Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

“SAMAKAH SEMUA AGAMA DI INDONESIA”

Disusun oleh
Nama : Grandis Domaranti
Nim : 21TIA766
Jurusan : Teknik Industri Agro

Pendidikan Agama Kristen


Polieknik ATI Makassar
2021/2022
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas selesainya
tugas makalah yang berjudul “Samakah Semua Agama Di Indonesia”.

Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan terkait sejarah
agama dan toleransi beragama.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi setiap pembaca. Akhir kata, penulis
memohon maaf untuk setiap kekurangan di dalam makalah ini.

Makassar, 1 Desember,2021

Penulis
KATA PENGANTAR

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Indonesia adalah Negara yang mewajibkan warga negaranya memilih satu dari agama
resmi di Indonesia.Dan manusia dan agama masalah yang sangat penting,karena mempunyai
pengaru yang sangat penting dan sangat besar dalam pembinan generasi yang akan dating.

Agama merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam indvidu dan
menumbuhkan ketenangan hati bagi diri kita sendiri,bahkan agama akan membuat hati
manusia menjadi jerni halus suci.agama juga mempunyai peran penting dalam pembinaan
sikap.

B.Rumus masalah

1. Apa definisi dari agama


2. Apakah defenisi dari agama antar umat beragama
3. Bagaimana cara menjaga kerukunan hidup beragama

C.Tujuan Penulisan Makalah


Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
1) Untuk mengetahui Hubungan agama dengan manusia?
2) Menjelaskan sebab-sebab manusia perlu memeluk agama
3) Menguraikan mengapa  merupakan agama yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan
4) Mendeskripsikan sebagai agama yang lurus

Bab II
Pembahasan

Saat ini Indonesia hanya mengakui enam agama. Di luar agama-agama itu,
hanya dianggap aliran kepercayaan saja, termasuk agama lokal. Padahal pernah ada
245 agama lokal di Indonesia. Karena tidak diakuinya agama lokal, muncul anggapan
bahwa orang Indonesia tidak beragama sebelum abad pertama. Menurut
Kuntjaraningrat, dalam bukunya Kebudayaan, Mentaliteit dan Pembangunan (1974),
istilah agama digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui resmi oleh negara,
seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sedangkan semua
sistem keyakinan yang tidak atau belum diakui secara resmi disebut religi (agama).
Menurut Parsudi Suparlan dalam buku Agama Dalam Analisis dan Interpretasi
Sosiologis (1988), agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur
hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhan, mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan
lingkungannya.
Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan
tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam
menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini
sebagai yang gaib dan suci. Mengikuti Parsudi Suparlan, jika agama itu seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, maka tak hanya
keenam agama yang diakui pemerintah yang layak disebut agama. Aliran kepercayaan
pun layak disebut agama. Agama Konghucu tak jauh beda nasibnya dengan agama
lokal, tak diakui oleh orde baru. Orang-orang Tionghoa yang menganut Konghucu
pun tak berdaya. Tak heran banyak orang Tionghoa beragama Kristen, Katolik atau
Budha di masa orde baru. Mereka yang menganut Konghucu seharusnya beribadah di
Klenteng. Namun, karena penganutnya menulis Budha dalam kolom agama di KTP,
Klentengnya pun beralih fungsi seperti Vihara. Setelah Konghucu diakui lagi sebagai
agama, berdasar Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2000, di masa masa
kepresidenan KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Klenteng pun diramaikan lagi
oleh penganut Konghucu. Namun, Klenteng setelah orde baru tak hanya menampung
Konghucu saja, tapi juga penganut kepercayaan Laotze dan sebagian pemeluk agama
Budha. Klenteng bisa digunakan untuk ibadah tiga agama. Hindu diyakini masuk
pada abad pertama Masehi, tak lama disusul Budha. Islam sendiri masuk kira-kira
seabad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Di abad ke-7 sudah ada kerajaan
Islam Perlak di Aceh. Lalu Agama Kristen masuk bersama orang-orang Eropa ke
Indonesia. Konghucu tentu masuk bersama pada pedagang dan imigran dari daratan
Tiongkok ke Indonesia. Sebelum kedatangan agama-agama dari luar, dalam buku
sejarah di sekolah, hanya disebutkan aliran kepercayaan seperti Animisme dan
Dinamisme saja. Buku pelajaran sejarah yang beredar di sekolah tak menyebut
dengan jelas agama-agama asli Indonesia. Padahal, ada banyak agama asli Indonesia
sebelum masuknya agama-agama dari luar. Ada Kaharingan sebelum agama Kristen
dan Islam masuk ke Kalimantan. Agama ini dianut orang-orang Dayak. Sunda
Wiwitan dan Buhun juga tumbuh di daerah berlatar budaya Sunda di sekitar Jawa
Barat. Di daerah Banten, orang-orang Badui sebelum Islam sampai, sudah
berkembang Urang Kanekes. Di daerah berbahasa Jawa di Jawa Tengah dan Jawa
Timur setidaknya ada beberapa kepercayaan seperti Kejawen, Purwoduksino, Budi
Luhur. Di zaman kolonial, setelah masuknya Islam, muncul agama Samin. Di
Sulawesi Selatan, ada agama Aluk Tadolo yang dianut orang-orang Tana Toraja
sebelum Kristen berkambang di sana. Selain itu ada juga agama Tollatang di Sulawesi
Selatan sebelum Islam masuk. Sebelum Kristen masuk, agama Tonaas Walian dianut
orang-orang Minahasa di Sulawesi Utara. Agama Wetu Telu yang mirip Islam
berkembang di Lombok. Sebelum Kristen berkembang, agama Naurus jadi pegangan
orang-orang di Pulau Seram, Maluku. Agama Marapu juga berkembang di Sumba
sebelum Kristen dan Islam berjaya di Pulau Sumba. Marapu pun tak hilang dari
ingatan. Nama Marapu dijadikan nama Band Reagea di Yogya. Di Sumatera Utara,
selain Islam berkembang di selatan Danau Toba dan Kristen di Utara Danau Toba,
berkembang di sana agama Mulajadi Nabolon dan Parmalim dianut orang-orang
Batak. Tak banyak catatan soal agama-agama lokal yang mulai lokal yang justru
menuju kepunahan setelah Republik Indonesia berdiri. Saat ini, jumlah pengikut
agama lokal bisa jadi berubah. Agama-agama lokal yang dianut penduduk di daerah
yang adat istiadatnya kuat dan kadang terpencil ini, bisa jadi tergerus oleh agama-
agama yang diakui pemerintah. Belum lagi agama lain macam Baha'i atau Yahudi
juga masuk ke Indonesia. Sifat agama lokal biasanya hanya dianut oleh komunitas
tertentu dan turun-temurun. Tak masif pula dalam berdakwah. Perlahan agama lokal
ini punah. Dari semua unsur kebudayaan Indonesia asli, hanya sistem kepercayaan
atau agama yang lebih cepat hilang ketimbang yang lain. Penganut aliran kepercayaan
sudah lama diperlakukan bak anak tiri di Indonesia. Jika ditelusuri lebih jauh ke
belakang, mereka sebetulnya telah hadir sebelum agama-agama yang kini resmi
diakui di Indonesia datang ke Nusantara. Uraian cukup panjang disertai sejumlah
contoh ditulis Rachmat Subagya dalam Agama Asli Indonesia (1981). Menurutnya,
meski tidak mempunyai sistem teologi lengkap dengan pemikiran reflektif tentang
ketuhanan, masyarakat terdahulu telah mengakui suatu kekuatan di luar dirinya. Sikap
mereka terhadap ‘Yang-Ilahi’ tumbuh dari pengalaman hidup dengan hari-hari
gembira dan hari-hari sedih. Dalam lubuk hatinya, manusia merasa adanya suatu Zat
Gaib yang menaungi hal ihwal insani. Kepada “yang menaungi hal ihwal insani”
itulah mereka memohon perlindungan terhadap bahaya yang mengancam, baik dari
musuh, bencana alam, penyakit, maupun hantu atau manusia bertuah. Rasa ketuhanan
itu terpendam dalam batin manusia dan sukar diungkapkan, karena waktu itu mereka
belum mengenal konsep pewahyuan Tuhan. Dalam konteks Nusantara, para leluhur di
sejumlah etnik telah mempraktikkan pelbagai ritual keagamaan sebelum Hindu,
Buddha, Islam, dan Kristen datang ke tanah mereka. Ritual-ritual rutin dijalankan,
sebelum akhirnya terdesak oleh kedatangan agama-agama baru tersebut. Agama asli
(Nusantara) sepanjang sejarah berulang kali mengalami krisis eksistensi. Dia
terancam setiap kali didampingi oleh agama-agama yang datang dari luar. Agama-
agama (baru) itu tidak saja unggul dalam perlengkapan doktriner, tetapi pula dalam
bidang kenegaraan dan lambat laun berfungsi sebagai ideologi negara di bawah
kekuasaan sentral yang sakral. Meskipun masyarakat yang memeluk agama asli itu
awalnya masih mayoritas, mereka tetap dianggap sebagai golongan luar oleh para
penganut agama “asing” yang akhirnya menjelma kekuatan politik baik pada masa
Hindu maupun era Islam.   Krisis agama asli kian memuncak pada zaman penjajahan.
Kaum kolonial memasukkan orang-orang penganut agama asli ke dalam kategori kafir
(heidenen) sebagai a residual factor (barang yang tersisa). Hal ini terjadi karena
pemerintah kolonial tidak bersentuhan langsung dengan rakyat jelata yang mayoritas
beragama asli, melainkan hanya dengan penguasa-penguasa feodal setempat, yang
telah memeluk tradisi, Hindu, Islam, dan Kristen. Peraturan-peraturan kolonial
berpedoman pada agama lapisan atas itu. Peraturan tahun 1895 Nomor 198 misalnya,
mewajibkan semua perkawinan orang yang bukan Kristen dan bukan Hindu dilakukan
menurut hukum Islam demi penyederhanaan administrasi perkawinan. Maka massa
rakyat masuk statistik di bawah rubrik Islam dan menyebut diri selam dan seselaman.
Pada 1869, saat Terusan Suez dibuka dan orang-orang Islam semakin leluasa untuk
melaksanakan ibadah Haji, para penganut agama asli mulai berkonfrontasi dengan
kaum santri yang berusaha menyingkirkan takhayul, adat Kejawen, adat kehinduan,
dan pra-Islam dari ritual Islam yang dipraktikkan warga setempat. Karena tekanan
semakin besar sebagian penganut agama asli kemudian meregenerasi diri dan
menjelma ke dalam pelbagai aliran yang kemudian kini dikenal sebagai aliran atau
penghayat kepercayaan, yang dibagi atas kebatinan, kerohanian, dan kejiwaan. Krisis
yang melanda agama asli membawa banyak orang kepada keputusan mengganti
kepercayaan kuno mereka dengan suatu pandangan hidup baru. Akan tetapi banyak
orang lain berusaha menyesuaikan keyakinan mereka mengenai ketuhanan, manusia,
dan alam dari tempo dulu, dengan tuntutan zaman sekarang. Dalam Nusa Jawa Silang
Budaya Jilid 3: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris (2018), Denys Lombard
mencatat kebanyakan aliran kepercayaan dipimpin oleh seorang guru karismatik dan
dinaungi oleh kenyamanan suatu komunitas—karena sehari-hari mereka kerap
mengalami tekanan dari tatanan sosial yang ketat. “Gejala sosial dari kebatinan
agaknya berakar panjang, namun baru mulai dipantau dengan baik sejak akhir abad
yang lalu,” tulis Lombard. Perkiraannya ini sejalan dengan paparan Rachmat Subagya
dalam Agama Asli Indonesia (1981). Lombard menambahkan, sehari-harinya mereka
cenderung dilabeli sebagai kelompok ilmu klenik dan diawasi oleh aparat negara
maupun wakil-wakil agama yang diakui negara. Mengutip dari Aliran Kebatinan dan
Kepercayaan di Indonesia (1985) karya Kamil Kartapradja, Lombard menyebutkan
pada awal tahun 1900-an terdapat sekitar dua puluh aliran kebatinan di Nusantara.
Sebagian besar didirikan pada zaman antara Perang Dunia I dan II. Ia menyebutkan
dua contoh. Pertama, di daerah Cirebon terdapat kelompok Ngelmu Sejati atau
Ngelmu Hakekat yang lahir kira-kira pada tahun 1920. Kelompok ini dipimpin oleh
Haji Burhan, seorang santri asal Banten, dan disebarluaskan sampai Indramayu, Jawa
Barat. Lombard menambahkan, beberapa tahun kemudian salah seorang anak
pangeran Cirebon yang bernama Madrais, menyebarkan Ngelmu Cirebon—sebagian
menyebutnya Agama Djawa Sunda (ADS)—dengan menarik sejumlah pengikut Haji
Burhan. Ia menetap di desa kecil Cigugur, Kuningan, dan menerima penghormatan
dari penganut yang datang dari seluruh Tanah Pasundan. Dalam keterangan itu,
karena Madrais disebutkan mulai menyebarkan Ngelmu Cirebon setelah gerakan Haji
Burhan, artinya ADS lahir setelah 1920. Namun, dalam pelbagai catatan lain, ADS
justru lahir sejak akhir 1800-an. Di luar perbedaan pendapat itu, yang pasti ADS
sempat dibubarkan oleh Orde Baru pada 21 September 1964 sebagaimana ditulis oleh
Suwarno Imam S. dalam Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam Berbagai Kebatinan
Jawa (2005). Dalam kronik singkat Agama Asli Indonesia (1981), Rachmat Subagya
mencatat DPR mengadakan diskusi bertema “Agama-agama Bikinan” pada 1952.
Dalam diskusi itu, Departemen Agama mengusulkan pelarangan terhadap semua
agama yang tidak memenuhi definisi yang telah ditentukan negara, misalnya agama
yang tidak memiliki nabi, kitab suci, dan tidak tersebar di luar Indonesia. Usulan ini
ditarik kembali. Namun, sampai 1971, sebanyak 167 aliran kebatinan telah dilarang
oleh Jaksa Agung. Sampai MK mengizinkan pengisian kolom agama dalam KTP bagi
para penganut aliran kepercayaan pun, persoalan diskriminasi terhadap golongan ini
belum benar-benar berakhir. Pada 1945, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia
(Permai) didirikan. Organisasi yang bergerak secara politik dan sosial ini menjadi
wadah mistik kaum abangan. Salah satu hasil penelitian Clifford Geertz yang terbuhul
dalam Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa (2014)
mencatat, menurut para pemeluknya, Permai didasarkan pada “ilmu asli murni”, yakni
bersandar pada kepercayaan Jawa “asli” sebelum dipengaruhi tambahan-tambahan
dari Hindu dan Islam. Menurut salah seorang pemeluk Permai, setiap golongan atau
kelompok punya ilmu masing-masing. Ia menyebutkan bahwa orang Barat, orang
Islam, dan orang Jawa punya ilmunya sendiri-sendiri. “Sulitnya, orang Indonesia
selalu mencoba menjadi orang Hindu, Arab, atau Belanda daripada menjadi orang
Indonesia. Sekarang setelah kita merdeka, kita harus menggali filsafat nenek moyang
kita dan membuang jauh-jauh semua ilmu asing itu,” ungkap si penganut sebagaimana
ditulis Geertz. Para penganut kepercayaan adalah gerakan yang tengah menghadapi
transisi zaman, tapi tidak melarikan diri ke masa lampau, alih-alih menjawab
tantangan sekularisme, materialisme, dan rasionalisme dengan menggali tradisi-tradisi
leluhur. Gerakan ini adalah protes melawan kekosongan hidup dan kepalsuan jiwa.

B.Pengertian agama dan manusia

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada


Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Banyak
agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk
menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan
mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh
moralitas, etika, hukum agama, atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa
perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan,
mendefinisikan tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-
tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah,
peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance,
inisiasi, cara penguburan, pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, atau aspek lain
dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem
kepercayaan, atau kadang-kadang mengatur tugas. Namun, menurut ahli
sosiologi Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi karena merupakan
"sesuatu yang nyata sosial".Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah
suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan
dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari
populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai beragama, dan 36% tidak beragama,
termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari
tahun 2005.Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang
mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama,
terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti cara
tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.

C.Pengertian masing-masing Agama


1. AGAMA ISLAM
Agama Islam adalah sebuah agama di Indonesia dengan jumlah penganut terbesar di Negeri
indonesia ini.

Kitab Suci Agama Islam merupakan Al-Qur’an.

Agama Islam disebarkan dan juga didakwahkan pertama kali oleh Nabi Muhammad SAW.

Agama ini muncul pertama kali yakni sekitar 1400-an tahun yang lalu.

Tempat Ibadah yang digunakan Agama Islam yaitu Masjid atau Mushola.
Hari raya atau hari besar agama Umat Islam antara lain : Muharram, Asyura, Maulud Nabi,
Isra’ Mi’raj, Nuzurul Qur’an, Idul Fitri, Idul Adha, dan Tahun Baru Hijriah.

2. AGAMA KRISTEN
Agama Kristen adalah salah satu agama di Indonesia yang diakui keberadaanya  oleh
pemerintah indonesia.

Kitab Suci Agama Kristen yaitu Injil.

Agama ini menyembah Yesus Kristus yang dianggapnya sebagai Nabi adalah Isa Al Masih.

Agama ini muncul pertama kali sekitar 2000 tahun yang lalu.

Tempat ibadah yang digunakan Agama Kristen yaitu Gereja.

Hari-hari besar umat Kristen adalah hari raya Natal, Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Isa Al
Masih, & Pantekosta.

3. AGAMA KATOLIK
Agama Katolik adalah salah satu agama di Indonesia yang sudah diakui oleh pemerintah.

Kitab Suci Agama Kristen yaitu Injil.

Agama ini menyembah Bunda Maria yang dianggapnya adalah Nabi Isa Al Masih

Agama ini muncul pertama kali sekitar 2000 tahun yang lalu.

Tempat ibadah yang digunakan Agama Kristen yaitu Gereja.

Hari-hari besar umat Kristen adalah Natal, Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Isa Al Masih,
Pantekosta.

4. AGAMA HINDU
Agama Hindu merupakan  salah satu agama di negara Indonesia yang diakui oleh pemerintah
dan juga sangat populer di pulau Bali.

Kitab Suci Agama Hindu merupakan Weda.

Agama ini disebarkan oleh Santana Dharma.

Awal mula Agama ini muncul sejak jaman Prasejarah.

Tempat ibadah yang digunakan Agama Hindu merupakan Pura.

Hari-hari besar agama Hindu yakni hari raya Nyepi, Saraswati, Pagerwesi, Galungan, dan
hari raya Kuningan.

5. AGAMA BUDDHA
Agama Buddha adalah salah satu agama di Indonesia yang diakui oleh pemerintah Indonesia.

Kitab Suci Agama Buddha merupakan Tripitaka.

Awal mula agama ini disebarkan oleh Sidharta Gautama.

Agama Buddha muncul sekitar 2500 tahun yang lalu.

Tempat Ibadah yang digunakan Agama Buddha yaitu Vihara.

Hari-hari besar keagamaan umat Buddha yang ada di indonesia yakni Waisak dan Katina.

6. AGAMA KONG HU CU
Kong Hu Cu adalah salah satu agama di Indonesia yang diakui oleh pemerintah.

Muncul karena banyak etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia.

Awal mula munculnya Agama Kong Hu Cu sekitar 5 abad sebelum masehi.

Kitab Suci Agama Kong Hu Cu merupakan Wu Ching dan Shing Shu.

Hari-hari besar agama Kong Hu cu kita kenal sebagai raya imlek.

D.Perkembangan agama di Indonesia

            Asal-usul terbentuk dan berkembangnya suatu agama dapat dikategorikan ke dalam


tiga jenis, yaitu :
a)  Agama yang muncul dan berkembang dari perkembangan budaya suatu masyarakat
disebut dengan Agama Budaya atau Agama Bumi, seperti Hindu, Budha, Shinto, atau
agama-agama primitif dan tradisional.
b) Agama yang disampaikan oleh orang-orang yang mengaku mendapat wahyu dari Tuhan
disebut agama wahyu atau agama langit (dalam bahasa Arab langit disebut samawi),
seperti Yahudi, Nasrani dan Islam.
c) Agama yang berkembang dari pemikiran seseorang filosof besar. Dia memiliki pemikiran-
pemikiran yang tentang konsep-konsep kehidupan sehingga banyak orang yang mengikuti
pandangan hidupnya dan kemudian melembaga sehingga menjadi kepercayaan dan
ideologi bersama suatu masyarakat.Agama semacam ini dinamakan sebagai agama
filsafat, seperti Konfusianisme (Konghucu), Taoisme dan sebagainya.

UNSUR-UNSUR AGAMA
Demikian kompleksnya pendefinisian agama tersebut. Definisi yang dikemukakan para ahli
itu pun tidak akan selalu benar. Sebagian tampak parsial saja karena hanya dapat menyangkut
sebagian dari realitas agama tersebut. Definisi merupakan Sebuah batasan, sementara agama
tak dapat dibatasi oleh apapun. Namun, untuk dapat memudahkan, perlu dikemukakan unsur-
unsur pokok yang lazim menyangga dalam agama tersebut. Harun Nasution menyimpulkan,
agama mempunyai unsur-unsur sebagai berikut ini:
Pertama, kekuatan yang berupa kekuatan gaib. Manusia merasa dirinya lemah dan juga
berhajat pada keuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu, manusia merasa
harus dapat mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib yang ada disekitar tersebut.

Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan cara mematuhi perintah dan larangan keuatan
gaib itu. Mengacu pada unsur yang pertama diatas tadi, dapat dikatakan bahwa agama
sesungguhnya berporos pada kekuatan-kekuatan non-empiris maupun supra natural.

Kedua, keyakinan bahwa kesejahteraan di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada
adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang telah dimaksud tersebut. Dengan
hilangnya sebuah hubungan baik itu, kesejahteraan dan juga kebahagiaan yang dicari akan
hilang dalam sekejap pula.Ketiga, respons manusia yang bersifat sebuah emosional. Respons
itu dapaat  mengambil bentuk perasaan takut seperti pada agama-agama primitive aupun
perasaan cinta seperti agama-agama monoteisme.Selanjutnya, respons untuk mengambil
bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitf, atau pemujaan yang
terdapat dalam agama-agama monoteisme. Lebih lanjut lagi, respons itu dapat mengambil
bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang ikut bersangkutan tersebut.

Keempat, paham adanya yang kudus dan juga suci dalam bentuk seperti kekuatan gaib, dalam
bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk
seperti tempat-tempat tertentu yang ada di seluruh dunia ini.

Dari segi psikologi, L. B. Brown mengatakan dalam bukunya Psychology and Religion
memberikan lima variabel agama, yang semuanya itu adalah sebagai berikut:

Pertama, tingkah laku (behaviour) maupun praktek-praktek yang telah menggambrakan


keadaan agama, dikembangkan biasanya melalui kerap tidaknya pergi ke gereja, membaca
injil dan sebagainya.

Kedua, renungan suci dan iman (belief), iman biasanya telah dihubungkan dengan sebuah
kerangka kepercayaan yang umum dan yang khususnya tertentu.

Ketiga, perasaan keagamaan maupun pengalaman (experience) dan kesadaran tentang sesuatu
yang transeden yang dapat memberikan dasar yang kokoh bagi kehidupan keagamaan.

Keempat, keterikatan (involvement) dengan suatu jama’ah yang menyatakan diri sebagai
institusi nilai, sikap atau kepercayaan yang telah mereka percayai atau yakini.

Dan yang kelima, consequential effects dari pandangan-pandangan keagamaan dalam tingkah
laku yang non-agama dan  juga dalam tingkah laku moral yang ada disekitar kita.

FUNGSI AGAMA

1.Agama dapat menghidupkan nilai- nilai luhur yang ada di masyarakat

2.Agama dapat memberi kekuatan dalam memikul penderitaan hidup

3.Agama menjadi epdoman dalam menjalahkan kehidupan


4.Agama juga berperan dalam mendorong atas kemajuan ilmu pengetahuan

.  Faktor yang mempengaruhi perkembangan agama

1)  Keluarga
2)  Lingkungan

. Interaksi antar umat beragama


Tak dapat dipungkiri bahwa kerja sama antarumat beragama apalagi persaudaraan sejati
antar umat beragama belum dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh umat manusia. Masih
terlalu banyak konflik dan pertikaian yang terjadi dimana-mana baik secara massal maupun
kecil-kecilan.Di Irlandia Utara terjadi kerusuhan dan perang antar umat katolik dan umat
Protestan.Kerusuhan ini sudah berlangsung lama. Di Khasmir, umat Hindu dan Islam saling
perang. Setiap saat, kerusuhan dapat pecah lagi.Di Negara kita pun masih ada.seperti
kerusuhan di Ambon dan Poso yang melibatkan umat Islam dan Kristen. Ada juga kerusuhan
kecil-kecilan yang terjadi di tempat-tempat tertentu.
Kehidupan rukun,sejahatera dandamai antar pemeluk agama menjadi dambaan seluruh
masyarakat.Namun kehidupan rukun dan damai tersebut belum dapat dinikmati
sepenuhnya.karena masih ada konflik yang bernuansa agama seperti yang telah disebutkan di
atas. Konflik ini terjadi antara lain karena orang sering kali menyalahgunakan agama untuk
kepentingan tertentu, misalnya demi kekuasaan. Selain itu, orang kurang mendalami
agamanya dan kurang memahami agama orang lain sehingga mudah diadu domba.

Anda mungkin juga menyukai