Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 4

M.Kuliah : Ilmu Agama Suku dan Okultisme


Ting/Jur : II-A/Teologi
Dosen : Marhasil Hutasoit, M. Th
Nama : Jakaria Lonardo Sinulingga
Peniel Pandapotan Hutauruk
Nola Fitaloka Br Tarigan
Yosefaria Br Sagala

Fungsi Kurban dan Mediator dalam Agama Suku

I. Pendahuluan
Kehidupan manusia primitif ditandai dengan berbagai kekuatan supranatural yang
dianggap sebagai manifesatasi ilahi. Untuk itu diperlukan sebuah hubungan baik dengan hal
gaib tersebut. Hubungan itu dilakukan dengan memberikan persembahan, menuruti kemauan,
dan mendengarkan perintah yang disembah yang dianggap memilki kekuasaan yang lebih
hebat di luar dari diri manusia. Kerinduan hati manusia untuk mendapatkan perlindunagn,
berkat, kuasa/daya sebagai upaya merawat dan mempertahankan hidupnya rupanya tak jarang
ditempuh dan diwujudnyatakan dengan berbagai pengorbanan yang mereka relakan demi
pancaran kuasa supranatural bagi hidup manusia. Hal ini menandakan bahwa keberadaan hal
yang dipersembahakan dan dikorbanakan merupakan hal yang urgent sebagai bentuk
kesetiaan. Pemberian sesajian dan merajut hubungan yang baik denagan medaiator yang
menjembatani hubungan dengan yang dipuja memegang peranan vital dalam menjujung
tinggi keberadaan dan kuasa yang dipuja yang akan memberikan sesuatu yang lebih besar
terhadap hal apa yang telah manusia berikan dengan berbagai pengorbanan sebagai wujud
ketundukan dan adanya keinginan baik untuk menuai berhubungan baik dengan yang dipuja.
II. Pendalaman
II.1. Hakikat dan Fungsi Kurban dalam Agama Suku secara Mondial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kurban adalah persembahan kepada
Tuhan atau pujaan kepada dewa-dewa.1 Kata kurban berasal dari bahasa Arab, yaitu
qurban artinya seuatu yang ditujukan kepada Allah SWT. Sebagai wujud ketaatan
kepada yang dipuji yakni kepada Allah SWT.2 Kurban pada umumnya merupakan

1
Poerwadaminta, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 543
2
Ahmad Rivai Harahap,dkk, Ensikpolopedi Praktis Kerukunan Umat Beragama, (Medan: Perdana
Publishing, 2012), 368

1
sesuatu yang disembelih dan kemudian diserahkan sebagai pemberian bukti ketaatan
dan kesetian terhadap yang dipuja sebagai kekuasaan yang diyakini lebih berkuasa dari
diri manusia.3 Kurban pada hakikatnya diberikan kepada sesuatu hal yang diyakini
memiliki hal gaib sebagai wujud ketaatan, kesetiaan dan penyerahan diri pada kekuatan
gaib yang dipercayai sebagai manifestasi Ilahi yang disembah guna meminta
pertolongan , campur tangan yang disembah terhadap keberlansungan hidup sipemuja.
Persembahan yang diberikan tak lepas dari niat manusia untuk menciptakan suatu
hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan
dengan mematuhi permintaan , keinginan, serta perintah yang diberikan oleh hal gaib
tersebut, dengan salah satunya melalui cara memberi persembahan. Semua yang
dikehendaki oleh yang disembah wajib dituruti dalam menjalin hubungan baik 4
Hal ini dipertegas oleh Ibrahim Gultom dalam bukunya yang berjudul “Agama
Malim di Tanah Batak “menyatakan bahwa “kepercayaan-kepercayaan religius tidak
hanya melukiskan dan menjelaskan makhluk-makhluk sacral seperti Tuhan, dewa, atau
malaikat-malaikat. Tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah hubungan makhluk
dan alam gaib dengan dunia kehidupan yang nyata. 5 Manusia primitive bertemu dan
berhubungan dengan berbagai daya /kuasa yang bersifat gaib disekeliling hidup
mereka. Untuk itu dperlukan sikap, perbuatan , dan citra hidup yang baik sebagai tanda
mereka patuh, tunduk serta kesetiaan terhadap kekuatan yang lebih berkuasa dari diri
mereka. Manusia primitive berhadapan dengan berbagai hal gaib yang tak jarang
menghantui dan menganggu kehidupan mereka. Daya/kuasa tersebut pada hakikatnya
meminta pengakuan akan kehadiran dirinya yang dibuktinyatakan dengan pemberian
persembahan yang ia inginkan sebagai tanda bahwa yang disembah tersebut memiliki
kuasa yang akan menolong manusia dalam mengarungi kehidupannya.6
Dengan pemberian kurban, dewa yang disembah diharapkan senang dan
menerima apa yang dipersembahakan serta akan memberikan kembali hal yang lebih
besar terhadap manusia. Kuban yang dipersembahakan menjadikan bukti manusia taat
kepada dewa dan manusia akan hal yang ia inginkan,. Baik ketentraman hidup,
kebahagiaan, kedamaian bahkan segala apa yang manusia inginkan setelah manusia
menyerahkan kurban persembahan .7 Manusia primitive meyakini bahwa menjaga

3
Rudolf Pasaribu, Agama Suku dan Batakologi, (Medan: Pieter, 1968), 83
4
H. Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, (Jakarta, 1980), 99
5
Agama Malim di Tanah Batak, (Jakarat: Bumi Aksara, 2010), 8
6
Louis Leahy, Aliran-aliran Besar Atheisme (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1985), 40
7
H. Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, 99

2
keselarasan pencipta, alam, dan masyarakat akan mendatangkan ketentraman dan
kebaiakan.8 Penyerahan kurban juga disajikan kepada sang dewa guna tujuan khusus
ataupun maksud tertentu seperti halnya manusia ingin pergi berperang, pesta panen,
pernikahan, mendirikan bangunan baru, terlepas dari penyakit, diberi kekebalan tubh
dan kekuatan sakti,memberikan kekayaan, menyembuhkan penyakit, bahkan mengatasi
bencana dalam kehidupan manusia9
Pemberian kurban kepada sang dewa juga mewakili sistem berfikir, dan bertindak
si pemuja kepada sang dewa, baik dari segi bentuk, jumlah, dan kualiitas bahak sikap
ketika meberikan sajian (etika dalam pemberian sesajen serta setiap pengorbanan untuk
mempersembahakan korban persembahan yang diberiakan.10 Khususnya dalam hal
bersikap dan bertingkah dalam pelaksaan sesajen sangatlah menggambarkan kesakralan
dari ritual sesajen yang disajikan. Bahkan kegiatan-kegiatan penyembahan dan
pemujaan dalam upaya mengahragai manifestasi ilahi tidak hanya merupakan tindakan-
tindakan selama pemujaan berlangsung , akan tetapi semua tindakan yang manusia
lakuakan sangat berhubungan erat dengan bukti keseriusan ketika sesajian diberikan.
Hal ini menadakan bahwa sesajen bukan persolan pengabulan permintaan, tetapi
sesajen merupakan upaya mempersembahkan bagian dari kehiduapan manusia secara
berkelanjutan.11 Makna Persembahan kurban kepada manifestasi ilahi dilihat dalam
perubahan-perubahan nyata dalam hidup manusia dan segala tingkah laku manusia
mewakili hakikat pemberian kurban sebagai bentuk penyerahan diri juga dimaknai dan
dihidupi dalam bertingkah laku12
II.2. Hakikat Jenis dan Fungsi Kurban dalam Agama Suku secara lokal
II.2.1. Hakikat dan Jenis Kurban dalam Suku Batak Toba
Istilah kurban dalam Batak adalah “pelean”, yang artinya sajian makanan.
Masyarakat Batak primitive menganggap dewa-dewi dan roh-roh orang mati
membutuhkan kurban dan persembahan, yang dianggap sebagai makanan dan
penopang hidupnya. Kurban menjadi persembahan/bukti ketaatan yang sakral dan
tindakan magis dalam membina hubungan kepada Sang Pencipta. Persembahan
adalah dukungan bagi doa, dan doa-doa permohonan peserta yang sedang
melakaukan ritual pemujian/penyembahan. Kurban menjadi bentuk harapan dan

8
Surya Kusuma, Okultisme, Antara Budaya vs Iman Kristen, (Yogyakarta, ANDI, 2010), 88
9
Louis Leahy, Aliran-aliran Besar Atheisme,44
10
Ibid, 45
11
Ibid, 46
12
E.P. Gintings, Religi Karo, (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), 26

3
kerinduan akan berkat Tuhan.13 Persembahan-persembahan kurban ini dilihat
menimbulkan perubahan-perubahan nyata dalam hidup manusia, dan perubahan-
perubahan itu harus selalu diyakini sebagai wujud ketaatan kepada Sang
Pencipta.14 Suku Batak sangat jelas menganggap dewa-dewa dan roh-roh orang
mati membutuhkan kurban dan persembahan, yang dipahami merupakan
pengkhususan kepada yang dipuja.15
Kurban merupakan tindak pemujian (primat doa), yang dapat diartikan
sebagai niat dari si pemuja dalam melengakapi doa yang haturkan. Maksud dari
pembawa persembahan ialah agar oleh sentuhan begu atau dewata makanan
beroleh daya dan zat jiwa. Gambaran ini pastilah mengindikasikan ide magis
dalam persembahan dan kurban-kurban Batak. Sejatinya, setiap persembahan dan
kurban selalu disertai oleh sebuah doa. Doa menggaris bawahi hubungan pribadi
antara yang dipuja dan pemuja. Kurban pada hakikatnya mendukung doa. Pada
setiap persembahan selalu terdapat saat hakiki yang disebut pasahathon pelean.
Pemimpin persembahan menyamapaikan persembahan dengan sebuah doa
menyeru kepada Tuhan, dewa-dewi, atau roh nenek moyang berupa ternak seperti
seekor kerbau, babi, kambing, ayam, hasil panen, dan kekayaan alam lainnya.16
II.2.2. Hakikat dan Jenis Kurban dalam Suku Batak Karo

Dalam religi Karo tradisional dipahami bahwa setiap orang ada rohnya
(tendinya). Bila seorang meninggal, maka “tendi” (roh yang dari Allah diambil
dari pohon kehidupan asali) kembali kepada Allah, dan “tendi” yang mati atau
jiwanya menjadi “begu”. “Begu” sering mengganggu orang yang masih hidup
dan itulah sebabnya “begu” dipahami menjadi ancaman kehidupan yang perlu
ditakuti dan ditanggapi atau dijinakkan dengan sajian-sajaian dan ritus tertentu.17
Untuk menghadapi berbagai hal gaib tersebut dalam rangka penyesuaian diri
dengan alam sekitar, manusia merasakan bahwa ia berhadapan dengan kuasa-
kuasa yang mengatur dalam perubahan-perubahan alam. Manusia merasakan
bahwa ada yang mengatur musim-musim, keberhasialan panen, peredaran angina,
dan awan, hewan, dan lain-lain. Semuanaya ini diluar kemampuan manusia
terbatas. Untuk itu diperlukan sebuah pemahaman, dan, keyakinan, akan adanya
13
Anicetus Sinaga, Allah Tinggi Batak-Toba, (Yogyakarta: Kankisius, 2014) ,155
14
Ibid, 206
15
Ibid, 187
16
Ibid, 190
17
E.P. Gintings, Religi Karo, 21

4
kuasa supranatural tersebut dengan memberikan apa yang hal gaib minta dan
perlukan.18 , yang meliputi:

a. Ngicik Tendi
Ngicik tendi adakalanya seorang anak terkejut sedemikian rupa,
sehingga dia di ganggu sehingga tidak dapat menangis, menjerit, atau
berbicara seketika. Dalam hal ini masyarakat-masyarakat percaya bahwa
tendi anak tersebut ikut terkejut dan lari meninggalkan tubuhnya. Karena itu
anak jatuh sakit. Untuk menjaga keselamatan jiwa anak tersebut perlu
diadakan upacara ngicik tendi. Secara harafiah ngicik berarti
menggoyangkan, mengocok-ngocokkan beras yang ditaruh dalam gantang
atau kaleng-kaleng, sehingga berbunyi kicik-kicik yang berfungsi
memanggil tendi yang telah lari karena terkejut atau ketakutan. Biasanya
upacara ngicik tendi itu dilakukan oleh seorang dukun yang luar kampung.
Sarana yang diperlukan dalam upacara adalah: beras, sebuah tongkat yang
dicucukkan atau ditancapkan ke dalam tanah, dimana Sembilan atau
Sebelas sirih dijepitkan, dan sekapur sirih yang lengkap. Maka sang guru
atau dukun pun mengucapkan tabas atau mantranya, sambil melambai-
lambaikan kain putih. Mantra-mantra yang diucapkan oleh sang dukun
biasanya sukar dimengerti oleh orang banyak. Demikianlah setelah ayam
berkokok tiga kali maka tendi tersebut pun datang kembali dan biasanya
ngicik tendi dilakukan kepada orang yang sakit19

b. Ndilo Tendi

Ndilo tendi adalah upacara pemanggilan tendi seseorang yang sudah


jauh pergi. Upacara ndilo tendi dilakukan dengan meletakkan bakul yang
berisi sirih lengkap di atas kepala orang yang tendi-nya sudah pergi.

c. Paguh-paguhen/pajuh-pajuhen/empung

Paguh-paguhen adalah sesembahan desa. Pemilik dari sesembahan


adalah penduduk desa tersebut. Paguh-paguhen disembah setiap bulannya.
Cara orang menyembah adalah dengan memberikan sesajen berupa bunga,

18
E.P. Gintings, Religi Karo, 18-19
19
Jaharianson Saragih, Pelayanan Pelepasan dan Dampak Positifnya, (Medan, L-SPA, 2016), 116

5
makanan, rokok dan sirih. Paguh-paguhen dipercaya dapat melindungi desa
dan memberikan berkat.20
II.2.3. Hakikat dan Jenis Kurban dalam Suku Batak Simalungun
Dalam budaya Simalungun pemberian kurban merupakan bagian ritual
keagamaan untuk menyembah dan berhubugan dengan Sang Kalik. Pemberian
kurban ini dilakukan dalam tempat penyem bahan kurban (anjab-anjab) yaitu
semacam altar yang disusun dari beberapa batu bertindih sebagai meja tempat
kurban persembahan. Pada saat ritus dalam suku Simalungun, maka masing-
masing warga membawa kurban persembahan antara lain: ayam, unggas, tuak,
pisang, sirih, dan hasil alam lainnya. Dengan tujuan untuk memohon berkat,
perlindungan, dan pengampunan dari ilah Tertinggi (Naibata) 21
II.3. Hakikat dan Fungsi Mediator dalam Agama Suku secara Mondial
Menurut KBBI, Mediator berarti pengantara atau penghubung. Bertujuan untuk
menghubungkan oknum yang satu dengan oknum yang lain. Mediator adalah pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian.22 Mediator sebagai penganatar hubungan manusia
dan yang disembah juga mencakup peranan paranormal, dukun, dan ahli nujum.
Paranormal meerupakan sebutan kepada oaring-orang yang mempunyai kemampuan
yang lebih dari ukuran normal. Paranormal adalah orang-orang ang mengamati gejala-
gejala yang zterjadi disamping gejala-gejala yang normal menurut tinjauan pikiran yang
lumrah.23
II.4. Hakikat jenis dan Fungsi Mediator dalam Agama Suku secara lokal
II.4.1. Hakikat dan Fungsi Mediator dalam Suku Batak Toba

Dalam masyarakat Batak seluruh seluruh kebaktian terpusat pada pemujaan


nenek moyang. Dalam upacara seperti ini, para dukun (imam) mempunyai
kedudukan khusus sebagai imam karena merekalah yang dapat menghubungkan
orang yang masih hidup dengan roh-roh nenek moyangnya yang sudah mati. 24
Peranan dukun (datu) di sisni menyamapaikan permohonan yang disamapaikan
pada peristiwa upacara oleh dukun untuk menyampaiakan persembahan kepada
20
Jaharianson Saragih, Pelayanan Pelepasan dan Dampak Positifnya, 120-121
21
Jan Jahaman Damanik, Dari Ilah menuju Allah(Yogyakarta: ANDI, 2012), 67
22
Poerwadaminta, KBBI, 640
23
E.P. Gintings, Religi Karo, 66
24
Jaharianson Saragih, Pelayanan Pelepasan dan Dampak Positifnya, 148

6
roh-roh yang dianggap keramat atau tua-tua utama dari marga.25 Pada hakikatnya
masing-masing dukun memiliki ilmu, mantra, dan kekuatan gaib yang tidak
dimiliki oleh manusia biasa. Biasanya seorang dukun merangkap jabatan sebagai
guru. Dia mengajar dan membimbing muridnya dan ilmu falak gaib. Peranan
dukun sangatlah diperlukan. Pengilhaman upacara adat atau upacara agama Batak
diadakan pelaksanannya dengan meminta bantuan ataupun nasehat seorang dukun
untuk menggali tulang belulang leluhur. Kedudukan dukun bagi mereka masuk
kepada lembaga tertinggi dalam melakukan upacara agama Batak: yaitu untuk
melakasanakan liturgy, peribadatan dengan segala metode-metode yang tidak
diketahui oleh orang-orang banyak.26

II.4.2. Hakikat dan Fungsi Mediator dalam Suku Batak Karo


Kepercayaan kepada Allah di Karo sebagai pencipta dan maha Kuasa
disebut Dibata Kaci-Kaci. Kepercayaan yang paling tua di Karo adalah
Dinamisme dan Animisme. Dalam tingkat kepercayaan ini dilakukan pemujaan
yakni penyembahan kepada yang di anggap suci dan berkuasa. Dan pemujaan
tersebut dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dalam Dinamisme dan Animisme
orang Karo berfikir secara mistis, hidupnya dikelilingi oleh kekuatan-kekuatan
kosmis, ia memakai mitos-mitos untuk memahami hidupnya dan lingkungannya.
Pada tingkat yang lebih tinggi muncul konsep “Guru Sibaso” yang menjadi
pengantara orang yang hidup dan mati, dan juga Guru Sibaso dapat melihat hal-
hal gaib dan dunia makhluk halus. Kemahakuasaan Allah yang transenden dari
“Dibata Kaci-Kaci” yang jadi lebih nyata menerobos semua bagian alam jagat
raya.27
Secara tradisional, “Dibata Kaci-Kaci” menurut orang karo tidak
mengadakan komunikasi langsung dengan manusia. maka itu diperlukan peranan
medium sebagai alat penghubung dalam proses ritus dan pemujaan, 28 yang
meliputi:
A. Guru Perkatika
Perkatika adalah seseoranag ahli (pakar) dalam perhitungan waktu
melalui sebuah alat (papan) yang juga disebut juga katika, astrolog, peramal
tentang waktu-waktu (baik dan buruk) dlam siklus peredaran matahari
25
Ibid, 155
26
Ibid, 154
27
E.P. Gintings, Religi Karo, 4
28
E.P. Gintings, Religi Karo, 6

7
menurut kepercayaan orang Karo pada zaman dahulu. Guru Perkatika
adalah “guru” dukun yang mampu membaca hari nan 30 dalam setiap
bulan, dan disebut juga namanya “Guru Simeteh wari 30” Orang Karo
zaman dahulu sangat memerlukan peran Guru Perkatika yang mempunyai
keterampilan (ilmu) untuk niktik atau membaca hari-hari, agar manusia
mengetahui hari yang baik guna melakukan pekerjaan tertentu dan hari
yang tidak baikuntuk melakukan pekerjaan tertentu. Pengamatan tentang
peredaran bintang dan musim-musim tertentu selalu dikaitkan juga dengan
semua aspek kehidupan manusia, tidak ada yang terlepas dari unsur
kepercayaan dan pujaan kepada kuasa-kuasa alam semesta yang mengitari
dan mengepung kehiupannya setiap saat.29

b. Paranormal

Paranormal di dalam Karo disebut juga “Guru” atau “orang yang


berjabatan” termasuk “kalak sierjabaten bas terminologi budaya Karo” .
Paranormal yang dimaksudkan mampu berbicara dan berkomunikasi
dengan roh-roh halus, kesurupan, mampu melihat roh-roh halus yang
dipercayai sebagai manifestasi ilahi, mampu melihat penyakit yang diderita
seseorang apakah sakit biasa atau sakit ulah setan, serta mampu
memberikan arti mimpi yang dipergumulkan oleh orang biasa.30

C. Guru Sibaso.

Seluk berarti kesurupan. Dalam religi “agama permena”, “seluken”


umumnya terjadi dalam acara ritus “perumah begu” (memanggil roh orang
mati) dan ritus “peumah tendi” (memanggil roh yang telah mengebara
meninggalakan tubuh seseorang), “erpangir ku lau” (berlangir), dan lain-
lain. Dalam kaitan ini orang yang brperan sebagai actor adalah
“GuruSibaso”atau “Guru Perdewel-dewel” atau medium . Sealin itu,
sering juga orang awam dalam keadaan tertentu (dalam ritus-ritus menari,
dan lain-lain), bisa kemasukan roh atau kesurupan sehingga ia dikendalikan
oleh roh yang memasukinya. “Guru Sibaso” atau Guru Perdewel-dewel
atau juga disebut Guru Kemulen adalah orang yang memiliki penglihatan
dua lapis, dapat melihat roh-roh yang tidak berjasad, dan berfungsi sebagai
29
Ibid, 56
30
Ibid,67

8
medium agar orang-orang dapat berbicara dengan roh orang mati dengan
cara kesurupan atau kemasukan orang mati. Pada zaman dahulu di dalam
“agama pemena” atau agama animisme, peranan “Guru Sibaso” (Guru
Pedewel-dewel, Guru Kemulen) sangat besar dalam masyarakat Karo.31
II.4.3. Hakikat dan Fungsi Mediator dalam Suku Batak Simalungun
Orang Simalungun percaya bahwa roh orang meninggal tidak mati, tetapi
beralih kepada suatu keadaan yang disebut tonduy. Ia dapat dipanggil sewaktu-
waktu melalui ritual khusus. Tonduy dipercaya dapat medatangkan berkat apabila
dipedulikan. Sebaliknya, ia akan marah dan mendatangkan malapetaka bila tidak
diperdulikan. Seperti halnya penyemabahan kepada simagod ditujukan kepada
tonduy jabu ditujukan kepada roh nenk moyang suatu keluarga, sedangkan
sinumbah ditujukan kepada roh-roh orang sakti yang mendiami suatu tempat
sehingga disebut parsinumbahan (tempa kermat).
Kepercayaan atau hubungan dengan simagod dan tonduy jabu diteguhkan
melalui ritual keagamaan, misalnya ritual memohon berkat atau perlindungan.
Dengan bantuan datu bolon dapat dihdirkan melalui suatu uapacara yang disebut
parumah tonduy. Pemujaan kepada sinumbah pada umumnya dilakukan
penduduk kampong secar bersamasama yang dipimpin oleh datu bolon. Namun,
adakalanya, pemujaan dilakukan secara pribadi dengan mempersembahakn
sesajen di tempat altar yang telah dipersiapkan.32
III. Kesimpulan
Dalam kamus kehidupan penganut okultisme berlaku paham bahwa untuk memperoleh
daya dan berkat sangat diperlukan pengorbanan. Semakin besar pemberian dan pengorbanan,
semakin hebat kuasa dan kekuatan gaib yang diperoleh. Apa yang telah dipersembahkan oleh
sipemuja diharapkan dapat dibalas dengan perbuatan yang lebih besar terhadap kehidupan si
pemuja yang tentunya membuat kehidupan si pemuja lebih baik. Makna Persembahan
kurban kepada manifestasi ilahi dilihat dalam perubahan-perubahan nyata dalam hidup
manusia dan segala tingkah laku manusia mewakili hakikat pemberian kurban sebagai bentuk
penyerahan diri juga dimaknai dan dihidupi dalam bertingkah laku.
Dukun, “orang pintar”, seringkali menjadi tumpuan pengharapan banyak orang
sebagai perantara atau katakanlah sebagai media yang menjembatani hubungan umat manusia
dengan Sang Realitas Tertinggi yang umat manusia kenal dan formulasikan dalam
31
E.P. Gintings, Religi Karo, 209
32
Jan Jahaman Damanik, Dari Ilah menuju Allah61-62

9
kehidupannya yang diwujudnyatakan dengan berbagai praktik dalam ritual, penyembahan
sesajian, dan pemujaan sebagai wujud ketaatan dan kesetiaan.
Pemberian sesajian dan merajut hubungan yang baik denagan mediator yang
menjembatani hubungan denagan yang dipuja memegang peranan vital dalam menjujung
tinggi keberadaan dan kuasa yang dipuja yang akan memberikan ssuatu yang lebih besar
terhadap hal apa yang telah manusia berikan dengan berbagai pengorbanan sebagai wujud
ketundukan dan kepatuhan.
IV. Sorotan Teologis

Manusia menyadari dirinya terbatas, lemah dan tak berdaya di tengah alam semesta
yang luas, penuh misteri dan aneka ragam permasalahan yang membelit kehidupan.
Kesadaran ini membawa manusia untuk mencari dan menemukan kuasa yang dapat
menjamin, melindungi dan menanggulangi berbagai kondisi yang ditemui dalam
kehidupannya di alam semesta. Kiat solusi jaminan perlindungan dan penanggulangan
membawa, manusia untuk mencari kesaktian, berbagai jimat, mantra, serta ramalan dan
berbagai ilmu penolak bala. Hidup ini penuh kesulitan, bencana, musibah, tragedi dan aneka
ragam bahaya, hal ini jugalah yang dihadapi oleh suku primitive. Hal tersebut membuat
manusia akan terus mencari tempat perlindungan guna menopang diri manusia dari badai
kehidupan dan mencari jaminan untuk merasakan indahnya hidup meski dengan cara
apaupun. Manusia akan selalu merumuskan citra Sang Realitas Tertinggi dalam dirinya.
Konsep-konsep yang salah tentang esistensi, jati diri, kuasa Allah, serta anggapan bahwa
Allah yang transenden, sulit dipahami, penuh misteri, dan tidak terselami, mendorong
manusia berupaya mencari dan berkomunikasi dengan Allah dan melalui berbagai cara,
antara lain: tirakat, korban, belajar berbagai mantra, spiritisme, dan mempersonifikasikan
Allah menjadi makhluk, materi, atau benda-benda ciptaan untuk disembah dan dipuja. Lalu
bagaimana alkitab memandang hal ini? Allah sangat jelas sangat membenci setiap praktek
ibadah, penyerahan kurban yang tidak ditujukan untuk kemuliaan namaNya. Secara tegas
Allah memberikan larangan bagi umatNya, gereja, dan hamba Tuhan untuk melakukan ritus-
ritus keagamaan yang menduakan Allah. Hal ini jelas terdapat dalam Keluaran 20:5 “ jangan
sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, Tuhan Allahmu, adalah
Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan kepada anak-anaknya, kepada keturunan
yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci aku.

Mengenai pemberian persembahan kepada illah-illah yang bergulat di dunia


kegelapan, serta adanya upaya-upaya untuk melakukan ritual keagamaan, pemantra, dan

10
penyihir adalah hal yang sangat tidak disukai oleh Tuhan. Secara jelas alkitab menyatakan
bahwa Tuhan amat membenci semua praktik magi. Hal ini adalah kekejian di mata Tuhan,
seperti yang tertulis dalam Ulangan 18:10-12. Tetapi orang Kristen diajarkan untuk memuji
Allah yang tunggal, Allah yang membebaskan bangsa Israel dari belenggu ketertindasan, dan
Allah yang menyelamatkan manusia dari bahaya maut. Semua persembahan harus diserahkan
di dalam nama Tuhan. Karena hukuman Allah akan berlangsung terhadap umat yang
menduakan namaNya (Rom 2:2).
V. Daftar Pustaka

Gintings E.P., Religi Karo, Kabanjahe: Abdi Karya, 1999


Damanik Jan Jahaman, Dari Ilah menuju Allah Yogyakarta: ANDI, 2012
Saragih Jaharianson, Pelayanan Pelepasan dan Dampak Positifnya, Medan, L-SPA,
2016
Poerwadaminta, KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Sinaga nicetus, Allah Tinggi Batak-Toba, Yogyakarta: Kankisius, 2014
Ahmadi H. Abu, Perbandingan Agama, Jakarta, 1980
Kusuma Surya, Okultisme, Antara Budaya vs Iman Kristen, Yogyakarta, ANDI, 2010
Leahy Louis, Aliran-aliran Besar Atheisme, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1985
Harahap, Ahmad Rivai.,dkk, Ensikpolopedi Praktis Kerukunan Umat Beragama,
Publishing, 2012
Agama Malim di Tanah Batak, Jakarat: Bumi Aksara, 2010

11

Anda mungkin juga menyukai