Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN SHIRO

KARYA AKUTAGAWA RYŪNOSUKE


Oleh:
Cintya Dara Sakina
NIM. 195110201111010

A. Tema
Tema pada cerpen Shiro karya Akutagawa Ryūnosuke adalah
penyesalan. Hal ini terbukti oleh keseluruhan cerita yang menarasikan
penyesalan tokoh utama, yaitu Shiro. Tema tersebut dapat dikategorikan
sebagai tema tradisional karena premisnya sudah familiar di kalangan
masyarakat. Berdasarkan golongan menurut Shipley, tema tersebut
termasuk dalam tema tingkat egoik sebab berfokus pada penceritaan sikap
batin seorang tokoh.
B. Tokoh dan Penokohan
1) Shiro
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Shiro. Seperti cerita pada
umumnya, tokoh utamanya merupakan tokoh protagonis. Shiro
memiliki perwatakan yang bulat, berkembang, dan tipikal. Watak
Shiro yang bulat ditunjukkan dalam sepanjang cerita bahwa ia suatu
waktu berbuat hal yang mengkhianati sahabatnya namun ada
pergolakan dalam batinnya dan ada waktu saat ia berbuat kebaikan.
Dari awal hingga akhir cerita, watak Shiro juga berkembang. Hal ini
ditunjukkan dengan perilakunya yang pada mulanya tidak berani dan
mementingkan diri sendiri tetapi di sisi lain ia merasa sangat bersalah
dan menyesal, kemudian hal ini berujung pada tindakan untuk
menebus kesalahannya dengan melakukan banyak aksi heroik. Dapat
dikatakan bahwa tokoh Shiro ini merupakan tokoh tipikal yang
merupakan cerminan dari sifat kompleks dan ambigu manusia pada
kehidupan nyata. Bukti bahwa Shiro memiliki waktak yang bulat,
berkembang, dan tipikal terdapat pada kutipan berikut.
Hampir saja Shiro berteriak dengan spontan, “Kuro, awas lbahaya!”
tapi pada saat itu si penangkap anjing menatap tajam Shiro dengan
wajah mengancam seolah berkata, “Coba saja, kalau kau peringatkan
dia, maka kau akan kutangkap duluan!” Shiro menjadi sangat ketakutan
sehingga ia lupa untuk menggonggong. Tidak... sebenarnya tidak
sepenuhnya lupa, hanya nyalinya yang hilang dan dengan perlahan ia
mulai melangkah mundur. Matanya tertuju ke arah si penangkap anjing.
Begitu si penangkap anjing terlepas dari pandangannya oleh pagar
tanaman, Shiro berlari lintang-pukang, meninggalkan Kuro yang
malang (Si Putih dalam Kumpulan Cerita Rashomon, 2008:138).

Pada kutipan tersebut ditunjukkan bahwa sifat Shiro penakut


(tersurat dengan teknik ekspositori) sehingga ia terpaksa
mementingkan diri sendiri (tersirat dengan penggambaran dramatik
melalui reaksi tokoh) dengan membiarkan sahabatnya dalam
bahaya.
Apapun yang dilakukannya dan ke manapun ia pergi, satu hal yang tak
lekat di kepalanya adalah kenyataan bahwa ia kini berwarna hitam. Ia
merasa ngeri melihat cermin tukang pangkas rambut yang
mencerminkan wajah para pelanggan. Ia takut dengan genangan air di
jalanan yang memantulkan langit setelah turun hujan. Ia juga takut
dengan jendela kaca yang memantulkan dedaunan hijau dari pohon-
pohon di jalanan. la bahkan merasa takut dengan gelas-gelas berisi bir
hitam di atas meja kafe... tapi, kalau sudah begini mau bagaimana lagi?
(Si Putih dalam Kumpulan Cerita Rashomon, 2008: 142).

Karena tubuhnya berubah menjadi hitam, Shiro semakin dihantui


oleh rasa bersalahnya hingga ia takut dengan pantulan wujudnya
yang akan mengingatkannya pada Kuro (tersirat dengan
penggambaran dramatik melalui tingkah laku).
Shiro menyalak ke arah mereka tanpa ragu sedikit pun. Karena
digonggong tiba-tiba, anak-anak terkejut dan panik. Mata Shiro yang
tampak membara, taringnya yang tajam bagai belati, menakut-nakuti
mereka seperti hendak menggigit. Anak-anak itu lari kocar-kacir. Salah
satu dari mereka, saking gugupnya, sampai melompat ke dalam tempat
bunga. Setelah mengejar mereka beberapa saat, Shiro kembali ke
tempat anak anjing itu berdiri lalu berkata, “Nah, ayo ikut aku. Aku
akan mengantarmu pulang." (Si Putih dalam Kumpulan Cerita
Rashomon, 2008: 144).

Apa yang terjadi pada Shiro selanjutnya?.... Tidak perlu dijelaskan


secara terperinci sebab sudah dimuat di berbagai surat kabar. Kini
hampir semua orang tahu tentang anjing hitam pemberani yang berkali-
kali menyelamatkan banyak nyawa. Kau pasti telah menonton foto-foto
kegiatan “Anjing Pahlawan Pemberani” itu, yang sempat menjadi
sensasi. Anjing hitam tersebut tidak lain adalah Shiro (Si Putih dalam
Kumpulan Cerita Rashomon, 2008: 146).
Pada kedua kutipan tersebut, watak Shiro mengalami
perkembangan menjadi pemberani, ringan tangan dalam
membantu, dan bertanggung jawab atas perbuatannya dengan
menebus kesalahannya (tergambar secara tersurat dan tersirat
dengan penggambaran dramatik melalui tingkah laku).
"Wahai, sang rembulan! Sang rembulan! Aku telah membiarkan
temanku Kuro mati. Aku tahu bahwa itulah penyebab diriku menjadi
hitam legam. Tapi sejak berpisah dengan majikanku, aku telah
menemui berbagai macam bahaya. Salah satunya karena setiap kulihat
tubuhku, yang lebih hitam dari jelaga, aku dihantui perasaan malu atas
sikapku yang pengecut. Karena aku sangat membenci tubuhku yang
legam ini, maka aku berusaha bunuh diri. Maka aku melompat ke
dalam api dan bahkan berkelahi melawan seekor serigala. Anehnya,
setangguh apapun musuhku tetap saja nyawaku tak terenggut. Bahkan
maut kabur entah ke mana saat melihat wajahku. Saking menderitanya
aku memutuskan untuk bunuh diri.” (Si Putih dalam Kumpulan Cerpen
Rashomon, 2008: 150).

Pada kutipan tersebut melalui penggambaran dramatik dengan


teknik arus kesadaran, tokoh Shiro merasa bahwa dirinya tidak
pantas hidup karena tidak kuat lagi menahan rasa bersalahnya yang
terus menghantui. Dapat dikatakan bahwa di sini tokoh Shiro
memiliki watak yang lembut hatinya namun kurang tegar karena
merasa sangat tidak pantas hidup atas rasa bersalahnya pada Kuro.
2) Penangkap Anjing
Penangkap anjing merupakan tokoh tambahan yang bersifat
antagonis. Ia memiliki watak menakutkan dan kejam yang
tergambar secara dramatik melalui tingkah lakunya dan reaksi
tokoh lain.
Hampir saja Shiro berteriak dengan spontan, “Kuro, awas lbahaya!”
tapi pada saat itu si penangkap anjing menatap tajam Shiro dengan
wajah mengancam seolah berkata, “Coba saja, kalau kau peringatkan
dia, maka kau akan kutangkap duluan!” (Si Putih dalam Kumpulan
Cerita Rashomon, 2008: 138).

3) Haruo
Haruo adalah tokoh protagonis tambahan. Ia adalah anak
laki-laki majikannya. Haruo adalah anak yang pemberani. Watak
Haruo disebutkan secara tersurat dan terdapat penjelasan yang
mendukung melalui penggambaran dramatik tingkah laku.
Saudara laki-lakinya lebih berani. Tiba-tiba pundak kiri Shiro dipukul
dengan tongkat baseball, bahkan pukulan kedua mengarah ke kepalanya
(Si Putih dalam Kumpulan Cerita Rashomon, 2008: 141).

Sedangkan si bocah lelaki mengambil beberapa kerikil dari jalan


setapak lalu melemparkannya ke arah Shiro dengan sekuat tenaga.
"Sialan! Pergi kau, anjing bodoh, tak tahu diri! Rasakan ini! Rasakan
ini!" Batu-batu kerikil itu terus beterbangan ke arah Shiro (Si Putih
dalam Kumpulan Cerita Rashomon, 2008: 141).
4) Kakak Perempuan Haruo
Kakak perempuan Haruo merupakan tokoh protagonis
tambahan. Ia memiliki watak penakut dan penyayang yang
tergambar secara dramatik melalui tingkah lakunya.
"Wah, apa yang harus kita lakukan? Haruo, dia pasti anjing gila," ujar
gadis kecil itu berdiri tertegun ketakutan dan suaranya seperti hampir
menangis (Si Putih dalam Kumpulan Cerita Rashomon, 2008: 141)

Pasti mereka pikir ia akan kabur sebab anak gadis itu


melingkarkan kedua tangannya di pundak Shiro dan memeluknya erat-
erat. Shiro menatap mata anak itu beberapa lama. Di mata gadis cilik itu
dengan jelas tercermin kandang anjing berwarna krem di bawah pohon
palem yang menjulang tinggi-semua tampak seperti biasanya. Di depan
kandang yang tercermin itu, ia melihat seekor anjing putih yang hanya
sebesar butiran beras sedang duduk. Shiro hanya menatap takjub anjing
itu. “Lihat! Shiro menangis!" Gadis kecil itu mendongak, melihat
saudaranya sambil terus memeluk Shiro. (Si Putih dalam Kumpulan
Cerita Rashomon, 2008: 151–152).

5) Napoleon
Napoleon adalah anak anjing kecil yang diselamatkan oleh
Shiro. Ia merupakan tokoh protagonis tambahan yang berwatak
ramah, tahu balas budi, dan perhatian. Penggambaran ini disajikan
melalui percakapan tokoh.
Dengan bangga anak anjing itu mengibaskan ekornya dan berkata, “Di
sinilah aku tinggal. Di Kafe Taisho-ken ini.. Paman tinggal di mana?"
“Paman? Aku... tinggal jauh dari sini.” Shiro menghela napas sedih.
“Baiklah, aku akan pulang." “Eee... tunggu sebentar. Apakah majikan
Paman sangat cerewet?” “Majikanku? Kenapa kau tanyakan hal itu?"
“Kalau majikan Paman tidak cerewet, malam ini menginaplah di sini,
biar ibuku bisa berterima kasih kepadamu karena telah menyelamatkan
jiwaku. Ada berbagai makanan enak di sini, susu, nasi kari, steik
daging, dan sebagainya." "Terima kasih. Tapi ada beberapa hal yang
harus Paman lakukan, jadi akan kuterima jamuanmu lain kali. ...Nah,
sampaikan salamku kepada ibumu.” (Si Putih dalam Kumpulan Cerpen
Rashomon, 2008: 145).

C. Latar
1) Latar waktu
Latar waktu yang terdapat pada cerita di antaranya: pada
suatu sore di musim semi (kalimat pertama pada paragraf pertama
bagian satu); tanggal 8 Mei, 7 Agustus, 13 September, dan 25
Oktober sekitar pukul 4.30 sore (terdapat pada surat kabar yang
memberitakan aksi heroik Shiro); dan pada tengah malam di suatu
musim gugur (kalimat pertama pada paragraf pertama bagian
lima). Latar waktu pada cerita ini digambarkan secara netral.
2) Latar tempat
Latar tempat pada cerita di antaranya adalah sepanjang
jalan sepi yang sempit, rumah majikan Shiro, sekitar Tokyo, depan
Kafe Taisho-ken, jalur rel Stasiun Tabata, Karuizawa, lembah
antara Gunung Hodaka dan Gunung Yarigatake, Nagoya, dan
Kebun Binatang Miyagi Junkai. Latar tempat juga digambarkan
secara netral.
3) Latar suasana
Latar suasana pada cerita tersebut di antaranya: suasana
takut ketika Shiro berhadapan dengan penangkap anjing, suasana
menyedihkan ketika majikan Shiro tidak mengenali dan
mengusirnya, suasana menyedihkan ketika Shiro menggelandang,
suasana menegangkan ketika Shiro melakukan aksi-aksi
penyelamatan, suasana sedih ketika Shiro merenungi kesalahannga
dan berniat bunuh diri, serta suasana mengharukan saat Shiro
kembali menjadi putih dan bertemu majikannya.
D. Alur
Alur dalam cerpen Shiro berjalan maju dengan kaidah plausabilitas
yang berpusat pada plot tokohan secara padat dan tunggal. Cerita diawali
dengan peristiwa menuju konflik utama yang diiringi dengan pengenalan
latar dan tokoh, kemudian menuju peningkatan konflik ketika tubuh Shiro
menghitam dan klimaksnya terjadi saat ia diusir majikannya dan hidup
menggelandang, kemudian dilanjutkan dengan penguraian masalah, dan
penyelesaian cerita disajikan secara tertutup dengan akhir yang bahagia.
E. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pada cerpen ini adalah sudut
pandang persona ketiga terbatas karena penulis hanya terfokus pada tokoh
Shiro.

Anda mungkin juga menyukai