Anda di halaman 1dari 7

2.

Gereja dan Ibadahnya


2.1 Pengertian Gereja

Berdasarkan asal usul kata “Gereja” diambil dari bahasa Portugis “Igreja”, dalam
bahasa Latin disebut “Ecclesia” dan dalam bahasa Yunani disebut “Ekklesia” yang berarti
perkumpulan, pertemuan, rapat. Gereja bukan sembarangan perkumpulan, melainkan
kelompok orang-orang khusus yang dipanggil Tuhan untuk bersekutu bersama-sama dengan-
Nya. Terkadang “gereja” dipakai dengan kata “jemaat” atau “umat”, tetapi perlu diingat bahwa
“jemaat” sangat istimewa.1 Menurut Bruner, jemaat adalah persekutuan-pribadi, persekutuan-
saudara, persekutuan-hidup dan persekutuan-Kristus.2 Pada persekutuan tersebut, Kristus
sebagai Kepala segala yang ada, itu berarti segala sesuatu yang ada di bumi ada dalam kuasa-
Nya. Kristus adalah Kepala jemaat, itu berarti jemaat adalah tubuh kepunyaan-Nya dan karena
itu ia mendapat bagian dalam segala sesuatu yang Ia kerjakan.3

Menurut Dr. Berkhof, gereja hadir untuk memperluas Injil dan karya keselamatan Allah
di tengah-tengah dunia. Sedangkan, menurut Dr. Enklaar gereja adalah persekutuan orang-
orang percaya bersama dengan Kristus.4 Gereja sebagai perkumpulan, perhimpunan dan
persekutuan dengan Kristus hadir di tengah-tengah dunia untuk memperdamaikan dan
memulihkan hubungan Allah dengan manusia yang rusak oleh karena dosa. Gereja ada dalam
kebersamaan yang khas dari orang-orang yang percaya kepada-Nya, mereka bersekutu di
bawah naungan Yesus Kristus. Karya Yesus Kristus yang dinyatakan pada orang-orang
percaya sebagai Firman dan dijadikannya sebagai pedoman hidup.5

2.2 Gereja sebagai Persekutuan Orang Percaya

Gereja sebagai persekutuan orang percaya dipanggil untuk menjalankan suatu


kehidupan yang sesuai dengan tuntutan Kerajaan Allah (Markus 1:15; Efesus 4:11; 2 Petrus
1:10-11). Hidup yang berpadanan dengan tuntutan Kerajaan Allah ialah hidup yang dipimpin
oleh Roh Allah yang membuahkan kasih, sukacita, damai sejahtera, keadilan dan kebenaran
(Efesus 5:3 dst; Galatia 5:21). Gereja sebagai persekutuan orang percaya adalah persekutuan
yang kuat dan tahan uji dalam menghadapi berbagai tantangan, penganiayaan, penderitaan, dan

1
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi, (Yogyakarta: Kanisius, 2018),
hlm 332.
2
J.L.Ch. Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm 25.
3
J.L. Ch. Abineno, Tafsiran Alkitab Surat Efesus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm 39.
4
C. De Jonge, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm 23.
5
Clifford Green: diterjemahkan oleh Marie-Claire Barth, Karl Bart: Teolog Kemerdekaan, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003), hlm 292.
1
tetap berpengharapan kepada Yesus Kristus. Gereja sebagai persekutuan orang percaya juga
terpanggil untuk bersaksi dan memberitakan hal Kerajaan Allah dengan tekun dan setia dalam
pelayanan kasih, kebenaran, keadilan dan damai sejahtera bagi semua orang.6

Roh Kudus menghimpun orang-orang percaya dari segala bangsa, suku, kaum, bahasa
ke dalam suatu persekutuan yaitu gereja, dan Kristus sebagai Kepala (Efesus 4:3-16; Wahyu
7:9). Roh Kudus juga memberi kuasa kepada gereja sebagai orang-orang percaya untuk
bersaksi, memberitakan Injil Kerajaan Allah kepada seluruh umat-Nya yang ada di dunia. Oleh
sebab itu, gereja tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi gereja dipanggil untuk menyangkal
diri dan mengorbankan kepentingannya sendiri untuk melayani umat-Nya di seluruh dunia,
menolong orang yang menderita karena sakit, menolong orang lemah yang membutuhkan
kekuatan, sehingga mereka dapat merasakan pembebasan dan penyelamatan Allah di dalam
Yesus Kristus. Dengan demikian, gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya dapat
menghayati makna dari baptisan dan perjamuan kudus sebagai tanda keberadaan dan
kekudusannya.7

2.3 Gereja sebagai Gedung Kebaktian

Pada bukunya Dr. J. L. CH. Abineno, menjelaskan bahwa gereja sebagai gedung
kebaktian atau tempat beribadah umat Kristen di dalamnya mengandung kesan kehadiran
Allah. Suatu gereja dapat dikatakan mengandung kesan kehadiran Allah apabila di dalamnya
diletakan sebuah salib besar, mimbar sebagai tempat pengkhotbah, kursi sebagai tempat duduk
uskup dan para presbiter, juga sebagai tempat duduk jemaat.8 Namun, yang paling penting dari
gereja sebagai gedung kebaktian adalah benar-benar menjadi tempat umat manusia beribadah,
bersekutu bersama-sama dengan-Nya, karena itulah yang menjadi fungsi utama gedung gereja.
Gedung Gereja dipahami memiliki dua fungsi yakni: sebagai tempat keberadaan Ilahi dalam
imajinasi insani, dan yang kedua sebagai tempat perhimpunan, perkumpulan dan persekutuan
orang-orang percaya. Persekutuan orang-orang percaya sangat penting dilakukan dalam
gedung atau ruang liturgi gereja9 Gereja sebagai gedung kebaktian menjadi tempat umat
menghayati, mengamalkan, dan memberitakan karya keselamatan Allah. Gereja sebagai
gedung kebaktian atau gedung persekutuan mempunyai tugas penting yang harus disampaikan

6
Keputusan Sidang Raya XII PGI, Lima Dokumen Keesaan Gereja di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1994), hlm 52.
7
Keputusan Sidang Raya XII PGI, Lima Dokumen Keesaan Gereja di Indonesia, hlm 53.
8
J. L. Ch. Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad-Abad Pertama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), hlm 68.
9
Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), hlm
168.
2
kepada seluruh umat manusia yang hadir dalam persekutuan. Tugas yang dimaksudkan ialah
menyampaikan karya keselamatan Allah kepada semua orang dan bangsa.10

2.4 Gereja sebagai Persekutuan Orang Beribadah

Gereja sebagai persekutuan orang beribadah bersama dengan Kristus hadir di tengah-
tengah dunia untuk memperdamaikan dan memulihkan hubungan Allah dengan manusia yang
rusak karena dosa.11 Menurut Hoon dalam bukunya James F. White, mengatakan bahwa ibadah
adalah bentuk penyataan diri Allah dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadapNya.
Melalui FirmanNya, Allah menyingkapkan dan mengkomunikasikan keberadaanNya dan
ajaranNya kepada manusia.12 Ibadah secara umum dilaksanakan pada hari Minggu yang
diyakini sebagai hari kebangkitan Tuhan Yesus. Akan tetapi, ibadah tidak terbatas pada hari
Minggu saja, tapi pada hari-hari lain pun ibadah bisa dilaksanakan.

Gereja sebagai persekutuan orang beribadah tidak terbatas pada gedung yang mewah,
tetapi di rumah pun jemaat dapat melaksanakan ibadah. Dalam Perjanjian Baru, rumah (oikos)
bukan saja tempat manusia berdiam diri, tetapi juga tempat mereka berkumpul sebagai
persekutuan. Hal ini terlihat dalam Kitab Kisah Para Rasul 1:13-14. Pada ayat tersebut
menjelaskan bahwa murid-murid Yesus bersama dengan beberapa perempuan, ibu Yesus dan
saudara-saudara Yesus berkumpul pada sebuah rumah di Yerusalem untuk berdoa. Dengan
demikian, rumah adalah tempat manusia hidup dan bekerja, juga sebagai tempat mereka
berkumpul dan beribadah kepada Allah.13 Kebaktian atau ibadah tanpa mimbar atau nihil kursi
bukan berarti tidak memenuhi syarat gereja. Pada dasarnya, dua atau tiga orang berkumpul dan
bersekutu, memuji dan memuliakan nama-Nya, maka Ia hadir di tengah-tengah mereka.14

Bersekutu dan beribadah adalah bentuk penghormatan manusia kepada Allah. Ibadah
Kristen bukanlah meditasi pribadi, melainkan tindakan suci dari sebuah komunitas yang
beriman kepada-Nya. Bonhoeffer menjelaskan ibadah Kristen ke dalam beberapa bagian, yaitu:

1. Ibadah Kristen adalah sesuatu yang bersifat wajib dilakukan oleh umat Kristen yang
percaya kepada-Nya.

10
George Kirchberger, Gereja Yesus Kristus: Sakramen Roh Kudus, (Flores-NTT: Penerbit Nusa Indah, 1991),
hlm 151.
11
Clifford Green: diterjemahkan oleh Marie-Claire Barth, Karl Bart: Teolog Kemerdekaan, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003), hlm 292.
12
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hlm 7.
13
J. L. Ch. Abineno, Jemaat: Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayan-Pelayannya, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1983), hlm 64-65.
14
Hasanema Wau, Gereja Pasca Covid-19, (Yogyakarta: Penerbit Buku dan Majalah Rohani, 2020), hlm 128.
3
2. Ibadah Kristen adalah suatu bengkel kerja yang di dalamnya semua orang percaya
didorong dan didukung untuk menyebutkan karunia rohani mereka dan
mengembangkannya sebagai pemberian untuk Allah dan sesama manusia.
3. Ibadah Kristen yang autentik memberikan kesempatan berharga bagi umat percaya
untuk bisa berkomunikasi dengan Allah, melalui nyanyian dan doa-doa. Ibadah
Kristen yang autentik memberikan kesempatan berharga bagi orang percaya untuk
menghormati Allah dan sesamanya.15
2.5 Pengertian Spiritualitas secara Umum

Spiritualitas berasal dari kata benda “spirit”, diambil dari kata latin “spiritus” yang
berarti “bernapas.” Spiritus juga diartikan sebagai prinsip yang menghidupkan atau vital yang
menghidupkan organisme fisik, makhluk supranatural, kecerdasan atau sesuatu yang tidak
bersifat materiil. Spiritualitas juga berasal dari kata sifat “spiritual” yang berhubungan dengan
spirit, berhubungan dengan yang suci, berhubungan dengan makhluk supranatural. Oleh sebab
itu, ada tiga hal penting yang berkaitan dengan spiritualitas. Pertama, menghidupkan. Tanpa
spiritualitas, organisme mati, baik secara jasmani maupun kejiwaan. Kedua, memiliki status
suci (sacred). Ketiga, spiritualitas berkaitan dengan Tuhan sebagai causa prima kehidupan.16

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), spiritualitas berkaitan dengan jiwa
dan roh. Jiwa dan roh merupakan bagian-bagian yang bersifat non-fisik, yang dimiliki oleh
manusia.17 Jiwa adalah sesuatu yang berhubungan dengan diri manusia sesudah ia meninggal.
Namun, bagi orang tertentu, jiwa masih dapat dilihat wujudnya menyerupai wujud seseorang
saat ia masih hidup. Dengan kata lain, jiwa adalah pusat kesadaran dalam tubuh nonfisik.
Sedangkan, roh dikenal sebagai “dzat” atau “percikan” Sang Pencipta. Roh adalah diri sejati
yang berada dalam hati manusia. Oleh karena itu, hati manusia biasa disebut sebagai “kunci
hubungan kepada Tuhan YME. Tanpa menggunakan hati manusia tidak dapat berkomunikasi
secara baik dengan Tuhan.18 Dengan demikian, spiritualitas merupakan bagian penting yang
memampukan manusia untuk dapat mengekspresikan dirinya.

2.6 Pengertian Spiritualitas Kristen

15
David R. Ray: diterjemahkan oleh Paul Ritter, Gereja yang Hidup: Ide-Ide Segar Menjadikan Ibadah Lebih
Indah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm 126-129.
16
Sanerya Hendrawan, Spiritual Management, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009), hlm 18.
17
Irmansyah Effendi, Spiritualitas: Makna, Perjalanan yang Telah Dilalui, dan Jalan yang Sebenarnya, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm 1.
18
Irmansyah Effendi, Spiritualitas: Makna, Perjalanan yang Telah Dilalui, dan Jalan yang Sebenarnya, hlm 6-9.
4
Spiritualitas adalah “sikap batin” atau “arah utama hidup” individu maupun kelompok.
Spiritualitas tidak hanya sekedar perkataan atau kebiasaan seperti rajin ke gereja, namun
menyangkut seluruh arah hidup yang tercermin dalam pikiran, perkataan dan tindakan. “Sikap
batin” tidak diartikan sebagai suatu sikap yang terlepas dari kehidupan lahiriah, tetapi sikap
yang menentukan keseluruhan hidup seseorang, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam
pengertian ini, maka dapat diartikan spiritualitas sebagai pengarah kepribadian individu
maupun kelompok. Spiritualitas seseorang lahir dari pengalaman iman-nya dengan Tuhan,
melalui praktik-praktik seperti doa, meditasi dan persekutuan.19

Spiritualitas Kristen adalah sikap dan komitmen yang mendalam untuk mengikatkan
diri kepada Tuhan.20 Spiritualitas Kristen ditandai dengan hadirnya Sang Kepala Gereja, yaitu
Yesus Kristus dalam diri manusia atau umat yang percaya kepada-Nya.21Spiritualitas Kristen
sebagai hidup yang mewujudkan persekutuan jemaat dan Allah dalam Kristus. Spiritualitas
dipahami sebagai terhubungnya apa yang dipercayai dan apa yang dilakukan. Apa yang
dipercayai berkaitan dengan relasi manusia dengan Allah (teologi), dan apa yang dilakukan
(etika) berkaitan dengan relasi manusia dengan sesamanya. Spiritualitas berkaitan dengan apa
dan bagaimana hubungan manusia dengan Allah, yang kemudian diekspresikan melalui
kehidupan sehari-hari.22 Seorang teolog bernama Philip Sheldraek mengatakan bahwa
spiritualitas adalah respon sadar manusia terhadap Tuhan, baik pribadi maupun komunal.
Spiritualitas adalah kesadaran manusia tentang relasinya dengan Tuhan, atau sesuatu yang
dipersepsikan sebagai sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme,
sikap, pemikiran, perasaan, dan pengharapan kepada Tuhan, serta bagaimana individu
mengekspresikan hubungan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.23

2.7 Hidup Rohani dan Spiritualitas Kristiani

Kata “rohani” berasal dari bahasa Ibrani ruah yang berarti nafas. Manusia adalah
makhluk rohani atau makhluk yang bergantung pada nafas yang diberikan Allah kepadanya.
Allah sebagai sumber dan pendukung kehidupan manusia, juga berkarya dan berkuasa atas
hidup sepenuhnya. Dengan demikian, hidup manusia bergantung pada Allah sebagai Sang

19
B.F. Drewes & Julianus Mojau, Apa itu Teologi?: Pengantar ke dalam Ilmu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), hlm 28.
20
A.A. Yewangoe, Allah Mengizinkan Manusia Mengalami Diri-Nya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hlm
212.
21
ADHI T, Perjalanan Spiritual Seorang Kristen Sekuler, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hlm 204.
22
Armand Barus, “Spiritualitas Surat Kolose,” Jurnal Amanat Agung, Vol. 12, No. 1, (2016).
23
Abdul Jalil, Spiritualitas Enterpreneurship, (Yogyakarta: LkiS, 2013), hlm 24.
5
Sumber hidupnya. Sedangkan, spiritualitas menandakan kerohanian atau hidup rohani seorang
manusia. Spiritualitas mencakup dua segi, yakni askese dan mistik. Askese adalah usaha
melatih diri secara teratur, supaya terbuka dan peka terhadap sapaan dan panggilan Allah.
Sedangkan, mistik adalah bentuk dan tahap pertemuan pribadi manusia dengan Allah. Dengan
kata lain, askese ialah jalan dan mistik sebagai tujuan hidup keagamaan manusia. Dasar hidup
rohani dan bentuk spiritualitas sejati adalah Roh. Roh yang dimaksudkan ialah Roh Kristus
sebagaimana dijelaskan dalam Kitab PB, yakni Kitab Roma 8:16.24

Spiritualitas dapat disebut sebagai cara manusia mengamalkan seluruh kehidupannya


sebagai seorang beriman yang berusaha menjalankan hidupnya sesuai dengan kehendak-Nya.
Cara untuk mencapai semuanya itu, maka manusia harus membangun hubungannya dengan
Tuhan melalui membaca dan mendengarkan firman-Nya. Manusia harus membaca dan
mendengarkan firman-Nya, agar ia dapat memahami maksud Tuhan dalam hidupnya. Hal lain
yang harus dilakukan manusia ialah berdoa. Berdoa adalah media untuk dapat berkomunikasi
dengan-Nya. Berdoa merupakan usaha manusia mendengarkan dan menanggapi sabda dan
kehadiran Tuhan dalam hidup-nya sebagai makhluk ciptaan-Nya.25 Pada intinya, doa adalah
cara manusia berdialog dan bersekutu dengan Tuhan.26

2.8 Hubungan antara Makna Gereja dan Spiritualitas

Gereja adalah perhimpunan, perkumpulan, persekutuan orang-orang percaya yang


bersekutu untuk memuji dan memuliakan Nama-Nya, serta memberitakan kabar sukacita atau
Injil kepada seluruh umat-Nya. Yesus Kristus sebagai Kepala gereja telah memanggil orang-
orang percaya keluar dari kegelapan (dosa-dosa) menuju terang Allah di dalam suatu
persekutuan bersama-sama dengan-Nya. Gereja sebagai persekutuan hadir di tengah-tengah
dunia untuk memperdamaikan dan memulihkan hubungan Allah dengan manusia yang rusak
karena dosa. Oleh sebab itu, ketika hubungan manusia dengan Allah dapat terbentuk dengan
baik dalam suatu persekutuan, maka itulah yang menjadi inti dari nilai spiritualitas.
Spiritualitas lahir dari pengalaman iman manusia berjumpa dengan-Nya, melalui persekutuan
ibadah, penyembahan pujian, doa, meditasi. Dengan demikian, gereja dan spiritualitas
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling berkaitan.

24
Adolf Heuken SJ, Spiritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad, (Jakarta: Yayasan
Cipta Loka Caraka, 2002), hlm 11.
25
Adolf Heuken SJ, Spiritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad, hlm 12-14.
26
Agus Supratikno, Spiritualitas Ziarah Kehidupan: Memaknai Hidup sebagai Sebuah Perjalanan Spiritual,
(Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2017), hlm 98.
6
7

Anda mungkin juga menyukai