Anda di halaman 1dari 241

JARINGAN PELAYARAN PELABUHAN BELAWAN

1886-1942

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar


Magister Humaniora (M.Hum) dalam Program Studi S2 Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh:

HANDOKO
157050006

PROGRAM STUDI S2 ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Sebelum Pelabuhan Belawan dikembangkan, aktivitas pelayaran dan perdagangan


di Deli (Medan) berada di Labuhan Deli. Labuhan Deli tidak bertahan lama akibat
sedimentasi dari Sungai Deli. Tidak hanya itu, alasan pemindahan pelabuhan dari
Labuhan Deli ke Belawan merupakan faktor ekonomis dimana ekonomi
perkebunan berkembang dengan pesat dan membutuhkan tempat yang luas untuk
melaksanakan ekspor dan impor. Pembukaan Pelabuhan Belawan
dipertimbangkan agar kapal-kapal uap dapat bersandar untuk memudahkan
pengangkutan hasil-hasil perkebunan yang diangkut kereta api dari berbagai
perkebunan yang berada di pedalaman (hinterland). Kebijakan pemerintah yang
menetapkan bahwa Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan utama di Residensi
Sumatera Timur juga berpengaruh bagi daerah seberang atau sekitar (foreland)
yang mengirimkan hasil-hasil perkebunan ke Pelabuhan Belawan. Dari
keterangan tersebut, penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan pelabuhan
Labuhan Deli dan Belawan serta jaringan pelayaran di Pelabuhan Belawan yang
tercipta karena adanya peranan hinterland dan foreland.

Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan ekonomi struktural dan metode


penelitian sejarah. Penggunaan pendekatan ekonomi struktural bertujuan untuk
menganalisis perkembangan pelayaran dan perdagangan di Pelabuhan Belawan.
Untuk metode penelitian, penelitian tesis ini menggunakan metode sejarah.
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah mencari data pendukung ke berbagai
perpustakaan dan lembaga yang dianggap dapat menjadi sumber data dalam
penelitian, misalnya ke Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta;
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Tengku Lukman Sinar
dan Perpustakaan USU. Setelah data terkumpul, tahapan selanjutnya adalah
menyaring data-data yang telah didapat kemudian untuk dianalisis dan tahapan
terakhir adalah tahapan penulisan tesis.

Penelitian Tesis ini akan menjelaskan jaringan pelayaran pelabuhan Belawan baik
lokal, regional dan internasional. Pelayaran di Pelabuhan Belawan umumnya
dapat dibedakan menjadi tiga bagian yakni pertama, pelayaran lokal yang meliputi
jaringan pelayaran antara pelabuhan-pelabuhan keil di Sumatera Timur dengan
Pelabuhan Belawan. Kedua, pelayaran antar pulau atau regional yang meliputi
jaringan pelayaran antar pulau-pulau di Hindia Belanda dengan Pelabuhan
Belawan. Terakhir, pelayaran internasional yang meliputi jaringan pelayaran
antara Pelabuhan Belawan dengan sebagian negara-negara di benua Eropah,
Amerika, Afrika dan Asia.

Keywords: Pelabuhan, Jaringan Pelayaran, Perdagangan, Labuhan Deli,


Belawan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Before Belawan Harbor was developed, the shipping and trading activities in Deli
(Medan) were in Labuhan Deli. Labuhan Deli did not last long due to
sedimentation from the Deli River. Not only that, the reason for the removal of the
harbor from Labuhan Deli to Belawan is an economic factor where the plantation
economy is growing rapidly and requires a large space to carry out exports and
imports. The opening of Belawan Harbor is considered for steamers to lean to
facilitate the transport of rail-transported plantation products from hinterland
plantations. The government policy which stipulates that Belawan Port is the main
port in East Sumatera Residency also affects for the area across or around
(foreland) which sends the plantation products to the Port of Belawan. From this
description, this research intends to describe Labuhan Deli and Belawan port as
well as the shipping network in Belawan Port created by the role of hinterland and
foreland.

This thesis research uses a structural economic approach and historical research
methods. The use of structural economic approach aims to analyze the
development of shipping and trading in Belawan Port. For research method, this
thesis research use historical method. Initial stages in this study is to find
supporting data to various libraries and institutions that are considered to be a
source of data in research, for example to the National Archives of the Republic of
Indonesia in Jakarta; National Library of Indonesia, Tengku Lukman Sinar
Library and USU Library. After the data collected, the next step is to filter the
data that have been obtained and then to be analyzed and the last stage is the
thesis writing stage.

This Thesis research will describe Belawan port shipping network both locally,
regionally and internationally. Sailing at Port Belawan generally can be divided
into three parts namely first, local shipping which includes shipping network
between harbor ports in East Sumatra with Belawan Port. Second, inter-island or
regional shipping which includes the inter-island shipping network in the Dutch
East Indies with Belawan Harbor. Finally, international shipping includes a
network of shipping between Belawan Port and some countries in continental
Europe, America, Africa and Asia.

Keywords: Port, Shipping Network, Trading, Labuhan Deli, Belawan.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin saya panjatkan kepada Allah SWT sebagai


dari bentuk rasa syukur atas segala kenikmatan yangtelahdiberikankepadapenulis,
dantidaklupa salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad s.a.w.

Suatu kebahagian tersendiri bagi penulis ketika mampu menyelesaikan


rangkaian penelitian dan penulisan tesis untuk memperoleh gelar Magister
Humaniora di Program Studi Magister Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara. Adapun judul penulisan ini adalah Jaringan Pelayaran
Pelabuhan Belawan 1886-1942. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis merasakan
banyak memperoleh bantuan serta bimbingan yang cukup berharga dari berbagai
pihak, terutama staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
serta rekan-rekan yang telah banyak membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini belum sempurna, oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi penulis sendiri. Amiin Yaa Rabbal‟alaamin.

Medan, 24 Mei 2018


Penulis

Handoko

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan
dalam menyelesaikan tesis ini :
1. Bapak Dr. Budi Agustono, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan, sekaligus sebagai Tim Penguji yang telah
memberikan masukan.
2. Bapak Dr. Suprayitno, M. Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua
Pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan, nasehat dan motivasi
kepada penulis baik selama kuliah maupun pada saat mengerjakan penulisan
tesis ini. Tidak hanya dalam pengerjaan tesis, pembimbing juga memberikan
pengalaman yang luar biasa bagi penulis baik pengajaran maupun penelitian
serta selalu mengikutsertakan kegiatan akademik lainnya yang dapat
dijadikan penulis sebagai pengalaman yang berharga. Penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya.
3. Ibu Lila Pelita Hati,sebagai Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara sekaligus anggota Tim Penguji yang
telah memberikan nasehat dan saran terhadap tesis ini.
4. Ibu Dra. Ratna, M.S., selaku anggota Komisi Pembimbing, terimakasih atas
segala arahan, bimbingan dan bantuan dalam penulisan tesis ini. Saran dan
kritik Ibu sangat berperan besar menuntun penulis dalam mengerjakan tesis
ini. Sebagai pembimbing kedua, beliau telah banyak membantu penulis baik
moril maupun materil. Beliau juga banyak memberikan pengalaman yang
berharga kepada penulis seperti penelitian maupun pembelajaran serta selalu
mengikut sertakan penulis diberbagai kegiatan. Penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya.
5. Bapak Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum.,selaku anggota Tim Penguji yang telah
memberikan kritik, saran, dan koreks iterhadap tesis ini.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Bapak Drs. Gustanto, M.Hum.,selaku anggota Tim Penguji yang telah
memberikan kritik, saran, dan koreksi terhadap tesis ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu yang
diberikan dapat penulis amalkan.
8. Jajaran Staf Akademik dan Pegawai di Fakultas Ilmu Budaya maupun
Program Studi Magister Ilmu Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan fasilitas dan informasi kepada
penulis, khususnya Kak Lyly dan Kak Tapi.
9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
USU, Drs. Edi Sumarno, M.Hum, Dra. Sri Pangestri Dewi Murni, M.A, Dra.
Junita Setiana Ginting, M.Si, Dra. Nina Karina Purba, M.SP, Dra. Fitriaty
Harahap, SU, Dra. Peninna Simanjuntak, M.Si, Dra. Nurhabsyah, M.Si dan
Dra. Farida Hanum Ritonga, M.SP. Penuli sucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya karena telah banyak memberikan pengalaman serta nasihat
dan motivasi kepada penulis.
10. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepadaArsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan USU, Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia, Perpustakaan KITLV dan Erasmus Huis, Perpustakaan
EFEO serta Perpustakaan Tengku Luckman Sinar yang telah bersedia
memberikan informasi dan data-data untuk penulisan tesis ini.
11. Terima kasih juga penulis hantuarkan kepada seluruh narasumber dalam
penulisan tesis ini yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan
tesis ini.
12. Kepadasahabatku Dara, Maryana, Bang Alfian, Kak Ina, Kak Tiwi, Bang
Hairul, Kak Nisa, Kak Nina dan seluruh kawan-kawan Mahasiswa/I Program
Studi Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara Medan, terima kasih atas masukan positif dan pengalaman luar biasa
yang telah kita lewati bersama, makan-makan, jalan-jalan, ngobrol ngalur
ngidul, hingga berfoto bersama, ini adalah kenangan yang indah, semoga kita
tetap menjadi sahabat baik selamanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13. Akhirnya, penulis ucapkan rasa terimakasih yang tiada kira dan rasa sayang
kepada kepada kedua orang tua penulis, Bapak Parno dan Ibunda Kina yang
telah melahirkan dan memberikan cinta kasih sayang yang tak ternilai
harganya, semoga Allah selalumemberikankarunia-Nya kepada mereka.
Kepada adik-adikku yang selalu mendo‟akan yang terbaik bagi penulis, Agus
Gunawan dan Lidya Nur Ainun yang selalu memberi motivasi dan semangat
untuk menyelesaikan tesis ini. Semua kebahagian ini penulis persembahkan
untuk kalian yang tersayang.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala kontribusi yang
diberikan dari semua pihak baik yang sudah disebutkan maupun yang belum, tak
sempat tersebutkan karena adanya keterbatasan. Semoga kebaikan saudara-
saudariku yang telah penulis terima sampai saat ini dapat terbalaskan oleh Allah
SWT.
Medan, 24 Mei 2018

Penulis

Handoko

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

NAMA : Handoko, SS

GELAR AKADEMIK : Sarjana Sastra

ALAMAT RUMAH : Dusun III No. 79 Saentis Percut Sei Tuan

INSTANSI : Mahasiswa Prodi S2 Ilmu Sejarah FIB USU

ALAMAT INSTANSI : Jalan Universitas No. 19 Kampus USU Medan,

Prodi. Magister Sejarah

TELEPON :-

HANDPHONE : 085359897550

EMAIL : handokokembaren@yahoo.co.id

WEBSITE :-

PENDIDIKAN TERAKHIR : Strata 1 (S-1)

HASIL KARYA :-

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

ANRI : Arsip Nasional Republik Indonesia

Algemene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van


AVROS :
Sumatra

BB : Binnenlandsch Bestuur

BOW : Burgerlijke Openbare Werken

BPM : Bataafsche Petroleum Maatschappij

CKS : Centraal Kantoorvoor de Statistiek

DADG : Deutsch-Australische Dampfschiffs-Gesselschaft

DM : Deli Maatschappij

DPV : Deli Planter Vereniging

DSM : Deli Spoorweg Maatschappij

DVC : Deli Vracht Conferentie

EIC : East Indie Company

ENI : Encyclopaedia Nederlandsch Indie

HAPAG : Hamburg-Amerikanische Packetfahrt Aktien Gesselschaft

KM : Kilometer

KIT : Koninklijk Instutuut voor de Tropen

KITLV : Koninklijk Instutuutvoor Taal-, Land –en Volkunkunde

KPM : Konninklijke Paketvaart Maatschappij

KV : Kolonial Verslag

M : Meter

MvO : Memorie van Overgave

NDL : Norddeutsche Lloyd

NHM : Nederlansche Handel Maatschappij

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


NISHM : Nederlandsch Indische Steenkolen Handel Maatschappij

NISM : Nederlandsch Indische Stoomboot-Maatschappij

NSMO : Nederlandsch Stoomvaart-Maatschappij “Ocean”

PNRI : Perpustakaan NasionalRepublik Indonesia

RL : Rotterdamsche Lloyd

SMN : Stoomvaar tMaatschappij “Nederland”

Tijdschijft voor Indische Taal, Land, en Vokenkunde van


TBG :
Bataviasch Genotschap

TEG : Tijdschijft voor Economische Geografie

VOC : Verenigde Oost-Indische Compagnie

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GLOSSARIUM

Aantal Schepen : Jumlah kapal dating


Afdeling : Wilayah pemerintahan yang merupakan bagian dari
keresidenan atau provinsi dan dikepalai oleh seorang
asisten residen.

ambtenaren : Pegawai-pegawai Hindia Belanda


Asisten Residen : Kepala wilayah suatu afdeling

Baggermolen : Mesin penyedo lumpur

Bal : Setaradengansatugulungatau 40 lembar

Bedrijft : Perusahaan
Bedrijft Haven : Pelabuhan yang dikelola sebagai perusahaan

Birk/brig : Kapal berukuran sedang model Belanda

Bossen : Ikat

Chintzes : Sejeniskaincita

Commissie van : Komisi bantuan untuk pelabuhan


Bijstand

Contoleur : Kontrolir (pejabat pemerintahan yang mengepalai wilayah


onder-afdeling)

Corge : Setara dengan 20 buah/lembar

Cultuurgebied : Istilah yang digunakan untuk menyebut suatu kawasan di


Sumatera Timur yang lahannya banyak dieksploitasi untuk
industry perkebunan.

Cultuurstelsel : Sistem tanam paksa

Duane/douane : Kantor pajak/cukai di pelabuhan

Foreland : Wilayah seberang yang berada di sekitar wilayah pusat


perekonomian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gantang : Ukuran berat yang digunakan zaman dulu setara dengan 2-
3 kg

Grootere Haven : Pelabuhan Besar

Havenmeester : Syahbandar (kepala pelabuhan)

Haventerrein : Lapangan terbuka yang berfungsi sebagai tempat


penumpukan barang di pelabuhan

Havenwezen : Urusan pelabuhan

Hinterland : Wilayah penyangga yang berada di sekitar wilayah pusat

Juparang : Ikan sejenis hiu

Kleine Bedrijft : Pelabuhan kecil yang dijadikan sebagai perusahaan


Haven

Kleine Haven : Pelabuhan Kecil


KleinenietBedrijft : Pelabuhan kecil yang tidak dijadikan sebagai perusahaan
Haven

Kist : Peti

Koyang : Ukuran berat yang digunakan zaman dulu setara dengan 3


pikul

Laksa : Setara dengan 10.000 buah

Mata-mata : Pejabat yang mengutip cukai dan pajak di Deli

Midden Haven : Pelabuhan menengah yang diukur dari kapasitas luasnya.

Onderneming : Istilah dalam bahasa Belanda yang berarti perkebunan

Pekan : Istilah penduduk Sumatera Timur untuk menyebut pasar

Pikul : Ukuran berat yang digunakan zaman dulu setara dengan


61,761 kg.

Planters : Tuan kebun di onderneming, umumnya adalah orang barat.

Residen : Kepala wilayah suatu keresidenan

Roadstead : Tempat kapal berlabuh di tengah laut

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Slup : Kapal kecil model Belanda

Staatsblad : Lembaran Negara yang berisi keputusan-keputusan


pemerintahan Hindia Belanda

Steigers : Apron atau dermaga

Stuk : Satu buah atau satu ekor

Syahbandar : Kepala pelabuhan

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Abstrak ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Ucapan Terima Kasih ....................................................................................... iv
Daftar Singkatan............................................................................................... ix
Glossarium ....................................................................................................... xi
Daftar Isi........................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah ......................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian ................................................................................... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................. 7
1.4 Teori dan Kerangka Konseptual ........................................................... 8
1.5 TinjauanPustaka ................................................................................... 13
1.6 Metode Penelitian ................................................................................. 17
1.6.1 Metode Sejarah.............................................................................. 17
1.6.2 Sumber-Sumber yang Digunakan ................................................. 19
1.7 Sistematika Penulisan ........................................................................... 21

BAB II DARI SUNGAI KE PANTAI: LABUHAN DELI DAN


PEMINDAHAN PELABUHAN KE BELAWAN
2.1 PelabuhanLabuhan Deli PraKolonial ................................................... 23
2.2 Pelabuhan Labuhan Deli Masa Kolonial .............................................. 33
2.2.1 Pengelolaan Pelabuhan ............................................................... 33
2.2.2 Perdagangan dan Pelayaran ........................................................ 37
2.3 Latar Belakang Pemindahan Pelabuhan dari Labuhan ke Belawan ..... 58
2.3.1 Sungai Deli dan Sedimentasi ...................................................... 58
2.3.2 Perkembangan Perekonomian Perkebunan dan Transportasi ..... 61
2.4 Lahirnya Pelabuhan Belawan ............................................................... 66

BAB III MANAJEMEN PELABUHAN BELAWAN 1886-1942


3.1 PerkembanganFisikPelabuhan ............................................................. 70

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.1.1 Sarana dan Prasarana .................................................................. 70
3.1.1.1 Dermaga ............................................................................ 71
3.1.1.2 Pergudangan dan Lapangan Terbuka Penimbunan Barang74
3.1.1.3 Perkantoran, Perumahan dan Fasilitas penunjang Lainnya 78
3.1.2 Perluasan Pelabuhan ................................................................... 80
3.2 Struktur Perusahaan Pelabuhan ............................................................ 85
3.3 Komisi Bantuan Pelabuhan .................................................................. 95
3.4 Pendapatan Pelabuhan .......................................................................... 131
3.4.1 PajakEkspordanImpor ................................................................... 103
3.4.2 Cukai dan Pendapatan Lainnya ..................................................... 105

BAB IV DAERAH PENYANGGA DAN PERDAGANGAN DI


PELABUHANBELAWAN 1886-1942
4.1 Hubunganantara Hinterland denganPelabuhan .................................... 109
4.1.1 Jalan Raya ................................................................................... 111
4.1.2 Jalur Kereta Api .......................................................................... 112
4.2 Hubungan Foreland dengan Pelabuhan ................................................ 121
4.3 Aktivitas Ekspor dan Impor ................................................................. 126
4.3.1 KomoditasEkspordanImpor ........................................................ 126
4.3.2 Tujuan dan Asal Ekspor dan Impor ............................................ 129
4.3.3 Volume dan Nilai Ekspor dan Impor .......................................... 131

BAB V JARINGAN PELAYARAN PELABUHAN BELAWAN 1886-1942


5.1 BelawanDitetapkansebagaiPelabuhanSamudera .................................. 145
5.1.1 Latar Belakang Ditetapkan ......................................................... 145
5.1.2 Perluasan Pelabuhan Belawan .................................................... 153
5.2 Pelabuhan Belawan Sebagai Pusat Perdagangan dan Pelayaran
di Sumatera Timur ................................................................................ 163
5.3 Pelayaran Lokal dan Antar Pulau (Regional) ....................................... 172
5.4 Pelayaran Internasional ........................................................................ 179

BAB VI KESIMPULAN .............................................................................. 193


Daftar Pustaka .................................................................................................. 198
Lampiran .......................................................................................................... 208

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang masalah mengapa penulis tertarik

menuliskan judul penelitian tesis. Bab ini juga membahas tujuan dan manfaat

dalam melakukan penelitian tesis yang dilakukan penulis. Di samping itu,

kerangka konseptual dan metode penting digunakan dalam melakukan penulisan

tesis ini. Penelitian tesis ini menggunakan kerangka konseptual pelabuhan dan

jaringan pelayaran berdasarkan jarak serta menggunakan teori structural

fungsionalisme. Untuk metode, penulis menggunakan metode sejarah yang

diawali dengan pencarian data, kemudian menyaringnya dan interpretasi yang

dilanjutkan dengan penulisan atau historiografi.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kajian mengenai pelabuhan1 selalu menarik untuk diteliti, karena

pelabuhan sebagai pintu gerbang atau seaward gates merupakan tempat

bertemunya pedagang yang memasarkan komoditi hasil budidaya daratan yang

dipertukarkan dengan komoditi dari kawasan seberang. Dengan berkembangnya

kegiatan tersebut, maka membawa dampak yang sangat besar bagi lingkungan

sekitar baik secara ekonomi, budaya, sosial maupun politik. Begitu juga dengan

1
Pelabuhan adalah bandar yang dilengkapi dengan bangunan-bangunan untuk pelayanan
muatan dan penumpang seperti dermaga, tambatan, dengan segala perlengkapannya.
Perkembangan pelabuhan di Indonesia pada awalnya hanya merupakan suatu tepian di mana
kapal-kapal dan perahu-perahu dapat merapat dan membuang jangkar untuk dapat melakukan
kegiatan-kegiatan perkapalan. Lihat Bambang Triatmodjo,Pelabuhan, Jakarta: Beta Offset, 1992,
hlm. 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pelabuhan Belawan yang hadir sebagai pelabuhan besar di Pantai Timur

Sumatera. Kehadiran Pelabuhan Belawan diprakarsai oleh perusahaan kereta api

di Deli yakni Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). Tujuan dibukanya Pelabuhan

Belawan adalah untuk memudahkan pengangkutan hasil-hasil perkebunan.2

Sebelum Pelabuhan Belawan dikembangkan, aktivitas pelayaran dan

perdagangan di Deli berada di Labuhan Deli. Labuhan Deli tidak bertahan lama

akibat sedimentasi dari Sungai Deli. Tidak hanya itu, alasan pemindahan

pelabuhan dari Labuhan Deli ke Belawan merupakan faktor ekonomis karena

ekonomi perkebunan berkembang dengan pesat dan membutuhkan tempat yang

luas untuk melaksanakan ekspor dan impor. Pembukaan Pelabuhan Belawan

dipertimbangkan agar kapal-kapal uap3 dapat bersandar untuk memudahkan

pengangkutan hasil-hasil perkebunan yang diangkut kereta api dari berbagai

perkebunan yang berada di pedalaman (hinterland). Kebijakan pemerintah yang

menetapkan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan utama di Residensi Sumatera

Timur juga berpengaruh terhadap daerah seberang atau sekitar (foreland) yang

mengirimkan hasil-hasil perkebunan ke Pelabuhan Belawan.4

Pelabuhan-pelabuhan hinterland Pelabuhan Belawan adalahRantau

Panjang, Pantei Tjermin, Perbaoengan, Tanjung Beringin, Bandar Chalipah,

Pagoerawan, dan Tandjong Tiram, sedangkan foreland Pelabuhan Belawan adalah

Pulu Koempai, Pulu Sembilan, Pangkalan Berandan, Tanjung Pura, Telok


2
Wouter Cool, Belawan-Oceaanhaven, Batavia: Departement der Burgerlike Openbare
Werken Afdeeling Havenwezen, 1917, hlm. 3.
3
Kapal uap masa Kolonial Belanda merupakan kapal yang menggunakan batubara
sebagai bahan bakarnya. Biasanya kapal-kapal uap merupakan kapal pertikulir.
4
Christopher Airriess, “Port-Centered Transport Development in Colonial North
Sumatra”, dalam Indonesia, Vol. 59 (April, 1995), hlm. 81-90.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Niboeng (Tanjung Balai Asahan), Koeloe, Laboean Bilik, Bagan Api-Api,

Bengkalis, Pakan Baru dan Palalawan.5 Keterangan tersebut membuktikan bahwa

Pelabuhan Belawan merupakan pusat ekspor-impor di Sumatera Timur yang

menjadikannya pelabuhan terbesar di Sumatera Timur,6 dan terbesar di Hindia

Belanda dinilai dari volume ekspor-impornya.7

Sebagai pelabuhan yang besar, tentu saja Pelabuhan Belawan telah

banyak diteliti oleh berbagai disiplin ilmu. Hingga saat ini sedikitnya terdapat

beberapa kajian mengenai Pelabuhan Belawan baik kajian di bidang sejarah

maupun geografi. Kajian Sejarah sedikitnya terdapat tiga karya yang membahas

tentang sejarah Pelabuhan Belawan ataupun yang berkaitan dengan Pelabuhan

Belawan. Pertama, karya Panangian Panggabean (1988) yang membahas “

Lahirnya Kota Medan sebagai Pelabuhan Ekspor Hasil-hasil Perkebunan 1863-

1940” menceritakan bagaimana peran Pelabuhan Belawan mengekspor hasil-hasil

perkebunan yang ada di Afdeling Deli en Serdang yang sebagian besar

wilayahnya meliputi Medan dan Deli Serdang sekarang dengan bantuan

transportasi kereta api (DSM).8

Kedua, Skripsi Novita Mandasari Hutagaol (2016) yang membahas

“Perkembangan Pelabuhan Belawan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-
5
Broersma, Oostkust van Sumatra: De Ontwikkeling van het Gewest, The Hague: Charles
Dixon-Deventer, 1922, hlm. 260-261.
6
C. Lekkerkerker, Land en Volk van Sumatra, Leiden: N.V. Boekhandel en Drukkerij
Voorheen E.J. Brill, 1916, hlm. 294-295.
7
Volker, T., Van Oerbosch Tot Cultuurgebied: Een Schets van de Betekenis van De
Tabak, De Andere Cultures en De Industrie Ter Oostkust van Sumatra, Medan: TYP. Varekamp &
Co., 1928, hlm. 256.
8
Panggabean, Panangian, “ Lahirnya Kota Medan Sebagai Pelabuhan Ekspor Hasil-hasil
Perkebunan 1863-1940” Tesis S-2 belum diterbitkan, Yogyakarta: Pascasarjana UGM, 1988.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20”yang menjadikan PelabuhanBelawan sebagai satu-satunya pelabuhan ekspor-

impor terbesar di Sumatera Timur serta salah satu pelabuhaninduk di Hindia

Belanda. Perkembangan perkebunan di pedalaman Sumatera Timur dan untuk

memfasilitasikapal yang masuk dan keluar telah mendorong pemerintah kolonial

Hindia-Belanda mengembangkanPelabuhan Belawan baik dari segi fisik, sarana

maupun manajemen pelabuhan. Pengembangan fisik pelabuhanmeliputi

pengerukan lumpur, pembangunan dermaga, gudang penyimpanan dan kantor,

jalan darat dan jalurkereta api. Pengembangan sarana pelabuhan dilakukan dengan

penyediaan listrik dan air bersih. Di bidangmanajemen, Pelabuhan Belawan

menjadi perusahaan pelabuhan (bedrijft haven). Pengembangan

PelabuhanBelawan mengakibatkan peningkatan ekspor-impor di Pelabuhan

Belawan. Pengembangan Pelabuhan Belawanmempengaruhi kehidupan

masyarakat di Deli, seperti perubahan morfologi kota, prasarana sosial, tenaga

kerja,dan perdagangan.9

Ketiga, merupakan karya terbaru dan belum diterbitkan karena masih

dalam proses penyelesaian penelitian. Karya ini diteliti oleh Wasino, dkk., (2016)

yang berjudul “Membingkai Selat Malaka: Pengelolaan Pelabuhan Belawan dari

Kolonial hingga Sekarang”. Karya ini mengkaji sejarah Pelabuhan Belawan dari

masa kolonial hingga sekarang (reformasi). Dalam karya ini tim peneliti banyak

menceritakan manajemen pengelolaan Pelabuhan Belawan hingga konflik tanah

yang baru-baru ini disengketakan oleh ahli waris karena masalah konsesi tanah

yang diberikan oleh keluarga ahli waris untuk pendirian Pelabuhan Belawan pada

9
Novita Mandasari Hutagaol, “Pengembangan Pelabuhan Belawan dan Pengaruhnya
Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Deli, 1920-1942”, Skripsi S-1 belum diterbitkan,
Batam: Universitas Riau Kepulauan, 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


masa kolonial Belanda. Sampai saat ini, karya Wasino, dkk., merupakan karya

yang paling detail mengkaji sejarah Pelabuhan Belawan. 10

Selain ketiga karya sejarah tersebut, terdapat juga pembahasan sejarah

Pelabuhan Belawan dalam kajian geografi. Meskipun karya tersebut merupakan

karya geografi, namun Airriess mengkaji juga sejarah perkembangan Pelabuhan

Belawan. Dalam disertasinya, Airriess (1989) menulis pembabakan kegiatan

pelabuhan yang diawali di Labuhan Deli yang kemudian berpindah ke Belawan

karena berkembangnya ekonomi perkebunan. Airriess juga membahas pelabuhan-

pelabuhan penyangga (hinterland dan foreland) di sekitar Pelabuhan Belawan

atau pelabuhan yang berada di Keresidenan Sumatera Timur. Selanjutnya,

Airriess membahas perkembangan Pelabuhan Belawan masa kemerdekaan hingga

dikeluarkannya kebijakan nasionalisasi di Indonesia. 11

Masih berkaitan dengan kajian geografi, Airriess kemudian mengkaji

kembali Pelabuhan Belawan ke dalam dua jurnal yang terbit pada tahun 1991 dan

1995. Pertama, Airriess membahas morfologi Pelabuhan Belawan dan ekonomi

global. Perkembangan morfologi sangat berkaitan dengan perkembangan

ekonomi. Dalam tulisannya tersebut, Airriess mengungkapkan bahwa

perekonomian perkebunan memicu perkembangan fisik Pelabuhan Belawan.12

Kedua, masih dari hasil pengembangan disertasinya, Airriess mengkaji Pelabuhan

10
Wasino, dkk, “Membingkai Selat Malaka: Pengelolaan Pelabuhan Belawan dari
Kolonial hingga Sekarang”, draft penelitian belum diterbitkan, Semarang, 2016.
11
Christopher Anderson Airriess, “A Port System in a Developing Regional and
Response in North Sumatra, Indonesia”, Ph.D Dissertation, Lexington: University of Kentucky,
1989.
12
Christopher Anderson Airriess, “Global Economy and Port Morphology in Belawan,
Indonesia” dalam Geographical Review, Vol. 81, No. 2 (April, 1991), hlm. 183-196.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belawan sebagai pusat perkembangan transportasi pelabuhan pada masa kolonial

di Sumatera Utara. Dalam tulisan ini tampak jelas perkembangan fisik Pelabuhan

Belawan dari awal pembukaan hingga penetapan Pelabuhan Belawan menjadi

pelabuhan samudera. Tulisan ini juga membahas fasilitas pelabuhan, manajemen

pelabuhan hingga peranan pelabuhan-pelabuhan penyangga.13

Dari beberapa kajian sebelumnya mengenai Pelabuhan Belawan baik

kajian sejarah maupun geografi di atas, belum dibahas secara mendetail mengenai

jaringan pelayaran di Pelabuhan Belawan. Atas dasar tersebut, penelitian ini

mengkaji kembali Pelabuhan Belawan namun fokus kajiannya meliputi sistem

pelayaran dan jaringan pelayaran Pelabuhan Belawan.

1.2 Fokus Penelitian

Dari uraian di atas, fokus bahasan dalam tesis ini adalah membahas

mengenai pelayaran dari dan ke Pelabuhan Belawan. Sebelum membahas

pelayarannya, perlu juga dibahas mengapa pelabuhan dipindahkan ke Belawan

yang sebelumnya di Labuhan Deli. Setelah berpindah ke Belawan bagaimana

perkembangan pelabuhan hingga mengapa Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai

pelabuhan samudera yang berarti menjadi pusat pelayaran di Pantai Timur

Sumatera. Batasan waktu dalam tesis ini adalah tahun 1886 hingga 1942. Tahun

1886 merupakan tahun dimana Pelabuhan Belawan mulai beroperasi, sedangkan

tahun 1942 merupakan tahun peralihan kekuasaan dari pemerintah kolonial ke

pemerintah militer Jepang, yang artinya segala kegiatan operasional pelabuhan

tidak lagi ditangani oleh pemerintah Hindia Belanda melainkan Jepang.

13
Christopher Anderson Airriess, “ Port-Centered Transport Development in Colonial
North Sumatra” dalam Indonesia, Vol. 59 (April, 1995), hlm. 65-91.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk lebih mudahnya, dalam penulisan tesis ini dipandu dengan

beberapa pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah rumusan masalah dalam

penulisan tesis, yakni:

1. Mengapa Pemerintah Kolonial memindahkan pelabuhan dari

Labuhan Deli ke Belawan?

2. Bagaimana pengelolaan dan perkembangan Pelabuhan Belawan?

3. Bagaimana pelayaran dan perdagangan di Pelabuhan Belawan?

4. Mengapa Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai Pelabuhan

Samudera dan bagaimana jaringan pelayaran di Pelabuhan Belawan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan gambaran Pelabuhan Labuhan Deli sebelum

berpindah ke Belawan.

2. Menganalisis mengapa pelabuhan dipindahkan ke Belawan.

3. Mendeskripsikan kondisi fisik Pelabuhan Belawan atau perkembangan

Pelabuhan Belawan.

4. Mendeskripsikan Jaringan pelayaran yang terbangun di Pelabuhan

Belawan.

5. Menganalisis mengapa Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai

Pelabuhan Samudera sehingga jaringan pelayaran dan perdagangan di

Pantai Timur Sumatera terpusat di Pelabuhan Belawan.

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Dalam bidang Ilmu Sejarah untuk menambah referensi dan khasanah

kajian tentang sejarah maritim di Indonesia khususnya Sumatera Utara.

2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat

memberipengetahuan baru tentang Pelabuhan Belawan mulai dari

perpindahan, perkembangan, hingga penetapannya sebagai pelabuhan

samudera yang menjelaskan betapa kuatnya jaringan pelayaran di

Pelabuhan Belawan.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, refleksi dan

masukan terhadap perusahaan pengelola pelabuhan agar lebih efektif

dan efisien dalam mengelola pelabuhan seperti apa yang sudah

dilakukan oleh kekuasaan sebelumnya (Hindia Belanda).

1.4 Teori dan Kerangka Konseptual

Penelitian tema jenis pelabuhan digolongkan dalam kajian sejarah

struktural, karena secara sederhana, pelabuhan memiliki jenis dan kategori sampai

pada bidang manajemennya. Namun memahami kajian struktural adalah sesuatu

yang kompleks dengan perubahan dalam waktu yang lama. Ketika sebuah

kekuasaan pemerintahan berdiri, maka berbagai kewenangan bisa dilakukan untuk

keuntungannya. Demikian pula yang berlaku pada masa pemerintahan Hindia

Belanda, membangun sarana-sarana untuk memperlancar ekonomi, termasuk

pembukaan pelabuhan Belawan pada tahun 1886 untuk menunjang transportasi

dan untuk memudahkan pengangkutan hasil-hasil perkebunan dengan moda kereta

api. Dengan demikian, kondisi yang ingin dijelaskan adalah mendeskripsikan

kawasan ini dengan jaring-jaring hubungan antar objek dan manusia, memetakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keruangan, institusi/organisasi dan menjelaskan tentang perkembangan ekonomi

sejak tahun 1886 sampai 1942 di Pelabuhan Belawan.

Mengingat dalam rencana penelitian tesis ini akan mengungkapkan juga

sistem manajemen pelabuhan maka diperlukan teori dan konsep yang berkaitan

dengan struktural.14Tulisan ini nantinya akan membahas struktur organisasi,

pengelolaan dan perencanaan pengembangan pelabuhan. Pendekatan yang akan

digunakan adalah pendekatan yang dikemukakan oleh Marxian, pendekatan yang

dapat dipahami menurut konteks ekonomi.15 Teori Struktural Fungsionalisme

menurut konteks ekonomi adalah menjelaskan institusi ekonomi yang dalam hal

ini adalah pelabuhan memiliki sistem yang saling mendukung demi berjalannya

kegiatan perekonomian.16 Kegiatan saling mendukung suatu pelabuhan adalah

berjalannya sistem organisasi pelabuhan untuk menjalankan sistem manajemen

pelabuhan. Hal ini juga terjadi di Pelabuhan Belawan sebagai pusat pelayaran dan

perdagangan di Pantai Timur Sumatera dengan membangun sistem perekonomian

antara hinterlands dengan forelands.

Memperhatikan tema penulisan sejarah maritim dengan obyek pelabuhan

sebagai sasaran, tentu tidak akan terlepas dari keberadaan organisasi dan

14
Teori dan Konsep Struktural atau Struktural Fungsionalisme dipelopori oleh Radclife-
Brown dan Malinowski di Inggris kemudian oleh pelopornya teori dan konsep ini dibawa ke
Amerika yang kemudian lahirlah Teori Struktural Fungsionalisme moderen yang dipelopori oleh
Talcott Parson. Tujuan dari kajian-kajian struktural-fungsionalisme adalah untuk membangun
suatu sistem sosial, atau struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan yang berfungsi
antara individu-individu, antara kelompok kelompok, atau antara institusi-institusi sosial di dalam
suatu masyarakat, pada suatu kurun masa tertentu. Lihat George Ritzer, Contemporary
Sociological Theory and Its lassial Roots: The Basics, Second Edition, New York: M Graw-Hill,
2007, hlm. 64-79.
15
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001, hlm.
163-164.
16
Alex Callinicos, Social Theory: A Historial Introduction, Second Edition, Cambridge:
Polity Press, 2007, hlm. 229-230.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


manajemen pengelolaan yang mengatur aktivitas di pelabuhan. Dalam mengkaji

organisasi inilah dipilih teori dan konsep struktural, karena organisasi memiliki

struktur. Dikatakan sebagai jenis sejarah maritim, karena pelabuhan selalu terkait

dengan laut/sungai, walaupun yang menggunakannya atau beraktivitas di laut

tersebut hanya menggunakan laut sebagai tempat menyeberang saja. Tidak selalu

daerah pesisir mendorong penghuninya untuk memanfaatkan laut bagi

kelangsungan hidupnya, demikian pula sebaliknya. Pada kenyataannya, Pelabuhan

Belawan ditempatkan sebagai salah satu mata rantai jaringan perekonomian di

Selat Malaka.

Pelabuhan Belawan sebagai mata rantai jaringan pelayaran di Selat

Malaka merupakan usaha dari Pemerintah Kolonial Belanda untuk meningkatkan

volume perdagangan di kawasan Pantai Timur Sumatera. Untuk mendukung hal

tersebut, Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai pelabuhan induk yang

membawahi pelabuhan binaan (Tanjung Balai Asahan) serta pelabuhan-pelabuhan

kecil lainnya. Kebijakan ini merupakan bentuk implementasi dari Staatsblad

tahun 1924, pemerintah kolonial membagi pelabuhan-pelabuhan kecil menjadi

dua kategori yakni pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan (kleine

bedrijfthaven) dan pelabuhan kecil yang tidak dikelola sebagai perusahaan (kleine

niet bedrijfthaven). Sebelum adanya pembagian tersebut, umumnya pelabuhan di

Hindia Belanda dibedakan menjadi tiga kategori, yakni pelabuhan besar (grootere

haven), pelabuhan menengah (midden haven) dan pelabuhan kecil (kleine

haven).17

17
Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1924 No. 378, dan lihat Verslag van de Kleine
Havens in Nederlandsch-Indie overhet jaar 1923, hlm. 2.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari penjelasan di atas, Pelabuhan Belawan dikategorikan sebagai

pelabuhan besar yang diusahakan. Penjelasan di atas juga akan dijadikan konsep

jaringan pelayaran Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai

pelabuhan induk yang membawahi pelabuhan binaan (Tanjung Balai Asahan) dan

pelabuhan-pelabuhan kecil yang berada di Pantai Timur Sumatera membentuk

pola jaringan pelayaran lokal dan regional. Untuk menjelaskan jaringan pelayaran

lokal dan regional dalam rencana penelitian tesis ini akan menggunakan

kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah kolonial sebagaimana hal

yang telah disebutkan di atas.

Untuk menjelaskan jaringan pelayaran internasional di Pelabuhan

Belawan, penulis merujuk pada konsep yang telah dikemukakan oleh Christopher

Airries. Airries mengungkapkan bahwa jaringan pelayaran internasional di

Pelabuhan Belawan terbentuk karena adanya dukungan dari Port Forelands dan

Port Hinterlandsyang masing-masing membantu dalam pelayaran internasional

Pelabuhan Belawan. Pelabuhan seberang atau forelands (Penang, Malaka dan

Singapura) merupakan unit yang paling membantu jaringan pelayaran Pelabuhan

Belawan, karena dari sanalah jaringan pelayaran dilanjutkan ke pelabuhan-

pelabuhan di Asia, Amerika dan Eropah.18

Selain itu, Pelabuhan Belawan juga melakukan pelayaran secara

langsung ke sebagian besar pelabuhan-pelabuhan di Asia (China dan Jepang),

Amerika dan Eropah (Belanda, Inggris, Jerman, Denmark dan lainnya). Hal ini

dapat ditandai dengan jumlah kapal-kapal yang datang (Aantal Schepen) dengan

18
Christopher Airries, 1995, “Port-Centered...” op. cit., hlm. 76-78.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bendera masing-masing negara di Pelabuhan Belawan yang rutin setiap minggu,

bulan, triwulan, semester dan tahun.19

Untuk mendukung penelitian ini, perlu dilakukan langkah-langkah teortis

yang salah satunya adalah menggunakan kajian diluar disiplin ilmu sejarah. Untuk

itu, perlu kiranya mengacu pada karya Abbas Salim dalam bukunya “Manajemen

Pelayaran Niaga dan Pelabuhan”.20 Dalam buku ini dijelaskan bahwa Pelabuhan

adalah tempat (daerah perairan dan daratan) kapal berlabuh dengan aman dan

dapat melakukan bongkar muat barang serta turun naik penumpang. Abbas juga

menjelaskan bahwa pelabuhan berfungsi sebagai pintu masuk atau keluar barang

dari dalam maupun luar daerah. Ditinjau dari fungsinya, pelabuhan dapat

dibedakan menjadi beberapa kriteria, dan salah satunya adalah, menurut Indische

Scheepyaartswet (Staatsblad 1936), menetapkan bahwa pelabuhan di Indonesia

terdiri dari pelabuhan laut dan pelabuhan pantai. Pelabuhan laut adalah pelabuhan

yang terbuka bagi perdagangan luar negeri, dan kapal-kapal dari negara-negara

lain dapat masuk ke pelabuhan tersebut. Sedangkan pelabuhan pantai adalah

pelabuhan yang tidak terbuka bagi perdagangan luar negeri dan hanya dapat

dimasuki oleh kapal-kapal yang berbendera Indonesia.

Dari semua pendekatan yang telah dijelaskan di atas, penulis akan

menggunakan semuanya karena masing-masing konsep digunakan untuk

menjelaskan pada bab-bab yang berbeda. Misalnya pada bab yang khusus

membahas struktur organisasi dan manajemen pelabuhan akan menggunkan teori

19
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan Over Het Jaar 1916-1940, Medan:
Verkamp.
20
Abbas Salim,Manajemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta: Pustaka Jaya,
1994.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


struktural. Untuk pembahasan jaringan pelayaran, penulis menggunakan konsep

yang masing-masing telah dikemukakan oleh Airries dan Abbas Salim.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai Pelabuhan Belawan, telah

banyak mengungkapkan sejarah dan perkembangan pelabuhan secara umum. Baik

alasan pembukaan pelabuhan, manajemen pelabuhan, struktur organisasi

pelabuhan, hingga urusan teknis pelabuhan. Penelitian-penelitian tersebut banyak

berbentuk dalam karya akademik seperti Christopher Airriess yang pertama sekali

membahas Pelabuhan Belawan, kemudian dilanjutkan oleh Panangian

Panggabean yang membahas perkembangan kota Medan akibat aktivitas ekspor-

impor, serta yang belakangan ini muncul dua karya lainnya yakni Novita

Mandasari Hutagaol yang membahas perkembangan Pelabuhan Belawan dan

dampaknya bagi kehidupan masyarakat Deli serta karya penelitian yang diteliti

oleh Wasino dengan tim yang merupakan karya terlengkap membahas Pelabuhan

Belawan sampai saat ini.

Dari karya-karya sebelumnya, penulis akan mendapatkan gambaran

untuk menuliskan kembali bagaimana struktur organisasi, manajemen serta urusan

teknis di Pelabuhan Belawan serta yang paling terpenting adalah penulis

mengetahui perkembangan fisik Pelabuhan Belawan yang nantinya akan penulis

gunakan sebagai bahan komparasi penulisan tesis terkhusus di dalam bab yang

membahas perkembangan Pelabuhan Belawan dan sistem manajemennya. Selain

itu, penulis juga menggunakan penelitian sebelumnya ini untuk mengambil data-

data ekspor maupun impor yang telah banyak diuraikan dalam penelitian ini.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebelum membahas perkembangan Pelabuhan Belawan dan sistem

manajemennya, penulis terlebih dahulu akan membahas perkembangan pelayaran

di Pantai Timur Sumatera. Pelayaran dan perdagangan di Pantai Timur Sumatera

telah ramai dan salah satu bandarnya adalah Labuhan Deli. Labuhan Deli

merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan. Untuk mendapatkan

informasi mengenai Pelabuhan Labuhan Deli sebagai pelabuhan ekspor impor

adalah dalam bentuk laporan yang telah diterbitkan. Laporan tersebut ditulis oleh

Anderson yang berjudul “Mission to the East Coast of Sumatra in 1823” dan

“Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra” (1840)yang

menceritakan bagaimana kegiatan ekspor dan impor barang-barang komoditas

yang dipasarkan di Pelabuhan Labuhan Deli. Selain itu, dalam dua laporan

Anderson tersebut juga mencatat struktur organisasi pelabuhan yang masih

dikelola secara tradisional.

Susanto Zuhdi (2016) berjudul Cilacap 1830-1942:Bangkit dan

Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. Dalam buku ini memberikan gambaran ke

arah pembahasan fungsi dan kedudukan pelabuhan, jadi ada kejelasan hubungan

mati dan hidupnya suatu pelabuhan. Bagaimana aktivitas pelabuhan berpengaruh

pada keberadaannya dapat menjadi pembanding keadaan di Pelabuhan Belawan.

Karya ini juga berisi informasi yang membahas Pelabuhan Cilacap berkembang

akibat adanya kebijakan cultuurstelsel yang memerlukan pelabuhan untuk

mengalirkan hasil tanaman (cash-crops) ke Eropah. Hal serupa juga dialami

Pelabuhan Belawan, salah satu alasan Pelabuhan Belawan dibuka adalah untuk

menyalurkan hasil-hasil komoditas perkebunan yang pada saat pertengahan abad

ke-19 berkembang dengan pesat. Zuhdi juga memberikan keterangan bahwa

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


peningkatan volume ekspor-impor di Pelabuhan Cilacap berkembang akibat

pembukaan rel kereta api. Pembukaan jalur kereta api juga memberikan dampak

bagi perkembangan pengangkutan dari daerah pedalaman (kantung-kantung

perkebunan) ke Pelabuhan Belawan sehingga memberikan dampak yang positif

bagi perkembangan Pelabuhan Belawan. Tampaknya karya Susanto Zuhdi ini

dapat digunakan sebagai model perbandingan bagi rencana penelitian tesis saya

mengingat fenomena yang dialami Pelabuhan Cilacap hampir sama dengan

Pelabuhan Belawan.

Untuk mendukung secara khusus jaringan transportasi darat yang

mendukung kegiatan pelayaran dan perdagangan di Pelabuhan Belawan, penulis

menggunakan karya Indra (1996) yang berjudul “Pertumbuhan dan

Perkembangan Deli Spoorweg Maatschappij, 1883-1940”. Tesis ini dapat

digunakan sebagai salah satu bahan pendukung kegiatan port hinterlandsyang

akan penulis bahas. Daerah-daerah kantung perkebunan tersebar di daerah

pedalaman dari Pelabuhan Belawan. Untuk mengangkut hasil-hasil komoditas

tersebut, pihak perkebunan banyak menggunakan moda kereta api sebagai

transportasi pengangkutan yang efektif dan efisien. Dari karya ini juga diketahui

bahwa perusahaan Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) telah membangun

emplasemen khusus di Pelabuhan Belawan sebagai gudang terbuka (haven

terrein) hasil-hasil perkebunan yang diangkut. Tulisan ini nantinya akan

membantu penulis untuk mengungkapkan dukungan hinterlands (daerah

penyangga) bagi perkembangan Pelabuhan Belawan.

Singgih Tri Sulistiyono (2003) dengan judul The Java SeaNetwork:

Patterns in the Process of National Economic Integration in Indonesia,1870s-

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1970s mengulas jaringan perdagangan dan pelayaran di Laut Jawa yang

berbatasan langsung dengan Selat Sunda memberikan masukan banyak bagaimana

kondisi masa lalu dan jaringan pelayaran di Indonesia termasuk Selat Malaka.

Dalam karyanya, Singgih juga mengungkapkan bahwa selama berabad-abad

jaringan laut jawa telah dibangun oleh masyarakat lokal. Setelah kehadiran

kolonial, berangsur-angsur peranan masyarakat lokal dalam pelayaran menjadi

lemah dengan kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial yang diatur sebagai

tuntutan kapitalis global. Selain itu, Singgih juga menekankan bahwa hubungan

perdagangan dan pelayaran di Laut Jawa berkembang akibat adanya pelayaran

dan perdagangan lokal, regional dan global. Berdasarkan fenomena yang

diungkapkan Singgih dalam karyanya, penulis akan mengikuti model yang

diungkapkannya karena terdapat kesamaan antara jaringan Laut Jawa dengan

jaringan pelayaran Selat Malaka yang mana Pelabuhan Belawan merupakan salah

satu pusat perdagangan yang penting di Selat Malaka selain Penang, Malaka dan

Singapura.

Karya terakhir yang akan penulis gunakan sebagai bahan pendukung

penelitian tesis adalah karya Thee Kian Wie yang berjudul “Plantation

Agriculture and Export Growth: an Economic History of East Sumatra, 1863-

1942”. Karya yang terbit pada tahun 1977 ini banyak membahas volume dan nilai

ekspor yang dilakukan di Pelabuhan Belawan sebagai sentra pelabuhan di

Sumatera Timur. Selain itu, karya ini juga membahas bagaimana pertumbuhan

dan perkembangan perkebunan yang mempengaruhi kegiatan ekspor dan impor,

artinya terjadi fluktuasi nilai dan volume ekspor di Pelabuhan Belawan. Tidak

hanya pembahasan ekspor, karya ini juga membahas bagaimana perkembangan

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelabuhan akibat didukung dengan adanya kebijakan pemerintah kolonial

membangun insfrastruktur seperti rel kereta api, jalan raya dan perluasan

pelabuhan. Dari karya ini juga dapat diketahui bagaimana keseimbangan

perdagangan luar negeri Sumatera Timur melalui Pelabuhan Belawan yakni

kegiatan ekspor hasil-hasil perkebunan terutama ke pasar Eropah. Berdasarkan

pembahasan dalam karya ini, penulis wajib menggunakan karya ini karena dapat

membantu mengungkapkan bagaimana pelayaran dan perdagangan di Pelabuhan

Belawan dengan luar negeri sehingga membentuk jaringan pelayaran.

1.6 Metode Penelitian


1.6.1 Metode Sejarah

Tesis ini nantinya akan menggunakan metode dan metode yang lazimnya

digunakan dalam penelitian sejarah adalah metode sejarah. Dalam metode sejarah

terdapat beberapa langkah-langkah yang meliputi heuristik (pengumpulan

sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi (penulisan).21

Semua tahapan-tahapan ini sangat penting karena dari keempat tahapan ini

kemudian peneliti dapat terarah dalam menyelesaikan penelitian tesis ini. Tahapan

pertama adalah pengumpulan sumber, sumber-sumber yang dikumpulkan adalah

sumber-sumber sejarah yang banyak tersimpan di Arsip Nasional Republik

Indonesia (ANRI) dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) yang

keduanya berada di Jakarta. Selain kedua perpustakaan tersebut, penulis juga

mendapatkan bahan-bahan yang sangat mendukung untuk penulisan tesis seperti

Perpustakaan Tengku Lukman Sinar, Perpustakaan USU dan Perpustakaan

Daerah Provinsi Sumatera Utara.


21
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2001, hlm. 91.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Setelah sumber-sumber sejarah terkumpul semuanya, barulah peneliti

mengerjakan tahapan kedua dalam metode penelitian yakni verifikasi atau kritik

sumber. Dalam tahapan ini terdapat dua jenis kritik yakni kritik intern yakni kritik

terhadap isi sumber tersebut dan kritik ekstern yakni kritik terhadap sumber-

sumber tersebut apakah perlu digunakan atau tidak.22 Kritik intern penting

dilakukan mengingat belum tentu sumber-sumber sejarah yang peneliti dapatkan

di ANRI, PNRI maupun di berbagai perpustakaan teruji keasliannya atau belum

tentu benar informasi yang didapatkan dari sumber-sumber sejarah tersebut.

Selain kritik intern, perlu juga dilakukan kritik ekstern. Kritik ekstern

penting dilakukan karena banyak sumber-sumber yang peneliti dapatkan belum

tentu berguna untuk penulisan tesis.23 Terdapat beberapa dokumen yang didapat

dari ANRI dan PNRI serta beberapa perpustakaan yang penulis melakukan

pencarian isinya tidak sesuai dengan penelitian tesis ini. Dalam kata lain kritk

ekstern ini dapat dikatakan sebagai proses penyeleksian sumber-sumber sejarah

yang diperlukan bagi penulisan tesis.

Tahapan selanjutnya adalah interpretasi yaitu memuat analisis dan

sintesis terhadap data yang telah dikritik atau diverifikasi. Tahapan ini dilakukan

dengan cara menafsirkan fakta, membandingkannya untuk diceritakan kembali

dalam bentuk tulisan. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang

subyektifitas.24Maka peneliti menghindari sebisa mungkin subyektifitas dalam

22
Gilbert J. Garaghan, A Guide to Historical Method, New York: Fordham University
Press, 1957, hlm. 326-327.

23
Ibid., hlm. 338-339..
24
Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 100.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menarik kesimpulan yang diperolah dari fakta-fakta sumber-sumber yang telah di

kritik atau verifikasi.

Tahapan terakhir dari metode ini adalah historiografi atau penulisan.

Tahapan penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang telah ditafsirkan baik secara

tematis maupun kronologis dapat dituliskan. Historiografi merupakan proses

mensintesakan fakta suatu proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu

bentuk tulisan yang kritis analitis dan bersifat ilmiah sehingga tahap akhir dalam

penulisan ini dapat dituangkan dalam bentuk tesis dengan terlebih dahulu menulis

rancangan daftar isi atau outline.25

1.6.2 Sumber-sumber yang Digunakan

Pada umumnya sumber-sumber yang dicari dan dikumpulkan yang

kemudian dijadikan sebagai bahan informasi untuk penelitian ini terdiri dari dua

golongan besar. Pertama, adalah sumber-sumber tertulis primer yakni arsip-arsip

yang terdapat di ANRI. Kedua, adalah sumber-sumber tertulis sekunder yakni

buku-buku, koran, terbitan berkala, atrikel, dan sebagainya baik yang berbahasa

Indonesia, Inggris maupun Belanda.

Sumber-sumber tertulis primer yang didapatkan di ANRI antara lain

sebagian besar tersimpan di khazanah arsip Algemene Secretarie yang terbagi lagi

dalam kelompok arsip Algemene Secretarie Grote Bundel ter Zijden Grote

Agenda 1891-1942, Algemene Secretarie Grote Bundel Besluiten 1981-1942, dan

Algemene Secretarie Grote Bundel Missive Gouvernements Secretaris 1890-1942.

Dalam kesemua seri arsip tersebut peneliti menemukan seri bundel arsip yang

25
Garraghan, op. cit., hlm. 408-410.

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lebih khusus yakni Departement van Havenwezen. Selain khasanah arsip

Algemene Secretarie, peneliti juga menjumpai arsip Binnenlands Bestuur, Arsip

Financien, Memorie van Overgave (MvO) khususnya untuk wilayah Residen

Sumatera Timur dan Afdeling Deli en Serdang. Arsip-arsip yang paling terpenting

adalah arsip Buurgelijk Openbare Werken (BOW) yang secara khusus menyimpan

arsip-arsip Pelabuhan Belawan mulai dari manajemen, teknis, dan perusahaannya.

Selain sumber primer, peniliti juga menemukan beberapa sumber

sekunder di beberapa perpustakaan seperti Perpustakaan Pusat Universitas

Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Utara, Perpustakaan

Kota Medan, Perpustakaan Tengku Lukman Sinar, dan Perpustakaan Pusat Stusi

Ilmu-Ilmu Sosial (PUSIS) UNIMED. Dari beberapa kunjungan peneliti di

berbagai perpustakaan tersebut peneliti menemukan sumber-sumber sejarah

sekunder yang relevan dengan penelitian tesis ini. Selain sumber sekunder,

penulis juga mendapatkan sumber-sumber primer di Perpustakaan engku Lukman

Sinar seperti Memorie van Overgave pejabat-pejabat residen Sumatera Timur dan

Afdeling Deli dan Serdang. Hal yang paling penting yang peneliti dapatkan

sebagai sumber penelitian adalah laporan berkala yang berkaitan dengan urusan

Pelabuhan Belawan secara umum serta laporan perdagangan baik ekspor maupun

impor dari dan ke Pelabuhan Belawan. Laporan-laporan berkala itu adalah

Jaarverslag Haven van Belawan dan Jaarverslag Handelsvereeniging te Medan

yang didalamnya terdapat informasi umum mengenai pelayaran dan perdagangan

di Pelabuhan Belawan.

Sumber-sumber yang penting lainnya untuk penelitian tesis ini adalah

sumber-sumber yang didapat dari jurnal. Peneliti mendapat beberapa jurnal yang

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berkaitan dengan pelabuhan di Hindia Belanda dan Pelabuhan Belawan secara

khusus yakni Kolonial Studiendan lainnya. Selain jurnal, peneliti juga

menemukan banyak sumber-sumber di berbagai koran atau harian seperti Pewarta

Deli, Deli Courant, dan lain-lain. Sebagai penunjang penulisan, peneliti juga

menggunakan sumber tercetak lainnya seperti buku-buku yang berkaitan dengan

pelabuhan.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tesis ini, sistimatika penulisan diarahkan pada sumber-

sumber yang diperoleh sehingga sistematika penulisan ini merupakan cerminan

dari gambaran umum pokok persoalan. Sistematika penulisan dimaksud adalah

sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan; latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan

sistematika penulisan;

BAB II. Mengungkap aktivitas pelayaran dan perdagangan di Labuhan Deli

hingga mengungkapkan alasan-alasan mengapa pelabuan dipindahkan

dari Labuhan Deli ke Belawan dan mengapa hal tersebut dilakukan oleh

pemerintah kolonial Belanda;

BAB III. Mendeskripsikan perkembangan Pelabuhan Belawan mulai dari sarana

dan prasarana termasuk mendeskripsikan pengelolaan pelabuhan;

BAB IV. Menjelaskan atau mendeskripsikan daerah-daerah penyangga dari

Pelabuhan Belawan, hubungan antara hinterland dengan pelabuhan,

serta aktivitas ekspor maupun impor.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V. Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai Pelabuhan Samudera sehingga

jaringan pelayaran dan perdagangan di Pantai Timur Sumatera terpusat di

Pelabuhan Belawan, yang dalam hal ini akan membahas kapal-kapal

yang keluar masuk dari berbagai negara, serta mendeskripsikan jenis

pelayaran baik lokal, regional dan internasional;

BAB VI. Merupakan kesimpulan dari hal-hal yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

DARI SUNGAI KE PANTAI: LABUHAN DELI DAN


PEMINDAHAN PELABUHAN KE BELAWAN

Bab ini menceritakan bagaimana awalnya kegiatan pelabuhan di

Sumatera Timur khususnya Deli berada di Labuhan Deli. Sebelum kehadiran

Kolonial Belanda, Labuhan Deli merupakan pelabuhan yang cukup ramai dan

sering melakukan hubungan dagang dengan wilayah seberang (Penang, Malaka

dan Singapura). Ketika Belanda menguasai Sumatera Timur, Labuhan Deli

semakin dikembangkan karena sebagai sarana untuk kegiatan ekspor maupun

impor. Kegitan ekspor dan impor semakin ramai setelah Sumatera Timur berubah

menjadi wilayah perkebunan sehingga memerlukan sarana ekspor dan impor

untuk mengirimkan hasil-hasil panen perkebunan. Pembukaan lahan perkebunan

juga berakibat tingginya sedimentasi di Sungai Deli dimana Pelabuhan Labuhan

Deli berada. Dengan keadaan tersebut, pemerintah Kolonial Belanda atas desakan

pihak swasta untuk segera memindahkan pelabuhan dari Labuhan Deli ke

Belawan.

2.1 Pelabuhan Labuhan Deli Pra Kolonial

Labuhan Deli merupakan pusat dari Kesultanan Deli di Pantai Timur

Sumatera. Kesultanan Deli merupakan salah satu kesultanan-kesultanan yang ada

di Sumatera Timur. Pada tahun 1613 secara administratif, sebelum kedatangan

bangsa barat, Kesultanan Deli merupakan wilayah kekuasaan dari Kerajaan Aceh,

tetapi pada tahun 1669 Kesultanan Deli dapat memerdekakan diri. Pada tahun

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1780, Deli ditaklukkan oleh Siak dan pada tahun 1854 Aceh dapat kembali

menguasai Deli dengan status “Tanah Pinjaman”. Setelah ditandatangani

Perjanjian Siak pada tahun 1858, Deli menyatakan bahwa pemerintahannya

berada di bawah kekuasaan Siak. Dengan demikian, Deli tidak lagi berada di

bawah kekuasaan Aceh.26

Sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Deli, Labuhan Deli juga

berfungsi sebagai bandar pelabuhan yang letaknya setengah mil ke arah hilir dari

muara sungai.27Adapun nama Labuhan sebenarnya erat kaitannya dengan nama

Sungai Labuhan yakni sungai untuk tempat berlabuh, yang juga merupakan

sebutan lain dari nama Sungai Deli. 28Struktur kota seperti ini sangat identik

dengan kerajaan-kerajaan Melayu tradisional lainnya di Pulau Sumatera. Sistem

ini terbentuk karena adanya kekuasaan di daerah strategis atau hilir yang sangat

ramai untuk tempat berdagang. Pedagang-pedagang dari hulu yang ingin menjual

hasil pertanian atau hutan akan dikenakan tarif cukai, begitu juga sebaliknya,

pedagang-pedagang dari daerah seberang yang ingin membeli komoditas tersebut

akan dikenakan tarif cukai juga. Dari hasil cukai inilah kekuasaan dibentuk yang

kelamaan akan membentuk kerajaan tradisional Melayu. 29

26
J. Paulus, Encylopaedie van Nederlansch-Indië, Vol. II, The Hague: Martinus Nijhoff,
1917, hlm. 143.
27
P. J. Veth, “Het Lanschap Deli op Sumatra”, TNAG, Deel II, 1877, hlm. 153.
28
Ratna, “Labuhan Deli: Riwayatmu Dulu”, dalam Jurnal Historisme, Edisi No. 22/Tahun
XI/Agustus 2006, hlm. 7.
29
Konsep kekuasaan dan terbentuknya pelabuhan tradisional dibahas oleh J.
Kathirittamby-Wells, “Hulu-hilir Unity and Conflict: Malay Statecraft inEast Sumatra before the
Mid-Nineteenth Century”, dalam Archipel, 1993, hlm. 77-96.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Aktivitas lalu lintas perdagangan yang diangkut dari hulu ke hilir inilah

yang membentuk Deli sebagai salah satu kerajaan tradisional Melayu di Pantai

Timur Sumatera dengan Labuhan Deli sebagai bandarnya. Deli sebagai kerajaan

di Pantai Timur Sumatera tentu saja bandar yang dimilikinya akan ramai.

Ramainya perdagangan di Deli membuat banyak pedagang-pedagang dari luar

daerah berdagang ke Labuhan Deli. Daerah-daerah tersebut adalah Aceh,

Semenanjung Malaya dan pedagang asing yang pada abad ke-16 sudah mulai

mencari daerah penghasil rempah. Keadaan ini kelamaan membentuk persaingan

antara kekuasaan-kekuasaan besar antara lain Aceh, Johor di Semenanjung

Malaya dan bangsa barat yang diawali dengan pedagang Portugis.

Rivalitas yang terjadi antara Aceh, Johor dan Portugis sebenarnya

memiliki tujuan masing-masing. Portugis misalnya tidak tertarik untuk menguasai

wilayah melainkan hanya bertujuan untuk berdagang. Selanjutnya Aceh dan Johor

bertujuan untuk menguasai wilayah dan memperluas wilayah kekuasaan sekaligus

menguasai perekonomiannya, dalam hal ini adalah perdagangannya. Aceh

berhasil menanamkan pengaruhnya di sebagian besar kerajaan-kerajaan Melayu

sepanjang Pantai Timur Sumatera dan menjadikan kerajaan-kerajaan tersebut

sebagai wilayah vasalnya. 30

Pada masa awal Malaka dikendalikan oleh VOC, pada abad ke-17

perdagangan di Pantai Timur Sumatera di bawah kendali Aceh. Para pedagang

asing tidak dibenarkan berdagang ke daerah bawahan atau vasal. Kebijakan ini

telah berlaku ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa dan untuk urusan

30
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium
Sampai Imperium, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014, hlm. 71.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perdagangan di jabat oleh satu orang syahbandar, sedangkan untuk wilayah vasal

hanya ditempatkan perwakilan saja. Misalnya Pelabuhan Pasai, Pidi dan Bandar-

bandar di Pantai Timur Sumatera hanya ditempatkan kepala bandar sebagai wakil

dan pegawai-pegawai lain.31

Hegemoni Aceh terhadap pelabuhan-pelabuhan di Pantai Timur

Sumatera mulai kendur pada pertengahan abad ke-18. Pada masa itu pula mulai

bermunculan pelabuhan-pelabuhan yang sebelumnya tidak penting menjadi

penting bagi pemasok perdagangan komoditas di Malaka. Salah satu pelabuhan

yang muncul adalah Deli serta beberapa pelabuhan-pelabuhan lainnya di Pantai

Timur Sumatera.32 Setelah itu, VOC di Malaka selalu menjalin hubungan dagang

baik dengan daerah-daerah ataupun kerajaan yang ada di Sumatera Bagian Utara.

Biasanya kapal-kapal yang datang dari utara Pulau Sumatera, termasuk Deli,

selalu membawa beras, lada dan lainnya untuk diperdagangkan ke VOC di

Malaka.33

Setelah VOC dibubarkan pada akhir abad ke-18, para pedagang tetap

melakukan pedagangan ke daerah sebrang hingga pada awal tahun 1800-an daerah

Pantai Timur Sumatera mulai diperhitungkan oleh Inggris karena banyaknya lada

dan komoditas lainnya yang diperjualbelikan di Penang. Pada tahun 1819, para

pemimpin Deli, Serdang, dan Asahan membuka korespondensi dengan

Pemerintahan Inggris di Penang, yang menunjukkan keinginan untuk

31
H.M. Zainudin, Tarikh Atjeh dan Nusantara, Medan: Pustaka Iskandar, 1961, hlm. 299.
32
Ahmad Jaelani Halimi, Perdagangan dan Perkapalan Melayu di Selat Malaka Abad
ke-15 hingga ke-18, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006, hlm. 86.
33
Reinout Vos, Gentle Janus, Merchant Prince: The VOC and the Tightrope of
Diplomacy in the Malay World, 1740-1800, Leiden: KITLV Press, 1993, hlm. 94-95.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


meningkatkan hubungan dengan Pemerintahan Inggris di Penang.Pada saat itu

Pemerintah Belanda telah menaklukkan Riau, Malaka, dan Padang, dan berusaha

untuk merebut kekuasaan pelabuhan yang terdapat di Sumatera untuk

meningkatkan perdagangan dan itu dianggap dapat mengancam kedudukan

penguasa pribumi. Penguasa pribumi seperti Deli, Serdang dan Asahan

menganggap lebih menguntungkan menjalin hubungan dengan Pemerintah Inggris

di Penang jika dibandingkan dengan Pemerintah Belanda.34

Mengamati hal tesebut, Sekretaris Gubernur EIC di Penang pada tahun

1820 menulis surat kepada R. Ibbetson salah satu staffnya. Dalam surat tersebut

tersirat bahwa sudah saatnya EIC menjalin hubungan dengan daerah-daerah

sekitar Selat Malaka (Pantai Timur Sumatera) untuk mengambil keuntungan

dengan membuka kerjasama perdagangan dengan langkah yang bijaksana. Dalam

surat tersebut juga terdapat perintah untuk melakukan kunjungan ke daerah-daerah

mulai dari Tamiang di utara sampai Jambi di selatan.

Tujuan kunjungan itu juga dilakukan untuk mencatat, mengamati dan

kemudian melaporkan keadaan wilayah dan penduduk daerah yang dimaksud

kepada Gubernur EIC yang berkedudukan di Penang. Namun, kehendak berkata

lain Ibbetson tidak dapat menjalankan tugas yang diberikan kepadanya oleh

Gubernur EIC di Penang dengan baik lantaran dirinya jatuh sakit. Selanjutnya

Gubernur EIC memberikan mandat tersebut kepada Letnan Rose dan Letnan

Morseby, dan pada tahun 1822 dengan kapal penjelajah “Mautilus” mereka

berlayar menuju Pantai Timur Sumatera. Keberangkatan dua orang letnan tersebut

34
John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra, London:
Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm. 178-179.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melaksanakan tujuan dimaksud dengan dibekali petunjuk-petunjuk pelayaran dan

untuk mencari tahu tentang sistem kenavigasian yang dijalankan oleh penduduk di

sepanjang pantai tersebut. Setelah mengetahui sistem kenavigasian di wilayah

tersebut, kemudian gubernur memerintahkan John Anderson pada 1 Januari 1823

untuk menggantikan Ibbetson.35

Anderson merasa sangat cocok dengan tugas tersebut karena penguasaan

bahasa Melayunya yang baik. Kelancaran komunikasi merupakan suatu modal

untuk mewawancarai para penguasa, pedagang dan penduduk yang ada di Pantai

Timur Sumatera. Apalagi banyak pedagang yang secara rutin mengunjungi

Penang merupakan modal utama bagi Inggris untuk mengetahui apa keinginan

dari pedagang-pedagang tersebut. Ini dilakukan semata-mata menjalankan politik

perdagangan Inggris yang menarik minat pedagang sekitar. Setelah yakin dengan

tugas yang diterimanya, Anderson kemudian meninggalkan Penang pada 9 Januari

1823 menuju Pantai Timur Sumatera. Dibekali dengan surat tugas yang

dikeluarkan oleh Gubernur Inggris di Penang, Anderson ditugaskan untuk

mengunjungi setiap penguasa. Dalam surat tugas tersebut ia harus mengunjungi

Sultan Kejeruan Muda di Langkat, Sultan Panglima di Deli, Sri Sultan Ahmat di

Bulu Cina, Sultan Besar dari serdang, Bendahara di Batubara, Yang di Pertuan

Asahan, dan Sultan Siak.

Tidak hanya mewawancarai orang-orang yang tidak dikenalnya,

Anderson juga menjumpai orang-orang yang sebelumnya telah dikenal di Penang.

Berawal dari orang yang dikenalnya yang pada umumnya adalah para nahkoda

35
Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di
Sumatera Timur 1863-1947, (terj. J. Rumbo) Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1985, hlm. 17.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kapal, Anderson menjalin komunikasi dengan penduduk-penduduk sekitar dengan

mewawancarai dan mengamati kebiasaan yang sering dilakukan oleh penduduk

termasuk mengamati pertaniannya. Untuk mendapatkan semua itu, Anderson

berlayar ke hulu-hulu sungai, daerah yang belum pernah dikunjungi oleh orang

barat lainnya. Kondisi pantai yang dangkal memaksa Anderson membuang sauh

di lepas pantai dan melanjutkan perjalanan dengan perahu kecil, memasuki

sungai-sungai dan berjalan kaki menyusuri pinggir sungai mengunjungi kampung

demi kampung.36

Pada 16 Januari 1823, Anderson mendarat di Deli. Dalam

pengamatannya, Anderson mencatat bahwa di Deli banyak orang telah mahir

membuat kapal dan perahu. Kapal yang paling besar dan lengkap disebut dengan

penjajap. Selain ahli dalam pembuatan kapal dan perahu, perdagangan di Deli

juga cukup ramai. Banyak penduduk yang menangkap ikan sejenis hiu (juparang)

yang diekspor kepada pedagang-pedagang Cinauntuk keperluan pengobatan.

Anderson juga mencatat komoditas-komoditas yang diekspor di Deli adalah hasil

pertanian dan hasil hutan.37

Hasil-hasil pertanian dan hutan yang diekspor di Deli adalah lada, beras,

tembakau, ikan kering, gambir, kapur barus, wax (malem), kuda, budak, belerang,

emas dan gading gajah. Adapun barang-barang impor yang masuk melalui

Labuhan Deli adalah berbagai jenis kain, candu, barang pecah belah, senapan,

36
Ibid., hlm. 17-18.
37
John Anderson, Mission to East Coast of Sumatera in 1823, Kuala
Lumpur/Singapore/New York/London: Oxford University Press,1971, hlm. 18-20.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mesiu dan garam.38Pada tahun 1822 ekspor lada dari Labuhan Deli telah mencapai

kurang lebih 1000 koyan atau 26.000 pikul. Adapaun padi di Deli hanya untuk

konsumsi masyarakat sendiri sehingga tidak diekspor, kecuali kalau hasil panen

melimpah barulah padi diekspor. Sebaliknya dapat terjadi, ketika cuaca buruk dan

mempengaruhi hasil panen maka Deli akan mengimpor padi dari daerah-daerah

sekitar seperti Asahan dan Batubara.39

Semua komoditas yang diekspor melalui Deli akan dikirim ke pelabuhan-

pelabuhan daerah seberang seperti Penang, Malaka dan Singapura. Begitupun

komoditas impor didatangkan dari pelabuhan-pelabuhan daerah seberang tersebut

ke Deli. Sepenuhnya perdagangan dan pelayaran di Deli dijalankan oleh

syahbandar. Saat Anderson berkunjung, syahbandar di Deli dijabat oleh Ahmed.

Syahbandar inilah yang bertugas untuk mengatur semua perdagangan baik impor

maupun ekspor. Jabatan yang mengutip cukai dan pajak di Deli adalah mata-

mata, saat itu dijabat oleh seorang perempuan yang bernama Che Laut (Cik

Laut).40

Setiap barang dagangan yang masuk dan keluar dari Pelabuhan Labuhan

Deli wajib dikenakan cukai. Kegiatan ini untuk menambah kas pemerintahan

Kesultanan Deli yang sebagian besar pendapatannya diterima dari cukai barang-

barang atau komoditi yang masuk dan keluar dari Pelabuhan Labuhan Deli.

Berikut adalah daftar cukai di Labuhan Deli pada tahun 1823:

38
Ibid., hlm. 303-304. Lihat juga Ratna, loc. cit.
39
Anderson, 1970, op. cit., hlm. 279.
40
Ibid., hlm. 276.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel. 1.
Daftar Cukai Impor di Labuhan Deli tahun 1823

Cukai
No Produk
Dollar Per
1 Semua Jenis Kain Sutera 2 corge
2 Chintzes 2 corge
3 Karpet 2 corge
4 Candu 1 bal
5 Garam 4 koyan
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast
Sumatra, London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm.
203.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk setiap hasil kerajinan

seperti semua jenis kain sutera, chintzes(kain cita), dan karpet dikenakan tarif dua

dollar setiap corge41nya. Candu dikenakan tarif satu dollar per bal42 dan untuk

garam adalah empat dollar per koyan43. Pendapatan cukai ekspor dari Pelabuhan

Labuhan Deli yakni:

Tabel 2.
Daftar Cukai Ekspor di Pelabuhan Labuhan Deli Tahun 1823

Cukai
No Produk
Nilai (dollar) Per
1 Lada 8 Koyan
2 Wax (malem) 1 Pikul
3 Gambir 10 Laksa
4 Kuda 1 Ekor
5 Budak 1 Orang
6 Belerang 1 Pikul
7 Tembakau 1 Pikul
8 Gading Gajah 1 Pikul
Sumber: John Anderson, Acheen and the Port on the North and East Coast
Sumatra, London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street, 1840, hlm.
203.

41
1 corge = 20 lembar/buah.
42
1 bal = 1 gulung/40 lembar.
43
1 koyan = 3 pikul, 1 pikul = 61,761 kg.

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari daftar cukai ekspor di atas, jika dihitung dari kuantitasnya maka

yang paling tinggi cukainya adalah lada yakni delapan dollar per koyannya.

Sementara gambir nilai cukainya adalah 10 dollar per laksa 44. Untuk kuda dan

budak nilai cukainya adalah 1 dollar per orang/ekor, sama halnya juga dengan

wax (malem), belerang, tembakau, dan gading gajah memiliki nilai cukai yang

sama yakni masing-masing 1 dollar per pikulnya. Selain mendapat cukai dari

komoditas yang diimpor maupun ekspor, penghasilan tambahan dari Kesultanan

Deli yang dijalankan oleh syahbandar dan asistennya, Nahkoda Usool adalah

biaya bersandar di dermaga Pelabuhan Labuhan Deli yakni masing-masing

dikenakan tarif berbeda sesuai dengan ukuran dan muatannya. Untuk sebuah

brik/brig(kapal berukuran sedang model Belanda)dikenakan tarif 8 dollar per

harinya, untuk slup dikenakan tarif 6 dollar per harinya, sedangkan untuk kapal

besar yang berukuran lebih besar dan bermuatan lebih banyak dikenakan tarif 12

dollar per harinya.45

2.2 Pelabuhan Labuhan Deli Masa Kolonial, 1863-1886

2.2.1 Pengelolaan Pelabuhan

Setelah Belanda berasil menguasai sebagian besar wilayah Pantai Timur

Sumatera melalui Traktat Siak pada 01 Februari 1858, maka secara sepihak

Belanda mengakui baha daerah bawahan Siak akan menjadi jajahannya. Salah

satu isinya adalah Kesultanan Siak beserta daerah-daerah jajahannya merupakan

bagian dari Pemerintah Hindia Belanda. Daerah-daerah jajahan Kesultanan Siak

44
1 laksa = 10.000 buah/biji
45
Anderson, 1823, op. cit., hlm. 203.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah kerajaan-kerajaan Melayu yang ada di Sumatera Timur termasuk

Kesultanan Deli. Untuk merealisasikan isi dari Traktat Siak tersebut, Pemerintah

Belanda melalui Residen Riau E. Netscher melakukan kunjungan ke berbagai

wilayah jajahan Kesultanan Siak untuk mengadakan perjanjian tunduk kepada

Pemerintah Belanda. Selain itu, tujuan ekspedisi Netscher ke berbagai wilayah di

Pantai Timur Sumatera adalah untuk meredam gejolak-gejolak yang terjadi di

daerah-daerah taklukan Kesultanan Siak yang menolak klaim sepihak dari

Kesultanan Siak.46

Pada tahun 1858 Asisten Residen Belanda di Siak, Arnold, sudah

menemui Tengku Pangeran Indra Diraja Langkat yang menyatakan bahwa ia

bersedia di bawah kekuasaan Belanda dan meminta perlindungan. Belanda

akhirnya mengirimkan utusannya seorang pribumi keturunan dari Raja

Pagaruyung Sultan Alam Bagagarshah cabang Sungai Tarap bernama Raja

Burhanudin. Bulan Mei 1858 berangkatlah utusan tersebut dari Batavia dan

menyimpulkan hasil kunjungannya itu dengan menyatakan bahwa:

1. Beberapa raja-raja di Sumatera Timur bersedia di bawah kekuasaan

Belanda dan meminta perlindungan Belanda.

2. Hanya Sultan Asahan yang menyatakan menolak berada di bawah

kekuasaan Belanda. Bahkan Asahan telah bersatu dengan Serdang,

Batubara dan Kualuh Leidong untuk menentang setiap keputusan-

46
Tuanku Luckman Sinar Basarshah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di
Sumatera Timur, Medan: Tanpa Penerbit, 2007, hlm. 184.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keputusan Belanda, Sultan Asahan pada waktu itu adalah Sultan

Ahmadsyah.47

Raja Burhanuddin juga melaporkan bahwa ia memang diterima dengan

hormat di Asahan, tetapi Sultan Asahan menaruh curiga dan di sekitar Istana

Asahan sudah diperkuat dengan pertahanan seperti membuat benteng-benteng

lengkap dengan meriam-meriam berat di tepi sungai dan di dalam sungai ditanam

ranjau-ranjau sehingga kapal utusan tersebut tidak dapat masuk.48

Setelah menerima laporan dari Raja Burhanuddin, maka pada tanggal 02

Agustus 1862 Residen Netscher berangkat dari Bengkalis untuk melakukan

penandatanganan kontrak secara paksa. Turut dalam kapal itu para pembesar-

pembesar Siak yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa kerajaan-kerajaan

Melayu di Sumatera Timur yang berada di bawah kedaulatan Siak mau

menandatangani kontrak. Pertama-tama rombongan masuk ke Panai, Bilah, dan

Kota Pinang, kemudian perjalanan dilanjutkan ke Serdang, Deli, dan Langkat.

Setibanya di Deli, Netscher dan rombongan diterima oleh Sultan Deli dan

menyetujui penandatangan kontrak yang berarti Deli bersedia tunduk kepada

Pemerintah Belanda.49

Setelah berhasil menguasai beberapa wilayah di Pantai Timur Sumatera,

kemudian Pemerintah Belanda menempatkan masing-masing seorang kontrolir di

Bengkalis, Panai, Asahan, Batubara dan Labuhan Deli. Penempatan kelima

47
Ibid., hlm. 186.
48
Ibid.
49
Ibid., hlm. 187.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kontrolir tersebut bertujuan untuk membantu tugas Asisten Residen di Siak.

Selain itu, penempatan kelima kontrolir ini juga bertujuan untuk mengontrol

wilayah-wilayah yang telah berhasil ditundukkan.50 Untuk Labuhan Deli,

ditugaskan Cats Baron de Raet yang bertugas untuk tiga wilayah yakni Deli,

Langkat dan Serdang. Bedasarkan catatan kontrolir di Labuhan Deli pada tahun

1867, pengelolaan pelabuhan sepenuhnya masih dilakukan oleh kesultanan.

Kesultanan masih mengutip cukai bagi pedagang yang melakukan perdagangan di

Labuhan Deli baik pedagang dari pedalaman maupun dari daerah seberang.51

Barulah pada tahun 1875 Pemerintah Belanda serius mengelola Labuhan

Deli sebagai pelabuhan. Hal ini ditandai dengan mulai dibangunnya kantor atau

gedung untuk mengutip cukai yang dijalankan oleh seorang Belanda di Labuhan

Deli.52 Kantor-kantor ini mempunyai fungsi sebagai pos douane, yaitu tempat

pemeriksaan perahu-perahu atau kapal-kapal beserta muatannya baik yang masuk

ataupun keluar akan dikenakan pajak atau cukai. Meskipun pembangunan kantor-

kantor duane (pajak ekspor-impor) sudah ada di setiap pelabuhan di Sumatera

Timur, namun pelabuhan-pelabuhan yang ada hanya dikelola sebagai sarana

eksploitasi untuk kepentingan ekonomi dan tidak dikelola dengan baik sebagai

pelabuhan yang dapat dikomersilkan.

Meskipun hanya sebagai sarana eksploitasi, namun Pemerintah Belanda

tetap menunjuk jabatan-jabatan atau beberapa pegawai untuk mengisi posisi di

berbagai pelabuhan di Sumatera Timur. Pada tahun 1881, Pemerintah Belanda

50
J. Paulus., op. cit., hlm. 145. Lihat juga Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1864 No.
48.
51
P. J. Veth., op. cit., hlm. 155.
52
Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1875 No. 272.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menetapkan beberapa posisi yang harus di jabat di masing-masing pelabuhan di

Sumatera Timur seperti Tanjung Pura, Labuhan Bilik, Tanjung Balai, Rantau

Panjang, Pulau Gantong dan Labuhan Deli. Di Labuhan Deli sendiri Pemerintah

Belanda menetapkan kepala pelabuhan (syahbandar), dinas pajak ekspor-impor

dan cukai (Dienst der In-en Uitvoerregten en Accijnsen), serta beberapa pegawai

yang membantu di pelabuhan salah satunya adalah juru tulis. Masing-masing

jabatan tersebut mendapatkan gaji, untuk kepala pelabuhan mendapatkan gaji

sebesar ƒ 300, untuk dinas pajak ekspor-impor dan cukai sebesar ƒ 220,

sedangkan untuk masing-masing pegawai adalah sebesar ƒ 90 serta untuk juru

tulis sebesar ƒ 50. Gaji-gaji tersebut dibayarkan untuk setiap bulannya, sedangkan

pendapatan dari pajak dan cukai pelabuhan di Labuhan Deli sebesar ƒ

48.600/tahun.53

Kepala pelabuhan bertugas untuk mengatur dan menghitung kapal yang

keluar dan masuk serta menentukan kebijakan-kebijakan yang perlu dibuat untuk

kelancaran ekpor dan impor. Kepala pelabuhan dalam menjalankan tugasnya

dibantu oleh pegawai-pegawai (ambtenaren) dan juru tulis. Sementara itu, dinas

pajak ekspor-impor serta cukai bertugas mencatat barang-barang yang akan

diekspor maupun diimpor untuk dikenakan pajak dan cukai. Selain mengutip

pajak dan cukai, dinas ini juga bertugas untuk menentukan dan mengutip pajak

sewa gudang di pelabuhan, pajak minuman keras dan lainnya. Sama seperti

syahbandar, dinas ini juga dibantu oleh beberapa orang pegawai serta juru tulis

dan pegawai lapangan yang memeriksa barang-barang yang akan dimuat ke kapal.

Secara administrasi, kepala pelabuhan (syahbandar) merupakan jabatan yang

53
Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1881 No. 101.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ditunjuk dari departemen kelautan (Departement der Marine) sedangkan dinas

pajak ekspor-impor dan cukai (Dienst der In-en Uitvoerregten en Accijnsen)

merupakan jabatan yang ditunjuk dari departemen keuangan (Departement van

Financiën).54

Dari penjelasan di atas, dapat diketaui bahwa manajemen pelabuhan di

Labuhan Deli masih dilakukan dengan sistem yang sederhana. Pelabuhan belum

terstruktur dengan sendirinya, artinya pelabuhan masih dikendalikan sedikitnya

oleh dua instansi yakni departemen kelautan dan departemen keuangan.

Pelabuhan belum dikelola sebagai perusahaan (bedrijft) yang berdiri mandiri atau

dengan kata lain pelabuhan belum dikelola secara komersil.

2.2.2 Perdagangan danPelayaran

Penempatan kontrolir pertama di Labuhan Deli J.A.M de Cats Baron de

Raet telah membuat kebijakan yang sangat menguntungkan untuk perdagangan di

Labuhan Deli. Salah satu kebijakannya adalah membangun kembali gudang-

gudang penyimpanan komoditas yang sebelumnya terbakar habis beberapa waktu

sebelum kedatangannya. Hal ini dilakukannya semata-mata untuk menghidupkan

kembali perdagangan yang sebelumnya sudah ramai.55 Sejalan dengan kebijakan

tersebut banyak penduduk kemudian membangun toko atau kedai untuk

meramaikan pekan (pasar) itu kembali. Toko-toko yang dibangun sudah permanen

dengan menggunakan bata dan lebih teratur yang letaknya berderat memanang

dari kiri ke kanan jalan. Mayoritas yang membangun dan menempati tempat ini

54
Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1881 No. 101. Lihat juga Besluit van den
Gouverneur-Generaal van Nederlandsh-Indië van den 10 April 1881 no. 8.
55
Ratna, op. cit., hlm. 9.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah orang-orang Cina yang jumlahnya saat itu sudah mencapai kurang lebih

1000 orang.56

Selama kurang lebih empat tahun Cats Baron de Raet menjadi kontolir di

Labuhan Deli, ia mencatat aktivitas perdagangan di Labuhan Deli terus

mengalami peningkatan terutama hasil-hasil hutan dan pertanian. Baik ekspor

maupun impor keduanya mengalami peningkatan, peningkatan perdagangan

komoditas di Labuhan Deli dapat dilihat dalam tabel 3 dan 4 sebagai berikut:

Tabel 3.
Daftar Komoditas dan Nilai Impor di Labuhan Deli Tahun 1863-1867

Dalam Dollar
No Komoditas Satuan
1863 1864 1865 1866 1867

1 Kain Corge 9600 16500 17400 3151 5975

2 Candu Kist 4 5,5 6 8 10

3 Garam Koyan 19 20 22 23 25

4 Ikan Pari Kecil Stuks 10000 12500 15000 18000 20000

5 Ikan Pari Besar Stuks 800 1200 1600 1750 2000

Sumber: J.A.M. van Cats Baron de Raet, “Vergelijking van den Vroegeren
Toestand van Deli, Serdang en Langkat”, Tijdschrijft voor Indischhe
Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootshap, Deel XII,
Batavia: Albrecht&co, 1867, hlm. 34.

Dari daftar tabel di atas, nilai impor terus mengalami kenaikan kecuali

kain yang mengalami penurunan pada tahun 1866 meskipun pada tahun

sebelumnya 1863-1865 impor kain di Labuhan Deli terus mengalami kenaikan

dari 9600 dollar pada 1863 menjadi 17400 dollar pada 1865. Akan tetapi pada

56
J.A.M. van Cats Baron de Raet, “Vergelijking van den Vroegeren Toestand van Deli,
Serdang en Langkat”, Tijdschrijft voor Indischhe Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch
Genootshap, Deel XII, Batavia: Albrecht&co, 1867, hlm. 32.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tahun selanjutnya impor kain di Labuhan Deli mengalami penurunan yang

signifikan yakni menjadi 3151 dollar. Tidak ada laporan yang menyebutkan

alasan mengapa terjadi penurunan impor kain ke Labuhan Deli. Untuk komoditas

impor lainnya seperti candu, garam, ikan pari baik yang kecil maupun yang besar

terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Candu dan ikan pari besar dan kecil

rata-rata mengalami kenaikan setiap tahunnya berkisar kurang lebih 30%,

sedangkan untuk garam rata-rata mengalami kenaikan setiap tahunnya sebesar

kurang lebih 10%.

Selain mencatat komoditas dan nilai impor di Labuhan Deli, Cats Baron

de Raets juga mencatat komoditas dan nilai ekspor di Labuhan Deli. Berikut

adalah daftar komoditas dan nilai ekspor di Labuhan Deli dalam kurun waktu lima

tahun, yakni:

Tabel 4.
Daftar Komoditas Ekspor di Labuhan Deli Tahun 1863-1867

Dalam Dollar
No Komoditas Satuan
1863 1864 1865 1866 1867

1 Lada Pikul 17600 38860 19200 5000 3400

2 Tembakau Pikul 373,50 507 801 1200 1300

3 Rotan Bossen57 2126 3100 10730 10020 12865

4 Wijen Gantang 620 2100 4260 3855 9980

5 Pala Pikul 22 177,08 226,40 500 620

6 Getah Mayang Pikul 18 40 0 1 8

7 Getah Rambung Pikul 6 0 14 24 30

8 Malem (wax) Pikul 12 5 16,21 27 31

57
Bossen = ikat

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9 Botelnoot Pikul 0 0 120 400 345

10 Kuda Stuks 54 187 239 298 312

Sumber: J.A.M. van Cats Baron de Raet, “Vergelijking van den Vroegeren
Toestand van Deli, Serdang en Langkat”, Tijdschrijft voor Indischhe
Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootshap, Deel XII,
Batavia: Albrecht&co, 1867, hlm. 34.

Dari tabel 4 di atas, lada masih menjadi primadona atau komoditas

unggulan di Labuhan Deli. Selain lada, komoditas yang bernilai lainnya adalah

rotan, tembakau, dan wijen. Pala menjadi komoditas bernilai selanjutnya karena

pada tahun-tahun ini pala mulai dibudidayakan oleh penduduk sekitar maupun

oleh planters Eropah. Di tahun 1863 sampai 1865, lada masih menjadi komoditas

unggulan yang bernilai, tetapi pada tahun 1866 hingga 1867 lada mengalami

kemerosotan yang signifikan. Hal itu tidak terjadi pada komoditas-komoditas

hutan seperti rotan, getah rambung dan mayang, wax, dan botelnoot yang tetap

mengalami peningkatan. Perdagangan kuda terus meningkat karena masyarakat

pedalaman (Karo) terus intensif melakukan hubungan dagang ke hilir.

Ramainya aktivitas perdagangan berdampak pada pendapatan yang akan

masuk ke kas pemerintah atau kesultanan. Pendapatan utama kesultanan sebelum

kehadiran perkebunan adalah mengandalkan cukai dan pajak yang ada di

pelabuan. Untuk cukai di Labuhan Deli, Cats Baron de Raets mencatat daftar

cukai yang ditetapkan oleh Kesultanan Deli adalah sebagai berikut:

Tabel 5.
Daftar Cukai Impor di Labuhan Deli Tahun 1863-1867

Nilai Dalam
No. Komoditas Per
Dollar
1 Kain 100 corge 2,50
2 Tembakau Cina Peti 4

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3 Ikan Pari Besar 100 stuks 1
4 Ikan Pari Kecil 100 stuks 0,125
5 Candu Peti 40
6 Garam Koyan 8
Sumber: J.A.M. van Cats Baron de Raet, “Vergelijking van den Vroegeren
Toestand van Deli, Serdang en Langkat”, Tijdschrijft voor Indischhe
Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootshap, Deel XII,
Batavia: Albrecht&co, 1867, hlm. 35.

Tabel di atas menunjukkan bahwa penerimaan cukai di Labuhan Deli

untuk impor pada umumnya berbeda-beda. Untuk kain per 100 corgenya adalah

sebesar 2,50 dollar, untuk tembakau sebesar 4 dollar per peti untuk ikan pari besar

maupun kecil masing-masing 1 dan 0,125 dollar per 100 stuksnya. Nilai cukai

tertinggi adalah untuk candu yakni 40 dollar per petinya sedangkan untuk garam

adalah 8 dollar per koyannya. Selain cukai impor, Cats Baron de Raets juga

mencatat cukai ekspor di Labuhan Deli seperti yang tertera dalam tabel di bawah

ini;

Tabel 6.
Daftar Cukai Impor di Labuhan Deli Tahun 1863-1867

Nilai Dalam
No. Komoditas Per
Dollar
1 Lada hitam 100 gantang 2
2 Lada putih 100 gantang 5
3 Pala Pikul 2
4 Bunga pala Pikul 2
5 Wijen 100 gantang 1
6 Wax (malem) Pikul 2
7 Tembakau Pikul 2
8 Getah rambung Pikul 2
9 Getah mayang Pikul 2

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10 Pinang Pikul 0,25
11 Rotan 100 bossen 2
12 Gambir 1000 stuks 0,125
13 Kuda stuks 3
Sumber: J.A.M. van Cats Baron de Raet, “Vergelijking van den Vroegeren
Toestand van Deli, Serdang en Langkat”, Tijdschrijft voor Indischhe
Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootshap, Deel XII,
Batavia: Albrecht&co, 1867, hlm. 35.

Daftar cukai ekspor di Labuhan Deli pada tabel di atas menunjukkan

bahwa banyaknya komoditas-komoditas yang di ekspor dari Labuhan Deli. Untuk

pala, bunga pala, wax (malem), tembakau, getah rambung dan mayang masing-

masing dikenakan tarif 2 dollar per pikulnya. Untuk lada baik yang hitam maupun

putih dikenakan tarif masing-masing 2 dan 5 dollar per 100 gantang. Wijen

dikenakan tarif 1 dollar per 100 gantang, pinang 0,25 per pikul, rotan 2 dollar per

100 ikat, gambir 0,25 dollar per 1000 stuks, sedangkan kuda dikenakan tarif

sebesar 3 dollar per ekornya.

Pada tahun 1868 hingga 1870 di Deli telah ada beberapa perkebunan

seperti perkebunan kelapa, kopi, kakao dan nila (indigo). Semua hasil perkebunan

ini akan dikirim ke Semenanjung Malaya atau wilayah-wilayah yang ada di

sekitar Selat Malaka. Selain itu, banyak juga planters yang menanam pohon-

pohon pala yang buah dan bunganya juga diekspor. Selama periode ini pala

tumbuh subur di Deli sehingga saat panen tiba buah pala cukup banyak yang

kemudian di ekspor ke Singapura. Banyaknya pala di Deli, maka tiap 100 kg yang

akan diekspor akan dikenakan tarif sebesar ƒ 8 dan ƒ16 atau 40 dollar untuk

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bunga pala per pikulnya. Setelah tahun 1870 kemasyuran pala digantikan oleh

tembakau yang mulai banyak dibudidayakan di Sumatera Timur.58

Selain pala,Cukai atau pajak atas barang pada tahun 1875 sudah

ditentukan. Penentuan cukai dan pajak ini diberlakukan untuk wilayah-wulayah

yang berada dalam cakupan Pemerintahan Kolonial di Sumatera Timur. 59 Berikut

adalah daftar cukai dan pajak di Labuhan Deli pada tahun 1875:

Tabel 7
Daftar Nilai Cukai Ekspor di Labuhan Deli Pada Tahun 1875.

Per

No. Komoditas Volume Nilai

(KG dan Stuk) (guldens)

1 Kulit __ 0,10

2 Nila 1 8

3 Gula 100 0,30

4 Tembakau 100 1

5 Teh 100 1

6 Timah 100 3,5

7 Burung __ 6

8 Damar 100 6

9 Getah Pohon Merah Tua 100 6

10 Kayu Gaharu __ 5

11 Getah 100 8

58
J.T. Cremer, De Toekomst van Deli: Eenige Opmerkingen, Leiden: Gualth Kolff, 1881,
hlm. 4-8.
59
Ibid., hlm. 8.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12 Kopra 100 5

13 Kayu Manis 100 1

14 Katun __ 1

15 Kayu Celup __ 0,80

16 Cula Badak __ 5

17 Kuda 1 Stuk 5

18 Lada Putih 100 5

19 Lada 100 2

20 Beras 100 0,80

21 Padi 100 0,40

22 Rotan 100 5

23 Tembakau Onderneming 100 2

24 Madu 100 8

25 Kacang Tanah 100 2

26 Pinang 100 0,40

Sumber: J.T. Cremer, De Toekomst van Deli: Eenige Opmerkingen, Leiden:


Gualth Kolff, 1881, hlm. 9-10.

Daftar cukai ekspor di Labuhan Deli pada tahun 1875 menunjukkan

bahwa terdapat banyak komoditas yang mulai diperdagangkan. Hal ini berbeda

dengan daftar komoditas pada tahun 1863-1867 yang hanya 13 komoditas. Selain

itu ukuran satuan juga berubah yakni pada tahun 1863-1867 menggunakan satuan

tradisional, maka pada tahun 1875 sudah menggunakan satuan berat kilogram.

Selain cukai ekspor, pada tahun 1875 juga terdapat daftar cukai seperti yang

tertera di bawah ini:

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 8.
Daftar Nilai Cukai Impor di Labuhan Deli Pada Tahun 1875.

Per

No. Komoditas Nilai


Volume
(guldens)

1 Tembikar - Bebas cukai

2 Perkakas Industri - Bebas cukai

3 Perkakas Pertanian - Bebas cukai

4 Saringan Air - Bebas cukai

5 Buku - Bebas cukai

6 Kertas - Bebas cukai

7 Emas - Bebas cukai

8 perak - Bebas cukai

9 Damar - Bebas cukai

10 Kayu - Bebas cukai

11 Besi - Bebas cukai

12 Batu - Bebas cukai

13 Candu - Bebas cukai

14 Bir - 2-2,25

15 Cuka Liter 2-2,5

16 Gambir 100 kg 20

17 Lilin 100 kg 12

18 Daging - 1,5

19 Air Mineral 100 Kendi 3,6

20 Tembakau Havana 100 kg 200

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21 Tembakau Cina 100 kg 12

22 Tembakau Manilla 100 kg 50

23 Teh 100 kg 12

24 Ikan Asin - 6

25 Wine 100 liter 21

26 Garam 100 kg 1,6

Sumber: Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1875 No. 272.

Daftar harga cukai ekspor dan impor pada tabel 7 dan 8 di atas berlaku

untuk barang yang keluar dan masuk dari dan ke Labuhan Deli. Daftar di atas

merupakan daftar resmi yang ditetapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda di

Sumatera Timur termasuk Deli, namun, dalam kenyataannya tiap-tiap wilayah di

Sumatera Timur memiliki komoditas yang berbeda-beda dan tidak terdaftar

sebagaimana yang telah ditentukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan daftar

resmi. Di Labuhan Deli misalnya, pendapatan-pendapatan pajak atas barang ada

yang tidak terdaptar di daftar resmi. Pendapatan terbesar atas pajak di Labuhan

Deli adalah pajak candu justru tidak terdaftar di daftar resmi yang telah ditentukan

oleh pemerintah. Berikut adalah daftar pendapatan pajak di Labuhan Deli pada

tahun 1879:

Tabel 9
Pendapatan Pajak di Labuhan Deli pada Tahun 1879

No Pajak Nilai (Guldens)

1 Pajak Candu 561600

2 Pajak Perizinan 178240

3 Pajak Minuman Keras 107040

4 Pajak Daging Babi 5350

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5 Pajak Rumah Gadai 4302

6 Pajak Impor 117955

7 Pajak Ekspor 75402

8 Cukai, Sewa Gudang dan Pajak Lainnya 254

Jumlah 1.050.143
Sumber: J.T. Cremer, De Toekomst van Deli: Eenige Opmerkingen, Leiden:
Gualth Kolff, 1881, hlm. 35.

Penerimaan pajak di atas memberikan gambaran bahwa di Labuhan Deli

terdapat beberapa penerimaan pajak. Penerimaan pajak ini didominasi atas

barang-barang yang diimpor seperti candu dan minuman keras. Pajak candu

merupakan penerimaan pajak yang paling besar, hampir 50% penerimaan pajak di

atas disumbang oleh pajak candu. Selain itu pajak impor merupakan salah satu

penerimaan terbesar artinya barang-barang yang dikirim melalui Labuhan Deli

merupakan sebagian besar barang impor.

Setelah Labuhan Deli dikelola dengan baik oleh pemerintah Belanda,

maka hal tersebut berdampak pada perdagangan yang semakin maju. Perdagangan

di Labuhan Deli didominasi dengan aktivitas impor. Barang-barang tersebut

didatangkan langsung dari Eropah karena barang-barang tersebut diproduksi di

sana. Barang-barang yang diimpor adalah barang-barang kebutuhan sehari-hari

manufaktur, perkakas pertanian, alat-alat pabrik untuk industri serta bahan-bahan

bangunan. Tingginya nilai dan volume impor di Labuhan Deli menandakan bahwa

telah banyak orang-orang Eropah yang tinggal di Deli dan wilayah Deli telah

diperhitungkan keberadaannya. Berikut adalah daftar nilai dan volume impor di

Labuhan Deli:

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 10.
Daftar Nilai dan Volume Impor di Labuhan Deli Tahun 1879-1888

1879 1882 1887 1888


Barang
Volume Nilai (ƒ) Volume Nilai (ƒ) Volume Nilai (ƒ) Volume Nilai (ƒ)

Tembikar - 101038 - 98587 - 260943 - 146000

Atap - 39311 - 365535 - 341120 - 510880

Cuka 3688 liter 738 5998 liter 1196 18042 liter 4482 25470 liter 6371

Bir 97176 liter 48588 216412 liter 89419 613052 liter 306526 77652 liter 358810

Barang-barang kaleng - 981 - 350 - 1607 - 247

Buku - 7030 - 2270 - 7340 - 7328

Mesiu 622 kg 933 2228 kg 3342 384 kg 576 448 kg 672

Mentega 3688 kg 7744 9804 kg 19848 17506 kg 35012 31479 kg 62958

Alat-alat pabrik - 29552 - 49372 - 433255 - 411372

Gambir 4613 kg 1200 4355 kg 1090 3013 kg 753 3253 kg 813

Benang - 14696 - 15605 - 57184 - 161

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Minuman keras 89983 liter 166794 155576 liter 65934 188301 liter 89707 253358 liter 168711

Besi - 40999 - 7806 - 79374 - 126935

Emas dan perak - 3044 - 2444 - 19445 - 16632

Damar 565 kg 367 3921 kg 2153 228 kg 860 3583 kg 2508

Indigo 30 kg 20 250 kg 62 - - 12 kg 3

Kapur 294836 kg 29484 331086 kg 33108 1782712 kg 178271 1027929 kg 102793

Kayu manis - - 7942 kg 6356 - - 58 kg 58

Kelapa - 3285 - 2683 - 968 - 296

Kopi 5862 kg 3810 6338 kg 4570 18136 kg 9068 16890 kg 8445

Batubara 270 ton 6750 208 ton 5200 461 ton 9220 3290 ton 65800

Manufaktur - 699591 - 934582 - 1105875 - 1442096

Daging 183336 kg 73334 197378 kg 78262 534126 kg 160238 - 202464

Air mineral 30625 botol 6737 76212 botol 21340 209710 botol 41942 301128 botol 60226

Minyak 178856 liter 23617 867380 liter 130107 1956402 195640 2009817 liter 200982

Kertas - 31076 - 54053 - 98771 - 144513

Sirup 7043 botol 10564 4772 botol 5345 - - - -

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Teh 20580 kg 41160 24873 kg 58289 76415 kg 76415 85809 kg 85809

Timah - 382 - 80 - 235 - 417

Wine 2102 botol 7357 7680 botol 26839 18725 botol 5675 21114 botol 63342

Candu 47216 kg 464832 7820 kg 238450 88795 kg 1775900 55360 kg 1107200

Lilin 9135 kg 7308 7942 kg 6356 5368 kg 4294 7827 kg 6262

Garam - - - - 1709215 kg 102553 1998865 kg 119938

Total 5.312.536 6.323.479 14.663.788 13.970.034

Sumber: Statistiek van den Handel, de Scheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in Nederlandsch-Indië over het jaar 1879-1888,
Batavia: Ogilvie and Co., 1890.

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Total nilai impor di Labuhan Deli dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Pada tahun 1879 total nilai impor adalah sebesar ƒ 5.312.536 dan

mengalami peningkatan ƒ 6.323.479 pada tahun 1882. Peningkatan nilai impor

dari tahun 1879 ke tahun 1882 adalah sebesar 19%. Selanjutnya dalam lima tahun

selanjutnya yakni pada tahun 1887 peningkatan nilai impor sangat signifikan, dari

ƒ 6.323.479 menjadi ƒ 14.663.788. Dalam kurun waktu lima tahun peningkatan

nilai impor di Labuhan Deli adalah sebesar lebih dari 100%. Peningkatan nilai

impor ini berjalan seiring dengan tumbuhnya industri perkebunan di Sumatera

Timur termasuk Deli. Tumbuhnya industri perkebunan merupakan dampak dari

disahkannya UU Agraria tahun 1870 yang mana para investor asing bebas

menanamkan modalnya di Hindia Belanda.

Sementara itu, penurunan nilai impor di Labuhan Deli justru terjadi pada

tahun 1888. Dari ƒ 14.663.788 di tahun 1887 menjadi ƒ 13970034 di tahun 1888,

penurunan di tahun 1888 adalah sebesar 5 %. Jika dilihat secara menyeluruh

masing-masing barang dan nilai yang diimpor, maka penurunan terjadi akibat dari

adanya beberapa barang yang permintaannya menurun dan tentu saja akan

mempengaruhi nilai impor. Misalnya barang-barang yang menurun

permintaannya adalah tembikar, atap, mesiu, gambir, damar, kelapa, barang-

barang manufaktur, dan candu serta ada beberapa barang yang justru tidak ada

permintaan impornya seperti indigo (nila), kayu manis dan sirup.

Selain impor, di Labuhan Deli juga terdapat data mengenai nilai ekspor.

Untuk melihat lebih jelas, pada tabel 10 akan dirinci barang-barang apa saja yang

diekspor dan berapa nilainya sebagai berikut:

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 11.
Daftar Nilai dan Volume Ekspor di Labuhan Deli Tahun 1879-1888

1879 1882 1887 1888


Barang
Volume Nilai (ƒ) Volume Nilai (ƒ) Volume Nilai (ƒ) Volume Nilai (ƒ)

Cula Badak - - - 538 - 50 - -

Gading Gajah 377 kg 2.262 439 kg 4.470 224 kg 1.344 134 kg 804

Buah Balam 185.881 kg 167.293 98.500 kg 30.700 91.170 kg 9.117 2.875 kg 287

Getah Merah - - 1.200 kg 1.200 1.086 kg 1.629 1.026 kg 1.539

Bunga Pala 18.381 kg 24.999 18.192 kg 22.686 12.665 kg 25.330 12.588 kg 25.176

Gambir - - 752 kg 150 17.957 kg 5387 2.766 kg 6.530

Damar 22.769 kg 15.938 7.900 kg 1.210 3.259 kg 2.281 2.966 kg 2.076

Getah Perca 100.880 kg 201.760 146.249 kg 218.104 111.862 kg 111.862 116.872 kg 116.872

Kayu Gaharu - 80 - 198 - 574 - 1.350

Kayu Laka - 2.904 - 2.900 - - - 5.325

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kulit 6.538 kg 3.923 15.311 kg 8.546 26.489 kg 15.893 26.978 kg 16.187

Kapas - - 246 kg 37 - - 170 kg 25

Kelapa - 66 - - - 880 - 860

Kopi 2.901 kg 2.321 3335 kg 1.590 8.718 kg 5.231 25.567 kg 15.340

Pala 141.017 kg 211.526 196.635 kg 333.784 106.445 kg 159.667 153.528 kg 230.292

Kuda 551 stuks 41.325 367 stuks 55.050 - - 277 stuks 27.700

Lada Putih 22.324 kg 11.162 319.893 kg 74.019 8.889 kg 8.889 4.388 kg 4.388

Lada Hitam 779.046 kg 194.761 2.590 kg 1.252 403.787 kg 242.272 413.484 kg 248.090

Pinang - 156.782 91.420 kg 13.713 341. 632 kg 34.163 94.113 kg 9.411

Beras 7.681.052 kg 384.053 10.429.910 kg 625.794 5.870.870 kg 293. 543 292.117 kg 14.606

Rotan 1.912.736 kg 382.517 676.286 kg 117.759 1.154.461 kg 230.892 1.231.612 kg 246.322

Sagu 130.000 kg 6.500 698.300 kg 34.915 72.500 kg 4.350 62.579 kg 3.755

Gula - - 4.500 kg 1.350 - - 3.975 kg 596

Tembakau 3.570.323 kg 3.570.323 6.399.057 kg 13.798.114 11.500.068 kg 11.500.068 11.669.819 kg 11.669.819

Wax (malem) 16.930 kg 25.395 23.765 kg 36.836 6.422 kg 9.633 32.950 kg 49.425

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kayu Manis 478 kg 191 26 kg 11 - - - -

Total 5.692.233 15.974.168 12.763.322 12.704.161

Sumber: Statistiek van den Handel, de Scheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in Nederlandsch-Indië over het jaar 1879-1888, Batavia:
Ogilvie and Co., 1890.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari tabel 10 di atas menunjukkan nilai ekspor yang fluktuasi, pada tahun

1879 total nilai ekspor adalah sebesar ƒ 5.692.233 dan pada tahun 1882 total nilai

ekspor mengalami kenaikan yang cukup tinggi yakni ƒ 17.974.168 artinya terjadi

kenikan sebesar kurang lebih 300%. Kenaikan ini dikarenakan industri

perkebunan tembakau sedang berkembang di Deli sehingga untuk mengekspor

hasil panen tembakau menggunakan peran Labuhan Deli sebagai pelabuhan di

Deli. Akan tetapi pada periode berikutnya yakni pada tahun 1887 dan 1888 terjadi

penurunan yang masing-masing total nilai ekspornya adalah ƒ12.763.322 dan

ƒ12.704.161. Jika dibandingkan dengan total nilai ekspor tahun 1882 berturut-

turut, total nilai ekspor pada tahun 1887 dan 1888 adalah sebesar kurang lebih

20%.

Barang-barang yang diekspor melalui Labuhan Deli sebagian besar

merupakan hasil-hasil hutan dan perkebunan. Hasil-hasil hutan didapatkan di

pedalaman begitu juga dengan perkebunan yang jaraknya lumayan jauh dari

Labuhan Deli. Untuk mengangkut produk hasil hutan maupun perkebunan,

barang-barang tersebut diangkut dengan perahu-perahu berukuran kecil menyusuri

sungai. Barang-barang tersebut diangkut oleh pedagang perantara yang sekaligus

memiliki perahu dan biasanya pedagang perantara tersebut kebanyakan adalah

orang-orang Cina. Barang-barang yang diangkut kemudian dibawa ke Labuhan

Deli sebagai tempat transit atau tempat penumpukan barang, sebelum selanjutnya

dikirim menggunakan kapal partikelir yang bersandar di pantai dengan tujuan

Semenanjung Malaya (Penang dan Malaka) serta Singapura bahkan dikirim

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


langsung ke Belanda.60 Untuk pengiriman ke Semenanjung Malaya dan Singapura

pengangkutan biasanya dilakukan oleh perusahaan Ocean Steam Ship & Co.

sedangkan untuk pengiriman langsung ke Belanda pengangkutan dimonopoli oleh

perusahaan Nederlandsch Indische Stoomboot-Maatschappij (NISM).61

Untuk lebih jelasnya lagi, pada tabel 11 akan tersaji data mengenai

jumlah kapal yang keluar dan masuk serta muatannya dari berbagai negara.

Berikut adalah daftar pelayaran dan perdagangan internasional dari dan ke

Labuhan Deli tahun 1878-1888:

Tabel 12.
Pelayaran dan Perdagangan Internasional dari dan ke Labuhan Deli
1878-1890

Datang Beangkat
Tahun Bendera Jumlah Muatan Jumlah Muatan
kapal (m3) kapal (m3)

1878 Belanda 32 10.696 31 10.231

Inggris 275 57.966 275 57.966

Cina 10 217 10 217

Asia lainnya 1 8 1 8

1879 Penang 2 109 2 109

Hindia Belanda 2 222 1 32

1882 Siam 4 137 4 137

60
R. Broersma, “De Ontwikkeling van Den Handel in Oostkust van Sumatra”, Kolonial
Tijdshrift, 129, XI, 1920, hlm. 415-416.
61
Cremer, op. cit., hlm. 28-29.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penang 432 32.043 515 34.580

Singapura 78 13.451 73 13.129

1887 Penang 370 107.088 679 71.590

Singapura 165 130.322 141 58.463

1888 Belanda 1 1.245 - -

Jerman 6 4.650 6 8.773

Singapura 161 87.300 161 164.607

Penang 373 72.000 365 134.425

Inggris 301 1.500 302 5.178

1890 Singapura 175 167.920 172 152.332

Siam 2 119 25 2.690

Burma 30 2.901 3 2.771

Hindia Belanda 121 175.683 120 174.554

Perancis - - 3 11.275

Jerman - - 26 68.649

Penang - - 518 95.292

Hongkong - - 4 9.232

Sumber: Statistiek van den Handel, de Scheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in


Nederlandsch-Indië over het jaar 1878-1890, Batavia: Ogilvie and Co.,
1891.

Tabel pelayaran internasional di atas memberi gambaran bahwa telah

terjalin perdagangan di Labuhan Deli dengan berbagai wilayah yang sebagian

besar adalah wilayah Asia dan Eropah. Berdasarkan kuantitas kapal dan muatan,

negara-negara atau wilayah yang banyak melakukan hubungan dagang dengan

Labuhan Deli adalah Penang, Singapura dan Inggris. Aktivitas pelayaran dan

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perdagangan antara Penang, Singapura dan Inggris dengan Labuhan Deli

dilakukan rutin secara periodik. Untuk negara-negara Asia lainnya seperti Cina,

Siam, Burma, dan Hongkong juga melakukan hubungan dagang dengan Labuhan

Deli. Kapal-kapal dari Siam dan Burma datang ke Labuhan Deli biasanya

membawa beras. Kapal-kapal dari Cina biasanya datang membawa candu ke

Labuhan Deli. Begitu sebaliknya, kapal-kapal dari Siam, Burma dan Cina kembali

ke daerah asal dengan muatan hasil-hasil komoditas yang didagangkan di

Labuhan Deli.62

Selain pelayaran dan perdagangan internasional, di Labuhan Deli juga

melakukan aktivitas pelayaran dan perdagangan antar pulau dari Labuhan Deli ke

berbagai pelabuhan atau wilayah di Hindia Belanda dan sebaliknya. Berikut

adalah daftar pelayaran dan perdagangan antar pulau dari dan ke Labuhan Deli

sebagai berikut:

Tabel 13.
Pelayaran dan Perdagangan Antar Pulau dari dan ke Labuhan Deli
1878-1890

Datang Berangkat
Nama
No. Jumlah Muatan Jumlah Muatan
Kota/Pelabuhan
kapal (m3) kapal (m3)

1 Aceh 2 109 3 222

2 Riau 47 28.761 70 39.802

3 Palembang 2 900 1 750

4 Kalimantan Barat 2 190 - -

62
R. Broersma, op. cit., hlm. 418.

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5 Kalimantan Timur 1 424 2 1.093

6 Kalimantan Selatan 1 401 2 1.355

7 Jawa dan Madura 902 3975 - -

Sumber: Statistiek van den Handel, de Scheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in


Nederlandsch-Indië over het jaar 1878-1890, Batavia: Ogilvie and Co.,
1891.

Dari tabel 12 dapat diketahui bahwa kapal-kapal yang datang maupun

pergi ke dan dari Labuhan Deli dalam rangka pelayaran antar pulau, mempunyai

tujuan dan asal dari berbagai pelabuhan/wilayah di Hindia Belanda. Dari data di

atas jika diurut berdasarkan jumlah kapal yang datang dari dan ke Labuhan Deli,

maka dapat diurut sebagai berikut: Jawa dan Madura, Riau, Aceh, Palembang,

Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Kemudian

berdasarkan jumlah banyaknya kapal yang berangkat dari Labuhan Deli dapat

diurutkan sebagai berikut: Riau, Aceh, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan

dan Palembang, sementara itu kapal-kapal dari Jawa dan Madura serta Kalimantan

Barat tidak ada data jumlah kapal yang berangkat dari Labuhan Deli. Dari data-

data tersebut, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa kapal-kapal dari Jawa

dan Madura serta Riau merukapan yang paling banyak datang ke Labuhan Deli.

Sementara itu, untuk tujuan utama pelayaran dan perdagangan dari Labuhan Deli

adalah Riau.

Pada tabel 12 juga berisi tentang data muatan atau bongkar muat dari

kapal-kapal antar pulau di Labuhan Deli. Apabila disusun berdasarkan volume

muatan yang dibongkar di Labuhan Deli adalah sebagai berikut: Riau, Jawa dan

Madura, Palembang, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan Aceh. Sebaliknya apabila disusun berdasarkan urutan volume muatan yang

diangkut dari Labuhan Deli adalah sebagai berikut: Riau, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Timur, Palembang, dan Aceh. Dari data tersebut juga dapat

disimpulkan bahwa untuk volume muatan terbanyak di Labuhan Deli, baik yang

datang dan berangkat, adalah kapal-kapal dari Riau.

Jumlah kapal-kapal yang datang ke Labuhan Deli tidak selalu sebanding

dengan kapal-kapal yang berangkat. Hal ini dapat terjadi karena Labuhan Deli

banyak mengimpor dari daerah-daerah lain. Sebagai contoh kapal-kapal dari Jawa

dan Madura jumlah kapal yang datang cukup banyak tetapi jumlah kapan yang

berangkat dari Labuhan Deli ke Jawa dan Madura tidak ada. Hal itu bisa

dijelaskan bahwa Labuhan Deli banyak mengimpor garam dan beras dari Jawa

dan Madura. Hanya saja sejauh ini belum ada data kuantitatif yang lengkap

mengenai barang-barang yang dikirim dan diangkut dari dan ke Labuhan Deli.

Hanya terdapat data-data kuantitatif dan daftar barang-barang secara umum

(perdagangan internasional dan antar pulau) yang tersaji pada tabel 9 dan 10.

2.3 Latar Belakang Pemindahan Pelabuhan Dari Labuhan Ke Belawan

2.3.1 Sungai Deli dan Sedimentasi

Sungai Deli adalah salah satu sungai yang tedapat di Sumatera Timur.

Hulu dari Deli berada di Dataran Tinggi Karo dan berhilir ke Selat Malaka.

Sungai Deli dapat dilayari perahu-perahu kecil dan kapal-kapal motor dengan

ketebalan yang tidak terlalu besar. Dengan kapal-kapal motor, sungai ini dapat

dilayari sejauh enam mil, sedangkan dengan perahu-perahu kecil Sungai Deli

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dapat dilayari hingga lima mil lagi sampai ke Kampung Martubung. 63 Bagian hulu

Sungai Deli tidak dapat dilayari karena pada umumnya sungai-sungai di bagian

utara Sumatera Timur jarak antara pegunungan dengan pantai sangat dekat.

Keadaan ini tentu saja mengakibatkan sungai-sungai berarus deras, dangkal dan

semakin ke hulu maka akan semakin menyempit kelebaran sungainya. Hal inilah

yang mengakibatkan Sungai Deli hanya dapat dilayari sejauh enam mil dengan

kapal motor dan 11 mil dengan perahu-perahu kecil.64

Sungai Deli merupakan sungai terpenting di Deli, oleh karena itu, banyak

yang memanfaatkan keberadaan sungai tersebut sebagai sarana transportasi.

Selain berfungsi sebagai sarana transportasi, banyak penduduk yang membangun

rumah dekat dengan sungai dan melakukan aktifitas petaniannya. Melalui jalur

sungai ini juga hubungan dengan dunia luar dilakukan seperti hubungan

perdagangan.65Untuk memperlancar pelayaran menyusuri Sungai Deli, maka

pemerintah kolonial secara periodik melakukan pengerukan endapan-endapan

lumpur yang terbawa dari hulu ke hilir.66

Endapan-endapan lumpur (sedimentasi) yang terjadi di Sungai Deli

merupakan sedimentasi fluvial.67Hal ini dapat terjadi mengingat kondisi

63
J. Paulus, op. cit., hlm. 581.
64
MvO Asisten-Residen Deli en Serdang, S. van der Plas, 1913, hlm. 2.
65
Edi Sumarno, “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur (1863-1942)” Tesis S2 belum
diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1998, hlm. 52-53.
66
MvO Asisten-Residen Deli en Serdang, S. van der Plas, op. cit., hlm. 3.
67
Sedimentasi fluvial adalah proses sedimentasi yang dilakukan oleh air sungai dan
berlokasi di sungai. Sedimentasi oleh air sungai biasanya terjadi di daerah dataran rendah, akibat
dari sifat air yang mengalir dai tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sedimentasi ini

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


geomorfologi Sumatera Timur dari dataran tinggi ke dataran rendah menuju

pantai. Kontur pegunungan di Dataran Tinggi Karo sebagai hulu dari Sungai Deli

memungkinkan terjadinya sedimentasi fluvial. Proses sedimentasi yang terjadi

terus menerus akan menyebabkan pendangkalan yang berpengaruh terhadap

penurunan kapasitas pengaliran sungai. Partikel sedimen yang terbawa oleh aliran

sungai menuju ke hilir akan menyebabkan pengendapan di daerah muara. 68

Sejalan dengan hal tersebut, Sungai Deli mengalami pengendapan di daerah

muaranya yakni Labuhan Deli.

Hal ini makin diperparah dengan adanya pembukaan lahan untuk

perkebunan di Deli. Pembukaan lahan perkebunan menyebabkan erosi dan

semakin mempercepat pengendapan di muara Sungai Deli.69 Penebangan hutan

untuk membuka lahan sering juga menyebabkan banjir dan mengendapkan

lumpur di sepanjang Sungai Deli.70 Hal ini tentu saja mempersulit atau

menghambat pelayaran yang dilakukan oleh kapal-kapal motor sedang. Untuk

kapal-kapal berukuran besar harus berlabuh di pangkalan laut (roadstead),

pelayaran-pelayaran selanjutnya tidak memungkinkan karena harus menunggu

debit air naik.71

biasanya menyebabkan pendangkalan sungai. Lihat MM. Purbo Hadiwidjojo, dkk., Kamus
Hidrologi, Jakarta: Depdikbud, 1987, hlm. 204.
68
S. Sosrodarsono dan M. Tominaga, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Jakarta:
Pradnya Paramita, 1994, hlm. 76.
69
J. Paulus, loc. cit.
70
MvO Asisten-Residen Deli en Serdang, S. van der Plas, op. cit., hlm. 4.
71
J. Paulus, op. cit. hlm. 582.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk melancarkan pelayaran maka perlu dilakukan pengerukan lumpur

secara periodik dengan menggunakan kapal penyedot lumpur (bagermolen) di

sepanjang dan muara Sungai Deli. Keadaan yang menyulitkan lagi adalah

endapan lumpur di Sungai Deli cukup keras sehingga sulit untuk menyedot

dengan menggunakan kapal penyedot lumpur.72Penyedotan secara periodik tentu

saja menghabiskan dana yang cukup besar, dan selain itu waktu pengiriman juga

sedikit terlambat dan tentu saja hal ini tidak efektif. Untuk itu, pemerintah

kolonial bersama-sama pihak swasta berinisiatif untuk mencari solusi agar

pelayaran dapat bejalan dengan efisien dan efektif. Untuk mengangkut barang-

barang dalam jumlah yang besar, maka diperlukan kapal yang berukuan besar dan

tentu saja memerlukan tempat bersandar yang luas dengan kedalaman air yang

cukup dalam. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah kolonial bersama

pihak swasta menganggap bahwa pelabuhan sungai tidak cocok dengan kriteria

tersebut dan pelabuhan pantailah yang cocok dengan itu. 73

2.3.2 Perkembangan Perekonomian Perkebunan dan Transportasi

Pada tahun 1862, wilayah Sumatera Timur secara utuh berhasil dikuasai

oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Pernyataan ini didasarkan atas Acte van

Erkening yang berisi bahwa semua wilayah jajahan Kesultanan Siak menjadi

milik Belanda dan wilayah-wilayah tersebut harus tunduk dan mengakui

72
MvO Asisten-Residen Deli en Serdang, S. van der Plas, loc. cit.
73
Jaarverslag der Haven Belawan 1925, Werltreveden: Landsdrukkerij, 1926, hlm. 3.

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belanda.74 Setahun kemudian, J. Nienhuys meninggalkan Jawa Timur dan pindah

ke Deli. Kedatangannya ke Deli setelah mendengar cerita tentang tembakau

tanaman rakyat di Pantai Timur Sumatera yang mutunya sangat baik dan

keuntungan yang diperoleh cukup bagus dari penanaman tembakau itu. Informasi

ini diperoleh melalui seorang Arab kelahiran Surabaya yang bernama Sayid

Abdullah Ibn Umar Bilsagih. 75 Dia telah lama tinggal di Deli dan menjadi

penasehat Sultan Deli. Beliau jugalah yang menganjurkan kepada Nienhuys untuk

membuka perkebunan tembakau di Deli.

Dalam kunjungannya yang pertama ke Sumatera, Nienhuys melihat

bahwa apa yang dikatakan oleh Sayid Abdullah tentang tembakau Deli, memang

benar walaupun masih dalam jumlah terlalu kecil untuk dijadikan barang ekspor.

Dengan bantuan Sayid Abdullah yang mendapat kepercayaan dari Sultan Deli,

akhirnya J. Nienhuys berhasil mendapatkan konsesi tanah untuk membuka

perkebunan tembakau di tanah Deli ini. Daerah konsesi untuk penanaman

tembakau pertama letaknya di tepi Sungai Deli yaitu seluas 4,000 bau. Konsesi ini

74
T. Volker, Van Oerbosch Tot Cultuurgebied: Een Schetsvan de Beteekenis van de
Tabak, de Andere Cultures, en de Industrie ter Oostkust van Sumatra, Medan, De Deli Planters
Vereeniging, 1918, hlm.11.
75
Dalam hubungan kedatangan para investor asing di Deli, tidak lepas dari peranan Said
Abdullah Ibn Umar Bilsagih seorang nahkoda yang berasal dari Surabaya, ketika itu kapalnya
karam dan terdampar di Deli. Sultan Deli tertarik dengan kecerdasannya, oleh karena itu ia
dinikahkan dengan adiknya dan ia diangkat sebagai penasehat sultan. Kemudian ia ditugaskan
untuk mencari investor ke Jakarta untuk menanamkan modalnya di perkebunan tembakau di Deli.
Lihat Mohammad. Said, Koeli Kontrak Tempoe Doeloe: dengan Derita dan Kemarahannya,
Medan: Waspada,1977, hlm. 23. Lihat juga Anseb, De Grond van Deli, Medan: Varekamp & Co.
1938, hlm. 8-13.

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diberikan selama 20 tahun. Selama 5 tahun pertama dia dibebaskan dari

membayar pajak dan sesudah itu baru membayar 200 gulden setahun.76

Usaha penanaman tembakau ini awalnya gagal dan mengalami kerugian

yang cukup besar. Padahal perusahaan Van der Arend telah mengucurkan dana

sebesar f 5.000,- tetapi ia belum mampu memenuhi jumlah tembakau yang

diminta oleh Van der Arend, hanya 50 bal tembakau yang dikirim ke Rotterdam.77

Pada penanaman berikutnya, Nienhuys mencoba melaksanakan sistem borongan

dengan pembayaran di muka. Meskipun para pemborong menerima bayaran itu

namun hasil panen para penanam tembakau subsisten itu tidak bisa memenuhi

permintaan.78

Namun Nienhuys tetap bersikukuh bahwa tanah Deli akan mendatangkan

keuntungan yang besar, jauh dari kerugian yang telah dikeluarkan. Kegagalannya

dalam sistem borongan yang diterapkan dan adanya desakan dari Van der Arend,

Nienhuys kemudian membuka kebun percobaan di atas sebidang tanah yang

disewanya seluas 75 ha di Tanjung Sepassai. Dari percobaan itu dia sangat

membutuhkan banyak tenaga kerja untuk kebun yang luas tersebut. Penolakan

petani pribumi memaksanya mengupah beberapa Haji Jawa dan pengikutnya dari

Pulau Pinang untuk memborong penggarapan sekaligus mengawasi pekerjaan

76
Thee Kian Wie, Plantation Agriculture and Export Growth an Economic History of
East Sumatra 1863-1942. Jakarta ; National of Institute of Economic and Social Research
(LEKNAS - LIPI), 1977, hal.3.
77
Fatimah, “Pengaruh Sosial Ekonomis Perkebunan Tembakau Terhadap Masyarakat di
Sumatera Timur” Tesis belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1985, hlm. 28.
78
Mohammad Said, op. cit., hlm. 29.

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penanaman penduduk lokal yang masih setia. Dari kebun percobaan ini Nienhuys

menghasilkan 25 bal tembakau yang dihargai f 0,48 per setengah kilogramnya.79

Kegigihannya ini terbukti ketika tembakau yang diekspor ke Rotterdam

mendapatkan apresiasi yang tinggi.

Setelah kerja borongan para Haji dari Jawa berakhir tidak memuaskan,

menjelang musim tanam 1865 Nienhuys mendatangkan kuli Cina dari Pulau Pinag

menyusul 88 kuli Cina dari daratan Cina langsung. Kuli Cina sekalipun tidak

mengetahui seluk beluk penanaman tembakau, pada akhir musim panen 1865 bisa

menghasilkan 189 bal tembakau bermutu baik yang dihargai f. 2,51,- per setengah

kilogram.80 Akan tetapi usaha ini tetap dianggap gagal oleh Van der Arend dan

menghentikan kerjasama dengan Nienhuys. Keadaan ini tidak membuat putus asa

Nienhuys, ia mencari investor lainnya yang mau menanam modalnya di

perkebunan tembakau di Deli. Ia berhasil mendapatkan dukungan G.C. Clemen

dan P.W Janssen, pedagang tembakau Amsterdam dengan modal $ 10.000. Pada

akhir Desember 1867 sepulangnya dari Nederlandsch, ia berhasil mendapat

konsesi tanah selama 99 tahun yang terletak antara sungai Deli dan sungai Percut

memanjang sepanjang dari kampung Mabar hingga Deli Tua. Pada tahun 1868,

biaya produksinya 30.000 gulden dan menghasilkan 67.000 gulden, tahun

berikutnya ia memperoleh keuntungan 36.400 gulden dan 87.200 gulden.81

Nienhuys pada saat itu telah berhasil membuktikan bahwa tembakau yang

79
Karl J. Pelzer, op. cit., hlm. 54.
80
Fatimah, op. cit., hlm. 52.
81
Ann Laura Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera (1870 -
1979), Yogyakarta: Karsa, 2005, hlm. 57-58.

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dihasilkan di Deli merupakan produk yang sangat menguntungkan di pasar

perdagangan Eropah dan menjadikan Deli sebagai penghasil pembungkus cerutu

terbaik di dunia.

Tabel 14.
Produksi dan Harga Tembakau Deli 1964-1895

Tahun Produksi (dalam bal) Harga per 0,5 kg (f)

1864 50 48

1870 2.868 128

1875 15.355 170

1880 64.965 112,5

1885 124.911 141,5

1890 236.323 72,5

1895 204.719 90

Sumber: Willem Westerman, De Tabakscultuur op Sumatra’s Oostkust,


Amsterdam: J. H. De Bussy, 1901, hlm. 4.

Sebagaimana diketahui ekspansi onderneming di Sumatera Timur dirintis

oleh Nienhuis yang mencoba menanam tembakau di Deli tahun 1863. Kendati

awalnya kurang berhasil, tetapi sejak itu ekspansi kemudian berjalan dengan skala

besar. Untuk menjalankan usaha yang lebih besar, diperlukan modal lebih banyak

lagi. Maka pada tahun 1869 Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij, perseroan

terbatas pertama yang beroperasi di Hindia Belanda.82 Selanjutnya pada tahun

1871 didirikan Senembah Maatschappij dan pada tahun 1873 sudah terdapat 15

onderneming, 13 di Deli dan masing-masing 1 di Langkat dan Serdang. Pada

82
Jan Breman, op. cit., hlm. 26.

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tahun 1875 dan 1877, didirikan Arendsburg Tabak Mij. dan Deli Batavia

Maatschappij.83 Angka ini terus bertambah, sehingga di tahun 1884 menjadi 86

onderneming, yakni 44 di Deli, 20 di Langkat, 9 di Serdang, dan 3 di Padang

Bedagai. Ekspansi onderneming di beberapa daerah ini tentu saja menggunakan

lahan yang tidak sedikit dan tersebar di beberapa daerah di Sumatera Timur.84

Tabel 15.

Jumlah Perkebunan Tembakau di Sumatera Timur 1864-1904

Tahun Jumlah Tahun Jumlah

1864 1 1887 114


1873 13 1888 141
1874 23 1889 153
1876 40 1891 169
1881 67 1892 135
1883 74 1893 124
1884 76 1894 111
1885 88 1900 139
1886 104 1904 114

Sumber: Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan
Kuli di Sumatera Timur pada Awal Abad ke-20, Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti danKITLV, 1997, hlm. 71.

Dari tabel 13 dan 14 dapat diketahui bahwa industri perkebunan di

Sumatera Timur khususnya tembakau terus mengalami perluasan dan peningkatan

83
T. Volker, op. cit., hlm. 15.
84
Edi Sumarno, “Mundurnya Kota Pelabuhan Tradisional di Sumatera Timur pada
Periode Kolonial” dalam Historisme Edisi NO.22/Tahun XI/Agustus 2006, hlm. 2.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


nilai. Perluasan lahan disebabkan kaena banyaknya investor yang menanamkan

modalnya untuk membuka perkebunan sehingga hal ini berdampak pada

peningkatan ekonomi ditandai dengan meningkatnya nilai dari hasil perkebunan.

Lahan yang luas tentu saja membutuhkan pengangkutan yang cepat dan dapat

memuat banyak. Untuk itu agar terciptanya pengangkutan yang efisien dan efektif

maka Deli Maatschappij memprakarsai dibangunnya jalan raya untuk

menghubungkan antara onderneming. Selain jalan raya, dibangun juga jalur kereta

api di Sumatera Timur untuk memudahkan pengangkutan barang. Bekembangnya

transportasi darat tidak dapat dipisahkan dengan berkembangnya industri

perkebunan. Selain itu, pertumbuhan industri perkebunan dan transportasi

menjadikan Labuhan Deli mengalami kemunduran karena kondisi yang tidak

memungkinkan seperti hal yang telah dijelaskan di atas.

2.4 Lahirnya Pelabuhan Belawan

Sejauh ini sarana transportasi dianggap kurang efisien dan efektif, maka

Deli Maatschappij meminta konsesi kepada pemerintah Hindia Belanda agar

diizinkan pengoperasian rel kereta api di Deli untuk mengangkut hasil-hasil

perkebunan. Rencana Deli Maatschappij membangun rel kereta api adalah untuk

menghubungkan pedalaman-pedalaman perkebunan di daerah Deli, Serdang dan

Langkat dengan Medan dan pelabuhan untuk memudahkan pengangkutan.

Rencana pembangunan rel kereta api yang diprakarsai oleh Deli Maatschappij

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diproyeksikan sedemikian rupa agar barang-barang yang diangkut dapat dimuat

langsung dari kapal uap ke gerbong kereta api dan sebaliknya. 85

Proyeksi ini disetujui oleh Gubernur Jenderal di Batavia dan diawali

dengan penelitian kelayakan tempat termasuk struktur tanah, kedalaman air,

gelombang air, hembusan angin dan lainnya. Setelah kondisi tempat dinyatakan

sesuai dengan kriteria pembangunan suatu pelabuhan, maka dimulailah dibangun

gudang-gudang serta gedung-gedung fasilitas lainnya. Sesuai dengan proyeksi,

maka pada tahun 1883 mulai dibangun rel kereta api antara Medan dengan

Labuhan dan selesai pada tahun 1886. Sementara itu, pembangunan emplasemen

Pelabuhan Belawan baru dibangun pada 1887 berdasarkan persetujuan Gubernur

Jenderal. Pada 10 Oktober 1887, pembangunan gudang-gudang dan gedung-

gedung douane atau bea cukai selesai dibangun. 86 Pembangunan rel tetap

berlanjut, rel yang telah diresmikan pada tahun 1886 hanya sampai Labuhan.

Untuk menunjang kegiatan transportasi pengangkutan, maka dibangunnlah rel

kereta api tambahan dari Labuhan ke Belawan dan dapat diselesaikan pada 1888.87

Setelah fasilitas-fasilitas penunjang dapat diselesaikan pembangunannya

sesuai dengan proyeksi, maka pada tangal 5 Januari 1888 dilakukan percobaan

bongkar muat ke kapal uap di Pelabuhan Belawan yang kemudian diteruskan

menggunakan kereta api. Percobaan bongkar muat ini tidak dikenakan bea dan

85
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.
86
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114 ANRI.
87
Zeven en Veertigste Jaarverslag DSM, Statistiek van der Deli Spoorweg Maatshappij,
Amsterdam: J.H. De Bussy, 1929, hlm. 6-7.

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


cukai, tetapi setelah diresmikannya kantor douane di Pelabuhan Belawan pada

tahun 1889, barang-barang yang dibongkar dan muat dikenakan tarif bea dan

cukai. Kemudian pada tahun 1890, Pelabuhan Belawan bener-benar beroperasi

secara utuh dan aktivitas pelayaran dan perdagangan dipindahkan dari Labuhan

Deli ke Belawan. Labuhan Deli tetap menjadi pelabuhan, namun hanya sebagai

pelabuhan milik Kesultanan Deli dan tetap dapat dilayari dengan kapal-kapal

berukuran kecil serta perahu-perahu.88

Setelah benar-benar ditinggalkan untuk kegiatan pelayaran dan

perdagangan, Labuhan Deli tetap digunakan sebagai pelabuhan akan tetapi

statusnya hanya pelabuhan milik kesultanan. Selain itu, Labuhan Deli juga

dignakan sebagai pelabuhan transit pengangkungkatan hasil-hasil panen

komoditas perkebunan sebelum selanjutnya diangkut ke Pelabuhan Belawan. Pada

awal-awal pengoperasian Pelabuhan Belawan misalnya, banyak tembakau yang

diangkut menggunakan perahu menyusuri Sungai Deli dari wilayah hulu Deli

(beneden Deli). Tembakau-tembakau itu diangkut menggunakan perahu dengan

ukuran kecil yang kemudian dibawa ke Labuhan Deli. Alasan menggunakan

perahu dengan menyusuri sungai adalah beberapa wilayah onderneming belum

dapat diakses dengan menggunakan jalan raya atau pengangkutan kereta api.

Misalnya di wilayah perkebunan tembakau sepanjang Sungai Babura, masih

88
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menggunakan perahu untuk mengangkut hasil panen tembakau yang selanjutnya

akan dikirim ke Labuhan Deli dan diangkut ke Pelabuhan Belawan.89

Selain itu, fungsi dari Labuhan Deli setelah kegiatan pelabuhan

dipindahkan ke Belawan adalah Labuhan Deli menjadi pelabuhan ikan milik

penduduk sekitar. Penduduk Labuhan Deli yang sebagian besar merupakan

bermata pencaharian sebagai nelayan menjadikan Labuhan Deli sebagai

pangkalannya, maka banyak perahu-perahu atau sampan-sampan milik penduduk

bersandar di Labuhan Deli.90 Pengelolaan Labuhan Deli sebagai pelabuhan

perikanan sepenuhnya dijalankan oleh penduduk sekitar dan kegiatan ini hanya

diawasi oleh kontrolir beneden Deli yang berkedudukan di Labuhan Deli.

89
Volker, op. cit., hlm. 219.
90
Ibid., hlm. 220.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

MANAJEMEN PELABUHAN BELAWAN


1886-1942

Untuk mengurus kegiatan pelabuhan, maka diperlukan manajemen untuk

mengelolanya. Pada bab ini menceritakan bagaimana manajemen Pelabuhan

Belawan dikelola pada masa kolonial. Pengelolaan Pelabuhan Belawan termasuk

menceritakan perkembangan fisik pelabuhan yang di dalamnya menceritakan

perluasan pelabuhan dan pembangunan sarana dan prasarana penunjang

pelabuhan. Selain itu, juga diceritakan struktur organisasi Pelabuhan Belawan

yang dibantu oleh komisi bantuan pelabuhan. Sebagai perusahaan yang dikelola

oleh pemerintah, Pelabuhan Belawan juga menetapkan pajak dan tarif cukai serta

menerima pendapatan lainnya. Pendapatan-pendapatan tersebut kemudian akan

digunakan untuk kegiatan operasional pelabuhan. Aktivitas tersebut juga kana

diceritakan dalam bab ini.

3.1 Perkembangan Fisik Pelabuhan


3.1.1 Sarana dan Prasarana

Sebagai pelabuan yang baru dan dipersiapkan untuk pelayaran regional

maupun internasional, Pelabuhan Belawan tentu saja harus memiliki fasilitas-

fasilitas pendukung kegiatan pelabuhan. Fasilitas-fasilitas yang wajib tersedia di

Pelabuhan Belawan adalah dermaga, lapangan terbuka penumpukan barang

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(haventerrein), pergudangan baik yang dikelola oleh pemerintah maupun yang

disewakan oleh perusahaan swasta, perkantoran pelabuhan maupun perusahaan

swasta serta perumahan bagi pegawai pelabuhan dan buruh-buruh bongkar muat

pelabuhan. Selain itu, sarana dan prasarana yang diperlukan bagi pelabuhan

adalah pipa-pipa saluran air, penerangan, kran derek, mesin pengeruk lumpur

(baggermolen) dan lainnya.

Sejak awal pemindaan dari Labuhan Deli ke Belawan, hal pertama yang

dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda adalah membangun sarana dan

prasarana sebagai aktivitas penunjang pelabuhan. Seperti yang telah dijelaskan

pada bagian sebelumnya, sarana dan prasarana di Pelabuhan Belawan justru pihak

swasta yang membangun terlebih dahulu seperti perusahaan Ocean Steamship

Company dengan membangun beberapa gudang sebagai tempat penimbunan

barang sebelum dimuat ke kapal. Untuk lapangan penimbunan barang

(haventerrein) dan dermaga, pihak Deli Spoorweg Maatschappij yang

membangun di Pelabuhan Belawan sebagai tempat untuk menyimpan barang-

barang yang telah diangkut dari wilayah perkebunan. Sementara itu,

pembangunan kantor douane atau tolkantoor dilakukan oleh pihak pemerintah

Keresidenan Sumatera Timur.91

3.1.1.1 Dermaga

Dermaga (kade) merupakan tempat bersandarnya kapal-kapal yang

singgah untuk mengangkut maupun menurunkan barang di pelabuhan yang

91
Wouter Cool, Belawan-Oceaanhaven, Batavia: Departement der Burgerlike Openbare
Werken Afdeeling Havenwezen, 1917, hlm. 3.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dikenal sebagai aktivitas ekspor maupun impor. Dermaga juga berfungsi sebagai

tempat penyimpanan barang-barang sementara sebelum barang-barang tersebut

diangkut ke kapal untuk dikirim. Selain dermaga, yang wajib disediakan oleh

pelabuhan adalah apron. Apron (steigers) merupakan halaman diatas dermaga

yang terbentang dari sisi muka dermaga sampai gudang laut atau lapangan

penumpukan terbuka. Apron juga digunakan untuk menempatkan barang yang

akan dinaikkan ke kapal atau barang yang baru saja diturunkan dari kapal.92

Sebagai pelabuhan yang sering disinggahi kapal-kapal berukuran besar,

sedang maupun kecil, Pelabuhan Belawan wajib menyediakan dermaga untuk

tempat bersandarnya kapal-kapal yang datang. Selain sebagai tempat

bersandarnya kapal-kapal, dermaga juga berfungsi untuk kegiatan bongkar muat

barang yang kemudian diangkut ke kapal dan segera dibawa untuk dilanjutkan

pelayarannya ke daerah tujuan masing-masing. Dermaga merupakan fasilitas yang

paling penting demi terlaksananya suatu aktivitas pelabuhan.

Pada awal pembangunan Pelabuhan Belawan yang dimulai pada tahun

1883 dan selesai pada tahun 1888, justru perusahaan swasta yang membangun

terlebih dahulu. DSM adalah pihak yang membangun pertama kali dermaga di

Pelabuhan Belawan. Pembangunan dermaga yang dilakukan oleh DSM sejalan

dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Labuhan ke Belawan. Kendatipun

hanya berfungsi sebagai sarana penumpukan barang, dermaga yang dibangun oleh

92
Bambang Triatmodjo, Pelabuhan, Jakarta: Beta Offset, 1992, hlm. 235-236.

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DSM merupakan dermaga pertama yang dibangun oleh pihak swasta.93 Dermaga

ini dibangun untuk memperlancar pembangunan Pelabuhan Belawan menyusul

proyeksi yang diajukan atas inisiatif DSM dan Deli Maatshappij kepada

pemerintah pusat di Batavia pada tahun 1883.

Perkembangan selanjutnya, dermaga yang dibangun oleh pemerintah dan

pihak swasta selesai pada tahun 1887 dengan total panjang dermaga berkisar ±

410 meter. Rincian total panjang tersebut adalah 160 meter dermaga yang

dibangun oleh pihak swasta dan 250 meter yang dibangun oleh pemerintah

sendiri.94 Dermaga ataupun apron yang dibangun oleh pemerintah kemudian akan

disewakan oleh pihak perusahaan pelayaran swasta yang ingin bersandar dan

melakukan kegiatan bongkar muat. Sementara itu untuk dermaga yang dibangun

oleh pihak swasta, dermaga digunakan untuk keperluan penumpukan barang

sementara yang kemudian akan dimuat ke kapal. Misalnya dermaga yang

dibangun oleh DSM diperuntukkan penumpukan barang yang diangkut dari

pedalaman (perkebunan). Tidak semua barang-barang yang diangkut oleh DSM

akan ditumpukkan di dermaga yang dibangunnya, ada juga barang yang disimpan

di gudang, ditumpuk pada lapangan penumpukan barang dan ditumpukkan di

dermaga yang dibangun oleh pemerintah.

Kegiatan di dermaga ini berlanjut hingga tahun 1916 dimana pihak

otoritas Pelabuhan Belawan karena melihat kondisi yang semakin ramai, maka

panjang dermaga yang semula 410 meter ditambah 257 meter sehingga total

93
Wouter Cool, op. cit., hlm. 3.
94
Ibid., hlm. 13.

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


panjang dermaga di Pelabuhan Belawan menjadi 667 meter. Dari 667 meter

tersebut, sepanjang 460 meter milik pemerintah dan 207 meter milik swasta.95

Penambahan panjang dermaga tersebut dikarenakan muara Sungai Belawan yang

mengalami pendangkalan sehingga menghambat arus lalu lintas kapal layar yang

keluar dan masuk untuk melakukan aktivitas bongkar muat.96

3.1.1.2 Pergudangan dan Lapangan Terbuka Penimbunan Barang

Perlengkapan penting lainnya sebagai fasilitas yang dapat menunjang

aktivitas pelabuhan adalah gudang dan lapangan terbuka penimbunan barang.

Gudang digunakan untuk menyimpan barang dalam waktu lama. Gudang biasanya

dibuat jauh dari dermaga karena ruangan yang tersedia di dermaga biasanya

terbatas dan hanya digunakan untuk keperluan bongkar muat dari dan/atau ke

kapal. Peranan pelabuhan sebagai tempat bongkar muat barang tidak terlepas dari

bagaimana arus gerak pengangkutan dari perkebunan-perkebunan yang ada ke

tempat penyimpanan barang-barang, baik di perkebunan maupun di pelabuhan.

Hal ini berarti gudang berperan dalam mengalokasikan jumlah barang yang harus

diangkut ke kapal, dan bagaimana mendistribusikan ke kapal-kapal yang datang.

Alasan ini disebabkan jadwal kapal yang datang tidak dapat dipastikan sehingga

banyak barang-barang yang akan diangkut menumpuk di pelabuhan. Artinya, nilai

95
Ibid., hlm. 14.
96
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atas barang akan berkurang jika terlalu lama disimpan dan nilai ekonomisnya

semakin berkurang.97

Salah satu cara menyelesaikan masalah tempat penyimpanan barang-

barang yang akan dibawa ke kapal laut, maka diperlukan gudang sebagai tempat

penyimpanan barang-barang. Cara ini ditempuh dalam rangka mengembangkan

modal usaha, maka Pelabuhan Belawan sebagai bedrijfhavens atau pelabuhan

yang dikelola sebagai perusahaan oleh pemerintah membangun gudang-gudang

untuk disewakan kepada pihak perusahaan perdagangan, perusahaan pelayaran

maupun perusahaan lainnya. Pembangunan gudang dilakukan pada daerah-daerah

yang masih dalam wilayah cakupan pelabuhan.

Sebagai kelengkapan dan hal yang tidak dapat dipisahkan, maka

dibangun sejumlah gudang. Pihak pelabuhan hanya menyediakan sejumlah bidang

tanah yang awalnya seluas 3953 meter persegi. Dari 3953 M 2 seluas 1857 M2

dijual kepada pihak swasta.98 Bagi pihak swasta, keputusan tersebut tentu saja

disambut dengan baik mengingat Sumatera Timur merupakan wilayah yang

perekonomiannya tumbuh dengan pesat. Banyak perusahaan swasta yang

kemudian membangun gudang di Pelabuhan Belawan termasuk DSM dan

perusahaan dagang Güntzel en Schumacher.99 Perusahaan dagang Güntzel en

Schumacher sendiri membangun gudang di Pelabuhan Belawan dengan luas ± 45

97
Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 1987,
hlm. 87-92.
98
Wouter Cool, op. cit., hlm. 3.
99
MvO Sumatra’s Oostkust Gubernur L.H.W. van Sandick 1928-1930, hlm. 125.

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


M2. Pembangunan ini bertujuan untuk menyimpan barang-barang atau komoditas

perkebunan seperti karet dan tembakau agar tidak rusak dan kualitasnya tetap

terjaga.100

Beberapa perusahaan dagang milik orang Tionghoa juga membangun

gudang dan kantor di Pelabuhan Belawan. Konsesi didapatkan pada tahun 1914

atas izin dari Diektur Pelabuhan Belawan, Direktur Burgerlike Openbare Werken

(Pekerjaan Umum) serta Direktur Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam

Negeri). Perusahaan-perusahaan atau firma dagang milik orang Tionghoa tersebut

adalah Khoe Tjin Tek, Toe Laer and Co, Van Nie en Co. Selain perusahaan atau

firma milik orang Tionghoa, terdapat juga satu perusahaan milik orang Melayu

yang bernama “Perusahaan Dagang Akeb”.101

Untuk firma dagang Koe Tjin Tek, menyewa lahan dengan panjang 60

Meter dengan luas keseluruhan 1560 M2 yang terletak di Ataphaven Belawan.102

Firma van Nie en Co. menyewa lahan dengan luas keseluruan 880 M2 yang

terletak dekat dengan lapangan penumpukan barang di Pelabuhan Belawan.

Gudang yang dibangun oleh perusahaan dagang ini adalah terbagi dua bangunan

100
Verslag van de N.V Handelmaatshappij Güntzel en Schumacher Medan over het Vier
en Twintigste Boekjaar 1929, hlm. 9.
101
Bilangen No. 70 “Extract uit het Register der Besluiten van Nedelandsch-Indië” 4den
Juni 1914, Inventaris Arsip Financien Nomor 702, ANRI.
102
Bilangen No. 73 “Extract uit het Register der Besluiten van Nedelandsch-Indië” 4den
Juni 1914, Inventaris Arsip Financien Nomor 702, ANRI.

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dimana bangunan yang satu menggunakan kayu sedangkan yang satu lainnya

menggunakan bangunan besi.103

Firma dagang Toe Laer en Co. menyewa lahan untuk membangun

gudang dan kantor dengan lebar 30 Meter dan total keseluruhan 780 M 2 yang

terletak di Ataphaven Belawan tepatnya pada posisi di pertengahan antara

lapangan penumpukan terbuka dan dermaga.104 Sedangkan untuk perusahaan

dagang milik orang Melayu, “Perusahaan Dagang Akeb” menyewa lahan untuk

dibangun gudang yang letaknya di Ataphaven Belawan tepatnya bersebelahan

dengan Firma dagang Toe Laer en Co. dengan lebar 45 meter dan luas

keseluruhan adalah 1100 M2.105

Selain pergudangan perusahaan dagang, terdapat juga pergudangan milik

perusahaan pelayaran seperti Rotterdamsche Lloyd dan Koninklijke Paketvaart

Maatshappij serta perusahaan pelayaran lainnya yang membangun gudang

sebagai tempat penyimpanan barang di Pelabuhan Belawan. Perusahaan-

perusahaan lainnya juga membangun gudang di Pelabuhan Belawan adalah

perusaaan minyak seperti Standard Oil Company of New Yok dan Bataafsche

Petroleum Maatshappij (BPM). Khusus perusahaan minyak, perusahaan ini juga

menjadi perusahaan mensuplai oli untuk kapal-kapal yang bersandar di Pelabuhan

Belawan. Total keseluruhan luas kompleks pergudangan di Pelabuhan Belawan

103
Bilangen No. 77 “Extract uit het Register der Besluiten van Nedelandsch-Indië” 4den
Juni 1914, Inventaris Arsip Financien Nomor 702, ANRI.
104
Bilangen No. 76 “Extract uit het Register der Besluiten van Nedelandsch-Indië” 4den
Juni 1914, Inventaris Arsip Financien Nomor 702, ANRI.
105
Bilangen No. 75 “Extract uit het Register der Besluiten van Nedelandsch-Indië” 4den
Juni 1914, Inventaris Arsip Financien Nomor 702, ANRI.

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah sekitar 60.000 M2 yang membentang dari dermaga hingga lapangan

terbuka penimbunan barang. Terdapat juga beberapa fasilitas lainnya seperti toko

dan warung yang semuanya teletak di kawasan Pelabuhan Belawan. Jumlah toko

dan warung tersebut adalah sekitar 20 toko yang letaknya tersebar dari perumahan

hingga Pelabuhan Atap Belawan.106

3.1.1.3 Perkantoran, Perumahan, dan Fasilitas Penunjang Lainnya

Perkantoran sangat dibutuhkan di pelabuhan karena sebagai sarana

penunjang untuk mengontrol kegiatan bongkar muat, ekspor-impor dan lainnya.

Selain itu, perkantoran juga berfungsi untuk perwakilan perusahaan-perusahaan

dan pemerintahan yang ada di pelabuhan. Perkantoran juga dapat dijumpai di

Pelabuhan Belawan, perkantoran yang terdapat di Pelabuhan Belawan adalah

perwakilan kantor bea cukai, kantor direktur pelabuhan, dan perkantoran untuk

membantu operasional pelabuhan, kantor perusahaan perdagangan, KPM, Firma

Guntzel en Schumacher,Norddeutscher Lloyd dan lainnya.

Selain perkantoran, fasilitas penting lainnya yang sangat diperlukan

adalah fasilitas perumahan bagi pegawai-pegawai pelabuhan termasuk kepala

pelabuhan atau syahbandar (havenmeester). Pelayanan kebutuhan perumahan

sangat memungkinkan selain untuk pegawai, kepala pelabuhan dan pengelola

pelabuhan, juga pembangunan barak-barak yang sangat diperlukan bagi buruh-

106
MvO Sumatra’s Oostkust Gubernur L.H.W. van Sandick 1928-1930, hlm. 125.

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


buruh pelabuhan dan pekerja kasar di pelabuhan.107 Sejalan dengan hal itu,

pembangunan barak-barak bagi kuli di Pelabuhan Belawan terletak di Kampong

Uni Belawan. Tidak hanya kuli, para krani dan pegawai orang Eropah juga

perumahannya ditempatkan di Uni Kampong Belawan. 108.

Salah satu perusahaan yang membangun rumah dinasnya di Pelabuhan

Belawan adalah perusahaan kereta api DSM. Pembanguna fasilitas perumahan

yang dibangun di Belawan dikeluarkan biaya sebesar 9.585,95 guldens yang

seluruhnya belum selesai dikerjakan. Biaya perlengkapan listrik menghabiskan

biaya sebesar 8.524,70 guldens yang juga belum selesai. Biaya membeli

perlengkapan kamar mandi dan wc lengkap untuk pegawai dan pejabat Eropah

sebesar 271,99 guldens yang belum diselesaikan pekerjaannya. Jika dijumlahkan

biaya secara keseluruhan yang belum diselesaikan dikurangi yang telah selesai

pada tahun 1923 berjumlah 26.082,64 guldens. 109 Biaya yang dikeluarkan ini

menunjukkan fasilitas perumahan dibangun agar kelancaran operasional dapat

berjalan sesuai dengan kebutuhannya.

Pembangunan fasilitas perumahan yang dilaksanakan merupakan salah

satu kebijakan untuk memenuhi pelayanan bagi tempat tinggal karyawan dan

pejabat Pelabuhan Belawan, juga membuka diri dalam membangun perumahan

107
A. Rasyid Asba, “Buruh Pelabuhan Makassar: Gerakan Buruh dan Politik Regional”
dalam Erwiza Erman dan Ratna Saptari (Ed.), Dekolonisasi Buruh Kota dan Pembentukan
Bangsa, Jakarta: KITLV-Jakarta – NIOD – Pustaka Yayasan Obor Indonesia, 2013, hlm. 180-181.
108
MvO Sumatra’s Oostkust Gubernur L.H.W. van Sandick 1928-1930, hlm. 125.
109
Een en Veertigste Jaarverslag DSM, Prae-Advies van Commissarissen Der Deli
Spoorweg Maatscappij, Amsterdam: Druk van J.H De Bussy, 1923, hlm 15. Lihat juga Indera,
“Pertumbuhan dan Perkembangan Deli Spoorweg Maatschappij, 1883-1940” Tesis S-2, belum
diterbitkan, Depok: Universitas Indonesia, 1996, hlm. 81-82.

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bagi perusahaan perkebunan dan pelayaran yang menggunakan jasa Pelabuhan

Belawan.

Fasilitas-fasilitas lainnya yang terdapat di Pelabuhan Belawan adalah

saluran pipa air. Pipa-pipa untuk saluran air bersih di Pelabuhan Belawan

dikonsesikan oleh perusahaan waterleiding “Air Bersih”.110 Selain saluran-saluran

pipa air bersih, fasilitas pendukung atau opeasional pelabuhan lainnya adalah

seperti kapal keruk, kran dorong untuk mendorong kapal. Pipa-pipa air sangat

penting keberadaannya karena untuk mengisi pasokan air bersih ke kapal-kapal

yang akan melakukan pelayaran. Pelayaran yang dilakukan berhari-hari tentu saja

membutuhkan air bersih untuk berbagai keperluan seperti untuk mandi, air minum

dan lainnya.

Kapal keruk disiapkan untuk menjaga keadaan pelabuhan. Umumnya,

Pelabuhan Belawan yang teletak di muara Sungai Belawan sangat cepat

mengalami pendangkalan akibat endapan lumpur yang dibawa dari hulu karena

pembukaan hutan untuk perkebunan dan erosi arus sungai yang umumnya sangat

tinggi. Selain itu, kran derek berfungsi untuk mendorong dan menarik kapal-kapal

yang akan masuk ataupun keluar kanal Pelabuhan Belawan.

3.1.2 Perluasan Pelabuhan

Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, bahwa awal

pengoperasian Pelabuhan Belawan adalah pada tahun 1890. Perpindahan

110
Voorwarden voor eene Concessie tot het aanliggen en exploitereen van een
hoogdrukwaterleiding ter hoofdplaats Medan, Algemene Secretarie Grote Bundel Besluiten No.
2112, ANRI.

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelabuhan dari Labuhan ke Belawan merupakan dorongan dari berbagai pihak

karena semakin berkembangnya industri perkebunan yang menghasilkan

komoditas-komoditas perkebunan. Komoditas-komoditas tersebut diekspor ke

bebagai wilayah di Amerika dan Eropah. Aktivitas ekspor tentu saja

membutuhkan pengiriman yang efisien dan efektif, maka dibutuhkan suatu

pelabuhan yang dapat menampung banyak kapal dengan volume muatan yang

lebih banyak.

Semakin berkembangnya industri perkebunan di Sumatera Timur, maka

aktivitas ekspor dan impor juga semakin berkembang di Pelabuhan Belawan.

Pelabuhan Belawan yang sejatinya dapat menampung aktivitas ekspor dan impor

hasil-hasil perkebunan, justru tidak dapat berjalan dengan baik karena semakin

banyaknya perusahaan perkebunan yang muncul di Sumatera Timur dengan

mengandalkan Pelabuhan Belawan sebagai tempat pengiriman hasil-hasil

perkebunannya. Hal demikian tampak pada kondisi Pelabuhan Belawan yang

tidak sanggup menampung hasil-hasil perkebunan untuk diekspor ke berbagai

tujuan. Banyak hasil-hasil perkebunan yang ditumpuk di lapangan penumpukan

barang karena gudang penyimpanan di Pelabuhan Belawan sudah penuh. Melihat

kondisi tersebut, pihak Pelabuhan Belawan mengajukan permohonan kepada

pemerintah pusat di Batavia untuk memperluas pelabuhan.111

Setelah izin untuk memperluas disetujui oleh pemerintah pusat di

Batavia, kemudian perluasan Pelabuhan Belawan dimulai dengan merambah

111
Wouter Cool, op. cit., hlm. 14.

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


semak belukar dan rawa-rawa di sisi timur Sungai Belawan. Setelah bersih dari

semak belukar, kemudian dilakukan penimbunan untuk membangun beberapa

pergudangan, dermaga serta lapangan terbuka untuk penumpukan barang. Tidak

dapat diketahui secara pasti total luas penambahan areal untuk Pelabuhan

Belawan. Akan tetapi untuk penambahan luas panjang dermaga dan pergudangan

masing-masing seluas kurang lebih 667 meter dan 10084 meterpersegi.112

Dampak dari perluasan Pelabuhan Belawan dan pembangunan kompleks

pergudangan, lapangan terbuka penumpukan barang serta dermaga adalah pihak

DSM harus memindahkan stasiunnya yang berada di Pelabuhan Belawan.

Permintaan direktur BOW (Pekerajaan Umum) untuk memindahkan stasiunnya

serta rel-rel yang melintas dekat dengan proyek perluasan pelabuhan ke arah

timur. Pemindahan ini dirasa pihak DSM sangat merugikan karena pihak DSM

baru saja selesai membangunnya pada tahun 1888. Untuk mengganti kerugian

tersebut, pihak pemerintah akan mengganti uang kerugian sebesar 142.000

gulden.113

112
Ibid., hlm. 15.
113
Ibid., hlm. 15-16.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Peta 1.
Perluasan Pelabuhan Belawan Tahun 1907

Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1925, hlm. 378.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari peta tersebut, peluasan Pelabuhan Belawan mengarah ke sisi utara

dengan luas kurang lebih 1000 M2. Penambahan luas ini berkaitan dengan

semakin bertambahnya hasil panen atau komoditas perkebunan yang dalam hal

pengiriman selalu terhambat karena antara moda pengangkutan dan barang yang

diangkut tidak berjalan seimbang. Perluasan pelabuhan juga dibangun banyak

dermaga untuk tempat kapal bersandar. Selain dermaga, pergudangan juga

dibangun di areal perluasan pelabuhan. Jika dilihat dari perluasan tersebut,

letaknya sangat memudahkan untuk kapal-kapal bersandar karena berada pada

semenanjung kecil.114

Selain perluasan pelabuhan untuk kebutuhan komersil, di Pelabuhan

Belawan juga dibangun pelabuhan khusus untuk melayani kebutuhan perkebunan

terutama untuk pembangunan bangsal. Pelabuhan khusus tersebut adalah

pelabuhan atap yang berfungsi untuk mengekspor dan impor atap ke berbagai

wilayah di Sumatera Timur. Atap banyak dibutuhkan setelah perkebunan

tembakau mengalami pertumbuhan dengan baik. Letak pelabuhan atap yang

berada di belakang perluasan pelabuhan hanya dibatasi dengan kanal atau terusan.

Pelabuhan atap juga dilengkapi dengan fasilitas seperti pergudangan, dermaga dan

jalur kereta api yang berfungsi untuk mengangkut atap ke berbagai perkebunan

tembakau yang membutuhkan. Biasanya, pelabuhan atap ini banyak disinggahi

kapal-kapal tongkang berukuran besar maupun kecil, baik untuk mengirim

maupun untuk mengantarkan ke daerah tujuan masing-masing terutama di

wilayah Sumatera Timur yang terdapat perkebunan tembakau. Pembangunan

114
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1925, hlm. 378.

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelabuhan atap ini selesai pada tahun 1904, yang sebelumnya aktivitas ekspor dan

impor disatukan dengan kegiatan komersil lainnya di Pelabuhan Belawan.

Pembangunan pelabuhan khusus ini bertujuan untuk mengurangi kesemerawutan

di Pelabuhan Belawan dengan banyak barang yang tertumpuk di gudang maupun

di Lapangan penumpukan pelabuhan.115

3.2 Struktur Perusahaan Pelabuhan (Havenbedrijft)

Peranan Struktur organisasi sangat menentukan keberhasilan perusahaan

dalam rangka menunjang suatu manajemen yang lebih baik. Keberhasilan dicapai

tidak terlepas dari struktur organisasi perusahaan yang ada di dalam perusahaan

tersebut. Karena memang, strusktur inilah yang sejatinya menjalankan roda

perusahaan, keputusan dan kebijakan dari suatu perusahaan, struktur organisasilah

yang menentukannya. Struktur organisasi perusahaanmeluas secara horizontal dan

vertikal. Secara vertikal berarti perusahaan melaksanakan dengan melakukan

pengoperasian, pemeliharaan, pengawasan, sehingga memenuhi persyaratan

beropeasi yang lancar, aman dan efisiensi. Secara horizontal berarti mencakup

pelayanan kepada masyarakat.116

Pelayanan dan fungsi pelabuhan sebagai pusat aktivitas ekspor dan impor

tidak terlepas dari stuktur organisasinya. Apalagi, Pelabuhan Belawan merupakan

pelabuhan yang melayani ekspor dan impor di Sumatera Timur yang dari tahun ke

tahun terus mengalami peningkatan. Peningkatan ini tidak terlepas setelah

115
H. Blink, Opkomst en Ontikkeling van Sumatra Als Eonomisch-Geograpisch Gebied,
„s-Gravenhage: Mouton & Co., 1926, hlm. 132.
116
Muchtaruddin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan,
Jakarta: Lembaga Penerbit akultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990, hlm. 62.

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


permintaan produksi tanaman ekspor meningkat tajam. Tingginya permintaan

maka tinggi pula aktivitas perdagangan. Hal demikian, tentu saja harus dibarengi

dengan perencanaan yang matang serta struktur organisasi yang jelas dan terarah.

Motivasi perencanaan manajemen Pelabuhan Belawan ini terlihat jelas

dalam struktur organisasinya yang memiliki garis wewenang yang jelas, sehingga

kemungkinan penyelewengan sangat kecil terjadi. Pengawasan yang diarahkan

memberi petunjuk agar pengambilan keputusan harus melalui garis vertikal.

Pelaksanaan tugas dan kerja yang teratur mulai jelas terlihat pada para karyawan

hingga direktur memiliki pekerjaan dengan porsinya masing-masing. Artinya,

struktur organisasi perusahaan Pelabuhan Belawan sudah terlihat dengan jelas

karena sudah diatur dengan tugas dan fungsinya masing-masing.117

Pengelolaan dan pengoperasian Pelabuhan Belawan diatur dan dijalankan

berdasarkan formasinya masing-masing. Posisi-posisi yang strategis atau posisi

yang teratas selalu diduduki atau dijabat oleh bangsa Eropah, sedangkan untuk

pekerjaan yang tidak terlalu mempertimbangkan untuk pengambilan keputusan

dijabat oleh orang-orang Asia ataupun orang-orang lokal. Alasan pengalaman

merupakan dasar pemikiran dalam pengangkatan jabatan-jabatan teratas dan

menengah. Akan tetapi jabatan yang memelukan pekerjaan berat dan keterampilan

akan diisi oleh orang-orang Asia maupun lokal.

Sebagai perbandingan karyawan Pelabuhan Belawan, sangat jauh bebeda

jumlahnya antara orang-orang Eropah dengan orang-orang Asia termasuk lokal.

Pada tahun 1925, jumpah pegawai Eropah yang bekerja sebanyak 78 orang

117
Bijlange Haven Beheer, dalam Jaarverslag der Haven Belawan 1925, hlm. 38.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sedangkan pegawai Asia termasuk lokal berjumlah 153 orang tidak termasuk kuli

pelabuhan yang jumlahnya cukup banyak.118 Hal ini berarti menunjukkan tenaga-

tenaga asing hanya dibutuhkan pada bagian penting perusahaan seperti direktur,

sekretaris, manajer, akuntan, dan lainnya, sedangkan tenaga-tenaga Asia termasuk

orang-orang lokal mendapat jatah pekerjaan lebih berat yang memerlukan kerja

yang besar.

Sebagai gambaran bagaimana struktur organisasi perusahaan Pelabuhan

Belawan ini dapat dilihat sebagai beikut:

Karyawan Eropah:

1. Directeur (direktur)

2. Secretaris (sekretaris)

3. Ingenieurs 1ste Klasse (insinyur kelas satu)

4. Ingenieurs 2e Klasse (insinyur kelas dua)

5. Ingenieurs 3e Klasse (insinyur kelas tiga)

6. Boekhouder (akuntan)

7. Onderbeheerder (manajer)

8. Kassier (kasir)

9. Opzichter B.O.W (pengawas dinas pekerjaan umum)

10. Opnemer (juru sensor)

11. Teekenaar (juru gambar).

12. Leerlingen Teekenaar (asisten juru gambar)

118
Ibid., hlm. 19.

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selain struktur organisasi karyawan yang berasal dari bangsa Eropah, di

Pelabuhan Belawan memiliki jabatan-jabatan yang banyak diduduki oleh orang-

orang Asia termasuk orang-orang lokal adalah sebagai beikut:

1. Klerk (pegawai rendahan)

2. Baas (pengawas)

3. Werkbaas (pekerja pengawas)

4. Monteur (montir)

5. Hulpmonteur (pembantu montir)

6. Chauffeur (supir)

7. Machinedrijver (juru mesin)

8. Lichtdrukker (pekerja penerangan)

9. Serang

10. Olieman (juru minyak)

11. Hoofdmandoer (kepala mandor)

12. Mandoer (mandor)

13. Stoker (juru penyimpanan)

14. Smid (pandai besi)

15. Matroos (pelaut)

16. Oppasser (juru keamanan)

17. Waker (penjaga)

18. Djoeroemoedi (juru mudi)

19. Schrijver (juru tulis)

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20. Arbeiders (kuli kontrak).119

Dari data di atas menunjukkan bahwa perbandingan posisi yang dijabat

oleh orang-orang Eropah cukup sedikit tetapi menjabat pada posisi-posisi penting

atau teratas dan menengah. Sementara itu, pada orang-orang Asia termasuk orang-

orang lokal cukup banyak dijabat teruatam pada posisi bawahan yang memerlukan

keterampilan dan tenaga yang besar.

Pada tahun 1925, Pelabuhan Belawan telah memiliki struktur organisasi

yang jelas, dimana masing-masing jabatan semuanya berkedudukan di Belawan.

Adapun struktur jabatan tertinggi di Pelabuhan Belawan adalah sebagai berikut:

1. Directeur (direktur)

2. Secretaris (sekretaris)

3. Ingenieurs 1ste Klasse (insinyur kelas satu)

4. Ingenieurs 2e Klasse (insinyur kelas dua)

5. Ingenieurs 3e Klasse (insinyur kelas tiga)

6. Boekhouder (akuntan)

7. Onderbeheerder (manajer)

8. Hoofdopzichter (kepala pengawas)

9. Opzichter 1ste Klasse (pengawas kelas satu)120

Jabatan-jabatan ini secara keseluruhan dipegang oleh orang

Eropah/Belanda, misalnya pada tahun 1925, Direktur Pelabuhan dijabat oleh Ir. K.

119
Ibid., hlm. 20.
120
Ibid., hlm. 1.

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


K. J. L. Steinmetz, Sekretraris diduduki oleh A. W. A. Last. Untuk Insinyur kelas

satu, dua dan tiga masing-masing dijabat oleh Ir. L. de Vogel, Ir. W. J. G.

Paardekooper, dan Ir. F. A. W. Meijneken. Sedangkan untuk Akuntan dijabat oleh

C. G. A. Stikkel dan posisi Manajer dijabat oleh J. F. A. Steffen. Sementara itu,

jabatan pengawas yang tediri dari Kepala Pengawas dan Pengawas Kelas Satu

masing-masing diduduki oleh H.G. Gerrits dan E. G. Robijn. Struktur jabatan ini

dapat berubah dan terus dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang

ada. Tercatat pada tahun 1924, posisi Ir. W. J. G. Paardekooper sebelumnya

dijabat oleh Ir. de Wolff. Alasan mutasi Ir. de Wolff adalah karena beliau

dipindahtugaskan ke Departemen Binnenlandsch Bestuur. Sementara itu, pada

akhir tahun 1925, Ir. F. A. W. Meijneken yang menjabat sebagai Insinyur Kelas

Tiga dipindahtugaskan ke Pelabuhan Semarang pada posisi yang sama yakni

sebagai Insinyur Pelabuhan.121

Untuk jabatan menengah dan bawahan yang banyak diisi oleh sebagian

orang-orang Eropa/Belanda dan orang-orang Asia termasuk orang-orang lokal

juga dilakukan evaluasi setiap tahunnya. Pengawasan kepada para pegawai dan

pekerja dilakukan untuk menciptakan pengelolaan Pelabuhan Belawan yang tepat

dan guna. Tidak ada batas waktu kapan posisi atau jabatan itu akan diganti,

prosedur pergantian pegawai dan pekerja adalah berdasarkan kinerja. Akan tetapi

hal tersebut tidak berlaku pada kuli kontrak yang hanya membutukan tenaga

bukan keterampilan.

121
Ibid., hlm. 1-2.

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Misalnya pada tahun 1925, pihak Pelabuhan Belawan meminta

persetujuan kepada Departemen B.O.W untuk meminta tambahan dan

penggantian pegawai dan pekerja di Pelabuhan Belawan. Untuk lebih jelasnya

permintaan formasi pegawai dan pekerja di Pelabuhan Belawan adalah sebagai

berikut:

Tabel. 16
Permintaan Tambahan Pekerja di Pelabuhan Belawan tahun 1925

Jumlah
Jumlah
No. Posisi/Jabatan Permintaan
tahun 1925
Tambahan
1 Direteur (direktur) 1 -
2 Secretaris (sekretaris) 1 -
3 Ingenieurs 1ste Klasse (insinyur 1 -
kelas satu)
4 Ingenieurs 2e Klasse (insinyur 1 -
kelas dua)
5 Ingenieurs 3e Klasse (insinyur 1 -
kelas tiga)
6 Boekhouder (akuntan) 1 -
7 Onderbeheerder (manajer) 1 -
8 Kassier (kasir) 1 -
9 Opzichter B.O.W (pengawas dinas 1 -
pekerjaan umum)
10 Opnemer (juru sensor) 1 -
11 Teekenaar (juru gambar). 1 -
12 Leerlingen Teekenaar (asisten juru 1 -
gambar)
13 Klerk (pegawai rendahan) 10 8
14 Baas (pengawas) 1 1
15 Werkbaas (pekerja pengawas) 1 1
16 Monteur (montir) 3 3
17 Hulpmonteur (pembantu montir) 3 3
18 Chauffeur (supir) 6 6
19 Machinedrijver (juru mesin) 2 2

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20 Lichtdrukker (pekerja penerangan) 1 1
21 Serang 3 3
22 Olieman (juru minyak) 4 4
23 Hoofdmandoer (kepala mandor) 1 1
24 Mandoer (mandor) 14 11
25 Stoker (juru penyimpanan) 2 3
26 Smid (pandai besi) 1 -
27 Matroos (pelaut) 12 14
28 Oppasser (juru keamanan) 2 2
29 Waker (penjaga) 2 1
30 Djoeroemoedi (juru mudi) 1 2
31 Schrijver (juru tulis) - 4
Total 81 75
Sumber: Jaarverslag der Haven Belawan over het jaar 1925, Weltevreden:
Landsdrukkerij, 1926, hlm. 20.

Dari tabel di atas telah tampak jelas bahwa pengelolaan di Pelabuhan

Belawan banyak dibantu dan dijalankan oleh beberapa posisi baik yang penting,

menengah dan rendahan. Permintaan tambahan pekerja dan pegawai

menggambarkan bahwa aktivitas di Pelabuhan Belawan semakin ramai sehingga

banyak membutukan pekerja dan pegawai untuk menjalankan atau pengoperasian

Pelabuhan Belawan itu sendiri.

Penjelasan mengenai struktur di atas merupakan bagian inti dari

pengurus Pelabuhan Belawan. Selain hal tersebut di atas, terdapat juga dinas-dinas

terpenting yang turut dalam memelihara dan mengelola Pelabuhan Belawan.

Instansi-instansi lain yang berkepentingan dalam pengelolaan dan pengusahaan

Pelabuhan Belawan adalah sebagai berikut:

a. Departemen B.O.W yang menempatkan seorang direktur di Pelabuhan

Belawan, tidak hanya menempatkan direktur, dinas ini juga

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menempatkan beberapa orang insinyur dan pengawas pelabuhan.122

Wilayah kerja dari seorang direktur pelabuhan yang ditunjuk oleh dinas

ini meliputi pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur

seperti Pangkalan Berandan, Bandar Chalifah, Tanjung Tiram,

Pangkalan Dode, Tanjung Balai, Kualuh, Labuhan Bilik, dan lainnya.123

b. Dienst der In- en Uitvoerrechten en Accijnzen (Dinas pajak ekspor-

impor dan cukai). Dinas ini ditunjuk secara langsung oleh Departement

Financiën (keuangan) yang menempatkan pegawai-pegawainya untuk

memeriksa, menghitung, dan memajaki serta mengatur penyimpanan

barang-barang di gudang-gudang dalam wilayah pelabuhan.

c. Haven- en Loodsdienst (Dinas Pelabuhan). Dinas ini merupakan dinas

yang ditunjuk secara langsung dari Departemen der Marine

(Departemen Kelautan) yang menempatkan seorang kepala pelabuhan

dan pembantu kepala pelabuhan sebanyak tiga orang.

d. Gezondheidsdienst (Dinas Kesehatan). Dinas ini merupakan dinas yang

ditunjuk secara langsung oleh Dienst der Volkgezondheid (Dinas

Kesehatan Rakyat). Tugas dari dinas ini di Pelabuhan Belawan adalah

untuk mengkarantina penumpang yang baru saja tiba termasuk

memeriksa kesehatannya. Tugas lainnya adalah bertugas untuk

mengurusi kebersihan dari pelabuhan dan menempatkan beberapa

dokter pelabuhan serta bertugas di poliklinik yang ada di pelabuhan.

122
Wouter Coll C.I., “Nederlandsch-Indische havenraden”, dalam Koloniale Studient, 4de
Jaargang, deel I, 1920, hlm. 174.
123
Verslag van de Kleine Havens in Nederlandsch-Indie over het jaar 1923, Weltevreden:
Landsdrukkerij, 1925, hlm. 12-15.

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


e. Overige Landsdiensten (Dinas Pertanahan). Tugas dari dinas ini adalah

menempatkan beberapa instansi-instansi penting seperti

Immigratiedienst (Dinas Imigrasi), De Post- en Telegraafdienst (Dinas

Pos dan Telegaf) dan mengontrol perdagangan opium di Pelabuhan

Belawan.124

Sebagai pelabuhan yang diusahakan, Pelabuhan Belawan memiliki 11

bagian bidang usaha atau divisi-divisi, yang dibagi lagi dalam dinas-dinas, yang

secara terstruktur dapat dilihat di bawah ini:

1. Divisi Umum (Algemeen Beheer), yang terdiri dari pemadam

kebakaran, pemeliharaan pelabuhan dan dam, dinas kebersihan, serta

penerangan jalan.

2. Bidang Pertanahan (Grondbedrijf), yang bertugas untuk memelihara

lapangan terbuka pelabuhan, pemeliharaan jalan, dan pemeliharaan

tempat tinggal.

3. Bidang Perairan (Waterbedrijf), yang bertugas untuk menyalurkan air

ke tempat tinggal di pelabuhan, pemeliharaan pompa, pemeliharaan

pipa-pipa saluran air, dan mengatur cadangan air.

4. Bidang Kelistrikan (Electriciteitsbedrijf), yang bertugas untuk merawat

pasokan listrik, penerangan jalan dan perawatan dinamo.

5. Bidang Derek atau Kraan (Kraanbedrijf), yang bertugas untuk merawat

derek dengan mengontrol bahan bakar dan pelumas.

124
MvO Sumatra’s Oostkust Gubernur L.H.W. van Sandick 1928-1930, hlm. 125. Lihat
juga MvO Sumatra’s Oostkust Gubernur C. J. van Kempen, 1924-1928, hlm. 396.

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Bidang Transport (Transportbedrijf), yang bertugas untuk pemeliharaan

dan pengoperasian kapal motor, kapal penghela atau tunda, truk,

pelampung, derek uap, perahu atau kapal kecil untuk mengontrol

pelabuhan dan perlengkapan untuk menyelam.

7. Bidang Dok (Dokbedrijf), yang bertugas untuk memelihara dan

memeriksa secara rutin dok.

8. Bidang Pergudangan atau Penyimpanan Barang (Goederen

Opslagbedrijf) yang bertugas untuk pemeliharaan gudang dan lapangan

penimbunan barang.

9. Bidang Dermaga dan Apron (Kade- en Steigersbedrijf) yang bertugas

untuk memelihara dermaga dan apron, memelihara dermaga khusus

minyak bumi.

10. Bidang Pasar (Passerbedrijf), bertugas untuk memelihara tempat

berjualan di wilayah pelabuhan dan warung-warung.

11. Bidang Gudang Entrepot (Entrepotbedrijf) yang bertugas untuk

memelihara dan mengoperasikan gudang-gudang entrepot.125

3.3 Komisi Bantuan Pelabuhan (Commissie van Bijstand)

Meskipun pembangunan kantor-kantor duane (pajak ekspor-impor) sudah

ada di setiap pelabuhan di Hindia Belanda, namun pelabuhan-pelabuhan yang ada

hanya dikelola sebagai sarana eksploitasi untuk kepentingan ekonomi dan tidak

dikelola dengan baik sebagai pelabuhan yang dapat dikomersilkan. Setelah dalam

jangka waktu yang lama pemerintah Hindia Belanda menemukan cara yang paling

125
Jaarverslag der Haven Belawan over het jaar 1926, hlm. 10-19.

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


cocok untuk mengelola pelabuhan-pelabuhan di Hindia Belanda yakni harus

berkiblat ke Nederlandyang dalam mengelola pelabuhan sudah modern sesuai

dengan perkembangan manajemen pelabuhan-pelabuhan di negara-negara Eropah.

Untuk merealisasi pandangan itu, maka pada tahun 1910 pemerintah Hindia

Belanda mendatangkan Direktur Pekerjaan Umum Kotamadya Rotterdam, kota

yang memiliki pelabuhan internasional yang modern, yaitu G.J.de Jongh dan Y

Kraus seorang insyinyur ahli dari s-Gravenhage untuk memberikan ceramah-

ceramahnya tentang manajemen pelabuhan modern di Surabaya.126

Dalam hal ini bukan hanya pelabuhan Surabaya yang kemudian dikelola

secara modern, tetapi juga pelabuhan-pelabuhan besar lain seperti Makasar,

Tanjung Priok, Semarang, dan Belawan. Di samping memberikan jalan keluar

bagi masalah managemen pelabuhan, ceramah-ceramah itu juga memberikan

masukan bagi masalah yang bersifat teknis. Masalah teknis dan masalah

managemen pelabuhan menurut mereka memiliki kaitan yang sangat erat. Dengan

berlandaskan pada contoh-contoh yang telah di terapkan di Nederland ditentukan

bahwa barang-barang komoditi tidak harus dibawa ke kantor dan gudang/ruang

duane lagi, tetapi justru sebaliknya pegawai-pegawai duane harus berjalan

mendatangi dan memeriksa barang-barang yang disimpan di gudang-gudang di

lapangan pelabuhan (haven terein).127

126
Wouter Coll C.I., “Nederlandsch-Indische havenraden”, dalam Koloniale Studient, 4de
Jaargang, deel I, 1920, hlm. 14. Lihat juga Sutejo K. Widodo, Ikan Layang Terbang Menjulang:
Perkembangan Pelabuhan Pekalongan Menjadi Pelabuhan Perikanan 1900-1990, Semarang:
Badan Penerbit UNDIP dan Toyota Foundation, 2005, hlm. 42.
127
Wouter Coll C.I., loc. cit.

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Khusus mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan

managemen pelabuhan disarankan bahwa pelabuhan hendaknya tidak semata-

mata dijadikan sebagai pelayan bagi kepentingan pemerintah kolonial sehingga

tidak memiliki daya kreativitas untuk berkembang, tetapi pelabuhan hendaknya

memiliki dasar komersial dalam operasinya. Hal ini bukan berarti pelabuhan harus

menghilangkan sifat pelayaran umumnya, tetapi pelabuhan harus dikelola secara

profesional dan komersial sebagaimana sebuah perusahaan tanpa harus

mengesampingkan profit oriented namun sekaligus memberikan kesempatan

sebanyak mungkin kepada inisiatif pihak swasta.

Pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa susunan perusahaan atau

organisasi pelabuhan tidak hanya terdapat instansi-instansi pemerintah tetapi juga

terdapat instansi swasta dalam hal untuk pengelolaan dan pengusahaan untuk

mengembangkan pelabuhan. Atas dasar ini, maka diperlukan suatu wadah yang

dapat menjalin kerja sama lebih erat lagi agar dapat dilakukan pengelolaan secara

integral. Di pelabuhan-pelabuhan besar di Hindia Belanda agar terciptanya

pengelolaan secara modern, maka dibentuklah suatu komisi yang kemudian

disebut dengan Commissie van Bijstand. Komisi ini berfungsi sebagai dewan

musyawarah dan pertimbangan dalam pengembangan pelabuhan.

Untuk Pelabuhan Belawan, Komisi Bantuan ini terdiri dari baik instansi

pemerintahan maupun instansi swasta yang berkepentingan untuk membangun

Pelabuhan Belawan. Untuk instansi pemerintahan Komisi Bantuan ini terdiri dari

berbagai instasi seperti Departement Burgerlijke Openbare Werken yang diwakili

oleh Direktur Pelabuhan sekaligus sebagai ketuat komisi bantuan, Departement

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


der Marine yang diwakili oleh syahbandar pelabuhan, Departement Financiën

yang diwakili oleh Kepala Kontrolir Duane, serta wakil dari pemerintah lokal

yakni Asisten Residen Deli dan Serdang. Sementara itu, untuk instansi swasta

Komisi Bantuan terdiri dari berbagai perusahaan perkebunan, transportasi dan

pelayaran. Selain itu, Komisi Bantuan ini juga diwakili oleh organisasi

perkebunan dan perdagangan.

Untuk lebih jelasnya, susunan Komisi Bantuan Pelabuan Belawan pada 1

Januari 1925 ini dapat dilihat sebagai berikut:

Ir. K. K. J. L. Steinmetz Direktur Pelabuhan Belawan Ketua

S. W. F. Camerik Kepala Kontrolir Duane Pemerintah

F. A. Harterink Syahbandar Pemerintah

W. P. E. L. Winckel Asisten Residen Deli dan Serdang Pemerintah

F. C. Bouman Agen KPM (Koninklijk Paketvaart Swasta


Maatsappij)
Dr. J. F. A. M. Buffart Presiden AVROS Swasta

J. F. J. H. Lutjens Kepala Administatur Deli Maskapai Swasta

K. W. J. Michielsen Ketua Handelsvereeniging “Medan” Swasta

Ir. G. C. M. Smits Administratur DSM Swasta

Sama seperti halnya pada struktur organisasi pemerintahan ataupun

swasta lainnya, posisi ini tidak mutlak dijabat oleh orang yang sama. Setiap tahun

atau beberapa periode, bisa saja jabatan tersebut digantikan oleh orang lain karena

berbagai alasan yang salah satunya adalah habisnya masa tugas sehingga

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


digantikan dengan yang baru. Dengan demikian, secara otomatis jabatan di

Komisi Bantuan Pelabuhan Belawan akan berganti juga.

Misalnya pada akhir tahun 1925, yakni tepatnya pada 31 Desember 1925

terjadi perubahan anggota Komisi Bantuan di Pelabuhan Belawan. Pergantian

posisi tersebut adalah bergantinya Asisten Residen Deli dan Serdang yang semula

dijabat oleh W. P. E. L. Winckel dan diganti oleh R. J. Koppenol. Selain itu,

terjadi penambahan satu anggota lagi dai perusahaan pelayaran swasta. Untuk

lebih jelasnya di bawah ini adalah susunan anggota Komisi Bantuan Pelabuhan

Belawan sebagai berikut:

Ir. K. K. J. L. Steinmetz Direktur Pelabuhan Belawan Ketua

S. W. F. Camerik Kepala Kontrolir Duane Pemerintah

F. A. Harterink Syahbandar Pemerintah

R. J. Koppenol Asisten Residen Deli dan Serdang Pemerintah

F. C. Bouman Agen KPM (Koninklijk Paketvaart Swasta


Maatsappij)
Dr. J. F. A. M. Buffart Presiden AVROS Swasta

A. L. A. Hissink Agen Stoomvaart Mij. “Nederland” Swasta

J. F. J. H. Lutjens Kepala Administatur Deli Maskapai Swasta

K. W. J. Michielsen Ketua Handelsvereeniging “Medan” Swasta

Ir. G. C. M. Smits Administratur DSM Swasta128

128
Jaarverslag der Haven Belawan over het jaar 1926, hlm. 2-3.

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selain dapat berganti kepengurusan secara perorangan, kepengurusan

Komisi Bantuan Pelabuhan Belawan juga dapat berganti secara menyeluruh.

Misalnya pada tahun 1933 keanggotaan dari Komisi Bantuan Pelabuhan Belawan

berganti semua. Di bawah ini adalah kepengurusan Komisi Bantuan Pelabuhan

Belawan pada tahun 1933 sebagai berikut:

Ir. S. F. WW. Ladner Direktur Pelabuhan Belawan Ketua

H. W. de Bruin Kepala Kontrolir Duane Pemerintah

L. Sepp Syahbandar Pemerintah

M. van Rhyn Asisten Residen Deli dan Serdang Pemerintah

A. F. Vas Dias Agen KPM (Koninklijk Paketvaart Swasta


Maatsappij)
Dr. H. Kolkman Ketua AVROS Swasta

C. E. van Aken Agen Stoomvaart Mij. “Nederland” Swasta

J. H. Bitter Kepala Administatur Deli Maskapai Swasta

Ir. G. A. L. Statius Kepala Insinyur Urusan Perairan Lokal Swasta


Muller
Ir. A. Baron van Styrum Administratur DSM Swasta

Jika dicermati dari struktur kepengurusan Komisi Bantuan Pelabuhan

Belawan, maka terjadi sedikit perubahan. Selain perubahan nama-nama

kepengurusan, perubahan juga terjadi pada instansi yang menjadi anggotanya.

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Misalnya, pada tahun 1926, perakilan dari organisasi perkumpulan dagang medan

digantikan oleh Instansi Urusan Perairan Lokal.129

Kehadiran Komisi Bantuan Pelabuhan Belawan ini telah memasuki

tingkat kompleksitas lebih besar dibandingkan dengan pelabuhan lain yang tidak

memilikinya. Sebagian besar pelabuhan kategori besar dan sedang di Hindia

Belanda memiliki komisi ini. Misalnya untuk Sumatera yang memiliki Komisi

Bantuan Pelabuhan adalah Pelabuhan Belawan, Emmahaven Padang, dan

Pelabuhan Palembang.130

Sejak berdirinya sampai dengan tahun 1933, komisi ini setidaknya telah

melakukan rapat sebanyak 75 kali. Pokok-pokok persoalan yang sering muncul

dalam rapat biasanya berhubungan dengan soal perluasan pelabuhan, peningkatan

ekspor dan impor serta percepatan waktu untuk aktivitas bongkar muat barang di

Pelabuhan Belawan. Untuk lebih jelasnya, poin-poin di bawah ini adalah hasil

rapat yang ke 75 oleh Komisi Bantuan Pelabuhan Belawan sebagai berikut:

1. Untuk pemeliharaan dermaga, pergudangan dan lapangan

penumpukan barang, maka, perlu menaikkan tarif sewa perjamnya

terkhusus untuk kapal-kapal atau barang-barang impor.

2. Untuk memperlancar aktivitas lalu lintas pelayaran di Pelabuhan

Belawan, maka para anggota Komisi Bantuan Pelabuhan Belawan

129
Notulen van de 75ste Vergadering van de Commissie van Bijstand in het Belang van
het Beheer der Haven Belawan, Gehouden op vrijdag den 23sten Juni 1933 des Morgen ten 9 uur
in het Gebouw van de Deli Planters Vereeniging te Medan, Inventaris Arsip BOW, No. 12127,
ANRI.
130
Verslag van de Kleine Havens in Nederlandsch-Indie over het jaar 1923, Weltevreden:
Landsdrukkerij, 1925, hlm. 10.

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sepakat untuk menyampaikan kepada Direktur B.OW bahwa

Pelabuhan Belawan perlu satu lagi kapal penyedot lumpur dan

dilakukan perawatan secara rutin terhadap kapal-kapal penyedot

lumpur yang sudah ada serta perawatan baggermolen dengan total

anggaran keseluruhannya adalah sebesar kurang lebih ƒ 100.000,-.

3. Perlu dibangun perancah penghempas gelombang di Pelabuhan

Belawan untuk mencegah erosi dan untuk perusahaan Nederlandsch-

Indishe Steenkolen Handel-Maatschappijperlu penyesuaian tarif

karena banyak kapal-kapal yang membutuhkan batubara sebagai

bahan bakar.

4. Karena Kepala Kontrolir dari Dinas Bea dan Cukai, Tuan Rudolph,

memasuki masa pensiun, maka segera mungkin posisinya diganti

dengan pejabat yang baru dan ditujukan kepada Departemen

Keuangan.131

Dilihat dari susunan kepengurusan dan hasil rapat tersebut di atas,

Komisi Bantuan Pelabuhan Belawan menunjukkan berbagai kepentingan baik dari

pihak pemerintah pusat (melalui pejabat pelabuhan dan keuangan) dan pemerintah

daerah (Asisten Residen Deli dan Serdang) maupun pihak swasta. Meskipun

demikian mereka memiliki kepentingan bersama yakni memberi masukan untuk

pengelolan Pelabuhan Belawan yang belih baik.

131
Notulen van de 75ste Vergadering van de Commissie van Bijstand in het Belang van
het Beheer der Haven Belawan, Gehouden op vrijdag den 23sten Juni 1933 des Morgen ten 9 uur
in het Gebouw van de Deli Planters Vereeniging te Medan, Inventaris Arsip BOW, No. 12127,
ANRI.

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4 Pendapatan Pelabuhan
Banyaknya arus pelayaran dan perdagangan di Pelabuhan Belawan,

membuka peluang keuntungan yang sebesar-besarnya mengingat Pelabuhan

Belawan dikelola sebagai perusahaan. Keuntungan itu di dapat dari pajak, cukai,

penyewaan baik tanah maupun gudang dan sebagainya. Keuntungan-keuntungan

tersebut kemudian akan digunakan untuk pengoperasionalan Pelabuhan Belawan.

Keuntungan didapatkan dari pajak ekspor dan impor, cukai minyak tanah, cukai

korek api, cukai tembakau dan lain sebagainya.

3.4.1 Pajak Ekspor dan Impor

Sebagai pelabuhan yang ramai aktivitas ekspor dan impornya, terutama

sejak berkembangnya industri perkebunan di Sumatea Timur, maka angka ekspor

dan impor dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan angka ekspor dan

impor dibarengi dengan peningkatan pendapatan pelabuhan atas pajak ekspor dan

impor. Pada tabel berikut tersaji data nilai pajak atas ekspor dan impor yang

dimulai dari tahun 1914 hingga 1937 di Pelabuhan Belawan.

Tabel. 17
Pendapatan Pajak Ekspor-Impor di Pelabuhan Belawan
Antara Tahun 1914-1937

Tahun Pajak Ekspor (ƒ) Pajak Impor (ƒ) Total (ƒ)


1914 2.445.473,18 248.558,92 2.694.032,10
1915 2.963.420,18 278.795,80 3.242.215,98
1916 3.076.781,46 295.937,04 3.372.718,50
1917 3.389.613,98 125.969,24 3.515.583,22
1918 3.597.008,02 110.398,32 3.707.406,34

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1919 4.260.625,97 633.566,57 4.894.192,54
1920 5.768.768,57 703.322,80 6.472.091,37
1921 6.313.748,74 1.352.568,13 7.666.316,87
1922 5.237.237,28 1.370.003,26 6.607.240,54
1923 5.359.521,96 243.172,86 5.602.694,82
1924 5.728.648,00 323.780,28 6.052.428,28
1925 7.235.369,03 1.049.030,48 8.284.399,51
1926 8.502.893,79 1.331.087,77 9.833.981,56
1927 8.879.065,93 1.628.726,66 10.507.792,59
1928 9.857.218,08 1.074.916,71 10.932.134,79
1929 9.896.394,46 989.883,74 10.886.278,20
1930 8.525.618.15 656.131,91 656.131,91
1931 6.105.504,84 415.493,83 6.520.998,67
1932 4.831.683,07 345.131,54 5.176.814,61
1933 4.966.592,77 335.402,84 5.301.995,61
1934 5.546.285,48 454.968,94 6.001.254,42
1935 4.496.486,99 305.658,24 4.802.145,23
1936 4.779.652,93 2.131.301,58 6.910.954,51
1937 5.906.013,00 4.752.622,43 10.658.635,43
Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1937, hlm.
365-366.

Dari tabel 16 di atas, dapat diketahui bahwa pendapatan dari pajak impor

jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pajak ekspor. Sedikit penurunan antara

tahun 1915 sampai 1918 pada pajak ekspor dikarenakan Perang Dunia I sehingga

pelayaran dan perdagangan terhambat. Begitu juga antara tahun 1931 hingga

tahun 1935 terjadi penurunan kembali dikarenakan terjadinya krisis ekonomi yang

melanda dunia sehingga mempengaruhi pelayaran dan perdagang di Dunia

termasuk Hindia Beelanda. Baru pada tahun 1936 terjadi kenaikan pendapatan

nilai pajak baik ekspor maupun impor.

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4.2 Cukai dan Pendapatan Lainnya

Selain pendapatan pelabuhan atas pajak ekspor dan impor, di Pelabuhan

Belawan juga terdapat pemasukan lainnya baik dari cukai, sewa gudang, dan

pendapatan lainnya. Data berikut akan menguai jenis pendapatan lainnya,

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 18.
Daftar Penerimaan Cukai dan Penerimaan Lainnya di Pelabuhan Belawan
tahun 1914-937 dalam Gulden

Uang
Nilai Nilai
Cukai Cukai Sewa Cukai Barang Penerimaan
Tahun Statistik Statistik Cukai Karet Total
Minyak Bumi Korek Api Gudang Tembakau Masuk dan lainnya
Impor Ekspor
Keluar
1914 401.666,29 251.453,05 9.173,69 - - - - - 7.102,72 669.395,75
1915 395.463,40 258.731,45 10.712,94 - - - - - 5.763,62 670.671,41
1916 413.955,89 268.825,56 15.195,62 - - - - - 8.263,35 706.240,42
1917 447.781.24 285.197,95 24.897,76 - - - - - 7.968,77 318.064,48
1918 467.452,18 275.111,18 33.949,69 - - - - - 15.637,56 792.150,61
1919 511.402,49 237.963,75 32.315,45 - - - - - 13.225,25 794.906,94
1920 549.920,74 364.880,50 12.008,28 - - - - - 25.109,69 951.919,21
1921 913.231,44 417.290,45 14.437,51 - - - - - 16.963,35 1.361.922,75
1922 1.215.763,36 662.599,56 15.002,62 - - - - - 13.440,61 1.906.806,15
1923 1.259.256,88 543.000,99 9.771,42 - - - - - 12.418,60 1.824.447,89
1924 1.314.332,48 660.146,22 7.783,41 - - - - - 17.546,10 1.999.808,21
1925 1.903.847,94 682.566,79 12.396,85 - 139.867,95 197.502,87 - - 16.777,97 2.952.960,37

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1926 1.486.382,48 626.208,78 26.854,70 - 236.155,65 437.826,10 - - 18.165,45 2.831.593,16
1927 2.264.715,62 847.805,77 21.265,25 - 277.706,19 526.594,50 - - 20.526,46 3.958.613,79
1928 2.755.952,47 846.334,56 28.447,74 - 281,190,25 445.545,10 - 448.483,56 20.056,76 4.544.820,19
1929 3.338.473,42 790.701,16 23.098,88 - 310.103,70 479.548,00 - 484.675,50 20.333,20 5.446.933,86
1930 3.417.499,96 903.729,01 27.607,46 - 268.436,35 415,144,47 - 486.663,85 22.863,04 5.126.799,67
1931 3.388.001,39 825.840,90 18.685,25 - 158.334,79 304.332,40 - 411.837,60 25.188,83 5.132.221,16
1932 3.302.156,47 715.577,17 8.695,89 4.675,06 106.836,41 197.294,70 - 365.071,15 19.524,81 4.719.831,66
1933 2.761.984,16 342.143,96 18.872,83 219.391,42 93.499,94 199.378,15 - 408.607,00 15.890,11 4.059.767,57
1934 3.018.933,31 398.430,44 7.857,74 110.614,06 90.087,40 198.197,35 2.013.037,07 410.921,48 32.442,06 6.280.520,91
1935 3.272.100,61 253.647,87 11.489,42 150.519,72 82.802,55 180.962,80 2.720.955,45 421.157,80 20.310,00 7.113.946,22
1936 3.597.727,28 12.310,54 5.338,45 183.102,63 86.862,41 256.650,70 2.953.762,81 499.359,84 23.226,95 7.618.341,61
1937 4.183.921,26 14.984,00 6.778,31 266.447,70 136.558,70 521.986,00 152.013,13 694.356,35 22.685,35 5.999.730,80
Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1937, hlm. 365-366.

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pelabuhan Belawan sebagai tempat keluar-masuknya arus barang tentu

saja menerima pajak-pajak atau persen setiap barang yang keluar masuk melalui

Pelabuhan Belawan. Berbagai pendapatan dari pengoperasian pelabuhan yang

dikelola kantor Douane atau Tolkantoor Pelabuhan Belawan dari Departement

Financien(Departemen Keuangan) adalah berasal dari aktivitas pelayaran,

perdagangan, dan lain-lainnya. Pendapatan itu terdiri dari berbagai cukai, statistik

untuk ekspor, statistik untuk impor, segel atau materai untuk statistik, uang barang

masuk, uang barang keluar, segel barang masuk, segel barang keluar, persewaan

gudan dan lain-lainnya.132 Pendapatan-pendapatan ini kemudian digunakan untuk

keperluan operasional Pelabuhan Belawan. Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan

yang dikelola sebagai perusahaan tentu saja berhak atas pendapatan-pendapatan

yang diterima.

Dari tabel 16 di atas, berbagai penerimaan cukai dan pendapatan lainnya

seperti cukai minyak tanah, cukai korek api, sewa gudang, cukai tembakau,

statistik untuk impor, statistik untuk ekspor, cukai karet, uang barang keluar dan

masuk serta penerimaan-penerimaan lainnya. Dari penerimaan-penerimaan

tersebut, secara konsisten setiap tahunnya tetap menghasilkan cukai dan

penerimaan lainnya adalah cukai minyak bumi, cukai korek api, sewa gudang, dan

penerimaan-penerimaan lainnya. Sementara itu, cukai tembaku baru pada tahun

1932 mulai mengutip cukai, karet baru mulai tahun 1934 mengutip cukai dan

secara tidak konsisten statistik impor dan ekspor baru mulai menerima pendapatan

pada tahun 1925 sedangkan untuk uang barang keluar dan masuk tahun 1928.

132
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan Over Het Jaar 1939, hlm. 318.

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

DAERAH PENYANGGA DAN PERDAGANGAN DI PELABUHAN


BELAWAN1886-1942

Bab ini membahas bagaimana Pelabuhan Belawan dapat tumbuh dan

berkembang karena adanya daerah-daerah penyangga. Daerah penyangga

(hinterlanddan foreland) dari Pelabuhan Belawan adalah wilayah kantung-

kantung perkebunan di Sumatera Timur serta daerah seberang yang secara rutin

melakukan hubungan perdagangan dan pelayaran. Wilayah hinterlanddari

Pelabuhan Belawan yakni wilayah-wilayah perkebunan di Sumatera Timur

dengan adanya jaringan transportasi darat seperti jalur kereta api dan jalan raya

yang memudahkan pengangkutan barang. Selain itu, dibahas juga dalam bab ini

mengenai aktivitas ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan yang meliputi jenis

komoditas atau barang, tujuan dan asal ekspor impor serta volume dan nilai

ekspor dan impor.

4.1 Hubungan antara Hinterland dengan Pelabuhan

Hinterland adalah daerah-daerah yang terletak di sekitar pelabuhan dan

mempunyai hubungan ekonomi antara pelabuhan dengan daerah-daerah di sekitar

pelabuhan. Interrelasi antara hinterland dengan pelabuhan bersifat saling

menguntungkan, karena pelabuhan memiliki fungsi memasarkan (mengekspor)

produk-produk hinterland keluar daerah atau keluar negeri, dan mengimpor

produk-produk dari luar negeri atau luar daerah ke hinterland. Oleh karena itu,

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


selain bisa diartikan sebagai daerah pedalaman, hinterland juga bisa diartikan

sebagai daerah penyangga yang merupakan produsen dan konsumen komoditas

ekspor dan impor. Daerah hinterland yang paling dekat dengan pelabuhan adalah

kota dimana pelabuan itu berada, yang dalam hal ini adalah Kota Medan.133

Daerah-daerah hinterland dari Pelabuhan Belawan meliputi wilayah yang

cukup luas yakni sebagian besar wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam

wilayah kantung-kantung perkebunan (cultuurgebied). Hanya saja tidak dapat

dipastikan secara tegas batasan mengenai cakupan wilayah hinterland dari

Pelabuhan Belawan. Akan tetapi, yang dapat diketahui bahwa dari daerah-daerah

hinterland tersebut banyak diangkut komoditas ekspor ke Pelabuhan Belawan dan

sebaliknya komoditas impor dari pelabuhan ke daerah-daerah hinterland.134

Hubungan ekonomi antara Pelabuhan Belawan dengan hinterlandnya

tidak terlepas dari perkembangan ekonomi Hindia Belanda dan Sumatera Timur

khususnya. Perkembangan perekonomian di Sumatera Timur lebih banyak

bergerak di sektor perkebunan. Perkebunan menjadi primadona karena pada akhir

abad ke 19 dan awal abad ke 20, banyak dibutuhkan produk-produk komoditas

perkebunan di Eropah dan Amerika.135Hubungan hinterland dengan Pelabuhan

Belawan juga tidak dapat terlepas dari adanya peranan transportasi, baik air

133
Agustinus Supriyono, Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-pemogokan pada
Zaman Kolonial Belanda, Revolusi, dan Republik 1900-1965, Semarang: Badan Penerbit UNDIP
dan Toyota Foundation, 2007, hlm. 37.
134
Wouter Cool, Belawan-Oceaanhaven, Batavia: Departement der Burgerlike Openbare
Werken Afdeeling Havenwezen, 1917, hlm. 20-21.
135
Thee Kian-Wie, Plantation Agriculture and Export Growth an Economic History of
East Sumatra, 1863-1942, Jakarta: LEKNAS-LIPI, 1977, hlm. 4-6.

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mapun darat. Untuk transportasi air, masih terdapat moda sampan untuk

mengangkut hasil-hasil perkebunan ke Pelabuhan Belawan.136 Sedangkan untuk

transportasi darat, banyak digunakan moda jalan raya dan rel kereta api.

4.1.1 Jalan Raya

Pengangkutan dengan moda sampan sesungguhnya sangat menghambat

pihak perkebunan karena muatan yang diangkut jumlahnya sedikit serta memakan

waktu yang cukup lama dan biaya yang besar. Hal ini tentu saja tidak efisien bagi

pihak perkebunan, sehingga pada akhir abad ke-19 pihak onderneming untuk

membangun jalan raya. Pembangunan jalan raya khususnya di cultuurgebied

dipelopori oleh pihak onderneming yang dimaksudkan untuk kepentingan sendiri.

Jalan-jalan ini membelah di tengah-tengah suatu perkebunan untuk memudahkan

penanaman dan pengangkutan hasil panen. Salah satu pihak onderneming yang

membangun jalan raya sendiri adalah Deli Maatschappij, pada tahun 1880-an

telah membangun jalan antara Medan dan Sunggal sepanjang 10 KM dan dari

Lubuk Pakam ke Bangun Purba sepanjang 20 KM.

Pembangunan jalan raya kemudian diteruskan oleh pemerintah, sampai

tahun 1918, pemerintah sudah membangun jalan utama sepanjang lebih dari 500

KM yang menghubungkan kota-kota penting di cultuurgebied. Jalur-jalur yang

dibuka adalah Medan ke Pangkalan Berandan melewati Binjai dan Tanjung Pura

dibangun jalan sepanjang 107 KM, Medan ke Tebing Tinggi sepanjang 81 KM,

136
T. Volker, Van Oerbosch Tot Cultuurgebied: Een Schets van de Betekenis van De
Tabak, De Andere Cultures en De Industrie Ter Oostkust van Sumatra, Medan: TYP. Varekamp &
Co., 1928, hlm.

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kemudian dilanjutkan dari Tebing Tinggi ke Tanjung Balai dan terus ke

perbatasan Kualuh di Asahan sepanjang 115 KM, Medan ke Belawan 22 KM,

Medan ke Kabanjahe sepanjang 79 KM, Lubuk Pakam di Serdang ke Seribu

Dolok di Simalungun dibangun jalan sepanjang 92 KM, Tebing Tinggi ke

Pematang Siantar 53 KM, Pematang Siantar ke Parapat 46, 5 KM, serta

Kabanjahe melewati Seribu Dolok di Simalungun ke Danau Toba. Selain itu jalan

penghubung cultuurgebied dengan daerah lain juga dibangun, seperti dari

Kabanjahe ke Kotacane, serta dari Parapat ke Tapanuli.137

Pembangunan jalan raya ini tentu saja meningkatkan arus barang menjadi

lancar, khususnya perkebunan-perkebunan yang terdapat di Afdeling Deli en

Sedang tidak lagi mengalami kendala untuk mengangkut hasil-hasil perkebunan

yang kemudian diekspor melalui Pelabuhan Belawan. Adanya pembangunan ini

semakin meningkatkan aktivitas kepelabuhan di Belawan karena arus barang yang

diangkut semakin besar dan meningkat. Ini menandakan bahwa dengan

pembangunan jalan raya yang menghubungkan antar darat tidak menghambat

aktivitas pelabuhan karena umumnya pada saat pemerintah Kolonial Belanda

membangun jalan raya kota-kota pelabuhan sungai mengalami kemunduran.

4.1.2 JalurKeretaApi

Kemajuan dan perkembangan transportasi membuat orang terus menerus

berusaha mencari cara bagaimana menyelenggarakan transportasi yang cepat dan

137
R. Broersma, Oostkust van Sumatra: De Ontwikkeling van het Gewest, deel II, The
Hague: Charles Dixon Deventer, 1922, hlm. 263.

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lancar. Pemerintah akhirnya mengembangkan transportasi rel yang mampu

meringankan beban dalam daya dorongannya sehingga mampu mengangkut hasil-

hasil perkebunan yang lebih banyak. Adanya kebijakan ini sehingga perusahaan

kereta api segera melibatkan dirinya dalam membangun sarana transportasi di

wilayah perkebunan.138

Wilayah Sumatera Timur terkenal setelah pemerintah menetapkan

wilayah ini sebagai kantung-kantung perkebunan yang kemudian diekspor ke

Eropah maupun ke Amerika. Kereta api berperan dalam transportasi baik dari

daerah pedalaman perkebunan hingga barang-barang dapat ditempatkan di

pelabuhan-pelabuhan untuk segera diangkut melalui kapal laut.

Kebijakan ini merupakan jawaban atas kebutuhan pihak perkebunan

terhadap transportasi. Jaringan kereta api yang dibangun pada akhir abad ke 19

bertujuan untuk melayani ekonomi ekspor dan impor kolonial yang tumbuh

pesat.139 Realisasi pembangunan jaringan rel kereta api di Sumatera Timur, pada

awalnya difokuskan di tiga daerah yang meliputi daerah Deli, Serdang dan

Selesei. Daerah-daerah ini sangat memungkinkan untuk dibangun jaringan rel

kereta api karena kondisi tanah yang datar dan dekat dengan Kota Medan. 140

Selama 37 tahun yakni mulai dari tahun 1886 hingga 1937, Deli

Spoorweg Maatschappij(DSM) telah membangun jaringan rel kereta api

138
Indera, “Pertumbuhan dan Perkembangan Deli Spoorweg Maatschappij, 1883-1940”
Tesis S-2, belum diterbitkan, Depok: Universitas Indonesia, 1996, hlm. 52.
139
Ibid.,hlm. 53.
140
Ibid.,hlm. 90.

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sepanjang 553,254 KM. Daerah-daerah yang dibangun meliputi Medan ke

Labuhan sepanjang 16,743 KM yang dibangun pada tahun 1886, Medan ke Binjai

Sepanjang 20,888 KM yang dibangun pada tahun 1887, Medan ke Deli Tua

sepanjang 11,249 KM yang dibangun pada tahun 1887, Labuhan ke Belawan

sepanjang 6,162 KM yang dibangun pada tahun 1888, Medan ke Serdang

sepanjang 20,122 KM yang dibangun pada tahun 1889, Serdang ke Perbaungan

sepanjang 17,668 KM yang dibangun pada tahun 1890.

Binjai ke Selesei sepanjang 10,576 yang dibangun pada tahun 1890,

Stabat ke Binjai sepanjang 22,428 KM, Stabat ke Tanjung Pura sepanjang 14,036

KM, Tanjung Pura ke Pangkalan Berandan sepanjang 19,505 KM yang ketiga

jalur ini dibangun pada tahun 1900, Selesei ke Kuala sepanjang 9,943 KM yang

dibangun pada tahun 1902, Bamban ke Perbaungan sepanjang 30,350 KM yang

dibangun pada tahun 1902, Bamban ke Rantau Laban sepanjang 10,680 KM yang

dibangun pada tahun 1903, Lubuk Pakam ke Bangun Purba sepanjang 27,936 KM

yang dibangun pada tahun 1904, Kampung Baru ke Arnhemia (Pancur Batu)

sepanjang 14,872 KM yang dibangun pada tahun 1907.

Deli Tua ke Batu sepanjang 3,035 KM yang dibangun pada tahun 1915,

Rantau Laban ke Tanjung Balai sepanjang 95,062 KM yang dibangun pada tahun

1915, Tebing Tinggi ke Pematang Siantar sepanjang 48,464 KM yang dibangun

pada tahun 1916, Tanjung Balai ke Teluk Nibung sepanjang 5,132 KM yang

dibangun pada tahun 1918, Pangkalan Berandan ke Besitang sepanjang 14,990

KM yang dibangun pada tahun 1919, Besitang ke Pangkalan Susu sepanjang

9,510 KM yang dibangun pada tahun 1921, Kisaran ke Membang Muda

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sepanjang 57,111 KM yang dibangun pada tahun 1926 dan Milano ke Rantau

Prapat sepanjang 12,562 KM yang dibangun pada tahun 1937.141

Peta 2.
Jaringan Jalan Raya dan Rel Kereta Api di Sumatera Timur yang
Menghubungkan Pelabuhan Belawan.

Sumber: Reitsma, S.A., “De Deli Spoorweg Maatschappij”, dalam Spoor- en Tramwegen
van 9 Mei 1933, Den Haag: Moorman‟s Periodieke Pers N.V., 1933.

141
Ibid., hlm. 90-110.

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pembangunan jalur rel kereta api ini memberi dampak yang positif bagi

perkembangan ekonomi di perkebunan. Dampak positif ini dapat dilihat dengan

volume daya angkut yang banyak sehingga tidak berkali-kali mengangkut hasil

panen perkebunan yang banyak menghabiskan biaya operasional. Selain bagi

perkebunan, pembangunan rel kereta api juga memberi dampak positif bagi

Pelabuhan Belawan dimana perkebunan-perkebunan yang berada di wilayah

Afdeling Deli en Serdang dengan mudah mengirim hasil panen ke pelabuhan yang

kemudian di ekspor. Akibat yang diperoleh dengan keuntungan besar karena

perusahaan ini memiliki hak monopoli angkutan perkebunan.

Angkutan kapal laut melalui Belawan dilakukan KPM yang merupakan

perusahaan pelayaran Belanda. Jaringan Transportasi di Hindia Belanda hampir

semuanya dikuasai pihak pemerintah dengan lembaga pelaksananya adalah pihak

perusahaan swasta. Jaringan transportasi darat dikuasai oleh DSM sedangkan

transportasi laut dikuasai oleh KPM. Artinya pelaksanaan ini merupakan

monopoli, yang tentu terkait dengan hak dan konsesi yang diberikan. Bagi pihak

pengusaha proses ini merupakan suatu jaminan hukum untuk melanjutkan proses

pengembangannya. Kebijakan pemerintah kolonial Belanda ini tentu dalam

rangka mengimbangi produksi perkebunan yang mengalami peningkatan.142

Sarana transportasi terutama menyangkut mengenai kepelabuhan, tentu

berhubungan dengan kapal, muatan dan jasa pelabuhan. KPM sebagai alat

transportasi laut memerlukan tempat bersandar di dermaga dan berbagai

142
Indera, op. cit., hlm. 69.

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelayanan selama berada di Pelabuhan Belawan dan segera dibawa untuk

melanjutkan pelayarannya. Selain itu, Pelabuhan Belawan juga harus

menyediakan gudang dan sarana kereta api.143

Pelabuhan Belawan sebagai salah satu unsur penunjang infrastuktur

transportasi dapat berperan dalam merangsang pertumbuhan kegiatan industri,

perdagangan dan kegiatan ekonomi wilayah yang dilayaninya. Dalam proses

penyimpanan, distribusi, pengolahan dan pemasaran, biasanya lebih banyak

dikelola perusahaan kereta api, karena harus dipandang sebagai organisme

ekonomi yang hidup menurut tata urutan ekonomi. Proses kerjasama vertikal

merupakan pembentukan tata hukum mengenai hak dan status konsesi. Aturan

dijalankan benar-benar melalui prosedur hukum ekonomi yang berusaha melayani

kebutuan masyarakat yang sama-sama memperoleh keuntungan.144

Berdasarkan konsesi yang diberikan kepada DSM melalui Presiden

Komisarisnya yang bernama Peter Wilhem Janssen. Maka DSM memiliki hak

membangun jaringan rel kereta api Medan dan Labuhan Deli. Pada awalnya, Surat

Keputusan Gubernur ini diserahkan kepada Deli Maatshappij, akan tetapi Deli

Maatshappij lebih memfokuskan pada industri perkebunan tembakau. DSM

mengambil alih pembangunan jaringan rel kereta api, dan berdasarkan Keputusan

Gubernur Jenderal tanggal 23 Januari 1883 No. 17 menetapkan DSM mendapat

hak dan konsesi untuk melakukan eksploitasi angkutan kereta api ke Pelabuhan

143
B. H. A. Van Kreel, Deli Data: 1863-1938, Amsterdam: Mededeeling No. 26 van het
Oostkust van Sumatra-Instituut, 1938, hlm. 5.
144
Indera, op. cit., hlm. 70.

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belawan, baik dari Deli Tua melalui Medan maupun Timbang Langkat melalui

Medan.145

Sarana pengangkutan yang dimiliki perusahaan kereta api ini menjadikan

seluruh hasil perkebunan dapat segera diangkut ke kapal yang berada di

Pelabuhan Belawan. Pengangkutan hasil produksi perkebunan ini bagi pihak

pengusaha maupun pemerintah Kolonial Belanda merupakan dorongan untuk

meningkatkan hasil produksi ekspornya. Kegiatan investasi modal baik

pemerintah maupun swasta menjadi tolak ukur keberhasilan pertumbuhan

ekonomi daerah. Penanaman modal pihak pengusaha kereta api terhadap jaringan

rel di wilayah Sumatera Timur akan menciptakan suatu tujuan ekonomi terhadap

kebutuhan sarana pengangkutan perkebunan.146

Untuk lebih jelasnya peranan kereta api dalam mengangkut hasil-hasil

perkebunan di Sumatera Timur ke Pelabuhan Belawan dapat dilihat pada tabel 19

di bawah ini:

Tabel 19.
Hasil-Hasil Perkebunan yang Diangkut Kereta Api ke Pelabuhan Belawan
Tahun 1888-1915 dalam Ton

Tahun Ekspor Impor

1888 4.474 24.085

1889 9.845 48.593

145
Jacobus Weisfelt, De Deli Spooweg Maatshappij als Fator in de Economische
Ontwikkeling van de Oostkust van Sumarta, Rotterdam: Broder Offset NV, 1972, hlm. 183.
146
Indera, op. cit., hlm. 50.

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1890 12.205 83.327

1891 15.633 76.958

1892 14.784 66.271

1893 10.893 86.624

1894 13.296 94.427

1895 15.953 127.394

1896 17.582 119.209

1897 20.787 124.395

1898 18.041 135.801

1899 18.184 158.354

1900 21.273 164.482

1901 19.641 150.034

1902 21.483 162.203

1903 20.476 151.988

1904 21.819 154.081

1905 20.781 148.358

1906 22.067 183.314

1907 22.309 216.966

1908 24.288 215.852

1909 21.751 180.764

1910 25.002 180.094

1911 21.922 211.525

1912 28.371 247.944

1913 37.819 277.619

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1914 44.357 259.051

1915 49.338 237.973

Sumber: Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te
Belawan, Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114,
ANRI.
Dari data di atas, Perbandingan antara jumlah barang yang diekspor dan

impor lebih besar muatan impor. Besarnya jumlah impor dikarenakan pada akhir

abad ke 19 dan memasuki abad ke 20, wilayah Sumatera Timur baru berkembang

sehingga banyak membutuhkan barang-barang dari luar. Barang-barang yang

diimpor kebanyakan berasal dari Eropah karena untuk kebutuhan sehari-hari

orang-orang Eropah yang ada di Sumatera Timur.

Pentingnya transportasi darat terutama rel kereta api dalam

menghubungkan wilayah hinterland dengan Pelabuhan Belawan telah membawa

dampak positif. Dampak positif yang ditimbulkan adalah semakin efisiennya

pengangkutan dari berbagai wilayah serta menghemat waktu sehingga

menghindari dari kerusakan yang akan mengurangi nilai komoditas tersebut.

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Peta 3.

Jaringan Transportasi Antara Pelabuhan Belawan dengan Hinterland


Tahun 1938

Sumber: Christopher Airries, “Port-Centered Transport Development in Colonial


North Sumatra” dalam Indonesia,Vol. 59 (April 1995), hlm. 82.

Peta di atas menunjukkan bahwa posisi Pelabuhan Belawan sangat

diuntungkan dengan banyaknya wilayah-wilayah perkebunan yang terintegrasi

dengan jalan raya maupun rel kereta api. Wilayah-wilayah perkebunan sebagai

hinterland Pelabuhan Belawan selalu menggunakan Pelabuhan Belawan sebagai

tempat untuk pengiriman hasil-hasil perkebunan. Perkebunan-perkebunan yang

menggunakan Pelabuhan Belawan sebagai sarana pengiriman hasil panen adalah

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perkebunan-perkebunan yang terletak di wilayah Afdeling Deli dan Serdang. Akan

tetapi terdapat juga perkebunan-perkebunan yang terletak di luar wilayah Afdeling

Deli dan Serdang yang menggunakan Pelabuhan Belawan sebagai sarana

pengiriman hasil panen.

4.2 Hubungan Foreland dengan Pelabuhan

Hubungan hinterland dengan Pelabuhan Belawan membuat perdagangan

dan pelayaran semakin berkembang. Perkembangan inilah yang kemudian

menjadikan Pelabuhan Belawan memainkan peranannya sebagai pusat

perdagangan dan pelayaran di Pantai Timur Sumatera. Tidak hanya itu, Pelabuhan

Belawan juga mampu bersaing di wilayah regional (wilaya Hindia Belanda dan

antar pulau). Hal ini berkat jaringan hinterland yang dimiliki Pelabuhan Belawan

dengan banyaknya daerah-daerah pekebunan di Sumatera Timur sebagai daerah

penyangga.147

Pada awal berkembangnya, Penang dan Singapura merupakan daerah

foreland dari Pelabuhan Belawan. Pada tahun 1890-an, dimana Pelabuhan

Belawan baru beroperasi, hampir 50% kargo yang diekspor melalui Pelabuhan

Belawan transit di Semenanjung Malaya (Penang dan Singapura). Perusahaan-

perusahaan pelayaran swasta yang biasanya melakukan transit di kedua pelabuhan

tersebut. Lamanya pelayaran dari Belawan ke Penang adalah 4 jam, sedangkan

dari Belawan ke Singapura membutuhkan waktu 5 jam dengan menggunakan

147
Christopher Airries, “Port-Centered Transport Development in Colonial North
Sumatra” dalam Indonesia,Vol. 59 (April 1995), hlm. 76-77.

124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kapal uap.148 Pada awal tahun 1899, terjadi peningkatan pelayaran dan

perdagangan dimana dari 50% kargo yang diangkut dari Pelabuhan Belawan

transit di Semenanjung Malaya menjadi 75% yang hampir sepenuhnya dilakukan

oleh perusahaan pelayaran swasta milik JermandanInggris.149

Selain Semenanjung Malaya, yang menjadi foreland dari Pelabuhan

Belaan adalah Tanjung Pura. Tanjung Pura merupakan pusat kekuasaan dari

Kesultanan Langkat yang memiliki pelabuhan dengan kategori kecil. Sebagai

pelabuhan kecil, Tanjung Pura sangat dekat hubungannya dengan Pelabuhan

Belawan. Hal ini dikarenakan Pelabuhan Belawan sebagai tempat transit dari

Tanjung Pura sebelum melakukan perdagangan dan pelayaran ke Semenanjung

Malaya. Hubungan ini juga semakin kuat karena biasanya pelabuhan kecil selalu

melalukan koneksi transportasi dengan pelabuhan yang lebih besar. Hal ini

semakin diperkuat dengan banyaknya firma-firma milik orang Cina yang

berdomisili di Penang dan Singapura yang melakukan hubungan dagang dengan

wilayah Sumatera Timur. Perdagangan dan pelayaran ini terus berlanjut hingga

tahun 1920-an.150

Hal serupa juga dilakukan sebagian besar perusahaan pelayaran Eropah,

misalnya perusahaan swasta Jerman dan Inggris. Banyak pelayaran dari Jawa

menuju Eropah, transit terlebih dahulu ke Pelabuhan Belawan terutama

148
Anonim, Medan in Woord en Beeld, Amsterdam: de Bussy, 1905, hlm. 6.
149
M. A. Loderichs, Medan Beeld van Een Stad, Amsterdam: Asia Maior, 1997, hlm. 17.
150
Christopher Airries,loc. cit.

125

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perusahaan-perusahaan negara ataupun swasta milik Belanda. Tujuan dari

transitnya kapal-kapal dari Jawa ke Eropah adalah karena untuk istirahat

pelayaran dan untuk mengontrol pelayaran-pelayaran milik perusahaan swasta

Inggris yang berdomisili di Semenanjung Malaya.151

Persaingan yang sangat ketat di Selat Malaka antara Inggris dengan

Belanda, maka Belanda membuat peraturan tentang pelayaran yang salah satunya

adalah membentuk perusahaan pelayaran yang siap melayani rute seluruh Hindia

Belanda baik rute yang panjang maupun pendek. Pada tahun 1888, Belanda

membentuk perusahaan Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Setelah

sembilan tahun pembentukannya yakni pada 1907, KPM mampu mengontrol 23%

pelayaran jarak dekat di Pantai Timur Sumatera yang sebelumnya dilakukan oleh

perusahaan pelayaran milik Inggris.Meskipun demikian, hubungan perdagangan

dan pelayaran antara Asia dan Eropa masih dipegang oleh Inggris dan Jerman.

Faktanya, banyak perusahaan perkebunan tembakau di Deli dalam mengirim hasil

panennya banyak menggunakan perusahaan pelayaran milik Inggris yakni Ocean

Steamship Company. KPM sendiri juga melayani pengiriman hasil panen

tembakau, namun pelayaran KPM sering sekali transit telebih dahulu ke

Pelabuhan Batavia. Hal ini tentu saja memperlama waktu pengiriman. Barulah

151
H. W. Dick, The Indonesian Interisland Shipping Industry: An Analysis of Competition
and Regulation, Singapura: ISEAS, 1987, hlm. 6.

126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lima tahun kemudian KPM melakukan pelayaran khusunya untuk pengiriman

tembakau dari Pelabuhan Belawan ke Eropah.152

Seiring berjalannya waktu, setelah perkebunan mengalami masa kejayaan

atau dikenal dengan “The boom years” yakni kurun waktu antara tahun 1923

hingga 1928, Pelabuhan Belawan semakin ramai aktivitas pelayaran dan

pedagangannya. Hal ini tidak telepas dari pengelolaan Pelabuhan Belawan yang

semakin modern dengan merangsang banyak perusahaan pelayaran. Ditambah lagi

dengan peningkatan perekonomian perkebunan yang menjadikan Pelabuhan

Belawan sebagai pusat pengiriman hasil-hasil pekebunan. Dijadikannya Belawan

sebagai pusat pengiriman hasil-hasil perkebunan di Sumatera Timur menambah

daftar foreland dari Pelabuhan Belawan. Penambahan itu tentu saja terkait dengan

banyaknya perusahaan yang berlayar secara langsung ke Eropah. 153

Keadaan tesebut menjadikan Pelabuhan Belawan menjadi pusat

pelayaran dengan terdapatnya kurang lebih 13 perusahaan pelayaran asing yang

melakukan pelayaran di Pelabuhan Belawan.154 Hal ini tidak terlepas dari peranan

Deli Vracht Conferentie (DVC) yang melakukan promosi pelayaran hingga ke

Amerika.155Peningkatan terus tejadi karena peranan dari DVC, dengan demikian

152
W. H. M. Schadee, Gescheidenis van Sumatra Oostkust, Deel I, Amsterdam: Oostkust
van Sumatra Instituut, 1918, hlm. 243.
153
Christopher Airries,op. cit., hlm. 89.
154
Statistiek van de Scheepvaart in Nederlandsch-Indie over het Jaar 1937, Batavia: F. B.
Smits, 1938, hlm. 29-31.
155
G. Allen dan A. Donnithorne, Western Enterprise in Indonesia, London: Allen and
Unwin, 1962, hlm. 221-222.

127

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ketergantungan akan pelabuhan transit seperti Penang dan Singapura terus

menurun. Antara tahun 1932 hingga 1938 pelayaran dari Pelabuhan Belawan

dengan terlebih dahulu melakukan transit di Penang dan Singapura menurun

hingga 7%. Ekspor hasil-hasil perkebunan di Sumatera Timur kebanyakan tidak

lagi pengirimannya harus tansit ke Penang dan Singapura, karena jika transit akan

memperlama waktu pengiriman dan akan mengurangi kualitas barang itu sendiri.

Misalnya teh dan kopi, pengiriman harus segera dilakukan ke negara tujuan,

karena hal inilah kemudian Pelabuhan Belawan tidak lagi sepenuhnya

mengandalkan pelabuhan tansit seperti Penang dan Singapura. 156

Selain Singapura, Penang dan Tanjung Pura, yang menjadi foreland

Pelabuhan Belawan adalah Tanjung Balai Asahan, Labuhan Bilik, dan pelabuhan-

pelabuhan kecil lainnya di Afdeling Asahan. Wilayah Asahan menjadi foreland

Pelabuhan Belawan adalah karena di wilayah ini banyak perkebunan kelapa sawit.

Hasil panen pekebunan kelapa sawit dalam bentuk cairan (liquid) membutuhkan

bunker atau penyimpanan dalam bentuk tangki. Fasilitas yang lengkap dimiliki

oleh Pelabuhan Belawan adalah menyediakan bunker khusus untuk minyak kepala

sawit, sehingga banyak perusahaan yang mengirimkan hasil panennyake

Pelabuhan Belawan melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di wilayah Asahan.157

Jaringan foreland yang tercipta di Pelabuhan Belawan sebenarnya

menguntungkan pelabuhan-pelabuhan lainnya di Sumatera Timur. Misalnya

adalah Pelabuhan Kualuh dan Bandar Chalipah tidak lagi melakukan hubungan

156
Christopher Airries,loc. cit.
157
Ibid.

128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dagang dengan Semananjung Malaya. Pelabuhan Kualuh dan Bandar Chalipah

sejak tahun 1938 menjadikan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan transitnya. 158

Banyak pelabuhan-pelabuhan kecil di Sumatera Timur menjadi lebih

hidup karena aktivitas pelayaran Pelabuhan Belawan yang mengandalkan daerah-

daerah foreland terutama pelabuhan-pelabuhan di wilayah Asahan dan Langkat.

Jika wilayah Asahan mengirim minyak kelapa sawit dengan transit telebih dahulu

di Belawan, maka di Langkat terutama Pelabuhan Pangkalan Berandan mengirim

minyak bumi dengan tujuan hanya sekedar transit atau mengisi bungker minyak

untuk keperluan kapal-kapal di Pelabuhan Belawan sebagai bahan

bakar.159Dengan bertambahnya daerah foreland Pelabuhan Belawan, maka

semakin kuat jaringan Pelabuhan Belawan dengan didukung oleh hinterland.

4.3 Aktivitas Ekspor dan Impor

4.3.1 Komoditas Ekspor Impor

Komoditas ekspor dari Pelabuhan Belawan sebagian besar didominasi

oleh hasil-hasil Perkebunan. Adapun komoditas-komoditas yang di hasilkan

merupakan hasil-hasil perkebunan maupun pertanian rakyat. Komoditas lain

adalah hasil hutan, perikanan dan lainnya. Adapun komoditas-komoditas dari

perkebunan maupun pertanian rakyat adalah karet, yang dibedakan atas karet

perkebunan (onderneming) dan karet rakyat, kelapa sawit, teh, kopi, gambir,

158
Jaarverslag van De Handelsvereeniging te Medan over het Jaar 1922, Medan:
Varekamp, 1923, hlm. 111.
159
J. De Waard, “De Oostkust Van Sumatra”, Tijdschrift voor Economische Geografie,
25, 8 (1934), hlm. 298.

129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kopra, dan pinang. Komoditas-komoditas dari hasil hutan adalah buah-buahan,

kayu, rotan, getah perca dan sebagainya. Sektor perikanan merupakan hal yang

tidak dapat dikesampingkan di Pelabuhan Belawan, komoditas-komoditas dari

hasil olahan ikan adalah ikan asin, terasi, sirip ikan hiu dan lainnya.160

Komoditas impor dari Pelabuhan Belawan merupakan barang-barang

yang banyak dibutuhkan bagi kehidupan sehari-hari atau kebutuhan primer dan

sekunder, walaupun terdapat juga beberapa kebutuhan tersier. Selain kebutuhan

kehidupan sehari-hari, komoditas-komoditas yang diimpor ke Pelabuhan Belawan

berupa kebutuhan maupun peralatan dan perlengkapan perkebunan dan pertanian

mengingat wilayah Deli dan Serdang sebagian besar merupakan wilayah

perkebunan. Kebutuhan-kebutuhan untuk operasional pemerintahan juga dikirim

melalui Pelabuhan Belawan.

Komoditas yang diimpor ke Pelabuhan Belawan untuk kebutuhan sehari-

hari atau kebutuhan primer adalah beras yang dibedakan atas Beras Siam, Beras

Rangoon, Beras Saigon, dan beras yang berasal dari Jawa. Selain beras kebutuhan

primer yang lainnya adalah sarden, mentega, keju, biskuit, susu, ikan, dan lainnya.

Sedangkan untuk kebutuhan pelengkap atau sekunder barang-barang yang

diimpor melalui Pelabuhan Belawan adalah barang-barang manufaktur yakni

kawat, paku, besi, semen, triplek atau plat, serta perkakas alat-alat rumah tangga,

barang-barang ini umumnya digunakan untuk kebutuhan perumahan dan

pembangunan gedung. Selain barang-barang manufaktur, barang-barang

160
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het Jaar 1940, hlm. 139-147.

130

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kebutuhan lainnya juga dikirim melalui pelabuhan ini seperti rokok, cerutu,

tembakau, pakaian, sarung, kelambu, benang, korek api dan lainnya. 161

Kebutuhan tersier yang diimpor melalui Pelabuhan Belawan adalah

kebutuhan-kebutuhan penunjang seperti mobil, motor serta dengan onderdilnya

seperti ban, mesin dan peralatan-peralatan perbaikan untuk mobil dan motor.

Selain itu, terdapat juga kebutuhan akan minuman-minuman keras seperti bir,

wine (anggur), wiski, cognag dan minuman-minuman keras lainnya. 162

Sebagai wilayah perkebunan, tentu saja banyak membutuhkan alat-alat

atau perlengkapan untuk menunjang perkebunan. Pelabuhan Belawan sebagai

entreport wilayah Deli dan Serdang yang memiliki wilayah terluas perkebunan

sudah pasti mengimpor kebutuhan-kebutuhan tersebut. Peralatan dan

perlengkapan perkebunan maupun pertanian yang diimpor melalui Pelabuhan

Belawan adalah pupuk, bahan-bahan kimia untuk penelitian perkebunan, peralatan

perkebunan seperti truk pengangkut hasil panen, mangkuk lateks, alat kerja

pertanian, alat perkakas pabrik, perkakas tangan maupun mesin untuk memanen

hasil-hasil perkebunan dan lainnya. 163

Komoditas-komoditas yang diimpor melalui Pelabuhan Belawan yang

lainnya adalah perlengkapan dan peralatan operasional pemerintahan. Alat-alat

tersebut meliputi kertas, alat-alat tulis, tinta, mesin ketik dan lainnya. Selain alat-

alat tulis, diperlukan juga barang-barang manufaktur seperti semen, besi, seng,

161
Ibid.,hlm. 48-74.
162
Ibid.,hlm. 87-96.
163
Ibid., hlm. 97-99.

131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kaca dan lainnya yang digunakan untuk kebutuhan pembangunan kantor-kantor

pemerintahandanperumahan.164

4.3.2 Tujuan dan Asal Ekspor Impor

Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan yang difungsikan sebagai sarana

ekspor dan impor bagi pihak perkebunan tentu saja melayani berbagai rute dengan

asal dan tujuan yang berbeda-beda. Pelayaran yang dilakukan melalui Pelabuhan

Belawan di dominasi oleh rute pelayaran yang tujuannya dari dan ke Singapura

maupun Penang. Hal ini disebabkan karena mengingat kedua tujuan ini

merupakan pelabuhan tempat transitnya kapal-kapal yang ingin melakukan

pelayaran di dunia. Namun demikian tidak menutup kemungkinan Pelabuhan

Belawan melakukan pelayaran secara langsung ke negara-negara tujuan ekspor

maupun asal negara impor.

Tempat-tempat tujuan ekspor yang melalui Pelabuhan Belawan adalah

negara-negara yang membutuhkan komoditas-komoditas perkebunan. Seperti

halnya dengan komoditas karet, dari Pelabuhan Belawan karet diekspor ke

berbagai negara tujuan di Benua Asia, Eropah maupun Amerika. Tujuan ekspor

karet melalui Pelabuhan Belawan meliputi negara-negara di dunia seperti

Belanda, Inggris, Jerman, Italia, Perancis, Spanyol Jepang, Amerika Serikat,

Australia dan Selandia Baru, Singapura, Belgia, Luxemburg, dan negara-negara

lainnya.

Komoditas kelapa sawit juga diekspor melalui Pelabuhan Belawan

dengan tujuan seperti Belanda, Italia, Jerman, Inggris dan Denmark. Komoditas

164
Ibid.

132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lainnya yang diekspor melalui Pelabuhan Belawan adalah teh, kopra, kopi,

pinang, dan produk olahan ikan. Tujuan ekspor komoditas-komoditas tersebut

adalah Belanda, Inggris, Australia, Singapura, Penang, Prancis, Norwegia,

Jerman, Italia, Denmark, China, Belgia, Luxemburg, dan Jepang.165

Tujuan-tujuan ekspor di atas yang melalui Pelabuhan Belawan tidak

semuanya langsung dilakukan pelayaran ke tujuan masing-masing. Ada beberapa

tujuan yang harus transit di Penang dan Singapura. Transit ke Penang dan

Singapura adalah untuk keamanan pelayaran serta mengisi kebutuhan akan air dan

bahan bakar. Adapun asal impor barang-barang yang diimpor ke Pelabuhan

Belawan adalah didominasi dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari seperti

bahan pangan dan manufaktur. Komoditas impor di Pelabuhan Belawan adalah

beras yang berasal dari Siam (Thailand), Myanmar, dan Vietnam serta ada

beberapa impor beras dari Pulau Jawa. Selain beras kebutuhan-kebutuhan hidup

yang lainnya berasal dari Belanda, Penang, Inggris dan China.

Kebutuhan dan perlengkapan perkebunan dan pertanian yang diimpor ke

Pelabuhan Belawan adalah Belanda, Jerman, Inggris, Jepang, Belgia, Luxemburg,

Kanada dan Perancis. Selain kebutuhan kehidupan sehari-hari dan perkebunan,

terdapat kebutuhan operasional pemerintahan yang umumnya dikirim ke

Pelabuhan Belawan melalui Belanda secara langsung atau melalui Batavia sebagai

pusat pemerintahan Kolonial Belanda. Kebutuhan penunjang lainnya adalah

kebutuhan-kebutuhan mewah seperti mobil, motor dan perlengkapannya serta

minuman keras dan korek api. Komoditas-komoditas ini dikirim dari negara-

165
Verslag van de Handelsverenigingte Medan 1940,op. cit., hlm.164-268.

133

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


negara seperti Swedia, Penang, Singapura, Belanda, Italia, Perancis, Jerman,

Inggris, dan Kanada, Swiss, Spanyol, Portugal dan lainnya. Sama seperti

komoditas ekspor, komoditas impor yang akan dikirim ke Pelabuhan Belawan

sebagian besar transit di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Penang dan

Singapura.166

4.3.3 Volumedan Nilai Ekspor Impor

Aktivitas ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan sebenarnya sudah

dilakukan sejak tahun 1887. Perdagangan melalui Pelabuhan Belawan banyak

dilakukan oleh pedagang-pedagang Cina di Penang dan Singapura. Sementara itu,

pihak pemerintah dan perkebunan masih menggunakan Pelabuhan Labuhan Deli

karenaPelabuhan Belawan belum selesai pembangunannya. Olehkarenaitu, karena

Pelabuhan Belawan sepenuhnya belum dapat menjalankan aktivitas ekspor dan

impor.167

Setelah benar-benar dapat dioperasikan pada 1890, kegiatan ekspor dan

impor dipindahkan ke Belawan. Pemindahan ini merupakan tuntutan dari

perusahaan perkebunan dan transportasi karena Labuhan Deli tidak lagi

memungkinkan melakukan aktivitas ekspor dan impor dalam jumlah yang besar.

Untuk itu dipilihlah Belawan sebagai pelabuhan karena letaknya yang

dekatdenganpantai.Pada awal tahun percobaan, banyak pelayaran dan

perdagangan yang dibebaskan cukai oleh pengelola. Setelah tiga tahun kemudian

166
Verslag van de Handelsverenigingte Medan 1940, op. cit., hlm. 48-100.
167
R. Broersma, “De Ontwikkeling van Den Handel in Oostkust van Sumatra”, Kolonial
Tijdshrift, 129, XI, 1920, hlm. 424.

134

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yakni 1893, kapal-kapal yang membawa barang-barang ekspor dan impor mulai

dikenakan tarif. Selama tahun itu pula, Pelabuhan Belawan mulai dipadati oleh

perusahaan pelayaran yang melakukan pengangkutan hasil-hasil perkebunan

terutama tembakau.168Pada awal tahun 1906, penggunaan Pelabuhan Belawan

sebagai sarana ekspor hasil-hasil perkebunan semakin meningkat. Peningkatan ini

dapat ditandai dengan membludaknya komoditas perkebunan sehingga gudang-

gudang penyimpanan tidak cukup untuk menampunya. Keadaan gudang yang

penuh, menyebabkan barang-barang yang lain ditampung di lapangan

penumpukan barang yang sesungguhnya dapat menurunkan kualitas dari barang

itu sendiri. Karena kejadian ini, maka pemerintah meluaskan pelabuhan dengan

membangun gudang-gudang baru dan dermaga yang sekaligus dapat difungsikan

sebagai lapangan penumpukan.169

Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, bahwa sebagian

besar kuantitas ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan merupakan hasil-hasil

perkebunan dan komoditas-komoditas penunjangnya seperti kebutuhan sehari-

hari, perumahan dan kebutuhan lainnya. Selain hasil-hasil perkebunan, Pelabuhan

Belawan juga mengekspor hasil olahan ikan, serta hasil-hasil yang di dapat dari

hutan ataupun hasil-hasil pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:

168
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.
169
R. Broersma, op. cit., hlm. 416.

135

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 20.

Komoditas-komoditas yang Diekspor Melalui Pelabuhan Belawan


Tahun 1914-1926 dalam (KG)

Tahun
Komoditas
1914 1915 1916 1917 1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926

Ikan asin 13.400 - - - - - - - - - - - -

Pinang 283.380 387.310 268.655 265.950 249.355 93.558 86.945 45.998 65.170 177.556 313.275 442.158 487.106

Kopra 418.890 479.030 400.250 381.322 436.436 692.370 2.124.594 1.114.122 2.214.199 2.121.015 2.606.477 3.490.714 3.007.815

Gambir - - 1.374 1.110 272.685 - - - 50 - 17 980 3.132

Karet 4.851.562 9.085.943 14.598.563 20.252.111 19.445.447 - - 25.017.614 30.523.050 38.184.111 40.894.291 38.491.384 44.321.160

Tembakau 16.729.833 20.810.842 20.749.861 4.487.907 3.209.822 37.248.848 20.579.109 14.389.301 15.112.190 15.036.855 18.226.927 16.602.924 15.207.721

Rotan 3.398.071 4.517.462 2.851.261 2.806.550 1.812.229 8.536 5.056 6.118 2.835 - 173.895 167.623 92.587

136

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Teh 214.527 638.072 1.532.168 1.791.437 2.388.594 - - 1.936.797 6.218.169 6.841.944 7.269.272 6.549.849 6.571.949

Kopi 902.396 1.188.552 2.600.605 290.652 32.354 2.373.727 1.698.504 1.388.801 1.209.990 - 335.913 105.916 165.314

Sayuran - 791.380 2.138.457 3.456.755 1.774.482 - 1.818.154 2.277.865 1.648.270 2.786.450 1.360.793 3.592.173 -

Kelapa sawit - - - - - 180.685 359.698 2.459.451 2.544.287 11.437.115 1.036.924 3.318.193 9.776.674

Serat - - - - - - 717.802 4.432.220 7.651.069 11.438.505 16.212.873 19.319.796 21.838.255

Minyak Bumi - - - - - - - - 2.819.424 2.121.015 2.606.102 3.490.714 1.910.948

Sumber: Data diolah dari tebitan berkala “Verslag van de Handelsvereeniging te Medan Over het Jaar 1918-1926”.

137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari tabel 18 di atas, ekspor ikan asin di Pelabuhan Belawan terhenti

sampai tahun 1915. Berhentinya ekspor ikan asin di Pelabuhan Belawan karena

pusat perikanan di Sumatera Timur sebenarnya adalah Pelabuhan Bagan Siapi-

Api dan pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur seperti Tanjung

Balai, Labuhan Bilik, Tanjung Tiram dan lainnya. Kuantitas ekspor ikan asin di

Pelabuhan Bagan Siapi-api cukup besar sehingga ditetapkan sebagai pelabuhan

perikanan di Hindia Belanda. Berbeda halnya dengan Pelabuhan Belawan yang

lebih terkonsentrasi dengan ekspor hasil-hasil perkebunan di Sumatera Timur.170

Untuk hasil-hasil perkebunan, misalnya tembakau dari tahun ke tahun

terus mengalami penurunan jumlah produksi. Penurunan jumlah produksi

tembakau dikarenakan pada awal tahun 1910-an, di Sumatera Timur khususnya

telah dikenal berbagai tanaman keras lainnya seperti karet, kelapa sawit, teh,

serat/sisal dan lainnya. Alasan lain penurunan tersebut adalah banyak para

pengusaha perkebunan merasa kecewa dengan kualitas tembakau yang dihasilkan

di luar wilayah Deli, Serdang dan Langkat. Kekecewaan tersebut beralasan karena

setelah dilakukan penelitian ternyata tembakau dengan kualitas baik hanya

tumbuh di wilayah antara Sungai Ular dan Sungai Wampu. Karena alasan

tersebut, maka banyak para pengusaha perkebunan mulai mencari tanaman

pengganti tembakau. Alasan lainnya adalah karena masalah-masalah pemasaran

170
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het Jaar 1940, hlm. 265.

138

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


harga tembakau yang fluktuatif sehingga mempengaruhi jumlah produksi

tembalau.171

Tanaman keras pertama yang mulai dilakukan percobaan penanamannya

adalah kopi, berdasarkan data di atas, produksi kopi dari tahun ke tahun

mengalami fluktuatif. Perkebunan kopi untuk Sumatera Timur adalah wilayah

Serdang. Diawal-awal penanaman, produksi kopi mengalami peningkatan hingga

ditahun-tahun berikutnya, produksi kopi terus mengalami penurunan. Kemudian

planters kopi merasa bahwa percobaan penanaman kopi juga mengalami

kegagalan. Bebarengan dengan kopi, para planters juga menanam karet yang

dimulai pada tahun 1910-an. Penanaman karet disebabkan karena tumbuhnya

industri otomotif di Eropah dan Amerika.172 Pada tabel 18, produksi karet yang

diekspor melalui Pelabuhan Belawan dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Banyaknya jumlah produksi karet yang dikirim melalui Pelabuhan

Belawan karena banyak perusahaan perkebunan karet yang mengandalkan kereta

api untuk mengangkut hasil produksi yang kemudian dilanjutkan dengan

pengiriman menggunakan kapal.

Komoditas perkebunan lainnya adalah gambir, komoditas ini merupakan

hasil produksi dari ondernemingGunong Melayu Plantation. Co. Onderneming

tersebut merupakan onderneming yang menanam dan mengusahan tanaman

gambir. Gambir tumbuh subur di wilayah Asahan. Hasil-hasil produksi gambir

171
Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di
Sumatera Timur 1863-1947, (terj. J. Rumbo) Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1985, hlm. 72-74.
172
Ibid., hlm. 74-76.

139

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang dikelola oleh perusahaan ini sangat prestisius dan melimpah

setiaptahunnya.173 Produksi gambir pada tahun 1908 sebesar 3,5 juta KG, namun

pengiriman melalui Pelabuhan Belawan hanya sedikit. Gambir banyak dikirim

melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Hal ini dipilih karena pertimbangan

ekonomis serta jarak yang lebih dekat jika harus dikirim ke Pelabuhan Belawan.174

Komoditas ekspor lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah komoditas

kelapa sawit. Pada abad ke-19, kelapa sawit ditanam karena meningkatnya bahan

baku untuk memproduksi mentega dan sabun di Eropah dan Amerika, dengan

demikian berkembang pula industri ekspor kelapa sawit.175 Keadaan ini menarik

simpati pemerintah Kolonial Belanda yang membuka kesempatan besar bagi

investor maupun perusahaan swasta untuk menanamkan modalnya maupun

membuka perkebunan yang baru yakni perkebunan kelapa sawit.

Pada tahun 1911 telah berdiri beberapa perkebunankelapa sawit yang

besar di Sumatera Timur. Sejak saat itu, wilayah Sumatera Timur menjadi salah

satu penghasil kelapa sawit yang terbesar di dunia disamping Afrika bahkan

melampauinya.176 Produksi minyak kelapa sawit tahun 1925-1940 menunjukkan

adanya peningkatan yang signifikan, sehingga sampai tahun 1939 produksi

minyak kelapa sawit di Sumatera Timur mencapai 251.000 ton.

173
J. Gordon Parker, Asahan Genuine Gambier, London: A. Runge & Co., 1913, hlm. 3.
174
Ibid.,hlm. 9.
175
Panangian, Panggabean “ Lahirnya Kota Medan Sebagai Pelabuhan Ekspor Hasil-hasil
Perkebunan 1863-1940” Tesis S-2 belum diterbitkan, Yogyakarta: Pascasarjana UGM, 1988,hlm.
72.
176
Ibid.,hlm 73.

140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jumlah produksi kelapa sawit yang dikirim melalui Pelabuhan Belawan

terus mengalami peningkatan. Alasan dijadikannya Pelabuhan Belawan sebagai

sarana pengiriman hasil produksi perkebunan kelapa sawit adalah tersedianya

fasilitas penyimpanan minyak kelapa sawit yang cukup layak sehingga dapat

menjaga kualitas produk sebelum dikirim melalui kapal. Tanker penyimpanan

minyak kelapa sawit di Pelabuhan Belawan dikelola oleh perusahaan swasta

maupun pemerintah. Perusahaan swasta yang mengelola tanker penyimpanan

adalah Deli Tanker Bedrijft.177 Untuk tahun-tahun berikutnya terutama awal tahun

1930-an produksi kelapa sawit yang dikirim melalui Pelabuhan Belawan terus

mengalami peningkatan seperti yang dituliskan pada tabel 19 di bawah. Selain

kelapa sawit, di Pelabuhan Belawan juga mengekspor hasil perkebunan teh. Teh

dikirim dengan moda kereta api dari perkebunan teh di Simalungun dan Asahan.

Ekspor teh di Pelabuhan Belawan terus mengalami peningkatandaritahunketahun.

Selain mengekspor hasil-hasil perkebunan, Pelabuhan Belawan juga

mengekspor hasil-hasil produksi pertanian dan hasil hutan seperti kopra, sayur

dan pinang serta rotan. Kopra banyak dihasilkan di daerah Batubara, hasil

produksi kopra dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Sementara untuk

pinang jumlah produksi masih mengalami fluktuasi. Untuk hasil hutan yakni rotan

dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Hal yang tidak kalah penting dari

hasil pertanian adalah sayur. Sayur diangkut dari Tanah Karo dan diekspor di

Pelabuhan Belawan. Untuk lebih jelasnya lanjutan data ekspor di Pelabuhan

Belawan dapat dilihat pada tabel 19 di bawah ini:

177
MvO Gouverneur Oostkust van Sumatra, C. J. van Kempen, 02 Agustus 1924-01 Juli
1928, hlm. 397.

141

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 21.

Komoditas-komoditas yang Diekspor Melalui Pelabuhan Belawan


Tahun 1927-1940 dalam (KG)

Tahun
Komo
ditas
1927 1928 1929 1930 1931 1932 1933 1934 1935 1936 1937 1938 1939 1940

Pinan 310.312 229.635 352.492 386.161 200.232 64.749 95.424 83.078 393.808 664.487 645.981 751.430 955.718 547.565
g

Kopra 3.068.692 3.741.811 4.223.407 2.213.759 2.520.454 3.288.508 3.364.564 2.507.604 2.313.896 - 1.514.789 1.848.315 1.896.711 728.393

Karet 51.407.054 54.508.845 68.570.734 58.230.456 67.376.079 55.221.011 62.322.489 60.968.081 67.241.596 58.217.736 77.715.519 75.816.062 70.882.227 111.852.552

Temb 21.286.549 17.430.852 - - - - - - - - - 11.928.000 8.884.000 11.843.000


akau

Teh 6.650.503 7.186.938 8.346.572 8.578.313 10.149.658 11.284.456 9.269.945 9.029.233 8.331.451 9.366.901 9.366.901 9.959.596 10.054.117 9.146.499

Kopi - - - - - - - - - - 2.398.020 1.928.000 1.382.000

Sayur - - - - - - - - - - - 1.380.000 1.079.000 740.000


an

142

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelap
a 16.946.822 20.102.238 28.043.195 40.881.966 48.980.501 60.889.186 87.941.684 90.133.930 109.264.104 135.570.138 155.605.784 172.106.242 179.732.000 128.350.825
sawit

Serat 27.902.818 26.345.450 32.264.094 40.220.684 42.355.075 54.213.487 61.585.148 37.522.095 57.092.174 40.006.451 50.698.455 49.792.560 62.119.785 52.105.942

Sumber: Data diolah dari tebitan berkala “Verslag van de Handelsvereeniging te Medan Over het Jaar 1918-1926”.

143

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel di atas yakni antara tahun 1927 hingga 1940, merupakan masa

krisis ekonomi dunia atau lebih dikenal dengan malaise. Walaupun terjadi krisis

ekonomi di dunia yang tentu saja berdampak pada perekonomian Hindia Belanda

termasuk Sumatea Timur, namun tidak membawa dampak berarti bagi komoditas-

komoditas perkebunan seperti karet, kopra, teh, kelapa sawit dan sisal. Dari tahun-

ke tahun jumlah produksi yang diekspor melalui Pelabuhan Belawan terus

mengalami peningkatan. Misalnya karet dari tahun ke tahun mengalami kenaikan

sebesar kurang lebih 5%, meskipun pada tahun 1930 dan 1932 karet menurun

namun jumlah penurunannya tidak begitu drastis.

Selain karet, yang mengalami peningkatan meskipun terjadi krisis

ekonomi dunia adalah kelapa sawit, teh dan sisal atau serat. Ketiga komoditas ini

dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Misalnya untuk komoditas teh,

setiap tahunnya mengalami peningkatan kurang lebih sebesar 20% setiap

tahunnya. Sementara untuk sisal atau serat, setiap tahunnya mengalami

peningkatan kurang lebih sebesar 17%. Untuk kelapa sawit, setiap tahunnya

mengalami peningkatan kurang lebih sebesar 27%. Untuk tembakau, data antara

tahun 1929 hingga 1937 tidak dihitung dalam kilogram. Mulai tahun 1929,

tembakau mulai dihitung dalam bal, sehingga untuk pengiriman tembakau tidak

dihitung dalam kilogram melainkan dalam bal.

Untuk pinang dan kopra yang merupakan hasil pertanian rakyat kedua

komoditas ini mengalami fluktuasi terutama pada antara tahun 1930 hingga tahun

1934. Dalam kurun waktu lima tahun jumlah komoditas mengalami penurunan

karena terjadinya krisis ekonomi. Akan tetapi setelah tahun 1935, jumlah produksi

145

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dari kedua komoditas ini meningkat kembali sejalan dengan membaiknya

perekonomian Hindia Belanda setelah masa krisis ekonomi dunia. Terjadi

penurunan kembali setelah politik di dunia terus bergejolak terutama di tahun-

tahun menjelang Perang Dunia II. Gejolak ekonomi tentu saja mempengaruhi

perekonomian yang berdampak pada tidak stabilnya aktivitas pelayaran dan

perdagangan di dunia.

Selain komoditas ekspor, di Pelabuhan Belawan juga melayani impor.

Biasanya komoditas-komoditas impor di Pelabuhan Belawan merupakan barang-

barang kebutuhan sehari-hari yang diproduksi di luar wilayah Sumatera Timur.

Selain kebutuhan sehai-hari, barang-barang yang diimpor di Pelabuhan Belawan

adalah barang-barang industri, kebutuhan perkebunan dan lainnya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini sebagai berikut:

Tabel 22.
Barang-barang Impor atau Komoditas yang Diimpor di Pelabuhan Belawan
tahun 1931-1935

Komoditas/
Satuan 1931 1932 1933 1934 1935
Barang

Atap Ton 1.978 2.904 2.050 1.720 2.147

Tepung Ton 5.738 5.170 5.747 5.807 4.771

Beras Ton 95.277 64.678 62.126 53.749 53.578

Ikan asin Ton 2.480 2.221 1.991 1.812 1.733

Pupuk Ton 25.784 10.130 9.971 18.623 10.937

146

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Semen Ton 9.878 8.179 7.071 2.983 1.827

Minyak kelapa Liter 773.154 378.671 314.370 634.370 321.129

Manufaktur Gulden 9.576.446 5.345.812 4.021.890 4.310.702 6.317.927

Sumber: MvO van Gouverneur der Oostkust van Sumatra, JHR. B. C. C. M. M.


van Suchtelen, 29 Juni 1933 – 31 Januari 1936, hlm. 276.
Dari tabel di atas, barang-barang yang diimpor di Pelabuhan Belawan

adalah kebutuhan sehari-hari seperti beras, ikan asin, tepung dan minyak kelapa.

Kentuhan yang lain adalah kebutuhan untuk keperluan perkebunan dan rumah

tangga seperti atap, manufaktur, semen dan pupuk. Jika dilihat dari jumlah

kuantitas maupun nilainya, setiap tahunnya jumlah dan nilai impor di Pelabuhan

Belawan mengalami penurunan. Alasan mengalami penurunan karena keadaan

ekonomi dunia yang belum stabil dan keadaan keamanan politik dunia yang

belum menjamin aktivitas perdagangan dan pelayaran.

Jika keterangan-keterangan di atas menjelaskan volume dan nilai masing-

masing komoditas atau barang yang diekspor dan impor, maka pada tabel 21 akan

membahas volume dan nilai ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan. Berikut

adalah tabel yang menyajikan volume dan nilai ekspor dan impor dari dan ke

Pelabuhan Belawan sebagai berikut:

Tabel 23.
Volume dan Nilai Ekspor dan Impor dari dan ke Pelabuhan Belawan
Tahun 1914-1940

Volume x 1000 ton Nilai x ƒ 1000


Tahun
Ekspor Impor Total Ekspor Impor Total

1914 23.666 259.000 16.267 25.193

147

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1915 30.974 238.000 30.912 24.001

1916 35.882 269.000 73.442 34.084

1917 24.172 283.000 48.778 31.106

1918 21.729 271.000 - - -

1919 75.264 - - - - -

1920 54.037 - - - - -

1921 53.035 - - - - -

1922 68.092 88.001 - - -

1923 85.657 78.214 128.540 42.341

1924 94.095 68.468 170.287 42.942

1925 101.772 79.541 208.886 55.367

1926 113.610 80.242 233.457 66.182

1927 150.853 291.442 233.968 74.427

1928 153.544 303.374 170.091 78.684

1929 314.659 314.659 83.017 83.017

1930 - 295.455 - - 71.519 -

1931 - 214.853 - - 45.422 -

1932 - 152.942 - - 27.454 -

1933 - 151.467 - - 23.656 -

1934 154.231 154.231 25.125 25.125

148

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1935 153.226 153.226 21.563 21.563

1936 148.114 148.114 22.317 22.317

1937 184.720 184.720 37.363 37.363

1938 368.830 194.859 87.331 35.096

1939 415.915 190.899 93.423 33.494

1940 398.402 120.830 131.915 32.080

Sumber: Data-data dalam tabel di atas disusun dan diolah berdasarkan sumber
dari Departement Der B.O.W Mededeelingen en Rapporten,
“Nederlandsch-Indishe Havens”, Deel I, Februari 1920; Jaarverslag der
Haven Belawan 1925; dan Verslag den Handelsvereeniging te Medan
Over Het Jaar 1918-1940.

Penurunan baik nilai ataupun volume ekspor dan impor di Pelabuhan

Belawan secara mencolok baru mulai terjadi tahun 1930 dan terus-menerus

berlangsung rata-rata kurang lebih sebesar 14% pertahun hingga berakhirnya

kekuasaan Belanda di Sumatera Timur khususnya. Dari data-data di atas, aktivitas

ekspor dan impor melalui Pelabuhan Belawan, dapat diketahui baha sampai

sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1930, telah terjadi pertumbuhan ekonomi

yang positi di Sumatera Timur. Pada periode ini juga banyak perusahaan

perkebunan yang menutup atau menggabungkan perusahaannya dengan

perusahaan yang lainnya. Mengenai krisis ekonomi yang terjadi di Sumatera

Timur sebagai akibat dari depresi ekonomi 1930 atau krisis ekonomi malaise,

banyak komoditas-komoditas perkebunan tertimbun di Pelabuhan Belawan karena

daya beli hasil perkbunan menurun drastis. Dari data di atas juga, pada tahun 1930

merupakan awal kemunduran aktivitas ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan.

149

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

JARINGAN PELAYARAN PELABUHAN BELAWAN


1886-1942

Bab ini menceritakan jaringan pelayaran yang terbentuk ataupun

dibentuk di Pelabuhan Belawan. Sebelum membahas jaringan pelayaran, dalam

bab ini akan dibahas terlebih dahulu mengenai Pelabuhan Belawan ditetapkan

sebagai pelabuhan samudera. Penetapan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan

samudera sangat menguntungkan bagi pelayaran dan perdagangan sehingga dapat

dikatakan bahwa Pelabuhan Belawan adalah pusat pelayaran dan perdagangan di

wilayah Sumatera Timur. Sebagai pusat pelayaran dan perdagangan, jaringan

pelayaran di Pelabuhan Belawan dapat dikategorikan dengan tiga jenis yakni

jaringan pelayaran lokal yang melayani rute pelabuhan-pelabuhan kecil di

Sumatera Timur, jaringan pelayaran regional yang melayani rute daerah-daerah

seberang maupun pelabuhan lainnya yang ada di Hindia-Belanda. Serta jaringan

pelayaran internasional yang melayani rute ke negara-negara di Asia, Eropah dan

Amerika.

5.1 Belawan Ditetapkan sebagai Pelabuhan Samudera

5.1.1 Latar Belakang Ditetapkan

Pertumbuhan industri perkebunan yang semakin berkembang di

Sumatera Timur, dan dibarengi dengan perkembangan perekonomian Hindia

150

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belanda, membuat aktivitas pelayaran dan perdagangan khususnya Sumatera

Timur semakin berkembang pula. Banyaknya perkebunan di Sumatera Timur

maka banyak pula hasil produksi yang dihasilkan. Hasil produksi perkebunan

membutuhkan sarana untuk mengangkut dan menyalurkan ke negara yang

membutuhkannya. Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan besar di Sumatera

Timur, maka banyak yang menggunakannya sebagai sarana pengiriman hasil-hasil

produksi. Tidak hanya mengirimkan hasil-hasil perkebunan, dari Pelabuhan

Belawan juga disalurkan kebutuhan-kebutuhan sehari-hari serta untuk keperluan

industri perkebunan.

Padatnya aktivitas perdagangan di Pelabuhan Belawan, menjadikannya

salah satu pelabuhan tersibuk di Hindia Belanda. 178 Banyak kapal-kapal yang

menunggu berhari-hari baik untuk membongkar muatan ataupun memuat barang.

Tentu saja hal ini merugikan perusahaan-perusahaan pelayaran karena memakan

waktu yang lama. Atas keadaan ini, Komisi Pemerintaan yang beranggotakan Van

Goor, Wenckebach dan van Stipriaan Luiscius serta perwakilan dari Direktur

B.O.W, Pemerintahan Sumatera Timur dan Kepala Inspektur Dinas

Perkeretaapian membentuk komisi untuk melakukan studi kelayakan

pembangunan pelabuhan samudera. Studi kelayakan yang dilakukan

merencanakan untuk mencari tempat yang cocok, apakah tetap di Pelabuhan

178
T. Volker, Van Oerbosch Tot Cultuurgebied: Een Schets van de Betekenis van De
Tabak, De Andere Cultures en De Industrie Ter Oostkust van Sumatra, Medan: TYP. Varekamp &
Co., 1928, hlm. 256.

151

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belawan dengan memperluasnya atau mencari daerah lain yang dianggap

memenuhi kriteria.179

Setelah pembentukan komisi tersebut, maka beberapa tempat diusulkan

dengan alasannya masing-masing. Pertama, Teluk Langsa, jika pelabuhan

samudera dibangun di tempat ini, maka dapat mengontrol wilayah Sumatera

Timur dan Aceh. Selain itu, pemilihan tempat ini merupakan alasan politik yakni

untuk mempermudah pengiriman kapal-kapal perang yang dikirim ke Aceh untuk

menguasai wilayah Aceh sepenuhnya. Kedua, Teluk Aru, Komandan Angkatan

Laut dan Direktur B.O.W meyakinkan jika pelabuhan samudera dibangun di

Telauk Aru maka perdagangan akan tumbuh dengan pesat. Hal yang dapat

meyakinkan lagi adalah terdapat pusat ekploitasi minyak bumi di Langkat yang

dekat jaraknya dengan Teluk Aru. Jika pihak DSM berkenan untuk membangun

rel yang menghubungakan daerah-daerah perkebunan dengan Teluk Aru, maka

dapat dipastikan Teluk Aru menjadi pusat perdagangan dan pelayaran di Sumatera

Timur.180

Pada September 1909, wakil pemerintahan, Direktur B.OW dan Kepala

Inspektur Dinas Perkeretaapian membentuk komisi yang disebut dengan

“Aroebaai-commissie”. Tugas dari komisi ini adalah melakukan studi kelayakan

lokasi, iklim dan gelombang di Teluk Aru. Selain itu, komisi ini juga bertugas

untuk membuat angggaran serta rencana pembangunan pelabuhan samudera di


179
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.
180
Wouter Cool, Belawan-Oceaanhaven, Batavia: Departement der Burgerlike Openbare
Werken Afdeeling Havenwezen, 1917, hlm. 5.

152

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Teluk Aru. Pada November 1909, komisi ini menyiapkan rancangan pelabuhan

samudera di Teluk Aru dengan panjang dermaga 180 meter untuk pelayaran

samudera yang terhubung langsung dengan jalur kereta api. Jalan-jalan menuju

pelabuhan terhubung dengan emplasemen, termasuk juga lengkap dengan

fasilitas-fasilitas pendukung seperti gedung bea dan cukai, perkantoran,

pergudangan dan lainnya. Dalam rancangan tersebut telah dilengkapi dengan

rencana pembangunan saluran-saluran air yang dikenal dengan “Sembilangeul”.181

Total keseluruhan pembangunan pelabuhan samudera di Teluk Aru yang

direncanakan oleh “Aroebaai-commissie” adalah sebesar 25 juta gulden, dan 10%

anggarannya didapatkan dari pinjaman perusahaan-perusahaan swasta seperti

DSM, BPM dan Atjehtram Mij. Meskipun demikian, Pemerintah Hindia Belanda

tetap mengkaji ulang rancangan yang telah dibuat oleh anggota “Aroebaai-

commissie”. Untuk itu, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya mengundang

Insinyur Kraus dan De Jongh untuk mempelajari rencana pembangunan

pelabuhan samudera di Sumatera Timur dan khususnya Teluk Aru. 182

Pada Mei 1910, Gubernur Jenderal mengirim telegraf kepada Insinyur

Kraus dan De Jongh. Isi dari telegraf tersebut adalah Gubernur Jenderal

mengundang Insinyur Kraus dan De Jongh untuk meninjau keadaan Pelabuhan

Belawan dan memberi pengarahan kepada komisi rencana pembangunan

181
Medeelingen en Rapporten, Nederlandsch-Indisch Haven, Havenwezen No. 5, Deel I,
Batavia: Departement der Burgerlijke Openbare Werken, 1920, hlm. 70-71.
182
Wouter Cool, op. cit., hlm. 6-7.

153

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelabuhan samudera di Sumatera Timur.183Pada 02 Juni 1910, Insinyur Kraus dan

De Jongh tiba di Belawan dan melihat keadaan Pelabuhhan Belawan. Selain

melihat Pelabuhan Belawan, Insinyur Kraus dan De Jongh juga mempelajari

rancangan pembangunan pelabuhan samudera di Teluk Aru. 184

Setelah melihat dan mempelajari rancangan pembangunan pelabuhan

samudera, Insinyur Kraus dan De Jongh kemudian memutuskan bahwa yang ocok

menjadi pelabuhan samudera adalah Pelabuhan Belawan. Pelabuhan samudera di

Teluk Aru tidak dipilih karena letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan

Sumatera Timur, Medan, dan jauh dari kantung-kantung perkebunan di Sumatera

Timur. Selain itu, jika membangun ulang pelabuhan, maka membutuhkan biaya

yang besar dan proses pembangunannya juga memakan waktu yang lama

sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan mengingat pelayaran dan

perdagangan di Sumatera Timur terus berkembang.185

Agar Pelabuhan Belawan memenuhi kriteria sebagai pelabuhan

samudera, maka Insinyur Kraus dan De Jongh memberi saran perlu dilakukan

perluasan di Pelabuhan Belawan. Saran ini diberikan oleh Insinyur Kraus dan De

Jongh karena setelah melihat keadaan Pelabuhan Belawan yang letaknya berada di

muara, maka diperlukan perluasan disisi utara-timur yang dekat dengan pantai.

Selain saran untuk dilakukan perluasan pelabuhan, Insinyur Kraus dan De Jongh

183
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.
184
Medeelingen en Rapporten, op. cit., hlm. 72.
185
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.

154

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


juga memberi beberapa masukan untuk pengelolaan pelabuhan samudera.

Beberapa masukan tersebut adalah:186

(1). Selama ini, pengelolaan Pelabuhan Belawan selalu dicampuri oleh

perusahaan DSM, sehingga pengelolaannya kurang berkembang.

Untuk itu, jika ingin menjadi pelabuhan samudera, maka Pelabuhan

Belawan harus berdiri secara mandiri dapat mengelolanya.

(2). Disamping perluasan Pelabuhan Belawan, perlu dilakukan pengerukan

secara periodik di muara Sungai Belawan tempat dimana Pelabuhan

Belawan berada dan harus dilengkapi dengan kolam-kolam

penampungan air.

(3). Untuk perluasan Pelabuhan Belawan maka diperlukan anggaran

sekitar 600.000 gulden yang dipergunakan untuk penataan dan

pembangunan saluran-saluran air serta penerangan dan jalan menuju

pelabuhan.

(4). Perlu menaikkan tarif pada muatan kapal tertentu dengan kriteria

tonnase yang cukup besar.

(5). Perlu penambahan mesin pengeruk lumpur untuk merawat kanal-kanal

yang dibangun untuk tempat istirahatnya kapal-kapal yang hendak

membongkar dan memuat barang.

Masukkan yang diperintahkan oleh Insinyur Kraus dan De Jongh ini

menjadi panduan bagi perencanaan pembentukan Pelabuhan Samudera Belawan.

Realisasi dari masukkan tersebut adalah melepaskan DSM dalam pengelolaan

186
Wouter Cool, op. cit., hlm. 7-8.

155

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pelabuhan Belawan yakni pada tahun 1912. Setelah benar-benar Pelabuhan

Belawan dikelola oleh pemerintah melalui Departemen B.O.W, maka penataan-

penataan mulai dilakukan yang salah satunya adalah mempeluas pelabuhan

dengan mengarah ke pantai.187

Dipilihnya Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan samudera, maka

Komisi Pembangunan Pelabuhan Samudera Teluk Aru atau “Aroebaai-

commissie” segera dibubarkan karena mereka lebih fokus untuk pembangunan

dan pengembangan Pelabuhan Belawan untuk menjadi pelabuhan samudera.

Meskipun rencana pembangunan pelabuhan di Teluk Aru gagal, pemerintah tetap

membangunnya sebagai pelabuhan terlebih lagi letaknya yang tidak jauh dari

perusahaan BPM sehingga membutuhkan pelabuhan untuk mengirim hasil

tambang minyak bumi.188

Alasan lain pembentukan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan

samudera adalah karena letaknya yang strategis di Selat Malaka sehingga

Pemerintah Hindia Belanda menangkap peluang tersebut. Hal ini semakin

didukung dengan perkembangan perekonomian di Sumatera Timur yakni disektor

perkebunan. Letaknya yang strategis banyak dilalui pelayaran-pelayaran

internasional sehingga memungkinkan untuk meningkatkan pelayaran.

187
Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een Oceanhaven te Belawan,
Algemene Seretarie Groote Bundel Besluiten, No. 2114, ANRI.
188
Wouter Cool, op. cit., hlm. 7-8.

156

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Banyaknya kapal-kapal yang singgah di Pelabuhan Belawan tentu saja akan

meningkatkan pendapatan bagi Pemerintah Kolonial Belanda. 189

Hal yang paling penting yang tidak dapat diabaikan alasan penetapan

Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan samudera adalah persaingan pelayaran

antara Inggris dengan Belanda. Pelabuhan-pelabuhan yang dikelola oleh Inggris di

Semenanjung Malaya seperti Penang dan Singapura sukses menjadi pelabuan

transito di Selat Malaka. Kesuksesan ini tidak terlepas dari suksesnya Inggris

dalam pelayaran di dunia. Melalui kedua pelabuhan ini, Pemerintah Inggris di

Semenanjung Malaya dapat mengontrol dan melakukan hubungan dagang dengan

pelabuhan-pelabuhan kecil di sekitar Selat Malaka. Hal inilah yang tidak

dilakukan oleh Belanda di Sumatera khususnya Sumatera Timur. Setelah melihat

kesuksesan Inggris mengelola pelabuhan-pelabuhan di Selat Malaka, maka

Belanda mulai menaruh perhatian dengan menetapkan Pelabuan Belawan sebagai

pelabuhan samudera. Penetapan pelabuhan samudera di Belawan karena

Pemerintah Kolonial Belanda ingin mengurangi ketergantungan terhadap

pelabuhan transit yang dikelola oleh Inggris. Setelah ditetapkannya Pelabuhan

Belawan sebagai pelabuhan samudera, maka ditahun-tahun awal penetapannya

banyak pelabuhan-pelabuhan kecil beralih yang awalnya transit di Penang dan

Singapura, kemudian transit ke Pelabuhan Belawan. Hal ini tentu saja dapat

menekan ketergantungan tidak transit ke Penang dan Singapura sebesar 7%. 190

189
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het Jaar 1920, hlm. 162.
190
Christopher Airries, “Port-Centered Transport Development in Colonial North
Sumatra” dalam Indonesia,Vol. 59 (April 1995), hlm. 76-77.

157

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.1.2 Perluasan Pelabuhan Belawan

Sesuai dengan saran Insinyur Kraus dan De Jongh, untuk menjadikan

Belawan sebagai pelabuhan samudera, maka perlu dilakukan perluasan pelabuhan

termasuk pembangunan fasilitas-fasilitas penunjang pelabuhan. Perluasan

pelabuhan pertama dilakukan dengan membangun dermaga sepanjang 495 meter,

sedangkan untuk panjang dermaga yang berhadapan langsung dengan bangunan

adalah sepanjang 365 meter. Panjang lapangan penumpukan barang di Pelabuhan

Belawan adalah sepanjang 400 meter. Total dari perluasan Pelabuhan Samudera

Belawan adalah 35.000 M2. Terusan di Pelabuhan Belawan yang dibangun untuk

keperluan pelayaran samudera dibangun sepanjang 13 KM dengan lebar 50 meter

dan kedalaman dari terusan tersebut adalah 26 sampai 30 meter. Di terusan yang

dibangun juga dilengkapi dengan dua mesin penghisap lumpur (baggermolen).191

191
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het Jaar 1920, hlm. 170-171.

158

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Peta 4. Perencanaan Pembangunan Perluasan Pelabuhan Samudera Belawan

Sumber: Kaart van Haven Belawan, Inventaris Arsip Algemene Secretarie Grote Bundel Besluiten No. 7158, ANRI.

159

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Peta perencanaan di atas, sejalan dengan anggaran tahun 1917 yang

merupakan awal-awal penetapan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan

samudera. Pada anggaran tersebut diperlukan anggaran untuk masing-masing

pembangunan fasilitas penunjang. Fasilitas-fasilitas yang dibangun untuk

menunjang kegiatan pelabuhan adalah pembangunan dermaga, pembangunan

lapangan penimbunan barang dan pergudangan, jalan, pipa-pipa saluran airserta

penerangan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 24. Anggaran Pembangunan Pelabuhan Belawan Setelah Ditetapkan


sebagai Pelabuhan Samudera Tahun 1917

No. Pembangunan Dana (ƒ)

1 Dermaga untuk pelayaran samudera 6.547.000

2 Pergudangan dan kran 2.250.000

3 Jalan, pipa-pipa air, dan penerangan 400.000

4 Rumah dinas dan perkantoran 300.000

5 Pondok buruh angkut dan poliklinik 500.000

6 Pemasangan tegel pada dermaga 5.073.000

7 Pembangunan tak terduga 430.000

8 Jembatan dan terusan 3.500.000

Total 19.000.000

Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het Jaar 1920, hlm.
171.

Dari tabel di atas, anggaran yang paling besar adalah untuk pembangunan

dermaga dengan jumlah anggaran sebesar ƒ 6.547.000. Pembangunan lainnya

yang membutuhkan dana besar adalah pemasangan tegel pada dermaga sebesar ƒ

160

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.073.000, untuk jembatan dan terusan membutuhkan dana ƒ 3.500.000 dan

pembangunan pergudangan serta pemasangan kran derek membutuhkan dana

sebesar ƒ 2.250.000. Besarnya anggaran pembangunan dermaga adalah untuk

perencanaan kedepan agar tidak membangun lagi dikemudian hari. Dari

keseluruhan total dermaga yang dibangun adalah sepanjang 865 meter.

Pembangunan dermaga dan perluasan Pelabuhan Belawan dibutuhkan

karena untuk menampung pelayaran-pelayaran dari pelabuhan-pelabuhan kecil di

Sumatera Timur. Tujuannya adalah agar kapal-kapal yang berlayar dari

pelabuhan-pelabuhan kecil di Sumatera Timur tidak lagi transit di Penang maupun

Singapura. Selain itu, tujuan pembangunan dan perluasan Pelabuhan Belawan

adalah untuk meminimalisir keterlambatan bongkar muat barang di Pelabuhan

Belawan karena semakin banyaknya barang-barang yang diekspor maupun

diimpor. Semakin banyaknya barang-barang maka dibutuhkan pergudangan dan

dermaga untuk penyimanan barang sementara serta untuk bersandarnya kapal-

kapal.192

Lapangan terbuka pelabuhan atau emplasemen dalam proses

pembangunannya selalu diawasi oleh pengawas dari dinas urusan pelabuhan

Departemen B.O.W. Misalnya pada tahun 1918, pengawas dari dinas urusan

pelabuhan Departemen B.O.W melaporkan bahwa progres pembangunan

emplasemen berjalan dengan baik. Emplasemen dibangun secara horizontal

dengan dilengkapi tiang-tiang yang terbuat dari besi maupun kayu, serta tiang-

tiang tersebut diberi atap dan seng. F. A. W. Mijneken beserta asistennya, Ali Sati
192
Wouter Cool, op. cit., hlm. 26.

161

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


seorang insinyur dari dinas urusan perairan Departemen B.O.W, meupakan orang

yang merancang pembangunan emplasemen. Bersama kedua orang tersebut turut

juga H. G. Gerrits seorang insinyur kelas satu dari dinas urusan

pelabuhanDepartemen B.O.W. Proyek pembangunan emplasemen selesai pada

tahun 1918 sesuai dengan perjanjian kontrak yang telah disepakati.193

Tiga tahun kemudian yakni pada tahun 1921, tiga lapangan terbuka

kembali dibangun yang terletak di sebelah utara dari Pulau Belawan. 194 Pada tahun

1924, juga dilakukan pembangunan pergudangan di Pelabuhan Belawan.

Pembangunan kompleks pergudangan dibutukan karena banyaknya barang-barang

ekspor terutama hasil-hasil perkebunan menggunakan Pelabuhan Belawan sebagai

sarana pengiriman. Kompleks pergudangan yang dibangun letaknya berdekatan

dengan dermaga untuk pelayaran samudera.195

Berdasarkan data-data pada tabel sebelumnya bahwa perdagangan di

Pelabuhan Belawan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan ini

tentu saja menandakan semakin ramai pula aktivitas di Pelabuhan Belawan.

Ramainya aktivitas tentu harus sejalan dengan luasnya pelabuhan, untuk itu

Pelabuhan Belawan terus dikembangkan baik perluasan maupun pembangunan

fasilitas-fasilitas penunjang. Fasilitas-fasilitas dibangun agar kegiatan operasional

193
Nota van Afijkingen in het Ontwerp: “Het Uitbreiden van de Watervoorziening op het
Havenemplacement te Belawan”, Inventaris Arsip BOW 1914-1942, No. 3223, ANRI.
194
F. J. J. Dootjes, Kroniek 1931, Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut, 1932, hlm.
131.
195
Bestek en Voorwarden, Waarnaar Zal Worden Aanbesteed Het Bouwen van Een
Loods Aan de Oceaankade te Belaan op den Haven an Belawan, Weltevreden: Landsdrukkerij,
1924, hlm. 1-4.

162

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelabuhan semakin efektif dan efisien. Pada tahun 1927 misalnya dilakukan

kembali perluasan dan pembangunan Pelabuhan Belawan.

163

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Peta 5. Peta Perluasan Pelabuhan Belawan Tahun 1921-1927

Sumber:Christopher Airries, “Port-Centered Transport Development in Colonial North Sumatra” dalam Indonesia,Vol. 59 (April 1995)

164

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari peta di atas, empat tahun kemudian yakni tahun 1921, perluasan dan

pembangunan Pelabuhan Belawan selesai. Pembangunan yang dimulai sejak

tahun 1917 dilakukan secara bertahap. Tahapan pembangunan pertama adalah

pembukaan lahan untuk perluasan pelabuhan. Tahapan selanjutnya adalah

pembangunan fasilitas-fasilitas seperti dermaga, bangunan perkantoran,

pergudangan, perumahan serta fasilitas lainnya. Pembangunan fasilitas yang

paling penting di Pelabuhan Belawan adalah bunker penyimpanan minyak kelapa

sawit dan minyak bumi. Pembangunan ini dikarenakan pada tahun 1920-an

produksi kelapa sawit di Sumatera Timur merupakan yang tertinggi di dunia di

samping Afrika. Banyak perusahaan perkebunan yang menggunakan Pelabuhan

Belawan sebagai sarana untuk mengirim hasil-hasil panen perkebunan kelapa

sawit yang tentu saja menggunakan moda kereta api untuk mengantarkannya ke

Pelabuhan Belawan.

Perluasan dan pembangunan juga terus berlanjut hingga tahun 1927.

Pada tahun tersebut perluasan hanya meliputi penambahan dermaga,

pembangunan pergudangan dan lapangan terbuka untuk penumpukan barang.

Pembangunan pergudangan bertambah sejalan dengan membaiknya ekonomi di

Sumatera Timur. Pada periode tahun tersebut, dikenal dengan “economic boom”

yang dibarengi dengan melimpahnya hasil-hasil perkebunan di Sumatera Timur

terutama karet dan minyak kelapa sawit. 196 Bertambahnya komoditas secara

kuantitas maka perlu dilakukan perluasan karena banyak barang-barang yang

196
Thee Kian-Wie, Plantation Agriculture and Export Growth: An Economic History of
East Sumatra, 1863-1942, Jakarta: LEKNAS-LIPI, 1977, hlm. 90.

165

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tertunda pengirimannya karena menumpuknya barang-barang di Pelabuhan

Belawan terutama di gudang dan lapangan terbuka penumpukan barang.

Sampai tahun 1927, terdapat tujuh komplek pergudangan dan lapangan

penumpukan terbuka. Jumlah ini dirasa cukup untuk melayani pelayaran

internasional yang selama ini terkendala ruang. 197 Pada tahun itu juga, jalan dan

rel kereta api terhubung dengan pergudangan dan dermaga. Pembangunan

infrastruktur secara pararel tersebut bertujuan untuk memudahkan pengiriman dari

darat ke kapal. Luas keseluruhan lapangan penumpukan terbuka adalah 198.000

kaki dan luas ini bertambah enam kali lipat dari lapangan penumpukan terbuka

yang dimiliki Pelabuhan Belawan yang lama.198 Meskipun pembangunan terus

dilakukan, namun pada kenyataannya Pelabuhan Belawan tetap saja tidak dapat

menampung hasil-hasil perkebunan yang jumlahnya cukup banyak.

Melihat kondisi tersebut, Direktur B.O.W bersama dengan pegawai-

pegawai urusan pelabuhan (havenwezen) melakukan inspeksi ke Pelabuhan

Belawan secara langsung. Setelah melihat kondisi Pelabuhan Belawan cukup pada

dan perlu dilakukan perluasan lagi, maka Direktur B.O.W bersama dengan

pegawai-pegawai urusan pelabuhan (havenwezen) menginstruksikan perlu

dilakukan perluasan dan pembangunan kembali di Pelabuhan Belawan.

Pembangunan dan perluasan dilaksanakan pada tahun 1930. Perluasan dan

pembangunan yang dilakukan adalah memperluas lapangan terbuka pelabuhan,

197
F. J. J. Dootjes, loc. cit.
198
MvO Sumatra’s Oostkust Gubernur L.H.W. van Sandick 1928-1930, hlm. 128.

166

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


membangun jalan, membangun pipa-pipa saluran air, membangun kran,

membangun kantor-kantor baru, dan membangun pondok-pondok untuk kuli.199

Tabel 25. Anggaran Pembangunan Pelabuhan Belawan Tahun 1930

No. Pembangunan Dana (ƒ)

1 Lapangan terbuka 125.000

2 Jalan 50.000

3 Pipa-pipa saluran air 50.000

4 Kran 15.000

5 Perkantoran 50.000

6 Pondok untuk kuli 30.000

7 Ongkos 50.000

Total 370.000

Sumber: Werkplan Haven-Belawan Dienstjaar 1931, Inventaris Arsip


BOW No. 12118, ANRI

Tabel di atas menerangkan bahwa untuk pembangunan sejumlah fasilitas

di Pelabuhan Belawan pada tahun 1930 adalah sebesar 370.000 gulden. Jumlah ini

termasuk pembayaran ongkos pengerjaan pembangunan fasilitas-fasilitas di

Pelabuhan Belawan. Beberapa fasilitas perlu ditambah karena keadaannya yang

sudah mulai mengalami kerusakan. Kerusakan-kerusakan itu terutama pada kantor

duane dan ruang tunggu dekat dengan dermaga.200 Selain perkantoran, yang

mengalami kerusakan dan perlu untuk pembangunan baru adalah pondok bagi kuli

bongkar muat di Pelabuhan Belawan. Pondok-pondok yang dibangun terutama


199
Werkplan Haven-Belawan Dienstjaar 1931, Inventaris Arsip BOW No. 12118, ANRI.
200
Onderwerp Bouw van een Sectiekantoor en Wachthuistje met Stijger te Belawan,
Inventaris Arsip BOW No. 12114, ANRI.

167

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dekat dengan dermaga untuk pelayaran samudera karena untuk memudahkan para

kuli melakukan bongkar muat barang. Total luas keseluruhan kompleks, pondok-

pondok bagi kuli di Pelabuhan Belawan adalah 4.500 meter persegi. 201

Setelah pembangunan dan perluasan di Pelabuhan Belawan cukup, maka

yang perlu dilakukan adalah perawatan. Perawatan dilakukan agar fasilitas tetap

terjaga dan menghemat anggaran. Perawatan-perawatan yang dilakukan di

Pelabuhan Belawan terdiri dari perawatan selokan atau saluran pembuangan air,

perawatan jalan, dan lainnya. 202 Berikut adalah anggaran perawatan fasilitas di

Pelabuhan Belawan tahun 1939:

Tabel 26. Anggaran Perawatan Fasilitas Di Pelabuhan Belawan Tahun 1939

No. Perawatan Dana (ƒ)

1 Perawatan saluran pembuangan air 5.536,50

2 Perawatan pipa-pipa saluran air 12.058,83

3 Perawatan jalan 7.728,10

4 Perawatan lainnya 1.276,57

Total 26.600

Sumber: Begrooting van Kosten tot het Herstellen en verbeteren te Belawan


Dienstjaar 1939, Inventaris Arsip BOW No. 12125, ANRI.

Anggaran pada tabel di atas, secara periodik dapat berubah-ubah sesuai

dengan perawatan dan perbaikan yang dibutuhkan. Total biaya perbaikan yang

201
Nota van Toelichting Behoorende bij het Ontwerp Het Inrichten van een
Koelieoonkwartier, Inventaris Arsip BOW No. 12114, ANRI.
202
Begrooting van Kosten tot het Herstellen en verbeteren te Belawan Dienstjaar 1939,
Inventaris Arsip BOW No. 12125, ANRI.

168

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dilakukan di Pelabuhan Belawan adalah sebesar 26.600 gulden. Biaya ini belum

termasuk ongkos pengerjaan perawatan dan perbaikan. Perawatan dan perbaikan

ini secara rutin dilakukan setiap tahunnya untuk kelancaran operasional

pelabuhan.

5.2 Pelabuhan Belawan sebagai Pusat Perdagangan dan Pelayaran di


Sumatera Timur

Setelah Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai pelabuhan samudera,

maka secara otomatis aktivitas pelayaran dan perdagang di Sumatera Timur

terpusat di Pelabuhan Belawan. Hal ini didukung karena terintegrasinya jalur rel

kereta api dari daerah-daerah perkebunan di Sumatera Timur dengan Pelabuhan

Belawan. Terintegrasinya jalur kereta api ini tentu saja menguntungkan Pelabuhan

Belawan karena banyak perusahaan perkebunan yang menggunakan moda kereta

api. Selain itu, fasilitas yang lengkap juga menjadi pertimbangan perusahaan

perkebunan untuk menggunakan Pelabuhan Belawan sebagai sarana pengiriman

hasil-hasil perkebunan.

Pemusatan pengiriman di Pelabuhan Belawan ternyata berdampak pada

perekonomian di Sumatera Timur. Tidak hanya ekspor, pemusatan impor di

Sumatera Timur juga dilakukan di Pelabuhan Belawan. Alasan Pelabuhan

Belawan sebagai pusat impor di Sumatera Timur adalah terkoneksinya jalur kereta

api antara Belawan dengan daerah-daerah perkebunan di Sumatera Timur yang

dikenal sebagai wilayah hinterland dari Pelabuhan Belawan. Pemusatan

perdagangan di Sumatera Timur dapat dilihat pada persentase perbandingan antara

169

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pelabuhan Belawan dengan pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera

Timur.

Persentase perbandingan volume impor misalnya, rata-rata perbandingan

volume impor antara Pelabuhan Belawan dengan pelabuhan-pelabuhan kecil

lainnya adalah kurang lebih sebesar 65%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 27. Perbandingan Volume Impor antara Pelabuhan Belawan dengan


Pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur
Tahun 1927-1940(x 1.000 ton)

Total Impor
Total Impor di
Total Impor di Pelabuhan-
Tahun Pelabuhan Persentase
Sumatera Timur Pelabuhan
Belawan
Kecil

1927 405.048 291.442 113.606 71,95

1928 498.185 303.374 194.811 60,89

1929 504.055 314.659 189.396 62,43

1930 450.571 295.455 155.116 65,57

1931 318.935 214.853 104.082 67,37

1932 260.827 152.942 107.885 58,63

1933 271.803 151.467 120.336 55,72

1934 287.238 154.231 133.007 53,70

1935 290.935 153.226 137.709 52,66

1936 280.141 148.114 132.027 52,87

170

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1937 317.278 184.720 132.558 58,02

1938 399.353 194.859 204.494 48,79

1939 340.820 190.899 149.921 56,01

1940 205.555 120.830 84.719 58,79

Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1940, hlm.
113.

Berdasarkan keterangan pada tabel di atas, persentase terbesar terjadi

pada tahun 1927 yakni sebesar 71,95%. Tahun-tahun selanjutnya persentasi

pemusatan impor berdasarkan volume di Pelabuhan Belawan terus menurun

hingga tahun 1940 hanya 58,79%. Penurunan persentase ini akibat dampak dari

krisis ekonomi dunia. Selain persentase dalam volume impor, konsentrasi

Pelabuhan Belawan atas pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya dapat juga dilihat

dalam bentuk nilainya. Persentase ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 28. Perbandingan Nilai Impor antara Pelabuhan Belawan dengan


Pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur
Tahun 1923-1940(x ƒ 1.000)

Total Impor
Total Impor di
Total Impor di Pelabuhan-
Tahun Pelabuhan Persentase
Sumatera Timur Pelabuhan
Belawan
Kecil

1923 58.347 42.341 16.006 72,57

1924 62.566 42.942 18.624 70,23

1925 77.257 55.367 21.890 71,70

1926 90.387 60.670 29.717 67,12

171

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1927 102.600 74.427 28.263 72,48

1928 114.389 78.684 35.705 68,79

1929 124.159 83.017 41.142 66,86

1930 105.039 71.519 33.520 68,09

1931 62.872 45.422 17.450 72,24

1932 41.451 27.454 13.997 66,23

1933 36.039 23.656 12.383 65,64

1934 36.942 25.125 11.817 68,01

1935 32.350 21.563 10.787 66,65

1936 33.978 22.317 11.661 65,68

1937 53.576 37.363 16.213 69,74

1938 54.132 35.096 19.036 64,83

1939 48.422 33.494 14.928 69,17

1940 43.148 32.080 11.068 74,34

Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1940, hlm.
111.

Berdasarkan tabel di atas, persentase tertinggi nilai impor konsentrasi

Pelabuhan Belawan di Sumatera Timur terhadap pelabuhan-pelabuhan kecil

lainnya adalah sebesar 74,34% pada tahun 1940. Secara keseluruhan, jika dihitung

rata-ratanya setiap tahunnya mengalami kenaikan 5,17%. Nilai impor di

Pelabuhan Belawan yang tebesar disumbangkan oleh impor beras. Beras

172

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


merupakan kebutuan pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera

Timur. Beras diimpor dari Birma, Siam dan wilayah lainnya di Hindia Belanda.203

Selain nilai dan volume impor, dapat juga dilihat pada volume ekspor

yang melalui Pelabuhan Belawan. Perbandingan antara volume ekspor Pelabuhan

Belawan dengan volume ekspor pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera

Timur jika dirata-ratakan adalah sebesa kurang lebih 50%. Perbandingan ini tentu

saja cukup besar karena di pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya juga terdapat

perkebunan-perkebunan sehingga perkebunan tersebut mengirimnya melalui

pelabuhan kecil lainnya. Misalnya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dan

Pelabuhan Labuhan Bilik yang cukup banyak terdapat pekebunan kelapa sawit

dan karet. Lain halnya dengan Pelabuhan Pangkalan Berandan yang letaknya

tidak jauh dari pusat eksploitasi pertambangan minyak bumi yang dikelola oleh

BPM.204 Tabel di bawah ini akan menunjukkan persentase perbandingan volume

ekspor antara Pelabuhan Belawan dengan pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di

Sumatera Timur sebagai berikut:

Tabel 29. Perbandingan Volume Ekspor antara Pelabuhan Belawan dengan


Pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur
Tahun 1914-1925(x 1.000 ton)

Total Ekspor
Total Ekspor di
Total Ekspor di Pelabuhan-
Tahun Pelabuhan Persentase
Sumatera Timur Pelabuhan
Belawan
Kecil

203
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1940, hlm. 112.
204
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1925, hlm. 110-111.

173

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1914 59.074 23.666 28,60

1915 61.625 30.974 33,08

1916 65.555 35.882 35,36

1917 69.989 24.171 25,67

1918 60.729 21.729 26,27

1919 70.896 75.264 51,49

1920 59.795 54.037 47,47

1921 63.834 53.035 45,39

1922 64.755 68.091 51,26

1923 64.869 85.657 56,93

1924 74.047 94.095 55,96

1925 93.641 101.772 52,08

Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1925, hlm.
110-111.

Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase setiap tahunnya mengalami

fluktuasi. Penyebab fluktuasi tersebut adalah karena, pertama, antara tahhun 1914-

1918 telah terjadi Perang Dunia I, karenanya mempengaruhi pelayaran dan

pedagangan di Sumatera Timur khususnya Pelabuhan Belawan. Selain itu,

penyebab ketidakstabilan ini adalah karena pada tahun-tahun tersebut, Pelabuhan

Belawan sedang dipeluas untuk menjadi pelabuan samudera.205 Baru pada tahun

205
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1925, hlm. 111.

174

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1919 pesentasi meningkaat dengan pesat yakni sebesar 51,49%, ditahun-tahun

selanjutnya persentase terus meningkat hingga tahun 1925.

Informasi-infomasi yang tersaji pada tabel di atas merupakan bukti

bahwa Pelabuhan Belawan meupakan pusat perdagangan baik eksspor maupun

impor di Sumatera Timur. Jika berdasarkan data perdagangan menunjukkan

bahwa Pelabuhan Belawan menjadi pusat perdagangan di Sumatera Timur, maka

bukti itu juga dapat dilihat pada data perbandingan pelayaran antara Pelabuhan

Belawan dengan pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur. Data

tesebut tersaji pada tabel di bawah ini:

Tabel 30. Perbandingan Muatan Kapal antara Pelabuhan Belawan dengan


Pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur
Tahun 1916-1928 (x 1000 M3)

Total Muatan Pelayaran


Total Muatan Pelayaran di
Tahun di Pelabuhan-Pelabuhan
Pelabuhan Belawan
Kecil Lainnya

1916 3.543 1.706

1917 3.406 1.462

1918 2.830 1.301

1919 3.444 1.866

1920 3.536 1.970

1921 4.633 3.000

1922 5.081 3.593

1923 6.149 4.298

1924 7.277 5.334

1925 8.412 6.123

175

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1926 9.597 6.925

1927 10.482 7.675

1928 12.401 8.930

Sumber: Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1928, hlm.
222.

Tabel 29 di atas menunjukkan bahwa Pelabuhan Belawan tidak hanya

sebagai pusat perdagangan, tetapi juga sebagai pusat pelayaran di Sumatera

Timur. Persentase perbandingan antara Pelabuhan Belawan dengan pelabuhan-

pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur adalah sebesar kurang lebih 70%.

Mulai tahun 1921 hingga 1928, persentase perbandingan terus mengalami

peningkatan, persentase antara tahun 1921 hingga 1928 adalah lebih dari 72%.

Hal itu terjadi setelah Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai pelabuhan samudera

sehingga banyak kapal-kapal yang singgah untuk membongkar dan memuat

barang.

Pelabuhan Belawan sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di

Sumatera Timur tidak terlepas dari peran pemerintah. Peran pemerintah yang

menguntungkan Pelabuhan Belawan adalah ditetapkannya Pelabuhan Belawan

sebagai pelabuhan induk dari pelabuhan-pelabuhan kecil di Sumatera Timur.

Penetapan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 31. Pembagian Resort Pelabuhan di Hindia Belanda

No Pelabuhan Induk Pelabuhan Binaan

1 Pelabuhan Batavia a. Palembang


b. Banjarmasin

176

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2 Pelabuhan Surabaya a. Banyuwangi
b. Benoa
c. Panarukan
d. Pasuruan
e. Probolinggo
3 Pelabuhan Semarang a. Cirebon
b. Pekalongan
c. Tegal
4 Pelabuhan Makasar a. Amboina
b. Menado
5 Pelabuhan Belawan
a. Asahan

6 Pelabuhan Emmahaven a. Bengkulu


(Padang) b. Sibolga
Sumber: Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1924 No. 378, dan lihat Verslag van
de Kleine Havens in Nederlandsch-Indie overhet jaar 1923, hlm. 2.

Pembagian resort pelabuhan di atas, menunjukkan bahwa posisi

Pelabuhan Belawan membawahi pelabuhan binaan di Sumatera Timur yakni

Pelabuhan Tanjung Balai Asahan termasuk juga pelabuhan-pelabuhan kecil

lainnya. Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan induk berhak dan berkewajiban

untuk mengontrol segala urusan kepelabuhan baik urusan teknis, administrasi,

maupun perusahaan pelabuhan. Begitu juga sebaliknya, Pelabuhan Tanjung Balai

Asahan serta pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya sebagai pelabuhan binaan

Pelabuhan Belawan harus dapat berkerjasama dengan baik yang bertujuan untuk

memudahkan pengawasan dan urusan-urusan lainnya.

Hal ini dilakukan karena selama abad ke-19, Pemerintah Kolonial

Belanda telah dapat mengontrol hampir semua pelabuhan di Hindia Belanda,

namun pada kenyataannya belum mampu mengelola pelabuhan-pelabuhan secara

177

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


modern. Selama itu pengelolaan pelabuhan hanya didasarkan atas kepentingan

untuk melayani eksploitasi kolonial sehingga target perkembangan pelabuhan

sebatas asal dapat melakukan eksploitasi saja. Sudah barang tentu pengelolaan

semacam ini menimbulkan keluhan-keluhan dari kapal-kapal dan para pedagang

yang datang, dan juga menjadi penghalang struktural bagi setiap upaya untuk

mengadakan pengembangan pelabuhan karena tidak adanya koordinasi antar

kepentingan secara simultan.206

Karena tidak dapat mengontrol hampir semua pelabuhan di Hindia

Belanda, pemerintah akhirnya membuat kebijakan dengan pengkategorian-

pengkategorian setiap pelabuhan. Mulai dari pelabuhan besar, sedang, kecil

kemudian membuat kebijakan baru dengan mengkategorikan dua pelabuhan yakni

pelabuhan yang dikelola sebagai perusahaan (bedriftshaven) dan yang tidak

dikelola sebagai perusahaan (niet bedriftshaven).

Mengingat kenyataan bahwa jumlah bedriftshavensdan kleine

bedriftshavens yang memiliki masa depan cukup banyak dan tersebar di berbagai

wilayah di Hindia Belanda di satu pihak, dan terbatasnya ahli-ahli pelabuhan yang

dimiliki oleh pemerintah Kolonial Belanda di lain pihak, maka dibentuk resort

(daerah) pembinaan pelabuhan.207 Pembagian resort pembinaan, dibagi menjadi

enam resort ini disesuaikan dengan jumlah pelabuhan besar yang ditunjuk menjadi

pelabuhan induk yang bertugas membina baik teknis maupun administrasi

terhadap kleine bedriftshavens yang ada di sekitarnya.

206
Nederlandsch-Indische Havens, Deel I, Departement Der Burgerlijke Openbare
Werken, Mededeelingen en Rapporten (Batavia, 1921), hlm. 137.
207
Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1924 No. 378.

178

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.3 Pelayaran Lokal dan Antar Pulau (Regional)

Pelayaran lokal dan regional atau antar pulau di Pelabuhan Belawan,

sebenarnya sejalan. Rute-rute pelayaran antar pulau antara Pelabuan Belawan

dengan wilayah seberang sebenarnya melalui pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada

di Sumatera Timur seperti Pelabuhan Tanjung Balai, Tanjung Pura, Pangkalan

Berandan, Batubara, Labuhan Bilik, dan lainnya. Rute-rute ini dilakukan dengan

rutin secara periodik. Jaringan ini terus terjadi karena Pelabuhan Belawan

merupakan pelabuhan tansito bagi pelayaran-pelayaran di Sumatera Timur

sebelum melanjutkan ke tujuan masing-masing. Hal ini dilakukan karena untuk

mengurangi ketergantungan terhadap dua pelabuhan yang dikelola oleh

pemerintah Inggris di Semenanjung Malaya yakni Penang dan Singapura.

Terjalinnya jaringan pelayaran lokal antara Pelabuhan Belawan dengan

pelabuhan-pelabuhan lainnya di Sumatera Timur adalah dengan bukti

dibangunnya pelabuhan atap di Belawan. Pelabuhan atap merupakan pelabuhan

khusus untuk transaksi jual beli atap. Atap dibutuhkan di Deli karena

berkembangnya industri perkebunan yang banyak membutukan atap untuk

pembuatan bangsal. Atap-atap biasanya didatangkan dari Pelabuhan Tanjung

Balai Asahan, Tanjung Tiram, Labuhan Bilik dan lainnya.

Misalnya, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan selalu sibuk dikunjungi

kapal-kapal uap yang berukuran besar. Selain kapal uap, terdapat banyak

tongkang yang mengunjungi Pelabuhan Tanjung Balai Asahan terutama untuk

mengangkut atap nipah dan kayu-kayu bulat yang kemudian dikirim ke daerah-

179

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


daerah lain di Pantai Timur Sumatera. Kebutuhan atap nipah dan kayu bulat

adalah untuk kebutuhan rumah maupun bangsal untuk pemeraman tembakau yang

terdapat di wilayah perkebbunan-perkebbunan di Deli, Serdang dan Langkat.

Kapal-kapal tongkang ini setiap seminggu sekali mengangkut muatan sebanyak

794 ton.208

Selain atap, jaringan pelayaran lokal juga terbentuk karena impor ikan

asin dan beras ke Pelabuhan Belawan. Impor ikan asin ke Pelabuhan Belawan

biasanya didatangkan dari Tanjung Tiram (Batubara), Bandar Chalipah, Tanjung

Balai Asahan dan Bagan Siapi-api. Sama seperti halnya dengan pelayaran lokal,

pelayaran antar pulau atau regional di Pelabuhan Belawan terjalin akibat adanya

kegitan ekspor dan impor. Impor dari luar wilayah Sumatera Timur biasanya

terdiri dari beras, tepung, ikan asin, garam dan komoditas-komoditas lainnya.

Selain kegiatan ekspor dan impor, jaringan pelayaran regional dapat

terjadi karena kapal-kapal penumpang. Misalnya dari Batavia (Tanjung Priok)

menuju Medan (Belawan) kapal berhenti di beberapa pelabuhan seperti

Palembang, Singapura, Tanjung Balai Karimun, dan terakhir di Belawan sebagai

tujuan akhir.209 Rute-rute tersebut biasa dilakukan oleh kapal-kapal terutama

208
Anonim, “Aanvullingsnota van Toelichting Betreffende het Landschap Asahan” dalam
Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootschap, Deel LIII,
Batavia: Albrecht&co dan Deen Haag: Martinus Nijhoff, 1911, hlm. 398-399.
209
Parada Harahap, Dari Pantai ke Pantai: Perdjalanan ke Sumatra October-Dec. 1925-
Maart-April 1926, Weltevreden: Bintang Hindia, 1926, hlm. 204-205.

180

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam jaringan pelayaran lokal dan antar pulau, untuk lebih jelasnya berikut

adalah rute-rute yang secara periodik melakukan pelayaran antar pulau:210

1. Belawan – Langsa – Idi – Lhokseumawe – Sigli – Olehleh – Sabang

dan rute ini secara periodik melakukan pelayaran pulang pergi.

2. Belawan – Muntok – Batavia – Belawan

3. Belawan – Singapura – Batavia – Semarang – Surabaya dan rute ini

secara periodik melakukan pelayaran pulang pergi.

4. Belawan – Asahan – Panai – Berembang – Tanjung Mengidar –

Tanjung Leidong – Bengkalis – Singapura dan rute ini secara

periodik melakukan pelayaran pulang pergi.

5. Belawan – Langsa – Batubara – Penang

6. Belawan – Penang – Batubara – Penang

7. Belawan – Asahan – Batubara – Penang

8. Belawan – Pangkalan Berandan – Sabang dan rute ini secara periodik

melakukan pelayaran pulang pergi.

9. Belawan – Singapura – Penang – Singapura – Hongkong – Amoy –

Swatow dan rute ini secara periodik melakukan pelayaran pulang

pergi.

10. Belawan – Singapura – Jawa – Maluku dan rute ini secara periodik

melakukan pelayaran pulang pergi.

Jaringan pelayaran lokal dan regional yang terbentuk di atas merupakan

pelayaran yang dilakukan oleh beberapa perusahaan pelayaran milik Belanda

210
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1920, hlm. 169.

181

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(Koninlijk Paketvaart Maatshappij), Cina, Inggris dan negara-negara lainnya.

Jaringan pelayaran di atas tidak hanya untuk keperluan ekspor dan impor

melainkan juga melayani penumpang sebagai moda transportasi. Khusus

perdagangan baik ekspor maupun impor untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini

Tabel 32. Jumlah Kapal Antar Pulau yang Datang dan Berangkat dari dan
ke Pelabuhan Belawan ke Berbagai Pulai di Hindia Belanda
Tahun 1899-1911

Datang Berangkat
Nama
No. Jumlah Muatan Jumlah Muatan
Kota/Pelabuhan
Kapal (M3) Kapal (M3)

1 Aceh 1.259 115.777 772 121.194

2 Riau 276 22.278 707 59.916

3 Palembang 263 26.745 9 17.273

4 Jawa dan Madura 169 509.473 116 172.649

Kalimantan Timur
5 - - 4 3793
dan Selatan

6 Bali dan Lombok - - 1 2.143

7 Kwala Gaung 269 914 255 1.038

Sumber: Data diolah dari Statiestiek van de Scheepvaart in Nederlandsh-Indie


over het jaar 1911 dan Statiestiek van den Handel, De Sheepvaart en de
In- en Uitvoerrecten in Nederlandsch-Indie over het jaar 1904.

Dari Tabel 31 dapat diketahui bahwa kapal-kapal yang datang maupun

pergi dari dan ke Pelabuhan Belawan dalam rangka pelayaran antar pulau,

mempunyai tujuan dan berasal dari berbagai pulau di wilayah Hindia Belanda.

182

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jika diurutkan berdasarkan banyaknya jumlah kapal yang datang ke Pelabuhan

Belawan, maka dapat disusun sebagai berikut:

1. Aceh
2. Riau
3. Kwala Gaung
4. Palembang
5. Jawa dan Madura
Kemudian berdasarkan banyaknya kapal yang berangkat dai Pelabuhan

Belawan ke beberapa wilayah atau pulau, maka dapat disusun sebagai berikut:

1. Aceh
2. Riau
3. Kwala Gaung
4. Jawa dan Madura
5. Palembang
6. Kalimantan Timur dan Selatan
7. Bali dan Lombok

Untuk lebih menambah kejelasan mengenai jaringan pelayaran antar

pulau di Pelabuhan Belawan, berikut ini disajikan tabel 32 yang berisikan rute

serta jumlah kapal dan muatan kapal-kapal yang melakukan pelayaran antara

pulau baik dari Pelabuhan Belawan maupun ke Pelabuhan Belawan.

183

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 33. Rute Beserta Jumlah dan Muatan Kapal dari dan ke Pelabuhan Belawan Tahun 1899-1911.
1899 1900 1902 1903 1904 1907 1908 1909 1910 1911

Rute Pelayaran
J.K M3 J.K M3 J.K M3 J.K M3 J.K M3 J.K M3 J.K M3 J.K M3 J.K M3 J.K M3

69 113.441 13 26.249 67 154.216 - - 14 32.376 11 33.877 12 41.927 28 95.239 - - - -


Belawan – Batavia

Belawan – Batavia
24 41.814 13 26.249 - - 63 148.986 13 30.567 12 36.228 13 40.086 20 46.763 55 167.695 18 47.650
via Muntok dan
Riau

27 24.831 26 24.782 25 23.222 23 10.051 - - - - - - - - 52 65.545 56 56.436


Belawan – Idi

Belawan – Jawa 54 75.795 49 78.137 2 5.716 1 2272 10 10.728 - - - - - - - - - -


dan Madura

Belawan – Batavia - - 16 34.536 - - - - - - - - - - - - - - - -


via Palembang

- - 40 8.417 274 24.052 239 9.026 199 14.297 - - - - - - - - - -


Belawan – Aceh

184

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belawan –
- - 4 4.893 - - - - - - - - - - - - - - - -
Kalimantan Selatan
dan Timur

Belawan – Bali dan - - 1 2.143 - - - - - - - - - - - - - - - -


Lombok

Belawan – - - - - 2 5.717 - - 5 8842 - - - - - - - - - -


Palembang

Belawan – Idi via


- - - - - - 26 24.042 13 12.131 - - - - - - - - - -
Bayan dan Tanjung
Pura

- - - - - - 20 46.879 45 81.228 54 93.446 48 105.802 51 120.086 59 139.673 56 140.234


Belawan – Sabang

- - - - - - 1 2.858 - - - - - - - - - - - -
Belawan – Riau

- - - - - - - - - - - - - - 101 103.479 54 49.512 - -


Belawan – Langsa

Belawan – Muntok
- - - - - - - - - - - - - - - - - - 41 83.530
– Palembang –
Singapura

185

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sumber: Data diolah dari Statiestiek van de Scheepvaart in Nederlandsh-Indie over het jaar 1911 dan Statiestiek van den Handel, De
Sheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in Nederlandsch-Indie over het jaar 1904.

Keterangan:
J.K = Jumlah kapal
M3 = Muatan dalam M3

186

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari tabel 32 di atas, dapat disimpulkan bahwa jaringan pelayaran antar

pulau atau regional di Pelabuhan Belawan adalah hubungan pelayaran dengan

Batavia (Tanjung Priok). Secara periodik setiap tahunnya hubungan pelayaran

tidak pernah terputus. Jaringan pelayaran antara Pelabuhan Belawan dengan

Batavia, dapat dilalui dengan rute-rute seperti Belawan – Batavia via Muntok dan

Riau, Belawan ke Batavia secara langsung begitu sebaliknya, serta dapat

ditempuh dengan rute Belawan – Palembang. Jaringan pelayaran yang kedua

adalah hubungan antara Pelabuhan Belawan dengan Aceh en Ondergoorigheden.

Jaringan pelayaran yang terbangun adalah rute-rute seperti Belawan – Idi,

Belawan – Langsa, Belawan – Aceh, dan Belawan – Sabang.

5.4 Pelayaran Internasional

Jauh sebelum Pelabuhan Belawan ditetapkan sebagai pelabuhan

samudera di Sumatera Timur, jaringan pelayaran Pelabuhan Belawan telah

terbangun hingga Eropah dan Amerika. Terbangunnya jaringan pelayaran

internasional di Pelabuhan Belawan karena aktivitas ekspor dan impor hasil-hasil

perkebunan. Hasil-hasil perkebunan yang banyak diminati di pasar Eropah dan

Amerika membuat Belawan menjadi salah satu pelabuhan yang tumbuh di Hindia

Belanda dapat melayani pelayaran internasional.211Sejak awal berdirinya

Pelabuhan Belawan, jaringan pelayaran internasional di Pelabuhan Belawan

dibangun oleh tiga negara yang memiliki industri pelayaran di dunia seperti

Inggris, Belanda dan Jerman. Hubungan pelayaran Pelabuhan Belawan dengan

211
F. J. J. Dootjes, Kroniek 1936, Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut, 1937, hlm.
156.

187

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan Penang, Singapura dan Cina banyak di pelopori oleh perusahaan-

perusahaan partikulir milik Inggris dan Jerman. Selain itu, untuk pelayaran

intenasional tetapi menggunakan kapal yang berukuran sedang, justru lebih

banyak dipelopori oleh pedagang-pedagang Cina yang menetap di Penang dan

Singapura.212

Jaringan Pelayaran ke Eropah secara langsung dipelopori oleh

perusahaan pelayaran dan pengangkutan Inggris yang bernama “The Eastren

Shipping Company” yang melayani rute Inggris – Pelabuhan Belawan secara

langsung. Perluasan pelayaran yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda,

maka Belanda membuka pelayaran secara langsung dengan rute Pelabuhan

Belawan – Rotterdam dan pelayaran ini diberikan kepada perusahaan pelayaran

milik pemerintah yakni KPM. Pembukaan rute ini merupakan upaya Pemerintah

Hindia Belanda untuk menyaingi Inggris yang telah maju industri pelayarannya. 213

Kedua negara ini saling bersaing di Selat Malaka, terutama dalam

mengembangkan pelabuhan. Untuk menyaingi Penang dan Singapura, Pemerintah

Hindia Belanda kemudian merancang Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan

samudera. Setelah ditetapkannya sebagai pelabuhan samudera, Aktivitas

pelayaran di Pelabuhan Belawan, terutama aktivitas pelayaran internasionalnya

semakin bertambah ramai. Sebelumnya hanya beberapa negara saja yang menjalin

hubungan dengan Pelabuhan Belawan, namun setelah penetapan setidaknya ada

13 negara yang menjalin hubungan pelayaran.

212
W. H. M. Schadee, Kroniek 1916, Amsterdam: J. H. De Bussy, 1917, hlm. 76-77.
213
Ibid., hlm. 78.

188

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 34. Negara-Negara yang Menjalin Palayaran dengan Pelabuhan Belawan Beserta Jumlah Kapal yang Mengunjungi
Pelabuhan Belawan

Tahun Belanda Inggris Jerman Amerika Denmark Jepang Norwegia Cina Swedia

1922 157 244 8 14 12 9 - 1 1

1923 183 271 21 17 9 6 - - -

1924 982 293 35 20 10 3 1 - -

1925 998 327 40 18 2 4 - - -

1926 918 329 44 15 - 5 - - -

1927 961 330 53 16 - 2 - - -

1928 1.057 312 65 20 - 7 - - -

1929 623 227 49 17 - 7 - - -

189

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1930 1042 355 79 36 - 19 1 - -

1931 978 294 76 26 - 23 3 - -

1932 937 253 68 15 1 22 6 - -

1933 991 248 61 13 3 24 8 - -

1934 1.062 256 53 12 9 25 4 - -

1935 1.146 260 49 12 2 24 10 - -

Sumber: Data diolah dari beberapa sumber seperti MvO Gouverneur der Oostkust van Sumatra, JHR. B. C. C. M. M. van Suchtelen,
MvO van den Assistent Resident van Deli en Serdang, S. Bouman, van 15 Sept. 1927 – 01 Dec. 1929,Verslag van de
Handelsvereeniging te Medan over het jaar 1940.

190

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa setidaknya terdapat sembilan negara

yang melakukan pelayaran dari dan ke Pelabuhan Belawan. Negara-negara yang sering

mengunjungi Pelabuhan Belawan adalah Belanda dan Inggris. Kedua negara tersebut

merupakan negara dengan jumlah kapal yang terbanyak mengunjungi pelabuhan

Belawan setiap tahunnya. Meskipun demikian, negera-negara lainnya juga secara rutin

mengunjungi Pelabuhan Belawan juga seperti Jeman, Amerika dan Jepang. Negara-

negara di Eropah bagian utara seperti Denmark, Swedia, dan Norwegia juga turut andil

dalam membangun jaringan pelayaran internasional di Pelabuhan Belawan. Jika

diperhatikan, data statistik kunjungan kapal antara Belanda dan Inggris pada tahun

1922-1923, kapal-kapal yang berasal dari Inggris ke Pelabuhan Belawan lebih besar

jumlahnya. Akan tetapi, setelah tahun 1924 hingga 1935, kunjungan kapal-kapal dari

Belanda meningkat hingga 500% lebih. Ini menandakan bahwa Belanda mulai

memperhatikan secara serius persaingan antara Inggris dengan Belanda.

Peningkatan jumlah kapal-kapal asal Belanda yang berkunjung ke Pelabuhan

Belawan, berkaitan dengan diberikannya hak monopoli pada perusahaan pelayaran dan

pengangkutan KPM. KPM diberi wewenang untuk melayani rute-rute pendek di

kawasan Selat Malaka. Menangkap peluang tersebut, KPM terus meluaskan usaha

dengan membuka kantor-kantor cabang di Sumatera.214 Selain KPM, perusahaan

pelayaran yang cukup besar di Belanda dan Hindia Belanda adalah Rotterdamshe Llyod.

214
J. N. F. M. a Campo, De Koninklijke Paketvaat Maatschappij: Stoomvaart en Staatsvorming
in de Indonesische Archipel 1888-1914, Hiversum: Verloren, 1992, hlm. 339-340.

191

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Perusahaan swasta ini mampu menyaingi KPM yang telah diberikan hak monopoli

untuk rute-rute pelayaran di Hindia Belanda.215

Selain perusahaan-perusahaan tersebut, banyak terdapat perusahaan swasta

asing yang melakukan pelayaran dari dan ke Pelabuhan Belawan. Perusahaan pelayaran

asing tersebut mengambil kargo hasil-hasil pekebunan dan juga mengimpor kebutuhan-

kebutuhan rumah tangga serta keperluan dan perlengkapan industri perkebunan.

Sedikitnya tedapat kurang lebih 30 perusahaan pelayaran yang secara periodik datang

dan pergi ke dan dari Pelabuhan Belawan. Selain perusahaan asing, terdapat juga

perusahaan lokal Hindia Belanda yang juga melayani rute pelayaran internasional,

untuk lebih jelasnya perusahaan-perusahaan pelayaran dapat dilihat pada tabel di bawah

ini:

Tabel 35. Perusahaan-Perusahaan Pelayaran yang Mengambil Kargo


di Pelabuhan Belawan

Negara Perusahaan Pelayaran

Belanda dan Stoomvaart Mij. “Nederland”

Hindia Belanda Nederland Stoomvaart Mij. Oceaan

Stoomvaart Mij. Rotterdamsche Lloyd

Holland Amerika Lijn

Konninklijke Paketvaart Maatschappij

Nederlandsch Koloniale Petroleum Mij.

Java Pacific Lijn

Java Bengalen Lijn

215
F. J. J. Dootjes, 1937, op. cit., hlm. 156.

192

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Java Silver Pacific Lijn

Nederlansch-Indische Steenkolen Handel Mij.

Nederlansch-Indische Tank Stoomboot Mij.

Bataafsche Petroleum Mij.

Atjeh Transport Mij.

Java New York Lijn

Inggris Ocean Steamship Cy.

The Asiatic Steam Navigation Cy.

The China Mutual Steam Navigation Cy.

The Lanchashire Shipping Cy. Ltd.

The Government of Australia

State Shipping Service of Australia

Indo Pacific Shipping Cy.

The Bank Line Ltd.

Franklin M. Singer of Jonker

The Christmas Island Phosphate Cy,

Cunard Steam Shipping Cy.

Straits Steamship Cy.

P & O Steam Navigation Cy.

The Price Line Ltd.

The Elleriman Line

Kerr Line Ltd.

The Cable E.E.A.A. and China Telegr.

Silve Java Pacific Line

193

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Java Ne York Line

Silver Line

Dodwell Castle Line

A. Weir
Prince Line

West Australia J. S.

Way Shipping Cy. Ltd.

British India St. Navigation Cy.

Wing Hong Shipping Cy. Ltd.

Union Steamship Cy. Ltd.

Mount Steamship Cy. Ltd

Alexander Stephens and Sons

Ho Hong Steamship Cy. Ltd.

The Douglas Steamship Cy.

St. Helena Steamship Cy.

The Anglo Saxon Petroleum Cy.

Silvercedar Shipping Cy.

S.S.J. Thompson Ltd.

Jerman Norddeutscher Lloyd

H.A.P.A.G

D.A.D.G

Amerika Kerr Line

U.S.S.P.Cy. (Isthman Line)

United States Shipping Board.

194

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Julius Fleischman

The Sun Shipbuilding In Dry Dock.

Jepang Osaka Shosen Kabushiki Kaisha

U. Kanashire

Asahimachi S.I Joshiku

Kabushiki Kawasaki K.Z

Kabushiki Kaisha Kawasaki Z

Denmark A/S Det Ostatische

M. Jabsen Ltd.

Norwegia W. Wilhelsem Frondsberg

A/S Marosa Reder Karl Bruggaard

A/F Klaveness

A/S De Bergeshe Damskibsselkapet

Silver J. P (Chart.)

Ceko Slovakia Cigha Slovakye

Belgia Monsieur Le Baron Empain

Panama The Pacific Asiatic Shipping Cy.

Klaveness (Chart.)

Siam The Siam Steam Navigation Cy.

Italia Lt. Triestino

Sumber: Diolah dari berbagai sumber seperti Jaarverslag der Haven Belawan 1925,
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan Over het Jaar 1940.

Dari tabel 34 di atas, jumlah keseluruhan perusahaan pelayaran yang pernah

datang dan berangkat dari dan ke Pelabuhan Belawan keseluruhannya berjumlah 76

195

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perusahaan. Jika diurutkan berdasarkan banyaknya jumlah perusahaan pelayaran, maka

dapat diurutkan sebagai berikut: 1. Inggris dengan 36 perusahaan pelayaran, 2.

Belandan dan Hindia Belanda dengan 14 perusahaan pelayaran, 3. Amerika, 4.

Norwegia, 5. Jepang yang masing-masing memiliki 5 perusahaan pelayaran, 6. Jepang

dengan 3 perusahaan pelayaran 7. Denmark, 8. Panama yang masing-masing memiliki 2

perusahaan pelayaran, 9. Cekoslovakia, 10. Belgia, 11. Siam dan 12. Italia yang masing-

masing memiliki 1 perusahaan pelayaran.

Banyaknya perusahaan pelayaran yang pernah datang dan berangkat dari dan

ke Pelabuhan Belawan menandakan bahwa jaringan pelayaran internasional telah

terbangun. Jaringan pelayaran internasional di Pelabuhan Belawan tercipta karena

aktivitas ekspor dan impor. Jaringan pelayaran yang melibatkan negara-negara Eropah

bagian utara seperti Norwegia dan Denmarktercipta karena adanya kegiatan ekspor dan

impor. Misalnya dari Norwegia, mengimpor beberapa barang seperti korek api,

minuman keras, begitu juga dengan negera-negara Eropah dan Amerika lainnya. Dari

Pelabuhan Belawan, diekspor hasil-hasil perkebunan dan pertanian rakyat ke negara-

negara Eropah, Amerika dan Asia. Selain itu, diekspor juga minyak bumi dari

Pelabuhan Belawan.216

Rute-rute internasional dari Pelabuhan Belawan ke berbagai negara-negara di

Eropah dan Amerika dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pelayaran seperti KPM,

Rotterdamshe Lloyd, NDL, dan perusahaan pelayaran lainnya. Pelayaran ke Amerika

misalnya dilakukan oleh KPM yang diserahkan oleh anak perusahaannya seperti New

216
Verslag van de Handelsvereeniging te Medan Over het Jaar 1940, hlm. 117-127.

196

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


York China Java Lijn. Anak perusahaan ini melayani rute Cina, Panama, Tanjung

Harapan (Afrika Selatan) dan Amerika Selatan yang berakhir di Amerika Utara.217

Rute yang tidak kalah penting lainnya adalah rute pelayaran antara Pelabuhan

Belawan dengan Jepang secara langsung. Pelayaran ini dioperasikan oleh perusahaan-

perusahaan pelayaran Jepang sendiri seperti Kabushiki Kawasaki K.Z, Kabushiki

Kaisha Kawasaki Z dan lainnya. 218Selain Jepang, negara-negara yang melakukan

pelayaran secara langsung adalah Jerman, perusahaan-perusahaan pelayaran Jerman

secara langsung melakukan pelayaran dari dan ke Pelabuhan Belawan. Perusahaan

pelayaran yang sering melakukan pelayaran secara langsung adalah Norddeutscher

Lloyd. Tujuan akhir dari pelayaran yang dilakukan oleh perusahaan ini adalah Bremen,

Jerman.219

Pada tahun 1908, persaingan pelayaran di Pelabuhan Belawan cukup ketat,

persentase kunjungan kapal-kapal KPM sebesar 38,5%, Steamship Company sebesar

38,5% dan NDL sebesar 23%. Persaingan ini tentu saja mewakili negara asal

perusahaan masing-masing, KPM mewakili Belanda, Steamship Company mewakili

Inggris, sedangkan NDL mewakili Jerman. Pada tahun 1909, persaingan terus berlanjut

hingga tahun 1910 yang akhirnya dapat didominasi oleh perusahaan-perusahaan

pelayaran milik Belanda seperti KPM dan Rotterdamsche Lloyd (RL).220

217
J. N. F. M. a Campo, op. cit., hlm. 293-294.
218
Jaarverslag der Haven Belawan 1925, hlm. 32.
219
Ibid., hlm. 280.
220
Ibid., hlm. 278.

197

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pelayaran-pelayaran internasional di Pelabuhan Belawan secara langsung juga

dilakukan oleh empat perusahaan pelayaran seperti Norddeutscher Lloyd, de Lloyd

Triestino, de P & O de Messageries Maritimes dan Nippon Yushen Kaisha. Keempat

perusahaan ini melayani pelayaran dari Pelabuhan Belawan ke Eropah Timur melalui

Singapura. Keempat perusahaan tersebut masing-masing mewakili Jerman, Italia,

Inggris dan Jepang. Selain keempat perusahaan tersebut terdapat juga perusahaan-

perusahaan Belanda yang melakukan hal serupa yakni melayani rute Eropah Timur

melalui Singapura. Perusahaan-perusahaan pelayaran milik Belanda adalah Koninklijeke

Paketvaart Maatshappij (KPM), Rotterdamsche Lloyd (RL) dan Stoomvaart Mij.

Nederland (SMN).221

Rute pelayaran internasional baru di Pelabuhan Belawan, yakni rute Belawan –

Hamburg – Amerika, pembukaan rute ini dipelopori oleh perusahaan pelayaran Deutsch

Australische Dampshiffs Gesellschaft (DADG) dan diresmikan pada 27 Mei 1926

dengan mengoperasikan kapal-kapal yang bernama “Essen”, “Heidelberg”, dan

“Freiburg”. Pada 24 November 1926, perusahaan H.A.P.A.G digabungkan dengan

D.A.D.G. Setelah penggabungan perusahaan, pada tahun 1927, sedikitnya perusahaan

ini telah melakukan pelayaran sebanyak 21 dengan rute Belawan – Jawa – Bali dan

Lombok – Australia. Pada Oktober 1926, perusahaan pelayaran de Lloyd Triestino

melakukan pelayaran dengan rute Belawan – Milan.222

Sementara itu, sejak 1892 KPM berhasil menjalin hubungan dengan membuka

rute-rute Belawan ke Australia, Jepang, Cina, dan Afrika Selatan. Di bawah

221
F. J. J. Dootjes, 1937, op. cit., hlm. 155-156.
222
F. J. J. Dootjes, Kroniek 1937, Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut, 1938, hlm. 144.

198

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kepemimpinan L. J. Lambach, KPM berhasil lagi membuka rute-rute Belawan – Jawa –

Singapura, kemudian membuka rute Belawan – Penang – Singapura – Hongkong –

Swatow – Amoy. Khusus untuk impor beras di Sumatera Timur, maka dibukalah rute-

rute yang menghubungan dengan daerah penghasil beras seperti Birma, sehingga rute

yang dibuka disebut dengan Rute Rangoon. Pada Januari 1937, dibuka juga rute

Belawan – Saigon – Jawa – Noumea – Selandia Baru yang secara rutin mengunjungi

Pelabuhan Belawan. Rute-rute ini disebut dengan “Rute Pasifik Selatan”.223

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa jaringan pelayaran ada karena

adanya aktivitas ekspor dan impor. Kapal-kapal yang datang dan berangkat tentu saja

akan mewakili perusahaan dan negara tempat perusahaan itu berdiri. Tabel 35 di bawah

ini akan merinci jumlah kapal pelayaran internasional yang datang dan pergi beserta

muatannya dari dan ke Pelabuhan Belawan dalam kurun waktu 1904 hingga 1937

sebagai berikut:

Tabel 36. Jumlah Kapal Datang dan Berangkat Pelayaran Internasional di


Pelabuhan Belawan Tahun 1904-1937.

Datang Berangkat
Tahun Jumlah Jumlah
Muatan (M3) Muatan (M3)
Kapal Kapal

1904 3502 859.456 3502 859.456

1905 3158 768.770 3158 768.770

1906 2914 785.920 2914 785.920

1907 3194 876.047 3194 876.047

223
Ibid., hlm. 145.

199

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1908 2544 836.833 2544 836.833

1909 2293 931.930 2293 931.930

1910 2652 970.821 2644 969.620

1911 3067 1.060.889 3072 1.062.011

1912 3370 1.156.904 3359 1.151.977

1913 3615 1.250.226 3608 1.247.755

1914 3164 1.279.215 3141 1.273.315

1915 2896 1.802.086 2903 1.802.919

1916 3072 1.702.463 3082 1.706.106

1917 3032 1.462.132 3013 1.457.958

1918 2670 1.301.782 2682 1.304.911

1919 2535 1.865.918 2509 1.851.906

1920 2339 1.978.296 2339 1.994.767

1921 2414 3.002.215 2382 2.973.721

1922 2105 5.593.340 2123 3.621.075

1923 1943 4.305.914 1934 4.295.485

1924 2082 5.334.627 2085 5.320.616

1925 2249 6.123.761 2244 6.126.569

1926 2116 6.925.421 2122 6.926.561

1927 2209 7.675.447 2189 7.608.078

1928 2570 8.930.402 2583 8.898.341

1929 2631 10.138.926 2624 10.102.791

1930 2448 16.434.666 ? ?

1931 2330 16.051.898 ? ?

200

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1932 2172 14.273.270 ? ?

1933 2206 14.456.996 ? ?

1934 2565 14.325.919 ? ?

1935 2717 14.284.094 ? ?

1936 2763 14.798.219 ? ?

1937 3208 15.846.554 ? ?

Sumber: Statiestiek van de Scheepvaart in Nedelandsch-Indie over het jaar 1937.

Berdasakan keteranan pada tabel di atas, sejak tahun 1915 jumlah kapal yang

datang sangat fluktuatif. Fluktuatifnya jumlah kapal yang datang ke Pelabuhan Belawan

karena ukuran kapal yang tidak dapat ditebak seberapa besar muatannya. Semakin besar

bentuk kapal maka semakin besar pula jumlah tonnasenya. Dari pernyataan tersebut

dapat dicermati karena perindustrian kapal uap dan kapal partikelir sedang berkembang.

Kedua kapal tersebut mampu mengangkut barang dalam jumlah yang besar. 224 Tidak

mengherankan apabila fluktuatifnya jumlah kapal yang datang, tidak diikuti dengan

volume yang diangkutnya.

Begitu juga dengan kapal-kapal yang berangkat dari Pelabuhan Belawan,

jumlah kapal yang berangkat selalu mengalami fluktuatif. Akan tetapi, volume muatan

kapal dari tahun ke tahun terus bertambah hingga tahun 1929. Data kapal-kapal yang

berangkat meninggalkan Pelabuhan Belawan pada tahun 1930 hingga 1937 tidak dapat

dihimpun karena dalam laporan statistik yang terbit setiap tahunnya juga tidak terdapat

data yang pasti berapa jumlah kapal-kapal yang berangkat dan berapa muatannya.

224
Chr. Nooteboom, De Inlandsche Scheepvaart, Amsterdam: Koninklijke Vereeniging
Koloniaal Institute, 1933, hlm. 7.

201

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN

Suatu tempat yang ideal bagi pelabuhan adalah letaknya yang agak menjorok

ke dalam sungai atau terletak pada muara pertemuan dua sungai. Pada posisi tesebutlah

banyak lokasi pelabuhan tadisional berada seperti Labuhan Deli. Labuhan Deli awalnya

adalah tempat dimana para pedagang berkumpul menukarkan barangnya dengan barang

yang lain. Keadaan ini lambat laun menjadi besar dan karena ada kekuasaan, maka

Labuhan Deli menjadi bandar yang letaknya menjorok jauh dari muara. Labuhan Deli

terus befungsi sebagai pelabuhan sampai masa kolonial Belanda hingga akhirnya

pemerintah memutuskan untuk memindahkan kegiatan ekspor impor ke Belawan.

Alasan pemindahan adalah karena Labuhan Deli tidak ideal untuk pelayaran

dengan menggunakan kapal-kapal yang berukuran besar karena pendangkalan sungai

yang terus terjadi. Selain itu, alasan pemindahan Labuhan Deli adalah karena faktor

ekonomis yakni berkembangnya industri perkebunan sehingga membutuhkan pelabuhan

yang mampu menampung hasil-hasil panen perkebunan dalam jumlah yang besar.

Labuhan Deli dirasa tidak cukup menampung sehingga membutuhkan tempat yang

baru.Selain alasan geografis dan ekonomis, pemindahan Labuhan Deli juga ada

kaitannya dengan alasan politis yakni, berpindahnya pusat kekuasaan dari Labuhan Deli

202

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ke Medan. Secara tidak langsung ini berdampak pada kemuduran kegiatan perdagangan

di Labuhan Deli.

Lokasi Pelabuhan Belawan terletak di muara pertemuan dua sungai yakni

Sungai Belawan dan Sungai Deli. Pemilihan tempat ini diawali dengan studi kelayakan.

Alasan pemilihan tempat ini karena arus gelombang yang kecil, terhindar dari hembusan

angin yang kencang, dan kontur tanah yang padat. Setelah beroperasi, Pelabuhan

Belawan dikelola sesuai dengan manajemen pelabuhan yang ada di Belanda. Dari tahun

ke tahun Pelabuhan Belawan terus dilakukan perluasan karena memang setiap tahunnya

hasil-hasil panen perkebunan terus bertambah sehingga membutuhkan ruang yang

cukup luas pula.

Selama pemindahan kegiatan ekspor impor di Pelabuhan Belawan,

perdagangan dan pelayaran di Sumatera Timur mengalami kemajuan yang pesat.

Kemajuan yang pesat ini tidak terlepas dari peranan wilayah penyangga dari Pelabuhan

Belawan yakni wilayah pedalaman (hinterland) dan wilayah seberang (foreland). Kedua

wilayah penyanga ini secara tidak langsung telah membuat Pelabuhan Belawan menjadi

lebih hidup. Hinterland dari Pelabuhan Belawan adalah wilayah kantung-kantung

perkebunan yang sebagian besar terkoneksi dengan jalur kereta api sehingga

memudahkan untuk mengangkut hasil-hasil panennya ke Pelabuhan Belawan. Wilayah

foreland dari Pelabuhan Belawan adalah pelabuhan-pelabuhan kecil yang berada di

Sumatera Timur dan dua pelabuhan transit internasional yakni Penang dan Singapura.

Letaknya yang berada pada salah satu jalur lalu lintas tersibuk di dunia saat itu,

menguntungkan bagi Pelabuhan Belawan. Keuntungan yang didapatkan Pelabuhan

203

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belawan adalah sering disinggahi kapal-kapal yang datang dari berbagai negara.

Keadaan yang demikian semakin meningkatkan aktivitas ekspor dan impor. Tujuan

ekspor dan impor dari Pelabuhan Belawan adalah negera-negara Eropah dan Amerika

serta sebagian Asia dan Afrika. Padatnya aktivitas pelayaran dan perdaangan di

Pelabuhan Belawan menjadikannya sebagai pusat pelayaran dan perdaganggan di

Sumatera Timur. Ini dapat dibuktikan dengan persentase impor, ekspor dan pelayaran.

Persentase ekspor dan impor di Pelabuhan Belawan terhadap pelabuhan-pelabuhan kecil

lainnya adalah berkisar pada 40-70%. Tentu saja konsentrasi ini cukup besar karena

sebenarnya terdapat banyak pelabuhan-pelabuhan kecil di Sumatera Timur yang

berjumlah sekitar 13 pelabuhan kecil. Konsentrasi untuk pelayaran di Pelabuhan

Belawan terhadap pelabuhan-pelabuhan kecil lainnya di Sumatera Timur adalah

berkisar 70%. Dari kedua persentase tersebut membuktikan bahwa benar Pelabuhan

Belawan menjadi pusat pelayaran dan perdagangan di Sumatera Timur bahkan

berdasarkan data, Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan terbesar di Pulau Sumatera

di samping Emmahaven (Padang).

Peningkatan volume perdagangan dan pelayaran di Sumatera Timur, maka

diperlukan untuk membangun pelabuhan samudera demi menampung perdagangan dan

pelayaran internasional yang lebih banyak lagi. Melihat keadaan ini akhirnya

pemerintah melalui Depatemen B.O.W, membentuk komite perencanaan pembangunan

pelabuhan samudera di Sumatera Timur. Komite yang telah dibentuk kemudian memilih

beberapa tempat yang cocok untuk di jadikan pelabuhan samuder sepeti Langsa, Teluk

Aru dan Belawan sendiri.

204

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keputusan pemerintah berdasarkan masukan dari insinyur pelabuhan dari

Rotterdam, maka yang dipilih menjadi pelabuhan samudera di Sumatera Timur adalah

Pelabuhan Belawan dengan syarat harus dapat terlepas dari cengkraman perusahaan

DSMdan dilakukan perluasan pelabuhan yang berhadapan langsung dengan laut. Alasan

ditetapkannya Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan samudera adalah pertama, untuk

menampung aktivitas eksor impor dan pelayaran yang sudah mulai padat sehingga

membutuhkan tempat yang luas. Kedua, dengan ditetapkannya Pelabuhan Belawan

sebagai pelabuhan samudera maka diharapkan dapat menyaingi pelabuhan transit milik

Inggris di Semenanjung Malaya yakni Penang dan Singapura.

Hal ini terlihat dari kebijakan pemerintah yang memberi izin konsesi kepada

perusahaan pelayaran Belanda terutama KPM, untuk mengontrol seluruh pelabuhan-

pelabuhan kecil lainnya di Sumatera umumnya dan Sumatera Timur khususnya. Selain

itu, pemerintah juga mewajibkan jika pelayaran setelah ditetapkannya Pelabuhan

Belawan sebagai pelabuhan samudera, maka kapal-kapal terutama milik Belanda dari

pelabuhan lainnya di Sumatera Timur tidak diwajibkan untuk transit di kedua pelabuhan

yang dikelola oleh Inggris. Terbukti bahwa sejak kebijakan tersebut dikeluarkan

Pelabuhan Belawan menjadi pelabuhan transit banyak kapal-kapal yang berlayar dari

pelabuhan kecil melakukan transit di Pelabuhan Belawan. Sejak dikeluarkan kebijakan

tersebut, maka dapat menekan ketergantunan akan transit di Penang dan Singapura

adalah sebesar 7%.

Pelayaran dari Sumatera Timur, tetap banyak kapal-kapal yang melakukan

transit di Penang dan Singapura terutama perusahaan-perusahaan pelayaran milik

Inggris. Pelayaran di Pelabuhan Belawan umumnya dapat dibedakan menjadi tiga

205

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bagian yakni pertama, pelayaran lokal yang meliputi jaringan pelayaran antara

pelabuhan-pelabuhan kecil di Sumatera Timur dengan Pelabuhan Belawan. Kedua,

pelayaran antar pulau atau regional yang meliputi jaringan pelayaran antar pulau-pulau

di Hindia Belanda dengan Pelabuhan Belawan. Terakhir, pelayaran internasional yang

meliputi jaringan pelayaran antara Pelabuhan Belawan dengan sebagian negara-negara

di benua Eropah, Amerika, Afrika dan Asia. Pelayaran lokal dan regional di Pelabuhan

Belawan merupakan satu kesatuan, artinya rute pelayaran regional pasti melalui

pelayaran lokal. Rendahnya jaringan pelayaran lokal di Pelabuhan Belawan dikarenakan

banyak wilayah-wilayah kantung yang sudah terkoneksi dengan jalur kereta api,

sehingga tidak lagi menggunakan kapal untuk mengirimnya melainkan dengan moda

kereta api.

206

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Arsip

Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsh-Indië van den 10 April 1881
no. 8.

Inventaris Arsip Algemene Seretarie Grote Bundel Besluiten


No. 2112 Voorwarden voor eene Concessie tot het aanliggen en
exploitereen van een hoogdrukwaterleiding ter hoofdplaats
Medan.

No. 2114 Nota van de Wenschelijkeheid tot het Maken van Een
Oceanhaven te Belawan

No. 7158 Kaart van Haven Belawan

Inventaris Arsip Burgerlijke Openbare Werken


No. 3223 Nota van Afijkingen in het Ontwerp: “Het Uitbreiden van de
Watervoorziening op het Havenemplacement te Belawan”

No. 12114 Onderwerp Bouw van een Sectiekantoor en Wachthuistje


met Stijger te Belawan.

Nota van Toelichting Behoorende bij het Ontwerp Het


Inrichten van een Koelieoonkwartier.

No. 12118 Werkplan Haven-Belawan Dienstjaar 1931

No. 12125 Nota van Toelichting Behoorende bij het Ontwerp Het
Inrichten van een Koelieoonkwartier.

No. 12127 Notulen van de 75ste Vergadering van de Commissie van


Bijstand in het Belang van het Beheer der Haven Belawan,
Gehouden op vrijdag den 23sten Juni 1933 des Morgen ten
9 uur in het Gebouw van de Deli Planters Vereeniging te
Medan

Inventaris Arsip Financien


Nomor 702. Bilangen No. 70 “Extract uit het Register der Besluiten van

207

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nedelandsch-Indië” 4den Juni 1914.

Bilangen No. 73 “Extract uit het Register der Besluiten van


Nedelandsch-Indië” 4den Juni 1914.

Bilangen No. 75 “Extract uit het Register der Besluiten van


Nedelandsch-Indië” 4den Juni 1914.

Bilangen No. 77 “Extract uit het Register der Besluiten van


Nedelandsch-Indië” 4den Juni 1914.

Bilangen No. 76 “Extract uit het Register der Besluiten van


Nedelandsch-Indië” 4den Juni 1914.

Memorie van Overgave:

1. MvO Gouverneur Oostkust van Sumatra, C. J. van Kempen, 02 Agustus 1924-


01 Juli 1928.
2. MvO Sumatra‟s Oostkust Gubernur L.H.W. van Sandick 1928-1930.
3. MvO Gouverneur der Oostkust van Sumatra JHR. B..C.M.M Van Suchtelen, 29
Juni 1933 – 31 Januari 1936.
4. MvO Asisten-Residen Deli en Serdang, S. van der Plas, 1913.
5. MvO Asisten-Residen Deli en Serdang, S. Bouman van 15 September 1927 – 1
December 1929.
6. MvO Controleur van Beneden Deli, Mr. J. Reuvers, 30 September 1927 – 15
Maart 1929.

Dokumen Resmi yang Dicetak


Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1864 No. 48.

Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1875 No. 272.

Staatsblad van Nederlandsch-Indië, 1881 No. 101.

Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1924 No. 378.

208

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jurnal, Laporan, dan Karya Leksikografi

Aardrijkskundig en Statitisch Woordenboek Nederlandsch-Indie, Geerte Deel A-Z,


Amsterdam: P.W. van Kampen, 1861.
Airriess, Christopher Anderson “Global Economy and Port Morphology in Belawan,
Indonesia” dalam Geographical Review, Vol. 81, No. 2 (April, 1991).
Airriess, Christopher, “Port-Centered Transport Development in Colonial North
Sumatra”, dalam Indonesia, Vol. 59 (April, 1995).
Anonim, “Aanvullingsnota van Toelichting Betreffende het Landschap Asahan” dalam
Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch
Genootschap, Deel LIII, Batavia: Albrecht&co dan Deen Haag: Martinus
Nijhoff, 1911.

Baron de Raet, J.A.M. van Cats,1867, “Vergelijking van den Vroegeren Toestand van
Deli, Serdang en Langkat”, Tijdschrijft voor Indischhe Taal, Land, en
Volkenkunde van Bataviasch Genootshap, Deel XII, Batavia: Albrecht&co.

Bestek en Voorarden, Waarnaar Zal Worden Aanbesteed Het Bouwen van Een Loods
Aan de Oceaankade te Belaan op den Haven an Belawan, Weltevreden:
Landsdrukkerij, 1924.

Bezemer, T. J.,Beknopte Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, Leiden : Martinus


Nijhoff, 1928.

Broersma, R., “De Ontwikkeling van Den Handel in Oostkust van Sumatra”, Kolonial
Tijdshrift, 129, XI, 1920.

C.I.,Wouter Coll, “Nederlandsch-Indische Havenraden”, dalam Koloniale Studient, 4de


Jaargang, deel I, 1920.

Een en Veertigste Jaarverslag DSM, Prae-Advies van Commissarissen Der Deli


Spoorweg Maatscappij, Amsterdam: Druk van J.H De Bussy, 1923.

Jaarverslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van


Sumatra 1 JulI 1925 -30 Juni 1926, Medan: TYP. Varekamp & Co, 1926.

Jaarverslag der Haven Belawan 1925, Werltreveden: Landsdrukkerij, 1926.

Kathirittamby-Wells, J, “Hulu-hilir Unity and Conflict: Malay Statecraft inEast Sumatra


before the Mid-Nineteenth Century”, dalam Archipel, 1993.

______________, „‟Strangers‟ and „Stranger-Kings‟: The Sayyid inEighteenth-Century


Maritime Southeast Asia”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, 40(3), pp
567–591 October 2009.

209

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Koloniaal Verslag tahun 1872.

Kroesen, C.A., “Geshiedenis van Asahan” dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land,
en Volkenkunde van Bataviasch Genootschap, Deel XXXI, Batavia:
Albrecht&co dan Deen Haag: Martinus Nijhoff, 1886.

Lindblad, J. Thomas, “The Importance Of Indonesianisasi During The Transition From


The 1930s to the 1960s” Paper prepared for the conference on `Economic
Growth and Institutional Change in Indonesia in the 19th and 20th Centuries‟,
Amsterdam, 25-26 February 2002.

Medeelingen en Rapporten, Nederlandsch-Indisch Haven, Havenwezen No. 5, Deel I,


Batavia: Departement der Burgerlijke Openbare Werken, 1920.

Medeelingen en Rapporten, Nederlandsch-Indisch Haven, Deel I, Batavia: Departement


der Burgerlijke Openbare Werken, 1921.

Niewenhuis, A.W., “De Deli Spoorweg Maatschappij en Haar Veertigjarig Jubileum 28


Juni 1883 – 28 Juni 1923”, dalam Indie, 7de Jaargang 27 Juni 1923, Leiden: Jan
van Goyenkade, 1923.

Paulus, J., 1917, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, Deel I, ,„s-Gravengage:


Martinus Nijhoff; Leiden: Brill.

Ratna, “Labuhan Deli: Riwayatmu Dulu”, dalam Jurnal Historisme, Edisi No. 22/Tahun
XI/Agustus 2006.

Reitsma, S.A., “De Deli Spoorweg Maatschappij”, dalam Spoor- en Tramwegen van 9
Mei 1933, Den Haag: Moorman‟s Periodieke Pers N.V., 1933.

Statistiek van Aanplant Produceerend en Aanplant en Produktie van De Groote


Cultures van Sumatra’s Oostkust, Atjeh en Tapanoeli Per 31 December 1926,
Medan: Uitgegeven Door De Handelsvereéniging te Medan en De A.V.R.O.S,
1927.

Statistiek van den Handel,de Scheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in


Nederlandsche-Indieover het Jaar 1878, Batavia: Landsdrukkerij, 1880.

Statistiek van den Handel,de Scheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in


Nederlandsche-Indie over het Jaar 1887, Batavia: Ogilvie & Co. 1889.

Statistiek van den Handel,de Scheepvaart en de In- en Uitvoerrechten in


Nederlandsche-Indie over het Jaar 1904, Batavia: Landsdrukkerij, 1905.

210

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Statistiek van de Scheepvaart in Nederlandsch-Indie over het Jaar 1937, Batavia: F. B.
Smits, 1938.

Stibbe, D. G.,1935, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, Deel VII,„s-Gravengage:


Martinus Nijhoff.

Sumarno, Edi, “Mundurnya Kota Pelabuhan Tradisional di Sumatera Timur pada


Periode Kolonial” dalam Historisme Edisi NO.22/Tahun XI/Agustus 2006.

Verslag van de Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra 1
Januari 1939 - 31 December 1939, Medan: TYP. Deli Courant, 1940.

Verslag van de Handelsvereeniging te Medan Over Het Jaar 1916-1940, Medan:


Verkamp.

Verslag van de Kleine Havens in Nederlandsch-Indie over het jaar 1923, Weltevreden:
Landsdrukkerij, 1925.

Verslag van de Kleine Havens in Nederlandsch-Indie over het jaar 1924-1925,


Weltevreden: Landsdrukkerij, 1926.

Verslag van de N.V Handelmaatshappij Güntzel en Schumacher Medan over het Vier en
Twintigste Boekjaar, 1929.

Veth, P. J., “Het Lanschap Deli op Sumatra”, TNAG, Deel II, 1877.

Waard,J. De., “De Oostkust Van Sumatra”, Tijdschrift voor Economische Geografie,
25, 8 (1934).

Zeven en Veertigste Jaarverslag DSM, Statistiek van der Deli Spoorweg Maatshappij,
Amsterdam: J.H. De Bussy, 1929.

Buku, Skripsi dan Tesis

Airriess, Christopher Anderson, “A Port System in a Developing Regional and


Response in North Sumatra, Indonesia”, Ph.D Dissertation, Lexington:
University of Kentucky, 1989.

Allen,G., dan A. Donnithorne, 1962, Western Enterprise in Indonesia, London: Allen


and Unwin.

Asba, A. Rasyid, “Buruh Pelabuhan Makassar: Gerakan Buruh dan Politik Regional”
dalam Erwiza Erman dan Ratna Saptari (Ed.), 2013,Dekolonisasi Buruh Kota
dan Pembentukan Bangsa, Jakarta: KITLV-Jakarta – NIOD – Pustaka
Yayasan Obor Indonesia.

211

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Anderson, John, 1840, Acheen and the Port on the North and East Coast Sumatra,
London: Wm. H. Allen & Co. Leadenhall Street.

_____________, 1971,Mission to the East Coast of Sumatra in 1823, New York:


Oxford University.

Anonim, 1905, Medan in Woord en Beeld, Amsterdam: de Bussy.

Anseb, 1938, De Grond van Deli, Medan: Varekamp & Co.

Ballegoijen de Jong, Michie van, tanpa tahun, Stations en Spoorbruggen op Sumatra


1876-1941, Amsterdam: De Bataafsche Leuw.

Basarshah, Tuanku Luckman Sinar, 2007,Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di


Sumatera Timur, Medan: Tanpa Penerbit.

Blink, H, 1926,Opkomst En Ontwikkeling van Sumatra Als Economisch-Geographisch


Gebied, „s-Gravenhage: Mouton & Co.

Broersma, R, 1922, Oostkust van Sumatra: De Ontwikkeling van het Gewest, Deel II,
The Hague: Charles Dixon Deventer.

Burke, Peter, 2001, Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Callinicos, Alex, 2007, Social Theory: A Historial Introduction, Second Edition,


Cambridge: Polity Press.

Campo, J.N.F.M. a,1992, De Konninklijk Paketvaart Maatschappij: Stoomvaart en


Staatsvorming in de Indonesische Archipel 1888-1914, Hilversum: Verloren.

________________, “Steam Navigation and State Formation” dalam Robert Cribb


(Ed.), 1994, The Late Colonial State in Indonesia: Political and Economic
Foundations of the Netherlands Indies 1880-1942, Leiden: KITLV Press.

Cool, Wouter, 1917, Belawan-Oceaanhaven, Batavia: Departement der Burgerlike


Openbare Werken Afdeeling Havenwezen.

Cremer, J.T., 1881, De Toekomst van Deli: Eenige Opmerkingen, Leiden: Gualth Kolff.

Dirk, F.C. Backer,1985, De Gouvernements Marine in Het Voormalige Nederlands-


Indie in Haar Verschillende Tijdsperioden Geschetst 1861-1949, Deel I,
Weesp: De Boer Maritiem.

212

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dick, H. W., 1987, The Indonesian Interisland Shipping Industry: An Analysis of
Competition and Regulation, Singapura: ISEAS.

Dootjes, F. J. J., 1932, Kroniek 1931, Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut,.

------------------, 1937, Kroniek 1936, Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut.

------------------, 1938, Kroniek 1937, Amsterdam: Oostkust van Sumatra Instituut.

Fatimah, “Pengaruh Sosial Ekonomis Perkebunan Tembakau Terhadap Masyarakat di


Sumatera Timur” Tesis belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada, 1985.

Garraghan, Gilbert J., 1957, A Giude to Historical Method, New York: Fordham
University Press.

Gottschalk, Louis,1985, Mengerti Sejarah, terj. dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI


Press.

Hadiwidjojo, MM. Purbo, 1987, dkk., Kamus Hidrologi, Jakarta: Depdikbud.

Halimi, Ahmad Jaelani, 2007, Perdagangan dan Perkapalan Melayu di Selat Malaka
Abad ke-15 hingga ke-18, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Harahap, Parada, 1926, Dari Pantai ke Pantai: Perdjalanan ke Sumatra October-Dec.


1925-Maart-April 1926, Weltevreden: Bintang Hindia.

Hutagaol, Novita Mandasari, 2016, “Pengembangan Pelabuhan Belawan dan


Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Deli, 1920-
1942”, Skripsi S-1 belum diterbitkan, Batam: Universitas Riau Kepulauan.

Indera, 1996, “Pertumbuhan dan Perkembangan Deli Spoorweg Maatschappij, 1883-


1940” Tesis S-2, belum diterbitkan, Depok: Universitas Indonesia.

Kamaluddin, Rustian, 1987,Ekonomi Transportasi, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Kartodirdjo, Sartono, 2014, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari


Emporium Sampai Imperium, Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Kol, H.H van, 1915, Driemal Dwars door Sumatra en Zwerftochten door Bali,
Rotterdam: W. L. & J. Brusse‟s Uitgeversmaatschappij.

Kreel, B. H. A. Van, 1938, Deli Data: 1863-1938, Amsterdam: Mededeeling No. 26


van het Oostkust van Sumatra-Instituut.

213

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kuntowijoyo, 1995, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Lapian, Adrian B., 2008,Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17,
Jakarta: Penerbit Komunitas Bambu.

Lekkerkerker, C., 1916, Land en Volk van Sumatra, Leiden: N.V. Boekhandel en
Drukkerij Voorheen E.J. Brill.

Loderichs, M. A., 1997, Medan Beeld van Een Stad, Amsterdam: Asia Maior.

Nooteboom, Chr., 1933, De Inlandsche Scheepvaart, Amsterdam: Koninklijke


Vereeniging Koloniaal Institute.

Panggabean,Panangian, 1988, “ Lahirnya Kota Medan Sebagai Pelabuhan Ekspor Hasil-


hasil Perkebunan 1863-1940” Tesis S-2 belum diterbitkan, Yogyakarta:
Pascasarjana UGM.

Parker, J. Gordon, 1913, Asahan Genuine Gambier, London: A. Runge & Co.

Pelzer, Karl J., 1985,Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan
Agraria, terj. J. Rumbo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Reid, Anthony, 1969,The Contest For North Sumatra: Atjeh, The Netherlands, and
Britain 1858-1898, Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Ritzer, George, 2007, Contemporary Sociological Theory and Its lassial Roots: The
Basics, Second Edition, New York: M Graw-Hill.

Said, Mohammad, 1977, Koeli Kontrak Tempoe Doeloe: dengan Derita dan
Kemarahannya, Medan: Waspada.

Salim, Abbas,1994, Manajemen Pelayaran Niaga dan Pelabuhan, Jakarta: Pustaka


Jaya.

Schadee, W. H. M., 1917, Kroniek 1916, Amsterdam: J. H. De Bussy.

---------------------, 1918, Geschiedenis van Sumatra Oostkust, Deel I, Amsterdam:


Oostkust van Sumatra Instituut.

Siregar, Muchtaruddin, 1990, Beberapa Masalah Ekonomi dan Management


Pengangkutan, Jakarta: Lembaga Penerbit akultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

Soedjono, Kramadibrata,1985,Perencanaan Pelabuhan, Bandung: Ganeca Exact


Bandung.

214

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sosrodarsono, S., 1994, dan M. Tominaga, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Jakarta:
Pradnya Paramita.

Stoler, Ann Laura, 2005, Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera
(1870 -1979), Yogyakarta: Karsa.

Sumarno, Edi, 1998, “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur 1863-1942”, Tesis S-2
belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Supriyono, Agustinus, 2007,Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-pemogokan pada


Zaman Kolonial Belanda, Revolusi, dan Republik 1900-1965, Semarang:
Badan Penerbit UNDIP dan Toyota Foundation.

Sulistiyono, Singgih Tri, 2003, The Java Sea Network: Patterns in the Development of
Interregional Shipping and Trade in the Process of National Economic
Integration in Indonesia, 1870-1970, Semarang: Badan Penerbit UNDIP –
Toyota Foundation.

Triatmodjo, Bambang, 1992, Pelabuhan, Jakarta: Beta Offset.

Volker, T., 1928, Van Oerbosch Tot Cultuurgebied: Een Schets van de Betekenis van
De Tabak, De Andere Cultures en De Industrie Ter Oostkust van Sumatra,
Medan: TYP. Varekamp & Co.

Vos, Reinout, 1993, Gentle Janus, Merchant Prince: The VOC and the Tightrope of
Diplomacy in the Malay World, 1740-1800, Leiden: KITLV Press.

Wasino, dkk, 2016, “Membingkai Selat Malaka: Pengelolaan Pelabuhan Belawan dari
Kolonial hingga Sekarang”, draft penelitian belum diterbitkan, Semarang.

Weisfelt, Jacobus, 1972, De Deli Spooweg Maatshappij als Fator in de Economische


Ontwikkeling van de Oostkust van Sumarta, Rotterdam: Broder Offset NV.

Widodo, Sutejo K., 2005,Ikan Layang Terbang Menjulang: Perkembangan Pelabuhan


Pekalongan Menjadi Pelabuhan Perikanan 1900-1990, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Bekerjasama dengan Toyota Foundation.

Wie, Thee Kian, 1977, Plantation Agriculture and Export Growth an Economic History
of East Sumatra 1863-1942. Jakarta: National of Institute of Economic and
Social Research (LEKNAS – LIPI).

Zainudin, H.M., 1961, Tarikh Atjeh dan Nusantara, Medan: Pustaka Iskandar.

Zuhdi, Susanto, 2016, Cilacap 1830-1942: Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di
Jawa, Yogyakarta: Penerbit Ombak.

215

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN I

Kapal Sibayak pengangkut Tembakau Deli di Pelabuhan Belawan

Sumber: ANRI, KIT Sumatera Utara No. 592/66

216

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN II

Perahu-Perahu/Kapal Layar di Pelabuhan Belawan

Sumber: ANRI, KIT Sumatera Utara No. 543/15

217

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN III

Peta Pelabuhan Belawan

Sumber: ANRI, KIT Sumatera Utara No. 281/44

218

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN IV

Suasana Pelabuhan Belawan Tahun 1931

Sumber: ANRI, KIT Sumatera Utara No. 293/58

219

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN V

Suasana Gudang Penyimpanan Barang di Pelabuhan Belawan dan Para Pelerja tahun
1931

Sumber: ANRI, KIT Sumatera Utara No.293/66

220

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN VI

Pipa-Pipa dalam Rangka Perluasan dan Pembangunan Pelabuhan Samudera Belawan

Sumber: ANRI, KIT Sumatera Utara No. 527/70

221

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN VII

Kapal Bersandar di Dermaga Pelabuhan Belawan

Sumber: ANRI, KIT Sumatera Utara No. 293/78

222

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai