Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENELITIAN CANDI MUARA TAKUS

Disusun oleh:

Nama : MURNIATI
Kelas : XI IPS 3
Mata Pelajaran : Sejarah Perminatan
Guru : LINDA YANNI S.Pd.

SMA NEGRI 1 KANDIS


TA. 2022/2023

1
DAFTAR ISI
BAB I
 KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………...
 PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………
 LATAR BELAKANG MASALAH…………………………………………………………………….
 INDENTIFIKASI MASALAH………………………………………………………………………….
 PEMBATASAN MASALAH…………………………………………………………………………..
 RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………………..
 TUJUAN PENELITIAN………………………………………………………………………………….
 MANFAAT PENELITIAN …………………………………………………………………………….

BAB II
 ISI …………………………………………………………………………………………………………….
 PENERAAN PENGETAHUAN YANG DIHASILKAN PENELITI………………………....

BAB III
 PENUTUP………………………………………………………………………………………………….
 DAFTAR PUSTAKA……………………..................................................................

2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat yang dilimpahkan serta karunia yang diberikan hingga peneliti dapat
menyelesaikan Laporan hasil penelitian.
Laporan Hasil Penelitian ini disusun sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban atas kegiatan Penelitian di Kampar sejarah muara takus.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya
kepada :
1. Bapak Edi Suherman S.Pd , selaku kepala sekolah yang memberikan izin
untuk melaksanakan penelitian.
2. Ibu Linda yanni S.Pd, selaku guru pembimbing sejarah peminatan yang
memberikan arahan selama penelitian terlaksanakan.
3. Bapak jamiatul khoiri S.Pd, selaku guru pembimbing sejarah Indonesia yang
membantu serta memberikan arahan selama penelitian berjalan.
4. Bapak Zulfikri, sebagai pendamping disaat Study Tour berlangsung
Penulis sadar bahwa makalah yang disusun ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, dengan rendah hati penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, peneliti mengharapkan agar Laporan Hasil Penelitian ini dapat
memenuhi fungsinya sebagai khasanah ilmu pengetahuan. Peneliti menyadari pula bahwa
Laporan Hasil Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat kontruktif dari para pembaca sangat diharapkan, guna perbaikan dan
penyempurnaan Laporan Hasil Penelitian ini. Peneliti tak lupa menyampaikan
permohonan maaf jika dalam penulisan Laporan Hasil Penelitian ini terdapat kekeliruan
dan kekurangan.Demikian, dan terima kasih.

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pantai Timur Sumatera merupakan bagian dari Selat Malaka yang telah dikenal sebagai
jalur pelayaran dan perdagangan sejak dulu, karena fungsinya yang tidak hanya sebagai tempat
persinggahan untuk pengisian perbekalan tetapi juga sebagai tempat transaksi.
Perannya yang vital dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada gilirannya membuat
perkembangan Bandar-bandar disekitarnya, seperti tercermin dari semakin semaraknya aktivitas
perekonomian disana.Selain dimanfaatkan oleh masyarakat kerajaan-kerajaan di
sekitarnya,keberadaan selat tersebut juga mempersatukan pusat-pusat perdagangan dan pusat
produksi komoditi dibelahan Barat dan Timur. Sebagai jalur pelayaran danperdagangan
internasional, aktivitas yang berlangsung di sana melibatkan banyak bangsa dengan budayanya
masing-masing. Sebagai pusat pertemuan antar Bangsa,budaya, dan kepentingan, tidak
mengherankan bila kawasan Selat Malaka di kenal juga sebagai ajang pergolakan.Berbagai
sumber asing dan lokal memperlihatkan bahwa sekurang- kurangnya sejak abad ke-7 Kerajaan
Sriwijaya telah berkiprah sebagai sebuah institusi kerajaan yang berbasiskan kemaritiman,
dengan Selat Malaka sebagai bagian wilayah yang menjadi tumpuan penghidupan dalam bentuk
eksploitasihasil laut, jalur pelayaran dan perdagangan.
Selanjutnya sumber-sumber itu,seperti Kronik Cina, Negarakertagama, Sejarah Melayu,
maupun reteiros (buku-12buku pemandu laut) Portugis juga memperlihatkan keberadaan
kerajaan-kerajaankecil lainnya seperti Kandis, Keritang, Siak, Kampar, dan Rokan.
Koestoro(2003:1)Berdasarkan berbagai sumber, karena keberadaan Selat Malaka yang
sudahcukup lama sebagai pusat-pusat kekuasaan politik, perdagangan, dan budaya disepanjang
pantai Timur Sumatera jelas tidak dapat dilepaskan dari berbagaibentuk peninggalan dan jenis
karya budaya.Dalam buku Gugusan Candi Muara Takus DEPDIK dan BUD (1992/1993 :1 ),
dijelaskan bahwa di daerah Riau banyak terdapat Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Salah
satunya terdapat di Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar,Kabupaten Kampar. Desa
Muara Takus terkenal baik di dalam maupun di luarnegeri, khususnya Asia, karena adanya
Guguan Candi Muara Takus ini. Sebagaipeninggalan sejarah purbakala, maka keberadaanya
tidak terlepas kaitannyadengan Kedatuan Sriwijaya berdasarkan cerita seorang pengembara Cina,
I-Tsing.Candi Muara Takus adalah situs candi tertua di Sumatera, merupakan satu- satunya situs

4
peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan
bukti bahwa agama budha pernah berkembang dikawasan ini, terutama di kawasan Muara
Takus.Setiap daerah pasti mempunyai peristiwa sejarah tersendiri, begitu jugadengan daerah
Riau yang banyak menyimpan peristiwa sejarah yang bervariasi.Setiap peristiwa sejarah pasti
mempunyai peninggalan. Peninggalan sejarah dapatberupa fosil, artefak, dokumen/arsip, situs
dan bangunan.
Peninggalan sejarah oleh masyarakat, tentunya tidak terlepas dari konsep religi atau
kepercayaan yangdiyakini masyarakat pada masanya, yakni animisme dan dinamisme Disadari
bahwa sisa benda budaya masa lalu di Riau yang merupakanbagian dari pesisir Timur Sumatera
merupakan sarana untuk memperoleh informasi yang berguna sebagai acuan upaya
pengungkapan sejarah kehidupanmanusia dari waktu ke waktu, sekaligus berguna bagi
pemanfaatan lainnya.Namun masalahnya sekarang perhatian ke arah itu dapat dikatakan kurang
ataubelum sepenuhnya ditindaklanjuti, seperti halnya Situs Candi Muara Takus. Dari jejak
sejarah berupa peninggalan-peninggalan itulah kita dapatmempelajari budaya bangsa yang
merupakan azas program pemerintah yangdiimplementasikan dalam bentuk berbagai
pembelajaran kesejahteraan daritingkat dasar sampai ke tingkat pendidikan tinggi yang dapat
terlihat dari antusiasmasyarakat dan peran pemerintah dalam mengembangkan maupun
melestarikanpeninggalan sejarah menjadi destinasi wisata.Berdasakan pada latarbelakang
masalah di atas, maka peneliti tertarik untukmeneliti dengan judul penelitian ini adalah “ SITUS
CANDI MUARA TAKUSSEBAGAI DESTINASI WISATA DI KECAMATAN XIII
KOTO,KABUPATEN KAMPAR,PROVINSI RIAU.”
B. INDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan beberapa
identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Kondisi situs candi muara takus sebagai destinasi wisata.
2. Manfaat situs candi muara takus bagi wisatawan dikecamatan XIII koto kabupaten
Kampar provinsi Riau.
3. Motivasi wisatawan mengunjungi situs candi muara takus.

5
C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas,maka penulis membatasi masalah yang akan
diteliti yaitu “situs candi muara takus sebagai destinasi wisata di kecamatan XIII koto,kabupaten
Kampar,provinsi riau.”
D. TUJUAN PENELITIAN
Penentuan tujuan peneltian merupakan hal yang sangat mendasar sehingga kegiatan
penelitian dilakukan akan lebih terarah dan akan memberikan gambaran terhadap penelitian yang
akan dilakukan.Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui kondisi situs candi muara takus sebagai destinasi wisata.
2. Untuk mengetahui manfaat situs candu muara takus sebagai destinasi wisata di
kecamatan XIII koto kabupaten Kampar provinsi riau.
3. Untuk mengetahui peranan pemerintah/dinas terkait dalam melestarikan situs candi
muara takus.
4. Untuk mengetahui motivasi wisatawan mengunjungi situs muara takus.
E. MANFAAT PENELITIAN
Dengan tercapainya tujuan penelitian diatas maka hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat:
1. Bagi Peneliti, Untuk memperluas cakrawala ilmu pengetahuan tentang Situs dan
Peninggalan Sejarah di Riau, khususnya di Kabupaten Kampar,Riau,dan sebagai
bahan masukan bagi para peneliti selanjutnya dalam usahapengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan kita, melalui penegtahuan sejarah lokal yang ada di
Indonesia
2. Bagi Guru, Sebagai bahan atau referensi untuk bahan belajar mengajartentang
sejarah lokal khususnya Situs dan Peninggalan Sejarah
3. Bagi Masyarakat, memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat dalam
usaha mempertahankan dan melestarikan kebudayaan.dengan penelitian ini
diharapkan, pemerintah dapat semakin memperhatikan dan menjaga Situs dan
Peninggalan Sejarah diwilayahnya masing-masing, serta semakin menggalakkan
Pengajaran Sejarah lokal di sekolah-sekolah.
4. Bagi Pembaca, untuk memperluas cakrawala ilmu pengetahuan , tentangSitus Candi
Muara Takus di Kecamatan XIII Koto, KabupatenKampar,Riau

6
5. Untuk menambah perbendaharaan karya ilmiah bagi Lembaga pendidikan
khususnya bagi siswa SMA NEGERI 1 KANDIS.

7
BAB II
ISI
A. KAJIAN TEORI

Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto Kampar,
Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Jaraknya dari Pekanbaru, Ibukota Propinsi Riau, sekitar 128
km Perjalanan menuju Desa Muara Takus hanya dapat dilakukan melalui jalan darat yaitu dari
Pekanbaru ke arah Bukittinggi sampai di Muara Mahat. Dari Muara Mahat melalui jalan kecil
menuju ke Desa Muara Takus. Kompleks Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah
yang berbentuk candi di Riau. Candi bernuansa Buddhistis ini merupakan bukti bahwa agama
Budha pernah berkembang di kawasan ini. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum
dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan.

8
Ada dua pendapat mengenai nama Muara Takus. Yang pertama mengatakan bahwa nama
tersebut diambil dari nama sebuah anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara ke Sungai
Kampar Kanan. Pendapat lain mengatakan bahwa Muara Takus terdiri dari dua kata, yaitu
“Muara” dan “Takus”. Kata “Muara” mempunyai pengertian yang sudah jelas, yaitu suatu
tempat sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan
kata “Takus” berasal dari bahasa Cina, Ta berarti besarr, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau
kuil. Jadi arti keseluruhan kata Muara Takus adalah candi tua yang besar, yang terletak di muara
sungai.

Candi Muara Takus merupakan candi Buddha, terlihat dari adanya stupa, yang
merupakan lambang Buddha Gautama. Ada pendapat yang mengatakan bahwa candi ini
merupakan campuran dari bentuk candi Buddha dan Syiwa. Pendapat tersebut didasarkan pada
bentuk bentuk Candi Mahligai, salah satu bangunan di kompleks Candi Muara takus, yang
menyerupai bentuk lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan). Arsitektur candi ini
juga mempunyai kemiripan dengan arsitektur candi-candi di Myanmar. Candi Muara Takus
merupakan sebuah kompleks yang terdiri atas beberapa bangunan
Bangunan yang utama adalah yang disebut Candi Tuo. Candi ini berukuran 32,80 m x
21,80 m dan merupakan candi bangunan terbesar di antara bangunan yang ada. Letaknya di
sebelah utara Candi Bungsu. Pada sisi sebelah timur dan barat terdapat tangga, yang menurut

9
perkiraan aslinya dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung singa dalam posisi
duduk. Bangunan ini mempunyai sisi 36 buah dan terdiri dari bagian kaki I, kaki II, tubuh dan
puncak. Bagian puncaknya telah rusak dan batu-batunya telah banyak yang hilang.

Candi Tuo dibangun dari campuran batu bata yang dicetak dan batu pasir (tuff).
Pemugaran Candi Tuo dilaksanakan secara bertahap akibat keterbatasan anggaran yang tersedia.
Pada tahun 1990, selesai dikerjakan bagian kaki I di sisi timur. Selama tahun anggaran
1992/1993 pemugaran dilanjutkan dengan bagian sisi sebelah barat (kaki I dan II). Volume
bangunan keseluruhan mencapai 2.235 m3, terdiri dari : kaki: 2.028 m3, tubuh: 150 m3, dan
puncak: 57 m3. Tinggi bangunan mencapai 8,50 m.
Bangunan kedua dinamakan Candi Mahligai. Bangunan ini berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 m berdiri diatas
pondamen segi delapan (astakoma) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya terdapat
teratai berganda dan di tengahnya menjulang sebuah menara yang bentuknya mirip phallus
(yoni).
Candi muara takus ditemukan pada tahun 1860 nama penemunya yaitu CORNET
DEGROT asal belanda. ia mengadakan perjalanan di masuk dari pangkalan kampung pertama
kubuh baru dia melakukan espedisi melalui sungai Kampar yaitu Kampar kanan menuju arah

10
kabupaten kota yaitu muara peti dan disitu dia menemukan tujuh buah situs bangunan budha
tetapi sekarang hanya ada 4 candi yaitu candi tua, candi bungsu,candi plangka,candi maligai
Arsitektur candi muara takus ada dua jenis yaitu,lingga dan joni linga itu laki-laki dan
joni perempuan pada masa hindu dan budha orang-orang mengaitkan dengan sriwijaya
Saat itu ada diadakan ekspatasi kompleks muara takus itu pada tahun 2019 dan disitu di
jumpai Ada ditemukan 8 buah Artefak di candi muara takus,artefak adalah Ganesa artinya gajah
dan manusia patung gajah, ada ditemukan Ganesa kuajra itu adalah trikula budha ada dewi tara.
Pada tahun 1860, seorang arkeolog Belanda bernama Cornel de Groot berkunjung ke
Muara Takus. Pada waktu itu di setiap sisi ia masih menemukan patung singa dalam posisi
duduk. Saat ini patung-patung tersebut sudah tidak ada bekasnya. Di sebelah timur, terdapat teras
bujur sangkar dengan ukuran 5,10 x 5,10 m dengan tangga di bagian depannya. Volume
bangunan Candi Mahligai 423,20 m3 yang terdiri dari volume bagian kaki 275,3 m3, tubuh 66,6
m3 dan puncak 81,3 m3. Candi Mahligai mulai dipugar pada tahun 1978 dan selesai pada
tahun1983.

Bangunan
ketiga disebut Candi Palangka, yang terletak 3,85 m sebelah timur Candi Mahligai. Bangunan ini
terdiri dari batu bata merah yang tidak dicetak. Candi Palangka merupakan candi yang terkecil,
relung-relung penyusunan batu tidak sama dengan dinding Candi Mahligai. Dulu sebelum

11
dipugar bagian kakinya terbenam sekitar satu meter. Candi Palangka mulai dipugar pada tahun
1987 dan selesai pada tahun 1989. Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh
candi, karena bagian puncaknya yang masih ditemukan pada tahun 1860 sudah tidak ada lagi. Di
bagian sebelah utara terdapat tangga yang telah rusak, sehingga tidak dapat diketahui bentuk
aslinya. Kaki candi berbentuk segi delapan dengan sudut banyak, berukuran panjang 6,60 m,
lebar 5,85 m serta tingginya 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume 52,9 m3.

Bangunan keempat dinamakan Candi Bungsu. Candi Bungsu terletak di sebelah barat
Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) terdapat pada
bagian depan, sedangkan batu bata terdapat pada bagian belakang. Pemugaran candi ini dimulai
tahun 1988 dan selesai dikerjakan tahun 1990. Melalu pemugaran tersebut candi ini
dikembalikan ke bentuk aslinya, yaitu empat persegi panjang dengan ukuran 7,50 m x 16,28 m.
Bagian puncak tidak dapat dipugar, karena tidak diketahui bentuk sebenarnya. Tinggi setelah
dipugar 6,20 m dari permukaan tanah, dan volume nya 365,8 m3.
Menurut gambar yang dibuat oleh J.W. Yzerman bersama-sama dengan TH. A.F. Delprat
dan Opziter (Sinder) H.L. Leijdie Melvile, di atas bangunan yang terbuat dari bata merah
terdapat 8 buah stupa kecil yang mengelilingi sebuah stupa besar. Di atas bangunan yang terbuat
dari batu pasir (tuff) terdapat sebuah tupa besar. Di bagian sebelah timur terdapat sebuah tangga
yang terbuat dari batu pasir.

12
Selain bangunan-bangunan tersebut di atas, di sebelah utara, atau tepat di depan gerbang
Candi Tuo terdapat onggokan tanah yang mempunyai dua lobang. Tempat ini diperkirakan
tempat pembakaran jenazah. Lobang yang satu untuk memasukkan jenazah dan yang satunya
lagi untuk mengeluarkan abunya. Tempat pembakaran jenazah ini, termasuk dalam pemeliharaan
karena berada dalam komplek percandian. Di dalam onggokan tanah tersebut terdapat batu-batu
kerikil yang berasal dari sungai Kampar. Di di luar kompleks Candi Muara Takus, yaitu di
beberapa tempat di sekitar Desa Muarata takus, juga diketemukan beberapa bangunan yang
diduga masih erat kaitannya dengan candi ini.
1. Jelaskan sejarah penemuan candi muara Takus dan tokoh yang menemukan!
2. Apakah keunikan dari candi tersebut dan dimanakah lokasi candi muara Takus tersebut!
3. Bagaimana sejarah tentang candi muara Takus dan asal-usul nama muara Takus!
4. Jelaskan corak candi muara Takus dan Fungsi candi tersebut bagi masyarakat Indonesia dan
dunia!
5. Apa alasannya candi muara Takus dianggap melambangkan kecerdasan dan kebijaksanaan?
6. Tuliskan ciri-ciri candi muara Takus!

JAWABAN:
1. Awal mulanya, pusat Kerajaan Sriwijaya terletak di pantai timur Malaya, kemudian
berpindah ke Sumatera Tengah dekat Muara Takus. Walaupun para pakar purbakala belum
dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan. Namun, Cornet De Groot disebut
sebagai penemu pertama pada tahun 1860.
2. Arsiteknya, bentuk relif rumah ukirannya, kelopak teratak Wajrak - alat peradaban rumah
bendang relif nya candi Muara Takus relit nya di tempel kan dengan kayu.
3. Candi Muara Takus adalah salah satu situs peninggalan agama Buddha yang ada di Pulau
Sumatera. Candi ini terletak di provinsi Riau, tepatnya di Desa Muara Takus, Kecamatan
XIII Koto, Kabupaten Kampar. Untuk menuju candi ini, Anda bisa melalui jalur darat dari
kota Pekanbaru menuju ke Bukit tinggi, hingga sampai di muara mahat. Dari muara mahat,
terdapat jalan kecil yang langsung menuju Muara Takus. Pendirian situs Candi Muara
Takus belum bisa disebutkan dengan pasti. Beberapa ahli sejarah mengatakan, candi ini
dibangun pada abad ke-4, ada pula yang menganggap candi ini dibangun pada abad ke-7,
ke-9 dan ke-11. Ada juga yang memperkirakan bahwa candi ini dibangun pada masa

13
pemerintahan kerajaan Sriwijaya, dan menjadi salah satu saksi kebesaran kerajaan
Sriwijaya pada masa itu. SEJARAH DAN ASAL USUL CANDI MUARA TAKUS.
Pembangunan Candi Muara Takus diperkirakan berasal pada masa berkembangnya agama
Hindu dan Budha di Indonesia. Sebenarnya, asal usul berdirinya candi ini masih menjadi
misteri hingga sekarang, karena memang kurang adanya bukti-bukti kuat yang berkaitan
dengan candi ini. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Sriwijaya yaitu
antara abad ke-4 hingga abad ke-11 Masehi dan merupakan candi Buddha di Indonesia
tertua yang pernah ditemukan di Pulau Sumatera. Hal ini ditunjukkan pada salah satu
bangunannya yang berbentuk seperti stupa. Stupa adalah lambang dari Buddha Gautama.
Stupa-stupa seperti yanga ada di candi Muara Takus bisa juga Anda temukan di Candi
Sewu, yang juga salah satu candi agama Buddha. Pada salah satu bangunan candi di Muara
Takus juga terdapat yoni dan lingga yang menggambarkan jenis kelamin. Lantaran itulah
candi ini diperkirakan sebagai bangunan dengan perpaduan Buddha dan Syiwa karena
arsitekturnya yang menyerupai bangunan candi-candi di Myanmar. Candi Muara takus
diberi nama dari dua pendapat yang berbeda, yang pertama adalah nama Candi Muara
Takus diambil dari nama sebuah sungai kecil yang bermuara di Sungai Kampar. Sungai
kecil itu adalah sungai takus. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa nama
muara takus diambil dari dua kata yaitu “Muara” yang berarti tempat akhir dari aliran
sungai, daerah tersebut bisa berupa laut maupun sungai yang memiliki ukuran lebih besar.
Takus diambil dari bahasa Cina yaitu Takuse. Ta dalam bahasa Cina berarti besar, Ku
memiliki arti tua, dan memiliki arti kuil. Bila dirangkai menjadi satu kalimat berarti sebuah
kuil atau candi tua yang berukuran besar dan terdapat pada muara sungai.
4. Candi Muara Takus, candi Buddha. Ini terlihat dari adanya stupa yang merupakan lambang
Buddha Gautama. Ada pendapat yang mengatakan bahwa candi ini merupakan campuran
dari bentuk candi Buddha dan karena candi ini digunakan masyarakat sebagai tempat
peribadatan dan ritual dari umat Budha.
5. Karena pimpinan mereka menerapkan sifat itu
6. Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha yang ada di Riau.
Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha adalah
stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir merupakan anak bukit
buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi

14
puncak meru. Stupa adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk
dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya. Berdasarkan
fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
 Stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan.
 Stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tetapi masing-masing sebagai bangunan
lengkap.
 Stupa yang menjadi pelengkap kelompok selaku candi perwara.
 Arsitektur bangunan stupa Candi Muara Takus sendiri sangatlah unik karena tidak
ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk candi ini memiliki kesamaan dengan
stupa Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di India pada
periode Ashoka, yaitu stupa yang memiliki ornamen sebuah roda dan kepala singa,
hampir sama dengan arca yang ditemukan di kompleks Candi Muara Takus.

15
BAB III
PENUTUP
Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul “PENELITIAN CANDI MUARA TAKUS".
Tidak lupa pula dukungan baik secara materil dan nonmateril yang diberikan kepada penulis
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan rasa terima kasih
kepada:
1. Bapak Edi Suherman S.Pd , selaku kepala sekolah yang memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian.
2. Ibu Linda Yanni S.Pd , selaku guru pembimbing sejarah peminatan yang memberikan
arahan selama penelitian terlaksanakan.
3. Bapak Jamiatul Khoiri S.Pd , selaku guru pembimbing sejarah Indonesia yang membantu
serta memberikan arahan selama penelitian berjalan.
4. Bapak Zulfikri, sebagai pendamping disaat Study Tour berlangsung.
Penulis sadar bahwa makalah yang disusun ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
dengan rendah hati penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini.

Kandis, 03 September 2022

16
Erin, Marsella, Murni, Debora, Putri L, Putri J

DAFTAR PUSTAKA
Balai Arkeologi Medan. 1998. Berkala Arkeologi SANGKHAKALA.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Hasil Pemugaran dan Temuan Benda Cagar
Budaya PSP I. Proyek pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat.
Jakarta
Haryono, Timbul. 1986. Relief dan Patung Singa Pada Candi-Candi Periode Jawa Tengah:
Penelitian Atas Fungsi dan Pengertiannya. Laporan Penelitian. Yogyakarta
Kempers, A. J. Bernet. 1959. Ancient Indonesian Art. Cambridge, Massachusetts: Harvard
University Press
Siagian, Renville. 2002. CANDI sebagai warisan seni dan budaya Indonesia. Yogyakarta:
Yayasan Cempaka Kencana
Soekmono, R. 1974. Candi, Fungsi dan Pengertiannya. Disertasi. Jakarta
Suaka PSP Prov. Sumbar dan Riau. 1995. Buletin Arkeologi AMOGHAPASA. Batusangkar
Forgotten Kingdoms in Sumatra, Brill Archive
Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-
290-X.

17
LAMPIRAN

18
19
20

Anda mungkin juga menyukai