Anda di halaman 1dari 12

SISTEM BUDAYA DAN AGAMA MASYARAKAT BALI

Disusun Oleh:

Ni Kadek Aditya Lestari 2101561007

Benani Shalma 2101561012

Ni Putu Fitrinia 2101561039

Anak Agung Ayu Sarah Devina 2101561037

Davin Akbar Hufairi 2101561026

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

2023
KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati kami sampaikan terima kasih
kepada segenap pihak yang terkait atas terselesaikannya karya tulis ilmiah ini yang berjudul
“Sistem Budaya Dan Agama Masyarakat Bali” Karya tulis yang berupa paper ini disusun
guna memenuhi salah satu aspek penilaian pada mata kuliah Bibliografi. Sungguh terlalu
berat bagi kami untuk menyelesaikan karya tulis ini tanpa bantuan dari beberapa pihak untuk
mengarahkan, sehingga bisa membantu kami, membimbing, menasehati, dan memberi
dukungan. Oleh karena itu tanpa mengurangi rasa hormat, kami ucapkan terima kasih kepada
Prof.Dr.Drs Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. selaku dosen pengampu mata kuliah Bibliografi.

Bagaimanapun ini merupakan Langkah awal dalam pembuatan karya. Kami


menyadari betul dalam penulisan paper ini masih ada beberapa kelemahan sekalipun sudah
berusaha untuk ditutupi. Oleh karena itu, jika ada kritik dan saran dari para pembaca akan
kami terima dengan senang hati.

Denpasar, 5 Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR .........................................................................................ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................4

1.1 Latar Belakang...........................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................5

2.1 Budaya dan Kepercayaan..........................................................................5


2.2 Agama dan Tokoh-tokoh Spiritual............................................................6
2.3 Kosmologi dan Kearifan Lokal.................................................................6
2.4 Pendidikan, Kesenian, dan Kesusastraan ..................................................8

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................10

3.1 Simpulan....................................................................................................10
3.2 Saran..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali sangat kaya akan tradisi. Tradisi ini berakar kuat karena didukung oleh keyakinan
dan kepercayaan Agama Hindu. Walaupun mayoritas penduduk dipengaruhi oleh Agama
Hindu namun ritual dan pelaksanaan tradisi masyarakat di Bali yang beragama Hindu
menunjukkan dua ciri besar. Yakni masyarakat Hindu Bali pegunungan yang sering disebut
Bali Aga dan masyarakat Hindu Bali dataran yang dipengaruhi oleh tradisi Hindu Majapahit.
Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu
lama dan dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh
kecendrungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan.
Tradisi adalah produk dari suatu masyarakat tradisional yang terbentuk melalui proses yang
panjang, melalui kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya.
Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku baik dalam
kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana budaya dan kepercayaan Bali pada masyarakat kuno?
2. Bagaimana kosmologi dan kearifan lokal masyarakat Bali pada masa kuno?
3. Bagaimana pendidikan, kesenian, hingga kesusasteraan masyarakat Bali Kuno?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana budaya dan kepercayaan Bali pada masyarakat kuno.
2. Untuk mengetahui bagaimana kosmologi dan kearifan lokal masyarakat Bali pada
masa kuno.
3. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan, kesenian, hingga kesusasteraan masyarakat
Bali Kuno.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan
kesenian hingga keagamaan pada masyarakat Bali Kuno.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Budaya Dan Kepercayaan

Sebelum terjadinya Indianisasi atau Hinduisasi, masyarakat Bali telah


mempraktekkan pemujaan nenek moyang yang bergantung pada agama pribumi.
Berkembangnya kepercayaan akan kekuatan alam salah satunya seperti sungai. Setelah itu
muncul kepercayaan akan jiwa yang ada pada alam itu sendiri bahwa gunung memiliki jiwa.

Dalam hal ini sistem kehidupan, sistem pemujaan leluhur bersifat komunal, agraris
sudah terbentuk dalam kebudayaan Bali. Tradisi budaya megalitik sebelumnya masih
dipelihara ketika masuknya Hinduisme dalam wujud pendirian pura-pura Hindu. Pemujaan
agama di India, seperti patung-patung dari perwujudan dewa. Dalam mitos orang Bali yang
cukup tua 4 (empat) dewa mengawasi 4 mata angin yaitu dewa Kosika, Garga, Metri,
Kurusia. Namun, ketika muncul paham Hindu dewa-dewa tersebut memperoleh nama baru.
Orang Bali prasejarah merupakan orang Bali sebelum kedatangan Agama Budha dan Hindu,
menganut pemujaan roh nenek moyang. Roh nenek moyang yang sudah meninggal
dipandang membubung ke puncak-puncak gunung, untuk berhubungan dengan roh nenek
moyang maka dilakukan de gunung-gunung (tirtayatra), dan pemujaan di rumah (sanggah),
dan tempat yang dianggap suci, pura puseh sebagai pura asal masyarakat setempat.

Akan tetapi sering terjadi perlawanan antara kelompok satu dengan yang lain. Bagi
kelompok keluarga yang menang (man of prowess), mencoba membentuk kelompok
aristokrasi di pedesaan, terbentuk sistem kerajaan melalui lembaga demokratis dan
pengenalan kepercayaan yang bersifat animistis. Tidak lepas dari kepercayaan adanya roh
baik dan roh jahat. Pengenalan metodologi mencerminkan adanya pengalaman kehidupan
manusia yang mempengaruhi hubungan harmonis penduduk dataran rendah dengan di
pegunungan dan dualisme lainnya.

Kepercayaan akan jiwa atau roh dari dunia menentukan adanya kekuatan magis
sebagaimana halnya pada pohon beringin. Hampir setiap desa terdapat pohon beringin yang
mana orang-orang mempersembahkan sesajen agar masyarakatnya terlindungi. Tradisi seperti
ini akan terus berlanjut sebagaimana terlihat adanya peninggalan megalitik pada masa
prasejarah yang dapat dilihat sampai sekarang pada bangunan pura dan bangunan berundak-
undak.

5
2.2 Agama Dan Tokoh-tokoh Spiritual

Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa bagaimana jawanisasi baik dalam
kaitannya dengan dengan Hinduisme dan indianisasi telah berlangsung di Bawah kekuasaan
Majapahit. Meskipun pengaruh India itu tetap berlangsung, namun dalam perkembangannya
telah mengalami perubahan sebagaimana yang terdapat pada nama nama dewa.

Pada zaman Bali pertengahan, terjadi proses penciptaan demi penciptaan mengikuti
proses peradaban dunia besar dalam perspektif pa – Bali dan Kawi Bali. Istilah yang sejalan
dengan Kawi Bali yaitu pa – Bali, titik balik dari pemahaman dan persepsi Bali.

Peranan tokoh – tokoh spiritual juga tampak menentukan, dilihat dari semangat
keyakinan atau rohnya. Masyarakat Bali terutama dalam bentuknya sebagai desa adat atau
Pakraman tumbuh kepercayaan pada kahyangan tiga

Selanjutnya dengan datangnya seorang rohaniawan Hindu ke Bali zaman Bali


pertengahan keyakinan beragama masyarakat Bali semakin menjadi kuat. Bentuk pemujaan
yang berupa Padmasana diperkenalkan sebagai tanda keesaan Tuhan yang maha esa.

Pada masa Bali pertengahan, persoalan agama dan kepercayaan masyarakat Bali
tampak semakin kental, menyatu dalam tradisi dan budaya Hindu. Agama Hindu dimengerti
sebagai agama yang dahulu disiarkan oleh para maharsi, orang orang Arya di India.

Agama Hindu telah berkembang secara perlahan sejak munculnya zaman weda di
India, sejak masa kerajaan Bali kuno masyarakat Bali telah mengenal agama Budha dan Siwa
yang datang dari Jawa Timur.Sejak jatuhnya Majapahit di Jawa dan masuknya pengaruh
Majapahit ke Bali, filsafat agama mulai di masukan oleh para pendeta.

Kemunculan Dang Hyang Nirartha yakni seorang pendeta kerajaan Majapahit yang
datang ke Bali telah memunculkan tokoh tokoh rokhmawan Bali yang selanjutnya
memberikan pelajaran agama Hindu di Bali. Meskipun peranan penting dalam agama di
pegang oleh tokoh tokoh spiritual yang datang dari Jawa, namun tokoh tokoh Bali aga tetap
berperan pula, terutama di desa desa tua yang masih kuat menjalankan tradisinya.

2.3 Kosmologi Dan Kearifan Lokal

Masyarakat bali hindu mempunyai cara pandang mengenai ruang sudut dan
lingkungannya. Dengan sudut pandang keruangan itu, masyarakat akan menempatkan atau
membangun tempat tinggal, istana atau tempat pemujaan sesuai apa yang dipandang benar

6
dan salah. Orang bali, memandang ruang dari berbagai sudut. Dalam hal ini dapat disebut,
orang bali dapat melihat bentang alam, ruang secara lebih terstruktur, dengan beragam nilai
diberikan untuk menunjukan arah utama yang berlaku secara universal.

Dalam tradisi budaya Bali, terdapat 3 model persepsi mengenai ruang; nilai yang
pertama, yaitu menunjukan arah angin (kompas), seperti pandangan tentang nawa sanga,
memandang kesembilan arah angin. Yang kedua, dengan pandangan konsep rwa bhineda,
dalam pandangan ini dikenal sebagai konsep Bhuana agung, Bhuana alit, yang melihat
kesejajaran keadaan antara alam besar dan alam kecil (fisik manusia) dan konsep dua
sumbu/poros ( kaja – kelod dan kangin – kauh) yang kedua model dapat membentuk
menyilang. Ketiga, yaitu konsep terstruktur dengan 3 elemen: tri mandala, tri kaya parisudha,
tri hita karana dan sebagainya. Ketiga model jenis diatas ini memiliki penggunaan yang
berbeda-beda.

Orang bali juga memiliki pandangan mengenai waktu Gerak sejarah dimengerti
sebagai gerak yang dinamis, sebagai “cakraning mangalling” tercermin dalam gambar,
simbol Swastika yang memberi arti dinamis pada gerak sejarah. Ada empat zaman yang
dimengerti yang membangun gerak sejarah sepanjang kehidupan manusia. Pertama, pada
zaman kertayuga yaitu dimana masa manusia pertama kali muncul dan juga pada masa ini
masih bersih, jujur seperti kertas putih polos. Kedua, yaitu pada masa tretayuga, dimana pada
masa ini keadaan sepertiga ini sudah mulai rusak oleh kehidupan. Ketiga, zaman
dwaparayuga, dimasa ini hampir setengah populasi manusia sudah mulai rusak, bertingkah
laku buruk, dan juga tidak sesuai dengan dharma atau aturan baik yang diajarkan agama.
Terakhir pada zaman kaliyuga, dimasa zaman ini menunjukan zaman yang kacau balau, sikap
manusia menjadi rusak. Karena berbagai takanan yang tidak mampu dikendalikan pada
zaman yang terakhir itu ditenggarai akan terjadi kerusakan berat, kehancuran dunia
kehidupan, yang sering disebut sebagai kiamat (pralaya).

Dalam hubungan dengan pandangan di atas, masyarakat Bali atau percaya bahwa
setiap detik waktu membawa berkah mendorong orang melakukan, atau tidak melakukan
sesuatu, sebagai landasan etika, kearifan masyarakat Bali. Pemahaman tentang han baik dan
buruk (ala ayuning dewasa) dalam kehidupan masyarakat Bali, tampak dalam Kalender orang
Bali, seperti tertuang dalam Kunci Wariga, tulisan Ketut Bambang Gde Rawi (1967),
Demikian konsep-konsep, pandangan seperti tersebut diatas menentukan tindakan, sikap

7
orang Bali, yang dapat dimengerti sebagai bentuk-bentuk kearifan (kearifan lokal) dalam
menghadapi lingkungan, mengolah alam untuk kepentingan hidup manusia.

2.4 Pendidikan, Kesenian, Dan Kesusastraan

Masa pusat pemerintahan di keraton Gelgel dapat dilihat sebagai masa kecerahan
pertumbuhan dan perkembangan peradapan Bali zaman bali madya (pertengahan) ini ditandai
dengan bergeliat dan hidupnya semua sektor kehidupan persoalan politik ekonomi sosial
budaya pertahanan dan keamanan berjalan sangat kondusif zaman ini sering digambarkan
dalam bahasa Kawi Bali sebagai zaman gemah ripah loh jiwani asing tinandur sarana nadi
asing tinuku sarwa murah (apa yang di tanam tumbuh subur dan apa yang dibeli serba murah)
pada Masa itu muncul kreatifitas yang tinggi dalam pendidikan seni dan kesusastraan
pendidikan yang berkembang pada zaman Bali pertengahan mempunyai corak yang sesuai
dengan masyarakat tradisional pendidikan dilakukan oleh golongan Elit atau inisiatif pribadi
masing masing masyarakat pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah pendidikan
keagamaan dan hal hal yang berhubungan dengan kehidupan kerajaan. Orang yang
memberikan pelajaran disebut guru nabe dan orang yang menerima pendidikan disebut Sisya
Konsep sisya-nabe Memiliki implikasi kuat terhadap pembentukan kepribadian luhur dan
hubungannya sosial kemasyarakatan yang Harmonis.

Seni tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerakan gerakan
ritmis Yang Indah. Sejak runtuhnya kerajaan Majapahit 1489 Masehi terlebih lagi setelah
terhapusnya Majapahit dalam peta sejarah 1527 Masehi banyak warga Jawa Majapahit
mengungsi ke Bali dengan memindahkan segala yang dapat dibawa termasuk seni budaya
dengan seni tarinya kemudian seni tari ini berkembang dengan subur terutama zaman
keemasan pemerintahan dalam Baturenggong 1460 sampai 1550 hal ini disebabkan raja
menaruh perhatian besar dan memberikan Pengayoman terhadap perkembangan kesenian
khususnya seni tari disamping pemerintahan yang aman dan tentram. Fungsi tari ketika masa
itu lebih banyak bersifat wali upacara terdapat tari wali yakni tari tarian yang dalam
penyajiannya selalu dihubungkan dengan suatu upacara keagamaan dan merupakan salah satu
bagian upacara

Seni lukis sebagai seni ekspresif terdiri atas penyusunan cita cita di dalam pengertian
garis dan Warni di atas bidang dua dimensi demikian definisi yang diberikan oleh pelukis
Perancis Maturice denis akhir abad ke 19 sebagai halnya dengan seni tari dan Karawitan
maka seni lukis Bali pun tidak luput dari pengaruh agama Hindu dan Buddha baik yang

8
berasal dari Bali maupun yang kemudian datang dari Jawa setelah runtuhnya kerajaan
Majapahit. Sejak masa kolonial 1930 wayang dan tema lukisan Bali sedikit demi sedikit
mengalami perubahan dengan adanya unsur dan pengaruh luas yang dibawa oleh pelukis
pelukis barat diantaranya Walther spies Dan Rudolf Bonnet unsur dan pengaruh luar ini
diterima dan diserap oleh pelukis pelukis Bali dan kemudian disesuaikan dengan selera dan
gaya masing masing ini berarti bahwa disamping adanya Pembaharuan teknik dan
penambahan tema dasar Dasar tradisi masih melekat kuat terutama yang masih berkaitan erat
dengan alam mitologi

Mengenai ke susastra An juga muncul kreativitas secara etimologi ke susastra An kata


dasarnya berasal dari bahasa sangsekerta artinya ilmu pengetahuan kitab suci hukum dan lain
lainnya akan tetapi pengertian sastra itu berkembang melebihi pengertian etimologi tersebut
menjadi ke susastra An Iyalah hasil cipta sastra yang melukiskan keindahan baik lahirlah
maupun Rohaniah bagi seorang Pujangga faktor bahasa merupakan masalah yang penting
karena iya ibarat wahana yang membawa orang yang ada dalam angan angan nya
disampaikan kepada orang lain. Pada masa pemerintahan yang berpusat di Gelgel terutama
pada masa pemerintahan dalam Waturenggong 1460 sampai 1550 ke susastra An Bali
mengalami masa puncak kejayaannya masa masa itu biasa pula disebut masa masa keemasan
kerajaan Bali. Pada masa itu banyak para pengarang atau pujangga Ra Kawi yang
menciptakan karya karya sastra orisinal Bali klasik

Dalam bidang ekonomi kehidupan masyarakat lebih bertumpu pada pertanian untuk
pertanian berlaku sistem Subak organisasi para petani untuk meningkatkan Taraf hidup petani
selain pertanian dan pengumpulan hasil hutan terdapat pula ekonomi dagang yang dilakukan
oleh penduduk antar desa bahkan antar pulau di bagian timur Indonesia Muncul lalulintas
perdagangan pribumi antar pulau yang menggunakan perahu perahu kecil Elit kerajaan juga
ada melakukan perdagangan barang dagangan yang banyak diperjual belikan adalah kelapa
hasil hutan cendana dan madu ada juga perdagangan Budan dan Candu yang terjadi dengan
pedagang pedagang dari luar negeri.

Dalam bidang agama penduduk Bali terutama menganut agama Hindu dengan
gabungan nilai nilai dari jiwa zaman Prasejarah Bali dan Hindu Majapahit aliran agama yang
kuat pengaruhnya adalah Hindu Siwa sidhanta Dan Buddha Mahayana Siwa sidhanta
Menekankan sifat ke esa An Tuhan yang disebut sebagai Siwa dalam tingkatan tingkatan
Siwa, sada Siwa dan Parama siwa. Dari segi pendidikan dan kesenian ke susastra An juga

9
berkembang pesat pada masa kejayaan di Gelgel utamanya di bawah pengaruh Danghyang
Nirartha Berkembang selain Pedalaman agama juga ke susastra An berbagai jenis karya sastra
dan hidung Dikarang oleh dang Hyang Nirartha yang memberikan pesan pesan moral etika
dan estetika dalam kehidupan.

10
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Simpulan
Sebelum terjadinya Indianisasi atau Hinduisasi, masyarakat Bali telah
mempraktekkan pemujaan nenek moyang yang bergantung pada agama pribumi.
Berkembangnya kepercayaan akan kekuatan alam salah satunya seperti sungai. Dari catatan
sejarah dapat diketahui bahwa bagaimana jawanisasi baik dalam kaitannya dengan dengan
Hinduisme dan indianisasi telah berlangsung di Bawah kekuasaan Majapahit. Meskipun
pengaruh India itu tetap berlangsung, namun dalam perkembangannya telah mengalami
perubahan sebagaimana yang terdapat pada nama nama dewa. Masyarakat bali hindu
mempunyai cara pandang mengenai ruang sudut dan lingkungannya. Dengan sudut pandang
keruangan itu, masyarakat akan menempatkan atau membangun tempat tinggal, istana atau
tempat pemujaan sesuai apa yang dipandang benar dan salah.
Masa pusat pemerintahan di keraton Gelgel dapat dilihat sebagai masa kecerahan
pertumbuhan dan perkembangan peradapan Bali zaman bali madya (pertengahan) ini ditandai
dengan bergeliat dan hidupnya semua sektor kehidupan persoalan politik ekonomi sosial
budaya pertahanan dan keamanan berjalan sangat kondusif zaman ini sering digambarkan
dalam bahasa Kawi Bali sebagai zaman gemah ripah loh jiwani asing tinandur sarana nadi
asing tinuku sarwa murah (apa yang di tanam tumbuh subur dan apa yang dibeli serba murah)
pada Masa itu muncul kreatifitas yang tinggi dalam pendidikan seni dan kesusastraan
pendidikan yang berkembang pada zaman Bali pertengahan mempunyai corak yang sesuai
dengan masyarakat tradisional pendidikan dilakukan oleh golongan Elit atau inisiatif pribadi
masing masing.
3.2 Saran

Dengan dibuatkannya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam
menambah wawasan mengenai perkembangan kesenian hingga keagamaan pada masyarakat
Bali Kuno

11
DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I.W., Parimartha, I.G., dan Wirawan A.A.B. 2018. Sejarah Bali Dari Prasejarah
Hingga Modern. Denpasar: Udayana University Press.

12

Anda mungkin juga menyukai