Konsep Tuhan Suku Dayak Barai Kayan-Hilir Kalimantan Barat dalam Terang Filsafat Dialog Martin Buber 223
JURNAL HARMONI
ISSN:1412-663X, e-ISSN:2502-8472
Abstract Abstrak
This study aims to explore the philosophical value Penelitian ini bertujuan menggali nilai filosofis
of the concept of God as god in the Dayak Barai- dari konsep Tuhan sebagai Tuhatn dalam
Kayan Hilir tribe of West Kalimantan in the suku Dayak Barai- Kayan Hilir Kalimantan
light of Martin Buber’s philosophy of dialogue. Barat dalam terang filsafat dialog Martin
The Dayak Barai-Kayan Hilir tribe from the Buber. Suku Dayak Barai-Kayan Hilir sejak
beginning believed that there was only one God. awal meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan.
This is revealed in various traditional rituals such Hal ini terungkap dalam berbagai ritual adat
as berazat (voting), bebadi/belabo (reconciliation), seperti berazat (bernazar), bebadi/belabo
basileh (penance), najah (sharing age) and (rekonsiliasi), basileh (silih), najah (berbagi
baliatn (alternative medicine). But lately the usia) dan baliatn (pengobatan alternatif).
understanding of God as the highest reality that is Namun akhir-akhir ini pemahaman tentang
present and involved in human life has experienced Tuhan sebagai realitas tertinggi yang hadir
a shift in meaning as He who is far from human dan terlibat dalam hidup manusia mengalami
life. As a result, God is often absent from the pergeseran makna sebagai Dia yang jauh dari
rituals of the Dayak Barai tribe. So this study aims hidup manusia. Akibatnya Tuhatn sering absen
to introduce the critical-philosophical relationship dalam ritual-ritual suku Dayak Barai. Maka
between God as the Creator and the life of the penelitian ini bertujuan memperkenalkan
Dayak Barai-Kayan Hilir tribe. The locus of this relasi kritis-filosofis antara Tuhatn sebagai
research is in Nanga Lidau Village, Nanga Lidau Sang Pencipta dan kehidupan suku Dayak
Village, Kayan Hilir District, Sintang Regency. Barai-Kayan Hilir. Lokus dari penelitian
This research uses a comparative study with a ini di Kampung Nanga Lidau, Desa Nanga
descriptive narrative approach. This study finds Lidau, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten
that Martin Buber’s philosophy of dialogue brings Sintang. Penelitian ini menggunakan studi
a new awareness to the Dayak Barai-Kayan Hilir komparatif dengan pendekatan deskriptif
tribe to a new awareness that their relationship naratif. Studi ini menemukan bahwa filsafat
with the highest reality originates and ends from dialog Martin Buber membawa kesadaran
the one and the same God, which he knows as god. baru bagi suku Dayak Barai-Kayan Hilir pada
Therefore, this research opens new horizons that suatu kesadaran baru bahwa relasi mereka
the highest reality worshiped in every religion and dengan realitas tertinggi bersumber dan
belief is essentially the same God, but is known in bermuara dari Tuhan yang satu dan sama
different ways. yang dikenalnya sebagai Tuhatn. Karena
itu, penelitian ini membukan cakrawala
Keywords: Tuhatn, the Barai Dayak Tribe, baru bahwa realitas tertinggi yang disembah
Martin Buber and the Philosophy of Dialogue. dalam setiap agama dan kepercayaan pada
hakikatnya adalah Tuhan yang sama, tetapi
dikenal dengan cara yang berbeda.
tertinggi dan yang patut disembah kini sendirinya diyakini sebagai sesuatu yang
jauh dari penghayatan sehari-hari hidup melampaui keterbatasan manusia dan
mereka. Pasalnya Dia terlalu kudus dan budaya.
berada di tempat lain (Karlina, 2020).
Meskipun demikian dari pengamatan Dalam rangka menjalin relasi
penulis sebagai salah satu bagian intim dengan realitas absolut tersebut
dari mereka, ketika suku Dayak Barai kecenderungan yang muncul dari dalam
megalami kehabisan akal untuk keluar diri manusia adalah memberi nama pada
dari persoalan tertentu misalnya dilanda realitas itu. Sehingga terbentuklah ragam
sakit yang tidak tersembuhkan, yang gambaran mengenai realitas tersebut
terakhir dilibatkan adalah memohon (Pieris, 1996). Ada yang menamainya
bantuan penyembuhan Tuhatn. Relasi sebagai YHWH atau ‘elôhîm dalam
yang demikian jika dicerna dengan konteks kebudayaan dan keagamaan
kritis sepertinya Tuhatn itu ada sejauh orang Yahudi, atau dewa-dewi tertentu
dibutuhkan, selebihnya adalah sesuatu dalam kebudayaan Yunani dan
yang jauh dan bahkan tidak pernah ada. seterusnya (Pandor, 2015). Bahkan dalam
penghayatan manusia tentang Tuhan
Berangkat dari realitas tersebut umumnya di Indonesia yang memiliki
penulis menemukan beberapa persoalan pluralisme agama, cenderung mengalami
diantaranya adalah bagaimana konsep kesulitan untuk menggambarkan Tuhan
Tuhatn dalam keyakinan orang Dayak yang mereka sembah (Triguna, 2018).
Barai? Bagaimana filsafat dialog Martin
Buber membantu untuk menjernihkan Berdasarkan hal tersebut, fokus
konsep Tuhatn suku Dayak Barai yang penelitian ini pada uraian mengenai
cenderung keliru? Kedua pertanyaan konsep Tuhatn dalam suku Dayak Barai-
tersebut menjadi persoalan utama yang Kayan Hilir dalam perspektif filsafat
seringkali bertabrakan dengan keyakinan dialog Martin Buber. Untuk menjelaskan
yang berasal dari kebudayaan luar suku hal tersebut penelitian ini melakukan
Dayak Barai itu sendiri salah satunya langkah; pertama, menguraikan gambaran
budaya Barat yang terkristal di dalam singkat suku Dayak Barai-Kayan Hilir
keyakinan agama Kristen. dan latar belakang kepercayaan terhadap
realitas tertinggi yang disebutnya sebagai
Studi-studi terdahulu mencoba Tuhatn. Kedua, bagaimana sumbangan
menjawab persoalan apakah itu Tuhan? filsafat dialog Martin Buber untuk
Temuannya adalah bahwa Tuhan yang membantu memahami konsep Tuhatn
dipandang masyarakat umum masih dalam suku Dayak Barai secara khusus
merupakan sebagai sesuatu yang dalam praktek ritual keagamaan lokal
jauh (Juwaini, 2021). Menurut Karen suku Dayak Barai. Melalui konsep
(2019), kegiatan agama yang rutin tidak dialog Martin Buber diharapkan agar
menentukan keyakinan akan Tuhan masyarakat Dayak Kayan Hilir tidak
itu sungguh-sungguh hadir di dalam memandang Tuhatn yang mereka percaya
dirinya, bahkan menurutnya gambaran sebagai pencipta dan penjamin hidup
tentang neraka dalam agama Katolik mereka tidak dapat dipandang sebagai
lebih menakutkan dari pada Tuhan realitas yang jauh dan terlepas dari hidup
yang jauh dari dalam penghayatan mereka sehari-hari. Melainkan sebagai
keseharian (Duan, 2019). Allah dalam realitas yang senantiasa hadir dalam
setiap kebudayaan memiliki konsep hidup mereka sehari-hari dalam berbagai
sebagai sesuatu yang disebut realitas bentuk yang dapat mereka alami sebagai
absolut. Realitas absolut tersebut dengan suku Dayak Kayan-Hilir Kalimantan
Barat.
lapar lalu mereka kemudian memakan Melawi dan Kabupaten Sintang, pada
apa saja yang mereka jumpai di saat itulah orang Dayak sebagian besar
hutan. Tetapi tidak semua makanan memeluk keyakinan Katolik, secara
di hutan menjamin kesehatan mereka, khusus suku Dayak Barai. Selain agama
sampailah pada bulan ke tiga mereka Katolik beberapa kelompok suku Dayak
berkelana di hutan belantara, pada Barai memeluk agama Muslim dan
kesempatan yang sama mereka juga Protestan (Kristen) (Derckx, 2014, p.
tidak kunjung-kunjung menemukan 28). Walaupun mereka sudah menganut
binatang buruan, untuk kesekian agama Katolik tetapi keyakinan
kalinya mereka merasa sangat lapar, Kaharingan mereka masih melekat kuat
lalu mereka menemukan sekumpulan dalam hidup sehari-hari mereka. Hal itu
jamur, tanpa berpikir panjang mereka tampak dalam kebiasaan mereka sehari-
langsung melahap jamur tersebut. hari yang meyakini bahwa di setiap
Selang beberap menit kemudian mereka unsur alam memiliki gana (penghuni)
menjadi mabuk dan terlelap beberapa (Murtadlo & Rokhmansyah, 2018). Begitu
saat, namun ketika mereka sadar juga dalam kaitannya dengan keyakinan
mereka saling mengucapkan kata- mereka mengenai hantu-hantu dan
kata yang berbeda. Beberapa di antara realitas yang tidak kelihatan, mereka
mereka yang memahami satu bahasa masih memiliki kecenderungan untuk
tertentu memisahkan diri, begitu juga mempercayai mitos-mitos yang semula
kelompok cikal bakal suku Dayak Barai mereka miliki. Tetapi sebagian besar
mereka pun berpisah dari kelompok lain mereka yang beragama Katolik sudah
dan menetap di suatu tempat hingga mendapat pemahaman tentang ajaran-
menyeber ke mana-mana hingga pada ajaran Kristiani seperti konsep tentang
saat ini.” (wawancara dengan Banjar, Allah Tritunggal Maha kudus dan
2021). Allah sebagai Bapa sekaligus pencipta
alam semesta sehingga perlahan-lahan
meninggalkan mitos tersebut (Pendi
Justianus Lukas Sinurat, 2021). Dengan
Dari mitos tersebut di atas dapat demikian keyakinan asli suku Dayak
dipahami bahwa asal usul suku Dayak Barai pada umumnya sudah tidak terlalu
Barai merupakan pecahan dari satu dominan, tetapi dalam prakteknya
rumpun Dayak secara umum. Meskipun mereka masih menghayati konsep
hal itu mitos tetapi dapat dipahami secara animisme. Animisme dalam hal ini tidak
akal sehat sebab pada kenyataannya dalam artian negatif, tetapi lebih kepada
suku Dayak secara Khusus di wilayah praktek moral dan etika mereka dalam
Kabupaten Sintang dan Kabupaten hubungannya dengan sesama, alam dan
Melawi, Kalimantan Barat memiliki sang Pencipta (Darmadi, 2016).
ragam sub suku Dayak. Dengan rincian
34 sub suku Dayak di Kabupaten Sintang Kaharingan secara etimologis
dimana Suku Dayak Barai salah satu berakar dari kata ‘Haring’ dengan
di dalamnya. Sementara di Kabupaten tambahan awalan Ka dan akhiran An
Melawi terdiri dari 19 sub suku Dayak menjadi “Kaharingan”. Dari itu dapat
(Agustinus & Bsep, 2018). ditarik definisi bahwa Kaharingan adalah
suatu kehidupan yang kekal abadi
Suku Dayak Barai pada mulanya (Fitriani et al., 2020). Dalam kepercayaan
menganut keyakinan Kaharingan. Namun tersebut terkandung keyakinan akan
semenjak masuknya para misionaris dari Tuhan yang maha Esa, kehadiran Tuhan
Belanda tahun 1938 yang membawa bisa melalui alam ciptaan-Nya. Dengan
ajaran Katolik ke wilayah Kabupaten demikian hubungan mereka dengan alam
butuhkan di Bumi. Ada tiga wakil Tuhan Sedangkan barazat dan najah sama-
yang mereka sebut Tuhatn/Eternal sama berarti bernazar, ini merupakan
Thou, di alam semesta ini yang memiliki pengobatan alternatif terakhir dari
peran fungsionaris sesuai dengan nama sekian rentetan ritual pengobatan lainya
mereka masing-masing (Murtadlo & (Matius Akon, 2021). Kebiasaan tersebut
Rokhmansyah, 2018). Yang pertama, Inek sampai pada hari ini masih sangat kuat
Kebadau yang dijuluki sebagai penompak dalam mempengaruhi hidup mereka.
tanah (pembuat bumi), dengan sendirinya Tuhatn yang semula diyakini sebagai
dia dianggap sebagai penjaga dan yang penyelenggara segala sesuatu kini sering
merawat bumi. Yang kedua, Inek Sangiang kali diabaikan.
Irit dijuluki sebagai pengirit sungai
(penggusur bumi yang membentuk Segala pujian, penghormatan dan
bantaran sungai dan lautan), dia diyakini ritual-ritual yang seharusnya terarah
sebagai penjaga dan perawat lautan kepada Tuhatn yang Esa tetapi tanpa
dan sungai. Yang terakhir, Inek Sangiang disadari jatuh kepada praktek pemujaan-
Kodot, yang dalam kisah penciptaan pemujaan politeistis, yang termaktub
alam semesta versi Dayak Barai berperan di dalam ketiga wakil Tuhatn tersebut.
sebagai pembentuk lembah-lembah, Dengan kata lain, Tuhan Allah orang
bukit-bukit dan pegunungan (Gompau, Barai diyakini sebagai sesuatu yang jauh
2021). dan terpisah dari kehidupan mereka.
Menurut Bapak Matius Akon (2021),
Dari penjelasan di atas dapat ada salah satu syair ritual tertentu yang
dipahami bahwa persoalan mendasar mengidentifikasi kemenjauhan tersebut
konsep Tuhatn dalam alam kepercayaan adalah sebagai berikut.
suku Dayak Barai adalah terletak pada
relasi yang cenderung menjauh dari “sak, duak, tigak, empat, limak, enam...
Tuhatn. Disisi lain, Tuhatn tersebut dekat nah mata panaeh padapm, madapm
dengan mereka yang termanifestasi dalam katn pemodeh penyakit, sial papa, ia
diri wakil-wakil-Nya tersebut. Pada sisi badi tanah tumoh. Jadi aku nyusotn
yang lain Tuhatn itu tampaknya sangat engkana badi, kati ia tok nak kasa-kasa
jauh dari mereka. Akibatnya mereka katn tuboh kulit e, tulakng lomah... sak,
tergantung kepada wakil-wakil Tuhatn duak, tigak, empat, limak, enam, tujoh.
tersebut. Hal ini dapat ditemukan dalam Aku numoh pemansakng nyaman, umo
habitus mereka yang tercetus dalam panyakng, padi buleh...itok ia agek nak
ritual-ritual tertentu seperti ngumpatn igaes gagas, agek podek sakit, empadai
batu. Ngumpatn batu dan ngumpatn buokng tanah tumoh. sak, duak, tigak, empat,
memiliki arti harafiah ‘memberi batu limak, enam, tujoh, lapatn, semilatn,
makan’ dan memeri burung makan , sepuloh, sebolaeh, nah...aku babaeh
tetapi makna sesungguhnya adalah pesta diwudaeh, aku tumpu di bangku, aku
ucapan syukur setelah panen padi. Pesta gonakng di batakng, aku ripatn diridatn,
tersebut juga disebut ‘pegowai’ dan aku sunsotn ka daotn, aku sumok ka
dilaksanakan sekali dalam satu tahun; kedudok...” (satu, dua tiga, empat, lima,
baliatn. Baliatn merupakan sebuah ritual enam,...ini mata hari panas, matahari
pengobatan alternatif suku Dayak Barai terbenam, yang membenamkan segala
dengan Semanang sebagai tabibnya. penyakit, mala petaka, dia saat ini
badi tanah tumbuh. Jadi, sekarang
Sementara basileh, mempatokng, dan saya hendak berdongeng badi, sebab
belabo atau bebadi memiliki makna yang saat ini dia ini sedang sakit, badannya
sama yakni sebuah tindakan rekonsiliasi pegal linu serasa mau mati. Satu, dua
dengan penghuni unsur alam tertentu. tiga, empat, lima, enam, tujoh,...saya
mohon perjalanan hidup nyaman, memang tepat tetapi soal intensinya itu
umur yang panjang, padi melimpah, tidak terlalu jelas dan bahkan sering kali
saat ini dia sedang tidak sehat, karena tidak sesuai dengan yang semestinya.
tanah tumbuh. Satu, dua tiga, empat,
lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, Meskipun demikian menurut
sepuluh, sebelas,...sekarang saya sudah Bapak Hironimus Gompau orang
di hutan saya hantam di pokok, saya Dayak Barai pada dasarnya ingat akan
dendangkan di batang, dan saya susun sang penciptanya, tetapi jarang. Hal ini
dengan daun (piring), saya simpulkan bukan berarti menyimpulkan bahwa
di tempat duduk (wawancara dengan mereka melupakannya. Tetapi hanya
Matius Akon, 2021). pada momen-momen terakhir misalnya
dalam konteks orang yang sakit keras
tidak ada harapan lain selain melakukan
Teks doa lisan tersebut merupakan permohonan definitif dari Sang Pencipta
salah satu doa yang digunakan orang tersebut, hal itu dapat ditemukan dalam
Dayak Barai dalam ritual bebadi. Bebadai ritual berazat. Pada ritual ini Tuhatn secara
secara etimologis berasal dari kata badi eksplisit sungguh-sungguh dipanggil
(bisa berarti akibat tindakan imoral dengan nama-Nya tersebut. (hasil
tertentu terhadap unsur alam, bisa juga wawancara, 2021)
berarti tulah), sedang be merupakan
imbuhan dalam bahasa Dayak Barai yang Sak...duak...tiga...mpat...lima...nam...
berfungsi sebagai pembentuk kata benda tujoh. O....Tuhatn...itok sanok (...Nama
menjadi kata kerja. Dengan demikian si sakit) podeh papa, ngidap pemodeh
bebadi dalam konteks ritual tersebut penyakit dah nak alah dientoma. Kami
secara harafiah berarti rekonsiliasi atau muhon, panyakng nyawa, lamat idop,
memohon maaf atas suatu tindakan lokok timpak golokng songakng. ikok
immoral tertentu yang mengakibatkan igas umo panyakng, padi buleh, panci
unsur alam tersebut murka berwujud beriti, sak alapm tahotn-tahotn masa
penyakit yang sulit disembuhkan secara idop e ia panai nyangkah, panai bejalatn
medis. jaoh. Kami bajanyi ntek ia lopak kami
moek Manok tujoh. (Satu, dua tiga,
Dalam doa tersebut tidak ada empat, lima, enam, tujuh. Ya Tuhan,
menyebut nama Tuhatn secara eksplisit, ini saudara/saudari kami (nama orang
bahkan wakilnya pun tidak ada. Dengan sakit) sedang menderita sakit yang
kata lain, tanpa bermaksud mengurangi tidak bisa dihobati lagi. Kami mohon
nilai esensial dari kebudayaan tersebut dengan sangat supaya ia diperkenankan
tampaknya Tuhatn bukan tujuan utama memiliki umur yang panjang dan
dari ritual tersebut. Padahal di sisi kesembuhan dari penyakitnya,
lain mereka sangat yakin bahwa pada memperoleh rejeki, mampu melangkah
mulanya segala sesuatu yang ada di bumi dan berjalan sejauh-jauhnya. Kami
ini merupakan ciptaan Tuhatn. Hal itu berjanji jika ia sembuh, maka kami akan
sangat nyata dalam praktek kehidupan mempersembahkan tujuh ekor ayam)
sehari-hari mereka yang lain. Beberapa (wawancara dengan Gompau, 2021).
contoh mengenai hal tersebut. Misalnya
dalam ritual ngumpatn Batu, yang menjadi
objek penghormatan tersebut pertama- Sebait doa tersebut secara eksplisit
tama adalah batu itu sendiri. Batu yang menyebut Tuhatn sebagai tujuan dari
dimaksudkan disini adalah batu pengasah permohonan mereka dengan intensi
parang, yang digunakan untuk menebas kesembuhan orang yang tengah sekarat.
lahan yang akan dijadikan ladang. Disisi Sebab doa tersebut sungguh-sungguh
lain kata penghormatan pada tempatnya merupakan permohonan penentu bagi
sesama sukunya maupun siapa saja dasar dari relasionalitas manusia adalah
yang mau hadir dalam pesta tersebut berkesadaran. Maksud dari berkesadaran
tanpa memandang ras, suku, agama dan disini adalah bahwa subjek yang berada
golongan tertentu. Semua orang yang bersama tersebut membawa dari dalam
hadir dalam pesta tersebut diandaikan dirinya sesuatu yang bermakna sebagai
mau dan tidak pantang terhadap makanan alasan relasionalitas mereka tersebut. Baik
yang disediakan. Jika ada yang pantang itu berupa kebudayaan mau pun berupa
dan tidak boleh memakan makanan pengalaman akan hal tertentu dari kedua
yang disediakan, maka mereka harus belah pihak yang sama-sama memiliki
melakukan ‘posek maleh’. ‘Posek maleh’ informasi atau suatu berita tertentu
tidak memiliki arti secara harafiah dalam tentang dirinya dan tentang segala sesuatu
bahasa indonesia, tetapi frasa tersebut yang ia ketahui di sekitarnya (Firmanto,
akan berarti bila diaplikasikan lewat 2020). Jadi, relasi aku-aku pada poin ini
tindakan yang sesuai dengan kebudayaan merupakan cikal bakal dari dialog yang
Dayak Barai itu sendiri yakni tindakan kontinental dalam relasi filosofis yang
menyentuh makanan yang ditawarkan ditawarkan Buber pada dialog yang lebih
lalu disentuhkan di bibir orang yang serius dan holistik.
disuguhkan makanan tersebut. Pendek
kata, dalam hubungannya dengan sesama, Implikasi dari dialog antara aku
orang Dayak Barai sangat menekankan dengan aku yang lain menjadi dasar relasi
bahwa di dalam diri manusia mana pun aku dengan engkau, baik engkau yang
ada sesuatu yang ada di dalam diri orang merujuk kepada objek berupa alam mau
tersebut yakni Tuhatn atau dalam bahasa pun engkau sebagai nenekmoyang dan
mereka sehari-hari disebut sebagai yang lebih tinggi dari semua itu adalah It
‘Ompokng Soma’ (Tuhan) (Gompau, 2021). yang disebut Thou (Engkau yang Agung),
yakni Allah yang diyakini oleh agama
Relasi aku-aku memaksudkan monoteisme (Allah yang Esa) (Banusu,
bahwa perjumpaan antara manusia 2018). Dalam keyakinan Dayak Barai
satu dengan manusia yang lain atau Allah yang Esa disebut sebagai Tuhatn.
individu satu dengan individu yang lain Tuhatn merupakan satu-satunya Allah
mengungkapkan bahwa sesama aku yang menyelenggarakan alam semesta ini
mereka mempresentasikan diri senyata- tanpa ada intervensi dari siapa pun atau
nyatanya. Sebab perjumpaan tersebut apa pun. Menurut Matius Akon, orang
bersifat naratif. Atau dalam bahasa Barai percaya bahwa Tuhan mereka itu
filosofis Levinasian sebagai pertemuan ada satu dan Dia memiliki wakil-wakil
dengan “wajah yang telanjang”, yang di dalam dunia ini. Seperti halnya dalam
pada gilirannya menampilkan kekhasan kepercayaan Kristiani dimana Allah juga
“aku yang lain” (Valerian, 2021). menyelenggarakan dunia ini dengan
mengutus para Nabi dalam zaman dan
Lebih jauh relasi aku-aku waktu yang telah Ia tentukan (Hasil
menentukan cara berada bersama dengan wawancara, 2021).
aku yang lain dalam jumlah yang lebih
besar dan atau relasi personal dengan It
(Engkau) yang lebih mulia transenden I-It (aku-engkau) Martin Buber dalam
yakni Eternal Thou. Relasi yang produktif hubungannya dengan alam semesta
justru lahir dari relasi antara aku sebagai
subjek yang memiliki kekhasan tertentu Seperti yang telah dijelaskan di
dengan dia sebagai subjek yang memiliki atas bahwa konsep tentang I-I (aku-
kekhasan tertentu pula (Herskowitz aku) tidak berhenti pada relasi internal
et al., 2017). Kekhasan yang menjadi subjek-subjek, tetapi relasi yang satu ini
mulai keluar kiblatnya yang semula yakni wilayah tersebut. Menurut Gompau, isi
berkutat seputar subjek itu sendiri. Pada dari tutak tuyak tersebut berbunyi:
poin ini relasi subjek menyentuh pada hal-
hal yang berada di luar dirinya yakni objek “O...Puyakng kana penyaga babas udas
yang bersifat plural. Objek yang plural wimak raya, itok kami atakng onak
tersebut adalah alam semesta. Subjek yang muhon nayak nyoda ikau, panai nadak
dimaksud disini adalah merujuk kepada kami mulah uma, kobotn damon ditok?
manusia. Manusia menjadi semacam host Antek panai kami muhon ka ikau sak
dari perjumpaan yang terus-menerus malit bukng jahat natakng ka buokng
mengalir tanpa henti. Dengan demikian bait, sak ikau nyaga kami saat kereja saat
manusia merupakan makhluk yang malopa sampai kami bauma buleh padi,
memiliki jangkauan relasi yang luas baik meraeh buleh untokng. Tok an wujot doa
dengan sesuatu yang kelihatan maupun kami dongan sangkolatn pampas darah
sesuatu yang tidak kelihatan. Sesuatu manok idop.” (artinya: O Puyakng
yang kelihatan misalnya kayu, batu, dan gana penjaga hutan rimba raya, saat
segala makhluk hidup dan benda-benda ini kami datang hendak memohon dan
fisik alam. Sementara sesuatu yang tidak bertanya kepadamu, apakah kami boleh
kelihatan adalah roh-roh leluhur, hantu- berladang dan berkebun di sini? Jika
hantu dan sang Penciptanya yakni Tuhan boleh, maka kami mohon kepadamu
Allah dalam kepercayaan Kristiani dan spaya membalikan malapetaka yang
Tuhatn dalam kepercayaan Dayak Barai dapat merugikan kami dan alammu,
(Hadis Badewi, 2016). Bagaimana hal datangkanlah kebaikanmu dengan
dapat dipahami? engkau sendiri yang menjaga kami saat
bekerja dan pada saat istirahat, semoga
Dalam relasi dengan alam orang kami berladang menghasilkan padi
Dayak Barai memiliki kebiasaan yang berlimpah, kami berdagang memperoleh
baik terutama dalam memandang alam untung. Untuk itu inilah wujud dari
sebagai bagian dari hidup mereka. doa kami dengan darah ayam hidup)
Dengan pandangan alam sebagai (hasil wawancara, Gompau, 2021).
bagian dari hidup mereka konsekuensi
logisnya adalah mereka pun dituntut Doa tersebut merupakan bentuk
untuk menjalin, menjaga dan merawat etis penghormatan orang Dayak Barai
relasi tersebut sebaik-baiknya (Adon, terhadap tanah itu sendiri yang diyakini
2016a). Dalam rangka itu mereka memiliki penghuni. Sudah jelas sekali
mewujudnyatakannya dalam kehidupan konsep tersebut memiliki kaitan dengan
sehari hari misalnya ketika pergi ke konsep kepercayaan Kaharingan, sebab di
kebun atau ke ladang, mereka selalu dalam doa tersebut memiliki unsur relasi
menyempatkan diri untuk menundukan dengan sesuatu yang tidak kelihatan
kepala saat menjumpai pohon ara, atau namun ada yang dikontraskan dengan
dalam kasus lain ketika mereka hendak pemberian darah ayam segar. Realitas
membuka lahan baru untuk lokasi tersebut adalah puyakng gana. Seperti
ladang, mereka selalu menjalankan yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
beberapa proses ritual berikut antara puyakng gana juga merupakan penghuni
lain nyowek okok (memeriksa lokasi yang tanah atau bumi (Matius Akon, 2021).
hendak digarap) dan memohon ijin dari
puyakng gana sebagai penghuni tanah Dengan kata lain ritual tersebut
dengan tutak tuyak (doa dan tanda-tanda merupakan salah satu dari sekian ritual
alam) sebagai jembatan penghubung yang terdapat dalam duku Dayak Barai.
komunikasi antara sang pemiliki tanah Dari ritual tersebut relasi antara orang
dengan petani yang hendak berladang di Barai dengan alam sangat erat kaitannya
dengan kesadaran mereka akan sang pada cara mereka memandang Tuhatn.
Pencipta yang telah menempatkan Tuhatn dalam penghayatan tertentu
Puyakng gana sebagai penghuni dari tanah sejauh diperlukan baru disebut. Relasi
tempat segala makhluk hidup di dunia yang seperti itulah yang sering kali
memperoleh penyelenggaraan-Nya (Lai et melumpuhkan relasi mereka dengan
al., 2019). Dalam hubungan relasi manusia sesama (David & Panjaitan, 2021).
dengan alam, Banjar (2021) menerangkan Menurut Hardoyo, ketika kita tidak lagi
bahwa disaat manusia membuat ritual mengindahkan Tuhatn sebagai realitas
tertentu kepada gana, dalam hal ini tertinggi, maka pada saat yang sama relasi
Puyakng gana (penghuni tanah) pada saat dengan alam semesta akan terganggu.
yang sama Tuhatn pun hadir, meski nama- Dengan demikian setiap manusia pada
Nya tidak disebut, sebab bagi orang Barai dasarnya diharapkan mengusahakan
gana juga merupakan manifestasi dari keharmonisan baik dalam hubungannya
Tuhatn itu sendiri. Tetapi bukan dalam dengan sesama, alam, maupun dengan
konteks pandangan percampuran kedua Sang Pencipta (Riyanto, 2019). Relasi
kepercayaan (sinkritisme), melainkan seperti inilah yang dimaksudkan oleh
dalam kacamata relasi I and Thou Martin Buber bahwa ketika Eternal Thou itu
Buber dengan Konsep relasi Dayak Barai dipandang dan dihayati sebagai realitas
itu sendiri (Buber, 1970). yang darinya segala sesuatu bersumber,
maka pada saat yang sama kita sedang
berada dalam lingkup penyelenggaraan-
Konsep Tuhatn Dayak Barai dalam Nya (Buber, 1923).
perspektif eternal thou Martin Buber Setelah memahami konsep relasi
Pada akhirnya, pembahasan seperti di atas orang Dayak Barai pada
mengenai relasi I-I, I-It, I-It-Thou akhirnya diantar pada kesadaran baru ini
menampilkan sebuah panorama relasi bahwa apa pun yang mereka ungkapkan
manusia yang bermula dari kesadaran dalam menjalin hubungan mereka baik
akan dirinya sendiri dan diri yang lain dengan sesama, dengan alam mau pun
serta Sang diri itu sendiri yakni Tuhatn. dengan Tuhatn merupakan satu kesatuan
Dalam kaitanya dengan kepercayaan suku relasi yang memiliki pengaruh terhadap
Dayak Barai Thou tersebut tertuju kepada satu dengan yang lainnya (Bala, 2020).
apa yang disebut Tuhatn, Dia diyakini Dengan kata lain berdasarkan pada
sebagai wujud tertinggi yang mengatasi pandangan filsafat dialog Martin Buber
segala kehidupan Dayak Barai dan alam tersebut, relasi yang mestinya diusahakan
sekitarnya. Dengan demikian kehadiran orang Dayak Barai dalam rangka
wakil-wakil Tuhatn dalam kebudayaan mewujudkan relasi yang harmonis
Dayak Barai antara lain Inek Kebadau, dengan sesama, alam dan sang Pencipta
Inek Sangiang Irit dan Inek Sangiang Kodot adalah relasai bermula dari kesadaran
merupakan Ireality dari keberadaan akan diri yang merupakan bagian dari
Tuhatn sesungguhnya (Pranowo, 2019). sesama, alam dan akhirnya bagian sang
Pencipta yakni Tuhatn itu sendiri.
Disebut sebagai Ireality sebab
di dalam ritual-ritual apa pun relitas
tersebut jarang disebutkan dalam doa- SIMPULAN
doa sakral apa pun, kecuali dalam ritual
berajat (bernazar). Itulah sebabnya mereka Penelitian ini sampai pada temuan,
sepertinya hanya sebagai mitos yang mati. yaitu masyarkat Dayak Barai-Kayan
Hal ini didasarkan pada cara pandang dan Hilir sejak semula telah meyakini bahwa
praktek yang demikian juga berpengaruh Tuhatn itu adalah Esa dan tunggal, tetapi
DAFTAR ACUAN
Adon, M. J. (2016a). Manusia Dipanggil Menjadi Administrator Allah. Gita Sang Surya
JPICOFM Indonesia.
Adon, M. J. (2016b). Menyibak Nilai Keadilan Dan Persatuan Dalam Upacara Tente
Teno: Sebuah Sistem Pembagian Tanah Ulayat Dalam Budaya Manggarai. Forum:
Jurnal Filsafat Dan Teologi, 45(1), 43–55.
Agustinus, E., & Bsep, D. (2018). Identifikasi Kelompok-Kelompok Suku Dayak ( Lokasi
Penelitian di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi ) Kalimantan
Alloy, S. (2008). Mozaik Dayak (Keberagaman subsuku Dan Bahasa Dayak di Kalimantan
Barat). Institut Dayakologi.
Juwaini, J. (2021). Konsep Tuhan Dalam Agama Kristen (Kajian Buku Sejarah Tuhan
Karen Armstrong). Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama, 1(1), 84.
https://doi.org/10.22373/arj.v1i1.9487
Karlina, E. M. (2020). Studi Konsep Ketuhanan : Animisme Dalam Novel Upacara
Karya Korrie Layun Rampan. Cross-Border: Jurnal Kajian Perbatasan Antarnegara,
Diplomasi Dan Hubungan Internasional, 3(1), 101–110.
Lai, V., Samdirgawijaya, W., & Devung, G. S. (2019). Makna Simbol Benda Dalam
Upacara Pemakaman Menurut Dayak Bahau Umaaq Luhat dan Gereja Katolik.
GAUDIUMVESTRUM: Jurnal Kateketik Pastoral, 3(1), 1–13.
Matius Akon. (2021). Wawancara Seputar Wujud Tertinggi Dayak Barai.
Murtadlo, A., & Rokhmansyah, A. (2018). Nilai Dalam Cerita Rakyat Suku Dayak
Tunjung Tulur Aji Jangkat Di Kutai Barat: Kajian Folklor. Jurnal Ilmu Budaya, 2(2),
188–195.
Nur, G. N. S. (2021). Ekologi Budaya Sebagai Wawasan Pokok Dalam Pengembangan
Masyarakat Untuk Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia. Jurnal Tambora,
5(1), 27–33.
Pandor, P. (2015). Menghadirkan wajah gereja berparas kemanusiaan: potret gereja menjadi.
In P. Y. O. M. Raymundus Sudhiarsa SVD (Ed.), Menghadirkan Wajah Gereja
Berparas Kemanusiaan (pp. 233–272). STFT Widya Sasana Malang 2015.
Pena, A. C., Nunes, M. F. R., & Kramer, S. (2018). Human formation , world vision , dialogue
and education : the present relevance of Paulo Freire and Martin Buber. Edur Educação.
Pendi Justianus Lukas Sinurat. (2021). Tritunggal mahakudus. Kementerian Agama
Republik Indonesia. https://kemenag.go.id/read/tritunggal-mahakudus-q9q4a
Pieris, A. (1996). Berteologi dalam konteks Asia. Jakarta: Kanisius.
Pranowo, Y. (2019). Karya Seni dalam Pandangan Jean-Paul Sartre. Melintas, 34(2), 193–
211. https://doi.org/10.26593/mel.v34i2.3391.193-211
Riyanto, A. (2019). Relasionalitas Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan,
Fenomena. 116 Studia Philosophica et Theologica.
Sahertian, C. I. (2021). Sakralitas Burung Enggang dalam Teologi Lokal Masyarakat
Dayak Kanayatn. Epigraphe:Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 5(1), 58–75.
Sulha. (2020). Pelestaraian Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Dayak Desa Seneban
Kecamatan Sejiram Kabupaten Kapuas Hulu. JPKN Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, 4, 1–15.
Tarsono. (2005). Character Building Pada Manusia ( Analisis Terhadap Budaya Suku
Dayak Losarang Indramayu ). 5, 32–48.
Tobing, D. hizki, Herdiyanto, Y. K., & Astiti, D. P. (2016). Bahan Ajar Metode Penelitian
Kualitatif. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udaya, 42.
Triguna, I. Y. (2018). Konsep Ketuhanan Dan Kemanusiaan Dalam Hindu. Dharmasmrti:
Jurnal Ilmu Agama Dan Kebudayaan, 18(1), 71–83. https://doi.org/10.32795/
ds.v1i18.104
Wawancara:
Interview seputar Tuhatn dalam budaya Dayak Barai, (2021).
Petrus Banjar. (2021). Interview Seputar Ritual Adat Dayak Barai.
Wawancara seputar Sejarah Suku Dayak Barai, (2021). “Interview bersama Ketua Adat
Dayak Barai seputar Konsep Tuhatn dalam Keyakinan suku Dayak Barai”
Matius Akon. (2021). Wawancara Seputar Wujud Tertinggi Dayak Barai. Interview
seputar alam kepercayaan dayak Barai