Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
Pada tahun 1959 untuk pertama kali terbitnya sebuah karangan yang menyajikan sejarah
gereja di indonesia dalam bahasa Indonesia. Sebelumnya, sudah ada karangan-karangan lain
yang membahas pokok itu, tetapi semua tertulis dalam bahasa belanda. Buku dr Th. Muller-
Kruger, sejarah gereja di Indonesia yang terkenan itu merupakan pembahasan pertama
tentangnya dalam bahasa Indonesia sendiri. Sejak tahun 1959 telah terbit beberapa buku yang
berharga mengenai sejarah gereja di tanah air. Parah ahli di dalam negeri maupun di luar negeri
telah menghasilkan monografi baru mengenai gereja-gereja daerah dan mengenai pokok-pokok
tertentu. Dalam karngan-karangan itu di usahakan untuk memperluas pandangan, sehingga yang
berikan bukan hanya sejarah pekabaran Injil melainkan sejarah gereja dalam arti lebih luas.
Khusus sejara gereja-gereja di Tapanuli, Kalimatan selatan, Jawa timur, Sulawesi tenga, Irian
Jaya yang mendapat sorotan baru. Orang-orang Katolik Roma pun menerbitkan sebua karya
besar mengenai sejarah gereja mereka. Judul-judul karangan itu, sejau terbit dalam bahasa
Indonesia, kita temukan dalam daftar kepustakaan dibagian belakang buku ini.
Tentu saja sejarah gereja di artikan sedemikian rupa, akan meliputi juga pembritaan
Firman oleh para pekabar Injil. Cara Firman itu diberitakan turut menentukan jawaban bentuk
jawaban yang akan diberikan. Dan pada unjung lain garis sejarah gereja, pekabaran Injil akan
muncul lagi, yakni apabilah gereja yang telah berdiri sendiri mulai mengabarkan Injil kepada
orang-orang lain.
BAB II
ISI
Di wilayah indonesia terdapat sejumlah besar gereja-gereja. Masing-masing gereja itu
mempunyai sejarah sendiri. Panggilan yang mula sebab timbulnya gereja berbeda-beda coraknya
dan begitu pula halnya dengan faktor-faktor dari dalam yang ikut yang menentukan corak
jawaban yang diberikan oleh gereja itu. Tetapi dalam sejarah gereja-gereja itu. Terdapat pula
unsur-unsur bersama, pertama-tama karena semua gereja itu merupakan perwujudan gereja
Kristen yang Esa dan Am, dan kedua karena lingkungan indonesia yang aneka-ragam itu
mempunyai suatu kesatuan jug, agar dapat memperlihatkan keanekaragaman maupun kesatuan
dalam sejarah gereja di indonesia.
Ada beberapa persoalan lain lagi yang kita hadapi dalam pembahas sejarah gereja pada
umumnya dan sejarah gereja di indonesia pada khususnya. Persoalan itu sekarang akan
dibicarakan satu demi satu secara singkat.
1. Yang pertama ialah: dimana terletak titk permulaan sejarah sejarah gereja di Indonesia
diwaktu datangnya saudagar-saudagar Kristen Nestorian dari india apakah datang imam-
imam portugis yang merupakan permulaan agama Kristen di Indonesia. Tentang
kedatangan orang-orang Kristen Nestorien ke indonesia tidak ada kepastian, apalagi
tentang jemaat-jemaat yang mungkin mereka dirikan. Yang pasti ialah bahwa tidak ada
garis terus-menerus (kontinuitas) antara mereka dengan Kekristenan di Indonesia masa
kini. Lain halnya dengan jemaat-jemaat yang pada abad ke-16 di dirikan oleh pekabar-
pekabar injil katolik-Roma di Minahasa Maluku dan Nusa Tengara Timur. Tentang
jemaat-jemaat itu kita mempunyai kabar dokumen sebagai sumber sejarahnya. Dan ada
pada kontiniutas yang nayata antara jemaat jemaat tersebut dengan Kekristenan di
daerah-daerah itu sekarang bahkan, pada abad-19, jemaat-jemaat itu menjadi pangkalan
untuk PI. Di daerah-daerah indonesia Timur selebihnya dan di Sulawesi. Para Zendeling
dari barat, yang jumlahnya kecil, bekerja sama dengan guru-guru dari Ambon dan
Minahasa, singir dan Timor.
Oleh karena alasan-alasan tersebut tersebut kami berangkapan bahwa gereja di Indonesia
telah mulai abad ke-16. Kita tidak tau dengan pasti kapan orang-orang Indonesia yang
pertama Baptisan. Tetapi karena orang-orang portugis menetap di wilayah Indonesia
(ternate) pada tahun 1555. Maka kita boleh menduga bahwa baptisan pertama dilayankan
tidak lama kemudian.
Namun kemudian, saat gereja melepaskan diri dari usaha para utusan Injil itu merupakan
suatu titik yang penting pula. Gereja itu mulai bertindak sendiri, jawabannya atas
panggilan akan menjadi lebih jelas dan tegas dan, diharapkan, juga lebih kenal dengan
keadaan disekitarnya. Dalam meneliti sejarah gereja itu, kita akan mendengar suara
gereja itu sendiri yang tidak lagi diiringi atau melahan dibungkamkan oleh suara-suara
para pengasuhnya. Utusan Injil bukan lagi “sang bapak” melainkan “saudara” yang akan
hadir atas kehendak gereja itu sendiri.
2. Persialan lain ialah: dalam buku ini kami mengunakan periodisasi yang berdasar
beberapa seni sejarah gereja yang digabungkan. Yang menentukan batas waktu periode
pertama (1522-1800) ialah pertimbangan pertimbangan yang berikut: dalam periode itu,
negara (Portugis, VOC)melainkan peranan penting dalam perluasan dan dalam
pemerintahan gereja; di lain pihak misi/Zending diselenggarakan oleh suatu lembagga
gereja dan membawa serta bentuk ibadah dan ajaran yang berlaku dalam gereja itu.
Pendekatan terhadap agama dan kebudayaan yang mereka temukan di Indonesia bersifat
negatif semata-mata. Dan orang orang Indonesia tidak ikut-sertakan kepemimpinan
gereja; organisasi gereja yang bersifat hirarkis, dan dipimpin oleh orang-orang barat.
1. Agama dan masyarat Indonesia asli
Dalam buku mengenai sejarah gereja di Indonesia ini, hanya ditunjukan ciri-ciri
agama dan masyarakat suku yang penting peranannya dalam perjumpaan antara
orang-orang Indonesia dengan Injil.
Sebelum agama Kristen mulai masuk ke Indonesia, agama-agama di negeri ini sudah
melalui sejarah yang panjang dan yang berbelit-belit. Orang biasa membedakan
antara agama Indonesia asli dan agama-agama yang datang kemudian-kemudian
( Hindu, Budha, Islam, Kristen). Agama Indonesia asli dibawa-serta oleh suku-suku
yang pada zaman dahulu kala memasuki Indonesia kita menyebutnya juga: agama
suku. Sebenarnya masing-masing suku itu mempunyai agamanya sendiri. Lain agama
Batak, lain agama orang-orang Jawa atau Dayak atau Irian. Tetapi agama-agama suku
itu semua mempunyai suatu corak bersama. Disini kita berusaha menggambarkan
corak itu.
Sebutan “agama suku” tepat sekali. Sebab agama-agama itu memang masing-masing
terikat kepada salah satu suku. Batas agama tertindih tepat dengan batas suku. Setiap
anggota suku tak bisa tidak menjadi penganut agama itu, suku serta bagian-bagian
suku, seperti marga, merupakan persekutuan ibadah.
Dalam lingkungan agama suku, orang tidak hanya menyembah dewa-dewa serta
nenek moyang. Ia merasa segan juga terhadap oknum dan benda-benda dalam
lingkungannya sendiri. Ada orang-orang yang ternyata mempunyai kemampuan-
kemampuan khusus-orang-orang yang sanggup menghubungi dewa-dewa, yang
memiliki kepandaian tertentu, atau perkasa dam perang, orang-orang ini disegani
karena dianggap mempunyai kekuatan khusus, kesaktian. Begitu pula halnya dengan
binatang-binatang atau tanaman-tanaman atau gejala-gejala alam tertentu: pohon
besar, atau terjun, atau batu berbentuk kusus. Kekuatan itu melahan hadir dimana-
mana. Manusia dapat mengerahkannya demi kepentingannya sendiri, misalnya
dengan memakai mantera. Tetapi juga orang dapat dicelakakan olehnya kalau salah
berbicara atau salah bertindak.
Kalau kita membandingkan corak umum agama suku dengan agama Kristen sebagaimana
dinyatakan dalam kitab suci, kita melihat beberapa pokok:
1. Perbedaan utama ialah: dalam agama suku tidak ada pemisah yang tajam antara pencipta
dengan yang diciptakan. Dewata, nenek-moyang, manusia dan makhluk lainnnya serta
alam tak bernyawa, semunya merupakan suatu kesatuan yang luas. Sering tidak
dibedakan dengan jelas antara jenis yang satu dengan yang lain. Sebaliknya dalam agama
Kristen ada garis pemisah yang tajam antara Allah dan seluruh ciptaan. Tidak ada roh
atau manusia atau benda yang boleh diberi penghormatan ilahi. Namun Allah yang
mahatinggi itu berkenan mengikat perjanjian dengan manusia ciptaan-Nya. Maka
manusia dapat menegenal kemauan Tuhan dan bertanggungjawab terhadapNya atas
perbuatan-Nya sendiri.
2. pandangan agama suku dan agama Kristen tentang hubungan manusia dengan
dewa/dengan Allah, berbeda dalam hal lain lagi.

Anda mungkin juga menyukai