Anda di halaman 1dari 196

Analisis Makna Usui sebagai Polisemi dalam

Kalimat Bahasa Jepang

Retno Wulandari
2915111128

Skripsi yang diajukan kepada Universitas Negeri Jakarta sebagai salah satu
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019
ABSTRAK

Retno Wulandari. 2019. Analisis Makna Usui sebagai Polisemi dalam Kalimat
Bahasa Jepang. Skripsi, Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta.

Dalam Bahasa Indonesia ada banyak kata yang memiliki arti lebih dari satu,
begitupun dalam Bahasa Jepang. Meskipun pengucapan dan penulisannya sama
tetapi apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kata-kata tersebut dapat
berubah maknanya sesuai dengan konteks kalimat yang menyertainya. Kata seperti
ini dalam lingkup linguistik disebut dengan polisemi atau dalam Bahasa Jepang
lebih dikenal dengan tagigo. Dalam Bahasa Jepang usui merupakan kata
berpolisemi. Usui merupakan adjektiva yang memiliki makna dasar yaitu tipis,
namun padanan kata usui dalam Bahasa Indonesia dapat berbeda dari makna
dasarnya dengan menyesuaikan konteks kalimat yang menyertainya. Metode
analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan
dalam menganalisis penelitian polisemi ada tiga cara. Pertama, dengan pemilihan
makna. Kedua, dengan menentukan makna dasar kata tersebut. Ketiga, dengan
mendeskripsikan hubungan keterkaitan antar makna yang ada dalam kalimat. Data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa jitsurei yang bersumber dari koran
digital seperti koran Yomiuri Digital (www.yomiuri.com), koran NHK Digital
(www.nhk.co.jp), koran Asahi Digital (www.asahi.com), koran Jakarta Shimbun
Digital (www.jakartashimbun.com), dan beberapa sumber berasal dari buku cetak
berbahasa Jepang. Hasil penelitian ini, usui memiliki 12 makna. Makna dasar usui
adalah tipis, sedangkan makna perluasannya yang dipengaruhi oleh alat indra antara
lain adalah sedikit, muda, hambar atau tidak begitu terasa, rendah, samar atau redam,
cair atau encer, tidak begitu~ atau tidak terlalu ~, lemah, kurang, remang-remang
atau redup, jarang dan yang terakhir adalah kecil.

Kata kunci: makna, polisemi, adjektiva, usui.

iv
ABSTRACT

Retno Wulandari. 2019. The Analysis of Usui’s Mean as Polysemy in Japanese Sentences.
Thesis, Japanese Department. Language and Art Faculty, The State University of Jakarta.

In Indonesian there are many words that have more than one meaning as well as in
Japanese. Although the pronunciation and writing are same but when translated into
Indonesian the words can change their meaning according to the context of the
accompanying sentence. Words like this in scope of linguistics called Polysemy or in the
Japanese better known as tagigo. One of Polysemy word in Japanese is Usui. Usui is an
adjective that has a basic meaning is thin, but in another sentence can be change into
another word. This research uses descriptive qualitative method. There is three ways for
us to analysis the polysemy. First, by sorting the means. Second, by deciding the basic
meaning of the words and third by describing the relatedness of those means. The data in
here were collected from various sources that almost all was online news or articles like
Yomiuri Digital (www.yomiuri.com), NHK Digital (www.nhk.co.jp), Asahi Digital
(www.asahi.com), Jakarta Shimbun Digital (www.jakartashimbun.com), and also the
other Japanese’s website or Japanese’s book by using documentation technic. The result
of this research shows that usui has 12 means. The basic means is thin. The other means
of usui are little, (color) light, tasteless, vague, low, dim, fluid, not very~, weak, less, rare,
and small.

Keyword: means, polysemy, adjectiva, and usui


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan seluruh alam yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas karunia-Nyalah kita masih dapat hidup
di dunia, mampu mencari ilmu dan berusaha terus memperbaiki diri. Shalawat serta
salam mari kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pemimpin
terbaik sepanjang masa yang tidak pernah lelah menyebarkan kebaikan.
Alhamdulillahirobbilalamin berkat rahmat dan karunia dari Allah SWT, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Makna Usui sebagai Polisemi
dalam Bahasa Jepang ini, yang merupakan salah satu persyaratan kelulusan dan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki baik dari segi penelitian maupun penulisan yang
masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki kekurangan dalam
penelitian ini sehingga menjadi lebih baik lagi. Penulis juga menyadari banyaknya
bantuan, dukungan dan do’a yang telah penulis terima, dari banyak pihak, bukan
hanya dalam penulisan skripsi tapi juga dalam menjalani kehidupan perkuliahan
yang tanpa bantuan, dukungan dan do’a dari mereka penulis sangat menyadari tidak
akan mampu sampai pada titik ini dan menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Intan Ahmad selaku PLH Rektor Universitas Negeri Jakarta.
2. Ibu Dr. Liliana Muliastuti, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Jakarta.
3. Ibu Dra. Yuniarsih, M.Hum., M.Ed. selaku Koordinator Program Studi Bahasa
Jepang, Universitas Negeri Jakarta yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian dan menulis skripsi ini, memotivasi penulis untuk
pantang menyerah hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Ibu Frida Philiyanti, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak
membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, meluangkan waktu,
menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini, serta selalu memberikan motivasi dan saran yang

xi
luar biasa untuk kemajuan penulis baik dalam bidang akademik maupun non
akademik.
5. Ibu Eky Kusuma Hapsari, S.S., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang
dengan sangat sabar telah membantu, memberikan waktu, tenaga dan
menyumbangkan pemikiran dalam penulisan skripsi ini untuk membimbing
penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Tidak lupa juga Beliau selalu
memberikan motivasi dan saran di saat penulis sedang down demi
mempertahankan gelar sarjana penulis.
6. Ibu Dr. Nia Setiawati, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang juga dengan
sabar telah banyak membantu, memberikan semangat serta saran, memberikan
waktu, tenaga dan menyumbangkan pemikiran dalam penulisan skripsi ini
untuk membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Bahasa Jepang Universitas Negeri
Jakarta. Para dosen luar biasa yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan
dan dukungan selama penulis menjalankan perkuliahan di Universitas Negeri
Jakarta.
8. Terima kasih banyak ditunjukkan kepada kedua orang tua tercinta yaitu Alm.
Bapak Mamat dan Ibu Sayidah berkat do’a dan restu yang tiada hentinya dari
mereka, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Kakak pertama Darmawan
serta istri Ibu Sri Utami dan kakak kedua Darwati serta suami Bapak Ahmad
Abdul Wachid yang selalu senantiasa mendo’akan, mengingatkan,
menyemangati, memotivasi, memberikan kasih sayang dan bantuan yang tidak
kenal pamrih kepada penulis.
9. Terima kasih banyak kepada Takahashi Kouji yang dengan sabar sejak tahun
2013 membantu selama masa perkuliahan, membantu penulis selama masa
menjadi pembelajar Bahasa Jepang di Jepang. Sampai saat ini, selalu siap
membantu, memberikan waktu, mencarikan data, memberikan pendapat,
mengoreksi setiap penerjemahan ke Bahasa Jepang, menghibur ketika penulis
mulai jenuh mengerjakan skripsi, memberikan kasih sayang, menyemangati,
memotivasi, memberikan banyak saran dan masukan, dsb yang tidak kenal
pamrih kepada penulis.
10. Terima kasih banyak kepada Mr. Takahashi Tadayoshi dan Mrs. Takahashi
Kurumi yang selalu memberikan dukungan, saran, semangat, motivasi sampai
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
11. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2011, khususnya Siska, Herrad,

xii
Nisa, Asya, Agung, Lia, Syifa, Kania, Vidy, Yulia, Fafah, Febri, dan Fira, yang
selama ini menjadi teman baik bagi penulis dan saling mendukung dan
membantu dalam berbagai kegiatan, saling berbagi kenangan selama proses
perkuliahan baik suka maupun duka.
12. Terima kasih kepada Andi Ando yang selalu memberikan ceramah, pencerahan,
support, motivasi, memarahi, mengkritik, menghibur, dengan lawakan jayus,
dan selalu menjadi pendengar setia curhatan penulis, teman debat hal-hal
sepele sampai luar biasa di luar nalar hingga membuat penulis naik darah.
13. Seluruh staff di lembaga bahasa Jepang ABAC yang membantu dan
memberikan dukungan selama penulis mengerjakan skripsi.
14. Terima kasih kepada Mr. Toru Yomoda yang telah memberikan waktu dan
memberikan ilmu dan pengetahuan tentang penggunaan kata usui pada
masakan.
15. Terima kasih kepada Mrs. Matsui yang sudah memberikan waktu untuk diskusi
dan penyamaan pemikiran pada penerjemahan ke Bahasa Indonesia.
16. Seluruh keluarga besar mahasiswa Jurusan Bahasa Jepang Universitas Negeri
Jakarta, senpaitachi dan kouhaitachi yang telah mendukung dan memberikan
saran, informasi akademis dan menjawab pertanyaan penulis pada saat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
17. Semua pihak yang telah membantu penulis dan mendukung penulis dari awal
hingga saat ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah
SWT membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi penulis sendiri, bagi
almamater, bagi ilmu pendidikan bahasa Jepang dan bagi negeri tercinta Indonesia.

Jakarta, 19 Juli 2019

xiii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI AKADEMIS .............................. iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

RESUME......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv

DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Fokus dan Subfokus Penelitian ............................................................. 9

C. Perumusan Masalah .............................................................................. 9

D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 10

E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 10

BAB II KERANGKA TEORI ........................................................................ 11

A. Deskripsi Teoristis ................................................................................ 11

1. Semantik ........................................................................................ 11

1.1 Pengertian Semantik ................................................................ 11

1.2 Konsep Makna ......................................................................... 12

1.3 Objek Kajian Semantik .......................................................... 14

1.4 Jenis Perubahan Makna .......................................................... 17

xiv
1.5 Relasi Makna ........................................................................... 18

2. Polisemi.......................................................................................... 22

2.1 Pengertian Polisemi ................................................................. 22

2.2 Faktor Penyebab Polisemi........................................................ 24

3. Alat Indra ....................................................................................... 27

3.1 Pengertian Alat Indra ............................................................... 27

3.2 Keterkaitan Perubahan Makna dengan Tanggapan Alat Indra 27

4. Kata Sifat ....................................................................................... 29

4.1 Pengertian Kata Sifat ............................................................... 29

4.2 Jenis-jenis I-keiyoushi .............................................................. 30

5. Usui .............................................................................................. 31

6.1 Pengertian Usui ........................................................................ 31

B. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 36

C. Kerangka Berfikir ................................................................................. 36

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 38

A. Tujuan Penelitian .................................................................................. 38

B. Lingkup Penelitian ................................................................................ 38

C. Waktu dan Tempat ................................................................................ 38

D. Prosedur Penelitian ............................................................................... 39

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 40

F. Teknik Analisis Data............................................................................. 41

G. Kriteria Analisis .................................................................................... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 45

A. Deskripsi Data ....................................................................................... 45

xv
B. Interpretasi Data .................................................................................... 52

C. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 95

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 96

A. Kesimpulan ........................................................................................... 96

1. Makna Adjektiva Usui ...................................................................... 96

2. Makna Dasar dan Makna Perluasan ................................................ 98

3. Hubungan Antar Makna Usui ........................................................... 107

B. Implikasi ............................................................................................... 110

C. Saran ................................................................................................... 110

1. Bagi Pengajar Bahasa Jepang ......................................................... 110

2. Bagi Pembelajar Bahasa Jepang ..................................................... 111

3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bahasa Jepang ......................................... 111

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 112

Lampiran

Lampiran 1 Surat Pernyataan dari Expert (Executive Cheff, Mr. Toru Yomoda)

Lampiran 2 Contoh Kalimat Usui yang Ditemukan Tetapi Tidak Diteliti

xvi
DAFTAR BAGAN

2.1 Polisemi ......................................................................................................... 24

2.2 Perkembangan Polisemi ................................................................................ 26

2.3 Usui dalam Polisemi ..................................................................................... 35

xvii
DAFTAR TABEL

4.1 Kalimat-Kalimat yang Mengandung Makna Usui ........................................ 46

5.1 Makna Adjektiva Usui Berdasarkan Alat Indra ............................................ 97

5.2 Makna Dasar Usui “Tipis” ............................................................................ 98

5.3 Makna Perluasan “Sedikit” ........................................................................... 99

5.4 Makna Perluasan “(Warna) Muda” ............................................................... 100

5.5 Makna Perluasan “(Rasa) Hambar, Tidak Begitu Terasa~” .......................... 100

5.6 Makna Perluasan “(Akrebilitas, Kepercayaan,Udara) Rendah” ................... 101

5.7 Makna Perluasan “(Bayangan) Samar, Redam” ........................................... 101

5.8 Makna Perluasan “(Cair, Encer, Tidak Kental” ............................................ 102

5.9 Makna Perluasan “(Aroma, Wangi, Keharuman) Tidak Begitu~ .................. 102

5.10 Makna Perluasan “Lemah, Kelemahan, Tidak Kuat” ................................. 102

5.11 Makna Perluasan “Kurang, Kurang Efektif, Berkurang”............................ 103

5.12 Makna Perluasan “(Pencahayaan) Redup, Remang-remang, Temaram” .... 104

5.13 Makna Perluasan “Jarang” .......................................................................... 104

5.14 Makna Perluasan “Kecil” ............................................................................ 105

5.15 Makna Dasar dan Makna Perluasan ............................................................ 105

5.16 Jenis Alat Indra yang Digunakan pada Sumber Data .................................. 108

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia. Sebagai alat

komunikasi setiap harinya manusia tidak luput dari bahasa. Bahasa dapat

dinyatakan dengan dua cara pertama, melalui media lisan dan kedua, melalui

media tulisan. Kedua cara itu mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk

menyampaikan ide, pikiran, pendapat, perasaan, berita atau hal-hal lain kepada

orang lain sebagai bahan informasi. (Sudjianto dan Dahidi, 2009:54)

Setiap negara di dunia ini memiliki bahasa tersendiri dan bahasa tersebut

dapat menjadi ciri khas dan identitas setiap negara. Perbedaan bahasa pada

setiap negara tersebut membuat pembelajaran bahasa asing diminati banyak

orang. Melalui bahasa kita dapat memahami budaya, sejarah dan karakteristik

masyarakat suatu negara. Maka dari itu tidak sedikit lembaga pendidikan

formal dan informal menyediakan pelajaran bahasa ibu maupun bahasa asing,

salah satunya adalah Bahasa Jepang. Berdasarkan survei yang diadakan The

Japan Foundation pada tahun 2015 jumlah pembelajar Bahasa Jepang di

Indonesia mencapai 745.000 orang, termasuk dalam peringkat kedua setelah

China sebagai pembelajar terbanyak. (id.japanese-jobs)

Istilah Bahasa Jepang atau disebut juga Kokugo yang berarti bahasa bahasa

Jepang, bahasa nasional Negara Jepang, sedangkan bagi pembelajar asing

Bahasa Jepang dikenal dengan Nihongo. Bahasa dapat tersampaikan melalui

1
2

bahasa lisan yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, sedangkan bahasa tulisan

dihasilkan secara tertulis menggunakan huruf-huruf yang dapat diterima,

dibaca, dimengerti dan disetujui oleh masyarakat suatu negara. Berbeda

dengan bahasa Indonesia yang hanya menggunakan alphabet huruf-huruf yang

terdapat pada bahasa Jepang atau disebut dengan moji di dalamnya terdapat

huruf kanji, hiragana, katakana dan roomaji. Seperti bahasa Indonesia, bahasa

lisan dalam bahasa Jepang juga sangat kaya akan kosakata.

Menurut Sudjianto (2009:98) kosakata dalam bahasa Jepang dapat

diklasifikasikan berdasarkan karakteristik gramatikalnya terdapat kata-kata

yang tergolong doushi (verba), i-keyoushi atau ada yang menyebutnya

keiyoushi (adjektiva-i), na-keiyoushi atau ada yang menyebutnya keiyoudooshi

(adjektiva-na), meishi (nomina), rentaishi (prenomina), fukushi (adverbia),

kandoushi (interjeksi), setsuzokushi (konjungsi), jodoushi (verba bantu) dan

joshi (partikel).

Menurut Kitahara (dalam Sudjianto, 2009:154) i-keyoushi ‘ajektiva-i’

sering disebut juga keiyoushi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau

keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat

mengalami perubahan bentuk. Kata-kata yang termasuk dalam i-keiyoushi

dapat membentuk frasa tanpa bantuan kelas kata lain. Dalam bahasa Jepang

kata yang termasuk i-keiyoushi diakhiri dengan silabel /i’/, tetapi terdapat

pengecualian kata yumei ‘terkenal’, kirei ‘cantik/indah/bersih’ dan kirai ‘benci’

bukan termasuk i-keiyoushi melainkan na-keiyoushi atau adjektiva-na

walaupun memiliki akhiran i.


3

Pengertian na-keiyoushi menurut Iwabuchi (dalam Sudjianto 2009:155)

na-keiyoushi atau yang sering disebut juga keiyoudoushi yaitu kelas kata yang

dengan sendirinya dapat membentuk bunsetsu, dapat berubah bentuk dan

bentuk shuushikeinya berakhir dengan da atau desu. Oleh karena perubahannya

mirip dengan doushi sedangkan artinya mirip dengan keiyoushi, maka kelas

kata ini diberi nama keiyoudoushi.

Dalam bahasa Indonesia adjektiva-i atau adjektiva-na dalam bahasa

Jepang juga diartikan sebagai kata sifat. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008:13) dijelaskan kata yang menerangkan nomina yang secara

umum dapat bergabung dengan kata lebih dan kata sangat.

Jumlah kata sifat dalam bahasa Jepang ada banyak, tidak sedikit di antara

kata-kata tersebut ada kata sifat yang termasuk dalam berpolisemi atau

berhomonim yang terkadang masih sulit dibedakan oleh pembelajar bahasa

Jepang. Dalam bahasa Indonesia kata bisa dianggap sebagai polisemi apabila

memiliki makna lebih dari satu. Tidak hanya dalam bahasa Indonesia dalam

bahasa Jepang juga terdapat kata berpolisemi dan berhomonim. Polisemi dalam

bahasa Jepang disebut dengan tagigo sedangkan homonim dalam bahasa

Jepang disebut dengan douon’igigo.

Kunihiro dalam Sutedi (2008:145) mengatakan bahwa istilah polisemi

atau tagigo harus dibedakan dengan istilah homonim atau douon’igigo karena

keduanya merujuk pada makna ganda. Kemudian Kunihiro memberikan

batasan yang jelas mengenai kedua istilah tersebut yaitu, polisemi atau tagigo
4

merupakan kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan setiap makna

tersebut ada pertautannya.

Contoh kata polisemi dalam bahasa Indonesia berdasarkan KBBI dalam

Muhadjir (2014:71) adalah kata “mengabaikan” yang memiliki lebih dari 6

(enam) makna :

a. Memandang rendah (hina, mudah);

b. Tidak mengindahkan (perintah, nasihat);

c. Melalaikan (kewajiban, tugas, pekerjaan);

d. Menyia-nyiakan, tidak menggunakan dengan baik;

e. Tidak memperdulikan (kritik, celaan)

f. Membiarkan terlantar (terbengkalai, dsb);

g. Tidak memegang teguh (adat istiadat, aturan, janji).

Selain itu pada kata ‘kursi’ yang berarti ‘tempat duduk’ dan dapat berarti

pula sebagai ‘jabatan’. Sedangkan kata dianggap sebagai homonim apabila

kata tersebut memiliki pelafalan yang sama tetapi berbeda maknanya.

Contohnya pada kata ‘hak’ dalam kata ‘hak asasi manusia’ dan hak dalam kata

‘hak sepatu’.

Contoh analisis kata polisemi (Sutedi, 2003:144) bahasa Jepang

diantaranya verba agaru dari hasil analisis tentang polisemi verba agaru

memiliki arti naik. Sebagian dari makna verba tersebut sebagai polisemi dapat

dilihat pada beberapa contoh berikut :

(1) 子供が一階から二階にアガル。 (基本儀)

Kodomo ga ikkai kara nikai ni agaru. (kihon-gi)


5

Anak-anak naik dari lantai satu ke lantai dua.

(Sutedi, 2003:144)

Ini merupakan makna dasar (kihon-gi) verba agaru, yaitu naik secara

ruang dari bawah ke atas, salah satu contohnya bisa dilihat pada conoh (1).

Perluasan makna secara metafora dapat dilihat dalam beberapa contoh berikut.

(2) 相手のゴールの前にアガッテきた。

Aite no gooru no mae ni agatte kita.

Maju (naik) ke gawang lawan.

(Sutedi, 2003:144)

(3) 部長から社長にアガル。

Buchou kara shachou ni agaru.

Naik dari kepala bagian menjadi direktur

(Sutedi, 2003:144)

(4) 大学にアガル。

Daigaku ni agaru.

Melanjutkan studi ke universitas.

(Sutedi, 2003:144)

(5) 証拠、犯人がアガル。

Shouko/hannin ga agaru.

Bukti/penjahat ditemukan.

(Sutedi, 2003:144)

Pada contoh (2) menunjukkan perpindahan mendatar, sehingga makna

naik secara fisik sudah tidak terlihat lagi. Ungkapan seperti ini dalam bahasa
6

Indonesia pun sering digunakan misalnya, seorang pelatih kepada pemain

mengintruksikan maju atau mundur dengan kata maju atau mundur dengan kata

naik dan turun dalam pertandingan sepak bola. Salah satu kesamaannya dengan

naik secara fisik, yaitu perlunya energi dan banyaknya hambatan. Seorang yang

naik ke atas, memerlukan energi yang tinggi dibanding turun. Begitu pula

seseorang yang membawa bola ke gawang lawan banyak hambatan. Pada

contoh (3) makna naik berkembang menjadi meningkatnya kedudukan. Orang

yang kedudukannya tinggi akan lebih menjadi pusat perhatian dibanding

dengan orang yang kedudukannya lebih rendah. Sama halnya, benda yang

berada di tempat tinggi lebih mudah terlihat dibanding dengan benda yang

berada di bawah. Pada contoh (4) juga ada kesamaannya, siswa SMU dengan

mahasiswa, status sosialnya pendidikannya berbeda. Sedangkan contoh (5),

makna naik meluas menjadi semakin jelas, penjahat atau bukti yang tadinya

tidak jelas menjadi nampak, karena telah ditemukan, dan banyak lagi alasannya.

Sedangkan, homonim atau douon’igigo menurut Sudjianto (2009:114)

adalah beberapa kata yang mempunyai persamaan bunyi namun masing-

masing memiliki arti yang berbeda. Contoh dari douon’igigo adalah “hashi”

walaupun memiliki pesamaan pelafalan tetapi masing-masing memiliki arti

yang berbeda(端)yang berarti pojok, (橋)yang berarti jembatan, dan

(箸)yang berarti sumpit.

Usui dalam kamus bahasa Jepang yang tertulis memiliki makna tipis,

(warna) muda, dan rasa (tawar atau hambar). Pada kamus Sanseido Kokugo

Jiten (1985:92) makna usui dijelaskan :


7

うすい【薄い】㊀ 厚い 厚みが少ない ㊁ 濃い〔色・味・濃度・


密度などの〕程度が少ない。〔中に含まれる成分の少ない〕塩水・影
が―〔Ⓐ 元気がない。Ⓑ 目立たない〕 ㊂ 期待されるほど、多
く・(深く)ない。『中身・(新味・効果・現実性・根拠・説得力・
見込み・可能性・なじみ・かかわり・関心・罪悪感・緊張感・配慮・
連帯感)が―。
Usui (tipis) ➀ tebal, ketebalannya sedikit ② kental (warna, rasa,
ketebalan, kepadatan,dll) derajatnya sedikit. (komponen yang terkandung di
dalamnya sedikit) air asin, bayanganー (Ⓐtidak sehat, Ⓑ tidak mencolok)
③lebih dari yang diharapkan, tidak banyak, tidak dalam. (isi (kebaruan,
efek, realitas, dasar, keyakinan, prospek, kemungkinan, keintiman,
hubungan, terharu, rasa bersalah, gugup, khawatir, solidaritas).

Beberapa contoh pemakaian kalimat usui yang termasuk ke dalam

polisemi sebagai berikut :

(6) 壁が薄くて隣の部屋の音がうるさい。

Karena dinding tipis, suara kamar sebelah berisik.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:62 )

(7) このノートはとても薄い。

Buku catatan ini sangat tipis.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:62 )

Kalimat (6) dan (7) merupakan contoh kalimat usui yang

mengandung makna tipis yang sebenarnya, yaitu tingkat ketebalan

(ukuran) yang tipis yang dapat dilihat oleh indra penglihatan. Pada

contoh (6) usui terdapat referen yaitu dinding tembok yang tipis, dan

pada contoh (7) usui terdapat referen yaitu buku catatan yang tipis.

Pada kalimat ini kata usui dapat langsung diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia.
8

(8) このジュースはうすくておいしくない。

Jus ini hambar, tidak enak.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:64 )

(9) 母の料理は味付けが薄かった。

Masakan ibu saya, bumbunya hambar.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:64 )

Pada contoh nomor (8) dan nomor (9) usui memiliki arti hambar

yang dirasakan indra pengecap karena pada makanan atau minuman

yang kurang bumbu atau rasa. Pada kedua contoh kalimat ini tidak ada

referen dan tidak ada ukuran melainkan hanya dirasakan oleh indra

pengecap manusia. Rasa tidak dikatakan tipis tetapi dalam pandanan

bahasa Indonesia dapat diganti dengan kata hambar atau tawar.

(10) 彼の話は信憑性が薄い。

Ucapan dia kebenarannya rendah.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:67 )

Pada contoh nomor (10), ada dua makna pada kata usui, yaitu

‘tipis’ dan ‘rendah’. Pada contoh ini usui mengalami perluasan makna

dari makna tipis menjadi rendah. Hubungan antara rendah dan tipis

dapat dilihat dari ukurannya ketebalannya. Apabila dilihat oleh mata,

barang yang diletakkan di tempat yang rendah lebih sulit dilihat

daripada barang yang diletakkan di tempat yang tinggi. Begitupun

kebenaran kebenaran yang tinggi akan mudah dipercaya daripada

kebenaran yang rendah akan sulit untuk dipercaya.


9

Berdasarkan contoh-contoh di atas arti dari usui tidak hanya tipis, warna

(muda) dan rasa (tawar atau hambar), ada juga yang diartikan rendah pada

contoh nomor (10). Perluasan makna yang terjadi pada kosakata usui terjadi

berdasarkan konteks pada kalimat yang menyertainya dan terjadi karena

berdasarkan keadaan, derajat atau tingkatan. Munculnya arti lain pada contoh

nomor (10) memungkinkan adanya arti-arti lain pada usui, sehingga perlu

diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis bermaksud melakukan penelitian

perluasan makna yang terjadi pada kosakata usui dan menjadikan bahan skripsi

dengan judul Analisis Makna Usui sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa

Jepang.

B. Fokus dan Subfokus

Fokus penelitian pada skripsi ini adalah makna Usui sebagai polisemi

dalam kalimat bahasa Jepang. Subfokus dari penelitian ini, yaitu:

1. Makna usui sebagai polisemi dilihat dari konteks kalimatnya.

2. Hubungan makna dasar dan perluasan makna usui berdasarkan tanggapan

alat indra.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana makna usui sebagai polisemi jika dilihat dari konteks

kalimatnya?
10

2. Bagaimana hubungan makna dasar dan perluasan makna usui berdasarkan

tanggapan alat indra dalam kalimat bahasa Jepang?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna usui sebagai polisemi jika dilihat dari konteks

kalimatnya.

2. Untuk mengetahui hubungan makna dasar dan perluasan makna usui

berdasarkan tanggapan alat indra dalam kalimat bahasa Jepang.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah pemahaman dan pengetahuan mengenai usui sebagai

polisemi dalam bahasa Jepang.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yang pertama adalah menambah

pengetahuan pembelajar bahasa Jepang mengenai adjektiva bahasa Jepang

yang berpolisemi. Yang kedua, dapat dijadikan sumber informasi tambahan

yang berguna bagi pengajar bahasa Jepang mengenai makna usui. kemudian

yang ketiga adalah dapat dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya

seperti penggunaan usui dapat saling menggantikan dengan lawan katanya

koi yang bermakna tebal.


BAB II

KERANGKA TEORI

A. Deskripsi Teoritis

1. Semantik

1.1 Pengertian Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics)

berasal dari kata Yunani sema yang artinya bermakna atau berarti. Kata

semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk

bidang linguistik dengan yang mempelajari hubungan atau tanda-tanda

linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Dengan kata lain, bidang

studi linguistik mempelajari makna atau arti dalam bahasa dalam Chaer

(2009:2). Hal ini dapat dipahami berdasarkan pendapat para ahli sebagai

berikut :

a) Subroto (2011:1) mengungkapkan bahwa semantik adalah salah satu

bidang kajian atau cabang linguistik yang mengkaji arti bahasa atau

arti linguistik secara ilmiah.

b) Hurford dan Hearsly dalam Subroto (2011:1) mengatakan bahwa

semantik mengakaji arti dalam bahasa.

c) Lehrer dalam Pateda (2010:6) mengatakan bahwa semantik adalah

studi tentang makna.

d) Kambartel dalam Pateda (2010:7) menurutnya, semantik

mengasumsi bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan

11
12

makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman

manusia.

e) George dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik berarti

teori makna atau teori arti.

f) Muhajidir (2014:3) semantik adalah telaah tentang makna. Usaha

memahami hakikat bahasa adalah memahami bagaimana melakukan

deskripsi atau menjelaskan tentang cara bagaimana bahasa

mengekspresikan makna.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

semantik adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang makna dan

arti dalam bahasa.

1.2 Konsep Makna

Dalam kajian semantik, inti dari persoalan semantik adalah makna.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata makna diartikan : (i) arti:

ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu,

(ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada

suatu bentuk kebahasaan.

Pateda (2010:79) mengungkapkan bahwa istilah makna (meaning)

merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Telah diketahui bahwa

kalau seseorang memperkatakan sesuatu terdapat tiga hal yang diusulkan

oleh Ullmann dalam Pateda (2010:82) yaitu istilah: name, sense, dan think.

Soal makna terdapat dalam sense, dan ada hubungan timbal balik antara
13

makna dengan pengertian sense. Apabila seseorang mendengar kata-kata

tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu yang diacu, dan

apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat mengatakan

pengertiannya itu. Hubungan antara nama dengan pengertian disebut

makna.

Berdasarkan paparan para ahli di atas dapat disimpulkan makna

adalah pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan yang

apabila seseorang mendengar kata-kata tertentu, ia dapat membayangkan

bendanya atau sesuatu yang diacu.

Adapun aspek yang terkandung dalam makna menurut Pateda

(2010:88-96) yakni (i) pengertian (sense), (ii) nilai rasa (feeling), (iii) nada

(tone),dan (iv) maksud (intention) dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengertian (sense)

Pengertian dapat dicapai apabila antara antara pembicara dan kawan

bicara, antara penulis dan pembaca terdapat kesamaan bahasa. Itu

sebabnya Lyons dalam Pateda (2010:92) mengatakan bahwa

pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan

kata lain, di dalam kosakata, sedangkan Ullmann dalam Pateda

(2010:92) juga mengatakan bahwa pengertian adalah informasi

lambang yang disampaikan kepada pendengar. Selain itu Ullmann

juga mengatakan, bahwa makna adalah hubungan timbal balik antara

lambang name dan pengertian sense.


14

2. Nilai rasa (feeling)

Dalam kehidupan sehari-hari selamanya kita berhubungan dengan

rasa dan perasaan. Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa

ada kaitannya dengan sikap pembicara terhadap apa yang dibicarakan.

Kata-kata tersebut dapat berupa penilaian atau dorongan. Jadi, setiap

kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa, dan

setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.

3. Nada (tone)

Menurut Shipley dalam Pateda (2010:94) aspek nada adalah sikap

pembicara kepada kawan bicara. Aspek makna yang berhubungan

dengan nada lebih banyak dinyatakan oleh hubungan antara

pembicara dan pendengar, antara penulis dengan pembaca. Aspek

makna nada juga berhubungan dengan aspek yang berniai rasa. Nada

suara turut menentukan makna kata yang digunakan.

4. Maksud (intention)

Menurut Shipley dalam Pateda (2010:95) aspek maksud (intention)

merupakan maksud, senang atau tidak senang, efek usaha keras yang

dilaksanakan. Biasanya maksud yang diinginkan bersifat deklaratif,

imperative, naratif, pedagogis, persuasif, rekreatif atau politis.

1.3 Objek Kajian Semantik

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji

tentang makna. Sutedi (2003:103-106) memaparkan objek kajian semantik


15

antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi kankei)

antarsatu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam satu ideom

(ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi).

1. Makna kata (go no imi)

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik,

karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama

seperti bahasa Jepang, baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata

yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna

atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

Dalam bahasa Jepang banyak sekali sinonim (ruigigo) dan

polisemi (tagigo). Satu kata polisemi dalam bahasa Jepang, jika

dipadankan ke dalam bahasa Indonesia, bisa menjadi beberapa kata

yang berbeda.

2. Relasi makna (go no imi no kankei)

Relasi makna dapat dijadikan bahan untuk menyusun kelompok

kata (goi) berdasarkan kategori tertentu. Hubungan makna yang terjadi

misal antara kata kerja hanasu “berbicara” dan iu “berkata yang

merupakan sinonim. Lalu antara kata sifat takai “tinggi” dan hikui

“rendah yang merupakan antonim. Contoh lainnya adalah doubutsu

“binatang” dan inu “anjing” yang merupakan hiponim.

3. Makna frase (ku no imi)

Dalam bahasa Jepang ungkapan hon o yomu “membaca buku”,

kutsu o kau “membeli buku” dan hara ga tatsu “perut berdiri (marah)”
16

merupakan suatu frase. Frase hon o yomu dan kutsu o kau dapat

dipahami secara leksikalnya misalnya dengan mengetahui makna kata

hon, kutsu, kau, dan o. Tetapi, untuk frase “hara ga tatsu” meskipun

seseorang mengetahui makna leksikalnya, belum tentu mengetahui

makna frase secara idiomatikalnya (kan-yokuteki imi). Jadi, dalam

bahasa Jepang ada frase yang bermakna leksikal saja, ada frase yang

yang bermakna ideomatikalnya saja dan ada frase yang bermakna

kedua-duanya. Seperti pada frase ashi o arau yang memiliki dua

makna yaitu secara leksikal “mencuci kaki” dan secara ideomatikal

yaitu “berhenti berbuat jahat”.

4. Makna kalimat (bun no imi)

Makna dalam kalimat dapat dijadikan sebagai objek semantik,

karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan

strukturnya. Misalnya struktur kalimat yang sama tetapi maknanya

berbeda hal ini ditentukan oleh kata yang menjadi unsur kalimat

tersebut dan dalam suatu kalimat yang sama mengandung dua makna

ganda yang berbeda. Dengan demikian, selain adanya berbagai macam

relasi makna antara suatu kata dengan kata lainnya, dalam kalimat pun

terdapat berbagai jenis hubungan antara bagian yang satu dengan

bagian yang lainnya.


17

1.4 Jenis Perubahan Makna

Jenis makna dan perubahan makna menurut Sutedi (2013: 106-109)

ada tiga yaitu, (1) makna leksikal dan makna gramatikal, (2) makna

denotatif dan makna konotatif, (3) makna dasar dan makna perluasan.

1. Makna leksikal dan makna gramatikal

Makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai

dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari

unsur gramatikalnya, atau bisa dikatakan sebagai makna asli suatu kata.

Contohnya neko yang memiliki makna leksikal “kucing”. Makna

gramatikal yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya.

Dalam bahasa Jepang joshi “partikel” dan jodoushi ”kata bantu” tidak

memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab

baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat.

2. Makna denotatif dan makna konotatif

Makna denotatif adalah makna yang berkaitan dengan dunia luar

bahasa seperti suatu objek atau gagasan yang bisa dijelaskan dengan

analisis komponen makna. Makna konotatif adalah makna yang

ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicara.

Machida, dkk (1997:129) menganggap bahwa polisemi muncul salah

satunya akibat adanya perluasan dari makna denotatif dan konotatif

seperti ini.
18

3. Makna dasar dan makna perluasan

Makna dasar merupakan makna asli yang dimiliki oleh suatu kata.

Makna asli yang dimaksud adalah makna bahasa yang digunakan pada

masa sekarang ini. Makna dasar terkadang disebut juga sebagai makna

pusat atau makna protipe meskipun tidak sama persis.

Makna perluasan merupakan makna yang muncul sebagai hasil

perluasan dari makna dasar, diantaranya akibat penggunaan secara

kiasan (majas). Perubahan makna suatu kata terjadi karena berbagai

faktor seperti perkembangan peradaban manusia pemakaian bahasa

tersebut, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

pengaruh bahasa asing. Beberapa jenis perubahan makna dalam

bahasa Jepang, diantaranya sebagai berikut :

a. Dari yang konkrit ke abstrak

b. Dari ruang ke waktu

c. Perubahan penggunaan alat indra

d. Dari yang khusus ke umum/generalisasi

e. Dari yang umum ke khusus/spesialisasi

f. Perubahan nilai positif

g. Perubahan nilai negatif

1.5 Relasi Makna

Dalam hubungan makna, ada bentuk yang sama tetapi maknanya

berbeda; sementara ada kata yang bentuknya berbeda tetapi maknanya


19

sama, dan ada kata yang maknanya lebih dari satu. Hubungan makna

tampak pula jika kata akan dirangkaikan dengan kata lain sehingga akan

terlihat makna dalam pemakaian bahasa. Relasi makna dalam bahasa dapat

berupa sinonim, antonimi, polisemi, dan sebagainya. Pateda (2010:206-

227) menjelaskan relasi makna sebagai berikut :

1. Antonimi

Istilah antonimi (Inggris:antonymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno anoma yang berarti nama, dan anti yang berarti melawan).

Makna harfiahnya nama lain untuk benda yang lain. Verhaar dalam

Pateda (2010:207) mengatakan antonim adalah ungkapan (biasanya

kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang dianggap bermakna

kebalikan dari ungkapan lain. Secara mudah dapat dikatakan, antonim

adalah kata-kata yang maknanya berlawanan. Contoh kata-kata yang

antonim diantaranya :

Besar x kecil panjang x pendek

Tinggi x rendah pandai x bodoh

Mudah x sukar lebar x sempit

2. Hiponimi

Istilah hiponimi (Inggris: hyponymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno omona yang berarti makna, dan hypo yang berarti di bawah).

Verhaar dalam Pateda (2010:209) mengatakan hiponim ialah

ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang

maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan


20

lain. Contohnya aster, bugenfil, ros, tulip merupakan hiponim dari

bunga. Merah, jingga, hijau merupakan hiponim dari warna.

3. Homonimi

Istilah homonimi (Inggris: homonymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno onoma yang berarti nama, dan homos yang berarti sama). Secara

harfiah, homonimi adalah nama sama untuk benda yang berlainan.

Verhaar dalam Pateda (2010:211) mengatakan homonim adalah

ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang

bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi dengan perbedaan

makna di antara kedua ungkapan tersebut. Dengan kata lain, bentuknya

sama tetapi berbeda maknanya. Contoh dari homonim sebagai berikut:

a. Bisa

- Bisa yang bermakna dapat

Akhirnya Robi bisa mendapatkan juara dua di kelas.

- Bisa yang bermakna racun ular

Anaknya meninggal dunia setelah terkena bisa ular.

b. Bulan

- Bulan yang bermakna satelit

Bulan malam ini sangat indah.

- Bulan dalam kalender

Kakak saya menikah bulan Januari.


21

4. Polisemi

Palmer dalam Pateda (2010:213) mengatakan, “it is also the case

that same word may have a set of different meanings.” Suatu kata

yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung

makna ganda. Simpson dalam Pateda (2010:213) mengatakan, “a

word which has two (or more) related meanings.” Sedangkan Zgusta

mengatakan, “All the possible sense the possible sense the word has.”

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan,

polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau

ganda. Salah contoh polisemi adalah ‘kepala’ pada kalimat berikut:

- Kepala adikku terbentur dinding.

Kepala pada kalimat tersebut merupakan bagian tubuh paling atas

- Kepala kereta api baru saja dilepas dari gerbong penumpang.

Kepala pada kalimat tersebut merupakan kepala kereta api atau

lokomotif.

- Kepala stasiun sibuk sekali.

Kepala pada kalimat tersebut merupakan kepala stasiun atau

pimpinan stasiun.

5. Sinomini

Istilah sinonimi (Inggris: synonymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno omona yang berarti makna, dan syn yang berarti dengan).

Makna harfiahnya adalah nama lain untuk benda yang sama. Zgusta

dalam Pateda (1971:89) mengatakan “synonymy: they are words


22

which have different forms but identical meaning,” sedangkan

Verhaar mengatakan “sinonimi adalah ungkapan (biasanya sebuah

kata tetapi dapat pula frasa atau kalimat) yang kurang lebih sama

maknanya dengan suatu ungkapan lain.”

Untuk mendefinisikan sinomini, ada tiga batasan yang dapat

dikemukan. Batasan atau definisi itu, ialah: (i) kata-kata acuan ekstra

linguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus; (ii) kata-kata

yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan

dan kata menyampaikan; dan (iii) kata-kata yang dapat disubtitusi

dalam konteks yang sama, misalnya “kami berusaha agar

pembanguan pembangunan berjalan terus.”, “kami berupaya agar

pembangunan berjalan terus.” Kata berusaha bersinonim dengan kata

kata berupaya.

2. Polisemi

2.1 Pengertian Polisemi

Muhadjir (2014:71) juga mengatakan polisemi mengandung

makna-makna yang berbeda satu sama lain tetapi saling berhubungan.

Pada kamus Gendai Hyoujun Kokugo Jiten (2016:864) hal ini

dimaksudkan たぎご【多義語】一つの語がいろいろな意味を持つこ

と。Sebuah kata yang memiliki bermacam-macam makna.

Kunihiro dalam Sutedi (2009:79) mengatakan polisemi adalah

kata yang memiliki makna lebih dari satu dan setiap makna tersebut satu
23

sama lainnya memiliki keterkaitan (hubungan) yang dapat

dideskripsikan. Contoh dari kata yang mengandung polisemi adalah

sebagai berikut :

1. Kata Agaru「上がる」 dalam kalimat :

• 階段を上がる = のぼる (naik) makna ①

• 料理が上がる = できる (jadi) makna ②

• 家に上がる = 入る (masuk) makna ③

• 犯人が上がる = みつかる (ketemu) makna ④

2. Kata Takai 「高い」 dalam kalimat :

• 背が高い ↔ 背が低い makna ①

• 値段が高い↔ 値段が安い makna ②

3. Kata Mono 「もの」 dalam kalimat :

• 物を置く → もの① (物) makna ①

• 私のような者 → もの②(者) makna ②

• 知るものですから→ もの③ makna ③

4. Kata Hiku 「ひく」 「引く」 dalam kalimat :

• 網をひく → menarik makna ①

• 辞書をひく → membuka makna ②

• ギターをひく → memainkan makna ③

• 風邪をひく → masuk angin makna ④

• 豆をひく → menggiling makna ⑤ dst.


24

Hiejima (1991:55) mengatakan 一つの語が二つ以上の意味を

持っているであろう。このような状態は多義性と呼ばれていて

そのような語を多義性という。Satu kata yang memiliki dua arti atau

lebih. Situasi seperti ini disebut dengan polisemi.

Ichizou (2005:94) juga mengatakatan 英 単 語 の 「 多 義 性

(Polysemy)」があります。一つの単語に何十と言う意味、用

法もあるものもあり、例えば “line” には 39 もの意味、用法が

あります。Dalam kata bahasa Inggris terdapat polisemi, Satu kata

yang memiliki puluhan arti, adapun yang dapat digunakan, contohnya

pada kata “line” yang memiliki 39 arti dan dapat digunakan.

Makna 1

Makna 2
Kata Bunyi
Makna 3
1 1
Makna n

Bagan 2.1 : Polisemi

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa polisemi adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu

tetapi makna-makna tersebut masih saling berhubungan.

2.2 Faktor penyebab polisemi

Polisemi terjadi bukan berarti tanpa adanya faktor yang

mempengaruhinya. Ada beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya


25

polisemi seperti yang diungkapkan Pateda (2010:214), yaitu sebagai

berikut :

a. Kecepatan melafalkan kata, misalnya kata ban tuan dan ban-tuan.

Apakah ban kepunyaan tuan, atau bantuan?

b. Faktor gramatikal, misalnya kata pemukul dapat berupa alat yang

digunakan untuk memukul, atau orang yang memukul. Orangtua

dapat bermakna ayah/ibu, atau orang yang lebih tua.

c. Faktor leksikal yang disebabkan oleh tiga faktor, terdiri dari: (i)

sebuah kata yang mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran

yang mengakibatkan makna baru. Misalnya, kata makan yang

biasa dihubungkan dengan kegiatan manusia atau binatang

memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi kini kata makan dapat

digunakan pada benda tak benyawa sehingga munculah kata

makan sogok, makan angin, makan riba, pagar makan tanaman.

(ii) digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata

operasi bagi seorang dokter dihubungkan dengan pekerjaan

membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa; bagi

militer dikaitkan dengan kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau

memberantas kejahatan; dan bagi dapartemen tenaga kerja

dihubungkan dengan saah satu kegiatan yang akan atau sedang

dilaksanakan. (iii) karena berkias-kias atau bermetafora, misanya

kata mata yang intinya adalah alat yang digunakan untuk melihat,

tetapi karena kesamaan makna, muncullah kata mata pedang, mata


26

pancing, mata anggaran, mata pelajaran, mata pencaharian,

dipandang sebelah mata, tidak ada mata, mata-mata.

d. Faktor pengaruh bahasa asing, misalnya kata item, kini digunakan

kata butir atau unsur; kata canggih untuk menggantikan kata

sophisticated; kata rencana untuk menggantikan kata planning.

e. Faktor pemakaian bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata.

Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat

mengungkapkan berbagai idea atau perasaan yang terkandung

dalam hatinya. Misalnya kata mesin yang biasa dihubungkan

dengan mesin jahit. Manusia membutuhkan kata yang mengacu

kepada mesin yang menjalankan pesawat terbang, mobil, motor,

maka muncullah urutan kata mesin pesawat terbang, mesin mobil.

f. Faktor bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan,

baik perubahan bentuk maupun perubahan makna.

Berdasarkan uraian di atas, perkembangan polisemi berkaitan dengan

perkembangan bahasa dan berhubungan dengan perkembangan pemikiran

pemakai bahasa. Jika digambarkan polisemi tampak sebagai berikut :

m1 m2 m3 dst

Bagan 2.2 perkembangan polisemi


27

Arti dari gambar tersebut adalah pada suatu kata hanya bermakna

X, lalu pada perkembangan berikutnya akan bertambah dengan makna

Y, dan seterusnya.

3. Alat indra

3.1 Pengertian alat indra

Perubahan makna suatu kata dapat terjadi karena berbagai faktor,

seperti perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa

asing. Berdasarkan beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa

Jepang, salah satunya adalah perubahan makna akibat dari pertukaran

tanggapan indra.

Manusia memiliki kelebihan diantara makhluk-makhluk lainnya,

yaitu memiliki 5 macam alat indra. Alat indra manusia meliputi indra

penciuman, indra penglihatan, indra perasa, indra peraba, dan indra

pendengaran.

Alat indra atau pancaindra dalam bahasa Jepang disebut dengan

「五感」gokan.

3.2 Keterkaitan perubahan makna dengan tanggapan alat indra.

Alat indra manusia meliputi indra penciuman, indra penglihatan,

indra perasa, indra peraba, dan indra pendengaran. Pateda (2010:174)

menjelaskan, masing-masing indra menimbulkan kelompok kata yang


28

dapat dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Indra penciuman

menghasilkan kelompok kata busuk, harum; indra pendengaran

mengahasilkan kelompok kata keras, lembut, merdu; indra penglihatan

menimbulkan kata gelap, jelas, kabur, terang; indra peraba

menimbulkan kata kata halus,kasar; sedangkan indra perasa

menghasikan kata manis, asin, pedas, dan lain-lain.

Pada halaman yang sama Pateda (2010:174) juga mengatakan

perubahan makna akibat pertukaran indra, disebut dengan sinestesi (kata

Yunani: sin = sama dan aesthetikos = tampak). Pertukaran indra yang

dimaksud, misalnya kata terang berhubungan dengan indra penglihatan,

tetapi kalau orang berkata “suaranya terang” maka hal yang dimaksud

adalah berhubungan dengan indra pendengaran.

Selanjutnya kata manis, kata ini berhubungan dengan indra

perasa. Tetapi jika orang berkata “ Rupanya manis sekali” atau

“penampilannya manis sekali,” maka kata manis pada kalimat-kalimat

ini tidak berhubungan dengan indra perasa lagi, melainkan berhubungan

dengan indra penglihatan. Makna yang diambil adalah cantik, menarik,

komposisi baju yang cocok.

Selanjutnya kata halus yang berhubungan dengan indra peraba.

Jika seseorang berkata “suaranya halus” maka kata halus pada kalimat-

kalimat ini tidak berhubungan dengan indra peraba lagi, melainkan

berhubungan dengan indra pendengaran.


29

Contoh-contoh tersebut memperlihatkan bahwa telah terjadi

perubahan makna. Perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra.

Perubahan makna ini kebanyakan makna sebenarnya ke makna kiasan.

Kalau seseorang berkata, “Bangkai ayam itu busuk sekali,” maka makna

kata busuk mengacu pada hal yang sebenarnya. Tetapi kalau orang

berkata, “Namanya busuk karena pemberitaan itu,” maka makna kata

busuk tidak bermakna sebenarnya lagi, melainkan makna kiasan.

4. Kata sifat

4.1 Pengertian kata sifat

Kata sifat dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua yaitu i-

keiyoushi dan na-keiyoushi. Kitahara dalam Sudjianto (2009:154)

mengatakan i-keiyoushi ‘ajektiva-i’ sering disebut juga keiyoushi yaitu

kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan

sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan

bentuk.

Nishihara, dkk (1988:1) menyebutkan:

形容詞は物やことがらの性質、状態などを表すとともに、
話し相手主観的判断、感情などを表す。
Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang di dalamnya
menunjukkan perasaan; pertimbangan subjektif pembicara; kata
yang secara bersamaan menunjukkan keadaan, dan lain-lain; serta
kata yang menunjukkan sifat atau karakter manusia, benda, atau
barang.
30

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:13)

dijelaskan kata sifat adalah kata yang menerangkan nomina yang

secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan kata sangat.

Setiap kata yang termasuk i-keiyoushi selalu diakhiri silabel /i/

dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi predikat, dan dapat menjadi

kata keterangan yang menerangkan kata lain dalam suatu kalimat.

Tetapi terdapat pengecualian kata pada yumei ‘terkenal’, kirei

‘cantik/indah/bersih’ dan kirai ‘benci’ bukan termasuk i-keiyoushi

melainkan na-keiyoushi atau adjektiva-na walaupun memiliki akhiran

i. Kata-kata tersebut tersebut termasuk ajektiva-na karena dalam

bentuk kamusnya berakhiran silabel /da/ yakni yumeida, kiraida, dan

kireida.

4.2 Jenis-jenis i-keiyoushi

Shimizu dalam Sudjianto (2009:154) membagi dua macam

ajektiva-i, yaitu :

(1) Zokusei keiyoushi, yaitu kelompok ajektiva-i yang menyatakan

sifat atau keadaan secara objektif, misalnya takai ‘tinggi/mahal’,

nagai ‘panjang’, hayai ‘cepat’, tooi ‘jauh’, futoi ‘gemuk/besar’,

akai ‘merah”, omoi ‘berat’, dan sebagainya.

(2) kanjoo keiyoushi, yaitu kelompok ajektiva-i yang menyatakan

perasaan atau emosi secara subjektif, misanya ureshii


31

‘senang/gembira’, kanashii ‘sedih’, kowai ‘takut’, itai ‘sakit’,

kayui ‘gatal’, dan sebagainya.

5. Usui

5.1 Pengertian usui

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa usui

merupakan kata sifat daam bahasa Jepang yang termasuk ke dalam salah

satu kata yang memiliki makna lebih dari satu. Makna dasar kata usui

yang sering digunakan adalah tipis. Tetapi dijelaskan di dalam beberapa

kamus usui tidak hanya tipis saja.

Berikut ini adalah makna kata usui yang diambil dari beberapa

kamus:

1. Pada kamus Sanseido Kokugo Jiten (1985:92) dijelaskan :

1) 厚みが少ない。

Ketebalan yang tipis.

2) 〔色・味・濃度・密度などの〕程度が少ない。

(warna, rasa, kekentalan, kepadatan) derajatnya sedikit.

3) 期待されるほど、多く・(深く)ない。

Lebih dari yang diharapkan, tidak banyak, tidak dalam.

2. Pada kamus 研究現代標準国語辞典 (2016:113) dijelaskan :

1) 厚みが少ない。

Ketebalan yang tipis.

2) 色があわい。
32

Warna yang pucat (muda).

Contoh : 薄い青色。

Warna biru muda.

3) 味があっさりしている。

Rasa yang ringan (hambar).

Contoh : 味付けが薄い。

Bumbu yang hambar.

4) 程度・度合いが少ない。

Derajat atau tingkat yang sedikit.

Contoh : 関心が薄い。

Minat yang lemah.

3. Pada kamus Matsuura (1994:1146 ) dijelaskan :

1) 薄い紙。

Kertas tipis

2) 薄いコーヒー。

Kopi encer

3) 薄い紙。

Rambut yang tipis ; rambut yang jarang

4) 色はもっと薄い。

Warna yang lebih muda

5) 可能性は薄い。

Kemungkinannya tipis
33

4. Dalam buku 日本語多義語学習辞典 (2011:60-61) juga disebutkan

beberapa makna dari kata usui, antara lain sebagai berikut :

1) 両面の間のへだたりが小さい。(Kesenjangan antara kedua

sisinya kecil.)

• このノートはとても薄い。(catatan ini sangat tipis.)

• 薄い氷の上を歩くのは危ない。(berjalan di atas es yang

tipis berbahaya.)

• 壁 が 薄 く て 隣 の 部 屋 の 音 が う る さ い 。 (karena

dindingnya tipis, terdengar suara berisik dari kamar sebelah.)

2) 厚み重なった層の両面のへだたりが小さい。(Kesenjangan

lapisan kecil)

• ここの地層は上に行くほど薄くなる。(Lapisan tanah di

daerah sini semakin ke atas semakin menipis.)

• 地球の周りには薄い大気の層がある。(Terdapat lapisan

atmosfer tipis di sekeliling bumi.)

3) 中身が少ない。(Isinya sedikit)

• 私の財布はいつも薄くて悲しい。(Dompet saya isinya

selalu sedikit, saya sedih.)

• 昔 、 初 め て 受 け 取 っ た 給 料 袋 は 薄 か っ た 。 (Dulu,

amplop gaji yang pertama kali saya terima, kecil sekali.)

4) 液体が濃くない。 ( Cairan yang tidak gelap)


34

• 右の薄い液を使ってください。(Tolong gunakan cairan

yang encer sebelah kanan.)

• 実験表に薄い食塩水を作った。(Saya membuat larutan

garam yang cair pada eksperimen.)

• 医 者 に 地 が 薄 い と 言 わ れ た 。 (Dokter mengatakan

kepada saya bahwa darah saya cair.)

5) 信頼できない。(Tidak dapat dipercaya.)

• 彼 の 話 は 信 憑 性 が 薄 い 。 (Ucapannya, tidak dapat

dibuktikan)

• お互いの信頼が薄いから取引がうまくいかなかった。

(Karena keduanya tidak dapat saling percaya, bisnisnya tidak

berjalan dengan lancar.)

6) 効果が少ない。(hasil yang sedikit.)

• 売った数は多かったものの薄い儲けしかなかった。

(Barang yang jumlahnya banyak terjual, keuntungannya

kecil.)

• お金をかけた割には効果は薄かった。(Tidak diduga-

duga walaupun sudah memakan uang, hasilnya kecil.)

• 利幅が薄い場合は、大量に売らないと商売にならない。

(Pada saat margin keuntungannya kecil, kalau tidak menjual

dengan rencana besar-besaran, tidak akan menjadi

perdagangan.)
35

Dalam kamus Nihongo Tagigo Gakushuu Jiten (2011:60-61), makna usui

terdapat pada bagan berikut:

1a. 機能が十分なくて弱い
1. 積み重なった層の両 Tidak begitu berfungsi.
面の隔たりが小さい。
Kesenjangan lapisan 3a. 霧状のものの濃度が低い
kecil. Konsentrasi kabut rendah.

3b. 気体の濃度が低い
Konsentrasi gas rendah.
2. 中身が少ない
Isinya sedikit 3c. 色がはっきりしない
Warna tidak begitu jelas.

3. 液体が濃くない 3d. あまり味がしない


Cairan yang tidak Tidak begitu terasa.
kental.
3e. あまり匂い・香りがしない
0. 両面 の間の隔たり Tidak begitu bau/wangi
が小さい
kesenjangan antara 3f. 毛が少ない
kedua sisinya kecil. Rambut yang sedikit.

3g. 光や影がはっきりしない
Cahaya/bayangan tidak jelas.

3h. 情報量が少ない
Informasi tidak lengkap.

4. 信頼できない 3i. 印相や感じ方が様わい


Tidak dapat Kesan/perasaan yang lemah.
dipercaya.
3j. あまり関心がない
Tidak begitu tertarik.
5. 効果が少ない
Hasil yang sedikit. 3k. あまり関係がない
Hubungan yang kurang.

3l. 実現の可能性が低い
Kemungkinan terealisasi
rendah.

Bagan 2.3 Usui dalam Polisemi


36

B. Penelitian yang relevan

Penelitian yang membahas tentang kata sifat berpolisemi telah banyak

dilakukan. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Annisa Fitriyani, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta yang berjudul

“Analisis Makna Kata Sifat Amai Sebagai Polisemi dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa Jepang”. Kesimpulan dari hasil penelitian makna dari

kata sifat amai tersebut yaitu makna dari kata amai itu sendiri ada 10 antara

lain: (a) manis; (b) kurang asin, kurang pedas; (c) merdu, harum,

menyenangkan; (d) kata-kata rayuan; (e) tidak disiplin, berantakan; (f) tidak

tegas, plin-plan; (g) kendur, longgar; (h) tumpul; (i) romantis; (j) tampan.

Makna (a) manis merupakan makna dasar dari kata amai. Sedangkan 9 makna

selebihnya merupakan makna perluasan dari kata amai tersebut. Lalu

hubungan antar makna kata sifat amai, berdasarkan hasil penelitian tersebut

dipengaruhi oleh majas metafora sedangkan majas metonimi dan sinekdoke

tidak terlihat pada hubungan makna kata amai ini.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

penggunaan kata sifat yang berbeda. Jika pada penelitian sebelumnya

menggunakan kata sifat amai¸ pada penelitian ini menggunakan kata sifat usui.

C. Kerangka berfikir

Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa

sebagai objeknya. Istilah linguistik dalam bahasa Jepang disebut dengan

genggogaku. Dalam kajian linguistik terdapat semantik atau disebut juga


37

imiron dalam bahasa Jepang yaitu istilah teknis yang mengacu pada studi

tentang makna. Dalam semantik perubahan makna dapat terjadi sehingga

menghasilkan makna-makna baru dari satu kata yang biasa disebut dengan

istilah polisemi. Lebih jelasnya polisemi (tagigo) diartikan sebagai suatu kata

yang mengandung seperangkat makna yang berbeda atau bermakna lebih dari

satu.

Di antara banyaknya kosakata dalam bahasa Jepang, Kata sifat usui

merupakan salah satu kata yang termasuk ke dalam polisemi. Perluasan makna

yang terjadi pada kata sifat usui ini dapat diakibatkan oleh pertukaran

tanggapan indra sehingga menghasilkan makna-makna baru. Adapun

pengambilan contoh-contoh konkrit (jitsurei) berupa kalimat yang

menggunakan kata usui pada beberapa situs di internet, buku, artikel, dan lain

sebagainya.

Pada penelitian ini peneliti mengikuti tahapan khusus menganalisis

sebuah polisemi menurut Machida dan Momiyama (Sutedi 2012:136) adalah

sebagai berikut; (1) pemilihan makna, (2) penentuan makna dasar dan (3)

pendeskripsian hubungan antar makna.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. TUJUAN PENELITIAN

Seperti yang telah dijelaskan pada bab I, tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna usui sebagai polisemi jika dilihat dari konteks

kalimatnya.

2. Untuk mengetahui hubungan makna dasar dan perluasan makna usui

berdasarkan tanggapan alat indra dalam kalimat bahasa Jepang.

B. LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini berada pada ruang lingkup penselitian kebahasaan atau

linguistik. Penelitian ini mengkaji perbedaan dan perubahan makna yang

terjadi pada kata sifat Usui sebagai polisemi yang dilihat dari segi semantik.

C. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini diperkirakan memakan waktu 30 bulan dimulai pada bulan

Oktober 2016 sampai dengan bulan Juni 2019. Tempat penelitian Prodi Bahasa

Jepang Universitas Negeri Jakarta. Penelitian ini dilakukan secara studi

pustaka dengan mencari teori-teori yang berasal dari buku-buku yang terdapat

di perpustakaan Universitas Negeri Jakarta, Perpustakaan The Japan

Foundation, dan lain sebagainya.

38
39

D. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penilitian ini berdasarkan prosedur yang tercantum pada buku

pedoman penulisan tugas akhir revisi Oktober 2013 yang diterbitkan oleh

fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Adapun prosedur

penelitian ini sebagai berikut :

1. Pengajuan proposal penelitian pada seminar proposal.

2. Setelah mendapat persetujuan dari mengenai tema penelitian, penelitian ini

dilakukan melalui prosedur sebagai berikut :

a. Membaca berbagai referensi yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Mengumpulkan teori dari berbagai macam sumber.

c. Mencari dan mengumpulkan corpus data.

d. Menganalisis data.

e. Menyimpulkan hasil penelitian.

3. Semua langkah prosedur pada point 2 dilakukan berdasarkan hasil

konsutasi bersama dengan dosen pembimbing.

Adapun tahapan-tahapan khusus menganalisis sebuah polisemi menurut

Machida dan Momiyama (Sutedi 2012:136) adalah sebagai berikut; (1)

pemilihan makna, (2) penentuan makna dasar dan (3) pendeskripsian hubungan

antar makna.
40

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.

Menurut Widodo (2012:59) teknik pengumpulan data berupa studi lapangan

berupa kuesioner (angket/skala), wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik

pengumpuan data dokumentasi. Widodo (2012:61) menjelaskan teknik ini

dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar, foto

atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti.

Menurut Arikunto (2006:231) metode dokumentasi yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Penulis juga akan menggunakan studi literature, yaitu dengan mencari

contoh kalimat yang mengandung makna Usui sebanyak mungkin dari

berbagai macam sumber sebagai referensi. Sumber data utama yang digunakan

adalah yang berupa jitsurei yaitu contoh-contoh kalimat yang diambil dari

buku-buku, kamus-kamus bahasa Jepang, jurnal, artikel, surat kabar, media

internet dan lain-lain yang umum dijadikan sumber data penelitian kebahasaan.

Penulis juga menggunakan beberapa situs untuk mengambil contoh

konkrit, diantaranya:

a. www.aozora.gr.jp

b. www.asahi.com

c. www.yomiuri.com

d. www.nhk.co.jp
41

e. www.jakartashimbun.com

Penulis juga mengambil beberapa sumber pendukung dari buku, majalah

serta website.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Setelah melakukan pengumpuan data langkah selanjutnya adalah

menganalisis data tersebut. Adapun teknik analisis data yang perlu ditempuh

dalam analisis polisemi menurut Machida dan Momiyama dalam Sutedi

(2003:136) adalah sebagai berikut:

a. Pemilihan makna (imi-kubun)

Pemilihan makna dapat dilakukan dengan cara (1) mencari

sinonimnya, (2) mencari lawan katanya, (3) melihat hubungan

superordinat dari setiap makna yang ada, atau (4) dengan melihat variasi

pandanan kata dalam bahasa lain. Contoh masing-masing cara tersebut

antara lain sebagai berikut:

1) Mencari sinonimnya

• 階段を上がる = のぼる makna ①

• 料理が上がる = できる makna ②

• 家に上がる = 入る makna ③

• 犯人が上がる = みつかる makna ④

2) Mencari lawan katanya

• 背が高い ↔ 背が低い makna ①

• 値段が高い ↔ 値段が安い makna ②


42

3) Melihat hubungan superordinat dari setiap makna yang ada

• 物を置く → もの① makna ①

• 私のような者 → もの② makna ②

• 知るものですから→ もの③ makna ③

4) melihat variasi pandanan kata dalam bahasa lain

• 網をひく → menarik makna ①

• 辞書をひく → membuka makna ②

• ギターをひく → memainkan makna ③

• 風邪をひく → masuk angin makna ④

• 豆をひく → menggiling makna ⑤ dst.

b. Penentuan makna dasar (prototype) (kihongi no nintei)

Dalam setiap kata, sudah pasti ada kata dasarnya. Makna banyak

sekali ragamnya, tetapi dalam suatu polisemi makna hanya ada dua

macam, yaitu makna dasar dan makna perluasan. Tanaka Shigenori

dalam Sutedi (2003:137) menyebut kedua istilah tersebut dengan

makna prototipe dan makna bukan prototipe, dijelaskan bahwa: “jika

dalam suatu kata terdapat makna sebanyak n, maka di dalamnya ada

makna prototipe dan makna bukan prototipe, makna bukan prototipe

merupakan makna perluasan dari makna prototipe secara metafora.

Machida dan Momiyama mengemukakan cara menentukan

makna dasar suatu kata ada dua. Pertama, dengan menyebar angket

kepada responden untuk memilih salah satu yang dianggap makna dasar
43

dari berbagai contoh kalimat yang disajikan. Kedua, dengan menelaah

unsur kebahasaannya.

c. Deskripsi hubungan antar makna dalam bentuk struktur polisemi (tagi-

kouzou no hyougi)

Penganut lingustik kognitif diawali oleh George Lakkof & Mark

Jhonson (1980), Ronald W. Langacker (1987), disusul oleh penganut

Jepang seperti Yamanashii (1995), kawakami (1996), Yamada, Momimiya,

dan yang lainnya, telah mencoba mendeskripsikan hubungan antar makna

dalam polisemi dengan menggunakan majas/gaya bahasa (hiyu) sebagai

sudut pandangnya.

Selain itu, Pateda (2010:174) juga mengatakan perubahan makna

akibat pertukaran alat indra, disebut sinestesis (kata Yunani: sun = sama

dan aesthetikos = tampak). Pertukaran alat indra yang dimaksud, misalnya

kata terang berhubungan dengan alat indra penglihatan, tetapi kalau orang

berkata “suaranya terang” maka hal yang dimaksud adalah berhubungan

dengan indra pendengaran. Kridaklaksana dalam Wijana (2013:1)

mengatakan sinestesia adalah metafora berupa ungkapan yang

bersangkutan dengan suatu indra yang dipakai untuk objek atau konsep

tertentu, yang biasanya bersangkutan dengan indra lain. Penelitian ini tidak

meneliti metafora pada syair-syair dan tidak meneliti makna kias.


44

G. KRITERIA ANALISIS

Kata sifat usui merupakan kata sifat yang termasuk ke dalam polisemi

yakni kata yang memiliki arti lebih dari satu jika diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia. Oleh karena itu, peneliti bermaksud meneliti kata sifat usui

sebagai kata sifat berpolisemi. Kriteria penelitian ini adalah analisis makna usui

baik dilihat dari makna dasar, perluasan makna dasar tersebut dan hubungan

antar makna tersebut.

Adapun data-data mengenai kata sifat usui ini dapat dari contoh-contoh

kalimat, artikel, surat kabar, kumpulan buku, situs internet dan lain sebagainya.

Tahapan-tahapan khusus menganalisis penelitian ini adalah mengikuti tahapan

berdasarkan pendapat dari Machida dan Momiyama (Sutedi 2012:136) adalah

sebagai berikut; (1) pemilihan makna, (2) penentuan makna dasar dan (3)

pendeskripsian hubungan antar makna.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia. Sebagai alat

komunikasi setiap harinya manusia tidak luput dari bahasa. Bahasa dapat

dinyatakan dengan dua cara pertama, melalui media lisan dan kedua, melalui

media tulisan. Kedua cara itu mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk

menyampaikan ide, pikiran, pendapat, perasaan, berita atau hal-hal lain kepada

orang lain sebagai bahan informasi. (Sudjianto dan Dahidi, 2009:54)

Setiap negara di dunia ini memiliki bahasa tersendiri dan bahasa tersebut

dapat menjadi ciri khas dan identitas setiap negara. Perbedaan bahasa pada

setiap negara tersebut membuat pembelajaran bahasa asing diminati banyak

orang. Melalui bahasa kita dapat memahami budaya, sejarah dan karakteristik

masyarakat suatu negara. Maka dari itu tidak sedikit lembaga pendidikan

formal dan informal menyediakan pelajaran bahasa ibu maupun bahasa asing,

salah satunya adalah Bahasa Jepang. Berdasarkan survei yang diadakan The

Japan Foundation pada tahun 2015 jumlah pembelajar Bahasa Jepang di

Indonesia mencapai 745.000 orang, termasuk dalam peringkat kedua setelah

China sebagai pembelajar terbanyak. (id.japanese-jobs)

Istilah Bahasa Jepang atau disebut juga Kokugo yang berarti bahasa bahasa

Jepang, bahasa nasional Negara Jepang, sedangkan bagi pembelajar asing

Bahasa Jepang dikenal dengan Nihongo. Bahasa dapat tersampaikan melalui

1
2

bahasa lisan yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, sedangkan bahasa tulisan

dihasilkan secara tertulis menggunakan huruf-huruf yang dapat diterima,

dibaca, dimengerti dan disetujui oleh masyarakat suatu negara. Berbeda

dengan bahasa Indonesia yang hanya menggunakan alphabet huruf-huruf yang

terdapat pada bahasa Jepang atau disebut dengan moji di dalamnya terdapat

huruf kanji, hiragana, katakana dan roomaji. Seperti bahasa Indonesia, bahasa

lisan dalam bahasa Jepang juga sangat kaya akan kosakata.

Menurut Sudjianto (2009:98) kosakata dalam bahasa Jepang dapat

diklasifikasikan berdasarkan karakteristik gramatikalnya terdapat kata-kata

yang tergolong doushi (verba), i-keyoushi atau ada yang menyebutnya

keiyoushi (adjektiva-i), na-keiyoushi atau ada yang menyebutnya keiyoudooshi

(adjektiva-na), meishi (nomina), rentaishi (prenomina), fukushi (adverbia),

kandoushi (interjeksi), setsuzokushi (konjungsi), jodoushi (verba bantu) dan

joshi (partikel).

Menurut Kitahara (dalam Sudjianto, 2009:154) i-keyoushi ‘ajektiva-i’

sering disebut juga keiyoushi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau

keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat

mengalami perubahan bentuk. Kata-kata yang termasuk dalam i-keiyoushi

dapat membentuk frasa tanpa bantuan kelas kata lain. Dalam bahasa Jepang

kata yang termasuk i-keiyoushi diakhiri dengan silabel /i’/, tetapi terdapat

pengecualian kata yumei ‘terkenal’, kirei ‘cantik/indah/bersih’ dan kirai ‘benci’

bukan termasuk i-keiyoushi melainkan na-keiyoushi atau adjektiva-na

walaupun memiliki akhiran i.


3

Pengertian na-keiyoushi menurut Iwabuchi (dalam Sudjianto 2009:155)

na-keiyoushi atau yang sering disebut juga keiyoudoushi yaitu kelas kata yang

dengan sendirinya dapat membentuk bunsetsu, dapat berubah bentuk dan

bentuk shuushikeinya berakhir dengan da atau desu. Oleh karena perubahannya

mirip dengan doushi sedangkan artinya mirip dengan keiyoushi, maka kelas

kata ini diberi nama keiyoudoushi.

Dalam bahasa Indonesia adjektiva-i atau adjektiva-na dalam bahasa

Jepang juga diartikan sebagai kata sifat. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008:13) dijelaskan kata yang menerangkan nomina yang secara

umum dapat bergabung dengan kata lebih dan kata sangat.

Jumlah kata sifat dalam bahasa Jepang ada banyak, tidak sedikit di antara

kata-kata tersebut ada kata sifat yang termasuk dalam berpolisemi atau

berhomonim yang terkadang masih sulit dibedakan oleh pembelajar bahasa

Jepang. Dalam bahasa Indonesia kata bisa dianggap sebagai polisemi apabila

memiliki makna lebih dari satu. Tidak hanya dalam bahasa Indonesia dalam

bahasa Jepang juga terdapat kata berpolisemi dan berhomonim. Polisemi dalam

bahasa Jepang disebut dengan tagigo sedangkan homonim dalam bahasa

Jepang disebut dengan douon’igigo.

Kunihiro dalam Sutedi (2008:145) mengatakan bahwa istilah polisemi

atau tagigo harus dibedakan dengan istilah homonim atau douon’igigo karena

keduanya merujuk pada makna ganda. Kemudian Kunihiro memberikan

batasan yang jelas mengenai kedua istilah tersebut yaitu, polisemi atau tagigo
4

merupakan kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan setiap makna

tersebut ada pertautannya.

Contoh kata polisemi dalam bahasa Indonesia berdasarkan KBBI dalam

Muhadjir (2014:71) adalah kata “mengabaikan” yang memiliki lebih dari 6

(enam) makna :

a. Memandang rendah (hina, mudah);

b. Tidak mengindahkan (perintah, nasihat);

c. Melalaikan (kewajiban, tugas, pekerjaan);

d. Menyia-nyiakan, tidak menggunakan dengan baik;

e. Tidak memperdulikan (kritik, celaan)

f. Membiarkan terlantar (terbengkalai, dsb);

g. Tidak memegang teguh (adat istiadat, aturan, janji).

Selain itu pada kata ‘kursi’ yang berarti ‘tempat duduk’ dan dapat berarti

pula sebagai ‘jabatan’. Sedangkan kata dianggap sebagai homonim apabila

kata tersebut memiliki pelafalan yang sama tetapi berbeda maknanya.

Contohnya pada kata ‘hak’ dalam kata ‘hak asasi manusia’ dan hak dalam kata

‘hak sepatu’.

Contoh analisis kata polisemi (Sutedi, 2003:144) bahasa Jepang

diantaranya verba agaru dari hasil analisis tentang polisemi verba agaru

memiliki arti naik. Sebagian dari makna verba tersebut sebagai polisemi dapat

dilihat pada beberapa contoh berikut :

(1) 子供が一階から二階にアガル。 (基本儀)

Kodomo ga ikkai kara nikai ni agaru. (kihon-gi)


5

Anak-anak naik dari lantai satu ke lantai dua.

(Sutedi, 2003:144)

Ini merupakan makna dasar (kihon-gi) verba agaru, yaitu naik secara

ruang dari bawah ke atas, salah satu contohnya bisa dilihat pada conoh (1).

Perluasan makna secara metafora dapat dilihat dalam beberapa contoh berikut.

(2) 相手のゴールの前にアガッテきた。

Aite no gooru no mae ni agatte kita.

Maju (naik) ke gawang lawan.

(Sutedi, 2003:144)

(3) 部長から社長にアガル。

Buchou kara shachou ni agaru.

Naik dari kepala bagian menjadi direktur

(Sutedi, 2003:144)

(4) 大学にアガル。

Daigaku ni agaru.

Melanjutkan studi ke universitas.

(Sutedi, 2003:144)

(5) 証拠、犯人がアガル。

Shouko/hannin ga agaru.

Bukti/penjahat ditemukan.

(Sutedi, 2003:144)

Pada contoh (2) menunjukkan perpindahan mendatar, sehingga makna

naik secara fisik sudah tidak terlihat lagi. Ungkapan seperti ini dalam bahasa
6

Indonesia pun sering digunakan misalnya, seorang pelatih kepada pemain

mengintruksikan maju atau mundur dengan kata maju atau mundur dengan kata

naik dan turun dalam pertandingan sepak bola. Salah satu kesamaannya dengan

naik secara fisik, yaitu perlunya energi dan banyaknya hambatan. Seorang yang

naik ke atas, memerlukan energi yang tinggi dibanding turun. Begitu pula

seseorang yang membawa bola ke gawang lawan banyak hambatan. Pada

contoh (3) makna naik berkembang menjadi meningkatnya kedudukan. Orang

yang kedudukannya tinggi akan lebih menjadi pusat perhatian dibanding

dengan orang yang kedudukannya lebih rendah. Sama halnya, benda yang

berada di tempat tinggi lebih mudah terlihat dibanding dengan benda yang

berada di bawah. Pada contoh (4) juga ada kesamaannya, siswa SMU dengan

mahasiswa, status sosialnya pendidikannya berbeda. Sedangkan contoh (5),

makna naik meluas menjadi semakin jelas, penjahat atau bukti yang tadinya

tidak jelas menjadi nampak, karena telah ditemukan, dan banyak lagi alasannya.

Sedangkan, homonim atau douon’igigo menurut Sudjianto (2009:114)

adalah beberapa kata yang mempunyai persamaan bunyi namun masing-

masing memiliki arti yang berbeda. Contoh dari douon’igigo adalah “hashi”

walaupun memiliki pesamaan pelafalan tetapi masing-masing memiliki arti

yang berbeda(端)yang berarti pojok, (橋)yang berarti jembatan, dan

(箸)yang berarti sumpit.

Usui dalam kamus bahasa Jepang yang tertulis memiliki makna tipis,

(warna) muda, dan rasa (tawar atau hambar). Pada kamus Sanseido Kokugo

Jiten (1985:92) makna usui dijelaskan :


7

うすい【薄い】㊀ 厚い 厚みが少ない ㊁ 濃い〔色・味・濃度・


密度などの〕程度が少ない。〔中に含まれる成分の少ない〕塩水・影
が―〔Ⓐ 元気がない。Ⓑ 目立たない〕 ㊂ 期待されるほど、多
く・(深く)ない。『中身・(新味・効果・現実性・根拠・説得力・
見込み・可能性・なじみ・かかわり・関心・罪悪感・緊張感・配慮・
連帯感)が―。
Usui (tipis) ➀ tebal, ketebalannya sedikit ② kental (warna, rasa,
ketebalan, kepadatan,dll) derajatnya sedikit. (komponen yang terkandung di
dalamnya sedikit) air asin, bayanganー (Ⓐtidak sehat, Ⓑ tidak mencolok)
③lebih dari yang diharapkan, tidak banyak, tidak dalam. (isi (kebaruan,
efek, realitas, dasar, keyakinan, prospek, kemungkinan, keintiman,
hubungan, terharu, rasa bersalah, gugup, khawatir, solidaritas).

Beberapa contoh pemakaian kalimat usui yang termasuk ke dalam

polisemi sebagai berikut :

(6) 壁が薄くて隣の部屋の音がうるさい。

Karena dinding tipis, suara kamar sebelah berisik.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:62 )

(7) このノートはとても薄い。

Buku catatan ini sangat tipis.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:62 )

Kalimat (6) dan (7) merupakan contoh kalimat usui yang

mengandung makna tipis yang sebenarnya, yaitu tingkat ketebalan

(ukuran) yang tipis yang dapat dilihat oleh indra penglihatan. Pada

contoh (6) usui terdapat referen yaitu dinding tembok yang tipis, dan

pada contoh (7) usui terdapat referen yaitu buku catatan yang tipis.

Pada kalimat ini kata usui dapat langsung diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia.
8

(8) このジュースはうすくておいしくない。

Jus ini hambar, tidak enak.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:64 )

(9) 母の料理は味付けが薄かった。

Masakan ibu saya, bumbunya hambar.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:64 )

Pada contoh nomor (8) dan nomor (9) usui memiliki arti hambar

yang dirasakan indra pengecap karena pada makanan atau minuman

yang kurang bumbu atau rasa. Pada kedua contoh kalimat ini tidak ada

referen dan tidak ada ukuran melainkan hanya dirasakan oleh indra

pengecap manusia. Rasa tidak dikatakan tipis tetapi dalam pandanan

bahasa Indonesia dapat diganti dengan kata hambar atau tawar.

(10) 彼の話は信憑性が薄い。

Ucapan dia kebenarannya rendah.

( Nihongo Tagigo Gakusyuu Jiten, 2011:67 )

Pada contoh nomor (10), ada dua makna pada kata usui, yaitu

‘tipis’ dan ‘rendah’. Pada contoh ini usui mengalami perluasan makna

dari makna tipis menjadi rendah. Hubungan antara rendah dan tipis

dapat dilihat dari ukurannya ketebalannya. Apabila dilihat oleh mata,

barang yang diletakkan di tempat yang rendah lebih sulit dilihat

daripada barang yang diletakkan di tempat yang tinggi. Begitupun

kebenaran kebenaran yang tinggi akan mudah dipercaya daripada

kebenaran yang rendah akan sulit untuk dipercaya.


9

Berdasarkan contoh-contoh di atas arti dari usui tidak hanya tipis, warna

(muda) dan rasa (tawar atau hambar), ada juga yang diartikan rendah pada

contoh nomor (10). Perluasan makna yang terjadi pada kosakata usui terjadi

berdasarkan konteks pada kalimat yang menyertainya dan terjadi karena

berdasarkan keadaan, derajat atau tingkatan. Munculnya arti lain pada contoh

nomor (10) memungkinkan adanya arti-arti lain pada usui, sehingga perlu

diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis bermaksud melakukan penelitian

perluasan makna yang terjadi pada kosakata usui dan menjadikan bahan skripsi

dengan judul Analisis Makna Usui sebagai Polisemi dalam Kalimat Bahasa

Jepang.

B. Fokus dan Subfokus

Fokus penelitian pada skripsi ini adalah makna Usui sebagai polisemi

dalam kalimat bahasa Jepang. Subfokus dari penelitian ini, yaitu:

1. Makna usui sebagai polisemi dilihat dari konteks kalimatnya.

2. Hubungan makna dasar dan perluasan makna usui berdasarkan tanggapan

alat indra.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana makna usui sebagai polisemi jika dilihat dari konteks

kalimatnya?
10

2. Bagaimana hubungan makna dasar dan perluasan makna usui berdasarkan

tanggapan alat indra dalam kalimat bahasa Jepang?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna usui sebagai polisemi jika dilihat dari konteks

kalimatnya.

2. Untuk mengetahui hubungan makna dasar dan perluasan makna usui

berdasarkan tanggapan alat indra dalam kalimat bahasa Jepang.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah pemahaman dan pengetahuan mengenai usui sebagai

polisemi dalam bahasa Jepang.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yang pertama adalah menambah

pengetahuan pembelajar bahasa Jepang mengenai adjektiva bahasa Jepang

yang berpolisemi. Yang kedua, dapat dijadikan sumber informasi tambahan

yang berguna bagi pengajar bahasa Jepang mengenai makna usui. kemudian

yang ketiga adalah dapat dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya

seperti penggunaan usui dapat saling menggantikan dengan lawan katanya

koi yang bermakna tebal.


BAB II

KERANGKA TEORI

A. Deskripsi Teoritis

1. Semantik

1.1 Pengertian Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics)

berasal dari kata Yunani sema yang artinya bermakna atau berarti. Kata

semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk

bidang linguistik dengan yang mempelajari hubungan atau tanda-tanda

linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Dengan kata lain, bidang

studi linguistik mempelajari makna atau arti dalam bahasa dalam Chaer

(2009:2). Hal ini dapat dipahami berdasarkan pendapat para ahli sebagai

berikut :

a) Subroto (2011:1) mengungkapkan bahwa semantik adalah salah satu

bidang kajian atau cabang linguistik yang mengkaji arti bahasa atau

arti linguistik secara ilmiah.

b) Hurford dan Hearsly dalam Subroto (2011:1) mengatakan bahwa

semantik mengakaji arti dalam bahasa.

c) Lehrer dalam Pateda (2010:6) mengatakan bahwa semantik adalah

studi tentang makna.

d) Kambartel dalam Pateda (2010:7) menurutnya, semantik

mengasumsi bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan

11
12

makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman

manusia.

e) George dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik berarti

teori makna atau teori arti.

f) Muhajidir (2014:3) semantik adalah telaah tentang makna. Usaha

memahami hakikat bahasa adalah memahami bagaimana melakukan

deskripsi atau menjelaskan tentang cara bagaimana bahasa

mengekspresikan makna.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

semantik adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang makna dan

arti dalam bahasa.

1.2 Konsep Makna

Dalam kajian semantik, inti dari persoalan semantik adalah makna.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata makna diartikan : (i) arti:

ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu,

(ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada

suatu bentuk kebahasaan.

Pateda (2010:79) mengungkapkan bahwa istilah makna (meaning)

merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Telah diketahui bahwa

kalau seseorang memperkatakan sesuatu terdapat tiga hal yang diusulkan

oleh Ullmann dalam Pateda (2010:82) yaitu istilah: name, sense, dan think.

Soal makna terdapat dalam sense, dan ada hubungan timbal balik antara
13

makna dengan pengertian sense. Apabila seseorang mendengar kata-kata

tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu yang diacu, dan

apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat mengatakan

pengertiannya itu. Hubungan antara nama dengan pengertian disebut

makna.

Berdasarkan paparan para ahli di atas dapat disimpulkan makna

adalah pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan yang

apabila seseorang mendengar kata-kata tertentu, ia dapat membayangkan

bendanya atau sesuatu yang diacu.

Adapun aspek yang terkandung dalam makna menurut Pateda

(2010:88-96) yakni (i) pengertian (sense), (ii) nilai rasa (feeling), (iii) nada

(tone),dan (iv) maksud (intention) dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengertian (sense)

Pengertian dapat dicapai apabila antara antara pembicara dan kawan

bicara, antara penulis dan pembaca terdapat kesamaan bahasa. Itu

sebabnya Lyons dalam Pateda (2010:92) mengatakan bahwa

pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan

kata lain, di dalam kosakata, sedangkan Ullmann dalam Pateda

(2010:92) juga mengatakan bahwa pengertian adalah informasi

lambang yang disampaikan kepada pendengar. Selain itu Ullmann

juga mengatakan, bahwa makna adalah hubungan timbal balik antara

lambang name dan pengertian sense.


14

2. Nilai rasa (feeling)

Dalam kehidupan sehari-hari selamanya kita berhubungan dengan

rasa dan perasaan. Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa

ada kaitannya dengan sikap pembicara terhadap apa yang dibicarakan.

Kata-kata tersebut dapat berupa penilaian atau dorongan. Jadi, setiap

kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa, dan

setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.

3. Nada (tone)

Menurut Shipley dalam Pateda (2010:94) aspek nada adalah sikap

pembicara kepada kawan bicara. Aspek makna yang berhubungan

dengan nada lebih banyak dinyatakan oleh hubungan antara

pembicara dan pendengar, antara penulis dengan pembaca. Aspek

makna nada juga berhubungan dengan aspek yang berniai rasa. Nada

suara turut menentukan makna kata yang digunakan.

4. Maksud (intention)

Menurut Shipley dalam Pateda (2010:95) aspek maksud (intention)

merupakan maksud, senang atau tidak senang, efek usaha keras yang

dilaksanakan. Biasanya maksud yang diinginkan bersifat deklaratif,

imperative, naratif, pedagogis, persuasif, rekreatif atau politis.

1.3 Objek Kajian Semantik

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji

tentang makna. Sutedi (2003:103-106) memaparkan objek kajian semantik


15

antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi kankei)

antarsatu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam satu ideom

(ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi).

1. Makna kata (go no imi)

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik,

karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama

seperti bahasa Jepang, baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata

yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna

atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

Dalam bahasa Jepang banyak sekali sinonim (ruigigo) dan

polisemi (tagigo). Satu kata polisemi dalam bahasa Jepang, jika

dipadankan ke dalam bahasa Indonesia, bisa menjadi beberapa kata

yang berbeda.

2. Relasi makna (go no imi no kankei)

Relasi makna dapat dijadikan bahan untuk menyusun kelompok

kata (goi) berdasarkan kategori tertentu. Hubungan makna yang terjadi

misal antara kata kerja hanasu “berbicara” dan iu “berkata yang

merupakan sinonim. Lalu antara kata sifat takai “tinggi” dan hikui

“rendah yang merupakan antonim. Contoh lainnya adalah doubutsu

“binatang” dan inu “anjing” yang merupakan hiponim.

3. Makna frase (ku no imi)

Dalam bahasa Jepang ungkapan hon o yomu “membaca buku”,

kutsu o kau “membeli buku” dan hara ga tatsu “perut berdiri (marah)”
16

merupakan suatu frase. Frase hon o yomu dan kutsu o kau dapat

dipahami secara leksikalnya misalnya dengan mengetahui makna kata

hon, kutsu, kau, dan o. Tetapi, untuk frase “hara ga tatsu” meskipun

seseorang mengetahui makna leksikalnya, belum tentu mengetahui

makna frase secara idiomatikalnya (kan-yokuteki imi). Jadi, dalam

bahasa Jepang ada frase yang bermakna leksikal saja, ada frase yang

yang bermakna ideomatikalnya saja dan ada frase yang bermakna

kedua-duanya. Seperti pada frase ashi o arau yang memiliki dua

makna yaitu secara leksikal “mencuci kaki” dan secara ideomatikal

yaitu “berhenti berbuat jahat”.

4. Makna kalimat (bun no imi)

Makna dalam kalimat dapat dijadikan sebagai objek semantik,

karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan

strukturnya. Misalnya struktur kalimat yang sama tetapi maknanya

berbeda hal ini ditentukan oleh kata yang menjadi unsur kalimat

tersebut dan dalam suatu kalimat yang sama mengandung dua makna

ganda yang berbeda. Dengan demikian, selain adanya berbagai macam

relasi makna antara suatu kata dengan kata lainnya, dalam kalimat pun

terdapat berbagai jenis hubungan antara bagian yang satu dengan

bagian yang lainnya.


17

1.4 Jenis Perubahan Makna

Jenis makna dan perubahan makna menurut Sutedi (2013: 106-109)

ada tiga yaitu, (1) makna leksikal dan makna gramatikal, (2) makna

denotatif dan makna konotatif, (3) makna dasar dan makna perluasan.

1. Makna leksikal dan makna gramatikal

Makna leksikal adalah makna kata yang sesungguhnya sesuai

dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari

unsur gramatikalnya, atau bisa dikatakan sebagai makna asli suatu kata.

Contohnya neko yang memiliki makna leksikal “kucing”. Makna

gramatikal yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya.

Dalam bahasa Jepang joshi “partikel” dan jodoushi ”kata bantu” tidak

memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab

baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat.

2. Makna denotatif dan makna konotatif

Makna denotatif adalah makna yang berkaitan dengan dunia luar

bahasa seperti suatu objek atau gagasan yang bisa dijelaskan dengan

analisis komponen makna. Makna konotatif adalah makna yang

ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicara.

Machida, dkk (1997:129) menganggap bahwa polisemi muncul salah

satunya akibat adanya perluasan dari makna denotatif dan konotatif

seperti ini.
18

3. Makna dasar dan makna perluasan

Makna dasar merupakan makna asli yang dimiliki oleh suatu kata.

Makna asli yang dimaksud adalah makna bahasa yang digunakan pada

masa sekarang ini. Makna dasar terkadang disebut juga sebagai makna

pusat atau makna protipe meskipun tidak sama persis.

Makna perluasan merupakan makna yang muncul sebagai hasil

perluasan dari makna dasar, diantaranya akibat penggunaan secara

kiasan (majas). Perubahan makna suatu kata terjadi karena berbagai

faktor seperti perkembangan peradaban manusia pemakaian bahasa

tersebut, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

pengaruh bahasa asing. Beberapa jenis perubahan makna dalam

bahasa Jepang, diantaranya sebagai berikut :

a. Dari yang konkrit ke abstrak

b. Dari ruang ke waktu

c. Perubahan penggunaan alat indra

d. Dari yang khusus ke umum/generalisasi

e. Dari yang umum ke khusus/spesialisasi

f. Perubahan nilai positif

g. Perubahan nilai negatif

1.5 Relasi Makna

Dalam hubungan makna, ada bentuk yang sama tetapi maknanya

berbeda; sementara ada kata yang bentuknya berbeda tetapi maknanya


19

sama, dan ada kata yang maknanya lebih dari satu. Hubungan makna

tampak pula jika kata akan dirangkaikan dengan kata lain sehingga akan

terlihat makna dalam pemakaian bahasa. Relasi makna dalam bahasa dapat

berupa sinonim, antonimi, polisemi, dan sebagainya. Pateda (2010:206-

227) menjelaskan relasi makna sebagai berikut :

1. Antonimi

Istilah antonimi (Inggris:antonymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno anoma yang berarti nama, dan anti yang berarti melawan).

Makna harfiahnya nama lain untuk benda yang lain. Verhaar dalam

Pateda (2010:207) mengatakan antonim adalah ungkapan (biasanya

kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang dianggap bermakna

kebalikan dari ungkapan lain. Secara mudah dapat dikatakan, antonim

adalah kata-kata yang maknanya berlawanan. Contoh kata-kata yang

antonim diantaranya :

Besar x kecil panjang x pendek

Tinggi x rendah pandai x bodoh

Mudah x sukar lebar x sempit

2. Hiponimi

Istilah hiponimi (Inggris: hyponymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno omona yang berarti makna, dan hypo yang berarti di bawah).

Verhaar dalam Pateda (2010:209) mengatakan hiponim ialah

ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang

maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan


20

lain. Contohnya aster, bugenfil, ros, tulip merupakan hiponim dari

bunga. Merah, jingga, hijau merupakan hiponim dari warna.

3. Homonimi

Istilah homonimi (Inggris: homonymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno onoma yang berarti nama, dan homos yang berarti sama). Secara

harfiah, homonimi adalah nama sama untuk benda yang berlainan.

Verhaar dalam Pateda (2010:211) mengatakan homonim adalah

ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frasa atau kalimat) yang

bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi dengan perbedaan

makna di antara kedua ungkapan tersebut. Dengan kata lain, bentuknya

sama tetapi berbeda maknanya. Contoh dari homonim sebagai berikut:

a. Bisa

- Bisa yang bermakna dapat

Akhirnya Robi bisa mendapatkan juara dua di kelas.

- Bisa yang bermakna racun ular

Anaknya meninggal dunia setelah terkena bisa ular.

b. Bulan

- Bulan yang bermakna satelit

Bulan malam ini sangat indah.

- Bulan dalam kalender

Kakak saya menikah bulan Januari.


21

4. Polisemi

Palmer dalam Pateda (2010:213) mengatakan, “it is also the case

that same word may have a set of different meanings.” Suatu kata

yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung

makna ganda. Simpson dalam Pateda (2010:213) mengatakan, “a

word which has two (or more) related meanings.” Sedangkan Zgusta

mengatakan, “All the possible sense the possible sense the word has.”

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan,

polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau

ganda. Salah contoh polisemi adalah ‘kepala’ pada kalimat berikut:

- Kepala adikku terbentur dinding.

Kepala pada kalimat tersebut merupakan bagian tubuh paling atas

- Kepala kereta api baru saja dilepas dari gerbong penumpang.

Kepala pada kalimat tersebut merupakan kepala kereta api atau

lokomotif.

- Kepala stasiun sibuk sekali.

Kepala pada kalimat tersebut merupakan kepala stasiun atau

pimpinan stasiun.

5. Sinomini

Istilah sinonimi (Inggris: synonymy berasal dari bahasa Yunani

Kuno omona yang berarti makna, dan syn yang berarti dengan).

Makna harfiahnya adalah nama lain untuk benda yang sama. Zgusta

dalam Pateda (1971:89) mengatakan “synonymy: they are words


22

which have different forms but identical meaning,” sedangkan

Verhaar mengatakan “sinonimi adalah ungkapan (biasanya sebuah

kata tetapi dapat pula frasa atau kalimat) yang kurang lebih sama

maknanya dengan suatu ungkapan lain.”

Untuk mendefinisikan sinomini, ada tiga batasan yang dapat

dikemukan. Batasan atau definisi itu, ialah: (i) kata-kata acuan ekstra

linguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus; (ii) kata-kata

yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan

dan kata menyampaikan; dan (iii) kata-kata yang dapat disubtitusi

dalam konteks yang sama, misalnya “kami berusaha agar

pembanguan pembangunan berjalan terus.”, “kami berupaya agar

pembangunan berjalan terus.” Kata berusaha bersinonim dengan kata

kata berupaya.

2. Polisemi

2.1 Pengertian Polisemi

Muhadjir (2014:71) juga mengatakan polisemi mengandung

makna-makna yang berbeda satu sama lain tetapi saling berhubungan.

Pada kamus Gendai Hyoujun Kokugo Jiten (2016:864) hal ini

dimaksudkan たぎご【多義語】一つの語がいろいろな意味を持つこ

と。Sebuah kata yang memiliki bermacam-macam makna.

Kunihiro dalam Sutedi (2009:79) mengatakan polisemi adalah

kata yang memiliki makna lebih dari satu dan setiap makna tersebut satu
23

sama lainnya memiliki keterkaitan (hubungan) yang dapat

dideskripsikan. Contoh dari kata yang mengandung polisemi adalah

sebagai berikut :

1. Kata Agaru「上がる」 dalam kalimat :

• 階段を上がる = のぼる (naik) makna ①

• 料理が上がる = できる (jadi) makna ②

• 家に上がる = 入る (masuk) makna ③

• 犯人が上がる = みつかる (ketemu) makna ④

2. Kata Takai 「高い」 dalam kalimat :

• 背が高い ↔ 背が低い makna ①

• 値段が高い↔ 値段が安い makna ②

3. Kata Mono 「もの」 dalam kalimat :

• 物を置く → もの① (物) makna ①

• 私のような者 → もの②(者) makna ②

• 知るものですから→ もの③ makna ③

4. Kata Hiku 「ひく」 「引く」 dalam kalimat :

• 網をひく → menarik makna ①

• 辞書をひく → membuka makna ②

• ギターをひく → memainkan makna ③

• 風邪をひく → masuk angin makna ④

• 豆をひく → menggiling makna ⑤ dst.


24

Hiejima (1991:55) mengatakan 一つの語が二つ以上の意味を

持っているであろう。このような状態は多義性と呼ばれていて

そのような語を多義性という。Satu kata yang memiliki dua arti atau

lebih. Situasi seperti ini disebut dengan polisemi.

Ichizou (2005:94) juga mengatakatan 英 単 語 の 「 多 義 性

(Polysemy)」があります。一つの単語に何十と言う意味、用

法もあるものもあり、例えば “line” には 39 もの意味、用法が

あります。Dalam kata bahasa Inggris terdapat polisemi, Satu kata

yang memiliki puluhan arti, adapun yang dapat digunakan, contohnya

pada kata “line” yang memiliki 39 arti dan dapat digunakan.

Makna 1

Makna 2
Kata Bunyi
Makna 3
1 1
Makna n

Bagan 2.1 : Polisemi

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa polisemi adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu

tetapi makna-makna tersebut masih saling berhubungan.

2.2 Faktor penyebab polisemi

Polisemi terjadi bukan berarti tanpa adanya faktor yang

mempengaruhinya. Ada beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya


25

polisemi seperti yang diungkapkan Pateda (2010:214), yaitu sebagai

berikut :

a. Kecepatan melafalkan kata, misalnya kata ban tuan dan ban-tuan.

Apakah ban kepunyaan tuan, atau bantuan?

b. Faktor gramatikal, misalnya kata pemukul dapat berupa alat yang

digunakan untuk memukul, atau orang yang memukul. Orangtua

dapat bermakna ayah/ibu, atau orang yang lebih tua.

c. Faktor leksikal yang disebabkan oleh tiga faktor, terdiri dari: (i)

sebuah kata yang mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran

yang mengakibatkan makna baru. Misalnya, kata makan yang

biasa dihubungkan dengan kegiatan manusia atau binatang

memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi kini kata makan dapat

digunakan pada benda tak benyawa sehingga munculah kata

makan sogok, makan angin, makan riba, pagar makan tanaman.

(ii) digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata

operasi bagi seorang dokter dihubungkan dengan pekerjaan

membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa; bagi

militer dikaitkan dengan kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau

memberantas kejahatan; dan bagi dapartemen tenaga kerja

dihubungkan dengan saah satu kegiatan yang akan atau sedang

dilaksanakan. (iii) karena berkias-kias atau bermetafora, misanya

kata mata yang intinya adalah alat yang digunakan untuk melihat,

tetapi karena kesamaan makna, muncullah kata mata pedang, mata


26

pancing, mata anggaran, mata pelajaran, mata pencaharian,

dipandang sebelah mata, tidak ada mata, mata-mata.

d. Faktor pengaruh bahasa asing, misalnya kata item, kini digunakan

kata butir atau unsur; kata canggih untuk menggantikan kata

sophisticated; kata rencana untuk menggantikan kata planning.

e. Faktor pemakaian bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata.

Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat

mengungkapkan berbagai idea atau perasaan yang terkandung

dalam hatinya. Misalnya kata mesin yang biasa dihubungkan

dengan mesin jahit. Manusia membutuhkan kata yang mengacu

kepada mesin yang menjalankan pesawat terbang, mobil, motor,

maka muncullah urutan kata mesin pesawat terbang, mesin mobil.

f. Faktor bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan,

baik perubahan bentuk maupun perubahan makna.

Berdasarkan uraian di atas, perkembangan polisemi berkaitan dengan

perkembangan bahasa dan berhubungan dengan perkembangan pemikiran

pemakai bahasa. Jika digambarkan polisemi tampak sebagai berikut :

m1 m2 m3 dst

Bagan 2.2 perkembangan polisemi


27

Arti dari gambar tersebut adalah pada suatu kata hanya bermakna

X, lalu pada perkembangan berikutnya akan bertambah dengan makna

Y, dan seterusnya.

3. Alat indra

3.1 Pengertian alat indra

Perubahan makna suatu kata dapat terjadi karena berbagai faktor,

seperti perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa

asing. Berdasarkan beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa

Jepang, salah satunya adalah perubahan makna akibat dari pertukaran

tanggapan indra.

Manusia memiliki kelebihan diantara makhluk-makhluk lainnya,

yaitu memiliki 5 macam alat indra. Alat indra manusia meliputi indra

penciuman, indra penglihatan, indra perasa, indra peraba, dan indra

pendengaran.

Alat indra atau pancaindra dalam bahasa Jepang disebut dengan

「五感」gokan.

3.2 Keterkaitan perubahan makna dengan tanggapan alat indra.

Alat indra manusia meliputi indra penciuman, indra penglihatan,

indra perasa, indra peraba, dan indra pendengaran. Pateda (2010:174)

menjelaskan, masing-masing indra menimbulkan kelompok kata yang


28

dapat dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Indra penciuman

menghasilkan kelompok kata busuk, harum; indra pendengaran

mengahasilkan kelompok kata keras, lembut, merdu; indra penglihatan

menimbulkan kata gelap, jelas, kabur, terang; indra peraba

menimbulkan kata kata halus,kasar; sedangkan indra perasa

menghasikan kata manis, asin, pedas, dan lain-lain.

Pada halaman yang sama Pateda (2010:174) juga mengatakan

perubahan makna akibat pertukaran indra, disebut dengan sinestesi (kata

Yunani: sin = sama dan aesthetikos = tampak). Pertukaran indra yang

dimaksud, misalnya kata terang berhubungan dengan indra penglihatan,

tetapi kalau orang berkata “suaranya terang” maka hal yang dimaksud

adalah berhubungan dengan indra pendengaran.

Selanjutnya kata manis, kata ini berhubungan dengan indra

perasa. Tetapi jika orang berkata “ Rupanya manis sekali” atau

“penampilannya manis sekali,” maka kata manis pada kalimat-kalimat

ini tidak berhubungan dengan indra perasa lagi, melainkan berhubungan

dengan indra penglihatan. Makna yang diambil adalah cantik, menarik,

komposisi baju yang cocok.

Selanjutnya kata halus yang berhubungan dengan indra peraba.

Jika seseorang berkata “suaranya halus” maka kata halus pada kalimat-

kalimat ini tidak berhubungan dengan indra peraba lagi, melainkan

berhubungan dengan indra pendengaran.


29

Contoh-contoh tersebut memperlihatkan bahwa telah terjadi

perubahan makna. Perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra.

Perubahan makna ini kebanyakan makna sebenarnya ke makna kiasan.

Kalau seseorang berkata, “Bangkai ayam itu busuk sekali,” maka makna

kata busuk mengacu pada hal yang sebenarnya. Tetapi kalau orang

berkata, “Namanya busuk karena pemberitaan itu,” maka makna kata

busuk tidak bermakna sebenarnya lagi, melainkan makna kiasan.

4. Kata sifat

4.1 Pengertian kata sifat

Kata sifat dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua yaitu i-

keiyoushi dan na-keiyoushi. Kitahara dalam Sudjianto (2009:154)

mengatakan i-keiyoushi ‘ajektiva-i’ sering disebut juga keiyoushi yaitu

kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan

sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan

bentuk.

Nishihara, dkk (1988:1) menyebutkan:

形容詞は物やことがらの性質、状態などを表すとともに、
話し相手主観的判断、感情などを表す。
Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang di dalamnya
menunjukkan perasaan; pertimbangan subjektif pembicara; kata
yang secara bersamaan menunjukkan keadaan, dan lain-lain; serta
kata yang menunjukkan sifat atau karakter manusia, benda, atau
barang.
30

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:13)

dijelaskan kata sifat adalah kata yang menerangkan nomina yang

secara umum dapat bergabung dengan kata lebih dan kata sangat.

Setiap kata yang termasuk i-keiyoushi selalu diakhiri silabel /i/

dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi predikat, dan dapat menjadi

kata keterangan yang menerangkan kata lain dalam suatu kalimat.

Tetapi terdapat pengecualian kata pada yumei ‘terkenal’, kirei

‘cantik/indah/bersih’ dan kirai ‘benci’ bukan termasuk i-keiyoushi

melainkan na-keiyoushi atau adjektiva-na walaupun memiliki akhiran

i. Kata-kata tersebut tersebut termasuk ajektiva-na karena dalam

bentuk kamusnya berakhiran silabel /da/ yakni yumeida, kiraida, dan

kireida.

4.2 Jenis-jenis i-keiyoushi

Shimizu dalam Sudjianto (2009:154) membagi dua macam

ajektiva-i, yaitu :

(1) Zokusei keiyoushi, yaitu kelompok ajektiva-i yang menyatakan

sifat atau keadaan secara objektif, misalnya takai ‘tinggi/mahal’,

nagai ‘panjang’, hayai ‘cepat’, tooi ‘jauh’, futoi ‘gemuk/besar’,

akai ‘merah”, omoi ‘berat’, dan sebagainya.

(2) kanjoo keiyoushi, yaitu kelompok ajektiva-i yang menyatakan

perasaan atau emosi secara subjektif, misanya ureshii


31

‘senang/gembira’, kanashii ‘sedih’, kowai ‘takut’, itai ‘sakit’,

kayui ‘gatal’, dan sebagainya.

5. Usui

5.1 Pengertian usui

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa usui

merupakan kata sifat daam bahasa Jepang yang termasuk ke dalam salah

satu kata yang memiliki makna lebih dari satu. Makna dasar kata usui

yang sering digunakan adalah tipis. Tetapi dijelaskan di dalam beberapa

kamus usui tidak hanya tipis saja.

Berikut ini adalah makna kata usui yang diambil dari beberapa

kamus:

1. Pada kamus Sanseido Kokugo Jiten (1985:92) dijelaskan :

1) 厚みが少ない。

Ketebalan yang tipis.

2) 〔色・味・濃度・密度などの〕程度が少ない。

(warna, rasa, kekentalan, kepadatan) derajatnya sedikit.

3) 期待されるほど、多く・(深く)ない。

Lebih dari yang diharapkan, tidak banyak, tidak dalam.

2. Pada kamus 研究現代標準国語辞典 (2016:113) dijelaskan :

1) 厚みが少ない。

Ketebalan yang tipis.

2) 色があわい。
32

Warna yang pucat (muda).

Contoh : 薄い青色。

Warna biru muda.

3) 味があっさりしている。

Rasa yang ringan (hambar).

Contoh : 味付けが薄い。

Bumbu yang hambar.

4) 程度・度合いが少ない。

Derajat atau tingkat yang sedikit.

Contoh : 関心が薄い。

Minat yang lemah.

3. Pada kamus Matsuura (1994:1146 ) dijelaskan :

1) 薄い紙。

Kertas tipis

2) 薄いコーヒー。

Kopi encer

3) 薄い紙。

Rambut yang tipis ; rambut yang jarang

4) 色はもっと薄い。

Warna yang lebih muda

5) 可能性は薄い。

Kemungkinannya tipis
33

4. Dalam buku 日本語多義語学習辞典 (2011:60-61) juga disebutkan

beberapa makna dari kata usui, antara lain sebagai berikut :

1) 両面の間のへだたりが小さい。(Kesenjangan antara kedua

sisinya kecil.)

• このノートはとても薄い。(catatan ini sangat tipis.)

• 薄い氷の上を歩くのは危ない。(berjalan di atas es yang

tipis berbahaya.)

• 壁 が 薄 く て 隣 の 部 屋 の 音 が う る さ い 。 (karena

dindingnya tipis, terdengar suara berisik dari kamar sebelah.)

2) 厚み重なった層の両面のへだたりが小さい。(Kesenjangan

lapisan kecil)

• ここの地層は上に行くほど薄くなる。(Lapisan tanah di

daerah sini semakin ke atas semakin menipis.)

• 地球の周りには薄い大気の層がある。(Terdapat lapisan

atmosfer tipis di sekeliling bumi.)

3) 中身が少ない。(Isinya sedikit)

• 私の財布はいつも薄くて悲しい。(Dompet saya isinya

selalu sedikit, saya sedih.)

• 昔 、 初 め て 受 け 取 っ た 給 料 袋 は 薄 か っ た 。 (Dulu,

amplop gaji yang pertama kali saya terima, kecil sekali.)

4) 液体が濃くない。 ( Cairan yang tidak gelap)


34

• 右の薄い液を使ってください。(Tolong gunakan cairan

yang encer sebelah kanan.)

• 実験表に薄い食塩水を作った。(Saya membuat larutan

garam yang cair pada eksperimen.)

• 医 者 に 地 が 薄 い と 言 わ れ た 。 (Dokter mengatakan

kepada saya bahwa darah saya cair.)

5) 信頼できない。(Tidak dapat dipercaya.)

• 彼 の 話 は 信 憑 性 が 薄 い 。 (Ucapannya, tidak dapat

dibuktikan)

• お互いの信頼が薄いから取引がうまくいかなかった。

(Karena keduanya tidak dapat saling percaya, bisnisnya tidak

berjalan dengan lancar.)

6) 効果が少ない。(hasil yang sedikit.)

• 売った数は多かったものの薄い儲けしかなかった。

(Barang yang jumlahnya banyak terjual, keuntungannya

kecil.)

• お金をかけた割には効果は薄かった。(Tidak diduga-

duga walaupun sudah memakan uang, hasilnya kecil.)

• 利幅が薄い場合は、大量に売らないと商売にならない。

(Pada saat margin keuntungannya kecil, kalau tidak menjual

dengan rencana besar-besaran, tidak akan menjadi

perdagangan.)
35

Dalam kamus Nihongo Tagigo Gakushuu Jiten (2011:60-61), makna usui

terdapat pada bagan berikut:

1a. 機能が十分なくて弱い
1. 積み重なった層の両 Tidak begitu berfungsi.
面の隔たりが小さい。
Kesenjangan lapisan 3a. 霧状のものの濃度が低い
kecil. Konsentrasi kabut rendah.

3b. 気体の濃度が低い
Konsentrasi gas rendah.
2. 中身が少ない
Isinya sedikit 3c. 色がはっきりしない
Warna tidak begitu jelas.

3. 液体が濃くない 3d. あまり味がしない


Cairan yang tidak Tidak begitu terasa.
kental.
3e. あまり匂い・香りがしない
0. 両面 の間の隔たり Tidak begitu bau/wangi
が小さい
kesenjangan antara 3f. 毛が少ない
kedua sisinya kecil. Rambut yang sedikit.

3g. 光や影がはっきりしない
Cahaya/bayangan tidak jelas.

3h. 情報量が少ない
Informasi tidak lengkap.

4. 信頼できない 3i. 印相や感じ方が様わい


Tidak dapat Kesan/perasaan yang lemah.
dipercaya.
3j. あまり関心がない
Tidak begitu tertarik.
5. 効果が少ない
Hasil yang sedikit. 3k. あまり関係がない
Hubungan yang kurang.

3l. 実現の可能性が低い
Kemungkinan terealisasi
rendah.

Bagan 2.3 Usui dalam Polisemi


36

B. Penelitian yang relevan

Penelitian yang membahas tentang kata sifat berpolisemi telah banyak

dilakukan. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Annisa Fitriyani, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta yang berjudul

“Analisis Makna Kata Sifat Amai Sebagai Polisemi dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa Jepang”. Kesimpulan dari hasil penelitian makna dari

kata sifat amai tersebut yaitu makna dari kata amai itu sendiri ada 10 antara

lain: (a) manis; (b) kurang asin, kurang pedas; (c) merdu, harum,

menyenangkan; (d) kata-kata rayuan; (e) tidak disiplin, berantakan; (f) tidak

tegas, plin-plan; (g) kendur, longgar; (h) tumpul; (i) romantis; (j) tampan.

Makna (a) manis merupakan makna dasar dari kata amai. Sedangkan 9 makna

selebihnya merupakan makna perluasan dari kata amai tersebut. Lalu

hubungan antar makna kata sifat amai, berdasarkan hasil penelitian tersebut

dipengaruhi oleh majas metafora sedangkan majas metonimi dan sinekdoke

tidak terlihat pada hubungan makna kata amai ini.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

penggunaan kata sifat yang berbeda. Jika pada penelitian sebelumnya

menggunakan kata sifat amai¸ pada penelitian ini menggunakan kata sifat usui.

C. Kerangka berfikir

Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa

sebagai objeknya. Istilah linguistik dalam bahasa Jepang disebut dengan

genggogaku. Dalam kajian linguistik terdapat semantik atau disebut juga


37

imiron dalam bahasa Jepang yaitu istilah teknis yang mengacu pada studi

tentang makna. Dalam semantik perubahan makna dapat terjadi sehingga

menghasilkan makna-makna baru dari satu kata yang biasa disebut dengan

istilah polisemi. Lebih jelasnya polisemi (tagigo) diartikan sebagai suatu kata

yang mengandung seperangkat makna yang berbeda atau bermakna lebih dari

satu.

Di antara banyaknya kosakata dalam bahasa Jepang, Kata sifat usui

merupakan salah satu kata yang termasuk ke dalam polisemi. Perluasan makna

yang terjadi pada kata sifat usui ini dapat diakibatkan oleh pertukaran

tanggapan indra sehingga menghasilkan makna-makna baru. Adapun

pengambilan contoh-contoh konkrit (jitsurei) berupa kalimat yang

menggunakan kata usui pada beberapa situs di internet, buku, artikel, dan lain

sebagainya.

Pada penelitian ini peneliti mengikuti tahapan khusus menganalisis

sebuah polisemi menurut Machida dan Momiyama (Sutedi 2012:136) adalah

sebagai berikut; (1) pemilihan makna, (2) penentuan makna dasar dan (3)

pendeskripsian hubungan antar makna.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. TUJUAN PENELITIAN

Seperti yang telah dijelaskan pada bab I, tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna usui sebagai polisemi jika dilihat dari konteks

kalimatnya.

2. Untuk mengetahui hubungan makna dasar dan perluasan makna usui

berdasarkan tanggapan alat indra dalam kalimat bahasa Jepang.

B. LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini berada pada ruang lingkup penselitian kebahasaan atau

linguistik. Penelitian ini mengkaji perbedaan dan perubahan makna yang

terjadi pada kata sifat Usui sebagai polisemi yang dilihat dari segi semantik.

C. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini diperkirakan memakan waktu 30 bulan dimulai pada bulan

Oktober 2016 sampai dengan bulan Juni 2019. Tempat penelitian Prodi Bahasa

Jepang Universitas Negeri Jakarta. Penelitian ini dilakukan secara studi

pustaka dengan mencari teori-teori yang berasal dari buku-buku yang terdapat

di perpustakaan Universitas Negeri Jakarta, Perpustakaan The Japan

Foundation, dan lain sebagainya.

105
39

D. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penilitian ini berdasarkan prosedur yang tercantum pada buku

pedoman penulisan tugas akhir revisi Oktober 2013 yang diterbitkan oleh

fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Adapun prosedur

penelitian ini sebagai berikut :

1. Pengajuan proposal penelitian pada seminar proposal.

2. Setelah mendapat persetujuan dari mengenai tema penelitian, penelitian ini

dilakukan melalui prosedur sebagai berikut :

a. Membaca berbagai referensi yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Mengumpulkan teori dari berbagai macam sumber.

c. Mencari dan mengumpulkan corpus data.

d. Menganalisis data.

e. Menyimpulkan hasil penelitian.

3. Semua langkah prosedur pada point 2 dilakukan berdasarkan hasil

konsutasi bersama dengan dosen pembimbing.

Adapun tahapan-tahapan khusus menganalisis sebuah polisemi menurut

Machida dan Momiyama (Sutedi 2012:136) adalah sebagai berikut; (1)

pemilihan makna, (2) penentuan makna dasar dan (3) pendeskripsian hubungan

antar makna.
40

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.

Menurut Widodo (2012:59) teknik pengumpulan data berupa studi lapangan

berupa kuesioner (angket/skala), wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik

pengumpuan data dokumentasi. Widodo (2012:61) menjelaskan teknik ini

dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar, foto

atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti.

Menurut Arikunto (2006:231) metode dokumentasi yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Penulis juga akan menggunakan studi literature, yaitu dengan mencari

contoh kalimat yang mengandung makna Usui sebanyak mungkin dari

berbagai macam sumber sebagai referensi. Sumber data utama yang digunakan

adalah yang berupa jitsurei yaitu contoh-contoh kalimat yang diambil dari

buku-buku, kamus-kamus bahasa Jepang, jurnal, artikel, surat kabar, media

internet dan lain-lain yang umum dijadikan sumber data penelitian kebahasaan.

Penulis juga menggunakan beberapa situs untuk mengambil contoh

konkrit, diantaranya:

a. www.aozora.gr.jp

b. www.asahi.com

c. www.yomiuri.com

d. www.nhk.co.jp
41

e. www.jakartashimbun.com

Penulis juga mengambil beberapa sumber pendukung dari buku, majalah

serta website.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Setelah melakukan pengumpuan data langkah selanjutnya adalah

menganalisis data tersebut. Adapun teknik analisis data yang perlu ditempuh

dalam analisis polisemi menurut Machida dan Momiyama dalam Sutedi

(2003:136) adalah sebagai berikut:

a. Pemilihan makna (imi-kubun)

Pemilihan makna dapat dilakukan dengan cara (1) mencari

sinonimnya, (2) mencari lawan katanya, (3) melihat hubungan

superordinat dari setiap makna yang ada, atau (4) dengan melihat variasi

pandanan kata dalam bahasa lain. Contoh masing-masing cara tersebut

antara lain sebagai berikut:

1) Mencari sinonimnya

• 階段を上がる = のぼる makna ①

• 料理が上がる = できる makna ②

• 家に上がる = 入る makna ③

• 犯人が上がる = みつかる makna ④

2) Mencari lawan katanya

• 背が高い ↔ 背が低い makna ①

• 値段が高い ↔ 値段が安い makna ②


42

3) Melihat hubungan superordinat dari setiap makna yang ada

• 物を置く → もの① makna ①

• 私のような者 → もの② makna ②

• 知るものですから→ もの③ makna ③

4) melihat variasi pandanan kata dalam bahasa lain

• 網をひく → menarik makna ①

• 辞書をひく → membuka makna ②

• ギターをひく → memainkan makna ③

• 風邪をひく → masuk angin makna ④

• 豆をひく → menggiling makna ⑤ dst.

b. Penentuan makna dasar (prototype) (kihongi no nintei)

Dalam setiap kata, sudah pasti ada kata dasarnya. Makna banyak

sekali ragamnya, tetapi dalam suatu polisemi makna hanya ada dua

macam, yaitu makna dasar dan makna perluasan. Tanaka Shigenori

dalam Sutedi (2003:137) menyebut kedua istilah tersebut dengan

makna prototipe dan makna bukan prototipe, dijelaskan bahwa: “jika

dalam suatu kata terdapat makna sebanyak n, maka di dalamnya ada

makna prototipe dan makna bukan prototipe, makna bukan prototipe

merupakan makna perluasan dari makna prototipe secara metafora.

Machida dan Momiyama mengemukakan cara menentukan

makna dasar suatu kata ada dua. Pertama, dengan menyebar angket

kepada responden untuk memilih salah satu yang dianggap makna dasar
43

dari berbagai contoh kalimat yang disajikan. Kedua, dengan menelaah

unsur kebahasaannya.

c. Deskripsi hubungan antar makna dalam bentuk struktur polisemi (tagi-

kouzou no hyougi)

Penganut lingustik kognitif diawali oleh George Lakkof & Mark

Jhonson (1980), Ronald W. Langacker (1987), disusul oleh penganut

Jepang seperti Yamanashii (1995), kawakami (1996), Yamada, Momimiya,

dan yang lainnya, telah mencoba mendeskripsikan hubungan antar makna

dalam polisemi dengan menggunakan majas/gaya bahasa (hiyu) sebagai

sudut pandangnya.

Selain itu, Pateda (2010:174) juga mengatakan perubahan makna

akibat pertukaran alat indra, disebut sinestesis (kata Yunani: sun = sama

dan aesthetikos = tampak). Pertukaran alat indra yang dimaksud, misalnya

kata terang berhubungan dengan alat indra penglihatan, tetapi kalau orang

berkata “suaranya terang” maka hal yang dimaksud adalah berhubungan

dengan indra pendengaran. Kridaklaksana dalam Wijana (2013:1)

mengatakan sinestesia adalah metafora berupa ungkapan yang

bersangkutan dengan suatu indra yang dipakai untuk objek atau konsep

tertentu, yang biasanya bersangkutan dengan indra lain. Penelitian ini tidak

meneliti metafora pada syair-syair dan tidak meneliti makna kias.


44

G. KRITERIA ANALISIS

Kata sifat usui merupakan kata sifat yang termasuk ke dalam polisemi

yakni kata yang memiliki arti lebih dari satu jika diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia. Oleh karena itu, peneliti bermaksud meneliti kata sifat usui

sebagai kata sifat berpolisemi. Kriteria penelitian ini adalah analisis makna usui

baik dilihat dari makna dasar, perluasan makna dasar tersebut dan hubungan

antar makna tersebut.

Adapun data-data mengenai kata sifat usui ini dapat dari contoh-contoh

kalimat, artikel, surat kabar, kumpulan buku, situs internet dan lain sebagainya.

Tahapan-tahapan khusus menganalisis penelitian ini adalah mengikuti tahapan

berdasarkan pendapat dari Machida dan Momiyama (Sutedi 2012:136) adalah

sebagai berikut; (1) pemilihan makna, (2) penentuan makna dasar dan (3)

pendeskripsian hubungan antar makna.


45

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Pada penelitian ini, penulis akan menganalis adjektiva usui berdasarkan

data-data yang didapat penulis dari berbagai sumber. Pada dasarnya kata usui

memiliki makna yang terkait dengan hasil pengamatan alat indra manusia.

Makna dasar usui adalah tipis, namun pada kenyataannya kata usui ini

memiliki makna-makna lain seperti hambar, kurang, redup, muda (warna), cair

atau encer, tidak begitu bau atau wangi, tidak dapat dipercaya, lemah, tidak

akurat, dan kecil.

Adapun data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini merupakan 40

contoh kalimat jitsurei tersebut diambil dari situs-situs koran digital

diantaranya adalah www.asahi.com, www.yomiuri.co.jp, www3.nhk.or.jp, dan

www.jakartashimbun.com, yang penulis ambil dengan kata kunci usui 「薄

い」. Selain dari beberapa situs tersebut penulis juga mengambil beberapa

contoh kalimat dari buku, seperti Nihongo Nouryoku Shiken Chokuzen (NNSC)

dan Nihongo Tagigo Gakushuu Jiten (NTGJ). Pemilihan kata berdasarkan

kriteria analisis yaitu kalimat yang mengandung kata usui dan memerlukan

pengamatan alat indra.

A.1 Klasifikasi Makna (imi-kubun)

Pemilihan makna dapat dilakukan dengan cara mengklasifikasikannya

dengan alat indra yang ada pada tubuh manusia, seperti indra penciuman, indra
46

penglihatan, indra perasa, indra peraba, dan indra pendengaran. Setelah

diklasifikasikan langkah selanjutnya adalah menghubungan keterkaitan makna

pada kata usui pada kalimat.

Setelah membaca penulis dapat menarik kesimpulan bahwa makna

adjektiva usui dapat digolongkan ke dalam 13 makna dengan contoh

penggunaannya yang berasal dari jitsurei yang telah penulis temukan sebagai

berikut

Tabel 4.1
Kalimat-kalimat yang Mengandung Adjektiva Usui.

Klasifikasi
No.
Kalimat Sumber
Makna

1. Ketebalan a) 彼女の化粧品はかなり薄い。 NNSC:174


Riasannya (dia (pr)) cukup tipis.
b) ラップみたいなきわめて薄いフィル http://www.y
ムに、絵や文字を出したり、タッチ omiuri.co.jp/
パネルにしたりすることはできま yolon/ichiran
す。 /20170113-
Seperti plastik pembungkus wrap, OYT8T5002
klise film yang sangat tipis dapat 2.html
mengeluarkan gambar dan huruf
dengan panel sentuh.
c) 薄いシャツ姿の福原勝己さん(7 http://www.y
3)があぐらをかき、孫娘 の柑菜ち omiuri.co.jp/l
ゃん(2)を膝の上に乗せる。 ocal/shimane/
Dengan balutan kemeja tipis, Ibu feature/CO02
Katsumi Fukuhara (73 tahun) duduk 7246/201701
bersimpuh dan memangku cucunya 05-
Kanna (2 tahun) di atas paha. OYTAT5005
0.html
47

d) まぶたは薄い皮膚でしかないはずな http://www.y
のに、風景が透けて見えたことはま omiuri.co.jp/l
だない。 ife/book/new
Kelopak mata seharusnya hanya kulit s/20170328-
yang tipis, walaupun begitu saya OYT8T5000
belum bisa tembus pandang melihat 4.html#csidx
pemandangan. 0667205c551
8a6080bd9f8
2927db435

e) 豚肩ロース薄切り(しょうが焼き http://www.y
用)200gr. omiuri.co.jp/
Potong tipis daging sirloin babi matome/archi
(untuk memanggang jahe) 200gr. ve/20150902-
OYT8T5013
5.html
f) 例えば、鶏肉の表面を覆う皮をめ https://yomid
くると、肉と皮の間に薄い膜があり r.yomiuri.co.j
ます。 p/article/2017
Misalnya, kalau melepaskan bagian 0414-
permukaan kulit daging ayam, di OYTET5001
antara daging dan kulit terdapat 2/
selaput tipis.
g) まず、こちらをご覧ください。一 https://www3
見、腕には何もついていないように .nhk.or.jp/ne
見えますが…。実は、とても薄い透 ws/html/2018
明の膜が貼られていたのです。 1221/k10011
Pertama-tama tolong lihat ke arah 754131000.ht
sini. Sekilas lengan terlihat seperti ml?utm_int=
tidak memakai apa-apa. Sebenarnya, nsearch_cont
tertempel selaput bening (peel off) ents_search-
yang sangat tipis. items_002
2. Jumlah (2a) このレポートの内容が薄い。 NTGJ:65
Isi laporan ini sedikit.
(2b) 地方に企業を誘致して雇用が生ま https://www.
れ、生産が増えても、売り上げは都 yomiuri.co.jp
市部の本社のものとなる。地元への /local/shiman
経済効果は薄い。 e/feature/CO
Pekerjaan lahir dengan menarik 028572/2018
perusahaan ke daerah pedalaman, 1223-
meskipun produksi meningkat, OYTAT5000
penjualan menjadi milik kantor pusat 4.html
yang ada di kota. Jadi efek ekonomi
pada masyarakat daerah pun sedikit.
48

3. Warna a) キャンバス地に薄い赤色を塗り。 https://www.


Saya mengguratkan warna merah asahi.com/art
muda di kanvas. icles/ASJ4J4
5GRJ4JPLZ
B00J.html?ir
ef=pc_ss_dat
e
b) 水彩の薄い緑色で竹の幹や葉が描か http://www.a
れ、左下に学年と名前が筆書きされ sahi.com/arti
ている。 cles/ASK4C5
Batang bambu dan daun yang dilukis 4MDK4CPJL
dengan cat air warna hijau muda, B00V.html
pada bagian kiri bawah ditulis nama
dan kelas dengan pensil.
c) 桟橋からの海は、薄い緑色に光って https://www.j
見えた。 akartashimbu
Laut dari dermaga, tampak bersinar n.com/free/de
hijau muda. tail/45788.ht
ml
d) 庭園内では約 250 品種、2000 株のク https://www.
レマチスが育てられている。ポール yomiuri.co.jp
に沿って育った「クレマチスの塔」 /local/shizuo
には、薄い紫の花がたくさん付いて ka/news/2019
いた。
0616-
Di kebun kira-kira terdapat 250
macam, 2000 tiang rambatan untuk OYTNT5001
dirambati pohon clematis (semacam 3/
tumbuhan menjalar). Pada tiang
rambatan clematis, terdapat banyak
bunga berwarna ungu muda.
4. Rasa a) 塩味が薄いようなら火を止めてから http://www.a
さらに30分ほどそのまま浸してお sahi.com/arti
くと塩味が浸透していい味になる。 cles/ASK983
Kalau sudah tidak begitu terasa asin, V8WK98OIP
setelah dimatikan api, lalu anda E00J.html
diamkan sekitar 30 menit rasa
asinnya akan meresap dan menjadi
lebih enak.
b) 母の料理は味付けが薄かった。 NTGJ:64
Bumbu pada masakan ibu rasanya
hambar.
c) この味噌汁は味が薄いので、もっと NTGJ:64
味噌を足したほうがいい。
49

Karena rasa sup miso ini hambar,


lebih baik ditambahkan lebih banyak
miso.
d) 小菊かぼちゃは水っぽく味が薄いの https;//www6
で、グラタンソースには少ししっか .nhk.or.jp/har
りめに塩、こしょうで味を付ける。 efarm/hatake/
Karena labu krisan rasanya hambar hatake.html?i
seperti air, pada saus gratinnya =181026_1
dibubuhi sedikit garam dan lada.
5. Kepercayaan, (5a) 彼の話は信憑性が薄い。 NTGJ:67
Ucapan dia kredibilitasnya rendah.
kesadaran, (5b) お互いの信頼が薄いから取引がう NTGJ:67
まく行けなかった。
udara Karena kepercayaan satu sama
lainnya rendah, transaksi tidak
berjalan dengan baik.
(5c) 一方、日本では負担に関する意識 http://www.a
が薄いと感じます。 sahi.com/arti
Disisi lain, saya merasa di Jepang cles/DA3S13
kesadaran terhadap tanggung jawab 138659.html)
masih rendah.
(5d) さらに疲れた体に追い打ちをかけ https://www4
る標高 2500 メートルの薄い空気。 .nhk.or.jp/gre
Selain itu, udara rendah di ketinggian atrace/90/
2500 m di atas permukaan laut, akan
mempengaruhi tubuh dalam keadaan
lelah.
6. Bayangan a) たしかに、自動ドアが閉まったままだ http://www.a
と、何だか自分が影の薄い人間のよう sahi.com/arti
で落ち込むかも。 cles/DA3S12
Tentu saja, ketika pintu otomatis 872492.html
dibiarkan tertutup, entah kenapa saya
merasa bayangan samar manusia
tampak seperti terjatuh.
b) 雲が出てきて影が薄くなった。 NTGJ:65
Keluarnya awan membuat bayangan
menjadi samar.
7. Cairan (7a) 医者に血が薄いといわれた。 NTGJ:63
Dokter berkata bahwa darah saya
encer.
(7b) 右の薄い液を使ってください。 NTGJ:63
Tolong gunakan cairan yang cair
sebelah kanan.
8. Keharuman (8a) この花は、色はいいけれど、香りは NTGJ:64
薄いです。
50

Bunga ini, warnanya bagus tapi tidak


begitu wangi.
(8b) 無香料、あるいは薄いにおいのクリ NTGJ:64
ームが好きです。
Saya menyukai krim tanpa aroma atau
yang aromanya tidak begitu
menyengat.
9. kelemahan (9a) この会社の警備が薄い。 NTGJ:62
Keamanan kantor ini lemah.
(9b) 相手チームの守りが薄いところを狙 NTGJ:62
おう。
Mari kita membidik titik kelemahan
pertahanan tim lawan.
10. Kekurangan a) 日本の国立大学出身者の大多数は、 http://webron
米国に比して愛校心が著しく薄い。 za.asahi.com/
Kebanyakan mahasiswa yang berasal science/articl
dari Jepang, cinta almamater es/20170331
sekolahnya terkenal kurang 00006.html
dibandingkan dengan mahasiswa
Amerika.

b) 桑満氏は「タオルはすぐ熱をもって http://www.y
しまうので効果が薄い。読者に誤っ omiuri.co.jp/s
た知識を植えつけてしまう」と怒 cience/featur
る。 e/CO017291/
Bapak Kuwamitsu marah “karena 20161201-
handuk langsung menyerap panas, OYT8T5004
hasilnya kurang berdayaguna 3.html
(penyembuhan). Hal ini akan
menanamkan pengetahuan yang
salah ke pembaca.”
51

c) 間もなく7年目に入るシリア内戦。 http://www.y
アサド政権と反体制派の停戦合意を omiuri.co.jp/f
受け、今後の和平プロセスに世界の ukayomi/ichi
関心が集まっている。だが、昨年か ran/20170127
ら主導権を発揮しているロシアに比 -
べて、米国の存在感が薄い。 OYT8T5001
Memasuki tahun ketujuh perang 6.html
internal di Siria. Pemerintah Rezim
Asad dan para pembangkang
mengambil perjanjian genjatan
senjata, mulai sekarang perhatian
dunia berkumpul pada proses damai.
Tapi, dibandingkan dengan Rusia
yang telah memperlihatkan inisiatif
dari tahun lalu, eksitensi atau inisiatif
Amerika kurang.

d) 神奈川県 に引っ越してきたが、地域 https://www.


の人とのつながりが薄いと感じる。 yomiuri.co.jp
Saya telah pindah ke Prefektur /teen/special/
Kanagawa, tapi saya merasa jalinan 20181004-
hubungan dengan warga setempat OYT8T5006
kurang akrab. 3.html
e) 自転車走行の基礎知識などを学ぶ機 https://www.
会が少なく、“凶器”になりうるとい yomiuri.co.jp
う認識が薄いことが背景にあるよう /fukayomi/ic
だ。 hiran/201812
Sedikitnya kesempatan mempelajari 27-
pengetahuan dasar mengendarai OYT8T5003
sepeda dan lain lain, menjadi latar 8.html
belakang kewaspadaan yang kurang,
hal itu bisa menjadi “senjata yang
mematikan”.
f) 従来のプルーム・テックは臭いが少 https://yomiur
ないものの、加熱する温度が約30 i.co.jp/econo
度と低く、「たばこを吸っている実 my/20190118-
感が薄い」との声もあった。 OYT1T50029
Ploom tech (sejenis rokok elektronik)
yang biasa kurang berbau, temperatur
panasnya kira-kira serendah 30
derajat. Ada pula yang mengatakan
“sensasi menghisap rokok
berkurang” (dibandingkan dengan
rokok biasa).
52

11 Pencahayaan (11a) 薄暗い展示室に、飾り金物で華や http://www.y


かに雀や虎などを表した甲冑が照明 omiuri.co.jp/l
で照らされ、外国人観光客らも興味 ocal/nara/ne
深そうに見入っている。 ws/20170412
Pada ruang pameran yang temaran, -
kami memperlihatkan pajangan dari OYTNT5000
material logam seperti burung pipit, 0.html
harimau, dan lain-lain dengan cara
yang mengesankan. Baju baja yang
diterangi dengan pencahayaan
membuat para turis asing pun
memperlihatkan ketertarikannya
yang dalam.
12. Jarang (12a) 今回は自治会を中心に希望者を集 https://www.
めたが、自治会などとの結びつきが yomiuri.co.jp
薄い住民に、広域避難の方法などを /local/shiman
どう周知するかも課題だ。 e/feature/CO
Kali ini, kami mengumpulkan pelamar 035951/2018
yang berpusat di sekitar asosiasi 1113-
warga, tetapi bagi warga yang tidak OYTAT5000
begitu terikat dengan asosiasi warga 4.html
dan lain-lain, ini juga menjadi masalah
bagaimana cara mengenalkan
evakuasi ke area yang luas?
13. Kecil (13a) 勝ち目は薄いだと思う。 NTGJ:66
Saya pikir peluang untuk menangnya
kecil.
(13b) うまくいく見込みは薄い。 NTGJ:66
Harapannya kecil akan (hal tersebut)
berjalan lancar.
(13c) どうしよう。このままだと、成功 NTGJ:66
の望みは薄いよね。
Bagaimana ini. Kalau terus seperti ini,
harapan untuk keberhasilnya kecil.

B. Interpretasi Data

Pada bagian ini penulis akan meneliti satu persatu kalimat-kalimat yang

telah dikumpulkan. Berikut ini merupakan hasil klasifikasi data berdasarkan

analisis hubungan makna dasar dengan makna perluasan kata usui, serta

keterkaitannya dengan alat indra manusia.


53

1. Ketebalan

(1a) 彼女の化粧品はかなり薄い。(NNSC:174)
Riasannya (dia (Pr)) cukup tipis.

Analisis :

Pada kalimat (1a), kedudukan kata usui adalah sebagai adjektiva

yang menjelaskan makeup atau riasan yang subjek “dia” gunakan.

Pada kalimat ini kata usui menekankan ketipisan polesan makeup pada

wajah perempuan tersebut.

Pada kalimat tersebut kata usui didahului dengan kata kanari

yang membuat arti kata usui semakin ditekankan. Dalam kamus

Bahasa Indonesia, Kanari memiliki arti “lumayan, cukup” sehingga

kalimat tersebut dapat diartikan “cukup tipis”.

Untuk membedakan ketipisannya pada kalimat (1a) dapat

dilakukan dengan melihatnya, alat indra yang digunakan pada kalimat

ini adalah mata. Dengan melihat kita bisa membedakan ketipisan atau

ketebalan suatu objek. Oleh karena itu makna usui pada kalimat

tersebut adalah tipis.

Selanjutnya sebagai kata berpolisemi, tipis merupakan makna

dasar (kihon-gi) dari kata usui dan pada kalimat ini kata usui tidak

mengalami perluasan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata

usui pada kalimat ini tidak memiliki hubungan antar makna.

(1b) ラップみたいなきわめて薄いフィルムに、絵や文字を出した
り、タッチパネルにしたりすることはできます。
(www.yomiuri.co.jp)
Seperti plastik pembungkus wrap, klise film yang sangat tipis dapat
mengeluarkan gambar dan huruf dengan panel sentuh.
54

Analisis :

Pada kalimat (1b), kedudukan kata usui adalah sebagai adjektiva

yang menjelaskan kata benda klise film. Film yang dimaksud dalam

kalimat tersebut bukan film yang dipertontonkan melainkan seperti

plastik tipis yang biasa di gunakan dalam teknologi digital.

Pada kalimat tersebut, kata usui mendapat penekanan dari kata

“kiwamete” “きわめて” yang berarti “sangat” sehingga pengartian

kalimat tersebut menjadi sangat tipis.

Untuk membedakan ketipisannya dapat dilakukan dengan

melihatnya, alat indra yang digunakan pada kalimat ini adalah mata.

Dengan melihat kita bisa membedakan ketipisan atau ketebalan suatu

objek. Oleh karena itu makna usui pada kalimat tersebut adalah tipis.

Selanjutnya sebagai kata berpolisemi, tipis merupakan makna

dasar (kihon-gi) dari kata usui dan pada kalimat ini kata usui tidak

mengalami perluasan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata

usui pada kalimat ini tidak memiliki hubungan antar makna.

(1c) 薄いシャツ姿の福原勝己さん(73)があぐらをかき、孫娘
の柑菜ちゃん(2)を膝の上に乗せる。(www.yomiuri.co.jp)
Dengan balutan kemeja tipis, Ibu Katsumi Fukuhara (73 tahun) duduk
bersimpuh dan memangku cucunya Kanna (2 tahun) di atas paha.

Analisis :

Pada kalimat (1c), kedudukan kata usui adalah sebagai adjektiva

yang menjelaskan kata benda kemeja yang subjek Ibu Fukuhara

Katsumi kenakan. Kata usui pada kalimat tersebut mengarah pada


55

bahan kemeja tipis yang dikenakan Ibu Fukuhara Katsumi pada saat

memangku cucunya sehingga makna kata usui pada kalimat tersebut

tetap tipis.

Untuk membedakan ketipisannya dapat dilakukan dengan

melihatnya, alat indra yang digunakan pada kalimat ini adalah mata.

Dengan melihat kita bisa membedakan ketipisan atau ketebalan suatu

objek. Oleh karena itu, makna usui pada kalimat tersebut adalah tipis.

Selanjutnya sebagai kata berpolisemi, tipis merupakan

makna dasar (kihon-gi) dari kata usui dan pada kalimat ini kata usui

tidak mengalami perluasan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa

kata usui pada kalimat ini tidak memiliki hubungan antar makna.

(1d) まぶたは薄い皮膚でしかないはずなのに、風景が透けて見えた
ことはまだない。(www.yomiuri.co.jp)
Kelopak mata seharusnya hanya kulit yang tipis, walaupun begitu
saya belum bisa tembus pandang melihat pemandangan.

Analisis :

Pada kalimat (1d), kedudukan kata usui adalah sebagai

adjektiva yang menjelaskan kata benda berupa kulit. Kulit yang

dimaksud pada kalimat ini adalah kulit manusia. Kulit pada tubuh

manusia terdiri dari kulit tebal dan kulit tipis. Pada kalimat tersebut

bagian kulit mengacu pada kulit pada kelopak mata manusia yang

tergolong tipis. Jika memejamkan mata, lalu ada sinar yang terang,

kita dapat merasakan adanya cahaya yang masuk kedalam mata. Tapi

pada kalimat ini yang dimaksud bukanlah cahayanya melainkan

pemandangan yang tidak dapat ditembus pandang oleh kulit mata.


56

Untuk membedakan ketipisan kulit tersebut dapat dilakukan

dengan melihatnya, alat indra yang digunakan pada kalimat ini adalah

mata. Dengan melihat kita bisa membedakan ketipisan atau ketebalan

suatu objek. Oleh karena itu makna usui pada kalimat tersebut adalah

tipis.

Selanjutnya sebagai kata berpolisemi, tipis merupakan makna

dasar (kihon-gi) dari kata usui dan pada kalimat ini kata usui tidak

mengalami perluasan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata

usui pada kalimat ini tidak memiliki hubungan antar makna.

(1e) 豚肩ロース薄切り(しょうが焼き用)200gr。
(www.yomiuri.co.jp)
Potong tipis daging sirloin babi (untuk panggang jahe) 200gr.

Analisis :

Pada kalimat (1e), kedudukan kata usui adalah sebagai kata

keterangan yang menjelaskan potongan pada daging babi. Kata usui

berpadan dengan kata “ 切 り ” “ kiri ” yang berarti potongan.

Untuk potongan daging sendiri dapat digunakan kata tipis atau tebal.

Karena kalimat tersebut mengacu pada resep mengolah masakan

sehingga pada kalimat tersebut mengandung kalimat perintah dan

dapat diartikan potong tipis.

Untuk membedakan ketipisannya dapat dilakukan dengan

melihatnya, alat indra yang digunakan pada kalimat ini adalah mata.

Dengan melihat kita bisa membedakan ketipisan atau ketebalan suatu

objek. Maka pada kalimat diatas kata usui bermakna tipis.


57

Selanjutnya sebagai kata berpolisemi, tipis merupakan makna

dasar (kihon-gi) dari kata usui dan pada kalimat ini kata usui tidak

mengalami perluasan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata

usui pada kalimat ini tidak memiliki hubungan antar makna.

(1f) 例えば、鶏肉の表面を覆う皮をめくると、肉と皮の間に薄い
膜があります。(yomidr.yomiuri.co.jp)
Misalnya, kalau melepaskan bagian permukaan kulit daging ayam, di
antara daging dan kulit terdapat selaput tipis.

Analisis :

Pada kalimat (1f), kedudukan kata usui adalah sebagai

adjektiva yang menjelaskan kata benda “maku” “膜“ yang berarti

selaput. Selaput atau membran merupakan lembaran tipis yang

berfungsi sebagai pemisah antara kulit dan daging. Selaput yang ada

di antara kulit dan daging ayam tersebut merupakan selaput yang tipis.

Untuk mengetahui tipis atau tidaknya adalah dapat dilakukan

dengan melihatnya sehingga panca indra yang bekerja disini adalah

mata yang merupakan indra penglihatan. Mata dapat membedakan

ketipisan dari selaput tersebut yang kemudian dijelaskan dengan

menggunakan kata usui yang bermakna ‘tipis’.

Selanjutnya sebagai kata berpolisemi, tipis merupakan makna

dasar (kihon-gi) dari kata usui dan pada kalimat ini kata usui tidak

mengalami perluasan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata

usui pada kalimat ini tidak memiliki hubungan antar makna.


58

(1g) まず、こちらをご覧ください。一見、腕には何もついていな
いように見えますが…。実は、とても薄い透明の膜が貼られ
ていたのです。(www3.nhk.or.jp)
Pertama-tama tolong lihat ke arah sini. Sekilas lengan terlihat seperti
tidak memakai apa-apa. Sebenarnya, tertempel selaput bening (peel
off) yang sangat tipis.

Analisis :

Pada kalimat tersebut, kedudukan kata usui adalah sebagai

adjektiva yang menjelaskan kata benda “maku” “膜“ yang berarti

selaput. Selaput yang dimaksud pada kalimat tersebut bukan selaput

pemisah yang terletak di antara kulit dan daging seperti yang

dijabarkan pada kalimat (1f), melainkan seperti plastik bening yang

sangat tipis. Awalnya selaput tersebut berupa krim yang jika dioleskan

ke kulit lama-kelamaan menjadi mengering dan dapat dikelupas.

Untuk mengetahui tipis atau tidaknya adalah dapat dilakukan

dengan melihatnya sehingga alat indra yang bekerja disini adalah mata

yang merupakan indra penglihatan. Mata dapat membedakan

ketipisan dari selaput tersebut yang kemudian dijelaskan dengan

menggunakan kata usui yang bermakna ‘tipis’.

Selanjutnya sebagai kata berpolisemi, tipis merupakan makna

dasar (kihon-gi) dari kata usui dan pada kalimat ini kata usui tidak

mengalami perluasan makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata

usui pada kalimat ini tidak memiliki hubungan antar makna.


59

2. Jumlah

(2a) このレポートの内容が薄い。(NTGJ:65)
Isi laporan ini sedikit.

Analisis :

Pada kalimat (2a), makna kata usui mengacu pada isi laporan.

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain memiliki makna

tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat berubah tergantung

dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat (2a), usui didahului kata “naiyou” “内容”

yang berarti “isi”. Dalam Bahasa Indonesia kalimat ini tidak

berterima jika diartikan dengan “isi tipis”. untuk menyatakan

intentitas jumlah dari isi laporan tersebut, dapat menggunakan kata

“sedikit” sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat

bila disandingkan dengan kata “sedikit”.

Untuk membedakan intentitas jumlah yang ada pada kalimat

tersebut dapat dilakukan dengan melihatnya, dan alat indra yang

digunakan pada kalimat ini adalah mata. Dengan mata, kita bisa

membedakan banyaknya isi tulisan yang tertulis pada laporan

tersebut.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.


60

(2b) 地方に企業を誘致して雇用が生まれ、生産が増えても、売り
上げは都市部の本社のものとなる。地元への経済効果は薄い。
(www.yomiuri.co.jp)
Pekerjaan lahir dengan menarik perusahaan ke daerah pedalaman,
meskipun produksi meningkat, penjualan menjadi milik kantor pusat
yang ada di kota. Jadi efek ekonomi pada masyarakat daerah pun
sedikit.

Analisis :

Pada kalimat (2b), makna kata usui mengacu pada efek

ekonomi masyarakat. Seperti yang diketahui sebelumnya, selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, sebelum kata usui ada kata

keizaikekka “ 経 済 結 果 ” yang berarti “efek ekonomi”. Dalam

bahasa Indonesia, kalimat ini tidak diartikan dengan “efek ekonomi

yang tipis”, karena kalimat ini berhungan dengan hasil dari produksi

atau keuntungan yang tidak diperoleh masyararakat daerah sehingga

kata kata usui lebih tepat apabila disandingkan dengan “sedikit”.

Penerjemahan kalimatnya menjadi “efek ekonomi yang sedikit”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan. Mata berfungsi sebagai penguat kalimat tersebut,

dengan melihat, mempelajari situasi yang terjadi seseorang dapat

memutuskan kesimpulan yang ada berdasarkan fakta-fakta yang ada

atau beredar di masyarakat.


61

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

3. Warna

(3a) キャンバス地に薄い赤色を塗り。 (www.asahi.com)


Saya mengguratkan warna merah muda di kanvas.

Analisis :

Pada kalimat (3a), makna kata usui mengacu pada warna

yang digunakan oleh pelukis. Seperti yang sudah diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat ini setelah kata usui ada kata “akai” “赤い”

yang berarti “merah”. Dalam Bahasa Indonesia kalimat ini tidak

berterima apabila diartikan dengan “merah tipis” tetapi ada kata lain

yaitu “merah muda”. Muda sendiri dalam Bahasa Indonesia

mempunyai 2 makna yaitu makna yang menerangkan usia serta

muda yang dipakai bersamaan warna yang merupakan makna kiasan

sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat bila

disandingkan dengan kata “muda”.

Untuk membedakan warna merah tersebut dapat dilakukan

dengan melihatnya sehingga alat indra yang digunakan pada kalimat

ini adalah mata. Dengan mata manusia bisa melihat dan

membedakan warna suatu objek.


62

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat

ini memiliki hubungan antar makna.

(3b) 水彩の薄い緑色で竹の幹や葉が描かれ、左下に学年と名前
が筆書きされている。(www.asahi.com)
Batang bambu dan daun yang dilukis dengan cat air warna hijau
muda, pada bagian kiri bawah ditulis nama dan kelas dengan pensil.

Analisis :

Pada kalimat (3b), makna kata usui mengacu pada warna

cat air yang digunakan oleh pelajar. Seperti yang sudah diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki

makna lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat ini setelah kata usui disertai dengan kata

“midori”“緑” yang berarti ”hijau”. Dalam Bahasa Indonesia

kalimat ini tidak berterima jika diartikan dengan “hijau tipis”.

Tetapi ada kata lain yang lebih sering digunakan untuk menentukan

kontras warna yaitu “hijau muda”. Muda sendiri dalam Bahasa

Indonesia mempunyai 2 makna yaitu makna yang menerangkan

usia serta muda yang di pakai bersamaan warna yang merupakan

makna kiasan sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih

tepat bila disandingkan dengan kata “muda”.

Untuk membedakan warna hijau pada kalimat tersebut

dapat dilakukan dengan melihatnya, alat indra yang digunakan

pada kalimat ini adalah mata. Dengan melihat kita bisa


63

membedakan ketipisan atau ketebalan suatu objek serta

membedakan warna dari suatu benda.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat

ini memiliki hubungan antar makna.

(3c) 桟橋からの海は、薄い緑色に光って見えた。
(www.jakartashimbun.com)
Laut dari dermaga, tampak bersinar hijau muda.

Analisis :

Pada kalimat (3c), makna kata usui mengacu pada warna laut

yang dilihat. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat ini setelah kata usui disertai dengan kata

“midori” “緑” yang berarti “hijau”. Dalam Bahasa Indonesia jika

diartikan ke dalam kata “hijau tipis” tidak dapat berterima. Tetapi

ada kata lain yang lebih sering digunakan untuk menentukan kontras

warna yaitu “hijau muda”. Muda sendiri dalam Bahasa Indonesia

mempunyai 2 makna yaitu makna yang menerangkan usia dan muda

yang di pakai bersamaan warna yang merupakan makna kiasan

sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat bila

disandingkan dengan kata “muda”.

Untuk membedakan warna hijau pada kalimat tersebut dapat

dilakukan dengan melihatnya, alat indra yang digunakan pada


64

kalimat ini adalah mata. Dengan melihat kita bisa membedakan

ketipisan atau ketebalan suatu objek serta membedakan warna dari

suatu benda.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(3d) 庭園内では約 250 品種、2000 株のクレマチスが育てられている。


ポールに沿って育った「クレマチスの塔」には、薄い紫の花がた
くさん付いていた。(www.yomiuri.co.jp/)
Di kebun kira-kira terdapat 250 macam, 2000 tiang rambatan untuk
dirambati pohon clematis (semacam tumbuhan menjalar). Pada tiang
rambatan clematis, terdapat banyak bunga berwarna ungu muda.

Analisis :

Pada kalimat (3d), makna kata usui mengacu pada warna bunga

yang mekar pada pohon clematis. Seperti yang sudah diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat ini setelah kata usui disertai dengan kata

“murasaki”“紫” yang berarti “ungu”. Dalam Bahasa Indonesia

kalimat ini tidak berterima jika diartikan dengan “ungu tipis”. Tetapi

ada kata lain yang lebih sering digunakan untuk menentukan kontras

warna yaitu “ungu muda”. Muda sendiri dalam Bahasa Indonesia

mempunyai 2 makna yaitu makna yang menerangkan usia serta

muda yang di pakai bersamaan warna yang merupakan makna kiasan


65

sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat bila

disandingkan dengan kata “muda”.

Untuk membedakan warna hijau pada kalimat tersebut dapat

dilakukan dengan melihatnya, alat indra yang digunakan pada

kalimat ini adalah mata. Dengan melihat kita bisa membedakan

ketipisan atau ketebalan suatu objek serta membedakan warna dari

suatu benda.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

4. Rasa

(4a) 塩味が薄いようなら火を止めてからさらに30分ほどそのま
ま浸しておくと塩味が浸透していい味になる。
(www.asahi.com)
Kalau sudah tidak begitu terasa asin, setelah dimatikan api, lalu anda
diamkan sekitar 30 menit rasa asinnya akan meresap dan menjadi
lebih enak.

Analisis :

Pada kalimat (4a), makna kata usui mengacu ke rasa pada

masakan. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain memiliki

makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat berubah

tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “shioaji” “塩味”

yang berarti “(rasa) asin”. Dalam Bahasa Indonesia jika diartikan

menjadi “rasa asin tipis” tidak dapat berterima. Tetapi untuk standar

rasa masakan bisa menggunakan kata “hambar, sedikit, atau tidak


66

begitu~” sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat

apabila disandingkan dengan kata “tidak begitu asin”. “Tidak

begitu~” merupakan bentuk negatif yang biasa digunakan untuk

mengukur level atau tingkatan rasa pada pada masakan.

Untuk membedakan standar rasa yang ada pada kalimat

tersebut dapat dilakukan dengan mencicipinya, dan alat indra yang

digunakan pada kalimat ini adalah lidah. Dengan lidah, kita bisa

membedakan rasa yang ada pada makanan atau masakan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(4b) 母の料理は味付けが薄かった。(NTGJ:64)
Bumbu pada masakan ibu rasanya hambar.

Analisis :

Pada kalimat (4b), makna kata usui mengacu ke rasa pada

masakan. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain memiliki

makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat berubah

tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “ajitsuke” “味付

け”yang berarti “bumbu”. Dalam Bahasa Indonesia jika diartikan

menjadi “bumbu tipis” tidak dapat berterima. Tetapi untuk standar

rasa masakan bisa menggunakan kata “hambar, sedikit, atau tidak


67

begitu~” sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat

apabila disandingkan dengan kata “hambar”.

Untuk membedakan standar rasa yang ada pada kalimat

tersebut dapat dilakukan dengan mencicipinya, dan alat indra yang

digunakan pada kalimat ini adalah lidah. Dengan lidah, kita bisa

membedakan rasa yang ada pada makanan atau masakan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(4c) この味噌汁は味が薄いので、もっと味噌を足したほうがいい。
(NTGJ:64)
Karena rasa sup miso ini hambar, lebih baik ditambahkan lebih
banyak miso.

Analisis :

Pada kalimat (4c), makna kata usui mengacu ke rasa pada

masakan. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain memiliki

makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat berubah

tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “aji” “味”yang

berarti “rasa”. Dalam Bahasa Indonesia jika diartikan menjadi “rasa

tipis” tidak dapat berterima. Tetapi untuk standar rasa masakan bisa

menggunakan kata “hambar, sedikit, atau tidak begitu~” sehingga

pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat apabila disandingkan

dengan kata “hambar”.


68

Untuk membedakan standar rasa yang ada pada kalimat

tersebut dapat dilakukan dengan mencicipinya, dan alat indra yang

digunakan pada kalimat ini adalah lidah. Dengan lidah, kita bisa

membedakan rasa yang ada pada makanan atau masakan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(4d) 小菊かぼちゃは水っぽく味が薄いので、グラタンソースには少しし
っかりめに塩、こしょうで味を付ける。(www6.nhk.or.jp)
Karena labu krisan rasanya hambar seperti air, pada saus gratinnya
dibubuhi sedikit garam dan lada.

Analisis :

Pada kalimat (4d), makna kata usui mengacu ke rasa labu

krisan pada masakan. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya,

selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “mizuppokuaji”

“ 水 っ ぽ く 味 ” yang berarti “rasa seperti air”. Dalam Bahasa

Indonesia jika diartikan menjadi “rasa tipis seperti air” tidak dapat

berterima. Tetapi untuk standar rasa masakan bisa menggunakan kata

“hambar, sedikit, atau tidak begitu~” sehingga pada penerjemahan

kalimat ini usui lebih tepat apabila disandingkan dengan kata

“hambar”.

Untuk membedakan standar rasa yang ada pada kalimat

tersebut dapat dilakukan dengan mencicipinya, dan alat indra yang


69

digunakan pada kalimat ini adalah lidah. Dengan lidah, kita bisa

membedakan rasa yang ada pada makanan atau masakan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

5. Kepercayaan

(5a) 彼の話は信憑性が薄い。(NTGJ:67)
Ucapan dia kredibilitasnya rendah.

Analisis :

Pada kalimat (5a), makna kata usui mengacu pada kredibilitas

ucapan seseorang. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata shinpyousei“信憑

性 ”yang berarti “kredibilitas atau kepercayaan”. Dalam Bahasa

Indonesia “kredibilitasnya tipis” tidak dapat berterima sehingga pada

penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat bila disandingkan dengan

kata “rendah”. Rendah dapat digunakan untuk mengukur level atau

tingkat kepercayaan pada seseorang.

Pada kalimat ini, indra yang digunakan adalah indra pendengaran

dan indra penglihatan dapat menjadi penguat level kepercayaan

seseorang. Indra pendengaran menyangkut pada pembicaraan atau

fakta-fakta yang sudah didengar sebelumnya tentang orang atau


70

subjek yang menjadi pembicaraan. Sedangkan indra penglihatan

menyangkut pada pengamatan situasi yang meyakinkan perkataan

orang tersebut tidak bisa dipercaya, seperti melihat gelagat pembicara

saat bicara, cara pembicara menyampaikan informasi atau gerak-gerik

pembicara terhadap ketidakyakinan informasi yang dia sampaikan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(5b) お 互 い の 信 頼 が 薄 い か ら 取 引 が う ま く 行 け な か っ た 。
(NTGJ:67)
Karena kepercayaan satu sama lainnya rendah, transaksi tidak berjalan
dengan baik.

Analisis :

Pada kalimat (5b), makna kata usui mengacu pada

kepercayaan seseorang. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya,

selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “shinrai”“信頼”

yang berarti “kepercayaan”. Dalam Bahasa Indonesia kalimat ini tidak

berterima jika diartikan “kepercayaannya tipis”. Tetapi untuk

menyatakan intentitas kepercayaan, dapat menggunakan kata “rendah”

sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat apabila

disandingkan dengan “rendah”. Rendah dapat digunakan untuk

mengukur sesuatu yang tidak bisa dihitung jumlahnya.


71

Pada kalimat ini, indra yang digunakan adalah indra pendengaran

dan indra penglihatan dapat menjadi penguat level kepercayaan

seseorang. Indra pendengaran menyangkut pada pembicaraan atau

fakta-fakta yang sudah didengar sebelumnya tentang orang atau

subjek yang menjadi pembicaraan. Sedangkan indra penglihatan

menyangkut pada pengamatan situasi yang meyakinkan perkataan

orang tersebut tidak bisa dipercaya, seperti melihat gelagat pembicara

saat bicara, cara pembicara menyampaikan informasi atau gerak-gerik

pembicara terhadap ketidakyakinan informasi yang dia sampaikan. .

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(5c) 一方、日本では負担に関する意識が薄いと感じます。
(www.asahi.com)
Disisi lain, saya merasa di Jepang kesadaran terhadap tanggung jawab
masih rendah.

Analisis :

Pada kalimat (5c), makna kata usui mengacu hubungan yang

ada pada kesadaran terharap rasa tanggung jawab. Seperti yang

diketahui sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga

memiliki makna lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain

yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, sebelum kata usui ada kata “ishiki”

“意識”yang berarti “kesadaran”. Dalam bahasa Indonesia kalimat

ini tidak berterima apabila diartikan dengan “kesadaran yang tipis”,


72

karena kalimat ini berhubungan akan kesadaran pada tanggung jawab

sehingga kata kata usui lebih tepat bila disandingkan dengan kata

“rendah”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan. Dengan mata kita dapat melihat, mengamati,

memperhatikan situasi, pola, tingkah dan kebiasaan orang Jepang

terhadap rasa tanggungjawab.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(5d) さらに疲れた体に追い打ちをかける標高 2500 メートルの薄い


空気。(www4.nhk.or.jp)
Selain itu, udara rendah di ketinggian 2500 m di atas permukaan laut,
akan mempengaruhi tubuh dalam keadaan lelah.

Analisis :

Pada kalimat (5d), makna kata usui mengacu udara yang

terdapat di dataran tinggi. Seperti yang diketahui sebelumnya, selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, sebelum kata usui ada kata “kuuki” “空

気”yang berarti “udara”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak

berterima apabila diartikan dengan “udara tipis”, karena semakin

tinggi jarak dataran dari permukaan laut maka temperatur udaranya


73

pun semakin rendah sehingga kata kata usui lebih tepat bila

disandingkan dengan kata “rendah”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penciuman. Manusia menghirup udara menggunakan hidung, hisung

merupakan organ tubuh yang langsung bersentuhan dengan gas dan

udara untuk bernafas.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

6. Bayangan

(6a) たしかに、自動ドアが閉まったままだと、何だか自分が影の
薄い人間のようで落ち込む。(www.asahi.com)
Tentu saja, ketika pintu otomatis dibiarkan tertutup, entah kenapa saya
sendiri merasa seperti bayangan samar manusia tampak seperti
terjatuh.

Analisis :

Pada kalimat (6a), makna kata usui mengacu ke bayangan

manusia yang dilihat. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya,

selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “kage” “影”yang

berarti “bayangan”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak dapat

berterima jika diterjemahkan menjadi “bayangan tipis”. Tetapi selain

kata tipis untuk bayangan bisa menggunakan kata “samar”. Samar

sendiri memiliki arti “kurang jelas (apa yang dilihat, dilakukan, dan
74

sebagainya) sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat

jika disandingkan dengan kata “samar”.

Untuk membedakannya, pada kalimat tersebut dapat

dilakukan dengan melihatnya, dan alat indra yang digunakan pada

kalimat ini adalah mata. Dengan mata, kita bisa membedakan

kekontrasan pada bayangan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(6b) 雲が出てきて影が薄くなった。(NTGJ:65)
Keluarnya awan membuat bayangan menjadi samar.

Analisis :

Pada kalimat (6b), makna kata usui mengacu ke bayangan

manusia yang dilihat. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya,

selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “kage” “影”yang

berarti “bayangan”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak dapat

berterima jika diterjemahkan menjadi “bayangan tipis”. Tetapi selain

kata tipis untuk bayangan bisa menggunakan kata “samar, redup,

redam) . Samar sendiri memiliki arti “kurang terang (kedengaran atau

kelihatan), tidak jelas, sayup-sayup” sehingga pada penerjemahan

kalimat ini usui lebih tepat jika disandingkan dengan kata “samar”.
75

Untuk membedakannya, pada kalimat tersebut dapat

dilakukan dengan melihatnya, dan alat indra yang digunakan pada

kalimat ini adalah mata. Dengan mata, kita bisa membedakan

kekontrasan pada bayangan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

7. Cairan

(7a) 医者に血が薄いといわれた。(NTGJ:63)
Dokter berkata bahwa darah saya encer.

Analisis :
Pada kalimat (7a), makna kata usui mengacu pada kekentalan

darah seseorang. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului dengan kata “chi”“血”

yang berarti “darah”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak dapat

diterima jika diartikan dengan “darahnya tipis”. Tetapi untuk

mengukur kekentalan pada benda cair, dapat menggunakan kata “cair

atau encer” sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat

bila disandingkan dengan kata “encer”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan yaitu mata. Mata dapat melihat perbedaan kentalan dari

cairan. Selain indra penglihatan, indra peraba juga dapat menjadi


76

penguat tingkat kecairan zat cair. Dengan menggunakan tangan,

manusia bisa menyentuh zat cair tersebut dan dapat

menyimpulkannya.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(7b) 右の薄い液を使ってください。(NTGJ:63)
Tolong gunakan cairan yang cair sebelah kanan.

Analisis :

Pada kalimat (7b), makna kata usui mengacu pada kekentalan

dari cairan. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain memiliki

makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat berubah

tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, setelah kata usui terdapat kata “eki”

“液” yang berarti “cairan”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini

tidak dapat diterima jika diartikan dengan “cairannya tipis”. Tetapi

untuk mengukur kekentalan pada benda cair, dapat menggunakan kata

“cair atau encer” sehingga pada penerjemahan kalimat ini usui lebih

tepat bila disandingkan dengan kata “encer”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan yaitu mata. Mata dapat melihat perbedaan kentalan dari

cairan. Selain indra penglihatan, indra peraba juga dapat menjadi

penguat tingkat kecairan zat cair. Dengan menggunakan tangan,


77

manusia bisa menyentuh zat cair tersebut dan dapat

menyimpulkannya.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

8. Keharuman

(8a) この花は、色はいいけれど、香りは薄いです。(NTGJ:64)
Bunga ini, warnanya bagus tapi tidak begitu wangi.

Analisis :

Pada kalimat (8a), makna kata usui mengacu ke wangi yang

terdapat pada bunga. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya,

selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang

dapat berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului dengan kata “kaori”

“香り”yang berarti “wangi”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini

tidak berterima jika diartikan dengan “wanginya tipis”. Tetapi untuk

menggambarkan wangi pada suatu benda, dapat menggunakan kata

“tidak begitu~, tidak terlalu~” sehingga pada penerjemahan kalimat

ini usui lebih tepat apabila disandingkan dengan kata “tidak begitu~”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penciuman yaitu hidung. Hidung dapat melihat membedakan bau

atau keharuman suatu benda.


78

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(8b) 無 香 料 、 あ る い は 薄 い に お い の ク リ ー ム が 好 き で す 。
(NTGJ:64)
Saya menyukai krim tanpa aroma atau yang aromanya tidak begitu
menyengat.

Analisis :

Pada kalimat (8b), makna kata usui mengacu ke wangi yang

terdapat pada bunga. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, setelah kata usui terdapat kata “nioi”

“におい”yang berarti “bau”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini

tidak berterima jika diartikan dengan “baunya tipis”. Tetapi untuk

menggambarkan wangi atau bau pada suatu benda, dapat

menggunakan kata “tidak begitu~, tidak terlalu~” sehingga pada

penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat apabila disandingkan

dengan kata “tidak begitu~”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penciuman yaitu hidung. Hidung dapat melihat membedakan bau atau

keharuman suatu benda.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.


79

9. Kelemahan

(9a) この会社の警備が薄い。(NTGJ:62)
Keamanan kantor ini lemah.

Analisis :

Pada kalimat (9a), makna kata usui mengacu pada sistem

keamanan pada suatu perusahaan. Seperti yang diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului dengan kata keibi“警

備”yang berarti “keamanan”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini

tidak berterima jika diterjemahkan dengan “keamanan yang tipis”,

karena kalimat ini berhubungan dengan kekuatan sistem keamanan

yang ada pada perusahaan sehingga penerjemahan usui pada kalimat

ini lebih tepat bila disandingkan dengan kata “lemah”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan dan indra pendengaran yang dapat dijadikan sumber

keakuratan. Indra penglihatan digunakan untuk melihat atau

mengamati situasi pada kantor, misalnya seperti tidak ada cctv atau

petugas kemaanan yang sering lengah, dan lain sebagainya.

Sedangkan indra pendengaran menyangkut pembicaraan atau fakta-

fakta yang telah didengar atau beredar di sekitar kantor tersebut,


80

seperti laporan adanya kelihangan, pencurian, atau mungkin

kehajatan yang lain.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(9b) 相手チームの守りが薄いところを狙おう。(NTGJ:62)
Mari kita membidik titik kelemahan pertahanan tim lawan.

Analisis :

Pada kalimat (9b), makna kata usui mengacu pada titik

kelemahan tim lawan. Seperti yang diketahui sebelumnya, selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, sebelum kata usui ada kata “aite chi-

mu no mamori” “相手チームの守り” yang berarti “pertahanan

tim lawan”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak berterima jika

diterjemahkan dengan “keamanan yang tipis”, “pertahanan tim

lawan yang tipis”. Karena kalimat ini berhubungan dengan

pertahanan pada tim lawan sehingga kata usui pada kalimat ini lebih

tepat apabila disandingkan dengan “kelemahan”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan. Dengan melihat, mengamati, memperhatikan gerak-

gerik permainan dari tim lawan, maka kemungkinan besar titik

kelemahan dari lawan tersebut dapat ditemukan.


81

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

10. Kekurangan

(10a) 日本の国立大学出身者の大多数は、米国に比して愛校心が
著しく薄い。(webronza.asahi.com)
Kebanyakan mahasiswa yang berasal dari Jepang, cinta almamater
sekolahnya terkenal kurang dibandingkan dengan mahasiswa
Amerika.

Analisis :

Pada kalimat (10a), makna kata usui mengacu pada tingkat

kecintaan terhadap almater sekolah. Seperti yang sudah diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat ini, makna usui adalah sebagai kata keterangan

yang menjelaskan “ 愛 校 心 ” “aikoushin” yang berarti “cinta

almamater”. Dalam bahasa Indonesia, kalimat ini tidak berterima

apabila diterjemahkan menjadi “cinta almaternya tipis” sehingga

pada penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat apabila disandingkan

dengan kata “kurang”. Kurang sendiri memiliki arti belum atau tidak

cukup.

Pada kalimat ini, indra yang digunakan adalah indra

penglihatan dan dan indra pendengaran. Indra penglihatan

digunakan untuk memperhatikan atau mengamati pola, tingkah dan


82

kebiasaan para alumni mahasiswa Jepang setelah lulus dari

universitasnya. Sedangkan indra pendengaran menyangkut pada

pembicaraan atau fakta-fakta yang sudah didengar sebelumnya

tentang karakteristik mahasiswa di Jepang setelah mereka lulus dari

universitasnya.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(10b) 桑満氏は「タオルはすぐ熱をもってしまうので効果が薄い。
読者に誤った知識を植えつけてしまう」と怒る。
(www.yomiuri.co.jp)
Bapak Kuwamitsu marah “karena handuk langsung menyerap panas,
hasilnya kurang berdayaguna (penyembuhan). Hal ini akan
menanamkan pengetahuan yang salah ke pembaca.”

Analisis :

Pada kalimat (10b), makna kata usui mengacu pada hasil

akhir dari penggunaan handuk yang salah pada saat demam. Seperti

yang diketahui sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga

memiliki makna lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain

yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului dengan kata “kekka”

“結果”yang berarti “efek, hasil, konsekuensi dan akibat”. Dalam

bahasa Indonesia kalimat ini tidak berterima jika diartikan menjadi

“hasilnya tipis” sehingga kalimat ini usui lebih tepat apabila

diterjemahan dengan “hasilnya kurang efektif”. Kalimat ini

berhubungan dengan hasil maka usui lebih tepat diterjemahkan


83

dengan kata “efektif” “tidak efekfif” dan “kurang efektif”. Kata usui

tidak berarti “tidak ada atau nol” melainkan berarti “ada walaupun

sedikit”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan. Indra penglihatan berfungsi untuk mengamati

perubahan yang terjadi setelah menggunakan handuk sebagai media

penurun panas demam.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(10c) 間もなく7年目に入るシリア内戦。アサド政権と反体制派の
停戦合意を受け、今後の和平プロセスに世界の関心が集まっ
ている。だが、昨年から主導権を発揮しているロシアに比べ
て、米国の存在感が薄い。(www.yomiuri.co.jp)
Memasuki tahun ketujuh perang internal di Siria. Pemerintah Rezim
Asad dan para pembangkang mengambil perjanjian genjatan senjata,
mulai sekarang perhatian dunia berkumpul pada proses damai. Tapi,
dibandingkan dengan Rusia yang telah memperlihatkan inisiatif dari
tahun lalu, eksitensi atau inisiatif Amerika kurang.

Analisis :

Pada kalimat (10c), makna kata usui mengacu pada

eksistensi atau inisiatif untuk menuju proses damai. Seperti yang

diketahui sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga

memiliki makna lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain

yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui diddahului kata “beikoku no

sonzaikan” “ 米国の存在感 ” yang berarti “eksistensi Amerika”.


84

Dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak berterima jika diartikan

dengan “eksistensi Amerika tipis” sehingga terjemahan kata usui

pada kalimat ini lebih tepat disandingkan dengan kata “kurang”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan. Indra penglihatan digunakan untuk mengamati situasi

keeksisan kedua negara yang terjadi setelah perjanjian genjatan

senjata.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(10d) 神奈川県に引っ越してきたが、地域の人とのつながりが薄い
と感じる。(www.yomiuri.co.jp)
Saya telah pindah ke Prefektur Kanagawa, tapi saya merasa jalinan
hubungan dengan warga di daerah setempat kurang akrab.

Analisis :

Pada kalimat (10d), makna kata usui mengacu pada

hubungan yang ada pada masyarakat di Perfecture Kanagawa.

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, selain memiliki makna

tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat berubah tergantung

dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, sebelum kata usui ada kata “chiiki no

hito to no tsunagari” “地域の人とのつながり” yang berarti

“hubungan dengan orang di daerah”. Dalam bahasa Indonesia

kalimat ini tidak berterima jika diartikan dengan “hubungan dengan


85

orang di daerah setempat tipis” sehingga terjemahan kata usui pada

kalimat ini lebih tepat disandingkan dengan kata “kurang”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan. Dengan mata kita dapat melihat, mengamati,

memperhatikan situasi, pola, tingkah dan kebiasaan masyarakat

tersebut, seperti menyendiri, tertutup atau tidak ikut aktif dalam

kegiatan sosial yang ada pada lingkungan tersebut.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(10e) 自転車走行の基礎知識などを学ぶ機会が少なく、“凶器”になりう
る と い う 認 識 が 薄 い こ と が 背 景 に あ る よ う だ 。
(www.yomiuri.co.jp )
Sedikitnya kesempatan mempelajari pengetahuan dasar
mengendarai sepeda dan lain-lain, menjadi latar belakang
kewaspadaan yang kurang, hal itu bisa menjadi “senjata yang
mematikan”.

Analisis :

Pada kalimat (10e), makna kata usui mengacu pada

pemahaman seseorang. Seperti yang diketahui sebelumnya, selain

memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain yang dapat

berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, usui didahului kata “ninshiki” “認識”

yang dapat berarti “pemahaman, pengetahuan, kewaspadaan, dan

kesadaran”. Dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak berterima jika

diartikan menjadi “kewaspadaan yang tipis”, karena kalimat ini


86

berhubungan dengan tingkat kewaspadaan seseorang sehingga kata

yang tepat untuk menerjamahkan kata usui pada kalimat ini adalah

“kurang”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan. Dengan mata kita dapat meperhatikan kondisi di sekitar

kita untuk lebih waspada pada saat berkendara. Apabila pengendara

kurang waspada maka akan mengakibatkan kecelakaan. Itulah

mengapa kurangnya tingkat kewaspadaan dapat menjadi senjata

yang mematikan bagi orang lain.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(10f) 従来のプルーム・テックは臭いが少ないものの、加熱する温
度が約30度と低く、「たばこを吸っている実感が薄い」と
の声もあった。(www.yomiuri.co.jp)
Ploom tech (sejenis rokok elektronik) yang biasa kurang berbau,
temperatur panasnya kira-kira serendah 30 derajat. Ada pula yang
mengatakan “sensasi menghisap rokok berkurang” (dibandingkan
dengan rokok biasa).

Analisis :

Pada kalimat (10f), makna kata usui mengacu pada sensasi

yang dirasakan ketika menghisap rokok elektronik. Seperti yang

diketahui sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga

memiliki makna lain yang dapat berubah tergantung dengan kata

lain yang menyertainya.


87

Pada kalimat ini, kata usui didahului kata “jikkan” “実感”

yang berarti “sensasi yang sebenarnya”. Dalam bahasa Indonesia

kalimat ini tidak berterima apabila diartikan dengan “sensasi yang

tipis”, karena kalimat ini menerangkan perasaan seseorang setelah

mencoba rokok elektronik sehingga kata yang tepat untuk

menerjamahkan kata usui pada kalimat ini adalah “berkurang”.

Pada kalimat ini, menggunakan alat indra perasa. Indra

perasa berasal dari rasa yang dirasakan oleh lidah manusia saat

memasukkan sesuatu seperti makanan, minuman obat-obatan atau

rokok. Dengan menggunakan lidah, manusia dapat membedakan

berbagai rasa, seperti perbedaan sensasi menghisap rokok filter dan

rokok elektronik.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

11. Pencahayaan

(11a) 薄暗い展示室に、飾り金物で華やかに雀や虎などを表した甲
冑が照明で照らされ、外国人観光客らも興味深そうに見入っ
ている。(www.yomiuri.co.jp)
Pada ruang pameran yang temaram, kami memperlihatkan pajangan
dari material logam seperti burung pipit, harimau, dan lain-lain
dengan cara yang mengesankan. Baju baja yang diterangi dengan
pencahayaan membuat para turis asing pun memperlihatkan
ketertarikannya yang dalam.

Analisis :
88

Pada kalimat (11a), makna kata usui mengacu ke

pencahayaan pada sebuah ruang pameran. Seperti yang diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat tersebut, kata usui diikuti ada kata “kurai” “暗

い”yang berarti “gelap”. Dalam bahasa Indonesia, kalimat ini tidak

dapat berterima jika diterjemahkan ke dalam “gelap tipis” sehingga

pada penerjemahan kalimat ini lebih tepat apabila diterjemahkan

menjadi “temaram”. Selain kata “temaram” bisa juga menggunakan

kata “redup atau remang”. Keduanya memiliki arti yang sama dan

dapat saling menggantikan. “Remang-remang dan redup” sendiri

pada konteks pencahayaan memiliki arti “kurang jelas (apa yang

dilihat, dilakukan, dan sebagainya).

Untuk membedakan intensitas cahaya pada kalimat tersebut

dapat dilakukan dengan melihatnya, dan alat indra yang digunakan

pada kalimat ini adalah mata. Dengan mata, kita bisa membedakan

kontras pada bayangan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.


89

12. Jarang

(12a) 今回は自治会を中心に希望者を集めたが、自治会などとの結
びつきが薄い住民に、広域避難の方法などをどう周知するか
も課題だ。(www.yomiuri.co.jp)
Kali ini, kami mengumpulkan pelamar yang berpusat di sekitar
asosiasi warga, tetapi bagi warga yang jarang bergabung dengan
asosiasi warga, dan lain-lain, ini juga menjadi masalah bagaimana
cara mengenalkan evakuasi ke area yang luas?

Analisis :

Pada kalimat (12a), makna kata usui mengacu ke kwantitas

keaktifan warga pada asosiasi yang ada. Seperti yang diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat tersebut, sebelum kata usui ada kata kerja

“musubitsuki” “結びつき”yang berarti “ikut, bergabung”. Dalam

bahasa Indonesia kalimat ini tidak dapat berterima jika diartikan

dengan “bergabung tipis”. Karena kalimat ini berhubungan dengan

kwantitas atau frekuensi keaktifan warga pada asosiasi tersebut yang

sedikit, maka pada kalimat ini kata usui tidak dapat diartikan tipis

sehingga pada penerjemahan kalimat ini, usui lebih tepat bila

disandingkan dengan kata “jarang”. Selain itu jarang juga memiliki

arti “tidak sering”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra

penglihatan dan indra pendengaran. Indra penglihatan menyangkut

pada situasi, pola, tingkah dan kebiasaan masyarakat di sekitar


90

lingkungan asosiasi yang telah dilihat dan diamati sebelum-

belumnya. Sedangkan indra pendengaran menyangkut pembicaraan

atau fakta-fakta yang telah didengar atau beredar di masyarakat.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

13. Kecil

(13a) 勝ち目は薄いだと思う。(NTGJ:66)
Saya pikir peluang untuk menangnya kecil.

Analisis :

Pada kalimat (13a), makna kata usui mengacu pada peluang

untuk memenangkan pertandingan. Seperti yang sudah diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat ini setelah kata usui didahului dengan kata

“kachime” “ 勝 ち 目 ” yang berarti “peluang keberhasilan atau

peluang menang”. Dalam Bahasa Indonesia jika diartikan ke dalam

kata “peluang menangnya tipis” tidak dapat berterima sehingga pada

penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat bila disandingkan dengan

kata “kecil”.

Untuk mengetahui seberapa besar peluang untuk menang pada

kalimat tersebut dapat dilakukan dengan melihatnya, alat indra yang


91

digunakan pada kalimat ini adalah mata. Dengan melihat kita bisa

melihat, mengamati kekuatan dari tim lawan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(13b) うまくいく見込みは薄い。 (NTGJ:66)


Harapannya kecil akan (hal tersebut) berjalan lanacar.

Analisis :

Pada kalimat (13b), makna kata usui mengacu pada peluang

untuk memenangkan pertandingan. Seperti yang sudah diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat ini setelah kata usui didahului dengan kata

“mikomi” “見込み” yang dapat berarti “harapan atau peluang”.

Dalam Bahasa Indonesia jika diartikan ke dalam kata “harapan

berjalan dengan lancar tipis” tidak dapat berterima sehingga pada

penerjemahan kalimat ini usui lebih tepat bila disandingkan dengan

kata “kecil”.

Untuk mengetahui seberapa besar peluang supaya berjalan

dengan baik, maka alat indra yang dipakai pada kalimat tersebut

adalah indra penglihatan. Dengan mata, manusia melihat,

mengawasi keadaan.
92

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan

makna sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

(13c) どうしよう。このままだと、成功の望みは薄いよね。(NTGJ:66)
Bagaimana ini. Kalau terus seperti ini, harapan untuk keberhasilnya
kecil.

Analisis :

Pada kalimat (13c), makna kata usui mengacu pada peluang untuk

memenangkan pertandingan. Seperti yang sudah diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna

lain yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang

menyertainya.

Pada kalimat ini setelah kata usui didahului dengan kata “seikou

no nozomi” “成功の望み” yang dapat berarti “harapan keberhasilan”.

Dalam Bahasa Indonesia jika diartikan ke dalam kata “harapan

berjalan tipis” tidak dapat berterima sehingga pada penerjemahan

kalimat ini usui lebih tepat bila disandingkan dengan kata “kecil”.

Untuk mengetahui seberapa besar peluang untuk mencapai

keberhasilan pada kalimat tersebut dapat dilakukan dengan

melihatnya, alat indra yang digunakan pada kalimat ini adalah mata.

Dengan melihat kita bisa melihat, mengamati peluang untuk mencapai

keberhasilan.
93

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini

memiliki hubungan antar makna.

Selain 40 butir data jitsurei di atas, pada penelitian ini ditemukan 2 butir

kalimat yang mengandung kata usui akan tetapi perluasan maknanya tidak

menggunakan alat indra pada manusia, melainkan perluasan maknanya

menggunakan perasaan.

(14a) 佳穂さん「2年前にプロポーズされて婚約した人がいましたが、
がマリッジブルーになってしまい、最後は別の男性を好きになっ
て別れました。でも、その男性とも半年くらいで別れてしまって
寂しい思いをしていたとき、以前から薄い友人関係だった男性が
『付き合おう』と言ってくれて、私も『彼を好きかもしれない』
と思って付き合い始めたんですよ。(www.yomiuri.co.jp)
Ibu Kiho, “ada seseorang yang menikah setelah melamar dua tahun yang
lalu, tetapi saya terlanjur memiliki keraguan pranikah, ujung-ujungnya
saya menyukai pria lain dan berpisah. Tetapi waktu saya sudah berpisah
dengan pria itu juga saya merasa kesepian, pria yang dari dulu tidak begitu
akrab dengan saya berkata “Mari berkencan” saya pun berpikir “Mungkin
saya juga menyukai dia” lalu kami mulai berkencan.
Analisis :

Pada kalimat tersebut, kedudukan kata usui adalah sebagai kata

sifat yang menerangkan kata yuujinkankei yang berarti hubungan

perteman. Kata usui pada kalimat tersebut mengungkapkan tentang

hubungan pertemanan yang sudah terjalin.

Pada kalimat ini kata usui tidak dapat diartikan dengan kata ‘tipis’

melainkan dapat diartikan dengan menggunakan kata ‘kurang, tidak begitu


94

atau tidak terlalu’. Karena hubungan pertemanan sendiri tidak bisa diukur

atau dihitung melainkan hanya bisa dirasakan subjek yang bersangkutan.

Perubahan makna tersebut melibatkan perasaan, pertemanan yang

dirasakan oleh subjek menimbulkan kata akrab. Sehingga pada kalimat ini

usui diterjemahkan dengan tidak begitu akrab dan tidak begitu dekat.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perluasan makna

sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada kalimat ini memiliki

hubungan antar makna.

(14b) 当時、彼は『文菜は変わってしまったから、もう好きではない』
『俺は結婚願望が薄いから、別の人のほうが幸せにしてもらえる
と思う』と言っていました。(www.yomiuri.co.jp)

Dalam waktu yang bersamaan, dia mengatakan “Ayana sudah berubah,


saya sudah tidak menyukai anda”,”karena keingingan untuk menikah saya
sudah berkurang, saya pikir anda akan lebih bahagia dengan orang lain”.
Analisis :

Pada kalimat makna kata usui mengacu pada keinginan menikah

laki-laki yang ada pada kalimat tersebut. Seperti yang diketahui

sebelumnya, selain memiliki makna tipis, usui juga memiliki makna lain

yang dapat berubah tergantung dengan kata lain yang menyertainya.

Pada kalimat tersebut, sebelum kata usui ada kata “kekkonganbou”

“結婚願望”yang berarti hasrat atau keinginan menikah”. Dalam bahasa

Indonesia kalimat ini tidak berterima jika diartikan dengan “keinginan

saya untuk menikah tipis”. Sehingga terjemahan kata usui pada kalimat ini
95

lebih tepat jika diterjemahkan menjadi “keinginan saya untuk menikah

berkurang”.

Pada kalimat ini, alat indra yang digunakan adalah indra perasaan.

Hal ini bisa dirasakan, diperhatikan dari pola, tingkah dan kebiasaan orang

tersebut yang sebelumnya sudah dirasakan.

Makna kata usui pada kalimat ini mengalami perubahan serta

perluasan makna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata usui pada

kalimat ini memiliki hubungan antar makna.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Sulitnya mencari teori bahasa Jepang tentang polisemi atau tagigo.

2. Sulitnya mencari sumber data sehingga data yang digunakan kurang

bervariasi.

3. Banyaknya sumber data yang memiliki makna yang sama.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan mengenai makna adjektiva

usui yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka ditemukan jawaban

sebagai berikut :

1. Makna Adjektiva Usui

Secara teoritis, dapat disimpulkan dari rumusan masalah dalam

penelitian ini bahwa adjektiva usui memiliki beberapa makna, antara lain :

1) Tipis;

2) Sedikit;

3) (Warna) muda;

4) (Rasa) Hambar, atau tidak begitu terasa ~ ;

5) (Akrebilitas, kepercayaan, udara) rendah;

6) (Bayangan) samar, redam;

7) Cair, encer;

8) (Aroma, wangi, keharuman) Tidak begitu~ , tidak terlalu ~ ;

9) Lemah;

10) Kurang;

11) (Pencahayaan) Remang-remang, redup, temaram;

12) Jarang;

13) Kecil.

105
97

Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan penelitian ini makna

adjektiva usui memiliki 13 makna. Kemudian apabila diperhatikan dengan

seksama, kesebelas makna tersebut memiliki nuansa yang berbeda. Nuansa-

nuansa tersebut dibagi berdasarkan alat indra yang ada pada tubuh manusia,

seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 5.1
Makna Adjektiva Usui Berdasarkan Alat-alat Indra.

Alat-Alat Indra
No. Indra
Indra Indra Indra Indra
Pendengar
Penglihatan Perasa Penciuman Peraba
an
1. Tipis 12. Hambar Lemah 13.Tidak Tipis
begitu
harum, tidak
terlalu bau
2. Sedikit - Rendah - Sedikit
3. Muda Kurang Cair,
- -
encer
4. Rendah - Jarang - -
5. Samar - - - -
6. Cair, encer - - - -
7. Lemah - - - -
8. Kurang - - - -
9. Remang-
remang,
redup, - - - -
redam, dan
tamaram
10. Jarang - - - -
11. Kecil - - - -
98

2. Makna Dasar dan Makna Perluasan

adjektiva usui memiliki makna dasar dan makna perluasan. Dari

hasil penelitian, diketahui bahwa makna dasar adjektiva usui adalah

“tipis”. Berikut adalah contoh dari adjektiva usui yang mengandung

makna dasar.

Tabel 5.2
Makna Dasar “Tipis”

No. Kalimat Makna

(1a). 彼女の化粧品はかなり薄い。 Tipis

(1b). ラップみたいなきわめて薄いフィル Tipis

ムに、絵や文字を出したり、タッチ

パネルにしたりすることはできま

す。

(1c). 薄いシャツ姿の福原勝己さん(7 Tipis

3)があぐらをかき、孫娘の柑菜ち

ゃん(2)を膝の上に乗せる。

(1d). まぶたは薄い皮膚でしかないはずな Tipis

のに、風景が透けて見えたことはま

だない。

(1e). 豚肩ロース薄切り(しょうが焼き Tipis

用)200gr.
99

(1f). 例えば、鶏肉の表面を覆う皮をめく Tipis

ると、肉と皮の間に薄い膜がありま

す。

(1g). まず、こちらをご覧ください。一 Tipis

見、腕には何もついていないように

見えますが…。実は、とても薄い透

明の膜が貼られていたのです。

Sedangkan perluasan makna yang terkandung dalam adjektiva usui

berjumlah sebanyak 10 makna, yaitu:

1) Sedikit, tidak banyak, seperti pada contoh kalimat:

Tabel 5.3
Makna Perluasan “Sedikit”

No. Kalimat Makna

(2a). このレポートの内容が薄い。 Sedikit

(2b) 地方に企業 を誘致して雇用が生ま Sedikit

れ、生産が増えても、売り上げは都

市部の本社のものとなる。地元への

経済効果は薄い。
100

2) Muda (warna), seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.4
Makna Perluasan “(Warna) Muda”

No. Kalimat Makna

(3a). キャンバス地に薄い赤色を塗り。 Merah muda

(3b). 水彩の薄い緑色で竹の幹や葉が描か Hijau muda

れ、左下に学年と名前が筆書きされ

ている。

さんばし
(3c). 桟橋 からの海は、薄い緑色に光って見 Hijau muda

えた。

(3d) 庭園内では約 250 品種、2000 株のクレマ Ungu muda

チスが育てられている。ポールに沿っ

て育った「クレマチスの塔」には、薄

い紫の花がたくさん付いていた。

3) (Rasa) hambar,tidak begitu terasa~, seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.5
Makna Perluasan “(Rasa) Hambar, Tidak begitu terasa~ ”

No. Kalimat Makna


(4a). 塩味が薄いようなら火を止めてから Tidak begitu terasa
さらに30分ほどそのまま浸してお asin
くと塩味が浸透していい味になる。
(4b). 母の料理は味付けが薄かった。 Hambar
101

(4c). この味噌汁は味が薄いので、もっと Hambar


味噌を足した方がいい。
(4d) 小菊かぼちゃは水っぽく味が薄いの Hambar
で、グラタンソースには少ししっか
りめに塩、こしょうで味を付ける。

4) (Akrebilitas, kepercayaan) rendah, seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.6
Makna Perluasan “(Akrebilitas, Kepercayaan) Rendah”

No. Kalimat Makna

(5a). 彼の話は信憑性が薄い。 Rendah

(5b). お互いの信頼が薄いから取引がうま Rendah

く行けなかった。

(5c) 一方、日本では負担に関する意識が Rendah

薄いと感じます。

(5d) さらに疲れた体に追い打ちをかける Rendah

標高 2500 メートルの薄い空気。

5) (Bayangan) samar, redam seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.7
Makna Perluasan “(Bayangan) samar, redam”

No. Kalimat Makna


(6a). たしかに、自動ドアが閉まったまま Samar
だと、何だか自分が影の薄い人間の
ようで落ち込むかも。
102

(6b). 雲が出てきて影が薄くなった。 Samar

6) Cair, encer, tidak kental seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.8
Makna Perluasan “Cair, encer, tidak kental”

No. Kalimat Makna

(7a). 医者に血が薄いといわれた。 Encer

(7b). 右の薄い液を使ってください。 Cair

7) (Aroma, wangi, keharuman) tidak begitu~ , tidak terlalu~ seperti pada

contoh kalimat :

Tabel 5.9
Makna Perluasan “(Aroma, wangi, keharuman) tidak begitu~ ,
tidak terlalu~”

No. Kalimat Makna


(8a). この花は、色はいいけれど、香りは Tidak begitu wangi
薄いです。
(8b). 無香料、あるいは薄いにおいのクリ Tidak begitu
ームが好きです。 beraroma

8) Lemah, tidak kuat, kelemahan seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.10
Makna Perluasan “Lemah, tidak kuat, kelemahan”

No. Kalimat Makna

(9a) この会社の警備が薄い。 Lemah


103

(9b). 相手チームの守りが薄いところを狙 Kelemahan

おう。

9) Kurang, kurang efektif, berkurang seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.11
Makna Perluasan “Kurang, kurang efektif, berkurang”

No. Kalimat Makna

(10a). 日本の国立大学出身者の大多数は、 Kurang

米国に比して愛校心が著しく薄い。

(10b). 桑満氏は「タオルはすぐ熱をもって Kurang

しまうので効果が薄い。読者に誤っ

た知識を植えつけてしまう」と怒

る。

(10c). 間もなく7年目に入るシリア内戦。 Kurang

アサド政権と反体制派の停戦合意を

受け、今後の和平プロセスに世界の

関心が集まっている。だが、昨年か

ら主導権を発揮しているロシアに比

べて、米国の存在感が薄い。

(10d). 神奈川県に引っ越してきたが、地域の Kurang

人とのつながりが薄いと感じる。
104

(10e). 自転車走行の基礎知識などを学ぶ機 Kurang

会が少なく、“凶器”になりうるとい

う認識が薄いことが背景にあるよう

だ。

(10f). 従来のプルーム・テックは臭いが少 Berkurang

ないものの、加熱する温度が約30

度と低く、「たばこを吸っている実

感が薄い」との声もあった。

10) (Pencahayaan) remang-remang, redup, temaram seperti pada contoh

kalimat

Tabel 5.12
Makna Perluasan “(Pencahayaan) remang-remang, redup, temaram”

No. Kalimat Makna


(11a). 薄暗い展示室に、飾り金物で華やか Temaram

に雀や虎などを表した甲冑が照明で
照らされ、外国人観光客らも興味深
そうに見入っている。

11) Jarang, seperti pada contoh kalimat

Tabel 5.13
Makna Perluasan “Jarang”

No. Kalimat Makna


(12a). 今回は自治会を中心に希望者を集めた Jarang
が、自治会などとの結びつきが薄い住民
105

に、広域避難の方法などをどう周知する
かも課題だ。

12) Kecil, seperti pada contoh kalimat

Tabel 5.14
Makna Perluasan “Kecil”

No. Kalimat Makna


(13a) 勝ち目は薄いだと思う。 Kecil
(13b). うまくいく見込みは薄い。 Kecil
(13c) どうしよう。このままだと、成功の望 Kecil
みは薄いよね。

Berikut ini adalah rangkuman dari klasifikasi makna dasar dan makna

perluasan berdasarkan sumber data.

Tabel 5.15
Makna Dasar dan Makna Perluasan

Makna
No. data Makna Makna Dasar
Perluasan
(1a) Tipis ✓ -

(1b) Tipis ✓ -

(1c) Tipis ✓ -

(1d) Tipis ✓ -

(1e) Tipis ✓ -

(1f) Tipis ✓ -

(1g) Tipis ✓ -

(2a) Sedikit - ✓
106

(2b) Sedikit - ✓

(3a) Merah muda - ✓

(3b) Hijau muda - ✓

(3c) Hijau muda - ✓

(3d) Ungu muda - ✓

(4a) Tidak begitu terasa~ - ✓

(4b) Hambar - ✓

(4c) Hambar - ✓

(4d) Hambar - ✓

(5a) Rendah - ✓

(5b) Rendah - ✓

(5c) Rendah - ✓

(5d) Rendah - ✓

(6a) Samar - ✓

(6b) Samar - ✓

(7a) Encer - ✓

(7b) Cair - ✓

(8a) Tidak begitu wangi - ✓

(8b) Tidak begitu beraroma - ✓

(9a) Lemah - ✓

(9b) Kelemahan - ✓

(10a) Kurang - ✓
107

(10b) Kurang - ✓

(10c) Kurang - ✓

(10d) Kurang - ✓

(10e) Kurang - ✓

(10f) Berkurang - ✓

(11a) Temaram - ✓

(12a) Jarang - ✓

(13a) Kecil - ✓

(13b) Kecil - ✓

(13c) Kecil - ✓

3. Hubungan Antar Makna Adjektiva Usui

Dari hasil analisis 40 butir kalimat jitsurei yang mengandung adjektiva

usui, 7 diantaranya merupakan makna dasar, sehingga tidak dapat

dianalisis hubungan antar maknanya hanya bisa dilihat oleh indra

penglihatan. Analisis hubungan antar makna dilakukan pada data kalimat

jitsurei yang memiliki makna perluasan yaitu sejumlah 33 butir kalimat.

Dari analisis tersebut, diketahui bahwa hubungan antara makna yang

timbul antara makna dasar dan makna perluasan adjektiva usui

dipengaruhi oleh alat indra yang ada pada diri manusia.


108

Tabel 5.16
Jenis Alat Indra yang Digunakan pada Sumber Data

No. Indra Indra Indra Indra Indra


Makna
data Penglihatan Penciuman Pendengaran Perasa Peraba
(1a) Tipis ✓ - - -
(1b) Tipis ✓ - - - ✓
(1c) Tipis ✓ - - - ✓
(1d) Tipis ✓ - - - ✓
(1e) Tipis ✓ - - - ✓
(1f) Tipis ✓ - - - ✓
(1g) Tipis ✓ - - - ✓
(2a) Sedikit ✓ - - - -
(2b) Sedikit ✓ - - - -
Merah
(3a) ✓ - - - -
muda
Hijau
(3b) ✓ - - - -
muda
Hijau
(3c) ✓ - - - -
muda
Ungu
(3d) ✓ - - - -
muda
Tidak
(4a) begitu - - - ✓ -
terasa~
(4b) Hambar - - - ✓ -
(4c) Hambar - - - ✓ -
(5a) Rendah ✓ - ✓ - -
(5b) Rendah ✓ - ✓ - -
(5c) Rendah ✓ - - - -
(5d) Rendah - ✓ - - -
109

(6a) Samar ✓ - - - -
(6b) Samar ✓ - - - -
(7a) Encer ✓ - - - ✓
(7b) Cair ✓ - - - ✓
Tidak
(8a) begitu - ✓ - - -
wangi
Tidak
(8b) begitu - ✓ - - -
beraroma
(9a) Lemah ✓ - ✓ - -
(9b) Kelemahan ✓ - - - -
(10a) Kurang ✓ - ✓ - -
(10b) Kurang ✓ - - - -
(10c) Kurang ✓ - - - -
(10d) Kurang ✓ - - - -
(10e) Kurang ✓ - - - -
(10f) Berkurang - - - ✓ -
(11a) Temaram ✓ - - - -
(12a) Jarang ✓ - ✓ - -
(13a) Kecil ✓ - - - -
(13b) Kecil ✓ - - - -
(13c) Kecil ✓ - - - -

Selain alat indra pada penelitian ini juga ditemukan perluasaan makna

yang terjadi karena perasaan, yaitu pada data (14a) yang menghasilkan

makna ‘kurang akrab’ dan (14b) menghasillkan makna ‘berkurang’.


110

B. Implikasi

Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan pada pembelajaran bahasa

Jepang secara umum, karena polisemi dalam bahasa Jepang sangat banyak

jumlahnya dan tidak jarang pula pembelajar menemukannya di dalam suatu

kalimat, wacana, dialog, ataupun koran. Penelitian ini diharapkan dapat

membantu mengatasi kesulitan pembelajar bahasa Jepang dalam memahami

kata usui terutama ketika beranjak dari level dasar menuju level menengah

sehingga dapat mengaplikasikannya dengan tepat.

Materi mengenai polisemi juga dianggap penting untuk dipelajari

guna mengurangi adanya kesalahan dan kesalahpahaman dalam

pembelajaran bahasa Jepang. Contohnya pada mata kuliah sakubun,

honyaku, kaiwa dan lain sebagainya termasuk Ujian Kemampuan Bahasa

Jepang atau yang biasa disebut dengan Nihongo Nouryoku Shiken. Dengan

demikian pengetahuan pembelajar dapat lebih luas, lebih mudah, lebih tepat

saat menggunakan kata.

C. Saran

Berdasarkan analisis dan penarikan kesimpulan, berikut ini

merupakan beberapa saran yang dapat diberikan peneliti kepada pembelajar,

pengajar, serta peneliti berikutnya guna menambah wawasan, yaitu :

1. Bagi Pengajar Bahasa Jepang

Pada saat proses belajar mengajar berlangsung, sebaiknya

pengajar memberikan lebih banyak contoh kata-kata yang mengandung


111

polisemi. Hal ini dapat menambah wawasan bagi pembelajar dan juga

membuat pembelajar lebih hati-hati saat mengartikan kata tersebut.

2. Bagi Pembelajar Bahasa Jepang

Kata berpolisemi sangat banyak, meskipun satu kata yang sama

bisa berarti maknanya berbeda. Maka pembelajar harus membuka

wawasan yang lebih luas dengan bertanya pada guru atau teman,

membaca berbagai sumber seperti buku, koran, situs, novel, komik atau

dapat dengan mendengar musik dan menonton film, dan lain-lain.

3. Bagi Peneliti selanjutnya Bahasa Jepang

Bagi peneliti yang akan meneliti penelitian sejenis atau peneliti

yang akan melakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini, sebaiknya

mencari sumber data yang lebih variatif agar data yang terkumpul lebih

bervariasi sehingga tidak terjadi kesenjangan jumlah contoh dari

masing-masing makna. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat

menganalisis kata usui dengan faktor lain yang dapat mempengaruhi

perluasan makna pada saat menerjemahkan kalimat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan mengenai makna adjektiva

usui yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka ditemukan jawaban

sebagai berikut :

1. Makna Adjektiva Usui

Secara teoritis, dapat disimpulkan dari rumusan masalah dalam

penelitian ini bahwa adjektiva usui memiliki beberapa makna, antara

lain :

1) Tipis;

2) Sedikit;

3) (Warna) muda;

4) (Rasa) Hambar, atau tidak begitu terasa ~ ;

5) (Akrebilitas, kepercayaan, udara) rendah;

6) (Bayangan) samar, redam;

7) Cair, encer;

8) (Aroma, wangi, keharuman) Tidak begitu~ , tidak terlalu ~ ;

9) Lemah;

10) Kurang;

11) (Pencahayaan) Remang-remang, redup, temaram;

12) Jarang;

13) Kecil.
96
97

Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan penelitian ini makna

adjektiva usui memiliki 13 makna. Kemudian apabila diperhatikan dengan

seksama, kesebelas makna tersebut memiliki nuansa yang berbeda. Nuansa-

nuansa tersebut dibagi berdasarkan alat indra yang ada pada tubuh manusia,

seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 5.1
Makna Adjektiva Usui Berdasarkan Alat-alat Indra.

Alat-Alat Indra
No. Indra
Indra Indra Indra Indra
Pendengar
Penglihatan Perasa Penciuman Peraba
an
1. Tipis 12. Hambar Lemah 13.Tidak Tipis
begitu
harum, tidak
terlalu bau
2. Sedikit - Rendah - Sedikit
3. Muda Kurang Cair,
- -
encer
4. Rendah - Jarang - -
5. Samar - - - -
6. Cair, encer - - - -
7. Lemah - - - -
8. Kurang - - - -
9. Remang-
remang,
redup, - - - -
redam, dan
tamaram
10. Jarang - - - -
11. Kecil - - - -
98

2. Makna Dasar dan Makna Perluasan

adjektiva usui memiliki makna dasar dan makna perluasan. Dari

hasil penelitian, diketahui bahwa makna dasar adjektiva usui adalah

“tipis”. Berikut adalah contoh dari adjektiva usui yang mengandung

makna dasar.

Tabel 5.2
Makna Dasar “Tipis”

No. Kalimat Makna

(1a). 彼女の化粧品はかなり薄い。 Tipis

(1b). ラップみたいなきわめて薄いフィル Tipis

ムに、絵や文字を出したり、タッチ

パネルにしたりすることはできま

す。

(1c). 薄いシャツ姿の福原勝己さん(7 Tipis

3)があぐらをかき、孫娘の柑菜ち

ゃん(2)を膝の上に乗せる。

(1d). まぶたは薄い皮膚でしかないはずな Tipis

のに、風景が透けて見えたことはま

だない。

(1e). 豚肩ロース薄切り(しょうが焼き Tipis

用)200gr.
99

(1f). 例えば、鶏肉の表面を覆う皮をめく Tipis

ると、肉と皮の間に薄い膜がありま

す。

(1g). まず、こちらをご覧ください。一 Tipis

見、腕には何もついていないように

見えますが…。実は、とても薄い透

明の膜が貼られていたのです。

Sedangkan perluasan makna yang terkandung dalam adjektiva usui

berjumlah sebanyak 10 makna, yaitu:

1) Sedikit, tidak banyak, seperti pada contoh kalimat:

Tabel 5.3
Makna Perluasan “Sedikit”

No. Kalimat Makna

(2a). このレポートの内容が薄い。 Sedikit

(2b) 地方に企業 を誘致して雇用が生ま Sedikit

れ、生産が増えても、売り上げは都

市部の本社のものとなる。地元への

経済効果は薄い。
100

2) Muda (warna), seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.4
Makna Perluasan “(Warna) Muda”

No. Kalimat Makna

(3a). キャンバス地に薄い赤色を塗り。 Merah muda

(3b). 水彩の薄い緑色で竹の幹や葉が描か Hijau muda

れ、左下に学年と名前が筆書きされ

ている。

さんばし
(3c). 桟橋 からの海は、薄い緑色に光って見 Hijau muda

えた。

(3d) 庭園内では約 250 品種、2000 株のクレマ Ungu muda

チスが育てられている。ポールに沿っ

て育った「クレマチスの塔」には、薄

い紫の花がたくさん付いていた。

3) (Rasa) hambar,tidak begitu terasa~, seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.5
Makna Perluasan “(Rasa) Hambar, Tidak begitu terasa~ ”

No. Kalimat Makna


(4a). 塩味が薄いようなら火を止めてから Tidak begitu terasa
さらに30分ほどそのまま浸してお asin
くと塩味が浸透していい味になる。
(4b). 母の料理は味付けが薄かった。 Hambar
101

(4c). この味噌汁は味が薄いので、もっと Hambar


味噌を足した方がいい。
(4d) 小菊かぼちゃは水っぽく味が薄いの Hambar
で、グラタンソースには少ししっか
りめに塩、こしょうで味を付ける。

4) (Akrebilitas, kepercayaan) rendah, seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.6
Makna Perluasan “(Akrebilitas, Kepercayaan) Rendah”

No. Kalimat Makna

(5a). 彼の話は信憑性が薄い。 Rendah

(5b). お互いの信頼が薄いから取引がうま Rendah

く行けなかった。

(5c) 一方、日本では負担に関する意識が Rendah

薄いと感じます。

(5d) さらに疲れた体に追い打ちをかける Rendah

標高 2500 メートルの薄い空気。

5) (Bayangan) samar, redam seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.7
Makna Perluasan “(Bayangan) samar, redam”

No. Kalimat Makna


(6a). たしかに、自動ドアが閉まったまま Samar
だと、何だか自分が影の薄い人間の
ようで落ち込むかも。
102

(6b). 雲が出てきて影が薄くなった。 Samar

6) Cair, encer, tidak kental seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.8
Makna Perluasan “Cair, encer, tidak kental”

No. Kalimat Makna

(7a). 医者に血が薄いといわれた。 Encer

(7b). 右の薄い液を使ってください。 Cair

7) (Aroma, wangi, keharuman) tidak begitu~ , tidak terlalu~ seperti pada

contoh kalimat :

Tabel 5.9
Makna Perluasan “(Aroma, wangi, keharuman) tidak begitu~ ,
tidak terlalu~”

No. Kalimat Makna


(8a). この花は、色はいいけれど、香りは Tidak begitu wangi
薄いです。
(8b). 無香料、あるいは薄いにおいのクリ Tidak begitu
ームが好きです。 beraroma

8) Lemah, tidak kuat, kelemahan seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.10
Makna Perluasan “Lemah, tidak kuat, kelemahan”

No. Kalimat Makna

(9a) この会社の警備が薄い。 Lemah


103

(9b). 相手チームの守りが薄いところを狙 Kelemahan

おう。

9) Kurang, kurang efektif, berkurang seperti pada contoh kalimat :

Tabel 5.11
Makna Perluasan “Kurang, kurang efektif, berkurang”

No. Kalimat Makna

(10a). 日本の国立大学出身者の大多数は、 Kurang

米国に比して愛校心が著しく薄い。

(10b). 桑満氏は「タオルはすぐ熱をもって Kurang

しまうので効果が薄い。読者に誤っ

た知識を植えつけてしまう」と怒

る。

(10c). 間もなく7年目に入るシリア内戦。 Kurang

アサド政権と反体制派の停戦合意を

受け、今後の和平プロセスに世界の

関心が集まっている。だが、昨年か

ら主導権を発揮しているロシアに比

べて、米国の存在感が薄い。

(10d). 神奈川県に引っ越してきたが、地域の Kurang

人とのつながりが薄いと感じる。
104

(10e). 自転車走行の基礎知識などを学ぶ機 Kurang

会が少なく、“凶器”になりうるとい

う認識が薄いことが背景にあるよう

だ。

(10f). 従来のプルーム・テックは臭いが少 Berkurang

ないものの、加熱する温度が約30

度と低く、「たばこを吸っている実

感が薄い」との声もあった。

10) (Pencahayaan) remang-remang, redup, temaram seperti pada contoh

kalimat

Tabel 5.12
Makna Perluasan “(Pencahayaan) remang-remang, redup, temaram”

No. Kalimat Makna


(11a). 薄暗い展示室に、飾り金物で華やか Temaram

に雀や虎などを表した甲冑が照明で
照らされ、外国人観光客らも興味深
そうに見入っている。

11) Jarang, seperti pada contoh kalimat

Tabel 5.13
Makna Perluasan “Jarang”

No. Kalimat Makna


(12a). 今回は自治会を中心に希望者を集めた Jarang
が、自治会などとの結びつきが薄い住民
105

に、広域避難の方法などをどう周知する
かも課題だ。

12) Kecil, seperti pada contoh kalimat

Tabel 5.14
Makna Perluasan “Kecil”

No. Kalimat Makna


(13a) 勝ち目は薄いだと思う。 Kecil
(13b). うまくいく見込みは薄い。 Kecil
(13c) どうしよう。このままだと、成功の望 Kecil
みは薄いよね。

Berikut ini adalah rangkuman dari klasifikasi makna dasar dan makna

perluasan berdasarkan sumber data.

Tabel 5.15
Makna Dasar dan Makna Perluasan

Makna
No. data Makna Makna Dasar
Perluasan
(1a) Tipis ✓ -

(1b) Tipis ✓ -

(1c) Tipis ✓ -

(1d) Tipis ✓ -

(1e) Tipis ✓ -

(1f) Tipis ✓ -

(1g) Tipis ✓ -

(2a) Sedikit - ✓
106

(2b) Sedikit - ✓

(3a) Merah muda - ✓

(3b) Hijau muda - ✓

(3c) Hijau muda - ✓

(3d) Ungu muda - ✓

(4a) Tidak begitu terasa~ - ✓

(4b) Hambar - ✓

(4c) Hambar - ✓

(4d) Hambar - ✓

(5a) Rendah - ✓

(5b) Rendah - ✓

(5c) Rendah - ✓

(5d) Rendah - ✓

(6a) Samar - ✓

(6b) Samar - ✓

(7a) Encer - ✓

(7b) Cair - ✓

(8a) Tidak begitu wangi - ✓

(8b) Tidak begitu beraroma - ✓

(9a) Lemah - ✓

(9b) Kelemahan - ✓

(10a) Kurang - ✓
107

(10b) Kurang - ✓

(10c) Kurang - ✓

(10d) Kurang - ✓

(10e) Kurang - ✓

(10f) Berkurang - ✓

(11a) Temaram - ✓

(12a) Jarang - ✓

(13a) Kecil - ✓

(13b) Kecil - ✓

(13c) Kecil - ✓

3. Hubungan Antar Makna Adjektiva Usui

Dari hasil analisis 40 butir kalimat jitsurei yang mengandung adjektiva

usui, 7 diantaranya merupakan makna dasar, sehingga tidak dapat

dianalisis hubungan antar maknanya hanya bisa dilihat oleh indra

penglihatan. Analisis hubungan antar makna dilakukan pada data kalimat

jitsurei yang memiliki makna perluasan yaitu sejumlah 33 butir kalimat.

Dari analisis tersebut, diketahui bahwa hubungan antara makna yang

timbul antara makna dasar dan makna perluasan adjektiva usui

dipengaruhi oleh alat indra yang ada pada diri manusia.


108

Tabel 5.16
Jenis Alat Indra yang Digunakan pada Sumber Data

No. Indra Indra Indra Indra Indra


Makna
data Penglihatan Penciuman Pendengaran Perasa Peraba
(1a) Tipis ✓ - - -
(1b) Tipis ✓ - - - ✓
(1c) Tipis ✓ - - - ✓
(1d) Tipis ✓ - - - ✓
(1e) Tipis ✓ - - - ✓
(1f) Tipis ✓ - - - ✓
(1g) Tipis ✓ - - - ✓
(2a) Sedikit ✓ - - - -
(2b) Sedikit ✓ - - - -
Merah
(3a) ✓ - - - -
muda
Hijau
(3b) ✓ - - - -
muda
Hijau
(3c) ✓ - - - -
muda
Ungu
(3d) ✓ - - - -
muda
Tidak
(4a) begitu - - - ✓ -
terasa~
(4b) Hambar - - - ✓ -
(4c) Hambar - - - ✓ -
(5a) Rendah ✓ - ✓ - -
(5b) Rendah ✓ - ✓ - -
(5c) Rendah ✓ - - - -
(5d) Rendah - ✓ - - -
109

(6a) Samar ✓ - - - -
(6b) Samar ✓ - - - -
(7a) Encer ✓ - - - ✓
(7b) Cair ✓ - - - ✓
Tidak
(8a) begitu - ✓ - - -
wangi
Tidak
(8b) begitu - ✓ - - -
beraroma
(9a) Lemah ✓ - ✓ - -
(9b) Kelemahan ✓ - - - -
(10a) Kurang ✓ - ✓ - -
(10b) Kurang ✓ - - - -
(10c) Kurang ✓ - - - -
(10d) Kurang ✓ - - - -
(10e) Kurang ✓ - - - -
(10f) Berkurang - - - ✓ -
(11a) Temaram ✓ - - - -
(12a) Jarang ✓ - ✓ - -
(13a) Kecil ✓ - - - -
(13b) Kecil ✓ - - - -
(13c) Kecil ✓ - - - -

Selain alat indra pada penelitian ini juga ditemukan perluasaan makna

yang terjadi karena perasaan, yaitu pada data (14a) yang menghasilkan

makna ‘kurang akrab’ dan (14b) menghasillkan makna ‘berkurang’.


110

B. Implikasi

Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan pada pembelajaran bahasa

Jepang secara umum, karena polisemi dalam bahasa Jepang sangat banyak

jumlahnya dan tidak jarang pula pembelajar menemukannya di dalam suatu

kalimat, wacana, dialog, ataupun koran. Penelitian ini diharapkan dapat

membantu mengatasi kesulitan pembelajar bahasa Jepang dalam memahami

kata usui terutama ketika beranjak dari level dasar menuju level menengah

sehingga dapat mengaplikasikannya dengan tepat.

Materi mengenai polisemi juga dianggap penting untuk dipelajari

guna mengurangi adanya kesalahan dan kesalahpahaman dalam

pembelajaran bahasa Jepang. Contohnya pada mata kuliah sakubun,

honyaku, kaiwa dan lain sebagainya termasuk Ujian Kemampuan Bahasa

Jepang atau yang biasa disebut dengan Nihongo Nouryoku Shiken. Dengan

demikian pengetahuan pembelajar dapat lebih luas, lebih mudah, lebih tepat

saat menggunakan kata.

C. Saran

Berdasarkan analisis dan penarikan kesimpulan, berikut ini

merupakan beberapa saran yang dapat diberikan peneliti kepada pembelajar,

pengajar, serta peneliti berikutnya guna menambah wawasan, yaitu :

1. Bagi Pengajar Bahasa Jepang

Pada saat proses belajar mengajar berlangsung, sebaiknya

pengajar memberikan lebih banyak contoh kata-kata yang mengandung


111

polisemi. Hal ini dapat menambah wawasan bagi pembelajar dan juga

membuat pembelajar lebih hati-hati saat mengartikan kata tersebut.

2. Bagi Pembelajar Bahasa Jepang

Kata berpolisemi sangat banyak, meskipun satu kata yang sama

bisa berarti maknanya berbeda. Maka pembelajar harus membuka

wawasan yang lebih luas dengan bertanya pada guru atau teman,

membaca berbagai sumber seperti buku, koran, situs, novel, komik atau

dapat dengan mendengar musik dan menonton film, dan lain-lain.

3. Bagi Peneliti selanjutnya Bahasa Jepang

Bagi peneliti yang akan meneliti penelitian sejenis atau peneliti

yang akan melakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini, sebaiknya

mencari sumber data yang lebih variatif agar data yang terkumpul lebih

bervariasi sehingga tidak terjadi kesenjangan jumlah contoh dari

masing-masing makna. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat

menganalisis kata usui dengan faktor lain yang dapat mempengaruhi

perluasan makna pada saat menerjemahkan kalimat.


112

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. Pengantar Semantik dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
2009.
Hiejima, Ichizo. Kotoba no Imi (Hajimete Deau Imiron no Sekai). Tokyo: Gyousei.
1991.
Imai, Shingo. Nihongo Tagigo Gakushuu Jiten (keiyoushi / fukushihen). Tokyo:
ALC Press Inc. 2011.
Kuroda, Ryusuke. Gendai Hyoujun Kokugo Jiten. Tokyo: Gakken Plus. 2016.
Kyousuke, Kindaichi. Sanseido Kokugo Jiten. Tokyo: Sanseido. 1980.
Matsuura, Kenji. Nihongo – Indonesiago Jiten. Kyoto: Kyoto Sangyo University
Press. 1994.
Muhadjir. Semantik dan Pragmatik. Tanggerang: PT. Pustaka Mandiri. 2014.
Nishihara, Suzuko., dkk. Keiyoushi (Adjectives). Tokyo: Aratake Publishing Co.Ltd.
1988.
Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2010.
Pateda, Mansoer. Linguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa. 1990.
Sudjianto., Dahidi, A. pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.
2009.
Sutedi, Dedi. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora. 2003.
Subroto, Edi. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta: Cakrawala
Media. 2011.
Tomomatsu, Tomoko., dkk. Shinkanzen Masutaa Bunpou (Nihongo Nouryoku
Shiken –N2). Tokyo: 3anet. 2012.
113

Jurnal:

Tanjung, Ariani. “Polisemi : Tomeru 「 と め る 」 ” Jurnal Bahasa dan Seni

Politeknik Negeri Padang Vol. 11 No. 1 (2010). 10 Maret 2015.


http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bahasaseni/article/download/70/51
Wijaya, Dewa Putu. “SINESTESIA: Studi tentang Mekanisme Perpindahan,
Dominasi, dan Tingkat Kekonkretan Tanggapan Alat Indra secara
Linguistik” Jurnal Univesitas Gajah Mada. 12 Agustus 2013.
https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/2063/1866

Sumber Data:

https://kbbi.web.id/mengabaikan (diakses pada 13 Februari 2018)


http://www.yomiuri.co.jp/yolon/ichiran/20170113-OYT8T50022.html (diakses
pada 18 November 2018)
http://www.yomiuri.co.jp/local/shimane/feature/CO027246/20170105-
OYTAT50050.html (diakses pada 30 Maret 2018)
http://www.yomiuri.co.jp/life/book/news/20170328-
OYT8T50004.html#csidx0667205c5518a6080bd9f82927db435 (diakses pada 18
Januari 2018)
http://www.yomiuri.co.jp/matome/archive/20150902-OYT8T50135.html (diakses
pada 04 April 2018)
https://yomidr.yomiuri.co.jp/article/20170414-OYTET50012/ (diakses pada 27
Agustus 2018)
https://www3.nhk.or.jp/news/html/20181221/k10011754131000.html?utm_int=ns
earch_contents_search-items_002 (diakses 7 Januari 2019)
https://www.yomiuri.co.jp/local/shimane/feature/CO028572/20181223-
OYTAT50004.html (diakses 7 Januari 2019)
https://www.asahi.com/articles/ASJ4J45GRJ4JPLZB00J.html?iref=pc_ss_date
(diakses pada tanggal 20 Februari 2018)
http://www.asahi.com/articles/ASK4C54MDK4CPJLB00V.html (diakses pada 18
November 2018)
https://www.jakartashimbun.com/free/detail/45788.html (diakses pada 5 Maret
114

2019)
https://www.yomiuri.co.jp/local/shizuoka/news/20190616-OYTNT50013/
(diakses pada 17 Juni 2019)
http://www.asahi.com/articles/ASK983V8WK98OIPE00J.html (diakses pada 19
September 2018)
https;//www6.nhk.or.jp/harefarm/hatake/hatake.html?i=181026_1 (diakses pada 27
Agustus 2018)
http://www.asahi.com/articles/DA3S13138659.html (diakses pada 27 Agustus
2018)
https://www4.nhk.or.jp/greatrace/90/ (diakses pada 17 Juni 2019)
http://www.asahi.com/articles/DA3S12872492.html (diakses pada 27 Agustus
2018)
http://webronza.asahi.com/science/articles/2017033100006.html (diakses pada 04
April 2018)
http://www.yomiuri.co.jp/science/feature/CO017291/20161201-
OYT8T50043.html (diakses pada 18 November 2018)
http://www.yomiuri.co.jp/fukayomi/ichiran/20170127-OYT8T50016.html
(diakses pada 27 Agustus 2018)
http://www.yomiuri.co.jp/local/nara/news/20170412-OYTNT50000.html (diakses
pada 18 November 2018)
https://www.yomiuri.co.jp/local/shimane/feature/CO035951/20181113-
OYTAT50004.html (28 Desember 2018)
https://www.yomiuri.co.jp/fukayomi/ichiran/20181227-OYT8T50038.html
(diakses 5 Maret 2019)
https://www.yomiuri.co.jp/teen/special/20181004-OYT8T50063.html (diakses
pada 27 Agustus 2018)
Lampiran 1

Surat Pernyataan dari Expert (Executive Cheff, Mr. Toru Yomoda)

お肉の薄いと厚いの違いについて

食生活をかかせない毎日で、

なぜ、薄い肉と厚い肉があるのか?

それは食べ方だと思います。

まず、薄いお肉について例をあげます。

サラダ、焼き肉、すき焼き、しゃぶしゃぶ。

これらのお肉は基本的に薄いでしょう。

 サラダ用で食べる薄さは 1 ㎜∼2 ㎜

 焼き肉用は 2 ㎜∼3㎜

 すき焼き用は 1,8 ㎜~2 ㎜

 しゃぶしゃぶ用は 1,5 ㎜∼2㎜

この薄さがお肉をおいしく食べられる厚さと言えるでしょう。

また、厚いお肉については

1 ㎝∼ は厚いと言えるでしょう。

その分、横幅もあるので満足のいく食事ができると言えるでしょう。

何を食べるかによって薄くするのか厚くするのか、
食事をおいしく頂くために、薄いお肉があったり、厚みのお肉があるのだ

と思います。

Jakarta, 22 Februari 2019

Toru Yomoda

(AW kitchen, Executive Chef)


Lampiran 1

お肉の薄いと厚いの違いについて

食生活をかかせない毎日で、

なぜ、薄い肉と厚い肉があるのか?

それは食べ方だと思います。

まず、薄いお肉について例をあげます。

サラダ、焼き肉、すき焼き、しゃぶしゃぶ。

これらのお肉は基本的に薄いでしょう。

 サラダ用で食べる薄さは 1 ㎜∼2 ㎜

 焼き肉用は 2 ㎜∼3㎜

 すき焼き用は 1,8 ㎜~2 ㎜

 しゃぶしゃぶ用は 1,5 ㎜∼2㎜

この薄さがお肉をおいしく食べられる厚さと言えるでしょう。

また、厚いお肉については

1 ㎝∼ は厚いと言えるでしょう。

その分、横幅もあるので満足のいく食事ができると言えるでしょう。

何を食べるかによって薄くするのか厚くするのか、
食事をおいしく頂くために、薄いお肉があり、厚みのお肉があるのだと思

います。

Jakarta, 22 Februari 2019

Toru Yomoda

(AW Kitchen, Executive Chef)


Terjemahan lampiran 1

Perbedaan Ketebalan dan Ketipisan Daging

Kebiasaan makan harian yang sangat diperlukan,

Kenapa ada daging yang tipis dan yang tebal?

Saya berfikir itu adalah cara makan.

Pertama-tama, saya akan memberikan contoh tentang daging yang tipis.

Salad, daging bakar, sukiyaki, dan shabu-shabu.

Pada dasarnya daging pada makanan tipis.

 Ketipisan yang dipakai untuk salad adalah 1 ㎜∼2 ㎜

 Untuk yakiniku adalah 2 ㎜∼3㎜

 Untuk sukiyaki adalah 1,8 ㎜~2 ㎜

 Untuk shabu-shabu adalah 1,5 ㎜∼2㎜

Bisa dikatakatan dengan ketipisan ini bisa menyantap daging dengan lezat.

Lalu, mengenai daging yang tipis

Lebih dari 1 cm bisa dikatakan tebal.

Karena ada lebar untuk bagian itu, dapat dikatakan bahwa kita mendapatkan

makanan yang memuaskan.

Apakah akan menipiskan atau menebalkan, tergantung dengan apa yang akan anda
makan.

Untuk mendapatkan makanan yang lezat, saya pikir ada daging tipis dan daging

tebal.

Jakarta, 22 Februari 2019

Toru Yomoda

(AW kitchen, Executive Chef)


Lampiran 2

Contoh kalimat usui yang ditemukan tetapi tidak diteliti.

No Kalimat Sumber
.
1. メラニア氏は薄い水色のドレスの上から同色の http://www.asahi.co
ジャケットを羽織り、やはり同色の長い手袋を m/articles/ASK1P2S
していた。靴も薄い水色にそろえ、薄曇りに雨 SXK1PUHBI02W.ht
ml
が混じる天気の中で明るい印象を与えた。
2. 山中湖は1週間ほど前から湖面全体に薄い氷が http://www.asahi.co
張り始め、放し飼いのコブハクチョウは胸で氷 m/articles/ASK1S3T
を割りながら湖面を泳いでいる。 02K1SUZOB00Y.ht
ml

3. 大学生協の職員が、なじみが薄い若者も食べや http://www.yomiuri.
すいようにと、琵琶湖で12~3月頃に水揚げ co.jp/local/shiga/new
される体長3~6センチの氷魚を、かき揚げに s/20170123-
OYTNT50097.html
調理した。

れんあい いせい み め だ う ん
4. http://www.asahi.co
恋 愛 は異性を見る目がダウンしがち。 m/and_w/fashion/C
だいいちいんしょう うす ひと ねら
第 一 印 象 が薄 い人 を狙 うといいかも。 Gfashion173601.htm
l
5. うつむくように咲く薄い赤紫のかれんな花が落 http://www.asahi.co
葉広葉樹林の斜面を覆い、春風にそよいでい m/articles/ASJ463V
る。 GKJ46UOHB00Z.ht
ml
しょ ひがい じょうたい こと げんじてん
6. http://www.asahi.co
署 は、被害の 状 態 が異 なるため現時点では m/articles/ASK495F
かんれん うす
関 連 が薄 いとみている。 P9K49POMB005.ht
ml
7. 薄い紅色の花を樹上から降るように咲かせてい http://www.asahi.co
た。 m/articles/AS454RH
5K45PFIB00L.html
8. 「料理を振る舞うのが大好き」という女性の場 http://www.yomiuri.
合、食に興味が薄い相手だと、「作ってあげる co.jp/komachi/fortun
楽しみがない」などと落胆する可能性も考えら e/koikatsu/20161117
-OYT8T50032.html
れます。
9. 「味の濃さの好みや食材の好き嫌いなどは、そ http://www.yomiuri.
れぞれあっても仕方ないと思っています。味が co.jp/komachi/plus/h
薄いからと出来た煮物にしょう油をかけると news/20161116-
OYT8T50000.html
か、苦手な野菜は除いて食べるとか、そういう
ことをされても構いません」
10. じつに彼らは、抑えても抑えても抑えきれぬ自 http://www.aozora.gr
た .jp/cards/000153/file
己その者の圧迫に堪えかねて、彼らの入れられ s/814_20612.html
ている箱の最も板の薄い処、もしくは空隙(現
代社会組織の欠陥)に向ってまったく盲目的に
突進している。
12. Sは最上級車種で価格が981万円(消費税込 http://www.yomiuri.
み)というのだから、出来がいいのは当たり前 co.jp/life/atcars/impr
だと言われればそれまでだが、扁平率40%と ession/20160801-
OYT8T50131.html#
いう薄いタイヤは、へたをすると乗り心地や操
csidx2eb6f72de821a
縦性に悪影響を与えかねない。 d49cf97e1f85c07c38
13. 主人公の皆川七海=写真=が生きる世界は、何 http://www.yomiuri.
と現実感が薄いのだろう。 co.jp/entame/ichiran/
20160325-
OYT8T50055.html
14. 10年には32~52インチの薄型テレビ用も http://www.yomiuri.
開発 co.jp/osaka/feature/C
O022892/20170414-
OYTAT50038.html
15. 内容の薄いコンテンツを大量生産するサービス http://webronza.asahi
のことを「コンテンツファーム」と言うが、D .com/science/articles
eNAはまさにこれを地で行った。 /201703280001.html
16. ただしこれはブレーキをかけたときや、下り坂 http://www.asahi.co
などの走行時に効果がでるもので、平地中心だ m/and_bazaar/article
と効果が薄い s/SDI201703292287
1.html
に ん ち ど
17. 「侍ジャパン? んー、正直こっちでは認知度 http://www.asahi.co
m/articles/ASK3N14
は薄いね。今回のチームは弱いと聞いていたか
B9K3MUEHF00F.ht
ら、勝ち上がってきてくれてうれしいけど、選 ml
手名まで知っている人は少ないと思うよ」。
18. 一つは次世代を担う高校の選手層が薄いこと。 http://www.asahi.co
m/articles/ASK4N26
3HK4NUOHB001.ht
ml
19. 「お父さんは頭が薄いから、毛はえ薬をつくっ http://www.asahi.co
て頭をなでて塗ってあげたら元気になるんちゃ m/articles/ASK3S5V
うかな、と思って」 XPK3SPIHB02B.ht
ml
20. 署は、被害の状態が異なるため現時点では関連 http://www.asahi.co
が薄いとみている。 m/articles/ASK495F
P9K49POMB005.ht
ml
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Retno Wulandari. Dilahirkan di Jakarta pada

tanggal 30 April 1993. Anak ketiga dari pasangan

Bapak Mamat dan Ibu Sayidah. Pendidikan formal

yang telah ditempuh adalah SD Negeri 03 Baru

lulus pada tahun 2005, SMP Negeri 179 Jakarta

Timur lulus pada tahun 2008, lalu melanjutkan ke

SMA Negeri 106 Jakarta Timur dan lulus pada

tahun 2011. Setelah menyelesaikan wajib belajar

sembilan tahun, pada tahun yang sama melanjutkan ke jenjang universitas yaitu

Prodi Bahasa Jepang, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta dan

lulus pada tahun 2019. Pada tahun 2015 mengikuti program belajar di Osaka

Gaigo Gakuin dan lulus pada tahun 2016. Pengalaman organisasi yang pernah di

ikuti adalah ROHIS SMP Negeri 179, dan semasa kuliah aktif sebagai anggota

HIMA Prodi Bahasa Jepang.

Anda mungkin juga menyukai