Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH KESUSASTRAAN JEPANG

(日本文学史)

“KESUSASTRAAN ZAMAN MODERN”

KESUSASTRAAN DI BAWAH PENGONTROLAN KEBUDAYAAN

A. Kegiatan Pengarang-pengarang Lama

Dengan populernya kesusastraan proletar serta berkembangnya

aliran seni sastra modern, maka kita mengenal suatu zaman dalam

kesusastraan Jepang yang dikuasai oleh kedua aliran tersebut. Keadaan

ini menyebabkan kegiatan pengarang-pengarang lama terhenti. Novel-

novel yang menceritakan pribadi pengarang (novel Aku) dan novel-novel

yang menggambarkan perasaan seseorang pun jarang sekali. Selama

zaman ini karya-karya pengarang lama yang terbit antara lain, yaitu

karya dari Tanizaki Junichiroo yang berjudul Tade Kuu Mushi (Serangga

pemakan daun Tade) dan shunkinshoo, dari Shimazaki Tooson yang

berjudul Yoakame (menjelang fajar), dan dari Nagai Kafuu yang berjudul

Tsuyu-no Atosaki (bekas embun). Kemudian, bersamaan dengan

mundurnya kekuatan baru dalam dunia sastra, karya-karya pengarang

lama mulai bermuculan lagi. Oleh karena begitu banyaknya karangan-

karangan yang terbit pada masa sebelum dan sesudah tahun Shoowa 10

(1935) maka masa ini disebut zaman hidupnya kembali seni sastra. Dari

zaman tersebut muncul pengarang-pengarang seperti Nagai Kafuu

dengan karyanya yang berjudul Bokutoo Kitan, Tokuda Shuusei dengan

karyanya yang berjudul Kasoo Jinbutsu (tokoh munafik), Shiga Naoya

1
dengan karyanya yang berjudul Kareki-no Aru Fuukei (pemandangan

pohon kering), Muro Saisei dengan karyanya yang berjudul Ani Imooto

(Kakak adik), dan Yamamoto Yuuzoo dengan karyanya yang berjudul

Roboo-no Ishi (batu di pinggir jalan).

B. Pertumbuhan Pengarang-pengarang Zaman Shoowa

1. Yokomitsu Toshikazu, memperkenalkan satu cara penyusunan novel

secara murni dan cara ini menjadi terkenal di dunia sastra.

Yokomitsu Toshikazu, adalah ahli teori yang menjadi pelopor aliram

nonsensualis. Hasil karyanya juga merupakan tempat mempraktekkan

teori-teori neosensualis secara gamblang. Ia menulis Nichirin,

Napoleon-to Tamushi (serangga sawah dan Napoleon) dan Shanghai.

Pada karya-karya berikutnya, Kikai (mesin), Monshoo, Ryooshuu

(kesan perjalanan) dan lain-lain tampak adanya perubahan dalam gaya

tulisan. Ryoshuu tidak selesai ditulisnya walaupun penulisannya

dilanjutkan sampai setelah perang dunia II. Di dalamnya berusaha

menggambarkan nasib orang Jepang yang ditekan terus menerus oleh

peradaban-peradaban modern antara Timur dan Barat.

Sebuah cuplikan dari Nichirin:

“Kitare.” to Himiko wa wakamono ni futatabi itta.

Wakamono wa, tsuki no hikari ini sakideta yoru no hana no yoona

Himiko no sugata o boozen to shite nagameteita. Dst ...

2
“Datanglah kemari.” Kata Himiko berkali-kali kepada pemuda itu.

Pemuda tadi dengan takjub memandang wajah Himiko, seolah-olah

bagai bunga malam yang mekar ditimpa oleh cahaya bulan. Dst...

2. Kawabata Yasunari, mengeluarkan cerita bersambung berjudul

Yukiguni dan cerita ini menggambarkan gaya bahasa spesifik dari

Kawabata sendiri. Kawabata Yasunari banyak menulis cerpen. Ciri-ciri

khas novelnya banyak menuangkan perasaan anak yatim yang

dialaminya sendiri. Ia lebih dalam lirik jika dibandingkan dengan

Yokomitsu Toshikazu. Di dalam kemurnian lirik tersebut mengalir

alam tak berperasaan dan kenihilan dan ia juga mempunyai kelebihan

dalam melukiskan seorang gadis. Karya-karyanya antara lain

Juurokusai no Nikki (catatan harian ketika berusia 16 tahun), Izu no

Odoriko (penandak Izu); Asakusa Kurenaidan (wanita di Asakusa),

Kinjuu (binatang), Yukiguni (negeri salju). Yukiguni adalah karya

sastra yang mendapat penghargaan tinggi di seluruh dunia. Dalam

novel Yukiguni ia menggambarkan kehidupan nyata dari gadis di negeri

salju (daerah yang penuh salju di Jepang) melalui tokoh utama yang

diciptakannya sebagai gambaran sesungguhnya. Perpaduan jiwa yang

sangat halus dilukiskan dengan latar belakang pemandangan negeri

salju yang mengandung bermacam-macam pengertian.

Pengarang-pengarang nonsensualis lain yaitu adalah Nakagawa Yoichi,

Kataoka Teppei, dan Kon Tookoo, Nakagawa juga aktif dibidang teori

sastra.

Sebuah cuplikan dari Yukiguni :

3
Kagami no soko ni wa yuukeishiki ga nagareteite, tsumari utsuru mono to

utsusu kagami to ga, eiga No. nijuu utsushi no yooni ugoku no datta. Dst...

Di dalam cermin itu pemandangan senja berlalu, cermin itu dan gambar-

gambar yang di dalamnya seperti gambar hidup yang di dalamnya seperti

gambar hidup yang saling bertumpukan. Dst...

3. Selanjutnya, terdapat pengarang-pengarang lain bernama Hori

Tatsuo yang menulis Kaze Tachinu dan Naoko yang menitik-beratkan

permasalahan pada soal-soal psikologi. Selain pengarang-pengarang

yang disebut tadi, dikenal juga pengarang Abe Tomoji dengan

bukunya Fuyu no Juku (penginapan musim dingin), Itoo Hatoshi

dengan Yuuki no Machi (Kota setan), Ozaki Shiroo dengan Jinsei

Gekijoo (panggung kehidupan), Ibuse Masuji dengan Tajin Komura,

Shimaki Kensaku dengan Seikatsu no Tankyuu (tuntutan hidup),

Takeda Rintaroo dengan Ginza Hatchoo, Funabashi Seiichi dengan

Bokuseki, Nakagawa Yooichi dengan Ten no Yuugao (langit di sore

hari), Hayashi Fumiko yang cepat terkenal dengan bukunya Hoorooki

(kisah mengembara) dan lain-lain.

Sebuah cuplikan dari Kaze Tachinu :

Suna no yoona kumo ga sora wo sarasara to nagareteita. Sana toki

fui ni, doko kara tomonaku kaze ga tatta.

Awan halus bergerak di langit. Entah darimana datangnya angin,

tiba-tiba membawanya pergi.

Tabel aliran seni sastra modern :

4
Jenis Sastra Aliran Penulis

Novel Aliran Neosensualis -Yokomitsu Riichi

(Shinkakuha)
-Kawabata Yasunari

-Nakagawa Yoichi

-Kon Tookoo

-Kataoka Teppei

Aliran Seni Baru -Ryuutanji Yuu

(Shinkoogeijutsuha)
-Kamura Isota

-Funabashi Seiichi

-Abe Tomoji

-Ibuse Masuji

Aliran Neopsikologis -Hori Tatsuo

(Shinshinrishugiha)
-Itoo Hitoshi

Kritik -Yokomitsi Riichi

-Nakagawa Yoichi

-Kobayashi Hideo

5
C. Timbulnya Pengarang-pengarang Muda

Dengan adanya hadiah Akutagawa sejak tahun Showa 10 (1935),

pengarang-pengarang muda mulai bermunculan. Yang pertama menerima

penghargaan itu adalah Ishikawa Tatsuzo dengan Sooboo. Selain itu,

pengarang-pengarang lain bermuculan mereka adalah : Niwa Fumio

dengan karyanya Ayu (Ikan Ayu), Takami Jun dengan karyanya Kokyuu

Wsureubeki (harus dapat melupakan yang lama), Dazai Osamu dengan

karyanya Dooke no Hana (Badut) dan Bannen (hari tua), Ishikawa

Yoojiroo dengan karyanya Fugen, Nakayama Gishuu dengan karyanya

Atsumonozaki, Hino Ashihei dengan karyanya Mugi to Heitai (gandum

dan tentara) dan lain-lain.

Pengarang lain Ozaki Kazuo dengan karyanya Nonki Megane juga

mendapat perhatian karena gaya penulisannya yang mengikuti novel Aku.

Selanjutnya pengarang Hoojoo Tamio menampilkan khusus cerita

tentang penyakit kusta dengan karyanya yang berjudul Inochi no Shoya

(malam pertama hidup).

D. Kesusastraan Perang, Kesusastraan Politik dan Perlawanan

Menurut Seni Sastra.

Sejak peperangan Jepang-Cina, yang diteruskan sampai

berlangsungnya perang Jepang-Amerika, muncul kesusastraan

tentang perang yang ditulis berdasarkan pengalaman perang

pengarangnya dan kesusastraan bersifat politik. Pada waktu itu

timbul paham nasionalisme yang disusul dengan adanya anjuran

menulis untuk rakyat sehingga merupakan zaman yang kurang baik

6
bagi kesusastraan dalam arti sebenarnya karena segalanya ditujukan

untuk perang. Keadaan yang menghambat perkembangan

kesusastraan ini juga disaksikan melalui gejala yang ditujukan aliran

romantika Jepang yang berusaha kembali kepada kesusastraan klasik

dan timbulnya banyak buku-buku cerita sejarah.

KESUSASTRAAN SESUDAH PERANG

A. Pengarang-pengarang Lama Aktif Kembali

Setelah perang berakhir, pengarang-pengarang besar yang sampai

waktu itu terpaksa tutup mulut, mulai bersama-sama bergerak

mengikuti keadaan yang telah membaik sesuai dengan kebebasan pers

yang telah pulih kembali. Sastrawan yang dulu dibungkam mulai

bersuara dan menyerukan gerakan cinta damai dan memprotes kaum

intelektual yang tidak bisa mencegah perang dan kerusakannya,

selama itu terbit novel-novel Ukishizumi (timbul tenggelam), Odoriko

(menari), dan Towasugatari (bicara tanpa bertanya) karya Nagai

Kafuu, Sasameyuki (hujan salju kecil). Dan shooshoo Shigemoto no

Haka (Ibu mayor jenderal Shigemoto) karya Tanizaki Junichiroo, dan

lain sebgainya.

Diantara pengarang-pengarang kelas menengah antara lain

terdapat Dazai Osamu. Sastra ini membentuk aliran sengoha (aliran

pasca perang) atau buraiha (aliaran burai) yang melukiskan dengan

sangat menyayat hati kesukaran-kesukaran para cendekiawan pada

zaman yang lalu dalam bukunya Shayoo (Tenggelamnya matahari) dan

Ningen Shikaku (orang tak berguna). Dan lain-lain.

7
Diantara buku-buku jenis “Novel aku” terdapat Sei Yohane

Byooinnite (di rumah sakit St. Yohanes) karya Kanbayashi Akatsuki,

Mushi no iroiro (bermacam-macam serangga) karya Ozaki Katsuo.

Dan lain-lain.

Diantara buku-buku cerita rakyat ada Iyagarase no Nenrei (usia

yang menjengkelkan) dan Kokuheki (dinding tangisan) karya Niwa

Fumio, Gamoo (bulu angsa) karya Funabashi Seiichi, Aoi Sanmyaku

(pegunungan hijau) karya Ishizaka Yoojiroo, Ningen no Kabe (dinding

manusia) karya Ishikawa Tatsuzoo. Dan lain-lain.

B. Pengarang-pengarang Baru Yang Tumbuh Sesudah Perang

Perang yang merupakan pengalaman menyedihkan bagi bangsa

Jepang ternyata telah melahirkan corak baru dalam aliran sastra

yang berbeda dengan hasil karya sastra sebelumnya. Karya

kesusastraan aliran ini dikelompokkan sebagai kesusastraan pertama

sesudah perang ( Daiichiji sengoha bungaku) dan kesusastraan kedua

sesudah perang (Dainiji sengoha bungaku).

Daiichiji sengoha bungaku, berpangkalan pada majalah sastra

Kindai Bungaku. Mereka juga didukung oleh para kritikus pada masa

itu, antara lain Hirano Ken, Ara Masahito, Tsuneari dan Hanada

Kyoteru. Kesusastraan Daichiji Sengoha bermula dari novel Kurai E

(Lukisan Gelap), yang terbit tahun 1946, karya Noma Hiroshi.

“Angin salju dingin bertiup di padang gersang tiada pohon tiada

rumput. Sekeliling bukit yang tinggi hitam gosong terbakar

8
matahari yang bersembunyi di balik awan. Di sana-sini garis

horizontal bumi yang hitam bersinar menganga lubang berwarna

hitam. Dari mulut lubang itu terpancar kilau bibir penuh kehidupan.

Lubang yang ada di tengah gundukan tanah yang tinggi itu

menganga berulang-ulang.”

Kutipan ini adalah pembukaan Kurai E. Di dalam novel ini tuliasan

itu merupakan kesan kokoh cerita waktu melihat lukisan Brugel. Gaya

bahasa yang hitam dan memilin berat seperti ini sama sekali belum

pernah terjadi dalam kesusastraan Jepang. Dalam karya monumental

ini Noma Hiroshi melukiskan paham anti perang, revolusi, dan

kebebasan pribadi melalui seorang pemuda jujur yang hidup pada

pecah perang antara Jepang dan Cina.

Dalam novel lain, yaitu Sakurajima (Pulau Sakura) yang diterbitkan

pada tahun 1946. Umezaki Haruo menggambarkan penderitaan

anggota pasukan bunuh diri yang dipaksa menuju kematian. Tokoh

utama dalam novel ini yang merupakan seorang anggota pasukan bunuh

diri, menyadari bahwa kematian dalam perang yang digambarkan

sebagai suatu kematian yang indah sebenarnya adalah palsu. Oleh

karena itu, dia berusaha sekuat tenaga agar hidup. Namun sebaliknya,

dia malah merasa bingung dan seolah-olah dipermainkan oleh nasib

setelah bebas dari kematian karena perang tiba-tiba berakhir.

Umezaki Haruo dengan gaya sastra yang mantap melukiskan perasaan

kehidupan dan kematian pada masa itu.

9
Shina Rinzo, mula-mula tampil dengan novel Shinya no Shuen

(Pesta Arak Larut Malam) pada tahun 1947. Dengan tema yang hampir

bersamaan ia menulis juga novel Omoki Nagare no Nakani (Di dalam

Arus yang Berat) dan Fukao Masaharu no Shiki (Catatan Fukao

Masaharu). Tema ketiga novel ini adalah masalah eksistensialisme.

Dia mengatakan bahwa sepanjang kehidupan akan berakhir pada

kematian maka realitas kehidupan identik dengan kehampaan yang

tidak bermakna, sehingga realita kehidupan itu hanya dapat

dipertahankan dengan tertawa. Tentu saja Shiina Rinzo dalam

nihilisme dan rasa putus asa ini secara paradoks mendambakan

kebebasan dari kematian dan kehidupan kembali. Adapun Haniya

Jutaka dalam novel yang diterbitkan tahun 1945 dengan judul Shirei

(Roh Kematian), menonjolkan sebuah tema yang belum pernah ada

sebelumnya, yakni kalau disimpulkan adalah unsur filsafat yang

berbau eksistensialisme absolut. Selain itu, ada juga pengarang lain

seperti Takeda Taijun dan Nakamura Shinichiro yang termasuk dalam

Daiichiji Sengiho, dan selanjutnya karya sastra yang timbul dari

pangkalan itu sendiri adalah Furyoki (Kisah Tawanan) dan Nobi (api

liar) karangan Ooka Shoohei. Lalu ada Mishima Yukio yang struktur

estetika sastranya mengandung antisosial dan anti-etika, karyanya

yang terkenal antara lain, Kamen no Kokuhaku (Pengakuan Topeng)

dan Kinkakuji (Kuil Kinkaku).

Kesusastraan pertama sesudah perang lambat laun berakhir dan

dilanjutkan oleh kesusastraan ke-dua sesudah perang kelompok

sastra ini muncul sekitar tahun 1950-an yang disebut Dainiji Sengoku

10
Bungaku. Masa ini merupakan masa perubahan penting dalam sejarah

Jepang sesudah Perang Dunia II. Dalam keadaan masyarakat yang

bergolak seperti ini muncullah Pengarang Pasca Perang Angkatan II,

antara lain Hirobu no Kodoku (menyendiri di tengah lapangan),

karangan Hotta Yoshie, Kabe (Dinding) karangan Abe Kimifusa, dan

Tandoku Ryokoosha (wisatawan tunggal) karangan Shimao Toshio.

Selanjutnya muncul pengarang-pengarang baru yang disebut “Orang

Baru Ketiga” misalnya Yasuoka Shootaroo, Yoshiyuki Junnosuke, dll.

Perbedaan dari kedua angkatan ini, yaitu angkatan I pada

umumnya berbau kesusastraan protelar yang menganut paham

maxisme-leninisme, sedangkan angkatan II sama sekali tidak.

Angkatan II ini menjadikan masalah perang dan keadaan sesudah

perang sebagai titik tolak pemikiran spiritual mereka.

Munculnya pengarang-pengarang wanita yang baru juga merupakan

pertanda zaman itu, antara lain Kooda Aya dan Enchi Fumiko yang

sudah terkenal, kemudian Sana Ayako Ariyoshi Sawako, Kurahashi

Yumiko dan lain-lain.

C. Kesusastraan Demokrasi

Menyadari kegagalan kesusastraan proletar, kaum proletar lama

bersama-sama dengan orang baru mencetuskan ide untuk melahirkan

kesusastraan demokrasi dan berpangkalan pada majalah Shin Nihon

Bungaku. Sastrawan-sastrawan ini adalah Miyamoto Yuriko yang aktif

sekali dengan hasil karyanya Banshuu Heino (dataran rendah Banshu),

Futatsu no Niwa (dua buah taman) dan Dookyoo, Tokunaga Sunao

11
dengan karyanya Tsuma yo Nemure dan Shizukanaru (gunung-gunung

yang tenang), Naka no Shigeharu dengan karyanya Muragimo dan Koo

Otsu Hei Tei, Noma Hiroshi dengan karyanya Shinkuu Chitai (daerah

hampa dan Seinen no Wa (gelang pemuda) dan lain-lain.

Timbul polemik mengenai karya Kobayashi Takiji yang berjudul

Tooseikatsusha.

Ada beberapa karya sastra yang menggambarkan penderitaan

akibat ledakan bom atom, antara lain Ntasu no Hana (bunga musim

panas) larya Hara Tamiki, Shikabane no Machi (kota mayat) karya

Oota Yooko, Ma no Isan (warisan hantu) karya Agawa Hiroyuki, Kuroi

Ame (hujan hitam) karya Ibuse Masuji, Juei (bayangan pohon) karya

Sata Ineko). Karya-karya ini bersama dengan karya Tooge Sankichi

yang berjudul Genbaku Shinshuu (kumpulan puisi bom atom)

merupakan karya yang mengenangkan kesedihan-kesedihan akibat

bom atom yang tidak bisa dilupakan oleh setiap orang Jepang.

D. Perubahan Kualitas Sastra

Perkembangan pesat di bidang jurnalistik pada waktu itu menjadi

sebab sastra berkembang dan dapat diterima secara meluas di

masyarakat.

Perbedaan antara kesusastraan murni (junbungaku) dengan

kesusastraan picisan (taishuubungaku), dan kesusastraan populer

(tsuuzokubungaku) tidak begit jelas lagi, dankarya sastra (novel)

yang bersifat campuran chuukan shoosetsu) menjadi populer. Tidak

12
saja cerita-cerita non fiksi dan reportasi saja bahkan cerita detektif

dan cerita SF (Science Fiction) pun disambut baik oleh masyarakat.

Tahun 1968, Jepang mendapat nobel sastra oleh Kawabata

Yasunari yang berjudul Utsukushii nihon no watashi-sono josetsu (aku

dan Jepang yang indah ini, suatu introduksi) menjelaskan keindahan

tradisional dalam kesusastraan Jepang.

KESUSASTRAAN DRAMA

A. Teater Kecil Tsukiji

Setelah gempa besar Kantoo, usaha pemulihan drama dilakukan

dengan mendirikan teater kecil tsukiji tahun Taishoo 13 (1924) oleh

Osanai Kaoru dan Hijikata Yoshi. Mereka mengadakan pementasan

bersifat percobaan tapi penuh ambisi, dengan cerita diambil dari

drama modern barat. Pementasannya hanya untuk kalangan

cendekiawan saja sehingga tidak bertahan lama. Tidak lama setelah

Osanai Kaoru meninggal, teater kecil ini pecah menjadi beberapa

buah.

1. Aliran Gekisaku

Tahun 19321, Kishida Kunio mendirikan aliran Gekisaku

(realisme psikologis). Yang termasuk aliran ini Kawaguchi

Ichiroo (Ninjuurokubankan-Rumah Nomor 26), Tanaka Chikao

(Ofukuro-Ibunda), Koyama Yuushi (Setonaikai Kodomora-

Anak-anak dari Setinaikai). Mereka bekerjasama dengan

Tomoda Kyosuke dan Tamura Akiko dari teater tsukiki

13
membawa hasil baik, Kunio lalu bersama Kubota Mantaroo dan

Iwata Tooyoo mendirikan Bungakuza (Teater Bungaku).

2. Drama Proletar

Pementasan drama proletar banyak berupa drama cerita.

- Fujimori Seikichi -> nani ga kanojo-o sasetaka (apa yang

membuatnya begitu).

- Murayama Tomoyoshi -> Boryokudanki (kisah mafia).

- Sakae Kubo -> Goryokaku Kessho (surat darah Goryokaku).

Tahun 1940, perkumpulan drama Shinkyoo dan Shintsukiji

dibubarkan.

3. Drama Baru Setelah Perang Dunia II

Pasca PDII, disamping Kabuki, pementasan drama bary

bertambah banyak antara lain, Shinkyoo Gekidan, Bungakuza,

Haiyuuza dan Mingei.

Kegiatan drama baru dimulai dari pementasan drama Tshehoff

berjudul Sakura no sana (Kebun Bunga Sakura).

B. Kegiatan Pengarang Lama

Tanaka Sumie -> Hotaru no uta (nyanyian kunang-kunang), Tanaka

Chikao -> Kyouiku (Pendidikan), Murayama Tomoyoshi -> Shinda Umi

(Laut Mati).

Sifat sastra ialah realisme, metafisika, dan aspek psikologi wanita.

14
C. Kegiatan Pengarang Baru

Kinoshita Junjii -> Yuzuru (Bangau Sore Hari), Fukuda Tsuneari -

> Ryuu o nadeta otoko (Laki-laki penakluk naga), Akechi Mitsuhide

(Kisah Akechi Mitsuhide), Mishima Yukio -> Rokumeikan (Gedung

Rokumei), dll.

Drama-drama yang dihasilkan setelah perang pada umumnya sudah

kehilangan sifat realismenya dan memiliki ciri khas pada tema dan

susunannya yang bersifat luas dan bebas.

15

Anda mungkin juga menyukai