Anda di halaman 1dari 27

SEJARAH PERKEMBANGAN OPTIK

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah Fisika yang
diampu oleh Dra. Purwandari, M.M.

Oleh:

DIFFA BERLIANA RATRI KUMARA BAKTI 2002112006

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Optika adalah cabang ilmu fisika yang membahas tentang perilaku dan sifat
cahaya dan interaksi cahaya dengan materi. Studi mengenai cahaya dimulai
dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti,
intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fase cahaya. Sifat-
sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan
paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik
fisisnya yaitu, interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi.

Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi


di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi
elektromagnetik. Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari
keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum cahaya
yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum.

Bidang optika memiliki identitas, masyarakat, dan konferensinya sendiri.


Aspek keilmuannya sering disebut ilmu optik atau fisika optik. Ilmu optik terapan
sering disebut rekayasa optik. Aplikasi dari rekayasa optik yang terkaitkhusus
dengan sistem iluminasi yang disebut rekayasa pencahayaan. Dari penjelasan
tersebut, berikut merupakan perkembangan optik dari setiap periode.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penemuan optik?
2. Siapakah penemu-penemu optik?
3. Bagaimana perkembangan optik dari awal sampai masa sekarang?

C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang sejarah awal mula penemuan optik  
2. Dapat menjelaskan tentang penemu-penemu optik 
3. Dapat menjelaskan tentang perkembangan optik dari a#al mula sampai
sekarang
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Optik Tiap Periode dan Penemuannya


a. Perkembangan Optik Periode I (Zaman Prasejarah (SM) s.d. 1500 M)
Pada zaman prasejarah ternyata optik telah dikenal, buktinya
adalah ditemukannya sebuah kanta optik yang berumur sekitar 2.200 tahun
yang lalu di Baghdad, Irak. Kanta purba yang berukuran kira-kira satu ibu
jari tersebut ditemukan dengan sedikit retak di bagian kacanya. Penemuan
ini menunjukkan bahwa sejak zaman purbakala orang-orang telah
mengetahui cara membuat kanta dan mengaplikasikannya di kehidupan
sehari-hari. Optik dipelajari secara ilmiah di periode I ini dimulai pada
tahun 300 SM. Pada zaman prasejarah dikenal dengan zaman yang hanya
mengemukakan teori-teori para ahli saja tanpa dilakukan pembuktian
dengan eksperimen sehingga ada beberapa teori tentang optik yang
bermunculan, misalnya Teori Tactile dan Teori Emisi.
Para ilmuwan yang hidup di zaman prasejarah mengemukakan
pendapat bahwa kita dapat melihat suatu benda karena terdapat cahaya
dari mata kita yang dipancarkan ke benda tersebut. seperti halnya senter
yang disorotkan ke sebuah benda sehingga kita dapat melihat benda
tersebut. Teori ini dipelopori oleh Aristoteles dan Ptolomeus. Di masa
sebelum masehi ini, Euclid (275 SM-330 SM) menemukan bahwa cahaya
bergerak dalam garis lurus.dan dia mempelajari juga tentang pemantulan
cahaya.
Pada abad ke-10 M, muncul teori yang menentang Teori Tactile yaitu
Teori Emisi. Teori Emisi ini dikatakan merubah drastis cara pandang
terhadap konsep cahaya. Pada Teori Emisi dikatakan bahwa kita dapat
melihat benda bukan karena mata kita yang memancarkan cahaya ke
benda tersebut (Teori Tactile), tetapi karena terdapat cahaya yang
dipantulkan oleh beda yang kita lihat menuju mata kita. Teori ini pertama
kali dicetuskan oleh Ibnu Al-Haitsam (965M – 1040 M) seorang Ilmuwan
muslim yang sangat populer dan dikenal juga sebagai “Bapak optik
dunia‟. Akhirnya, teori emisi ini benar-benar menggugurkan Teori Tactile
dan dipercaya kebenarannya sampai sekarang.
Kemudian pada abad ke-13, pembiasan cahaya mulai disadari. Hal
ini terbukti dengan adanya tulisan di buku yang berjudul “Perspectiva”
karya Bacon yaitu bila tulisan sebuah buku, atau suatu benda kecil dilihat
melalui bagian lengkung sebuah kaca atau kristal akan nampak lebih jelas
dan lebih besar.
Pada akhir abad ke 15 atau sekitar awal abad ke 16 seorang
ilmuwan Italia yaitu Leonardo Da Vinci mengemukakan tentang optik
fisiologis mata manusia yang mengakibatkan penemuan di bidang medis
di masa depan mulai terbuka jalannya.
b. Perkembangan Optik Periode II (1550 M – 1800 M)
Berbeda dengan Periode I, di Periode II ini sudah banyak
dilakukan eksperimen untuk mendukung kebenaran dari teori-teori yang
telah dikemukakan. Penemuan-penemuan di Periode II ini dimulai ketika
orang-orang mulai gemar mengamati pelangi, hingga akhirnya diketahui
bahwa pelangi disebabkan oleh pembiasan cahaya oleh air. selain itu, di
abad ke-16 ini juga sudah mulai dibuat mikroskop yang menggunakan
lensa gabungan yaitu lensa objektif dan lensa okuler oleh Antony van
Leuwenhoek (1632-1723) dari Belanda.
Satu abad berselang dengan tempat yang sama yaitu di Belanda,
tepatnya pada abad ke17 atau sekitar tahun 1608 M untuk pertama kalinya
seseorang mengklaim bahwa dia adalah orang yang pertama menemukan
teleskop. Orang tersebut adalah Hans Lippershey. Teleskop yang
ditemukan Hans Lippershey ini hanya bisa memperbesar tiga kali lipat
ukuraan semula. Awalnya Lippershey ini memegang sebuah lensa di
depan lensa lain dan meletakkannya di sebuah tabung kayu dan teleskop
Hns Lippershey pun tercipta. Namun, satu tahun kemudian Galileo Galilei
yaitu tahun 1609 M, Galileo mendengar bahwa seseorang telah
menemukan teleskop di Belanda.
Namun, berita itu masih samar-samar di telinganya. Akhirnya,
berkat kecerdasannya, ia mampu mempelajarai perangkat teleskop
Lippershey dan berhasil membuat teleskopnya sendiri yang lebih canggih
pada masa itu karena 3 dapat melakukan perbesaran hingga 20 kali lipat.
Teropong yang ditemukan Galileo ini sekarang disebut teleskop panggung.
Baik Lippershey maupun Galileo sama-sama mengkombinasikan lensa
cekung dan lensa cembung.
Kemudian pada tahun 1611, Keppler menyempurnakan desain
teleskop Galileo yaitu dengan menggunakan dua buah lensa cembung
sehingga gambar yang dihasilkan terbalik. Desain Keppler ini masih
menjadi desain utama refraktor masa kini hanya saja mungkin ada
perbaikan dalam lensa dan kaca.
Selama abad ke-15 sampai abad ke-16, para ilmuwan berlomba-
lomba untuk menghitung kecepatan cahaya dengan berbagai cara. Ada
yang menggunakan cara yang hampir sama ketika menghitung kecepatan
suara, yaitu dengan menyuruh seseorang berdiri di atas bukit yang sangat
jauh kemudian menyalakan sebuah lentera. Selang waktu ketika cahaya
lentera dinyalakan dengan cahaya yang dilihat oleh pengamat di bawah
bukit itulah yang menjadi dasar perhitungan kecepatan cahaya. Ilmuwan
yang menggunakan metode ini adalah Galileo Galilei. Namun Galileo
tidak menemukan selang waktu tersebut, sehingga Galileo nenyatakan
bahwa kecepatan cahaya sangat cepat bahkan tak berhingga.
Pada tahun 1670-an, Ole Romer (1644-1710), mengamati bulan-
bulan di Planet Jupiter. Dia mengamati berapa lama waktu yang
dibutuhkan bulan-bulan itu untuk bergerak ke belakang Jupiter. Namun,
dia heran karena mendapati waktu bulan muncul dan menghilang berbeda-
beda, terkadang lebih cepat dan terkadang lebih lambat dari waktu yang
telah dihitung. Romer pun mengambil kesimpulan bahwa kecepatan
cahaya mempunyai batas. Itu mengacu dari posisi Bumi saat dia
melakukan pengamatan. Dan jeda waktu tadi diketemukan sebesar 16,7
menit. Romer menganggap bahwa jarak Bumi-Jupiter sebesar 2 AU. Dapat
disimpulkan bahwa
C = 2 AU/16,7 menit = 300,000 km/s
Walaupun saat itu tetapan AU (Satuan Astronomi) masih belum
ditetapkan, tetapi dari hasil pengamatan Romer tersebut membuktikan
bahwa kecepatan cahaya sangat besar. Pantas saja Galileo gagal
mengukurnya karena mungkin jarak pengamatan yang dilakukan Galileo
kurang jauh.
Pada tahun 1675, Sir Isaac Newton dalam Hypothesis of Light
menyatakan bahwa cahaya terdiri dari partikel halus yang memancar ke
segala arah dari sumbernya. Jika partikel diamggap tidak bermassa, maka
suatu benda bersinar tidak akan kehilangan massanya hanya karena
memancarkan cahaya, dan cahaya itu sendiri tidak dipengaruhi oleh
gravitasi. Teori Newton ini dikenal dengan nama Teori Emisi.
Pada tahun 1678, Christian Huygens mengatakan teori bahwa
cahaya dipancarkan ke segala arah sebagai gelombang seperti bumi.
Sehingga jike demikian cahaya akan memiliki frekuensi dan panjang
gelombang. Pada zaman Newton dan Huygens hidup, orang-orang
beranggapan bahwa cahaya selalu memerlukan energi dalam
perambatannya. Namun, ruang antara bintang maupun planet di antariksa
merupakan ruang hampa udara. Inilah yang membuat kebingungan, jika
cahaya seperti yang dikatakan oleh Huygens maka medium apakah yang
menghantarkan cahaya di ruang angkasa? Sehingga Huygens menjawab
kritik ini dengan berhipotesis bahwa ada zat yang bernama eter sebagai
perantara di ruang hampa. Zat ini sangat ringan, tembus pandang, dan
memenuhi seluruh alam semesta. Eterlah yang „mengantarkan cahaya dari
bintang-bintang sampai ke Bumi.
Newton menjelaskan cahaya bagaikan peluru yang melaju
mengikuti lintasan lurus. Anehnya dilain tempat Newton malah
mengusulkan teori getaran eter untuk menjelaskan sifat cahaya. Ini
memperlihatkan ketidakkonsistenan Newton. Tapi Newton percaya bahwa
eter terdiri dari partikel yang sangat halus yang membuatnya bersifat
sangat renggang dan lenting. Alam tanpa eter tidak mungkin menghantar
gelombang.
Newton bersikukuh menolak ide Huygens bahwa cahaya bersifat
gelombang. Menurut Newton gelombang akan melebar dan mengisi
seluruh ruang seperti gelombang air mengisi ceruk kolam, padahal dalam
praktik cahaya mengikuti garis lurus dan tidak mengisi ruang bayangan.
Pada kesempatan lain Newton menyatakan lebih suka langit tetap kosong
daripada diisi eter. Bagaimanapun juga sekiranya ruang angkasa diisi eter
maka perjalanan benda langit terhambat. Implikasi ini tidak teramati, ia
tetap lebih suka alam tanpa eter, persis seperti ajaran atonomi yunani. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa Newton masih bimbang perihal cahaya, ia
tidak dapat memilih antara model peluru dan getaran eter meski condong
pada yang pertama. Dalam edisi kedua „Principia‟ (1713) Newton kembali
menutup segala spekulasi dan menulis 5 “saya tidak mengakali hipotesa”.
Sampai pertengahan abad ke-18, tidak ada percobaanpercobaan yang
mendukung kebenaran bahwa cahaya diumpamakan sebagai peluru di atas.
c. Perkembangan Optik Periode III (Periode singkat, 1800 M s.d. 1890 M)
Periode III ini merupakan periode tersingkat dalam sejarah
perkembangan optik. Periode III dimulai ketika ketika sekitar tahun 1801,
Thomas Young dan Agustin Fresnell membuktikan bahwa cahaya dapat
melentur (difraksi) dan dapat mengalami interferensi ketika dilewatkan
pada dua celah sempit. Ternyata peristiwa ini tidak dapat diterangkan oleh
teori emisi Newton. Selain tidak dapat menjelaskan peristiwa difraksi dan
interferensi, teori emisi Newton pun tidak dapat menjelaskan bahwa
kecepatan cahaya di dalam air lebih kecil dibandingkan kecepatan cahaya
di udara. Sehingga anggapan bahwa cahaya merupakan gelombang
semakin kuat.
Selanjutnya Maxwell (1831-1874) mengemukakan pendapatnya
bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala kelistrikkan dan kemagnetan
sehingga tergolong gelombang elektomagnetik. Sesuatu yang yang
berbeda dengan gelombang bunyiyang tergolong gelombang mekanik.
Gelombang elekromagnetik dapat merambat dengan atau tanpa medium
dan kecepatan rambatnyapun amat tinggi bila dibandingkan dengan
gelombang bunyi. Gelombang elekromagnetik merambat dengan
kecepatan 300.000 km/s, kecepatan ini hampir sama dengan kecepatan
gelombang cahaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa cahaya merupakan
gelombang elektromagnetik.
Dua prediksi Maxwell diuji secara terpisah oleh Heinrich Rudolf
Hertz ( 1857-1894 ) dan Hendrik Antoon Lorentz ( 1853-1928 ). Maxwell
meramalkan bahwa gangguan di dalam medan magnetik dan listrik harus
merambat secepat cahaya. Tapi gelombang elektromagnetik seperti itu
belum pernah teramati.
Pada tahun 1887, Heartz menguji prediksi itu sampai dengan
memercikkan bunga api listrik di antara dua kutub. Ia mengamati bahwa di
antara dua kutub di tempat lain di dalam laboratoriumnya terjadi juga
percikan bunga api yang sama.Tak pelak lagi, pengaruh bunga api yang
petama harus dibawa sebagai gelombang melalui udara sehingga
menimbulkan bunga api 6 yang kedua. Ia membuktikan secara
eksperimental bahwa gelombang mirip seperti gelombang cahaya, karena
menunjukkan gejala pemantulan, pembiasan, difraksi, dan polarisasi.
d. Perkembangan Optik Periode IV (1887 M s.d. 1925)
Optika modern ditandai dengan perkembagan ilmu dan rekayasa
optik yang menjadi sangat populer pada abad 20. Bidang optik ini meliputi
elektromagnetik atau sifat kuantum cahaya. Pada era optika modern
ditandai dengan penemuan besar yaitu mengenai efek foto listrik dan serat
optik.
a) Efek Fotolistrik
Efek fotolistrik berawal dari penemuan Heinrich Rudolf Hertz pada
tahun 1887. Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron
yang dimiliki atom-atom logam akibat disinari oleh cahaya yang
memiliki frekuensi lebih besar daripada frekuensi ambang logam
tersebut. Peralatan eksperimen Hertz pada waktu terdiri dari dua
buah plat logam yang terhubung dengan sumber tegangan dan
terletak dalam ruang.
Sebuah logam ketika disinari akan melepaskan elektron, yang akan
menghasilkan arus listrik jika disambung ke rangkaian tertutup. Jika
cahaya adalah gelombang seperti yang telah diprediksikan oleh
Fisika klasik, maka seharusnya semakin tinggi intensitas cahaya
yang diberikan maka semakin besar arus yang terdeteksi. Namun
hasil eksperimen menunjukkan bahwa walaupun intensitas cahaya
yang diberikan maksimum, elektron tidak muncul juga dari plat
logam.
Tetapi ketika diberikan cahaya dengan panjang gelombang yang
lebih pendek (frekuensi lebih tinggi, ke arah warna ungu dari
spektrum cahaya) dari sebelumnya, tiba-tiba elektron lepas dari plat
logam sehingga terdeteksi arus listrik, padahal intensitas yang
diberikan lebih kecil dari intensitas sebelumnya. Berarti, energi
yang dibutuhkan oleh plat logam untuk melepaskan elektronnya
tergantung pada panjang gelombang. Hal inilah yang membuat
banyak ilmuwan pada saat itu menjadi kebingungan.
Misteri ini akhirnya dijawab oleh Albert Einstein, yang
menyatakan bahwa cahaya terkuantisasi dalam gumpalan partikel
cahaya yang disebut foton. Energi yang dibawa oleh foton
sebanding dengan frekuensi cahaya dan konstanta Planck.
Dibutuhkan sebuah foton dengan energi yang lebih tinggi dari
energi ikatan elektron untuk melepaskan elektron keluar dari plat
logam. Ketika frekuensi cahaya yang diberikan masih rendah, maka
walaupun intensitas cahaya yang diberikan maksimum, foton tidak
memiliki cukup energi untuk melepaskan electron dari ikatannya.
Tapi ketika frekuensi cahaya yang diberikan lebih tinggi, maka
walaupun terdapat hanya satu foton saja (intensitas rendah) dengan
energi yang cukup, foton tersebut mampu untuk melepaskan satu
elektron dari ikatannya. Intensitas cahaya dinaikkan berarti akan
semakin banyak jumlah foton yang dilepaskan, akibatnya semakin
banyak elektron yang akan lepas.
b) Serat Optik
Serat optik adalah sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastik
yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat
digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat
ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah
laser atau LED. Kabel ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer.
Cahaya yang ada di dalam serat optik tidak keluar karena indeks
bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara, karena
laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan transmisi
serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai
saluran komunikasi.
Sekitar tahun 1930-an para ilmuwan di Jerman melakukan
eksperimen untuk mentransmisikan cahaya melalui media yang
disebut serat optik. Kemunculan serat optik sebenarnya didasari
oleh penggunaan cahaya sebagai pembawa informasi yang sudah
lama dilakukan. Namun, hasil percobaan tersebut tidak bisa
langsung dimanfaatkan. Kemudian pada tahun 1958 para ilmuwan
di Inggris mengusulkan prototipe serat optik yang modelnya masih
digunakan sampai saat ini yaitu terdiri dari gelas inti yang
dibungkus oleh gelas lainnya. Lalu sekitar awal tahun 1960-an
perubahan fantastis terjadi di Asia yaitu ketika para ilmuwan Jepang
berhasil membuat jenis serat optik yang mampu mentransmisikan
gambar.
Sekitar tahun 60-an ditemukan serat optik yang sangat bening dan
tidak menghantar listrik, sehingga konon, dengan pencahayaan
cukup mata normal akan dapat melihat lalu- 8 lalangnya penghuni
serat tersebut. Sejak pertama kali dicetuskan, serat optik masih
memerlukan banyak perbaikan dan pengembangan karena masih
sangat tidak efektif. Hingga pada tahun 1968 atau berselang dua
tahun setelah serat optik pertama kali diramalkan akan menjadi
pemandu cahaya, tingkat atenuasi (kehilangan)-nya masih 20
dB/km. Melalui pengembangan dalam teknologi material, serat
optik mengalami pemurnian, dehidran dan lain-lain. Secara perlahan
tapi pasti atenuasinya mencapai tingkat di bawah 1 dB/km.
Serat optik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
media transmisi yang lain, antara lain sebagai berikut:
1. Mempunyai lebar bidang (bandwidth) yang sangat lebar
sehingga dapat mentransmisikan sinyal digital dengan kecepatan
data yang sangat tinggi (dari orde Mbit/s sampai dengan Gbit/s) dan
mampu membawa informasi yang sangat besar.
2. Rugi transmisi (transmission loss) yang rendah sehingga
memperkecil jumlah sambungan dan jumlah pengulang (repeater)
yang pada gilirannya akan mengurangi kerumitan dan biaya sistem.
3. Ukuran sangat kecil dan sangat ringan.
4. Serat optik terbebas dari derau (noise) elektrik maupun medan
magnetic karena menyediakan pemandu gelombang (waveguide)
yang kebal terhadap interferensi elektromagnetik (Electromagnetic
Interference, EMI), menjamin terbebas dari efek pulsa
elektromagnetik (Electromagnetic Pulse, EMP), dan interferensi
frekuensi radio (Radiofrequency Interference, RFI).
5. Terisolasi dari efek elektrik karena terbuat dari kaca silika atau
polimer plastik yang bersifat sebagai bahan isolator (insulator)

B. Optika Masa Lampau : IBNU AL-HAITHAM (Pakar Fisika Optik)

Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham atau Ibnu Haitham


(Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan
nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak,
matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan
penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains
barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta
teleskop.
Sejarah mencatat salah satu peletak dasar ilmu fisika optik adalah sarjana
islam Ibnu Al-Haitham atau yang dikenal dibarat dengan sebutan Alhazen,
Avennathan, atau Avenetan. Beliau mengecap pendidikan di Basroh dan baghdad,
penguasaan matematikanya oleh Max Mayerhof, seorang sejarahwan dianggap
mengungguli Euclides dan Ptolemeus.
Setelah selesai di kedua kota itu, Ibnu Al-haitham meneruskan
pendidikannya di mesir dan bekerja di bawah pemerintahan kholifah Al-Hakim
(996-1020 M) dari daulah fatimiyah. Dia pun mengunjungi Spanyol untuk
melengkapi beberapa karya ilmiahnya. Seperti sarjana islam lainnya, Ibnu Al-
Haitham atau Alhazen tidak hanya menguasai fisika ilmu optik, tetapi juga
filsafat, matematika, dan obat-obatan atau farmakologi. Tidak kurang 200 karya
ilmiah mengenai berbagai bidang itu dihasilkan Ibnu Al-Haitham sepanjang
hidupnya.
Karya utamanya tentang optik naskah aslinya dalam bahasa Arab hilang,
tetapi terjemahnya dalam bahasa latin masih ditemukan. Ibnu Haitham
mengoreksi konsep Ptolemeus dan Euclides tentang penglihatan. Menurut kedua
ilmuwan Yunani itu mata mengirimkan berkas-berkas cahaya visual ke objek
penglihatan sehingga sebuah benda dapat terlihat. Sebaliknya, menurut Ibnu
Haitham, retinalah pusat penglihatan dan benda bisa terlihat karena memantulkan
sinar atau cahaya ke mata. Kesan yang ditimbulkan cahaya pada retina dibawa ke
otak melalui saraf-saraf optik.
Kepandaian matematis Ibnu Haitham terbukti ketika dia dengan sangat
akurat menghitung ketinggian atmosfir bumi yaitu 58,5 mil. Dalam karyanya
Mizcmul Hikmah, Ibnu Haitham banyak menguraikan tentang masalah atmosfir
ini, terutama berkait dengan ketinggian atmosfir 14 dengan meningkatkan
kepadatan udara. Secara eksperimental, ia berhasil menguji berat benda meningkat
dalam proposinya pada kepadatan atmosfir yang bertambah.
Ia juga membicarakan masalah yang berhubungan dengan pusat daya tarik
bumi. Jauh sebelum Newton membahas gravitasi, Ibnu Haitham telah
membahasnya dan menjadikan pengetahuan tentang gravitasi itu untuk
penyelidikan tentang keseimbangan dan alat-alat timbangan. Dalam kaitan itu
pula, Ibnu haitham menguraikan dengan jelas hubungan antara daya tarik bumi
dan pusat suspensi. Penjelasannya mengenai hubungan antara kecepatan, ruang
dan saat jatuhnya benda-benda diyakini menjadi ilham bagi Newton untuk
mengembangkan teori gravitasi.
Selain masalah cahaya dan atmosfer, Ibnu Haitham juga banyak
melakukan eksperimen mengenai camera obscura atau metode kamar gelap, gerak
rektilinear cahaya, sifat bayangan, penggunaan lensa, dan beberapa fenomena
optikal lainnya. Metode kamar gelap atau camera obscura dilakukan Ibnu Haitham
saat gerhana bulan terjadi. Kala itu, ia mengintip citra matahari yang setengah
bulat pada sebuah dinding yang berhadapan dengan sebuah lubang kecil yang
dibuat pada tirai penutup jendela.
Untuk semua eksperimen lensa, Ibnu Haitham membuat sendiri lensa dan
cermin cekung melalui mesin bubut yang ia miliki. Eksperimennya yang
tergolong berhasil saat itu menemukan titik fokus sebagai tempat pembakaran
terbaik, saat itu, ia berhasil mengawinkan cermin-cermin bulat dan parabola.
Semua sinar yang masuk dikonsentrasikan pada sebuah titik fokus sehingga
menjadi titik bakar.
Bukunya tentang optik, Kitab Al-Manazir, diterjemahkan kedalam bahasa
latin oleh F. Risner dan diterbitkan oleh Basle pada tahun 1572 M. karyanya ini,
bersama karya-karya optik lainnya, sangat mempengaruhi ilmuwan abad
pertengahan, seperti Roger Bacon, Johannes Keppler, dan Pol Witello. Diyakini ,
banyak karya-karya monumental dari mereka diilhami oleh hasil eksperimen yang
dilakukan Alhazen atau Ibnu Haitham.
Menurut Philip K. Hitti, tulisan-tulisannya mengenai berbagai persoalan
optik membuka jalan bagi para peneliti optik barat pada kemudian hari dalam
mengembangkan disiplin ilmu ini secara lebih luas. Semua karya itu
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa, termasuk Rusia dan 15 Ibrani.
Sejarahwan terkemuka Amerika George Sarton mengumpulkan karya-karya Ibnu
Haitham dalam bukunya Introduction to the Study of Science yang menjadi
bacaan wajib bagi mereka yang mencintai ilmu.

C. Tokoh Optika Pada Abad ke-17


2.1 Tycho Brahe
Tycho Brahe (1546 M - 1601 M) adalah seorang bangsawan Denmark yang
terkenal sebagai astronom/astrolog dan alkimiawan. Ia memiliki sebuah
observatorium yang dinamai Uraniborg, di Pulau Hven. Tycho adalah astronom
pengamat paling menonjol di zaman pra-teleskop. Akurasi pengamatannya pada
posisi bintang dan planet tak tertandingi pada zaman itu. Untuk
penerbitankaryanya, Tycho memiliki mesin cetak dan pabrik kertas. Asistennya
yang paling terkenal adalah Johannes Kepler.
2.2 Johannes Kepler (1571 M - 1630 M)
Johannes Kepler (1571 M - 1630 M), seorang tokoh penting dalam revolusi
ilmiah, ia adalah seorang astronom Jerman, matematikawan dan astrolog. Ia
paling dikenal melalui hukum gerakan planetnya. Kepler sangat dihargai bukan
hanya dalam bidang matematika, tetapi juga di bidang optik dan astronomi.
Penjelasan Kepler tentang pembiasan cahaya tertuang dalam buku Supplement to
Witelo, Expounding the Optical Part of Astronomy (Suplemen untuk Witelo,
Menjabarkan Bagian Optik dari Astronomi). Buku Kepler itu adalah tonggak
sejarah di bidang optik. Ia adalah orang pertama yang menjelaskan cara kerja
mata. Karya Kepler yang lain berupa buku Mysterium cosmographicum (Misteri
Kosmmografis), Astronomiae Pars Optica (Bagian Optik dari Astronomi), De
Stella nova in pede Serpentarii (Tentang Bintang Baru di Kaki Ophiuchus),
Astronomia nova (Astronomi Baru), Dioptrice (Dioptre), Epitome astronomiae
Copernicanae (diterbitkan dalam tiga bagian dari 1618-1621), Harmonice Mundi
(Keharmonisan Dunia), Tabulae Rudolphinae (Tabel-Tabel Rudolphine), dan
Somnium (Mimpi).
2.3 Galileo Galilei
Galileo Galilei (1564 M - 1642 M) adalah seorang astronom, filsuf, dan
fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Sumbangannya
dalam 16 keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop (dengan 32x
pembesaran) dan berbagai observasi astronomi seperti menemukan satelit alami
Jupiter -Io, Europa, Ganymede, dan Callisto- pada 7 Januari 1610. Buku
karangannya adalah Dialogo sopra i due massimi sistemi del mondo yang
kemudian diterbitkan di Florence pada 1632, dan Discorsi e dimostrazioni
matematiche, intorno à due nuove scienze diterbitkan di Leiden pada 1638.

D. Tokoh Optika Pada Abad ke-18


a. Sir Isaac Newton
Isaac Newton (1643 M - 1727 M), ia adalah seorang fisikawan,
matematikawan, ahli astronomi, filsuf alam, alkimiwan, dan teolog. Bahkan ia
dikatakan sebagai bapak ilmu fisika klasik. Dalam bidang optika, ia berhasil
membangun teleskop refleksi yang pertama dan mengembangkan teori warna
berdasarkan pengamatan bahwa sebuah kaca prisma akan membagi cahaya putih
menjadi warna-warna lainnya. Buku-buku karyanya adalah Method of Fluxions
(1671), De Motu Corporum (1684), Opticks (1704), Reports as Master of the Mint
(1701-1725), Arithmetica Universalis (1707), dan An Historical Account of Two
Notable Corruptions of Scripture(1754).
Ketika muda Newton sudah mengasah lensa. Pada umur 23 tahun ia
membeli prisma dan meneliti cahaya warna-warni yang dihasilkannya. Cahaya
putih menurutnya bukan murni melainkan campuran berbagai warna. Jika
berbagai warna itu gabungkan akan didapat cahaya putih. Hal ini dibeberkan
kesidang Royal Society. Pengamatan Newton dikecam habis-habisan oleh Robert
Hooke.
Pada tahun 1704 Newton menerbitkan Opticks, pada bagian akhir opticks
edisi pertama yang terbit setahun setelah Hooke meninggal Newton kembali
mengajukan beberapa spekulasi secara lebih hati-hati tentang sifat cahaya. Ia
menguraikan secara terperinci teori tentang cahaya. Dia menganggap cahaya
terbuat partikel-partikel (corpuscles) yang sangat halus, bahwa materi biasa terdiri
dari partikel yang lebih kasar, dan berspekulasi bahwa melalui sejenis transmutasi
alkimia "mungkinkah benda kasar dan cahaya dapat berubah dari satu bentuk ke
bentuk yang lain, ... dan mungkinkah benda-benda menerima aktivitasnya dari
partikel cahaya yang memasuki komposisinya?" Spekulasi tentang cahaya ia
tuangkan dalam bentuk sejumlah 17 pertanyaan. Satu diantaranya
mengungkapkan keyakinannya bahwa cahaya bersifat seperti partikel,
“ Bukankah cahaya merupakan butiran teramat kecil yang dipancarkan
oleh benda yang mengkilap ? Butiran seperti itu akan melewati medium yang
seragam mengikuti garis lurus, tanpa dibelokkan dan masuk kedalam bayangan
dan demikianlah juga sifat cahaya.”
Butir-butir ini melaju bak berondongan peluru menaati hukum dinamika,
gejala pemantulan barangkali mudah dijelaskan dengan pengertian peluru ini.
Newton menjelaskan cahaya bagaikan peluru yang melaju mengikuti lintasan
lurus. Anehnya dilain tempat Newton malah mengusulkan teori getaran eter untuk
menjelaskan sifat cahaya. Ini memperlihatkan ketidakkonsistenan Newton. Tapi
Newton percaya bahwa eter terdiri dari partikel yang sangat halus yang
membuatnya bersifat sangat renggang dan lenting. Alam tanpa eter tidak mungkin
menghantar gelombang.
Newton bersikukuh menolak ide Huygens bahwa cahaya bersifat
gelombang. Menurut Newton gelombang akan melebar dan mengisi seluruh ruang
seperti gelombang air mengisi ceruk kolam, padahal dalam praktik cahaya
mengikuti garis lurus dan tidak mengisi ruang bayangan. Pada kesempatan lain
Newton menyatakan lebih suka langit tetap kosong daripada diisi eter.
Bagaimanapun juga sekiranya ruang angkasa diisi eter maka perjalanan benda
langit terhambat. Implikasi ini tidak teramati, ia tetap lebih suka alam tanpa eter,
persis seperti ajaran atonomi yunani. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Newton
masih bimbang perihal cahaya, ia tidak dapat memilih antara model peluru dan
getaran eter meski condong pada yang pertama. Dalam edisi kedua Principia
(1713) Newton kembali menutup segala spekulasi dan menulis “saya tidak
mengakali hipotesa”.
Walaupun Newton sendiri jelas-jelas kurang yakin tentang sifat cahaya,
orang-orang yang mendewakannya tidak perduli dengan keraguan itu. Bagi
mereka Newton mengajar sifat “peluru” cahaya secara lugas. Bagian opticks yang
membahas getaran yang dirangsang dalam eter tidak dihiraukan murid-murid
newton. Ada buku teks terbitan 1738 menegaskan bahwa sulit membayangkan
cahaya selain partikel materi yang sangat kecil tapi jelas. Anggapan bahwa cahaya
adalah materi menjadi unsur kepercayaan para ahli optika yang dipegang erat-erat.
Topik cahaya untuk pertama kalinya juga menjadi bagian mekanika, atau tepatnya
dinamika yang berkaitan pada newton.
Sampai pertengahan abad ke 18 kepercayaan menggebu-gebu pada cahaya
sebagai peluru belum teruji lewat percobaan. Misalnya, argumen tentang sebutir
partikel eter yang meliputi sekurangnya lima lapis: tiga lapis menarik dan dua
lapis menolak. Lintasan yang ditempus oleh sebutir peluru cahaya yang
dipantulkan, dan satu lagi yang masuk dan terbias.

E. Tokoh Optika Pada Abad ke-19


a. Michael Faraday
Pada tahun 1845, Faraday mulai meneliti tali-temali cahaya dengan gejala
elektromagnetik. Penelitian ini diusulkan oleh William Thomson ( belakangan
terkenal sebagai Lord Kelvin ). Seberkas cahaya yang terpolarisasi oleh
bidang ia lewatkan sejenis kaca berat yang terletak di antara kedua kutub
magnet. Bidang polarisasi cahaya itu ternyata berputar. Faraday girang sekali.
Kelihatannya bukan saja listrik yang tekait dengan kemagnetan, tapi keduanya
berhubungan dengan cahaya. Ia menyimpulkan bahwa gaya magnetik dan
gaya cahaya berhubungan satu sama lain. Hal ini, menurut Faraday,
kemungkinan besar sangat penting pada penelitian susulan terhadap kedua
jenis gaya alamiah ini. Prediksinya tidak meleset. Kelak di kemudian hari,
maxwell merumuskan hubungan ini secara matematis.
b. James Clerk Maxwell
Pengaruh Faraday bagi Maxwell cukup besar. Khususnya dalam
merumuskan pengertian medan dalam persamaan – persamaannya, Maxwell
banyak mendapat ilham dari Faraday. Pada mulanya Maxwell ( bersama
rekannya Thomson, dua-duanya di Cambridge, London ) masih
membayangkan medan sebagai eter yang berpusar. Namun, lama kelamaan ia
menolak menafsirkan medan dari mekanika fluida dan cenderung hanya
membayangkan medan sebagai suatu pengertian matematis untuk menyatakan
apa yang terjadi antara dua muatan, dua arus, atau antara arus dengan magnet.
Bahkan dalam teori maxwell kita dapat membayangkan medan
elektromagnetik yang sama sekali lepas dari sumbernya. Lambag E dan B
mempunyai arti tersendiri. Sedemikian jauh bayangannya, sehingga telah
meninggalkan pengertian “ Tindakan Jarak Jauh”
Tapi Maxwell tidak menerima gagasan Faraday mentah-mentah. Jika
Faraday menolak materi samasekali dan membayangkan segalanya sebagai “
gaya ” semata, Maxwelll malah tetap berpegang pada keberadaan materi.
Faraday bahkan menolak “ ruang ” Newtonian. Tapi Maxwell tidak berani
melangkah sedemikian radikalnya. 19 Kita tahu bahwa persamaan-persamaan
Maxwell sangat dikagumi. Saking kagumya, Ludwig Boltzmann ( 1844-
1906 ), mengutip Johann Wolfgang von Guethe ( 1749-1832 ), berkata :
Apakah simbol-simbol ini ditulis oleh dewa ?
c. Heinrich Rudolf Hertz dan Hendrik Antoon Lorentz
Dua prediksi Maxwell diuji secara terpisah oleh Heinrich Rudolf Hertz
( 1857-1894 ) dan Hendrik Antoon Lorentz ( 1853-1928 ). Maxwell
meramalkan bahwa gangguan di dalam medan magnetik dan listrik harus
merambat secepat cahaya. Tapi gelombang elektromagnetik seperti itu belum
pernah teramati. Pada tahun 1887, Heartz menguji prediksi itu sampai dengan
memercikkan bunga api listrik di antara dua kutub. Ia mengamati bahwa di
antara dua kutub di tempat lain di dalam laboratoriumnya terjadi juga percikan
bunga api yang sama.Tak pelak lagi, pengaruh bunga api yang petama harus
dibawa sebagai gelombang melalui udara sehingga menimbulkan bunga api
yang kedua. Ia membuktikan secara experimental bahwa gelombang mirip
seperti gelombang cahaya, karena menunjukkan gejala pemantulan,
pembiasan, difraksi, dan polarisasi. Berkat penemuan ini, Hertz membawa kita
menuju jaman telekomunikasi.
d. J.J. Thomson
Pada tahun 1899, Joseph John Thomson meneliti cahaya ultraungu dalam
tabung sinar katoda. Dipengaruhi oleh kerja James Clerk Maxwell, Thomson
menyimpulkan bahwa sinar katoda terdiri atas partikel-partikel bermuatan
negatif, yang dia sebut corpuscles (belakangan disebut "elektron"). Dalam
penelitian tersebut, Thomson menempatkan pelat logam (yaitu, katoda) dalam
tabung hampa, dan menyinarinya dengan radiasi frekuensi tinggi.

F. Optika Pada Abad ke-20


a. Albert Einstein dan Max Planck
Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat percobaan efek fotoelektrik,
cahaya yang menyinari atom mengeksitasi elektron untuk melejit keluar dari
orbitnya. Pada pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de Broglie
menunjukkan elektron mempunyai sifat dualitas partikelgelombang, hingga
tercetus teori dualitas partikel-gelombang. Albert Einstein kemudian pada
tahun 1926 membuatpostulat berdasarkan efek fotolistrik, bahwa cahaya
tersusun dari kuanta yang disebut foton yang mempunyai sifat dualitas yang
sama.
Efek fotolistrik banyak membantu penduaan gelombang-partikel, dimana
sistem fisika (seperti foton dalam kasus ini) dapat menunjukkan kedua sifat
dan kelakuan seperti-gelombang 20 dan seperti-partikel, sebuah konsep yang
banyak digunakan oleh pencipta mekanika kuantum. Efek fotolistrik
dijelaskan secara matematis oleh Albert Einstein yang memperluas kuanta
yang dikembangkan olehMax Planck.
Hukum emisi fotolistrik:
1. Untuk logam dan radiasi tertentu, jumlah fotoelektro yang dikeluarkan
berbanding lurus dengan intensitas cahaya yg digunakan.
2. Untuk logam tertentu, terdapat frekuensi minimum radiasi. di bawah
frekuensi ini fotoelektron tidak bisa dipancarkan.
3. Di atas frekuensi tersebut, energi kinetik yang dipancarkan
fotoelektron tidak bergantung pada intensitas cahaya, namun
bergantung pada frekuensi cahaya.
4. Perbedaan waktu dari radiasi dan pemancaran fotoelektron sangat
kecil, kurang dari 10-9 detik.
Karya Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan
Nobel masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori
kuantum mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk
Werner Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born, John von
Neumann, Paul Dirac, Wolfgang Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan
lain-lain.
Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan
sebagai dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran
partikel yang disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun
1953 dengan ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960.
Era optika modern tidak serta merta mengakhiri era optika klasik, tetapi
memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.

G. Optika Masa Kini : Serat Optik


Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari
kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat
digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain.
Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini
berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik
tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari
udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan transmisi
serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran
komunikasi.
Perkembangan teknologi serat optik saat ini, telah dapat menghasilkan
pelemahan (attenuation) kurang dari 20 decibels (dB)/km. Dengan lebar jalur
(bandwidth) yang besar sehingga kemampuan dalam mentransmisikan data
menjadi lebih banyak dan cepat dibandingan dengan penggunaan kabel
konvensional. Dengan demikian serat optik sangat cocok digunakan terutama
dalam aplikasi sistem telekomunikasi. Pada prinsipnya serat optik memantulkan
dan membiaskan sejumlah cahaya yang merambat didalamnya. Efisiensi dari serat
optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun gelas/kaca. Semakin murni
bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat optik.
 Kronologi Perkembangan Serat Optik
a. 1917 Albert Einstein memperkenalkan teori pancaran terstimulasi dimana
jika ada atom dalam tingkatan energi tinggi
b. 1954 Charles Townes, James Gordon, dan Herbert Zeiger dari Universitas
Columbia USA, mengembangkan maser yaitu penguat gelombang mikro
dengan pancaran terstimulasi, dimana molekul dari gasamonia memperkuat
dan menghasilkan gelombang elektromagnetik. Pekerjaan ini menghabiskan
waktu tiga tahun sejak ide Townes pada tahun 1951 untuk mengambil
manfaat dariosilasi frekuensi tinggi molekular untuk membangkitkan
gelombang dengan panjang gelombang pendek pada gelombang radio.
c. 1958 Charles Townes dan ahli fisika Arthur Schawlow mempublikasikan
penelitiannya yang menunjukan bahwa maser dapat dibuat untuk
dioperasikan pada daerah infra merah dan spektrum tampak, dan
menjelaskan tentang konsep laser.
d. 1960 Laboratorium Riset Bell dan Ali Javan serta koleganya William
Bennett, Jr., dan Donald Herriott menemukan sebuah pengoperasian secara
berkesinambungan dari laser helium-neon.
e. 1960 Theodore Maiman, seorang fisikawan dan insinyur elektro dari Hughes
Research Laboratories, menemukan sumber laser dengan menggunakan
sebuah kristal batu rubi sintesis sebagai medium.
f. 1961 Peneliti industri Elias Snitzer dan Will Hicks mendemontrasikan sinar
laser yang diarahkan melalui serat gelas yang tipis(serat optik). Inti serat
gelas tersebut cukup kecil yang membuat cahaya hanya dapat melewati satu
bagian saja tetapi 22 banyak ilmuwan menyatakan bahwa serat tidak cocok
untuk komunikasi karena rugi rugi cahaya yang terjadi karena melewati jarak
yang sangat jauh.
g. 1961 Penggunaan laser yang dihasilkan dari batu Rubi untuk keperluan
medis di Charles Campbell of the Institute of Ophthalmology at Columbia-
Presbyterian Medical Center dan Charles Koester of the American Optical
Corporation menggunakan prototipe ruby laser photocoagulator untuk
menghancurkan tumor pada retina pasien.
h. 1962 Tiga group riset terkenal yaitu General Electric, IBM, dan MIT‟s
Lincoln Laboratory secara simultan mengembangkan gallium arsenide laser
yang mengkonversikan energi listrk secara langsung ke dalam cahaya infra
merah dan perkembangan selanjutnya digunakan untuk pengembangan CD
dan DVD player serta penggunaan pencetak laser.
i. 1963 Ahli fisika Herbert Kroemer mengajukan ide yaitu heterostructures,
kombinasi dari lebih dari satu semikonduktor dalam layer-layer untuk
mengurangi kebutuhan energi untuk laser dan membantu untuk dapat bekerja
lebih efisien. Heterostructures ini nantinya akan digunakan pada telepon
seluler dan peralatan elektronik lainnya.
j. 1966 Charles Kao dan George Hockham yang melakukan penelitian di
Standard Telecommunications Laboratories Inggris mempublikasikan
penelitiannya tentang kemampuan serat optik dalam mentransmisikan sinar
laser yang sangat sedikit rugi-ruginya dengan menggunakan serat kaca yang
sangat murni. Dari penemuan ini, kemudian para peneliti lebih fokus pada
bagaimana cara memurnikan bahan serat kaca tersebut.
k. 1970 Ilmuwan Corning Glass Works yaitu Donald Keck, Peter Schultz, dan
Robert Maurer melaporkan penemuan serat optik yang memenuhi standar
yang telah ditentukan oleh Kao dan Hockham. Gelas yang paling murni yang
dibuat terdiri atas gabungan silika dalam tahap uap dan mampu mengurangi
rugi-rugi cahaya kurang dari 20 decibels per kilometer, yang selanjutnya
pada 1972, tim ini menemukan gelas dengan rugi-rugi cahaya hanya 4
decibels per kilometer. Dan juga pada tahun 1970, Morton Panish dan Izuo
Hayashi dari Bell Laboratories dengan tim Ioffe Physical Institute dari
Leningrad, mendemontrasikan laser semikonduktor yang dapat dioperasikan
23 pada temperatur ruang. Kedua penemuan tersebut merupakan terobosan
dalam komersialisasi penggunaan fiber optik.
l. 1973 John MacChesney dan Paul O. Connor pada Bell Laboratories
mengembangkan proses pengendapan uap kimia ke bentuk ultratransparent
glass yang kemudian menghasilkan serat optik yang mempunyai rugi-rugi
sangat kecil dan diproduksi secara masal.
m. 1975 Insinyur pada Laser Diode Labs mengembangkan Laser
Semikonduktor, laser komersial pertama yang dapat dioperasikan pada suhu
kamar.
n. 1977 Perusahaan telepon memulai penggunaan serat optik yang membawa
lalu lintas telepon. GTE membuka jalur antara Long Beach dan Artesia,
California, yang menggunakan transmisi LED. Bell Labs mendirikan
sambungan yang sama pada sistem telepon di Chicago dengan jarak 1,5 mil
di bawah tanah yang menghubungkan 2 switching station.
o. 1980 Industri serat optik benar-benar sudah berkibar, sambungan serat optik
telah ada di kota kota besar di Amerika, AT&T mengumumkan akan
menginstal jaringan serat optik yang menghubungkan kota kota antara
Boston dan Washington D.C., kemudian dua tahun kemudian MCI
mengumumkan untuk melakukan hal yang sama. Raksasa-raksasa elektronik
macam ITT atau STL mulai memainkan peranan dalam mendalami riset-riset
serat optik.
p. 1987 David Payne dari Universitas Southampton memperkenalkan optical
amplifiers yang dikotori (dopped) oleh elemen erbium, yang mampu
menaikan sinyal cahaya tanpa harus mengkonversikan terlebih dahulu ke
dalam energi listrik.
q. 1988 Kabel Translantic yang pertama menggunakan serat kaca yang sangat
transparan, dan hanya memerlukan repeater untuk setiap 40 mil.
r. 1991 Emmanuel Desurvire dari Bell Laboratories serta David Payne dan P. J.
Mears dari Universitas Southampton mendemontrasikan optical amplifiers
yang terintegrasi dengan kabel serat optik tersebut. Dengan keuntungannya
adalah dapat membawa informasi 100 kali lebih cepat dari pada kabel
dengan penguat elektronik (electronic amplifier).
s. 1996 TPC-5 merupakan jenis kabel serat optik yang pertama menggunakan
penguat optik. Kabel ini melewati samudera pasifik mulai dari San Luis 24
Obispo, California, ke Guam, Hawaii, dan Miyazaki, Jepang, dan kembali ke
Oregon coast dan mampu untuk menangani 320,000 panggilan telepon.
t. 1997 Serat optik menghubungkan seluruh dunia, Link Around the Globe
(FLAG) menjadi jaringan kabel terpanjang di seluruh dunia yang
menyediakan infrastruktur untuk generasi internet terbaru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Optik merupakan bidang ilmu fisika yang mempelajari tentang cahaya.
Dalam optika dipelajari sifat-sifat cahaya, hakikat cahaya, dan pemanfaatan
sifat-sifat cahaya. Optika menerangkan dan diwarnai oleh gejala optis. Kata optik
berasal dari bahasa Latinὀπτική, yang berarti tampilan.
Bidang optika biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak,
inframerah dan ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang
elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi di sinar X, gelombang mikro,
gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan juga gejala
serupa seperti pada sorotan partikel muatan (charged beam).
Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari
keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum
cahaya yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum.
Dalam prakteknya, kebanyakan dari gejala optis dapat dihitung dengan
menggunakan sifat elektromagnetik dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh
persamaan Maxwell.
Sejarah perkembangan optik dan cahaya dimulai dari bangsa Yahudi,
Arab dan Romawi. Teori cahaya pada saat itu sifatnya masih spekulatif, baru
pada periode kedua teori cahaya sudah disusun sesuai dengan eksperimen. Pada
periode kedua itu muncul banyak pertentangan antara teori newton dan
huygens, namun pada periode ketiga teori newton tenggelam dan teori Huygens
memperoleh tempat dan dapat dikembangkan oleh Thomas Young dan
Maxwell. Namum teori tersebut tidak dapat menjelaskan dengan baik peristiwa
mikroskopis, antara lain peristiwa efekfotolistrik, sinar X dan sebagainya.
Oleh karena itu seperti pada cabang-cabang ilmu fisika lainnya, konsep-
konsep cahaya juaga mengalami perubahan radikal. Bidang optika memiliki
identitas, masyarakat, dan konferensinya sendiri. Aspek keilmuannya sering
disebut ilmu optik atau fisika optik. Ilmu optik terapan sering disebut rekayasa
optik. Aplikasi dari rekayasa optik yang terkait khusus dengan sistem iluminasi
(iluminasi) disebut rekayasa pencahayaan. Setiap disiplin cenderung sedikit
berbeda dalam aplikasi, keterampilan teknis, fokus, dan afiliasi profesionalnya.
Inovasi lebih baru dalam 10 rekayasa optik sering dikategorikan sebagai fotonika
atau optoelektronika. Batas-batas antara bidang ini dan "optik" sering tidak
jelas, dan istilah yang digunakan berbeda di berbagai belahan dunia dan dalam
berbagai bidang industri.
Karena aplikasi yang luas dari ilmu "cahaya" untuk aplikasi dunia nyata,
bidang ilmu optika dan rekayasa optik cenderung sangat lintas disiplin. Ilmu
optika merupakan bagian dari berbagai disiplin terkait termasuk elektro, fisika,
psikologi, kedokteran (khususnya optalmologi dan optometri), dan lain-lain.
Selain itu, penjelasan yang paling lengkap tentang perilaku optis, seperti
dijelaskan dalam fisika, tidak selalu rumit untuk kebanyakan masalah, jadi model
sederhana dapat digunakan. Model sederhana ini cukup untuk menjelaskan
sebagian gejala optis serta mengabaikan perilaku yang tidak relevan dan / atau
tidak terdeteksi pada suatu sistem.
Di ruang bebas suatu gelombang berjalan pada kecepatan c = 3×108
meter/detik. Ketika memasuki medium tertentu (dielectric atau nonconducting)
gelombang berjalan dengan suatu kecepatan v, yang mana adalah karakteristik
dari bahan dan kurang dari besarnya kecepatan cahaya itu sendiri (c).
Perbandingan kecepatan cahaya di dalam ruang hampa dengan kecepatan
cahaya di medium adalah indeks bias n bahan sebagai berikut : n = c ⁄v
DAFTAR PUSTAKA

Keiser, Gerd. 1993. Optical Fiber Communications.Second Edition. McGraw Hill


InternationalEdition.
Keiser, Gerd. Optical Fiber Communications. Second edition. McGraw-Hill
Book, Singapore,1991.

Sabani, R. (2018). Sejarah Fisika : Perkembangan Optika Tiap Periode.

Anda mungkin juga menyukai