Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Gereja-gereja yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk yang terdiri
dari beraneka ragam suku, bahasa, adat istiadat, kepercayaan, agama dan budaya ini, betapa
masalah sinkretisme merupakan salah satu masalah yang tidak boleh begitu saja diabaikan
oleh gereja; Lebih-lebih bagi gereja yang berlatar belakang Jawa, di mana salah satu sikap
orang Jawa yang menonjol dikatakan sinkretisme.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Defenisi dari Sinkretisme ?
2. Contoh-contoh Sinkretisme ?
3. Sinkretisme Dalam Pandangan Alkitab
4. Model Cultural Apologetics
C. Tujuan Penulisan
1. Supaya dapat mengerti dan memahami tentang arti Sinkretisme
2. Supaya dapat mengetahui seperti apa contoh-contoh aliran
Sinkretisme
3. Supaya memiliki padangan Alkitab tentang Aliran Sinkretisme.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab dua ini penulis akan membahas beberapa poin yang berkatitan dengan sinkretisme
yaitu: Defenisi Sinkretisme, Contoh-contoh Sinkretisme, Sinkretisme Dalam Pandangan
Alkitab, Model Apologetika yang akan di terapkan di Jemaat dan dalam menyampaikan Injil.
A. Defenisi Sinkretisme
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sinkretisme adalah paham (aliran) baru yang
merupakan perpaduan dalam beberapa paham yang berbeda untuk mencari keserasian,
keseimbangan, dan sebagainya.3 Sinkretisme juga berasal dari Bahasa Yunani synkretismos,
yang berarti perserikatan (kebersamaan, dari kata sun). sinkretisme merupakan istila
nonteologis.4Simuh menambakan bahwa sinkretisme dalam beragama adalah suatu sikap
atau pandangan yang tidak mempersoalkan benar salahnya suatu agama, yakni suatu sikap
yang tidak mempersoalkan murni atau tidaknya suatu agama. Bagi yang menganut paham ini
semua agama dipandang baik dan benar. Oleh karena itu, mereka berusaha memadukan
unsur-unsur yang baik dari berbagai agama, yang tentu saja berbeda antara satu dengan
lainnya, dan dijadikannya sebagai suatu aliran, sekte dan bahkan agama.5 Di kalangan
masyarakat Jawa terdapat orang-orang kristen yang benar-benar berusaha menjadi kristen
yang baik, dengan menjalankan perintah agama dan menjauhi larangannya. Disamping itu
juga terdapat orang-orang yang mengakui bahwa diri mereka kristen, tetapi dalam
kesehariannya tampak bahwa ia kurang berusaha untuk menjalankan agamanya dan
hidupnya.
Sinkretisme adalah suatu upaya untuk menyatukan agama-agama di seluruh dunia dengan
harapan terbentuknya satu agama untuk seluruh umat. Penganut sinkretisme tidak mengakui
adanya wahyu unik dalam agama-agama termasuk dalam agama Kristen. Mereka
berpendapat bahwa setiap pengakuan terhadap keunikan wahyu suatu agama hanya akan
memecahkan persatuan. Menurut keyakinan mereka, kebenaran dan ekspresi kebenaran
kurang memadai kalau hanya mengandalkan satu cara agama saja. Sebab itu sinkretisme
berpendapat adanya banyak cara dan jalan untuk menyadari realita ilahi. Karena itu para
penganutnya merasa perlu mempersatukan atau memadukan semua "kebenaran" itu untuk
menghasilkan sesuatu yang dapat dipegang bersama. Kita juga menolak sinkretisme, karena
sebenarnya ajaran ini hanyalah merupakan lanjutan dari pluralism keagamaan.7 Jadi dapat
dikatakan bahwa aliran sinkretisme ini merupakan aliran yang berusaha mencampur aduk
aliran -aliran agama dengan tradisi-tradisi yang ada.
B. Contoh-contoh Sinkretisme
Untuk lebih mengkongkritkan pengertian dan pemahaman tentang masalah sinkretisme,
berikut ini diuraikan beberapa contoh:
a. Penggabungan antara dua agama atau aliran atau lebih Menggabungkan dua agama atau
lebih dimaksudkan untuk membentuk suatu aliran baru, yang biasanya merupakan
sinkretisasi antara kepercayan (lokal Jawa) dengan ajaran agama Kristen dan agama lainnya.
Sebagai contoh dari langkah ini adalah ajaran Ilmu Sejati yang diciptakan oleh Raden Sujono
alias Prawirosudarso, yang berasal dariMadiun. Menurut pengakuannya, ajaran Ilmu Sejati
diasaskan pada kesucian yang dihimpun dari ajaran Kristen, Islam dan Budha.

b. Bidang ritual
Bagi masyarakat tradisional, pergantian waktu dan perubahan fase kehidupan adalah saat-saat
genting yang perlu dicermati dan diwaspadai. Untuk itu mereka mengadakan crisis rites dan
rites de passage, yaitu upacara peralihan yang berupa slametan, makan bersama (kenduri),
prosesi dengan benda-benda keramat dan sebagaimya.
C. Pandangan Alkitab Terhadap Sinkretisme
Di dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dapat kita lihat betapa Alkitab
selalu menolak sinkretisme dalam arti yang sesungguhnya itu. Oleh karena itu di sepanjang
sejarah umat Allah di dalam Alkitab tersebut, penuh dengan pergumulan melawan
sinkretisme. Penolakan Alkitab terhadap sinkretisme itu jelas dari protes nabi-nabi Allah
terhadap praktek ibadah kepada Baal, upacara/ibadat Babylonia, Assyria dan serangan
penulis-penulis Perjanjian Baru terhadap ibadah Hellenistik dan ibadah Gnostik di Antiokhia,
Efesus, Korintus, Kolose, Roma, dan sebagainya.
Pergumulan terhadap sinkretisme tersebut, pertama-tama nampak di dalam pertemuan orang-
orang Israel dengan orang-orang atau bangsa-bangsa di tanah Kanaan yang menyembah Baal,
misalnya orang Sikhem menyembah Baal Berit (Hak. 8:33; 9:46), orang Moab menyembah
Baal Peor (Bil. 25:3; Ul.4:3; Hos.9:10), orang Filistin menyembah Baal Zebub (II Raja 1:2),
Di dalam pertemuan mereka dengan suku-suku penyembah Baal tersebut banyak dari antara
orang Israel yang terpengaruh dan ikut menyembah dewa mereka Baal, disamping
penyembahan mereka kepada Allah. Bagi mereka Allah saja dirasa belum cukup memenuhi
keselamatan mereka, sehingga perlu ditambah lagi dengan penyembahan kepada Baal.
Baalisme di Israel ini mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan raja Omri, Ahab dan
anak-anak Ahab dari Israel Utara yang meresmikan agama Baal sebagai agama nasional.
Dalam situasi demikian tampillah nabi-nabi Allah yang menentang praktek ibadat Baal
tersebut, misalnya seperti nabi Elia, Elisa dan Hosea.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian sebelumnya dijelaskan bahwa sinkretisme adalah suatu gejala umum (universal).
Sebab manakala suatu agama, termasuk agama Kristen, keluar dari lingkungannya sendiri
dan menjangkau lingkungan-lingkungan di luarnya, mau tidak mau mesti berbaur dengan
mereka yang sinkretisme. Di mana di dalam pertemuan tersebut tidak akan mungkin dapat
berkomunikasi dengan orang-orang yang hidup di dalam lingkungan berbeda tersebut tanpa
menggunakan pengungkapan (ekspresi), bahasa dan konsep-konsep yang dalam beberapa hal
dihubungkan dengan apa yang menyatu dengan dunia adat istiadat dan agama di mana orang-
orang tersebut hidup.Oleh karena itu sinkretisme yang sesungguhnya adalah bukan yang
"phenomenological" itu, melainkan yang menyangkut "theological problem". Yaitu masalah
adakah Kristus tetap diakui sebagai satu-satunya jalan dan itu telah cukup? ataukah masih
perlu ditambah ini dan itu. Jikalau jawabannya negatif, memang di situlah gereja harus awas
karena adanya gelombang sinkretisme yang serius.
B. SARAN
Penulis memberikan saran bahwa Di dalam menanggapi masalah "phenomenological
Synkretisme" itu, gereja haruslah bersikap bijaksana. Lebih-lebih jikalau dihubungkan
dengan metode dan strategi penginjilannya. Gereja hendaknya tidak selalu gampang bersikap
negatif "asal larang terhadap segala unsur adat dan budaya setempat

Anda mungkin juga menyukai