Anda di halaman 1dari 21

Nama (NIM) : Citra Novia Sinambela (17.

3230)
Subjek (Kelas) : Seminar Pengajaran (9A)
Dosen Pengampu : Pdt. Saut H. Sirait,M.Th
Pdt. Efran M. Sianipar,M.Th
Spiritualitas Keugaharian
(Tinjauan Dogmatis-Etis terhadap Gereja Sebagai Wadah Perayaan Keragaman Denominasi pada Warga
Jemaat HKBP Immanuel Batu 4)
I. Pengantar
Gereja yang berada di tengah dunia tidak lepas dari berbagai pengaruh dunia, 1 baik
tantangan zaman yang semakin maju, pemikiran manusia yang semakin ingin serba cepat,
bahkan perbedaan – perbedaan yang turut menjadi pemisah antara orang-orang percaya. Dalam
sejarahnya, Gereja bukan lagi hanya satu badan tetapi sudah terbagi-bagi sangat banyak.
Sehingga pada umumnya, Gereja-gereja yang berbeda-beda tersebut disebut “denominasi”.
Berbagai hal yang melatarbelakangi adanya denominasi, baik ajaran, pandangan, bahkan masih
banyak lagi. Celakanya apabila denominasi gereja dapat menjadi tembok pemisah rasa
kemanusiaan (solidaritas) dengan sesamanya di dalam konteks bernegara.
Terkait hal di atas, demikian urgen untuk meninjau ruang lingkup warga HKBP
Immanuel Batu 4. Mereka tinggal bertetangga dengan warga dari berbagai denominasi lain.
Bagaimana berjalannya kehidupan mereka? Apakah terjadi kesenjangan sosial di antara mereka ?
Terlebih lagi, bagaimana jika terdapat orang terlantar, orang miskin yang membutuhkan
pertolongan dengan keberadaan mereka sebagai warga jemaat denominasi lain, bagaimana
Gereja melalui orangnya menjadi gereja bagi orang lain ?
Persatuan Gereja Indonesia (PGI) dalam Sidang Raya (SR) keenambelas di Kepulauan
Nias (2014), membahas empat persoalan besar bangsa Indonesia yaitu kemiskinan,
ketidakadilan, lingkungan hidup, dan radikalisme. Sidang tersebut mengangkat kembali satu
istilah yaitu “ugahari” 2 yaitu istilah autentik dari Melayu kuno atau bahasa Jawa yang telah lama
terkubur sejarah, tetapi istilah ini sangat menarik dan tentu relevan untuk dibahas di masa

1
Bnd. “Gereja ada di dalam dunia, tetapi tidak berasal dari dunia..., Bahkan “nasib” Gereja ikut
ditentukan juga oleh dunia di mana ia berada.” Dalam Andreas A. Yewangoe, Tidak ada Ghetto :
Gereja di dalam Dunia, (Jakarta : Gunung Mulia, 2011), 3
2
Andreas A. Yewangoe, Spiritualitas Keugaharian : Merayakan Keragaman bagi Kehidupan
Kebangsaan yang Utuh, (https://pgi.or.id/spiritualitas-keugaharian-merayakan-keragaman-bagi-
kehidupan-kebangsaan-yang-utuh/, 28 Februari 2018), diakses pada 15 September 2021
1
sekarang ini, sehingga PGI sebenarnya telah berhasil menghidupkannya kembali. Kemudian
mengarahkan kita ke Spiritualitas Keugaharian yang mengkehendaki kebijaksanaan hidup dan
keyakinan bahwa Rahmat Tuhan cukup bagi semua di tengah keragaman.3
Demikianlah tulisan ini mengarahkan pandangan kita menggali bagaimana spiritualitas
keugaharian. Tinjauan dogmatis ialah melihat pertemuan keragaman denominasi Gereja sebagai
gereja universal di dunia. Kemudian pertemuan tersebut menjadi titik berangkat Gereja bersikap
etis di dalam Kristus melalui solidaritas nyata yang dilaksanakan warga HKBP Immanuel Batu 4
terhadap sekitarnya. Tentu spiritualitas keugaharian menghidupkan dan menyadarkan jemaat
sebagai warga gereja yang universal sekaligus sebagai warga negara Indonesia.

II. Landasan Teori


II.1. Etimologi dan Terminologi
II.1.1. Gereja
Secara etimologis, Gereja merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yaitu kata
4, ekklesia merupakan gabungan kata ek, “keluar” dan klesia, “dipanggil” yang dapat
diartikan sebagai “yang dipanggil”. Namun, Ekklesia sendiri merupakan kata yang mandiri, yang
hanya memiliki satu makna, yaitu “perkumpulan”. Tetapi apabila kembali ke konteks Perjanjian
Baru, tentu akan mengandung makna “dipanggil keluar” tergantung konteks penulisannya.5
Adapun kata ekklesia muncul dalam berbagai nats Alkitab, misalnya Kristus berbicara tentang
membangun jemaat-Nya (Mat. 16 : 18); Paulus sangat sedih karena dahulu sudah menganiaya
gereja / jemaat Allah (1 Kor. 15 :9; Gal. 1 : 13; Flp. 3 :6); dsb. Kemudian, istilah Gereja dalam
bahasa Inggris ialah church yang sebenarnya berasal dari bahasa Yunani kuriakos yang berarti
“menjadi milik Allah” (1 Kor. 11 :20; Why. 1 :10). Sehingga, Gereja dapat diartikan sebagai :
sekelompok orang yang telah dipanggil keluar dari dunia dan yang menjadi milik Allah.”6
II.1.2. Perayaan
3
Andreas A. Yewangoe, Allah Mengizinkan Manusia Mengalami Diri-Nya ; Pengalaman
dengan Allah dalam Konteks Indonesia yang Berpancasila, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2018), 198
4
Robert P. Borrong, dkk., Berakar di dalam Dia & Dibangun di atas Dia, (Jakarta : BPK
Gunung Mulia, 2002), 128
5
Emanuel Gerrit Singgih, dari Ruang Privat ke Ruang Publik : Sebuah Kumpulan Tulisan
Teologi Kontekstual Emanuel Gerrit Singgih, (Depok : Kanisius, 2020), 51
6
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, terj. Gandum Mas (Malang : Gandum Mas, 2008),
476-477
2
Adapun istilah perayaan dapat ditinjau dari bahasa Ingris yaitu celebration, festivity.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, “festivity” diartikan sebagai “pesta”,7 yang merupakan
kebiasaan bagi orang-orang Indonesia guna merayakan hal-hal maupun kejadian-kejadian yang
dianggap penting. Perayaan dilakukan untuk berbagai hal penting seperti hari ulang tahun
kelahiran, ulang tahun pernikahan, perayaan setelah wisuda, perayaan Hari Raya keagamaan,
pesta pernikahan, bahkan dalam suku Batak Toba terdapat juga perayaan kematian seseorang
(ulaon parsaormatuaon) dan lain sebagainya. Semuanya ini mengandung aspek ucapan syukur
karena setelah mengalami berbagai rintangan di dalam perjuangan hidup, akhirnya tiba pada
tahap tersebut. Dengan perayaan itu, berbagai relasi sosial kembali diperkuat. Dan pada
hakekatnya, cakupan perayaan ini sangat luas, baik menyenangkan maupun yang mendukakan.
Di dalam Kristen terdapat berbagai perayaan yang dilaksanakan, baik perayaan Natal, Paskah,
Kenaikan Yesus, maupun Turunnya Roh Kudus. Namun perayaan yang dibahas di tulisan ini
lebih unik yaitu Perayaan Keragaman Denominasi.
II.1.3. Denominasi
Kata ‘denominasi’ berasal dari bahasa latin denominare yaitu kata kerja past-participle
dari de-“sepenuhnya”+nominare “untuk menyebut” dari nomen “nama”, sehingga denominare
dapat diartikan sebagai “untuk menyebut/ menamai”. Dari pertengahan abad ke-15 kata ini
digunakan sebagai “nama kelas, sebutan kolektif” hal; orang; masyarakat atau kumpulan
individu sebagai pengertian moneter, namun mulai tahun 17168 diartikan untuk “sekte agama”.9
Reformasi sendiri menandai awal denominasi.10 Denominasi merupakan istilah tengah antara
jemaat dan gereja. Denominasi menyatukan sejumlah jemaat dalam pola kehidupan yang karib
dan konkret, memungkinkan jemaat menghayati penegasan dirinya sebagai satu nama gereja
7
Andreas A. Yewangoe, Allah Mengizinkan Manusia Mengalami Diri-Nya ; Pengalaman
dengan Allah dalam Konteks Indonesia yang Berpancasila, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2018), 191
8
Bnd. “Pada abad ke-17, kata kontemporer “denominasi” mulai digunakan untuk
menggambarkan cabang agama. Agama kristen bercabang karena berbagai masalah baik
penafsiran kitab suci, cara beribadah, struktur organisasi bahkan dari permainan untuk
mendapatkan kekuasaan” oleh editor Rohmat Haryadi, “Mengapa Kekristena Banyak Cabang?”,
(Gatra.com : https://www.gatra.com/detail/news/504913/gaya-hidup/mengapa-kekristenan-
memiliki-banyak-cabang, Februari 2021), diakses pada 14 Oktober 2021
9
Online Etymology Dictionary, “Denominasi”, diakses penulis dari
https://www.etymonline.com/word/denomination pada 14 Oktober 2021
10
Mary Faichild, “Perkembangan Denominasi Kristen” (Learn Religions :
https://www.learnreligions.com/christian-denominations-700530, Juni 2019) diakses pada 14
Oktober 2021
3
dengan karib dan konkret. Untuk itu, denominasi merupakan salah satu bentuk struktur perantara
dalam kehidupan gereja. Denominasi berperan dalam dua cara yaitu menyediakan ruang untuk
membedakan penghayatan keyakinan yang berbeda, dan menyediakan sarana untuk menghayati
berbagai bentuk kehidupan Kristen yang setia. Sehingga tampak bahwa denominasi merupakan
suatu struktur untuk perselisihan yang hidup dalam berbagai hal yang mungkin tidak disetujui
orang-orang Kristen yang setia. Barry Ensign-George menuliskan bahwa denominasi sebagai
kategori mewujudkan penegasan bahwa gereja bisa berbentuk jamak tanpa merusak kesatuannya.
Denominasi juga sebenarnya telah menjadi aporia (kontradiksi internal yang tak terpecahkan
atau disjungsi logis dalam ajaran, atau pandangan) dalam kehidupan Kristen dan pikiran.11
II.1.4. Spiritualitas Keugaharian
Bentuk spiritualitas pertama kali ditermukan dalam surat abad kelima yang dikaitkan
dengan Jerome (342-420 M), di mana penggunaannya dekat dengan apa maksud Paulus dengan
‘spiritual’ (pneumatikos). Orang-orang Kristen, karena kelahiran baru mereka, ‘dipimpin oleh
Roh’ (Rom. 8 : 14) dan ‘hidup oleh Roh’ (Gal. 5 : 25). Oleh karen itu, kata itu merujuk bukan
pada roh manusia tetapi Roh Kudus12 yang memenuhi manusia tersebut. Jelas bahwa kata ‘spirit’
sendiri berasal dari kata Ibrani: ruach; Yunani: pneuma; Latin, spiritus merupakan kata yang
pertama kali digunakan oleh jemaat mula-mula untuk menggambarkan karakter orang yang telah
masuk ke dalam kerajaan Allah, yakni sebagai seorang manusia yang memiliki Roh Kudus
sebagai hal yang pokok dan menentukan prinsip kehidupannya.
Andreas menguraikan bahwa spiritualitas merupakan sikap hidup yang terpancar dari
keyakinan tertentu yang menghidupkan segala sesuatu.13 Secara sederhana pula, spiritualitas
adalah sikap batin menanggapi pengalaman dan perkembangan kehidupan dengan mengacu pada
tradisi dan agama.14 Dalam istilah Kristen, spiritualitas berarti “hidup sebagai orang Kristen,”
dengan demikian tampak bahwa keseluruhan kehidupan mereka telah menanggapi panggilan
Allah untuk hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Untuk itu spiritualitas mencakup seluruh
kekuatan berpikir, berperasaan, nilai hidup manusia yang secara nyata tampak melalui melalui
11
Barry Ensign – George, “Denomination an Ecclesiological Category : Sketching an
Assessment”, dalam Paul M. Collins dan Barry Ensign-George, Denomination : Essessing an
Ecclesiological Category, (New York : T&T Clark International, 2011), 1-17
12
David J. Atkinson & David F. Field, New Dictionary of Christian Ethics & Pastoral Theology,
(England : Inter-Varsity Press, 1995), 913
13
Andreas A. Yewangoe, Tidak ada Ghetto : Gereja di dalam Dunia, (Jakarta : Gunung Mulia,
2011), 99
14
Einar M. Sitompul, Gereja Menyikapi Perubahan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012), 42
4
sikap dan tingkah lakunya menghasilkan buah-buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera,
kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Gal. 5:22-
23).
Sedangkan kata ‘ugahari/keugaharian’ merupakan istilah Melayu kuno yang bisa
diartikan sebagai ‘cukup’; ‘memadai’; ‘tidak berlebih-lebihan’; ‘tidak rakus’; ‘adil, berkeadilan’.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “ugahari” (atau ke-ugahari-an) adalah
kesederhanaan, kesahajaan; walaupun harta yang bersangkutan melimpah ruah, ia toh hidup
dalam “ugahari” dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Kata tersebut mecakup unsur moral (tahu
batas) dan unsur intelektual yang bisa diterjemahkan dengan istilah mawas diri.
Uniknya kata ini merupakan istilah yang paling tepat untuk menerjemahkan istilah
Yunani Sophrosyne. 15 Pernah menjadi dialog yaitu dalam Xarmides (Yunani: Χαρμίδης) yang
merupakan suatu dialog Plato tentang makna Sophrosyne (Bahasa Yunani), kata tersebut
biasanya diartikan dalam bahasa Inggris sebagai “temperance” (‘kesahajaan’), “self-control”
(‘kontrol diri’), atau “restraint” (‘pengekangan’), dan dialog tersebut tidak pernah berakhir pada
defenisi yang memuaskan.16 Perjanjian Baru mencatat ‘Sophrosyne’ (1 Tim. 2:9) dekat dengan
kebijaksanaan praktis sehingga manusia menjadi tahu batas. Ini adalah kebajikan yang berbeda
dari kehidupan orang Kristen. Ugahari atau pengendalian diri sekaligus merupakan ciri khas
karakter Yesus dan ‘buah Roh’ (Mat. 11:18-19; Gal. 5 : 22-25; Ef. 3 :14-21; 1 Ptr. 1:13-16). 17
Dengan demikian, spiritualitas keugaharian merupakan kebijaksanaan dari Tuhan menghasilkan
buah-buah Roh secara khusus menjadi sederhana, indah dan adil dalam segala hal.

II.2. Landasan Dogmatis-Biblis


II.2.1. Kristus Sebagai Pusat dan Gereja Sebagai Bukti Kehadiran-Nya di Bumi
Berdasarkan teks-teks Efesus 1 : 20-23; Kolose 1 : 1818, Kristus digambarkan sebagai
Kepala atas semua jemaat. Gereja ialah tubuh-Nya. Kolose dan Efesus sama-sama menekankan
15
Devona Tangel, Spiritualitas Keugaharian : Gaya Hidup yang Secukupnya – Memberi Diri
Sepenuhnya, (https://www.dodokugmim.com/spiritualitas-keugaharian-gaya-hidup-yang-
secukupnya-memberi-diri sepenuhnya/, 2019), diakses pada 27 September 2021; pukul 01.00
WIB
16
Wikipedia, Xarmides (dialog), (https://id.wikipedia.org/wiki/Xarmides_(dialog), 31 Mei 2021),
diakses pada 27 September 2021
17
David J. Atkinson & David F. Field, New Dictionary of Christian Ethics & Pastoral Theology,
(England : Inter-Varsity Press, 1995), 947
5
kepemimpinan Kristus dan kuasa-Nya. Dalam Kolose, Kristus adalah Kepala karena Dia
memegang segala sesuatu bersama-sama, Dia adalah awal mula sehingga Dia sendiri menempati
tempat pertama dalam segala hal. Dalam Efesus, Kristus adalah Kepala karena Dia adalah
Juruselamat. Kristus mengasihi Gereja dan menyerahkan diri-Nya baginya (Ef. 5 : 25). Gereja
didirikan dan dilahirkan oleh Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kesatuan Gereja
dengan Kristus ialah pada tubuh-Nya yang tampak dan berdiri di bumi sebagai bukti kehadiran-
Nya. Melalui sakramen, manusia dipersatukan dengan Kristus dan satu sama lain. Sehingga,
orang-orang percaya memiliki peran dalam membangun tubuh dan diberi karunia untuk
memenuhi peran itu yaitu mengambil bagian dalam pekerjaan-Nya yaitu pekerjaan keselamatan.
II.2.2. Perjamuan Kudus sebagai Perayaan
Teks Matius 26 : 20, Markus 14 : 17-26, Lukas 22 : 14-20 dan 1 Korintus 11 : 17-34
memusatkan perhatian kepada makna penderitaan Yesus dengan melaporkan penetapan
Perjamuan Malam Terakhir. Sehingga, Perjamuan Malam dimaksudkan sebagai pengenangan
makna kematian Yesus sebagai kurban bagi umat-Nya. Kematian-Nya bukan lah kematian
seperti manusia biasa, tetapi suatu pengurbanan yang menggantikan orang lain, yang mana akan
membawa manfaat-manfaat rohani bagi umat-Nya. Pada hakikatnya, Perjamuan Malam
merupakan pemberitaan tentang makna kematian Yesus di sepanjang waktu yang mana akan
berpuncak pada kedatangan-Nya yang kedua kali. 19 Namun, penulis mengangkat teks ini sebagai
teks yang menandakan adanya makna yang tersirat bagi kerohanian umat-Nya. Pada sejarah
Gereja, perayaan pemecahan roti dan pembagian anggur tersebut dilaksanakan pada salah satu
Sakramen yang dipercayai dan disaksikan yaitu pada Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus
menjadi peringatan atas penderitaan yang dialami Yesus dan jalan menerima kasih karunia-Nya.

III. Peran Gereja sebagai Wadah Perayaan Keragaman Denominasi


III.1. Identifikasi Fakta Sosial Warga HKBP Immanuel Batu 4
III.1.1. Deskripsi Wilayah Desa Dolok Marlawan

18
Ernest S. Williams, Systematic Theology : Volume Three, (USA : Gospel Publishing House,
1953), 98
19
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2 : Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen,
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015), 59-62
6
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Immanuel Batu 4 merupakan suatu Gereja yang
berada di Desa Dolok Marlawan. Demikian juga dengan sebagian besar warga HKBP Immanuel
Batu 4 tinggal dan melakukan rutinitasnya di desa tersebut. Sehingga, urgen untuk membahas
bagaimana keadaannya. Adapun desa Dolok Marlawan merupakan suatu Desa / Nagori20 yang
berada di wilayah Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia.
Secara geografis, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pantoan Maju dan Laras. 21

Sebelah Barat berbatasan dengan Siantar State dan Pematang Simalungun, sebelah Utara
berbatasan dengan Pematang Simalungun dan Desa Laras Dua dan sebelah Selatan berbatasan
dengan Marihat Baris dan Pantoan Maju.22 Total luas wilayah Desa ialah 3,17 Km2 tanpa adanya
hutan.23 Desa terdiri dari tujuh Dusun, antara lain : Huta Sada. Huta Dua, Huta Tolu, Huta Opat,
Huta Lima, Huta Onom, dan Huta Pitu.
Adapun statistika penduduk Desa Dolok Marlawan ialah sebagai berikut :
KK (Kepala KKP (Kartu Keluarga Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Total (jiwa)
Keluarga) Perempuan)
872 226 1.551 1.625 3.176
Agama mayoritas yang dianut warga Desa ialah Kristen dengan frekuensi 98%25 yang
24

terdiri dari denominasi yang berbeda-beda. Adapun Gereja-gereja yang ada di Desa Dolok
Marlawan, antara lain : HKBP Immanuel Batu 4; GKPI Dolok Marlawan; BNKP Batu 4; GKII;
GpdI; Gereja Tuhan; Khatolik; dan HKBP Pardamean. Adapun HKBP Immanuel Batu 4, GKPI
Batu 4, BNKP Batu 4, GKII, GpdI dan Gereja Tuhan berada di huta 4. Sedangkan, Khatolik dan
HKBP Pardamen berada di huta 7. Sehingga, melihat berbagai denominasi Gereja berada di satu
tempat, maka tampak bahwa warga-warga tinggal berdampingan dengan berbeda denominasi.
Bahkan, sebagian warga terdaftar dalam Gereja yang berada di Desa Sejahtera yaitu HKBP

20
Nagori merupakan bahasa Batak Simalungun yang berarti Desa. Masyarakat sekitar masih
melestarikan berbagai istilah yang digunakan masyarakat dahulu, seperti Pangulu sebutan untuk
Kepala Desa, Gamot sebutan untuk Ketua RT.
21
Percakapan dengan Bapak Simanjuntak (Ketua Rukun Tetangga/Gamot dusun Huta Opat)
22
Percakapan dengan Bapak Turnip (Sekretaris Desa)
23
Berita Acara Penetapan Status Desa, 2021.
24
Berita Acara Penetapan Status Desa, 2021
25
Bapak Turnip (Sekretaris Desa), percakapan di Kantor Kepala Desa pada 16 September 2021
pukul 09.10 WIB
7
Pardomuan Nauli, Gereja Methodis dan di Desa Pantoan Maju yaitu Gereja Khatolik dan HKI
Batu 4.26
Adapun tingkat keamanan masyarakat di Desa terbilang sangat aman 27 sebab berdasarkan
data, tidak tercatat satu pun konflik, baik konflik antar kelompok masyarakat, kelompok
masyarakat dengan aparat keamanan, kelompok masyarakat dengan aparat pemerintah, kejadian
konflik antar pelajar/ mahasiswa/ pemuda, konflik antarsuku, konflik antaragama dan konflik
lainnya. Sedangkan keadaan sosial masyarakat Desa Dolok Marlawan terbilang baik sebab,
Kepala Desa berusaha memupuk kebersamaan warga melalui beberapa kegiatan, antara lain :
pertama, menghimbau warga untuk melaksanakan gotong royong (6 kali / tahun); kedua,
menyediakan ruang publik terbuka bagi warga tanpa perlu membayar; ketiga dibentuknya
kelompok Karang Taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Perkumpulan Agama,
Panti Asuhan, Kelompok Arisan, Kelompok Tani, Kelompok Ternak, dan Kelompok Pengrajin;
keempat warga Desa mengikuti musyawarah Desa (12 kali/ tahun) dan Kelompok perempuan
mengikuti musyawarah Desa.28 Di samping itu, Kepala Desa mengarahkan wara untuk
melaksanakan pembibitan dan penanaman padi supaya serentak, mendorong semangat Gereja
untuk melaksanakan kegiatan Paskah dan Natal bersama.29

III.1.2. Realita Keadaan Sosial Warga HKBP Immanuel Batu 4 dengan Denominasi Lain
HKBP Immanuel Batu 4 merupakan satu-satunya gereja pagaran dari HKBP Ressort
Satia yang berada di Jln. Asahan KM. IV Pematangsiantar. Gereja ini terletak di dusun Huta
Opat (masuk ke dalam), tepatnya +- 50 Meter dari Jalan lintas Asahan, serta jarak antara gereja
ini ke ressort +- 3 Km. Adapun Gereja bertetangga dengan penduduk mayoritas (bahkan hampir
semua) adalah orang Kristen Batak. Namun, perlu diketahui bahwa jemaat dari gereja ini tidak
banyak berkumpul di satu titik pada lokasi permukiman tersebut, tetapi jemaat bertempat tinggal
di berbeda-beda tempat yang terdiri dari 4 lingkungan / sektor, antara lain : Lingkungan I : St.
M. br. Manurung sebagai penatua lingkungan. Jemaat lingkungan I berada di Desa Dolok
Marlawan, tepat di Huta Sada; Lingkungan II : St. R. br. Manurung sebagai penatua
26
Bapak Turnip (Sekretaris Desa), percakapan di Kantor Kepala Desa pada 16 September 2021
pukul 09.10 WIB
27
Janer Simarmata (Kepala Desa), percakapan di Kantor Kepala Desa pada 16 September 2021
pukul 09.30-13.00 WIB
28
Berita Acara Penetapan Status Desa, 2021
29
Janer Simarmata (Kepala Desa Dolok Marlawan), percakapan di Kantor Kepala Desa pada 16
September 2021 pukul 09.30-13.00 WIB
8
lingkungan. Jemaat lingkungan II berada sekitar Jalan Asahan di Desa Dolok Marlawan, Desa
Sejahtera, dan Desa Pantoan Maju, dan sepanjang jalan Huta Opat; Lingkungan III : St. R.
br. Lumbantobing sebagai penatua lingkungan. Jemaat lingkungan III berada di sekitar Desa
Dolok Marlawan, tepat di Huta Opat, Gg. Mulia Tani; Lingkungan IV : St. Gultom sebagai
penatua lingkungan. Jemaat lingkungan IV berada di sekitar Rambung Merah, Porsea, Bondar
(Huta Onom), Huta Pitu dan bahkan ada di Kota Pematangsiantar.
Warga Gereja HKBP Immanuel Batu 4 sebagian besar merupakan Warga Desa Dolok
Marlawan yang berada di Huta Sada, Huta Opat, Huta Onom dan Huta Pitu. Seluruh warga
gereja bertetangga dengan Gereja dari denominasi lain seperti warga Gereja Methodis, Khatolik,
GKPI bahkan HKI (yang berada di Desa Pantoan Maju). Walaupun demikian, mereka semua
hidup dengan aman, sebab berbeda denominasi tidak menjadi penghalan bagi mereka untuk
berinteraksi sosial.30 Di samping itu, seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa demikian juga
Pimpinan Gereja sebagai Majelis Perbendaharaan31 mengatakan bahwa dilaksanakan berbagai
kegiatan demi memupuk persaudaraan dan kesatuan setiap warga, antara lain :
1. Paskah Parsahutaon (satu kompleks) ; adapun perayaan Paskah dilaksanakan satu kali
setahun. Semua warga yang berada pada satu kompleks mengikuti perayaan dengan
beribadah dan melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Adapun peribadahan dipimpin oleh
Pendeta yang diundang dari luar daerah secara bergantian, baik Pendeta dari HKBP, HKI,
Methodis, dsb,. 32
2. Natal satu Desa : demikian juga dengan perayaan Natal yang dilaksanakan satu Desa Dolok
Marlawan dalam satu kali setahun. Peribadahan dipimpin oleh Pendeta yang diundang dari
luar daerah secara bergantian, baik Pendeta dari HKBP, HKI, Methodis, dsb,.
3. Ibadah Minggu Umum : Adapun beberapa warga Gereja HKBP Immanuel Batu 4 kadangkala
melaksanakan Ibadah Minggu di Gereja denominasi lain ketika mereka terlambat menuju
Gereja HKBP Immanuel Batu 4.33 Demikian dengan Sekolah Minggu, ada 3 orang anak
30
D. Hutagaol (Majelis Perbendaharaan / Parartaon HKBP Immanuel Batu 4), percakapan di
rumah dinas Gereja pada 20 September 2021 pukul 16.00-17.09 WIB
31
Majelis Perbendaharaan merupakan beberapa orang pelayan tahbisa membantu Pimpinan
Jemaat untuk mengelola harta dan administrasi Jemaat (Aturan dohot Paraturan HKBP, 2015;
35).
32
Grace Sitinjak, dkk., (Remaja HKBP Immanuel Batu 4), percakapan di Gereja pada 24
September pukul 13.20-17.00 WIB
33
Bintang Tampubolon (warga gereja HKBP Immanuel Batu 4), percakapan melalui WhatsApps
pada 05 September 2021 pukul 20.00 WIB
9
Sekolah Minggu (Warga Jemaat GKPI) yang melaksanakan Ibadah di Gereja HKBP
immanuel Batu 4 setiap hari Minggu. Walaupun demikian, Guru Sekolah Minggu tetap
menerima dan menyeberangkan mereka tanpa membedakan denominasi apabila pulang dari
Sekolah Minggu.
4. Kehidupan sehari-hari : beberapa anggota gereja mengakui bahwa tidak ada alasan maupun
batasan untuk melaksanakan empati terhadap tetangga mereka walaupun berasal dari gereja
yang berbeda. Terbukti dalam beberapa kesempatan, seorang Ibu warga HKBP Immanuel
Batu 4 memberikan bantuan kepada anak-anak yang kurang diberi perhatian (Khatolik)
dengan memberikan mereka uang, makanan bahkan menyuruh mereka untuk mandi apabila
terlihat kotor.34 Kemudian, apabila ada keluarga yang berdukacita maka semua warga di Desa
akan turut serta menghibur baik melalui kunjungan melaksanakan ibadah, berdoa, bernyanyi,
mengucapkan rasa empati serta mendengarkan Firman Tuhan.
5. Perayaan Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia : setiap tahun, seluruh warga yang berada
di Gg. Mulia Tani dan berbagai komplek lainnya melaksanakan pesta Hari Ulang Tahun
(HUT) Republik Indonesia (RI). Setiap warga memeriahkan acara dengan melaksanakan
upacara, bernyanyi, melaksanakan permainan, dan pertandingan.35

III.2. Gereja Universal


a. Kristus adalah Pusat
Gereja dalam arti universal ialah bahwa gereja terdiri atas semua orang yang mana telah
dilahirkan kembali oleh Roh Allah dan telah dibaptiskan menjadi anggota tubuh Kristus (1 Kor.
12 :13; 1 Ptr. 1 :3, 22-25). Kristus lah yang membangun jemaat-Nya bukan membangun jemaat
atau banyak gereja (Mat. 16:18), 36 melalui ayat tersebut juga tampak bahwa Gereja adalah milik
Tuhan yang bertumpu pada pribadi dan karya Kristus. Penulis melihat bahwa melalui Gereja
dalam arti universal ini, tampak bahwa Gereja itu esa adanya di dunia. Terdapat keesaan Gereja
menurut Calvin yang dituangkan dalam Institutio37, antara lain ; pada institutio 1536 butir ketiga
34
Helmi Sianturi (Ny. D. Hutagaol) percakapan di kedai Gg. Mulia Tani pada 16 September
2021 pukul 16.00 – 17.00 WIB
35
D. Hutagaol
36
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, terj. Gandum Mas (Malang : Gandum Mas, 2008),
476-477
37
Calvin ialah figur Oikumene yang besar dan terkemuka, hal tersebut terlihat dari karya-
karyanya mulai dari institutio, tafsiran Alkitab, surat-surat, traktat-traktat, katekismus hingga
khotbah-khotbahnya. Institutio terdiri dari berbagai edisi seperti edisi 1536, 1539, 1543, dan
10
dituliskan bahwa keesaan Gereja terletak dalam Kristus. Kristuslah yang menjadi pusat dan dasar
gereja. Karena itu, Kristuslah yang mempersatukan Gereja. Dikatakan demikian, sebab
Kristuslah yang menjadi Kepala, yang memimpin sekaligus yang memerintah atas gereja.
Kemudian pada Institutio 1559, ditekankan bahwa Kristus hanya ada satu dan idak terbagi-bagi,
sehingga keesaan gereja didasarkan atas keuniversalan gereja dan ketidakterbagian Kristus. Di
samping itu, keabsahan suatu gereja maupun tanda-tanda yang hidup dari gereja ialah adanya
pemberitaan Firman dan pelayanan Sakramen, kedua tanda ini lah yang mutlak mempersatukan
format gereja yang berbeda-beda.38
Konfessi HKBP juga merumuskan kepercayaan dan kesaksian tentang keesaan Gereja,
bahwa :
“Gereja di dunia ini Esa adanya, itulah Tubuh Kristus. Karena itu, hanya Kristuslah dasar keesaan, karena
keesaan bukanlah seperti kesatuan duniawi yang dimaksud di sini. Yang dimaksud adalah keesaan
kerohanian. Didorong oleh keesaan kerohanian itu nyatalah keesaan di dalam kehidupan iman, baptisan,
pengharapan, hati yang saling mengerti, tolong menolong, saling mempercayai, saling mengasihi, dan juga
dalam semua kegiatan oikumenis (Ef. 4:4-6; 1 Kor. 12:20; Yoh. 17 : 20-21). Dengan ajaran ini HKBP

menentang dan menolak ajaran tentang kesatuan yang tidak berdasarkan Yesus Kristus.”39

Gerakan-gerakan Oikumenis juga turut serta mendorong kesatuan Gereja, seperti Dewan
Gereja-gereja se-Dunia, Dewan ini adalah suatu persekutuan gereja-gereja yang menerima Tuhan
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Gerakan oikumenis berusaha mencari
persekutuan dengan mereka yang terpisah-pisah oleh batas-batas gerejawi, tetapi yang tetap
merupakan bagian dari persekutuan satu tubuh Kristus. Untuk itu, DGD ialah sekedar alat untuk
memungkinkan dan menggiatkan saling keterhubungan di antara gereja-gereja, di hadapan dunia
gereja-gereja diharapkan akan memberi perhatian pada kesaksian bersama mengenai Tuhan yang
sama.
Dengan demikian keesaan Gereja adalah baik dan merupakan kehendak Allah maupun
anugerah-Nya bagi Gereja-Nya40. Sebab Gereja itu esa yang berpusat pada Kristus, selagi apabila

1559.
38
Sularso Sopater, Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di Indonesia : Buku Penghormatan 70
Tahun Prof. DR. Sularso Sopater , (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), 298-309
39
Kantor Pusat HKBP, Panindangion Haporseaon Pengakuan Iman HKBP The Confession of
Faith of The HKBP Konfessi Tahun 1951 dan Tahun 1996, (Cet.ul. Pematangsiantar : Unit
Usaha Percetakan HKBP, 2013), 135-136
40
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen : dari Abad Pertama sampai dengan Masa
Kini, terj. A.A. Yewangoe (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1999), 310-314
11
di setiap tempat terdapat orang-orang yang dibaptiskan ke dalam Yesus Kristus dan mengakui
Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat dibawa oleh Roh Kudus ke dalam satu persekutuan yang
terpanggil penuh.

b. Gereja sebagai Tubuh Kristus


Gereja adalah persekutuan orang percaya kepada Yesus Kristus di dunia ini, yang
dipanggil, dikumpulkan, dikuduskan dan ditetapkan Allah melalui Roh Kudus. Gereja sebagai
tubuh Kristus (1 Kor. 12:12, 13, 27) serta Kristus sebagai Kepalanya (Kol. 1:18-20; 2:19; Ef.
1:22-23; 4:15,16; 5:24). Konteks dalam Efesus jelas bahwa Kristus melaksanakan bagian dari
sorga (Ef. 1:20). Pandangan ini merujuk kebangkitan Kristus dan pelayanan bait suci surgawi-
Nya. Pelayanan bait suci surgawi ini mencakup hubungan kepemimpinan dengan gereja-Nya.
Tidak tampak penyerahan gereja ke tangan manusia, karena gereja itu ada di tangan empunya
yaitu Kepalanya, Yesus Kristus. Sebab tidak ada yang lain dapat memenuhi syarat untuk
menduduki kepemimpinan gereja, karena hanya Yesus Kristus yang hidup, mati, bersyafaat, dan
akan kembali pada Kedatangan Kedua untuk membawa umat-Nya pulang. Orang percaya
dibaptis ke dalam Tubuh (1 Kor. 12:13) sebagai “anggota tubuhnya” (Ef. 5:30). Kristus adalah
pemimpin gereja yang sebenarnya. Itulah sebabnya gereja disebut gereja Kristen karena Kristus
adalah yang tertinggi. Yang mana orang Kristen berpusat pada Kristus, seperti Kristus, dan
hidup untuk mengangkat, memuji memuliakan Kristus.
Adapun metafora tubuh merujuk bahwa anggota memiliki karunia yang berbeda untuk
melakukan fungsi yang berbeda (1 Kor. 12:14-26). Paulus mencantumkan beberapa karunia ini
dalam ‘tubuh Kristus’, seperti rasul, nabi, guru, pembuat mujizat, penyembuh, administrator, dan
penutur bahasa (1 Kor. 12:27-28). Masing-masing berfungsi dan berbakat dalam menyelesaikan
tugas yang berbeda-sama seperti dalam tubuh manusia di mana masing-masing berfungsi dan
saling berkontribusi pada tubuh secara keseluruhan. Tetapi tanpa Roh Pemberi karunia, tentu
karunia-karunia ini ini tidak akan pernah memiliki kekekalan dalam membawa orang lain untuk
diselamatkan. Roh memberikan karunia tidak hanya untuk membangun gereja sebagai suatu
struktur tetapi untuk memberi karuni untuk memajukan misi Kristus bagi orang lain. Karunia-
karunia ini diberikan bukan untuk membawa kebanggaan bagi penerimanya tetapi untuk
memperlengkapi individu itu untuk mencerminkan kehendak Kristus bagi orang lain. Adapun
Gereja menjadi kudus karena dikuduskan oleh Kristus dan Allah memperhitungkan mereka

12
sebagai orang kudus. Orang yang dipenuhi Roh akan selalu rendah hati dan hidup untuk
meninggikan Kristus sama seperti Roh Kudus (Yohanes 16:12-14).41
Konfessi HKBP juga merumuskan kepercayaan dan kesaksian tentang Gereja pada
Konfessie 1996 pasal 7 mencatat pengakuan iman HKBP mengenai Gereja pada bagian C
dengan mempercayai dan menyaksikan bahwa :
“Gereja itu adalah Am. Gereja yang Am, yaitu persekutuan semua orang kudus, yaitu mereka yang
mendapat bagian dalam Yesus Kristus, yang berasal dari setiap daerah atau bangsa, marga, kaum, yang
kaya, yang miskin, laki-laki atau perempuan dan dari segala bahasa (Wahyu 7 : 9; Gal. 3 : 28; 1 Kor. 11 : 7-
12), dan yang mendapat bagian akan pemberian-Nya, yaitu : Kabar baik, Roh Kudus, Iman, Kasih dan
Pengharapan. Dengan ajaran ini, kita menekankan Gereja tidaklah berlainan walaupun status sosial dan
yang kebangsaan warganya berbeda-beda. Kita menolak pemahaman yang menganggap Gereja itu sebagai
Gereja kebangsaan dan yang berpendapat bahwa tidak ada hubungan Gereja yang satu dengan Gereja yang
42
lainnya.”

Seperti yang dicatat Donald tentang metafora pengkotakan di dunia dengan papan catur.
Tetapi juga menegaskan bahwa Yesus menunjukkan cara-cara yang kreatif untuk menembus
kotak-kotak, melintasi garis-garis pemisah, menyeberangi perbatasan dan menghadapi orang
sebagaimana mereka apa adanya. Berjalan menerobos rintangan-rintangan yang dipasang di
antara kelompok-kelompok yang saling berbeda bahkan bermusuhan. Melintasi papan catur
sosial. Yesus tidak mengindahkan norma-norma sosial yang menetapkan pada siapa, kapan dan
di mana interaksi sosial boleh terjadi. Yesus mengabaikan kotak-kotak sosial saat orang-orang
Herodian dan Farisi mencoba menjebak Yesus dalam masalah pajak, mereka mendahului
pertanyaan yang sulit dengan pujian, “Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau
telah mengajarkan jalan Allah dengan segala kejujuran” (Mrk. 12:14). 43
Jadi jelas bahwa Gereja
sebagai tubuh Kristus adalah satu, walau berbeda secara organisasi, tidak lah boleh menghalangi
rasa kasih terhadap sesama.
III.3. Perayaan Keragaman Denominasi
III.3.1. Perayaan Perjamuan Menuju Pelayanan Sosial

41
Norman R. Gulley, Systematic Theology : The Church and the Last Things, (Michigan :
Andrews University Press, 2016), 98
42
Kantor Pusat HKBP, Panindangion Haporseaon Pengakuan Iman HKBP The Confession of
Faith of The HKBP Konfessi Tahun 1951 dan Tahun 1996, (Cet.ul. Pematangsiantar : Unit
Usaha Percetakan HKBP, 2013), 134-136
43
Donald B. Kraybill, Kerajaan yang Sungsang, terj. S.L. Tobing-Kartohadiprojo dab Stephen
Suleeman, Cet.4 (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2005), 197
13
Perayaan Keragaman Denominasi didasarkan pada Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus
merupakan peringatan kematian dan kebangkitan Kristus, tetapi penulis juga mengangkat bahwa
Perjamuan Kudus ini berarti persekutuan dengan Kristus dan dengan umat-Nya. Ketika makan
dan minum Perjamuan tersebut, orang percaya sekaligus diingatkan adanya penguatan (kembali)
persekutuan dengan sesama dan dengan Allah. Konfessi HKBP merumuskan kepercayaan dan
kesaksian tentang Perjamuan Kudus dengan dasar Mat. 26 : 20; Mrk. 14 : 17-26; Luk. 22 : 14-20;
1 Kor. 11 : 17-34 yaitu memakan roti sebagai saluran Tubuh Tuhan Yesus Kristus dan meminum
anggur sebagai saluran darah Yesus Kristus supaya menerima keampunan dosa, kehidupan dan
kebahagiaan. Perjamuan Kudus juga dipahami sebagai pesta sukacita bagi orang yang ikut,
karena itu adalah pendahuluan dari persekutuan yang kekal serta tanda syukur mengingat
penebusan Tuhan Yesus Kristus, dan jalan menerima kasih karunia-Nya.44
Perayaan Perjamuan Kudus menjadi salah satu titik berangkat warga gereja untuk
merayakan suatu pelayanan sosial terhadap sesama. Seperti pada teks Lukas 4 : 18-19 yang
dikutip dari Yesaya 61 : 1-2 menggambarkan bagaimana pelayanan Yesus di dunia ini melalui
pewartaan kabar baik bagi orang miskin, memberikan pembebasan bagi orang yang tertawan,
memberikan penglihatan bagi yang buta, memberikan pembebasan bagi orang yang tertindas,
dan mewartakan tahun rahmat Tuhan. Melalui kehidupan internal ibadah Perjamuan Kudus,
pengucapan syukur, menuturkan doa syafaat, perencanaan bagi misi dan penginjilan, gaya hidup
sehari-hari untuk bersolidaritas dengan orang miskin, melawan kuasa-kuasa penindasan terhadap
manusia, gereja berusaha untuk memenuhi panggilan penginjilan tersebut.45
III.3.2. Spiritualitas Keugaharian : Merayakan Keragaman Denominasi Gereja
Melulu soal kesatuan, namun kali ini kita pandang dari sudut antropologinya, didasarkan
teks Kejadian 1 : 27 yaitu yang melaporkan bahwa Allah menciptakan manusia seturut dan
segambar dengan rupa-Nya (Imago Dei). Pada teks Kejadian 1 :1-2:3 Allah menciptakan seluruh
mahkluk dengan teratur, setiap mahkluk ciptaan-Nya dijamin baik, utuh dan sesuai dengan
tujuan-Nya. Adapun manusia adalah paling istimewa di antara semua mahluk, sebab dibentuk
dengan “gambar dan rupa” Allah; diberikan mandat untuk dapat “memerintah dan menaklukkan”
bumi seperti Tuhan. Namun, sederhananya manusia adalah wakil Tuhan di dunia ini sebab
44
Kantor Pusat HKBP, Panindangion Haporseaon Pengakuan Iman HKBP The Confession of
Faith of The HKBP Konfessi Tahun 1951 dan Tahun 1996, (Cet.ul. Pematangsiantar : Unit
Usaha Percetakan HKBP, 2013), 138
45
Band. Terj. Joas Adiprasetya, Gereja : Menuju Sebuah Visi Bersama oleh Persekutuan Gereja-
gereja Indonesia (PGI), (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2019),4
14
manusia memiliki kapasitas untuk membuat keputusan yang mempengaruhi bumi dan
penghuninya secara positif atau negatif.46 Demikian pada teks 1 Korintus 11 : 7 dapat dilihat
sebagai pernyataan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama adalah gambaran Allah. Menurut
Paulus, proses keselamatan ialah suatu proses penyesuaian pada gambaran terhadap Kristus. 47
Kemudian, dalam teks Galatia 3 : 28 dituliskan bahwa seluruh manusia satu menerima
keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus. Setiap manusia diikat oleh kasih Kristus, baik perempuan
maupun laki-laki. Berdasarkan kedua teks, pada hakikatnya manusia diciptakan setara dan tiada
pembeda di hadapan Allah dan semua orang percaya juga turut dalam ikatan kasih Kristus.
Demikian dengan berbicara dengan denominasi, Henry dalam bukunya menekankan
bahwa Gereja bukan denominasi karena pemakaian istilah gereja sebagai denominasi tidak ada
dalam Alkitab. Bahkan beberapa denominasi mungkin mengakui bahwa mereka lah gereja yang
benar, tetapi perlu mengingat bahwa Firman Allah tidak merestui perpecahan seperti itu (1 Kor.
1 :11-17). Memang realitanya banyak denominasi, tetapi hanya ada satu gereja sejati yang
sifatnya universal yaitu semua orang yang telah dilahirkan kembali oleh Roh Allah dan telah
dibaptiskan menjadi anggota tubuh Kristus ( 1 Kor. 12 : 13; 1 Ptr. 1:3,22-25).48
Adapun spiritualitas keugaharian memberikan warna tersendiri mengenai arti
kesejahteraan dan kebahagiaan sebab datang dari sikap hidup manusia yang mampu
mengendalikan diri dengan berkata cukup dan memperlakukan sesama seperti diri sendiri dengan
meneladani gaya hidup Yesus yang membuktikan bahwa kesederhanaan memiliki makna yang
mendalam. Dengan demikian, seseorang akan lebih bijaksana ketika hidup berdampingan dalam
persekutuan walaupun berada di tengah banyak organisasi Gereja yang berbeda.
Dalam persekutuan dengan sesama, manusia diingatkan bahwa relasi-relasi antar-
manusia semestinya merupakan relasi perdamaian dan tidak ada perseteruan di antara sesama
anggota persekutuan. Tetapi dasar dari persekutuan itu terletak pada Allah, atau lebih tepat pada
Kematian dan Kebangkitan Kristus yang adalah inkarnasi Allah. Itu berarti bahwa perayaan
Perjamuan Kudus tidak hanya mengandung ritus di dalamnya, tetapi sekaligus juga memiliki
dampak sosial. Dapatkah efek sosial yang diperoleh dari perayaan Perjamuan Kudus itu
diperluas hingga ke luar yaitu ke luar HKBP, masyarakat sekitarnya yaitu yang berasal dari
46
Paul R. House, Old Testament Theology, (USA : InterVarsity Press, 1998), 59
47
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1 : Allah, Manusia, Kristus, (Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 2015), 188-189
48
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, terj. Gandum Mas (Malang : Gandum Mas, 2008),
475-476
15
denominasi yang berbeda sehingga dapat dikatakan sebagai perayaan keragaman denominasi?
Bahkan mungkin juga dapat menyalurkan efek sosial kepada bangsa Indonesia. Mestinya dapat.
Tentu tidak dimaksudkan bahwa siapa saja boleh mengikuti Perjamuan Kudus yang
diselenggarakan oleh Gereja sebab mereka juga tidak rela melakukannya, tetapi untuk orang
yang berasal dari beragam denominasi tentu sudah mengikuti Perjamuan Kudus juga walau
melalui organisasi yang berbeda. Sehingga, dampak relasi-relasi sosial yang dipulihkan melalui
perayaan Perjamuan itu mestinya tercermin juga di dalam perilaku orang-orang Kristen yang
merupakan agen-agen perdamaian di dalam masyarakatnya masing-masing. Adapun dampak
praktisnya adalah bahwa orang-orang Kristen akan selalu menjadi pelopor bagi suatu proses
pemulihan manusia baik antar-denominasi bahkan masyarakat yang selama ini dilanda oleh
berbagai masalah.

III.4. Sikap Etis : Gereja terhadap Lingkungan Sosial


Melalui pembahasan mengenai perayaan keragaman denominasi, sudah dituliskan juga
bahwa terdapat buah spiritual warga gereja melalui dampak praktis dari perayaan yang
dilaksanakan oleh orang Kristen. Buah iman tersebut ialah di mana orang Kristen akan selalu
menjadi pelopor bagi suatu proses pemulihan manusia baik antar-denominasi bahkan
masyarakat. Untuk itu, berangkat dari Gereja yang juga merupakan Lingkungan Sosial, maka
sebagai orang-orang Kristen tentu harus melaksanakan apa yang dikehendaki Tuhan dengan
kebijaksanaan. Memang terdapat banyak pengaruh masyarakat yang menentang kehendak Allah
baik godaan untuk hidup dalam kemewahan, kekayaan, maupun kelimpahan.49 Sehingga, tertutup
dengan suara panggilan untuk menyangkal diri untuk menolong orang miskin. Namun, dengan
bekal spiritual ugahari, maka warga Gereja mengendalikan diri dan membuka diri untuk dapat
bergabung dan berbagi dengan sesama.
Untuk itu, orang percaya membutuhkan persekutuan Kristen untuk menolong dari jeratan
pengaruh-pengaruh yang tidak sesuai dengan iman. Memang dalam suratnya, Rasul Paulus
menyerukan untuk tidak serupa dengan dunia ini (Rom. 12 :2), tetapi satu orang tidak mampu
melawan pengaruh banyak orang. Sehingga, Gereja lah sebagai tempat orang-orang Kristen
sebagai persekutuan yang dapat membimbing pemikiran dan mendukung kesetiaan orang
percaya kepada Allah. Melalui Gereja sebagai badan, orang-orang Kristen dapat bekerjasama
Malcom Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di dalamnya, (Jakarta :
49

BPK Gunung Mulia, 2009), 156


16
untuk mencapai tujuan etis. Tentu suaranya akan lebih kuat. Suara gereja diperdengarkan sebagai
suara yang melawan ketidak-adilan dan ketidakbenaran, untuk kepentingan orang-orang yang
miskin dan tidak berkuasa. Tidak hanya sekedar bersuara tetapi juga membantu dengan aksi baik
berupa materi, pendidikan, pembinaan, penguatan dan sebagainya. Sebab tujuan pertolongan
Kristen ialah menolong seorang untuk berdiri sendiri. Bukan hanya sekedar menolong orang-
orang secara pribadi, lebih luas lagi, Gereja bertugas berusaha mempengaruhi nilai-nilai dan
struktur masyarakat. Masyarakat yang dimaksud ialah yang terdiri dari berbagai perbedaan
pemikiran, pengajaran, denominasi Gerejanya bahkan beda agama khususnya di Indonesia ini.

IV. Kesimpulan
a. Gereja HKBP Immanuel Batu 4 dan Denominasi lain sebagai Tubuh Kristus
Gereja HKBP Immanuel Batu 4 dan Gereja-gereja lain yang ada di Dolok Marlawana
baik GKPI, BNKP, Khatolik, Gereja Tuhan, GKII, dan gereja lain merupakan Gereja yang
memberitakan Firman Tuhan dan melayankan Sakramen. Walau mungkin terdapat perbedaan
pada tata Ibadah, ajaran, tetapi semua Gereja ialah berpusat pada Kristus sebagai kepala Gereja-
Nya. Sehingga, semua Gereja tersebut ialah satu yaitu di dalam Kristus.
b. Warga Merayakan Keragaman Denominasi
Melalui kesadaran atas Gereja universal yaitu Kristus sebagai Pusat dan Gereja sebagai
tubuh Kristus. Maka, tidak ada ghetto / kotak penghalang untuk tetap melaksanakan perayaan
baik di ranah bertetangga, satu Gang, satu dusun, satu Desa, satu bangsa. Setiap warga Gereja
menjungjung persatuannya melalui kegiatan-kegiatan sosial yang dapat dilaksanakan. Walau di
tengah keragaman denominasi yang melingkupi warga jemaat HKBP Immanuel Batu 4, setiap
masyarakat yang tinggal di Dolok Marlawan tidak pernah melaksanakan keributan, maupun
perselisihan namun selalu menjunjung tinggi asas kehidupan keberagaman denominasi yang
sehat. Maka gereja turut untuk merayakannya melalui aksi solidaritas yang nyata. Itulah
perayaan kehidupan keragaman denominasi yang utuh, yang berarti merujuk kembali kepada
keahendak Yesus Kristus. Dengan semangat spiritualitas keugaharian, Gereja tidak sekadar
memberi contoh kepada denominasi lain, tetapi hendaknya disusul dengan langkah-langkah
berikutnya yaitu kepada penganut agama yang berbeda.
Adapun Spiritualitas keugaharian mengarahkan setiap warga gereja untuk mulai
mencukupkan diri dengan bijak memaknai setiap berkat. Tidak berhenti pada gaya hidup yang

17
sederhana, namun juga merupakan panggilan untuk solider dengan mereka yang termarginalkan,
terpinggirkan, terisoler karena berbagai persoalan hidup. Sebab puncak etis kebahagiaan adalah
memberi. Karena manusia diciptakan, diselamatkan dan dipanggil untuk melayani dan
memuliakan Allah Sang Pemberi melalui tindakan-tindakan sosial yang benar kepada seluruh
manusia tanpa pandang bulu.

Kepustakaan
Buku :
Adiprasetya, Joas. 2019. Gereja : Menuju Sebuah Visi Bersama oleh Persekutuan Gereja-gereja
Indonesia (PGI). Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Atkinson David J., & Field, David F., 1995. New Dictionary of Christian Ethics & Pastoral
Theology. England : Inter-Varsity Press.
Brownlee, Malcom. 2009. Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di dalamnya,. Jakarta

18
: BPK Gunung Mulia.
Borrong, Robert P. dkk., 2002. Berakar di dalam Dia & Dibangun di atas Dia. Jakarta : BPK
Gunung Mulia.
George, Barry Ensign., 2011. “Denomination an Ecclesiological Category : Sketching an
Assessment”, dalam Paul M. Collins dan Barry Ensign-George, Denomination :
Essessing an Ecclesiological Category. New York : T&T Clark International.
Gulley, Norman R. 2016. Systematic Theology : The Church and the Last Things. Michigan :
Andrews University Press.
Guthrie, Donald. 2015. Teologi Perjanjian Baru 1 : Allah, Manusia, Kristus. Jakarta : BPK
Gunung Mulia.
Guthrie, Donald. 2015. Teologi Perjanjian Baru 2 : Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan
Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
House, Paul R. 1998. Old Testament Theolog. USA : InterVarsity Press.
Huria Kristen Batak Protestan. 2015. Aturan dohot Paraturan Huria Kristen Batak Protestan.
Pematangsiantar : Unit Usaha Percetakan HKBP.
Kantor Pusat HKBP. 2013. Panindangion Haporseaon Pengakuan Iman HKBP The Confession
of Faith of The HKBP Konfessi Tahun 1951 dan Tahun 1996. Cet.ul.
Pematangsiantar : Unit Usaha Percetakan HKBP.
Lohse, Bernhard. 1999. Pengantar Sejarah Dogma Kristen : dari Abad Pertama sampai dengan
Masa Kini, terj. A.A. Yewangoe. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Singgih, Emanuel Gerrit., 2020. dari Ruang Privat ke Ruang Publik : Sebuah Kumpulan Tulisan
Teologi Kontekstual Emanuel Gerrit Singgih. Depok : Kanisius.
Sitompul, Einar M., 2012. Gereja Menyikapi Perubahan. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Sopater, Sularso. 2004. Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika di Indonesia : Buku
Penghormatan 70 Tahun Prof. DR. Sularso Sopater . Jakarta : BPK Gunung
Mulia.
Thiessen, Henry C., 2008. Teologi Sistematika, terj. Gandum Mas. Malang : Gandum Mas

Williams, Ernest S. 1953. Systematic Theology : Volume Three. USA : Gospel Publishing House.
Yewangoe, Andreas A. 2011. Tidak ada Ghetto : Gereja di dalam Dunia. Jakarta : BPK
Gunung Mulia.

19
-------------------. 2018. Allah Mengizinkan Manusia Mengalami Diri-Nya ; Pengalaman
dengan Allah dalam Konteks Indonesia yang Berpancasila. Jakarta : BPK
Gunung Mulia.

Wawancara :
Berita Acara Penetapan Status Desa Dolok Marlawan, 2021
Bintang Tampubolon. (warga gereja HKBP Immanuel Batu 4), melalui WhatsApps pada 05
September 2021 pukul 20.00 WIB
D. Hutagaol (Majelis Perbendaharaan / Parartaon HKBP Immanuel Batu 4), percakapan di
rumah dinas Gereja pada 20 September 2021 pukul 16.00-17.09 WIB
Grace Sitinjak, dkk., (Remaja HKBP Immanuel Batu 4), di Gereja pada 24 September pukul
13.20-17.00 WIB
Helmi Sianturi. (Ny. D. Hutagaol) di kedai Gg. Mulia Tani pada 16 September 2021 pukul 16.00
– 17.00 WIB
Janer Simarmata (Kepala Desa), di Kantor Kepala Desa pada 16 September 2021 pukul 09.30-
13.00 WIB
Simanjuntak (Ketua Rukun Tetangga/Gamot dusun Huta Opat)
Turnip (Sekretaris Desa), di Kantor Kepala Desa pada 16 September 2021 pukul 09.10 WIB

Internet :
Faichild, Mary., “Perkembangan Denominasi Kristen” (Learn Religions :
https://www.learnreligions.com/christian-denominations-700530, Juni 2019) diakses pada 14
Oktober 2021
Kehidupan Kebangsaan yang Utuh”, https://pgi.or.id/spiritualitas-keugaharian-merayakan-
keragaman-bagi-kehidupan-kebangsaan-yang-utuh/, diakses pada 15 September 2021 pukul
08.00 WIB
Online Etymology Dictionary, “Denominasi”, diakses penulis dari
https://www.etymonline.com/word/denomination pada 14 Oktober 2021
Tangel, Devona. 2019. “Spiritualitas Keugaharian : Gaya Hidup yang Secukupnya – Memberi
Diri Sepenuhnya”, https://www.dodokugmim.com/spiritualitas-keugaharian-gaya-hidup-yang-
secukupnya-memberi-diri sepenuhnya/, diakses pada 27 September 2021; pukul 01.00 WIB

20
Wikipedia. 2021. “Xarmides (dialog)”, https://id.wikipedia.org/wiki/Xarmides_(dialog), diakses
pada 27 September 2021 pukul 00.30 WIB
Yewangoe, Andreas A. 2018. “Spiritualitas Keugaharian : Merayakan Keragaman bagi

21

Anda mungkin juga menyukai