Anda di halaman 1dari 14

Antologi Program Studi Bahasa Jepang STBA YAPARI-ABA Bandung

Vol. I, Edisi 2, Desember 2018

ANALISIS PENGGUNAAN DANSEIGO DAN


JOSEIGO DALAM GAME TSUJIDOU-SAN NO
JUN’AI RO-DO (2012) : KAJIAN
SOSIOLINGUISTIK
Arash Gamma
purwadaksina401@gmail.com
Program Studi Bahasa Jepang
Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) YAPARI-ABA Bandung

Titien Rostini dan Asep Achmad Muhlisian


ABSTRAK
Dalam penelitian ini penulis mengkaji dan mendeskripsikan apa saja yang
menjadi unsur penggunaan danseigo dan joseigo serta apa penggunaan
danseigo oleh penutur perempuan dan joseigo oleh penutur laki-laki bisa terjadi
dalam game “Tsujidou-san no Jun-ai Ro-do (2012)”. Metodologi penelitian ini
bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik kajian kontekstual. Data diambil dari
sumber utama yakni game “Tsujidou-san no Jun-ai Ro-do (2012)” serta sumber
data sekunder dari artikel dan jurnal yang berkaitan dengan pembahasan. Hasil
penelitian ini berupa unsur penggunaan danseigo dan joseigo dan
penggunaannya berdasarkan gender penutur dalam ranah sosial yang terdapat
dalam game. Penggunaan danseigo oleh penutur perempuan yang sering
muncul di indikasikan dengan penggunaan kata ganti orang pertama ore, partikel
akhir ze dan zo. Penggunaan joseigo oleh penutur laki-laki yang sering muncul di
indikasikan dengan penggunaan iikirenai hyougen dan partikel akhir wa.
Kata kunci : Game,Sosiolinguistik, Danseigo, Joseigo

1 Penulis Penanggung Jawab


Arash Gamma. Analisis Penggunaan Danseigo dan Joseigo...

PENDAHULUAN

Dalam bahasa Jepang, terdapat gaya bahasa yang digunakan


berdasarkan jenis kelamin penggunanya, yaitu danseigo atau dansei
no kotoba dan joseigo atau josei no kotoba. Danseigo adalah gaya
bahasa yang biasanya digunakan oleh laki-laki, sedangkan joseigo
adalah gaya bahasa yang digunakan oleh para perempuan.
Perbedaan dari penggunaan gaya bahasa ini dapat ditinjau dari
penggunaan ninshoudaimeishi atau kata ganti orang pertama,
shuujoshi atau partikel yang diletakan di akhir kalimat untuk
menunjukkan larangan, pertanyaan, penegasan, iikirenai hyougen
atau cara bicara yang tidak sampai selesai dan faktor sosial. Okamoto
(2002), menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam bahasa
Jepang telah digenderisasi. Untuk perempuan agar lebih feminin,
lembut, santun, sedangkan untuk laki-laki agar lebih maskulin dan
tegas namun, Miyazaki (2002), menyatakan berdasarkan penelitian
etnografi, perempuan SMP di Jepang mulai banyak menggunakan
boku bahkan ore. Freed & Greenwood (1996), menyatakan bahwa ada
juga watak dan gaya bicara laki-laki yang sama lembut dan halus
seperti perempuan.
Penelitian sebelumnya, Ayuningtas (2017) dan Batara (2018)
meneliti dengan hasil simpulan menyatakan bahwa penyimpangan
ragam bahasa terjadi karena dilatarbelakangi oleh faktor usia, faktor
uchi, faktor status sosial, dan faktor situasi. Pada kedua penelitian
tersebut, ragam bahasa laki-laki yang digunakan oleh penutur
perempuan yang muncul terdiri atas kelas kata, Shuujoshi, kandoushi,
dan ninshou daimeishi.
Seiring berkembangnya zaman, penggunaan kedua gaya
bahasa ini saling bertukar posisi antar penggunanya. Joseigo adalah
gaya bahasa yang digunakan untuk menandakan rendahnya status
sosial, kehalusan, kehormatan, sedangkan danseigo adalah gaya
bahasa yang digunakan untuk menandakan tingginya status sosial,
adanya kesan memaksa, melarang. Kedua gaya bahasa ini menjadi
umum digunakan oleh masyarakat Jepang sendiri, baik dalam lagu,
game,anime dan manga. Dalam game 辻 堂 さ ん の 純 愛 ロ ー ド
(Tsujidou-san no Jun ai Ro-do) cukup banyak ditemukan penggunaan
danseigo oleh tokoh perempuan dan joseigo oleh tokoh laki-laki.
Salah satu contoh penggunaan danseigo yang digunakan oleh
tokoh perempuan dalam game “Tsujidou-san no Jun’ai Ro-do” pada
bagian prolog, ada sebuah adegan dimana pemeran utama berusaha
membantu tokoh Tsujidou untuk mencari pengurus kucing yang
terlantar, dengan dialog seperti berikut :
―Ai: テメェ、アタシのことナメてんのか。
“Temee, atashi no koto nametennoka.”

2
Antologi Program Studi Bahasa Jepang STBA YAPARI-ABA Bandung
Vol. I, Edisi 2, Desember 2018

“Kau meremehkanku ya?”


―Hiroshi: そんなこと。。。
“Sonna koto...”
“Hal seperti itu...”
―Ai: アタシは辻堂愛だぞ。わかってんのか。
“Atashi wa Tsujidou Ai dazo. Wakattenoka.”
“Akulah Tsujdou Ai. Mengertikan?”
Dari contoh kalimat di atas, terlihat tokoh Ai menggunakan kata
teme dan partikel akhir zo. Kata tersebut tergolong ke dalam danseigo
atau dansei no kotoba. Kata teme digunakan sebagai kata ganti orang
kedua yang memiliki kesan kasar dan hanya digunakan ketika marah.
Partikel akhir zo yang digunakan oleh tokoh Ai, digunakan untuk
meninggikan kedudukannya. Oleh sebab itu, penulis meneliti
penggunaan danseigo dan joseigo dalam game “Tsujidou-san no
Jun’ai Ro-do”.
Masyarakat Jepang menegaskan penggunaan bahasa
tergolong dalam tiga kategori (Nakane,1970), berikut adalah ketiga
kategori tersebut :
a) Orang-orang yang berada dalam kelompok tersebut
b) Orang-orang yang memiliki latar belakang cukup dikenal
c) Orang-orang yang tidak diketahui

Ragam bahasa dapat diamati dari segi gender penutur. Gender


penutur dibagi menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam
bahasa Jepang, bahasa yang berbeda-beda bentuknya berdasarkan
pemakainnya laki-laki atau perempuan itulah yang disebut danseigo
dan joseigo. Bahasa yang digunakan perempuan (joseigo) adalah
bahasa yang digunakan secara khusus oleh penutur perempuan
sebagai suatu refleksi feminitas, sedangkan bahasa laki-laki
(danseigo) adalah bahasa yang maskulinitasnya kuat dan umum
digunakan oleh penutur laki-laki (Sudjianto dan Dahidi, 2007:204).
Sudjianto menambahkan bahwa danseigo dapat dilihat dari aspek-
aspek kebahasaan seperti ragam bahasa hormat, partikel akhir,
pronomina persona, dan interjeksi. Okamoto (1995), menyatakan
bahwa joseigo adalah gaya bicara yang lembut, sopan, memberi
kesan manja, dan cara bicara yang tidak langsung, sedangkan
danseigo adalah gaya bicara yang kasar, memberi kesan memaksa,
cenderung tidak sopan, dan gaya bicara yang tegas dan langsung
pada inti.
Kindaichi (1988) menyatakan bahwa ragam bahasa perempuan
merupakan ungkapan atau ekspresi kebahasaan yang hanya
digunakan oleh perempuan sebagai pemiliknya dan dalam bahasa
lisan dapat ditinjau dari : Bunyi (Oto), yaitu meliputi intonasi dan

3
Arash Gamma. Analisis Penggunaan Danseigo dan Joseigo...

pelesapan fonem; Bentuk (Keitai), yaitu meliputi partikel akhir dan


bahasa santun; Kosakata (Goi), yaitu meliputi kata ganti orang,
panggilan, kata seruan, adjektiva, adverbia, penggunaan Kango
(Kangoshiyou), kosakata repetoir, bahasa vulgar, dan bahasa slang
(Zokugo, higo); Kalimat (Tougo), yaitu meliputi iikirenai hyougen,
kurikaeshi hyougen dan touchikoubun; Wacana (Danwa), yaitu
meliputi ungkapan permintaan, persetujuan, salam-kebiasaan dan
candaan-pendapat.
Nakao (1997:109) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perbedaan penggunaan bahasa, yaitu :
a) Usia
Faktor usia menentukan dalam pemakaian bahasa Jepang.
Bahasa juga dipengaruhi oleh faktor usia. Contohnya ketika
penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Sebaliknya,
ketika yang berbicara lebih tua ke yang lebih muda, maka
penutur pertama tidak harus menggunakan ragam bahasa
hormat. Contoh lainnya ketika penutur berbicara dengan teman
sebaya, maka ragam bahasa yang digunakan adalah ragam
bahasa informal.
b) Gender
Perbedaan dapat diamati dalam penggunaan bahasa yang
digunakan antara laki-laki dan perempuan merupakan salah
satu ciri khas dari bahasa Jepang atau yang lebih sering
disebut danseigo dan joseigo. Pada umumnya perempuan
Jepang menggunakan ragam bahasa hormat atau lebih halus
daripada laki-laki. Laki-laki lebih cenderung kasar dan tidak
sopan.
c) Keanggotaan Kelompok
Istilah dalam bahasa Jepang yang menunjukkan perbedaan
kelompok dalam (orang yang memiliki hubungan dekat) dan
kelompok luar (orang yang tidak memiliki hubungan dekat)
disebut dengan uchi dan soto. Ada juga konsep meshita dan
meue atau sering disebut konsep vertikal.
d) Status Sosial
Pekerjaan, jabatan, atau kedudukan dalam hubungan
dengan orang-orang di sekitarnya turut berperan penting dalam
memunculkan perbedaan penggunaan bahasa (Mizutani,
1987:8).

e) Situasi

4
Antologi Program Studi Bahasa Jepang STBA YAPARI-ABA Bandung
Vol. I, Edisi 2, Desember 2018

Perbedaan penggunaan bahasa juga dapat dipengaruhi oleh


situasi.
Contohnya suasana hati penutur yang menggunakan danseigo
tidak hanya disebabkan perasaan negatif saja seperti marah, khawatir,
heran, panik atau perasaan ingin merendahkan lawan bicara, namun
juga digunakan pada kondisi penutur sedang santai atau sedang ingin
bercanda. Hal tersebut dapat membentuk suatu kebiasaan penutur
untuk memakai ragam bahasa yang berbeda (Mizutani, 1987:13).
Tanaka (1990:81) menyatakan definisi meishi sebagai berikut:
人や物事の名を言う代わり、それらを直接に指して言う言葉を
代名詞と言います。代名詞は人指し示す人称代名詞と物事の場
所.方向を指し示す指示代名詞と言います。
‘hito ya monogoto no na o iukawari, sorera o chokusetsu ni
sashite iu kotoba o daimeishi to iimasu. Daimeishi wa hitosashi
shimesu ninshoudaimeishi to monogoto no basho houkou o
sashi shimesu shiji daimeishi to iimasu.
Yang disebut dengan daimeishi adalah kata yang menunjukkan
secara langsung penggantian kata penunjuk orang dan benda.
Dalam daimeishi yang menunjukkan orang disebut ninshou
daimeishi (kata ganti orang) dan yang menunjukkan tempat,
benda atau arah disebut dengan shiji daimeishi (kata ganti
tunjuk).
Ninshou Daimeishi Danseigo

Dalam bahasa Jepang banyak cara untuk mengucapkan ‘saya’.


Dari cara yang umum digunakan sampai dengan cara yang memiliki
makna khusus sehingga memiliki nuansa yang berbeda. Berikut
beberapa pengucapan ‘saya’ dalam bahasa Jepang dalam ragam
bahasa laki-laki (Putri & Santoso, 2016:122-125) :
a) Boku
Merupakan kata yang populer digunakan oleh remaja laki-laki.
Boku dapat terkesan sopan, terkesan biasa dan ramah. Tidak dapat
digunakan pada situasi resmi karena terkesan kurang formal. Bisa dan
sering juga digunakan oleh perempuan khususnya jika ingin
menunjukkan kesan tomboy (Putri & Santoso, 2016:122). Menurut
Sudjianto (1996:43), boku sering digunakan pada situasi akrab,
terhadap orang yang sederajat atau orang yang lebih muda daripada
penutur.
b) Ore
Kata ore merupakan kata yang banyak digunakan oleh penutur
laki-laki dari usia muda sampai dewasa. Kata ore sendiri tergolong
kata yang kurang sopan, namun penggunaannya akan menimbulkan

5
Arash Gamma. Analisis Penggunaan Danseigo dan Joseigo...

kesan yang sangat maskulin. Umumnya digunakan kepada lawan


bicara agar percakapan terkesan santai, tidak resmi dan
mengungkapkan kedekatan personal.
Ninshou Daimeishi Joseigo

Berikut adalah pengucapan ‘saya’ dalam bahasa ragam Jepang


ragam perempuan :
a) Atashi
Biasa digunakan oleh penutur perempuan untuk mengungkap
feminitas dari penutur itu sendiri. Kata ini hanya digunakan oleh
penutur perempuan saja, karena berkesan lembut, ramah dan manja
(Putri & Santoso, 2016:122).
b) Atakushi
Biasa digunakan oleh penutur perempuan, terutama dalam
situasi formal.
Shuujoshi pada Ragam Bahasa Laki-laki dan Perempuan

Berikut ini adalah paparan mengenai shuujoshi atau partikel


yang diletakan pada akhir kalimat menurut para ahli :
Takashi (1992 :48) menyatakan partikel akhir sebagai berikut:
終助詞は文末に現れる助詞で、述語の基本形、タ形、等に接続す
る。
Shuujoshi wa bunmatsu ni arawareru joshi de,jutsugo no
kihonkei,takei,nado ni setsuzoku suru.
‘Partikel akhir adalah partikel yang muncul di akhir kalimat, yang
melekat pada bentuk dasar predikat, bentuk ta (bentuk lampau),
dan lain sebagainya.’ (Terjemahan oleh penulis)
Takashi (1992 : 48) menambahkan bahwa partikel akhir sebagai
berikut:
終助詞には断定を表す「さ」、疑問文を表す「か、かしら」、
確認同意を表す「ね、な」、知らせを表す「よ、ぞ、ぜ」、感
嘆を表す「なあ、わ」、記憶を確認を表す「っけ」、禁止を表
す「な」、などがある。
Shuujoshi wa dantei wo arawasu “sa”, gimonbun wo arawasu
“ka, kashira”, kakunin doui wo arawasu “ne, na”, shirase wo
arawasu “yo, zo, ze”, kantan wo arawasu “naa, wa”, kioku wo
kakunin wo arawasu “kke”, kinshi wo arawasu “na”, nado ga
arimasu.
‘partikel akhir memiliki kelas untuk menunjukkan kejelasan “sa”,
untuk menunjukkan pertanyaan “ka, kashira”, untuk menyatakan

6
Antologi Program Studi Bahasa Jepang STBA YAPARI-ABA Bandung
Vol. I, Edisi 2, Desember 2018

konfirmasi kesetujuan “ne, na”, untuk menyatakan pemberitahuan


“yo, zo, ze”, untuk menunjukkan kekaguman “naa, wa”, untuk
menunjukkan konfirmasi ingatan “kke”, untuk menyatakan
larangan “na”, dan lain sebagainya.’ (Terjemahan oleh penulis).
Partikel Akhir ze dan zo

Sudjianto (2000 : 80) menyatakan bahwa partikel ze sama


dengan partikel zo yang dipakai pada akhir kalimat dalam ragam
bahasa laki-laki. Pemakaian ze (dan zo) dapat menunjukkan
maskulinitas para pemakainya. Partikel ze tidak dipakai pada waktu
berbicara dengan atasan (orang yang lebih tua umurnya atau lebih
tinggi kedudukannya daripada penutur). Pemakaian partikel ze di
antara teman sebaya atau teman dekat dapat menunjukkan
kekerabatan di antara para penuturnya.
a) Partikel ze dapat dipakai pada akhir kalimat yang mengandung
ajakan.
b) Partikel ze sama dengan partikel zo dapat dipakai untuk
menyatakan ketegangan penutur sebagai upaya untuk menarik
perhatian lawan bicara terhadap hal-hal yang diucapkan.

Sudjianto (2000:80) menyatakan bahwa partikel zo sama


dengan ze, dipakai pada bagian akhir kalimat dalam bahasa yang
digunakan laki-laki. Partikel zo tidak diucapkan kepada orang yang
lebih tua umurnya, atau lebih tinggi kedudukannya daripada penutur.
Pemakaian partikel zo diantara teman sebaya atau teman dekat dapat
menunjukkan keakraban di antara para penuturnya.

a) Partikel zo dapat dipakai untuk menegaskan atau menekankan


ungkapan, atau kata-kata yang diucapkan untuk menarik
perhatian lawan bicara terhadap hal-hal yang diucapkan.
b) Partikel zo dapat dipakai pada waktu berbicara sendiri
(menyatakan sesuatu kepada diri sendiri) untuk menyatakan
keputusan atau ketetapan hati penutur.

Partikel Akhir wa

Chen (1987:240-241) menyatakan bahwa:


女性である話し手が自分の認識、判断したことを(相手にわ
かってもらう為に)相手に伝える文にくっつけられる。自分の
認識、判断したことを相手に伝えるという文に使われる点では 、
「よ」や「さ」と共通である。相手にまだ認識していないこと
を伝える場合は、「よ」にかえられるものが多いし、また、受
けて発言の場合は「さ」にかえられるものがある。

7
Arash Gamma. Analisis Penggunaan Danseigo dan Joseigo...

Joseidearu hanashite ga jibun no ninshiki, handan shita koto o


(aite ni wakatte morau tame ni) aite ni tsutaeru bun ni kuttsuke
rareru. Jibun no ninshiki, handan shita koto o aite ni tsutaeru to
iu bun ni tsukawa reru tende wa, yo ya sa to kyoutsuu dearu.
Aite ni mada ninshiki shite inai koto o tsutaeru baai wa, yo ni
kae rareru mono ga ooishi, mata, ukete hatsugen no baai wa
`sa' ni kae rareru mono ga aru.
‘Partikel akir wa yang diucapkan oleh penutur perempuan ini
biasanya dipakai di dalam kalimat ketika penutur ingin agar
mitra tutur mau memahami suatu keputusan ataupun kesadaran
atas ujarannya. Pada poin ini, fungsi dari partikel akhir wa sama
dengan fungsi dari partikel akhir yo dan sa. Oleh karena itu
partikel akhir wa dapat digantikan oleh partikel akhir yo apabila
penutur ingin menginformasikan sesuatu yang belum disadari
oleh mitra tuturnya. Selain itu partikel akhir wa ini juga bisa
digantikan fungsinya dengan partikel akhir sa apabila mitra tutur
hanya memberikan sebuah statement atau pernyataan.’
(Terjemahan oleh penulis)
Partikel akhir wa menurut Chino (2008:134-135) umumnya
dipakai oleh perempuan dikarenakan memiliki fungsi yakni untuk
melembutkan sebuah pernyataan maupun menunjukkan perasaan
kagum penutur.
Definisi Hyougen

Berikut ini adalah definisi hyougen atau ungkapan menurut para


ahli :
Nomura (1992:180) mendefinisikan bahwa hyougen adalah
sebagai berikut :
心の中で考えたりしたことを、何らかの手段によって外に表す
こと。どのような手段を使うかによって、身体表現、言語表現 、
音楽表現、絵画表現、などに分類される。
Kokoro no naka de kangaetarishita koto o, nanraka no shudan
ni yotte soto ni arawasu koto. Dono youna shudan o tsukauka
ni yotte, shintai hyougen, gengo hyougen, ongaku hyougen,
kaiga hyougen, nado ni bunrui sareru.
‘Manusia mengekspresikan hal-hal yang dipikirkan dalam hati
dengan beberapa cara. Menurut cara seperti apa yang
digunakan, dapat dibagi dalam ekspresi tubuh, ekspresi
bahasa, ekspresi musik, dan ekspresi gambar.’
Hyougen memiliki beberapa jenis, ada dua bentuk hyougen
yang ada dalam penelitian ini yaitu iikirenai hyougen dan kurikaeshi
hyougen . Iikirenai hyougen adalah bentuk ungkapan atau cara bicara

8
Antologi Program Studi Bahasa Jepang STBA YAPARI-ABA Bandung
Vol. I, Edisi 2, Desember 2018

yang tidak sampai selesai dan biasanya digunakan oleh penutur


perempuan. Kurikaeshi hyougen adalah bentuk ungkapan atau cara
bicara yang berulang, dan biasanya digunakan oleh penutur
perempuan. Contoh bentuk penggunaan iikirenai hyougen, umumnya
ditandai dengan kata kedo, te, ga , di akhir kalimat. Contoh bentuk
penggunaan kurikaeshi hyougen, umumnya bentuk permohonan dan
permintaan maaf, seperti arigatou, arigatou gozaimasu dan
sumimasen, hontouni sumimasen. Umumnya untuk kurikaeshi
hyougen terjadi pengulangan kata yang sama untuk memperkuat
ungkapan yang ingin disampaikan penutur.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Apa saja yang menjadi unsur penggunaan danseigo dan
joseigo dalam game “Tsujidou-san no Jun ai Ro-do”?
2) Apakah penggunaan danseigo oleh tokoh perempuan dan
joseigo oleh tokoh laki-laki bisa terjadi dalam game “Tsujidou-
san no Jun ai Ro-do”?
METODOLOGI

Metode penelitan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini akan dideskripsikan
penggunaan danseigo dan joseigo yang terdapat dalam game
“Tsujidou-san no Jun ai Ro-do”.
Sumber Data

Sumber data penelitian ini terbagi atas dua, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer diolah dengan cara menyaring data
yang ditemukan dalam game “Tsujidou-san no Jun’ai Ro-do”. Data
sekunder diperoleh dari E-jurnal, buku-buku, artikel, E-book yang
berhubungan dengan penggunaan danseigo dan joseigo.
Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah simak catat


untuk tujuan mencari data berupa dialog dalam game tersebut .
Masalah yang akan penulis bahas adalah penggunaan danseigo dan
joseigo dalam game “Tsujidou-san no Jun’ai Ro-do”. Dengan tahap
sebagai berikut :
a) Tahap Pertama
Pencarian dan pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode simak. Sudaryanto (1993:132) menyatakan
bahwa metode simak adalah metode yang digunakan dalam penelitian

9
Arash Gamma. Analisis Penggunaan Danseigo dan Joseigo...

bahasa dengan cara menyimak penggunaan bahasa pada objek yang


akan diteliti. Kemudian teknik catat digunakan untuk mencatat tuturan-
tuturan penggunaan danseigo dan joseigo.
b) Tahap Kedua
Menyaring data mana saja yang tergolong kedalam danseigo
atau joseigo yang terdapat dalam game “Tsujidou-san no Jun’ai Ro-
do”.
c) Tahap Ketiga
Mengkaji dan menganalisis data yang sudah disaring sesuai
dengan unsur dan penggunaan danseigo dan joseigo.
d) Tahap Keempat
Penyajian hasil analisis data.
Teknik Kajian Data

Teknik kajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


dengan menggunakan teknik kajian kontekstual, yaitu dengan cara-
cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan data-
data yang didapat dan mengaitkan konteks-konteks yang ada
(Kunjana, 2005:16). Pada penelitian ini, data dipilih berdasarkan
konteks situasi, status sosial dan kelompok sosial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Unsur Penggunaan Ragam Bahasa Laki-laki oleh Penutur


Perempuan dalam game “Tsujidou-san no Jun’ai Ro-do” (2012)
Penggunaan Kata Ganti Orang Pertama ore
付いていきますよ。
オレは愛さんの1の舎弟なんですから。
“Tsuiteikimasuyo. Ore wa Ai san no 1 no shatei nandesukara.”
“Aku akan mengikuti. Aku kan bawahan terpercayamu.”
Pada data di atas, terdapat kata ore sebagai unsur
penggunaan danseigo. Kata ore yang digunakan pada kalimat
tersebut, digunakan dalam ranah persahabatan. Umumnya digunakan
ketika hubungan penutur dan mitra tutur sudah dekat dan seumur.

Penggunaan Kata Ganti Orang Kedua teme atau omae


なんか用かオイ。
テメェオレがどこの誰かわかってんだろうな。
“Nanka youka oi. Temee orega dokono dareka
wakattendarouna.”
“Ada perlu apa kau? Kau tahu kan aku ini siapa dan dari mana.”

10
Antologi Program Studi Bahasa Jepang STBA YAPARI-ABA Bandung
Vol. I, Edisi 2, Desember 2018

Pada data data di atas, terdapat penggunaan kata teme dan


ore sebagai unsur penggunaan danseigo. Kata teme digunakan untuk
merendahkan kedudukan mitra tutur dan kata ore pada kalimat
tersebut digunakan untuk menegaskan status penutur dari kelompok
tertentu.

Penggunaan Partikel Akhir zo dan ze


ってヒロポンか、お前ならいいぞ、入れ。
“tte Hiroponka, omaenaraiizo, haire.”
“Oh Hiro ya, kalau kamu sih tidak masalah, masuk.”
Pada data di atas, terdapat penggunaan kata omae dan partikel
akhir zo sebagai unsur penggunaan danseigo. Kata omae pada kalimat
tersebut digunakan oleh penutur karena penutur merasa dekat dengan
mitra tuturnya. Partikel akhir zo pada kalimat tersebut digunakan oleh
penutur karena penutur dan mitra tutur berada di lingkungan yang
sama, memiliki perbedaan umur dan merasa dekat dengan mitra tutur.

Unsur Penggunaan Ragam Bahasa Perempuan oleh Penutur Laki-


laki dalam game “Tsujidou-san no Jun’ai Ro-do” (2012)
Penggunaan kata ganti pertama atashi
『アタシ、入っちゃダメと言ったでしょ!』
と聞きたいなぁ。。。
“’Atashi, haicchadame to ittadesho!’ To kikitainaa...”
“’Aku kan sudah bilang jangan masuk!’ Aku ingin
mendengarnya...”
Pada data di atas, terdapat kata atashi sebagai unsur
penggunaan joseigo. Kalimat tersebut adalah guyonan dari penutur
yang sedang berandai, tidak sama halnya dengan kata atashi yang
digunakan penutur laki-laki dalam ‘kelompok’ sosial tertentu.

Penggunaan Partikel Akhir wa


。。。俺、タロウはなんか嫌だわ。
“...Ore, Tarou wa nanka iyadawa.”
“...Aku, rasanya tidak begitu suka dengan Tarou.”
Pada data di atas, terdapat penggunaan partikel akhir wa
sebagai unsur penggunaan joseigo. Partikel akhir wa pada kalimat
tersebut, digunakan agar mitra tutur mau mengerti pernyataan yang
diucapkan penutur. Partikel akhir wa pada kalimat tersebut juga
memberi kesan halus pada pernyataan yang diucapkan.

Penggunaan Bentuk Kurikaeshi Hyougen

11
Arash Gamma. Analisis Penggunaan Danseigo dan Joseigo...

ほら俺、昔はワルかったからフリョー情勢とか
ちょっと詳しいんだけどさ。教えてほしい?ほしい?
“Hora ore, mukashi wa warukattakara furyoo jousei toka
chotto kuwashiindakedosa. Oshiete hoshii? Hoshii?”
“Ya dulu aku memang berandalan, jadi cukup mengerti
mengenai situasi berandalan. Mau kuberitahu?”
Pada data di atas, terdapat pengulangan kata hoshii sebagai
kurikaeshi hyougen yang menjadi unsur penggunaan joseigo.
Kurikaeshi hyougen umumnya digunakan untuk meminta maaf atau
berterima kasih. Umumnya digunakan oleh penutur perempuan untuk
merendah ketika memohon.
Penggunaan Bentuk Iikirenai Hyougen
う、うん。俺もう帰るとこけど
“U,un. Ore mou kaerutokokedo.”
“I,iya. Aku sudah bermaksud untuk pulang sih.”
Pada data di atas, terdapat kata kedo, bentuk iikirenai hyougen
sebagai unsur penggunaan joseigo. Iikirenai hyougen umumnya
digunakan untuk memberi kesempatan pada mitra tutur untuk
menanggapi pernyataan penutur. Bentuk iikirenai hyougen umum
digunakan oleh penutur yang seumur dan tidak digunakan ketika
berbicara dengan yang lebih tua.
SIMPULAN
Joseigo yang digunakan oleh penutur laki-laki juga bisa
digunakan memiliki fungsi untuk merendahkan kedudukan sosial, agar
tidak menyinggung perasaan mitra tutur. Joseigo yang digunakan oleh
laki-laki juga bisa digunakan ketika sedang berguyon dan menyatakan
ungkapan untuk menolak dengan sopan.
Kedua, danseigo yang digunakan oleh penutur perempuan
dapat berfungsi sebagai pemberi kesan bahwa penutur memiliki
kedudukan sosial yang lebih tinggi dibanding mitra tuturnya.
Penggunaan joseigo dan danseigo pada data yang telah
penulis analisis menggunakan teknik kajian kontekstual membuktikan
bahwa penggunaan joseigo dan danseigo berperan penting untuk
berkomunikasi dalam ranah sosial. Data yang telah penulis teliti
menyimpulkan bahwa penggunaan joseigo oleh penutur laki-laki dan
danseigo oleh penutur perempuan dalam ranah sosial dapat berubah
penggunaanya yang dipengaruhi oleh kedudukan sosial, hubungan
sosial, situasi yang dialami dan usia.
REFERENSI

12
Antologi Program Studi Bahasa Jepang STBA YAPARI-ABA Bandung
Vol. I, Edisi 2, Desember 2018

- T. Chandra, Nihongo no Joshi. Jakarta: Evergreen Japanese House,


2009.
- Chin Hou dan Chen, Shuujoshi-Hanashite to Kikite no Ninshiki no
Gyappu wo Umeru tame no bunsetsuji. Nihongogaku, Vol.6-10, hal.
239-248, 1987.
- Naoko dan Chino, How to Tell TheDifference Between Japanese
Particles. New York: Kodansha USA, Inc. 2005.
- Naoko dan Chino, Partikel Penting Bahasa Jepang. Diterjemahkan oleh:
Natsir Ramli. Jakarta: Kesanit Blanc, 2008.
- Greenwood A dan Freed A.F, Women, Men, and Type of Talk : What
makes th difference? Languange in Society, 25,1-26, 1996.
- Isao Iori, Chuujyoukyuu wo Oshieru Hito no tame no Nihon Go
Bunpou Handobukku. Tokyo: 3A Corporation, 2001.
- H. Kindaichi dkk, An Encyclopedia of The Japanese Languange.
Tokyo: Taishukan Publishing Company, 1988.
- Mizutani, Mizutani, How to be Polite in Japanese. Tokyo: The Japan
Times, 1987.
- A. Miyazaki, Japanese Junior High School ‘Girls and Boys’ First-
Person Pronoun Use and Their Social World. Stanford, CA: CSLI
Publications, 2002.
- Yoshiyuki Morita, Joshi,Jodoushi no Jiten. Tokyo: Tokyodo, 2007.
- C. Nakane, Japanese Society. Berkley, University of California Press
(Karya asli di publikasikan pada 1967), 1970.
- Toshio Nakao, Shakai Gengogaku Gairon – Nihon to Eigo no Rei de
Manabu Shakai Gengogaku. Tokyo: Kuroshio Shuppan, 1997.
- M. Nomura dan K. Seiji, Nihongo Jiten. Tokyo: Tokyo Shuppan, 1992.
- Shigeko Okamoto dan Sato Shie, Less Feminine Speech Among
Young Japanese Females. Stanford, CA: CSLI Publications, 1992.
- Shigeko Okamoto, “Tasteless” Japanese: Less “feminine” Speech
Among Young Japanese Woman. New York: Routledge, 1995.
- Shigeko Okamoto, Ideology and Social meanings : Rethinking the
relationship between languange, politness, and gender. New York:
Routledge, 2002.
- Putri dan Santoso, Bahasa Jepang; Ragam Bahasa Pria dan Wanita.
Morfalingua, 2006.
- Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga, 2005.
- S. Sanada, Hyoojungo wa Ika ni Shite Seeritsu-shita ka: Kindai Nihon-
go no Hatten no Rekishi. Tokyo: Sotakusha, 1991.
- Kinsui Satoshi, Yakuwarigo (shojiten). Tokyo: Kenkyusha, 2014.
- Sudaryanto, Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jogjakarta:
Duta Wacana University Press, 1993.
- Sudjianto, Gramatikal Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Oriental, 1996.
- Sudjianto dan A.Dahidi, Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:
Kesaint Blanc, 2004.

13
Arash Gamma. Analisis Penggunaan Danseigo dan Joseigo...

- Sudjianto, Bahasa Jepang dalam Konteks Sosial dan Kebudayaan.


Jakarta: UPI Press, 2007.
- Dedi Sutedi, Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung:
Humaniora, 2011.
- Masuoka Takashi, Kiso Nihongo Bunpou. Tokyo: Kuroshio Suppan,
1992.

14

Anda mungkin juga menyukai