2018
Fazura, Kanasa
Univesitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8476
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
BANKONKA (PENUNDAAN PERNIKAHAN BAGI WANITA DI JEPANG)
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
KANASA FAZURA
140708051
Universitas Sumatera
Utara
BANKONKA (PENUNDAAN PERNTEAHAN BAGI WANITA DI JEPANG)
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan tlntuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Disetujui Oleh:
Pei{ng 1,
Ha hi on 95 rnoran1s. PH.D
198412 1 001
KATA PENGANTAR
kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan karunianya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan akhir guna memperoleh gelar Sarjana
langsung dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
3. Bapak Mhd. Pujiono, M.Hum., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
arigatou gozaimasu.
Universitas Sumatera
Utara
4. Para Staf Pengajar Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, yang
5. Terlebih penulis ucapkan terima kasih yang paling dalam dengan tulus hati
kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Fachrurrazi, ibunda Zuhraini dan
ummi Asma Muhammad yang telah memberikan kasih sayang dan bantuan
moril maupun materil serta doa yang tulus selama perkuliahan sampai
Cindy, Suci, Dea, Tasya, Fanni, Dillah dan yang lainnya, semoga kita diberi
7. Dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yang tidak
dapat penulis ucapkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
pengetahuan penulis.
Penulis
KANASA FAZURA
NIM. 1407008051
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
JEPANG
iii
Universitas Sumatera
Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan...............................................................................................41
4.2 Saran..........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
iv
Universitas Sumatera
Utara
BAB I
PENDAHULUAN
negara-negara Barat pada pertengahan abad ke-19, menjadi bangsa yang setingkat
dengan negara-negara Barat yang sudah maju dicapainya hanya dalam masa kurang
Negara Jepang adalah salah satu negara dengan pengaruh budaya yang kuat,
dilihat dari tinjauan sejarah peradaban Jepang yang cukup kompleks.Budaya Jepang
menjadi salah satu jalan negara Jepang berkembang sebagai satu dari sekian negara
maju di dunia.Negara Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat
manusia.Pernikahan dianggap sebagai sebuah kewajiban sosial baik bagi pria maupun
Menurut Ohashi, wanita Jepang lebih menikmati dirinya sebagai wanita lajang
Pada saat yang sama wanita dapat mandiri secara ekonomi dengan adanya
Universitas Sumatera
Utara
kesempatan kerja yang luas. Akhirnya mereka memandang pernikahan sebagai
perkerja seumur hidup, karena pekerjaan sebagai wanita di rumah seperti mengurus
rumah dan mengasuh anak dianggap sebagai pekerjaan wanita seumur hidup
Rita%20Silvia.pdf
orang, karena negara Indonesia masih sangat menjunjung tinggi norma-norma agama
dalam suatu ikatan perjanjian pernikahan yang disahkan oleh negara. Sehingga suatu
hal yang tidak lazim jika seseorang menikah dengan usia yang terlambat.
seringkali tidak hanya membawa perkembangan positif, tetapi juga dapat membawa
persamaan hak antara wanita dan pria dalam kesempatan memperoleh pendidikan,
akhir-akhir ini tekanan masyarakat kepada wanita untuk menikah pada umur tertentu
telah melemah dan kesadaran untuk menikah pada usia layak di Jepang semakin
rendah.
2
persepsi dan ekspektasi seseorang mengenai pernikahan.Budaya penundaan
terlambat, kon (婚) yang berasal dari kata kekkon (結婚) yang berarti pernikahan, dan
fenomena atau perubahan dimana seseorang menikah pada saat usianya sudah
pendidikannya daripada pernikahan. Setelah lulus dari pendidikan tinggi wanita pasti
tidak ingin langsung menikah. Dengan tingginya pendidikan yang wanita dapatkan,
Taraf pendidikan yang tinggi merubah pola pikir wanita yang semula
memudahkan wanita untuk membangun kehidupan bagi diri mereka sendiri di luar
3
kerangka pernikahan. Dahulu, pernikahan yang merupakan suatu keharusan bagi
wanita untuk bertahan hidup, sekarang sudah menjadi suatu pilihan, dan kini tiap
individu mempunyai kebebasan untuk memilih antara menikah atau tetap melajang.
kedua didunia. Budaya penundaan pernikahan ini dimulai pada pertengahan tahun
1970-an seiring dengan pertumbuhan ekonomi Jepang yang maju pesat, sehingga
membuka peluang bagi wanita untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih
suatu pilihan individu, dan mereka babas untuk menentukan dan memilih kapan,
National Institute of Population and Social Security Research, yang dikutip oleh
Japan Fact Sheet dalam “Women’s Issues : Changing Roles in a Changing Society”,
pada tahun 1980, presentase orang Jepang yang tidak menikah di usia 26 tahun adalah
(http://eprints.dinus.ac.id/8301/1/jurnal_14012.pdf).
Pada tahun 2005 prosentasenya meningkat menjadi 72,6% untuk pria dan
59,5% untuk wanita. Survei terbaru menunjukkan bahwa 6% wanita Jepang lebih
memilih untuk hidup sendiri seumur hidup.Hal ini dikarenakan oleh faktor
4
pendidikan, semakin tinggi pendidikan wanita Jepang, semakin tinggi pula angka
Bankonka di Jepang tidak hanya terjadi pada wanita saja, namun juga terjadi
pada pria. Akan tetapi, dalam skripsi ini penulis hanya akan membatasi pada
menikah di Jepang ini penulis akan mencoba membahasnya melalui skripsi yang
nilai tradisional kebudayaannya. Sebelum Perang Dunia II, wanita Jepang diharuskan
menikah pada usia 20-24 tahun. Akan tetapi dewasa ini, banyak wanita Jepang yang
menunda perkawinannya dan tidak menikah pada usia yang dianggap sudah pantas
5
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
pembatasan ruang lingkup masalah dalam pembahasan. Hal ini dilakukan agar
masalah tidak menjadi terlalu luas sehingga penulis dapat lebih terfokus dan terarah
juga akan membahas tentang proses terjadinya bankonka di masyarakat Jepang dan
1. Tinjauan Pustaka
Bankonka merupakan sebutan bagi gejala pernikahan di usia lanjut atau gejala
pernikahan yang terlambat, didasari oleh pilihan untuk menunda pernikahan. Kata
bankonka terdiri dari ban (晩), kon (婚), dan ka (化). Maka, bankonka secara harfiah
Jepang .(http://fitrianapd.lecture.ub.ac.id/files/2013/11/BANKONKA.pptx).
jumlah pemuda yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah Arufo
6
yaituaround fourty, istilah ini dipakai untuk wanita di Jepang yang berumur 39 akhir
hidup berkeluarga.
Jepang adalah semakin meningkatnya jumlah orang Jepang yang menikah di usia
lanjut (bankonka) dan meningkatnya jumlah orang Jepang yang tidak menikah
(mikonka). Hal ini terjadi karena telah berubahnya cara pandang masyarakat Jepang
tercermin pada serial drama Kekkon Dekinai Otoko. Di dalam skripsinya menjelaskan
fenomena dengan sumber data serial drama yang bercerita tentang kisah kehidupan
Shinsuke Kuwano, pria berusia 40 tahun yang bekerja sebagai arsitek tapi belum
menikah karena sulitnya menemukan perempuan yang mau segera diajak menikah
dan analilis ini dilakukan figur Hayasaka dan Shinsuke dalam bentuk dialog dan
7
kelahiran di Jepang adalah semakin meningkatnya jumlah orang Jepang yang
menikah di usia lanjutdan meningkatnya jumlah orang Jepang yang tidak menikah,
dan Arianie hanya mendeskripsikan tentang bankonka hanya dalam serial drama
Kekkon Dekinai Otoko saja. Sedangkan penelitian penulis kali ini akan difokuskan
tentang bagaimana awal mula, penyebab, masalah serta dampak bankonka atau
di masa kini.
2. Kerangka Teori
pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam
bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan masyarakat diperlukan satu
atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini.
Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan kebudayaan dan juga teori
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan
teori ini secara selektif dalam melihat sebagaimana dalam tindakan wujud dan unsur
kebudayaan.
8
Penulis juga menggunakan pendekatan penelitian sosiologis, karena dalam
pendekatan ini mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial,
konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial dan
memahami arti subjektif dan perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti
1. Tujuan Penelitian
untuk:
9
2. Manfaat Penelitian
10
Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode penelitian
atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang
skripsi ini.Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan
penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti meliputi :
Data dihimpun dari berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah
Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Selain itu
penelitian ini.
12
BAB II
terlambat, kon (婚) yang berasal dari kata kekkon (結婚) yang berarti pernikahan, dan
Menurut kamus koujien (広辞苑) (1998:67), definisi dari bankon (晩婚) adalah :
年をとってからの結婚. 根気を過ぎてからの結婚.
Pernikahan di usia lanjut. Pernikahan setelah melampaui usia layak untuk menikah.
women’s studies 2000:88), yang dimaksud bankonka adalah pernikahan pada usia
yang lebih tinggi daripada usia ideal untuk menikah cenderung semakin bertambah
(http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2013-2-00701-JP%20Bab2001.doc).
(http://ejurnal.bunghatta.ac.id/index.php?journal=JFIB&page=article&op=viewFile&
pernikahan yang telah melewati waktu yang tepat untuk menikah dan waktu yang
penundaan tidak hanya terjadi pada wanita tetapi juga pada pria.
Masyarakat Jepang umumnya memegang teguh apa yang disebut sebagai usia
diharapkan untuk menikah pada usia yang tepat. Usia ini berkisar antara 24-25 tahun
untuk wanita. Wanita yang sudah melebihi batas usia ini tetapi belum menikah akan
mendapatkan tekanan dari masyarakat untuk segera menikah. Sehubungan dengan hal
JP%20Bab2001.doc) menyatakan:
menikah.Bagi wanita yang menikah dan mengurus anak merupakan misi eksklusif
dalam hidup. Wanita yang belum menikah hingga melewati usia yang pantas untuk
menikah akan diperlakukan dengan tidak baik. Wanita yang belum menikah, mereka
tahun 1946, tekanan masyarakat kepada wanita untuk menikah pada usia tertentu
telah melemah dan kesadaran untuk menikah pada usia layak di Jepang semakin
rendah.
ini tekanan masyarakat kepada wanita untuk menikah pada usia tertentu telah
14
melemah dan kesadaran untuk menikah pada usia layak di Jepang semakin rendah.
Setiap tahunnya usia rata-rata pada pernikahan pertama pria dan wanita di Jepang
semakin meningkat.
seseorang menikah pada saat usianya sudah melampaui usia layak menikah dalam
(http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2013-2-00701-JP%20Bab2001.doc).
Women data bank, usia rata-rata menikah sblm PDII 23 thn, pasca PDII naik turun,
tahun 1960 stabil 25 thn, 1970-an naik terus, di 2000 menjadi 27, di 2008
30 dan seterusnyaa.
Sumber : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352071-MK-Alviany%20Muntaz.pdf
15
Budaya menunda pernikahan (bankonka) merupakan fenomena yang saat ini
sedang terjadi di Jepang. Jepang adalah negara dengan tingkat orang yang terlambat
(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ah
UKEwiGhrPCvfXbAhWLbisKHaceAuEQFggsMAA&url=http%3A%2F%2Ffitriana
pd.lecture.ub.ac.id%2Ffiles%2F2013%2F11%2FBANKONKA.pptx&usg=AOvVaw
29UKjwoAup2s68Chv5oxbj).
ini tekanan masyarakat kepada wanita untuk menikah pada usia tertentu telah
melemah dan kesadaran untuk menikah pada usia layak di Jepang semakin rendah.
Setiap tahunnya usia rata-rata pada pernikahan pertama pria dan wanita di Jepang
16
Gambar 2.1.1 Usia Rata-Rata Pernikahan Pertama (1960-2011)
Dari gambar di atas terlihat bahwa usia rata-rata pernikahan pertama pria dan
wanita pada periode tahun 1960-1975 masih stabil, pria menikah pada usia kurang
lebih 27 tahun dan wanita pada usia kurang lebih 24 tahun. Hal ini dikarenakan di
periode ini sebagian besar wanita sudah menikah diusia 25 tahun. Di Jepang wanita
yang belum menikah pada usia layak menikah maka akan mendapatkan tekanan
Wanita akan dibandingkan dengan kue natal, yaitu kue yang hanya akan
dimakan pada tanggal 25 atau kue yang tidak laku dijual setelah tanggal 25. Ini
menimbulkan persepsi pada masyarakat Jepang bahwa wanita yang sudah melewati
17
usia 25 tahun akan mendapatkan kesulitan untuk mencari pasangan dalam Tokuhiro,
2010:8.
Akan tetapi usia rata-rata pernikahan pertama meningkat dengan cepat setelah
tahun 1975. Dan angka ini terus-menerus meningkat hingga tahun 2011 usia rata-rata
pernikahan pertama mencapai usia 30,7 tahun untuk pria dan 29 tahun untuk wanita.
Dari gambar di atas terlihat bahwa usia rata-rata pada pernikahan pertama di Jepang
di negara Jepang semakin lama semakin banyak. Berikut adalah beberapa dampak-
dampaknya yaitu,
masyarakat Jepang masa kini dianggap sebagai kerugian karena mereka harus
dan anak, dan tidak bisa menggunakan penuh uang hasil dari jerih payahnya
2. Menunda usia pernikahan pada wanita akan membuat penambahan umur yang
Wanita yang hamil pada usia tua akan memiliki resiko yang cukup besar
daripada wanita yang hamil pada usia produktiv. Hamil di atas usia normal
tentu saja berbeda dengan hamil saat usia masih muda. Tingkat kesuburan ibu
18
akan menurun seiring bertambahnya usia. Jumlah dan kualitas sel telur yang
Itulah sebabnya, hamil di usia yang tidak lagi muda menjadi penuh resiko.
Beberapa resiko yang dapat dialami wanita hamil yang usianya lebih dari usia
lahir dalam keadaan tidak sempurna, keguguran atau kematian saat lahir.
pernikahan. Dari survey yang dilakukan pada pria dan wanita yang belum
menikah pada usia 18-34 tahun, pria menghabiskan waktu luangnya untuk
bekerja dan melakukan hobi (58,4 %) sedangkan wanita lebih tertarik untuk
hobi atau menghabiskan waktu bersama teman, mereka tidak akan terlalu
menunjukkan bahwa pola hidup wanita masa kini berbeda dengan pola hidup
keluarga.
4. Pasangan telat menikah ketika memiliki seorang anak yang kemudian terus
beranjak remaja, ibu atau ayahnya akan sudah berada dimasa menjadi
19
pensiun. Sehingga finansial keluarga tidak dapat dipenuhi dengan baik.
Karena kebutuhan anak akan memakan biaya yang sangat banyak mulai dari
sampai lulus di universitas. Bahkan jika pasangan yang telat menikah tersebut
5. Banyaknya fenomena pasangan yang tinggal bersama tanpa status atau tidak
tangan, jadi tanpa adanya kontrak secara tertulis dan mengenai pasal atau
kehidupan dari generasi yang terlebih dahulu sedangkan koreika shakai yaitu
yang lahir sepanjang 2017.Angka ini 4% lebih rendah dibanding tahun 2016
20
Jepang mulai mengumpulkan data kelahiran tahun 1899 silam. Saat kelahiran
1,34 juta hingga akhir tahun nanti. Angka ini tertinggi sejak Perang Dunia II
usai. Angka-angka tersebut tak termasuk warga asing yang tinggal di Jepang
orang asing, penduduk Jepang disebutkan sekitar 125 juta jiwa. Pemerintah
Jepang setiap tahunnya terus mendorong agar satu keluarga memiliki lebih
banyak anak.Tapi yang terjadi justru populasi yang terus menyusut dan
menua. Orang berusia 65 atau lebih menyumbang 27,2 persen dari total
populasi, rasio tertinggi dalam catatan. Menurut data yang dikeluarkan pada
Juli lalu, mereka yang berusia 14 atau lebih muda jatuh ke rekor terendah
bukan demi status sosial atau jaminan finansial. Inilah yang menyebabkan
kaum wanita tidak khawatir dengan perceraian bahkan tidak khawatir jika
mereka sama sekali tidak menikah karena mereka merasa bisa hidup mandiri
tanpa tergantung kepada suami. Mereka menjadi istri yang terlalu mandiri,
suami. Wanita yang telat menikah maupun yang tidak menikah akan menjadi
parasit dalam keluarganya (parasite single). Parasite single adalah lelaki dan
21
perempuan belum menikah yang tetap tinggal dengan orang tuanya walaupun
mereka telah dewasa sehingga mereka dapat menikmati kehidupan bebas dan
August 11, 2000 dalam Rohayati Paidi, tnp th: 2). Fenomena Parasite
disebabkan para pelaku parasite single adalah generasi muda yang merupakan
banyak sisa dari gaji mereka yang bisa mereka pergunakan untuk keperluan
mereka sendiri. Parasite singles yang semua kebutuhan primer, sandang dan
papan sudah dipenuhi oleh orang tua mereka menghabisakan uang yang
tuanya.Dalam keluarga ini khususnya adalah faktor orang tua. Orang tua
memainkan peran untuk para golongan parasite singles terus menumpang dan
22
tidak berdikari. Kebanyakan orang tua menyokong dan membiarkan anak-
anak mereka tinggal bersama meskipun sudah dewasa dan bekerja. Alasan
para orang tua ini tidak lain mengenai keuangan. Hidup di Jepang apalagi
Tokyo tentu biaya sangat mahal ditambah pula kos di Jepang tidak
Setidaknya hal inilah yang menyebabkan para kaum muda tidak tinggal
anak. Di sisi lain, ada pula orang-orang yang sekalipun tidak menolak
memiliki anak, tapi dengan terus menunda rencana kehamilan dengan macam-
macam alasan. Seperti masih ingin mengejar hal lain, takut akan
instansi yang mencantumkan syarat masuk untuk belum memiliki anak atau
23
jawab mengurus anak dan persoalan domestik masih sangat dilekatkan dengan
peran mereka.
Tiga faktor menjadi penyebab situasi ini yaitu, angka pernikahan turun,
Kubu yang paling khawatir dengan fakta ini memperkirakan populasi Jepang
anak bagi kaum ibu yang bekerja. Tujuannya adalah meningkatkan angka
Imigrasi yang merupakan jalan keluar paling mudah, masih tetap bukan
Kurang dari dua persen dari penduduk Jepang lahir di tempat lain, dan jajak
asing dari negara lain seperti Hong Kong, Filipina, Korea, Thailand, Vietnam,
24
India dan masih banyak negara lain untuk mengatasi masalah kekurangan
pekerja. Perdana Menteri Shinzo Abe bersikap hati-hati dalam masalah ini
Jika dia mendukung pandangan soal imigrasi yang lebih kuat, kemungkinan
besar Abe akan mendapat tentangan politik yang lebih kuat terutama di daerah
pedesaan.
Akan tetapi waktunya sudah tepat bagi Abe untuk mengatasi masalah ini.
Pusat Penelitian Ekonomi Jepang menulis bahwa negara itu sudah saatnya
kuat dengan mayoritas penduduk berusia tua, dan menjadi kekuatan ekonomi
aktif dimana orang jepang dan orang asing hidup dan bekerja sebagai mitra,”
ekonomi negara. Pekerja asing ini sangat memungkinkan lebih banyak sumber
negara Jepang.
10. Banyaknya imigran yang datang ke negara Jepang dari negara lain. Mulai dari
25
bertambahnya usia para penduduknya dan angkatan kerjanya yang semakin
pelajar dan pekerja yang terampil dari luar negeri.Pendatang bisa sekolah dan
meningkat menjadi 2.323.428 jiwa, naik 6,9 persen dari tahun sebelumnya.
Banyaknya jumlah tenaga kerja, pelajar dan keluarga asing yang menetap di
keseluruhan orang Jepang ditambah dengan penduduk asing, turun 0,1 persen
dari tahun lalu menjadi 127.907.086 jiwa. Pemerintah negara Jepang juga
gencar menerima pekerja asing untuk bekerja diberbagai sector swasta yang
(http://etydwiyantari.blogspot.com/2011/12/masalah-dalam-kehidupan-
jepang.html).
26
2.3 Kasus-kasus Bankonka di Jepang
Di bawah ini dijelaskan terdapat contoh kasus bankonka yang ada di Jepang.
Pada era Showa, seorang wanita muda diharapkan menikah antara usia 20-24
tahun. Apabila dalam usia 25 tahun mereka belum menikah akan dianggap aneh oleh
lingkungan sekitarnya dan akan diolok-olok sebagai urenokori (barang yang tidak
laku) atau too ga tatsu yang artinya buah yang hampir busuk (Iwao 1993:59).
properti, tidak diperbolehkan ikut serta dalam kegiatan bisnis, wanita hanya boleh
belajar tulisan hiragana serta tidak boleh membaca tentang politik dan kesusasteraan
yang besar, dalam tulisan kanji. Hal ini menyebabkan wanita Jepang menganggap
perkawinan sebagai satu-satunya pilihan dalam hidupnya dan juga sebagai sumber
ekonomi (http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab1/2006-2-00923-JP-bab%201.pdf).
Salah satunya kasus bankonka di Jepang pada tahun 2018. Di tahun 2018 ini,
seorang Putri Mako berencana akan melangsungkan acara pernikahan. Putri Mako
adalah anak tertua dari Pangeran Akishino dan Putri Akishino yang sekaligus cucu
dari Kaisar Akihito yang merupakan kaisar negara Jepang ke-125, yang naik takhta
sejak tahun 1989 dan diresmikan menjadi seorang kaisar di Jepang pada 12
November 1990 sampai sekarang, yang menggantikan ayahnya yaitu Kaisar Hirohito
27
Pasangan Puri Mako dan Kei Komuro masih sama-sama berusia 26 tahun.Dua
sejoli ini bertemu enam tahun lalu dalam sebuah acara kampus yang diadakan di
yang disebut nosai no gi pada tanggal 4 Maret lalu, pasangan ini akan melangsungkan
tersebut hanya bekerja di firma hukum dan bukan berasal dari keluarga keturunan
mengumumkan bahwa pernikahan kekaisaran ini akan diundur hingga tahun 2020
Penundaan ini terjadi karena sang putri memikirkan tentang pernikahan lebih
dalam dan konkrit. Penundaan ini dianggap memberi lebih banyak waktu untuk
menikah karena sang putri dan calon pasangannya merasa masih belum cukup
dewasa, masih khawatir dengan kehidupan di dalam pernikahan dan sebenanrnya ini
adalah hal yang disesalkan. Dia menambahkan bahwa penundaan tersebut disebabkan
28
oleh “ketidakdewasaan” mereka dan mereka menyesali situasi yang telah mereka
sebabkan. Maksud keduanya untuk menikah tidak berubah sama sekali. Tapi
penundaan tersebut dikarena suatu alasan yang diungkapkan pun cukup unik.
Mako mengatakan saat ini kondisi kerajaan sedang disibukkan dengan banyak
hal. Sehingga, butuh lebih banyak waktu untuk merencanakan masa depan bersama
calon suaminya tersebut. Sang putri mengatakan bahwa dia ingin menunda
(https://www.japantimes.co.jp/)
29
BAB III
merubah sistem dan nilai pernikahan di negara Jepang. Setelah perang dunia ke II,
tepatnya pada tahun 1947 negara Jepang melakukan adanya perbaikan undang-
undang baru ini dibuat dengan berdasarkan pada awal pengenalan paham mengenai
hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami dan
istri karena ikatan pernikahan. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta
tanggungjawab dari suami dan istri yang di dalamnya terdapat unsur keintiman,
Hans Garth dan C. Wright Mills juga memberikan definisi perubahan sosial.
Mereka berdua mengatakan bahwa pengertian perubahan sosial adalah apapun yang
terjadi baik itu kemunculan, perkembangan, dan bahkan kemunduruan dalam kurun
waktu tertentu terhadap peran, lembaga, ataupun tatanan yang meliputi struktur sosial
30
(http://hariannetral.com/2015/09/pengertian-perubahan-sosial-dan-teori-perubahan-
sosial.html).
Tahun 1868 secara resmi dikenal sebagai tonggak dimulainya zaman Meiji,
yang merupakan awal keterbukaan negara Jepang setelah 260 tahun menutup diri dari
negara Jepang ke era modern dengan mengubah Jepang menjadi negara industri.
negara industri yang lainnya, negara Jepang mengalami pergeseran dalam nilai-nilai
gaya negara Barat. Disamping itu, diadakan pula perubahan dalam kebijakan
pendidikan sehingga tidak ada lagi pendidikan yang berdasarkan kelas sosial di
masyarakat. Berbagai paham yang dibawa oleh negara Barat di antaranya adalah
kesetaraan pendidikan, serta gagasan peran ibu sebagai guru bagi anaknya.
Paham yang dibawa oleh negara Barat secara demokrasi adalah dimana semua
warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat
31
mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik
pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi
juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik
martabat manusia.
masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi,
usaha untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat warga negara
memandang gender, agama, harta benda, atau ciri orang perorang 'pribadi' lainnya.
Sering bagi kelompok yang tak diberi hak secara spesifik, atau secara lebih umum
32
Berbagai paham ini lambat laun kemudian dapat diterima oleh masyarakat
negara Jepang. Sebelumnya, hanya kaum pria saja yang berhak mengenyam
mengeluarkan kebijakan yang memberikan kesempatan besar bagi wanita untuk ikut
pandang wanita di negara Jepang terhadap pernikahan. Pernikahan bukan lagi suatu
keharusan. Wanita Jepang yang telah menyelesaikan studinya di universitas tentu saja
kehidupan karirnya memuaskan, tetap saja tidak langsung berpikir untuk mencari
pasangan hidup. Wanita masa kini lebih mementingkan karirnya daripada harus hidup
dalam bahasa Indonesia adalah “Sisi Baik dan Buruk Fenomena Bankonka”,
yang memiliki peran penting dalam fenomena ini. Semakin seorang perempuan
33
mengejar tingkat pendidikan dan karir, maka semakin lambat pula mereka akan
menikah. Waktu yang diperlukan untuk membangun karir dilakukan pada awal
hingga akhir umur 20-an. Perempuan yang sibuk membangun karir tidak akan
memiliki waktu yang cukup untuk mencari pasangan hidup. Sekalipun mereka pada
akhirnya menikah, akan berat bagi mereka meninggalkan karir yang selama ini telah
mereka bangun dengan susah payah dan menjadi ibu rumah tangga.
belakangan ini juga menjadi salah satu penyebab fenomena bankonka. Dengan
banyaknya resesi yang terjadi di Jepang akhir-akhir ini membuat banyak anak muda
yang khawatir akan masa depan mereka. Tidak sedikit orang yang berpikiran kalau
menikah pada saat seperti ini di mana keadaan ekonomi tidak stabil adalah sebuah
resiko. Apabila suatu saat pekerjaan mereka hilang dan walaupun mereka bisa
membiayai biaya hidup mereka sendiri, belum tentu mereka bisa membiayai keluarga
mereka. Pemikiran-pemikiran seperti itu yang menyebabkan banyak orang yang tidak
mengambil resiko untuk menikah. Terlebih lagi apabila mereka memiliki anak.
Mereka memiliki kecenderungan untuk memilih jalan yang sudah pasti saja, dan hal
(http://www.xn-- u9j424hfka43v89ppm9a.net/huantei/).
Pada situs Bankonka no Kouzai yang telah disebutkan di atas juga me-
nyebutkan bahwa pada era Showa, kebahagiaan seorang perempuan adalah dengan
menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Lalu kalau begitu mengapa sekarang
semakin banyak perempuan yang bekerja? Ada kemungkinan bahwa sebenarnya pada
34
era tersebut pun ada perempuan-perempuan yang mempertanyakan kebenaran hal
tersebut. Tidak jarang kita mendengar seorang ibu yang berkata kepada anaknya
bahwa pada zaman ia masih muda ia tidak bisa bekerja. Bahkan ada pula ibu yang
menyuruh anaknya bekerja sesuai keinginannya karena dulu ia tidak bisa melakukan
itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari zaman dahulu, ada banyak perempuan yang
sebenarnya ingin bekerja tetapi tidak bisa. Oleh karena itu, pada saat ini yang
perempuan bebas untuk menentukan karir serta jalan hidup mereka, pernikahan bukan
lagi menjadi sumber kebahagiaan utama bagi mereka. Memang dengan menikah
mereka bisa mendapatkan kebahagiaan, tetapi masih ada banyak bentuk kebahagiaan
lain selain pernikahan. Selain itu, jumlah perempuan yang berpendapat bahwa mereka
tinggi terlihat mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Data dari Kementrian
Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang pada tahun 2013
menunjukkan bahwa pada tahun 1950, hanya 17,2% perempuan yang melanjutkan
studi mereka ke jenjang perguruan tinggi. Angka tersebut tidak selalu mengalami
Pada tahun 1990, angka tersebut telah mengalami kenaikan lebih dari dua kali
lipat hingga 37,2%. Dalam kurun waktu 10 tahun, angka tersebut kembali meningkat
sebanyak 10% menjadi 47,6%. Sejak tahun 2006, perempuan yang melanjutkan studi
ke jenjang perguruan tinggi selalu berada di atas angka 50% dan baru mulai stabil di
35
angka 55% pada tahun 2009 hingga saat ini. Angka pertumbuhan tersebut dapat
pendidikan yang memang mengalami peningkatan dari 17,2% pada tahun 1950
menjadi 55,5% pada tahun 2013, pada jenjang karir, kenaikan dan penurunan terjadi
cukup sering dalam kurun waktu 60 tahun terakhir ini. Dari data yang juga didapat
perguruan tinggi pada tahun 1950 adalah sebesar 45,2%. Angka yang cukup tinggi
mengingat hanya 17,2% perempuan yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi pada
tahun itu. Persentase tertinggi terjadi pada tahun 1990 yaitu 81%.
36
Namun pada tahun-tahun setelahnya, persentase tersebut selalu mengalami
kenaikan dan penurunan. Angka pertumbuhan tersebut dapat dilihat secara lebih jelas
Pada era Showa, peran seorang perempuan adalah mengurus pekerjaan rumah dan
dibiayai oleh suami mereka. Namun pada zaman sekarang, para perempuan itu sudah
menyokong biaya hidup mereka. Mereka dapat hidup bebas sesuai dengan keinginan
mereka. Memiliki hidup yang menyenangkan seperti itu tentunya akan membuat
(www.cao.go.jp).
Population Problem Research Institute pada tahun 2010 menyebarkan angket kepada
laki-laki dan perempuan lajang yang berumur antara 18 tahun hingga 34 tahun
37
(http://www.jili.or.jp/lifeplan/lifeevent/mariage/13.html). Hasil dari survei tersebut
mengungkapkan bahwa terdapat dua fakta berbeda yang mendasari fenomena ini
yaitu adanya perempuan yang tidak ingin menikah dan tidak bisa menikah. Banyak
wanita karir yang saat ini memilih untuk tidak menikah karena berbagai alasan,
seperti contohnya para perempuan yang sibuk mengejar karir atau orang-orang yang
kategori tidak ingin meni- kah. Orang-orang yang termasuk dalam kategori tidak bisa
menikah pada dasarnya memiliki keinginan untuk menikah, namun karena berbagai
alasan seperti belum menemukan pasangan yang ideal atau tidak mendapat
persetujuan dari orang tua membuat pernikahan menjadi hal yang sulit untuk
Grafik Alasan Laki-laki dan Perempuan Lajang Umur 18-24 Tahun Belum Menikah
38
Hal-hal utama yang diubah dalam undang-undang baru adalah kebebasan
setiap anggota keluarga dari kekuasaan kepala keluarga, persamaan hak di dalam
berkeluarga antara suami dan istri, dan persamaan dalam hak kewajiban terhadap
dapat membawa perubahan bagi kehidupan perempuan di masa yang akan datang.
hak individu yang tidak dapat diganggu gugat.Dalam undang-undang 1946 sistem ie
dihapuskan dan sistem kerja berubah menjadi sistem kerja demokrasi pasal 24
mengenai persamaan kedudukan antara pria dan wanita dan menghormati individu
39
yang terdapat dalam kehidupan berkeluarga
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352073-MK-Rita%20Silvia.pdf).
merupakan kriteria laki-laki ideal menurut wanita Jepang dalam memilih pasangan
hidup, sehingga mereka terlalu memilih dengan pasangan yang ideal. Bahkan mereka
tidak menginginkan berhubungan dengan seseorang tersebut jika tidak sesuai kriteria
yang ideal.
kriteria ideal menurut wanita di negara Jepang biasanya ada tiga yaitu, tinggi
学歴が高い), memiliki postur tubuh yang tinggi (sei ga takai / せいが高い) dalam
http://etydwiyantari.blogspot.com/2011/12/masalah-dalam-kehidupan-jepang.html
Penurunan minat untuk menikah dengan cara dijodohkan ini juga berpengaruh
terhadap semakin tingginya usia seseorang untuk menikah. Seperti yang dituturkan
pasangan sendiri banyak masyarakat Jepang yang justru semakin kesulitan untuk
40
mencari pasangan dan mereka sendiri tidak memiliki waktu untuk mencari pasangan.
Sehingga banyak dari mereka yang belum menikah di saat usia mereka sudah
mereka memiliki pemikiran apabila mereka lajang maka mereka memiliki suatu
Banyak wanita di negara Jepang yang lebih memilih menjadi wanita karir
daripada menikah yang kemudian menjadi ibu rumah tangga dan memiliki kewajiban
untuk mengurus anak, suami, dan mertuanya.Bagi wanita yang berorientasi pada karir
apabila mereka menikah maka mereka harus mengorbankan keinginan pribadi mereka
terbiasa hidup sendiri sehingga semakin banyak wanita yang merasa jauh lebih baik
Adanya free seks atau seks bebas mendukung remaja di negara Jepang untuk
melakukan hubungan seks tanpa harus adanya status menikah, sehingga pernikahan
dianggap tidak lagi suci dan berarti bagi mereka, justru mereka berfikir dengan
menikah mereka akan menanggung beban dan tanggung jawab yang sangat besar di
41
Pembagian peran gender yang tidak seimbang atau yang disebut dengan
kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan dan tidak ada batas perbedaannya untuk memperoleh kesempatan serta
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan
kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan
kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.
sistem ie didalam keluarga di masyarakat Jepang. Ie adalah salah satu sistem keluarga
tradisional negara Jepang. Pernikahan di Jepang pada tahun 1946 terikat dalam sistem
ie, atau yang lebih dikenal dengan ie sheido yang berlaku pada masyarakat di negara
Pada era Meiji ie yang masuk ke dalam hukum perdata. Sistem tersebut secara
legal memberikan hak-hak yang berpusat pada kepala keluarga yang biasanya
merupakan anak laki-laki pertama yang lahir dalam keluarga tersebut. Namun sistem
mendiskriminasikan perempuan.
42
(http://www.japantimes.co.jp/news/2009/11/03/news/marriage-ever-
changinginstitution/#.UsoivvQW2WE)
umur 20-24 tahun. Perempuan yang belum menikah pada umur 25 tahun biasanya
dicemooh oleh masyarakat sekitar dan mendapat julukan urenokori atau wanita yang
tidak laku. Pada zaman tersebut menikah adalah suatu keharusan (Iwao, 1993: 59).
Situasi tersebut sedikit berubah pada era pasca perang sekitar tahun 1946-
(Iwao, 1993: 60). Baik dari segi pendidikan maupun ekonomi, perempuan Jepang
pada saat itu sudah mulai bisa mandiri sehingga keinginan mereka untuk menikah
pun semakin menurun karena menikah bukan lagi menjadi cara seorang perempuan
untuk mendapatkan status sosial serta kestabilan ekonomi. Pada tahun 1990 rata-rata
umur pertama kali menikah pada perempuan adalah 25,8 tahun dan 28,5 tahun untuk
laki-laki (Iwao, 1993: 60). Dari angka tersebut bisa dilihat bahwa fenomena
pemerintah Jepang, rata-rata umur perempuan Jepang pertama kali menikah pada ta-
hun 2013 adalah 29.3 tahun. Angka tersebut meningkat sebanyak 0,1 tahun dari tahun
43
sebelumnya
(http://www.mhlw.go.jp/toukei/saikin/hw/jinkou/geppo/nengai11/kekka04.html).
Pada hasil survei tersebut, disebutkan pula bahwa dibandingkan dengan tahun
2012, orang yang menikah pada golongan umur 20-24 tahun menurun jumlahnya dan
orang yang menikah pada golongan umur 25-39 tahun meningkat jumlahnya. Selama
dua puluh tahun terakhir, kenaikan rata-rata umur perempuan pertama kali menikah
di Jepang terus meningkat dan tidak sekalipun mengalami penurunan. Fakta tersebut
membuktikan bahwa fenomena bankonka ini memang telah terus terjadi selama dua
puluh tahun belakang dan diperkirakan masih akan terus berkembang. Perubahan
44
Berdasarkan prefektur, prefektur yang memiliki rata-rata umur perempuan
pertama kali menikah yang paling rendah adalah Prefektur Fukushima yaitu 28,2 ta
hun. Sedangkan prefektur dengan rata-rata umur perempuan pertama kali menikah
yang paling tinggi adalah Tokyo yaitu 30,4 tahun. Data per prefektur ini menandakan
bahwa fenomena bankonka tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, tetapi juga
terjadi di seluruh daerah di Jepang. Data mengenai rata-rata umur pertama kali
menikah menurut prefektur tersebut dapat dilihat secara mendetail pada tabel 2.2 di
berikut ini.
Menurut Prefektur
45
Survei berdasarkan Kementrian Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan
bahwa jumlah pasangan yang menikah pada tahun 2013 sejumlah 660.594 pasang.
Pada awalnya pemerintah di negara Jepang tidak menyadari akibat dari penundaan
pernikahan yang terjadi. Bahkan pada saat itu tidak ada larangan dan tidak adanya
perdesaan sedikit demi sedikit mulai terpengaruh untuk tidak menganut sistem ie lagi.
masih banyak yang ingin hidup membina rumah tangga seperti keluarga pada
46
Sebagian masyarakat di negara Jepang masih berfikir dan percaya bahwa
kesadaran menikah tepat waktu atau sistem kekeluargaan terdahulu lebih baik
daripada sistem modernisasi yang terjadi pada saat ini. Bahkan mereka sama sekali
tidak menyetujui adanya kesetaraan gender yang terjadi. Karena itu menghilangkan
MK-Rita%Silvia.pdf).
(http://www.academia.edu/9503405/MeninjauSitemIedanFenomena-
FenomenaDalamKeluargadiJepangPascaPerangDuniaIIdanDampaknyaBagiMasaDep
generasi ke generasi, di mana sebuah tempat tinggal keluarga, nama keluarga, dan
bisnis keluarga diwariskan dari ayah ke anak tertua yang dapat meluas untuk generasi
selanjutnya.
Salah satu hal yang menarik dari budaya Jepang adalah sistem
Restorasi Meiji, pemerintah Meiji mengeluarkan hukum perdata yang dikenal dengan
Meiji Minpou atau Undang-undang Sipil Meiji, pada 1896.Sistem keluarga ini
Di masa ini, keturunan adalah hal yang sangat dinanti, tujuannya untuk
telah ada sejak zaman feodal, yaitu tepatnya di Zaman Edo (1600-1868). Menikah,
47
seperti di Zaman Edo, dinilai sebagai harapan terbesar kaum wanita. Sesuai dengan
era Meiji yang berorientasi kepada kemajuan bangsa Jepang, pernikahan dan
keturunan dianggap sebagai suatu keharusan untuk nama baik keluarga dan Jepang.
ekonomi yang meningkat drastis di Jepang, beberapa nilai-nilai dalam sistem ie ini
cenderung berubah. Perubahan tersebut bahkan mengarah kepada hal yang krusial,
hukum pada 1947. Bahwa sistem ie di era Meiji semakin dikuatkan sejak
wilayah pedesaan. Dalam sistem tersebut, sosok ayah, suami, dan anak laki-laki tertua
sangat dihormati.
rumah tangga saja. Bahkan pada zaman Meiji, pendidikan disusun berdasarkan pada
ajaran konfusius yaitu pendidikan yang diberikan bagi wanita adalah pendidikan yang
berhubungan dengan rumah tangga dan perawatan anak agar menjadi ibu dan istri
yang baik.
Dengan kata lain, tujuan pendidikan wanita sebenarnya pada waktu itu adalah
untuk membentuk wanita menjadi ryosai kenbo (ibu yang baik dan istri yang
bijaksana). Pendidikan tingkat dasar sampai dengan tingkat atas hanya dibatasi pada
48
pelajaran membaca, menulis, memasak dan menjahit.Hal ini menyebabkan
terbatasnya kesempatan pendidikan dalam bidang diluar urusan rumah tangga bagi
wanita.
harus menghormati ayah, suami, dan anak laki-laki tertuanya. Secara garis keluarga,
Pasca Perang Dunia II, yaitu pada tahun 1947, diberlakukan Undang-Undang
Showa (Shin Minpo) untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Meiji yang berlaku
perceraian.
Perubahan yang mendasar terhadap keluarga adalah, dari sistem yang bersifat
pengatur dan paling berhak memutuskan suatu keputusan yang menyangkut anggota
49
Anak bukan lagi dianggap sebagai suatu keharusan, malah mulai dianggap
laki maupun perempuan, menunda pernikahan atau bahkan memutuskan untuk tidak
menikah sama sekali. Pada masa tradisional, pernikahan diberlangsungkan atas dasar
pernikahan, di samping pernikahan yang terlambat atau tidak menikah sama sekali,
Kini pada umunya adalah renai kekkon atau pernikahan yang didasari atas
dikemukakan tersebut tidak terlepas dari transformasi negara Jepang menjadi dunia
urbanisasi terjadi pasca Perang Dunia II, khususnya antara tahun 1960 dan 1974,
hal ini karena banyaknya permintaan untuk tenaga kerja di daerah perkotaan.
50
chokkei kazoku menjadi kaku kazoku dan tanshin setai, chokkei kazoku misalnya
terdiri dari kakek-nenek, ayah-ibu, dan anak yang belum menikah, kemudian
memutuskan untuk tidak lagi tinggal bersama maka akan menghasilkan dua keluarga.
setai(http://www.academia.edu/9503405/MeninjauSitemIedanFenomena-
FenomenaDalamKeluargadiJepangPascaPerangDuniaIIdanDampaknyaBagiMasaDep
anJepang).
perubahan dan banyaknya dampak negatif dari penundaan pernikahan tersebut untuk
masyarakatnya untuk tetap menikah tepat waktu dan mempunyai keturunan. Bahkan
pemerintah mau menanggulangi biaya kelahiran serta hidup anak yang dilahirkan,
jika keluarga merasa kurang mampu, pemerintah juga memberikan fasilitas lebih
kecil(http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87046/potongan/D3-2015-
3125294- introduction.pdf).
51
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Jepang pertama kali menikah terus meningkat sejak tahun 1990 dan terus mengalami
kenaikan hingga sekarang. Bankonka ini terjadi di seluruh penjuru Jepang yang
hukum negara Jepang sehingga merubah sistem dan nilai pernikahan di negara
Jepang. Setelah perang dunia ke II yaitu tahun 1947, negara Jepang melakukan
pernikahan dan pendidikan. Undang-undang baru ini dibuat dengan berdasarkan pada
Diadakan juga perubahan dalam kebijakan pendidikan yang tidak ada lagi
52
Model perubahan terjadinya bankonka di Jepang adalah sejak tahun 1946 saat
Amerika Serikat datang dan membuat perubahan yang cukup besar terutama dalam
satunya adalah perubahan sistem keluarga tradisional negara Jepang atau yang
perdesaan sedikit demi sedikit mulai terpengaruh untuk tidak menganut sistem ie lagi.
4.2 Saran
Bagi para pembaca yang ingin meneliti mengenai budaya Jepang disarankan
agar memahami konsep budaya yang baik dan benar serta melakukan
53
DAFTAR PUSTAKA
Utara.
Applbaum, Kalman D (1995). Marriage With the Proper Stranger: Arranged Marriage in
Malang: UniversitasBrawijaya
Iwao, Sumiko. 1993. The Japanese Woman : Traditional Image and Changing Reality. New
Utara.
http://fitrianapd.lecture.ub.ac.id/files/2013/11/BANKONKA.pptx
http://etydwiyantari.blogspot.com/2011/12/masalah-dalam-kehidupan-jepang.html
https://www.japantimes.co.jp/
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352073-MK-Rita%20Silvia.pdf
https://www.academia.edu/9503405/Meninjau_Sitem_Ie_dan_Fenomena-
Fenomena_Dalam_Keluarga_di_Jepang_Pasca_Perang_Dunia_II_dan_Dampaknya_Bagi_Masa
_Depan_Jepang
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37191/3/Chapter%20II.pdf , ihttp://www.yomiur
i.co.jp/adv/chuo/dy/opinion/20130128.htm
http://ejurnal.bunghatta.ac.id/index.php?journal=JFIB&page=article&op=viewFile&path[]=4913
&path[]=4166
http://eprints.dinus.ac.id/8301/1/jurnal_14012.pdf
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2013-2-00701-JP%20Bab2001.doc
http://repository.unsada.ac.id/353/4/BAB%20II.pdf
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2006-2-00923-JP-bab%201.pdf
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87046/potongan/D3-2015-315294-introduction.pdf
https://student.unud.ac.id/hita/news/49653
http://eprints.dinus.ac.id/8301/1/jurnal_14012.pdf
http://www.academia.edu/9503405/Meninjau_Sitem_Ie_dan_Fenomena-
Fenomena_Dalam_Keluarga_di_Jepang_Pasca_Perang_Dunia_II_dan_Dampaknya_Bagi_Masa
_Depan_Jepang
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352073-MK-Rita%20Silvia.pdf http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20315450-S42365-Hubungan%20antara.pdf http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20352071-MK-Alviany%20Muntaz.pdf
http://hariannetral.com/2015/09/pengertian-perubahan-sosial-dan-teori-perubahan-sosial.html
http://www.xn-- u9j424hfka43v89ppm9a.net/huantei/
http://www.jili.or.jp/lifeplan/lifeevent/mariage/13.html
http://www.japantimes.co.jp/news/2009/11/03/news/marriage-ever-
changinginstitution/#.UsoivvQW2WE
http://www.mhlw.go.jp/toukei/saikin/hw/jinkou/geppo/nengai11/kekka04.html
https://www.google.co.id/search?q=FENOMENA+BANKONKA+PADA+PEREMPUAN+DI+J
EPANG
ABSTRAK
judul ini karena penulis tertarik untuk membahas tentang penundaan pernikahan
menikah pada saat usianya sudah melampaui usia layak menikah atau merujuk
pada pernikahan yang telah melewati waktu yang tepat untuk menikah dan waktu
dibuat dengan berdasarkan pada awal pengenalan paham mengenai demokrasi dan
dengan sistem ie mulai tidak diberlakukan lagi oleh masyarakat di negara Jepang
pada saat Amerika Serikat datang dan membuat perubahan yang cukup besar
Universitas Sumatera
Utara
Tetapi masyarakat di negara Jepang yang masih menjunjung tinggi nilai-
masih ada yang menggunakan juga sistem ie. Karena mereka masih menganut
tradisi-tradisi lama.
Sejak jaman Tahun 1868 secara resmi dikenal sebagai tonggak dimulainya
zaman Meiji, yang merupakan awal keterbukaan Jepang setelah 260 tahun
muda, tujuannya untuk meneruskan keluarga. Karena itulah pada masa ini
pernikahan meningkat.
Sesuai dengan era Meiji yang berorientasi kepada kemajuan bangsa Jepang,
keharusan untuk nama baik keluarga dan Jepang. Bahkan di setiap sekolah
pendidikan wanita hanya sebatas pelajaran untuk mengurus rumah tangga yang
baik.
dianggap sebagai suatu keharusan, malah mulai dianggap sebagai beban ekonomi.