Anda di halaman 1dari 6

FENOMENA NGIRING PADA MASYARAKAT HINDU DI BALI

Gede Mahendra
2111011071
19
Universitas Hindu Negeri I gusti Bagus Sugriwa Denpasar
ABSTRACT
The era of globalization makes the Hindu society experiencing moral degradation. The
indicators are deviations from Hinduism. The phenomenon of one of the forms of deviation
Hindu teachings today. The phenomenon which is a great gift and responsibility from the
manifestation of Ida Sang Hyang Widhi, now turns into an arena to show the level of spirituality.
Strangely again as a job land. This research answers the problem of how the phenomenon of
ngiring Hindu society in Bali can happen. The type of research used is the type of qualitative
empirical research. Data collection by literature review, observation, and interviews with
competent sources and informants. The conclusion of this research is, The phenomenon of ngiring
Hindu society in Bali is a form of deviation of the implementation of the teachings of Hinduism.
The solution needs to be given understanding to the Hindu community to improve sradha and
bhakti Hindu teachings, either through: dharma discourse, religious counseling

I. PENDAHULUAN
Kedekatan hubungan antara manusia Menurut kepercayaan masyarakat,
Bali dengan alam lingkungannya tidak hanya fenomena ngiring merupakan suatu anugerah
tercermin dalam filosofi keagamaan maupun yang tidak sembarang orang mendapatkannya.
ritualnya tetapi juga dengan fenomena ngiring. Fenomena ngiring adalah suatu tanggung jawab
Fenomena ngiring sejatinya adalah amanat yang diperoleh seseorang dari manifetasi Ida
yang diberikan seseorang secara niskala. Sang Hyang Widhi. Fenomena ini terjadi dan
Fenomena ngiring sendiri pelaksanaannya tidak semakin marak berkaitan dengan paradigma
terbatas pada ritual-ritual keagamaan, masyarakat dalam menyikapi problematika
melainkan juga pada berbagai segi kehidupan kehidupan yang dihadapinya. Adakalanya
orang Bali. Balian bisa mengobati pasien masyarakat lebih cenderung menjawab
dikarenakan diberikan anugerah (paica) dari problematika yang dihadapi dengan minta
manifetasi Ida Sang Hyang Widi. Dalam petunjuk (pawisik) kepada Jero Dasaran,
melaksanakan kewajibanya untuk Balian. Fenomena inilah yang Peneliti kaji
menyembuhkan penyakit tentunya Balian yang dengan judul “Fenomena Ngiring Pada
bersangkutan memiliki tanggung jawab niskala Masyarakat Hindu di Bali”. Dengan adanya
dan sekala. Tanggung jawab sekala agar bisa penelitian ini diharapakan akan muncul
menyebuhkan penyakit pasien. Tanggung referensi ilmiah mengenai dinamika
jawab niskala adalah kepada manifestasi Ida masyarakat dalam menyikapi begitu banyaknya
Sang Hyang Widhi. Dalam melaksanakan fenomena ngiring di masyarakat. Sehingga
kewajibanya seorang Balian memiliki tata cara kedepannya masyarakat akan semakin paham
tersendiri dalam menyembuhkan penyakit mengenai yang terjadi di sekitarnya.
pasien.
II. PEMBAHASAN sahabat yang sangat akrab dan selalu
Dalam kontek kajian pustaka tidak ada memberikan perlindungan dari pertolongan
yang berkaitan langsung dengan obyek pada saat yang diperlukan.
penelitian. Tetapi jika dikaitkan dengan bhakti 3. Dasyabhava, yaitu bhakti atau pelayanan
marga yang merupakan rujukan (referensi) kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti sikap
obyek penelitian, maka Penulis mendapatkan seorang Hamba kepada Majikan
kajian pustakanya. Adapun kajian pustaka yang 4. Vatsalyabhava, yaitu sikap bhakti seorang
mengacu pada bhakti marga terdapat dalam Penyembah memandang Tuhan Yang Maha
kitab suci yaitu: Esa seperti anaknya sendiri.
“Arcata prarcata priyam edhaso Arcata, 5. Kantabhava, yaitu sikap bhakti Istri
arcantu putraka uta puram na terhadap Suami tercinta.
dhrsnvarcata” (Rgveda VIII.69.8) 6. Maduryabhava, yaitu bentuk bhakti
Artinya sebagai cinta yang amat mendalam dan
(Pujalah, Dia sepenuh hati, Oh cendekiawan, tulus dari seorang Bhakta kepada Tuhan
Pujalah Dia. Semogalah semua anak- anak Yang Maha Esa.
ikut memuja-Nya, teguhlah hati seperti
kukuhnya candi dari batu karang untuk
Dalam kontek pelaksanaan bhakti marga
memuja keagungan-Nya).
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Apara bhaktiartinya tidak utama; jadi
Dalam kontek kitab suci reg veda
apara bhakti artinya cara berbhakti kepada
VIII.69.8 jika dikaitkan dengan obyek
Hyang Widhi yang tidak utama. Apara
penelitian yaitu fenomena ngiring pada
bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang
masyarakat Hindu di Bali, maka ada indikasi
tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya
bahwa termasuk dalam bhakti marga. Bhakti
kurang atau sedang-sedang
marga adalah salah satu caramasyarakat Hindu
saja.Aparabhakti, yaitu pemujaan atau
untuk mengamalkan ajaran agama Hindu
persembahan dan kebaktian dengan
dengan cara pelayanan (bhakti) yang tulus iklas.
berbagai permohonan dan permohonan itu
Dengan bhakti yang tulus iklas masyarakat
adalah wajar mengingat keterbatasan
Hindu akan diberikan tuntunan oleh Ida Sang
pengetahuan kita tentang hakekat bhakti.
Hyang Widhi sesuai dengan kewajiban
(swadharma) masing-masing. Bhakti marga 2. Parabhakti: Paraartinya utama; jadi para
merupakan salah satu cara mengamalkan ajaran bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang
agama Hindu yang begitu simpel karena tidak Widhi yang utama. Para bhakti
memerlukan tingkat spiritualitas yang tinggi. dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat
Bhakti marga berpengang tenguh pada inteligensi dan kesadaran rohaninya
pelayanan (bhakti) yang tulus iklas, tanpa tinggi. Parabhakti adalah bhakti berupa
pamerih, suci, dan apa adanya. penyerahan diri yang setulusnya.
Penyerahan diri kepadaNya bukanlah
Jenis bentuk bhakti yang disebut
dalam pengertian pasif tidak mau
bhavabhakti, sebagai berikut:
melakukan berbagai aktivitas, tetapi aktif
1. Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti
dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja
bhakti atau hormat seorang anak terhadap
dengan baik dan tulus maka akan
ibu dan bapaknya.
memperoleh pahala yang baik pula. Kita
2. Sakhyabava, yaitu bentuk bhakti yang
tidak boleh mendoakan seseorang untuk
menyakini Hyang Widi, manifestasiNya,
memperoleh kecelakaan dan sejenisnya.
Ista devata atau AvataraNya sebagai
Jika dikaitkan fenomena ngiring pada Fenomena sosial ini menjadi semakin marak
masyarakat Hindu di Bali dengan kelompok ditengah tekanan (hegemoni) masyarakat akibat
pelaksanaan bhakti marga diatas maka ada semakin derasnya kemajuan jaman
indikasi bahwa fenomena ngiring pada gloabalisasi. Masyarakat Hindu di Bali
masyarakat Hindu di Bali mengacu pada apara mengalami dengradasi moral. Indikasi
bhakti. Apara bhakti adalah. Pemujaan atau dengradasi moral adalah menurunnya tingkat
persembahan dan kebaktian dengan berbagai kenyakinan (sradha) dan pelayanan (bhakti)
permohonan duniawi. Indikasi ini menjadi lebih pada masyarakat Hindu di Bali. Disadari atau
kontekstual dan mengarah pada fenomena tidak jika ini dibiarkan maka masyarakat Hindu
ngiring pada masyarakat Hindu di Bali melihat akan kehilangan jati diri karena tidak mampu
kondisi kejiwaan (psikologis) pelaku. pada saat mengamalkan ajaran agama Hindu.
ngiring Ida Bhatara.
Membahas mengenai ini, maka Peneliti 2.1. Definisi Konsep Fenomena
mendapatkan definisi berkaitan dengan Kamus lengkap Bahasa Indonesia
fenomena ngiring pada Masyarakat Hindu di halaman 167 memberikan definisi fenomana
Bali L.K Suryani menyatakan dalam buku adalah hal-hal yang dapat dinikmati oleh panca
“Ngiring Membahas Tradisi Ngiring di Bali” indera dan dapat ditinjau secara ilmiah
majalah Raditya halaman 28 (Kamisa:167). Adapun padanan kata dari
“ Bahwa fenomena ngiring itu terjadi dimana fenomena adalah fenomenologi. Fenomenologi
seseorang diambil alih kemampuannya oleh adalah ilmu yang mempelajari perkembangan
spirit, roh, atau atmanya sendiri atau energi kesadaran dan pengendalian diri manusia
orang lain diluar pemikirannya” (Suryani,28) sebagai ilmu kebenaran (Kamisa:167). Kata
Pendapat LK Suryani jika dikaitkan fenomena berasal dari Bahasa yunani yaitu
dengan definisi fenomena ngiring pada fenomenon yaitu sesuatu yang tampak, terlihat
masyarakat Hindu di Bali, maka termasuk pada karena bercakupan (abdul hakim: 403).Tokoh
apara bhakti. Indikasi apara bhakti bisa ditinjau fenomenologi pada jaman 1859-1938 yaitu
dari kondisi kejiwaan (psikologis) pelaku apara Edmund Hursserl menyatakan bahwa “ada
bhakti. Ciri apara bhakti adalah: 1)Memiliki kebenaran untuk semua orang, dan manusia
keimanan (spiritualitas) yang kurang. 2)Tingkat dapat mencapainya”(abdul hakim:403).
keyakinan (sradha) dan pelayanan (bhakti) Menyimak penjelasan mengenai definisi
kurang. 3)Dalam melakukan persembahyangan fenomena maka Peneliti memberikan simpulan
atau permohonan selalau berharap pada hal-hal bahwa fenomena adalah segala gejala, keadaan
duniawi, jasmani, materi, nyata. 4)Selalu yang merupakan aktivitas sosial masyarakat
berpedoman pada tradisi adat istiadat setempat. dan panca indera. Contoh adanya tindak
LK Suryani memberikan definisi kekerasan, moralitas termasuk dalam fenomena
mengenai fenomena ngiring pada masyarakat sosial karena termasuk dalam aktivitas sosial
Hindu di Bali pada Majalah Raditnya. kemasyarakatan. Munculnya bencana alam,
“Fenomena ngiring adalah kondisi peralihan kecelakaan termasuk fenomena yang berasal
mental dari keadaan biasa ke taraf yang lebih dari panca indera dan merupakan fenomena
halus atau murni. Sehingga orang akan alam.
memperoleh kesadaran lebih tinggi dari Obyek penelitian adalah mengenai
keadaan sehari-hari” (Raditya:28) fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat
Dalam kontek ini LK Suryani Hindu di Bali. Adapun obyeknya adalah
memberikan definisi ngiring yang sekarang mengenai fenomana ngiring pada masyarakat
menjadi marak pada masyarakat Hindu di Bali. Hindu di Bali. Indikasi ini semakin mengarah
pada sikap apatis dan apriori pada masyarakat 2.2. Definisi Konsep Ngiring.
Hindu di Bali. Sikap apatis adalah sikap yang Padanan kata ngiring adalah: kerauhan,
masa bodoh, tidak memperdulikan siapapun, tedun, nyungsung, kerangsukan, ingsap,
acuh tak acuh. Apriori adalah tidak mau ketapak. Kesemua kata tersebut memiliki arti
mengetahui kebenaran segala hal dengan akal kedatangan, kemasukan roh halus. Kata ngiring
sehat. Sikap apatis dan apriori pada masyarakat jika dilihat dalam kamus maka memiliki arti:
Hindu ini jika dibiarkan akan membuat Pulau mari, menyertai, mengantar. Contoh kalimatnya
Bali yang mayoritas umat Hindu akan adalah:”Yening kenten, ngiring ka pantai
kehilangan taksunya. Fenomena ngiring pada mangkin”. (Kalau begitu, mari kita pergi ke
masyarakat Hindu di Bali merupakan salah satu pantai sekarang). Kata ngiring pada kalimat ini
indikator bahwa agama Hindu mulai memiliki makna (esensi) bahwa mengajak
ditinggalkan oleh masyarakat Hindu di Bali. pergi. Contoh kalimat yang lain adalah:”Nggih,
Masyarakat Hindu mengalami tekanan tiang jagi ngiring ragane ke vila”. (ya, saya
(hegemoni) jaman globalisasi. Jaman akan mengantar Anda ke villa). Pada konteks
gloablisasi menyebabkan masyarakat Hindu ini makna (esensi) ngiring adalah: mengajak,
mengalami degradasi moral. Degradasi moral mengantar.
adalah penurunan mutu moralitas, kemerosotan Kontek yang peneliti kaji dalam obyek
kedudukan. Hal ini bisa dilihat dari kontens penelitian adalah definisi konsep ngiring jika
ngiring pada masyarakat Hindu. Masyarakat dikaitkan dengan fenomena sosial yang
Hindu yang ngiring sesuhunan sejatinya adalah berkaitan dengan kejiwaan (psikologis)
orang yang mengalami ganguan jiwa seseorang. Indikator Ngiring yang Penulis kaji
(psikologis), tingkat kenyakinan (sradha) dan adalah: 1)Seseorang yang memiliki kejiwaan
pelayanan (bhakti) rendah. Indikasi akan (psikologis) yang kurang sehat, sehingga
semakin menunjukan kebenaran jika melihat memiliki indikasi mengalami ganguan
aktivitas keseharian umat Hindu yang ngiring kejiwaan (psikologi). 2)Sesorang yang tingkat
ida sesuhunan. kenyakinan (sradha) dan pelayanan (bhakti)
Fakta di lapangan bisa kita lihat bahwa kurang, sehingga lebih percaya pada hal yang
umat Hindu yang ngiring Ida Sesuhunan sakral dan mistis. Jika dikaitkan dengan
memiliki tingkat ekonomi begitu rendah. konteks ini maka Peneliti menemukan istilah
Keseharian umat Hindu yang ngiring Ida ngiring ida sesuhunan pura dalem. Jika
Sesuhunan adalah melayani pemedek (umat) dicermati ngiring ida sesuhunan secara arti
yang mengalami ganguan jiwa. Contoh sederhana (harafiah) artinya mengikuti ida
memiliki penyakit yang tidak kunjung sembuh, sesuhunan. Ida sesuhunan memiliki makna
memohon petunjuk niskala atau segala hal yang penyebutan dari manifestasi Ida Sang Hyang
berkaitan dengan dunia tidak nyata (niskala). Widhi. Contoh ngiring Ida Sesuhunan Bhatra
Atas petunjuk Ida Sesuhunan maka umat Hindu Durga, berarti (Ia mengikuti jejak Ida Bhatra
yang bersangkutan akan memberi pelayanan Durga). Contoh Ida ngiring tapakan Bhatara
kepada umat (pemedek) yang datang. Adapun Iswarya ring Pura Batukaru (ia mengikuti,
kontribusi yang diberikan oleh umat (pemedek) jelmaan dari Bhatara Iswarya di Pura Batukaru).
kepada umat yang ngiring Ida Sesuhunan Semakin merebaknya fenomena
adalah berupa banten pejati ataupun segala hal ngiring pada masyarakat Hindu di Bali menjadi
yang sudah disiapkan oleh umat (pemedek). kajian yang menarik pada Peneliti. Peneliti
Fenomena sosial memberikan intensitas umat menjadi terkesima melihat fenomena
Hindu dalam menjalankan ajaran agama Hindu spritualitas masyarakat Hindu di Bali saat ini.
pada tataran kuantitas bukanlah kualitas srada Peneliti merasakan ada kesenjangan antara nilai
dan bhakti.
ajaran agama Hindu yang menjungjung tinggi dikarenakan agama Hindu menghargai dan
kearifan lokal dengan implementasi masyarakat menghormati kearifan lokal yang ada. Hal ini
Hindu dalam mengamalkan ajaran agama dapat dilihat dari adanya catur marga. Catur
Hindu. Animo masyarakat Hindu dalam marga adalah empat caradalam melaksananan
melaksanakan ajaran agama Hindu lebih ke ajaran agama Hindu. Catur marga tersebut
kuantitas daripada kualitas. Tingginya kuantitas yaitu: 1)Raja marga yaitu melaksanakan ajaran
bisa dilihat dari pelaksanaan kegiatan agama Hindu dengan cara: tapa, brata, yoga dan
keagamaan (yajna) lebih cenderung ke ritual, semandhi. 2)Jhana marga adalah cara
sarana upakara dibandingkan dengan makna melaksanakan ajaran agama Hindu dengan
(esensi dari kegiatan keagamaan yang mempelari ilmu pengetahuan tentang agama
dilaksanakan. Masyarakat Hindu akan semakin (teologi). 3)Karma marga yaitu cara
bersemangat disaat hari raya galungan dengan melaksanakan ajaran agama dengan cara
hiasan penjor yang menghiasi depan rumahnya. melakukan perbuatan dengan sebaik-baiknya
Begitu pula saat hari raya Nyepi, generasi muda dan tulus iklas. 4)Bhakti marga yaitu
dengan semangatnya membuat ogoh-ogoh melaksanakan ajaran agama Hindu dengan cara
sebagai simbul dari bhuta kala. Masyarakat meningkatkan keyakinan (sradha) dan
Hindu lebih mengacu pada kesenangan jasmani pelayanan (bhakti) kepada Tuhan dengan tulus
daripada spiritual (rohani). Dampak dari iklas tanpa pamerih.
pembiaran ini adalah hilangnya taksu bali Masyarakat Hindu di Bali begitu kental
akibat masyarakat Hindu yang sudah tidak dengan kearifan lokal sehingga berdampak
memiliki jati diri. Jati diri masyarakat Hindu pada spirtualitasnya. Korelasi ini akan semakin
ada pada ajaran agama Hindu. Jadi jika ajaran mengarah pada masyarakat Hindu menjadi
agama Hindu tidak dilaksanakan secara baik bhakti marga. Indikasi ini bisa dilihat dari
dan benar, maka taksu bali akan hilang. begitu kuatnya dan gemerlapnya kegiatan
Fenomena ini akan semakin terasa di saat jaman keagamaan (yajna) yang dilaksanakan.
globalisasi. Jaman globalisasi saat ini Masyarakat Hindu semakin bergairah disaat
masyarakat Hindu mengalami tekanan melaksanakan kegiatan kegiatan dengan
(hegemoni) oleh kapitalisme. Kapitalisme berbagai atribut yang dikenakan baik di sesajen
adalah sistem dan paham perekonomian yang serta pakaian adat yang dikenakan. Semakin
penanaman modalnya bersumber pada modal meriah dan semarak yang mampu ditampilan
pribadi. Indikasi ini bisa dilihat dari lapangan maka akan membuat decak kagum yang
pekerjaan yang didapat di suatu hotel atau melihatnya. Dalam kontek ini masyarakat
kantor instansi swasta. Masyarakat Hindu di Hindu selalu senang dengan kuantitas daripada
Bali mendapatkan lapangan pekerjaan kelas kualitas kegiatan keagaman yang dilaksanakan.
rendah seperti: karyawan restaurant, pegawai
biasa. Tidak ada yang menjadi kepala bagian III PENUTUP
atau manajer. Fenomena ngiring adalah bagian dari
bhakti marga. Bhakti marga adalah wujud
2.3. Definisi Konsep Masyarakat Hindu di pelaksanan agama Hindu dengan pelayanan
Bali. (bhakti) yang tulus iklas dan tanpa pamerih.
Masyarakat Hindu di Bali adalah Munculnnya penyimpangan saat ini
masyarakat yang tinggal dan menetap di Pulau dikarenakan degradasi moral serta menurunnya
Bali dengan ciri khas masing daerahnya. spiritualitas masyarakat Hindu. Faktor lain
Masyarakat Hindu memiliki keunikan sendiri adalah pesatnya kemajuan globalisasi tidak
dalam melaksanan ajaran agama Hindu. Hal ini mampu diimbangi oleh sebagai masyarakat
Hindu sehingga mengakibatkan gangguan Raditya halaman edisi april 13-89,
kejiwaan (psikologi). Pada beberapa fakta Denpasar.
dilapangan menunjukan seseorang yang ngiring Sri Srimad A.C.Bhaktivedanta Swami
sesuhunan memiliki mentalitas dan moralitas Prabhupada,”Bhagawan Gita
yang rendah. Indikatornya adalah: tidak bisa Menurut Aslinya” The Bhaktivedanta
melaksanakan upacara keagamaan secara baik Books Turst,
dan benar, mudah marah, tidak bisa beradaptasi Titib, 2004, “Keutamaan Manusia dan
dengan lingkungan, selalu menutup diri dengan
Pendidikan Budi Pekerti”, Paramihta,
lingkungan.
Surabaya.
Teori fenomenologi mengatakan bahwa
fenomena ngiring ini adalah suatu gangguan
kejiwaan (psikologis) yang bisa disebuhkan
dengan terapi secara berkesinambungan. Hal
ini disebut sebagai aliran klenik, yaitu suatu
cara untuk bisa meningkatkan status sosial di
masyarakat, sehingga memiliki spiritual yang
tinggi, dianggap suci. Hal ini tentulah harus
diwaspadai dan dipahami oleh masyarakat
Hindu. Mengingat agama Hindu adalah agama
yang begitu universal dan menghargai kearifan
lokal. Salah satu caranya adalah memberikan
dharma wacana dan penyuluhan kepada
masyarkat begitu pentingnya meningkatkan
sradha dan bhakti agama Hindu.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin NZ, 1991" Suatu Tinjauan Mengenai


Sindrom Yang Terkait Pada
Kebudayaan Dalam Jiwa”,Yayasan
Kesehatan Jiwa edisi XXIV
halaman 1-7, Jakarta.
Ardana, 2007,”Pemberantasan Kearifan Lokal
Masyarakat Bali
Dalam Menghadapi Budaya Lokal”, Fakultas
Sastra, UNUD
Baruna, 2008,”Artikel Majalah Taksu Bali”,
Yayasan Taksu Bali, Denpasar.
Kamisa, 1997"Kamus Umum Bahasa
Indonesia”,Kartika Surabaya,Surabaya
Suryani LK, 1996,”Orang Bali, Penelitian
Ulang Tentang Karakter” ITB pres,
Bandung.
Swadiana & Putrawan, 2007, “Membahas
Fenomena Ngiring Dewasa Ini” Majalah

Anda mungkin juga menyukai