NIM : 200543625260
Offering : C93
PENDAHULUAN
Menurut P. Howard Jones, sinkretisme membuat orang Jawa lebih terbuka dan toleran
terhadap orang lain. Agama dalam komunitas Jawa lebih didominasi oleh kepercayaan
kepada roh-roh, pemujaan atau okultis dan praktek magis. Orang Jawa yang memeluk
agama Kristen telah meninggalkan praktek keagamaan lama namun mengawinkannya
dengan praktek yang ada dalam kekristenan termasuk tembang Jawa.
Sinkrestisme sendiri dalam konteks gereja dapat terjadi sebagai dampak dari asimilasi
antara beberapa kepercayaaan dengan Injil. Sinkretisme pada dasarnya merupakan
sebutan yang bersifat positif dalam konteks masyarakat secara umun. Itulah sebabnya
Gerit Singgih mengungkapkan bahwa sinkretisme pada dasarnya merupakan hal yang
positif bila dilihat dari sudut pandang epistemologi kata yaitu mengharmonisasikan
dua perspektif yang berbeda menjadi satu. Kedua kepercayaan tersebut di
inkulturasikan dalam satu wadah menjadi suatu kesatuan yang utuh. Itulah sebabnya
sinkretisme apabila dikaji dari sudut pandang penggunaan awal adalah sebuah
kejadian yang bersifat positif.
Namun ketika sinkretisme dikontekstualisasikan kedalam gereja maka istilah ini
menjadi kesan yang berdampak negatif. Sebab sinkretisme mengadopsi dua konsep
yang berbeda menjadi satu. Nilai-nilai dari asimilasi tersebut diintegrasikan menjadi
satu dalam gereja. Contoh asimilasi antara filsafat dan iman Kristen, budaya dan Injil
serta teknologi dan iman. Sinkretisme ini terjadi dalam gereja tanpa disadari dan
menjadi misteri yang terus berkembang.
ISI
Pengertian Sinkretisme
Secara umum sinkretisme adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, "Sunistanto,
Sunkretamos" yang artinya "kesatuan", sedangkan kata "synkerannumi" berarti
"mencampur aduk". Istilah ini menunjuk pada dua kepercayaan yang dileburkan
menjadi satu kepercayaan yang baru. Dalam proses peleburan, kedua kepercayaan
tersebut saling mengambil unsur–unsur yang penting seperti nama Tuhan, ajaran
dasar, bentuk liturgi, budaya atau kebiasaan-kebiasaan yang terkandung dalam
kepercayaan tersebut dan mengharmonisasikan sehingga terbentuk konsep
kepercayaan yang baru hasil kombinasi antara budaya dan Injil.
Baik dalam Kitab-Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dapat disimpulkan
bahwa paham sinkretisme ditolak. Penolakan terhadap sinkretisme jelas terlihat dari
para nabi-nabi Allah terhadap praktek pemujaan kepada Baal, Asyerah, dan serangan-
serangan yang dilakukan oleh para penulis Kitab Perjanjian Baru terhadap praktek
pemujaan Gnostik dan Helenistik di Antiokhia, Efesus, Korintus, dan lain sebagainya.
Perlawanan terhadap paham sinkretisme pertama-tama terlihat dalam pertemuan
antara orang-orang Israel dengan orang-orang tanah Kanaan yang menyembah allah-
allah lain, misalnya orang Sikhem menyembah Baal Berit (Hakim-Hakim 8:33, 9:46),
orang Moab menyembah Baal Peor (Bilangan 25:3, Ulangan 4:3, Hosea 9:10), orang
Filistin menyembah Baal Zebub (II Raja-Raja 1:2), di dalam pertemuan mereka
dengan suku-suku penyembah Baal tersebut banyak dari antara orang Israel yang
terpengaruh dan ikut menyembah dewa mereka Baal, disamping penyembahan mereka
kepada Allah.
Dalam proses pemujaan kepada Baal tampil nabi-nabi Allah yang menentang praktek
pemujaan kepada Baal tersebut, contoh nabi Elia, Elisa, Hosea, dan raja Yosia. Raja
Yosia membuat program yang dinamakan sebagai reformasi secara menyeluruh dan
memusatkan upacara kebaktian ke Bait Suci Yerusalem pada tahun 622 SM yang
dikenal dengan istilah reformasi Deuteronomist. Pada zaman Perjanjian Lama paham
sinkretisme itu sudah ada dan bahkan para nabi Allah atau tokoh-tokoh Alkitab
Perjanjian Lama kebanyakan menolak keras paham sinkretisme yang hadir di tengah-
tengah bangsa Israel.
Dalam Perjanjian Baru, saat para rasul keluar dari bangsa Israel, dari orangorang
Yahudi dan menjangkau orang-orang Yunani (Gnostik dan Helenistik), Injil bertemu
dan berhadapan dengan kelompok-kelompok pemuja dewa-dewa asing seperti pemuja
Cybele dan Attis dari Syria, Isis dan Sarapis dari Mesir, dan aliran-aliran filsafat
lainnya. Ada juga masalah sinkretisme dari dalam, yaitu Injil ingin disetarakan dengan
budaya Yahudi. Seperti orang-orang non-Yahudi yang Ingin menjadi pengikut Kristus
maka syaratnya adalah harus sunat dan mengikuti tradisi Yahudi lainnya. Jemaat
mula-mula juga telah terpengaruh oleh paham-paham sinkretisme dan sampai saat ini
paham sinkretisme masih mempengaruhi setiap ajaran-ajaran tentang kekristenan.
PENUTUP
Kesimpulan/Saran
Sebaiknya gereja harus berhati-hati dalam menyikapi persoalan budaya yang menyatu
dengan kekrtistenan. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki tradisi nenek moyang
yang tidak tergoyahkan dan sulit menerima budaya luar. Kebudayaan kita telah
berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan namun kita harus
mengingat teguran Paulus yang disampaikan kepada jemaat di Kolose: hati-hatilah,
supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu
menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus (Kolose
2:8).
Daftar Pustaka
Tari, Ezra. 2012. Bagaimana Kita Bisa Melawan Sinkretisme di Dalam Misi Kita?
Makasar.
Dhandi, Gabriel. 2020. Tinjauan Masalah Sinkretisme Dalam Misi Perintisan Jemaat
Baru