Anda di halaman 1dari 17

PENELITIAN

RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 357

RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA:


STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT
DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Saprillah
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
pepilitbang@gmail.com
Artikel diterima 14 Oktober, diseleksi 19 Oktober, dan disetujui 8 Desember 2017

Abstract Abstrak
In the last few years, the issues of house Rumah ibadat menjadi fenomena menarik
of worship have become an interesting dalam konteks hubungan antar umat
phenomenon in the context of inter- beragama di Indonesia dalam beberapa
religions relationship in Indonesia. It is tahun terakhir. Kelompok agama yang
difficult for the religious minority groups to berjumlah sedikit cenderung kesulitan
build or to renovate their houses of worship mendirikan atau merenovasi rumah ibadat
because of the pressure of the majority. karena mendapatkan tantangan dari
This includes the cases of Yasmin Church kelompok mayoritas. Sebagai contoh, kasus
in Bogor and Al-Khairiyah Mosque in Gereja Yasmin di Bogor dan kasus Masjid
Manado. This research aims at describing Al-Khairiyah di Manado. Penelitian ini
several cases related to houses of worship bertujuan untuk menggambarkan berbagai
building in East Kalimantan. This research kasus pendirian rumah ibadat di Kalimantan
employs qualitative method through Timur. Penelitian menggunakan metode
interviews and observations, as well as penelitian kualitatif dengan wawancara
document study. The result of research dan observasi, termasuk studi dokumen.
shows 1) a house of worship cannot be built Hasil penelitian menunjukkan beberapa
because of rejection of majority group. This hal diantaranya 1). Ada rumah ibadat
includes the cases of Toraja Church and yang tidak bisa berdiri sama sekali karena
GKII in Samarinda, as well as a mosque of mendapatkan penolakan dari kelompok
Salafi community; 2) a house of worship mayoritas, seperti kasus Gereja Toraja dan
can be built after relocation, in the case of GKII di Samarinda. Pun, masjid kelompok
St. Yoseph Church of Bontang; 3) a house yang dianggap salafi. 2). Ada rumah ibadat
of worship can be built well without any yang bisa berdiri setelah mengalami proses
rejection in the case of Gereja Masa Depan penolakan dari posisi semula dengan
Cerah in Samarinda. cara merelokasi posisi gereja seperti
kasus Gereja St. Yosep Bontang. 3) Ada
Keywords: House of Worship, Majority, pula rumah ibadat yang berdiri tanpa ada
Minority, Rejection, Relocation. masalah seperti kasus Gereja Masa Depan
Cerah di Samarinda.
Kata kunci: Rumah ibadat, Mayoriras,
Minoritas, Penolakan, Relokasi.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2


358 SAPRILLAH

PENDAHULUAN pertanyaan mengapa agama berada


dalam ruang pertentangan. Foucault
Pembakaran, pengrusakan, dan
menjawabnya dengan power-relation, relasi
pelarangan pendirian rumah ibadat
kuasa. Agama tidak hanya digunakan
adalah fenomena keberagamaan yang
untuk mengatur hubungan manusia
menarik di Indonesia. Kasus-kasus
dengan Tuhan tetapi juga hubungan
seperti ini terjadi di hampir semua
kemanusiaan. Baik hubungan internal
wilayah di seluruh kawasan nusantara.
umat beragama maupun eksternal umat
Misalnya kasus Gereja Yasmin di Kota
beragama. Dalam konteks ini, relasi
Bogor yang menjadi isu internasional.
antar kelompok ini tidak bisa dilepaskan
Bahkan di Provinsi Sulawesi Utara yang
dari relasi kekuasaan. Kelompok yang
dikenal sebagai prototipe masyarakat
menguasai sumber daya politik dan
rukun di Indonesia pun tidak luput dari
sumber daya sosial akan menjadi penentu
kasus pendirian rumah ibadat. Salah
bagi kelompok lainnya yang lebih lemah.
satunya yang menjadi sorotan nasional
adalah kasus Masjid Al-Khairiyah di
Kampung Texas, Kota Manado (Saprillah
Sinisme Beragama Ibnu Al-Arabi;
dan Sabara, 2016).
Landasan Teoritik
Mengapa rumah ibadat selalu
Fenomena diatas mengingatkan
menjadi sasaran dalam pertentangan
pada keraguan Ibnu Al-Arabi terhadap
agama? Ini yang akan menjadi tema
agama sebagai solusi atas pencarian
sentral dalam tulisan ini, dengan
kebenaran. Ibnu Al-Arabi adalah
menjadikan kasus-kasus yang diangkat
tokoh kontroversial Islam yang
dari hasil penelitian tentang pendirian
mengkampanyekan sinisme terhadap
rumah ibadat di Provinsi Kalimantan
agama. Dengan tegas Ibnu Al-Arabi
Timur (Saprillah, 2014). Rumah ibadat
menyatakan bahwa agama adalah
yang tujuan dasarnya sebagai ruang
dinding penghalang bagi manusia untuk
penyembahan kepada Tuhan tiba-tiba
menemukan kebenaran sejati, yaitu
menjadi identitas yang “mengancam”.
Tuhan. Pencarian terhadap Tuhan dalam
Perbedaan antara “kita” dan “mereka”
konteks pemikiran Ibnu Al-Arabi justru
diekspresikan dengan jelas melalui
terhalangi oleh agama. Padahal, agama
penolakan terhadap rumah ibadat. Kritik
selalu meyakinkan setiap pemeluknya
Ibnu Al-Arabi tampaknya menemukan
tentang dirinya sebagai jalan yang benar
relevansinya disini. Tuhan yang damai,
menuju Tuhan. Karen Amstrong (2009)
pemberi kasih bagi dunia dibatasi oleh
dalam menyusun sejarah pencarian Tuhan
dinding rumah ibadat. Kasih dan rahmat
dari semua agama Semith memberikan
Tuhan hanya sebatas dinding rumah
perhatian yang lebih pada pemikiran
ibadat. Di sebelah, adalah kekafiran,
Ibnu Al-Arabi. Karen Amstrong mengutip
kesalahan, dan karena itu tidak boleh
salah satu perkataan Ibnu Al-Arabi,
dibiarkan eksistensinya.
sebagai berikut:
Pandangan Ibnu Al-Arabi
Jangan ikat dirimu pada sebuah
tampaknya harus dilengkapi dengan
keyakinan secara ekslusif sehingga
teori relasi kuasa-nya Michel Foucault.
engkau mungkin mengingkari
Pandangan Ibnu Al-Arabi lebih banyak
yang lain; karena dengan demikian
memerhatikan pada aspek kontestasi
engkau akan kehilangan banyak
pencarian kebenaran tetapi tidak cukup
kebaikan. Tidak. Engkau gagal
kuat digunakan untuk menjawab
mengenali kebenaran sejati. Tuhan,
HARMONI Juli - Desember 2017
RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 359

Yang Maha Berkuasa, tidak bisa Kritik Ibnu Al-Arabi tampaknya


dibatasi oleh keyakinan apapun relevan digunakan dalam mengamati
(Karen Amstrong, 2009: 317). proses keberagamaan masyarakat
Indonesia belakangan ini. Agama
Secara subtansial, Ibnu Al-Arabi mengalami perluasan ruang tetapi
menganjurkan pemahaman yang lentur dengan tujuan mempersempit kebenaran.
terhadap agama. Pemahaman keagamaan Jika pada masa orde baru agama menjadi
yang ekslusif adalah pintu masuk ruang privat tempat segala keluh kesah
munculnya sikap intoleransi kepada atas otoriterianisme orde baru, maka pada
kelompok keagamaan lain. Bahasa Ibnu masa reformasi agama diperluas wilayah
Al-Arabi memang sangat metaphor. kerjanya ke wilayah politik tetapi untuk
Sungguh sulit menemukan ‘realitas’nya. kepentingan penguasaan dan monopoli
Ekslufisme agama adalah keniscayaan kebenaran. Dari sini, penolakan terhadap
dalam setiap agama. Agama dibatasi pendirian rumah ibadat menjadi salah
oleh dinding teologis masing-masing. satu simbolnya.
Pintu-pintu kecil dari dinding agama ini
biasanya hanya dibuka untuk keperluan- Monopoli kebenaran, suka atau
keperluan tertentu. tidak, pada gilirannya harus diletakkan
dalam konfigurasi relasi mayoritas-
Sinisme Ibnu Al-Arabi bisa minoritas. Siapa yang banyak dia yang
dipahami sebagai kritik tajam terhadap berkuasa. Fenomena ini dengan sangat
lembaga agama yang memonopoli terang terlihat dalam beberapa kasus
kebenaran hanya pada diri mereka rumah ibadat di Indonesia. Kasus
sendiri dan mengabaikan kebenaran pembakaran musala di Tolikara (Badan
di luar mereka. Ekslusivisme menjadi Litbang Kemenag RI, 2015) dan kasus
faktor yang menyebabkan dialog antar penolakan perluasan Masjid Al-Khairiyah
agama menjadi sulit dilakukan. Kritik di Manado (Muh. Irfan Syuhudi, 2016;
Ibnu Arabi memiliki relevansi dengan Saprillah dan Sabara, 2016) adalah contoh
kritik Karl Marx yang menyebutkan nyata dari relasi kuasa. Dua kasus ini
agama sebagai candu. Meski berbeda melengkapi kasus-kasus penolakan
basis epistemologinya, keduanya terhadap gereja.
bersepakat bahwa pelembagaan agama
justeru berbanding terbalik dengan
cita-cita luhur yang dititipkan Tuhan
METODE
melalui agama-agama ini. Bagi Marx,
agama menjadi alat penipu tokoh agama Beberapa kasus yang ditemukan
untuk menjauhkan manusia dari realitas sudah terjadi beberapa tahun sebelum
sejarah. Agama dijadikan alat kekuasaan penelitian dilakukan. Suka atau
agar kaum-kaum tertindas terbuai dan tidak, pencarian data lapangan harus
menerima penindasannya sebagai takdir, mengandalkan metode wawancara
kebenaran ilahiah. Sedangkan, bagi sebagai cara satu-satunya. Teknik
Ibnu Al-Arabi, agama adalah alat bagi observasi tidak mungkin dilakukan,
setiap hamba untuk saling bertarung kecuali mengunjungi gereja atau masjid
atasnama kebenaran. Kebenaran yang yang dipermasalahkan. Teknik studi
seharusnya memiliki tujuan dan arah dokumen, khususnya dokumen laporan
yang sama dipertentangkan di tengah di FKUB Kota Samarinda dan Bontang
jalan. Bukan untuk penemuan kebenaran tentang pendirian rumah ibadat, termasuk
yang sebenar-benarnya tetapi untuk dokumen notulensi yang didapatkan di
penguasaan dan monopoli kebenaran. salah seorang ketua rt di Samarinda.
Agama berperan besar disana.
Penelitian ini dilakukan di
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2
360 SAPRILLAH

Samarinda dan Bontang. Padamulanya, IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dari


penelitian hanya akan dilakukan pemerintah.
di Kota Samarinda mengingat ada
beberapa kasus. Namun, informasi yang Penolakan warga ini menjadi ‘panas’
didapatkan menyebutkan bahwa di Kota karena pihak GKII tetap bersikukuh
Bontang juga terdapat beberapa kasus melanjutkan pembangunan. Mereka
rumah ibadat. Akhirnya, diputuskan menganggap bahwa pembangunan
untuk memperluas lokasi penelitian ke gedung serba guna adalah hak bagi anak
Kota Bontang. Ini dilakukan karena unit bangsa yang tidak bertentangan dengan
analisis penelitian ini bukanlah geografi Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut
semata melainkan kasus. Sayangnya, bisa terlihat dari pernyataan resmi yang
waktu penelitian yang hanya 12 hari dikeluarkan oleh Badan Pengurus Gereja
menyebabkan eksplorasi kasus yang Kemah Injil Indonesia Kalimantan Timur
terjadi Kutai Timur, Kutai Barat, Berau, yang menegaskan bahwa gedung serba
dan Balikpapan tidak sempat dilakukan. guna yang akan dibangun tersebut
akan digunakan “sebagaimana fungsi
Wawancara sebagai teknik
dari sebuah gedung serba guna yang
pencarian data utama digunakan
untuk mengekplorasi kebutuhan data telah diatur oleh peraturan pemerintah
diantaranya; 1) narasi kasus yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.
berkaitan dengan rumah ibadat. 2). Faktor Maksudnya, sebagaimana layaknya
penyebab terjadinya kasus; 3) faktor-aktor gedung serba guna yang lain (Surat
yang terlibat; 4) penggunaan PBM No 9 Keterangan BP GKII Kaltim, tertanggal 31
dan 8 tahun 2006 dalam kasus tersebut; Oktober 2013).
5) penyelesaian kasus di luar pendekatan
Untuk menengahi persoalan, pihak
formal.
kelurahan telah mempertemukan kedua
pihak. Namun tidak ada kata sepakat
yang diperoleh. Kedua pihak bersikukuh
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan pendapatnya. Pihak GKII
Pertentangan dalam Nalar Beragama; merasa tidak ada yang dilanggar dalam
Membaca Beberapa Kasus Pendirian Rumah proses pembangunan (kecuali IMB yang
ibadat. belum diurus). Bahkan sekretaris GKII
mengeluarkan nada pembelaan yang
Kasus 1: Gedung Serba Guna GKII sangat keras. Ancaman akan pengerahan
(Gereja Kemah Injil Indonesia) Kaltim di massa pun sempat terlontar dari
Samarinda, 2013 mulutnya (Notulensi pertemuan tanggal
Kasus pertama adalah penolakan 03 Novemper 2013).
warga muslim di RT 19 Kelurahan
Sementara warga setempat
Temindung Permai, Samarinda terhadap
tetap bersikukuh menolak rencana
rencana pembangunan Gedung
pembangunan tersebut. Warga menilai
Serbaguna milik GKII (Gereja Kemah Injil
ada motif terselubung dari pihak GKII
Indonesia). Warga menolak karena letak
gedung tersebut berhadapan langsung dengan “berpura-pura” mendirikan
dengan masjid (hanya dipisahkan oleh gedung, bukan rumah ibadat. Lama
jalan raya). Warga khawatir gedung serba kelamaan, gedung tersebut akan beralih
guna itu nantinya akan berfungsi sebagai fungsi sebagai tempat kegiatan ibadah
‘tempat kegiatan ibadah’. Penolakan (gereja). Kecurigaan itu muncul dengan
ini menjadi legitimated karena gedung tidak adanya IMB tetapi pembangunan
tersebut mulai dibangun tanpa surat gedung sudah dimulai.

HARMONI Juli - Desember 2017


RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 361

Salah seorang informan 3. Aula serba guna pada lantai kedua


mencontohkan ‘kasus’ gedung serba guna juga bersifat terbuka sehingga dapat
salah satu denominasi gereja yang sudah diakses oleh masyarakat sekitar baik
berdiri lama, yang jaraknya tidak jauh untuk kegiatan olah raga maupun
dari lingkungan RT 19. Gedung itu tidak kegiatan umum dengan seijin dan
lagi menjadi gedung serba guna tetapi sepengetahuan pengelola gedung
telah menjadi gedung tempat kegiatan serba guna ataupun seijin dan
beribadah. Gedung itu malah sudah sepengetahuan ketua RT 19.
berubah menjadi gereja permanen. Warga
menilai gedung yang akan dibangun 4. Pengelola gedung serba guna
oleh pihak GKII tersebut pelan-pelan tidak diperkenankan memelihara
akan berubah menjadi pusat kegiatan anjing dikarenakan letaknya yang
keagamaan dan lama-lama akan menjadi berhadapan persis di depan masjid.
gereja sebagaimana gedung denominasi 5. Pengelola gedung serba guna maupun
yang lain itu. Warga tidak menghendaki itu jamaah yang akan memanfaatkan
karena posisi gedung tersebut berhadapan gedung serba guna wajib mematuhi
langsung dengan masjid. Bagi warga, hal kebiasaan yang berlaku di masyarakat
tersebut bisa menyebabkan pergesekan sekitar, terhadap kebiasaan masjid
antar jamaah masjid dan jemaat GKII yang berhadapan dengannya, dan
nantinya(wawancara dengan informan A). juga terhadap kegiatan masjid sebagai
Warga setempat bersedia menerima sentral ibadah.
pembangunan gedung tersebut dengan 6. Pengelola gedung serba guna maupun
beberapa persyaratan yang dibuat dalam jamaah yang akan memanfaatkan
bentuk surat pernyataan tertulis (namun gedung serbaguna wajib menjaga
tidak disetujui oleh pihak GKII), sebagai kedamaian, kenyamanan, dan
berikut: ketentraman yang selama ini sudah
Kami selaku pengurus gedung serba terjalin di lingkungan sekitar.
guna Gereja Kemah Injil Indonesia Wilayah 7. Gedung serba guna secara
Kalimantan Timur yang berlaku di Jalan keseluruhan pada lantai pertama
Tekukur 2 RT 19 Kelurahan Temindung maupun pada lantai kedua tidak
Permai Kota Samarinda, menyatakan akan pernah dikemudian hari
bahwa: mengalami alih fungsi menjadi
1. Gedung serbaguna yang akan atau tempat peribadatan.
telah didirikan merupakan bangunan 8. Apabila dikemudian hari ditemukan
dua lantai dengan peruntukan lantai adanya alih fungsi menjadi tempat
pertama merupakan kantor gereja peribadatan melalui bukti yang
kemah Injil Indonesia Wilayah kuat berupa kesaksian atas nama
Kalimantan Timur dan lantai 2 Tuhan, dokumentasi foto, maupun
merupakan aula serba guna. dokumentasi video dari warga,
2. Adapun aula serba guna pada lantai maka serta merta warga yang
kedua diperuntukan kegiatan internal bersangkutan secara langsung
Gereja Kemah Injil wilayah Kalimantan tanpa kekerasan fisik dapat
Timur seperti rapat, seminar, resepsi meminta kepada pengelola gedung
pernikahan, dan tidak diperuntukkan serba guna untuk menghentikan
untuk kegiatan ibadah maupun yang kegiatan peribadatannya dengan
terkait dengan ibadah. sepengetahuan pengurus masjid dan
ketua RT 19.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2


362 SAPRILLAH

9. Pada poin 8, pihak pengelola wajib tersebut digunakan untuk kegiatan


mengindahkan tegurannya dengan keagamaan. Di lain pihak, keengganan
tidak akan mengulanginya di pihak GKII menyetujui klausul tersebut
kemudian hari. Namun apabila tetap semakin membenarkan dugaan pihak
mengulanginya maka pengurus warga muslim kalau GKII memang
masjid At-Taubah yang akan berencana menjadikan gedung tersebut
langsung menegur keras berupa sebagai “pseudo” gereja.
surat peringatan atas nama pengurus
dan perwakilan kaum muslimin Kasus ini hampir meledak menjadi
setempat agar tidak mengulanginya rusuh sosial. Ada selentingan yang
lagi dengan sepengetahuan ketua RT. beredar di kalangan masyarakat bahwa
19. salah satu organisasi massa berbasis etnik
Dayak akan menyerang rumah ketua RT
10. Jika pada poin 9 juga tetap 19. Ini karena ketua RT dianggap tidak
dilanggar, maka ketua RT 19 wajib akomodatif dan bahkan cenderung pasang
mengeluarkan surat teguran terakhir badan untuk menghalangi pendirian
dengan sepengatahuan pengurus gedung tersebut. Untuk mengantisipasi
masjid dan lurah Temindung permai. hal tersebut, pemuda di lingkungan RT
19 dibantu oleh FPI dan HTI ikut berjaga-
11. Jika pada poin 10 masih tetap jaga. Untung saja, rencana penyerangan
dilanggar, maka warga maupun itu tidak terjadi (wawancara dengan M.
yang mewakilinya akan menyegel Ali).
dan membongkar bangunan gedung
tersebut secara paksa. Kasus 2: Gereja Toraja di Samarinda Seberang,
2012
12. Adapaun pelanggaran terhadap poin
3,4,5, dan 6 dapat ditempuh melalui Kasus yang menimpa gereja
teguran, musyawarah mufakat, dan ini adalah kasus administratif,
penyegelan tanpa pembongkaran ketidakmampuan pengurus gereja untuk
bangunan sebagai jalan terakhir memenuhi persyaratan administratif
apabila teguran dan musyawarah berdasarkan PBM. Pengurus gereja
mufakat tidak didengar dan sejatinya telah mengajukan permohonan
dilaksanakan. rekomendasi ke FKUB untuk
mendapatkan surat IMB (Izin Mendirikan
Klausul ini (sangat wajar) ditolak Bangunan). Persyaratan administrasi
oleh pihak GKII karena memang yang ditetapkan pun ‘sebenarnya’ telah
menyudutkan mereka. Klausul ini dipenuhi (90 pengguna dan 60 orang
dibuat oleh kelompok lain dengan pendukung sesuai dengan ketentuan
mengatasnamakan organisasi mereka. PBM). Namun setelah melakukan
Kebebasan mereka sebagai unit sosial pengecekan data KTP (Kartu Tanda
yang mandiri menjadi terpenjara oleh Penduduk) yang diajukan, tim FKUB
sistem yang dibuat atas nama kepentingan menemukan kejanggalan dengan adanya
kelompok tertentu. Misalnya klausul beberapa KTP fiktif. Termasuk jumlah
tentang “tidak bolehnya gedung tersebut pengguna di sekitar gereja itu hanya ada
digunakan untuk kepentingan ibadah” 4 orang (wawancara dengan Muhayat
tentu saja sangat sulit karena bagaimana Sibur).
pun juga, GKII adalah organisasi gereja
yang berorientasi kegiatan keagamaan. Berdasarkan temuan ini, FKUB
Menyetujui klausul diatas sama saja sebagai pihak yang berwenang
bunuh diri bagi mereka. Klausul diatas memberikan rekomendasi meminta
dibuat untuk “menghalangi” gedung pihak gereja untuk melakukan verifikasi

HARMONI Juli - Desember 2017


RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 363

data ulang terhadap beberapa KTP yang dari Kelompok Salafi (Pesantren
dianggap tidak valid dan tidak cukup Ainurrafiq). Kelompok warga ini pun
kuat untuk dijadikan alat pendukung menggalang tanda-tangan penolakan
kelengkapan administrasi untuk dan diserahkan kepada Wali Kota Sofyan
mendapatkan IMB. Hingga saat ini, pihak Hasdem (wawancara dengan H. Umar,
gereja tidak mengajukan kelengkapan Hadi Siswoyo, dan Pastor Moses). Pihak
administrasi tersebut. Katolik yang merasa dirugikan tidak
tinggal diam. Mereka tetap berupaya
Kasus 3: Gereja Santo Yosep di Bontang, 2008 mendirikan gereja itu apapun resikonya.
Gereja Santo Yosep yang berdiri Bahkan umat Katolik pun telah siap
megah di kawasan PT. Pupuk Kaltim perang jika itu memang diperlukan.
berdiri sejak tahun 2008. Lokasinya Beberapa pemuda Katolik disiagakan
strategis. Halaman depan sangat lapang. untuk mengantisipasi kemungkinan
Gereja ini merupakan gereja Paroki buruk yang akan terjadi. Situasi saat itu
Bontang. Sebelum gereja ini berdiri, ada cukup menegangkan karena kedua pihak
beberapa gereja kapel yang menampung sudah siap untuk perang. Pemuda Katolik
jemaat Katolik Bontang. Akan tetapi, tidak yang kebanyakan berasal dari Timor pun
ada yang menduga kalau lokasi tersebut turut bersiap-siap sedangkan di sisi lain
sebenarnya lokasi alternatif terakhir umat Islam juga siaga jika kemungkinan
akibat dari penolakan warga muslim atas terjadi penyerangan (wawancara dengan
rencana pembangunan gereja Katolik di Hadi Siswoyo dan Hendrikus). Untuk
wilayah Pisangan (saat ini menjadi lokasi mengantisipasi hal tersebut, beberapa
perpustakaan daerah). Di wilayah itu, ada pertemuan dilakukan untuk mengambil
sebidang tanah milik umat Katolik yang jalan terbaik. Setelah beberapa kali
hendak dijadikan sebagai gereja Paroki. pertemuan yang melibatkan unsur
Pembangunan gereja ini menjadi penting tokoh agama dari kedua pihak (Katolik-
bagi umat Katolik mengingat selama ini, Islam), pemerintah, dan pihak keamanan,
wilayah Bontang tidak memiliki gereja ditemukan solusi alternatif, yaitu pihak
paroki. Jumlah umat yang semakin walikota membeli tanah tersebut dan
bertambah menyebabkan kebutuhan mempersilahkan umat Katolik mencari
terhadap hadirnya sebuah gereja Paroki, tanah lain.
tempat pastor bekerja melayani umat Padamulanya, umat Katolik
menjadi sangat penting. Gereja kapel mendapatkan sebidang tanah pengganti
yang ada tidak bisa dikembangkan di daerah Betlehem (disini ada satu
menjadi gereja Paroki karena lokasinya sekolah Kristen) yang padat penduduk.
yang tidak memadai (berada di lokasi namun entah kenapa, warga setempat
perusahaan). Atas dasar itu, pihak Gereja juga ternyata menolak pembangunan
Katolik memilih lokasi di Pisangan yang gereja. Diduga sebagai bagian dari kasus
sebelumnya milik salah seorang umat. penolakan warga di daerah sebelumnya
Rencana ini semula berjalan lancar. (Pisangan). Akhirnya, pihak Katolik
Namun, semuanya berubah ketika mendapatkan sebidang tanah di wilayah
ada sekelompok warga yang menolak. perusahaan PKT (Pupuk Kaltim) Bontang.
Akibat dari itu rencana peletakan batu Tempatnya jauh dari pemukiman warga
pertama oleh Gubernur Kaltim tidak termasuk pemukiman karyawan PKT.
jadi dilakukan pada tahun 2005. Alasan Disitulah, umat Katolik bisa mendirikan
penolakan karena jumlah umat Katolik sebuah gereja megah yang diberinama
yang berada di wilayah itu tidak banyak gereja Santo Yoseph. Gereja ini menjadi
dan di lokasi yang berdekatan dengan pusat kegiatan pelayanan umat di wilayah
itu akan dibangun sebuah pesantren Paroki Bontang.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2


364 SAPRILLAH

Kasus 4: Gereja Kasih Sayang Allah Bontang, gereja bisa memenuhi seluruh persyaratan
2011 yang disyaratkan dalam aturan PBM, 90
pengguna dan 60 pendukung (dokumen
Pembangunan rumah ibadat GKSA FKUB Kota Samarinda, 2013). Bangunan
(Gereja Kasih Sayang Allah) Bontang ruko yang sejak tahun 2006 digunakan
bermula dari ‘persoalan’ internal gereja sebagai tempat ibadah dan aktivitas
Bethel. Beberapa pendeta keluar dari keagamaan pun berubah menjadi
kepengurusan gereja dan berencana bangunan gereja.
membangun gereja sendiri. Seluruh
persyaratan administrasi terpenuhi. GMDC menjadi potret dari gereja
Selain karena warga sekitar tidak yang dapat berdiri tanpa ada ‘persoalan’
mempersoalkan juga karena jumlah sama sekali. Proses pengumpulan tanda
jemaat yang akan menggunakan gereja tangan warga sekitar tidak mengalami
tersebut mencapai ratusan orang hambatan sama sekali (bandingkan
(Wawancara dengan Hadi Siswoyo). dengan kasus gedung serba guna GKII
Dengan kondisi seperti itu, tidak sulit yang lokasinya masih satu kelurahan
bagi pengurus untuk mendapatkan dengan GMDC). Ada dua hal yang
kelengkapan administrasi pembangunan menjadi alasannya; 1). Ruko ini memang
sebagaimana yang diatur dalam PBM N0 sudah dijadikan sebagai tempat ibadah
9 dan 8 tahun 2006.Akan tetapi, rencana sementara sejak tahun 2006. Artinya,
itu ternyata mendapatkan tantangan dari mindset masyarakat sekitar terhadap
pengurus gereja lama. Mereka berhasil ruko ini sudah sebagai “tempat ibadah”.
meyakinkan warga untuk menolak Ketika ada upaya mengubahnya menjadi
pembangunan gereja tersebut. Beberapa gereja tidak lagi menimbulkan ‘beda
warga menarik kembali tanda tangan persepsi’ bagi warga sekitarnya. 2). Lokasi
dukungan pembangunan gereja tersebut. gereja ini berada di tengah wilayah niaga
Hal ini menyebabkan pembangunan Cenderawasih Trade Center (Jl. Ahmad
gereja menjadi terhambat. FKUB lalu Yani), bukan di tengah pemukiman warga.
bertindak proaktif dengan memberikan Sehingga kehadiran gereja tersebut tidak
penjelasan kepada warga tersebut terlalu mencolok bagi warga (muslim)
dengan melakukan musyawarah dengan di sekitarnya. Apalagi bentuk ruko
melibatkan seluruh unsur yang terkait. tidak diubah sama sekali kecuali papan
Kesepahaman pun bisa ditemukan. Pihak nama yang menyertakan nama gereja.
gereja kembali mengumpulkan tanda 3). Proses pengumpulan tanda tangan
tangan dukungan warga. Gereja Kasih 60 warga pendukung dilakukan dengan
Sayang Allah bisa dibangun dan telah komunikasi yang baik. Sebagiannya
digunakan oleh warga jemaat gereja pemilik ruko.
hingga saat ini.
Kasus yang relatif sama adalah
Kasus 5 : Gereja Masa Depan Cerah gedung serba guna HKBP (Huria
Samarinda, 2013 dan Gereja HKBP Merak, Kristen Batak Protestan) Resort Merak
2011 Kota Samarinda. Gedung serba guna
telah berdiri sejak tahun 1986. Tujuan
Gereja Masa Depan Cerah (GMDC) pembangunannya memang sejak awal
dari denomonasi GKBP (Gereja Kristen untuk pelaksanaan ibadah bagi jemaat
Perjanjian Baru) Surya Kebangkitan gereja HKBP Resort Merak. Pada 27
Samarinda adalah gereja yang berdiri Juni 2011, pengurus Gereja HKBP
tanpa ada penolakan sama sekali. Seluruh mengirimkan permintaan kepada FKUB
proses administrasi berjalan dengan untuk diberikan rekomendasi pengalihan
lancar. FKUB dan Kementerian Agama bentuk dari gedung serba guna menjadi
memberikan rekomendasi setelah pihak

HARMONI Juli - Desember 2017


RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 365

gereja. Alasan pihak gereja adalah suasana yaitu Masjid Al-Musyawarah, yang
kondusif yang terbangun dalam internal jaraknya tidak sampai 90 meter.
jemaat gereja dan warga sekitar tidak
pernah ada komplain atas kegiatan yang 2. Sangat berpotensi terjadinya
persaingan yang tidak sehat diantara
dilakukan oleh jemaat HKBP (Dokumen
masjid yang jaraknya sangat
FKUB Kota Samarinda, 2011).
berdekatan. Misalnya persaingan
Kasus gereja lain yang berdiri pengeras suara atau sound system
tanpa hambatan adalah Kerajaan Allah yang akhirnya mengganggu warga
(Bontang) milik aliran Saksi Yehova. sekitar.
Kemampuan kelompok ini memenuhi
3. Peruntukan masjid menurut hemat
seluruh unsur administrasi yang
kami (warga, pen) bukan diutamakan
disyaratkan oleh PBM membuat FKUB
untuk warga sekitar tetapi
Kota Bontang untuk mengeluarkan
diperuntukkabn bagi kelompok
rekomendasi. Meski hal ini ditentang
jamaah salafi yang tempat tinggalnya
oleh kelompok gereja mainstream (PGI)
jauh dari wilayah masjid. Mengapa
karena menganggap rekomendasi
kami berpendapat begini? Mengingat
tersebut tidak tepat mengingat aliran
karena warga asli sekitar bahkan
Saksi Yehova dianggap bukan bagian dari sesepuh warga tidak dilibatkan dalam
Kristen (Wawancara dengan H. Umar dan kepanitiaan pembangunan masjid.
Hadi Siswoyo, 2014).
4. Jika dipandang agama lain selain
Kasus 6: Masjid Minhajussunah, 2014 Islam, seperti terjadi kotak-kotak atau
Permasalahan rencana kelompok-kelompok dalam agama
pembangunan masjid bermula ketika Islam itu sendiri (tidak ada persatuan
pihak yayasan Minhajussunnah dan kesatuan dalam agama Islam).
mengajukan surat permohonan IMB 5. Panitia seharusnya mengedepankan
(Izin Mendirikan Bangunan) ke pihak “etika” dalam membangun masjid
pertanahan Kota Samarinda. Berdasarkan yang mempunya jarak yang
aturan PBM, proses pembangunan rumah sangat berdekatan atau sebagai
ibadat harus memenuhi persyaratan bakal masjid baru, seyogyanya
teknis tertentu sebagaimana yang tertera panitia pembangunan permisi atau
dalam aturan tersebut. Berdasarkan meminta izin kepada pengurus
ini, pihak yayasan kemudian meminta masjid yang terlebih dahulu sudah
tanda tangan warga sekitar. Bukannya ada, apalagi jaraknya sangat
mendapatkan dukungan tanda tangan, berdekatan, serta pihak yayasan
warga setempat justru mengumpulkan dan panitia pembangunan tidak
tanda tangan yang berisi penolakan atas pernah melakukan sosialisasi atau
rencana pembangunan masjid tersebut. pemberitahuan terlebih dahulu
Penolakan tersebut dibuat dalam bentuk dengan warga sekitar, tapi ternyata
surat yang ditandatangani empat ketua bangunan sudah menjadi pancangan
RT (sebagai perwakilan warga) dan yang siap dibangun. Dalam hal ini,
seorang tokoh agama dengan lampiran dari awal pembangunannya saja
tanda tangan warga dari keempat RT sudah tidak benar dan melanggar
tersebut. Alasan penolakan sebagaimana aturan-aturan, tata krama, sopan
tertuang dalam surat tersebut adalah: santun serta etika. Dan kami
berkeyakinan kedepannya pasti akan
1. Masjid yang akan dibangun sangat tidak benar dan mungkin malah
dekat dengan masjid yang sudah ada lebih parah lagi. Sehingga kami takut

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2


366 SAPRILLAH

akan terjadi gesekan-gesekan dengan terlihat pada tuntutan nomer 3, dimana


warga sekitar yang pada akhirnya kata salafi diassosiasikan sebagai sesuatu
menimbulkan konflik. yang asing, karenanya dipertentangkan
dengan kata “penduduk asli”.
Kelima tuntutan penolakan ini
disertai dengan permintaan untuk tidak Kedua, pertentangan identitas
melanjutkan pembangunan disertai keagamaan ini diperparah dengan
dengan ancaman, apabila pihak yayasan hilangnya sikap saling menghargai antar
memaksakan kehendaknya untuk meneruskan kelompok. Kelompok minhajussunnah
rencana pembangunan masjid tersebut, tidak melibatkan tokoh masyarakat
maka kami sebagai ketua-ketua RT tidak sekitar dalam musyawarah pembangunan
bertanggungjawab, jika seluruh warga kami masjid. Secara formal, hal itu tidak
melakukan anarkisme (untuk menghentikan harus dilakukan. Mengingat masjid
pembangunan dengan paksa atau yang akan dibangun diatas tanah wakaf
kekerasan). Penolakan terhadap masjid milik salah seorang anggota yayasan
yang akan dibangun oleh kelompok Minhajussunnah.
Minhajussunnah (berdasarkan dokumen
penolakan tersebut) bermuara pada Kasus 7 : Renovasi rumah ibadat GPMII
dua hal; pertama, perbedaan ideologi Simpang Pasir, Palaran Samarinda, 2014.
keagamaan. Setelah dimulainya era GPMII (Gereja Persekutuan Misi
reformasi, perkembangan kelompok Injil Indonesia) Jemaat Bukit Baithani
Islam Salafi memang sangat pesat. Simpang Pasir adalah salah satu gereja
Baik sebagai kelompok pengajian yang yang mengajukan IMB renovasi gereja.
bersifat non-organisasi maupun salafi Gereja ini telah berdiri sejak tahun
yang berorientasi organisasi modern. 1976. Jamaah yang semakin meningkat
Kehadiran kelompok salafi dengan dan kondisi gedung yang sudah tidak
membawa cara beragama dan tampilan memadai menyebabkan pihak gereja
fisik yang berbeda dengan masyarakat harus melakukan renovasi (2011).
Islam nusantara memunculkan narasi Usulan ke pihak pertanahan Kota
pertentangan. Baik secara simbolik Samarinda untuk mendapatkan IMB
maupun dialogis. diajukan. Namun, pihak pertanahan Kota
Masyarakat Islam Kaltim Samarinda meminta pihak GPMII untuk
sebagaimana yang dijelaskan pada bagian memenuhi persyaratan adminsitrasi
awal tulisan ini adalah salah satu genre sesuai dengan PBM.
Islam nusantara. Islam yang merupakan Berdasarkan hal tersebut, pihak
campuran harmonis antara teks Islam gereja mengumpulkan tanda tangan
dan kebudayaan lokal (dalam hal ini warga pengguna dan pendukung yang
kebudayaan Banjar dan Kutai). Bersamaan kemudian diajukan ke FKUB Kota
dengan itu, kelompok Islam Salafi yang Samarinda dan Kementerian Agama
berkembang belakangan datang dengan untuk mendapatkan rekomendasi.
semangat puritanistik. Islam dimurnikan Namun, berdasarkan peninjauan dan
dari pengaruh-pengaruh tradisi. Sebisa penelitian FKUB ada beberapa hal yang
mungkin ‘kembali’ ke teks primer, Alquran diragukan, antara lain (Dokumen FKUB
dan hadits. Dua titik ini pada gilirannya Kota Samarinda, tertanggal 27 September
memicu munculnya pertentangan. Bukan 2011):
hanya pertentangan simbolik tetapi
juga identitas. Bagi warga setempat, 1. Daftar persetujuan warga sekitar
minhajussunnah yang dianggap salafi lokasi gereja yang dimaksud terdapat
berbeda dengan mereka. Ini sangat jelas 64 warga. Ada 8 orang diragukan
identitasnya.
HARMONI Juli - Desember 2017
RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 367

2. Daftar pengguna ada 95 warga, ada 15 kerajaan Jawa Kuno. Pun, kehadiran
orang yang diragukan identitasnya. masjid-masjid mewah di seluruh Kota di
tanah air (yang mayoritas penduduknya
3. Daftar pengguna dan pendukung beragama Islam) merepresentasikan
belum dilegalisir oleh pejabat kebanggaan dan kebesaran penganutnya
setempat di wilayah tersebut. Hal yang sama
Berdasarkan temuan ini juga terjadi pada masyarakat Kristen di
FKUB Kota Samarinda belum dapat Sulawesi Utara dan Papua.
menindaklanjuti penyelesaiannya Pemaknaan artifisial tanpa disadari
sebelum keraguan warga yang menjadikan rumah ibadat sebagai
dimaksud diclearkan.Tentu saja, kehati- ekspresi kemanusiaan, bukan ekspresi
hatian FKUB dalam menindaklanjuti ketuhanan. Itu berarti, rumah ibadat
kepentingan administrasi adalah menjadi salah satu elemen kebudayaan
bagian dari mekanisme pencegahan yang imanen dan dengan sangat mudah
kemungkinan terjadinya protes warga akan memasuki ruang pertentangan
setempatdikemudian hari. Hal ini tidak ideologis antar agama. Masjid akan
menjadi kendala bagi GPMII untuk dimaknai sebagai “ancaman” bagi
melanjutkan pengurusan adminsitrasi. dominasi masyarakat Kristen. Sebaliknya,
Meski sempat tertunda 3 tahun karena gereja dimaknai sebagai “ancaman”
ada kendala teknis, namun pengumpulan bagi eksitensi dan dominasi masyarakat
tanda tangan warga pengguna dan muslim di suatu tempat. Perluasan rumah
pendukung bisa dipenuhi (dokumen ibadat dianggap sebagai “ketidakpekaan”
Panitia Pembangunan GPMII Jemaat terhadap agama lain atau dianggap
Bukit Baithani 2014). Setelah semuanya sebagai “perlawanan simbolik” terhadap
terpenuhi, FKUB mengeluarkan surat agama lain, terutama kelompok agama
rekomendasi. Pihak GPMII memperoleh yang mengalami sinndrom mayoritas.
IMB dan gereja itu pun kini berada dalam
tahap renovasi. Bahkan, ketika renovasi Temuan lapangan diatas
mulai dilakukan seluruh warga (termasuk mengindikasikan bahwa rumah ibadat
yang beragama Islam) termasuk FKUB memang menjadi salah satu sumber konflik
diundang untuk syukuran (Wawancara yang fundamental dalam masyarakat
dengan Muhayat Sibur). Indonesia. Selalu saja ada kelompok
masyarakat yang belum bisa menerima
kehadiran bangunan rumah ibadat
Mengapa Kehadiran Rumah ibadat umat lain. Gereja yang berdiri di tengah
Selalu Dipersoalkan? pemukiman warga muslim mendapatkan
tantangan. Apalagi bangunan tersebut
Rumah ibadat dalam konteks sosial didirikan berseberangan dengan masjid,
tidak lagi bisa dipahami sebagai tempat penolakan akan lebih dahsyat (lihat
beribadah semata. Kesederhanaan cara kasus 1 dan kasus 3). Gereja bisa berdiri
pandang itu mulai terevisi sejak rumah dengan damai apabila terletak ‘jauh’ dari
ibadat dijadikan sebagai simbol artifisial lokasi pemukiman, di tengah pertokoan
yang paling jelas terlihat. Masjid, gereja, (GMDC) atau di daerah tanpa penduduk
vihara, klenteng, pura, dan jenis rumah (Gereja Santo Yosep). Dalam konteks
ibadat lainnya adalah ekspresi simbolik internal umat beragama pun gejala serupa
yang merepresentasikan eksistensi sudah mulai muncul. Kelompok yang
para penganutnya. Kehadiran Candi dianggap ‘berbeda’ paham keagamaan
Borobudur misalnya menjadi ekspresi dari pun mendapatkan penolakan. Gejala
sejarah masa silam yang menunjukkan ini muncul seiring dengan munculnya
kuatnya pengaruh agama Buddha dalam
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2
368 SAPRILLAH

paham-paham baru dalam masyarakat tersebut. Misalnya larangan memelihara


Islam (kasus 6). Gejala serupa terjadi anjing (lihat kasus 1).
dalam umat Kristen terhadap Saksi
Yehova (bandingkan dengan Kustini, Penolakan ini tentu saja bukan
2009). bagian dari implementasi ajaran agama
tetapi bagian dari ciri khas kelompok
Penolakan atau konflik berbasis mayoritas terhadap kelompok minoritas.
rumah ibadat adalah salah satu potret Salah satu rujukan yang baik tentang ciri
ironi kerukunan antar umat beragama khas mayoritas adalah teori Williams (Alo
di Indonesia. Rumah ibadat (khususnya Liliweri, 2005:104) sebagai berikut:
kelompok minoritas) menjadi titik yang
sangat sensitif dan bisa merubah wajah 1. Sekelompok orang yang bersikap
kerukunan seketika, dari rukun menjadi bahwa mereka lebih superior
tidak rukun. Ini sekaligus menunjukkan terhadap kelompok etnik yang
bahwa endapan kesadaran spritual bagi dianggap inferior.
sebagian warga Indonesia masih dipenuhi 2. Mereka percaya bahwa kelompok
ketidaksiapan hidup berdampingan. minoritas adalah kelompok “yang
Masyarakat bisa menerima orang berbeda lain” karena itu harus dipisahkan
agama di lingkungannya tetapi tidak bisa bahkan harus disingkirkan.
menerima kehadiran bangunan rumah
ibadatnya. Kasus beberapa gereja yang 3. Mereka merasa diri sebagai kelompok
tidak bisa berdiri seperti GKII, Gereja yang paling berkuasa, mempunyai
Toraja adalah pembenaran dalam kasus status sosial yang tinggi, dan karena
itu. Di satu sisi, pihak gereja merasa itu mereka harus dihormati.
memiliki hak untuk mendirikan rumah
4. Mereka selalu memiliki rasa takut
ibadat namun di sisi lain umat Islam
dan selalu curiga bahwa kelompok
merasa bahwa pendirian rumah ibadat
minoritas selalu berencana
tidak diperbolehkan di wilayah yang
menggerogoti faktor-faktor yang
umat Kristen tidak banyak di wilayah itu.
menguntungkan kelompok dominan.
Kasus penolakan warga terhadap
Ciri kelompok mayoritas
GKII (kasus 1), Gereja Santo Yosef (kasus
berdasarkan kategori Williams diatas
3), dan masjid Minhajussunnah (kasus
sangat sesuai dengan apa yang
6) bisa dibaca dalam dua perspektif.
dilakukan oleh kelompok warga yang
Pertama, Masyarakat mengalami sindrom
menolak gereja, gedung serba guna,
mayoritas dimana mereka merasa
dan masjid dari kelompok salafi. Warga
memiliki “kuasa” untuk menentukan
mengatasnamakan diri sebagai kelompok
posisi kelompok minoritas sesuai dengan
mayoritas yang berhak menentukan
kehendak mereka. Mereka berhak
kehadiran orang lain dalam lingkungan
menentukan tidak boleh ada gedung
sosial mereka. Tentu saja, sikap ini
agama lain yang berhadapan langsung
menjadi preseden buruk bagi umat Islam
dengan masjid. Masjid dan gereja menjadi
sebagai kelompok mayoritas. Ajaran
simbol pertentangan yang terus menerus
Islam tentang perdamaian, keadilan, dan
direproduksi. Kehadiran gedung tersebut
kesetaraan menjadi terkoreksi. Simbol
berhadapan dengan masjid adalah sesuatu
formal lebih dikedepankan ketimbang
yang tidak bisa ditolerir. Keberadaan
subtansi ajaran Islam yang rahmatan lil
gedung yang berhadapan langsung
alamin. Bagaimana mungkin bisa menjadi
dengan masjid dinilai nantinya sangat
rahmat bagi orang lain dengan sikap yang
mengganggu dan berpotensi konflik.
superior dan penuh curiga seperti itu?
Beberapa klausul menunjukkan hal
Mayoritas dan minoritas adalah kategori

HARMONI Juli - Desember 2017


RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 369

sosial yang saling berkelindan satu sama Pola konflik gradual yang melibatkan
lain. Kelompok mayoritas memang dua etnik yang sama, Bugis-Dayak
memiliki akses yang lebih kuat dalam sejak tahun 2010-2013 menunjukkan
menentukan determinasi sosial. Hal ini adanya pertentangan yang laten antara
biasanya diperparah dengan kelompok dua kelompok suku ini. Kebetulan
minoritas yang menutup kecenderungan sekali, kedua suku ini berbeda anutan
untuk berdialog dengan baik. agama. Kelak, apabila pertentangan
pembangunan rumah ibadat melibatkan
Kedua, masyarakat (ternyata) belum dua etnik ini, peluang untuk lahirnya
siap untuk hidup berdampingan secara konflik sosial sangat besar. Gejala itu
simbolik. Penolakan terhadap gereja di sudah terlihat ketika kelompok ormas
tengah pemukiman muslim menunjukkan berbasis suku Dayak ‘mengancam’ akan
adanya endapan kecurigaan dalam melakukan penyerangan kepada warga
nalar masyarakat yang bersifat laten. di RT 19 sebagai respon atas penolakan
Pengaturan sosial sedang bergerak kearah terhadap gedung GKII (lihat kasus 1) 2).
keterpisahan bukan penyatuan. Identitas Kelompok Islam (baru) dengan orientasi
berbangsa mengalami proses subordinasi. keagamaan yang ekslusif dan puritan
Kesatuan sosial tidak bisa dirayakan mulai muncul di Kaltim sejak beberapa
karena agama dijadikan sebagai simbol tahun terakhir. Kehadiran mereka (dengan
perbedaan. Simbol agama tertentu tidak ideologi keagamaan yang fundamentalis)
bisa dianggap sebagai bagian dari properti ikut memengaruhi pola hubungan antar
sosial yang ‘dimiliki’ bersama-sama tetapi umat beragama baik internal maupun
milik ‘individu’ yang harus dipisahkan eksternal. Bukan kebetulan kalau
pertentangan yang terjadi pada kasus 1,
dari ‘individu’ lainnya (Bryan S Turner,
3, dan 6 melibatkan kelompok ini, baik
2003, h.280). Kelompok mayoritas-lah
sebagai bagian dari subyek yang menolak
yang berhak untuk menentukan dimana,
(pada kasus 1 dan 3) atau sebagai subyek
kapan, dan bagaimana kelompok yang
yang tertolak dalam kasus 6.
lain hidup. Dalam konteks ini, agama
telah menjadi bagian dari pertentangan
sosial. Fenomena ini tentu saja
PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 sebagai
bertentangan dengan tujuan dasar dan
Solusi?
falsafah bangsa Indonesia. Bangsa ini
dihadirkan dan diimajinasikan sebagai Pengaturan pendirian rumah
bangsa yang satu, dengan tujuan yang ibadat dalam hal ini menjadi sangat
sama. Agama, etnisitas, dan budaya yang kontekstual. Kehadiran PBM N0 9 dan 8
beragam menjadi elemen sosial yang tahun 2006 menjadi sangat penting dalam
diikat dalam kesatuan ide yang disebut rangka mengatur kehadiran rumah
Pancasila. Salah satu ide dasarnya adalah ibadat agar tidak menimbulkan konflik
persatuan. Agama di Indonesia harus sosial. Temuan penelitian menunjukkan
menjadi bagian dari ide integrasi itu, kehadiran PBM bisa menjadi solusi bagi
bukan sebaliknya. kelompok masyarakat untuk mendirikan
rumah ibadat. Solusi yang dimaksud
Ketidaksiapan hidup berdampingan adalah perlindungan hukum terhadap
pada gilirannya menjadi ancaman rumah ibadat yang berdiri sesuai dengan
bagi kehidupan kerukunan antar umat mekanisme peraturan yang ada. Misalnya
beragama di Indonesia. Kelak, apabila kasus rumah ibadat Saksi Yehova di
tidak diatur dengan baik, rumah ibadat Bontang. Kelompok ini bisa mendirikan
akan menjadi sumber kerusuhan di rumah ibadat dan mendapatkan
Kaltim. Alasannya sebagai berikut; 1). perlindungan hukum (karena memenuhi
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2
370 SAPRILLAH

persyaratan PBM) meski ada penentangan ayat tentang ketentuan pengguna yang
dari gereja mainstream. terbatas dalam kelurahan dan kecamatan.
Hal ini menyulitkan bagi denominasi
Harus diakui PBM memiliki Kristen yang memiliki minimal dua
sejumlah kelemahan-kelemahan yang gereja di kecamatan yang sama. Misalnya
kelihatan menyulitkan bagi kelompok gereja Toraja di Samarinda Seberang.
tertentu untuk mendirikan rumah Secara defacto, jumlah pengguna gereja
ibadat, terutama dari kalangan kelompok ini di kelurahan tersebut hanya 4 orang.
masyarakat minoritas. Ini karena PBM Padahal, pengguna gereja ini tidak berasal
disusun dalam skala nasional. Pilihan dari kelurahan dan kecamatan ini saja
90 pengguna dan 60 pendukung adalah tetapi di beberapa tempat lain. Mereka
ijtihad yang paling rasional di tengah tidak bisa menaikkan skala geografis
beberapa pilihan yang ada. Karena dari kelurahan ke kecamatan karena di
bersifat nasional, ada beberapa konteks kecamatan yang sama sudah ada beberapa
lokal yang tidak berkesuaian dengan gereja Toraja. Karena ketidakmampuan
konteks PBM. Misalnya, di beberapa desa itu, mereka tidak bisa membangun gereja
di Kabupaten. Kutai Barat, ada kelompok hingga sekarang. Konteks ini-lah yang
umat Islam yang kesulitan membangun menyebabkan beberapa pihak menilai
masjid (jika menggunakan persyaratan PBM menjadi alat politik untuk menekan
PBM) di desanya karena jumlah yang kebebasan mereka.
tidak mencapai 90 orang. Kalaupun
mereka menaikkan skala geografis ke Pemahaman terhadap karakter
tingkat kecamatan tetap mereka sulit masing-masing agama penting
karena jarak antar satu desa dengan diperhatikan oleh FKUB dan Kementerian
desa lainnya sangat berjauhan (lihat juga Agama sebagai bagian dari pertimbangan
penelitian M. Yusuf Asri, 2010).1 mengeluarkan rekomendasi. Bagaimana
pun juga, PBM tidak dimaksudkan untuk
Kelemahan yang dimaksud menghalangi kebebasan umat beragama
bisa karena muatan PBM atau karena untuk membangun rumah ibadat tetapi
penerapan PBM. Dari segi isi, misalnya untuk mengatur kemungkinan dampak
1 Meski telah ada PBM tersebut sebagai dasar
sosial yang akan ditimbulkan. Pemahaman
regulatif yang mengatur pendirian rumah ibadat, pada terhadap karakteristik masing-masing
faktanya di lapangan masih terdapat kasus-kasus yang agama menjadi pintu masuk untuk
berkenaan dengan pendirian rumah ibadat. Pada tahun
2009, The Wahid Institut mencatat 21 kasus penyerangan, melakukan pengaturan. Masjid dan gereja
perusakan, penggerebekan rumah, bangunan, atau tentu berbeda karakternya. Masjid tidak
tempat ibadat, dan penolakan pendirian rumah ibadat.
Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS)
mungkin dibangun di luar pemukiman
melaporkan hasil pemantauannya terjadi 18 kasus warga. Masjid dikunjungi minimal 5 kali
rumah ibadat (CRCS, 2009 : 28-31). Hasil pemantauan sehari semalam. Karenanya, tidak boleh
Kepolisian antara tahun 2008-2010 kasus yang menonjol
terkait dengan masalah agama dan rumah ibadat dalam jauh dari jangkauan warga. Karena itu
bentuk pengrusakan, penyerangan dan protes dari umat pula, masjid di wilayah pemukiman yang
beragama lainnya sejumlah 196 kasus, dengan perincian:
tempat ibadat Kristiani 142 kasus (Gereja 59 kasus, rumah padat penduduk akan banyak didirikan
tinggal yang dijadikan tempat ibadat 60 kasus, ruko dan karena alasan itu. Sementara gereja bisa
gedung lainnya 23 kasus), tempat ibadat Islam 20 kasus, didirikan jauh dari penggunanya. Gereja
Hindu 6 kasus dan tempat ibadat lainnya 2 kasus.
SETARA Institute (2010) mengkritisi PBM Santo Yosep yang berdiri di wilayah yang
No 9 dan 8 tahun 2006 karena PBM tersebut telah jauh dari tempat tinggal jemaat Katolik
menjadi landasan pikir, sikap, dan tindakan warga dan
aparatus negara yang melakukan tindakan kriminal dan tidak mengurangi fungsinya sebagai
tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena tempat beribadah (khususnya ibadah
itu, keberadaan PBM No 9 dan 8 ini menurut SETARA
Institute merupakan bentuk diskriminasi terhadap
Mingguan). Artinya, sebuah gereja di
kebebasan beragama dan beribadat yang justru telah wilayah yang kurang pemeluknya (atau
diatur dalam UUD 1945 pasal 28E dan pasal 29 ayat 2. dalam istilah PBM, pengguna) pun masih

HARMONI Juli - Desember 2017


RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 371

mungkin didirikan. Dengan pemahaman nyata dari keberadaan suatu penganut


seperti ini, pendirian gereja di tengah agama tertentu.
pemukiman muslim bisa dipahami
Memang, pelarangan atau apapun
dengan baik.
jenis kasus yang terkait dengan rumah
Dari segi implementasi, terlihat ibadat merefleksikan ambiguitas
pada kekeliruan penerapan terhadap beragama yang menggelikan. Rumah
gereja yang akan melakukan renovasi ibadat seharusnya menjadi urusan
dalam kasus 7. Kekeliruan implementasi internal umat beragama tertentu tetapi
ini menyebabkan gereja yang seharusnya justru menjadi urusan umat lain. Gereja
cukup memproses diri dengan cara yang didirikan diatas tanah yang
pengurusan IMB biasa (tanpa persyaratan dimiliki oleh umat Kristen tiba-tiba harus
pengguna dan pendukung) sebagaimana menjadi urusan umat Islam. Padahal,
yang disyaratkan pasal 28 ayat 3, terpaksa apa relevansinya? Jika UUD 1945 pasal
harus mengumpulkan tanda tangan 29 ayat 2 yang secara tegas memberikan
dukungan warga sekitar. Cara ini ternyata perlindungan kepada semua umat
berimplikasi kepada beberapa gereja beragama menjalankan agama dan
kepercayaannya, maka tidak ada alasan
yang tidak bisa memenuhi persyaratan
bagi siapapun untuk menghalangi
itu dan tidak bisa direnovasi hingga saat
pembangunan rumah ibadat agama
ini. Membantu memfasilitasi tentu saja
siapapun. Orang Islam tidak memiliki
dimungkinkan sepanjang keberadaan
hak apa-apa atas pengelolaan gereja. Pun,
rumah ibadat tersebut tidak bermasalah.
umat Kristiani tidak memiliki hak apa-
Ada dua hal yang menyebabkan apa atas pengelolaan masjid.
renovasi rumah ibadat GPMII (kasus 7) Problemnya adalah rumah ibadat
menggunakan pasal 14 ayat 2, yaitu: 1) dipandangi sebagai ancaman eksitensial
pengajuan IMB bukanlah IMB renovasi bagi agama lain. Kehadiran rumah
tetapi IMB baru. Dalam perspektif pendeta di tengah masyarakat Muslim
administrasi pertanahan, ini merupakan dianggap mengancam eksistensi umat
bangunan baru bukan renovasi atau Islam. Karena itu, jika rumah pendeta ini
pengalihan fungsi. 2) pasal 28 ayat 3 bisa akan diusulkan sebagai rumah ibadat
bermakna ganda dengan adanya klausul kelak, maka reaksi umat Islam pasti akan
bersejarah. Sehingga rumah ibadat yang muncul (lihat salah satu kasus di atas).
tidak bernuansa historis dianggap sebagai Mengapa? Karena rumah ibadat adalah
(IMB) rumah ibadat baru. pride dan simbol nyata dari sebuah
agama. Yang aneh, masyarakat agama
lain biasanya mempersoalkan IMB (Izin
PENUTUP Mendirikan Bangunan) sebagai langkah
pertama menghalangi perubahan
Berangkat dari sinisme Ibnu Al- rumah biasa menjadi rumah ibadat. IMB
Arabi, dapat dipahami apabila rumah sejatinya adalah relasi antara pemerintah
ibadat menjadi ruang pertarungan agama dan pemilik tanah. Kalaupun, sang
yang paling nyata, seperti kasus-kasus pemilik tanah dianggap melanggar IMB,
yang diangkat diatas. Rumah ibadat pemerintah sudah memiliki mekanisme
bukan semata difungsikan sebagai hukum yang cukup jelas soal ini. Tetapi,
rumah tempat beribadah tetapi juga kelompok yang mempersoalkan IMB
menjadi bagian dari pride masyarakat rumah ibadat agama tertentu hanyalah
penganutnya. Rumah ibadat adalah strategi awal untuk menolak kehadiran
identitas yang paling mudah terlihat dan rumah ibadat agama lain di tengah
sekaligus menjadi indikator yang paling mereka.
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2
372 SAPRILLAH

Jalan keluar dalam upaya fenomena global. Semua kelompok agama


menyelesaikan persoalan rumah ibadat yang mayoritas cenderung melakukan
adalah kearifan, baik dari kelompok tindakan yang tidak konstruktif. Oleh
mayoritas maupun kelompok minoritas. karena itu, upaya dialog menjadi sangat
Di beberapa tempat di Indonesia, masjid penting untuk dilakukan.
dan gereja bisa berdiri berdampingan
karena dibangun berdasarkan kearifan
dan saling pengertian. Kearifan seperti UCAPAN TERIMA KASIH
ini, selain bisa menjadi jalan keluar
relasi antar agama dalam konteks rumah Di akhir tulisan ini, penulis ingin
ibadat, juga untuk melawan sinisme Ibnu mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Al-Arabi, bahwa meski dinding masing- Balai Litbang Agama Makassar yang telah
masing agama begitu tebal, namun itu memberikan kesempatan kepada penulis
tidak menghalangi mereka untuk saling untuk melakukan penelitian tentang isu
membantu dalam menemukan dan yang diangkat dalam tulisan ini. Selain
itu, terima kasih juga disampaikan
mengimplementasikan kebenaran Tuhan
kepada beberapa pihak dan informan
di bumi.
yang terlibat dalam penggalian data
Kearifan yang dimaksud disini dan informasi di dalamnya, terutama
adalah pengembangan dialog. Dialog Pimpinan FKUB Provinsi Kalimantan
bisa mencairkan suasana tegang antar Timur, PGI Provinsi Kalimantan Timur,
dua kelompok. FKUB sebagai wadah dan Pengurus FKUB Kota Bontang.
yang dibentuk oleh pemerintah sebaiknya Terakhir, terima kasih penulis tujukan
memang memperbanyak dialog antar kepada Mitra Bestari dan Pengelola
kelompok-kelompok sosial yang ada. Jurnal Harmoni yang telah memberikan
Kelompok mayoritas bagaimanapun catatan dan saran untuk perbaikan tulisan
ini, hingga bisa diterbitkan pada Jurnal
juga melakukan penolakan terhadap
Harmoni edisi kali ini.
pendirian rumah ibadat merupakan

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Karen. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan, 2009.


Asry, M. Yusuf. Pendirian Rumah Ibadat di Berbagai Daerah (Pelaksanaan PBM Nomor 9 dan
8 Tahun 2006). Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan
Diklat, Kementerian Agama RI, 2010.
Brannen, Julia. Memadu Metode Penelitian: Kualitatif dan Kuantitatif Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2005.
Center for Religious & Cross Cultural Studies, Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di
Indonesia 2009, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2009
Data Base Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Timur tentang Rumah ibadat tahun
2013
Dokumen FKUB Kota Samarinda, 2010-2013.

HARMONI Juli - Desember 2017


RUMAH IBADAT SEBAGAI MEDAN KONTESTASI BERAGAMA: STUDI KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 373

Kustini (ed). Efektivitas Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Laporan Hasil Penelitian Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2009.
Liliweri, Alo.Prasangka dan Konflik:Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur.
Yogkarta: LKiS, 2005.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.
Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa Depdiknas. 2008.
Puslibtang Kehidupan Keagamaan. Kasus-kasus Rumah Ibadat di Kawasan Timur Indonesia
(Khusus Rumah Ibadat Agama Islam). Laporan Hasil Penelitian. 2011.
Saprillah dan Sabara Nuruddin. Fact Finding Kasus Demonstrasi di Masjid Al-Khairiyah,
Kampung Texas Kota Manado. Laporan penelitian. 2016.
Saprillah dkk. Implementasi PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 terhadap Pembangunan
Rumah ibadat di Kawasan Timur Indonesia. Laporan Penelitian Balai Litbang
Agama Makassar. 2014.
SETARA Institute. Lokus Diskriminasi dalam PBM Dua Menteri. Laporan tahunan, 2010
Syuhudi, Moh. Irfan. Geliat Politik Identitas Di Manado. Laporan Penelitian Balai Litbang
Agama Makassar, 2016.
Turner, Bryan S.Agama dan Teori Sosial. Ircisod;Yogyakarta, 2003.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16 No. 2

Anda mungkin juga menyukai