Anda di halaman 1dari 14

Nama : Kevin Nathanael Manumpak Hutauruk

Nim : 17.3283
M.Kuliah : Seminar Praktika
Dosen Pengampu : 1. Pdt. Dr May Sandy Hutapea
2. Pdt. Nelly M. Hutahaean, M.Si

Pastoral Terhadap Perilaku Anak Sekolah Minggu

Akibat Ketergantungan Penggunaan Gadget

I. Pendahuluan
Di era yang serba canggih seperti ini kehadiran gadget memang sudah menjadi
kebutuhan utama baik dari anak-anak maupun orang dewasa. Gadget tidak hanya sebagai alat
untuk berkomunikasi namun juga dapat membantu mempermudah melakukan aktivitas-
aktivitas lainnya. Pada era globalisi ini teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat, sesuai dengan perkembangan zaman. Teknologi merupakan hasil olah pikir manusia
untuk mengembangkan tata cara atau sistem tertentu. Hal itulah yang membuat penggunaan
teknologi tidak memandang usia, mulai dari anak-anak, remaja sampai dewasa mudah
beradaptasi untuk menggunakan teknologi dengan cepat.1 Kita dapat melihat semakin lama
penggunaan teknologi cenderung ingin menguasai dunia ini, sehingga penggunaan teknologi
memberikan efek positif dan negatif kepada setiap penggunaannya. Salah satu penggunaan
positif dari gadget ialah: gadget menyediakan sumber informasi yang tidak terbatas yang
sangat mengkondusifkan proses pembelajaran generasi digital secara meluas dan integratif.
Lebih jauh lagi media digital disiasati dengan tepat, menyediakan sebuah saluran komunikasi
yang menghubungkan anggota keluarga tanpa kendala ruang dan waktu.2
Dalam perkembangan ini anak sekolah minggu perlu memerlukan penambahan
pengetahuan melalui belajar. Belajar sejarah sistematis di sekolah dan pengembangan sikap,
kebiasaan dalam keluarga. Anak perlu memperoleh perhatian dan pujian perilaku bila
prestasi-prestasi yang baik, baik di rumah maupun di sekolah. Anak tetap memerlukan
pengarahan dan pengawasan dari guru dan orang tua untuk memunculkan kebiasaan yang
baik dan keterampilan-keterampilan baru.3

1
Y.Maryono dan B.Patmi Istiana, Tenologi informasi dan Komunikasi (Yogyakarta: Yudhistira, 2008) Hal 3
2
Hellen Chou Pratama, Cyber Smart Parenting (Bandung: Visi Anugerah, 2012), Hal 57
3
Singgih G. Gunaharsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga (Jakarta: Gunung Mulia, 2014), Hal 12

1
II. Isi
2.1 Anak dan Perkembangan
Pada usia 9 tahun-12 tahun orang tua menganggap masa ini merupakan usia yang
menyulitkan dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan lebih banyak dipengaruhi
oleh teman-teman sebayanya. Pada masa ini juga disebut usia anak yang tidak
memperdulikan penampilan dan cenderung ceroboh, selain itu tidak memperdulikan kamar
dan tidak bertanggung jawab pada pakaian dan benda-benda miliknya terutama pada anak
laki-laki. Pada usia ini juga merupakan usia dimana anak banyak menemui ketidak cocokan
atau anak sering melakukan pertengkaran dengan keluarga, saudara-saudari dan juga teman-
teman sebayanya.4
Anak usia dini dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan nasional, Pasal 1 Ayat 14 dinyatakan bahwa anak usia dini diartikan sebagai anak
yang berusia lahir (0 tahun) sampai dengan 6 tahun. Hal ini berbeda dengan pengertian anak
usia dini menurut UNESCO, yaitu kelompok anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun.
Perbedaan ini terletak pada prinsip pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana usia 6-8
tahun merupakan usia transisi dari masa anak-anak yang masih memerlukan bantuan
(dependen) ke masa anak-anak yang mulai mampu mendiri (independent) baik dari segi fisik
maupun psikis. Sedangkan di Indonesia, anak yang berusia 6 tahun keatas sudah berada pada
jalur pendidikan dasar (elementary school).5
Seiring dengan kemajuan zaman, kemajuan pada bidang teknologi pun semakin
modern pula. Dengan kemajuan yang terjadi pada dunia perteknologian ini maka kita harus
bisa menyikapinya secara kritis untuk memperhatikan pengaruh dampak yang akan
ditimbulkan. Oleh karena itu, perlunya berpikir kritis dan bijak dalam menerima sebuah
teknologi tertentu seperti smartphone, dan computer, tablet yang merupakan gadget yang
paling diminati dan paling banyak digunakan orang-orang pada saat ini. Pengguna
smartphone ataupun tablet tidak hanya pada orang dewasa saja, bahkan pada anak kecil pun
sudah banyak yang menggunakannya. Anak-anak biasanya sering menggunakan gadget untuk
bermain game, browsing ataupun untuk mengakses situs sosial media.6

4
Christianan Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak- Kanak Akhir
(Jakarta, Prenada Media Group, 2012), Hal 248
5
Novan Ardy Wiyani. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Pernerbit Gava Media, 2014) Hal. 8-
9
6
Kompasiana, “ Pengaruh Gadget Terhadap Perilaku Anak”,
https://www.kompasiana.com/dianasaadah/5ae40097f13344396562c8f3/pengaruh-gadgetterhadap-perilaku-
anak Diakses pada 4 oktober 2021

2
Dengan memasuki dunia sekolah dan masyarakat, anak-anak dihadapan pada tuntutan
sosial yang baru, yang menyebabkan timbulkanya harapan-harapan atas diri sendiri (self-
expect-action) dan aspirasi-aspirasi baru, dengan kata lai akan muncul lebih banyak
tutuntutan dari lingkungan maupun dari dalam anak sendiri yang kesemuanya ini dipenuhi.
Beberapa keterampilan yang perlu dimiliki anak dalam fase ini meliputi antara lain:
1. Keterampilan menolong diri sendiri (self-help skills): Misalnya dalam hal mandi,
berdandan, makan sudah jarang atau bahkan tidak perlu ditolong lagi.
2. Keterampilan bantuan sosial (social-help skills): anak mampu membantu dalam tugas-
tugas rumah tangga seperti: menyapu, membersihkan rumah, mencuci dan sebagainya.
Partisipasi mereka akan memupuk perasaan- diri berguna dan sikap kerja sama.
3. Keterampilan sekolah (school-skills) : meliputi penguasaan dalam hal akademi dan non
akademik (misalnya menulis, mengarang, matematika, melukis menyanyi, prakarya dan
sebagainya.
4. Keterampilan bermain (play-skills): meliputi keterampilan dalam berbagai jenis permainan
seperti antara lain main bola, mengendarai sepeda, sepatu roda, catur, bulu tangkis dan lain-
lainnya.7

2.2 Sejarah Gadget


7
Prof D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2008) Hal 13-14

3
Gadget ialah sebuah istilah yang berasal dari bahasa inggris, yang artinya perangkat
elektronik kecil memiliki fungsi khusus. Salah satu hal yang membedakan gadget dengan
perangkat elektronik lainnya adalah unsur “kebaruan” Artinya, dari hari ke hari gadget selalu
muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusia menjadi lebih
praktis8 Gadget merupakan teknologi baru dimana setiap orang bisa selangkah lebih maju
dari kemaren. Gadget sangat diperlukan dan mempermudah kehidupan seperti, komunikasi
menjadi mudah dan murah dan juga gadget dapat mempengaruhi perilaku sosial masyarakat
secara baik.9 Gadget juga merupakan benda ajaib yang berisi aneka aplikasi dan program
yang dapat membuat anak-anak bertahan duduk di depan gadget selama berjam-jam.
Masyarakat modern termasuk anak-anak memang tidak bisa dilepaskan lagi dari gadget, di
dalam gadget selain memudahkan komunikasi, bagi anak gadget dapat menjadi media
pembelajaran yang menarik, misalnya seperti belajar bahasa inggris dengan lebih mudah,
meningkatkan logika lewat game interaktif yang edukatif. Selain itu anak-anak juga dapat
belajar bermacam-macam pelajaran, mencari jurnal, bahan pelajaran, ilmu pengetahuan.
Selain hal positif gadget juga dapat berisi game yang merusak, pornografi, maupun ajaran
yang salah, hingga yang sesat. Pada mulanya gadget memang lebih difokuskan kepada
sebuah alat komunikasi, namun semenjak kemauan zaman alat ini di percanggih dengan
berbagai fitur-fitur yang ada didalamnya sehingga memungkinkan penggunanya untuk
melakukan berbagai kegiatan dengan satu gadget ini, mulai dari bertelepon, berkirim pesan,
email, foto selfie atau memfoto sebuah objek, jam, dan masih banyak yang lainnya. Terlepas
dari itu semua, gadget juga memiliki dampak positif dan negatif bagi siapa saja penikmatnya.
Terlebih lagi bagi anak-anak yang sudah mulai menggunakan gadget dalam setiap
aktifitasnya, dampak negatif dan positif juga pasti akan terjadi. Orang tua harusnya mampu
memantau anak-anaknya dalam menggunakan gadget dengan baik agar tidak menimbulkan
dampak negatif.
Memperhatikan maksud dan tujuan utama pemanfaatan media sosial dalam konteks
masyarakat global adalah membangun komunitas, maka dapat disandingkan dengan salah
satu model panggilan menggereja yang digagas Dulles yaitu gereja sebagai “mystical
communion.” Model gereja ini semakin relevan di tengah era pasca-struktural, pasca-modern,
dan bergerak menyatu dengan irama komunitas dan komunikasi digital dari model satu ke
banyak model lainnya. Model ini, yang mengacu pada gambaran alkitabiah tentang tubuh

8
Jaka Irawan, Leni Armayati S.Psi. M.si, Pengaruh Kegunaan Gagded Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pada
Remaja, Vol.8 No.2 (2013) Hal 32
9
Ir. Jarot Wijarnako M.Pd, Ir. Esther M.Pd, Pengaruh Gadget dan Perilaku Terhadap Anak, Hal 4

4
Kristus dan umat Allah, cenderung lebih demokratis daripada model institusional hierarkis,
menekankan layanan timbal balik dari anggota satu sama lain. Membangun hubungan dalam
komunitas, membuka akses terhadap bagaimana gereja melalui imajinasi “Digital
Ekklesiologi” melakukan penetrasi kultural-spiritual dalam masyarakat teknologi.10
Media sosial merupakan sebuah sarana atau ranah pergaulan sosial lewat jalur daring
di internet, di mana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan
mencurahkan pemikiran meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Ia
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam penyampaian dan penyebaran informasi,
mulai dari informasi terkini hingga seputar hal-hal pribadi seperti luapan emosi, gaya hidup,
relasi keluarga, hobi, pendidikan, dan sebagainya. Namun sejatinya media sosial harus juga
dipahami sebagai media penyebaran yang sangat rentan dan rawan. Hal ini dikarenakan
pemilah atau filter dari derasnya arus gelombang informasi itu adalah sang pengguna media
sosial itu sendiri.11 Media sosial mempunyai karakter yang melintasi media konvensional.
Selain bisa disebarkan ke banyak pihak, pesan media sosial juga tidak terkontrol. Artinya,
sementara media konvensional, kendati memiliki kebebasan pers, namun tetap
mempertimbangkan unsur penyaringan berita yang disebut sebagai “gate keeper”, kode etik,
regulasi, serta tanggung jawab sosial secara bebas dan bertanggung jawab. Sedangkan media
sosial, peran penerima sendiri akan sangat menentukan kapan membuka serta berinteraksi
dengan informasi yang ada di hadapannya.

2.3 Perilaku Anak Sekolah Minggu akibat ketergantungan gadget


Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak akan berdampak negatif karena dapat
menurunkan daya konsentrasi dan meningkatkan ketergantungan anak untuk dapat
mengerjakan berbagai hal yang semestinya dapat mereka lakukan sendiri. Dampak lainnya
adalah semakin terbukanya akses internet dalam gadget yang menampilkan segala hal yang
semestinya belum waktunya dilihat oleh anak-anak. Banyak anak yang mulai kecanduan
gadget dan lupa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya yang berdampak psikologis
terutama krisis percaya diri juga pada perkembangan fisik anak.
Radiasi gelombang elektromagnetik dari gadget memang tidak terlihat. Tetapi
efeknya pun tidak terasa secara langsung. Untuk itu orangtua harus secara bijak mengawasi
dan melakukan seleksi terhadap instrument permainan yang digunakan anak-anak saat
10
Jim Rice, dalam http://www.cpx.cts.edu/newmedia/findings/essays/models-ofthe-church-and
social media#(Diakses 1 Oktober 2021)
11
MHT ITB, dalam http://hmt.mining.itb.ac.id/pengaruh-media-sosial-dalammembentuk-opini-publik/ (Diakses
2 Juni 2021).

5
bermain. Kebiasaan anak-anak dalam bermain gadget saat ini memang tidak bisa dipungkiri.
Namun ada baiknya tidak selalu bermain atau paling tidak membatasi waktu bermain gadget.
Karena alasan radiasi diatas. Sebenarnya kegiatan bermain merupakan kegiatan utama anak
yang nampak mulai sejak bayi. Kegiatan ini penting bagi perkembangan kognitif, sosial dan
kepribadian anak pada umumnya. Anak juga bisa mulai memahami hubungan antara dirinya
dan lingkungan sosialnya melalui kegiatan bermain belajar bergaul dan memahami aturan
ataupun tata cara pergaulan. Namun sekarang anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan
bermain gadget daripada bermain dengan teman sebaya yang bisa menimbulkan sifat
individualis dan egosentris serta tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitar.12
Dengan berbagai aplikasi yang dihadirkan didalam gadget membuat pengguna gadget
semakin hari semakin bertambah, tekhusus dikalangan anak-anak dan orang dewasa, banyak
orang tua yang memberikan fasilitas gadget dengan berbagai macam alasan seperti menjadi
suatu alat komunikasi yang dapat menghubungkan antara anak dan orang tua, ada juga orang
tua yang memberikan gadget supaya lebih giat didalam belajar, ada juga yang memberikan
gadget supaya anaknya tidak gaptek, dan berbagai macam alasan lainnya.
Adapun langkah pencegahan yang dilakukan orang tua dalah dengan cara
memberikan batasan waktu bagi si anak dalam menggunakan gadget.13 Terdapat dampak
positifnya gadget bagi anak yaitu menambah informasi ataupun wawasan anak-anak, menjadi
media pembelajaran yang menarik, belajar bahasa Inggris lebih mudah, meningkatkan logika
lewat game interaktif yang edukatif. Anak-anak bisa belajar aneka pelajaran, mencari jurnal,
bahan pelajaran, ilmu pengetahuan, mengetahui ada PR (Pekerjaan Rumah), mengirim tugas,
jadwal kuliah, semua bisa lewat gadget. Gadget benda ajaib yang berisi aneka aplikasi dan
program ini telah menjadi sahabat yang lekat bagi anak, bahkan seolah-olah bisa menyihir
mereka untuk duduk manis berjam-jam bersama gadget.14
Dampak positif penggunaan gadget ialah, yang pertama adalah gadget akan
membantu perkembangan fungsi adaptif seorang anak artinya kemampuan seseorang untuk
bisa menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitar dan perkembangan zaman. Jika
perkembangan zaman sekarang muncul gadget, makaanak pun harus tahu cara
menggunakannya karena salah satu fungsi adaptif manusia zaman sekarang adalah harus
mampu mengikuti perkembangan teknologi. Sebaliknya, anak yang tidak bisa mengikuti

12
Jonathan, dkk. 2015. Perancangan Board Game Mengenai Bahaya Radiasi Gadget Terhadap Anak. (Surabaya:
Universitas Kristen Pertra Surabaya) Hal 117
13
Tri Aryati, Kontrol Sosial Orang Tua Kepada Anak Balita dalam Penggunaan Gadget di Desa Wukisari Imogiri
Bantul, Jurnal Pendidikan Sosiologi 2017, Hal 8
14
Jarot Wijanarko & Esther Setiawati, Parenting Era Digital, (Jakarta: Keluarga Indonesia Bahagia,2016), Hal 4.

6
perkembangan teknologi bisa dikatakan fungsi adaptifnya tidak berkembang secara normal.
Nilai positif lain adalah gadget memberi kesempatan anak untuk leluasa mencari informasi.
Apalagi anak-anak sekolah sekarang dituntut untuk mengerjakan tugas melalui internet.15
Dampak Negatif dari Gadget:
1. Sulit konsentrasi pada dunia nyata
Kecanduan atau adiksi pada gadget akan membuat anak mudah bosan, gelisah dan
marah ketika dia dipisahkan dengan gadget kesukaannya. Ketika anak merasa nyaman
bermain dengan gadget kesukaannya, dia akan lebih asik dan senang menyendiri.
2. Introvert
Anak-anak akan menganggap bahwa gadget merupakan segalanya bagi mereka.
Mereka akan galau dan gelisah jika dipisahkan dengan gadget tersebut. Sebagian besar waktu
mereka habis untuk bermain dengan gadget. Akibatnya, tidak hanya kurangnya kedekatan
antara orang tua dan anak, anak juga cenderung menjadi introvert. Dampak buruk
penggunaan gadget pada anak antara lain: Menjadi pribadi tertutup, Kesehatan otak
terganggu, Kesehatan mata terganggu, Kesehatan tangan terganggu, Gangguan tidur, Suka
menyendiri, Prilaku kekerasan, Pudarnya kreatifitas, Terpapar radiasi, Ancaman cyber
bullying.16
Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak akan berdampak negatif karena dapat
menurunkan daya konsentrasi dan meningkatkan ketergantungan anak untuk dapat
mengerjakan berbagai hal yang semestinya dapat mereka lakukan sendiri. Dampak lainnya
adalah semakin terbukanya akses internet dalam gadget yang menampilkan segala hal yang
semestinya belum waktunya dilihat oleh anak-anak. Banyak anak yang mulai kecanduan
gadget dan lupa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya yang berdampak psikologis
terutama krisis percaya diri, juga pada perkembangan fisik anak.
Ada beberapa efek gadget jika digunakan secara terus menerus:
1. Perilaku emosi: Anak dianggap sudah kebablasan bermain gadget jika dalam sehari
bermain lebih dari dua jam dan jika gadgetnya diambil anak akan marah sekali,
menangis berlebihan atau berteria-teriak.
2. Perilaku sosial: Efek sosial dari penggunaan gadget terhadap anak sekolah minggu
ialah anak sekolah minggu menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar, sehingga
tidak memamhami etika bersosialisasi. Selain itu, anak mengakses situs jejaringan di
dunia maya secara berlebihan juga dapat membuat anak berpikir bahwa mencari
15
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia,2003) Hal 15
16
Derry Iswidharmanjaya & Beranda Agency, Bila Si Kecil Bermain Gadget, (Bisakimia : 2014), Hal 15

7
teman bisa dilakukan melalui internet, dan melupakan teman-teman yang ada di
lingkungan sekitarnya.
3. Perilaku Kekerasan atau Agresi: Pengaruh gadget pada peningkatan tingkat
kekerasan terhadap anak, paling banyak dialami justru oleh anak laki laki. Kenapa
anak laki-laki? karena mereka lebih agresif dan tingkat emosinya belum terkendali.
Maraknya perilaku agresi kekerasan dan merusak trendnya meningkat, lebih banyak
terjadi di perkotaan. Salah satu pemicunya adanya kemajuan teknologi, seperti
penggunaan gadget untuk konten kekerasan dan pornografi, maraknya media sosial
dan akibat pemakaian tanpa pengawasan dan pendampingan.
4. Perilaku Malas dan Obesitas: Anak akan cenderung pasif atau malas, malas bergerak,
malas bermain, malas olah raga, malas keluar rumah (bermain di luar rumah) dan
bentuk-bentuk pasif lainnya. Hal ini akan menjadi anak pemalas dan berpotensi
obesitas. Perilaku semacam ini juga menggantikan aktivitas penting lainnya, terutama
aktivitas bergerak yang penting untuk kesehatan maupun aktifitas sosial.17
2.4 Pastoral Terhadap Anak Sekolah Minggu dalam mengatasi ketergantungan
terhadap penggunaan Gadget
Menurut Clinebell pendampingan pastoral merupakan suatu pelayanan pertolongan
dan penyembuhan dari gereja, baik secara individu maupun kelompok, sehingga dapat
bertumbuh dalam proses kehidupannya di masyarakat. Dengan kata lain, pendampingan
pastoral adalah suatu upaya yang disengaja untuk memberi pertolongan kepada seseorang
atau kelompok yang sedang mengalami masalah atau sakit. 18 Kita bisa melihat krisis yang
terjadi dalam kehidupan seseorang biasanya dikaitkan dengan rasa kehilangan/kedukaan,
sakit, tidak lulus studi, lamaran pekerjaan ditolak, perceraiaan, kesepian, kesendirian,
kecanduan obat-obatan, dan berbagai masalah lainnya.19 Untuk itu krisis harus cepat diatasi
untuk menghindari penyakit yang ditimbulkan. Konseling pastoral merupakan salah satu
solusi dalam mengatasi krisis yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Konseling pastoral
dalam penerapannya bertujuan untuk menunjang proses pengutuhan manusia dalam semua
aspek hidup mereka sejauh mungkin. Konseling pastoral berusaha memperhatikan semua
aspek yang menjadi beban dalam kehidupan.20
Pendampingan pastoral (pastoral care), yang dalam bahasa alkitabiah sering menjadi
penggembalaan yang berasal dari kata gembala. Proses penggembalaan itu sendiri ada sejak
17
Ir Jarot Wijanarko dan Ir Ester Setiawati, Ayah Baik-Ibu Baik Parenting Era Digital, 2016 Hal 21-24
18
Jacob Daan Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2016), Hal 2
19
Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014) Hal 96.
20
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), Hal 42

8
manusia pertama; Adam dan Hawa. Hukuman Allah adalah upaya untuk memperbaiki dan
membangun kembali hubungan yang tidak harmonis sebagai proses penggembalaan Allah
terhadap manusia.21 Konseling pada perkembangannya didasari oleh sikap kepekaan dalam
menolong seseorang yang sedang mengalami krisis. Konseling mewarisi dua tradisi
peradaban manusia yaitu tradisi peradaban mutual caring (saling memperdulikan) dan tradisi
universal human mutual caring dalam bentuk prototype yang bersifat pra-ilmiah, pra-
profesional dan biasa disebut dengan konseling sekuler. 22 Waktu juga bisa menjadi cara
mengurangi penggunaan gadget pada anak. Agar anak terhindar dari kecanduan pemakaian
gadget dan tidak menimbulkan hal-hal yang memicu pikiran negatif pada anak, orang tua
memeriksa gadget anak secara berkala, agar dapat mengetahui hal apa saja yang anak lakukan
pada saat menggunakan gadget. Dalam pemakaian gadget, orang tua dapat membatasi
penggunaan gadget pada anak, menjelaskan pada anak mengenai aturan waktu penggunaan
gadget.
Proses penggembalaan Allah itu juga merupakan bentuk pertanggung jawaban
manusia kepada Allah. Dalam proses penggembalaan ini, Allah bertindak sebagai seorang
gembala yang datang untuk menolong umat ciptaan-Nya, menemukan akar dan penyebab
permasalahan yang dihadapi, serta upaya memperbaiki hubungan manusia dengan Allah.
Pendampingan pastoral (pastoral care) yang dalam alkitab dipakai untuk melaksanakan tugas
penggembalaan, tidak hanya memulihkan tetapi juga mengembangkan orang dalam potensi-
potensinya yang dapat juga mengembangkan orang dalam potensi-potensinya yang dapat
digunakan untuk melayani Tuhan dalam pelayanan kepada sesamanya. 23 Pada masa anak
sekolah ini, anak-anak membandingkan dirinya dengan teman-temannya dimana ia mudah
sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman. Bila pada masa ini ia sering
gagal dan merasa cemas, akan tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu tentang
bagaimana dan apa yang perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya dan ia
berhasil mengatasi masalah dalam hubungan teman dan prestasi sekolah, akan timbul
motivasi yang tinggi terhadap karya.24
Kita pasti pernah menjumpai orang tua yang rela membelikan gadget yang canggih
dengan model yang sesuai dengan keinginan anak. Kita melihat bahwa orang tua yang
memiliki karir diluar rumah gadget digunakan untuk memantau aktifitas dan berkuminikasi
21
Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral: Pemahaman dan Pengalaman dalam Praktek
(Salatiga: Widya Sari Press, 2003), Hal 78
22
Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), Hal 1-2
23
Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tirasa Grafika, 2007), Hal 5
24
Christianan Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak- Kanak Akhir
(Jakarta, Prenada Media Group, 2012) Hal 248

9
dengan anak yang ada dirumah, sedangkan ibu yang standbay dirumah membelikan gadget
bertujuan untuk mengalihkan perhatian si anak agar tidak menganggu aktifitas ibu dalam
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Awal tujuaannya mereka berhasil, untuk komunikasi
dan pengalih perhatian. pendapat ini sudah berbalik dengan yang diharapkan orang-orang
zaman sekarang yang seharusnya dilakukan adalah guru sekolah minggu yang bisa mengubah
pola pikir anak kepada hal-hal pengembangan iman mereka karena Sekolah minggu
merupakan pelayanan yang sangat erat kaitannya dengan gereja. Pada intinya bentuk
pelayanan dari sekolah minggu ini adalah anak-anak dikumpulkan dan diajar Firman Tuhan
pada hari Minggu dan kegiatan ini dilaksanakan oleh Gereja.
Pendampingan pastoral ialah panggilan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang
telah merespon panggilan Allah. Pendampingan pastoral ini tidak hanya menjadi tanggung
jawab seorang Pendeta, Pastor atau sebagainya, tetapi ini merupakan tugas setiap orang yang
percaya yang telah dipanggil untuk tugas penggembalaan. Inilah yang menjadi dasar
pendamping pastoral guna mewujudkan kasih, perhatian dan kepedulian kepada mereka yang
berada pada pergumulan.25 Guru sekolah minggu melakukan pendampingan pastoral dengan
cara mengingatkan anak-anak sekolah minggu agar tidak terus menggunakan gadget ketika
sedang beribadah dan jika ada guru sekolah minggu melihat anak sekolah minggu
menggunakan gadget maka saat itu juga guru sekolah minggu harus berani menegur, menyita
hp dan menasehati anak sekolah minggu agar tidak selalu menggunakan gadget pada saat
jam ibadah, dalam hal ini juga orang tua dengan guru sekolah minggu perlu melakukan
pendampingan pastoral.
Pendampingan yang diberikan pada masa anak-anak bertumbuh akan membawa
pengaruh yang besar bagi kehidupan kepribadian mereka dan juga bagi perkembangan di
jemaat. Pada umumnya pendampingan pastoral diberikan sebagai salah satu bentuk
pelayanan yang ada di gereja yang berguna untuk dapat menolong sesama yang menghadapi
masalah atau menolong mereka supaya dapat hidup dengan baik. Keterampilan dalam
melakukan pengembalaan pada dasarnya adalah keterampilan berkomunikasi dan
berhubungan dalam cara mendorong pertumbuhan.26
Upaya Pastoral yang dapat dilakukan baik Gereja dan guru sekolah minggu ialah
menciptakan dan memiliki sebuah aplikasi khusus di mana jemaat dapat mengakses secara
bebas seperti: baik outline khotbah, materi pelajaran alkitab berseri, diskusi isu-isu terkini
hingga menjadi media pengumuman mingguan gerejawi, melalui gawai pintar mereka

25
Jacob Daan Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2016), Hal 3-4
26
Clinebell Howard, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius,2002), Hal 63

10
masing-masing. Teknologi bisa membuat guru sekolah minggu untuk meningkatkan kualitas
pengalaman mereka dalam mengajar dan mendidik anak sekolah minggu dan tentu, semua ini
hanyalah sarana untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pemuridan masa kini.
Perhatian utama yang senantiasa menjadi awasan adalah, bahwa seluk-beluk teknologi-
komunikasi digital ini bukanlah tujuan utama, melainkan sekadar untuk memungkinkan
panggilan gereja dan konteks berteologi di era teknologi digital ini.27
Konseling kognitif behavioral merupakan konseling yang berfokus pada perilaku
maladaptif. Perilaku maladaptif merupakan perilaku yang menyimpang dari harapan dan
menyebabkan terjadinya hambatan dalam perkembangan individu. Model pendekatan
tahapan konseling kognitif behavioristik mengenal 3 tahapan, yaitu:
1. Tahap pertama adalah tahap pengamatan terhadap diri sendiri. Pada tahap ini anak
sekolah minggu belajar mengenal perilakunya sendiri. maka dari tahap ini peran orang
tua dan guru sekolah minggu harus aktif dalam mengatasi kecanduan gadget terhadap
anak ini.
2. Tahap kedua merupakan tahap untuk membimbing konseli untuk melihat perubahan
perilaku maladaptif konseli baik secara kognitif atau afektif. Hal ini bertujuan untuk
melihat keterampilan yang dimiliki oleh konseli.
3. Tahap ketiga adalah tahap konseli diberikan arahan untuk mempelajari dan
mengembangkan keterampilan yang dimiliki oleh konseli.28
Menurut Clinebell Howard keluarga berperan aktif dalam pertumbuhan sistem sosial
utama individu untuk memperoleh pemeliharaan kejiwaan dan kerohanian dalam keluarga.
Keluarga memiliki arti sebagai pembentukan moral individu melalui pemeliharaan kejiwaan
dan kerohanian.29 Dalam arti lain, keluarga memiliki pengaruh besar dalam pembentukan
moral setiap individu. Jika salah satu anggota keluarga mengalami kerusakan moral atau
memiliki perilaku negatif, keluarga memiliki peranan untuk memperbaikinya. Konseling
keluarga memiliki peranan untuk melindungi setiap anggota keluarga dari perilaku negatif.

III. Penutup
Pastoral konseling terhadap anak sekolah minggu yang ketergantungan penggunaan
gadget. Berdasarkan itu maka dapat disimpulkan bahwa pemakaian gadget yang berlebihan
dilakukan anak sekolah minggu akan mempengaruhi tingkah laku anak kedalam hal negatif
27
Ed Stedzer, dalam https://www.christianitytoday.com/edstetzer/2014/october/3- ways-technology-enables-
mission-of-church.html (Diakses pada tanggal 3 Juni 2021).
28
Singgih D. Gunarsa, Konseling Dan Psikoterapi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), Hal 229.
29
Clinebell, Howard Tipe Tipe Dasar Pendampingan & Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 2006) Hal 371.

11
seperti anak akan mudah marah ketika tidak dikasih hp/gadget. Kemudian konsentrasi anak
dalam memahami firman Tuhan akan berkurang dan menjadi pribadi yang introvert karena
mereka sudah nyaman dengan dunianya saja. Maka dari itu orang tua dan Gereja harus
bekerja sama mendidik anak sekolah minggu seperti melakukan pelatihan mengenai
pertumbuhan anak sementara gereja, khususnya guru sekolah minggu harus berperan lebih
aktif terhadap tumbuh kembang anak sekolah minggu. Bukan hanya anak yang belajar dan
mengalami pertumbuhan tetapi sesungguhnya seluruh anggota keluarga saling belajar dari
yang lain melalui interaksi yang terjadi . Dalam fungsi mengasuh, orang tua dari anak sekolah
minggu harus bekerjasama dengan gereja agar dapat memberi perhatian yang khusus dengan
cara mengarahkan anak-anak sekolah minggu kelas tanggung agar dapat mengurangi
pemakaian gadget.

Daftar Pustaka

Ardy Wiyani. Novan. 2014 Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Pernerbit
Gava Media

12
Aryati, Tri Kontrol. 2017 Sosial Orang Tua Kepada Anak Balita dalam Penggunaan Gadget
di Desa Wukisari Imogiri Bantul, Jurnal Pendidikan Sosiologi

B.Patmi Istiana dan Y.Maryono, 2008. Teknologi informasi dan Komunikasi (Yogyakarta:
Yudhistira

Beek, Aart Van. 2003 Pendampingan Pastoral, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Dann Engel, Jacob. 2016 Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta, BPK Gunung
Mulia

Daan Engel, Jacob. 2007. Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tirasa Grafika,

Derry Iswidharmanjaya. Beranda Agency 2014 Bila Si Kecil Bermain Gadget, (Bisakimia)

Pratama, Hellen Chou.2012. Cyber Smart Parenting Bandung: Visi Anugerah

Gunaharsa, Singgih G. 2014 Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga Jakarta: Gunung
Mulia
Gunarsa, Prof D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,

Hari Soetjiningsih, Christianan.2012 Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan


Kanak- Kanak Akhir Jakarta, Prenada Media Group

Howard, Clinebell. 2002 Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral


(Yogyakarta: Kanisius,2002)
Ir Ester Setiawati, Ir Jarot Wijanarko. 2016. Ayah Baik-Ibu Baik Parenting Era Digital,

Jonathan, dkk. 2015. Perancangan Board Game Mengenai Bahaya Radiasi Gadget Terhadap
Anak. (Surabaya: Universitas Kristen Pertra Surabaya)

Jarot Wijanarko & Esther Setiawati, 2016. Parenting Era Digital, Jakarta: Keluarga
Indonesia Bahagia

Leni Armayati, Jaka Irawan S.Psi. M.si. 2013 Pengaruh Kegunaan Gagded Terhadap
Kemampuan Bersosialisasi Pada Remaja, Vol.8 No.2

Nazir, Mohammad 2003. Metode Penelitian, Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia

Soetjiningsih, Christianan. 2012 Hari Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan
Kanak- Kanak Akhir (Jakarta, Prenada Media Group

13
Wiryasaputra, Totok S. 2014. Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Diandra Pustaka
Indonesia

14

Anda mungkin juga menyukai