Anda di halaman 1dari 103

SEJARAH

KESUSASTRAAN
JEPANG
Oleh :
Yuliani Rahmah

2014
BAB I

KESUSASTRAAN ZAMAN KUNO

(KOTEN BUNGAKU)

1.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Kesusastraan zaman kuno dikenal dengan istilah Koten Bungaku. Pada masa

tersebut karya sastra lahir dari ungkapan perasaan kagum masyarakat Jepang pada saat

itu terhadap kekayaan alam dan keindahan empat musim yang mereka miliki. Perasaan

yang begitu mendalam terhadap alam yang melingkupi kehidupan mereka tertuang

dalam beragam bentuk karya, dari mulai karya sastra tertulis sampai karya lisan berupa

nyanyian.

B. Relevansi

Kesusastraan pada zaman kuno ini secara garis besar terbagi lagi menjadi 4

(empat) periode, yaitu kesusastraan zaman Joodai, Kesusastraan Zaman Heian,

Kesusastraan Zaman Kamakura / Muramachi dan Kesusastraan zaman Edo.

Dengan mengetahui pembagian dari masa lahir dan berkembangnya sebuah

sastra maka akan memudahkan pembelajar memahami keterkaitan antara keadaan

masyarakat dengan karya sastra yang dihasilkan pada masa tersebut.


C. Kompetensi

Setelah mempelajari sastra diharapkan pembelajar akan memahami masa-masa

perkembangan sastra dan ciri khas dari karya sastra yang dihasilkan pada masa tersebut

C.1. Standar Kompentensi Pembelajar

Pembelajar akan mampu memahami munculnya kesusastraan pada zaman kuno,

pengertian dan jenis-jenis karya sastra yang lahir dan berkembang pada zaman kuno

(Koten Bungaku)

C.2. Kompentensi Dasar

Pembelajar mampu mendeskripsikan perkembangan sastra di zaman kuno, jenis-

jenis karya sastra pada zaman kuno dan ciri khas kesusastraan zaman Kuno.

1.2. KESUSASTRAAN ZAMAN JOODAI (JOODAI BUNGAKU)

A. Uraian

Awal mula kesusastraan zaman Joodai atau Joodai Bungaku tidak diketahui

secara pasti, namun pada masa ini Jepang berada di bawah kepemimpinan dinasti

Yamato. Itulah sebabnya kesusastraan pada periode ini dikenal juga sebagai

kesusastraan zaman Yamato. Dinasti Yamato sendiri didirikan oleh beberapa golongan

bangsawan dengan pusat kegiatan politik dan kegiatan budayanya berpusat di Yamato.

Pada masa Joodai Bungaku, kesusastraannya berkembang dengan

mengandalkan media lisan yaitu tersebar dari mulut ke mulut atau dikenal dengan

2
istilah Koosho Bungaku. Koosho Bungaku lahir dari kelompok masyarakat yang

menyebar dan dinikmati oleh kelompok masyarakat lainnya dengan penyampaian secara

lisan. Dengan cara seperti ini maka Koosho Bungaku bersifat tidak stabil dan cenderung

berubah-ubah. Kesusastraan seperti ini berlangsung pada masa yang cukup lama sampai

kemudian masyarakat Jepang mengenal huruf kanji yang ditiru dari kebudayaan Cina.

Pada masa ini bukti bahwa bangsa Jepang sudah berhubungan dengan daratan

Cina telah ada. Hal ini terlihat dari adanya pengaruh kebudayaan Cina yang terdapat

pada pembuatan istana dan undang-undang dasar negaranya. Selain itu banyak pula

buku-buku Cina yang digunakan pada kegiatan-kegiatan pemerintahan. Dengan

banyaknya buku yang digunakan maka tulisan Kanji pun membawa pengaruh positif

bagi kesusastraan Jepang. Dengan adanya tulisan Kanji, orang Jepang mulai dapat

menulis kesusastraannya. Dari huruf ini pula kemudian muncul huruf Hiragana dan

Katana, yang menjadi dasar bagi perkembangan kesusastraan dengan abjad Kana.

Masa-masa ini diperkirakan terjadi pada awal abad ke-5 (lima), dan kesusastraan bentuk

tulisan ini dikenal dengan istilah Kisai Bungaku

Kisai Bungaku

3
Pemakaian tulisan Kanji mengurangi pengaruh Koosho Bungaku pada

kesusastraan periode ini. Selain itu kesadaran individual yang melahirkan kreatifitas pun

menjadi faktor lain yang membuat pengaruh Koosho Bungaku tidak lagi terlihat pada

hasil karya sastra yang lahir kemudian. Hilangnya ketidak stabilan dari Koosho

Bungaku terlihat pada beberapa karya sastra hasil Koosho Bungaku yang kemudian

dituangkan dalam bentuk tertulis seperti Kojiki, Nihonshoki dan Fudoki. Selain itu karya

pertama pada masa Kisai Bungaku adalah Kanshibun, yaitu syair yang merupakan

tiruan dari kesusastraan Cina.

Dalam bentuk Koosho Bungaku tidak banyak karya yang dapat di

dokumentasikan, namun ketika muncul tulisan maka beberapa karyanya kemudian

dibukukan. Berikut adalah penjelasan dari karya-karya sastra yang dihasilkan pada

zaman Joodai.

1) Shinwa

Shinwa dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Mitologi. Shinwa

merupakan sebuah karya sastra lisan (Kooshoo Bungaku) yang isinya bercerita

mengenai para dewa, mengenai asal mula terjadinya alam semesta, negara, manusia dan

juga kebudayaan. Shinwa terdapat pada bagian awal buku Kojiki dan Nihonshoki. Kedua

buku ini lebih dikenal dengan istilah mitologi Kiki. Dalam mitologi Kiki tersebut cerita

yang disampaikan adalah asal usul alam semesta, terjadinya daratan (termasuk di

dalamnya cerita mengenai terbentuknya negara Jepang), lahirnya dewa dewi dan cerita

mengenai keluarga Kaisar. Khusus mengenai keluarga Kaisar, cerita disusun

4
sedemikian rupa untuk memberikan bukti pada rakyat mengenai keagungan kaisar dan

betapa besar kemuliaan yang dimiliki oleh keluarga Kaisar.

Shinwa sendiri awalnya berasal dari hayalan dan cerita orang-orang terdahulu

yang muncul dari pengalaman kontak dengan peristiwa alam yang terjadi di sekitar

mereka. Meskipun demikian, Shinwa di Jepang mempunyai susunan yang lengkap

karena cerita mengenai para dewa saling berhubungan antara yang satu dengan yang

lainnya.

Dari seluruh cerita yang terdapat dalam mitologi Kiki, terdapat beberapa cerita

dewa yang sangat terkenal, diantaranya adalah

- Cerita mengenai kunjungan Dewa Izanaki no Mikoto ke negara neraka

- Doa permohonan Dewi Amaterasu Omikami dan Dewa Susa no Onomikoto

- Cerita mengenai Dewi Kono Hana no Sakuya Bime dan Dewi Iwa Naga Hime

- Cerita mengenai Dewa Umisachi Biko dan Dewa Yamasachi Biko

5
2) Densetsu

Densetsu dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Legenda. Densetsu

biasanya merupakan cerita yang berhubungan dengan tempat dan periode tertentu.

Meskipun tokoh dalam Densetsu biasanya tokoh terkenal ataupun pahlawan, namun

Densetsu bukanlah sebuah kenyataan atau sebuah cerita yang benar-benar terjadi di

masa lampau. Dalam Densetsu cerita yang dipaparkan hanyalah sebuah fiksi atau

pengalaman seseorang yang mempunyai latar belakang sejarah.

Densetsu tertulis dalam Kojiki dan Nihonshoki. Cerita dalam Densetsu lebih

banyak mengisahkan tentang kehidupan Jinmu Tenno yang telah dibumbui dengan

unsur fiksi. Selain cerita keluarga Jinmu Tenno yang diagung-agungkan, beberapa cerita

dalan Densetsu antara lain mengisahkan tentang legenda Yamato Takeru no Mikoto

dalam usahanya meluaskan daerah dari Timur ke Barat.

3) Setsuwa

Setsuwa dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah dongeng. Berbeda

dengan Shinwa dan Densetsu, tokoh yang ditampilkan dalam Setsuwa ini tidak terbatas

hanya pada dewa-dewa atau orang-orang terkenal dalam sejarah saja, namun juga

terdapat tokoh-tokoh dari orang biasa yang samasekali tidak dikenal. Cerita dewa dalam

Setsuwa pun sedikit berbeda dengan yang terdapat dalam Shinwa ataupun Densetsu.

Dalam Setsuwa tokoh dewa yang diceritakan bukanlah dewa-dewa yang diagungkan,

melainkan tokoh dewa-dewa yang menjalani kehidupan layaknya manusia biasa. Selain

itu seperti dongeng pada umumnya, dalam setsuwa pun adakalanya tokoh yang

ditampilkan adalah binatang ataupun tumbuhan. Isi cerita dalam setsuwa pun tidak

6
hanya cerita yang berdasar pada kenyataan, tetapi ada pula yang bersifat surealis yang

mengungkapkan perasaan, harapan dan cara berfikir rakyat biasa.

Peristiwa-peristiwa dalam Setsuwa biasanya disusun pendek dan lebih teratur

dibandingkan Shinwa ataupun Densetsu. Bentuknya masih sangat sederhana, namun

bila dilihat dari jalan ceritanya maupun dari cara pengungkapannya, maka bentuk yang

terdapat dalam densetsu tersebut dapat dikategorikan dalam bentuk kesusastraan,

khususnya kesusastraan Epic atau dikenal dengan istilah Joji Bungaku.

4) Norito

Norito adalah mantera-mantera yang dipergunakan untuk berhubungan dengan

dewa-dewa. Awalnya Norito hanyalah sebuah mantera-mantera sederhana yang

kemudian berkembang menjadi suatu cara yang dipergunakan untuk menyembah dan

meminta kepada dewa-dewa. Selain itu Norito pun antara lain berisi tentang asal-usul

terjadinya suatu festival, penjelasan tentang dewa-dewa yang diangungkan dalam

sebuah festival dan amal perbuatan yang dilakukan oleh dewa tersebut, serta penjelasan

mengenai cara menyusun barang sajian dan sebagainya.

Dalam perkembangannya Norito menjadi bertambah panjang dengan

terbentuknya doa pembuka dan penutup yang digabungkan dengan gaya bahasa yang

diperindah sebagai ciri khasnya. Norito pun banyak yang berisi ucapan-ucapan syukur

karena permohonannya dikabulkan, ucapan yang memuji dan mengharapkan

kemakmuran Tenno, juga sumpah untuk berbakti pada Tenno.

Norito diungkapkan dengan bahasa yang penuh perasaan, sehingga berbeda dengan

bahasa sehari-hari. Bahasa indah yang terdapat dalam Norito biasanya dibacakan

7
dengan penuh hikmat, dengan tujuan agar berkenan di hati dewa yang dipuja.

Pembacaan dan pemilihan kata-kata yang indah inilah yang kemudian melahirkan

bentuk khas dari Norito.

5) Senmyoo

Senmyoo adalah sebuah bentuk kesusastraan yang dijadikan alat komunikasi

Tenno dengan rakyat. Senmyoo dipergunakan untuk menyampaikan perintah dan dekrit

Tenno kepada masyarakat.Senmyoo biasanya menggambarkan keadaan zaman pada

masa yang bersangkutan dan berkembang dengan timbulnya peristiwa besar nasional

seperti penobatan dan penggantian Tenno. Selain itu Senmyoo juga berisi tentang cara

pemilihan permaisuri, penetapan nama zaman, cara penetapan atau penghapusan

pangeran dari ahli waris tahta kerajaan, cara penerimaan upeti, cara pemberian pangkat

dan sebagainya.

Isi senmyoo disusun secara konkrit dengan kalimat dan maksud yang ditulis

secara tegas dan jelas. Penulisannya disusun dengan huruf Kanji yang ditambah

keterangan tambahan berupa huruf kecil Mayoonaga, penggunaan partikel, kata kerja

bantu, akhiran dan sebagainya. Baik Senmyoo maupun Norito ditulis dengan cara

penulisan Senmyoo yang disebut dengan Senmyoogaki. Cara penulisan tersebut

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya salah baca.

8
6) Kayoo

Kayoo adalah sejenis nyanyian yang diceritakan dari mulut ke mulut. Awalnya

Kayoo adalah ungkapan kata sederhana yang tercetus dari gerak hati. Ungkapan dalam

bentuk teriakan tersebut keluar ketika sedang bekerja atau pada waktu mengadakan

pemujaan terhadap dewa-dewa. Kata-kata tersebut kemudian disambung-sambungkan

sampai kemudian lahir dalam bentuk nyanyian Kayoo.

Kayoo dinyanyikan baik di kalangan istana pada saat pesta minum sake, maupun

di kalangan rakyat biasa pada saat mereka sedang bekerja.Tempat menyanyikan Kayoo

untuk rakyat biasa disebut dengan Utagaki atau Kagai. Di tempat tersebut, biasanya

pada musim semi dan musim gugur para laki-laki dan wanita akan berkumpul dan

saling menyanyikan Kayoo untuk meminang.

7) Manyooshuu

Manyoshuu adalah kumpulan pantun-pantun sebagai bentuk kesusastraan klasik

Jepang. Didalam Manyoshuu terdapat Kayoo, Waka dan Kanshibun yang disatukan dan

disusun dalam waktu yang cukup lama. Penyusunan tersebut dilakukan oleh banyak

penyair, sehingga cara penyusunannya tidak secorak.

Manyoshuu terdiri dari tiga bagian yang dijadikan sebagai dasar utamanya.

Ketiga bagian tersebut yaitu Zooka (pantun biasa), Soomon (pantun cinta), dan Banka

(pantun sedih). Apabila dibagi berdasarkan gaya pantun dan penyairnya yang

berpengaruh, maka Manyooshuu terdiri dari dua golongan besar, yaitu golongan awal

dan golongan akhir.

9
Golongan awal dimulai dari tahun 629 sampai dengan tahun 710, sementara golongan

akhir dari tahun 711 sampai dengan tahun 759.

8) Kanshibun

Kanshibun adalah syair berbentuk bahasa Cina yang dibaca secara bahasa

Jepang. Kanshibun terdapat pada sebuah buku berjudul Kaifusoo yang diciptakan pada

tahun 751.Kaifusoo umumnya berisi syair-syair yang menceritakan pesta-pesta di istana

kaisar, di istana kaum bangsawan ataupun penyair-penyair yang berpesiar naik perahu

sambil minum arak.

Syair-syair yang terdapat dalam Kanshibun cepat menjadi populer karena teknik

pembuatannya tidak sukar. Syair jenis ini pun menjadi pelopor bagi perkembangan

kesusastraan Cina yang berkembang di Jepang atau dikenal dengan istilah Kanbungaku.

10
B. Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan Koosho Bungaku?

2. Apa yang dimaksud dengan Kisai Bungaku?

3. Apa saja yang terdapat dalam mitologi Kiki?

4. Apakah jenis sastra yang digunakan sebagai media untuk menyampaikan perintah

Tenno pada rakyatnya?

5. Jenis sastra apa yang ditampilkan pada festival-festival keagamaan?

C. Rangkuman

Awal mula kesusastraan zaman Joodai dikenal juga sebagai kesusastraan zaman

Yamato. Sastra pertama dikenal dengan istilah Koosho Bungaku yang menyebar secara

lisan sehingga bersifat tidak stabil. Jenis sastra ini tergantikan ketika huruf Kanji Cina

masuk ke Jepang. Dengan adanya tulisan Kanji, orang Jepang mulai dapat menulis

kesusastraannya. Dari huruf kanji ini pula kemudian muncul huruf Hiragana dan

Katakana, yang menjadi dasar bagi perkembangan kesusastraan dengan abjad Kana.

Koosho Bungaku yang telah ada tergantikan dengan Kisai Bungaku dan beberapa

karya Koosho yang telah menyebar kemudian dibukukan dalam Kojiki, Nihonshoki dan

Fudoki.Karya-karya sastra lainnya yang juga muncul pada zaman kuno adalah Shinwa,

Densetsu, Setsuwa,Norito, Senmyoo, Kayoo, Manyooshuu, dan Kanshibun.

11
D. Tes Formatif

1. Kesusastraan zaman kuno dimulai di bawah kepemimpinan dinasti :

a. Yamato b. Fujiwara c. Tokugawa d. Asuka

2. Kisai Bungaku adalah :

a. Sastra Lisan b. Sastra tulisan c. Mantra d. Nyanyian

3. Berikut adalah hal-hal yang terdapat dalam Setsuwa, kecuali :

a. tokoh dewa yang diceritakan bukanlah dewa-dewa yang diagungkan, melainkan

tokoh dewa-dewa yang menjalani kehidupan layaknya manusia biasa.

b. Dalam setsuwa adakalanya tokoh yang ditampilkan adalah binatang ataupun

tumbuhan.

c. Isi cerita dalam setsuwa pun tidak hanya cerita yang berdasar pada kenyataan

d. Setsuwa merupakan pengungkapan perasaan, harapan dan cara berfikir kalangan

kaum bangsawan.

4. Bentuk khas dari Norito adalah :

a. Pemilihan dekrit dan perintah dari Tenno

b. Pembacaan dan pemilihan kata-kata yang indah .

c. Pemilihan jenis tulisan

d. Pembacaan syair-syair Cina

12
5. Tiga bagian yang menjadi dasar utama Manyoshuu terdiri dari:

a. Waka,Kayoo, Kanshibun

b. Kojiki, Nihonshoki, Fudoki

c. Zooka , Soomon, dan Banka .

d. Utagaki, Kagai dan Kisai

6. Syair-syair yang terdapat dalam Kanshibun cepat menjadi populer karena:

a. teknik pembuatannya tidak sukar.

b. penyairnya adalah kaum bangsawan

c. ditulis dengan hiragana

d. dikembangkan oleh kalangan rakyat biasa.

7. Kanbungaku adalah istilah yang digunakan untuk :

a. Kebudayaan Cina yang berkembang di Jepang

b. Kebudayaan Cina yang melebur dengan kebudayaan Jepang

c. kesusastraan Cina yang berkembang di Jepang

d. Kesusastraan Jepang yang dikembangkan di Cina

13
1.3. KESUSASTRAAN ZAMAN HEIAN

Pada akhir abad VIII ibukota Jepang dipindahkan ke Kyoto dan disana didirikan

sebuah istana Heian yang sangat megah. Sebagai ibukota Kyoto tidak hanya menjadi

pusat pemerintahan saja, namun juga menjadi pusat kegiatan politik dan pusat budaya

selama kurang lebih 400 tahun. Zaman ini pun disebut dengan Zaman Heian.

Zaman Heian ditandai dengan mulai berkembangnya kebudayaan khas Jepang

dan kreasi seni khas Jepang tersebut terutama pada pakaian dan bangunan. Dalam

bidang kesusastraan kemajuannya terlihat dari penciptaan huruf Kana sehingga

kesusastraan pada masa ini semakin berkembang dan mampu mencapai kejayaannya

terutama pada zaman Kaisar Ichiijoo. Kesusastraan pada zaman Heian sendiri lebih

merupakan seni yang berkembang di kalangan kaum bangsawan saja. Orang-orang yang

berkecimpung dalam kesusastraan baik penulis karya sastranya maupun penikmat karya

sastra tersebut terbatas pada orang-orang dalam lingkungan masyarakat bangsawan,

seperti pesuruh istana, sarjana, penyanyi, pendeta dan sebagainya. Hal yang sama pun

terjadi pada seni puisi. Pada masa itu para pembuat puisi adalah anggota keluarga kaisar

atau keluarga bangsawan, sedangkan para penulis essai, buku harian dan sebagainya

meskipun bukan anggota keluarga bangsawan, namun sebagian besarnya merupakan

pengikut para bangsawan yang kehidupannya dibawah perlindungan dan jaminan dari

para bangsawan

14
Para perempuan bangsawan yang sedang melihat monogatari

Kesusastraan pada zaman Heian tergolong unik karena mendapat pengaruh yang

besar sekali dari ajaran-ajaran agama Budha. Pemikiran tentang ajaran-ajaran Budha

saling mempengaruhi satu sama lainnya, sehingga pemikiran seperti adanya kehidupan

kedua di surga, adanya hukum karma dan reinkarnasi, kepercayaan meramal dan

sebagainya membawa pengaruh aneh pada kesusastraannya.

Berdasarkan karya sastra yang dihasilkannya, kesusastraan zaman Heian sendiri dapat

dibagi menjadi empat kelompok zaman, yaitu

- zaman populernya syair Kanbun (pengaruh dari dinasti Tang)

- zaman kebangkitan kembali pantun Waka

15
- zaman populernya kesusastraan cerita, catatan harian dan essai

- zaman semakin banyaknya cerita sejarah dan Setsuwa yang disusun kembali

Berikut adalah penjelasan dari karya-karya sastra yang dihasilkan pada zaman Heian

1) Kanshibun, Waka dan Kayoo

Ketiga karya sastra ini sudah ada sejak zaman Joodai dan keberadaannya terus

berlanjut ketika memasuki zaman Heian. Pada awal zaman Heian, Kesusastraan Cina

yang berkembang di Jepang atau lebih dikenal dengan istilah Kanbungaku, mencapai

kepopulerannya. Para pengarang Kanshibun (syair berbentuk bahasa Cina yang dibaca

secara bahasa Jepang) bermunculan dan menjadi penyair terkemuka pada masa ini.

Namun, sejak pertengahan zaman Heian, Kanshibun mengalami kemunduran yang

disebabkan adanya syair-syair seperti waka yang kembali populer. Walaupun demikian,

Kanshibun tetap menjadi sebuah seni yang masih mempunyai nilai yang tinggi dalam

pendidikan kaum laki-laki pada masa itu.

Berbeda dengan Kanshibun yang mengalami kepopuleran, Waka justru

mengalami kemunduran dan masa suram pada awal zaman Heian. Namun kemunduran

ini bukan berarti Waka hilang samasekali dari dunia kesusastraan pada masa itu, karena

masih ada orang yang menulis Waka sebagai lanjutan dari kumpulan Waka yang ada

pada zaman Joodai (Manyooshuu dan Kokinshuu). Kebangkitan Waka mulai terlihat

ketika pada masa itu kebudayaan zaman Heian berkembang dan sedikit demi sedikit

mulai meninggalkan pengaruh kebudayaan Cina dari dinasti Tang. Keadaan ini

menyebabkan perkembangan kebudayaan mulai berpusat di lingkungan istana dan

menuju pada perkembangan kesusastraan Jepang asli. Pada masa ini muncul pemikiran

16
bahwa pengungkapan perasaan dan jiwa orang Jepang terasa lebih cocok diutarakan

melalui Waka daripada melalui Kanshibun. Selain itu terciptanya huruf Hiragana dan

mulai sering dilakukannya Uta awase ( lomba pantun) pun membantu perkembangan

Waka di masyarakat. Waka pun mencapai puncak kepopulerannya sekitar tahun 901-

923 ketika Kokin Wakashuu (kumpulan waka lama dan waka baru) terpilih menjadi

karya terbaik pada masa itu.

Pada zaman Joodai tidak ada pembagian antara Waka dan Kayoo, namun pada

perjalanannya masing-masing berkembang sendiri-sendiri. Ada beberapa jenis Kayoo

yang biasanya banyak dilakukan orang diantaranya adalah Kagura Uta, Saibara, Azuma

Asobi no Uta dan Fuuzoku Uta. Kagura Uta dan Azuma Asobi adalah Kayoo ritual,

sedangkan Saibara dan Fuuzoku Uta adalah Kayoo hiburan. Sebagai Kayoo ritual

Kagura Uta atau dikenal juga sebagai Kami asobi dan Azuma Asobi dinyanyikan pada

waktu melaksanakan sembahyang untuk dewa-dewa / pemujaan dewa-dewa. Azuma

Asobi sendiri awalnya berasal dari nyanyian rakyat di daerah bagian Timur Tokyo dan

bukan merupakan selera bangsawan, karena itu diantara nyanyian Azuma asobi ada

yang mencerminkan kehidupan rakyat pada zaman itu. Sejak akhir zaman Heian

berbagai macam nyanyian sangat populer dan salah satunya adalah Imayoo. Imayoo ini

berkembang dari Wasan, yaitu nyanyian yang berisi pujian terhadap Budha dan banyak

dinyanyikan oleh para penari penghibur yang disebut Yuugimi dan Shirabyooshi.

17
2) Monogatari

Monogatari secara umum dapat diartikan cerita, namun dilihat dari cara

meninjaunya, maka kata Monogatari sendiri dapat berarti Monogokoro

(kebijaksanaan/pengertian), Monoomoi (memikirkan/khawatir) dan Monomagire

(bingung). Dilihat dari jenisnya Monogatari terbagi menjadi Tsukuri Monogatari (cerita

fiksi), Uta Monogatari (monogatari yang disusun berdasarkan pantun), Rekishi

Monogatari (cerita sejarah) dan Setsuwa (Legenda).

Pada zaman Heian sendiri, monogatari yang pertama kali muncul adalah Taketori

Monogatari dan Ise Monogatari. Taketori Monogatari adalah Tsukuri Monogatari yang

bersifat legendaris, sedangkan Ise Monogatari adalah Uta monogatari yang bersifat

realistik. Dalam perkembangannya kedua jenis monogatari ini saling mengisi dan saling

mempengaruhi satu sama lainnya. Selain kedua Monogatari tersebut muncul pula

muncul pula beberapa monogatari. Berikut penjelasan dari beberapa karya berjenis

Monogatari tersebut.

a. Taketori Monogatari

Taketori Monogatari adalah perintis munculnya kesusastraan jenis monogatari.

Walaupun sebelum munculnya Taketori Monogatari telah ada cerita yang

mengandung nilai kesusastraan, namun Taketori Monogatari dianggap sebagai

sebuah karya sastra yang pertama kali mempunyai plot dan bersifat seperti novel.

Bagian-bagian dari isi cerita Taketori Monogatari sendiri sebelumnya telah ada

dalam manyoshuu ataupun dalam kitab-kitab agama Budha dan dongeng Cina,

18
namun keberadaan plot dalam tutur cerita berbentuk novel ini membuat keaslian

Taketori Monogatari diakui.

b. Ise Monogatari

Seperti yang dijelaskan di atas, Ise Monogatari adalah sebuah Uta Monogatari yang

bersifat realistik. Keistimewaan Uta Monogatari sendiri terdapat pada penulisan

kotobagaki (keterangan mengenai keadaan dan situasi ketika sebuah pantun dibuat)

yang dibuat dengan panjang lebar. Ise Monogatari merupakan buku pertama yang

menggunakan pembuatan tersebut.

Ise Monogatari sendiri terdiri dari 125 bab yang masing-masing berdiri sendiri.

Setiap bab dimulai dengan kata mukashi otoko arikeri (dahulu ada seorang laki-laki)

dan semuanya menceritakan hubungan percintaan yang penuh suka dan duka antara

laki-laki dan perempuan

c. Yamato Monogatari

Cerita dalam Yamato Monogatari mempunyai aliran yang sama dengan Ise

Monogatari, tetapi dalam Yamato Monogatari yang diceritakan adalah orang-orang

terkenal dan tidak hanya terfokus pada satu orang tokoh saja seperti yang terdapat

dalam Ise Monogatari. Walaupun bukan sebuah cerita yang terperinci dan mudah

diikuti, namun elemen dalam Yamato Monogatari seringkali terdapat pada cerita pendek

dan dongeng rakyat berikutnya. Hal ini menjadi tanda bahwa Yamato Monogatari

mempunyai pengaruh terhadap cerita-cerita yang muncul setelahnya.

19
d. Utsubo Monogatari

Utsubo Monogatari dikatakan sebagai lanjutan dari Taketori Monogatari dengan

versi yang berbeda. Dari sekian banyak cerita monogatari yang muncul tetapi

kemudian menghilang, Utsubo Monogatari adalah salah satu cerita yang masih ada

sampai sekarang. Meskipun mempunyai persamaan dengan Taketori Monogatari,

namun pada bagian akhirnya Utsubo Monogatari lebih banyak menceritakan

kehidupan kalangan bangsawan dengan lebih terperinci.

e. Genji Monogatari

Genji Monogatari adalah sebuah cerita yang merupakan kumpulan bagian-bagian

terbaik dari beberapa monogatari sebelumnya. Buku Genji Monogatari adalah suatu

bentuk cerita yang menggabungkan sifat romantis,realis,dan dramatik di dalamnya.

Hal ini terlihat dari berbaurnya sifat romantis dan dramatik yang terdapat dalam

Taketori Monogatari dengan sifat realis seperti dalam Ise Monogatari.

Bagian dari cerita Genji Monogatari

20
Genji Monogatari dikarang oleh Murasaki Shikibu yang bekerja pada istri seorang

kaisar. Genji Monogatari terdiri dari 54 bab yang di dalamnya menggambarkan

berbagai aspek kehidupan bangsawan istana pada zaman Heian. Selain bercerita

tentang aspek percintaan dalam Genji Monogatari pun diceritakan tentang pergantian

Tenno dan cara-cara peralihan kekuasaan. Aspek percintaan yang diceritakan dalam

Genji Monogatari dianggap sebagai karya yang sanggup mengugah perasaan haru

para pembacanya, namun para penganut ajaran Konfusius menolaknya karena

menganggap karya ini sebgai buku yang tak bermoral. Hal ini mungkin disebabkan

karena banyaknya adegan percintaan yang diceritakan dalam Genji Monogatari.

3) Nikki (Catatan Harian)

Seperti catatan harian pada umumnya, pada zaman ini pun banyak Nikki yang

ditulis baik yang bersifat resmi maupun yang bersifat pribadi. Namun Nikki tersebut

umumnya ditulis dengan Kanbun, yaitu cara penulisan dengan gaya bahasa Cina dan

menggunakan huruf Kanji. Tetapi yang dianggap mempunyai nilai sastra adalah Nikki

yang ditulis dengan huruf Hiragana dan menggunakan gaya bahasa Jepang atau dikenal

dengan istilah Kokubun.

Selain Nikki, terdapat karya sastra yang disebut Zuihitsu (Essai). Zuihitsu ini

hampir sama dengan Nikki, namun dalam penulisannya tidak mencantumkan tanggal

seperti dalam Nikki. Baik Nikki maupun Zuihitsu keduanya mempunyai kemiripan

dengan Monogatari, namun karena Nikki dan Zuihitsu berisi gambaran perasaan hati

dan kehidupan sehari-hari dari penulisnya, maka kedua karya sastra ini lebih condong

pada kenyataan daripada sebuah cerita imajinasi.

21
Seperti juga Monogatari, pada zaman ini banyak Nikki yang dikenal sampai

masa sekarang. Berikut adalah beberapa diantaranya.

a. Tosa Nikki

Tossa Nikki adalah karya pertama berjenis catatan harian dalam dunia kesusastraan

di Jepang. Tosa Nikki merupakan catatan harian perjalanan dari si penulisnya yaitu

Ki no Tsurayuki yang saat itu melakukan perjalanan dari sebuah kota bernama Tosa

menuju Kyoto. Ki no Tsurayuki adalah seorang laki-laki berusia lanjut yang menulis

Nikki tersebut dengan berpura-pura menjadi seorang wanita. Dengan perjalanan 50

hari menggunakan kapal laut,si penulis mengungkapkan banyak hal, diantaranya

kerinduan terhadap putrinya yang telah meninggal, ketakutan terhadap bajak laut

yang menyerangnya dan kegembiraannya ketika dia tiba di Kyoto.

Tosa Nikki ditulis dengan kalimat-kalimat yang sangat sederhana tapi penuh perasaan.

Cerita-cerita yang dituturkannya sangat menarik dengan pengungkapan yang bebas

dan terbuka sehingga mengandung humor-humor jenaka yang menimbulkan

perasaan gembira.

b. Kageroo Nikki

Kageroo Nikki adalah sebuah catatan yang ditulis oleh seorang wanita bernama

Mitchisuna yang tidak bahagia dalam pernikahannya. Nikki ini berisikan tentang

kesedihan yang dialaminya karena ketidak setiaan suaminya. Untuk menghilangkan

kesedihannya, Mitchisuna sering pergi ke kuil-kuil untuk berdoa agar suaminya

kembali mencintainya. Perjalanan dan pengalaman ke kuil-kuil yang didatanginya

inilah yang menjadi salah satu cerita dari Kageroo Nikki. Di akhir catatannya,

22
Mitchisuna yang merasa bahwa cinta suaminya telah hilang sama sekali, akhirnya

mencurahkan seluruh perhatiannya pada anaknya. Selama 21 tahun Mitchisuna

merelakan hidupnya untuk merawat dan membesarkan anaknya seorang diri. Tema

tentang ketulusan seorang ibu inilah yang menggugah perasaan pembaca Kageroo

Nikki.

c. Izumi Shikibu Nikki

Izumi Shikibu Nikki adalah sebuah catatan harian yang menceritakan tentang

hubungan percintaan antara putra seorang Tenno bernama Atsumichi dengan seorang

perempuan bernama Izumi Shikibu. Catatan tentang perjalanan kisah cinta sepasang

kekasih ini diceritakan melalui mata orang ketiga dalam bentuk Nikki. Pada Izumi

Nikki diceritakan bagaimana hubungan sepasang kekasih yang berbeda status sosial

dijalin melalui surat-surat yang berisi pantun-pantun cinta keduanya. Dikatakan

bahwa dari surat-surat tersebut tergambar kehidupan bangsawan yang sangat elegan.

Meskipun dalam Izumi Shikibu Nikki tidak terdapat ungkapan kalbu yang serius dan

mendalam, namun gaya bahasa yang digunakan untuk menulis Nikki ini merupakan

lirik yang indah

d. Sarashina Nikki

Seperti juga Kageroo Nikki,Sarashina Nikki adalah sebuah catatan harian yang ditulis

oleh seorang wanita anak perempuan dari Fujiwara no Takasue. Nikki ini

menggambarkan kehidupan si penulis dari sejak ia berusia 13 tahun sampai dia

menikah dan menjadi janda. Kehidupan yang dijalani anak perempuan tersebut

bukanlah kehidupan yang membahagiakan dan digambarkan dalam kepolosan

23
seseorang yang mengenang pengalaman hidupnya. Dalam Nikki ini tidak terdapat

cerita percintaan yang kompleks antara pria dan wanita.

e. Murasaki Shikibu Nikki

Murasaki Shikibu Nikki adalah sebuah karya yang mengungkapkan kepribadian

pengarangnya yaitu Murasaki Shikibu. Nikki ini termasuk dalam kategori karya sastra

yang jelas dan sederhana meskipun dari segi kesusastraan tidak tergolong dalam

karya yang bernilai tinggi. Dalam Nikki ini Murasaki Shikibu yang saat itu bekerja

pada istri pertama Ichijoo Tenno membuat catatan yang sangat rinci mengenai

kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan para bangsawan, seperti

catatan tentang Kuji Sechi (upacara dan pestapenyambutan tamu-tamu yang datang

dari luar istana), dan Fukushoku Choodo (cara mengatur alat-alat rumah tangga,

pakaian dan perhiasan para bangsawan).

Murasaki Shikibu (penulis Genji Monogatari dan Murasaki Shikibu Nikki)

24
4) Rekishi Monogatari (Cerita Sejarah)

Rekishi Monogatari muncul dari adanya kecenderungan masyarakat pada akhir

zaman Heian yang cenderung ingin mengenang kembali masa-masa yang sudah berlalu.

Pada saat itu mereka menciptakan karya sastra yang baru dari bahan yang mereka

dapatkan dengan menggali kembali kejadian-kejadian di masa lalu. Terdapat 3 (tiga)

karya sastra saat itu yang menggunakan cara seperti ini yaitu Eiga Monogatari,

Ookagami dan Imakagami. Berikut penjelasan dari masing-masing karya sastra tersebut.

a. Eiga Monogatari

Eiga Monogatari merupakan karya pertama yang berbentuk Rekishi Monogatari.

Eiga Monogatari terdiri dari 40 bab yang di dalamnya menceritakan tentang kejadian

dan peristiwa yang berlangsung selama 200 tahun dengan 15 generasi dari sejak

zaman Uta Tenno sampai Horikawa Tenno. Eiga Monogatari ditulis dengan huruf

Hiragana dan sebagian besar isinya menceritakan tentang kehebatan dan kemegahan

seorang Midoo Kanpaku (perdana Menteri) bernama Fujiwara Michinaga.

Sayangnya, meskipun dikatatakan sebagai sebuah cerita, namun tidak terdapat unsur

plot dalam pemaparan ceritanya. Selain itu sebagai sebuah cerita sejarah Eiga

Monogatari secara keseluruhan isi ceritanya bersifat santai dan tidak disisipi dengan

unsur-unsur ketegangan dalam jalan ceritanya.

25
b. Ookagami

Ookagami adalah karya sastra berupa cerita sejarah yang hampir sama dengan Eiga

Monogatari karena di dalamnya juga menceritakan tentang kemegahan dan

kehebatan Fujiwara Michinaga. Namun, penceritaan dalam Ookagami dikatakan

lebih baik dari Eiga Monogatari.

Cerita sejarah dalam Ookagami dituturkan melalui tiga orang tokoh dalam cerita

yang saling bertukar pengalaman tentang kejadian masa lampau. Melalui percakapan

ketiga tokoh ini kejadian sejarah yang tidak begitu diketahui oleh masyarakat tidak

saja diceritakan dengan baik namun juga disisipi dengan kritikan-kritikan. Dalam

ceritanya penulis seperti ingin melukiskan perasaan hati manusia pada saat itu

dengan menyajikan sebuah buku yang di dalamnya menyanjung kehebatan dan

kemegahan keluarga Fujiwara sekaligus membeberkan praktek-praktek politik yang

dilakukannya.

c. Imakagami

Imakagami merupakan cerita sejarah yang melanjutkan apa yang sudah diceritakan

dalam Ookagami. Penuturan sejarahnya pun sama dengan Ookagami yaitu melalui

penuturan tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita. Berbeda dengan Ookagami,

dalam cerita Imakagami penulisnya menyelipkan pantun dan cerita tentang keadaan

kehidupan bangsawan yang penuh romantisme.

26
B. Latihan

1. Mengapa masa ini disebut dengan zaman Heian?

2. Apa yang menjadi ciri khas dari kesusastraan zaman Heian ?

3. Karya sastra apa yang berkembang pada zaman Heian?

4. Sebutkan 2 hal yang menjadi penyebab munculnya kembali Waka pada zaman

Heian?

5. Siapakah pengarang dari Genji Monogatari?

C. Rangkuman

Zaman Heian ditandai dengan mulai berkembangnya kebudayaan khas Jepang

dan kreasi seni khas Jepang tersebut terutama pada pakaian dan bangunan. Dalam

bidang kesusastraan kemajuannya terlihat dari penciptaan huruf Kana sehingga

kesusastraan pada masa ini semakin berkembang dan mampu mencapai kejayaannya

terutama pada zaman Kaisar Ichiijoo.

Kesusastraan pada zaman Heian tergolong unik karena mendapat pengaruh yang

besar sekali dari ajaran-ajaran agama Budha. Pemikiran tentang ajaran-ajaran Budha

saling mempengaruhi satu sama lainnya, sehingga pemikiran seperti adanya kehidupan

kedua di surga, adanya hukum karma dan reinkarnasi, kepercayaan meramal dan

sebagainya membawa pengaruh aneh pada kesusastraannya.

27
Berdasarkan karya sastra yang dihasilkannya, kesusastraan zaman Heian sendiri

dapat dibagi menjadi empat kelompok zaman, yaitu zaman populernya syair Kanbun,

zaman kebangkitan kembali pantun Waka, zaman populernya kesusastraan cerita,

catatan harian dan essai serta zaman semakin banyaknya cerita sejarah dan Setsuwa

yang disusun kembali. Adapun hasil karya sastra yang dihasilkan pada zaman Heian

adalah Kanshibun, Waka, Kayoo, Monogatari, Nikki dan Rekishi Monogatari

D. Tes Formatif

I. Pilihlah jawaban yang tepat !

1. Uta awase adalah :

a. Syair pantun b.Lomba pantun c. Syair lagu d.Lomba lagu

2. Berikut ini adalah jenis Kayoo, kecuali

a. Kagura Uta b. Fuuzoku Uta c. Wasan d. Saibara

3. Yang termasuk Kayoo ritual adalah:

a. Kagura Uta & Fuuzoku Uta

b. Kami Asobi dan Fuuzoku Uta

c. Kagura Uta dan Kami Asobi

d. Kami Asobi & Azuma Asobi

28
4. Yuugimi dan Shirabyooshi adalah istilah yang digunakan untuk :

a. Penyair Waka

b. Kaum bangsawan

c. Penari penghibur

d. Penulis Kanshibun

5. Pada zaman Heian, monogatari yang pertama kali muncul adalah:

a. Taketori Monogatari dan Ise Monogatari.

b. Taketori Monogatari dan Eiga Monogatari.

c. Ise Monogatari dan Genji Monogatari

d. Eiga Monogatari dan Genji Monogatari

II. Pilihlah judul Nikki yang tepat untuk penjelasan berikut

1. Catatan harian perjalanan dari si penulisnya yang seorang laki-laki berusia lanjut

yang menulis Nikki tersebut tetapi berpura-pura menjadi seorang wanita.Isinya antara

lain kerinduan terhadap putrinya yang telah meninggal dan ketakutan terhadap bajak

laut yang menyerangnya. ( )

2. Catatan harian tentang perjalanan kisah cinta sepasang kekasih ini diceritakan melalui

mata orang ketiga dalam bentuk Nikki. Bercerita tentang hubungan percintaan antara

putra seorang Tenno dengan seorang perempuan yang berbeda status sosial. ( )

29
3. Catatan harian yang ditulis oleh seorang wanita anak perempuan dari Fujiwara no

Takasue. Nikki ini menggambarkan kehidupan si penulis yang tidak membahagiakan

dari sejak ia berusia 13 tahun sampai dia menikah dan menjadi janda. Dalam Nikki

ini tidak terdapat cerita percintaan yang kompleks antara pria dan wanita. ( )

4. Catatan yang ditulis oleh seorang wanita bernama Mitchisuna yang tidak bahagia

dalam pernikahannya. Nikki ini berisikan tentang kesedihan yang dialaminya karena

ketidak setiaan suaminya. Untuk menghilangkan kesedihannya, Mitchisuna sering

pergi ke kuil-kuil untuk berdoa agar suaminya kembali mencintainya.

5. Catatan yang sangat rinci dari seorang pekerja mengenai kebiasaan-kebiasaan yang

dilakukan dalam kehidupan para bangsawan, seperti catatan tentang Kuji Sechi

(upacara dan pestapenyambutan tamu-tamu yang datang dari luar istana), dan

Fukushoku Choodo (cara mengatur alat-alat rumah tangga, pakaian dan perhiasan

para bangsawan).

a. Murasaki Shikibu Nikki c. Tosa Nikki e. Kageroo Nikki

b. Izumi Shikibu Nikki d. Sarashina Nikki f. Fujiwara Nikki

30
BAB II

KESUSASTRAAN ABAD PERTENGAHAN

DAN ABAD PRA-MODERN

1.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Kesusastraan zaman ini dikenal juga dengan kesusastraan abad pertengahan. Rentang

waktu kesusastraan pada abad pertengahan sangat panjang yaitu berkisar hingga 400 tahun,

karena itu maka kesusastraan pada masa ini pun terbagi menjadi 2 (dua) zaman yaitu zaman

Kamakura dan zaman Muramachi. Zaman Kamakura dikenal juga sebagai masa awal abad

pertengahan berlangsung kira-kira 140 tahun, sedangkan akhir zaman pertengahan

berlangsung selama 270 tahun, yang terbagi menjadi 3 zaman dan salah satunya adalah

zaman Muromachi.

Sastra yang lahir pada masa ini mendapat pengaruh yang kuat dari kondisi transisi pasca

perang dan kepercayaan masyarakat yang semakin kuat terhadap agama Buddha. Para

pertapa di zaman ini tidak hanya mengajarkan ajaran agama Buddha, namun mereka pun

menulis karya sastra.

B. Relevansi

Kesusastraan pada zaman ini secara umum diawali dengan kesusastraan yang

berkembang pada zaman sebelumnya terutama kesusastraan yang dirintis pada zaman Heian.

Dengan adanya pengaruh dari agama Buddha dan perubahan kepemimpinan, maka terjadi
31
percampuran antara kesusastraan yang menjadi peninggalan zaman Heian dengan pemikiran

dan ajaran-ajaran agama serta pengaruh penguasa saat itu.

C. Kompetensi

Setelah mempelajari kesusastraan yang mendapat pengaruh kuat dari ajaran agama

dan keadaan transisi perang diharapkan pembelajar akan memahami keterkaitan dua hal

tersebut dengan isi dari karya-karya sastra yang dihasilkan pada abad pertengahan.

C.1. Standar Kompentensi Pembelajar

Pembelajar akan mampu memahami munculnya pengaruh agama terhadap kesusastraan

dan jenis kesusastraan yang muncul pada masyarakat transisi pasca perang.

C.2. Kompentensi Dasar

Pembelajar mampu menjelaskan dan mendeskripsikan pengaruh agama terhadap

kesusastraan dan jenis-jenis kesusastraan yang muncul pada masyarakat transisi pasca perang.

32
1.4 KESUSASTRAAN ZAMAN KAMAKURA DAN MURAMACHI

A. Uraian

Zaman Kamakura dikenal juga sebagai masa awal abad pertengahan berlangsung

kira-kira 140 tahun. Masa ini dimulai sejak pemerintahan Kaisar Genkoo di tahun ketiga

(1333) hingga runtuhnya Kamakura Bakufu. Kesusastraan yang dikembangkan pada masa ini

adalah kesusastraan yang telah dirintis zaman Heian. Pelopor perkembangan kesusastraannya

adalah bangsawan-bangsawan di istana Kyootoo. Mereka menggali dan membangkitkan

kembali pemikiran-pemikiran dari kesusastraan masa silam, sehingga zaman ini disebut juga

zaman Sinkokin, yaitu zaman yang memadukan pemikiran lama dengan yang baru.

Kesusastraan yang dikembangkan keluarga para bangsawan ini adalah pantun waka, namun

ketika terjadinya kerusuhan kekuatan golongan bangsawan ini melemah sehingga kesusatraan

mereka pun perlahan-lahan menghilang. Sebagai gantinya, pada masa itu kebudayaan dan

pemikiran golongan samurai mulai berpengaruh pada kesusastraan, sehingga muncullah

sebuah bentuk kesusastraan baru yang juga dipengaruhi oleh ajaran agama Buddha yang pada

masa itu sedang mengalami masa kejayaan. Masyarakat mendapat pengaruh kuat dari ajaran

agama Buddha tersebut, sehingga banyak rakyat yang memilih hidup terpencil di gunung atau

di desa. Dari kehidupan terpencil yang mereka jalani kemudian muncullah essai dan dongeng

yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut maka

pada masa ini kesusastraannya banyak dipengaruhi oleh pengaruh ajaran agama Buddha yang

bercampur dengan hasil karya sastra para samurai dan bangsawan. Meskipun tema utama

karya sastranya masih kental dengan nuansa tradisional, namun perpaduan tersebut yang

kemudian memberikan warna tersendiri pada bentuk kesusastraan pada awal abad

pertengahan atau zaman Kamakura.

33
Setelah zaman Kamakura berakhir, maka kesusastraan Jepang memasuki akhir zaman

pertengahan yang berlangsung selama 270 tahun. Kurun waktu tersebut terbagi menjadi 3

zaman yaitu zaman Nanbokuchoo, zaman Muromachi dan zaman Azuchi Momoyama.Seperti

juga zaman-zaman sebelumnya nama zaman ini pun diambil dari nama bakufu yang saat itu

sedang berkuasa.

Akhir zaman pertengahan ini diwarnai dengan terjadinya kerusuhan yang

berkepanjangan, dan mencapai puncaknya pada zaman Muramachi. Itulah sebabnya sastra

pada zaman ini lahir dalam kondisi yang tidak stabil karena kekacauan perang. Pada masa

kekacauan perang ini kemakmuran para bangsawan tergantikan dengan kaum bushidou. Hal

tersebut berimbas pula pada kesusastraan yang berkembang. Sastra yang lahir pada masa ini

mendapat pengaruh yang kuat dari kondisi transisi pasca perang dan kepercayaan masyarakat

yang semakin kuat terhadap agama Buddha. Para pertapa di zaman ini tidak hanya

mengajarkan ajaran agama Buddha, namun mereka pun menulis karya sastra, sehingga dapat

dikatakan pada masa inilah yang menjadi awal munculnya Inja Bungaku (karya sastra yang

dibuat oleh para pertapa Buddha)

Disamping kaum bangsawan dan rakyat, kesusastraan pada zaman ini berkembang

dari adanya kerjasama antara seniman dan samurai. Campur tangan golongan samurai

tersebut salah satunya terlihat pada seni pertunjukan Noh. Dengan perlindungan kaum

samurai, Noh berkembang dengan pesat. Selain itu berkembang pula pantun Renga. Secara

singkat maka dapat dilihat keistimewaan dari zaman Muramachi ini, antara lain

34
 Zaman ini menjadi penanda bagi lahirnya sastra rakyat jelata.

 Merupakan masa bercampurnya budaya perkotaan dengan budaya daerah

 Karya sastranya dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan kekuatan agama Buddha

Dalam bidang karya sastra pada zaman pertengahan terdapat beberapa karya sastra yang juga

telah ada pada zaman-zaman sebelumnya diantaranya pantun waka, monogatari, Setsuwa,

Essai, dan Nikki. Perbedaan yang terdapat pada karya sastra tersebut dapat dilihat dari tema-

tema yang diangkat dalam isi ceritanya. Selain karya-karya tersebut ada pula jenis karya

sastra lain yang belum dikenal. Beberapa jenis karya sastra tersebut antara lain :

1) Pantun Renga

Pantun Renga adalah jenis pantun yang menggantikan kepopuleran pantun Waka setelah

zaman Nanbokuchoo. Pada awalnya Renga merupakan sebuah permainan kata-kata

berbentuk pantun yang berasal dari Waka. Mula-mula susunan Renga terdiri dari dua bait

yang dibacakan oleh 2 orang. Bait pertama berirama 5.7.5 sedangkan bait kedua berirama

7.7 dan merupakan jawaban dari bait pertama. Renga pendek ini sebenarnya telah ada

pada zaman Heian dalam kumpulan pantun Gosenshuu dan Kinyooshuu, namun Renga

panjang baru dibuat setelah memasuki zaman Kamakura. Dalam versi panjangnya sebuah

Renga bisa terdiri dari 50 sampai 100 bait. Renga merupakan sebuah karya sastra yang

dihasilkan oleh banyak orang. Hal ini disebabkan karena Renga dihasilkan oleh para

penyair pada waktu berkumpul bersama-sama dalam gabungan suatu perkumpulan.

Pada tahap permulaan orang membuat Renga dengan cara yang bebas dan menambahkan

unsur kelucuan dan kecerdasan di dalamnya. Tetapi setelah Renga semakin berkembang

dan menjadi salah satu jenis kesusastraan, maka mulailah dibutuhkan persyaratan tertentu
35
dalam cara pembuatan Renga, salah satunya adalah aturan dalam hal pemilihan bentuk dan

kosakata. Dengan semakin populernya Renga maka para penggemar Renga yang juga

bertambah banyak mulai mengadakan pertemuan untuk membaca Renga yang disebut

dengan Haikai no Renga. Salah satu tokoh yang dianggap sebagai tokoh Haikai adalah

Moritake. Ia menaruh perhatian yang besar terhadap Haikai hingga kemudian menyusun

buku kumpulan Haikai yang berjudul Shinsen Inu Tsukabashuu. Buku tersebut dianggap

sebagi buku yang mencerminkan semangat rakyat jelata dan menjadi pelopor Haikai

karena memberikan ide-ide yang bersifat bebas dan dilukiskan dengan jelas.

2) Otogizooshi

Otogizooshi adalah sebuah karya sastra sejenis dongeng yang banyak mendapat pengaruh

dari cerita-cerita perang yang seluruhnya berjumlah 400-500 buah tanpa diketahui siapa

pengarangnya.

Selain dipengaruhi oleh cerita perang ada pula Otogizooshi yang bersumber dari dongeng

rakyat seperti Isshunbooshi dan lain-lain. Meskipun isinya terkadang dangkal dan

sederhana, namun dongeng yang biasanya ditulis oleh kalangan bangsawan rendahan,

pertapa dan pedagang ini mempunyai ruang lingkup pembaca yang lebih luas dari

monogatari. Pembaca Otogizooshi mulai dari kalangan samurai, pendeta, para pedagang

dan rakyat banyak.

36
3) Kikoo (Catatan Perjalanan)

Jenis kesusastraan Kikoo muncul sebagai akibat dari dibukanya Kamakura sebagai pusat

pemerintahan Bakufu dan pusat kegiatan politik. Pembukaan ini menyebabkan banyaknya

pelancong yang kemudian berkunjung ke kota Kyootoo dan Kamakura yang kemudian

menuliskan kisah perjalanan mereka. Di awal kemunculannya terdapat dua buah Kikoo

yang cukup terkenal yaitu Kaidoki dan Tookankikoo. Salah satunya yaitu Tookankikoo

ditulis dengan campuran gaya bahasa Jepang dan gaya bahasa Cina.

Selain para pelancong yang datang dan membuat kisah perjalanannya, keadaan lalu lintas

yang ramai pada masa itu menyebabkan banyak orang dapat bepergian dan bertamasya.

Hal tersebut kemudian menyebabkan karya sastra berjenis Kikoo ini banyak bermunculan.

Namun, Kikoo yang dianggap sebagai karya sastra yang bernilai tinggi adalah Kikoo

berjudul Tsukushi no Michi no Ki karya Soogi.

4) Hoogo

Hoogo adalah sebuah essai berisi ajaran agama Buddha yang ditulis dengan huruf Kana.

Hoogo biasanya ditulis oleh para pendeta di zaman Kamakura dan tujuan untuk

menyebarkan agama Buddha dengan penjelasan sederhana yang dapat dipahami dengan

mudah masyarakat. Selain penggunaan huruf Kana, Hoogo pun ditulis dengan campuran

huruf Kanji sederhana yang mudah untuk diingat. Meskipun tujuan dan isi dari Hoogo

adalah memberikan penerangan mengenai ajaran agama Buddha kepada masyarakat

namun Hoogo pun dianggap sebagai salah satu jenis karya sastra pada zaman Kamakura.

Beberapa Hoogo yang cukup terkenal antara lain Kurotani Shonin Gotooroku,

Matsutoosho dan Ippenshoonin Goroku. Selain itu terdapat pula Hoogo berjudul

37
Shooboogenzo yang mendapatkan reputasi baik serta Gobunshoo yang menjadi Hoogo

paling digemari masyarakat pada zaman itu.

5) Kanbungaku

Kanbungaku adalah kesusastraan Cina yang berkembang di Jepang. Jenis kesusastraan ini

sempat kehilangan pengaruhnya sejak pertengahan Zaman Heian, namun pada zaman

Kamakura, Kanbungaku mulai berkembang kembali bersamaan dengan masuknya Sekte

Zenshuu agama Buddha ke Jepang. Para pendeta dari sekte ini banyak menghasilkan karya

sastra terutama Gozan Bungaku (kesusastraan yang dihasilkan oleh para pendeta sekte Zen

yang bermukin di kuil-kuil Gozan. Karya-karya yang dihasilkan antara lain berupa syair

dan kritik sastra yang sangat bernilai. Gozan Bungaku ini mencapai masa keemasannya

pada masa Gidoo Shuushin dan Zekkai Chuusin. Pada masa itu kesenian dan kebudayaan

Gozan berkembang pesat dan menyebarkan pengaruhnya ke seluruh daerah. Tetapi

memasuki zaman Muromachi kepopuleran Gozan Bungaku mulai pudar. Kesibukan

mereka mengurus kepentingan para penguasa saat itu dikatakan sebagai penyebab mulai

mundurnya Gozan Bungaku.

Karya sastra dan penyair abad pertengahan


38
B. Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan zaman Sinkokin?

2. Apa yang menjadi ciri khas kesusastraan zaman Kamakura?

3. Karya sastra apa yang dihasilkan oleh para kaum bangsawan pada awal zaman Kamakura?

4. Berapa tahun kah zaman Kamakura berlangsung?

5. Bagaimanakah kesusastraan samurai berkembang di zaman Kamakura?

6. Apakah yang dimaksud dengan Inja Bungaku?

7. Apa yang menjadi keistimewaan zaman Muramachi?

8. Apakah yang dimaksud dengan Gozan Bungaku?

9. Bagaimanakah aturan dalam Renga?

10. Sebutkan hasil karya yang dihasilkan pada zaman Muramachi!

C. Rangkuman

Kesusastraan yang dikembangkan pada zaman Kamakura adalah kesusastraan yang

telah dirintis zaman Heian. Pelopor perkembangan kesusastraannya adalah bangsawan-

bangsawan di istana Kyootoo. Namun ketika terjadi kerusuhan, kekuatan golongan

bangsawan menjadi lemah sehingga kesusatraan mereka pun perlahan-lahan menghilang dan

mulai digantikan oleh kebudayaan dan pemikiran golongan samurai yang kemudian

berpengaruh kesusastraan. Bentuk kesusastraan baru tersebut juga dipengaruhi oleh ajaran

39
agama Buddha yang kemudian menjadi awal dari munculnya karya-karya sastra berupa essai

dan dongeng.

Setelah zaman Kamakura berakhir, maka kesusastraan Jepang memasuki akhir zaman

pertengahan yang berlangsung selama 270 tahun. Kurun waktu tersebut terbagi menjadi 3

zaman yaitu zaman Nanbokuchoo, zaman Muromachi dan zaman Azuchi Momoyama. Akibat

terjadinya kerusuhan yang berkepanjangan, sastra pada zaman ini lahir dalam kondisi yang

tidak stabil karena kekacauan perang. Selain itu kemakmuran para kaum bushido yang

menggantikan dengan kaum bangsawan juga berimbas pada perkembangan kesusastraan,

sehingga kesuasatraan yang lahir pada masa ini mendapat pengaruh yang kuat dari kondisi

transisi pasca perang dan kepercayaan masyarakat yang semakin kuat terhadap agama

Buddha. Adapun hasil karya sastra yang berkembang pada zaman Muromachi antara lain

Renga, Otogizooshi, Kikoo, Hoogo, Kanbungaku.

D. Tes Formatif

1. Rentang waktu kesusastraan pada abad pertengahan berkisar:

a. 140 tahun b. 180 tahun c. 400 tahun d. 270 tahun

2. Kesusastraan abad pertengahan terbagi dalam dua zaman yaitu:

a. Edo dan Kamakura c. Heian dan Edo

b. Heian dan Muramachi d. Kamakura dan Muramachi

40
3. Agama yang berpengaruh kuat pada kesusastraan abad pertengahan adalah

a. Shinto b. Konfusius c. Buddha d. Semua benar.

4. Salah satu karya sastra abad pertengahan yang lahir dari kehidupan terpencil yang dijalani

penulisnya adalah:

a. Pantun b. Essai c. Nyanyian d. Mantra

5. Kesusastraan Jepang pada akhir abad pertengahan berlangsung selama:

a. 140 tahun b. 180 tahun c. 400 tahun d. 270 tahun

6. Sebuah essai berisi ajaran agama Buddha yang ditulis dengan huruf Kana dan digunakan

untuk menyebarkan agama Buddha adalah

a. Renga b. Hoogo c. Kikoo d. Otogizooshi

7. Sebuah karya sastra sejenis dongeng yang banyak mendapat pengaruh dari cerita-cerita

perang dan ditulis oleh kalangan bangsawan rendahan, pertapa dan pedagang adalah:

a. Renga b. Hoogo c. Kikoo d. Otogizooshi

8. Jenis pantun pengganti pantun Waka yang merupakan sebuah permainan kata-kata

berbentuk pantun adalah

a. Renga b. Hoogo c. Kikoo d. Otogizooshi

9. Kurotani Shonin Gotooroku, Shooboogenzo dan Gobunshoo adalah judul-judul karya

sastra dari

a. Renga b. Hoogo c. Kikoo d. Otogizooshi

41
10. Karya sastra yang muncul sebagai akibat dari dibukanya Kamakura sebagai pusat

pemerintahan Bakufu dan kegiatan politik adalah:

a. Renga b. Hoogo c. Kikoo d. Otogizooshi

1.5. KESUSASTRAAN ZAMAN EDO

A. Uraian

Kesusastraan pada zaman Edo berlangsung di bawah kepemimpinan Tokugawa

Ieyasu yang berlangsung selama lebih kurang 260 tahun sejak tahun 1603 – 1867. Kekuasaan

Edo Bakufu runtuh pada masa Shogunnya yang ke 15. Dalam beberapa sumber disebutkan

bahwa Zaman Edo ini dikenal dengan sebutan Kinsei Jidai (abad pra-modern). Pada zaman

Edo ini keadaan rakyatnya cukup kuat dan stabil baik dalam kehidupan masyarakatnya

maupun dalam bidang ekonominya. Bentuk-bentuk kesusastraan rakyat tersebut banyak

menggambarkan keharmonisan faktor bidang ekonomi dan masyarakat yang kuat.

Kesusastraan pada zaman ini ditandai dengan kebangkitan kesusastraan rakyat. Hal tersebut

disebabkan selain karena semakin meluasnya pendidikan rakyat, juga karena mulai

terbentuknya percetakan sebagai sarana untuk memenuhi arus pembaca yang bertambah besar.

Secara garis besar kesusastraan pada zaman Edo dibagi menjadi dua kelompok yaitu

Kamigata Bungaku dan Edo Jidai Bungaku. Kamigata Bungaku merupakan periode awal

yang terdiri dari masa pencerahan dan masa perkembangan, sedangkan Edo Jidai Bungaku

merupakan periode akhir yang terdiri dari masa kebangkitan dan masa kematangan. Setiap

masa tersebut ditandai dengan munculnya berbagai karya sastra. Berikut adalah beberapa

hasil karya sastra yang muncul dan berkembang selama zaman Edo berlangsung.

42
1) Kanazooshi dan Ukiyoozooshi

Kanazooshi adalah novel yang muncul pada masa pencerahan. Novel ini banyak

memperlihatkan semagat zaman baru, meskipun dari segi sastranya masih belum matang

dan ekstensinya masih belum begitu sempurna.

Ukiyoozooshi pun merupakan karya sastra berbentuk novel. Tema yang diceritakan dalam

novel ini adalah kehidupan para Choonin (pedagang) sukses yang senang berpesta dan

berfoya-foya. Novel jenis ini tidak lagi menggunakan gaya novel zaman peralihan yang

masih mengemukakan hal-hal yang bersifat alami, seperti pandangan dunia fana dan

ajaran moral. Pada zaman ini salah satu pengarang Ukiyozooshi yang terkenal adalah Ihara

Saikaku yang dikenal produktif dalam menghasilkan karya-karya terbaik berjenis novel.

Ciri khas dari gaya bercerita Ihara Saikaku adalah lukisan kehidupan masyarakat

pedagang yang dipaparkan dengan bahasa yang mudaj untuk dipahami masyarakat saat itu.

2) Kusazooshi dan Yomihon

Kusazooshi merupakan buku bacaaan bergambar yang merupakan gabungan dari berbagai

macam buku anak-anak (Akai Hon, Kuro Hon, Kibyooshi) dengan Gookan.

Buku-buku tersebut awalnya hanyalah sebuah buku bacaan yang ditujukan untuk anak-

anak, namun setelah diterbitkannya Kibyooshi maka jenis ini dianggap telah menjadi

sebuah bentuk karya sastra.

Yomihon adalah kumpulan dari cerita-cerita pendek. Dalam perkembangannya Yomihon

terbagi dalam dua periode, yaitu Yomihon pada periode awal zaman pramodern dan

Yomihon pada periode akhir zaman pramodern.

43
Yomihon pada periode awal ditandai dengan banyaknya alur cerita yang meniru dari apa

yang ada pada buku cerita Cina, hanya saja pada bagian-bagian cerita tersebut dimasukkan

unsur fiksi yang disesuaikan dengan selera pembaca pada masa itu. Yomihon yang terkenal

pada periode ini antara lain Kokon Kidan Hanabusazooshi, Amatsuki Monogatari dan

Harusame Monogatari.

Yomihon pada periode akhir ditandai dengan cerita yang mempunyai struktur yang rumit

dan alur cerita yang aneh sebagai ciri khasnya. Dibandingkan dengan periode awal, maka

Yomihon pada periode akhir menjadi buku hiburan yang bisa dinikmati oleh semua orang.

Hal ini disebabkan karena dalam buku-buku tersebut terdapat cerita panjang yang

mendidik dan diselingi dengan gambar-gambar yang sangat bagus. Karya Yomihon yang

terkenal pada masa ini antara lain Sakurahime Zenden Akebono Zooshi dan Mukashigatari

Inazushi Byooshi.

3) Senryuu

Senryuu adalah bagian awal dari kumpulan Haikai yang terdiri dari dua frase, berdiri

sendiri dan mengandung hal-hal yang bersifat lucu. Istilah Senryuu sendiri diambil dari

nama Karai Senryuu, yaitu seorang pemilih pantun yang kemudian menjadi terkenal

karena pilihannya tentang bagian awal dari pantun Haikai tersebut. Isi dari Senryuu adalah

hal-hal yang lebih bersifat dekat dengan kerakyatan sehingga pada saat itu Senryuu

menjadi sangat populer di kalangan rakyat. Dalam perkembangan selanjutnya mulai

banyak bermunculan ahli-ahli dalam bidang ini dan mulai pula diterbitkan kumpulan-

kumpulan Senryuu.

44
Senryuu lebih mengutamakan pembahasannya pada masalah kemanusiaan yang awam dan

perasaan manusia sebagai obyek untuk menciptakan pantun-pantun. Dalam pantunnya

terkandung hal-hal yang dapat mengundang tawa, ataupun sindiran-sindiran tajam. Dalam

pemilihan katanya dalam Senryuu tidak terdapat kata-kata yang berkaitan dengan musim,

dan juga tidak selalu merupakan sebuah kalimat yang selesai. Irama Senryuu pun ringan

dan mudah.

4) Kyooka

Kyooka adalah pantun jenaka. Meskipun pantun-pantun lucu telah dikenal dalam

Manyooshuu, tetapi kepopulerannya baru terjadi pada zaman Muromachi. Kyooka sendiri

mulai berkembang setelah memasuki zaman pra-modern sejajar dengan Haikai. Bila

dilihat dari segi pengetahuan isi dari Kyooka amatlah dangkal meskipun pantun-pantun

Kyooka pada saat itu merupakan bentuk sindiran-sindiran terhadap pantun Waka. Pantun-

pantun Kyooka berkembang di Osaka, Kyoto dan Edo. Pada mulanya pantun ini hanya

dikenal di kalangan samurai dan kalangan cendekiawan saja, namun sejak diterbitkannya

antologi Mansai Kyookashuu, Kyooka mulai dikenal secara luas. Perkembangan Kyooka

mencapai masa keemasan pada zaman Tenmei, zaman Bunka dan zaman Bunsei.Namun

meskipun dapat menandingi kepopuleran Haikai, karena pada hakekatnya Kyooka

berkualitas rendah, maka dikatakan Kyooka tidak mampu mencapai kesuksesan yang

sebenarnya.

45
5) Sharebon, Ninjoobon, dan Kokkeibon

Sharebon adalah sebuah buku bacaan yang mengambil setting tempat hiburan (tempat

prostitusi) dan orang-orang yang terlibat di dalamnya sebagai tema dalam cerita.

Pemilihan latar tempat hiburan ini disebabkan adanya buku-buku dari Cina yang bercerita

tentang pelacuran. Sharebon ini awalnya ditulis oleh kaum cendikiawan.

Sharebon mencapai masa keemasannya sekitar tahun 1781 sampai awal tahun 1789

meskipun pada saat itu isi ceritanya bertambah rumit dan mendapat pengawasan yang

ketat dari pemerintah. Pengawasan tersebut kemudian mengubah tema sharebon yang

awalnya tema erotis percintaan diganti dengan percintaan atau Giri (balas budi) dan

Ninjoo (perasaan). Dari sinilah maka muncul karya sastra yang bernama Ninjoobon.

Walaupun lahir berdasarkan Sharebon, namun tema dalam Ninjoobon tidak seperti

Sharebon. Dalam Ninjoobon tema yang banyak diceritakan adalah kisah percintaan dan

kehidupan sehari-hari masyarakat pedagang. Yang menjadi persamaan dari kedua jenis

karya sastra ini adalah penggambaran kegilaan dunia dan gambaran kebobrokan

masyarakat pada masa akhir zaman feodal-militer. Ninjoobon kemudian menjadi sebuah

novel percintaan yang populer dan disukai masyarakat, meskipun Ninjoobon pun tidak

lepas dari ketatnya pengawasan pemerintah pada masa itu.

Selain kedua karya seperti yang disebutkan di atas, ada pula karya sastra lain yang disebut

Kokkeibon. Kokkeibon adalah buku yang mengutamakan permainan kata-kata dalam

melukiskan kelucuan isi ceritanya. Buku pertama dari Kokkeibon adalah buku yang

berjudul Fuuryuushi Dookenden. Buku ini dilengkapi dengan pemikiran Shinto, Buddha

dan ajaran Konfisius. Namun beberapa karya Kokkeibon selanjutnya ada pula yang

46
bercerita tentang kelesuan kehidupan masyarakat di akhir zaman pemerintahan feodal

militer dalam bentuk lelucon-lelucon porno. Hal inilah yang kemudian menyebabkan nilai

sastranya semakin lama semakin menurun

Santou Kyouden, pengarang Sharebon dan Yomihon

B. Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan Kindai Bungaku?

2. Apa yang menjadi ciri khas kesusastraan Edo Jidai Bungaku?

3. Apa yang menjadi ciri khas kesusastraan Kamigata Bungaku?

4. Apa yang melandasi munculnya karya sastra Ninjoobon?

5. Apa yang menjadi perbedaan pantun Kyooka dengan Waka?

47
C. Rangkuman

Zaman Edo dikenal dengan sebutan Kinsei Jidai (abad pra-modern). Pada zaman Edo

keadaan rakyatnya cukup kuat dan stabil baik dalam kehidupan masyarakatnya maupun

dalam bidang ekonominya. Bentuk-bentuk kesusastraan rakyat tersebut banyak

menggambarkan keharmonisan faktor bidang ekonomi dan masyarakat yang kuat.

Kesusastraan pada zaman ini ditandai dengan kebangkitan kesusastraan rakyat.

Secara garis besar kesusastraan pada zaman Edo dibagi menjadi dua kelompok besar

yaitu Kamigata Bungaku dan Edo Jidai Bungaku. Kamigata Bungaku merupakan periode

awal yang terdiri dari masa pencerahan dan masa perkembangan, sedangkan Edo Jidai

Bungaku merupakan periode akhir yang terdiri dari masa kebangkitan dan masa kematangan.

Hasil karya sastra yang muncul dan berkembang selama zaman Edo adalah Kanazooshi,

Ukiyoozooshi, Kusazooshi, Yomihon, Senryuu, Kyooka, Sharebon, Ninjoobon dan Kokkeibon.

D. Tes Formatif

1. Kesusastraan zaman Edo berlangsung di bawah kepemimpinan shogun :

a. Hideyoushi b. Tokugawa Ieyasu c. Edo Bakufu d.Yamato

2. Kanazooshi dan Ukiyoozoshi merupakan karya sastra berbentuk:

a. Pantun b. Essai c. Novel d. Mantra

48
3. Berikut ini adalah judul dari Yomihon, kecuali :

a. Fuuryuushi Dookenden c. Sakurahime Zenden Akebono Zooshi

b. Harusame Monogatari d. Mukashigatari Inazushi Byooshi

4. Istilah Senryuu diambil dari nama :

a. seorang penyair c. seorang pemilih pantun

b. aliran pantun d. judul pantun

5. Sharebon adalah karya sastra yang ditulis oleh kalangan :

a. rakyat biasa b. bangsawan c. cendikiawan d. pendeta Buddha

49
BAB III

KESUSASTRAAN ZAMAN MODERN

( KINDAI BUNGAKU )

1.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Kesusastraan zaman modern dikenal dengan istilah Kindai Bungaku. Kesusastraan

zaman modern ini diawali dengan adanya Restorasi Meiji. Pemerintah Jepang yang pada saat

itu menyadari ketertinggalan Jepang akibat politik isolasi, berusaha memasukkan kebudayaan

Barat, termasuk ke dalam bidang kesusastraan. Kesusastraan pada masa itu banyak sekali

menerima pengaruh dan dorongan dari kebudayaan Barat yang kemudian berkembang di

Jepang.

Kesusastraan Modern mencerminkan kehidupan masyarakatnya yang menganut paham

liberal dan demokrasi serta cenderung borjuis. Masyarakat seperti ini berusaha menghapus

pengaruh masyarakat feodal dengan menghilangkan perbedaan status sosial di masyarakat.

Selain itu penerimaan terhadap kemajuan pengetahuan pun berpengaruh pada kesusastraan

sehingga pemikiran masyarakat modern yang beraneka ragam dan rumit menjadikan

kesusastraan zaman modern mencapai tingkatan yang menuntut kesadaran manusia dan cara

hidup yang serius.


B. Relevansi

Kesusastraan pada zaman ini secara garis besar terbagi lagi menjadi 2 (dua) zaman

yaitu kesusastraan zaman Meiji/Taisho, dan Kesusastraan zaman Showa/Heisei. Kedua zaman

ini dikenal dengan sebutan Kesusastraan Periode Awal dan Kesusastraan Periode Akhir.

Dengan perkembangan yang cukup berbeda dengan zaman sebelumnya, kesusastraan

zaman modern memberikan warna lain dalam bentuk karya sastranya. Walaupun demikian

kesusastraan zaman ini tidak lantas meninggalkan karya-karya sastra peninggalan pada

zaman kuno, yang dianggap sebagai tonggak kesusastraan di Jepang.

C. Kompetensi

Setelah mempelajari sastra diharapkan pembelajar akan memahami perkembangan

sastra setelah masa isolasi Jepang dan ciri khas dari karya sastra yang dipengaruhi oleh

pengaruh-pengaruh dari luar negara Jepang.

C.1. Standar Kompentensi Pembelajar

Pembelajar akan mampu memahami perkembangan sastra zaman modern yang ditandai

dengan munculnya teori dan aliran sastra sebagai bentuk pengaruh dari kesusastraan barat

C.2. Kompentensi Dasar

Pembelajar mampu mendeskripsikan ciri khas sastra modern dan menyebutkan karya-

karya sastra yang menerapkan aliran sastra dari adanya pengaruh kesusastraan Barat.

51
1.2 KESUSASTRAAN PERIODE AWAL

A. Uraian

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Restorasi Meiji merupakan gerbang mulai

masuknya kebudayaan Barat, namun demikian tidak serta merta kesusastraan baru lahir. Pada

saat itu kesusastraan masih mengikuti arus yang merupakan kelanjutan dari sastra tradisional.

Masa ini menjadi masa peralihan dalam dunia kesusastraan Jepang dan diisi dengan Gesaku

Bungaku (kesusastraan masyarakat pada zaman Edo). Para pengarang Gesaku saat itu banyak

yang mengeluarkan karya sastra yang bermutu, salah satunya yang terkenal adalah Kanagaki

Robun. Sebagai seorang pengarang di masa peralihan, Kanagaki Robun menunjukkan sikap

yang mengikuti aliran pembaharuan. Hal tersebut terlihat pada pemilihan tema dalam salah

satu karyanya yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang telah mengadakan

pembaharuan.

Masuknya kesusastraan Barat dipelopori oleh golongan terpelajar. Para cendikiawan

yang pulang belajar dari luar negeri membawa pemikiran-pemikiran baru yang kemudian

dalam waktu singkat menimbulkanterjadinya Bunmei Kaika (revolusi budaya). Kesusastraan

Barat dimulai dengan adanya kesusastraan terjemahan. Berbagai hasil karya sastra Barat

diterjemahkan dan ditiru sehingga menjadi pendorong bagi lahirnya kesusastraan baru.

Diantara karya terjemahan yang terkenal adalah kisah Robinson Crusoe yang diterjemahkan

dalam bahasa Jepang dengan judul Robinson Zenden, kemudian diterbitkan pula Arabia

Monogatari yang merupakan ringkasan bahasa Jepang dari kisah Arabian Night.

Di bidang teori kesusastraan, pengaruh Barat memberikan kontribusi dengan

diperkenalkannya aliran romantisme dan naturalisme oleh Nishi Amane. Kemudian muncul

pula kelompok yang menganjurkan pemakaian aliran realisme di Jepang. Anjuran ini

terutama datang dari mereka yang menolak cara berfikir cerita-cerita yang bertemakan

52
Kanzen Chooaku, yaitu tema-tema yang menitikberatkan pada pemikiran yang benar akan

berakhir dengan kemenangan dan yang salah/buruk akhirnya akan kalah. Para pencetus ide

ini ingin menjadikan pengetahuan yang didapat dari hasil penyelidikan terhadap kesusastraan

asing sebagai pedoman. Dari teori-teori yang mereka anut, teori realisme menjadi yang paling

dominan untuk dimasukkan ke dalam pedoman penulisan novel.Dengan digunakannya teori

realisme tersebut, maka lahirlah corak kesusastraan realisme di Jepang.

Tahun 1887 (Meiji tahun 20) merupakan puncak dari westernisasi di Jepang. Hal

tersebut ditandai dengan diselenggarakannya Rokumeikan Kasoobutookai, yaitu sebuah

parade yang diselenggarakan oleh golongan yang menerima kebudayaan Barat di Jepang.

Tetapi kebudayaan Barat tersebut ternyata tidak diterima oleh semua golongan, karena pada

saat itu muncul suatu golongan yang mengkritik dan menentang westernisasi yang ekstrim

dimana pengaruh dan kebudayaan Barat dimasukkan secara tergesa-gesa. Golongan ini antara

lain dipelopori oleh Narushima Ryuuhoku yang mengungkapkan ketidaksetujuannya melalui

sebuah karya sastra berjudul Ryuukyoo Shinshi. Kemudian muncul pula tokoh-tokoh lain

yang juga menentang dengan cara mendirikan sebuah perkumpulan bernama Seikyoosha.

Tokoh-tokoh dalam perkumpulan ini mengungkapkan kritikannya terhadap westernisasi di

Jepang melalui majalah yang mereka terbitkan. Sementara itu di dalam dunia kesusastraan

sendiri muncul kecenderungan para sastrawan untuk kembali menggunakan metode klasik

dalam dunia sastra. Mereka pun kemudian membuat sebuah perkumpulan bernama

Kenyuusha. Golongan-golongan inilah yang kemudian menjadi pelopor munculnya aliran

Pseudoklasik. Kemudian muncul pula aliran anti-naturalisme yang merupakan bentuk

kritikan terhadap aliran naturalisme yang umumnya lebih banyak menceritakan bagian-

bagian terburuk dari kehidupan manusia secara jelas. Para penganut aliran anti naturalisme

membuat tema cerita yang bertolak belakang dengan naturalisme yaitu melukiskan kehidupan

manusia dari segi keindahannya. Yang termasuk dalam aliran ini antara lain kesusastraan

53
estetisme dan intelektualisme (dipelopori oleh Akutagawa Ryuunosuke), serta karya-karya

Mori Oogai dan Natsume Sooseki.

Pada tahun 1918 mulai berkembang kesusastraan anak-anak yang dirintis oleh Suzuki

Miekichi. Ia menerbitkan sebuah majalah bernama Akai Tori yang berisi novel anak karya

pengarang terkenal. Selain itu dalam majalah tersebut Miekichi pun memperkenalkan cara

menulis huruf indah dan cara menulis puisi modern. Tidak hanya menerbitkan novel dalam

bentuk majalah, Miekichi pun menulis novel anak-anak yang kemudian dikumpulkan dan

diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Akai Fune.

Berdasarkan jenisnya karya sastra yang dihasilkan pada zaman modern dapat dibagi menjadi

empat kategori yaitu Novel dan Kritik, Kesusastraan Drama, Puisi dan Tanka. Namun,

keempat karya sastra tersebut mempunyai ciri khas tersendiri pada setiap periodenya. Berikut

adalah penjelasan mengenai kekhasan karya-karya sastra yang dihasilkan pada periode awal

1) Novel dan Kritik

Karya sastra yang lahir pada masa periode awal adalah karya yang masih memegang

tradisi kesusatraan lama namun menuju pembaharuan. Hal tersebut terlihat pada novel-novel

yang muncul sebagai hasil karya kesusastraan peralihan, antara lain novel karya pengarang-

pengarang seperti Kanagaki Robun, Takabatake Ransen dan Somezaki Nobufusa. Diantara

ketiga pengarang tersebut, Kanagaki Robun merupakan pengarang yang menganut aliran

pembaharuan dalam pengungkapan karya sastranya. Dalam buku berjudul Seiyoo Doochuu

Hizakurige dan Agura Nabe, tema cerita yang dipilih Robun adalah gambaran masyarakat

yang melakukan pembaharuan dalam kehidupannya.

Dalam bidang sastra terjemahan muncul berbagai karya yang merupakan hasil

terjemahan dari para pengarang Jepang yang mendapat pendidikan dari dunia Barat. Selain

54
Robinson Zenden dan Arabian Night, muncul pula buku terjemahan sastra barat lain,

diantaranya Kisah Perjalanan Mengelilingi dunia dalam 80 hari yang merupakan terjemahan

dari karya Jules Verne. Selain itu muncul pula hasil terjemahan Niwa Juniichiroo berjudul

Karyuu Shunwa yang diterjemahkan dari buku karya Lytton, yang kemudian mendapat

pengakuan sebagai sebuah karya sastra yang bermutu tinggi. Dalam bidang teori kesusastraan,

muncul nama Nakae Chomin yang menghasilkan karya terjemahan berjudul Uishi Bigaku.

Pembaharuan sebagai akibat restorasi juga menimbulkan gerakan yang menuntut

pembentukan masyarakat baru. Keadaan tersebut kemudian memicu munculnya pendapat-

pendapat dan gagasan politik yang dituangkan dalam bentuk novel yang kemudian menjadi

awal berkembangnya novel politik. Pengarang-pengarang novel politik yang terkenal pada

masa ini antara lain, Yano Ryuukei yang menulis novel berjudul Keikoku Bidan, Tookai

Sanshi dengan karya berjudul Kajin no Kiguu dan Suehiro Tetchoo yang menghasilkan novel

politik berjudul Setchuubai. Munculnya novel politik dan berkembangnya kesusastraan

terjemahan menjadi media untuk memperkenalkan unsur-unsur baru ke dalam kesusastraan

Jepang.

Pada masa munculnya gerakan anti barat, novel-novel yang dihasilkan lebih banyak

dari para pengarang yang kembali kepada metode klasik. Karya yang terkenal merupakan

novel yang ditulis oleh pengarang berpengaruh pada masa itu diantaranya Ozaki Kooyoo yang

menulis novel berjudul Nininbikuni Irozange, Kyaramakura, Ninin Nyooboo dan Sannin

Tsuma. Selain itu pada masa ini pun muncul seorang pengarang wanita bernama Higuchi

Ichiyoo.Karyanya yang terkenal antara lain Take Kurabe dan Nigorie.

Perkembangan lain dari novel pada masa periode awal ini ditandai dengan munculnya novel

populer ( Tsuzoku Shousetsu) dan kesusastraan rakyat (Taishuu Bungei). Novel yang populer

pada masa itu adalah karya-karya dari Kume Masao dan Kikuchi Kan. Novel Kikuchi Kan

55
yang sangat laris adalah novel yang berjudul Shinjui Fujin, sedangkan untuk jenis Taishuu

Bungei novel berjudul Daibosatsu Tooge merupakan novel terkenal yang ditulis oleh

Nakazato Kaizan.

Bersamaan dengan lahirnya karya-karya sastra di atas, muncul pula argumen-argumen

sastra yang menghendaki perubahan dalam kesusastraan Jepang. Argumen sastra tersebut

beberapa diantaranya dituangkan dalam sebuah buku seperti yang dilakukan oleh Tsubouchi

Shooyoo dalam bukunya yang berjudul Shoosetsu Shinzui. Dalam bukunya Shooyoo

mengungkapkan bahwa sebuah novel haruslah mengungkapkan dengan jelas apa yang

sebenarnya terdapat di dalam kehidupan duniawi. Shooyoo pun membuka sejarah baru

kesusastraan Jepang dengan menyingkirkan paham dan pandangan yang selama ini

menganggap karya sastra sebagai hiburan semata. Selain Tsubouchi Shooyoo, muncul juga

Futabei Shimeiyang menulis buku berjudul Shoosetsu Sooron. Buku tersebut merupakan

karya yang melengkapi dan memperbaiki serta mengkritik teori yang dikemukakan

Tsubouchi Shooyoo.

Shoosetsu Shinzui karangan Tsubouchi Shooyoo

56
Kritik lain yang muncul dalam perkembangan kesusastraan Jepang adalah kritik

terhadap westernisasi yang terdapat dalam buku berjudul Ryukyoo Shinshi karya Narushima

Ryuuhoku. Kemudian muncul pula sebuah majalah terbitan Seikyooshabernama Nihon Oyobi

Nihonjin yang memuat tulisan-tulisan yang mengkritik westernisasi. Majalah lain yang juga

muncul pada masa ini adalah Sigarami Zooshi yang banyak memuat tulisan-tulisan hasil

pemikiran Mori Oogai, seorang dokter tentara yang mendalami ilmunya di Jerman. Selain

sebagai seorang kritikus banyak pula novel dan buku yang dihasilkan oleh Mori Oogai yang

kemudian menjadi pembuka jalan bagi perkembangan aliran romantisme dalam dunia

kesusastraan Jepang.

2) Kesusastraan Drama

Pada masa ini Kabuki adalah salah satu drama yang bertahan dan masih tetap populer.

Kawatake Mokuami adalah seorang penulis yang mampu menyajikan lakon tentang realitas

kehidupan masyarakat Edo dalam bentuk drama Kabuki. Melalui karyanya yang berjudul

Shimachidori Tsukino Shiranami, Mokuami menyajikan sebuah lakon yang menceritakan

perubahan-perubahan baru yang terjadi di dalam masyarakat. Lakon yang yang disajikan

disebut dengan Sangirimono. Kemudian muncul pula lakon yang bersifat realisme yang

disebut Katsurekimono. Dalam lakon ini diceritakan banyak hal yang berhubungan dengan

kenyataan sejarah. Meskipun unsur dramanya sebagian besar hilang, namun lakon ini

menjadi gaya baru dalam kesusastraan drama.

Kemunculan drama gaya baru di Jepang dipelopori oleh Tsubouchi Shooyoo yang

melakukan perbaikan-perbaikan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat dalam

Katsurekimono. Ia memakai metode-metode dan bentuk-bentuk drama yang juga digunakan

di dunia Barat dalam karangan-karangannya. Hal tersebut terlihat pada karya Tsubouchi

Shooyoo yang berjudul Kiri Hitoha, Maki no Kata dan Hototogisu Kojoono Rakugetsu. Selain

57
itu dia pun pernah menerbitkan buku yang merupakan terjemahan dari karya Shakeesper

yaitu Julius Caesar yang diberi judul Jiyuu-no Tachi Nagori-no Kireaji.

Pada perkembangan selanjutnya muncul pula sebuah aliran drama baru yang juga berasal dari

Kabuki namun kejadian-kejadian yang ditampilkan merupakan kenyataan sesungguhnya dari

dari masyarakat zaman baru saat itu. Meskipun awalnya drama jenis ini mengambil tema

pemuda-pemuda yang cenderung pada politik dan keadaan golongan terpelajar, pada

penampilan selanjutnya mereka lebih cenderung mementaskan cerita-cerita yang diambil dari

novel-novel. Beberapa judul novel yang kemudian dipentaskan dalam bentuk drama antara

lain Hototogisu, Konjiki Yasha, Onna Keizu dan Taki no Shirai Ito.

Perjalanan drama Jepang pun tidak terlepas dari pengaruh dunia Barat. Mori Oogai

adalah salah satu sastrawan yang banyak memasukkan unsur sastra barat ke dalam sastra

Jepang. Dia banyak mengeluarkan terjemahan-terjemahan dari drama-drama klasik maupun

modern. Berkat adanya drama-drama terjemahan ini, maka banyak pula bermunculan penulis-

penulis drama yang kegitannya berlanjut hingga zaman Taisho. Beberapa karya yang terkenal

antara lain Shuzenji Monogatari (kisah kuil Shuzen) yang ditulis Okamoto Kidoo, Genboku

Chooei yang ditulis Mayama Seika, dan Nagori no Hoshizukiyou (malam kelam) yang

merupakan karya dari Tsubouchi Shooyoo. Pada pementasan drama kreatif muncul karya-

karya seperti Nanbanji Monzen (pintu gerbang Kuil Namban) karya Kinoshita Mokutaroo,

Inouchi Kanmuri (mahkota hidup), Chichi Kaeru (ayah pulang) karya Kikuchi Hiroshi dan

sebagainya. Banyaknya penulis drama kreatif ini mengantarkan drama jenis ini menuju

puncak kepopulerannya dan menciptakan zaman baru yang berlainan dengan zaman

sebelumnya yang berpusat pada drama terjemahan.

58
3) Puisi

Puisi pada masa ini lahir dari adanya keinginan untuk membuat puisi baru yang

merupakan ungkapanpikiran/ perasaan pada zaman baru dan berbeda dari bentuk yang sudah

ada seperti Waka, Kanshi dan Haiku. Puisi yang berbeda dengan bentuk-bentuk sebelumnya

sebenarnya sudah dimulai dengan dibuatnya puisi-puisi terjemahan yang kemudian

dikumpullkan dalam sebuah buku berjudul Shunntaishihoo. Buku tersebut diterbitkan tahun

1882 oleh sarjana-sarjana dari Universitas Tokyo. Kumpulan puisi terjemahan lainnya yang

juga terbit dalam bentuk buku adalah Omokage. Kumpulan puisi tersebut merupakan

kumpulan beraliran romantis yang mempunyai nilai sastra tinggi dan berpengaruh kuat di

masyarakat saat itu. Kumpulan puisi ini diterbitkan grup Shin Sei Sha yang dipimpin oleh

Mori Oogai dan sebagian besar isinya banyak menerjemahkan karya-karya penyair ternama

dari Inggris dan Jerman.

Kumpulan puisi beraliran romantisme tidak hanya merupakan puisi terjemahan saja,

tetapi ada pula puisi-puisi lirik yang menggambarkan jiwa penulisnya. Salah satunya yang

muncul pada saat itu adalah buku berjudul Toosonshishuu. Buku ini merupakan buku

kumpulan puisi dari Shimazaki Tooson yang saat itu merupakan salah satu sastrawan Jepang

yang mempopulerkan kesusastraan beraliran naturalisme. Kumpulan puisi lain yang juga

muncul antara lain Tenchi Ujoo dan Gyooshoo yang merupakan hasil karya Doi Bansui,

Nijuugogen dan Hakuyookyuu yang merupakan karya Susukida Kyuukin.

Pada masa ini muncul pula puisi simbolis dan puisi bebas berbahasa lisan yang masih

merupakan bagian dari aliran naturalisme. Puisi simbolis dimulai oleh seorang pengarang

bernama Ueda Bin. Bentuk simbolis ini diambilnya dari aliran simbolisme Perancis dan

diperkenalkan melalui novelnya yang berjudul Uzumaki. Terjemahan-terjemahan puisi

simbolis yang dilakukan oleh Ueda Bin ini kemudian memberikan pengaruh yang cukup kuat

59
bagi perkembangan puisi Jepang saat itu dan dianggap sebagai langkah awal dalam

mempopulerkan puisi simbolis di Jepang. Karya terjemahan Ueda Bin berjudul Kaichoon

yang diterbitkan pada tahun 1905 mendapatkan penilaian tinggi dalam puisi terjemahan

modern.

Puisi bebas berbahasa lisan dipelopori oleh seorang penyair bernama Kawaji Ryuukoo, yang

kemudian dilanjutkan oleh Takamura Kootaro.Pada masa Takamura Kootaro, pembuatan

puisi jenis ini berangsur-angsur menjadi populer sampai akhirnya penyempurnaan puisi ini

dilakukan oleh Hagiwara Sakutaroo yang menjadikan puisi ini mempunyai nilai sastra

tersendiri.

4) Tanka dan Haiku

Tanka pada periode awal ditandai dengan pembaharuan ke arah pantun yang

menuturkan perasaan serta pemikiran baru dengan bahasa dan gaya yang baru

pula.Pembaharuan tersebut dipelopori oleh seorang penyair bernama Yosano Tekkan yang

menuangkannya dalam kumpulan puisi berjudul Toozainanboku dan Tenchi Genkoo. Penyair

lain yang juga cukup berpengaruh pada perkembangan Tanka antara lainOchiai Naobumi,

Kaneko Kun-en, Hattori Motoharu, Kubo Inokichi dan Onoe Saishuu. Semua penyair ini

tergabung dalam sebuah organisasi bernama Asakasha. Pembaharuan dalam Tanka juga

dilakukan oleh seorang penyair generasi berikutnya bernama Sasaki Nobutsuna. Pada tahun

1898, perkumpulannya (Chikuhakukai) menerbitkan sebuah majalah bernama Kokoro no

Hana yang membawa suasana baru dan digunakannya sebagai media untuk mengembangkan

Tanka. Setelah itu berturut-turut muncul pula organisasi dan perkumpulan para penyair Tanka

yang membawa alirannya masing-masing. Hal tersebut membawa berbagai suasana baru bagi

perkembangan Tanka dan membuatnya semakin populer di masyarakat.

60
Dalam bidang Haiku nama Masaoka Shiki menjadi penanda perkembangan haiku

pada periode awal. Setelah pada awal zaman Meiji bentuk Haiku hanya bersifat tiruan dari

Haiku yang sudah ada, maka dengan kehadiran Masaoka Shiki, Haiku berkembang ke dalam

bentuk realisme. Beberapa buku Masaoka Shiki diantaranya adalah Dassai Shooku Haiwa

dan Haijin Buson. Pada periode ini Masaoka Shiki dianggap mampu memimpin dunia Haiku

dan bersama grupnya dia mampu mengadakan pembaharuan dalam bidang Haiku dengan

cara menyajikan Haiku dalam bentuk pelukisan menurut realisme dan pandangan terhadap

alam secara objektif.

Sepeninggal Masaoka Shiki, dalam dunia Haiku muncul dua aliran, yaitu aliran

Hekigotoo dan aliran Kyoshi. Aliran Hekigotoo dipelopori oleh murid Masaoka Shiki

bernama Kawagihashi Hekigotoo yang berusaha mendalami unsur-unsur realisme yang

terdapat pada karya-karya Masaoka Shiki. Pada aliran ini Hekigotoo lebih mengutamakan

pandangan individu terhadap alam dan lebih mengagumi gaya yang bersifat realitas tanpa

mengikutsertakan tema musim seperti yang biasanya terdapat pada haiku

sebelumnya.Berdasarkan pandangannya tersebut, maka lahirlah Haiku gubahannya yang

mengambil bermacam-macam bentuk karena tidak lagi dibatasi oleh aturan baku sukukata

lima-tujuh-lima. Haiku gubahan Kawagihashi Hekigotoo ini dianggap sebagai bentuk Haiku

yang mendapat pengaruh dari kesusastraan naturalisme.

Sesuai dengan namanya, aliran Kyoshi dipelopori oleh Takahama Kyoshi yang juga

merupakan salah satu murid Masaoka Shiki. Takahama Kyoshi sendiri sangat taat pada aturan

Haiku tradisional,termasuk penggunaan tema musim yang telah ditinggalkan oleh aliran

61
Hekigotoo, sehingga dia sangat menentang dan mengkritik gerakan baru. Dia pun secara aktif

bekerja keras untuk menyebarluaskan aliran Hototogisu.

B. Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan Bunmei Kaikai?

2. Aliran apa saja yang muncul pada kesusastraan modern periode awal?

3. Apa yang memicu munculnya novel-novel politik?

4. Apa yang menjadi tanda kepopuleran kesusastraan drama pada periode awal?

5. Bagaimanakan bentuk Haiku pada periode awal?

C. Rangkuman

Abad modern periode awal menjadi masa peralihan dalam dunia kesusastraan Jepang

dan diisidengan Gesaku Bungaku (kesusastraan masyarakat pada zaman Edo). Setelah itu

kemudian masuk pengaruh dari dunia barat yang kemudian membawa pengaruh besar pada

kesusastraan Jepang.Masuknya kesusastraan Barat tersebut dipelopori oleh golongan

terpelajar. Para cendikiawan yang pulang belajar dari luar negeri membawa pemikiran-

pemikiran baru hingga kemudian menimbulkan terjadinya Bunmei Kaika (revolusi budaya).

Kesusastraan Barat dimulai dengan adanya kesusastraan terjemahan. Berbagai hasil karya

sastra Barat diterjemahkan dan ditiru sehingga menjadi pendorong bagi lahirnya kesusastraan

baru.

62
Di bidang teori kesusastraan, pengaruh Barat memberikan kontribusi dengan

diperkenalkannya aliran romantisme dan naturalisme.Kemudian muncul pula kelompok yang

menganjurkan pemakaian aliran realisme.Dari teori-teori yang mereka anut, teori realisme

menjadi yang paling dominan untuk dimasukkan ke dalam pedoman penulisan novel. Dengan

digunakannya teori tersebut, maka lahirlah corak kesusastraan realisme di Jepang.

Tahun 1887 (Meiji tahun 20) merupakan puncak dari westernisasi di Jepang. Namun

kebudayaan Barat tersebut ternyata tidak diterima oleh semua golongan. Mereka yang

menentang hal tersebut kemudian mendirikan perkumpulan Seikyoosha, yang

mengungkapkan kritikannya melalui majalah yang mereka terbitkan. Kemudian di dalam

dunia kesusastraan sendiri muncul pula perkumpulan Kenyuushayang cenderung

menggunakan metode klasik dalam penulisan karya sastranya. Golongan ini kemudian

menjadi pelopor munculnya aliran Pseudoklasik, yang disusul pula dengan aliran anti-

naturalisme yang merupakan bentuk kritikan terhadap aliran naturalisme. Kemudian pada

tahun 1918 mulai berkembang kesusastraan anak-anak yang dirintis oleh Suzuki Miekichi.

Berdasarkan jenisnya karya sastra yang dihasilkan pada zaman modern dapat dibagi

menjadi empat kategori yaitu Novel dan Kritik, Kesusastraan Drama, Puisi dan Tanka.

Novel pada masa periode awal adalah karya yang masih memegang tradisi kesusatraan lama

namun menuju pembaharuan. Pembaharuan tersebut menuntut pembentukan masyarakat baru

yang memicu munculnya pendapat dan gagasan politik yang dituangkan dalam bentuk novel

yang kemudian menjadi awal berkembangnya novel politik.

Dalam bidang drama, kabuki masih merupakan salah satu drama yang bertahan dan masih

tetap populer. Kemudian muncul drama gaya baru di Jepang yang melakukan perbaikan-

perbaikan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat dalam lakon drama yang telah ada.

63
Pengaruh dunia Barat terlihat dari banyaknya unsur terjemahan-terjemahan dari drama-drama

klasik maupun modern yang dibawa oleh Mori Oogai.

Tanka pada periode awal ditandai dengan pembaharuan ke arah pantun yang menuturkan

perasaan serta pemikiran baru dengan bahasa dan gaya yang baru pula. Dalam bidang Haiku

nama Masaoka Shiki menjadi penanda perkembangan haiku pada periode awal. Setelah pada

awal zaman Meiji bentuk Haiku hanya bersifat tiruan dari Haiku yang sudah ada, maka

dengan kehadiran Masaoka Shiki, Haiku berkembang kedalam bentuk realisme. Selain itu

pada periode ini muncul pula dua aliran, yaitu aliran Hekigotoo dan aliran Kyoshi.

D. Tes Formatif

1. Adanya pengaruh kebudayaan Barat pada kesusastraan Jepang awal mulanya ditandai

dengan munculnya :

a. aliran kesusastraan c. sastra terjemahan

b. novel-novel barat d. tokoh-tokoh Barat di Jepang

2. Tema-tema yang menitikberatkan pada pemikiran yang benar akan berakhir dengan

kemenangan dan yang salah/buruk akhirnya akan kalah dikenal dengan istilah :

a. Kanzen Chooaku c. Seikyoosha

b. Rokumeikan Kasoobutookai d. Kenyuusha

3. Nama pengarang wanita yang muncul pada periode awal adalah:

a.Ozaki Kooyoo b. Kikuchi Kan c. Kume Masao d. Higuchi Ichiyoo

64
4. Karya terkenal dari pengarang wanita tersebut adalah

a. Kume Masao dan Kikuchi Kan c. Kiri Hitoha dan Maki no Kata

b. Take Kurabe dan Nigorie. d. Onna Keizu dan Taki no Shirai Ito.

5. Sebuah majalah terbitan Seikyoosha yang memuat tulisan-tulisan yang mengkritik

westernisasi adalah:

a. Nihon Oyobi Nihonjin b. Shunntaishihoo c.Ryukyoo Shinshi d.Shin Sei Sha

6. Katsurekimono adalah lakon drama yang bersifat :

a. naturalisme b. antinaturalisme c. realisme d. romantisme

7. Shunntaishihoo adalah kumpulan puisi terjemahan yang menganut aliran:

a. naturalisme b. antinaturalisme c. realisme d. romantisme

8. Pelopor puisi bebas berbahasa lisan adalah seorang penyair bernama

a. Ueda Bin b. Doi Bansui c. Kawaji Ryuukoo d.Susukida Kyuukin.

9. Berikut ini adalah para penyair pelopor pada pembaharuan Tanka, kecuali

a. Yosano Tekkan c. Ochiai Naobumi

b. Takamura Kootaro d. Hattori Motoharu

10. Seorang penyair yang dianggap mampu memimpin dunia Haiku dengan cara menyajikan

Haiku dalam bentuk pelukisan menurut realisme dan pandangan terhadap alam secara

objektif adalah :

65
a. Kawagihashi Hekigotoo c. Onoe Saishuu

b.Takahama Kyoshi d.Masaoka Shiki

1.3 KESUSASTRAAN PERIODE AKHIR

A. Uraian

Kesusastraan pada periode akhir ini berlangsung pada masa-masa pecahnya perang

dunia pertama. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dan susunan

masyarakat Jepang juga berpengaruh pada dunia kesusastraan Jepang. Dalam bidang

kesusastraan terjadi gerakan-gerakan yang mencerminkan perubahan akibat dari perang dunia

pertama.Adanya kecenderungan demokrasi yang bertambah kuat telah melahirkan

pengarang-pengarang dari kalangan kaum buruh yang kemudian mengambil bagian dalam

pergerakan perubahan tersebut. Sebagai usaha untuk menginternasinalkan pandangan kaum

buruh maka dibuatlah sebuah majalah bernama Tanemakuhito yang menjadi media yang

menitikberatkan pada cara berfikir kaum buruh.Karya-karya yang mereka hasilkan dikenal

dengan kesusastraan sosialis/proletar yang kemudian secara perlahan mampu menjadi sebuah

grup sastra yang kuat.

Pada tahun 1928 dibentuk sebuah perserikatan kesenian proletas yang disebut Nippon

Artista Proleta Federacio (NAPF). Perserikatan ini pun menerbitkan majalah bernama Senki

yang dijadikan sebagai pusat kegiatan sastra aliran kiri yang cenderung radikal. Namun pada

tahun 1931 saat terjadi peristiwa Manchuria, sastra jenis ini mendapat penindasan hingga

hancur dan akhirnya organisasi proletar bubar. Sebagai gantinya munculnya sastra Tenkoo

atau sastra peralihan.

66
Pada akhir zaman Taishoo kesusastraan baru yang bertahan adalah kesusastraan

proletar dan kesusastraan neosensualis (Shinkankakuha). Bila kesusastraan proletar

mengutamakan perubahan di dalam masyarakat, maka kesusastraan neosensualis lebih

mengutamakan perubahan dalam teknik sastra dan penyampaiannya. Yang menjadi pelopor

dari kesusastraan neosensualis adalah Yokomitsu Toshikazu yang juga sebagai ahli teori.

Beberapa hasil karyanya merupakan tempat untuk mempraktekkan teori-teori neosensualis

secara gamblang.Pada perkembangan selanjutnya, para pengarang muda yang banyak

mendapat pengaruh kuat dari kesusastraan neosensualis, kemudian membentuk sebuah Aliran

Seni Baru (Shinkoogeijutsuha) yang bertujuan melawan sastra aliran kiri. Namun, karena

terlalu banyak memikirkan hal-hal kecil yang tidak penting aliran ini tidak dapat bertahan

lama dan kemudian digantikan dengan aliran baru yaitu aliran Neopsikologis

(Shinshinrishugiha). Aliran ini dipengaruhi oleh sastra Barat dan muncul dengan dipelopori

oleh Hori Tatsuo dan Itoo Hitoshi.

Pada tahun 1935, dalam dunia kesusastraan Jepang mulai diberikan penghargaan

Akutagawa untuk para sastrawan berprestasi. Adanya penghargaan ini ternyata menjadi

pemicu bermunculannya para pengarang muda berpotensi yang memberikan warna tersendiri

bagi kesusastraan zaman modern. Selain itu setelah masa perang muncul pula pengarang-

pengarang wanita. Di lain pihak bidang sastranya pun ditandai dengan munculnya sastra

Demokrasi dan perkembangan yang pesat dalam bidang jurnalistik. Hal ini menimbulkan

suatu keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu kesusastraan yang menyebar dan

dapat diterima secara luas di tengah masyarakat. Kualitas sastrapun mengalami perubahan

dengan munculnya cerita detektif dan cerita Science Fiction disamping cerita-cerita non-fksi

dan reportasi yang telah muncul terlebih dahulu. Kesusastraan Jepang pernah menjadi pusat

perhatian dunia ketika pada tahun 1968 untuk pertama kalinya Kawabata Yasunari melalui

67
karyanya yang berjudul Utsukushii Nihon no Watashi-Sono Josetsu memperoleh hadiah

Nobel dalam bidang sastra.

1) Novel dan Kritik

Karya sastra berbentuk novel yang muncul pada masa awal periode akhir ditandai

dengan munculnya dua aliran kesusastraan Proletar, yaitu aliran Bunsen dan Senki. Karya

awal dari kesusastraan proletar sendiri antara lain novel berjudul Uzumakeru no Mure yang

merupakan karya dari Kuroshime Denji, Santoo Senkyaku karya Maeda Koohirooichiroo, dan

Seryooshitsu-nite yang ditulis oleh Hirabayashi Taiko. Dalam aliran Senki terdapat dua buah

karya yang merupakan hasil dari pengarang terkenal bernama Kobayashi Takiji, yaitu

Kanikoosen dan Tooseikatsusha, sementara dari aliran Bunsen Hayama Yoshikimenulis dua

karyanya yaitu Sementoru daru-no Naka-no Tegami dan Umini Ikuru Hitobito. Walaupun

mempunyai aliran yang berbeda namun pada umumnya isi dari karya-karya tersebut lebih

banyak menceritakan kebaikan-kebaikan politik para penguasa saja.

Pada kategori aliran sastra modern,muncul tiga aliran yaitu aliran neosensualis, aliran

Seni Baru dan aliran Neopsikologis.Namun sayangnya dari ketiga aliran tersebut hanya dua

aliran yang berkembang dan bisa bertahan cukup lama, yaitu aliran neosensualis dan aliran

Neopsikologis. Aliran Neosensualis berkembang di bawah aktifitas beberapa nama seperti

Yokomitsu Toshikazu yang menjadi pelopor aliran Neosensualis, Yasunari Kawabata yang

mendapat hadiah Nobel dalam bidang sastra dan Nakagawa Yoichi yang aktif di bidang teori

sastra. Karya dari Yokomitsu Toshikazu antara lain Nichirin, Napoleon-to Tamushi, Shanghai

dan Monshoo, sementara karya Yasunari Kawabata antara lain, Jurokusai no Nikki, Izuno

Odoriko dan Yukiguni. Aliran Neopsikologis memunculkan beberapa nama seperti Hori

68
Tatsuo dengan karyanya yang berjudul Seikazoku dan Kaze Tachinu, dan Funabashi Seiichi

dengan karyanya berjudul Daiwingu.

Periode ini juga menjadi tanda munculnya karya-karya pengarang lama seperti novel

berjudul Bokutoo Kitan karya Nagai Kafuu, Kasoo Jinbutsu karya Tokuda Shuusei, An-ya

Koono karya Shiga Naoya, Kareki-no Aru Fuukei karya Uno Kooji, Ani Imooto karya Muro

Saisei dan Roboo-no Ishi karya Yamamoto Yuuzo. Kemudian ada pula karya-karya pengarang

muda yang bermunculan sejak adanya hadiah Akutagawa. Ishikawa Tatsuzo merupakan

pengarang pertama yang memperoleh hadiah Akutagawa melalui karyanya berjudul Sooboo.

Kemudian muncul pula karya-karya pengarang muda lainnya seperti Ayu karya Niwa Fumio,

Kokyuu Wasurebeki karya Takami Jun, Dooke no Hana karya Dazai Osamu, Wakai Hito

karya Ishizaka Yoojiroo, Fugen karya Ishikawa Jun, Atsumonozaki karya Nakayama Gishuu,

Mugi-to Heitai karya Hino Ashihei dan lain-lain.

Setelah perang berakhir, para pengarang-pengarang lama yang sebelumnya tidak

berani mengeluarkan karyanya mulai aktif kembali menandai kebebasan pers yang

berangsur-angsur pullih kembali. Novel-novel karya pengarang ternama pun mulai terbit

seperti Ukishizumi karya Nagai Kafuu, Shooshoo Shigemoto-no Haka karya Tanizaki

Junichiroo, Haiiro-no Tsuki karya Shiga Nagoya, Senbazuru karya Yasunari Kawabata,

Meiro karya Nogami Yoeko, Omoigusa karya Uno Kooji, Yasei-no Yuwaku karya Nagayo

Senroo dan Honjitsu Kyuushin karya Ibuse Masuji.Pengalaman perang pun mampu

melahirkan sastra corak lama yang dikelompokkan dalam kesusastraan pertama sesudah

perang dan kesusastraan kedua sesudah perang. Karya sastra yang mucul pada kesusastraan

pertama sesudah perang antara lain Kuroi E karya Noma Hiroshi, Shinya-no Shuuen karya

Shiina Rinzo, Furyoki karya Ooka Shoohei, dan Kinkakuji karya Mishima Yukio. Sementara

karya-karya sastra yang termasuk dalam kelompok kesusastraan kedua setelah perang antara

lain, Hiroba-no Kadoku karangan Hotta Yoshie, Tandoku Ryokoosha karangan Shimao

69
Toshio dan Toogyuu karangan Inoue Yasushi. Selain nama-nama tersebut, pada periode ini

terdapat pula para pengarang wanita seperti Kooda Aya,Enchi Fumiko, Sono Ayoko, Ariyoshi

Sawako dan Kurahashi Yumiko.Setelah kesusastraan proletar mengalami kegagalan tercetus

ide untuk membuat kesusastraan demokrasi. Karya-karya terkenal yang termasuk kategori

kesusastraan ini antara lain Banshuu Heino yang ditulis oleh Miyamoto Yuriko, Tsuma-yo

Nemure yang ditulis Tokunaga Sunao, Kao Otsu Hei Tei yang ditulis oleh Nakano Shigoharu

dan Shinkuu Chitai yang merupakan karya dari Noma Hiroshi.

Dalam bidang kritik sastra, Kobayashi Hideyoshi adalah kritikus terkenal pada

periode ini.Aktivitasnya dimulai ketika ia menerbitkan buku yang berjudul Samazamanaru

Ishoo, yang kemudian dilanjutkan dengan buku lainnya berjudul Shishoosetsuron. Sebagai

seorang kritikus, Kobayashi Hideyoshi berani mengkritik karya-karya sastrawan yang

berhaluan kiri, selain itu ia pun memberikan kritiknya terhadap kekurangan-kekurangan yang

terdapat dalam kesusastraan Jepang. Dengan mendasarkan kritikannya pada modernisasi

kesusastraan yang timbul di Perancis, Kobayashi Hideyoshi dianggap telah mampu

mempertinggi nilai kritik dalam kesusastraan.

Pada masa setelah perang muncul buku berjudul Fuuzoku Shoosetsuron yang ditulis oleh

Nakamura Mitsuo yang isinya berisi kritikan-kritikan tentang buku-buku cerita rakyat pada

waktu itu. Kemudian pada masa terjadi perubahan kualitas sastra yang disebabkan oleh

perkembangan jurnalistik yang pesat, muncul nama-nama kritikus sastra seperti Yoshida

Kenichi, Okuno Takeo, Yashimoto Takaaki, Etoo Jun, Isoda Koochi dan lain-lain.

70
Majalah Shirakaba yang diterbitkan oleh Shiga Naoya

2) Kesusastraan Drama

Pada periode akhir kesusastraaan drama dimulai dengan karya yang dibuat oleh

pemimpin drama baru beraliran neosensualis bernama Kishida Kunio. Ia membuat karya-

karya dramanya dengan bersandar pada drama modern Perancis dan membentuk aliran

Geisaku melalui majalahnya yang juga bernama Geisaku. Selain itu, Kishida Kunio pun

merupakan pendiri dari teater Bungakuza bersama Kubota Mantaroo dan Iwata Toyoo.

Karya drama yang muncul pada periode ini antara lain karya-karya yang ditulis oleh Kishida

Kunio sendiri dan beberapa penulis yang juga termasuk dalam kelompok beraliran Gesaku.

Karya-karya tersebut antara lain Furui Gangu, Kami Fuusen, Ushiyama Hoteru yang ditulis

Kishida Kunio, Nijuurokubankan yang ditulis oleh Kawaguchi Ichiroo, Ofukuro yang ditulis

oleh Tanaka Chikao, Shuusuirei yang ditulis oleh Uchimura Naoya, Hanahadashiki Ichizoku

yang ditulis Morimoto Kaoru, dan Setonaikai-no Kodomora yang ditulis Koyama Yuushi.

Karya-karya tersebut ditampilkan atas kerjasama mereka dengan Tomoda Kyosuke dan

Tamura Akiko dari Tsukijiza (teater Tsukija). Pada jenis drama proletar, pementasannya lebih

banyak berupa drama cerita dengan karya-karya seperti Haritsuke Mozaemon dan Nani-ga

Kanojo-o Soosasetaka yang ditulis oleh Fujimori Seikichi. Karya lain yang dipentaskan

71
diantaranya Kizudarake-no Oaki dan Bui yang ditulis Miyoshi Juuroo,dan Booryuukudanki

yang ditulis Murayama Tomoyoshi. Selain itu adapula Hokutoo-no Kaze karya Hisaita

Eijiroo dan Goryookaku Kessho karya Kubo Sakae yang merupakan drama yang

menonjolkan sifat pementasannya dengan menghilangkan sifat umum dari drama proletar.

Kegiatan pementasan drama sempat dihentikan pada tahun 1940 dengan

dibubarkannya perkumpulan drama Shinkyoo (Shinkyoo Gekidan) dan perkumpulan drama

Shintsukiji (Shintsukiji Gekidan). Namun setelah perang dunia II berakhir, pementasan drama

kembali dilakukan bersamaan dengan maraknya pementasan Kabuki pada saat itu.Kegiatan

drama baru ini semakin beraneka ragam dengan munculnya perkumpulan-perkumpulan

drama seperti Shinkyoo Gekidan, Bungakuza Haiyuuza dan Mingei. Kembalinya seni drama

ditandai dengan kerjasama beberapa perkumpulan drama tersebut dalam mementaskan drama

Tschehoff yang berjudul Sakura-no Sono. Selanjutnya ada pula pementasan drama berjudul

Kensatsukan karya Gogori yang dianggap sebagai masa pendewasaan kegiatan drama.

Pementasan drama pun diramaikan dengan kegitan para pengarang lama dan para

pengarang baru. Beberapa tema dalam karya drama yang dibuat sebelum masa perang dunia

II diteruskan dalam drama zaman setelah perang. Karya-karya tersebut antara lain karya

berjudul Ringoen Nikki dan Nihon-no Kisoo yang ditulis Kubo Sakae, Sono Hiro-o Shirazu

dan Honoo-no Hito yang ditulis Miyoshi Juuroo dan Shinda Umi yang ditulis Murayama

Tomoyoshi. Setelah perang pengarang baru yang bermunculan mengusung tema drama yang

memiliki ciri khas pada tema dan susunannya yang bersifat luas dan bebas. Karya-karya yang

dipentaskan oleh para pengarang muda ini antara lain, Yuuzuru yang mengambil bahan dari

cerita-cerita rakyat dan merupakan hasil karya Kinoshita Junji, drama fiksi berjudul Nayotake

karya Katoo Michio, Kiti Taifu dan Ryuu-o Nadeta Otoko karya Fukuda Tsuneari, Kindai

Noogakushuu dan Rokumeikan karya Misima Yukio serta Kiteki Issei karya Nakamura Mitsuo.

72
3) Puisi

Puisi pada periode akhir ditandai dengan munculnya sebuah buku kumpulan puisi

terjemahan berjudul Gekka-no Ichigun yang merupakan sebuah kumpulan puisi modernisme.

Buku ini berisikan puisi-puisi modern setelah perang dunia pertama karya para penyair

Perancis yang diperkenalkan pada masyarakat Jepang saat itu.Buku ini memberikan pengaruh

amat besar pada perkembangan puisi pada zaman Shoowa dan menjadi jalan bagi puisi-puisi

beraliran surrelisme. Beberapa nama yang dikenal sebagai tokoh penggerak aliran surrelisme

adalah Haruyama Yukio, Kitagawa Fuyuhiko, Nishiwaki Junzaburoo dan Miyoshi Tatsuji.

Bersama-sama mereka membuat sebuah majalah yang diberi nama Shi-to Shiron. Gerakan

surrelisme ini membuat puisi-puisi yang samasekali berbeda dengan puisi-puisi sebelumnya.

Bila puisi-puisi lain lebih condong pada unsur iramanya, maka puisi aliran surrelisme lebih

mengedepankan unsur-unsur rasional dalam puisinya. Selain itu gerakan surrelisme pun

mengkritik kelemahan-kelemahan dari puisi bebas berbahasa lisan. Pada masa ini pun muncul

usulan untuk pembuatan syair-syair prosa yang baru dan gaya puisi modernisme yang bersifat

seni pun diperluas.

Perkembangan puisi berturut-turut diwarnai dengan kemunculan puisi proletar, puisi

inteligensia,aliran lirik dan aliran humanis. Puisi proletar diperkenalkan oleh Nakano

Shigeharu yang merupakan seorang penyair proletar yang mempunyai kedudukan yang

cukup tinggi dalam bidangnya. Puisi yang dihasilkan oleh Nakano Shigeharu bersifat

sederhana namun memiliki daya tarik yang menyegarkan. Puisi Inteligensia merupakan jenis

puisi yang komposisi dan isinya mengandung aliran inteligensia karena dihasilkan oleh para

penyair yang merupakanpenganut aliran inteligensia,seperti Haruyama Yukio, Nishiwaki

Junzabaroo, Kitagawa Fuyuhiko, Murano Shiroo dan Anzai Fuyue. Nama-nama tersebut

merupakan tokoh-tokoh yang berasal majalah Shi-to Shiron. Sementara itu aliran lirik pun

turut meramaikan dunia puisi pada periode ini. Para pujangga seperti Miyoji Tatsuji, Muro

73
Saisei dan Tachihara Michizoo merupakan para penganut aliran lirik yang membuat puisi-

puisinya dalam bentuk lirik. Sebuah kumpulan puisi berjudul Sokuryoosen merupakan

kumpulan puisi lirik pertama karya Miyoji Tatsuji. Lirik-lirik yang dibuat oleh Miyoji Tatsuji

mengambil berbagai macam bentuk, seperti puisi pendek, puisi panjang dan puisi empat baris.

Selain Sokuryoosen, Miyoji Tatsuji pun membuat karya lain yaitu Kusa Senri dan Ittenshoo.

Aliran Humanisme sendiri berpangkal pada sebuah majalah bernama Rekitei. Tokoh-tokoh

yang muncul sebagai penganut aliran humanis antara lain, Miyazawa Kenji dan Kusano

Shimpei. Miyazawa Kenji menghasilkan sebuah kumpulan puisi berjudul Haru-to Sura yang

dinilai sebagai sebuah karya yang bermutu tinggi. Dalam karyanya ini terlihat bagaimana

kecintaan Miyazawa Kenji pada alam dan keinginannya membentuk sebuah kehidupan

manusia suci. Tokoh lain yaitu Kusano Shimpei pun menghasilkan kumpulan puisi,

diantaranya yang terkenal berjudul Kaeru. Dalam membuat karya-karyanya Kusano Shimpei

dikenal banyak menggunakan kata-kata onomatope, seperti yang terdapat dalam sebuah puisi

dalam Kaeru, dia memulai puisinya dengan sebuah onomatope berbunyi Runrun Rurunbu

dan Tsuntsun tsurunbu.

Setelah sempat terhenti karena perang, kegiatan puisi berkembang kembali setelah

perang dunia II berakhir. Kebangkitan kembali puisi ini dimulai dengan diterbitkannya puisi

proletar dan kembalinya kegiatan para penyair yang tergabung dalam majalah Arechi.

Beberapa anggota yang saat itu mendapat perhatian besar diantaranya Ayukawa

Nobuo,Tamura Rukuichi dan Nakaki Masao. Selain mereka yang juga mendapat perhatian

besar saat itu adalah puisi-puisiyang berbau kesusastraan klasik. Adapun karya-karya lain

yang muncul sebagai puisi pada masa sesudah perang diantaranya puisi karya Takamura

Kootaro berjudul Chiekoshoo,dan puisi karya Takami Jun berjudul Shi-no Fuchi-yori.

Kemudian muncul juga nama-nama penyair muda seperti Tanikawa Shuntaroo, Yamamoto

Taroo, Naka Taroo, Ooka Makoto dan Kiyooka Takayuki.

74
4) Tanka dan Haiku

Berkembangngya kesusastraan proletar dan kesusastraan modernisme ternyata

berpengaruh pula pada perkembangan Tanka. Tokoh yang berpengaruh dalam dunia Tanka

antara lain Watanabe Junjoo yang mengkritik keras pantun pendek lama yang berbau feodal

dan borjuis. Bersama-sama dengan para penyair proletar yang dihimpunnya, Watanabe

Junzoo mengusulkan pembuatan puisi yang melukiskan perasaan hati dan kehidupan

sesungguhnya dari masyarakat kaum buruh. Namun, karena tujuan mereka lebih cenderung

pada bidang politik, maka bentuk puisi yang mereka hasilkan dianggap sebagai sebuah karya

yang nilai sastranya rendah.

Pada periode ini selain terdapat pantun pendek berbahasa lisan, setelah keluarnya

Tanka proletar , muncul pula suatu aliran seni baru yang dipelopori oleh Maekawa Samio dan

kawan-kawan. Aliran baru ini tidak lagi menghiraukan mutu hasil karya seni sastra yang

rendah sehingga perkembangan gerakan pembuatan Tanka bebas selain meluas. Namun,

aliran seni baru ini tidak bertahan lama karena adanya kelompok-kelompok mayoritas yang

menuntut penulisan Tanka kembali pada gaya lama. Dengan kuatnya pengaruh kelompok

mayoritas ini, maka secara berangsur-angsur pembuatan Tanka kembali pada aturan lama

dengan bentuk beraturan yang berbahasa klasik.

Ketika masa perang berlangsung para penulis pantun saling bersatu dan menghasilkan

pantun-pantun bersifat menyanjung perang yang sedang berlangsung. Pantun pendek sendiri

muncul kembali sesudah perang berakhir. Keinginan dan hasrat orang-orang untuk membuat

pantun pendek menjadi semakin tinggi ketika di dunia pantun sempat timbul pendapat yang

menghendaki pantun pendek dihilangkan. Dengan semakin banyaknya para penulis pantun,

maka bermunculan pula para penyair baru, diantaranya adalah Kondoo Yoshimi yang

karyanya sarat dengan perhatian terhadap masalah masyarakat dan politik.

75
Dalam dunia Haiku muncul aliran Hototogisu yang menuliskan Haiku berdasarkan

pencetusan hati nurani manusia akan keindahan alam. Aliran ini muncul dari para penyair

yang memusatkan kegiatannya di majalah Hototogisu. Majalah ini sendiri dianggap sebagai

benteng dari kegiatan haiku tradisional sejak akhir zaman Taishoo sampai awal zaman

Shoowa. Dari sekian banyak penyair beraliran Hototogisu nama Kawabata Bosha muncul

sebagai penyair yang giat meneruskan penulisan Haiku aliran Hototogisu ini.Namun

menjelang akhir zaman Taishoo, timbul ketidak puasan terhadap aliran Hototogisu, sehingga

muncul pembaharuan yang melahirkan pantun-pantun haiku yang bersifat lirik atau

intelektual yang dipelopori oleh Mizuhara Shuuooshi. Selain itu, muncul pula nama

Yamaguchi Seishi yang melukiskan keindahan dalam suasana perkembangan dan kemajuan

kehidupan. Tema dalam karya-karyanya banyak mengambil ide dari kehidupan perkotaan dan

kehidupan modern yang banyak menggunakan alat.

Aktivitas yang dilakukan oleh Mizuhara Shuuooshi dan Yamaguchi Seishi memicu

usaha pembaharuan Haiku yang semakin meluas. Gerakan baru ini berusaha untuk

memajukan dan mengembangkan gaya yang anti realisme. Pembuatan Haikunya tetap

berpegang pada aturan dasar penulisan Haiku, namun untuk melukiskan perasaan dan pikiran

pengarang kigo (bahasa simbol untuk mengungkapkan empat musim), dan kikan (perasaan

yang timbul pada empat musim) tidak lagi digunakan. Sebagai gantinya maka digunakan

pelukisan yang bersifat intelektual dan subyektif. Gerakan ini dikembangkan oleh Hino

Soojoo, Saitoo Sanki dan Tomizawa Kakio. Akan tetapi karena gerakan ini lebih cenderung

pada paham liberalisme maka gerakan ini kemudian ditindas.

Selain muncul penyair-penyair yang giat mengembangkan gerakan pembaharuan

seperti yang dijelaskan di atas, lahir pula penyair-penyair yang menentangnya. Para penyair

seperti Nakamura Kusatao, Katoo Shuson dan Ishida Hakyoo menulis pantun-pantun haiku

yang mengungkapkan kehidupan manusia. Melalui pantun haikunya para penyair tersebut

76
mencoba mengungkapkan eksistensi manusia dan mencari pembentukan watak manusia.

Meskipun tujuannya berusaha mendekatkan haiku pada kehidupan orang-orang di masyarakat,

namun pengungkapan Haiku mereka dianggap sebagai Haiku yang sulit dimengerti.Seperti

halnya Tanka, Haiku pada masa perang pun isinya lebih banyak menyanjung kegiatan perang

yang sedang berlangsung. Setelah masa perang berakhir dengan dimotori oleh Ishida Hakyoo

dan Saitoo sanki, kegiatan Haiku kembali dapat dilanjutkan seperti masa-masa sebelum

perang.

B. Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan kesusastraan proletar?

2. Apa yang menyebabkan kesusastraan tersebut muncul?

3.Apa yang menjadi perbedaan antara kesusastraan proletar dan kesusastraan neosensualis?

4. Apa yang menjadi pemicu bermunculannya para pengarang muda berpotensi pada masa

sesudah perang?

5. Apa pengaruh terbesar yang terjadi pada kesusastraan modern akibat munculnya sastra

demokrasi?

C. Rangkuman

Kesusastraan pada periode akhir ini berlangsung pada masa-masa pecahnya perang

dunia pertama. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dan susunan

masyarakat Jepang juga berpengaruh pada dunia kesusastraan Jepang.Dengan berbagai

perubahan dan munculnya kesusastraan baru, yang kemudian bertahan sampai akhir zaman

77
Taishoo adalah kesusastraan proletar dan kesusastraan neosensualis (Shinkankakuha). Pada

perkembangan selanjutnya, para pengarang muda yang banyak mendapat pengaruh kuat dari

kesusastraan neosensualis, kemudian membentuk sebuah Aliran Seni Baru

(Shinkoogeijutsuha) yang bertujuan melawan sastra aliran kiri. Setelah masa perang muncul

pula pengarang-pengarang wanita yang produktif menghasilkan karya sastra. Di lain pihak

bidang sastranya pun ditandai dengan munculnya sastra Demokrasi dan perkembangan yang

pesat dalam bidang jurnalistik

Novel yang muncul pada masa awal periode akhir ditandai dengan munculnya dua

aliran kesusastraan Proletar, yaitu aliran Bunsen dan Senki. Walaupun mempunyai aliran

yang berbeda namun pada umumnya isi dari karya-karya tersebut lebih banyak menceritakan

kebaikan-kebaikan politik para penguasa saja. Sementara paada kategori aliran sastra modern,

muncul tiga aliran yaitu aliran neosensualis, aliran Seni Baru dan aliran Neopsikologis,

meskipun kemudian hanya aliran neosensualis dan aliran Neopsikologis yang berkembang

dan bisa bertahan cukup lama. Setelah perang berakhir, para pengarang-pengarang lama yang

sebelumnya tidak berani mengeluarkan karyanya mulai aktif kembali menandai kebebasan

pers yang berangsur-angsur pullih kembali. Kemudian dalam bidang kritik sastra, Kobayashi

Hideyoshi adalah kritikus terkenal pada periode ini. Selain itu muncul pulaNakamura Mitsuo

yang menulis buku berisi kritikan-kritikan pada buku-buku cerita rakyat pada waktu itu.

Dalam bidang drama periode akhir kesusastraaan drama dimulai dengan karya yang

dibuat oleh pemimpin drama baru beraliran neosensualis. Karya drama yang muncul pada

periode ini antara lain karya-karya yang ditulis oleh Kishida Kunio dan beberapa penulis

yang termasuk dalam kelompok beraliran Gesaku. Kegiatan pementasan drama sempat

dihentikan pada tahun 1940, namun setelah perang dunia II berakhir pementasan drama

kembali dilakukan bersamaan dengan maraknya pementasan Kabuki pada saat itu. Setelah

78
perang pengarang baru yang bermunculan kemudian mengusung tema drama yang memiliki

ciri khas pada tema dan susunannya yang bersifat luas dan bebas.

Puisi pada periode akhir ditandai dengan munculnya sebuah buku kumpulan puisi

terjemahan berjudul Gekka-no Ichigun yang merupakan sebuah kumpulan puisi modernisme.

Buku ini memberikan pengaruh amat besar pada perkembangan puisi pada zaman Shoowa

dan menjadi jalan bagi puisi-puisi beraliran surrelisme yang mengkritik kelemahan-

kelemahan dari puisi bebas berbahasa lisan. Perkembangan puisi berturut-turut diwarnai

dengan kemunculan puisi proletar, puisi inteligensia, aliran lirik dan aliran humanis. Setelah

sempat terhenti karena perang, kegiatan puisi berkembang kembali setelah perang dunia II

berakhir. Kebangkitan kembali puisi ini dimulai dengan diterbitkannya puisi proletar dan

kembalinya kegiatan para penyair yang tergabung dalam majalah Arechi.

Perkembangan Tanka pun tidak terlepas dari pengaruh kesusastraan proletar dan

kesusastraan modernisme.Pada periode ini selain terdapat pantun pendek berbahasa lisan,

setelah keluarnya tanka proletar , muncul pula suatu aliran seni baru yang dipelopori oleh

Maekawa Samio dan kawan-kawan. Aliran baru ini tidak lagi menghiraukan mutu hasil karya

seni sastra yang rendah sehingga perkembangan gerakan pembuatan Tanka bebas selain

meluas. Sementara dalam dunia Haiku muncul aliran Hototogisu yang menuliskan haiku

berdasarkan pencetusan hati nurani manusia akan keindahan alam. Namun selain muncul

penyair-penyair yang giat mengembangkan gerakan pembaharuan, lahir pula penyair-penyair

yang menentangnya. Melalui pantun haikunya para penyair tersebut mencoba

mengungkapkan eksistensi manusia dan mencari pembentukan watak manusia. Meskipun

tujuannya berusaha mendekatkan haiku pada kehidupan orang-orang di masyarakat, namun

pengungkapan Haiku mereka dianggap sebagai Haiku yang sulit dimengerti

79
D. Tes Formatif

1. Sebutkan aliran-aliran kesusastraan yang muncul pada periode akhir!

2. Sebutkan tiga karya sastra terkenal yang menjadi tanda munculnya para pengarang lama

yang kembali aktif menulis sastra!

3. Apakah yang dimaksud dengan kesusastraan pertama dan kedua sesudah perang?

4. Sebutkan pengarang-pengarang yang menghasilkan karya sastra pertama sesudah perang!

5.Sebutkan pengarang-pengarang yang menghasilkan karya sastra pertama sesudah perang!

6. Siapakah para pengarang wanita yang muncul sesudah masa perang ?

7. Apa yang dikemukakan oleh Kobayashi Hideyoshi dalam buku kritikannya?

8. Mengapa Kobayashi Hideyoshi dianggap telah mampu mempertinggi nilai kritik dalam

kesusastraan?

9. Sebutkan dua hal yang menjadi tanda bangkitnya drama setelah perang dunia II berakhir?

10. Setelah perang apa yang menjadi ciri khas drama yang diusung para pengarang baru?

11. Sebutkan dua judul drama yang dipentaskan oleh para pengarang baru tersebut!

12. Apa yang membedakan puisi yang dipelopori gerakan surrelisme dengan puisi pada

umumnya?

13. Apa yang dikritik oleh gerakan puisi surrelisme tersebut?

80
14. Siapakah yang mengusulkan pembuatan puisi yang melukiskan perasaan hati dan

kehidupan sesungguhnya dari masyarakat kaum buruh yang dianggap sebagai karya yang

nilai sastranya rendah.?

15. Aliran seni seperti apa yang dipelopori oleh Maekawa Sanio?

1.4. SASTRAWAN BESAR PADA PERIODE AKHIR

A. Uraian

Perkembangan kesusastraan Jepang tentulah tidak terlepas dari peran para sastrawan

yang secara aktif telah mendedikasikan kehidupannya untuk kemajuan kesusastraan. Melalui

pemikiran dan karya-karyanya para sastrawan tersebut membawa perubahan-perubahan pada

perjalanan kesusastraan, sehingga berkembang ke arah yang lebih baik. Seiring

perkembangan kesusastraan, lahir pula para sastrawan-sastrawan besar dari setiap generasi

dan genre. Dari sekian banyak nama-nama besar dalam dunia kesusastraan Jepang berikut

beberapa nama sastrawan yang dianggap telah memberikan perubahan dan warna lain pada

perkembangan kesusatraan Jepang periode abad modern.

1. Natsume Souseki(夏目漱石)

Natsume Souseki lahir di Tokyo, pada tanggal 9

Februari 1867 dengan nama Natsume Kinnosuke

(夏目金之助)Masa kecil dan masa sekolahnya

dilewati di Tokyo hingga lulus dari Universitas

Kekaisaran Tokyo jurusan Sastra Inggris pada tahun

1893. Tahun 1895 dia memulai tugasnya sebagai

81
guru di sebuah sekolah menengah bernama Matsuyama Chuugakkou yang berada di prefektur

Ehime. Pada masa ini Souseki sudah mulai menunjukkan minatnya yang besar pada

Haiku.Tahun 1896 dia menikah dengan seorang putri sekretaris keluarga bangsawan sebelum

kemudian melanjutkan studinya di School of Oriental and African Studies Universitas

London. Setelah menyelesaikan studinya, dia kembali ke Jepang dan mengajar di Universitas

Kekaisaran Tokyo.

Karya pertama Souseki adalah sebuah novel berjudul Wagahai wa Neko de aru

ditulisnya pada tahun 1905 dan dimuat di majalah Hototogisu. Novel ini bercerita tentang

keadaan masyarakat Jepang pada periode Meiji, terutama pada tema mengenai adanya

percampuran budaya Barat dan budaya tradisional Jepang. Pada awal diterbitkan, dalam

majalah Hototogisu, novel ini diterbitkan dalam 10 (sepuluh) seri. Namun bila kita

melihatnya pada edisi masa sekarang, novel Wagahai wa Neko de aru ini dibuat dalam

bentuk 1(satu) set yang terdiri dari 3(tiga) volume. Selain itu pada pertengahan tahun 1970,

seorang penulis film bernama Toshio Yasumi mengadaptasinya dalam bentuk film. Film

tersebut disutradai oleh Kon Ichikawa dan pada tahun 1975 diputar untuk pertama kalinya di

bioskop-bioskop. Tahun 1982 muncul pula versi animenya yang dibuat dalam bentuk seri.

Setelah sempat bekerja di perusahaan surat kabar Asahi Shimbun (1907), pada tahun

1910, Natsume Souseki sempat berhenti berkarya karena menderita sakit lambung yang

parah.Untuk menyembuhkan sakitnya ini, Souseki menyepi di sebuah kuil bernama Shuzen-ji

yang berada di daerah Izu. Setelah kondisinya membaik ia kemudian melahirkan karyanya

yang lain berjudul Kokoro dan Garasudo no Uchi. Karya terakhirnya dibuat pada tahun 1916

berjudul Meian, karena pada tahun tersebut tepatnya tanggal 9 Desember 1916 Natsume

Souseki meninggal pada usia 49 tahun. Selain karya-karya seperti yang telah disebutkan di

atas, Natsume Souseki pun melahirkan beberapa karya sastra yang cukup terkenal, seperti

82
Botchan dan Kusa Makura (1906), Kubi Jinsou (1907), Yume Juuya dan Sanshirou (1908),

Sorekara (1909) dan Mon (1910)

2. Mori Oogai(森鴎外)

Mori Oogai lahir di Iwami sebuah kota di prefekur Shimane pada tanggal 17 Februari 1862

dengan nama Mori Rintaro (森林太郎). Dia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut

sampai usia 11 tahun dan karena ayahnya terkena dampak penghapusan sistem domain,

keluarganya kemudian pindah ke Tokyo. Di Tokyo, Mori Oogai mengikuti sekolah privat

bernama Shimbungakusha yang mengajarkan bahasa

Jerman sebagai bahasa wajibnya untuk persiapan masuk ke

sekolah kedokteran negeri. Keluarga Mori sendiri memang

merupakan keluarga yang berprofesi dokter dan secara

turun temurun telah menjadi dokter keluarga di kantor

perawatan kesehatan dan apotek milik dinasti Kamei yang

memerintah domain Tsuwano. Mori Oogai sendiri

memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak seusianya

sehingga pada tahun 1874 dia diterima di sebuah sekolah

persiapan kedokteran (Igakkooyoka) . Di sekolahnya ini

semua materi perkuliahan diberikan dalam bahasa Jerman karena seluruh pengajarnya adalah

para dokter yang berasal dari Jerman. Bulan Juli 1881, Mori Oogai mampu menyelesaikan

studinya dan menjadi dokter pada usianya yang ke 19. Dia kemudian bergabung di Korps

Dokter Militer Angkatan Darat Jepang dan mulai bekerja di Rumah Sakit Angkatan Darat

Tokyo.

Pada tahun 1884 Mori Oogai mendapat kesempatan untuk melanjutkan studinya di

Jerman. Di Jerman, dia bertugas untuk meneliti sistem hygiene di Universitas Leipzig. Tahun

83
1886 dia sempat belajar di universitas Munchen kemudian 1887 dia melanjutkan belajar dan

penelitiannya di universitas Berlin. Selama belajar di Jerman, minat Mori Oogai ternyata

tidak hanya mempelajari bidang kedokteran saja namun dia pun mulai mendalami

kesusastraan dan filsafat Barat. Pada tahun 1888, Mori kembali ke Jepang bersama seorang

wanita yang ditemuinya di Jerman bernama Elise Wiegert. Sayang kebersamaan mereka di

Jepang hanya bertahan selama 1 bulan, karena Elise memutuskan untuk kembali ke Jerman.

Kisah percintaan mereka kemudian dituangkan oleh Mori Oogai dalam sebuah novel berjudul

Maihime. Sepeninggal Elise, setahun kemudian, tepatnya 1889 Mori Oogai menikah dengan

Toshiko yang merupakan putri sulung seorang Laksamana bernama Noriyoshi Akamatsu.

Dari pernikahannya ini Mori Oogai mempunyai seorang putra. Di tahun yang sama Mori

Oogai pun menghasilkan karya sastranya yang pertama berjudul Omokage. Karya sastranya

ini merupakan kumpulan puisi terjemahan yang dihasilkan oleh kelompok Shinseisha yang

dipimpinnya dan diterbitkan di majalah Kokumin no Tomo. Selain itu bersama adiknya Miki

Takeji, dia pun menerbitkan sebuah majalah sastra bernama Shigarami Sooshi.Melalui

majalah tersebut Mori Oogai mulai menterjemahkan karya-karya sastra dari luar negeri

seperti Faust yang merupakan karya Johann Wolfgang von Goethe, dan Improvisatoren karya

Hans Christian Andersen.

Pada tahun 1890 Mori Oogai menerbitkan dua novel yang cukup terkenal yaitu

Maihime yang dimuat di majalah Kuni no Tomo dan Utakata no Ki yang dimuat di majalah

Shigarami Shoushi. Kedua novel tersebut disusul oleh munculnya novel lain berjudul

Fumizukai di awal tahun 1891. Namun sayang kesuksesannya menghasilkan tiga karya besar

tidak diiringi dengan kesuksesan dalam kehidupan pribadinya. Setelah perceraian dengan

istrinya pada bulan September 1890, ia pun terlibat Botsurisoo Ronsoo(polemik sastra) yang

berkepanjangan dengan Tsubouchi Shouyoo karena kritikannya terhadap realisme

Tsubouchidalam majalah Shigarami Shoushi.

84
Selama masa perang, ketika kegiatan kesusastraan Mori Oogai sempat terhenti karena

ia lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada karir kedokterannya. Mori Oogai ikut terjun

ke medan perang sebagai dokter komisaris di Manchuria.Tahun 1898, dia diangkat menjadi

komandan dokter militer pengawal kekaisaran dan merangkap sebagai kepala sekolah dokter

militer di Tokyo. Kemudian dia dipindah tugaskan ke daerah Kyuushuu tepatnya ke kota

Kokura dan menjabat sebagai Kepala Korps Dokter Militer Divisi XII. Pada masa perang

Jepang-Rusia, Mori Oogai pun turut ke medan perang sebagai komandan militer divisi II di

Manchuria hingga tahun 1906. Pada tahun 1907 dia diangkat menjadi Inspektur Jenderal

Korps Dokter militer Angkatan Darat merangkap juga sebagai Direktur Biro Urusan

Kedokteran di Departemen Angkatan Darat.

Setelah masa perang berlalu, Mori Oogai kembali aktif di dunia kesusastraan.Pada

tahun 1909 dia menerbitkan sebuah majalah bernama Subaru yang kemudian menjadi media

untuk menerbitkan beberapa novelnya seperti Hannichi, Wita Sekusuarisu,Niwatori dan

Seinen. Tahun 1911 muncul pula novelnya yang terkenal berjudul Mousou dan Gan dan

tahun berikutnya ia mulai aktif menulis novel bertemakan sejarah. Novel sejarah pertamanya

berjudul Abe Ichizoku terbit pada tahun 1913 yang disusul dengan novel sejarah berikutnya

seperti Sanshoodayuu dan Saigo no Ikku pada tahun 1915, Takasebune dan Shibue Chuusai

pada tahun 1916. Pada tahun ini pula Mori Oogai memutuskan untuk berhenti dari dunia

kemiliteran. Setelah mengundurkan diri, Mori Oogai kemudian diangkat menjadi kurator

Museum Kekaisaran sekaligus juga menjabat sebagai kepala perpustakaan di bagian Arsip

dan Makam, Departemen Rumah Tangga Kekaisaran. Sebagai kepala perpustakaan, salah

satu tugasnya adalah menentukan nama bagi kaisar yang meninggal dunia dan ikut serta

dalam menentukan nama untuk zaman selanjutnya setelah zaman Taishoo. Namun karena

kesehatannya yang terus memburuk Mori Oogai tidak dapat melaksanakan tugasnya hingga

selesai. Dia mengundurkan diri dan menyerahkan tugasnya pada Masuzo Yoshida, hingga

85
kemudian karena penyakit ginjal dan tubercolosa yang dideritanya, Mori Oogai meninggal

dunia pada tanggal 9 Juli 1922 di usianya yang ke 60 tahun. Dia dimakamkan di Kofuku-ji

(sekarang bernama Zenrin-ji) sebuah kuil di daerah Mitaka Tokyo. Meskipun pada pesan

terakhirnya dia hanya ingin dikenal sebagai Mori Rintaro dari Iwaji, namun dunia

kesusastraan Jepang mengenal Mori Oogai sebagai seorang novelis, kritikus, penterjemah dan

penulis drama.

3. Shimazaki Tooson(島崎藤村)

Shimazaki Tooson lahir di Nagano pada tanggal 25 Maret 1872 dengan nama Shimazaki

Haruki. Ayahnya seorang kepala desa yang mengelola sebuah penginapan tradisional

(Honjin) di kota Magome Juku tempat Toson menghabiskan masa kanak-kanaknya. Pada

tahun 1881 dia pindah ke ibukotadan bersekolah di Kyoubashi no DaimeiShogakkoo. Namun

ketika usianya 14 tahun, ayahnya meninggal dunia sehingga Tooson dan kakak

perempuannya dibesarkan oleh keluarga temannya.

Pada tahun 1891 Tooson lulus dari Meiji Gakuin, dan tahun berikutnya dia mengajar

di bahasa Inggris di Meiji Jougakko, sebuah sekolah khusus wanita.Di tempat ini dia

mengenal seorang penulis esai dan penterjemah bernama Kitamura Tokoku. Dari perkenalan

ini Tooson mulai tertarik pada dunia kesusastraan,

sehingga dia turut bergabung di sebuah komunitas

sastra yang kemudian menerbitkan majalah sastra

bernama Bungakukai. Untuk majalah tersebut Tooson

memberikan kontribusinya dengan ikut

menterjemahkan Jogaku Zasshi. Selain itu ia pun

86
banyak menulis puisi-puisi lirik yang menggambarkan perasaan jiwa muda yang masih polos

Karya pertama Tooson muncul pada tahun 1897 berupa kumpulan puisi berjudul

Wakanashuu ketika dia menjadi pengajar di Tohoku Gakuin Sendai. Karya pertama Tooson

ini mendapat pujian dari para kritikus sastra saat itu dan dianggap sebagai salah satu tokoh

pergerakan sastra.Diapun dianggap sebagai tokoh yang mempopulerkan kesusastraan aliran

romantisme. Tahun 1899 dia kemudian mengajar di Komorogi Juku dan menikah dengan

seorang wanita bernama Hata Fuyu. Setelah itu pada tahun 1901 berturut-turut Tooson

menghasilkan karya yang terkenal seperti Hitohabune, Natsukusa dan Rakubaishuu. Di

kemudian hari keempat karya Tooson tersebut dikumpulkan dalam satu buku berjudul

Toosonshishuu.

Setelah aktif menulis puisi, Tooson beralih menjadi seorang penulis prosa fiksi. Novel

pertamanya berjudul Hakai terbit pada tahun 1906. Novel pertamanya ini dianggap sebagai

karya penting aliran realisme sekaligus menjadi karya paling berpengaruh dalam aliran

naturalisme. Novel pertamanya ini kemudian disusul dengan novel keduanya yang berjudul

Haru pada tahun 1908 dan diterbitkan di Asahi Shimbun.Novel tersebut berisi tentang catatan

otobiografi yang berbentuk sajak dan bersifat sentimentil yang disusul dengan terbitnya novel

ketiga berjudul Ie pada tahun1910. Novel ketiganya ini kembali mendapat pujian dari para

kritikus sastra dan sebagian besar dari mereka menganggap novel tersebut sebagai karya

terbaik dari Shimazaki Tooson.

Tahun 1913 Tooson memutuskan untuk pergi ke Perancis dan menetap disana selama

5 (lima) tahun. Sepulangnya dari Perancis Tooson menerbitkan novelnya berjudul Shinsei,

tepatnya pada tahun 1918. Novel tersebut berisikan catatan biografi Tooson sendiri yang

terlibat hubungan terlarang dengan keponakannya sendiri. Novel ini sempat menuai

87
kontroversi masyarakat penikmat sastra karena Tooson dianggap telah secara terang-terangan

menuangkan hal yang tercela dalam sebuah novel.

Setelah kembali ke Jepang, Tooson menerima tawaran untuk mengajar di Universitas

Waseda. Setelah cukup lama tidak berkarya pada tahun 1926 Tooson menerbitkan karyanya

yang berjudul Arashi disusul dengan novel selanjutnya berjudul Yoake Mae yang terbit pada

tahun1929. Pada tahun 1935 Tooson mendirikan International PEN di Jepang dan sebagai

ketuanya dia pun berkesempatan mewakili Jepang untuk mengikuti rapat internasional di

Buenos Aires pada tahun 1936. Setelah itu Tooson pun berkesempatan untuk keliling Eropa

dan melanjutkan perjalanannya ke Amerika.

Pada tahun 1943 Tooson membuat sebuah serial berjudul Toohoo no Mon, namun

serial ini tidak sempat diselesaikannya karena ia mengalami serangan stroke. Shimazaki

Tooson akhirnya meninggal dunia pada tanggal 22 Agustus 1943 di usianya yang ke 71. Dia

dimakamkan di sebuah kuil Buddha bernama Jifuku-ji yang terletak di Oiso Prefektur

Kanagawa.

4. Shiga Naoya(志賀直哉)

Shiga Naoya lahir di kota Ishinomaki prefektur Miyagi

pada tanggal 20 Februari 1883. Ayahnya yang bernama

Shiga Naoharu merupakan seorang yang cukup

terpandang dan menduduki posisi sebagai bankir dan

direktur sebuah perusahaan kereta api. Ketika usianya 2

tahun, ia dibawa pindah ke Tokyo dan menghabiskan

masa-masa sekolahnya di Gakushuuin Shotouka, sebuah

sekolah elite keluarga kelas atas di Tokyo. Shiga

88
Naoharu dikenal sebagai pribadi yang mempunyai sifat keras, menjungjung tinggi kesusilaan

dan menntang ketidakadilan. Selama hidupnya tercatat setidaknya tiga kali dia terlibat

perselisihan dengan ayahnya sendiri. Yang pertama terjadi pada tahun 1901 ketika terjadi

peristiwa pencemarandi Tambang tembaga Ashio. Yang kedua kalinya dia terlibat

pertengkaran dengan ayahnya karena dia melangsungkan pernikahan dengan salah seorang

gadis pelayan di rumahnya. Kemudian dia kembali bertengkar dengan ayahnya karena

ayahnya tidak setuju dengan pilihan hidup Shiga Naoya yang memutuskan untuk menjadi

penulis.

Pada tahun 1900, Shiga Naoya memutuskan untuk mengikuti ajaran agama Kristen

dan aktif di kegiatan sosial di Uchimurakanzou, meskipun kemudian pembelajarannya pada

agama Kristen ini hanya berlangsung selama 7 tahun.Pada tahun 1909 setelah lulus dari

Gakushuuin, Shiga Naoya masuk Jurusan Sastra Inggris di universitas kekaisaran Tokyo.

Setahun kemudian (1910) dia bersama dengan teman-temannya ia menerbitkan sebuah

majalah bernama Shirakaba. Edisi pertama majalah tersebut memuat novelnya yang berjudul

Abashiri made disusul kemudian pada tahun 1912, dua novelnya yaitu Otsuu Junkichi dan

Seigiha terbit.Novel Otsuu Junkichi merupakan kisah percintaan yang ditulis berdasarkan

pengalaman pribadinya dengan gadis pelayan di rumahnya dulu. Pada masa ini Shiga Naoya

memutuskan untuk berhenti kuliah setelah sebelumnya pindah ke jurusan sastra Jepang di

universitas yang sama. Tahun berikutnya(1903) muncul pula novelnya yang berjudul Seibei

to Hyoutan dan Han no Hanzai. Tahun 1914 dia menikah dengan sepupu seorang temannya

dan memutuskan untuk tinggal di Abiko Prefektur Chiba. Setelah kepindahannya dia

menerbitkan dua karya terbaiknya yaitu Kinosaki nite dan Wakai (1917). Kinosaki Nite

merupakan cerpen yang ditulisnya selama beristirahat di sebuah onsen bernama Kinosaki saat

Shiga Naoya mengalami luka parah karena kecelakaan kereta api di daerah Yamate no

sen,sedangkan Wakai merupakan karya otobiografinya mengenai konflik antara ayah dan

89
anak yang ditulisnya setelah ia berdamai dengan ayahnya. Karya-karya lain yang juga

ditulisnya antara lain Kozoo no Kamisama dan Takibi (1920), dan novel Anya Kooro yang

disebut-sebut sebagai hasil sastra terkemuka pada era sastra Jepang modern. Anya Kooro

adalah satu-satunya novel terpanjang yang pernah ditulisnya. Bagian pertamanya diterbitkan

pada tahun1921 dan bagian keduanya diterbitkan tahun 1937.

Pada tahun 1923 majalah Shirakaba yang dikelolanya tidak lagi diterbitkan. Namun

Shiga Naoya masih menghasilkan karya sastranya seperti cerpen Haiiro no Tsuki yang

diterbitkan pada tahun 1946. Tahun 1949, pemerintah Jepang menganugerahi Bunka

Kunshou(Orde Kebudayaan) kepada Shiga Naoya dan teman dekatnya yang bernama

Junichiro Tanizaki. Ketika usianya bertambah lanjut dan kondisi kesehatannya semakin

memburuk, Shiga Naoya memutuskan untuk tinggal di Tokiwamatsu, Shibuya. Kemudian

karena radang paru-paru dan usianya yang telah lanjut, pada tanggal 21 Oktober 1971 Shiga

Naoya meninggal di usianya yang ke-88.

Sepeninggalnya, banyak diantara naskah tulisan Shiga Naoya yang dihibahkan pada

Museum Sastra Modern Jepang. Selain itu Iwanami Shoten pun menerbitkan Shiga Naoya

Zenshuu (Antologi Naoya Shiga). Hingga saat ini dunia sastra Jepang mengenang Shiga

Naoya sebagai seorang sastrawan besar dengan gaya penulisan sangat sempurna dan realis

meski cenderung lebih banyak menulis novel psikologis (Shinkyoo shousetsu).

90
5. Miyazawa Kenji(宮沢賢治)

Miyazawa Kenji lahir di kota Hanamaki, prefektur Iwate pada tanggal 27 Agustus 1896

sebagai anak tertua dari sebuah keluarga pemilik rumah gadai yang kaya.Masa kecilnya

dihabiskan di kota tersebut hingga tahun 1918 dia menyelesaikan sekolahnya di Morioka

Kootoonourin Gakko. Tahun 1920, dia sempat menjadi pengajar di sekolah wanita bernama

Hanamaki Kootoojogakko sampai kemudian pada tahun berikutnya dia memutuskan untuk

pindah ke ibukota. Di Tokyo dia tinggal bersama temannya dan mulai banyak mengenal

karya-karya sastrawan pada masa ini. Dari

perkenalannya dengan banyak karya sastra Miyazawa

Kenji akhirnya mencoba menulis dan mulai banyak

menghasilkan cerita anak-anak. Namun setelah 8

bulan tinggal di Tokyo, karena sakit parah yang

diderita adik perempuannya Miyazawa Kenji harus

kembali ke tempat asalnya. Di tempatnya ini dia

kembali menjadi pengajar, namun kali ini di sebuah

sekolah pertanian bernama Hienuki Noogakko.

Pada tahun 1922, dia menulis cerita anak-anak

yang berjudul Suisenzuki no Yoka dan mulai menulis puisi. Kemudian muncul pula karyanya

yang berjudul Eiketsu no Asa dan Musei Dookoku. Pada tahun 1924, muncul pula kumpulan

puisinya yang berjudul Haru to Shura dan kumpulan cerita anak-anaknya yang berjudul

Chuumon no Ooi Ryouriten.Meskipun secara komersil karya-karya yang dihasilkan oleh

Miyazawa Kenji tidak termasuk sukses, namun penyair Takamura Koutaro dan Kusano

Shinpei sangat mengagumi karya-karyanya dan memperkenalkan Miyazawa Kenji ke dunia

kesusastraan.

91
Pada tahun 1926 Miyazawa Kenji mengundurkan diri dari sekolah pertanian

tempatnya mengajar dan terjun ke bidang pertanian dengan mendirikan sebuah asosiasi para

petani bernama Rasu. Asosiasi ini banyak ikut serta dalam berbagai kegiatan drama,musik

dan kegiatan drama lainnya. Di tengah kegiatannya Miyazawa Kenji masih sempat menulis

sebuah karya berjudul Ame nimo Makezu (1932) dan menerbitkan cerita anak-anak berjudul

Gusukoo Budori no Denki (1932). Namun karena penyakit pneumonia dan kelumpuhan yang

dideritanya selama bertahun-tahun akhirnya Miiyazawa Kenji meninggal pada tanggal 21

September 1933.

Setahun setelah Miyazawa Kenji meninggal, teman-teman dekatnya mengumpulkan

beberapa karya Miyazawa yang tidak sempat diterbitkan. Manuskrip yang berhasil

dikumpulkan tersebut perlahan-lahan mulai diterbitkan, sehingga kepopuleran Miyazawa

Kenji meningkat di masa-masa setelah perang dunia II. Kemudian pada tahun1982, dalam

rangka memperingati kematiannya yang ke-50 di kota asalnya dibuka Museum Miyazawa

Kenji yang menampilkan artefak dan beberapa manuskrip MiyazawaKenji. Selain itu pada

tahun 1996 muncul pula anime berjudul Kenji no Haru yang menggambarkan kehidupan

Miyazawa Kenji.

6. Akutagawa Ryuunosuke(芥川龍之介)

Akutagawa Ryuunosuke lahir pada tanggal 1

Maret 1892, di distrik Kyoubashi Tokyo. Dia

lahir sebagai putra sulung dari seorang penjual

susu. Sejak berusia 7 bulan dia dititipkan di

rumah neneknya dan dibesarkan oleh paman

dan bibinya, karena ibu kandungnya menderita

sakit jiwa yang kemudian meninggal pada saat

92
Ryuunosuke berusia 11 tahun. Sejak kematian ibunya dia kemudian menjadi anak angkat

paman dan bibinya dan mulai menggunakan Akutagawa yang merupakan nama ayah

angkatnya tersebut. Ayah angkatnya yang bernama Akutagawa Dooshoo merupakan

keturunan keluarga terpandang, karena dari generasi ke generasi keluarga besarnya

merupakan keluarga yang khusu melayani keluarga dinasti Tokugawa.

Masa sekolah Akutagawa Ryuunosuke dilewatkan di kota Tokyo, dari sejak Sekolah

Dasar hingga dia berhasil lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Tokyo pada tahun

1913. Setelah lulus dari universitas Tokyo, pada tahun 1914 dia bersama Kan Kikuchi dan

Masao Kume yang merupakan teman semasa kuliahnya berpartisipasi dalam menerbitkan

majalah sastra bernama Sinshichou jilid ketiga.Dalam majalah tersebut karya Akutagawa

yang berupa terjemahan Balthasar dan Yeats dimuat untuk pertama kalinya. Pada saat itu

Akutagawa menggunakan nama pena Yanagigawa Ryuunosuke. Cerpen pertama yang

dihasilkannya berjudul Ronen juga dimuat di majalah Shinshichou. Sejak itu Akutagawa

semakin produktif menghasilkan karya-karyanya.

Pada tahun 1915 cerpen Akutagawa yang berjudul Rashoomon dimuat di majalah

Teikoku Bungaku. Sejak penulisan cerpen tersebut, Ryuunosuke kembali menggunakan nama

aslinya Akutagawa Ryuunosuke. Kemudian pada tahun 1916 majalah Shinshicho kembali

terbit untuk keempat kalinya dan kembali memuat karya Akutagawa berjudul Hana yang

mendapat pujian dari Natsume Souseki yang merupakan guru dari Akutagawa. Disusul

kemudian dengan karya lainnya berjudul Imogayu. Di tahun ini pula Akutagawa mulai

mengajar bahasa Inggris di Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sebagai dosen tidak

tetap. Di sela aktifitas mengajarnya, Akutagawa masih produktif menghasilkan karya-karya

sastra, diantaranya antologi cerpen Rashoomon, novel berjudul Gesaku Sanmai dan berhasil

menerbitkan kumpulan cerpennya yang berjudul Tabako to Akuma. Pada bulan Maret 1918

Akutagawa memutuskan untuk berhenti mengajar di Akademi Angkatan Laut dan setahun

93
kemudian dia memilih untuk bekerja di sebuah surat kabar bernama Osaka Mainichi

Shimbun. Dengan bekerja di surat kabar tersebut, Akutagawa semakin berkonsentrasi pada

kegiatan menulisnya. Dalam menciptakan sebuah novel, Akutagawa mengutamakan ide

ceritanya dari kejadian-kejadian yang berlatar belakang sejarah atau cerita klasik. Hal

tersebut kemudian dia olah sehingga melahirkan sebuah novel baru dengan penafsiran yang

baru pula.

Pada tahun 1919 Akutagawa menikah dengan seorang puteri mayor Angkatan Laut

bernamaTsukamoto Fumi dan dari pernikahannnya ini dia mempunyai tiga orang anak laki-

laki. Putra pertamanya bernama Hiroshi Akutagawa kemudian menjadi aktor, putra keduanya

bernama Takashi Akutagawa menjadi tentara yang kemudian gugur di medan perang,

sementara putra ketiganya yang bernama Yasushi Akutagawa kelak menjadi konduktor

sekaligus komponis. Pada tahun 1919 ini karya-karya yang dihasilkan oleh Akutagawa yaitu

Jigoku no Hen, Kare no Shou dan Kumo no Ito, kemudian disusul dengan cerpennya yang

berjudul Toshishun pada tahun 1920. Seiring dengan semakin banyaknya karya sastra yang

dihasilkan Akutagawa pun mulai tertarik pada penulisan Haiku.

Pada tahun 1921 Akutagawa mendapatkan tugas sebagai koresponden luar negeri dan

melakukan kunjungan ke Tiongkok. Perjalanannya ke Tiongkok ini kemudian menjadi

inspirasi penulisannya yang kemudian dituangkan dalam sebuah catatan berjudul Shanghai

Yuuki. Namun sayang sekembalinya dari Tiongkok kesehatan fisik dan mental Akutagawa

mengalami penurunan. Dia mulai menderita gangguan kejiwaan yang saat itu dikenal dengan

istilah neurastenia/lemah syaraf. Untuk mengobati penyakitnya tersebut Akutagawa

kemudian menginap beberapa waktu di sebuah pemmandian air panas di daerah Yugawara

prefektur Kanagawa. Meskipun karena sakitnya ini karya yang dihasilkan terus menurun,

namun sejak tahun 1923 berturut-turut muncul karya Akutagawa berjudul Yabu no Naka,

Torokko, Genkaku Kimbou dan Kappa. Sejak menderita sakit karya-karya Akutagawa lebih

94
cenderung berbentuk otobiografi atau dalam kesusatraan Jepang lebih dikenal dengan istilah

karya sastra jenis Shishousetsu.Karya-karyanya tersebut merupakan pelampiasan hatinya

yang tersiksa oleh tekanan jiwa yang dialaminya.

Pada tahun 1927, kehidupan Akutagawa semakin tidak stabil. Selain kembali

menderita lemah syaraf yang ditambah dengan insomnia berat, Akutagawa pun harus

menanggung hutang kakak iparnya yang mati bunuh diri. Diduga karena perekonomiannnya

yang memburuk ditambah dengan beban penyakitnya, pada tanggal 24 Juli 1927, Akutagawa

ditemukan mati bunuh diri dengan cara menelan obat tidur dalam jumlah yang banyak. Karya

yang berhasil diselesaikan di saat-saat terakhirnya adalah Saihoo no Hito.

7. Kawabata Yasunari(川端康成)

Kawabata Yasunari lahir di Osaka pada tanggal 14 Juni 1899. Ketika berusia 4 tahun, kedua

orang tuanya meninggal dunia sehingga dia tinggal bersama keluarga ibunya. Setelah

menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya di Osaka, Kawabata kemudian pindah ke

Tokyo dan menyelesaikan sekolah menengah atasnya di kota tersebut hingga ia dapat

melanjutkan pendidikannya di Universitas Kekaisaran Tokyo.

Kawabata Yasunari mulai

aktif menulis sejak tahun 1921 dan

karya pertamanya yang terbit

adalah cerpen berjudul Shoukonsai

Ikkei. Cerpennya tersebut

diterbitkan pada edisi keenam

majalah sastra Shinshichou. Tahun

1924 dia lulus dari Universitas

95
Kekaisaran Tokyo dan kemudian menerbitkan sebuah majalah bernama Bungei Jidai. Tahun

1926 novel pertamanya yang berjudul Izu no Odoriko dan Nanagokoro no Shosetsu menjadi

karya Kawabata yang dimuat dalam edisi-edisi awal majalah tersebut.Kemudian pada tahun

1929 karya lainnya yang berjudul Asakusa Kureinaidan dimuat pula di sebuah surat kabar

bernama Asahi Shimbun. Pada tahun 1935 dia pun menghasilkan karya terkenal yaitu Yuki

Guni yang kelak menjadi karya sastra yang mendapat penghargaan tinggi di seluruh dunia,

sehingga diterjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia. Karya-karya Yasunari Kawabata

lebih banyak merupakan karya yang dalam penulisannya lebih banyak menuangkan perasaan

anak yatim yang dialaminya sendiri. Namun demikian dibalik perasaan sedihnya sebagai

anak yatim, Yasunari Kawabata pun dikenal sebagai seorang penulis yang ahli dalam

melukiskan seorang gadis.Karya-karya lain yang muncul pada tahun-tahun berikutnya antara

lain, Senba Zuru, Yama no Oto,Kooto dan Kinjuu.

Yasunari Kawabata menjalani profesinya sebagai penulis dan wartawan di Mainichi

Shimbun. Puncak karir Kawabata Yasunari sebagai penulis fiksi ditandai dengan prestasinya

menjadi orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang sastra

pada tahun 1968.Namun sayang pada tahun 1972 Yasunari Kawabata meninggal bunuh diri

dengan cara meracuni dirinya dengan gas. Beberapa dugaan yang muncul sebagai penyebab

keputusan Yasunari Kawabata melakukan bunuh diri antara lain karena penyakit Parkinson

yang dideritanya serta kegoncangan jiwanya akibat kematian sahabat dekatnya yang juga

mati bunuh diri.

96
Hadiah Nobel yang diterima Kawabata Yasunari

8. Dazai Osamu(太宰治)

Dazai Osamu lahir di Prefektur Aomori pada tanggal 19 Juni 1909 dengan nama Tsushima

Shuuji. Ayahnya adalah salah seorang tuan

tanah yang cukup kaya dan pernah menjadi

anggota parlemen Jepang pada era 1912-

1923. Dazai Osamu lahir sebagai anak

keenam dari sebelas bersaudara. Masa

kecilnya dihabiskan di desa Kanagi distrik

Kitatsugaru Aomori. Ketertarikan Dazai

Osamu terhadap dunia penulisan sudah

dimulai sejak dirinya duduk di sekolah

97
menengah atas di Hirosaki Kootoogakkoo. Karya pertama yang ditulisnya ketika masih dalam

tahap belajar menulis adalah cerpen berjudul Saigo no Taiko yang dimuat di majalah Dojinshi

Seiza. Sejak itu dia semakin menguatkan tekadnya untuk menjadi seorang penulis.Dia sangat

mengagumi karya-karya Akutagawa Ryuunosuke, sehingga sangat terpukul ketika

mengetahui kematian Akutagawa yang tragis karena bunuh diri. Namun di kemudian hari

Dazai pun mengalami banyak hal yang membuat jiwanya labil sehingga tercatat beberapa kali

dia pun seringkali mencoba untuk bunuh diri.

Pada tahun 1930 Dazai Osamu melanjutkan sekolahnya di jurusan Budaya Universitas

Kekaisaran Tokyo.Namun tingginya standar pendidikan yang diterapkan disana membuat

Dazai Osamu tidak dapat memahami mata kuliah yang dipelajarinya. Ia malah lebih banyak

terlibat pada pergerakan sayap kiri dan hampir-hampir tidak pernah ikut kuliah.

Keinginannya yang kuat untuk menjadi seorang penulis profesional membuatnya meminta

penulis Matsuji Ibuse untuk menjadi mentornya.Setelah belajar dengan Matsuji Ibuse inilah

nama pena Dazai Osamu mulai digunakan.Pada tahun 1930 dia menulis Omohi de di majalah,

kemudian disusul dengan dua karyanya yang berjudul Gyakko dan Dooke no Hana yang

diterbitkan pada tahun 1935 di majalah sastra Bungei.Novel Gyakko sempat menjadi

nominasi pada ajang penghargaan Akutagawa yang pertama, namun sayang novel tersebut

tidak menjadi pemenangnya. Kemudian pada tahun 1936 dia menerbitkan kumpulan

cerpennya berjudul Bannen.

Tahun 1939 Dazai menikahi seorang wanita bernama Michiko dan memutuskan untuk

tinggal di tempat asal istrinya di daerah Kofu. Dari pernikahannya Dazai mempunyai tiga

orang anak. Pada masa-masa pernikahan keadaan jiwa Dazai menjadi stabil. Dimasa-masa

tersebut dia banyak menghasilkan karya-karya yang dianggap sebagai karya terbaiknya

seperti Fugaku Hyakkei dan Joseitoo (1939), Kakikomi Utae dan Hashire Merose (1940).

Tahun 1944 dia menulis catatan perjalanan pulang ke rumah keluarganya di Tsugaru melalui

98
karyanya yang juga berjudul Tsugaru. Pada tahun 1946 dia menulis naskah untuk drama

berjudul Fuyu no Hanabi dan pada tahun-tahun berikutnya dia menulis karya-karya besar

seperti Biyon no Tsuma dan Shayou (1947) serta Ninggen no Kankei. Sayang pada tahun

1948 Dazai Osamu bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri di sungai Tama. Dazai

Osamu meninggal pada usia 38 tahun dan menyisakan novel berjudul Goodbye yang tidak

pernah diselesaikannya.

Bila melihat karya-karya yang dihasilkan selama hidupnya, maka karya-karya tersebut

dapat dikategorikan pada 3 masa.Yang pertama masa awal penulisannya ketika Dazai Osamu

berusia 26-28 tahun.Pada masa tersebut dalam karyanya jelas terlihat kepekaannya sebagai

seorang anggota masyarakat yang merasa diabaikan, sehingga karya-karyanya banyak

menggambarkan kecemasan dan kesulitan menjalani kehidupan.Kedua, adalah masa-masa

hidupnya ketika menjalani pernikahan.Pada masa tersebut terlihat jelas kesehatan dan

kestabilan jiwanya melalui karyanya yang tertuang dalam novel Fugaku Hyakkei dan Hashire

Merosu.Ketiga adalah masa-masa berlangsungnya perang.Cerita yang ditampilkanoleh Dazai

Osamu lebih banyak pada hal-hal yang berhubungan dengan kekacauan dan kehancuran

akibat perang, seperti yang dituangkannya dalam novel Shayo yang menceritakan kehancuran

keluarga bangsawan yang gagal beradaptasi dengan kondisi pasca perang.

Popularitas Dazai Osamu tidak lantas surut dengan kematiannya yang tragis.Karya-

karya Dazai banyak yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh beberapa penerbit besar di

Jepang. Setelah Chikuma Shobo menerbitkan edisi lengkap karya Dazai, penerbit

KadokawaShoten kemudian menerbitkan pula karya-karya popular Dazai yang disusul oleh

penerbit Iwanami Shoten yang juga menerbitkan sebuah buku berjudul Osamu Dazai. Selain

itu penghargaan terhadap karya sastra yang bernama Hadiah Dazai pun kembali dihidupkan

pada tahun 1988 setelah sejak tahun 1978 dihentikan oleh penyelenggaranya.Di bidang lain

beberapa lokasi yang berhubungan dengan Dazai Osamu pun dijadikan tempat wisata, seperti

99
tempat kelahiran Dazai di Prefektur Aomori yang pada April 1988 dijadikan sebagai museum.

Selain itu para penggemar Dazai mengadakan kegiatan pada setiap tanggal 19 Juni.Para

penggemarnya ini berkumpul di Mitaka untuk memperingati hari lahir sekaligus hari

kematian Dazai Osamu.

B. Latihan

1. Apakah judul novel yang menghantarkan Yasunari Kawabata menjadi pemenang Nobel

dalam bidang sastra?

2. Deskripsikan jalan cerita dalam novel tersebut!

C. Rangkuman

Natsume Souseki lahir di Tokyo, pada tanggal 9 Februari 1867 dengan nama Natsume

Kinnosuke. Ia lulus dari Universitas Kekaisaran Tokyo jurusan Sastra Inggris dan mengawali

karirnya sebagai seorang guru.Karya pertama Souseki adalah sebuah novel berjudul Wagahai

wa Neko de aru. Dia meninggal tanggal 9 Desember 1916 Natsume Souseki pada usia 49

tahun.

Mori Oogai lahir di Iwami sebuah kota di prefekur Shimane pada tanggal 17 Februari 1862

dengan nama Mori Rintaro. Ia menyelesaikan studi di sebuah sekolah kedokteran dan bekerja

di Rumah Sakit Angkatan Darat Tokyo. Karya sastra pertamanya berjudul Omokage, yang

merupakan kumpulan puisi terjemahan. Mori Oogai meninggal dunia pada tanggal 9 Juli

1922 di usianya yang ke 60 tahun karena penyakit ginjal dan tubercolosa.

100
Shimazaki Tooson lahir di Nagano pada tanggal 25 Maret 1872 dengan nama Shimazaki

Haruki. Ia lulus dari Meiji Gakuin dan memulai karirnya sebagai pengajar bahasa Inggris di

Meiji Jougakko. Karya pertama Tooson berupa kumpulan puisi berjudul Wakanashuu. Pada

tahun 1943 Tooson membuat sebuah serial berjudul Toohoo no Mon, namun serial ini tidak

sempat diselesaikannya karena ia mengalami serangan stroke. Shimazaki Tooson meninggal

dunia pada tanggal 22 Agustus 1943 di usianya yang ke 71.

Shiga Naoya lahir di kota Ishinomaki prefektur Miyagi pada tanggal 20 Februari 1883. Ia

lulus dari Jurusan Sastra Inggris di universitas kekaisaran Tokyo. Setahun kemudian (1910)

dia bersama dengan teman-temannya ia menerbitkan sebuah majalah bernama Shirakaba.

Edisi pertama majalah tersebut memuat novelnya yang berjudul Abashiri made . Tahun 1949,

ia mendapat penghargaan Bunka Kunshou (Orde Kebudayaan) . Namun karena radang paru-

paru dan usianya yang telah lanjut, pada tanggal 21 Oktober 1971 Shiga Naoya meninggal di

usianya yang ke-88.

Miyazawa Kenji lahir di kota Hanamaki, pada tanggal 27 Agustus 1896. Dia

menyelesaikan sekolahnya di Morioka Kootoonourin Gakko, dan sempat menjadi pengajar di

sekolah wanita bernama Hanamaki Kootoojogakko.Pada tahun 1922, dia menulis cerita anak-

anak yang berjudul Suisenzuki no Yoka dan mulai menulis puisi. Kemudian muncul pula

karyanya yang berjudul Eiketsu no Asa dan Musei Dookoku.Namun pada tanggal 21

September 1933 karena penyakit pneumonia dan kelumpuhan yang dideritanya selama

bertahun-tahun akhirnya Miiyazawa Kenji meninggal.

Akutagawa Ryuunosuke lahir pada tanggal 1 Maret 1892,dan merupakan lulusan dari jurusan

Sastra Inggris Universitas Tokyo. Setelah lulus dari universitas Tokyo, bersama temannya

berpartisipasi menerbitkan majalah sastra bernama Sinshichou,dimana karya Akutagawa yang

berupa terjemahan Balthasar dan Yeats dimuat untuk pertama kalinya. Akutagawa menderita

101
lemah syaraf yang ditambah dengan insomnia berat. Dia ditemukan mati bunuh diri pada

tanggal 24 Juli 1927.

Kawabata Yasunari lahir di Osaka pada tanggal 14 Juni 1899. Ia lulus dari Universitas

Kekaisaran Tokyo. Karya pertamanya yang terbit adalah cerpen berjudul Shoukonsai Ikkei.

Puncak karir Kawabata Yasunari sebagai penulis fiksi ditandai dengan prestasinya menjadi

orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang sastra pada tahun

1968. Namun sayang pada tahun 1972 Yasunari Kawabata meninggal bunuh diri dengan cara

meracuni dirinya dengan gas.

Dazai Osamu lahir di Prefektur Aomori pada tanggal 19 Juni 1909 dengan nama Tsushima

Shuuji. Karya pertama yang ditulisnya adalah cerpen berjudul Saigo no Taiko yang dimuat di

majalah Dojinshi Seiza. Dazai Osamu sempat melanjutkan sekolahnya di jurusan Budaya

Universitas Kekaisaran Tokyo, namun ia malah lebih banyak terlibat pada pergerakan sayap

kiri dan hampir-hampir tidak pernah ikut kuliah.Dazai Osamu meninggal bunuh diri dengan

cara menenggelamkan diri di sungai Tama dan menyisakan novel berjudul Goodbye yang

tidak pernah diselesaikannya.

D. Tes Formatif

Sebutkan kemudian deskripsikan 3 karya besar dari ke masing-masing sastrawan pada

masa periode akhir!

102

Anda mungkin juga menyukai