Anda di halaman 1dari 5

1.

PENDAHULUAN

Teologi secara sederhana mesti dipahami sebagai upaya orang beriman untuk
mempertanggungjawabkan imannya dalam kehidupannya. Teologi kristen dan teologi agama
lokal berusaha melayani Gereja dengan merefleksikan, menjelaskan, dan merumuskan isi
wahyu secara akurat dan memperlihatkan secara jelas kredibilitas wahyu kepada semua
orang. Dalam kaitan dengan ini, teologi fundamental secara kritis menguji dan menjelaskan
doktrin-doktrin dan praktik-praktik iman baik dalam Gereja maupun dalam praktik kesalehan
tradisional dengan terang wahyu.1

2. PERBANDINGAN WAHYU AGAMA LOKAL ETNIS KROWE DAN WAHYU


KRISTEN
2.1. Pengertian Wahyu

Kata wahyu merupakan terjemahan dari kata Latin revelatio atau kata Yunani
apokalipsis, yang secara etimologis berarti membuka selubung, penyingkapan sesuatu yang
tersembunyi atau menjadi terbuka. Dalam arti yang agak kuno dan sempit revelasi atau
apokalipsis dimengerti sebagai suatu kejadian psikis yang luar biasa, yang didalamnya hal-hal
yang tersembunyi secara tiba-tiba diperkenalkan melalui fenomen mental seperti penglihatan
atau pendengaran. Wahyu pada intinya merupakan komunikasi diri Allah kepada manusia
melalui simbol-simbol yang dapat dikenal dan diketahui manusia dengan akal budi, perasaan
dan hati nuraninya. Disamping itu, wahyu dapat diartikan pula sebagai pengalaman-
pengalaman tertentu yang melampaui cara-cara biasa untuk mengerti sesuatu yang tidak
dapat dijangkau oleh kemampuan manusia.2

2.2. Wahyu Dalam Agama Kristen

Dalam ajaran kristen, Alkitab mewahyukan kepada manusia dasar segala spiritual
untuk menjadi murid Yesus Kristus yang harus mengikutiNya, dan kekristenan bertumpu
pada jawaban manusia atas panggilan tersebut. Wahyu dalam Kitab Suci identik dengan
Sabda Allah. Sabda Allah tampil nyata dalam hidup, karya, kematian dan kebangkitan Yesus
Kristus. Yesus Kristus adalah Sabda Ilahi yang menjadi manusia. Maka, yang menjadi inti
sari spiritualitas Kristen adalah mengikuti jejak Kristus di tengah jemaah. Menjadi orang
Kristen adalah mengikuti Kristus atas dasar cinta dan pelayanan yang merupakan akar dari

1
Lihat. Remigius Ceme, Mengungkap Relasi Dasar Allah dan Manusia (Maumere: Ledalero 2012), hal. 17

2
Ibid. Hal. 19.
segala tuntutan hidup Kristen, dan satu-satunya tolok ukur untuk menilai spiritualitas sebagai
salah satu identitas kekristenan. Karena itu wahyu dalam agama Kristen pertama-tama tidak
dipahami sebagai kata-kata atau petunjuk verbal dari Allah, melainkan lebih sebagai Pribadi
Allah yang terjelma dalam Pribadi Yesus Kristus. Dengan demikian wahyu menjadi dasar
iman Kristen. Wahyu inilah yang menentukan dan membatasi eksistensi dan identitas agama
Kristen.3
Konsili Vatikan I membicarakan problem wahyu dalam konstitusi Dei Filius. Wahyu
disini dipandang sebagai proses pengajaran, dalamnya Allah mengajarkan kebenaran-
kebenaran yang secara prinsipil tidak dapat diketahui manusia dengan daya akal budinya
sendiri. Dalam Konsili Vatikan II, wahyu yang tertuang dalam konstitusi Dei Verbum dan
memberikan suatu pengertian tentang wahyu yang lebih personal dan menyeluruh. Wahyu
tidak lagi digambarkan sebagai pengajaran didalamnya Allah memberitahukan kebenaran-
kebenaran, melainkan sebagai persahabatan dengan Allah. Maka wahyu tidak sebatas hanya
menyangkut pada akal budi manusia, melainkan manusia seluruhnya sebagai pribadi yang
utuh.4

2.3. Wahyu Dalam Agama Lokal Etnis Krowe-Sikka

Agama pada umumnya –termasuk agama lokal orang Krowe-- mendasarkan diri pada
Yang Kudus, yang transenden, atau yang ilahi. Yang Kudus ini dapat dikenal melalui
pengetahuan natural, lewat pengalaman dengan alam sekitar. Ada pengalaman biasa yang
dapat dikenal dan dipahami dengan mudah dan ada pengalaman yang tidak dapat dikuasainya
dan bahkan sulit atau tidak dapat dipahaminya. Dari keterbatasan dan kesulitan pemahaman
akan pengalaman dengan wujud tertinggi inilah, masyarakat Krowe memberi nama Sang
tertinggi hanya sebatas pada pengalaman inderawinya, seperti matahari dan bulan yang secara
metaforis menempatkan posisi Tuhan sebagai Sang terang dan Sang pemberi hidup.
Penganut kepercayaan lokal etnis Krowe mempercayai kekuatan Ina Nian Tana-Ama
Lero Wulan, sebagai wujud tertinggi. Ina Nian Tana digambarkan sebagai Ibu pemangku
bumi, dan Ama Lero Wulan dimaknai sebagai seorang Bapak yang menghuni matahari dan
bulan, serta menduduki posisi lebih tinggi dari segala makhluk. Peran “yang transenden”
Nian Tana dan Lero Wulan tidak berhenti pada proses menjadikan bumi dan langit saja,
tetapi melindungi, merawat dan membaharui bumi dan makhluk yang diciptakan sebagai

3
Lihat. B.S. Mardiatmaja, Beriman Dengan Radikal. (Yogyakarta: Kanisius 1985) hal. 24.

4
Lihat. Georg Kirchberger, Allah Menggugat. (Maumere: Ledalero 2012) hal. 26 & 27.
bukti eksistensinya (Ina gewor reong Ama plipin pleur). Allah mewahyukan diri tidak
melalui dikte sabda dan firman yang dikeluarkan dari mulutnya melainkan melalui karya-
karya natural yang agung yang dialami langsung oleh manusia.

2.4. Keterkaitan Wahyu Agama Lokal Etnis Krowe dan Wahyu Kristen

Wahyu lebih diartikan sebagai pengalaman yang melampaui cara-cara biasa untuk
mengerti sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Pengalaman ini dilihat sebagai
pengalaman revelatoris yang merupakan pengalaman dimana orang mengerti sesuatu sebagai
pemberian dari sesuatu kekuatan melalui simbol-simbol yang dapat dikenal dan diketahui
manusia dengan akal budi, perasaan, dan hati nuraninya.
Dalam sistem kepercayaan lokal wahyu dipandang sebagai sesuatu yang berwujud
“benda” yang secara langsung dilihat dan dirasakan oleh manusia. Allah mewahyukan dirinya
dalam benda-benda itu yang kemudian nama Allah diungkapkan secara metaforis persis
dengan wujud benda tersebut. Allah dalam agama lokal diberi nama Ina Nian Tana Ama Lero
Wulan yang berarti ibu pemangku bumi dan bapa penghuni langit yang hendak menjelaskan
bahwa keterbatasan akal budi manusia untuk memahami keberadaan Allah tidak serta merta
membuat manusia tidak dapat menggambarkan sosok “Yang Tertinggi”.
Sedangkan oleh sebagian kaum Kristen peristiwa pewahyuan itu acap kali tidak
dipandang sebagai suatu komunikasi simbolis antara manusia dengan Tuhannya.Wahyu
melulu dimengerti sebagai sabda dan pembicaraan Allah kepada para nabi yang
mendengarkan suara Tuhan dari langit dan apa yang tertulis dalam Kitab Suci merupakan
salinan harfiah dari penyampaian Allah. Yesus Kristus sebagai inkanasi putera Allah adalah
puncak pewahyuan diri Allah. Ia datang sebagai Firman yang menjelma menjadi manusia dan
hidup berbaur bersama manusia. Ia datang sebagai Allah yang hidup dan melakukan karya
agung di tengah dunia.

3. PENUTUP

Agama merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
bahkan telah menjadi bagian integral dari diri manusia itu sendiri. Agama ada sejak manusia
ada di bumi ini. Agama berkembang oleh karena wahyu yang bertolak dari pengalaman dan
tanggapan manusia atas daya-daya adikodrati yang terlibat dalam kehidupannya, dan
biasanya berkaitan dengan alam, tempat ia hidup.

Daftar Pustaka
Ceme, Remigius. Mengungkap Relasi Dasar Allah Dan Manusia. Maumere: Ledalero. 2012.

Kircgberger, Georg. Allah Menggugat. Maumere: Ledalero. 2007

Mardiadmadja, B.S. Beriman Dengan Radikal. Yogyakarta: Kanisius. 1985.

Kristiyanto, A.Eddy, Seandainya Indonesia Tanpa Katolik : Jalan Marawat Ingatan. Jakarta:
Obor, 2015.

Jebadu, Alexander, Bukan Berhala : Penghormatan Kepada Leluhur. Maumere: Ledalero,


2009.

Dhogo, Christologus, Su’i Uwi : Ritus Budaya Ngadha Dalam Perbandingan Dengan
Perayaan Ekaristi. Maumere : Ledalero, 2009.

“PERBANDINGAN WAHYU DALAM AGAMA KRISTEN


DENGAN WAHYU DALAM AGAMA LOKAL ETNIS KROWE”
PAPER MATA KULIAH TEOLOGI FUNDAMENTAL

OLEH
NAMA : KRISTIAN A. ROBY
NPM : 18-75-6501

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO


MAUMERE
2019

Anda mungkin juga menyukai