Anda di halaman 1dari 11

KESUSASTRAAN JEPANG ZAMAN MODERN

Disusun Oleh :

Filza Arifa 195110200111025

Nahda Widya Dana 195110200111026

Dewi Muhfidah 195110200111027

Rizky Amalia Putri Nugrahani 195110200111028

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2020

I. Kesusastraan pada Zaman Modern

A. Definisi
Kesusastraan modern merupakan kesusastraan yang muncul setelah adanya
Restorasi Meiji. Pada waktu itu kebudayaan barat sangat berpengaruh dalam
kesusastraan Jepang.
B. Karakteristik
Dalam kesusastraan pada zaman modern ini, karya sastranya mencerminkan
manusia yang hidup dalam masyarakat modern yang cenderung mempunyai sifat
borjuis atau masyarakat dari kelas menengah serta pedagang yang menganut paham
liberal dan demokrasi
Pada periode awal masuknya kesusastraan barat dipelopori oleh golongan
terpelajar yang dimulai dengan kesusastraan terjemahan. Perkembangan aliran
realisme yang pesat dan juga aliran romantisme dan naturalisme yang berasal dari
pengaruh kesusastraan barat. Pada periode akhir sebagai akibat perubahan masyarakat
setelah perang dunia I, timbulah suatu aliran sosialisme. Yaitu kesusastraan yang
mengangkat cerita pertentangan antara dua golongan kelas dalam masyarakat menjadi
terkenal.
II. Perode Zaman Pencerahan

Para cendikiawan yang membawa pemikiran-pemikiran baru setelah pulang


belajar dari luar negeri, melancarkan Bunmei Kaika (Revolusi Kebudayaan). Bunmei
Kaika dipelopori oleh dua tokoh yaitu, Fukuzawa Yukichi (Bapak Pendidikan) dan
Nishi Amane (Bapak Ensiklopedi). Karya terkenal dari zaman ini, seperti Gakumon
no Susume dan Katawa Musume yang ditulis oleh Fukuzawa Yukichi serta buku
terkenal dari Nishi Amane adalah Hyakugaku Renkan.

A. Kesusastraan Terjemahan

Berbagai ragam hasil karya barat diterjemahkan dan ditiru sehingga memberikan
dorongan dan semangat untuk melahirkan kesusastraan baru. Misalnya Arabia
monogatari yang merupakan ringkasan buku Arabian Night dalam bahasa Jepang.
Niwa junichiro menterjemahkan buku karya Lytton dengan judul Karyuu Shunwa
yang mendapat sambutan baik sebagai hasil karya yang bermutu tinggi. Nakae
Chomin dengan karya terjemahan berjudul Uishi bigaku memperkenalkan cara
berpikir yang sistematis dalam kesusatraan, tetapi juga memperkenalkan aliran
romatisme dan aliran naturalisme.

B. Novel Politik

Seiring dengan sastra terjemahan masuk ke Jepang novel politik pun ikut muncul.
novel politik muncul akibat timbulnya gerakan yang menuntut hak dan kebebasan
untuk membentuk masyarakat baru. Pengertian novel politik sendiri adalah novel
yang memasukkan gagasan dan pendapat politik, pengarangnya antara lain Yano
Ryuukei dengan bukunya Keikoku Bidan, Tookai Sanshi dengan bukunya Kajin no
Kiguu, Suehiro Tetchoo dengan bukunya Setchuubai.

III. Aliran Sastra

A. Aliran Realisme

Aliran yang memiliki metode penggambaran bentuk fiksi yang menceritakan


“potongan kehidupan” dan representasi akurat dari kenyataan, berfokus pada tokoh
orang biasa dan kesehariannya. Asal mulanya adalah kritik dan penolakan terhadap
pemikiran Kanzen Choaku (kebenaran akan mengalahkan kejahatan)

Anjuran untuk menetapkan aliran realisme

Anjuran pemakaian aliran relisme terutama datang dari mereka yang menolak
cara berfikir cerita-cerita yang bertemakan Kanzen Chooaku, yaitu tema-tema yang
menitikberatkan pada pemikiran yang akan berakhir dengan kemenangan dan yang
salah/buruk akhirnya akan kalah. Para pencetus ide ini ingin menjadikan
pengetahuan yang didapat dari hasil penyelidikan terhadap kesusastraan asing
sebagai pedoman, dari teori-teori yang mereka anut, teori realisme menjadi yang
paling dominan untuk dimasukkan ke dalam pedoman penulisan novel.

Kesusastraan Shinzui
Argumen sastra tersebut pertama kali adalah karya Tsubouchi Shooyoo berjudul
Shoosetsu Shinzui. Dalam buku ini diungkapkan bahwa novel harus menggambarkan
kehidupan duniawi, perasaan dan gerak hati manusia, yang teknik penulisannya tidak
boleh hanya menggambarkan kulit luarnya saja, tetapi harus membongkar dan
memperlihatkan dengan jelas apa yang sebenarnya terdapat di dalamnya. Shooyoo
telah membuka sejarah baru dalam kesusastraan Jepang dengan jasanya
menyingkirkan paham dan pandangan yang menganggap kesusastraan hanyalah untuk
hiburan dan ceriteranya harus mengutamakan kepahlawanan seperti yang ditonjolkan
dalam novel yang bertemakan Kanzen Chooaku. Teori yang dipeloporinya ini
berdasarkan pemikiran-pemikiran dari kesusastraan Inggris. Buku yang ditulisnya
berjudul Toosei Shosei Katagi dapat dianggap sebagai cara pemakaian teori yang
dipeloporinya. Meskipun dalam buku tersebut digambarkan kehidupan mahasiswa
masa itu secara dinamis yang merupakan ciri-ciri kehidupan modern, tetapi ia masih
memakai elemen-elemen kesusastraan lama dalam teknik penulisannya.

Shoosetsu Sooron

Shoosetsu Sooroon (kesimpulan tentang teori novel) yang ditulis oleh Futabei
Shimei. Tujuan Futabei menulis Shoosetsu Sooron adalah untuk mengkritik buku
Toosei Shosei Katagi yang ditulis oleh Shooyoo. Teori yang diungkapkan oleh Futabei
dalam buku itu mengambil dasar pemikiran dari kesusastraan Rusia. Teori inilah yang
digunakan dalam novelnya yang berjudul Ukigumo. Gaya bahasa yang dipergunakan
Futabei Shimei dalam karya-karyanya berkembang dengan bebas dan merupakan
kombinasi bahasa lisan dan tulisan.

B. Aliran Pseudoklasik

Lahirnya Kenyuusha dan Seikyoosha

Tahun 1887 (Meiji tahun 20) merupakan puncak westernisasi di Jepang. Hal
tersebut ditandai dengan diselenggarakannya Rokumeikan Kasoobutookai, yaitu
sebuah parade yang diselenggarakan oleh golongan yang menerima kebudayaan
Barat di Jepang. Tetapi kebudayaan Barat tersebut ternyata tidak diterima oleh semua
golongan karena pada saat itu muncul suatu golongan yang mengkritik dan
menentang westernisasi yang ekstrim dimana pengaruh dan kebudayaan Barat
dimasukkan secara tergesa-gesa. Golongan ini antara lain dipelopori oleh Narushima
Ryuuhoku yang mengungkapkan ketidaksetujuannya melalui sebuah karya sastra
berjudul Ryuukyoo Shinsi. Kemudian muncul pula tokoh-tokoh lain yang juga
menentang dengan cara mendirikan sebuah perkumpulan bernama Seikyoosha.
Tokoh-tokoh dalam perkumpulan ini mengungkapkan kritikannya terhadap
westernisasi di Jepang melalui majalah yang mereka terbitkan. Sementara itu di
dunia kesusastraan sendiri muncul kecenderungan para sastrawan untuk kembali
menggunakan metode klasik dalam dunia sastra. Merekapun kemudian membuat
sebuah perkumpulan bernama Kenyuusha yang berpusat di Ozaki Kooyoo. Mereka
menerbitkan majalah yang bernama Garakuta Bunko. Masa ini juga disebut dalam
kesusastraan Jepang sebagai Zaman Kooro yang diambil dari dua nama pengarang
yang berpengaruh pada masa itu, yakni Ozaki Kooyoo dan Kooda Rohan.

Ozaki Kooyo

Karya Kooyoo yang berhasil dan diakui dunia sastra adalah Nininbikuni Irozange
dan kemudian disusul oleh karya-karya lain misalnya Kyaramakura, Ninin Nyooboo
dan Sannin Tsuma. Dalam karya-karya tersebut di atas dapat dilihat pengaruh gaya
bahasa dan pemikiran Saikaku. Kooyoo juga menaruh perhatian pada kehidupan
zaman baru seperti terlihat dalam buku Tajoo Takon dan Konjikiyasha yang gaya
bahasanya dapat dibanggakan.

Kooda Rohan

Sekitar tahun 1890 muncul seorang sastrawan terkenal, sejajar dengan pengarang
Ozaki Kooyoo, yang juga mendapat pengaruh dari Ihara Saikaku dalam menyegarkan
gaya penulisan bahasa klasik. Sastrawan tersebut bernama Kooda Rohan. Dia juga
terkenal dalam teknik penulisan gaya bahasa agama Budha dan penulisan gaya bahasa
Cina seperti dalam karyanya berjudul Issetsuna dan Tsuyu Dandan, terutama sekali
dalam bukunya yang terkenal berjudul Fuuryuu Butsu yang menggambarkan suatu
kisah cinta yang indah dengan latar belakang seni yang dijalin dengan cita-cita tinggi
dan agama. Selain itu dia juga menulis buku berjudul Ikkooken dan Gojuu no Too
yang merupakan buku karya terbaiknya. Dalam buku ini dia melukiskan pria ideal
yang mencurahkan hidupnya untuk seni dan pekerjaan. Karya-karyanya yang lain
adalah Fuuryuu Mijinzoo, Sorautsu Nami dan lain-lain.

C. Aliran Romantisme

Merupakan karya - karya yang dihasilkan menceritakan kisah percintaan secara


romantis.

Mori Oogai, usaha pencerahan yang dilakukannya

Mori Oogai sebagai seorang dokter tentara dikirim oleh pemerintah jepang untuk
memperdalam ilmunya ke Jerman.. pada Meiji tahun 21 (1888 M) kembali ke Jepang
dengan aktif mengembangkan pengetahuannya di luar ilmu kedokteran seperti
kesusastraan, kesenian, maupun filsafat Barat, yang diperolehnya waktu belajar di
Jerman. Karena banyaknya ilmu pengetahuan yang ia kuasai, sampai-sampai ia dijuluki
Teebesu Hyakumon no Taito (100 Pintu Kota Thebes).

Pikiran-pikirannya ditulis dan dimuat dalam majalah Sigarami Zooshi. Kritik sastra
yang ditulisnya sangat terkenal karena memiliki ciri khas. Berhasilnya kritik sastra
menjadi sebuah bagian yang menempati tempat tersendiri dalam dunia kesusastraan
adalah karena usaha keras Mori Oogai.

Ada tiga buah novel yang ditulisnya berdasarkan kehidupan yang dialami di Jerman,
yaitu Maihime, Utakata no Ki dan Fumiizukai yang merupakan cerita percintaan anak
muda yang dilukiskan dengan romantis tetapi berakhir dengan kesedihan.

Tookoku dan Majalah Kesusastraan Bungaku Kai

Pada Meiji tahun 26 (1893) terbitlah sebuah majalah kesusastraan yang berjudul
Bungaku Kai yang mempunyai gaya bahasa yang romantis. Pada zaman itu, yang
menjadi pelopor pengarang-pengarang muda adalah Tookoku. Dia mendapat pengaruh
dari Ralp Waldo Emerson (filsafat Amerika), dan George Gordon Byron (penyair
Inggris). Dia juga mempelopori penulisan drama berbentuk tragedi. Diantara buku-buku
karangannya yang berisi kritikan terhadap keadaan pada waktu itu antara lain Jinsei ni
Awataru to wa nanno iizo, Naibu Seimeiron, dan lain-lain.
Izumi Kyooka dengan aliran mistik romantik

Izumi Kyooka adalah murid Ozaki Kooyoo yang berasal dari perkumpulan
Kenyuusha, pada mulanya mengeluarkan novel yang mengandung ide-ide tertentu yang
bertujuan untuk mencari penyelesaian kontradiksi yang ada dalam kehidupan yang
sebenarnya. Dia kemudian membentuk suatu aliran tersendiri dalam karangan-
karangannya. Dengan memasukkan unsur yang bercorak mistik dan romantik. Perasaan
yang mengandung mistik dan yang bersifat menonjolkan roh atau hantu ini melatar
belakangi karya-karyanya dan mempunyai sumber inspirasi untuk menggambarkan
kecantikan wanita. Pada dasarnya karangannya itu melukiskan kebenaran dan rasa cinta
yang dalam yang menentang kepincangan dan kebusukan yang ada dalam masyarakat.

Terciptanya kesusastraan yang menonjolkan keindahan alam

Tokutomi Rooka adalah seorang yang beraliran liberal dan berdasarkan pemikiran
agama Kristen. Yang membuat dia terkenal adalah bukunya yang berjudul Shizen to
Jinsei yang menguraikan keindahan alam dengan menggunakan bahasa tulisan yang
indah dengan gaya bahasa yang sangat romantis. Selain itu ada juga karangan Kunikida
Doppo berjudul Musashino yang melukiskan tentang keindahan alam yang mengharukan.

D. Aliran Naturalisme

Aliran Naturalisme adalah aliran fiksi yang menggambarkan segala sesuatunya secara
natural (apa adanya). Aliran naturalisme berkembang setelah mendapat pengaruh dari
pengarang Prancis bernama Emile Zola. Aliran ini cepat dikenal dengan munculnya
sebuah buku berjudul Isibigaku yang berisikan tentang naturalis estetik.

Aliran naturalisme ini melahirkan beberapa sastrawan terkenal seperti :

1. Kousugi Tengai

Memiliki nama asli Kosugi Tamezō dan merupakan salah satu pendiri
gerakan natralisme dalam sastra Jepang modern. Kosugi lahir di tempat yang
sekarang bernama Misato, Prefektur Akita. Dia pindah ke Tokyo pada tahun 1886
untuk menghadiri Perguruan Tinggi Hukum Inggris (pelopor Universitas Chuo, tetapi
segera keluar untuk mengabdikan dirinya untuk menulis penuh waktu. Karya-
karyanya di antara lain yaitu Hatsu Sugata (wajah pertama) dan Hayari Uta (lagu
populer).

2. Shimazaki Tooson

Shimazaki Tooson lahir di Prefektur Nagano, 25 Mater 1872. Beliau engenyam


pendidikan di Universitas Meiji. Shimazaki Tooson dalam novelnya
berjudul Hakai (Melanggar Petuah), yang melukiskan tentang rahasia pribadi manusia
modern yang mengalami kehidupan yang resah karena harus menyembunyikan suatu
rahasia, tetapi berakhir dengan pengakuan pelakunya. Selain itu, karyanya yang lain
adalah Ie (Rumah), dan Shinsei (Hidup baru).

3. Tayama Katai

Karya Tayama Katai. Yaitu Futon (Kasur) menceritakan tentang kehidupan pribadi yang
ditulis dengan terus terang. Di samping itu, hasil karya Tayama lainnya yaitu Inaka Kyooshi
(Guru Sekolah Desa) yang mengungkapkan sifat tegas realistis serta penggambaran fakta
kehidupan manusia. Dengan hasil karyanya tersebut, Tayama dikenal sebagai seorang
kritikus aliran naturalisme bersama – sama dengan Hasegawa Tenkei, Shimamura Hoogetsu
dan Iwano Hoomei.

Anti Naturalisme

Karena naturalisme menggambarkan semua apa-adanya hingga bagian paling buruk


dari kehidupan, ada yang mengkritik dan muncul jenis sastra yang melukiskan keindahan,
meneropong manusia baik kehidupan atau cita-citanya. Kelompok ini terdiri dari aliran
Sastra estetisme dan intelektualisme.

Pengarang aliran Estetisme

1. Nagai Kafu ; membangkitkan kembali Jepang zaman dulu, tema dunia Geisha
dalam novel Sumidagawa, Ude Kurabe, dan lain sebagainya.
2. Tanizaki Junichiro, melukiskan tentang keindahan yang aneh atau sensitif dari
wanita. Wanita sbg mahluk tak berdaya tapi menyembunyikan kekuatan dan
keindahan misterius seperti dalam novel Shisei (tatto), dan Chijin no Ai
3. Sato Haruo, menulis keengganan disertai intelektualitas dan romantik dalam novel
Denen no Yuutsu (Kebosanan di desa) dan Tokai no yuutsu (kebosanan di kota)

Pengarang aliran Intelektualisme

Mori Oogai adalah seorang sastrawan yang banyak menulis sastra terjemahan
dan memiliki pengetahuan luas . Beliau juga menulis kritik sastra yang bersifat ilmiah
dan etis. Karyanya antara lain Vita Sexualis, Seinen dan Gan yang dimuat di majalah
Subaru. Mori Oogai juga menulis novel sejarah dengan judul Abe Ichizoku, Sanshoo
Dayuu, Takasebune, Kanzan Jittoku, dan Rekishi Sono Mama to Rekishi Banare

E. Aliran Kiseki

Berbeda dengan aliran Naturalisme, aliran kiseki melukiskan sesuatu yang


tersembunyi yang berhubungan dengan unsur psikologis seseorang. Aliran ini muncul
pada akhir abad ke 19 akibat pengaruh dari kesusastraan Rusia. Penulis yang menganut
aliran tersebut antara lain adalah Hirotsu Kazuo, Tanizaki Siji, Kasai Zenzoo, Sooma
Taizoo, bernaung dalam Waseda Bungaku.

Shishousetsu atau Shinkyousetsu

Shisousetsu atau nama lainnya adalah I novel merupakan pengutaraan pengalaman


pribadi pengarang (novel Aku) dan menjadi ciri khas novel di Jepang. Sedangkan
Shinkyousetsu merupakan novel yang berisi pergulatan pengarang untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik (novel psikologis atau kisah perjalanan hidup yang memiliki
motivasi).

F. Aliran Shirakaba
Shirakaba adalah grup penganut paham humanisme berdasarkan paham idealisme dan
menentang naturalisme. Menjunjung tinggi individu seseorang dan mencoba membentuk
kembali keluhuran budi manusia. Pengarangnya antara lain Mushanokooji Saneatsu,
Shiga Naoya, Arishima Takeo, Nagayo Yoshio, dan Satomi Ten.

Kesusastraan Moral

Salah satu tokoh dalam kesusastraan moral ini adalah Natsume Souseki, nama
pena dari Natsume Kinnosuke. Natsume Souseki ini banyak menulis tentang moral,
kefanaan hidup, dan gaya sastra Sokuten Kyoshi.

Karya sastra yang dihasilkan oleh natsume souseki diantaranya adalah, Bochan
yang menceritakan kisah seorang pemuda yang berpihak pada kebenaran, Wagahai wa
neko de aru yang isinya memberikan kritik sosial melalui mata seekor kucing, serta
Kokoro yang ceritanya berpusat pada tokoh “Aku” dan “Sensei”.

Kesusastraan proletar

Proletar adalah kelompok masyarakat kelas terbawah, umumnya berupa buruh


dan pekerja. Sastra Proletar berarti tulisan/karya yang memperjuangkan nasib kelompok
proletar, pada umumnya dipublikasikan oleh golongan komunisme-sosialisme dan
simpatisan sayap kiri. Umumnya menceritakan tentang penderitaan dan penindasan kaum
proletar oleh kaum borjuis. Perkembangannya dimulai pada tahun 1910 ketika
munculnya Taisho Workers Literature, dengan beberapa karya yang terkenal seperti
Koufu (karya Sukeo Miyajima) dan Horousha Tomizo (karya Karoku Miyachi). Pada
1928, yang paling fenomenal ditulis oleh Kobayashi Takiji yang berjudul Kani Kousen
tetapi buku tersebut dilarang terbit oleh pemerintah dan penulisnya dibunuh oleh
pemerintah pada tahun 1933.

The Great Kanto Disaster

Bencana besar yang terjadi di wilayah Kanto pada tahun 1923 berpengaruh besar
pada kehidupan masyarakat Jepang pada saat itu, tidak terkecuali dalam bidang sastra.
Peristiwa ini menjadi latar belakang beberapa karya sastra seperti puisi berjudul
Kodamadeshouka karya Kaneko Mizuzu dan Ame ni Makezu karya Miyazawa Kenji,
serta novel Asakusa Bakuto Ichidai karya Jun’ichi Saga

Daftar Pustaka

Asoo, I. 1983. Sejarah Kesusastraan Jepang. Jakarta: UI-PRESS

Savitri, Ni Made. 2013. Kesusastraan Jepang Modern. Diakses dari


http://madesp.lecture.ub.ac.id/files/2013/06/Kesusastran-Jepang-Modern-awal.pdf, pada 14
November 2020.

Herniawati. Tanpa Tahun. Diktat Mata Kuliah 日本文学 Kesusastraan Jepang. Diakses
dari http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_JEPANG/197206021996032-
HERNIWATI/Diktat_Mata_Kuliah_Sastra_Jepang.pdf, pada 14 November 2020.

Sukorina. 2010. Perkembangan Kesusastraan Jepang di Zaman Modern. Diakses dari


https://sukorina.wordpress.com/2010/08/02/perkembangan-kesustraan-jepang-di-zaman-
modern/, pada 14 November 2020.

Anda mungkin juga menyukai