Anda di halaman 1dari 11

Nama : Ester Viantika Nababan

Semester/Tingkat : VII/IV

Mata Kuliah : Injil dan Kebudayaan

Dosen Pengampu : Bvr. Tiarma, M.Th.

PENYEMBAHAN BERHALA DAN PENGUDUSAN DI TEMPAT-TEMPAT SAKRAL

(Penelitian: Batu Keramat di Huta Malau)

I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang

Batu Keramat di Huta Malau yang terletak di Kabupaten Samosir Kecamatan Simanindo
merupakan objek penelitian yang cukup menarik karena menjadi pusat perhatian banyak
orang. Batu keramat itu terletak tepat di dekat tepi pantai Samosir. Batu tersebut cukup besar
dan dipagari serta dirawat dengan baik dan dijaga agar tidak ada yang menodainya sehingga
diberi peringatan melalui sebuah tulisan “Tempat Sakral”. Menurut Inang E. Br. Sinaga
bahwasanya nenek moyang terdahulu senang mandi di pantai tersebut dan batu itu adalah
tempatnya beristirahat dan melakukan ritual-ritualnya dan banyak masyarakat dulu yang
meminta berkat darinya sebelum meninggal. Setelah meninggal, maka batu itu dibuat sebagai
pertanda sehingga disebut batu keramat. Mayat nenek moyang mereka tersebut tidak
dikuburkan di dekat batu atau pantai itu, tetapi banyak menganggap batu itu keramat
sehingga disebut batu keramat.1

Menurut Inang B. Malau, sebelum masuk kekristenan, masyarakat disana banyak berdoa
dibatu itu dan meminta berkat, dan banyak yang meletakkan sesajen berupa makanan, air
kelapa dan lainnya serta banyak diletakkan cawan putih untuk meletakkan sesajennya.
Banyak yang meminta kekayaan dan jabatan yang tinggi saat menyembah batu keramat
tersebut. Namun setelah masuknya kekristenan, khususnya saat sudah lahirnya gereja HKBP
Malau, perlahan masyarakat disana mulai berkurang untuk menyembah karena sudah percaya
Yesus Kristus, namun masyarakat di luar kota yang datang ke huta Malau untuk berdoa di
batu keramat tersebut dan meletakkan beberapa sesajen di batu itu dengan banyak
permohonan seperti agar menang menjadi anggota DPR atau jabatan tinggi lainnya serta
meminta kesembuhan dan kekayaan. Dan tempat itu masih ada dan awet sampai sekarang

1
E. Sinaga, wawancara online via Whatsapp, Oktober 2023.
STB HKBP 2023 1
serta dirawat baik oleh seorang Datu marga Malau. 2 Ini adalah masalah serius jika
dibandingkan dengan iman kekristenan karena telah berlawanan dengan Injil. Karena itu
penulis tertarik membuat kajian ini dengan judul “PENYEMBAHAN BERHALA DAN
PENGUDUSAN DI TEMPAT-TEMPAT SAKRAL” dengan lebih rinci dan jelas.

I.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana penyembahan berhala dan pengudusan di tempat dianggap sakral di
Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru?
2. Bagaimana sikap jemaat terhadap penyembahan berhala dan di tempat yang dianggap
sakral?
3. Bagaimana wujud nyata penyembahan berhala dan di tempat yang dianggap sakral
setelah Kekristenan masuk?
II. Pembahasan
II.1. Penyembahan Berhala

Penyembahan berhala adalah suatu tindakan penyembahan suatu ciptaan sebagai allah
lain, dan menggeser kedudukan Allah yang seharusnya menempati tempat utama dalam
hidup manusia. Secara tradisional, bentuk penyembahan berhala dapat berupa
penyembahan patung: entah patung dewa-dewi, entah patung hewan, dsb. Tindakan
penyembahan itu, berupa ritual-ritual, misalnya doa-doa, mantra-mantra tertentu, kurban
bakaran, dan sebagainya. Penyembahan berhala lebih luas dari sekadar penyembahan
patung, sebab manusia dapat melakukan penyembahan pada matahari, bulan, dan bintang
(Ul. 4:19, Yer. 82, Yeh. 8:16), atau allah-allah buatan tangan manusia (UI 4.28; Mzm
115:4-7), dengan melakukan ramalan-ramalan dan pemanggilan roh arwah (2Raj 21:5-6,
15am 28:14-15). Dalam seluruh Perjanjian Lama, penyembahan berhala sangat ditentang
dan tidak ada toleransi terhadap tindakan penyembahan berhala. Penyembahan berhala
adalah pelanggaran perintah Tuhan yang utama dan pertama. Gereja memiliki sikap yang
sama dengan umat Perjanjian Lama, menolak penyembahan berhala. Gereja meminta agar
hanya beriman kepada Allah, dan supaya tidak menghormati allah-allah lain di samping
Allah Yang Esa. Kitab Suci mendesak terus-menerus untuk menolak berhala ini. Perintah
untuk menyembah hanya satu Tuhan, menjadikan manusia itu sederhana dan
menyelamatkan dia dari kebinasaan.3

2
B. Malau, wawancara online via Whatsapp, Oktober 2023.
3
Gardi Sastra Atmaja, Mewartakan Di Lingkungan: 50 Tema Dan Gagasan Pokok Bahan Pendalaman Iman Di
Lingkungan, Stasi, Komunitas Dan Contoh Model Beratekese (Yogyakarta: Kanisius, 2019), 24.
STB HKBP 2023 2
Penyembahan berhala yakni suatu penyelewengan dalam perasaan religius manusia
dan bentuk penyembahan berhala di zaman sekarang berbeda. Mungkin saja manusia
tidak menyembah patung-patung tuangan, dewa-dewi, atau apa pun yang disembah
dengan ritual tertentu. Namun, dalam kenyataan hidup, manusia dapat menempatkan
sesuatu dalam hidupnya pada tempat yang seharusnya diperuntukkan bagi Allah. Sesuatu
itu, bisa berwujud kekuasaan, kenikmatan, bangsa, nenek moyang, negara, uang, atau hal-
hal lain sejenisnya. Dengan demikian, pengertian penyembahan berhala di zaman ini
merupakan suatu sikap tidak menghargai Allah sebagai Tuhan yang satu-satunya, yang
seharusnya menjadi dasar, tujuan, dan arah hidup manusia.4

II.2. Pengertian Pengudusan

Pengudusan berasal dari kata dasar “kudus”. Dalam KBBI, kudus berarti bersih, tidak
kotor. Dalam Alkitab pengertian pengudusan adalah pemisahan dengan maksud khusus
sebagai penyerahan diri. Dalam Perjanjian Lama disebutkan bahwa imam-imam, nabi-
nabi, Bait Allah dipisahkan untuk pelayanan bagi Allah. Pengudusan dalam bentuk kata
kerja Yunani adalah hagiazo merupakan turunan dari hagios, yang sama seperti kata
bahasa Ibrani qadosh yang menunjukkan pengertian tentang pemisahan. Menurut AB
Simpson menjelaskan arti pengudusan yaitu:

1. Pengudusan berarti diceraikan dari dosa.


2. Pengudusan juga berarti "dipersembahkan kepada Allah"
3. Pengudusan berarti kita harus serupa dan sepeta dengan Allah.
4. Pengudusan juga berarti bahwa kita harus menaklukkan diri ke bawah kehendak
Tuhan
5. Pengudusan berarti kasih, kasih sejan kepada Allah dan sesama manusia5

Dalam Perjanjian Lama, kata "dikuduskan" dikaitkan dengan benda, selalu menunjuk
kepada sesuatu yang dipisahkan dari yang lain atau dikhususkan untuk digunakan oleh
Allah. Dikuduskan artinya sesuatu yang dianggap layak atau pantas dipakai oleh Tuhan,
berkenaan dengan seremonial ibadah kepada Yahweh di kemah suci atau di bait Allah.
Benda-benda itu biasanya peralatan ibadah di kemah suci atau disebut bait Allah. Ini
menunjuk kepada umat yang dipantaskan menghadap Tuhan atau dipakai Tuhan sebagai
pelayan ibadah kepada Allah, seperti keturunan Harun menjadi imam dan Lewi untuk

4
Atmaja, 24.
5
Jonar Situmorang, Soteriologi: Doktrin Keselamatan (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2015), 238–39.
STB HKBP 2023 3
melayani bait Allah. Kata “dikuduskan” juga bertalian dengan umat yang menerima
pengampunan setelah mereka berbuat salah dengan maksud agar layak berdiri di hadapan
Allah. Dalam bahasa Yunani, terdapat kata hagiazo atau hagiasmos yang artinya
menguduskan. Kata ini dari pengertian: free from impure admixture, without blemish,
spotless (bebas dari dari campuran, tidak bernoda). Kata hagios lebih dekat kepada
pengertian suci dengan kualitas eksistensi Allah. Kata katharoi menunjuk kepada keadaan
hati yang tidak tercemari oleh pengaruh dunia sekitar. Kata hagios artinya “berbeda dari
yang lain atau dibuat berbeda dari yang lain.” Namun dalam bahasa Latin diterjemahkan
sanctifikatio dan dalam bahasa Inggris menjadi sanctification.6

II.3. Penyembahan Berhala di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

Penyembahan berhala tidaklah sesederhana bayangan sebagian orang tentang pemujaan


patung di sebuah negeri yang jauh. Paling banyak dipakai untuk menunjukkan ketidak-
percayaan, konsep penyembahan berhala ini sangat kompleks, karena berkaitan dengan
motivasi psikologis tiap-tiap orang, lingkungan masyarakat, dan juga dunia yang tidak kasat
mata. Berhala-berhala tidak hanya ditemukan di altar pemujaan, tetapi juga di dalam hati dan
pikiran manusia berpendidikan tinggi (Yehezkiel 14). Sifat keserakahan, percabulan, hawa
nafsu, dan keinginan jahat dihubungkan Rasul Paulus dengan penyembahan berhala (Ef. 5:5;
Kol. 3:5). Alkitab tidak mengizinkan kita beranggapan bahwa penyembahan berhala sebagai
perkara ringan yang menghiasi kehidupan. Penyembahan berhala adalah masalah yang sangat
serius di tengah panggung kehidupan.

II.3.1. Penyembahan Berhala di Perjanjian Lama

Pada mulanya, manusia diciptakan untuk (1) menyembah dan melayani Allah, serta (2)
berkuasa atas semua ciptaan lain dalam nama Allah (Kej. 1:26-28). Namun, manusia jatuh
dalam dosa Paulus meringkas kejatuhan manusia dengan gambaran "penyembahan berhala".
Ia berkata bahwa manusia tidak mau memuliakan Allah (artinya menjadikan Allah sebagai
yang terutama) dan sebaliknya memilih memuliakan bagian-bagian tertentu dari ciptaan
Allah. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dan menyembah makhluk
dengan melupakan Penciptanya. Singkatnya, manusia telah membalikkan urutan penciptaan
Manusia menyembah dan melayani apa yang diciptakan Allah, sehingga apa yang mereka
sembah itu mulai berkuasa atas mereka. Dosa besar di zaman Musa adalah pembuatan patung

6
Erastus Sabdono, True Biblical Grace: Menyingkap Ajaran Kasih Karunia Yang Alkitabiah (Jakarta Utara:
Rehobot Literature, 2020), 8.
STB HKBP 2023 4
lembu emas (Kel. 32). Dari sepuluh hukum taurat yang disampaikan Musa, dua hukum
pertama dan paling mendasar adalah hukum yang menentang penyembahan berhala. Hukum
yang pertama melarang orang menyembah Allah lain, hukum kedua melarang orang
menyembah Allah dengan sekehendak hati mereka sendiri. Setelah hukum-hukum yang
mengatur perilaku umat perjanjian diberikan dalam Keluaran 20-23, ada peringatan untuk
tidak sujud beribadah kepada allah-allah lain (Keluaran 23:24) karena hal itu akan menjadi
"jerat" bagi mereka (Keluaran 23.33). Kitab Keluaran tidak memberikan pilihan ketiga
namun hanya ada dua pilihan, kita menyembah Allah, atau menyembah apa yang Dia
ciptakan (berhala).7

Dalam kitab Nabi-Nabi, Yesaya, Yeremia, dan Yehezkiel secara terbuka memberi
peringatan keras menentang penyembahan berhala. Pertama, mereka berkata bahwa berhala
itu tidak memiliki arti atau kuasa apa-apa, karena mereka hanyalah buatan tangan manusia
(Yesaya 2:8, Yeremia 1:16). Berhala adalah sesuatu yang kita buat menurut gambaran kita.
Sama seperti kita menyembah diri sendiri, atau cerminan dari kemampuan kita merespons
berbagai hal di sekitar kita (Yesaya 44:10-13). Kedua, berhala adalah kekuatan rohani
berbahaya yang menyedot semua kekuatan kita. Berhala merupakan hal-hal tanpa kuasa yang
hendak merebut kekuasaan, karena makin kita berusaha mencari kekuatan dari hal-hal
tersebut, makin mereka akan mengeringkan kekuatan kita. Maka dari itu, berhala membuat
hati dan pikiran kita mengalami kebutaan rohani yang parah (Yes. 44: 9-18), dan penyembah
berhala terjerat dalam jaring dusta, yang terus saja menipu dirinya sendiri (Yes. 44:20).
Penyembahan berhala menyebabkan perbudakan Yeremia menyamakan hubungan kita
dengan berhala seperti orang yang ketagihan dengan kekasihnya (Yer. 2:25). Berhala
meracuni hati dan membuat hidup kita bergantung kepadanya (Yesaya 44:17) dan mereka
menawan hati kita (Yehezkiel 14:1-5).8

II.3.2. Penyembahan Berhala di Perjanjian Baru

Kata epithumiai yang berarti: "keinginan berlebihan," umum dijumpai dalam Perjanjian
Baru dan erat kaitannya dengan penyembahan berhala. Setiap dosa berakar dalam keinginan
berlebihan akan sesuatu karena kita mengandalkan sebuah berhala dibandingkan
mengandalkan Kristus untuk mendapatkan kebenaran atau keselamatan. Itulah mengapa kata

7
Timothy Keller, Gospel in Life: Injil Dalam Kehidupan (Surabaya: Literature Perkantas Jatim, 2019), 39.
8
Keller, 40.
STB HKBP 2023 5
epithumiai muncul dalam begitu banyak bagian Perjanjian Baru yang membahas tentang
karakter pengikut Kristus, misalnya di kitab Galatia 5:22-26 yang bicara tentang buah Roh.9

Dalam surat Galatia 4:8-9, Paulus berkata, “Jangan berbalik dan memperhambakan diri
lagi kepada berhala”. Paulus mengingatkan juga jemaat di Galatia bahwa mereka dahulu
pernah memperhambakan diri kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah. Bahaya
bagi jemaat di Galatia adalah mengikuti para pengajar yang memberitahu bahwa mereka
harus disunat untuk selamat, mencoba memancing mereka pada moralisme, mengaburkan
pemahaman mereka tentang keselamatan Paulus menyebut hal ini sama seperti kembali
menyembah berhala. Implikasinya sangat besar. Bila ada hal di luar Kristus yang menjadi
sumber keselamatan kita, kita sedang jatuh ke dalam penyembahan berhala. Walaupun kita
mempersembahkan korban kepada sebuah patung atau berusaha mendapatkan surga dengan
mengikuti aturan moral yang ketat, kita sedang menjadikan sesuatu di luar Allah sebagai
harapan terbesar kita, dan sesuatu itu akan memperhamba kita.10

II.4. Tempat-Tempat Sakral atau Keramat

Keramat dianggap sebagai manusia yang lebih tinggi martabatnya dari manusia lain dan
mempunyai kuasa yang lebih hebat dari manusia lain. Biasanya, keramat berada di batu atau
kayu besar yang dianggap memiliki kuasa supranatural. Dapat dipahami yang sakral
berkaitan dengan hal-hal yang penuh misteri baik yang sangat mengagumkan maupun yang
sangat menakutkan. Sebab bukan benda-benda itu sendiri yang merupakan tanda dari yang
sakral, tetapi justru berbagai sikap dan perasaan (manusianya) yang memperkuat kesakralan
benda- benda itu. Dengan demikian kesakralan terwujud karena sikap mental yang didukung
oleh perasaan. Perasaan kagum itu sendiri sebagai emosi sakral yang paling nyata, adalah
gabungan antara pemujaan dan ketakutan. Perasaan kagum itu menyebabkan daya tarik dari
rasa cinta dan penolakan terhadap bahaya. Di adat Batak ada pembangunan Tugu dalam arti
"monumen" (latin: monumentum/monere), yang adalah suatu peringatan, atau suatu
memorial, yang bisa berbentuk bangunan, menara, tiang, patung, dan sebagainya, yang
didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting dalam sejarah. Atau
'menghidupkan' serta memelihara peringatan kepada perorangan yang sudah meninggal.
Menjadi persoalan ialah apakah ada unsur atau motivasi religius di dalamnya?11

9
Keller, 41.
10
Keller, 42.
11
Bungaran Antonius Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak: Setelah 150 Tahun Agama Kristen Di Sumatera
Utara (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), 79.
STB HKBP 2023 6
Dalam Alkitab (berbahasa Indonesia) terdapat 7 kali kata "tugu" disebut, sedangkan
dalam Bibel bahasa Batak tidak terdapat kata tersebut, melainkan berbagai istilah dipakai,
seperti umpamanya: Kejadian 28:18 bahasa Indonesia tugu, Bahasa batak batu partinandaan
(di Bethel). Kejadian 31: 51 bahasa Indonesia tugu, bahasa Batak punggu-punggu
partinandaan (antara Yakub dan Laban), Kejadian 35:14 bahasa Indonesia tugu batu, bahasa
Batak partinandaan sian batu (untuk Allah di Bethel), Keluaran 34:13 bahasa Indonesia tugu
berhala, bahasa Batak ajajian, 2 Samuel 18: 18 bahasa Indonesia tugu, bahasa Batak tiang
partinandaan, Matius 23:29 bahasa Indonesia tugu, bahasa Batak tambak. Demikian juga kita
temukan kata tugu (dalam bahasa Indonesia) didirikan di atas kuburan Yakub dan Rahel
(Kejadian 35:14 dan Kejadian 35:20) tetapi dalam bahasa Batak kata partinandaan di atas
tanoman yang tertulis. Memakai kata "tugu" secara teologis (berdasarkan Alkitab) harus hati-
hati, sebab di dalamnya terdapat pengertian yang berbeda. Mulai dari batu partinandaan untuk
yang mati, sampai kepada ajiajian kepada tambak kepada punggu-punggu, kepada
partinandaan, di mana Allah telah berfirman kepadanya (Kejadian 35: 14).12

II.5. Pendirian dan Pengudusan Betel oleh Yakub

Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan didirikannya sebagai
tugu (tiang) ini akan menjadi rumah Allah (Kej.28:22). Dalam nazar Yakub ini kita nampak
penjelasan lebih lanjut dari mimpinya. Ketika ia bangun, Yakub berkata bahwa tempat itu
adalah rumah Allah. Kemudian ia berkata pula bahwa batu yang digunakannya sebagai bantal
itu akan dibangun menjadi rumah Allah. Kita nampak di sini bahwa rumah Allah akan
dibangun dengan batu sandaran Yakub. Batu yang digunakan Yakub sebagai alas kepala
merupakan sebuah bayangan yang melambangkan Kristus. Hanya Kristus, batu karang sejati,
yang dapat menjadi bantal di mana kita membaringkan kepala kita yang penat. Kristus yang
pada-Nya kita beristirahat ini akan menjadi rumah Allah. Inilah bahan bangunan rumah Allah.
Kejadian 28 adalah pasal pertama yang menyebutkan batu untuk pembangunan Allah. Pasal 2
memang menyebutkan batu krisopras, namun tidak dengan jelas. Batu sandaran kita itulah
yang akan menjadi rumah Allah. Ini berarti Kristus yang kita alami sebagai perhentian dan
sandaran kita akan menjadi bahan pembangun rumah Allah.13

Didirikannyalah mezbah di situ, dan dinamainyalah tempat itu El-Betel" (ayat 6-7).
Perkara pertama yang dilakukan Yakub di Betel ialah mendirikan mezbah. Meskipun Yakub
mendirikan mezbah di Sikhem, tetapi ia tidak menamai mezbah itu "El-Sikhem". Ia tidak
12
Simanjuntak, 80.
13
Witness Lee, Pelajaran Hayat Kejadian (Jakarta: Yasperin, 2021).
STB HKBP 2023 7
dapat menggunakan sebutan Allah untuk mezbah yang dibangunnya di Sikhem. Ini
menunjukkan bahwa mezbah di Sikhem tidak dapat menjamah hati Allah, itu bukannya yang
dikehendaki Allah. Demikian pula, kita dapat mendirikan mezbah di mana pun, namun itu
bukanlah yang dikehendaki Allah. Tetapi ketika Yakub melaksanakan Firman Allah, bangkit
dan berangkat ke Betel, tinggal di sana serta membangun mezbah bagi Allah, maka mezbah
yang dibangunnya itu sesuai dengan hasrat Allah, bukan menurut maksudnya sendiri. Allah
tidak menyuruh dia membangun mezbah di Sikhem, karena itu bukan tempat pilihan Allah.
Hasrat Allah ialah membawa dia kembali ke Betel Mezbah yang Yakub dirikan di Sikhem itu
bukan menurut hasrat Allah atau Firman-Nya. Namun, mezbah yang ia dirikan di Betel itu
sesuai dengan Firman Allah, karena itu ia berani menyebutnya "El-Betel.14

II.6. Larangan Allah terhadap Penyembahan Berhala dan Pengudusan di


Tempat Sakral

Hukuman Allah telah tersedia sebagai ganjaran untuk setiap dosa dan pelanggaran
terhadap ketetapan dan perintah Tuhan. Demikian pula para penyembah berhala pasti
menerima konsekuensi atas perbuatannya. Penyembahan berhala selalu mendatangkan
hukuman, karena Allah adalah cemburu. Dia Allah yang adil dan kudus. Allah yang kudus
tidak mengabaikan dosa. Allah yang kudus membenci dosa sehingga orang percaya sebagai
anak-anak Allah juga harus hidup dalam kebencian yang sama terhadap dosa dan menjauhi
penyembahan berhala. Sekalipun sulit dilakukan pada zaman ini karena pengaruh dan godaan
dunia begitu kuat. Apa yang dunia tawarkan selalu nampaknya menyenangkan. Penyembahan
berhala juga terasa sangat menyenangkan sehingga orang percaya kadang tidak menyadari
bahwa hal itu telah menjadi berhala dan mereka sementara menyembah berhala. Bahkan
seringkali melihat kehidupan orang fasik jauh lebih baik dan menyenangkan dari pada
kehidupan orang benar. Tetapi semua itu tidak boleh melemahkan iman dan menyurutkan
semangat dan perjuangan orang percaya untuk terus bertahan hidup di dalam kekudusan.
Sebab Allah yang adil pasti memberikan ganjaran berupa berkat atau pahala bagi ketaatan.
Allah tidak pernah menutup mata untuk setiap perjuangan melawan penyembahan berhala
dan hidup di dalam kekudusan. “Sebab itu haruslah kau ketahui, bahwa Tuhan, Allahmu,
Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap
orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu

14
Lee.
STB HKBP 2023 8
keturunan” (Ul. 7:9). Keadilan Allah tidak bisa dinilai berdasarkan jangka pendek sebab
keadilan Allah akan sempurna di dalam kekekalan.15

Hukum taurat kedua mengatakan “Jangan berbuat bagimu patung yang menyerupai
apapun yang ada di langit, atau yang ada di bumi atau yang ada di dalam air untuk disembah
atau bertaqwa kepadanya”. Hukum kedua ini diberikan Allah dengan bernada negatif yaitu
larangan untuk jangan membuat patung dan menyembah patung oleh karena Allah adalah
Allah yang cemburu. Namun, lebih dalam lagi tersirat segi positif dari Hukum Kedua ini
yaitu menyatakan bahwa Allah menghendaki agar Dia disembah dalam Roh dan Kebenaran. 16
Menurut RPP HKBP, bahwa ada juga larangan untuk penyembahan berhala maupun roh-roh
lainnya selain menyembah Allah yang bunyinya: “Yaitu melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan animisme, seperti mengadakan sesajen ke ladang atau sawah, meramal
hari-hari baik mengadakan ruwatan, membaca surat tangan, menanya orang pintar tentang
nasib. Memiliki barang-barang pusaka yang dianggap keramat, mempercayai arwah nenek
moyang atau orang tua yang sudah meninggal sebagai sumber berkat, berpegang kepada
pesan orangtua yang sudah meninggal yang bertentangan dengan Firman Tuhan, membagikan
"jambar" sebelum orang yang meninggal dikubur (dalam hal ini diyakini bahwa roh orang
meninggal turut memakan daging yang dibagi). Memanggil arwah ketika upacara mengikat
peti jenazah (mangarapot), menari-nari ketika membawa "sijagaron" ke rumah ketika upacara
orang meninggal, mengutuk roh dari orang yang meninggal tapi tidak punya keturunan dan
lain-lain upacara yang bertentangan dengan Iman Kristiani.” Maka jika ada jemaat yang
melakukan larangan ini maka jemaat HKBP tersebut akan diberi hukum siasat gereja dan
perlu digembalakan (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangion).17

III. Penutup
III.1. Analisa

Didalam sepuluh hukum Taurat ada perintah Allah melarang penyembahan berhala
dan patung-patung. Diantaranya yaitu titah pertama “jangan ada padamu allah lain di
hadapan-Ku”. Kemudian di titah kedua “Jangan membuat bagimu patung yang
menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang
ada di dalam air di bawah bumi.” Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya (Keluaran 20:3-5a). Tentu kita mengetahui bahwa Allah adalah pencemburu,

15
Millard J Erickson, Teologi Kristen 1 (Malang: Gandum Mas, 1999), 463.
16
J. Vekuyl, Etika Kristen (Jakarta: Gunung Mulia, 1989), 87.
17
Ruhut Parmahanion Dohot Paminsangion (Pematang Siantar: Kantor Pusat HKBP, 2013), 22.
STB HKBP 2023 9
jika manusia beribadah kepada berhala, baik itu kepada patung, batu, pohon, laut, roh-roh
orang meninggal, tentu hal ini sangat bertentangan dengan kekristenan. Begitu juga
dengan pembangunan tempat-tempat sakral, sesuai dengan kisah Yakub yang membuat
tanda melalui batu yang dipakainya sebagai bantal karena melihat Tuhan dalam
mimpinya, dan dia menamai tempat itu Betel, walaupun sebenarnya Allah tidak
menyuruh dia membangun mezbah di Sikhem, karena itu bukan tempat pilihan Allah.
Dan tempat itu menjadi tempat yang sakral dan orang-orang berdoa disana dan doanya
ditujukan kepada Tuhan, bukan kepada batu itu atau kepada roh-roh lain. Karena itu jika
ada pembuatan tempat sakral yang tujuannya untuk penyembahan berhala, bukan untuk
menyembah Tuhan, maka hal itu ditolak oleh Injil. Oleh karena itu, para penyembah
berhala pasti menerima konsekuensi atas perbuatannya. Penyembahan berhala selalu
mendatangkan hukuman, karena Allah adalah cemburu. Jelas juga di RPP HKBP bahwa
jika ada jemaat yang menyembah berhala atau ilah lain maka mereka akan terkena siasat
gereja. Maka batu keramat yang ada di huta Malau itu tidak pantas untuk disembah dan
berdoa kepada batu keramat atau roh nenek moyang yang dipercaya memberi berkat dan
keberuntungan, karena telah berlawanan dengan Injil.

III.2. Kesimpulan

Berdasarkan kajian diatas, penulis menyimpulkan penyembahan berhala adalah


pelanggaran perintah Tuhan yang utama dan pertama. Gereja memiliki sikap yang sama
dengan umat Perjanjian Lama, menolak penyembahan berhala. Gereja meminta supaya
hanya beriman kepada Allah, dan supaya tidak menghormati allah-allah lain di samping
Allah Yang Esa. Kitab Suci mendesak terus-menerus untuk menolak berhala-berhala ini
Perintah supaya menyembah hanya satu Tuhan, menjadikan manusia itu sederhana dan
menyelamatkan dia dari kebinasaan. Allah yang kudus tidak mengabaikan dosa. Allah
yang kudus membenci dosa sehingga orang percaya sebagai anak-anak Allah juga harus
hidup dalam kebencian yang sama terhadap dosa dan menjauhi penyembahan berhala.
Sekalipun sulit dilakukan pada zaman ini karena pengaruh dan godaan dunia begitu kuat.
Apa yang dunia tawarkan selalu nampaknya menyenangkan. Penyembahan berhala juga
terasa sangat menyenangkan sehingga orang percaya kadang tidak menyadari bahwa hal
itu telah menjadi berhala dan mereka sementara menyembah berhala. Dan sangat dilarang
pengudusan suatu tempat jika tujuannya untuk menyembah patung dan ilah lain.

1
STB HKBP 2023
0
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Gardi Sastra. Mewartakan Di Lingkungan: 50 Tema Dan Gagasan Pokok Bahan
Pendalaman Iman Di Lingkungan, Stasi, Komunitas Dan Contoh Model Beratekese.
Yogyakarta: Kanisius, 2019.
Erickson, Millard J. Teologi Kristen 1. Malang: Gandum Mas, 1999.
Keller, Timothy. Gospel in Life: Injil Dalam Kehidupan. Surabaya: Literature Perkantas
Jatim, 2019.
Lee, Witness. Pelajaran Hayat Kejadian. Jakarta: Yasperin, 2021.
Malau, B. wawancara online via Whatsapp, Oktober 2023.
Ruhut Parmahanion Dohot Paminsangion. Pematang Siantar: Kantor Pusat HKBP, 2013.
Sabdono, Erastus. True Biblical Grace: Menyingkap Ajaran Kasih Karunia Yang Alkitabiah.
Jakarta Utara: Rehobot Literature, 2020.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. Pemikiran Tentang Batak: Setelah 150 Tahun Agama
Kristen Di Sumatera Utara. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Sinaga, E. wawancara online via Whatsapp, Oktober 2023.
Situmorang, Jonar. Soteriologi: Doktrin Keselamatan. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2015.
Vekuyl, J. Etika Kristen. Jakarta: Gunung Mulia, 1989.

1
STB HKBP 2023
1

Anda mungkin juga menyukai