KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teoritis
1. Hakikat Kegiatan Belajar
Kegiatan belajar merupakan peristiwa atau kejadian yang biasanya tidak
terjadi terus menerus. Biasanya kegiatan tersebut dilakukan karena suatu
alasan, karena kegiatan tersebut bukan merupakan proyek. Seperti kampanye
1
sebuah partai politik, bahkan sosialisasi sebuah kebijakan pemerintah.
Menurut KBBI Kegiatan adalah aktivitas, usaha, atau pekerjaan. 2 Melalui
definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa kegiatan adalah aktivitas yang
dilakukan secara terus menerus.
1
Leonardo Bloomfield, Language (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1995),h. 256
2
Kbbi, K. B. B. I. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kementerian Pendidikan Dan Budaya.
3
Slameto,Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Jakarta:Rineka Cipta,2010).
4
Kusumawati Niniek dan Maruti Sri Endang, Strategi Belajar mengajar Di Sekolah Dasar (Magetan:AE
Media Grafika,2019).
5
Rahmat Saeful Rahmat,Strategi Belajar Mengajar (Surabaya:Scopindo Media Pustaka,2019).
6
Heinich, Robert, et al, Instructional Media and Technology for Learning,(New Jersey : Prentice
Hall,1999),h. 8.
14
aspek yang penting untuk individu dan masyarakat. Belajar juga merupakan
dasar dari kemajuan sosial di masa depan. Melalui definisi tersebut, dapat
dikatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku atau sikap dengan
serangkaian kegiatan, membaca, memahami, mengamati, mendengar, meniru
dan sebagainya.
Menurut Marsh dalam Nurani dan Pratiwi media digital tidak hanya
memberikan pengetahuan, anak juga dapat memperoleh pengalaman,
7
Muhammad Thobrni dan Arif Mustofa,Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Ar-Ruzz Media,2011), h. 25
8
Hartono, PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
(Pekanbaru:Zanafa,2008),h.1
9
M.Romli dan Asep Syamsul,Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online
(Bandung:Nuansa Cendekia,2012),h.34.
15
keterampilan, bahkan perubahan perilaku yang tentunya positif. 10 Dengan
perkembangan digital di masa sekarang, membuat anak dapat terampil bahkan
menjadi perilaku yang positif, dengan bimbingan orang tua dalam
menggunakan media digital.
Menurut Flew dalam Felecia dan Trisno media digital adalah media yang
merupakan pengelompokan antara data, teks, suara, dan bermacam gambar
yang dikumpulkan kedalam format digital dan dibagikan melalui jaringan yang
memakai kabel optic broadband, satelit serta gelombang mikro.11 Menurut
Menurut Denis McQuail dalam Oka,Hendra dan Septiana ciri utama media
digital adalah adanya saling keterhubungan, aksesnya terhadap khalayak
individu sebagai penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya,
kegunaan yang beragam sebagai karakter yang terbuka, dan sifatnya yang
ada di mana-mana.12 Klaim status paling utama sebagai media digital
dan mungkin juga sebagai media massa adalah internet. Meskipun
demikian, ciri-ciri massa bukanlah karakteristik utamanya.
Dari definisi di atas dapat disintesiskan media digital adalah suatu media
elektronik yang disimpan dalam format digital (sebagai lawan format analog)
yang dapat digunakan sebagai penyimpanan, memancarkan serta menerima
informasi yang ter-digitalisasi.
10
Yuliani Nurani dan Niken Pratiwi,”Digital Media for the Stimulation of Early Childhood Self Help
Skills”,Jurnal Atlantis Press,Vol.487(2020),h.242
11
Felecia Claresta dan Trisno Rudy, “Ruang Komunitas Digital dan Budaya”,Jurnal Stupa, Vol.3 No.1
(2021),h.25. Diunduh pada 23 Juni 2021.
12
Oka Prayuda Barsan, Hendra Alfani dan Septiana Wulandari,”Perubahan Pilihan Dalam Mengakses
Tayangan Media Informasi Dari Media Streaming Ke Media Digital ( Studi Kasus Pada Masyarakat
Desa Lunggaian Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten Ogan Komering Ulu)”, Jurnal Komunikasi
Budaya, vol.1 No.2(2020),h.134
16
kemampuan untuk mengendalikan diri.13 Anak yang lebih banyak waktunya di
depan gadget juga lebih mudah mengalami obesitas dibandingkan dengan
mereka yang lebih banyak melakukan kegiatan fisik seperti olahraga, bermain
yang memiliki kegiatan bergerak. Tetapi gadget juga memiliki dampak postif
dan negatif seperti berikut:
Kepercayaan Diri terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Anak”, Jurnal obsesi, Vol.3 Issue 2
(2020),h.19.
17
olahraga, dan belajar dapat dilakukan dengan mudah karenanya dan
memberikan informasi menjadi lebih mudah diakses dengan internet. Namun
di balik itu semua, ada banyak ancaman yang mengawasi anak-anak. Mereka
rela menghabiskan waktunya bersama gadget dibandingkan bermain dengan
lingkungan sekitar. Berikut dampak negatif dan efek samping dari pemakaian
teknologi digital Rachman dalam Nurani, Qomariah, dan Yetti15, antara lain: 1)
Menurunnya prestasi belajar karena penggunaan yang berlebihan. 2)
Membatasi aktivitas fisik yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. 3)
Perkembangan keterampilan sosial dan bahasa anak yang terhambat karena
sudah dikenalkan dengan gadget dini. 4) Perkembangan otak tidak maksimal
karena stimulasi perkembangan tidak seimbang. 5) Masalah kesehatan mata.
6) Masalah konsentrasi, anka menjadi susah konsentrasi. 7) Masalah tidur,
jumlah waktu tidur, dan kualitas tidur yang kurang. 8) Tidak ada privacy,
memungkinkan pengambilan data pribadi, predator anak, cyber bullying, dan
lainnya. 9) Masalah pornografi, kekerasan, atau penanaman nilai negatif.
15
Ibid.h. 20
16
Sumiyati,Suparmi,Santjaka Aris dan Hapsari Wanodya, “Stimulasi Perkembangan Anak Usia 4-5
Tahun”, ejournal Poltekkes, Vol.12 No.2(2016).
18
keterampilan berpikir, perkembangan bahsa, dan perkembangan sosio-
emosional. Menurut Soetjiningsih stimulasi adalah rangsangan yang datang
dari lingkungan di luar individu anak. 17 Stimulasi kepada anak dapat diberikan
oleh orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lain di sekitar anak tersebut.
Kegiatan menstimulasi ini rutin dilakukan pada waktu yang tepat untuk
memberikan rangsangan atau dorongan.
Merangsang gerak kasar dan gerak halus kaki, tangan dan jari-jari,
mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan
perasaan bayi.18 Memberikan stimulasi sangat dibutuhkan untuk
memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak tersebut sejak di dalam
kandungan. Menurut Fidya dan Maya dalam Helmy, Amatus, dan Abram ketika
anak lahir memberikan rangsangan harus dilakukan secara terus-menerus,
bervariatif, serta dengan suasana bermain dan kasih sayang, karena
rangsangan yang diberikan oleh orang tua memiliki banyak cara agar dapat
menstimulasi seluruh potensi yang dimiliki oleh anak.19 Stimulasi dalam
berbagai literatur merujuk pada pengertian sebagai usaha memberikan sesuatu
yang dapat mempengaruhi indra atau memberikan sesuatu yang dapat
membangkitkan keinginan atau perasaan tertentu yang datangnya dari
lingkungan luar individu anak dengan berbagai macam rangsangan. 20 Menurut
Moersitowati dalam Lida dan Veryuydha stimulasi adalah perangsangan dan
latihan-latihan terhadap kepribadian anak yang datangnya dari lingkungan di
21
luar anak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Stimulasi adalah
dorongan, rangsangan. 22 Stimulasi yang diberikan secara berulang dan terus
menerus terhadap setiap aspek perkembangan pada anak berarti dapat
memberikan kesempatan kepada anak tumbuh dan berkembang secara
17
Soetjiningsih,Tumbuh Kembang Anak,(Jakarta:EGC,1995),h. 105.
18
Depkes RI,Pedoman PelaksanaanStimulasi, Deteksi dan Intervensi DiniTumbuh Kembang Anak Di
TingkatPelayanan Kesehatan Dasar,(Jakarta,2005).
19
Kosegeran B Helmy,Ismanto Yudi Amatus dan Babakal Abram, “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Orang Tua Tentang Stimulasi Dini Dengan Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun Di Desa Ranoketang
Atas”, e-journal keperawatan, Vol.1 No.1 (Agutus 2013).
20
Martin H.Manser, Fergus MC.Gauran,Oxford Learner’s Pocket Dictinary, New Edition, (Oxford:Oxforf
University Press,1995),h.408
21
Sa’diyah khalimatus Lida dan Eka Veryudha,Tumbuh Kembang dan toilet Traning pada Masa Golden
Age,(Mojokerto:Karya Bina Sehat,2017),h.64
22
Kbbi, K. B. B. I. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kementerian Pendidikan Dan
Budaya.
19
optimal. Salah satu kebutuhan dasar anak yaitu memberikan stimulasi dengan
asah, mengasah kemampuan anak secara rutin membuat kemampuan anak
akan menjadi semakin meningkat.
3. b Keterampilan Hidup
Anak usia dini mengembangkan dan memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang diperoleh dari orang di sekitarnya selama
berkembang. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan diartikan
sebagai kecakapan dalam melaksanakan tugas 23. Kata lain keterampilan ialah
sebuah tempat yang mewadahi seseorang untuk melakukan segala kegiatan
dengan proses untuk menjadi lebih sempurna.
23
Lektur.Id, Arti Kata Ketermapilan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), https://lektur.id/arti-
keterampilan/ ,diakses pada tanggal 16 Juni 2021.
20
intelektual dan kecakapan vokasional untuk berusaha untuk hidup mandiri. 24
Dari keempat komponen keterampilan hidup itu sangat penting untuk
diterapkan sejak dini. Dengan mempunyai kesanggupan dalam menguasai
keterampilan hidup harapan kepada anak yaitu dapat bertahan hidup dan
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Dengan harapan anak dapat
memiliki kecakapan hidup, anak mampu mengurus dirinya sendiri (self help),
membangun citra diri (self image), menambah pengetahuan diri (self
knowledge) dan terakhir diharapkan mampu menolong orang lain (social skill),
dalam bentuk kepedulian dan tanggung jawab yang baik sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial.
24
Utami Dwi Rahayu,”Pendidikan Kecakpaan Hidup (life skill) untuk anak usia dini”, INA-Rxiv,April
2018.
25
Nurani Yuliani,“Pengembangan Media Daur Ulang Berbasis Kecerdasan Jamak Dalam Peningkatan
Keterampilan Hidup Anak Usia Dini”,Cakrawala Pendidikan,no.1(Feb.2012),h. 68.
26
World Health Organization,Preventing violence by developing life skills in children and
adolescents,(Swizerland:WHO Press,2009),h.3
21
their physical needs more independently.27 Dari penjelasan tersebut
kemampuan anak dapat meningkat ke arah yang lebih baik dan membuat anak
menjadi mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
27
Nurani Yuliani, Pratiwi Niken, “Tematik Integratif Berbasis Karakter Dalam Menstimulasi
Keterampilan Vokasional Anak Usia 5-6 Tahun”, Seminar Nasional dan Call for Paper “Membangun
Sinegritas Kelaurga dan Sekolah Menuju PAUD Berkualitas”, 2018,h.169.
28
Hadi Sofyan dan Suryono Yoyon,” Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan Kecakapan Hidup
pada Pendidikan Luar Sekolah”, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,Vol.18 No.12(2014),h.262.
22
c. kecakapan hidup bekerja (occupational skill), meliputi: kecakapan
memilih pekerjaan, perencanaan kerja, persiapan keterampilan kerja,
latihan keterampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu
profesi, kesadaran untuk menguasai berbagai keterampilan,
kemampuan menguasai dan menerapkan teknologi, merancang dan
melaksanakan proses pekerjaan, dan menghasilkan produk barang
dan jasa.
2. Menurut WHO dalam Farudin 29:
a. kecakapan mengenal diri (self awareness) atau kecakapan pribadi
(personal skill),
b. kecakapan sosial (social skill),
c. kecakapan berpikir (thinking skill),
d. kecakapan akademik (academic skill), dan
e. kecakapan kejuruan (vocational skill).
29
Hadi Sofyan dan Suryono Yoyon,” Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan Kecakapan Hidup
pada Pendidikan Luar Sekolah”, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,Vol.18 No.12(2014),h.262.
30
Falah Nurul Feby, Skripsi :“Penerapan Metode Drill Terhadap Peningkatan Keterampilan Memakai
Sepatu Bertali Pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas V Di SLB Negeri 1 Gowa”
(Makassar:UNM,2020),h.14.
23
udara panas, dan dingin. Alas kaki membuat kaki tetap bersih, melindungi dari
cedera sewaktu bekerja, dan sebagai gaya busana. Sebelum mengenakan alas
kaki, orang sering mengenakan kaos kaki atau stoking agar kaki lebih nyaman
dan tidak lecet.31 Kaos Kaki adalah sarung yang digunakan untuk menutupi
kaki.32
Dari definisi diatas dapat disintesiskan bahwa pengertian kaos kaki dan
sepatu adalah sebuah benda yang terbuat dari benang dan kanva yang
dikhususkan untuk melindungi kaki dari cuaca dan untuk melengkapi dalam
berpakaian.
31
Ibid.h.14
32
Lektur.Id, Arti Kata Kaus di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), https://lektur.id/arti-Kaus/ .
Diunduh pada 24 Juni 2021.
33
Maria J Wanta,”Pengembangan Kemandirian Anak Tunagrahita
Mampu Latih”, (Jakarta : Depdiknas,2007).
24
(c) berkaos kaki dan bersepatu. Selain itu, dengan menggunakan kaos kaki,
kaki bisa terlindung dari gesekan sepatu, dan juga dapat menjadikan
penampilan lebih menarik.
Tujuan dari keterampilan menggunakan kaus kaki dan sepatu adalah
membentuk anak menjadi pribadi yang mandiri, meliputi : (1) Memiliki
kemampuan mengurus diri sendiri, (2) mampu menyusun rencana kegiatan
sehari - hari tanpa bantuan orang lain, dan (3) Mampu melaksanakan rencana
kegiatan konsekuen.34 Dalam mewujudkan tujuan tersebut diperlukan stimulasi
dan peran orang tua, pendidik, maupun pengasuh untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
34
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI,”Ilmu dan aplikasi pendidikan bagian 2”,(Bandung:
Imperial Bhakti Utama,2007),h.88.
25
dan kenakan tumit pada posisi yang benar. 35 Tidak hanya mengenakan namun
ada juga melepas kaos kaki yang dapat distimulasi kepada anak usia dini.
Berikut langkah-langkah melepas kaos kaki. Pertama, saat anak belajar
melepas sepatu, latih dia untuk melepas kaus kaki. Buat dia duduk di tempat
yang nyaman. Kedua, buat dia memegang ujung atas kaus kaki. Dengan
memasukkan ibu jari ke dalam kaus kaki dan menahannya sampai ke tumit.
Ketiga, biarkan dia mendorongnya melalui tarikan heeland dari ujung jari kaki.
Keempat, hargai usahanya untuk melepas kaus kaki sendiri. Bantulah secara
36Memberikan
bertahap. stimulasi membuat anak senang dengan pemberian
stimualsi tersebut, dengan mengharagi usaha anak dalam menjalankan
stimulasi tersebut anak akan nyaman dan senang dalma menjalankannya.
35
National Institute for the Mentally Handicapped (Ministry of Welfare, Govt. of
India),”Dressing”,(India:Sree Ramana Process 2001),h.24.
36
Ibid. H.17
37
Ibid. H. 23
26
Setelah mengenakan sepatu anak juga di stimulasi melepaskan
sepatu. Berikut langkah - langkah melepas sepatu :
a. Jika anak memakai sandal dengan gesper, lepaskan gesper.
b. Pegang kaki kanannya, pegang tangannya, buat dia memegang
tumitnya dan bantu dia untuk melepaskannya. Ulangi dengan kaki
kirinya.
c. Latih dia untuk menyimpan sepatu / sandalnya di tempat yang tepat
38
setelah melepasnya. Pujilah usahanya dan keberhasilannya.
Orang tua berperan penting dalam menstimulasi anak untuk
memakai kaos kaki dan sepatu. Stimulator yang digunakan untuk merangsang
anak melalui orang tua. Ada berbagai macam cara untuk menstimulasi
keterampilan memakai kaos kaki dan sepatu. Di sekolah anak akan distimulasi
dengan diberikannya kegiatan dengan menggunakan langsung kaos kaki dan
sepatu. Dengan begitu anak akan terstimulasi dalam memakai kaos kaki dan
sepatu. Dimasa pandemic ini maka orang tua dengan extra menstimulasi anak
dengan buku panduan yang diberikan oleh sekolah. Tujuan dari buku panduan
ini adalah agar orang tua mudah dan cepat untuk menstimulasi anak dalam
memakai kaos kaki dan sepatu.
4. Buku Panduan
Buku panduan merupakan salah satu media pegangan untuk orang
tua untuk menstimulasi keterampilan memakai kaos kaki dan sepatu untuk
anak usia dini. Menurut Katz, book the manual contains instructions how to do
or carry out a process or activities, while guidebooks are books which contain
various kinds of information regarding a problem or a subject. 39 Buku pedoman
berisi petunjuk bagaimana melakukan atau melaksanakan sebuah proses atau
kegiatan, sementara buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam
informasi mengenai suatu masalah atau subjek. Zaman sekarang buku
panduan tak hanya dibuat untuk menjelaskan sebuah produk, tapi juga berisi
panduan perjalanan atau cara membuat sesuatu. Dalam buku panduan untuk
38
Ibid.h. 16
39Katz, W. A., & Katz, B. (1969). Introduction to reference work: basic information
sources (Vol. 1). New York: McGraw-Hill.
27
orang tua akan diberitahu apa saja yang dilakukan untuk menstimulasi anak
memakai kaos kaki dan sepatu.
Buku panduan/pedoman bukan merupakan buku yang dibuat tanpa
International Standard Book Number (ISBN) dan tidak dicetak oleh penerbit,
dan ada pula yang diterbitkan oleh penerbit disertai dengan ISBN. Menurut Trim
buku panduan berisikan sekumpulan informasi yang menjadi rujukan atau
berupa instruksi-instruksi untuk melakukan sesuatu. 40 Buku-buku
panduan/pedoman yang sifatnya spesifik, seperti buku panduan bidang teknik,
tentunya akan lebih mudah dipahami oleh pelajar, mahasiswa, atau orang-
orang yang bekerja pada bidang teknik. Namun tidak hanya dipergunakan
dibidang teknik, buku panduan dipergunakan juga untuk dibidang parenting
kepada orang tua.
Manfaat dari buku panduan ini adalah memudahkan orang tua dalam
menstimulasi anak. Di dalam buku panduan ketermapilan memakai kaos kaki
dan sepatu juga akan berisi link poster yang dapat diakses oleh orang tua agar
dapat mendemostrasikan kepada anak, dan ada link buku digital yang dapat
diakses oleh orang tua agar dapat membacakan cerita singkat tentang
memakai kaos kaki dan sepatu, dan ada link video pembelajaran atau games
yang dapat orang tua akses secara bebas untuk menstimulasi anak dalam
keterampilan memakai kaos kaki dan sepatu.
5. Karakteristik Keterampilan Memakai Kaos Kaki dan Sepatu Anak Usia 4-5
Tahun
Keterampilan memakai kaos kaki dan sepatu pada anak usia dini harus
mulai diajarkan sedini mungkin agar kelak memiliki kebiasaan dalam memakai
kaos kaki dan sepatu untuk keluar rumah. Menurut Klein mengatakan bahwa,
1-years-olds can take off socks, can put on and take off loose hats and help get
dressed by pushing arms through arms and legs through trouser opening. 41
Anak usia 1 tahun dapat melepas kaos kaki, dapat memakai dan melepas topi
40
Idris Apandi. 2020.Mengenal Buku Panduan/Pedoman,
https://www.kompasiana.com/idrisapandi/5f930415d541df356c63f602/mengenal-buku-panduan-
pedoman?page=all , Diunduh pada 21 Juni 2021.
41
Klein, M. D. (1983). Pre-dressing skills: skill starters for self-help development. Communication Skill
Builders.
28
yang longgar, dan membantu berpakaian dengan mendorong lengan melalui
lengan dan kaki melalui bukaan celana.
Memakai dan melepaskan kaos kaki ditemukan pada anak usia 1 tahun
dengan bantuan orang tua. Karena anak-anak pada usia tersebut memerlukan
perlindungan pada kaki dan rentan terhadap penyakit, maka diperlukan
kesadaran dari orang tua bahwa pentingnya memakai dan melepas kaos kaki
pada anak usia 1 tahun. Daya tahan tubuh anak usia dini masih rendah dan
dapat menyebabkan adanya bakteri dan virus yang menempel di kaki.
Selain itu Klein berpendapat bahwa 2-year-olds can take off their shoes,
take off simple clothes like pulling down their pants or pulling on their socks and
once the shirt is over their head they can find and push their arm through the
shirt opening.42 Anak usia 2 tahun dapat melepas sepatu mereka, melepas
pakaian sederhana seperti menurunkan celana atau menarik kaos kaki mereka
dan setelah kemeja melewati kepala mereka dapat menemukan dan
mendorong lengan mereka melalui bukaan kemeja.
Memakai dan melepas kaos kaki dengan sendiri ditemukan pada anak
usia 2 tahun setengah. Klein menegaskan bahwa Two‐and‐a‐half years can
attempt to put on socks, unbutton a large button and can put on easy clothing
such as jackets or open‐front shirts without zipping or buttoning them.43 Dua
setengah tahun dapat mencoba untuk mengenakan kaus kaki, membuka
kancing kancing besar dan dapat mengenakan pakaian yang mudah seperti
jaket atau kemeja depan terbuka tanpa ritsleting atau kancingnya. Anak usia 2
tahun setengah dapat distimulasi tentang memakai dan melepas dan memakai
koas kaki dengan bantuan orang dewasa, orang tua atau pengasuh (caregiver).
Oleh karena itu, tidak ada kata terlambat atau terlalu cepat dalam
membelajarkan anak akan memakai kaos kaki.
42
Ibid.
43
Ibid.
29
able to put on socks with a little help for the correct orientation of the heel, able
to pull down simple clothing (i.e. pants with elastic waist band) independently,
can button large front buttons, able to zip and unzip a jacket if the shank is
already connected..44 Selanjutnya Klein menjelaskan bahwa Tiga Tahun dapat
memakai baju dengan sedikit bantuan, dapat memakai sepatu, meskipun
orientasi kanan dan kiri mungkin salah, dapat memakai kaus kaki dengan
sedikit bantuan untuk orientasi tumit yang benar. , dapat menurunkan pakaian
sederhana (yaitu celana dengan karet pinggang elastis) secara mandiri, dapat
mengancingkan kancing depan yang besar, dapat membuka ritsleting dan
membuka resleting jaket jika betis sudah terhubung.
Anak berusia 4 tahun sudah dapat mengenakan dan melepas kaos kaki
dan sepatu dengan pengawasan ornag tua. Menurut Klein Four Years, Able to
insert the shank together to zip up a jacket with practice, Lace shoes, Able to
place socks on with appropriate orientation.46 Empat tahun, Mampu
memasukkan betis bersama-sama untuk menutup jaket dengan latihan, sepatu
renda, mampu memasang kaus kaki dengan orientasi yang sesuai. Oleh
karena itu, anak berusia 4 tahun sudah dapat mengenakan kaos kaki dan
sepatu sesuai dan tepat. Karakteristik perkembangan motorik halus pada area
keterampilan bantu diri berpakaian menurut Allen bahwa anak usia 4-5 tahun,
yaitu dapat berpakaian sendiri dengan melakukankegiatan mengikat tali
44
Ibid.
45
Ibid.
46
Ibid.
30
sepatu, mengancingkan pakaian, mengaitkan mata gesper/ikat pinggang.47
Keterampilan bantu diri berpakaian memiliki ciri perkembangan yaitu dapat
berpakaian dengan mengenakan dan melepas pakaian dengan menggunakan
material penguat seperti kancing, mata gesper dan tali sepatu.
47
Allen, K. Eillen dan Marotz Lynn R.(2010) Profil Perkembangan Anak, Prakelahiran Hingga Usia 12
Tahun.Jakarta: PT.Indeks. hal. 144 & 153 .
48 Dian Windianti,Purwadi dan Ismatul Khasanah,”Nilai-Nilai Kemandirian Anak Melalui Scaffolding
Pada Usia 3-4 Tahun Di Kelompok Bermain PAUD”, Jurnal PAUDIA vol.8.no.1(2019).
31
diberikan peluang untuk melakukan aktifitas sendiri dan anak mampu
melakukannya.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Syifa Lisrayanti dan Fidesrinur (2020) yang
berjudul Penanaman Kemandirian Pada Anak di Sekolah First Rabbit
Preschool and Daycare.49 Penelitina tersebut menyimpulkan pertama,
hendaknya guru memberikan pemahaman yang positif, mendidik anak
terbiasa rapih. Selanjutnya dibuat pembiasaan pada anak, bisa berupa
aturan - aturan yang biasanya telah di terapkan, maka anak akan terbiasa
karena dilakukan prosesnya itu setiap hari. Membiasakan anak berperilaku
sesuai tata krama dan memotivasi anak untuk tidak malas - malasan.
Kedua, hendaknya guru memberikan motivasi pada anak untuk dapat
melakukan kegiatan sederhana sendiri, serta mengatakan bahwa anak
bisa melakukannya seperti teman - teman yang lainnya. Guru memberitahu
bahwa tidak selamanya dapat berada di dekat anak membantu kesulitan
anak.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nurani Yuliani (2012) yang berjudul
Pengembangan Media Daur Ulang Berbasis Kecerdasan Jamak dalam
Peningkatan Keterampilan Hidup Anak Usia Dini.50 Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa desain pembelajaran erbasis kecerdasan jamak
berorintasi pada tujuan yang mengarah pada pengembangan keterampilan
hidup, metode yang bervariasi sesuai tujuan dan dapat melibatkan anak
secara aktif, kreatif dan menyenagkan, media dan lingkungan bermain
yang aman, nyaman dan menimbulkan keterkaitan bagi anak untuk
bereksplorasi serta evaluasi dlakukan melalui observasi partisipatif
terhadap apa yang dilihat, didengar dan di perbuat anak.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Fajriani Kartika (2019) yang berjudul Upaya
Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Melalaui Kegiatan
Keterampilan Hidup Montessori Pada Anak Kelompok A di PAUD Islam
Silmi Samarinda.51 Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa upaya
49
Syifa Lisrayanti dan Fidesrinur,”Penanaman Kemandirian Pada Anak di Sekolah First Rabbit
Preschool and Daycare” Jurnal AUDHI vol.2 No.2. Januari 2020.:Jakarta
50
Nurani Yuliani,“Pengembangan Media Daur Ulang Berbasis Kecerdasan Jamak Dalam Peningkatan
Keterampilan Hidup Anak Usia Dini”,Cakrawala Pendidikan,no.1(Feb.2012).
51
Fajriani Kartika,” Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Melalaui Kegiatan
Keterampilan Hidup Montessori Pada Anak Kelompok A di PAUD Islam Silmi Samarinda”, Southeast
Asian Journal of Islamic Education, Vol.02 No.01(2019).
32
meningkatkan kemampuan motorik halus anak dengan menggunakan
kegiatan keterampilan hidup Montessori yang dilakukan melalui
pembiasaan hidup sehari - hari, yang akhirnya dapat membantu
meningkatkan perkembangan kemampuan motorik halus anak usia dini
secara optimal.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Ekawati Yeni (2016) yang berjudul
Pelaksanan Pembelajaran Pengembangan Diri Memakai Kaos Kaki dan
Sepatu Pada Anak Autis Kelas 1 SDLB di SLB Khusus Autis Bina Anggota
Yogyakarta.52 Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tahapan
pelaksaan pembelajaran pengembangan diri memakai kaos kai dan speatu
dilaksakan berdasarkan perencaan yang telah ditentuan di kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup berlangsung dengan tepat sesuai
dengan racangan kegiatan belajar. Dilangkah memakai kaos kaki dan
sepatu masih terdapat langkah - langkah yang terlewat tetapi tidak menjadi
hambatan untuk peneliti.
52
Ekawati Yeni,”Pelaksaan Pembelajran Pengembangan Diri Memakai Kaos Kaki dan Sepatu pada
Anak Autis kelas 1 SDLB di SLB Khusus Autis Anggita”,Widia Ortodidaktika 5.12(2016).
33