Pada dinding ini juga terdapat ventilasi berbentuk persegi panjang.
Di dinding utara terdapat dua buah pintu masuk yang disebut pintu belakang,
karena terletak di belakang bangunan di sisi kanan dan kiri dinding belakang
bangunan. Pintu belakang di sisi kanan dan kiri dinding belakang (sisi utara)
memiliki ukuran yang lebih kecil, yaitu tinggi 2,25 m dan lebar 1,05 m. Pintu
terdiri dari satu daun pintu berbentuk persegi panjang dan ujung atasnya
ruang mimbar yang berbentuk segi delapan. Pintu ini menghubungkan koridor
65
Gambar 18. Pintu Belakang
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Ruang mimbar berdenah segi enam terdapat di sisi utara bangunan gereja
mimbar berbentuk setengah lingkaran terbuat dari kayu. Lantai mimbar terbuat
ruang mimbar ini terdapat empat buah jendela. Semua jendela pada bangunan
ibadah ini bentuk dan ukurannya sama yaitu tinggi 1,73 m dan lebar 0,8 m.
dibingkai oleh kerangka kayu berwarna coklat. Di atas dan bawah terdapat hiasan
geometris.
66
Gambar 19. Tampak Mimbar
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
4.2.4 Menara
Menara ialah sebuah struktur buatan manusia dan tingginya lebih dari
lebarnya. Menara selalu dibangun untuk menjadi sebuah mercu tanda sesebuah
menempatkan lonceng di gereja. Justru itu menara dibangun dengan indah dan
cantik. Menara terletak di bagian depan (selatan) dan tengah bangunan bangunan
gereja. Tiap sisi menara berbentuk persegi empat. Menara dibagi secara vertikal
menjadi dua bagian, yaitu bagian bawah dan bagian atas menara. Bagian bawah
yang disebut balkon ini merupakan tempat para pemain musik dan para anggota
(dua) buah jendela bertipe nako yang berbentuk empat persegi dengan ujung
atasnya melengkung. Di bagian atas jendela ini terdapat hiasan geometris yang
67
mengikuti bentuk ujung atas jendela. Atap menara berbentuk pelana dengan
Balkon berbentuk persegi panjang dan terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu
kanan, tengah, dan kiri. Bagian kiri dan kanan merupakan tempat para anggota
paduan suara duduk sedangkan pada bagian tengah yang berukuran 9,73 x 4,3 m
diletakkan organ dan alat musik lainnya. Pada bagian tengah terdapat bagian
seperti teras yang membentuk segi enam. Lantai pada ruangan ini terbuat dari
susunan balok kayu berwarna coklat. Lebar balok kayu ini adalah 10 cm.
68
Gambar 21. Balkon
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Clerestory adalah bagian di atas dari dinding utama gereja, di mana terdapat
jendela berderet untuk memasukkan cahaya alami. Jendela terbuat dari kaca
bening dan di bingkai oleh kayu berwarna coklat. Ketiga jendela ini berada di
dinding depan (selatan) bangunan. Langit-langit balkon ini berupa bidang miring
69
4.3 Perlengkapan Ruang Ibadah
Ada beberapa komponen pelengkap yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah
dalam gereja, seperti mimbar, bangku majelis, bangku jemaat, bangku pendeta,
dalam masih yang asli, artinya belum pernah diganti sejak bangunan ini berdiri.
Beberapa komponen pelengkap yang ada di dalam bangunan gereja ini adalah :
4.3.1 Mimbar
Mimbar gereja ini berada di atas sebuah altar yang berada setinggi 20 cm
dari permukaan ruang jemaat (bangunan ibadah). Peninggalan lantai ini menjadi
pembeda antara area tempat umat dan area pemimpin ibadah. Di sisi paling depan
mimbar terdapat sebuah balustrade berwarna coklat dan terbuat dari kayu yang
sebagai pembatas area ini. Mimbar terbuat dari bahan kayu jati setinggi 2.15 m
dan bentuk dasarnya adalah segi enam. Mimbar ini terbagi menjadi dua susun,
dan antara susunan pertama serta kedua dibedakan atas dasar bentuk pola hias
70
Gambar 23. Mimbar Gereja
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
mengikuti bentuk mimbar dan memiliki enam buah anak tangga. Di bagian dalam
mimbar di letakkan sebuah meja berbentuk persegi empat sebagai tempat Alkitab
terbuat dari bahan kayu jati dan menempel di dinding dan sandaran ini terdapat
pahatan ayat Alkitab (Mazmur 119:105) yang berbahasa Belanda yang isinya “uw
woord is een lamp voor myn voet een licht op mynpad” yang artinya “Firmanmu
Tangga untuk naik ke atas mimbar dilengkapi oleh pegangan yang terbuat
dari bahan yang sama dengan bahan mimbar, yaitu kayu jati. Hampir di seluruh
sisi mimbar, mulai dari sandaran mimbar sampai ke kaki mimbar terdapat hiasan.
71
Pada sandaran mimbar hiasan berupa motif persegi empat dan persegi panjang.
Pada tubuh mimbar terdapat hiasan berupa motif persegi empat yang di dalamnya
terdapat motif persegi panjang berukuran kecil. Hiasan seperti ini terdapat di
Pada sisi bagian tengah ini terdapat hiasan dua tangkai daun/bulir padi
hiasan berupa huruf (P dan X), lambing (A dan Ω), dan hiasan berupa spiral. Di
depan hiasan ini terdapat dua buah penyangga berbentuk pilaster setinggi 1,15 m
yang menopang meja Alkitab Pendeta (lihat Gambar 23). Motif P dan X ini
dikenal dengan istilah Labarum atau Chi-Rho (gambar 24). Motif ini
melambangkan Chreston, sesuatu yang baik atau pertanda baik, dan digunakan di
dianggap sebagai Chi-Rho, dua huruf pertama dari „Christ‟. Lambing ini juga
biasanya digambarkan pada jubah tentara perang sebagai tanda mereka di bawah
72
perlindungan Kristus. Lambang Alpha dan Omega. Lambang Alpha diartikan
sebagai permulaan atau awal. Lambang Omega diartikan sebagai akhir. Kedua
awal dan akhir dari segalanya. A dan Ω terkadang dilukiskan sebagai rajawali dan
burung hantu, siang dan malam, dan pada kekeristenan mereka muncul sebagai
Pada kaki mimbar terdapat hiasan berupa motif persegi panjang yang di
dalamnya juga terdapat motif persegi panjang lainnya dengan ukuran yang lebih
kecil. Hiasan pada ujung atas dan bawah tangan tangga berbeda, yaitu di ujung
atas tangan tangga hiasannya berupa bunga sedangkan di bagian bawah tangan
73
4.3.2 Bangku Majelis
Bangku majelis yang terdapat di banguan gereja ini ada dua buah. Di sisi
bagi anggota majelis, apabila diadakan kebaktian di gereja ini. Bangku majelis,
apabila diadakan kebaktian di gereja ini. Bangku majelis sepanjang 3,74 m dibuat
dari bahan kayu jati berwarna coklat. bangku majelis ini memiliki sandaran
dibelakang, juga memiliki meja sepanjang ukuran bangku tersebut yang menjadi
satu dengan tempat duduknya. Meja panjang ini berfungsi untuk meletakkan
Alkitab. Bangku majelis ini terdiri dari tiga bagian dan di susun berjajar. Bagian
terdapat adalah batas bangku majelis, berbentuk persegi panjang dengan hiasan
yang digunakan untuk meletakkan Alkitab. Bagian paling belakang adalah bangku
kedua yang menyatu dengan sebuah sandaran yang tinggi. Sandaran ini
memanjang ke atas seringgi 2,12 m dan di bagian atasnya ada sebuah pelindung
mirip atap yang ditopang oleh dua buah pilaster. Pada bagian pelindung atau atap
ini diberi lampu yang member pencahayaan ke arah bangku majelis. Pada
permukaan sandaran ini terdapat hiasan berupa motif persegi panjang yang
melengkung bagian atasnya sebanyak enam buah dan berderet. Data ukuran
bangku majelis : Lebarnya bangku majelis : 16 cm, 48 cm, 48 cm. Panjang : 3,74
74
Gambar 27. Bangku Majelis
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Bangku jemaat adalah bangku yang digunakan para jemaat selama ibadah
berlangsung dan di letakkan pada nave. Bangku jemaat yang berada di dalam
bentuk bangku yang masih terlihat kekunoannya masih terdapat didalam gereja
1) Bangku panjang terbuat dari kayu jati sepanjang 2,52 m dan memiliki
75
Gambar 28. Bangku jemaat tipe panjang
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
alas duduknya terbuat dari bahan rotan. Panjangnya sampai 57 cm, tinggi
seperti hanya dapat diduduki oleh satu orang jemaat terdapat dalam
bangunan utama.
76
4.3.4 Bangku Pendeta
mimbar dan digunakan oleh pendeta pada saat memimpin ibadah. Panjang bangku
bangunan gereja hanya ada satu bangku seperti ini. Bentuknya hampir mirip
dengan bangku jemaat tipe individual, hanya saja warna bangku ini lebih terang
dan tangan bangku ini diberi hiasan kisi-kisi yang tidak dimiliki bangku-bangku
lainnya. Pada ujung kanan kiri atas sandaran bangku juga terdapat sebuah hiasan
berupa spiral.
Benda ini bentuknya seperti bangku karena memiliki sadaran, alas duduk,
dan kaki, hanya saja kaki dan alas duduknya sangat pendek. Panjangnya mencapai
1,2 meter, tingginya 74 cm dan lebarnya 40 cm. Alas yang digunakan untuk
menumpu lutut dan meletakkan tangan saat berdoa dilapisi oleh busa warna merah
77
muda. Di ujung kiri-kanan bagian atas dan bawahnya berupa hiasan berbentuk
spiral. Apabila benda ini tidak digunakan maka benda ini diletakkan dibelakang
mimbar.
Papan Pujian dan Bacaan ini digunakan untuk menulis nomor-nomor lagu
pujian dan ayat-ayat Alkitab yang menjadi khotbah pada saat ibadah berlangsung.
Papan ini terbuat dari kayu berwarna coklat tua dan di letakkan di kedua sisi
dinding bagian utara ruang jemaat dan menghadap jemaat. Panjang papan nya 110
cm, lebarnya 58 cm dan lebar bagian atasnya 64 cm. Papan Pujian dan Bacaan ini
atap.
78
Gambar 32. Papan pujian dan bacaan
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Ada tiga buah lampu gantung yang indah didalam gereja. Ketiga lampu
gantung ini bentuk dan warnanya sama. Lampu ini terbuat dari dua bagian, yaitu
bagian atas yang dikelilingi oleh lampu kecil menyerupai lilin dan bagian bawah
Hiasan menyerupai
lilin
Bentuk
Jajargenjang
79
Gambar 33. Lampu Gantung
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
ornamen dan simbol yang ada berada seperti terdapat pada simbol logo GKI
tersebut dan juga di dalam bangunan pada dinding bangunan dan pada komponen
mempersatukan.
80
- Huruf A dan Ω melambangkan kekekalan firman Tuhan yang menjadi
lingkungan hidup.
- Lima garis putih di tengah bola dunia, mempunyai arti suatu tantangan
pengenal) yang merupakan satu kesatuan secara utuh dari jemaat se-GKI
Sumatera Utara.
Logo untuk stempel : dalam hal penggunaan logo untuk stempel, gambar daun
4.4.2 Pilaster
menempel pada dinding. Pilaster dapat ditemukan di kanan dan kiri pintu masuk
utama serta pada jendela berderet di tingkat II. Pilaster yang terletak di kanan dan
kiri pintu masuk utama berjumlah empat buah dan pilaster pada jendela berderet
di tingkat II berjumlah dua buah. Kolom dari pilaster berebentuk silinders, berdiri
di atas sebuah alas berbentuk balok dan bagian atas sebuah alas berbentuk balok
81
dan bagian atas yang menopang bagian pintu yang melengkung berbentuk
trapesium. Pilaster pada jendela berderet di tingkat II juga memiliki bentuk yang
dinding. Relung semu pada bangunan utama terletak di masing – masing dinding
samping bangunan sebanyak 4 (empat) buah, yaitu 3 (tiga) buah berada pada
bidang pediment (lihat Gambar 34) dan sebuah lagi berada di antara jendela di
bawah pediment. Bentuk semua relung semu ini hampir sama yaitu persegi
panjang dengan ujung atas yang melengkung. Perbedaannya hanya terdapat pada
motif yang menghiasi ujung atas relung semu. Ujung atas relung semu yang
berada pada bidang pediment lebih menonjol keluar tapi tidak diberi motif seperti
82
pada relung semu yang berada di antara jendela. Motif pada ujung atas relung
semu yang berada di antara dua jendela berebntuk deretan setengah lingkaran.
Yang banyak mempengaruhi desain terutama berasal dari alam, dan timbul
rangsangan dan dorongan dalam diri manusia melihat hal-hal yang ada di
sekitarnya seperti garis, pola, warna, bentuk, dan keadaan permukaan benda.
tidak lepas dari bentuk bentuk teratur. Tidak ada batasan dalam geometri. Akan
selalu ada momen dimana kita perlu memikirkan geometri dalam sebuah
ada alasan dan argumen mengapa sebuah bentuk memiliki bentuk yang demikian.
83
bisa lepas dari geometri.Bentuk geometri muncul untuk memperkuat kesan ruang
dan menciptakan suatu keteraturan di dalamnya. Jadi motif ini memiliki makna
berpola serasi dan harmonis. Motif geometris yang terdapat dalam bangunan
menghadap mimbar. Bentuk hiasan ini adalah tiga buah persegi empat yang
disusun berurutan mulai dari ukuran paling kecil di bagian tengah sampai ukuran
paling besar di bagian luar. Hiasan berbentuk persegi empat juga terdapat pada
sisi kiri dan kanan dinding mimbar serta sisi atas sandaran mimbar. Motif
berbentuk persegi panjang dapat juga ditemukan pada sisi permukaan kaki
mimbar dan pada penutup bangku majelis.Motif berbentuk bidang persegi panjang
dengan pelengkung di atasnya terdapat pada sisi sandaran atas bangku majelis.
Gambar 37. motif berbentuk persegi pada mimbar (kiri) dan pada
balkon(kanan) Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
84
Gambar 38. Bidang persegi panjang dengan pelengkung di atasnya
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Hiasan yang dimaksud adalah kotak – kotak kecil berbentuk persegi dan segi
tiga yang di susun menjadi sebuah kumpulan yang beraturan. Hiasan seperti ini
dapat ditemukan pada bagian kepala tiang yang memisahkan aisle dan nave.
85
c. Setengah Lingkaran
Gambar 40. Garis berbentuk setengah lingkaran di atas jendela dan di atas
pintu samping Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
lancip. Hiasan garis seperti ini dapat ditemukan pada bagian atas pintu masuk
utama yang melengkung dan pada pelengkung yang memisahkan aisle dan nave
86
e. Lingkaran
Hiasan berbentuk lingkaran hanya terdapat di atas kedua pintu msuk samping
f. Spiral
Hiasan berupa spiral dapat ditemukan pada ujung kanan-kiri bagian atas dan
bawah alas untuk bersujud (Gambar 43). Ujung kanan-kiri balustrade altar (lihat
Gambar 44) dan pada ujung bawah tangga mimbar (lihat Gambar 45).
87
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Hiasan ini berupa persegi empat membentuk kotak-kotak kecil dan menonjol
ke luar dinding. Hiasan ini terdapat pada tepian kedua anak atap dinding samping
dan tepian atap segi enam yang menaungi ruang mimbar. Hiasan yang sama juga
terdapat di bagian bawah jendela dinding depan dan dinding samping bangunan
88
Gambar 48 dan Gambar 49 Hiasan deretan kotak-kotak persegi di bagian
bawah jendela dan di bagian atas jendela berderet di tingkat II
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
tangkai, dan buah yang dipahatkan pada sebuah sisi bangunan atau pada sebuah
permukaan benda. Motif floral yang terdapat dalam bangunan gereja ini adalah :
a. Bunga
Hiasan menyerupai bunga ini terdiri dari empat buah kelopak bunga yang
89
b. Daun
Ada dua jenis motif daun yang ada pada bangunan gereja ini yaitu hiasan
dengan berdaun tiga yang terdapat pada bagian bawah pintu masuk utama
yang melengkung.
Motif daun
Gambar 51. Hiasan berbentuk daun pada bagian bawah pelengkung pintu
utama
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
90
Ornamen yang berada pada dinding dan komponen pelengkap bangunan
berupa pilaster lubang angin (ventilasi), relung semu, dan motif-motif geometris
dan floral lokasi penempatan ornamen-ornamen ini dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Lokasi Penempatan Ornamen pada Bangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Sumut Medan
KOMPONEN LOKASI
91
Deretan kotak Tepian anak atap berbentuk pelana, bawah
persegi jendela tingkat I, atas jendela berderet
tingkat II, tepian atap yang menaungi
mimbar
Berikut penuturan oleh informan bapak Pdt. Em. Nuran Ady Suyatno :
gerejanya agar tetap terjaga keaslian bangunan tersebut. Berikut juga dikatakan
oleh informan bapak Elia Masa Ginting mengenai perubahan yang terjadi :
“Memang unik dan asli karena gereja dari belanda, yang dulu
namanya gereformeerde kerk. Ini dulu lantainya papan, ada
kolongnya, jadi dingin dari bawah. dibawahnya itu kira-kira sampe
satu meter. Lalu kaca nya semua sudah diganti menjadi kaca patri
biasa, dulu mozaik asli.itu diganti karena rusak”.
Hal serupa juga mengenai perubahan kolong yang terdapat pada ruang
“Jadi dulu ada kolongnya, jadi ibu dulu waktu kecil mainnya ke
bawah kolong ini. Jadi ini udah ditimbun dulu, jadi kayu nya di
kolong masih ada tapi udah ditimbun makanya bentuknya menjadi
seperti sekarang. Jadi dulu main-main disini , waktu anak-anak
ibadah di atas, kami semua main-main di kolong bawah,nanti kalau
92
dimarahi kami lari ke rumah pak Burno. Dan dulu diatasnya masih
ada bendera belanda, yang berwarna merah putih biru”.
Di bangunan ruang ibadah terdapat perubahan yang dahulunya masih
waktu akhirnya ditimbun dan direnovasi menjadi lantai seperti saat ini. Kemudian
juga dahulu masih terdapat bendera Belanda yang berwarna merah putih biru pada
Berbagai ornamen yang terdapat pada bangunan gereja ini tidak mempunyai
meliputi :
a. Pelengkung (Arch)
bagian yaitu: pelengkung yang dibentuk oleh tiang-tiang di dalam ruang ibadah,
yang membentuk bagian atas pintu, jendela dan relung semu. Pelengkung muncul
pada zaman Romawi dan awalnya digunakan untuk pintu gerbang. Pelengkung
merupakan konstruksi berbentuk melengkung yang dapat dibuat dari bahan kayu
dan batu. Pelengkung biasanya dibentuk oleh dua buah tiang yang menopang
sesuatu di atasnya.
93
Bangunan-bangunan gereja yang dibangun pada masa Kolonial biasanya
bangunan gereja ini digunakan sebagai pemisah ruangan, misalnya pada dinding
yang memisahkan aisle dan nave. Sedangkan pelengkung yang digunakan sebagai
Hiasan ini berebentuk garis-garis yang disusun zig zag. Hiasan ini terdapat
pada dinding pelengkung di antara tiang-tiang yang memisahkan nave dan aisle.
Hiasan ini berbentuk huruf „S‟ yang saling menyambung. Hiasan ini hanya
94
Gambar 53. Hiasan pemisah tingkat I dan II
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Hiasan ini terdapat pada lengkungan pintu masuk utama, yaitu berupa daun
yang berada di dalam persegi dan disusun berderet mengikuti bentuk lengkungan
pintu.
Hiasan motif bunga ini diukirkan pada balustrade (palang) mimbar. Hiasan
bunga pada bangunan gereja ini memiliki pola yaitu terdiri dari empat buah
kelopak. Kelopak bunga pada balustrade mimbar gereja dibuat berlapis dan di tiap
95
Gambar 55. Hiasan menyerupai bunga
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
f. Hiasan Pilaster
menempel pada dinding. Pilaster dapat ditetemukan di kanan dan kiri pintu masuk
utama serta pada jendela berderet di tingkat II. Pilaster yang terletak di kanan dan
kiri pintu masuk utama berjumlah empat buah dan pilaster pada jendela berderet
di tingkat II berjumlah dua buah. Kolom dari pilaster berbentuk silindris, berdiri
96
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2020)
Romawi, pilaster berbentuk order Tuscan pada masa Tomawi ini semakin
Dari hasil analisis ragam hias pada bangunan gereja ini dapat dilihat adanya
tradisional Indonesia, yaitu konstruksi atap miring. Agar dapat mengurangi atau
di Indonesia, seperti hujan kebawah dan tidak terjadi penggenangan pada atap.
Unsur luar terlihat pada denah, pondasi, tiang dan dinding. Denah
berbentuk segi empat berasal dari bentuk bangunan Basilika di Eropa. Pondasi
masif yang kokoh juga digunakan untuk menopang bangunan besar dengan
Unsur luar juga terlihat pada pintu dan jendela yang berukuran besar
bangunan yang ada di Eropa. Oleh karena itu pintu dan jendela juga harus
97
bangunannya yang menunjukkan unsur luar. Unsur luar lainnya terlihat pada
penggunaan pilaster.
98
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut Medan di Jalan K.H Zainul Arifin
merupakan suatu catatan sejarah yang unik, karena wilayah Sumatera Utara
atau RMG dari Jerman, tetapi Gereja Gereformeerd yang dilakukan oleh misi
Sumatera Utara, walau diakui bahwa perjuangan berat harus dilalui oleh Gereja
ini agar bisa masuk, tumbuh dan berkembang di Sumatera Utara hingga saat ini.
Sumut Medan dapat diperoleh suatu gambaran bahwa unsur ornamen ini
ditemukan yang hanya menambah keindahan bangunan ini dan juga unsur
kolonialnya. Kemudian dari hasil penelitian ini dapat juga dilihat bahwa pada
bangunan gereja menunjukkan bahwa gereja ini universal dengan jemaatnya yang
multietnis dan unik dikarenakan mempunyai nilai arsitektural dan nilai sejarah
yang mendalam.
99
5.2 Saran
kota tua di Indonesia yang dibiarkan hancur. Sebaiknya dicegah tentunya jangan
ada lagi penghancuran bangunan tua yang bersejarah dan memiliki arti bagi agama
dan kebudayaan, seperti halnya gedung Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumut
Medan yang berada di kawasan kota tua di Medan agar terutama pemerintah dan
adalah hal yang harus dilestarikan. Kita harus bangga dengan apa yang kita miliki,
memuliakan Tuhan.
100
DAFTAR PUSTAKA
Faisal. 2008. Arsitektur Mandar. Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni
Gereja W.C.P Schoemaker, Studi Kasus Gereja Katedral St. Petrus Dan
Koestoro, Lucas. 2015. Kilasan Sejarah dan Arkeologi Beberapa Gedung Gereja
Nadia, Ketut dan Prastika, Nyoman. 2008. Arsitektur Bali. Denpasar: Widya
Dharma
101
Rogi, Octavianus. 2014. Tinjauan Otoritas Arsitek Dalam Teori Proses Desain,
Vol. 11,3
Sparkes, Stephen & Howell, Signe. 2003. The House in Southeast Asia: A
RoutledgeCurzon
102
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Daftar Informan
1. Nama : Pak Anung Gunawan
Posisi : Penatua Gereja
Alamat : Tanjung Rejo,Medan
103
3. Nama : Pdt. Em. Nuran Ady Suyatno, S.Th
Usia : 64 Tahun
Posisi : Pendeta ( Emeritus)
104
5. Nama : Marsiria Sebayang
Usia : 60 Tahun
Posisi : Jemaat Gereja (1960-sekarang)
Alamat: Jalan Seto, Lorong Sipirok
105
Posisi : Jemaat
Alamat: Jalan Air Bersih Ujung, Teladan
106
LAMPIRAN 2
INTERVIEW GUIDE
107
12. Siapakah arsitek gereja ini?
13. Kapan bangunan gereja ini berdiri?
14. Bagaimana tahapan pembangunan GKI tersebut?
15. Bagaimana struktur dan fungsi yang terbentuk dari arsitektur gereja?
16. Apa sajakah unsur lokal yang termasuk dalam bangunan ibadah gereja ini?
17. Bagaimana ornamen dan makna yang terdapat dalam bangunan ruang
ibadah?
18. Apa sajakah bangunan yang terdapat selain ruang ibadah?
19. Apakah sudah ada perbaikan atau renovasi pada bangunan ruang ibadah?
20. Mengapa bangunan ruang ibadah tersebut direnovasi?
108