Anda di halaman 1dari 22

MATA KULIAH : BAHASA ASING II (BAHASA JEPANG)

DOSEN : ANDI ANISTAHARA AYARI PUTRI, M.Pd

“KABUKI”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK II

KADEK RIA JUWITA M.16.02.009


LISAH K.16.01.015
AISYAH AFSARI K.16.01.002

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MEGA BUANA
PALOPO
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
BAHASA ASING 2 yang berjudul ”KABUKI”. Dalam penyusunan makalah ini,
kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan akan tetapi berkat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
waktu yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, memberi pengarahan, bimbingan, semangat
serta doa kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca.

Palopo, 10 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................i


KATA PENGANTAR .........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. LATAR BELAKANG ..............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN ...........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3
A. Etimologi ..................................................................................................3
B. Sejarah Kabuki ..........................................................................................4
C. Jenis Kabuki ..............................................................................................6
D. Cerita Kabuki ............................................................................................7
E. Judul Pertunjukan Kabuki .........................................................................8
F. Musik dan Panggung Kabuki ....................................................................9
G. Kostum Kabuki..........................................................................................10
H. Unsur-Unsur Penunjang Dalam Pementasan Kabuki................................11
BAB III PENUTUP .............................................................................................18
A. KESIMPULAN ........................................................................................18
B. SARAN .....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jepang adalah negara yang maju khususnya dalam bidang
teknologi. Kita dapat melihatnya secara nyata, contohnya sanyo, toshiba,
honda,suzuki, akira, kawasaki, dan sebagainya yang merupakan produk
buatan Jepang yang sangat populer di berbagai negara termasuk Indonesia.
Buat orang yang mengenal lebih dalam tentang Jepang tentu bukan hanya
ini saja yang membuat negara Jepang terkenal didunia. Masih banyak
kekhasan negara Jepang yang membawa nama Jepang mendereti negara
urutan ke-satu di Asia, seperti kabuki.
Kabuki adalah teater yang menggabungkan antara seni musik, tari,
dan seni drama. Teater kabuki berbeda dengan teater-teater lainnya yang
ada di dunia. Makanya tidak heran, sebagian besar orang tertarik dengan
pentas teater kabuki. Tidak hanya orang pribumi, yang tertarik tetapi juga
orang yang bukan asli Jepang sepeti di Indonesia tertarik dengan
perkembanangan kabuki. Teater kabuki juga tidak hanya dipentaskan di
jepang, tetapi di berbagai negara seperti china, korea, indonesia dan
sebagainya.
Sejarah kabuki dimulai yang dimulai tahun 1603 oleh wanita yang
bernama Okuni, mendapat banyak perlawanan dari pemerintah dan
masyarakat. Tetapi dari zaman ke zaman, teater kabuki ini akhirnya
diterima oleh pemerintah dan masyarakat dan dianggap sebagai warisan
agung budaya nonbendawi. Bentuk penerimaan itu tersebut dapat kita lihat
dengan adanya pembangunan teater nasional Jepang di Tokyo. Selain itu
juga, Ichikawa Ennosuke III menghidupkan kembali naskah-naskah
kabuki lama yang sudah jarang dipentaskan. Tapi juga ada perubahan-
perubahan pada pementasan kabuki. ini dilakukan dengan adanya
perkembangan pemikiran orang dari zaman ke zaman. Sehingga
pementasan sekarang sangat berbeda dengan zaman edo. Walaupun
demikian orang-orang yang terlibat dalam teater kabuki ini masih sangat
memelihara tradisi pementasan sebagai pertunjukan tadisional.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana etimologi dari Kabuki ?
2. Bagaimana sejarah dari Kabuki ?
3. Apa saja jenis-jenis Kabuki ?
4. Bagaimana cerita dari teater Kabuki ?
5. Bagaimana judul pertunjukan dari Kabuki ?
6. Bagaimana Musik dan Panggung dari Kabuki ?
7. Bagaimana Kostum dari Kabuki ?
8. Apa saja Unsur-unsur Penunjang dalam Pementasan Kabuki ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui etimologi dari Kabuki
2. Untuk mengetahui sejarah dari Kabuki
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Kabuki
4. Untuk mengetahui cerita dari teater Kabuki
5. Untuk mengetahui judul pertunjukan dari Kabuki
6. Untuk mengetahui Musik dan Panggung dari Kabuki
7. Untuk mengetahui Kostum dari Kabuki
8. Untuk mengetahui Unsur-unsur Penunjang dalam Pementasan Kabuki
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etimologi
Ada banyak pendapat mengenai asal kata dari Kabuki ini, salah
satunya adalah kabusu yang ditulis dengan karakter kanji 歌 舞 dengan
ditambahkan akhiran す sehingga menjadi kata kerja 歌 舞 す yang
berarti bernyanyi dan menari. Kemudian disempurnakan menjadi
kabuki (歌舞伎) yang ditulis dengan tiga karakter kanji, yaitu uta 歌(う
た) (lagu), mai 舞(まい) (tarian), dan ki 伎(き) (tehnik).
Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa kata kabuki ini
berasal dari kata kabuki かぶき , kabuku かぶく , kabukan かぶかん ,
atau kabuke か ぶ け yang ditulis dengan karakter kanji
katamuku ( 傾 ) . Karakter kanji katamuku yang dibaca kabuku ini
secara harfiah berarti cenderung, condong, miring atau tidak sama
dengan pemikiran umum. Kata ini digunakan untuk menyebutkan
orang-orang yang cenderung atau condong ke arah duniawi, dan orang-
orang yang berpakaian dan bertingkah laku aneh.
Pendapat yang mengatakan penamaan kabuki berasal dari
kata katamuku ini dikarenakan pada saat kabuki pertama kali
diperkenalkan oleh Okuni, seorang Miko 巫 女 (pendeta wanita) dari
daerah Izumo. Okuni tersebut memakai kostum laki-laki dengan
membawa pedang dan mengenakan aksesoris-aksesoris yang tidak lazim
pada zaman tersebut. Seperti rosario yang dikenakan di pinggang bukan
digantungkan dileher. Ceritanya pun berkisar tentang seorang laki-laki
yang pergi bermain-main ke kedai teh untuk minum-minum bersama
para wanita penghibur. Hal ini kemudian diasosiasikan dengan
kumpulan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah-laku aneh serta
tidak lazim yang muncul pada saat itu, yang dikenal dengan
nama kabukimono カブキモノ.
Setelah melalui beberapa perkembangan akhirnya kabuki ditulis
dengan tiga karakter kanji yaitu uta 歌  (lagu), mai 舞  (tarian), dan
ki 妓 (seniman wanita) yang kemudian karakter kanji ki 妓 diubah
menjadi ki 伎, sehingga kabuki ditulis menjadi 歌舞伎(かぶき) yang
sekarang ini. Penamaan kabuki dengan menggunakan tiga karakter kanji
di atas, dikarenakan tiga karakter di atas dianggap sesuai dengan unsur-
unsur yang ada di dalam pertunjukan teater kabuki itu tersebut. Adapun
pada awalnya karakter ki, ditulis dengan 妓 dikarenakan kabuki pada
awalnya lahir dari seorang seniman wanita yang bernama okuni 阿 国
(おくに) dari kuil Izumo.

B. Sejarah Kabuki
Sejarah kabuki dimulai tahun 1603 dengan pertunjukan dramatari
yang dibawakan wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu,
Kyoto. Kemungkinan besar Okuni adalah seorang miko asal kuil Izumo
Taisha, tapi mungkin juga seorang kawaramo (sebutan menghina buat
orang kasta rendah yang tinggal di tepi sungai). Identitas Okuni yang
benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tari yang dibawakan Okuni
diiringi dengan lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian
mencolok seperti laki-laki dan bertingkah laku tidak wajar seperti orang
aneh (kabukimono), sehingga lahir suatu bentuk kesenian garda depan.
Panggung yang dipakai waktu itu adalah panggung
noh. Hanamichi (hon hanamichi yang ada di sisi kiri penonton dan
karihanamichi yang ada di sisi kanan penonton) di gedung
teater Kabuki-za kemungkinan merupakan perkembangan
dari Hashigakari(jalan keluar-masuk aktor Noh yang ada di panggung
sisi kiri penonton). Kesenian garda depan yang dibawakan Okuni
mendadak sangat populer, sehingga bermunculan banyak sekali
kelompok pertunjukan kabuki imitasi.
Pertunjukan kabuki yang digelar sekelompok wanita
penghibur disebut Onna-kabuki (kabuki wanita), sedangkan kabuki
yang dibawakan remaja laki-laki disebut Wakashu-kabuki (kabuki
remaja laki-laki). Drama kabuki dimulai pertunjukan tarian yang
dilakukan oleh wanita. Wanita pertama yang memperkenalkan kabuki
adalah Izumino Okuni pada tahun keichoo. Dia disebut juga sebagai
nenek moyang atau cikal bakal kabuki. Tarian pertama dikenal
dengan Nebutsu Odori,yang kemudian terkenal dengan sebutan Kabuki
Odori. Kabuki Odori sangat popular dikalangan wanita. Diberbagai
daerah banyak wanita yang menjadi penari kabuki dan mereka disebut
sebagai yujo kabuki atau onna kabuki. Penari – penari tersebut selain
menari juga melayani tamu laki – laki. Keshogunan Tokugawa menilai
pertunjukan kabuki yang dilakukan kelompok wanita penghibur sudah
melanggar batas moral, sehingga di tahun 1629 kabuki wanita
penghibur dilarang dipentaskan. Pertunjukan kabuki laki-laki remaja
juga dilarang pada tahun 1652 karena merupakan bentuk pelacuran
terselubung. Pertunjukan Yarō kabuki yang dibawakan seluruhnya oleh
pria dewasa diciptakan sebagai reaksi atas dilarangnya Onna-kabuki dan
Wakashu-kabuki. Aktor kabuki yang seluruhnya terdiri dari pria dewasa
yang juga memainkan peran sebagai wanita melahirkan "konsep baru"
dalam dunia estetika. Kesenian Yarō kabuki terus berkembang di zaman
Edo dan berlanjut hingga sekarang.
Pada tahun berikutnya mereka diperbolehkan mengadakan
pertunjukan kembali dengan syarat yang ketat yaitu penari kabuki harus
memotong Maegami ( Poni).
Dengan di potongnyamaegami sebutan wakashu kabuki berubah
menjadi yaro kabuki. Kabuki tidak hanya berkembang di Kyoto dan
Osaka tetapi berkembang juga sampai ke Tokyo dan menjadi pusat
kabuki sampai sekarang.
Pengarang kabuki bernama Yonsei Tsuruya Namboku pada jaman
Edo generasi keempat dari keluarga Namboku. Generasi ke 1, ke 2 dan
ke 3 adalah actor kabuki. Karya yang terkenal adalah Sumidagawa
Hangoshozomei dan Tokaido Yotsuya Kaidan.

C. Jenis Kabuki
1. Kabuki Odori
Kabuki-odori (kabuki tarian). Kabuki-odori dipertunjukkan dari
masa kabuki masih dibawakan Okuni hingga di masa kepopuleran
Wakashu-kabuki, remaja laki-laki menari diiringi lagu yang sedang
populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu,
Kabuki-odori juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian
dan lagu dibandingkan dengan porsi drama yang ditampilkan.
2. Kabuki-geki (kabuki sandiwara)
Kabuki-geki merupakan pertunjukan sandiwara yang ditujukan
untuk penduduk kota di zaman Edo dan berintikan sandiwara
dan tari. Peraturan yang dikeluarkan Keshogunan Edo mewajibkan
kelompok kabuki untuk "habis-habisan meniru kyōgen" merupakan
salah satu sebab kabuki berubah menjadi pertunjukan sandiwara.
Alasannya kabuki yang menampilkan tari sebagai atraksi utama
merupakan pelacuran terselubung dan pemerintah harus menjaga
moral rakyat. Tema pertunjukan kabuki-geki bisa berupa tokoh
sejarah, cerita kehidupan sehari-hari atau kisah peristiwa kejahatan,
sehingga kabuki jenis ini juga dikenal sebagai Kabuki kyogen.
Kelompok kabuki melakukan apa saja demi memuaskan minat
rakyat yang haus hiburan. Kepopuleran kabuki menyebabkan
kelompok kabuki bisa memiliki gedung teater khusus kabuki seperti
Kabuki-za. Pertunjukan kabuki di gedung khusus memungkinkan
pementasan berbagai cerita yang dulunya tidak mungkin
dipentaskan.
Di gedung kabuki, cerita yang memerlukan penjelasan tentang
berjalannya waktu ditandai dengan pergeseran layar sewaktu terjadi
pergantian adegan. Selain itu, di gedung kabuki bisa dibangun bagian
panggung bernama hanamichi yang berada melewati di sisi kiri deretan
kursi penonton. Hanamichi dilewati aktor kabuki sewaktu muncul dan
keluar dari panggung, sehingga dapat menampilan dimensi kedalaman.
Kabuki juga berkembang sebagai pertunjukan tiga dimensi dengan
berbagai teknik, seperti teknik Séri (bagian panggung yang bisa naik-
turun yang memungkinkan aktor muncul perlahan-lahan dari bawah
panggung), dan Chūzuri (teknik menggantung aktor dari langit-langit atas
panggung untuk menambah dimensi pergerakan ke atas dan ke bawah
seperti adegan hantu terbang).
Sampai pertengahan zaman Edo, Kabuki-kyogen kreasi baru banyak
diciptakan di daerah Kamigata. Kabuki-kyogen banyak mengambil unsur
cerita Ningyo Jōruri yang khas daerah Kamigata. Penulis kabuki asal Edo
tidak cuma diam melihat perkembangan pesat kabuki di
Kamigata. Tsuruya Namboku banyak menghasilkan banyak karya kreasi
baru sekitar zaman zaman Bunka hingga zaman Bunsei. Penulis
sandiwara kabuki Kawatake Mokuami juga baru menghasilkan karya-
karya barunya di akhir zaman Edo hingga awal zaman Meiji. Sebagai
hasilnya, Edo makin berperan sebagai kota budaya dibandingkan
Kamigata. Di zaman Edo, Kabuki-kyogen juga disebut sebagai
sandiwara (shibai).

D. Cerita Kabuki
Drama kabuki adalah cerita sejarah yang disebut Jidaimono.
Penulis drama kabuki dari daerah Kamigata menjadi pionir dalam
penulisan naskah drama. Penulis banyak mengadaptasi cerita Ningyo
Jòruri. Hal ini memicu kreativitas tersendiri bagi penulis kabuki asal
Edo. Beberapa penulis kabuki asal Edo tergerak mengkreasikan drama-
drama baru, misalnya Tsuruya Namboku. Penulis kabuki yang banyak
mengkreasikan cerita kepahlawanan dari zaman Bunka hingga zaman
Bunsei. Kawatake Mokuami yang popular di akhir zaman edo hingga
memasuki zaman Meiji. Beberapa judul drama kabuki yang terkenal
ialah Taiheiki no sekai, Heike monogatari no sekai, Sogamono no sekai,
dan Sumidagawamono no sekai.
Jenis lakon kabuki terdiri dari :
1. Jidai Kyogen :
Ceritanya diambil dari jaman Edo atau samurai pendeta pada jaman
Kamakura.
2. Sewa Kyogen :
Isi ceritanya menyangkut kehidupan rakyat pada jaman Edo.
3. Buyogeki :
Tarian yang diiringi melodi gidayu.
4. Kabuki Juhachiban:
Lakon Kabuki yang sangat popular.
5. Shinsaku Kabuki :
Lakon-lakon yang ditulis setelah jaman Meiji.

E. Judul Pertunjukan Kabuki


Judul pertunjukan kabuki disebut Gedai yang kemungkinan besar
berasal dari kata Geidai. Judul pertunjukan (gedai) biasanya ditulis
dalam aksara kanji berjumlah ganjil, misalnya pertunjukan
berjudul Musume dōjōji (4 aksara kanji) harus ditambah
dengan Kyōkanoko (3 aksara kanji) menjadi 京 鹿 子 娘 道 成
寺 (Kyōkanoko musume dōjōji), supaya bisa menjadi judul yang terdiri
dari 7 aksara kanji. Selain judul pertunjukan yang resmi, pertunjukan
kabuki sering memiliki judul alias dan keduanya dianggap sebagai judul
yang resmi. Pertunjukan berjudul resmi Miyakodori nagare no siranami
(都鳥廓白波) dikenal dengan judul lain Shinobu no Sōda (忍ぶの惣
太). Pertunjukan berjudul Hachiman matsuri yomiya no nigiwai ( 八幡
祭 小 望 月 賑 ) juga dikenal sebagai Chijimiya Shinsuke ( 縮 屋 新 助 ).
Judul pertunjukan yang harus ditulis dalam aksara kanji berjumlah
ganjil menyebabkan judul sering ditulis dengan cara penulisan ateji,
akibatnya orang sering mendapat kesulitan membaca judul pertunjukan
kabuki.

F. Musik dan Panggung Kabuki


Musik pengiring kabuki dibagi berdasarkan arah sumber suara.
Musik yang dimainkan di sisi kanan panggung dari arah penonton
disebut Gidayūbushi. Takemoto (Chobo) adalah sebutan untuk
Gidayūbushi khusus untuk kabuki. Selain itu, musik yang dimainkan di
sisi kiri panggung dari arah penonton disebut Geza ongaku, sedangkan
musik yang dimainkan di atas panggung disebutDebayashi.
Musik Kabuki sendiri terbagi dalam dua jenis, yaitu Shosha
Ongaku yaitu musik samisen yang mengiringi tayu (dalang) dan Geza
Ongaku yaitu musik yang melengkapi pertunjukan kabuki dari belakang
panggung.
Selain itu yang menarik dalam kabuki adalah bentuk panggungnya.
Keunikan panggung kabuki yang tidak akan dijumpai di negara lain.
Bentuk panggung terdiri dari :
1. Hanamichi :
Lorong diantara tempat duduk penonton yang terletak disebelah kiri
dan kanan panggung.
2. Suppon :
Lubang segi empat yang terdapat pada Hanamichi yang dapat ditarik
ke atas dan ke bawah.
3. Mawani Butai :
Bulatan besar yang terletak ditengah-tengah panggung dan dapat
berputar fungsinya untuk pergantian dari siang dan malam.
4. Yuka :
Tempat duduk tayu (dalang), pemetik simasen.
5. Geza : Tempat para pemain musik untuk memainkan alat-alat musik.
6. Hikimaku : Layar panggung yang terdiri dari tiga warna yaitu hijau
tua, orange, dan hitam.
G. Kostum Kabuki
Dalam penampilan kabuki, pemeran dalm kabuki selalu
menghiasi rambutnya dengan berbagai aksesoris yang indah dan dihiasi
dengan topi yang berbentuk seperti payung yang disebut dengan
Nurigasa. Lalu, untuk menyamai penampilannya dengan seorang
samurai, pemain kabuki membawa pedang yang diselipka di Obi nya.
Sebagai aksesoris tambahan pemain menggunakan selempang berwarna
merah di dada yang disebut Karaori. Pada Koraori tersebut, terdapat
hiasan gong kecil yang disebut dengankane. Jika sebelumnya pakaian
yang di gunakan oleh penari adalah pakaian yang juga lazim digunakan
oleh masyarakat umumnya, maka dalam kabuki penarinya
menggunakan kostum berupa kimono dengan motif bunga-bunga yang
indah dengan warna yang terang dan mencolok.
Kabuki mulai berkembang menjadi suatu bentuk teater bukan
hanya karena bentuk taria yang diiringi musik saja, tetapi juga terdiri dri
beberapa aktor profesional yang memenaskan suati cerita tertentu. Bisa
dikatakan bahwa kostum tidak hanya mewakili karakter tokoh dan peran
yang dimainkan, mencerminkan identitas dan status sosial tokoh yang
bersangkutan, tetapi juga mendukung ketokohannya sekaligus, sehingga
kehadiran dan peran yang di jalankan memperkuat tema cerita. Bisa
diartikan kostum adalah pakaian yang khusus yang merupakan pakaian
seragam bagi perseorangan, rombongan kabuki, dan kesatuan.
Perkembangan perbedaan kostum kabuki ini memiliki empat
tahap yaitu, yang pertama, pemakaian Eboushi (topi samurai) yang
digunakan oleh Ichikawa Danjuro dihiasi dengan semacam tali kecil
yang terbuat dari kumparan benang yang berwarna merah, putih, dan
hijau. Sementara Matsumoto koshiro juga menggunakan Eboushi yang
dihiasi dengan tali kecil yang terbuat dari kumparan benang. Namun tali
kecil yang di gunakan oleh Motsumoto Koshiro itu sendiri terdiri dari
empat warna yaitu merah, putih, hijau dan ungu. Kedua, ichikawa
Danjuro memakai Himo yang terbuat dari kain sutra yang berwarna
putih, sementara itu Matsumoto Koshiro menggunakan Himo yang
terbuat dari benang berwarna hijau yang digabungkan dengan cara
dililit. Ketiga, ichikawa Danjuro menggunakan Juban(baju dalam) yang
mempunyai kerah yang disebut dengan Eri(kerah baju). Sementara
Juban yang digunakan oleh Matsumoto Koshiro tidak mempunyai
kerah. Keempat, Sou (seperangkat pakaian yang terdiri dari pakaian luar
dan celana dengan motif berlipat) yang di kenaka oleh Ichikawa
Danjuro berwarna coklat kemerah-merahan, sementara sou yang
digunakan Matsumoto Koshiro berwarna coklat.

H. Unsur-unsur Penunjang dalam Pementasan Kabuki


Kabuki saat ini masih menjadi salah satu bentuk drama klasik
Jepang yang sangat menarik, mempesona bahkan sampai sangat
memukau setiap para penontonnya. Sebagai daya pesona dari drama
klasik kabuki adalah pementasannya didukung oleh banyak unsur
penunjangnya. Pada garis besarnya ada 6 unsur penunjung dasar, yaitu :
Unsur tari, unsur pengiring, unsur panggung, unsur panggung, unsur
peain, unsur cerita dan unsur penggunaan dialog.
1. Unsur Tari
Dalam pementasan drama kabuki, unsur tari menjadi penunjang
yang sangat penting, karena bentuk tarian dapat menjadi klimaks
dari suatu lakon yang dipentaskan. Ada 3 jenis tarian yang
digunakan dalam pementasan drama klasik Kabuki yaitu tarian
selingan, tarian drama dan tarian yang menunjukkan kepribadian,
masing – masing tarian mempunyai waktu tampil dan tujuan
tersendiri.
a. Tarian selingan
Tarian ini ditampilkan sebagai sisipan diantara pergantian babak
dalam drama klasik kabuki, dengan tujuan untuk menghilangkan
kejenuhan bagi penonton. Jenis tarian ini hanyalah sebagai
pelengkap saja, tidak bermaksud membawa penonton pada jenis
drama yang lebih komplek.
b. Tarian drama
Tarian ini ditampilkan dengan iringan musik secara lengkap,
tarian ini bertujuan menunjang gerakan para pemain kabuki,
dalam memainkan lakon yang diperankan oleh pemain yang
bersangkutan menjadi sempurna. Biasannya tarian ini
memaparkan suatu cerita secara lengkap sesuai dengan skenario
drama yang dipentaskan.
c. Tarian yang menunjukkan kepribadian
Tarian ini merupakan tarian adat, yaitu suatu ekspresi tarian
rakyat yang merefleksikan kehidupan yang diceritakan dan
ditampilkan di atas panggung kabuki, Biasanya tarian ini
merupakan tarian perorangan, sehingga menonjolkan pribadi
seseorang.
2. Unsur Musik Pengiring
Instrumen yang digunakan dalam pementasan drama klasik
kabuki sebagai musik pengiring adalah taiko (gendang), shamisen
( semacam gitar yang berdawai tiga), dan tsuzumi (=genderang
yang dipukul-pukul dengan tangan). Kombinasi dari instrumen-
instrumen tersebut di atas menghasilkan ekspresi bunyi-bunyi an
asli seperti bunyi hujan, tiupan angin dan salju. Jenis musik
pengiring yang mendukung tarian dalam pementasan drama klasik
kabuki dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis yaitu Osatsume,
Kiyomoto dan Nagauta.
Osatsume adalah ekspresi musik yang dimunculkan hanya
untuk adegan-adegan yang menakutkan.
Kiyomoto adalah ekspresi musik pengiring untuk narasi
nyanyian Jepang yang anggun sedangkan Nagauta adalah nyanyian
indah yang ditampilkan dalam berbagai cerita, dan merupakan salah
satu musik terpenting dalam pementasan drama klasik kabuki. Satu
hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam pementasan drama klasik
kabuki adalah Hyosigi.
Hyosigi adalah musik yang digunakan untuk menentukan
kapan layar dibuka dan ditutup Semua alat musik yang digunakan
dalam kabuki sangat sederhana, karena semuanya terbuat dari kayu
yang digunakan dengan cara dipukul, kecuali shamisen dimainkan
dengan cara dipetik dawainya dengan alat petik yang terbuat dari
kayu.
3. Unsur Panggung
Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa drama
klasik Kabuki pada awal mulanya tidak dimainkan di atas
panggung, tetapi ketika Okuni diundang shogun Tokugawa untuk
menunjukkan kebolehanny di istana kaisar di Kyoto pada tahun
1604, maka untuk pertama kalinya drama drama klasik Kabuki
dipentaskan di atas panggung. Panggung pementasan drama klasik
kabuki terbagi dalam 6 bagian utama yaitu :
a. Atoza (bagian belakang panggung)
Tempat ini biasanya ditempati oleh musik pengiring yang
disebut dengan istilah ayashikata.
b. Wakiza (bagian samping kanan panggung)
Tempat ini biasanya ditempati oleh 8 atau 9 orang penyanyi.
c. Honbutai (panggung untuk pertunjukkan)
Tempat ini merupakan tempat drama klasik Kabuki dipentaskan
d. Hanamichi
Tempat ini adalah istilah yang digunakan untuk panggung yang
terletak di sisi kiri dan kanan panggung yang berbentuk lorong
panjang yang menerobos di antara kursi-kursi penonton. Pada
umumnya panggung yang lebih sering digunakan adalah
hanamichi sebelah kiri.
e. Mawari Butai
Istilah yag digunakan sebagai panggung pementasan drama
klasik kabuki yang bisa berputar yang digerakan dari bawah
oleh petugas pentas. Mawari butai berfungsi untuk mengganti
latar belakang panggung dan peralihan babak dengan cepat.
Perubahan panggung ini tidak mengganggu cerita tetapi
biasanya ditunggu-tunggu para penonton karena hal ini
merupakan suatu hal yang menakjubkan. Pada masa sekarang ini
sehubungan dengan sudah majunya teknologi maka berputarnya
panggung tidak lagi digerakkan dengan tenaga manusia, tetapi
sudah menggunakan tenaga listrik.
f. Oozeri
Peralatan yang sudah jadi dalam berbagai bentuk, sebenarnya
Oozeri dapat dikatakan sebagai panggung mini yang
dipersiapkan untuk dapat naik turun dengan mudah.
4. Unsur pemain/ peran
Sesuai dengan salah satu persyaratan yang telah ditentukan
oleh pemerintah bakufu, maka semua pemain Kabuki haruslah pria.
Namun dalam pementasan ada di antara pemain yang harus
memainkan peranan sebagai wanita. Peran wanita dalam drama
klasik Kabuki disebut onnagata atau tateoyama Meskipun para
pemeran wanita itu sesungguhnya adalah para pria tapi mereka
dapat berperan dengan baik sehingga dalam penampilannya sulit
dipercaya bahwa mereka adalah pria. Terdapat 3 jenis tingkatan
peran wanita, dalam drama klasik kabuki yaitu :
a. Hime dan machimusume, yaitu peranan sebagai wanita muda
b. Okugata dan sewayobo, yaitu peranan sebagai wanita dewasa
c. Fukeoyama, yaitu peranan sebagai wanita tua
Para tokoh memainkan perannya sesuai dari urutannya yaitu
dari muda hingga tua dan mereka berperan secara turun temurun.
Dalam bermain drana klasik kabuki, para Orang tua wajib
membimbing dan menentukan peran anak-anaknya, apakah
perannya menjadi tachiyaku (peran pria) atau tateoyama (peran
wanita), pendek kata mereka bermain sesuai dengan tingkatan
usianya. Anak-anak yang memerankan suatu peran disebut koyaku
(peran anak).
Dalam seni peran drama klasik kabuki, istilah Mie
merupakan suatu hal yang penting yang tidak boleh terlewatkan,
karena mie merupakan klimaks dari suatu akting dengan pose yang
mengagumkan yaitu sikap seperti patung dengan mata yang
melotot, Dengan kata lain, Mie juga merujuk kepada seorang
pemain yang menghentikan aktivitasnya sejenak untuk mencapai
klimak emosi di dalam akting yang diperankannya. Selain itu,
dalam drama klasik kabuki dikenal juga adanya 2 jenis peran dasar
yang terdiri dari 2 jenis wagoto dan aragoto.
Wagoto adalah jenis dasar drama klasik kabuki yang
mencerminkan realitas kehidupan masyarakat kota yang
berkembang di daerah kansai.Larakter utamanya naturalisme dan
pokok ceritanya berkisar tentang kisah cinta pra dan wanita,
sedangkan Aragoto adalah jenis peran yang mencerminkan
semangat masyarakat kota di daerah Edo yang berwatak sombong,
kasar, berideologi kuat. Peran arigoto biasanya diimplementasikan
ke dalam cerita-cerita kepahlawanan, kegagahan, semangat yang
mengebu-gebu, sehingga hampir cenderung kasar tanpa adanya
unsur yang lemah lembut seperti pada peran wagoto.
Itulah sebabnya make up para pemain aragoto make up
berwarna merah terang, biru dan hitam. Warna-warna make up
tersebut disebut kumadori yang melambangkan kekuatan dasyat
dan kekuatan manusia yang luar biasa.
5. Unsur cerita
Pada awal abad 19 urutan alur drama klasik kabuki dapat
dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu :
1) Jidaimono (= cerita tentang sejarah)
Cerita jenis ini paling populer dan superior, karena bersumber
pada kisah-kisah pertempuran antara keluarga Minamoto dan
Taira, shogun Ashikaga dan Hojo, Odanobunaga dan Toyotomi
Hideyoshi, serta kisah pembayar pajak dan si pemberani serta
keadaan masyarakat Jepang pada masa pemerintahan Tokugawa.
Termasuk pula dalam jenis cerita tentang sejarah ini, adalah
cerita mengenaii kehidupan kalangan bangsawan ataupun
kalangan istana yabg disebut ochomono, serta cerita-cerita yang
menceritakan tentang skandal disebut oie sodomono.
2) Sewamono (cerita mengenai keadaan kehidupan sehari- hari)
Jenis cerita ini menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari
rakyat jelata, baik menyangkut tentang kesulitan hidup, profesi
dan penjahat. misalnya kisah pembuat onar, penata rambut,
pengemis bahkan seluk beluk kehidupan para pencuri. Berkaitan
dengan unsur cerita di atas, salah satu penunjang kepopiuleran
drrama klasik Kabuki pada masa sekarang ini adalah adanya
naskah asli kabuki yang dinamakan “kizewamono”. Naskah ini
ditulis dalam bahasa Jepang klasik dan isinya
menggambarkankeerotisan, siksaan serta kehidupan suram
masyarakat rendah pada jaman Tokugawa. dan bahasa yang
digunakan dalam bakubi adalah Koten yaitu bahasa jepang
klasik. Kizewamono disebut sebagai naskah asli drama klasik
kabuki karena kizewamono tidak dipengaruhi oleh karya-karya
sebelumnya seperti bunraku.
6. Unsur Penggunaan Dialog
Dalam setiap drama pasti kita temui dialog, begitu pula
dalam drama klasik kabuki. Fungsinya untuk memperjelas dan
mengekspresikan suatu adegan. Unsur dialog dalam drama klasik
Kabuki mulai dikebal sebagai akibat dari larangan pemerintah
Bakufu yang tidak memperbolehkan adanya lagu dan tari yang
dapat membangkitkan nafsu birahi. Unrtuk menfisi kekosongan itu
maka timbullah bentuk dialog untuk memperkuat ekspresi para
pemain yang dilakukan dengan gerakan yang wajar. Melalui dialog
ini, muncullah jenis cerita aragoto yang diciptakan Ichikawa
Danjuro dengan naskah pertamanya berjudul “Shintenno
Osamadachi” yang pertama dipentaskan di Edo pada tahun 1637.

Contoh Naskah Kabuki


Judul : Shiranami Gonin Otoko
Bercerita tentang sebuah geng bandit terkenal akan penipuan terbesar
mereka. Di kota tua Edo, bahaya mengintai di tempat yang paling mengejutkan!
(Kata shiranami berarti 'ombak putih' dan merupakan sinonim tua untuk 'pencuri').
Kejadiannya adalah, seorang gadis cantik dan kaya dengan hamba samurai
nya tiba di sebuah toko kimono mahal untuk membeli bahan untuk pakaian
pengantin pernikahannya. Sambil melihat tekstil yang berbeda, para asisten toko
berpikir mereka melihat gadis itu mencuri sepotong crêpe, dan segera menuduh
mereka adalah pasangan pencuri. Terjadilah perkelahian dan salah satu staf toko
melukai gadis itu pada dahi dengan sempoa. Ini adalah pelanggaran serius
terhadap pelanggan dan ketika hamba samurai membuktikan bahwa mereka
benar-benar membeli crêpe di tempat lain (toko lain) adalah masalah besar bagi
pemilik toko.
Terkejut oleh kesalahan, tuan toko menyerahkan uang sebagai kompensasi,
tapi kemudian, samurai lain muncul dari dalam. Pria yang memperkenalkan
dirinya melihat melalui trik dan dengan cepat memperlihatkan bahwa gadis dan
pelayannya tadi adalah pencuri terkenal dari Benteng Kozo dan komplotannya.
Gadis muda yang cantik tadi sebenarnya seorang pria yang menyamar. Gadis itu
menurunkan lengan bajunya untuk mengungkapkan lengan bertato cerah, ia
bangga menyatakan identitas aslinya dalam penampilan yang menarik dan ritmis
pengenalan diri yang unik.
Tapi itu tidak semua. Ini hanya awal dari sebuah rencana besar kecerdikan
mereka untuk mendapatkan lebih banyak uang keluar dari pemilik toko yang
kaya. Pada kenyataannya, baik Benten Kozo dan komplotannya adalah anggota
geng dari lima bandit yang pemimpinnya adalah Nippon Daemon yang terkenal,
seorang jenius dari neraka. Seperti bermain terus, kita akan mencari tahu siapa ini
samurai lain, dan akhirnya lima pencuri akan mengungkapkan diri dalam segala
kemegahan berwarna-warni.
BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kabuki di mulai tahun 1603 oleh wanita yang bernama Okuni yang
menjadikan kabuki menjadi kegemaran rakyat. Kabuki yang merupakan
seni teater yang menggabungkan seni drama, tari dan musik. Kabuki telah
mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Walaupun demikian kabuki
merupakan warisan budaya. Dalam pertunjukkan, teater Kabuki memiliki
unsur-unsur penunjang seperti unsur tari, unsur msik, unsur panggung,
unsur cerita, unsur pemain/peran dan unsur penggunaan dialog. Kabuki
juga memiliki kostum dan tata rias yang unik dan menarik dan memiliki
makna masing-masing.

B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini, pengetahuan para pembaca
bertambah tentang budaya Jepang khususnya tentang teater Kabuki. Dalam
penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan oleh karena itu kami
meminta saran dan kritik dari pembaca demi menyempurnakan
penyusunan makalah di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

http://ariputriyanti.blogspot.com/2013/12/kesusastraan-jepang-kabuki.html di
akses pada minggu, 10 November 2019
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabuki di akses pada minggu, 10 November 2019

Anda mungkin juga menyukai